penamaan, pengistilahan, pendefinisian - kajian semantik
DESCRIPTION
Makalah Semantik Bahasa IndonesiaTRANSCRIPT
-
PENAMAAN, PENGISTILAHAN, DAN PENDEFINISIAN
(SUATU KAJIAN SEMANTIK)
disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Semantik Bahasa Indonesia II dari Prof. Dr. Bambang Wibisono, M.Pd
oleh:
Kelompok 5
Santuso (120110201005) Zaenal Chakiki M (120110201037)
Muhammad Niam T (120110201053) Ade Bastian I P (120110201080) Na'iim Arsyadi M (120110201100)
Joko Pramono (120110201101) Zainul Haris (120110201103)
Handryo M (120110201106) Arkom Buyala (110110201061)
JURUSAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS JEMBER
2015
-
ii
PRAKATA
Penulis panjatkan puji syukur atas segala limpahan rahmat, nikmat dan
karunia Allah Swt sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
Penamaan, Pengistilahan, dan Pendefinisian (Suatu Kajian Semantik). Penulis
susun makalah ini untuk memenuhi tugas matakuliah Semantik Bahasa Indonesia
II dari Prof. Dr. Bambang Wibisono, M.Pd.
Penulis telah dibantu oleh berbagai pihak, sehingga makalah ini dapat
diselesaikan dengan baik tepat pada waktunya. Oleh karena itu, penulis
menyampaikan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Bambang Wibisono, M.Pd. selaku dosen pengampu matakuliah
Semantik Bahasa Indonesia II yang telah membimbing penulis sehingga
penulis dapat menyelasaikan makalah ini dengan baik.
2. rekan kerja kelompok 5 matakuliah Semantik Bahasa Indonesia II kelas A
yang telah meluangkan waktu, pikiran dan tenaga serta rasa kompak yang
membuat makalah ini segera terselesaikan.
3. semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Penulis juga menerima segala kritik dan saran yang membangun dari semua
pihak demi kesempurnaan makalah ini. Akhirnya penulis berharap semoga makalah
ini dapat bermanfaat.
Jember, Mei 2015 Penulis
-
iii
DAFTAR ISI
halaman
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
PRAKATA ..................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................. iii
BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 2
1.3 Tujuan dan Manfaat .......................................................................... 3
1.3.1 Tujuan Penulisan .................................................................... 3
1.3.2 Manfaat Penulisan .................................................................. 3
BAB 2. PEMBAHASAN............................................................................... 4
2.1 Penamaan .......................................................................................... 4
2.1.1 Peniruan Bunyi ........................................................................ 4
2.1.2 Penyebutan Bagian.................................................................. 5
2.1.3 Penyebutan Sifat Khas ........................................................... 6
2.1.4 Penemu dan Pembuat.............................................................. 7
2.1.5 Tempat Asal............................................................................ 7
2.1.6 Bahan ...................................................................................... 8
2.1.7 Keserupaan ............................................................................. 8
2.1.8 Pemendekan ............................................................................ 9
2.1.9 Penamaan Baru ....................................................................... 9
2.2 Pengistilahan...................................................................................... 10
2.3 Pendefinisian ..................................................................................... 11
2.3.1 Definisi Sinonimis................................................................... 11
2.3.2 Definisi Formal ....................................................................... 11
2.3.3 Definisi Logis ......................................................................... 12
2.3.4 Definisi Ensiklopedi ................................................................ 13
2.3.5 Definisi Operasional ............................................................... 13
BAB 3. KESIMPULAN ................................................................................ 15
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 16
-
1
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bahasa mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia
sebab antara manusia dan bahasa tidak dapat dipisahkan. Keberadaan bahasa
merupakan keniscayaan bagi manusia, sebab hanya manusia saja yang memiliki
bahasa sistemis yang dapat membedakan dengan makhluk hidup yang lain. Sebagai
alat komunikasi yang digunakan oleh anggota masyarakat untuk bekerja sama,
berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri, bahasa memiliki peranan penting dalam
kehidupan bermasyarakat. Melalui bahasa, manusia bisa mengungkapkan segala
sesuatu yang ada dalam dunia batin seseorang, baik berupa gagasan, pikiran,
perasaan, maupun pengalaman yang dimilikinya. Oleh karena itulah, Soeparno
(2002:5) mengemukakan bahwa fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi
sosial.
Berkaitan dengan ciri sistem, bahasa bersifat sistemik dan sistematik.
Bahasa bersifat sistemik karena merupakan suatu sistem atau subsistem-subsistem,
seperti subsistem fonologi, subsistem morfologi, subsistem sintaksis, subsistem
semantik, dan subsistem leksikon. Bahasa juga bersifat sistematik karena mengikuti
ketentuan-ketentuan atau kaidah-kaidah yang teratur.
Pengertian dari bahasa itu sendiri adalah sistem lambang bunyi yang bersifat
arbitrer dan sistematis yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bahasa memiliki
ciri-ciri umum yakni bersifat produktif, konvensional, unik, universal, dan dinamis.
Bahasa juga memiliki ciri-ciri lain seperti bermakna, bervariasi, dan berfungsi
sebagai alat interaksi sosial serta merupakan identitas penuturnya (Chaer, 2012:33).
Meski bersifat arbitrer atau mana suka, sistem lambang bunyi bisa disebut
bahasa jika sudah menjadi kesepakatan masyarakat. Bahasa bersifat arbitrer,
maksudnya ialah tidak ada hubungan wajib antara lambang sebagai hal yang
menandai yang berwuud kata atau leksem dengan benda atau konsep yang ditandai,
yaitu referen dari kata atau leksem tersebut. Sebagai contoh, seseorang atau bahkan
linguis pun tidak dapat menjelaskan mengapa binatang berkaki dua, bersayap dan
-
2
berbulu, dan biasanya dapat terbang dalam bahasa Indonesia disebut sebagai
[burung]. Begitu pula seperti tumbuhan yang menghasilkan beras dan termasuk
jenis Oryza dalam bahasa Indonesia disebut dengan [padi].
Kearbitreran lambang bahasa seperti di atas menyebabkan orang dalam
sejarah linguistik agak menelantarkan penelitian mengenai makna bila
dibandingkan dengan penelitian di bidang morfologi dan sintaksis sebab makna
sebagai objek studi semantik sangat tidak jelas strukturnya (Chaer, 1995:1). Seperti
contoh di atas, seseorang tidak dapat menjelaskan secara gamblang mengapa
binatang berkaki dua, bersayap dan berbulu, dan biasanya dapat terbang, dalam
bahasa Indonesia dinamai [burung], sedang dalam bahasa Jawa dinamai [manuk],
atau [bird] dalam bahasa Inggris. Oleh sebab itulah, menurut Aristoteles, pemberian
nama, istilah atau definisi tentang sesuatu merupakan soal konvensi atau perjanjian
belaka di antara sesama anggota suatu masyarakat bahasa (Chaer, 1995:44).
Meneliti lebih lanjut tentang asal-usul suatu nama, istilah atau definisi
tentang sesuatu memang sangat sulit, walaupun demikian secara kontemporer
masih dapat ditelusuri sebab-sebab atau peristiwa-peristiwa yang melatarbelakangi
terjadinya penamaan dan pendefinisian terhadap sejumlah kata yang ada dalam
leksikon bahasa Indonesia atau bahasa daerah. Penamaan dan pendefinisian
tersebut merupakan dua buah pelambangan suatu konsep untuk mengacu kepada
sesuatu referen yang berada di luar bahasa. Berdasarkan penjelasan tersebut,
penulis akan memaparkan tentang penamaan, pengistilahan, dan pendefinisian
tentang sesuatu dalam makalah ini.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada subbab di atas, dapat ditarik rumusan masalah
dalam makalah ini sebagai berikut.
a. Bagaimana bentuk penamaan dalam bahasa Indonesia dan atau daerah?
b. Bagaimana bentuk pengistilahan dalam bahasa Indonesia dan atau daerah?
c. Bagaimana bentuk pendefinisian dalam bahasa Indonesia dan atau daerah?
-
3
1.3 Tujuan dan Manfaat
1.3.1 Tujuan Penulisan
Tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan ini ialah untuk mendeskripsi-
kan temuan tentang:
a. bentuk penamaan dalam bahasa Indonesia dan atau daerah;
b. bentuk pengistilahan dalam bahasa Indonesia dan atau daerah;
c. bentuk pendefinisian dalam bahasa Indonesia dan atau daerah.
1.3.2 Manfaat Penulisan
Makalah ini diharapkan dapat memiliki manfaat sebagai referensi bagi
akademisi dalam mempelajari tentang salah satu cabang linguistik yaitu semantik
khususnya tentang bab penamaan, pengistilahan dan pendefinisian.
-
4
BAB 2. PEMBAHASAN
2.1 Penamaan
Sudah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa bahasa merupakan sistem
lambang bunyi yang bersifat arbitrer. Maksud hal tersebut yakni sistem lambang
bunyi suatu satuan bahasa sebagai lambang dengan sesuatu benda atau hal yang
dilambangkan bersifat sewenang-wenang dan tidak ada hubungan wajib di antara
keduanya. Sebagai contoh, binatang berkaki dua, bersayap dan berbulu, dan
biasanya dapat terbang, dalam bahasa Indonesia dinamai [burung], sedang dalam
bahasa Jawa dinamai [manuk], atau [bird] dalam bahasa Inggris. Meskipun
bendanya sama, ternyata terdapat penamaan yang berbeda pada bahasa yang
berbeda pula. Jelaslah bahwa pemberian nama tentang sesuatu bersifat arbitrer dan
merupakan soal konvensi atau berdaasarkan kesepakatan masyarakat bahasa itu
sendiri. Meskipun demikian, berdasarkan teori yang ada, terdapat beberapa
penamaan yang dilatarbelakangi oleh sebab-sebab atau peristiwa-peristiwa tertentu,
yakni sebagai berikut.
2.1.1 Peniruan Bunyi
Dalam bahasa Indonesia dan daerah terdapat sejumlah kata yang terbentuk
sebagai hasil peniruan. Maksudnya ialah nama-nama benda atau hal tersebut
dibentuk berdasarkan bunyi dari benda tersebut atau suara yang ditimbulkan oleh
benda tersebut. Misalnya, binatang sejenis reptil kecil yang melata di dinding
disebut [cca?] karena bunyinya [ca? ca? ca?]. Berbeda halnya dari bahasa
Indonesia, binatang sejenis reptil kecil yang melata di dinding dalam bahasa Jawa
disebut dengan [cc?] atau [c?c?] dalam bahasa Madura karena mereka
menganggap bahwa bunyi binatang tersebut yakni [c? c? c?].
Begitu juga dengan binatang yang berbunyi [tke? tke?] dalam bahasa
Indonesia disebut [toke?] atau [tke?] dalam bahasa Jawa dan [tk?] dalam bahasa
Madura. Perbedaan fonologi penamaan tersebut dikarenakan adanya perbedaan
-
5
persepsi dari masyarakat bahasa tentang bunyi binatang tersebut. Keterangan
tersebut menunjukan bunyi dari bahasa kanak-kanak yang kata-kata tersebut berasal
suara binatang. Kata-kata yang dibentuk berdasarkan tiruan bunyi ini disebut kata
peniru bunyi atau anomatope.
Sejalan dengan iu banyak pula dibentuk kata kerja atau nama perbuatan dari
tiruan buny. Sebagai contoh, biasa dikatakan anjing menggonggong, ayam
berkotek, ular mendesis, kerbau melenguh, kuda meringkik, harimau mengaum,
telepon berdering, meriam menggelegar, tikus mencicit, dan pintu yang dibuka
berderit. Dalam bercerita pun orang acap menirukan bunyi-bunyi benda atau hal
yang diceritakan, seperti :
- Klik terdengar bunyi anak kunci diputar orang.
- Bret, bret dirobeknya kain menjadi tiga lembar.
- Kudengar bunyi ketukan pintu tok, tok, tok, sepertinya ada tamu.
Kata-kata dibentuk berdasarkan tiruan bunyi ini sebenarnya juga tidak
persis sama, hanya mirip saja. Hal tersebut berlaku karena dua sebab, yakni karena
benda atau binatang yang mengeluarkan bunyi itu tidak mempunyai alat fonologis
seperti manusia dan sistem fonologi setiap benda tidak sama. Itulah sebabnya orang
menirukan bunyi kokok ayam jantan menjadi [kkro?], bagi orang melayu
jakarta menjadi bunyi [kukuruyu?], sedangkan orang Belanda menjadi bunyi
[kukeleku?].
2.1.2 Penyebutan Bagian
Istilah pars pro toto yaitu gaya bahasa yang menyebutkan bagian dari suatu
benda atau hal, padahal yang dimaksud ialah keseluruhannya. Misalnya kata kepala
dalam kalimat setiap kepala menerima bantuan seribu rupiah, bukanlah dalam arti
kepala itu saja, melainkan seluruh orangnya sebagai satu kesatuan. Sesungguhnya
gejala pars pro toto ini bukan semata-mata gaya retorika dalam kesusastraan saja,
melainkan juga merupakan gejala umum dalam pemakaian bahasa sehari-hari.
Sebagai contoh, pada saat memesan sesuatu di rumah makan dan memesan kopi,
maka pasti pemilik atau pelayan tidak akan menyodorkan kopi saja, melainkan
-
6
sudah diseduh dengan air panas, diberi gula, dan di tempatkan di cangkir atau
wadah lain.
Penamaan pada suatu benda atau konsep berdasarkan bagian dari benda itu
biasanya berdasarkan ciri khas atau yang menonjol dari benda itu dan yang
diketahui umum. Sebagai contoh, anggota ABRI disebut baju hijau karena pakaian
ABRI ialah hijau. Sebaliknya seorang wasit sepakbola disebut anggota korps baju
hitam karena pakaian seragam mereka di lapangan ialah warna hitam.
Kebalikan dari pars pro toto ialah gaya retorika yang disebut totem pro
parte yaitu keseluruan untuk sebagian. Sebagai contoh, dikatakan semua perguruan
tinggi ikut dalam lomba puisi, padahal yang dimaksud hanyalah pesrta-perta lomba
dari perguruan tinggi tersebut.
2.1.3 Penyebutan Sifat Khas
Hampir sama dengan pars pro toto yang dibicarakan di atas adalah
persamaan suatu benda berdasarkan sifat yang khas yang ada pada benda itu. Gejala
ini merupakan peristiwa semantik karena dalam peristiwa itu terjadi transposisi
makna dalam pemakaian yakni perubahan dari kata sifat menjadi kata benda.
Terjadi perubahan kata sifat menjadi kata benda. Di sini terjadi perkembangan
berupa ciri makna yang disebut dengan kata sifat itu mendesak kata bendanya
karena kata sifatnya yang amat menonjol itu, sehingga kata sifatnya itulah yang
menjadi nama bendanya. Sebagai contoh, orang yang sangat kikir lazim disebut si
kikir atau si bakhil. Anak yang tidak dapat tumbuh menjadi besar, tetap saja kecil,
disebut si kerdil. Orang yang kulitnya hitam disebut si hitam dan orang yang
kepalanya botak disebut si botak.
Dalam dunia politik terdahulu, terdapat istilah golongan kanan dan
golongan kiri. Golongan kanan adalah kelompok orang yang beragama, sedangkan
golongan kiri adalah kelompok komunis. Contoh lain di dalam dunia pertekstilan
duhulu terdapat semacam bahan yang disebut lurik. Padahal lurik ini sebenarnya
nama corak atau motif bahan yang berupa garis-garis. Akan tetapi pada akhirnya,
bahan tersebut diberi nama lurik juga.
-
7
2.1.4 Penemu atau Pembuat
Banyak nama benda dalam kosa kata bahasa Indonesia yang dibuat
berdasarkan nama penemunya, nama pabrik pembuatnya, atau nama dalam
peristiwa sejarah. Nama-nama benda yang demikian disebut dengan istilah
appelativa.
Nama-nama benda yang berasal dari nama orang, antara lain, kondom yaitu
sejenis alat kontrasepsi yang dibuat oleh Dr. Condom. Mujahir atau mujair yaitu
nama sejenis ikan air tawar yang mula-mula ditemukan dan diternakkan oleh
seorang petani yang bernama Mujair di Kediri, Jawa Timur. Contoh lain, Volt yakni
nama satuan kekuatan aliran listrik yang diturunkan dari nama penciptanya yaitu
Volta pada 1745-1787 M. Kata sandwich yaitu roti dengan mentega yang di
dalamnya berisi daging merupakan nama yang berasal dari nama seorang
bangsawan Inggris yaitu Sandwich.
2.1.5 Tempat Asal
Sejumlah nama benda dapat ditelusuri berasal dari nama tempat asal benda
tersebut. Seperti contoh, kata magnit berasal dari nama tempat yakni Magnesia; kata
kenari, yaitu nama sejenis burung, berasal dari nama pulau kenari di Afrika; kata
sarden atau ikan sarden, berasal dari nama pulau Sardinia di Italia; kata klonyo
berasal dari au de Cologne yang artinya air dari kuelen, yaitu nama kota di Jerman
Barat.
Selain hal tersebut di atas, masih banyak kata kerj a yang dibentuk dari
nama tempat. Sebagai contoh, didigulkan yang bermakna dibuang ke Digul di Irian
Jaya; dinusakambangankan yang bermakna dibawa atau dipenjarakan di pulau Nusa
Kambangan; kata dipasarkan bermakna dijual secara umum. Muncul juga kata
dicakungkan yang bermakna dibawa dan disimpan di gudang milik pemerintah di
daerah Cakung, Jakarta Timur. Ada juga kata kerja dilautkan yang bermakna
diceburkan ke dalam laut, yakni becak-becak di Jakarta sebagai razia dan oleh
pemerintah DKI diceburkan ke dalam laut, dijadikan rumpon tempat hidup dan
berkumpulya ikan-ikan.
-
8
2.1.6 Bahan
Ada sejumlah benda yang namanya diambil dari nama bahan pokok benda
itu. Sebagai contoh, karung yang dibuat dari goni yaitu sejenis serat
tumbuh-tumbuhan yang dalam bahasa latin disebut Corchorus capsularis, disebut
juga goni atau guni. Jadi, kalau dikatakan membeli beras dua goni, maksudnya
membeli beras dua karung.
Contoh lain, kaca adalah nama bahan. Kemudian, barang-barang lain yang
dibuat dari kaca disebut juga kaca seperti kaca mata, kaca jendela, kaca spion,
dan kaca mobil. Begitu juga kata perak dan kaleng yang pada mulanya adalah nama
bahan, maka kemudian semua barang yang dibuat dari kedua benda itu disebut
dengan nama bahan itu juga, seperti perak bakar, uang perakan (rupiah), kaleng
susu, kaleng minyak, dan kue kalengan.
Bambu runcing adalah nama senjata yang digunakan rakyat Indonesia
dalam perang kemerdekaan dahulu. Bambu runcing dibuat dari bambu yang
ujungnya diruncingi sampai tajam. Maka saat ini bahan tersebut menjadi nama
senjata itu sendiri. Satu contoh lagi, pena pada mulanya berarti bulu. Pada zaman
dahulu pena atau bulu angsa atau ayam, digunakan sebagai alat untuk menulis.
Maka kemudian pena menjadi nama alat tulis tersebut.
2.1.7 Keserupaan
Dalam praktik berbahasa banyak kata yang digunakan secara metaforis.
Maksudnya ialah kata itu digunakan dalam suatu ujaran yang maknanya
dipersamakan atau diperbandingkan dengan makna leksikal dari kata itu. Sebagai
contoh, kata kaki pada frase kaki meja, kaki gunung, dank kursi. Di sini kata kaki
mempunyai kesamaan makna dengan salah satu ciri makna dari kata kaki itu yaitu
alat penopang berdirinnya tubuh pada frase kaki meja dan kaki kursi, dan ciri
terletak pada bagian bawah pada frase kaki gunung. Contoh lain, kata kepala pada
kepala kantor, kepala surat, kepala paku, dan kepala meja. Di sini kata kepala memiliki
kesamaan makna dengan salah satu komponen makna leksikal dari kata kepala itu,
yaitu bagian yang sangat penting pada manusia yakni pada kepala kantor; bermakna
-
9
terletak sebelah atas pada frase kepala surat; dan bermakna berbentuk bulat pada
kepala paku. Maka kemudian, kata-kata seperti kepala ini dianggap sebagai kata
yang polisemi atau kata yang memiliki banyak makna.
2.1.8 Pemendekan
Dalam perkembangan bahasa terakhir ini banyak kata-kata dalam bahasa
Indonesia yang terbentuk sebagai hasil penggabungan unsur-unsur huruf awal atau
suku kata dari beberapa kata yang digabungkan menjadi satu. Sebagai contoh, ABRI
yang berasal dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia; KONI yang berarti
Komite Olahraga Nasional Indonesia; tilang yang berasal dari bukti pelanggaran;
tabanas berasal dari tabungan pembangunan nasional; monas berasal dari monumen
nasional; dan Depnaker berasal dari Departemen Tenaga Kerja. Kata-kata yang terbentuk
sebagai hasil penyingkatan ini lazim disebut akronim. Kata-kata yang berupa
akronim ini hampir didapati di semua bidang kegiatan.
Selain hal tersebut di atas, ada juga pemendekan kata-kata yang berbeda
dengan akronim. Penyingkatan yang berupa akronim dapat dilafalkan seperti
sebuah kata, sedangkan singkatan hanya bisa dilafalkan perhuruf. Sebagai contoh,
PLN singkatan dari Perusahaan Listrik Negara; KTP singkatan dari Kartu Tanda
Penduduk; dan lain-lain.
2.1.9 Penamaan Baru
Dewasa ini banyak kata atau istilah baru yang dibentuk menggantikan kata
atau istilah lama yang sudah ada. Kata-kata atau istilah-istilah lama yang sudah ada
itu perlu diganti dengan kata-kata baru atau sebutan baru karena dianggap kurang
tepat, tidak rasional, kurang ha1us, atau kurang ilmiah. Sebagai contoh, kata
pariwisata mengganti turisme; kata wisatawan untuk mengganti turis atau
pelancong; kata darmawisata untuk mengganti piknik; dan kata suku cadang untuk
mengganti onderdil. Kata-kata turisme, turis, dan orderdi anggap tidak bersifat
nasional. Karena itu, perlu diganti dengan yang bersifat nasional. Kata-kata kuli dan
buruh diganti dengan karyawan; kata jongos dan babu diganti dengan pembantu
rumah tangga dan pramuwisma; kata pelayan diganti dengan pramuniaga, karena
kata-kata tersebut dianggap berbau feodal. Begitu juga dengan kata bui atau penjara
yang diganti dengan lembaga pemasyarakatan; kata pemecatan atau
-
10
pemberhentian yang diganti dengan pemutusan hubungan kerja; berdemonstrasi
diganti dengan unjuk rasa, dan naikan harga diganti dengan penyesuaian harga
adalah karena konsepnya memang dianggap berbeda.
Akhirnya, penggantian kata gelandangan menjadi tuna wisma; pelacur
menjadi tunasusila, dan buta huruf menjadi tuna aksara adalah karena kata-
kata tersebut dianggap kurang halus; kurang sopan menurut pandangan dan norma
sosial. Proses penggantian nama atau penyebutan baru masih terus akan
berlangsung sesuai dengan perkembangan pandangan dan norma budaya di dalam
masyarakat.
2.2 Pengistilahan
Berbeda dengan proses penamaan atau penyebutan yang lebih banyak
berlangsung secara arbitrer, pengistilahan lebih banyak berlangsung menurut
suatu prosedur. Hal ini terjadi karena pengistilahan dilakukan untuk mendapatkan
ketepatan dan kecermaiam makna untuk suatu bidang kegiatan atau keilmuan. Di
sinilah letak perbedaan antara istilah sebagai hasil pengistilahan dengan nama
sebagai hasil penamaan. Istilah memiliki makna yang tepat dan cermat serta
digunakan hanya untuk satu bidang tertentu, sedangkan nama masih bersifat
urnurn karena digunakan tidak dalam bidang tertentu. Sebagai contoh, kata
telinga dan kuping sebagai narna dianggap bersinonim, tampak dari kenyataan
orang bisa mengatakan kuping saya sakit yang sama saja dengan telinga saya
sakit. Berbeda halnya dalam bidang kedokteran, telinga dan kuping digunakan
sebagai istilah untuk acuan yang berbeda yakni telinga adalah alat pendengaran
bagian dalam sedangkan kuping ialah pada bagian luarnya. Demikian juga antara
lengan dan tangan. Sebagaimana dalam bahasa umum keduanya anggap
bersinonim. Orang bisa mengatakan dia jatuh, tangannya patah atau dia jatuh,
lengannya patah dengan acuan yang sama. Sed angkan dalam bidang kedokteran
keduanya berbeda. Keduanya merujuk pada acuan yang tidak sama, dimana lengan
adalah anggota tubuh dari bahu atau ketiak sarnpai pergelangan, dan tangan
adalah dari pergelangan sampai ke jari-jari.
-
11
Dalarn perkembangannya, memang tidak sedikit istilah yang karena frekuensi
pemakaiannya cukup tinggi akhirnya menjadi kosa kata bahasa umurn seperti
akomodasi, fasilitas, kalori, vitamin, dan radiasi. Untuk rnengetahui maknanya
atau acuannya, maka dapat dicari dalam kamus istilah.
2.3 Pendefinisian
Pendefinisian adalah usaha yang dilakukan dengan sengaja untuk
mengungkapkan dengan kata-kata akan suatu benda, konsep, proses, aktivitas,
peristiwa, dan sebagainya. Banyak cara dapat digunakan untuk membuat definisi
ini. Hasil yang didapat dari cara-cara pendefinisian ini adalah adanya beberapa
macam definisi yang taraf kejelasannya tidak sama.
2.3.1 Definisi Sinonimis
Definisi yang paling rendah tingkat kejelasannya adalah yang disebut
definisi sinonimis. Maksudnya ialah suatu kata didefinisikan dengan sebuah kata
lain yang merupakan sinonim dari kata itu. Sebagai contoh, kata ayah didefinisikan
dengan kata bapak; kata tirta didefinisikan dengankata air. Ketidakjelasan
definisi ini adalah karena definisi yang diberikan bersifat berputar balik. Kalau
ayah didefinisikan dengan kata bapak, maka nanti bapak didefinisikan lagi
dengan kata ayah. Jadi, pengertian ayah dan bapak tetap tidak jelas.
2.3.2 Definisi Formal
Di dalam definisi formal ini, konsep atau ide yang akan didefinisikan itu disebutkan
dahulu sebuah ciri umumnya, lalu disebutkan pula sebuah ciri khususnya, yang
menjadi pembeda dengan konsep atau ide lain yang sama ciri umumnya. Sebagai
contoh:
-
12
Konsep/Ide Ciri Umum Ciri Khusus
a) Bis Kendaraan umum Dapat memuat banyak penumpang
b) Akademi Perguruan tinggi Memberikan pendidikan kejuruan
dalam tiga tahun
c) Pinsil Alat tulis Terbuat dari kayu dan arang
Dari ketiga contoh konsep beserta ciri umum dan ciri khusus di atas, dapat
dibuat definisi formal sebagai berikut:
a) Bis adalah kendaraan umum yang dapat memuat banyak penumpang.
b) Akademi adalah perguruan tinggi yang memberi pendidikan kejuruan dalam
tiga tahun.
c) Pinsil adalah alat tulis yang terbuat dari kayu dan arang.
2.3.3 Definisi Logis
Definisi logis mengindentifikasikan secara tegas objek, ide atau konsep
yang didefinisikan itu sedemikian rupa, sehingga objek tersebut berbeda secara
nyata dengan objek-objek lain. Definisi logis ini biasa terdapat dalam buku-buku
pelajaran, dan karena itu sifatnya mendekati ilmiah. Contohnya sebagai berikut.
air adalah zat cair yang jatuh dari awan sebagai hujan,
mengaliri sungai, menggenangi danau dan lautan, me-
- _ liputi dua pertiga bagian dari permukaan bumi, meru-
pakan unsur pokok dari kehidupan, campuran oksida
hidrogen H20, tanpa bau, tanpa rasa dan tanpa warna,
tetapi tampak kebiru-biruan pada lapisan yang tebal,
membeku pada suhu nol derajat Celcius, mendidih pada
suhu 100 derajat Celcius, mempunyai berat jenis
maksimum pada 4 derajat Celcius.
-
13
2.3.4 Definisi Ensiklopedi
Definisi ensiklopedis lebih luas lagi dari definisi logis sebab definisi
ensiklopedis ini menerangkan secara lengkap dan jelas serta cermat akan segala
sesuatu yang berkenaan dengan kata atau konsep yang didefinisikan. Contohnya
sebagai berikut.
Air adalah persenyawaan hidrogen dan oksigen, terdapat di
mana-mana, dan dapat berwujud: (1) gas, seperti uap air; (2)
cairan, seperti air yang sehari-hari dijumpai; (3) padat, seperti es
dan salju, Air merupakan zat pelarut yang baik sekali dan paling
murah, terdapat di alam dalam keadaan tidak murni. Air mumi
berupa cairan yang tidak berbau, tidak berasa dan tidak
berwarna. Pada suhu 4 derajat Celcius air mencapai maksimum
berat jenis; dan l cm3 air beratnya 1 gram. Didinginkan sampai
nol derajat Celcius atau 32 derajat Fahrenheit, air berubah
menjadi es yang lebih ringan daripada air. Air mengembang
sewaktu membeku. Bila dipanaskan sampai titik didih (100
derajat Celcius atau 212 derajat Fahrenheit), air berubah
menjadi uap. Air murni bukanlah konduktor yang baik.
merupakan persenyawaan dua atom hidrogen dan satu atom
oksigen; rumus kimianya H2O. Kira-kira 70 dari permukaan
bumi tertutup air. Manusia, binatang dan tumbuh-tumbuhan
memerlukan air untuk hidup. Tenaga air mempunyai arti
ekonomi yang besar.
2.3.5 Definisi Operasional
Jenis definisi lain yang banyak dibuat dan digunakan adalah definisi
yang sifatnya membatasi. Definisi ini dibuat orang untuk membatasi konsep-
konsep yang akan dikemukakan dalam suatu tulisan atau pembicaraan. Oleh
karena itu, sering juga disebut dengan istilah definisi operasional. Definisi
-
14
ini hanya digunakan untuk keperluan tertentu dan terbatas pada suatu topik
pembicaraan. Contohnya sebagai berikut.
(a) Yang dimaksud dengan air dalam tulisan ini adalah cair yang merupakan
kebutuhan hidup manusia sehan hari, seperti untuk makan, untuk minum,
mandi, dan cuci .
(b) Yang dimaksud dengan air dalam pembahasan ini adal segala zat cair yang
terdapat di dalam tumbuh-tumbuh baik yang ada di dalam batang (seperti
air tebu), maupun yang ada di dalam buah.
Dari kedua definisi itu tampak jelas bahwa yang dimaksud dengan air pada
definisi (a) tidak sama dengan air pada definisi (b).
-
15
BAB 3. KESIMPULAN
Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer. Maksud
dari hal tersebut yakni sistem lambang bunyi suatu satuan bahasa sebagai lambang
dengan sesuatu benda atau hal yang dilambangkan bersifat sewenang-wenang dan
tidak ada hubungan wajib di antara keduanya. Aristoteles (384-322 SM) pun dahulu
sudah mengatakan bahwa pemberian nama merupakan soal konvensi atau
perjanjian belaka di antara sesama anggota sesuatu masyarakat bahasa. Meski
demikian, secara kontemporer pemberian nama akan sesuatu masih dapat ditelusuri
sebab-sebab atau peristiwa-peristiwa yang melatarbelakangi terjadinya penamaan
tersebut. Adapun faktor yang melatarbelakangi pemberian nama tersebut di
antaranya: (1) peniruan bunyi; (2) penyebutan bagian; (3) penyebutan sifat khas;
(4) penemu dan pembuat; (5) tempat asal; (6) bahan; (7) keserupaan; (8)
pemendekan; dan (9) penamaan baru.
Berbeda dengan proses penamaan atau penyebutan yang lebih banyak
berlangsung secara arbitrer, pengistilahan lebih banyak berlangsung menurut suatu
prosedur. Hal ini terjadi karena pengistilahan dilakukan untuk mendapatkan
ketepatan dan kecermaiam makna untuk suatu bidang kegiatan atau keilmuan.
Untuk rnengetahui makna atau acuan tentang sesuatu dapat dicari dalam kamus
istilah.
Pendefinisian adalah usaha yang dilakukan dengan sengaja untuk
mengungkapkan dengan kata-kata akan suatu benda, konsep, proses, aktivitas,
peristiwa, dan sebagainya. Banyak cara dapat digunakan untuk membuat definisi
ini. Hasil yang didapat dari cara-cara pendefinisian ini adalah adanya beberapa
macam definisi yang taraf kejelasannya tidak sama. Adapun macam-macam
definisi di antaranya: (1) definisi sinonimis; (2) definisi formal; (3) definisi logis;
(4) definisi ensiklopedi; dan (4) definisi operasional.
-
16
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 2012. Linguistik Umum. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 1995. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Soeparno. 2002. Dasar-dasar Linguistik Umum. Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya.