pembahasan eh

53
PEMBAHASAN 1. DEFINISI Ensefalopati hepatik (EH) adalah suatu sindrom neuropsikiatri yang dapat terjadi pada penyakit hati akut dan kronik yang berat dengan manifestasi yang beragam mulai dari ringan hingga berat tanpa adanya kelainan pada otak yang mendasarinya. Manifestasi yang tampak berupa perubahan perilaku, gangguan intelektual, serta penurunan kesadaran. 1 Ensefalopati hepatik dibagi menjadi 3 tipe yaitu EH yang berhubungan dengan gagal hati akut ( tipe A ) dan ditemukan terutama pada hepatitis fulminan, EH yang berhubungan dengan jalur pintas portal dan sistematik tanpa adanya kelainan intrinsik jaringan hati ( tipe B), serta EH yang berhubungan dengan sirosis dan hipertensi portal ( tipe C ). Tipe C merupakan jenis yang paling sering ditemui pada pasien dengan gangguan fungsi hati. 2 Sedangkan, klasifikasinya terbagi menjadi enselopati hepatik minimal ( EHM ) dan EH overt dan derajat EH dibagi menjadi grade 0 hingga grade 4 berdasarkan kriteria West Haven. Ensefalopati hepatik minimal merupakan suatu istilah yang digunakan apabila ditemukan defisit kognitif seperti perubahan kecepatan psikomotor dan fungsi eksekutif melalui pemeriksaan 1

Upload: ariesyunanda

Post on 29-Sep-2015

62 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

PEMBAHASAN1. DEFINISIEnsefalopati hepatik (EH) adalah suatu sindrom neuropsikiatri yang dapat terjadi pada penyakit hati akut dan kronik yang berat dengan manifestasi yang beragam mulai dari ringan hingga berat tanpa adanya kelainan pada otak yang mendasarinya. Manifestasi yang tampak berupa perubahan perilaku, gangguan intelektual, serta penurunan kesadaran.1Ensefalopati hepatik dibagi menjadi 3 tipe yaitu EH yang berhubungan dengan gagal hati akut ( tipe A ) dan ditemukan terutama pada hepatitis fulminan, EH yang berhubungan dengan jalur pintas portal dan sistematik tanpa adanya kelainan intrinsik jaringan hati ( tipe B), serta EH yang berhubungan dengan sirosis dan hipertensi portal ( tipe C ). Tipe C merupakan jenis yang paling sering ditemui pada pasien dengan gangguan fungsi hati. 2 Sedangkan, klasifikasinya terbagi menjadi enselopati hepatik minimal ( EHM ) dan EH overt dan derajat EH dibagi menjadi grade 0 hingga grade 4 berdasarkan kriteria West Haven. Ensefalopati hepatik minimal merupakan suatu istilah yang digunakan apabila ditemukan defisit kognitif seperti perubahan kecepatan psikomotor dan fungsi eksekutif melalui pemeriksaan psikometrik atau elektrofisiologi. Ensefalopati hepatik overt dapat dibagi menjadi episodik (EH terjadi dalam waktu singkat dengan progresif dnegan gejala neurologis yang kian memberat ). Klasifikasi EH terbaru mengelompokkan derajat ensefalopati hepatik 0 dan 1 dengan istilah covert hepatic encephalopathy serta derajat 2-4 dengan istilah overt hepatic encephalopathy.1EH adalah sebuah gangguan pada sistem saraf pusat sebagai akibat insufisiensi hepar, setelah menyingkirkan penyebab lain, seperti metabolik, infeksi, vaskular intrakranial, atau space-occupying lesions. EH merupakan suatu sindrom atau spektrum abnormalitas neuropsikiatri pada pasien dengan disfungsi hepar, setelah menyingkirkan penyakit otak lainnya. EH ditandai dengan perubahan personalitas, gangguan intelektual, dan penurunan tingkat kesadaran. EH juga terjadi pada pasien tanpa sirosis dengan shunt portosistemik spontan atau dibuat dengan bedah (Poh et al., 2012).4

2. EPIDEMIOLOGIPrebalensi EH minimal (grade 0) tidak diketahui dnegan pasti karena sulitnya penegakan diagnosis namun dilaporkan berkisar antara 30-84 % pada pasien dengan sirosis hepatis. Sedangkan prevalensi EH dengan tanda dan gejala yang jelas bekisar antara 30-40 % dan akan meningkat pada sirosis hepatis lanjut. Ketika ditemukan tanda dan gejala EH maka prognosis pasien akan menururn secara drastis.1Angka kasintasan 1 tahun dan 3 tahun adalah sekitar 42% dan 23% pada pasien yang tidak menjalani transplantasi hati. Prevalensi EH stadium 2-4 pada pasien sirosis hati yang berobat ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) pada tahun 1999 dilaporkan sebesar 14,9%. Sedangkan Prevalensi EH minimal di RSCM berkisar 63,2% pada tahun 2009.1Ensefalopati hepatik (EH) merupakan komplikasi yang sering ditemukan pada pasien sirosis hepar. EH tidak hanya menyebabkan penurunan kualitas hidup, namun juga memberikan prognosis buruk pada pasien dengan sirosis hepar. EH merupakan kejadian penting dalam perjalanan penyakit sirosis dan merupakan prediktor mortalitas independen pada pasien dengan acute on chronic liver failure. Pada kasus yang berat dapat menjadi koma atau meninggal. Mortalitas sangat tinggi pada EH dengan edema serebral. Mortalitas 1 tahun pada pasien dengan EH berat di ICU adalah 54%, dengan pemberian dukungan inotropik, dan acute kidney injury diidentifikasi sebagai prediktor independen pada kematian di ICU dan mortalitas 1 tahun. Terapeutik terbaru dan strategi terapi telah dikembangkan sejak the American College of Gastroenterology mengeluarkan guidelines mereka untuk manajemen EH (Fichet et al., 2009).43. ETIOLOGI Ensefalopatik hepetik murni terjadi akibat gangguan fungsi hati berat dan akut, sedangkan pada penderita gagal hati akut/ hepatik fulminan disebabkan virus, obat dan toksin. Acute liver Failure Associated Hepatic Encephalopathy (ALFA.HE)/FHF. Gradasinya sama dengan EH penderita sirosis hati, edema otak lebih banyak terjadi pada FHF dibanding sirosis hati dan biasanya fatal (kesembuhan 20% tanpa transplantasi hati) Edema otak pada FHF disebabkan oleh meningkatnya permeabilitas sawar darah otak, gangguan osmoregulasi di dalam otak dan meningkatnya aliran darah ke otak.2Ensefalopati hepatik murni terjadi akibat pintasan porto sistemik tanpa penyakit hati/sirosis hati. Ensefalopati hepatik pada penderita penyakit hati kronik/ sirosis hati mencapai 30%-70% kasus di mana dijumpai gangguan fungsi hati disertai pintasan porto sistemik, yang dicetuskan oleh berbagai faktor pencetus, seperti perdarahan, infeksi, gangguan keseimbangan elektrolit terutama hipokalemi, alkoholisme atau penyebab iatrogenik seperti TIPSS/ transjugular, sedatif, analgetik, diuretik (kesembuhan 70-80%).23.1. Faktor PencetusEnsefalopati Hepatik Akut penderita sirosis hatiDiperlukan ketajaman klinik untuk mengenali faktor pencetus pada EH overt: Azothemia/uremia (29%), pendarahan saluran cerna/ pendarahan varises & non variceal (18%), Obat (sedatif,tranguilizer, narkotik, anti histamin, hepatoktosik, diuretik, alkohol, NSAID) (24%). Metabolik alkalosis, gangguan keseimbangan elektrolit, dieresis, dehidrasi (muntah & parasintese) (11%). Kelebihan diet protein (9%), Konstipasi (3%), infeksi (SPB,UTI,Paru). Kemerosotan fungsi hati, progresivitas penyakit hati. Operasi pintas (TIPSS, Transjugular Intra Hepatic Porto Susttemic Shunt). Hipoxia, hipoglikemia, hypovolemia,hipokalemia, metabolik alkalosis. Anemia, Hipotiroidism. Hepatoma, ocdusi vascular.2

Gambar 1 : Metabolisme Amonia dalam TubuhBeberapa faktor dapat mencetuskan terjadinya EH pada pasien dengan gangguan hati akut maupun kronik, sperti keseimbangan nitrogen positif dalam tubuh (asupan protein tinggi, gangguan ginjal, perdarahan varises esofagus, dan konstipasi), gangguan elektrolit dan asam basa (hiponatremia, hipokalemia, asidosis dan alkalosis), penggunaan obat-obatan (sedasi dan narkotika), infeksi (pneumonia, infeksi saluran kemih, atau infeksi lain), dan lain-lain (pembedahan, alkohol).2Faktor pencetus EH pada sirosis hati tersering adalah infeksi, dehidrasi, dan perdaharan gastrointestinal berupa pecahnya varises esofagus.

4. PATOFISIOLOGI Hingga kini belum diketahui etiologi dan patogenesis yang pasti dari ensefalopati hepatik. Tidak ada kelainan tunggal biokimiawi atau fisiologi sebagai penyebab pasti ensefalopati hepatik. Kelainan patologi yang dijumpai pada otak penderita ensefalopati hepatik belum dapat mengungkapkan problem ensefalopati hepatik, walaupun dijumpai peningkatan jumlah astrosit dari varietas Alzheimer, yang memainkan suatu peran penting dalam detoksifikasi amonia serebral.3

Gambar 2 : mekanisme portal sistemik ensefalopati hepatikPatofisiologi yang menyebabkan terjadinya ensefalopati hepatik didasari pada akumulasi berbagai toksin pada peredaran darah yang akhinya melewati blood-brain barrier (BBB). Amonia merupakan suatu molekul yang toksik terhadap sel yang dipercaya berperan penting dalam terjadinya EH karena molekul ini meningkat pada pasien sirosis hati. Meskipun begitu, studi lain menunjukkan bahwa sebenarnya amonia hanya merupakan salah satu faktor dari multifaktor penyebab EH.34.1 AMONIAAmonia merupakan hasil produksi koloni bakteri usus dengan aktivitas enzim urease, terutama bakteri gram negatif anaerob, Enterbacteriaceaceae, Proteus, dan Clostridium. Enzim urease bakteri akan memecah yrea menjadi ammonia dan karbondioksida. Meskipun pada awalnya flora normal usus dianggap merupakan sumber utama dalam produksi amonia, namun beberapa studi menunjukkan bahwa amonia juga diproduksi oleh usus halus dan usus besar melalui glutaminase usus yang memetabolisme glutamine (sumber energi usus) menjadi glutamate dan ammonia. Dalam hati, ammonia akan berubah menjadi urea dan glutamine. Pada individu sehat, amonia juga diproduksi oleh otot dan ginjal. Kedua organ tersebut berperan pula dalam detoksifikasi ammonia jika terjadi gagal hati dimana otot merupakan organ utama yang mengambil alih peran tersebut. Otot rangka berperan dalam metabolisme ammonia melalui pemecahan ammonia menjadi glutamine via glutamine sintetase.1,3Ginjal berperan dalam flux ammonia, yaitu fungsi produksi dan ekskresi, yang terutama dipengaruhi oleh kesimbangan asam-basa tubuh. Ginjal berperan dalam mengeliminasi amonia dalam tubuh melalui urin dalam bentuk ion ammonium (NH4+) dan urea. Ginjal pun berperan dalam produksi amonia melalui enzim glutaminase yang mengubah glutamine menjadi glutamate, bikarbonat, dan amonia. Amonia yang berasal dari ginjal dapat dikeluarkan melalui urin maupun diserap kembali ke dalam tubuh yang ditentukan oleh pH tubuh. Dalam kondisi asidosis ginjal akan mengeluarkan ion amonium melalui urin sedangkan dalam kondisi alkalosis ginjal akan menahan ion amonium dalam tubuh sehingga menyebabkan hiperamonia dan memudahkan masuknya amonia melalui BBB. Gangguan ginjal seperti penurunan laju filtrasi glomerolus dan penurunan perfusi perifer berperan pula dalam terjadinya hiperamonia.1Amonia akan masuk ke dalam hati melalui vena porta untuk proses detoksifikasi. Metabolism ammonia oleh hati dilakukan pada 2 tempat yaitu sel hati periportal dimana sebagian besar metabolisme amonia melalui siklus urea terjadi dan sel hati yang terletak dekat dengan vena sentral yang hanya berperan kecil dalam metabolisme amonia dimana amonia yang ada akan bergabung kembali dengan glutamine. Target toksisitas ammonia diotak adalah astrosit yang berfungsi melakukan detoksifikasi ammonia dengan memetabolisme ammonia menjadi glutamine. Disfungsi neurologis disebabkan oleh edema serebi dimana glutamin yang merupakan hasil metabolisme ammonia bekerja sebagai molekul osmotik dan menarik cairan ke dalam astrosit. Penarikan cairan akan menyebabkan terjadinya pembengkakan astrosit dan disfungsi oksidatif mitokondria. Selain itu, ammonia secara langsung merangsang stress oksidatif dan nitrosatif pada astrosit melalui peningkatan kalsium intraselular sehingga menyebabkan disfungsi mitokondria dan kegagalan produksi energi selular melalui pembukaan pori-pori transisi mitokondria. Ammonia pun menginduksi oksidasi RNA dan aktivasi protein kinesa untuk mitogenesis yang bertanggung jawab dalam peningkatan aktivis sitokin dan respon ainflamasi sehingga menggangu aktivitas pensignalan intraselular.14.2. GABAPendapat lain menyebutkan hiponatremia dapat mencetuskan terjadinya ensefalopati hepatik melalui deplesi molekul osmolaritas astrosit sehingga astrosit tidak mampu mengkompensasi inflamasi yang terjadi dan menyebabkan pembengkakan astrosit, edema serebri, stress oksidatif, dan disfungsi astrosit. Meskipun hiponatremia sendiri tidak dapat menyebabkan EH, namun hiponatremia menjadi factor penyulit penting dalam terjadinya EH.Neurotoksin lain seperti merkaptan, asam lemak rantai pendek, dan fenol mempunyai efek sinergis dengan ammonia. Merkaptan yang dihasilkan dari metionin oleh bakteri usus akan berperan menghambat Nak-ATPase. Asam lemak rantai pendek terutama oktanoid mempunyai efek metabolic seperti gangguan oksidasi, forforilasi dan penghambat konsumsi oksigen serta penekan aktivitas NaK-ATP-ase membaran akan berakibat pada edema serebri dan pembengkakan astrosit.1,3Data dihasilkan dari binatang percobaan (Eck Fistula), pemeriksaan jaringan otak (MRS & PET), hasil ditambah penelitian klinis berdasarkan evidence base medicine mekanisme pasti belum jelas kemungkinan adalah multifaktorial. Manifestasi klinis terpenting yang dijumpai adalah disfungsi hepatoseluler berat dengan atau tanpa hepatosit timbul peningkatan pemecahan protein otot polos (amoniagenesis) dapat meningkatkan kaar ammonia darah.1EH terjadi akibat peningkatan neurotoksin/ammonia toksisitas. Peningkatan kadar neurotoksin (ammonia, mercaptan, endogenous BZ, GABA (phenol, short chain fatty acid) di mana toksin bekerja sinergis dengan hasil metabolisme bakteri usus pada urea dan protein disertai ketidakmampuan pembersihan oleh hati yang sakit, konsentrasi ammonia (5-10 kali lebih tinggi di system portal dari hepatic) terganggunnya fungsi neuron, sitoksisitas, pembengkakan sel dan pengurangan glutamate. Mercaptan toksin hasil pemecahan merthionine oleh bakteri menimbulkan foetor hepatikum / fruity sweet smell inhibisi Na+/K+ATP ase, potensial ammonia, demikian juga mekanisme kerja merupakan factor tunggal dalam kejadian ensefalopati hepatic, karena tidak dijumpai korelasi linier antara kadar amonia darah dengan tingkatan derajat ensefalopati hepatic. Sekitar 10% penderita EH memiliki kadar amonia normal. Banyak penderita sirosis dengan peningkatan kadar amonia darah tanpa kejadian EH (hipotesis multiple sinergetik neurotoksin).1EH dapat terjadi akibat terjadi akibat gangguan fungsi astrosit. Neurotoksin yang masuk ke sawar darah otak dapat menimbulkan kerusakan astrosit, dan timbul Alzheimer tipe II Astrositosis pada otak serebal, basah ganglia, hal ini menimbulkan kenaikan tekanan intracranial. Astrosit mengalami pembengkakan, proliferasi dan pembesaran nekleus dan pucat, nucleolus prominen, marginasi dan kromatin, akumulasi glikogen. Astrosit mengisi 1/3 volume otak (kortikal) yang berfungsi untuk regulasi sawar darah otak, mempertahankan homeostatis elektrolit, menyediakan nutrisi dan prekusor neurotransmitter neurons,dan detoksifikasi zat kimia termasuk amonia.1,3Hal di ats timbul pada EH akibat sirosis hati, sedangkan pada FHF timbul pembengkakan astrosit yang berat dan menimbulkan edema otak, peningkatan tekanan intracranial dan herniasi batang otak (brain stem) (Hipotesis astrosit).1Gangguan dari sawar darah otak (blood brain barrier) mempertahankan fungsi fisiologi otak dari pengaruh luar, dengan EH atau sirosis hati permeabilitas terhadap toksin meningkat menimbulkan astroglia (oedem serebral).1Gangguan keseimbangan neurotransmitter terjadi neuroinhibisi serotonin, GABA, menurun neuroeksitasi (glumate). GABA diproduksi di saluran cerna, 24%-45% brain nerve endings adalah GABAergic, ada anggapan EH akibat peningkatan GABAergic dalam otak. (Hipotesis GABA neurotransmitter).1

Gambar 3 : Patofisiologi Ensefalopati HepatikPatogenesis EH dapat dinilai dengan MRS (Magnetic Resonance of Spectrometric) dan PET (Positron Emission Tomography). Perubahan situasi neurotransmiter menyebabkan otak lebih sensitif terhadap rangsangan narkotik,sepsis, hipoksia, hipotensi, elektrolit ketidakseimbangan:1. Siklus pada sinap glutamatergik pengaruh hiperamonemia. Pemberian inhibitor glutamin sitensis dapat menurunkan kadar glutamin normalisasi glukosa otak, glutamin memegang peranan dalam kejadian EH.2. NH, berikatan dengan asam - ketoglutarat menghasilkan asam glutamat dan asam aminobutarat (GABA) meningkatkan inhibisi reseptor GABA sehingga menyebabkan EH.3. Penyakit hati menimbulkan gangguan fungsi hati, neurotoksin amonia dan toksin lainnya, pemebesaran atrosit/astroglia timbul: menyebabkan perubahan pada sinaps/ rseptor, perubahan pada neutrotrasmitter seperti perubahan pada sawar darah sehingga timbul enselopati hepatik.1

5. KLASIFIKASI 5.1 Kriteria West Haven :1DerajatKognitif dan PrilakuFungsi Neuromuskular

0 (subklinis minimal)AsimtomatikTidak ada

1Gangguan tidur, penurunan konsentrasi, depresi, asietas dan iritabilitasSuara monoton, tremor, penurunan kemampuan menulis, apraksia

2Letargi, disorientasi, penurunan daya ingatAtaksia, disartria, asteriksi

3Somnolen, kebingungan, amnesia, gangguan emosiNistagmus, kekakuan otot, hiper atau hiporeflek

4Koma Pupil dilatasi, refleks patologis dijumpai

5.2 Klasifikasi EH berdasarkan klinikEH Non-manifest/non-klinikDerajat EH 0: tidak ada simtom, gangguan psikiatrik (.), tes psikometrik (.); Gradasi she/mEH/1 EH : sub klinik/ minimal/latent: gangguan psikiatrik (.), tidak dijumpai gangguan personalitas dan kelakuan, bisa dijumpai gangguan memori, konsentrasi, intelektual dan kesadaran, tes psikometrik (+). Penaganan she dapat mencegah timbulnya klinik EH.2EH Manifest/klinik/overta. Derajat 1: senang/euphoria, murung/depresi, mudah terangsang, confusion/bingung, gangguan tidur, banyak tidur, kurang tidur, dan pola tidur terbalik, bicara datar, gangguan psikiatrik (+), tes psikometrik (+) mengalami gangguan tes neurofisiologik (NCT,DST,CFF). Penderita subklinikal EH sudah mengalami gangguan ketika mengemudi kendaraan/SIM.b. Derajat II-IV: mengantuk, sangat ngantuk, sangat bingung, pingsan/stupor, kelakuan berubah bicara terbata-bata hingga koma, gangguan psikatrik (+), tes psikometrik (+).25.3 Klasifikasi EH berdasarkan faktor nitrogen/pencetusPenderita sirosis hati akan mengalami EH akibat faktor pencetus. Nitrogenous ensefalopati (uremia, perdarahan, dehidrasi, metabolik alkalosis, hipokalemia, konstipasi, diet, tinggi protein), terjadi pada 75% EH. Non Nitrogenous ensefalopati: sedatif, benzodiazepin, barbiturat, hipoksia, hipoglikemia, hipotiroidisme, anemia, terjadi pada 25% EH.25.4 Klasifikasi EH berdasarkan penyebaba. Ensefalopati tipe A: Alfa HE, di mana EH timbul pada penyakit hati akut oleh obat-obatan, virus dan toksin harus dapat deibedakan antara EH akut pada penyakit hati kronik dnegan EH penyakit hati akut. b. Ensefalopati tipe B terjadi pintasan porto sistemik murni tanpa dijumpai kelainan hati hepatoselular/ tombisis vena porta (kasus jarang 2x BAN> 120 det

ConvertionManifest/Non klinikalGradasiTinggiII-IVManifest/klinikal overtConvertionManifest/Non klinikalTabel 1 : Stadium Klinis Ensefalopati Hepatik derajat keparahan ensefalopati hepatic, Klasifikasi status mental berdasarkanKriteria West Haven modifikasi oleh Conn & Bircher 1994Gangguan kesadaran berupa perubahan pola tidur, banyak tidur siang hari, euphoria (pengembira), perilaku berubah dari kebiasaannya, penggembira menjadi pendiam atau sebaliknya, bingung, pelupa dan gampang tersinggung.Gangguan personalitas dimana penderita bersifat kekanak-kanakan, tidak mengenal familinya, sebelumnya biasa kooperatif sangat baik terhadap orang sekitarnya.6.1 Suspek Ensefalopati HepatikPenderita diduga menderita EH bila dijumpai adanya gangguan kesadaran seperti mulai pelupa, gangguan tidur, bingung/confusion,stupot/ pingsan akhirnya koma. Adanya penyakit hati akut dan kronik dengan atau hanya pintasanporto sistemik (akut pada TIPPS). Tanda neurologic; apraksia kontruksional berupa kegagalan menggambar bintang lima, menulis nama sendiri, asteriksis/ flapping tremor. Karateristik non spesifik, berupa gambaran EEG, triphasic slow wave 2-5 cycle per detik. Penderita respons pada pemberian catartik/laktulosa.26.2 Diagnosa Ensefalopati HepatikDitegakkan berdasar gambaran menurut klinis kriteria West Haven, yaitu dijumpai gangguan kesadaran disertai adanya penyakit hati (FHF dan sirosis hati). Hasil laboraturium tidak spesifik untuk EH, hanya bersifat menyingkirkan penyebab lain atau untuk konfirmasi apakah ada faktor pencetus seperti hipokalemi, gangguan elektrolit, gangguan fungsi ginjal, gangguan fungsi hati. SGOT/SGPT,BilT/D,AFP, ptombin time, kadar gula darah, elektrolit, ureum/kreatinin. Bila tersedia dianjurkan pemeriksaan kadar ammonia darah arteri, kadar ammonia darah merupakan karakteristik namun kurang esensi dan kurang terdapat korelasi dengan kejadian.2

SynapseNeuron Astrosit NH3 Glutamat Glu - ReseptorHyperamonemia Glutamin Glutamat Glutamin NH3 GlutamatKapilerNH3

Gambar 4 : Hiperamonemia NH3 memasuki astrosit, bila kadar amonia meningkat dalam darah timbul penggembungan astrosit tergantung osmoregulasi dan fungsi sawar darah diikuti oedema cerebral. Pada FHF timbul oedem cerebral dalam proses yang cepat progresif timbul herniasi cerebral dan brain stem

Triptopan (AAA) Neurotransmitter palsu NH3 + KetoglutaratArousal Neuro toksik direk (neural membrane motor/kognitif NH3 (serotonin) Dan inhibisi post synaptik) (dopamin) Neurotoksin indirek astrosit swelling Asam glutamat Eksitasi amoniaATPenergi otak Endegenous BZ Glutamat Flumazenil/GABA Antagonist GABA neuro inhibisi (GABA/BZ)(Sintesis oleh bakteri usus) NH3NH3 NH4EnsefalopatiHepatik(10 % tanpa Kenaikan NH3 )

Gambar 5 : Patogenesis ensefalopati hepatikEH. MRI / CT dapat menunjukkan atrofit otak (cerebral & cortival). MRI punya kelebihan dapat menunjukkan hipersensitivitas dari globus pallidus, peningkatan deposit Mn. MRS (Magnetic Resonance Spectroscopy), PET (Positron Emission Tomography). SPET (Single Photon Emission Tomography) dapat digunakan untuk mengevaluasi struktur dan fungsi cerebral. Pemeriksaan pencitraan non invasif ini kurang baik. PSE (Porto sitemik ensefalopati) index terdiri dari mnaifestasi terapi klinis kriteria West Haven penilaian semi kuantitatif, apraksia konstruksional/asteriksis ( menulis nama sendiri, membuat bintang lima), dorsi fleksi pergelangan tangan/flapping tremor, NCT (number connection test A & B ), EEG, Konsentrasi amonia darah. (PSE Skor : Kriteria West Haven kali 3 dan semi kuantitatif kali 1 dengan poin 28).2Tes lain adalah DST (Digital Symbol Test) dan LTT (Line Tracing Test). Tes DST, LTT dan NCT sangat sensitif, tapi kurang spesifik. Tes ini memerlukan biaya mahal dan waktu yang lama. Sekarang terdapat tes yang sangat sensitif dan spesifik, yaitu CFF (Critical Flicker Frequency). Diagnosis dini saat ini dianjurkan pemeriksaan CFF.2Penderita diberi rasangan/kedipan cahaya dengan frekuensi meningkat atau menurun, pada kedipan dengan frekuensi meningkat akhirnya penderita melihat cahaya konstan (frekuensi penyatuan) demikian juga waktu frekuensi diturunkan dari tingkat ke rendah akhirnya menyatu pada satu angka tertentu. Angka ini menunjukkan skor gradasi EH (lihat gambar). Demikian juga pada pengobatan EH terlihat ada perbaikan daris kor CFF. (lihat gambar 7/8). Kesan CFF dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis dan melihat perbaikan kesadaran penderita EH setelah pengobatan.2Derajat keparahan EH bisa dilihat dari gangguan mental menurut kriteria West haven dan derajat semi kuantitatif beberapa tes psikometrik performan dan kadar amonia (PSE index).Diagnosis EH dibuat pada pasien dengan penyakit hati baik akut maupun kronis yang berat dan mengalami gangguan neuropsikiatri. Pemeriksaan secara menyeluruh pada pasien dengan sirosis hati perlu memperhatikan mulai dari kominikasi, pola tidur, hingga tanda-tanda yang ditemukan pada pemeriksaan fisik seperti asteriksis, klonus, ataupun penurunan kesadaran yang jelas. Beberapa pemeriksaan penunjang seperti kadar ammonia darah dan fungsi hati dapat dilakukan untuk memperkuat diagnosis. Pemeriksaan kadar ammonia saja tidak dapat dipakai sebagai alat diagnosis pasti EH. Peningkatan kadar ammonia dalam darah ( >100 mg/100 ml darah ) dapat menjadi parameter keparahan pasien dengan EH. Pemeriksaan kadar ammonia darah belum menjadi pemeriksaan standar di Indonesia mengingat pemeriksaan ini belum dapat dilakukan pada setiap rumah sakit di Indonesia.2

Derajat EnsefalopatiKadar ammonia dalam darah (mg/dl)

0 < 150

I151 200

II201 250

III251 300

IV> 300

Tabel 2 : Kadar ammonia pada berbagai derajat ensefalopati hepatic pada sirosis hatiPemeriksaan Mini Mental Status Examination (MMSE) dapat digunakan sebagai deteksi dini dalam penegakan diagnosis EH. Pemeriksaan Number Connecting Test (NCT), NCT-A dan NCT-B, maupun critical flicker frequency (CEF) merupakan pemeriksaan lain untuk mendiagnosis EH. Namun, pemeriksaan MMSE, NCT, CFF masih sulit untuk dilakukan secara merata di Indonesia. Oleh karena itu, para klinis diharapkan memberi penjelasan terhadap pasien beserta keluarganya mengenai tanda-tanda EH, seperti perubahan pola tidur maupun penurunan aktivitas sehari-hari pasien.1

Derajat EnsefalopatiHasil NCT ( detik )

015-30

I151 21-50 200

II201 25051-80

III251 30081-120

IV> 120

Tabel 3 : Hasil Number Connecting Test (NCT) Pada Berbagai Derajat Ensefalopati

Menyingkirkan gangguan neurologi lainnya Riwayat penyakit + pemeriksaan fisik : Adanya sakit kepala, tanda neurologi fokal, tanda meningeal2. Penilaian dasar: glikemia, PCO23. Toksin dalam darah atau urin : benzodiazepine (pikirkan flumazenil jika mencurigakan), alcohol, dan sebagainya4. Menilai apakah ada defisiensi vit B1 (berikan vit B1 jika mencurigakan )5. Pemeriksaan neuroradiologi (CT.MRI) jika terdapat abnormalitas pada salah satu pemeriksaan atau koma (tanpa adanya perbaikan)6.EEG, jika ada kecurigaan kejang atau status non-konvulsif Pemeriksaan radiologi berupa magnetic resonance imaging (MRI) serta elektroensefalografi (EEG) dapat menjadi pilihan pemeriksaan untuk menyingkirkan kelainan lain pada otak. Elektroensefalografi akan menunjukkan perlambatan (penurunan frekuensi gelombang alfa) aktivitas otak pada pasien dengan EH.

Sirosis + perubahan akut status mentalFungsi hati dan sirkulasi portosistemikRiwayat penyakit + pemeriksaan fisik : tanda-tanda komplikasi sirosisiPemeriksaan darah: bilirubin, albumin, prothrombin, AST, ALTPemeriksaan radiologi hati dan sirkulasi portosistemik : CT, MRIMencari Faktor Pencetus1. Riwayat penyakit + pemeriksaan fisik: eksplorasitanda pendarahan gastrointestinal, konstipasi, dehidrasi, infeksi (demam, tanda-tanda lokal)2. Analisis dasar: hemoglobin, leukosit, kreatinin, Na,K, Ph3. Leukosit dalam urin dan cairan asites ( jika ada asites )4. Rontgen ( thoraks dan abdomen)5. Kultur darah, uri, asites atau cairan lainnya( jika abnormal )

Gambar 6 : Alur diagnosis pasien dengan kecurigaan ensefalopati hepatik

7. PENATALAKSANAAN Penanganan holistic dan komprehensif dibutuhkan dalam penatalaksanaan pasien dengan EH. Penentuan derajat EH perlu dilakuakn terlebih dahulu, sebelum menentukan penatalaksanaan pasien dengan EH. Tatlaksanaan EH dilakukan sesuai dengan derajat EH yang terjadi. Suatu studi RCT (Liu dkk, 2004) menunjukkan bahwa sinbiotik dapat memperbaiki hasil pemeriksaan psikometrik dan kelas child-pugh pada pasien dengan EH minimal. Penelitian serupa (Malaguarnera dkk,2009) menunjukkan bahwa biifidobakteria dengan oligosakarida memperbaiki kadar ammonia dan pemeriksaan psikometri pasien. Sedangkan, penelitian oleh Prasad (Prasad dkk, 2007) memperlihatkan peran laktulosa (30-60 ml dalam 2-3 dosis) depat memperbaiki kualitas hidup pasien EH minimal. Tatalaksana terhadap EH episodic akibat factor presipitasi membutuhkan identifikasi factor presipitasi serta terapi terkait factor tersebut. Pemeriksaan menyeluruh terhadap cairan tubuh pasien, kadar gula darah, serta elektrolit memegang peranan penting dalam tatalaksana EH. Asupan nutrisi yang tepat dibutuhkan dalam mencegah progresivitas EH yang terjadi. Perlu diketahui bahwa factor presipasi yang mendasari dapat lebih dari satu sehingga evaluasi ketat sangat diperlukan.1Dasar penatalaksanaan pasien dengan EH adalah:a. Identifikasi dan mengatasi faktor presipitasi EH lainb. Pengaturan keseimbangan nitrogenc. Terapi untuk mencegah perburukan kondisi pasiend. Penilaian rekurensi ensefalopati hepaticPenderita sirosis hati yang mengalami EH ringan dapat diberi laktulosa. Penderita dengan koma hepatikum memerlukan penanganan berbeda. Penderita dengan EH gradasi 3 & 4 dianjurkan dirawat di ICU dan dipasang ET intubasi. Secara umum diberi terapi Suportif selama menyingkirkan penyebab ensefalopati lainnya (DD). Indentifikasi dan penanganan faktor pencetus, secara empiris juga perlu dilakukan.28.1. Pengaturan Keseimbangan Nitrogena. AmoniaSeperti telah dipaparkan di atas ammonia merupakan neurotoksin utama yang berperan dalam terkadinya EH. Penurunan kadar ammonia dicapai dengan beberapa modalitas:1 Nonabsorbable Disaccharides (Laktulosa)Laktulosa digunakan sebagai terapi lini pertama pada penatalaksanaan pasien dengan EH. Selain, sifanya yang laksatif menyebabkan penurunan sintesis dan uptake glutamin. Selain itu, laktulosa diubah menjadi monosakarida oleh flora normal, menjadi sumber makanan bagi flora normal usus (Lactobacili dan Bifidobacteria) sehingga pertumbuhan flora normal pada akhirnya menekan bakteri lain yang menghasilkan urease. Proses ini menghasilkan asam laktat dan juga memberikan ion hydrogen pada ammonia sehingga terjadi perubahan molekul dari ammonia (NH3) menjadi ion ammonium (NH4+). Adanya ionisasi ini menarik ammonia dari darah menuju lumen.1Laktulosa secara signifikan menunjukkan perbaikkan tes psikometri pada pasien dengan EH minimal dan mampu mencegah terjadinya EH berulang. Dosis yang diberikan adalah 2 x 15-3 ml sehari dan dapat diberikan 3 sehingga uu6 bulan. Efek samping dari penggunaan laktulosa adalah menurunnya persepsi rasa dan kembung. Penggunaan laktulosa secara berlebihan akan memperparah episode EH, karena akan memunculkan factor presipitasi lainnya, yaitu dehidrasi dan hiponatremia.1Efikasi laktulosa dalam mengurangi ammonia dibandingkan dengan antibiotic masih diperdebatkan. Dari meta analisis yang dilakukan , terlihat bahwa laktulosa tidak lebih baik dalam mengurangi ammonia dibandingkan dengan penggunaan antibiotik. Akan tetapi, laktulosa memiliki kemampuan yang lebih baik dalam mencegah berulangnya EH. Selain laktulosa, natrium benzoate memilki efek serupa dengan harga yang lebih murah dibandingkan laktulosa, namun memiliki efek samping berupa peningkatan ammonia dan kadar natrium dalam penggunaan jangka panjang. Sebuah studi double-blind controlled trial (Uribe dkk, 1987) menunjukkan bahwa laktilol dan enema laktulosa efektif dalam mengatasi EH.1 AntibiotikAntibiotik dapat menurunkan produksi anomia dengan menekan pertumbuhan bakteri yang bertanggung jawab menghasilkan ammonia, sebagai salah satu faktor presipitasi EH. Selain itu antibiotic juga memiliki efek anti-inflamasi dan downregulation aktivitas glutaminase. Antibiotik yang menjadi pilihan saat ini adalah Rifaximin, berspektrum luas dan diserap secara minimal ( 3> 3.5 2,8-3,5 < 2,81-3 4-6 > 6

< 1,7 17-2.3 > 2.3

Tabel 6 : penilaian fungsi hati berdasarkan criteria Child Turcutte Pugh A (5-6 poin), B (7-9), C (10-15) Skoring system untuk keparahan sirosis hati.

KESIMPULANEnsefalopati hepatik (EH) adalah suatu sindrom neuropsikiatri yang dapat terjadi pada penyakit hati akut dan kronik yang berat dengan manifestasi yang beragam mulai dari ringan hingga berat tanpa adanya kelainan pada otak yang mendasarinya. Manifestasi yang tampak berupa perubahan perilaku, gangguan intelektual, serta penurunan kesadaran.Ensefalopati hepetik murni terjadi akibat gangguan fungsi hati berat dan akut, sedangkan pada penderita gagal hati akut/ hepatik fulminan disebabkan virus, obat dan toksin. Acute liver Failure Associated Hepatic Encephalopathy (ALFA.HE)/FHF. Gradasinya sama dengan EH penderita sirosis hati, edema otak lebih banyak terjadi pada FHF dibanding sirosis hati dan biasanya fatal (kesembuhan 20% tanpa transplantasi hati) Edema otak pada FHF disebabkan oleh meningkatnya permeabilitas sawar darah otak, gangguan osmoregulasi di dalam otak dan meningkatnya aliran darah ke otak. Pada dasarnya gejala-gejala ensefalopati dapat dibagi menjadi gangguan kesadaran, kepribadian, kecerdasan dan bicara.Ensefalopati hepatik (EH) merupakan komplikasi yang sering ditemukan pada pasien sirosis hepar. EH tidak hanya menyebabkan penurunan kualitas hidup, namun juga memberikan prognosis buruk pada pasien dengan sirosis hepar. Penanganan holistic dan komprehensif dibutuhkan dalam penatalaksanaan pasien dengan EH. Penentuan derajat EH perlu dilakuakn terlebih dahulu, sebelum menentukan penatalaksanaan pasien dengan EH. Tatlaksanaan EH dilakukan sesuai dengan derajat EH yang terjadi. Dengan penatalaksanan penderita EH yang baik maka hanya menyisakan 4-5% penderita yang memerlukan translantasi hati.Bila penyakit hati kronik dengan factor pencetus yang dapat dikoreksi biasanya prognosis akan baik.

DAFTAR PUSTAKA1. Panduan Praktik Klinik Penatalaksanaan Ensefalopati Hepatik di Indonesia. 2014. Pehimpunan Peneliti Hati Indonesia.2. Tarigan.P. ensefalopati Hepatik. Dalam. Sulaiman A, Akbar N, Lesmana U, Noer S. Editor Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati. Jakarta.2014. Sagung Seto.3. Djannah D. 2003. Hubungan Antara Derajat Sirosis Hati Dengan Derajat Abnormalitas Elektroensefalografi. Fakultas Kedokteran UNDIP. Semarang.4. Caropeboka. 2013. Ensefalopati Hepatikum Pada Pasien Sirosis Hepatis. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Lampung.34