penerapan model autoregressive fractionally …... · dalam bidang ekonomi, doornik dan ooms (1999)...
TRANSCRIPT
PENERAPAN MODEL AUTOREGRESSIVE FRACTIONALLY
INTEGRATED MOVING AVERAGE (ARFIMA) DALAM PERAMALAN
SUKU BUNGA SERTIFIKAT BANK INDONESIA (SBI)
Oleh
LIANA KUSUMA NINGRUM
M0105047
SKRIPSI
ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan
memperoleh gelar Sarjana Sains Matematika
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2009
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Menurut Box, et. al. (1994), time series merupakan serangkaian data
pengamatan berdasarkan urutan waktu. Observasi yang diamati merupakan
barisan bernilai diskrit yang diperoleh pada interval waktu yang sama. Metode
pemodelan time series yang telah dikembangkan adalah Exponential Smoothing,
Autoregressive (AR), Moving Average (MA), Autoregressive Moving Average
(ARMA), dan Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA). Metode
yang paling umum digunakan adalah ARIMA. ARIMA sangat efektif digunakan
untuk memodelkan data yang tidak stasioner, yang ditunjukkan oleh plot ACF
yang turun secara eksponensial atau membentuk gelombang sinus. Ada beberapa
data yang tidak stasioner dan plot ACF-nya tidak turun secara eksponensial
melainkan secara lambat atau hiperbolik. Data seperti inilah yang dikategorikan
sebagai time series memori jangka panjang (long memory). Untuk memodelkan
time series jangka panjang, Hosking (1981) telah memperkenalkan model
Autoregressive Fractionally Integreted Moving Average (ARFIMA) yang dapat
mengatasi kelemahan model ARIMA. ARIMA hanya dapat menjelaskan time
series jangka pendek (short memory), sedangkan ARFIMA dapat menjelaskan
baik jangka pendek maupun jangka panjang.
Analisis time series jangka panjang telah banyak diterapkan di berbagai
bidang ilmu. Dalam bidang ekonomi, Doornik dan Ooms (1999) melakukan
penelitian terhadap indeks harga konsumen di Amerika Serikat dan Inggris
menggunakan ARFIMA dengan estimasi parameter metode Exact Maximum
Likelihood (EML). Menurut Ishida dan Watanabe (2008), Watanabe dan
Yamaguchi melakukan perbandingan beberapa metode pemodelan dan peramalan
terhadap Indeks Bursa Nikkei Jepang dengan menggunakan model ARFIMA, AR,
Generalized Autoregressive Conditional Heterokedasticity (GARCH), dan
Heterogen Interval Autoregressive (HAR). Hasil penelitian tersebut menyatakan
bahwa model ARFIMA merupakan model yang paling akurat untuk pemodelan
dan peramalan Indeks Bursa Nikkei Jepang.
Dalam penelitian ini dilakukan pemodelan data suku bunga Sertifikat Bank
Indonesia (SBI) dengan menggunakan pendekatan time series memori jangka
panjang ARFIMA. Selanjutnya dari pemodelan ini dapat dilakukan peramalan
dengan menggunakan model tersebut. Peneliti memilih data suku bunga SBI
karena tingkat suku bunga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
kegiatan investasi, dan datanya mengandung memori jangka panjang, yang
ditunjukkan oleh plot ACF yang turun secara lambat.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, rumusan masalah yang akan
dikemukakan adalah sebagai berikut.
1. Bagaimana pemodelan ARFIMA pada data suku bunga SBI.
2. Bagaimana hasil peramalan model ARFIMA pada data suku bunga SBI
untuk 4 periode ke depan.
1.3 Batasan Masalah
Dalam penelitian ini dilakukan pembatasan masalah yaitu estimasi
parameter model ARFIMA menggunakan metode Exact Maximum Likelihood
(EML), dan peramalan suku bunga SBI dilakukan dari periode 430 sampai
dengan periode 433, yaitu dari tanggal 19 Agustus 2009 sampai dengan 9
September 2009.
1.4 Tujuan Penulisan
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Dapat menentukan model ARFIMA untuk data suku bunga SBI.
2. Meramalkan suku bunga SBI untuk 4 periode ke depan dengan
menggunakan model ARFIMA.
1.5 Manfaat Penulisan
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah model peramalan data
dapat diketahui, sehingga dapat digunakan sebagai acuan para pelaku pasar dalam
melakukan investasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Analisis Time Series
Time Series merupakan pengamatan terurut waktu atau barisan yang
tergantung pada waktu dari observasi suatu variabel yang diamati. Pemodelan
time series memerlukan asumsi bahwa data dalam keadaan stasioner. Time series
dikatakan stasioner jika tidak ada perubahan dalam mean dan perubahan variansi.
Misal {푌 } merupakan suatu variabel random. Menurut Wei (1990), {푌 }
dikatakan strictly stasioner jika
1. 휇 = 퐸{푌 } = 휇 (mean konstan)
2. Jika 퐸(푍 ) < ∞, maka 휎 = {푌 − 휇} = 휎 (variansi konstan)
3. {푍 ,푍 } = 퐸{[푍 − 휇][푍 − 휇]} = 훾 untuk setiap t dan k bilangan
bulat.
Dalam pemodelan time series sering ditemukan kondisi dengan mean tidak
stasioner, sehingga diperlukan suatu cara untuk menstasionerkan data yaitu
dengan cara pembedaan atau biasa ditulis (1 − 퐿) . Pembedaan ini dilakukan agar
dapat mengatasi korelasi antara 푌 dengan푌 , dengan k yang cukup besar. Pada
memori jangka pendek, pembedaan dilakukan dengan d bernilai bilangan bulat,
sedangkan pada memori jangka panjang, pembedaan dilakukan dengan d bernilai
bilangan riil.
Dalam pemodelan time series juga sering ditemukan kondisi dengan
variansi tidak stasioner atau tidak konstan. Untuk menstasionerkan data dalam
variansi dapat dilakukan dengan transformasi data sehingga didapatkan data yang
stasioner dalam variansi. Salah satu transformasi yang biasa digunakan adalah
transformasi Box-Cox (power transformation). Transformasi Box-Cox (Wei,
1990) untuk beberapa nilai yang sering digunakan ditampilkan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Transformasi Box-Cox
Nilai estimasi 휆 Transformasi
-1 1푌
-0.5 1푌
0 ln푌
0.5 푌
1 푌 (tidak ada transformasi)
휆 푌
2.2. Autokorelasi dan Autokorelasi Parsial
2.2.1. Fungsi Autokorelasi (ACF)
Menurut Wei (1990), {푌 } yang stasioner akan mempunyai nilai mean
퐸[푌 ] = 휇, dan variansi 푉푎푟(푌 ) = 퐸(푌 − 휇) = 휎 yang mempunyai nilai-nilai
yang konstan, serta kovariansi 퐶표푣(푌 ,푌 ) merupakan fungsi dari perbedaan
waktu (푡 − 푠). Kovariansi antara 푌 dan 푌 dapat ditulis sebagai
훾 = 퐶표푣(푌 ,푌 ) = 퐸[(푌 − 휇)(푌 − 휇)]
sedangkan autokorelasi antara 푌 dan 푌 dapat ditulis sebagai
휌 =퐶표푣(푌 ,푌 )
푉푎푟(푌 ) 푉푎푟(푌 ) ,
dengan 푉푎푟(푌 ) = 푉푎푟(푌 ) = 훾 , sehingga didapatkan
휌 =훾훾 .
Menurut Wei (1990), untuk suatu proses yang stasioner, fungsi
autokovariansi 훾 dan fungsi autokorelasi 휌 memenuhi sifat
1. 훾 = 푉푎푟(푌 ), 휌 = 1
2. |훾 | ≤ 훾 , |휌 | ≤ 1
3. 훾 = 훾 , 휌 = 휌 , untuk semua nilai k.
2.2.2. Fungsi Autokorelasi Parsial (PACF)
Fungsi autokorelasi parsial berguna untuk mengukur tingkat keeratan
hubungan antara 푌 dan 푌 setelah dependensi linear dalam variabel
푌 ,푌 , … ,푌 telah dihilangkan. Menurut Wei (1990), fungsi autokorelasi
parsial (PACF) dapat dinyatakan sebagai
휙 = 퐶표푟푟(푌 ,푌 |푌 , … ,푌 )
=휌 − ∑ 휙 , 휌
1 − ∑ 휙 , 휌
dengan 휙 = 휙 , −휙 휙 , , untuk j=1,2,…,k-1.
2.3. Model Time Series Stasioner
2.3.1. Model Autoregressive (AR)
Model runtun waktu autoregressive merupakan suatu observasi pada waktu
t yang dinyatakan sebagai persamaan linear terhadap p waktu sebelumnya
ditambah dengan sebuah variabel random 푎 . Dalam bentuk persamaan, model ini
dapat dinyatakan dengan
푌 = 휙 푌 + 휙 푌 + ⋯+ 휙 푌 + 푎 .
Diasumsikan {푎 } variabel random yang berdistribusi identik dan
independen, dengan mean nol untuk setiap t, akibatnya 퐸[푌 ] = 0 dan 푉푎푟(푌 )
konstan (Cryer, 1986).
Fungsi autokorelasi pada model AR dicari dengan mengalikan 푌 pada
kedua sisi persamaan AR(p) dan dicari ekspektasinya
퐸(푌 푌 ) = 퐸(휙 푌 푌 ) + ⋯+ 퐸 휙 푌 푌 + 퐸(푌 푎 )
훾 = 휙 훾 + ⋯+ 휙 훾 ,푘 > 0
dengan nilai 퐸(푌 푎 ) = 0 untuk 푘 > 0. Dengan membagi persamaan di atas
dengan 훾 diperoleh fungsi autokorelasinya
ρ = ϕ ρ + ⋯+ ϕ ρ , untuk k = 1,2, …
Pada proses ini kurva fungsi autokorelasinya akan turun secara
eksponensial atau menyerupai gelombang sinus. Fungsi autokorelasi parsial untuk
model AR adalah
휙 = 0, 푘 > 푝
Pada proses ini autokorelasi parsial bernilai nol setelah lag p atau kurva
akan terputus setelah suku ke-p. untuk setiap proses, kurva estimasi akan
dipandang sebagai himpunan parameter-parameter terakhir yang diperoleh jika
berturut-turut model AR(p), p=1,2,… digunakan pada data.
2.3.2. Model Moving Average (MA)
Pada model moving average, observasi pada waktu t dinyatakan sebagai
kombinasi linear dari sejumlah variabel random 푎 . Menurut Cryer (1986), model
dari moving average dapat ditulis
푌 = 푎 − 휃 푎 − 휃 푎 −⋯− 휃 푎 .
Diasumsikan {푎 } variabel random yang berdistribusi identik dan
independen, dengan mean nol untuk setiap t. akibatnya 퐸[푌 ] = 0 dan 푉푎푟(푌 )
konstan.
Untuk proses MA(q) variansinya adalah 푉푎푟(푌 ) = 휎 ∑ 휃 , dengan
nilai 휃 = 1 dan autokovariansinya adalah
훾 = 휎 −휃 + 휃 휃 + ⋯+ 휃 휃 ,푘 = 1,2, … ,푞0 , 푘 > 푞
sehingga diperoleh fungsi autokorelasinya
휌 =−휃 + 휃 휃 + 휃 휃 + ⋯+ 휃 휃
1 + 휃 + 휃 + ⋯+ 휃 , 푘 = 1,2, … , 푞
0 ,푘 ≥ 푞 + 1
Pada grafik fungsi autokorelasi akan bernilai nol setelah lag q, dan grafik
fungsi autokorelasi parsial akan turun secara eksponensial atau membentuk
gelombang sinus untuk k yang semakin besar.
2.3.3. Model Autoregressive Moving Average (ARMA)
Untuk mendapatkan parameter parsimony (model mempunyai parameter
yang sedikit), terkadang kedua bentuk autoregressive dan moving average perlu
dimasukkan dalam model. Dengan demikian, model dapat ditulis dalam bentuk
푌 = 휙 푌 + ⋯+ 휙 푌 + 푎 − 휃 푎 −⋯− 휃 푎
atau bisa ditulis sebagai
휙(퐿)푌 = θ(L)푎
dengan 휙 (퐿) = 1 − 휙 퐿 − ⋯−휙 퐿 dan 휃 (퐿) = 1 − 휃 퐿 −⋯− 휃 퐿 .
Model ini disebut sebagai model Autoregressive Moving Average orde (p,q), atau
biasa disebut sebagai model ARMA(p,q), dimana p dan q masing-masing
menunjukkan orde dari proses autoregressive dan moving average (Cryer, 1986).
2.4. Model Time Series Tidak Stasioner
2.4.1. Model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA)
Apabila pola data stasioner terhadap mean tidak dipenuhi maka perlu
dilakukan suatu cara untuk membuat menjadi stasioner. Runtun waktu yang tak
stasioner dapat diubah menjadi stasioner dengan melakukan pembedaan.
Secara umum proses pembedaan pada suatu data runtun waktu dengan orde
d dapat ditulis
푊 = (1− 퐿) 푌 ,
dengan nilai d=1,2,…,n. Proses pembedaan orde pertama dapat ditulis
푊 = (1− 퐿) 푌 = 푌 − 푌 ,
dengan 푌 adalah observasi pada waktu ke-t, t=1,2,…,n
푌 adalah observasi pada satu periode sebelumnya (t-1)
푊 adalah data setelah pembedaan.
Apabila pola data stasioner dalam variansi tidak dipenuhi, maka dapat
dilakukan transformasi data untuk menstasionerkan datanya.
Model ARIMA pertama kali diperkenalkan oleh Box-Jenkins pada tahun
1970 (Cryer, 1986). Bentuk umum ARIMA (p,d,q) adalah
휙(퐿)(1− 퐿) 푌 = θ + θ(퐿)푎
dengan
1. 휙(퐿) dinamakan operator autoregressive.
2. 휙(퐿)(1− 퐿) dinamakan operator generalized autoregressive non
stasioner.
3. θ(퐿) dinamakan operator moving average yang diasumsikan invertible.
2.4.2. Model ARFIMA (p,d,q)
Proses ARMA sering dinyatakan sebagai proses memori jangka pendek
(short memory) karena autokorelasi antara 푌 dan 푌 turun sangat cepat untuk
푘 → ∞. Dalam kasus-kasus tertentu, autokorelasi turun lambat secara hiperbolik
untuk lag yang semakin besar. Hal ini menunjukkan masih ada hubungan antara
pengamatan yang jauh terpisah atau memiliki ketergantungan jangka panjang
(long memory).
Suatu proses stasioner dengan fungsi autokorelasi 휌 dikatakan sebagai
proses memori jangka panjang jika lim →∞∑ |휌 | tidak konvergen (Hosking,
1981).
Penyelidikan terhadap proses memori dapat diamati pada fungsi
autokorelasi. Deret berkala 푍 dikatakan mengikuti proses memori jangka pendek
jika
lim→∞
|휌 | < ∞
dan akan mengikuti proses memori jangka panjang jika
lim →∞ ∑ |휌 | = ∞.
Model ARFIMA merupakan pengembangan dari model ARIMA. Suatu
proses dikatakan mengikuti model ARFIMA jika nilai d adalah riil. ARFIMA
disebut juga ARIMA yang nilai d tidak hanya berupa nilai integer, melainkan
termasuk juga nilai-nilai riil yang disebabkan oleh adanya memori jangka
panjang. Menurut Doornik dan Ooms (1999), model ARFIMA(p, d, q) dapat
ditulis
휙(퐿)훻 푌 = θ(L)푎 , 푡 = 1, 2, … ,푇
dengan level integrasi d merupakan bilangan riil dan 푎 ~퐼퐼퐷(0,휎 ). Filter
pembeda 훻 pada rumus di atas disebut Long Memory Filter (LMF) yang
menggambarkan adanya ketergantungan jangka panjang dalam deret. Filter ini
diekspansikan sebagai deret Binomial
∇ = (1 − 퐿) = 푑푗 (−1) 퐿
∞
, 푑 > 푗
dengan 푑푗 = !
!( )!= ( )
( ) ( ) dan Γ(푥) merupakan fungsi gamma,
sehingga
∇ = 푑0
(−1) 퐿 + 푑1
(−1) 퐿 + 푑2
(−1) 퐿 + ⋯
=푑!
0! (푑 − 0)!퐿 −푑!
1! (푑 − 1)!퐿 +푑!
2! (푑 − 2)!퐿 + ⋯
= 1− 푑퐿 −12
(1 − 푑)푑퐿 −16
(2− 푑)(1− 푑)푑퐿 + ⋯
Asumsi-asumsi pada deret yang terintegrasi fraksional yang harus dipenuhi
menurut Sowell (1992) adalah
1. 휙(퐿) mempunyai orde kurang dari atau sama dengan p, 휃(퐿) mempunyai
orde kurang dari atau sama dengan q, akar-akar 휙(퐿) dan 휃(퐿) di luar unit
circle dan 푎 ~퐼퐼퐷푁(0,휎 ).
2. |푑| <
3. akar-akar dari 휙(퐿) sederhana, atau dengan kata lain akar-akar polynomial
autoregressive tidak berulang.
Suatu proses dikatakan mengikuti model ARFIMA jika level integrasi
yang ada dalam model adalah riil. Menurut Hosking (1981), karakteristik deret
yang fractionally integrated untuk berbagai nilai d adalah
1. |푑| ≥ menyatakan proses panjang dan tidak stasioner.
2. 0 < 푑 < menyatakan proses berkorelasi panjang stasioner dengan
adanya ketergantungan positif antar pengamatan yang terpisah jauh yang
ditunjukkan dengan autokorelasi positif dan turun lambat dan mempunyai
representasi moving average orde tak hingga.
3. − < 푑 < 0 menyatakan proses berkorelasi panjang stasioner dengan
memiliki ketergantungan negatif yang ditandai dengan autokorelasi negatif
dan turun lambat serta mempunyai representasi autoregressive orde tak
hingga.
4. 푑 = 0 menyatakan proses berkorelasi pendek.
Untuk fungsi autokovariansi dan autokorelasi dapat dicari sebagai berikut.
Fungsi autokovariansi dari {푌 } adalah
훾 = 퐸(푌 ,푌 ) =(−1) (−2푑)!
(푘 − 푑)! (−푘 − 푑)!.
sehingga fungsi autokorelasi dari {푍 } adalah
휌 =훾훾 =
(−푑)! (푘 + 푑 − 1)!(푑 − 1)! (푘 − 푑)! , 푘 = 0, ±1, …
dengan 훾 = ( )!{( )!}
serta 휌 = .
Ketika memodelkan time series memori jangka panjang, model ARFIMA
memberikan hasil yang tidak dapat diperoleh dengan model tak fraksional
ARIMA. Parameter pembedaan fraksional menangkap adanya fenomena jangka
panjang tanpa menimbulkan masalah-masalah yang berkaitan dengan model
ARMA. Menurut Sowell (1992), masalah yang mungkin muncul dalam
memodelkan time series jangka panjang dengan ARMA antara lain
1. dengan menggunakan model ARMA untuk menangkap fenomena jangka
panjang, apabila parameter AR atau MA mampu menangkap fenomena
jangka panjang maka pendekatan untuk jangka pendek akan terabaikan.
Sebagai contoh, dengan parameter AR(1) tidak mungkin dapat
memodelkan korelasi yang tinggi pada siklus sepuluh tahunan. Masalah
yang sama muncul dalam memodelkan ketergantungan jangka panjang
yang negatif.
2. sebaliknya, jika dugaan akan adanya fenomena jangka panjang pada deret
diabaikan untuk mendapatkan model yang lebih baik untuk fenomena
jangka pendek, maka tidak ada cara yang tepat dalam menggambarkan
parameter AR dan MA untuk menggambarkan karakteristik jangka
panjang pada deret, walaupun sebenarnya peneliti menemukan fenomena
jangka panjang pada deret.
Model ARFIMA (p,d,q) lebih dapat diterima bahkan untuk permasalahan
tidak fraksional ARMA (p,q). Model ARFIMA akan tak stasioner jika 푑 ≥ .
Bagaimanapun juga ketergantungan jangka panjang ini berhubungan dengan
seluruh 푑 > 0 yang menangkap fenomena jangka panjang tanpa berpengaruh
terhadap jangka pendeknya.
Keuntungan yang didapat jika menggunakan model ARFIMA (p, d, q)
menurut Sowell (1992) adalah
1. mampu memodelkan perubahan yang tinggi dalam jangka panjang (long
term persistence).
2. mampu menjelaskan struktur korelasi jangka panjang dan jangka pendek
sekaligus.
3. mampu memberikan model dengan parameter yang lebih sederhana
(parsimony) baik untuk data dengan memori jangka panjang maupun
jangka pendek.
Langkah-langkah yang ditempuh dalam pemodelan ARFIMA adalah
estimasi parameter, pengujian parameter, pengujian diagnostik model, pemilihan
model terbaik, serta peramalan model ARFIMA.
1. Estimasi Parameter
Menurut Doornik dan Ooms (1999), ada beberapa metode estimasi
parameter model ARFIMA antara lain Geweke dan Porter Hudak (GPH), Non-
Linear Least Square (NLS), Exact Maximum Likelihood (EML) dan Modified
Profile Likelihood (MPL). Pada penelitian ini, akan digunakan metode EML.
Fungsi autokovariansi dari model ARMA stasioner dengan mean 휇 adalah
훾 = 퐸[(푦 − 휇)(푦 − 휇)].
Didefinisikan matriks kovariansi dari distribusi bersama
푦 = [푦 , 푦 , … ,푦 ]′ adalah
푉[푦] =
⎣⎢⎢⎢⎡
훾 훾훾 훾
… 훾 훾훾
⋮훾훾 훾
⋮
…훾
훾 훾 ⎦⎥⎥⎥⎤
= ∑
dengan 푉[푦] merupakan suatu matriks Toeplitz simetris, dinyatakan dengan
푇[훾 ,훾 , … ,훾 ] dan diasumsikan berdistribusi normal 푦~푁 (휇,∑).
Berdasarkan persamaan pada model ARFIMA dengan 푦~푁 (휇,∑), fungsi
densitas probabilitasnya adalah
푓(푦,∑) = (2휋) / |∑|푒푥푝 − 푦′∑ 푦
dengan adalah matriks kovariansi.
Penaksiran parameter model dengan metode EML dilakukan dengan
membentuk fungsi log-likelihood dari parameter model. Dengan 푧 = 푦 − 휇,
fungsi tersebut dinyatakan sebagai
log퐿 (푑,휙, 휃,휎 ) = −푇2 log(2휋)−
12 log|∑| −
12 푧
′∑ 푧.
dengan ∑ = 퐑휎 , maka persamaan menjadi
log퐿 (푑,휙, 휃,휎 ) = −푇2 log(2휋)−
12 log|퐑휎 |−
12휎 푧 ′퐑 푧
= −푇2 log(2휋)−
12 log(휎 ) −
12 log|퐑|−
12휎 푧 ′퐑 푧
= −푇2 log(2휋)−
푇2 log(휎 ) −
12 log|퐑| −
12휎 푧 ′퐑 푧.
Nilai maksimum didapatkan dengan melakukan diferensiasi pada fungsi
log-likelihood di atas terhadap 휎 .
휕(log퐿(푑,휙, 휃,휎 ))휕휎 = − + 푧 ′퐑 푧.
Jika turunan pertama tersebut disamadengankan nol, maka persamaan di
atas menjadi
− = − 푧 ′퐑 푧
sehingga didapat
휎 = 푇 푧 ′퐑 푧.
2. Pengujian parameter
Uji signifikansi parameter model dilakukan untuk membuktikan bahwa
model yang didapatkan cukup memadai. Bila estimasi parameter pada model
ARFIMA adalah , sedangkan estimasi standar error dari estimasi parameter
adalah , maka hipotesis yang digunakan dalam pengujian parameter adalah
i. H0: 휃 = 0 (parameter tidak berpengaruh terhadap model)
H1: 휃 ≠ 0 (parameter berpengaruh terhadap model)
ii. statistik uji
푡 =휃
푆퐸 휃
iii. kaidah pengambilan keputusan. Tolak H0 jika 푡 > 푡 ( ), dengan n
adalah banyaknya observasi, dan p adalah jumlah parameter yang ditaksir.
3. Pengujian Diagnostik Model
Suatu model dibangun dengan batasan-batasan (asumsi), sehingga
kesesuaian model juga dipengaruhi oleh pemenuhan asumsi-asumsi yang telah
ditetapkan. Hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah model yang telah
diestimasi cukup cocok dengan data runtun waktu yang diramalkan.
Pada pengujian diagnostik ini dilakukan analisis nilai sisa. Model dikatakan
memadai jika nilai sisa adalah white noise, yaitu nilai sisa mempunyai mean
nol dan variansi konstan, serta nilai sisa tidak berkorelasi. Selain itu nilai sisa
juga harus memenuhi asumsi distribusi normal. Apabila ternyata model tidak
memenuhi asumsi tersebut, maka harus dirumuskan kembali model yang baru,
yang selanjutnya diestimasi dan parameternya diuji kembali.
1) Asumsi non autokorelasi pada nilai sisa
Untuk mengetahui apakah autokorelasi dari nilai nilai sisa berbeda dengan
nol atau tidak, bisa dilakukan uji Ljung-Box dengan hipotesis
i. H0: 휌 = 휌 = ⋯ = 휌 = 0 (tidak ada korelasi antar nilai sisa)
H1: Minimal ada satu nilai 휌 ≠ 0; 푖 = 1,2, … , 푘
ii. statistik uji
푄 = 푛(푛 + 2) (푛 − 푘) 휌
dengan 휌 merupakan ACF dari nilai sisa pada lag k.
iii. kaidah pengambilan keputusan. Tolak H0 jika 푄 > χ( ; ), atau 푝 −
푣푎푙푢푒 < 훼 dimana k adalah maksimum lag (Wei, 1990).
2) Asumsi nilai sisa berdistribusi normal
Uji Kolmogorof-Smirnov dapat digunakan untuk melihat apakah nilai sisa
berdistribusi normal. Jika 푆( ) menyatakan distribusi empirik sampel acak yang
nilainya merupakan fungsi peluang kumulatif dan 퐹( )∗ menyatakan distribusi
normal dengan mean dan variansi tertentu, 푥 ∼ 푁(휇,휎 ), maka hipotesis yang
digunakan adalah
i. H0: 퐹( ) = 퐹( )∗
H1:퐹( ) ≠ 퐹( )∗
ii. statistik uji
퐷 = 푠푢푝 퐹( )∗ − 푆( )
dengan D merupakan supremum pada setiap x dari absolut selisih 퐹( )∗ − 푆( ).
iii. kaidah pengambilan keputusan. Tolak H0 jika 퐷 ≥ 퐾 , atau 푝 − 푣푎푙푢푒 < 훼,
dimana 퐾 adalah nilai tabel Kolmogorof-Smirnov pada kuantil (1− 훼).
4. Pemilihan Model Terbaik
Suatu model setelah diidentifikasi memungkinkan terbentuknya lebih dari
satu model yang sesuai. Untuk memilih model terbaik pada analisis time series,
kriteria pemilihan model biasanya didasarkan pada statistik yang diperoleh dari
nilai sisa. Pada penelitian ini kriteria pemilihan model didasarkan pada nilai sisa
yaitu Mean Square Error (MSE), Mean Absolute Percentage Error (MAPE), serta
Akaike Info Criterion (AIC).
1) MSE
푀푆퐸 =∑ 푒푛 − 푝
dengan 푒 adalah nilai sisa.
푝 adalah banyak parameter.
푛 adalah banyaknya nilai sisa.
Nilai MSE juga merupakan nilai estimasi dari variansi nilai sisa 휎 . Sehingga
model yang baik adalah model yang memiliki nilai MSE kecil, karena dengan
nilai MSE kecil berarti nilai estimasi hampir sama dengan nilai sesungguhnya
(Makridakis dan Wheelwright, 1995).
2) MAPE
MAPE adalah rata-rata persentase absolut dari kesalahan peramalan, oleh
karena itu, semakin kecil nilai MAPE maka nilai ramalan akan semakin
akurat. Untuk menghitung MAPE digunakan persamaan
푀퐴푃퐸 =1푛
푌 − 푌푌 × 100%
dengan adalah nilai aktual dan adalah nilai ramalan (Makridakis dan
Wheelwright, 1995).
3) AIC
Akaike pada tahun 1973 memperkenalkan suatu pemilihan model terbaik
selain MSE. AIC digunakan untuk menemukan model yang dapat
menjelaskan data dengan parameter bebas yang minimum. Model yang dipilih
adalah model dengan nilai AIC terendah. Wei (1990) menjelaskan untuk
menghitung AIC digunakan persamaan
퐴퐼퐶 = 푛 ln휎 + 2푝
dengan n : banyaknya observasi.
5. Peramalan Model ARFIMA
Menurut Doornik dan Ooms (1999), 푦 = (푦 ,푦 , … 푦 )′ adalah nilai-nilai
pengamatan setelah estimasi. Diasumsikan y adalah stasioner dan d > -1, maka
prediksi linear terbaik dari y adalah
푦 = [푟(푇 − 1 + ℎ) … 푟(ℎ)]{풯[푟(0), … , 푟(푇 − 1)]} 푦 = 푞′푦
yang terdiri dari kebalikan fungsi autokovarian dikalikan dengan data
aslinya yang diboboti oleh korelasinya. MSE peramalannya adalah
푀푆퐸[푦 ] = 휎 [푟(0) − 풓′풒].
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Bahan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini, maka
bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Jurnal dan buku referensi yang terkait dengan permasalahan.
2. Data sekunder Suku Bunga SBI yang diterbitkan oleh Bank Indonesia melalui
http://www.bi.go.id, yang berupa data mingguan dari periode 21 Juni 2000
sampai 12 Agustus 2009.
3. Software yang digunakan adalah Ox Metrics, dan Minitab 13.
3.2. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus. Studi
kasus adalah menerapkan teori yang telah dipelajari untuk menganalisis data.
Untuk mencapai tujuan penulisan skripsi ini, ditempuh langkah-langkah
sebagai berikut.
1. Analisis pola data
Pada tahap ini, dilakukan identifikasi awal model ARFIMA dengan cara
a. Membuat plot time series data Suku Bunga SBI untuk mengetahui apakah
data tersebut sudah stasioner atau belum.
b. Melakukan transformasi jika ada data yang tidak stasioner dalam variansi.
c. Membuat plot ACF dan PACF data yang telah ditransformasi untuk
mengetahui adanya ketergantungan jangka panjang.
2. Pemodelan ARFIMA
Tahapan-tahapan dalam pemodelan ARFIMA adalah sebagai berikut.
a. Estimasi parameter
Estimasi parameter model ARFIMA menggunakan metode Exact
Maximum Likelihood (EML).
b. Uji diagnostik
Pada tahap ini diuji apakah residual memenuhi asumsi white noise dan
berdistribusi normal.
c. Pemilihan model terbaik
Model yang telah memenuhi syarat (parameter signifikan, residual
memenuhi asumsi white noise dan berdistribusi normal) akan
dibandingkan berdasarkan kriteria MSE, MAPE, dan AIC.
3. Peramalan
Membuat ramalan Suku Bunga SBI untuk 4 periode ke depan dengan
menggunakan model ARFIMA yang diperoleh.
Langkah-langkah di atas dapat ditunjukkan dalam Gambar 3.1.
Gambar 3.1. Diagram alur penelitian
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi Data
Suku bunga adalah persentase dari pokok utang yang dibayarkan sebagai
imbal jasa (bunga) dalam suatu periode tertentu. Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
adalah surat berharga yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan
Transformasi
Identifikasi ARFIMA (p,d,q)
ACF
Tidak Stasioner Stasioner
Estimasi Parameter
Pemilihan Model Terbaik
Uji Diagnostik
Peramalan
Tidak memenuhi
Memenuhi
Data
Plot Data
utang berjangka waktu pendek (1-3 bulan) dengan sistem diskonto atau bunga.
SBI merupakan salah satu mekanisme yang digunakan Bank Indonesia (BI) untuk
mengontrol kestabilan nilai Rupiah. Ketika suku bunga dinaikkan, maka orang
akan tertarik untuk menyimpan uang di bank, sehingga akan mengurangi jumlah
uang beredar (http://www.wikipedia.org).
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data mingguan suku
bunga SBI dalam kurun waktu 21 Juni 2000 – 12 Agustus 2009, yang sebagian
terlampir dalam Lampiran 1, dengan 423 data untuk membangun model dan 6
data untuk pengujian model. Plot time series data suku bunga SBI disajikan dalam
Gambar 4.1.
Gambar 4.1. Plot time series data suku bunga SBI
4.2. Analisis Pola Data
Berdasarkan Gambar 4.1, pergerakan data suku bunga SBI berubah tiap
waktu serta mengindikasikan bahwa data suku bunga SBI mingguan tidak
stasioner dalam variansi.
02468
101214161820
Gambar 4.2. Plot ACF data suku bunga SBI
Berdasarkan Gambar 4.2 terlihat bahwa plot ACF mengindikasikan data
mengalami trend, sehingga data tidak stasioner dalam mean. Plot time series pada
Gambar 4.1 mengindikasikan data suku bunga SBI mingguan tidak stasioner
dalam variansi. Oleh karena itu, dilakukan transformasi data karena syarat
pemodelan time series adalah stasioner dalam variansi. Transformasi data yang
digunakan adalah transformasi Box-Cox. Plot Box-Cox data suku bunga SBI
disajikan dalam Gambar 4.3.
Gambar 4.3. Plot Box-Cox untuk data suku bunga SBI
Berdasarkan Gambar 4.3 terlihat bahwa lambda estimasi sebesar 0,337,
maka dalam penelitian ini, transformasi yang digunakan adalah transformasi
푌 . , sehingga untuk analisis selanjutnya digunakan data hasil transformasi.
Plot time series data suku bunga SBI setelah transformasi dapat dilihat pada
Gambar 4.4.
Gambar 4.4. Plot time series data suku bunga SBI setelah transformasi
Berdasarkan Gambar 4.4 terlihat meskipun data hasil transformasi tersebut
tidak stasioner dalam variansi, namun transformasi 푌 . merupakan transformasi
yang dianggap cukup untuk menstabilkan variansi dalam data.
Plot ACF dan PACF data suku bunga setelah transformasi disajikan pada
Gambar 4.5 dan Gambar 4.6.
Gambar 4.5. ACF data suku bunga SBI setelah transformasi
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
Gambar 4.6. PACF data suku bunga SBI setelah transformasi
Berdasarkan plot ACF (Gambar 4.5) yang turun menuju nol dan plot
PACF (Gambar 4.6) yang signifikan pada lag kecil, dapat diamati bahwa data
tersebut relatif baik untuk dimodelkan menurut prinsip parsimony. Berdasarkan
Gambar 4.5 juga terlihat bahwa autokorelasi turun lambat, sehingga dapat
disimpulkan bahwa data memiliki ketergantungan jangka panjang.
4.3. Pemodelan ARFIMA
4.3.1. Estimasi Parameter
Estimasi parameter ARFIMA dengan metode Exact Maximum Likelihood
dilakukan secara serentak untuk semua parameter dan diperbaiki secara iteratif.
Hal ini menyebabkan nilai estimasi parameter d bisa berbeda-beda. Berbagai
model telah dicoba berdasarkan plot ACF dan PACF. Estimasi parameter
beberapa model yang telah dicoba menggunakan software OxMetrics ditampilkan
dalam Tabel 4.1, dan sebagian outputnya terlampir dalam Lampiran 2.
Berdasarkan Tabel 4.1 terlihat bahwa semua model yang dicoba menghasilkan
estimasi parameter model yang signifikan karena p-value semua estimasi
parameter model lebih kecil dari tingkat kesalahan 훼 = 0.05.
Tabel 4.1. Estimasi parameter beberapa model ARFIMA
No. Model Arfima d MA-1 MA-2 MA-3 MA-4 MA-5
휃 휃 휃 휃 휃
1 (0,d,0) 0.499
0.000
2 (0,d,1) 0.499 0.727
0.000 0.000
3 (0,d,2) 0.499 1.034 0.651
0.000 0.000 0.000
4 (0,d,3) 0.498 1.126 0.941 0.363
0.000 0.000 0.000 0.000
5 (0,d,4) 0.498 1.013 0.875 0.530 0.358
0.000 0.000 0.000 0.000 0.001
6 (0,d,5) 0.498 0.809 0.706 0.653 0.758 0.456
0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
7 (0,d,[3]) 0.499 0.767 0.000 0.000
8 (0,d,[4]) 0.499 0.746 0.000 0.000
9 (0,d,[1,3]) 0.499 0.321 0.440 0.000 0.001 0.000
10 (0,d,[2,3]) 0.499 0.260 0.590 0.000 0.001 0.000
11 (0,d,[2,4]) 0.499 0.776 0.716 0.000 0.000 0.000
12 (0,d,[1,3,4]) 0.499 0.523 0.546 0.686 0.000 0.000 0.000 0.000
13 (0,d,[5]) 0.499 0.746 0.000 0.000
14 (0,d,[1,5]) 0.499 0.419 0.403 0.000 0.000 0.000
15 (0,d,[2,5]) 0.499 0.417 0.488 0.000 0.000 0.000
16 (0,d,[3,5]) 0.499 0.255 0.488 0.000 0.003 0.000
17 (0,d,[4,5]) 0.499 0.478 0.492 0.000 0.000 0.000
18 (0,d,[1,4,5]) 0.499 0.697 0.649 0.522 0.000 0.000 0.000 0.000
19 (0,d,[1,2,4,5]) 0.499 0.616 0.274 0.624 0.365 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
Berdasarkan Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa nilai parameter d berbeda-beda
untuk beberapa model, tetapi semuanya menghasilkan nilai yang positif dan
interval kepercayaan tidak melewati nilai nol. Hal ini menunjukkan parameter
pembedaan fraksional signifikan untuk digunakan. Interval kepercayaan
parameter d ditunjukkan Tabel 4.2.
Tabel 4.2. Interval kepercayaan parameter d
No. Model
ARFIMA d SE(d)
Interval Kepercayaan Batas Bawah Batas Atas
1 (0,d,0) 0.499628 0.0004844 0.4986592 0.5005968 2 (0,d,1) 0.499505 0.0006698 0.4981654 0.5008446 3 (0,d,2) 0.499294 0.0009775 0.4973390 0.5012490 4 (0,d,3) 0.498938 0.0014860 0.4959660 0.5019100 5 (0,d,4) 0.498849 0.0016200 0.4956090 0.5020890 6 (0,d,5) 0.498802 0.0016790 0.4954440 0.5021600 7 (0,d,[3]) 0.499489 0.0006934 0.4981022 0.5008758 8 (0,d,[4]) 0.499525 0.0006400 0.4982450 0.5008050 9 (0,d,[1,3]) 0.499496 0.0006835 0.4981290 0.5008630 10 (0,d,[2,3]) 0.499482 0.0007036 0.4980748 0.5008892 11 (0,d,[2,4]) 0.499370 0.0008673 0.4979628 0.5007772 12 (0,d,[1,3,4]) 0.499324 0.0009331 0.4975894 0.5010586 13 (0,d,[5]) 0.499505 0.0006702 0.4976388 0.5013712 14 (0,d,[1,5]) 0.499506 0.0006685 0.4981656 0.5008464 15 (0,d,[2,5]) 0.499475 0.0007145 0.4981380 0.5008120 16 (0,d,[3,5]) 0.499475 0.0007145 0.4980460 0.5009040 17 (0,d,[4,5]) 0.499466 0.0007277 0.4980370 0.5008950 18 (0,d,[1,4,5]) 0.499283 0.0009927 0.4972976 0.5012684 19 (0,d,[1,2,4,5]) 0.499323 0.0009344 0.4974542 0.5011918
4.3.2. Pemeriksaan Diagnostik
Pemodelan ARFIMA seperti halnya ARIMA, dibangun dengan batasan-
batasan, sehingga setelah didapatkan model dengan estimasi parameter yang
signifikan perlu dilakukan uji kesesuaian model. Pemeriksaan diagnostik yang
dilakukan meliputi uji asumsi nilai sisa white noise dan berdistribusi normal. Plot
normalitas nilai sisa model ARFIMA terlampir dalam Lampiran 3. Pengujian nilai
sisa model ARFIMA sebagian ditampilkan dalam Tabel 4.3.
Tabel 4.3. Pengujian nilai sisa model ARFIMA
No. Model ARFIMA
Non Autokorelasi
Distribusi Normal
p-value p-value 1 (0,d,0) 0.0000 0.0015
2 (0,d,1) 0.0000 0.0000
3 (0,d,2) 0.0000 0.0000
4 (0,d,3) 0.0000 0.0000
5 (0,d,4) 0.0000 0.0000
6 (0,d,5) 0.0000 0.0000
7 (0,d,[3]) 0.0582 0.0660
8 (0,d,[4]) 0.0001 0.0250
9 (0,d,[1,3]) 0.0000 0.0360
10 (0,d,[2,3]) 0.0554 0.0840
11 (0,d,[2,4]) 0.0000 0.1020
12 (0,d,[1,3,4]) 0.0000 0.1160
13 (0,d,[5]) 0.0004 > 0.1500
14 (0,d,[1,5]) 0.0000 > 0.1500
15 (0,d,[2,5]) 0.0000 > 0.1500
16 (0,d,[3,5]) 0.0000 > 0.1500
17 (0,d,[4,5]) 0.0000 0.0210
18 (0,d,[1,4,5]) 0.0000 0.0290
19 (0,d,[1,2,4,5]) 0.0000 0.1430
Hasil pengujian asumsi nilai sisa menunjukkan bahwa tidak semua model
yang didapat memenuhi asumsi white noise dan distribusi normal. Tabel 4.3
menunjukkan bahwa pemodelan ARFIMA menghasilkan 2 model yang layak
yaitu ARFIMA (0,d,[3]) dan ARFIMA (0,d,[2,3]). Program Ox model ARFIMA
(0,d,[3]) dan ARFIMA (0,d,[2,3]) terlampir dalam Lampiran 4.
4.3.3. Pemilihan Model Terbaik
Pemilihan model terbaik untuk metode ARFIMA dilakukan dengan
membandingkan MSE, MAPE, dan AIC. Model yang akan dibandingkan adalah
model yang telah memenuhi uji diagnostik nilai sisa, yaitu model ARFIMA
(0,d,[3]) dan ARFIMA(0,d,[2,3]). Ukuran kebaikan model ARFIMA pada data
suku bunga SBI ditampilkan pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4. Ukuran kebaikan model ARFIMA pada data suku bunga SBI
Model
ARFIMA
Ukuran Kebaikan Model
MSE MAPE AIC
(0,d,[3]) 0.00052 0.12186 -4.75373
(0,d,[2,3]) 0.00048 0.12233 -4.68247
Berdasarkan nilai AIC dan MAPE, maka didapatkan model terbaik adalah
model ARFIMA (0,d,[3]) karena mempunyai nilai terkecil. Sedangkan
berdasarkan MSE, model terbaik adalah ARFIMA (0,d,[2,3]) karena memiliki
nilai terkecil.
4.3.4. Penjabaran Model Terbaik
a. Model ARFIMA (0;0.499,[3])
Model ARFIMA (0;0.499;[3]) secara matematis dituliskan sebagai
(1 − 0)(1− 퐿) . 푌∗ = (1 − 0.767퐿 )푎
dengan 푌∗ = 푌 . .
Nilai (1 − 퐿) . menggambarkan ketergantungan jangka panjang dalam
deret. Jika (1 − 퐿) . 푌∗ dianggap sebagai 푊 yang menunjukkan
ketergantungan jangka panjang, maka
푊 = 푎 − 0.767푎
dengan (1− 퐿) . dijabarkan sebagai
(1 − 퐿) . = 1 − 0.499퐿 −12
(0.499)(1− 0.499)퐿
−16
(0.499)(1− 0.499)(2− 0.499)퐿 −⋯
(1 − 퐿) . = 1 − 0.499퐿 − 0.125퐿 − 0.062퐿 −⋯.
Model ARFIMA (0;0.499;[3]) untuk data transformasi dapat dijabarkan sebagai
푊 = 푎 − 0.767푎
(1 − 퐿) . 푌∗ = 푎 − 0.767푎
(1 − 0.499퐿 − 0.125퐿 − 0.062퐿 − ⋯ )푌∗ = 푎 − 0.767푎
푌∗ − 0.499푌∗ − 0.125푌∗ − 0.062푌∗ −⋯ = 푎 − 0.767푎
푌∗ = 0.499푌∗ + 0.1259푌∗ + 0.062푌∗ + ⋯+ 푎 − 0.767푎
dengan 푌∗ = 푌 . ⟺ 푌 = 푌∗( / . ), dengan 푌∗ adalah data suku bunga SBI
setelah transformasi, dan 푌 adalah data suku bunga SBI.
b. Model ARFIMA (0;0.499;[2,3])
Model ARFIMA (0;0.499;[2,3]) secara matematis dituliskan sebagai
(1− 0)(1− 퐿) . 푌∗ = (1− 0.261퐿 − 0.591퐿 )푎
dengan 푌∗ = 푌 . .
Nilai (1 − 퐿) . menggambarkan ketergantungan jangka panjang dalam
deret. Jika (1 − 퐿) . 푌∗ dianggap sebagai 푊 yang menunjukkan
ketergantungan jangka panjang, maka
푊 = 푎 − 0.261푎 − 0.591푎
dengan (1− 퐿) . dijabarkan sebagai
(1 − 퐿) . = 1 − 0.499퐿 −12
(0.499)(1− 0.499)퐿
−16
(0.499)(1− 0.499)(2− 0.499)퐿 −⋯
(1 − 퐿) . = 1 − 0.499퐿 − 0.125퐿 − 0.062퐿 −⋯
Model ARFIMA (0;0.499;[2,3]) untuk data transformasi dapat dijabarkan sebagai
푊 = 푎 − 0.261푎 − 0.591푎
(1 − 퐿) . 푌∗ = 푎 − 0.261푎 − 0.591푎
(1 − 0.499퐿 − 0.125퐿 − 0.062퐿 − ⋯ )푌∗ = 푎 − 0.261푎 − 0.591푎
푌∗ − 0.499푌∗ − 0.125푌∗ − 0.062푌∗ −⋯ = 푎 − 0.261푎 −
0.591푎
푌∗ = 0.499푌∗ + 0.125푌∗ + 0.062푌∗ + ⋯+ 푎 − 0.261푎 −
0.591푎
dengan 푌∗ = 푌 . ⟺ 푌 = 푌∗( / . ), dengan 푌∗ adalah data suku bunga SBI
setelah transformasi, dan 푌 adalah data suku bunga SBI.
4.4. Peramalan
Setelah didapatkan model yang terbaik, langkah selanjutnya adalah
membuat ramalan. Plot nilai ramalan dan nilai aktual data suku bunga SBI
disajikan pada Gambar 4.7.
Gambar 4.7. Plot nilai ramalan dan nilai aktual data suku bunga SBI
Berdasarkan nilai ramalan yang diperoleh, selanjutnya dapat dicari nilai
MSE dan MAPE yang disajikan dalam Tabel 4.5.
Tabel 4.5. MSE dan MAPE model ARFIMA pada data uji
Model ARFIMA MSE MAPE
(0;0.499;[3]) 0.772240 0.121865
(0;0.499;[2,3]) 0.794663 0.122338
Berdasarkan Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa nilai MSE dan MAPE data uji
untuk ARFIMA (0;0.499;[3]) lebih kecil daripada ARFIMA (0;0.499;[2,3]), maka
model yang selanjutnya digunakan untuk melakukan peramalan adalah model
0
5
10
15
20
1 43 85 127 169 211 253 295 337 379 421
data aslimodel 1model 2
ARFIMA (0;0.499;[3]). Nilai ramalan model ARFIMA (0;0.499;[3]) untuk empat
periode ke depan disajikan dalam Tabel 4.6.
Tabel 4.6. Peramalan 4 periode ke depan data suku bunga SBI
Periode Tanggal Nilai
Ramalan
Interval Kepercayaan 95% Data
Aktual Batas bawah Batas atas
430 19/8/2009 7.97% 7.63% 8.31% 7.58%
431 26/8/2009 8.06% 7.72% 8.40% 7.78%
432 2/9/2009 8.13% 7.78% 8.48% 7.83%
433 8/9/2009 8.19% 7.84% 8.54% 8.00%
Berdasarkan Tabel 4.6, peramalan menggunakan model ARFIMA
(0;0.499;[3]) menghasilkan nilai yang baik karena hampir semua nilai aktual
berada diantara batas bawah dan atas interval kepercayaan 95%.
BAB V
PENUTUP
5.1. Simpulan
Dari hasil pembahasan berdasarkan analisis data pada bab sebelumnya,
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut.
1. Pemodelan dengan metode ARFIMA menghasilkan dua model yang
memenuhi uji dignostik nilai sisa yaitu ARFIMA (0,d,[3]) dan ARFIMA
(0,d,[2,3]). Dari perbandingan kedua metode, berdasarkan prinsip
parsimony serta nilai AIC dan MAPE didapatkan model yang terbaik yaitu
model ARFIMA (0;0.499;[3]) atau bisa ditulis
푌∗ = 0.499푌∗ + 0.125푌∗ + 0.062푌∗ + ⋯+ 푎 − 0.767푎
2. Dari model ARFIMA (0;0.499;[3]), diperoleh nilai ramalan suku bunga
SBI untuk periode 19 Agustus 2009, 26 Agustus 2009, 2 September 2009,
dan 9 September 2009 berturut-turut adalah 7.97%; 8.06%; 8.13%; dan
8.19%.
3. Peramalan menggunakan model ARFIMA (0;0.499;[3]) menghasilkan
nilai yang baik karena hampir semua nilai aktual berada diantara batas
bawah dan atas interval kepercayaan 95% untuk ramalan.
5.2. Saran
Saran yang dapat peneliti berikan untuk penelitian selanjutnya dapat
dilakukan
1. Peramalan data Suku Bunga SBI dengan menggunakan model ARFIMA-
GARCH dengan memperhitungkan adanya heteroskedastistas dalam data.
2. Peramalan data Suku Bunga SBI dengan menggunakan model
INARFIMA.
DAFTAR PUSTAKA
Box, G., Jenkins, G. M., and Reinsel, G. 1994. Time Series Analysis: Forecasting and Control, 3rd Edition. Prentice Hall.
Cryer, D. J. 1986. Time Series Analysis. University of Iowa, Duxbury Press, Boston.
Doornik, J. A., and Ooms, M. 1999. A Package for estimating, forecasting and Simulating ARFIMA Models: Arfima Package 1.0 for Ox. Nuffield College, Rotterdam.
Hosking, J. R. M. 1981. Fractional Differencing. Biometrika 68: 165-176.
Ishida, Ishao and Watanabe, Toshiaki. 2008. Modeling and Forecasting the Volatility of the Nikkei 225 Realized Volatility Using the ARFIMA-GARCH Model. Institute of Economic Research Hitotsubashi University, Kunitatchi Tokyo, Japan.
33
Makridakis S., dan Wheelwright, Mc Gee. 1995. Metode dan Aplikasi Peramalan. Bina Rupa Aksara, Jakarta.
Sowell, F. B. 1992. Maximum Likelihood Estimation of Stationery Univariate Fractionally Integrated Time Series Models. Journal of Econometrics 53: 165-188.
Wei, W. W. S. 1990. Time Series Analysis Univariate and Multivariate Methods. Addison Wesley Publishing Company, Inc.
http://www.wikipedia.org
http://www.bi.go.id