pelaksanaan asuransi pendidikan mitra iqra di …/pelaksanaan-asuransi...pelaksanaan asuransi...

114
PELAKSANAAN ASURANSI PENDIDIKAN MITRA IQRA DI ASURANSI BUMIPUTRA SYARIAH SURAKARTA TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Ilmu Hukum Minat Utama : Hukum Ekonomi Syariah Oleh : IHSAN WAHYUDI NIM. S. 340908011 PROGRAM PASCA SARJANA ILMU HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010 i

Upload: dinhminh

Post on 28-Jun-2019

238 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PELAKSANAAN ASURANSI PENDIDIKAN MITRA IQRA

DI ASURANSI BUMIPUTRA SYARIAH

SURAKARTA

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Ilmu Hukum

Minat Utama : Hukum Ekonomi Syariah

Oleh :

IHSAN WAHYUDI NIM. S. 340908011

PROGRAM PASCA SARJANA ILMU HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2010

i

PELAKSANAAN ASURANSI PENDIDIKAN MITRA IQRA

DI ASURANSI BUMIPUTRA SYARIAH

SURAKARTA

DISUSUN OLEH :

IHSAN WAHYUDI NIMB. S. 340908011

Telah disetujui oleh Tim Pembimbing Jabatan N a m a Tandatangan tanggal Pembimbing I : Prof. Dr. Adi Sulistyono, SH.,MH ----------------- ----------- NIP. 196302091988031003 Pembimbing II : Dr. H. Abdurrahman, SH.MH ----------------- -----------

Mengetahui :

Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum

Prof. Dr. H. Setiono, SH., MS NIP. 194405051969021001

ii

PELAKSANAAN ASURANSI PENDIDIKAN MITRA IQRA

DI ASURANSI BUMIPUTRA SYARIAH

SURAKARTA

DISUSUN OLEH :

IHSAN WAHYUDI NIMB. S. 340908011

Telah disetujui oleh Tim Penguji Jabatan N a m a Tandatangan tanggal Ketua Prof. Dr. Hartiwiningsih, SH.,M.Hum ----------------- ---------- NIP. 195702031985032001 Sekretaris Dr. Supanto, SH., M.Hum ----------------- ---------- NIP. 196011071986011001 Anggota Prof. Dr. Adi Sulistyono, SH, MH ---------------- ----------- NIP. 196302091988031003 Dr. H. Abdurrahman, SH.MH ----------------- ----------- Mengetahui : Ketua Program Studi Prof. Dr. H. Setiono, SH., MS ---------------- ----------- Magister Ilmu Hukum NIP. 194405051969021001 Direktur Program Prof. Drs. Suranto, M.Sc., Ph.D. ---------------- ----------- NIP. 195708201985031004

iii

PERNYATAAN

N a m a : IHSAN WAHYUDI

NIM : S. 340908011

Menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa tesis berjudul :

PELAKSANAAN ASURANSI PENDIDIKAN MITRA IQRA DI ASURANSI

BUMIPUTRA SYARIAH SURAKARTA

adalah benar-benar karya saya sendiri. Hal yang bukan karya saya, dalam tesis

tersebut, diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tersebut di atas tidak benar,

maka saya bersedia menerima sanksi akademik, yang berupa pencabutan tesis dan

gelar yang saya peroleh dari tesis tersebut.

Surakarta, April 2010

Yang memberi pernyataan

IHSAN WAHYUDI

iv

MOTTO

Bismillahirrahmaanirrahiim

“Sesungguhnya Allah SWT tidak akan merubah keadaan suatu

kaum, kecuali jika mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri” (QS. Ar Ra’du : 11)

“Barang siapa yang bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan

Mengadakan baginya jalan keluar dan memberinya rizqi dari arah Yang tiada disangka-sangka”

(QS. Ath-Tholaaq)

“Tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”

(QS. Al-Maidah)

Rasulullah SAW bersabda, “Setiap perbuatan yang tidak dimulai dengan

Bismillaahirrahmaanirrahim maka akan ditolak” (Al-Hadist)

Untuk memahami hati dan pikiran seseorang,

jangan melihat apa yang telah dia raih, lihatlah apa yang telah dia lakukan untuk menggapai cita-citanya

(Kahlil Gibran)

Hidup adalah perjuangan Penyesalan selalu datang belakangan

(Penulis)

v

KATA PENGANTAR

Bismillaahirrahmaanirrahim

Alhamdulillaahirabbil’alamin. Segala puji dan syukur penulis panjatkan

kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya sehingga

penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul :

“PELAKSANAAN ASURANSI PENDIDIKAN MITRA IQRA DI ASURANSI

BUMIPUTERA SYARIAH SURAKARTA”

Tesis ini disusun dan diajukan untuk melengkapi persyaratan guna meraih

gelar Magister dalam ilmu hukum konsentrasi ekonomi syariah Pascasarjana

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Banyak pihak yang berperan besar dalam memberikan bantuan sampai

selesainya tesis ini baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu penulis

mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. H. Much. Syamsulhadi, dr.SP.KJ(K) selaku Rektor Universitas

Sebelas Maret Surakarta.

2. Bapak Moh. Jamin, SH., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas

Sebelas Maret Surakarta.

3. Bapak Prof. Dr. H. Setiyono, SH., M.S, selaku Ketua Program Study Pascasarjana

Ilmu Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin

penelitian.

4. Segenap dosen pengajar Program Study Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas

Sebelas Maret Surakarta.

5. Bapak Prof. Dr. Adi Sulistyono, SH., MH dan bapak Dr. H. Abdurrahman, SH.,

MH., selaku pembimbing tesis yang telah memberikan waktu, tenaga, bimbingan

dan doa dalam menyusun tesis ini.

6. Bapak M. Khoiri Syukur, selaku pimpinan cabang asuransi Bumiputera Syariah

Surakarta dan Ibu Enny Kusmayawati selaku pimpinan cabang yang baru.

7. Ibu Afi Raziatun, selaku Kepala Urusan Administrasi dan Keuangan asuransi

syariah cabang Surakarta.

8. Ibu tercinta, terima kasih atas doa yang terucap tanpa henti, ketulusan memberi

tanpa meminta dan menyayangku.

9. Istriku tercinta Atik Dyah Sri Afidati, anak-anakku tersayang dan

membanggakan, Fahmi, Fikri, Mila dan Khusna.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tesis ini masih banyak

kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan.

Semoga tesis ini bermanfaat bagi yang membutuhkan.

Surakarta, April 2010

Penulis

vii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ------------------------------------------------------------------------- i

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ----------------------------------------- ii

HALAMAN PENGESAHAN TESIS ---------------------------------------------- ------ iii

HALAMAN PERNYATAAN ------------------------------------------------------------- iv

MOTTO --------------------------------------------------------------------------------------- v

KATA PENGANTAR ---------------------------------------------------------------------- vi

DAFTAR ISI -------------------------------------------------------------------------------- viii

DAFTAR LAMPIRAN --------------------------------------------------------------------- ix

ABSTRAK ----------------------------------------------------------------------------------- xi

ABSRACT ----------------------------------------------------------------------------------- xii

BAB I PENDAHULUAN --------------------------------------------------------------- 1

A. Latar Belakang Masalah ------------------------------------------------- 1

B. Rumusan Masalah -------------------------------------------------------- 5

C. Tujuan Penelitian --------------------------------------------------------- 5

D. Manfaat Penelitian -------------------------------------------------------- 5

BAB II LANDASAN TEORI ----------------------------------------------------------- 7

A. Kerangka Teori ------------------------------------------------------------ 7

B. Kajian Umum Tentang Asuransi -------------------------------------- 19

C. Konsep Islam tentang Asuransi Syariah ------------------------------ 37

D. Pengertian Hukum Ekonomi Syariah ---------------------------------- 56

E. Kerangka Pemikiran ----------------------------------------------------- 57

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ---------------------------------------------- 62

A. Metode Penelitian ------------------------------------------------------- 62

B. Sistematika Laporan ---------------------------------------------------- 65

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN --------------------------- 67

A. Hasil Penelitian ---------------------------------------------------------- 67

B. Pembahasan -------------------------------------------------------------- 95

BAB V PENUTUP ---------------------------------------------------------------------- 101

A. Kesimpulan --------------------------------------------------------------- 101

B. Implikasi ------------------------------------------------------------------ 102

C. Saran-saran --------------------------------------------------------------- 102

DAFTAR PUSTAKA --------------------------------------------------------------------- 103

ABSTRAK IHSAN WAHYUDI, S.340908011, 2010, PELAKSANAAN ASURANSI PENDIDIKAN MITRA IQRA DI ASURANSI BUMIPUTERA SYARIAH SURAKARTA, Tesis : Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana Pelaksanaan Asuransi Pendidikan Mitra Iqra di Asuransi Bumiputera Syariah Surakarta. Penelitian ini termasuk penelitian empiris atau penelitian non doktrinal, karena dalam penelitian ini hukum dikonsepsikan sebagai manifestasi makna-makna simbolik para perilaku sosial sebagai tampak dalam interaksi antar mereka dengan mengambil lokasi penelitian di AJB Bumiputera Syariah 1912 Surakarta. pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara dan dokumentasi guna mendapatkan data primer dan data skunder. Analisis datanya menggunakan metode kwalitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pelaksanaan Asuransi Pendidikan Mitra Iqra di Asuransi Bumiputera Syariah Surakarta belum dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah sebagaimana diatur dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional dan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah disebabkan oleh faktor-faktor (1) Komponen pembuat Undang-undang, Prinsip-prinsip syariah dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 21/DSN-MUI/X/2001 dan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, telah mewajibkan investasi asuransi syariah dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, (2) Komponen Lembaga pelaksana, Prinsip-prinsip syariah belum dilaksanakan, hal ini disebabkan karena Asuransi Bumiputera Syariah dan Pendidikan Mitra Iqra merupakan produk yang masih baru, kepengurusan Asuransi Bumiputera di pusat masih satu antara yang konvensional dan yang syariah, dan tenaga yang ahli dibidang ekonomi syariah masih terbatas, serta AJB Bumiputera sendiri belum mempunyai lembaga atau proyek-proyek yang syariah. (3) Komponen Penegak Hukum, Dewan Pengawas Syariah belum bekerja secara maksimal, hal ini terbukti bahwa AJB Bumiputera Syariah telah/masih menginvestasikan dana yang terkumpul dari para peserta asuransi ke 18 anak perusahaan AJB Bumiputera yang kesemuanya masih konvensional.

xi

ABSTRACT IHSAN WAHYUDI, S.340908011, 2010, The Enforcement Against Sharia Insurance Educational Mitra Iqra In Sharia Insurance Bumiputera Surakarta, Thesis : The Postgraduate Program Sebelas Unversity Eleven March Surakarta. This research aims to Implementation Insurance Mitra Iqra in sharia Insurance Bumiputera Surakarta. This research is empirical or non-doctrinal research, because in this research conceptualized law as a manifestation of symbolic meanings of social behavior as evident in their interactions with the research takes place in AJB Bumiputera 1912 Sharia Surakarta. The data collected by observation, interview and documentation in order to abtain primary data and secondary data. The analysis data using qualitative methods. Based on the result showed that the implementation of Education Insurance Mitra Iqra in sharia Insurance Bumiputera Surakarta not yet implemented in accordance with sharia principles as stipulated in the National Fatwa Council of Islamic Economics and Sharia Law Compilation caused by factors (1) Component makers Laws, Principles Islamic principles of Shariah Board of the National Fatwa Number : 21/DSN-MUI/X/2001 and Economic Law Compilation Sharia, sharia has been requiring insurance investments made in accordance with sharia principles, (2) components implementing institutions, sharia principles has not been implemented, this was due to Buniputera Insurance Shariah and Education Mitra Iqra is a product that was new, managerial Insurance Bumiputera in the center is still one between the conventional and the sharia, and energy experts in the field of Islamic economics is still limited, and AJB Bumiputera it self does not have an institution or projects that sharia. (3) Law Enforcement Components, Sharia Supervisory Board is not working optimally, it is evident that AJB Bumiputera Sharia has been / still invest the funds collected from the participants to the 18th insurance subsidiaries AJB Bumiputera all of which are still conventional.

xii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah.

Islam adalah agama Allah yang memberikan pedoman kepada umat manusia,

yang menjamin akan mendatangkan kebahagiaan hidup perseorangan dan

kelompok, jasmani dan rohani, material dan spiritual, di dunia kini dan akhirat

kelak.1

Islam diajarkan kepada umat manusia dengan perantaraan para rasul Allah

silih berganti, sejak nabi Adam A.S hingga yang terakhir Nabi Muhammad

SAW. memberikan pedoman hidup yang menyeluruh meliputi bidang akidah,

ibadah, akhlak dan muamalah.

Muamalat merupakan hal sangat penting dalam kehidupan manusia, sebab

dengan muamalat, manusia dapat berhubungan satu sama lain yang akhirnya

menimbulkan hak dan kewajiban.

Asuransi sebagai perjanjian, dimana seorang penanggung mengikatkan diri

kepada tertanggung dengan menerima premi untuk memberikan penggantian

kepadanya karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang

diharapkan yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak

tertentu, merupakan kegiatan ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat. Asuransi tidak dikenal pada masa awal Islam,

akibatnya banyak para ulama terjadi perbedaan pendapat tentang asuransi,

sebagian menganggap bahwa asuransi adalah boleh, sebagian lagi tidak

membolehkannya dan bahkan sebagaian lagi mengambil jalan tengah yakni

membolehkan asuransi, karena akad dalam asuransi dilakukan secara suka sama

suka . alasan ini mengacu kepada salah satu prinsip akad dalam muamalah, bahwa

1 Ahmad Azhar Basyir, Garis Besar Sistem Ekonomi Islam, cet. Ketiga, BPFE-UGM, Yogyakarta, 1987, hlm. 1

akad dalam muamalah itu baru sah apabila dilakukan oleh pihak-pihak secara

suka sama suka.2

Perbedaan ini disebabkan karena mereka tidak mempunyai gambaran yang

utuh tentang asuransi itu sendiri. Disamping itu para ulama juga tidak memahami

secara utuh bagaimana konsep dan system operasional dan format kontrak-

kontrak asuransi baik asuransi konvensional maupun asuransi syariah.3

Kegiatan asuransi di Indonesia sudah lama dilakukan, namun asuransi yang

berdasar hukum Islam belum lama berkembang. oleh karenanya kegiatanya masih

berdasar peraturan perundang-undangan yang selama ini berlaku sepanjang

peraturan mengenai asuransi syariah belum dibuat.

Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian Bab 1

Ketentuan Umum Pasal 1 (1) menyebutkan bahwa :

“Asuransi atau perasuransian adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang diperetanggungkan”. Sedang Dewan Syariah Nasional mendefinisikan Asuransi Syariah (ta’min,

takaful atau tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong

diatara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan/atau

tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu

melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.4

Dasar asuransi bukanlah ditiadakannya resiko atau kerugian, walaupun

organisasi asuransi mungkin merasa beruntung untuk melakukan kegiatan ini

2 Yadi Janwari, Asuransi Syariah, Cet. Pertama, Pustaka Bani Quraisy, Bandung, 2005, hlm. 35 3 Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life and General) Konsep dan Sistem Operasional, Gema Insani, Jakarta , 2004, hlm. XVII. 4 Ahmad Kamil dan Fauzan, Kitab Undang-undang Hukum Perbankan dan Ekonomi Syariah, cet. Pertama, Kencana, Jakarta, 2007, hlm. 499

namun yang sesungguhnya adalah suatu kerugian kecil yang diketahui untuk

sesuatu kerugian besar yang tidak pasti.5

Hidup dan mati adalah takdir, seperti juga adanya musibah atau bencana

adalah merupakan sunatullah. Asuransi tidak bermaksud mengingkari hal-hal

tersebut, tetapi asuransi bermaksud memberi jaminan yang dapat mengurangi

penderitaan nasabah jika hal tersebut benar-benar terjadi. Mengasuransikan

sesuatu yang dimiliki, barang atau jiwa untuk mendapatkan jaminan adalah

merupakan ikhtiar atau usaha untuk mendapatkan kesejahteraan hidup disamping

tetap percaya pada takdir Allah, karena sesungguhnya Allah tidak akan merubah

nasib seseorang sehingga seseorang tersebut mengubah keadaan mereka sendiri.

Asuransi Bumi Putra Syariah, merupakan anak cabang dari Asuransi Bumi

Putra, yang kegiatannya diantaranya adalah memasarkan asuransi pendidikan

mitra iqra. Mitra Iqra sendiri merupakan produk dari asuransi jiwa yang

dirancang untuk memprogram pendidikan anak secara syariah mulai dari tingkat

Taman Kanak-kanak sampai dengan anak menjadi Sarjana S1, sekaligus

berfungsi untuk menata kesejahteraan keluarga agar kelak apabila orang tua

meninggal tidak sampai kesejahteraan dan pendidikan anak terabaikan. Mitra iqra

sendiri merupakan gabungan antara unsur tabungan dan unsur tolong menolong

(ta’awun).6

Dalam menjalankan kegiatannya selain berdasar Undang-undang Nomor 2

tahun 1992, tentang usaha asuransi, yang sebenarnya kurang mengakomodasi

asuransi syariah. Asuransi bumiputera syariah, juga menggunakan pedoman yang

dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor :

21/DSN-MUI/X/2001. Meskipun fatwa Majelis Ulama Indonesia tersebut tidak

5 Abdul Manan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, Dana Bhakti Prima Yasa, Yogyakarta, hlm. 302 6 Bumiputra, 2009, Pemahaman Produk Asper & Askum Syariah, Semarang : Kanwil Syariah, Hal. 27

diakui oleh sebagian kalangan, karena statusnya yang tidak jelas dari sudut

kelembagaan Negara.7

Dalam kegiatan asuransi pendidikan mitra iqra, pihak asuransi memberikan

dana manfaat bagi pendidikan. Dimana pemegang polis berkewajiban membayar

premi dan pihak perusahaan asuransi berkewajiban mengelola premi serta

memberikan manfaat asuransi menurut ketentuan yang berlaku. Sehingga

program asuransi pendidikan mitra iqra’ ini merupakan solusi bagi sebagian

masyarakat yang ingin anak atau keluarganya lebih maju dalam pendidikan.

Dengan mengikuti program pendidikan mitra iqra diharapkan kelangsungan

pendidikan anak akan terjamin, ketika pihak peserta mencapai usia lanjut dan

tidak lagi mampu memberi biaya pendidikan, atau pihak peserta meninggal

sebelum anaknya menyelesaikan pendidikan.

Pendidikan Mitra Iqra yang dibentuk pada tanggal 12 Maret 2003 dan

dipasarkan bersamaan dengan berdirinya asuransi bumiputera syariah Surakarta

pada tanggal 1 Januari 2007, sampai akhir tahun 2009 telah mempunyai nasabah

sebanyak 749 nasabah, dan 288 nasabah diantaranya tidak melanjutkan atau

berhenti membayar premi.

Premi asuransi pendidikan mitra iqra yang dibayar oleh nasabah, selain masuk

ke rekening tabungan, masuk ke rekening tabarru’ sebagai kumpulan dana yang

diniatkan untuk tujuan tolong menolong sesama peserta asuransi bila terjadi

musibah. Dari premi yang terkumpul tersebut oleh perusahaan asuransi

bumiputera di investasikan atau di reasuransikan, dan hasil dari investasi tersebut

keuntungan dibagi antara perusahaan dengan peserta asuransi dengan system

pembagian bagi hasil (mudharabah) yaitu dengan pembagian 70 % untuk peserta

asuransi dan 30 % untuk perusahaan asuransi bumiputera syariah.

7 Rifyal Ka’bah, Mimbar Hukum dan Peradilan, dalam Lembaga Fatwa di Indonesia dalam Kajian Politik Hukum, hlm. 65

Berangkat dari hal-hal tersebut diatas, penulis tertarik untuk meneliti asuransi

bumi putra syariah dengan judul “PELAKSANAAN ASURANSI PENDIDIKAN

MITRA IQRA DI ASURANSI BUMIPUTRA SYARIAH SURAKARTA”

B. Rumusan Masalah..

Dari latar belakang masalah tersebut diatas, maka permasalahan yang akan

dibahas adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pelaksanaan asuransi pendidikan Mitra Iqra di Asuransi

Bumiputra Syariah Surakarta, apakah telah sesuai dengan prinsip-prinsip

syariah, sebagaimana diatur dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional dan

Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah ?

2. Mengapa tidak sesuai dengan fatwa Dewan Syariah dan Kompilasi Hukum

Ekonomi Syariah ?

3. Hambatan atau kedepan seharusnya bagaimana ?

C. Tujuan Penelitian.

Berpijak pada permasalahan tersebut diatas, maka tujuan penelitian adalah

sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan asuransi pendidikan mitra iqra’ di

Asuransi Bumiputra Syariah di Surakarta .

2. Untuk mengetahui sebab-sebab tidak dilaksanakannya prinsip-prinsip syariah

dalam asuransi pendidikan Mitra Iqra di Asuransi Bumiputra syariah

Surakarta, sebagaimana dimaksud dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional dan

Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah

D. Manfaat Penelitian.

1. Manfaat Teoritis.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran

secara ilmiah bagi ilmu pengetahuan asuransi, khususnya di bidang asuransi

pendidikan mitra iqra.

2. Manfaat Praktis

Untuk memberi kontribusi terhadap pemecahan masalah khususnya dalam

pelaksanaan asuransi pendidikan mitra iqra di Asuransi Bumi Putra Syariah

Surakarta.

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kerangka Teori.

1. Definisi Asuransi Syariah.

Dalam penyusunan tesis ini, penulis mencoba menelaah buku-buku yang

berkaitan dengan asuransi.

1.1 Wahbah Az- Zuhaili dalam bukunya Khairil Anwar yang berjudul

Asuransi Syariah Halal dan Maslahah, halaman 19, mendefinisikan :

“ Asuransi syariah sebagai at-ta’min at-ta’awuni (asuransi yang bersifat tolong menolong), yaitu kesepakatan beberapa orang untuk membayar sejumlah uang sebagai ganti rugi ketika salah seorang diantara mereka ditimpa musibah”8

1.2 Muhaimin Iqbal dalam bukunya Asuransi Umum Syariah dalam

Praktek Upaya menghilangkan Gharar, Maisir dan Riba, mengatakan :

“Asuransi syariah adalah suatu pengaturan pengelolaan resiko yang memenuhi ketentuan syariah, tolong menolong secara mutual yang melibatkan peserta dan operator”9

1.3 Kuat Ismanto dalam bukunya Asuransi Syariah Tinjauan Asas-asas

Hukum Islam, menjelaskan sebagai berikut :

“ Asuransi syariah (Ta’min, takaful atau Tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan/atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah”10

8 Khoiril Anwar, Asuransi Syariah, Halal & Maslahat, ctk, Pertama, PT.Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, Solo, 2007, hlm. 19 9 Muhammad Iqbal, Asuransi Umum Syariah dalam Praktek Upaya menghilangkan Gharar, Maisir dan Riba, ctk. Pertama, Gema Insani, Jakarta, 2005, hlm. 2 10 Kuat Ismanto, Asuransi Syariah Tinjauan Asas-asas Hukum Islam, ctk. Pertama, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2009, hlm. 50

1.4 Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 21/DSN-MUI/X/2001,

mendefinisikan sebagai berikut :

“Asuransi syariah (Ta’min, takaful atau Tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan/atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah”11

1.5 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Pasal 20 (26).

“ Ta’min/asuransi adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih yang pihak penanggung mengikatkan diri kepada pihak tertanggung dengan menerima premi ta’min untuk menerima penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti” 12

2. Teori Bekerjanya Hukum

Hukum pada hakekatnya mengandung ide atau konsep-konsep yang

abstrak. Sekalipun abstrak, hukum dibuat untuk diimplementasikan dalam

kehidupan masyarakat sehari-hari. Oleh karena itu untuk mewujudkan ide

atau konsep-konsep tersebut perlu adanya kegiatan. Rangkaian kegiatan

tersebut menjadi kenyataan merupakan proses penegakan hukum.

Masalah penegakan hukum dan pelaksanaan hukum tidak bisa lepas

dari pemikiran-pemikiran tentang efektifitas hukum.

Sistem hukum tidak lain merupakan cerminan dari nilai-nilai standar elit

masyarakat yang masing-masing mempunyai kepentingan sendiri-sendiri

sesuai dengan kepentingan kelompok mereka. Berbicara masalah hukum pada

dasarnya membicarakan fungsi hukum di dalam masyarakat.

11Ahmad Kamil dan Fauzan, Kitab Undang-undang Hukum Perbankan dan Ekonomi Syariah, cet.Pertama, Kencana, Jakarta, 2007, hlm. 499 12 Mahkamah Agung RI, Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, Jakarta , 2008, hlm. 13

Untuk memahami bagaimana fungsi hukum, ada baiknya dipahami

terlebih dahulu bidang pekerjaan hukum. Sedikitnya ada 4 (empat) bidang

pekerjaan yang dilakukan oleh hukum (dalam Satjipto Rahardjo) yaitu :

a. Merumuskan hubungan-hubungan diantara anggota masyarakat dengan

menunjukkan perbuatan-perbuatan apa saja yang dilarang dan yang boleh

dilakukan.

b. Mengalokasikan dengan menegaskan siapa saja yang boleh melakukan

kekuasaan atau siapa saja berikut prosedurnya.

c. Menyelesaikan sengketa yang timbul di dalam masyarakat.

d. Mempertahankan kemampuan adaptasi masyarakat dengan cara mengatur

kembali hubungan-hubungan dalam masyarakat manakala ada .

Merumuskan hubungan-hubungan diantara anggota masyarakat dengan

menunjukkan perbuatan-perbuatan apa saja yang dilarang dan yang boleh

dilakukan.

Dari 4 (empat) pekerjaan hukum tersebut diatas, menurut Satjipto

Rahardjo secara sosiologis dapat dilihat dari adanya 2 (dua) fungsi utama

hukum yaitu:

1. Sebagai Social Control (Kontrol Sosial).

Kontrol sosial merupakan fungsi hukum yang mempengaruhi warga

masyarakat agar bertingkah laku sejalan dengan apa yang telah digariskan

sebagai aturan hukum, termasuk nilai-nilai yang hidup didalam

masyarakat. Adapun yang termasuk dalam lingkup social control antara

lain :

a. Perbuatan norma-norma hukum, baik yang memberikan peruntukan

maupun yang menentukan hubungan antara orang dengan orang

b. Penyelesaian sengketa di dalam masyarakat.

c. Menjamin kelangsungan kehidupan masyarakat, yaitu dalam hal

terjadi perubahan-perubahan sosial.

2. Social Engineering (Rekyasa sosial)

Penggunaan keadaan masyarakat sebagaimana diinginkan oleh pembuat

hukum. Berbeda dengan fungsi control social, yang lebih praktis yaitu

untuk kepentingan waktu sekarang, maka fungsi rekayasa sosial dari

hukum lebih mengarah pada pembahasan sikap dan perilaku masyarakat

dimasa mendatang sesuai dengan keinginan pembuat undang-undang.

Perubahan-perubahan yang dikehendaki itu apabila berhasil pada akhirnya

akan melembaga sebagai pola-pola tingkah laku yang baru di

masyarakat.13

Selanjutnya dikatakan bahwa pelaksanaan penegakan hukum atau

keefektifan hukum bersangkutan dengan 5 faktor pokok yaitu :

a. Faktor hukum itu sendiri, yaitu semua peraturan perundang-undangan

yang mengatur suatu hal yang berkaitan dengan pokok permasalahan.

b. Faktor penegak hukum, yaitu pihak-pihak yang membentuk maupun yang

menerapkan hukum.

c. Faktor prasarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.

d. Faktor masyarakat atau adresat hukum, yakni lingkungan dimana hukum

berlaku atau diterapkan.

e. Faktor budaya, yaitu sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan

pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

Menurut WJ. Chambliss & Robert B. Seidman14 (dalam Esmi

Warassih, 2005 : 11-12) dengan teori bekerjanya hukum, disebutkan bahwa

untuk memfungsikan peraturan-peraturan dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan

sosial, baik terhadap pembuat undang-undang, lembaga-lembaga pelaksana,

maupun pemegang peran.

Adanya pengaruh kekuatan sosial ini dalam bekerjanya hukum secara

jelas dapat digambarkan sebagai berikut : 13 Satjipto Rahardjo, 2002, Sosiologi Hukum : Perkembangan, Metode dan Pilihan Masalah,, Muhammadiyah University Press, Surakarta, hlm. 119-120 14 Esmi Warassih, Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologis, PT. Suryandaru Utama, Semarang, 2005, hlm. 11-12.

Ub Ub

Nrm Prn

penerapan

Umpan balik Bekerjanya kekuatan Bekerjanya kekuatan

Kekuatan personal kekuatan personal dan Sosial dan sosial

Dari bagan tersebut diatas, maka dapat diuraikan di dalam dalil-dalil sebagai

berikut :

a. Setiap peraturan hukum memberitahukan tentang bagaimana seorang

pemegang peranan itu diharapkan bertindak;

b. Bagaimana seorang pemegang peranan itu bertindak sebagai suatu

respon terhadap peraturan hukum merupakan fungsi peraturan-

Kekuatan-kekuatan personal

dan kekuatan sosial

Pembuat Undang-undang

Penegak hukum Pemegang peran

peraturan yang ditujukan kepadanya, sanksi-sanksinya, aktivitas dari

lembaga-lembaga pelaksana serta keseluruhan kompleks kekuatan

sosial, politik dan lain-lainnya mengenai dirinya;

c. Bagaimana lembaga-lembaga pelaksana itu akan bertindak sebagai

respon terhadap peraturan hukum merupakan fungsi peraturan-

peraturan hukum yang ditujukan kepada mereka, sanksi-sanksi,

keseluruhan kompleks kekuatan-kekuatan sosial, politik dan lain-

lainnya yang mengenai diri mereka serta umpan-umpan balik yang

datang dari para pemegang peranan;

d. Bagaimana para pembuat undang-undang itu akan bertindak

merupakan fungsi peraturan-peraturan yang mengatur tingkah laku,

sanksi-sanksinya, keseluruhan kompleks ketentuan-ketentuan sosial

politik, idiologis dan lain-lainnya yang mengenai diri mereka serta

umpan-umpan balik yang datang dari para pemegang peranan serta

birokrasi.15

Selo Soemardjan, berpandangan bahwa efektifitas hukum berkaitan erat

dengan faktor-faktor sebagai berikut :

1. Usaha-usaha menanamkan hukum didalam masyarakat, yaitu pembinaan

tenaga manusia, alat-alat, organisasi dan metode agar warga-warga

masyarakat mengetahui, menghargai, mengakui dan mentaati hukum.

2. Reaksi masyarakat yang didasarkan pada system nilai-nilai yang berlaku.

Artinya masyarakat mungkin menolak atau menentang atau mungkin

mematuhi hukum untuk menjamin kepentingan mereka.

3. Jangka waktu menanamkan hukum, yaitu panjang pendeknya jangka

waktu dimana usaha-usaha menanamkan hukum itu dilakukan dan

diharapkan memberi hasil.16

15 Ibid, hlm 11-12 16 Soerjono Soekanto, Tatacara Penyusunan Karya Tulis Ilmiah Bidang Hukum, Ghalia Indonesia Jakarta, 1982, hlm 45

Kaidah hukum berlaku secara sosiologis, apabila kaidah tersebut

efektif, artinya kaidah tersebut dapat dipaksakan berlakunya oleh penguasa,

walaupun tidak diterima oleh warga masyarakat (teori kekuasaan), atau

kaidah berlaku kalau diterima dan diakui oleh masyarakat (teori pengakuan)

maka kaidah hukum tersebut menjadi aturan pemaksa dan kalau berlaku

secara filosofis akan merupakan hukum yang dicita-citakan.

Selain itu Lon F Fuller (principles of legality) berpendapat bahwa untuk

mengenal hukum sebagai sistem, maka harus dicermati apakah ia memenuhi 8

(delapan) asas di antaranya :

1. Sistem hukum harus mengandung peraturan-peraturan, tidak boleh

mengandung sekedar keputusan-keputusan yang bersifat ad hoc.

2. Peraturan yang dibuat itu harus diumumkan.

3. Tidak boleh ada peraturan yang berlaku surut.

4. Peraturan harus disusun dalam rumusan yang bisa dimengerti.

5. Suatu system tidak boleh mengandung peraturan-peraturan yang

bertentangan satu sama lain.

6. Perturan tidak boleh mengandung tuntutan yang melebihi apa yang dapat

dilakukan.

7. Tidak boleh ada kebiasaan untuk sering merubah-rubah peraturan

sehingga menyebabkan seseorang akan kehilangan orientasi.

8. Harus ada kecocokan antara peraturan yang diundangkan dengan

pelaksanaan sehari-hari.17

Sedang menurut Dias, ada lima syarat bagi efektif tidaknya suatu sistem

hukum (dalam Esmi Warassih) yaitu :

1. Mudah tidaknya makna atau isi aturan-aturan hukum itu ditangkap.

2. Luas tidaknya kalangan di dalam masyarakat yang mengetahui isi aturan-

aturan yang bersangkutan.

17 Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, ctk. Kelima, Rineka Cipta, Jakarta, 2007 hlm. 6

3. Efisien dan efektif tidaknya mobilisasi aturan-aturan hukum yang dicapai

dengan bantuan :

a. Aparat administrasi yang menyadari kewajibannya untuk melibatkan

dirinya kedalam usaha mobilisasi yang demikian.

b. Para warga masyarakat yang merasa terlibat dan merasa harus

berpartisipasi di dalam proses mobilisasi hukum.

c. Adanya mekanisme penyelesaian sengketa yang tidak hanya harus

mudah dihubungi dan dimasuki oleh setiap warga masyarakat, akan

tetapi juga harus cukup efektif menyelesaikan sengketa.

d. Adanya anggapan dan pengakuan yang merata di kalangan warga

masyarakat, bahwa aturan-aturan dan pranata-pranata hukum itu

memang sesungguhnya berdaya mampu efektif.18

Sedang hubungannya hukum dengan ekonomi (asuransi), ekonomi

adalah bertujuan untuk menyediakan kebutuhan yang diperlukan bagi

kelangsungan hidup masyarakat dan anggota-anggotanya. Perbuatan ekonomi

dalam memenuhi kebutuhan didasarkan pada asas rasionalitas.19 Akan tetapi

manusia dalam memenuhi kebutuhannya dapat melakukan dengan cara

berkelompok maupun secara individu dengan melakukan interaksi dengan

yang lainnya, sehingga dapat menghasilkan secara optimal pemanfaatan

sumber daya dalam masyarakat. Dengan demikian muncullah masalah aturan

sebagai kebutuhan ekonomi, karena tanpa aturan, orang tidak bisa bicara

mengenai penyelenggaraan kegiatan ekonomi dalam masyarakat. Ekonomi

tidak bisa mendesain sendiri peraturan-peraturan atau sistem peraturan yang

nantinya harus mengikat tingkah lakunya.20

18 Ibid. hlm. 106 19 Satjipto Rahardjo, Beberapa Pemikiran Tentang Rancangan Antar Disiplin Dalam Pembinaan Hukum Nasional, Sinar Baru, Bandung, 1985, hlm. 55 20 Ibid, hlm. 57

3. Teori Ekonomi Islam (Syariah)

Tujuan pembangunan nasional Indonesia adalah untuk mencapai

terciptanya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan demokrasi

ekonomi, untuk mencapai tujuan tersebut dikembangkanlah sistem ekonomi

yang berdasar pada nilai keadilan, kebersamaan, pemerataan dan kemanfaatan

yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.

Ekonomi Islam merupakan ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari

masalah-masalah ekonomi rakyat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam.21

Peraturan dalam ekonomi Islam mencakup dua macam pelajaran-

pelajaran dan hukum-hukum, pertama bagian yang muhkam, yang di

dalamnya sudah tidak terdapat lagi peluang untuk berijtihad. Kebakuan

hukum ini menjadikan Islam memiliki kesatuan pemikiran, rasa dan perbuatan

bagi umat, dan menjadikan umat dalam satu arah, satu tujuan dan satu

persepsi. Seperti larangan mengambil riba dalam bermuamalah, memakan

harta dengan cara yang tidak halal. Kedua kedudukan hukum yang bisa

berubah atau bersifat temporal, bisa berubah menurut situasi dan kondisi serta

bertujuan untuk tercapainya kemaslahatan umat manusia.

Yusuf Qardhawi (dalam Norma dan Etika Ekonomi Islam) ada 4 (empat)

ciri khas dalam ekonomi Islam di antaranya :

a. Ekonomi bercirikan ketuhanan.

Sistem ekonomi ini bertolak, bertujuan akhir hanya kepada Allah

SWT., dan menggunakan sarana yang tidak lepas dari syariat Allah.

Aktivitas ekonomi seperti produksi, distribusi, konsumsi tidak lepas dari

titik tolak ketuhanan dan bertujuan akhir hanya untuk Allah SWT.

Islam memandang bahwa materi adalah titipan Allah, sehingga

manusia dalam mengelola dan membelanjakannya hanya diniatkan karena

Allah tidak semata-mata hanya mencari keuntungan. Kalau seorang

21 Mustafa Edwin Nasution, at.al. Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, Cet. Pertama, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2006, hlm. 15

muslim bekerja dalam bidang produksi maka ketika berinvestasi seorang

muslim harus merasa bahwa yang ia kerjakan adalah karena Allah. (Q.S.

Al-Baqarah 284)

°! $tB ’Îû ÏNºuq»yJ¡¡9$# $tBur ’Îû ÇÚö‘F{$# 3 bÎ)ur (#r߉ö7è? $tB þ’Îû öNà6Å¡àÿRr& ÷rr& çnqàÿ÷‚è? Nä3ö7Å™$yÛムÏmÎ/ ª!$# ( ã•Ïÿøóu‹sù `yJÏ9 âä!$t±o„ Ü>Éj‹yèãƒur `tB âä!$t±o„ 3 ª!$#ur 4’n?tã Èe@à2 &äóÓx« 핃ωs%

Artinya : Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehandaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

b. Ekonomi berlandaskan Etika (Moral).

Dalam lapangan ekonomi, Islam memberi kebebasan kepada

umatnya untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya, namun di sisi lain

manusia terikat dengan iman dan etika, sehingga meskipun bebas tetapi

tidak bebas mutlak yang akhirnya justru tidak memperhatikan terhadap

lingkungannya.

Dalam pandangan ekonomi sekuler, selalu memperhatikan materi,

bahkan materi diletakkan pada posisi yang begitu penting dalam

kehidupan ekonomi, semua aktivitas ekonomi senantiasa diukur dengan

materi, yang akhirnya menimbulkan dampak kerusakan dan ketidak

seimbangan dalam kehidupan semua makhluk.

Islam mendorong umatnya agar banyak memberikan jasa kepada

masyarakat, atas dasar itu seorang pedagang harus melandasi dirinya

dengan niat memberi jasa untuk kehidupan masyarakat di samping motif

mencari kecukupan nafkah diri dan keluarganya yang menjadi

tanggungannya, bukan hanya melulu mencari untung. Sebagaimana

firman Allah (Q.S. At-Taubah. 34) yang berbunyi :

$pkš‰r'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä ¨bÎ) #ZŽ•ÏWŸ2 šÆÏiB Í‘$t6ômF{$# Èb$t7÷d”•9$#ur tbqè=ä.ù'u‹s9 tAºuqøBr& Ĩ$¨Y9$# È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ šcr‘‰ÝÁtƒur `tã È@‹Î6y™ «!$# 3 šúïÏ%©!$#ur šcrã”É\õ3tƒ |=yd©%!$# spžÒÏÿø9$#ur Ÿwur $pktXqà)ÏÿZム’Îû È@‹Î6y™ «!$# Nèd÷ŽÅe³t7sù A>#x‹yèÎ/ 5OŠÏ9r&

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih,

Dalam kegiatan ekonomi (dalam Ahmad Azhar Basyir) agar

kegiatan manusia memenuhi landasan moral, maka diperlukan syarat-

syarat etis sebagai berikut :

1. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan harus termasuk hal-hal yang halal

dan bukan yang haram.

2. Kegiatan-kegiatan yang pada dasarnya halal harus dilakukan dengan

cara-cara yang tidak mengakibatkan kerugian atau madharat dalam

kehidupan masyarakat. Misal : Berdagang barang yang halal

dibolehkan tetapi apabila perdagangan tersebut dilakukan dengan

menipu, memeras maka sudah tidak memenuhi landasan-landasan

moral.

3. Nilai keadilan harus senantiasa dipelihara, dengan akibat bahwa setiap

kegiatan yang bertentangan dengan nilai-nilai keadilan tidak dapat

dibenarkan.22. Misal : Tidak boleh memberi upah kepada buruh amat

kecil hanya karena ingin memperoleh keuntungan yang lebih besar.

c. Ekonomi bercirikan kemanusiaan

Selain berciri ketuhanan dan moral, ekonomi Islam juga

berkarakter kemanusiaan. Allah-lah yang memuliakan manusia dan

menjadikanNya manusia sebagai khalifah di bumi. Tujuan ekonomi Islam

adalah menciptakan kehidupan manusia yang aman dan sejahtera, baik

manusia yang sehat, sakit, kaya, miskin, kuat atau lemah, susah atau

senang baik manusia sebagai individu atau sebagai anggota kelompok

masyarakat. Allah telah memberi kepada manusia kekuatan dan alat

sehingga manusia bisa melaksanakan tugasnya.

Dalam ekonomi Islam manusia dan kemanusiaan merupakan unsur

utama. Faktor kemanusiaan meliputi etika, kebebasan, kemuliaan,

keadilan, sikap moderat, dan persaudaraan sesama manusia, etika Islam

mengajarkan manusia untuk saling bekerjasama, tolong menolong dan

manjauhkan diri dari sikap iri, dengki dan dendam. Islam juga

mengajarkan kasih sayang sesama manusia terutama kaum lemah, anak

yatim, orang miskin dan orang yang tidak sanggup bekerja.

d. Ekonomi bersifat pertengahan (Keseimbangan).

Salah satu sendi utama ekonomi Islam ialah sifatnya yang

pertengahan (keseimbangan), Islam tidak memisahkan antara kehidupan

22 Ahmad Azhar Basyir, Garis Besar Sistem Ekonomi Islam, Cet. Ketiga, BPFE, Yogyakarta, 1987, hlm. 14

dunia dengan kehidupan akhirat. Setiap aktifitas manusia didunia akan

berdampak kepada kehidupan di akhirat kelak.23

Islam juga menjaga keseimbangan sosial, tidak mengakui adanya

hak mutlak, tetapi mempunyai batasan-batasan tertentu, termasuk dalam

bidang hak milik. Islam melarang kapitalis, menumpuk harta kekayaan,

mengembangkan dan membelanjakan yang sama sekali tidak

memperhatikan kepentingan orang lain, bahkan merampas hak milik

individu. Ekonomi Islam bersifat tengah-tengah, tidak mendhalimi

masyarakat khususnya kaum lemah, juga tidak mendhalimi hak individu,

Islam mengakui hak individu dan masyarakat.

B. Kajian Umum Tentang Asuransi

1. Pengertian Asuransi

a. Pengertian menurut KUH Perdata.

Kata asuransi berasal dari bahasa Belanda, assurantie, yang dalam

hukum Belanda disebut Verzekering yang artinya pertanggungan.24

Dalam asuransi ada dua pihak yang terlibat yaitu, yang satu sanggup

menanggung atau menjamin, dan yang lain akan mendapatkan

penggantian suatu kerugian, yang mungkin akan dideritanya sebagai

akibat dari suatu peristiwa yang semula belum tentu akan terjadi atau

semula belum dapat ditentukan saat akan terjadinya.

Asuransi diatur dalam bagian kesatu ketentuan umum Pasal 1774 KUH

Perdata, yang bunyinya sebagai berikut :

“Suatu persetujuanan untung-untungan adalah suatu perbuatan yang hasilnya mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak, maupun bagi sementara pihak, bergantung kepada suatu kejadian yang belum tentu.

Demikian adalah : Perjanjian pertanggungan;

23 Mustafa Edwin Nasution, Op.cit. hlm. 23 24 Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life and General) Konsep dan Sistem Operasional, ctk.Pertama, Gema Insani, Jakarta, 2004, hlm. 26

Bunga cagak hidup; Perjudian dan pertaruhan. Perjanjian yang pertama diatur di dalam kitab Undang-undang Hukum

Dagang”.25

Jika dilihat dari pasal tersebut, maka perjanjian pertanggungan dapat

dikategorikan dalam kelompok perjanjian untung-untungan.

Sedang untuk asuransi syariah, Pasal 1774 KUH Perdata tidak dapat

dijadikan dasar hukum karena adanya unsur judi (maisir) yaitu adanya

unsur untung rugi yang digantungkan pada kejadian yang belum tentu.

Asuransi syariah tidak didasarkan untung rugi tetapi didasarkan pada

konsep tanggung jawab dan tolong menolong..26

b. Pengertian menurut KUH Dagang.

Dalam kitab Undang-undang Hukum Dagang Bab Kesembilan

Pasal 246 disebutkan:

“Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu”

Dari definisi tersebut diatas, dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Pihak pertama sebagai pihak yang ditanggung, mengalihkan beban

atau resiko kepada pihak penanggung.

2. Pihak yang ditanggung membeli hak untuk menerima ganti rugi, atau

jaminan dari yang menjualnya, yaitu pihak penanggung menerima

sejumlah uang yang disebut dengan premi.

25 R. Subekti dan R.Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Cet. kedua puluh dua, Pradnya Paramita, Jakarta, 1990, hlm.380 26 Gemala Dewi, Aspek-aspek Hukum Dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di Indonesia, ctk. Ketiga, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2005, hlm. 197

3. Pihak penanggung mengharapkan keuntungan dari pembelinya, dan

dengan keuntungan ini ia bersedia menanggung kerugiannya yang

mungkin ditimbulkan akibat bahaya-bahaya yang menjadi pokok

pertanggungan.

4. Kerugian yang timbul harus merupakan suatu hal yang tak terduga-

duga, dan merupakan suatu bahaya yang tidak dapat diharapkan atau

dinantikan dengan pasti, dengan kata lain tidak disengaja.27

Dengan melihat pengertian asuransi diatas, maka seperti halnya

dalam KUHPerdata, asuransi disini dapat dipersamakan dengan perjanjian

tukar- menukar dengan pertimbangan untung-rugi. Berdasarkan Kitab

Undang-undang Hukum Dagang, tertanggung yang memutuskan kontrak

sebelum habis masa kontraknya akan kehilangan seluruh atau sebagian

besar premi yang telah dibayarkan. Hal ini dirasakan sebagai suatu

kerugian bagi tertanggung dan di lain pihak merupakan keuntungan bagi

penanggung.

Sedang dalam asuransi syariah, perjanjian yang terjadi adalah perjanjian

tolong-menolong, bukan perjanjian tukar menukar. Disini bukan untung-

rugi yang dipikirkan melainkan tolong – menolong.

Sehingga dalam asuransi syariah tidak mengenal adanya dana

hangus atau hilang, peserta asuransi yang baru masuk sekalipun karena

satu dan lain hal ingin mengundurkan diri atau karena sesuatu sehingga

tidak mampu melanjutkan atau tidak mampu membayar premi, maka dana

atau premi yang sebelumnya sudah dibayarkan dapat diambil kembali

kecuali sebagian kecil saja yang sudah diniatkan untuk dana tabarru’ yang

tidak dapat diambil.28 Begitu pula peserta asuransi yang berhenti sebelum

pertanggungannya berakhir peserta dapat menarik kembali seluruh iuran

27 Ibid, hlm. 197 28 Mustafa Edwin Nasution, et.al, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam,,ctk. Pertama, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2006, hlm. 300

yang dibayarkan. Bahkan jumlah tersebut masih ditambah dengan

keuntungan yang diperoleh selama uangnya dikelola perusahaan.29

c. Pengertian menurut Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992.

Dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992

tentang Usaha Perasuransian, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan

asuransi atau pertanggungan itu adalah :

“Perjanjian antara dua pihak atau lebih dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri dengan tertanggung dengan menerima premi asuransi untuk memberi pergantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggungjawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti atau untuk memberikan sesuatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan”. Berdasar Undang-undang ini, perjanjian yang terjadi adalah antara pihak

penanggung (perusahaan asuransi) dengan tertanggung (peserta asuransi)

dimana terjadi konsep peralihan resiko dari tertanggung kepada

penanggung.30

Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa dalam asuransi terdapat

lima unsur yaitu :

1. Perjanjian yang mendasari terbentuknya perikatan antara dua pihak,

yang sekaligus terjadinya hubungan keperdataan;

2. Premi sejumlah uang yang sanggup dibayarkan oleh tertanggung

kepada penanggung;

3. Adanya ganti rugi dari penanggung kepada tertanggung jika terjadi

klaim atau masa perjanjian selesai;

4. Adanya suatu peristiwa yang tidak tertentu yang adanya suatu resiko

yang memungkinkan datang atau tidak ada resiko;

29 Gemala Dewi, op.cit., hlm. 198 30 Ibid, hlm. 199

5. Pihak-pihak yang membuat perjanjian, yakni penanggung dan

tertanggung.31

Selain itu, dari pengertian diatas dapat dipahami pula bahwa dalam

asuransi itu terdapat dua puhak yang terlibat. Pertama, adalah pihak yang

mempunyai kesanggupan untuk menanggung atau menjamin, yang

selanjutnya disebut “Penanggung” kedua, adalah pihak yang akan

mendapatkan ganti rugi jika menderita suatu musibah sebagai akibat dari

suatu peristiwa yang belum tentu akan terjadi, yang selanjutnya disebut

dengan “Tertanggung”. Pihak pertama bisa berupa perseorangan, badan

hukum atau lembaga seperti perusahaan, sedang pihak kedua adalah

masyarakat luas.32

Sedang Robert, I Mehr., mendefinisikan asuransi sebagai berikut :

‘’ A device for reducing risk by combining a sufficienent number of exposure units make their individuallosses collectively predictable, The predictable loss is them sharid by ordistributed proportionately among all units in the combination’’ 33 Suatu alat untuk mengurangi resiko dengan menggabungkan sejumlah

unit-unit yang beresiko agar kerugian individu secara kolektif dapat

diprediksi. Kerugian yang dapat diprediksi tersebut kemudian dibagi dan

didistribusikan secara proporsional diantara semua unit-unit dalam

gabungan tersebut

2. Jenis-jenis asuransi.

Apabila mengamati perusahaan asuransi, maka ditemukan 2 (dua)

macam jenis asuransi antara lain :

31 Yadi Janwari, Asuransi Syariah, ctk.Pertama, Pustaka Bani Quraisy, Bandung, 2005, hlm. 2 32 Ibid, hlm. 2 33 Robert I Mehr, Life Insurance Theory and Practice, Business Publication, Inc, 1985, hlm. 26

a. Asuransi umum, yaitu jenis perlindungan yang dikaitkan dengan

kerugian atau kerusakan/kehilangan harta benda yang dimiliki oleh

seseorang.

b. Asuransi jiwa, yaitu jenis perlindungan yang dikaitkan dengan hidup

matinya seseorang .

Bila memperhatikan definisi asuransi yang termaktub dalam Pasal 246 Kitab

Undang-undang Hukum Dagang, maka tampak bahwa jenis asuransi hanya

terdiri satu jenis yakni asuransi kerugian, sedang dalam Pasal 247 Kitab

Undang-undang Hukum Dagang disebutkan, ada 5 macam asuransi antara

lain yaitu :

1. Asuransi terhadap kebakaran, 2. Asuransi terhadap bahaya hasil-hasil pertanian, 3. Asuransi terhadap kematian orang (asuransi jiwa), 4. Asuransi terhadap bahaya laut dan perbudakan, 5. Asuransi terhadap bahaya pengangkutan di darat dan di sungai-sungai. 34

Djoko Prakoso, membagi asuransi kedalam dua jenis yaitu :

a. Asuransi kerugian, yang meliputi asuransi kebakaran, asuransi pertanian,

asuransi laut serta asuransi pengangkutan.

b. Asuransi Jiwa.35

Perbedaan pokok dari dua jenis asuransi tersebut adalah :

1. Pada asuransi jiwa “Peristiwa yang tak tentu” terjadi bila kematian

dalam tenggang waktu yang lebih singkat daripada waktu yang

disebutkan dalam polis. Pada waktu yang tersebut dalam polis terjadi

hal-hal yang mengakibatkan kerugian, misalnya pada asuransi

kerugian “peristiwa yang tak tertentu” terjadi bila masa tenggang

waktu yang tersebut dalam polis terjadi hal-hal yang mengakibatkan

34 Djoko Prakoso, dan I. Ketut Murtika, Hukum Asuransi di Indonesia, Bina Aksara, Jakarta 1989 , hlm. 35 35 Ibid, hlm. 55

kerugian, misalnya pada asuransi kebakaran gudang yang

diasuransikan.

2. Pada asuransi jiwa jumlah uang ganti kerugian telah ditetapkan lebih

dahulu. Pada asuransi kerugian jumlah ganti kerugian dihitung dengan

membandngkan harga barang yang rusak sebagai akibat

hilang/terbakar dengan harga barang sebelum timbul

kehilangan/kebakaran.36

Asuransi dilihat dari bentuk obyeknya adalah sebagai berikut37 :

3. Asuransi kerugian, adalah asuransi yang akan diterima oleh peserta

ketika ia ditimpa suatu kerugian yang disebabkan oleh peristiwa-

peristiwa tertentu. Bentuk asuransi kerugian ini ada dua yaitu :

a. Asuransi kerugian harta yang disebabkan karena kebakaran,

kebanjiran, kecurian dan

b. Asuransi yang menjamin kerugian yang timbul akibat tanggung

jawabnya, seperti menabrak orang, atau pegawainya mengalami

kecelakaan kerja.

4. Asuransi jiwa, adalah asuransi dimana peserta akan memperoleh

sejumlah uang jika ia mendapat suatu kerugian, baik ia masih hidup

maupun meninggal. Asuransi jiwa ini ada dua yakni :

a. Asuransi yang berkaitan dengan kehidupan peserta, yang terdiri

atas tiga bentuk yaitu :

1. Asuransi kematian, berupa transaksi yang mewajibkan peserta

membayar sejumlah uang secara periodik kepada perusahaan,

dan pihak perusahaan wajib memberikan sejumlah uang ketika

peserta meninggal, kepada orang yang ditunjuk oleh peserta

atau ahli warisnya.

36 Ibid, hlm. 55 37 Abdul Aziz Dahlan, Insiklopedi Hukum Islam I,Cet. Kelima, PT. Ikhtiar Baru Van Hove, 7 Jakarta, 2001, hlm. 138

2. Asuransi dalam jangka waktu tertentu, berupa transaksi yang

mewajibkan kepada peserta untuk membayar sejumlah uang

secara periodik kepada perusahaan asuransidan pihak

perusahaan wajib membayar sejumlah uang kepada peserta jika

tenggang waktunya telah datang dan peserta masih hidup.

Peserta asuransi tidak mendapatkan uang ganti rugi jika ia

meninggal sebelum tenggang waktu datang.

3. Asuransi yang sifatnya peserta menerima sejumlah uang dari

pihak perusahaan asuransi pada waktu-waktu tertentu jika ia

masih hidup atau diberikan kepada orang yang ditunjuk peserta

atau ahli warisnya jika ia meninggal dunia.

Dalam asuransi bentuk terakhir ini uang yang dibayarkan

peserta secara periodik lebih besar daripada kedua bentuk

asuransi sebelumnya.

b. Asuransi kecelakaan apabila peserta menderita kecelakaan badan

atau cacat tubuh.

3. Pengertian Asuransi Jiwa.

Asuransi jiwa pada hakekatnya adalah suatu pelimpahan resiko (Risk

Shifting) atas kerugian kauangan (Financial Loss) oleh tertanggung kepada

Penanggung.

Resiko yang dilimpahkan kepada penanggung bukanlah resiko hilangnya jiwa

seseorang, melainkan kerugian keuangan sebagai akibat hilangnya jiwa

seseorang atau karena mencapai umur tua sehingga tidak produktif lagi.

Dalam kehidupan, manusia mempunyai nilai sosial, agama, ekonomi dan lain-

lain.

a. Nilai hidup manusia dari segi sosial dan agama tidak dapat diukur tetapi

dari segi ekonomi dapat diukur.

b. Nilai ekonomi hidup manusia mempunyai relevansi dengan perasuransian

jiwa. Yang paling berkepentingan dengan nilai ekonomi itu ialah manusia

itu sendiri, istri/suami dan anak-anak atau sanak keluarganya.

c. Nilai ekonomi hidup seorang kepala keluarga sama dengan kapasitas

penghasilannya. Jika nilai ekonomi hidup seorang kepala keluarga hilang

atau berkurang, maka sanak keluarganya atau yang berkepentingan

langsung akan menderita kerugian.38

Untuk lebih memahami, penulis perlu menukilkan beberapa pendapat

tentang asuransi jiwa dan bagaimana ketentuan hukumnya.

Poerwosoetjipto, dalam Hukum Asuransi Indonesia mendifinisikan asuransi

jiwa sebagai berikut :

“Perjanjian timbal balik antara penutup (pengambil) asuransi dengan penanggung, dengan mana penutup asuransi mengikatkan diri selama jalannya pertanggungan membayar uang premi kepada penanggung, sedangkan penanggung sebagai akibat langsung dari meninggalnya seseorang yang jiwanya dipertanggungkan atau telah lampaunya jangka waktu yang diperjanjikan, mengikatkan diri untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada orang yang ditunjuk oleh penutup asuransi sebagai penikmatnya.39

Sedang definisi yuridis tentang asuransi terdapat dalam Undang-undang

Nomor 2 Tahun 1992, Tentang Usaha Perasuransian Pasal (1).

Di dalam Pasal 1 angka (6) Undang-undang nomor 2 tahun 1992, kaitannya

dengan asuransi jiwa disebutkan bahwa :

“Perusahaan asuransi jiwa adalah perusahaan yang memberikan jasa

dalam penanggulangan resiko yang dikaitkan dengan hidup atau

maninggalnya seseorang yang dipertanggungkan”.

38 Panduan Materi Pendidikan dan Latihan Agen Asuransi (financial Advisor Syariah) Bumiputera, Semarang, hlm. 4 39 Abdul Kadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia, cet. Keempat, Citra Aditya Bakti, Jakarta, 2006, hlm. 195.

Dari pengertian diatas, maka obyek pertanggungan adalah jiwa, hal ini

sesuai dengan bunyi Pasal 302 Kitab Undang-undang Hukum Dagang yang

menyebutkan bahwa :

“Jiwa seseorang dapat, guna keperluan yang berkepentingan,

dipertanggungkan, baik untuk selama hidupnya, maupun untuk sesuatu

yang ditetapkan dalam perjanjian”

Sehingga secara yuridis, untuk sesuatu kepentingan, jiwa seseorang dapat

dipertanggungkan, baik untuk selama hidupnya maupun untuk jangka waktu

tertentu.

Dari beberapa pengertian asuransi tersebut diatas, maka pada prinsipnya

satu sama lain terdapat persamaan. Meskipun ada perbedaan dalam

penyampaian akan tetapi kesemuannya tidak terlepas dari tiga unsur yang

tercakup dalam asuransi jiwa, yaitu :

a. Pihak yang mengikatkan diri untuk membayar premi (pemegang polis).

b. Pihak yang mengikatkan diri untuk membayar sejumlah uang

(penanggung).

c. Pembayaran sejumlah uang yang digantungkan pada peristiwa tertentu

(meninggalnya tertanggung) yang belum diketahui kapan terjadinya.

Dengan ketiga unsur tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa

asuransi jiwa adalah :

“Perjanjian timbal balik antara penutup asuransi (pemegang polis) dengan

penanggung, dengan mana pemegang polis mengikatkan diri untuk membayar

premi kepada penanggung selama jalannya pertanggungan, sedang

penanggung berkewajiban membayar sejumlah uang kepada ahli waris atau

penerima faedah yang ditunjuk dalam polis, sebagai akibat jatuhnya peristiwa

yang belum pasti, yang dikaitkan dengan hidup atau meninggalnya seseorang

yang dipertanggungkan”.

Asuransi jiwa saat ini mengalami kemajuan yang sangat pesat data per

akhir 2008 menunjukkan pendapatan premi enam kali lipat dibandingkan

pendapatan tahun 2000.40 Meskipun awalnya asuransi dilakukan dengan cara

yang sangat sederhana, kini asuransi dilaksanakan dengan cara modern, hal ini

karena perkembangan peradaban manusia dari tahun ketahun. Sebagai akibat

semakin majunya peradaban manusia, maka bertambah pula keinginan

manusia untuk mengadakan penjagaan-penjagaan terhadap harta, diri dan

keluarganya guna menghadapi kemungkinan-kemungkinan yang akan timbul

yang sulit diprediksikan. Menyadari adanya ancaman bahaya terhadap harta

kekayaan miliknya atau terhadap jiwanya, jika bahaya tersebut menimpa

hartanya atau jiwanya dia akan menderita kerugian atau kurban jiwa atau

cacat raga yang akan mempengaruhi perjalanan hidupnya atau ahli warisnya.

Sebagai pihak yang terancam bahaya merasa berat memikul beban resiko

yang sewaktu-waktu dapat terjadi, maka untuk mengurangi atau

menghilangkan beban resiko tersebut seseorang berusaha atau berupaya

mencari jalan, kalau ada pihak lain yang bersedia atau sanggup mengambil

alih beban resiko ancaman bahaya dan dia sanggup membayar kontra prestasi

yang disebut premi. Sejak itu pulalah resiko beralih kepada penanggung.

Apabila sampai jangka waktu tertentu ternyata tidak terjadi peristiwa yang

merugikan, penanggung beruntung dapat memiliki dan menikmati premi yang

telah diterimanya dari tertanggung. Lain halnya dengan pertanggungan jiwa,

kalau sampai jangka waktu tertentu ternyata tidak terjadi kurban jiwa atau

kematian atau kecelakaan yang menimpa tertanggung, maka tertanggung akan

akan memperoleh pengembalian sejumlah uang dari penanggung sesuai

dengan isi perjanjian. Premi yang dibayar tertanggung itu seolah-olah sebagai

tabungan pada penanggung.41

40 Harian Kompas, Edisi Senin 26 Oktober 2009 41 Abdul Kadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia, Cet. Keempat, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hlm. 13

Asuransi kini telah ada dan terus berkembang bersamaan dengan tingkat

kebutuhan dan buah peradaban manusia, diadakannya asuransi adalah guna

mengatasi kesulitan dan memenuhi kebutuhan hakikinya, yaitu kebutuhan

akan rasa aman dan terlindung dari kemungkinan-kemungkinan yang tidak

pasti, selain juga untuk investasi.

4. Jenis-jenis Asuransi Jiwa.

Menurut jenisnya, asuransi jiwa dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga)

golongan42 yaitu :

a. Asuransi Jiwa Biasa (Ordinary life insurance)

Yaitu asuransi jiwa, yang biasanya polis diterbitkan dalam suatu

nilai tertentu dengan premi yang dibayar secara periodic (bulanan,

triwulan dan tahuanan).

Asuransi jiwa biasa (ordinary life insurance) ini terdiri atas beberapa jenis

diantaranya :

1. Asuransi Eka waktu (Term Life Insurance).

Adalah asuransi dimana manfaat diberikan apabila peserta meninggal

dunia. Jika tertanggung meninggal dunia selama kurun waktu asuransi

berjangka itu berlaku, santunan polis dapat dibayarkan. Dan diakhir

masa kontrak kecuali polis tersebut diperbaharui maka asuransi

tersebut tidak berlaku lagi.

Asuransi ini merupakan suatu bentuk pertanggungan yang

mempunyai jangka waktu tertentu. Misal 2 tahun, 5 tahun 20 tahun

dan seterusnya, dan pembayaran preminya lebih murah dibanding

dengan jenis pertanggungan jiwa yang lainnya. Asuransi jiwa eka

waktu memberikan faedah berupa pembayaran sejumlah uang

pertanggungan, apabila tertanggung meninggal dunia dalam masa

42 Abas Salim, Asuransi & Manajemen Resiko, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hlm. 52

asuransi sebagai akibat sakit atau kecelakaan. Program asuransi ini

tidak mengandung unsur tabungan, oleh karena itu tidak ada nilai

tebus maupun pembayaran kembali kepada pemegang polis pada masa

akhir masa asuransi.43

2. Asuransi Jiwa Seumur Hidup (Whole Life Insurance).

Adalah asuransi secara permanen dimana pembayaran premi setiap

tahun sama besarnya. Untuk pembayaran premi ini ditetapkan sekali

dan berlaku untuk seumur hidup. Saat ini praktek pembayaran premi

ini sudah jarang digunakan oleh perusahaan asuransi karena tidak

menguntungkan perusahaan asuransi yang bersangkutan.

3. Asuransi Dwiguna (Endowment Life Insurance)

Asuransi Dwiguna adalah (1) asuransi yang menyediakan sejumlah

jaminan (model) bagi pemegang polis/tertanggung berupa uang

sebesar uang pertanggungan apabila tertanggung masih hidup sampai

masa kontrak berakhir, dan (2) adalah asuransi yang memberi jaminan

kepada ahli waris tertanggung yang ditunjuk berupa uang sebesar

pertanggungan apabila tertanggung meninggal dunia sebelum habis

jangka waktu kontrak asuransinya.44

Pada asuransi ini dibayarkan apabila dalam jangka waktu tertentu

seseorang meninggal dunia atau ia tetap hidup. Dan pembayaran premi

lebih mahal bila dibandingkan dengan asuransi Eka waktu. Asuransi

ini mengandung unsur sebagai berikut :

a. Asuransi eka waktu (Term Insurance)

43 Supardjono, Perasuransian di Indonesia, CV. Amalia Bakti Jaya, Jakarta 1999, hlm.155 44 Ibid, hlm. 155

b. Alat untuk menabung (Pure Endowment) Misal. Digunakan untuk

biaya pendidikan anak di kemudian hari.45

Berbeda dengan eka waktu, asuransi ini bila kontraknya telah habis

waktu, maka jumlah uang pertanggungan tidak akan hilang. Dan

lamanya kontrak tergantung kepada perjanjian yang dimuat oleh

pihak-pihak yang bersangkutan.

4. Anuitas (Annuity).

Annuity adalah merupakan salah satu asuransi jiwa yang

menitikberatkan kepada cara pembayaran uang pertanggungan, yaitu

dengan cara berkala, tidak sekaligus, contoh asuransi jenis ini adalah

asuransi beasiswa dan asuransi pensiun.

Pada prinsipnya anuitas berbeda dengan asuransi biasa, anuitas

bertujuan untuk membentuk dana (funds) agar bisa digunakan pada

waktu hari tua, sedang pada asuransi tujuannya untuk memperkecil

resiko, yaitu resiko keuangan yang mungkin timbul pada masa yang

akan datang.46

b. Asuransi Jiwa Secara Kolektif (Group Life Insurance)

Asuransi jiwa kolektif adalah asuransi yang biasanya dikeluarkan

tanpa ada pemeriksaan medis atas suatu kelompok orang-orang dibawah

satu polis induk dan masing-masing anggota kelompok menerima

sertifikat partisipasi.

Asuransi jenis ini dapat dibedakan menjadi dua yaitu :

1. Contributory, artinya premi asuransi tersebut ditanggung bersama

antara pengambil asuransi dan tertanggung (biasanya antara karyawan

dan perusahaan)

45 Abas Salim, op.cit, hlm. 35 46 Ibid. hlm. 36

2. Non contributory, artinya premi asuransi sepenuhnya menjadi

tanggung jawab dari pengambil asuransi (perusahaan atau majikan)

c. Asuransi Rakyat (Industrial Life Insurance)

Asuransi rakyat adalah asuransi jiwa yang dibuat dengan jumlah

nominal tertentu, premi umumnya dibayar mingguan yang dibayarkan

dirumah pemilik polis kepada agen yang disebut debit agent. Asuransi ini

timbul karena asuransi ini awalnya dijual kepada pekerja-pekerja industri,

dimana mereka menerima gaji kecil dan dibayar secara mingguan47

Ciri-ciri asuransi ini adalah sebagai berikut :

1. Memberi jaminan kepada rakyat kecil dengan uang pertanggungan dan

pembayaran premi dalam batas-batas kemampuan peserta yang

bersangkutan.

2. Cara pembayaran premi diatur sedemikian rupa sehingga tidak

membebani peserta.

3. Tanpa pemeriksaan kesehatan.

4. Asuransi ini memberi kesempatan kepada mereka yang tidak bisa ikut

asuransi biasa.48

5. Berakhirnya Perjanjian Asuransi Jiwa.

Secara garis besar, perjanjian asuransi jiwa dapat berakhir disebabkan

karena dua hal yaitu :

Pertama, Masa perjanjian telah habis.

Apabila masa perjanjian telah habis, maka pertanggungan (kontrak asuransi)

dengan sendirinya berakhir, dan kepada pihak penanggung berkewajiban

untuk membayar uang pertanggungan kepada pihak penerima faedah.

47 Abas Salim, op.cit. hlm. 55 48 Ibid. hlm. 55

Biasanya pihak penerima faedah dalam polis ini adalah

tertanggung/pemegang polis itu sendiri.

Kedua, terjadi evenemen atau pihak tertanggung meninggal dunia dalam

masa pertanggungan.

Apabila pihak tertanggung meninggal dunia dalam masa pertanggungan,

dalam hal ini ada dua macam penyebab terjadinya peristiwa kematian

tersebut, yaitu :

a. Peristiwa yang timbul dari dalam, yaitu peristiwa hilangnya nyawa atau

meninggalnya tertanggung karena adanya unsur kesengajaan yang

dikehendaki oleh tertanggung, seperti bunuh diri. Apabila hal ini terjadi,

maka perjanjian dengan sendirinya gugur.

Dalam Pasal 307 KUHDagang ditentukan

“Apabila orang yang mengasuransikan jiwanya bunuh diri atau

dijatuhi hukuman mati, maka asuransi jiwa gugur”.

Poerwosutjipto dalam Abdul Kadir Muhammad berpendapat, bahwa

Pasal 307 KUHD ini dapat disimpangi, sebab kebanyakan asuransi jiwa

itu ditutup dengan sebuah klausul yang membolehkan penanggung

melakukan prestasinya dalam hal ada peristiwa bunuh diri dari badan

tertanggung asalkan peristiwa itu terjadi sesudah lampau 2 (dua) tahun

sejak diadakan asuransi.49

b. Peristiwa yang timbul dari luar, yaitu peristiwa hilangnya nyawa atau

meninggalnya tertanggung karena suatu sebab yang tidak dikehendaki

oleh pihak tertanggung. Apabila peristiwa ini terjadi, maka pihak

penanggung wajib membayar uang pertanggungan kepada pihak penerima

faedah setelah berkas-berkas persyaratannya dipenuhi.

49 Abdul Kadir Muhammad, Op.cit. hlm. 202

Dalam Pasal 307 KUHD, hukuman mati juga mengakibatkan gugurnya

pertanggungan, sehingga pihak penanggung bebas dari kewajiban untuk

membayar uang pertanggungan, meskipun peristiwa timbulnya dari luar.

Namun dalam hal ini, dianggap sebagai ketentuan yang tidak wajar, karena

peristiwa hukuman mati adalah peristiwa yang tidak diperkirakan terjadinya.

Apabila uang pertanggungan tidak dibayarkan maka sangat merugikan ahli

waris yang tidak tahu menahu atau turut serta dalam tindak pidana. 50

Selain itu dalam perjanjian asuransi ada masa leluasa. Apabila peserta

tidak dapat melanjutkan membayar premi, ada masa yang disebut dengan

masa leluasa, yaitu pihak perusahaan asuransi memberikan batas waktu (grace

period) kepada peserta untuk membayar premi lanjutan selama 30 hari

kalender. Misal : Jatuh tempo pemayaran premi lanjutan setiap bulan tanggal

2 Pebruari, maka masa leluasanya sampai tanggal 1 Maret. Jika dalam masa

leluasa tersebut peserta tidak atau belum membayar premi, maka masih ada

proteksi. Artinya pihak asuransi masih akan membayarkan manfaat asuransi

kepada ahli waris atau pihak yang berkepentingan terhadap asuransi setelah

dikurangi premi yang belum dibayar. Namun jika sampai lewat batas waktu

ternyata peserta belum juga membayar premi lanjutan, maka polis menjadi

batal sementara dan proteksi menjadi tidak ada. Artinya pihak perusahaan

asuransi tidak memiliki kewajiban apa-apa untuk membayar manfaat asuransi.

Masa leluasa berlaku untuk semua premi lanjutan baik dengan cara bayar

system bulanan, tri wulan, semesteran maupun tahunan.

Dalam konsep hukum, peserta asuransi yang tidak dapat melanjutkan

membayar premi tidak dapat dipaksa untuk membayar oleh pihak perusahaan

asuransi, peserta asuransi memiliki kebebasan apakah dia mau membayar

premi atau tidak, jika premi tidak dibayar, maka pihak perusahaan tidak

terikat lagi dengan janji untuk membayar manfaat, namun jika premi terus

50 Djoko Prakoso, Op.cit, hlm. 269

dibayar, maka pihak perusahaan asuransi secara hukum terikat oleh janji-

janjinya.51

6. Fungsi/peran Asuransi jiwa.

Perusahaan asuransi jiwa sebagai lembaga pertanggungan memberi

perlindungan atas nilai ekonomi hidup manusia, keluarga dan siapa saja yang

mempunyai kepentingan atas hidup seseorang tertanggung. Di samping itu

asuransi jiwa juga memberikan jaminan atas hal-hal sebagai berikut :

a. Sebagai proteksi. Asuransi jiwa memberikan proteksi terhadap nilai

ekonomi hidup untuk perseorangan, keluarga ataupun kepada siapa saja

yang mempunyai kepentingan asuransi atas hidup seseorang tertanggung.

b. Sebagai tabungan.(Saving).Asuransi jiwa sebagai suatu cara untuk

menabung yang sekaligus menjamin bahwa jumlah nominal seluruh

tabungan yang diinginkan pasti tercapai dan akan diterima walaupun

tabungannya terpaksa tidak dapat dilanjutkan sebagai akibat meninggal.

c. Sebagai Agunan (Collateral). Polis asuransi jiwa yang telah mempunyai

nilai tunai, dapat dipergunakan sebagai agunan untuk meminjam sejumlah

uang dari perusahaan asuransi jiwa yang bersangkutan.

d. Sebagai Warisan. Polis asuransi jiwa dapat meyakinkan orang tua bahwa

dia akan meninggalkan warisan pada anak cucunya bila sewaktu-waktu

meninggal dunia.

e. Memiliki polis asuransi jiwa dapat memberikan rasa tenteram dan

menambah percaya diri. Hal ini akan memberikan pengaruh positif

terhadap kehidupan keluarganya 52

51 Khoiril Anwar, Asuransi Syariah Halal & Maslahat, Cet. Pertama, Tiga Serangkai, Solo, 2007, hlm 69 52 Bumiputera, op.cit., hlm. 10

C. Konsep Islam Tentang Asuransi Syariah.

1. Pengertian Asuransi Syariah.

Asuransi dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah At-ta’min.

Penanggung disebut mu’ammin, sedangkan tertanggung disebut mu’amman

lahu atau musta’min.

At-ta’min diambil dari kata amana yang berarti memberi perlindungan,

ketenangan, rasa aman dan bebas dari rasa takut. Sebagaimana tersebut dalam

Al Qur’an surat Quraisy (106) ayat (4) yang berbunyi :

¤$öqyz

`ÏiB

NßgoYtB#u

äur

Artinya : Dialah Allah yang mengamankan mereka dari ketakutan

Pengertian at-ta’min sendiri adalah seseorang membayar/ menyerahkan uang

cicilan untuk agar ia atau ahli warisnya mendapatkan sejumlah uang

sebagaimana yang telah disepakati atau untuk mendapatkan ganti terhadap

hartanya yang hilang.53

Musthafa Ahmad Zarqa dalam Muhammad Syakir Sula memaknai

istilah asuransi dengan kejadian. Yaitu cara atau metode untuk memelihara

manusia dalam menghindari resiko (ancaman) bahaya yang beragam yang

akan terjadi dalam hidupnya, dalam perjalanan kegiatan hidupnya atau dalam

aktivitas ekonominya.

Husain Hamid Hisan mengatakan bahwa asuransi adalah sikap

ta’awun yang telah diatur dengan sistem yang rapi, antara sejumlah besar

manusia. Semuanya telah siap mengantisipasi suatu peristiwa. Jika sebagian

dari mereka mengalami peristiwa tersebut, maka semuanya saling menolong

dalam menghadapi peristiwa tersebut dengan sedikit pemberian (derma) yang

53 Muhammad Syakir Sula, op.cit., hlm. 28

diberikan oleh masing-masing peserta. Dengan pemberian (derma) tersebut,

mereka dapat menutupi kerugian-kerugian yang dialami oleh peserta yang

tertimpa musibah. Dengan demikian , asuransi adalah ta’awun yang terpuji,

yaitu saling menolong dalam berbuat kebajikan dan takwa. Dengan ta’awun

mereka saling membantu antara sesama. Dan mereka takut dengan bahaya

yang mengancam mereka.54

Sedang Wahbah Az- Zuhaili dalam Khairil Anwar mendefinisikan

asuransi syariah sebagai berikut :

“ Asuransi syariah sebagai at-ta’min at-ta’awuni (asuransi yang bersifat tolong menolong), yaitu kesepakatan beberapa orang untuk membayar sejumlah uang sebagai ganti rugi ketika salah seorang diantara mereka ditimpa musibah”55

Muhaimin Iqbal, mengatakan :

“Asuransi syariah adalah suatu pengaturan pengelolaan resiko yang

memenuhi ketentuan syariah, tolong menolong secara mutual yang

melibatkan peserta dan operator”56

Sedang Kuat Ismanto mendefinisikan pengertian asuransi syariah

sama dengan difinisi yang disampaikan oleh Fatwa Dewan Syariah

Nasional Nomor 21/DSN-MUI/X/2001, yaitu sebagai berikut :

“Asuransi syariah (Ta’min, takaful atau Tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan/atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah”57

54 Ibid. hlm. 29 55 Khoiril Anwar, Asuransi Syariah, Halal & Maslahat, cet. Pertama, PT.Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, Solo, 2007, hlm. 19 56 Muhammad Iqbal, Asuransi Umum Syariah dalam Praktek Upaya menghilangkan Gharar, Maisir dan Riba, ctk.Pertama, Gema Insani, Jakarta, 2005, hlm. 2 57Ahmad Kamil dan Fauzan, Kitab Undang-undang Hukum Perbankan dan Ekonomi Syariah, cet.Pertama, Kencana, Jakarta, 2007, hlm. 499

Dari pengertian tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa

asuransi syariah (ta’min, takaful, tadhamun) adalah transaksi perjanjian

antara dua pihak yaitu pihak perusahaan asuransi dan pihak peserta

asuransi, dimana pihak peserta berkewajiban membayar iuran (premi)

dan pihak perusahaan berkewajiban memberikan jaminan kepada peserta

asuransi jika terjadi sesuatu yang menimpa pihak peserta sesuai dengan

perjanjian yang dibuat.

Para ahli hukum Islam (Fuqaha) menyadari sepenuhnya bahwa

status hukum asuransi belum pernah ditetapkan oleh para pemikir

hukum Islam, pemikiran asuransi muncul ketika terjadi akulturasi

budaya antara Islam dengan budaya Eropa, namun bila dicermati,

melalui kajian yang mendalam maka dalam asuransi itu terdapat

maslahat sehingga para ahli hukum Islam mengadopsi manajemen

asuransi berdasar prinsip-prinsip syariah.58

Lembaga asuransi sebagaimana dikenal sekarang ini

sesungguhnya tidak dikenal pada masa awal Islam, akan tetapi terdapat

beberapa aktivitas dari kehidupan pada masa Rasulullah yang mengarah

pada prinsip-prinsip asuransi. Misalnya konsep tanggung jawab bersama

yang disebut sistem aqilah. Sistem tersebut telah berkembang pada

masyarakat Arab sebelum lahirnya Rasulullah SAW. Kemudian pada

jaman Rasulullah hal tersebut dipraktekkan oleh kaum Muhajirin dan

Anshar.

Sistem Aqilah adalah menghimpun anggota untuk menyumbang dalam

suatu tabungan bersama yang dikenal sebagai “kunz”. Tabungan ini

bertujuan untuk memberikan pertolongan kepada keluarga korban yang

58 Zainuddin Ali, Hukum Asuransi Syariah, :Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm. 24

terbunuh secara tidak sengaja dan untuk membebaskan hamba

sahayanya. 59

Asuransi merupakan sesuatu yang baru dikalangan muslim.

Sesuatu yang baru tidak berarti tidak baik atau tidak sah, terutama

dibidang muamalah, yang tidak ditetapkan perinciannya sebagaimana

dalam bidang ibadah. Bentuk-bentuk muamalah yang baru itu, yang

dapat diterima oleh kaum muslimin ialah yang tidak bertentangan

dengan prinsip-prinsip muamalah yang ditetapkan oleh syara’.

Syari’ah Islam telah mengatur prinsip-prinsip muamalah, sejauh

muamalah tersebut tidak beretentangan atau tidak mengandung unsur

maysir (perjudian), juga gharar (penipuan), riba, dzulum

(penganiayaan), risywah (suap), barang haram dan maksiat.

Lembaga asuansi sebagaimana dikenal sekarang sesungguhnya tidak

dikenal pada masa awal Islam, akibatnya dalam berijtihad para ulama

berbeda pendapat tentang hukum asuransi.

Adapun hasil ijtihad para ulama tersebut dapat klasifikasikan

sebagai berikut :

Pertama. Pendapat yang menyatakan bahwa asuransi dalam segala

aspeknya adalah haram. Pendapat ini didukung oleh kalangan ulama

seperti Sayid Sabiq, Muhammad Yusuf Qardawi. Kedua. Pendapat yang

membolehkan bahwa asuransi dengan segala bentuknya boleh, termasuk

asuransi jiwa dalam praktiknya sekarang. Pendapat ini didukung oleh

ulama seperti Abdul Wahab Khallaf, Muhammad Yusuf Musa. Ketiga.

Bahwa asuransi bersifat syubhat, dengan alasan bahwa tidak ada dalil-

dalil syar’i yang secara jelas mengharamkan atau menghalalkan.

Ulama yang mengharamkan asuransi dengan alasan bahwa :

1. Asuransi sama atau serupa dengan judi; 2. Asuransi mengandung ketidak pastian;

59 Gemala Dewi, op.cit., hlm. 137

3. Asuransi mengandung riba; 4. Asuransi bersifat ekploitasi karena jika peserta tidak sanggup

melanjutkan pembayaran premi sesuai dengan perjanjian maka premi hangus/hilang atau dikurangi secara tidak adil (peserta di dzalimi);

5. Premi yang diterima oleh perusahaan diputar atau ditanam pada investasi yang mengandung bunga/riba;

6. Asuransi termasuk akad sharfi, artinya jual beli atau tukar menukar uang dengan tidak tunai;

7. Asuransi menjadikan hidup atau mati seseorang sebagai obyek bisnis yang berarti mendahului takdir Allah.60

Sedang ulama yang membolehkan asuransi, dengan alasan sebagai

berikut :

1. Tidak ada nas dalam Al-Qur’an dan Hadits yang melarang asuransi; 2. Ada kesepakatan dan kerelaan kedua belah pihak; 3. Saling menguntungkan kedua belah pihak; 4. Asuransi dapat menanggulangi kepentingan umum, sebab premi-

premi yang terkumpul dapat diinvestasikan untuk proyek-proyek yang produktif dan pembangunan;

5. Asuransi termasuk hukum akad mudharabah (bagi hasil); 6. Kegiatan asuransi sama dengan koperasi (syirkah ta’awuniyah); 7. Asuransi dapat diqiaskan dengan sistem pensiun seperti Taspen.61

Adapun yang menganggap asuransi syubhat, ini disebabkan karena

perjanjian asuransi tidak dinyatakan secara jelas tentang kebolehan dan

ketidak bolehannya di dalam Al-Quran maupun hadis.62

Ada pandangan yang berbeda-beda tentang status asuransi

konfensional dari sudut pandang Islam, mayoritas ulama syariah,

percaya bahwa, merupakan pelanggaran hukum karena keterlibatan riba

(bunga), maisir (judi) dan gharar (ketidak pastian). Dan Takaful

merupakan alternatif Islam untuk asuransi, karena didasarkan pada

60 Khoiril Anwar, Op.cit., hlm. 25 61 Kuat Ismanto, Asuransi Syariah Tinjauan asas-asas Hukum Islam, Pustaka Pelajar, Yogyakarta,, 2009, hlm. 54. 62 Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian dalam Islam, Sinar Grafika, Jakarta, 1996, hlm. 88

konsep solidaritas sosial, kerjasama dan saling ganti kerugian sesama

anggota

“(Different views have been expressed about the status of conventional insurance from the point of view of Islam. Sn overwhelming majority of the syariah scholars believe that it is unlawful due to involvement of Riba (Interest), Maisir (Gambling) and Gharar (uncertainty). Takaful, the Islamic alternative to insurance, is based on the concept of social solidarity, cooperation and mutual indemnification of losses of members)” 63

. Ahmad Azhar Basyir (dalam Chairuman dan Suhrawardi K. Lubis),

Konsep asuransi yang sesuai dengan Islam adalah asuransi yang

dilakukan dengan perjanjian tolong menolong, bukan perjanjian tukar

menukar. Dengan demikian bukannya untung rugi yang dipikirkan

melainkan bagaimana hubungan tolong menolong itu ditegakkan.

Tertanggung yang memutuskan kontrak sebelum habis waktunya dan

kehilangan seluruh atau sebagian premi yang telah dibayarkan tidak

dirasakan sebagai kerugian, lebih-lebih dalam asuransi kesehatan, iuran

yang tidak akan kembali dan tidak dinikmati oleh tertanggung yang

selalu sehat, tidak dirasakan sebagai kehilangan, karena dapat digunakan

tertanggung yang lain yang mengalami sakit. Kemudian pihak asuransi

umumnya dan asuransi jiwa khususnya benar-benar merupakan lembaga

yang mengorganisasi perjanjian gotong royong yang memperoleh jasa

dari jerih payahnya secara seimbang, bukan perusahaan yang justru

memperoleh keuntungan besar. Dan nama asuransi jiwa itu sendiri

jangan sampai disalah mengertikan. Bukannya jiwa itu yang

diasuransikan yang dipandang sebagai intervensi terhadap takdir Tuhan.

Padahal yang dimaksud adalah asuransi sebagai akibat dari kematian

seseorang bagi ahli waris tertanggung atau yang ditunjuk. Apabila bisa

63 Muhamma d Ayub, An Introduction to Takaful- An Alternative to Insurance, hlm. 1

dicari istilah lain yang lebih pas dan akhirnya tidak menimbulkan

keraguan terhadap status hukumnya.

Para ahli hukum Islam mengakui bahwa asuransi konvensional

masih terdapat kelemahan, unsur ketidak pastian atau untung-untungan

dalam perjanjian asuransi dipandang tidak sejalan dengan syarat sahnya

suatu perjanjian. Disamping itu, ketidak seimbangan antara premi dan

ganti rugi, serta invetasi dengan jalan riba, menjadi alasan untuk tidak

membenarkan perjanjian asuransi ditinjau dari hukum Islam.

Untuk mencari jalan keluar atas berbagai persoalan asuransi yang

tidak sesuai dengan Islam, maka adalah dengan mengupayakan asuransi

yang menekankan sifat saling menanggung, saling tolong menolong

diantara tertanggung yang bernilai kebajikan menurut ajaran Islam. Hal

ini perlu agar kehidupan bersama, saling tolong menolong, dan ukhuwah

Islamiyah akan semakin erat melalui aktivitas muamalah lewat asuransi.

Ada dua konsep dasar yang dipakai dalam perusahaan asuransi syariah,

yaitu al-takaful (konsep perlindungan) dan al-mudharabah (konsep bagi

hasil).

Konsep takaful sendiri adalah konsep pertanggungan yang sejalan

dengan Islam, karena pada hakekatnya merupakan kesepakatan bersama

antara sejumlah orang untuk saling menjamin berbagi resiko antara yang

satu dengan yang lainnya dalam menghadapi kemungkinan terjadinya

bencana atau musibah. Sedang konsep mudharabah yang diterapkan

pada asuransi syariah mempunyai tiga unsur, yaitu sebagai berikut :

1. Dalam perjanjian antara peserta dengan perusahaan asuransi,

perusahaan diamanahkan untuk menginvestasikan dan

mengusahakan pembiayaan ke dalam proyek-proyek dalam bentuk

musyarakah, mudharabah, murabahah, dan wadiah yang dihalalkan

syara’.

2. Perjanjian antara peserta dan perusahaan asuransi berbentuk

perkongsian untuk bersama-sama menanggung resiko usaha dengan

prinsip bagi hasil yang porsinya masing-masing telah disepakati

bersama.

3. Dalam perjanjian antara peserta dengan perusahaan asuransi telah

ditetapkan bahwa sebelum bagian keuntungan yang diperoleh dari

hasil usaha dan investasi, terlebih dahulu diselesaikan klaim manfaat

takaful dari para peserta yang mengalami musibah.64

2. Jenis-jenis asuransi syariah.

Menurut Undang-undang Nomor 2 tahun 1992 tentang usaha

perasuransian, maka asuransi syariah ada dua jenis yaitu:

a. Asuransi jiwa syariah (Takaful keluarga) adalah bentuk asuransi syariah

yang memberikan perlindungan dalam menghadapi musibah kematian dan

kecelakaan atas diri peserta asuransi takaful.

Produk asuransi jiwa syariah (Takaful keluarga) meliputi :

1. Takaful Berencana.

2. Takaful pembiayaan.

3. Takaful pendidikan.

4. Takaful dana haji

5. Takaful berjangka

6. Takaful kecelakaan siswa

7. Takaful kecelakaan diri

8. Takaful khairat keluarga

b. Asuransi kerugian syariah (Takaful Umum) adalah bentuk asuransi

syariah yang memberikan perlindungan financial dalam menghadapi

64 Wirdyaningsih, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, Cet. Kedua, Kencana Prenada Media, Jakarta, 2006, hlm. 211

bencana atau kecelakaan atas harta benda milik peserta takaful, seperti

rumah bangunan dan sebagainya.

Produk asuransi kerugian syariah (Takaful Umum) meliputi antara lain :

1. Takaful kendaraan bermotor

2. Takaful kebakaran

3. Takaful kecelakaan diri

4. Takaful pengangkutan laut

5. Takaful rekayasa/engineering

6. Dan lain-lain.65

3. Asuransi Pendidikan Mitra Iqra ( MI ).

Asuransi Pendidikan mitra iqra adalah asuransi yang memberikan

kesempatan kepada peserta untuk mempersiapkan dana pendidikan bagi anak-

anaknya.66

Produk asuransi ini dirancang untuk merencanakan pendidikan anak

secara syariah mulai dari sejak tingkat Taman Kanak-kanak sampai dengan

anak tersebut menjadi seorang Sarjana Strata 1 (S1), sekaligus berfungsi juga

untuk menata kesejahteraan keluarga agar kelak anak tersebut, apabila orang

tuanya meninggal dunia, kesejahteraan dan pendidikannya tidak sampai

terabaikan.

Dinamakan pendidikan mitra iqra karena terkandung maksud, agar

anak-anak yang diambilkan program pendidikan lewat asuransi bumiputera

syariah kelak bisa mengikuti sifat-sifat dan keteladanan Nabi besar

Muhammad SAW.67

Ada beberapa ciri spesifik dan manfaat dari asuransi pendidikan mitra

iqra antara lain adalah : 65 Gemala Dewi, Opcit, hlm. 153 66 Wawancara dengan Afi Roziatun, Kepala Urusan Adminitrasi dan Keuangan pada tanggal 10 Desember 2009 67 Panduan Materi Pendidikan dan Latihan, opcit, hlm 27

a. Produk mitra iqra merupakan gabungan antara unsur tabungan dan unsur

tolong menolong.

b. Premi mitra iqra terdiri dari premi tabungan, premi tabarru dan premi

biaya.

c. Umur calon peserta asuransi pendidikan mitra iqra,

- Minimal 17 tahun (dan dikenakan table premi tabarru saat mencapai

usia 2 tahun).

- Umur saat mulai asuransi ditambah masa asuransi maksimal = 65

tahun

d. Usia peserta Non Medical maksimal berumur 53 tahun dan dalam keadaan

kondisi sehat.

e. Cara pembayaran biaya premi dibagi menjadi 4 cara yaitu :

- Triwulan dengan jumlah premi minimal Rp. 250.000,- (dua ratus lima

puluh ribu rupiah)

- Setengah tahun dengan jumlah premi minimal Rp. 500.000,- (lima

ratus ribu rupiah).

- Tahunan dengan jumlah premi minimal Rp. 1.000.000,- (satu juta

rupiah)

- Sekaligus yaitu minimal manfaat awal sebesar Rp. 5000.000,- (lima

juta rupiah)

f. Masa pembayaran premi, minimal 2 tahun dan maksimal 17 tahun.

g. Masa observasi Non Medical selama dua tahun yaitu :

- Tahun I sebesar Nilai Tunai + (60% X Santunan Kebajikan)

- Tahun II sebesar Nilai Tunai + (80% X Santunan Kebajikan)

- Tahun III dan seterusnya sebesar (100% X Klaim Meninggal).

h. Pembagian keuntungan hasil Investasi (mudharabah) adalah sebagai

berikut

- Untuk peserta (shahibul mal) memperoleh keuntungan sebesar 70%,

- Untuk pengelola (mudharib) memperoleh bagian sebesar 30%

i. Penerimaan dana tahapan asuransi Pendidikan Mitra Iqra adalah sebagai

berikut :

· Bagi peserta yang diberikan panjang umur sampai berahirnya akad,

maka akan diberikan dana tahapan sebagai berikut :

- TK usia 4 tahun peserta menerima tahapan 10% X Manfaat

Awal,

- SD usia 6 tahun peserta menerima tahapan 10% X Manfaat

Awal,

- SLTP usia 12 tahun peserta menerima tahapan 20% X Manfaat

Awal,

- SLTA usia 15 tahun peserta menerima tahapan 25 % X Manfaat

Awal,

- PT. 1 usia 18 tahun peserta menerima tahapan 35 % X Manfaat

Awal,

- PT. 2 usia 19 tahun peserta menerima tahapan 25 %X Sisa Nilai

Tunai,

- PT. 3 usia 21 tahun peserta menerima tahapan 35% X Sisa Nilai

Tunai,

- PT. 4 usia 21 tahun peserta menerima tahapan 50% X Sisa Nilai

Tunai,

- PT. 5 usia 22 tahun peserta menerima tahapan 100% XSisa Nilai

Tunai

Mulai usia 19 tahun 22 tahun, kewajiban peserta untuk membayar

premi berhenti.

· Bagi peserta yang ditakdirkan meninggal dunia sebelum akad asuransi

berakhir, maka peserta akan diterimakan:

- Santunan Kebajikan,

- Nilai Tunai (Premi Tabungan + Mudharabah),

- Dana Tahapan Pendidikan tetap diberikan sesuai aturan yaitu :

- TK usia 4 tahun peserta menerima 10% X Manfaat Awal,

- SD usia 6 tahun peserta menerima 10% X Manfaat Awal,

- SLTP usia 12 tahun peserta menerima 20% X Manfaat Awal,

- SLTA usia 15 tahun peserta menerima 25 % X Manfaat Awal,

- PT. 1 usia 18 tahun peserta menerima 35 % X Manfaat Awal,

- PT. 2 usia 19 tahun peserta menerima 15 % X Manfaat Awal,

- PT. 3 usia 20 tahun peserta menerima 20% X Manfaat Awal,

- PT. 4 usia 21 tahun peserta menerima 20% X Manfaat Awal,

- PT. 5 usia 22 tahun peserta menerima 25 % X Manfaat Awal.

Apabila peserta berhenti sebelum akad berakhir, maka peserta bisa

mengambil nilai tunai (Premi Tabungan + Mudharabah)

Peserta asuransi pendidikan mitra iqra boleh berhenti untuk sementara

waktu atau mengambil cuti bayar premi :

· Apabila dalam rentang waktu cuti mendapatkan Tahapan Pendidikan,

maka peserta wajib melunasi premi yang belum terbayar terlebih

dahulu baru kemudian bisa mendapatkan Tahapan Pendidikan.

· Apabila peserta meninggal dunia saat cuti bayar, selama masih ada

premi Tabarru, maka :

- Ahli waris akan menerima santunan kebajikan,

- Nilai tunai (bila masih ada), dan

- Tahapan pendidikan tidak berlaku.

4. Prinsip-prinsip Asuransi Syariah.

Sebuah bangunan akan kuat apabila dibangun diatas pondasi atau dasar

yang kuat, begitu pula asuransi harus dibangun diatas fondasi dan prinsip

dasar yang kuat serta kokoh.

Ada beberapa prinsip dalam asuransi syariah dalam AM. Hasan Ali.68

antara lain :

a. Prinsip Katauhidan (unity).

Prinsip tauhid adalah dasar utama dari setiap bentuk bangunan yang

ada dalam syariah Islam, setiap bangunan atau aktivitas kehidupan

manusia harus didasarkan pada nilai ketauhidan, artinya setiap langkah

atau bangunan hukum termasuk didalamnya bermuamalah harus

mencerminkan nilai ketuhanan.

Sebagaimana firman Allah dalam Surat Al Hadid ayat 4 yang

berbunyi :

uqèdur óOä3yètB tûøïr& $tB öNçGYä. 4 -

---

Artinya : ---dan Dia (Allah) selalu bersamamu dimanapun kamu berada

Dalam berasuransi yang harus diperhatikan adalah bagaimana

menciptakan kondisi bermuamalah yang tertuntun nilai ketuhanan. Paling

tidak dalam melakukan asuransi ada keyakinan bahwa Allah SWT selalu

mengawasi, sehingga dalam berasuransi akan selalu melakukan sesuatu

yang terbaik, karena merasa diawasi oleh Allah SWT.

b. Prinsip Tolong menolong.

Prinsip utama dalam asuransi syariah adalah ta’awanu ‘ala al-

birri wa al-taqwa (tolong menolonglah kamu sekalian dalam kabikan dan

takwa) dan al-ta’min (rasa aman). Prinsip ini menjadikan para anggota

atau para peserta asuransi sebagai sebuah keluarga besar yang satu dengan

yang lain saling menjamin dan menanggung resiko. Hal ini disebabkan

transaksi yang dibuat dalam asuransi syariah adalah akad takaful (saling

menanggung), bukan akad tabaduli (saling menukar) yang selama ini 68 AM. Hasan Ali, Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam, Edisi pertama, cet. Kedua, Kencana, Jakarta, 2005, hlm.125-136

digunakan oleh asuransi konvensional, yaitu pertukaran pembayaran

premi dengan uang pertenggungan. Seseorang yang masuk menjadi

anggota asuransi sejak awal harus mempunyai niat dan motivasi untuk

membantu meringankan beban teman (anggota) yang lain yang pada suatu

saat mendapatkan musibah atau kerugian. Hal ini seseuai dengan firman

Allah yang berbunyi :

¢ ( Artinya : Tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebaikan dan

takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan

pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah sesungguhnya Allah

amat berat siksa-Nya.

c. Prinsip saling bertanggung jawab.

Para peserta asuransi setuju untuk saling bertanggung jawab antara

satu sama lain, yang berarti bahwa para peserta asuransi syariah memiliki

rasa tanggung jawab bersama untuk saling membantu dan saling

menolong terhadap peserta lain yang mengalami musibah atau kerugian

dengan niat ikhlas, karena memikul tanggung jawab dalam hal kebaikan

dengan niat ikhlas, adalah termasuk ibadah.

Dengan prinsip ini, maka asuransi syariah merealisir perintah Allah

SWT dalam Al-Qur’an dan Rasulullah SAW., dalam As-Sunnah tentang

kewajiban untuk tidak memperhatikan kepentingan diri sendiri semata

tetapi juga mesti mementingkan orang lain atau masyarakat.

d. Prinsip saling bekerja sama atau saling membantu.

Yang berarti diantara peserta asuransi syariah yang satu dengan

yang lain saling bekerja sama dan saling tolong menolong dalam

mengatasi kesulitan yang dialami karena sebab musibah yang diderita.

Prinsip kerjasama merupakan prinsip universal yang selalu ada dalam

leteratur ekonomi Islam. Manusia sebagai makhluk yang mendapat

mandat dari khaliknya untuk mewujudkan perdamaian dan kemakmuran

dimuka bumi mempunyai dua wajah yang tidak dapat dipisahkan satu

sama lainnya, yaitu sebagai mahluk individu dan sebagai mahluk sosial.

Sebagai mahluk sosial manusia tidak akan dapat hidup sendiri tanpa

adanya bantuan dari yang lain. Sebagai apresiasi dari posisinya sebagai

mahluk sosial, nilai kerjasama adalah suatu norma yang tidak dapat

ditawar. Hanya dengan kerjasama antara sesama manusia baru dapat

merealisasikan kedudukannya sebagai mahluk sosial.

Kerjasama dalam asuransi dapat berwujud dalam bentuk akad yang

dijadikan acuan antara perusahaan dengan peserta (nasabah) yaitu

mudharabah atau musyarakah.

Mudharabah adalah bentuk kerjasama antara dua orang atau lebih yang

mengharuskan pemilik modal (dalam hal ini peserta asuransi)

menyerahkan sejumlah dana (premi) kepada perusahaan asuransi

(mudharib) untuk dikelola. Dana yang terkumpul tersebut oleh perusahaan

asuransi diinvestasikan agar memperoleh keuntungan (profit) yang

nantinya keuntungan tersebut akan dibagi antara perusahaan dan peserta

sesuai dengan kesepakatan sejak awal (yang tertuang dalam polis)

e. Prinsip saling melindungi penderitaan satu sama lain.

Yang berarti bahwa para peserta asuransi syariah akan berperan

sebagai pelindung bagi peserta yang lainnya yang mengalami gangguan

keselamatan berupa musibah yang dideritanya, yaitu dengan cara

memberikan dana tabarru atau kebajikan yang sudah diniatkan sejak awal.

f. Prinsip menghindari Unsur gharar, maysir dan riba.69

Dalam Islam setiap kegiatan muamalah, termasuk asuransi tatacara

dan operasinya harus berdasarkan pada Al Quran dan As Sunah. Prinsip-

prinsip tersebut tidak boleh dilanggar, oleh karenanya salah satu ketentuan

Al Quran dan As Sunah yang menjadi landasan setiap kegiatan yang

bersifat muamalah harus menghilangkan unsur-unsur sebagai berikut

yaitu : gharar, maysir, dan riba. Sebagai gantinya Islam selalu

menekankan bahwa setiap bentuk usaha dan investasi pada aspek

keadilan, suka sama suka dan kebersamaan dalam menghadapi setiap

resiko.

1. Gharar (uncertainty) atau ketidak pastian

Artinya adanya ketidak pastian sumber dana yang dipakai untuk

membayar klaim dari pemegang polis asuransi

Ada dua bentuk gharar dalam asuransi, (dalam Wirdyaningsih, 2005 :

257) yaitu :

a. Bentuk akad syariah yang melandasi penetapan pola. Secara

Konvensional kontrak atau perjanjian dalam asuransi jiwa dapat

dikatagorikan sebagai akad tabaduli atau akad pertukaran,

pembayaran premi dengan uang pertanggungan. Secara harfiah

dalam akad pertukaran harus jelas berapa yang dibayarkan dan

berapa yang diterima. Keadaan ini menjadi rancu (gharar) karena

kita tahu berapa yang akan diterima (sejumlah uang

pertanggungan) tetapi tidak tahu berapa yang akan dibayarkan

(sejumlah seluruh premi) karena hanya Allah yang tahu kapan

seseorang akan meninggal. Dalam konsep syariah, keadaan ini

akan lain karena akad yang digunakan adalah akad takaful atau

69 Gemala Dewi, Aspek-aspek Hukum Dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di Indonesia, ctk. Ketiga, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2006, hlm 148

tolong menolong dan saling menjamin, dimana semua peserta

asuransi menjadi penolong dan penjamin satu sama lain.

b. Sumber dana pembayaran klaim dan keabsahan syar’i penerima

klain itu sendiri. Dalam konsep asuransi konvensional, peserta

tidak mengetahui darimana dana pertanggungan yang diberikan

perusahaan asuransi berasal. Peserta hanya tahu jumlah

pembayaran klaim yang akan diterimanya. Dalam konsep takaful,

setiap pembayaran premi sejak awal akan dibagi dua, satu masuk

ke rekening pemegang polis, dan satu lagi dimasukkan ke

rekening khusus peserta yang harus diniatkan tabarru’ atau derma

untuk membantu saudaranya yang lain. Dengan kata lain, dana

klaim dalam konsep takaful diambil dari dana tabarru’ yang

merupakan kumpulan dana shadaqah yang diberikan oleh para

peserta asuransi.

2. Maysir (gambling).

Artinya bahwa ada salah satu pihak yang mendapat untung,

namun di lain pihak justru mengalami kerugian. Unsur ini dalam

asuransi konvensioanal terlihat apabila selama masa perjanjian peserta

tidak mengalami musibah atau kecelakaan, maka peserta tidak berhak

mendapatkan apa-apa termasuk premi yang disetornya. Sedangkan,

keuntungan diperoleh ketika peserta yang belum lama menjadi

anggota (jumlah premi yang disetor masih sedikit) justru menerima

dana pembayaran klaim yang jumlahnya jauh lebih besar. Dalam

konsep takaful, apabila peserta tidak mengalami kecelakaan atau

musibah selama menjadi anggota/ peserta asuransi, maka ia tetap

berhak mendapatkan premi yang disetor kecuali dana yang

dimasukkan ke dalam dana tabarru’

3. Riba.

Unsur riba tercermin dalam cara perusahaan asuransi

konvensional melakukan usaha dan investasi, dimana perusahaan

asuransi meminjamkan dana premi yang terkumpul atas dasar bunga.

Dalam konsep takaful dana premi yang terkumpul dinvestasikan

dengan prinsip bagi hasil, terutama mudharabah dan musyarakah.70

g. Prinsip Amanah (al-Amanah).

Didalam asuransi, amanah sangat menentukan untuk terwujudnya

nilai-nilai akuntabilitas (pertanggung jawaban) yaitu peserta asuransi dan

perusahaan asuransi harus saling memberikan informasi yang benar dan

tidak memanipulasi data.71

Dalam perusahaan asuransi amanah dapat terwujud dalam nilai-

nilai akuntabilitas (pertanggungjawaban) perusahaan melalui penyajian

laporan keuangan tiap periode. Dalam hal ini pihak perusahaan asuransi

harus memberi kesempatan kepada peserta untuk mengakses laporan

keuangan perusahaan. Laporan keuangan yang dikeluarkan oleh

perusahaan asuransi harus mencerminkan nilai-nilai kebenaran dan

keadilan dalam bermuamalah.

Prinsip amanah juga harus berlaku pada diri peserta asuransi.

Seseorang yang menjadi anggota asuransi wajib menyampaikan informasi

yang benar berkaitan dengan pembayaran dana iuran (premi) dan tidak

memanipulasi kerugian yang menimpa dirinya. Jika peserta asuransi tidak

memberikan informasi yang benar dan memanipulasi data kerugian yang

menimpa dirinya, berarti peserta tersebut tidak amanah.

5. Landasan Operasional Asuransi Syariah.

70 Ibid, hlm. 150 71 Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life and General) Konsep dan Sistem Operasional, ctk. Pertama, Gema Insani, Jakarta, 2004, hlm. 738

Keberadaan asuransi syariah di Indonesia secara konstitusional belum

begitu kuat. Hal ini terlihat dengan belum adanya peraturan setingkat undang-

undang yang secara khusus mengatur tentang asuransi syariah di Indonesia.

Secara struktural, landasan operasional asuransi syariah masih menginduk

kepada peraturan yang mengatur usaha perasuransian secara umum

(konvensional) yaitu Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha

Perasuransian. Peraturan Pemerintah Nomor 73 tahun 1992 Tentang

Penyelenggaraan Usaha Perasuransian, Dan baru ada peraturan yang secara

tegas menjelaskan asuransi syariah pada Surat keputusan Dirjen Lembaga

Keuangan No. Kep. 4499/LK/2000, tentang Jenis, Penilaian dan Pembatasan

Investasi Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dengan system

Syariah.

Untuk mengantisipasi hal tersebut diatas, Majelis Ulama Indonesia (MUI)

dengan Dewan Syariah Nasional (DSN) telah mengeluarkan fatwa dengan

Nomor : 21/DSN-MUI/X/2001 Tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah

yang secara umum memberikan penjelasan sebagai berikut :

1. Asuransi syariah (ta’min, takaful atau tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk asset dan atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.

2. Akad yang sesuai dengan syariah yang dimaksud pada poin (1) adalah

yang tidak mengandung gharar (penipuan) maysir (perjudian), riba, dzulum (penganiayaan), riswah (suap), barang haram, dan maksiat.

3. Akad tijarah adalah semua bentuk akad yang dilakukan untuk tujuan

komersial. 4. Akad tabarru’ adalah semua bentuk akad yang dilakukan dengan tujuan

kebajikan dan tolong menolong, bukan semata untuk tujuan komersial.

5. Premi adalah kewajiban peserta asuransi untuk memberikan sejumlah dana kepada perusahaan asuransi sesuai dengan kesepakatan dalam akad.

6. Klaim adalah hak peserta asuransi yang wajib diberikan oleh perusahaan

asuransi sesuai dengan dalam akad.72 D. Pengertian Hukum Ekonomi Syariah.

Hukum secara sederhana adalah merupakan pola-pola perilaku sosial yang

terlembagakan, eksis sebagai variabel sosial yang empirik; atau hukum adalah

manifestasi makna-makna simbolik para perilaku sosial sebagai tampak dalam

interaksi antar mereka.73

Sedang Ekonomi Syariah adalah suatu usaha atau kegiatan yang dilakukan

oleh orang perorang, kelompok orang, badan usaha yang berbadan hukum atau

tidak berbadan hukum dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat

komersial dan yang tidak komersial menurut prinsip syariah.74

Sedang prinsip-prinsip syariah, adalah prinsip-prinsip sebagaimana yang

dimaksud Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor

21/DSN-MUI/X/2001, dalam Ketentuan Umum angka (2) yaitu bahwa akad yang

sesuai dengan prinsip syariah adalah akad yang tidak mengandung Gharar

(ketidakjelasan), maysir (perjudian), riba, dzulum (penganiayaan) risywah (suap),

barang haram dan maksiat.75

Meskipun fatwa Majelis Ulama Indonesia tidak diakui oleh sebagian

kalangan karena statusnya yang belum jelas dari sudut kelembagaan Negara,

namun kenyataannya sampai saat ini fatwa tersebut masih merupakan satu-

72 Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia, Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah 73 Setiono, Pemahaman terhadap Metodologi Penelitian Hukum, Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2005, hlm. 21 74 Mahkamah Agung RI, Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, Jakarta. 2008, hlm. 1 75 Fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia tentang Asuransi Syariah, hlm. 127

satunya sumber hukum untuk masalah ekonomi syariah di Indonesia.76 Meskipun

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah telah melahirkan Undang-

undang Nomor 19 Tahun 2008 Tentang Surat Berharga Syariah dan Undang-

undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah, tetapi substansi

hukum ekonomi syariah masih belum tersedia dalam bentuk undang-undang

sebagian fatwa ini telah dipositifkan melalui Peraturan Bank Indonesia dan Surat

Edaran Bank Indonesia

Dan yang dimaksud dengan Hukum Ekonomi Syariah adalah Buku

Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) yang ditetapkan oleh Mahkamah

Agung Republik Indonesia untuk keperluan intern di lingkungan Peradilan

Agama dalam rangka penyelesaian sengketa ekonomi syariah, yang menjadi

lampiran dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Mahkamah

Agung Nomor 02 tahun 2008, tanggal 1 September 2008. yang secara sistematis

memuat prinsip-prinsip syariah dari ekonomi syariah yang terbagi dalam 4 buku

masing-masing :

1. Tentang Subyek Hukum dan Amwal yang terdiri atas 3 bab (pasal 1-19).

2. Tentang Akad yang terdiri atas 29 bab (pasal 20-673).

3. Tentang Zakat dan Hibah yang terdiri atas 4 bab (pasal 674-734), dan

4. Tentang Akuntansi Syariah yang terdiri atas 7 bab (pasal 735-796).

Dalam pengertian hukum, Kompilasi tidak lain adalah sebuah “buku

hukum” atau “buku kumpulan” yang memuat uraian atau bahan hukum tertentu,

pendapat hukum atau juga aturan hukum.77 Sehingga ketika bicara Kompilasi

Hukum Ekonomi Syariah maka Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah tersebut

harus dinilai sebagai sebuah buku hukum.78 Dan ketika bicara prinsip-prinsip

syariah dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah adalah prinsip-prinsip syariah

76 Rifyal Ka’bah, Mimbar Hukum dan Peradilan, Pusat Pengembangan Hukum Islam dan Masyarakat Madani (PPHIM), hlm.65 77 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Pedoman Hakim Agama dalam Menyelesaikan Sengketa Ekonomi Syariah, Mahkamah Agung RI, Jakarta, 2008, hlm. 1 78 Ibid , hlm. 2

sebagaimana dimaksud dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 21/DSN-

MUI/X/2001 Tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah.

E. Kerangka Pemikiran.

Asuransi adalah salah satu praktek muamalah yang tidak dikenal pada

jaman Nabi Muhammad SAW, sehingga dasar hukumnya secara tekstual tidak

ditemukan dalam Al-Quran dan Al-Hadits. Untuk menemukan dasar hukum

asuransi tersebut para ulama berijtihad sendiri dengan berdasar pada Maqashid

al-syar’iah. Keberadaan asuransi yang bersifat Ijtihadi ini mengakibatkan

perbedaan pendapat diantara para ulama tentang dasar hukumnya. Sebagaian

ulama ada yang membolehkan, namun sebagian ada yang mengharamkan dan

sebagaian lagi ada yang mengambil jalan tangah. Yakni membolehkan asuransi

yang bersifat sosial dan mengharamkan asuransi yang bersifat komersial.79

Asuransi Bumiputera Syariah, adalah sebuah perusahaan anak cabang dari

(AJB) Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912 yang didalamnya terdapat

program ungggulan yang ditawarkan kepada masyarakat berupa Asuransi

Pendidikan Mitra Iqra’.

Asuransi Pendidikan Mitra Iqra di Asuransi Bumiputera syariah yang

dalam perjanjiannya harus tunduk pada prinsip-prinsip asuransi syariah yang

mendasarinya, diantaranya adalah tidak mengandung unsur gharar (ketidak

jelasan), maysir (perjudian), riba, zhulm (penganiayaan), risywah (suap), barang

haram dan maksiat, diharapkan prinsip-prinsip tersebut dimengerti, dipahami

serta diterapkan oleh pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak asuransi, sehingga

tujuan ikut program asuransi Pendidikan Mitra Iqra akan tercapai yaitu

pendidikan tercapai dan lebih sejahtera lahir dan batin.

Dengan prinsip-prinsip tersebut diatas, asuransi Bumiputera syariah

program pendidikan Mitra Iqra Surakarta dengan premi yang terdiri dari premi

79 Hamzah Yaqub, Kode Etik Dagang menurut Islam, CV. Diponegoro, Bandung, 1984, hlm. 293

tabungan, premi tabarru’ dan premi biaya telah dikelola diinvestasikan, dan dari

hasil investasi tersebut, keuntungan dibagi antara perusahaan asuransi dengan

peserta asuransi untuk menjamin pendidikan anak mulai dari tingkat (TK) Taman

Kanak-kanak sampai dengan anak menjadi Sarjana strata satu (S1). Dan dengan

mengikuti program asuransi pendidikan Mitra Iqra’ ini diharapkan masa depan

dan kesejahteraan serta kelangsungan pendidikan anak akan terjamin.

Namun kenyataannya masih banyak pertanyaan dari masyarakat, apakah

status hukum maupun cara aktivitas asuransi syariah secara keseluruhan dari cara

memperoleh polis, membayar premi sampai kepada klaim sudah benar-benar

sejalan dengan prinsip-prinsip syariah.

Di asuransi pendidikan mitra iqra asuransi Bumiputera syariah Surakarta,

dalam mengelola dana yang terkumpul dari premi para peserta, baik itu premi

biaya, premi tabarru, maupun premi tabungan yang terkumpul, oleh perusahaan

Asuransi AJB Bumiputera selaku induk dari asuransi Bumiputera Syariah

Surakarta, telah direasuransikan ke perusahaan reasuransi yaitu ke Maskapai

asuransi Indonesia, dan oleh perusahaan Maskapai Asuransi Indonesia, dana

tersebut diinvestasikan ke 18 (delapan belas) anak perusahaan AJB Bumiputera

1912 yang kesemuannya masih dikelola secara konvensional atau tidak

melaksanakan prinsip-prinsip syariah.

Meskipun Undang-undang tentang asuransi syariah belum ada, namun

Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia dan Kompilasi Hukum

Ekonomi Syariah (KHES) untuk menjawab pertanyaan, apakah status hukum

maupun cara aktivitas asuransi syariah sudah sejalan dengan prinsip-prinsip

syariah, telah mengeluarkan fatwa dan aturan serta membentuk Dewan Pengawas

Syariah (DSN) yang bertugas mengawasi dan memastikan agar asuransi syariah

benar-benar melakukan kegiatannya berdasar prinsip-prinsip syariah yang telah

difatwakan oleh Dewan Syariah Nasional Nomor 21/DSN-MUI/X/2001.

Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 21/DSN-MUI/X/2001 Tentang

Pedoman Umum Asuransi Syariah, dan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah

(KHES) telah mengatur dengan jelas tentang investasi dan reasuransi yang harus

dilakukan oleh perusahaan asuransi syariah. Dalam angka delapan nomor (1)

Fatwa Dewan Syariah Nasional disebutkan, bahwa Perusahaan selaku pemegang

amanah wajib melakukan investasi dari dana yang terkumpul, sedang nomor (2)

investasi wajib dilakukan sesuai dengan syariah. Angka sembilan disebutkan

tentang reasuransi, bahwa Asuransi syariah hanya dapat melakukan reasuransi

kepada perusahaan reasuransi yang berlandaskan prinsip syariah. Sedang dalam

Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) pasal 564 ayat (1) disebutkan

Perusahaan asuransi selaku pemegang amanah wajib melakukan investasi dari

dana yang terkumpul. Ayat (2) Investasi sebagaimana dalam ayat (1) wajib

dilakukan sesuai dengan prinsip syariah.

Atas dasar kerangka berpikir tersebut diatas, penulis mencoba mencari

jawaban tentang permasalahan dalam tesis ini.

Untuk memperjelas kerangka pemikiran, maka dapat digambarkan dalam bentuk

bagan sebagai berikut :

BAGAN KERANGKA PEMIKIRAN

Ub Ub

Nrm Prn

penerapan

Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) dan Kompilasi Hukum

Ekonomi Syariah (KHES)

Dewan Pengawas Syariah (DPS)

Pengelola Asuransi Pendidikan Mitra Iqra Bumiputera

Syariah

Umpan balik Bekerjanya kekuatan Bekerjanya kekuatan

Kekuatan personal kekuatan personal dan sosial dan sosial

Dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional dan Kompilasi Hukum Ekonomi

Syariah (KHES) telah jelas disebutkan, perusahaan selaku pemegang amanah

wajib menginvestasikan dana yang terkumpul sesuai dengan prinsip syariah.

Namun pihak pengelola asuransi Bumiputera syariah selaku penanggung

jawab tidak melaksanakan fatwa Dewan Syariah Nasional dan Kompilasi Hukum

Ekonomi Syariah, padahal sebagian fatwa Dewan Syariah Nasional selama ini

telah dipositifkan melalui Bank Indonesia dan Surat Edaran Bank Indonesia,

pihak asuransi dalam menginvestasikan dana yang terkumpul berprinsip aman

dan menguntungkan, sebagaimana ketentuan Pasal 13 Peraturan Pemerintah

Nomor 73 Tahun 1992.

Dalam hal ini Dewan Pengawas Syariah dipertanyakan apa dan bagaimana

tugasnya selama ini.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian.

Penelitian merupakan terjemahan dari research yang berarti mencari,

mencari jawab, penelitian bermakna pencarian yaitu pencarian jawab mengenai

suatu masalah. Metode adalah alat untuk mencari, jadi menggunakan suatu

metode (alat) harus jelas dulu apa yang akan dicari. Dengan demikian apa yang

disebut metode penelitian itu pada asasnya akan merupakan metode (atau

cara/prosedur) yang harus ditempuh agar orang bisa menemukan jawabannya.

Dalam rangka menjawab masalah, untuk mencapai tujuan dan menunjang

kerangka teori maka penelitian ini ditulis sebagai berikut:

1. Tempat Penelitian

Tempat pelaksanaan penelitian ini dilakukan di Kantor Cabang Asuransi

Bumi Putra Syariah Surakarta. Jalan Slamet Riyadi No. 12 Surakarta.

2. Jenis Penelitian.

Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris atau penelitian yang non

doktrinal. Dalam penelitian hukum, metode yang dipakai tergatung pada

konsep apa yang dimaksud dengan hukum.

Mengikuti pendapat Soetandyo Wignyosoebroto, ada lima konsep hukum

(Setiono, 2005 : 20). yaitu :

a. Hukum adalah asas kebenaran dan keadilan yang bersifat kodrati dan

berlaku universal;

b. Hukum adalah norma-norma positif di dalam system perundang-undangan

hukum nasional;

c. Hukum adalah apa yang diputuskan oleh hakim inconcreto, dan

tersistimatisasi sebagai judge made law;

d. Hukum adalah pola-pola perilaku sosial yang terkembangkan, eksis

sebagai variable social yang empiric;

e. Hukum adalah manifestasi makna-makna simbolik para perilaku sosial

sebagai tampak dalam interaksi antar mereka.80

Dalam penelitian tesis ini penulis menggunakan konsep kelima, yaitu

hukum dikonsepkan sebagai regularitas yang terjadi dalam kehidupan sehari-

hari atau dalam alam pengalaman.81

Sehingga dalam penelitian ini mengutamakan data lapangan sebagai data

utamanya karena kajian diarahkan pada Tinjauan Hukum Ekonomi Syariah

dan pelaksanaan asuransi mitra iqra di Asuransi Bumi Putra Syariah, maka

guna menunjang dan melengkapi data dilakukan penelitian pustaka, yaitu

penelitian yang dilakukan dengan cara studi pustaka untuk memperoleh data

skunder.

3. Sumber Data

a. Data Primer

Data primer adalah data yang berkaitan langsung dengan yang diteliti,

yang diperoleh penulis langsung dari tempat penelitian dengan cara

80 Setiono, Pemahaman Terhadap Metodologi Penelitian Hukum, Program Studi Ilmu Hukum Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2005, Hlm. 20 81 Ibid, Hlm. 22

observasi dan dicatat untuk pertama kalinya oleh penulis sendiri melalui

pengamatan, wawancara atau tanya jawab dengan pihak terkait yaitu

dengan pengelola asuransi pendidikan Mitra Iqra dalam hal ini Kepala

Cabang dan Kepala Urusan Administrasi dan Keuangan Asuransi

Bumiputra Syariah Cabang Surakarta, serta beberapa orang peserta

Asuransi pendidikan Mitra Iqra.

b. Data Sekunder

Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari sumber lain, diantaranya

berbagai leteratur seperti :

1. Kitab Undang-undang Hukum Perdata

2. Kitab Undang-undang Hukum Dagang

3. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian.

4. Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992, Tentang

Penyelenggaraan Usaha Perasuransian.

5. Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 1992 Tentang Perubahan atas

Peraturan Pemerintah Nomor 73 tahun 1992.

6. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2008 Tentang Perubahan

kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992.

7. Keputusan Dirjen Lembaga Keuangan Nomor Kep.4499/LK/2000,

Tentang Jenis, Penilaian dan Pembatasan Investasi Perusahaan

Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dengan Sistem Syariah.

8. Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor : 21/DSN-MUI/X/2001,

Tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah.

9. Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 02 Tahun

2008 Tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES).

4. Teknik Pengumpulan Data

a. Wawancara

Wawancara yaitu pengumpulan data-data dengan cara melakukan tanya

jawab secara langsung dengan pihak yang bersangkutan yang terkait

dengan masalah tersebut.

b. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi yaitu suatu metode pengumpulan data yang

menggunaan bahan-bahan tertulis yang dapat berupa arsip, dan lain-lain

yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti.

c. Observasi

Observasi yaitu pengumpulan data-data dengan cara melakukan

pengamatan langsung di lapangan yaitu di Asuransi Bumi Putra Syariah

Surakarta.

5. Metode Analisis Data

Penelitian ini bersifat deskriptif analisis karena penelitian yang

dilakukan ini bermaksud untuk memberikan gambaran mengenai Pelaksanaan

Asuransi Mitra Iqra’ Di Asuransi Bumiputra Syariah Surakarta yang

dikomparasikan dengan teori, dan Fatwa Dewan Syariah Nasional

No.21/DSN-MUI/X/2001 Tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah, dan

Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 02 Tahun 2008 Tentang Kompilasi

Hukum Ekonomi Syariah (KHES) Penulis menggambarkan dalam penelitian

ini dengan menggunakan langkah-langkah penelitian yaitu pengumpulan data-

data yang diperoleh dari Asuransi Bumi Putra Syariah Surakarta, kemudian

diolah sehingga menjadi kesimpulan.

Penelitian deskriptif yang berhasil baik merupakan bahan yang sangat

diperlukan untuk penelitian analisis. Penelitian analisis tentulah akhirnya

untuk membuat deskripsi baru yang lebih sempurna.

Selain itu penulis juga menggunakan kombinasi penelitian deskriptif

dan analitis. Setiap penelitian dapat merupakan kombinasi dari penelitian

deskriptif dan analitis, karena analisis baru dapat dijalankan setelah diperoleh

gambaran dari ciri-ciri variabel yang terkumpul dan sebaliknya hasil akhir

suatu penelitian adalah berupa uraian atau gambaran tentang suatu keadaan

atau kesimpulan.

B. Sistematika Laporan Penulisan.

Untuk memberikan gambaran menyeluruh mengenai sistematika penulisan,

maka penulis menyiapkan sistematika sebagai berikut :

Bab pertama tentang pendahuluan, meliputi uraian tentang latar belakang

permasalahan yang diangkat, dilanjutkan dengan rumusan masalah yang menjadi

titik pokok penelitian, kemudian dilengkapi dengan tujuan dan manfaat penelitian

sebagai titik pencapaian dari penelitian ini.

Bab kedua, membahas landasan teori yang menguraikan tentang kerangka

teori yang berisi pendapat ulama tentang pengertian asuransi syariah, kemudian

dilanjutkan dengan teori bekerjanya hukum, dan kajian umum tentang asuransi,

konsep Islam tentang asuransi syariah, pengertian Hukum Ekonomi Syariah serta

kerangka pemikiran.

Bab ketiga, merupakan metode penelitian yang membahas tentang metode

yang dipakai dalam penelitian, dan sistematika laporan penulisan.

Bab keempat merupakan hasil penelitian dan pembahasan tentang

pelaksanaan asuransi mitra iqra’ di Asuransi Bumiputra Syariah Surakarta.

Bab kelima, merupakan bagian penutup, menguraikan tentang kesimpulan

yang diperoleh penulis dari pembahasan tersebut, implikasi dan saran-saran yang

berkaitan dengan penulisan tesis.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian.

1. Pelaksanaan Asuransi Pendidikan Mitra Iqra di Asuransi Bumiputra

Syariah Surakarta.

a. Sejarah berdirinya Asuransi Bumiputera.

Asuransi Bumiputra 1912 didirikan pada tanggal 12 Pebruari 1912

di Magelang oleh suatu Perkumpulan Guru-guru Hindia Belanda (PGHB).

Usaha asuransi jiwa tersebut dinamakan dengan Onderlinge

Levensverzekering Maatschappij atau OLMij PGHB.

Adapun para perintisnya pada waktu itu adalah terdiri dari tiga orang guru

masing-masing yaitu Mas Ngabei Dwidjosewojo sebagai Komisaris,

kemudian Mas Karto Hadi Soebroto sebagai Direktur, dan Mas

Adimidjojo sebagai Bendaharawan. Pada awalnya pendirian ini didasari

adanya niat yang tulus ikhlas serta iktikat baik untuk turut serta

meningkatkan kesejahteraan para anggota Persatuan Guru-guru Hindia

Belanda (PGHB).

Dengan semakin berkembangnya perkumpulan Onderlinge

Levensverzekering Maatschappij ini, kamudian namanya berubah menjadi

Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 dengan Akta Notaris De

Hondt yang berkedudukan di Yogyakarta sah menurut hukum sejak

berdirinya sebagai suatu bentuk usaha untuk melakukan perbuatan hukum

perdata sebagaimana hak dan kewajiban Perseroan Terbatas yang sah

sebagai badan hukum berdasarkan Pasal 10 Keputusan Kerajaan Belanda

tanggal 28 Maret 1870 Nomor 2 Stb 64 sesuai Surat Sekretaris Gubernur

Jendral Hindia Belanda tanggal 6 April 1915.

Namun pada awal berdirinya, ternyata perkumpulan asuransi jiwa ini

mengalami kesulitan-kesulitan dalam biaya, karena pemasukan uang

premi tidak mencukupi untuk biaya aktivitas, baik dibidang administrasi

maupun operasional, lebih-lebih dana cadangan, sehingga timbul

problema, dari mana dan bagaimana pembiayaan usaha ini harus

dilakukan agar dapat berjalan terus. Dengan dalih atau alasan untuk usaha

sosial, maka pengurus mengajukan suatu permintaan subsidi kepada

Pemerintah Hindia Belanda. Setelah diadakan pemeriksaan pembukuan

dan administrasi dengan hasil yang memuaskan, maka pada bulan Oktober

1913, oleh Pemerintah Hindia Belanda diberi bantuan (subsidi) berupa

uang setiap bulannya sebesar 30 Golden, pemberian bantuan ini disertai

ketentuan agar OLMij PGHB tidak hanya menerima anggota dari

kalangan Guru Sekolah Negeri, tetapi juga para Pegawai Gubernemen dan

Pegawai Swapraja, serta nama OLMij PGHB di ubah namanya menjadi

OLMij Bumiputera. Namun ternyata bantuan tersebut oleh Pemerintah

Hindia Belanda diberikan hanya sampai akhir tahun 1923.82

Karena OLMij Bumiputera mulai terkenal di masyarakat, maka banyak

permintaan dari berbagai golongan swasta untuk menjadi anggota pada

82 Bumiputera Syariah, Syarat-syarat khusus Polis dan Anggaran Dasar Bumiputera 1912, hlm.19

badan usaha asuransi jiwa ini. Dan untuk menampung minat dari

masyarakat tersebut, maka dibentuk suatu maskapai bayangan yang

bernama OLMij Bumiputera Merdiko.

Dengan pecahnya perang Asia Timur Raya pada tahun 1942, yang

melibatkan Indonesia, maka Bumiputera mengalami masa suram.

Kehadiran Jepang di Indonesia, akibat perang tersebut membawa iklim

perekonomian semakin buruk, akibatnya keberhasilan yang dicapai

perusahaan asuransi jiwa nasional mulai mengalami kemunduran.

Untuk menyesuaikan dengan suasana pendudukan Jepang, maka

OLMij Bumiputera pada tahun 1943 dirubah namanya menjadi Perseroan

Tanggung Djiwa (PTD), Perseroan Tanggung Djiwa (PTD) ini merupakan

satu-satunya perusahaan asuransi jiwa nasional yang tetap bertahan. Pada

masa revolusi kemerdekaan, untuk sementara Bumiputera dalam keadaan

non aktif karena tidak sedikit para petugas Bumiputera turut serta

mengambil bagian dalam mempertahankan kemerdekaan sebagai bagian

patriot-patriot bangsa. Setelah mengalami pasang surut pada masa perang

dan revolusi maka pada tahun 1950 sebagai langkah pertama dalam

merehabilitasi kembali Bumiputera adalah pemeriksaan kembali tentang

kekayaan, organisasi, administrasi baik kantor pusat maupun cabang-

cabangnya. Dan dibawah kepemimpinan R Notohamiprodjo, sebagai

ketua planning Bord disusunlah rencana kerja riil menuju modernisasi

Bumiputera.

Secara historis bentuk usaha perusahaan Bumiputera 1912

mempunyai dasar-dasar idialisme sebagai berikut :

1. O.L.MIJ PGHB didirikan untuk bersatu demi meningkatkan

kesejahteraan bersama.

2. Persatuan lebih ditekankan pada persatuan orang-orang bukan pada

modal.

3. Keadaan sosial ekonomi para guru Bumiputera pada saat itu tidak

memungkinkan mampu untuk memiliki saham.

4. Naluri kekeluargaan para pendiri lebih tebal daripada naluri

mendapatkan keuntungan secara pribadi.

5. Mengandung makna perjuangan untuk meningkatkan kesejahteraan

orang-orang Bumiputera secara umum.

Dilatar belakangi alasan-alasan tersebut, maka proses kelahiran

Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 berbeda dengan

perusahaan mutual di negara lain. Asuransi Jiwa Bersama (AJB)

Bumiputera berbentuk mutual sejak didirikan (Mutual Company) dan

telah dikukuhkan oleh Pemerintah melalui Keputusan Menteri Keuangan

RI Nomor 1250/KMK.013/1988 tanggal 2 Desember 1989, atau lebih di

kenal dengan pakDe 20.83

b. Sejarah berdirinya Asuransi Bumiputera Syariah Surakarta.

Asuransi sistem syariah atau takaful berasal dari umat Islam yang

menginginkan untuk melaksanakan kegiatan mereka berlandaskan hukum

Islam. Konsekwensi dari usaha kaum mujaddid abad 19 dan 20 yang

mengemukakan bahwa Islam tidak melarang membentuk aturan dan

kewajiban yang berdasarkan pada ibadah dan munakahat tetapi juga untuk

tujuan hidup yang komplit, termasuk dalam transaksi bisnis, salah satunya

berkenaan dengan asuransi. Para ulama tidak berada dalam satu pendapat

dimana asuransi itu dijinkan (halal) atau dilarang (haram). Para ulama

yang berpendapat bahwa asuransi itu haram, mereka menyarankan agar

asuransi tunduk pada ketentuan syariah.84 Berdasar hal tersebut maka

kemudian dipikirkan dan dirumuskan bentuk asuransi yang bisa terhindar

dari ketiga unsur yang diharamkan Islam yaitu gharar, maysir dan riba.

83 Panduan Materi Pendidikan dan Latihan Agen Asuransi (Funansial Advisor Syariah) Bumiputera Asuransi Syariah Semarang, Kanwil Syariah, hlm. 7 84 Ibid, hlm.19

Gagasan dan pemikiran didirikannya asuransi syariah sebenarnya

sudah muncul tiga tahun sebelum berdirinya Takaful dan makin kuat

setelah diresmikannya Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1991.85

Dengan beroperasinya Bank-bank syariah, ternyata dirasakan pula

kebutuhan akan hadirnya jasa asuransi yang bardasarkan syariah. Berdasar

pemikiran tersebut, maka Ikatan Cendekiawan Muslim se Indonesia

(ICMI) pada tanggal 27 Juli 1993 melalui Yayasan Abdi Bangsa bersama

Bank Muamalat Indonesia dan Perusahaan Asuransi Tugu Mandiri sepakat

memprakarsai pendirian asuransi takaful dengan menyusun Tim

Pembentukan Asuransi Takaful Indonesia.

Seperti telah disebutkan sebelumnya, bahwa ide membentuk takaful

adalah karena keinginan kaum muslimin untuk mempraktekan Islam

secara menyeluruh (kaffah), dan hal ini telah menghasilkan beberapa

bentuk perusahaan takaful (Asuransi Islam) yang berdiri, diantaranya

adalah AJB Bumiputera 1912 Devisi Syariah.

Dan Asuransi Bumiputera syariah juga telah mempunyai Dewan

Pengawas Syariah yang bertugas antara lain :

1. Memastikan dan mengawasi kesesuaian kegiatan operasionalnya

sesuai dengan ketentuan-ketentuan dan prinsip-prinsip syariah yang

dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional.

2. Menilai aspek syariah terhadap pedoman operasional dan produk

yang dikeluarkan.

3. Memberikan opini dari aspek syariah terhadap pelaksanaan

operasional asuransi secara keseluruhan dalam laporan publikasi

perusahaan asuransi.

4. Mengkaji produk dan jasa baru yang belum ada fatwanya untuk

dimintakan kepada Dewan Syariah Nasional.

85 Gemala Dewi, opcit. Hlm. 140

5. Menyampaikan laporan hasil pengawasan syariah sekurang-kurangnya

setiap 6 (enam) bulan kepada direksi, komisaris, Dewan Syariah

Nasional dan Bank Indonesia.86

Selain tugas, Dewan Pengawas Syariah juga mempunyai fungsi,

pertama sebagai penasehat dan pemberi saran kepada direksi, pimpinan

unit usaha syariah dan pimpinan kantor cagang syariah mengenai hal-hal

yang terkait dengan aspek syariah, kedua, sebagai mediator antara

Lembaga Keuangan Syariah dengan Dewan Syariah Nasional dalam

mengkomunikasikan usul dan saran pengembangan produk dan jasa dari

Lembaga Keuangan Syariah yang memerlukan kajian dan fatwa dari

Dewan Syariah Nasional.

Adapun susunan Dewan Pengawas Syariah di Asuransi Bumiputera 1912

untuk Periode 1 Agustus 2002 sampai dengan 31 Juli 2006 adalah

sebagai berikut :

DR. KH.MA. Sahal Mahfudh sebagai Ketua,

Prof. Dr.H. Ahmad Sukardja, SH sebagai anggota,

Drs. H.A. Fatah Wibisono, MA sebagai anggota.

Sedang untuk periode 1 Agustus 2006 sampai dengan 31 Juli 2010

susunan Dewan Pengawas Syariah sebagai berikut :

DR.KH.MA. Sahal Mahfudh sebagai Ketua

Dr. H. Endy M. Astiwara, MA. Sebagai anggota,

Drs. H.A. Fatah Wibisono, MA sebagai anggota.87

Asuransi Bumiputera Syariah Surakarta berdiri pada tanggal 1

Januari 2007, berkantor pertama kali di Ruko Pabelan depan Kampus

Universitas Muhammadiyah Surakarta, kemudian pada bulan September

tahun 2007, Bumiputera Syariah Surakarta pindah alamat ke gedung

86 Wirdyaningsih et al, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, cet, kedua, Kencana Prenada Media, Jakarta 2005, hlm 84. 87 Panduan Materi, opcit. Hlm. 19

milik sendiri di Jalan Slamet Riyadi No. 12 Surakarta. Sedang produk

asuransi pendidikan Mitra Iqra mulai dibentuk pada tanggal 12 Maret

2003 dalam Rapat Direksi sesuai dengan SK No. 10/DIR/TEK/2003, dan

mulai dipasarkan tahun 2005, waktu itu masih dipasarkan melalui

asuransi bumiputera konvensional, karena devisi syariah belum terbentuk.

Di Surakarta, asuransi pendidikan Mitra Iqra mulai dipasarkan

kepada masyarakat Surakarta dan sekitarnya pada tahun 2005 melalui

asuransi Bumiputera konvensinal, kemudian dialihkan ke Syariah

bersamaan dengan berdirinya asuransi bumiputera syariah Surakarta, yaitu

pada tanggal 1 Januari 2007. sejak berdirinya sampai dengan akhir tahun

2009 telah memiliki nasabah sebanyak 749 peserta.88

c. Struktur Organisasi Asuransi Bumiputera Syariah Surakarta.

Sebagai organisasi yang berbentuk Mutual, kekuasaan tertinggi di

Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera1912, terletak ditangan anggota,

yang dalam hal ini adalah para pemegang polis Asuransi Jiwa Bersama

(AJB) Bumiputera 1912 itu sendiri.

Kedudukan pemegang polis asuransi jiwa bersama (AJB) Bumiputera

1912 selain sebagai pembeli jasa asuransi (klien) juga berarti sebagai

pemilik perusahaan. Perwujudan kekuasaan anggota disalurkan melalui

wakil-wakilnya pada lembaga tertinggi perusahaan yakni Badan

Perwakilan Anggota (BPA).

Adapun susunan selengkapnya mengenai struktur organisasi yang

ada di Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera Syariah Surakarta

adalah sebagai berikut : Ibu Eny Kusmayawati, S.Sos. sebagai Kepala

Cabang menggantikan Bapak M. Khoiri Sukur, Ibu Afi Roziatun sebagai

Kepala Unit Administrasi dan Keuangan merangkap kasir, Ibu Rahma

88 Wawancara dengan Afi Raziatun, Kepala Urusan Administrasi dan Keuangan pada tanggal 10 Desember 2009

Chairiyah Radi sebagai Staf layanan, sedang jabatan Kepala Unit

Operasional dan Supervisor sampai saat ini masih kosong. Adapun

struktur organisasi AJB Bumiputera sebagai berikut :

STRUKTUR ORGANISASI AJB BUMIPUTERA 1912

Sidang Badan Perwakilan Anggota

Dewan Komisaris

Direksi

Sekretariat BPA/DEKOM

Aktuaris Perusahaan

Sekretariat Perusahaan

Dev.Mng Dana

Dep. Keuangn

Dep. Umum

Dvs.As.Jwa Syariah

Dep.Pengndl Intern

Dep. Pertanggun

gan

STRUKTUR ORGANISASI KANTOR WILAYAH ASURANSI BUMIPUTERA SYARIAH

Dep. Keagenan

Devisi Properti

Dep. SDM

Dep. Akuntansi

Dev. As Jw Perorangan

Dep. Konservasi

Dep. Mngm Resiko

Dvs As Jw Perkumpln

Dep. Prncn Perusahaan

Dep. Aktuaria

Dep. Klaim

Kantor Wilayah Asuransi Jiwa Perorangan

Kantor Wilayah Asuransi Jiwa Syariah

Kantor Wilayah Asuransi Jiwa Kumpulan

Dep. Teknologi Informasi

Dep. Hukum

Kepala Wilayah

Kabag Pemasaran Kabag. PSDM

Staf TOA Staf. Markt Intelegent

Staf. Keagenan

Staf .TTA

Staf. T.I

Staf. Instrrktur

Kasir Sekretaris

Staf . SPP Staf. Produksi

Kabag. Admntrs dan Keuangan

Kepala Cabang

Sumber data : Panduan Materi Pendidikan dan Latihan Agen Asuransi Bumiputera Syariah

STRUKTUR ORGANISASI ASURANSI BUMIPUTERA SYARIAH CABANG SURAKARTA

Sumber data : Panduan Materi Pendidikan dan Latihan Agen Asuransi Bumiputera Syariah d. Pelaksanaan Asuransi Pendidikan Mitra Iqra.

Asuransi pendidikan Mitra Iqra adalah salah satu produk dari

Kepala Cabang

Kepala Unit Adm dan Keuangan

Kasir Staf. Layanan Supervisor Agen Produksi/Debit

Kepala Unit Operasional

asuransi Bumiputra Syariah Surakarta yang diperuntukkan untuk

membantu pendidikan anak yang direncanakan lebih awal.89

Asuransi pendididkan mitra iqra dirancang untuk memprogram

pendidikan anak secara syariah mulai dari tingkat Taman Kanak-kanak

sampai dengan anak menjadi Sarjana Strata 1 (S1), sekaligus berfungsi

untuk menata kesejahteraan keluarga agar kelak apabila orang tua si anak

meninggal dunia, anak tersebut pendidikan dan kesejahteraannya tidak

akan terlantar atau terabaikan.90

Didalam asuransi pendidikan mitra iqra, peserta memiliki dua

kemungkinan, yakni kemungkinan pertama, peserta hidup sampai masa

kontrak berakhir, dan kemungkinan kedua, peserta meninggal dunia

sebelum masa kontrak berakhir. Apabila peserta asuransi mitra iqra

mengalami seperti kemungkinan pertama, yaitu hidup atau diberi umur

panjang sampai masa kontrak berakhir dan pembayaran preminya lancar,

maka pembayaran klaim yang berasal dari rekening tabungan peserta dan

porsi bagi hasil, akan diterima oleh peserta yang bersangkutan kemudian

digunakan untuk membiayai pendidikan anak. Akan tetapi apabila peserta

mengalami kemungkinan yang kedua, yaitu meninggal dunia sebelum

masa kontrak berakhir, maka pembayaran klaim berupa rekening tabungan

peserta, porsi bagi hasil dan dana kebajikan yang diambil dari tabungan

tabarru akan diterima oleh ahli warisnya untuk biaya pendidikan setelah

ditinggal mati orang tuanya.

Adapun pelaksanaan asuransi pendidikan Mitra Iqra sebagai berikut :

1. Akad dalam asuransi Mitra Iqra’.

Akad menurut Muslehuddin (dalam Khoiril Anwar) yaitu

89 Wawancara dengan Afi Raziatun, Kepala Urusan Administrasi dan Keuangan, tanggal 10 Desember 2009 90 Panduan Materi Diklat Asuransi Syariah, op.cit. hlm. 27

perpaduan antara penawaran (ijab) dan penerimaan yang merupakan

suatu cara yang efektif untuk melakukan akuisisi terhadap kepemilikan

dan pemindahan harta benda.91

Sedang akad yang digunakan dalam asuransi pendidikan mitra

iqra Surakarta dalam pembagian keuntungan adalah akad bagi hasil

(mudharabah) yang menggabungkan antara unsur tabungan dan unsur

tolong menolong (ta’awun).92 Yaitu tolong menolong pada sesama

peserta asuransi. Ketika ada peserta yang terkena musibah (meninggal

dunia), maka peserta lain akan ikut membantu dengan cara

memberikan derma atau iuran kebajikan atau dana tabarru kepada

keluarga, seperti yang telah dialami oleh keluarga Bambang Heru

Winarno, peserta dengan Nomor polis 2063013653, masa kontrak 17

tahun, berakhir 30 April 2023, yang meninggal pada bulan Agustus

2009, telah memperoleh klaim pada tanggal 19 Februari 2010. Dan

keluarga L. Lilik Eko Purwanto, peserta dengan Nomor polis

2053048388, masa kontrak 17 tahun, berakhir 30 Mei 2022,

meninggal pada bulan Mei 2009, dan telah memperoleh klaim pada

tanggal 30 September 2009.

(Sumber data : Kantor Cabang Syariah Surakarta)

2. Premi.

Premi adalah kewajiban pihak tertanggung kepada pihak

penanggung yang berupa pembayaran uang dengan jumlah tertentu

secara periodik. Pembayaran premi pada dasarnya adalah kewajiban

pemegang polis, pembayaran bisa dilakukan dengan cara melalui,

lewat agen, peserta langsung datang ke kantor asuransi, ataupun

91 Khoiril Anwar, opcit, hlm 33 92 Panduan Materi Diklat, op.cit. hlm 27, (wawancara dengan M. Khoiri Sukur, Kepala Cabang Asuransi Syariah Surakarta, tanggal 8 Desember 2009)

dikirim lewat rekening Bank yang telah ditunjuk. Premi dalam

asuransi pendidikan mitra iqra Surakarta terdiri dari :

a. Premi Tabarru’.

Yaitu sejumlah premi yang dihibahkan oleh peserta (dana

shadaqah, dana infaq) untuk saling tolong menolong (ta’awun)

menanggulangi musibah kematian (resiko meninggal) diantara

sesama peserta apabila ada yang meninggal dunia dalam masa

asuransi.93 Tabarru merupakan bagian premi yang diikhlaskan,

atau disumbangkan untuk tujuan tolong menolong kepada sesama

peserta asuransi.94

b. Premi Tabungan.

Adalah besarnya bagian premi setelah dikurangi premi tabarru dan

premi biaya yang digunakan oleh perusahaan untuk diinvestasikan

secara syariah dan hasil keuntungan dari investasi akan dibagi

antara peserta (shahibul mal) dengan perusahaan (mudharib)

dengan perbandingan keuntungan 70% untuk peserta dan 30%

untuk perusahaan asuransi.95

c. Premi Biaya.

Adalah sejumlah premi yang dialokasikan oleh peserta kepada

mudharib/pengelola atau perusahaan untuk mengelola keuangan

peserta agar aman, menguntungkan dan halal sehingga peserta

tidak rugi.96

Premi yang harus disetor di asuransi pendidikan mitra iqra

93 Panduan Materi Pendidikan dan Latihan, hlm 26 94 Wawancara dengan Afi Raziatun, Kepala Urusan Administrasi dan Keuangan, tanggal 10 Desember 2009 95 Panduan Materi, op.cit., hlm. 25 96 Ibid. hlm. 26

Surakarta besarnya minimal Rp. 250.000,-/triwulan sedang

maksimalnya tidak terbatas.97

Contoh perincian preminya sebagai berikut :

- Masa asuransi : 6 Juli 2005 s/d 5 Juli 2022.

- Manfaat Awal : Rp. 17.000.000,-

- Jumlah premi : Rp. 250.000,-

- Premi tabungan tahun I Rp. 115.500,-

- Premi biaya tahun I Rp. 97.500,-

- Premi tabarru Rp. 37.000,-

(Sumber data kantor cabang syariah Surakarta)

Di asuransi pendidikan mitra iqra Surakarta, premi peserta yang

disetor ke perusahaan asuransi paling rendah Rp. 250.000,- (dua ratus

lima puluh ribu rupiah)/ tri wulan, dan paling tinggi Rp. 3.000.000,-

(tiga juta rupiah)/ tri wulan atas nama pemegang polis Icha Nur Hanna

(Nomor polis 2,093E+11), dengan Manfaat Awal sebesar Rp.

204.000.000,- dengan pengecekan kesehatan Medical chek up (MDC),

dengan masa kontrak 17 tahun berakhir tanggal 12 Februari 2026.

(Sumber data daftar portofolio Kantor Cabang Syariah Surakarta)

Bagi peserta yang ikut asuransi pendidikan mitra iqra di Surakarta

dengan Manfaat Awal sampai dengan Rp. 50.000.000,-(lima puluh

juta rupiah), maka akan dilakukan pengecekan atau direcek oleh pihak

supervisor, sedang sampai dengan Rp. 100.000.000,-(seratus juta

rupiah) dilakukan pengecekan oleh Kepala Cabang, dan yang

besarnya diatas Rp. 100.000.000,-(seratus juta rupiah) pengecekan

dilakukan oleh Kepala Wilayah, sedang diatas Rp. 1.000.000.000,-

(satu milyar), pengecekan dilakukan oleh Kepala Devisi atau

97 Wawancara dengan Afi Roziatun, Kepala Urusan Administrasi dan Keuangan, pada tanggal 10 Desember 2009

diwakilkan yang setingkat.98

Dan bagi peserta asuransi pendidikan mitra iqra yang panjang

umur sampai berahirnya akad, akan memperoleh Dana Tahapan

Pendidikan yang diberikan sesuai dengan jadwal yang telah tertera

dalam Polis sebagai berikut :

- Taman Kanak-kanak (TK) usia 4 tahun, peserta akan menerima

10% x Manfaat Awal,

- Sekolah Dasar (SD), usia 6 tahun, peserta menerima 10% x

Manfaat Awal,

- Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), usia 12 tahun, peserta

akan menerima sebesar 20% x Manfaat Awal.

- Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SMA) usia 15 tahun peserta akan

menerima 25% x Manfaat Awal.

- Perguruan Tinggi (PT.1), usia 18 tahun menerima 35% x Manfaat

Awal.

- Perguruan Tinggi (PT.2) usia 19 tahun menerima Dana Tahapan

Pendidikan 25% x Sisa Nilai Tunai.

- Perguruan Tinggi (PT.3) usia 20 tahun memperoleh 35% x Sisa

Nilai Tunai.

- Perguruan Tinggi (PT.4) usian 21 tahun menerima 50% x Sisa

Nilai Tunai.

- Perguruan Tinggi (PT.5) usia 22 tahun menerima 100% x Sisa

Nilai Tunai.

Sedang bagi peserta yang meninggal dunia sebelum berahirnya

akad atau kontrak, peserta akan menerima dana sebagai berikut :

a. Santunan kebajikan.

b. Nilai Tunai (Premi tabungan + Mudharabah)

98 Ibid

c. Dana Tahapan Pendidikan sebagai berikut :

- Taman Kanak-kanak (TK) usia 4 tahun menerima 10% x

Manfaat Awal.

- Sekolah Dasar (SD) usia 6 tahun menerima 10% x Manfaat

Awal.

- Sekolah Lanjutan Pertama (SLTP) usia 12 tahun menerima

20% x Manfaat Awal.

- Sekolah Lanjutan Atas (SLTA) usia 15 tahun menerima 25% x

Manfaat awal.

- Perguruan Tinggi. 1 (PT.1) usia 18 tahun menerima 35% x

Manfaat Awal.

- Perguruan Tinggi 2 (PT.2) usia 19 tahun menerima 15% x

Manfaat Awal.

- Perguruan Tinggi 3 (PT.3) usia 20 tahun menerima 20% x

Manfaat Awal.

- Perguruan Tinggi 4 (PT.4) usia 21 tahun menerima 20% x

Manfaat Awal.

- Perguruan Tinggi 5 (PT.5) usia 22 tahun menerima 25% x

Manfaat Awal. 99

Dan apabila peserta berhenti sebelum akad berahir, maka peserta

hanya bisa mengambil Nilai Tunai (Premi tabungan + Mudharabah)

apabila masih ada.

Peserta boleh berhenti sementara (cuti) untuk membayar premi dengan

syarat :

- Apabila dalam rentang waktu atau masa cuti, ternyata peserta

mendapatkan dana Tahapan endidikan, maka peserta wajib

melunasi terlebih dahulu premi yang belum terbayar, baru

99 Panduan Materi Pendidikan dan latihan, opcit, hlm 28

kemudian bisa mendapatkan dan Tahapan Pendidikan.

- Apabila peserta saat cuti bayar premi ternyata meninggal dunia,

selama masih ada premi tabarru’ maka :

- Ahli waris menerima Santunan Kebajikan.

- Nilai Tunai (bila masih ada).

- Dana Tahapan Pendidikan tidak berlaku.100

Adapun cara pembayaran premi di Pendidikan Mitra Iqra, dari jumlah

peserta 749 dibagi menjadi 4 kelompok yaitu :

1. Tri wulan sebanyak 622 orang peserta,

2. Setengah tahunan sebanyak 58 orang peserta,

3. Tahunan sebanyak 68 orang peserta, dan

4. Bayar sekaligus dimuka 1 orang peserta.

(Sumber data : Daftar Portofolio Kantor cabang Syariah Surakarta).

Di Mitra Iqra Surakarta, dana tahapan pendidikan yang sudah

diterimakan kepada peserta, sejak berdiri hingga akhir tahun 2009,

adalah dana tahapan pendidikan untuk tingkat Taman Kanak-kanak

(TK) dan tingkat Sekolah Dasar ( SD). (Sumber data : Kantor cabang

syariah Surakarta)

3. Masa Kontrak.

Masa kontrak yang telah ditetapkan dalam asuransi pendidikan mitra

iqra adalah minimal 2 tahun dan maksimal 17 tahun, dengan usia

pemegang polis maupun peserta minimal 17 tahun, atau kurang dari 17

tahun tetapi sudah menikah. Sedang umur saat mulai asuransi

ditambah masa asuransi maksimal 65 tahun. Sedang usia peserta non

medical maksimal 53 tahun dan dalam kondisi sehat. Mitra iqra

Surakarta sampai akhir tahun 2009 telah memiliki nasabah sebanyak

100 Ibid

749 peserta, ternyata yang masih aktif membayar premi sampai akhir

2009 sebanyak 461 peserta, sedang yang tertunda atau sudah tidak

membayar premi meskipun sudah diingatkan melalui surat peringatan,

tetap tidak membayar sebanyak 288 orang peserta. Dari 749 peserta

masa kontrak yang dilakukan berbeda-beda, dengan perincian sebagai

berikut :

- 2 tahun sebanyak 1 peserta.

- 3 tahun sebanyak 7 peserta.

- 4 tahun sebanyak - peserta.

- 5 tahun sebanyak 2 peserta.

- 6 tahun sebanyak 9 peserta.

- 7 tahun sebanyak 1 peserta.

- 8 tahun sebanyak 12 peserta

- 9 tahun sebanyak 7 peserta

- 10 tahun sebanyak 21 peserta

- 11 tahun sebanyak 12 peserta

- 12 tahun sebanyak 19 peserta

- 13 tahun sebanyak 8 peserta

- 14 tahun sebanyak 105 peserta

- 15 tahun sebanyak 28 peserta

- 16 tahun sebanyak 265 peserta

- 17 tahun sebanyak 252 peserta

(Sumber data : Daftar portofolio Kantor cabang syariah Surakarta)

4. Penerbitan Polis.

Polis adalah perjanjian asuransi yang dilakukan antara penanggung

resiko (perusahaan) dengan tertanggung (peserta) yang dilakukan

secara tertulis, yang memuat hak dan kewajiban masing-masing pihak.

Polis sebagai dasar perjanjian antara pemegang polis dengan

perusahaan asuransi, polis dapat diterbitkan apabila kelengkapan

syarat sahnya perjanjian asuransi sudah terpenuhi, dan dengan

diterbitkannya polis berarti pemegang polis sudah resmi menjadi

peserta dan sudah mendapatkan proteksi dari pihak perusahaan

Persyaratan diterbitkannya polis asuransi pendidikan mitra iqra

tersebut antara lain :

b. Surat permintaan telah ditandatangani dan diisi dengan lengkap,

c. Titipan premi pertama telah dibayar,

d. Menyerahkan copy identitas diri seperti KTP,

e. Mengisi dan menandatangani daftar pertanyaan mengenai data diri,

riwayat pekerjaan, riwayat kesehatan, pada formulir yang telah

disediakan (Surat Pernyataan Tambahan),

f. Sudah dilakukan rechek oleh pejabat yang berwenang

(supervisor/Pimpinan operasional/Pimpinan Cabang/Wilayah),

g. Apabila uang pertanggungan yang disepakati melebihi batas UP

Non Medical atau usia tertanggung diatas 50 tahun maka surat

permintaan harus dilengkapi dengan hasil medical chek up.101

5. Klaim.

Klaim dibayarkan setelah persyaratan telah lengkap diterima dan

disetujui oleh perusahaan. Pembayaran klaim dilakukan di kantor

pusat, kantor cabang, perwakilan yang ditunjuk oleh perusahaan.

Untuk pembayaran klaim Dana Tahapan Pendidikan (Manfaat Awal)

asuransi pendidikan Mitra Iqra Surakarta, apabila pembayaran premi

lancar, maka otomatis Dana Tahapan Pendidikan akan diberikan sesuai

jadwal, bagi peserta yang setor preminya lewat agen, maka

pembayarannya dengan cara pihak perusahaan memberi informasi

kepada peserta (melalui agen) bahwa dana tahapan pendidikan sudah 101 Wawancara dengan Afi Raziatun, pada tanggal 10 Desember 2009

jatuh tempo, agar peserta melengkapi persyaratan yang telah

ditentukan. Bagi peserta yang membayar langsung ke kantor, maka

akan diberitahu langsung dan peserta diperintahkan untuk melengkapi

data-data yang diperlukan, dan tidak sampai satu minggu dana tahapan

bisa diterima. Kecuali peserta yang mutasi dari debit lain harus

dilakukan pencocokan data dan konfirmasi lebih dulu, sehingga

pambayarannya bisa terlambat.102 Dan apabila dana tahapan

pendidikan terlambat diambil atau tidak diambil, maka dana tersebut

oleh perusahaan dimasukkan ke utang piutang milik perusahaan

sebagai dana titipan dan tidak ikut diinvestasikan, sehingga dana

tersebut tidak memiliki keuntungan, (hal ini terjadi (tidak ikut

diinvestasikan) karena memang seharusnya dana tersebut harus sudah

dikeluarkan). Di Mitra Iqra Surakarta dana tahapan pendidikan yang

belum / tidak diambil sampai akhir tahun 2009 kurang lebih ada 10

peserta.103

Klaim (meninggal) dibayar dari rekening tabarru (dana kebajikan) dari

seluruh peserta yang terkumpul, yang sejak awal sudah diikhlaskan

oleh peserta untuk kesepakatan tolong menolong jika terjadi musibah

pada salah satu anggota.

Syarat pengajuan klaim asuransi pendidikan mitra iqra adalah sebagai

berikut:

a. Syarat secara umum.

- Polis asli.

- Mengisi formulir pengajuan klaim yang disediakan oleh

perusahaan.

- Foto copy identitas diri.

- Melampirkan atau menunjukkan surat pemberitahuan jatuh

102 Ibid 103 Ibid

tempo tahapan

b. Syarat khusus klaim meninggal dunia

- Mengisi formulir daftar pernyataan untuk klaim yang

disediakan oleh perusahaan

- Surat kematian yang dikeluarkan dari instansi yang berwenang

- Surat dari dokter yang berisi keterangan sebab-sebab

meninggal dunia

- Melampirkan surat keterangan dari Polisi apabila meninggal

dunia karena kecelakaan.104

Perusahaan asuransi berhak untuk meminta diberikan dokumen-

dokumen lain yang dianggap perlu dalam pengajuan klaim, dalam hal

peserta meninggal dunia, jangka waktu pengajuan berikut bukti-bukti

yang diperlukan selambat-lambatnya 6 bulan sejak tanggal meninggal

dunia.105

Contoh klaim penerimaan Dana Tahapan Pendidikan sebagai berikut :

PEMBAYARAN KLAIM DANA TAHAPAN PENDIDIKAN Telah terima dari Asuransi Jiwa Syariah Bumiputera Kantor Cabang Syariah Surakarta uang sebesar Rp. 1. 679.000,-(satu juta enam ratus tujuh puluh sembilan ribu rupiah) sebagai pembayaran klaim Dana Pendidikan dengan perincian sebagai berikut :

1. DATA POLIS. Nomor Polis : 2053038278 Macam Asuransi : MITRA IQRA Nama Pemegang polis : IHSAN WAHYUDI, Drs. Alamat : Jl. Slamet Riyadi 12 Lt. II Surakarta Jawa Tengah. Mulai Asuransi : 06/07/2005 Premi Tabarru : Rp. 37.000,- Habis Kontrak : 05/07/2022 Premi Biaya : Rp. 97.000,- Usia peserta : 43 Tahun Premi Tabungan : Rp.115.500,-

Masa asuransi : 17 Tahun Bayar premi s/d : 05/04/2010 Cara bayar premi : Triwulan Masa Pemb.premi : 17 tahun Jenis pertanggungan : Non Medical Sisa Nilai Tunai : Rp.0,-

104 Ibid 105 Ibid

Mata uang : IDR. Kurs saat ini : 1 Manfaat Awal : Rp.17.000.000,- Tanggal Meninggal : - Usia Polis : 4 Thn 4 Bln. Tanggal Pengajuan : 17/11/2010

2. HAK PEMEGANG POLIS/ YANG DITUNJUK Dana Pendidikan Rp. 1.700.000,- Jumlah Rp. 1.700.000,-

3. POTONGAN Pajak Rp 0,- Biaya Asministrasi Rp 15.000,- Meterai Rp 6.000,- Jumlah Rp 21.000,- Diterimakan Rp 1.679.000,- SURAKARTA, 13 Januari 2010. Yang menerima Perhitungan disetujui/disahkan Pemegang polis/yang ditunjuk ( ) ( ) Catatan :

Nilai Dana Pendidikan yang tercantum pada kwitansi ini : TK = 10% MA. KLAIM INI DIMUTASI DENGAN KODE : 1 (Sumber data : Asuransi Bumiputera Syariah Surakarta).

Contoh penerimaan dana tahapan tersebut diatas sebenarnya

dalam daftar polis tertera, bahwa seharusnya dana tahapan pendidikan

tersebut jatuh temponya dan harus diterimakan kepada peserta pada

tanggal 06/07/2008 sebesar 10% MA, namun oleh perusahaan hal

tersebut baru diinformasikan kapada peserta satu minggu sebelum

diterimakan kepada peserta yaitu pada tanggal 13 Januari 2010,

dengan alasan bahwa peserta adalah merupakan pindahan atau mutasi

dari luar wilayah daerah Nusa Tenggara Timur, sehingga harus

diadakan pengecekan ulang, yang akhirnya mengalami kemunduran

hampir 2 tahun.

6. Mekanisme Pengelolaan dana Mitra Iqra.

Dari jumlah 749 peserta, ternyata yang masih aktif melakukan

pembayaran premi sampai akhir 2009 sebanyak 461 orang peserta,

sedang yang tertunda atau sudah tidak melakukan pembayaran premi

meskipun sudah diingatkan untuk melakukan pembayaran melalui

surat peringatan, namun tetap tidak membayar, dan jumlahnya

sebanyak 288 orang peserta. Dan dari 281 orang peserta yang masih

aktif melakukan pembayaran premi, mereka akan memperoleh dana

tahapan pendidikan sebagaimana yang tertera di dalam polis.

Dalam asuransi pendidikan mitra iqra, akad atau perjanjian

yang dipakai adalah akad atau perjanjian bagi hasil (mudharabah),

dengan perbandingan keuntungan 70% untuk peserta asuransi, dan

30% untuk perusahaan asuransi. (ini sesuai dengan Pasal 562

Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah)

Berdasar kontrak bagi hasil (mudharabah) mekanisme

pengelolaan dananya ada dua cara. Pertama pengelolaan dana yang

memiliki unsur tabungan, dan kedua pengelolaan dana yang tidak

memiliki unsur tabungan.

Mekanisme pengelolaan dana yang memiliki unsur tabungan

adalah, setiap premi yang dibayarkan oleh peserta oleh perusahaan

akan dimasukkan kedalam dua rekening yaitu :

a. Rekening tabungan.

Adalah rekening milik peserta untuk menampung seluruh

tabungannya dari hasil bagi keuntungan yang menjadi hak milik

peserta. Rekening tabungan ini dapat diambil oleh peserta apabila

perjanjian berakhir, peserta mengundurkan diri, atau peserta

meninggal dunia.

b. Rekening khusus.

Adalah rekening yang menampung seluruh dana tabarru (iuran

kebajikan) dari para peserta yang telah diniatkan untuk dana tolong

menolong kepada sesama peserta, ketika ada peserta lain yang

ditimpa musibah. Dana tabarru ini akan dibayarkan kepada

peserta, jika peserta meninggal dunia atau perjanjian asuransi telah

berakhir dengan catatan ada bahwa kelebihan atau surplus dana.

Akan tetapi jika peserta tidak lagi melanjutkan, atau berhenti

melakukan pembayaran premi sebelum perjanjian asuransi

berakhir, maka dana tabarru tersebut tidak dapat diambil.

Sedang mekanisme pengelolaan dana tanpa unsur tabungan

adalah, setiap dana (premi) yang diserahkan peserta kepada

perusahaan asuransi hanya berupa dana tabarru’ (iuran kebajikan)

semata yang akan dimasukakan kedalam rekening khusus.

Kumpulan dana tabarru’ ini juga akan di investasikan oleh pihak

perusahaan asuransi. Dan hasil dari investasi tersebut akan

dimasukkan ke dalam dana peserta. Dan dana peserta yang

terkumpul setelah dikurangi klaim dan beban asuransi, jika masih

ada surplus atau kelebihan, maka peserta asuransi akan

memperoleh bagian keuntungan dengan nisbah yang ditetapkan,

yaitu 70% untuk peserta asuransi dan 30% untuk pihak perusahaan

asuransi.106

Setelah dana tersebut terkumpul dari premi peserta asuransi

pendidikan mitra iqra, maka dana tersebut, oleh kantor cabang akan

disetorkan ke kantor wilayah yang berkedudukan di Semarang sebagai

setoran, kemudian dari kantor wilayah cabang Semarang, dana

tersebut selanjutnya dikirim ke devisi syariah (kantor pusat), dan dari

devisi syariah dana tersebut selanjutnya dikirim ke departeman

menejemen dana (sehingga dana tersebut bercampur menjadi satu

antara dana yang berasal dari asuransi syariah dengan dana yang

berasal dari asuransi konvensional), dan dari departemen menejemen

106 Ibid

tersebut, kemudian oleh perusahaan asuransi Bumiputera dana tersebut

di reasuransikan ke Perusahaan ReAs (Maskapai Reasuransi

Indonesia), dan selanjutnya oleh Perusahaan ReAs (Maskapai

Reasuransi Indonesia) dana tersebut diinvestasikan untuk bisnis ke 18

anak perusahaan milik AJB Bumiputera 1912 sendiri107 yang terdiri

antara lain :

1. PT. Percetakan dan Penerbitan Mardi Mulyo. 2. PT. Asuransi BUMIDA 1967. 3. PT. Wisma Bumiputera (bergerak dibidang bisnis Property) 4. PT. Eurasia Wisata (bergerak dibidang bisnis Tour and Travel) 5. PT. Bumiwisata (bergerak dibidang bisnis perhotelan) 6. PT. Bumi Usaha Bandung (bergerak dibidang bisnis property) 7. PT. Bumi Usaha Surabaya (bergerak dibidang bisnis property) 8. PT.Bumi Dharma Aktuaria (bergerak dibidang jasa konsultan

aktuaria) 9. PT. Bank Bumiputera 10. PT. Informatics OASE (bergerak dibidang teknologi informasi) 11. PT. Bumiputera Mitra Sarana (bergerak dibidang jasa kontraktor) 12. PT. Bumiputera Capital Indonesia (bergerak dibidang sekuritas) 13. Yayasan Dana Pensiun Bumiputera 14. Yayasan Bumiputera Sejahtera 15. Yayasan Dharma Bumiputera 16. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Dharma Bumiputera 17. Koperasi Masyarakat Bumiputera (KOMAS) 18. Koperasi Karyawan Bumiputera (KARBUMI)108 Menurut Wirdyaningsih, dalam hal melakukan investasi, pihak

perusahaan asuransi syariah dapat melakukan investasi sesuai

ketentuan perundang-undangan, sepanjang investasi yang dilakukan

tersebut tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah Islam.109

Dari mekanisme pengelolaan dana tersebut dapat digambarkan dengan

bagan sebagai berikut :

MEKANISME PENGELOLAAN DANA MITRA IQRA

107 Ibid 108 Panduan Materi Pendidikan dan Pelatihan, opcit, hlm. 11 109 Wirdyaningsih, et.al, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, Kencana, Jakarta, 2005, hlm.186

30%

Mudharabah 70%

Dari bagan tersebut diatas, maka menunjukkan bahwa mekanisme

pengelolaan dana asuransi pendidikan mitra iqra pada asuransi

bumiputera syariah Surakarta, telah diinvestasikan tidak sesuai dengan

prinsip-prinsip syariah karena masih dikelola sendiri oleh AJB

Bumiputera 1912 untuk 18 anak perusahaannya yang kesemuanya masih

konvensional

2. Hasil Wawancara

Dalam melakukan penelitian ini penulis juga menghimpun data

dengan melalui wawancara terhadap pihak-pihak yang dianggap mengetahui

tentang pelaksanaan asuransi pendidikan mitra iqra di Asuransi Bumiputera

Syariah Surakarta, beberapa orang peserta asuransi yang masih aktif sebagai

nasabah, dan juga bebarapa orang peserta yang sudah berhenti membayar

premi :

1. M. Khoiri Sukur ( Kepala Cabang Bumiputera Syariah Surakarta ), Selasa

8 Desember 2009.

Biaya Operasional

18 Anak Perusahaan Bumiputera

Investasi Hasil Investasi

Premi Asuransi

Pend. Mitra Iqra

Rek. Tabungan Total dana

Rek. Tabungan Byr pada Peserta

Rek. Tabarru’ Byr pada Peserta

Rek. Tabarru’

Investasi

o Asuransi pendidikan mitra iqra seluruhnya telah dilaksanakan dan

dikelola secara syariah, pembayaran preminya peserta dapat

menentukan sendiri minimal Rp. 250.000,-/ triwulan maksimal tidak

terbatas. Premi yang terkumpul diinvestasikan dengan sistem

mudharabah dengan pembagaian keuntungan 70% untuk nasabah dan

30% untuk perusahaan.

o Jumlah peserta asuransi pendidikan mitra iqra di Bumiputera Surakarta

seluruhnya berjumlah 749 peserta, yang masih aktif membayar premi

sebanyak 461 peserta dan yang berhenti sebanyak 288 peserta.

o Alasan mereka berhenti macam-macam, awalnya ikut asuransi karena

bujuk rayu dari oknum agen, masalah ekonomi karena usahanya

macet, dan tidak lagi ditagih oleh pihak agen.

o Pihak perusahaan asuransi sudah melakukan peneguran secara tertulis

kepada nasabah yang macet agar mereka melakukan pembayaran

premi, namun itu hak nasabah apakah mereka akan membayar lagi

atau tidak pihak perusahaan tidak dapat memaksa.

o Rata-rata peserta yang berhenti membayar premi, sudah membayar

premi satu kali.

o Kepengurusan organisasi di pusat antara yang asuransi syariah dengan

yang konvensional masih menjadi satu, sedang di kantor cabang dan

kantor wilayah sudah terpisah.

o Dana yang terkumpul bercampur dengan yang konvensional karena

pengurus pusat masih menjadi satu dan dana dikelola/diinvestasikan

oleh perusahaan Re As (Maskapai Reasuransi Indonesia) ke 18 anak

perusahaan AJB Bumiputera 1912 sendiri karena selain aman,

keuntungan, tenaga yang ahli dibidang ekonomi syariah masih

terbatas, juga sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 73 tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian.

2. Afi Raziatun (Kepala Urusan Administrasi dan Keuangan), Kamis 10

Desember 2009.

o Asuransi pendidikan mitra iqra dipersiapkan untuk memprogram

pendidikan anak.

o Para peserta rata-rata telah memperoleh klaim dana tahapan

pendidikan satu kali yaitu ketika anaknya masuk TK atau SD.

o Pengurusan klaim dana tahapan pendidikan cepat dan mudah dan

diberikan kepada peserta tepat waktu (saat jatuh tempo)

o Peserta pendidikan mitra iqra kebanyakan mencairkan dana tahapan

pendidikan melalui agen,

o Ada beberapa agen yang tidak lagi melakukan penagihan premi

kepada peserta karena sudah beralih profesi, sehingga nasabah tidak

membayar premi.

o Pihak perusahaan tidak melakukan penagihan langsung kepada

nasabah karena kebanyakan alamatnya jauh dan tidak ada tenaga untuk

itu.

o Peserta yang tidak melanjutkan bayar premi, maka premi yang sudah

ada dikonfirmasi, yang nilai tunainya tidak minus bisa diambil (klaim

penebusan).

o Pengurus di pusat masih satu antara yang konvensional dengan yang

syariah, sehingga dana yang terkumpul disatukan dan di reasuransikan

ke Maskapai Reasuransi Indonesia dan oleh perusahaan resuransi baru

dinvestasikan.

o Dana yang terkumpul di mitra iqra belum dikelola secara syariah,

karena masih dikelola sendiri oleh perusahaan milik AJB Bumiputera

1912 untuk usaha macam-macam yang jumlahnya ada 18 perusahaan,

hal ini mengacu pada Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun

1992, karena demi keamanan, dan lebih banyak untung bila dikelola

sendiri, tenaga yang ahli dalam hal ekonomi syariah masih terbatas,

dan proyek atau lembaga yang syariah belum dimiliki oleh AJB

Bumuputera 1912, rencana tahun 2010 ini asuransi bumiputera syariah

semuanya akan dikelola secara syariah sehingga betul betul syariah.

3. Peserta yang masih aktif melakukan pembayaran premi (Sabtu 12 dan 19

Desember 2009)

o Awalnya ikut asuransi karena dikelola secara syariah, dan sering

didatangi oleh petugas agen, meskipun tidak tahu apakah benar-benar

dikelola secara syariah apa tidak.

o Awalnya setor lewat agen, dan sempat terlambat bayar, dan sekarang

setor langsung lewat transfer kadang bayar ke kantor.

o Pihak perusahaan dalam mengirformasikan jatuh tempo pembayaran

premi kadang terlambat, sehingga pembayaran premi juga terlambat,

Tahu ada dana tahapan karena diberitahu oleh perusahaan, dalam

mengurus dana tahapan mudah, tidak ada potongan, kecuali biaya

administrasi yang jumlahnya kecil.

o Tahu waktu jatuh tempo pembayaran premi dan menerima klaim dana

tahapan pendidikan karena melihat di polis.

o Pernah menerima klaim dana tahapan pendidikan sekali ketika

anaknya masuk SD, tidak ada potongan kecuali biaya administrasi

yang jumlahnya kecil.

4. Peserta yang berhenti melakukan pembayaran premi.(Sabtu 19 dan 26

Desember 2009)

o Ikut asuransi karena selalu didatangi agen dan karena dikelola secara

syariah, setelah setor sekali agen tidak datang lagi.

o Tidak membayar premi lagi karena selain tidak ditagih pihak agen,

karena usahanya tidak lancar, dan alamat jauh serta untuk kebutuhan

yang lain, belum pernah menerima dana tahapan, premi yang pernah

disetor tidak / belum diambil lagi.

o Tidak tahu menahu apakah asuransi tersebut dikelola secara syariah

apa tidak.

B. Pembahasan

Dari hasil penelitian tersebut diatas, menunjukkan bahwa pelaksanaan

asuransi pendidikan mitra iqra di asuransi bumiputera syariah Surakarta, terutama

dalam pengelolaan investasi dana (premi) belum dilaksanakan secara syariah,

karena belum sesuai dengan prinsp-prinsip syariah sebagaimana maksud pasal

564 ayat (1) dan (2) Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, hal ini disebabkan:

1. Dari Pembuat Undang-undang.

. Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 73 tahun 1992

tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian, Pasal 13 (1) disebutkan

bahwa investasi perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi wajib

dilakukan pada jenis investasi yang aman dan menguntungkan serta memiliki

tingkat likuiditas yang sesuai dengan kewajiban yang harus dipenuhi. (2)

Menteri menetapkan jenis-jenis investasi yang tidak boleh dilakukan oleh

Perusahaan asuransi dan Perusahaan Reasuransi.

Sedang dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) Pasal 564

ayat (1) Perusahaan ta’min (asuransi) selaku pemegang amanah wajib

melakukan investasi dari dana yang terkumpul. (2) Investasi sebagaimana

dalam ayat (1) wajib dilakukan sesuai dengan prinsip syariah.

Prinsip-prinsip syariah sendiri adalah prinsip-prinsip sebagaimana

dimaksud dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia

Nomor : 21/DSN-MUI/X/2001. tanggal 17 Oktober 2001, angka 2, yaitu tidak

mengandung gharar (ketidak jelasan), maysir (perjudian), riba, dzulum

(penganiayaan), risywah (suap), barang haram dan maksiat.

Dan di dalam Keputusan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor

21/DSN-MUI/X/2001, tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah, bagian

kedelapan, tentang Investasi, disebutkan pada angka (1) Perusahaan selaku

pemegang amanah wajib melakukan investasi dari dana yang terkumpul. (2)

Investasi wajib dilakukan sesuai dengan syariah. Sedang bagian kesembilan

disebutkan bahwa asuransi syariah hanya dapat melakukan reasuransi kepada

perusahaan reasuransi yang berlandaskan prinsip syariah.

Dari hasil temuan tersebut diatas, ternyata dalam fatwa Dewan Syariah

Nasional Nomor 21/DSN-MUI/X/2001, yang dijadikan dasar operasional

asuransi syariah selama ini telah mewajibkan kepada perusahaan asuransi

syariah, agar dan yang terkumpul dari para peserta di investasikan, dan

investasi tersebut dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, tetapi tidak

ada sanksi bagi perusahaan asuransi yang tidak menginvestasi dana secara

syariah, lagi pula sifatnya hanya fatwa Majelis Ulama Indonesia yang

statusnya belum jelas dari sudut kelembagaan Negara, sehingga pelaksanaan

asuransi pendidikan mitra iqra di asuransi Bumiputera syariah belum sesuai

dengan prinsip syariah sebagaimana diatur dalam Kompilasi Hukum Ekonomi

Syariah, sebab dana atau premi yang terkumpul dari para peserta asuransi

pendidikan mitra iqra, oleh perusahaan asuransi dana tersebut dinvestasikan

ke 18 anak perusahaan AJB Bumiputera 1912 yang kesemuanya masih

konvensional, dan ini bertentangan dengan Kompilasi Hukum Ekonomi

Syariah pasal 564 ayat (1) Perusahaan ta’min (asuransi) selaku pemegang

amanah wajib melakukan investasi dari dana yang terkumpul, dan ayat (2)

Investasi sebagaimana dalam ayat (1) wajib dilakukan sesuai dengan prinsip-

prinsip syariah.

2. Dari lembaga pelaksana.

Perusahaan asuransi pendidikan mitra iqra Asuransi Bumiputera Syariah

Surakarta adalah perusahaan yang memberikan jasa dalam penanggulangan

resiko yang dikaitkan dengan hidup atau meninggalnya seseorang yang

dipertanggungkan. Sedang peserta asuransi pendidikan mitra iqra adalah

perorangan yang mempertanggungkan jiwanya kepada pihak penanggung

(perusahaan)

Dari hasil penelitian yang penulis lakukan di Asuransi Syariah

Bumiputera Surakarta, hingga ahir tahun 2009, asuransi pendidikan mitra iqra

telah memiliki sebanyak 749 orang peserta dengan jumlah premi bayar per tri

wulan terendah Rp. 250.000,- sedang yang paling tinggi Rp. 3000.000,- dari

jumlah tersebut yang masih aktif membayar premi sebanyak 461 peserta,

sedang yang 288 tidak aktif lagi atau berhenti. Dari premi atau dana yang

terkumpul, oleh perusahaan Asuransi Bumiputera Syariah Surakarta premi

atau dana tersebut dikelola dan mekanisme pengelolaan dana asuransi

pendidikan mitra iqra. Menurut penjelasan dari Bapak M Koiri Sukur Kepala

Cabang yang lama dan Ibu Afi Raziatun Kepala Unit Administrasi dan

Keuangan, bahwa dana yang telah terkumpul dari premi peserta asuransi

pendidikan mitra iqra disetorkan ke Kantor Wilayah yang berkedudukan di

Semarang sebagai setoran, kemudian dari kantor wilayah, dana tersebut

dikirim ke devisi syariah, dan dari devisi syariah dana tersebut dikirim ke

departeman menejemen dana (menjadi satu antara konvensional dengan yang

syariah), dan dari departemen menejemen dana, dana tersebut di reasuransikan

ke Perusahaan ReAs (Maskapai Reasuransi Indonesia), dan oleh Perusahaan

ReAs (Maskapai Reasuransi Indonesia) dana tersebut diinvestasikan ke 18

anak perusahaan AJB Bumiputera 1912 sendiri yang terdiri antara lain : PT.

Percetakan dan Penerbitan Mardi Mulyo, PT. Asuransi BUMIDA 1967, PT.

Wisma Bumiputera (bergerak dibidang bisnis Property), PT. Eurasia Wisata

(bergerak dibidang bisnis Tour and Travel), PT. Bumiwisata (bergerak

dibidang bisnis perhotelan), PT. Bumi Usaha Bandung (bergerak dibidang

bisnis property), PT. Bumi Usaha Surabaya (bergerak dibidang bisnis

property), PT.Bumi Dharma Aktuaria (bergerak dibidang jasa konsultan

aktuaria), PT. Bank Bumiputera, PT. Informatics OASE (bergerak dibidang

teknologi informasi), PT. Bumiputera Mitra Sarana (bergerak dibidang jasa

kontraktor), PT. Bumiputera Capital Indonesia (bergerak dibidang sekuritas),

Yayasan Dana Pensiun Bumiputera, Yayasan Bumiputera Sejahtera, Yayasan

Dharma Bumiputera, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Dharma

Bumiputera, Koperasi Masyarakat Bumiputera (KOMAS), Koperasi

Karyawan Bumiputera (KARBUMI), sehingga investasinya belum syariah,

hal ini dikarenakan selain Bumiputera syariah masih baru dibentuk,

kepengurusannyapun masih satu antara yang syariah dan yang konvensional,

juga AJB Bumiputera belum memiliki proyek atau perusahaan yang murni

syariah, dan demi keamanan dana yang terkumpul serta lebih untung kalau

dikelola sendiri. Hal ini mengacu pada Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 73 tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha

Perasuransian, Pasal 13 (1) bahwa investasi perusahaan asuransi dan

perusahaan reasuransi wajib dilakukan pada jenis investasi yang aman dan

menguntungkan serta memiliki tingkat likuiditas yang sesuai dengan

kewajiban yang harus dipenuhi. (2) Menteri menetapkan jenis-jenis investasi

yang tidak boleh dilakukan oleh Perusahaan asuransi dan Perusahaan

Reasuransi.

Sedang dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) Pasal 564

(1) Perusahaan ta’min (Asuransi) selaku pemegang amanah wajib melakukan

investasi dari dana yang terkumpul. (2) Investasi sebagaimana dalam ayat (1)

wajib dilakukan sesuai dengan prinsip syariah.

Keputusan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 21/DSN-

MUI/X/2001, tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah, bagian kedelapan,

tentang Investasi, disebutkan pada angka (1) Perusahaan selaku pemegang

amanah wajib melakukan investasi dari dana yang terkumpul. (2) Investasi

wajib dilakukan sesuai dengan syariah. Sedang bagian kesembilan disebutkan

bahwa Asuransi syariah hanya dapat melakukan reasuransi kepada perusahaan

reasuransi yang berlandaskan prinsip syariah.

Meskipun pengelolaan asuransi syariah telah ada peraturannya, walaupun

masih sebatas Fatwa atau Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, namun

dikalangan pengelola asuransi syariah ada kendala diantaranya Asuransi

Bumiputera Syariah masih baru, kepengurusan yang masih satu antara yang

syariah dan yang konvensional, masih kekurangan tenaga ahli yang

menguasai bidang ekonomi syariah, juga pihak perusahaan AJB Bumiputera

sendiri juga belum memiliki proyek atau lembaga yang mengurusi khusus

syariah, sehingga akan lebih aman dan menguntungkan kalau dikelola sendiri.

3. Dari penegak hukum

Meskipun AJB Bumiputera syariah telah mempunyai Dewan Pengawas

Syariah yang bertugas diantaranya memastikan dan mengawasi kesesuaian

kegiatan operasional sesuai dengan ketentuan-ketentuan dan prinsip-prinsip

syariah yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional, namun dari hasil

penelitian ternyata pihak perusahaan AJB Bumiputera syariah dalam

mengelola dana yang terkumpul dari para peserta asuransi pendidikan mitra

iqra tidak melakukan sesuai dengan ketentuan dan prinsip syariah. Hal ini

bertentangan dengan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah pasal 564 ayat (1)

dan (2) serta Keputusan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomo 21/DSN-

MUI/X/2001, tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah, bagian kedelapan

tentang investasi disebutkan pada angka (1) Perusahaan selaku pemegang

amanah wajib melakukan investasi dari dana yang terkumpul. Angka (2)

Investasi wajib dilakukan sesuai dengan syariah. Sedang bagian kesembilan

disebutkan bahwa asuransi syariah hanya dapat melakukan reasuransi kepada

perusahaan reasuransi yang berlandaskan prinsip-prinsip syariah, hal ini

terjadi karena fungsi dari Dewan Pengawas Syariah (DPS) belum dilakukan

secara maksimal.

BAB V

P E N U T U P

C. Kesimpulan

Dari pembahasan tersebut diatas maka dapat disimpulkan sebagai berikut

bahwa :

a. Pelaksanaan Asuransi Pendidikan Mitra Iqra di Asuransi Bumiputera Syariah

Surakarta, tidak sesuai dengan prinsip-prinsip syariah sebagaimana dimaksud

dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 21/DSN-MUI/X/2001 Tentang

Pedoman Umum Asuransi Syariah dan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah

(KHES) Pasal 564 ayat (1) dan (2). Dalam ayat (1) disebutkan, perusahaan

asuransi (ta’min) selaku pemegang amanah wajib melakukan investasi dari

dana yang terkumpul., ayat (2) investasi sebagaimana dalam ayat (1) wajib

dilakukan sesuai dengan prinsip syariah.

b. Asuransi pendidikan mitra iqra pada asuransi Bumiputera syariah tidak sesuai

dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional dan Kompilasi Hukum Ekonomi

Syariah, karena AJB Bumiputera dalam menginvestsikan dana masih

berpatokan pada Pasal 13 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun

1992 Tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian, yaitu investasi

dilakukan pada jenis investasi yang aman dan menguntungkan.

c. Hambatannya karena perusahaan AJB Bumiputera tidak memiliki lembaga

khusus yang mengelola dana investasi yang berdasar prinsip syariah. Kedepan

AJB Bumiputera harus memiliki lembaga investasi yang khusus syariah, dan

memisahkan dana yang terkumpul, sehingga dana yang dari asuransi syariah

di investasikan ke lembaga yang syariah, dan dana yang terkumpul dari

konfensional di investasikan ke lembaga yang konfensional.

D. Implikasi.

Berdasarkan kesimpulan tersebut diatas, maka implikasi dari tidak

dilaksanakannya prinsip-prinsip syariah sebagaimana diatur dalam Fatwa Dewan

Syariah Nasional Nomor : 21/DSN-MUI/X/2001 Tentang Pedoman Umum

Asuransi Syariah dan Pasal 564 ayat (1) dan (2) Kompilasi Hukum Ekonomi

Syariah (KHES), maka pelaksanaan asuransi Pendidikan Mitra Iqra di Asuransi

Bumiputera Syariah Surakarta implikasinya menjadi tidak sah.

E. Saran

1 Agar perusahaan AJB Bumiputera sesegera mungkin mengelola asuransi

pendidikan mitra iqra dari polis sampai pengelolaan dananya secara syariah,

hal ini karena memang sudah menjadi kewajiban sebagai perusahaan yang

menggunakan lebel syariah, dan segera diadakan pemisahan kepengurusan

antara yang syariah dan yang konvensional.

3. Segera dibuat Undang-undang tentang asuransi syariah untuk menggantikan

Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 21/DSN-MUI/X/2001 yang selama ini

dijadikan dasar operasional asuransi syariah

4. Perusahaan AJB Bumiputera agar mengangkat tenaga-tenaga yang ahli dan

menguasai ekonomi syariah

5. Kepada masyarakat agar dalam ikut asuransi syariah, selektif dan harus tahu

betul apakah asuransi yang memakai lebel syariah tersebut benar-benar telah

dikelola secara syariah