pbl osteoporosis
DESCRIPTION
Makalah PBL (Problem Based Learning) FK Ukrida 2008TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Blok 14 merupakan blok musculoskeletal II. Dimana blok ini merupakan kelanjutan dari
blok sebelumnya pada semester 2, yaitu musculoskeletal I. Di blok ini akan dibahas mengenai
system musculoskeletal manusia dalam segi klinik. Oleh sebab itu makalah ini dibuat oleh
penyusun agar mengetahui lebih jelas lagi mengenai musculoskeletal. Dan juga untuk
pemenuhan tugas PBL pada blok ini.
II. Tujuan
Tujuan dibuatnya makalah ini adalah lebih kepada pembelajaran mandiri mengenai
musculoskeletal manusia yang merupakan topik dari blok 14. Makalah ini dibuat berdasarkan
diskusi kasus yang telah diberikan pada PBL 1 sebelumnya. Di makalah ini akan lebih
membahas salah satu penyakit musculoskeletal yang banyak terdapat di Indonesia, yaitu
osteoporosis. Diharapkan dengan membuat makalah ini, penyusun dapat mengerti dengan
baik mengenai osteoporosis, dan juga untuk pemenuhan tugas PBL kali ini.
1
BAB II
ISI
Pada scenario kasus yang diberikan, disebutkan bahwa seorang wanita yang sudah bisa
dikatakan lansia, mengalami nyeri pada panggul sebelah kanannya setelah terjatuh dari
bangku. Dan didapatkan juga hasil pemeriksaan densitometry -2,5. Pada hasil diskusi kami
sebelumnya di PBL, pendapat penyusun sementara ini ialah wanita ini mengalami trauma
pada panggul kanannya, entah itu fraktur tulang ataupun yang lainnya. Karena perlu
pemeriksaan lebih lanjut lagi. Namun ada penyebab yang lebih pokok lagi yang menyebabkan
nyeri pada panggul wanita tersebut. Berikut ini pembahasan lebih lanjut lagi.
I. Pemeriksaan
Anamnesis
Riwayat penyakit sangat penting dalam langkah awal diagnosis semua penyakit,
termasuk pula penyakit yang berhubungan dengan reumatik. Reumatologi merupakan ilmu
yang relative muda di Indonesia yang mempelajari penyakit sendi, temasuk penyakit arthritis,
fibrositis, bursitis, neuralgia, dan kondisi lainnya yang menimbulkan nyeri somatic dan
kekakuan yang mencakup penyakit autoimun, arthritis, dan kelainan musculoskeletal.
Sebagaimana biasanya diperlukan riwayat penyakit yang deskriptif dan kronologis,
ditanyakan pula factor yang memperberat penyakit dan hasil pengobatan unuk mengurangi
keluhan pasien.1
Anamnenis memegang peranan yang penting pada evaluasi penderita osteoporosis.
Kadang-kadang, kelihan utama dapat langsung mengarah ke diagnosis. Faktor lain yang juga
ditanyakan ialah fraktur pada trauma minimal , imobilisasi lama, penurunan tinggi bdana pad
aorang tua, kurangnya paparan sinar matahari, asupan kalsium, fosfor, serta vitamin D. Obat-
obatan yang diminum pada jangka panjang juga harus diperhatikan, seperti kortikosteroid,
hormone torid, dan lain-lain. Alkohol dan merokok juga merupakan faktor resiko
osteoporosis. Penyakit-penyakit lain yang harus ditanyakan yang juga berhubungan dengan
osteoporosis adalah penyakit ginjal, saluran cerna, hati, endokrin dan isufisiensi pancreas.
Riwayat haid, umur menarke dan menopause, penggunaan obat- obat kontraseptif juga harus
2
diperhatikan. Riwayat keluarga dengan osteoporosis juga harus diperhatikan, karena ada
beberapa penyakit tulang metabolic yang bersifat herediter.2
Pemeriksaan Fisik2
Tinggi badan dan berat badan harus diukur pada setiap penderita osteoporosis.
Demikian juga gaya berjalan penderita, deformitas tulang, leg-length inequality, nyeri spinal
dan jaringan parut pada leher.
Sklera yang biru biasanya terdapat pada penderita osteogenesis imperfekta. Penderita ini
juga biasanya juga akan mengalami ketulian, hiperlaksitas ligament dan hipermobilitas sendi
dan kelainan gigi.
Pada rikets, beberapa penemuan fisik sering dapat mengarahkan ke diagnosis, seperti
perawakan pendek, nyeri tulang, kraniotabes, parietal pipih, penonjolan sendi kostokondral
dan bowing deformity tulang-tulang panjang serta kelainan gigi.
Hipokalsemia ditandai oleh iritasi musculoskeletal, yang berupa tetani. Biasanya akan
didapatkan aduksi jempol tangan, fleksi sendi MCP dan ekstensi sendi-sendi IP.
Pada penderita hipoparatiroidismeidiopatik, pemeriksa harus mencari tanda-tanda
sindrom kegagalan poliglandular. Penderita dengan osteoporosis sering menunjukkan kifosisi
dorsal atau gibbus dan penurunan tinggi badan. Selain itu didapatkan juga protuberansia
abdomen, spasme otot paravertebral dan kulit yg tipis.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Biokimia Tulang2
Pemeriksaan biokimia tulang terdiri dari kalsium total dalam serum, ion kalsium, kadar
fosfor di dalam serum, kalsium urin, fosfat urin, osteokalsin serum, piridinolin urin dan bila
perlu hormone paratyiroid dan vitamin D.
Untuk menentukan turnover tulang, dapat diperiksa petanda biokimia tulang. Petanda
biokimia tulang terdiri dari petanda formasi dan resorpsi tulang. Pertanda formasi tulang
terdiri dari Bone-spesific alkaline phosphatase (BSAP), osteokalsin (OC), Carboxy-terminal
propeptide of type I collagen (PICP) dan amino-terminal propeptideof type I collagen (PINP).
Sedangkan petanda resorpsi terdiri hidroksiprolin urin, free and total pyridinolines (Pyd) urin,
free and total deoxypyridinolines (Dpd) urin, N-telopeptide of collagen cross-links (NTx)
urin, C-telopeptide of collagen cross-links (CTx) urin, cross-linked C-telopeptide of type I
collagen (ICTP) serum dan tartrate-resistant acid phosphatase (TRAP) serum.
3
PICP dan PINP merupakan petanda yang ideal dari formasi tulang, karena sebagian
besar protein yang dihasilkan oleh osteoblas adalah kolagen tipe I, walaupun demikian
kolagen ini juga dihasilkan oleh kulit, sehingga penggunaannya di klinik tidak sebaik BSAP
dan OC, karena pemeriksaan yanga ada saat ini tidak dapat membedakan PICP dan PINP
yang berasal dari tulang atau jaringan lunak.
Berbeda dengan formasi tulang, produk degradasi kolagen sangat baik digunakan untuk
petanda resorpsi tulang. Pada tulang yang diresorpsi, produk degradasi kolagen akan
dilepaskan kedalam darah dan diekskresi lewat ginjal. Kolagen pada tulang merupakan
kumpulan fibril yang disatukan oleh covalent ceross-link. Cross-link ini terdiri dari hidroksil-
piridinolin (piridinolin,Pyd) dan lisil-piridinolin (deoksipiridinolin, Dpd). Pyd lebih banyak
ditemukan dalam tulang dibandingkan Dpd, tetapi Pyd juga ditemukan di dalam kolagen tipe
II rawan sendi dan jaringan ikat lainnya, sehingga Dpd lebih spesifik untuk tulang daripada
Pyd.
Setelah resorpsi tulang oleh osteoklas, berbagai produk degradasi kolagen termasuk Pyd
dan Dpd akan dilepaskan kedalam sirkulasi, dimetabolisme di hati dan diekskresi lewat ginjal.
Urin mengandunbg 40% Pyd dan Dpd bebas dan 60% Pyd dan Dpd yang terikat protein.
Pengukuran kedua bentuk Pyd dan Dpd (bebas dan terikat protein) merupakan baku emas,
tetapi memerlukan waktu yang lamadan sangat mahal, sehingga saat ini banyak digunakan
pengukuran Pyd dan Dpd bebas saja. Selain itu didalam urin juga dapat diperiksa NTx dan
CTx.
Petanda resorpsi tulang yang dapat diperiksa dari serum adalah Cross-linked C-
telopeptide of type I collagen (ICTP) dan tartrate-resistant acid phosphatase (TRAP). ICTP
tidak banyak digunakan karena hasilnya sebagai petanda resorpsi tulang tidak
menggembirakan. TRAP juga tidak banyak digunakan karena tidak spesifik untuk osteoklas
dan relative tidak stabil dalam serum yang beku.
Beberapa hal yang harus dipertimbangkan pada pemeriksaan petanda biokimia tulang
adalah;
1. Karena petanda biokimia tulang hanya dapat diukur dari urin, maka harus diperhatikan
kadar kreatinin di dalam darah dan urin karena akan mempengaruhi hasil pemeriksaan.
2. Pada umumnya, petanda formasi dan resorpsi tulang memiliki ritme sirkadian, sehingga
sebaiknya diambil sampel urine 24 jam atau bila tidak mungkin dapat digunakan urin pagi
yang kedua.
4
3. Petanda biokimia tulang sangat dipengaruhi oleh umur, karena pada usia muda juga
terjadi peningkatan bone turnover.
4. Terdapat perbedaan hasil pada penyakit-penyakit tertentu.
Manfaat Pemeriksaan petanda biokimia tulang;
Prediksi kehilangan massa tulang
Prediksi resiko fraktur
Seleksi pasien yang membutuhkan anti resorptif
Evaluasi efektivitas terapi
Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan radiologic untuk menilai densitas massa tulang sangat tidak sensitif.
Seringkali penurunan densitas massa tulang spinal lebih dari 50% belum memberikan
gambaran radiologic yang spesifik. Selain itu, tekhnik dan tingginya kilovoltage juga
mempengaruhi hasil pemeriksaan radiologik tulang.2
Gambaran radiologic yang khas pada osteoporosis adalah penipisan korteks dan daerah
trabekular yang lebih lusen. Hal ini akan tampak pada tulang-tulang vertebra yang
memberikan gambaran picture-frame vertebra. Tulang “demineralisasi” ini mempunyai
korteks tipis dan trabekula medular yang halus.2,3
Skintigrafi Tulang2
Skintigrafi tulang dengan menggunakan Technetium -99m yang dilabel pada metilen
difosfonat atau hidroksimetilen difosfonat, sangat baik untuk menilai metastasis pada tulang,
tumor primer pada tulang osteomielitis dan nekrosis aseptic.
Pemeriksaan Densitas Massa Tulang (Densitometri)1,2,4
Densitometri tulang merupakan pemeriksaan yang akurat dan presis untuk menilai
densitas massa tulang, sehingga dapat digunakan untuk menilai faktor prognosis, prediksi
fraktur dan bahkan diagnosis osteoporosis. Berbagai metode yang digunakan untuk menilai
densitas massa tulang antara lain;
1. Single-Photon Absorptiometry (SPA)
SPA menggunakan berkas radiasi energy dari photon energy rendah, dimana berkas
kolimasi yang dipancarkan akan menenembus komponen jaringan lunak dan tulang maka
5
biasanya metoda ini digunakan hanya pada bagian tulang yang mempunyai jaringan lunak
yang tidak tebal seperti distal radius dan kalkaneus.
2. Dual-Photon Absorptiometry (DPA)
Metode ini mempunyai cara yang sama dengan SPA. Perbedaannya berupa sumber
energy yang mempunyai photon dengan 2 tingkat energy yang berbeda guna mengatasi
tulang dan jaringan lunak yang cukup tebal sehingga dapat dipakai untuk evaluasi bagian-
bagian tubuh dan tulang yang mempunyai struktur geometri komplek seperti pada daerah
femur dan vertebrata.
3. Ouantitative Computer Tomography (QCT)
Merupakan densitometry yang paling ideal karena mengukur densitas tulang secara
volumentrik (g/CM3). Terdapat beberapa kelebihan QCT dibandingkan pemeriksaan BMD
lain yaitu kemampuannya yang dapat menilai hanya daerah trabekula saja, dan tidak
terpengaruh oleh adanya artefak kalsifikasi ekstra dan intraosseous seperti kalsifikasi aorta
dan osteofit serta ukuran-ukuran tinggi, berat badan pasien.
4. Dual Energy X-Ray Absorptiometry (DXA)
DXA merupakan metoda yang paling sering digunakan dalam diagnosis osteoporosis
karena mempunyai tingkat akurasi dan presisi yang tinggi. Prinsip kerjanya sangat mirip -
dengan DPA, tetapi sumber energnya berbeda yaitu sinar-X yang dihasilkan dari tabung
sinar-X.
Tabel 3.1 Tindakan berdasarkan hasil pemeriksaan densitometriT-score Risiko fraktur Tindakan
> +1 sangat tidak ada terapirendah ulang densitometri tulang bila ada indikasi
0 s/d +1 rendah tidak ada terapiulang densitometri tulang setelah 5 tahun
-1 rendah tidak ada terapiulang densitometri tulang setelah 2 tahun
-1 sedang tindakan pencegahan osteoporosisulang densitometri tulang setelah 1 tahun
< -2,5 tinggi tindakan pengobatan osteoporosistanpa tindakan pencegahan dilanjutkan
fraktur ulang densitometri tulang dalam 1-2 tahun< -2,5 sangat tindakan pengobatan osteoporosisdengan tinggi tindakan pencegahan dilanjutkanfraktur tindakan bedah atas indikasi
ulang densitometri tulang dalam 6 bulan - 1 tahun
Sonodensitometri2
6
Salah satu metode yang lebih murah dalam menilai densitas tulang perifer dengan
menggunakan gelombang suara dan tanpa adanya resiko radiasi. Dilakukan pengukuran
densitas tulang berdasarkan dari kecepatan gelombang suara, atenuasi ultrasound broadband
dan kekakuan (stiffness). Keuntungan metode ini tidak adanya radiasi, mobile, ukuran kecil,
pengukuran cepat dan relative murah.
Magnetic Resonance Imaging (MRI)2
MRI mempunyai kemampuan yang cukup menjanjikan dalam menganalisa struktur
trabekula dan sekitarnya. Metode ini memiliki kelebiohan berupa tidak adanya radiasi,
metode ini sedang banyak diteliti.
Biopsi Tulang dan Histomorfotometri2
Biopsi tulang dan histomorfotometri merupakan pemeriksaan yang sangat penting untuk
menilai kelainan metabolisme tulang. Biopsi biasanya dilakukan di daerah transiliakal, yaitu 2
cm posterior SIAS dan sedikit inferior Krista iliakal. Alat yang digunakan adalah jarum
Bordier-Meunier. Indikasi biopsy tulang meliputi berbagai kelainan metabolic tulang seperti
osteoporosis pasca menopause, osteodistrofi renal, osteomalasia, rikets, hiperparatiroidisme
primer, penyakit tulang akibat kelainan gastrointestinalkronik atau pasca operasi
gastrointestinal.
II. Diferential Diagnosis
Berdasarkan kasus yang diberikan. Ada 5 keadaan yang dapat menyebabkan nyeri
tulang, yg dapat dijadikan diferential diagnosis. Penyakit-penyakit tersebut antara lain ialah
osteoporosis, osteomalasia dan rikets, osteodistrofi renal, osteonekrosis, neoplasma
tulang/keganasan pada tulang. Berikut ini penjelasannya;
1. Osteodistrofi Renal
Osteodistrofi renal merupakan komplikasi gangguan fungsi ginjal. Pada gagal ginjal
tahap akhir, umumnya sudah terdapat kelainan histologik tulang. Osteodistrofi renal ini
merupakan kelainan tulang dan sendi dengan spectrum yang luas yang terjadi pada pasien
gagal ginjal. Kelainan ini ditandai oleh nyeri tulang, kelemahan otot, deformitas skeletal,
retardasi pertumbuhan dan klasifikasi ekstraskeletal. Ada 4 tipe osteodistrofi renal, yaitu tipe
high-bone turnover, low bone-turnover, tipe campuran dan amiloidosis.2
7
2. Osteonekrosis
Disebut juga ischemic bone necrosis, avascular necrosis, atau aseptic necrosis. Kelainan
ini dapat terjadi akibat beberapa keadaan klinis, misalnya akibat penyakit tertentu (Seperti
penyakit Gaucher), akibat pengobatan (misalnya glukokortikoid), keadaan fisiologik dan
patologik tertentu (kehamilan, tromboemboli) atau tidak diketahui (idiopatik). Pada umumnya
osteonekrosis menyerang ujung-ujung tulang panjang, misalnya kaput femoris atau kaput
humeri, tetapi dapat juga menyerang tulang lainnya. Gejala utama osteonekrosis adalah nyeri
tulang pada area yang terserang. Keadaan ini harus dicurigai pada pasien yang menggunakan
steroid dosis tinggi atau jangka panjang yang mengeluh nyeri tulang.2
3. Osteomalasia
Defisiensi vitamin D, kalsium dan fosfor dalam jangka waktu yang lama, dapat
mengakibatkan akumulasi matriks tulang yang tidak dimineralisasikan. Penurunan
mineralisasi pada pasien muda menyebabkan riketsia karena kerusakan dari pertumbuhan
lempeng epifise. Kekuatan tulang menurun yang menyebabkan deformitas struktural pada
tulang penyangga berat badan. Pasien dengan riketsia mengalami hipotonia, kelemahan otot
dan pada kasus berat bisa terjadi tetani. Manifestasi klinik dari osteomalasia menyerupai
gangguan reumatik, meliputi nyeri tulang, mudah lelah, kelemahan proksimal dan perlunakan
periartikuler. Simptom ini membaik dengan terapi untuk mengoreksi gangguan
mineralisasi.2,11
4. Neoplasma Tulang dan Sendi
Neoplasma sendi dibagi atas neoplasma sendi primer dan neoplasma sendi sekunder.
Klasifikasi tumor tulang berdasarkan perkembangan tulang tulang dan formasinya terbagi atas
tipe yang spesifik yaitu osseous dan nonoseous.
a. Neoplasma sendi primer
Merupakan suatu kelainan priliferatif yang tidak diketahui kausanya dan mempengaruhi
sinovia adalah pigmented villonoduler synovitis (PVNS). Kelainan ini terjadi dalam 3
bentuk yaitu; (1) Giant cell tumor dari selaput tendon, (2) Nodul intra artikuler yang soliter
(Lokal PVNS) dan (3) Lesi villous diffuse pigmen mengenai jaringan sinnovia.
b. Neoplasma Sendi Sekunder
Terdiri dari sarcoma sinovia dan giant cell tumor.
c. Tumor Benigna
Terdiri atas hemangioma sendi, Lipoma arborescens, fibroma of tendon sheath, kondroma,
miksoma, dan synovial kondromatosis.
8
d. Tumor ganas (Maligna)
Terdiri atas Kondrosarkoma, clear cell sarcoma, limfoma, agiosarkoma, dan tumor
metastasik.2
III. Diagnosis
Berdasarkan hasil pembelajaran yang telah dipaparkan dalam bagian sebelumnya. Maka
penyusun mendapatkan diagnosis bahwa pada kasus yang diberikan tersebut. Wanita itu
menderita penyakit osteoporosis
Osteporosis adalah penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh penurunan densitas
massa tulang dan perburukan mikroarsitektur tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan
mudah patah. Penyakit ini termasuk penyakit degenerative dan metabolic.2
Puncak massa tulang dicapai pada usia 30-34 tahun dan rata-rata kehilangan massa
tulang pasca menopause adalah 1,4% tahun. Faktor risiko osteoporosis yang meliputi umur,
lamanya menopause dan kadar estrogen yang rendah, sedangkan faktor proteksinya adalah
kadar estrogen yang tinggi, riwayat berat badan lebih/obesitas dan latihan yang teratur.2
Umumnya osteoporosis bersifat episodic. Setiap serangan nyeri mewakili adanya farktur
yang diikuti oleh kerusakan jaringan lunak dan spasme otot dan biasanya gejala menghilang
setelah 4-6 minggu. Walaupun pasien dengan keluhan nyeri dapat diberi jaminan bahwa
nyerinya akan berangsur hilang dengan sendirinya, pemberian terapi analgetik dapat
dilakukan.5
Pada seseorang yang mengalami patah tulang, diagnosis osteoporosis ditegakkan
berdasarkan gejala, pemeriksaan fisik dan rontgen tulang. Pemeriksaan lebih lanjut mungkin
diperlukan untuk menyingkirkan keadaan lainnya penyebab osteoporosis yang bisa diatasi.6
IV. Etiologi
Diagnosis secara klinis sulit dinilai karena tidak ada rasa nyeri pada tulang saat
osteoporosis terjadi, walaupun osteoporosis lanjut. Rasa nyeri pada tulang timbul saat
terjadinya fraktur atau mikro fraktur. Khususnya pada wanita-wanita menopause dan pasca
menopause, rasa nyeri di daerah tulang dan sendi dihubungkan dengan adanya nyeri akibat
defisiensi estrogen. Masalah rasa nyeri jaringan lunak (Wallace tahun 1981), yang
9
menyatakan rasa nyeri tibul setelah bekerja, memakai baju, perkerjaan rumah, taman, dan
lain-lain.7
Penyakit osteoporosis adalah berkurangnya kepadatan tulang yang progresif, sehingga
tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Tulang terdiri dari mineral-mineral seperti kalsium
dan fosfat, sehingga tulang menjadi keras dan padat. Jika tubuh tidak mampu mengatur
kandungan mineral dalam tulang, maka tulang menjadi kurang padat dan lebih rapuh,
sehingga terjadilah osteoporosis.8
Penyakit osteoporosis sering disebut sebagai silent disease karena proses kepadatan
tulang berkurang secara perlahan (terutama pada penderita osteoporosis senilis) dan
berlangsung secara progresif selama bertahun-tahun tanpa kita sadari dan tanpa disertai
adanya gejala.6
Gejal-gejala baru timbul pada tahap osteoporosis lanjut, seperti berikut;6
patah tulang
punggung yang semakin membungkuk
hilangnya tinggi badan
nyeri punggung
Jika kepadatan tulang sangat berkurang sehingga tulang menjadi hancur, maka akan
timbul nyeri tulang dan kelainan bentuk. Hancurnya tulang belakang menyebabkan nyeri
punggung menahun. Tulang belakang yang rapuh bisa mengalami hancur secara spontan atau
karena cedera ringan.6
Biasanya nyeri timbul secara tiba-tiba dan dirasakan di daerah tertentu dari punggung,
yang akan bertambah nyeri jika penderita berdiri atau berjalan. Jika disentuh, daerah tersebut
akan terasa sakit, tetapi biasanya rasa sakit ini akan menghilang secara bertahap setelah
beberapa minggu atau beberapa bulan.6
Berikut ini beberapa penyebab pokok osteoporosis yang sudah pasti diketahui:9
1) Osteoporosis postmenopausal terjadi karena kekurangan estrogen (hormon utama pada
wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium ke dalam tulang pada wanita.
Biasanya gejala timbul pada wanita yang berusia di antara 51-75 tahun, tetapi bisa mulai
muncul lebih cepat ataupun lebih lambat. Tidak semua wanita memiliki risiko yang sama
untuk menderita osteoporosis postmenopausal, wanita kulit putih dan daerah timur lebih
mudah menderita penyakit ini daripada wanita kulit hitam.
2) Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang
berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan diantara kecepatan hancurnya tulang
10
dan pembentukan tulang yang baru. Senilis berarti bahwa keadaan ini hanya terjadi pada
usia lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi pada usia diatas 70 tahun dan 2 kali lebih sering
menyerang wanita. Wanita seringkali menderita osteoporosis senilis dan postmenopausal.
3) Osteoporosis sekunder dialami kurang dari 5% penderita osteoporosis, yang disebabkan
oleh keadaan medis lainnya atau oleh obat-obatan. Penyakit osteoporosis bisa disebabkan
oleh gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal (terutama tiroid, paratiroid dan adrenal)
dan obat-obatan (misalnya kortikosteroid, barbiturat, anti-kejang dan hormon tiroid yang
berlebihan). Pemakaian alkohol yang berlebihan dan merokok bisa memperburuk keadaan
osteoporosis.
4) Osteoporosis juvenil idiopatik merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya tidak
diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki kadar dan
fungsi hormon yang normal, kadar vitamin yang normal dan tidak memiliki penyebab
yang jelas dari rapuhnya tulang.
Sumber lain mengatakan bahwa, osteopororsis dibagi dua kelompok, yaitu osteoporosis
primer (involusional) dan osteoporosis sekunder. Osteoporosis primer adalah osteoporosis
yang tidak diketahui penyebabnya, sedangkan osteoporosis sekunder adalah osteoporosis
yang diketahui penyebabnya.2
Osteoporosis primer dibagi atas osteoporosis tipe 1 dan 2. Osteoporosis tipe 1, disebut
juga osteoporosis pasca menopause, disebabkan defisiensi estrogen akibat menopause.
Osteoporosis tipe 2, disebut juga osteoporosis senilis, disebabkan oleh gangguan absorpsi
kalsium di usus sehingga menyebabkan hiperparatiroidisme sekunder yang menyebabkan
timbulnya osteoporosis.2
V. Patofisiologi
Osteoporosis hasil dari keturunan (osteoporosis primer) dan faktor lingkungan
(osteoporosis sekunder) yang mempengaruhi massa tulang dan kualitas tulang. Secara
tradisional, osteoporosis digambarkan sebagai tipe I (pascamenopause) atau tipe II (pikun).
Postmenopause osteoporosis (PMO) adalah terutama disebabkan oleh kekurangan estrogen;
pikun osteoporosis terutama disebabkan oleh penuaan kerangka dan kekurangan kalsium.
Namun, semakin diakui bahwa beberapa mekanisme pathogenetic berinteraksi dalam
perkembangan negara osteoporosis, tanpa memandang usia.10
11
Osteoporosis tipe I2
Setelah menopause, maka resorpsi tulang akan meningkat, terutama pada decade awal
setelah menopause, sehingga insiden fraktur, terutama fraktur vertebra dan radiues distal
meningkat. Penurunan densitas tulang terutama pada tulang trabekular, karena memiliki
permukaan yang luas, dan hal ini dapat dicegah dengan terapi sulih estrogen.
Estrogen juga berperan menurunkan berbagai sitokin yang berpertan meningkatkan
kerja osteoklas. Dengan demikian penurunan kadar estrogen akibat menopause akan
meningkatkan produksi berbagai sitokin tersebut sehingga osteoklas meningkat.
Selain peningkatan aktivitas osteoklas, menopause jug amenurunkan absorpsi kalsiumk
di usus, dan meningkatkan ekskresi kalsium di ginjal.
Untuk mengatasi keseimbangan negative kalsium akibta menopause maka kadar PTH
akan meningkat pada wanita menopause, sehingga osteoporosis akan semakin berat. Pada
menopause, kadangkala didapatkan peningkatan kadar kalsium serum dan hal ini di sebabkan
oleh menurunnya volume plasma, meningkatnya kadar albumin dan bikarbonat, sehingga
meningkatkan kadar kalsium yang terikat albumin dan jug akadar kalsium dalam bentuk
garam kompleks. Peningkatan bikarbonat pada menopause terjadi akibat rangsang respirasi,
sehingga terjadi relatiove asidosis repiratorik.
Osteoporosis Tipe II2
Pada dekade kedelapan dan kesembilan kehidupan seorang wanita, terjadi
ketidakseimbangan remodeling tulang, dimana resorpsi tulang meningkat, sedangkan formasi
tulang tidak berubah atau menurun. Hal ini akan menyebabkan kehilangan massa tulang,
perubahan mikroarsitektur tulang dan peningkatan resiko fraktur.
Defiseinesi kalsium dan vitamin D juga sering didapatkan pada orang tua. Akibatnya
akan timbul hiperparatiroidisme sekunder yang persisten sehingga akan semakin
meningkatkan resoprsi tulang dan masssa tulang. Faktor lain yang berperan adalah faktor
genetic dan lingkungan (merokok, alcohol, dan obat-obatan).
Defisiensi estrogen, ternyata juga merupakan maslah yang penting sebagai salah satu
penyebab osteoporosis pada orangtua, baik laki-laki maupun perempuan. Penurunan kadar
estradiol di bawah 40pMol/L pada laki-laki akan menyebabkan osteoporosis. Karena laki-laki
tidak pernah mengalami menopause (penururnan kadar estrogen yang mendadak), maka
kehilangan massa tulang yang besar seperti pada wanita tidak pernah terjadi.
12
Estrogen pada laki-laki berfungsi mengatur resorpsi tulang, sedangkan estrogen dan
progesterone mengatur formasi tulang. Kehilangan massa tulang trabekular pada laki-laki
berlangsung linier sehingga terjadi penipisan trabekula, tanpa disertai putusny trabekula
seperti pada wanita. Penipisan trabekula pada laki-laki terjadi karena penurunan formasi
tulang, sedangkan putusnya trabekula pada wanita terjadi karena peningkatan resorpsi yang
berlebihan akibat penurunan kadar estrogen yang drastic pada menopause.
VI. Penatalaksanaan
Secara teoritis, osteoporosis dapat diobati dengan cara menghambat kerja osteoklas
(anti resorptif) dan/atau meningkatkan kerja osteoblas (stimulator tulang)
Farmakologi2,12
1) Estrogen
Proses resorpsi oleh osteoklas dan formasi oleh osteoblas dipengaruhi oleh banyak
faktor, seperti faktor humeral (sitokin, prostaglandin, faktor pertumbuhan, dll), dan faktor
sistemik (kalsitonin, estrogen, kortikosteroid, tiroksin, dll).
2) Raloksifen
Raloksifen merupakan anti estrogen yang mempunyai efek seperti estrogen di tulang
dan lipid, tetapi tidak menyebabkan perangsangan endometrium dan payudara. Golongan
preparat ini disebut juga selective estrogen receptor modulators (SERM).
3) Bisfosfonat
Bisfosfonat merupakan obat yang digunakan untuk pengobatan osteoporosis, baik
sebagai pengobatan aternatif setelah terapi pengganti hormonal pada osteoporosis pada
wanita, maupun untuk pengobatan osteoporosis pada laki-laki dan osteoporosis akibat
steroid.
Berikut ini beberapa preparat bisfosfonat;
a. Etidronat
Untuk terapi osteoporosis, etidonat dapat diberikan dengan dosis 400 mg/hari
selama 2 minggu, dilanjutkan dengan suplementasi kalsium 500 mg/hari selama 76
jam. Siklus ini diulangtiap 3 bulan.
b. Klodronat
Untuk osteoporosis, klodronat dapat diberikan dengan dosis 400 mg/hari selama 1
bulan dilanjutkan dengan suplementasi kalsium selama 2 bulan. Siklus ini dapat
diulang setiap 3 bulan.
13
c. Pamidronat
Pamidronat biasanya diberikan melalui infuse intravena. Untuk penyakit paget,
diberikan dengan dosis 60-90 mg/kali selama 4-6 jam drip intravena, sedangkan untuk
hiperkalsemia akibat keganasan dapat diberikan sampai 90 mg/kali selama 6 jam drip
dewasa.
d. Alendronat
Alendronat merupakan aminobisfosfonat yang sangat poten. Untuk terapi
osteoporosis, dapat diberikan dengan dosis 10 mg/hari setiap hari secara kontinyu,
karena tidak menggangu mineralisasi tulang.
e. Risedronat
Risedronat juga merupakan bisfosfonat generasi ketiga yang poten. Untuk terapi
osteoporosis diperlukan dosis 5 mg/hari secara kontinyu.
f. Asam Zoledronat
Asam zoledronat merupakan bisfosfonat terkuat yang saat ini ada. Sediaan yang
ada adalah sediaan intravenayang harus diberikan predripselama 15 menit untuk dosis
15 mg. Untuk pengobatan osteoporosis, cukup diberikan dosis 5 mg setahun sekali.
4) Kalsitonin
Kalsitonin (CT) adalah suatu peptide yang terdiri dari 32 asam amino, yang
dihasilkan oleh sel C kelenjar tiroid dan berfungsi menghambat resorpsi tulang oleh
osteoklas. Aksi biologik ini digunakan didalam klinik untuk mengatasi peningkatan
resorpsi tulang, misalnya pada penderita osteoporosis, penyakit paget, dan hiperkalsemia
akibat keganasan.
5) Strontium Ranelat
Strontium Ranelat merupakan obat osteoporosis yang memiliki efek ganda, yaitu
meningkatkan kerja osteoblasdan menghambat kerja osteoklas. Akibatnya tulang
endosteal terbentuk dan volume trabelar meningkat.
6) Hormon Paratiroid
Hormon paratiroid berfungsi untuk mempertahankan kadar kalsium didalam cairan
ekstraseluler dengan cara merangsang sintesis 1,25(OH)2D di ginjal, sehingga absorpsi
kalsium di usus meningkat. Selain itu juga merangsang formasi tulang.
7) Natrium Fluorida
Natrium fluorida merupakan stimulator tulang yang sampai sekarang belum disetujui
FDA, tetapi tetap digunakan di beberapa negara. Saat ini tersedia 2 preparat, yaitu natrium
14
fluoride (NaF) dalam bentuk tablet salut yang bersifat lepas lambat, dan tablet
monofluorofosfat (MFP).
8) Denosumab
Denosumab merupakan antibody monoclonal (IgG2) manusia yang akan berikatan
dengan receptor activator of nuclear factor kappa G ligand (RANKL) yang diproduksi
oleh osteoblas dan berperan pada proses pematangan osteoklas.
9) Vitamin D
Vitamin D berperan untuk meningkatkan absorpsi kalsium di usus. Lebih dari 90%
vitamin D disintesis di dalam tubuh dari prekusornya dibawah kulit oleh paparan sinar
ultraviolet.
10) Kalsitriol
Saat ini kalsitriol tidak diindikasikan sebagai pilihan pertama pengobatan
osteoporosis pasca menopause.
11) Kalsium
Kalsium sebagai monoterapi, ternyata tidak mencukupi untuk mencegah farktur pada
penderita osteoporosis. Preparat kalsium yang terbaik adalah kalsium karbonat, karena
mengandung kalsium elemen 400μg/gram.
12) Fitoestrogen
Fitoestrogen adalah fitokimia yang memiliki aktifitas estrogenic.
Edukasi dan Pencegahan2,13
1. Anjurkan penderita untuk melakukan aktifitas fisik yang teratur.
2. Jaga asupan kalsium 1000-1500 mg/hari, baik melalui makanan sehari-hari maupun
suplementasi.
3. Hindari merokok dan minuman alcohol.
4. Diagnosis dini dan terapi yang tepat terhadap defisiensi testoteron pada laki-laki dan
menopause awal pada wanita.
5. Kenali berbagai penyakit dan obat-obatan yang dapat menimbulkan osteoporosis.
6. Hindari mengangkatbarang-barang yang berat pada penderita yang sudah pasti
osteoporosis.
7. Hindari berbagai hal yang dapat menyebabkan penderita terjatuh.
8. Hindari defisiensi vitamin D.
15
9. Hindari peningkatan ekskresi kalsium lewat ginjal dengan membatasi asupan Natrium
sampai 3 gram/hari untuk meningkatkan reabsorpsi kalsium di tubulus ginjal.
Pembedahan2
Pembedahan pada penderita osteoporosis dilakukan bila terjadi fraktur, terutama
fraktur panggul. Beberapa prinsip yang harus diperhatikan pada terapi bedah penderita
osteoporosis adalah:
1. Penderita osteoporosis usia lanjut dengan fraktur, bila diperlukan tindakan bedah,
sebaiknya segera dilakukan.
2. Tujuan terapi bedah adalah untuk mendapatkan fiksasi yang stabil.
3. Asupan kalsium tetap harus diperhatikan pada penderita yang menjalani tindakan bedah,
sehingga mineralisasi kalus menjadi sempurna.
4. Walaupun telah dilakukan tindakan bedah, pengobatan medikamentosa
osteoporosisdengan bisfosfonat, atau raloksifen, atau terapi pengganti hormonal, maupun
kalsitonin, harus tetap diberikan.
VII. Prognosis
Prognosis pada penderita pada kasus diatas adalah baik. Namun diperlukan penanganan
secepatnya. Dengan penanganan pertama kali ialah penanganan fraktur jika terjadi. Diikuti
dengan penanganan osteoporosis itu sendiri. Dan juga diperlukan upaya pencegahan dan
preventif lain. Agar kepadatan tulang tetap terjaga dan pengikisan tulang dapat diperlambat.
Sehingga mengurangi resiko-resiko lain seperti fraktur tulang.
16
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembelajaran yang telah dijabarkan diatas, maka saya dapat
smenyimpulkan bahwa wanita lanjut usis yang telah disebutkan pada kasus tersebut,
menderita osteoporosis. Ini didapatkan berdasarkan cerita pada kasus tersebut dan hasil
pemebelajaran saya yang telah saya jabarkan sebelumnya. Namun rasa nyeri yang
ditimbulkan setelah wanita tersebut jatuh dari bangku, tidak dapat dipastikan bahwa ia
mengalami fraktur tulang panggul. Namun harus dilakukan pemeriksaan lebih lanjut lagi.
Sehingga dapat dikatakan hipotesis diterima.
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo Aru W., et all. Anamnesis dan pemeriksaan fisis penyakit muskuloskeletal.
Isbagio H., Kalim H.(eds). Buku ajar IPD. Jilid 2. 4th ed. Jakarta. Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: 2006. h.1139-46.
2. Sudoyo Aru W, et all. Osteoartritis, Nyeri Tulang, Osteomalasia dan Rikets. Setiyohadi
bambang, Kertia nyoman. Buku Ajar IPD. Jilid 3. 5th ed. Jakarta. Interna Publishing Pusat
Penerbitan IPD: 2009. h. 2650-75, 2677-79, 2695-97, 2733-35.
3. Troupin, Rosalind H.Osteoporosis. Sanusi Chandra, Andrianto Petrus. Radiologi
Diagnostik dalam Klinik. Edisi 3. Jakarta. EGC: 1990. h.160-1.
4. Kee JL. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostic. Edisi 6. Jakarta. EGC:
2007. h.506-7.
5. Suherman S.K., Tobing D.A.L. Rehabilitasi medik pada psien osteoporosis. Nuhonni S.A.
(eds). Osteoporosis.1st ed. Jakarta. PEROSI;2006.h.39-40.
6. Medicastore. Gejala osteoporosis dan diagnose osteoporosis. 24 Juli 2007. Diunduh dari
http://www.medicastore.com/osteoporosis/, 25 maret 2010.
7. Suherman S.K., Tobing D.A.L. Osteoporosis primer (post menopause osteoporosis).
Rachman I.A.(eds). Osteoporosis.1st ed. Jakarta:PEROSI;2006.h.6-7.
8. Medicastore. Penyakit osteoporosis. 24 Juli 2007. Diunduh dari
http://www.medicastore.com/osteoporosis/, 25 maret 2010.
9. Medicastore. Penyebab osteoporosis. 24 Juli 2007. Diunduh dari
http://www.medicastore.com/osteoporosis/, 25 maret 2010.
10. Emedicine. Osteoporosis. 30 September 2009. Diunduh dari
http://www.medscape.com/files/public/blank.html, 25 maret 2010.
11. Corwin J Elisabeth. Buku saku Patofisiologi. Jakarta. EGC: 2001. h.302-4.
12. Syarif A, Elysabeth. Analgesik-antipiretik, Analgesik-anti inflamasi non steroid dan Obat
Gangguan Sendi Lainnya. Dalam: farmakologi dan terapi. Edisi ke-5. Jakarta: Balai
penerbit FKUI; 2008.h.230-46.
13. Medicastore. Pencegahan osteoporosis. 24 Juli 2007. Diunduh dari
http://www.medicastore.com/osteoporosis/pencegahan_osteoporosis.html, 25 maret 2010.
18
19