penerapan dissenting opinion dalam proses …/penerapan... · (skripsi) disusun dan diajukan untuk...

95
PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES PENGAMBILAN PUTUSAN PERKARA KORUPSI PENGADAAN HELIKOPTER DENGAN TERDAKWA IR. H. ABDULLAH PUTEH OLEH HAKIM PENGADILAN NEGERI JAKARTA PUSAT Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Oleh : Sartika Dewi Lestari E. 1104222 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2008

Upload: dangdang

Post on 22-Mar-2019

239 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES PENGAMBILAN

PUTUSAN PERKARA KORUPSI PENGADAAN HELIKOPTER DENGAN

TERDAKWA IR. H. ABDULLAH PUTEH OLEH HAKIM PENGADILAN

NEGERI JAKARTA PUSAT

Penulisan Hukum

(Skripsi)

Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat

Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum

Pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Surakarta

Oleh :

Sartika Dewi Lestari E. 1104222

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2008

Page 2: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas
Page 3: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Penulisan Hukum (Skripsi)

PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES PENGAMBILAN

PUTUSAN PERKARA KORUPSI PENGADAAN HELIKOPTER DENGAN

TERDAKWA IR. H. ABDULLAH PUTEH OLEH HAKIM PENGADILAN

NEGERI JAKARTA PUSAT

Disusun Oleh :

SARTIKA DEWI LESTARI

NIM : E1104222

Disetujui untuk dipertahankan

Dosen Pembimbing

Page 4: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

Bambang Santoso, S.H., M.Hum.

NIP.131863797

Page 5: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

PENGESAHAN PENGUJI

Penulisan Hukum (Skripsi)

PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES PENGAMBILAN

PUTUSAN PERKARA KORUPSI PENGADAAN HELIKOPTER DENGAN

TERDAKWA IR. H. ABDULLAH PUTEH OLEH HAKIM PENGADILAN

NEGERI JAKARTA PUSAT

Disusun Oleh :

SARTIKA DEWI LESTARI

NIM : E1104222

Telah diterima dan disahkan oleh Tim Penguji Penulisan Hukum (Skripsi)

Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada :

Hari : Selasa

Tanggal : 1 Juli 2008

TIM PENGUJI

1. ( Edy Herdiyanto S.H., M.H.) : ………………………… Ketua

2. ( Kristiyadi, S.H.,M.Hum. ) : ......................................... Sekretaris

3. (Bambang Santoso, S.H., M.Hum) : ......................................... Anggota

MENGETAHUI

Dekan,

MOH. JAMIN, S.H., M.Hum.

Page 6: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

NIP. 131 570 154

Page 7: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

ABSTRAK

SARTIKA DEWI LESTARI, 2008. PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES PENGAMBILAN PUTUSAN PERKARA KORUPSI PENGADAAN HELIKOPTER DENGAN TERDAKWA IR. H. ABDULLAH PUTEH OLEH HAKIM PENGADILAN NEGERI JAKARTA PUSAT. Fakultas Hukum UNS.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan dissenting opinion dalam proses pengambilan putusan perkara korupsi pengadaan helikopter dengan terdakwa Ir. H. Abdullah Puteh oleh Hakim pengadilan Negeri Jakarta Pusat selain itu juga untuk mengetahui pengaruh penerapan dissenting opinion terhadap putusan yang dijatuhkan oleh Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam perkara korupsi pengadaan helikopter dengan terdakwa Ir. H. Abdullah Puteh.

Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif atau doktrinal yang bersifat deskriptif. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara studi dokumen atau kepustakaan (library study). Analisis data menggunakan teknik analisis konten (content analysis).

Berdasarkan penelitian ini diperoleh hasil bahwa Dissenting Opinion Dalam Proses Pengambilan Putusan Perkara Korupsi Pengadaan Helikopter Dengan Terdakwa Ir. H. Abdullah Puteh Di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terlihat dengan adanya perbedaan pendapat dari dua orang hakim, yaitu hakim ketua dan hakim anggota I. Hakim ketua dan Hakim anggota I berpendapat bahwa KPK tidak berwenang melakukan penyelidikan atau penyidikan terhadap perkara korupsi pengadaan Helikopter dengan terdakwa Ir. H. Abdullah Puteh. Keadaan tersebut disebabkan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Abdullah Puteh terjadi sebelum diundangkannya UU No. 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yaitu tanggal 27 Desember 2002. Dengan tidak diperbolehkannya KPK melakukan penyelidikan atau penyidikan terhadap perkara korupsi tersebut, maka berita acara pemeriksaan KPK dianggap tidak sah. Surat dakwaan yang dibuat berdasarkan berita acara pemeriksaan yang tidak sah, berakibat surat dakwaan yang menjadi dasar pemeriksaan persidangan juga dianggap tidak sah. Penahanan terhadap Abdullah Puteh juga dianggap tidak sah karena didasarkan kepada penyidikan yang tidak sah.

Implikasi Dissenting Opinion Terhadap Putusan Yang Dijatuhkan oleh Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Dalam Perkara Korupsi Pengadaan Helikopter Dengan Terdakwa Ir. H. Abdullah Puteh adalah bahwa putusan didasarkan suara mayoritas diantara lima anggota majelis hakim. Mayoritas suara hakim, yaitu sejumlah tiga orang hakim anggota berpendapat bahwa KPK berwenang melakukan penyidikan terhadap perkara korupsi pengadaan Helikopter dengan terdakwa Ir. Abdullah Puteh. Dengan adanya suara mayoritas tersebut, maka terdakwa dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana didakwakan oleh jaksa penuntut umum

.

Page 8: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

MOTTO

Lupakan sebesar apapun kesalahan orang lain terhadapmu, tetapi ingat sekecil apapun kebaikan yang diberikannya

untukmu (Dewi S)

Allah SWT dalam memberikan suatu cobaan pasti selalu satu paket dengan solusinya

(Penulis)

Jangan ingkari cinta yang menghuni relung jiwa Jangan tepiskan cinta yang berhembus di setiap hela nafas

bersyukurlah karena kau masih mengenal cinta dan bisa merasakan cinta

bersyukurlah pernah bisa mencintai sekalipun cinta tak selamanya saling memiliki

(A. Widianto)

Rindu adalah ungkapan rasa yang merambah jiwa yang kesepian

kala sepi mengusik diri, kenangan dan angan akan menyapa

melambai tersenyum, mengajak menikmati tiap dentingan alunannya

(Penulis)

Page 9: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

HALAMAN PERSEMBAHAN

Setelah sekian lama aku menimba ilmu, namun hanya kado kecil ini yang dapat

kuhadiahkan dengan segala kerendahan hati dan tulus ikhlas ingin penulis

persembahkan kepada :

ALLAH SWT

Kedua Orang tuaku (Ibu Hj Rosna Hartati dan (Alm) Bp H Sarsito) terima kasih atas

semua kasih sayang yang tak pernah putus yang tak dapat dinilai dengan apapun dan

takkan terbalas dunia akhirat

Adikku sayang (Sarnita) yang selalu memberikan keceriaan dalam hidupku

My Heartbreaker Syafwandi S.E S.Com Terimakasih atas semuanya. Kau adalah

inspirasi dan motivasiku.i hope you stay and believe me coz i dont forget u.

Pokoknya unforgettable moment deh

Page 10: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat serta karunia dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat

menyelesaikan penulisan hukum ini dengan baik.

Penulisan hukum merupakan salah satu persyaratan yang harus ditempuh

dalam rangkaian kurikulum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Surakarta dan juga merupakan syarat utama yang harus dipenuhi oleh setiap

mahasiswa Fakultas Hukum dalam menempuh jenjang kesarjanaan S1.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan hukum ini tidak luput dari

kekurangan, baik dari segi materi yang disajikan maupun dari segi analisisnya.

Namun penulis berharap bahwa penulisan hukum ini mampu memberikan manfaat

baik bagi penulis sendiri maupun bagi pembacanya.

Pada kesempatan ini tidak lupa penulis mengucapkan rasa terima kasih yang

tulus kepada :

1. Bapak Moh. Jamin, S.H., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum UNS yang telah

memberi ijin dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Edi Herdyanto, S.H., M.H. selaku Ketua Bagian Hukum Acara

3. Bapak Bambang Santoso, S.H., M.Hum selaku pembimbing penulisan skripsi

yang telah menyediakan waktu dan pikirannya untuk memberikan bimbingan dan

arahan bagi tersusunnya skripsi ini.

4. Bapak Agus Riyanto, S.H., M.Hum. selaku pembimbing akademis, atas nasehat

yang berguna bagi penulis selama penulis belajar di Fakultas Hukum UNS.

5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum UNS yang telah memberikan ilmu

pengetahuan kepada penulis sehingga dapat dijadikan bekal dalam penulisan

skripsi ini.

6. Ayahanda (Almarhum) H Sarsito dan Ibu Hj Rosna Hertati yang selalu

mendukungku dan memberikan kasih sayangnya padaku

7. Adikku Tha_tha yang selalu menyayangiku dan memberikan semangat padaku

8. Saudara tercintaku (E-na, Mb yas, Ms Iwan, Nugnug,Agung, Ema, Mb Yuni)

Page 11: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

9. Syafwandi SE SCom my heartbreaker pernahkah kau bayangkan disetiap rentang

waktu yang riuh dimana kurekat erat binar matamu selalu kutitipkan harap disana

dalam desau angin dan desir gerimis senja. Ku harap ketika semua harus berakhir

sinarmu di ujung senja itu tetap menyinari ku,

jika semua itu tak mungkin, biarkan semua jadi kisah terindahku

10. Salita babes’ (Mb Ami, Mb Butet, Vani-vani hukum, Wulan_Tiwul, Menil,

Coblah, Tika Hukum, Tinatinu, Mila, Janti & Mungki, Mayang_Meymey, Nying-

nying, Lis, Dita,Tiwi, Unana, Caping, Wahyu thanks atas suportnya., it’s a

wonder women. Dont forget Tika ya....

11. Salita Crew ( Pak kos , mas-mas dan mbake) keep the Salita pride alive…

12. My Best Friend (Tera_terong, Dila_dilul, Herman, livia, Doyok, Resti_Genduk,

Titus_Titut, Dita, Yani, Maya, Gugun_Widya, Pieh, Keni, Gilang, Indah, Chida,

W Brayoto, Enrico Gustav) Indahnya dunia hanya sementara, indahnya akhirat

untuk selamanya, dan indahnya bermimpi kadang tak pasti, tapi indahnya

persahabatan akan tetap abadi

13. Beascamp Puntadewa Tomi_longor, Jery, gading, Add, Ayu, Makasih

kekonyolanmu membuat aku tersenyum setiap hari sehingga mampu memberikan

warna yang berbeda di kehidupanku dan ketulusanmu yang mengalir sebening

kasih dan setiamu telah menguatkan aku. Thanks dah membantu aku kalo

kerepotan

14. Asrama Borneo ( Dewa, Oki, Fahri, Darel, JB, Nina, Fadil, Panji, dan Kevin )

tetap menjadi Conat ya…

15. Crew Pengaman Hukum (Mas Wardi, Gunawan, Didit, Pak Harno) Terima kasih

telah mengamankan hokum selama ini

16. Teman-teman angkatan 04, dan 06 Fakultas Hukum UNS terimakasih atas

suportnya

17. Pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu baik langsung

maupun tidak langsung dalam penulisan hukum ini

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan hukum ini masih jauh dari

sempurna, mengingat keterbatasan dan kemampuan penulis. Oleh karena itu dengan

Page 12: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

lapang dada penulis ingin mengharapkan segala saran dan kritik yang bersifat

membangun dari semua pihak untuk kesempurnaan penulisan hukum ini.

Surakarta, Juni 2008

Penulis

Page 13: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN............................................................................ ii

HALAMAN PENGESAHAN............................................................................. iii

ABSTRAK.......................................................................................................... iv

HALAMAN MOTTO......................................................................................... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................................... vi

KATA PENGANTAR ........................................................................................ vii

DAFTAR ISI....................................................................................................... xi

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 1

A. Latar Belakang Masalah.............................................................. 1

B. Pembatasan Masalah ................................................................... 11

C. Perumusan Masalah .................................................................... 11

D. Tujuan Penelitian ........................................................................ 12

E. Manfaat Penelitian ...................................................................... 12

F. Metode Penelitian ....................................................................... 13

G. Sistematika Skripsi...................................................................... 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 17

A. Kerangka Teori........................................................................... 17

1. Tinjauan Umum tentang Dissenting Opinion ...................... 17

2. Tinjauan Umum tentang Putusan Hakim.............................. 20

3. Tinjauan tentang Tindak Pidana Korupsi.............................. 32

B. Kerangka Pemikiran................................................................... 38

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................... 40

A. Dissenting Opinion Dalam Proses Pengambilan Putusan Perkara

Korupsi Pengadaan Helikopter Dengan Terdakwa Ir. H. Abdullah

Puteh Di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ................................ 40

1. Deskripsi Kasus..................................................................... 40

Page 14: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

2. Identitas Terdakwa................................................................ 41

3. Dakwaan................................................................................ 42

4. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum ........................................... 42

5. Pembelaan terdakwa dan penasehat Hukum......................... 61

6. Penerapan Dissenting Opinion Terhadap Putusan Yang

Dijatuhkan oleh Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat

Dalam Perkara Korupsi Pengadaan Helikopter Dengan

Terdakwa Ir. H. Abdullah Puteh ........................................... 62

7. Putusan Hakim ...................................................................... 70

8. Pembahasan........................................................................... 71

B. Implikasi Dissenting Opinion Terhadap Putusan Yang

Dijatuhkan oleh Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Dalam

Perkara Korupsi Pengadaan Helikopter Dengan Terdakwa Ir. H.

Abdullah Puteh........................................................................... 77

BAB IV PENUTUP ....................................................................................... 80

A. ........................................................................................... Si

mpulan........................................................................................ 80

B. ........................................................................................... Sa

ran-Saran .................................................................................... 81

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 15: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Bagan Kerangka Pemikiran ...............................................................

............................................................................................................................... 38

Page 16: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Korupsi di Indonesia sudah menjadi fenomena yang sangat mencemaskan,

karena telah semakin meluas dan merambah pada lembaga Eksekutif, Legislatif

dan Yudikatif. Kondisi tersebut telah menjadi salah satu faktor penghambat

utama pelaksanaan pembangunan di Indonesia. Ketidakberhasilan Pemerintah

memberantas korupsi juga semakin melemahkan citra Pemerintah dimata

masyarakat dalam pelaksanaan pemerintahan yang tercermin dalam bentuk

ketidakpercayaan masyarakat, ketidakpatuhan masyarakat terhadap hukum, dan

bertambahnya jumlah angka kemiskinan absolut. Apabila tidak ada perbaikan

yang berarti, maka kondisi tersebut akan sangat membahayakan kesatuan dan

persatuan bangsa.

Di mata internasional, tidak dapat dipungkiri bahwa Indonesia dipandang

sebagai salah satu negara terkorup di dunia. Pandangan ini diperkuat dengan hasil

penelitian yang dilakukan oleh berbagai entitas asing seperti, antara lain, Political

and Economic Risk Consultancy (PERC) yang diumumkan pada Bulan Maret

Tahun 2002. Penelitian tersebut menempatkan Indonesia dengan tingkat skor

9.92 berdasarkan skala tertinggi 10. Sedangkan dari sumber Transparency

International (TI) Indonesia, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) untuk Indonesia pada

tahun 2003 menempati posisi yang cukup memperihatinkan, yaitu 1.9 dan

peringkat 122 dari 133 negara yang disurvai. Pada tahun 2004, IPK Indonesia

menjadi 2.0 dan menduduki urutan 137 dari 146 negara yang disurvai. Semakin

rendah IPK, semakin parah tingkat korupsinya. Keadaan ini mempersulit kinerja

politik luar negeri Indonesia dalam melindungi dan memajukan kepentingan

nasional.

Cukup banyaknya peraturan perundang-undangan mengenai korupsi yang

dibuat sejak tahun 1957 sebenarnya memperlihatkan besarnya niat bangsa

1

Page 17: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

Indonesia untuk memberantas korupsi hingga saat ini, baik dari sisi hukum

pidana material maupun hukum pidana formal (hukum acara pidana). Walaupun

demikian, masih didapati kelemahan yang dapat disalahgunakan oleh tersangka

untuk melepaskan diri dari jeratan hukum.

Terlepas dari kuantitas peraturan perundang-undangan yang dihasilkan,

dalam pelaksanaannya, instrumen normatif ternyata belum cukup untuk

memberantas korupsi. Permasalahan utama pemberantasan korupsi juga

berhubungan erat dengan sikap dan perilaku. Struktur dan sistem politik yang

korup telah melahirkan apatisme dan sikap yang cenderung toleran terhadap

perilaku korupsi. Akibatnya sistem sosial yang terbentuk dalam masyarakat telah

melahirkan sikap dan perilaku yang permisif dan menganggap korupsi sebagai

suatu hal yang wajar dan normal.

Sebagai contoh di bidang pelayanan publik, biaya ekstra atau pungutan

liar merupakan gambaran sehari-hari yang umum terlihat pada kantor-kantor

pelayanan masyarakat. Masyarakat dapat melihat dengan kasat mata dan

merasakan praktik korupsi yang semakin marak dan meluas. Laporan dan

pengaduanpun banyak mengalir dari masyarakat. Melalui survei yang dilakukan

oleh Lembaga Studi Pembangunan Kebijakan dan Masyarakat pada tahun

1999/2000, ditemukan bahwa terdapat 4 (empat) sektor pelayanan publik yang

memungut biaya tidak resmi yaitu sektor perumahan, industri dan perdagangan,

kependudukan dan pertanahan. Dalam sektor-sektor tersebut, antara 56–70

persen pegawainya dituding menerima suap oleh para responden yang merupakan

rekan kerjanya sendiri. Namun sayangnya berbagai praktik korupsi yang

dilakukan oleh aparat pelayanan publik seringkali tidak ditindaklanjuti dengan

pemberian sanksi bagi oknum pelakunya.

Selain itu, korupsi juga banyak terjadi pada kegiatan-kegiatan pemerintah

yang berhubungan dengan penerimaan dan pembelanjaan uang negara.

Diperkirakan terjadi kebocoran sebesar 30% dari Belanja Negara tahun 2003

yang berjumlah Rp. 118 trilyun. Hal ini terutama disebabkan oleh sistem

penerimaan dan pengelolaan keuangan negara yang kurang transparan dan

Page 18: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

akuntabel, terutama pada sektor-sektor yang rawan korupsi seperti perpajakan

dan bea-cukai, serta sektor-sektor dengan anggaran pengeluaran negara terbesar

seperti sektor pendidikan, kesehatan, hankam, pekerjaan umum dan perhubungan.

Survei yang dilakukan oleh Partnership for Governance Reform pada

tahun 2001 mengungkapkan bahwa lembaga pemerintah harus mengeluarkan

biaya untuk mendapatkan alokasi anggaran. Hal tersebut merupakan kerugian

bagi masayarakat, karena baik secara langsung maupun tidak langsung akan

mengurangi kinerja pelayanan publik dari lembaga-lembaga pelayanan publik.

Disamping itu masalah pengadaan barang dan jasa pemerintah yang tidak

transparan, terbuka dan akuntabel juga memberikan peluang terjadinya tindak

pidana korupsi.

Penanganan dan pemberantasan tindak pidana korupsi yang dilakukan

selama ini tidak didukung oleh :

1. Adanya kehendak Pemerintah yang sungguh-sungguh dalam memberantas

korupsi. Inpres No. 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi merupakan perwujudan kehendak Pemerintah yang sungguh-

sungguh dalam memberantas korupsi.

2. Adanya kesamaan persepsi, kesamaan tujuan, dan kesamaan rencana tindak

(action plan) dalam memberantas korupsi. Rencana Aksi Nasional-

Pemberantasan Korupsi (RAN – PK). Tahun 2004 – 2009 merupakan

perwujudan adanya kesamaan persepsi, kesamaan tujuan, dan kesamaan

rencana tindak dalam memberantas korupsi.

3. Pemanfaatan Teknologi Informasi (TI) untuk menanggulangi korupsi. Karena

itu, perlu menyiapkan penerapan TI dalam pencegahan dan penindakan tindak

pidana korupsi.Pemanfaatan “single identification number” untuk setiap

urusan masyarakat. Karena itu, perlu menyiapkan penerapan “single

identification number” atau suatu identifikasi yang berlaku untuk semua

keperluan masyarakat (SIM, pajak, bank, dll.) yang diharapkan mampu

mengurangi peluang penyalahgunaan oleh setiap anggota masyarakat.

Page 19: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

4. Peraturan perundang-undangan yang saling menunjang dan memperkuat.

Masih banyak peraturan perundang-undangan yang tumpang tindih,

duplikasi, dan bertentangan, sementara beberapa hal yang penting yang

berkaitan dengan tindak pidana korupsi alpa untuk diatur. Karena itu, perlu

untuk berupaya menyempurnakan peraturan perundang-undangan dalam

rangka peningkatan pengawasan atas pelayanan publik serta melakukan

harmonisasi dan revisi peraturan perundang-undangan dan peraturan

pelaksanaan yang berhubungan dengan pengawasan dan pemeriksaan internal

instansi pemerintah.

Masalah korupsi memang merupakan masalah yang besar dan menarik

sebagai persoalan hukum yang menyangkut jenis kejahatan yang rumit

penanggulangannya, karena korupsi mengandung aspek yang majemuk dalam

kaitannya dengan (konteks) politik, ekonomi, dan sosial-budaya. Berbagai upaya

pemberantasan sejak dulu ternyata tidak mampu mengikis habis kejahatan

korupsi. Hal ini menurut Bintoro Tjokroamidjojo sebagaimana dikutip oleh

Ninik Mariyanti, disebabkan karena :

1. Persoalannya memang rumit,

2. Sulitnya menemukan bukti,

3. Adanya kekuatan yang justru menghalangi pembersihan itu. (Ninik

Mariyanti,1986 : 200).

Korupsi merupakan suatu momok bagi setiap negara di dunia. Korupsi

yang telah mengakar dengan demikian kuatnya akan membawa konsekuensi

terhambatnya pembangunan di suatu negara. Tak pelak lagi, gaung

pemberantasan korupsi semakin bergema di seluruh dunia.

Indonesia sebagai salah satu negara dengan peringkat korupsi teratas, ikut

serta dalam langkah tersebut dengan memperkuat perangkat hukum yang ada

untuk memberantas korupsi, yaitu diantaranya dengan membentuk UU tentang

Tindak Pidana Korupsi yang kemudian ditindaklanjuti dengan UU Pengadilan

Khusus Korupsi. Walaupun Indonesia termasuk dalam peringkat teratas dalam

Page 20: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

korupsi, namun secara statistik tidak banyak kasus korupsi yang dapat dijerat

dengan perangkat hukum yang ada. Hal tersebut tentunya menimbulkan suatu

pertanyaan besar mengenai bagaimanakah sebenarnya proses penegakan hukum

dalam bidang korupsi di negara ini. Ketidak antusiasan masyarakat yang secara

nyata terlihat dalam menyikapi upaya pemerintah dalam memberantas korupsi

secara retorik menjawab pertanyaan besar tersebut.

Wacana korupsi sendiri masih menimbulkan perbedaan persepsi di

berbagai kalangan. Pemahaman masyarakat terhadap korupsi bisa jadi berbeda

dengan pemahaman penegak hukum. Bahkan pemahaman mengenai korupsi

antara satu penegak hukum yang satu dengan penegak hukum yang lain juga

kerap kali terjadi pada saat proses pemberantasan korupsi berlangsung

Terlihat bahwa dalam pengusutan tindak pidana korupsi terdapat banyak

kelemahan, seperti dalam hal penyidikan. Kelemahan lainnya adalah bahwa jaksa

kurang memperhatikan syarat-syarat serta unsur-unsur yang menyangkut tindak

pidana korupsi dalam penyusunan surat dakwaan. Sedangkan dalam pengadilan,

hakim hanya akan mempertimbangkan dan memutuskan berdasarkan apa yang

didakwakan dalam surat dakwaan. Dengan demikian, penyusunan surat dakwaan

menjadi hal yang harus diperhatikan oleh Jaksa Penuntut Umum.

Penanganan kasus korupsi memiliki tingkat sensitivitas yang tinggi,

karena biasanya melibatkan tokoh-tokoh terkenal yang dibelakangnya juga

terlibat aparatur negara. Sehingga walaupun kasusnya masih merupakan indikasi

korupsi, kasusnya sudah terlanjur meluas. Namun pada akhirnya pada saat tahap

putusan sudah dikeluarkan, ternyata indikasi korupsi tersebut tidak terbukti. Hal

ini tentu saja menimbulkan kekecewaan masyarakat.

Kurangnya pengetahuan hakim akan bidang-bidang yang berkenaan

dengan korupsi seperti perbankan, pasar modal juga merupakan kendala

tersendiri dalam pemberantasan korupsi. Apabila seorang jaksa menangani

perkara korupsi yang dilakukan melalui mekanisme perbankan, maka sudah tentu

dia harus menguasai seluruh aspek dari perbankan. Apabila tidak, maka

bagaimana mungkin sang jaksa dapat menentukan suatu tindakan termasuk dalam

Page 21: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

tindak pidana korupsi atau tidak. Korupsi yang merajalela terjadi karena

lemahnya sistem pengawasan internal dilingkup internal organisasi pemerintahan.

Setiap instansi pemerintah memiliki irjen yang berperan sebagai pengawas

internal. Namun pengawasan internal tersebut tidak berjalan secara optimal.

Korupsi merupakan extra ordinary crimes yang merupakan kejahatan luar

biasa. Sebagai suatu kejahatan yang luar biasa, maka seharusnya korupsi

ditangani secara luar biasa juga. Namun yang sering terjadi justru korupsi tidak

ditangani dengan cara yang sangat luar biasa. Hal ini terlihat dari masih buruknya

kualitas penguasaan aparat penegak hukum terhadap masalah yang berkenaan

dengan korupsi. Pembuktian juga merupakan tahapan yang memegang peranan

penting dalam perkara korupsi. Apabila kesalahan yang didakwakan tidak dapat

dibuktikan, maka si terdakwapun tidak dapat dijatuhi hukuman.

Langkah-langkah untuk menemukenali hambatan dalam pemberantasan

korupsi telah dilakukan dalam Rapat Koordinasi Pengawasan Tingkat Nasional di

Bali pada bulan Desember 2002 yang menyepakati bahwa penanganan korupsi

selama ini menghadapi berbagai hambatan serius yang dikelompokkan menjadi:

1. Hambatan Struktural, yaitu hambatan yang bersumber dari praktik-praktik

penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang membuat penanganan tindak

pidana korupsi tidak berjalan sebagaimana mestinya. Yang termasuk dalam

kelompok ini diantaranya meliputi : egoisme sektoral dan institusional yang

menjurus pada pengajuan dana sebanyak-banyaknya untuk sektor dan

instansinya tanpa memperhatikan kebutuhan nasional secara keseluruhan

serta berupaya menutup-tutupi penyimpangan-penyimpangan yang terdapat di

sektor dan instansi yang bersangkutan; belum berfungsinya fungsi

pengawasan secara efektif; lemahnya koordinasi antara aparat pengawasan

dan aparat penegak hukum; serta lemahnya sistem pengendalian intern yang

memiliki korelasi positip dengan berbagai penyimpangan dan inefesiensi

dalam pengelolaan kekayaan negara dan rendahnya kualitas pelayanan

publik.

Page 22: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

2. Hambatan Kultural, yaitu hambatan yang bersumber dari kebiasaan negatif

yang berkembang di masyarakat.. Yang termasuk dalam kelompok ini

diantaranya meliputi : masih adanya ”sikap sungkan” dan toleran diantara

aparatur pemerintah yang dapat menghambat penanganan tindak pidana

korupsi; kurang terbukanya pimpinan instansi sehingga sering terkesan

toleran dan melindungi pelaku korupsi, campur tangan eksekutif, legislatif

dan yudikatif dalam penanganan tindak pidana korupsi, rendahnya komitmen

untuk menangani korupsi secara tegas dan tuntas, serta sikap permisif (masa

bodoh) sebagian besar masyarakat terhadap upaya pemberantasan korupsi.

3. Hambatan Instrumental, yaitu hambatan yang bersumber dari kurangnya

instrumen pendukung dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang

membuat penanganan tindak pidana korupsi tidak berjalan sebagaimana

mestinya. Yang termasuk dalam kelompok ini diantaranya meliputi: masih

banyaknya peraturan perundang-undangan yang tumpang tindih sehingga

menimbulkan tindakan koruptif berupa penggelembungan dana di lingkungan

instansi pemerintah; belum adanya “single identification number” atau suatu

identifikasi yang berlaku untuk semua keperluan masyarakat (SIM, pajak,

bank, dan lain lain.) yang mampu mengurangi peluang penyalahgunaan oleh

setiap anggota masyarakat; lemahnya penegakan hukum penanganan korupsi;

belum adanya sanksi yang tegas bagi aparat pengawasan dan aparat penekan

hukum; sulitnya pembuktian terhadap tindak pidana korupsi, serta lambatnya

proses penanganan korupsi sampai dengan penjatuhan hukuman.

Berdasarkan Kajian dan Inventarisasi Peraturan Perundang-undangan yang

Berpeluang KKN periode 1999 sampai dengan 2003 oleh Kementerian PAN

disimpulkan bahwa peraturan perundang-undangan yang mengandung celah

KKN adalah yang rumusan Pasal-Pasalnya ambivalen dan multi-interpretasi

serta tidak adanya sanksi yang tegas (multi-interpretasi) terhadap pelanggar

peraturan perundang-undangan..

4. Hambatan Manajemen, yaitu hambatan yang bersumber dari diabaikannya

atau tidak diterapkannya prinsip-prinsip manajemen yang baik ( komitmen

Page 23: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

yang tinggi dilaksanakan secara adil, transparan dan akuntabel ) yang

membuat penanganan tindak pidana korupsi tidak berjalan sebagaimana

mestinya. Yang termasuk dalam kelompok ini diantaranya meliputi : kurang

komitmennya manajemen (Pemerintah) dalam menindaklanjuti hasil

pengawasan; lemahnya koordinasi baik diantara aparat pengawasan maupun

antara aparat pengawasan dan aparat penegak hukum; kurangnya dukungan

teknologi informasi dalam penyelenggaraan pemerintahan; tidak

independennya organisasi pengawasan; kurang profesionalnya sebagian besar

aparat pengawasan; kurang adanya dukungan sistem dan prosedur

pengawasan dalam penanganan korupsi, serta tidak memadainya sistim

kepegawaian diantaranya sistim rekrutmen, rendahnya ”gaji formal” PNS,

penilaian kinerja dan reward and punishment.

Dengan dibentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berdasarkan

UU Nomor 30 Tahun 2002 dan perangkat pengadilan Khusus Tindak Pidana

Korupsi (Tipikor), masyarakat sangat menaruh harapan pada dua lembaga

tersebut untuk mempercepat penanganan dan eksekusi kasus-kasus tindak pidana

korupsi yang melibatkan tersangka tindak pidana korupsi yang berskala besar

dan menjadi perhatian masyarakat. Namun tuntutan untuk mempercepat

penanganan kasus korupsi tersebut masih belum optimal., cukup banyak

permasalahan kapasitas kelembagaan baik pada lembaga Kepolisian, Lembaga

Kejaksaan, Lembaga Peradilan, mulai dari struktur organisasi, mekanisme kerja

dan koordinasi antara lembaga penegak hukum satu dengan lainnya serta

dukungan sarana prasarana untuk mendukung percepatan pemberantasan korupsi.

Aparat penegak hukum yang melakukan penyelidikan dan penyidikan kasus

tindak pidana korupsi, kemampuan, profesionalisme dan kualitasnya yang masih

jauh dari yang diharapkan. Hal demikian mengakibatkan seringnya kasus korupsi

dihentikan proses penyidikannya dengan SP3 (Surat Perintah Penghentian

Penyidikan) berhubung belum cukupnya alat bukti yang diajukan.

Demikian pula dengan kasus tindak pidana korupsi yang sudah dilimpahkan

ke Pengadilan. Seringkali putusan hakim tidak memenuhi rasa keadilan

Page 24: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

masyarakat, secara sosiologis tidak bisa diterima. Hal tersebut tidak lain adalah

sebagai akibat dari kurangnya kemampuan dalam pembuktian dan penghayatan

terhadap rasa` keadilan yang hidup dalam masyarakat. Kekurangan kemampuan

tersebut mempunyai akibat yang tidak baik terhadap citra lembaga penegak

hukum maupun lembaga peradilan dengan tuduhan telah terjadi kolusi dan

korupsi. Aparat penegak hukum melakukan penyimpangan, merupakan akar dari

ketidak percayaan masyarakat terhadap sistem peradilan. Survei yang dilakukan

oleh Asia Fondation dan AC Nielsen pada tahun 2001 menunjukkan 57 persen

dari orang yang mengalami masalah hukum cenderung memilih penyelesaian

diluar peradilan, 20 persen memilih proses peradilan dan sisanya memilih untuk

tidak berbuat apa-apa.

Permasalahan yang juga mengemuka dari permasalahan korupsi adalah

masih lemahnya sistem pengawasan terhadap lembaga penegak hukum.

Masyarakat telah semakin skeptis dan curiga dengan pengawasan internal yang

dilakukan oleh masing-masing lembaga penegak hukum, bahkan seringkali

dituduh sebagai tempat melindungi aparat yang bersalah. Walaupun pengawasan

eksternal saat ini telah semakin intensif dilakukan oleh masyarakat, namun masih

menjadi kendala berupa keterbatasan masyarakat untuk memperoleh akses

informasi terhadap proses penanganan perkara korupsi maupun putusan terhadap

perkara korupsi. Hal ini telah menjadi tuntutan utama, khususnya dari kelompok

masyarakat yang menaruh perhatian pada masalah korupsi.

Kualitas suatu peradilan salah satunya dapat ditunjukkan oleh putusan

yang dihasilkan dari suatu pengadilan. Proses pengadilan yang transparan, logis,

independen, dan adil, telah dan akan memberikan kontribusi kebenaran moral dan

pencerahan bagi pemikiran dan tingkah laku masyarakat secara ideal. Sebaliknya,

putusan pengadilan yang tidak nalar dan bertentangan dengan rasa keadilan

masyarakat akan menimbulkan the dead of common sense atau matinya akal

sehat (Adi Sulistyono, 2006: 6). Putusan pengadilan memikul beban tanggung

jawab agar menjadi figur puncak kearifan dari penyelesaian perkara di dalam

masyarakat. Putusan pengadilan yang benar dan penuh kearifan akan mencegah

Page 25: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

timbulnya sikap main hakim sendiri, dan menghindarkan ketidakpercayaan

terhadap institusi pengadilan (Artidjo Alkostar dalam Adi Sulistiyono, 2006: 6).

Putusan pengadilan merupakan indikator penilaian kepercayaan pada

pengadilan. Sebelum adanya Undang-Undang No.4 tahun 2004 tentang

Kekuasaan Kehakiman akses masyarakat untuk mengetahui proses pengambilan

putusan masing-masing hakim sangatlah sulit. Putusan hakim diambil setelah

pemeriksaan ditutup, kemudian diadakan suatu musyawarah terakhir oleh Majelis

Hakim untuk mengambil putusan. Dalam pasal 182 ayat (5) Kitab Undang-

Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) ditegaskan bahwa dalam musyawarah

tersebut hakim ketua majelis mengajukan pertanyaan dimulai dari hakim termuda

sampai hakim yang tertua, sedangkan yang terakhir mengemukakan pendapatnya

ialah hakim ketua.

Pasal 186 ayat (6) KUHAP menyatakan bahwa sedapat mungkin

musyawarah merupakan hasil permufakatan bulat, kecuali jika telah diusahakan

dengan sungguh-sungguh namun tidak dicapai kesepakatan bulat, maka putusan

diambil dengan suara terbanyak dari majelis hakim atau putusan diambil

berdasarkan pendapat hakim yang paling menguntungkan, kemudian pendapat

hakim yang berbeda akan dicatat dalam buku himpunan putusan yang disediakan

khusus untuk keperluan itu dan isi buku tersebut sifatnya rahasia. Jadi, dapat

disimpulkan masyarakat hanya mengetahui hasil jadinya saja, masyarakat tidak

mengetahui proses atau peristiwa di balik putusan hakim tersebut apakah

merupakan kesepakatan bulat dari musyawarah hakim, apakah ada perbedaan

pendapat majelis hakim, apakah putusan diambil dengan suara terbanyak, atau

merupakan putusan salah satu hakim yang paling menguntungkan terdakwa.

Berdasarkan apa yang telah diuraikan di atas penulis bermkasud

mengkaji masalah penerapan dissenting opinion oleh hakim dalam proses

penjatuhan putusan, dalam bentuk Penulisan Hukum/Skripsi yang berjudul :

”PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES

PENGAMBILAN PUTUSAN PERKARA KORUPSI PENGADAAN

Page 26: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

HELIKOPTER DENGAN TERDAKWA IR. H. ABDULLAH PUTEH

OLEH HAKIM PENGADILAN NEGERI JAKARTA PUSAT”.

B. Pembatasan Masalah

Dalam penulisan ini penulis memberikan batasan terhadap masalah

penerapan dissenting opinion dalam proses pengambilan putusan perkara

pengadaan helikopter dengan terdakwa Ir. H. Abdullah Puteh oleh Hakim

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat

C. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai

berikut :

1. Bagaimanakah dissenting opinion dalam proses pengambilan putusan perkara

korupsi pengadaan helikopter dengan terdakwa Ir. H. Abdullah Puteh di

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat

2. Bagaimanakah pengaruh dissenting opinion terhadap putusan yang dijatuhkan

oleh Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam perkara korupsi

pengadaan helikopter dengan terdakwa Ir. H. Abdullah Puteh ?

D. Tujuan Penelitian

Suatu kegiatan penelitian sudah tentu mempunyai suatu tujuan penelitian

yang jelas dan sudah pasti, sebagai sasaran yang akan dicapai untuk pemecahan

masalah yang dihadapi. Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di

atas, maka tujuan penulisan hukum ini adalah :

1. Tujuan Obyektif :

a. Untuk mengetahui penerapan dissenting opinion dalam proses

pengambilan putusan perkara korupsi pengadaan helikopter dengan

terdakwa Ir. H. Abdullah Puteh oleh Hakim pengadilan Negeri Jakarta

Pusat

Page 27: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

b. Untuk mengetahui pengaruh penerapan dissenting opinion terhadap

putusan yang dijatuhkan oleh Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat

dalam perkara korupsi pengadaan helikopter dengan terdakwa Ir. H.

Abdullah Puteh

2. Tujuan Subyektif :

a. Untuk memperoleh data sebagai bahan utama penyusunan skripsi guna

memenuhi syarat-syarat yang diperlukan untuk memperoleh gelar

kesarjanaan di bidang ilmu hukum pada Fakultas Hukum Universitas

Sebelas Maret Surakarta.

b. Untuk menambah pengetahuan penulis dalam penelitian hukum,

khususnya dalam bidang hukum acara pidana yang berhubungan dengan

penerapan dissenting opinion dalam proses pengambilan putusan perkara

korupsi pengadaan helikopter dengan terdakwa Ir. H. Abdullah Puteh oleh

Hakim pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

c. Untuk memenuhi syarat akademis guna memperoleh gelar kesarjanaan di

Fakultas Hukum Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Dapat digunakan sebagai sumbangan karya ilmiah dalam perkembangan

ilmu pengetahuan hukum

b. Salah satu usaha memperbanyak wawasan dan pengalaman serta

menambah pengetahuan tentang Hukum Acara Tindak Pidana khusus dan

Hukum Pembuktian.

c. Dapat bermanfaat dalam mengadakan penelitian yang sejenis berikutnya.

2. Manfaat Praktis

a. Memberikan jawaban atas masalah yang diteliti.

Page 28: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

b. Untuk lebih mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir dinamis

sekaligus untuk mengetahui sejauh mana kemampuan penulis dalam

menerapkan ilmu yang diperoleh.

c. Dari hasil penelitian ini, akan menambah pengetahuan kita sejauh mana

keadilan ditegakkan melalui putusan pengadilan

F. Metode Penelitian

1. Jenis, Sifat dan Pendekatan Penelitian

Sebagai penelitian hukum, maka penelitian ini termasuk penelitian

hukum normatif atau doktrinal. Disebut sebagai penelitian hukum normatif

karena sumber data utamanya berupa data sekunder.

Dilihat dari sifatnya penelitian ini termasuk penelitian deskriptif, yaitu

penelitian yang bertujuan memberikan data seteliti mungkin tentang manusia

atau gejala–gejala lainnya. Dalam penelitian ini Penulis ingin memperoleh

gambaran yang nyata dan jelas tentang penerapan dissenting opinion dalam

proses pengambilan putusan perkara korupsi pengadaan Helikopter oleh

Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

penelitian kualitatif. Menurut Soerjono Soekanto (1986:10) penelitian

kualitatif adalah penelitian yang dilakukan dengan melakukan pengumpulan

data berupa kata-kata, gambar-gambar, serta informasi verbal atau normatif

dan bukan dalam bentuk angka-angka.

2. Lokasi Penelitian

Dalam Penelitian ini penulis memilih lokasi penelitian di Perpustakaan

Fakultas Hukum UNS dan Perpustakaan Pusat UNS

3. Jenis dan Sumber Data

Sebagaimana disebutkan di atas bahwa penelitian ini termasuk penelitian

hukum normatif. Jenis data utama dalam penelitian hukum normatif adalah

Page 29: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

data sekunder. Data sekunder yang dipergunakan dalam penelitian ini

meliputi :

a. Bahan Hukum Primer, yang terdiri dari :

1) Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

3) Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi.

4) Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Undang-

Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi

5) Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi.

6) Undang-Undang Nomor 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman

7) Putusan Nomor : 01/Pid.B/TPK/2004/PN.Jkt.Pst.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder sebagai pendukung hukum primer yang akan

digunakan dalam penelitian ini yakni terdiri atas :

1) Buku-buku teks yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi dan

dissenting opinion.

2) Jurnal dan Majalah hukum yang membahas tindak pidana korupsi.

c. Bahan Hukum Tersier

Merupakan bahan hukum yang memberikan informasi tentang

bahan hukum primer dan sekunder, seperti Kamus Black’S Law

Dictionary, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Internet.

4. Teknik Pengumpulan Data

Page 30: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini sesuai

dengan jenis dan sumber datanya. Mengingat bahwa jenis data dalam

penelitian ini berupa data sekunder, maka teknik pengumpulan data dilakukan

dengan cara studi dokumen atau kepustakaan (library study).

5. Teknik Analisis Data

Data yang telah terkumpul dalam penelitian ini dianalisis dengan

teknik analisis konten (content analysis). Analisis konten dipergunakan

karena dikaitkan dengan data yang dikumpulkan berupa data sekunder atau

data studi dokumen. Menurut Valerine J.L. Kriekhoff (1992: 12), bahwa

apabila analisis konten pada prinsipnya dikaitkan dengan data sekunder atau

data studi dokumen, maka teknik analisis konten dapat pula diterapkan pada

penelitian hukum normatif. Studi dokumen merupakan suatu alat

pengumpulan data yang dilakukan dengan melalui data tertulis dengan

mempergunakan content analysis. Dalam penelitian yang dilaksanakan ini,

penulis hanya menggunakan dokumen siap pakai sebagai satu-satunya data,

yaitu melakukan inventarisasi dan menganalisis dokumen sekunder yang

berkaitan dengan masalah dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan

putusan dilepas dari segala tuntutan hukum. Dengan demikian dalam analisis

data, teknik analisis konten atau analisis isi (content analysis) digunakan

sebagai tujuan utama.

G. Sistematika Skripsi

BAB I Pendahuluan

Dalam bab ini akan diuraikan pendahuluan yang terdiri dari latar

belakang masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika

penulisan.

BAB II Tinjauan Pustaka

Page 31: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

Dalam bab ini akan diuraikan tentang kerangka teori yang melandasi

penelitian serta mendukung di dalam memecahkan masalah yang di

angkat dalam penulisan hukum ini, yaitu: Tinjauan umum tentang

dissenting opinion, tinjauan umum tentang putusan hakim dan tinjauan

umum tentang tindak pidana korupsi.

BAB III Hasil Penelitian Dan Pembahasan

Bab ini akan menguraikan hasil penelitian dan pembahasan pokok-

pokok permasalahan yang ingin diungkapkan berdasarkan rumusan

masalah, yaitu penerapan dissenting opinion dalam proses pengambilan

putusan perkara korupsi pengadaan helikopter dengan terdakwa Ir. H.

Abdullah Puteh oleh Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dan

pengaruh penerapan dissenting opinion terhadap putusan yang

dijatuhkan oleh Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam perkara

korupsi pengadaan helikopter dengan terdakwa Ir. H. Abdullah Puteh

BAB IV Penutup

Bab ini berisikan tentang simpulan dan saran.

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan Umum tentang Dissenting Opinion

a. Pengertian dissenting opinion

Menurut Gigih Wijaya (2007, 31) Dissenting opinion

merupakan hal baru dalam sistem hukum di Indonesia. Pranata dissenting

Page 32: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

opinion muncul setelah dikeluarkannya Undang-Undang No. 4 Tahun

2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. Menurut Bagir Manan Dissenting

opinion adalah pranata yang membenarkan perbedaan pendapat hakim

(minoritas) atas putusan pengadilan (Bagir Manan, 2006:11). Menurut

Artidjo Alkostar dissenting opinion merupakan suatu perbedaan pendapat

hakim dengan hakim lain (Artidjo Alkostar, 2000:1). Sedangkan menurut

Pontang Moerad dissenting opinion merupakan opini atau pendapat yang

dibuat oleh satu atau lebih anggota majelis hakim yang tidak setuju

(disagree) dengan keputusan yang diambil oleh mayoritas anggota majelis

hakim (Pontang Moerad, 2005: 111).

Ada beberapa definisi dissenting opinion, yaitu :

1) Menurut Bagir Manan

Dissenting opinion adalah pranata yang membenarkan perbedaan

pendapat hakim (minoritas) atas putusan pengadilan (Bagir

Manan,2006:11).

2) Menurut Artidjo Alkostar :

Dissenting opinion merupakan suatu perbedaan pendapat hakim

dengan hakim lain (Artidjo Alkostar,2000:1)

3) Menurut Pontang Moerad :

Dissenting opinion merupakan opini atau pendapat yang dibuat oleh

satu atau lebih anggota majelis hakim yang tidak setuju (disagree)

dengan keputusan yang diambil oleh mayoritas anggota majelis hakim

(Pontang Moerad, 2005: 111).

b. Kebaikan dan kelemahan pranata dissenting opinion

17

Page 33: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

Penerapan dissenting opinion memberikan beberapa kebaikan

atau keuntungan, diantaranya adalah sebagai berikut:

1) Pranata dissenting opinion merupakan perwujudan nyata kebebasan

individual hakim, termasuk kebebasan terhadap sesama Anggota

Majelis atau sesama hakim. Pranata ini sejalan dengan essensi

kekuasaan kehakiman yang merdeka, yang tidak lain dari kebebasan

hakim dalam memeriksa dan memutus perkara.;

2) Pranata dissenting opinion mencerminkan jaminan hak berbeda

pendapat (the right to dessent) setiap hakim dalam memeriksa dan

memutus perkara. Dalam kerangka yang lebih luas, pranata

dissenting opinion mencerminkan demokrasi dalam memeriksa dan

memutus perkara;

3) Pranata dissenting opinion merupakan instrumen meningkatkan

tanggung jawab individual hakim. Melalui pranata ini diharapkan

hakim lebih mendalami perkara yang ia tangani sehingga hakim

tersebut bertanggung jawab secara individual baik secara moral

ataupun sesuai dengan hati nuraninya terhadap setiap putusan yang

mewajibkan memberikan pendapat pada setiap perkara yang

diperiksa dan diputus;

4) Pranata dissenting opinion merupakan instrumen meningkatkan

kualitas dan wawasan hakim. Melalui pranata dissenting opinion

setiap hakim diwajibkan mempelajari dan mendalami setiap perkara

yang diperiksa dan akan diputus karena setiap perkara ada

kemungkinan mengandung fakta-fakta dan hukum yang kompleks

5) Pranata dissenting opinion merupakan instrumen menjamin dan

meningkatkan mutu putusan. Kemungkinan menghadapi dissenting

opinion, setiap anggota majelis akan berusaha menyusun dasar dan

pertimbangan hukum yang dalam, baik secara normatif, ilmiah, serta

dasar-dasar dan pertimbangan sosiologis yang memadai;

Page 34: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

6) Pranata dissenting opinion merupakan instrumen dinamika dan

updating pengertian-pengertian hukum. Kehadiran dissenting

opinion menunjukkan fakta-fakta hukum dalam suatu perkara

maupun aturan-aturan hukum, tidak bersifat linear. Melalui pranata

dissenting opinion pemberian makna yang berbeda baik fakta

maupun hukum akan menjamin dinamika dan updating pengertian

suatu kaidah hukum. Dengan cara tersebut akan terjadi aktualisasi

penerapan hukum;

7) Pranata dissenting opinion merupakan instrumen perkembangan

Ilmu Hukum. Ilmu hukum berkembang melalui beberapa cara, yaitu

: Perkembangan filsafat hukum, teori hukum, dan aturan-aturan

hukum. Pranata dissenting opinion akan memperkaya bahan kajian

hukum baik menyangkut muatan filsafat, teori atau doktin, maupun

kaidah-kaidah hukum baru yang dibentuk oleh hakim.

Terlepas dari berbagai kebaikan di atas, penerapan dissenting

opinion juga memiliki beberapa kelemahan, diantaranya sebagai

berikut:

1) Kebenaran dan keadilan mayoritas (kuantitas)

Pranata dissenting opinion membawa konsekuensi putusan hakim

ditentukan oleh (dengan) suara terbanyak. Dengan demikian putusan

yang benar dan adil sesuai dengan kehendak terbanyak (mayoritas).

Ada kemungkinan pendapat minoritas (dissenting) itulah yang benar

dan adil;

2) Pranata dissenting opinion baik secara keilmuan maupun praktek

dapat menimbulkan ketidakpastian hukum;

3) Pranata dissenting opinion dapat mempengaruhi harmonisasi

hubungan sesama hakim, terutama untuk masyarakat yang

mementingkan hubungan emosional di atas hubungan zekelijk,

Page 35: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

seorang ketua majelis dapat merasa ditantang bahkan mungkin

direndahkan oleh anggota yang berbeda pendapat;

4) Pranata dissenting opinion dapat menimbulkan sifat individualis

yang berlebihan. Hal ini akan terasa pada saat anggota majelis yang

bersangkutan merasa lebih menguasai persoalan dibanding anggota

lain.

(Bagir Manan,2006:17).

2. Tinjauan Umum tentang Putusan Hakim

a. Hakim

1) Pengertian Hakim

Sesuai Pasal 1 butir 8 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

tentang Hukum Acara Pidana, Hakim adalah pejabat peradilan

negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili.

Pasal 25 Undang-Undang Dasar 1945, mengamanatkan bahwa

syarat-syarat untuk menjadi dan untuk diberhentikan sebagai hakim

ditetapkan dengan undang-undang. Adapun undang-undang yang

dimaksud disini adalah Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 jo

UU No. 8 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU No. 2 Tahun

1986 tentang Peradilan Umum.

a) Pengangkatan dan Pemberhentian

Hakim pengadilan diangkat dan diberhentikan oleh

presiden atas usul Ketua Mahkamah Agung ( pasal 16 ayat (1)

UU No. 8 Tahun 2004 ).

b) Syarat-syarat Pengangkatan

Undang-undang Nomor 8 Tahun 2004, melalui pasal

14 ayat (1) telah menetapkan syarat-syarat yang harus dipenuhi

agar seseorang dapat diangkat menjadi hakim pengadilan negeri.

Rincian syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut:

Page 36: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

(1) Warga negara Indonesia;

(2) Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

(3) Setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia 1945;

(4) Sarjana Hukum;

(5) Berumur serendah-rendahnya 25 tahun ;

(6) Sehat jasmani dan rohani;

(7) Berwibawa, jujur, adil dan berkelakukan tidak tercela;

(8) Bukan bekas anggota organisasi terlarang Partai Komunis

Indonesia, termasuk organisasi massanya ataupun bukan

seseorang yang terlibat langsung maupun tidak langsung

dalam gerakan G-30S/PKI.

c) Pemberhentian

Dari sudut kepegawaian , status dan kedudukan hakim

selain sebagai pegawai negeri juga sebagai pejabaf fungsional.

Dengan demikian, pemberhentian dari status hakim tidak dengan

sendirinya diberhentikan sebagai pegawai negeri. Pemberhentian

sebagai hakim dikenal ada dua macam yaitu diberhentikan

dengan hormat dan diberhentikan dengan tidak hormat dari

jabatan sebagai hakim.

2) Wewenang Hakim

Landasan hukum wewenang hakim antara lain terdapat dalam

KUHAP, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 jo. UU No. 8

Tahun 2004. Wewenang utama hakim adalah mengadili yang

meliputi kegiatan-kegiatan menerima, memeriksa, dan memutus

perkara pidana. Di dalam KUHAP disebutkanbeberapa wewenang

hakim, yaitu:

Page 37: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

(1) Melakukan penahanan;

Untuk kepentingan pemeriksaan hakim di sidang

pengadilan dengan penetapannya berwenang melakukan

pertahanan (Pasal 26 KUHAP).

(2) Pengalihan jenis penahanan;

Penyidik atau penuntut umum atau hakim berwenang

mengalihkan jenis penahanan yang satu kepada jenis

penahanan yang lain (Pasal 23 KUHAP).

(Bambang Waluyo, 2000: 79-81).

3) Tanggung Jawab dan Kewajiban Hakim

Kewajiban dan tanggung jawab hakim secara yuridis formal

bersumber dari UU NO. 4 Tahun 2004,Bab IV Pasal 28 – 30,

sedangkan pada Pasal 4 ayat (1) hanya menyiratkan tentang

tanggung jawab hakim. Di luar bab IV tersebut ditemukan

kewajiban hakim yang pertama-tama sebagai organ pengadilan

adalah tidak boleh menolak untuk memeriksa dan mengadili suatu

perkara yang diajukan, dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau

kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya (

Pasal 16 ayat (1) UU No. 4 Tahun 2004).

Hakim sebagai organ pengadilan dianggap memahami hukum,

andaikata ia tidak menemukan hukum tertulis, ia wajib menggali

hukum tak tertulis untuk memutus berdasarkan hukum sebagai

seorang yang bijaksana, dan bertanggung jawab kepada Tuhan Yang

Maha Esa, diri sendiri, masyarakat, bangsa dan negara. Jadi, hakim

bertanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri,

masyarakat, bangsa dan negara.

4) Kebebasan Hakim

Page 38: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

Proses penegakan hukum mutlak diperlukan suatu kebebasan

hakim. Suatu pengadilan yang bebas dapat memberikan peradilan

tanpa dipengaruhi oleh pihak manapun dan dalam bentuk apapun

merupakan syarat mutlak bagi suatu negara hukum (Nanda Agung

Dewantara, 1987:26).

Kebebasan hakim ini diatur secara tersurat dalam Bab IX Pasal

24 dan 25 setelah perubahan UUD 1945 dan telah menjadi jaminan

kebebasan hakim atau kebebasan peradilan di Indonesia. Dalam UU

No. 4 Tahun 2004 ada beberapa pasal yang menjamin keobyektifan

hakim, yaitu :

a) Pasal 4 ayat (1) disebutkan bahwa “ Peradilan dilakukan demi

keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”;

b) Pasal 4 ayat (3) disebutkan bahwa “Segala campur tangan dalam

urusan peradilan oleh pihak lain di luar kekuasaan kehakiman

dilarang, kecuali dalam hal-hal sebagaimana disebut dalam

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945”;

c) Pasal 5 ayat (1) disebutkan bahwa Pengadilan mengadili

menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang;

d) Pasal 19 ayat (1) menyebutkan bahwa Sidang pemeriksaan

Pengadilan adalah terbuka untuk umum, kecuali apabila

Undang-undang menentukan lain;

e) Pasal 19 ayat (3) menyebutkan bahwa rapat permusyawaratan

hakim bersifat rahasia;

f) Pasal 19 ayat (4) disebutkan bahwa Dalam sidang

permusyawaratan, setiap hakim wajib menyampaikan

pertimbangan atau pendapat tertulis terhadap perkara yang

sedang diperiksa dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari

putusan;

Page 39: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

g) Pasal 19 ayat (5) disebutkan bahwa dalam hal sidang

permusyawaratan tidak dicapai mufakat bulat, pendapat hakim

yang berbeda wajib dimuat dalam putusan;

h) Pasal 20 menyebutkan bahwa menyebutkan bahwa semua

putusan Pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum

apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum;

i) Pasal 25 ayat (1) menyebutkan bahwa Segala putusan

Pengadilan selain harus memuat alasan-alasan dan dasar-dasar

putusan itu, juga harus memuat pula pasal-pasal tertentu dari

peraturan-peraturan yang bersangkutan atau sumber hukum tak

tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili.

Pada dasarnya yang dilakukan oleh hakim adalah memeriksa

kenyataan yang terjadi, serta menghukumnya dengan peraturan yang

berlaku. Pada waktu diputuskan tentang bagaimana atau apa hukum

yang berlaku untuk suatu kasus, maka pada waktu itulah penegakan

hukum mencapai puncaknya (Satjipto Rahardjo, 2000: 182).

Kebebasan hakim mutlak diperlukan, terutama dalam

menjamin terpenuhinya rasa keadilan pihak yang berperkara juga

memenuhi rasa keadilan masyarakat. Kebebasan hakim terikat pada

hukum sehingga kebebasan hakim juga ada batasnya, hakim tidak

bisa berbuat sewenang-wenang terhadap perkara yang diperiksanya.

Jadi, kebebasan hakim merupakan kebebasan hakim yang

bertanggung jawab.

Menurut Hapsoro Jayaningprang, makna kebebasan hakim ada

2 (dua), yaitu :

a) Kebebasan hakim dari pengaruh dan campur tangan pihak lain.

Hal ini sesuai dengan penjelasan Pasal 1 UU No.4 Tahun 2004,

bahwa kekuasaan kehakiman yang bebas dari campur tangan

Page 40: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

pihak kekuasaan extra yudisial, kecuali dalam hal-hal

sebagaimana disebut dalam UUD 1945.

b) Bebasnya hakim dari pihak-pihak yang berperkara.

Kebebasan hakim dalam menemukan hukum tidaklah berarti ia

menciptakan hukum, akan tetapi hakim harus berperan aktif

sebagai penegak hukum dan keadilan untuk menggali, mengikuti

dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat.

Aktivitas tersebut dapat direfleksi dalam Hukum Acara Pidana,

dimana Hakim itu harus berusaha mencari dan menemukan,

kebenaran maksud dari suatu perkara yang dihadapkan kepadanya

(Oemar Seno Adji,1989: 262).

b. Pengertian Putusan

1) Putusan Dalam Perkara Pidana

Pada dasarnya putusan hakim mempunyai peranan yang

menentukan dalan menegakkan hukum dan keadilan. Oleh karena itu

di dalam menjatuhkan putusannya hakim diharapkan agar selalu

berhati-hati. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga agar jangan sampai

suatu putusan penuh dengan kekeliruan yang akibatnya akan

menimbulkan rasa tidak puas, ketidakadilan dan dapat menjatuhkan

kewibawaan pengadilan.

Menurut buku “Peristilahan Hukum Dalam Pratek” yang

dikeluarkan oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia tahun 1985,

hal 221, putusan diartikan sebagai berikut “Hasil atau kesimpulan dari

suatu yang telah dipertimbangkan dan dinilai dengan semasak-

masaknya yang dapat berbentuk tertulis ataupun lisan” (Leden

Marpaung, 1992: 406).

Dalam pasal 197 ayat (1) KUHAP diatur formalitas yang harus

dipenuhi suatu putusan hakim dan menurut ayat (2) pasal itu kalau

Page 41: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

ketentuan tersebut tidak dipenuhi, kecuali tersebut pada huruf g dan i

putusan batal demi hukum.

Ketentuan tersebut adalah :

(a) kepala putusan yang dituliskan berbunyi:

“DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG

MAHA ESA”;

(b) nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis

kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama, perkerjaan

terdakwa;

(c) dakwaan sebagaimana terdapat dalam surat dakwaan;

(d) pertimbangan yang disusun secara ringkas mengenai fakta dan

keadaan beserta alat pembuktian yang diperoleh dari hasil

pemeriksaan di sidang yang menjadi dasar penentuan kesalahan

terdakwa;

(e) tuntutan pidana, sebagaimana terdapat dalam surat dakwaan;

(f) pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar

pemidanaan atau tindakan dan pasal peraturan perundang-

undangan yang menjadi dasar hukum dari putusan disertai

keadaan yang memberatkan dan yang meringankan terdakwa;

(g) hari dan tanggal diadakan musyawarah majelis hakim, kecuali

perkara diperiksa oleh hakim tunggal;

(h) pernyataan kesalahan terdakwa, pernyataan telah dipenuhi

semua unsur dalam rumusan tindak pidana disertai dengan

kualifikasinya dan pemidanaan atau tindakan yang dijatuhkan

(i) ketentuan kepada siapa biaya perkara dibebankan dengan

menyebutkan jumlah yang pasti dan ketentuan mengenai barang

bukti;

Page 42: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

(j) keterangan bahwa seluruh surat ternyata palsu atau keterangan

dimana letak kepalsuan itu jika terdapat surat otentik yang

dianggap palsu;

(k) perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau

dibebaskan;

(l) hari dan tanggal putusan, nama penuntut umum, nama hakim

yang memutuskan dan nama panitera.

Dalam pasal 200 KUHAP disebutkan bahwa surat putusan

ditandatangani oleh hakim dan panitera seketika setelah putusan

diucapkan (Martiman Prodjohamidjojo, 1988: 172-173).

Sebagai pendukung agar putusan hakim benar-benar dapat

dipertanggungjawabkan, maka hakim harus mempunyai sekurang-

kurangnya dua alat bukti yang sah untuk memperoleh keyakinan

bahwa suatu tindakan pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwa

yang bersalah melakukanya

Adapun alat-alat bukti yang sah tadi menurut pasal 184 ayat

(1) KUHP yaitu :

a) keterangan saksi

b) keterangan ahli

c) surat

d) petujuk

e) keterangan terdakwa

2) Rumusan Putusan Pengadilan

Rumusan suatu putusan sangatlah penting karena dari rumusan

itu dapat diketahui jalan pikiran hakim dan pertimbangan apa yang

digunakan untuk menjatuhkan putusan tersebut.

Page 43: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

Wirjono Projodikoro menyatakan sudah selayaknya bagian

pertimbangan ini disusun serapih-rapihnya oleh karena putusan

hakim selain daripada mengenai pelaksanaan suatu peraturan hukum

pidana, mengenai juga hak asasi dari terdakwa sebagai warga negara

atau penduduk dalam negara, hak-hak mana pada umumnya harus

dilindungi oleh badan-badan pemerintahan.

Pertimbangan hakim dalam suatu putusan yang mengandung

penghukuman terdakwa harus ditujukan terhadap hal-hal

terbuktinya peristiwa pidana yang dituduhkan kepada terdakwa.

Oleh karena suatu perbuatan yang diancam dengan hukuman

pidana, selalu terdiri dari beberapa bagian, yang merupakan syarat

bagi dapatnya perbuatan itu dikenakan hukuman (elementen dari

delick), maka tiap-tiap bagian itu harus ditinjau, apakah sudah dapat

dianggap nyata terjadi (Laden Marpaung, 1992: 423).

c. Jenis-jenis putusan

Pada dasarnya putusan Hakim/pengadilan dapat digolongkan

kedalam 2(dua )jenis yaitu:

1) Putusan akhir

Dalam praktik putusan akhir sering disingkat dengan istilah

putusan saja.putusan ini dapat terjadi apabila majelis hakim

memeriksa tindak pidana korupsi yang hadir dipersidangan sampai

pokok perkara diperiksa sebagai mana tercantum dalam pasal 182 ayat

(3), (8),pasal 197 dan pasal 199 KUHAP.disebut dengan pokokperara

selesai diperiksa karea majelis hakim sebelum menjatuhkan putusan

telah melalui proses-proses berupa:siding dinyatakan terbuka dan

bdibuka untuk umum, pemeriksaan identitas dan peringatan ketua

majelis kepada terdakwa supaya mendengar dan memperhatikan

segala sesuatu yang terjadi didalam persidangan, pembaca

catatan/surat dakwaan,acara keberatan/eksepsi dari terdakwa dan atau

Page 44: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

penasehat hukumnya dan pendaat jaksa/penuntut

umum,penetapan/putusan sela,pemeriksaan alat bukti, tuntutan pidana

(requisitoir), replik-dublik,re-repiek dan re-dublik, pernyataan

pemeriksaan ditutup serta musyawarah majelis hakim dan pembaca

putusan dalam siding terbuka untuk umum (pasal 195 KUHAP) dan

harus ditandatangani hakin dan penitera seketika setelah putusa

diucapkan (pasal 200 KUHAP). (Lilik Muliady, 2000 : 319)

2) Putusan yang bukan putusan akhir.

Dalam praktik, bentuk dari pada putusa yang bukan putusan

ahir dapat berupa penetapan atau putusan sela atau sering pula disebut

dengan istilah bahasa belanda tussen-vonnis. Putusan jenis ini

mengacu pada ketentuan pasal 156 ayat (1)KUHAP, yakni dalam hal

terdakwa dan atau penasehat hokum mengajukan keberatan atau

eksepsi terhadap surat dakwaan jaksa/penuntut umum.penetapan atau

putusan sela ini secara formal dapat mengakhiri perkaraapabila

terdakwa dan atau penasehat hukum serta penuntut umum telah

menerima apa yang telah diputuskan oleh majelis hakim tersebut.

Akan tetapi, secara meteriel perkara tersebut dapat dibuka kembali

apabila perlawanan atau verzet dari penuntut umum oleh pengadilan

tinggi dibenarkan sehingga pengadilan tinggi melanjutkan

pemeriksaan perkara yang bersangkutan. Kalau dijabarkan lebih lanjut

mengapa putusan ini disebut sebagai putusan akhir karena disamping

dimungkinkan perkara tersebut secara materiel dibuka kembali karena

adanya verzet atau perlawanan yang dibenarkan, juga karena dalam

halini materi pokok perkara yang sebenarnya yaitu dari keterangan

para saksi, terdakwa serta proses berikutnya belum diperiksa oleh

majelis hakim. (Lilik Muliady, 2000 : 320)

Bentuk putusan hakim dalam tindak pidana korupsi.

Page 45: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

Berdasarkan hasil penelitian disidang pengadilan dengan bertitik

tolak kepada surat dakwaan pembuktian musyawarah majelis hakim dan

mengacu pada ketentuan pasal 191 ayat (1) dan (2) serta pasal 193 ayat

(1) KUHAP,bentuk daripada putusan hakim terhadap terdakwa tindak

pidana korupsi berupa:

1) Putusan Bebas (Vrijspraak)

Dalam praktik,putusan bebas juga lazim disebut dengan

putusan “acquittal” , yang berarti bahwa terdakwa dinyatakan tidak

terbukti secara sah dan menyatakan bersalah melakukan tidak pidana

korupsi didakwakan atau dapat juga disebut terdakwa dibebaskan dari

tuntutan hokum. Lebih tegasnya lagi terdakwa tidak dijatuhi

pidana.berdasarkan terhadap ketentuan pasal 191 ayat (1)KUHAP,

putusa bebas terdakwa tindak pidana korupsi (atau tindak pidana pada

umumnya) dapat dijatuhi karena :

a) Dari hasil sidang dipengadilan,

b) Kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya

tidak terbukti secara sah dan menyakinkan.

Sedangkan penjelaan menurut ketentuan pasal 191 ayat (1)

KUHAP menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan perbuatan yang

didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan menyakinkan

adalahj tidak cukup bukti menurut penilaian hakim atas dasar

pembuktian dengan menggunakan alat bukti menurutketentuan hokum

acara pidana. (Lilik Muliady, 2000 : 322)

2) Putusan pelepasan dari segala tuntutan hukum (Onslag van alle

rechtsvervolging)

Pada dasarnya, ketentuan pasal 191 ayat (2) KUHAP

menyebutkan bahwa putusan pelepasan dari segala tuntutan

hukum(Onslag van alle rechtsvervolging) dapat terjadi apabila

majelis hakim beranggap bahwa :

Page 46: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

a) Apa yang didakwakan oleh terdakwa memang terbukti secara sah

dan menyakinkan ;dan

b) Tetapi sekalipun terbukti, hakim berpendapat bahwa perbuatan

yang didakwakan tidak merupakan tindak pidana (Lilik Muliady,

2000 : 324)

3) Putusan pemidanaan (Veroordeling)

Putusan pemidanaan dalam tindak pidana korupsi dapat terjadi

apabila perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti secara

sah dan menyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak

pidana yang didakwakan mejelis hakim akan menjatuhkan pidana

(pasal 193 ayat(1) KUHAP) pengadilan dalam menjatuhkan putusan

pemidanaan (Veroordeling) jika terdakwa itu tidak melakukan

penahanan , dapat diperintahkan majelis hakim supaya terdakwa itu

ditahan, apabila tindak pidana yang dilakukan itu diancam dengan

pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, atau apabila tindak pidana

yang dilakukan diatur dalam ketentuan pasal 21 ayat (4) huruf b

KUHAP dan terdapat cukup alas an untuk itu. Dalam aspek terdakwa

dilakukan suatu penahanan, pengadilan dapat menetapkan terdakwa

tersebut tetap berada dalam tahanan atau membebaskannya, apabila

terdapat cukup alas an untuk itu (pasal 193 ayat (2) KUHAP). (Lilik

Muliady, 2000 : 325)

3. Tinjauan tentang Tindak Pidana Korupsi

a. Pengertian Korupsi

Pengertian korupsi secara umum adalah perbuatan yang

merugikan kepentingan publik atau masyarakat luas untuk keuntungan

pribadi atau kelompok tertentu. Secara yuridis Korupsi adalah setiap

orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya

Page 47: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan

keuangan negara atau perekonomian negara.

Menurut Andi Hamzah kata korupsi berasal dari bahasa latin

Corruptio atau corruptus. Selanjutnya disebutkan bahwa corruptio itu

berasal pula dari kata asal corrumpere, suatu kata Latin yang lebih tua.

Dari bahasa Latin itulah turun ke banyak bahasa Eropa seperti Inggris:

corruption, corrupt; Perancis: corruption; dan Belanda: corruptie

(korruptie). Meskipun kata corruptio itu luas sekali artinya, namun sering

corruptio dipersamakan artinya dengan penyuapan.

Menurut UN’s Global Programme against Corruption korupsi

didefinisikan sebagai: abuse of power for private gain and include

thereby both the public and private sector. Although perceived differently

from from country to country, corruption tends to include the following

behaviors: conflict of interest embezzlement, fraud, bribery, political

corruption, nepotism, secretarisme and extortion Dalam Lebanon Anti

–Corruption Initiate Report 1999, korupsi diartikan sebagai sebagai the

behaviour of private individuals or public officials who deviate from set

responsibilities and use their position of power inorder to serve private

ends and secure private gains (UNDCP).

Menurut World Bank dan Transparency International, korupsi

adalah the use of one’s public position for illegitimate private gains,

abuse of power and personal gain, however, can occur in both the public

and private domains and often in collusion with individuals from both

sector. Sedangkan menurut Lilik Mulyadi (2000), UU Nomor 31 Tahun

1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebenarnya tidak

mencantumkan definisi korupsi secara langsung

Korupsi berasal dari bahasa latin”Corruptio” atau Corruptus”

yang kemudian muncul dalam banyak bahasa Eropa seperti Inggris

“Corruption”, bahasa Belanda “korruptie” yang berarti penyuapan,

perusakan moral, perbuatan tak beres dalam jawatan, pemalsuan dan

Page 48: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

sebagainya kemudian muncul dalam bahasa Indonesia ”Korupsi”. Dalam

Kamus Umum Bahasa Indonesia karya Poerwadarminta, kata korupsi

diartikan sebagai perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang,

penerimaan uang sogok dan sebagainya. (Djoko Prakoso. dkk. 1987: 389-

390).

b. Tipe-tipe Korupsi

Pengertian tindak pidana korupsi pada Pasal 21 sampai dengan 24

Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 ada 4 tipe yaitu :

1) Pengertian Korupsi Tipe Pertama

Tindak pidana korupsi pertama terdapat dalam ketentuan Pasal

2 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999. Secara lengkap redaksional

Pasal 2 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 menyebutkan bahwa :

a) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan

memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang

dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara,

dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara

paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh)

tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta

rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar

rupiah)

b) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam

ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu pidana mati dapat

dijatuhkan

2) Pengertian Korupsi Tipe Kedua

Pada asasnya, pengertian korupsi tipe kedua diatur dalam

ketentuan Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999, yang

redaksional selengkapnya berbunyi sebagai berikut .

Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri

atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan,

kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau

Page 49: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau

perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup

atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan atau denda

paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling

banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)

3) Pengertian Korupsi Tipe Ketiga

Pada asasnya, pengertian korupsi tipe ketiga terdapat dalam

ketentuan Pasal 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13 Undang-undang Nomor 31

Tahun 1999 yang merupakan Pasal-pasal Kitab Undang-undang

Hukum Pidana/KUHP kemudian ditarik menjadi Tindak Pidana

Korupsi. Apabila dikelompokkan maka korupsi tipe tiga dibagi

menjadi 4 (empat) pengelompokan yaitu :

Penarikan perbuatan yang bersifat penyuapan, yakni Pasal

209, Pasal 210, Pasal 418, Pasal 419 dan Pasal 420 KUHP. Ketentuan

Pasal 209, Pasal 418, Pasal 419 dan Pasal 420 KUHP ditarik menjadi

Pasal 5, 6, 7, 11, 12, dan 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999.

Pada dasarnya menurut Pandangan doktrin Ilmu Pengetahuan Hukum

Pidana maka ketentuan Pasal 209 dan Pasal 210 dikategorikan ke

dalam penyuapan aktif (aktieve omkoping) dan ketentuan Pasal 418

KUHP, Pasal 419 KUHP dan Pasal 420 KUHP ke dalam penyuapan

pasif (passive omkoping). Ketentuan Pasal 209 KUHP (pemberi suap)

berpasangan dengan ketentuan Pasal 209 KUHP (pemberi suap)

berpasangan dengan ketentuan Pasal 418 KUHP dan Pasal 419 KUHP

(Pegawai negeri yang menerima suap). Sedangkan ketentuan Pasal

210 KUHP (Pemberi suap kepada hakim) berpasangan dengan

ketentuan Pasal 420 KUHP (Hakim yang menerima suap) terhadap

perkara yang ditanganinya. Apabila kita perhatikan lebih tajam,

mendalam dan terperinci walaupun penarikan perbuatan yang bersifat

penyuapan pada KUHP adalah serumpun, tetapi dalam Tindak Pidana

Page 50: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

Korupsi ancaman pidana penjara atau dendanya mempergunakan

pidana minima/maksima yang bervariasi

4) Pengertian Korupsi Tipe Keempat

Pada asasnya, pengertian korupsi tipe keempat adalah tipe

korupsi percobaan, pembantuan atau pemufakatan jahat serta

pemberian kesempatan, sarana atau keterangan terjadinya Tindak

Pidana Korupsi yang dilakukan oleh orang luar wilayah Indonesia

(Pasal 15 dan Pasal 16 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999).

Konkretnya, perbuatan percobaan/poging sudah diintrodusir sebagai

Tindak Pidana Korupsi oleh karena perbuatan korupsi sangat

merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, juga

menghambat pertumbuhan dan kelangsungan pembangunan nasional

yang menuntut efisiensi tinggi maka percobaan melakukan tindak

pidana korupsi dijadikan mengingat sifat dari tindak pidana korupsi

itu, maka pemufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi

meskipun masih merupakan persiapan sudah dapat dipidana penuh

sebagai suatu tindak pidana sendiri.

Selanjutnya, identik pula dalam hal pemberian kesempatan,

sarana atau keterangan terjadinya tindak pidana korupsi yang dilakukan

oleh orang di luar wilayah Indonesia dimana pemberian bantuan,

kesempatan, sarana atau keterangan dalam ketentuan Pasal 16 Undang-

undang Nomor 31 Tahun 1999 adalah sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku dan perkembangan ilmu pengetahuan

dan teknologi tujuan pencantuman konteks ini adalah untuk mencegah

dan memberantas tindak pidana korupsi yang bersifat transnasional atau

lintas batas teritorial sehingga segala bentuk transfer keuangan/harta

kekayaan hasil tindak pidana korupsi dapat dicegah secara maksimal dan

efektif. (Lilik Muliady, 2000 : 17)

Page 51: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

c. Bentuk-bentuk korupsi

United national office on drugs and crime (2004) mencatat beberapa

bentuk korupsi serta cara operasinya yaitu :

1) Korupsi besar dan korupsi kecil dilihat dari beser kecilnya jumlah

uang yang dikorupsikan dan tingkatan yang melakukan;

2) Korupsi aktif yang berkaitan dengan penawaran atau pembayaran

suap dan korupsi tidak aktif yang berkaitan dengan penerimaan suap;

3) Suap dalam berbagai bentuk dan tujuan seperti influence-peddling

(menjual pengaruh) pejabat public atau politik atau orang dalam

pemerintah menjual privileges (keistimewaan) yang dimiliki atas

status mereka, yang tidak dimiliki oleh orang luar seperti akses

kepada atau pengruh terhadap pengambilan keputusan pemerintah;

suap dalam bentuk menawarkan atau menerima hadiah,pemberian

atau komisi;suap untuk menghindari uang atas pajak atau biaya

lain;suap dalam mendukung kecurangan; suap untuk menghindari

tuntutan kriminal; suap dalam mendukung persaingan yang tidak

sehat; suap sektor swasta misalnya pada kasus kridit macet di

bank;suap untu mendapatkan informasi rahasia.

4) Penggelapan, pencurian, dan kecurangan yang dilakukan ditempat

kerja;

5) Pemerasan pada calon pegawai (pejabat) untuk memuluskan jalan atau

karier;

6) Penyalah gunaan kekuasaan untuk tujuan-tujuan yang menyimpang

dari kepentingan umum dan merugika masyarakt luas;

7) Favoritisme (mengunggulkan seseorang atau sebagai perusahaan

untuk kepentingan terselubung), nepotisme (memenangkan seseorang

atau institusi yang pernah menyumbang atau berutang budi tertentu

dengan mengabaian aturan-aturan yang benar atau sah);

8) Membuat dan mengeksploitasi kepentingan yang saling bertentangan;

9) Konstribusi (dukungan atau sumbangan) politik tang berlebihan atau

tidak tepat. (majelis tarjih dan tajdid pp muhamadiyah ,2006:19-20)

Page 52: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

B. Kerangka Pemikiran

Gambar 1 : Bagan Kerangka Pemikiran

Pengadaan Helikopter

Tindak Pidana Korupsi

Putusan Pengadilan Negeri

Jakarta Pusat

Perbedaan Pendapat Hakim

DISSENTING OPINION

Dampak

Penerapan

Page 53: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

Penjelasan :

Salah satu kasus korupsi yang pernah terjadi di Indonesia adalah kasus

pengadaan helikopter yang melibatkan Ir H Abdullah Puteh. Dalam kasus tersebut

telah diputus di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dalam pembuatan putusan tersebut

timbul perbedaan oleh para hakim. Untuk mengatasi perbedaan pendapat para hakim

dalam memutuskan perkara tersebut diperlukan suatu Dissenting Opinion.

Dissening Opinion membenarkan perbedaan pendapat hakim (minoritas) atas

putusan pengadilan dissenting opinion merupakan suatu perbedaan pendapat hakim

dengan hakim lain. Diharapkan dengan adanya Dissenting Opinion ini dapat

membulatkan pendapat hakim yang berbeda-beda.

Berdasarkan hal tersebut penulis ingin mengetahui penerapan dissenting

opinion dalam proses pengambilan putusan perkara korupsi pengadaan helikopter

dengan terdakwa Ir. H. Abdullah Puteh oleh Hakim pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Selain itu Penulis juga ingin mengetahuipengaruh penerapan dissenting opinion

terhadap putusan yang dijatuhkan oleh Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam

perkara korupsi pengadaan helikopter dengan terdakwa Ir. H. Abdullah Puteh

BAB III

Page 54: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Dissenting Opinion Dalam Proses Pengambilan Putusan Perkara Korupsi

Pengadaan Helikopter Dengan Terdakwa Ir. H. Abdullah Puteh Di

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat

1. Deskripsi Kasus

Terdakwa Ir. H. Abdullah Puteh, Msi, Gubernur Propinsi

Nanggroe Aceh Darusalam baik bertindak secara sendiri-sendiri atau

bersama-sama dan bersekutu dengan saksi Bram HD MaNopo, MBA,

Presiden Direktur PT Putra Pobiagan Mandiri (PPM) telah melakukan

serangkaian perbuatan yang berhubungan sehingga dipandang sebagai

suatu perbuatan yang dilajutkan pada bulan Februari 2001 sampai dengan

Juli 2004, bertempat di Jakarta dan Nanggroe Aceh Darusalam atau

setidak-tidaknya di tempat yan berdasarkan Pasal 54 ayat (2) Undang-

Undang Nomor 30 tahun 2002, masih termasuk dalam wilayah hukum

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri jakarta Pusat

yang berwenang memeriksa dan mengadilinya, secara melawan hukum

melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu

kooperasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekoNomian

negara.

Inti perbuatan tindak pidana korupsi tersebut adalah Pembelian

Helikopter Model M1-2 Rostov Manufacturing Number 5111238082

untuk digunakan oleh Gubernur dalam melaksanakan tugas-tugas

Gubernur maupun Bupati-Bupati dan berkunjung ke daerah-daerah di

wilayah konflik di NAD. Pembelian menggunakan Dana Alokasi Umum

untuk setiap kabupaten/kotamadya yang telah disetujui oleh DPRD

kabupaten.

40

Page 55: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

Ditinjau dari sudut perdataan, maka yang bertindak sebagai

Pembeli adalah H.Abdullah Puteh., para Bupati/Walikota dan DPRD yang

telah memberikan persetujuannya.

Dalam perkara ini tidak terungkap dengan jelas mengenai apakah

pembelian helikopter tersebut merupakan tindakan yang melawan hukum

ataukah prosedur pembelian helikopter tersebut dipandang merupakan

tindakan melawan hukum. Tidak disitanya helikopter sebagai barang

bukti hasil kejahatan membuktikan bahwa Dakwaan lebih diarahkan

kepada penyimpangan prosedur pembelian helikopter merupakan

tindakan yang memenuhi unsur melawan hukum.

2. Identitas Terdakwa

Nama Lengkap : Ir. H. ABDULLAH PUTEH, M.Si.

Tempat Lahir : Idi, Aceh Timur.

Umur/Tanggal Lahir : 56 Tahun/04 Juli 1948

Jenis Kelamin : Laki-laki

Kebangsaan/Kewarganegaraan : Indonesia

Tempat Tinggal :1. Jalan Sultan Alaidin Mahmudsyah No.

1 Banda Aceh.

2. Jalan Warung Sila No. 1 Ciganjur

Jakarta Selatan

Agama : Islam

Pekerjaan : Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh

Darussalam (yang dahulu disebut

Porpinsi Daerah Istimewa Aceh)

Pendidikan : Pasca Sarjana (52) Universitas

Indonesia

3. Dakwaan

Page 56: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

Primer :

Perbuatan Terdakwa Ir. H. ABDULLAH PUTEH, M.Si., diancam pidana

sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 ayat (1) huruf a, b

ayat (2), (3) Undang-Undang Nomor: 31 tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Undang-Undang Nomor: 20

Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 31 Tahun 1999

jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana;

Subsider :

Perbuatan Terdakwa II Ir.H.Abdullah Puteh, Msi diancam pidana

sebagaimana diatur dalam Pasal 3 jo Pasal 18 ayat (1) huruf a, b, ayat (2),

(3) Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi Jo Undang-Undang Nomor: 20 tahun 2001 tentang

Perubahan atas Undang-Undang No.31 tahun 1999 jo Pasal 55 ayat (1) ke

1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Di dalam menanggapi surat dakwaan tersebut, Terdakwa dan Penasihat

Hukum Terdakwa telah mengajukan eksepsi, dan terhadap eksepsi

tersebut telah diputus oleh Majelis Hakim melalui Putusan Sela

tertanggal: 10 Januari 2005, Nomor: 01/PID.B/TPK/2004/PN.JKT.PST.

4. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum

a. Menyatakan terdakwa Ir.H.ABDULLAH PUTEH,Msi, bersalah

melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam

pidana dalam Pasal2 ayat (1) jo Pasal 18 ayat a,b, ayat (2) (3)

Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi jo Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001

tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 jo

Pasal 55 ayat (1) ke 1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP sebagaimana dalam

surat dakwaan primair;

b. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Ir.H.ABDULLAH

PUTEH,Msi, berupa pidana penjara selama 8 (delapan ) tahun dengan

Page 57: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan ditambah dengan

denda sebesar Rp.500.000.000,0 (lima ratus juta rupiah) subsidair

selama 6(enam) bulan kurungan dan dengan perintah terdakwa tetap

ditahan;

c. Menghukum terdakwa Ir.H.ABDULLAH PUTEH,Msi membayar

uang pengganti sebesar Rp.10.087.500.000,0 (sepuluh miliyar delapan

puluh tujuh juta lima ratus ribu rupiah), paling lama dalam waktu 1

(satu) bulan setelah perkaranya memperoleh kekuatan hukum tetap

dan apabila uang pengganti tersebut tidak dibayar, maka dipidana

dengan pidana penjara selama 1(satu) tahun;

d. Menyatakan barang bukti berupa :

1. 1 (satu) lembar asli rekening koran P.T. Putra Pobiagan Mandiri

Nomor : 1014941-01-7 bulan Juli 2002 pada Bank Bukopin Jl.

M.T. HaryoNo. Kav. 50-51

2. 1 (satu) lembar asli rekening koran P.T. Putra Pobiagan Mandiri

Nomor : 1014941-01-7 bulan Agustus 2002 pada Bank Bukopin

Jl. M.T. HaryoNo. Kav. 50-51

3. 1 (satu) lembar asli rekening koran P.T. Putra Pobiagan Mandiri

Nomor : 1014941-01-7 bulan Nopember 2002 pada Bank

Bukopin Jl. M.T. HaryoNo. Kav. 50-51

4. 1 (satu) lembar asli rekening koran P.T. Putra Pobiagan Mandiri

Nomor : 1014941-01-7 bulan Juli 2003 pada Bank Bukopin Jl.

M.T. HaryoNo. Kav. 50-51

5. 1 (satu) lembar Dokumen Pembayaran ke Rostov Mil dari IRZAL

CHANIAGO melalui City Bank Jakarta tanggal 18 Juli 2002

senilai US$.1007,00.00

6. 1 (satu) lembar Dokumen Pembayaran ke Rostov Mil dari IRZAL

CHANIAGO melalui City Bank Jakarta tanggal 8 Agustus 2002

US$.25,000.00

Page 58: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

7. 1 (satu) lembar Dokumen Pembayaran ke Rostov Mil dari IRZAL

CHANIAGO melalui City Bank Jakarta tanggal 22 Agustus 2002

US$.30,000.00

8. 1 (satu) lembar Dokumen Pembayaran ke Rostov Mil dari IRZAL

CHANIAGO melalui City Bank Jakarta tanggal 25 September

2002 US$.10.000,00

9. 1 (satu) lembar Dokumen Pembayaran ke Rostov Mil dari IRZAL

CHANIAGO melalui City Bank Jakarta tanggal 11 Oktober 2002

US$.15.000,00

10. 1 (satu) lembar Dokumen Pembayaran ke Rostov Mil dari IRZAL

CHANIAGO melalui City Bank Jakarta tanggal 5 Nopember 2002

US$.400.000,00

11. 1 (satu) lembar Dokumen Pembayaran ke Rostov Mil dari IRZAL

CHANIAGO melalui City Bank Jakarta tanggal 6 Nopember 2002

US$.220.000,00

12. 1 (satu) lembar Dokumen Aplikasi Transfer Bank Bali dari

rekening Nomor : 0260185535 ke Rostov Mil PLC tanggal 22

Nopember 2002 US$.10.000,00

13. 1 (satu) lembar Dokumen Pembayaran ke Rostov Mil dari IRZAL

CHANIAGO melalui City Bank Jakarta tanggal 28 November

2002 US$.23.020,00

14. 1 (satu) buah buku CONTRACT OF SALE/PURCHASE Nomor :

28-00 OT 28-08-2001. Tanggal 28 Agustus 2001 atau PLC

EXPERIMENTAL DESIGN BUREAU ROSTOV-Mill RUSIA

dengan PT. PUTRA POBIAGAN MANDIRI.

15. 1 (satu) buah buku surat perjanjian bual/beli Nomor :

04/SPJB/2002 tanggal 26 Juli 2002 OF MI-2 HELICOPTERS

antara PT. Putra Pobiagan Mandiri dengan Pemerintah Provinsi

Nanggroe Aceh Darussalam.

Page 59: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

16. 2 (tiga) lembar surat perjanjian tambahan No:

07/KOP/PRJ/X/2003 tanggal 21 Oktober 2003 terhadap Perjanjian

Pembelian Helikopter Jenis MI-2 Merek Rostov Mil Rusia untuk

Pemerintah Provinsi Aceh Nanggroe Darussalam No:

06/KOP/PRJ/VII/2002 taggal 21 Juli 2003 antara Gubernur Prop.

NAD dengan PT. Putra Pobiagan Mandiri

17. 1 (satu) lembar surat dari P.T. Bank BUKOPIN .Pusat Jakarta

tanggal 1 Juli 2004 Nomor : 4903/CBG/VII/2004 kepada BRAM

HD MANOPPO Presiden Direktur PT. PUTRA POBIAGAN

MANDIRI.

18. 1 ( satu) buku Akte Notaris N.R.MAKAHANAP No.7 tanggal 4

September 1987 Tentang Salinan Perubahan Anggaran Dasar

Perusahaan P.T PUTRA POBIAGAN MANDIRI dan akte

Notaris H. AZHAR ALIA,S.H., No. 96 tanggal 20 Juni 1991

tentang pernyataan Keputusan Rapat Umum Luar Biasa Para

Pemegang Saham P.T. PUTRA POBIAGAN serta keputusan

Menteri Nomor : C2-3299.HT.01.01-th.88, tanggal 9 April 1988

tentang Penetapan Persetujuan Akta Pendirian P.T. PUTRA

POBIAGAN MANDIRI

19. 1 (satu) lembar surat Deperatemen Keuangan RI Dirjen Pajak

Kantor Wilayah VI Jakarta Raya 1. Kantor Pelayanan Pajak

Jakarta Kebayoran Baru No. PEM-655/WPJ.04/KP.0803/2001

Tanggal 17 September 2001 tentang Surat Keterangan Terdaftar

sebagai Wajib Pajak.

20. 1 (satu) lembar surat dari Rostov Mil Experimental Design Bureau

tanggal 1 Januari 2002 tentang penunjukkan P.T PUTRA

POBIAGAN MANDIRI /P.T CATUR DAYA PRIMA sebagai

agen pemasaran MI-2 di Indonesia.

Page 60: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

21. 1 (satu) lembar kartu NPWP Nomor 02.179-015.000 atas nama

PT. PUTRA POBIAGAN MANDIRI.

22. 1 (satu) lembar Surat Departemen Keuangan RI Dirjen Pajak

Kantor Wilayah IV DJP Jaya 1, Kantor Pelayanan Pajak Jakarta

Tebet No. PRM-25/WPJ.04/KP/0703/2002 tanggal 15 Mei 2002

tentang Surat ketetapan Terdaftar sebagai Wajib Pajak.

23. 1 (satu) lembar Surat Departemen Keuangan RI Dirjen Pajak

Kantor Wilayah IV DJP Jaya 1, Kantor Pelayanan Pajak Jakarta

Tebet No. PEM-1766/WPJ.04/KP/0703/2002 tanggal 15 Mei 2002

tentang Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Wajib Pajak.

24. 1 (satu) lemgar Surat Departemen Keuangan RI Dirjen Pajak

Kantor Wilayah IV DJP Jaya 1, Kantor Pelayanan Pajak Jakarta

Tebet No. S-176/WPJ.04/KP/0703/2002 tanggal 16 Mei 2002

tentang Pemberitahuan Nomor Kode Seri Faktur Pajak NPWP

No.02.279.019.0-015.000.

25. 1 (satu) lembar Surat dari Suku Dinas Perindustrian dan

Perdagangan Kotamadya Jakarta Selatan Nomor 464/8753/09-

04/PM./V2002 tanggal 21 Mei 2002 tentang Surat Izin Usaha

Perdagangan ( SIUP) Menengah.

26. 1 (satu) SURAT KUASA dari BRAM.HD.MANOPPO.MBA.

kepada Bpk. Kol.T. DJOHAN tanggal 15 Desember 2003.

27. 1 (satu) surat No. 2904/PPM/BM/IV/2004/Ltr tanggal 29 April

2004 dari P.T. PPM kepada Pimpro Pengadaan Kendaraan

Operasional Pemda NAD.

28. 1 (satu) surat No.2104/PPM/BM/IV/2004/Ltr tanggal 21 April

2004 dari P.T. PPM kepada Pimpro Pengadaan Kendaraan

Operasional Pemda NAD.

29. 1 (satu) lembar SURAT KUASA Nomor 27/KOP/KS/IX/2003.

Page 61: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

30. 1 (satu) lembar Slip Bukti Transfer Bank MANDIRI sebesar US$

55,200 ke Helikopter Roplane Limited dari T. DJOHAN

BASYAR.

31. 1 (satu) lembar TANDA TERIMA uang dari P.T. CATUR DAYA

PRIMA DIRGANTARA senilai US$50,000

32. 1 (satu) lembar TANDA TERIMA uang dari P.T. CATUR DAYA

PRIMA DIRGANTARA senilai US$. 1,950,000

33. 1 (satu) lembar disposisi Gubernur sehubungan dengan surat dari

P.T. PUTRA POBIAGAN MANDIRI ditujukan kepada Bapak

Gubernur Propinsi Daerah Istimewa Aceh

No.0135/PPM/HM/VII.2001 perihal Pembayaran Uang Muk

Tanda Jadi.

34. 1 (satu) lembar Slip Setoran Bank BUKOPIN ke Rekening Nomor

: 0101.038492 a.n ABDULLAH PUTEH sebesar

Rp.3.750.000.000 (empat milyar rupiah).

35. 1 (satu) lembar Slip Setoran Bank BUKOPIN ke Rekening Nomor

: 0101.038492 a.n ABDULLAH PUTEH sebesar

Rp.3.750.000.000 (tiga milyar tujuh ratus lima puluh juta

rupiah).tanggal 13 Oktober 2002.

36. 1 (satu) lembar Slip Setoran Bank BUKOPIN ke Rekening Nomor

: 101.5960.015 a.n P.T PUTRA POBIAGAN ADIGUNA sebesar

Rp.1.2750.000.000 (satu milyar dua ratus tujuh puluh lima puluh

juta rupiah).tanggal 25 Juli 20023

37. 1 (satu) lembar kredit Nota tanggal 24 Juli 2003, Nomor rekening

1002211137 atas nama THANTHAWI ISHAK, S.H., sebesar

Rp.1.3.00.000.000.- ( satu miliyar tiga ratus juta rupiah).

38. 1 (satu) lembar Slip Setoran Bank BUKOPIN ke Rekening

Nomor 101.5960.015 a.n P.T PUTRA POBIAGAN ADIGUNA

Page 62: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

sebesar Rp. 198.150.000,- ( seratus sembilan puluh delapan juta

seratus lima puluh ribu rupiah) tanggal 1 Juni 2004.

39. 1 (satu) lembar Pengantar ditujukan kepada Bagian Operasional

BPD Propinsi NAD, yaitu Bilyet Giro/Ceque/pos No. 051235

tanggal 8 Maret 2004 untuk dipindahkan buku pada Bank Mandiri

Cab. Banda Aceh an. T. Djohan Basyar No.Rek.133.00.0223282

sejumlah Rp. 964.350.000,-

( sembilan ratus enam puluh empat juta tiga ratus lima puluh ribu

rupiah )

40. 2 (dua) lembar Tanda Penerimaan dari Bank BPD Aceh untuk

rekening No 01.02.121007.1 a.n Zainuddin.SE. sebesar

Rp.15.693.151,- ( lima belas juta enam ratus sembilan puluh tiga

ribu seratus lima puluh satu rupiah) tanggal 6 Juli 2004.

41. 1 (satu) lembar bukti transfer dana via RTGS Bank BUKOPIN

Ap. Mushamdi Ses.Rel.Trn:105.0704 tanggal 6 Juli 2004 sebesar

Rp.2.300.000.000,- (dua milyar tiga ratus juta rupiah)

42. 1 (satu) lembar kwitansi tanda terima uang dari Pemda NAD

kepada PT. PPM.No.PPM/0014/2004 tanggal 15 Agustus 2002

sebesar Rp. 4.000.00.000,- ( empat milyar rupiah).

43. 1 (satu) lembar kwitansi tanda terima uang dari Pemda NAD

kepada PT. PPM.No.PPM/0014/2004 tanggal 5 Agustus 2003

sebesar Rp. 1.275.000.000,- ( satu milyar dua ratus tujuh puluh

lima juta rupiah).

44. 1 (satu) lembar kwitansi tanda terima uang dari Pemda NAD

kepada PT. PPM.No.PPM/0130/2004 tanggal 24 Pebruari 2004

sebesar Rp. 964.350.000,- ( sembilan ratu enam puluh empat juta

tiga ratur lima puluh ribu rupiah)

Page 63: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

45. 1 (satu) lembar kwitansi tanda terima uang dari Pemda NAD

kepada PT. PPM.No.PPM/0160/2004 tanggal 15 Mei 2004 sebesar

Rp. 750.000.000,- (tujuh ratus lima puluh rupiah).

46. 1 (satu) lembar kwitansi tanda terima uang dari Pemda NAD

kepada PT. PPM.No.PPM/0175/2004 tanggal 13 Mei 2004 sebesar

Rp. 198.150.000,- (seratus sembilan puluh delapan juta seratus

lima puluh ribu rupiah).

47. 6 (enam) lembar rekening Nomor : 010.01.02.101007-1 Bank

BPD Aceh.

48. Pembukuan dana Helikopter Mi-2.

49. 1 (satu) lembar asli Potongan Cek No. AA.0263.34, tgl 15

Agustus 2001. Pinjaman Sementara Pemda (Heli) jumlah

Rp.4.000.000.000 ( empat milyar rupiah).

50. 1 (satu) lembar asli potongan Bilyet Giro No.AC.002152.tgl 26

September 2001, Pemegang Kasda Pindahan dari Rek. 12.11.86 ke

Rek.21090, jumlah Rp. 4.000.000.000,0 (empat milyar rupiah).

51. 1 (satu) lembar asli potongan Cek No.AA.071577.tgl 15 Juli 2002,

Pinjaman sementara pembelian 1 unit helikopter Gub jumlah Rp.

2.000.000.000,- (dua milyar rupiah).

52. 1 (satu) lembar asli potongan Cek No.AA.071578. tgl 30 Juli

2002, Biro Perwat Munawar, MSi untuk heli, jumlah

Rp.1.500.000.000,- ( satu milyar lima ratus juta rupiah)

53. 1 (satu) lembar asli potongan Cek No.AA.008438.tgl 10 Juli 2003,

Bram HD MaNoppo, MBA Dir PT. Putra Pobiagam Mandiri THP

I. Pem. Unit Helikopter MI-2, jumlah Rp. 3.500.000.000,- ( tiga

milyar lima ratus juta rupiah ).

Page 64: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

54. 1 (satu) lembar asli potongan Cek No.AA.071581.tgl 30 Oktober

2002, lunas pembayaran Helikopter keperluan Gubernur NAD

jumlah Rp. 3.750.000.000,- (tiga milyar lima ratus juta rupiah )

55. 1 (satu) lembar asli potongan Bilyet Giro No.AD.003598.tgl 24

Juli 2003, Pinjaman sertifikat Asli Kelaikan Helikopter Pemda

kepada PT Putra Pobiagan Adiguna Jakarta, jumlah

Rp.1.275.000.000,- ( satu milyar dua ratus tujuh puluh lima juta

rupiah).

56. 1 (satu) lembar asli Potongan Cek No. AF 011862, tgl.16 Maret

2004, Dana pengoperasian hely Pemda NAD a.n. Marsimin

Ro.Perlengkapan jumlah Rp.964.350.000,- ( sembilan ratus enam

puluh empat juta tiga ratus lima puluh ribu rupiah)

57. 1 (satu) lembar asli Potongan Cek No. AF 011864, tgl.31 Mei

2004, Pembayaran dana Heli Drs. Chalid Ro. Perwa, jumlah

Rp.198.150.000,- ( seratus sembilan puluh delapan juta seratus

lima puluh ribu rupiah).

58. 1 (satu) buah Buku Penerimaan dan Pengeluaran asli, Kasda

Propinsi Daerah Istimewa Aceh B IX No. 10 Tahun 2001.

59. 1 (satu) buah buku Penerimaan dan Pengeluaran asli, Kasda

Propinsi Daerah Istimewa Aceh B IX No. 6 Tahun 2002.

60. 1 (satu) buah Buku Pembantu Bank Asli, Kas Daerah Istimewa

Aceh, Bank Pembangunan Daerah Migas ( 121.1090.1) No.1

Tahun Anggaran 2002.

61. 1 (satu) buah Buku Pembantu Bank Asli, Kas Daerah Istimewa

Aceh, Bank Pembangunan Daerah Migas ( 121.186) Tahun

Anggaran 2001.

62. 1 (satu) lembar Tanda Penerimaan asli dari PT. Bank BPD Aceh

Kantor pusat Operasional untuk rekening 121090 (Migas) atas

Page 65: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

nama pemegang Kas Daerah Banda Aceh tgl.20 September 2001,

sejumlah Rp.4.000.000.000,- (empat milyar rupiah).

63. 9 (sembilan) lembar Rekening Koran Asli dari Bank BPD Aceh

untuk rekening giro atas nama Rekening Khusus PPH/PPN Nomor

rek:121007.1 terdiri dari : periode 15/03/01 s.d 31/12/01 (1

lembar); 02/01/02 s.d 30/05/02 (1 lembar); 01/06/02 s.d 11/6/02 (1

lembar); 12/06/02 s.d 20/07/04 ( 5 lembar); 06/07/04 s.d 20/07/04

( 1 lembar0.

64. 1 (satu) lembar asli Potongan Cek No. AA 027351, tgl. 11

Pebruari 2001, Potongan UT Pengadaan Helikopter Dari Dana

perlakuan Khusus Kab/Kota, jumlah Rp.5.100.000.000,- ( lima

milyar seratus juta rupiah).

65. 1 (satu) lembar Surat No. 0135/PPM/BM/VII/2001 tanggal 15 Juli

2001 yang ditujukan kepada Gubernur Daerah Istimewa Aceh,

perihal : Pembayaran Uang Muka Tanda Jadi.

66. 1 (satu) lembar Surat pengantar No. 63/KASDA/2001 tanggal 2

Oktober 2001 dari Bendaharawan Umum/Pemegang Kas Daerah

(Zainuddin, SE) ditujukan kepada Bagian Operasional BPD

Istimewa Aceh.

67. 13 (tiga belas) potongan cek asli Nomor ; AC 002153, AC

002154, AC 002155, AC 002156, AC 002157, AC 002158, AC

002159, AC 002160, AC 002161, AC 002162, AC 002164, AC

002165, AC 002166

68. 1 (satu) lembar asli Rekening Koran Bangk Pembangunan Daerah

Istimewa Aceh atas nama: Dana Alokasi Khusus dengan alamat

THANTAWI ISHAK,S.H., M.M (Sekda), jenis rekening Giro

Nomor 121196.9 periode : 03/09/2001 s/d 30/09/2001

69. 1 (satu) lembar Permohonan Pengiriman Uang sebesar US$1,950

(seribu sembilan ratus lima puluh US Dollar) dari Bank BNI

Page 66: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

Kantor Cabang Setia Budhi Building Jakarta tertanggal 4 Pebruari

2004, atas nama INDRA SURYA DJANI, SE (PT Catur Daya

prima Dirgantara). Kepada Life & TechNologies.Ltd. (Accra

Ghana, Spintex Road, Regimanual Estate “Golden Gate” Gray

Hill No.4 Po.Box AN19932 Accra North, Ghana.

70. Qanun Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 48 tahun

2001 tentang perubahan APBC Propinsi Nanggroe Aceh

Darussalam tahun anggaran 2001.

71. Keputusan Gubernur Nomor : 62 tahun 2001 tentang penjabaran

perubahan APBD Kegiatan/Pasal dan Proyek APBD Tahun

Anggaran 2001.

72. Qanun Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 6 tahun 2002

tentang Sisa Perhitungan APBC Propinsi Nanggroe Aceh

Darussalam.

73. Qanun Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 5 tahun 2002

tentang APBC Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun

Anggaran 2002.

74. Keputusan Gubernur Nomor: 19 Tahun 2002 tentang Penjabaran

Pendapatan, Kegiatan/Pasal dan Proyek APBD tahun anggaran

2002.

75. Qanun Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 15 tahun

2003 tentang Perhitungan APBC Propinsi Nanggroe Aceh

Darussalam Tahun Anggaran 2002.

76. DIPDA Proyek Nomor : 150/DIPDA/2002 tanggal 29 Juni 2002,

Pengesahan Proyek Pembangunan Daerah Propinsi tahun 2002.

77. SKO Nomor : 147/P/2002 tanggal 10 Juli 2002 sebesar Rp. 6

milyar tentang Otorisasi Anggaran Pembangunan.

Page 67: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

78. SKO Nomor : 255/R/2001 tanggal 24 September 2001 sebesar Rp.

35 milyar tentang Otorisasi Anggaran Belanja Rutin.

79. Keputusan Gubernur Nomor: 45 Tahun 2001 tanggal 28 Agustus

2001 tentang Penetapan Rincian Jumlah Bantuan Pemberlakuan

Khusus untuk Pemerintah Propinsi dan Kabupaten/Kota dalam

Propinsi Daerah Istimewa Aceh Beserta lampirannya.

80. Keputusan Gubernur Nomor: KU 024/6269 tanggal 26 Desember

Tahun 2001 kepada Pimpinan DPRD Propinsi Nanggroe Aceh

Darussalam perihal Persetujuan Prinsip Pengadaan Helikopter.

81. Keputusan Gubernur Nomor: KU 024/6269 tanggal 20 Oktober

Tahun 2001 kepada Pimpinan DPRD Propinsi Nanggroe Aceh

Darussalam tentang Persetujuan Prinsip Pengadaan Helikopter.

82. Keputusan Gubernur Nomor: KU 570/3758 tanggal 2 Agustus

Tahun 2001 kepada Para Bupati/Walikota dalam Propinsi

Nanggroe Aceh Darussalam hal Sumber Dana Tambahan

Penyertaan Modal Pemerintah Daerah dan Biaya Pengadaan

Helikopter.

83. SPMU Nomor : 1536/PT/2001 tanggal 30 Juli 2002 Pembayaran

Tahap 1 Pembelian 1 (satu) Unit Helikopter jenis M1-2 atas

bebasn Proyek Pengadaan Kendaraan Operasional Pemda Propinsi

Nanggroe Aceh Darussalam sebesar Rp.3.500.000.000,-.

84. SPMU Nomor : 4723/RT/2001 tanggal 29 September 2001 atas

nama rekening Kas Daerah kota Banda Aceh untuk Pembayaran

Biaya Pengadaan Pesawat Helikopter dan Bantuan Perlakuan

Khusus sebesar Rp.2.712.500.000,-

85. SPMU Nomor : 4724/RT/2001 tanggal 29 September 2001 atas

nama Rekening Kas Daerah Kota Sabang untuk pembayaran

Biaya Pengadaan pesawat Helikopter dan bantuan perlakuan

Khusus sebesar Rp.2.607.500.000,-

Page 68: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

86. SPMU Nomor : 4725/RT/2001 tanggal 29 September 2001 atas

nama Rekening Kas Daerah Kabupaten Aceh Besar di Janto untuk

Pembayaran Biaya Pengadaan Pesawat Helikopter dan Bantuan

Perlakuan Khusus Sebesar Rp.2.712.500.000

87. SPMU Nomor : 4726/RT/2001 tanggal 29 September 2001 atas

nama Rekening Kas Daerah Kabupaten Pidie di Siglie untuk

Pembayaran Biaya Pengadaan Pesawat Helikopter dan Bantuan

Perlakuan Khusus Sebesar Rp.2.695.000.000,-

88. SPMU Nomor : 4727/RT/2001 tanggal 29 September 2001 atas

nama Rekening Kas Daerah Kabupaten Bireuen untuk

Pembayaran Biaya Pengadaan Pesawat Helikopter dan Bantuan

Perlakuan Khusus Sebesar Rp.2.719.500.000,-

89. SPMU Nomor : 4728/RT/2001 tanggal 29 September 2001 atas

nama Rekening Kas Daerah Kabupaten Aceh Utara di

Lhokseumawe untuk Pembayaran Biaya Pengadaan Pesawat

Helikopter dan Bantuan Perlakuan Khusus Sebesar

Rp.2.688.000.000,-

90. SPMU Nomor : 47229/RT/2001 tanggal 29 September 2001 atas

nama Rekening Kas Daerah Kabupaten Aceh Timur di Langsa

untuk Pembayaran Biaya Pengadaan Pesawat Helikopter dan

Bantuan Perlakuan Khusus Sebesar Rp.2.688.000.000,-

91. SPMU Nomor : 4730/RT/2001 tanggal 29 September 2001 atas

nama Rekening Kas Daerah Kabupaten Aceh Tengah di Tekengon

untuk Pembayaran Biaya Pengadaan Pesawat Helikopter dan

Bantuan Perlakuan Khusus Sebesar Rp.2.870.000.000,-

92. SPMU Nomor : 4731/RT/2001 tanggal 29 September 2001 atas

nama Rekening Kas Daerah Kabupaten Aceh Barat di Meulaboh

untuk Pembayaran Biaya Pengadaan Pesawat Helikopter dan

Bantuan Perlakuan Khusus Sebesar Rp.2.695.000.000,-

Page 69: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

93. SPMU Nomor : 4732/RT/2001 tanggal 29 September 2001 atas

nama Rekening Kas Daerah Kabupaten Aceh Selatan di

Tapaktuan untuk Pembayaran Biaya Pengadaan Pesawat

Helikopter dan Bantuan Perlakuan Khusus Sebesar

Rp.2.677.000.000,-

94. SPMU Nomor : 4733/RT/2001 tanggal 29 September 2001 atas

nama Rekening Kas Daerah Kabupaten Aceh Tenggara di

Kotacane untuk Pembayaran Biaya Pengadaan Pesawat Helikopter

dan Bantuan Perlakuan Khusus Sebesar Rp.2.695.000.000,-

95. SPMU Nomor : 4734/RT/2001 tanggal 29 September 2001 atas

nama Rekening Kas Daerah Kabupaten Aceh Singkil di Singkil

untuk Pembayaran Biaya Pengadaan Pesawat Helikopter dan

Bantuan Perlakuan Khusus Sebesar Rp.2.677.000.000,-

96. SPMU Nomor : 47235/RT/2001 tanggal 29 September 2001 atas

nama Rekening Kas Daerah Kabupaten Simeuleu di Sinabang

untuk Pembayaran Biaya Pengadaan Pesawat Helikopter dan

Bantuan Perlakuan Khusus Sebesar Rp.2.572.500.000,-

97. Surat Pernyataan Bupati/Ketua DPRD Simeuleu No, :

KU.900/88/2001 tanggal 7 Agustus 2001

98. Surat pernyataan Bupati/Ketua DPRD Aceh Singkil No. :

KU.900/71/2001 tanggal 7 Agustus 2001

99. Surat pernyataan Bupati/Ketua DPRD Aceh Utara No. :

KU.900/2974 tanggal 7 Agustus 2001

100. Surat pernyataan Bupati/Ketua DPRD Aceh Singkil No. :

KU.900/71/2001 tanggal 7 Agustus 2001

101. Surat pernyataan Bupati/Ketua DPRD Selatan tanggal 7 Agustus

2001

Page 70: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

102. Surat pernyataan Bupati/Ketua DPRD Aceh Tenggara No. :

KU.900/32/2001 tanggal 7 Agustus 2001

103. Surat pernyataan Bupati/Ketua DPRD Aceh Barat No. :

KU.900/375/2001 tanggal 7 Agustus 2001

104. Surat pernyataan Bupati/Ketua DPRD Sabang No. :

027/1304/2001 tanggal 7 Agustus 2001

105. Surat pernyataan Bupati/Ketua DPRD Pidie No. : 900/18/2001

tanggal 7 Agustus 2001

106. Surat pernyataan Bupati/Ketua DPRD Aceh Timur No. :

8653a/18/2001 tanggal 7 Agustus 2001

107. Surat pernyataan Bupati/Ketua DPRD Aceh Tengah No. :

KU.900/71/2001 tanggal 7 Agustus 2001

108. 1 (satu) budel foto copy yang telah dilegalisir oleh Sekda

Propinsi NAD, yaitu Surat Perjanjian Pembelian Nomor :

05/KOP/PRJ/VII/2002 tanggal 10 Juli 2002 Pekerjaan :

Pengadaan Helikopter jenis Mi-2 Merk PLC ROSTOV MIL

RUSIA untuk pembda Propinsi Aceh Darussalam.

109. 1 (satu) lembar foto Copy yang telah dilegalisir oleh Sekda

Provinsi NAD, yaitu Berita Acara Penyerahan untuk Sertifikasi

Nomor : 01/BA/KOP/II/2003 tanggal 25 Pebruari 2003.

110. LOI No 553.3/23580 tanggal 28 Juni 2001.

111. Persetujuan Prinsip Pengadaan Helikopter dari DPRD Aceh

No.065/962 tanggal 12 Juni 2002.

112. Penetapan Penunjukkan Bendaharawan Proyek dan Pimpinan

Proyek No. KU.954/155/2002, tanggal 18 Juni 2002.

113. Surat Gubernur NAD No.602/23393 tanggal 29 Juni 2002 perihal

Rekomendasi Penunjukkan langsung.

Page 71: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

114. Keputusan Gubernur NAD No.602.126.2002 tanggal 8 Juli 2002

tentang penunjukkan PT.PPM sebagai pelaksana pengadaan

pesawat Helikopter Mi-21.

115. Saving Account Statement Periode Januari 2001 s/d Desember

2001 dari PT. Bank Bukopin Nomor Tabungan 101038492.

116. Saving Account Statement Periode Januari 2002 s/d Desember

2002 dari PT. Bank Bukopin Nomor Tabungan 101038492.

117. Saving Account Statement Periode Januari 2003 s/d Desember

2003 dari PT. Bank Bukopin Nomor Tabungan 101038492.

118. Saving Account Statement Periode Januari 2004 s/d Desember

2004 dari PT. Bank Bukopin Nomor Tabungan 101038492.

119. Berita Acara Serah Terima No.02/BA/KP/II/2003.

Agar tetap dilampirkan dalam berkas perkara untuk dipergunakan dalam

perkara lain, sedangkan :

120. 1 (satu) buku keputusan Bupati Aceh Barat tentang Penjabaran

Anggaran Pendapatan Kegiatan dan Proyek Perubahan

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah TA 2001.

121. 1 (satu) lembar asli P.T. Bank BPD Aceh No.

CD.3958/AKT/06/2001 tanggal 17 Oktober 2001 ditujukan

kepada Kasda Kabupaten Aceh Barat di Meulaboh yang

ditandatangani oleh Pemimpin Cabang P.T. Bank BPD Aceh

JOHAN ARIFIN, S.H.

122. 1 (satu) lembar asli pembukuan 1.3.4.002 tentang Peny. Uang

DAKCN. 3958/AKT06/2001 tanggal 17 Oktober 2001 sebesar

1.995.000.000 (satu milyar sembilan ratus sembilan puluh

lima juta rupiah)

123. 1 (satu) lembar asli warna hijau muda Surat Tanda Setoran

sebesar Rp.1.995.000.000.-

Page 72: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

124. 1 (satu) lembar asli buku Kas Umum Penerimaan dan

pengeluaran TA 2001 halaman 528.

125. Asli 1 (satu) buah buku Keputusan Bupati Pidie Nomor : 380

tahun 2001 tentang penjabaran Realisasi kegiatan /Pasal dan

Proyek Anggaran pendapatan dan Belanja Daerah Tahun

Anggaran 2001.

126. Asli 1 (satu) buah buku Perubahan Anggaran Pendapatan Dan

Belanja Daerah Kebupaten Pidie Tahun Anggaran 2001

127. Asli 1 (satu) buah Buku Perhitungan Anggaran Pendapatan

Dan Belanja Daerah Kabupaten Pidie Tahun Anggaran 2001.

128. 1 (satu) asli Potongan buku Kas Penerimaan Dan Pengeluaran

tertanggal 27-10-2001 Halaman :543 # tahun anggaran 2001

yang ditandatangani oleh Kabag Keuangan Setda Pidie H.M.

Djamil Gani, S.E., M.Si.

129. 1 (satu) lembar asli Nota Kredit Nomor : 166/08/DJ/IX/2001,

Sigli tanggal 04 Oktober 2001 dari P.T. BANK

PEMBANGUNAN DAERAH ISTIMEWA ACEH CABANG

SIGLI, dengan nilai uang sejumlah Rp. 1.995.000.000,- (satu

milyar sembilan ratus sembilan puluh lima juta rupiah).

130. 1 (satu) Bundel salinan (copy) Peraturan Bupati Aceh Selatan

Nomor 10 tahun 2001 tentang Perubahan APBD TA 2001

beserta lampirannya.

131. 1 (satu) Bundel salinan (opy) Keputusan Bupati Aceh Selatan

No.LU.913/567/ TA 2001 tentang Penjabaran Anggaran

Pendapatan kegiatan dan Proyek perubahan APBD beserta

lampirannya.

132. 1 (satu) lembar Surat perintah membayar uang No. :

00041.RT.2001 . Tapaktuan 03 Desember 2001 dengan nilai

Page 73: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

uang sejumlah Rp.700.000.000,- ( tujuh ratus juta rupiah).

Dengan kertas berwarna biru.

133. 1 (satu) lembar asli surat yang ditujukan kepada Kasda

Kabupaten Aceh Selatan di Tapaktuan dengan jumlah uang

Rp. 1.967.000.000,- ( satu milyar sembilan ratus enam puluh

tujuh juta rupiah) dari P.T. Bank BPD Istimewa Aceh No. :

1388/901/2001 tanggal 03/10/2001.

134. 1 (satu) lembar foto copy sesuai dengan aslinya yang ditanda

tangani oleh Sekda kabupaten Aceh Selatan Drs. H.T. Meurah

Hasan, M.Si. buku Kas Penerimaan dan Pengeluaran

Kabupaten Aceh Selatan TA 2001, hal. 677.

135. 1 (satu) asli Buku BIX Nomor : VIII (delapan) mulai halaman

653 s/d 748 TA 2001 (Buku Kas Umum Penerimaan dan

Pengeluaran).

136. 1 (satu) lembar Nota kredit No221/Akt/2001 tanggal 5

Oktober 2001 yang telah dilegalisir.

137. 1 (satu) lembar asli koran (rekening giro) Bank Pembangunan

Daerah Nomor 1201002.5 atas nama KTR.

WALIKOTAMADYA SABANG periode : 01/10/2001 s/d

31/10/2001.

138. 1 (satu) lembar asli Surat Perintah Membayar Uang Nomor :

165/RT/2001 tanggal 31 Desember 2001 yang ditanda tangani

oleh Kabag Keuangan Setda Sabang Sdr. Ramelan Janas, S.E.,

senilai Rp. 700.000.000,- (tujuh ratus juta rupiah).

139. 1 (satu) buku Keputusan Walikota Sabang No. : 603 Tahun

2001 tentang Penjabaran Perhitungan Anggaran Pendapatan,

Kegiatan/Pasal dan Proyek APBD TA 2001

Page 74: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

140. 1 (satu) asli buku keputusan walikota Sabang Nomor :

679/KEP/2001 tentang Penjabaran Perhitungan Anggaran

Pendapatan, Kegiatan/Pasal dan Proyek APBD TA 2001

Dikembalikan kepada orang dari siapa barang bukti tersebut disita.

e. Menetapkan agar terdakwa Ir.H.ABDULLAH PUTEH, M.Si,

membayar biaya perkara sebesar Rp. 10.000,- (sepuluh ribu rupiah)

5. Pembelaan terdakwa dan penasehat Hukum

Nota pembelaan dari terdakwa yang pada pokoknya sebagai berikut ;

a. Bahwa KPK tidak berwenang melakukan penyidikan penyidikan dan

penuntutan, terhadap perkara yang terjadi sebelum tanggal 27

Desember 2002 (saat Undang-Undang KPK) ditetapkan ;

b. Bahwa dakwaan penuntut umum tidak terbukti;

Nota pembelaan dari penasehat hukum terdakwa,yang pada pokoknya

sebagai berikut;

a. Menerima pembelaan dari tim penasehat hukum terdakwa

Ir.H.ABDULLAH PUTEH,Msi,;

b. Menyatakan dakwaan demikian juga akibat hukumnya dengan

tuntutan pidana penuntut umum pada KPK tidak dapat diterima;

c. Menyatakan terdakwa Ir.H.ABDULLAH PUTEH,Msi, tidak terbukti

secara sah dan menyakinkan melanggar Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 ayat

(1) huruf a,b, ayat (2),(3) Undang-Undang No 31 tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo.UU No.20 tahun 2001

tentang perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 jo. Pasal 55 Ayat (1)

ke- 1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP jo. Pasal 3 jo.Pasal 18 ayat (1)huruf

a,b, ayat (2),(3), Undang-Undang No 31 tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo.UU No.20 tahun 2001

Page 75: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

tentang perubahan atas UU No.31 tahun 1999 jo. Pasal55 ayat (1) ke-i

jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP;

d. Membebaskan terdakwa Ir.H.ABDULLAH PUTEH,Msi, dari setiap

dan semua dakwaan;

e. Mengembalikan dan merehabilitasi nama baik terdakwa pada harkat

dan martabatnya semula;

f. Membebankan biaya perkara terhadap negara.

6. Penerapan Dissenting Opinion Terhadap Putusan Yang Dijatuhkan

oleh Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Dalam Perkara

Korupsi Pengadaan Helikopter Dengan Terdakwa Ir. H. Abdullah

Puteh

Menimbang, bahwa pada Putusan Sela

No.01/Pid.B/TPK/2004/PN.JKT.PST. tanggal 10 januari 2005 pada

pertimbangan hukum pada poin 1, tentang penangguhan dengan alasan

Preaiudideell Ceschill, di mana pada pertimbangan hukumnya antara lain

sebagai berikut:

"Bahwa di situ pihak, perkara yang kita hadapi sekarang ini adalah

perkara pidana yaitu perkara Tindak Pidana Korupsi, dan di lain pihak

perselisihan hukum (Pre-ludicieell Geschill) yang dijadikan alasan

keberatan Terakwa dan Penasihat Hukumnya adalah bahwa objektum litis

sebagai titik preajudicieell mengenai kewenangan KPK yang berlaku

surut, masih dalam proses pemeriksaan (hak uji materil ) di Mahkamah

Konstitusi sesuai dengan Nomor register 069/PUU-ll/ 2004 tanggal 11

Nopember 2004, sedangkan pemeriksaan prosesual kewenangan KPK

memiliki objectum litis yang sama pada proses persidangan perkara

pidana terhadap Terdakwa sekarang ini."

Page 76: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

"Bahwa dengan hal-hal yang mempertimbangkan di atas pemeriksaan

perkara ini tetap dilanjutkan sepanjang belum ada putusan Mahkamah

Konstitusi yang menyatakan lain."

Menimbang, bahwa perkara No.069/PUU-ll/2004 telah diputus oleh

Mahkamah Konstitusi tanggal 15 Februari 2005, di dalam pertimbangan

hukumnya Mahkamah Konstitusi, mempertimbangkan secara sistimatis

kaitan Pasal 68, 72 dan Pasal 70 sebagai berikut:

a. Pasal 72 Undang-Undang KPK yang berada di bawah judul Bab

Ketentuaan Penutup, selengkapnya berbunyi: Undang-Undang ini

berlaku pada tanggal diundangkan, tanggal pengundangan Undang-

Undangan dimaksud adalah 27 Desember 2002. Dengan rumusan

Pasal 72 tersebut jelas bahwa Undang-Undang KPK berlaku kedepan

(prospective) yaitu sejak tanggak 27 Desember 2002, artinya

keseluruhan Undang-Undang a quo hanya dapat diberlakukan

terhadap peristiwa pidana yang tempus delictinya terjadi sebelum

Undang-Undang a quo diundangkan. Secara argumentum a contrario

Undang-Undang ini tidak berlaku terhadap peristiwa pidana yang

tempus delictinya terjadi sebelum Undang-Undang a quo

diundangkan;

b. Pasal 70 Undang-Undang KPK menyatakan bahwa " Komisi

Pemberantasan Korupsi melaksanakan tugas dan wewenangnya paling

lambat 1 ( satu ) tahun setelah Undang-Undang ini di undangkan ".

Pasal ini adalah mengatur tentang saat KPK mulai melaksanakan

tugas dan wewenangnya yaitu paling lambat 1 (satu) tahun setelah

Undang-Undang a quo diundangkan. Undang-Undang a quo

diundangkan pada tanggal 27 Desember 2002 sekaligus berarti saat itu

pulalah KPK melaksanakan tugas dan wewenangnya;

c. Pasal 68 Undang-Undang KPK, yang berada di bawah Bab ketentuaan

Peralihan (Bab XI) menyatakan semua tindakan penyelidikan,

penyidikan dan penuntutan Tindak Pidana Korupsi yang proses

Page 77: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

hukumnya belum selesai pada saat terbentuknya Komisi

Pemberantasan Korupsi berdasarkan ketentuan sebagaimana yang

dimaksud dalam Pasal 9 dan seterusnya;

Menimbang, bahwa dari pertimbangan Mahkamah Konstitusi

tersebut di atas yang menjadi pokok persoalan hukum yang harus

dipertimbangkan dalam perkara ini a quo perkara Ir. H. Abdullah Puteh,

M.Si adalah:

a. Apakah KPK mengambil alih proses hukum yang sebelumnya

dilakukan oleh Lembaga Kepolisian dan Kejaksaan atau tidak;

b. Kapan tempus delicti peristiwa pidana terjadi a quo Ir. H. Abdullah

Puteh, M.Si;

Menimbang, bahwa pertama-tama kami akan pertimbangkan, apakah

KPK telah mengambil alih proses hukum yang dilakukan sebelumnya

oleh Kepolisian dan Kejaksaan atau tidak;

Menimbang, bahwa berdasarkan Berita Acara Penyidikan oleh KPK

No.BP/01 .Xl/ 2004/KPK tanggal 29 Nopember 2004, terlihat bahwa

KPK melakukan tindakan penyidikan berdasarkan laporan kejadian

Korupsi No.LKK/02/VI/2004/KPK tanggal 25 Juni 2004, yang dilaporkan

oleh AKBP Yurod Saleh, Penyidik pada Sat Gas KPK (Komisi

Pemberantasan Korupsi), dan berdasarkan laporan tersebut KPK

melakukan penyidikan terhadap perkara Tindak Pidana Korupsi yang

dilakukan oleh Ir. H. Abdullah Puteh, M.Si., dengan dasar Surat Perintah

Penyidikan No. Sprint-DIK/02/VI/2004/P.KPK tanggal 29 Juni 2004, dan

selanjutnya dilakukan Penuntutan oleh KPK dengan melimpahkan

perkara ini ke Pengadilan dengan Surat Dakwaan

No.01/TUT.KPK/XII/2004 yang terdaftar di Pengadilan Tindak Pidana

Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan

No.01/Pid.B/TPK/2004/PN.JKT.PST.

Page 78: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

Menimbang, bahwa Terdakwa dipersidangan juga menerangkan bahwa ia

sebelumnya belum pernah diperiksa oleh Kepolisiaan atau Kejaksaan

dalam perkara ini;

Menimbang, bahwa di dalam berita acara penyidik tersebut juga tidak

ditemukan Surat atau bukti lainnya, bahwa penyidik KPK melakukan

proses a quo dalam perkara ini dengan cara pengambil alihan proses

hukum yang belum selesai yang dilakukan oleh Lembaga Kepolisian atau

Kejaksaan, yang juga berwenang melakukan proses hukum penyidikan

tindak pidana korupsi, yang telah ada sebelum KPK terbentuk.

Menimbang, bahwa dengan demikian KPK dalam perkara a quo, dalam

melakukan proses hukum murni menggunakan kewenangan berdasarkan

Pasal 6 c, dan bukan berdasarkan Pasal 68 Undang-Undang No. 30 tahun

2002 Tentang Komisi Pemberantas Tindak Pidana Korupsi.

Menimbang bahwa berdasarkan Dakwaan Penuntut Umum dan dikuatkan

oleh saksi-saksi dan Terdakwa serta bukti surat, terbukti dari rentetan

peristiwa tersebut tempus delictinya telah terjadi beberapa tindak pidana

sejak Februari 2002 sampai 5 Nopember 2002 sebelum KPK terbentuk

tanggal 27 Desember 2002;

Menimbang, bahwa meskipun ada rentetan peristiwa pidana yang di

dalamnya terdapat perbuatan melawan hukum yang juga terjadi setelah

tanggal 27 Desember 2002, hal tersebut tidaklah dapat dipisah-pisahkan,

karena sesuai dengan Dakwaan Penuntut Umum di mana Terdakwa

didakwa melakukan tindak pidana Korupsi yang dilakukan secara

bersama-sama sebagai perbuatan berlanjut (lihat dakwaan baik Primair

maupun subsidair);

Menimbang, bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, KPK murni

melakukan proses hukum berdasarkan Pasal 6 c, bukan pengambilalihan

proses hukum yang belum selesai berdasarkan Pasal 68 Undang-Undang

No.30 Tahun 2002 dan tempus delicti nya terjadi a quo perkara Ir. H.

Page 79: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

Abdullah Puteh, M.Si. sebelum tanggal 27 Desember 2002 (sebelum KPK

terbentuk), maka kewenangan KPK dalam melakukan penyelidikan,

penyidikan dan penuntutan berlaku ketentuan Pasal 70 jo. Pasal 72

Undang-Undang No.30 Tahun 2002, di mana kewenangan KPK berlaku

ke depan (prospective), yaitu sejak tanggal 27 Desember 2002 (Undang-

Undang diundangkan). Artinya keseluruhan Undang-Undang a quo hanya

dapat diperlakukan terhadap peristiwa pidana yang tempus delictinya

terjadi setelah Undang-Undang dimaksud diundangkan. Secara

agumentum a contrario, Undang-Undang ini tidak berlaku terhadap

peristiwa pidana yang tempus delictinya terjadi sebelum Undang-Undang

a quo diundangkan, kecuali dalam hal penerapan Pasal 68

(pengambilalihan hukum yang belum selesai) dan harus memenuhi

ketentuan Pasal 9 Undang-Undang No. 30 Tahun 2002;

Menimbang, bahwa sebab kami mempertimbangkan kewenangan KPK

karena menurut salah satu asas KPK sebagaimana tersebut dalam Pasal 5

Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 adalah kepastian hukum,

proporsionalitas dan demikian juga menurut penjelasan umum Undang-

Undang No. 30 tahun 2002 pada alinea VI, pengaturan kewenangan

KPKdilakukan secara berhati-hati agar tidak terjadi tumpangtindih

kewenangan dengan berbagai instansi;

Menimbang, bahwa adapun instansi yang berwenang melakukan

penyelidikan, penyidikan menurut Pasal 6 ayat (1) huruf a KUHAP

adalah Polri, sedangkan Jaksa diatur dalam Pasal 284 ayat (2) KUHAP jo.

Pasal 17 PP No. 27 Tahun 1983;

Menimbang, bahwa terhadap kewenangan (kompetensi) tersebut di-

pertimbangkan, karena menyangkut hukum acara dan hukum acara

merupakan ketentuan hukum yang baku tidak dapat ditafsirkan lain, selain

ditentukan dalam Undang-Undang tersebut;

Menimbang, bahwa setiap Tersangka berhak diselidiki, dan disidik di atas

landasan sesuai dengan hukum acara, tidak boleh undue process, hak due

Page 80: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

process dalam tindakan penegakan hukum bersumber dari cita-cita

Negara hukum yang menjunjung tinggi supremasi hukum (the law is

supreme) yang menegaskan "kita diperintah oleh hukum dan bukan oleh

orang (government of law and not of men). Konsep due process dikaitkan

dengan landasan menjunjung tinggi supermasi hukum". Di dalam

menangani tindak pidana tidak seorangpun berada dan menempatkan diri

di atas hukum (No one is above the law) dan hukum harus diterapkan

kepada siapapun berdasar prinsip perlakuan dan dengan cara yang jujur

(fait manner). Esensi due process: setiap penegakan dan penerapan

hukum pidana sesuai dengan "persyaratan konstitusional" serta harus

"menaati hukum". Due process tidak "membolehkan pelanggaran"

terhadap suatu bagian ketentuan hukum dengan dalih menegakkan bagian

hukum lain.

Menimbang bahwa penyelesaian Tindak Pidana Korupsi harus didasarkan

atas ketentuan dan procedure yang berlaku, menyandarkan diri "Rule of

Law", bahwa penyimpangan Hukum Acara Pidana (Umum) masih harus

bergerak dalam batas yang diakui oleh prinsip dalam Negara Hukum.

Selanjutnya dalam symposium Tracee Baru pada tahun 1966 mengenai

Indonesia Negara hukum, adanya 3 (tiga) ciri dari unsur utama dalam

Negara hukum Indonesia, yaitu:

a. Pengakuan dan Perlindungan Hak Asasi Manusia;

b. Peradilan bebas dan tidak memihak;

c. Legalitas dalam arti hukum baik formil maupun materiil;

Menimbang, bahwa Oemar Senoadji, (2007:32) berpendapat suatu

perUndang-Undangan mengenai Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

dalam aspek hukum Pidana materiil maupun Hukum Acara Pidana dalam

Negara hukum Indonesia; berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 dan

Pancasila; tidak akan meninggalkan hak azasi manusia dan prinsip

legalitas, yang dalam Negara hukum manapun dipandang sebagai

Page 81: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

palladium dari kepastian hukum, apa lagi sistem Peradilan bebas, dari

factor extra-judisiel dan dari paksaan ("compulsion") dan jauh dari

tekanan, direktiva atau rekomendasi dari executive dan legislative;

Menimbang, bahwa sebagaimana diketahui fungsi Peradilan tidak lain

dalam rangka memeriksa dan mengadili perkara untuk mewujudkan

kebenaran dan keadilan (to enforce the truth justice) atau menemukan

keadilan menurut hukum (Legal Justice) yaitu suatu keadilan yang

diwujudkan berdasarkan sistem hukum yang dianut (according to legal

system), jadi suatu keadilan yang lahir dari proses peradilan sesuai dengan

hukum acara yang berlaku (dueprocess);

Menimbang, bahwa dengan demikian proses peradilan bukan semata-

mata menemukan keadilan moral (not moral justice) yang lepas dalam

kaitan penyelesaian perkara ataupun sistem hukum yang dianut, maka

keadilan diharapkan harus didasarkan pada ketentuan yang terdapat dalam

Undang-Undang dan berbagai peraturan lainnya yang mengatur

kewenangan Majelis untuk memeriksa dan mengadili perkara ini,

sehingga proses penegakan hukum dilakukan secara professional dan

proporsionalitas sehingga diharapkan diperoleh keadilan yang

sebenarnya;

Menimbang, bahwa Hakim adalah tangan keadilan, bukan algojo bagi

sekedar nafsu hukum, tangan keadilan Hakim bukan saja untuk

memuaskan khalayak ramai, atau korban, tetapi juga keadilan untuk

pelaku dan keluarganya, rasa malu, tercoreng yang mungkin akan

dikenang turun temurun merupakan faktor sosiologis yang harus

dipertimbangkan. Keadilan Hakim adalalh keadilan Komprenhensif,

bukan keadilan sesaat atau untuk kepentingan tertentu (Sambutan Ketua

Mahkamah Agung R.I. pada pembukaan Rapat Kerja Nasional tanggal

27-30 September 2004 halaman 4 dan 5);

Menimbang, bahwa Hakim dalam hal tertentu juga tidak kaku dalam

menerapkan hukum hal ini terbukti dalam putusan sela, eksepsi lainnya

Page 82: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

dari Penasihat Hukum yang lainnya tidak mendasar, telah

dikesampingkan;

Menimbang, bahwa karena tentang kewenangan suatu lembaga penegak

hukum adalah kaitan dengan HAM, dan dalam hukum acara pidana

merupakan hal yang mendasar suatu proses penegakan hukum;

Menimbang, bahwa dengan adanya kewenangan KPK yang berlaku

kedepan atau Prospective sebagaimana pertimbangan Mahkamah

Konstitusi tersebut dan juga uraian-uraian tersebut di atas di mana dalam

penegakan hukum harus didasarkan hukum acara yang berlaku (due

process), maka berarti KPK tidak berwenang melakukan penyelidikan

atau penyidikan terhadap tindak pidana yang tempus delictinya yang

terjadi sebelum KPK terbentuk, in casu tindak pidana yang dilakukan

oleh Terdakwa Ir. H. Abdullah Puteh, M.Si. sebelum tanggal 27

Desember 2002 (Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 diundangkan);

Menimbang, bahwa oleh karena KPK tidak berwenang melakukan

penyelidikan dan penyidikan, maka Berita Acara yang dibuat oleh KPK

dinyatakan tidak sah, sehingga Surat Dakwaan a quo yang berasal dari

Berita Acara yang tidak sah menyebabkan surat dakwaan tersebut tidak

sah pula atau tidak dapat diterima sebagai dasar pemeriksaan perkara

tindak pidana korupsi atas nama Terdakwa Ir. H. Abdullah Puteh, M.Si.,

dengan demikian Penahanan yang dilakukan oleh KPK terhadap

Terdakwa juga tidak sah;

Demikianlah pendapat dari Hakim Ketua dan Hakim Anggota I yang

berbeda pendapat dengan Hakim-Hakim Anggota lainnya dalam

musyawarah untuk mengambil keputusan, dan pendapat ini merupakan

satu kesatuan dengan putusan ini, sebagaimana yang dimaksud Pasal 19

ayat (5) Undang-Undang No. 4 Tahun 2002 Tentang Kekuasaan

Kehakiman.

7. Putusan Hakim

Page 83: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

Berdasarkan pembuktian yang diperoleh dalam persidangan yang

berupa keterangan baik dari Terdakwa maupun dari saksi-saksi, maka

Hakim menjatuhkan putusan sebagai berikut :

MENGADILI

a. Menyatakan terdakwa Ir.H.ABDULLAH PUTEH, MSi , terbukti

secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana

Korupsi;

b. Menjatuhkan pidana oleh karenanya terhadap terdakwa

Ir.H.ABDULLAH PUTEH, Msi., dengan pidana penjara selama 10

(sepuluh) tahun dan denda sebesar Rp. 500.000.000,00 ( lima ratus

juta rupiah), subsider 6 (enam) bulan kurungan;

c. Menghukum terdakwa Ir.H.ABDULLAH PUTEH, Msi., untuk

membayar uang pengganti sebesar Rp. 3.687.500.000,00 ( tiga milyar

enam ratus delapan puluh tujuh juta lima ratus ribu rupiah), selambat-

lambatnya 1 (satu) bulan setelah putusan ini memperoleh kekuatan

hukum tetap, subsider 1 (satu) tahun pidana penjara;

d. Memerintahkan Terdakwa tetap berada dalam tahanan;

e. Memerintahkan barang-barang bukti berupa surat-surat dan berkas-

berkas sebagaimana tercantum dalam daftar bukti, dikembalikan

kepada Penuntut Umum untuk keperluan lain;

f. Menghukum terdakwa Ir.H.ABDULLAH PUTEH, Msi., untuk

membayar biaya perkara sebesar Rp. 10.000,00 (sepuluh ribu rupiah).

Demikian diputuskan dalam rapat permusyawaratan Majeis Hakim

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta

Pusat pada Hari: Senin, tanggal 20 Maret 2005 oleh kami: KRESNA

MENON.,S.H.,M.Hum., sebagai Ketua Majelis, GUSRIAL, S.H.,

Drs.H.DUDU DUSWARA, S.H.,M.Hum., I MADE HENDRA

KUSUMA, S..H., M.Hum., dan H.ACHMAD LINON, S.H., masing-

Page 84: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

masing sebagai Hakim Anggota. Putusan mana diucapkan dalam

sidang terbuka untuk umum pada Hari Senin, tanggal 11 April 2005,

oleh Majelis Hakim tersebut, dengan didampingi oleh HADI

SUKMA, S.H., DAN SUSILAWATI, S.H., sebagai Panitera

Pengganti, dan dihadiri oleh KHAIDIR RAMLI, S.H., YESSI

ESMIRALDA, S.H. dan WISNU BAROTO, S.H., M.Hum., sebagai

Penuntut Umum dan tanpa dihadiri Terdakwa dan Penasihat

Hukumnya.

8. Pembahasan

Dalam KUHAP diatur mengenai tingkatan pemeriksaan suatu

perkara pidana. Tahapan tingkat pemeriksaan tersebut terdiri atas tahap

pemeriksaan pendahuluan dan tahap pemeriksaan di sidang pengadilan.

Apabila pemeriksaan sidang dinyatakan selesai seperti yang diatur dalam

Pasal 182 ayat (1) KUHAP, tahap proses persidangan selanjutnya ialah

penuntutan, pembelaan, dan jawaban. Tibalah saatnya hakim ketua

mejelis menyatakan “ pemeriksaan dinyatakan ditutup”. Pernyataan

inilah yang mengantar persidangan ke tahap musyawarah hakim, guna

menyiapkan putusan yang akan diajukan pengadilan.

Sebenarnya, dari tahap-tahap tingkat pemeriksaan tersebut yang

paling ditunggu-tunggu ialah keluarnya putusan hakim. Putusan

pengadilan merupakan pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang

terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala

tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam Undang-

Undang.

Pengambilan putusan dalam perkara pidana diatur dalam Pasal

182 ayat 4 KUHAP. Untuk menentukan suatu putusan perlu diadakan

musyawarah terlebih dulu oleh majelis hakim, dalam musyawarah

tersebut didasarkan atas surat dakwaan dan segala sesuatu yang terbukti

dalam pemeriksaan di sidang. Dalam musyawarah tersebut, hakim ketua

Page 85: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

majelis memberi kesempatan kepada setiap anggota majelis untuk

memberikan pendapat disertai dengan alasannya dan yang memberi

pendapat terakhir ialah ketua majelis (Pasal 182 ayat 5 KUHAP).

Pada asasnya putusan yang dikeluarkan majelis hakim tersebut

merupakan hasil permufakatan bulat. Namun, apabila setelah diusahakan

dengan sungguh-sungguh tidak dapat dicapai kesepakatan, maka berlaku

ketentuan bahwa putusan yang diambil merupakan putusan yang diambil

dengan suara terbanyak, jika suara terbanyak tidak juga dapat terpenuhi

maka putusan yang dipilih adalah pendapat hakim yang paling

menguntungkan bagi terdakwa (Pasal 182 ayat 6 KUHAP ).

Apabila putusan diambil seperti ketentuan dalam ayat (6)

tersebut, maka dicatat dalam buku himpunan putusan yang disediakan

khusus untuk keperluan itu dan isi buku tersebut sifatnya rahasia.

Dikaitkan dengan munculnya pranata dissenting opinion , di

dalam KUHAP belum mengaturnya, karena pranata tersebut belum lama

dikenal di Indonesia dan belum banyak diterapkan dalam peradilan di

Indonesia. Pasal 182 Ayat (6) KUHAP, Hukum Acara (Pidana) Indonesia

masih mengandalkan sistem tertutup dan rahasia berdasarkan pendekatan

konservatif. Adanya suatu putusan harus dilandasi suatu permufakatan

bulat, kecuali apabila dengan sungguh-sungguh permufakatan bulat tidak

dapat dicapai, maka putusan diambil dengan suara terbanyak dengan tetap

memperhatikan prinsip In Dubio Proreo (yang paling menguntungkan

terdakwa), bahkan penjelasan Pasal tersebut menegaskan bahwa

dissenting opinion tersebut dicatat dalam berita acara sidang majelis yang

bersifat rahasia. Seolah, dissenting opinion yang terbuka dianggap hal

yang tabu saja(Indriyanto seNo Adji, 2001).

Dengan diaturnya dissenting opinion oleh Undang-Undang No. 4

Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman dan Undang-Undang No. 5

Page 86: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung, maka hakim menjadi lebih

berani dalam menerapkan dissenting opinion dalam proses pengambilan

putusan.. Kasus korupsi pengadaan helikopter dengan terdakwa Abdulah

Puteh, merupakan salah satu contoh penerapan disseneting opinion.

Majelis hakim Pengadilan Tipikor menyatakan bahwa terdakwa

Abdulah Puteh bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan

menjatuhkan pidana penjara selama 10 (sepuluh ) Tahun dan denda

sebesar Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah), subsider 6 (enam )

bulan kurungan. Majelis hakim terdiri dari 5 orang, yaitu 1 orang hakim

ketua dan 4 orang hakim anggota.

Adanya dissenting opinion dalam pemeriksaan perkara korupsi pengadaan

Helikopter tersebut, bisa diketahui dari adanya perbedaan pendapat dari 2

orang hakim, yaitu Hakim ketua dan Hakim anggota I. Perbedaan

pendapat tersebut terjadi dalam musyawarah untuk mengambil keputusan.

Perbedaan pendapat tersebut merupakan satu kesatuan dengan keputusan

sebagai mana yang dimaksud Pasal 19 ayat (5) Undang-Undang No 4

tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. Di dalam Pasal 30 ayat (4)

UU No. 5 tahun 2004 tentang Mahkamah Agung disebutkan bahwa dalam

hal sidang permusyawaratan tidak dapat dicapai mufakat bulat, pendapat

hakim agung yang berbeda wajib dimuat dalam putusan.

Hakim Ketua, KRESNA MENON dan Hakim Anggota I

GUSRIAL, berpendapat bahwa kewenangan KPK adalah berlaku kedepan

atau Prospective. Hal tersebut didasarkan kepada pertimbangan

Mahkamah Konstitusi. Kresna Menon dan Gusrial juga berpendapat KPK

tidak berwenang melakukan penyelidikan atau penyidikan terhadap tindak

pidana yang tempus delictinya yang terjadi sebelum KPK terbentuk, in

casu tindak pidana yang dilakukan oleh Terdakwa Ir. H. Abdullah Puteh,

M.Si. sebelum tanggal 27 Desember 2002 (Undang-Undang No. 30

Tahun 2002 diundangkan).

Page 87: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

Selanjutnya karena KPK tidak berwenang melakukan penyelidikan

dan penyidikan, maka Berita Acara yang dibuat oleh KPK dinyatakan

tidak sah, sehingga Surat Dakwaan a quo yang berasal dari Berita Acara

yang tidak sah menyebabkan surat dakwaan tersebut tidak sah pula atau

tidak dapat diterima sebagai dasar pemeriksaan perkara tindak pidana

korupsi atas nama Terdakwa Ir. H. Abdullah Puteh, M.Si.. Dengan

demikian Penahanan yang dilakukan oleh KPK terhadap Terdakwa

Abdullah Puteh juga dianggap tidak sah.

Praktek pengadilan yang melarang hakim mengeluarkan

dissenting opinion dapat pula diketahui dalam Buku II Pedoman

Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan yang dikeluarkan oleh

Mahkamah Agung. Dalam Buku II tersebut diatur bahwa dalam hal dua

pendapat yang sama, hakim yang kalah suara seyogyanya menerima

pendapat tersebut. Selanjutnya, diatur bahwa hakim yang kalah suara

dapat menuliskan pendapatnya dalam sebuah buku ( catatan hakim)

khusus yang dikelola oleh ketua pengadilan negeri dan bersifat rahasia.

Meskipun ketentuan itu bukan paksaan, tetapi hanya sebatas anjuran,

anggota majelis hakim tetap terikat dengan ketentuan Mahkamah Agung.

Menurut Pasal 19 ayat 3 UU No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan

Kehakiman, sebelum hakim mengambil keputusan akan diadakan

musyawarah hakim terlebih dahulu dimana musyawarah tersebut bersifat

rahasia. Musyawarah tersebut harus didasarkan pada surat dakwaan dan

segala sesuatu yang terbukti dalam sidang pemeriksaan di pengadilan. Dalam

sidang permusyawaratan, setiap hakim menyampaikan pertimbangan atau

pendapat tertulis terhadap perkara yang sedang diperiksa. Pertimbangan atau

pendapat tertulis hakim tersebut menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari

putusan (Pasal 19 ayat 4 UU No. 4 Tahun 2004). Pencantuman dasar dan

pertimbangan hukum dalam sebuah putusan sangatlah penting, karena tanpa

adanya suatu dasar dan pertimbangan hukum maka dapat menyebabkan

putusan tersebut batal demi hukum.

Page 88: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

Praktek peradilan di Indonesia menentukan asas pemeriksaan dan

memutus perkara dengan hakim majelis, kecuali undang-undang menentukan

lain. Terhadap perkara pidana pada umumnya majelis terdiri dari tiga orang

atau lima orang hakim yang dipimpin satu orang hakim sebagai ketua majelis

dan hakim lainnya sebagai anggota majelis. Pemeriksaan dan putusan oleh

hakim tunggal hanya berlaku untuk perkara tindak pidana anak, tindak pidana

ringan, dan pra peradilan atau dapat juga dilakukan setelah mendapat izin

Ketua Mahkamah Agung (Penetapan Ketua Mahkamah Agung) karena alasan

kekurangan hakim.

Penerapan sistem majelis dalam memeriksa dan memutus perkara

pidana mempunyai beberapa kelemahan, salah satunya ialah ada

kemungkinan seorang hakim tidak mendalami suatu perkara dan

menyerahkan tanggung jawab tersebut pada hakim yang lainnya. Dengan

begitu, putusan yang diambil hanya didasarkan pada pendapat anggota yang

ditugasi mendalami perkara atau pada hakim yang rajin mendalami perkara

tersebut. Potensi kelemahan ini makin besar ketika ada ketua majelis hakim

yang menyerahkan tanggungjawab tersebut pada anggota majelis.

Pasal 19 ayat 4 UU No. 4 Tahun 2004 Tentang kekuasaan menyebutkan

bahwa setiap hakim wajib untuk menyampaikan pertimbangan atau pendapat

tertulis terhadap perkara yang ia periksa dan pertimbangan tersebut menjadi

bagian yang tidak terpisahkan dalam putusan. Hal ini menandakan bahwa

setiap hakim baik berkedudukan sebagai ketua majelis maupun sebagai

anggota majelis diwajibkan untuk mendalami suatu perkara dengan sungguh-

sungguh dan tidak boleh bergantung pada hakim yang lain.

Adanya kewajiban bagi setiap hakim yang menyidangkan perkara untuk

memberikan pertimbangan dan pendapat tertulis mengakibatkan majelis

hakim tersebut mempunyai pendapat sendiri-sendiri. Dengan keadaaan seperti

itu, ada kemungkinan pendapat para hakim sama diantara satu dengan yang

Page 89: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

lain. Namun, ada juga kemungkinan hakim saling berbeda pendapat

(dissenting opinion) satu dengan yang lain.

Dissenting opinion merupakan opini atau pendapat yang dibuat oleh

satu atau lebih anggota majelis hakim yang tidak setuju (disagree) dengan

keputusan yang diambil oleh mayoritas anggota majelis hakim (Pontang

Moerad, 2005: 111). Dengan demikian Esensi dari suatu dissenting opinion

adalah penolakan anggota majelis (minoritas) terhadap putusan (yang telah

disepakati mayoritas).

Ada beberapa kemungkinan terjadinya dissenting opinion yang pertama

ialah perbedaan mulai dari dasar-dasar pertimbangan sampai pada putusan hal

ini terjadi ketika ada hakim yang dalam dasar pertimbangan dan bentuk

putusan yang ia keluarkan berbeda dengan hakim yang lain., kedua perbedaan

pada dasar-dasar pertimbangan tetapi tidak ada perbedaan pada putusan,

ketiga ialah ada persamaan-persamaan pertimbangan tetapi berbeda putusan

(Bagir Manan, 2006: 14).

B. Implikasi Dissenting Opinion Terhadap Putusan Yang Dijatuhkan oleh

Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Dalam Perkara Korupsi

Pengadaan Helikopter Dengan Terdakwa Ir. H. Abdullah Puteh

Di dalam proses pengambilan putusan perkara korupsi pengadaan

helikopter dengan terdakwa Ir. H. Abdullah Puteh di Pengadilan Tindak

Pidana Korupsi, ada perbedaan pendapat di antara lima anggota majelis

hakim. Dua hakim anggota yaitu, KRESNA MENON.,S.H.,M.Hum., sebagai

Ketua Majelis dan GUSRIAL, S.H., sebagai hakim anggota I berpendapat

bahwa Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tidak berwenang

melakukan penyidikan terhadap perkara korupsi dengan terdakwa Ir. H.

Abdullah Puteh. Sebaliknya tiga hakim anggota lainnya, yaitu Drs.H.DUDU

DUSWARA, S.H.,M.Hum., I MADE HENDRA KUSUMA, S..H., M.Hum.,

dan H.ACHMAD LINON, S.H tidak berpendapat seperti itu.

Page 90: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

Implikasi dari adanya perbedaan pendapat diantara lima hakim yang

memeriksa perkara korupsi pengadaan Helikopter terhadap putusan yang

dijatuhkan terhadap terdakwa Abdullah Puteh adalah bahwa putusan

didasarkan kepada suara terbanyak. Dengan demikian putusan ditentukan

berdasarkan suara mayoritas diantara lima anggota majelis hakim.

Sebagaimana disebutkan di atas bahwa diantara lima anggota majelis hakim

yang memeriksa perkara korupsi Abdullah Puteh, hanya dua orang hakim

anggota yang menyatakan perbedaan pendapat, sedangkan tiga orang hakim

anggota lainnya sepakat.

Ratio antara jumlah hakim yang berbeda pendapat dengan hakim yang

sepakat adalah dua berbanding tiga. Dengan demikian tiga suara hakim

anggota merupakan mayoritas. Dengan suara mayoritas ini, maka terdakwa Ir.

H. Abdullah Puteh oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dinyatakan

bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana didakwakan oleh

Jaksa Penuntut Umum.

Pada asasnya putusan dalam musyawarah majelis hakim merupakan

hasil permufakatan bulat, kecuali apabila telah diusahakan dengan sungguh-

sungguh tidak juga dicapai kata mufakat, maka putusan diambil dengan suara

terbanyak. Apabila suara terbanyak tidak juga diperoleh maka putusan yang

diambil adalah pendapat hakim yang paling menguntungkan bagi terdakwa.

Untuk pendapat hakim yang berbeda wajib dimuat dalam putusan, hal

tersebut tersurat dalam Pasal 19 ayat (5) UU No. 4 Tahun 2004 Tentang

Kekuasaan Kehakiman. Dengan demikian, dapat diketahui proses

pengambilan putusan tersebut, apakah merupakan permufakatan bulat atau

ada hakim yang berbeda pendapat.

Dengan berlakunya prinsip dissent, maka setiap anggota majelis mampu

menjelaskan dan mengambil peranan aktif, dengan mengajukan keberatan

atau argumentasinya terhadap keputusan yang diambil. Dengan demikian,

keputusan yang diambil bukanlah keputusan kompromistis, tetapi suatu

Page 91: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

putusan yang memiliki keragaman pemikiran dan kebenaran. Meskipun

keberatan dan argumentasi dari minoritas anggota majelis hakim itu tidak

akan mempengaruhi putusan yang telah diambil oleh majelis hakim mayoritas

dengan suara terbanyak(pontang Moerad, 2005,112)

Adanya pranata dissenting opinion atau pencantuman perbedaan

pendapat diantara majelis dalam pengambilan putusan sehingga ada hakim

minoritas yang menolak putusan hakim mayoritas dan dimuat dalam putusan

membuat masyarakat dapat menilai kemampuan dan kredibilitas seorang

hakim. Hakim yang berani mempertahankan pendapatnya walaupun berbeda

dengan putusan yang mempunyai kekuatan hukum menunjukkan bahwa

hakim tersebut sungguh-sungguh dalam mendalami suatu perkara. Hakim

tersebut pasti mempunyai dasar yang kuat didalam pertimbangannya sehingga

ia tetap mempertahankan pendapatnya tersebut. Walaupun, harus disadari

bahwa pendapat hakim yang berbeda tidak menentukan benar tidaknya

pendapat tersebut, tetapi obyektivitas pendapat tersebut diserahkan kepada

publik, baik kalangan akademis, praktisi maupun justiabelen melalui cara

eksaminasi terhadap putusan hakim.

Putusan yang dibuat oleh hakim berdasarkan obyektivitas perkara yang

dihadapinya, maka hakim dalam hal ini tidak merasakan suatu kekhawatiran

dari segala impact maupun efek putusan yang dibuatnya, karena ia dapat

mempertanggungjawabkannya berdasarkan integritas, kejujuran, dan

kapabelitas yang melekat pada dirinya (Indriyanto Seno Adji dalam Subagio

Gigih Wijaya, 2007: 1).

Menurut Subagio Gigih Wijaya (2007, 49), sebenarnya kebijakan

internal lembaga peradilan sudah sejak lama membolehkan seorang hakim

untuk menyatakan perbedaan pemikirannya dengan pemikiran mayoritas

hakim dalam suatu putusan. Perbedaannya, dahulu perbedaan tersebut tidak

diumumkan atau dilampirkan dalam putusannya, namun hanya disimpan

sebagai catatan (guna keperluan evaluasi kinerja hakim) di buku khusus yang

Page 92: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

disimpan ketua pengadilan. Permasalahannya, sangat sedikit hakim yang mau

atau berani menggunakan hak tersebut.

BAB IV

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan apa yang telah diuraikan di dalam bab hasil penelitian dan

pembahasan, maka Penulis dapat merumuskan 2 (dua) simpulan sebagai

berikut :

1. Dissenting Opinion Dalam Proses Pengambilan Putusan Perkara Korupsi

Pengadaan Helikopter Dengan Terdakwa Ir. H. Abdullah Puteh Di

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terlihat dengan adanya perbedaan

pendapat dari dua orang hakim, yaitu hakim ketua dan hakim anggota I.

Hakim ketua dan Hakim anggota I berpendapat bahwa KPK tidak

berwenang melakukan penyelidikan atau penyidikan terhadap perkara

korupsi pengadaan Helikopter dengan terdakwa Ir. H. Abdullah Puteh.

Keadaan tersebut disebabkan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh

Abdullah Puteh terjadi sebelum diundangkannya UU No. 30 tahun 2002

tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yaitu tanggal 27

Desember 2002. Dengan tidak diperbolehkannya KPK melakukan

penyelidikan atau penyidikan terhadap perkara korupsi tersebut, maka

Page 93: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

berita acara pemeriksaan KPK dianggap tidak sah. Surat dakwaan yang

dibuat berdasarkan berita acara pemeriksaan yang tidak sah, berakibat

surat dakwaan yang menjadi dasar pemeriksaan persidangan juga

dianggap tidak sah. Penahanan terhadap Abdullah Puteh juga dianggap

tidak sah karena didasarkan kepada penyidikan yang tidak sah.

2. Implikasi Dissenting Opinion Terhadap Putusan Yang Dijatuhkan oleh

Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Dalam Perkara Korupsi

Pengadaan Helikopter Dengan Terdakwa Ir. H. Abdullah Puteh adalah

bahwa putusan didasarkan suara mayoritas diantara lima anggota majelis

hakim. Mayoritas suara hakim, yaitu sejumlah tiga orang hakim anggota

berpendapat bahwa KPK berwenang melakukan penyidikan terhadap

perkara korupsi pengadaan Helikopter dengan terdakwa Ir. Abdullah

Puteh. Dengan adanya suara mayoritas tersebut, maka terdakwa

dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana

didakwakan oleh jaksa penuntut umum.

B. Saran

1. Hakim sejogianya lebih berhati-hati, cermat dan bijaksana dalam

mempergunakan pranata dissenting opinion, agar didapat putusan yang adil

bagi semua pihak

2. Proses musyawarah untuk pengambilan putusan harus dilakukan secara

transparan dan akuntabel agar tidak ada kesan ditutup-tutupi.

3. Ketentuan mengenai dissenting opinion perlu diatur lebih tegas dan

terperinci dalam perundang-undangan yang berlaku.

80

Page 94: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

DAFTAR PUSTAKA

Andi Hamzah. 1985 . Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta :Galia Indonesia.

Bagir Manan. 2006. Dissenting Opinion. Jakarta: IKAHI

Darwan Prinst . 2002 . Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Bandung : PT.Citra Aditya Bakti.

Evi Hartanti . 2006 . Tindak Pidana Korupsi . Jakarta : Sinar Grafika .

Harun M.Husein . 1991 . Penyidikan dan Penuntutan Dalam Proses Pidana . Jakarta :PT.Rineka Cipta.

HB. Sutopo .1999 . Metode Penelitian Kualitatif . Bandung : PT. Remaja Rosda Karya.

__________. 2002 . Metode Penelitian Kualitataf (Dasar-Dasar Teoritis dan Praktis). Surakarta : Pusat Penelitian.

Klitgaard Robert . 2001 . Membasmi Korupsi . Jakarta : Yayasan Obor Indonesia

M. Dawam Rahardjo . 1999 . Menyikapi Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme . Yogyakarta : Aditya Media .

Moch. Faisal Salam, 2001. Hukum Acara Pidana Dalam Teori dan Praktek. Bandung : Mandar Maju.

Martiman Prodjohamidjojo . 1978 . Kekuasaan Kejaksaan dan Penuntutan . Bandung : Alumni.

Page 95: PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PROSES …/Penerapan... · (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas

______________________. 2001 . Penerapan Pembuktian Terbalik Dalam Delik Korupsi . Bandung : CV. Mandar Maju.

Pontang Moerad. 2005. Pembentukan Hukum Melalui Putusan Pengadilan Dalam Perkara Pidana. Bandung: PT.Alumni

Soerjono Soekanto . 1984 . Pengantar Penelitian Hukum . Jakarta : Universitas Indonesia Press .

Soenarto Soeryodibroto, 2003. KUHP & KUHAP. Rajawali Pers

Subagio Gigih Wijaya, 2007, Pranata Dissenting Opinion Sebagai Instrumen Meningkatkan Tanggung Jawab Individual Hakim Dalam Memutus Perkara Pidana Ditinjau Dari Undang-Undang No. 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Winarno Surakhmad . 1982 . Pengantar Penelitian Ilmiah . Yogyakarta : Transito.

Lilik Mulyadi, S.H., M.H. 2007. Tindak Pidana Korupsi di Indonesia (Normatif, Teoretis, Praktis dan Masalahnya).Bandung : PT Alumni .

Yahya Harahap, 2002. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP. Jakarta. Sinar Grafika.

Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Undang-Undang Nomor 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman

Putusan Nomor : 01/Pid.B/TPK/2004/PN.Jkt.Pst

.

.