penelitian modifikasi pati ubi kayu dengan kombinasi proses asam laktat dan hidrogen peroksida

55
PROPOSAL PENELITIAN MODIFIKASI PATI UBI KAYU DENGAN KOMBINASI PROSES HIDROLISIS ASAM LAKTAT DAN OKSIDASI HIDROGEN PEROKSIDA Disusun oleh : HANSEN HARTANTO NIM 21030112130065 INTAN CLARISSA SOPHIANA NIM 21030112110032 JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2015

Upload: intan-clarissa-sophiana

Post on 10-Apr-2016

61 views

Category:

Documents


16 download

TRANSCRIPT

Page 1: Penelitian Modifikasi Pati Ubi Kayu dengan Kombinasi Proses Asam Laktat dan Hidrogen Peroksida

PROPOSAL PENELITIAN

MODIFIKASI PATI UBI KAYU DENGAN KOMBINASI PROSES

HIDROLISIS ASAM LAKTAT DAN OKSIDASI HIDROGEN

PEROKSIDA

Disusun oleh :

HANSEN HARTANTO NIM 21030112130065

INTAN CLARISSA SOPHIANA NIM 21030112110032

JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2015

Page 2: Penelitian Modifikasi Pati Ubi Kayu dengan Kombinasi Proses Asam Laktat dan Hidrogen Peroksida

ii

HALAMAN PENGESAHAN

PROPOSAL PENELITIAN

Nama/NIM : Hansen Hartanto NIM 21030112130065

Nama/NIM : Intan Clarissa Sophiana NIM 21030112110032

Judul Penelitian : Modifikasi Pati Ubi Kayu dengan Kombinasi Proses Hidrolisis

Asam Laktat dan Oksidasi Hidrogen Peroksida

Semarang, 10 Februari 2015

Telah menyetujui,

Dosen Pembimbing

Dr. Siswo Sumardiono, ST.,MT.

NIP. 197509152000121001

Page 3: Penelitian Modifikasi Pati Ubi Kayu dengan Kombinasi Proses Asam Laktat dan Hidrogen Peroksida

iii

RINGKASAN

Indonesia merupakan satu di antara negara dengan jumlah penduduk terbesar

di dunia setelah Tiongkok, India, dan Amerika Serikat, dengan populasi 237.641.326

jiwa dan laju pertumbuhan penduduk selama 10 tahun terakhir adalah sebesar 1,49%.

Kebutuhan pangan di Indonesia sebagian besar merupakan beras sebagai sumber

karbohidrat utama, dan gandum pada urutan kedua. Produksi gandum dalam negeri

belum mampu untuk memenuhi kebutuhan akan gandum di Indonesia sehingga

dibutuhkan sumber karbohidrat lain untuk menggantikan peran gandum. Ubi kayu

sangat mudah ditemui dan ditanam di iklim tropis seperti di Indonesia, sehingga

didapatkan ide untuk memodifikasi pati tapioka dari ubi kayu sebagai pengganti terigu

murni agar konsumsi gandum dapat ditekan.

Tapioka adalah pati yang berasal dari ubi kayu. Tapioka mempunyai banyak

kegunaan, antara lain sebagai bahan pembantu dalam berbagai industri.

Pati atau amilum (C6H10O5) adalah karbohidrat kompleks yang berwujud bubuk putih,

tawar, dan tidak berbau. Karakteristik bentuk dan ukuran granula setiap jenis pati

berbeda. Pati tersusun paling sedikit dari tiga komponen utama yaitu amilosa,

amilopektin, dan material seperti protein dan lemak. Pati ubi kayu tersebut

dimodifikasi dengan penambahan asam laktat dan dioksidasi menggunakan hidrogen

peroksida untuk meningkatkan daya kembang pati. Analisa yang dilakukan yaitu

pengujian volume spesifik roti, pengujian gugus karboksil, pengujian gugus karbonil,

swelling power, dan kelarutan pati .

Kata kunci : tapioka, pati, asam laktat, oksidasi, hidrogen peroksida

Page 4: Penelitian Modifikasi Pati Ubi Kayu dengan Kombinasi Proses Asam Laktat dan Hidrogen Peroksida

iv

SUMMARY

Indonesia is one of the countries with the largest population in the world after

China, India, and United States of America, with the population reaching 237.641.326

people with population growth rate 1.49% over the last 10 years. In Indonesia, rice is

the main carbohydrate source, and wheat in the second. But, wheat production has not

been able yet to fulfill the needs of wheat in Indonesia, so it takes another

carbohydrate source to replace wheat. Cassava is very easily found and grown in

tropical climates such as in Indonesia, so got the idea to modify the tapioca starch

from cassava as a substitute for wheat flour to reduce wheat consumption.

Tapioca is a starch from cassava. Tapioca has many uses, including as an

additives in various industries application. Starch (C6H10O5) is a complex

carbohydrate, formed as white powder, tasteless, and odorless. Each different type of

starch has different granule size and shape characteristics. Starch is composed of at

least three main components, amylose, amylopectin, and materials such as proteins

and fats. Cassava starch is modified by lactic acid hydrolysis and oxidized using

hydrogen peroxide to improve the flour baking expansion.The bread spesific volume,

carboxyl group, carbonyl group, swelling power, and starch solubility is analized.

Keywords: tapioca, starch, lactic acid, oxidation, hydrogen peroxide

Page 5: Penelitian Modifikasi Pati Ubi Kayu dengan Kombinasi Proses Asam Laktat dan Hidrogen Peroksida

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga proposal penelitian berjudul

―Modifikasi Pati Ubi Kayu dengan Kombinasi Prosess Hidrolisis Asam Laktat

dan Oksidasi Hidrogen Peroksida‖ dapat penyusun selesaikan.

Dalam penyusunan proposal penelitian ini, penyusun memperoleh bantuan

baik secara langsung maupun tidak langsung, sehingga pada kesempatan ini rasa

terima kasih penyusun sampaikan secara langsung kepada Dr. Siswo Sumardiono,

ST.,MT. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan secara intensif

dalam penyusunan proposal penelitian ini, Dr. Ir. Budiyono, M.Si. selaku Ketua

Jurusan Teknik Kimia Universitas Diponegoro, dan seluruh pihak yang telah membatu

dalam penyusunan proposal penelitian ini yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.

Tujuan penyusunan proposal penelitin ini adalah untuk memenuhi salah satu

persyaratan untuk mendapatkan gelar sarjana Strata-1 serta memberikan sumbangsih

pengetahuan di bidang modifikasi pangan, khususnya pati ubi kayu.

Disadari bahwa proposal penelitian ini masih jauh dari sempurna. Segala yang

terbaik telah dilakukan dalam proses penyelesaiannya, maka kritik dan saran yang

bersifat membangun sangat diharapkan. Semoga proposal penelitian ini dapat

bermanfaat bagi masyarakat luas yang membutuhkan, khususnya mahasiswa Teknik

Kimia Universitas Diponegoro yang sedang melakukan penelitian.

Semarang, Februari 2015

Penyusun

Page 6: Penelitian Modifikasi Pati Ubi Kayu dengan Kombinasi Proses Asam Laktat dan Hidrogen Peroksida

vi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................... ii

RINGKASAN ........................................................................................................... iii

SUMMARY .............................................................................................................. iv

KATA PENGANTAR ................................................................................................ v

DAFTAR ISI ............................................................................................................. vi

DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. viii

DAFTAR TABEL ..................................................................................................... ix

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ....................................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah .................................................................................. 7

1.3. Tujuan Penelitian ................................................................................... 7

1.4. Manfaat Penelitian ................................................................................. 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karakteristik Tapioka ............................................................................. 9

2.2. Karakteristik Pati ................................................................................. 11

2.3. Teknologi Modifikasi Pati .................................................................... 16

2.3.1. Modifikasi pati secara kimiawi ................................................... 18

2.3.2. Modifikasi pati secara fisika ....................................................... 18

2.3.3. Modifikasi pati secara biologis ................................................... 19

2.3.4. Modifikasi pati secara oksidasi ................................................... 19

2.3.5. Modifikasi pati menggunakan asam ............................................ 20

2.4. Sifat Fisikokimia Pati ........................................................................... 21

2.5. Proses Baking ...................................................................................... 24

2.6. Penelitian Terdahulu ............................................................................ 27

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Rancangan Penelitian ........................................................................... 31

3.2. Bahan dan Alat yang Digunakan .......................................................... 32

3.2.1. Bahan yang Digunakan............................................................... 32

3.2.2. Alat yang Digunakan .................................................................. 32

Page 7: Penelitian Modifikasi Pati Ubi Kayu dengan Kombinasi Proses Asam Laktat dan Hidrogen Peroksida

vii

3.3. Rangkaian Alat Utama ......................................................................... 33

3.4. Variabel Penelitian ............................................................................... 33

3.5. Prosedur Kerja ..................................................................................... 34

3.5.1. Proses Hidrolisis Asam............................................................... 34

3.5.2. Proses Oksidasi H2O2 ................................................................. 34

3.5.3. Proses Baking Roti ..................................................................... 34

3.5.4. Studi Sifat Fisikokimia Pati Termodifikasi ................................. 35

BAB IV JADWAL PENELITIAN ............................................................................ 38

DAFTAR PUSTAKA

LEMBAR KONSULTASI

Page 8: Penelitian Modifikasi Pati Ubi Kayu dengan Kombinasi Proses Asam Laktat dan Hidrogen Peroksida

viii

DAFTAR GAMBAR

2.1. Struktur amilosa ................................................................................................12

2.2. Struktur amilopektin ..........................................................................................13

2.3. Fotomikrografis granular pati alami diobservasi dengan mikroskop optik ..........15

2.4. Rumus struktur anhidroglukosa ..........................................................................16

2.5. Perubahan bentuk granula pati selama proses gelatinisasi ..................................23

2.6. Mekanisme baking dan cooling pada roti ...........................................................25

3.1. Rangkaian alat utama .........................................................................................32

Page 9: Penelitian Modifikasi Pati Ubi Kayu dengan Kombinasi Proses Asam Laktat dan Hidrogen Peroksida

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Data impor gandum di Indonesia tahun 2009-2013 .................................... 1

Tabel 1.2. Luas panen-produktivitas-produksi tanaman ubi kayu di Indonesia tahun

2009-2014 .................................................................................................. 2

Tabel 2.1. Suhu gelatinisasi, swelling power, dan kelarutan beberapa jenis pati ........10

Tabel 2.2. Komposisi kimia pati ubi kayu per 100 gram bahan .................................11

Tabel 2.3. Perbandingan sifat amilosa dan amilopektin ..............................................14

Tabel 2.4. Teknik modifikasi pati, tujuan, dan aplikasi pada produk pangan .............17

Tabel 2.5. Standar sifat fisikokimia tapioka termodifikasi dan tepung gandum .........21

Page 10: Penelitian Modifikasi Pati Ubi Kayu dengan Kombinasi Proses Asam Laktat dan Hidrogen Peroksida

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Populasi penduduk dunia selalu mengalami pertumbuhan signifikan dan

diperkirakan mencapai 9 milyar jiwa pada tahun 2050 (Godfray et al., 2010).

Indonesia merupakan satu di antara negara dengan jumlah penduduk terbesar di

dunia setelah RRC, India, dan Amerika Serikat, dengan populasi 237.641.326

jiwa dan laju pertumbuhan penduduk selama 10 tahun terakhir adalah sebesar

1,49% (BPS, 2010). Hal ini akan berdampak luas terhadap kebutuhan pangan di

Indonesia, hampir seluruh kebutuhan pangan pokok di Indonesia merupakan beras

yang berperan sebagai sumber karbohidrat. Selain beras, kebutuhan akan gandum

yang diolah menjadi tepung terigu sebagai bahan baku pembuatan roti, mie, dan

kue, menempatkan gandum sebagai kebutuhan pangan kedua terbanyak di

Indonesia. Akan tetapi, produksi gandum dalam negeri belum mampu untuk

mencukupi kebutuhan yang terus meningkat mengakibatkan impor gandum di

Indonesia keempat tertinggi di dunia setelah Mesir, Jepang, dan Brazil (Fabiosa,

2006). Data impor gandum di Indonesia (Badan Pusat Statistik, diproses oleh

Kementerian Perdagangan RI, 2014) selama 4 tahun terhitung dari tahun 2009

sampai 2013 tertera pada tabel 1.1 berikut ini :

Tabel 1.1. Data impor gandum di Indonesia tahun 2009-2013

Tahun Impor (Juta US$)

2009 1.506,20

2010 2.159,20

2011 4.753,10

2012 3.714,40

2013 3.621,40

Rata-rata impor gandum per tahun di Indonesia pada tahun 2009-2013

mencapai US$ 3.150.860.000 atau setara dengan Rp.39.896.189.320.000 (Kurs

US$ 1 sama dengan kurang lebih Rp.12.662,00 pada bulan Desember 2014).

Berdasarkan data impor gandum di Indoneisa yang tinggi tiap tahunnya mencapai

Page 11: Penelitian Modifikasi Pati Ubi Kayu dengan Kombinasi Proses Asam Laktat dan Hidrogen Peroksida

2

lebih dari 39 triliun rupiah per tahun, maka pemerintah Indonesia berusaha

mencari alternatif lain sebagai pengganti gandum. Satu diantara alternatif yang

berpotensi sebagai pengganti gandum adalah ubi kayu yang sudah cukup umum di

Indonesia (Jensen et al., 2015).

Ubi kayu (Manihot esculenta, Crantz) merupakan tanaman penting dalam

produksi energi makanan di daerah tropis, dimana ubi kayu menempati urutan

keempat setelah padi, gandum, dan jagung sebagai sumber karbohidrat kompleks.

Komposisi utama ubi kayu yaitu 70-80% air, 16-24% pati, dan <4% protein dan

lipid (Beninca, 2013). Ubi kayu sangat mudah ditemui dan ditanam di iklim tropis

seperti di Indonesia, sehingga didapatkan ide untuk memodifikasi pati tapioka

dari ubi kayu sebagai pengganti terigu murni agar konsumsi gandum dapat

ditekan. Produksi tanaman ubi kayu di Indonesia dari tahun 2009 sampai 2014

selalu meningkat walaupun luas panen cenderung menurun (Badan Pusat

Statistik, 2014) seperti yang tertera pada tabel 1.2 di bawah ini:

Tabel 1.2. Luas panen-produktivitas-produksi tanaman ubi kayu di Indonesia

tahun 2009-2014

Tahun Luas Panen (Ha) Produktivitas

(Ku/Ha) Produksi (Ton)

2009 1.175.666,00 187,46 22.039.145,00

2010 1.183.047,00 202,17 23.918.118,00

2011 1.184.696,00 202,96 24.044.025,00

2012 1.129.688,00 214,02 24.177.372,00

2013 1.065.752,00 224,60 23.936.921,00

2014 1.149.208,00 229,91 26.421.770,00

Produksi tanaman ubi kayu di Indonesia tahun 2009-2014 rata-rata mencapai

24.089.558,5 ton per tahun. Dilihat dari segi produksinya, ubi kayu di Indonesia

mempunyai potensi yang besar untuk dapat dijadikan sebagai salah satu bahan

utama pengganti tepung terigu murni supaya konsumsi gandum dapat ditekan.

Akan tetapi, tepung terigu dari gandum yang dicampurkan dengan tapioka dari

ubi kayu memiliki beberapa kelemahan, yaitu protein yang terdapat pada tepung

campuran ini sulit membentuk jaringan gluten yang dapat menangkap gas dari

hasil proses fermentasi, mengurangi daya kembang, adonan yang terbentuk cukup

Page 12: Penelitian Modifikasi Pati Ubi Kayu dengan Kombinasi Proses Asam Laktat dan Hidrogen Peroksida

3

sulit dibentuk, kerenyahan yang menurun, dan peningkatan jumlah tepung terigu

yang dicampurkan kedalam tepung gandum akan mengakibatkan penurunan daya

kembang roti dan penurunan akan kualitas pada roti secara umum (Eduardo et al.,

2013).

Pati atau amilum (C6H10O5) adalah karbohidrat kompleks yang tidak larut

dalam air, berwujud bubuk putih, tawar, dan tidak berbau. Pati merupakan bahan

utama yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk menyimpan kelebihan glukosa. Pati

yang berasal dari tapioka ini merupakan pati alami yang memiliki beberapa

kelemahan sehingga penggunaannya sangat terbatas di industri, maka diperlukan

modifikasi pada tapioka. Pati termodifikasi akan menghasilkan produk makanan

yang mempunyai keunggulan kualitas, baik dari penampakan secara fisik, rasa,

warna, maupun proses pengolahan yang lebih mudah dan cepat (Sari et al., 2010).

Pati alami memiliki sifat dan struktur yang terbatas sehingga diperlukan

modifikasi agar dapat menghasilkan berbagai jenis pati dengan sifat dan struktur

yang berbeda agar dapat digunakan dalam berbagai aplikasi. Modifikasi dapat

dilakukan dengan berbagai cara, secara kimiawi, fisika, enzimatis, dan kombinasi

dari kedua bahkan ketiga cara tersebut (Zhu, 2014).

Modifikasi pati secara kimiawi dapat dilakukan dengan cara eterifikasi,

esterifikasi, cross-linking, oksidasi, dan kationisasi (Kaur et al., 2012). Beberapa

peneliti terdahulu yang melakukan modifikasi pati secara kimiawi yaitu meneliti

pengaruh modifikasi pati dari beras menggunakan asam amino dan oksidasi ozon

terhadap sifat kekenyalannya, hasilnya dengan penambahan lisin pada pati yang

telah dioksidasi dengan ozon selama 30 menit menghasilkan pati termodifikasi

yang cukup stabil sebagai bahan baku pangan (An dan King, 2009). Modifikasi

pati menggunakan recovery minyak kelapa dan lipase dari mikroorganisme T.

laniginosa, lipase tersebut berfungsi sebagai katalis dalam reaksi esterifikasi pati.

Hasil pati termodifikasi yang besifat hidrofobik dan memiliki DS (degree of

substitution) yang tinggi dapat dijadikan sebagai bahan baku pati dalam industri,

proses yang ramah lingkungan, limbah yang tidak beracun, dan recovery minyak

kelapa yang berfungsi sebagai donor alkil yang berasal dari asam lemak minyak

kelapa dengan harga yang rendah atau ekonomis (Rajan et al., 2008). Modifikasi

kimia membawa perubahan struktural dan pengenalan kelompok fungsional baru,

Page 13: Penelitian Modifikasi Pati Ubi Kayu dengan Kombinasi Proses Asam Laktat dan Hidrogen Peroksida

4

serta mempengaruhi sifat fisikokimia dari pati sehingga cocok untuk berbagai

keperluan industri (Sandhu et al., 2007).

Modifikasi secara fisika dapat digunakan pada produk makanan karena

proses modifikasi secara fisika yang relatif lebih aman dan lebih mudah

dibandingkan dengan modifikasi secara kimia dan sifatnya yang lebih ramah

lingkungan. (Hoover, 2010). Adapun peneliti yang melakukan modifikasi pati

secara fisika yaitu, pengaruh pressure drop instan terhadap sifat fisikokimia pati.

Hasilnya beberapa jenis pati yang digunakan sebagai eksperimen memiliki sifat

masing-masing dari hasil modifikasi yang dilakukan (Maache-Rezzoug et al.,

2009). Kemudian pengaruh pulsed electric fields (PEF) terhadap sifat pati jagung,

menghasilkan pati yang terdisosiasi, terdenaturasi, dan kerusakan terhadap pati

dengan tegangan hingga 50kV cm-1

, sehingga dibutuhkan penelitian lebih lanjut

akan sifat pati yang berubah total ini (Han et al., 2009).

Modifikasi secara biologi dapat dilakukan dengan enzimatis dan genetis.

Modifikasi secara enzimatis sering menggunakan enzim yang dapat melakukan

hidrolisa pada proses modifikasi tersebut, hasil dari modifikasi enzimatis

berbentuk sirup baik itu sirup glukosa maupun sirup fruktosa, dengan penelitian

akan semakin banyak ditemukan enzim yang dapat digunakan dalam modifikasi

pati secara enzimatis. Enzim yang digunakan dalam modifikasi pati secara

enzimatis tidak boleh merusak struktur molekul pati, dan pati yang digunakan

harus mengandung amilosa (Kaur et al., 2012). Beberapa penelitian terdahulu,

modifikasi pati secara enzimatis yang dilakukan yaitu modifikasi pati dengan

penggunaan enzim untuk meningkatkan titik lebur gel, pati pada umumnya akan

membentuk gel namun memiliki kekurangan dalam proses reversible bentuk gel

ke cairan dan kembali lagi ke semula. Hasil dari modifikasi pati menyebabkan

produk yang memiliki titik suhu puncak (Tp) dan entalpi transisi meningkat

dibandingkan dengan pati sampel, sehingga dapat meningkatkan titik lebur gel

(Hansen et al., 2009).

Modifikasi pati yang dilakukan dengan mengkombinasi modifikasi pati

secara kimiawi dan fisika, atau kimiawi dengan metode enzimatis telah

berkembang sangat pesat, contohnya modifikasi pati dengan kombinasi metode

cross-linking dan fosforilasi pada pati beras, menghasilkan pati termodifkasi yang

Page 14: Penelitian Modifikasi Pati Ubi Kayu dengan Kombinasi Proses Asam Laktat dan Hidrogen Peroksida

5

memiliki sifat stabilitas freeze-thaw yang baik (Deetae et al., 2008). Adanya

Resistant Starch (RS) yang merupakan sebagian fraksi pati yang tidak tercerna di

dalam usus kecil manusia yang dapat memberikan berbagai kebaikan bagi tubuh,

sehingga kombinasi dari modifikasi dilakukan untuk meningkatkan kandungan

RS dalam pati (Sajilata et al., 2006). Beberapa penelitian terdahulu yang pernah

dilakukan sebagian besar bertujuan untuk meningkatkan viskositas dari pati

sehingga rantai molekul pati tidak mudah putus dan dengan reaksi yang secepat

mungkin mendapatkan pati termodifikasi yang baik sehingga pati termodifikasi

dapat diaplikasikan di berbagai industri (Deetae et al., 2008; Jyothi et al., 2005;

Xing et al., 2006).

Modifikasi pati dari tapioka untuk menggantikan tepung terigu murni telah

dilakukan. Hasilnya, roti yang dibuat berdasarkan tapioka dari singkong

kemudian dicampur dengan tepung jagung dan tepung terigu dengan

perbandingan tapioka paling besar menghasilkan roti yang memiliki sifat dan

struktur mendekati roti yang dibuat dengan menggunakan tepung terigu (gandum)

murni. Akan tetapi, roti yang dibuat dengan menggunakan tepung campuran dari

tapioka dan jagung hanya akan mendekati struktur dari roti yang dibuat murni

dengan tepung terigu dikarenakan jaringan gluten yang dihasilkan lebih sedikit

sehingga tidak dapat menyerap gas karbon dioksida (CO2) saat proses fermentasi

berlangsung. (Eduardo et al., 2013).

Penelitian ini difokuskan pada modifikasi pati dengan hidrolisa asam laktat

dan dilanjutkan dengan oksidasi menggunakan hidrogen peroksida (H2O2) supaya

dapat menghasilkan produk tapioka termodifikasi yang memiliki spesifikasi

produk yang mampu digunakan sebagai bahan pengganti setara dengan gandum.

Hidrolisa asam laktat bertujuan untuk memodifikasi pati untuk meningkatkan

daya kembang (Garcia dan Leonel, 2005). Pengaruh perbedaan konsentrasi asam

laktat saat modifikasi secara fotokimia pada pati kentang, ganyong, ubi kayu, dan

talas terhadap daya kembang biskuit. Hasilnya, semakin besar konsentrasi asam

laktat akan menghasilkan biskuit dengan daya kembang yang semakin besar,

namun hasil tersebut tersebut juga tergantung dari jenis pati yang digunakan.

Penelitian modifikasi pati menggunakan asam laktat pada aplikasi pangan telah

dilakukan dengan konsentrasi asam laktat berkisar antara 1% hingga 5.4% (Garcia

Page 15: Penelitian Modifikasi Pati Ubi Kayu dengan Kombinasi Proses Asam Laktat dan Hidrogen Peroksida

6

dan Leonel, 2005; Silva et al., 2008). Penambahan asam laktat menyebabkan

terdegadrasinya pati sehingga menurunkan viskositas pati dikarenakan

amilopektin dalam pati terlarut didalam asam laktat (Shandera dan Jackson, 1996;

Mestres et al., 1997). Amilopektin yang terlarut akan menyebabkan peningkatan

daya kembang (Mestres et al., 2000; Tester dan Morrison, 1990).

Modifikasi pati dengan cara oksidasi merupakan cara yang cukup penting

dikarenakan menghasilkan pati teroksidasi yang memiliki viskositas rendah,

stabilitas yang tinggi, kejernihan yang baik, dapat membentuk film yang kuat, dan

sifat mengikat yang baik, sehingga sering digunakan pada berbagai industri

(Kuakpetoon dan Wang, 2006; Sánchez-Rivera et al., 2005). Hidrogen peroksida

(H2O2) jarang digunakan dalam industri komersil, namun tidak seperti sodium

hipoklorit, hidrogen peroksida tidak menghasilkan produk samping yang

berbahaya, karena hidrogen peroksida akan terurai menjadi air dan gas oksigen,

sehingga bahan kimia tersebut bersifat ramah lingkungan dan bebas dari klorin

(Sangseethong et al., 2010). Oksidasi menggunakan hidrogen peroksida

meningkatkan gugus amilosa dari pati yang dioksidasi (Tethool et al., 2012), hal

ini disebabkan oleh depolimerisasi molekul pati menjadi gugus polimer yang

lebih pendek dengan jumlah yang lebih besar (Kuakpetoon dan Wang, 2006).

Pada oksidasi menggunakan hidrogen peroksida juga akan meningkatkan daya

kembang (swelling power) pati, hal ini disebabkan terbentuknya gugus hidroksil

pada saat proses oksidasi (Lee et al., 2005).

Pada penelitian ini difokuskan pada modifikasi tapioka dengan hidrolisa

asam laktat dan dilanjutkan dengan oksidasi H2O2 dengan harapan dapat

menghasilkan produk tapioka termodifikasi dengan spesifikasi produk yang

mampu digunakan sebagai bahan pengganti setara gandum. Tapioka yang

dimodifikasi diharapkan dapat digunakan sebagai bahan baku produksi makanan

yang menggunakan bahan dasar gandum seperti mi dan roti sehingga import

gandum dapat dikurangi dan kita harus mencari inovasi teknologi dengan

memanfaatkan sumber daya lokal yang ada. termodifikasi. Hasil dari penelitian

ini diharapkan dapat menjadi terobosan pengembangan industri kecil dan

menengah yang bergerak di bidang pangan.

Page 16: Penelitian Modifikasi Pati Ubi Kayu dengan Kombinasi Proses Asam Laktat dan Hidrogen Peroksida

7

1.2. Rumusan Masalah

Proses modifikasi pati banyak dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya

proses modifikasi pati secara kimiawi, fisika, dan secara biologis. Kombinasi

proses dilakukan untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan kebutuhan,

diantaranya proses kimia-kimia, proses kimia-fisika, proses kimia biologi,

ataupun ketiga proses digabungkan. Namun dari berbagai proses modifikasi pati,

belum didapatkan hasil pati yang sesuai dengan berbagai aplikasi di berbagai

aspek kebutuhan, baik pada industri makanan, maupun industri non makanan.

Dalam penelitian ini dilakukan modifikasi tapioka dengan kombinasi proses

hidrolisis menggunakan asam laktat dan oksidasi menggunakan hidrogen

peroksida (H2O2). Hidrolisis menggunakan asam pada konsentrasi rendah dan

pada suhu dibawah suhu gelatinisasi akan mengurangi massa molar, sehingga

meningkatkan kandungan gugus aldehid bebas dan kelarutan butiran, menurunkan

viskositas, dan meminimalkan sineresis. Oksidasi menggunakan hidrogen

peroksida akan membuat parameter proses lebih mudah untuk dikontrol, tidak

reaktif terhadap kondisi lingkungan, dan lebih banyak menghasilkan produk yang

homogen.

1.3. Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan penelitian ini adalah memodifikasi pati dengan kombinasi

proses hidrolisa asam laktat dan oksidasi hidrogen peroksida (H2O2) untuk

mendapatkan daya kembang (swelling power) pati yang setara dengan tepung

gandum.

Secara spesifik tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengkaji pengaruh konsentrasi hidrogen peroksida (H2O2) terhadap sifat

fisikokimia dan daya kembang tapioka termodifikasi.

2. Mengkaji pengaruh suhu terhadap sifat fisikokimia dan daya kembang

(swelling power) tapioka termodifikasi.

3. Mengkaji pengaruh pH dalam menghasilkan tapioka termodifikasi dengan

proses oksidasi hidrogen peroksida (H2O2).

Page 17: Penelitian Modifikasi Pati Ubi Kayu dengan Kombinasi Proses Asam Laktat dan Hidrogen Peroksida

8

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini merupakan kajian eksperimental yang menghasilkan data-data

sifat fisikokimia (spesifik volume, pengujian gugus karboksil dan karbonil, daya

kembang, dan kelarutan) tapioka termodifikasi dengan kombinasi proses

hidrolisis asam laktat dan oksidasi hidrogen peroksida (H2O2). Hasil dari

penelitian ini diharapkan dapat menjadi terobosan pengembangan industri kecil

dan menengah yang bergerak di bidang pangan.

Page 18: Penelitian Modifikasi Pati Ubi Kayu dengan Kombinasi Proses Asam Laktat dan Hidrogen Peroksida

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karakteristik Tapioka

Dalam terminologi perdagangan, terdapat berbagai macam tepung yang

berasal dari ubi kayu, yang perlakuan bahan, proses produksi, spesifikasi hasil,

sampai pemanfaatannya berbeda, yaitu tepung tapioka, tepung ubi kayu (tepung

kasava), dan tepung gaplek. Tepung tapioka mempunyai nomenclature pati ubi

kayu atau sari ubi kayu, dalam bahasa Inggris disebut tapioca flour atau cassava

starch, tepung kasava disebut tepung ubi kayu, atau dalam bahasa Inggris disebut

cassava flour, dan tepung gaplek biasa disebut cassava powder. Dalam proses

produksinya, tapioka dibuat dari umbi ubi kayu segar yang diambil patinya saja,

sedangkan ampas atau onggoknya dijadikan pakan ternak. Sementara tepung

kasava dan tepung gaplek memanfaatkan semua kandungan nutrisi umbi ubi kayu

segar, dari kandungan pati dan seratnya, yang membedakan tapung kasava dan

tepung gaplek adalah prosesnya sehingga memiliki spesifikasi yang berbeda

(Djuardi, 2009).

Tapioka yang dibuat dari ubi kayu mempunyai banyak kegunaan, antara lain

sebagai bahan pembantu dalam berbagai industri. Dibandingkan dengan tepung

jagung, kentang, dan gandum atau terigu, komposisi zat gizi tepung apioka cukup

baik sehingga mengurangi kerusakan tenun, juga digunakan sebagai bahan bantu

pewarna putih. Tapioka yang diolah menjadi sirup glukosa dan destrin sangat

diperlukan oleh berbagai industri, antara lain industri kembang gula,

penggalengan buah-buahan, pengolahan es krim, minuman dan industri peragian.

Tapioka juga banyak digunakan sebagai bahan pengental, bahan pengisi dan

bahan pengikat dalam industri makanan, seperti dalam pembuatan puding, sop,

makanan bayi, es krim, pengolahan sosis daging, industri farmasi, dan lain-lain

(Deputi Menristek Bidang Pendayagunaan dan Permasyarakatan Ilmu

Pengetahuan dan Teknologi, 2000).

Page 19: Penelitian Modifikasi Pati Ubi Kayu dengan Kombinasi Proses Asam Laktat dan Hidrogen Peroksida

10

Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan tanaman pangan yang

berasal dari benua Amerika berupa perdu, memiliki nama lain singkong, ketela

pohon, kasepe, dan dalam bahasa Inggris cassava. Ubi kayu termasuk famili

Euphorbiaceae yang umbinya dimanfaatkan sebagai sumber karbohidrat dan

daunnya dikonsumsi sebagai sayuran. Ubi kayu umumnya dikembangbiakkan di

Asia, Afrika, dan Amerika Selatan karena iklim tropis ataupun iklim subtropis

yang cocok dengan kondisi pertumbuhan singkong, selain itu singkong

merupakan asupan karbohidrat terbesar setelah makanan pokok beras dan jagung

dengan produksi ubi kayu di Indonesia pada tahun 2013 mencapai 23.936.921

ton/tahun (FAO, 2014). Ubi kayu dapat menjadi sumber karbohidrat, magnesium,

riboflavin, tiamina, dan asam nikotinat bagi kebutuhan sehari-hari, namun ubi

kayu tidak memiliki sumber protein yang cukup (Westby, 2002).

Tapioka (pati ubi kayu) memiliki karakteristik suhu, gelatinisasi,

kemampuan mengembang (swelling power), dan kelarutan yang spesifik

dibandingkan dari jenis tanaman lain. Tapioka memiliki karakteristik gel yang

cukup kuat dan transparan, kisaran suhu gelatinisasi yang cukup lebar, dan

kemampuan mengembang yang cukup tinggi dibandingkan dengan pati lain

(Wuzburg, 1989) seperti pada tabel 2.1 berikut ini:

Tabel 2.1. Suhu gelatinisasi, swelling power, dan kelarutan beberapa jenis

pati

Jenis Pati Suhu Gelatinisasi

(OC)

Swelling

Power

Kelarutan

(%)

Jagung 62 – 72 24 25

Sorgum 68,5 – 75 22 22

Gandum 53 – 63 21 41

Beras 61 – 77,5 19 18

Jagung kaya amilosa 63 – 72 64 23

Ubi kayu 58,5 – 70 71 48

Kentang 56 – 66 >1.000 12

Page 20: Penelitian Modifikasi Pati Ubi Kayu dengan Kombinasi Proses Asam Laktat dan Hidrogen Peroksida

11

2.2. Karakteristik Pati

Pati atau amilum (C6H10O5) adalah karbohidrat kompleks yang tidak larut

dalam air, berwujud bubuk putih, tawar, dan tidak berbau. Pati merupakan bahan

utama yang dihasilkan tumbuhan untuk menyimpan kelebihan glukosa dalam

jangka panjang. Dalam bentuk aslinya secara alami pati merupakan butiran-

butiran kecil yang sering disebut granula. Karakteristik bentuk dan ukuran granula

setiap jenis pati berbeda. Pati tersusun paling sedikit dari tiga komponen utama

yaitu 15-30% amilosa, 70-85% amilopektin, dan 5-10% material seperti protein

dan lemak (Bank dan Greenwood, 1975).

Pati dari ubi kayu mengandung lebih sedikit lemak dan juga mengandung

lebih sedikit fosfor dalam bentuk monoester fosfat dibandingkan dengan pati dari

sumber karbohidrat lain, seperti kentang, gandum, kacang hijau, jagung dengan

kandungan amilosa rendah maupun tinggi, hal ini terdeteksi spektroskopi

resonansi magnetik nuklir 31

P dan jumlah C3-fosfat jauh lebih besar dibandingkan

C6-fosfat (Kasemsuwan dan Jane, 1996; Anggraini et al., 2009; Gomand et al.,

2010). Genetika dari ubi kayu, iklim saat penanaman ubi kayu, dan kondisi saat

pati diekstraksi dari ubi kayu pada kondisi segar atau dikeringkan dapat

mempengaruhi komposisi kimia dari pati ubi kayu (Abera dan Rakshit, 2003; Eke

et al., 2007, 2009; Asaoka et al., 1991). Komposisi kimia ubi kayu (Badan

Statistik Nasional, 1996) dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut :

Tabel 2.2. Komposisi kimia pati ubi kayu per 100 gram bahan

Komponen Kadar

Kalori (kal) 146,00

Air (gram) 62,50

Phospor (gram) 40,00

Karbohidrat (gram) 34,00

Kalsium (mg) 33,00

Vitamin C (mg) 30,00

Protein (gram) 1,20

Besi (mg) 0,70

Lemak (gram) 0,30

Vitamin B1 (mg) 0,06

Berat yang dapat Dimakan (mg) 75,00

Page 21: Penelitian Modifikasi Pati Ubi Kayu dengan Kombinasi Proses Asam Laktat dan Hidrogen Peroksida

12

Pati merupakan polimer semi-kristalin yang tersusun atas dua polisakarida

yaitu amilosa dan amilopektin. Pati dihasilkan dari proses fotosintesis tanaman

yang dibentuk (disintesa) di dalam daun (plastid) dan amiloplas seperti umbi,

akar, atau biji dan merupakan komponen terbesar pada ubi kayu, beras, jagung,

kentang, talas, dan ubi jalar. Pati merupakan zat tepung dari karbohidrat dengan

suatu polimer senyawa glukosa yang terdiri dari dua komponen utama, yaitu

amilosa dan amilopektin yang mempunyai komposisi yang berbeda-beda (Tawil

et al., 2011).

Pati merupakan senyawa polisakarida yang terdiri dari monosakarida yang

berikatan melalui ikatan oksigen. Pati terbentuk dari monomer-monomer glukosa.

Monomer dari pati adalah glukosa yang berikatan dengan ikatan α-1,4-glikosidik,

yaitu ikatan kimia yang menggabungkan 2 molekul monosakarida yang berikatan

kovalen terhadap sesamanya dan ikatan inilah yang sering dihidrolisis. Pada

umumnya amilosa membentuk rantai polimer yang lurus namun memiliki

beberapa jaringan yang bercabang, yang terdiri dari 3000 atau lebih glukosa yang

terhubung oleh ikatan α-1,4 glikosida. Amilopektin merupakan polimer yang

memiliki banyak cabang dengan ikatan α-1,4 sebagai rantai utama dan α-1,6

sebagai jembatan pada ikatan yang membentuk cabang (Beninca et al., 2013).

Pati mengandung 10% air pada RH 54% dan 20OC. Pada umumya pati

tersusun dari 25% amilose dan 75% amilopektin. Amilosa merupakan polimer

berbentuk panjang dan lurus dan sedikit cabang (kurang dari 1%) dengan berat

molekul 500.000 g/mol (Nwokocha, 2009). Unit glukosa terhubung oleh ikatan α-

1,4 pada molekul amilosa. Molekul amilosa berbentuk helix dan bersifat

hidrofobik. Amilopektin memiliki bentuk yang bercabang dan memiliki berat

molukul 107-109 g/mol bergantung pada jenis tanamannya. Berikut ini struktur

amilosa dan amilopektin :

Ikatan α-1,4-Glikosida

Gambar 2.1. Struktur amilosa

Page 22: Penelitian Modifikasi Pati Ubi Kayu dengan Kombinasi Proses Asam Laktat dan Hidrogen Peroksida

13

Ikatan α-1,4-Glikosida

Gambar 2.2. Struktur amilopektin

Kadar amilosa yaitu banyaknya amilosa yang terdapat di dalam granula pati.

Amilosa sangat berperan pada saat proses gelatinisasi dan lebih menentukan

karakteristik pasta pati. Pati yang memiliki amilosa yang tinggi mempunyai

kekuatan ikatan hidrogen yang lebih besar karena jumlah rantai lurus yang besar

dalam granula, sehingga membutuhkan energi yang besar untuk gelatinisasi

(Sunarti dkk., 2007). Sedangkan amilopektin memiliki rantai cabang yang

panjang memiliki kecenderungan yang kuat untuk membentuk gel. Viskositas

amilopektin akan meningkat apabila konsentrasinya dinaikkan (0-3%). Akan

tetapi hubungan ini tidak linier, sehingga diperkirakan terjadi interaksi atau

pengikatan secara acak diantara molekul-molekul cabangnya (Jane dan Chen,

1992).

Amilosa memberikan sifat keras (pera) sedangkan amilopektin menyebabkan

sifat lengket. Amilosa memberikan warna ungu pekat pada tes iodin sedangkan

amilopektin tidak bereaksi. Polimer linier dari D-glukosa membentuk amilosa

dengan ikatan α-1,4-glukosida. Sedangkan polimer amilopektin adalah terbentuk

dari ikatan α-1,4-glukosida dan membentuk cabang pada ikatan α-1,6-glukosida.

Amilosa memilki kemampuan membentuk kristal karena struktur rantai

polimernya yang sederhana. Strukturnya yang sederhana ini dapat membentuk

interaksi molekular yang kuat. Interaksi ini terjadi pada gugus hidroksil molekul

amilosa. Pembentukan ikatan hidrogen ini lebih mudah terjadi pada amilosa

daripada amilopektin. Amilopektin juga dapat membentuk kristal, tetapi tidak

sereaktif amilosa. Hal ini terjadi karena adanya rantai percabangan yang

menghalangi terbentuknya kristal (Taggart, 2004). Perbandingan sifat amilosa dan

Ikatan α-1,6-Glikosida

Page 23: Penelitian Modifikasi Pati Ubi Kayu dengan Kombinasi Proses Asam Laktat dan Hidrogen Peroksida

14

amilopektin yang terkandung dalam pati (Thomas and Atwell, 1997) dapat dilihat

pada tabel 2.3 berikut ini:

Tabel 2.3. Perbandingan sifat amilosa dan amilopektin

Sifat Amilosa Amilopektin

Bentuk Relatif lurus Bercabang

Ikatan α-1,4-Glikosida α-1,4-Glikosida dan

α-1,6-Glikosida

Film Kuat Lemah

Struktur gel Kuat Lembek

Reaksi dengan iodin Biru kelam Merah ungu

Berat molekul <0,5 juta gram/mol 50-500 juta gram/mol

Analisis sinar-x Kristalinitas tinggi Amorf

Kelarutan dalam air Larut Tidak larut

Kemantapan larutan

dalam air Retrogradasi Mantap

Pati mempunyai bentuk berupa kristal bergranula yang tidak larut dalam air

pada temperatur ruangan. Pati memiliki perbedaan bentuk dan ukuran granula

tergantung pada jenis tanamannya Pati memiliki ukuran granula berkisar antara 2–

32 μm dengan ukuran 7–20 μm merupakan ukuran yang sering ditemui (Rolland-

sabaté et al., 2012). Pada ubi kayu yang normal tanpa kecacatan genetika ukuran

granula dari pati berkisar rata-rata berkisar 10–18 μm. Perbedaaan teknik dalam

mengukur ukuran granula akan memberikan hasil yang berbeda pada sampel yang

sama. (Rolland-sabaté et al., 2013).

Granula pati mempunyai bentuk dan ukuran yang berbeda-beda tergantung

oleh varietas tanaman ubi kayu dan periode pertumbuhan pada musim yang

berbeda. Tanaman kentang mempunyai ukuran granula pati yang paling besar bila

dibandingkan dengan ubi kayu, ubi jalar, dan wortel. Macam-macam bentuk

granula pati pada umumnya adalah lingkaran, elips, lonjong, dan bentuk tidak

teratur (Purba, 2009).

Page 24: Penelitian Modifikasi Pati Ubi Kayu dengan Kombinasi Proses Asam Laktat dan Hidrogen Peroksida

15

Gambar 2.3. Fotomikrografis granular pati alami (native) diobservasi dengan

mikroskop optik : a) Ubi Kayu; b) Ubi Jalar; c) Wortel; dan d) Kentang.

Pati alami secara umum memiliki kekurangan yang sering menghambat

aplikasinya di dalam proses pengolahan pangan (Pomeranz, 1985), di

antaranya adalah:

a. Kebanyakan pati alami menghasilkan suspensi pati dengan viskositas dan

kemampuan membentuk gel yang tidak seragam (konsisten). Hal ini

disebabkan profil gelatinisasi pati alami sangat dipengaruhi oleh iklim

dan kondisi fisiologis tanaman, sehingga jenis pati yang sama belum tentu

memiliki sifat fungsional yang sama.

b. Kebanyakan pati alami tidak tahan pada pemanasan suhu tinggi. Dalam

proses gelatinisasi pati, biasanya akan terjadi penurunan kekentalan

suspensi pati (viscosity breakdown) dengan meningkatnya suhu

pemanasan. Apabila dalam proses pengolahan digunakan suhu tinggi

(misalnya pati alami digunakan sebagai pengental dalam produk pangan

yang diproses dengan sterilisasi), maka akan dihasilkan kekentalan

produk yang tidak sesuai.

c. Pati tidak tahan pada kondisi asam. Pati mudah mengalami hidrolisis pada

kondisi asam yang mengurangi kemampuan gelatinisasinya. Pada

kenyataannya banyak produk pangan yang bersifat asam dimana

Page 25: Penelitian Modifikasi Pati Ubi Kayu dengan Kombinasi Proses Asam Laktat dan Hidrogen Peroksida

16

penggunaan pati alami sebagai pengental menjadi tidak sesuai, baik

selama proses maupun penyimpanan. Misalnya, apabila pati alami

digunakan sebagai pengental pada pembuatan saus, maka akan terjadi

penurunan kekentalan saus selama penyimpanan yang disebabkan oleh

hidrolisis pati.

d. Pati alami tidak tahan proses mekanis, dimana viskositas pati akan

menurun adanya proses pengadukan atau pemompaan.

e. Kelarutan pati yang terbatas di dalam air. Kemampuan pati untuk

membentuk tekstur yang kental dan gel akan menjadi masalah apabila

dalam proses pengolahan diinginkan konsentrasi pati yang tinggi namun

tidak diinginkan kekentalan dan struktur gel yang tinggi.

2.3. Teknologi Modifikasi Pati

Modifikasi pati dilakukan untuk mengubah sifat kimia dan sifat fisik pati

secara alami karena pati mempunyai kekurangan yang menghambat proses

pemanfaatannya. Modifikasi pati bertujuan untuk menghasilkan sifat tepung yang

lebih baik atau memperbaiki sifat sebelumnya. Teknik untuk modifikasi pati,

dapat dilakukan secara fisika, kimia, dan biologis. Modifikasi secara fisika

contohnya pengeringan, ekstraksi, pemanasan, , osmotic pressure treatment, dan

deep freezing. Modifikasi secara kimia contohnya eterifikasi, esterifikasi, cross-

linking, oksidasi, dan kationisasi. Modifikasi pati dapat dilakukan dengan

memotong struktur molekul, atau subtitusi gugus kimia pada molekul pati (Finch,

1989).

Gambar 2.4. Rumus struktur anhidroglukosa

Pati mempunyai rumus molekul (C6H10O5)n. Dalam satu molekul pati atau

disebut juga anhidroglukosa, memiliki empat gugus –OH, yaitu gugus –OH

1

2 3

4

5

6

Page 26: Penelitian Modifikasi Pati Ubi Kayu dengan Kombinasi Proses Asam Laktat dan Hidrogen Peroksida

17

sekunder (C-2, C-3, dan C-4) dan gugus –OH primer (C-6). Gugus –OH pati dapat

disubtitusi dengan gugus lain. Kereaktifan gugus –OH sekunder C-2 adalah paling

tinggi, yaitu sekitar 60-65% dibandingkan gugus –OH primer C-6 yang berkisar

antara 15-20%. Gugus –OH lain, C-3 mempunyai tingkat kereaktifan sekitar 20%

(Vliegenthart et al., 2000).

Modifikasi pati dapat dilakukan dengan mengkombinasi teknik modifikasi,

baik fisika, kimia, maupun biologi. Selain itu, modifikasi pati juga dapat

dilakukan dengan kombinasi teknik fisika-fisika contohnya dengan gelatinisasi

dan pengeringan, maupun teknik kimia-kimia misalkan modifikasi ikatan silang

dengan subtitusi. Beberapa teknologi modifikasi pati, tujuan utama, dan

aplikasinya di dalam produk pangan tertera pada tabel 2.4 di bawah ini :

Tabel 2.4. Teknik modifikasi pati, tujuan, dan aplikasi pada produk pangan

Teknik modifikasi Tujuan utama Aplikasi

Pregelatinisasi Menghasilkan pati yang dapat

terdispersi dalam air dingin

(bersifat instan).

Makanan bayi,

food powder, salad

dressing, cake

mixes, pudding

Cross-linking yang

memperkuat ikatan

hidrogen pada

granula pati

Menghasilkan pati dengan

viskositas yang stabil terhadap

suhu tinggi, proses peng-

adukan, dan kondisi asam.

Makanan kaleng

yang diproses pada

suhu tinggi, pie

filling, soup

Subtitusi gugus

hidro-ksil dari pati

Menghasilkan pati yang tidak

mudah mengalami retrogra-

dasi, memperbaiki stabilitas

viskositas.

Produk yang

dibekukan

Hidrolisis dengan

asam

Menghasilkan pati dengan

viskositas rendah.

Produk

confectionery

(permen, gum)

Kombinasi

subtitusi dan ikatan

silang

Menghasilkan pati yang tahan

panas, pengadukan, dan asam,

serta kecenderungan

retrogradasi yang rendah.

Saus, makanan

beku

Page 27: Penelitian Modifikasi Pati Ubi Kayu dengan Kombinasi Proses Asam Laktat dan Hidrogen Peroksida

18

2.3.1. Modifikasi Pati Secara Kimiawi

Modifikasi secara kimiawi melibatkan granula dari pati tersebut dalam

bentuk pati alami (native). Banyak cara yang dapat dilakukan seperti

eterifikasi, esterifikasi, cross-linking, oksidasi, dan kationisasi. Namun

modifikasi secara kimiawi memiliki kekurangan yaitu bersangkutan dengan

keamanan pangan dari produk pati yang termodifikasi yang digunakan

sebagai bahan baku pembuatan pangan, dan pencemaran lingkungan yang

dapat terjadi karena penggunaan bahan-bahan kimia yang berbahaya bagi

lingkungan (Kaur et al.,2012). Penelitian terdahulu yang pernah dilakukan

antara lain, modifikasi pati dengan mereaksikan alkil atau alkenil keten dimer

dan pati sehingga menghasilkan pati termodifikasi yang hidrofobik (Qiao et

al., 2006). Penelitian lain yang pernah dilakukan adalah modifikasi pati beras

dengan kombinasi cross-linking dan reaksi fosforilasi dan membandingkan

kemampuan pati bila menggunakan proses modifikasi dan cross-linking atau

dengan reaksi fosforilasi secara terpisah (Deetae et al., 2008).

2.3.2. Modifikasi Pati Secara Fisika

Modifikasi pati secara fisika menjadi aman dalam memodifikasi pati

yang akan dingunakan sebagai bahan baku pembuatan pangan dikarenakan

tidak menggunakan zat-zat kimia yang dapat berbahaya bagi tubuh

konsumen (Kaur et al., 2012). Penelitian terdahulu yang pernah dilakukan

antara lain, dengan menggunakan cara Osmotic Pressure Treatment (OPT)

yaitu dengan memodifikasi pati yang memiliki konsentrasi garam cukup

tinggi untuk menggantikan cara konvensional yaitu dengan Heat-moisture

treatment (HMT) untuk mendapatkan pati termodifikasi yang sama secara

fisika (Pukkahuta et al., 2007). Penelitian lain yaitu pati dari kentang yang

dikeringkan dengan dua cara yaitu secara oven dan menggunakan udara

kering serta pati kentang yang dilembabkan kemudian di didinginkan dalam

nitrogen cair kemudian di analisa dan didapatkan bahwa granula pati

bergantung pada kadar air sampel, pada sampel yang dilembabkan,

kristalinitas granul meningkat, dan sedikit berpengaruh pada kelarutan granul

pada air dan karakteristik gelatin pati (Szymon et al., 2000).

Page 28: Penelitian Modifikasi Pati Ubi Kayu dengan Kombinasi Proses Asam Laktat dan Hidrogen Peroksida

19

2.3.3. Modifikasi Pati Secara Biologis

Modifikasi pati secara biologis sering dilakukan hidrolisa terhadap pati

dengan bantuan enzim, satu diantara produk yang sering dihasilkan berupa

sirup glukosa dan sirup fruktosa. Seiring dengan penelitian yang terus

berkembang maka akan ditemukan lebih banyak enzim baru yang

teridentifikasi untuk digunakan dalam memodifikasi pati (Kaur et al., 2012).

Satu diantara penelitian terdahulu yang pernah dilakukan yaitu dengan

penambahan enzim amilomaltase yang menyebabkan amilosa dalam pati

menghilang dan molekul-molekul tersebut berpindah ke rantai cabang

amilopektin, sehingga amilopektin terus bercabang dan bertambah besar

menghasilkan pati termodifikasi yang memiliki cabang yang lebih besar dan

lebih lebar disbandingkan dengan pati alami (native), dan sifat pati

termodifikasi ini menjadi gelatin yang tahan terhadap panas sehingga

dharapkan dapat menggantikan produk yang menggunakan gelatin dari

hewan (Van der Maarel et al., 2005).

2.3.4. Modifikasi Pati Secara Oksidasi

Modifikasi secara oksidasi pada dasarnya termasuk dalam modifikasi

secara kimiawi karena menggunakan zat-zat kimia yang dapat mengoksidasi

pati sehingga pati dapat termodifikasi. Pati yang teroksidasi dapat

menggantikan pati alami (native) pada berbagai produk baik produk pangan

maupun non pangan ketika pati alami tersebut tidak dapat memenuhi syarat

psikokimia, thermal stability, dan pasting properties dalam penggunaan pati

tersebut. Pada proses oksidasi gugus hidroksil dari molekul pati akan

teroksidasi menjadi gugus karbonil kemudian akan diikuti oleh gugus

karboksil. Jumlah karboksil dan karbonil pati yang dioksidasi menunjukkan

tingkat oksidasi, oksidasi ini terutama terjadi pada kelompok hidroksil pada

posisi C-2 , C-3, dan C-6 di unit D-glucopyranosyl (Kuakpetoon dan Wang,

2001, 2008).

Reagen yang sering digunakan dalam modifikasi pati secara oksidasi

adalah sodium hipoklorit dan hydrogen peroksida, selain itu ammonium

persulfat, sodium bromat, sodium, potassium permanganat dan ozone juga

Page 29: Penelitian Modifikasi Pati Ubi Kayu dengan Kombinasi Proses Asam Laktat dan Hidrogen Peroksida

20

sudah mulai digunakan (Klein et al., 2014). Satu diantara penelitian yang

telah dilakukan yaitu pati dari kentang yang dioksidasi menggunakan sodium

hipoklorit dengan variabel konsentrasi klorin aktif. Peningkatan konsentrasi

klorin menyebabkan proses oksidasi semakin lebih kuat dalam reaksi yang

terjadi. Hasil penelitian tersebut adalah film yang dibuat dari pati

termodifikasi dengan konsentrasi paling tinggi memiliki kekuatan yang lebih

rendah dibandingkan dengan pati alami, namun memiliki kelarutan dalam air

yang lebih rendah dan permeabilitas terhadap uap air yang lebih rendah

dibandingkan dengan pati alami (Martins et al., 2014).

2.3.5. Modifikasi Pati Menggunakan Asam

Banyak cara yang telah dilakukan dalam modifikasi pati agar didapatkan

pati termodifikasi yang memiliki sifat pati termodifikasi yang lebih baik.

Kelemahan dari pati alami (native) yaitu sifat pati yang hidrofilik dan sifat

mekanis yang cukup lemah, sehingga pati alami tidak dapat digunakan

sebagai bahan baku di berbagai industri. Modifikasi pati secara kimia dengan

asam seperti ikatan silang (cross-linking) merupakan satu diantara banyak

cara dalam memodifikasi pati. Pembentukan ikatan silang dipengaruhi oleh

jenis dan konsentrasi senyawa polifungsional yang dapat membentuk ikatan

dengan gugus OH pada rantai pati, kondisi pH dan suhu tertentu (Kusnandar,

2010).

Metode cross-linking bertujuan menghasilkan pati yang tahan tekanan

mekanis, tahan asam dan mencegah penurunan viskositas pati selama

pemasakan. Cross-linking dipakai apabila dibutuhkan pati dengan viskositas

tinggi atau pati dengan ketahanan geser yang baik seperti dalam pembuatan

pasta dengan pemasakan kontinu dan pemasakan cepat pada injeksi uap. Pati

ikatan silang dibuat dengan menambahkan cross-linking agent dalam

suspensi pati pada suhu tertentu dan pH yang sesuai. Dengan sejumlah cross-

linking agent, viskositas tertinggi dicapai pada temperatur pembentukan yang

normal dan viskositas ini relatif stabil selama konversi pati. Peningkatan

viskositas mungkin tidak mencapai maksimum tapi secara perlahan-lahan

meningkat sampai pemasakan normal, dan ini tidak untuk semua pati karena

Page 30: Penelitian Modifikasi Pati Ubi Kayu dengan Kombinasi Proses Asam Laktat dan Hidrogen Peroksida

21

ada bahan lain terdapat dalam pati yang dapat mempercepat dan memperluas

pengembangan misalnya gula (Koswara, 2006). Cross-linking menguatkan

ikatan hidrogen dalam granula dengan ikatan kimia yang berperan sebagai

jembatan diantara molekul-molekul. Sebagai hasilnya, ketika pati cross-

linked dipanaskan dalam air, granula-granulanya akan mengembang sehingga

ikatan hidrogennya akan melemah (Miyazaki, 2006).

Banyak reagen yang telah dipakai dalam memodifikasi pati namun

selalu menghasilkan produk yang bersifat toksin, sehingga penggunaan pati

termodifikasi tersebut sangat terbatas dalam penggunaan sebagai biomaterial.

Sehingga dipilih asam organik sebagai aditif dalam memodifikasi pati untuk

mendapatkan pati termodifikasi yang aman bagi lingkungan, bersifat

hidrofobik, dan bersifat non toksin (Ghanbarzadeh et al., 2011).

2.4. Sifat Fisikokimia Pati

Sifat fisikokimia yaitu sifat yang menunjukan morfologi, struktur, dan

kristalinitas pati ubi kayu. Kandungan amilosa dan amilopektin memiliki

pengaruh yang sangat besar pada sifat fisik pati (Eliasson, 2004). Keduanya

sangat berhubungan dalam mengubah maupun membentuk sifat-sifat fisikokimia

pati antara lain baking expansion dan swelling power, kelarutan, kandungan

amilosa dan amilopektin, viskositas, kemampuan gelatinisasi, serta kemampuan

retrogradasi pati (Chávez-Murillo et al., 2008). Berdasarkan Standar Nasional

Indonesia (SNI 01-2997-1992), standar sifat fisikokimia tapioka termodifikasi

dan tepung gandum terdapat pada tabel 2.5 berikut ini:

Tabel 2.5. Standar sifat fisikokimia tapioka termodifikasi dan tepung gandum

Komponen Swelling

power (b/b)

Kelarutan

(%)

Viskositas

spesifik (cp)

Baking ex-

pansion (cm3/g)

Tapioka

modifikasi 7,71 0,14 32,30 2,4

Tepung

gandum 15,45 0,90 15,43 2,64

Granula pati mulai menyerap air dan membesar dalam air yang mempunyai

suhu tinggi. Komponen pati sebagian besar dalam bentuk amilosa yang terserap

dan terlarut. Saat suhu semakin tinggi mendekati suhu optimum dan penyerapan

air meningkat, granula pati akan mengalami gelatinisasi, dan ketika suhu mulai

Page 31: Penelitian Modifikasi Pati Ubi Kayu dengan Kombinasi Proses Asam Laktat dan Hidrogen Peroksida

22

rendah akan terjadi retrogradasi. Proses gelatinisasi dan retrogradasi pati adalah

inti untuk mengaplikasi berbagai macam pati (Zhu dan Wang, 2014).

Daya kembang pati (swelling power) didefinisikan sebagai pertambahan

volume dan berat maksimum yang dialami pati di dalam air (Balagopalan et al,.

1988) Daya kembang pati dan kelarutan terjadi karena adanya ikatan non-kovalen

antara molekul pati. Bila pati dimasukkan ke dalam air dingin, granula pati akan

menyerap air dan membesar. Namun, jumlah air yang terserap dan

pembesarannya terbatas hanya mencapai 30% (Winarno, 2002). Ketika granula

pati dipanaskan dalam air, granula pati mulai membengkak (swelling) terjadi pada

daerah amorf granula pati. Ikatan hidrogen yang lemah antarmolekul pati di

daerah amorf akan terputus saat pemanasan, sehingga terjadi hidrasi air oleh

granula pati. Granula pati akan terus mengembang, viskositas meningkat hingga

volume hidrasi maksimum yang dapat dicapai oleh granula pati (Swinkels, 1985).

Faktor-faktor seperti rasio amilosa dan amilopektin, distribusi berat molekul

dan panjang rantai, serta derajat percabangan dan konformasinya menentukan

daya kembang dan kelarutan (Moorthy, 2004). Swelling merupakan sifat yang

dipengaruhi oleh amilopektin yang memiliki kontribusi dalam peningkatan daya

kembang (Li dan Yeh, 2001). Selain itu, terdapat kolerasi yang negatif antara

daya kembang dan kadar amilosa, daya kembang akan menurun seiring dengan

peningkatan kadar amilosa (Sasaki dan Matsuki, 1998). Amilosa dapat

membentuk kompleks dengan lipid dalam pati sehingga dapat menghambat daya

kembang (Charles et al., 2005).

Molekul pati yang sudah terhidrasi akan menyebar dan molekul amilosa yang

memiliki rantai pendek akan keluar terlebih dahulu dari granula pati dan larut

dalam air yang memiliki rantai pendek. Semakin tinggi suhu, maka semakin

banyak molekul amilosa yang akan keluar dari pati. Ketika pati dipanaskan dalam

air, sebagian molekul amilosa akan keluar dari granula pati dan larut dalam air.

Selama pemanasan, akan terjadi pemecahan granula pati, sehingga pati yang

mempunyai kadar amilosa yang tinggi, granulanya akan lebih banyak

mengeluarkan amilosa (Fleche, 1985). Kelarutan pati akan semakin tinggi

sebanding dengan meningkatnya suhu serta kecepatan peningkatan kelarutan.

Page 32: Penelitian Modifikasi Pati Ubi Kayu dengan Kombinasi Proses Asam Laktat dan Hidrogen Peroksida

23

Swelling power dapat diukur sebagai berat pati yang mengembang (endapan) per

berat pati kering (Balagopalan et al., 1988).

Gelatinisasi merupakan proses pembesaran granula pati ketika dipanaskan

dalam media air (Pomeranz, 1991). Granula pati tidak larut dalam air dingin,

tetapi dapat mengembang dalam air panas. Semakin tinggi suhu pemanasan akan

meningkatkan pembesaran granula pati. Mula-mula pembesaran (swelling) ukuran

granula pati bersifat reversible namun ketika suhu tertentu sudah terlewati akan

menjadi irreversible. Kondisi pembesaran pati yang bersifat irreversible ini

disebut gelatinisasi dan suhu terjadinya disebut suhu gelatinisasi yang tergantung

pada konsentrasi dan pH larutan pati, semakin kental larutan makan suhu

gelatinisasi akan semakin sulit tercapai, dan bila pH terlalu tinggi maka

pembentukan gel semakin cepat tercapai akan tetapi semakin cepat turun lagi.

Pembentukan gel optimum pada pH 4-7, sementara suhu gelatinisasi untuk pati

ubi kayu yaitu 52-64OC (Pomeranz, 1991). Proses gelatinisasi (Pomeranz, 1991)

melibatkan peristiwa-peristiwa sebagai berikut:

a. hidrasi dan swelling (pengembangan) granula;

b. hilangnya sifat birefringent;

c. peningkatan kejernihan;

d. peningkatan konsistensi dan pencapaian viskositas puncak;

e. pemutusan molekul linier dan penyebarannya dari granula yang pecah.

Grafik perubahan granula pati selama proses gelatinisasi (Angela, 2001) dapat

dilihat pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5. Perubahan bentuk granula pati selama proses gelatinisasi

60 100

Suhu (OC)

Vis

kosi

tas

Pas

ta

Pasting

Temperature

Peak

Viscosity

Page 33: Penelitian Modifikasi Pati Ubi Kayu dengan Kombinasi Proses Asam Laktat dan Hidrogen Peroksida

24

Retrogradasi pati adalah proses kristalisasi kembali pati yang telah

mengalami gelatinisasi. Larutan pati yang telah mengalami gelatinisasi terdiri dari

granula-granula yang membesar dalam air dengan suhu tinggi dan molekul

amilosa yang terdispersi ke dalam air. Dalam kondisi suhu tinggi, larutan pati

memiliki kemampuan terdispersi yang fleksibel dan tidak kaku. Bila larutan pati

mendingin, energi kinetik tidak cukup untuk melawan kecenderungan molekul-

molekul amilosa untuk bersatu kembali. Retrogadasi adalah proses yang kompleks

dan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain jenis dan konsentrasi pati,

prosedur pemasakan, suhu, waktu tinggal, prosedur pendinginan, pH, dan

keberadaan komponen lain.

Gel pati jika didiamkan beberapa lama, maka akan terjadi perluasan daerah

kristal sehingga mengakibatkan pengkerutan struktur gel, yang biasanya diikuti

dengan keluarnya air dari gel. Pembentukan kembali struktur kristal itu disebut

retrogradasi. Sedangkan keluarnya air dari gel disebut sineresis (D’appolonia,

1971). Menurut Swinkels (1985), retrogradasi larutan pati memiliki beberapa efek

sebagai berikut :

a. Peningkatan viskositas;

b. Terbentuknya kekeruhan;

c. Terbentuknya lapisan tidak larut;

d. Terjadi presipitasi (bila konsentrasi pati rendah) pada pati tidak larut;

e. Terbentuknya gel (bila konsentrasi pati tinggi);

f. Terjadinya sinerisis pada larutan pati.

2.5. Proses Baking

Baking merupakan proses pemasakan dalam oven yang mengubah rasa.

warna, volume, ketebalan, kehalusan, dan komposisi kimia dari roti. Proses

baking akan menyebabkan perubahan fenomena secara fisik, kimia, dan biologi

yang membentuk kualitas produk. Tujuan proses baking adalah untuk

memberikan daya kembang roti (Desroiser, 1977).

Perubahan kimia yang terjadi dalam oven selama proses baking yaitu

pembentukan gas karbondioksida, perubahan protein, gelatinisasi pati, dan

karamelisasi gula. Selama proses baking juga terjadi perpindahan massa antara

Page 34: Penelitian Modifikasi Pati Ubi Kayu dengan Kombinasi Proses Asam Laktat dan Hidrogen Peroksida

25

molekul-molekul yang ada dalam roti. Baking yang dilakukan pada suhu tinggi

menyebabkan perpindahan panas secara konduksi, konveksi, dan radiasi dalam

roti (Seyhun, 2005). Radiasi adalah perpindahan panas secara tidak langsung

dimana suatu molekul menyerap panas dan dihantarkan di dalam molekul tersebut

secara cepat. Pada oven, sejumlah panas dihantaskan dari dinding oven (hot spots)

sehingga bagian roti yang paling dekat dengan dinding oven akan berwarna lebih

gelap akibat radiasi. Sedangkan konduksi merupakan perpindahan panas secara

langsung antara pan (aluumunium cup) dengan roti (Figoni, 2008).

Dengan adanya perpindahan panas tersebut, maka perpindahan massa dapat

terjadi berdasarkan empat tahap secara berurutan, yaittu penguapan air,

perpindahan uap air ke fase gas, kondensasi air, dan difusi air. Hal ini terjadi

dalam oven, dengan mekanisme terdapat dalam gambar 2.6 berikut ini :

Difusi Konveksi

Konveksi Radiasi

Difusi

Konveksi

CO2 (v)

Evaporasi H2O(v) Kondensasi

H2O(l)

Kondensasi Difusi Evaporasi

Gambar 2.6. Mekanisme baking dan cooling pada roti

Proses pembuatan roti dapat digambarkan dengan diagram fase yang

menunjukkan hubungan kandungan air dan suhu produk yang digambarkan pada

gambar 2.5. mekanisme baking pada roti selama baking dan cooling. Adonan roti

umumnya mempunyai kandungan air 0,4-0,5 kg/kg dan berada pada posisi rubber

state. Fase pertama yaitu heating fase, suhu adonan akan meningkat sampai

mendekati suhu gelatinisasi sekitar 60-70OC, di mana protein mengalami

Page 35: Penelitian Modifikasi Pati Ubi Kayu dengan Kombinasi Proses Asam Laktat dan Hidrogen Peroksida

26

denaturasi dan yeast semakin teraktivasi untuk membentuk CO2. Suhu yang

semakin meningkat akan memicu produk melewati suhu pencairannya (melting

temperature) dan kemudian mencapai fase pengeringan (drying), di mana

kandungan air yang ada pada produk menguap dan suhu produk akan berada pada

100OC (suhu penguapan air). Penguapan akan terjadi lebih cepat untuk permukaan

roti (crust) yang kontak langsung dengan udara panas dengan suhu 120OC,

sementara bagian dalam (crumb) masih berada pada fase cair dengan suhu 90-

100OC.

Fase pendinginan (cooling) terjadi pada suhu kamar, fase roti juga akan

mengalami peubahan. Bagian crust berubah dari fase rubber state ke glossy state

dengan melewati glass transtition temperature (Tg), sedangkan pada bagian

crumb produk berada pada rubber state. State yang berbeda antara crust dan

crumb akan mengakibatkan kedua bagian tersebut mempunyai karakteistik yang

berbeda, di mana crust akan lebih renyah (crispy) dan mudah retak, sementara

crumb akan menjadi lentur (soft).

Pada gambar 2.5 produk roti diasumsikan suatu padatan yang berpori

sehingga terdapat kandungan air, dengan adanya panas dari oven atau sumber

panas lain, air di dekat permukaan akan menguap. Uap air akan berpindah ke fase

gas melalui proses difusi ke dalam produk atau bahkan keluar melalui sel

permukaan produk, sehingga uap air yang bertemu dengan uap air yang lebih

dingin di pusat produk akan mengalami kondensasi sampai jumlahnya berkurang

karena pengaruh panas (Hadiyanto, 2005).

Page 36: Penelitian Modifikasi Pati Ubi Kayu dengan Kombinasi Proses Asam Laktat dan Hidrogen Peroksida

27

2.6. Penelitian Terdahulu

Judul Penelitian Peneliti Tahun Kesimpulan Kekurangan

A novel

thermoreversible

Gelling Product Made

by Enzmatic

Modification of Starch

Marc. J. E.C.

van der

Maarel et al.

2005 Pati dari kentang yang dimodifikasi dengan

penambahan enzim amilomaltase menyebabkan

sifat pati menjadi thermoreversible sehingga

membentuk gel yang dapat menggantikan

gelatin yang berasal dari hewan

Pati yang dimodifikasi dengan

penambahan enzim amilmal-

tase membutuhkan konsentrasi

yang lebih tinggi dibandingkan

dengan gelatin untuk mencapai

sifat gel yang sama

Enzyme-catalyzed

Synthesis of

Hydrofobically

Modified Starch

Lei Qiao et

al.

2006 Pati termodifikasi yang bersifat hidrofobik

memiliki sifat yang lebih baik dari pati alami

dan dapat digunakan sebagai surfaktan polimer

atau emulsifier.

DS (degree of subtition)

dibawah kisaran antara 0.003-

0.005 sehingga pati

termodifikasi tersebut tidak

dapat digunakan sebagai

thickener yang cukup baik.

Preparation, Pasting

Properties and Freeze-

thaw Stability of Dual

Modified Crosslink-

Phosphorylated Rice

Starch

Pawinee

Deetae et al.

2008 Kombinasi dari modifikasi secara crosslink dan

fosforilasi dengan 1% Sodium trimeta-

phosphate (STMP) dan 4% Sodium tripoly-

phosphate (STPP) memiliki ketahan terhadap

pendinginan dan pemanasan secara berulang.

Pembentukan struktur seperti

spon tidak tercapai saat

dilakukan proses siklus freeze

thaw.

The Effects of Acid and

Oxidative Modification

on The Expansion

Properties of Rice

Flour with Varying

Ana Clara

Klug Tavares

et al.

2010 Penambahan asam laktat kemudian dioksidasi

menggunakan hidrogen peroksida mengaki-

batkan depolimerisasi amilosa dan amilopektin

menjadi gugus karbonil dan karboksil lebih

banyak pada tepung beras amilosa rendah

Penambahan asam dan oksidasi

pada pati mengakibatkan ke-

rusakan pada struktur granula

pati. Terjadinya penurunan

gugus amilosa secara tidak

Page 37: Penelitian Modifikasi Pati Ubi Kayu dengan Kombinasi Proses Asam Laktat dan Hidrogen Peroksida

28

Levels of Amylose daripada tepung beras dengan amilosa sedang

dan tinggi. Volume spesifik tepung Motti

(rendah amilosa) dari 6.53 mL/g menjadi 15.80

mL/g ketika dioksidasi dengan konsentrasi

peroksida tertinggi sebesar 8g/100g dengan

waktu reaksi terlama selama 27 jam.

langsung mengindikasikan

kerusakan ikatan glikosidik

sehingga menurunkan sifat

holding viscosity dari pati.

Oxidation of fermented

cassava starch using

hydrogen peroxide

Alvaro

Renato

Guerra Dias

et al.

2011 Pati singkong yang dioksidasi dengan hidrogen

peroksida memiliki beberapa keunggulan

dibandingkan penjemuran karena itu kontrol

yang lebih baik pada parameter proses, tidak

tergantung pada

kondisi iklim dan menghasilkan produk yang

lebih homogen, mengurangi polusi, dan terurai

dengan mudah dengan panas.

Tidak ada kekurangan dalam

penelitian ini dikarenakan

penelitian bertujuan untuk

membandingkan hasil berupa

gugus karbonil dan karboksil

serta swelling power pati yang

dimodifikasi menggunakan

okisdator hidrogen peroksida

sehingga hasilnya telah

dijelaskan pada kolom

kesimpulan.

Characterization of

Physicochemical and

Baking Expansion

Properties of Oxidized

Sago Starch Using

Hydrogen Peroxide and

Sodium Hypochlorite

Catalyzed By UV

Irradiation

Eduard

Fransisco

Tethool et al.

2012 Oksidasi menggunakan peroksida

menghasilkan swelling power dan solubility

dari oksidasi menggunakan hipoklorit.

Peningkatan waktu dalam irradiasi

menggunakan UV akan meningkatkan gugus

amilosa pada pati yang telah dioksidasi.

Oksidasi dengan peroksida dan hipoklorit

dengan katalis iradiasi sinar UV meningkatkan

volume spesifik dari pati. Oksidasi dengan

Tidak ada kekurangan dalam

penelitian ini dikarenakan

penelitian bertujuan untuk

membandingkan penggunaan

okisdator hidrogen peroksida

dan natrium hipoklorit

sehingga hasilnya telah

dijelaskan pada kolom

kesimpulan.

Page 38: Penelitian Modifikasi Pati Ubi Kayu dengan Kombinasi Proses Asam Laktat dan Hidrogen Peroksida

29

hipoklorit menghasilkan baking expansion

yang lebih rendah dibandingkan dengan

menggunakan hidrogen peroksida. Okisdasi

pati menggunakan hidrogen peroksida dengan

menambahkan iradiasi sinar UV selama 15

menit menghasilkan pati sagu dengan volume

spesifik tertinggi sebesar 8.65 mL/g dengan

derajat baking expansion sebesar 65.6%

Effect of Cassava Flour

Characteristic on

Properties of Cassava-

Wheat-Maize

Composite Bread Types

Maria

Eduardo et

al.

2013 Roti yang dibuat berdasarkan tapioka dari ubi

kayu yang dipanggang kemudian dicampur

dengan tepung jagung dan tepung terigu

dengan perbandingan tapioka paling besar

menghasilkan roti yang memiliki sifat dan

struktur mendekati dengan roti yang dibuat

dengan menggunakan tepung terigu (gandum)

murni.

Roti yang dibuat dengan

menggunakan tepung cam-

puran dari tapioka dan jagung

hanya akan mendekati struktur

dari roti yang dibuat murni

dengan tepung terigu, hal ini

disebabkan oleh jaringan

gluten yang dihasilkan lebih

sedikit sehingga tidak dapat

menyerap gas karbon dioksida

saat proses fermentasi

berlangsung.

Oxidation of Potato

Starch with Different

Sodium Hypochlorite

Concentration and Its

Effect on

Biodegradable Films

Laura

Martins

Fonseca et al.

2014 Oksidasi dengan konsentrasi klorin aktif yang

berbeda akan menyebabkan sifat pati

termodifikasi juga berbeda. Film yang

dihasilkan memiliki kelarutan dalam air yang

lebih rendah dan permeabilitas terhadap uap

air.

Film yang dibuat dari pati yang

dioksidasi dengan konsentrasi

aktif klorin paling tinggi

memiliki kekuatan tarik

(tensile strength) yang rendah.

Page 39: Penelitian Modifikasi Pati Ubi Kayu dengan Kombinasi Proses Asam Laktat dan Hidrogen Peroksida

30

Addition of cassava

flours in bread-making:

Sensory and textural

evaluation

Sidsel Jensen

et al.

2015 Roti yang terbuat dari campuran tepung terigu

dan tapioka dianalisis dengan sensory

descriptive analysis (DA), texture profile

analysis (TPA), dan pengukuran fisik. Hasil

dari DA menunjukkan bahwa jenis tapioka

menentukan jumlah tapioka yang dapat

dimasukkan untuk membuat roti tanpa

mempengaruhi sifat sensorik. Lebih dari 30%

tepung terigu bisa diganti dengan Farinha de

Mandioca (FDM) yang hanya mempengaruhi

volume dan volume khusus, sedangkan

substitusi 30% tepung terigu dengan salah satu

jenis tapioka akan menyebabkan perubahan

hasil dari DA dan pengukuran instrumental.

Penambahan serat menghasilkan volume crumb

lebih ringan dan lebih keras serta struktur yang

lebih kohesif.

Korelasi pengukuran yang baik

diperoleh antara sifat tekstur

sensorik dan hasil dari

pengukuran instrumental, PCA

mengungkapkan bahwa DA

memberikan pemisahan yang

lebih baik pada produk roti tapi

kombinasi DA dan pengukuran

instrumen yang digunakan

memberikan informasi lebih

daripada kedua pendekatan

tersebut yang dilakukan

dengan terpisah.

Page 40: Penelitian Modifikasi Pati Ubi Kayu dengan Kombinasi Proses Asam Laktat dan Hidrogen Peroksida

31

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Rancangan Penelitian

Tapioka

200 gr

Hidrolisis Asam

Pengadukan 60 menit, 40O

C

Asam Laktat

1 % b/b

Oksidasi H2O

2

Pengadukan 50 menit, 32,5:600O

C, pH 4:5

H2O

2

0,4 ; 1,5 % b/b

Uji Tapioka Termodifikasi

Volume

Spesifik

Swelling

Power

Kelarutan

Pati

Gugus

Karbonil

Gugus

Karboksil

Baking

20 menit, 180O

C

Uji Banding

Terigu (Gandum) Tapioka Termodifikasi

Page 41: Penelitian Modifikasi Pati Ubi Kayu dengan Kombinasi Proses Asam Laktat dan Hidrogen Peroksida

32

3.2. Bahan dan Alat yang Digunakan

3.2.1. Bahan yang Digunakan

Bahan utama yang digunakan yaitu:

1. Tapioka 200 gram

2. Aquades secukupnya

3. Asam laktat 1% dalam 500 ml aquades

4. H2O2 teknis 30% 0,4% dan 1,5%

5. Hidroxylamin hidroklorit 15 gram

6. 0,1 N Asam Klorida secukupnya

7. 0,1 N Sodium hidroksida secukupnya

8. 0,01 N Sodium hidroksida secukupnya

Bahan tambahan yang digunakan yaitu:

1. Bread improver 0,3 gram

2. Ragi roti 1 gram

3. Gula pasir 10 gram

4. Garam 1 gram

5. Air mineral 50 ml

6. Margarine 8 gram

3.2.2. Alat yang Digunakan

Alat utama yang digunakan yaitu 2 buah reaktor. Reaktor pertama

dilengkapi dengan pengaduk, waterbath, dan temperatur control, dalam

penelitian ini digunakan beakerglass 2 liter dengan magnetic stirrer.

Reaktor kedua dilengkapi dengan pengaduk, waterbath, dan temperatur

control. Alat tambahan yang digunakan yaitu mixer, oven, pH meter, kertas

saring, sentrifuge, loyang aluminium, dan timbangan digital.

Page 42: Penelitian Modifikasi Pati Ubi Kayu dengan Kombinasi Proses Asam Laktat dan Hidrogen Peroksida

33

3.3. Rangkaian Alat Utama

AirAir

Asam Laktat Hidrogen Peroksida

Tepung Tapioka

3.4. Variabel Penelitian

No Pati Tapioka

(gram)

Konsentrasi

asam laktat

(% b/b)

Konsentrasi

H2O2

(% b/b)

pH

Suhu

Oksidasi

(OC)

1 200 1 0,4 3,5 32,5

2 200 1 0,4 4 32,5

3 200 1 0,4 5 32,5

4 200 1 0,4 3,5 60,0

5 200 1 0,4 4 60,0

6 200 1 0,4 5 70,0

7 200 1 0,4 3,5 70,0

8 200 1 0,4 4 70,0

9 200 1 0,4 5 32,5

10 200 1 1,5 3,5 32,5

Analisa :

Pengujian Volume Spesifik Roti

Pengujian Gugus Karboksil

Pengujian Gugus Karbonil

Pengujian Swelling Power Pati

Pengujian Kelarutan Pati

Page 43: Penelitian Modifikasi Pati Ubi Kayu dengan Kombinasi Proses Asam Laktat dan Hidrogen Peroksida

34

11 200 1 1,5 4 32,5

12 200 1 1,5 5 32,5

13 200 1 1,5 3,5 60,0

14 200 1 1,5 4 60,0

15 200 1 1,5 5 60,0

16 200 1 1,5 3,5 70,0

17 200 1 1,5 4 70,0

18 200 1 1,5 5 70,0

3.5. Prosedur Kerja

3.5.1. Proses Hidrolisis Asam

Melarutkan 200 gram tapioka ke dalam 800 ml aquades dan memanaskan

hingga 40OC, menambahkan asam laktat ke dalam larutan dan melakukan

pengadukkan secara konstan selama 1 jam di dalam Reaktor I. Menetralkan

larutan menggunakan 0,1 N sodium hidroksida, kemudian menyaring

larutan menggunakan kertas saring, mencuci residu menggunakan aquades,

dan mengeringkan residu yang tertinggal di kertas saring. (Muniz das Neves

et al., 2010).

3.5.2. Proses Oksidasi H2O2

Melarutkan residu hasil hidrolisis asam ke dalam 300 ml aquades kemudian

menambahkan H2O2 dengan konsentrasi sesuai variabel (0,4% b/b ; 1,5%

b/b), mengatur pH larutan mengggunakan 0,1 N asam klorida dan 0,1 N

Sodium hidroksida sesuai dengan variabel (pH 3,5; pH 4; pH 5) dan

memanaskan larutan sesuai dengan variabel (32,5OC; 60,0

OC; 70

oC) di

dalam Reaktor II sambil melakukan pengadukan konstan selama 50 menit.

Menyaring larutan menggunakan kertas saring, mencuci residu

menggunakan aquades, dan mengeringkan residu yang tertinggal di kertas

saring. (Dias et al., 2011).

3.5.3. Proses Baking Roti

Membuat adonan dengan komposisi 100 gram tapioka modifikasi, 0,3 gram

bread impover, 1 gram ragi roti, 10 gram gula pasir, 1 gram garam, dan 50

ml air mineral, kemudian mencampurkan adonan menggunkan mixer sambil

Page 44: Penelitian Modifikasi Pati Ubi Kayu dengan Kombinasi Proses Asam Laktat dan Hidrogen Peroksida

35

ditambahkan 8 gram margarine putih sampai adonan tercampur merata.

Mendiamkan adonan selama 10-15 menit sebelum memasukkannya ke

dalam loyang aluminium yang telah diolesi oleh margarin putih pada tiap

sisi loyang. Mendiamkan adonan di dalam loyang selama 3 jam, kemudian

memanggang adonan pada suhu 180OC selama 20 menit di dalam oven.

3.5.4. Studi Sifat Fisikokimia Pati Termodifikasi

Studi sifat-sifat fisikokimia pati termodifikasi yang diproses dengan

hidrolisis asam laktat dan oksidasi hidrogen peroksida dengan prosedur

sebagai berikut:

Pengujian Volume Spesifik Roti

Roti yang sudah melalui proses baking kemudian ditunggu selama 1 jam

untuk diukur volume dan massanya. Spesifik volume roti dapat

ditentukan dengan menggunakan persamaan:

Volume Spesifik (

⁄ ) =

Pengujian Gugus Karboksil

Gugus Karboksil dapat ditentukan dengan menggunakan metode

Parovuori (1995). Sampel pati basis kering sebanyak 5 gram dilarutkan

dengan aquades sebanyak 25 ml, melakukan pengadukkan konstan

selama 30 menit, dan melakukan sentrifuge dengan kecepatan 2500 rpm

selama 15 menit. Mencuci residu hasil sentrifuge dengan aquades dan

menambahkan 300 ml aquades. Memanaskan larutan pada waterbath

sambil melakukan pengadukan selama 30 menit sampai terbentuk gelatin.

Menitrasi sampel hasil pemanasan yang masih panas menggunakan 0,01

N sodium hidroksida sampai pH mencapai 8,2.

Gugus Karboksil digambarkan sebagai jumlah karboksil dibandingkan

dengan 100 unit glukosa (COOH/100 GU) dan dapat dihitung dengan

persamaan :

COOH/100 GU =

dimana, Vb = Volume NaOH sebelum titrasi pada tabung titrasi (ml)

Vs = Volume NaOH setelah titrasi pada tabung titrasi (ml)

F = Normalitas sodium hidroksida

Page 45: Penelitian Modifikasi Pati Ubi Kayu dengan Kombinasi Proses Asam Laktat dan Hidrogen Peroksida

36

W = Berat sampel basis kering (gram)

Pengujian Gugus Karbonil

Gugus Karbonil dapat ditentukan dengan menggunakan Smith’s method

(1967). Sampel pati basis kering sebanyak 4 gram dilarutkan dengan

aqudes sebanyak 100 ml dan memanaskan larutan sambil melakukan

pengadukan konstan selama 30 menit sampai terbentuk gelatin.

Mendinginkan gelatin hingga suhu mencapai 40OC, mengatur pH

mencapai 3,2 dengan menggunakan 0,1 N asam klorida, dan

menambahkan 15 ml Hidroxylamin (melarutkan 25 gram hidroxylamin

hidroklorit ke dalam 100 ml 0,5 N Sodium hidroksida lalu mengencerkan

larutan hingga 500 ml). Kemudian melakukan pengadukan dan

memasukkan tabung ke dalam waterbath pada suhu 40OC selama 4 jam.

Menitrasi sampel menggunakan 0,1 N Asam klorida hingga pH mencapai

3,2.

Gugus Karbonil digambarkan sebagai jumlah karbonil per 100 glukosa

(CO/100 GU) dan dapat dihitung dengan persamaan:

CO/100 GU =

dimana, Vb = Volume asam klorida sebelum titrasi (ml)

Vs = Volume asam klorida setelah titrasi (ml)

F = Normalitas asam klorida

W = Berat sampel basis kering (gram)

Pengujian Daya Kembang (Swelling Power) Pati

Swelling Power dapat ditentukan dengan metode yang digunakan oleh

Leach et al. (1959). Tahap pertama yaitu melarutkan pati sebanyak 0,1

gram dalam aquades sebanyak 10 ml, dan memanaskan larutan

menggunakan waterbath pada suhu 70OC selama 30 menit. Kemudian

memisahkan larutan menggunakan centrifuge dengan kecepatan 2500

rpm selama 20 menit. Swelling Power dapat dihitung dengan persamaan:

Swelling Power (%) =

Page 46: Penelitian Modifikasi Pati Ubi Kayu dengan Kombinasi Proses Asam Laktat dan Hidrogen Peroksida

37

Pengujian Kelarutan (Solubility) Pati

Kelarutan (solubility) pati dapat ditentukan dengan metode yang

digunakan oleh Kainuma et al. (1967). Kelarutan dihitung dengan cara

menimbang 1 gram pati termodifikasi, kemudian dilarutkan pada 20 ml

aquades dalam tabung reaksi. Setelah itu, memanaskan larutan dalam

waterbath pada temperatur 70OC selama 30 menit. Kemudian 10 ml

supernatan didekantasi dan dikeringkan sampai beratnya konstan.

Kelarutan dapat dihitung dengan persamaan:

Kelarutan (%) =

Page 47: Penelitian Modifikasi Pati Ubi Kayu dengan Kombinasi Proses Asam Laktat dan Hidrogen Peroksida

38

BAB IV

JADWAL PENELITIAN

Penelitian dengan judul ―Modifikasi Pati Ubi Kayu dengan Kombinasi Proses

Hidrolisis Asam Laktat dan Oksidasi Hidrogen Peroksida‖ ini dibagi menjadi dua

tahap, yaitu pra-rancang penelitian yang akan disusun dalam proposal penelitian serta

pengambilan data dan hasil penelitian yang akan disusun dalam laporan penelitian.

Proposal penelitian dimulai terhitung tanggal 1 Oktober 2014 dengan agenda studi

kepustakaan dan penyusunan latar belakang penelitian.

Agenda Penelitian November Desember Januari Februari

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Studi Kepustakaan

Penyusunan Proposal

Evaluasi Proposal Penelitian

Sidang Proposal Penelitian

Revisi Proposal Penelitian

Agenda Penelitian Maret April Mei Juni

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Persiapan Bahan dan Alat

Penelitian

Analisis Hasil

Evaluasi Penelitian

Penyusunan Laporan

Sidang Laporan Penelitian

Revisi Laporan Penelitian

Page 48: Penelitian Modifikasi Pati Ubi Kayu dengan Kombinasi Proses Asam Laktat dan Hidrogen Peroksida

39

DAFTAR PUSTAKA

Abera, S., dan Rakshit, S. K. (2003). Processing Technology Comparison of

Physicochemical and Functional Properties of Cassava Starch Extracted from

Fresh Root and Dry Chips. Starch - Stärke, 55, 287–296.

An, H. J., dan King, J. M. (2009). Using ozonation and amino acids to change pasting

properties of rice starch. Journal of Food Science, 74(3), C278–83.

Angela, L. M. S. (2001). The Molecular Organization in Starch Based Products. The

Influence of Polyol Used a Plasticizer. http.//igistut-archive-library-

uu.nl/dissertation/1979557. Akses tanggal 14 Desember 2014.

Anggraini, V., Sudarmonowati, E., Hartati, N. S., Suurs, L., dan Visser, R. G. F.

(2009). Characterization of cassava starch attributes of different genotypes.

Starch/Staerke, 61, 472–481.

Asaoka, M., Blanshard, J. M. V., dan Rickard, J. E. (1991). Seasonal effects on the

physico-chemical properties of starch from four cultivars of cassava. Starch -

Stärke, 43, 455–459.

Badan Pusat Statistik (BPS). (2012). Luas Panen, Produktifitas dan Produksi Tanaman

Ubi Kayu Seluruh Provinsi Indonesia Tahun 2011. www.bps.go.id.

Badan Statistik Nasional. (1996). Komposisi kimia ubi kayu per 100 gram bahan.

Balagopalan, C., Padmaja, G., Nanda, S. K., dan Moorthy, S. N. (1988). Cassava in

food, feed, and industry. CRC Press, Inc.

Banks, W., dan Greenwood, C. T. (1975). Starch and its Components.

Beninca, C., Colman, T. A. D., Lacerda, L. G., Filho, M. A. S. C., Bannach, G., dan

Schnitzler, E. (2013). The thermal, rheological and structural properties of

cassava starch granules modified with hydrochloric acid at different temperatures.

Thermochimica Acta, 552(2013), 65–69.

Charles, A. L., Chang, Y. H., Ko, W. C., Sriroth, K., dan Huang, T. C. (2005).

Influence of amylopectin structure and amylose content on the gelling properties

of five cultivars of cassava starches. Journal of Agricultural and Food Chemistry,

53, 2717–2725.

Chávez-Murillo, C. E., Wang, Y. J., dan Bello-Pérez, L. a. (2008). Morphological,

physicochemical and structural characteristics of oxidized barley and corn

starches. Starch/Staerke, 60, 634–645.

D’Appolonia, B. L. (1977). Effect Of Bread Ingredient On Starch Gelatinization

Properties As Measured By The Amyligraph. J. Cereal Chem. 9:532-543.

Deetae, P., Shobsngob, S., Varanyanond, W., Chinachoti, P., Naivikul, O., dan

Varavinit, S. (2008). Preparation, pasting properties and freeze–thaw stability of

dual modified crosslink-phosphorylated rice starch. Carbohydrate Polymers,

73(2), 351–358.

Page 49: Penelitian Modifikasi Pati Ubi Kayu dengan Kombinasi Proses Asam Laktat dan Hidrogen Peroksida

40

Deputi Pendayagunaan dan Permasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.

(2000). Kementerian Riset dan Teknologi Republik Indonesia.

Desrosier, N. W. (1977). Elements of food technology. AVI Publishing Co. Inc.

Dias, A. R. G., Zavareze, E. D. R., Helbig, E., Moura, F. A. D., Vargas, C. G., dan

Ciacco, C. F. (2011). Oxidation of fermented cassava starch using hydrogen

peroxide. Carbohydrate Polymers, 86(1), 185–191.

Djuardi, Anton. (2009). Cassava Solusi Pemberagaman Kemandirian Pangan. Jakarta:

Grasindo

Eduardo, M., Svanberg, U., Oliveira, J., dan Ahrné, L. (2013). Effect of Cassava Flour

Characteristics on Properties of Cassava-Wheat-Maize Composite Bread Types.

International Journal of Food Science, 2013, 1–10.

Eke, J., Achinewhu, S. C., Sanni, L., Barimalaa, I. S., Maziya-Dixon, B., dan Dixon, a.

(2007). Seasonal variations in the chemical and functional properties of starches

from local and improved cassava varieties in high rainfall region of Nigeria.

Journal of Food, Agriculture and Environment, 5(October), 36–42.

Eke, J., Achinewhu, S. C., Sanni, L., Barimalaa, I. S., Maziya-Dixon, B., dan Dixon,

A. (2009). Pasting, Color, and Granular Properties of Starches From Local and

Improved Cassava Varieties in High Rainfall Region of Nigeria. International

Journal of Food Properties, 12(October 2014), 438–449.

Eliasson, A. C. (Ed.). (2004). Starch in food: Structure, function and applications.

CRC Press.

FAO (Food and Agricultural Organization of the United Nations). (2014). The

statistical division. FAO. (http://faostat.fao.org/site/567/DesktopDefault.

aspx?PageID=567#ancor) (Diakses Desember 2014).

Figoni, P. (2008). How baking works: Exploring the fundamental of baking science.

2nd ed. John Wiley & Sons, Inc., New Jersey.

Finch, C. A. (1989). Modified starches: Properties and uses Edited by OB Wurzburg,

CRC Press, Boca Raton, Florida, 1986. pp. vi+ 277. ISBN 0‐8493‐5964‐3. British

Polymer Journal, 21(1), 87-88.

Fleche, G. (1985). Chemical modification and degradation of starch. Beynum , G. M.

A. V. and J. A. Roels (Eds.), . Starch Conversion Technology. New York: Marcel

Dekker, Inc.

Garcia, a. C. D. B., dan Leonel, M. (2005). Effect of lactic acid concentration on

expansion property of photochemically modified starches. Ciencia E

Agrotecnologia, 29, 629–634.

Ghanbarzadeh, B., Almasi, H., dan Entezami, A. A. (2011). Improving the barrier and

mechanical properties of corn starch-based edible films : Effect of citric acid and

carboxymethyl cellulose. Industrial Crops dan Products, 33(1), 229–235.

Godfray, H. C. J., Beddington, J. R., Crute, I. R., Haddad, L., Lawrence, D., Muir, J.

F., … Toulmin, C. (2010). Food security: the challenge of feeding 9 billion

people. Science (New York, N.Y.), 327(5967), 812–8.

Page 50: Penelitian Modifikasi Pati Ubi Kayu dengan Kombinasi Proses Asam Laktat dan Hidrogen Peroksida

41

Gomand, S. V., Lamberts, L., Derde, L. J., Goesaert, H., Vandeputte, G. E., Goderis,

B., … Delcour, J. a. (2010). Structural properties and gelatinisation

characteristics of potato and cassava starches and mutants thereof. Food

Hydrocolloids, 24(4), 307–317.

Hadiyanto, H. (2005). Heat and Mass Transfer during Baking: Product Quality

aspects. Numerical Heat Transfer .

Han, Z., Zeng, X., Zhang, B., dan Yu, S. (2009). Effects of pulsed electric fields (PEF)

treatment on the properties of corn starch. Journal of Food Engineering, 93(3),

318–323.

Hansen, M. R., Blennow, A., Pedersen, S., dan Engelsen, S. B. (2009). Enzyme

modification of starch with amylomaltase results in increasing gel melting point.

Carbohydrate Polymers, 78(1), 72–79.

Hoover, R. (2010). The impact of heat-moisture treatment on molecular structures and

properties of starches isolated from different botanical sources. Critical Reviews

in Food Science and Nutrition, 50(September 2013), 835–847.

Jane, J. L. dan Chen, J.F. (1992). Effect of Amilose Molecular Size and Amilopectin

Branch Chain Length on Paste Properties of Starch.

Jensen, S., Skibsted, L. H., Kidmose, U., dan Thybo, A. K. (2015). Addition of

cassava flours in bread-making: Sensory and textural evaluation. LWT - Food

Science and Technology, 60(1), 292–299.

Jyothi, A. N., Rajasekharan, K. N., Moorthy, S. N., dan Sreekumar, J. (2005).

Microwave-Assisted Synthesis and Characterization of Succinate Derivatives of

Cassava (Manihot esculenta Crantz) Starch. Starch - Stärke, 57(11), 556–563.

Kainuma K, Odat T, Cuzuki S, (1967). Study of Starch Phosphates Monoesters. J.

Technol, Soc. Starch 14: 24 – 28.

Kasemsuwan, T., dan Jane, J. L. (1996). Quantitative method for the survey of starch

phosphate derivatives and starch phospholipids by 31P nuclear magnetic

resonance spectroscopy. Cereal Chemistry, 73(6), 702–707.

Kaur, B., Ariffin, F., Bhat, R., dan Karim, A. a. (2012). Progress in starch

modification in the last decade. Food Hydrocolloids, 26(2), 398–404.

Klein, B., Vanier, N. L., Moomand, K., Pinto, V. Z., Colussi, R., Da Rosa Zavareze,

E., dan Dias, A. R. G. (2014). Ozone oxidation of cassava starch in aqueous

solution at different pH. Food Chemistry, 155(2014), 167–173.

Koswara. (2006). Teknologi Modifikasi Pati. http://Ebook Pangan.com

Kuakpetoon, D., dan Wang, Y. J. (2008). Locations of hypochlorite oxidation in corn

starches varying in amylose content. Carbohydrate Research, 343, 90–100.

Kuakpetoon, D., dan Wang, Y. J. (2006). Structural characteristics and

physicochemical properties of oxidized corn starches varying in amylose content.

Carbohydrate Research, 341(2006), 1896–1915.

Kuakpetoon, D., dan Wang, Y. J. (2001). Characterization of different starches

oxidized by hypochlorite. Starch/Stärke, 53, 211–218.

Page 51: Penelitian Modifikasi Pati Ubi Kayu dengan Kombinasi Proses Asam Laktat dan Hidrogen Peroksida

42

Kusnandar, Feri. (2010). Teknologi Modifikasi Pati dan Aplikasinya di Industri

Pangan. http://itp.fateta.ipb.ac.id/. Akses tanggal 14 Desember 2014.

Leach H. W., Mc Cowen L.D., Schoch T. J., 1959. Structure of The Starch Granules in

Swelling and Sollubility Pattern of Various Starch, Cereal Chem, , Vol.36, pp.

534-544.

Lee, J. S., Kumar, R. N., Rozman, H. D., dan Azemi, B. M. N. (2005). Pasting,

swelling and solubility properties of UV initiated starch-graft-poly(AA). Food

Chemistry, 91(2005), 203–211.

Li, J. Y., dan Yeh, A. I. (2001). Relationships between thermal, rheological

characteristics and swelling power for various starches. Journal of Food

Engineering, 50, 141–148.

Maache-Rezzoug, Z., Maugard, T., Zarguili, I., Bezzine, E., El Marzouki, M.-N., dan

Loisel, C. (2009). Effect of instantaneous controlled pressure drop (DIC) on

physicochemical properties of wheat, waxy and standard maize starches. Journal

of Cereal Science, 49(3), 346–353.

Martins, L., Rosa, J., Lisie, S., El, M., Renato, A., Dias, G., … Zavareze, R. (2014).

LWT - Food Science and Technology Oxidation of potato starch with different

sodium hypochlorite concentrations and its effect on biodegradable films, 1–7.

Mestres, C., Boungou, O., Akissoë, N., dan Zakhia, N. (2000). Comparison of the

expansion ability of fermented maize flour and cassava starch during baking.

Journal of the Science of Food and Agriculture, 80(2000), 665–672.

Mestres, C., Zakhia, N., dan Dufour, D. (1997). Functional and physico-chemical

properties of sour cassava starch. In P. J. Frazier, P. Richmond, and A. M. Donald

(Eds.), Starch: Structure and functionality (pp. 42–50). Cambridge: The Royal

Society of Chemistry.

Miyazaki, Megumi., Pham Van Hunga, Tomoko Maedad, dan Naofumi Morita.

(2006). Recent Advances in Applivcation of Modified Starches for Breadmaking,

Elsevier Journal.

Moorthy, S. N., dan Eliasson, A. C. (2004). Tropical sources of starch. Starch in food:

Structure, function and applications, 321-359.

Muniz das Neves, F., Pereira, J. M., da Rosa Zavareze, E., Guerra Dias, A. R., dan

Elias, M. C. (2010). Expansion of rice flour treated with lactic acid and sodium

bisulphite. LWT - Food Science and Technology, 43(2), 326–330.

Nwokocha, LM, Aviara NA, Senan C, Williams PA (2009). A comparative study of

some properties of cassava (Manihot esculenta, Crantz) and cocoyam (Colocasia

esculenta, Linn) starches. Carbohydrate Polymers 76:362-367

Parovuori, P., Hamunen, A., Forssell, P., Autio, K., dan Poutanen, K. (1995).

Oxidation of potato starch by hydrogen peroxide. Starch/Staerke, 47, 19–23.

Pomeranz, Y. (1991). Functional properties of food components. San Diego,

California: Academic Press Inc.

Pomeranz, Y. (1985). Functional Properties of Food Components. Academic Press,

Inc. New York

Page 52: Penelitian Modifikasi Pati Ubi Kayu dengan Kombinasi Proses Asam Laktat dan Hidrogen Peroksida

43

Pukkahuta, C., Shobsngob, S., dan Varavinit, S. (2007). Effect of Osmotic Pressure on

Starch: New Method of Physical Modification of Starch. Starch - Stärke, 59(2),

78–90.

Purba, E. (2009). Hidrolisis Pati Ubi Kayu (Manihot Esculenta) dan Pati Ubi Jalar

(Impomonea batatas) menjadi Glukosa secara Cold Process dengan Acid Fungal

Amilase dan Glukoamilase. Universitas Lampung, Lampung.

Qiao, L., Gu, Q., dan Cheng, H. (2006). Enzyme-catalyzed synthesis of

hydrophobically modified starch. Carbohydrate Polymers, 66(1), 135–140.

Rajan, A., Sudha, J. D., dan Abraham, T. E. (2008). Enzymatic modification of

cassava starch by fungal lipase. Industrial Crops and Products, 27(1), 50–59.

Rolland-sabaté, A., Sanchez, T., Buléon, A., Colonna, P., Ceballos, H., Zhao, S., …

Dufour, D. (2013). Molecular and supra-molecular structure of waxy starches

developed from cassava ( Manihot esculenta Crantz ). Carbohydrate Polymers,

92(2), 1451–1462.

Rolland-sabaté, A., Sánchez, T., Buléon, A., Colonna, P., Jaillais, B., Ceballos, H., dan

Dufour, D. (2012). Food Hydrocolloids Structural characterization of novel

cassava starches with low and high-amylose contents in comparison with other

commercial sources. Food Hydrocolloids, 27(1), 161–174.

Sajilata, M. G., Singhal, R. S., dan Kulkarni, P. R. (2006). Resistant Starch — A

Review. Comprehensive Reviews in Food Science and Food Safety, 5, 1–17.

Sánchez-Rivera, M. M., García-Suárez, F. J. L., Velázquez Del Valle, M., Gutierrez-

Meraz, F., dan Bello-Pérez, L. a. (2005). Partial characterization of banana

starches oxidized by different levels of sodium hypochlorite. Carbohydrate

Polymers, 62(2005), 50–56.

Sangseethong, K., Termvejsayanon, N., dan Sriroth, K. (2010). Characterization of

physicochemical properties of hypochlorite- and peroxide-oxidized cassava

starches. Carbohydrate Polymers, 82(2), 446–453.

Sari, P., Siregar, D. M., dan Sumardiono, S. (2010). Modifikasi Tapioka dengan

Kombinasi Proses Hidrolisa Asam Laktat dan Oksidasi Hidrogen Peroksida untuk

Meningkatkan Daya Kembang, 86–91.

Sasaki, T., dan Matsuki, J. (1998). Effect of wheat strach structure on swelling power.

Cereal Chemistry, 75(4), 525–529.

Seyhun, N., Sumnu G., Sahin S. (2005) Effects of starch types on retardation of staling

of microwave-baked cakes, Food and Bioproducts Processing, 83:1-5.

Shandera, D. L., dan Jackson, D. S. (1996). Effect of Corn Wet-Milling Conditions

(Sulfur Dioxide, Lactic Acid, and Steeping Temperature) on Starch Functionality.

Cereal Chemistry, 73(5), 632–637.

Silva, R. M., Ferreira, G. F., Shirai, M. a, Haas, a, Scherer, M. L., Franco, C. M. L.,

dan Demiate, I. M. (2008). Physicochemical characteristics of starches modified

with potassium permanganate/lactic acid and sodium hypochlorite/lactic acid.

Ciencia E Tecnologia de Alimentos, 28(1), 66–77.

Page 53: Penelitian Modifikasi Pati Ubi Kayu dengan Kombinasi Proses Asam Laktat dan Hidrogen Peroksida

44

Smith, R. J. (1967). Characterization and analysis of starches. In R. L. Whistler, dan

U. F. Paschal (Eds.), Starch: chemistry and technology (pp. 620–625). New York:

Academic Press.

Standar Nasional Indonesia. (1992). Syarat mutu tapioka. SNI 01-2997-1992.

Sunarti, T.C., N. Richana., F. Kasim., Purwoko, A. Budiyanto. (2007). Karakterisasi

Sifat Fisiko Kimia Tepung dan Pati Jagung Varietas Unggul Nasional dan Sifat

Penerimaannya terhadap Enzim dan Asam. Departemen Teknologi Industri

Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.

Swinkels, J. J. M. (1985). Sources of starch, its chemistry and physics. Beynum , G.

M. A. V. and J. A. Roels (Eds.), . Starch Conversion Technology. New York:

Marcel Dekker, Inc.

Szymońska, J., Krok, F., dan Tomasik, P. (2000). Deep-freezing of potato starch.

International Journal of Biological Macromolecules, 27, 307–314.

Tawil G, Viksø-Nielsen A, Rolland-Sabaté A, Colonna P, Buléon A. (2011). In depth

study of a new highly efficient raw starch hydrolyzing α-amylase from

Rhizomucor sp. Biomacromolecules 12, 34–42.

Tavares, A. C. K., Zanatta, E., Da Rosa Zavareze, E., Helbig, E., dan Dias, A. R. G.

(2010). The effects of acid and oxidative modification on the expansion

properties of rice flours with varying levels of amylose. LWT - Food Science and

Technology, 43(8), 1213–1219.

Tester, R., dan Morrison, W. (1990). Swelling and gelatinization of cereal starches. I.

Effects of amylopectin, amylose, and lipids. Cereal Chemistry, 67(1990), 551–

557.

Tethool, E. F., Jading, A., dan Santoso, B. (2012). Characterization of

Physicochemical and Baking Expansion Properties of Oxidized Sago Starch

Using Hydrogen Peroxide and Sodium Hypochlorite Catalyzed By UV

Irradiation. Food Science and Quality Management, 10.

Thomas, D. J., dan Atwell, W. A. (1997). Starches. American Association of Cereal

Chemists.

Van der Maarel, M. J. E. C., Capron, I., Euverink, G.-J. W., Bos, H. T., Kaper, T.,

Binnema, D. J., dan Steeneken, P. a. M. (2005). A Novel Thermoreversible

Gelling Product Made by Enzymatic Modification of Starch. Starch - Stärke,

57(10), 465–472.

Vliegenthart, J. F. G., van der Burgt, Y. E. M., Bergsma, J., Bleeker, I. P., Mijland, P.

J. H. C., dan Kamerling, J. P. (2000). Structural studies on methylated starch

granules. Starch - Stärke, 52, 40–43.

Westby A. (2002). Cassava utilization, storage and small-scale processing. In RJ

Hillocks, JM Thresh, AC Belloti, eds, Cassava: Biology, Production and

Utilization. CAB International Publishing, Wallingford, UK, pp 281–30

Wuzburg, O. B. (1989). Modified starch : Properties and uses. Florida: CRC press.

Winarno, F. G. (2002). Kimia Pangan dan Nutrisi. Jakarta: Gramedia.

Page 54: Penelitian Modifikasi Pati Ubi Kayu dengan Kombinasi Proses Asam Laktat dan Hidrogen Peroksida

45

Xing, G.-X., Zhang, S.-F., Ju, B.-Z., dan Yang, J.-Z. (2006). Microwave-assisted

Synthesis of Starch Maleate by Dry Method. Starch - Stärke, 58(9), 464–467.

Zhu, F. (2014). Composition, structure, physicochemical properties, and modifications

of cassava starch. Carbohydrate Polymers.

Zhu, F., dan Wang, S. (2014). Physicochemical properties, molecular structure, and

uses of sweetpotato starch. Trends in Food Science dan Technology, 36(2014),

68–78.

Page 55: Penelitian Modifikasi Pati Ubi Kayu dengan Kombinasi Proses Asam Laktat dan Hidrogen Peroksida

46

L E M B A R K O N S U L T A S I

Proposal Penelitian

Nama : Hansen Hartanto NIM. 21030112130065

Intan Clarissa Sophiana NIM. 21030112110032

Judul Penelitian : Modifikasi Pati Ubi Kayu dengan Kombinasi Proses

Hidrolisis Asam Laktat dan Oksidasi Hidrogen Peroksida

Tanggal mulai : 1 Oktober 2014

Pembimbing : Dr. Siswo Sumardiono, ST., MT.

Tanggal Konsultasi

Paraf

Ket Mhs Dosen

1 Oktober 2014

17 Oktober 2014

31 Oktober 2014

18 November 2014

26 November 2014

18 Desember 2014

31 Desember 2014

09 Januari 2015

13 Januari 2015

21 Januari 2015

27 Januari 2015

29 Januari 2015

06 Februari 2015

09 Februari 2015

Judul dan Membuat BAB I

Revisi BAB I

Revisi BAB I

BAB II dan Revisi BAB I

Revisi BAB I dan BAB II

Revisi BAB I dan BAB II

Membuat BAB III, Revisi BAB

I dan BAB II

Revisi BAB I, BAB II dan BAB

III

Revisi BAB I , BAB II, dan

BAB III

Revisi BAB I dan BAB III

Revisi BAB I dan membuat

summary

Revisi BAB I

Revisy Summary

ACC.

Dinyatakan selesai

Tanggal : 09 Februari 2015

Dosen Pembimbing

Dr. Siswo Sumardiono, ST., MT.

NIP. 19750915 200012 1 001