pelaksanaan asuransi pendidikan mitra iqra di …/pelaksanaan-asuransi...pelaksanaan asuransi...
TRANSCRIPT
PELAKSANAAN ASURANSI PENDIDIKAN MITRA IQRA
DI ASURANSI BUMIPUTRA SYARIAH
SURAKARTA
TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Ilmu Hukum
Minat Utama : Hukum Ekonomi Syariah
Oleh :
IHSAN WAHYUDI NIM. S. 340908011
PROGRAM PASCA SARJANA ILMU HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2010
i
PELAKSANAAN ASURANSI PENDIDIKAN MITRA IQRA
DI ASURANSI BUMIPUTRA SYARIAH
SURAKARTA
DISUSUN OLEH :
IHSAN WAHYUDI NIMB. S. 340908011
Telah disetujui oleh Tim Pembimbing Jabatan N a m a Tandatangan tanggal Pembimbing I : Prof. Dr. Adi Sulistyono, SH.,MH ----------------- ----------- NIP. 196302091988031003 Pembimbing II : Dr. H. Abdurrahman, SH.MH ----------------- -----------
Mengetahui :
Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum
Prof. Dr. H. Setiono, SH., MS NIP. 194405051969021001
ii
PELAKSANAAN ASURANSI PENDIDIKAN MITRA IQRA
DI ASURANSI BUMIPUTRA SYARIAH
SURAKARTA
DISUSUN OLEH :
IHSAN WAHYUDI NIMB. S. 340908011
Telah disetujui oleh Tim Penguji Jabatan N a m a Tandatangan tanggal Ketua Prof. Dr. Hartiwiningsih, SH.,M.Hum ----------------- ---------- NIP. 195702031985032001 Sekretaris Dr. Supanto, SH., M.Hum ----------------- ---------- NIP. 196011071986011001 Anggota Prof. Dr. Adi Sulistyono, SH, MH ---------------- ----------- NIP. 196302091988031003 Dr. H. Abdurrahman, SH.MH ----------------- ----------- Mengetahui : Ketua Program Studi Prof. Dr. H. Setiono, SH., MS ---------------- ----------- Magister Ilmu Hukum NIP. 194405051969021001 Direktur Program Prof. Drs. Suranto, M.Sc., Ph.D. ---------------- ----------- NIP. 195708201985031004
iii
PERNYATAAN
N a m a : IHSAN WAHYUDI
NIM : S. 340908011
Menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa tesis berjudul :
PELAKSANAAN ASURANSI PENDIDIKAN MITRA IQRA DI ASURANSI
BUMIPUTRA SYARIAH SURAKARTA
adalah benar-benar karya saya sendiri. Hal yang bukan karya saya, dalam tesis
tersebut, diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tersebut di atas tidak benar,
maka saya bersedia menerima sanksi akademik, yang berupa pencabutan tesis dan
gelar yang saya peroleh dari tesis tersebut.
Surakarta, April 2010
Yang memberi pernyataan
IHSAN WAHYUDI
iv
MOTTO
Bismillahirrahmaanirrahiim
“Sesungguhnya Allah SWT tidak akan merubah keadaan suatu
kaum, kecuali jika mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri” (QS. Ar Ra’du : 11)
“Barang siapa yang bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan
Mengadakan baginya jalan keluar dan memberinya rizqi dari arah Yang tiada disangka-sangka”
(QS. Ath-Tholaaq)
“Tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”
(QS. Al-Maidah)
Rasulullah SAW bersabda, “Setiap perbuatan yang tidak dimulai dengan
Bismillaahirrahmaanirrahim maka akan ditolak” (Al-Hadist)
Untuk memahami hati dan pikiran seseorang,
jangan melihat apa yang telah dia raih, lihatlah apa yang telah dia lakukan untuk menggapai cita-citanya
(Kahlil Gibran)
Hidup adalah perjuangan Penyesalan selalu datang belakangan
(Penulis)
v
KATA PENGANTAR
Bismillaahirrahmaanirrahim
Alhamdulillaahirabbil’alamin. Segala puji dan syukur penulis panjatkan
kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul :
“PELAKSANAAN ASURANSI PENDIDIKAN MITRA IQRA DI ASURANSI
BUMIPUTERA SYARIAH SURAKARTA”
Tesis ini disusun dan diajukan untuk melengkapi persyaratan guna meraih
gelar Magister dalam ilmu hukum konsentrasi ekonomi syariah Pascasarjana
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Banyak pihak yang berperan besar dalam memberikan bantuan sampai
selesainya tesis ini baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. H. Much. Syamsulhadi, dr.SP.KJ(K) selaku Rektor Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
2. Bapak Moh. Jamin, SH., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
3. Bapak Prof. Dr. H. Setiyono, SH., M.S, selaku Ketua Program Study Pascasarjana
Ilmu Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin
penelitian.
4. Segenap dosen pengajar Program Study Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
5. Bapak Prof. Dr. Adi Sulistyono, SH., MH dan bapak Dr. H. Abdurrahman, SH.,
MH., selaku pembimbing tesis yang telah memberikan waktu, tenaga, bimbingan
dan doa dalam menyusun tesis ini.
6. Bapak M. Khoiri Syukur, selaku pimpinan cabang asuransi Bumiputera Syariah
Surakarta dan Ibu Enny Kusmayawati selaku pimpinan cabang yang baru.
7. Ibu Afi Raziatun, selaku Kepala Urusan Administrasi dan Keuangan asuransi
syariah cabang Surakarta.
8. Ibu tercinta, terima kasih atas doa yang terucap tanpa henti, ketulusan memberi
tanpa meminta dan menyayangku.
9. Istriku tercinta Atik Dyah Sri Afidati, anak-anakku tersayang dan
membanggakan, Fahmi, Fikri, Mila dan Khusna.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tesis ini masih banyak
kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan.
Semoga tesis ini bermanfaat bagi yang membutuhkan.
Surakarta, April 2010
Penulis
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ------------------------------------------------------------------------- i
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ----------------------------------------- ii
HALAMAN PENGESAHAN TESIS ---------------------------------------------- ------ iii
HALAMAN PERNYATAAN ------------------------------------------------------------- iv
MOTTO --------------------------------------------------------------------------------------- v
KATA PENGANTAR ---------------------------------------------------------------------- vi
DAFTAR ISI -------------------------------------------------------------------------------- viii
DAFTAR LAMPIRAN --------------------------------------------------------------------- ix
ABSTRAK ----------------------------------------------------------------------------------- xi
ABSRACT ----------------------------------------------------------------------------------- xii
BAB I PENDAHULUAN --------------------------------------------------------------- 1
A. Latar Belakang Masalah ------------------------------------------------- 1
B. Rumusan Masalah -------------------------------------------------------- 5
C. Tujuan Penelitian --------------------------------------------------------- 5
D. Manfaat Penelitian -------------------------------------------------------- 5
BAB II LANDASAN TEORI ----------------------------------------------------------- 7
A. Kerangka Teori ------------------------------------------------------------ 7
B. Kajian Umum Tentang Asuransi -------------------------------------- 19
C. Konsep Islam tentang Asuransi Syariah ------------------------------ 37
D. Pengertian Hukum Ekonomi Syariah ---------------------------------- 56
E. Kerangka Pemikiran ----------------------------------------------------- 57
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ---------------------------------------------- 62
A. Metode Penelitian ------------------------------------------------------- 62
B. Sistematika Laporan ---------------------------------------------------- 65
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN --------------------------- 67
A. Hasil Penelitian ---------------------------------------------------------- 67
B. Pembahasan -------------------------------------------------------------- 95
BAB V PENUTUP ---------------------------------------------------------------------- 101
A. Kesimpulan --------------------------------------------------------------- 101
B. Implikasi ------------------------------------------------------------------ 102
C. Saran-saran --------------------------------------------------------------- 102
DAFTAR PUSTAKA --------------------------------------------------------------------- 103
ABSTRAK IHSAN WAHYUDI, S.340908011, 2010, PELAKSANAAN ASURANSI PENDIDIKAN MITRA IQRA DI ASURANSI BUMIPUTERA SYARIAH SURAKARTA, Tesis : Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana Pelaksanaan Asuransi Pendidikan Mitra Iqra di Asuransi Bumiputera Syariah Surakarta. Penelitian ini termasuk penelitian empiris atau penelitian non doktrinal, karena dalam penelitian ini hukum dikonsepsikan sebagai manifestasi makna-makna simbolik para perilaku sosial sebagai tampak dalam interaksi antar mereka dengan mengambil lokasi penelitian di AJB Bumiputera Syariah 1912 Surakarta. pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara dan dokumentasi guna mendapatkan data primer dan data skunder. Analisis datanya menggunakan metode kwalitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pelaksanaan Asuransi Pendidikan Mitra Iqra di Asuransi Bumiputera Syariah Surakarta belum dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah sebagaimana diatur dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional dan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah disebabkan oleh faktor-faktor (1) Komponen pembuat Undang-undang, Prinsip-prinsip syariah dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 21/DSN-MUI/X/2001 dan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, telah mewajibkan investasi asuransi syariah dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, (2) Komponen Lembaga pelaksana, Prinsip-prinsip syariah belum dilaksanakan, hal ini disebabkan karena Asuransi Bumiputera Syariah dan Pendidikan Mitra Iqra merupakan produk yang masih baru, kepengurusan Asuransi Bumiputera di pusat masih satu antara yang konvensional dan yang syariah, dan tenaga yang ahli dibidang ekonomi syariah masih terbatas, serta AJB Bumiputera sendiri belum mempunyai lembaga atau proyek-proyek yang syariah. (3) Komponen Penegak Hukum, Dewan Pengawas Syariah belum bekerja secara maksimal, hal ini terbukti bahwa AJB Bumiputera Syariah telah/masih menginvestasikan dana yang terkumpul dari para peserta asuransi ke 18 anak perusahaan AJB Bumiputera yang kesemuanya masih konvensional.
xi
ABSTRACT IHSAN WAHYUDI, S.340908011, 2010, The Enforcement Against Sharia Insurance Educational Mitra Iqra In Sharia Insurance Bumiputera Surakarta, Thesis : The Postgraduate Program Sebelas Unversity Eleven March Surakarta. This research aims to Implementation Insurance Mitra Iqra in sharia Insurance Bumiputera Surakarta. This research is empirical or non-doctrinal research, because in this research conceptualized law as a manifestation of symbolic meanings of social behavior as evident in their interactions with the research takes place in AJB Bumiputera 1912 Sharia Surakarta. The data collected by observation, interview and documentation in order to abtain primary data and secondary data. The analysis data using qualitative methods. Based on the result showed that the implementation of Education Insurance Mitra Iqra in sharia Insurance Bumiputera Surakarta not yet implemented in accordance with sharia principles as stipulated in the National Fatwa Council of Islamic Economics and Sharia Law Compilation caused by factors (1) Component makers Laws, Principles Islamic principles of Shariah Board of the National Fatwa Number : 21/DSN-MUI/X/2001 and Economic Law Compilation Sharia, sharia has been requiring insurance investments made in accordance with sharia principles, (2) components implementing institutions, sharia principles has not been implemented, this was due to Buniputera Insurance Shariah and Education Mitra Iqra is a product that was new, managerial Insurance Bumiputera in the center is still one between the conventional and the sharia, and energy experts in the field of Islamic economics is still limited, and AJB Bumiputera it self does not have an institution or projects that sharia. (3) Law Enforcement Components, Sharia Supervisory Board is not working optimally, it is evident that AJB Bumiputera Sharia has been / still invest the funds collected from the participants to the 18th insurance subsidiaries AJB Bumiputera all of which are still conventional.
xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.
Islam adalah agama Allah yang memberikan pedoman kepada umat manusia,
yang menjamin akan mendatangkan kebahagiaan hidup perseorangan dan
kelompok, jasmani dan rohani, material dan spiritual, di dunia kini dan akhirat
kelak.1
Islam diajarkan kepada umat manusia dengan perantaraan para rasul Allah
silih berganti, sejak nabi Adam A.S hingga yang terakhir Nabi Muhammad
SAW. memberikan pedoman hidup yang menyeluruh meliputi bidang akidah,
ibadah, akhlak dan muamalah.
Muamalat merupakan hal sangat penting dalam kehidupan manusia, sebab
dengan muamalat, manusia dapat berhubungan satu sama lain yang akhirnya
menimbulkan hak dan kewajiban.
Asuransi sebagai perjanjian, dimana seorang penanggung mengikatkan diri
kepada tertanggung dengan menerima premi untuk memberikan penggantian
kepadanya karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang
diharapkan yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak
tertentu, merupakan kegiatan ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Asuransi tidak dikenal pada masa awal Islam,
akibatnya banyak para ulama terjadi perbedaan pendapat tentang asuransi,
sebagian menganggap bahwa asuransi adalah boleh, sebagian lagi tidak
membolehkannya dan bahkan sebagaian lagi mengambil jalan tengah yakni
membolehkan asuransi, karena akad dalam asuransi dilakukan secara suka sama
suka . alasan ini mengacu kepada salah satu prinsip akad dalam muamalah, bahwa
1 Ahmad Azhar Basyir, Garis Besar Sistem Ekonomi Islam, cet. Ketiga, BPFE-UGM, Yogyakarta, 1987, hlm. 1
akad dalam muamalah itu baru sah apabila dilakukan oleh pihak-pihak secara
suka sama suka.2
Perbedaan ini disebabkan karena mereka tidak mempunyai gambaran yang
utuh tentang asuransi itu sendiri. Disamping itu para ulama juga tidak memahami
secara utuh bagaimana konsep dan system operasional dan format kontrak-
kontrak asuransi baik asuransi konvensional maupun asuransi syariah.3
Kegiatan asuransi di Indonesia sudah lama dilakukan, namun asuransi yang
berdasar hukum Islam belum lama berkembang. oleh karenanya kegiatanya masih
berdasar peraturan perundang-undangan yang selama ini berlaku sepanjang
peraturan mengenai asuransi syariah belum dibuat.
Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian Bab 1
Ketentuan Umum Pasal 1 (1) menyebutkan bahwa :
“Asuransi atau perasuransian adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang diperetanggungkan”. Sedang Dewan Syariah Nasional mendefinisikan Asuransi Syariah (ta’min,
takaful atau tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong
diatara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan/atau
tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu
melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.4
Dasar asuransi bukanlah ditiadakannya resiko atau kerugian, walaupun
organisasi asuransi mungkin merasa beruntung untuk melakukan kegiatan ini
2 Yadi Janwari, Asuransi Syariah, Cet. Pertama, Pustaka Bani Quraisy, Bandung, 2005, hlm. 35 3 Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life and General) Konsep dan Sistem Operasional, Gema Insani, Jakarta , 2004, hlm. XVII. 4 Ahmad Kamil dan Fauzan, Kitab Undang-undang Hukum Perbankan dan Ekonomi Syariah, cet. Pertama, Kencana, Jakarta, 2007, hlm. 499
namun yang sesungguhnya adalah suatu kerugian kecil yang diketahui untuk
sesuatu kerugian besar yang tidak pasti.5
Hidup dan mati adalah takdir, seperti juga adanya musibah atau bencana
adalah merupakan sunatullah. Asuransi tidak bermaksud mengingkari hal-hal
tersebut, tetapi asuransi bermaksud memberi jaminan yang dapat mengurangi
penderitaan nasabah jika hal tersebut benar-benar terjadi. Mengasuransikan
sesuatu yang dimiliki, barang atau jiwa untuk mendapatkan jaminan adalah
merupakan ikhtiar atau usaha untuk mendapatkan kesejahteraan hidup disamping
tetap percaya pada takdir Allah, karena sesungguhnya Allah tidak akan merubah
nasib seseorang sehingga seseorang tersebut mengubah keadaan mereka sendiri.
Asuransi Bumi Putra Syariah, merupakan anak cabang dari Asuransi Bumi
Putra, yang kegiatannya diantaranya adalah memasarkan asuransi pendidikan
mitra iqra. Mitra Iqra sendiri merupakan produk dari asuransi jiwa yang
dirancang untuk memprogram pendidikan anak secara syariah mulai dari tingkat
Taman Kanak-kanak sampai dengan anak menjadi Sarjana S1, sekaligus
berfungsi untuk menata kesejahteraan keluarga agar kelak apabila orang tua
meninggal tidak sampai kesejahteraan dan pendidikan anak terabaikan. Mitra iqra
sendiri merupakan gabungan antara unsur tabungan dan unsur tolong menolong
(ta’awun).6
Dalam menjalankan kegiatannya selain berdasar Undang-undang Nomor 2
tahun 1992, tentang usaha asuransi, yang sebenarnya kurang mengakomodasi
asuransi syariah. Asuransi bumiputera syariah, juga menggunakan pedoman yang
dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor :
21/DSN-MUI/X/2001. Meskipun fatwa Majelis Ulama Indonesia tersebut tidak
5 Abdul Manan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, Dana Bhakti Prima Yasa, Yogyakarta, hlm. 302 6 Bumiputra, 2009, Pemahaman Produk Asper & Askum Syariah, Semarang : Kanwil Syariah, Hal. 27
diakui oleh sebagian kalangan, karena statusnya yang tidak jelas dari sudut
kelembagaan Negara.7
Dalam kegiatan asuransi pendidikan mitra iqra, pihak asuransi memberikan
dana manfaat bagi pendidikan. Dimana pemegang polis berkewajiban membayar
premi dan pihak perusahaan asuransi berkewajiban mengelola premi serta
memberikan manfaat asuransi menurut ketentuan yang berlaku. Sehingga
program asuransi pendidikan mitra iqra’ ini merupakan solusi bagi sebagian
masyarakat yang ingin anak atau keluarganya lebih maju dalam pendidikan.
Dengan mengikuti program pendidikan mitra iqra diharapkan kelangsungan
pendidikan anak akan terjamin, ketika pihak peserta mencapai usia lanjut dan
tidak lagi mampu memberi biaya pendidikan, atau pihak peserta meninggal
sebelum anaknya menyelesaikan pendidikan.
Pendidikan Mitra Iqra yang dibentuk pada tanggal 12 Maret 2003 dan
dipasarkan bersamaan dengan berdirinya asuransi bumiputera syariah Surakarta
pada tanggal 1 Januari 2007, sampai akhir tahun 2009 telah mempunyai nasabah
sebanyak 749 nasabah, dan 288 nasabah diantaranya tidak melanjutkan atau
berhenti membayar premi.
Premi asuransi pendidikan mitra iqra yang dibayar oleh nasabah, selain masuk
ke rekening tabungan, masuk ke rekening tabarru’ sebagai kumpulan dana yang
diniatkan untuk tujuan tolong menolong sesama peserta asuransi bila terjadi
musibah. Dari premi yang terkumpul tersebut oleh perusahaan asuransi
bumiputera di investasikan atau di reasuransikan, dan hasil dari investasi tersebut
keuntungan dibagi antara perusahaan dengan peserta asuransi dengan system
pembagian bagi hasil (mudharabah) yaitu dengan pembagian 70 % untuk peserta
asuransi dan 30 % untuk perusahaan asuransi bumiputera syariah.
7 Rifyal Ka’bah, Mimbar Hukum dan Peradilan, dalam Lembaga Fatwa di Indonesia dalam Kajian Politik Hukum, hlm. 65
Berangkat dari hal-hal tersebut diatas, penulis tertarik untuk meneliti asuransi
bumi putra syariah dengan judul “PELAKSANAAN ASURANSI PENDIDIKAN
MITRA IQRA DI ASURANSI BUMIPUTRA SYARIAH SURAKARTA”
B. Rumusan Masalah..
Dari latar belakang masalah tersebut diatas, maka permasalahan yang akan
dibahas adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pelaksanaan asuransi pendidikan Mitra Iqra di Asuransi
Bumiputra Syariah Surakarta, apakah telah sesuai dengan prinsip-prinsip
syariah, sebagaimana diatur dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional dan
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah ?
2. Mengapa tidak sesuai dengan fatwa Dewan Syariah dan Kompilasi Hukum
Ekonomi Syariah ?
3. Hambatan atau kedepan seharusnya bagaimana ?
C. Tujuan Penelitian.
Berpijak pada permasalahan tersebut diatas, maka tujuan penelitian adalah
sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan asuransi pendidikan mitra iqra’ di
Asuransi Bumiputra Syariah di Surakarta .
2. Untuk mengetahui sebab-sebab tidak dilaksanakannya prinsip-prinsip syariah
dalam asuransi pendidikan Mitra Iqra di Asuransi Bumiputra syariah
Surakarta, sebagaimana dimaksud dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional dan
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah
D. Manfaat Penelitian.
1. Manfaat Teoritis.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran
secara ilmiah bagi ilmu pengetahuan asuransi, khususnya di bidang asuransi
pendidikan mitra iqra.
2. Manfaat Praktis
Untuk memberi kontribusi terhadap pemecahan masalah khususnya dalam
pelaksanaan asuransi pendidikan mitra iqra di Asuransi Bumi Putra Syariah
Surakarta.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kerangka Teori.
1. Definisi Asuransi Syariah.
Dalam penyusunan tesis ini, penulis mencoba menelaah buku-buku yang
berkaitan dengan asuransi.
1.1 Wahbah Az- Zuhaili dalam bukunya Khairil Anwar yang berjudul
Asuransi Syariah Halal dan Maslahah, halaman 19, mendefinisikan :
“ Asuransi syariah sebagai at-ta’min at-ta’awuni (asuransi yang bersifat tolong menolong), yaitu kesepakatan beberapa orang untuk membayar sejumlah uang sebagai ganti rugi ketika salah seorang diantara mereka ditimpa musibah”8
1.2 Muhaimin Iqbal dalam bukunya Asuransi Umum Syariah dalam
Praktek Upaya menghilangkan Gharar, Maisir dan Riba, mengatakan :
“Asuransi syariah adalah suatu pengaturan pengelolaan resiko yang memenuhi ketentuan syariah, tolong menolong secara mutual yang melibatkan peserta dan operator”9
1.3 Kuat Ismanto dalam bukunya Asuransi Syariah Tinjauan Asas-asas
Hukum Islam, menjelaskan sebagai berikut :
“ Asuransi syariah (Ta’min, takaful atau Tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan/atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah”10
8 Khoiril Anwar, Asuransi Syariah, Halal & Maslahat, ctk, Pertama, PT.Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, Solo, 2007, hlm. 19 9 Muhammad Iqbal, Asuransi Umum Syariah dalam Praktek Upaya menghilangkan Gharar, Maisir dan Riba, ctk. Pertama, Gema Insani, Jakarta, 2005, hlm. 2 10 Kuat Ismanto, Asuransi Syariah Tinjauan Asas-asas Hukum Islam, ctk. Pertama, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2009, hlm. 50
1.4 Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 21/DSN-MUI/X/2001,
mendefinisikan sebagai berikut :
“Asuransi syariah (Ta’min, takaful atau Tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan/atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah”11
1.5 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Pasal 20 (26).
“ Ta’min/asuransi adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih yang pihak penanggung mengikatkan diri kepada pihak tertanggung dengan menerima premi ta’min untuk menerima penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti” 12
2. Teori Bekerjanya Hukum
Hukum pada hakekatnya mengandung ide atau konsep-konsep yang
abstrak. Sekalipun abstrak, hukum dibuat untuk diimplementasikan dalam
kehidupan masyarakat sehari-hari. Oleh karena itu untuk mewujudkan ide
atau konsep-konsep tersebut perlu adanya kegiatan. Rangkaian kegiatan
tersebut menjadi kenyataan merupakan proses penegakan hukum.
Masalah penegakan hukum dan pelaksanaan hukum tidak bisa lepas
dari pemikiran-pemikiran tentang efektifitas hukum.
Sistem hukum tidak lain merupakan cerminan dari nilai-nilai standar elit
masyarakat yang masing-masing mempunyai kepentingan sendiri-sendiri
sesuai dengan kepentingan kelompok mereka. Berbicara masalah hukum pada
dasarnya membicarakan fungsi hukum di dalam masyarakat.
11Ahmad Kamil dan Fauzan, Kitab Undang-undang Hukum Perbankan dan Ekonomi Syariah, cet.Pertama, Kencana, Jakarta, 2007, hlm. 499 12 Mahkamah Agung RI, Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, Jakarta , 2008, hlm. 13
Untuk memahami bagaimana fungsi hukum, ada baiknya dipahami
terlebih dahulu bidang pekerjaan hukum. Sedikitnya ada 4 (empat) bidang
pekerjaan yang dilakukan oleh hukum (dalam Satjipto Rahardjo) yaitu :
a. Merumuskan hubungan-hubungan diantara anggota masyarakat dengan
menunjukkan perbuatan-perbuatan apa saja yang dilarang dan yang boleh
dilakukan.
b. Mengalokasikan dengan menegaskan siapa saja yang boleh melakukan
kekuasaan atau siapa saja berikut prosedurnya.
c. Menyelesaikan sengketa yang timbul di dalam masyarakat.
d. Mempertahankan kemampuan adaptasi masyarakat dengan cara mengatur
kembali hubungan-hubungan dalam masyarakat manakala ada .
Merumuskan hubungan-hubungan diantara anggota masyarakat dengan
menunjukkan perbuatan-perbuatan apa saja yang dilarang dan yang boleh
dilakukan.
Dari 4 (empat) pekerjaan hukum tersebut diatas, menurut Satjipto
Rahardjo secara sosiologis dapat dilihat dari adanya 2 (dua) fungsi utama
hukum yaitu:
1. Sebagai Social Control (Kontrol Sosial).
Kontrol sosial merupakan fungsi hukum yang mempengaruhi warga
masyarakat agar bertingkah laku sejalan dengan apa yang telah digariskan
sebagai aturan hukum, termasuk nilai-nilai yang hidup didalam
masyarakat. Adapun yang termasuk dalam lingkup social control antara
lain :
a. Perbuatan norma-norma hukum, baik yang memberikan peruntukan
maupun yang menentukan hubungan antara orang dengan orang
b. Penyelesaian sengketa di dalam masyarakat.
c. Menjamin kelangsungan kehidupan masyarakat, yaitu dalam hal
terjadi perubahan-perubahan sosial.
2. Social Engineering (Rekyasa sosial)
Penggunaan keadaan masyarakat sebagaimana diinginkan oleh pembuat
hukum. Berbeda dengan fungsi control social, yang lebih praktis yaitu
untuk kepentingan waktu sekarang, maka fungsi rekayasa sosial dari
hukum lebih mengarah pada pembahasan sikap dan perilaku masyarakat
dimasa mendatang sesuai dengan keinginan pembuat undang-undang.
Perubahan-perubahan yang dikehendaki itu apabila berhasil pada akhirnya
akan melembaga sebagai pola-pola tingkah laku yang baru di
masyarakat.13
Selanjutnya dikatakan bahwa pelaksanaan penegakan hukum atau
keefektifan hukum bersangkutan dengan 5 faktor pokok yaitu :
a. Faktor hukum itu sendiri, yaitu semua peraturan perundang-undangan
yang mengatur suatu hal yang berkaitan dengan pokok permasalahan.
b. Faktor penegak hukum, yaitu pihak-pihak yang membentuk maupun yang
menerapkan hukum.
c. Faktor prasarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.
d. Faktor masyarakat atau adresat hukum, yakni lingkungan dimana hukum
berlaku atau diterapkan.
e. Faktor budaya, yaitu sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan
pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.
Menurut WJ. Chambliss & Robert B. Seidman14 (dalam Esmi
Warassih, 2005 : 11-12) dengan teori bekerjanya hukum, disebutkan bahwa
untuk memfungsikan peraturan-peraturan dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan
sosial, baik terhadap pembuat undang-undang, lembaga-lembaga pelaksana,
maupun pemegang peran.
Adanya pengaruh kekuatan sosial ini dalam bekerjanya hukum secara
jelas dapat digambarkan sebagai berikut : 13 Satjipto Rahardjo, 2002, Sosiologi Hukum : Perkembangan, Metode dan Pilihan Masalah,, Muhammadiyah University Press, Surakarta, hlm. 119-120 14 Esmi Warassih, Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologis, PT. Suryandaru Utama, Semarang, 2005, hlm. 11-12.
Ub Ub
Nrm Prn
penerapan
Umpan balik Bekerjanya kekuatan Bekerjanya kekuatan
Kekuatan personal kekuatan personal dan Sosial dan sosial
Dari bagan tersebut diatas, maka dapat diuraikan di dalam dalil-dalil sebagai
berikut :
a. Setiap peraturan hukum memberitahukan tentang bagaimana seorang
pemegang peranan itu diharapkan bertindak;
b. Bagaimana seorang pemegang peranan itu bertindak sebagai suatu
respon terhadap peraturan hukum merupakan fungsi peraturan-
Kekuatan-kekuatan personal
dan kekuatan sosial
Pembuat Undang-undang
Penegak hukum Pemegang peran
peraturan yang ditujukan kepadanya, sanksi-sanksinya, aktivitas dari
lembaga-lembaga pelaksana serta keseluruhan kompleks kekuatan
sosial, politik dan lain-lainnya mengenai dirinya;
c. Bagaimana lembaga-lembaga pelaksana itu akan bertindak sebagai
respon terhadap peraturan hukum merupakan fungsi peraturan-
peraturan hukum yang ditujukan kepada mereka, sanksi-sanksi,
keseluruhan kompleks kekuatan-kekuatan sosial, politik dan lain-
lainnya yang mengenai diri mereka serta umpan-umpan balik yang
datang dari para pemegang peranan;
d. Bagaimana para pembuat undang-undang itu akan bertindak
merupakan fungsi peraturan-peraturan yang mengatur tingkah laku,
sanksi-sanksinya, keseluruhan kompleks ketentuan-ketentuan sosial
politik, idiologis dan lain-lainnya yang mengenai diri mereka serta
umpan-umpan balik yang datang dari para pemegang peranan serta
birokrasi.15
Selo Soemardjan, berpandangan bahwa efektifitas hukum berkaitan erat
dengan faktor-faktor sebagai berikut :
1. Usaha-usaha menanamkan hukum didalam masyarakat, yaitu pembinaan
tenaga manusia, alat-alat, organisasi dan metode agar warga-warga
masyarakat mengetahui, menghargai, mengakui dan mentaati hukum.
2. Reaksi masyarakat yang didasarkan pada system nilai-nilai yang berlaku.
Artinya masyarakat mungkin menolak atau menentang atau mungkin
mematuhi hukum untuk menjamin kepentingan mereka.
3. Jangka waktu menanamkan hukum, yaitu panjang pendeknya jangka
waktu dimana usaha-usaha menanamkan hukum itu dilakukan dan
diharapkan memberi hasil.16
15 Ibid, hlm 11-12 16 Soerjono Soekanto, Tatacara Penyusunan Karya Tulis Ilmiah Bidang Hukum, Ghalia Indonesia Jakarta, 1982, hlm 45
Kaidah hukum berlaku secara sosiologis, apabila kaidah tersebut
efektif, artinya kaidah tersebut dapat dipaksakan berlakunya oleh penguasa,
walaupun tidak diterima oleh warga masyarakat (teori kekuasaan), atau
kaidah berlaku kalau diterima dan diakui oleh masyarakat (teori pengakuan)
maka kaidah hukum tersebut menjadi aturan pemaksa dan kalau berlaku
secara filosofis akan merupakan hukum yang dicita-citakan.
Selain itu Lon F Fuller (principles of legality) berpendapat bahwa untuk
mengenal hukum sebagai sistem, maka harus dicermati apakah ia memenuhi 8
(delapan) asas di antaranya :
1. Sistem hukum harus mengandung peraturan-peraturan, tidak boleh
mengandung sekedar keputusan-keputusan yang bersifat ad hoc.
2. Peraturan yang dibuat itu harus diumumkan.
3. Tidak boleh ada peraturan yang berlaku surut.
4. Peraturan harus disusun dalam rumusan yang bisa dimengerti.
5. Suatu system tidak boleh mengandung peraturan-peraturan yang
bertentangan satu sama lain.
6. Perturan tidak boleh mengandung tuntutan yang melebihi apa yang dapat
dilakukan.
7. Tidak boleh ada kebiasaan untuk sering merubah-rubah peraturan
sehingga menyebabkan seseorang akan kehilangan orientasi.
8. Harus ada kecocokan antara peraturan yang diundangkan dengan
pelaksanaan sehari-hari.17
Sedang menurut Dias, ada lima syarat bagi efektif tidaknya suatu sistem
hukum (dalam Esmi Warassih) yaitu :
1. Mudah tidaknya makna atau isi aturan-aturan hukum itu ditangkap.
2. Luas tidaknya kalangan di dalam masyarakat yang mengetahui isi aturan-
aturan yang bersangkutan.
17 Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, ctk. Kelima, Rineka Cipta, Jakarta, 2007 hlm. 6
3. Efisien dan efektif tidaknya mobilisasi aturan-aturan hukum yang dicapai
dengan bantuan :
a. Aparat administrasi yang menyadari kewajibannya untuk melibatkan
dirinya kedalam usaha mobilisasi yang demikian.
b. Para warga masyarakat yang merasa terlibat dan merasa harus
berpartisipasi di dalam proses mobilisasi hukum.
c. Adanya mekanisme penyelesaian sengketa yang tidak hanya harus
mudah dihubungi dan dimasuki oleh setiap warga masyarakat, akan
tetapi juga harus cukup efektif menyelesaikan sengketa.
d. Adanya anggapan dan pengakuan yang merata di kalangan warga
masyarakat, bahwa aturan-aturan dan pranata-pranata hukum itu
memang sesungguhnya berdaya mampu efektif.18
Sedang hubungannya hukum dengan ekonomi (asuransi), ekonomi
adalah bertujuan untuk menyediakan kebutuhan yang diperlukan bagi
kelangsungan hidup masyarakat dan anggota-anggotanya. Perbuatan ekonomi
dalam memenuhi kebutuhan didasarkan pada asas rasionalitas.19 Akan tetapi
manusia dalam memenuhi kebutuhannya dapat melakukan dengan cara
berkelompok maupun secara individu dengan melakukan interaksi dengan
yang lainnya, sehingga dapat menghasilkan secara optimal pemanfaatan
sumber daya dalam masyarakat. Dengan demikian muncullah masalah aturan
sebagai kebutuhan ekonomi, karena tanpa aturan, orang tidak bisa bicara
mengenai penyelenggaraan kegiatan ekonomi dalam masyarakat. Ekonomi
tidak bisa mendesain sendiri peraturan-peraturan atau sistem peraturan yang
nantinya harus mengikat tingkah lakunya.20
18 Ibid. hlm. 106 19 Satjipto Rahardjo, Beberapa Pemikiran Tentang Rancangan Antar Disiplin Dalam Pembinaan Hukum Nasional, Sinar Baru, Bandung, 1985, hlm. 55 20 Ibid, hlm. 57
3. Teori Ekonomi Islam (Syariah)
Tujuan pembangunan nasional Indonesia adalah untuk mencapai
terciptanya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan demokrasi
ekonomi, untuk mencapai tujuan tersebut dikembangkanlah sistem ekonomi
yang berdasar pada nilai keadilan, kebersamaan, pemerataan dan kemanfaatan
yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
Ekonomi Islam merupakan ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari
masalah-masalah ekonomi rakyat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam.21
Peraturan dalam ekonomi Islam mencakup dua macam pelajaran-
pelajaran dan hukum-hukum, pertama bagian yang muhkam, yang di
dalamnya sudah tidak terdapat lagi peluang untuk berijtihad. Kebakuan
hukum ini menjadikan Islam memiliki kesatuan pemikiran, rasa dan perbuatan
bagi umat, dan menjadikan umat dalam satu arah, satu tujuan dan satu
persepsi. Seperti larangan mengambil riba dalam bermuamalah, memakan
harta dengan cara yang tidak halal. Kedua kedudukan hukum yang bisa
berubah atau bersifat temporal, bisa berubah menurut situasi dan kondisi serta
bertujuan untuk tercapainya kemaslahatan umat manusia.
Yusuf Qardhawi (dalam Norma dan Etika Ekonomi Islam) ada 4 (empat)
ciri khas dalam ekonomi Islam di antaranya :
a. Ekonomi bercirikan ketuhanan.
Sistem ekonomi ini bertolak, bertujuan akhir hanya kepada Allah
SWT., dan menggunakan sarana yang tidak lepas dari syariat Allah.
Aktivitas ekonomi seperti produksi, distribusi, konsumsi tidak lepas dari
titik tolak ketuhanan dan bertujuan akhir hanya untuk Allah SWT.
Islam memandang bahwa materi adalah titipan Allah, sehingga
manusia dalam mengelola dan membelanjakannya hanya diniatkan karena
Allah tidak semata-mata hanya mencari keuntungan. Kalau seorang
21 Mustafa Edwin Nasution, at.al. Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, Cet. Pertama, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2006, hlm. 15
muslim bekerja dalam bidang produksi maka ketika berinvestasi seorang
muslim harus merasa bahwa yang ia kerjakan adalah karena Allah. (Q.S.
Al-Baqarah 284)
°! $tB ’Îû ÏNºuq»yJ¡¡9$# $tBur ’Îû ÇÚö‘F{$# 3 bÎ)ur (#r߉ö7è? $tB þ’Îû öNà6Å¡àÿRr& ÷rr& çnqàÿ÷‚è? Nä3ö7Å™$yÛムÏmÎ/ ª!$# ( ã•Ïÿøóu‹sù `yJÏ9 âä!$t±o„ Ü>Éj‹yèãƒur `tB âä!$t±o„ 3 ª!$#ur 4’n?tã Èe@à2 &äóÓx« 핃ωs%
Artinya : Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehandaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
b. Ekonomi berlandaskan Etika (Moral).
Dalam lapangan ekonomi, Islam memberi kebebasan kepada
umatnya untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya, namun di sisi lain
manusia terikat dengan iman dan etika, sehingga meskipun bebas tetapi
tidak bebas mutlak yang akhirnya justru tidak memperhatikan terhadap
lingkungannya.
Dalam pandangan ekonomi sekuler, selalu memperhatikan materi,
bahkan materi diletakkan pada posisi yang begitu penting dalam
kehidupan ekonomi, semua aktivitas ekonomi senantiasa diukur dengan
materi, yang akhirnya menimbulkan dampak kerusakan dan ketidak
seimbangan dalam kehidupan semua makhluk.
Islam mendorong umatnya agar banyak memberikan jasa kepada
masyarakat, atas dasar itu seorang pedagang harus melandasi dirinya
dengan niat memberi jasa untuk kehidupan masyarakat di samping motif
mencari kecukupan nafkah diri dan keluarganya yang menjadi
tanggungannya, bukan hanya melulu mencari untung. Sebagaimana
firman Allah (Q.S. At-Taubah. 34) yang berbunyi :
$pkš‰r'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä ¨bÎ) #ZŽ•ÏWŸ2 šÆÏiB Í‘$t6ômF{$# Èb$t7÷d”•9$#ur tbqè=ä.ù'u‹s9 tAºuqøBr& Ĩ$¨Y9$# È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ šcr‘‰ÝÁtƒur `tã È@‹Î6y™ «!$# 3 šúïÏ%©!$#ur šcrã”É\õ3tƒ |=yd©%!$# spžÒÏÿø9$#ur Ÿwur $pktXqà)ÏÿZム’Îû È@‹Î6y™ «!$# Nèd÷ŽÅe³t7sù A>#x‹yèÎ/ 5OŠÏ9r&
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih,
Dalam kegiatan ekonomi (dalam Ahmad Azhar Basyir) agar
kegiatan manusia memenuhi landasan moral, maka diperlukan syarat-
syarat etis sebagai berikut :
1. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan harus termasuk hal-hal yang halal
dan bukan yang haram.
2. Kegiatan-kegiatan yang pada dasarnya halal harus dilakukan dengan
cara-cara yang tidak mengakibatkan kerugian atau madharat dalam
kehidupan masyarakat. Misal : Berdagang barang yang halal
dibolehkan tetapi apabila perdagangan tersebut dilakukan dengan
menipu, memeras maka sudah tidak memenuhi landasan-landasan
moral.
3. Nilai keadilan harus senantiasa dipelihara, dengan akibat bahwa setiap
kegiatan yang bertentangan dengan nilai-nilai keadilan tidak dapat
dibenarkan.22. Misal : Tidak boleh memberi upah kepada buruh amat
kecil hanya karena ingin memperoleh keuntungan yang lebih besar.
c. Ekonomi bercirikan kemanusiaan
Selain berciri ketuhanan dan moral, ekonomi Islam juga
berkarakter kemanusiaan. Allah-lah yang memuliakan manusia dan
menjadikanNya manusia sebagai khalifah di bumi. Tujuan ekonomi Islam
adalah menciptakan kehidupan manusia yang aman dan sejahtera, baik
manusia yang sehat, sakit, kaya, miskin, kuat atau lemah, susah atau
senang baik manusia sebagai individu atau sebagai anggota kelompok
masyarakat. Allah telah memberi kepada manusia kekuatan dan alat
sehingga manusia bisa melaksanakan tugasnya.
Dalam ekonomi Islam manusia dan kemanusiaan merupakan unsur
utama. Faktor kemanusiaan meliputi etika, kebebasan, kemuliaan,
keadilan, sikap moderat, dan persaudaraan sesama manusia, etika Islam
mengajarkan manusia untuk saling bekerjasama, tolong menolong dan
manjauhkan diri dari sikap iri, dengki dan dendam. Islam juga
mengajarkan kasih sayang sesama manusia terutama kaum lemah, anak
yatim, orang miskin dan orang yang tidak sanggup bekerja.
d. Ekonomi bersifat pertengahan (Keseimbangan).
Salah satu sendi utama ekonomi Islam ialah sifatnya yang
pertengahan (keseimbangan), Islam tidak memisahkan antara kehidupan
22 Ahmad Azhar Basyir, Garis Besar Sistem Ekonomi Islam, Cet. Ketiga, BPFE, Yogyakarta, 1987, hlm. 14
dunia dengan kehidupan akhirat. Setiap aktifitas manusia didunia akan
berdampak kepada kehidupan di akhirat kelak.23
Islam juga menjaga keseimbangan sosial, tidak mengakui adanya
hak mutlak, tetapi mempunyai batasan-batasan tertentu, termasuk dalam
bidang hak milik. Islam melarang kapitalis, menumpuk harta kekayaan,
mengembangkan dan membelanjakan yang sama sekali tidak
memperhatikan kepentingan orang lain, bahkan merampas hak milik
individu. Ekonomi Islam bersifat tengah-tengah, tidak mendhalimi
masyarakat khususnya kaum lemah, juga tidak mendhalimi hak individu,
Islam mengakui hak individu dan masyarakat.
B. Kajian Umum Tentang Asuransi
1. Pengertian Asuransi
a. Pengertian menurut KUH Perdata.
Kata asuransi berasal dari bahasa Belanda, assurantie, yang dalam
hukum Belanda disebut Verzekering yang artinya pertanggungan.24
Dalam asuransi ada dua pihak yang terlibat yaitu, yang satu sanggup
menanggung atau menjamin, dan yang lain akan mendapatkan
penggantian suatu kerugian, yang mungkin akan dideritanya sebagai
akibat dari suatu peristiwa yang semula belum tentu akan terjadi atau
semula belum dapat ditentukan saat akan terjadinya.
Asuransi diatur dalam bagian kesatu ketentuan umum Pasal 1774 KUH
Perdata, yang bunyinya sebagai berikut :
“Suatu persetujuanan untung-untungan adalah suatu perbuatan yang hasilnya mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak, maupun bagi sementara pihak, bergantung kepada suatu kejadian yang belum tentu.
Demikian adalah : Perjanjian pertanggungan;
23 Mustafa Edwin Nasution, Op.cit. hlm. 23 24 Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life and General) Konsep dan Sistem Operasional, ctk.Pertama, Gema Insani, Jakarta, 2004, hlm. 26
Bunga cagak hidup; Perjudian dan pertaruhan. Perjanjian yang pertama diatur di dalam kitab Undang-undang Hukum
Dagang”.25
Jika dilihat dari pasal tersebut, maka perjanjian pertanggungan dapat
dikategorikan dalam kelompok perjanjian untung-untungan.
Sedang untuk asuransi syariah, Pasal 1774 KUH Perdata tidak dapat
dijadikan dasar hukum karena adanya unsur judi (maisir) yaitu adanya
unsur untung rugi yang digantungkan pada kejadian yang belum tentu.
Asuransi syariah tidak didasarkan untung rugi tetapi didasarkan pada
konsep tanggung jawab dan tolong menolong..26
b. Pengertian menurut KUH Dagang.
Dalam kitab Undang-undang Hukum Dagang Bab Kesembilan
Pasal 246 disebutkan:
“Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu”
Dari definisi tersebut diatas, dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Pihak pertama sebagai pihak yang ditanggung, mengalihkan beban
atau resiko kepada pihak penanggung.
2. Pihak yang ditanggung membeli hak untuk menerima ganti rugi, atau
jaminan dari yang menjualnya, yaitu pihak penanggung menerima
sejumlah uang yang disebut dengan premi.
25 R. Subekti dan R.Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Cet. kedua puluh dua, Pradnya Paramita, Jakarta, 1990, hlm.380 26 Gemala Dewi, Aspek-aspek Hukum Dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di Indonesia, ctk. Ketiga, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2005, hlm. 197
3. Pihak penanggung mengharapkan keuntungan dari pembelinya, dan
dengan keuntungan ini ia bersedia menanggung kerugiannya yang
mungkin ditimbulkan akibat bahaya-bahaya yang menjadi pokok
pertanggungan.
4. Kerugian yang timbul harus merupakan suatu hal yang tak terduga-
duga, dan merupakan suatu bahaya yang tidak dapat diharapkan atau
dinantikan dengan pasti, dengan kata lain tidak disengaja.27
Dengan melihat pengertian asuransi diatas, maka seperti halnya
dalam KUHPerdata, asuransi disini dapat dipersamakan dengan perjanjian
tukar- menukar dengan pertimbangan untung-rugi. Berdasarkan Kitab
Undang-undang Hukum Dagang, tertanggung yang memutuskan kontrak
sebelum habis masa kontraknya akan kehilangan seluruh atau sebagian
besar premi yang telah dibayarkan. Hal ini dirasakan sebagai suatu
kerugian bagi tertanggung dan di lain pihak merupakan keuntungan bagi
penanggung.
Sedang dalam asuransi syariah, perjanjian yang terjadi adalah perjanjian
tolong-menolong, bukan perjanjian tukar menukar. Disini bukan untung-
rugi yang dipikirkan melainkan tolong – menolong.
Sehingga dalam asuransi syariah tidak mengenal adanya dana
hangus atau hilang, peserta asuransi yang baru masuk sekalipun karena
satu dan lain hal ingin mengundurkan diri atau karena sesuatu sehingga
tidak mampu melanjutkan atau tidak mampu membayar premi, maka dana
atau premi yang sebelumnya sudah dibayarkan dapat diambil kembali
kecuali sebagian kecil saja yang sudah diniatkan untuk dana tabarru’ yang
tidak dapat diambil.28 Begitu pula peserta asuransi yang berhenti sebelum
pertanggungannya berakhir peserta dapat menarik kembali seluruh iuran
27 Ibid, hlm. 197 28 Mustafa Edwin Nasution, et.al, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam,,ctk. Pertama, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2006, hlm. 300
yang dibayarkan. Bahkan jumlah tersebut masih ditambah dengan
keuntungan yang diperoleh selama uangnya dikelola perusahaan.29
c. Pengertian menurut Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992.
Dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992
tentang Usaha Perasuransian, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan
asuransi atau pertanggungan itu adalah :
“Perjanjian antara dua pihak atau lebih dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri dengan tertanggung dengan menerima premi asuransi untuk memberi pergantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggungjawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti atau untuk memberikan sesuatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan”. Berdasar Undang-undang ini, perjanjian yang terjadi adalah antara pihak
penanggung (perusahaan asuransi) dengan tertanggung (peserta asuransi)
dimana terjadi konsep peralihan resiko dari tertanggung kepada
penanggung.30
Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa dalam asuransi terdapat
lima unsur yaitu :
1. Perjanjian yang mendasari terbentuknya perikatan antara dua pihak,
yang sekaligus terjadinya hubungan keperdataan;
2. Premi sejumlah uang yang sanggup dibayarkan oleh tertanggung
kepada penanggung;
3. Adanya ganti rugi dari penanggung kepada tertanggung jika terjadi
klaim atau masa perjanjian selesai;
4. Adanya suatu peristiwa yang tidak tertentu yang adanya suatu resiko
yang memungkinkan datang atau tidak ada resiko;
29 Gemala Dewi, op.cit., hlm. 198 30 Ibid, hlm. 199
5. Pihak-pihak yang membuat perjanjian, yakni penanggung dan
tertanggung.31
Selain itu, dari pengertian diatas dapat dipahami pula bahwa dalam
asuransi itu terdapat dua puhak yang terlibat. Pertama, adalah pihak yang
mempunyai kesanggupan untuk menanggung atau menjamin, yang
selanjutnya disebut “Penanggung” kedua, adalah pihak yang akan
mendapatkan ganti rugi jika menderita suatu musibah sebagai akibat dari
suatu peristiwa yang belum tentu akan terjadi, yang selanjutnya disebut
dengan “Tertanggung”. Pihak pertama bisa berupa perseorangan, badan
hukum atau lembaga seperti perusahaan, sedang pihak kedua adalah
masyarakat luas.32
Sedang Robert, I Mehr., mendefinisikan asuransi sebagai berikut :
‘’ A device for reducing risk by combining a sufficienent number of exposure units make their individuallosses collectively predictable, The predictable loss is them sharid by ordistributed proportionately among all units in the combination’’ 33 Suatu alat untuk mengurangi resiko dengan menggabungkan sejumlah
unit-unit yang beresiko agar kerugian individu secara kolektif dapat
diprediksi. Kerugian yang dapat diprediksi tersebut kemudian dibagi dan
didistribusikan secara proporsional diantara semua unit-unit dalam
gabungan tersebut
2. Jenis-jenis asuransi.
Apabila mengamati perusahaan asuransi, maka ditemukan 2 (dua)
macam jenis asuransi antara lain :
31 Yadi Janwari, Asuransi Syariah, ctk.Pertama, Pustaka Bani Quraisy, Bandung, 2005, hlm. 2 32 Ibid, hlm. 2 33 Robert I Mehr, Life Insurance Theory and Practice, Business Publication, Inc, 1985, hlm. 26
a. Asuransi umum, yaitu jenis perlindungan yang dikaitkan dengan
kerugian atau kerusakan/kehilangan harta benda yang dimiliki oleh
seseorang.
b. Asuransi jiwa, yaitu jenis perlindungan yang dikaitkan dengan hidup
matinya seseorang .
Bila memperhatikan definisi asuransi yang termaktub dalam Pasal 246 Kitab
Undang-undang Hukum Dagang, maka tampak bahwa jenis asuransi hanya
terdiri satu jenis yakni asuransi kerugian, sedang dalam Pasal 247 Kitab
Undang-undang Hukum Dagang disebutkan, ada 5 macam asuransi antara
lain yaitu :
1. Asuransi terhadap kebakaran, 2. Asuransi terhadap bahaya hasil-hasil pertanian, 3. Asuransi terhadap kematian orang (asuransi jiwa), 4. Asuransi terhadap bahaya laut dan perbudakan, 5. Asuransi terhadap bahaya pengangkutan di darat dan di sungai-sungai. 34
Djoko Prakoso, membagi asuransi kedalam dua jenis yaitu :
a. Asuransi kerugian, yang meliputi asuransi kebakaran, asuransi pertanian,
asuransi laut serta asuransi pengangkutan.
b. Asuransi Jiwa.35
Perbedaan pokok dari dua jenis asuransi tersebut adalah :
1. Pada asuransi jiwa “Peristiwa yang tak tentu” terjadi bila kematian
dalam tenggang waktu yang lebih singkat daripada waktu yang
disebutkan dalam polis. Pada waktu yang tersebut dalam polis terjadi
hal-hal yang mengakibatkan kerugian, misalnya pada asuransi
kerugian “peristiwa yang tak tertentu” terjadi bila masa tenggang
waktu yang tersebut dalam polis terjadi hal-hal yang mengakibatkan
34 Djoko Prakoso, dan I. Ketut Murtika, Hukum Asuransi di Indonesia, Bina Aksara, Jakarta 1989 , hlm. 35 35 Ibid, hlm. 55
kerugian, misalnya pada asuransi kebakaran gudang yang
diasuransikan.
2. Pada asuransi jiwa jumlah uang ganti kerugian telah ditetapkan lebih
dahulu. Pada asuransi kerugian jumlah ganti kerugian dihitung dengan
membandngkan harga barang yang rusak sebagai akibat
hilang/terbakar dengan harga barang sebelum timbul
kehilangan/kebakaran.36
Asuransi dilihat dari bentuk obyeknya adalah sebagai berikut37 :
3. Asuransi kerugian, adalah asuransi yang akan diterima oleh peserta
ketika ia ditimpa suatu kerugian yang disebabkan oleh peristiwa-
peristiwa tertentu. Bentuk asuransi kerugian ini ada dua yaitu :
a. Asuransi kerugian harta yang disebabkan karena kebakaran,
kebanjiran, kecurian dan
b. Asuransi yang menjamin kerugian yang timbul akibat tanggung
jawabnya, seperti menabrak orang, atau pegawainya mengalami
kecelakaan kerja.
4. Asuransi jiwa, adalah asuransi dimana peserta akan memperoleh
sejumlah uang jika ia mendapat suatu kerugian, baik ia masih hidup
maupun meninggal. Asuransi jiwa ini ada dua yakni :
a. Asuransi yang berkaitan dengan kehidupan peserta, yang terdiri
atas tiga bentuk yaitu :
1. Asuransi kematian, berupa transaksi yang mewajibkan peserta
membayar sejumlah uang secara periodik kepada perusahaan,
dan pihak perusahaan wajib memberikan sejumlah uang ketika
peserta meninggal, kepada orang yang ditunjuk oleh peserta
atau ahli warisnya.
36 Ibid, hlm. 55 37 Abdul Aziz Dahlan, Insiklopedi Hukum Islam I,Cet. Kelima, PT. Ikhtiar Baru Van Hove, 7 Jakarta, 2001, hlm. 138
2. Asuransi dalam jangka waktu tertentu, berupa transaksi yang
mewajibkan kepada peserta untuk membayar sejumlah uang
secara periodik kepada perusahaan asuransidan pihak
perusahaan wajib membayar sejumlah uang kepada peserta jika
tenggang waktunya telah datang dan peserta masih hidup.
Peserta asuransi tidak mendapatkan uang ganti rugi jika ia
meninggal sebelum tenggang waktu datang.
3. Asuransi yang sifatnya peserta menerima sejumlah uang dari
pihak perusahaan asuransi pada waktu-waktu tertentu jika ia
masih hidup atau diberikan kepada orang yang ditunjuk peserta
atau ahli warisnya jika ia meninggal dunia.
Dalam asuransi bentuk terakhir ini uang yang dibayarkan
peserta secara periodik lebih besar daripada kedua bentuk
asuransi sebelumnya.
b. Asuransi kecelakaan apabila peserta menderita kecelakaan badan
atau cacat tubuh.
3. Pengertian Asuransi Jiwa.
Asuransi jiwa pada hakekatnya adalah suatu pelimpahan resiko (Risk
Shifting) atas kerugian kauangan (Financial Loss) oleh tertanggung kepada
Penanggung.
Resiko yang dilimpahkan kepada penanggung bukanlah resiko hilangnya jiwa
seseorang, melainkan kerugian keuangan sebagai akibat hilangnya jiwa
seseorang atau karena mencapai umur tua sehingga tidak produktif lagi.
Dalam kehidupan, manusia mempunyai nilai sosial, agama, ekonomi dan lain-
lain.
a. Nilai hidup manusia dari segi sosial dan agama tidak dapat diukur tetapi
dari segi ekonomi dapat diukur.
b. Nilai ekonomi hidup manusia mempunyai relevansi dengan perasuransian
jiwa. Yang paling berkepentingan dengan nilai ekonomi itu ialah manusia
itu sendiri, istri/suami dan anak-anak atau sanak keluarganya.
c. Nilai ekonomi hidup seorang kepala keluarga sama dengan kapasitas
penghasilannya. Jika nilai ekonomi hidup seorang kepala keluarga hilang
atau berkurang, maka sanak keluarganya atau yang berkepentingan
langsung akan menderita kerugian.38
Untuk lebih memahami, penulis perlu menukilkan beberapa pendapat
tentang asuransi jiwa dan bagaimana ketentuan hukumnya.
Poerwosoetjipto, dalam Hukum Asuransi Indonesia mendifinisikan asuransi
jiwa sebagai berikut :
“Perjanjian timbal balik antara penutup (pengambil) asuransi dengan penanggung, dengan mana penutup asuransi mengikatkan diri selama jalannya pertanggungan membayar uang premi kepada penanggung, sedangkan penanggung sebagai akibat langsung dari meninggalnya seseorang yang jiwanya dipertanggungkan atau telah lampaunya jangka waktu yang diperjanjikan, mengikatkan diri untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada orang yang ditunjuk oleh penutup asuransi sebagai penikmatnya.39
Sedang definisi yuridis tentang asuransi terdapat dalam Undang-undang
Nomor 2 Tahun 1992, Tentang Usaha Perasuransian Pasal (1).
Di dalam Pasal 1 angka (6) Undang-undang nomor 2 tahun 1992, kaitannya
dengan asuransi jiwa disebutkan bahwa :
“Perusahaan asuransi jiwa adalah perusahaan yang memberikan jasa
dalam penanggulangan resiko yang dikaitkan dengan hidup atau
maninggalnya seseorang yang dipertanggungkan”.
38 Panduan Materi Pendidikan dan Latihan Agen Asuransi (financial Advisor Syariah) Bumiputera, Semarang, hlm. 4 39 Abdul Kadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia, cet. Keempat, Citra Aditya Bakti, Jakarta, 2006, hlm. 195.
Dari pengertian diatas, maka obyek pertanggungan adalah jiwa, hal ini
sesuai dengan bunyi Pasal 302 Kitab Undang-undang Hukum Dagang yang
menyebutkan bahwa :
“Jiwa seseorang dapat, guna keperluan yang berkepentingan,
dipertanggungkan, baik untuk selama hidupnya, maupun untuk sesuatu
yang ditetapkan dalam perjanjian”
Sehingga secara yuridis, untuk sesuatu kepentingan, jiwa seseorang dapat
dipertanggungkan, baik untuk selama hidupnya maupun untuk jangka waktu
tertentu.
Dari beberapa pengertian asuransi tersebut diatas, maka pada prinsipnya
satu sama lain terdapat persamaan. Meskipun ada perbedaan dalam
penyampaian akan tetapi kesemuannya tidak terlepas dari tiga unsur yang
tercakup dalam asuransi jiwa, yaitu :
a. Pihak yang mengikatkan diri untuk membayar premi (pemegang polis).
b. Pihak yang mengikatkan diri untuk membayar sejumlah uang
(penanggung).
c. Pembayaran sejumlah uang yang digantungkan pada peristiwa tertentu
(meninggalnya tertanggung) yang belum diketahui kapan terjadinya.
Dengan ketiga unsur tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
asuransi jiwa adalah :
“Perjanjian timbal balik antara penutup asuransi (pemegang polis) dengan
penanggung, dengan mana pemegang polis mengikatkan diri untuk membayar
premi kepada penanggung selama jalannya pertanggungan, sedang
penanggung berkewajiban membayar sejumlah uang kepada ahli waris atau
penerima faedah yang ditunjuk dalam polis, sebagai akibat jatuhnya peristiwa
yang belum pasti, yang dikaitkan dengan hidup atau meninggalnya seseorang
yang dipertanggungkan”.
Asuransi jiwa saat ini mengalami kemajuan yang sangat pesat data per
akhir 2008 menunjukkan pendapatan premi enam kali lipat dibandingkan
pendapatan tahun 2000.40 Meskipun awalnya asuransi dilakukan dengan cara
yang sangat sederhana, kini asuransi dilaksanakan dengan cara modern, hal ini
karena perkembangan peradaban manusia dari tahun ketahun. Sebagai akibat
semakin majunya peradaban manusia, maka bertambah pula keinginan
manusia untuk mengadakan penjagaan-penjagaan terhadap harta, diri dan
keluarganya guna menghadapi kemungkinan-kemungkinan yang akan timbul
yang sulit diprediksikan. Menyadari adanya ancaman bahaya terhadap harta
kekayaan miliknya atau terhadap jiwanya, jika bahaya tersebut menimpa
hartanya atau jiwanya dia akan menderita kerugian atau kurban jiwa atau
cacat raga yang akan mempengaruhi perjalanan hidupnya atau ahli warisnya.
Sebagai pihak yang terancam bahaya merasa berat memikul beban resiko
yang sewaktu-waktu dapat terjadi, maka untuk mengurangi atau
menghilangkan beban resiko tersebut seseorang berusaha atau berupaya
mencari jalan, kalau ada pihak lain yang bersedia atau sanggup mengambil
alih beban resiko ancaman bahaya dan dia sanggup membayar kontra prestasi
yang disebut premi. Sejak itu pulalah resiko beralih kepada penanggung.
Apabila sampai jangka waktu tertentu ternyata tidak terjadi peristiwa yang
merugikan, penanggung beruntung dapat memiliki dan menikmati premi yang
telah diterimanya dari tertanggung. Lain halnya dengan pertanggungan jiwa,
kalau sampai jangka waktu tertentu ternyata tidak terjadi kurban jiwa atau
kematian atau kecelakaan yang menimpa tertanggung, maka tertanggung akan
akan memperoleh pengembalian sejumlah uang dari penanggung sesuai
dengan isi perjanjian. Premi yang dibayar tertanggung itu seolah-olah sebagai
tabungan pada penanggung.41
40 Harian Kompas, Edisi Senin 26 Oktober 2009 41 Abdul Kadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia, Cet. Keempat, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hlm. 13
Asuransi kini telah ada dan terus berkembang bersamaan dengan tingkat
kebutuhan dan buah peradaban manusia, diadakannya asuransi adalah guna
mengatasi kesulitan dan memenuhi kebutuhan hakikinya, yaitu kebutuhan
akan rasa aman dan terlindung dari kemungkinan-kemungkinan yang tidak
pasti, selain juga untuk investasi.
4. Jenis-jenis Asuransi Jiwa.
Menurut jenisnya, asuransi jiwa dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga)
golongan42 yaitu :
a. Asuransi Jiwa Biasa (Ordinary life insurance)
Yaitu asuransi jiwa, yang biasanya polis diterbitkan dalam suatu
nilai tertentu dengan premi yang dibayar secara periodic (bulanan,
triwulan dan tahuanan).
Asuransi jiwa biasa (ordinary life insurance) ini terdiri atas beberapa jenis
diantaranya :
1. Asuransi Eka waktu (Term Life Insurance).
Adalah asuransi dimana manfaat diberikan apabila peserta meninggal
dunia. Jika tertanggung meninggal dunia selama kurun waktu asuransi
berjangka itu berlaku, santunan polis dapat dibayarkan. Dan diakhir
masa kontrak kecuali polis tersebut diperbaharui maka asuransi
tersebut tidak berlaku lagi.
Asuransi ini merupakan suatu bentuk pertanggungan yang
mempunyai jangka waktu tertentu. Misal 2 tahun, 5 tahun 20 tahun
dan seterusnya, dan pembayaran preminya lebih murah dibanding
dengan jenis pertanggungan jiwa yang lainnya. Asuransi jiwa eka
waktu memberikan faedah berupa pembayaran sejumlah uang
pertanggungan, apabila tertanggung meninggal dunia dalam masa
42 Abas Salim, Asuransi & Manajemen Resiko, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hlm. 52
asuransi sebagai akibat sakit atau kecelakaan. Program asuransi ini
tidak mengandung unsur tabungan, oleh karena itu tidak ada nilai
tebus maupun pembayaran kembali kepada pemegang polis pada masa
akhir masa asuransi.43
2. Asuransi Jiwa Seumur Hidup (Whole Life Insurance).
Adalah asuransi secara permanen dimana pembayaran premi setiap
tahun sama besarnya. Untuk pembayaran premi ini ditetapkan sekali
dan berlaku untuk seumur hidup. Saat ini praktek pembayaran premi
ini sudah jarang digunakan oleh perusahaan asuransi karena tidak
menguntungkan perusahaan asuransi yang bersangkutan.
3. Asuransi Dwiguna (Endowment Life Insurance)
Asuransi Dwiguna adalah (1) asuransi yang menyediakan sejumlah
jaminan (model) bagi pemegang polis/tertanggung berupa uang
sebesar uang pertanggungan apabila tertanggung masih hidup sampai
masa kontrak berakhir, dan (2) adalah asuransi yang memberi jaminan
kepada ahli waris tertanggung yang ditunjuk berupa uang sebesar
pertanggungan apabila tertanggung meninggal dunia sebelum habis
jangka waktu kontrak asuransinya.44
Pada asuransi ini dibayarkan apabila dalam jangka waktu tertentu
seseorang meninggal dunia atau ia tetap hidup. Dan pembayaran premi
lebih mahal bila dibandingkan dengan asuransi Eka waktu. Asuransi
ini mengandung unsur sebagai berikut :
a. Asuransi eka waktu (Term Insurance)
43 Supardjono, Perasuransian di Indonesia, CV. Amalia Bakti Jaya, Jakarta 1999, hlm.155 44 Ibid, hlm. 155
b. Alat untuk menabung (Pure Endowment) Misal. Digunakan untuk
biaya pendidikan anak di kemudian hari.45
Berbeda dengan eka waktu, asuransi ini bila kontraknya telah habis
waktu, maka jumlah uang pertanggungan tidak akan hilang. Dan
lamanya kontrak tergantung kepada perjanjian yang dimuat oleh
pihak-pihak yang bersangkutan.
4. Anuitas (Annuity).
Annuity adalah merupakan salah satu asuransi jiwa yang
menitikberatkan kepada cara pembayaran uang pertanggungan, yaitu
dengan cara berkala, tidak sekaligus, contoh asuransi jenis ini adalah
asuransi beasiswa dan asuransi pensiun.
Pada prinsipnya anuitas berbeda dengan asuransi biasa, anuitas
bertujuan untuk membentuk dana (funds) agar bisa digunakan pada
waktu hari tua, sedang pada asuransi tujuannya untuk memperkecil
resiko, yaitu resiko keuangan yang mungkin timbul pada masa yang
akan datang.46
b. Asuransi Jiwa Secara Kolektif (Group Life Insurance)
Asuransi jiwa kolektif adalah asuransi yang biasanya dikeluarkan
tanpa ada pemeriksaan medis atas suatu kelompok orang-orang dibawah
satu polis induk dan masing-masing anggota kelompok menerima
sertifikat partisipasi.
Asuransi jenis ini dapat dibedakan menjadi dua yaitu :
1. Contributory, artinya premi asuransi tersebut ditanggung bersama
antara pengambil asuransi dan tertanggung (biasanya antara karyawan
dan perusahaan)
45 Abas Salim, op.cit, hlm. 35 46 Ibid. hlm. 36
2. Non contributory, artinya premi asuransi sepenuhnya menjadi
tanggung jawab dari pengambil asuransi (perusahaan atau majikan)
c. Asuransi Rakyat (Industrial Life Insurance)
Asuransi rakyat adalah asuransi jiwa yang dibuat dengan jumlah
nominal tertentu, premi umumnya dibayar mingguan yang dibayarkan
dirumah pemilik polis kepada agen yang disebut debit agent. Asuransi ini
timbul karena asuransi ini awalnya dijual kepada pekerja-pekerja industri,
dimana mereka menerima gaji kecil dan dibayar secara mingguan47
Ciri-ciri asuransi ini adalah sebagai berikut :
1. Memberi jaminan kepada rakyat kecil dengan uang pertanggungan dan
pembayaran premi dalam batas-batas kemampuan peserta yang
bersangkutan.
2. Cara pembayaran premi diatur sedemikian rupa sehingga tidak
membebani peserta.
3. Tanpa pemeriksaan kesehatan.
4. Asuransi ini memberi kesempatan kepada mereka yang tidak bisa ikut
asuransi biasa.48
5. Berakhirnya Perjanjian Asuransi Jiwa.
Secara garis besar, perjanjian asuransi jiwa dapat berakhir disebabkan
karena dua hal yaitu :
Pertama, Masa perjanjian telah habis.
Apabila masa perjanjian telah habis, maka pertanggungan (kontrak asuransi)
dengan sendirinya berakhir, dan kepada pihak penanggung berkewajiban
untuk membayar uang pertanggungan kepada pihak penerima faedah.
47 Abas Salim, op.cit. hlm. 55 48 Ibid. hlm. 55
Biasanya pihak penerima faedah dalam polis ini adalah
tertanggung/pemegang polis itu sendiri.
Kedua, terjadi evenemen atau pihak tertanggung meninggal dunia dalam
masa pertanggungan.
Apabila pihak tertanggung meninggal dunia dalam masa pertanggungan,
dalam hal ini ada dua macam penyebab terjadinya peristiwa kematian
tersebut, yaitu :
a. Peristiwa yang timbul dari dalam, yaitu peristiwa hilangnya nyawa atau
meninggalnya tertanggung karena adanya unsur kesengajaan yang
dikehendaki oleh tertanggung, seperti bunuh diri. Apabila hal ini terjadi,
maka perjanjian dengan sendirinya gugur.
Dalam Pasal 307 KUHDagang ditentukan
“Apabila orang yang mengasuransikan jiwanya bunuh diri atau
dijatuhi hukuman mati, maka asuransi jiwa gugur”.
Poerwosutjipto dalam Abdul Kadir Muhammad berpendapat, bahwa
Pasal 307 KUHD ini dapat disimpangi, sebab kebanyakan asuransi jiwa
itu ditutup dengan sebuah klausul yang membolehkan penanggung
melakukan prestasinya dalam hal ada peristiwa bunuh diri dari badan
tertanggung asalkan peristiwa itu terjadi sesudah lampau 2 (dua) tahun
sejak diadakan asuransi.49
b. Peristiwa yang timbul dari luar, yaitu peristiwa hilangnya nyawa atau
meninggalnya tertanggung karena suatu sebab yang tidak dikehendaki
oleh pihak tertanggung. Apabila peristiwa ini terjadi, maka pihak
penanggung wajib membayar uang pertanggungan kepada pihak penerima
faedah setelah berkas-berkas persyaratannya dipenuhi.
49 Abdul Kadir Muhammad, Op.cit. hlm. 202
Dalam Pasal 307 KUHD, hukuman mati juga mengakibatkan gugurnya
pertanggungan, sehingga pihak penanggung bebas dari kewajiban untuk
membayar uang pertanggungan, meskipun peristiwa timbulnya dari luar.
Namun dalam hal ini, dianggap sebagai ketentuan yang tidak wajar, karena
peristiwa hukuman mati adalah peristiwa yang tidak diperkirakan terjadinya.
Apabila uang pertanggungan tidak dibayarkan maka sangat merugikan ahli
waris yang tidak tahu menahu atau turut serta dalam tindak pidana. 50
Selain itu dalam perjanjian asuransi ada masa leluasa. Apabila peserta
tidak dapat melanjutkan membayar premi, ada masa yang disebut dengan
masa leluasa, yaitu pihak perusahaan asuransi memberikan batas waktu (grace
period) kepada peserta untuk membayar premi lanjutan selama 30 hari
kalender. Misal : Jatuh tempo pemayaran premi lanjutan setiap bulan tanggal
2 Pebruari, maka masa leluasanya sampai tanggal 1 Maret. Jika dalam masa
leluasa tersebut peserta tidak atau belum membayar premi, maka masih ada
proteksi. Artinya pihak asuransi masih akan membayarkan manfaat asuransi
kepada ahli waris atau pihak yang berkepentingan terhadap asuransi setelah
dikurangi premi yang belum dibayar. Namun jika sampai lewat batas waktu
ternyata peserta belum juga membayar premi lanjutan, maka polis menjadi
batal sementara dan proteksi menjadi tidak ada. Artinya pihak perusahaan
asuransi tidak memiliki kewajiban apa-apa untuk membayar manfaat asuransi.
Masa leluasa berlaku untuk semua premi lanjutan baik dengan cara bayar
system bulanan, tri wulan, semesteran maupun tahunan.
Dalam konsep hukum, peserta asuransi yang tidak dapat melanjutkan
membayar premi tidak dapat dipaksa untuk membayar oleh pihak perusahaan
asuransi, peserta asuransi memiliki kebebasan apakah dia mau membayar
premi atau tidak, jika premi tidak dibayar, maka pihak perusahaan tidak
terikat lagi dengan janji untuk membayar manfaat, namun jika premi terus
50 Djoko Prakoso, Op.cit, hlm. 269
dibayar, maka pihak perusahaan asuransi secara hukum terikat oleh janji-
janjinya.51
6. Fungsi/peran Asuransi jiwa.
Perusahaan asuransi jiwa sebagai lembaga pertanggungan memberi
perlindungan atas nilai ekonomi hidup manusia, keluarga dan siapa saja yang
mempunyai kepentingan atas hidup seseorang tertanggung. Di samping itu
asuransi jiwa juga memberikan jaminan atas hal-hal sebagai berikut :
a. Sebagai proteksi. Asuransi jiwa memberikan proteksi terhadap nilai
ekonomi hidup untuk perseorangan, keluarga ataupun kepada siapa saja
yang mempunyai kepentingan asuransi atas hidup seseorang tertanggung.
b. Sebagai tabungan.(Saving).Asuransi jiwa sebagai suatu cara untuk
menabung yang sekaligus menjamin bahwa jumlah nominal seluruh
tabungan yang diinginkan pasti tercapai dan akan diterima walaupun
tabungannya terpaksa tidak dapat dilanjutkan sebagai akibat meninggal.
c. Sebagai Agunan (Collateral). Polis asuransi jiwa yang telah mempunyai
nilai tunai, dapat dipergunakan sebagai agunan untuk meminjam sejumlah
uang dari perusahaan asuransi jiwa yang bersangkutan.
d. Sebagai Warisan. Polis asuransi jiwa dapat meyakinkan orang tua bahwa
dia akan meninggalkan warisan pada anak cucunya bila sewaktu-waktu
meninggal dunia.
e. Memiliki polis asuransi jiwa dapat memberikan rasa tenteram dan
menambah percaya diri. Hal ini akan memberikan pengaruh positif
terhadap kehidupan keluarganya 52
51 Khoiril Anwar, Asuransi Syariah Halal & Maslahat, Cet. Pertama, Tiga Serangkai, Solo, 2007, hlm 69 52 Bumiputera, op.cit., hlm. 10
C. Konsep Islam Tentang Asuransi Syariah.
1. Pengertian Asuransi Syariah.
Asuransi dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah At-ta’min.
Penanggung disebut mu’ammin, sedangkan tertanggung disebut mu’amman
lahu atau musta’min.
At-ta’min diambil dari kata amana yang berarti memberi perlindungan,
ketenangan, rasa aman dan bebas dari rasa takut. Sebagaimana tersebut dalam
Al Qur’an surat Quraisy (106) ayat (4) yang berbunyi :
¤$öqyz
`ÏiB
NßgoYtB#u
äur
Artinya : Dialah Allah yang mengamankan mereka dari ketakutan
Pengertian at-ta’min sendiri adalah seseorang membayar/ menyerahkan uang
cicilan untuk agar ia atau ahli warisnya mendapatkan sejumlah uang
sebagaimana yang telah disepakati atau untuk mendapatkan ganti terhadap
hartanya yang hilang.53
Musthafa Ahmad Zarqa dalam Muhammad Syakir Sula memaknai
istilah asuransi dengan kejadian. Yaitu cara atau metode untuk memelihara
manusia dalam menghindari resiko (ancaman) bahaya yang beragam yang
akan terjadi dalam hidupnya, dalam perjalanan kegiatan hidupnya atau dalam
aktivitas ekonominya.
Husain Hamid Hisan mengatakan bahwa asuransi adalah sikap
ta’awun yang telah diatur dengan sistem yang rapi, antara sejumlah besar
manusia. Semuanya telah siap mengantisipasi suatu peristiwa. Jika sebagian
dari mereka mengalami peristiwa tersebut, maka semuanya saling menolong
dalam menghadapi peristiwa tersebut dengan sedikit pemberian (derma) yang
53 Muhammad Syakir Sula, op.cit., hlm. 28
diberikan oleh masing-masing peserta. Dengan pemberian (derma) tersebut,
mereka dapat menutupi kerugian-kerugian yang dialami oleh peserta yang
tertimpa musibah. Dengan demikian , asuransi adalah ta’awun yang terpuji,
yaitu saling menolong dalam berbuat kebajikan dan takwa. Dengan ta’awun
mereka saling membantu antara sesama. Dan mereka takut dengan bahaya
yang mengancam mereka.54
Sedang Wahbah Az- Zuhaili dalam Khairil Anwar mendefinisikan
asuransi syariah sebagai berikut :
“ Asuransi syariah sebagai at-ta’min at-ta’awuni (asuransi yang bersifat tolong menolong), yaitu kesepakatan beberapa orang untuk membayar sejumlah uang sebagai ganti rugi ketika salah seorang diantara mereka ditimpa musibah”55
Muhaimin Iqbal, mengatakan :
“Asuransi syariah adalah suatu pengaturan pengelolaan resiko yang
memenuhi ketentuan syariah, tolong menolong secara mutual yang
melibatkan peserta dan operator”56
Sedang Kuat Ismanto mendefinisikan pengertian asuransi syariah
sama dengan difinisi yang disampaikan oleh Fatwa Dewan Syariah
Nasional Nomor 21/DSN-MUI/X/2001, yaitu sebagai berikut :
“Asuransi syariah (Ta’min, takaful atau Tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan/atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah”57
54 Ibid. hlm. 29 55 Khoiril Anwar, Asuransi Syariah, Halal & Maslahat, cet. Pertama, PT.Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, Solo, 2007, hlm. 19 56 Muhammad Iqbal, Asuransi Umum Syariah dalam Praktek Upaya menghilangkan Gharar, Maisir dan Riba, ctk.Pertama, Gema Insani, Jakarta, 2005, hlm. 2 57Ahmad Kamil dan Fauzan, Kitab Undang-undang Hukum Perbankan dan Ekonomi Syariah, cet.Pertama, Kencana, Jakarta, 2007, hlm. 499
Dari pengertian tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa
asuransi syariah (ta’min, takaful, tadhamun) adalah transaksi perjanjian
antara dua pihak yaitu pihak perusahaan asuransi dan pihak peserta
asuransi, dimana pihak peserta berkewajiban membayar iuran (premi)
dan pihak perusahaan berkewajiban memberikan jaminan kepada peserta
asuransi jika terjadi sesuatu yang menimpa pihak peserta sesuai dengan
perjanjian yang dibuat.
Para ahli hukum Islam (Fuqaha) menyadari sepenuhnya bahwa
status hukum asuransi belum pernah ditetapkan oleh para pemikir
hukum Islam, pemikiran asuransi muncul ketika terjadi akulturasi
budaya antara Islam dengan budaya Eropa, namun bila dicermati,
melalui kajian yang mendalam maka dalam asuransi itu terdapat
maslahat sehingga para ahli hukum Islam mengadopsi manajemen
asuransi berdasar prinsip-prinsip syariah.58
Lembaga asuransi sebagaimana dikenal sekarang ini
sesungguhnya tidak dikenal pada masa awal Islam, akan tetapi terdapat
beberapa aktivitas dari kehidupan pada masa Rasulullah yang mengarah
pada prinsip-prinsip asuransi. Misalnya konsep tanggung jawab bersama
yang disebut sistem aqilah. Sistem tersebut telah berkembang pada
masyarakat Arab sebelum lahirnya Rasulullah SAW. Kemudian pada
jaman Rasulullah hal tersebut dipraktekkan oleh kaum Muhajirin dan
Anshar.
Sistem Aqilah adalah menghimpun anggota untuk menyumbang dalam
suatu tabungan bersama yang dikenal sebagai “kunz”. Tabungan ini
bertujuan untuk memberikan pertolongan kepada keluarga korban yang
58 Zainuddin Ali, Hukum Asuransi Syariah, :Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm. 24
terbunuh secara tidak sengaja dan untuk membebaskan hamba
sahayanya. 59
Asuransi merupakan sesuatu yang baru dikalangan muslim.
Sesuatu yang baru tidak berarti tidak baik atau tidak sah, terutama
dibidang muamalah, yang tidak ditetapkan perinciannya sebagaimana
dalam bidang ibadah. Bentuk-bentuk muamalah yang baru itu, yang
dapat diterima oleh kaum muslimin ialah yang tidak bertentangan
dengan prinsip-prinsip muamalah yang ditetapkan oleh syara’.
Syari’ah Islam telah mengatur prinsip-prinsip muamalah, sejauh
muamalah tersebut tidak beretentangan atau tidak mengandung unsur
maysir (perjudian), juga gharar (penipuan), riba, dzulum
(penganiayaan), risywah (suap), barang haram dan maksiat.
Lembaga asuansi sebagaimana dikenal sekarang sesungguhnya tidak
dikenal pada masa awal Islam, akibatnya dalam berijtihad para ulama
berbeda pendapat tentang hukum asuransi.
Adapun hasil ijtihad para ulama tersebut dapat klasifikasikan
sebagai berikut :
Pertama. Pendapat yang menyatakan bahwa asuransi dalam segala
aspeknya adalah haram. Pendapat ini didukung oleh kalangan ulama
seperti Sayid Sabiq, Muhammad Yusuf Qardawi. Kedua. Pendapat yang
membolehkan bahwa asuransi dengan segala bentuknya boleh, termasuk
asuransi jiwa dalam praktiknya sekarang. Pendapat ini didukung oleh
ulama seperti Abdul Wahab Khallaf, Muhammad Yusuf Musa. Ketiga.
Bahwa asuransi bersifat syubhat, dengan alasan bahwa tidak ada dalil-
dalil syar’i yang secara jelas mengharamkan atau menghalalkan.
Ulama yang mengharamkan asuransi dengan alasan bahwa :
1. Asuransi sama atau serupa dengan judi; 2. Asuransi mengandung ketidak pastian;
59 Gemala Dewi, op.cit., hlm. 137
3. Asuransi mengandung riba; 4. Asuransi bersifat ekploitasi karena jika peserta tidak sanggup
melanjutkan pembayaran premi sesuai dengan perjanjian maka premi hangus/hilang atau dikurangi secara tidak adil (peserta di dzalimi);
5. Premi yang diterima oleh perusahaan diputar atau ditanam pada investasi yang mengandung bunga/riba;
6. Asuransi termasuk akad sharfi, artinya jual beli atau tukar menukar uang dengan tidak tunai;
7. Asuransi menjadikan hidup atau mati seseorang sebagai obyek bisnis yang berarti mendahului takdir Allah.60
Sedang ulama yang membolehkan asuransi, dengan alasan sebagai
berikut :
1. Tidak ada nas dalam Al-Qur’an dan Hadits yang melarang asuransi; 2. Ada kesepakatan dan kerelaan kedua belah pihak; 3. Saling menguntungkan kedua belah pihak; 4. Asuransi dapat menanggulangi kepentingan umum, sebab premi-
premi yang terkumpul dapat diinvestasikan untuk proyek-proyek yang produktif dan pembangunan;
5. Asuransi termasuk hukum akad mudharabah (bagi hasil); 6. Kegiatan asuransi sama dengan koperasi (syirkah ta’awuniyah); 7. Asuransi dapat diqiaskan dengan sistem pensiun seperti Taspen.61
Adapun yang menganggap asuransi syubhat, ini disebabkan karena
perjanjian asuransi tidak dinyatakan secara jelas tentang kebolehan dan
ketidak bolehannya di dalam Al-Quran maupun hadis.62
Ada pandangan yang berbeda-beda tentang status asuransi
konfensional dari sudut pandang Islam, mayoritas ulama syariah,
percaya bahwa, merupakan pelanggaran hukum karena keterlibatan riba
(bunga), maisir (judi) dan gharar (ketidak pastian). Dan Takaful
merupakan alternatif Islam untuk asuransi, karena didasarkan pada
60 Khoiril Anwar, Op.cit., hlm. 25 61 Kuat Ismanto, Asuransi Syariah Tinjauan asas-asas Hukum Islam, Pustaka Pelajar, Yogyakarta,, 2009, hlm. 54. 62 Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian dalam Islam, Sinar Grafika, Jakarta, 1996, hlm. 88
konsep solidaritas sosial, kerjasama dan saling ganti kerugian sesama
anggota
“(Different views have been expressed about the status of conventional insurance from the point of view of Islam. Sn overwhelming majority of the syariah scholars believe that it is unlawful due to involvement of Riba (Interest), Maisir (Gambling) and Gharar (uncertainty). Takaful, the Islamic alternative to insurance, is based on the concept of social solidarity, cooperation and mutual indemnification of losses of members)” 63
. Ahmad Azhar Basyir (dalam Chairuman dan Suhrawardi K. Lubis),
Konsep asuransi yang sesuai dengan Islam adalah asuransi yang
dilakukan dengan perjanjian tolong menolong, bukan perjanjian tukar
menukar. Dengan demikian bukannya untung rugi yang dipikirkan
melainkan bagaimana hubungan tolong menolong itu ditegakkan.
Tertanggung yang memutuskan kontrak sebelum habis waktunya dan
kehilangan seluruh atau sebagian premi yang telah dibayarkan tidak
dirasakan sebagai kerugian, lebih-lebih dalam asuransi kesehatan, iuran
yang tidak akan kembali dan tidak dinikmati oleh tertanggung yang
selalu sehat, tidak dirasakan sebagai kehilangan, karena dapat digunakan
tertanggung yang lain yang mengalami sakit. Kemudian pihak asuransi
umumnya dan asuransi jiwa khususnya benar-benar merupakan lembaga
yang mengorganisasi perjanjian gotong royong yang memperoleh jasa
dari jerih payahnya secara seimbang, bukan perusahaan yang justru
memperoleh keuntungan besar. Dan nama asuransi jiwa itu sendiri
jangan sampai disalah mengertikan. Bukannya jiwa itu yang
diasuransikan yang dipandang sebagai intervensi terhadap takdir Tuhan.
Padahal yang dimaksud adalah asuransi sebagai akibat dari kematian
seseorang bagi ahli waris tertanggung atau yang ditunjuk. Apabila bisa
63 Muhamma d Ayub, An Introduction to Takaful- An Alternative to Insurance, hlm. 1
dicari istilah lain yang lebih pas dan akhirnya tidak menimbulkan
keraguan terhadap status hukumnya.
Para ahli hukum Islam mengakui bahwa asuransi konvensional
masih terdapat kelemahan, unsur ketidak pastian atau untung-untungan
dalam perjanjian asuransi dipandang tidak sejalan dengan syarat sahnya
suatu perjanjian. Disamping itu, ketidak seimbangan antara premi dan
ganti rugi, serta invetasi dengan jalan riba, menjadi alasan untuk tidak
membenarkan perjanjian asuransi ditinjau dari hukum Islam.
Untuk mencari jalan keluar atas berbagai persoalan asuransi yang
tidak sesuai dengan Islam, maka adalah dengan mengupayakan asuransi
yang menekankan sifat saling menanggung, saling tolong menolong
diantara tertanggung yang bernilai kebajikan menurut ajaran Islam. Hal
ini perlu agar kehidupan bersama, saling tolong menolong, dan ukhuwah
Islamiyah akan semakin erat melalui aktivitas muamalah lewat asuransi.
Ada dua konsep dasar yang dipakai dalam perusahaan asuransi syariah,
yaitu al-takaful (konsep perlindungan) dan al-mudharabah (konsep bagi
hasil).
Konsep takaful sendiri adalah konsep pertanggungan yang sejalan
dengan Islam, karena pada hakekatnya merupakan kesepakatan bersama
antara sejumlah orang untuk saling menjamin berbagi resiko antara yang
satu dengan yang lainnya dalam menghadapi kemungkinan terjadinya
bencana atau musibah. Sedang konsep mudharabah yang diterapkan
pada asuransi syariah mempunyai tiga unsur, yaitu sebagai berikut :
1. Dalam perjanjian antara peserta dengan perusahaan asuransi,
perusahaan diamanahkan untuk menginvestasikan dan
mengusahakan pembiayaan ke dalam proyek-proyek dalam bentuk
musyarakah, mudharabah, murabahah, dan wadiah yang dihalalkan
syara’.
2. Perjanjian antara peserta dan perusahaan asuransi berbentuk
perkongsian untuk bersama-sama menanggung resiko usaha dengan
prinsip bagi hasil yang porsinya masing-masing telah disepakati
bersama.
3. Dalam perjanjian antara peserta dengan perusahaan asuransi telah
ditetapkan bahwa sebelum bagian keuntungan yang diperoleh dari
hasil usaha dan investasi, terlebih dahulu diselesaikan klaim manfaat
takaful dari para peserta yang mengalami musibah.64
2. Jenis-jenis asuransi syariah.
Menurut Undang-undang Nomor 2 tahun 1992 tentang usaha
perasuransian, maka asuransi syariah ada dua jenis yaitu:
a. Asuransi jiwa syariah (Takaful keluarga) adalah bentuk asuransi syariah
yang memberikan perlindungan dalam menghadapi musibah kematian dan
kecelakaan atas diri peserta asuransi takaful.
Produk asuransi jiwa syariah (Takaful keluarga) meliputi :
1. Takaful Berencana.
2. Takaful pembiayaan.
3. Takaful pendidikan.
4. Takaful dana haji
5. Takaful berjangka
6. Takaful kecelakaan siswa
7. Takaful kecelakaan diri
8. Takaful khairat keluarga
b. Asuransi kerugian syariah (Takaful Umum) adalah bentuk asuransi
syariah yang memberikan perlindungan financial dalam menghadapi
64 Wirdyaningsih, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, Cet. Kedua, Kencana Prenada Media, Jakarta, 2006, hlm. 211
bencana atau kecelakaan atas harta benda milik peserta takaful, seperti
rumah bangunan dan sebagainya.
Produk asuransi kerugian syariah (Takaful Umum) meliputi antara lain :
1. Takaful kendaraan bermotor
2. Takaful kebakaran
3. Takaful kecelakaan diri
4. Takaful pengangkutan laut
5. Takaful rekayasa/engineering
6. Dan lain-lain.65
3. Asuransi Pendidikan Mitra Iqra ( MI ).
Asuransi Pendidikan mitra iqra adalah asuransi yang memberikan
kesempatan kepada peserta untuk mempersiapkan dana pendidikan bagi anak-
anaknya.66
Produk asuransi ini dirancang untuk merencanakan pendidikan anak
secara syariah mulai dari sejak tingkat Taman Kanak-kanak sampai dengan
anak tersebut menjadi seorang Sarjana Strata 1 (S1), sekaligus berfungsi juga
untuk menata kesejahteraan keluarga agar kelak anak tersebut, apabila orang
tuanya meninggal dunia, kesejahteraan dan pendidikannya tidak sampai
terabaikan.
Dinamakan pendidikan mitra iqra karena terkandung maksud, agar
anak-anak yang diambilkan program pendidikan lewat asuransi bumiputera
syariah kelak bisa mengikuti sifat-sifat dan keteladanan Nabi besar
Muhammad SAW.67
Ada beberapa ciri spesifik dan manfaat dari asuransi pendidikan mitra
iqra antara lain adalah : 65 Gemala Dewi, Opcit, hlm. 153 66 Wawancara dengan Afi Roziatun, Kepala Urusan Adminitrasi dan Keuangan pada tanggal 10 Desember 2009 67 Panduan Materi Pendidikan dan Latihan, opcit, hlm 27
a. Produk mitra iqra merupakan gabungan antara unsur tabungan dan unsur
tolong menolong.
b. Premi mitra iqra terdiri dari premi tabungan, premi tabarru dan premi
biaya.
c. Umur calon peserta asuransi pendidikan mitra iqra,
- Minimal 17 tahun (dan dikenakan table premi tabarru saat mencapai
usia 2 tahun).
- Umur saat mulai asuransi ditambah masa asuransi maksimal = 65
tahun
d. Usia peserta Non Medical maksimal berumur 53 tahun dan dalam keadaan
kondisi sehat.
e. Cara pembayaran biaya premi dibagi menjadi 4 cara yaitu :
- Triwulan dengan jumlah premi minimal Rp. 250.000,- (dua ratus lima
puluh ribu rupiah)
- Setengah tahun dengan jumlah premi minimal Rp. 500.000,- (lima
ratus ribu rupiah).
- Tahunan dengan jumlah premi minimal Rp. 1.000.000,- (satu juta
rupiah)
- Sekaligus yaitu minimal manfaat awal sebesar Rp. 5000.000,- (lima
juta rupiah)
f. Masa pembayaran premi, minimal 2 tahun dan maksimal 17 tahun.
g. Masa observasi Non Medical selama dua tahun yaitu :
- Tahun I sebesar Nilai Tunai + (60% X Santunan Kebajikan)
- Tahun II sebesar Nilai Tunai + (80% X Santunan Kebajikan)
- Tahun III dan seterusnya sebesar (100% X Klaim Meninggal).
h. Pembagian keuntungan hasil Investasi (mudharabah) adalah sebagai
berikut
- Untuk peserta (shahibul mal) memperoleh keuntungan sebesar 70%,
- Untuk pengelola (mudharib) memperoleh bagian sebesar 30%
i. Penerimaan dana tahapan asuransi Pendidikan Mitra Iqra adalah sebagai
berikut :
· Bagi peserta yang diberikan panjang umur sampai berahirnya akad,
maka akan diberikan dana tahapan sebagai berikut :
- TK usia 4 tahun peserta menerima tahapan 10% X Manfaat
Awal,
- SD usia 6 tahun peserta menerima tahapan 10% X Manfaat
Awal,
- SLTP usia 12 tahun peserta menerima tahapan 20% X Manfaat
Awal,
- SLTA usia 15 tahun peserta menerima tahapan 25 % X Manfaat
Awal,
- PT. 1 usia 18 tahun peserta menerima tahapan 35 % X Manfaat
Awal,
- PT. 2 usia 19 tahun peserta menerima tahapan 25 %X Sisa Nilai
Tunai,
- PT. 3 usia 21 tahun peserta menerima tahapan 35% X Sisa Nilai
Tunai,
- PT. 4 usia 21 tahun peserta menerima tahapan 50% X Sisa Nilai
Tunai,
- PT. 5 usia 22 tahun peserta menerima tahapan 100% XSisa Nilai
Tunai
Mulai usia 19 tahun 22 tahun, kewajiban peserta untuk membayar
premi berhenti.
· Bagi peserta yang ditakdirkan meninggal dunia sebelum akad asuransi
berakhir, maka peserta akan diterimakan:
- Santunan Kebajikan,
- Nilai Tunai (Premi Tabungan + Mudharabah),
- Dana Tahapan Pendidikan tetap diberikan sesuai aturan yaitu :
- TK usia 4 tahun peserta menerima 10% X Manfaat Awal,
- SD usia 6 tahun peserta menerima 10% X Manfaat Awal,
- SLTP usia 12 tahun peserta menerima 20% X Manfaat Awal,
- SLTA usia 15 tahun peserta menerima 25 % X Manfaat Awal,
- PT. 1 usia 18 tahun peserta menerima 35 % X Manfaat Awal,
- PT. 2 usia 19 tahun peserta menerima 15 % X Manfaat Awal,
- PT. 3 usia 20 tahun peserta menerima 20% X Manfaat Awal,
- PT. 4 usia 21 tahun peserta menerima 20% X Manfaat Awal,
- PT. 5 usia 22 tahun peserta menerima 25 % X Manfaat Awal.
Apabila peserta berhenti sebelum akad berakhir, maka peserta bisa
mengambil nilai tunai (Premi Tabungan + Mudharabah)
Peserta asuransi pendidikan mitra iqra boleh berhenti untuk sementara
waktu atau mengambil cuti bayar premi :
· Apabila dalam rentang waktu cuti mendapatkan Tahapan Pendidikan,
maka peserta wajib melunasi premi yang belum terbayar terlebih
dahulu baru kemudian bisa mendapatkan Tahapan Pendidikan.
· Apabila peserta meninggal dunia saat cuti bayar, selama masih ada
premi Tabarru, maka :
- Ahli waris akan menerima santunan kebajikan,
- Nilai tunai (bila masih ada), dan
- Tahapan pendidikan tidak berlaku.
4. Prinsip-prinsip Asuransi Syariah.
Sebuah bangunan akan kuat apabila dibangun diatas pondasi atau dasar
yang kuat, begitu pula asuransi harus dibangun diatas fondasi dan prinsip
dasar yang kuat serta kokoh.
Ada beberapa prinsip dalam asuransi syariah dalam AM. Hasan Ali.68
antara lain :
a. Prinsip Katauhidan (unity).
Prinsip tauhid adalah dasar utama dari setiap bentuk bangunan yang
ada dalam syariah Islam, setiap bangunan atau aktivitas kehidupan
manusia harus didasarkan pada nilai ketauhidan, artinya setiap langkah
atau bangunan hukum termasuk didalamnya bermuamalah harus
mencerminkan nilai ketuhanan.
Sebagaimana firman Allah dalam Surat Al Hadid ayat 4 yang
berbunyi :
uqèdur óOä3yètB tûøïr& $tB öNçGYä. 4 -
---
Artinya : ---dan Dia (Allah) selalu bersamamu dimanapun kamu berada
Dalam berasuransi yang harus diperhatikan adalah bagaimana
menciptakan kondisi bermuamalah yang tertuntun nilai ketuhanan. Paling
tidak dalam melakukan asuransi ada keyakinan bahwa Allah SWT selalu
mengawasi, sehingga dalam berasuransi akan selalu melakukan sesuatu
yang terbaik, karena merasa diawasi oleh Allah SWT.
b. Prinsip Tolong menolong.
Prinsip utama dalam asuransi syariah adalah ta’awanu ‘ala al-
birri wa al-taqwa (tolong menolonglah kamu sekalian dalam kabikan dan
takwa) dan al-ta’min (rasa aman). Prinsip ini menjadikan para anggota
atau para peserta asuransi sebagai sebuah keluarga besar yang satu dengan
yang lain saling menjamin dan menanggung resiko. Hal ini disebabkan
transaksi yang dibuat dalam asuransi syariah adalah akad takaful (saling
menanggung), bukan akad tabaduli (saling menukar) yang selama ini 68 AM. Hasan Ali, Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam, Edisi pertama, cet. Kedua, Kencana, Jakarta, 2005, hlm.125-136
digunakan oleh asuransi konvensional, yaitu pertukaran pembayaran
premi dengan uang pertenggungan. Seseorang yang masuk menjadi
anggota asuransi sejak awal harus mempunyai niat dan motivasi untuk
membantu meringankan beban teman (anggota) yang lain yang pada suatu
saat mendapatkan musibah atau kerugian. Hal ini seseuai dengan firman
Allah yang berbunyi :
¢ ( Artinya : Tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebaikan dan
takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah sesungguhnya Allah
amat berat siksa-Nya.
c. Prinsip saling bertanggung jawab.
Para peserta asuransi setuju untuk saling bertanggung jawab antara
satu sama lain, yang berarti bahwa para peserta asuransi syariah memiliki
rasa tanggung jawab bersama untuk saling membantu dan saling
menolong terhadap peserta lain yang mengalami musibah atau kerugian
dengan niat ikhlas, karena memikul tanggung jawab dalam hal kebaikan
dengan niat ikhlas, adalah termasuk ibadah.
Dengan prinsip ini, maka asuransi syariah merealisir perintah Allah
SWT dalam Al-Qur’an dan Rasulullah SAW., dalam As-Sunnah tentang
kewajiban untuk tidak memperhatikan kepentingan diri sendiri semata
tetapi juga mesti mementingkan orang lain atau masyarakat.
d. Prinsip saling bekerja sama atau saling membantu.
Yang berarti diantara peserta asuransi syariah yang satu dengan
yang lain saling bekerja sama dan saling tolong menolong dalam
mengatasi kesulitan yang dialami karena sebab musibah yang diderita.
Prinsip kerjasama merupakan prinsip universal yang selalu ada dalam
leteratur ekonomi Islam. Manusia sebagai makhluk yang mendapat
mandat dari khaliknya untuk mewujudkan perdamaian dan kemakmuran
dimuka bumi mempunyai dua wajah yang tidak dapat dipisahkan satu
sama lainnya, yaitu sebagai mahluk individu dan sebagai mahluk sosial.
Sebagai mahluk sosial manusia tidak akan dapat hidup sendiri tanpa
adanya bantuan dari yang lain. Sebagai apresiasi dari posisinya sebagai
mahluk sosial, nilai kerjasama adalah suatu norma yang tidak dapat
ditawar. Hanya dengan kerjasama antara sesama manusia baru dapat
merealisasikan kedudukannya sebagai mahluk sosial.
Kerjasama dalam asuransi dapat berwujud dalam bentuk akad yang
dijadikan acuan antara perusahaan dengan peserta (nasabah) yaitu
mudharabah atau musyarakah.
Mudharabah adalah bentuk kerjasama antara dua orang atau lebih yang
mengharuskan pemilik modal (dalam hal ini peserta asuransi)
menyerahkan sejumlah dana (premi) kepada perusahaan asuransi
(mudharib) untuk dikelola. Dana yang terkumpul tersebut oleh perusahaan
asuransi diinvestasikan agar memperoleh keuntungan (profit) yang
nantinya keuntungan tersebut akan dibagi antara perusahaan dan peserta
sesuai dengan kesepakatan sejak awal (yang tertuang dalam polis)
e. Prinsip saling melindungi penderitaan satu sama lain.
Yang berarti bahwa para peserta asuransi syariah akan berperan
sebagai pelindung bagi peserta yang lainnya yang mengalami gangguan
keselamatan berupa musibah yang dideritanya, yaitu dengan cara
memberikan dana tabarru atau kebajikan yang sudah diniatkan sejak awal.
f. Prinsip menghindari Unsur gharar, maysir dan riba.69
Dalam Islam setiap kegiatan muamalah, termasuk asuransi tatacara
dan operasinya harus berdasarkan pada Al Quran dan As Sunah. Prinsip-
prinsip tersebut tidak boleh dilanggar, oleh karenanya salah satu ketentuan
Al Quran dan As Sunah yang menjadi landasan setiap kegiatan yang
bersifat muamalah harus menghilangkan unsur-unsur sebagai berikut
yaitu : gharar, maysir, dan riba. Sebagai gantinya Islam selalu
menekankan bahwa setiap bentuk usaha dan investasi pada aspek
keadilan, suka sama suka dan kebersamaan dalam menghadapi setiap
resiko.
1. Gharar (uncertainty) atau ketidak pastian
Artinya adanya ketidak pastian sumber dana yang dipakai untuk
membayar klaim dari pemegang polis asuransi
Ada dua bentuk gharar dalam asuransi, (dalam Wirdyaningsih, 2005 :
257) yaitu :
a. Bentuk akad syariah yang melandasi penetapan pola. Secara
Konvensional kontrak atau perjanjian dalam asuransi jiwa dapat
dikatagorikan sebagai akad tabaduli atau akad pertukaran,
pembayaran premi dengan uang pertanggungan. Secara harfiah
dalam akad pertukaran harus jelas berapa yang dibayarkan dan
berapa yang diterima. Keadaan ini menjadi rancu (gharar) karena
kita tahu berapa yang akan diterima (sejumlah uang
pertanggungan) tetapi tidak tahu berapa yang akan dibayarkan
(sejumlah seluruh premi) karena hanya Allah yang tahu kapan
seseorang akan meninggal. Dalam konsep syariah, keadaan ini
akan lain karena akad yang digunakan adalah akad takaful atau
69 Gemala Dewi, Aspek-aspek Hukum Dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di Indonesia, ctk. Ketiga, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2006, hlm 148
tolong menolong dan saling menjamin, dimana semua peserta
asuransi menjadi penolong dan penjamin satu sama lain.
b. Sumber dana pembayaran klaim dan keabsahan syar’i penerima
klain itu sendiri. Dalam konsep asuransi konvensional, peserta
tidak mengetahui darimana dana pertanggungan yang diberikan
perusahaan asuransi berasal. Peserta hanya tahu jumlah
pembayaran klaim yang akan diterimanya. Dalam konsep takaful,
setiap pembayaran premi sejak awal akan dibagi dua, satu masuk
ke rekening pemegang polis, dan satu lagi dimasukkan ke
rekening khusus peserta yang harus diniatkan tabarru’ atau derma
untuk membantu saudaranya yang lain. Dengan kata lain, dana
klaim dalam konsep takaful diambil dari dana tabarru’ yang
merupakan kumpulan dana shadaqah yang diberikan oleh para
peserta asuransi.
2. Maysir (gambling).
Artinya bahwa ada salah satu pihak yang mendapat untung,
namun di lain pihak justru mengalami kerugian. Unsur ini dalam
asuransi konvensioanal terlihat apabila selama masa perjanjian peserta
tidak mengalami musibah atau kecelakaan, maka peserta tidak berhak
mendapatkan apa-apa termasuk premi yang disetornya. Sedangkan,
keuntungan diperoleh ketika peserta yang belum lama menjadi
anggota (jumlah premi yang disetor masih sedikit) justru menerima
dana pembayaran klaim yang jumlahnya jauh lebih besar. Dalam
konsep takaful, apabila peserta tidak mengalami kecelakaan atau
musibah selama menjadi anggota/ peserta asuransi, maka ia tetap
berhak mendapatkan premi yang disetor kecuali dana yang
dimasukkan ke dalam dana tabarru’
3. Riba.
Unsur riba tercermin dalam cara perusahaan asuransi
konvensional melakukan usaha dan investasi, dimana perusahaan
asuransi meminjamkan dana premi yang terkumpul atas dasar bunga.
Dalam konsep takaful dana premi yang terkumpul dinvestasikan
dengan prinsip bagi hasil, terutama mudharabah dan musyarakah.70
g. Prinsip Amanah (al-Amanah).
Didalam asuransi, amanah sangat menentukan untuk terwujudnya
nilai-nilai akuntabilitas (pertanggung jawaban) yaitu peserta asuransi dan
perusahaan asuransi harus saling memberikan informasi yang benar dan
tidak memanipulasi data.71
Dalam perusahaan asuransi amanah dapat terwujud dalam nilai-
nilai akuntabilitas (pertanggungjawaban) perusahaan melalui penyajian
laporan keuangan tiap periode. Dalam hal ini pihak perusahaan asuransi
harus memberi kesempatan kepada peserta untuk mengakses laporan
keuangan perusahaan. Laporan keuangan yang dikeluarkan oleh
perusahaan asuransi harus mencerminkan nilai-nilai kebenaran dan
keadilan dalam bermuamalah.
Prinsip amanah juga harus berlaku pada diri peserta asuransi.
Seseorang yang menjadi anggota asuransi wajib menyampaikan informasi
yang benar berkaitan dengan pembayaran dana iuran (premi) dan tidak
memanipulasi kerugian yang menimpa dirinya. Jika peserta asuransi tidak
memberikan informasi yang benar dan memanipulasi data kerugian yang
menimpa dirinya, berarti peserta tersebut tidak amanah.
5. Landasan Operasional Asuransi Syariah.
70 Ibid, hlm. 150 71 Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life and General) Konsep dan Sistem Operasional, ctk. Pertama, Gema Insani, Jakarta, 2004, hlm. 738
Keberadaan asuransi syariah di Indonesia secara konstitusional belum
begitu kuat. Hal ini terlihat dengan belum adanya peraturan setingkat undang-
undang yang secara khusus mengatur tentang asuransi syariah di Indonesia.
Secara struktural, landasan operasional asuransi syariah masih menginduk
kepada peraturan yang mengatur usaha perasuransian secara umum
(konvensional) yaitu Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha
Perasuransian. Peraturan Pemerintah Nomor 73 tahun 1992 Tentang
Penyelenggaraan Usaha Perasuransian, Dan baru ada peraturan yang secara
tegas menjelaskan asuransi syariah pada Surat keputusan Dirjen Lembaga
Keuangan No. Kep. 4499/LK/2000, tentang Jenis, Penilaian dan Pembatasan
Investasi Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dengan system
Syariah.
Untuk mengantisipasi hal tersebut diatas, Majelis Ulama Indonesia (MUI)
dengan Dewan Syariah Nasional (DSN) telah mengeluarkan fatwa dengan
Nomor : 21/DSN-MUI/X/2001 Tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah
yang secara umum memberikan penjelasan sebagai berikut :
1. Asuransi syariah (ta’min, takaful atau tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk asset dan atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.
2. Akad yang sesuai dengan syariah yang dimaksud pada poin (1) adalah
yang tidak mengandung gharar (penipuan) maysir (perjudian), riba, dzulum (penganiayaan), riswah (suap), barang haram, dan maksiat.
3. Akad tijarah adalah semua bentuk akad yang dilakukan untuk tujuan
komersial. 4. Akad tabarru’ adalah semua bentuk akad yang dilakukan dengan tujuan
kebajikan dan tolong menolong, bukan semata untuk tujuan komersial.
5. Premi adalah kewajiban peserta asuransi untuk memberikan sejumlah dana kepada perusahaan asuransi sesuai dengan kesepakatan dalam akad.
6. Klaim adalah hak peserta asuransi yang wajib diberikan oleh perusahaan
asuransi sesuai dengan dalam akad.72 D. Pengertian Hukum Ekonomi Syariah.
Hukum secara sederhana adalah merupakan pola-pola perilaku sosial yang
terlembagakan, eksis sebagai variabel sosial yang empirik; atau hukum adalah
manifestasi makna-makna simbolik para perilaku sosial sebagai tampak dalam
interaksi antar mereka.73
Sedang Ekonomi Syariah adalah suatu usaha atau kegiatan yang dilakukan
oleh orang perorang, kelompok orang, badan usaha yang berbadan hukum atau
tidak berbadan hukum dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat
komersial dan yang tidak komersial menurut prinsip syariah.74
Sedang prinsip-prinsip syariah, adalah prinsip-prinsip sebagaimana yang
dimaksud Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor
21/DSN-MUI/X/2001, dalam Ketentuan Umum angka (2) yaitu bahwa akad yang
sesuai dengan prinsip syariah adalah akad yang tidak mengandung Gharar
(ketidakjelasan), maysir (perjudian), riba, dzulum (penganiayaan) risywah (suap),
barang haram dan maksiat.75
Meskipun fatwa Majelis Ulama Indonesia tidak diakui oleh sebagian
kalangan karena statusnya yang belum jelas dari sudut kelembagaan Negara,
namun kenyataannya sampai saat ini fatwa tersebut masih merupakan satu-
72 Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia, Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah 73 Setiono, Pemahaman terhadap Metodologi Penelitian Hukum, Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2005, hlm. 21 74 Mahkamah Agung RI, Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, Jakarta. 2008, hlm. 1 75 Fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia tentang Asuransi Syariah, hlm. 127
satunya sumber hukum untuk masalah ekonomi syariah di Indonesia.76 Meskipun
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah telah melahirkan Undang-
undang Nomor 19 Tahun 2008 Tentang Surat Berharga Syariah dan Undang-
undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah, tetapi substansi
hukum ekonomi syariah masih belum tersedia dalam bentuk undang-undang
sebagian fatwa ini telah dipositifkan melalui Peraturan Bank Indonesia dan Surat
Edaran Bank Indonesia
Dan yang dimaksud dengan Hukum Ekonomi Syariah adalah Buku
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) yang ditetapkan oleh Mahkamah
Agung Republik Indonesia untuk keperluan intern di lingkungan Peradilan
Agama dalam rangka penyelesaian sengketa ekonomi syariah, yang menjadi
lampiran dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Mahkamah
Agung Nomor 02 tahun 2008, tanggal 1 September 2008. yang secara sistematis
memuat prinsip-prinsip syariah dari ekonomi syariah yang terbagi dalam 4 buku
masing-masing :
1. Tentang Subyek Hukum dan Amwal yang terdiri atas 3 bab (pasal 1-19).
2. Tentang Akad yang terdiri atas 29 bab (pasal 20-673).
3. Tentang Zakat dan Hibah yang terdiri atas 4 bab (pasal 674-734), dan
4. Tentang Akuntansi Syariah yang terdiri atas 7 bab (pasal 735-796).
Dalam pengertian hukum, Kompilasi tidak lain adalah sebuah “buku
hukum” atau “buku kumpulan” yang memuat uraian atau bahan hukum tertentu,
pendapat hukum atau juga aturan hukum.77 Sehingga ketika bicara Kompilasi
Hukum Ekonomi Syariah maka Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah tersebut
harus dinilai sebagai sebuah buku hukum.78 Dan ketika bicara prinsip-prinsip
syariah dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah adalah prinsip-prinsip syariah
76 Rifyal Ka’bah, Mimbar Hukum dan Peradilan, Pusat Pengembangan Hukum Islam dan Masyarakat Madani (PPHIM), hlm.65 77 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Pedoman Hakim Agama dalam Menyelesaikan Sengketa Ekonomi Syariah, Mahkamah Agung RI, Jakarta, 2008, hlm. 1 78 Ibid , hlm. 2
sebagaimana dimaksud dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 21/DSN-
MUI/X/2001 Tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah.
E. Kerangka Pemikiran.
Asuransi adalah salah satu praktek muamalah yang tidak dikenal pada
jaman Nabi Muhammad SAW, sehingga dasar hukumnya secara tekstual tidak
ditemukan dalam Al-Quran dan Al-Hadits. Untuk menemukan dasar hukum
asuransi tersebut para ulama berijtihad sendiri dengan berdasar pada Maqashid
al-syar’iah. Keberadaan asuransi yang bersifat Ijtihadi ini mengakibatkan
perbedaan pendapat diantara para ulama tentang dasar hukumnya. Sebagaian
ulama ada yang membolehkan, namun sebagian ada yang mengharamkan dan
sebagaian lagi ada yang mengambil jalan tangah. Yakni membolehkan asuransi
yang bersifat sosial dan mengharamkan asuransi yang bersifat komersial.79
Asuransi Bumiputera Syariah, adalah sebuah perusahaan anak cabang dari
(AJB) Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912 yang didalamnya terdapat
program ungggulan yang ditawarkan kepada masyarakat berupa Asuransi
Pendidikan Mitra Iqra’.
Asuransi Pendidikan Mitra Iqra di Asuransi Bumiputera syariah yang
dalam perjanjiannya harus tunduk pada prinsip-prinsip asuransi syariah yang
mendasarinya, diantaranya adalah tidak mengandung unsur gharar (ketidak
jelasan), maysir (perjudian), riba, zhulm (penganiayaan), risywah (suap), barang
haram dan maksiat, diharapkan prinsip-prinsip tersebut dimengerti, dipahami
serta diterapkan oleh pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak asuransi, sehingga
tujuan ikut program asuransi Pendidikan Mitra Iqra akan tercapai yaitu
pendidikan tercapai dan lebih sejahtera lahir dan batin.
Dengan prinsip-prinsip tersebut diatas, asuransi Bumiputera syariah
program pendidikan Mitra Iqra Surakarta dengan premi yang terdiri dari premi
79 Hamzah Yaqub, Kode Etik Dagang menurut Islam, CV. Diponegoro, Bandung, 1984, hlm. 293
tabungan, premi tabarru’ dan premi biaya telah dikelola diinvestasikan, dan dari
hasil investasi tersebut, keuntungan dibagi antara perusahaan asuransi dengan
peserta asuransi untuk menjamin pendidikan anak mulai dari tingkat (TK) Taman
Kanak-kanak sampai dengan anak menjadi Sarjana strata satu (S1). Dan dengan
mengikuti program asuransi pendidikan Mitra Iqra’ ini diharapkan masa depan
dan kesejahteraan serta kelangsungan pendidikan anak akan terjamin.
Namun kenyataannya masih banyak pertanyaan dari masyarakat, apakah
status hukum maupun cara aktivitas asuransi syariah secara keseluruhan dari cara
memperoleh polis, membayar premi sampai kepada klaim sudah benar-benar
sejalan dengan prinsip-prinsip syariah.
Di asuransi pendidikan mitra iqra asuransi Bumiputera syariah Surakarta,
dalam mengelola dana yang terkumpul dari premi para peserta, baik itu premi
biaya, premi tabarru, maupun premi tabungan yang terkumpul, oleh perusahaan
Asuransi AJB Bumiputera selaku induk dari asuransi Bumiputera Syariah
Surakarta, telah direasuransikan ke perusahaan reasuransi yaitu ke Maskapai
asuransi Indonesia, dan oleh perusahaan Maskapai Asuransi Indonesia, dana
tersebut diinvestasikan ke 18 (delapan belas) anak perusahaan AJB Bumiputera
1912 yang kesemuannya masih dikelola secara konvensional atau tidak
melaksanakan prinsip-prinsip syariah.
Meskipun Undang-undang tentang asuransi syariah belum ada, namun
Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia dan Kompilasi Hukum
Ekonomi Syariah (KHES) untuk menjawab pertanyaan, apakah status hukum
maupun cara aktivitas asuransi syariah sudah sejalan dengan prinsip-prinsip
syariah, telah mengeluarkan fatwa dan aturan serta membentuk Dewan Pengawas
Syariah (DSN) yang bertugas mengawasi dan memastikan agar asuransi syariah
benar-benar melakukan kegiatannya berdasar prinsip-prinsip syariah yang telah
difatwakan oleh Dewan Syariah Nasional Nomor 21/DSN-MUI/X/2001.
Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 21/DSN-MUI/X/2001 Tentang
Pedoman Umum Asuransi Syariah, dan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah
(KHES) telah mengatur dengan jelas tentang investasi dan reasuransi yang harus
dilakukan oleh perusahaan asuransi syariah. Dalam angka delapan nomor (1)
Fatwa Dewan Syariah Nasional disebutkan, bahwa Perusahaan selaku pemegang
amanah wajib melakukan investasi dari dana yang terkumpul, sedang nomor (2)
investasi wajib dilakukan sesuai dengan syariah. Angka sembilan disebutkan
tentang reasuransi, bahwa Asuransi syariah hanya dapat melakukan reasuransi
kepada perusahaan reasuransi yang berlandaskan prinsip syariah. Sedang dalam
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) pasal 564 ayat (1) disebutkan
Perusahaan asuransi selaku pemegang amanah wajib melakukan investasi dari
dana yang terkumpul. Ayat (2) Investasi sebagaimana dalam ayat (1) wajib
dilakukan sesuai dengan prinsip syariah.
Atas dasar kerangka berpikir tersebut diatas, penulis mencoba mencari
jawaban tentang permasalahan dalam tesis ini.
Untuk memperjelas kerangka pemikiran, maka dapat digambarkan dalam bentuk
bagan sebagai berikut :
BAGAN KERANGKA PEMIKIRAN
Ub Ub
Nrm Prn
penerapan
Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) dan Kompilasi Hukum
Ekonomi Syariah (KHES)
Dewan Pengawas Syariah (DPS)
Pengelola Asuransi Pendidikan Mitra Iqra Bumiputera
Syariah
Umpan balik Bekerjanya kekuatan Bekerjanya kekuatan
Kekuatan personal kekuatan personal dan sosial dan sosial
Dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional dan Kompilasi Hukum Ekonomi
Syariah (KHES) telah jelas disebutkan, perusahaan selaku pemegang amanah
wajib menginvestasikan dana yang terkumpul sesuai dengan prinsip syariah.
Namun pihak pengelola asuransi Bumiputera syariah selaku penanggung
jawab tidak melaksanakan fatwa Dewan Syariah Nasional dan Kompilasi Hukum
Ekonomi Syariah, padahal sebagian fatwa Dewan Syariah Nasional selama ini
telah dipositifkan melalui Bank Indonesia dan Surat Edaran Bank Indonesia,
pihak asuransi dalam menginvestasikan dana yang terkumpul berprinsip aman
dan menguntungkan, sebagaimana ketentuan Pasal 13 Peraturan Pemerintah
Nomor 73 Tahun 1992.
Dalam hal ini Dewan Pengawas Syariah dipertanyakan apa dan bagaimana
tugasnya selama ini.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian.
Penelitian merupakan terjemahan dari research yang berarti mencari,
mencari jawab, penelitian bermakna pencarian yaitu pencarian jawab mengenai
suatu masalah. Metode adalah alat untuk mencari, jadi menggunakan suatu
metode (alat) harus jelas dulu apa yang akan dicari. Dengan demikian apa yang
disebut metode penelitian itu pada asasnya akan merupakan metode (atau
cara/prosedur) yang harus ditempuh agar orang bisa menemukan jawabannya.
Dalam rangka menjawab masalah, untuk mencapai tujuan dan menunjang
kerangka teori maka penelitian ini ditulis sebagai berikut:
1. Tempat Penelitian
Tempat pelaksanaan penelitian ini dilakukan di Kantor Cabang Asuransi
Bumi Putra Syariah Surakarta. Jalan Slamet Riyadi No. 12 Surakarta.
2. Jenis Penelitian.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris atau penelitian yang non
doktrinal. Dalam penelitian hukum, metode yang dipakai tergatung pada
konsep apa yang dimaksud dengan hukum.
Mengikuti pendapat Soetandyo Wignyosoebroto, ada lima konsep hukum
(Setiono, 2005 : 20). yaitu :
a. Hukum adalah asas kebenaran dan keadilan yang bersifat kodrati dan
berlaku universal;
b. Hukum adalah norma-norma positif di dalam system perundang-undangan
hukum nasional;
c. Hukum adalah apa yang diputuskan oleh hakim inconcreto, dan
tersistimatisasi sebagai judge made law;
d. Hukum adalah pola-pola perilaku sosial yang terkembangkan, eksis
sebagai variable social yang empiric;
e. Hukum adalah manifestasi makna-makna simbolik para perilaku sosial
sebagai tampak dalam interaksi antar mereka.80
Dalam penelitian tesis ini penulis menggunakan konsep kelima, yaitu
hukum dikonsepkan sebagai regularitas yang terjadi dalam kehidupan sehari-
hari atau dalam alam pengalaman.81
Sehingga dalam penelitian ini mengutamakan data lapangan sebagai data
utamanya karena kajian diarahkan pada Tinjauan Hukum Ekonomi Syariah
dan pelaksanaan asuransi mitra iqra di Asuransi Bumi Putra Syariah, maka
guna menunjang dan melengkapi data dilakukan penelitian pustaka, yaitu
penelitian yang dilakukan dengan cara studi pustaka untuk memperoleh data
skunder.
3. Sumber Data
a. Data Primer
Data primer adalah data yang berkaitan langsung dengan yang diteliti,
yang diperoleh penulis langsung dari tempat penelitian dengan cara
80 Setiono, Pemahaman Terhadap Metodologi Penelitian Hukum, Program Studi Ilmu Hukum Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2005, Hlm. 20 81 Ibid, Hlm. 22
observasi dan dicatat untuk pertama kalinya oleh penulis sendiri melalui
pengamatan, wawancara atau tanya jawab dengan pihak terkait yaitu
dengan pengelola asuransi pendidikan Mitra Iqra dalam hal ini Kepala
Cabang dan Kepala Urusan Administrasi dan Keuangan Asuransi
Bumiputra Syariah Cabang Surakarta, serta beberapa orang peserta
Asuransi pendidikan Mitra Iqra.
b. Data Sekunder
Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari sumber lain, diantaranya
berbagai leteratur seperti :
1. Kitab Undang-undang Hukum Perdata
2. Kitab Undang-undang Hukum Dagang
3. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992, Tentang
Penyelenggaraan Usaha Perasuransian.
5. Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 1992 Tentang Perubahan atas
Peraturan Pemerintah Nomor 73 tahun 1992.
6. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2008 Tentang Perubahan
kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992.
7. Keputusan Dirjen Lembaga Keuangan Nomor Kep.4499/LK/2000,
Tentang Jenis, Penilaian dan Pembatasan Investasi Perusahaan
Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dengan Sistem Syariah.
8. Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor : 21/DSN-MUI/X/2001,
Tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah.
9. Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 02 Tahun
2008 Tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES).
4. Teknik Pengumpulan Data
a. Wawancara
Wawancara yaitu pengumpulan data-data dengan cara melakukan tanya
jawab secara langsung dengan pihak yang bersangkutan yang terkait
dengan masalah tersebut.
b. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi yaitu suatu metode pengumpulan data yang
menggunaan bahan-bahan tertulis yang dapat berupa arsip, dan lain-lain
yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti.
c. Observasi
Observasi yaitu pengumpulan data-data dengan cara melakukan
pengamatan langsung di lapangan yaitu di Asuransi Bumi Putra Syariah
Surakarta.
5. Metode Analisis Data
Penelitian ini bersifat deskriptif analisis karena penelitian yang
dilakukan ini bermaksud untuk memberikan gambaran mengenai Pelaksanaan
Asuransi Mitra Iqra’ Di Asuransi Bumiputra Syariah Surakarta yang
dikomparasikan dengan teori, dan Fatwa Dewan Syariah Nasional
No.21/DSN-MUI/X/2001 Tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah, dan
Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 02 Tahun 2008 Tentang Kompilasi
Hukum Ekonomi Syariah (KHES) Penulis menggambarkan dalam penelitian
ini dengan menggunakan langkah-langkah penelitian yaitu pengumpulan data-
data yang diperoleh dari Asuransi Bumi Putra Syariah Surakarta, kemudian
diolah sehingga menjadi kesimpulan.
Penelitian deskriptif yang berhasil baik merupakan bahan yang sangat
diperlukan untuk penelitian analisis. Penelitian analisis tentulah akhirnya
untuk membuat deskripsi baru yang lebih sempurna.
Selain itu penulis juga menggunakan kombinasi penelitian deskriptif
dan analitis. Setiap penelitian dapat merupakan kombinasi dari penelitian
deskriptif dan analitis, karena analisis baru dapat dijalankan setelah diperoleh
gambaran dari ciri-ciri variabel yang terkumpul dan sebaliknya hasil akhir
suatu penelitian adalah berupa uraian atau gambaran tentang suatu keadaan
atau kesimpulan.
B. Sistematika Laporan Penulisan.
Untuk memberikan gambaran menyeluruh mengenai sistematika penulisan,
maka penulis menyiapkan sistematika sebagai berikut :
Bab pertama tentang pendahuluan, meliputi uraian tentang latar belakang
permasalahan yang diangkat, dilanjutkan dengan rumusan masalah yang menjadi
titik pokok penelitian, kemudian dilengkapi dengan tujuan dan manfaat penelitian
sebagai titik pencapaian dari penelitian ini.
Bab kedua, membahas landasan teori yang menguraikan tentang kerangka
teori yang berisi pendapat ulama tentang pengertian asuransi syariah, kemudian
dilanjutkan dengan teori bekerjanya hukum, dan kajian umum tentang asuransi,
konsep Islam tentang asuransi syariah, pengertian Hukum Ekonomi Syariah serta
kerangka pemikiran.
Bab ketiga, merupakan metode penelitian yang membahas tentang metode
yang dipakai dalam penelitian, dan sistematika laporan penulisan.
Bab keempat merupakan hasil penelitian dan pembahasan tentang
pelaksanaan asuransi mitra iqra’ di Asuransi Bumiputra Syariah Surakarta.
Bab kelima, merupakan bagian penutup, menguraikan tentang kesimpulan
yang diperoleh penulis dari pembahasan tersebut, implikasi dan saran-saran yang
berkaitan dengan penulisan tesis.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian.
1. Pelaksanaan Asuransi Pendidikan Mitra Iqra di Asuransi Bumiputra
Syariah Surakarta.
a. Sejarah berdirinya Asuransi Bumiputera.
Asuransi Bumiputra 1912 didirikan pada tanggal 12 Pebruari 1912
di Magelang oleh suatu Perkumpulan Guru-guru Hindia Belanda (PGHB).
Usaha asuransi jiwa tersebut dinamakan dengan Onderlinge
Levensverzekering Maatschappij atau OLMij PGHB.
Adapun para perintisnya pada waktu itu adalah terdiri dari tiga orang guru
masing-masing yaitu Mas Ngabei Dwidjosewojo sebagai Komisaris,
kemudian Mas Karto Hadi Soebroto sebagai Direktur, dan Mas
Adimidjojo sebagai Bendaharawan. Pada awalnya pendirian ini didasari
adanya niat yang tulus ikhlas serta iktikat baik untuk turut serta
meningkatkan kesejahteraan para anggota Persatuan Guru-guru Hindia
Belanda (PGHB).
Dengan semakin berkembangnya perkumpulan Onderlinge
Levensverzekering Maatschappij ini, kamudian namanya berubah menjadi
Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 dengan Akta Notaris De
Hondt yang berkedudukan di Yogyakarta sah menurut hukum sejak
berdirinya sebagai suatu bentuk usaha untuk melakukan perbuatan hukum
perdata sebagaimana hak dan kewajiban Perseroan Terbatas yang sah
sebagai badan hukum berdasarkan Pasal 10 Keputusan Kerajaan Belanda
tanggal 28 Maret 1870 Nomor 2 Stb 64 sesuai Surat Sekretaris Gubernur
Jendral Hindia Belanda tanggal 6 April 1915.
Namun pada awal berdirinya, ternyata perkumpulan asuransi jiwa ini
mengalami kesulitan-kesulitan dalam biaya, karena pemasukan uang
premi tidak mencukupi untuk biaya aktivitas, baik dibidang administrasi
maupun operasional, lebih-lebih dana cadangan, sehingga timbul
problema, dari mana dan bagaimana pembiayaan usaha ini harus
dilakukan agar dapat berjalan terus. Dengan dalih atau alasan untuk usaha
sosial, maka pengurus mengajukan suatu permintaan subsidi kepada
Pemerintah Hindia Belanda. Setelah diadakan pemeriksaan pembukuan
dan administrasi dengan hasil yang memuaskan, maka pada bulan Oktober
1913, oleh Pemerintah Hindia Belanda diberi bantuan (subsidi) berupa
uang setiap bulannya sebesar 30 Golden, pemberian bantuan ini disertai
ketentuan agar OLMij PGHB tidak hanya menerima anggota dari
kalangan Guru Sekolah Negeri, tetapi juga para Pegawai Gubernemen dan
Pegawai Swapraja, serta nama OLMij PGHB di ubah namanya menjadi
OLMij Bumiputera. Namun ternyata bantuan tersebut oleh Pemerintah
Hindia Belanda diberikan hanya sampai akhir tahun 1923.82
Karena OLMij Bumiputera mulai terkenal di masyarakat, maka banyak
permintaan dari berbagai golongan swasta untuk menjadi anggota pada
82 Bumiputera Syariah, Syarat-syarat khusus Polis dan Anggaran Dasar Bumiputera 1912, hlm.19
badan usaha asuransi jiwa ini. Dan untuk menampung minat dari
masyarakat tersebut, maka dibentuk suatu maskapai bayangan yang
bernama OLMij Bumiputera Merdiko.
Dengan pecahnya perang Asia Timur Raya pada tahun 1942, yang
melibatkan Indonesia, maka Bumiputera mengalami masa suram.
Kehadiran Jepang di Indonesia, akibat perang tersebut membawa iklim
perekonomian semakin buruk, akibatnya keberhasilan yang dicapai
perusahaan asuransi jiwa nasional mulai mengalami kemunduran.
Untuk menyesuaikan dengan suasana pendudukan Jepang, maka
OLMij Bumiputera pada tahun 1943 dirubah namanya menjadi Perseroan
Tanggung Djiwa (PTD), Perseroan Tanggung Djiwa (PTD) ini merupakan
satu-satunya perusahaan asuransi jiwa nasional yang tetap bertahan. Pada
masa revolusi kemerdekaan, untuk sementara Bumiputera dalam keadaan
non aktif karena tidak sedikit para petugas Bumiputera turut serta
mengambil bagian dalam mempertahankan kemerdekaan sebagai bagian
patriot-patriot bangsa. Setelah mengalami pasang surut pada masa perang
dan revolusi maka pada tahun 1950 sebagai langkah pertama dalam
merehabilitasi kembali Bumiputera adalah pemeriksaan kembali tentang
kekayaan, organisasi, administrasi baik kantor pusat maupun cabang-
cabangnya. Dan dibawah kepemimpinan R Notohamiprodjo, sebagai
ketua planning Bord disusunlah rencana kerja riil menuju modernisasi
Bumiputera.
Secara historis bentuk usaha perusahaan Bumiputera 1912
mempunyai dasar-dasar idialisme sebagai berikut :
1. O.L.MIJ PGHB didirikan untuk bersatu demi meningkatkan
kesejahteraan bersama.
2. Persatuan lebih ditekankan pada persatuan orang-orang bukan pada
modal.
3. Keadaan sosial ekonomi para guru Bumiputera pada saat itu tidak
memungkinkan mampu untuk memiliki saham.
4. Naluri kekeluargaan para pendiri lebih tebal daripada naluri
mendapatkan keuntungan secara pribadi.
5. Mengandung makna perjuangan untuk meningkatkan kesejahteraan
orang-orang Bumiputera secara umum.
Dilatar belakangi alasan-alasan tersebut, maka proses kelahiran
Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 berbeda dengan
perusahaan mutual di negara lain. Asuransi Jiwa Bersama (AJB)
Bumiputera berbentuk mutual sejak didirikan (Mutual Company) dan
telah dikukuhkan oleh Pemerintah melalui Keputusan Menteri Keuangan
RI Nomor 1250/KMK.013/1988 tanggal 2 Desember 1989, atau lebih di
kenal dengan pakDe 20.83
b. Sejarah berdirinya Asuransi Bumiputera Syariah Surakarta.
Asuransi sistem syariah atau takaful berasal dari umat Islam yang
menginginkan untuk melaksanakan kegiatan mereka berlandaskan hukum
Islam. Konsekwensi dari usaha kaum mujaddid abad 19 dan 20 yang
mengemukakan bahwa Islam tidak melarang membentuk aturan dan
kewajiban yang berdasarkan pada ibadah dan munakahat tetapi juga untuk
tujuan hidup yang komplit, termasuk dalam transaksi bisnis, salah satunya
berkenaan dengan asuransi. Para ulama tidak berada dalam satu pendapat
dimana asuransi itu dijinkan (halal) atau dilarang (haram). Para ulama
yang berpendapat bahwa asuransi itu haram, mereka menyarankan agar
asuransi tunduk pada ketentuan syariah.84 Berdasar hal tersebut maka
kemudian dipikirkan dan dirumuskan bentuk asuransi yang bisa terhindar
dari ketiga unsur yang diharamkan Islam yaitu gharar, maysir dan riba.
83 Panduan Materi Pendidikan dan Latihan Agen Asuransi (Funansial Advisor Syariah) Bumiputera Asuransi Syariah Semarang, Kanwil Syariah, hlm. 7 84 Ibid, hlm.19
Gagasan dan pemikiran didirikannya asuransi syariah sebenarnya
sudah muncul tiga tahun sebelum berdirinya Takaful dan makin kuat
setelah diresmikannya Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1991.85
Dengan beroperasinya Bank-bank syariah, ternyata dirasakan pula
kebutuhan akan hadirnya jasa asuransi yang bardasarkan syariah. Berdasar
pemikiran tersebut, maka Ikatan Cendekiawan Muslim se Indonesia
(ICMI) pada tanggal 27 Juli 1993 melalui Yayasan Abdi Bangsa bersama
Bank Muamalat Indonesia dan Perusahaan Asuransi Tugu Mandiri sepakat
memprakarsai pendirian asuransi takaful dengan menyusun Tim
Pembentukan Asuransi Takaful Indonesia.
Seperti telah disebutkan sebelumnya, bahwa ide membentuk takaful
adalah karena keinginan kaum muslimin untuk mempraktekan Islam
secara menyeluruh (kaffah), dan hal ini telah menghasilkan beberapa
bentuk perusahaan takaful (Asuransi Islam) yang berdiri, diantaranya
adalah AJB Bumiputera 1912 Devisi Syariah.
Dan Asuransi Bumiputera syariah juga telah mempunyai Dewan
Pengawas Syariah yang bertugas antara lain :
1. Memastikan dan mengawasi kesesuaian kegiatan operasionalnya
sesuai dengan ketentuan-ketentuan dan prinsip-prinsip syariah yang
dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional.
2. Menilai aspek syariah terhadap pedoman operasional dan produk
yang dikeluarkan.
3. Memberikan opini dari aspek syariah terhadap pelaksanaan
operasional asuransi secara keseluruhan dalam laporan publikasi
perusahaan asuransi.
4. Mengkaji produk dan jasa baru yang belum ada fatwanya untuk
dimintakan kepada Dewan Syariah Nasional.
85 Gemala Dewi, opcit. Hlm. 140
5. Menyampaikan laporan hasil pengawasan syariah sekurang-kurangnya
setiap 6 (enam) bulan kepada direksi, komisaris, Dewan Syariah
Nasional dan Bank Indonesia.86
Selain tugas, Dewan Pengawas Syariah juga mempunyai fungsi,
pertama sebagai penasehat dan pemberi saran kepada direksi, pimpinan
unit usaha syariah dan pimpinan kantor cagang syariah mengenai hal-hal
yang terkait dengan aspek syariah, kedua, sebagai mediator antara
Lembaga Keuangan Syariah dengan Dewan Syariah Nasional dalam
mengkomunikasikan usul dan saran pengembangan produk dan jasa dari
Lembaga Keuangan Syariah yang memerlukan kajian dan fatwa dari
Dewan Syariah Nasional.
Adapun susunan Dewan Pengawas Syariah di Asuransi Bumiputera 1912
untuk Periode 1 Agustus 2002 sampai dengan 31 Juli 2006 adalah
sebagai berikut :
DR. KH.MA. Sahal Mahfudh sebagai Ketua,
Prof. Dr.H. Ahmad Sukardja, SH sebagai anggota,
Drs. H.A. Fatah Wibisono, MA sebagai anggota.
Sedang untuk periode 1 Agustus 2006 sampai dengan 31 Juli 2010
susunan Dewan Pengawas Syariah sebagai berikut :
DR.KH.MA. Sahal Mahfudh sebagai Ketua
Dr. H. Endy M. Astiwara, MA. Sebagai anggota,
Drs. H.A. Fatah Wibisono, MA sebagai anggota.87
Asuransi Bumiputera Syariah Surakarta berdiri pada tanggal 1
Januari 2007, berkantor pertama kali di Ruko Pabelan depan Kampus
Universitas Muhammadiyah Surakarta, kemudian pada bulan September
tahun 2007, Bumiputera Syariah Surakarta pindah alamat ke gedung
86 Wirdyaningsih et al, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, cet, kedua, Kencana Prenada Media, Jakarta 2005, hlm 84. 87 Panduan Materi, opcit. Hlm. 19
milik sendiri di Jalan Slamet Riyadi No. 12 Surakarta. Sedang produk
asuransi pendidikan Mitra Iqra mulai dibentuk pada tanggal 12 Maret
2003 dalam Rapat Direksi sesuai dengan SK No. 10/DIR/TEK/2003, dan
mulai dipasarkan tahun 2005, waktu itu masih dipasarkan melalui
asuransi bumiputera konvensional, karena devisi syariah belum terbentuk.
Di Surakarta, asuransi pendidikan Mitra Iqra mulai dipasarkan
kepada masyarakat Surakarta dan sekitarnya pada tahun 2005 melalui
asuransi Bumiputera konvensinal, kemudian dialihkan ke Syariah
bersamaan dengan berdirinya asuransi bumiputera syariah Surakarta, yaitu
pada tanggal 1 Januari 2007. sejak berdirinya sampai dengan akhir tahun
2009 telah memiliki nasabah sebanyak 749 peserta.88
c. Struktur Organisasi Asuransi Bumiputera Syariah Surakarta.
Sebagai organisasi yang berbentuk Mutual, kekuasaan tertinggi di
Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera1912, terletak ditangan anggota,
yang dalam hal ini adalah para pemegang polis Asuransi Jiwa Bersama
(AJB) Bumiputera 1912 itu sendiri.
Kedudukan pemegang polis asuransi jiwa bersama (AJB) Bumiputera
1912 selain sebagai pembeli jasa asuransi (klien) juga berarti sebagai
pemilik perusahaan. Perwujudan kekuasaan anggota disalurkan melalui
wakil-wakilnya pada lembaga tertinggi perusahaan yakni Badan
Perwakilan Anggota (BPA).
Adapun susunan selengkapnya mengenai struktur organisasi yang
ada di Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera Syariah Surakarta
adalah sebagai berikut : Ibu Eny Kusmayawati, S.Sos. sebagai Kepala
Cabang menggantikan Bapak M. Khoiri Sukur, Ibu Afi Roziatun sebagai
Kepala Unit Administrasi dan Keuangan merangkap kasir, Ibu Rahma
88 Wawancara dengan Afi Raziatun, Kepala Urusan Administrasi dan Keuangan pada tanggal 10 Desember 2009
Chairiyah Radi sebagai Staf layanan, sedang jabatan Kepala Unit
Operasional dan Supervisor sampai saat ini masih kosong. Adapun
struktur organisasi AJB Bumiputera sebagai berikut :
STRUKTUR ORGANISASI AJB BUMIPUTERA 1912
Sidang Badan Perwakilan Anggota
Dewan Komisaris
Direksi
Sekretariat BPA/DEKOM
Aktuaris Perusahaan
Sekretariat Perusahaan
Dev.Mng Dana
Dep. Keuangn
Dep. Umum
Dvs.As.Jwa Syariah
Dep.Pengndl Intern
Dep. Pertanggun
gan
STRUKTUR ORGANISASI KANTOR WILAYAH ASURANSI BUMIPUTERA SYARIAH
Dep. Keagenan
Devisi Properti
Dep. SDM
Dep. Akuntansi
Dev. As Jw Perorangan
Dep. Konservasi
Dep. Mngm Resiko
Dvs As Jw Perkumpln
Dep. Prncn Perusahaan
Dep. Aktuaria
Dep. Klaim
Kantor Wilayah Asuransi Jiwa Perorangan
Kantor Wilayah Asuransi Jiwa Syariah
Kantor Wilayah Asuransi Jiwa Kumpulan
Dep. Teknologi Informasi
Dep. Hukum
Kepala Wilayah
Kabag Pemasaran Kabag. PSDM
Staf TOA Staf. Markt Intelegent
Staf. Keagenan
Staf .TTA
Staf. T.I
Staf. Instrrktur
Kasir Sekretaris
Staf . SPP Staf. Produksi
Kabag. Admntrs dan Keuangan
Kepala Cabang
Sumber data : Panduan Materi Pendidikan dan Latihan Agen Asuransi Bumiputera Syariah
STRUKTUR ORGANISASI ASURANSI BUMIPUTERA SYARIAH CABANG SURAKARTA
Sumber data : Panduan Materi Pendidikan dan Latihan Agen Asuransi Bumiputera Syariah d. Pelaksanaan Asuransi Pendidikan Mitra Iqra.
Asuransi pendidikan Mitra Iqra adalah salah satu produk dari
Kepala Cabang
Kepala Unit Adm dan Keuangan
Kasir Staf. Layanan Supervisor Agen Produksi/Debit
Kepala Unit Operasional
asuransi Bumiputra Syariah Surakarta yang diperuntukkan untuk
membantu pendidikan anak yang direncanakan lebih awal.89
Asuransi pendididkan mitra iqra dirancang untuk memprogram
pendidikan anak secara syariah mulai dari tingkat Taman Kanak-kanak
sampai dengan anak menjadi Sarjana Strata 1 (S1), sekaligus berfungsi
untuk menata kesejahteraan keluarga agar kelak apabila orang tua si anak
meninggal dunia, anak tersebut pendidikan dan kesejahteraannya tidak
akan terlantar atau terabaikan.90
Didalam asuransi pendidikan mitra iqra, peserta memiliki dua
kemungkinan, yakni kemungkinan pertama, peserta hidup sampai masa
kontrak berakhir, dan kemungkinan kedua, peserta meninggal dunia
sebelum masa kontrak berakhir. Apabila peserta asuransi mitra iqra
mengalami seperti kemungkinan pertama, yaitu hidup atau diberi umur
panjang sampai masa kontrak berakhir dan pembayaran preminya lancar,
maka pembayaran klaim yang berasal dari rekening tabungan peserta dan
porsi bagi hasil, akan diterima oleh peserta yang bersangkutan kemudian
digunakan untuk membiayai pendidikan anak. Akan tetapi apabila peserta
mengalami kemungkinan yang kedua, yaitu meninggal dunia sebelum
masa kontrak berakhir, maka pembayaran klaim berupa rekening tabungan
peserta, porsi bagi hasil dan dana kebajikan yang diambil dari tabungan
tabarru akan diterima oleh ahli warisnya untuk biaya pendidikan setelah
ditinggal mati orang tuanya.
Adapun pelaksanaan asuransi pendidikan Mitra Iqra sebagai berikut :
1. Akad dalam asuransi Mitra Iqra’.
Akad menurut Muslehuddin (dalam Khoiril Anwar) yaitu
89 Wawancara dengan Afi Raziatun, Kepala Urusan Administrasi dan Keuangan, tanggal 10 Desember 2009 90 Panduan Materi Diklat Asuransi Syariah, op.cit. hlm. 27
perpaduan antara penawaran (ijab) dan penerimaan yang merupakan
suatu cara yang efektif untuk melakukan akuisisi terhadap kepemilikan
dan pemindahan harta benda.91
Sedang akad yang digunakan dalam asuransi pendidikan mitra
iqra Surakarta dalam pembagian keuntungan adalah akad bagi hasil
(mudharabah) yang menggabungkan antara unsur tabungan dan unsur
tolong menolong (ta’awun).92 Yaitu tolong menolong pada sesama
peserta asuransi. Ketika ada peserta yang terkena musibah (meninggal
dunia), maka peserta lain akan ikut membantu dengan cara
memberikan derma atau iuran kebajikan atau dana tabarru kepada
keluarga, seperti yang telah dialami oleh keluarga Bambang Heru
Winarno, peserta dengan Nomor polis 2063013653, masa kontrak 17
tahun, berakhir 30 April 2023, yang meninggal pada bulan Agustus
2009, telah memperoleh klaim pada tanggal 19 Februari 2010. Dan
keluarga L. Lilik Eko Purwanto, peserta dengan Nomor polis
2053048388, masa kontrak 17 tahun, berakhir 30 Mei 2022,
meninggal pada bulan Mei 2009, dan telah memperoleh klaim pada
tanggal 30 September 2009.
(Sumber data : Kantor Cabang Syariah Surakarta)
2. Premi.
Premi adalah kewajiban pihak tertanggung kepada pihak
penanggung yang berupa pembayaran uang dengan jumlah tertentu
secara periodik. Pembayaran premi pada dasarnya adalah kewajiban
pemegang polis, pembayaran bisa dilakukan dengan cara melalui,
lewat agen, peserta langsung datang ke kantor asuransi, ataupun
91 Khoiril Anwar, opcit, hlm 33 92 Panduan Materi Diklat, op.cit. hlm 27, (wawancara dengan M. Khoiri Sukur, Kepala Cabang Asuransi Syariah Surakarta, tanggal 8 Desember 2009)
dikirim lewat rekening Bank yang telah ditunjuk. Premi dalam
asuransi pendidikan mitra iqra Surakarta terdiri dari :
a. Premi Tabarru’.
Yaitu sejumlah premi yang dihibahkan oleh peserta (dana
shadaqah, dana infaq) untuk saling tolong menolong (ta’awun)
menanggulangi musibah kematian (resiko meninggal) diantara
sesama peserta apabila ada yang meninggal dunia dalam masa
asuransi.93 Tabarru merupakan bagian premi yang diikhlaskan,
atau disumbangkan untuk tujuan tolong menolong kepada sesama
peserta asuransi.94
b. Premi Tabungan.
Adalah besarnya bagian premi setelah dikurangi premi tabarru dan
premi biaya yang digunakan oleh perusahaan untuk diinvestasikan
secara syariah dan hasil keuntungan dari investasi akan dibagi
antara peserta (shahibul mal) dengan perusahaan (mudharib)
dengan perbandingan keuntungan 70% untuk peserta dan 30%
untuk perusahaan asuransi.95
c. Premi Biaya.
Adalah sejumlah premi yang dialokasikan oleh peserta kepada
mudharib/pengelola atau perusahaan untuk mengelola keuangan
peserta agar aman, menguntungkan dan halal sehingga peserta
tidak rugi.96
Premi yang harus disetor di asuransi pendidikan mitra iqra
93 Panduan Materi Pendidikan dan Latihan, hlm 26 94 Wawancara dengan Afi Raziatun, Kepala Urusan Administrasi dan Keuangan, tanggal 10 Desember 2009 95 Panduan Materi, op.cit., hlm. 25 96 Ibid. hlm. 26
Surakarta besarnya minimal Rp. 250.000,-/triwulan sedang
maksimalnya tidak terbatas.97
Contoh perincian preminya sebagai berikut :
- Masa asuransi : 6 Juli 2005 s/d 5 Juli 2022.
- Manfaat Awal : Rp. 17.000.000,-
- Jumlah premi : Rp. 250.000,-
- Premi tabungan tahun I Rp. 115.500,-
- Premi biaya tahun I Rp. 97.500,-
- Premi tabarru Rp. 37.000,-
(Sumber data kantor cabang syariah Surakarta)
Di asuransi pendidikan mitra iqra Surakarta, premi peserta yang
disetor ke perusahaan asuransi paling rendah Rp. 250.000,- (dua ratus
lima puluh ribu rupiah)/ tri wulan, dan paling tinggi Rp. 3.000.000,-
(tiga juta rupiah)/ tri wulan atas nama pemegang polis Icha Nur Hanna
(Nomor polis 2,093E+11), dengan Manfaat Awal sebesar Rp.
204.000.000,- dengan pengecekan kesehatan Medical chek up (MDC),
dengan masa kontrak 17 tahun berakhir tanggal 12 Februari 2026.
(Sumber data daftar portofolio Kantor Cabang Syariah Surakarta)
Bagi peserta yang ikut asuransi pendidikan mitra iqra di Surakarta
dengan Manfaat Awal sampai dengan Rp. 50.000.000,-(lima puluh
juta rupiah), maka akan dilakukan pengecekan atau direcek oleh pihak
supervisor, sedang sampai dengan Rp. 100.000.000,-(seratus juta
rupiah) dilakukan pengecekan oleh Kepala Cabang, dan yang
besarnya diatas Rp. 100.000.000,-(seratus juta rupiah) pengecekan
dilakukan oleh Kepala Wilayah, sedang diatas Rp. 1.000.000.000,-
(satu milyar), pengecekan dilakukan oleh Kepala Devisi atau
97 Wawancara dengan Afi Roziatun, Kepala Urusan Administrasi dan Keuangan, pada tanggal 10 Desember 2009
diwakilkan yang setingkat.98
Dan bagi peserta asuransi pendidikan mitra iqra yang panjang
umur sampai berahirnya akad, akan memperoleh Dana Tahapan
Pendidikan yang diberikan sesuai dengan jadwal yang telah tertera
dalam Polis sebagai berikut :
- Taman Kanak-kanak (TK) usia 4 tahun, peserta akan menerima
10% x Manfaat Awal,
- Sekolah Dasar (SD), usia 6 tahun, peserta menerima 10% x
Manfaat Awal,
- Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), usia 12 tahun, peserta
akan menerima sebesar 20% x Manfaat Awal.
- Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SMA) usia 15 tahun peserta akan
menerima 25% x Manfaat Awal.
- Perguruan Tinggi (PT.1), usia 18 tahun menerima 35% x Manfaat
Awal.
- Perguruan Tinggi (PT.2) usia 19 tahun menerima Dana Tahapan
Pendidikan 25% x Sisa Nilai Tunai.
- Perguruan Tinggi (PT.3) usia 20 tahun memperoleh 35% x Sisa
Nilai Tunai.
- Perguruan Tinggi (PT.4) usian 21 tahun menerima 50% x Sisa
Nilai Tunai.
- Perguruan Tinggi (PT.5) usia 22 tahun menerima 100% x Sisa
Nilai Tunai.
Sedang bagi peserta yang meninggal dunia sebelum berahirnya
akad atau kontrak, peserta akan menerima dana sebagai berikut :
a. Santunan kebajikan.
b. Nilai Tunai (Premi tabungan + Mudharabah)
98 Ibid
c. Dana Tahapan Pendidikan sebagai berikut :
- Taman Kanak-kanak (TK) usia 4 tahun menerima 10% x
Manfaat Awal.
- Sekolah Dasar (SD) usia 6 tahun menerima 10% x Manfaat
Awal.
- Sekolah Lanjutan Pertama (SLTP) usia 12 tahun menerima
20% x Manfaat Awal.
- Sekolah Lanjutan Atas (SLTA) usia 15 tahun menerima 25% x
Manfaat awal.
- Perguruan Tinggi. 1 (PT.1) usia 18 tahun menerima 35% x
Manfaat Awal.
- Perguruan Tinggi 2 (PT.2) usia 19 tahun menerima 15% x
Manfaat Awal.
- Perguruan Tinggi 3 (PT.3) usia 20 tahun menerima 20% x
Manfaat Awal.
- Perguruan Tinggi 4 (PT.4) usia 21 tahun menerima 20% x
Manfaat Awal.
- Perguruan Tinggi 5 (PT.5) usia 22 tahun menerima 25% x
Manfaat Awal. 99
Dan apabila peserta berhenti sebelum akad berahir, maka peserta
hanya bisa mengambil Nilai Tunai (Premi tabungan + Mudharabah)
apabila masih ada.
Peserta boleh berhenti sementara (cuti) untuk membayar premi dengan
syarat :
- Apabila dalam rentang waktu atau masa cuti, ternyata peserta
mendapatkan dana Tahapan endidikan, maka peserta wajib
melunasi terlebih dahulu premi yang belum terbayar, baru
99 Panduan Materi Pendidikan dan latihan, opcit, hlm 28
kemudian bisa mendapatkan dan Tahapan Pendidikan.
- Apabila peserta saat cuti bayar premi ternyata meninggal dunia,
selama masih ada premi tabarru’ maka :
- Ahli waris menerima Santunan Kebajikan.
- Nilai Tunai (bila masih ada).
- Dana Tahapan Pendidikan tidak berlaku.100
Adapun cara pembayaran premi di Pendidikan Mitra Iqra, dari jumlah
peserta 749 dibagi menjadi 4 kelompok yaitu :
1. Tri wulan sebanyak 622 orang peserta,
2. Setengah tahunan sebanyak 58 orang peserta,
3. Tahunan sebanyak 68 orang peserta, dan
4. Bayar sekaligus dimuka 1 orang peserta.
(Sumber data : Daftar Portofolio Kantor cabang Syariah Surakarta).
Di Mitra Iqra Surakarta, dana tahapan pendidikan yang sudah
diterimakan kepada peserta, sejak berdiri hingga akhir tahun 2009,
adalah dana tahapan pendidikan untuk tingkat Taman Kanak-kanak
(TK) dan tingkat Sekolah Dasar ( SD). (Sumber data : Kantor cabang
syariah Surakarta)
3. Masa Kontrak.
Masa kontrak yang telah ditetapkan dalam asuransi pendidikan mitra
iqra adalah minimal 2 tahun dan maksimal 17 tahun, dengan usia
pemegang polis maupun peserta minimal 17 tahun, atau kurang dari 17
tahun tetapi sudah menikah. Sedang umur saat mulai asuransi
ditambah masa asuransi maksimal 65 tahun. Sedang usia peserta non
medical maksimal 53 tahun dan dalam kondisi sehat. Mitra iqra
Surakarta sampai akhir tahun 2009 telah memiliki nasabah sebanyak
100 Ibid
749 peserta, ternyata yang masih aktif membayar premi sampai akhir
2009 sebanyak 461 peserta, sedang yang tertunda atau sudah tidak
membayar premi meskipun sudah diingatkan melalui surat peringatan,
tetap tidak membayar sebanyak 288 orang peserta. Dari 749 peserta
masa kontrak yang dilakukan berbeda-beda, dengan perincian sebagai
berikut :
- 2 tahun sebanyak 1 peserta.
- 3 tahun sebanyak 7 peserta.
- 4 tahun sebanyak - peserta.
- 5 tahun sebanyak 2 peserta.
- 6 tahun sebanyak 9 peserta.
- 7 tahun sebanyak 1 peserta.
- 8 tahun sebanyak 12 peserta
- 9 tahun sebanyak 7 peserta
- 10 tahun sebanyak 21 peserta
- 11 tahun sebanyak 12 peserta
- 12 tahun sebanyak 19 peserta
- 13 tahun sebanyak 8 peserta
- 14 tahun sebanyak 105 peserta
- 15 tahun sebanyak 28 peserta
- 16 tahun sebanyak 265 peserta
- 17 tahun sebanyak 252 peserta
(Sumber data : Daftar portofolio Kantor cabang syariah Surakarta)
4. Penerbitan Polis.
Polis adalah perjanjian asuransi yang dilakukan antara penanggung
resiko (perusahaan) dengan tertanggung (peserta) yang dilakukan
secara tertulis, yang memuat hak dan kewajiban masing-masing pihak.
Polis sebagai dasar perjanjian antara pemegang polis dengan
perusahaan asuransi, polis dapat diterbitkan apabila kelengkapan
syarat sahnya perjanjian asuransi sudah terpenuhi, dan dengan
diterbitkannya polis berarti pemegang polis sudah resmi menjadi
peserta dan sudah mendapatkan proteksi dari pihak perusahaan
Persyaratan diterbitkannya polis asuransi pendidikan mitra iqra
tersebut antara lain :
b. Surat permintaan telah ditandatangani dan diisi dengan lengkap,
c. Titipan premi pertama telah dibayar,
d. Menyerahkan copy identitas diri seperti KTP,
e. Mengisi dan menandatangani daftar pertanyaan mengenai data diri,
riwayat pekerjaan, riwayat kesehatan, pada formulir yang telah
disediakan (Surat Pernyataan Tambahan),
f. Sudah dilakukan rechek oleh pejabat yang berwenang
(supervisor/Pimpinan operasional/Pimpinan Cabang/Wilayah),
g. Apabila uang pertanggungan yang disepakati melebihi batas UP
Non Medical atau usia tertanggung diatas 50 tahun maka surat
permintaan harus dilengkapi dengan hasil medical chek up.101
5. Klaim.
Klaim dibayarkan setelah persyaratan telah lengkap diterima dan
disetujui oleh perusahaan. Pembayaran klaim dilakukan di kantor
pusat, kantor cabang, perwakilan yang ditunjuk oleh perusahaan.
Untuk pembayaran klaim Dana Tahapan Pendidikan (Manfaat Awal)
asuransi pendidikan Mitra Iqra Surakarta, apabila pembayaran premi
lancar, maka otomatis Dana Tahapan Pendidikan akan diberikan sesuai
jadwal, bagi peserta yang setor preminya lewat agen, maka
pembayarannya dengan cara pihak perusahaan memberi informasi
kepada peserta (melalui agen) bahwa dana tahapan pendidikan sudah 101 Wawancara dengan Afi Raziatun, pada tanggal 10 Desember 2009
jatuh tempo, agar peserta melengkapi persyaratan yang telah
ditentukan. Bagi peserta yang membayar langsung ke kantor, maka
akan diberitahu langsung dan peserta diperintahkan untuk melengkapi
data-data yang diperlukan, dan tidak sampai satu minggu dana tahapan
bisa diterima. Kecuali peserta yang mutasi dari debit lain harus
dilakukan pencocokan data dan konfirmasi lebih dulu, sehingga
pambayarannya bisa terlambat.102 Dan apabila dana tahapan
pendidikan terlambat diambil atau tidak diambil, maka dana tersebut
oleh perusahaan dimasukkan ke utang piutang milik perusahaan
sebagai dana titipan dan tidak ikut diinvestasikan, sehingga dana
tersebut tidak memiliki keuntungan, (hal ini terjadi (tidak ikut
diinvestasikan) karena memang seharusnya dana tersebut harus sudah
dikeluarkan). Di Mitra Iqra Surakarta dana tahapan pendidikan yang
belum / tidak diambil sampai akhir tahun 2009 kurang lebih ada 10
peserta.103
Klaim (meninggal) dibayar dari rekening tabarru (dana kebajikan) dari
seluruh peserta yang terkumpul, yang sejak awal sudah diikhlaskan
oleh peserta untuk kesepakatan tolong menolong jika terjadi musibah
pada salah satu anggota.
Syarat pengajuan klaim asuransi pendidikan mitra iqra adalah sebagai
berikut:
a. Syarat secara umum.
- Polis asli.
- Mengisi formulir pengajuan klaim yang disediakan oleh
perusahaan.
- Foto copy identitas diri.
- Melampirkan atau menunjukkan surat pemberitahuan jatuh
102 Ibid 103 Ibid
tempo tahapan
b. Syarat khusus klaim meninggal dunia
- Mengisi formulir daftar pernyataan untuk klaim yang
disediakan oleh perusahaan
- Surat kematian yang dikeluarkan dari instansi yang berwenang
- Surat dari dokter yang berisi keterangan sebab-sebab
meninggal dunia
- Melampirkan surat keterangan dari Polisi apabila meninggal
dunia karena kecelakaan.104
Perusahaan asuransi berhak untuk meminta diberikan dokumen-
dokumen lain yang dianggap perlu dalam pengajuan klaim, dalam hal
peserta meninggal dunia, jangka waktu pengajuan berikut bukti-bukti
yang diperlukan selambat-lambatnya 6 bulan sejak tanggal meninggal
dunia.105
Contoh klaim penerimaan Dana Tahapan Pendidikan sebagai berikut :
PEMBAYARAN KLAIM DANA TAHAPAN PENDIDIKAN Telah terima dari Asuransi Jiwa Syariah Bumiputera Kantor Cabang Syariah Surakarta uang sebesar Rp. 1. 679.000,-(satu juta enam ratus tujuh puluh sembilan ribu rupiah) sebagai pembayaran klaim Dana Pendidikan dengan perincian sebagai berikut :
1. DATA POLIS. Nomor Polis : 2053038278 Macam Asuransi : MITRA IQRA Nama Pemegang polis : IHSAN WAHYUDI, Drs. Alamat : Jl. Slamet Riyadi 12 Lt. II Surakarta Jawa Tengah. Mulai Asuransi : 06/07/2005 Premi Tabarru : Rp. 37.000,- Habis Kontrak : 05/07/2022 Premi Biaya : Rp. 97.000,- Usia peserta : 43 Tahun Premi Tabungan : Rp.115.500,-
Masa asuransi : 17 Tahun Bayar premi s/d : 05/04/2010 Cara bayar premi : Triwulan Masa Pemb.premi : 17 tahun Jenis pertanggungan : Non Medical Sisa Nilai Tunai : Rp.0,-
104 Ibid 105 Ibid
Mata uang : IDR. Kurs saat ini : 1 Manfaat Awal : Rp.17.000.000,- Tanggal Meninggal : - Usia Polis : 4 Thn 4 Bln. Tanggal Pengajuan : 17/11/2010
2. HAK PEMEGANG POLIS/ YANG DITUNJUK Dana Pendidikan Rp. 1.700.000,- Jumlah Rp. 1.700.000,-
3. POTONGAN Pajak Rp 0,- Biaya Asministrasi Rp 15.000,- Meterai Rp 6.000,- Jumlah Rp 21.000,- Diterimakan Rp 1.679.000,- SURAKARTA, 13 Januari 2010. Yang menerima Perhitungan disetujui/disahkan Pemegang polis/yang ditunjuk ( ) ( ) Catatan :
Nilai Dana Pendidikan yang tercantum pada kwitansi ini : TK = 10% MA. KLAIM INI DIMUTASI DENGAN KODE : 1 (Sumber data : Asuransi Bumiputera Syariah Surakarta).
Contoh penerimaan dana tahapan tersebut diatas sebenarnya
dalam daftar polis tertera, bahwa seharusnya dana tahapan pendidikan
tersebut jatuh temponya dan harus diterimakan kepada peserta pada
tanggal 06/07/2008 sebesar 10% MA, namun oleh perusahaan hal
tersebut baru diinformasikan kapada peserta satu minggu sebelum
diterimakan kepada peserta yaitu pada tanggal 13 Januari 2010,
dengan alasan bahwa peserta adalah merupakan pindahan atau mutasi
dari luar wilayah daerah Nusa Tenggara Timur, sehingga harus
diadakan pengecekan ulang, yang akhirnya mengalami kemunduran
hampir 2 tahun.
6. Mekanisme Pengelolaan dana Mitra Iqra.
Dari jumlah 749 peserta, ternyata yang masih aktif melakukan
pembayaran premi sampai akhir 2009 sebanyak 461 orang peserta,
sedang yang tertunda atau sudah tidak melakukan pembayaran premi
meskipun sudah diingatkan untuk melakukan pembayaran melalui
surat peringatan, namun tetap tidak membayar, dan jumlahnya
sebanyak 288 orang peserta. Dan dari 281 orang peserta yang masih
aktif melakukan pembayaran premi, mereka akan memperoleh dana
tahapan pendidikan sebagaimana yang tertera di dalam polis.
Dalam asuransi pendidikan mitra iqra, akad atau perjanjian
yang dipakai adalah akad atau perjanjian bagi hasil (mudharabah),
dengan perbandingan keuntungan 70% untuk peserta asuransi, dan
30% untuk perusahaan asuransi. (ini sesuai dengan Pasal 562
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah)
Berdasar kontrak bagi hasil (mudharabah) mekanisme
pengelolaan dananya ada dua cara. Pertama pengelolaan dana yang
memiliki unsur tabungan, dan kedua pengelolaan dana yang tidak
memiliki unsur tabungan.
Mekanisme pengelolaan dana yang memiliki unsur tabungan
adalah, setiap premi yang dibayarkan oleh peserta oleh perusahaan
akan dimasukkan kedalam dua rekening yaitu :
a. Rekening tabungan.
Adalah rekening milik peserta untuk menampung seluruh
tabungannya dari hasil bagi keuntungan yang menjadi hak milik
peserta. Rekening tabungan ini dapat diambil oleh peserta apabila
perjanjian berakhir, peserta mengundurkan diri, atau peserta
meninggal dunia.
b. Rekening khusus.
Adalah rekening yang menampung seluruh dana tabarru (iuran
kebajikan) dari para peserta yang telah diniatkan untuk dana tolong
menolong kepada sesama peserta, ketika ada peserta lain yang
ditimpa musibah. Dana tabarru ini akan dibayarkan kepada
peserta, jika peserta meninggal dunia atau perjanjian asuransi telah
berakhir dengan catatan ada bahwa kelebihan atau surplus dana.
Akan tetapi jika peserta tidak lagi melanjutkan, atau berhenti
melakukan pembayaran premi sebelum perjanjian asuransi
berakhir, maka dana tabarru tersebut tidak dapat diambil.
Sedang mekanisme pengelolaan dana tanpa unsur tabungan
adalah, setiap dana (premi) yang diserahkan peserta kepada
perusahaan asuransi hanya berupa dana tabarru’ (iuran kebajikan)
semata yang akan dimasukakan kedalam rekening khusus.
Kumpulan dana tabarru’ ini juga akan di investasikan oleh pihak
perusahaan asuransi. Dan hasil dari investasi tersebut akan
dimasukkan ke dalam dana peserta. Dan dana peserta yang
terkumpul setelah dikurangi klaim dan beban asuransi, jika masih
ada surplus atau kelebihan, maka peserta asuransi akan
memperoleh bagian keuntungan dengan nisbah yang ditetapkan,
yaitu 70% untuk peserta asuransi dan 30% untuk pihak perusahaan
asuransi.106
Setelah dana tersebut terkumpul dari premi peserta asuransi
pendidikan mitra iqra, maka dana tersebut, oleh kantor cabang akan
disetorkan ke kantor wilayah yang berkedudukan di Semarang sebagai
setoran, kemudian dari kantor wilayah cabang Semarang, dana
tersebut selanjutnya dikirim ke devisi syariah (kantor pusat), dan dari
devisi syariah dana tersebut selanjutnya dikirim ke departeman
menejemen dana (sehingga dana tersebut bercampur menjadi satu
antara dana yang berasal dari asuransi syariah dengan dana yang
berasal dari asuransi konvensional), dan dari departemen menejemen
106 Ibid
tersebut, kemudian oleh perusahaan asuransi Bumiputera dana tersebut
di reasuransikan ke Perusahaan ReAs (Maskapai Reasuransi
Indonesia), dan selanjutnya oleh Perusahaan ReAs (Maskapai
Reasuransi Indonesia) dana tersebut diinvestasikan untuk bisnis ke 18
anak perusahaan milik AJB Bumiputera 1912 sendiri107 yang terdiri
antara lain :
1. PT. Percetakan dan Penerbitan Mardi Mulyo. 2. PT. Asuransi BUMIDA 1967. 3. PT. Wisma Bumiputera (bergerak dibidang bisnis Property) 4. PT. Eurasia Wisata (bergerak dibidang bisnis Tour and Travel) 5. PT. Bumiwisata (bergerak dibidang bisnis perhotelan) 6. PT. Bumi Usaha Bandung (bergerak dibidang bisnis property) 7. PT. Bumi Usaha Surabaya (bergerak dibidang bisnis property) 8. PT.Bumi Dharma Aktuaria (bergerak dibidang jasa konsultan
aktuaria) 9. PT. Bank Bumiputera 10. PT. Informatics OASE (bergerak dibidang teknologi informasi) 11. PT. Bumiputera Mitra Sarana (bergerak dibidang jasa kontraktor) 12. PT. Bumiputera Capital Indonesia (bergerak dibidang sekuritas) 13. Yayasan Dana Pensiun Bumiputera 14. Yayasan Bumiputera Sejahtera 15. Yayasan Dharma Bumiputera 16. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Dharma Bumiputera 17. Koperasi Masyarakat Bumiputera (KOMAS) 18. Koperasi Karyawan Bumiputera (KARBUMI)108 Menurut Wirdyaningsih, dalam hal melakukan investasi, pihak
perusahaan asuransi syariah dapat melakukan investasi sesuai
ketentuan perundang-undangan, sepanjang investasi yang dilakukan
tersebut tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah Islam.109
Dari mekanisme pengelolaan dana tersebut dapat digambarkan dengan
bagan sebagai berikut :
MEKANISME PENGELOLAAN DANA MITRA IQRA
107 Ibid 108 Panduan Materi Pendidikan dan Pelatihan, opcit, hlm. 11 109 Wirdyaningsih, et.al, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, Kencana, Jakarta, 2005, hlm.186
30%
Mudharabah 70%
Dari bagan tersebut diatas, maka menunjukkan bahwa mekanisme
pengelolaan dana asuransi pendidikan mitra iqra pada asuransi
bumiputera syariah Surakarta, telah diinvestasikan tidak sesuai dengan
prinsip-prinsip syariah karena masih dikelola sendiri oleh AJB
Bumiputera 1912 untuk 18 anak perusahaannya yang kesemuanya masih
konvensional
2. Hasil Wawancara
Dalam melakukan penelitian ini penulis juga menghimpun data
dengan melalui wawancara terhadap pihak-pihak yang dianggap mengetahui
tentang pelaksanaan asuransi pendidikan mitra iqra di Asuransi Bumiputera
Syariah Surakarta, beberapa orang peserta asuransi yang masih aktif sebagai
nasabah, dan juga bebarapa orang peserta yang sudah berhenti membayar
premi :
1. M. Khoiri Sukur ( Kepala Cabang Bumiputera Syariah Surakarta ), Selasa
8 Desember 2009.
Biaya Operasional
18 Anak Perusahaan Bumiputera
Investasi Hasil Investasi
Premi Asuransi
Pend. Mitra Iqra
Rek. Tabungan Total dana
Rek. Tabungan Byr pada Peserta
Rek. Tabarru’ Byr pada Peserta
Rek. Tabarru’
Investasi
o Asuransi pendidikan mitra iqra seluruhnya telah dilaksanakan dan
dikelola secara syariah, pembayaran preminya peserta dapat
menentukan sendiri minimal Rp. 250.000,-/ triwulan maksimal tidak
terbatas. Premi yang terkumpul diinvestasikan dengan sistem
mudharabah dengan pembagaian keuntungan 70% untuk nasabah dan
30% untuk perusahaan.
o Jumlah peserta asuransi pendidikan mitra iqra di Bumiputera Surakarta
seluruhnya berjumlah 749 peserta, yang masih aktif membayar premi
sebanyak 461 peserta dan yang berhenti sebanyak 288 peserta.
o Alasan mereka berhenti macam-macam, awalnya ikut asuransi karena
bujuk rayu dari oknum agen, masalah ekonomi karena usahanya
macet, dan tidak lagi ditagih oleh pihak agen.
o Pihak perusahaan asuransi sudah melakukan peneguran secara tertulis
kepada nasabah yang macet agar mereka melakukan pembayaran
premi, namun itu hak nasabah apakah mereka akan membayar lagi
atau tidak pihak perusahaan tidak dapat memaksa.
o Rata-rata peserta yang berhenti membayar premi, sudah membayar
premi satu kali.
o Kepengurusan organisasi di pusat antara yang asuransi syariah dengan
yang konvensional masih menjadi satu, sedang di kantor cabang dan
kantor wilayah sudah terpisah.
o Dana yang terkumpul bercampur dengan yang konvensional karena
pengurus pusat masih menjadi satu dan dana dikelola/diinvestasikan
oleh perusahaan Re As (Maskapai Reasuransi Indonesia) ke 18 anak
perusahaan AJB Bumiputera 1912 sendiri karena selain aman,
keuntungan, tenaga yang ahli dibidang ekonomi syariah masih
terbatas, juga sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 73 tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian.
2. Afi Raziatun (Kepala Urusan Administrasi dan Keuangan), Kamis 10
Desember 2009.
o Asuransi pendidikan mitra iqra dipersiapkan untuk memprogram
pendidikan anak.
o Para peserta rata-rata telah memperoleh klaim dana tahapan
pendidikan satu kali yaitu ketika anaknya masuk TK atau SD.
o Pengurusan klaim dana tahapan pendidikan cepat dan mudah dan
diberikan kepada peserta tepat waktu (saat jatuh tempo)
o Peserta pendidikan mitra iqra kebanyakan mencairkan dana tahapan
pendidikan melalui agen,
o Ada beberapa agen yang tidak lagi melakukan penagihan premi
kepada peserta karena sudah beralih profesi, sehingga nasabah tidak
membayar premi.
o Pihak perusahaan tidak melakukan penagihan langsung kepada
nasabah karena kebanyakan alamatnya jauh dan tidak ada tenaga untuk
itu.
o Peserta yang tidak melanjutkan bayar premi, maka premi yang sudah
ada dikonfirmasi, yang nilai tunainya tidak minus bisa diambil (klaim
penebusan).
o Pengurus di pusat masih satu antara yang konvensional dengan yang
syariah, sehingga dana yang terkumpul disatukan dan di reasuransikan
ke Maskapai Reasuransi Indonesia dan oleh perusahaan resuransi baru
dinvestasikan.
o Dana yang terkumpul di mitra iqra belum dikelola secara syariah,
karena masih dikelola sendiri oleh perusahaan milik AJB Bumiputera
1912 untuk usaha macam-macam yang jumlahnya ada 18 perusahaan,
hal ini mengacu pada Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun
1992, karena demi keamanan, dan lebih banyak untung bila dikelola
sendiri, tenaga yang ahli dalam hal ekonomi syariah masih terbatas,
dan proyek atau lembaga yang syariah belum dimiliki oleh AJB
Bumuputera 1912, rencana tahun 2010 ini asuransi bumiputera syariah
semuanya akan dikelola secara syariah sehingga betul betul syariah.
3. Peserta yang masih aktif melakukan pembayaran premi (Sabtu 12 dan 19
Desember 2009)
o Awalnya ikut asuransi karena dikelola secara syariah, dan sering
didatangi oleh petugas agen, meskipun tidak tahu apakah benar-benar
dikelola secara syariah apa tidak.
o Awalnya setor lewat agen, dan sempat terlambat bayar, dan sekarang
setor langsung lewat transfer kadang bayar ke kantor.
o Pihak perusahaan dalam mengirformasikan jatuh tempo pembayaran
premi kadang terlambat, sehingga pembayaran premi juga terlambat,
Tahu ada dana tahapan karena diberitahu oleh perusahaan, dalam
mengurus dana tahapan mudah, tidak ada potongan, kecuali biaya
administrasi yang jumlahnya kecil.
o Tahu waktu jatuh tempo pembayaran premi dan menerima klaim dana
tahapan pendidikan karena melihat di polis.
o Pernah menerima klaim dana tahapan pendidikan sekali ketika
anaknya masuk SD, tidak ada potongan kecuali biaya administrasi
yang jumlahnya kecil.
4. Peserta yang berhenti melakukan pembayaran premi.(Sabtu 19 dan 26
Desember 2009)
o Ikut asuransi karena selalu didatangi agen dan karena dikelola secara
syariah, setelah setor sekali agen tidak datang lagi.
o Tidak membayar premi lagi karena selain tidak ditagih pihak agen,
karena usahanya tidak lancar, dan alamat jauh serta untuk kebutuhan
yang lain, belum pernah menerima dana tahapan, premi yang pernah
disetor tidak / belum diambil lagi.
o Tidak tahu menahu apakah asuransi tersebut dikelola secara syariah
apa tidak.
B. Pembahasan
Dari hasil penelitian tersebut diatas, menunjukkan bahwa pelaksanaan
asuransi pendidikan mitra iqra di asuransi bumiputera syariah Surakarta, terutama
dalam pengelolaan investasi dana (premi) belum dilaksanakan secara syariah,
karena belum sesuai dengan prinsp-prinsip syariah sebagaimana maksud pasal
564 ayat (1) dan (2) Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, hal ini disebabkan:
1. Dari Pembuat Undang-undang.
. Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 73 tahun 1992
tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian, Pasal 13 (1) disebutkan
bahwa investasi perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi wajib
dilakukan pada jenis investasi yang aman dan menguntungkan serta memiliki
tingkat likuiditas yang sesuai dengan kewajiban yang harus dipenuhi. (2)
Menteri menetapkan jenis-jenis investasi yang tidak boleh dilakukan oleh
Perusahaan asuransi dan Perusahaan Reasuransi.
Sedang dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) Pasal 564
ayat (1) Perusahaan ta’min (asuransi) selaku pemegang amanah wajib
melakukan investasi dari dana yang terkumpul. (2) Investasi sebagaimana
dalam ayat (1) wajib dilakukan sesuai dengan prinsip syariah.
Prinsip-prinsip syariah sendiri adalah prinsip-prinsip sebagaimana
dimaksud dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
Nomor : 21/DSN-MUI/X/2001. tanggal 17 Oktober 2001, angka 2, yaitu tidak
mengandung gharar (ketidak jelasan), maysir (perjudian), riba, dzulum
(penganiayaan), risywah (suap), barang haram dan maksiat.
Dan di dalam Keputusan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor
21/DSN-MUI/X/2001, tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah, bagian
kedelapan, tentang Investasi, disebutkan pada angka (1) Perusahaan selaku
pemegang amanah wajib melakukan investasi dari dana yang terkumpul. (2)
Investasi wajib dilakukan sesuai dengan syariah. Sedang bagian kesembilan
disebutkan bahwa asuransi syariah hanya dapat melakukan reasuransi kepada
perusahaan reasuransi yang berlandaskan prinsip syariah.
Dari hasil temuan tersebut diatas, ternyata dalam fatwa Dewan Syariah
Nasional Nomor 21/DSN-MUI/X/2001, yang dijadikan dasar operasional
asuransi syariah selama ini telah mewajibkan kepada perusahaan asuransi
syariah, agar dan yang terkumpul dari para peserta di investasikan, dan
investasi tersebut dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, tetapi tidak
ada sanksi bagi perusahaan asuransi yang tidak menginvestasi dana secara
syariah, lagi pula sifatnya hanya fatwa Majelis Ulama Indonesia yang
statusnya belum jelas dari sudut kelembagaan Negara, sehingga pelaksanaan
asuransi pendidikan mitra iqra di asuransi Bumiputera syariah belum sesuai
dengan prinsip syariah sebagaimana diatur dalam Kompilasi Hukum Ekonomi
Syariah, sebab dana atau premi yang terkumpul dari para peserta asuransi
pendidikan mitra iqra, oleh perusahaan asuransi dana tersebut dinvestasikan
ke 18 anak perusahaan AJB Bumiputera 1912 yang kesemuanya masih
konvensional, dan ini bertentangan dengan Kompilasi Hukum Ekonomi
Syariah pasal 564 ayat (1) Perusahaan ta’min (asuransi) selaku pemegang
amanah wajib melakukan investasi dari dana yang terkumpul, dan ayat (2)
Investasi sebagaimana dalam ayat (1) wajib dilakukan sesuai dengan prinsip-
prinsip syariah.
2. Dari lembaga pelaksana.
Perusahaan asuransi pendidikan mitra iqra Asuransi Bumiputera Syariah
Surakarta adalah perusahaan yang memberikan jasa dalam penanggulangan
resiko yang dikaitkan dengan hidup atau meninggalnya seseorang yang
dipertanggungkan. Sedang peserta asuransi pendidikan mitra iqra adalah
perorangan yang mempertanggungkan jiwanya kepada pihak penanggung
(perusahaan)
Dari hasil penelitian yang penulis lakukan di Asuransi Syariah
Bumiputera Surakarta, hingga ahir tahun 2009, asuransi pendidikan mitra iqra
telah memiliki sebanyak 749 orang peserta dengan jumlah premi bayar per tri
wulan terendah Rp. 250.000,- sedang yang paling tinggi Rp. 3000.000,- dari
jumlah tersebut yang masih aktif membayar premi sebanyak 461 peserta,
sedang yang 288 tidak aktif lagi atau berhenti. Dari premi atau dana yang
terkumpul, oleh perusahaan Asuransi Bumiputera Syariah Surakarta premi
atau dana tersebut dikelola dan mekanisme pengelolaan dana asuransi
pendidikan mitra iqra. Menurut penjelasan dari Bapak M Koiri Sukur Kepala
Cabang yang lama dan Ibu Afi Raziatun Kepala Unit Administrasi dan
Keuangan, bahwa dana yang telah terkumpul dari premi peserta asuransi
pendidikan mitra iqra disetorkan ke Kantor Wilayah yang berkedudukan di
Semarang sebagai setoran, kemudian dari kantor wilayah, dana tersebut
dikirim ke devisi syariah, dan dari devisi syariah dana tersebut dikirim ke
departeman menejemen dana (menjadi satu antara konvensional dengan yang
syariah), dan dari departemen menejemen dana, dana tersebut di reasuransikan
ke Perusahaan ReAs (Maskapai Reasuransi Indonesia), dan oleh Perusahaan
ReAs (Maskapai Reasuransi Indonesia) dana tersebut diinvestasikan ke 18
anak perusahaan AJB Bumiputera 1912 sendiri yang terdiri antara lain : PT.
Percetakan dan Penerbitan Mardi Mulyo, PT. Asuransi BUMIDA 1967, PT.
Wisma Bumiputera (bergerak dibidang bisnis Property), PT. Eurasia Wisata
(bergerak dibidang bisnis Tour and Travel), PT. Bumiwisata (bergerak
dibidang bisnis perhotelan), PT. Bumi Usaha Bandung (bergerak dibidang
bisnis property), PT. Bumi Usaha Surabaya (bergerak dibidang bisnis
property), PT.Bumi Dharma Aktuaria (bergerak dibidang jasa konsultan
aktuaria), PT. Bank Bumiputera, PT. Informatics OASE (bergerak dibidang
teknologi informasi), PT. Bumiputera Mitra Sarana (bergerak dibidang jasa
kontraktor), PT. Bumiputera Capital Indonesia (bergerak dibidang sekuritas),
Yayasan Dana Pensiun Bumiputera, Yayasan Bumiputera Sejahtera, Yayasan
Dharma Bumiputera, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Dharma
Bumiputera, Koperasi Masyarakat Bumiputera (KOMAS), Koperasi
Karyawan Bumiputera (KARBUMI), sehingga investasinya belum syariah,
hal ini dikarenakan selain Bumiputera syariah masih baru dibentuk,
kepengurusannyapun masih satu antara yang syariah dan yang konvensional,
juga AJB Bumiputera belum memiliki proyek atau perusahaan yang murni
syariah, dan demi keamanan dana yang terkumpul serta lebih untung kalau
dikelola sendiri. Hal ini mengacu pada Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 73 tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha
Perasuransian, Pasal 13 (1) bahwa investasi perusahaan asuransi dan
perusahaan reasuransi wajib dilakukan pada jenis investasi yang aman dan
menguntungkan serta memiliki tingkat likuiditas yang sesuai dengan
kewajiban yang harus dipenuhi. (2) Menteri menetapkan jenis-jenis investasi
yang tidak boleh dilakukan oleh Perusahaan asuransi dan Perusahaan
Reasuransi.
Sedang dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) Pasal 564
(1) Perusahaan ta’min (Asuransi) selaku pemegang amanah wajib melakukan
investasi dari dana yang terkumpul. (2) Investasi sebagaimana dalam ayat (1)
wajib dilakukan sesuai dengan prinsip syariah.
Keputusan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 21/DSN-
MUI/X/2001, tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah, bagian kedelapan,
tentang Investasi, disebutkan pada angka (1) Perusahaan selaku pemegang
amanah wajib melakukan investasi dari dana yang terkumpul. (2) Investasi
wajib dilakukan sesuai dengan syariah. Sedang bagian kesembilan disebutkan
bahwa Asuransi syariah hanya dapat melakukan reasuransi kepada perusahaan
reasuransi yang berlandaskan prinsip syariah.
Meskipun pengelolaan asuransi syariah telah ada peraturannya, walaupun
masih sebatas Fatwa atau Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, namun
dikalangan pengelola asuransi syariah ada kendala diantaranya Asuransi
Bumiputera Syariah masih baru, kepengurusan yang masih satu antara yang
syariah dan yang konvensional, masih kekurangan tenaga ahli yang
menguasai bidang ekonomi syariah, juga pihak perusahaan AJB Bumiputera
sendiri juga belum memiliki proyek atau lembaga yang mengurusi khusus
syariah, sehingga akan lebih aman dan menguntungkan kalau dikelola sendiri.
3. Dari penegak hukum
Meskipun AJB Bumiputera syariah telah mempunyai Dewan Pengawas
Syariah yang bertugas diantaranya memastikan dan mengawasi kesesuaian
kegiatan operasional sesuai dengan ketentuan-ketentuan dan prinsip-prinsip
syariah yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional, namun dari hasil
penelitian ternyata pihak perusahaan AJB Bumiputera syariah dalam
mengelola dana yang terkumpul dari para peserta asuransi pendidikan mitra
iqra tidak melakukan sesuai dengan ketentuan dan prinsip syariah. Hal ini
bertentangan dengan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah pasal 564 ayat (1)
dan (2) serta Keputusan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomo 21/DSN-
MUI/X/2001, tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah, bagian kedelapan
tentang investasi disebutkan pada angka (1) Perusahaan selaku pemegang
amanah wajib melakukan investasi dari dana yang terkumpul. Angka (2)
Investasi wajib dilakukan sesuai dengan syariah. Sedang bagian kesembilan
disebutkan bahwa asuransi syariah hanya dapat melakukan reasuransi kepada
perusahaan reasuransi yang berlandaskan prinsip-prinsip syariah, hal ini
terjadi karena fungsi dari Dewan Pengawas Syariah (DPS) belum dilakukan
secara maksimal.
BAB V
P E N U T U P
C. Kesimpulan
Dari pembahasan tersebut diatas maka dapat disimpulkan sebagai berikut
bahwa :
a. Pelaksanaan Asuransi Pendidikan Mitra Iqra di Asuransi Bumiputera Syariah
Surakarta, tidak sesuai dengan prinsip-prinsip syariah sebagaimana dimaksud
dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 21/DSN-MUI/X/2001 Tentang
Pedoman Umum Asuransi Syariah dan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah
(KHES) Pasal 564 ayat (1) dan (2). Dalam ayat (1) disebutkan, perusahaan
asuransi (ta’min) selaku pemegang amanah wajib melakukan investasi dari
dana yang terkumpul., ayat (2) investasi sebagaimana dalam ayat (1) wajib
dilakukan sesuai dengan prinsip syariah.
b. Asuransi pendidikan mitra iqra pada asuransi Bumiputera syariah tidak sesuai
dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional dan Kompilasi Hukum Ekonomi
Syariah, karena AJB Bumiputera dalam menginvestsikan dana masih
berpatokan pada Pasal 13 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun
1992 Tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian, yaitu investasi
dilakukan pada jenis investasi yang aman dan menguntungkan.
c. Hambatannya karena perusahaan AJB Bumiputera tidak memiliki lembaga
khusus yang mengelola dana investasi yang berdasar prinsip syariah. Kedepan
AJB Bumiputera harus memiliki lembaga investasi yang khusus syariah, dan
memisahkan dana yang terkumpul, sehingga dana yang dari asuransi syariah
di investasikan ke lembaga yang syariah, dan dana yang terkumpul dari
konfensional di investasikan ke lembaga yang konfensional.
D. Implikasi.
Berdasarkan kesimpulan tersebut diatas, maka implikasi dari tidak
dilaksanakannya prinsip-prinsip syariah sebagaimana diatur dalam Fatwa Dewan
Syariah Nasional Nomor : 21/DSN-MUI/X/2001 Tentang Pedoman Umum
Asuransi Syariah dan Pasal 564 ayat (1) dan (2) Kompilasi Hukum Ekonomi
Syariah (KHES), maka pelaksanaan asuransi Pendidikan Mitra Iqra di Asuransi
Bumiputera Syariah Surakarta implikasinya menjadi tidak sah.
E. Saran
1 Agar perusahaan AJB Bumiputera sesegera mungkin mengelola asuransi
pendidikan mitra iqra dari polis sampai pengelolaan dananya secara syariah,
hal ini karena memang sudah menjadi kewajiban sebagai perusahaan yang
menggunakan lebel syariah, dan segera diadakan pemisahan kepengurusan
antara yang syariah dan yang konvensional.
3. Segera dibuat Undang-undang tentang asuransi syariah untuk menggantikan
Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 21/DSN-MUI/X/2001 yang selama ini
dijadikan dasar operasional asuransi syariah