pandangan tasawuf ibnu taimiyah dalam kitab · pdf filedalam wacana pemikiran islam, ibnu...

13
Jurnal Fakultas Ushuludin Dan Dakwah IAIN Ambon | 17 A. Pendahuluan Ibnu Taimiyah adalah tokoh pemikir Islam klasik yang reputasi keilmuannya mampu menembus hingga zaman kontemporer ini. Pemikirannya dalam berbagai bidang baik Filsafat, Kalam, Hadis, Fiqh maupun Tasawuf masih menjadi rujukan. Khususnya yang mengatasnamakan dirinya sebagai aliran Salaf. Termasuk Aliran Wahabiyah di Arab Saudi, Muhammadiyah di Indonesia, bahkan akhir- akhir ini di Ambon khususnya pasca konflik sosial di Maluku, muncul satu aliran yang menamakan dirinya aliran Salaf (salafiah). Kelompok ini selalu menyerang orang-orang yang menggandrungi tasawuf dan filsafat. Mereka berasumsi bahwa tasawuf adalah ajaran bid’ah yang tidak pernah diamalkan oleh para Ulama Salaf termasuk Ibnu Taimiyah. Timbulnya pandangan seperti ini disebabkan karya-karya otentik Ibnu Taimiyah, khususnya dalam bidang Tasawuf, sangat sedikit dibaca dan dipelajari secara teliti. 1 Ibnu Taimiyah dan Tasawuf oleh sebagian kalangan dipandang sebagai dua unsur yang tak mungkin bersatu. Ini tentu tidak mengherankan, sebab Ibnu Taimiyah telah lama dianggap sebagai salah satu tokoh yang membenci, memusuhi, dan melontarkan kritik- kritik tajamnya terhadap Tasawuf. Dalam wacana pemikiran Islam, Ibnu Taimiyah ditempatkan sebagai tokoh yang menentang tasawuf. Bahkan ia dituduh sebagai inspirator bagi aliran Wahabi dalam memeberantas dan memberangus ajaran-ajaran tasawuf dengan dalih ajaran-ajaran bid’ah, 1 Mulyanto Sumardi, Penelitian Agama Masalah dan Pemikiran, (Cet. I; Jakarta: Sinar Harapan, 1982), h. 98. PANDANGAN TASAWUF IBNU TAIMIYAH DALAM KITAB AL-TUHFAH AL-IRĀQIYYAH FI AL-A’MĀL AL-QALBIYYAH Dr. Hj. Duriana, M.Ag TASAWUF IBNU TAIMIYYAH PERSPECTIVE IN AL-TUHFAH AL-IRAQIYYAH I AL-A’MAL AL-QALBIYYAH Abstract This paper intends to know about Ibnu Taimiyyah method in religious problem and specially for Tasawuf problem in his perspective. About tasawuf, result from this study is Ibnu Taimiyyah use Salaf as-Shaleh in his method and always return to al-Qur’an and al-Sunnah Rasulullah SAW in every problem like aqidah or furu’. In His book, Ibnu Taimiyyah starts from the power of heart in life and He called Ahwal and Maqamat on the basic conviction and love for Allah thus al-mahabbah, tawakkal, ikhlas, khauf, raja’ dan syukur Keywords: al-Tuhafah al-Iraqiyyah fi al-A’mal al-Qalbiyyah,al- ahwal & al- maqamat

Upload: nguyenminh

Post on 01-Feb-2018

315 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: PANDANGAN TASAWUF IBNU TAIMIYAH DALAM KITAB · PDF fileDalam wacana pemikiran Islam, Ibnu Taimiyah ditempatkan sebagai tokoh yang menentang tasawuf. Bahkan ... dalam melakukan agitasi

Pandangan Tasawuf Ibnu Taimiyah dalam Kitab Al-Tuhfah Al-Irāqiyyah Fi Al-A’māl Al-Qalbiyyah

Jurnal Fakultas Ushuludin Dan Dakwah IAIN Ambon | 17

A. Pendahuluan

Ibnu Taimiyah adalah tokoh pemikir

Islam klasik yang reputasi keilmuannya mampu

menembus hingga zaman kontemporer ini.

Pemikirannya dalam berbagai bidang baik

Filsafat, Kalam, Hadis, Fiqh maupun Tasawuf

masih menjadi rujukan. Khususnya yang

mengatasnamakan dirinya sebagai aliran Salaf.

Termasuk Aliran Wahabiyah di Arab Saudi,

Muhammadiyah di Indonesia, bahkan akhir-

akhir ini di Ambon khususnya pasca konflik

sosial di Maluku, muncul satu aliran yang

menamakan dirinya aliran Salaf (salafiah).

Kelompok ini selalu menyerang orang-orang

yang menggandrungi tasawuf dan filsafat.

Mereka berasumsi bahwa tasawuf adalah ajaran

bid’ah yang tidak pernah diamalkan oleh para

Ulama Salaf termasuk Ibnu Taimiyah. Timbulnya

pandangan seperti ini disebabkan karya-karya

otentik Ibnu Taimiyah, khususnya dalam bidang

Tasawuf, sangat sedikit dibaca dan dipelajari

secara teliti.1

Ibnu Taimiyah dan Tasawuf oleh

sebagian kalangan dipandang sebagai dua unsur

yang tak mungkin bersatu. Ini tentu tidak

mengherankan, sebab Ibnu Taimiyah telah lama

dianggap sebagai salah satu tokoh yang

membenci, memusuhi, dan melontarkan kritik-

kritik tajamnya terhadap Tasawuf.

Dalam wacana pemikiran Islam, Ibnu

Taimiyah ditempatkan sebagai tokoh yang

menentang tasawuf. Bahkan ia dituduh sebagai

inspirator bagi aliran Wahabi dalam

memeberantas dan memberangus ajaran-ajaran

tasawuf dengan dalih ajaran-ajaran bid’ah,

1Mulyanto Sumardi, Penelitian Agama Masalah dan

Pemikiran, (Cet. I; Jakarta: Sinar Harapan, 1982), h. 98.

PANDANGAN TASAWUF IBNU TAIMIYAH DALAM

KITAB AL-TUHFAH AL-IRĀQIYYAH FI AL-A’MĀL AL-QALBIYYAH

Dr. Hj. Duriana, M.Ag

TASAWUF IBNU TAIMIYYAH PERSPECTIVE

IN AL-TUHFAH AL-IRAQIYYAH I AL-A’MAL AL-QALBIYYAH

Abstract

This paper intends to know about Ibnu Taimiyyah method in religious problem and specially for

Tasawuf problem in his perspective. About tasawuf, result from this study is Ibnu Taimiyyah use Salaf

as-Shaleh in his method and always return to al-Qur’an and al-Sunnah Rasulullah SAW in every

problem like aqidah or furu’. In His book, Ibnu Taimiyyah starts from the power of heart in life and He

called Ahwal and Maqamat on the basic conviction and love for Allah thus al-mahabbah, tawakkal,

ikhlas, khauf, raja’ dan syukur

Keywords: al-Tuhafah al-Iraqiyyah fi al-A’mal al-Qalbiyyah,al- ahwal & al- maqamat

Page 2: PANDANGAN TASAWUF IBNU TAIMIYAH DALAM KITAB · PDF fileDalam wacana pemikiran Islam, Ibnu Taimiyah ditempatkan sebagai tokoh yang menentang tasawuf. Bahkan ... dalam melakukan agitasi

Hj. Duriana

18 | Jurnal Fakultas Ushuludin Dan Dakwah IAIN Ambon

khurafat dan tahyul,2 karena itu sangat wajar

kalau kitab-kitab tasawuf Ibnu Taimiyah menjadi

barang tabuh untuk diteliti selama ini. Akan

tetapi dengan perkembangan teknologi

khususnya di bidang telekomunikasi dan

infomasi yang memberikan kemudahan bagi

manusia, maka tidak sulit untuk mengakses

kitab-kitab klasik yang penuh dengan pelajaran

berharga. Lewat bantuan internet, penulis dapat

memperoleh data tentang kitab-kitab tasawuf

Ibnu Taimiyah yang boleh jadi justru berisi

ajaran-ajaran sebaliknya yang difahami selama

ini, bahwa Ibnu Taimiyah memusuhi tasawuf,

bahwa belajar tasawuf adalah bid’ah dan

khurafat. Inilah problema yang ingin

diungkapkan lewat penelitian ini.

Pertanyaan-pertanyaan seputar

kebenaran “permusuhan” Ibnu Taimiyah dan

Tasawuf akan berusaha dijelaskan melalui

penelitian ini. Tentu saja dengan merujuk

langsung pada karya-karya yang diwariskan oleh

Ibnu Taimiyah untuk peradaban manusia.

Khususnya karyanya yang berjudul :Al-Tuhfah al-

Irāqiyyah fi al-A’māl al-Qalbiyyah dan setelah

ditahqiq oleh Ainil Husni Malhuzah dengan judul “

Al-A’māl al-Qulūb auw al-Ahwāl wa al-Maqāmāt

B. Riwayat Singkat Ibnu Taimiyah

Beriringan dengan kejatuhan kota

Bagdad, pada tahun 656 H/1257 M., tepat pada

hari Senin, 12 Rabi’ al-Awal tahun 661 H (1263

M), Ibnu Taimiyah dilahirkan di sebuah kota

yang terletak antara sungai Dajlah dan Eufrat

bernama Harran, sebuah kota yang masuk dalam

2 Bid’ah dan khurafat adalah dua istilah yang begitu mudah diucapkan dan dituduhkan terhadap orang-orang yang bertasawuf dan mempelajari tasawuf. Bid’ah adalah mengikuti ajaran-ajaran yang tidak diamalkan oleh golongan salaf masa awal yaitu masa Nabi Muhammad SAW hingga masa tabi’in.

wilayah Hurasan (Persia). Oleh orangtuanya ia

diberi nama Ahmad. Ayah Ibnu Taimiyah

bernama Syihabuddīn Abū al-Mahasīn Abdu al-

Halīm bin Taimiyah. Dia belajar dari ayahnya

(Taimiyah) mazhab faham Hambali hingga ia

benar-benar memahaminya.3

Ahli sejarah menuliskan nama

lengkapnya dengan: Taqiy al-Dīn Abūl-‘Abbas

Ahmad Ibnu ‘Abd al-Halīm Ibnu ‘Abd al-Salām

Ibnu Abi al-Qasīm Ibnu Muhammad Ibnu

Taimiyah al-Harrānī al-Dimasyqī.4

Ibnu Taimiyah mendapat pendidikan di

samping dari ayahnya, juga dari pamannya

Fakhruddīn, seorang pemikir dan penulis

termasyhur. Ia mendapat pendidikan pula dari

para cendikiawan terkemuka di kota Damaskus.

Pengetahuannya tidak hanya terbatas pada

studi-studi al-Qur’an, hadis dan fiqh saja, tetapi

juga mempelajari dan ahli di bidang mate-

matika, sejarah, kesustraan dan secara khusus

mendalami fiqh Hambali karena ayahnya sendiri

adalah tokoh dari mazhab ini.5

Ibnu Taimiyah telah terkenal pada usia

yang masih relatif muda, 20 tahun. Ia pernah

diundang ke Mesir memberikan fatwa, di sini

Ibnu Taimiyah menunjukkan keahlian yang

sungguh mengagumkan, terutama fatwanya yang

berkenaan dengan pembasmian khurafat dan

bid’ah. Ketika ia berusia 21 tahun ayahnya

meninggal dan ia menggantikan ayahnya sebagai

3Said Abdul ‘Azim, Ibn Taymiyah, Pembaharuan

Salafi dan Dakwah Reformasi. Diterjemahkan oleh Faisal Saleh dan Khoirul Amru Harahap (Cet. I; Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2005), h.15.

4Ibnu Katsir, Al-Bidayah wa al-Nihayah, Jilid 13, (Cet. I; Beirut Maktabah al-Ma’arif, 1966), h. 308. Lihat juga Al-Dzahaby, Tadzkirah al-Huffazh, Jilid IV ( Haidar Abad: t.t.), h. 288.

5Yusran Asmuni, Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan dalam Islam (Cet. II; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998), h. 52-53.

Page 3: PANDANGAN TASAWUF IBNU TAIMIYAH DALAM KITAB · PDF fileDalam wacana pemikiran Islam, Ibnu Taimiyah ditempatkan sebagai tokoh yang menentang tasawuf. Bahkan ... dalam melakukan agitasi

Pandangan Tasawuf Ibnu Taimiyah dalam Kitab Al-Tuhfah Al-Irāqiyyah Fi Al-A’māl Al-Qalbiyyah

Jurnal Fakultas Ushuludin Dan Dakwah IAIN Ambon | 19

guru hadis. Profesi guru hadis ini membuat ia

sangat termasyhur melebihi ulama-ulama

sezamannya.

Ibnu Taimiyah meninggalkan sekitar 500

jilid dalam berbagai bidang ilmu. Sebagian

besarnya dapat dibaca hingga sekarang, namun

sebagian yang lain hanya tinggal nama atau

masih berupa manuskrip yang belum ditahqiq.

Ibnu al-Wardy (w. 749 H) bahkan menyatakan

bahwa dalam sehari semalam, Ibnu Taimiyah

dapat menulis sampai 4 buku.

C. Setting Sosial dan Politik Masa Ibnu

Taimiyah

Ibnu Taimiyah dilahirkan sekitar lima

tahun setelah tentara Mongol menjatuhkan kota

Bagdad, ibukota dinasti Abbasiyah. Dengan

jatuhnya Bagdad, maka runtuhlah kerajaan Islam

yang telah berkuasa selama lima abad (750-1258

M) dan telah berhasil mencapai kejayaannya

baik dalam kemajuan fisik ataupun kebudayaan

dan ilmu pengetahuan. Kota Bagdad kemudian

diduduki oleh Dinasti Īkhan sedangkan khilafah

Islam setelah jatuhnya Bagdad dikuasai oleh

kerajaan Mamluk (1250-1517 M) dengan Mesir

sebagai pusat kekuasaannya.

Setelah Bagdad jatuh, dunia Islam

tenggelam dalam kemunduran dan menghadapi

berbagai tantangan. Dari arah Barat, umat Islam

menghadapi ancaman orang-orang Spanyol yang

sejak abad II telah melancarkan perang Salib.

Selama dua abad lamanya (1097-1292 M) terjadi

tidak kurang tujuh kali pertempuran. Arah Timur

umat Islam menghadapi ancaman tentara

Mongol. Pada tahun 1258 M mereka

menghancurkan Bagdad dan berhasil

membunuh ratusan ribu penduduknya. Setelah

menghancurkan Bagdad, tentara Hulagu Khan

melancarkan aksinya ke Syria dan berhasil

menduduki kota Aleppo, Hamah dan Harim.

Selanjutnya mereka menuju ke Mesir, akan tetapi

di Ayn Jalut mereka dikalahkan oleh tentara

Barbar. Di samping itu, kondisi di dalam negeri

tidak stabil akibat permusuhan antara para

penguasa dan sekte-sekte di kalangan Islam

sendiri. 6

Sementara itu, situasi politik di Syria

semakin lama semakin berbahaya dan tidak

menentu. Serdadu Mongol dengan senjata yang

relatif lebih modern berhasil merebut sebagian

besar wilayah Syria pada tahun 699 H/1300 M.

dengan kondisi semacam ini, mendorongnya

untuk menghentikan polemiknya dalam hal

pemahaman keagamaan untuk sementara waktu

dan mulai mencurahkan perhatiannya

menghadapi dan mengusir tentara yang

menjajah negerinya.

Bersama-sama tokoh Islam lain, Ibnu

Taimiyah dengan keahliannya sebagai orator

ulung turut serta berkampanye dan ambil bagian

dalam melakukan agitasi politik untuk

membangkitkan semangat rakyat Syria agar

berjihad fi sabilillah dan rela berkorban untuk

melepaskan tanah airnya dari cengkraman

pasukan Mongol. Demi kepentingan itu pula,

pada tahun 700 H/1301 M. Ibnu Taimiyah pergi

ke Kairo dalam rangka memohon bantuan

militer kepada Sultan Mamluk, yakni al-Malik al-

Nasir Muhammad bin al-Mansur al-Qalawun.

Usaha Ibnu Taimiyah ternyata tidak sia-

sia dan memberi harapan bagi banyak pihak.

Sultan al-Malik mengabulkan permohonannya

dan mengirimkan angkatan bersenjatanya ke

Syria. Ibnu Taimiyah sendiri yang ternyata

berjiwa pejuang dan berdarah militer, oleh

6 http://almakmun.com/?p=85 (5 Agustus 2013)

Page 4: PANDANGAN TASAWUF IBNU TAIMIYAH DALAM KITAB · PDF fileDalam wacana pemikiran Islam, Ibnu Taimiyah ditempatkan sebagai tokoh yang menentang tasawuf. Bahkan ... dalam melakukan agitasi

Hj. Duriana

20 | Jurnal Fakultas Ushuludin Dan Dakwah IAIN Ambon

pemerintah diberi tugas untuk memimpin

langsung pasukan Islam melawan pasukan

penjajah. Ibnu Taimiyah dengan pasukan tempur

yang dikomandaninya akhirnya membawa

kemenangan pada peristiwa Shaqhab (702

H/1303 M). Dengan keberhasilannya itu,

membuat namanya semakin terkenal.

Ketika Ibnu Taimiyah menulis Risalah al-

Hamidiyah yang isinya membela pendapat

Ahmad Ibnu Hanbal, ia dituduh tajsim dan tasbih

oleh musuh-musuhnya. Untuk membantah itu, ia

menulis al-Risalah al-Wasitiyah yang ternyata

oleh lawan-lawannya justeru dianggap

memperkuat tuduhan mereka. Untuk

memprtanggungjawabkan tulisannya yang

dianggap meresahkan masyarakat, pada 705

H/1305 M. Ibnu Taimiyah dihadapkan kepada

Sultan Mesir. Ia diadili oleh al-Qadi Zayn al-Din

bin Makhluf (salah seorang rival yang selalu

memusuhi Ibnu Taimiyah, sehingga kejujuran

dan keadilannya sangat diragukan). Betapapun

pintar dan lantangnya Ibnu Taimiyah dalam

pembelaan diri, ia tidak berdaya untuk lolos dari

jeratan penjara.

Selama diasingkan di benteng Kairo

selama kurang lebih 1,5 tahun, Ibnu Taimiyah

menelorkan beberapa karya yang di antaranya

berisi kritikan dan tantangan terhadap ajaran

wahdat al-wujud Ibnu Arabi, tawassul dan

istighathah serta ajaran-ajaran tasawuf lainnya

yang dinilainya menyimpang dari ajaran Islam.7

Berkat bantuan Hisham al-Din Mahna bin

Isa, seorang amir Arab, Ibnu Taimiyah

dibebaskan dari penjara Qairo. Namun baru

beberapa bulan dibebaskan, dalam tahun yang

sama dia harus berurusan lagi dengan pihak

7http://almakmun.com/?p=85 (5 Agustus 2013).

yang berwajib atas pengaduan kaum sufi yang

konon disponsori oleh Ibnu Ata’.

Dari sisi keagamaan, kehidupan umat

Islam ditandai dengan kebekuan berpikir dan

fanatisme mazhab. Sejak abad IV H/10 M,

mazhab empat mempunyai kedudukan mapan

dalam kehidupan umat Islam, dan umat Islam

hidup dalam zaman taqlid di mana penetapan

hukum didasarkan kepada pendapat-pendapat

ulama mazhab yang tersusun dalam kitab-kitab

fiqh. Adapun ijtihad dalam persoalan fiqh bisa

dikatakan tidak berkembang sama sekali.

D. Karya-Karya Ibnu Taimiyah

Karangan Ibnu Taimiyah lebih dari 500,

tetapi yang tersebar luas dan termasyhur sekitar

65 buah. Karya yang menjadi rujukan utama

penelitian penulis adalah: Al-Tuhfah al-‘Iraqiyyah

fi al-A’mal al-Qalbiyyah.(al-A’mal al-Qulub au al-

Maqamat wa al-Ahwal). Buku ini, seperti yang

dikatakannya, (berisi) kalimat-kalimat ringkas

tentang amalan-amalan hati yang disebut dengan

‘maqāmāt’ dan ‘ahwāl’, yang juga merupakan

bagian dari dasar-dasar keimanan dan kaidah-

kaidah agama; seperti ‘mahabbah’ pada Allah

dan Rasul-Nya, tawakkal, mengikhlaskan agama

pada-Nya, syukur, sabar terhadap hukum-Nya,

khauf’ dan ‘raaj’ pada-Nya, serta hal-hal lain yang

mengikutinya.28

Dalam teks tersebut dengan sangat jelas

terlihat bahwa Ibnu Taimiyah menggunakan dua

istilah yang umum digunakan di kalangan sufi;

maqāmtā dan ahwāl. Dan dalam buku ini secara

khusus, ia menguraikan secara panjang lebar dan

terperinci tentang berbagai maqām dan hāl.

Pandangan tasawuf Ibnu Taimiyah dalam

buku ini dapat dikatakan sudah tergambar

dengan jelas. Hal ini dapat dilihat ketika ia

Page 5: PANDANGAN TASAWUF IBNU TAIMIYAH DALAM KITAB · PDF fileDalam wacana pemikiran Islam, Ibnu Taimiyah ditempatkan sebagai tokoh yang menentang tasawuf. Bahkan ... dalam melakukan agitasi

Pandangan Tasawuf Ibnu Taimiyah dalam Kitab Al-Tuhfah Al-Irāqiyyah Fi Al-A’māl Al-Qalbiyyah

Jurnal Fakultas Ushuludin Dan Dakwah IAIN Ambon | 21

menguraikan tentang beberapa obyek kajian

tasawuf oleh para sufi sebelumnya seperti ahwal

dan maqamat, khauf dan raja’, mahabbah, wali,

taubat, zuhud, ridha dan lain-lain.

E. Metode Pemikiran

Kritikan Ibnu Taimiyah terhadap tasawuf

tidak terlepas dari metode pemikiran yang telah

diyakini sebagai metode yang paling benar.

Metode pemikirannya ini menjadi dasar dalam

setiap gerakan keagamaan yang diperjuangkan

sepanjang hidupnya. Ia sendiri tidak gentar

sedikitpun dalam memperjuangkan ide-idenya

sekalipun harus mengorbankan jiwanya.

Terbukti dengan ia berkali-kali masuk penjara

bahkan ia meninggal dalam penjara demi untuk

tegaknya kebenaran yang telah diyakininya.

Termasuk dalam hal ini ia tidak gentar

mengeritik para sufi yang dianggap telah

mengajarkan ajaran asing yang tidak

berlandaskan al-Qur’an ataupun Sunnah Nabi

Muhammad saw.

Menurut Syekh Said Abd Azhim,8 bahwa

metode salafiah yang dianut Ibnu Taimiyah

berpegang pada empat unsur:

a. Tidak percaya pada akal 100%

Dalam masalah-maslah agama baik

masalah-masalah pokok-pokok akidah maupun

masalah-masalah furu’iyyah (cabang), Ibnu

Taimiyah selalu berpegang pada al-Qur’an dan

al-Sunnah Nabi Muhammad SAW. Ia sangat

meragukan kemampuan akal semata dalam

8 Syekh Said Abdul ‘Azhīm adalah seorang Penulis

buku yang berjudul: Ibn Taimiyah: al-Tajdīd al-Salafi wa Da’wah al-Islāhiyyah, karya ini secara detail mengungkap liku-liku perjuangan Ibn Taimiyah sepanjang hayatnya. Buku ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan menjadi salah satu sumber sekunder dalam penelitian ini.

masalah-masalah akidah dengan mengatakan

bahwa “mencari akidah dengan akal semata

sama dengan pencari kayu yang mencari kayu

dimalam hari”.9 Dengan metode yang

diperpegangi ini, Ibnu Taimiyah tidak setuju

dengan metode yang digunakan oleh para filosof

yang dianggapnya semata-mata menggunakan

akal dalam mempertahankan argumentasinya.

Demikian pula ia tidak setuju dengan metode

para mutakallimin, muhaddisin, fuqaha, sufi yang

mengagungkan akal dalam masalah-masalah

akidah.

Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa

diantara kesesatan para filosof dan mutakallimin

yaitu mereka lebih mendahulukan penelitian,

bukti-bukti dan ilmu dari pada naql dengan

mengatakan bahwa penelitian itu wajib karena ia

pasti mendatangkan pengetahuan yang benar.10

Ibnu Taimiyah sebenarnya tidak menolak

peggunaan akal dalam masalah akidah, hanya

saja posisi akal harus mengikuti nash atau posisi

akal di bawah nash. Karena itu mudah dipahami

kalau ia tidak sependapat dengan penggunaan

takwil dalam masalah-masalah akidah.

b. Tidak mengikuti seseorang karena nama,

ketenaran dan kedudukannya

Ibnu Taimiyah sangat menyayangkan,

jika melihat orang yang mengikuti seseorang

hanya karena ketenaran dan kedudukannya,

tanpa mengetahui dalil dan landasan kebenaran

di dalamnya. Para Imam empat yang menjadi

ikutan dan imam mayoritas kaum muslimin

sebenarnya tidak pernah menyuruh untuk

mereka diikuti dengan membabi buta tanpa

9 Syekh Said Abdul ‘Azhim, Ibn Taimiyah: Pembaruan

Salafi dan Da’wah Reformasi, diterjemahkan oleh Faisal Saleh (Cet.I; Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2005), h. 37.

10 Ibid.

Page 6: PANDANGAN TASAWUF IBNU TAIMIYAH DALAM KITAB · PDF fileDalam wacana pemikiran Islam, Ibnu Taimiyah ditempatkan sebagai tokoh yang menentang tasawuf. Bahkan ... dalam melakukan agitasi

Hj. Duriana

22 | Jurnal Fakultas Ushuludin Dan Dakwah IAIN Ambon

seleksi dengan kata lain ikut dengan taklid buta,

tetapi mereka menyuruh untuk menyeleksi

pendapatnya dengan nash al-Qur’an dan Sunnah

Nabi Muhammad SAW. Seandainya pendapat

mereka bertentangan dengan nash al-Qur’an dan

al-sunnah, maka wajib untuk menolaknya.

Dengan demikian Ibnu taimiyah sebagai

pengikut salaf, mengembalikan semua perkataan

kepada al-Qur’an dan al-sunnah.

c. Dasar syari’at adalah al-Qur’an dan telah

dijelaskan oleh Muhammad SAW. dengan al-

sunnah

Ibnu Taimiyah selalu merujuk kepada al-

Qur’an dan al-Sunnah, mengajak bertahkim

(menjadikan sebagai hakim) kepada Ulama

Salaf.11 Para Ulama Salaf inilah manusia yang

paling tahu dengan maksud syari’at, sebab

mereka hidup saat wahyu turun, menghafalnya,

memahaminya dan menyampaikannya seperti

yang mereka dengar kepada para pengikut

selanjutnya sampai hari kiamat.12

d. Tidak panatik dalam pemikiran dan

menghilangkan sikap berlebihan dan jumud

Ibnu Taimiyah melepaskan dirinya dari

semua yang membelenggunya kecuali al-Qur’an,

al-Sunnah dan perkataan salafus salih, dia

mempunyai intuisi yang begitu tajam dalam

memahami al-Qur’an dan al-Sunnah. Ia memiliki

alat-alat dan sarana yang membuatnya mampu

menjadi seorang mujtahid mutlak. Dia juga telah

mempelajari dan mendalami semua mazhab,

aliran, pendapat serta mengenal sumber setiap

pendapat tersebut.13

11 Ulama salaf adalah ulama yang hidup pada abad

ketiga pertama yaitu para sahabat, pengikut sahabat (tabi’in), dan pengikut tabi’in secara baik.

12 Syekh Said Abd Azhim, op. cit. h. 40. 13 Ibid, h. 41.

Landasan pokok Ibnu Taimiyah dalam

melakukan reformasi adalah al-Qur’an dan

Hadis. Ia mengatakan agama adalah apa yang

disyari’atkan oleh Allah dan rasul-Nya. Ibnu

Taimiyah mempunyai keyakinan yang mendalam

bahwa al-Qur’an dan Hadis telah mencukupi

semua urusan keagamaan (umūr al-Dīn) baik

yang berhubungan dengan masalah aqidah,

ibadah atau muamalah. Dasar hukumnya adalah :

ي منأكمأ ر مأ الأ وأول الرسول اللوأطيعوا أطيعوا ءامنوا الذين اأي ها

م وأ والأي منونبالل ت ؤأ كنأتمأ والرسولإنأ وهإلالل ءف رد فشيأ تمأ ت نازعأ فإنأ

ر خرذلكخي أ .)النساء:وأحأالأ ) 95سنتأأويلا

Terjemahnya:

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah

dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara

kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat

tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada

Allah (al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika

kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari

kemudian. Yang demikian itu lebih utama

(bagimu) dan lebih baik akibatnya”.14

Ibnu Taimiyah dalam membangun sistem

hukum berpikir mengenai segala aturan

keagamaan, baik yang berhubungan dengan

masalah aqidah, atau amaliah berdasarkan al-

Qur’an dan Hadis. Pijakan tersebut kemudian

dikembangkan dalam berbagai pemikiran yang

tertuang dalam berbagai karyanya sebagai

refleksi dari kondisi kehidupan keagamaan pada

saat itu yang berupa berkembangnya taqlid,

bid’ah, khurafat dan fitnah.

14 Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya

Page 7: PANDANGAN TASAWUF IBNU TAIMIYAH DALAM KITAB · PDF fileDalam wacana pemikiran Islam, Ibnu Taimiyah ditempatkan sebagai tokoh yang menentang tasawuf. Bahkan ... dalam melakukan agitasi

Pandangan Tasawuf Ibnu Taimiyah dalam Kitab Al-Tuhfah Al-Irāqiyyah Fi Al-A’māl Al-Qalbiyyah

Jurnal Fakultas Ushuludin Dan Dakwah IAIN Ambon | 23

F. Pandangan Ibn Taimiyah tentang Ajaran

Tasawuf dalam Kitab al-Tuhfah al-

Irāqiyyah fi al-A’māl al-qalbiyyah

Kitab al-Tuhfah al-irāqiyyah fi al-A’māl al-

qalbiyyah, yang menjadi sumber utama

penelitian ini dan telah ditahqīq oleh Abu

Hazifah Ibrahim bin Muhammad. Dalam kitab ini

ia membagi amalan-amalan manusia kepada:

1. Al-a’māl al-abdān (amalan-amalan badan)

Amalan-amalan badan terbagi tiga:

dddddd

a. Al-ẓālim li nafsih (menganiaya diri

sendiri). Orang yang menganiaya diri

sendiri adalah orang yang melakukan

perbuatan keji dan mungkar yaitu

mengerjakan hal-hal yang dilarang oleh

Allah SWT. dan mengabaikan perintah-

perintah-Nya. Perbuatan ini termasuk

dosa.

b. Al-muqtaṣid (oriented), maksudnya

adalah orang yang punya tujuan hidup,

yaitu yang tercapai amalan-amalan

badannya dengan mengerjakan

kewajiban-kewajiban Allah SWT. dan

meninggalkan yang diharamkan.

c. Al-sābiq bi al-khairāt (berlomba-lomba

dalam kebaikan), adalah orang yang

senantiasa mengerjakan yang wajib dan

yang mustahab (dianjurkan) dan

meninggalkan yang haram dan yang

makruh (samar-samar).15

Dua kelompok terakhir yaitu al-muqtasid

dan al-sābiq bi al-khairāt juga tidak pernah luput

dari dosa dan hal ini adalah suatu hal yang wajar

sebagai manusia. Itulah sebabnya Allah SWT.

memberikan peluang kepada manusia untuk

15 Lihat A’māl al-Qulūb, h. 7-8.

bertaubat. Dua kelompok ini masuk dalam

golongan awliyā’ Allah (wali-wali Allah). Firman

Allah SWT. dalam Q.S. Yunus/10: 62:

.“Ingatlah, Sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak

ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak

(pula) mereka bersedih hati”.16

Ibnu Taimiyah secara spesifik

memasukkan orang mu’min dan orang yang

bertakwa kedalam golongan al-muqtasid.

Sementara al-sbiq bi al-khairat menurut Ibnu

Taimiyah adalah golongan yang lebih tinggi

derajatnya yaitu para nabi dan orang-orang al-

shiddiqīn. Orang-orang al-siddiqīn ini banyak

dijumpai pada para wali Allah.17

Menurut Ibnu Taimiyah bahwa sebelum

masuk dalam amalan-amalan batin maka

amalan-amalan badan ini harus dibersihkan,

termasuk di dalamnya menghindarkan diri dari

perbuatan-perbuatan bid’ah dan mengikuti hawa

nafsu.

2. Al-a’māl al-bātinah (amalan-amalan batin)

Dalam kitab ini Ibnu Taimiyah

mengawali dengan pembahasan singkat tentang

kekuatan (peran) hati dalam kehidupan manusia

yang ia sebut dengan ahwal dan maqamat. Ahwal

dan maqamat adalah sebahagian dari dasar

kepercayaan dan rasa cinta kepada Allah dan

Rasul-Nya. Termasuk di dalamnya adalah

tawakkal, ikhlas, syukur, sabar (menerima takdir

Allah), takut (kepada Allah), raja (berharap

kepada Allah).

16 Departemen Agama Ri, al-Qur’an dan Terjemahnya 17 A’māl al-Qulūb, op. cit. h. 8.

Page 8: PANDANGAN TASAWUF IBNU TAIMIYAH DALAM KITAB · PDF fileDalam wacana pemikiran Islam, Ibnu Taimiyah ditempatkan sebagai tokoh yang menentang tasawuf. Bahkan ... dalam melakukan agitasi

Hj. Duriana

24 | Jurnal Fakultas Ushuludin Dan Dakwah IAIN Ambon

Ahwal dan maqamat adalah istilah sufi

yang telah lama dikenal dan begitu populer pada

saat itu karena itulah Ibnu Taimiyah begitu

akrab dengan istilah itu dengan sering

mengulang-ulang dalam risalah ini.

Menurut Ibnu Taimiyah al-maqamat wal-

ahwal, meliputi: al-mahabbah tawakkal, ikhlas,

raja, khauf dan syukur. Kemudian ia

menjelaskannya secara rinci sebagaimana

lazimnya kitab-kitab para sufi:

Al-Maqāmāt

Ibnu Taimiyah mengkritik pandangan

sebagian sufi yang menganggap bahwa ahwal

dan maqāmāt hanyalah milik kalangan khas, dan

tidak bisa menjadi milik kalangan yang mereka

sebut awam. Baginya, semua ahwal dan

māqamāt karena ia merupakan ilmu dan amal

batiniyah yang menjadi dasar utama dalam

menjalankan agama, maka ia seharusnya

menjadi kewajiban setiap muslim, tanpa sekat-

sekat awam dan khas.

Terkait dengan itu, ia menyatakan:

“Amalan-amalan batin berupa cinta (mahabbah)

pada Allah, tawakkal pada-Nya, ikhlas, ridha,

semuanya adalah perkara yang diperintahkan

kepada kaum awam dan khas. Pengabaian

terhadapnya oleh satu dari dua pihak itu

bukanlah hal terpuji, setinggi apapun

maqamnya.”18

Beberapa maqam yang dijelaskan Ibnu

Taimiyah dalam karya al-Tuhfah al-Iraqiyah atau

al-A’mal al-Qulub antara lain:

18Lihat al-Tuhfah al-‘Iraqiyyah, h. 16. Ibnu Taimiyah

juga mengkritik dampak pembagian ahwal dan maqamat menjadi “untuk awam dan khas” yang menyebabkan munculnya sebagian kalangan sufi yang menjelaskan ahwal dan maqamat itu dengan istilah-istilah yang rumit dan membingungkan. Bahkan terkesan kerumitan dan ketidakjelasan itu menjadi hal yang disengaja untuk menunjukkan ketinggian maqam sang sufi.

a. al-Taubah

Inilah maqam pertama para penempuh

jalan menuju Allah menurut jumhur kaum sufi.19

Itulah sebabnya, dalam al-Tuhfah al-‘Iraqiyyah,

Ibnu Taimiyah mengawalinya dengan ulasan

tentang taubat. Ia menegaskan bahwa

sebagaimana dalam Q.S al-Baqarah/2: 222.

“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang

bertaubat dan menyukai orang-orang yang

mensucikan diri”.

Taubat menurut Ibnu Taimiyah adalah

sebuah kewajiban sekaligus kebutuhan hamba

setiap waktu.

“Dan bahwa seorang hamba itu senantiasa

berbolak-balik dalam nikmat-nikmat Allah, maka

ia selalu membutuhkan taubat dan istighfar.

Itulah sebabnya, penghulu anak cucu Adam dan

imam kaum bertakwa (Muhammad) SAW. selalu

beristighfar di setiap waktu dan kondisi.”

Di dalam al-Qur’an, setiap kali Allah SWT.

smenyebutkan dosa dan maksiat, maka ia akan

selalu disertai dengan penyebutan taubat dan

istighfar. Karena itu, pembukaan pintu taubat

yang luas itu juga menunjukkan luasnya pintu

rahmat Allah bagi alam semesta.

Ibnu Taimiyah kemudian membagi

taubat berdasarkan hukum dan tingkatan

pelakunya. Pertama, taubat wajib, yaitu taubat

dari meninggalkan perintah dan mengerjakan

larangan Allah. Taubat jenis ini adalah kewajiban

semua mukallaf, sebagaimana yang

diperintahkan Allah dan Rasul-Nya dalam al-

Qur’an dan al-sunnah.

19Abu al-Qasim al-Qusyairy, Al-Risalah al-

Qusyairiyah: Tahqiq: DR. ‘Abdul Halim Mahmud, ( Cet. I; Dar al-Ta’lif, ma, 1385 H/ 1966 M.), h. 77.

Page 9: PANDANGAN TASAWUF IBNU TAIMIYAH DALAM KITAB · PDF fileDalam wacana pemikiran Islam, Ibnu Taimiyah ditempatkan sebagai tokoh yang menentang tasawuf. Bahkan ... dalam melakukan agitasi

Pandangan Tasawuf Ibnu Taimiyah dalam Kitab Al-Tuhfah Al-Irāqiyyah Fi Al-A’māl Al-Qalbiyyah

Jurnal Fakultas Ushuludin Dan Dakwah IAIN Ambon | 25

Allah berfirman dalam Q.S. Al-Nur/31: 31

...

.

“…Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah,

Hai orang-orang yang beriman supaya kamu

beruntung”.

Kedua, taubat mustahabbah, yaitu taubat

dari meninggalkan yang sunnah dan

mengerjakan yang makruh.

Adapun taubat ditinjau dari sisi tingkatan

pelakunya, Ibnu Taimiyah membaginya menjadi

3 tingkatan. Pertama, al-abrar al- muqtashidun,

yaitu mereka yang mencukupkan diri dengan

melakukan jenis taubat yang pertama; taubat

yang hukumnya wajib. Kedua, al-sabiqun al-

muqarrabun, yaitu mereka yang selalu berusaha

melakukan kedua jenis taubat di atas; taubat

yang wajib dan mustahabbah. Ketiga, al-

zhalimun, yaitu orang-orang yang tidak

melakukan satu pun dari kedua jenis taubat

tersebut.

b. Tawakkal

Tawakkal adalah salah satu amal batin

yang menghubungkan hamba dengan cinta Allah

serta mengantarkannya sampai kepada puncak

keikhlasan. Dan maqam ini merupakan maqam

yang menjadi kewajiban kalangan awam dan

khas secara umum.

Ketika menjelaskan maqam tawakkal,

setelah menyimpulkan konsep tawakkal yang

umum dipahami oleh para sufi, Ibnu Taimiyah

membagi tawakkal menjadi dua: (1) tawakkal

dalam urusan dien, dan (2) tawakkal dalam

urusan dunia. Menurutnya, umumnya para sufi

hanya mengaitkan maqam tawakkal ini dengan

urusan dunia. Atau dengan kata lain, tawakkal

menurut mereka adalah menundukkan diri

untuk tidak bernafsu dalam mencari dunia

dengan menyerahkan sepenuhnya kepada Allah.

Sementara Ibnu Taimiyah sendiri lebih

menekankan jenis tawakkal yang pertama, dan

bahkan menganggapnya lebih besar dari yang

kedua. Karena itu, manusia yang mutawakkil

(bertawakkal) menurutnya adalah:

وحفظ ودينو قلبو صلح ف هللا على يتوكل املتوكل فإنكل ف ربو يناجي وهلاذا اليو المور ىذااىم وإرادتو لسانو

صلةبقولو: :كمافقولوتعال .

.

“(Yang) bertawakkal pada Allah untuk kebaikan

dan kesalehan hati dan agamanya, serta

penjagaan lisannya. Inilah yang terpenting

baginya. Oleh sebab itu ia selalu bermunajat

kepada Rabb-nya di setiap salat: Hanya kepada-

Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami

meminta tolong. (QS. Al-Fatihah:5), dan firman

Allah Ta’ala: Maka sembahlah Ia dan

bertawakkallah pada-Nya (QS.Hud:123).

Hal lain yang juga ditegaskan Ibnu

Taimiyah dalam membahas maqam ini adalah

bahwa ketawakkalan seorang hamba pada Allah

sama sekali tidak menjadi penghalang atau tidak

menjadi alasan untuk tidak bekerja keras. Dalam

hal ini, ia mengkritik sebagian sufi yang

menganggap bahwa setelah bertawakkal, sang

hamba tidak perlu lagi mengerahkan usahanya

untuk meraih apa yang ia inginkan. Kesalahan

pandangan ini menurut Ibnu Taimiyah

disebabkan karena mereka memandang bahwa

jika semua perkara telah ditakdirkan, maka

Page 10: PANDANGAN TASAWUF IBNU TAIMIYAH DALAM KITAB · PDF fileDalam wacana pemikiran Islam, Ibnu Taimiyah ditempatkan sebagai tokoh yang menentang tasawuf. Bahkan ... dalam melakukan agitasi

Hj. Duriana

26 | Jurnal Fakultas Ushuludin Dan Dakwah IAIN Ambon

dalam proses terjadinya kemudian sangat

mustahil adanya campur tangan manusia di sana.

Menurut Ibnu Taimiyah bahwa masalah ibadah

dan tawakkal tidak boleh dipisahkan dalam

beberapa hal-hal tertentu karena keduanya

menjadi satu padu dalam ajaran agama berkaitan

dengan hubungan antara Tuhan dan hambanya.

Ibadah yang dilakukan tidak lain agar

memperoleh mahabbah (kecintaan) dan Ridha

Allah. Adapun sarana ibadah tidak lain adalah

tawakkal dan memohon pertolongan Allah SWT

(al-isti’anah) dengan memanjatkan doa kepada-

Nya. Allah SWT senantiasa senang dan menolong

hambanya yang senantiasa memohon ridha dan

mahabbahnya. Oleh karena itu menyembah Allah

SWT dengan penuh keridhaan dan mahabbah

pada-Nya pada hakikatnya adalah kembali

kepada diri penyembah (al-‘abdu). Dan

menurutnya tawakkal seperti inilah yang masuk

dalam kategori maqām. Sebab tawakkal dalam

makna ini mengandung tawakkal dalam segala

urusan-urusan agama (al-umūr al—dīniyyah).

Adapun tawakkal dalam hal urusan dunia bagi

Ibnu Taimiyah tidak dimasukkan sebagai

kategori maqam sebagaimana yang dianut oleh

al-muqarrabīnlillah (orang yang mendekatkan

diri kepada Allah).

Dengan demikian dapat dipahami bahwa

tawakkal menurut Ibnu Taimiyah adalah

penyerahan diri dengan sepenuhnya kepada

Allah karena kecintaan dan keridhaan kepada-

Nya.

c. Zuhud

Dalam pandangan Ibnu Taimiyah, zuhud

yang masyru’ adalah meninggalkan segala

sesuatu yang akan menyibukkan seseorang dari

ketaatan pada Allah Ta’ala, dan bahwa apapun

yang dapat menguatkan seseorang di jalan

ketaatan pada Allah, maka meninggalkannya

bukanlah kezuhudan. Sebaliknya apapun yang

tidak berguna untuk negeri akhirat, maka

meninggalkannya adalah kezuhudan.

Ibnu Taimiyah juga menegaskan bahwa

kezuhudan tidaklah identik dengan kemalasan,

kelemahan, ketidakberdayaan, dan hilangnya

peran serta sang hamba dalam kehidupan.

Kezuhudan juga tidak identik dengan

kemiskinan. Kezuhudan adalah ketika dunia

tidak menguasai hati meski ia ada dalam

genggaman. Seorang milyuner pun dapat

menjadi manusia zuhud jika ia tidak tertawan

oleh hartanya. Sebaliknya, seorang miskin tidak

dapat disebut zahid jika hasrat pada dunia terus-

menerus membakar jiwanya.

d. Ikhlas

Ihklas adalah inti dari Islam. Yang mana

Islam berarti menyerahkan diri kepada Allah

bukan kepada yang lainnya. Allah berfirman

dalam Q.S. al-Baqarah/2:131

.

“Ketika Tuhannya berfirman kepadanya: "Tunduk

patuhlah!" Ibrahim menjawab: "Aku tunduk patuh

kepada Tuhan semesta alam"”.

Orang yang tidak menyerahkan diri

kepada Allah maka dia termasuk orang yang

sombong, dan orang yang menyerahkan dirinya

kepada selain Allah maka ia pun dikategorikan

musyrik. Ikhlas adalah bagian dari masalah-

masalah batin, baik yang berhubungan dengan

bidang keilmuan maupun yang berhubungan

dengan amalan. Misalnya yang berkaitan dengan

amalan-amalan yang tidak didasari dengan

Page 11: PANDANGAN TASAWUF IBNU TAIMIYAH DALAM KITAB · PDF fileDalam wacana pemikiran Islam, Ibnu Taimiyah ditempatkan sebagai tokoh yang menentang tasawuf. Bahkan ... dalam melakukan agitasi

Pandangan Tasawuf Ibnu Taimiyah dalam Kitab Al-Tuhfah Al-Irāqiyyah Fi Al-A’māl Al-Qalbiyyah

Jurnal Fakultas Ushuludin Dan Dakwah IAIN Ambon | 27

keikhlasan maka amalan-amalan tersebut

tidaklah bermanfaat, hadis yang diriwayatkan

oleh Ahmad di dalam musnadnya:

واإلميانفالقلباإلسلمعلنية

“Ajaran-ajaran agama Islam itu realistis, dan

Nampak sedangkan ajaran-ajaran keimanan itu

non-realistis, dan itu hanya ada di dalam hati”.

Dalam hadis yang lain hadis muttafakun

alaih dari Nu’man bin basyir disebutkan:

احلرامبنيوبنيذالكامورمشتبحاتلحلللبنيوا

كثريامنالناس... يعلمهن“Halal itu sudah jelas dan haram itupun juga

sudah jelas, adapun diantara keduanya terdapat

masalah-masalah yang syubhat (Samar-samar)

yang sangat sedikit diketahui oleh sebagian

manusia…”

e. Sabar

Sepantasnya setiap manusia apabila

ditimpa musibah maka dia harus bersabar. Dan

harus konsisten terhadap perintah-perintah

Tuhan dalam melaksanakan kewajiban-

kewajiban yang dperintahkan. Karena itu sabar

adalah suatu kewajiban bagi setiap muslim

untuk melaksanakan perintah-perintah Tuhan

dan meninggalkan larangan-larangannya.

f. Ridha

Rasulullah SAW bersabda dan berkata

kepad Ibnu Abbas’:

Jika kamu mampu untuk beramal kepada

Allah dengan penuh keridhaan dan keyakinan

maka lakukanlah, dan jika kamu tidak mampu

untuk melakukannya maka ketahuilah bahwa

kesabaran itulah yang akan menolongmu untuk

melakukannya dengan sebaik mungkin”.

Ridha adalah bagian dari amalan-amalan

hati (batin) dan pengaplikasian nya terdapat

pada pujian-pujian terhadap Allah SWT. dalam

berbagai hal (keadaan), sebab ridha itu adalah

kerelaan hamba atas ketentuan-ketentuan Allah

SWT. yang sudah ditakdirkan kepadanya.

Demikianlah sifat ridha sebagai ciri yang

harus ditempuh bagi orang yang mendekatkan

diri kepada Allah SWT. Dalam hadis yang lain

disebutkan:

“Alllah telah memutuskan segala sesuatu dengan

ketentuan-Nya, barang siapa yang ridha terhadap

keputusan-keputusan-Nya, maka ia pantas

mendpatkan ridha-Nya. Dan barang siapa yang

enggan atas keputusan-Nya, maka ia pantas

mendpatkan murka dari-Nya”.

Demikianlah beberapa diantara al-

maqāmāt yang disinggung oleh Ibnu Taimiyah

dalam beberapa karyanya, disamping tentu saja

beberapa maqam lain yang belum sempat kami

bahas pada kesempatan ini.

Ahwāl

Salah satu ahwāl yang dibahas oleh Ibnu

Taimiyah adalah al-mahabbah (cinta). Di sini

terlihat bahwa mungkin penempatan ini tidak

sama dengan pandangan sebagian sufi yang

menempatkan al-mahabbah sebagai maqām. Ini

tentu dapat dimaklumi, sebab meskipun para

sufi dapat dikatakan sepakat atas perbedaan

maqām dan hāl bahwa maqam adalah sesuatu

yang diusahakan oleh seorang hamba, sedangkan

hāl adalah anugrah dari Allah dan bersifat

sementara atau tidak tetap, namun dalam

Page 12: PANDANGAN TASAWUF IBNU TAIMIYAH DALAM KITAB · PDF fileDalam wacana pemikiran Islam, Ibnu Taimiyah ditempatkan sebagai tokoh yang menentang tasawuf. Bahkan ... dalam melakukan agitasi

Hj. Duriana

28 | Jurnal Fakultas Ushuludin Dan Dakwah IAIN Ambon

menyimpulkan apakah sesuatu itu termasuk al-

maqāmāt atau al-ahwāl sangat bergantung pada

hasil ijtihad masing-masing sufi.

Al-Mahabbah menurut Ibnu Taimiyah adalah

sebuah kecenderungan hati tanpa beban

(paksaan) pada Allah dan pada apa yang ada di

sisi-Nya. Al-Mahabbah inilah yang ditetapkan

dalam al-Qur’an dan al-Sunnah serta disepakati

oleh para salaf shaleh, imam-imam hadis dan

mutasawwuf. Ibnu Taimiyah juga memandang

bahwa al-mahabbah adalah landasan dasar

setiap amalan keagamaan, inti iman adalah cinta

dan benci karena Allah.

Jika penghambaan kepada Allah

menyatukan dua unsur yaitu cinta yang

sempurna dan ketundukan yang sempurna pada-

Nya, maka penghambaan dan penyerahan diri

seperti ini akan menganugrahkan kemerdekaan

bagi jiwa manusia dalam menghadapi siapa pun

selain Allah. Sehingga semakin bertambah

kecintaan pada Allah dalam hati, maka semakin

bertambah pula penghambaan pada-Nya.

Dan semakin bertambah penghambaan

manusia pada-Nya, akan semakin merdekalah ia

dari selain-Nya. Jika hal tersebut bisa dicapai

oleh manusia, inilah kebahagiaan manusia

mencapai titik tertingginya. Yaitu ketika manusia

hanya bersandar sepenuh-penuhnya hanya

kepada Allah dan terbebas dari ikatan pada

sesama makhluq. Ibnu Taimiyah mengatakan:

“Maka hati tidak akan baik, beruntung,

merasakan kelezatan, bergembiraan, merasakan

kebaikan dan keteguhan, serta meraih

ketenangan kecuali dengan menghamba pada

Rab, mencintai dan kembali pada-Nya”.

G. Penutup

a. Pandangan Ibnu Taimiyah tentang tasawuf

tidak terlepas dari metode pemikiran yang

telah diyakininya sebagai metode yang

paling benar metode itu adalah

menempatkan al-Qur’an dan al-Sunnah

sebagai dasar dalam masalah pokok-pokok

akidah maupun masalah-masalah furu’iyyah

(cabang).

b. Ibnu Taimiyah menawarkan satu konsep

sufi yang berdasarkan kepada Al-Quran dan

Sunnah. Baginya, gerakan sufisme yang saat

itu berkembang sudah harus dikembalikan

kepada yang standar dan mainstream

(berdasar al-Quran & Sunnah), karena

memang obsesi keislamannya sebagai

pengikut aliran salaf adalah kembali kepada

al-Qur’an dan sunnah. Hal ini tergambar

pada konsep tasawufnya yang senantiasa

dibarengi dengan dalil-dalil al-Qur’an

maupun Hadis Rasulullah SAW.

sebagaimana yang terdapat dalam karyanya

kitab al-Tuhfah al-Irāqiyyah fi al-A’māl al-

Qalbiyyah

DAFTAR PUSTAKA

Asmuni,Yusran. 1998. Pengantar Studi

Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan

dalam Islam, Cet. II; Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada.

Departemen Agama RI, al-Qur’an dan

Terjemahnya.

http://almakmun.com/?p=85 (5 Agustus 2013).

Ibnu Katsir. 1966. Al-Bidayah wa al-Nihayah,

Jilid 13. Cet. I; Beirut Maktabah al-Ma’arif.

Page 13: PANDANGAN TASAWUF IBNU TAIMIYAH DALAM KITAB · PDF fileDalam wacana pemikiran Islam, Ibnu Taimiyah ditempatkan sebagai tokoh yang menentang tasawuf. Bahkan ... dalam melakukan agitasi

Pandangan Tasawuf Ibnu Taimiyah dalam Kitab Al-Tuhfah Al-Irāqiyyah Fi Al-A’māl Al-Qalbiyyah

Jurnal Fakultas Ushuludin Dan Dakwah IAIN Ambon | 29

Ibnu Taimiyah. 1389 H/1969 M. Jamī’ al-Rasā’il:

Tahqīq: Dr. Muhammad Rasyad Salim,

Mathba’ah al-Madan.

______. 1997. Majmū' al-Fatāwā,Kitab al-

Tasawwuf, Jilid XI. t.tp.: Mahfuzat.

______. 1997. Majmū’ al-Fatāwā Kitāb ‘Ilmu al-

Sulūk , jilid X. t.tp.: Mahfuzat.

Michel S.J,Thomas. 1982. dalam Mulyanto

Sumardi, Penelitian Agama Masalah dan

Pemikiran. Cet. I; Jakarta: Sinar Harapan.

Nasution, Harun. 1995. Falsafah dan Mistisisme

dalam Islam . Cet. IX; Jakarta: PT. Bulan

Bintang.

al-Qusyairy, Abu al-Qasim. 1385 H/ 1966 M. Al-

Risalah al-Qusyairiyah: Tahqiq: Dr. ‘Abdul

Halim Mahmud, Cet. I; Dār al-Ta’lif.

Said Abdul “azhim. 2005. Ibn Taymiyah, al-Tajdīd

al-Salafī wa Da’wati al-Iṣlāhiyyah.

Diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia

oleh Faisal Saleh dan Khoirul Amru

Harahap dengan judul Ibn Taymiyah,

Pembaharuan Salafi dan Dakwah

Reformasi, Cet. I; Jakarta: Pustaka al-

Kautsar.

Simuh. 1997. Tasawuf dan Perkembangannya

dalam Islam. Cet. II; Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada.