pariwisata berkelanjutan

37
KASUS PENERAPAN PARIWISATA BERKELANJUTAN DI BALI DAN SOLUSINYA OLEH : Dali Primantara 1012041013 Eirene Lestari P. Hutagaol 1012014052 Putu Yuni Ardhiani 1012041032 Kadek Dwi Bima Pande 1112014055 PROGRAM STUDI DIPLOMA IV PARIWISATA FAKULTAS PARIWISATA UNIVERSITAS UDAYANA i

Upload: eirene-lightinthedark-hutagaol

Post on 26-Dec-2015

75 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

Sistem pariwisata berkelanjutan, THK

TRANSCRIPT

Page 1: Pariwisata Berkelanjutan

KASUS PENERAPAN PARIWISATA BERKELANJUTAN DI

BALI DAN SOLUSINYA

OLEH :

Dali Primantara 1012041013

Eirene Lestari P. Hutagaol 1012014052

Putu Yuni Ardhiani 1012041032

Kadek Dwi Bima Pande 1112014055

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV PARIWISATA

FAKULTAS PARIWISATA

UNIVERSITAS UDAYANA

2013

i

Page 2: Pariwisata Berkelanjutan

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat

rahmat-Nya paper yang berjudul “Kasus Penerapan Pariwisata Berkelanjutan di Bali

dan Solusinya” dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua

pihak yang telah memberikan bantuan moral maupun material sehingga karya tulis

ilmiah ini dapat tersusun dengan baik.

Penulis menyadari bahwa apa yang telah dipaparkan pada karya tulis

ilmiah ini masih jauh dari tingkat sempurna baik menyangkut isi, teknis, maupun

bahasa. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan

demi perbaikan penelitian ini. Betapapun kekurangan itu, penilaian sepenuhnya

diserahkan kepada para pembaca. Akhirnya penulis berharap semoga penelitian ini

dapat bermanfaat sehingga dapat disimak dalam bentuk bahan bacaan.

Denpasar, 26 september 2013

Penulis

ii

Page 3: Pariwisata Berkelanjutan

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................ii

DAFTAR ISI................................................................................................................iii

BAB I.............................................................................................................................1

PENDAHULUAN.........................................................................................................1

1.1 Latar Belakang................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah................................................................................................3

1.3 Tujuan..................................................................................................................3

1.4 Manfaat...............................................................................................................3

BAB II...........................................................................................................................4

TINJAUAN KONSEP...................................................................................................4

2.1 Tinjauan Konsep Pariwisata Berkelanjutan.........................................................4

2.2 Indikator Pariwisata Berkelanjutan.....................................................................7

BAB III..........................................................................................................................9

PEMBAHASAN............................................................................................................9

3.1 Isu-Isu Terkini Terkait Dengan Dampak Pariwisata...........................................9

3.2 Kasus-Kasus Pembangunan Pariwisata di Bali Yang Tidak Sesuai Dengan Penerapan Pariwisata Berkelanjutan..........................................................................9

3.3 Solusi Atas Kasus Penerapan Pariwisata Berkelanjutan di Bali........................12

BAB IV........................................................................................................................18

SIMPULAN DAN SARAN.........................................................................................18

4.1 Simpulan............................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................21

iii

Page 4: Pariwisata Berkelanjutan

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Munculnya isu pengelolaan pariwisata yang berkelanjutan adalah sebagai hal

yang dinamis dalam skala industri secara makro melalui pendekatan strategis dalam

perencanaan dan pembangunan sebuah destinasi pariwisata. Meskipun banyak

anggapan bahwa pariwisata adalah sebuah sektor pembangunan yang kurang merusak

lingkungan dibandingkan dengan industri lainnya, namun jika kehadirannya dalam

skala luas akan menimbulkan kerusakan lingkungan fisik maupun sosial.

Melanjutkan konsep pembangunan berkelanjutan, Murphy dan Price (dalam

Theobald, 2004) berpendapat bahwa ada hubungan antara ekonomi dan lingkungan

serta memiliki hubungan yang sangat erat. Kepentingan pariwisata dalam

pembangunan berkelanjutan adalah logis mengingat bahwa pariwisata adalah salah

satu industri yang produknya menjual lingkungan, baik fisik dan manusia sebagai

sebuah totalitas produk. Penulis lainnya juga berpendapat bahwa integritas dan

kelangsungan produk pariwisata telah membutuhkan perhatian utama sebagai sebuah

industri. Sebenarnya pembangunan pariwisata  merupakan konsep yang sedang

berkembang, konsep siklus hidup pariwisata dan konsep daya dukung saling terkait

adalah cara yang baik dan dinamis untuk melihat kondisi dan perkembangan

pariwisata. Konsep siklus hidup menunjukkan bahwa daerah tujuan wisata senantiasa

mengalami perubahan dari waktu ke waktu, dan kemajuannya dapat dilihat melalui

tahapan-tahapan dari pengenalan hingga penurunan. Dengan pengelolaan yang baik,

pariwisata  berperanan untuk memberdayakan sumber daya yang langka serta

menjadikan industri pariwisata dapat diperpanjang siklus hidupnya dan berkelanjutan.

1

Page 5: Pariwisata Berkelanjutan

Masalah standar dalam industri pariwisata juga menjadi isu yang sangat

menarik untuk diutarakan sebagai upaya untuk mewujudkan pembangunan pariwisata

yang bertanggungjawab dan berkelanjutan. Standar adalah dokumen yang

menetapkan dasar, contoh atau prinsip untuk menyesuaikan hal-hal yang terkait

dengan unit pengukuran yang seragam. Standar dapat berupa kewajiban (misalnya,

ditetapkan dalam undang-undang) yang membahas pengembangan standar

keberlanjutan dari usaha-usaha lokal untuk menciptakan perbaikan bisnis sebagai

bagian dari  upaya persiapan bersaing pada industri pariwisata global. Proposisi yang

ditetapkan pada pembahasan tentang standar adalah bahwa penetapan standar dan

sertifikasi adalah alat berharga untuk membantu membawa para pemangku

kepentingan bersama-sama menemukan sebuah kesepakatan bentuk penilaian yang

bertanggungjawab.  Sertifikasi adalah proses yang bertujuan untuk membantu

meningkatkan standar industri dan merupakan alat kebijakan untuk melakukan

perbaikan secara sukarela di bawah lima aspek: keadilan, efektivitas, efisiensi,

kredibilitas dan integrasi.

Dalam pengembangan strategi pariwisata dan kebijakan, otoritas yang

bertanggung jawab, harus mempertimbangkan pandangan dari sejumlah pemangku

kepentingan termasuk industri, penduduk, kelompok khusus yang mewakili

kepentingan lingkungan dan masyarakat, serta wisatawan sendiri. Pelibatan

stakeholder dalam perumusan strategi pengembangan pariwisata yang berkelanjutan

dan kebijakan mungkin menjadi hal yang sangat penting untuk diperhatikan. Di

banyak negara-negara dunia maju, pertentangan tajam terjadi antara kelompok

konservasionis dan industri pariwisata. Konservasionis berpendapat bahwa

lingkungan harus mendapatkan perlindungan dan pembatasan pada pertumbuhan

pariwisata yang dramatis. Industri Pariwisata  di sisi lain berusaha untuk

meningkatkan dan mengembangkan fasilitas baru untuk mewujudkan kepuasan

wisatawan. Lebih Lanjut, Hudson dan Miller  berpendapat bahwa mengeksplorasi

hubungan antara pentingnya etika dalam pengembangan pariwisata berkelanjutan dan

2

Page 6: Pariwisata Berkelanjutan

mempertimbangkan bagaimana pemahaman tentang pendekatan etis dari para pejabat

pariwisata di masa depan bisa menguntungkan mereka secara efektif dalam

mengelola industri di masa depan.  Hudson dan Miller menyimpulkan bahwa negara-

negara  maju mungkin akan mengalami tekanan besar untuk menetapkan hak atas

alam agar penduduk lebih makmur dan oleh karena itu menjadi lebih peduli dengan

masalah estetika, namun, gerakan untuk perlindungan lingkungan tidak mungkin

untuk dilanjutkan pada negara-negara yang kurang berkembang di mana isu-isu

kelangsungan hidup lebih mendesak untuk dibicarakan dibandingkan isu-isu

konservasi.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa saja kasus yang ada mengenai penerapan pariwisata berkelanjutan di

Bali?

2. Bagaimana solusi terhadap kasus penerapan pariwisata berkelanjutan di Bali?

1.3 Tujuan

Untuk mengetahui kasus yang ada mengenai penerapan pariwisata

berkelanjutan di Bali dan solusi yang bagaimana yang bisa diberikan atas kasus

tersebut.

1.4 Manfaat

1. Dalam bidang akademis bermanfaat dalam meningkatkan keilmuan bagi mahasiswa

dan masyarakat khususnya dalam bidang penerapan pariwisata berkelanjutan.

2. Manfaat praktisnya adalah pemerintah dapat menentukan kebijakan terbaru dalam

menerapkan pariwisata berkelanjutan di Bali.

3

Page 7: Pariwisata Berkelanjutan

BAB II

TINJAUAN KONSEP

2.1 Tinjauan Konsep Pariwisata Berkelanjutan

“Pembangunan pariwisata harus didasarkan pada kriteria keberlanjutan yang

artinya bahwa pembangunan dapat didukung secara ekologis dalam jangka panjang

sekaligus layak secara ekonomi, adil secara etika dan sosial terhadap

masyarakat” (Piagam Pariwisata Berkelanjutan, 1995)Pembangunan pariwisata

berkelanjutan, seperti disebutkan dalam Piagam Pariwisata Berkelanjutan (1995)

adalah pembangunan yang dapat didukung secara ekologis sekaligus layak secara

ekonomi, juga adil secara etika dan sosial terhadap masyarakat. Artinya,

pembangunan berkelanjutan adalah upaya terpadu dan terorganisasi untuk

mengembangkan kualitas hidup dengan cara mengatur penyediaan, pengembangan,

pemanfaatan dan pemeliharaan sumber daya secara berkelanjutan.

Hal tersebut hanya dapat terlaksana dengan sistem penyelenggaraan

kepemerintahan yang baik (good governance) yang melibatkan partisipasi aktif dan

seimbang antara pemerintah, swasta, dan masyarakat. Dengan demikian,

pembangunan berkelanjutan tidak saja terkait dengan isu-isu lingkungan, tetapi juga

isu demokrasi, hak asasi manusia dan isu lain yang lebih luas. Tak dapat dipungkiri,

hingga saat ini konsep pembangunan berkelanjutan tersebut dianggap sebagai ‘resep’

pembangunan terbaik, termasuk pembangunan pariwisata.

Pembangunan pariwisata yang berkelanjutan dapat dikenali melalui prinsip-

prinsipnya yang dielaborasi berikut ini. Prinsip-prinsip tersebut antara lain partisipasi,

keikutsertaan para pelaku (stakeholder), kepemilikan lokal, penggunaan sumber daya

4

Page 8: Pariwisata Berkelanjutan

secara berkelanjutan, mewadahi tujuan-tujuan masyarakat, perhatian terhadap daya

dukung, monitor dan evaluasi, akuntabilitas, pelatihan serta promosi.

1. Partisipasi

Masyarakat setempat harus mengawasi atau mengontrol pembangunan pariwisata

dengan ikut terlibat dalam menentukan visi pariwisata, mengidentifikasi sumber-

sumber daya yang akan dipelihara dan ditingkatkan, serta mengembangkan

tujuan-tujuan dan strategi-strategi untuk pengembangan dan pengelolaan daya

tarik wisata. Masyarakat juga harus berpartisipasi dalam mengimplementasikan

strategi-strategi yang telah disusun sebelumnya.

2. Keikutsertaan Para Pelaku/Stakeholder Involvement

Para pelaku yang ikut serta dalam pembangunan pariwisata meliputi kelompok

dan institusi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), kelompok sukarelawan,

pemerintah daerah, asosiasi wisata, asosiasi bisnis dan pihak-pihak lain yang

berpengaruh dan berkepentingan serta yang akan menerima dampak dari kegiatan

pariwisata.

3. Kepemilikan Lokal

Pembangunan pariwisata harus menawarkan lapangan pekerjaan yang berkualitas

untuk masyarakat setempat. Fasilitas penunjang kepariwisataan seperti hotel,

restoran, dsb. seharusnya dapat dikembangkan dan dipelihara oleh masyarakat

setempat. Beberapa pengalaman menunjukkan bahwa pendidikan dan pelatihan

bagi penduduk setempat serta kemudahan akses untuk para pelaku

bisnis/wirausahawan setempat benar-benar dibutuhkan dalam mewujudkan

kepemilikan lokal. Lebih lanjut, keterkaitan (linkages) antara pelaku-pelaku bisnis

dengan masyarakat lokal harus diupayakan dalam menunjang kepemilikan lokal

tersebut.

4. Penggunaan Sumber Daya yang Berkelanjutan

Pembangunan pariwisata harus dapat menggunakan sumber daya dengan

berkelanjutan yang artinya kegiatan-kegiatannya harus menghindari penggunaan

5

Page 9: Pariwisata Berkelanjutan

sumber daya yang tidak dapat diperbaharui (irreversible) secara berlebihan. Hal

ini juga didukung dengan keterkaitan lokal dalam tahap perencanaan,

pembangunan dan pelaksanaan sehingga pembagian keuntungan yang adil dapat

diwujudkan. Dalam pelaksanaannya, kegiatan pariwisata harus menjamin bahwa

sumber daya alam dan buatan dapat dipelihara dan diperbaiki dengan

menggunakan kriteria-kriteria dan standar-standar internasional.

5. Mewadahi Tujuan-tujuan Masyarakat

Tujuan-tujuan masyarakat hendaknya dapat diwadahi dalam kegiatan pariwisata

agar kondisi yang harmonis antara pengunjung/wisatawan, tempat dan masyarakat

setempat dapat terwujud. Misalnya, kerja sama dalam wisata budaya atau cultural

tourism partnership dapat dilakukan mulai dari tahap perencanaan, manajemen,

sampai pada pemasaran.

6. Daya Dukung

Daya dukung atau kapasitas lahan yang harus dipertimbangkan meliputi daya

dukung fisik, alami, sosial dan budaya. Pembangunan dan pengembangan harus

sesuai dan serasi dengan batas-batas lokal dan lingkungan. Rencana dan

pengoperasiannya seharusnya dievaluasi secara reguler sehingga dapat ditentukan

penyesuaian/perbaikan yang dibutuhkan. Skala dan tipe fasilitas wisata harus

mencerminkan batas penggunaan yang dapat ditoleransi (limits of acceptable

use).

7. Monitor dan Evaluasi

Kegiatan monitor dan evaluasi pembangunan pariwisata berkelanjutan mencakup

penyusunan pedoman, evaluasi dampak kegiatan wisata serta pengembangan

indikator-indikator dan batasan-batasan untuk mengukur dampak pariwisata.

Pedoman atau alat-alat bantu yang dikembangkan tersebut harus meliputi skala

nasional, regional dan lokal.

8. Akuntabilitas

Perencanaan pariwisata harus memberi perhatian yang besar pada kesempatan

mendapatkan pekerjaan, pendapatan dan perbaikan kesehatan masyarakat lokal

6

Page 10: Pariwisata Berkelanjutan

yang tercermin dalam kebijakan-kebijakan pembangunan. Pengelolaan dan

pemanfaatan sumber daya alam seperti tanah, air, dan udara harus menjamin

akuntabilitas serta memastikan bahwa sumber-sumber yang ada tidak

dieksploitasi secara berlebihan.

9. Pelatihan

Pembangunan pariwisata berkelanjutan membutuhkan pelaksanaan program-

program pendidikan dan pelatihan untuk membekali pengetahuan masyarakat dan

meningkatkan keterampilan bisnis, vocational dan profesional. Pelatihan

sebaiknya meliputi topik tentang pariwisata berkelanjutan, manajemen perhotelan,

serta topik-topik lain yang relevan.

10. Promosi

Pembangunan pariwisata berkelanjutan juga meliputi promosi penggunaan lahan

dan kegiatan yang memperkuat karakter lansekap, sense of place, dan identitas

masyarakat setempat. Kegiatan-kegiatan dan penggunaan lahan tersebut

seharusnya bertujuan untuk mewujudkan pengalaman wisata yang berkualitas

yang memberikan kepuasan bagi pengunjung.

2.2 Indikator Pariwisata Berkelanjutan

1. Secara garis besar, indikator yang dapat dijabarkan dari karakteristik

berkelanjutan antara lain adalah lingkungan. Artinya industri pariwisata harus

peka terhadap kerusakan lingkungan, misalnya pencemaran limbah, sampah yang

bertumpuk, dan kerusakan pemandangan yang diakibatkan pembalakan hutan,

gedung yang letak dan arsitekturnya tidak sesuai, serta sikap penduduk yang tidak

ramah. Dengan kata lain aspek lingkungan lebih menekankan pada kelestarian

ekosistem dan biodiversitas, pengelolaan limbah, penggunaan lahan, konservasi

sumber daya air, proteksi atmosfer, dan minimalisasi kebisingan dan gangguan

visual.

7

Page 11: Pariwisata Berkelanjutan

2. Selain lingkungan, sosial budaya pun menjadi aspek yang penting diperhatikan.

Interaksi dan mobilitas masyarakat yang semakin tinggi menyebabkan

persentuhan antarbudaya yang juga semakin intensif. Pariwisata merupakan salah

satu kegiatan yang memberi kontribusi persentuhan budaya dan antaretnik serta

antarbangsa. Oleh karenanya penekanan dalam sosial budaya lebih kepada

ketahanan budaya, integrasi sosial, kepuasan penduduk lokal, keamanan dan

keselamatan, kesehatan publik.

3. Aspek terakhir adalah sosial dan ekonomi. Penekanan aspek ekonomi lebih

kepada Pemerataan Usaha dan Kesempatan Kerja, Keberlanjutan Usaha,

Persaingan Usaha, Keuntungan Usaha dan Pajak, Untung-Rugi Pertukaran

Internasional, Proporsi Kepemilikan Lokal, Akuntabilitas.

8

Page 12: Pariwisata Berkelanjutan

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Isu-Isu Terkini Terkait Dengan Dampak Pariwisata

Isu-isu tentang dampak positif dari berkembangnya pariwisata sudah banyak

diketahui oleh banyak orang, bahkan pihak dari WTO hingga pengelola bisnis

pariwisata di tingkat lokal  berpendapat pada hal yang sama yakni pariwisata

berpengaruh atau berdampak positif terhadap pembangunan sebuah Negara, wilayah,

atau destinasi. Bila pandangan saat ini dibelokkan pada hal-hal yang telah mengalami

perubahan seperti pengakuan bahwa pembangunan telah menyebabkan beberapa

dampak negatif yang serius terhadap lingkungan, dan beberapa diantaranya telah

begitu jelas terlihat seperti pasokan air semakin menyusut, terjadinya masalah

sampah, dan masalah misterius lainnya seperti pemanasan global, penipisan lapisan

ozon, dan hilangnya keanekaragaman hayati. Dalam konteks ini, isu-isu untuk

melakukan mitigasi atas misteri kerusakan lingkungan telah menjadi isu yang hangat

dalam konteks pembangunan pariwisata berkelanjutan dan termasuk juga

pembangunan pada sektor lainnya.

3.2 Kasus-Kasus Pembangunan Pariwisata di Bali Yang Tidak Sesuai Dengan

Penerapan Pariwisata Berkelanjutan

Menurut pendapat seorang tokoh Bali (Manuaba), harus dapat dibedakan

antara “Pembangunan Bali dan pembangunan di Bali” pembangunan bali

mengidentifikasi bahwa pembagunan dilakukan atas inisiatip masyarakat bali

dilakukan oleh masyarakat, untuk kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat bali.

Namun yang terjadi saat ini, ada indikasi bahwa masyarakat bali justru mulai tergusur

9

Page 13: Pariwisata Berkelanjutan

dan jika ada masyarakat bali yang dapat bersaing pada dunia bisnis, jumlahnya sangat

kecil. Lahan-lahan hijau atau  persawahan dan pertanian produktif telah semakin

menyempit yang menandakan bahwa pengelolaan terhadap sumberdaya alam bali

nyaris tanpa kendali yang baik. Pengelolaan terhadap kunjungan wisatawan pada

beberapa tempat wisata di Bali belum memiliki standar yang baik untuk mendukung

daya dukung dan keberlanjutan atas sumberdaya yang ada, sebagai contohnya,

misalnya pengelolaan tempat wisata Tanah Lot di Tabanan, belum dikelola dengan

standar yang baik sehingga permasalahan pengelolaan masih terjadi di banyak tempat

wisata di Bali. Pembangunan akomodasi yang seolah-olah tanpa batas dan tanpa

mempertimbangkan daya dukung wilayah dan mengabaikan asas pemerataan

pembangunan wilayah masih nampak dengan jelas seperti kesenjangan pembagunan

pariwisata wilayah bali selatan dengan bali utara misalnya.

Reklamasi Pulau Serangan merupakan salah satu contoh nyata dari sekian

banyak kasus yang telah mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan dalam

bentuk abrasi di Pantai Merta Sari dan Pantai Matahari Terbit sehingga wisatawan

tidak bisa lagi menikmati pantai yang asli (natural-made) tetapi hanya pantai buatan

(man-made) yang dananya juga berasal dari bantuan negara lain. Di dalam kehidupan

sosial budaya telah terjadi beberapa perubahan seperti budaya konsumtif dan

individual terutama di perkotaan serta perpaduan atau akulturasi budaya asing dan

lokal. Kontribusi langsung pariwisata terhadap ekonomi masyarakat Bali terutama

yang bekerja di industri pariwisata seperti hotel dan restoran masih sangat kecil. Uang

yang diperoleh setiap bulannya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya

sehari-hari dan hampir tidak ada alokasi dana untuk masa depannya seperti untuk

membangun rumah dan pendidikan. Kecilnya pendapatan yang diperoleh memaksa

mereka untuk hidup di ruangan yang sempit atau kamar kost dengan segala

keterbatasannya. Hal ini terjadi karena rendahnya pendidikan dan kualitas sumber

daya manusia sehingga mereka hanya bekerja pada tingkat bawah (front-line

employee).

10

Page 14: Pariwisata Berkelanjutan

Ketidaktegasan penerapan hukum telah mengakibatkan terjadinya banyak

penyimpangan. Sebagai contoh, sekarang ini telah banyak ditemukan vila-vila illegal

yang letaknya di kawasan pemukiman penduduk dan di tepi-tepi jurang yang tidak

memiliki jaminan keamanan dari bencana tanah longsor. Exploitasi dan alih fungsi

lahan dari lahan persawahan menjadi bangunan rumah-toko yang hampir tidak

bernuansa Bali di sepanjang jalan Sunset Road sama sekali tidak bersahabat dengan

alam yang kedepanya bisa mengakibatkan bencana banjir sebagaimana terjadi di

Jakarta sekarang ini.

Masih terjadi pencatatan ganda kependudukan khususnya yang berhubungan

dengan penduduk pendatang lokal yang berasal dari kabupaten lain di Provinsi Bali

yang berimbas pada ketidakrapian database kependudukan Provinsi Bali dan bahkan

pencatanan secara nasional. Masih terjadi konflik desa adat, perebutan lahan pada

tapal batas desa dan konflik kecil lainnya menandakan bahwa masyarakat Bali

semakin kritis dan jika tidak diberikan pemahanan yang cukup baik, akan dapat

menimbulkan konflik baru di masyarakat.

Menurut beberapa surat kabar dan beberapa media online mengatakan bahwa

banyak tour guide yang belum memiliki sertifikasi yang layak sehingga terkadang

dapat menimbulkan permasalahan seperti barang-barang wisatawan yang hilang,

pembiaran memasuki tempat suci atau bukan tempat umum, izin-izin bepergian yang

tidak lengkap dan lainnya.

Dinas Pariwisata Provinsi Bali dan Badan Pariwisata Bali (Bali Tourism

Board) yang diharapkan mampu bekerja secara holistik untuk menangani masalah

dan mencari solusi permasalahan pariwisata di Bali yang semata-mata untuk

keberlanjutan pariwisata Bali ternyata hanya mampu bekerja secara parsial. Usaha-

usaha yang dilakukan selama ini hanya terfokus untuk mendatangkan wisatawan

dengan cara mengadakan promosi wisata dan pemberian penghargaan kepada hotel

11

Page 15: Pariwisata Berkelanjutan

yang menerapkan konsep Tri Hita Karana, dan mempertahankan citra Bali sebagai

destinasi wisata terbaik. Upaya terpenting untuk memperbaiki dan melestarikan objek

dan daya tarik wisata, penataan kawasan wisata, pendataan secara berkala fasilitas

pariwisata (hotel, vila, bungalow, dan restoran) dan pembinaan terhadap pengelola

objek wisata nyaris terlupakan.

3.3 Solusi Atas Kasus Penerapan Pariwisata Berkelanjutan di Bali

3.3.1 Keterlibatan Semua Pemangku Kebijakan Dalam Pembangunan

Pariwisata di Bali

Keterlibatan masyarakat dalam pembangunan adalah  kondisi yang diinginkan

dan mungkin menjadi elemen yang paling penting dari manajemen pertumbuhan.

Mengembangkan mekanisme yang tepat untuk menggabungkan pandangan berbeda

adalah penting untuk keberhasilan pembangunan yang menyesuaikan kepentingan

masyarakat dan wisatawan secara bersama-sama (Cleveland dan Hansen, 1994).

Perbedaan mendasar dapat terjadi antara masyarakat lokal dan wisatawan

namun pada kenyataannya ada perbedaan yang lebih besar sehubungan dengan

perbedaan sikap terhadap pembangunan itu sendiri (Lawrence, et al., 1993). Di kota-

kota wisata yang telah banyak berkembang, msyarakat menjadikan destinasi sebagai

rumah kedua khususnya penduduk sebagai karyawan musiman, hal ini juga terjadi di

Bali, di mana kota-kota wisata seperti Kuta, Nusa Dua, Sanur, Denpasar dan lainnya

menjadi rumah kedua bagi masyarakat Bali yang berasal dari beberapa kabupaten di

Bali.  Masing-masing kelompok msyarakat memiliki kebutuhan yang sangat berbeda

dalam hal fasilitas perumahan dan pelayanan. Alternatif mekanisme, seperti

pertemuan kelompok kecil yang lebih informal, telah digunakan dalam beberapa

kasus. Dalam hubungannya dengan proses ini, informasi komunitas yang aktif dan

program publisitas (misalnya, melalui talk show radio, newsletter, dll) sering

12

Page 16: Pariwisata Berkelanjutan

diperlukan untuk memastikan bahwa masyarakat dapat memberikan masukan dalam

proses manajemen pertumbuhan (Gill, 1992).

Selain sikap warga, penting juga untuk melakukan pendektan dengan para

wisatawan untuk memahami mengapa mereka memutuskan untuk mengunjungi

sebuah destinasi, seberapa baik harapan mereka terpenuhi dan apa yang dapat

dilakukan untuk membuat mereka tetap lebih terpuaskan. Menjaga keseimbangan

antara kebutuhan wisatawan dan orang-orang dari semua masyarakat sangatlah

penting untuk diketahui. Seperti banyak penduduk kota wisata memilih untuk tinggal

di sana karena gaya hidup yang dirasakan dan faktor kemudahan, program yang

dirancang untuk memfasilitasi penggunaan fasilitas, dan layanan yang dapat

digunakan untuk mengurangi gesekan antara warga dan pengunjung.

Keterlibatan semua pemangku kebijakan memang telah menjadi perhatian

serius pada setiap pembangunan di Bali, dan bahkan masyarakat Bali telah merasakan

atmosfer kebebasan demokrasi yang cukup, namun karena masih lemahnya

pemahaman masyarakat atas konsep pembangunan, akhirnya masyarakat justru

menjadi penghalang pembangunan itu sendiri

Pentingnya untuk menanamkan konsep kepemilikan bersama atas alam ciptaan

Tuhan, konsep kepemilikan satu bumi untuk semua umat manusia akan menjadi

relevan untuk disosialisasikan bersama-sama, bukan hanya ditujukan kepada

masyarakat, tetapi juga di tujukan kepada wisatawan. Penanaman konsep ini juga

dapat diterapkan menjadi visi di pemerintahan seperti di Dinas Pariwisata Bali.

3.3.2. Penerapan Sertifikasi Sebagai Instrumen untuk Keberlanjutan di Bali

Sertifikasi sebagai proses untuk meningkatkan standar industri memiliki

pendukung dan dan nilai kritik. Bagian ini sebenarnya meninjau kelayakan sertifikasi

sebagai alat kebijakan untuk melakukan perbaikan secara sukarela, di bawah lima

13

Page 17: Pariwisata Berkelanjutan

aspek: keadilan, efektivitas, efisiensi, kredibilitas, dan integrasi (Toth, 2002).

Instrumen keadilan dianggap sebagai kesempatan semua perusahaan pariwisata untuk

mengakses sertifikasi.  Tiga wilayah dianggap berpotensi menimbulkan ketidakadilan

dapat berupa biaya biaya (1) aplikasi, (2) pelaksanaan oleh perusahaan pariwisata,

dan (3)program pelaksanaannya.

Tingginya biaya relatif yang dirasakan dari sertifikasi dianggap sebuah

ketidakadilan karena tidak semua perusahaan akan memiliki potensi yang sama untuk

mengakses program sertifikasi tersebut. Program sertifikasi sangat penting karena

berhubungan dengan standar atau prosedur yang dipakai atau pengakuan atas

profesionalitas pelaku pada bidangnya, misalnya seorang pramuwisata haruslah

seseorang yang telah tersertifikasi sesuai dengan kriteria global yang telah ditetapkan

yang dapat diterima oleh semua orang secara internasional. Pekerja hotel yang

memiliki keahlian dibidangnya yang ditunjukkan dengan sebuah program sertifikasi

yang dilakukan secara periodic dengan cara yang baik, proses yang baik, dan

dievaluasi secara periodic untuk menyesuaikan dengan isu-isu pembangunan terkini

dalam konteks pembangunan pariwisata berkelanjutan.

Pada Bali sendiri seharusnya pemerintah perlu menerapkan system sertifikasi

yang jelas dan mensosialisasikannya kepada pelaku pariwisata, serta sanksi yang

tegas jika pelaku pariwisata tidak menerapkan atau tidak mengikuti sertifikasi

tersebut, dan mengenai biaya atas sertifikasi tersebut pemerintah seharusnya member

bantuan dana atau potongan kepada masyarakat yang memiliki keahlian di bidang

tersebut akan tetapi terbenggala dana agar tidak terjadi adanya praktik-praktik illegal

ataupun yang berada di bawah standar.

3.3.3 Penerapan Standar Global Untuk Ekonomi Global di Bali

Kode etik pembangunan pariwisata berkelanjutan telah dirumuskan dan

menjadi agenda yang terus menerus  di revisi dan bahkan revisi yang terakhir

14

Page 18: Pariwisata Berkelanjutan

diselenggarakan di Bali (UNWTO Etic Code, 2011). Standar yang tetapkan memang

masih terlalu umum untuk diterapkan oleh unit bisnis, sehingga masih perlu

dilakukan penjabaran menjadi standar yang lebih rinci  dalam bentuk buku manual

(Font dan Bendell, 2002).

Sebagai gambaran, model untuk sertifikasi di Amerika Latin adalah CST

Kosta Rika, sebagian besar  negara-negara di wilayah ini telah menandatangani

perjanjian untuk melaksanakan program secara nasional untuk mendorong

perusahaan bertanggung jawab atas masalah pariwisata yang keberlanjutan dengan

program CST sebagai model. CST juga berharap bahwa WTO akan memberikan

dukungan penuh  ke Costa Rika pada mereka untuk menjalani program sertifikasi

global (Toth,  2000).  Namun, usulan itu tidak diterima oleh Negara Anggota  WTO

yang lainnya karena dianggap dirancangan oleh panitia teknis, yang seharusnya

disusun oleh Komite  pada Sekretariat WTO berupa rekomendasi  dan pedoman

tentang bagaimana membangun sistem sertifikasi tersebut.

Kasus lainnya, di Eropa secara sukarela mengambil inisiatif untuk program

pariwisata berkelanjutan dan menciptakan sebuah sistem federal untuk meningkatkan

standar di antara program-program saat ini,  telah digunakan pada  1000 akomodasi

sebagai sebuah disertifikasi untuk konsumen  dalam promosi, dan penawaran paket

wisata mereka (Visitor, 2003).

Penerapan program standar global pada pariwisata bali memang telah

dilakukan oleh beberapa perusahaan atau hotel tertentu di Bali namun jumlahnya

masih sangat kecil jika dibandingkan dengan harapan yang mestinya dapat dilakukan

di Bali untuk mendukung pembangunan pariwisata bali yang bekelanjutan. Bali

sendiri sudah mencangkan program “Tri Hita Karana Award” dan juga

mensosialisasikan kepada industry pariwisata untuk mendaftarkan pada program

tersebut, akan tetapi jumlah industry pariwisata yang mengikuti program tersebut

15

Page 19: Pariwisata Berkelanjutan

sangatlah minim. Program “Tri Hita Karana Award” seharusnya bukan hanya sebagai

saran terhadap akomodasi pariwisata tetapi menjadi suatu keharusan atau kewajiban

yang harus diikuti oleh “setiap” akomodasi pariwisata yang ada di Bali agar bisa

mengontrol keberlanjutan pembangunan pariwisata yang ada di Bali.

3.3.4 Solusi Lainnya Dalam Menjaga Keberlanjutan Pembangunan Pariwisata

di Bali

Upaya terpenting untuk memperbaiki dan melestarikan objek dan daya tarik

wisata, penataan kawasan wisata, pendataan secara berkala fasilitas pariwisata (hotel,

vila, bungalow, dan restoran) dan pembinaan terhadap pengelola objek wisata nyaris

terlupakan. Seharusnya pemerintah dan badan pariwisata ini bekerja dari tingkat

bawah mulai dari penataan objek-objek wisata secara fisik agar keindahan dan

kebersihannya terjamin sehingga nyaman untuk dikunjungi, memberikan pelatihan

pengelolaan objek wisata agar siap dalam menerima kunjungan wisatawan, dan yang

tak kalah pentingnya adalah promosi pariwisata. Perlu digarisbawahi dan diketahuai

oleh masyarakat bahwa keberlanjutan pariwisata Bali sangat tergantung dari

kelestarian sumber daya alam dan budaya serta kualitas sumber daya manusia.

Berdasarkan lima tahapan pada siklus pariwisata (discovery, involvement,

development, consolidation, dan stagnation) sebagaimana ditulis oleh Butler (1980),

Bali berada pada tahap development atau perkembangan. Ini dapat dilihat dari

masuknya investor lokal dan dari luar daerah untuk membangunan dan

mengembangkan prasarana, sarana dan faslitas pariwisata seperti hotel dan restoran.

Usaha-usaha lainnya yang harus dilakukan untuk menjamin keberlangsungan

pariwisata di Bali adalah sebagai berikut: Pertama, peningkatan kualitas dan taraf

hidup masyarakat yang bergelut dalam bidang pariwisata dan masyarakat lokal.

Kedua, menjamin keberlangsungan sumber daya alam yang dijadikan sebagai objek

atau daya tarik wisata dan kelestarian budaya-budaya masyarakat lokal dengan

16

Page 20: Pariwisata Berkelanjutan

menegakkan hukum dan perundang-undangan yang berlaku secara tegas dan tidak

pandang bulu terhadap pelanggaran hukum dan penyimpangan yang dilakukan.

Ketiga, menjaga keseimbangan kebutuhan industri pariwisata, lingkungan, dan

masyarakat lokal agar tercipta tujuan dan kerjasama yang saling menguntungkan di

antara para stakeholders (wisatawan, industri pariwisata, pemerintah, lembaga

swadaya masyarakat, dan masyarakat lokal).

17

Page 21: Pariwisata Berkelanjutan

BAB IV

SIMPULAN DAN SARAN

4.1 Simpulan

Pembangunan berkelanjutan dimaknai sebagai sebuah usaha pembangunan

saat ini yang dilakukan secara bijaksana dengan memaksimalkan dampak positif dan

mengurangi dampak negatifnya. Keberlanjutan juga dimaknai sebagai usaha untuk

melakukan preservasi atas sumber daya alamiah, dan begitu juga pengelolaan

sumberdaya alam yang dapat diperbarauhi maupun yang tidak dapat diperbarui.

Pembangunan pariwisata yang bekelanjutan adalah tujuan dari semua stakeholder

pembangunan yang akhirnya bertemu dalam sebuah titik keseimbangan antara tujuan

industri, tujuan wisatawan, dan terwujudnya kualitas hidup masyarakat lokal.

Pembangunan dapat berkelanjutan jika pembangunan tersebut dari sejak tahap

perencanaan telah melibatkan semua pemangku kepentingan pembangunan untuk

menyatukan visi dan tujuan, menyatukan semua persamaan dan perbedaan atas

keinginan, harapan, kebutuhan, dan tujuannya dalam jangka panjang. Usaha-usaha

mewujudkan pembangunan pariwisata yang berkelanjutan telah dimulai dengan

pembentukan kode etik pembangunan pariwisata, pembentukan standar dalam

pariwisata yang meliputi standar penawaran maupun standar permintaan untuk

memperkuat daya saing industri pariwisata di mata konsumen. Pada tingkat destinasi,

usaha mewujudkan pariwisata yang berkelanjutan telah diwujudkan dalam bentuk

penerapan manajemen kapasitas atau daya dukung sebuah destinasi terhadap

kemampuannya untuk menerima kedatangan wisatawan, daya dukung tersebut dapat

berupa penentuan kapasitas maksimal, daya dukung social, dan daya dukung

lingkungan lainnya untuk dapat memperpanjang siklus hidup dari sebuah destinasi

sehingga kehadiran pariwisata tidak menimbulkan antagonism bagi masyarakat local.

18

Page 22: Pariwisata Berkelanjutan

4.2 Saran

Berdasarkan kasus dan permasalahan atas penerapan pariwisata berkelanjutan

di Bali seperti yang telah disampaikan di atas, dapat di berikan saran sebagai berikut

1. Menerapkan sertifikasi yang jelas dan tepat kepada pelaku industry dan

digunakan sebagai instrument keberlanjutan pembangunan pariwisata di Bali.

2. Pemerintah harus mengatur jelas tentang penerapan standar global terhadap

industry dan pelaku pariwisata, seperti mengatur jumlah pembangunan hotel

yang standar di setiap kabupaten, mengatur luas lahan hijau yang harus

tersedia, mengatur bahwa “setiap” akomodasi harus mengikuti program

sertifikasi “Tri Hita Karana Award”, mengatur hak-hak dari pengelola local

dan terutama hak-hak dan kewajiban dari pengelola swasta ataupun investor

baik local atau asing, mengatur jelas tentang tata letak rumah

suci(pura/mesjid/vihara/gereja dan lainnya) terhadap bangunan sekitarnya,

tata letak dari akomodasi pariwisata dan tata letak dari bangunan lainnya.

3. Mensosialisasikan dan menanamkan konsep kepemilikan bersama atas alam

ciptaan Tuhan, konsep kepemilikan satu bumi untuk semua umat manusia

kepada masyarakat, wisatawan dan pemerintah serta pengelola ataupun

investor.

4. Peningkatan kualitas dan taraf hidup masyarakat yang bergelut di bidang

pariwisata ataupun yang turut berkontribusi dalam jalannya kegiatan

kepariwisataan.

5. Menegakkan hukum dan perundang-undangan yang berlaku secara tegas dan

tidak pandang bulu terhadap pelanggaran hukum dan penyimpangan yang

dilakukan terutama terkait dengan keberlanjutan pembangunan pariwisata.

19

Page 23: Pariwisata Berkelanjutan

6. Mengatur dalam perundangan ataupun ketetapan terhadap jumlah investor

asing yang boleh masuk dan ikut berkontribusi atas kegiatan kepariwisataan.

20

Page 24: Pariwisata Berkelanjutan

DAFTAR PUSTAKA

Hudson, Simon and  Miller, G. 2001. Corporate Responsibility in the UK Tourism Industry. Tourism Management 22(6): 589–598.

Hunter, C. J. 2002. Aspects of the Sustainable Tourism Debate from a Natural Resources Perspective. In Sustainable Tourism: A Global Perspective. eds. R. Harris, T. Griffin, and P. Williams. Oxford: Butterworth-Heinemann.

Hunter, C., and H. Green. 1995. Tourism and The Environment: A Sustainable Relationship London: Routledge.

I Gusti Rai Utama, Mempertanyakan Keberlanjutan Pembangunan Pariwisata Bali

http://tourismbali.wordpress.com/2012/02/10/mempertanyakan-keberlanjutan-

pembangunan-pariwisata-bali/

Subadra, I Nengah. Senin,14 maret 2011. Konsep Pariwisata Berkelanjutan.

http://subadra.wordpress.com/2007/03/01/how-sustainable-is-sustainable-tourism-in-

bali/

21