penamaan, pengistilahan, pendefinisian - kajian semantik

19
PENAMAAN, PENGISTILAHAN, DAN PENDEFINISIAN (SUATU KAJIAN SEMANTIK) disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Semantik Bahasa Indonesia II dari Prof. Dr. Bambang Wibisono, M.Pd oleh: Kelompok 5 Santuso (120110201005) Zaenal Chakiki M (120110201037) Muhammad Niam T (120110201053) Ade Bastian I P (120110201080) Na'iim Arsyadi M (120110201100) Joko Pramono (120110201101) Zainul Haris (120110201103) Handryo M (120110201106) Arkom Buyala (110110201061) JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS JEMBER 2015

Upload: sts-santuso

Post on 22-Sep-2015

410 views

Category:

Documents


45 download

DESCRIPTION

Makalah Semantik Bahasa Indonesia

TRANSCRIPT

  • PENAMAAN, PENGISTILAHAN, DAN PENDEFINISIAN

    (SUATU KAJIAN SEMANTIK)

    disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Semantik Bahasa Indonesia II dari Prof. Dr. Bambang Wibisono, M.Pd

    oleh:

    Kelompok 5

    Santuso (120110201005) Zaenal Chakiki M (120110201037)

    Muhammad Niam T (120110201053) Ade Bastian I P (120110201080) Na'iim Arsyadi M (120110201100)

    Joko Pramono (120110201101) Zainul Haris (120110201103)

    Handryo M (120110201106) Arkom Buyala (110110201061)

    JURUSAN SASTRA INDONESIA

    FAKULTAS SASTRA

    UNIVERSITAS JEMBER

    2015

  • ii

    PRAKATA

    Penulis panjatkan puji syukur atas segala limpahan rahmat, nikmat dan

    karunia Allah Swt sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul

    Penamaan, Pengistilahan, dan Pendefinisian (Suatu Kajian Semantik). Penulis

    susun makalah ini untuk memenuhi tugas matakuliah Semantik Bahasa Indonesia

    II dari Prof. Dr. Bambang Wibisono, M.Pd.

    Penulis telah dibantu oleh berbagai pihak, sehingga makalah ini dapat

    diselesaikan dengan baik tepat pada waktunya. Oleh karena itu, penulis

    menyampaikan terima kasih kepada:

    1. Prof. Dr. Bambang Wibisono, M.Pd. selaku dosen pengampu matakuliah

    Semantik Bahasa Indonesia II yang telah membimbing penulis sehingga

    penulis dapat menyelasaikan makalah ini dengan baik.

    2. rekan kerja kelompok 5 matakuliah Semantik Bahasa Indonesia II kelas A

    yang telah meluangkan waktu, pikiran dan tenaga serta rasa kompak yang

    membuat makalah ini segera terselesaikan.

    3. semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

    Penulis juga menerima segala kritik dan saran yang membangun dari semua

    pihak demi kesempurnaan makalah ini. Akhirnya penulis berharap semoga makalah

    ini dapat bermanfaat.

    Jember, Mei 2015 Penulis

  • iii

    DAFTAR ISI

    halaman

    HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i

    PRAKATA ..................................................................................................... ii

    DAFTAR ISI ................................................................................................. iii

    BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................ 1

    1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1

    1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 2

    1.3 Tujuan dan Manfaat .......................................................................... 3

    1.3.1 Tujuan Penulisan .................................................................... 3

    1.3.2 Manfaat Penulisan .................................................................. 3

    BAB 2. PEMBAHASAN............................................................................... 4

    2.1 Penamaan .......................................................................................... 4

    2.1.1 Peniruan Bunyi ........................................................................ 4

    2.1.2 Penyebutan Bagian.................................................................. 5

    2.1.3 Penyebutan Sifat Khas ........................................................... 6

    2.1.4 Penemu dan Pembuat.............................................................. 7

    2.1.5 Tempat Asal............................................................................ 7

    2.1.6 Bahan ...................................................................................... 8

    2.1.7 Keserupaan ............................................................................. 8

    2.1.8 Pemendekan ............................................................................ 9

    2.1.9 Penamaan Baru ....................................................................... 9

    2.2 Pengistilahan...................................................................................... 10

    2.3 Pendefinisian ..................................................................................... 11

    2.3.1 Definisi Sinonimis................................................................... 11

    2.3.2 Definisi Formal ....................................................................... 11

    2.3.3 Definisi Logis ......................................................................... 12

    2.3.4 Definisi Ensiklopedi ................................................................ 13

    2.3.5 Definisi Operasional ............................................................... 13

    BAB 3. KESIMPULAN ................................................................................ 15

    DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 16

  • 1

    BAB 1. PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Bahasa mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia

    sebab antara manusia dan bahasa tidak dapat dipisahkan. Keberadaan bahasa

    merupakan keniscayaan bagi manusia, sebab hanya manusia saja yang memiliki

    bahasa sistemis yang dapat membedakan dengan makhluk hidup yang lain. Sebagai

    alat komunikasi yang digunakan oleh anggota masyarakat untuk bekerja sama,

    berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri, bahasa memiliki peranan penting dalam

    kehidupan bermasyarakat. Melalui bahasa, manusia bisa mengungkapkan segala

    sesuatu yang ada dalam dunia batin seseorang, baik berupa gagasan, pikiran,

    perasaan, maupun pengalaman yang dimilikinya. Oleh karena itulah, Soeparno

    (2002:5) mengemukakan bahwa fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi

    sosial.

    Berkaitan dengan ciri sistem, bahasa bersifat sistemik dan sistematik.

    Bahasa bersifat sistemik karena merupakan suatu sistem atau subsistem-subsistem,

    seperti subsistem fonologi, subsistem morfologi, subsistem sintaksis, subsistem

    semantik, dan subsistem leksikon. Bahasa juga bersifat sistematik karena mengikuti

    ketentuan-ketentuan atau kaidah-kaidah yang teratur.

    Pengertian dari bahasa itu sendiri adalah sistem lambang bunyi yang bersifat

    arbitrer dan sistematis yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bahasa memiliki

    ciri-ciri umum yakni bersifat produktif, konvensional, unik, universal, dan dinamis.

    Bahasa juga memiliki ciri-ciri lain seperti bermakna, bervariasi, dan berfungsi

    sebagai alat interaksi sosial serta merupakan identitas penuturnya (Chaer, 2012:33).

    Meski bersifat arbitrer atau mana suka, sistem lambang bunyi bisa disebut

    bahasa jika sudah menjadi kesepakatan masyarakat. Bahasa bersifat arbitrer,

    maksudnya ialah tidak ada hubungan wajib antara lambang sebagai hal yang

    menandai yang berwuud kata atau leksem dengan benda atau konsep yang ditandai,

    yaitu referen dari kata atau leksem tersebut. Sebagai contoh, seseorang atau bahkan

    linguis pun tidak dapat menjelaskan mengapa binatang berkaki dua, bersayap dan

  • 2

    berbulu, dan biasanya dapat terbang dalam bahasa Indonesia disebut sebagai

    [burung]. Begitu pula seperti tumbuhan yang menghasilkan beras dan termasuk

    jenis Oryza dalam bahasa Indonesia disebut dengan [padi].

    Kearbitreran lambang bahasa seperti di atas menyebabkan orang dalam

    sejarah linguistik agak menelantarkan penelitian mengenai makna bila

    dibandingkan dengan penelitian di bidang morfologi dan sintaksis sebab makna

    sebagai objek studi semantik sangat tidak jelas strukturnya (Chaer, 1995:1). Seperti

    contoh di atas, seseorang tidak dapat menjelaskan secara gamblang mengapa

    binatang berkaki dua, bersayap dan berbulu, dan biasanya dapat terbang, dalam

    bahasa Indonesia dinamai [burung], sedang dalam bahasa Jawa dinamai [manuk],

    atau [bird] dalam bahasa Inggris. Oleh sebab itulah, menurut Aristoteles, pemberian

    nama, istilah atau definisi tentang sesuatu merupakan soal konvensi atau perjanjian

    belaka di antara sesama anggota suatu masyarakat bahasa (Chaer, 1995:44).

    Meneliti lebih lanjut tentang asal-usul suatu nama, istilah atau definisi

    tentang sesuatu memang sangat sulit, walaupun demikian secara kontemporer

    masih dapat ditelusuri sebab-sebab atau peristiwa-peristiwa yang melatarbelakangi

    terjadinya penamaan dan pendefinisian terhadap sejumlah kata yang ada dalam

    leksikon bahasa Indonesia atau bahasa daerah. Penamaan dan pendefinisian

    tersebut merupakan dua buah pelambangan suatu konsep untuk mengacu kepada

    sesuatu referen yang berada di luar bahasa. Berdasarkan penjelasan tersebut,

    penulis akan memaparkan tentang penamaan, pengistilahan, dan pendefinisian

    tentang sesuatu dalam makalah ini.

    1.2 Rumusan Masalah

    Berdasarkan uraian pada subbab di atas, dapat ditarik rumusan masalah

    dalam makalah ini sebagai berikut.

    a. Bagaimana bentuk penamaan dalam bahasa Indonesia dan atau daerah?

    b. Bagaimana bentuk pengistilahan dalam bahasa Indonesia dan atau daerah?

    c. Bagaimana bentuk pendefinisian dalam bahasa Indonesia dan atau daerah?

  • 3

    1.3 Tujuan dan Manfaat

    1.3.1 Tujuan Penulisan

    Tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan ini ialah untuk mendeskripsi-

    kan temuan tentang:

    a. bentuk penamaan dalam bahasa Indonesia dan atau daerah;

    b. bentuk pengistilahan dalam bahasa Indonesia dan atau daerah;

    c. bentuk pendefinisian dalam bahasa Indonesia dan atau daerah.

    1.3.2 Manfaat Penulisan

    Makalah ini diharapkan dapat memiliki manfaat sebagai referensi bagi

    akademisi dalam mempelajari tentang salah satu cabang linguistik yaitu semantik

    khususnya tentang bab penamaan, pengistilahan dan pendefinisian.

  • 4

    BAB 2. PEMBAHASAN

    2.1 Penamaan

    Sudah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa bahasa merupakan sistem

    lambang bunyi yang bersifat arbitrer. Maksud hal tersebut yakni sistem lambang

    bunyi suatu satuan bahasa sebagai lambang dengan sesuatu benda atau hal yang

    dilambangkan bersifat sewenang-wenang dan tidak ada hubungan wajib di antara

    keduanya. Sebagai contoh, binatang berkaki dua, bersayap dan berbulu, dan

    biasanya dapat terbang, dalam bahasa Indonesia dinamai [burung], sedang dalam

    bahasa Jawa dinamai [manuk], atau [bird] dalam bahasa Inggris. Meskipun

    bendanya sama, ternyata terdapat penamaan yang berbeda pada bahasa yang

    berbeda pula. Jelaslah bahwa pemberian nama tentang sesuatu bersifat arbitrer dan

    merupakan soal konvensi atau berdaasarkan kesepakatan masyarakat bahasa itu

    sendiri. Meskipun demikian, berdasarkan teori yang ada, terdapat beberapa

    penamaan yang dilatarbelakangi oleh sebab-sebab atau peristiwa-peristiwa tertentu,

    yakni sebagai berikut.

    2.1.1 Peniruan Bunyi

    Dalam bahasa Indonesia dan daerah terdapat sejumlah kata yang terbentuk

    sebagai hasil peniruan. Maksudnya ialah nama-nama benda atau hal tersebut

    dibentuk berdasarkan bunyi dari benda tersebut atau suara yang ditimbulkan oleh

    benda tersebut. Misalnya, binatang sejenis reptil kecil yang melata di dinding

    disebut [cca?] karena bunyinya [ca? ca? ca?]. Berbeda halnya dari bahasa

    Indonesia, binatang sejenis reptil kecil yang melata di dinding dalam bahasa Jawa

    disebut dengan [cc?] atau [c?c?] dalam bahasa Madura karena mereka

    menganggap bahwa bunyi binatang tersebut yakni [c? c? c?].

    Begitu juga dengan binatang yang berbunyi [tke? tke?] dalam bahasa

    Indonesia disebut [toke?] atau [tke?] dalam bahasa Jawa dan [tk?] dalam bahasa

    Madura. Perbedaan fonologi penamaan tersebut dikarenakan adanya perbedaan

  • 5

    persepsi dari masyarakat bahasa tentang bunyi binatang tersebut. Keterangan

    tersebut menunjukan bunyi dari bahasa kanak-kanak yang kata-kata tersebut berasal

    suara binatang. Kata-kata yang dibentuk berdasarkan tiruan bunyi ini disebut kata

    peniru bunyi atau anomatope.

    Sejalan dengan iu banyak pula dibentuk kata kerja atau nama perbuatan dari

    tiruan buny. Sebagai contoh, biasa dikatakan anjing menggonggong, ayam

    berkotek, ular mendesis, kerbau melenguh, kuda meringkik, harimau mengaum,

    telepon berdering, meriam menggelegar, tikus mencicit, dan pintu yang dibuka

    berderit. Dalam bercerita pun orang acap menirukan bunyi-bunyi benda atau hal

    yang diceritakan, seperti :

    - Klik terdengar bunyi anak kunci diputar orang.

    - Bret, bret dirobeknya kain menjadi tiga lembar.

    - Kudengar bunyi ketukan pintu tok, tok, tok, sepertinya ada tamu.

    Kata-kata dibentuk berdasarkan tiruan bunyi ini sebenarnya juga tidak

    persis sama, hanya mirip saja. Hal tersebut berlaku karena dua sebab, yakni karena

    benda atau binatang yang mengeluarkan bunyi itu tidak mempunyai alat fonologis

    seperti manusia dan sistem fonologi setiap benda tidak sama. Itulah sebabnya orang

    menirukan bunyi kokok ayam jantan menjadi [kkro?], bagi orang melayu

    jakarta menjadi bunyi [kukuruyu?], sedangkan orang Belanda menjadi bunyi

    [kukeleku?].

    2.1.2 Penyebutan Bagian

    Istilah pars pro toto yaitu gaya bahasa yang menyebutkan bagian dari suatu

    benda atau hal, padahal yang dimaksud ialah keseluruhannya. Misalnya kata kepala

    dalam kalimat setiap kepala menerima bantuan seribu rupiah, bukanlah dalam arti

    kepala itu saja, melainkan seluruh orangnya sebagai satu kesatuan. Sesungguhnya

    gejala pars pro toto ini bukan semata-mata gaya retorika dalam kesusastraan saja,

    melainkan juga merupakan gejala umum dalam pemakaian bahasa sehari-hari.

    Sebagai contoh, pada saat memesan sesuatu di rumah makan dan memesan kopi,

    maka pasti pemilik atau pelayan tidak akan menyodorkan kopi saja, melainkan

  • 6

    sudah diseduh dengan air panas, diberi gula, dan di tempatkan di cangkir atau

    wadah lain.

    Penamaan pada suatu benda atau konsep berdasarkan bagian dari benda itu

    biasanya berdasarkan ciri khas atau yang menonjol dari benda itu dan yang

    diketahui umum. Sebagai contoh, anggota ABRI disebut baju hijau karena pakaian

    ABRI ialah hijau. Sebaliknya seorang wasit sepakbola disebut anggota korps baju

    hitam karena pakaian seragam mereka di lapangan ialah warna hitam.

    Kebalikan dari pars pro toto ialah gaya retorika yang disebut totem pro

    parte yaitu keseluruan untuk sebagian. Sebagai contoh, dikatakan semua perguruan

    tinggi ikut dalam lomba puisi, padahal yang dimaksud hanyalah pesrta-perta lomba

    dari perguruan tinggi tersebut.

    2.1.3 Penyebutan Sifat Khas

    Hampir sama dengan pars pro toto yang dibicarakan di atas adalah

    persamaan suatu benda berdasarkan sifat yang khas yang ada pada benda itu. Gejala

    ini merupakan peristiwa semantik karena dalam peristiwa itu terjadi transposisi

    makna dalam pemakaian yakni perubahan dari kata sifat menjadi kata benda.

    Terjadi perubahan kata sifat menjadi kata benda. Di sini terjadi perkembangan

    berupa ciri makna yang disebut dengan kata sifat itu mendesak kata bendanya

    karena kata sifatnya yang amat menonjol itu, sehingga kata sifatnya itulah yang

    menjadi nama bendanya. Sebagai contoh, orang yang sangat kikir lazim disebut si

    kikir atau si bakhil. Anak yang tidak dapat tumbuh menjadi besar, tetap saja kecil,

    disebut si kerdil. Orang yang kulitnya hitam disebut si hitam dan orang yang

    kepalanya botak disebut si botak.

    Dalam dunia politik terdahulu, terdapat istilah golongan kanan dan

    golongan kiri. Golongan kanan adalah kelompok orang yang beragama, sedangkan

    golongan kiri adalah kelompok komunis. Contoh lain di dalam dunia pertekstilan

    duhulu terdapat semacam bahan yang disebut lurik. Padahal lurik ini sebenarnya

    nama corak atau motif bahan yang berupa garis-garis. Akan tetapi pada akhirnya,

    bahan tersebut diberi nama lurik juga.

  • 7

    2.1.4 Penemu atau Pembuat

    Banyak nama benda dalam kosa kata bahasa Indonesia yang dibuat

    berdasarkan nama penemunya, nama pabrik pembuatnya, atau nama dalam

    peristiwa sejarah. Nama-nama benda yang demikian disebut dengan istilah

    appelativa.

    Nama-nama benda yang berasal dari nama orang, antara lain, kondom yaitu

    sejenis alat kontrasepsi yang dibuat oleh Dr. Condom. Mujahir atau mujair yaitu

    nama sejenis ikan air tawar yang mula-mula ditemukan dan diternakkan oleh

    seorang petani yang bernama Mujair di Kediri, Jawa Timur. Contoh lain, Volt yakni

    nama satuan kekuatan aliran listrik yang diturunkan dari nama penciptanya yaitu

    Volta pada 1745-1787 M. Kata sandwich yaitu roti dengan mentega yang di

    dalamnya berisi daging merupakan nama yang berasal dari nama seorang

    bangsawan Inggris yaitu Sandwich.

    2.1.5 Tempat Asal

    Sejumlah nama benda dapat ditelusuri berasal dari nama tempat asal benda

    tersebut. Seperti contoh, kata magnit berasal dari nama tempat yakni Magnesia; kata

    kenari, yaitu nama sejenis burung, berasal dari nama pulau kenari di Afrika; kata

    sarden atau ikan sarden, berasal dari nama pulau Sardinia di Italia; kata klonyo

    berasal dari au de Cologne yang artinya air dari kuelen, yaitu nama kota di Jerman

    Barat.

    Selain hal tersebut di atas, masih banyak kata kerj a yang dibentuk dari

    nama tempat. Sebagai contoh, didigulkan yang bermakna dibuang ke Digul di Irian

    Jaya; dinusakambangankan yang bermakna dibawa atau dipenjarakan di pulau Nusa

    Kambangan; kata dipasarkan bermakna dijual secara umum. Muncul juga kata

    dicakungkan yang bermakna dibawa dan disimpan di gudang milik pemerintah di

    daerah Cakung, Jakarta Timur. Ada juga kata kerja dilautkan yang bermakna

    diceburkan ke dalam laut, yakni becak-becak di Jakarta sebagai razia dan oleh

    pemerintah DKI diceburkan ke dalam laut, dijadikan rumpon tempat hidup dan

    berkumpulya ikan-ikan.

  • 8

    2.1.6 Bahan

    Ada sejumlah benda yang namanya diambil dari nama bahan pokok benda

    itu. Sebagai contoh, karung yang dibuat dari goni yaitu sejenis serat

    tumbuh-tumbuhan yang dalam bahasa latin disebut Corchorus capsularis, disebut

    juga goni atau guni. Jadi, kalau dikatakan membeli beras dua goni, maksudnya

    membeli beras dua karung.

    Contoh lain, kaca adalah nama bahan. Kemudian, barang-barang lain yang

    dibuat dari kaca disebut juga kaca seperti kaca mata, kaca jendela, kaca spion,

    dan kaca mobil. Begitu juga kata perak dan kaleng yang pada mulanya adalah nama

    bahan, maka kemudian semua barang yang dibuat dari kedua benda itu disebut

    dengan nama bahan itu juga, seperti perak bakar, uang perakan (rupiah), kaleng

    susu, kaleng minyak, dan kue kalengan.

    Bambu runcing adalah nama senjata yang digunakan rakyat Indonesia

    dalam perang kemerdekaan dahulu. Bambu runcing dibuat dari bambu yang

    ujungnya diruncingi sampai tajam. Maka saat ini bahan tersebut menjadi nama

    senjata itu sendiri. Satu contoh lagi, pena pada mulanya berarti bulu. Pada zaman

    dahulu pena atau bulu angsa atau ayam, digunakan sebagai alat untuk menulis.

    Maka kemudian pena menjadi nama alat tulis tersebut.

    2.1.7 Keserupaan

    Dalam praktik berbahasa banyak kata yang digunakan secara metaforis.

    Maksudnya ialah kata itu digunakan dalam suatu ujaran yang maknanya

    dipersamakan atau diperbandingkan dengan makna leksikal dari kata itu. Sebagai

    contoh, kata kaki pada frase kaki meja, kaki gunung, dank kursi. Di sini kata kaki

    mempunyai kesamaan makna dengan salah satu ciri makna dari kata kaki itu yaitu

    alat penopang berdirinnya tubuh pada frase kaki meja dan kaki kursi, dan ciri

    terletak pada bagian bawah pada frase kaki gunung. Contoh lain, kata kepala pada

    kepala kantor, kepala surat, kepala paku, dan kepala meja. Di sini kata kepala memiliki

    kesamaan makna dengan salah satu komponen makna leksikal dari kata kepala itu,

    yaitu bagian yang sangat penting pada manusia yakni pada kepala kantor; bermakna

  • 9

    terletak sebelah atas pada frase kepala surat; dan bermakna berbentuk bulat pada

    kepala paku. Maka kemudian, kata-kata seperti kepala ini dianggap sebagai kata

    yang polisemi atau kata yang memiliki banyak makna.

    2.1.8 Pemendekan

    Dalam perkembangan bahasa terakhir ini banyak kata-kata dalam bahasa

    Indonesia yang terbentuk sebagai hasil penggabungan unsur-unsur huruf awal atau

    suku kata dari beberapa kata yang digabungkan menjadi satu. Sebagai contoh, ABRI

    yang berasal dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia; KONI yang berarti

    Komite Olahraga Nasional Indonesia; tilang yang berasal dari bukti pelanggaran;

    tabanas berasal dari tabungan pembangunan nasional; monas berasal dari monumen

    nasional; dan Depnaker berasal dari Departemen Tenaga Kerja. Kata-kata yang terbentuk

    sebagai hasil penyingkatan ini lazim disebut akronim. Kata-kata yang berupa

    akronim ini hampir didapati di semua bidang kegiatan.

    Selain hal tersebut di atas, ada juga pemendekan kata-kata yang berbeda

    dengan akronim. Penyingkatan yang berupa akronim dapat dilafalkan seperti

    sebuah kata, sedangkan singkatan hanya bisa dilafalkan perhuruf. Sebagai contoh,

    PLN singkatan dari Perusahaan Listrik Negara; KTP singkatan dari Kartu Tanda

    Penduduk; dan lain-lain.

    2.1.9 Penamaan Baru

    Dewasa ini banyak kata atau istilah baru yang dibentuk menggantikan kata

    atau istilah lama yang sudah ada. Kata-kata atau istilah-istilah lama yang sudah ada

    itu perlu diganti dengan kata-kata baru atau sebutan baru karena dianggap kurang

    tepat, tidak rasional, kurang ha1us, atau kurang ilmiah. Sebagai contoh, kata

    pariwisata mengganti turisme; kata wisatawan untuk mengganti turis atau

    pelancong; kata darmawisata untuk mengganti piknik; dan kata suku cadang untuk

    mengganti onderdil. Kata-kata turisme, turis, dan orderdi anggap tidak bersifat

    nasional. Karena itu, perlu diganti dengan yang bersifat nasional. Kata-kata kuli dan

    buruh diganti dengan karyawan; kata jongos dan babu diganti dengan pembantu

    rumah tangga dan pramuwisma; kata pelayan diganti dengan pramuniaga, karena

    kata-kata tersebut dianggap berbau feodal. Begitu juga dengan kata bui atau penjara

    yang diganti dengan lembaga pemasyarakatan; kata pemecatan atau

  • 10

    pemberhentian yang diganti dengan pemutusan hubungan kerja; berdemonstrasi

    diganti dengan unjuk rasa, dan naikan harga diganti dengan penyesuaian harga

    adalah karena konsepnya memang dianggap berbeda.

    Akhirnya, penggantian kata gelandangan menjadi tuna wisma; pelacur

    menjadi tunasusila, dan buta huruf menjadi tuna aksara adalah karena kata-

    kata tersebut dianggap kurang halus; kurang sopan menurut pandangan dan norma

    sosial. Proses penggantian nama atau penyebutan baru masih terus akan

    berlangsung sesuai dengan perkembangan pandangan dan norma budaya di dalam

    masyarakat.

    2.2 Pengistilahan

    Berbeda dengan proses penamaan atau penyebutan yang lebih banyak

    berlangsung secara arbitrer, pengistilahan lebih banyak berlangsung menurut

    suatu prosedur. Hal ini terjadi karena pengistilahan dilakukan untuk mendapatkan

    ketepatan dan kecermaiam makna untuk suatu bidang kegiatan atau keilmuan. Di

    sinilah letak perbedaan antara istilah sebagai hasil pengistilahan dengan nama

    sebagai hasil penamaan. Istilah memiliki makna yang tepat dan cermat serta

    digunakan hanya untuk satu bidang tertentu, sedangkan nama masih bersifat

    urnurn karena digunakan tidak dalam bidang tertentu. Sebagai contoh, kata

    telinga dan kuping sebagai narna dianggap bersinonim, tampak dari kenyataan

    orang bisa mengatakan kuping saya sakit yang sama saja dengan telinga saya

    sakit. Berbeda halnya dalam bidang kedokteran, telinga dan kuping digunakan

    sebagai istilah untuk acuan yang berbeda yakni telinga adalah alat pendengaran

    bagian dalam sedangkan kuping ialah pada bagian luarnya. Demikian juga antara

    lengan dan tangan. Sebagaimana dalam bahasa umum keduanya anggap

    bersinonim. Orang bisa mengatakan dia jatuh, tangannya patah atau dia jatuh,

    lengannya patah dengan acuan yang sama. Sed angkan dalam bidang kedokteran

    keduanya berbeda. Keduanya merujuk pada acuan yang tidak sama, dimana lengan

    adalah anggota tubuh dari bahu atau ketiak sarnpai pergelangan, dan tangan

    adalah dari pergelangan sampai ke jari-jari.

  • 11

    Dalarn perkembangannya, memang tidak sedikit istilah yang karena frekuensi

    pemakaiannya cukup tinggi akhirnya menjadi kosa kata bahasa umurn seperti

    akomodasi, fasilitas, kalori, vitamin, dan radiasi. Untuk rnengetahui maknanya

    atau acuannya, maka dapat dicari dalam kamus istilah.

    2.3 Pendefinisian

    Pendefinisian adalah usaha yang dilakukan dengan sengaja untuk

    mengungkapkan dengan kata-kata akan suatu benda, konsep, proses, aktivitas,

    peristiwa, dan sebagainya. Banyak cara dapat digunakan untuk membuat definisi

    ini. Hasil yang didapat dari cara-cara pendefinisian ini adalah adanya beberapa

    macam definisi yang taraf kejelasannya tidak sama.

    2.3.1 Definisi Sinonimis

    Definisi yang paling rendah tingkat kejelasannya adalah yang disebut

    definisi sinonimis. Maksudnya ialah suatu kata didefinisikan dengan sebuah kata

    lain yang merupakan sinonim dari kata itu. Sebagai contoh, kata ayah didefinisikan

    dengan kata bapak; kata tirta didefinisikan dengankata air. Ketidakjelasan

    definisi ini adalah karena definisi yang diberikan bersifat berputar balik. Kalau

    ayah didefinisikan dengan kata bapak, maka nanti bapak didefinisikan lagi

    dengan kata ayah. Jadi, pengertian ayah dan bapak tetap tidak jelas.

    2.3.2 Definisi Formal

    Di dalam definisi formal ini, konsep atau ide yang akan didefinisikan itu disebutkan

    dahulu sebuah ciri umumnya, lalu disebutkan pula sebuah ciri khususnya, yang

    menjadi pembeda dengan konsep atau ide lain yang sama ciri umumnya. Sebagai

    contoh:

  • 12

    Konsep/Ide Ciri Umum Ciri Khusus

    a) Bis Kendaraan umum Dapat memuat banyak penumpang

    b) Akademi Perguruan tinggi Memberikan pendidikan kejuruan

    dalam tiga tahun

    c) Pinsil Alat tulis Terbuat dari kayu dan arang

    Dari ketiga contoh konsep beserta ciri umum dan ciri khusus di atas, dapat

    dibuat definisi formal sebagai berikut:

    a) Bis adalah kendaraan umum yang dapat memuat banyak penumpang.

    b) Akademi adalah perguruan tinggi yang memberi pendidikan kejuruan dalam

    tiga tahun.

    c) Pinsil adalah alat tulis yang terbuat dari kayu dan arang.

    2.3.3 Definisi Logis

    Definisi logis mengindentifikasikan secara tegas objek, ide atau konsep

    yang didefinisikan itu sedemikian rupa, sehingga objek tersebut berbeda secara

    nyata dengan objek-objek lain. Definisi logis ini biasa terdapat dalam buku-buku

    pelajaran, dan karena itu sifatnya mendekati ilmiah. Contohnya sebagai berikut.

    air adalah zat cair yang jatuh dari awan sebagai hujan,

    mengaliri sungai, menggenangi danau dan lautan, me-

    - _ liputi dua pertiga bagian dari permukaan bumi, meru-

    pakan unsur pokok dari kehidupan, campuran oksida

    hidrogen H20, tanpa bau, tanpa rasa dan tanpa warna,

    tetapi tampak kebiru-biruan pada lapisan yang tebal,

    membeku pada suhu nol derajat Celcius, mendidih pada

    suhu 100 derajat Celcius, mempunyai berat jenis

    maksimum pada 4 derajat Celcius.

  • 13

    2.3.4 Definisi Ensiklopedi

    Definisi ensiklopedis lebih luas lagi dari definisi logis sebab definisi

    ensiklopedis ini menerangkan secara lengkap dan jelas serta cermat akan segala

    sesuatu yang berkenaan dengan kata atau konsep yang didefinisikan. Contohnya

    sebagai berikut.

    Air adalah persenyawaan hidrogen dan oksigen, terdapat di

    mana-mana, dan dapat berwujud: (1) gas, seperti uap air; (2)

    cairan, seperti air yang sehari-hari dijumpai; (3) padat, seperti es

    dan salju, Air merupakan zat pelarut yang baik sekali dan paling

    murah, terdapat di alam dalam keadaan tidak murni. Air mumi

    berupa cairan yang tidak berbau, tidak berasa dan tidak

    berwarna. Pada suhu 4 derajat Celcius air mencapai maksimum

    berat jenis; dan l cm3 air beratnya 1 gram. Didinginkan sampai

    nol derajat Celcius atau 32 derajat Fahrenheit, air berubah

    menjadi es yang lebih ringan daripada air. Air mengembang

    sewaktu membeku. Bila dipanaskan sampai titik didih (100

    derajat Celcius atau 212 derajat Fahrenheit), air berubah

    menjadi uap. Air murni bukanlah konduktor yang baik.

    merupakan persenyawaan dua atom hidrogen dan satu atom

    oksigen; rumus kimianya H2O. Kira-kira 70 dari permukaan

    bumi tertutup air. Manusia, binatang dan tumbuh-tumbuhan

    memerlukan air untuk hidup. Tenaga air mempunyai arti

    ekonomi yang besar.

    2.3.5 Definisi Operasional

    Jenis definisi lain yang banyak dibuat dan digunakan adalah definisi

    yang sifatnya membatasi. Definisi ini dibuat orang untuk membatasi konsep-

    konsep yang akan dikemukakan dalam suatu tulisan atau pembicaraan. Oleh

    karena itu, sering juga disebut dengan istilah definisi operasional. Definisi

  • 14

    ini hanya digunakan untuk keperluan tertentu dan terbatas pada suatu topik

    pembicaraan. Contohnya sebagai berikut.

    (a) Yang dimaksud dengan air dalam tulisan ini adalah cair yang merupakan

    kebutuhan hidup manusia sehan hari, seperti untuk makan, untuk minum,

    mandi, dan cuci .

    (b) Yang dimaksud dengan air dalam pembahasan ini adal segala zat cair yang

    terdapat di dalam tumbuh-tumbuh baik yang ada di dalam batang (seperti

    air tebu), maupun yang ada di dalam buah.

    Dari kedua definisi itu tampak jelas bahwa yang dimaksud dengan air pada

    definisi (a) tidak sama dengan air pada definisi (b).

  • 15

    BAB 3. KESIMPULAN

    Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer. Maksud

    dari hal tersebut yakni sistem lambang bunyi suatu satuan bahasa sebagai lambang

    dengan sesuatu benda atau hal yang dilambangkan bersifat sewenang-wenang dan

    tidak ada hubungan wajib di antara keduanya. Aristoteles (384-322 SM) pun dahulu

    sudah mengatakan bahwa pemberian nama merupakan soal konvensi atau

    perjanjian belaka di antara sesama anggota sesuatu masyarakat bahasa. Meski

    demikian, secara kontemporer pemberian nama akan sesuatu masih dapat ditelusuri

    sebab-sebab atau peristiwa-peristiwa yang melatarbelakangi terjadinya penamaan

    tersebut. Adapun faktor yang melatarbelakangi pemberian nama tersebut di

    antaranya: (1) peniruan bunyi; (2) penyebutan bagian; (3) penyebutan sifat khas;

    (4) penemu dan pembuat; (5) tempat asal; (6) bahan; (7) keserupaan; (8)

    pemendekan; dan (9) penamaan baru.

    Berbeda dengan proses penamaan atau penyebutan yang lebih banyak

    berlangsung secara arbitrer, pengistilahan lebih banyak berlangsung menurut suatu

    prosedur. Hal ini terjadi karena pengistilahan dilakukan untuk mendapatkan

    ketepatan dan kecermaiam makna untuk suatu bidang kegiatan atau keilmuan.

    Untuk rnengetahui makna atau acuan tentang sesuatu dapat dicari dalam kamus

    istilah.

    Pendefinisian adalah usaha yang dilakukan dengan sengaja untuk

    mengungkapkan dengan kata-kata akan suatu benda, konsep, proses, aktivitas,

    peristiwa, dan sebagainya. Banyak cara dapat digunakan untuk membuat definisi

    ini. Hasil yang didapat dari cara-cara pendefinisian ini adalah adanya beberapa

    macam definisi yang taraf kejelasannya tidak sama. Adapun macam-macam

    definisi di antaranya: (1) definisi sinonimis; (2) definisi formal; (3) definisi logis;

    (4) definisi ensiklopedi; dan (4) definisi operasional.

  • 16

    DAFTAR PUSTAKA

    Chaer, Abdul. 2012. Linguistik Umum. Jakarta: PT Rineka Cipta.

    Chaer, Abdul. 1995. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta.

    Soeparno. 2002. Dasar-dasar Linguistik Umum. Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya.