opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfsanksi...

279
Dr. A. Adang Supriyadi 24 60 BUSINESS & ECONOMICS 16+ Harga P. Jawa Rp145.000 978-602-06-2389-4 DIGITAL Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama Kompas Gramedia Building Blok I, Lt. 5 Jl. Palmerah Barat 29–37 Jakarta 10270 www.gpu.id it is possible to fly without motors, but not without knowledge and skill. Wright Brothers The future of aviaon human factors lies primarily with the discipline of individual flyers, not high- powered training programs, 3D simulaon, or advanced technology aircraſt. Anthony Kern K eselamatan penerbangan merupakan tujuan utama dari semua pemangku jabatan yang berkaitan dengan dunia penerbangan. Pengabaian terhadap keselamatan penerbangan oleh siapapun yang terlibat dalam pengoperasian pesawat terbang merupakan kesalahan fatal yang akan berakibat pada kecelakaan yang menimbulkan korban jiwa. Untuk itulah, badan badan penerbangan internasional seperti ICAO, FAA, dan badan internasional lainnya memberlakukan persyaratan yang ekstra ketat dalam hal keselamatan penerbangan. Sekalipun badan-badan internasional telah “memaksa” pihak-pihak yang terlibat dalam pengoperasian penerbangan dan menerapkan aturan-aturan penerbangan secara ketat, namun kecelakaan pesawat terbang masih saja terjadi. Pemerintah Indonesia juga mengeluarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan di Indonesia untuk meniadakan kecelakaan. Kecelakaan penerbangan sangan berhubungan dengan human error sebagai salah satu faktornya (airmanship pilot yang rendah). Melalui penelitian yang mendalam, buku ini mengungkap hubungan airmanship pilot terhadap implementasi kebijakan publik dalam mengupayakan tercapainya keselamatan penerbangan, khususnya di Indonesia. Pria kelahiran kota Pahlawan me- rupakan lulusan akademi Angkatan Udara tahun 1985 dari korps pener- bang. Beberapa pewsawat yang per- nah diterbangkan adalah F-27 Fok- ker, CN-235-100, CN-235-200, dan Boing 737-200 VVIP, serta pernah di- karyakan di Merpati Airlines dengan total jam terbang 11.303 jam. Penulis telah menjabat beberapa posisi strategis, serperti Komandan Aquadron Udara 2 Komandan Wing 1 Lanud Halim Perdanakusuma, Ko- mandan Lanud Hudein Sastranegara, Bandung dan Komandan Lanud Ha- lim Perdanakusuma Penulis merupakan alumnus Pro- gram Doktoral Ilmu Administrasi Publik Universitas Brawijaya, Ma- lang. Penulis juga aktif dalam meng- ajar di berbagai Universitas baik pada tingkat Strata 1(Satu). Magister, dan Doktoral, kini aktif menjabat sebagai Sekretaris Utama Badan Nasional Pe- nanggulangan Terorisme (BNPT) Dr. A. Adang Supriyadi AIRMANSHIP.indd 1 5/9/19 1:30 PM

Upload: others

Post on 30-Dec-2019

28 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

Dr

. A. A

dan

g Su

priyad

i

2460BUSINESS & ECONOMICS 16+

Harga P. Jawa Rp145.000

978-

602-

06-2

389-

4 D

IGIT

ALPenerbit

PT Gramedia Pustaka UtamaKompas Gramedia BuildingBlok I, Lt. 5Jl. Palmerah Barat 29–37 Jakarta 10270www.gpu.id

it is possible to fl y without motors, but not without

knowledge and skill.

Wright Brothers

“ “

The future of aviati on human factors lies primarily

with the discipline of individual fl yers, not high-

powered training programs, 3D simulati on, or advanced

technology aircraft .

Anthony Kern

“Keselamatan penerbangan merupakan tujuan utama dari semua

pemangku jabatan yang berkaitan dengan dunia penerbangan. Pengabaian terhadap keselamatan penerbangan oleh siapapun yang

terlibat dalam pengoperasian pesawat terbang merupakan kesalahan fatal yang akan berakibat pada kecelakaan yang menimbulkan korban jiwa.

Untuk itulah, badan badan penerbangan internasional seperti ICAO, FAA, dan badan internasional lainnya memberlakukan persyaratan yang ekstra ketat dalam hal keselamatan penerbangan.

Sekalipun badan-badan internasional telah “memaksa” pihak-pihak yang terlibat dalam pengoperasian penerbangan dan menerapkan aturan-aturan penerbangan secara ketat, namun kecelakaan pesawat terbang masih saja terjadi.

Pemerintah Indonesia juga mengeluarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan di Indonesia untuk meniadakan kecelakaan. Kecelakaan penerbangan sangan berhubungan dengan human error sebagai salah satu faktornya (airmanship pilot yang rendah).

Melalui penelitian yang mendalam, buku ini mengungkap hubungan airmanship pilot terhadap implementasi kebijakan publik dalam mengupayakan tercapainya keselamatan penerbangan, khususnya di Indonesia.

Pria kelahiran kota Pahlawan me-rupakan lulusan akademi Angkatan Udara tahun 1985 dari korps pener-bang. Beberapa pewsawat yang per-nah diterbangkan adalah F-27 Fok-ker, CN-235-100, CN-235-200, dan Boing 737-200 VVIP, serta pernah di-karyakan di Merpati Airlines dengan total jam terbang 11.303 jam.

Penulis telah menjabat beberapa posisi strategis, serperti Komandan Aquadron Udara 2 Komandan Wing 1 Lanud Halim Perdanakusuma, Ko-mandan Lanud Hudein Sastranegara, Bandung dan Komandan Lanud Ha-lim Perdanakusuma

Penulis merupakan alumnus Pro-gram Doktoral Ilmu Administrasi Publik Universitas Brawijaya, Ma-lang. Penulis juga aktif dalam meng-ajar di berbagai Universitas baik pada tingkat Strata 1(Satu). Magister, dan Doktoral, kini aktif menjabat sebagai Sekretaris Utama Badan Nasional Pe-nanggulangan Terorisme (BNPT)

Dr. A. Adang Supriyadi

AIRMANSHIP.indd 1 5/9/19 1:30 PM

Page 2: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

AIRMANSHIP

Airmanship.indd 1 5/9/19 1:47 PM

Page 3: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

Sanksi Pelanggaran Pasal 113Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014Tentang Hak Cipta

1. Setiap orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (1) huruf i untuk penggunaan secara komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

2. Setiap orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin pencipta atau pemegang hak cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi pencipta sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk penggunaan secara komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

3. Setiap orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin pencipta atau pemegang hak melakukan pelanggaran hak ekonomi pencipta sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan atau huruf g untuk penggunaan secara komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

4. Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).

Airmanship.indd 2 5/9/19 1:47 PM

Page 4: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

AIRMANSHIP

Dr. A. ADAng SupriyADi

Airmanship.indd 3 5/9/19 1:47 PM

Page 5: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

ARIMANSHIP

oleh Dr. A. Adang Supriyadi

GM 619216001

© Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama

Gedung Kompas Gramedia Blok 1, Lt. 5

Jl. Palmerah Barat 29–37, Jakarta 10270

Perwajahan sampul: Suprianto

Perwajahan isi: Mulyono

Diterbitkan oleh

Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama

anggota IKAPI, Jakarta, 2018

www.gpu.id

Hak cipta dilindungi oleh undang-undang

Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau

seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit.

ISBN: 978-602-06-3044-1

Dicetak oleh Percetakan PT Gramedia, Jakarta

Isi di luar tanggung jawab Percetakan

Airmanship.indd 4 5/9/19 1:47 PM

Page 6: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan buku berju-

dul Airmanship ini. Penulis memandang perlunya mengejawan-

tahkan pandangan dan pemikirannya dalam sebuah buku guna me-

ningkatkan keselamatan penerbangan di Indonesia. Isu mengenai

keselamatan penerbangan sudah lama menjadi fokus perhatian penu-

lis sehingga perlu diulas dalam suatu karya ber bentuk buku agar dapat

dimanfaatkan bagi seluruh stakeholders di dunia penerbangan dan

juga para akademisi yang ingin melaksanakan penelitian mengenai

keselamatan penerbangan dan Airmanship.

Karya ini merupakan sumbangsih penulis untuk menjadi kan dunia

dirgantara Indonesia yang berkualitas, terutama me lalui aspek kese-

lamatan penerbangan. Hingga saat ini masih banyak masalah yang

melanda dunia penerbangan di Indonesia khususnya dalam aspek

human error. Oleh karena itu, berdasarkan pengalaman, wawasan,

kajian, serta gagasan penulis yang masih banyak kekurangan ini di-

harapkan dapat membantu penyempurnaan sistem yang ideal terkait

keselamatan penerbangan di Indonesia.

Dalam uraian di buku ini, penulis memadukan aspek teori dan

regulasi yang berkembang di dunia penerbangan yang telah dipakai

oleh dunia internasional untuk menjawab permasalahan yang ada.

Airmanship.indd 5 5/9/19 1:47 PM

Page 7: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

v i A I R M A N S H I P

Dengan demikian, penulis dapat mencari benang merah melalui teori

yang ada dengan permasalahan-permasalahan yang ada di lapangan

sehingga penulis mampu mendapatkan solusi yang menjawab perma-

salahan utama dalam keselamatan penerbangan. Dalam hal ini, penu-

lis menekankan faktor pemahaman Airmanship dari para operator yang

harus dijadikan prinsip dasar dan doktrin. Pada akhirnya, prinsip ter-

sebut digunakan sebagai landasan utama dalam keselamatan pener-

bangan di Indonesia.

Dalam kesempatan ini, penulis mengajak seluruh stakeholder un-

tuk bersama-sama membangun keselamatan penerbangan di Indone-

sia. Tiada yang sempurna dari hasil yang dibuat oleh manusia, masih

diperlukan banyak penyempurnaan dalam buku ini agar menjadi lebih

bermanfaat di waktu yang akan datang. Namun setidaknya, penulis

berharap buku ini dapat menjadi ruang interaksi dan gagasan, serta

komunikasi guna mencari formulasi terbaik dalam mewujudkan cita-

cita bersama dalam dunia penerbangan di Indonesia, yakni keselamat-

an penerbangan.

Dengan demikian, penulis berkeyakinan bahwa marwah bangsa

Indonesia di kancah dunia internasional juga berkembang secara po-

sitif seiring dengan meningkatnya aspek keselamatan penerbangan di

Indonesia. Penulis akan senantiasa berupaya untuk menghasilkan

sumbangsih pemikiran dan gagasannya dalam menjadikan dunia pe-

nerbangan Indonesia semakin baik di masa mendatang dalam rangka

pengabdian kepada bangsa dan negara.

Selamat membaca, Salam Dirgantara…!!

Penulis

Dr. Asep Adang Supriyadi

Airmanship.indd 6 5/9/19 1:47 PM

Page 8: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

DAFTAR ISI

KAtA PeNgANtAR ................................................................... v

BAB I Apa Itu Airmanship? ....................................................... 1

A. Membedah Nalar ...................................................................... 2

B. Pengertian Umum .................................................................... 11

C. Mencari Benang Merah ............................................................ 23

BAB II Hubungan Airmanship dengan Kecelakaan

Penerbangan ........................................................................... 27

A. Analisis Penyebab Kecelakaan................................................. 28

B. Analisis Terhadap Kebijakan Publik ........................................ 32

C. Antara Teori dan Praktik .......................................................... 40

D. Antara Manusia dan Birokrasi ................................................. 48

E. Antara Kecerdasan Nalar dan Jiwa .......................................... 55

BAB III Dibalik Makna Airmanship ........................................... 63

A. Mengenal Lebih Jauh Tentang Airmanship ............................ 64

B. Menemukan Filosofi ................................................................ 66

C. Bangunan Airmanship ............................................................. 73

D. Inhibitor dan Hambatan Airmanship ...................................... 93

Airmanship.indd 7 5/9/19 1:47 PM

Page 9: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

v i i i A I R M A N S H I P

E. Pelatihan dan Evaluasi Airmanship ......................................... 95

F. Fondasi Airmanship ................................................................. 97

BAB Iv Format Keselamatan Penerbangan .............................. 103

A. Sejarah Transportasi Udara ..................................................... 104

B. Arti Sistem Transportasi Udara ............................................... 106

C. Arti Keselamatan dan Penerbangan ....................................... 107

D. Sistem Keselamatan ................................................................ 107

E. Pengertian dan Sumber Hukum Udara (Air Law) ................... 112

F. Dasar Hukum Keselamatan Penerbangan .............................. 113

G. Implementasi Keselamatan Penerbangan .............................. 126

H. Kecelakaan Pesawat ................................................................. 129

I. The Swiss Cheese Model ............................................................ 133

J. Hubungan Teoretis antara Airmanship Pilot dengan

Implementasi Kebijakan Publik .............................................. 136

K. Frame Work ............................................................................... 141

BAB v variabel dan Indikator yang Berkorelasi dengan

Keselamatan Penerbangan ...................................................... 149

BAB vI Implementasi Kebijakan Publik dalam Dunia

Penerbangan ........................................................................... 159

A. Hubungan Kebijakan Publik dengan Keselamatan

Penerbangan ............................................................................. 164

B. Memetakan Kesesuaian Teori Kebijakan Publik dalam

Dunia Penerbangan .................................................................. 165

BAB vII Pentingnya Airmanship dalam Keselamatan

Penerbangan ........................................................................... 177

A. Airmanship dalam Kacamata Kuantitatif............................... 178

B. Airmanship dalam Kacamata Kualitatif ................................. 181

C. Analisis terhadap Struktur Teori Airmanship ......................... 184

Airmanship.indd 8 5/9/19 1:47 PM

Page 10: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

D A F TA R I S I i x

BAB vIII Pengaruh Perilaku, Kecerdasan emosi, dan

efikasi Diri terhadap Airmanship Pilot .................................... 191

A. Pengaruh Perilaku terhadap Airmanship ................................ 192

B. Pengaruh Kecerdasan Emosi terhadap Airmanship ............... 201

C. Pengaruh Efikasi Diri terhadap Airmanship ........................... 214

BAB IX Regulasi, Sistem Pengawasan, Penegakan Hukum

dan Sistem Manejemen Keselamatan Penerbangan ................ 227

A. Indikator-indikator dalam Keselamatan Penerbangan ......... 228

B. Analisis Keselamatan Penerbangan ........................................ 233

C. Fungsi Pengawasan Internal .................................................... 243

D. Fungsi Kontrol Enternal ........................................................... 243

Daftar Pustaka ........................................................................ 249

tentang Penulis ...................................................................... 259

Airmanship.indd 9 5/9/19 1:47 PM

Page 11: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

x A I R M A N S H I P

DAFTAr TABEL:

• Tabel1.1.Penyebabkecelakaanpesawatterbang

di Dunia (persentase) .................................................................. 17

• Tabel1.2.FaktorPenyebabKecelakaanTransportasiUdaradi

Indonesia ...................................................................................... 19

• Tabel3.1.FoundationofAirmanship .......................................... 98

• Tabel4.1.8AnnexesofICAN ....................................................... 118

• Tabel4.2.12AnnexesAslidariChicagoConvention ................. 119

• Tabel4.3.AnnexesStandardariICAO ........................................ 121

• Tabel4.4.EmpatAnnexestambahanICAO ............................... 123

• Tabel5.1.JenisVariabeldanIndikatorPenelitian ...................... 150

• Tabel5.2.HubunganAntarVariabel ........................................... 156

DAFTAr gAMBAr:

• Gambar1.1.DataKecelakaanPesawatdiIndonesia .................. 20

• Gambar2.1.ProsesKebijakansebagaiInputdanOutput ........ 34

• Gambar2.2.ProsesKebijakanSecaraUmum ............................ 36

• Gambar2.3.JenisKebijakanPublik ............................................ 37

• Gambar3.1.BangunanAirmanship ............................................ 74

• Gambar3.2.TipeFollowers .......................................................... 86

• Gambar3.3.Situational Awareness ............................................. 90

• Gambar3.4.Elemen-elemenAirmanship .................................. 99

• Gambar4.1.KonsepTeoriSHELL .................................................. 112

• Gambar4.2.The Swiss Cheese Model .......................................... 134

• Gambar4.3.HubunganKebijakanPublikdengan

Airmanship .................................................................................. 140

• Gambar4.4.Frame Work Keselamatan Penerbangan ............... 143

• Gambar9.1.KonsepFungsiKontrolEksternal ........................... 244

• Gambar9.2.DiagramAirmanship:Implementasi

Kebijakan Menuju Keselamatan Penerbangan .......................... 245

Airmanship.indd 10 5/9/19 1:47 PM

Page 12: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

D A F TA R I S I x i

• Gambar9.3.HubunganKorelasiantaraAirmanship

dengan Perilaku, Kecerdasan Emosi, Efikasi Diri,

Implementasi Kebijakan Publik, dan Keselamatan

Penerbangan ................................................................................ 246

• Gambar9.4.HubunganKorelasiantaraAirmanship

dengan Implementasi Kebijakan Publik .................................... 247

Airmanship.indd 11 5/9/19 1:47 PM

Page 13: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

x i i A I R M A N S H I P

DAFTAr pEngErTiAn

No Singkatan Keterangan Singkatan

1. AM (Airline

Manual)

Standar manual perusahaan penerbangan

yang bergerak dalam bidang angkutan

udara yang mengangkut penumpang,

barang, pos dan kegiatan keudaraan lain

nya dengan memunguut bayaran dengan

menggunakan pesawat terbang bersayap

tetap (fixed wing) maupun bersayap putar

(rotary wing) yang melakukan kegiatan

penerbangan secara berjadwal maupun

tidak berjadwal.

2. APU(Auxiliary

Power Unit)

Sebuah perangkat pada kendaraan yang

menyediakan energi untuk fungsi lain

selain profungsi. Perangkat tersebut

biasanya ditemukan di pesawat besar

serta kendaraan darat besar.

3. ASP (Airline

Security

Programme)

Program untuk melindungi penerbangan

sipil dari tindakan gangguan melawan

hukum

4. ATC (Air Traffic

Control)

Unit pemanduan lalu lintas udara/

petugas lalu lintas udara yang akan

memandu sebuah pesawat udara

5. CASA (Civil

Aviation Safety

Authority)

otoritas penerbangan Australia nasional

(NAA), otoritas hukum pemerintah yang

bertanggung jawab untuk pengaturan

penerbangan sipil.

Airmanship.indd 12 5/9/19 1:47 PM

Page 14: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

D A F TA R I S I x i i i

6. CASR (Civil

Aviation Safety

Regulation)

suatu keadaan terpenuhinya persyaratan

keselamatan dalam pemanfaatan wilayah

udara, pesawat udara, Bandar udara,

angkutan udara, navigasi penerbangan,

serta fasilitas penunjang dan fasilitas

umum lainnya.

7. CRM (Crew

Resource

Management)

Pelatihan wajib bagi para awak pesawat

guna memperkecil resiko kecelakaan

akibat human error dan pelatihan

mengenai sikap perilaku, cara

berkomunikasi, penyelesaian konflik

sampai pada pengambilan keputusan.

8. DKPPU

(Direktorat

Kelaikudaraan

dan

Pengoperasian

Pesawat Udara)

Badan pelaksana perumusan dan

pelaksanaan kebijakan, penyusunan

norma, standar, prosedur, dan kriteria,

pemberian bimbingan teknis dan

supervisi, serta evaluasi dan pelaporan di

bidang kelaikudaraan dan pengoperasian

pesawat udara.

9. DSKU

(Direktorat

Sertifikasi dan

Kelaikan Udara)

Badan pelaksana sertifikasi dan kelaikan

pesawat udara di Kementrian

Perhubungan.

10. ECOSOC

(Economic and

Social Council)

Suatu dewan ekonomi dan sosial

Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB) yang

bertugas untuk mengadakan

penyelidikan-penyelidikan dan

memberikan anjurananjuran tentang

soal-soal ekonomi, sosial, kebudayaan,

pendidikan dan kesehatan.

Airmanship.indd 13 5/9/19 1:47 PM

Page 15: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

x i v A I R M A N S H I P

11. FAA (Federal

Aviation

Administration)

Merupakan lembaga regulator

penerbangan sipil di Amerika Serikat.

12. IAEA

(International

Atomic Energy

Agency)

Suatu keadaan terpenuhinya persyaratan

keselamatan dalam pemanfaatan

wilayah udara, pesawat udara, Bandar

udara, angkutan udara, navigasi

penerbangan, serta fasilitas penunjang

dan fasilitas umum lainnya.

13. IATA

(International

Air Transport

Association)

Sebuah organisasi perdagangan

internasional yang terdiri dari maskapai-

maskapai penerbangan.

14. ICAN

(International

Commission for

Air Navigation)

Pendahulu dari International Civil

Aviation Organization ICAO.

15. ICAO

(International

Civil Aviation

Organization)

Sebuah perusahaan penerbangan sipil

internasional yang beranggotakan

pemerintah suatu Negara yang menjadi

PBB yang didirikan sejak tahun 1974.

16. KKPU (Komisi

Pengawas

Persaingan

Usaha)

Lembaga independen yang dibentuk

untuk mengawasi pelaksanaan UU no. 5

tahun 1999 tentang Larangan Praktek

Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak

Sehat.

17. KNKT (Komisi

Nasional

Keselamatan

ransportasi)

Sebuah lembaga pemerintahan

nonstruktural Indonesia yang

melaksanakan tugas dan fungsi

investigasi kecelakaan transportasi.

Airmanship.indd 14 5/9/19 1:47 PM

Page 16: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

D A F TA R I S I x v

18. LCC (Low Cost

Carrier)

Penerbangan dengan biaya rendah atau

sebuah maskapai penerbangan yang

menyediakan harga tiket pesawat

dengan harga terjangkau dengan

mengurangi beberapa layanan umum

bagi penumpang pesawat seperti

layanan catering, minimalis reservasi

sehingga menekan biaya cost

penerbangan dan harga nya dapat

dijangkau oleh masyarakat luas.

19. LPPNPI

(Lembaga

Penyelenggara

Pelayanan

Navigasi

Penerbangan

Indonesia)

BUMN Indonesia yang bergerak di bidang

usaha pelayanan navigasi udara.

20. NTSB (National

Transport

Safety Bureau)

Lembaga investigasi independen yang

bertanggung jawab untuk investigasi

kecelakaan transportasi sipil di AS.

21. PICAO

(Provisional

International

Civil Aviation

Organization)

Prinsip-prinsip dan teknik navigasi udara

internasional dan mendorong

perencanaan dan pengembangan

transportasi udara internasional untuk

memastikan pertumbuhan yang aman

dan tertib.

Airmanship.indd 15 5/9/19 1:47 PM

Page 17: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

x v i A I R M A N S H I P

22. RAC (Rules of

Air and Air

Traffic Control)

Profesi yang memberikan layanan

pengaturan lalu lintas di udara terutama

pesawat udara untuk mencegah antar

pesawat terlalu dekat satu sama lain,

mencegah tabrakan antar pesawat udara

dan pesawat udara dengan rintangan

yang ada di sekitarnya selama beroperasi.

23. SAR

(Search and

Rescue)

Kegiatan dan usaha mencari, menolong,

dan menyelamatkan jiwa manusia yang

hilang atau dikhawatirkan hilang atau

menghadapi bahaya dalam musibah-

musibah seperti pelayaran, penerbangan,

dan bencana.

24. SARPs

(Standard and

Recommended

Practices)

Spesifikasi teknis yang diadopsi oleh

Dewan ICAOsesuai dengan Pasal 37 dari

Konvensi Penerbangan Sipil Internasional

untuk mencapai “tingkat praktis

tertinggi keseragaman dalam peraturan,

standar, prosedur dan organisasi dalam

kaitannya dengan pesawat, personil,

saluran udara dan jasa tambahan dalam

segala hal di mana keseragaman

tersebut akan memudahkan dan

meningkatkan navigasi udara “.

Airmanship.indd 16 5/9/19 1:47 PM

Page 18: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

D A F TA R I S I x v i i

25. USOAP

(Universal

Safety

Oversight Audit

Programme)

Badan audit fokus pada kemampuan

suatu Negara dalam memberikan

pengawasan keamanan dengan menilai

apakah negara memiliki efektif dan

konsisten menerapkan unsur-unsur

penting dari sistem pengawasan

keamanan, yang memungkinkan negara

untuk memastikan pelaksanaan standar

dan direkomendasikan praktek yang

terkait dengan keselamatan ICAO

(SARPs) dan prosedur terkait dan

mendapat materi bimbingan.

Airmanship.indd 17 5/9/19 1:47 PM

Page 19: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

Airmanship.indd 18 5/9/19 1:47 PM

Page 20: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

A P A I T U A I R M A N S H I P ? 1

Bab IAPA ITU

AIRMANSHIP?

Airmanship.indd 1 5/9/19 1:47 PM

Page 21: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

2 A I R M A N S H I P

A. MEMBEDAh nALAr

Sebelum mengenal apa itu airmanship, penulis ingin mengurai terlebih

dahulu apa itu pengertian administrasi. Dari administrasi kemudian

memiliki korelasi erat dengan kebijakan publik dan manajemen yang

menyangkut pada sebuah pelayanan hingga keselamatan. Maka seje-

nak penulis mengajak berputar sedikit terlebih dahulu guna mereflek-

sikan otak kita.

Dimulai tahun 1886 dengan ditandai perjuangan para sar jana pada

masa itu untuk menjadikan pengetahuan admi nistrasi sebagai ilmu

yang berdiri sendiri menjadi satu disiplin ilmu. Periode inilah yang

disebut awal administrasi. Dalam kehidupan nyata tanpa memandang

perbedaan zaman, aktivitas manusia secara umum tidak dapat terlepas

dari kegiatan administrasi.

Hakikatnya, administrasi dapat menjadi salah satu unsur yang

berperan penting dalam pencapaian tujuan dari berbagai kegiatan. Hal

ini diperkuat dengan teori Robbins (2003) yang memandang adminis-

trasi sebagai segenap prosedur dari hal-hal kegiatan dalam pencapai-

an tujuan secara tepat dengan dan melalui orang lain.

Penelaahan administrasi secara ilmiah juga dipelopori oleh Taylor

(1911) dan Fayol (1930) dengan mengeluarkan satu perspektif teori dan

pendekatan bagi kelanjutan ilmu administrasi yang disebut teori ma-

najemen administrasi. Penelitian manajemen ilmiah merupakan ta-

hapan dalam perkembangan administrasi dan awal dari perkembang-

an administrasi sebagai ilmu dan pengetahuan.

Dalam pengembangannya di Indonesia, pelajaran administrasi

pada dasarnya dibedakan menjadi administrasi negara/publik dan

administrasi bisnis/niaga, Admosudidjo (1990). Pada umumnya admi-

nistrasi publik merupakan perubahan makna kata negara menjadi

publik. Menurut Islamy (2012), bahwa perbedaan kata tidak perlu di-

permasalahkan karena setiap instansi boleh saja memakai istilah

negara atau publik karena artinya sama. Hal ini diperkuat oleh teori

Airmanship.indd 2 5/9/19 1:47 PM

Page 22: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

A P A I T U A I R M A N S H I P ? 3

Dye (2008) yang menyatakan bahwa kebijakan publik adalah setiap

yang dipilih pemerintah untuk dilakukan dan tidak dilakukan. Oleh

karena itu Islamy dan Dye menganggap bahwa pengertian publik di

sini memiliki dua arti yaitu negara sekaligus warga negara.

Berdasarkan kepentingan masyarakat, maka administrasi publik

harus dilaksanakan dengan efisien dan efektif serta dapat melakukan

proses demokratisasi dangan cara memberikan kebebasan bagi setiap

anggota masyarakat untuk menyampaikan aspirasinya (Wahab, 1999).

Namun dalam pelaksanaannya, administrasi publik tidak hanya ber-

kaitan dengan teknik yang efektif dan efisien dalam menyelenggara-

kan sistem demokratisasi, tetapi juga berhubungan dengan kepiawai-

an men capai tujuan sebagai proses demokratisasi itu sendiri, sebagai

wu jud dari hak-hak konstitusional masyarakat untuk mendapatkan

pelayanan publik yang baik.

Plano dan Chandler (1982) menjelaskan bahwa implementasi kebi-

jakan publik adalah penggunaan terhadap sumber daya yang ada

untuk mengatasi ihwal publik atau pemerintah. Implementasi kebi-

jakan publik dapat menimbulkan pro dan kontra di kalangan masya-

rakat sebagai dampak dari situasi dan kondisi politik serta ekonomi

nasional maupun internasional. Maka implementasi kebijakan publik

harus berlaku secara adil dan sama terhadap setiap anggota masya-

rakat, tanpa membedakan kelompok atau golongan. Implementasi

kebijakan publik yang lebih mengutamakan kelompok tertentu dapat

dinilai sebagai suatu tindakan yang bertentangan dengan etika dalam

pemberian pelayanan publik.

Sehubungan dengan usaha meningkatkan efisiensi dan efektivitas

pelayanan publik, maka diperlukan kegiatan manajemen. Kegiatan

manajemen adalah tindakan yang dilakukan oleh pihak manajemen

yang berhasil menjadikan rencana sesuai dengan harapan, berupa

rencana kerja maupun aturan dalam pelaksanaanya (Moenir, 1995).

Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa pelayanan publik

secara efektif menjamin hak konstitusional warga negara, yang pada

Airmanship.indd 3 5/9/19 1:47 PM

Page 23: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

4 A I R M A N S H I P

sektor transportasi udara dapat diterjemahkan sebagai pedoman ser-

ta panduan yang berfungsi sebagai pelaksanaan penerbangan yang

selamat dan aman. Dan sesuai dengan penjelasan Moenir tersebut di

atas, maka manajemen pelayanan ter hadap pengguna jasa transpor-

tasi udara (terkait dengan tulisan ini disebut sebagai Operator) dapat

dinyatakan baik apabila telah memberikan pelayanan secara profesi-

onal yang aman, tepat, cepat dan tanggap akan apa yang diinginkan

pelanggan/ penumpang.

Dalam hal ini, pihak manajemen harus menyadari dan mampu

mempersiapkan berbagai rangkaian antisipasi secara mendesak untuk

menangani dampak yang muncul pada situasi tertentu. Kasus keter-

lambatan kedatangan atau pemberangkatan pesawat harus cepat

diantisipasi dengan memberikan informasi yang akurat kepada publik

secara langsung atau melalui media elektronik mengenai apa yang

telah menimpa perusahaan, sehingga publik tidak bertanya-tanya atau

berprasangka buruk terhadap apa yang terjadi.

Berdasarkan pasal 28 konvensi Chicago 1944 mengamanatkan

bahwa negara-negara anggota peserta konvensi ini berkewajiban un-

tuk memberikan pelayanan yang baik sesuai dengan standar Interna-

sional yang ditetapkan. Demikian juga dengan pasal 44 menyatakan

bahwa setiap organisasi untuk meneliti serta menganalisis prinsip-

prinsip dan teknik-tenik navigasi udara internasional untuk memban-

tu perencanaan dan pengembangan transportasi udara internasional

dalam menjamin keselamatan penerbangan. Keselamatan penerbang-

an diatur dalam ketentuan tambahan (Annexes) pada annex 17 dan

annex18,sertadiperkuatdalamCivilAviationSafetyRegulation(CASR)

tertera pada part 121 dan 135 tentang peraturan keselamatan pener-

bangan.

Indonesia sebagai negara peserta konvensi, juga telah merumus-

kan aturan mengenai keselamatan penerbangan yang diatur dalam

ketentuan perundang-undangan nasional seperti Undang-Undang

Airmanship.indd 4 5/9/19 1:47 PM

Page 24: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

A P A I T U A I R M A N S H I P ? 5

Nomor 1 Tahun 2009 pada Bab XIII tentang Penerbangan. Pada undang-

undang ini, keselamatan penerbangan terdiri dari pasal 308 sampai

dengan pasal 322. Pemerintah melalui kebijakannya menjamin pela-

yanan publik dalam keselamatan penerbangan.

Khususnya pada bagian kedua pengawasan keselamatan pener-

bangan pada pasal 312. UOSAP adalah audit yang dilakukan oleh ICAO

sebagai respons akan kebutuhan global dalam keselamatan pener-

bangan yang tertuang dalam Standart and Recommended Practices

(SARPs). Di samping itu audit berfungsi untuk mengetahui level kepa-

tuhan anggota negara ICAO dalam menerapkan ketentuan SARPs de-

ngan memberikan laporan akan hal apa saja yang dilakukan oleh ne-

gara-negara anggota yang memenuhi standard tersebut.

Kebijakan keselamatan penerbangan di Indonesia yang ditetap-

kan oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub) sejalan dengan

perkembangan industri penerbangan dan pelayanan transportasi

udara di Indonesia. Kemenhub merupakan Kementerian yang mem-

bidangi urusan transportasi yang bertugas memformulasikan dan

menjalankan kebijakan dan standardisasi di sektor perhubungan

udara yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Uda-

ra (Ditjen Hubud).

Anderson (1979) menyatakan bahwa implementasi kebijakan me-

rupakan suatu keadaan yang mempunyai dinamika yang melibatkan

secara terus-menerus usaha-usaha untuk mencapai tujuan keputusan

yang diinginkan. Berdasarkan pernyataan tersebut bahwa inti dari

implementasi kebijakan adalah sejauh mana kebijakan itu dibuat

berdasarkan sumber daya yang ada. Untuk mencapai tujuan tersebut

maka perlu diperhatikan bahwa perlu adanya panduan atau pedoman

yang dapat menjelaskan tata cara dari pelaksana untuk memilih tin-

dakan sendiri yang bebas di dalam batas kewenangannya apabila

berhadapan dengan kondisi khusus. Pernyataan tersebut sangat sesu-

ai dengan kondisi pilot yang berhadapan dengan kondisi khusus.

Airmanship.indd 5 5/9/19 1:47 PM

Page 25: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

6 A I R M A N S H I P

Ditjen Hubud menjadikan proses keselamatan penerbangan seba-

gai prioritas utama pada semua kegiatan. Ditjen Hubud mempunyai

komitmen aman, selamat, pelayanan, dan dapat dikoreksi serta telah

membuat rencana aksi strategis melalui kolaborasi dengan pihak

mana pun. Hal ini dilakukan untuk mencapai standar yang paling baik

dalam kinerja keselamatan dan sesuai dengan standar ICAO. Pada

tahun 2014 skor keselamatan penerbangan Indonesia dari ICAO sebe-

sar 45 dan telah naik menjadi 60 di tahun 2015 yang bertahan sampai

dengan Februari 20161.

Hal tersebut merupakan hasil dari Implementasi Kebijakan, yang

berupaUndang-UndangNomor1Tahun2009BABXVIItentangefisi-

ensi Industri dan Pembinaan Teknologi Penerbangan dalam pasal 372.

Berbagai peraturan di sektor penerbangan telah diterbitkan pemerin-

tah sebagai upaya agar Indonesia dapat menjadi kategori satu dalam

hal keselamatan penerbangan. Peraturan Pemerintah Nomor 77 tahun

2012 tentang Perusahaan Umum (Perum) Lembaga Penyelenggara

Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia (LPPNPI) sebagai suatu

bukti keseriusan pemerintah untuk meningkatkan keselamatan pe-

nerbangan di Indonesia.

Konsekuensi logisnya perusahaan akan mengelola secara baik,

akuntabel, profesional, dan transparan, serta mandiri untuk mengha-

silkan tingkat pelayanan navigasi berupa layanan lalu lintas pener-

bangan yang mengutamakan keselamatan, kenyamanan dan ramah

lingkungan demi memenuhi ekspektasi pengguna jasa.

Selain itu yang tidak kalah penting adalah kebutuhan alat trans-

portasi yang nyaman dan aman untuk mengangkut dan mendukung

program pembangunan yang cepat, pembangunan yang adil, dan

kelancaran distribusi ekonomi di berbagai sektor ke seluruh pelosok

tanah air misalnya, sektor industri, perdagangan, pariwisata dan pen-

didikan (Abdulkadir, 1998).

1http://hubud.dephub.go.id/?id/ news/detail/2845)

Airmanship.indd 6 5/9/19 1:47 PM

Page 26: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

A P A I T U A I R M A N S H I P ? 7

Pemerintah telah melaksanakan kebijakan khususnya transpor-

tasi udara dan kemajuan perkembangan pelayanan navigasi pener-

bangan sehingga waktu yang ditempuh lebih singkat dan ekonomis,

kemudian seiring dengan perkembangan industri penerbangan na-

sional dalam beberapa tahun belakangan, menjadikan harga tiket

pesawat berkurang sampai 35 persen untuk semua rute penerbang-

an. Dengan tarif yang murah, maka frekuensi penerbangan akan

meningkat cepat dan sanggup memuat penumpang lebih dari 25 juta

orang pertahun2.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2014 terdapat 72,6 juta

penumpang yang menggunakan jasa transportasi udara di sejumlah

bandara di Indonesia. Jumlah penumpang mengalami kenaikan 5,6%

dari tahun 2013 sebanyak 68,5 juta orang. Jumlah penumpang terba-

nyak di Bandara Soekarno-Hatta sebanyak 20,3 juta orang atau 34,40%

dari seluruh penumpang yang kedua adalah Bandara Juanda Surabaya

dengan jumlah 7 juta orang atau 11,86 persen (Kemenhub, 2015).

Tarif rendah yang ditawarkan dikhawatirkan tidak diimbangi de-

ngan pelayanan publik yang mumpuni sesuai dengan standar pener-

bangan. Namun apabila tarif murah itu tidak diimbangi dengan kela-

ikan pesawat yang baik atau keselamatan penerbangan yang sesuai

standar keselamatan, maka hal ini dapat berakibat fatal.

Pertumbuhan jumlah penumpang yang demikian pesat, diikuti

dengan meningkatnya jumlah pesawat. Pada tahun 2014 tercatat se-

banyak 750 pesawat yang beroperasi melayani penumpang domestik.

Pada tahun 2017 diperkirakan mencapai 1.030 pesawat yang diopera-

sikan oleh 61 maskapai penerbangan niaga, baik yang terjadwal mau-

pun tidak terjadwal (Rizki, 2015). Konsekuensi logis dari peningkatan

frekuensi penerbangan diperkirakan salah satunya adalah kecelakaan

pesawat terbang.

2 (Yose Rizal Damuri, http://www.tempointeraktif.com, 20 September2007 pukul 17.00)

Airmanship.indd 7 5/9/19 1:47 PM

Page 27: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

8 A I R M A N S H I P

Faktor penyebab kecelakaan dalam penerbangan biasanya tidak

hanya disebabkan faktor tunggal (single factor) namun dipengaruhi

oleh faktor lain yang saling berhubungan. Suatu sebab yang berdiri

sendiri kemungkinan masih dapat diatasi, tetapi apabila kombinasi

suatu faktor dengan faktor lain terjadi secara terus menerus maka

kemungkinan akan terjadi akibat fatal yang mengorbankan manusia.

Selanjutnya di dalam kecelakaan ada berbagai faktor penyebab kece-

lakaan seperti faktor manusia (human error), pesawat terbang itu

sendiri (machine), lingkungan (environment), penggunaan pesawat

udara (mission) dan pengelolaan (management) (Martono, 1995).

Pemerintah telah mencanangkan langkah konkrit sesuai dengan

kebijakan ICAO dengan melaksanakan sistem Keselamatan Pener-

bangan. Berdasarkan penjelasan di atas penulis mengamsumsikan

bahwa pemerintah telah mengkaji sistem manajemen keselamatan

penerbangan, maka akan dapat dilaksanakan untuk mencapai zero

accident.

Adanya kecelakaan dan kerugian-kerugian yang terjadi pada sek-

tor transportasi udara, harus dapat dipertanggungjawabkan secara

personal maupun organisasi. Maskapai tidak boleh melepas tanggung

jawab untuk memastikan keselamatan penerbangan melaui SOP yang

ada. Untuk mengatasi hal tersebut maskapai harus bekerja keras dan

bahu membahu dengan pemerintah supaya satu jalan dan satu tujuan.

Tanggung jawab operator diatur dalam beberapa pasal di Ordo-

nansi Pengangkutan Udara (Stbl.1939 No.100) yaitu pada Pasal 24 ayat

1, Pasal 25 ayat 1 serta Pasal 28 Ordonansi Pesawat Udara. Pasal 24 ayat

1 menegaskan pihak maskapai bertanggung jawab atas di dalam pe-

sawat udara atau selama proses penerbangan. Pasal 25 ayat 1 mene-

tapkan bahwa maskapai bertanggung jawab untuk kerugian jiwa raga

dan barang penumpang. Sedangkan pada pasal 28 menentukan bahwa

operator tidak bertanggung jawab dalam hal keterlambatan jika sudah

ada persetujuan izin.

Airmanship.indd 8 5/9/19 1:47 PM

Page 28: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

A P A I T U A I R M A N S H I P ? 9

Dalam Hal Pengangkutan Udara, pengaturan tentang tanggung

jawab operator diatur pula dalam Pasal 43 Undang-Undang No.15 Ta-

hun1992 tentang Penerbangan sebagai pengganti sebelumnya yaitu

Undang-Undang No. 83 Tahun 1958 tentang Penerbangan. Pasal 74

butir a Undang-Undang Tahun 1958 menyebutkan juga bahwa Ordo-

nansi Pengangkutan Udara dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak

bertentangan dengan Undang-Undang No.15 Tahun 1992 atau belum

diganti dengan Undang-Undang yang baru.

Ketentuan mengenai tanggung jawab operator juga diatur lebih

lanjut dalam Pasal 42 Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1995 tentang

Angkutan Udara. Selain perundang-undangan dan peraturan domestik,

perusahaan-perusahaan penerbangan juga harus memenuhi standar

dan kriteria yang ditentukan serta diberlakukan oleh badan-badan

internasional, yakni ICAO dan Federal Aviation Administration (FAA).

Salah satu yang harus dipenuhi dalam standar dan kriteria tersebut

adalah standar untuk mewujudkan keselamatan penerbangan. Berda-

sarkan beberapa penelitian, faktor dominan yang memengaruhi kese-

lamatan penerbangan adalah manusia (Wiegmann dan Shappell, 2000).

Orang yang terlibat dalam penerbangan terdiri dari dua jenis, yaitu:

personel yang terbang (flying personnel) dan personel yang berada di

darat (ground personnel). Personel darat yaitu insan penerbangan yang

mendukung penerbangan dan berada di daratan, baik untuk menyi-

apkan pesawat maupun untuk memonitor cuaca, serta pergerakan

pesawat, antara lain: mekanik pesawat, personel bandar udara, mete-

orologi, personel ATC (Air Traffic Control), Aviation Security, dan seba-

gainya.

Personel terbang terdiri dari Pilot, co-Pilot, Flight Engineer, dan

cabin crew. Sama seperti Weigmann dan Shappel, Pakan (2008) juga

menjelaskan, faktor manusia merupakan faktor dominan penyebab

keselamatan penerbangan. Artinya sampai sejauh mana manusia yang

terlibat dalam pengoperasian pesawat udara, baik crew di darat mau-

Airmanship.indd 9 5/9/19 1:47 PM

Page 29: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

1 0 A I R M A N S H I P

pun crew di udara mampu berinteraksi dengan faktor lain yang dapat

menjadi penyebab terjadinya kecelakaan.

Namun, dalam suatu penerbangan pengambil keputusan terting-

gi berada pada Pilot sebagai captain in command. Pilot adalah orang

yang menentukan tindakan apa yang akan dibuat dalam setiap situ-

asi pada suatu penerbangan, apalagi terkait dengan keselamatan

penerbangan.

Menurut Nrangwesti (2011), Pilot mempunyai tanggung jawab yang

paling besar dibandingkan dengan kru yang lain terutama yang ber-

kaitan dengan keselamatan penerbangan. Peneliti lain, Alsowayigh

(2014), meneliti tentang pengaruh safety culture pada penerbangan di

Arab Saudi. Hasil penelitiannya menyimpulkan 80% kecelakaan pe-

nerbangan di Arab Saudi terjadi karena faktor manusia.

Sekalipun kecelakaan bukan disebabkan oleh faktor tunggal, Pilot

memiliki andil yang sangat besar sebagai penyebab terjadinya kece-

lakaan. Edward (1973) menjelaskan bahwa ada tiga penyebab utama

kecelakaan yaitu kegagalan mesin (hardware), sarana petunjuk peng-

operasian (software) dan lingkungan pekerjaan (environment). Konsep

ini kemudian disempurnakan oleh Frans Hawkin, seorang kapten pilot

dan juga psikolog. Hawkin (1993) mengenalkan konsep SHELL: S (Soft-

ware), H (Hardware), E (Environtment), L (Liveware), dan L (Liveware).

Software yaitu kebijakan, aturan-aturan dan prosedur penerbangan.

Hardware merupakan prasarana dan sarana yang berhubungan dengan

dukungan penerbangan. Environment terkait dengan lingkungan, cu-

aca dan terakhir liveware atau manusia. Liveware adalah manusia yang

terkait dengan keselamatan penerbangan yang terdiri dari Liveware

Ground Personel dan Liveware Flying Personel.

Dari kelima faktor tersebut sesuai dengan fakta dan penelitian

sebelumnya menjelaskan bahwa yang paling menentukan keselamat-

an penerbangan adalah Liveware Flying Personel.

Berdasarkan fakta, literatur, dan penelitian sebelumnya (Alsowa-

gih (2014), Nrangwesti (2011); Wignjosoebroto dan Zaini (2007), dan

Airmanship.indd 10 5/9/19 1:47 PM

Page 30: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

A P A I T U A I R M A N S H I P ? 1 1

Rebok dkk. (2009)), penulis dapat mengemukakan bahwa kecende-

rungan penelitian lebih difokuskan pada Liveware Flying Personel

sebagai penyebab kecelakaan penerbangan. Sangat jarang ditemukan

penelitian hubungan antara Software dengan keselamatan pener-

bangan, padahal Hawkin (1993) sudah dengan jelas menyampaikan

konsep SHELL yang memengaruhi Keselamatan penerbangan. Penu-

lis menemukan adanya gap penelitian tentang keselamatan pener-

bangan dengan Software.

Software yaitu kebijakan, aturan-aturan, dan prosedur penerbang-

an menjadi salah satu penyebab kecelakaan. Kebijakan atau aturan

yang berhubungan dengan penerbangan dapat dilaksanakan dengan

baik jika organisasi, maupun personel yang terlibat sangat memaham-

inya. Jika implementasi atau aturan dikaitkan dengan keselamatan

penerbangan maka personel yang paling berpengaruh terhadap kese-

lamatan penerbangan adalah pilot (Nrangwesti, 2011). Pilot itu sendiri

harus memiliki jiwa keudaraan yang disebut dengan Airmanship (Craig,

1992). Oleh karena itu pada penulisan ini bahwa Airmanship yang di-

maksud adalah Airmanship Pilot.

B. pEngErTiAn uMuM

Teori Airmanship dikembangkan oleh Kern (1997) yang menjelaskan

tentang Pilars of Airmanship. Bangunan Airmanship terdiri atas 4

struktur yaitu: Cornerstone, Foundation of Airmanship, Pillars of

Knowledge dan Capstone (Outcome). Struktur Cornerstone adalah

disiplin, struktur Foundation of Airmanship mencakup keterampilan,

kemampuan dan disiplin. Pillars of Knowledge meliputi diri sendiri,

pesawat, tim, lingkungan, risiko dan misi. Sementara Capstone

(Outcome) terdiri atas kesadaran situasional dan penilaian. Dari

konsep bangunan Airmanship tersebut dapat dijelaskan hal yang

paling mendasar adalah disiplin (Kern, 1997). Salah satu disiplin

Airmanship.indd 11 5/9/19 1:47 PM

Page 31: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

1 2 A I R M A N S H I P

pilot yang di utamakan adalah disiplin dalam pelaksanaan aturan

penerbangan yang dalam penelitian ini penulis sebut dengan im-

plementasi kebijakan publik.

Sebagai contoh yang terjadi pada Capt. Pilot Abdul Rodjak pada

saat mendarat darurat di Kali Bengawan Solo pada 16 Januari 2002,

menggunakan pesawat Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan

421 jurusan Mataram-Yogyakarta. Ia dengan tenang mengendalikan

pesawatnya, sehingga berhasil meminimalkan korban meninggal du-

nia (1 pramugari tewas, 59 orang penumpang selamat). Contoh Capt.

Pilot Abdul Rodjak ini mencerminkan bahwa seorang pilot yang mem-

punyai Airmanship yang tinggi karena dia bisa menguasai segala si-

tuasi darurat dalam proses penyelesaian penyelamatan. Airmanship

yang dimiliki oleh Abdul Rozak berkaitan dengan kemampuannya

dalam melaksanakan aturan atau keputusan dalam kondisi darurat.

Rozak lebih mengutamakan keselamatan penumpang dibandingkan

dengan yang lainnya. Oleh karena itu peran Airmanship dalam proses

penerbangan khususnya seorang pilot harus betul-betul melekat dan

tidak dapat dipisahkan.

Faktor tinggi rendahnya Airmanship berhubungan dengan kecer-

dasan emosi, sehingga dalam kaitannya dengan penelitian ini juga

dibahas tentang kecerdasan emosi seorang pilot. Kecerdasan emosi

yang rendah diprediksi sebagai salah satu faktor penyebab yang dapat

mengakibatkan kecelakaan.

Dalam beberapa kasus kecelakaan di luar negeri, faktor rendahnya

kecerdasan emosi Pilot juga menjadi penyebab terjadinya kecelakaan3.

3 kasus kecelakan di luar negeri yang disebabkan oleh rendahnya kecerdasan emosi pilot:

Tahun 1982, Seiji Katagiri (35) pilot pesawat DC 8 seri 61 Japan Airlines melakukan aksi bunuh diri dengan menjatuhkan pesawat yang dikemudikannya ke laut di dekat bandar udara Haneda. Dari 147 penumpang, 24 dinyatakan tewas. Keterangan Japan Airlines menyebutkan, pilot Katagiri mengidap penyakit psikosomatis, tapi masih digolongkan layak terbang.

• Tahun 1997, pilot asal Singapura Tsu Way Ming dari maskapai penerbangan Silk Air yang menerbangkan pesawat Boeing 737-300 dengan nomor penerbangan 185 secara tiba-tiba menurunkan pesawat dari ketinggian 35.000 kaki dengan kecepatan supersonik ke su-ngai Musi Palembang. 104 penumpang dan crew tewas. Berdasarkan cockpit voice recor-

Airmanship.indd 12 5/9/19 1:47 PM

Page 32: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

A P A I T U A I R M A N S H I P ? 1 3

Contoh-contoh kecelakaan tersebut sangat berhubungan dengan

Airmanship, selanjutnya Airmanship dapat didefinisikan sebagaimana

dikutip di bawah ini:

“Airmanship is the consistent use of good judgment and well deve-

loped skills to accomplish flight objectives. This consistency is founded

on a cornerstone of uncompromising flight discipline and developed th-

rough systematic skill acquisition and proficiency. A high state of situ-

ational awareness completes the Airmanship picture and is obtained

through knowledge of one’s self, aircraft, team, environment, risk, and

mission”.

Airmanship adalah penggunaan penilaian yang baik secara kon-

sisten dan keterampilan yang berkembang dengan baik untuk men-

capai tujuan penerbangan. Konsistensi ini dibangun pada landasan

disiplin penerbangan tanpa kompromi dan dikembangkan melalui

keterampilan dan kemampuan akusisi yang sistematis. Tingkat kesa-

daran situasional yang tinggi melengkapi Airmanship yang diperoleh

melalui pengetahuan tentang diri sendiri, pesawat, tim, lingkungan,

der(CVR)diketahuimesindimatikansecarasengaja.Laporanlainmenyebutkan pilot Tsu sedang menghadapi masalah pribadi amat berat.

• Tahun 1999 pesawat terbang Egypt Air type Boeing 767-300 dengan nomor penerbangan 990 dengan co-pilot bernama Gameel El-Batouty jatuh ke Samudra Atlantik, menewas- kan seluruh 217 penumpangnya. Hasil penyidikan menunjukkan co-pilot sendirian di cockpit, mengunci semua pintu dan mematikan auto-pilot serta menukikkan pesawat.

• 29 November 2013 Maskapai Mozambique Airlines juga mengalami kasus Pilot bunuh diri. Pesawat Embraer 190 dengan nomor penerbangan TM 470 mengangkut 33 pen- um-pang dalam penerbangan dari Maputo di Mozambique menuju Luanda di Angola tiba-tiba jatuh di kawasan terpencil di Namibia. Pengusutan kotak hitam menunjukkan, pilot tiba-tiba mematikan mesin dan memasang auto-pilot ketika turun dari ketinggian

• 38.000 kaki ke nol. Pesawat menukik dengan kecepatan 6.000 kaki per-menit dan han-cur menghempas bumi. Penyebab bunuh diri diduga masalah pribadi pilot di dalam ru-mah tangganya serta kematian seorang anak lelakinya.

• 24 Maret 2015 Andreas Lubitz (28 tahun) co-pilot Airbus A320 Germanwings melakukan aksi bunuh diri. Berdasarkan hasil penyelidikan, tim penyidik menemukan fakta, satu hari sebelum terbang Lubitz mencari cara melakukan bunuh diri dari pesawat melalui internet. Aksi nekat Lubitz dilakukan dengan cara mengunci pintu cockpit ketika Pi-lot keluar dari cockpit dan kemudian ia menabrakan pesawat ke tebing di pegunungan Alpen sehingga merenggut 150 nyawa.

Airmanship.indd 13 5/9/19 1:47 PM

Page 33: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

1 4 A I R M A N S H I P

resiko, dan misi (Kern, 2010). “Airmanship is effective decision making

to support a sequence of actions.”

Airmanship adalah sikap pengambilan keputusan yang efektif

dalam mendukung urutan-urutan pelaksanaan (Training Development

Support Unit, 2000).

“Airmanship is the care and attitude that you bring to the conduct

of your flying. It encompasses consideration for your passengers, care of

your aircraft, courtesy to other airspace and airfield users and the self

discipline to prepare and conduct your flights in the most professional

manner possible. It is not just flying skill that distinguishes a good pilot;

it is his or her standard of Airmanship.”

Airmanship adalah kepedulian dan sikap yang dibawa ke dalam

perilaku pada saat terbang. Hal ini meliputi pertimbangan untuk pe-

numpang, kehati-hatian terhadap pesawat, menghargai wilayah uda-

ra dan pengguna lapangan terbang lainnya serta disiplin diri untuk

mempersiapkan dan melakukan penerbangan dalam cara yang paling

professional. Hal ini tidak hanya meliputi keterampilan terbang yang

hebat, namun yang membedakan pilot yang baik adalah standard

Airmanship-nya (The Aviation Theory Centre, 2001).

“Airmanship is a personal and situational management state requ-

ired to allow a human being to enter and exit, in safety, an environment

which they were not naturally designed to inhabit.” dengan maksud

bahwa “Airmanship adalah tingkatan pengendalian pribadi dan situ-

asional yang diperlukan untuk memungkinkan manusia masuk dan

keluar, dalam kondisi aman, pada lingkungan di mana mereka secara

alami tidak diciptakan untuk hidup.” (Hayes, 2002). Lebih jelas lagi

Ebbage (2003) menyimpulkan Airmanship sebagai tingkat personal

yang memungkinkan aircrew untuk melakukan penilaian yang baik,

memperlihatkan disiplin penerbangan tanpa kompromi dan menam-

pilkan kemampuan yang mendalam dalam mengontrol pesawat dan

sebuah situasi. Hal ini dipelihara melalui perbaikan diri yang berkesi-

nambungan dan hasrat untuk mencapai performa optimal setiap

waktu.

Airmanship.indd 14 5/9/19 1:47 PM

Page 34: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

A P A I T U A I R M A N S H I P ? 1 5

Dari definisi Ebbage ini, maka Airmanship dapat disimpulkan se-

bagai gabungan dari disiplin, intelligent quotient, dan kecerdasan

emosi. Oleh kerena itu, seorang Pilot harus mempunyai Airmanship

yang inheren atau melekat dalam diri mereka dan menjadi perilaku

keseharian.

Peneliti menduga bahwa ada fenomena yang terjadi dalam dunia

penerbangan di Indonesia, di mana nilai Airmanship pada Pilot belum

melekat dengan adanya perubahan perilaku Pilot. Maka berdasarkan

hal tersebut, perilaku dijadikan sebagai salah satu variabel penelitian

berdasarkan data dan fakta perilaku Pilot pada beberapa perusahaan

penerbangan di Indonesia dalam sepuluh tahun terakhir mengarah

kepada pengabaian terhadap keselamatan penerbangan4. Kondisi ini

4 Perilaku Pilot yang mengarah kepada pengabaian terhadap keselamatan penerbangan:

• Muhammad Nasri Pilot Lion Air, tertangkap sedang berpesta sabu bersama rekannya, copilot Husni Thamrin dan Imron di Apartemen The Colour, Modernland, Kota Tange-rang. Mereka memiliki sabu-sabu dan empat butir ekstasi. (http://nasional.kompas.com/read/2012/02/04)

• Pilot Lion air, ditangkap Badan Narkotika Nasional (BNN) karena mengkonsumsi dan menjadi pecandu sabu selama 2 tahun. (http://forum.kompas.com/threads/65536, 7 Februari 2012).

• Hanum Adhyaksa Pilot Lion Air, kedapatan menggunakan narkoba. Hanum dibekuk BNN bersama seorang kontraktor di Makassar bernama Andi Hendra. Mereka ditangkap saat berpesta narkoba di salah satu tempat hiburan malam. Hanum beralasan menggu-nakan narkoba karena sedang bermas- alah dengan istrinya. (http://www.tribunnews.com/nasional/2012/01/12)

• Saiful Salam Pilot Lion Air, ditangkap BNN saat di hotel Garden Palace Surabaya. Ia ke-dapatan menggunakan sabu. Di kamar hotel, BNN juga menemukan sabu seberat 0,906 gram beserta alat pengisapnya. Sama seperti Hanum, Saiful juga beralasan mengguna-kan barang terlarang itu karena sedang bermasalah dengan istrinya. (http://nasional.tempo.co/read/news/2012/02/07)

• MunozLopesVictor,PilotGarudaIndonesia,yanglangsungdijatuhkansanksilarang-an terbang (grounded) karena dinyatakan positif terindikasi narkoba setelah menjalani pemeriksaan urine yang dilakukan Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Sulawesi Selatan.(http://www.tribunnews. com/ bisnis /2013/08/06).

• Pilot AirAsia QZ7510 berinisial FI diketahui menggunakan narkoba jenis morfin. Ia di-nyatakan positif memakai obat terlarang saat dilakukan tes urine oleh tim Balai Kese-hatan Penerbangan serta Direktorat Kelaikan Pengoperasian Pesawat Udara Kemente-rian Perhubungan di Bandara Ngurah Rai, Kamis pagi, 1 Januari 2015.(http://nasional.tempo.co/read/news/2015/01/01/)

Airmanship.indd 15 5/9/19 1:47 PM

Page 35: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

1 6 A I R M A N S H I P

perlu dibuktikan secara ilmiah untuk memperoleh kesimpulan yang

benar.

Pada era penerbangan global saat ini, penerbangan tidak semudah

zaman Wright bersaudara. Dalam pelaksaanan tersebut banyak faktor

yang harus diperhatikan seperti: alat terbang harus selalu dapat ber-

tahan melawan gaya tarik (gravitasi) bumi, menghadapi cuaca, angin

yang berubah-ubah, dan medan yang ditempuh harus tidak menjadi

penghalang serius. Namun yang terpenting adalah seorang pilot harus

cekatan, tepat, cermat, mempunyai technical skill, serta Airmanship

yang tinggi.

Transportasi udara terselenggara tidak terlepas dari Airmanship

pilot. Proses penerbangan merupakan pengendalian manusia terhadap

benda lain, dan penyesuaian diri terhadap alam. Demikian pula de-

ngan keselamatan penerbangan terjadi karena adanya kelalaian

manusia dan berhubungan dengan objek yang lain. Berdasarkan

penjelasan tersebut, faktor manusia merupakan faktor yang utama

atau dominan penyebab keselamatan penerbangan (Pakan, 2008).

Penelitian yang dilakukan Civil Aviation Safety Authority (CASA) Badan

di Australia yang bertanggung jawab terhadap keamanan dan kese-

lamatan penerbangan menemukan bahwa faktor-faktor pengetahuan

manusia untuk mengoptimalkan kesesuaian antara orang dan sistem

di mana mereka bekerja, dapat meningkatkan keamanan dan kese-

lamatan kerja.

Laporan dari berbagai instansi penerbangan melalui penyelidikan

dijelaskan bahwa penyebab utama kecelakaan pesawat adalah manu-

sia. FAA menjabarkan ada tiga faktor yang menimbulkan kecelakaan

yaitu faktor cuaca (weather) sebesar 13,2%, faktor pesawat yang digu-

nakan sebesar 27,1% dan hampir 66% karena faktor manusia baik

• 19 Desember 2015, Badan Narkotika Nasional (BNN) menangkap tiga awak pesawat maskapai pen- erbangan Lion Air, masing-masing berinisial SH (34) pilot, MT (23) pra-mugara dan SR (20) pramug- ari, serta seorang ibu rumah tangga NM (33) di salah satu apartemen di Jalan Marsekal Suryadarma, Tangerang (http://metro.sindonews.com/read/1071490/170)

Airmanship.indd 16 5/9/19 1:47 PM

Page 36: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

A P A I T U A I R M A N S H I P ? 1 7

berupa kecelakaan (accidents) maupun insiden (incidents) (Susetyadi,

2008). Bahkan data sejak tahun 1950 sampai dengan tahun 2000-an

menunjukkan kesalahan Pilot sebagai penyebab utama kecelakaan.

Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.1.

Kondisi keselamatan penerbangan di Indonesia sampai dengan

saat ini perlu terus ditingkatkan oleh seluruh pihak yang terkait. Se-

suai dengan amanat Undang-Undang nomor 1 tahun 2009, menjelas-

kan untuk menjamin keselamatan penerbangan dan diterima secara

internasional, maka perlu ditingkatkan pengembangan secara profe-

sional. Peningkatan transportasi udara yang merupakan salah satu

wahana pelayanan publik, sebaiknya ditata sedemikian rupa dalam

satu kesatuan sistem dan prosedural dengan menggabungkan dan

mengutamakan fasilitas penerbangan, metode, prosedur, dan pera-

turan sehingga berdaya guna dan berhasil guna.

tabel 1.1. Penyebab kecelakaan

pesawat terbang di Dunia (persentase)

No Penyebab 1950-an 1960-an 1970-an 1980-an 1990-an 2000-an All

1 Pilot Error 43 33 25 29 29 34 32

2 Pilot Error(weather related)

9 18 14 16 21 18 16

2 Pilot Error(weather related)

7 4 5 2 5 5 5

3 Pilot Error(weather related)

58 63 44 57 55 57 53

4 Total Pilot Error 2 8 9 5 8 6 6

5 Weather 15 12 14 14 8 6 12

7 Mechanical Failure

19 19 20 21 18 22 20

8 Sabotage 5 4 11 12 10 9 8

9 Other Cause 0 2 2 1 1 0 1

Sumber: http://www.planecrashinfo.com/cause.htm

Airmanship.indd 17 5/9/19 1:47 PM

Page 37: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

1 8 A I R M A N S H I P

Untuk melaksanakan amanat Undang-Undang tersebut diperlukan

kerja keras, pengetahuan dan profesionalisme yang mumpuni dari

setiap unsur yang terlibat dalam penerbangan. Sehingga sudah seha-

rusnya memperhatikan faktor keselamatan penerbangan.

Berdasarkan laporan (IATA) Indonesia mempunyai indeks kesela-

matan penerbangan 1,3 dan masih rendah, jika dibandingkan dengan

negara maju lainnya. Walaupun indeks keselamatan penerbangan

Indonesia lebih baik dibandingkan dengan negara Amerika Latin dan

Afrika lainnya tetapi hal tersebut masih memprihatinkan. Jika diban-

dingkan dengan negara maju seperti China (0,3), Eropa (0,3), dan

Amerika (0,2) yang berada di bawah 0,35 yang merupakan angka ideal

untuk keselamatan penerbangan internasional (Wibisana, 2007). Makin

besar angka indeks keselamatan penerbangannya, menunjukkan ren-

dahnya tingkat keselamatannya. Rendahnya indeks keselamatan pe-

nerbangan di Indonesia, disebabkan karena seringnya terjadi kecela-

kaan pesawat udara di Indonesia. Sejak tahun 2000 Penerbangan

domestik Indonesia sering mengalami kecelakan yang berdampak

terhadap penerbangan internasional (Sudibyo, 2011).

Kecelakaan tersebut diduga karena Airmanship yang rendah yang

diakibatkan perubahan perilaku khususnya penyalahgunaan narkoba.

Tidak hanya Pilot yang menggunakan narkoba, cabin crew Lion Air

berinisial WR ditangkap karena menyimpan sabu. WR ditangkap saat

Polres Jakarta Pusat menggerebek tempat kosnya di Karet, Tanah

Abang. WR mengaku menggunakan sabu sejak 2007 untuk menambah

semangat kerja dan staminanya. Ini menjadi poin penting yang perlu

dikaji dan diperhatikan oleh maskapai dan pemerintah.

Dari data yang diperoleh dari pihak yang dapat dipercaya, dinya-

takan bahwa kecelakaan pesawat maskapai penerbangan Indonesia

sering terjadi untuk jalur penerbangan dalam negeri, namun untuk

jalur penerbangan luar negeri dalam periode tahun 2000-2007 mas-

kapai penerbangan Indonesia tidak pernah mengalami kecelakaan. Hal

Airmanship.indd 18 5/9/19 1:47 PM

Page 38: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

A P A I T U A I R M A N S H I P ? 1 9

tersebut mungkin terjadi karena untuk jalur luar negeri mendapat

perhatian khusus dari maskapai. Walaupun penerbangan luar negeri

tidak pernah mengalami kecelakaan tetapi secara indeks keselamatan

penerbangan di Indonesia sangat mengkhawatirkan.

Berangkat dari banyaknya kecelakaan penerbangan yang terjadi

di Indonesia, peneliti melakukan penelitian terhadap implementasi

kebijakan yang telah dirumuskan oleh pemerintah tentang keselamat-

an penerbangan. Mengingat penting dan strategisnya transportasi

udara, perlu diselenggarakan tindakan pencegahan dan penanganan

kecelakaan pesawat terbang. Upaya ini dimaksudkan agar kecelakaan

atau insiden tersebut tidak terulang dengan faktor penyebab yang

sama di kemudian hari, serta dapat dibuat rekomendasi keselamatan

transportasi udara di Indonesia. Berdasarkan data Komisi Nasional

Keselamatan Transportasi (KNKT) beberapa penyebab kecelakaan pe-

sawat terbang di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.2.

tabel 1.2 Faktor Penyebab Kecelakaan transportasi Udara

di Indonesia

NO tahun InvestigasiPeeRKIRAAN FAKtOR PeNYeBAB

Faktor Manusia teknis Lingkungan Cuaca

1 2007 21 15 5 1 0

2 2008 21 6 12 3 0

3 2009 21 12 9 0 0

4 2010 18 9 8 1 0

5 2011 32 23 7 2 0

6 2012 29 21 4 4 0

7 2013 29 14 5 8 0

8 2014 30 3 4 3 0

9 2015 28 7 1 0 0

Jumlah 229 110 55 22 0

Sumber: Data Investigasi KNKT, 30 April 2016Keterangan: Untuk beberapa kejadian yang belum di selesaikan Laporan Finalnya,

maka FaktorPenyebabUtamabe

Airmanship.indd 19 5/9/19 1:47 PM

Page 39: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

2 0 A I R M A N S H I P

Berdasarkan data sejak 1 Januari 2007 hingga 30 April 2016 dari

KNKT faktor kecelakaan penerbangan terbesar disebabkan kelalaian

manusia (faktor manusia), yakni 58,82%, faktor teknis sebesar 29,41%

berada di peringkat kedua dan sisanya merupakan faktor lingkungan.

Data tersebut meliputi jenis kecelakaan yang menimbulkan korban

jiwa maupun kecelakaan yang tidak menimbulkan korban. Kecelakaan

pesawat udara terjadi karena adanya pengaruh kerja manusia yang

belum optimal, berdasarkan hal tersebut tidak dapat dipungkiri dan

dibantah bahwa manusia mempunyai peran penting dalam keselamat-

an penerbangan. Grafik kecelakaan pesawat terbang di Indonesia dari

tahun 2007 sampai dengan 2012 disajikan pada Gambar 1.1.

Dari data resmi tersebut dapat dijelaskan bahwa keselamatan pe-

nerbangan di Indonesia masih rendah. Terbukti dengan masih adanya

beberapa kecelakaan penerbangan akhir-akhir ini seperti AirAsia (Nomor

penerbangan QZ8501/AWQ8501) dengan rute Surabaya-Singapura pada

tanggal 28 Desember 2014 dan Trigana Air ATR 42-300 twin-turboprop,

di pegunungan Bintang Papua, pada tanggal 16 Agustus 2015.

gambar 1.1. Data Kecelakaan Pesawat di Indonesia

Sumber: KNKt

Airmanship.indd 20 5/9/19 1:47 PM

Page 40: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

A P A I T U A I R M A N S H I P ? 2 1

Dengan data dan fakta yang ada maka FAA tidak segan-segan

untuk menurunkan kategori Indonesia menjadi kategori dua. Dari

rangkaian kejadian tersebut, Indonesia mendapat penilaian dan peri-

ngatan dari FAA dan dianggap penerbangan di Indonesia bermasalah,

sehingga pada tanggal 16 April 2007, FAA menurunkan peringkat ke-

selamatan penerbangan di Indonesia dari kategori satu menjadi kate-

gori dua (Does Not Comply with ICAO Standards: The Federal Aviation

Administration assessed this country’s civil aviation authority (CAA) and

determined that it does not provide safety oversight of its air carrier

operators in accordance with the minimum safety oversight standards

established by the ICAO).

Penilaian FAA menemukan banyaknya pelanggaran prosedur ke-

selamatan penerbangan yang berulang oleh maskapai penerbangan

Indonesia dan ironisnya lolos dari pengawasan otoritas penerbangan

Indonesia. Regulator dalam hal ini Kemenhub dianggap tidak mem-

beri pengawasan keselamatan kepada operator sesuai dengan standard

pengawasan keselamatan minimum yang ditetapkan oleh ICAO (Indo-

nesian Aviation Community (IAC), 2015)5.

Untuk merespons hukuman dari FAA tersebut, maka pemerintah

langsung berbenah diri dengan mengelurkan Undang-Undang yang

berkaitan dengan Penerbangan yang dituangkan dalam Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. UU tersebut sangat

jelas mengatur tentang keselamatan penerbangan dan lebih dipertegas

lagi dengan berbagai Peraturan Kementerian Perhubungan yang meng-

atur secara teknis tentang keselamatan penerbangan tersebut. Dalam

5 Penilaian FAA tentang Keselamatan Penerbangan Indonesia:

1. Regulator Indonesia tidak memiliki kompetensi yang memadai dalam menerapkan sa-fety oversight sehingga tidak berani mencabut izin operasi maskapai yang melakukan pelanggaran mendasar.

2. Regulator Indonesia juga dinilai terlalu mudah memberikan izin usaha dan operasi pe-nerbangan kepada unsafe airlines yang mengakibatkan tingginya tingkat kecelakaan penerbangan di Indonesia.

Airmanship.indd 21 5/9/19 1:47 PM

Page 41: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

2 2 A I R M A N S H I P

UU tersebut secara jelas tertuang bahwa proses penerbangan sangat

ketat dan tidak boleh sembarang orang untuk melaksanakannnya atau

disebut dengan profesionalisme, karena berkaitan dengan nyawa dan

harga diri bangsa. Seperti kita ketahui bersama bahwa jika terjadi

kecelakaan pesawat, maka informasinya akan dipublikasikan secara

internasional.

Permasalahan yang dihadapi saat ini adalah bagaimana mengim-

plementasikan kebijakan keselamatan penerbangan yang telah dike-

luarkan tersebut. Menurut Tahir (2015) implementasi kebijakan adalah

kegiatan pelaksanaan kesepakatan di antara pembuat dan pelaksana

kebijakan. Tahir juga menjelaskan bahwa jika sebuah kebijakan diam-

bil secara tepat, belum tentu menghasilkan seperti yang diharapkan

karena implementasi kebijakan sangat dominan untuk keberhasilan

suatu kebijakan. Hal tersebut juga diperkuat oleh Supriyadi (2015) yang

menyatakan bahwa kecelakaan pesawat di Indonesia terjadi karena

perizinan yang belum terlaksana dengan baik. Berdasarkan pendekat-

an teori tersebut maka implementasi kebijakan publik yang berkaitan

dengan keselamatan penerbangan perlu dikaji dan diteliti.

Secara umum penyebab keselamatan penerbangan dapat ditinjau

dari berbagai aspek yang disimpulkan oleh Hawkin dalam Teori SHELL.

Faktor manusia menjadi penting untuk diteliti, karena berdasarkan

penelitian (O’Hare, Wiggins, Batt, & Morrison, 1994; Shappell S. & Wi-

egmann D., 2000) 80% kecelakaan disebabkan oleh faktor manusia,

sedangkan FAA menyatakan penyebab keselamatan penerbangan di

dunia disebabkan oleh kelalaian manusia sebesar 66%. Pengaruh

manusia atau kelalaian manusia yang dimaksud menurut Nrangwesti

(2011) adalah pilot. Kemampuan seorang pilot dalam mengendalikan

pesawat ditentukan oleh tingkatan Airmanship yang dimilikinya, di

mana Airmanship terdiri dari 3 indikator yaitu prinsip, pengetahuan,

dan pencapaian hasil.

Airmanship.indd 22 5/9/19 1:47 PM

Page 42: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

A P A I T U A I R M A N S H I P ? 2 3

Penelitian pada buku ini akan mengukur bagaimana hubungan

Airmanship pilot dengan implementasi kebijakan publik guna ter-

capainya keselamatan penerbangan di Indonesia. Mengingat Air-

manship merupakan jiwa dari seorang pilot (Craig, 1992) maka

perlu dikaji faktor-faktor psikologis yang memengaruhi Airmanship

tersebut.

Dalam uraian berikut akan diulas fokus psikologi dalam mema-

hami perilaku manusia di lingkungan penerbangan, dan konsekuensi

tuntutan profesi serta permasalahan psikologi bagi individu yang

bekerja di lingkungan penerbangan. Sells dan Berry (1961) berpendapat

bahwa perilaku pilot merupakan sistem dalam sistem yang artinya

pilot sebagai manusia dituntut untuk sempurna, padahal pilot juga

mempunyai sifat dasar manusia yang tidak lepas dari kelalaian. Sells

dan Berry menjelaskan bahwa pilot dapat berperan sebagai instrumen

dan juga sebagai manusia dengan berbagai keterbatasannya.

C. MEnCAri BEnAng MErAh

Dari uraian di atas dapat dikemukakan bahwa dalam buku ini, penulis

bermaksud untuk memberikan sumbangsih ilmu pengetahuan secara

ilmiah tentang implementasi kebijakan publik terhadap Airmanship

guna keselamatan penerbangan yang bertujuan untuk:

1. Menghitung dan menguji hubungan Airmanship terhadap imple-

mentasi kebijakan publik.

2. Menghitung dan menguji hubungan Implementasi Kebijakan

Publik terhadap keselamatan penerbangan.

3. Menghitung dan menguji hubungan perilaku pilot terhadap Air-

manship.

4. Menghitung dan menguji hubungan kecerdasan emosi pilot ter-

hadap Airmanship.

Airmanship.indd 23 5/9/19 1:47 PM

Page 43: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

2 4 A I R M A N S H I P

5. Menghitung dan menguji hubungan efikasi diri pilot terhadap

Airmanship.

6. Mendeskripsikan dan menganalisis model hubungan antara Im-

plementasi kebijakan Publik dengan Airmanship pilot demi terca-

painya keselamatan Penerbangan di indonesia.

Pesawat terbang Pertama DiduniaAdalah Wright bersaudara (Wright brothers) yang lahir pada tanggal 19 Agustus 1871 dan wafat 30 January 1948 kemudian saudaranya Wilbur yang lahir pada 16 April 1867 dan wa-fat 30 May 1912 adalah dua orang Amerika yang dicatat dunia sebagai penemu pesawat

terbang. (sumber : https://www.penemu.co/penemu-pesawat-terbang/)

Airmanship.indd 24 5/9/19 1:47 PM

Page 44: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

Pesawat Japan Airlines Flight 123 (1985)Ini adalah tragedi kecelakaan terbesar di Jepang. Pada tanggal 12 Agustus 1985, terjadi

kecelakaan pesawat yang memakan korban hingga 520 jiwa. Kecelakaan ini terjadi disebabkan oleh dekompresi. Dekompresi sendiri merusak sistem hidrolik dan ekor

pesawat sehingga pilot tidak bisa mengendalikan pesawat(sumber : https://www.brilio.net/creator/kecelakaan-pesawat-terbesar-

sepanjang-sejarah-020646.html)

Airmanship.indd 25 5/9/19 1:47 PM

Page 45: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

2 6 A I R M A N S H I P

Airmanship.indd 26 5/9/19 1:47 PM

Page 46: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

B a b I I 2 7

Bab IIHUBUNGAN AIRMANSHIP

DENGAN KECELAKAAN PENERBANGAN

Airmanship.indd 27 5/9/19 1:47 PM

Page 47: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

2 8 A I R M A N S H I P

A. AnALiSiS pEnyEBAB KECELAKAAn

Sebelumnya telah banyak yang meneliti dan mengkaji tentang kese-

lamatan penerbangan berdasarkan teori SHELL yang ditemukan oleh

Hawkin (1993) yang menyampaikan bahwa faktor yang menyebabkan

kecelakaan pesawat terbang adalah Software, Hardware, Environmental,

Liveware, dan Liveware. Namun para peneliti terdahulu belum ada yang

meneliti faktor Software atau kebijakan publik yang berkaitan dengan

kecelakaan pesawat. Hasil penelitian terdahulu dan kajian tentang

keselamatan penerbangan yang berhubungan dengan kebijakan pub-

lik khususnya pada implementasi kebijakan publik belum ada ditemu-

kan. Sebagian besar peneliti mengkaji tentang hubungan keselamatan

penerbangan dengan faktor Hardware, Environmental, Liveware, dan

Liveware. Penelitian sebelumnya menyajikan ringkasan-ringkasan yang

berisi hasil temuan, sumbangan pemikiran, dan saran yang akan dije-

laskan pada paragraf selanjutnya.

Wignjosoebroto dan Zaini (2007) melakukan penelitian untuk

mengetahui beban kerja mental oleh pilot pesawat terbang dengan

objek Fokker 28 dan Boeing 737) dalam kaitannya terhadap kecende-

rungan human factor yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan.

Wignjosoebroto dan Zaini menyatakan bahwa faktor kecerdasan inte-

lektual tidak pernah memberikan pengaruh yang signifikan terhadap

beban kerja mental pada pilot tetapi faktor fase penerbangan, faktor

kondisi penerbangan dan faktor jam terbang pilot telah terbukti ber-

pengaruh cukup signifikan terhadap beban kerja mental pada pilot

kedua jenis pesawat tersebut, yang telah teruji secara kuantitatif. Dari

penelitian Wignjosoebroto dan Zaini dapat disimpulkan bahwa faktor

penyebab kecelakaan adalah manusia (pilot) tetapi fokus pada livewa-

re pilot, belum menyentuh faktor Software.

Senada dengan Sungkawaningtyas (2007) yang meneliti tentang

faktor-faktor yang menyebabkan kelelahan pada pilot dan bagaimana

cara mengatasinya. Sungkawaningtyas menggunakan jumlah pilot

sebagai sampel penelitian berjumlah 185 orang dari berbagai maskapai

Airmanship.indd 28 5/9/19 1:47 PM

Page 48: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

H U B U N G A N A I R M A N S H I P D E N G A N K E C E L A K A A N P E N E R B A N G A N 2 9

penerbangan di Indonesia. Dari hasil analisis penelitiannya menyatakan

bahwa faktor penyebab kelelahan diklasifikasikan menjadi tiga faktor

yaitu: lama terbang, waktu tidur, dan kurang tidur. Sungkawaningtyas

menyimpulkan bahwa faktor dominan yang membuat pilot lelah ada-

lah lama terbang dan tidak ada perbedaan berdasarkan jenis kelamin,

status/jabatan, jam terbang dan jenis pesawat. Dari penelitian Sung-

kawaningtyas senada dengan Wignjosoebroto dan Zaini dapat disim-

pulkan bahwa faktor penyebab kecelakaan adalah manusia (pilot) te-

tapi terfokus pada liveware pilot, belum menyentuh faktor Software.

Hampir sama dengan De Mello (2008) yang melakukan penelitian

tentang kecelakaan pilot berdasarkan shift terbang di Brazil. Data

menggunakan pilot yang berjumlah 515 orang kapten pilot dan 472

orang copilot. Hasil penelitian menunjukkan kecelakaan terjadi pada

35% penerbangan pagi sampai dengan siang, 32% sore, 26% malam

dan 7% pagi antara pukul 00.00-06.00 waktu setempat. Dari peneli-

tian De Mello dapat disimpulkan bahwa faktor penyebab kecelakaan

adalah manusia (pilot) tetapi terfokus pada Environmental, belum

menyentuh faktor Software.

Sedangkan Rebok (2009) menganalisis pengaruh antara usia pilot

dengan pola kesalahan pilot yang menyimpulkan sebesar 28% kece-

lakaan karena mesin (mekanikal), 25% kehilangan kendali pada saat

awalatauakhir,7%kehabisanbahanbakar,7%kondisiVisual Flight

Rule (VFR) dan 28%yang lainnya. Penelitiannyamenunjukanbahwa

pada waktu siang banyak terjadi kecelakaan di mana lokasi kejadian

lebih banyak terjadi di luar kawasan bandara serta yang sering kece-

lakaan adalah yang tua. Dari penelitian Rebok dapat disimpulkan

bahwa faktor penyebab kecelakaan adalah manusia (pilot) tetapi ter-

fokus pada Hardware dan Environmental, belum menyentuh faktor

Software.

Senada dengan Li dkk. (2009) melakukan penelitian untuk meneliti

pengaruh lokasi, usia, dan cuaca terhadap terjadinya kecelakaan pesa-

wat. Hasil penelitian Li menunjukkan terbang dengan menggunakan

teknik Instrument Meteorological Conditions (IMC) meningkatkan risiko

Airmanship.indd 29 5/9/19 1:47 PM

Page 49: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

3 0 A I R M A N S H I P

terjadinya kecelakaan karena kesalahan pilot. Kecelakaan pesawat tidak

dipengaruhi oleh usia dan jam terbang pilot. Hasil penelitian Li berbeda

dengan penelitian sebelumnya, akan tetapi Li melakukan penelitian

keselamatan penerbangan dari faktor Environmental dan Liveware.

Tvaryans dan MacPherson (2009) menganalisis pengaruh shift

kerja dengan kemungkinan terjadinya kesalahan pilot. Populasi diten-

tukan sebanyak 114 responden dari pilot. Hasil penelitiannya berbeda

dengan yang lain bahwa tidak ada penurunan yang signifikan terhadap

kelelahan pilot walaupun terdapat modifikasi jadwal atau shif pilot.

Dari penelitian Tvaryans dan MacPherson dapat disimpulkan bahwa

faktor penyebab kecelakaan adalah manusia (pilot) tetapi terfokus

pada faktor Liveware dan belum menyentuh faktor Software.

Pruchniki dkk. (2010) mengestimasi kelelahan pilot dikaitkan dengan

waktu tidur/bangun dan fase circadian. Dari hasil penelitian menunjuk-

kan bahwa model matematika memprediksi dari riwayat tidur/bangun

dan fase circadian yang berguna dalam analisis kecelakaan retrospektif

diukur dari riwayat tidur/bangun pada personil yang mengalami kece-

lakaan dan berguna dalam identifikasi resiko kelelahan, mitigasi dan

pencegahan kecelakaan. Dari penelitian Pruchniki da pat disimpulkan

bahwa faktor penyebab kecelakaan adalah manusia (pilot) tetapi terfo-

kus pada faktor Liveware, belum menyentuh faktor Software.

Nrangwesti (2011) menganalisis kewenangan pilot di dalam pembe-

rantasan kejahatan-kejahatan pada penerbangan dari tinjauan aspek

yuridis normatif pada pilot. Nrangwesti menjelaskan bahwa pilot meme-

gang peranan yang sangat penting dan menjamin keselamatan dan kea-

manan penerbangan serta mempunyai kewenangan untuk menindak

tegas orang yang diduga melakukan tindak pidana di dalam pesawat

udara yang sedang terbang. Dari penelitian Nrangwesti dapat disimpulkan

bahwa faktor penyebab kecelakaan adalah manusia (pilot). Nrangwasti

hanya mengkaji peranan aspek yuridis secara kualitatif sehingga peneliti

menyimpulkan bahwa hasil penelitiannya masih belum sempurna.

Mustopo (2012) dalam kajiannya meyimpulkan bahwa performance

terbang dipengaruhi oleh kelelahan pilot (fatigue), karea timbulnya fa-

Airmanship.indd 30 5/9/19 1:47 PM

Page 50: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

H U B U N G A N A I R M A N S H I P D E N G A N K E C E L A K A A N P E N E R B A N G A N 3 1

tigue, pada aspek psikologis. Pada saat emergency pilot harus mengam-

bil keputusan yang sangat penting, karena dibutuhkan pemikiran yang

logis, realistis dan cepat, serta tepat. Hasil penelitiannya menjelaskan

bahwa tidur merupakan obat yang paling tepat untuk mengatasi kele-

lahan. Kualitas tidur sangat dibutuhkan untuk mengembalikan konsen-

trasi dari pilot. Dari penelitian Mustopo dapat disimpulkan bahwa faktor

penyebab kecelakaan adalah manusia (pilot) tetapi terfokus pada faktor

Liveware dikhususkan pada perilaku belum menyentuh faktor Software.

Sedangkan Alsowayigh (2014) meneliti pengaruh safety culture untuk

penerbangan di Arab Saudi. Dalam pandangannya keselamatan pener-

bangan diukur dengan sikap pilot yang berakibat pelanggaran dan ke-

salahan dari pilot. Studi menganalisis lebih lanjut peranan komitmen

pilot pada maskapai penerbangan di Saudi Airlines secara sukarela

berpartisipasi dalam studi kasus tersebut. Analisis faktor konfirmatori

dilakukan untuk memvalidasi setiap konstruk laten. Metode SEM digu-

nakan untuk menganalisis hubungan antara semua variabel. Hasil pe-

nelitian mengungkapkan bahwa safety culture memiliki pengaruh

langsung pada sikap pilot (pelanggaran) dan efek tidak langsung pada

perilaku pilot error. Selain itu, budaya keselamatan memiliki efek yang

kuat untuk meningkatkan komitmen pilot pada maskapai. Dari peneli-

tian Alsowayigh dapat disimpulkan bahwa faktor penyebab kecelakaan

adalah manusia (pilot) tetapi terfokus pada faktor Liveware dikhususkan

pada Safety Culture belum menyentuh faktor Software.

Buku ini akan membahas mengenai hubungan implementasi ke-

bijakan publik dengan keselamatan penerbangan secara kualitatif dan

kuantitatif. Pada beberapa kajian sebelumnya, dijelaskan bahwa faktor

yang paling dominan menyebabkan kecelakaan pesawat adalah ma-

nusia (pilot). Pilot memiliki jiwa keudaraan yang disebut dengan Air-

manship (Craig, 1972). Craig juga menyatakan bahwa kecelakaan pe-

sawat terjadi karena Airmanship rendah. Berdasarkan teori tersebut,

penulis akan membahas dan mengkaji hubungan antara Airmanship

dengan implementasi kebijakan publik, dan hubungan implementasi

kebijakan publik dengan keselamatan penerbangan.

Airmanship.indd 31 5/9/19 1:47 PM

Page 51: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

3 2 A I R M A N S H I P

B. AnALiSiS TErhADAp KEBijAKAn puBLiK

Dalam membedah antara hubungan Airmanship pilot terhadap imple-

mentasi kebijakan publik, penulis terlebih dahulu membahas teori

kebijakan publik.

Kebijakan merupakan berbagai hal yang dapat dilakukan ataupun

tidak oleh pemerintah atau negara (Dye,1987), dan dapat juga dinya-

takan bahwa kebijakan merupakan hubungan pemerintah dengan

masyarakat lingkungannya Easton (1953). Inti dari kebijakan menurut

Prof Heinz Eulau dan Prewit yang meyatakan bahwa Kebijakan itu

merupakan “A Standing Decision Characterized by behavior consistency

and repetinvenes on the part of both choose who make it and those who

abide by it”. Sedangkan Smith dan Larimer (2009) menjelaskan bahwa

kebijakan publik merupakan ilmu yang spesifik tentang hubungan

pemerintah dengan masyarakatnya. Smith dan Larimer Juga menyam-

paikan bahwa kebijakan publik berbeda dengan ilmu politik, ekonomi,

maupun administrasi publik. Dalam perspektif yang berbeda beberapa

para pakar menjelaskan ilmu kebijakan publik yang lebih besar. Mi-

salnya dari aspek metodologis, sangat diharapkan atau dicari penje-

lasannya walaupun hal tersebut sangat mustahil, setidaknya di Ame-

rika Serikat pembahasan tentang kebijakan publik tidak pernah selesai

sebelum mendapatkan pendekatan secara kuantitatif. Hal tersebut

senada dengan Tahir yang menyatakan walaupun pengertian menim-

bulkan banyak pertanyaan atau perbedaan pandangan tentang berapa

lama keputusan dapat dilaksanakan dan apakah memengaruhi peri-

laku yang dimaksud serta siapa sebenarnya yang membuat kebijakan

dan pelaksana, namun demikian pengertian tersebut telah menjelas-

kan beberapa elemen kebijakan publik.

Kebijakan publik merupakan sebuah bidang yang sulit untuk di-

rumuskan, karena kajiannya menyangkut banyak kepentingan publik.

Ada sifat interdisipliner dalam pembahasan kebijakan publik sehingga

selalu berada dalam fragmentasi. Smith dan Lamirer (2009) menjelas-

kan bahwa kebijakan publik berhubungan dengan analisis biaya,

manfaat, tugas berisiko, analisis operasi matriks penelitian, ekono-

Airmanship.indd 32 5/9/19 1:47 PM

Page 52: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

H U B U N G A N A I R M A N S H I P D E N G A N K E C E L A K A A N P E N E R B A N G A N 3 3

metrik, statistik, matematika, dan toolkit dari ilmu-ilmu sosial. Untuk

lebih memahami kebijakan publik, maka perlu terlebih dahulu dipa-

hami apa konsep “Publik” dan “Kebijakan”, sehingga lebih mudah

memahami pengertian kebijakan secara menyeluruh.

Dapat disimpulkan bahwa kebijakan berhubungan dengan bidang-

bidang (publik) yang berbeda dengan sektor pribadi. Ide kebijakan publik

mengandung anggapan bahwa tidak ada perbedaan antara ruang publik

dengan ruang pribadi. Maka akan timbul pertanyaan, apakah ruang

publik harus dikaji dengan bentuk analisis yang berbeda dengan analisis

terhadap ruang privat atau dunia bisnis? Apa yang semestinya dianggap

ruang publik dan apa yang semestinya dianggap sebagai ruang privat?

Menurut para ahli ekonomi politik cara mengatasi ketegangan

antara kepentingan publik dan pribadi adalah dengan gagasan pasar

(market). Pasar bebas dapat meningkatkan kepentingan publik seka-

ligus kepentingan pribadi. Karena itu peran negara menciptakan

kondisi di mana kepentingan publik dan kepentingan pribadi dapat

terjamin. Konsekuensinya adalah pemerintah lebih tepat tidak terlibat

banyak. Bukan berarti bahwa negara tidak terlibat dalam penyediaan

fasilitas “publik”. Kata mengubah maknanya, seperti halnya gagasan

“publik”, ide “kebijakan” menurut Helco dalam Parson (2005) bukanlah

sebuah istilah yang pasti (self-evident).

Dalam pelaksanaannya, istilah kebijakan dianggap berlaku untuk

sesuatu yang “lebih besar” ketimbang bukan untuk pribadi. Jadi, ke-

bijakan, dari sudut pandang tingkat analisis, adalah sebuah konsep

yang kurang lebih berada di tengah-tengah. Namun perlu ditinjau

apakah kebijakan itu merupakan kegiatan yang direncanakan tetapi

tetap dilaksanakan atau diimplementasikan.

Kombinasi pendekatan tahap rasional dengan pendekatan sistem

menghasilkan model pembuatan kebijakan yang lebih dinamis dan

membentuk basis bagi pemahaman kebijakan dari segi selain tatanan

konstitusional dan institusional. Model tersebut terdiri dari input

(artikulasi kepentingan), fungsi proses (agregasi kepentingan, pembu-

atan kebijakan, implementasi kebijakan dan keputusan kebijakan),

Airmanship.indd 33 5/9/19 1:47 PM

Page 53: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

3 4 A I R M A N S H I P

dan fungsi kebijakan (extraction, regulasi dan distribusi). Output ke-

bijakan dikembalikan ke dalam sistem politik, yang berada di ling-

kungan domestik dan internasional.

gambar 2.1. Proses Kebijakan sebagai Input dan OutputInput

PersepsiIdentifikasiOrganisasiPermintaanDukunganApathy

Kebijakan

Regulasi Distribusi Redistribusi Kapitalisasi Kekuasaan etis

Output

AplikasiPenguatan (enforcement)InterpretasiEvaluasiLegitimasi

Sumber: Frohock (1979); Jones (1970)

Ahli kebijakan publik Anderson (1979) merumuskan bahwa kebi-

jakan itu merupakan tindakan yang dilaksanakan oleh sekelompok

orang atau individu untuk memecahkan masalah dengan tujuan yang

ditentukan. Senada dengan Parsons (2006) yang menyatakan bahwa

kebijakan adalah kegiatan yang direncanakan dengan tujuan kekua-

saan. Menurutnya bahwa kebijakan tidak terlepas dari pengawasan

oleh pemerintah yang seyogianya harus selalu dievaluasi untuk me-

rumuskan kembali kebijakan-kebijakan baru.

Sedangkan Wahab (1997) menjelaskan bahwa kebijakan adalah

suatu aksi yang dilakukan kelompok atau golongan yang diusulkan

bersama dalam lingkungan tertentu untuk mengatasi hambatan-ham-

batan dan mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau

mewujudkan sasaran yang diinginkan. Perserikatan Bangsa Bangsa

(PBB) menyatakan bahwa kebijakan itu memberi makna sebagai dasar

untuk melaksanakan sesuatu. Sementara Jones (1977) mengatakan

bahwa kebijakan adalah suatu arah kegiatan yang yang dilaksanakan

demi tercapainya beberapa tujuan.

Berdasarkan beberapa definisi di atas, setiap rumusan arti kebi-

jakan mengandung empat unsur yaitu: (1) serangkaian tindakan; (2)

dilakukan oleh seseorang atau golongan; (3) adanya solusi; dan (4)

Airmanship.indd 34 5/9/19 1:47 PM

Page 54: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

H U B U N G A N A I R M A N S H I P D E N G A N K E C E L A K A A N P E N E R B A N G A N 3 5

adanya tujuan atau maksud tertentu. Dengan demikian dapat disim-

pulkan bahwa pengertian kebijakan sebagai suatu pedoman untuk

melaksanakan kegiatan-kegiatan yang berisi keputusan-keputusan

yang diikuti dan dapat dilaksanakan oleh seseorang, kelompok, atau

golongan untuk mengatasi masalah demi mencapai tujuannya.

Walaupun istilah kebijakan dilakukan secara umum, namun kenya-

taannya sering kali penggunaannya berkaitan pemerintah, penguasan,

serta pelaku negara pada umumnya. Bila demikian konsep kebijakan

publik Dye (2008) didefinisikan “public policy is whatever goverments

choose to do or not to do” jika diterjemahkan maka kebijakan publik

merupakan apa yang boleh dan tidak boleh dilaksanakan sesuai dengan

keputusan pemerintah. Konsep kebijakan publik tersebut membawa

implikasi berupa kegiatan atau program perorangan, kelompok atau

golongan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan oleh penguasa

dalam hal ini pemerintah. Tahir (2015) menjelaskan defenisi dari Dye

yang menyatakan bahwa kebijakan merupakan upaya untuk memahami

(1) apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh pemerintah; (2) apa

sebab dan apa yang berkaitan; dan (3) apa konsekuensi dari kebijakan

tersebut jika dilaksanakan atau tidak dilaksanakan.

Anderson (1979) menjelaskan bahwa setiap kebijakan yang dipro-

gramkan oleh penguasa atau pejabat pemerintah dapat dikatakan

sebagai kebijakan publik. Islamy (1998) menjelaskan teori Anderson

yang menyatakan bahwa kebijakan publik tidak hanya yang direnca-

nakan oleh lembaga tertinggi/tinggi saja, namun juga oleh badan atau

pejabat di semua lini pemerintahan di semua tingkatan.

Tercapainya tujuan pelaksanaan suatu kebijakan bukan saja kebi-

jakan itu dirumuskan dengan baik, namun juga memerlukan cara dan

teknik tertentu serta keterlibatan dari pihak perumus maupun pelak-

sana kebijakan. Dengan berbagai definisi dalam berbagai perpustaka-

an maka terdapat dua macam pandangan. Pandangan pertama adalah

kebijakan publik diidentikkan dengan kegiatan yang dilakukan oleh

penguasa atau pemerintah. Ilmuwan berpendapat bahwa semua ke-

giatan atau tindakan yang diprogramkan oleh pemerintah pada dasar-

Airmanship.indd 35 5/9/19 1:47 PM

Page 55: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

3 6 A I R M A N S H I P

nya disebut sebagai kebijakan publik. Pandangan kedua adalah pen-

dapat ilmuwan yang berfokus pada pelaksanaan kebijakan publik. Para

ahli yang termasuk kategori ini dapat dibagi dalam dua kutub yaitu:

(1) Ilmuwan yang menganalisis kebijakan publik dari aspek keputusan-

keputusan pemerintah yang mempunyai tujuan-tujuan atau sasaran-

sasaran tertentu, dan (2) Ilmuwan yang beranggapan bahwa kebijakan

publik mempunyai konsekuensi logis atau dampak terhadap pelaksa-

an kebijakan tersebut.

Sementara itu, Dunn (2003) memandang bahwa kebijakan publik

meliputi empat aspek yaitu: (1) perumusan kebijakan; (2) pelaksanaan

kebijakan; (3) monitoring kebijakan; dan (4) evaluasi kebijakan. Maka

dalam hubungan ini kebijakan publik adalah serangkaian peraturan,

perintah dari para penguasa yang ditujukan kepada pelaksana kebi-

jakan yang yang telah mempunyai tujuan atau sasaran serta cara-cara

mencapai tujuan tersebut. Gambaran proses kebijakan secara umum

dapat dilihat pada gambar 2.2.

gambar 2.2.Proses Kebijakan Secara Umum

Evaluasi Kebijakan

MonitoringKebijakan

Isu Kebijakan

Perumusan Kebijakan

ImplementasiKebijakan

Kinerja Kebijakan

Pelanjutan Kebijakan

Revisi Kebijakan

Penghentian Kebijakan

Isu Kebijakan(baru)

Lingkungan Kebijakan

Sumber: Nugroho (2014)

Airmanship.indd 36 5/9/19 1:47 PM

Page 56: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

H U B U N G A N A I R M A N S H I P D E N G A N K E C E L A K A A N P E N E R B A N G A N 3 7

Proses kebijakan berawal dari isu, baik berupa masalah bersama

maupun tujuan bersama disepakati sebagai bagian dari kebijakan.

Dengan masalah kebijakan ini, maka dirumuskan dan ditetapkan

kebijakan publik. Kebijakan ini kemudian diimplementasikan melalui

pemantauan untuk memastikan implementasi kebijakan konsisten

dengan rumusan kebijakan. Hasil dari implementasi kebijakan meru-

pakan kinerja kebijakan, untuk itulah diperlukan evaluasi kebijakan.

Evaluasi yang pertama berkaitan dengan kinerja kebijakan dan dilan-

jutkan pada tahap evaluasi secara paralel pada implementasi kebi-

jakan, rumusan kebijakan dan tempat di mana kebijakan dirumuskan,

diimplementasikan atau dilaksanakan. Hasil evaluasi akan mereko-

mendasikan apakan dibutuhkan perumusan ulang yang mengarah

pada perbaikan atau revisi kebijakan, ataukah dihentikan (Nugroho,

2014).

Lebih lanjut Nugroho (2014) menyatakan bahwa terdapat empat

jenis kebijakan publik yaitu : (i) kebijakan formal; (ii) kebijakan umum

lembaga publik yang telah diterima bersama (konvensi); (iii) pernya-

taan pejabat publik dalam forum publik; (iv) perilaku pejabat publik.

gambar 2.3.Jenis Kebijakan Publik

Formal

Konvensi

Kebijakan Publik

Undang-Undang

Hukum

Regulasi

Ucapan Pejabat Publik

Perilaku Pejabat Publik

Sumber : Nugroho (2014)

Airmanship.indd 37 5/9/19 1:47 PM

Page 57: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

3 8 A I R M A N S H I P

Menurut Nugroho (2006) bahwa tingkat kebijakan di Indonesia

dikelompokkan menjadi tiga tingkatan yaitu:

1. Kebijakan publik yang bersifat makro atau umum, atau mendasar,

yaitu (a) UUD 1945; (b) UU/Perpu; (c) Peraturan Pemerintah (PP);

(d) Peraturan Presiden (Perpres); dan (e) Peraturan Daerah (Perda).

2. Kebijakan publik yang bersifat meso atau menengah, atau penje-

las pelaksanaan. Kebijakan ini dapat berbentuk Peraturan Mente-

ri, Surat Edaran Menteri, Peraturan Gubernur, Peraturan Bupati,

dan Peraturan Walikota. Kebijakannya dapat pula berbentuk Surat

Keputusan Bersama atau SKB antar Menteri, Gubernur, Bupati, dan

Walikota.

3. Kebijakan publik yang bersifat mikro adalah kebijakan yang meng-

atur pelaksanaan atau implementasi dari kebijakan di atasnya.

Bentuk kebijakannya adalah peraturan yang dikeluarkan oleh

aparat publik di bawah Menteri, Gubernur, Bupati, dan Walikota.

Sesuai dengan tingkatan kebijakan di atas, Nugroho juga menje-

laskan bahwa kebijakan publik dalam bentuk Undang-Undang atau

Peraturan Daerah merupakan kebijakan publik yang bersifat strategis

tapi belum dapat dilaksanakan karena masih memerlukan turunan

kebijakan berikutnya sebagai penjelas atau tataran teknis. Kebijakan

ini lebih detail dengan bahasa teknis yang dapat dilaksanakan oleh

masyarakat maupun pemeritah.

Kebijakan publik yang berhubungan dengan keselamatan pener-

bangan berdasarkan tingkatannya adalah sebagai berikut:

1. Tingkat Makro. Kebijakan publik yang mengatur tentang Kesela-

matan penerbangan tertuang dalam:

a. UU Nomor 1 tahun 2009 tentang penerbangan pada pada Bab

XIII Keselamatan Penerbangan mencakup dari pasal 308 sam-

pai dengan pasal 322.

b. UU Nomor 15 Tahun 1992 tentang Keamanan dan Keselamatan

Penerbangan.

Airmanship.indd 38 5/9/19 1:47 PM

Page 58: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

H U B U N G A N A I R M A N S H I P D E N G A N K E C E L A K A A N P E N E R B A N G A N 3 9

c. Peraturan Pemerintah RI Nomor 70 tentang Kebandarudaraan,

Peraturan Pemerintah RI No 40 tentang Pembangunan dan

Pelestarian Lingkungan Hidup Bandar Udara.

d. Peraturan Pemerintah RI Nomor 77 tentang Perusahaan Umum

(Perum) Lembaga Penyelenggaraan Pelayanan Navigasi Pener-

bangan Indonesia.

2. Tingkat Menengah. Kebijakan publik yang mengatur tentang pe-

laksanan keselamatan penerbangan dituangkan dalam:

a. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 21 Tahun 2015 tentang

Standard Keselamatan Penerbangan.

b. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 90 Tahun 2016 tentang

Perubahan atas Permenhub Nomor PM 127 Tahun 2015 tentang

Program Keamanan Penerbangan Nasional.

c. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 91 Tahun 2016 tentang

Perubahan atas Permenhub Nomor PM 174 Tahun 2015 tentang

Pembatasan Usia Peralatan Penunjang Pelayanan Darat Peswat

Udara (Ground Support Equipment/ GSE) dan Kendaraan Ope-

rasional yang beroperasi di Sisi Udara.

d. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 93 Tahun 2016 tentang

Program Keselamatan Penerbangan Nasional.

3. Tingkat Mikro. Kebijakan publik yang mengatur tentang petunjuk

pelaksanaan keselamatan penerbangan tertuang dalam:

a. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor KP 26

Tahun 2015 Tentang Pedoman Teknis Operasional Peraturan

Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 45-01 (Advisorycircular

Casr 45 - 01) Tentang Persetujuan Tanda Pendaftaran Pesawat

Udara (Assignment of Aircraft Registration Marks).

b. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor KP 22

Tahun 2015 Tentang Pedoman Teknis Operasional Peraturan

Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 139 – 14 (Advisory Circular

Casr Part 139-14), Standar Kompetensi Personel Bandar Udara.

Airmanship.indd 39 5/9/19 1:47 PM

Page 59: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

4 0 A I R M A N S H I P

c. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor KP 23

Tahun 2015 Tentang Petunjuk Teknis Peraturan Keselamatan

Penerbangan Sipil Bagian 139 – 02 (Staff Instruction Casr Part

139 – 02), Penguji Personel Bandar Udara.

C. AnTArA TEori DAn prAKTiK

Implementasi kebijakan publik atau pelaksanaan kebijakan publik

merupakan ilmu tentang administrasi publik, teori organisasi, mana-

jemen publik, dan ilmu politik (Field dan Sausman, 2004). Jenkins (1978)

menyatakan bahwa Implementasi kebijakan publik merupakan pema-

haman tentang perubahan kebijakan. Studi implementasi kebijakan

publik muncul pada 1970-an di Amerika Serikat, sebagai reaksi terha-

dap keprihatinan atas efektivitas program reformasi yang luas. Pada

akhir tahun 1960-an, telah terjadi pengambilan mandat politik di mana

pelaku politik dianggap menerapkan kebijakan sesuai dengan niat

pengambil keputusan (Hill dan Hupe, 2002).

Sedangkan Barrett (2004) menyatakan bahwa proses mengimple-

mentasikan kebijakan ke dalam tindakan menarik perhatian lebih,

karena kebijakan tampaknya tinggal harapan. Generasi pertama dari

studi implementasi, yang mendominasi sebagian besar tahun 1970- an,

ditandai dengan nada pesimis. Pesimisme ini dipicu oleh sejumlah

studi kasus yang dicontohkan dari kegagalan implementasi. Studi dari

Derthick (1972), Pressman dan Wildavsky (1973), dan Bardach (1977)

adalah yang paling populer pada saat itu.

Sementara pendekatan teori pada generasi pertama tidak tepat

sasaran dari studi implementasi kebijakan publik, sehingga muncul

generasi kedua mulai mengajukan berbagai macam kerangka teoritis

dan hipotesis. Periode ini ditandai dengan perdebatan antara apa yang

kemudian dikenal dengan top-down dan bottom-up pendekatan untuk

pelaksanaan penelitian (Fisher dkk., 2007). Pendekatan top-down, di-

wakili oleh para sarjana seperti Meter dan Horn (1975), Nakamura dan

Airmanship.indd 40 5/9/19 1:47 PM

Page 60: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

H U B U N G A N A I R M A N S H I P D E N G A N K E C E L A K A A N P E N E R B A N G A N 4 1

Smallwood (1980) atau Mazmanian dan Sabatier (1983). Para peneliti

top down memahami implementasi sebagai “centrally-defined policy

intentions”.

Para peneliti yang tergabung dalam bottom-up, seperti Lipsky (1971,

1980), Ingram (1977), Elmore (1980), atau Hjern dan Hull (1982) bukan

menekankan bahwa implementasi terdiri dari strategi pemecahan

masalah sehari-hari “ street-level bureaucrats” (Lipsky, 1980).

Generasi ketiga para peneliti implementasi mencoba untuk men-

jembatani kesenjangan antara top-down dan pendekatan bottom- up

dengan memasukkan wawasan kedua kubu dalam model teoretis

mereka (Fisher dkk., 2007). Pada saat yang sama, tujuan menyatakan

diri sebagai peneliti generasi ketiga adalah untuk menjadi lebih ilmiah

dibandingkan dengan dua sebelumnya dalam pendekatan untuk mem-

pelajari implementasi kebijakan publik (Goggin dkk., 1990). Para ahli

generasi ketiga lebih menekankan dan menentukan hipotesis yang

jelas, menemukan operasionalisasi yang tepat dan menghasilkan

pengamatan empiris yang memadai untuk menguji hipotesis tersebut.

Namun, sebagai pengamat seperti DeLeon (1999) dan O’Toole (2000)

mencatat bahwa sejauh ini hanya beberapa studi yang mengikuti

pendekatan tersebut.

Pandangan para ahli mengenai implementasi kebijakan publik

memiliki benang merah yang erat satu sama lain dengan perumusan

kebijakan. Implementasi dipandang sebagai wujud penyediaan wadah

untuk melakukan suatu kebijakan yang mempunyai konsekuensi atau

dampak/akibat terhadap sesuatu. Implementasi dapat diartikan seba-

gai tindakan yang dilakukan setelah kebijakan ditetapkan maupun

cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuan. Tanpa implemen-

tasi kebijakan tidak akan dapat mewujudkan hasil sesuai harapan dan

sering kali terjadi beragam interpretasi atas tujuannya. Untuk itu

implementasi kebijakan publik perlu untuk diawasi demi kepentingan

bersama.

Implementasi yang merupakan terjemahan dari kata “implemen-

tatiom”, berasal dari kata kerja “to implement”. Menurut Webster’s

Airmanship.indd 41 5/9/19 1:47 PM

Page 61: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

4 2 A I R M A N S H I P

Dictionary (dalam Tachan (2008), kata to implement berasal dari baha-

sa Latin “implementum” dari asal kata “impere” dan “plere”. Kata “im-

plore” dimaksudkan “to fill up”,”to fill in”, yang artinya mengisi penuh;

melengkapi, sedangkan “plere” maksudnya “to fill”, yaitu mengisi.

Apabila pengertian implementasi di atas dirangkaikan dengan

kebijakan publik, maka kata implementasi kebijakan publik dapat

diartikan sebagai aktivitas penyelesaian atau pelaksanaan suatu ke-

bijakan publik yang telah ditetapkan/disetujui dengan penggunaan

sarana (alat) untuk mencapai tujuan kebijakan.

Ahli kebijakan yang lebih memfokuskan model implementasi

kebijakan dalam perspektif bottom up adalah Adam Smith. Menurut

Smith (1973) implementasi kebijakan merupakan suatu proses yang

harus dilalui. Model Smith ini memandang proses implementasi kebi-

jakan publik dari persfektif perubahan sosial dan politik, untuk meng-

ubah dan membentuk masyarakat ke arah yang lebih baik.

DeLeon (2001) menyimpulkan bahwa implementasi kebijakan pu-

blik dapat digolongkan tiga generasi yaitu: Generasi pertama, yaitu

pada tahun 1970-an, dengan mengartikan implementasi kebijakan

sebagai kegitan yang terjadi di antara kebijakan dan eksekusinya. Pada

generasi ini pelaksanaan kebijakan berdekatan dengan pedoman pen-

gambilan keputusan di ruang publik. Generasi kedua, tahun 1980-an,

adalah generasi yang menganalisis perspektif implementasi yang

bersifat dari atas ke bawah (top-downer perspective). Perspektif ini

mengutamakan tugas birokrasi untuk melaksanakan kebijakan yang

telah ditetapkan penguasa yang diiringi dengan konsep dari bawah ke

atas (bottom-upper). Generasi ketiga, 1990-an, memopulerkan pemiki-

ran bahwa variabel tindakan dari pelaksana kebijakan yang lebih

mengutamakan keberhasilan. Pada saat yang sama, muncul pendeka-

tan kontijensi atau situasional dalam implementasi kebijakan banyak

didukung oleh penyesuaian terhadap kepentingan bersama.

Meter dan Horn (1975) mendefinisikan implementasi kebijakan

publik sebagai kegiatan-kegiatan karena dampak dari kesepakatan

sebelumnya. Tindakan-tindakan ini merupakan usaha-usaha untuk

Airmanship.indd 42 5/9/19 1:47 PM

Page 62: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

H U B U N G A N A I R M A N S H I P D E N G A N K E C E L A K A A N P E N E R B A N G A N 4 3

mengubah keputusan-keputusan menjadi tindakan-tindakan secara

teknis yang dibatasi dengan waktu yang ditetapkan. Makna imple-

mentasi menurut Mazmanian dan Sabatier (1983) adalah memahami

dengan pasti suatu program yang telah dirumuskan dan mendapatkan

perhatian khusus untuk kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan yang

timbul sesudah disahkannya pedoman-pedoman kebijaksanaan ter-

sebut yang mencakup pengawasan dan evaluasi.

Penjelasan-penjelasan implementasi di atas secara praktis dapat

disimpulkan bahwa implementasi kebijakan tidak dapat dilaksanakan

sebelum ada tujuan dan kesepakatan. Pada dasarnya implementasi

merupakan suatu proses kegiatan atau tindakan yang dilaksanakan

oleh oknum atau golongan yang bermaksud untuk mencapai suatu

gagasan atau tujuan.

Teori implementasi kebijakan Edward III (1980) berpandangan

bahwa implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu:

1. Komunikasi, yang meliputi transmisi, konsistensi dan kejelasan.

Jika implementasi kebijakan ingin berlangsung efektif, maka pe-

tunjuk-petunjuk dan perintah-perintah pelaksanaan kebijakan

harus konsisten dan jelas.

2. Sumber-sumber, yang meliputi sumber daya manusia/staf yang

memadai dan keahlian-keahlian yang baik untuk melaksanakan

tugas-tugas, wewenang serta fasilitas-fasilitas yang dapat menun-

jang pelaksanaan pelayanan publik.

3. Kecenderungan-kecenderungan atau tingkah laku-tingkah laku.

Kecenderungan dari para pelaksana mempunyai konsekuensi-kon-

sekuensi penting bagi implementasi kebijakan yang efektif. Jika

para pelaksana bersikap baik terhadap suatu kebijakan tertentu

yang dalam hal ini berarti adanya dukungan, kemungkinan besar

mereka melaksanakan kebijakan sebagaimana yang diinginkan

oleh para pembuat keputusan awal.

4. Struktur Birokrasi. Birokrasi merupakan salah satu badan yang

paling sering bahkan secara keseluruhan menjadi pelaksana kebi-

jakan, baik itu struktur pemerintah dan juga organisasi swasta.

Airmanship.indd 43 5/9/19 1:47 PM

Page 63: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

4 4 A I R M A N S H I P

Sitorus (2007) menguraikan penjelasan Edwards III tentang faktor-

faktor yang memengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan pub-

lik, sebagai berikut:

1. Komunikasi yang diterima oleh para pelaksana kebijakan (street

level-bureaucrats) harus jelas dan tidak membingungkan.

2. Sumber daya (resources) material. Sumber daya material merupa-

kan fasilitas, yang diharapkan dapat mendukung pelaksanaan

suatu peraturan hukum.

3. Unsur pelaksana yaitu staf/pegawai yang mencakup, memadai,

kompeten di bidangnya yang disertai wewenang formal termasuk

mentalitas petugas dalam melaksanakan (menerapkan) suatu

peraturan perundang-undangan atau kebijakan.

4. Struktur birokrasi (bureaucratic structure) untuk memanfaatkan

sumber-sumber daya manjadi efektif.

Keberhasilan implementasi kebijakan menurut Grindle (1980) di-

pengaruhi oleh dua variabel besar, yakni isi kebijakan (content of po-

licy) dan lingkungan implementasi (context of implementation).Varia-

bel tersebut mencakup sejauh mana kepentingan kelompok sasaran

atau target grup termuat dalam isi kebijakan, jenis manfaat yang di-

terima oleh target grup, perubahan yang diinginkan dari sebuah kebi-

jakan, apakah letak sebuah program sudah tepat dan apakah sebuah

program didukung oleh sumber daya yang memadai. Sedangkan

menurut Mazmanian dan Sabatier (1983) ada tiga kelompok variabel

yang memengaruhi keberhasilan implementasi, yaitu: karakteristik

dari masalah (tractability of the problems), karakteristik kebijakan/

undang-undang (ability of statute to structure implementation) dan

variabel lingkungan (nonstatutory variables affecting implementation).

Variabelyangmemengaruhikeberhasilanimplementasikebijakan

pada dasarnya terfokus pada lingkungan. Pandangan Meter dan Horn

(1975), menyatakan ada lima variabel yang memengaruhi kinerja im-

plementasi kebijakan yaitu: 1) standar dan sasaran kebijakan; 2) sum-

ber daya; 3) komunikasi antar organisasi dan penguatan aktivitas; 4)

Airmanship.indd 44 5/9/19 1:47 PM

Page 64: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

H U B U N G A N A I R M A N S H I P D E N G A N K E C E L A K A A N P E N E R B A N G A N 4 5

karakteristik agen pelaksana dan kondisi sosial; dan 5) ekonomi dan

politik.

Namun untuk mendapatkan hasil implementasi kebijakan yang

dimaksud, diperlukan sebuah proses untuk mencapai tujuan imple-

mentasi tersebut. Sebuah kamus umum mendefinisikan proses seba-

gai “sebuah rangkaian tindakan yang secara definitif berkaitan dengan

tujuan”, sehingga sebuah proses tidak dapat lagi dikaitkan dengan

segala tindak tanduk sosial. Dalam kebanyakan referensi ilmu politik,

disebutkan bahwa sebuah proses difokuskan pada: siapa mereka;

bagaimana mereka bekerja; apa yang mereka hasilkan; dan bagaima-

na mereka berhubungan.

Menurut Jones (1996) kebijakan sering menjadi persaingan politik

untuk mencapai sesuatu tujuan, program, keputusan, hukum, propo-

sal, patokan dan maksud besar tertentu, sehingga acuan yang bersifat

umum tidak dimiliki oleh studi proses kebijakan. Maka untuk menda-

pat acuan agar implementasi kebijakan dapat dilaksanakan, sebuah

definisi diperlukan untuk membantu menentukan apa yang hendak

dicari dan dicapai oleh kebijakan. Lebih lanjut akan dibahas beberapa

definisi tentang kebijakan yang telah didefinisikan oleh para ahli.

Eulau dan Prewith (1973) menyatakan bahwa Policy is defined as a

“standing decision” characterized by behavioral consistency and repeti-

tiveness on the part of those who make it and those who abide it. Kebi-

jakan adalah “keputusan tetap” yang dicirikan oleh konsistensi dan

pengulangan tingkah laku dari mereka yang membuat dan dari mere-

ka yang mematuhi keputusan tersebut.

Nakamura dan Smallwood (1980) sebagaimana dirangkum dalam

Philip Doty, Federal Information Policy, What is [Public] Policy, INF

390N.1,SchoolofInformationUniversityofTexas,Austin:

A policy can be thought of as a set of instructions from policy makers

to policy implementers that spell out both goals and the means for

achieving those goals and policies imply theories. Whether stated

explicitly or not policies point to a chain of causation between initi-

al conditions and future consequences. Artinya bahwa sebuah ke-

Airmanship.indd 45 5/9/19 1:47 PM

Page 65: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

4 6 A I R M A N S H I P

bijakan dapat dianggap sebagai satu set instruksi dari para pem-

buat kebijakan untuk pelaksana kebijakan yang menguraikan baik

tujuan dan sarana untuk mencapai tujuan-tujuan dan kebijakan

yang menyiratkan teori. Apakah dinyatakan secara eksplisit atau

tidak kebijakan menunjuk rantai sebab-akibat antara kondisi awal

dan konsekuensi di masa depan.

Definisi ini menimbulkan masalah tentang kebijakan, apakah

kebijakan tersebut dapat dilaksanakan, dan siapa yang dapat melak-

sanakan, apa tujuan dilaksanakan, serta berapa lama kebijakan terse-

but masih berlaku.

Dunia yang penuh misteri dan permasalahan ini dapat dipecahkan

melalui kajian dan penggunaan pemikiran yang logis. Pandangan ini

membentuk latar belakang pertumbuhan pendekatan kebijakan. Ga-

gasan Newton mengenai hukum gerak planet menjadi model bagi

upaya mempelajari masyarakat. Jadi perkembangan ilmu kebijakan

dapat dipetakan dari segi keinginan untuk mendapatkan knowledge

governance, yaitu perkumpulan fakta dan “pengetahuan” mengenai

persoalan untuk merumuskan “solusi yang lebih baik”

Implementasi kebijakan publik di sektor penerbangan nasional

merupakan elemen penting dalam kehidupan berbangsa, terutama

peningkatan rasio keselamatan penerbangan. Peranan transportasi

udara sebagai suatu aktivitas pelayanan publik dewasa ini begitu

pentingnya, sehingga media pesawat udara telah menjadi sarana bagi

kegiatan di berbagai sektor kehidupan yang mementingkan aspek

kecepatan. Oleh karena itu, seiring dengan perkembangan industri

dan bisnis penerbangan di Indonesia hal yang sangat penting untuk

ditingkatkan adalah kemampuan sumber daya manusia di bidang

teknologi aeronautika, mulai dari keterampilan dan pengetahuan,

perencanaan, pengoperasian, perawatan dan peningkatan kemampu-

an teknologi aeronautika para pimpinan di lembaga pemerintahan,

khususnya pengawasan dalam peningkatan keselamatan penerbang-

an sesuai aturan penerbangan nasional maupun internasional.

Airmanship.indd 46 5/9/19 1:47 PM

Page 66: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

H U B U N G A N A I R M A N S H I P D E N G A N K E C E L A K A A N P E N E R B A N G A N 4 7

Proses implementasi dalam pembuatan keputusan kebijakan pub-

lik perlu dianalisis antara perumusan kebijakan dan implementasi,

akan tetapi kedua hal tersebut saling berkaitan satu sama lain. Kepu-

tusan akan memengaruhi implementasi dan implementasi di tahap

awal akan memengaruhi tahap pembuatan keputusan selanjutnya,

yang pada akhirnya memengaruhi keseluruhan implementasi. Oleh

karena itu, pembuatan keputusan bukanlah suatu proses yang bersi-

fat pasif, namun merupakan suatu proses yang memiliki sinyal pe-

nunjuk arah atau dorongan awal atau percobaan awal yang akan

mengalami revisi dan diberi spesifikasi. Sebagaimana dijelaskan oleh

Parsons (2005) yang menyatakan ketika tujuan umum dari suatu or-

ganisasi telah ditentukan, itu bukan berarti bahwa proses keputusan

telah selesai. Tugas memutuskan ada di seluruh bagian administrasi

organisasi.

Pemilihan keputusan merupakan suatu siklus kebijakan, misalnya

mengenai apa yang bisa digolongkan sebagai permasalahan, informa-

si dan data apa yang digunakan untuk pemilihan strategi untuk me-

mengaruhi agenda kebijakan; pemilihan alternatif kebijakan; penen-

tuan alternatif; pemilihan tujuan; pemilihan teknik mengimplemen-

tasikan; pemilihan cara mengevaluasi kebijakan- kebijakan. Setiap

tahapan tersebut terdapat suatu proses pembuatan keputusan. Bebe-

rapa keputusan mempertimbangkan nilai dan distribusi sumber daya

melalui perumusan kebijakan, atau melalui pelaksanaan program. Akan

tetapi proses kebijakan ini bukan hanya sangat bervariasi. Kerangka

pemikiran yang digunakan dalam proses ini juga secara multidimensi

dan multidisiplin.

Keputusan juga dipengaruhi oleh perilaku organisasi. Menurut

Luthan (2006) bahwa perilaku organisasi dipengaruhi oleh tiga kom-

ponen yaitu nilai, sikap, dan kepribadian kerja. Nilai adalah sesuatu

yang memungkinkan individu atau kelompok sosial membuat kepu-

tusan mengenai apa yang ingin dicapai atau sebagai sesuatu yang

dibutuhkan. Secara dinamis, nilai dipelajari dari produk sosial dan

secara perlahan diinternalisasikan oleh individu serta diterima sebagai

Airmanship.indd 47 5/9/19 1:47 PM

Page 67: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

4 8 A I R M A N S H I P

milik bersama dengan kelompoknya. Nilai ialah standar konseptual

yang relatif stabil, di mana secara eksplisit maupun implisit membim-

bing individu dalam menentukan tujuan yang ingin dicapai serta ak-

tivitas dalam rangka memenuhi kebutuhan psikologi. Sikap adalah

pernyataan evaluatif terhadap objek, orang, atau peristiwa.

Hal ini mencerminkan perasaan seseorang terhadap sesuatu. Ke-

pribadian kerja adalah keseluruhan cara seorang individu bereaksi dan

berinteraksi dengan individu lain di dalam melaksanakan pekerjaannya.

Kepribadian paling sering dideskripsikan dalam istilah sifat yang bisa

diukur yang ditunjukkan oleh seseorang.

Menurut Luthan (2011) bahwa perilaku organisasi sangat berperan

dalam kemajuan organisasi tersebut. Luthan menjelaskan bahwa tek-

nologi dapat dibeli dan disalin, tetapi perilaku manusia tidak demiki-

an. Meskipun dimungkinkan untuk mengkloning tubuh manusia, nilai-

nilai budaya ide, kepribadian, motivasi, dan organisasi mereka tidak

dapat disalin. Luthan juga menjelaskan bahwa sumber daya manusia

dari suatu organisasi dan bagaimana mereka berhasil mewakili keung-

gulan kompetitif dari organisasi saat ini dan masa yang akan datang.

Sebuah studi baru-baru ini lebih dari tiga ratus perusahaan selama

lebih dari 20 tahun memberikan bukti untuk pernyataan ini. Para

peneliti menemukan bahwa manajemen sumber daya manusia mela-

lui pelatihan yang ekstensif dan teknik seperti pemberdayaan meng-

hasilkan keuntungan kinerja, tetapi inisiatif operasional seperti total

kualitas manajemen atau teknologi manufaktur tidak maju.

D. AnTArA MAnuSiA DAn BiroKrASi

Weber (1864-1920) merupakan salah satu perintis utama studi menge-

nai organisasi yang berkebangsaan Jerman. Weber memodelkan sebu-

ah birokrasi sebagai tipe yang paling tepat. Model yang dikembangkan

oleh Weber itu tipe ideal karena kenyataannya tidak akan ada yang

dapat mengikutinya. Akan tetapi bagaimana birokrasi mendekati ka-

rakteristik yang tepat menjadi tolak ukur dari tingkat efisiensinya

Airmanship.indd 48 5/9/19 1:47 PM

Page 68: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

H U B U N G A N A I R M A N S H I P D E N G A N K E C E L A K A A N P E N E R B A N G A N 4 9

dapat dicapai secara maksimum? Di mana prinsip-prinsip Weber1, se-

cara garis besar dapat dipilah menjadi dua, yaitu prinsip-prinsip struk-

tural dan prinsip-prinsip prosesual. Prinsip struktural menunjukan

beberapa hal penting. Pertama, pekerjaan bukan merupakan sesuatu

yang sederhana dan sepele. Pekerjaan dimodelkan dengan pemikian

yang logis. Kedua, segala sesuatu kemudian menjadi bersifat umum

dan tegas. Para pelaksana kebijakan dapat digantikan dengan yang

lain karena fungsi dan tugas yang jelas. Prinsip ini mengutamakan

pada aspek struktural dan aspek administratif dari organisasi.

Selain aspek struktural terdapat pula aspek prosesual. Akar dan

model birokrasi sebagaimana dikemukakan oleh Weber adalah pada

konsep otoritas dan kekuasaan yang sah untuk melakukan kontrol.

Posisi-posisi dalam organisasi memberikan kepada orang-orang yang

menduduki posisi tersebut hak dan tanggung jawab. Itu berarti bahwa

1 Tipe ideal birokrasi sebagaimana dikemukakan oleh Weber memiliki prinsip- prinsip sebagai berikut:

1. Peraturan atau aturan yang ada di dalam birokrasi sangat jelas dan tegas sekali.

2. Hal yang demikian diperlukan dalam birokrasi terutama untuk menegakkan ketertiban dan kelangsungan dari birokrasi itu sendiri.

3. Terdapat ruang lingkup kompetensi yang jelas. Orang-orang dalam birokrasi memiliki tugas-tugas dan pekerjaan yang dirumuskan secara jelas dan tegas, serta memiliki ke-wenangan yang diperlu- kan untuk melaksanakan tugas-tugas atau pekerjaan yang di-berikan itu. Jadi prinsip pembagian kerja (division of labour) merupakan aspek integral dari birokrasi.

4. Sumber dari otoritas atau kewenangan adalah ketrampilan teknis, kompetensi dan ke-ahlian(expertise).Inimerupakanukuranyangobjektifdanberlakubagisiapapunyangmemenuhi kualifikasi dan persyaratan yang ada dapat dipromosikan pada suatu jabat-an atau posisi tertentu dalam birokrasi.

5. Para pelaksana atau staf administrasi secara tegas dipisahkan dari para pemilik modal atau alat pro- duksi. Pemilikan alat produksi dan modal dipisahkan dari kepemimpin-an ini dilakukan sebagai upaya untuk dapat membuat keputusan yang rasional dan objektif.

6. Prinsip hirarkhi menunjukkan bahwa tiap-tiap bagian yang lebih rendah posisinya, se-lalu berada di bawah perintah dan selalu dibawah pengawasan dari posisi yang lebih tinggi. Garis komunikasi lebih bersifat vertikal dari pada bersifat horisontal.

7. Tindakan-tindakan, keputusan-keputusan dan aturan-aturan semuanya diadministra-sikan dan diarsipkan secara tertulis. Proses pelaksanaan fungsi organisasi merupakan sesuatu yang dapat diketahui oleh siapapun dan bersifat publik.

Airmanship.indd 49 5/9/19 1:47 PM

Page 69: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

5 0 A I R M A N S H I P

seseorang yang menerima suatu tugas atau pekerjaan, berarti kepa-

danya diberikan otoritas yang sah dan kemudian ia dapat mengguna-

kannya kepada pihak lain lagi yang berada di bawah posisinya. Dalam

pandangan Weber terdapat tiga sumber otoritas yang dimiliki seseo-

rang, yaitu otoritas tradisional, otoritas kharismatik, dan otoritas bi-

rokratis. Pimpinan dalam birokrasi memiliki sumber otoritas pada

keahlian dan keterampilan tertentu. Otoritas yang demikian merupa-

kan otoritas yang sah dan diperoleh melalui persyaratan dan kualifi-

kasi yang jelas.

Dalam pandangan Weber, jika suatu organisasi memiliki dasar-

dasar berupa prinsip-prinsip sebagaimana dikemukakannya di atas,

maka organisasi itu akan dapat mengatasi ketidakefisienan dan keti-

dakpraktisan yang sangat tipikal, yang ditemukan pada banyak orga-

nisasi pada masa itu. Pada sisi yang lain, Weber melihat bahwa biro-

krasi merupakan bentuk paling efisien dari suatu organisasi dan me-

rupakan instrumen yang paling efisien dari kegiatan administrasi

berskala besar.

Taylor (1856-1915), memiliki pemikiran dan analisis tentang masalah

peningkatan produktivitas pekerja yaitu pemikiran mengenai adanya

cara terbaik untuk melaksanakan pekerjaan. Pemikiran Taylor ini meng-

gabungkan sejumlah gagasan tentang manajemen. Pertama, gagasan

bahwa pekerjaan dapat dianalisis secara ilmiah. Pemahaman tentang

waktu dan kegiatan yang detail akan dapat menghasilkan pekerjaan

yang baik. Kedua, perlunya standardisasi, proses seleksi, proses penem-

patan dan proses pelatihan agar pelaksanaan pekerjaan bisa mudah.

Sumbangan lain dari Taylor dengan manajemen ilmiahnya adalah ga-

gasan tentang pemisahan rencana dan pelaksanaan kegiatan. Ini ber-

pengaruh terhadap personel dalam konsep staf dan pimpinan.

Untuk mendapatkan hasil yang efisien, fungsi dan tugas organi-

sasi harus dibagi berdasarkan profesionalisme. Taylor menunjukkan

bahwa untuk mencapai profesionalisme maka dibutuhkan standardi-

sasi pekerjaan dan kemampuan. Untuk mencapai hal tersebut dibu-

tuhkan fungsi pengawasan. Pada saat itu, pengawasan fungsional dan

Airmanship.indd 50 5/9/19 1:47 PM

Page 70: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

H U B U N G A N A I R M A N S H I P D E N G A N K E C E L A K A A N P E N E R B A N G A N 5 1

pengawasan ganda (multiple supervision) ini telah menimbulkan kebi-

ngungan karena bertentangan dengan prinsip kesatuan dalam perin-

tah. Meskipun demikian, konsep tersebut dapat diterima di kalangan

manajemen. Gagasan pemikiran manajemen ilmiah ini berpengaruh

pada hasil kerja tingkat pekerja, pada tingkat organisasi seperti adanya

modifikasi dan penyesuaian-penyesuaian dari segi struktur organisa-

si.

Henri Fayol (1841-1925) merupakan salah satu dari beberapa perin-

tis teori organisasi yang sangat dikenal dan menghasikan karya dengan

judul General and Industrial Administration. Fayol mengembangkan

teori yang membahas dan mengkaji tentang pemecahan fungsional

kegiatan administrasi. Fayol berpendapat bahwa kegiatan administra-

si dapat dibagi dalam lima fungsi yaitu: Planning atau perencanaan,

Organizing atau pengorganisasian, Command atau perintah, Coordina-

tion atau koordinasi, dan Control atau pengawasan.

Robbins (2003) menjelaskan tentang perilaku organisasi sebagai

bidang studi yang mempelajari dampak perorangan, kelompok dan

struktur pada perilaku dalam organisasi dengan tujuan mengaplika-

sikan pengetahuan semacam itu untuk memperbaiki efektivitas orga-

nisasi. Perilaku organisasi adalah studi yang mengambil pandangan

mikro, memberi tekanan pada individu-individu dan kelompok-kelom-

pok kecil. Perilaku organisasi memfokuskan diri kepada perilaku di

dalam organisasi dan seperangkat prestasi dan variabel mengenai

sikap yang sempit dan kepuasan kerja dari para pegawai adalah yang

banyak diperhatikan (Robbins, 2003).

Perilaku Organisasi mendorong untuk menganalisis secara siste-

matik dan meninggalkan intuisi. Studi sistematik melihat pada hu-

bungan dan berupaya menentukan sebab dan akibat, serta menarik

kesimpulan berdasarkan bukti ilmiah. Sementara intuisi adalah pera-

saan yang tidak selalu didukung penelitian.

Luthans (2006) mengemukaan bahwa secara tradisional bidang

perilaku organisasi membahas stres dan konflik secara terpisah. Seca-

ra konseptual stres dan konflik adalah sama, interaksi individu kelom-

Airmanship.indd 51 5/9/19 1:47 PM

Page 71: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

5 2 A I R M A N S H I P

pok dan organisasi lebih berhubungan dengan konfilk. Anteseden stres

atau disebut stresor yang memengaruhi karyawan penyebabnya ber-

asal dari luar dan dalam organisasi, dari kelompok yang dipengaruhi

karyawan dan dari karyawan itu sendiri2

Dari berbagai definisi di atas, perilaku sebagai respons seseorang

yang ditunjukkan dalam tindakan maupun tanpa tindakan yang dapat

diubah sesuai dengan keinginan orang tersebut.

Perilaku manusia adalah seluruh tindakan atau aktivitas manusia,

yang diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2003). Perilaku dapat

terjadi karena proses kematangan dan interaksi dengan lingkungan.

Dalam proses pembentukan dan atau perubahan perilaku dipengaruhi

oleh beberapa faktor atau dimensi yang berasal dari dalam diri itu

sendiri, yaitu: kebiasaan, respons atau reaksi, stimulus dan sikap.

Sehingga dimensi perilaku yang akan digunakan dalam penelitian ini

adalah: kebiasaan, respons atau reaksi, stimulus dan sikap.

Dalam Ensiklopedi Amerika, perilaku diartikan sebagai suatu aksi

dan reaksi organisme terhadap lingkungannya. Pengertian yang ham-

pir sama juga ditemukan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1988),

yang mengartikan perilaku sebagai tanggapan atau reaksi individu

terhadap rangsangan atau lingkungan. Pengertian ini sama dengan

definisi perilaku menurut Skinner (2013), yaitu perilaku sebagai respons

atau reaksi seseorang terhadap stimulus, atau yang sering disebut

dengan teori S-O-R (stimulus-organisme-respons).

2 Perilaku organisasi dalam beberapa definisi sebagai berikut:

1. Perilaku organisasi menjelaskan perilaku dari orang-orang yang beroperasi dilevel indi-vidu, kelompok, atau organisasi.

2. Perilaku organisasi merupakan pendekatan multi disiplin yang menggunakan prinsip dari berb- agai ilmu.

3. Berorientasi pada manusia. Perilaku, persepsi, kemampuan, perasaan adalah penting bagi organi- sasi.

4. Berorientasi kinerja. Tentang bagaimana kinerja ditingkatkan.5. Lingkungan luar organisasi berpengaruh pada organisasi.6. Metode ilmiah sangat penting untuk mengenali perilaku organisasi secara sistematis.7. Perilaku organisasi orientasi aplikasi yang berbeda. Perhatiannya adalah pada menyedi-

akan jawa- ban tentang permasalahan organisasi.

Airmanship.indd 52 5/9/19 1:47 PM

Page 72: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

H U B U N G A N A I R M A N S H I P D E N G A N K E C E L A K A A N P E N E R B A N G A N 5 3

Artinya, reaksi, tanggapan, respons yang ditunjukkan seseorang

akibat adanya rangsangan yang diterima orang tersebut itulah yang

disebut dengan perilaku. Atau dengan kata lain, seseorang tidak akan

menunjukkan perilakunya apabila tidak ada rangsangan yang ia

terima.

Skinner membagi dua jenis respons, pertama responden respons

yaitu respons yang ditimbulkan oleh stimulus tertentu dan menim-

bulkan respons yang relatif tetap, kedua operant respons yaitu respons

yang timbul dan berkembang diikuti oleh stimulus yang lain. Skinner

juga membagi dua kelompok perilaku manusia, yaitu perilaku tertutup,

yaitu perilaku yang tidak dapat diamati oleh orang lain. Contoh: pe-

rasaan, persepsi, perhatian. Perilaku terbuka, yaitu perilaku yang dapat

diamati oleh orang lain berupa tindakan atau praktik.

Secara umum perilaku dapat diartikan sebagai segala perbuatan

atau tindakan yang dilakukan oleh makhluk hidup, baik tindakan itu

bersifat aktif (konkrit dapat dilihat dan dirasakan oleh orang lain),

maupun yang bersifat pasif (tanpa tindakan nyata atau konkrit). Hal

ini dapat diartikan bahwa perilaku bukan hanya ketika seseorang

memberi respons atas stimulus yang ia terima saja, melainkan diam-

nya seseorang, sekalipun ia diberi stimulus juga merupakan perilaku

orang tersebut.

Kwick (1974) mendefinisikan perilaku sebagai tindakan atau per-

buatan suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dipelajari.

Definisi Kwick memberi ruang kepada setiap orang untuk dapat me-

maknai perilaku orang lain atas berbagai hal yang dilakukan oleh orang

yang ia amati. Apabila setelah dipelajari dalam rentang waktu terten-

tu, orang yang diamati menunjukkan perilaku yang sama secara ber-

ulang, maka itulah perilaku orang tersebut. Pengertian atau definisi

yang dikemukakan Kwick, sering ditemukan dalam kehidupan sehari-

hari, apakah di tempat kerja, di rumah atau dalam kegiatan apa saja

yang dilakukan seseorang secara berulang. Misalnya, seseorang yang

setiap kali diskusi memprotes atau menunjukkan ketidaksenangan

apa yang sedang didiskusikan, maka orang lain akan mudah menyim-

Airmanship.indd 53 5/9/19 1:47 PM

Page 73: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

5 4 A I R M A N S H I P

pulkan tindakan yang dilakukan secara berulang-ulang sebagai peri-

laku orang tersebut.

Pada hakikatnya perilaku manusia terbentuk karena adanya kebu-

tuhan dan juga tuntutan. Menurut Maslow (1984) manusia memiliki

lima kebutuhan dasar, yakni:

1. Kebutuhan fisiologis/biologis, yang merupakan kebutuhan pokok

utama, yaitu H2, H2O, cairan elektrolit, makanan, dan seks. Apa-

bila kebutuhan ini tidak terpenuhi akan terjadi ketidakseimbang-

an fisiologis.

2. Kebutuhan rasa aman terhindar dari pencurian, penodongan, pe-

rampokan, konflik, tawuran, kerusuhan, peperangan, sakit maupun

penyakit serta rasa aman memperoleh perlindungan hukum.

3. Kebutuhan mencintai dan dicintai, seperti mendambakan kasih

sayang/cinta kasih orang lain baik dari orangtua, saudara, teman,

kekasih dan ingin diterima oleh kelompok tempat ia berada.

4. Kebutuhan harga diri, seperti ingin dihargai dan menghargai orang

lain, adanya respek atau perhatian dari orang lain, serta toleransi

atau saling menghargai dalam hidup berdampingan.

5. Kebutuhan aktualisasi diri, seperti ingin dipuja atau disanjung oleh

orang lain, ingin sukses atau berhasil dalam mencapai cita- cita

serta ingin menonjol dan lebih dari orang lain, baik dalam karier,

usaha, dan kekayaan.

Dalam dunia penerbangan, perilaku manusia khususnya penerbang

dapat dipandang sebagai suatu sistem di dalam sistem. Sebagai pe-

nerbang ia bertanggung jawab dalam proses penerbangan tetapi juga

sebagai manusia yang bebas. Dengan kata lain, seorang penerbang

merupakan bagian dari kru pesawat atau sistem pesawat, dan sebagai

manusia atau organisme dengan sistem psikofisiknya (Mustopo, 2011).

Lebih jauh dijelaskan bahwa posisi penerbang sebagai bagian

sistem sangat berkaitan dengan sistem kerja mesin, sehingga dalam

menjalankan tugasnya tidak dapat dipisahkan dari pesawat yang

identik dengan sub-sistem mesin. Sebagai sub-sistem mereka harus

Airmanship.indd 54 5/9/19 1:47 PM

Page 74: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

H U B U N G A N A I R M A N S H I P D E N G A N K E C E L A K A A N P E N E R B A N G A N 5 5

dapat bekerja layaknya mesin yang efisien, efektif, dan terpelihara

kualifikasinya. Kondisi ini mempunyai konsekuensi yang berat untuk

saling membutuhkan pada sistem kerja yang dipersyaratkan bagi

penerbang. Penerbang diharuskan memiliki ability untuk menangani

tugas-tugasnya. Sedangkan posisi penerbang sebagai organisme ma-

nusia menuntut kesediaannya (availability) untuk menjalankan tugas-

tugasnya. Availability ini tidak terlepas dari masalah motivasi serta

mekanisme psikologis maupun fisiologis.

Sebagai hasil dari motivasi dan mekanisme psikofisiologis, tentu-

nya penerbang tak terhindarkan dari problem-problem manusia pada

umumnya. Ia terbuka terhadap pengaruh dan tekanan (stress) dari

lingkungannya, baik yang langsung berhubungan dengan tugasnya

sebagai penerbang, seperti risiko bahaya, prosedur yang harus diikuti

secara ketat, beban kerja dan relasi antar rekan kerja. Terkadang juga

pengaruh dari lingkungan di luar pekerjaannya, seperti masalah keluar-

ga, ekonomi dan relasi sosial di masyarakat (Mustopo, 2011).

E. AnTArA KECErDASAn nALAr DAn jiwA

Kecerdasan emosi setiap orang berbeda-beda, tergantung dari kemam-

puannya dalam proses berinteraksi dengan manusia dan lingkungan-

nya. Goleman (1998) menjelaskan “emotional intelligence refers to the

capacity for recognizing our own feelings and those of others, for moti-

vating ourselves, and for managing emotions well in ourselvesand in

ourrelationships”. Pendapat ini mengungkapkan bahwa kecerdasan

emosi mengarah pada kapasitas pengenalan perasaan diri sendiri dan

orang lain, kapasitas memotivasi diri sendiri dan kapasitas mengelola

emosi dengan baik dalam diri sendiri dan dalam hubungan dengan

orang lain. Dulewicz (2000) menyatakan “Emotional intelligence is

about knowing what you are feeling, and being able to motivate yourse-

lf to get jobs done. I tissensing what others are feeling and handling re-

lationship effectively”.

Airmanship.indd 55 5/9/19 1:47 PM

Page 75: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

5 6 A I R M A N S H I P

Pendapat ini mengungkapkan bahwa kecerdasan emosi adalah

mengenai bagaimana seseorang mengetahui apa yang dirasakan yang

mampu memotivasi diri sendiri untuk bisa melakukan tugas-tugas

dengan lebih baik sehingga akan mampu menjalin hubungan yang

lebih baik dengan pihak lain. Stein dan Book (2004) mengemukakan

bahwa salah satu terobosan pemikiran kecerdasan emosi yang paling

penting terjadi pada tahun 1980, yang diteliti oleh seorang pakar psi-

kolog Israel kelahiran Amerika Dr. Reuven Bar-On.

Pengertian kecerdasan emosi menurut Bar-On sebagai serangkai-

an kemampuan kompetensi dan kecakapan untuk mengatasi tuntut-

an dan tekanan lingkungan. Mayer dan Salovey (1990) mendefinisikan

kecerdasan emosi merupakan kemampuan untuk mengenali perasaan,

memahami perasaan dan maknanya, membangkitkan perasaan untuk

membantu pikiran, dan mengendalikan perasaan secara mendalam

untuk perkembangan emosi dan intelektual.

Robbins (2003) menyatakan bahwa orang-orang yang mengenal

emosinya sendiri dan bagus dalam membaca emosi orang lain mung-

kin lebih efektif dalam pekerjaannya. Kecerdasan emosi mengacu

kepada satu keanekawarnaan dari keterampilan non kognitif, kemam-

puan dan kompetensi yang memengaruhi kemampuan seseorang

untuk berhasil dalam mengatasi tuntutan dan tekanan lingkungan.

Robbins dan Judge (2007) menyampaikan bahwa kecerdasan emosi

adalah kemampuan seseorang untuk mendeteksi dan mengelola isya-

rat-isyarat emosi dan informasi.

Kecerdasan emosi terdiri dari lima dimensi, yaitu: (i) kesadaran diri

sendiri, yaitu menyadari apa yang dirasakan; (ii) pengelolaan diri sen-

diri, yaitu kemampuan mengelola emosi dan desakan hati sendiri;

(iii) motivasi diri sendiri, yaitu kemampuan untuk bertahan meng-

hadapi kemunduran dan kegagalan; (iv) empati, yaitu kemampuan

untuk merasa bagaimana perasaan orang lain; dan (v) kecakapan so-

sial, yaitu kemampuan untuk menangani emosi orang lain.

Davis (2006) menjelaskan bahwa kecerdasan emosi adalah kemam-

puan mengenali, memahami, mengatur dan menggunakan emosi

Airmanship.indd 56 5/9/19 1:47 PM

Page 76: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

H U B U N G A N A I R M A N S H I P D E N G A N K E C E L A K A A N P E N E R B A N G A N 5 7

secara efektif. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dapat

dimungkinkan mengukur kecerdasan emosi seseorang. Davis menyam-

paikan tiga cara untuk mengukur kecerdasan emosi, yaitu (i) laporan

pengukuran diri, (ii) tes multi pengukur, dan (iii) tes penampilan.

Skala laporan pengukuran diri adalah dengan menanyakan kepada

orang yang mengikuti tes untuk melaporkan kemampuan, keteram-

pilan dan perilaku dengan menjawab beberapa pertanyaan. Dalam

pendekatan tes multi pengukur, pertanyaan tentang perilaku seseo-

rang dijawab oleh orang lain yang mengenalnya. Sedangkan tes pe-

nampilan, para penjawab tes diminta mencari tahu jawaban yang

tepat tentang masalah praktis, yang intinya untuk mendemonstrasikan

kemampuan untuk itu (Sandjojo, 2011).

Ivancevich, dkk. (2005) mendefinisikan kecerdasan emosi sebagai

kemampuan seseorang untuk sadar diri terhadap perasaannya, me-

ngelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengekspresikan empati dan

menangani hubungan dengan orang lain. Berdasarkan hasil temuan

penelitian, menunjukkan bahwa orang-orang yang memiliki kecerdas-

an emosi yang tinggi lebih sukses dalam keadaan tertentu di pekerja-

an. Cooper dan Sawaf (2001) menyatakan bahwa kecerdasan emosi

merupakan faktor yang menentukan sukses dalam karier dan organi-

sasi, termasuk: pembuatan keputusan, kepemimpinan, terobosan

teknis dan strategis, komunikasi yang terbuka dan jujur, kerja tim dan

hubungan saling memercayai, loyalitas konsumen serta kreativitas

dan inovasi.

Hein dan Yadav (2011) juga mendefenisikan kecerdasan emosi

dengan menyatakan “Emotional intelligence is the innate potential to

feel, use, communicate, recognize, remember, describe, identify, learn

from, manage, understand, and explain emotions.” Pendapat ini men-

jelaskan bahwa kecerdasan emosi sebagai potensi dari dalam diri se-

seorang untuk dapat merasakan, menggunakan, mengomunikasikan,

mengenal, mengingatkan, mendeskripsikan emosi.

Berdasarkan pada berbagai pendapat di atas, maka bisa dipahami

bahwa kecerdasan emosi merupakan kemampuan seseorang untuk

Airmanship.indd 57 5/9/19 1:47 PM

Page 77: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

5 8 A I R M A N S H I P

bisa mengenal dirinya sendiri dengan lebih baik dan mengenal orang

lain sehingga akan mampu menjalin sebuah hubungan yang harmonis

dengan orang lain.

Pengenalan diri sendiri maupun pengenalan pada orang lain ini

adalah pengenalan atas kemampuan dan kekurangan dalam diri yang

menyebabkan seseorang mampu beradaptasi ketika berinteraksi de-

ngan orang lain. Seseorang dengan potensi kecerdasan emosi yang

tinggi akan mampu mengenal dirinya sendiri, mampu berpikir rasional

dan berperilaku positif serta mampu menjalin hubungan sosial yang

baik karena didasari pemahaman emosi orang lain, yang berujung pada

kesuksesan pengendalian keadaan tertentu pada pekerjaannya.

Sedangkan efikasi diri merupakan bagian dari konsep diri berka-

itan dengan keyakinan tentang kemampuan diri untuk menangani

tugas secara efektif dalam mengambil tindakan tertentu (Baron dan

Byrne, 1984). Pada dasarnya efikasi diri tidak berkaitan langsung de-

ngan kemampuan, namun efikasi diri merupakan penilaian mengenai

apa yang akan diputuskan, tanpa terkait dengan kompetensi yang

dimiliki. Dalam pandangan Baron dan Byrne (1997) mengartikan efika-

si diri sebagai evaluasi kompetensi diri untuk melaksanakan pekerja-

an atau mengatasi suatu masalah.

Efikasi diri setiap orang berbeda tergantung dari pengetahuan dan

pengalaman yang dimilikinya. Efikasi diri biasanya akan muncul keti-

ka seseorang berada dalam tekanan yang berat. Bandura (1997) men-

jelaskan bahwa efikasi diri merupakan kemampuan umum yang dimi-

liki sesorang berupa kemampuan kognitif, sosial, dan emosi. Kemam-

puan tersebut harus dipertahankan melalui latihan yang direncanakan

secara efektif dan efisien. Bandura juga menyatakan bahwa setiap

orang memiliki kompetensi yang berbeda untuk mengatasi semua

masalah berdasarkan pemikiran dan analisisnya. Meningkatnya efika-

si diri didapatkan dari memotivasi individu secara kognitif untuk yang

diimplikasikan untuk sebuah tujuan yang hendak dicapai.

Penelitian yang dilakukan Schwartz dan Gottman (1976) menjelas-

kan bahwa kegagalan individu sering terjadi walaupun seseorang

Airmanship.indd 58 5/9/19 1:47 PM

Page 78: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

H U B U N G A N A I R M A N S H I P D E N G A N K E C E L A K A A N P E N E R B A N G A N 5 9

mengetahui kompetensinya. Hal tersebut menjelaskan bahwa efikasi

diri merupakan konsep yang berkaitan dengan kemampuan untuk

mengontrol keyakinan yang dimiliki seseorang.

Ada dua faktor yang memengaruhi efikasi diri, yaitu faktor inter-

nal dan eksternal. Intelegensi, kepribadian, pengetahuan tentang

dunia kerja, merupakan faktor internal. Sedangkan faktor eksternal

dalam efikasi diri meliputi: jenis pekerjaan, pendidikan orangtua, sta-

tus sosial ekonomi keluarga, harapan orangtua, pekerjaan yang di-

dambakan orangtua, stigma masyarakat terhadap pilihan jurusan,

gender dan pengaruh teman sebaya (Nawas dan Gilani, 2011).

Proses efikasi diri dipengaruhi oleh banyak faktor yang sebelumnya

berhubungan secara langsung maupun tidak. Proses efikasi diri dimu-

lai secara langsung sebelum sesorang mengambil tindakan atau ke-

putusan dalam mengawali tindakannya. Pada dasarnya seseorang

mengumpulkan informasi untuk dianalisis dan dipertimbangkan se-

belum mengambil keputusan. Hal ini tidak berhubungan dengan

kompetensi atau kemampuan individu, tetapi lebih pada bagaimana

mereka menilai atau meyakini serta menjabarkan seluruh kemampu-

annya untuk menyelesaikan tugas yang diberikan. Selanjutnya hasil

evaluasi menjadi pertimbangan utama yang digunakan untuk meng-

ambil keputusan.

Menurut Bandura (1977) ada empat sumber penting yang diguna-

kan individu dalam membentuk efikasi diri yaitu:

1. Performance Accomplishments. Keberhasilan yang didapatkan akan

meningkatkan efikasi diri yang dimiliki seseorang, sedangkan

kegagalan akan menurunkan efikasi dirinya. Apabila keberhasilan

yang didapatkan seseorang lebih banyak karena faktor-faktor di

luar dirinya, maka tidak akan membawa pengaruh terhadap pe-

ningkatan efikasi diri. Akan tetapi, apabila keberhasilan itu didapat

melalui hasil perjuangan sendiri, maka hal itu akan membawa

pengaruh terhadap peningkatan efikasi diri.

2. Various Experience. Meniru pengalaman keberhasilan orang lain

yang memiliki kemiripan dengan individu dalam mengerjakan

Airmanship.indd 59 5/9/19 1:47 PM

Page 79: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

6 0 A I R M A N S H I P

suatu tugas biasanya akan meningkatkan efikasi diri seseorang

dalam mengerjakan tugas yang sama. Efikasi tersebut didapat

seseorang yang kurang pengetahuan tentang kemampuan dirinya

sehingga melakukan tiruan. Namun efikasi diri yang didapat tidak

akan berpengaruh bila model atau hal yang diamati tidak memil-

ki kemiripan.

3. Verbal Persuasion. Informasi tentang kemampuan yang disampai-

kan secara verbal oleh seseorang yang berpengaruh dan digunakan

untuk meyakinkan seseorang bahwa ia cukup mampu melakukan

suatu tugas.

4. Emotional Arousal. Ketegangan dan stres yang terjadi dalam diri

seseorang ketika melakukan tugas sering diartikan sebagai suatu

kegagalan. Pada umumnya seseorang cenderung akan mengha-

rapkan keberhasilan dalam kondisi yang tidak diwarnai oleh kete-

gangan dan tidak merasakan adanya keluhan atau gangguan so-

mantik lainnya. Efikasi diri biasanya ditandai oleh rendahnya

tingkat stress dan kecemasan, sebaliknya efikasi diri yang rendah

ditandai oleh tingkat stress dan kecemasan yang tinggi pula.

Bandura (1997) menjelaskan bahwa dalam membentuk efikasi diri

akan melalui empat proses, yaitu: Pertama, proses kognitif seseorang

dalam menetapkan tujuan yang hendak dicapainya dipengaruhi ke-

mampuan diri, dan fungsi kognitif akan memungkinkan seseorang

untuk memprediksi kejadian-kejadian yang dialaminya yang akan

berakibat pada masa depannya. Kedua, proses motivasional seseorang

sebagian besar dihasilkan melalui kognitif. Yang akan memotivasi dan

menjadi tindakan antisipasi melalui pemikiran ke masa depan. Ketiga,

proses afektif yaitu keyakinan seseorang akan kemampuan dalam

mengatasi masalah memegang peranan penting dalam mengatur sta-

tus emosi. Keempat, seleksi yang berlangsung sepanjang kehidupan.

Berdasarkan penjelasan di atas dari sudut pandang profesi pilot,

dapat dikatakan bahwa efikasi diri seorang pilot merupakan keyakin-

an terhadap kemampuan diri, pemahaman untuk memperoleh kesuk-

Airmanship.indd 60 5/9/19 1:47 PM

Page 80: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

H U B U N G A N A I R M A N S H I P D E N G A N K E C E L A K A A N P E N E R B A N G A N 6 1

sesan dalam menyelesaikan tugas, pengumpulan informasi, menye-

leksi tujuan, perencanaan dan pemecahan masalah yang berkaitan

dengan pengambilan keputusan sesuai dengan jiwa Airmanship.

Apabila efikasi diri pilot rendah, maka ia akan mengalami kebimbang-

an dalam memutuskan tindakan yang harus segera dilakukan pada

keadaan tertentu dan tentunya akan dapat berdampak pada kemaju-

an karier.

Airmanship.indd 61 5/9/19 1:47 PM

Page 81: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

6 2 A I R M A N S H I P

Airmanship.indd 62 5/9/19 1:47 PM

Page 82: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

B a b I I I 6 3

Bab IIIDIBALIK MAKNA

AIRMANSHIP

Airmanship.indd 63 5/9/19 1:47 PM

Page 83: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

6 4 A I R M A N S H I P

A. MEngEnAL LEBih jAuh TEnTAng AirMAnShip

Dalam penelitian hubungan Airmanship pilot terhadap implementasi

kebijakan publik guna keselamatan penerbangan di Indonesia, meng-

haruskan penulis memahami teori tentang Airmanship tersebut. Air-

manship atau jiwa keudaraan harus dimiliki oleh seorang pilot. Me-

nurut Craig (1992) kecelakaan penerbangan sangat berhubungan de-

ngan Airmanship pilot. Kern (1997) menjelaskan bahwa elemen pada

Bangunan Airmanship terdiri dari empat struktur, enam pilar1 penge-

tahuan dan 6 sifat yang terdiri dari:

1. Judgment (penilaian) – Penilaian situasional dalam kondisi abnor-

mal dan darurat untuk mengambil keputusan. Penilaian merupa-

kan suatu sifat Airmanship yang harus terus dikembangkan. Se-

luruh elemen dari Airmanship akan mendukung penilaian yang

baik dalam pengambilan keputusan. Sebagaimana semua elemen

struktur bangunan mendukung atapnya. Kemampuan seorang

pilot dalam melaksanakan judgment (penilaian) secara teori dipe-

ngaruhi oleh tingkat kecerdasan emosi dan efikasi diri yang dimi-

liki pilot tersebut. Pernyatan tersebut didukung oleh teori kecer-

dasan emosi yang didefinisikan oleh Golemen (2000) yang menya-

1 6 Pilar Pengetahuan yang harus dipahami oleh pilot meliputi pengetahuan yang luas tentang pesawat, prosedur penerbangan, kemungkinan menghadapi situasi abnormal dan darurat, memahami kualitas sendiri dan kualitas anggota tim mereka, adalah:

1. Aircraft (pesawat) - Pilot harus memahami prosedur, teknik, dan limitasi dari pesawat.

2. Self (diri sendiri) – menyadari kebugaran fisik dan kemampuan terbang, meminimali-sasi kesalahan manusia, memiliki metode deteksi kesalahan dan teknik untuk mengu-rangi efek dari kesalahan

3. Team (tim) –mengetahui kemampuan dan batasan dari crew, ground staff, engineering and ATC, pengetahuan umum tentang karakteristik pesawat dan prosedur operasi.

4. Environment (lingkungan)– mengenal kondisi cuaca dan medan memahami lingkung-an organisasi, politis, regulasi, dan kondisi komersial.

5. Risks (risiko) – kemampuan mengidentifikasi dan menilai tingkat risiko memahami standarisasi organisasi yang diperuntukkan untuk menghindari/ mengurangi terjadi-nya risiko.

6. Mission (misi) - Corporate culture, philosophy and safety policies Organization’s safety management system

Airmanship.indd 64 5/9/19 1:47 PM

Page 84: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

D I B A L I K M A K N A A I R M A N S H I P 6 5

takan bahwa kecerdasan emosional merupakan rangkaian kemam-

puan atau kompetensi pribadi, berdasarkan tingkat emosi yang

memengaruhi seseorang dalam hal memilih keputusannya. Per-

nyataan tersebut juga didukung oleh teori efikasi diri yang dike-

mukakan oleh Baron dan Byrne (1991) yang mendefinisikan efikasi

diri merupakan pemahaman dan keyakinan seseorang tenyang

kompetensi atau kemampuannya untuk mengatasi segala perma-

salahan yang dihadapi.

2. Knowledge of Situational Awareness (kesadaran situasional) – me-

miliki pengetahuan untuk mengendalikan kesadaran situasional,

namun sama seperti penilaian, hal ini juga merupakan sifat yang

harus dikembangkan. Berdasarkan penjelasan tersebut maka Ke-

sadaran situasional pilot juga dipengaruhi oleh tingkat kecerdas-

an emosi dan efikasi dirinya.

3. In-depth Knowledge (pengetahuan) – pilot harus memiliki penge-

tahuan yang luas karena pengetahuan seorang pilot akan menja-

di sifat yang mendukung cara berpikir dalam proses Airmanship.

Sama dengan kesadaran situasional, pengetahuan pilot juga se-

cara teoretis dipengaruhi oleh tingkat kecerdasan emosi dan efi-

kasi dirinya.

4. Airmanship is founded on skills (keahlian). Secara teoretis, peneliti

dapat mengemukakan bahwa keahlian pilot dalam menerbangkan

pesawatnya akan dipengaruhi oleh tingkat efikasi diri pilot terse-

but.

5. Airmanship is founded on proficiency (kemampuan); baik keahlian

maupun kemampuan pilot meliputi hal-hal teknis dan non-teknis.

Secara teoretis, peneliti dapat mengemukakan bahwa kemampu-

an pilot dalam menerbangkan pesawatnya akan dipengaruhi

tingkat kecerdasan emosi dari pilot tersebut.

6. Discipline (disiplin) – Disiplin adalah tindakan yang tercermin be-

rupa sikap mental dan perbuatan atau tingkah laku perorangan,

golongan atau masyarakat berupa pelaksaan kegiatan berdasarkan

aturan, hukum, etika, dan norma serta kaidah yang ada (Yuspra-

Airmanship.indd 65 5/9/19 1:47 PM

Page 85: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

6 6 A I R M A N S H I P

tiwi, 1990). Secara teoretis sangat disiplin dipengaruhi oleh tingkah

laku atau perilaku seseorang, kelompok atau masyarakat. Pernya-

taan tersebut juga diperkuat oleh teori perilaku yang telah dija-

barkan sebelumnya yang dapat diartikan sebagai segala sesuatu

yang berkaitan dengan tingkah laku manusia, baik tindakan itu

bersifat aktif (konkrit dapat dilihat dan dirasakan oleh orang lain),

maupun yang bersifat pasif (tanpa tindakan nyata atau konkrit).

Disiplin merupakan landasan utama dari Airmanship, karena di-

siplin merupakan dasar untuk kemampuan dan kemauan mener-

bangkan pesawat dengan aman.

Berdasarkan penjelasan enam sifat Airmanship dan pendekatan

teori perilaku, kecerdasan emosi, dan efikasi diri maka penulis menge-

mukakan ada hubungan perilaku, kecerdasan emosi, dan efikasi diri

yang sudah diurai di bab sebelumnya dengan Airmanship pilot.

Untuk lebih memahami tentang Airmanship, maka peneliti akan

mengupas lebih dalam tentang bangunan Airmanship sebagaimana

diuraikan tersebut di atas. Namun terlebih dahulu, perlu diketahui

tentang apa itu dasar dan inti dari Airmanship.

B. MEnEMuKAn FiLoSoFi

Ketika akan menentukan Airmanship yang baik, kebanyakan pilot akan

mengalami kesulitan untuk mendefinisikannya. Istilah yang paling

umum dikemukakan adalah, “I know when I see it” atau “Saya tahu

ketika saya melihatnya” dalam Kern (1997). Namun istilah tersebut

tidak memberikan banyak pedoman bagi para pilot baru untuk men-

cari perbaikan. Adapun beberapa pilot senior akan mengatakan bahwa

untuk menjadi penerbang andal harus memiliki tangan yang baik (good

hand), penilaian (judgment), disiplin (discipline), akal sehat (common

sense), dan kesadaran situasional (situational awareness).

Akan tetapi tak seorang pilot pun tampaknya setuju dengan kon-

sep yang mencakup suatu Airmanship yang mutlak. Mungkin ketidak-

Airmanship.indd 66 5/9/19 1:47 PM

Page 86: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

D I B A L I K M A K N A A I R M A N S H I P 6 7

mampuan untuk definisi yang tepat dari Airmanship menggambarkan

masalah yang melampaui dari arti kata belaka. Sehingga perlu diper-

tanyakan, bagaimana caranya melatih untuk menjadi sesuatu yang

tidak dapat ditentukan dan mungkin tidak sepenuhnya dipahami?

Tanpa definisi yang baku tentang Airmanship, maka sangat rentan

terjadi kegagalan pemahaman atas pemahaman dasar-dasar Airman-

ship sebagai nilai yang harus dimiliki oleh seorang Pilot.

Kegagalan pemahaman dari dasar-dasar Airmanship terus berlan-

jut seiring dengan peningkatan teknologi dan pelatihan dasar pener-

bang yang dilakukan. Hal ini akan memiliki konsekuensi yang melam-

paui keselamatan pilot atau pesawat dan akan terjadi suatu kemun-

duran dalam penerapan nilai-nilai Airmanship.

Mengapa kecenderungan pilot saat ini terus melakukan kesalahan

yang berakibat mengancam keselamatan? Setidaknya bagian dari

masalah mungkin terletak pada ketidakmampuan pilot untuk berlaku

konsisten dalam mengintegrasikan keterampilan dan pengetahuan,

untuk menempatkan semuanya bersama-sama pada saat yang tepat

sehingga meningkatkan kondisi keselamatan penerbangan. Namun

ternyata ketidakmampuan tersebut bukan diakibatkan kurangnya

informasi. Melainkan karena tidak adanya definisi yang baku tentang

Airmanship sehingga pilot mengalami kesulitan untuk memahami

Airmanship dan melaksanakannya.

Saat ini banyak ditemukan jurnal internasional tentang kesela-

matan penerbangan yang menemukan adanya kecenderungan kela-

laian pilot yang berakibat kecelakaan penerbangan mulai dari skala

personil pilot sampai dengan kemampuan kesadaran situasional.

Sejak awal 1980-an, telah terjadi ledakan dalam studi aspek psi-

kologis penerbangan Provenmire (1989). Akan tetapi, pengetahuan ini

belum diterjemahkan ke dalam suatu bentuk yang signifikan dalam

aspek kesalahan dari dasar Airmanship. Sebuah studi penting oleh Dr.

Clay Foushee, seorang ahli internasional yang meneliti faktor manusia

dalam penerbangan, menemukan bahwa kegagalan dari kepandaian

penerbangan terjadi bukan karena kurangnya kemampuan atau kete-

Airmanship.indd 67 5/9/19 1:47 PM

Page 87: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

6 8 A I R M A N S H I P

rampilan, tetapi karena ketidakmampuan untuk mengkoordinasikan

keterampilan ke dalam program tindakan yang efektif termasuk bah-

wa satu atau lebih dari aspek-aspek dasar Airmanship mungkin hilang

dalam beberapa pilot (Fourshee, 1985).

Airmanship yang baik adalah tujuan utama mencapai keselamat-

an penerbangan, tetapi metode yang terbaik untuk mencapai Airman-

ship yang baik perlu dirumuskan secara baku, seperti pelatihan “rea-

listis”, pelatihan penilaian, kesadaran situasional, manajemen risiko,

Crew Resource Management (CRM), ergonomi dan kesadaran stres.

Sementara studi ini tentang hal ini telah menyebabkan demistifikasi

umum tentang bagaimana pikiran dan tubuh seorang penerbang be-

kerja, mereka belum terbukti menjadi jawaban lengkap atau definitif

untuk Airmanship. Para pilot terus mengajukan pertanyaan dasar: “Apa

yang perlu saya ketahui? Di mana saya bisa mendapatkannya?”

Secara historis, pilot telah sangat bergantung pada investigasi

kecelakaan dan analisis kecelakaan untuk mengidentifikasi area untuk

perbaikan Airmanship. Meskipun studi tentang kegagalan pesawat dan

aircrew menghasilkan banyak pelajaran berharga, masalahnya adalah

bahwa pelajaran ini datang hampir secara eksklusif dari contoh nega-

tif. Untuk saat ini, pendekatan yang dilakukan adalah, “Pilot X mela-

kukan hal ini dan jatuh, sehingga jangan lakukan apa yang Pilot X

lakukan.” Kemajuan terbaru dalam ilmu pengetahuan dan teknik in-

vestigasi kecelakaan penerbangan telah menciptakan sebuah sistem

yang dapat menemukan dan menciptakan apa yang salah dengan

pesawat atau awak secara presisi dan detail. Ini adalah pelajaran ber-

harga dan kuat, namun ada cara dengan pendekatan yang lebih posi-

tif untuk meningkatkan Airmanship.

Studi keberhasilan Airmanship harus detail dan dikembangkan se-

bagai studi banding dari contoh negatif, namun hal ini hampir tidak

terjadi. Analisis ciri-ciri umum dari seorang airman yang berhasil dapat

membantu untuk menjawab dua pertanyaan eksklusif: “Apa itu Airman-

ship?” dan “Bagaimana cara mengembangkannya?”. Diskusi ini secara

alami harus dimulai dari akar ilmu penerbangan, asal mula Airmanship.

Airmanship.indd 68 5/9/19 1:47 PM

Page 88: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

D I B A L I K M A K N A A I R M A N S H I P 6 9

Dari awal keberadaannya, manusia telah bermimpi untuk dapat

terbang. Sebelum manusia bisa meninggalkan tanah, gagasan pener-

bangan merupakan ide yang memabukkan. Terbang terlihat indah dan

terasa baik ketika dilakukan dengan benar. Akan tetapi manusia belum

cukup menguasai seni terbang. Dapat dibandingkan dengan burung yang

memiliki 30 juta tahun lebih awal memulai terbang, yang dapat menje-

laskan mengapa burung tampaknya tidak pernah membuat kesalahan.

Penerbang akan mengintegrasikan naluri dan tindakan mereka ke

tingkat seni pilot yang mungkin tidak pernah diharapkan. Namun

pengembangan integrasi yang ideal dari faktor internal dan eksternal

merupakan kunci untuk pengembangan seni bagi penerbang, yang

terus berjuang di lingkungan baru mereka (udara). Meskipun burung

memiliki naluri alami dan seumur hidup latihan untuk mengintegra-

sikan kemampuan terbang mereka, manusia datang untuk terbang

relatif terlambat dalam hidup namun dengan gaya belajar yang sama

sekali berbeda.

Manusia cenderung untuk mengkotakkan dan membagi-bagi in-

formasi yang diberikan. Gaya ini adalah sifat dari bagaimana pemikir-

an manusia untuk belajar. Manusia terbiasa dengan memecahkan

berbagai hal menjadi bagian-bagian yang lebih kecil dan mempelajari

bagian-bagian tersebut. Walaupun metode ilmiah dapat membantu

untuk memahami konsep yang kompleks, namun hal ini hanya sedikit

membantu bagi penerbang untuk mengintegrasikan atau menerapkan

keterampilan dan gaya terbang. Pengetahuan saja tidak akan menja-

dikan seseorang mengarah kepada Airmanship yang lebih baik. Seorang

pilot harus memahami semua bagian dari Airmanship dan bagaimana

bagian-bagian tersebut berinteraksi satu sama lain untuk dapat seca-

ra efektif mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan ke dalam

lingkungan penerbangan yang dinamis. Secara sederhana penerbang

harus memiliki “gambaran besar yang lengkap” dari apa itu Airmans-

hip untuk menjadikannya seorang pilot ahli/airman. Berikut akan di-

bahas lebih mendalam tentang asal usul Airmanship dilihat dari ber-

bagai aspek peninggalan sejarah.

Airmanship.indd 69 5/9/19 1:47 PM

Page 89: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

7 0 A I R M A N S H I P

Mitologi Yunani kuno bercerita tentang pematung dan penemu

Daedalus, yang dipenjara bersama dengan anaknya, Icarus, di menara

di pulau Kreta (Bulfinch, 1934). Dalam upaya untuk melarikan diri dari

kemurkaan Raja Minos, Daedalus diam-diam membuat dua pasang

sayap dari bulu dan lilin. Pada saat itu Daedalus menasihati anak laki-

lakinya agar menjaga diri untuk terbang pada ketinggian medium. Hal

ini untuk menjaga keselamatan terbang, karena apabila terbang ter-

lalu rendah maka akan membuat sayap basah dan tersumbat, dan jika

terlalu tinggi maka panas matahari akan membuat sayapnya mencair.

Pada praktiknya, Icarus melambung jauh menuju kebebasan Sisilia

dengan suasana keindahan hati dan perasaan bahwa penerbangan

dapat membawanya kepada keabadian. Dia terbang lebih tinggi dan

lebih tinggi lagi, tanpa mengindahkan peringatan putus asa dari

ayahnya, yang memahami apa yang akan dilakukan oleh panas mata-

hari terhadap sayap berlilin tersebut. Icarus mengabaikan ayahnya,

dan sayapnya akhirnya meleleh sebagaimana ditakutkan oleh Daeda-

lus, dan membawa Icarus berputar downwinds menuju kematiannya.

Daedalus tidak pernah memaafkan dirinya sendiri dan mengutuk

penemuannya karena telah menyebabkan kematian anaknya. Setelah

aman di Sisilia, Daedalus menutup sayapnya sebagai persembahan

kepada dewa Appolo.

Kisah ini menggambarkan beberapa hubungan umum antara

konsep mitos paling awal umat manusia dari penerbangan dan realitas

lingkungan penerbangan hightech hari ini. Seperti dalam cerita Dae-

dalus dan Icarus, untuk dapat terbang dengan selamat masih membu-

tuhkan pemahaman yang terintegrasi dari mekanisme terbang, rekan

terbang (tim), pemahaman kondisi lingkungan yang dapat tidak ber-

sahabat, serta diri sendiri. Seperti dalam kasus Icarus, kurangnya di-

siplin diri menyebabkan kematian dan penderitaan yang tidak dapat

dihindarkan. Dan ini terdengar sangat akrab namun menakutkan bagi

setiap instruktur pilot yang telah kehilangan seorang mahasiswa atau

mantan penerbang dikarenakan kecelakaan yang disebabkan oleh

faktor pilot error.

Airmanship.indd 70 5/9/19 1:47 PM

Page 90: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

D I B A L I K M A K N A A I R M A N S H I P 7 1

Secara praktis semua orang tahu tentang Orville dan Wilbur Wright

yang membuat pesawat self-propelled and heavier than air yang sukses,

dan penemuan ini mengubah dunia selamanya di Kitty Hawk, North

Carolina pada tanggal 17 Desember 1903. Walaupun terjadi beberapa

kontroversi tentang Wright Brother mambangun pesawat pertama atau

pesawat yang terbang pertama, namun teori tersebut tidak dijadikan

dasar dalam penelitian ini. Yang akan dibahas adalah bahwa penemu-

an Wright Brothers ini memberikan pelajaran berharga bagi penerbang

modern dari pendekatan perencanaan yang hati-hati dan profesional

untuk Airmanship.

Wright Brothers merupakan pasangan pertama yang mencari serta

memahami sifat penerbangan dan aerodinamika. Setelah mempelajari

European attemps at sustaining powered flight, Wilbur dan Orville mulai

bereksperimen dengan layang-layang dan glider pada tahun 1896 - tujuh

tahun penuh sebelum akhirnya mereka berhasil menyelesaikan pener-

bangan di Kitty Hawk (Hallion, 1978). Mereka dengan cekatan menduga

bahwa untuk mempertahankan penerbangan, diperlukan pengontrolan

pendakian, penurunan, dan gerak balik dari pesawat. Setelah berkon-

sultasi dengan Biro Cuaca di Amerika, Wright Brothers memilih pantai

yang terisolasi di Kill Devil Hills, North California, dan melakukan lebih

dari 700 penerbangan glider dengan sukses pada akhir 1902. Selain itu,

mereka membangun sebuah crude (dengan standar saat ini) terowong-

an angin untuk menguji berbagai desain aerodinamis dan hipotesis.

Mereka akhirnya mengembangkan “wing warping” yang canggih di mana

desain tersebut dikemudikan oleh rudder, yang memungkinkan pilot

untuk membuat gerakan-gerakan terkoordinasi dengan menggerakkan

tubuhnya dari sisi ke sisi sambil berbaring di atas sayap dalam susunan

cradle. Mendaki dan menurun dicapai dengan menggunakan satu set di

ujung sayap berupa winglet kecil atau canards.

Dilihat dari berbagai aspek, Orville dan Wilbur Wright merupakan

airman yang sangat baik sebagai penemu. Wright Brothers mewujud-

kan banyak karakteristik yang ideal dan dibutuhkan oleh pilot modern

saat ini. Kedua bersaudara jelas memahami sifat aerodinamis dari

Airmanship.indd 71 5/9/19 1:47 PM

Page 91: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

7 2 A I R M A N S H I P

pesawat. Sebagai pembuat pesawat, mereka sangat familiar dengan

desain, kemampuan, dan kekurangan pesawatnya. Mereka memiliki

situasi kerja tim yang ideal. Meskipun mereka memiliki personalitas

yang berbeda, namun mereka saling melengkapi dalam mode sinergis

dan saling memercayai.

Mereka juga tahu bahwa lingkungan dan cuaca memainkan peran

utama dalam keberhasilan atau kegagalan mereka, sehingga pencarian

informasi kepada Biro Cuaca AS adalah untuk meningkatkan peluang

mereka. Akhirnya, melalui lebih dari 700 kali glider, mereka membentuk

kedisiplinan, keterampilan, dan kemahiran dalam menerbangkan hasil

karya mereka. Ketika bagian akhir dari teka-teki, powerful and lightweight

engine, ditempatkan pada tempatnya, hal ini menjadikan keberhasilan

mereka bukan sesuatu yang mendadak. Walaupun dengan semua faktor

kinerja yang dilakukan oleh Wright Brothers, tidak memberikan keber-

hasilan secara otomatis. Namun optimisme dan kedisiplinan kerja

mereka yang menciptakan keberhasilan, sehingga pesawat terbang tidak

hanya sekali mengudara, tapi mengudara empat kali pada hari itu.

Berbeda dengan mitos ayah dan anak tim Daedalus dan Icarus,

Wright Brothers telah menghabiskan bertahun-tahun untuk mengin-

tegrasikan berbagai aspek Airmanship - pengetahuan pesawat terbang,

satu sama lain (team), lingkungan, serta diri mereka sendiri. Pende-

katan mereka yang komprehensif dan terintegrasi untuk terbang

menghasilkan standar pertama atas Airmanship.

Maksud dari pembahasan tentang para airman yang baik serta

aspek-aspek yang menghasilkan kesuksesan di masa lalu bagi dunia

kedirgantaraan memberikan petunjuk bagi dunia penerbangan modern

tentang apa dan bagaimana sifat Airmanship yang baik.

Di awal pembahasan telah dimulai dengan mengajukan pertanya-

an “Apa itu Airmanship” dan “Bagaimana cara mengembangkannya?”.

Jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan tersebut ternyata dapat dite-

mukan dengan melihat kembali sejarah penerbangan pesawat berawak

baik dari segi penerbang pertempuran atau non-pertempuran, serta

melihat ke depan tentang tuntutan adanya perkembangan teknologi

Airmanship.indd 72 5/9/19 1:47 PM

Page 92: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

D I B A L I K M A K N A A I R M A N S H I P 7 3

masa depan dan konflik. Menariknya, dilihat dari kacamata kedua sisi

menghasilkan pandangan yang sama tentang Airmanship. Secara

historis, penerbang yang baik cenderung memiliki kualitas dan karak-

teristik tertentu, dan sekilas melihat masa depan tentang perkem-

bangan teknologi atau potensi kesulitan yang ditunjukkan melalui

adanya perubahan kecil. Namun perubahan yang terjadi dari waktu ke

waktu tersebut tampak hanya mengubah tingkat atau derajat kemam-

puan saja, bukan pergeseran yang mendasar dalam sifat apa yang

merupakan keunggulan dari Airmanship. Analisis ini mengungkapkan

tiga prinsip dasar dari Airmanship, yaitu: keterampilan (skill), kemam-

puan (proficiency), dan disiplin (discipline) untuk menerapkannya de-

ngan cara yang aman dan efisien. Di luar prinsip-prinsip dasar tersebut,

ada lima wilayah keahlian yang teridentifikasi secara umum di kalang-

an pilot. Para pilot memiliki pemahaman lengkap tentang pesawat

mereka (aircraft), tim mereka (team), lingkungan mereka (environt-

ment), risiko atau musuh (risk), dan diri mereka sendiri (self), serta misi

(mission). Ketika semua elemen ini berada pada tempatnya, pelatihan

para penerbang memberikan secara konsisten penilaian baik (judg-

ment) dan mempertahankan keadaan tinggi kesadaran situasional

(situational awareness). Masing-masing aspek tersebut di atas telah

dijelaskan secara singkat sebelumnya, namun akan dijelaskan lebih

lanjut secara rinci sebagai bangunan Airmanship.

C. BAngunAn AirMAnShip

Bangunan Airmanship sebagaimana telah dijelaskan terlebih dahulu

terdiri atas 4 struktur yaitu: Cornerstone, Foundation of Airmanship,

Pillars of Knowledge dan Capstone (Outcome). Struktur Cornerstone

adalah disiplin, struktur Foundation of Airmanship mencakup keteram-

pilan, kemampuan dan disiplin. Pillars of Knowledge meliputi diri

sendiri, pesawat, tim, lingkungan, risiko dan misi. Sementara Capsto-

ne (Outcome) terdiri atas: kesadaran situasional dan penilaian (Kern,

1997). Lebih jelasnya disajikan pada gambar 3.1.

Airmanship.indd 73 5/9/19 1:47 PM

Page 93: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

7 4 A I R M A N S H I P

1. Cornerstone

gambar 3.1. Bangunan AirmanshipAIRMANSHIP MODEL, TONY KERN (1997)

JUDGEMENTSITUATIONAL AWARENESS

SELF

TEAM

AIRC

RAFT

ENVI

RON

MEN

T

RISK

MIS

SIO

N

PROFICIENCYSKILL

DISCIPLINE

Foundations

Pillar of Knowledge

Outcome

Capstone

Sumber: Kern, 1997

Stuktur paling mendasar dalam memahami Airmanship adalah

Cornerstone yang merupakan disiplin dari pilot. Disiplin pilot merupa-

kan landasan utama atas keberhasilan Airmanship. Keunggulan Air-

manship hanya dapat diperoleh dengan disiplin penerbangan tanpa

kompromi. Seorang penerbang dapat memiliki tangan terbaik, memi-

liki pengetahuan yang lebih teknis dari para insinyur yang merancang

pesawat, tahu lebih banyak tentang taktik militer dari instruktur se-

kolah senjata dan memiliki pengalaman lebih dari orang yang paling

berpengalaman namun tetap akan menjadi bom waktu berjalan. Di-

siplin penerbangan tidak dapat hanya dilihat dari aspek individu atau

aspek organisasi saja. Namun disiplin penerbangan harus dilihat dari

perspektif baik secara individu maupun organisasi, sehingga fenome-

na pelanggaran disiplin penerbangan atas kedua perspektif tersebut

dapat dievaluasi dalam tiga hal esensial.

a. Pelanggaran disiplin penerbangan memiliki efek berbahaya yang

sedikit demi sedikit memengaruhi pada penilaian yang baik seo-

rang penerbang.

b. Pelanggaran disiplin penerbangan memiliki efek yang menular.

Airmanship.indd 74 5/9/19 1:47 PM

Page 94: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

D I B A L I K M A K N A A I R M A N S H I P 7 5

c. Pertahanan terbaik adalah dengan memiliki standar pribadi dengan

zero tolerance untuk pelanggaran disiplin penerbangan dalam

bentuk apapun.

Disiplin penerbangan adalah kemampuan (ability) dan kemauan

(willpower) untuk mengoperasikan pesawat terbang secara aman se-

suai dengan pedoman operasional, peraturan, organisasi dan akal

sehat secara umum. Maka untuk dapat memahami apa itu disiplin

penerbangan, maka perlu dipahami terlebih dahulu tentang definisi

konsep “kemampuan” dan “kemauan”.

Maka bila terjadi pelanggaran atas disiplin penerbangan harus

terjadi karena dilaksanakan oleh tindakan yang sadar dan disengaja.

Jika seorang penerbang terbang di bawah altitude dikarenakan kurang-

nya keterampilan atau pengetahuan, hal tersebut bukan merupakan

pelanggaran atas disiplin penerbangan. Hal tersebut tentu merupakan

sebuah kepandaian penerbangan yang rendah, namun kegagalan atas

pengoperasian pesawat dalam hal seperti itu masuk ke dalam kate-

gori lain, seperti kurangnya keterampilan, kemampuan atau pengeta-

huan lingkungan. Pembedaan ini sangat penting. Karena pelanggaran

atas disiplin pesawat harus dipahami secara presisi. Sehingga kemam-

puan untuk mengidentifikasi pelanggaran atas disiplin penerbangan

akan membuat perubahan atau menghilangkan pelanggaran tersebut

pada pelaku penerbangan. Hal ini tidak dapat dilakukan tanpa pemaha-

man yang tepat dan berbagi pemahaman tentang apa yang dimaksud

dengan disiplin penerbangan.

Berikutnya adalah definisi tentang kepatuhan terhadap “pedoman

atas operasional, peraturan, organisasi dan akal sehat secara umum”.

Pedoman operasional berkaitan dengan keterbatasan pesawat itu

sendiri, biasanya didefinisikan dalam manual penerbangan terkait dan

perintah teknis. Satu fakta yang sering dilupakan adalah bahwa batas

operasi manual penerbangan dapat dan sering berubah. Perubahan ini

dapat menjadi hasil dari data teknik. Sehingga pilot harus patuh de-

Airmanship.indd 75 5/9/19 1:47 PM

Page 95: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

7 6 A I R M A N S H I P

ngan perubahan teknis sehubungan dengan keterbatasan operasional

pesawatnya.

Kepatuhan terhadap peraturan berarti mengetahui dan mematu-

hi setiap atau semua regulasi serta pedoman terbang internasional

maupun nasional. Tergantung pada sifat terbang itu sendiri, regulasi

dapat mencakup sejumlah informasi yang mengacu kepada pedoman

dari ICAO, Ditjen Hubud Kemenhub dan peraturan khusus yang ada

dalam lingkungan terbang tertentu, seperti restricted area. Aturan ini

dapat dan mungkin sekali sering berubah-ubah, dan merupakan tang-

gung jawab masing-masing pilot untuk dapat mengikuti setiap peru-

bahan.

Selanjutnya aturan dan petunjuk organisasi merupakan tahap ber-

ikut dari kepatuhan disiplin penerbangan. Namun, hal ini sering dilihat

oleh banyak pilot sebagai “aturan lunak”, atau yang paling mudah

untuk dilanggar. Perusahaan penerbangan atau komando militer dapat

membuat aturan-aturan tertentu atau “instruksi operasi” untuk meng-

gambarkan rancangan pedoman lebih lanjut bagi para pilot mereka.

Orang bijak pernah mengatakan bahwa “akal sehat adalah tidak

semua yang umum”, dan hal ini sangat benar ketika “akal sehat” di

rasionalisasikan oleh pilot yang tidak disiplin ke dalam tindakan yang

ceroboh. Kebanyakan pilot memahami bahwa aturan-aturan tertulis

tidak bisa berlaku untuk setiap situasi sehingga dibutuhkan akal sehat

untuk dapat menerjemahkan hal tesebut, namun beberapa pilot meng-

anggap hal tersebut sebagai celah dalam peraturan yang ada untuk

dapat dirasionalisasikan. Salah satu contoh dapat digambarkan oleh

tindakan sekelompok pilot yang menemukan cara terhadap pemba-

tasan penerbangan baru melarang mencapai 360 derajat putaran.

Mereka merasionalisasi bahwa dua putaran 180 derajat masih legal

selama mereka berputar keluar dari manuver dalam arah yang sama

di mana mereka berputar di dalamnya. Dengan demikian mereka telah

membuat manuver secara legal dengan cara lebih sulit dan berbahaya

daripada aturan yang sudah dilarang. Terlihat jelas, bahwa pilot ter-

sebut memahami maksud dari pelarangan manuver baru tersebut,

Airmanship.indd 76 5/9/19 1:47 PM

Page 96: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

D I B A L I K M A K N A A I R M A N S H I P 7 7

namun mereka merasionalisasikan jalan keluar dan hal ini adalah

contoh klasik dari pelanggaran umum terhadap disiplin penerbangan.

Disiplin penerbangan sepertinya mandat yang cukup sederhana, dan

pada kenyataannya, kebanyakan pilot mengikuti prosedur dan peratur-

an itu. Namun ada oknum-oknum yang menemukan berbagai alasan

untuk tidak mematuhi secara mutlak kedisiplinan penerbangan.

Pelanggaran kecil atas disiplin penerbangan memang tidak selalu

menimbulkan sedikit atau banyak dampak yang jelas, yang dapat

menyebabkan seorang pilot secara mudah merasionalisasikan atas

tindakan yang tidak terpuji. Lima rasionalisasi umum yang dilakukan

atas sikap kedisiplinan penerbangan yang rendah:

a. Jika tidak ada yang tahu tentang pelanggaran dan tidak ada yang

terluka, apa masalahnya?

b. Semua orang tahu bahwa masih ada batas keamanan dalam seti-

ap regulasi (sehingga batas keamanan dapat dilanggar).

c. Aturan hanya untuk melindungi pilot kompeten dari diri mereka

sendiri.

d. Bisnis ini diatur secara berlebihan. Pilot melakukan ini selama

puluhan tahun sebelum pemerintah melakukan regulasi.

e. Pilot tidak bisa meningkatkan kemampuannya lebih baik jika

terikat dengan aturan.

Pilot memiliki kewajiban moral dan profesional untuk mengikuti

pedoman peraturan yang sudah ada, dan organisasi memiliki kewa-

jiban yang sama, atau lebih besar, tanggung jawab untuk memastikan

terlaksananya dan terjadinya kepatuhan. Organisasi harus memiliki

kebijakan untuk menyatakan bahwa setiap pelanggaran peraturan

dengan alasan apapun, dan di tingkat apapun, tidak dapat ditoleran-

si. Sekali terjadi kelonggaran dalam penindakan pelanggaran, hal ini

akan memicu suatu aksi yang tidak dapat dikembalikan.

Pelanggaran terhadap disiplin penerbangan tentu tidak hanya

dilakukan oleh pilot nakal atau operasi militer. Melawan pilot nakal

adalah dengan contoh pilot yang dapat menjadi kreatif dan menen-

Airmanship.indd 77 5/9/19 1:47 PM

Page 97: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

7 8 A I R M A N S H I P

tukan untuk memenuhi tuntutan misi namun tetap dalam pedoman

yang ditetapkan. Dengan dasar yang kuat dan disiplin penerbangan

yang tanpa kompromi, pilot ini dapat membuktikan bahwa telah me-

ngembangkan keterampilan dan kemahiran, sebagai elemen berikut-

nya dari Airmanship.

2. Keterampilan (Skill) dan Kemahiran (proficiency)

Keterampilan (Skill) dalam penguasaan teknik dan ilmu penerbangan

membutuhkan beberapa keterampilan yang dikembangkan dari dalam

dan luar pelatihan formal. Selain keterampilan terbang fisik yang ter-

lihat dengan jelas, penguasaan teknik dan ilmu terbang juga memer-

lukan keterampilan komunikasi, keterampilan pembuatan keputusan,

keterampilan tim dan tidak kalah penting adalah keterampilan meni-

lai bakat diri sendiri (self-assessment). Kemampuan pilot untuk meni-

lai bakatnya dan kemahirannya, serta untuk mencari pelatihan yang

tepat yang diperlukan, memungkinkan pilot mencapai penilaian risiko

logis. Keterampilan ini harus dibangun oleh semua pilot yang ingin

mencapai tingkat tinggi Airmanship, terlepas dari mereka pilot militer

atau pilot penerbangan komersial atau umum.

Dalam setiap karier pilot, mereka diwajibkan untuk memenuhi

standar minimum tertentu untuk lulus evaluasi dan secara legal me-

miliki izin untuk mengoperasikan pesawat terbang. Namun, setelah

standar tersebut terpenuhi, dorongan untuk terus meningkatkan ke-

terampilan sering berkurang karena berbagai alasan. Beberapa pilot

hanya puas sekadar menjadi pilot, tujuan mereka telah tercapai keti-

ka mereka lulus, dan motivasi untuk meningkatkan kemampuan diri

hilang.

Apa pun alasannya, hal tersebut merupakan fakta yang sangat

disayangkan, bahwa setelah suatu tingkat keterampilan tertentu telah

dicapai, banyak pilot berhenti meningkatkan kemampuannya. Salah

satu cara untuk menghindari lumpuhnya keinginan untuk meningkat-

Airmanship.indd 78 5/9/19 1:47 PM

Page 98: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

D I B A L I K M A K N A A I R M A N S H I P 7 9

kan kemampuan Airmanship, perlu melalui pemahaman tentang

empat tingkat keterampilan Airmanship kepada para pilot.

a. Level Satu: Safety

Level pertama ini akan tercapai, sedikitnya secara sementara, oleh

semua pilot yang telah lulus menerbangkan pesawat. Mereka telah

mampu dan menguasai aspek-aspek yang diperlukan untuk ting-

kat menerbangkan pesawat yang memenuhi kriteria para instruk-

tur. Pada tingkat ini, para pilot dapat dengan bangga mengatakan

“Saya cukup cakap untuk terbang aman”. Namun tingkat ini

adalah tingkat untuk penguasaan keterampilan paling dasar, dan

banyak perbaikan serta pengembangan yang dibutuhkan ke depan

untuk menjadi pilot yang berdedikasi.

b. Level Dua: Efektivitas

Level yang kedua diperlukan setelah mencapai penguasaan dasar

dan dibutuhkan untuk melaksanakan tugas terbang dengan lebih

baik dan efektif. Ini berarti mampu menangani dan menguasai

lingkungan lokal dan lintas alam pada wilayah operasi penerban-

gan. Namun banyak pilot melihat sedikit alasan untuk mengem-

bangkan keterampilan tambahan di luar tingkat efektivitas ini,

karena penguasaan lingkungan dengan cara yang efektif tidak

dirasakan perlu, selama masih dapat menerbangkan pesawat me-

lalui lingkungan tersebut dengan cara apapun. Motivasi untuk

mengembangkan melampaui tingkat ini harus datang dari dalam.

Pilot yang berprestasi akan mencari kemampuan menuju tingkat

yang lebih tinggi.

c. Level Tiga: Efisiensi

Dalam level ketiga ini, Beberapa pilot berusaha untuk mengem-

bangkan keterampilannya agar melampaui dasar- dasar keaman-

an dan efektivitas yang diajarkan. Mereka berusaha untuk terbang

lebih efisien daripada standar yang dibutuhkan. Ini mungkin

berarti terbang profil yang memaksimalkan pelatihan sementara

menghemat bahan bakar dan waktu terbang atau meminimalkan

inflight communication yang tidak perlu. Efisiensi mengharuskan

Airmanship.indd 79 5/9/19 1:47 PM

Page 99: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

8 0 A I R M A N S H I P

Anda mempelajari teknik-teknik serta prosedur, dan itu berarti

bereksperimen dengan metode baru dan operasi yang lebih efisi-

en. Pada level ini, kemampuan untuk melakukan keseimbangan

harus diperhatikan, karena ketika mengejar efisiensi, bisa dengan

cepat menjadi tujuan tersendiri, dan mengurangi efektivitas dan

bahkan keamanan.

d. Level Empat: Presisi dan peningkatan yang berkesinambungan

Tingkat akhir keahlian ditandai dengan beberapa pilot yang terus-

menerus mencari kemampuan meningkatkan kepresisian menuju

kesempurnaan. Pilot ini mencari kesempurnaan bukan sebagai

obsesi, tetapi sebagai motivasi terus untuk perbaikan pribadi.

Mereka telah menyempurnakan kemampuan self-assessment untuk

keunggulan yang lebih baik, menganalisis setiap kesalahan, dan

ketika hal tersebut terlaksana dengan baik dan benar, mereka akan

bertanya “Bagaimana bisa dilakukan dengan lebih baik?”. Tingkat

keterampilan membutuhkan kedewasaan dan konsistensi serta

kejujuran dalam penilaian diri. Sehingga hanya sedikit yang pernah

mencapai level ini.

Kepercayaan diri sangat penting untuk meningkatkan keterampil-

an dan kemahiran dalam menerbangkan pesawat. Seperti dalam tugas-

tugas keterampilan motorik halus lainnya yang membutuhkan kema-

hiran dan perasaan (feel). Keyakinan merupakan prasyarat untuk sukses

dalam terbang, dan mencapai situasi percaya diri sangat berbeda-beda

pada setiap pilot. Keyakinan dan kepercayaan diri bertindak sebagai

penyeimbang rasa takut. Pilot yang memiliki rasa percaya diri mampu

menghadapi momen-momen yang menantang dengan sikap belajar,

bukannya dengan ketakutan. Tidak dapat dipungkiri bahwa keperca-

yaan diperlukan untuk seorang pilot. Tapi berapa banyak kepercayaan

yang dibutuhkan? Berapa banyak keyakinan dibenarkan? Terlalu perca-

ya diri terjadi ketika rasa sadar akan diri sendiri menunjukkan bahwa

pengetahuan dan keterampilan dapat dihasilkan dengan mudah, dan

kesadaran diri merupakan kunci untuk tidak terlalu percaya diri.

Airmanship.indd 80 5/9/19 1:47 PM

Page 100: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

D I B A L I K M A K N A A I R M A N S H I P 8 1

Sedangkan kemampuan yang rendah merupakan faktor tinggi

yang mengakibatkan risiko sebagaimana pengalaman yang rendah.

Dalam jangka waktu 30 hari, pilot dengan jumlah jam terbang kurang

dari 10 jam ditemukan memiliki risiko yang lebih besar daripada

mereka dengan jam terbang antara 10 sampai 30 jam. Dalam sisi

yang menarik, pilot dengan jam terbang melebihi dari 30 jam ter-

nyata terbukti juga berisiko tinggi, yang menunjukkan bahwa kerja

yang berlebihan dapat berakibat pada kelelahan (fatigue). Hilangnya

kemampuan fisik terbesar terjadi pada bidang yang paling tidak

diinginkan, atau mungkin tempat yang paling mudah diprediksi;

pendaratan dan operasi pola lalu lintas (Childs dkk. 1983). Bidang lain

kehilangan kemampuan fisik yang tinggi seiring dengan waktu ada-

lah accelerated stall, crosswind landing, crosswind takeoff, minimum

controlable air speed, dan step turns. Tapi bagaimana dengan kemam-

puan dalam tugas kognitif seperti prediksi, estimasi, dan pengam-

bilan keputusan?

Penelitian menunjukkan bahwa kehilangan kemampuan mental,

atau kognitif, adalah secepat atau lebih cepat dari kehilangan kemam-

puan fisik. Kelalaian atau kesalahan dalam kemampuan mental yang

umum terjadi adalah termasuk di dalamnya estimasi waktu yang salah,

komunikasi lisan yang buruk atau tidak tepat, kegagalan dalam me-

mantau kebutuhan bahan bakar, pengaturan atau identifikasi freku-

ensi yang salah, serta posisi kontrol yang tidak tepat seperti mengenali

faktor-faktor lingkungan seperti crosswinds (Childs, 1983). Sudah ter-

bukti bahwa dengan terbang secara disiplin dan terbang secara rutin

yang berfokus pada mempertahankan kemampuan baik fisik maupun

mental adalah cara terbaik untuk menghindari kemampuan yang

rendah.

Tidak ada cara lain untuk dapat menerbangkan pesawat terbang

atau mampu melaksanakan tugas inflights tanpa memiliki kontrol

yang sesungguhnya. Tak satu pun dari pilar Airmanship lainnya atau

Capstones yang dapat mengatasi kurangnya keterampilan atau kema-

hiran seorang pilot. Jika seorang pilot menilai dirinya sendiri dan

Airmanship.indd 81 5/9/19 1:47 PM

Page 101: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

8 2 A I R M A N S H I P

menduga bahwa kemampuan individualnya tidak sesuai dengan stan-

dar yang diharuskan, maka pilot tersebut memiliki tanggung jawab

dan kewajiban moral untuk memperbaiki masalahnya. Jika tidak

mampu, keluar dari langit! Maka untuk Airmanship yang sempurna

tidak boleh mengabaikan Keterampilan dan Kemampuan.

3. pillars of Knowledge

Struktur kedua adalah Pillars of Knowlege. Struktur kedua ini merupa-

kan pengayaan pengetahuan seorang pilot setelah mendalami, me-

mahami dan menghayati landasan utama Airmanship. Dengan memi-

liki landasan yang baik, maka pengetahuan pada tahap berikutnya

akan lebih mudah dikuasai oleh pilot.

a. Diri Sendiri

Diri sendiri merupakan komponen paling penting dalam Airmanship,

namun memahami diri sendiri merupakan syarat tersulit dalam sistem

Airmanship untuk dipelajari. Sistem fisiologis dan psikologis manusia

jauh lebih canggih daripada mesin yang pernah diciptakan. Sehingga

perlu dipahami terlebih dahulu tentang physical self dan psikologis

manusia, dari segi kelaikan udara.

i. Physical Self: Medical Airworthiness

Ketika mendiskusikan Airmanship, keselamatan penerbangan dan

kebugaran merupakan hal utama, pilot dan crew harus memper-

timbangkan kelaikan udara medis setiap anggota tim penerbang-

an. Untuk mampu mengurangi risiko dan gangguan adalah dengan

memahami dan menjaga kelaikan udara medis.

Beberapa kondisi yang paling umum yang dapat mengganggu

seorang pilot adalah: hazards at altitude, orientation, sleep, jet lag,

fatigue, vision, kondisi sakit pada umumnya dan dalam pengobat-

an dan kondisi lainnya yang menurunkan kemampuan fisik.

Airmanship.indd 82 5/9/19 1:47 PM

Page 102: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

D I B A L I K M A K N A A I R M A N S H I P 8 3

ii. Psychological Airworthiness

Memiliki kelaikan udara secara fisik, tidak menjamin seorang pilot

telah laik untuk mengoperasikan pesawat terbang. Karena memi-

liki kelaikan udara secara fisik baru merupakan 50% dari kelaikan

udara secara keseluruhan dan 50% lainnya merupakan kelaikan

udara psikologis.

Selain mengetahui dan mencegah hazardouz altitude, seorang

pilot juga harus menyadari tingkat stres psikologis dirinya. Meski-

pun stres fisik sebagaimana dibahas sebelumnya berakibat fatal

bagi seorang pilot, beban stres psikologis yang biasa saja bisa

melebihi kemampuan seorang pilot untuk mengatasinya. Setiap

penyimpangan yang terjadi dapat mengganggu keseimbangan

psikologis seorang pilot dan kemampuan terbangnya. Memutuskan

untuk tidak terbang adalah keputusan yang baik bilamana seorang

pilot baru saja mengalami sebuah tragedi pribadi. Intinya adalah

bahwa setiap pilot harus menghitung batas stres psikologinya

sendiri dan membuat keputusan go/not go.

Airmanship adalah tanggung jawab individual, yang bertumpu

pada batas-batas psikologis dan fisik. Jika seorang pilot gagal

untuk memahami fakta ini, maka hal ini telah melemahkan upa-

ya apapun terhadap perbaikan individu. Memahami fisik dan

psikologis pribadi yang sehat bagi setiap pilot tidak hanya me-

ningkatkan potensi kinerja namun juga membuat lebih mudah

untuk mengenali gangguan sedini mungkin ketika dan jika akan

terjadi.

b. Mengenali pesawat

Kemampuan seorang pilot untuk mengembangkan hubungan personal

dengan pesawatnya merupakan sebuah kunci indikator dari pengua-

saan Airmanship. Hubungan ini bukan hanya sekadar mengenai ke-

mampuan mengendalikan ataupun mengoperasikan pesawat dari

berbagai tipe maupun model, namun lebih kepada keinginan yang

Airmanship.indd 83 5/9/19 1:47 PM

Page 103: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

8 4 A I R M A N S H I P

murni untuk menjadikan pesawat ini bagian dari diri sendiri, menja-

dikan suatu gabungan antara manusia dan mesin untuk dijadikan satu

kesatuan unit fungsi. Sebagaimana pengaturan sosial lainnya, hubung-

an ini harus didasari oleh pengetahuan, pengertian dan kepercayaan.

Tak seorangpun memiliki keyakinan seratus persen mengenai

kemampuan maupun pengetahuan untuk mengendalikan setiap situ-

asi yang mungkin akan timbul dalam suatu penerbangan. Bahkan

pilot paling berpengalaman dengan pengetahuan yang sangat men-

dalam masih memiliki keraguan mengenai pengetahuannya dalam

sistem dan prosedural.

Airmanship yang sesungguhnya akan tercipta dari pembelajaran

yang sistematis dan disiplin. Untuk menguasai sistem dalam fungsi

tugas memerlukan waktu, namun juga dibutuhkan untuk menjadikan

pembelajaran sistematis dan kedisiplinan sebagai suatu kebiasaan

untuk menguasinya.

c. Know your Team: Kerja sama Tim dan Crew resource Management (CrM)

Kerja sama tim yang baik terbentuk dari individu-individu yang bagus.

Ironisnya, kerja sama tim menjadi tanggung jawab individual, seperti

halnya Airmanship. Konsep kerja sama tim lahir dari sejarah pener-

bangan yang dimulai dari hubungan yang sederhana antara pilot dan

mekaniknya sampai dengan suatu hubungan yang jauh lebih kom-

pleks. Sebagaimana pesawat terbang berkembang menjadi lebih besar

dari segi ukuran dan kepentingannya, maka anggota crew udara pun

sangat diperlukan untuk ditambahkan untuk memenuhi kebutuhan

perkembangannya. Kerja sama tim saat ini menggunakan banyak

sekali hubungan antara seorang pilot dengan berbagai sumber infor-

masi, peralatan, dan manusia.

i. Nilai suatu kerja sama tim.

Kerja sama tim memberikan perbaikan terhadap prestasi dengan

tiga cara. Pertama, kerja sama tim menambahkan pengetahuan dan

keahlian yang dibutuhkan untuk menghadapi berbagai situasi.

Airmanship.indd 84 5/9/19 1:47 PM

Page 104: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

D I B A L I K M A K N A A I R M A N S H I P 8 5

Kedua, kerja sama tim dalam bentuk ide dan keterampilan akan

memberikan berbagai pilihan baru yang berharga bagi keseluruhan

grup. Dan terakhir, anggota tim yang andal mampu untuk melaku-

kan sinergi, yaitu kemampuan saling melengkapi secara individual

sehingga membuat peningkatan kinerja dari grup yang pada akhir-

nya melebihi dari jumlah anggota tim yang sesungguhnya.

ii. Meletakkan dasar sebuah kerja sama tim: Leadership

Pemimpin yang baik dan efektif akan membangun konsep tim

terlebih dahulu, seperti memperluas atau memecah batas atau

garis pemisah antara anggota tim dan bahkan antara tim itu sen-

diri dan bagian lain dari organisasi yang lebih besar. Membangun

norma dalam suatu grup merupakan suatu tahap kritikal lainnya

yang perlu diperhatikan seorang pemimpin. Ada tiga buah norma

yang perlu diperhatikan untuk menciptakan tim yang efektif,

yaitu keselamatan, komunikasi, dan kerja sama. Dan semua hal

tersebut di atas akan disampaikan oleh seorang pemimpin yang

baik pada briefing pertama dengan tim. Seorang pemimpin tidak

akan ragu untuk mengambil keputusan tegas, namun tetap di

dalam koridor yang wajar dan dengan kapasitasnya.

iii. Followership, keahlian yang sering dilupakan

Menjadi seorang follower atau anggota tim yang baik, terkadang jauh

lebih sulit dibandingkan dengan menjadi seorang pemimpin yang

baik. Karena untuk menjadi anggota tim yang baik harus mampu

untuk menyesuaikan gaya pribadi dengan gaya pemimpinnya.

Terdapat lima tipe follower (anggota tim), yaitu:

1. Sheep. Gaya ini menunjukkan antara active atau critical thinker.

Mereka memiliki andil yang sangat sedikit terhadap proses

airborne decission-making. Mereka akan mengerjakan tugasnya

sesuai dengan checklist duties, seperti robot.

2. “Yes” people, tipe ini mungkin lebih berbahaya untuk menjaga

kerja sama tim yang efektif. Mereka sangat aktif tetapi meru-

Airmanship.indd 85 5/9/19 1:47 PM

Page 105: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

8 6 A I R M A N S H I P

pakan tipe yang sangat berpolitik dan mengambil posisi apa-

pun yang diminta oleh bos.

3. Alienated follower, tipe ini bertolak belakang dengan “yes man”.

Mereka sangat cerdas serta berpikiran sangat kritis, namun

tidak mau terlibat terlalu dalam dengan anggota tim lainnya

atau organisasi yang lebih luas.

4. Survivors (pencari selamat), tipe ini akan sangat mudah beru-

bah-ubah gaya untuk dapat masuk ke dalam setiap quadran

bukan dalam rangka membuat tim yang efektif namun lebih

kepada mencari keselamatan diri.

5. Effective followers, tipe ini digolongkan pada individu yang

dianggap antusias, cerdas, ambisius, dan mandiri.

gambar 3.2. tipe Followers

Gambar 3.2. Tipe FollowersSumber : Kern (1997)

Sumber : Kern (1997)

d. Mengenali Lingkungan (environment)

Pengetahuan yang menyeluruh terhadap lingkungan sangat penting

untuk dipahami. Pengetahuan terhadap lingkungan secara menyeluruh

ini akan memberikan masukan bagi situational awareness.

Dua jenis lingkungan yang perlu dipahami, yakni lingkungan fisik

dan lingkungan organisasi.

Airmanship.indd 86 5/9/19 1:47 PM

Page 106: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

D I B A L I K M A K N A A I R M A N S H I P 8 7

i. Lingkungan Fisik

Lingkungan fisik merupakan media untuk bekerja, yang akan

memengaruhi hampir semua aspek yang akan dilakukan di dalam

mengoperasikan pesawat terbang. Termasuk di dalamnya faktor-

faktor yang konstan maupun yang berubah.

Lingkungan yang konstan adalah medan, kepadatan udara,

dan cahaya. Namun penerbangan tidak selalu melalui medan yang

sama pada setiap waktu, berarti akan terjadi perubahan pula ter-

hadap medan. Yang termasuk dalam lingkungan yang berubah

adalah hampir seluruh aspek lainnya. Dan cuaca sebagai salah satu

lingkungan yang berubah hampir memengaruhi segalanya dalam

mengoperasikan pesawat udara baik di udara maupun di darat.

ii. Lingkungan Organisasi

Lingkungan Organisasi atau biasa disebut sebagai Coorporate

Culture, adalah ide yang relatif baru yang berlaku beberapa konsep

dan metode dari antropologi budaya dan bisnis dalam organisasi

modern.

Pendekatan ini tampaknya menjadi wajar karena dua alasan.

Pertama, pilot menghabiskan lebih banyak waktu di tanah dari-

pada di udara. Kedua, pilot yang mempunyai ambisi alami akan

tertarik untuk menempati posisi di tingkat senior pada organisa-

si untuk tetap kompetitif.

iii. Intisari dari lingkungan

Pengetahuan akan lingkungan baik fisik maupun organisasi, me-

rupakan pilar pengetahuan yang tersulit untuk dikuasai dimulai

dari pengetahuan yang dalam tentang lingkungan fisik dan mela-

kukan flight planning, yakni suatu pelatihan metodologi yang

meliputi seluruh aspek lingkungan dan faktor yang kemungkinan

akan dihadapi.

Airmanship.indd 87 5/9/19 1:47 PM

Page 107: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

8 8 A I R M A N S H I P

Regulasi yang berlapis-lapis merupakan suatu lingkungan organi-

sasi yang sangat kritikal dan penting untuk dipahami. Yakni untuk

menghindari diri dari kemungkinan pelanggaran regulasi karena ku-

rangnya pengetahuan atau kelalaian. Ciptakan pengenalan akan semua

regulasi dari lingkungan organisasi kemudian jadikan suatu pola di-

siplin untuk menguasai setiap aspek pentingnya.

Kenali lingkungan organisasi di mana pilot bekerja, dan sangat

penting untuk mencari tahu tentang nilai sesungguhnya dari organi-

sasi di mana pilot tersebut bekerja, sehingga bilamana organisasinya

tidak baik, pilot dapat menghindari dirinya untuk melakukan kesalah-

an dikarenakan oleh kesalahan organisasi. Maka, jadikan lingkungan

tersebut rumah bagi pilot atau ada pepatah yang mengatakan “swim

like a fish”. Karena pada saat pengetahuan tentang lingkungan kerja

telah dikuasai, akan meningkatkan kepercayaan diri yang akan ber-

dampak dan terlihat profesional dalam menerbangkan pesawat.

a. Kenali Risiko

Di mana tidak ada risiko, di sana tidak akan ditemukan kesempat-

an. Dalam konteks penerbangan, keputusan dibuat yang akan

memengaruhi efektivitas, efisiensi, dan keselamatan. Tiga aturan

yang harus dipahami dalam melakukan sound decission yang ber-

kaitan dengan risiko, yaitu:

b. Jangan terima risiko yang tidak diperlukan. Yaitu dengan cara

mengidentifikasi dan mengekspos risiko. Kemudian perlu dilaku-

kan pemecahan risiko ke dalam bagian-bagian yang lebih kecil dan

mengelola bagian-bagian kecil tersebut. Mengelola risiko secara

benar sangat diperlukan.

c. Buatlah keputusan berisiko sesuai dengan tingkatnya. Siapakah

dalam organisasi yang harus menerima risiko? Apakah para risk

taker atau pemimpin? Jawabannya kemungkinan adalah semuanya,

tergantung pada situasinya.

d. Terimalah risiko jika bermanfaat lebih besar daripada biaya yang

ditimbulkan.

Airmanship.indd 88 5/9/19 1:47 PM

Page 108: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

D I B A L I K M A K N A A I R M A N S H I P 8 9

Dunia penerbangan tidak akan pernah bebas sepenuhnya dari ri-

siko, maka tugas dan fungsi seorang pilot adalah mengenal, me-

mahami dan menganalisis berbagai risiko dan faktornya serta

mengambil tindakan terhadapnya dengan menggunakan kemam-

puan dan penilaian yang baik.

e. Misi

Misi merupakan pilar of knowledge yang terakhir dalam bangunan

Airmanship, karena seorang pilot dapat menjalankan misinya

dengan baik apabila telah memahami empat pilar sebelumnya

(self, team, aircraft, environment). Hal ini merupakan dasar untuk

menguasai pilar berikutnya yaitu mengenali risiko yang dihadapi

(risk). Setelah lima pilar telah dikuasai oleh pilot, maka dalam

menjalankan misi seorang pilot harus mempunyai knowledge ter-

hadap budaya organisasi, filosofi, dan kebijakan keselamatan

penerbangan serta sistem manajemen keselamatan organisasi.

Dampak negatif yang akan timbul apabila dalam menjalankan misi

tanpa memiliki knowledge terhadap budaya organisasi, filosofi,

dan kebijakan keselamatan penerbangan serta sistem manajemen

keselamatan organisasi adalah kecelakaan penerbangan.

4. Capstone (outcome) of Airmanship

Airmanship yang baik terlihat dari outcome yang baik dari seorang

pilot. Outcome yang baik yaitu situational awareness dan judgment

yang dihasilkan oleh seorang pilot, didasarkan pada kedua struktur

Airmanship sebelumnya.

a. Situational Awareness (SA)

Dr. Mica Endsley seorang ahli Situational Awareness dalam Kern (2010)

mendefinisikan bahwa SA adalah “the perception of the elements in the

environment within a volume of time and space, the comprehension of

their meaning, and the projection of their status in the near future.”

Airmanship.indd 89 5/9/19 1:47 PM

Page 109: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

9 0 A I R M A N S H I P

gambar 3.3. Situational Awareness merupakan

fenomena empat-dimensional, meliputi waktu dan ruang.

SA

What has happend

What is happening

What might happen

Sumber: Kern (1997)

Meningkatkan pemahaman akan SA sangat berkaitan dengan

area- area lain dalam Airmanship. Practical suggestion dibutuhkan

untuk mengembangkan kemampuan SA, sehingga pengembangan

strategis akan meminimalisir risiko yang berhubungan langsung bila-

mana seorang pilot kehilangan SA.

Empat kunci utama dalam meningkatkan SA dengan cara:

1. Define roles, hindari perhatian yang terbagi-bagi dengan membe-

rikan arahan yang jelas serta menguraikan tugas dan tanggung

jawab untuk semua orang di dalam tim penerbangan. Hal ini paling

baik dilakukan sebelum penerbangan.

2. Manage distraction, ciptakan dan ikuti prosedur standar operasi.

Lakukan sebagaimana diharapkan. Reduce overload, kenali dan akui

pada diri sendiri dan pada anggota tim lain bahwa tidak mungkin

seluruh beban pekerjaan dapat dilaksanakan oleh diri sendiri.

Lakukan delegasi untuk meringankan beban pekerjaan berlebihan,

dengan melakukan safe tasking level.

Airmanship.indd 90 5/9/19 1:47 PM

Page 110: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

D I B A L I K M A K N A A I R M A N S H I P 9 1

3. Hindari rasa puas, Lakukan tes praduga, take nothing for granted.

Lakukan double check terhadap data dan pertanyakan setiap firasat.

4. Intervene, pertanyaan tegas kepada setiap anggota tim diperlukan

ketika kondisi mengancam keselamatan penerbangan. Terlepas dari

posisi crew, apakah dalam posisi waspada atau dalam orientasi misi.

5. penilaian (judgment) dan pengambilan Keputusan

Penilaian yang baik berada pada puncak dari bangunan Airmanship

dan seluruh faktor lainnya termasuk disiplin, keterampilan, pengeta-

huan dan situational awareness mendukung terjadinya penilaian yang

baik. Penilaian yang baik, pada akhirnya, mendukung ketiga tujuan

utama dari Airmanship, yaitu keselamatan, misi yang efektif, dan

efisiensi. Maka penilaian yang baik sangat penting dalam Airmanship,

tidak hanya terhadap individual namun juga terhadap organisasi.

Pilot harus melihat penilaian sebagai seni maupun sebagai ilmu

pengetahuan. Sangat penting dikenal sebagai ilmu pengetahuan

mengingat terkait dengan psikologi, personality, pola berpikir, dan lain

sebagainya. Namun penilaian juga harus dilihat sebagai seni, karena:

pertama, pengambilan keputusan dalam dunia penerbangan tidak

dapat diturunkan kedalam formula “if-then” yang dapat sesuai untuk

setiap situasi; kedua, ada sisi intuitif dalam penilaian pilot, yang dapat

berperan pada berbagai situasi.

Bagaimanapun penilaian dan pengambilan keputusan dapat dan

harus dikembangkan secara sistematis. Tahap pertama adalah dengan

memiliki atau mengembangkan seluruh elemen dan struktur Airman-

ship yang diperlukan sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, di-

mulai dengan disiplin yang tanpa kompromi, menambahkan keteram-

pilan serta memiliki pengetahuan yang luas. Tahap kedua adalah

memahami bagaimana pilot mengambil keputusan. Dan terakhir,

dengan mengaplikasikan perkiraan strategi untuk pengambilan kepu-

tusan, pilot dapat membangun pola kebiasaan penilaian yang baik

untuk life time flying.

Airmanship.indd 91 5/9/19 1:47 PM

Page 111: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

9 2 A I R M A N S H I P

a. Definisi penilaian (judgment)

Webster (1990) mendefinisikan judgment sebagai sebuah proses pem-

bentukan pendapat berdasarkan perbandingan dan analisis. FAA

menggunakan definisi yang lebih mendalam untuk menjelaskan mak-

na dari judgment dan definisi ini dapat dijadikan acuan untuk model

Airmanship.

“Pilot judgment is the process of recognizing and analyzing all avai-

lable information about oneself, the aircraft, the flying environment, and

the purpose of the flight. This is followed by a rational evaluation of alter-

natives to implement a timely decission which assures safety. Pilot judg-

ment thus involves one’s attitudes towards risk-taking and one’s ability to

evaluate risk and make decission based upon one’s knowledge, skills and

experience. A judgment decission always involves a problem or choice, an

unknown element and usually a time constraint and stress” (FAA 1988)

b. Effective judgment and Decision Making

Pondasi dan pilar dalam Airmanship membentuk suatu dasar yang

baik untuk membuat penilaian yang baik dan pengambilan keputusan.

Tidak ada ruang untuk kesalahan dalam disiplin penerbangan, dan

tidak ada jalan pintas untuk mencapai keterampilan, kemampuan dan

pengetahuan ke tingkat yang mahir. Pada saat elemen dasar tersebut

sudah tertanam pada seorang pilot, maka seorang pilot dapat dengan

sukses dan sistematis mengembangkan dan mencapai tingkat peni-

laian yang baik dan pengambil keputusan.

Penilaian tidak dapat dielakkan sangat melekat pada individu pilot

itu sendiri dan setiap pengambilan keputusan dipengaruhi oleh per-

siapan, pengalaman dan personality individu. Maka daripada itu, seti-

ap pilot harus dapat melakukan self assessment untuk menentukan

posisi diri terhadap kesiapan untuk membuat keputusan yang berku-

alitas.

Pengembangan dalam penilaian memerlukan kedisiplinan, perha-

tian dan self critique yang terus-menerus.

Airmanship.indd 92 5/9/19 1:47 PM

Page 112: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

D I B A L I K M A K N A A I R M A N S H I P 9 3

D. inhiBiTor DAn hAMBATAn AirMAnShip

Jika Airmanship yang sempurna dapat ditempuh dengan cara yang

mudah dan singkat, setiap orang akan memilikinya dengan mudah.

Akan tetapi banyak hambatan dan inhibitor (faktor penghambat) untuk

mencapai Airmanship, sehingga hal tersebut perlu dideteksi, diiden-

tifikasi, dipahami dan diatasi, atau dihindari.

Ada dua level faktor penghambat. Pertama, faktor yang meme-

ngaruhi keseluruhan konsep dari Airmanship seperti, motivasi, ciri-ciri

kepribadian, dan sikap. Berikutnya adalah faktor penghambat yang

memengaruhi satu atau lebih elemen dari Airmanship yang akan me-

mengaruhi keseluruhan Airmanship.

1. Faktor Penghambat terhadap Disiplin

Faktor penghambat pada setiap aspek model Airmanship adalah

faktor penghambat terhadap pondasi Airmanship yaitu disiplin.

Tidak akan tercipta sebuah Airmanship tanpa disiplin, dan

faktor penghambat terhadap kedisiplinan harus berada pada daf-

tar teratas untuk dihilangkan. Kompetisi yang berlebihan, keta-

kutan akan tampil buruk, tekanan rekan kerja, a macho attitude,

air show syndrome dalam penerbangan dapat menjadi sumber

pengaruh negatif terhadap kedisiplinan.

2. Faktor Penghambat terhadap Keterampilan dan Kemampuan

Sebuah kekurangan dalam keterampilan dan kemampuan dapat

terlihat dalam banyak kasus, dan tidak hanya terhadap kasus yang

berkaitan dengan kemampuan kontrol pilot. Padahal pilot meru-

pakan fungsi kontrol utama dalam sebuah penerbangan. Berikut

adalah beberapa alasan pilot tidak mengembangkan kemampuan

dan keterampilannya: poor self-assessment, penyampaian instruk-

si yang lemah, kekurangmampuan fokus dalam melakukan pe-

ngembangan (improvement), tidak mampu menerima kritik, dan

resources yang lemah.

3. Faktor Penghambat terhadap Pengenalan Diri Sendiri

Pengembangan diri sendiri merupakan syarat awal dari pengeta-

huan untuk memahami pengenalan diri sendiri. Banyak pilot yang

Airmanship.indd 93 5/9/19 1:47 PM

Page 113: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

9 4 A I R M A N S H I P

tidak memiliki banyak waktu untuk melakukan pengenalan diri

sendiri, namun justru pilot-pilot sukses merasa untuk selalu me-

ngenal diri sendiri, seperti: motivasi diri; ketakutan; kemampuan;

serta keterbatasan diri, yang merupakan kunci untuk membuka

seluruh potensi diri.

4. Faktor Penghambat terhadap Pengenalan Pesawat

Walaupun mempelajari tentang pesawat terbang dapat merupakan

sebuah tugas yang menakutkan di awal, namun perlu diperhatikan

bahwa ada beberapa informasi terbatas yang hanya dapat dipela-

jari dengan pendekatan disiplin dari waktu ke waktu. Ada empat

hambatan utama dalam mempelajari pesawat terbang. Pertama,

tampilan tugas yang menakutkan, hal ini banyak membuat pilot

ketakutan dan pada akhirnya berakibat hanya pada pengetahuan

yang sepintas. Kedua, teknik pembelajaran yang kurang baik yang

berakibat pada tidak terjadinya penyampaian informasi secara

sistematis. Ketiga, dalam hal untuk tetap berada pada kondisi

mutakhir, banyak sekali technical orders dan flight manual yang

mengalami perubahan terlalu banyak dan terlalu cepat. Terakhir,

banyak sekali aspek tidak tertulis dari pengetahuan pesawat ter-

bang, dan ini akan membingungkan karena jika tidak diketahui

apa dan berapa banyak informasi yang harus dicari, bagaimana

cara untuk mencapainya?

5. Faktor Penghambat terhadap Pengenalan tim

Kerja sama tim yang efektif merupakan bagian dari kitab suci dari

setiap organisasi penerbangan. Sudah dijelaskan sebelumnya ten-

tang pentingnya kerja sama tim untuk tercapai kesuksesan, namun

ada beberapa hambatan terhadap terbentuknya kerja sama tim yang

efektif, termasuk di dalamnya tradisi performer solo, ego-centris,

komunikasi yang buruk, agenda/kepentingan pribadi, akrab/tidak

akrab dengan anggota tim, serta kredibilitas yang rendah.

6. Faktor Penghambat terhadap Lingkungan

Mengenali lingkungan adalah hal yang sangat baik sebagaimana

mengenai pesawat terbang. Pengetahuan tentang lingkungan sa-

Airmanship.indd 94 5/9/19 1:47 PM

Page 114: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

D I B A L I K M A K N A A I R M A N S H I P 9 5

ngat luas dan tugasnya sangat sulit. Dibutuhkan usaha dan pende-

katan langsung untuk mengenali lingkungan. Dan ternyata ditemu-

kan hambatan yang sama yaitu besarnya tantangan dan isu tentang

kemutakhiran yang terkait dengan pengetahuan lingkungan.

7. Faktor Penghalang terhadap Pengenalan Risiko

Terdapat banyak hambatan untuk dapat mengenali sumber-sum-

ber risiko yang dapat hadir dalam lingkungan penerbangan. Namun

terdapat dua tantangan utama terkait dengan sifat risiko dan

untuk menghindari keadaan berbahaya. Pertama, kurangnya pen-

dekatan sistematis atas tata cara menghindari keadaan berbaha-

ya serta manajemen risiko. Dan yang kedua adalah kepuasan.

8. Faktor Penghambat terhadap Situational Awareness dan Penilaian

Seluruh model dari Airmanship model memberikan masukan ke-

pada Capstone yaitu Situational Awareness dan Penilaian. Maka

seluruh faktor penghambat dan hambatan yang terjadi pada pon-

dasi dan pillar, akan berpengaruh langsung terhadap Situational

Awareness dan Penilaian.

E. pELATihAn DAn EvALuASi AirMAnShip

Airmanship harus diajarkan dan dievaluasi sebagai satu kesatuan

sistem yang terintegrasi. Pelatihan seorang pilot dilakukan oleh seo-

rang instruktur, yang selain bertugas sebagai instruktur juga bertugas

sebagai evaluator, serta penyedia sumber daya, motivator, serta pakar

Airmanship, sehingga seorang instruktur harus memiliki keseimbang-

an yang halus antara advokasi dan penilaian.

Beberapa arahan sebagaimana dijelaskan oleh Kern (1997), sebagai

rekomendasi dan teknik untuk menjadi instruktur yang baik adalah:

1. Change yourself, bilamana seorang instruktur belum secara penuh

mematuhi dan melaksanakan Airmanship, maka sebaiknya instruk-

tur melakukan evaluasi dan pengembangan diri bersamaan atau

sebelum melakukan pelatihan kepada yang lain.

Airmanship.indd 95 5/9/19 1:47 PM

Page 115: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

9 6 A I R M A N S H I P

2. Keep credibility intact, seorang instruktur yang juga merupakan

seorang evaluator harus memiliki kredibilitas untuk tetap bekerja

secara efektif. Siswa penerbangan akan dengan mudah melihat

setiap kesempatan dan berupaya untuk mengabaikan kesalahan

jika seorang instruktur mengacaukan suatu demonstrasi, manuver,

atau saat briefing. Maka ada istilah jika anda membicarakan ma-

salah tetapi tidak berjalan sesuai aturan maka anda akan kehi-

langan efektivitas sebagai panutan.

3. Be prepared to fly. Persiapan memudahkan dalam mengatur dan

menyusun tahapan-tahapan untuk pelatihan Airmanship. Pelak-

sanaan yang menyimpang dari teori yang benar akan berakibat

kemunduran dalam pelatihan penerbangan menuju skill-building

yang sangat terbatas.

4. Be consistent with grades, praise, and critiques items. Melatih seo-

rang pilot harus mencapai ekspektasi instruktur. Namun hal ini

akan tercapai hanya jika seorang instruktur konsisten dalam

memberikan pujian dan menentukan tuntutan. Sikap yang tidak

konsisten hanya akan membuat kebingungan dan frustasi para

siswa, yang pada akhirnya menghasilkan Airmanship yang rendah.

5. Remember, you are the training aid. Terlalu banyak instruktur meng-

gunakan kesempatan menjadi instruktur untuk menunjukkan kepa-

da siswa bahwa dirinya merupakan seorang pilot yang hebat. Seorang

instruktur telah menyelesaikan kualifikasi dan pengembangannya,

sehingga tidak perlu membuktikan apa-apa kepada siswanya. Dengan

memberikan demonstrasi yang baik mulai sekarang dan kemudian,

merupakan sebuah sarana yang baik bagi pelatihan para siswa, na-

mun perlu diingat untuk tidak menghilangkan prinsip dasar menja-

di seorang instruktur, yaitu “Melatih Siswa dengan Benar”.

6. Bust a student when necessary. Pelatihan terbang bukan untuk

meningkatkan gengsi. Seorang instruktur harus dapat menghi-

langkan kekhawatiran tentang implikasi karier saat mendapatkan

anak didik “great boy”. Cara terbaik untuk membangun Airmans-

hip, kompetensi, dan kepercayaan adalah dengan menciptakan

Airmanship.indd 96 5/9/19 1:47 PM

Page 116: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

D I B A L I K M A K N A A I R M A N S H I P 9 7

standar yang tegas. Karena seorang instruktur merupakan perta-

hanan terakhir untuk terhindar terbentuknya pilot-pilot yang tidak

bertanggung jawab.

7. Remind all students that formal training is only a starting point, and

real improvement only occurs through dedication and work on their

part. Hal ini tentang para siswa untuk dapat melakukan pening-

katan pada seluruh aspek Airmanship.

F. FonDASi AirMAnShip

Sesuai dengan penjelasan tentang Airmanship tersebut, maka Airman-

ship adalah penerapan konsisten dari pertimbangan dan keterampilan

yang baik untuk menyelesaikan tujuan sebuah penerbangan. Konsis-

tensi ini berasal dari disiplin terbang yang tak mengenal kompromi dan

bertumbuh kembang melalui kecakapan dan keterampilan yang didapat

secara sistematis. Tingkat kesadaran tinggi terhadap situasi melengkapi

gambaran suatu Airmanship yang mana didapat melalui pengetahuan

terhadap diri sendiri, pesawat, tim, lingkungan dan risiko. Airmanship

adalah sebuah tingkat keadaan diri yang memungkinkan seorang pilot

menerapkan pertimbangan yang baik/dapat dipertanggungjawabkan,

memperlihatkan disiplin terbang tak kenal kompromi dan mempertun-

jukkan pengendalian secara terampil terhadap pesawat dan situasi.

Pondasi Airmanship sebagaimana dijelaskan oleh Ebbage dan Spen-

cer (2004) dibangun pada kelompok pengetahuan, kemampuan dan

attitude yang spesifik lihat tabel 3.1. dan elemen-elemen tersebut dalam

gambar 3.4. menjadi dasar untuk pengajaran pondasi Airmanship.

Menurut Ebbage dan Spencer (2003) Airmanship dilatih melalui

perbaikan diri yang berkesinambungan dan hasrat untuk berperforma

secara optimal setiap waktu. Secara umum Airmanship terdiri atas tiga

tingkat yang merupakan dimensi Airmanship yaitu prinsip, pengeta-

huan dan hasil. Pada dimensi pengetahuan di dalam Airmanship ini

menjelaskan tentang pengetahuan penerbangan secara teknis. Kemu-

dian dalam penelitian ini akan dikaji penambahan pengetahuan di

Airmanship.indd 97 5/9/19 1:47 PM

Page 117: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

9 8 A I R M A N S H I P

dalam Airmanship terkait dengan aturan-aturan penerbangan, baik itu

dari aturan penerbangan Internasional (ICAO) dan aturan-aturan pe-

nerbangan di Indonesia, seperti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009

tentang Penerbangan.

tabel 3.1.Foundation of Airmanship

tHe FOUNDAtIONS OF AIRMANSHIP

KNOWLeDge SKILLS AttItUDeS

Knowledge of aircraft• Deep understanding of

aircraft sub-systems,

emergency procedures,

cockpit automation, aircraft

flight characteristics and

operating limits.

Physical skills• Flying skills

• Navigation skills

• Instrument flying

• Emergency handling/

recovery

• Combat survival

Hazardous attitudes• Understanding the five

main hazardous attitudes,

the antidotes and the

impact on airmanship (see

Table 2)

Knowledge of environment• Understanding the physical

environment and the

effects on aircraft control.

• Understanding the

regulatory environment.

• Understanding the

organisational environment

and the challenges posed

to airmanship.

Cockpit management skills• Avoiding the pit falls of

automation (over-reliance,

complacency, bias)

• Information management

skills

Professionalism• Understanding the values

and principles embodied in

airmanship.

Communication Skills• Vigilance in monitoring

communications

• Using appropriate

communication

(phraseology, clear, concise)

• Active listening

• Inquiry through

communications

Self-improvement• Developing the motivation

needed for life-long

learning

• Understanding the

requirement for self-

assessment in flight.

• Developing the will to

achieve performance

excellence

Knowledge of risk• Understanding the risks to

discipline, skill and

proficiency, knowledge, SA,

judgment , aircraft, self.

Cognitive skills• Understanding and

maintaining situational

awareness

• Problem solving/decision-

making skills

• Understanding and

managing workload

• Self-assessment

Discipline• Discipline in terms of:

• flight preparation

• flight discipline (e.g.

vigilance/ look-out, SA

maintenance, operational

& regulatory policy)

• knowledge & skills

maintenance post-flight

evaluation

• self-discipline

• (managing stress,

managing attitudes)

Airmanship.indd 98 5/9/19 1:47 PM

Page 118: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

D I B A L I K M A K N A A I R M A N S H I P 9 9

Team skills• Performance monitoring

• Leadership/initiative

• nterpersonal skills

• Co-ordination & decision-

making

• Team communication and SA

Sumber: Ebbage dan Spencer, 2004

Menurut Kern (1997) sebuah model yang lebih sederhana disajikan

pada gambar 3.4. Judgment (penilaian) dalam arti yang luas diguna-

kan untuk menekankan kepada aircrew dalam membuat keputusan

secara sadar, diikuti dengan intuitif yang baik, tepat waktu dan

memiliki dasar yang kuat. Control (kontrol) digunakan untuk mem-

pertahankan kendali terhadap sebuah pesawat dengan mengevalu-

asi situasi dan kondisi dalam melaksanakan program yang direnca-

nakan dengan presisi dan akurat. Discipline (disiplin) diperlukan

untuk mendeteksi potensi kesalahan sedini mungkin dan untuk

merumuskan pertimbangan atau penilaian serta melakukan tindak-

an yang terkendali.

gambar 3.4.elemen-elemen Airmanship

Sumber : Kern (1997)

Airmanship.indd 99 5/9/19 1:47 PM

Page 119: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

1 0 0 A I R M A N S H I P

Penulis juga ingin menjelaskan tentang pengetahuan yang me-

rupakan tingkatan dalam Airmanship. Menurut KBBI (Kamus Besar

Bahasa Indonesia), pengetahuan diartikan atau dimaknai sebagai

kepandaian, atau segala sesuatu yang diketahui, atau segala sesu-

atu yang berhubungan dengan beberapa hal. Banyak ahli telah

mendefinisikan pengetahuan seperti Gordon menyebutkan bahwa

pengetahuan merupakan faktor prosedur di mana bila dilakukan

akan memenuhi kinerja yang baik. Senada dengan Nadler yang me-

nyebutkan bahwa pengetahuan merupakan proses belajar tentang

kebenaran supaya mengetahui apa yang harus diketahui untuk di-

lakukan.

Demikian juga Notoatmodjo (2007) menyebutkan bahwa penge-

tahuan merupakan ”hasil tahu” dari manusia dan ini terjadi setelah

melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu melalui pan-

caindra manusia yaitu indra penglihatan, pendengaran, penciuman,

rasa, dan raba. Dalam penelitian ini pengetahuan2 yang dimaksud

2 Menurut Notoatmojo (1993) pengetahuan terdiri dari 6 tingkatan yaitu:

1. Tahu

Tahu dapat diartikan sebagai mengingat sesuatu materi yang dipelajari sebelumnya. Indikator yang digunakan untuk mengukur bahwa pilot tahu tentang kebijakan publik adalah dapat menyebutkan, mendefinisikan, menguraikan, dan mengatakan suatu Un-dang-Undang atau peraturan tentang penerbangan terbaru.

2. Memahami

Memahami diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut dengan benar. Jika dikaitkan dengan pengetahuan pilot tentang kebijakan publik adalah sejauh mana pilot tersebut dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyampaikan, dan mera-malkan suatu Undang-Undang atau peraturan tentang penerbangan.

3. Aplikasi

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang dipelajari pada situasi dan kondisi sebenarnya. Indikator yang digunakan untuk mengukur apli-kasi pengetahuan pilot tentang kebijakan publik adalah dengan menjelaskan apa saja Undang-Undang atau peraturan yang telah digunakan selama terbang.

4. Analisis

Analisis adalah suatu harapan untuk menjabarkan materi atau suatu objek dalam kom-ponen-komponen tetapi masih ada kaitannya dengan yang lain. Indikator yang diguna-kan untuk mengukur kemampuan analisis seorang pilot tentang kebijakan publik yang

Airmanship.indd 100 5/9/19 1:47 PM

Page 120: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

D I B A L I K M A K N A A I R M A N S H I P 1 0 1

adalah pengetahuan pilot tentang kebijakan publik yang berhubung-

an dengan keselamatan penerbangan. Indikator pengetahuan seorang

pilot terhadap keselamatan penerbangan adalah kemampuan seorang

pilot dalam memahami dan melaksanakan peraturan ataupun kebi-

jakan publik tentang penerbangan.

berhubungan dengan keselamatan penerbangan adalah dengan dapat membedakan, menggambarkan dan memisahkan suatu undang-undang atau pera- turan.

5. Sintesis

Sintesis adalah kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian ke dalam suatu bentuk yang baru. Indikator dari kemampuan sintesis seorang pilot terhadap ke- bijak-an publik adalah kemampuan pilot untuk menjelaskan keterkaitan peraturan dengan Undang-Undang.

6. Evaluasi

Evaluasi adalah kemampuan untuk melakuan identifikasi atau penilaian terhadap su-atu materi atau objek. Indikator yang digunakan untuk mengukur kemampuan evalu-asi seorang pilot terhadap Undang-Undang atau peraturan adalah dapat menjelaskan dengan alasan yang logis bahwa suatu Undang-undang atau peraturan masih relefan atau tidak dengan kondisi saat ini.

Airmanship.indd 101 5/9/19 1:47 PM

Page 121: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

Airmanship.indd 102 5/9/19 1:47 PM

Page 122: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

B a b I V 1 0 3

Bab IVFORMAT KESELAMATAN

PENERBANGAN

Airmanship.indd 103 5/9/19 1:47 PM

Page 123: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

1 0 4 A I R M A N S H I P

Keselamatan penerbangan yang terus-menerus berevolusi mem-

berikan peningkatan tentang keselamatan penerbangan ke

arah yang lebih baik dari masa ke masa. Sebelum membahas

lebih jauh tentang keselamatan penerbangan, perlu kiranya

dibahas terlebih dahulu tentang bagaimana transportasi udara

terbentuk atau sejarah penerbangan (transportasi udara), sehingga

mendapatkan konsep dan pemahaman yang lebih baik tentang apa

itu penerbangan. Juga perlu dibahas tentang apa yang dimaksud de-

ngan keselamatan sebelum dapat mendefinisikan keselamatan pener-

bangan secara keseluruhan.

Setelah memahami tentang definisi keselamatan penerbangan,

maka perlu dikupas pula tentang asal mula terjadinya ketentuan ke-

selamatan penerbangan serta dasar hukum tentang keselamatan

penerbangan itu sendiri baik secara internasional maupun nasional.

A. SEjArAh TrAnSporTASi uDArA

Sejarah transportasi udara pada era modern dimulai dengan balon

udara panas yang dirancang oleh Montgolfier bersaudara pada tanggal

16 April 1783, yang merupakan perjalanan manusia pertama ke udara

dengan konsep “lebih ringan dari udara”. Tetapi penerbangannya sa-

ngat terbatas dikarenakan balon hanya bisa melakukan perjalanan

melawan arah angin. Pada tahun 1784, balon udara yang dapat diken-

dalikan di ciptakan oleh Jean-Pierre Blanchard dan merupakan balon

bertenaga manusia pertama. Dia menyeberangi Selat Inggris pada 1785.

Konsep pesawat modern, model fixed wing dengan mesin untuk

terbang serta menggunakan sistem terpisah untuk mengangkat,

propulsi, dan kontrol baru didesain pada tahun 1799 oleh Sir George

Cayley, sesuai dengan sejarah transportasi udara. Dan pesawat udara

pertama yang berhasil take off diciptakan pada 17 Desember 1903 oleh

Wright Brothers, yang dikenal sebagai pesawat terbang pertama ber-

tenaga dan dikendalikan oleh manusia.

Airmanship.indd 104 5/9/19 1:47 PM

Page 124: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

F O R M AT K E S E L A M ATA N P E N E R B A N G A N 1 0 5

Mengikuti standar baru dalam sejarah transportasi udara, maka

terjadi pengembangan yang luas pada ailerons dan wing warping yang

membuat pesawat lebih mudah untuk dikendalikan. Hanya satu de-

kade setelah awal Perang Dunia I, pesawat udara yang lebih berat dari

udara (havier-than-air) dan bertenaga mesin digunakan untuk mela-

kukan penyelidikan, spotting artileri, dan bahkan menyerang terhadap

posisi tanah.

Sejarah transportasi udara mencerminkan hal-hal seperti, desain

yang berkembang lebih besar dan lebih dapat diandalkan; pesawat

udara yang mulai digunakan untuk membawa orang secara massal

serta mengangkut kargo. Ada pula tipe giant rigid airships yang dapat

mengangkut penumpang dan kargo jarak jauh, di mana perusahaan

Jerman Zeppelin menjadi produsen paling terkenal dari jenis ini pesa-

wat dalam sejarah transportasi udara. Dan penerbangan Zeppelin yang

paling fenomenal adalah Graf Zeppelin, yang terbang lebih dari satu

juta mil.

Namun dengan kemajuan dalam desain pesawat, dominasi zep-

pelin di periode sejarah transportasi udara segera berakhir. Selama

tahun 1920 dan 1930 ada kemajuan besar di bidang penerbangan. Pe-

sawat udara komersial pertama yang membawa penumpang secara

eksklusif adalah Douglas DC-3. Dan hal ini memulai era modern dalam

layanan penerbangan penumpang sejak awal sejarah transportasi

udara. Pada Perang Dunia II, terjadi banyak pembangunan bandara

pada kota-kota di dunia. Serta banyak tersedia pilot-pilot berkualitas

dengan pesawat jet pertama dan roket berbahan bakar cair pertama

yang membawa perubahan dan perbaikan yang signifikan pada dunia

transportasi udara.

Setelah Perang Dunia II, terjadi lonjakan industri transportasi

udara umum, baik charter maupun komersial. Di mana terjadi penum-

pukan alat transportasi perang dalam jumlah besar dan murah serta

ribuan pilot dibebaskan dari dinas militer. Produsen seperti Cessna,

Piper, dan Beechcraft melakukan produksi massal untuk memasok

pesawat ringan untuk pasar transportasi udara penumpang kelas

Airmanship.indd 105 5/9/19 1:47 PM

Page 125: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

1 0 6 A I R M A N S H I P

menengah yang baru. Boeing 707 membuat sejarah dalam transpor-

tasi udara, yang pertama kali menggunakan mesin jet untuk pesawat

penumpang yang juga paling ekonomis.

Sejak tahun 1960, airframes komposit telah menjadi lebih ringan

dan lebih mudah. Mesin menjadi lebih kompeten. Tapi perbaikan dan

perkembangan tetap terjadi dan yang paling signifikan telah terjadi

pada instrumentasi dan sistem kontrol pesawat. Masuknya elektronik

solid-state, Global Positioning System, komunikasi satelit telah secara

radikal mengubah desain cockpit dari pesawat. Komputer kecil dan

kuat dengan tampilan LED membantu pilot dalam menjelajahi dan

melihat medan jauh lebih akurat, bahkan pada malam hari atau dengan

visibilitas rendah.

Pada tahun 2004, Space Ship One menjadi pesawat yang pertama

kali didanai swasta untuk membuat space flight. Ini telah membuka

kemungkinan sebuah pasar penerbangan kompeten meninggalkan

atmosfer bumi.

B. ArTi SiSTEM TrAnSporTASi uDArA

Dengan berkembangnya teknologi pesawat terbang sebagaimana di-

jelaskan sebelumnya, maka perkembangan berikutnya adalah diper-

lukannya sebuah sistem transportasi udara (Air Transportation System).

Pada dasarnya Air Transportation System adalah sistem transportasi

untuk memindahkan penumpang atau barang melalui udara.

Pesawat komersial adalah transportasi yang paling umum digu-

nakan untuk mengangkut orang melalui udara. Layanan point to point

yang disediakan oleh layanan penerbangan komersial membantu orang

melakukan perjalanan cepat dari bandara ke bandara, karena perjalan-

an udara jauh lebih cepat dibandingkan dengan perjalanan darat.

Helikopter juga mengangkut orang melalui udara. Namun helikopter,

bagaimanapun, jauh lebih terbatas ketika dilihat dari luas ruang pe-

numpang dan hanya dapat mengangkut beberapa orang pada waktu

Airmanship.indd 106 5/9/19 1:47 PM

Page 126: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

F O R M AT K E S E L A M ATA N P E N E R B A N G A N 1 0 7

yang sama, sedangkan beberapa pesawat komersial bisa mengangkut

ratusan penumpang.

Setelah pembahasan tentang sejarah transportasi udara perlu pula

diulas lebih lanjut tentang apa yang dimaksud dengan “Keselamatan”

dan “Penerbangan”, sehingga dapat disimpulkan sebuah definisi ten-

tang Keselamatan Penerbangan secara baku.

C. ArTi KESELAMATAn DAn pEnErBAngAn

Keselamatan menjadi prioritas utama dalam penerbangan, tidak ada

kompromi dan toleransi. Dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992

dinyatakan bahwa “Kewajiban Maskapai Penerbangan Sipil dalam Per-

aturan Perundang-undangan Indonesia Terkait dengan Upaya Pemenuh-

an Keselamatan dan Keamanan Penumpang”, dan ini menjadi komitmen

Pemerintah bahwa Keselamatan penerbangan adalah yang utama.

D. DEFiniSi KESELAMATAn

Pada prinsipnya keselamatan merupakan perihal atau keadaan yang

bebas dari bahaya, malapetaka, bencana, kerusakan dan masih dalam

keadaan seperti semula serta tidak kurang suatu apapun.

a. jenis Keselamatan

Untuk memahami tentang jenis keselamatan maka dilihat dari jenis

keadaan yaitu, pertama, keselamatan normatif merupakan penjabar-

an tentang hasil atau desain yang sesuai dengan standar; kedua, ke-

selamatan substantif merupakan penjabaran tentang pentingnya

kondisi aman, walaupun belum memenuhi standar; ketiga, keselamat-

an merupakan sebuah persepsi yang dirasakan oleh setiap manusia.

Sebagai contoh perasaan aman terhadap adanya rambu atau tanda

lalu lintas. Namun, rambu-rambu ini bisa menjadi bumerang karena

membatasi kebebasan yang menyebabkan pengemudi menjadi gugup.

Airmanship.indd 107 5/9/19 1:47 PM

Page 127: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

1 0 8 A I R M A N S H I P

b. risiko dan respons

Keselamatan pada dasarnya sebagai evaluasi terhadap risiko kematian,

luka, atau kerusakan pada manusia atau benda. Risiko ini terjadi ka-

rena situasi atau tindakan yang tidak aman. Contohnya adalah ling-

kungan kerja yang sangat bising, dengan kondisi ekstrem (suhu yang

sangat tinggi atau rendah) atau adanya zat kimia yang berbahaya.

Sebagai respons dari risiko ini, ada banyak tindakan yang boleh diam-

bil sebagai solusinya. Respons yang dipilih biasanya respons secara

teknis sesuai dengan prosedur. Sebagai jaminan maka orang akan

memilih asuransi, yang akan memberikan kompensasi atau memban-

tu jika terjadi kecelakaan atau kerusakan.

c. Sistem Keselamatan

Sistem keselamatan adalah sebuah konsep yang berkaitan dengan

perkembangan teknologi secara terus-menerus yang disusun dalam

bentuk peraturan sesuai dengan lingkungan. Keselamatan pada da-

sarnya merupakan gabungan atau sintesa dari berbagai aspek kualitas,

keandalan, ketersediaan, dan kestabilan.

2. Definisi penerbangan

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 ayat 1 tentang Penerbangan

menyatakan bahwa penerbangan adalah satu kesatuan sistem yang

terdiri atas pemanfaatan pesawat udara, wilayah udara, bandar udara,

navigasi penerbangan, angkutan udara, lingkungan hidup, keselamat-

an dan keamanan, serta fasilitas penunjang dan fasilitas umum lain-

nya. Dalam dictionary of aviation, penerbangan diistilahkan dalam

aviation dan flight. Aviation mengandung pengertian suatu kegiatan

menerbangkan pesawat. Flight merupakan pergerakan suatu objek di

atau melalui atmosfer bumi atau ruang angkasa, dapat juga diartikan

sebagai jarak yang ditempuh oleh pesawat atau jadwal perjalanan

pesawat. Menurut kamus bahasa inggris, penerbangan diterjemahkan

Airmanship.indd 108 5/9/19 1:47 PM

Page 128: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

F O R M AT K E S E L A M ATA N P E N E R B A N G A N 1 0 9

sebagai aviation, yang memiliki dua buah arti ”the operation of aircraft”

atau “pengoperasian pesawat terbang” dan “the production of aircraft”

atau “produksi pesawat terbang”.

Pembahasan tentang penerbangan, tidak akan terlepas dari pem-

bahasan jasa pelayanan transportasi udara. Di mana jasa pelayanan

transportasi udara terdiri dari beberapa unsur yaitu: (1) Moda trans-

portasi udara (pesawat terbang); (2) Ruang lalu lintas udara (rute pe-

nerbangan); (3) Terminal (bandar udara); dan (4) Muatan Udara (pe-

numpang dan cargo).

Permasalahan yang sering terjadi dari penerbangan sipil pada saat

ini adalah keselamatan dan keamanan. Banyak faktor yang berpenga-

ruh terhadap keamanan dan keselamatan seperti yang telah dijelaskan

oleh Hawkin melalui teori SHELL.

3. Dasar Teori Keselamatan penerbangan

UU Nomor 1 Tahun 2009 ayat 48 mendefinisikan keselamatan pener-

bangan sebagai suatu keadaan terpenuhinya persyaratan keselamatan

dalam pemanfaatan wilayah udara, pesawat udara, bandar udara,

angkutan udara, navigasi penerbangan, serta fasilitas penunjang dan

fasilitas umum lainnya.

Teori pemanfaatan wilayah udara terkait dengan keselamatan

penerbangan di wilayah suatu negara dalam mengelola penerbangan

harus memenuhi standar keselamatan penerbangan. Konvensi inter-

nasional yang mengikat 190 negara tentang penerbangan adalah

Convention International Civil Aviation atau Konvensi Chicago 1944.

Dalam Pasal 37 dengan jelas dijabarkan, bahwa untuk meningkatan

keamanan dan keselamatan penerbangan, negara peserta Konvensi

Chicago 1944 harus mengikuti semua prosedur dan standar yang telah

disepekati oleh anggota ICAO.

Teori keselamatan penerbangan dalam hubungannya dengan pe-

sawat udara menyangkut faktor laik terbang. Menurut UU No. 1 Tahun

2009 yang dimaksud dengan pesawat udara ialah ”setiap mesin atau

Airmanship.indd 109 5/9/19 1:47 PM

Page 129: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

1 1 0 A I R M A N S H I P

alat yang dapat terbang di atmosfer karena gaya angkat dari reaksi

udara, tetapi bukan karena reaksi udara terhadap permukaan bumi

yang digunakan untuk penerbangan.” Sementara itu pengertian pesa-

wat udara menurut ICAO adalah ”setiap bangun mekanis yang dapat

memperoleh daya dukung (daya angkat) dalam atmosfer dari reaksi

udara selain reaksi udara terhadap permukaan bumi”.

Teori keselamatan penerbangan dalam hubungannya dengan

bandar udara menyangkut klasifikasi bandara tersebut. Secara geo-

grafis wilayah Indonesia terdiri dari pulau-pulau yang terbentang luas

dari Sabang hingga Merauke, sehingga Indonesia memiliki banyak

bandar udara di setiap provinsi dan kepulauannya. Hal ini menjadi

sarana pendukung untuk peningkatan keselamatan penerbangan.

Peningkatan tersebut harus sesuai dengan standar penerbangan me-

nurut ICAO.

Teori keselamatan penerbangan dalam hubungannya dengan

angkutan udara merujuk pada UU No. 1 Tahun 2009. Dalam pasal 1

ayat 13 dinyatakan bahwa angkutan udara adalah setiap kegiatan

dengan menggunakan pesawat udara untuk mengangkut penumpang,

kargo dan atau pos untuk satu perjalanan atau lebih dari satu bandar

udara ke bandar udara yang lain atau beberapa bandar udara.

Teori keselamatan penerbangan dalam hubungannya dengan na-

vigasi penerbangan mengacu pada standar navigasi menurut ICAO.

Setiap negara sebagai peserta Konvensi Chicago 1944 setuju untuk

melakukan langkah yang praktis melalui pembuatan peraturan-pera-

turan khusus atau dengan cara lain untuk memudahkan dan melayani

penggunaan navigasi pesawat udara dalam mendukung keselamatan

penerbangan.

Teori keselamatan penerbangan dalam hubungannya dengan fa-

silitas penunjang dan fasilitas umum lainnya merupakan suatu kea-

daan terpenuhinya persyaratan keselamatan dalam proses pelayanan

penerbangan untuk menuju suksesnya keselamatan penerbangan.

Fasilitas penunjang dan fasilitas umum mutlak diperlukan keberada-

annya dalam mendukung penerbangan di bandar udara.

Airmanship.indd 110 5/9/19 1:47 PM

Page 130: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

F O R M AT K E S E L A M ATA N P E N E R B A N G A N 1 1 1

Berdasarkan teori SHELL yang diungkapkan oleh Reason (1990) dan

disempurnakan oleh Hawkins (1993) menjadi SHELL, yang mana aspek

keselamatan penerbangan perlu memperhatikan beberapa unsur yang

terdiri atas:

a. Kebijakan, aturan-aturan dan prosedur penerbangan yang disebut

dengan Software (S);

b. Pesawat udara yang disebut Hardware (H);

c. Infrastruktur, cuaca, kondisi wilayah dan berbagai faktor yang

berada di luar kendali manusia disebut sebagai Environment (E);

d. Manusia (Pilot) yang disebut dengan Liveware (L).

e. Manusia (Pendukung Penerbangan) yang disebut dengan Liveware (L).

Manusia secara umum diyakini merupakan faktor paling dominan

dalam terjadinya keselamatan penerbangan karena manusia banyak

memiliki keterbatasan sehingga diprediksi kemungkinan akan selalu

mendapatkan permasalahan dalam situasi apapun.

Hubungan antara Liveware-Hardware menyangkut interaksi antar

manusia dan peralatan, seperti penggunaan peralatan sistem kendali

pesawat dalam sistem manual maupun sistem digital, tempat duduk

cockpit, membaca indikator instrument flight dan engine instrument.

Kemudian dalam mengoperasikan peralatan-peralatan tersebut bagai-

mana kecakapan dan keterampilan pilot apakah ada menimbulkan

kesalahan yang bisa mengakibatkan kecelakaan.

Hubungan antara Liveware-Software berhubungan dengan interak-

si manusia dan aspek non-fisik. Misalnya pelaksanaan standar opera-

sional, aturan, manual. Hubungan tersebut sebagai interaksi yang

pertama kali ditemukan dalam dunia penerbangan. Masalah lingkung-

an berkaitan dengan tekanan udara pada kabin, kondisi cuaca, dan

waktu penerbangan. Saat ini permasalahan yang muncul adalah ma-

salah global seperti bocornya lapisan ozon, perubahan cuaca yang

ekstrem, dan perubahan iklim yang sulit untuk diprediksi.

Airmanship.indd 111 5/9/19 1:47 PM

Page 131: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

1 1 2 A I R M A N S H I P

gambar 4.1.Konsep teori SHeLL

teori SHeLL lebih jelasnya digambarkan berikut ini.

Sumber: http://aviationknowledge.wikidot.com/aviation:shell-model

Hubungan antara Liveware-Liveware adalah interaksi antar manu-

sia. Interaksi ini merupakan hubungan kerja antara manusia yang ada

di pesawat dengan manusia pendukung penerbangan di darat. Hu-

bungan ini harus terjalin kerja sama yang saling membutuhkan untuk

mewujudkan keselamatan penerbangan.

E. pEngErTiAn DAn SuMBEr huKuM uDArA (Air LAw)

Sampai dengan hari ini, masih terjadi perbedaan tentang hukum uda-

ra internasional. Beberapa istilah yang digunakan dunia internasional

adalah hukum udara (air law), atau hukum penerbangan (aviation law),

atau hukum navigasi udara (air navigation law) atau hukum transpor-

tasi udara (air transportation law), atau hukum penerbangan (aviation

law) atau hukum aeronautika yang digunakan saling bergantian tanpa

membedakan satu terhadap lainnya.

Sebagaimana dijelaskan oleh Martono dan Sudiro (2012) bahwa

sumber hukum udara dapat bersumber pada hukum internasional

Airmanship.indd 112 5/9/19 1:47 PM

Page 132: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

F O R M AT K E S E L A M ATA N P E N E R B A N G A N 1 1 3

maupun hukum nasional, sesuai dengan Pasal 38 (1) Piagam Mahkamah

Internasional (PMI) yang mengatakan bahwa hukum internasional

bersumber dari kesepakatan internasional, budaya internasional, se-

bagai tingkah laku yang universal yang dianggap sebagai hukum”.

Sumber hukum udara internasional dapat berupa:

a. Multilateral

b. Bilateral Air Transport Agreement

c. Hukum Kebiasaan Internasional

d. Prinsip-prinsip Hukum Umum

e. Ajaran Hukum (Doctrine)

f. Yurisprudensi

F. DASAr huKuM KESELAMATAn pEnErBAngAn

Sejak teknologi penerbangan terus berubah-ubah, dimulai dari balon

udara panas Montgolfier, berubah menjadi Zepplin, dan desain Santos-

Dumont yang berkembang menjadi penemuan pesawat Wright Brot-

hers. Negara-negara maju mulai berpikir untuk menyatukan prinsip

hukum kedaulatan udara mereka ke dalam rezim hukum udara inter-

nasional untuk mengatur dan menyatukan aturan teknis dari prinsip

hukum kedaulatan udara.

Kesediaan untuk bekerja sama diwujudkan dalam Konferensi In-

ternational Air Navigation diadakan di Paris pada tahun 1910. Dalam

konferensi ini prinsip hukum kedaulatan udara dan aturan teknis

umum diterapkan dalam pembahasan penerbangan internasional, dan

dalam konferensi disepakati bahwa kedaulatan udara suatu negara

ditentukan oleh kedaulatan di bawahnya. Para peserta konferensi

mencoba untuk membuat kodifikasi aturan hukum dalam pelaksana-

an kedaulatan udara, namun konferensi ini gagal menciptakan suatu

konvensi. Terlepas dari semua kegagalannya, konferensi ini telah

menjadi langkah pertama dalam pembentukan hukum internasional

kedaulatan udara. Konferensi International Air Navigation diadakan

kembali pada tahun 1919 di Paris dan menghasilkan sebuah Konvensi

Airmanship.indd 113 5/9/19 1:47 PM

Page 133: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

1 1 4 A I R M A N S H I P

yaitu Peraturan Navigasi Udara. Kemudian pada tahun 1928 diadakan

konferensi di Havana yang menghasilkan Konvensi tentang Peraturan

Navigasi Udara khususnya Amerika Serikat.

Konferensi terakhir diadakan di Chicago pada tahun 1944, yang

menjadi Konvensi Penerbangan Sipil Internasional (dikenal sebagai

Konvensi Chicago 1944). Konvensi ini merupakan hasil penyempurna-

an dari Konvensi Paris 1919 dan Konvensi Havana 1928. Dalam konven-

si ini kedaulatan udara hukum yang dirumuskan dalam Pasal 1, yang

berbunyi, “The contracting States recognize that every country has

complete and exclusive sovereignty over the airspace above its territory”

“Negara-negara yang sepakat telah mengakui bahwa setiap negara

memiliki kedaulatan yang lengkap dan eksklusif atas wilayah udara di

atas wilayahnya”. Konvensi Chicago 1944 telah menjadi titik acuan

hukum udara internasional dan masih berlaku hari ini.

1. Landasan hukum internasional - international Civil Aviation organization (iCAo)

Konvensi Penerbangan Sipil Internasional (juga dikenal sebagai Kon-

vensi Chicago), ditandatangani pada tanggal 7 Desember 1944 oleh 52

Negara. Ratifikasi Konvensi tertunda oleh 26 Negara, International

Civil Aviation Organization. Sementara (PICAO) didirikan dan berfung-

si 6 Juni 1945 hingga 4 April 1947. Pada 5 Maret 1947 ratifikasi 26 Ne-

gara diterima. ICAO terbentuk pada tanggal 4 April 1947. Pada bulan

Oktober tahun yang sama, ICAO menjadi badan khusus PBB yang

terkait dengan Dewan Ekonomi dan Sosial (ECOSOC).

Hasil Konvensi Chicago sebagai Konvensi Penerbangan Sipil Inter-

nasional menetapkan tujuan ICAO sebagai berikut:

“WHEREAS the future development of international civil aviation

can greatly help to create and preserve friendship and understanding

among the nations and peoples of the world, yet its abuse can become

a threat to the general security; and “WHEREAS it is desirable to

avoid friction and to promote that cooperation between nations and

peoples upon which the peace of the world depends;

Airmanship.indd 114 5/9/19 1:47 PM

Page 134: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

F O R M AT K E S E L A M ATA N P E N E R B A N G A N 1 1 5

“THEREFORE, the undersigned governments having agreed on

certain principles and arrangements in order that international civil

aviation may be developed in a safe and orderly manner and that

international air transport services may be established on the basis

of equality of opportunity and operated soundly and economically;

“Have accordingly concluded this Convention to that end.”

Pada intinya, konferensi ini dihadapkan pada dua pertanyaan: (1)

apakah diakui secara universal dapat menyepakati standardisasi

sinyal navigasi dan standar teknis lainnya dan (2) apakah aturan

internasional tentang ekonomi transportasi udara dapat dibentuk.

Salah satu kelompok negara, yang dipimpin oleh AS, menginginkan

sebuah organisasi internasional yang diberdayakan hanya untuk

membuat rekomendasi mengenai standardisasi prosedur teknis dan

standardisasi peralatan. Dalam aspek ekonomi, negara-negara ini

meyakini, transportasi udara harus bebas kompetitif. Kebijakan ini

juga harus merupakan kebijakan terbaik untuk melayani kepenting-

an “negara-negara konsumen” yang tidak memiliki penerbangan

internasional. Kelompok lain dari negara, yang dipimpin oleh Inggris,

mengharapkan memiliki banyak kesepakatan ekonomi untuk pener-

bangan sipil. Ini akan diberdayakan untuk mengalokasikan rute in-

ternasional bahwa penerbangan dari berbagai negara akan diizinkan

untuk terbang, mengatur frekuensi penerbangan, dan memperbaiki

tingkat pelayanan.

Dalam Konvensi Penerbangan Sipil Internasional ini akhirnya

mengadopsi kompromi antara posisi Amerika dan Inggris. Konvensi

didirikan untuk pertama kalinya dalam bentuk sebuah badan indepen-

den internasional, ICAO, untuk mengawasi “order in the air,” atau

“ketertiban di udara” menghasilkan standardisasi teknis maksimum

untuk penerbangan internasional, merekomendasikan praktik-praktik

tertentu bahwa negara-negara anggota harus mengikuti dan melak-

sanakan fungsi-fungsi lainnya. Negara meratifikasi atau mengakses

konvensi sehingga disepakati untuk menyesuaikan diri dengan semak-

Airmanship.indd 115 5/9/19 1:47 PM

Page 135: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

1 1 6 A I R M A N S H I P

simal mungkin terhadap standar penerbangan sipil dan berusaha

untuk menyesuaikan diri dengan rekomendasi ICAO.

Di bidang ekonomi, ICAO tidak memiliki kekuatan regulasi, tapi

salah satu tujuan konstitusionalnya adalah untuk meningkatkan efi-

siensi supaya tidak terjadi persaingan yang tidak sehat. Selain itu, di

bawah konvensi, negara-negara anggota berjanji untuk penerbangan

internasional mereka memberikan ICAO laporan lalu lintas, statistik

biaya, dan laporan keuangan yang menunjukkan, antara lain, semua

penerimaan dari operasi dan sumber-sumber pendapatan tersebut.

Konvensi Chicago menegaskan kedaulatan lengkap dan eksklusif

atas wilayah udara di atas wilayahnya dan menyatakan bahwa pener-

bangan tidak berjadwal harus menyesuaikan terhadap izin kondisi dan

batasan, berdasarkan pesawat udara sipil dari satu negara ke dalam

atau di atas wilayah negara lainnya. Layanan udara internasional yang

dijadwalkan, akan dapat dioperasikan dari satu negara ke dalam atau

di atas wilayah negara lain hanya jika memiliki izin otorisasi terkini,

dan negara-negara anggota diizinkan untuk menentukan daerah/wi-

layah terlarang untuk pesawat asing asalkan peraturannya merupakan

faktor non-diskriminatif. Pesawat tanpa pilot maupun pesawat kon-

vensional dilindungi oleh ketentuan ini. Istilah wilayah udara masih

belum didefinisikan secara tepat, bagaimanapun juga, dan dengan

perkembangan roket dan rudal jarak jauh, masalah memutuskan di

mana wilayah udara suatu negara berakhir dan di mana luar angkasa

dimulai menjadi perhatian permasalahan tersendiri. Masalah ini telah

menjadi penelitian oleh Komite PBB tentang Penggunaan Damai An-

tariksa (Peaceful Uses of Outer Space).

Hal yang penting dipertimbangkan oleh konferensi Chicago ada-

lah pertanyaan dari pertukaran hak komersial di penerbangan sipil

internasional. Kesepakatan yang memuaskan untuk semua negara

yang menghadiri konferensi tidak mungkin tercapai, oleh karena itu,

pertanyaan tertutup tidak diajukan dalam Konvensi Penerbangan

Sipil Internasional yang berfungsi sebagai konstitusi ICAO tetapi

dalam dua perjanjian tambahan diadopsi oleh konferensi: Perjanjian

Airmanship.indd 116 5/9/19 1:47 PM

Page 136: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

F O R M AT K E S E L A M ATA N P E N E R B A N G A N 1 1 7

International Transit Air Services dan Perjanjian Internasional Air Trans-

port. Kedua perjanjian tidak merupakan bagian dari konstitusi ICAO

dan mengikat hanya pada negara-negara anggota ICAO yang telah

meratifikasinya.

Perjanjian Air Services Transit Internasional jaminan (1) kebebasan

pesawat sipil untuk terbang di atas negara-negara asing dan wilayah

selama mereka tidak mendarat, dan (2) kebebasan pesawat sipil

untuk membuat pendaratan non-lalu lintas, untuk pengisian bahan

bakar atau overhaul di wilayah asing. Perjanjian tersebut untuk per-

tama kalinya menghasilkan prinsip hak otomatis transit dan penda-

ratan darurat. Perjanjian International Air Transport, yang juga dikenal

sebagai Perjanjian Lima Kebebasan, menegaskan, selain dua kebe-

basan tercakup dalam perjanjian transit, tiga kebebasan lainnya dari

udara:

(3) kebebasan untuk mengangkut penumpang dan kargo dari

negara asal ke yang lainnya, (4) kebebasan untuk mengangkut penum-

pang dan kargo dari negara lain ke negara asalnya, dan (5) kebebasan

untuk melintasi antar negara.

ICAO pada awalnya diciptakan untuk memperkenalkan pengem-

bangan penerbangan sipil yang aman dan efisien. Salah satu aspek

kerja jangka panjang dari Organisasi ini selama enam dekade terakhir

telah membantu Amerika meningkatkan penerbangan sipil di negara

mereka melalui proyek yang dilaksanakan di bawah Program Kerja

Sama Teknis ICAO. Sejak pembentukannya pada tahun 1952, Biro Ker-

ja Sama Teknis (Technical Coordination Bureau - TCB) telah bertanggung

jawab untuk pelaksanaan Program Kerja Sama Teknis ICAO dalam

segala hal yang berkaitan dengan pengembangan dan penerbangan

sipil yang aman.

a. Pembentukan ICAO Anexes sebagai Sipil Peraturan Aviation In-

ternational.

Sebagai Organisasi sebelum terbentuknya ICAO, Komisi Internasional

untuk Navigasi Udara (International Commission for Air Navigation -

ICAN) mengadakan dua puluh sembilan sesi antara Juli 1922 dan Ok-

Airmanship.indd 117 5/9/19 1:47 PM

Page 137: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

1 1 8 A I R M A N S H I P

tober 1946, dengan interupsi selama Perang Dunia II. Di mana ICAN

telahmengembangkan8Annex(AkeH),sebagaiberikut:

BerkaitandenganAnnexI-RadioKomunikasi(Radio Communica-

tions), Lampiran ini belum diimplementasikan dalam

tabel 4.1. 8 Annexes of ICAN

EightAnnexestotheParisConventionCorresponding Annexes

to the Chicago Convention

A Classification of aircraft and definitions, the markings of aircraft; registration of aircraft; call signs

H

B Certificates of airworthiness G

C Log books F

D Rules as to lights and signals; rules for air traffic C and D

E Operating crew E

F Aeronautical maps and ground signs J

G Collection and dissemination of meteorological information

I

H Customs K

Konvensi Paris, sebagai Protokol Brussels dari 1 Juni 1935 (ditanda-

tangani pada Sidang ke-23 dari ICAN diadakan di Brussels, Belgia dari

27Mei ke 1 Juni 1935) yang berurusan dengan Annex baru ini tidak

pernahdiratifikasi.Annexinimulaidirancangdandiamandemensejak

tahun 1935 tanpa implementasi akhir dalam Konvensi Paris. Konvensi

ICAN merupakan sebuah konvensi yang terbatas dan juga pelaksana-

annya, karena sebagian besar sampai dengan tahun 1930-an pener-

bangan pesawat lebih berupa penerbangan regional dibandingkan

penerbangan keseluruh dunia transportasi.

Pada Konferensi Chicago di tahun 1944, menghasilkan dua belas

draftAnnexesteknisyangdiselesaikanuntukmelayanisebagaipan-

duan untuk praktik di seluruh dunia sambil menunggu berlakunya

Konvensi Penerbangan Sipil Internasional dan kemudian diadopsi se-

Airmanship.indd 118 5/9/19 1:47 PM

Page 138: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

F O R M AT K E S E L A M ATA N P E N E R B A N G A N 1 1 9

cara resmi oleh Dewan ICAO dan kemudian diterima oleh Negara- ne-

gara anggotanya.

Perlu dicatat bahwa rancangan Annex teknis Operasi tidak bisa

disiapkan oleh Konferensi Chicago dalam waktu yang akan disertakan

denganAnnex lainnyayangditemukandalamAppendixVdari Final

Act. Ketika PICAO muncul pada tahun 1945, Divisi Operasional menja-

di bertanggung jawab atas penyusunan teks pada subjek ini.

tabel 4.2. 12 Annexes Asli dari Chicago Convention

TwelveoriginalAnnexestotheChicagoConvention

A Airways systems

B Communications procedures and systems

C Rules of the air

D Air traffic control practices

E Standards governing the licensing of operating and mechanical personnel

F Log book requirements

GAirworthiness requirements for civil aircraft engaging in international air navigation

H Aircraft registration and identification marks

I Meteorological protection of international aeronautics

J Aeronautical maps and charts

K Customs procedures and manifests

L Search and rescue, and investigation of accidents

Dalam kehadiran PICAO, banyak terlibat dalam penyusunan reko-

mendasi untuk standar, praktik dan prosedur yang harus diadopsi oleh

negara-negara sambil menunggu pembentukan International Standar-

ds and Recommended Practices (SARPS) oleh Organisasi permanen. Pada

sesi pertama, Dewan PICAO menyelenggarakan divisi teknis dengan

maksud untuk memberlakukan sesegera mungkin, sesuai dengan

Resolution II of the Final Act of the Chicago Conference, revisi rancangan

AnnexteknisyangmerupakanbagiandariAppendixVdariFinal Act.

Airmanship.indd 119 5/9/19 1:47 PM

Page 139: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

1 2 0 A I R M A N S H I P

Berbagai divisi bertemu dan menyusun spesifikasi untuk apa yang

kemudian dikenal sebagai Rekomendasi PICAO Standar, Praktik dan

Prosedur selama periode interim. Setelah disetujui oleh Dewan PICAO,

rekomendasi tersebut dicatat ke berbagai negara anggota untuk dia-

dopsi ke dalam peraturan nasional mereka. Setelah berlakunya kon-

vensi, mereka akan membakukan judul International Standards and

Recommended Practices.

Dua komite Dewan PICAO, yaitu Komite Navigasi Udara dan Ko-

mite Transportasi Udara, didirikan dan divisi teknis terdiri dari spesi-

alis dari Negara Anggota dan pengamat dari organisasi yang tertarik

dalam penerbangan sipil internasional, dibantu oleh Sekretariat Orga-

nisasi ini, diarahkan dan dikoordinasikan oleh Komite.

Dengan terbentuknya Organisasi permanen pada bulan April 1947,

status standar mengalami perubahan besar, hasil dari divisi dipertim-

bangkan oleh Komisi Navigasi Udara, kemudian diadopsi oleh Dewan

dan akhirnya diserahkan kepada Negara Anggota. Jika mayoritas Nega-

ra tidak menyatakan keberatan atau penolakan dari standar dan praktik

yang direkomendasikan, maka rekomendasinya akan menjadi efektif;

dan masing-masing negara anggota terikat untuk menempatkan me-

reka ke dalam praktik atau untuk memberitahukan ke ICAO jika terjadi

perbedaan dalam praktik dari yang ditetapkan oleh standar internasio-

nal. Adopsi standar tersebut oleh Dewan memberi mereka status seba-

gai Convention Annexes, sebagaimana terlihat pada tabel 4.3.

Pada tahun-tahun awal penerbangan sipil, tidak ada yang meramal-

kan perlunya memiliki ketentuan yang mencakup sisi negatif dari pe-

nerbangan sipil. Organisasi baru membahas topik perlindungan ling-

kungan awalnya pada Sidang ke-16 Majelis yang diadakan di Buenos

Aires pada tahun 1968; studi kompleks yang dihasilkan dari efek kebi-

singanpesawatmenyebabkanpadatahun1971untukmengadopsiAnnex

16 - Aircraft Noise. Pengaruh emisi mesin pesawat pada polusi udara

kemudiandiperiksa. Ruang lingkupAnnex 16 demikianmelebar pada

tahun 1981 untuk memasukkan ketentuan emisi mesin pesawat dan

dokumen direorganisasi dan berjudul Environmental Protection.

Airmanship.indd 120 5/9/19 1:47 PM

Page 140: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

F O R M AT K E S E L A M ATA N P E N E R B A N G A N 1 2 1

tabel 4.3. Annexes Standar dari ICAO

AnnexestotheChicago Convention as adopted by 1953

Titles changed over the years since 1953

1 Personnel Licensing

2 Rules of the Air

3 Meteorological CodesMeteorological Service for International Air Navigation

4 Aeronautical Charts

5Dimensional Units to be used in Air-Ground Communications

Units of Measurement to be Used in Air and Ground Operations

6Operation of Aircraft – ScheduledInternational Air Services

Operation of Aircraft

7Aircraft Nationality and Registration Marks

8 Airworthiness of Aircraft

9Facilitation of International Air Transport

Facilitation

10 Aeronautical Telecommunications

11 Air Traffic Services

12 Search and Rescue

13 Aircraft Accident InquiryAircraft Accident and Incident Investigation

14 Aerodromes

15 Aeronautical Information Services

Dalam keprihatinannya tentang ancaman kekerasan terhadap

penerbangan sipil internasional dan fasilitasnya, termasuk pembajak-

an pesawat udara, pertemuan luar biasa oleh majelis ICAO diseleng-

garakan untuk membahas subjek ini di Montreal, pada bulan Juni 1970.

Selanjutnya pada tahun 1974, Dewan mengadopsi SARPS di Annex 17

tentang Security: Safeguarding International Civil Aviation against Acts

of Unlawful Interference.

Airmanship.indd 121 5/9/19 1:47 PM

Page 141: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

1 2 2 A I R M A N S H I P

Di tahun 70-an, ICAO harus mengatasi masalah munculnya pener-

bangan sebagai modus utama perdagangan, yaitu ancaman yang

berkembang di mana penumpang, crew dan masyarakat melakukan

pengangkutan barang berbahaya. Pada tahun 1976, diperkirakan bah-

wa lebih dari setengah dari bahan yang dibawa oleh semua moda

transportasi berpotensi berbahaya. Untuk memastikan bahwa kargo

berbahaya dapat dilakukan dengan aman oleh udara, ICAO mengadop-

si pada tahun 1981 Annex 18 tentang The Safe Transport of Dangerous

Goods by Air, yang berlaku efektif pada tanggal 1 Januari 1984. Annex

ini agak unik karena mencerminkan upaya terkoordinasi dengan PBB

dan Badan Energi Atom Internasional (International Atomic Energy

Agency- IAEA) memastikan kompatibilitas penuh dengan petunjuk

teknis mereka.

Komisi Navigasi Udara ICAO, dalam pertemuan keempat dan ke-

lima dari Sesi ke-190 nya pada tanggal 8 Mei 2012, mempertimbangkan

proposal yang dikembangkan oleh Manajemen Panel Keselamatan

(Safety Management Panel - SMP) untuk mentransfer ketentuan tentang

tanggung jawab manajemen keselamatan dan proses dari Annexes

yang ada untuk dikonsolidasi dalam Annex baru 19 - Safety Management

danusulanamandemenkonsekuensialterkaitdenganAnnexyangada.

AnnexbaruICAOtersebutmendukungstrategikeamananglobal,yang

menyerukan untuk meningkatkan standardisasi, peningkatan kerja

sama antar pemangku kepentingan penerbangan, inisiatif berbagi

informasi baru, dan memprioritaskan investasi di sumber daya teknis

dan manusia yang dibutuhkan untuk memastikan operasi yang aman.

Manajemen keselamatan Standar Internasional ICAO dan Praktik Re-

komendasi memberikan persyaratan tingkat tinggi bahwa negara

harus menerapkan untuk memenuhi tanggung jawab manajemen

keselamatan mereka terkait dengan, atau didukung langsung dari,

operasi yang aman dari pesawat. Menjadi yang pertama baru Annex

ICAO di lebih dari 30 tahun, Annex 19 menjadi berlaku pada 14 Novem-

ber 2013.

Airmanship.indd 122 5/9/19 1:47 PM

Page 142: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

F O R M AT K E S E L A M ATA N P E N E R B A N G A N 1 2 3

b. ICAO ANNeX 2 – Rules of the Air.

Mengacu pada regulasi Transportasi Udara Penumpang Sipil seperti

yang disebutkan sebelumnya, dirasakan perlu untuk mengeksplorasi

lebih detail tentang Annex 2 dari ICAO –Rules of the Air.

tabel 4.4. empat Annexes tambahan ICAO

Four new Annexes adopted after 1970

Title First adopted on

16 Environmental Protection 2 April 1971

17 Security - Safeguarding International Civil Aviation against Acts of Unlawful Interference

22 March 1974

18 The Safe Transport of Dangerous Goods by Air 26 June 1981

19 Safety Management 25 February 2013

Didirikan oleh Provisional International Civil Aviation Organization

(PICAO), Divisi Peraturan Udara dan Air Traffic Control (Rules of Air and

Air Traffic Control- RAC) mengadakan sesi pertama (16 pertemuan) an-

tara 15 Oktober dan 19 November 1945; sesi kedua Divisi RAC bertemu

dari tanggal 3 Desember 1946 hingga 6 Januari 1947 dan mengusulkan

dan merekomendasikan Standar Praktik untuk Peraturan Udara. Dan

diterima oleh Dewan ICAO pada tanggal 15 April 1948 dan berlaku

efektif pada tanggal 15 September 1948 sebagai Annex 2 - International

Standards and Recommended Practices - Rules of the Air. Dilanjutkan ke

sesi 4 dari Divisi RAC yang diselenggarakan dari 14 November ke 14

Desember 1950, di mana Dewan ICAO mengadopsinya pada 27 Novem-

ber 1951 dengan revisi lengkap dan penataan ulang dari Annex 2 berju-

dul International Standards - Rules of the Air. Sejak itu, tidak lagi berisi

Praktik Rekomendasi.

Airmanship.indd 123 5/9/19 1:47 PM

Page 143: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

1 2 4 A I R M A N S H I P

b. Landasan hukum nasional tentang peraturan Transportasi udara dan implementasinya di indonesia

Sesuai dengan peraturan internasional sebagaimana diatur dalam

Annexes ICAO, pemerintah Indonesia juga merumuskan peraturan

transportasi udara nasional, dalam bentuk Undang-undang Penerbang-

an, Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri dan Keputusan Direk-

torat Jenderal Perhubungan.

Selain dasar hukum dan regulasi sebagaimana disebutkan di atas,

juga dibentuk sebuah Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil (Civil

Aviation Safety Regulation - CASR) oleh Direktorat Perhubungan Uda-

ra—Kementerian Perhubungan juga merupakan bagian dari peraturan

transportasi udara nasional Indonesia.

a. Undang-undang

1. UU Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan

Tujuan dan objektif dari UU Nomor 1 Tahun 2009 adalah untuk

memperkenalkan pengembangan transportasi udara Indonesia

dan untuk memastikan agar sektor transportasi udara Indo-

nesia dapat mendukung pembangunan nasional dan layak

untuk bersaing dan bertahan secara nasional, regional, dan

internasional. Undang-undang ini juga untuk mengatur se-

jumlah hal yang berkaitan dengan penerbangan, mulai dari

kedaulatan di wilayah udara, pesawat produksi, operasi dan

kelaikan pesawat untuk keamanan dan keselamatan pener-

bangan, pengadaan pesawat, asuransi penerbangan, investi-

gasi kecelakaan pesawat, dan lisensi profesional penerbangan.

UU Nomor 1 Tahun 2009 juga mengatur tentang transportasi

udara terjadwal dan non-terjadwal, kepemilikan pesawat dan

penyewaan pesawat, kewajiban maskapai penerbangan, fasi-

litas navigasi udara, otoritas bandara dan wilayah informasi

penerbangan.

2. UU Nomor 15 Tahun 1992 tentang Keselamatan Penerbangan.

Tujuan dari UU Nomor 15 Tahun 1992 adalah untuk mewujud-

kan penyelenggaraan penerbangan yang selamat, aman, cepat,

Airmanship.indd 124 5/9/19 1:47 PM

Page 144: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

F O R M AT K E S E L A M ATA N P E N E R B A N G A N 1 2 5

lancar, tertib dan teratur, nyaman dan berdaya guna, dengan

biaya yang terjangkau oleh daya beli masyarakat, dengan

mengutamakan dan melindungi penerbangan nasional, me-

nunjang pemerataan, pertumbuhan dan stabilitas, sebagai

pendorong, penggerak, dan penunjang pembangunan nasional

serta mempererat hubungan antar bangsa.

b. Peraturan Pemerintah

1. Peraturan Pemerintah Nomor 77 tahun 2012, tentang Perusa-

haan Umum (Perum) Lembaga Penyelenggara Pelayanan Na-

vigasi Penerbangan Indonesia.

2. Peraturan Pemerintah Nomor 3 tahun 2001 tentang Keamanan

dan Keselamatan Penerbangan.

c. Keputusan Menteri

1. Keputusan Menteri Nomor 53 Tahun 2016, tentang Kesembilan

Perubahan atas Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 18

Tahun 2002 tentang Sertifikasi dan Persyaratan Operasi Untuk

Angkutan Udara Niaga Perusahaan untuk Komuter dan Char-

ter Penerbangan.

2. Keputusan Menteri Nomor 131 Tahun 2015, tentang Keselamat-

an Peningkatan Pelayanan Navigasi Udara

a. Keputusan Menteri Nomor 41 Tahun 2015, tentang Peru-

bahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor

KM 25 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan Air Transport.

b. Keputusan Menteri Nomor 38 tahun 2015, tentang Standar

Air Transport Service Penumpang Domestik

d. Civil Aviation Safety Regulations (CASR)

i. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 25 Tahun 1998

tentang Civil Aviation Safety Regulation (CASR).

ii. CASR part 69 air traffic services personnel licensing,

rating, training and proficiency requirements.

iii. CASR part 92 dangerous goods.

Airmanship.indd 125 5/9/19 1:47 PM

Page 145: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

1 2 6 A I R M A N S H I P

iv. CASR part 121 certification and operating reuirements:

domestic, flag and supplemental air carriers.

v. CASR part 135 certification and operating reuirements:

domestic, commuter and charter air carrier.

vi. CASR part 143 certification and operating reuirements for

ats training provider.

vii. CASR part 170 air traffic rules.

g. iMpLEMEnTASi KESELAMATAn pEnErBAngAn

Sesuai dengan Pasal 3 UU Nomor 15 Tahun 1992 tujuan terselenggara-

nya penerbangan adalah untuk mewujudkan penyelenggaraan pener-

bangan yang selamat, aman, cepat, lancar, tertib dan teratur, nyaman

dan berdaya guna, dengan biaya yang terjangkau oleh daya beli ma-

syarakat dengan mengutamakan dan melindungi penerbangan nasi-

onal, menunjang pemerataan, pertumbuhan dan stabilitas, sebagai

pendorong, penggerak dan penunjang pembangunan nasional serta

mempererat hubungan antar bangsa. Keselamatan merupakan priori-

tas utama dalam dunia penerbangan, tidak ada kompromi dan tole-

ransi. Pemerintah berkomitmen bahwa “Safety is Number One” sesuai

dengan UU Nomor 15 Tahun 1992.

Penyelenggaraan transportasi udara berkaitan dengan pertumbuhan

ekonomi masyarakat yang terlibat dalam dunia penerbangan yang erat

hubungannya dengan pengaruh global. Meningkatnya ekonomi nasional

merupakan peran pemerintah yang pada awalnya sebagai penyedia jasa

dan pelaku kegiatan ekonomi, menjadi pembuat atau perumus kebijak-

an atau regulator. Sebagai regulator, pemerintah bertugas untuk meru-

muskan, melaksanakan, mengawasi, serta mengevaluasi kebijakan.

Pemerintah telah mencanangkan Program Nasional Keamanan Pe-

nerbangan Sipil yang bertujuan untuk menjamin dan meningkatkan

keamanan dan keselamatan penerbangan, prospek dan perkembangan

penerbangan sipil di Indonesia melalui program atau kegiatan yang

mengutamakan perlindungan terhadap konsumen, kru pesawat, pesawat

Airmanship.indd 126 5/9/19 1:47 PM

Page 146: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

F O R M AT K E S E L A M ATA N P E N E R B A N G A N 1 2 7

udara, para insan pendukung penerbangan, lingkungan dan instalasi di

kawasan bandar udara dari tindakan melawan hukum. Pemerintah me-

mandang bahwa keselamatan penerbangan merupakan tanggung jawab

bersama antara pemerintah, maskapai, dan masyarakat.

Untuk mewujudkan cita-cita dan program tersebut sesuai dengan

ketentuan ICAO yang baru, pemerintah telah memprogramkan Sistem

Manajemen Keselamatan (Safety Management System/SMS) di bidang

penerbangan. SMS merupakan prosedur yang dikeluarkan oleh peme-

rintah bekerja sama dengan para parktisi dan ilmuwan untuk meneli-

ti dan menemukan permasalahan dan mengurangi risiko pada dunia

penerbangan. SMS selalu dikaji dan dievaluasi secara berkala yang

dipimpin dan dipertanggungjawabkan oleh Presiden Direktur Perusa-

haan Penerbangan sebagai pemegang komitmen safety.

Revisi dan evaluasi telah dilaksakan oleh pemerintah melalui Per-

aturan Keselamatan Penerbangan/CASR untuk memastikan dasar

hukum bahwa Sistem Manajemen Keselamatan berupa tanggung ja-

wab keselamatan oleh Presiden Direktur, untuk mengidentifikasi ba-

haya, menganalisis risiko dan tindak lanjut mengurangi risiko, serta

berkewajiban melaksanakan evaluasi keselamatan secara berkala,

dengan menghitung indikator keselamatan, melaksanakan evaluasi

internal, merencanakan emergency response yang dituangkan dalam

buku panduan keselamatan penerbangan.

Maskapai menyiapkan panduan keselamatan sesuai dengan per-

syaratan CASR dan dilaksanakan secara konsisten dan kontinu serta

memastikan komitmen keselamatan (safety) kepada Pemerintah de-

ngan menetapkan program safety target yang terukur dan dapat di-

laksanakan (acceptable safety).

1. Kewajiban Maskapai penerbangan (Keselamatan penerbangan)

Di dalam amanat UU Nomor 15 Tahun 1992 dan Peraturan Pemerintah

Nomor 3 Tahun 2001, Menteri Perhubungan telah menetapkan Program

Airmanship.indd 127 5/9/19 1:47 PM

Page 147: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

1 2 8 A I R M A N S H I P

Pengamanan Penerbangan Sipil yang terdiri dari Program Pengamanan

Bandar Udara dan Program Pengamanan Perusahaan Angkutan Udara.

Berdasarkan Program Pengamanan Perusahaan Angkutan Udara,

dalam pengoperasiannya setiap maskapai diwajibkan membuat Airline

Security Programme (ASP) dan Airline Manual (AM) yang memuat anta-

ra lain:

a. Prosedur pengoperasian pesawat udara

b. Personel pesawat udara

c. Fasiltas peralatan pesawat udara

d. Airline Contingency Plan (untuk ASP)

e. Airline Emergency Plan (untuk Airline Manual)

2. Tanggung jawab dan pengawasan pemerintah

Ditjen Hubud Kemenhub RI bertanggung jawab terhadap keselamatan

penumpang di udara antara lain:

a. Menjamin bahwa sarana transportasi yang disediakan memenuhi

persyaratan keselamatan penerbangan secara konsisten dan terus

menerus.

b. Secara konsisten dan terus menerus melakukan pengawasan de-

ngan melakukan pengecekan terhadap pemenuhan peraturan

perundang-undangan dan peraturan keselamatan penerbangan

yang berlaku;

c. Penegakan hukum secara konsisten terhadap pelanggaran peme-

nuhan regulasi secara admnisistrsi berupa pencabutan sertifikat.

Sedangkan bentuk pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah

antara lain:

a. Monitoring secara terus menerus terhadap pelaksanaan kegiatan

usaha jasa angkutan udara. Hasil monitoring tersbut akan dieva-

luasi untuk mengetahui permasalahan yang terjadi dalam dunia

penerbangan. Apabila terjadi pelanggaran hukum maka diberikan

peringatan awal supaya maskapai atau personel tersebut tidak

Airmanship.indd 128 5/9/19 1:47 PM

Page 148: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

F O R M AT K E S E L A M ATA N P E N E R B A N G A N 1 2 9

mengulanginya. Jika masih terjadi pelanggaran secara berulang-

ulang maka akan diberikan sanksi administratif berupa pencabut-

an izin atau rute sesuai peraturan perundang-undangan.

b. Pemerintah melakukan pengawasan dengan tahapan:

Tahap I

Melaksanakan proses sertifikasi sesuai dengan persyaratan kese-

lamatan penerbangan terhadap organisasi operator, organisasi

perawatan pesawat udara, organisasi pabrikan, organisasi pendi-

dikan kecakapan, personil penerbangan (pilot, teknisi, awak kabin,

petugas pemberangkatan/dispatcher) dan produk aeronautika

(pesawat udara, mesin, baling-baling), yang dikeluarkan berupa

sertifikat.

Tahap II

Melakukan pengawasan untuk memastikan pemegang sertifikat

(certificate holder) tetap konsisten sesuai dengan persyaratan ke-

selamatan penerbangan sama dengan pada waktu sertifikasi,

melalui pelaksanaan antara lain: audit secara berkala; surveillance;

ramp check; en-route check; dan proficiency check.

h. KECELAKAAn pESAwAT

Menurut ICAO, pengertian kecelakaan pesawat udara sipil (“accident”

atau “kecelakaan”) adalah ”suatu kejadian yang berhubungan dengan

pengoperasian pesawat udara yang terjadi sejak seseorang naik pesa-

wat udara untuk maksud penerbangan sampai suatu waktu ketika

semua orang telah meninggalkan (turun dari) atau keluar dari pesawat

udara”. Menurut (ICAO Annex 13, 2001):

1. Seseorang meninggal atau mengalami luka serius sebagai akibat

dari:

i. Berada di dalam pesawat, atau

ii. Kontak langsung dengan bagian pesawat, termasuk bagian

yang terlepas dari pesawat, atau

Airmanship.indd 129 5/9/19 1:47 PM

Page 149: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

1 3 0 A I R M A N S H I P

iii. Terkena dampak langsung/jet blast.

Kecuali jika luka-luka tersebut disebabkan oleh penyebab

alamiah (natural causes) diri sendiri atau orang lain atau ter-

jadi pada penumpang gelap yang berada di bagian pesawat

yang tidak diperuntukkan bagi penumpang/crew.

2. Pesawat mengalami kerusakan atau kegagalan struktur yang:

i. Memengaruhi kekuatan struktur, karakteristik dan performa

terbang pesawat, dan

ii. Memerlukan perbaikan besar atau penggantian komponen

yang rusak. Kecuali untuk kegagalan atau kerusakan mesin,

dengan kerusakan mesin, cowling dan accessories, kerusakan

pada propeller, wing tip, antenna, tires, brakes, fairings, lubang

kecil/dekukan pada kulit (skin) pesawat.

3. Pesawat itu hilang atau sama sekali tidak terjangkau. Pesawat

udara dianggap hilang, apabila operasi Search And Rescue (SAR)

resmi telah dinyatakan berakhir dan pesawat udara tersebut tidak

dapat diketemukan.

Untuk pemahaman yang lebih baik dalam mendefinisikan kecela-

kaan pesawat udara, beberapa klasifikasi tentang tingkat keparahan

dari kecelakaan pesawat ”aircraft accident” atau tingkat keseriusan

dari cedera ”injury” telah diidentifikasi. National Transport Safety Bu-

reau (NTSB) mengkategorikan menjadi 4 (empat) tingkatan berdasarkan

keseriusancedera(NTSB,2006).MeskipunBoeingdanICAO(Annex13)

tidak secara gamblang menjelaskan hal tersebut, mereka juga menye-

butkan beberapa definisi tingkat keparahan dalam klasifikasi yang

mereka buat, di mana:

1. Fatal and major injury.

NTSB menyatakan bahwa “aircraft accident” dianggap sesuatu yang

fatal jika ada cedera apapun yang menyebabkan kematian dalam

waktu 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal terjadinya kecelakaan

(NTSB, 2006). Definisi ini sejalan dengan pengertian yang dipakai

olehICAO(Annex13,2001)danBoeing(Boeing,2012).Boeingjuga

Airmanship.indd 130 5/9/19 1:47 PM

Page 150: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

F O R M AT K E S E L A M ATA N P E N E R B A N G A N 1 3 1

menyebutkan bahwa kecelakaan pesawat masuk dalam kategori

“fatal and major injury” jika pesawat tersebut hancur, atau banyak

menimbulkan korban jiwa, atau hanya ada satu kematian namun

pesawat mengalami kerusakan parah “substantial damage” (Boe-

ing, 2012). Kategori ini sebenarnya mirip dengan pengertian dari

fatal accident. Dalam pengertian ini hanya menambahkan kondisi

pesawat setelah terjadinya kecelakaan.

2. Serious injury.

Dalam menentukan pengertian tentang serious injury, ICAO dan

Boeing setuju menempatkan enam kategori yang termasuk dalam

pengertian serious injury sedangkan NTSB hanya menyebutkan lima

dan tidak termasuk kategori terakhir yang dipakai oleh ICAO dan

Boeing.ICAO(Annex13,2001)danBoeing(Boeing,2012)mendefi-

nisikan serious injury sebagai suatu luka yang diderita oleh sese-

orang dalam suatu “accident” antara lain:

i. Membutuhkan perawatan di rumah sakit selama lebih dari 48

jam, sampai dengan 7 hari setelah kecelakaan terjadi;

ii. Berakibat patah tulang (tidak termasuk patahnya jari-jari ta-

ngan, jari-jari kaki atau hidung);

iii. Berakibat pendarahan hebat, sakit pada saraf, otot, kerusakan

urat;

iv. Cedera pada organ dalam;

v. Mengakibatkan luka bakar tingkat 2 atau 3 atau luka bakar

yang memengaruhi lebih dari 5% permukaan tubuh;

vi. Meliputi zat-zat yang menginfeksi dengan penyembuhan yang

memakan waktu lama atau cedera akibat radiasi.

NTSB (2006) menerjemahkan serious injury seperti luka yang

(1) Membutuhkan perawatan di rumah sakit selama lebih dari 48

jam, sampai dengan 7 hari setelah kecelakaan terjadi; (2) Berakibat

patah tulang (tidak termasuk patahnya jari-jari tangan, jari-jari

kaki atau hidung); (3) Berakibat pendarahan hebat, sakit pada

saraf, otot, kerusakan urat; (4) Cedera pada organ dalam; (5) Meng-

Airmanship.indd 131 5/9/19 1:47 PM

Page 151: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

1 3 2 A I R M A N S H I P

akibatkan luka bakar tingkat 2 atau 3 atau luka bakar yang me-

mengaruhi lebih dari 5% permukaan tubuh.

3. Minor.

Luka yang tidak termasuk dalam kategori fatal and major injury

maupun serious injury (NTSB, 2006). Tidak ada istilah minor injury

dalam pengertian yang dikeluarkan oleh ICAO dan Boeing.

4. None.

Tidak mengalami luka. Serious Incident, ICAO (Annex 13, 2001)

mengartikan serious incident sebagai suatu “incident” yang me-

nyangkut keadaan dan yang mengindikasikan bahwa suatu “acci-

dent” nyaris terjadi. Perbedaan antara suatu “accident” dengan

suatu “serious incident” hanya terletak pada akibatnya. Untuk

menjelaskan perbedaan tersebut, ICAO mengklasifikasikan bebe-

rapa kejadian yang membahayakan, antara lain disebabkan:

a. Kegagalan fungsi atau kerusakan pada Flight Control System;

b. Ketidakmampuan dari Flight Crew Member untuk menjalankan

tugas secara normal yang diakibatkan oleh adanya luka atau

sakit;

c. Kerusakan komponen struktur turbin mesin kecuali kompresor

dan daun-daun turbin dan baling-baling;;

d. Kebakaran

e. Hampir terjadinya tabrakan pesawat di udara (near- miss);

f. Barang berbahaya (dangerous good)

g. Untuk pesawat multi mesin berbadan lebar/besar (mempunyai

maksimum berat tinggal landas lebih dari 12.500 lbs).

h. Kerusakan sistem listrik dalam penerbangan yang membutuh-

kan bantuan emergency bus yang digerakkan oleh sumber daya

dukung seperti baterai, unit daya tambahan/APU (Auxiliary

Power Unit) atau generator yang digerakan oleh udara untuk

mempertahankan kemudi terbang atau instrumen-instrumen

penting.

i. Kehilangan terus menerus tenaga atau daya dorong yang di-

hasilkan oleh satu mesin atau lebih.

Airmanship.indd 132 5/9/19 1:47 PM

Page 152: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

F O R M AT K E S E L A M ATA N P E N E R B A N G A N 1 3 3

j. Evakuasi dari pesawat udara yang memakai sistem pintu ke-

luar dari pesawat secara darurat (emergency exit).

Sementara itu untuk pengertian insiden pesawat (aircraft incident)

menurut ICAO, NTSB, dan Boeing adalah “suatu kejadian selain dari-

pada suatu “accident” yang terkait dengan pengoperasian suatu pe-

sawat udara yang berdampak atau dapat berdampak terhadap kese-

lamatanataspengoperasiantersebut”ICAOAnnex13(2001)danBoe-

ing (2012).

i. ThE SwiSS ChEESE MoDEL

Keselamatan penerbangan sangat erat hubungannya dengan teori-

teori yang berkaitan dengan terjadinya kecelakaan. Secara umum para

ahli menyampaikan bahwa terjadinya keselamatan penerbangan sama

dengan “The Swiss Cheese Model” yang diciptakan oleh Reason (1990).

Dalam teorinya digambarkan empat tingkat sumber penyebab terja-

dinya kecelakaan yang disebabkan oleh faktor manusia yang saling

memengaruhi, seperti terlihat pada gambar 2.9.

Tingkat pertama dalam The Swiss Cheese model menggambarkan

Unsafe Acts (tindakan tidak aman) dalam operasi pelaksanaan pener-

bangan yang mengakibatkan kecelakaan. Dalam penerbangan dikenal

sebagai kesalahan aircrew/pilot, level ini adalah di mana sebagian

besar investigasi kecelakaan memfokuskan upaya tim dan di mana

sebagian besar faktor-faktor penyebab kecelakaan terungkap. Umum-

nya sikap atau tindakan aircrew yang secara langsung terkait dengan

kecelakaan yang diwakili sebagai “lubang” dalam keju. Level ini dise-

but sebagai Active Failure (kegagalan aktif).

Airmanship.indd 133 5/9/19 1:47 PM

Page 153: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

1 3 4 A I R M A N S H I P

gambar 4.2. the Swiss Cheese Model

Sumber: http://www.rutgersscholar.rutgers.edu

Namun, yang membuat “The Swiss Cheese Model” sangat berguna

dalam penyelidikan kecelakaan, adalah bahwa hal itu memaksa inves-

tigator untuk juga mencari Latent Failure (kegagalan laten) dalam

urutan kausal kejadian. Tidak seperti kegagalan aktif, kegagalan laten,

mungkin tak terlihat/terbengkalai atau tidak terdeteksi selama berjam-

jam, hari, minggu, atau bahkan lebih lama, sampai suatu hari mereka

memengaruhi secara negatif aircrew yang tidak curiga.

Dalam konsep kegagalan laten, terlihat tiga lagi tingkatan kela-

laian manusia dalam The Swiss Cheese Model. Salah satunya adalah

kondisi aircrew karena memengaruhi kinerja, disebut sebagai Precon-

dition for Unsafe Acts (pengondisian tindakan tidak aman), dalam

tingkat kedua ini melibatkan kondisi seperti kelelahan mental serta

komunikasi dan koordinasi praktik yang buruk, sering disebut sebagai

Crew Resource Management (CRM) atau manajemen sumber daya crew.

Tidak mengherankan, jika lelah aircrew akan berkomunikasi dan meng-

koordinasikan dengan kurang baik terhadap orang lain di kokpit atau

individu eksternal ke pesawat (misalnya, terhadap lalu lintas penga-

Airmanship.indd 134 5/9/19 1:47 PM

Page 154: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

F O R M AT K E S E L A M ATA N P E N E R B A N G A N 1 3 5

wasan udara, pemeliharaan dan lain-lain), sehingga keputusan yang

buruk dibuat dan kesalahan akhirnya terjadi.

Tapi mengapa kelalaian komunikasi dan koordinasi dapat terjadi?

Dalam banyak kasus, kelalaian dalam CRM yang baik dapat ditelusuri

sampai dengan Unsafe Supervision (pengawasan tidak aman), yaitu

tingkat ketiga kelalaian manusia. Sebagai contoh misalnya, dua pilot

yang kurang berpengalaman (dan bahkan mungkin di bawah rata-rata)

dipasangkan satu sama lain dan ditugaskan pada penerbangan dalam

cuaca buruk di malam hari, dalam hal ini sangat tidak mengherankan

jika berakibat tragis. Untuk membuat keadaan menjadi lebih buruk,

jika praktik awak dipertanyakan ini ditambah dengan kurangnya pe-

latihan kualitas CRM, potensi terjadinya komunikasi buruk dan pada

akhirnya, kesalahan aircrew, diperbesar. Dalam arti bahwa, crew di-

kondisikan untuk kegagalan di mana koordinasi crew dan hasilnya

pada akhirnya akan dikompromikan. Hal ini tidak mengurangi peran

aircrew, hanya saja intervensi strategis terletak lebih tinggi dalam

sistem.

Model Reason tidak berhenti di tingkat pengawasan, organisasi itu

sendiri dapat berdampak kinerja yang di semua tingkatan. Misalnya,

pada saat penghematan fiskal, dana sering dipotong, dan sebagai ha-

silnya, pelatihan dan waktu penerbangan yang dibatasi. Akibatnya,

supervisor sering dibiarkan tanpa pilihan lain kecuali untuk tugas “non-

proficient” pilot dengan tugas-tugas kompleks. Dengan tidak adanya

CRM yang baik, dalam training, komunikasi dan kegagalan koordinasi

akan muncul dan dapat memengaruhi kinerja serta menimbulkan ke-

salahan aircrew. Oleh karena itu, masuk akal bahwa, jika tingkat kece-

lakaan ditargetkan berkurang melampaui level saat ini, investigator

dan analis yang sama harus memeriksa urutan kecelakaan secara ke-

seluruhan dan memperluasnya sampai di luar kokpit. Pada akhirnya,

faktor penyebab di semua tingkatan dalam organisasi harus diatasi jika

investigasi kecelakaan dan pencegahan sistem ingin berhasil.

Salah satu contoh penggunaan model ini dalam meneliti penyebab

terjadinya suatu kecelakaan dapat dijelaskan kejadian Adam Air yang

Airmanship.indd 135 5/9/19 1:47 PM

Page 155: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

1 3 6 A I R M A N S H I P

mengalami kecelakan tanggal 1 bulan Januari 2007. Adam Air dengan

menggunakan pesawat Boing 737 dengan nomor penerbangan DHI 574

PK-KKW terbang dari Surabaya menuju Manado mengalami kecelakan

karena kelalaian pilot dan sistem navigasi penerbangan.

Menurut Mack1, analisis kegagalan bermanfaat bagi pemilik usaha

dalam dua cara. Pertama, menentukan mengapa masalah terjadi se-

hingga memungkinkan untuk mengambil langkah-langkah tertentu

untuk memastikan bahwa masalah tertentu tidak akan terjadi lagi.

Kedua, analisis kegagalan membantu mengidentifikasi kekurangan

struktural yang mendorong terjadinya lingkungan rawan (latent en-

vironment) menuju kecelakaan. Misalnya, pengaruh organisasi, seper-

ti mengabaikan hal umum untuk masalah keamanan, mungkin ber-

kontribusi terhadap kecelakaan kerja.

Dijelaskan lebih lanjut oleh Mack bahwa, pengaruh negatif dalam

organisasi dapat dimulai dari sikap yang mendorong perilaku yang

tidak aman, prosedur pelatihan yang tidak efektif sampai dengan

perilaku yang menghambat komunikasi. Dengan kata lain, pengaruh

organisasi yang berkontribusi terhadap kegagalan adalah kondisi

umum, bukan perilaku atau pola pikir individu yang terisolasi.

j. huBungAn TEorETiS AnTArA AirMAnShip piLoT DEngAn iMpLEMEnTASi KEBijAKAn puBLiK

Implementasi Kebijakan Publik pada prinsipnya merupakan cara agar

sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Lester dan Stewart men-

jelaskan bahwa implementasi kebijakan publik dipandang dalam

pengertian luas merupakan alat administrasi hukum di mana berbagai

aktor, organisasi, prosedur dan etnik yang bekerja bersama-sama

1 (http://smallbusiness.chron.com/organizational-influences-swiss-cheese-effect-37015.html) accessed on July 20th, 2016

Airmanship.indd 136 5/9/19 1:47 PM

Page 156: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

F O R M AT K E S E L A M ATA N P E N E R B A N G A N 1 3 7

untuk menjalankan kebijakan guna meraih dampak atau tujuan yang

diinginkan. Jika dikaitkan dengan penerbangan maka tujuan utama

dari implementasi kebijakan publik adalah mencapai tujuan kesela-

matan penerbangan.Menurut VanMeter dan Van Horn pengertian

implementasi kebijakan publik dan faktor-faktor yang memengaruhi

keberhasilan suatu implementasi mengemukakan beberapa hal, yakni:

1. Ukuran dan tujuan kebijakan. Ukuran dan Tujuan kebijakan yang

berhubungan dengan penerbangan adalah keselamatan pener-

bangan. Faktor yang paling memengaruhi keselamatan penerbang-

an adalah pilot (Ngarwesti, 2011) senada dengan Craig (2012) yang

menyatakan bahwa kecelakaan penerbangan sangat berhubungan

dengan Airmanship pilot. Maka secara teoretis dapat dijelaskan

bahwa faktor implementasi kebijakan publik dalam keselamatan

penerbangan mempunyai hubungan dengan Airmanship Pilot.

2. Sumber daya kebijakan. Sumber daya kebijakan merupakan keber-

hasilan proses implementasi kebijakan yang dipengaruhi hal-hal

seperti pemanfaatan sumber daya manusia, biaya, dan waktu

(Agustino, 2006). Jika dikaitkan dengan implementasi kebijakan

publik yang berhubungan dengan penerbangan maka sumber daya

manusia yang berperan dalam implementasi kebijakan publik

adalah pilot. Untuk mengetahui sumber daya seorang pilot dapat

dilihat dari teori bangunan airmanship pilot yaitu enam pillar of

knowledge yaitu diri sendiri, pesawat, tim, lingkungan, risiko, dan

misi.

3. Sifat Badan/Instansi pelaksana. Ciri-ciri Pelaksana atau badan

berpengaruh terhadap kinerja implementasi kebijakan publik ka-

rena dibutuhkan kecocokan antara sistem dengan budaya kerjanya.

Menurut Subarsono (2006) kualitas dari suatu kebijakan dipenga-

ruhi oleh kualitas atau dari pelaksana seperti tingkat pendidikan,

kompetensi dan kemampuan dalam bidangnya, pengalaman

kerja, dan integritas moralnya. Teori Bangunan Airmanship juga

menyatakan hal yang sama yaitu bahwa airmanship mempunyai

enam sifat yaitu Judgement (Penilaian), Knowledge of Situational

Airmanship.indd 137 5/9/19 1:47 PM

Page 157: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

1 3 8 A I R M A N S H I P

Awareness (Kesadaran Situasional), In-depth Knowledge (pengeta-

huan), Airmanship is founded on skills (keahlian), Airmanship is

founded on proficiency (kemampuan), dan Discipline (disiplin).

4. Komunikasi antar organisasi terkait dengan kegiatan-kegiatan

pelaksanaan. Menurut Hogwood dan Gunn yang menyatakan

bahwa: Koordinasi tidak hanya bagaimana persoalan menyampai-

kan informasi ataupun membangun sistem administrasi yang

cocok, melainkan berhubungan dengan permasalahan yang lebih

mendasar, yaitu bagaimana praktik pelaksanaan kebijakan. Faktor

ini sudah tercermin dalam enam sifat dari Airmanship.

5. Sikap para pelaksana. Menurut Van Meter dan Van Horn yang

menyatakan bahwa karakteristik para pelaksana adalah mencakup

berbagai hal dalam birokrasi seperti struktur birokrasi, aturan dan

norma, dan budaya dan kultur hubungan kerja. Sikap para pelak-

sana dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab sebagai pe-

laksana kebijakan harus dilandasi dengan sikap disiplin. Jika dika-

takan dengan teori airmanship maka displin merupakan Corners-

tone atau bagian paling dasar dari bangunan Airmanship.

6. Lingkungan Ekonomi, Sosial, dan Politik. Dalam menilai kinerja

keberhasilan implementasi kebijakan yang telah dijabarkan oleh

Meter dan Horn yaitu berapa besar pengaruh lingkungan luar ikut

berpartisipasi dalam mewujudkan keberhasilan kebijakan publik

yang telah ditetapkan. Lingkungan eksternal tersebut dapat beru-

pa lingkungan ekonomi, keluarga, sosial dan politik. Lingkungan

tersebut merupakan faktor yang menentukan untuk mencapai

keberhasilan suatu implementasi. Dalam teori tentang Airmanship

maka pengetahuan tentang lingkungan tercakup dalam enam

Pillar of knowledge of Airmanship.

Untuk dapat melihat hubungan Kebijakan Publik dengan Airman-

ship, perlu diketahui terlebih dahulu definisi serta apa yang dimaksud

dengan Airmanship. Sebagaimana disebutkan sebelumnya di atas,

tentang teori Airmanship, dapat disimpulkan bahwa Airmanship me-

Airmanship.indd 138 5/9/19 1:47 PM

Page 158: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

F O R M AT K E S E L A M ATA N P E N E R B A N G A N 1 3 9

rupakan nilai-nilai dan sikap yang harus dimiliki oleh seorang Pilot

guna mencapai kesempurnaan seorang Pilot dalam menjalankan tugas

dan fungsinya serta agar tercapai tujuan keselamatan penerbangan.

Sehingga hubungan Kebijakan Publik dengan Airmanship adalah agar

tercapainya keselamatan penerbangan. Untuk lebih jelasnya dapat

dilihat pada gambar 4.3.

Dalam gambar terlihat ada 3 (tiga) jenis alur yang menggambarkan

hubungan antara Kebijakan Publik dengan Airmanship, yaitu (1) output

yang diharapkan, (2) penekanan proses kebijakan publik dan (3) pe-

ngetahuan pilot (knowledge in an Airmanship).

Hubungan antara Kebijakan Publik dan Airmanship sebagaimana

dijelaskan di atas, dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Kebijakan publik guna keselamatan penerbangan, yang dikeluarkan

baik oleh regulator maupun operator, ada yang bersifat umum

(berkaitan tidak langsung dengan Pilot) maupun yang khusus

(berkaitan langsung dengan Pilot).

b. Kebijakan publik yang bersifat umum, walaupun tidak berkaitan

langsung dengan Pilot, wajib diketahui dan dipahami oleh seorang

Pilot, dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan seorang

Pilot khususnya yang berkaitan dengan keselamatan penerbangan.

c. Seorang Pilot wajib mengetahui dan memahami kebijakan- kebi-

jakan publik baik yang berhubungan langsung maupun tidak

berhubungan langsung dengan kedirgantaraan maupun kesela-

matan penerbangan namun dapat berdampak pada keselamatan

penerbangan, hal ini sesuai dengan pillar of knowledge yang ada

pada Airmanship.

Beberapa contoh keselamatan penerbangan yang berkaitan dengan

hubungan antara Airmanship dengan Kebijakan Publik adalah:

a. Penerbangan pesawat Air Asia QZ8501 yang mengalami kecelaka-

an di Selat Karimata dari Bandara Juanda Surabaya menuju Singa-

pura pada 28 Desember 2012 tidak memiliki izin dari institusinya.

Izin untuk rute penerbangan dari Surabaya ke Singapura pada hari

Airmanship.indd 139 5/9/19 1:47 PM

Page 159: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

1 4 0 A I R M A N S H I P

Senin, Selasa, Kamis dan Sabtu dalam jadwal musim dingin. Pada

pelaksanaannya Air Asia melakukan penerbangan pada Senin,

Rabu, Jumat, dan Minggu (Kemenhub, 2015).

gambar 4.3. Hubungan Kebijakan Publik dengan Airmanship

Kebijakan Publik

Keselamatan Penerbangan

PILOT

AIRMANSHIP

Legend:

Output yang diharapkan

Penekanan kebijakan publik

Output yang diharapkanPenekanan kebijakan publikPengetahuan pilot (Knowledge of pilot in an )

b. Penerbangan pesawat Airfast MD 85 rute dari Denpasar ke Ujung

Pandang yang melakukan pemalsuan flight approval atau izin

terbang pada 26 Januari 2016, Kemenhub (2016).

c. Pendaratan pesawat Boeing 737 seri 200 dari Denpasar ke Tambo-

laka pada 11 Februari 2006 untuk membantu evakuasi 98 penum-

pang dari Tambolaka ke Ujung Pandang tidak sesuai dengan

(non-compliance) peraturan. Hal ini dikarenakan kemampuan

landasan Tambolaka hanya untuk pesawat udara ukuran Fokker-28,

Kemenhub (2006).

Airmanship.indd 140 5/9/19 1:47 PM

Page 160: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

F O R M AT K E S E L A M ATA N P E N E R B A N G A N 1 4 1

K. FrAME worK

Pada bagian ini, penulis akan menjelaskan mengenai frame work ke-

selamatan penerbangan. Sesuai dengan teori organisasi, bahwa dalam

suatu organisasi tidak terlepas dari sebuah perilaku organisasi, di mana

perilaku organisasi tersebut merupakan nilai-nilai yang menentukan

kinerja, keberhasilan maupun kegagalan sebuah organisasi.

Teori Airmanship menjelaskan bahwa seorang pilot harus meme-

gang nilai-nilai yang mendasar dalam Airmanship, agar dapat mence-

gah terjadinya kecelakaan penerbangan. Sedangkan di dalam dunia

penerbangan, posisi seorang pilot menjadi bagian dari organisasi

penerbangan (contoh: Maskapai Penerbangan untuk Penerbangan

Sipil). Maka berdasarkan hal tersebut, seorang pilot tidak dapat dile-

paskan dari bagian Organisasinya, sehingga kesalahan seorang pilot

selain terletak pada dirinya sendiri, juga tidak terlepas dari kesalahan

organisasi bilamana perilaku organisasinya tidak baik.

Sedangkan secara perilaku individu, seorang pilot wajib memiliki

Airmanship sebagai nilai-nilai seorang pilot dalam rangka meningkat-

kan keselamatan penerbangan.

Dalam upaya untuk mencapai keselamatan penerbangan, terdapat

beberapa faktor yang memengaruhi tercapainya kondisi tersebut.

Dasar pemikiran dari segi Organisasi, bahwasanya ada dua faktor

utama yang memengaruhi keselamatan penerbangan, yaitu Operator

(termasuk di dalamnya pilot) dan Regulator. Masing-masing memiliki

pengaruh besar dan langsung atas terciptanya keselamatan pener-

bangan. Ketika dilihat dari segi perilaku, maka perilaku dari masing-

masing organisasi secara tidak langsung akan menentukan terjadinya

kecelakaan penerbangan. Dan khusus bagi seorang pilot bilamana

kurang memiliki perilaku pilot yang baik dalam hal ini Airmanship,

maka hal ini juga akan memicu terjadinya kecelakaan penerbangan.

Sebuah perilaku dapat diarahkan sesuai dengan tujuan keselamat-

an penerbangan dengan suatu pedoman dalam bentuk kebijakan

publik yang jelas dan baku sehingga dengan mudah dapat dilihat bi-

lamana terjadi sebuah penyimpangan atau kesalahan.

Airmanship.indd 141 5/9/19 1:47 PM

Page 161: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

1 4 2 A I R M A N S H I P

Sejalan dengan penjelasan sebelumnya, bahwa hubungan Kesela-

matan Penerbangan berkaitan langsung dengan Regulator dan Ope-

rator (termasuk di dalamnya Pilot). Perilaku Organisasi merupakan

perilaku dari semua personel yang terlibat dalam organisasi dalam hal

ini Operator dan Regulator, sehingga setiap personel tersebut memiliki

keterkaitan dengan keselamatan penerbangan. Sedangkan Airmanship

merupakan nilai yang harus dimiliki seorang pilot dalam melaksanakan

tugasnya agar keselamatan penerbangan tercapai. Maka dapat disim-

pulkan bahwa setiap pihak dalam frame work penerbangan memiliki

andil baik langsung maupun tidak langsung atas keselamatan pener-

bangan. Sebagai acuan bagi pihak operator (termasuk di dalamnya

pilot) dalam melaksanakan keselamatan penerbangan adalah kebijak-

an publik yang berupa Undang-Undang dan peraturan-peraturan

terkait dengan penerbangan yang diterbitkan oleh regulator, lembaga,

maupun badan nasional dan internasional. Frame work keselamatan

penerbangan dapat dilihat pada gambar 4.4.

Perhatian aspek keselamatgan penerbangan pada pilot terdiri

aspek perilaku, kecerdasan emosi, efikasi diri dan Airmanship yang

berhubungan pada keselamatan penerbangan. Selain aspek-aspek

tersebut di atas, penulis juga memberikan perhatian pada kelengkap-

an dimensi Airmanship untuk dikaji, mengingat Airmanship menjadi

jiwa yang tidak dapat dilepaskan dari seorang pilot, khususnya me-

ngenai dimensi pengetahuan apakah pengetahuan tentang aturan-

aturan penerbangan berskala nasional maupun internasional dapat

dijadikan pedoman yang harus dipatuhi. Untuk itu perlu diteliti hu-

bungan implementasi kebijakan publik dalam indikator pengetahuan

pada Airmanship.

Airmanship.indd 142 5/9/19 1:47 PM

Page 162: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

F O R M AT K E S E L A M ATA N P E N E R B A N G A N 1 4 3

gambar 4.4. Frame Work Keselamatan Penerbangan.

Operator

Pilot

Regulator Perilaku

Organisasi

Airmanship

Implementasi Kebijakan

Publik

Keselamatan Penerbangan

Organisasi Perilaku

Organisasi

Pada bagian ini, penulis akan menjelaskan hubungan antara peri-

laku, kecerdasan emosi, efikasi diri terhadap Airmanship pilot, hu-

bungan Airmanship pilot terhadap implementasi kebijakan publik dan

hubungan implementasi kebijakan publik terhadap keselamatan pe-

nerbangan. Selain itu bagian ini juga menjelaskan peran organisasi

dan pengawasan terhadap keselamatan penerbangan.

Kemampuan mengumpulkan berbagai informasi yang merupakan

cerminan implementasi kebijakan publik seharusnya melekat pada

pilot yang memiliki Airmanship tinggi. Implementasi kebijakan publik

sebagai suatu proses kegiatan yang dilakukan oleh berbagai aktor atau

organisasi pada akhirnya akan mendapatkan hasil yang sesuai dengan

tujuan atau sasaran kebijakan, dianggap memiliki pengaruh terhadap

Airmanship pilot. Oleh karena itu perlu ditanamkan pengertian- peng-

ertian terkait dengan pengetahuan tentang aturan-aturan penerbang-

an internasional maupun nasional yang berdampak kepada kebijakan

Airmanship.indd 143 5/9/19 1:47 PM

Page 163: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

1 4 4 A I R M A N S H I P

publik. Nrangwesti (2011) dalam tinjauannya tentang aspek yuridis

normatif pada pilot, menyatakan bahwa pilot pesawat udara harus

menjamin keselamatan dan keamanan penerbangan, yang dapat di-

anggap suatu implementasi kebijakan publik. Seorang pilot dengan

Airmanship yang tinggi, akan disiplin dalam melaksanakan pekerja-

annya sebagaimana telah diatur dalam kebijakan publik dan selalu

akan menaati seluruh isi kebijakan sebagai acuan pengambilan kepu-

tusan pada proses penerbangan.

Airmanship tidak secara langsung dimiliki oleh seorang dengan

profesi pilot namun perlu proses pembelajaran, pemahaman dan jam

terbang untuk menjiwainya. Faktor perilaku, kecerdasan emosi dan

efikasi diri merupakan hal yang dianggap cukup dominan memenga-

ruhi Airmanship pilot. Perilaku manusia secara biologis dapat diten-

tukan melalui faktor genetikanya. Struktur biologis manusia seperti

sistem syaraf dan sistem hormonal juga memiliki hubungan terhadap

perilaku. Dalam keadaan tertentu perilaku manusia dapat memenga-

ruhi kemampuan intelektual dan kemampuan fisik. Sebagai contoh

perilaku manusia yang merupakan bawaan yaitu rasa lapar yang

dapat memengaruhi Airmanship dari seorang pilot. Tvaryans dan

MacPherson (2009) menjelaskan bahwa pilot error karena fatigue

tidak dapat diturunkan melalui pemberian waktu istirahat lebih lama.

Hal ini menunjukkan bahwa faktor kebiasaan (perilaku) yang lebih

berpengaruh terhadap pilot error. Selain itu apabila seorang pilot

mendapatkan situasi yang abnormal atau emergency di dalam satu

penerbangan maka kebiasaan melaksanakan prosedur dalam meng-

antisipasi situasi tersebut menunjukkan tingkat kematangan Air-

manship pilot.

Airmanship sangat diperlukan oleh seorang pilot untuk dapat eksis

atau diakui keberadaannya dalam suatu penerbangan. Hal tersebut

sangat dipengaruhi oleh kecerdasan emosi yang ditandai dengan pe-

ngendalian diri sendiri. Kecerdasan emosi yang meliputi pengendalian

diri, memahami diri sediri, memahami orang lain, kesanggupan me-

Airmanship.indd 144 5/9/19 1:47 PM

Page 164: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

F O R M AT K E S E L A M ATA N P E N E R B A N G A N 1 4 5

ngendalikan dorongan hati dan emosi, tidak terlalu melebih-lebihkan

kesenangan, merasa empati dan kemampuan untuk memotivasi diri

sendiri. Goleman (2000) mengatakan bahwa kecerdasan emosi me-

nyumbang 80% dari faktor penentu kesuksesan seseorang. Kecerdasan

emosi sangat perlu untuk menghindari jangan sampai pilot tidak ter-

kendali emosinya pada saat dia mengalami kemarahan atau ketidak-

puasan. Faktor emosi berperan penting bagi pilot dalam mengatasi

beban kerja yang tinggi. Apabila tekanan stres yang dialami seorang

pilot berada di atas kemampuan sang pilot untuk menghadapinya,

maka hal ini akan menurunkan kinerja dari pilot tersebut. Dampak

penurunan kinerja tersebut selanjutnya dapat berpotensi menimbulkan

konsekuensi negatif dalam penerbangannya, termasuk meningkatnya

potensi terjadinya kecelakaan Thom (1994). Kemampuan mengatasi

stres, mengendalikan dorongan hati, emosi dan menunda kepuasan

akan memberikan pengaruh positif terhadap Airmanship. Efikasi diri

merupakan bagian faktor kepribadian yang memengaruhi seorang pilot

untuk melihat sampai sejauh mana keyakinan pada kemampuan yang

dimiliki oleh seorang pilot. Efikasi diri diperlukan oleh seorang pilot

untuk mengelola situasi-situasi yang akan datang. Bila seorang pilot

mempunyai efikasi diri yang rendah, maka keinginan untuk memper-

tahankan aspek Airmanship akan menjadi rendah. Sebagai contoh,

dalam pelaksanaan penerbangan pilot akan membutuhkan keyakinan

diri yang tinggi untuk menghadapi cuaca yang ekstrem, sehingga akan

memiliki kemampuan mengendalikan pesawatnya untuk terhindar dari

turbulensi, pergerakan vertikal massa udara (updraft dan downdraft)

yang dapat mengakibatkan kecelakaan. Kondisi stres pada pilot juga

dapat menimbulkan hilangnya rasa efikasi diri dan mengakibatkan

suatu pekerjaan yang sebelumnya dapat ditangani menjadi sulit dita-

ngani atau bahkan tidak dapat ditangani sama sekali. Hal ini yang

mengakibatkan seorang pilot atau pilot yang memiliki keahlian di atas

rata-rata, terkadang dapat membuat keputusan yang salah (bad deci-

sion) saat mereka mengalami stres (Craig, 1992).

Airmanship.indd 145 5/9/19 1:47 PM

Page 165: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

1 4 6 A I R M A N S H I P

Kemampuan seorang pilot dalam menggabungkan pengetahuan

(knowledge), keterampilan (skill) dan pengalamannya (experience) yang

menyebabkan dirinya dapat selalu membuat keputusan yang baik

dalam segala situasi merupakan perwujudan Airmanship. Seorang

pilot yang memiliki sifat Airmanship dapat diandalkan dalam meng-

hadapi berbagai situasi, memiliki kemampuan pengambilan keputus-

an yang baik, punya landasan pengetahuan yang kuat dalam meng-

ambil keputusan dan mampu mengumpulkan berbagai informasi

sebelum mengambil keputusan, sehingga dipercaya dapat menjaga

keselamatan dirinya sendiri, pesawat, beserta awak dan para penum-

pangnya (Craig, 1992).

Airmanship merupakan suatu tuntutan umum yang harus dipe-

nuhi oleh seorang pilot dan tentu masih terdapat tuntutan-tuntutan

lain yang juga harus dipenuhi oleh seorang pilot tergantung macam

profesinya secara lebih spesifik. Dalam Pedoman Awak Pesawat Ga-

ruda Indonesia tahun 2001 menyebutkan beberapa standar yang

harus dipenuhi seorang pilot pesawat sipil atau komersil di antaranya

adalah kemampuan teknikal (menerbangkan pesawat dan memahami

karakteristik pesawat), kemampuan manajerial (bekerja dalam tim,

komunikatif, koordinatif), dan kemampuan konseptual (pengambil-

an keputusan dalam berbagai situasi). Para pilot membuat keputus-

an dalam suatu penerbangan yang dapat mengakibatkan menjadi

naik dan atau turun prestisenya. Para pilot akan memperoleh pujian

atau sebaliknya disalahkan dikarenakan telah membuat keputusan

yang salah sehingga terjadilah kecelakaan dalam penerbangan ter-

sebut.

Pilot pesawat komersil dengan Airmanship tinggi akan melayani

dan bertanggung jawab penuh terhadap penumpang yang dibawanya

beserta barang bawaan mereka. Pilot turut bertanggung jawab penuh

dalam menjaga nama baik perusahaan atau maskapai penerbangan

dan juga negara, sehingga mereka menyadari bahwa misi penerbang-

an yang dilakukan selalu membawa nama baik bangsa dan negara

Airmanship.indd 146 5/9/19 1:47 PM

Page 166: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

F O R M AT K E S E L A M ATA N P E N E R B A N G A N 1 4 7

menuju keselamatan penerbangan nasional. Melalui Airmanship

pilot, masyarakat pengguna jasa penerbangan akan lebih memiliki

keyakinan yang besar akan keselamatan penerbangan pada suatu

misi penerbangan yang dipilihnya di seluruh wilayah Indonesia.

Airmanship.indd 147 5/9/19 1:47 PM

Page 167: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

Airmanship.indd 148 5/9/19 1:47 PM

Page 168: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

B a b V 1 4 9

Bab VVARIABEL DAN INDIKATOR

YANG BERKORELASI DENGAN KESELAMATAN PENERBANGAN

Airmanship.indd 149 5/9/19 1:47 PM

Page 169: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

1 5 0 A I R M A N S H I P

Konsep keselamatan penerbangan di Indonesia masih jauh dari

cita-cita yang diharapkan. Beberapa masalah masih ditemui

dari instrumen-instrumen di lapangan yang jauh dari konsep

ideal sebagaimana dijelaskan dalam bab-bab sebelumnya.

Maka dari itu, pada bagian ini penulis ingin menjelaskan variabel-

variabel dan indikator yang ada dalam aspek keselamatan penerbang-

an.Variabelbebasterdiriatasperilaku,kecerdasanemosi,danefikasi

diri, sedangkan variabel dependennya terdiri atas variabel kebijakan

publik, Airmanship pilot, dan keselamatan penerbangan. Hubungan

variabel itu kemudian dipetakan dalam tabel berikut.

tabel 5.1. Jenis variabel dan Indikator Penelitian

Jenis variabel Nama variabel Indikator

Independen

Perilaku (X1)

Kebiasaan (X11)

Respon atau Reaksi (X12)

Stimulus (X13)

Sikap (X14)

Kecerdasan Emosi (X2)

Mengelola Emosi Diri (X21)

Memotivasi Diri (X22)

Membina Hubungan (X23)

Menyesuaikan Diri (X24)

Efikasi Diri (X3)

Pengalaman dan Jam Terbang (X31)

Usaha dan Persistensi (X32)

Level Kemampuan (X33)

Generalisasi (X34)

Kekuatan Bertahan (X35)

Dependen

Airmanship Pilot (Y1)

Kemampuan Pertimbangan dan

Pengetahuan (Y11)

Koordinasi dan Pengambilan

Keputusan (Y12)

Memahami Lingkungan (Y13)

Mengenali Risiko (Y14)

Implementasi

Kebijakan Publik (Y2)

Perumusan Kebijakan (Y21)

Implementasi Kebijakan (Y22)

Pemantauan Kebijakan (Y23)

Evaluasi Kebijakan (Y24)

Keselamatan

Penerbangan (Y3)

Peraturan (Y31)

Pengawasan (Y32)

Penegakan Hukum (Y33)

Sistem Manajemen (Y34)

Airmanship.indd 150 5/9/19 1:47 PM

Page 170: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

VA R I A B E L D A N I N D I K AT O R YA N G B E R K O R E L A S I . . . 1 5 1

Berdasarkan pengelompokan atau klasifikasi variabel dan indika-

tornya itu, maka untuk mendapatkan penjelasan yang lebih detail,

kedua variabel itu dijabarkan sebagai berikut:

a) Perilaku, yang dimaksud dengan perilaku di sini adalah perilaku

yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari seorang pilot dan semua

tindakanyangdilakukanselamapenerbangan.Variabelinidiukur

dengan empat indikator yaitu kebiasaan, respons atau reaksi,

stimulus dan sikap, Skinner (2013).

i. Kebiasaan, merupakan kegiatan atu tindakan pilot untuk

mengisi waktu luang ketika terbang maupun ketika bergaul

dengan masyarakat atau lingkungan sekitar.

ii. Respons, merupakan kemampuan pilot untuk menghadapi

segala kemungkinan yang terjadi karena pengaruh luar mau-

pun dari lingkungannya.

iii. Stimulus, merupakan rangsangan atau aksi pilot ketika ada

pengaruh dari eksternal lingkungan baik yang mendukung

maupun mengganggu penerbangan.

iv. Sikap, adalah kemampuan pilot untuk menjadikan status atau

gambaran mental seorang pilot ketika menghadapi suatu

gejala atau fenomena.

b) Kecerdasan emosi, adalah kapasitas individual dalam hal menga-

tur emosi diri dan memperhatikan emosi orang lain, yang dinilai

olehindividuyangbersangkutan.Variabelinidiukurdenganempat

indikator yaitu mengelola emosi diri, memotivasi diri, membina

hubungan dan menyesuaikan diri atau adaptasi

i. Mengelola emosi diri, merupakan kemampuan seorang pilot

seseorang untuk mengontrol atau mengendalikan dan menge-

lola emosi dalam dirinya.

ii. Memotivasi diri, merupakan kemampuan untuk meningkatkan

dan memberikan motivasi untuk selalu memperbaiki kinerja,

memperbaiki peluang agar bisa sukses dan berkorban demi

tercapainya tujuan organisasi,

Airmanship.indd 151 5/9/19 1:47 PM

Page 171: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

1 5 2 A I R M A N S H I P

iii. Membina hubungan, merupakan kemampuan untuk menjalin

hubungan sosial kepada teman bekerja atau yang lain dengan

mengelola hubungan dan membangun jaringan dengan orang

lain.

iv. Membina hubungan, merupakan kemampuan untuk menjalin

hubungan sosial kepada teman bekerja atau yang lain dengan

mengelola hubungan dan membangun jaringan dengan orang

lain.

v. Menyesuaikan diri, merupakan kemampuan beradaptasi dengan

mengatasi tekanan hidup atau kebutuhan, perubahan yang

terjadi dalam kaitannya dengan tuntutan diri dan lingkungan

pekerjaan agar tercapai suatu keadaan yang diharapkan.

c) Efikasi Diri, merupakan keyakinan dan kemampuan yang dimiliki

individu dalam mencapai tujuan dengan kesulitan tugas pada

berbagai kondisi, mampu berpikir secara positif, meregulasi diri,

dankeyakinanyangpositif.Variabelinidiukurdenganlimaindi-

kator yaitu pengalaman dan jam terbang, usaha dan persistensi,

level kemampuan, generalisasi, serta kekuatan bertahan.

i. Pengalaman dan Jam terbang. Pengalaman dan jam terbang

merupakan jumlah waktu yang telah digunakan pilot untuk

menerbangkan pesawat atau lama kerja.

ii. Usaha dan persistensi. Dapat diartikan sebagi kemampuan

atau tingkat kegigihan sesorang untuk mencari cara dalam

menyelesaikan masalah. Seseorang yang mempunyai usaha

dan persistensi yang tiggi mempunyai mental yang pantang

menyerah dan menggunakan segala tenaga dan akal pemikiran

serta kemampuannya untuk memecahkan masalah.

iii. Level Kemampuan. Level kemampuan dapat diukur melalui

tingkat kesulitan seseorang dalam menyelesaikan masalah.

Hal ini sangat mudah diukur dan dilihat dari sertifikat atau

surat keterangan dari pihak yang berhak mengeluarkannya.

Airmanship.indd 152 5/9/19 1:47 PM

Page 172: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

VA R I A B E L D A N I N D I K AT O R YA N G B E R K O R E L A S I . . . 1 5 3

iv. Generalisasi. Dapat diartikan sebagai kemampuan lebih yang

tidak berkaitan secara langsung dengan profesi, sebagi contoh

seorang pilot yang mempunyai kemampuan bernyanyi dan

mempunyai jiwa seni yang tinggi maka disebut mempunyai

generalisasi yang baik.

v. Kekuatan bertahan, dapat didefinisikan sebagai endurance

untuk mencari cara dalam mengatasi hal yang sulit. Kekuatan

bertahan berkaitan dengan mental dan jiwa yang kuat untuk

tidak menyerah.

d) Airmanship pilot, adalah suatu model atau kerangka untuk meng-

klasifikasi keterampilan dan atribut yang merupakan bagian dari

Airmanship.Variabel inidiukurdenganempat indikatoryaituke-

mampuan pertimbangan dan pengetahuan, koordinasi dan peng-

ambilan keputusan, memahami lingkungan serta mengenali risiko.

i. Kemampuan Pertimbangan dan Pengetahuan merupakan

kemampuan mengaplikasikan pertimbangan dengan baik

dengan pengetahuan di atas rata-rata. Kemampuan dan pe-

ngetahuan pilot untuk mengoperasikan pesawat sesuai de-

ngan peraturan dan prosedur, yang menghasilkan keselamat-

an dan efisiensi operasi penerbangan secara optimal.

ii. Koordinasi dan Pengambilan Keputusan, koordinasi adalah

tindakan yang dilaksanakan oleh seseorang yang sederajat

untuk saling memberikan informasi dan untuk berkoordinasi,

mengatur dan menyepakati peran setiap orang dalam pelak-

sanaan tugas. Dan keberhasilan pihak yang satu tidak meng-

ganggu proses pelaksanaan tugas dan keberhasilan pihak yang

lainnya. Pengambilan keputusan merupakan tindakan mental

atau sikap untuk memilih segala kemungkinan dan alternatif

pengambilan keputusan. Kedua kemampuan ini mutlak harus

dijiwai pilot agar selalu mencapai tujuan yang telah dicanang-

kan.

Airmanship.indd 153 5/9/19 1:47 PM

Page 173: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

1 5 4 A I R M A N S H I P

iii. Memahami Lingkungan, pemahaman dan pengertian seorang

pilot terhadap fenomena yang terjadi di lingkungan baik itu

cuaca, keadaan masyarakat, lingkungan, dan pendukung pe-

nerbangan lainnya.

iv. Mengenali Risiko, kemampuan mengenali risiko-risiko yang

ada dengan berorientasi pada keselamatan penerbangan. Jika

terjadi masalah pada saat penerbangan, misalnya cuaca buruk,

ada risiko yang dipertimbangkan jika memilih bandara alter-

natif atau memaksakan untuk landing dengan kondisi yang

ada.

e) Implementasi Kebijakan Publik. Kebijakan adalah segala hal yang

telah ditetapkan oleh penguasa untuk dipatuhi/dikerjakan maupun

untuktidakdikerjakan.Variabelinidiukurdenganempatindikator

yaitu perumusan, implementasi, pengawasan, dan evaluasi (Dunn,

2003). Sedangkan implementasi merupakan penerapan atau apli-

kasi dari kebijakan yang dirumuskan. Grindle menjelaskan bahwa

keberhasilan implementasi tergantung dari perumusan atau isi

kebijakan (Content) dan Pelaksanaan (Context).

Berdasarkan teori Grindle, Dunn, dan Eastone, dll, maka penu-

lis menyimpulkan bahwa indikator kebijakan publik sama dengan

indikator implementasinya. Berdasarkan penjelasan tersebut maka

indikator yang digunakan untuk mengukur implementasi kebijak-

an publik adalah sebagai berikut:

i. Perumusan kebijakan, merupakan proses perancangan kebi-

jakan berdasarkan data dan permintaan masyarakat maupun

penguasa.

ii. Implementasi kebijakan, merupakan aplikasi kebijakan secara

nyata yang dapat dirasakan oleh seluruh pihak terkait.

iii. Pemantauan kebijakan, merupakan proses pengawasan atas

pihak yang melaksanakan aturan tersebut sesuai dengan pro-

sedur yang telah ditetapkan.

Airmanship.indd 154 5/9/19 1:47 PM

Page 174: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

VA R I A B E L D A N I N D I K AT O R YA N G B E R K O R E L A S I . . . 1 5 5

iv. Evaluasi, merupakan koreksi dan penyempurnaan terhadap

pelaksanaan kebijakan berdasarkan analisis dan pendapat

para ahli maupun praktisi untuk menghindari terjadinya

ketidaksempurnaan suatu aturan untuk masa yang akan

datang.

f) Keselamatan Penerbangan, adalah suatu proses kegiatan dalam

melaksanakan operasi penerbangan dari satu tempat pemberang-

katanketempattujuandenganselamat.Variabelinidiukurdengan

lima indikator yaitu peraturan keselamatan penerbangan, sasaran

keselamatan penerbangan, pengawasan keselamatan penerbang-

an, penegakan hukum keselamatan penerbangan dan sistem

manajemen keselamatan penerbangan (UU Nomor 1 Tahun 2009).

i. Peraturan Keselamatan Penerbangan, merupakan kebijakan

penerbangan yang telah ditetapkan oleh pihak terkait untuk

mencapai keselamatan penerbangan.

ii. Pengawasan keselamatan penerbangan, merupakan kegiatan

atau tindakan untuk menjaga pelanggaran terhadap standar

operasi penerbangan yang telah ditetapkan pihak terkait.

iii. Penegakan hukum keselamatan penerbangan, adalah tindak-

an untuk memberikan sanksi terhadap pelanggaran aturan

yang telah diputuskan.

iv. Sistem manajemen keselamatan penerbangan, adalah sistem

yang mengatur dan mengelola penerbangan sesuai dengan

aturan yang telah ada.

Dalam variabel yang telah dijelaskan klasifikasinya di atas maka

berdasarkan pengujian penulis diperoleh persamaan struktural sebagai

berikut:

Y1 = 0,410 X1 + 0,240 X2 + 0,324 X3 ..............................(1)

Y2 = 0,548 Y1 .....................................................…………(2)

Y3 = 0,250 Y2 .....................................................…………(3)

Airmanship.indd 155 5/9/19 1:47 PM

Page 175: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

1 5 6 A I R M A N S H I P

Di mana:

X1 = Perilaku

X2 = Kecerdasan Emosi

X3 = Efikasi Diri

Y1 = Airmanship

Y2 = Implementasi Kebijakan Publik

Y3= Keselamatan Penerbangan

Dari persamaan di atas didapatkan hasil dari hubungan antar

variabel sebagai berikut:

tabel 5.2. Hubungan Antar variabel

HubunganVariabel

Koefisien RegresiKeterangan

Unstandardized Standardized

Perilaku (X1)dengan Airmanship (Y1) 0,314 0,410 Signifikan

Kecerdasan Emosi (X2)Dengan Airmanship (Y1) 0,270 0,324

CukupSignifikan

Efikasi Diri (X3) dengan Airmanship (Y1) 0,170 0,240

CukupSignifikan

Airmanship (Y1) dengan Implementasi Kebijakan Publik (Y2) 0,741 0,548 Signifikan

Implementasi Kebijakan Publik (Y2) dengan Keselamatan Penerbangan (Y3)

1,000 0,250Cukup

Signifikan

1. Perilaku (X1) berpengaruh positif terhadap Airmanship (Y1) mem-

peroleh dukungan signifikan. Ini ditunjukkan dengan koefisien

regresi sebesar 0,410.

2. Kecerdasan Emosi (X2) berpengaruh positif terhadap Airmanship

(Y1) memperoleh dukungan cukup signifikan. Ini ditunjukkan de-

ngan koefisien regresi sebesar 0,240.

3. Efikasi Diri (X3) berpengaruh positif terhadap Airmanship (Y1)

memperoleh dukungan signifikan. Ini ditunjukkan dengan koefi-

sien regresi sebesar 0,324.

Airmanship.indd 156 5/9/19 1:47 PM

Page 176: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

VA R I A B E L D A N I N D I K AT O R YA N G B E R K O R E L A S I . . . 1 5 7

4. Airmanship (Y1) berpengaruh positif terhadap Implementasi Kebi-

jakan Publik (Y2) memperoleh dukungan signifikan. Ini ditunjukkan

dengan koefisien regresi sebesar 0,548

5. Implementasi Kebijakan Publik (Y2) berpengaruh positif terhadap

Keselamatan Penerbangan (Y3) memperoleh dukungan cukup

signifikan. Ini ditunjukkan dengan koefisien regresi sebesar 0,250.

Variabel-variabeldiatasnantinyaakanberpengaruhdalampem-

bentukan Airmanship seorang pilot melalui skema kebijakan baik yang

sudah ada (penyempurnaan) maupun yang belum ada. Perhitungan di

atas didapat penulis berdasarkan pengamatan di lapangan serta me-

lalui penyebaran kuisioner kepada para pilot untuk mengetahui cara

pandang mereka terhadap variabel Airmanship.

Sehingga setiap variabel juga memiliki hubungan yang saling

memengaruhi satu sama lain hingga konvergen menjadi sebuah prin-

sip dalam Airmanship untuk pilot. Variabel-variabel ini juga yang

menjadi sebuah kerangka bangunan Airmanship melalui fondasi ke-

bijakan.

Airmanship.indd 157 5/9/19 1:47 PM

Page 177: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

Airmanship.indd 158 5/9/19 1:47 PM

Page 178: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

B a b V I 1 5 9

Bab VIIMPLEMENTASI KEBIJAKAN

PUBLIK DALAM DUNIA PENERBANGAN

Airmanship.indd 159 5/9/19 1:47 PM

Page 179: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

1 6 0 A I R M A N S H I P

Pada bagian ini penulis akan membahas secara mendalam me-

ngenai implementasi kebijakan publik dunia penerbangan di

Indonesia dalam rangka menjamin keselamatan penerbangan

yang dibahas melalui hubungan antar variabel yang telah dibahas pada

bab sebelumnya. Dalam beberapa hal masih terdapat ketidaksesuaian

antara sistem, aturan, dan pelaksanaannya.

Variabelimplementasikebijakanpublikinidiukurdenganempat

indikator, yang terdiri dari:

a. perumusan;

b. implementasi;

c. pemantauan dan;

d. evaluasi.

Perumusan kebijakan merupakan wewenang dari regulator dalam

hal ini adalah Kementerian Perhubungan. Perumusan kebijakan ber-

hubungan dengan kondisi politik, ekonomi, dan sosial masyarakat.

Kondisi ekonomi pada tahun 2008 yang sedang terpuruk juga meme-

ngaruhi kondisi penerbangan di Indonesia. Kondisi tersebut mengaki-

batkan rendahnya tingkat keselamatan penerbangan di Indonesia

sehingga dinilai oleh badan internasional (FAA) dengan kategori dua.

Hal tersebut berdampak terhadap larangan penerbangan dengan call

sign “PK” tidak boleh terbang ke Eropa. Untuk mengatasi permasalah-

an tersebut maka Kementerian Perhubungan merumuskan kembali

kebijakan penerbangan dengan mendapat masukan dan saran dari

ICAO sehingga dihasilkan UU No. 1 tahun 2009 tentang Penerbangan.

Dengan adanya Undang-Undang tersebut diharapkan keselamatan

penerbangan di Indonesia semakin baik. Besarnya pengaruh perumus-

an terhadap implementasi kebijakan publik sebaiknya memicu pihak

regulator untuk tetap mengkaji secara kontinyu sesuai dengan per-

kembangan zaman dan teknologi.

Implementasi merupakan aplikasi atau pelaksanaan kebijakan

publik berdasarkan hasil dari Undang-Undang yang dituangkan da-

Airmanship.indd 160 5/9/19 1:47 PM

Page 180: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

I M P L E M E N TA S I K E B I J A K A N P U B L I K D A L A M D U N I A P E N E R B A N G A N 1 6 1

lam Peraturan Pemerintah ataupun keputusan. Indikator implemen-

tasi merupakan indikator yang paling tinggi dibandingkan dengan

indikator yang lain. Implementasi kebijakan publik merupakan pe-

laksanaan dari Undang-Undang yang dituangkan dalam Peraturan

Pemerintah maupun Peraturan Menteri. Menurut Sisilia (2009), se-

bagai regulator hendaknya pemerintah tetap berada pada koridornya,

yakni sebagai pembuat regulasi. Keterlibatan pemerintah sebagai

regulator berfungsi sebagai pembina khususnya di masalah kesela-

matan, keamanan dan keteraturan (fungsi pembinaan aspek ekono-

mi) serta menjadi wasit dalam mengawasi persaingan di antara pe-

laku industri penerbangan, jangan sampai pemerintah juga menjadi

subjek. Sisilia mengkritisi bahwa pemerintah cukup sebagai regula-

tor, sebaiknya ada badan khusus yang independen sebagai pengawas.

Menurut Faianzar (2016), penerapan Safety Management System (SMS)

yang diukur oleh keselamatan penerbangan memiliki kontribusi

positif dan signifikan terhadap tinggi rendahnya keselamatan pener-

bangan. Dari kedua pernyataan di atas menjelaskan bahwa imple-

mentasi sangat berpengaruh terhadap implementasi kebijakan pe-

nerbangan.

Pemantauan merupakan bagian dari pengawasan atau kajian pe-

laksanaan kebijakan publik berdasarkan hasil dari Undang-Undang

yang dituangkan dalam Peraturan Pemerintah ataupun keputusan-

keputusan lainnya. Indikator pemantauan berhubungan dengan per-

ubahan zaman dan teknologi. Pemantuan implementasi kebijakan

publik harus dilakasanakan secara berkala untuk memastikan apakah

kebijakan publik masih relevan untuk diimplementasikan sesuai de-

ngan keadaan dan kebutuhan saat ini. Pemantauan dapat dilaksanakan

demi kepentingan ekonomi, sosial dan teknologi, dengan tidak me-

ngurangi keselamatan penerbangan. Sebagai contoh adalah imple-

mentasi kebijakan publik tentang penggunaan handphone atau gadget

untuk penumpang pada saat penerbangan. Regulasi tersebut perlu

dikaji dari aspek sosial budaya dan ekonomi.

Airmanship.indd 161 5/9/19 1:47 PM

Page 181: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

1 6 2 A I R M A N S H I P

Evaluasi merupakan hal yang wajib dilaksanakan untuk segala ke-

giatan. Implementasi kebijakan publik perlu dievaluasi secara berkala

atau random untuk memastikan dampak positif maupun negatif dari

kebijakan tersebut. Indikator evaluasi berhubungan dengan indikator

pemantauan. Evaluasi implementasi kebijakan publik didapatkan dari

hasil pemantauan di lapangan. Evaluasi tentang kebijakan publik sangat

jelas dituliskan dalam Undang-Undang keselamatan penerbangan, Per-

aturan Menteri Perhubungan, serta Keputusan Menteri Perhubungan.

Data dari Kemenhub (2014) menyatakan Komite Nasional Keselamatan

Transportasi (KNKT) pernah menyatakan bahwa jumlah kecelakaan pe-

nerbangan tahun 2013 mengalami penurunan dibanding dengan tahun

2012, dari data KNKT tersebut. Elly (2013) menyampaikan bahwa jumlah

kecelakaan penerbangan pada tahun 2012 terjadi sebanyak 29 kecelaka-

an yang terdiri dari 13 accident dan 16 serious incident dengan 58 korban

meninggal dunia dan 9 (sembilan) korban luka luka.

Sedangkan jumlah kecelakaan penerbangan tahun 2013 sebanyak

27 kecelakaan yang terdiri dari 5 (lima) accident dan 22 serious

incident dengan 3 (tiga) orang korban luka-luka. Data tersebut menun-

jukkan bahwa terjadi penurunan baik dari jumlah kecelakaan maupun

tingkat fatalitas, di mana pada tahun 2013 jumlah korban luka-luka

menurun dan tidak ada korban meninggal. Walupun dari data tersebut

telah menunjukkan terjadinya peningkatan keselamatan di bidang

penerbangan, Kementerian Perhubungan perlu melakukan evaluasi–

evaluasi secara berkelanjutan. Elly juga mempertanyakan apakah pe-

nurunan kecelakaan ini memang karena semua regulasi (penerbangan)

sudah baik. Menurutnya bahwa pembuatan kebijakan tidak mungkin

100%. Evaluasi yang perlu dilakukan adalah dengan merujuk pada

instruksi Menhub nomor 1 Tahun 2013 yaitu sejauh mana implemen-

tasi dari kebijakan tersebut. Instruksi Menhub tersebut difokuskan

pada pada 5 (lima) aspek yaitu manajemen keselamatan transportasi,

prasarana, sarana, Sumber Daya Manusia (SDM) dan pengguna jasa

transportasi, serta penanganan pasca kecelakaan transportasi. Pihak

Airmanship.indd 162 5/9/19 1:47 PM

Page 182: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

I M P L E M E N TA S I K E B I J A K A N P U B L I K D A L A M D U N I A P E N E R B A N G A N 1 6 3

Ditjen Perhubungan Udara, mengakui bahwa selama ini terdapat be-

berapa kendala dalam mengimplementasikan kebijakan tersebut.

Suharyadi (2014) mengungkapkan kendala-kendala yang dihadapi

antara lain:

1) Belum adanya mekanisme atau prosedur penegakan hukum ten-

tang tata cara pengenaan sanksi terhadap pelanggaran peraturan

perundang-undangan di bidang penerbangan;

2) Kurangnya respons atau tindak lanjut dari penyelenggara Bandar

udara terhadap surat teguran dan temuan audit; dan

3) Sistem pengelolaan (management) terhadap safety report yang ada

di operator penerbangan belum semuanya dikelola dengan baik.

Suharyadi juga mengatakan bahwa kendala tersebut perlu segera

di atasi mengingat berbagai tantangan yang ada di bidang transpor-

tasi udara saat ini di antaranya: 1) Pertumbuhan penumpang yang

tinggi; 2) Mayoritas Bandar Udara Komersial sudah melebihi Kapasitas;

3) Tingginya Pengadaan Pesawat oleh Airline; 4) Modernisasi Peralatan

Navigasi Penerbangan: dan 5) Banyaknya daerah rawan bencana, pulau

terluar dan terisolasi.

Sementara, Penulis Pusat Litbang Udara, Drs. Welly Pakan mene-

kankan bahwa keselamatan transportasi merupakan tanggung jawab

semua pihak baik pemerintah, produsen/industri kendaraan, operator,

maupun masyarakat (pengguna jasa). Hal ini penting untuk memba-

ngun opini masyarakat yang benar bahwa keselamatan transportasi

merupakan tanggung jawab semua pihak. Peningkatan kinerja kese-

lamatan penerbangan menjadi hal yang sangat penting untuk dapat

diwujudkan, karena mencerminkan semangat untuk senantiasa me-

ngedepankan pelayanan yang terbaik di bidang penerbangan. Berda-

sarkan pernyataan di atas dapat dijelaskan bahwa evaluasi sangat

berhubungan dengan implementasi kebijakan publik.

Airmanship.indd 163 5/9/19 1:47 PM

Page 183: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

1 6 4 A I R M A N S H I P

A. huBungAn KEBijAKAn puBLiK DEngAn KESELAMATAn pEnErBAngAn

Para praktisi penerbangan menyatakan bahwa kebijakan publik sudah

mendekati baik karena telah mengacu pada hukum penerbangan yang

dikeluarkan oleh ICAO, tetapi yang menjadi masalah adalah imple-

mentasi kebijakan publik di Indonesia masih bermasalah. Banyak

faktor penyebab rendahnya implementasi kebijakan publik di Indone-

sia. Capt. R.A. Rooroh berpendapat bahwa faktor ekonomi sepert Low

Cost Carrier (LCC) dapat mengakibatkan implementasi kebijakan pub-

lik yang rendah. Pria yang saat ini menjabat sebagai President Director

di Sekolah Penerbangan Nusa Flying Internasional itu menyoroti ku-

rangnya pengawasan pada internal terutama dalam hal implementasi

kebijakan tentang penerbangan, di mana organisasi perumus regula-

tor dan pengawasan berada dalam satu atap.

Organisasi tersebut berpotensi konflik internal yang mengakibat-

kan tidak maksimalnya pengawasan keselamatan penerbangan. Untuk

mengatasi masalah internal tersebut, pilot senior ini menyarankan

supaya dibentuk badan eksternal independen yang mengawasi regu-

lator dan operator penerbangan. Selain masalah internal, Capt. R.A.

Rooroh juga berpendapat bahwa organisasi Dirjen Perhubungan ha-

rusnya setingkat Kementerian. Untuk masalah organisasi, Capt. Yud-

hianto berbeda pandangan dengan Capt. R.A. Rooroh. Menurut pen-

dapatnya, Dirjen Perhubungan Udara tetap di bawah Kementerian

Perhubungan, tetapi Badan Eksternal Pengawasan yang perlu diperku-

at. Praktisi penerbangan yang lain Capt. Rahayu Kuntardi menyatakan

hal yang senada bahwa secara umum kebijakan penerbangan sudah

baik, hanya ada beberapa kebijakan yang perlu dikaji kembali seperti

pembatasan usia pesawat. Ia tidak setuju dengan aturan yang mem-

batasi usia pesawat. Menurut pendapat beliau, keselamatan pener-

bangan bukan karena faktor usia pesawat, tetapi berhubungan dengan

perawatan pesawat.

Airmanship.indd 164 5/9/19 1:47 PM

Page 184: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

I M P L E M E N TA S I K E B I J A K A N P U B L I K D A L A M D U N I A P E N E R B A N G A N 1 6 5

Menurut ahli Psikologi Dr. Widura, dalam proses implementasi

kebijakan publik setiap orang mempunyai persepsi yang berbeda,

untuk itu perlu ada badan pengawasan khusus untuk mengawasi

implementasinya. Sedangkan Alvin Lie sebagai praktisi dan penga-

mat, kebijakan publik bukan sekadar perundang-undangan tetapi

termasuk kebijakan-kebijakan yang dibuat sendiri. Alvin menjelaskan

hal tersebut berdasarkan pengalamannya sebagai Ombudsman ke-

tika mendapat laporan tentang kondisi ATC di bandara Soekarno

Hatta. Dari hasil pengaduan masyarakat tentang ramainya penggu-

naan radio di ATC Soekarna-Hatta sehingga harus menunggu lama

untuk berkomunikasi dengan ATC. Setelah dilaksanakan investigasi,

ia menemukan bahwa operator radio pada pukul 6.00 s.d 8.00 WIB

hanya satu orang. Kondisi tersebut sangat berbahaya dan berpoten-

si terjadinya kecelakaan, karena banyaknya penerbangan pada jam

tersebut, tetapi hanya dilayani oleh satu orang ATC. Alvin menyata-

kan bahwa kondisi tersebut merupakan pelanggaran kebijakan pub-

lik. Dari hasil wawancara dengan para ahli tersebut, penulis menyim-

pulkan bahwa dibutuhkan badan eksternal khusus yang independen

untuk mengawasi regulator, operator, dan stakeholder seluruh pe-

nerbangan.

B. MEMETAKAn KESESuAiAn TEori KEBijAKAn puBLiK DALAM DuniA pEnErBAngAn

Teori Implementasi kebijakan publik tidak terlepas dari teori kebija-

kan publik. Pada bagian ini, penulis akan membedah berbagai pers-

pektif mengenai kebijakan publik untuk mendapatkan kesesuaian

antara teori dengan temuan penulis yang dituangkan pada buku ini.

Kebijakan adalah segala sesuatu yang dapat dilakukan ataupun tidak

oleh pemerintah, Dye (1987), dan dapat juga dinyatakan bahwa kebi-

jakan merupakan hubungan pemerintah dengan masyarakat ling-

Airmanship.indd 165 5/9/19 1:47 PM

Page 185: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

1 6 6 A I R M A N S H I P

kungannya, Eysestone (1971). Pada buku ini, kebijakan dapat diukur

dengan indikator perumusan dan implementasi. Kedua indikator

tersebut mempunyai hubungan yang signifikan dengan implemen-

tasi kebijakan publik. Semakin baik perumusan dan dan implemen-

tasi yang dilaksanakan oleh pemerintah semakin baik pula imple-

mentasi kebijakan publik yang berhubungan dengan penerbangan.

Teori kebijakan yang dikemukakan oleh Dye hanya menjelaskan

tentang tugas pemerintah, berbeda dengan Eysestone yang menya-

takan bahwa kebijakan berhubungan dengan masyarakat dan ling-

kungannya. Pada buku ini, penulis lebih menggunakan teori Eyses-

tone dibandingkan dengan teori Dye.

Teori selanjutnya adalah teori kebijakan oleh Smith dan Larimer

(2009). Smith dan Larimer menjelaskan bahwa kebijakan publik me-

rupakan ilmu yang spesifik tentang hubungan pemerintah dengan

masyarakatnya. Smith dan Larimer Juga menyampaikan bahwa Kebi-

jakan publik berbeda dengan ilmu politik, ekonomi, maupun adminis-

trasi publik. Dengan melihat empat indikator yang digunakan pada

buku ini maka penulis menganalisis bahwa teori yang dikemukan oleh

Smith dan Larimer masih terlalu umum dan dapat menghasilkan taf-

siran yang berbeda. Jika dilihat dari bahasa teorinya yang menyatakan

kebijakan publik merupakan hubungan pemerintah dengan masyara-

kat maka indikator yang digunakan cukup dua saja yaitu perumusan

dan implementasi. Akan tetapi jika dianalisis lebih dalam makna yang

tersirat, keempat indikator yang digunakan oleh penulis yaitu: peru-

musan, implementasi, pemantauan, dan evaluasi.

Teori selanjutnya adalah teori kebijakan publik oleh Anderson

(1979). Anderson merumuskan bahwa kebijakan itu adalah “serangkai-

an tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilak-

sanakan oleh seorang atau sekelompok pelaku guna memecahkan

suatu masalah tertentu”. Anderson tidak secara langsung menyebut-

kan apakah kebijakan dikeluarkan oleh pemerintah atau non peme-

rintah, tetapi menyatakan oleh seseorang atau kelompok. Penulis

Airmanship.indd 166 5/9/19 1:47 PM

Page 186: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

I M P L E M E N TA S I K E B I J A K A N P U B L I K D A L A M D U N I A P E N E R B A N G A N 1 6 7

menganalisis bahwa tindakan yang dimaksud adalah tindakan semua

orang baik pemerintah maupun non pemerintah. Kebijakan yang di-

maksud pada buku ini adalah kebijakan yang berhubungan dengan

penerbangan baik yang dikeluarkan oleh pemerintah maupun oleh

operator. Jika analisis dikaitkan dengan indikator yang digunakan maka

teori Anderson hanya difokuskan pada satu indikator, yaitu implemen-

tasi kebijakan. Dari hasil analisis tersebut maka teori Anderson yang

hanya mencakup satu indikator kurang tepat dengan pembahasan

buku ini.

Teori selanjutnya adalah pendekatan teori kebijakan yang dike-

mukakan oleh Frederich (1997). Frederich menyatakan kebijakan adalah

“suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh

seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu

sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu seraya

mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan

sasaran yang diinginkan”. Teori ini lebih jelas dibandingkan dengan

teori Anderson. Frededrich dengan jelas secara harfiah menyatakan

bahwa kebijakan berhubungan dengan pemerintah dan non pemerin-

tah. Berdasarkan teori tersebut, penulis menganalisis bahwa keempat

indikator yang digunakan penulis dalam buku ini, telah tercakup dan

tersirat dalam teorinya. Hasil buku menunjukkan adanya hubungan

yang signifikan antara keempat indikator dengan implementasi kebi-

jakan publik. Indikator yang paling tinggi hubungananya adalah im-

plementasi dan yang paling rendah adalah pemantauan. Hasil tersebut

senada dengan teori Frederich yang lebih mengutamakan tindakan

atau implementasinya.

Teori selanjutnya adalah teori kebijakan yang dirumuskan oleh

Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). PBB mengartikan bahwa kebijak-

an itu memberi makna sebagai pedoman untuk bertindak baik yang

bersifat sederhana, kompleks, bersifat umum atau khusus, longgar

atau rinci, luas atau sempit, kualitatif atau kuantitatif, maupun

publik atau privat. Teori tersebut lebih menekankan pada aturan

Airmanship.indd 167 5/9/19 1:47 PM

Page 187: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

1 6 8 A I R M A N S H I P

untuk mencapai tujuan dengan objek yang dijelaskan secara detail.

Penulis menganalisis bahwa teori yang dirumuskan oleh PBB hanya

mencakup indikator perumusan. PBB tidak secara jelas mengemu-

kakan tentang bagaimana implementasi, pemantauan, dan evalua-

sinya.

Teori selanjutnya adalah kaitan antara teori kebijakan oleh Jones

(1996). Jones mengatakan bahwa “kebijakan adalah suatu arah kegi-

atan yang tertuju kepada tercapainya beberapa tujuan”. Teori Jones

lebih sederhana dan ringkas, tetapi hanya mencakup tentang imple-

mentasinya. Jones tidak menyentuh tentang perumusan, pemantauan,

dan evaluasi kebijakan publik. Teori Jones berbeda dengan teori yang

dikeluarkan PBB, jika ditinjau dari aspek penekanannya, Jones mene-

kankan pada implementasinya, sedangkan PBB menekankan pada

perumusannya. Berdasarkan penjelasan tersebut maka penulis meng-

analisis bahwa teori Jones kurang relevan digunakan pada buku ini.

Teori selanjutnya adalah kaitan antara buku ini dengan konsep

kebijakan yang dikemukan oleh Dunn (2003). Dunn memandang bah-

wa kebijakan publik meliputi empat aspek yaitu: (1) perumusan kebi-

jakan; (2) pelaksanaan kebijakan; (3) monitoring kebijakan; dan

(4) evaluasi kebijakan. Maka dalam hubungan ini kebijakan

publik adalah serangkaian instruksi, perintah dari para pembuat

kebijakan yang ditujukan kepada pelaksana kebijakan yang menje-

laskan tujuan- tujuan serta cara-cara mencapai tujuan tersebut.

Konsep Dunn tersebut telah mencakup keeempat indikator yang

digunakan pada buku ini. Hasil menunjukan bahwa keempat indika-

tor mempunyai hubungan yang signifikan dengan implementasi

kebijakan publik. Indikator yang paling berpengaruh adalah imple-

mentasi. Berdasarkan analisis tersebut maka dapat dinyatakan bah-

wa konsep kebijakan publik yang dikemukakan oleh Dunn senada

dengan buku ini.

Teori selanjutnya adalah teori implementasi kebijakan publik me-

nurut Smith (2009). Smith menyatakan bahwa implementasi kebijakan

Airmanship.indd 168 5/9/19 1:47 PM

Page 188: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

I M P L E M E N TA S I K E B I J A K A N P U B L I K D A L A M D U N I A P E N E R B A N G A N 1 6 9

dipandang sebagai suatu proses atau alur. Konsep Smith ini memandang

proses implementasi kebijakan dari proses kebijakan dari perspektif

perubahan sosial dan politik, di mana kebijakan yang dibuat oleh pe-

merintah bertujuan untuk mengadakan perbaikan atau perubahan dalam

masyarakat sebagai kelompok sasaran. Berdasarkan teori tersebut pe-

nulis menganalisis bahwa Smith lebih menekankan kepada proses pe-

mantauan dan evaluasi kebijakan. Oleh karena indikator yang digunakan

untuk mengukur implementasi kebijakan publik menurut Smith adalah

implementasi, pemantauan, dan evaluasi. Buku ini menunjukkan bahwa

ketiga indikator tersebut mempunyai hubungan yang signifikan dengan

implementasi kebijakan publik. Berdasarkan hasil analisis di atas maka

penulis mengemukakan bahwa buku ini senada dan mendukung teori

implementasi kebijakan publik oleh Smith.

Teori selanjutnya teori implementasi kebijakan publik menurut

Meter dan Horn (1975). Meter dan Horn mendefinisikan implementasi

kebijakan publik sebagai tindakan-tindakan dalam keputusan- kepu-

tusan sebelumnya. Tindakan-tindakan ini mencakup usaha-usaha

untuk mengubah keputusan-keputusan menjadi tindakan-tindakan

operasional dalam kurun waktu tertentu maupun dalam rangka me-

lanjutkan usaha-usaha untuk mencapai perubahan besar dan kecil

yang ditetapkan. Keputusan-keputusan kebijakan yang dilakukan oleh

organisasi publik diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah

ditetapkan. Meter dan Horn menekankan implementasi kebijakan

publik dalam dua kegiatan yaitu tindakan dan aturan. Teori tersebut

mencakup dua indikator yang digunakan penulis yaitu perumusan dan

implementasi. Hasil menunjukkan adanya hubungan yang signifikan

antara perumusan dan implementasi dengan Kebijakan Publik. Berda-

sarkan analisis di atas maka penulis menyatakan bahwa buku ini se-

nada dengan teori implementasi kebijakan publik yang dikemukakan

oleh Meter dan Horn.

Menurut Dwidjowijoto (2002), implementasi merupakan upaya

melaksanakan keputusan kebijakan. Makna yang tersirat pada defi-

Airmanship.indd 169 5/9/19 1:47 PM

Page 189: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

1 7 0 A I R M A N S H I P

nisi tersebut adalah perumusan dan pelaksanaan. Hal ini sejalan

dengan pandangan Salusu (2003) yang mengartikan implementasi

sebagai operasionalisasi dari berbagai aktivitas guna mencapai su-

atu sasaran tertentu dan menyentuh seluruh jajaran manajemen

mulai dari manajemen puncak sampai pada karyawan terbawah.

Makna yang dapat dikemukan dari teori Salusu adalah implementa-

si, pemantauan, dan evaluasi. Makna dari teori Dwidjowijoto dan

Salusu senada dengan buku ini, di mana keempat indikator mempu-

nyai hubungan yang signifikan terhadap implementasi kebijakan

publik.

Teori selanjutnya adalah makna implementasi menurut Mazma-

nian dan Sabatier (1983). Mazmanian dan Sabatier menyatakan bah-

wa makna dari implementasi adalah memahami apa yang nyatanya

terjadi sesudah suatu program berlaku atau dirumuskan. Hal inilah

yang merupakan fokus perhatian implementasi kebijakan. Yakni

kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan yang timbul sesudah di-

sahkannya pedoman-pedoman kebijaksanaan negara yang mencakup

baik usaha untuk administrasi maupun untuk menimbulkan akibat/

dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian. Mazmanian

menekankan pada kegiatan perumusan, pelaksanaan, dan dampak-

nya. Pada buku ini dampak dari suatu implementasi kebijakan belum

diperhitungkan.

Penulis menganalisis bahwa dampak yang dinyatakan oleh Mazma-

nian dan Sabatier diukur dengan indikator yaitu pemantauan dan

evaluasi. Buku ini menujukkan bahwa indikator pemantauan dan

evaluasi mempunyai hubungan yang signifikan dengan implementasi

kebijakan publik. Berdasarkan analisis di atas maka penulis menyata-

kan bahwa buku ini senada dan mendukung teori implementasi kebi-

jakan publik yang didefenisikan oleh Mazmanian dan Sabatier.

Teori selanjutnya adalah konsep kebijakan publik yang dikemuka-

kan oleh Tahir (2015). Tahir menyatakan bahwa kebijakan merupakan

suatu hukum. Tahir juga menjelaskan bahwa kebijakan bukan sekadar

Airmanship.indd 170 5/9/19 1:47 PM

Page 190: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

I M P L E M E N TA S I K E B I J A K A N P U B L I K D A L A M D U N I A P E N E R B A N G A N 1 7 1

hukum akan tetapi perlu dipahami secara utuh dan benar. Tahir me-

nyimpulkan bahwa ketika suatu isu yang menyangkut kepentingan

bersama dipandang perlu untuk diatur maka formulasi isu itu menja-

di kebijakan publik harus dilakukan dan disusun serta disepakati oleh

para pejabat yang berwenang. Jika dikaitkan dengan buku ini maka

makna yang tersirat dari pernyataan Tahir sudah tercakup dalam ke-

empat indikator pada buku ini. Berdasarkan penjelasan di atas maka

penulis menyimpulkan bahwa buku ini senada dan saling mendukung

dengan konsep implementasi kebijakan publik yang dijelaskan oleh

Tahir.

Teori selanjutnya adalah kaitan hasil penulisan buku ini dengan

teori implementasi menurut Nugroho (2014). Nugroho menyatakan

bahwa implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar

sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya, tidak lebih dan tidak

kurang. Untuk mengimplementasikan kebijakan publik, ada dua

pilihan langkah yang ada, yaitu langsung mengimplementasikan

dalam bentuk program-program atau melalui formulasi kebijakan

derivatif atau turunan dari kebijakan publik tersebut. Teori yang

dikemukan oleh Nugroho ini tidak berbeda jauh dengan hasil penu-

lisan buku ini. Secara makna hasil penulisan buku ini senada dengan

teori yang disampaikan oleh Nugroho. Akan tetapi kekurangan

Nugroho adalah hanya menekankan pada implementasi kebijakan

publik dari segi perumusan dan pelaksanaan. Penulisan buku ini

lebih luas karena mengulas sampai tahapan pemantauan dan eva-

luasi.

Teori selanjutnya adalah kaitan dengan hasil penulisan buku ini

dengan Teori dan faktor yang memengaruhi implementasi kebijakan

menurut Edward III (1980). Edward berpandangan bahwa implementa-

si kebijakan dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu:

a. Komunikasi, yang meliputi transmisi, konsistensi dan kejelasan.

Jika implementasi kebijakan ingin berlangsung efektif, maka pe-

tunjuk-petunjuk dan perintah-perintah pelaksanaan kebijakan

Airmanship.indd 171 5/9/19 1:47 PM

Page 191: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

1 7 2 A I R M A N S H I P

harus konsisten dan jelas. Dalam penulisan buku ini tidak ada

membahas hubungan komunikasi dengan kebijakan publik, se-

hingga penulis menganalisis bahwa komunikasi tercakup dalam

indikator implementasi.

b. Sumber-sumber, yang meliputi sumber daya manusia/staf yang

memadai dan keahlian-keahlian yang baik untuk melaksanakan

tugas-tugas, wewenang serta fasilitas-fasilitas yang dapat me-

nunjang pelaksanaan pelayanan publik. Pada penulisan buku ini

juga tidak ada pembahasan hubungan antara sumber-sumber

dengan implementasi kebijakan publik. Untuk itu penulis meng-

analisis bahwa faktor tersebut merupakan bagian dari implemen-

tasi.

c. Kecenderungan-kecenderungan atau tingkah laku. Kecenderungan

dari para pelaksana mempunyai konsekuensi- konsekuensi penting

bagi implementasi kebijakan yang efektif. Jika para pelaksana

bersikap baik terhadap suatu kebijakan tertentu yang dalam hal

ini berarti adanya dukungan, kemungkinan besar mereka melak-

sanakan kebijakan sebagaimana yang diinginkan oleh para pem-

buat keputusan awal. Pada penulisan buku ini tidak ada pemba-

hasan hubungan antara kecenderungan atau tingkah laku dengan

implementasi kebijakan publik. Oleh karena itu penulis mengana-

lisis bahwa kecenderungan atau tingkah laku tercakup dalam in-

dikator implementasi.

d. Struktur Birokrasi. Birokrasi merupakan salah satu badan yang

paling sering bahkan secara keseluruhan menjadi pelaksana kebi-

jakan, baik itu struktur pemerintah dan juga organisasi swasta.

Pada penulisan buku ini tidak mengupas pembahasan hubungan

struktur organisasi dengan implementasi kebijakan publik. Menu-

rut analisis penulis, struktur organisasi tercakup dalam keempat

indikator implementasi kebijakan publik.

Airmanship.indd 172 5/9/19 1:47 PM

Page 192: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

I M P L E M E N TA S I K E B I J A K A N P U B L I K D A L A M D U N I A P E N E R B A N G A N 1 7 3

Berdasarkan hasil analisis keempat faktor yang memengaruhi

implementasi kebijakan publik di atas, maka penulis dapat menyim-

pulkan bahwa buku ini senada dengan faktor yang memengaruhi

kebijakan publik yang dikemukan oleh Edward.

Buku ini juga memiliki keterkaitan dengan teori Grindle (1980).

Grindle menyatakan bahwa keberhasilan implementasi kebijakan

publik dipengaruhi oleh dua variabel besar, yakni isi kebijakan (content

of policy) dan lingkungan implementasi (context of implementation).

Teori keberhasilan Grindle ini berbeda dengan analisis penulis. Hasil

analisis penulis menunjukkan bahwa keberhasilan implementasi ke-

bijakan publik dipengaruhi oleh perumusan, implementasi, peman-

tauan, dan evaluasi. Grindle melihat keberhasilan implementasi hanya

dari indikator perumusan dan lingkungan. Lingkungan implementasi

yang disebutkan oleh Grindle masih belum jelas apakah lingkungan

pekerjaan atau lingkungan yang lain. Berdasarkan analisis tersebut

penulis menyampaikan bahwa hasil penulisan buku ini kurang senada

dengan teori Grindle.

Teori selanjutnya adalah implementasi kebijakan publik oleh Me-

ter dan Horn (1975) tentang variabel yang memengaruhi implementa-

si kebijakan publik. Meter dan Horn menyatakan ada lima variabel

yang memengaruhi kinerja implementasi, yakni:

1) Standar dan sasaran kebijakan. Menurut analisis penulis, standar

dan sasaran kebijakan dikonsep pada perumusan kebijakan. Oleh

karena itu, pada penulisan buku ini, standar dan sasaran kebijak-

an diukur menggunakan indikator perumusan.

2) Sumber daya. Menurut analisis penulis, Sumber daya yang dise-

butkan di sini berhubungan dengan manusia untuk melaksanakan

aturan yang telah dirumuskan. Oleh karena itu, pada penulisan

buku ini, sumber daya diukur dengan indikator implementasi.

3) Komunikasi antar organisasi dan penguatan aktivitas. Menurut

analisis penulis, komunikasi antar organisasi dan penguatan ak-

tivitas yang disebutkan pada konsep ini merupakan bagian dari

Airmanship.indd 173 5/9/19 1:47 PM

Page 193: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

1 7 4 A I R M A N S H I P

implementasi dan evaluasi kebijakan publik. Oleh karena itu, ko-

munikasi antar organisasi dan penguatan aktivitas dapat diukur

dengan indikator implementasi dan evaluasi.

4) Karekteristik agen pelaksana. Menurut analisis penulis, karakter-

istik agen pelaksana merupakan bagian dari implementasi. Oleh

karena itu, karakteristik agen pelaksana tercakup dalam indikator

implementasi.

5) Kondisi sosial, ekonomi, dan politik. Menurut analisis penulis,

kondisi sosial, ekonomi, dan politik merupakan kegiatan peman-

tauan dan evaluasi. Oleh karena itu, kondisi sosial, ekonomi, dan

politik, tercakup dalam indikator pemantauan dan evaluasi.

Dari hasil analisis kelima variabel yang memengaruhi implemen-

tasi kebijakan publik di atas maka penulis dapat menyimpulkan bah-

wa hasil penulisan buku ini senada dengan teori implementasi kebi-

jakan publik yang dikemukakan oleh Meter dan Horn.

Keterkaitan teori selanjutnya adalah dengan hasil penulisan buku

Lewis dan Gilman (2005) yang menyatakan bahwa dibutuhkan etika

pelayanan publik sebagai pilar dan kepercayaan publik sebagai dasar

untuk mewujudkan pemerintah yang baik. Buku ini juga mendukung

tulisan buku Rohit (2000) yang melihat esensi pelayanan publik perlu

mengacu pada proporsi yang menyatakan bahwa produk pemerintah-

an dapat dipasarkan pada publik. Hal ini kiranya perlu diorientasikan

pada budaya pelayanan dengan menciptakan layanan pelanggan yang

memuaskan.

Selain seluruh teori di atas, penulis juga menganalisis kebijakan

berdasarkan Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan

Publik. Undang-Undang mendefinisikan bahwa implementasi kebijak-

an publik merupakan kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka

pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-

undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa,

dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelengga-

Airmanship.indd 174 5/9/19 1:47 PM

Page 194: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

I M P L E M E N TA S I K E B I J A K A N P U B L I K D A L A M D U N I A P E N E R B A N G A N 1 7 5

ra pelayanan publik. Dalam sudut pandang lain, pelayanan publik

adalah kepercayaan publik. Undang-Undang lebih menekankan kapa-

da aturan, pelayanan, dan jaminan hukum dalam pelayanan publik.

Kekurangan dari konsep yang tertuang dalam Undang-Undang terse-

but adalah belum menyampaikan tentang pemantauan. Penulis meng-

analisis bahwa Undang-Undang tersebut telah mencakup tiga indika-

tor dalam buku ini, sehingga hasil menunjukkan bahwa ketiga indi-

kator itu mempunyai hubungan yang signifikan dengan implementa-

si kebijakan publik.

Airmanship.indd 175 5/9/19 1:47 PM

Page 195: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

1 7 6 A I R M A N S H I P

Airmanship.indd 176 5/9/19 1:47 PM

Page 196: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

B a b V I I 1 7 7

Bab VIIPENTINGNYA AIRMANSHIP

DALAM KESELAMATAN PENERBANGAN

Airmanship.indd 177 5/9/19 1:47 PM

Page 197: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

1 7 8 A I R M A N S H I P

Pada bagian buku ini, Airmanship dibahas secara kuantitatif dan

kualitatif untuk menunjukkan secara rinci dan mendalam ber-

dasarkan pendekatan teori yang telah dibahas pada bab sebe-

lumnya. Hubungan-hubungan itu nantinya akan memengaruhi imple-

mentasi Airmanship dalam keselamatan penerbangan. Memadukan

antara teori dengan praktik juga menjadi ulasan utama dalam bab ini

berdasarkan data dan pengalaman para penerbang.

A. AirMAnShip DALAM KACAMATA KuAnTiTATiF

VariabelAirmanshipdiukurdengan empat indikator yaitu kemampu-

an pertimbangan dan pengetahuan, koordinasi dan pengambilan ke-

putusan, memahami lingkungan dan mengenali risiko. Dari hasil pe-

nulisan buku telah dijelaskan bahwa semua indikator yang digunakan

untuk mengukur Airmanship mempunyai pengaruh yang signifikan di

mana yang paling besar pengaruhnya adalah indikator koordinasi dan

pengambilan keputusan (X42) yang mempunyai nilai standard size

estimate sebesar 0,79 dan pengaruh yang paling kecil adalah indikator

mengenali risiko (X44) yang mana nilai standard size estimate sebesar

0,62 dengan tingkat probabilitas sebesar 0,19. Untuk lebih jelasnya

akan dibahas pengaruh dari setiap indikator.

a. Indikator Kemampuan Pertimbangan dan Pengetahuan (Y11). Ke-

mampuan pertimbangan dan pengetahuan merupakan suatu hal

yang wajib dimiliki seorang pilot. Berdasarkan hasil penulisan buku

diperoleh pengaruh indikator kemampuan pertimbangan dan

pengetahuan yang sangat signifikan dengan nilai standard size

estimate sebesar 0,74. Artinya setiap peningkatan nilai kebiasaan

sebesar 1 akan meningkatkan nilai Airmanship sebesar 0,74. Ke-

mampuan pertimbangan dan pengetahuan merupakan syarat

umum untuk semua profesi, tetapi khusus untuk pilot kemampu-

an pertimbangan dan pengetahuan mendapatkan perhatian khu-

sus karena berhubungan dengan keselamatan penerbangan. Indi-

kator tersebut menjadi bagian dari Airmanship karena ditinjau dari

Airmanship.indd 178 5/9/19 1:47 PM

Page 198: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

P E N T I N G N YA A I R M A N S H I P D A L A M K E S E L A M ATA N P E N E R B A N G A N 1 7 9

aspek teoretis Airmanship. Menurut Demaria (2006) Airmanship

merupakan kemampuan dan pengetahuan yang diterapkan dalam

navigasi udara yang mencakup keahlian dan kebiasaan dari pener-

bang. Berdasarkan hasil peneletian dan didukung oleh dasar teo-

retis maka dapat dijelaskan bahwa kemampuan pertimbangan dan

pengetahuan tidak bisa terlepas dari Airmanship.

b. Indikator Koordinasi dan Pengambilan keputusan (Y12). Koordina-

si dan pengambilan keputusan merupakan kemampuan dasar dari

setiap profesi maupun pekerjaan. Demikian juga untuk pilot,

berdasarkan hasil penulisan buku diperoleh pengaruh indikator

koordinasi dan pengambilan keputusan mempunyai pengaruh

yang sangat signifikan dengan nilai standard size estimate sebesar

0,79 artinya setiap peningkatan nilai kebiasaan sebesar 1 akan

meningkatkan nilai Airmanship sebesar 0,79. Indikator koordinasi

dan pengambilan keputusan mempunyai nilai pengaruh yang

paling signifikan dibandingkan dengan indikator yang lain. Hasil

penulisan buku ini senada dengan hasil penulisan buku sebelum-

nya. Pada umumnya koordinasi dan pengambil keputusan banyak

dibahas dalam bidang manajemen dan organisasi. Jika ditinjau

dari aspek teoretis dan dihubungkan dengan Airmanship pilot

maka indikator koordinasi dan pengambilan keputusan merupakan

kegiatan yang dilaksanakan oleh pilot beserta krunya pada saat

penerbangan. Pilot harus berkoordinasi dengan seluruh kru mau-

pun pendukung yang lainnya untuk memastikan apakah pener-

bangan layak atau tidak. Kesalahan koordinasi dan pengambilan

keputusan dapat mengakibatkan kesalahan fatal yang sangat

merugikan harta benda maupun nyawa manusia. Sebagai contoh

terjadinya kecelakaan pesawat Batik Air dan Trans Nusa di Halim

Perdanakusuma pada Bulan April 2016. Menurut Pengamat Pener-

bangan Alvin Lie (2016) mengatakan bahwa kecelakaan pesawat

Batik Air dengan Trans Nusa di Bandara Halim Perdanakusuma

disebabkan lemahnya koordinasi antara pilot dengan Air Traffic

Airmanship.indd 179 5/9/19 1:47 PM

Page 199: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

1 8 0 A I R M A N S H I P

Controllers (ATC). Dari kejadian tersebut dapat dianalisis bahwa

pilot mempunyai Airmanship yang rendah dengan indikator ku-

rangnya koordinasi pilot dengan pihak ATC.

c. Indikator Memahami Lingkungan (Y13). Memahami lingkungan

merupakan tingkat respek seorang pilot terhadap lingkungan.

Berdasarkan hasil penulisan buku diperoleh pengaruh indikator

memahami lingkungan mempunyai pengaruh yang sangat signi-

fikan dengan nilai standard size estimate sebesar 0,67 artinya se-

tiap peningkatan nilai kebiasaan sebesar 1 akan meningkatkan

nilai Airmanship sebesar 0,67. Secara umum memahami lingkung-

an dapat diartikan sebagai adaptasi terhadap lingkungan. Ling-

kungan yang dimaksud dalam penulisan buku ini adalah lingkung-

an secara umum seperti lingkungan keluarga, lingkungan peker-

jaan, lingkungan sosial, maupun yang lainnya. Pemahaman ling-

kungan yang baik oleh seorang pilot akan mempermudah peker-

jaannya guna mencapai keselamatan penerbangan. Penelitan se-

belumnya mengenai lingkungan kerja dihubungkan dengan ber-

bagai variabel seperti pengaruh lingkungan kerja terhadap moti-

vasi kerja (Khoiri, 2013), pengaruh lingkungan kerja terhadap se-

mangat kerja karyawan (Ginanjar, 2013), pengaruh lingkungan

kerja terhadap produktivitas (Heryanto, 2012). Semua penulis

berkesimpulan bahwa lingkungan kerja berpengaruh signifikan

posistif terhadap variabelnya. Dalam penulisan buku ini tidak

berbeda dengan penulisan buku sebelumnya bahwa memahami

lingkungan berpengaruh signifikan positif terhadap Airmanship

pilot.

d. Indikator Mengenali risiko (Y14). Mengenali risiko merupakan pe-

ngetahuan seorang pilot terhadap potensi bahaya atau kemung-

kinan terjadinya bahaya. Berdasarkan hasil penulisan buku diper-

oleh pengaruh indikator mengenali risiko mempunyai pengaruh

yang signifikan dengan nilai standard size estimate sebesar 0,62,

Airmanship.indd 180 5/9/19 1:47 PM

Page 200: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

P E N T I N G N YA A I R M A N S H I P D A L A M K E S E L A M ATA N P E N E R B A N G A N 1 8 1

artinya setiap peningkatan nilai kebiasaan sebesar 1 akan mening-

katkan nilai Airmanship sebesar 0,67. Indikator mengenali risiko

merupakan indikator yang paling rendah jika dibandingkan dengan

yang lain. Secara umum mengenali risiko dapat diartikan sebagai

tingkat prediksi seorang pilot terhadap kemungkinan kejadian

untuk masa yang akan datang. Penulisan buku tentang mengenali

risiko yang berhubungan dengan penerbangan pernah diteliti oleh

Subando (2012) dengan judul Analisis Risiko Kecelakaan pada Ke-

giatan Pelayanan Sisi Udara Pesawat Udara di bandara Soekarna-

Hatta yang menyimpulkan bahwa risiko kecelakaan terjadi pada

semua jenis pekerjaan. Jika dihubungkan dengan penulisan buku

ini maka seorang pilot harus dapat mengenali risiko yang dapat

berpotensi untuk terjadinya kecelakaan pesawat. Penulisan buku

yang berhubungan juga diteliti oleh Abisay (2013) dengan judul

manajemen risiko pada bandara Soekarno-Hatta berbasis ISO

31000. Hasil penulisan buku menunjukkan bahwa pada bandara

Soekarno-Hatta terdapat 7 peristiwa risiko yang mempunyai po-

tensi bahaya yaitu pecahnya permukaan runway, kecelakaan pe-

sawat saat take off/landing, terganggunya pelayanan navigasi dan

komunikasi penerbangan, kecelakaan pesawat di area apron,

gangguan keamanan di bandara, jetblast pesawat dan lolosnya

barang berbahaya ke dalam pesawat. Berdasarkan penulisan buku

tersebut dapat dijelaskan bahwa seorang pilot harus mengenali

risiko tersebut guna tercapainya keselamatan penerbangan. Me-

mahami risiko tersebut diartikan sebagai kemampuan Airmanship.

B. AirMAnShip DALAM KACAMATA KuALiTATiF

Dari hasil wawancara dengan para ahli, ada beberapa perbedaan pan-

dangan tentang Aimanship. Menurut Capt. R.A. Rooroh, Airmanship

berhubungan dengan Attitude atau sikap dari seorang pilot untuk

melaksanakan keselamatan penerbangan. Capt. R.A. Rooroh menyoroti

Airmanship pilot dari aspek sikap karena dirinya bergerak dalam bidang

Airmanship.indd 181 5/9/19 1:47 PM

Page 201: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

1 8 2 A I R M A N S H I P

sekolah penerbang. Menurutnya dasar seorang calon pilot untuk cepat

bisa terbang adalah attitude-nya. Ia juga menjelaskan supaya ada

standardisasi tentang Airmanship pilot yang harus diberikan pada saat

menjadi calon pilot. Sedangkan Capt. Rahayu Kuntardi menjelaskan

Airmanship sebagai kemampuan seseorang pilot untuk fokus dalam

melaksanakan penerbangan dengan didasari oleh keluarga yang tidak

bermasalah. Ia lebih fokus menyoroti masalah teknis pada saat pener-

bangan. Berbeda dengan Capt. Yudhianto yang menjelaskan bahwa

Airmanship adalah budaya safety flying yang harus tetap dijaga dan

dibina oleh seorang pilot. Capt. Yudhianto yang berprofesi juga seba-

gai inspektor, langsung berbicara tentang keselamatan penerbangan.

Sedang Dr. Widura hampir senada dengan Capt R.A. Rooroh yang

menyatakan bahwa Airmanship adalah attitude yang berkaitan dengan

keterampilan profesi, perasaan dan kecepatan motorik. Sedangkan

Alvin Lie menyatakan Airmanship adalah attitude yang berkaitan de-

ngan disiplin diri untuk mengukur diri dan mengendalikan diri, skill

atau kemampuan, situational awareness dan kejujuran terhadap diri

sendiri. Pernyataan Alvin tersebut merupakan pemahaman dari tiga

variabel independen (perilaku, kecerdasan emosi dan efikasi diri) yang

memengaruhi Airmanship.

Berdasarkan hasil wawancara dengan para ahli, penulis dapat

menyimpulkan bahwa Airmanship dapat didefinisikan dari aspek in-

ternal dan eksternal untuk melaksanakan tugas pada saat penerbang-

an. Wawancara mendalam yang ditujukan kepada para praktisi pener-

bangan, menunjukkan bahwa masih terdapat perbedaan definisi

tentang Airmanship, namun dengan persamaan bahwa Airmanship

tersebut adalah kemampuan/skill untuk tujuan keselamatan pener-

bangan. Sesuai dengan teori Airmanship yang telah dijelaskan pada

bab sebelumnya, Airmanship memiliki 4 (empat) struktur, yaitu Corner

Stone, Foundation, Pillar of Knowledge dan Capstone.

Hasil wawancara bilamana ditinjau sesuai dengan teori Airmanship

maka kemampuan dan keahlian adalah Foundation dari Airmanship,

yang merupakan 1 (satu) struktur dari 4 (empat) struktur Airmanship.

Airmanship.indd 182 5/9/19 1:47 PM

Page 202: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

P E N T I N G N YA A I R M A N S H I P D A L A M K E S E L A M ATA N P E N E R B A N G A N 1 8 3

Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa masih diperlukannya

pemahaman dan pengetahuan tentang Airmanship agar tercipta sua-

tu standardisasi pemahaman.

Standardisasi pemahaman merupakan suatu hal yang penting agar

tercapai suatu kondisi atau tingkatan yang sama antara satu orang

dengan orang lainnya. Adapun pengertian standardisasi adalah proses

pembentukan standar teknis, standar spesifikasi, standar cara uji,

standar definisi, prosedur standar (atau praktik) dan lain-lain.

Istilah standardisasi berasal dari kata standar yang berarti satuan

ukuran yang dipergunakan sebagai dasar pembanding kuantitas, ku-

alitas, nilai dan atau hasil karya yang ada. Dalam arti yang lebih luas

maka standar meliputi spesifikasi baik produk, bahan maupun proses.

Tidak boleh tidak, standar harus atau sedapat mungkin diikuti supaya

kegiatan maupun hasilnya dapat diterima umum dengan penggunaan

standar. Ukuran ini adalah hasil kerja sama pihak-pihak yang berke-

pentingan dalam industri di mana perusahaan itu berada.

Mengingat bahwa Airmanship terdiri dari 4 (empat) struktur na-

mun umumnya hanya dipahami dan difokuskan pada struktur perta-

ma dan kedua saja (sesuai hasil wawancara mendalam), yaitu Corner

Stone dan Foundation, maka untuk standardisasi pemahaman Airman-

ship ini secara menyeluruh, penulis merasa perlu adanya suatu proses

atau prosedur yang dapat memberikan pemahaman yang sama serta

keluaran yang standar bagi setiap Pilot tentang Airmanship.

Prosedur sebagaimana dimaksud, penulis namakan sebagai Blan-

ket of Airmanship. Prosedur tersebut merupakan standardisasi tentang

nilai-nilai Airmanship serta standardisasi tentang proses pencapaian

keempat struktur Airmanship berupa kebijakan publik berbentuk SOP

baku yang berisikan guidance maupun silabus bagi para Pilot khusus-

nya, maupun insan penerbangan lain pada umumnya yang wajib di-

implementasikan demi tercapainya keselamatan penerbangan. Blanket

of Airmanship berupa learning organization yang bertanggung jawab

terhadap edukasi, sertifikasi, dan legalisasi.

Airmanship.indd 183 5/9/19 1:47 PM

Page 203: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

1 8 4 A I R M A N S H I P

C. AnALiSiS TErhADAp STruKTur TEori AirMAnShip

Teori tentang Airmanship tidak terlepas dari bangunan Airmanship

yang ditemukan oleh Kern. Bangunan Airmanship sebagaimana telah

dijelaskan terlebih dahulu terdiri atas 4 struktur yaitu: Cornerstone,

Foundation of Airmanship, Pillars of Knowledge dan Capstone (Outcome).

Struktur Cornerstone adalah disiplin, struktur Foundation of Airmanship

mencakup keterampilan, kemampuan, dan disiplin. Pillars of Knowled-

ge meliputi diri sendiri, pesawat, tim, lingkungan, risiko dan misi.

Sementara Capstone (Outcome) terdiri atas: kesadaran situasional dan

penilaian (Kern, 1997). Analisis struktur Airmanship yang dibahas ada-

lah sebagai berikut:

1. Cornerstone. Struktur paling mendasar dalam memahami Airman-

ship adalah Cornerstone yang merupakan disiplin dari pilot.

a. Disiplin pilot merupakan landasan utama atas keberhasilan

Airmanship. Displin dapat diukur dengan indikator kemampuan

pertimbangan dan pengetahuan. Terdapat hubungan yang sig-

nifikan antara kemampuan pertimbangan dan pengetahuan

terhadap Airmanship.

b. Keterampilan (skill) dan Kemahiran (proficiency). Keterampilan

(Skill) dalam penguasaan teknik dan ilmu terbang membutuh-

kan beberapa keterampilan yang dikembangkan dari dalam

dan luar pelatihan formal. Indikator yang digunakan untuk

mengukur ketrampilan dan kemahiran adalah kemampuan

pertimbangan dan pengetahuan. Selain keterampilan terbang

fisik yang terlihat dengan jelas, penguasaan teknik dan ilmu

terbang juga memerlukan keterampilan komunikasi, keteram-

pilan pembuatan keputusan, keterampilan tim dan tidak kalah

penting adalah keterampilan menilai bakat diri sendiri (self-

assessment). Teori tersebut dapat diukur dengan indikator

koordinasi dan pengambilan keputusan. Penulis menganalisis

adanya hubungan yang signifikan antara indikator koordinasi

dan pengambilan keputusan dengan variabel Airmanship pilot.

Airmanship.indd 184 5/9/19 1:47 PM

Page 204: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

P E N T I N G N YA A I R M A N S H I P D A L A M K E S E L A M ATA N P E N E R B A N G A N 1 8 5

2. Pillars of Knowledge.

Struktur kedua setelah Bedrock of Principles adalah Pillars of Know-

lege. Struktur kedua ini merupakan pengayaan pengetahuan seo-

rang pilot setelah mendalami, memahami dan menghayati lan-

dasan utama Airmanship yaitu Bedrock of Principles. Dengan me-

miliki landasan yang baik, maka pengetahuan pada tahap berikut-

nya akan lebih mudah dikuasai oleh pilot. Penulis akan mengana-

lisis struktur Pillars of Knowledge sebagai berikut:

a. Diri Sendiri. Diri sendiri merupakan komponen paling penting

dalam Airmanship, namun memahami diri sendiri merupakan

syarat tersulit dalam sistem Airmanship untuk dipelajari. Sistem

fisiologis dan psikologis manusia jauh lebih canggih daripada

mesin yang pernah diciptakan. Sehingga perlu dipahami terlebih

dahulu tentang physical self dan psikologis manusia, dari segi

kelaikan udara. Pengetahuan tentang diri sendiri dapat diukur

dengan dua indikator yaitu indikator kemampuan pertimbang-

an dan pengetahuan serta indikator koordinasi dan pengambil-

an keputusan. Kedua indikator tersebut menghasilkan hubung-

an yang signifikan terhadap variabel Airmanship.

b. Mengenali Pesawat. Kemampuan seorang penerbang untuk

mengembangkan hubungan personal dengan pesawatnya

merupakan sebuah kunci indikator dari penguasaan Airman-

ship. Hubungan ini bukan hanya sekadar mengenai kemam-

puan mengendalikan ataupun mengoperasikan pesawat dari

berbagai tipe maupun model, namun lebih kepada keinginan

yang murni untuk menjadikan pesawat ini bagian dari diri

sendiri, menjadikan suatu gabungan antara manusia dan

mesin untuk dijadikan satu kesatuan unit fungsi. Indikator

yang digunakan penulis untuk mengukur mengenali pesawat

terdiri dari indikator mengenali lingkungan dan mengenali

risiko. Kedua indikator tersebut dianggap telah tepat untuk

pillars of knowledge tentang pesawat. Kedua indikator tersebut

memiliki hubungan yang signifikan dengan Airmanship.

Airmanship.indd 185 5/9/19 1:47 PM

Page 205: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

1 8 6 A I R M A N S H I P

c. Know your Team. Kerja sama tim dan Crew Resource Manage-

ment (CRM). Kerja sama tim yang baik terbentuk dari individu-

individu yang bagus. Ironisnya, kerja sama tim menjadi tang-

gung jawab individual, seperti halnya Airmanship. Indikator

yang tepat digunakan untuk mengukur pengetahuan tentang

tim adalah koordinasi dan pengambilan keputusan. Konsep

kerja sama tim lahir dari sejarah penerbangan yang dimulai

dari hubungan yang sederhana antara penerbang dan meka-

niknya sampai dengan suatu hubungan yang jauh lebih kom-

pleks. Hal tersebut sesuai dengan indikator yang digunakan

bahwa dibutuhkan koordinasi dengan kru yang lainnya. Seba-

gaimana pesawat terbang berkembang menjadi lebih besar

dari segi ukuran dan kepentingannya, maka anggota crew

udara pun sangat perlu ditambah untuk memenuhi kebutuh-

an perkembangannya. Kerja sama tim saat ini menggunakan

banyak sekali hubungan antara seorang penerbang dengan

berbagai sumber informasi, peralatan dan manusia. Dari pen-

jelasan tersebut maka selain koordinasi dibutuhkan juga ke-

mampuan pilot untuk mengambil keputusan, sehingga indi-

katornya sudah tepat yaitu menggabungkan antara koordina-

si dan pengambilan keputusan. Penulis menganalisis bahwa

seorang pilot harus dapat mengambil keputusan berdasarkan

hasil koordinasi dengan pihak yang lain.

d. Mengenali Lingkungan (environment). Pengetahuan yang me-

nyeluruh terhadap lingkungan sangat penting untuk dipahami.

Pengetahuan terhadap lingkungan secara menyeluruh ini akan

memberikan masukan bagi situational awareness. Ada dua

jenis lingkungan yang perlu dipahami, yaitu lingkungan fisik

dan lingkungan organisasi.

e. Kenali Risiko. Di mana tidak ada risiko, maka di sana tidak

akan ditemukan kesempatan. Dalam konteks penerbangan,

keputusan yang dibuat akan memengaruhi efektivitas,

efisiensi, dan keselamatan. Tiga aturan yang harus dipahami

Airmanship.indd 186 5/9/19 1:47 PM

Page 206: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

P E N T I N G N YA A I R M A N S H I P D A L A M K E S E L A M ATA N P E N E R B A N G A N 1 8 7

dalam melakukan sound decision yang berkaitan dengan risiko,

yaitu: (i) Jangan terima risiko yang tidak diperlukan; (ii) Buat-

lah keputusan risiko sesuai dengan tingkatannya; dan (iii)

Terimalah risiko. Pada buku ini, indikator yang digunakan

untuk mengukur Airmanship pilot adalah mengenali risiko.

Hasil menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan

antara mengenali risiko dengan Airmanship Pilot.

f. Misi, merupakan pilar of knowledge yang terakhir dalam

Bangunan Airmanship, karena seorang pilot dapat menjalan-

kan misinya dengan baik apabila telah memahami empat

pilar sebelumnya (self, team, aircraft, environment). Hal ini

merupakan dasar untuk menguasai pilar berikutnya yaitu

mengenali risiko yang dihadapi (risk). Pada buku ini misi tidak

dimasukkan dalam indikator Airmanship, Tetapi misi meru-

pakan suatu variabel utama. Hal tersebut disebabkan setelah

lima pilar telah dikuasai oleh pilot, maka dalam menjalankan

misi seorang pilot harus mempunyai knowledge terhadap

budaya organisasi, filosofi dan kebijakan keselamatan pe-

nerbangan serta sistem manajemen keselamatan organisasi.

Berdasarkan penjelasan tersebut maka penulis menyimpul-

kan bahwa misi merupakan tujuan akhir dari Airmanship.

Dampak negatif yang akan timbul apabila dalam menjalan-

kan misi tanpa memiliki knowledge terhadap budaya organi-

sasi, filosofi, dan kebijakan keselamatan penerbangan serta

sistem manajemen keselamatan organisasi adalah kecelaka-

an penerbangan.

3) Capstone (Outcome) of Airmanship.

Airmanship yang baik terlihat dari outcome yang baik dari seo-

rang pilot. Outcome yang baik yaitu situational awareness dan

judgement yang dihasilkan oleh seorang pilot, didasarkan pada

kedua struktur Airmanship sebelumnya. Indikator untuk meng-

ukur capstone tidak secara langsung diukur berdasarkan satu

Airmanship.indd 187 5/9/19 1:47 PM

Page 207: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

1 8 8 A I R M A N S H I P

indikator. Untuk lebih jelasnya akan dianalisis dari aspek struk-

tur Airmanship tersebut.

a. Situational Awareness (SA). Endsley seorang ahli Situational

Awareness dalam Kern (2010) mendefinisikan bahwa SA adalah

“the perception of the elements in the environment within a

volume of time and space, the comprehension of their meaning,

and the projection of their status in the near future”. Penulis

dapat mengambil makna bahwa untuk meningkatkan pema-

haman akan SA sangat berkaitan dengan area-area lain dalam

Airmanship. Berdasarkan teori SA tersebut dapat terlihat bah-

wa indikator yang mendekati teori tersebut adalah memahami

lingkungan, akan tetapi tidak cukup dengan memahami ling-

kungan, diperlukan juga kemampuan pertimbangan dan pe-

ngetahuan. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat dinyatakan

bahwa dibutuhkan dua indikator untuk mengukur SA. Penulis

melihat bahwa kedua indikator tersebut mempunyai hubung-

an yang signifikan dengan Airmanship.

b. Penilaian (Judgement) dan Pengambilan Keputusan. Penilaian

yang baik berada pada puncak dari bangunan Airmanship dan

seluruh faktor lainnya termasuk disiplin, keterampilan, penge-

tahuan, dan situational awareness mendukung terjadinya pe-

nilaian yang baik. Penilaian yang baik, pada akhirnya, mendu-

kung ketiga tujuan utama dari Airmanship, yaitu keselamatan,

misi yang efektif dan efisiensi. Maka penilaian yang baik sa-

ngat penting dalam Airmanship, tidak hanya terhadap indivi-

dual namun juga terhadap organisasi. Buku ini mengukur

Penilaian (Judgement) dan Pengambilan Keputusan dengan dua

indikator, yaitu indikator kemampuan pertimbangan dan pe-

ngetahuan, serta indikator koordinasi dan pengambilan kepu-

tusan. Hasil menunjukkan bahwa kedua indikator tesebut

mempunyai hubungan yang signifikan dengan Airmanship

pilot.

Airmanship.indd 188 5/9/19 1:47 PM

Page 208: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

P E N T I N G N YA A I R M A N S H I P D A L A M K E S E L A M ATA N P E N E R B A N G A N 1 8 9

Indikator-indikator ini nantinya akan saling memengaruhi dalam

membentuk bangunan Airmanship yang komprehensif dan holistik

untuk peningkatan keselamatan penerbangan di Indonesia. Sehingga

seluruh stakeholder termasuk pemerintah selaku regulator mampu

bekerja sama dengan baik untuk menciptakan keselamatan pener-

bangan sebagai wujud pelayanan publik.

Airmanship.indd 189 5/9/19 1:47 PM

Page 209: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

Airmanship.indd 190 5/9/19 1:47 PM

Page 210: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

B a b V I I I 1 9 1

Bab VIIIPENGARUH PERILAKU,

KECERDASAN EMOSI, DAN EFIKASI DIRI TERHADAP

AIRMANSHIP PILOT

Airmanship.indd 191 5/9/19 1:47 PM

Page 211: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

1 9 2 A I R M A N S H I P

Analisis perilaku, kecerdasan, emosi dan efikasi diri dalam dunia

penerbangan yang diulas dalam bab ini ditinjau dari beberapa

pengalaman dari pelaku lapangan yang sebelumnya sudah

diterangkan secara umum. Selain itu berdasarkan pengamatan dan

pengamalan penulis saat berkecimpung di dunia penerbangan, anali-

sis ini diulas untuk mencari format terbaik dalam membentuk Airman-

ship pilot pada tataran formulasi kebijakan.

A. pEngAruh pEriLAKu TErhADAp AirMAnShip

Berdasarkan konsep teoretis yang telah dijelaskan pada bab sebelum-

nya, variabel perilaku diukur dengan empat indikator yaitu kebiasaan,

respons atau reaksi, stimulus dan sikap. Seluruh indikator yang digu-

nakan untuk mengukur perilaku mempunyai pengaruh yang sangat

signifikan di mana yang paling besar pengaruhnya adalah indikator

kebiasaan dengan nilai standard sized estimate sebesar 0,93. Sedangkan

yang terendah adalah indikator stimulus yang mempunyai nilai stan-

dard size estimate sebesar 0,79 dengan tingkat probabilitas 0,034.

Untuk lebih jelasnya akan dibahas pengaruh dari setiap indikator

tersebut sebagai berikut:

a. Indikator kebiasaan (X11). Pengaruh indikator kebiasaan yang sa-

ngat signifikan dengan nilai standard size estimate sebesar 0,93,

artinya setiap peningkatan nilai kebiasaan sebesar 1 akan mening-

katkan nilai perilaku sebesar 0,93. Kebiasaan dapat memengaruhi

perilaku. Diskursus sebelumnya lebih mengkhususkan hubungan

kebiasaan dengan perilaku. Sebagai contoh hubungan kebiasaan

merokok dengan perilaku konsumtif yang menyimpulkan kebias-

an merokok akan memengaruhi perilaku komsumtif. Demikian

juga dengan pilot, kebiasaan pilot yang suka merokok akan me-

mengaruhi perilaku konsumtif pilot yang dapat berdampak pada

kinerja pilot. Diskursus tentang kebiasaan dalam hubungannya

dengan perilaku banyak diteliti oleh para psikologi. Dari analisis

tersebut penulis menyimpulkan bahwa kebiasaan merupakan

Airmanship.indd 192 5/9/19 1:47 PM

Page 212: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

P E N G A R U H P E R I L A K U , K E C E R D A S A N E M O S I , . . . 1 9 3

salah satu indikator yang tepat digunakan untuk mengukur vari-

abel perilaku.

b. Indikator respons atau reaksi (X12). Pengaruh indikator respons

atau reaksi yang sangat signifikan dengan nilai standard size esti-

mate sebesar 0,88 artinya setiap peningkatan nilai respons atau

reaksi sebesar 1 akan meningkatkan nilai perilaku sebesar 0,88.

Seorang pilot yang profesional harus mempunyai respons atau

reaksi yang cepat terhadap situasi di sekitarnya. Respons dan re-

aksi seseorang juga akan memengaruhi sikap dan perilaku untuk

mengambil keputusan. Sesuai dengan teori Behaviorisme dari Jhon

Broades Watson yang menyatakan bahwa segala perilaku manusia

sebagian besar akibat pengaruh lingkungan sekitarnya. Dengan

kata lain, lingkunganlah yang membentuk kepribadian manusia.

Sesuai dengan pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa respons

manusia terhadap lingkungan sekitar akan memengaruhi perila-

kunya. Penulis menyimpulkan bahwa indikator respons dan reak-

si merupakan salah satu indikator yang tepat digunakan untuk

mengukur variabel perilaku.

c. Indikator stimulus (X13). Pengaruh indikator stimulus yang sangat

signifikan dengan nilai standard size estimate sebesar 0,79 artinya

setiap peningkatan nilai stimulus sebesar 1 akan meningkatkan

nilai perilaku sebesar 0,79. Indikator stimulus hampir sama dengan

indikator respons yaitu yang berhubungan dengan reaksi terhadap

lingkungan sekitar. Watson mendefinisikan belajar sebagai proses

interaksi antara stimulus dan respons, namun stimulus dan res-

pons yang dimaksud harus dapat diamati (observable) dan dapat

diukur. Indikator stimulus pada buku ini berhubungan dengan

kecepatan pilot untuk memahami kejadian atau perubahan di

sekitarnya. Dari analisis tersebut penulis menyimpulkan bahwa

stimulus merupakan salah satu indikator yang tepat digunakan

untuk mengukur variabel perilaku.

d. Indikator sikap (X14). Pengaruh indikator sikap yang sangat signi-

fikan dengan nilai standard size estimate sebesar 0,89 artinya se-

Airmanship.indd 193 5/9/19 1:47 PM

Page 213: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

1 9 4 A I R M A N S H I P

tiap peningkatan nilai sikap sebesar 1 akan meningkatkan nilai

perilaku sebesar 0,89. Diskursus ini senada dengan diskursus yang

dilakukan Handayani (2008) yang menyimpulkan bahwa sikap

mempunyai pengaruh yang sangat signifikan dengan perilaku.

Perbedaan dengan Handayani (2008) adalah objeknya. Dari analisis

tersebut penulis menyimpulkan bahwa sikap merupakan salah

satu indikator yang tepat digunakan untuk mengukur variabel

Perilaku. Hasil dari wawancara mendalam dengan beberapa ahli

yang berkaitan dengan variabel perilaku menyatakan bahwa peri-

laku mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Airmanship.

Ahli Psikoloi Dr. Widura melihat perilaku dengan membatasi dalam

konteks gaya hidup. Ia menyarankan supaya definisi operasional

perilaku harus jelas dalam mengukur variabel perilaku dengan

indikator yang digunakan, karena menurutnya perilaku merupakan

wacana yang luas sehingga perlu dibatasi dalam pendefinisiannya.

Sedangkan Capt. R.A. Rooroh menyatakan bahwa perilaku pilot

sangat dipengaruhi oleh manajemen dan organisasi. Ia menjelas-

kan bahwa perilaku pilot sangat dipengaruhi oleh lingkungan

kerja. Pernyataannya didasari sebagaimana sebagai pimpinan or-

ganisasi yang membawahi beberapa pilot. Berbeda dengan Capt.

Rahayu Kuntardi, yang menjelaskan bahwa perilaku pilot dipenga-

ruhi oleh tingkat kesejahteraan yang diterima oleh pilot tersebut.

Pandangan Capt. Yudhianto hampir senada dengan Capt. R. Kun-

tardi, yang menyatakan bahwa budaya atau culture memengaruhi

perilaku. Menurut Yudhianto, bahwa budaya safety dan budaya

lapor masih rendah di Indonesia. Beliau menganggap bahwa bu-

daya menutup-nutupi sebuah insiden merupakan perilaku yang

kurang baik karena budaya Indonesia yang penuh toleransi, se-

hingga mengabaikan keselamatan penerbangan. Dari beberapa

pendapat para ahli, penulis dapat menyatakan bahwa perilaku

pilot dipengaruhi oleh faktor internal berupa sikap dan kebiasaan

sehari-hari dan faktor eksternal berupa stimulus dan respons ter-

hadap lingkungan sekitar.

Airmanship.indd 194 5/9/19 1:47 PM

Page 214: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

P E N G A R U H P E R I L A K U , K E C E R D A S A N E M O S I , . . . 1 9 5

Beberapa ahli membedakan bentuk-bentuk perilaku ke dalam tiga

domain yaitu pengetahuan, sikap, dan tindakan atau sering kita dengar

dengan istilah knowledge, attitude, practice (Sarwono, 2004). Bentuk-

bentuk perilaku tersebut merupakan indikator yang digunakan. Do-

main pengetahuan dapat dikatatakan sebagai indikator respons dan

stimulus, Domain sikap sebagai indikator sikap, dan Domain tindakan

sebagai indikator kebiasaan. Berdasarkan teori Perilaku oleh Notoat-

mojo (2003) yang menyebutkan bahwa perilaku manusia adalah semua

kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun

yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Senada dengan Ensiklopedi

Amerika, di mana perilaku diartikan sebagai suatu aksi-reaksi organis-

me terhadap lingkungannya. Perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu

yang diperlukan untuk menimbulkan reaksi, yakni yang disebut rang-

sangan. Berarti rangsangan tertentu akan menghasilkan reaksi atau

perilaku tertentu (Notoadmodjo, 2003). Jika kedua teori tersebut di-

hubungkan maka perilaku pilot diamati secara tidak langsung mela-

inkan melalui kuisioner dengan indikator yang telah ditentukan. Hasil

tersebut dianggap sudah tepat berdasarkan validitas dan reabilitas

yang dihasilkan.

Jika ditinjau dari teori perilaku menurut Skinner (2013), yang me-

nyatakan bahwa perilaku sebagai respons atau reaksi seseorang ter-

hadap stimulus, atau yang sering disebut dengan teori S-O-R (stimu-

lus-organisme-respons), maka dalam hal ini yang berhubungan dengan

perilaku pilot dapat dijelaskan bahwa respons pilot terhadap kesela-

matan penerbangan dapat dilihat dari kecepatan pilot untuk meng-

ambil keputusan sebelum dan pada saat operasi penerbangan. Hal ini

dapat dilihat dari indikator kedua yaitu respons dan reaksi yang

mempunyai loading factor sebesar 0.88.

Teori Skinner juga menyatakan bahwa perilaku terbagi dua jenis

respons, pertama respondent respons yaitu respons yang ditimbulkan

oleh stimulus tertentu dan menimbulkan respons yang relatif tetap,

kedua operant respons yaitu respons yang timbul dan berkembang

diikuti oleh stimulus yang lain. Dalam penulisan buku ini respons yang

Airmanship.indd 195 5/9/19 1:47 PM

Page 215: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

1 9 6 A I R M A N S H I P

dimaksud indikator stimulus yang mempunyai loading factor sebesar

0,79. Hasil ini mendukung teori kedua Skinner tentang perilaku.

Sedangkan jika dianalisis dari perilaku berdasarkan definisi Kwick

yang menyatakan bahwa perilaku dapat diketahui dengan memberi

ruang kepada setiap orang untuk dapat memaknai perilaku orang lain

atas berbagai hal yang dilakukan oleh orang yang ia amati. Apabila

setelah dipelajari dalam rentang waktu tertentu, orang yang diamati

menunjukkan perilaku yang sama secara berulang, maka itulah peri-

laku orang tersebut. Maka berdasarkan hal tersebut perilaku dalam

buku ini tidak sama dengan apa yang telah didefinisikan oleh Kwick.

Pengukuran perilaku pada buku ini tidak dilaksanakan secara berulang-

ulang atau langsung, tetapi hanya melalui pertanyaan kuisioner yang

telah ditentukan.

Oleh karena itu teori Kwick tidak berlaku secara teknis. Akan te-

tapi jika ditinjau dari makna definisi perilaku menurut Kwick tersebut

dapat dinyatakan bahwa perilaku merupakan kebiasan yang dilakukan

oleh seseorang. Kebiasaan merupakan salah satu indikator yang mem-

punyai loading factor yang sangat tinggi sebesar 0,99. Jika dianalisis

dari perilaku organisasi yang telah didefinisikan oleh Robbins yang

menyatakan bahwa perilaku organisasi adalah studi yang mengambil

pandangan mikro–memberi tekanan pada individu-individu dan ke-

lompok-kelompok kecil. Robbins juga menyatakan bahwa perilaku

organisasi memfokuskan diri kepada perilaku di dalam organisasi dan

seperangkat prestasi dan variabel mengenai sikap yang sempit dari

para pegawai, dan kepuasan kerja adalah yang banyak diperhatikan.

Berkaitan dengan perilaku pilot maka indikator yang digunakan adalah

sikap pilot pada saat melaksanakan tugas.

Sikap pilot hampir sama dengan definisi perilaku organisasi. Hasil

menunjukkan bahwa indikator sikap mempunyai loading factor yang

paling tinggi sebesar 0,89. Hasil ini dapat menjelaskan perilaku orga-

nisasi mempunyai pengaruh yang penting untuk membentuk perilaku

seorang pilot. Hal tersebut dapat dilihat dari adanya tekanan terhadap

pilot yang memengaruhi sikap pilot dalam melaksanakan tugas.

Airmanship.indd 196 5/9/19 1:47 PM

Page 216: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

P E N G A R U H P E R I L A K U , K E C E R D A S A N E M O S I , . . . 1 9 7

Pendapat yang hampir sama juga disampaikan oleh John (1983)

yang menyebutkan bahwa perilaku organisasi merupakan suatu istilah

yang agak umum yang menunjukkan kepada sikap dan perilaku indi-

vidu dan kelompok dalam organisasi, yang berkenaan dengan studi

sistematis tentang sikap dan perilaku, baik yang menyangkut pribadi

maupun antar pribadi di dalam konteks organisasi. Hal senada juga

oleh Gibson, dkk. (1986) yang menyebutkan bahwa yang dimaksud

perilaku organisasi adalah studi tentang perilaku manusia, sikapnya,

dan hasil karyanya dalam lingkungan keorganisasian. Berdasarkan

teori perilaku yang disampaikan oleh Jhon dan Gibson maka indikator

yang mendukung teori tersebut adalah sikap. Perbedaan antara teori

Jhon dan Gibson dengan penulis adalah penempatan posisi sikap dan

perilaku. Jhon dan Gibson menyatakan bahwa sikap dan perilaku ada-

lah setingkat, sedangkan penulis berpendapat bahwa sikap merupakan

indikator dari perilaku.

Berbeda dengan Robbin (2001) yang menyatakan bahwa perilaku

organisasi adalah suatu bidang studi yang menyelidiki dampak pero-

rangan, kelompok dan struktur pada perilaku dalam organisasi dengan

maksud menerapkan pengetahuan semacam itu untuk memperbaiki

keefektifan organisasi. Robbin lebih menekankan bahwa perilaku

perorangan yang memengaruhi perilaku organisasi tersebut. Sedang-

kan pada buku ini, organisasilah yang memengaruhi perilaku dari pilot.

Penulis senada dengan pendapat Toha (2001) yang menyatakan bahwa

yang dimaksud dengan perilaku organisasi adalah suatu studi yang

menyangkut aspek-aspek tingkah laku manusia dalam suatu organi-

sasi atau suatu kelompok tertentu.

Dari pendekatan Studi Perilaku Organisasi yang secara garis besar

ada tiga jenis pendekatan yang dilakukan oleh para ahli perilaku or-

ganisasi antara lain: (1) Pendekatan kognitif oleh Edward Tolman, ya-

itu pendekatan berdasarkan pemahaman seseorang terhadap infor-

masi; (2) Pendekatan behavioristic oleh I.P. Pavlov dan J.B. Watson,

yaitu berdasarkan respons yang muncul apabila diberi stimulus ter-

tentu; dan (3) Pendekatan social learning oleh Bandura, berdasarkan

Airmanship.indd 197 5/9/19 1:47 PM

Page 217: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

1 9 8 A I R M A N S H I P

penggabungan pendekatan Kognitif dan behavioristic. Berdasarkan

pendekatan kognitif yaitu pemahaman pilot terhadap informasi dapat

dilihat dari indikator stimulus yang dimiliki oleh seorang pilot. Se-

dangkan pendekatan berdasarkan respons, perilaku pilot dapat diukur

dari indikator respons, dan pendekatan social learning dapat dikur dari

indikator sikap.

Penulis menganalisis berdasarkan Pembentukan perilaku yang

menurut Ircham (2005) ada beberapa cara, di antaranya: 1) Conditioning

atau kebiasaan Salah satu cara pembentukan perilaku dapat ditempuh

dengan conditioning kebiasaan. Dengan cara membiasakan diri untuk

berperilaku seperti yang diharapkan akhirnya akan terbentuklah peri-

laku. 2) Pengertian (Insight) Pembentukan perilaku yang didasarkan

atas teori belajar kognitif yaitu belajar disertai dengan adanya peng-

ertian. 3) Menggunakan Model, Cara ini menjelaskan bahwa domain

pembentukan perilaku pemimpin dijadikan model atau contoh oleh

yang dipimpinnya. Cara ini didasarkan atas teori belajar sosial (social

learning theory) atau observational learning theory oleh Bandura (1977).

Indikator yang paling berpengaruh adalah kebiasaan dan yang kedua

adalah sikap. Hasil tersebut mendukung teori pembentukan perilaku

di mana dua indikator yang digunakan merupakan cara yang diguna-

kan dalam pembentukan perilaku. Pembentukan perilaku yang tidak

ada pada indikator adalah penggunaan model. Tetapi jika dilihat dari

maknanya hampir sama pemahaman antara dijadikan model atau

contoh untuk pimpinan dengan indikator respons dan stimulus.

Jika mengacu pada teori terjadinya perilaku manusia, pembahas-

an tidak dapat lepas dari keadaan individu itu sendiri dan lingkungan

di mana individu itu berada. Sebagai seorang pilot tidak akan terlepas

dari kehidupan keluarga maupun rekan rekan satu pekerjaan. Perilaku

manusia didorong oleh motif tertentu sehingga manusia berperilaku,

Ircham dalam Hasanah (2010). Teori perilaku menurut Ircham, antara

lain: 1) Teori Insting Menurut Mc Dougal perilaku itu disebabkan kare-

na insting. Insting merupakan perilaku yang innate, perilaku yang

bawaan dan akan mengalami perubahan karena pengalaman. 2) Teori

Airmanship.indd 198 5/9/19 1:47 PM

Page 218: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

P E N G A R U H P E R I L A K U , K E C E R D A S A N E M O S I , . . . 1 9 9

Dorongan (drive theory) Teori ini bertitik tolak pada pandangan bahwa

organisme itu mempunyai dorongan-dorongan atau drive tertentu.

Dorongan-dorongan itu berkaitan dengan kebutuhan- kebutuhan

organisme yang mendorong organisme berperilaku. 3) Teori Insentif

(Incentive theory). Teori ini bertitik tolak pada pendapat bahwa perila-

ku organisme itu disebabkan karena adanya insentif, dengan insentif

akan mendorong organisme berperilaku. Insentif atau reinforcement

ada yang positif dan ada yang negatif. Reinforcement yang positif

adalah berkaitan dengan hadiah dan akan mendorong organisme

berbuat atau berperilaku; 4) Teori Atribusi. Teori ini menjelaskan ten-

tang sebab-sebab perilaku seseorang. Apakah itu disebabkan oleh

disposisi internal (misal motif, sikap) atau oleh keadaan eksternal.

Hubungannya adalah bahwa teori insting berhubungan dengan indi-

kator kebiasan dan stimulus, teori dorongan berhubungan dengan

respons dan stimulus, teori insentif berhungan dengan stimulus, dan

teori atribusi berhubungan dengan sikap.

Berdasarkan faktor yang memengaruhi perilaku yang dinyatakan

oleh Green (1980), perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yaitu: 1)

Faktor predisposisi (Dispostioning Factors), yaitu faktor-faktor yang

mempermudah terjadinya perilaku seseorang, antara lain sikap, pe-

ngetahuan, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai tradisi, persepsi berke-

naan dengan motivasi seseorang untuk bertindak. 2) Faktor pemung-

kin (Enabling factors), yaitu faktor yang mencakup berbagai keteram-

pilan dan sumber daya yang dibutuhkan untuk melakukan perilaku

pilot. Sumber daya itu meliputi fasilitas pelayanan penerbangan, si-

mulator, ruang briefing, dll. Faktor pemungkin ini juga menyangkut

keterjangkauan berbagai sumber daya. Biaya, dan pendukung yang

lain; 3) Faktor Penguat (Reinforcing factors), di mana faktor penguat

adalah faktor yang menentukan apakah tindakan pilot memperoleh

dukungan atau tidak. Sumber penguat tentu saja bergantung pada

tujuan dan jenis program.

Di dalam sekolah penerbangan, penguat berasal dari instruktur,

teman, dan keluarga. Apakah penguat itu positif atau negatif bergan-

Airmanship.indd 199 5/9/19 1:47 PM

Page 219: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

2 0 0 A I R M A N S H I P

tung pada sikap dan perilaku orang lain yang berkaitan. Misalnya pada

saat pendidikan penerbangan yang penguatnya datang dari teman

siswa, instruktur, dan orangtua. Pada bagian ini, perilaku dipengaruhi

oleh berbagai faktor. Bahkan pendapat para praktisi menyatakan bah-

wa untuk saat ini perilaku pilot dapat dipengaruhi oleh jiwa konsum-

tif, masalah keluarga, tekanan pekerjaan, tuntutan organisasi, dan

pengunaan obat- obatan.

Berdasarkan proses perilaku, perilaku manusia terjadi melalui

suatu proses yang berurutan. Menurut Rogers (1974) mengungkapkan

bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di

dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yaitu:

a) Awareness (kesadaran), yaitu orang tersebut menyadari atau men-

getahui stimulus (objek) terlebih dahulu. Stimulus merupakan

salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur perilaku

pilot.

b) Interest (tertarik), yaitu orang mulai tertarik kepada stimulus.

Proses kedua dalam perilaku tidak menjadi indikator karena di-

anggap masih bagian dari indikator stimulus.

c) Evaluation (menimbang baik dan tidaknya stimulus bagi dirinya).

Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi. Indikator yang

digunakan untuk menilainya adalah respons. Respons merupakan

kemampuan pilot untuk menilai dan menganalisis suatu kejadian

berdasarkan fakta dan pengalaman yang dimiliki untuk mengam-

bil suatu keputusan pada saat penerbangan.

d) Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru. Trial dapat disa-

makan dengan sikap, di mana sikap tersebut selalu dinamis ter-

gantung situasi dan kondisi yang dialami oleh pilot tersebut. Pada

dasarnya sikap tersebut terus dibina mulai dari sekolah pilot

sampai seterusnya. Sikap tersebut juga dipengaruhi oleh penga-

laman dan budaya kerja dari pilot tersebut.

e) Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahu-

an, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus. Adoption dapat

disamakan dengan indikator kebiasaan. Kebiasan pilot merupakan

Airmanship.indd 200 5/9/19 1:47 PM

Page 220: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

P E N G A R U H P E R I L A K U , K E C E R D A S A N E M O S I , . . . 2 0 1

kegiatan yang dilaksanakan berulang-ulang yang dianggap meru-

pakan tindakan yang baik untuk tercapainya keselamatan pener-

bangan.

Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui

proses seperti ini didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap

yang positif maka perilaku tersebut akan menjadi kebiasaan atau

bersifat langgeng, Notoatmodjo (2003).

B. pEngAruh KECErDASAn EMoSi TErhADAp AirMAnShip

Variabelkecerdasanemosidiukurdenganempatindikatoryaitumenge-

lola emosi, memotivasi diri, membina hubungan, dan menyesuaikan

diri. Hampir semua indikator yang digunakan untuk mengukur kecer-

dasan emosi mempunyai pengaruh yang signifikan di mana yang paling

besar pengaruhnya adalah indikator motivasi diri (X22) yang mempunyai

nilai standard size estimate sebesar 0,87 dan yang terendah adalah indi-

kator menyesuaikan diri (X24) dengan probabilitas sebesar 0,027. Untuk

lebih jelasnya akan dibahas pengaruh dari setiap indikator.

a) Indikator Mengelola Emosi (X21). Pengaruh indikator mengelola

emosi yang sangat signifikan dengan nilai standard size estimate

sebesar 0,78 artinya setiap peningkatan nilai mengelola emosi

sebesar 1 akan meningkatkan nilai kecerdasan emosi sebesar 0,78.

Mengelola emosi dapat memengaruhi kecerdasan emosi. Dalam

berbagai literatur telah banyak penulis yang membahas tentang

kecerdasan emosi dalam pengaruhnya terhadap berbagai hal,

seperti pekerjaan, kepemimpinan, manajamen, bisnis dan lain

sebagainya. Sebagai contoh pengaruh kecerdasan emosi terhadap

kesuksesan pemimpin perusahaan. Hampir semua penulis me-

nyimpulkan bahwa kecerdasan emosi sesorang akan memengaruhi

cara bertindak dalam pengambilan keputusan. Demikian juga

Airmanship.indd 201 5/9/19 1:47 PM

Page 221: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

2 0 2 A I R M A N S H I P

dengan pilot pada saat melaksanakan tugas, dituntut untuk dapat

mengambil keputusan pada semua kondisi. Seorang pilot harus

dapat mengelola emosi dengan baik sehingga dapat mengambil

keputusan yang tepat dan cepat. Mengelola emosi sebagai indi-

kator kecerdasan emosi mempunyai peranan penting dalam diri

seorang pilot. Untuk dapat mengelola emosi dengan baik maka

dibutuhkan pengalaman dan pengetahuan yang banyak.

b) Indikator Memotivasi Diri (X22). Pengaruh indikator memotivasi

diri yang sangat signifikan dengan nilai standard size estimate

sebesar 0,87 artinya setiap peningkatan nilai respons atau reaksi

sebesar 1 akan meningkatkan nilai perilaku sebesar 0,88. Indikator

memotivasi diri merupakan indikator yang paling besar pengaruh-

nya terhadap variabel kecerdasan emosi. Seorang pilot yang pro-

fesional harus mempunyai mempunyai motivasi diri yang tinggi

karena tugas seorang pilot relatif berat karena berhubungan de-

ngan teknologi dan cuaca. Seorang pilot harus tekun untuk meng-

ikuti perkembangan ilmu, teknologi maupun peraturan atau ke-

bijakan publik di setiap wilayah.

c) Indikator Membina Hubungan (X23). Pengaruh indikator membina

hubungan yang sangat signifikan dengan nilai standard size esti-

mate sebesar 0,86 artinya setiap peningkatan nilai membina hu-

bungan sebesar 1 akan meningkatkan nilai kecerdasan emosi se-

besar 0,86. Nilai membina hubungan hampir sama dengan nilai

indikator memotivasi diri. Hal ini dapat dijelaskan bahwa seorang

pilot tidak dapat bekerja sendiri dalam melaksanakan pekerjaan.

Pilot harus dapat membina hubungan dengan orang lain seperti

pramugari, teknisi, maupun pendukung lainnya. Membina hubung-

an merupakan salah satu indikator dari kecerdasan emosi yang

langsung memengaruhi kondisi dan kenyamanan pekerjaan. Se-

lain membina hubungan dengan internal, pilot juga harus mem-

bina hubungan yang baik dengan pihak eksternal seperti ATC (Air

Traffic Control), Ground Handling, dan yang lain demi tercapainya

kelancaran dalam bekerja.

Airmanship.indd 202 5/9/19 1:47 PM

Page 222: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

P E N G A R U H P E R I L A K U , K E C E R D A S A N E M O S I , . . . 2 0 3

d) Indikator Menyesuaikan Diri (X24). Pengaruh indikator menyesu-

aikan diri yang sangat signifikan dengan nilai standard size esti-

mate sebesar 0,71 artinya setiap peningkatan nilai stimulus sebe-

sar 1 akan meningkatkan nilai perilaku sebesar 0,71. Indikator

menyesuaikan diri merupakan indikator yang paling rendah untuk

variabel kecerdasan emosi, tetapi bukan berarti menyesuaikan diri

tidak penting, akan tetapi tetap menjadi bagian dari kecerdasan

emosi yang tak terpisahkan. Dalam pelaksanaan tugasnya, pilot

harus dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar. Pilot

harus dapat dengan cepat beradaptasi terhadap lingkungan ter-

masuk manusia dan teknologi. Dalam dunia penerbangan banyak

hal yang cepat berubah akibat perkembangan zaman. Salah satu

hal yang perlu mendapat perhatian dari seorang pilot adalah ke-

bijakan publik. Kebijakan publik yang berhubungan dengan pe-

nerbangan dapat berubah karena pengaruh politik, ekonomi,

maupun sosial. Tingkat kecerdasan emosi seorang pilot yang diu-

kur melalui indikator menyesuaikan diri terus berkembang sesuai

dengan perkembangan zaman. Kajian mengenai penyesuaian diri

pilot telah dilakukan oleh Setiana (2013) yang mengkaji tentang

gambaran penyesuaian diri yang dialami oleh pilot asing yang

bekerja di maskapai penerbangan lokal di Indonesia. Setiana me-

nyimpulkan bahwa penyesuaian diri pada masing-masing subjek

berbeda-beda, namun ketiganya berusaha untuk bisa beradaptasi

dengan lingkungan tempat kerja dan orang-orang di sekitar me-

reka yang secara adat tradisi dan kebudayaan berbeda dengan

negara asal dari masing-masing subjek. Hambatan utama yang

dialami oleh ketiga subjek juga sama yaitu dalam hal penggunaan

bahasa. Menurut Setiana, kemampuan penyesuaian diri pilot me-

nunjukkan kecerdasan emosi dari pilot tersebut.

Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa ahli, semua nara-

sumber menyatakan bahwa kecerdasan emosi berpengaruh terhadap

Airmanship pilot. Menurut Capt. R.A. Rooroh kecerdasan emosi berhu-

Airmanship.indd 203 5/9/19 1:47 PM

Page 223: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

2 0 4 A I R M A N S H I P

bungan dengan kemampuan pilot untuk mengambil keputusan pada

saat kondisi darurat. Senada dengan Capt. R. Kuntardi yang menyata-

kan bahwa kecerdasan emosi dipengaruhi oleh tekanan hidup dan juga

oleh keyakinan pilot terhadap Tuhannya. Sedangkan Capt. Yudhianti

lebih menyoroti kecerdasan emosi pilot dari aspek sumber daya ma-

nusianya. Dr. Widura lebih detail lagi menjelaskan tentang Airmanship

pilot, dengan menyatakan bahwa kecerdasan emosi merupakan syarat

mutlak untuk menjadi pilot. Berdasarkan hasil wawancara tersebut

penulis menyimpulkan bahwa untuk variabel kecerdasan emosi, para

ahli relatif mempunyai definisi yang sama. Semua penulis setuju bah-

wa indikator yang digunakan penulis sebagai alat untuk mengukur

nilai kecerdasan emosi sudah dapat mewadahi.

Berdasarkan teori kecerdasan emosi menurut pendapat Goleman

dalam Labbaf (2011) mengungkapkan bahwa kecerdasan emosi meng-

arah pada kapasitas pengenalan perasaan diri sendiri dan orang lain,

kapasitas memotivasi diri sendiri dan kapasitas mengelola emosi

dengan baik dalam diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang

lain. Teori menurut Goleman tersebut telah mencakup keempat indi-

kator yang digunakan, yaitu Mengelola Emosi diri, Memotivasi Diri,

Membina Hubungan, dan Menyesuaikan Diri. Indikator yang paling

berpengaruh adalah membina hubungan. Membina hubungan meru-

pakan kegiatan kombinasi antara ketiga indikator tersebut.

Teori selanjutnya yang mendukung adalah teori Bar-on yang me-

nyatakan bahwa kemampuan menyesuaikan diri mempunyai pengaruh

yang signifikan terhadap kecerdasan emosi. Bar-on menyatakan bah-

wa kecerdasan emosi sebagai serangkaian kemampuan kompetensi

dan kecakapan kognitif yang memengaruhi kemampuan seseorang

untuk berhasil mengatasi tuntutan dan tekanan lingkungan. Bar-on

lebih menekankan pada indikator membina hubungan dan menyesu-

aikan diri. Makna dari teori Bar-on tentang kecerdasan emosi adalah

kemampuan untuk menyesuaikan diri.

Penulis juga senada dengan teori kecerdasan emosi Efendi, di mana

jenis kecerdasan yang fokusnya memahami, mengenali, merasakan,

Airmanship.indd 204 5/9/19 1:47 PM

Page 224: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

P E N G A R U H P E R I L A K U , K E C E R D A S A N E M O S I , . . . 2 0 5

mengelola, dan memimpin perasaan diri sendiri dan orang lain serta

mengaplikasikannya dalam kehidupan pribadi dan sosial. Demikian

juga dengan juga Gardner dalam Nggermanto (2008) yang mendefini-

sikan kecerdasan emosi terdiri dari dua kecakapan yaitu interpersonal

intelligence (kemampuan untuk memahami diri sendiri dan bertang-

gung jawab atas kehidupannya sendiri) dan intrapersonal intelligence

(kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain dan sekitarnya).

Penulis juga senada dengan teori kecerdasan emosi yang dinyatakan

oleh Gardner.

Berdasarkan teori Mayer dan Salovey (2004) yang mendefinisikan

kecerdasan emosi sebagai kemampuan untuk mengenali perasaan,

meraih dan membangkitkan perasaan untuk membantu pikiran, me-

mahami perasaan dan maknanya serta mengendalikan perasaan se-

cara mendalam sehingga membantu perkembangan emosi dan inte-

lektual. Mayer dan Salovey lebih melihat kecerdasan emosi dari sisi

prosesnya, yang menekankan pada perkembangan emosi dan diri

sendiri. Indikator yang digunakan penulis yang mendukug teori Mayer

dan Salovey adalah mengelola emosi dan memotivasi diri. Pada dasar-

nya teori menurut Mayer dan Salovey senada dengan penulis.

Berdasarkan teori kecerdasan emosi yang dinyatakan Robbins

(2003) menyatakan bahwa orang-orang yang mengenal emosinya

sendiri dan bagus dalam membaca emosinya orang lain mungkin lebih

efektif dalam pekerjaannya. Kecerdasan emosi mengacu kepada satu

keanekawarnaan dari keterampilan non kognitif, kemampuan dan

kompetensi yang memengaruhi kemampuan seseorang untuk berha-

sil dalam mengatasi tuntutan dan tekanan lingkungan. Perbedaan

teori ini dengan perspektif penulis terletak pada kemampuan kognitif

dan non kognitif, di mana penulis tidak mengukur kemampuan non

kognitif. Selain kemampuan non kognitif, indikator yang digunakan

penulis telah mencakup teori kecerdasan emosi oleh Robbins.

Shapiro (2001) mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai him-

punan suatu fungsi jiwa yang melibatkan kemampuan memantau

intensitas perasaan atau emosi, baik pada diri sendiri maupun pada

Airmanship.indd 205 5/9/19 1:47 PM

Page 225: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

2 0 6 A I R M A N S H I P

orang lain. Shapiro juga menjelaskan bahwa Individu memiliki kecer-

dasan emosional tinggi memiliki keyakinan tentang dirinya sendiri,

penuh antusias, pandai memilah semuanya dan menggunakan infor-

masi sehingga dapat membimbing pikiran dan tindakan. Shapiro se-

nada dengan penulis yang menjelaskan bahwa kemampuan untuk

memantau intesitas diri sendiri dapat diukur dengan indikator me-

ngelola emosi dan memotivasi diri, sedangkan untuk memantau pe-

rasaan dan emosi orang lain dapat diukur dengan membina hubung-

an dan menyesuaikan diri. Teori Shapiro memandang kecerdasan

emosi dari aspek hubungan subjek yaitu diri sendiri dan orang lain,

sedangkan penulis meninjau dari aspek kemampuan subjek untuk

berinteraksi dengan objek.

Menurut Robbins dan Judge (2007), kecerdasan emosi terdiri dari

lima dimensi, yaitu: (i) kesadaran diri sendiri, yaitu menyadari apa yang

dirasakan; (ii) pengelolaan diri sendiri, yaitu kemampuan mengelola

emosi dan desakan hati sendiri; (iii) motivasi diri sendiri, yaitu kemam-

puan untuk bertahan menghadapi kemunduran dan kegagalan;

(iv) empati, yaitu kemampuan untuk merasa bagaimana perasaan

orang lain; dan (v) kecakapan sosial, yaitu kemampuan untuk mena-

ngani emosi orang lain. Pada buku ini, indikator mengelola emosi

telah mewakili dua dimensi yaitu kesaran diri dan penegelolaan diri

sendiri. Dimensi motivasi diri sendiri diukur dengan indikator memo-

tivasi diri, dimensi empati diukur dengan indikator membina hubung-

an, sedangkan dimensi kecakapan sosial diukur dengan indikator

menyesuaikan diri.

Berdasarkan teori Davis (2006), kecerdasan emosi adalah kemam-

puan mengenali, memahami, mengatur dan menggunakan emosi

secara efektif. Teori ini hampir sama dengan Mayer dan Salovey yang

berfokus pada peningkatan diri sendiri. Sejalan dengan perkembangan

ilmu pengetahuan, dapat dimungkinkan untuk mengukur kecerdasan

emosi seseorang. Davis menyampaikan tiga cara untuk mengukur

kecerdasan emosi, yaitu (i) laporan pengukuran diri, (ii) tes multi

pengukur, dan (iii) tes penampilan.

Airmanship.indd 206 5/9/19 1:47 PM

Page 226: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

P E N G A R U H P E R I L A K U , K E C E R D A S A N E M O S I , . . . 2 0 7

Berdasarkan teori Ivancevich, dkk. (2005), kecerdasan emosi me-

rupakan kemampuan seseorang untuk sadar diri terhadap perasaannya,

mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengekspresikan empati

dan menangani hubungan dengan orang lain. Teori Ivancevich senada

dengan pengertian kecerdasan emosi yang dinyatakan oleh Hein dalam

Yadav (2011) yaitu “Emotional intelligence is the innate potential to feel,

use, communicate, recognize, remember, describe, identify, learnfrom,

manage, understand, and explain emotions.” Pendapat ini menyatakan

bahwa kecerdasan emosi merupakan potensi dari dalam diri seseorang

untuk bisa merasakan, menggunakan, mengomunikasikan, mengenal,

mengingatkan, mendeskripsikan emosi. Ivanovich memisahkan kesa-

daran diri dan mengelola emosi, sedangkan menurut penulis, kesa-

daran diri dan mengelola emosi dianggap sebagai satu hal yang sama

yaitu mengelola emosi. Berbeda juga dengan Hein yang memaknai

kecerdasan emosi hanya dalam diri sendiri, tanpa menjelaskan kecer-

dasan emosi dengan lingkungan sekitar.

Berdasarkan kajian sebelumnya, ditunjukkan bahwa orang-orang

yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi lebih sukses dalam kea-

daan tertentu di pekerjaan. Jika dihubungkan dengan pilot, maka

dapat dikatakan pilot yang mempunyai kecerdasan emosi yang baik

akan lebih sukses pada saat penerbangan. Cooper dan Sawaf (2001)

menyatakan bahwa kecerdasan emosi merupakan faktor yang menen-

tukan sukses dalam karier dan organisasi, termasuk: pembuatan ke-

putusan, kepemimpinan, terobosan teknis dan strategis, komunikasi

yang terbuka dan jujur, kerja tim dan hubungan saling memercayai,

loyalitas konsumen serta kreativitas dan inovasi. Hal ini menunjukkan

bahwa kecerdasan emosi dapat memengaruhi Airmanship Pilot.

Lebih lanjut Goleman (2009) telah merinci aspek-aspek kecerdas-

an emosi secara khusus yaitu:

a) Mengenali emosi diri, yaitu kemampuan individu yang berfungsi

untuk memantau perasaan dari waktu ke waktu, mencermati

perasaan yang muncul. Ketidakmampuan untuk mencermati pe-

rasaan yang sesungguhnya menandakan bahwa orang berada

Airmanship.indd 207 5/9/19 1:47 PM

Page 227: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

2 0 8 A I R M A N S H I P

dalam kekuasaan emosi. Kemampuan mengenali diri sendiri me-

liputi kesadaran diri. Pada penulisan buku ini indikator yang digu-

nakan adalah mengelola emosi yang menunjukkan hubungan yang

sangat signifikan dengan kecerdasan emosi. Hasil penulisan buku

ini mendukung teori aspek kecerdasan emosi yaitu aspek menge-

nali emosi diri.

b) Mengelola emosi, yaitu kemampuan untuk menghibur diri sendi-

ri, melepas kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan dan

akibat yang timbul karena kegagalan keterampilan emosi dasar.

Orang yang buruk kemampuan dalam keterampilan ini akan terus-

menerus bergelut melawan perasaan murung, sementara mereka

yang pintar akan dapat bangkit kembali jauh lebih cepat. Kemam-

puan mengelola emosi meliputi kemampuan penguasaan diri dan

kemampuan menenangkan kembali. Jika dikaitkan dengan penu-

lisan buku ini, bagi pilot mengelola emosi sangat dibutuhkan

dalam pekerjaan, demi keselamatan penerbangan. Dalam penu-

lisan buku ini indikator yang digunakan sama dengan indikator

mengenali emosi diri. Hasil penulisan buku ini mendukung teori

aspek kecerdasan emosi dari aspek mengelola emosi. Hasil terse-

but didukung oleh indikator mengelola emosi yang mempunyai

hubungan sangat signifikan dengan kecerdasan emosi.

c) Memotivasi diri sendiri, yaitu kemampuan untuk mengatur emo-

si merupakan alat untuk mencapai tujuan dan sangat penting

untuk memotivasi dan menguasai diri. Orang yang memiliki ke-

terampilan ini cenderung jauh lebih produktif dan efektif dalam

upaya apapun yang dikerjakannya. Kemampuan ini didasari oleh

kemampuan mengendalikan emosi, yaitu menahan diri terhadap

kepuasan dan mengendalikan dorongan hati. Kemampuan ini

meliputi: pengendalian dorongan hati, kekuatan berpikir positif

dan optimis. Teori Aspek kecerdasan emosi menggunakan indika-

tor yang sama yaitu memotivasi diri sendiri. Aspek kecerdasan

emosi mempunyai hubungan yang signifikan dengan kecerdasan

emosi.

Airmanship.indd 208 5/9/19 1:47 PM

Page 228: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

P E N G A R U H P E R I L A K U , K E C E R D A S A N E M O S I , . . . 2 0 9

d) Mengenali emosi orang lain, kemampuan ini disebut empati, ya-

itu kemampuan yang bergantung pada kesadaran diri emosional,

kemampuan ini merupakan keterampilan dasar dalam bersosial.

Orang empatik lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial ter-

sembunyi yang mengisyaratkan apa yang dibutuhkan orang atau

dikehendaki orang lain. Indikator yang digunakan adalah membi-

na hubungan. Indikator dan aspek ini hanya berbeda secara har-

fiah tetapi dalam maknanya mempunyai arti yang sama. Membi-

na hubungan dapat diartikan sebagai hubungan timbal balik an-

tara diri sendiri dengan orang lain, sedangkan mengenali emosi

orang lain relatif untuk mengetahui cara bertindak orang lain.

Buku ini menunjukkan hubungan indikator membina hubungan

mempunyai pengaruh yang sangat signifikan dengan kecerdasan

emosi.

e) Membina hubungan. Seni membina hubungan sosial merupakan

keterampilan mengelola emosi orang lain, meliputi keterampilan

sosial yang menunjang popularitas, kepemimpinan dan keberha-

silan hubungan antar pribadi. Membina hubungan merupakan

indikator yang digunakan untuk mengukur kecerdasan yang sama.

Indikator ini merupakan salah satu aspek dalam kecerdasan emo-

si. Membina hubungan mempunyai pengaruh yang signifikan

terhadap kecerdasan emosi.

Aspek Kecerdasan Emosi menurut Tridhonanto (2009) adalah: (1)

Kecakapan pribadi, yakni kemampuan mengelola diri sendiri. (2) Keca-

kapan sosial, yakni kemampuan menangani suatu hubungan. (3) Kete-

rampilan sosial, yakni kemampuan menggugah tanggapan yang dike-

hendaki orang lain. Aspek aspek kecerdasan emosi yang dikemukakan

Goleman setelah penulis kaji lebih jauh merupakan penjabaran lebih

detail dari aspek teknis dari pendapat Tridhonanto. Aspek kecakapan

pribadi menurut Tridhonanto terdapat aspek-aspek kecerdasan emosi

menurut Goleman yang terdiri dari: mengenali emosi diri, mengelola

emosi diri dan memotivasi diri sendiri. Kemudian Aspek kecakapan

Airmanship.indd 209 5/9/19 1:47 PM

Page 229: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

2 1 0 A I R M A N S H I P

sosial menurut Tridhonanto juga merupakan aspek kecerdasan emosi

menurut Goleman yaitu mengenali emosi orang lain. Sedangkan pada

aspek keterampilan sosial menurut Tridhonanto terdapat aspek kecer-

dasan emosi menurut Goleman yaitu membina hubungan. Berdasarkan

uraian di atas maka kecerdasan emosi menurut Goleman merupakan

indikator paling mendekati perspektif penulis.

Analisis selanjutnya adalah faktor-faktor yang memengaruhi ke-

cerdasan Emosi. Kecerdasan emosi tidak ditentukan sejak lahir tetapi

dapat dilakukan melalui proses pembelajaran. Ada beberapa faktor

yang memengaruhi kecerdasan emosi individu menurut Goleman

(2009), yaitu:

a) Lingkungan keluarga. Kehidupan keluarga merupakan sekolah

pertama dalam mempelajari emosi. Peran serta orangtua sangat

dibutuhkan karena orangtua adalah subjek pertama yang perila-

kunya diidentifikasi, diinternalisasi yang pada akhirnya akan

menjadi bagian dari kepribadian anak. Kecerdasan emosi ini dapat

diajarkan pada saat anak masih bayi dengan contoh-contoh eks-

presi. Kehidupan emosi yang dipupuk dalam keluarga sangat

berguna bagi anak kelak di kemudian hari, sebagai contoh: mela-

tih kebiasaan hidup disiplin dan bertanggung jawab, kemampuan

berempati, kepedulian, dan sebagainya. Hal ini akan menjadikan

anak menjadi lebih mudah untuk menangani dan menenangkan

diri dalam menghadapi permasalahan, sehingga anak-anak dapat

berkonsentrasi dengan baik dan tidak memiliki banyak masalah

tingkah laku seperti tingkah laku kasar dan negatif. Lingkungan

keluarga dapat memengaruhi kecerdasan emosi pilot. Hal tersebut

senada dengan yang disampaikan Kuntardi sebagai pilot senior

pada saat wawancara yang menyatakan bahwa faktor keluarga

merupakan salah satu yang memengaruhi kinerja pilot.

b) Lingkungan non keluarga. Lingkungan non Keluarga yang dimak-

sud adalah adalah lingkungan masyarakat dan lingkungan pendu-

duk. Kecerdasan emosi ini berkembang sejalan dengan perkem-

bangan fisik dan mental pilot. Pembelajaran ini biasanya ditun-

Airmanship.indd 210 5/9/19 1:47 PM

Page 230: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

P E N G A R U H P E R I L A K U , K E C E R D A S A N E M O S I , . . . 2 1 1

jukkan dalam aktivitas bermain anak seperti bermain peran. Anak

berperan sebagai individu di luar dirinya dengan emosi yang me-

nyertainya sehingga anak akan mulai belajar mengerti keadaan

orang lain. Pengembangan kecerdasan emosi dapat ditingkatkan

melalui berbagai macam bentuk pelatihan di antaranya adalah

pelatihan asertivitas, empati, dan masih banyak lagi bentuk pela-

tihan yang lainnya. Menurut Dove dalam Goleman (1997) bahwa

faktor-faktor yang memengaruhi kecerdasan emosi antara lain:

1. Fisik. Secara fisik bagian yang paling menentukan atau paling

berpengaruh terhadap kecerdasan emosi seseorang adalah

anatomi saraf emosinya. Bagian otak yang digunakan untuk

berpikir yaitu korteks (kadang kadang disebut juga neo kor-

teks). Sebagai bagian yang berada di bagian otak yang mengu-

rusi emosi yaitu sistem limbik, tetapi sesungguhnya antara

kedua bagian inilah yang menentukan kecerdasan emosi se-

seorang. 1) Korteks. Bagian ini berupa bagian berlipat-lipat kira

kira 3 milimeter yang membungkus hemisfer serebral dalam

otak. Korteks berperan penting dalam memahami sesuatu

secara mendalam, menganalisis mengapa mengalami perasa-

an tertentu dan selanjutnya berbuat sesuatu untuk menga-

tasinya. Korteks khusus lobus prefrontal, dapat bertindak

sebagai saklar peredam yang memberi arti terhadap situasi

emosi sebelum berbuat sesuatu.

2. Sistem limbik. Bagian ini sering disebut sebagai emosi otak

yang letaknya jauh di dalam hemisfer otak besar dan terutama

bertanggung jawab atas pengaturan emosi dan impuls. Sistem

limbik meliputi hippocampus, tempat berlangsungnya proses

pembelajaran emosi dan tempat disimpannya emosi. Selain

itu ada amygdala yang dipandang sebagai pusat pengendalian

emosi pada otak.

3. Psikis. Kecerdasan emosi selain dipengaruhi oleh kepribadian

individu, juga dapat dipupuk dan diperkuat dalam diri individu.

Airmanship.indd 211 5/9/19 1:47 PM

Page 231: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

2 1 2 A I R M A N S H I P

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat

dua faktor yang dapat memengaruhi kecerdasan emosi seseorang

yaitu secara fisik dan psikis. Secara fisik terletak di bagian otak ya-

itu korteks dan sistem limbik, secara psikis di antaranya meliputi

lingkungan keluarga dan lingkungan non keluarga. Faktor kecerdas-

an emosi yang dibahas adalah faktor psikis. Buku ini tidak memba-

has secara langsung faktor fisik tetapi lebih ke arah psikis. Indikator

yang digunakan penulis menunjukkan bahwa faktor yang diteliti

adalah psikis seorang pilot. Penulis memiliki kesimpulan bahwa

faktor psikis pilot sangat memengaruhi kecerdasan emosi seorang

pilot.

Analisis kecerdasan emosi juga akan dipengaruhi oleh beberapa

faktor penting penunjangnya. Menurut Casmini (2007) ada faktor

internal dan eksternal yang memengaruhi kecerdasan emosi antara

lain:

1) Faktor internal adalah faktor yang ada dalam diri seseorang. Seti-

ap manusia akan memiliki otak emosional yang di dalamnya

terdapat sistem saraf pengatur emosi atau lebih dikenal dengan

otak emosional. Dalam penulisan buku ini faktor internal sama

dengan indikator mengelola emosi dan memotivasi diri. Hasil

menunjukkan bahwa faktor internal mempunyai pengaruh yang

signifikan terhadap kecerdasan emosi. Hasil penulisan buku ini

mendukung teori Casmini tentang faktor internal dapat meme-

ngaruhi kecerdasan emosi.

2) Faktor eksternal adalah faktor pengaruh yang berasal dari luar diri

seseorang. Faktor eksternal kecerdasan emosi adalah faktor yang

datang dari luar dan memengaruhi perubahan sikap. Pengaruh

tersebut dapat berupa perorangan atau secara kelompok. Pero-

rangan memengaruhi kelompok atau kelompok memengaruhi

perorangan. Hal ini lebih memicu pada lingkungan. Seseorang akan

memiliki kecerdasan emosi yang berbeda-beda. Ada yang rendah,

sedang, maupun tinggi. Dapsari dalam Casmini (2007) mengemu-

kakan ciri-ciri kecerdasan emosi yang tinggi antara lain: (a) Optimal

Airmanship.indd 212 5/9/19 1:47 PM

Page 232: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

P E N G A R U H P E R I L A K U , K E C E R D A S A N E M O S I , . . . 2 1 3

dan selalu berpikir positif pada saat menangani situasi-situasi

dalam hidup. Seperti menangani peristiwa dalam hidupnya dan

menangani tekanan-tekanan masalah pribadi yang dihadapi; (b)

Terampil dalam membina emosi, Terampil di dalam mengenali

kesadaran emosi diri dan ekspresi emosi dan kesadaran emosi

terhadap orang lain; (c) Optimal pada kecakapan kecerdasan emo-

si meliputi: intensionalitas, kreativitas, ketangguhan, hubungan

antar pribadi, dan ketidakpuasan konstruktif; (d) Optimal pada

emosi belas kasihan atau empati, intuisi, kepercayaaan, daya

pribadi, dan integritas: (e) Optimal pada kesehatan secara umum,

kualitas hidup, dan kinerja. Pada penulisan buku ini indikator yang

digunakan untuk mengukur faktor eksternal adalah membina

hubungan dan menyesuaikan diri. Hasil menunjukkan bahwa

faktor eksternal mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap

kecerdasan emosi. Hasil menunjukkan bahwa pengaruh yang lebih

besar terhadap kecerdasan emosi adalah pengaruh internal yaitu

motivasi diri.

Kecerdasan emosi merupakan varibel independen yang dihubung-

kan dengan variabel dependen Airmanship. Hampir seluruh literatur

sebelumnya menempatkan kecerdasan emosi sebagai variabel inde-

penden (Edi (2005), Susilowati (2006), Alwani (2007)). Hal ini senada

dengan Trihandini (2005) yang menyimpulkan ada pengaruh yang

signifikan antara kecerdasan emosi terhadap kinerja karyawan. Begitu

juga dengan Indarto (2007) yang menyatakan bahwa ada pengaruh

yang signifikan antara kecerdasan emosi dan komitmen berorganisa-

si. Demikian juga dengan Purnama (2010) yang menyatakan usia dan

masa kerja berkorelasi positif dengan tingkat kecerdasan emosional.

Hal ini juga senada dengan Sulistyowati (2015) yang menyimpulkan

bahwa hubungan yang positif antara kecerdasan emosional dengan

problem focused coping pada mahasiswa.

Airmanship.indd 213 5/9/19 1:47 PM

Page 233: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

2 1 4 A I R M A N S H I P

C. pEngAruh EFiKASi Diri TErhADAp AirMAnShip

Variabel efikasidiri diukurdengan lima indikator yaitupengalaman

jam terbang, usaha dan persistensi, kemampuan, generalisasi dan

kemampuan bertahan. Penulis menyimpulkan bahwa semua indikator

yang digunakan untuk mengukur perilaku mempunyai pengaruh yang

signifikan di mana yang paling besar pengaruhnya adalah indikator

usaha dan persistensi (X32) yang mempunyai nilai standard size esti-

mate sebesar 0,84 dan pengaruh yang paling kecil adalah indikator

pengalaman dan jam terbang (X31) yang mana nilai standard size esti-

mate sebesar 0,64 dengan tingkat probabilitas sebesar 0,095. Untuk

lebih jelasnya akan dibahas pengaruh dari setiap indikator.

a) Indikator Pengalaman Jam Terbang (X11). Pengalaman jam terbang

merupakan salah satu syarat untuk meningkatkan level seorang

pilot. Pengaruh indikator pengalaman jam terbang yang sangat

signifikan dengan nilai standardsize estimate sebesar 0,64 artinya

setiap peningkatan nilai kebiasaan sebesar 1 akan meningkatkan

nilai perilaku sebesar 0,64. Indikator ini merupakan indikator yang

mempunyai pengaruh paling rendah terhadap variabel efikasi diri,

tetapi bukan berarti pengalaman jam terbang itu tidak penting,

karena hasil juga menunjukkan bahwa pengaruhnya sangat signi-

fikan. Pengalaman jam terbang pilot pada umumnya sebagai

standar untuk menentukan tingkat kemampuan pilot. Efikasi diri

seorang pilot dipengaruhi oleh indikator pengalaman jam terbang.

Literatur lainnya juga menyatakan bahwa pengalaman jam terbang

pilot berpengaruh positif terhadap kemampuan pilot. Hampir

semua jenis profesi yang ada sekarang ini dipengaruhi oleh peng-

alaman jam terbang seperti dokter, teknisi, surveyor, dan lain

sebagainya.

b) Indikator Usaha dan Persistensi (X32). Pengaruh indikator usaha

dan persistensi yang sangat signifikan dengan nilai standard size

estimate sebesar 0,84 artinya setiap peningkatan nilai usaha dan

Airmanship.indd 214 5/9/19 1:47 PM

Page 234: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

P E N G A R U H P E R I L A K U , K E C E R D A S A N E M O S I , . . . 2 1 5

persistensi sebesar 1 akan meningkatkan nilai efikasi diri sebesar

0,84. Indikator usaha dan persistensi merupakan indikator yang

menghasilkan pengaruh yang paling besar dibandingkan dengan

yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa usaha dan persistensi sa-

ngat diperlukan untuk meningkatkan efikasi diri. Jika hal tersebut

dianalisis berdasarkan teori efikasi diri yang diartikan sebagai

keyakinan terhadap kemampuan dalam mengorganisasikan dan

menampilkan tindakan yang dibutuhkan untuk menghasilkan

kecakapan tertentu Bandura (1997), maka usaha dan persistensi

diperlukan untuk mencapai keyakinan tersebut.

c) Indikator Kemampuan (X33). Pengaruh indikator stimulus yang

sangat signifikan dengan nilai standard size estimate sebesar 0,78

artinya setiap peningkatan nilai kemampuan sebesar 1 akan me-

ningkatkan nilai perilaku sebesar 0,78. Kemampuan yang dimaksud

untuk indikator ini sesuai dengan teori efikasi diri Bandura (1997)

yaitu kemampuan seseorang untuk melaksanakan suatu pekerja-

an dengan ilmu dan pengetahuan yang dimiliki. Setiap orang

mempunyai kemampuan yang berbeda tentang suatu pekerjaan.

Kemampuan tersebut adalah kemampuan seorang pilot untuk

menerbangkan pesawat. Kemampuan tersebut akan memengaruhi

tingkat percaya diri atau efikasi seorang pilot. Senada dengan

pernyataan Bandura (1997) yang menyatakan bahwa efikasi diri

mengacu pada kemampuan yang dimiliki individu untuk mem-

bentuk perilaku yang tepat, menghadapi rasa takut dan halangan

untuk mencapai keberhasilan yang diharapkan. Jika pernyataan

tersebut dihubungkan dengan kemampuan pilot, dapat disimpul-

kan bahwa kemampuan merupakan kecepatan pilot dalam meng-

ambil keputusan pada saat emergency.

d) Indikator Generalisasi (X34). Pengaruh indikator generalisasi yang

sangat signifikan dengan nilai standard size estimate sebesar 0,80

artinya setiap peningkatan nilai generalisasi sebesar 1 akan me-

ningkatkan nilai efikasi diri sebesar 0,89. Generalisasi yang dimak-

sud adalah salah satu dimensi efikasi diri yang dikembangkan oleh

Airmanship.indd 215 5/9/19 1:47 PM

Page 235: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

2 1 6 A I R M A N S H I P

Bandura yang digunakan sebagai salah satu indikator dari efikasi

diri. Generalisasi merupakan kemampuan seorang pilot untuk

berpikir lebih luas dalam melihat suatu permasalahan untuk peng-

ambilan keputusan. Menurut Bandura (1997) bahwa seseorang akan

menggeneralisasi keyakinan akan keberhasilan yang diperoleh

tidak hanya pada hal tersebut tetapi akan digunakan untuk hal

yang lainnya. Jika hal tersebut dihubungkan dengan generalisasi

seseorang pilot maka dapat dijelaskan bahwa pilot juga ingin

berhasil dalam berbagai hal. Keberhasilan tersebut akan meme-

ngaruhi tingkat efikasi diri seorang pilot.

e) Indikator Kemampuan Bertahan (X35). Pengaruh indikator kemam-

puan bertahan yang sangat signifikan dengan nilai standard size

estimate sebesar 0,82 artinya setiap peningkatan nilai generalisa-

si sebesar 1 akan meningkatkan nilai efikasi diri sebesar 0,82. In-

dikator kemampuan bertahan berbeda dengan indikator kemam-

puan. Kemampuan bertahan pilot difokuskan pada cara pilot

untuk menghadapi keadaan yang abnormal atau emergency. Pada

suatu keadaan abnormal setiap pilot mempunyai kemampuan

yang berbeda untuk bertahan dalam kondisi tersebut. Sebagai

contoh adalah jika terjadi kebocoran pressurized cabin maka kon-

disi tersebut akan menguji kemampuan pilot untuk bertahan pada

hipoksia, Wawan (2012). Menurut Wawan bahwa risiko akibat

terjadinya perubahan tekanan udara normal (normobarik) menja-

di tekanan udara rendah (hipobarik) bisa menyebabkan decomp-

ression sickness (gangguan tubuh akibat perbedaan tekanan

udara di luar dan di dalam tubuh) serta kekurangan oksigen yang

disebut hipoksia hipobarik. Bila situasi ini terjadi pada pilot, gang-

guan ini bisa menyebabkan berkurangnya oksigen ke otak secara

fatal dan bisa mengawali kecelakaan pesawat yang tragis. “Tapi

kalau pilotnya sudah dilatih, dia tidak mudah pingsan, buat pilot

hitungan detik sangat penting. Melalui penulisan bukunya, Wawan

(2012) yang juga seorang tentara di TNI AU berpangkat Letnal Ko-

lonel membuktikan pentingnya latihan hipoksia hipobarik melalui

Airmanship.indd 216 5/9/19 1:47 PM

Page 236: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

P E N G A R U H P E R I L A K U , K E C E R D A S A N E M O S I , . . . 2 1 7

tikus putih Sprague Dawley. Hasil yang didapatkan adalah latihan

hipoksia yang terkendali dan berulang-ulang (intermitten) akan

meningkatkan ketahanan otak dari kekurangan oksigen yang

berat dan fatal. Berdasarkan hal tersebut dapat dijelaskan bahwa

kemampuan bertahan pilot dapat dilatih dengan simulator mau-

pun pengalaman jam terbang. Selain dengan latihan, ketahanan

seseorang pada kondisi hipoksia hipobarik juga dipengaruhi seca-

ra genetis. Wawan juga membandingkan orang yang tinggal ta-

hunan di pegunungan Himalaya dan Andes. Ternyata orang yang

tinggal di Andes tetap saja suka mabuk, mengalami mountain

sickness, serta gampang pusing saat mengalami hipoksia, padahal

mereka sudah tahunan di situ. Wawan menyimpulkan bahwa

faktor genetik juga memengaruhi kemampuan bertahan.

Pendapat para ahli tentang efikasi diri menyatakan setuju bahwa

efikasi diri mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Airmanship

Pilot. Capt. R.A. Rooroh dan Capt. Rahayu Kuntardi mempunyai pan-

dangan tentang efikasi diri. Sedangkan Capt. Yudhianto dan Dr. Widu-

ra mempunyai pemahaman yang sama, menjelaskan bahwa efikasi

diri berhubungan erat dengan kecerdasan emosi. Ia juga menjelaskan

bahwa sulit untuk membedakan antara efikasi diri dengan kecerdasan

emosi. Penulis menyimpulkan bahwa semua ahli mempunyai pandan-

gan yang relatif sama tentang kecerdasan emosi.

Secara teori, efikasi diri merupakan bagian dari konsep diri yang

merupakan keyakinan seseorang akan kemampuannya untuk mena-

ngani tugas secara efektif dan melakukan tindakan yang diperlukan,

Baron dan Byrne (1984). Indikator yang digunakan untuk mengukur

efikasi diri adalah (1) Pengalaman dan jam terbang memiliki nilai loa-

ding factor 0,64 yang berarti secara statistik signifikan mengukur

Efikasi Diri sebesar 0,64 (2) Usaha dan Persistensi memiliki nilai loading

factor 0,84 yang berarti secara statistik signifikan mengukur Efikasi

Diri sebesar 0,84; (3) Kemampuan memiliki nilai loading factor 0,78

yang berarti secara statistik signifikan mengukur Efikasi Diri sebesar

Airmanship.indd 217 5/9/19 1:47 PM

Page 237: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

2 1 8 A I R M A N S H I P

0,78; (4) Generalisasi memiliki nilai loading factor 0,80 yang berarti

secara statistik signifikan mengukur Efikasi Diri sebesar 0,80; dan (5)

Kemampuan Bertahan memiliki nilai loading factor 0,82 yang berarti

secara statistik signifikan mengukur Efikasi Diri sebesar 0,82. Jika di-

kaitkan dengan teori efikasi diri menurut Baron dan Byrne maka teo-

ri tersebut mencakup dua indikator yaitu Usaha dan Persistensi serta

kemampuan bertahan. Kedua indikator tersebut menghasilkan penga-

ruh yang sangat signifikan terhadap efikasi diri.

Analisis selanjutnya adalah hubungan teori efikasi diri menurut

Bandura (1997). Bandura menyatakan bahwa efikasi diri adalah kemam-

puan generatif yang dimiliki individu meliputi kognitif, sosial, dan

emosi. Kemampuan individu tersebut harus dilatih dan diatur secara

efektif untuk mencapai tujuan individu. Bandura juga menyatakan

bahwa setiap orang memiliki kemampuan berbeda dengan mampu

mengorganisasikan strategi yang sesuai dengan tujuan serta menye-

lesaikan strategi tersebut dengan baik walaupun dalam keadaan yang

sulit. Tingginya efikasi diri yang dipersepsikan akan memotivasi indi-

vidu secara kognitif untuk bertindak secara tepat dan terarah, teruta-

ma apabila tujuan yang hendak dicapai adalah tujuan yang jelas. Dari

penjelasan Bandura tersebut maka indikator yang berhubungan de-

ngan teori tersebut adalah (1) Usaha dan Persistensi; (2) Kemampuan;

(3) Generalisasi; dan (4) Kemampuan bertahan. Bandura tidak meng-

gunakan jumlah jam terbang atau pengalaman untuk mendefinisikan

efikasi diri. Pada dasarnya secara makna, teori Bandura mempunyai

hasil yang senada dan saling mendukung, perbedaannya, buku ini

menambahkan dengan indikator jam terbang atau pengalaman.

Menurut Alwisol (2006), efikasi diri sebagai persepsi diri sendiri

mengenai seberapa bagus diri dapat berfungsi dalam situasi tertentu,

efikasi diri berhubungan dengan keyakinan bahwa diri memiliki ke-

mampuan melakukan tindakan yang diharapkan. Alwisol mendefini-

sikan efikasi diri berdasarkan indikator kemamapuan dan kemampu-

an bertahan. Teori Alwisol lebih sederhana dibandingkan dengan teo-

ri yang lain. Hal ini juga senada dengan teori Efikasi Diri yang dikemu-

Airmanship.indd 218 5/9/19 1:47 PM

Page 238: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

P E N G A R U H P E R I L A K U , K E C E R D A S A N E M O S I , . . . 2 1 9

kakan oleh Feist & Feist (1998). Feist mendefinisikan efikasi diri seba-

gai keyakinan individu terhadap kemampuan yang ada pada dirinya

yang dijadikan dasar dalam melaksanakan suatu kegiatan untuk

mencapai hasil tertentu. Teori tersebut sesuai dengan tugas seorang

pilot untuk menerbangkan pesawat dengan tujuan keselamatan pe-

nerbangan. Akan tetapi teori Feist ini hanya menjelaskan efikasi diri

berdasarkan indikator kemampuan saja. Demikian juga dengan Ghu-

fran dan Risnawita (2012) yang mengatakan bahwa efikasi diri pada

diri merupakan suatu aspek pengetahuan mengenai diri yang sangat

berpengaruh dalam kehidupan manusia sehari-hari. Efikasi diri yang

dimiliki individu dapat memengaruhi sikap dan tindakannya guna

mencapai tujuan yang diinginkan, termasuk dalam memperhitungkan

berbagai risiko yang akan terjadi. Teori Ghufran dan Risnawati tidak

terlalu berbeda dengan Feist yaitu dengan mengemukakan efikasi diri

hanya berdasarkan kemampuan. Kedua teori tersebut mendukung

hasil penulisan buku ini yang menyatakan bahwa efikasi diri seseorang

dapat diukur berdasarkan kemampuannya.

Berbeda dengan Pervin dan John (1997) yang mengatakan bahwa

efikasi diri merupakan suatu unsur yang bisa mengubah getaran pe-

mikiran biasa yang sangat terbatas menjadi suatu bentuk padanan

yang masuk ke dalam koridor spiritual, sehingga dapat memotivasi

diri sendiri, mengenali emosi diri sendiri dan orang lain serta memiliki

kemampuan dalam membina hubungan dengan orang lain, oleh Go-

leman (2000) disebut sebagai kecerdasan emosional. Teori Pervin dan

Jhon tidak senada dengan buku ini karena teori tersebut menjalaskan

bahwa efikasi diri sama dengan kecerdasan emosi. Pada buku ini, di-

jelaskan bahwa efikasi diri dengan kecerdasan emosi merupakan dua

hal yang berbeda. Hal tersebut dapat dijelaskan dengan indikator yang

digunakan untuk efikasi diri berbeda dengan indikator untuk mengu-

kur kecerdasan emosi. Akan tetapi Kecerdasan emosi dan efikasi diri

merupakan variabel yang memengaruhi Airmanship pilot.

Faktor yang memengaruhi efikasi diri, terdiri dari faktor internal

dan eksternal. Menurut Nawas dan Gilani (2011) faktor internal terdiri

Airmanship.indd 219 5/9/19 1:47 PM

Page 239: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

2 2 0 A I R M A N S H I P

dari: Intelegensi, kepribadian, pengetahuan tentang dunia kerja, se-

dangkan faktor eksternal meliputi: jenis pekerjaan, pendidikan orang-

tua, status sosial ekonomi keluarga, harapan orangtua, pekerjaan yang

didambakan orangtua, stigma masyarakat terhadap pilihan jurusan,

gender, dan pengaruh teman sebaya. Pada buku ini, faktor yang domi-

nan diteliti adalah faktor internal, di mana indikator yang digunakan

untuk mengukur faktor internal adalah: pengalaman, usaha dan per-

sistensi, kemampuan, generalisasi, dan kemampuan bertahan. Faktor

eksternal tidak dibahas pada buku ini karena menurut analisis penulis

bahwa untuk efikasi diri pengaruh yang paling dominan adalah faktor

internal. Hal itu menunjukkan bahwa teori efikasi diri menurut Nawas

dan Gilani senada dan saling mendukung. Proses efikasi diri memen-

garuhi fungsi manusia secara langsung dan tidak langsung. Proses

efikasi diri secara langsung mulai sebelum individu memilih pilihan

mereka dan mengawali usaha mereka. Indikator yang digunakan pada

buku ini adalah Usaha dan Persistensi. Proses selanjutnya adalah

mempertimbangkan, mengevaluasi, dan mengintegrasikan informasi

mengenai kapabilitas yang dirasakan. Proses tersebut berhubungan

dengan indikator generalisasi, yaitu kemampuan seorang pilot untuk

menganalisis suatu data dan kejadian untuk mendapatkan kesimpulan.

Proses selanjutnya adalah bagaimana mereka menilai atau meya-

kini bahwa mereka dapat menggunakan kemampuan dan sumber

mereka untuk menyelesaikan tugas yang diberikan. Indikator yang

digunakan untuk mengukur hal tersebut adalah kemampuan. Proses

selanjutnya adalah evaluasi yang menghasilkan harapan atas efikasi

personal yang pada gilirannya menentukan keputusan dan sejumlah

usaha yang akan dilakukan untuk menyelesaikan tugas. Proses evalu-

si secara harfiah tidak ada dalam indikator penulis, tetapi jika ditinjau

dari maknanya maka evaluasi dapat diukur dari indikator kemampuan

bertahan. Secara umum gamabaran proses efikasi diri yang dijelaskan

berkaitan dengan indikator yang digunakan penulis.

Menurut Bandura, efikasi diri akan terbentuk melalui empat proses,

yaitu:

Airmanship.indd 220 5/9/19 1:47 PM

Page 240: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

P E N G A R U H P E R I L A K U , K E C E R D A S A N E M O S I , . . . 2 2 1

a. Proses kognitif. Proses Kognitif adalah kemampuan seseorang

dalam menetapkan tujuan yang hendak dicapainya dipengaruhi

kemampuan diri, dan fungsi kognitif akan memungkinkan seseo-

rang untuk memprediksi kejadian-kejadian yang dialaminya yang

akan berakibat pada masa depannya. Proses kognitif tersebut

dapat diukur dengan indikator kemampuan.

b. Proses motivasional. Proses motivasional adalah kemampuan

seseorang dihasilkan melalui kognitif. Perbedaannya dengan ke-

mampuan kognitif secara umum adalah tujuan motivasional

adalah untuk memotivasi dan menjadi tindakan antisipasi melalui

pemikiran ke masa depan. Indikator yang mendekati menurut

penulis adalah kemampuan bertahan. Penulis berkesimpulan bah-

wa kemampuan bertahan mempunyai pengaruh yang signifikan

terhadap efikasi diri.

c. Proses afektif yaitu keyakinan seseorang akan kemampuan dalam

mengatasi masalah memegang peranan penting dalam mengatur

status emosi. Indikator yang berhubungan dengan proses afektif

adalah usaha dan persistensi. Hasil menunjukkan bahwa usaha

dan persistensi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap

efikasi diri.

d. Proses seleksi merupakan indikator yang berlangsung sepanjang

kehidupan. Penulis tidak mengukur proses seleksi karena kajian

dilaksanakan pada waktu tertentu.

Berdasarkan analisis proses efikasi diri menurut Bandura dan pe-

nulis, maka dapat disimpulkan bahwa teori proses efikasi diri dengan

hasil analisis penulis saling mendukung dan berhubungan.

Analisis selanjutnya adalah berdasarkan sumber efikasi diri. Me-

nurut Bandura (1977) ada empat sumber penting yang digunakan in-

dividu dalam membentuk efikasi diri yaitu:

1) Performance Accomplishments. Keberhasilan yang didapatkan akan

meningkatkan efikasi diri yang dimilki seseorang sedangkan ke-

gagalan akan menurunkan efikasi dirinya. Apabila keberhasilan

Airmanship.indd 221 5/9/19 1:47 PM

Page 241: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

2 2 2 A I R M A N S H I P

yang didapatkan seseorang lebih banyak karena faktor-faktor di

luar dirinya, maka tidak akan membawa pengaruh terhadap pe-

ningkatan efikasi diri. Akan tetapi, apabila keberhasilan itu didapat

melalui hasil perjuangan sendiri, maka hal itu akan membawa

pengaruh terhadap peningkatan efikasi diri. Hal tersebut senada

dengan hasil analisis penulis yang menunjukkan usaha dan per-

sistensi seseorang mempunyai pengaruh yang sangat signifikan

dengan efikasi diri. Semakin tinggi usaha seorang pilot dalam

melaksanakan tugas maka semakin baik juga efikasi dirinya. Un-

tuk meningkatkan efikasi diri seorang pilot dapat melaksanakan

simulator dan kondisi emergency.

2) Various Experience. Meniru pengalaman keberhasilan orang lain

yang memiliki kemiripan dengan individu dalam mengerjakan

suatu tugas biasanya akan meningkatkan efikasi diri seseorang

dalam mengerjakan tugas yang sama. Efikasi tersebut didapat

seseorang yang kurang pengetahuan tentang kemampuan dirinya

sehingga melakukan tiruan. Namun efikasi diri yang didapat tidak

akan berpengaruh bila model atau hal yang diamati tidak memil-

ki kemiripan. Dalam perspektif penulis, indikator various experien-

ce tidak secara langsung berdiri sendiri, tetapi dapat dinyatakan

dengan pendekatan yang lain. Indikator yang paling dekat dapat

mengukur various experience adalah pengalaman dan jam terbang.

Semakin tinggi jam terbang seorang pilot maka semakin banyak

bentuk atau model hambatan yang dialaminya.

3) Verbal Persuasion. Informasi tentang kemampuan yang disampai-

kan secara verbal oleh seseorang yang berpengaruh dan digunakan

untuk meyakinkan seseorang bahwa ia cukup mampu melakukan

suatu tugas. Menurut penulis, indikator yang dapat digunakan

untuk mengukur Verbal Persuasion adalah Generalisasi. Pemaham-

an tentang generalisasi mencakup juga Verbal Persuasion. Penulis

berkesimpulan bahwa indikator generalisasi mempunyai pengaruh

yang signifikan terhadap efikasi diri.

Airmanship.indd 222 5/9/19 1:47 PM

Page 242: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

P E N G A R U H P E R I L A K U , K E C E R D A S A N E M O S I , . . . 2 2 3

4) Emotional Arousal. Ketegangan dan stres yang terjadi dalam diri

seseorang ketika melakukan tugas sering diartikan sebagai suatu

kegagalan. Pada umumnya seseorang cenderung akan mengha-

rapkan keberhasilan dalam kondisi yang tidak diwarnai oleh kete-

gangan dan tidak merasakan adanya keluhan atau gangguan so-

matik lainnya. Efikasi diri biasanya ditandai oleh rendahnya

tingkat stress dan kecemasan, sebaliknya efikasi diri yang rendah

ditandai oleh tingkat stres dan kecemasan yang tinggi pula. Emo-

tional Arousal dapat dihubungkan dengan indikator kemampuan

bertahan. Kemampuan bertahan seorang pilot sangat bermanfaat

pada saat penerbangan. Hasil analisis penulis menyimpulkan

bahwa indikator kemampuan bertahan mempunyai pengaruh yang

sangat signifikan terhadap efikasi diri.

Analisis selanjutnya berdasarkan dimensi dari efikasi diri yang

dikemukakan oleh Bandura. Menurut Bandura efikasi diri pada diri tiap

individu akan berbeda antara satu individu dengan yang lainnya ber-

dasarkan tiga dimensi. Berikut adalah tiga dimensi tersebut.

1) Dimensi tingkat level. Dimensi ini berkaitan dengan derajat kesu-

litan tugas ketika individu merasa mampu untuk melakukannya.

Tingkat kesulitan pekerjaan dari pilot dilihat dari jabatan pilot yang

terdiri dari copilot, kapten pilot, dan instruktur. Apabila individu

dihadapkan pada tugas-tugas yang disusun menurut tingkat ke-

sulitannya, maka efikasi diri individu mungkin akan terbatas pada

tugas-tugas yang mudah, sedang, atau bahkan meliputi tugas-

tugas yang paling sulit, sesuai dengan batas kemampuan yang

dirasakan untuk memenuhi tuntutan perilaku yang dibutuhkan

pada masing-masing tingkat. Dimensi ini memiliki implikasi ter-

hadap pemilihan tingkah laku yang dirasa mampu dilakukannya

dan menghindari tingkah laku yang berada di luar batas kemam-

puan yang dirasakannya. Teori dimensi efikasi sama dengan ting-

katan jabatan pada pilot, yang mana hal tersebut menjadi sebuah

indikator untuk menentukan efikasi diri. Salah satu indikator yang

Airmanship.indd 223 5/9/19 1:47 PM

Page 243: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

2 2 4 A I R M A N S H I P

digunakan untuk mengukur efikasi diri yang berkaitan dengan

tingkat atau level adalah jam terbang atau pengalaman. Hasil

analisis penulis menunjukkan bahwa semakin tinggi jam terbang

seorang pilot maka semakin baik efikasi dirinya. Hasil tersebut

sesuai dan mendukung teori dimensi efikasi yang dikemukakan

oleh Bandura.

2) Dimensi kekuatan (strength). Dimensi ini berkaitan dengan tingkat

kekuatan dari keyakinan atau pengharapan individu mengenai

kemampuannya. Pengharapan yang lemah mudah digoyahkan oleh

pengalaman-pengalaman yang tidak mendukung. Sebaliknya,

pengharapan yang mantap mendorong individu tetap bertahan

dalam usahanya. Meskipun mungkin ditemukan pengalaman yang

kurang menunjang. Indikator yang dapat mewakili kekuatan ada-

lah indikator kemampuan dan kemampuan bertahan. Dimensi ini

biasanya berkaitan langsung dengan dimensi level, yaitu makin

tinggi level kesulitan tugas, makin lemah keyakinan yang dirasa-

kan untuk menyelesaikannya. Senada dengan hasil analisis penu-

lis yang menunjukkan bahwa semakin tinggi kemampuan pilot

maka semakin tinggi juga tingkat efikasi dirinya, dan begitu juga

dengan indikator kemempuan bertahan, di mana semakin tinggi

kemampuan bertahan pilot maka semakin tinggi tingkat efikasi

dirinya.

3) Dimensi generalisasi (generality). Dimensi ini berkaitan dengan

luas bidang tingkah laku yang mana individu merasa yakin akan

kemampuannya. Individu dapat merasa yakin terhadap kemam-

puan dirinya. Apakah terbatas pada suatu aktivitas dan situasi

tertentu atau pada serangkaian aktivitas dan situasi yang berva-

riasi. Dimensi generalisasi diukur dengan indikator generalisasi.

Hasil analisis penulis menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat

generalisasi maka semakin baik pula tingkat efikasi dirinya. Hasil

ini mendukung teori efikasi diri berdasarkan di mana semakin baik

dimensi generalisasi maka semakin baik pula efikasi dirinya.

Airmanship.indd 224 5/9/19 1:47 PM

Page 244: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

P E N G A R U H P E R I L A K U , K E C E R D A S A N E M O S I , . . . 2 2 5

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa Teori dimen-

si efikasi diri yaitu tingkat (level), dimensi kekuatan (strength), dan

dimensi generalisasi (generality) senada dengan buku ini.

Hal ini juga senada dengan Schwartz dan Gottman yang menje-

laskan bahwa individu sering mengalami kegagalan meskipun menge-

tahui apa yang harus dilakukan dan memiliki kemampuan untuk

melakukannya, serta menjelaskan efikasi diri merupakan konsep yang

secara spesifik mengontrol keyakinan pada kemampuan yang dimiliki

individu untuk melakukan tujuan tertentu. Menurut analisis penulis,

kegagalan dalam melakukan sesuatu yang seharusnya dapat dilaksa-

nakan adalah karena kurangnya usaha dan persistensi. Senada juga

dengan Compeau dan Higgins (1995) yang menyimpulkan bahwa efi-

kasi diri dapat menentukan usaha dan ketekunan, terutama dalam

menghadapi hambatan dan pengalaman yang kurang menyenangkan.

Compeau dan Higgins menyatakan bahwa usaha dan ketekunan me-

rupakan salah satu indikator untuk meningkatkan efikasi diri.

Sehingga dari ulasan di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan

awal yang menyebutkan keselamatan penerbangan sangat dipenga-

ruhi oleh berbagai faktor yang menjadi indikator dari variabel yang

membentuk Airmanship. Penajaman terhadap indikator-indikator itu

hingga membentuk sebuah bangunan Airmanship akan diulas di bab

selanjutnya.

Airmanship.indd 225 5/9/19 1:47 PM

Page 245: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

2 2 6 A I R M A N S H I P

Airmanship.indd 226 5/9/19 1:47 PM

Page 246: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

B a b I X 2 2 7

Bab IXREGULASI, SISTEM

PENGAWASAN, PENEGAKAN HUKUM, DAN SISTEM

MANAJEMEN KESELAMATAN PENERBANGAN

Airmanship.indd 227 5/9/19 1:47 PM

Page 247: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

2 2 8 A I R M A N S H I P

Variabel keselamatan penerbangan merupakan variabel utama

pada buku ini. Semua indikator ataupun variabel yang diteliti

mengarah terhadap keselamatan penerbangan. Terdapat ba-

nyak faktor yang memengaruhi keselamatan penerbangan seperti yang

telah diteliti sebelumnya. Pada bab ini, penulis akan menjelaskan

mengenai variabel keselamatan penerbangan, baik secara kuantitatif

maupun kualitatif.

A. inDiKATor-inDiKATor DALAM KESELAMATAn pEnErBAngAn

Variabel keselamatan penerbangan diukur dengan empat indikator

yaitu peraturan keselamatan penerbangan, pengawasan keselamatan

penerbangan, penegakan hukum keselamatan penerbangan dan sistem

manajemen keselamatan penerbangan. Telah dijelaskan bahwa semua

indikator yang digunakan untuk mengukur keselamatan penerbangan

mempunyai pengaruh yang signifikan di mana yang paling besar pe-

ngaruhnya adalah indikator peraturan keselamatan penerbangan (Y31)

yang mempunyai nilai standard size estimate sebesar 0,73, dan penga-

ruh yang paling kecil adalah indikator sistem manajemen (Y34) yang

mana nilai standard size estimate sebesar 0,59 dengan tingkat proba-

bilitas sebesar 0,239. Untuk lebih jelasnya akan dibahas pengaruh dari

setiap indikator.

peraturan Keselamatan penerbangan

Peraturan keselamatan penerbangan dirumuskan oleh pemerintah

dalam hal ini adalah kementerian perhubungan. Pengaruh indikator

peraturan keselamatan penerbangan mempunyai pengaruh yang sig-

nifikan dengan nilai standard size estimate sebesar 0,73, artinya setiap

peningkatan nilai peraturan keselamatan penerbangan sebesar 1 akan

meningkatkan nilai keselamatan penerbangan sebesar 0,73. Indikator

Airmanship.indd 228 5/9/19 1:47 PM

Page 248: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

R E G U L A S I , S I S T E M P E N G AWA S A N , P E N E G A K A N H U K U M , . . . 2 2 9

ini merupakan indikator yang paling signifikan dibandingkan dengan

indikator yang lain. Peraturan keselamatan penerbangan berhubung-

an dengan kondisi politik, ekonomi dan sosial masyarakat. Pada tahun

2005 keselamatan penerbangan di Indonesia menjadi sorotan karena

status penilaian keselamatan penerbangan menjadi kategori dua.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut Indonesia sebagai anggota

dari ICAO, menyusun UU No. 1 tahun 2009 tentang penerbangan yang

disesuaikan dengan ICAO. Ratifikasi suatu konvensi internasional oleh

suatu negara membawa kewajiban bagi negara tersebut untuk mela-

kukan penyesuaian dalam hukum nasionalnya (Thahir, 2010). Dengan

adanya Undang-Undang tersebut diharapkan keselamatan penerbang-

an di Indonesia semakin baik. Tetapi undang-undang tersebut menja-

di pro dan kontra berdasarkan tafsiran para ahli.

Menurut Martono (2015) di Indonesia ada dua macam rezim hukum

yang berlaku untuk dunia penerbangan, yakni penerbangan nasional

(domestik) dan penerbangan internasional. Bagi penerbangan domes-

tik, berlaku berbagai Undang-Undang, seperti UU Penerbangan (be-

serta turunannya) dan UU No.33 Tahun 1964 tentang Dana Pertang-

gungan Wajib Kecelakaan Penumpang (Asuransi Jasa Raharja). Sedang-

kan untuk penerbangan internasional, berlaku sebelas konvensi ter-

kait konvensi penerbangan yang sudah diratifikasi oleh Indonesia, di

antaranya adalah Konvensi Warsawa 1929, Konvensi Tokyo, Konvensi

Den Haag dan sebagainya (Martono, 2015). Senada dengan Zulfahmi

(2012) yang menyatakan masalah yang mungkin timbul karena adanya

penerbangan internasional adalah apabila terjadi kecelakaan yang

melibatkan negara- negara yang memiliki kedaulatan masing-masing

wilayah. Dalam penerbangan antar negara apabila terjadi suatu kece-

lakaan pesawat akan melibatkan berbagai pihak, di antaranya negara

asal pesawat (state of registry), negara tempat jatuhnya pesawat (sta-

te of occurrence), negara pembuat pesawat/negara pabrik (state of

design and manufacture), dan ICAO.

Airmanship.indd 229 5/9/19 1:47 PM

Page 249: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

2 3 0 A I R M A N S H I P

1. pengawasan Keselamatan penerbangan

Pengawasan keselamatan penerbangan dilaksanakan oleh pemerintah

dalam hal ini adalah Kementerian Perhubungan. Pengaruh indikator

pengawasan keselamatan penerbangan mempunyai pengaruh yang

signifikan dengan nilai standard size estimate sebesar 0,60 artinya

setiap peningkatan nilai pengawasan keselamatan penerbangan sebe-

sar 1 akan meningkatkan nilai keselamatan penerbangan sebesar 0,60.

Pengawasan keselamatan penerbangan di Indonesia sampai saat ini

menjadi sorotan. Hal tersebut dapat terlihat dari pernyatan Direktur

Operasi Garuda Indonesia, Novianto Herupratomo, “sebenarnya saat

ini regulasi terkait keselamatan, keamanan dan pelayanan penerbang-

an yang tertuang dalam UU Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbang

sudah sangat baik, bahkan telah ditambahkan aturan turunan sejum-

lah peraturan menteri untuk memperkuatnya. Persoalannya, penga-

wasan terhadap implementasi dari aturan itu yang masih kurang.

Kontrol dan pengawasan dari regulator ini yang berperan penting,”

katanya ketika ditemui usai acara Kampanye Keselamatan Penerbang-

an oleh Kementerian Perhubungan. Senada dengan Direktur Jenderal

Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, Suprasetyo mengata-

kan, dalam pemenuhan aspek keselamatan dan keamanan penerbang-

an membutuhkan partisipasi seluruh pemangku kepentingan, baik

regulator, operator, maupun penumpang untuk melakukan setiap

aktivitas penerbangan yang sesuai aturan yang berlaku.

2. penegakan hukum Keselamatan penerbangan

Penegakan Hukum keselamatan penerbangan dilaksanakan oleh pe-

merintah. Penulis menyimpulkan bahwa pengaruh indikator Penegak-

an Hukum Keselamatan Penerbangan mempunyai pengaruh yang

signifikan dengan nilai standard size estimate sebesar 0,72 artinya

setiap peningkatan nilai penegakan hukum keselamatan penerbangan

sebesar satu akan meningkatkan nilai keselamatan penerbangan se-

Airmanship.indd 230 5/9/19 1:47 PM

Page 250: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

R E G U L A S I , S I S T E M P E N G AWA S A N , P E N E G A K A N H U K U M , . . . 2 3 1

besar 0,72. Penegakan hukum keselamatan penerbangan masih banyak

tafsir oleh para ahli hukum, oleh karena itu rendahnya tingkat kese-

lamatan penerbangan di Indonesia karena penegakan hukum kesela-

matan penerbangan belum optimal.

Menurut para ahli, penegakan hukum (law enforcement) dan kua-

litas SDM dalam dunia penerbangan Indonesia masih rendah. Banyak

penulis sebelumnya yang mengkaji tentang penegakan hukum kese-

lamatan penerbangan yang berhubugan dengan penumpang. Sangat

jarang ditemukan artikel yang mengkaji penegakan hukum tentang

keselamatan penerbangan yang berhubungan dengan pilot pesawat.

Zazili (2008) meneliti tentang Perlindungan Hukum Terhadap Penum-

pang pada Transportasi Udara Niaga Berjadwal Nasional yang menyim-

pulkan bahwa instrumen hukum yang berkaitan dengan perlindungan

terhadap penumpang transportasi udara sudah berusia lama maka

diperlukan peninjauan kembali terhadap materi-materi atau substan-

sinya sebab sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan jaman

(outdated) khususnya menyangkut ketentuan nilai ganti rugi. Sehu-

bungan dengan itu diharapkan kepada pembuat undang-undang untuk

segera membentuk undang-undang baru yang mengakomodasi ke-

pentingan masyarakat sebagai konsumen.

Senada dengan Muslim (2015), penerapan hukum dan perlindung-

an keselamatan dan keamanan penumpang dari barang berbahaya di

dalam pesawat udara harus lebih ditekankan dan setiap pelaku tindak

pidana harus ditindaklanjuti sesuai UU No. 1 Tahun 2009 dan Kitab

Undang- Undang Hukum Pidana Buku Kedua Bab XXIX tentang Keja-

hatan Penerbangan dan Kejahatan terhadap Sarana/Prasarana Pener-

bangan, terutama program keselamatan penerbangan nasional yang

dibuat oleh Menteri mengenai peraturan keselamatan penerbangan

harus lebih dipatuhi oleh semua pihak. Sanksi terhadap petugas kea-

manan bandara yang telah memasukan barang berbahaya milik pe-

numpang ke dalam pesawat udara diatur sesuai dengan UU No. 1

Tahun 2009 tentang Keselamatan dan Keamanan Penerbangan dan

Kitab Undang Undang Hukum Pidana Buku Kedua Bab XXIX tentang

Airmanship.indd 231 5/9/19 1:47 PM

Page 251: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

2 3 2 A I R M A N S H I P

Kejahatan Penerbangan dan Kejahatan terhadap Sarana/Prasarana

Penerbangan harus lebih ditegaskan, agar memberikan efek jera bagi

pelakunya dan tidak akan ada lagi kecelakaan-kecelakaan pesawat

udara yang diakibatkan dari barang berbahaya.

3. Sistem Manajemen Keselamatan penerbangan

Sistem manajemen keselamatan penerbangan merupakan konsep yang

sangat baik untuk meningkatkan keselamatan penerbangan. Penulis

menunjukkan bahwa pengaruh indikator sistem manajemen kesela-

matan penerbangan mempunyai pengaruh yang signifikan dengan

nilai standard size estimate sebesar 0,59 artinya setiap peningkatan

nilai Penegakan Hukum Keselamatan penerbangan sebesar 1 akan

meningkatkan nilai keselamatan penerbangan sebesar 0,59. Sistem

manajemen keselamatan penerbangan merupakan indikator yang

mempunyai pengaruh paling rendah akan tetapi pengaruhnya tetap

signifikan. Sistem manajemen keselamatan penerbangan dituangkan

dalam peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor: Ske-

p/223/X/2009 tentang petunjuk dan tata cara pelaksanaan sistem

manajemen keselamatan (safety management system) operasi bandar

udara, bagian 139-01 (advisory circular 139-01, airport safety management

system).

Rai (2011) pernah membahas sistem manajemen keselamatan

bandara yang terintegrasi di apron bandara. Hal Ini dilatarbelakangi

oleh padatnya jadwal penerbangan serta belum optimalnya implemen-

tasi kebijakan penerbangan sesuai dengan Undang-Undang kesela-

matan penerbangan. Aviation Safety Management (ASM) atau Manaje-

men Keselamatan Aviasi Disadur dari Transport Canada oleh Prof Hadi

Winarto, Beeliar, Spring (2013) menjelaskan secara detail konsep dan

pemahaman tentang sistem manajamen keselamatan penerbangan.

Menurut spring (2013) bahwa penerapan sistem manajemen kesela-

matan adalah landasan dasar dari arah yang sedang berevolusi. Semua

Airmanship.indd 232 5/9/19 1:47 PM

Page 252: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

R E G U L A S I , S I S T E M P E N G AWA S A N , P E N E G A K A N H U K U M , . . . 2 3 3

arah lainnya akan berevolusi di dalam lingkungan sistem manajemen

keselamatan. Sistem manajemen keselamatan itu berlandaskan fakta

bahwa potensi dan risiko bahaya itu selalu ada, jadi manajemen yang

proaktif dibutuhkan untuk mengidentifikasi dan mengendalikan an-

caman-ancaman terhadap keselamatan sebelum hal-hal tersebut

tumbuh berkembang menjadi kenyataan terjadinya kecelakaan. Ber-

dasarkan kedua buku tersebut dapat dijelaskan bahwa sistem mana-

jemen keselamatan penerbangan berpengaruh terhadap keselamatan

penerbangan.

B. AnALiSiS KESELAMATAn pEnErBAngAn

Hasil wawancara dengan para ahli dan praktisi penerbangan sebagian

besar menyatakan bahwa keselamatan penerbangan di Indonesia

masih rendah. Capt. R.A Rooroh berpendapat bahwa kondisi pener-

bangan di Indonesia masih berisiko. Pendapat tersebut didukung oleh

Capt. R. Kuntardi yang menyatakan masalah maintenance pesawat

yang perlu diperhatikan. Menurut pengalamannya yang telah tujuh

kali mengalami accident, menyatakan bahwa maintenance pesawat

yang menjadi faktor penyebab kecelakaan. Hal ini senada dengan Capt.

Yudhianto yang lebih menyoroti masalah sistem manajemen kesela-

matan penerbangan masih rendah, sehingga berpotensi terjadinya

kecelakaan pesawat. Sedangkan Alvin Lie berpendapat bahwa regula-

tor yang berhubungan dengan keselamatan penerbangan sudah baik

walaupun dalam kondisi riil di lapangan masih belum sesuai. Alvin

lebih menyoroti sarana dan prasarana bandara yang belum layak yang

berpotensi terjadinya kecelakaan pesawat. Dari hasil wawancara ter-

sebut, penulis menganalisis bahwa selain 5 faktor utama (Man, Media,

Machine, Management, and Mission) penyebab kecelakaan, ada faktor

lain yang perlu diperhatikan yaitu implementasi kebijakan publik atau

pelaksanaan peraturan keselamatatan penerbangan. Pengamat kese-

lamatan penerbangan Dudi Sudibyo juga menyampaikan hal yang

Airmanship.indd 233 5/9/19 1:47 PM

Page 253: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

2 3 4 A I R M A N S H I P

sama bahwa keselamatan penerbangan sudah lebih baik dibandingkan

masa lalu, tetapi masih perlu diperbaiki melihat banyak jadwal pener-

bangan sekarang ini. Dudi lebih menyoroti masalah oknum yang

masih mengutamakan kepentingan pribadi dibandingkan dengan

kepentingan umum.

Analisis penulis dari beberapa pernyataan para ahli dan praktisi di

atas adalah bahwa mereka mempunyai kesamaan pemikiran dan pen-

dapat tentang keselamatan penerbangan di Indonesia. Para narasum-

ber berbeda pandangan pada tataran level keselamatan penerbangan.

Sebagian narasumber memandang bahwa keselamatan penerbangan

ditinjau dari regulator pada tingkat manajemen, sedangkan yang lain

melihat pada tingkat operasional.

1. Analisis Keselamatan penerbangan berdasarkan Teori

Keselamatan Penerbangan adalah suatu keadaan terpenuhinya per-

syaratan keselamatan dalam pemanfaatan wilayah udara, pesawat

udara, bandar udara, angkutan udara, navigasi penerbangan, serta

fasilitas penunjang dan fasilitas umum lainnya (UU No. 1 Tahun 2009).

Berdasarkan teori tersebut maka dapat dijelaskan bahwa keselamatan

penerbangan dipengaruhi oleh empat indikator yaitu: (1) Peraturan

keselamatan Penerbangan; (2) Pengawasan Keselamatan Penerbangan;

(3) Penegakan Hukum Keselamatan Penerbangan dan (4) Sistem Ma-

najemen Keselamatan Penerbangan. Keempat indikator tersebut

mempunyai hubungan yang signifikan dengan keselamatan.

Teori yang paling sering digunakan dalam membahas keselamat-

an penerbangan adalah The Swiss Cheese Model for Human Error. Seca-

ra umum para ahli menyampaikan bahwa terjadinya keselamatan

penerbangan sama dengan “The Swiss Cheese Model” yang diciptakan

oleh Reason (1990). Dalam teorinya digambarkan empat tingkat sum-

ber penyebab terjadinya kecelakaan yang disebabkan oleh kelalaian

Airmanship.indd 234 5/9/19 1:47 PM

Page 254: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

R E G U L A S I , S I S T E M P E N G AWA S A N , P E N E G A K A N H U K U M , . . . 2 3 5

manusia yang saling memengaruhi. Penulis akan menganalisis keem-

pat sumber tersebut dengan hasil penulisan buku sebagai berikut.

1) Tingkat pertama dalam The Swiss Cheese model menggambarkan

Unsafe Acts (tindakan tidak aman) dalam operasi pelaksanaan

penerbangan yang mengakibatkan kecelakaan. Bagian ini meng-

analisis bahwa Unsafe Acts merupakan pelanggaran terhadap salah

satu indikator keselamatan penerbangan. Jika seorang pilot me-

langgar peraturan keselamatan penerbangan, masih besar ke-

mungkinan tidak terjadi kecelakaan. Tetapi jika dilanjutkan pe-

langgaran dengan beberapa indikator yang lain, kemungkinan

lebih besar terjadi kecelakaan penerbangan.

2) Tingkat kedua adalah kondisi aircrew karena memengaruhi kiner-

ja, disebut sebagai Precondition for Unsafe Acts (pengondisian

tindakan tidak aman). Dalam tingkat kedua ini melibatkan kondi-

si seperti kelelahan mental serta komunikasi dan koordinasi prak-

tik yang buruk, sering disebut sebagai Crew Resource Management

(CRM) atau manajemen sumber daya crew. Indikator yang dapat

mengukur kegagalan tingkat kedua adalah sistem manajemen

keselamatan penerbangan. Indikator sistem manajemen kesela-

matan penerbangan mempunyai hubungan yang signifikan terha-

dap keselamatan penerbangan. Artinya jika sistem manajemen

keselamatan kurang baik, risiko terjadi kecelakaan pesawat akan

besar.

3) Tingkat ketiga kelalaian manusia, yakni Unsafe Supervision (peng-

awasan tidak aman). Untuk meningkatkan keselamatan pener-

bangan maka perlu dilaksanakan pengawasan. Indikator yang

dapat digunakan untuk mengukur Unsafe Supervision adalah

pengawasan keselamatan penerbangan. Terdapat hubungan yang

signifikan antara pengawasan keselamatan penerbangan dengan

keselamatan penerbangan. Jika ada unsafe supervision maka tidak

langsung terjadi kecelakaan. Misalnya jika pilot terbang tanpa

memperhitungkan bahan bakar untuk cadangan, tidak akan lang-

sung terjadi kecelakaan. Kondisi tersebut merupakan perencanaan

Airmanship.indd 235 5/9/19 1:47 PM

Page 255: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

2 3 6 A I R M A N S H I P

penerbangan yang kurang baik, dan kecelakaan akan mungkin

terjadi jika keadaan tersebut diikuti dengan cuaca yang buruk

sehingga pesawat tidak dapat landing pada bandara tujuan. Ke-

mudian pilot mengambil keputusan untuk mendarat pada banda-

ra alternatif. Dengan kondisi tersebut maka bahan bakar yang ada

tidak cukup untuk mencapai bandara alternatif, sehingga besar

kemungkinan terjadi kecelakaan.

4) Tingkat keempat kelalaian manusia adalah pengaruh organisasi.

Berdasarkan teori The Swiss Cheese Model, pengaruh organisasi

sangat berperan dalam mewujudkan keselamatan penerbangan,

sehingga kecelakaan dapat diantisipasi lebih awal. Apabila orga-

nisasi kurang memperhatikan fungsi manajemen, maka tujuan

organisasi tidak dapat tercapai dan kecelakaan akan selalu terjadi.

Kemudian dalam teori perilaku organisasi menurut Robbins (2003)

bahwa fungsi pengawasan meliputi kegiatan pemantauan, pem-

bandingan, serta kemungkinan mengoreksi bila terdapat penyim-

pangan. Oleh karena itu, fungsi pengawasan dalam pelaksanaan

proses penerbangan sangatlah penting dilakukan pada suatu or-

ganisasi. Pengaruh organisasi dapat tercakup dalam indikator

keempat. Organisasi dalam hal ini pemerintah akan mendukung

perumusan peraturan keselamatan penerbangan yang benar. Or-

ganisasi juga mempunyai pengaruh terhadapat pengawasan ke-

selamatan penerbangan, demikian juga dengan Penegakan Hukum

Keselamatan Penerbangan serta Sistem Manajemen Keselamatan

Penerbangan. Hasil menunjukkan bahwa keempat indikator ter-

sebut mempunyai hubungan yang signifikan dengan keselamatan.

Komisi Navigasi Udara ICAO juga memiliki korelasi dengan kese-

lamatan penerbangan. Komisi ICAO dalam pertemuan keempat dan

kelima dari Sesi ke-190-nya pada tanggal 8 Mei 2012, mempertimbang-

kan proposal yang dikembangkan oleh Manajemen Panel Keselamatan

(Safety Management Panel - SMP) untuk mentransfer ketentuan tentang

tanggung jawabmanajemen keselamatan dan proses dari Annexes

Airmanship.indd 236 5/9/19 1:47 PM

Page 256: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

R E G U L A S I , S I S T E M P E N G AWA S A N , P E N E G A K A N H U K U M , . . . 2 3 7

yangadauntukdikonsolidasidalamAnnexbaru19-Safety Manage-

ment dan usulan amandemen konsekuensial terkait dengan Annex

yang ada. Pada bagian ini, indikator yang digunakan untuk mengukur

keselamatan penerbangan yang dikeluarkan oleh ICAO adalah indika-

tor Sistem Manajemen Keselamatan Penerbangan. Penulis menunjuk-

kan bahwa indikator tersebut mempunyai hubungan yang signifikan

dengan keselamatan penerbangan. Berdasarkan analisis tersebut maka

penulis menyimpulkan bahwa konsep keselamatan yang dikeluarkan

olehICAOmelaluiAnnexbaru19senadadenganhasiltemuanpenulis.

JikadianalisislebihdetaillagiisidariAnnexke19tersebutmaka

dapatdijelaskanbahwaAnnexbaruICAOtersebutmendukungstra-

tegi keamanan global, yang menyerukan untuk meningkatkan stan-

dardisasi, peningkatan kerja sama antar pemangku kepentingan pe-

nerbangan, inisiatif berbagi informasi baru, dan memprioritaskan

investasi di sumber daya teknis dan manusia yang dibutuhkan untuk

memastikan operasi yang aman. Pada buku ini, makna yang tersirat

dalamannex tersebut adalah adanya peraturan keselamatan secara

global, adanya standardisasi penerbangan, adanya pengawasan dan

adanya sistem manajemen penerbangan yang baik. Makna yang ter-

sirat tersebut telah tercakup dalam seluruh indikator yang digunakan

oleh penulis. Analisis yang tidak kalah penting adalah adanya pene-

kanan Manajemen keselamatan Standar Internasional ICAO dan Prak-

tik Rekomendasi memberikan persyaratan tingkat tinggi bahwa nega-

ra harus menerapkan untuk memenuhi tanggung jawab manajemen

keselamatan mereka terkait dengan, atau didukung langsung dari,

operasi yang aman dari pesawat.

Dalam hal implementasi keselamatan penerbangan di Indonesia,

sesuai dengan Peraturan Internasional sebagaimana diatur dalam

Annexes ICAO, pemerintah Indonesia juga merumuskan peraturan

transportasi udara nasional, dalam bentuk Undang-undang Penerbang-

an, Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri dan Keputusan Direk-

torat Jenderal Perhubungan. Kegiatan tersebut dapat dinyatakan se-

bagai perumusan peraturan keselamatan penerbangan, yang merupa-

Airmanship.indd 237 5/9/19 1:47 PM

Page 257: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

2 3 8 A I R M A N S H I P

kan indikator pertama. Hasil menunjukkan bahwa ada hubungan yang

signifikan antara peraturan keselamatan penerbangan dengan kese-

lamatan penerbangan. Semakin baik peraturan keselamatan pener-

bangan maka kemungkinan besar tidak terjadi kecelakaan.

Selain dasar hukum dan regulasi sebagaimana disebutkan di atas,

juga dibentuk sebuah Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil (Civil

Aviation Safety Regulation - CASR) oleh Direktorat Perhubungan Udara

Kementerian Perhubungan juga merupakan bagian dari peraturan

transportasi udara nasional Indonesia. Telah banyak dilahirkan pera-

turan pemerintah maupun peraturan menteri yang berkaitan dengan

keselamatan penerbangan. Indikator yang berhubungan dengan pen-

jelasan di atas adalah peraturan keselamatan dan pengawasan kese-

lamatan penerbangan. Peraturan keselamatan penerbangan dikeluar-

kan oleh pemerintah, sedangkan pegawasan dilaksanakan oleh peme-

rintah dan operator. Hasil menunjukkan adanya hubungan yang sig-

nifikan pada seluruh indikator dengan keselamatan penerbangan.

Terkait dengan UU No.1 Tahun 2009 tentang penerbangan, tujuan

dan objektif dari UU No. 1 tahun 2009 adalah untuk memperkenalkan

pengembangan transportasi udara Indonesia dan untuk memastikan

agar sektor transportasi udara Indonesia dapat mendukung pemba-

ngunan nasional dan layak untuk bersaing dan bertahan secara nasi-

onal, regional, dan internasional. Seluruh indikator tercakup dalam

tujuan dari UU tersebut. Undang-undang No. 1 tahun 2009 ini juga

untuk mengatur sejumlah hal yang berkaitan dengan penerbangan,

mulai dari kedaulatan di wilayah udara, pesawat produksi, operasi dan

kelaikan pesawat untuk keamanan dan keselamatan penerbangan,

pengadaan pesawat, asuransi penerbangan, investigasi kecelakaan

pesawat, dan lisensi profesional penerbangan. UU No. 1 tahun 2009

juga mengatur tentang transportasi udara terjadwal dan non-terjadwal,

kepemilikan pesawat dan penyewaan pesawat, kewajiban maskapai

penerbangan, fasilitas navigasi udara, otoritas bandara dan wilayah

informasi penerbangan. Hal tersebut secara jelas menyampaikan per-

lunya peraturan keselamatan penerbangan, harus ada pengawasan

Airmanship.indd 238 5/9/19 1:47 PM

Page 258: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

R E G U L A S I , S I S T E M P E N G AWA S A N , P E N E G A K A N H U K U M , . . . 2 3 9

dalam hal ini otoritas bandara. Hal ini menunjukkan adanya hubung-

an yang signifikan dengan seluruh indikator.

Jika dikaitkan dengan UU No. 15 Tahun 1992 tentang penerbangan,

UU No. 15 Tahun 1992 adalah untuk mewujudkan penyelenggaraan

penerbangan yang selamat, aman, cepat, lancar, tertib dan teratur,

nyaman dan berdaya guna, dengan biaya yang terjangkau oleh daya

beli masyarakat, dengan mengutamakan dan melindungi penerbang-

an nasional, menunjang pemerataan, pertumbuhan dan stabilitas,

sebagai pendorong, penggerak, dan penunjang pembangunan nasional

serta mempererat hubungan antarbangsa. Berdasarkan tujuan tersebut

maka secara tersirat seluruh indikator telah tercakup dalam UU ter-

sebut.

Jika dikaitkan dengan keselamatan penerbangan di Indonesia,

pemerintah telah memiliki Program Nasional Keamanan Penerbangan

Sipil (National Civil Aviation Security Programme) yang bertujuan untuk

keamanan dan keselamatan penerbangan, keteraturan dan keberlan-

jutan penerbangan sipil di Indonesia dengan memberikan perlindung-

an terhadap penumpang, awak pesawat udara, pesawat udara, para

petugas di darat dan masyarakat, dan instalasi di kawasan bandar

udara dari tindakan melawan hukum. Pemerintah memandang perlu-

nya paradigma baru bahwa keselamatan penerbangan merupakan

tanggung jawab bersama antara pemerintah, perusahaan penerbang-

an, dan masyarakat pengguna jasa. Berdasarkan penjelasan di atas

dengan tegas disampaikan perlunya peraturan keselamatan pener-

bangan, harus adanya pengawasan bersama antara pemerintah dengan

pihak maskapai, perlunya penegakan hukum, dan perlindungan ter-

hadap penumpang.

Sebagai langkah konkrit ke depan sesuai dengan ketentuan ICAO

yang baru, pemerintah telah memberlakukan Sistem Manajemen

Keselamatan (Safety Management System/SMS) di bidang penerbang-

an. Hal ini senada dengan indikator keempat yang dibahas penulis.

Pemerintah juga melakukan revisi Peraturan Pemerintah dan Peratur-

an Keselamatan Penerbangan/CASR untuk memasukkan persyaratan

Airmanship.indd 239 5/9/19 1:47 PM

Page 259: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

2 4 0 A I R M A N S H I P

Sistem Manajemen Keselamatan berupa tanggung jawab keselamat-

an oleh Presiden Direktur, sistem identifikasi bahaya, menganalisis

risiko dan tindak lanjut mengurangi risiko, kewajiban melakukan

evaluasi keselamatan secara berkala, indikator keselamatan, internal

evaluasi, emergency response plan yang dituangkan dalam safety ma-

nual airline.

Di dalam amanat UU No. 15 Tahun 1992 dan Peraturan Pemerintah

No. 3 Tahun 2001, Menteri Perhubungan telah menetapkan Program

Pengamanan Penerbangan Sipil yang terdiri dari Program Pengamanan

Bandar Udara dan Program Pengamanan Perusahaan Angkutan Udara.

Berdasarkan Program Pengamanan Perusahaan Angkutan Udara, dalam

pengoperasiannya setiap maskapai diwajibkan membuat Airline Secu-

rity Programme (ASP) dan Airline Manual (AM) yang memuat antara lain:

(1) Prosedur pengoperasian pesawat udara; (2) Personil pesawat udara;

(3) Fasiltas peralatan; (4) Pesawat udara; (5) Airline Contingency Plan

(untuk ASP); dan (6) Airline Emergency Plan (untuk Airline Manual).

Pembahasan di atas menunjukkan bahwa pihak maskapai terlibat

dalam pembuatan peraturan keselamatan penerbangan, dan ikut

serta dalam pengawasan. Selain kedua indikator tersebut, indikator

penegakan hukum, dan sistem manajemen keselamatan penerbangan

tercakup dalam program pengamanan penerbangan sipil.

Tanggung jawab pemerintah terhadap keselamatan penerbangan

diberikan kepada Ditjen Hubud Kemenhub RI yang meliputi:

1) Menjamin bahwa sarana transportasi yang disediakan memenuhi

persyaratan keselamatan penerbangan secara konsisten dan terus

menerus. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh indikator mempu-

nyai hubungan yang signifikan dengan keselamatan penerbangan.

2) Secara konsisten dan terus menerus melakukan pengawasan de-

ngan melakukan pengecekan terhadap pemenuhan peraturan

perundang-undangan dan peraturan keselamatan penerbangan

yang berlaku. Terkait dengan hal tersebut, indikator yang diguna-

kan untuk mengukur tanggung jawab pemerintah adalah penga-

wasan keselamatan penerbangan.

Airmanship.indd 240 5/9/19 1:47 PM

Page 260: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

R E G U L A S I , S I S T E M P E N G AWA S A N , P E N E G A K A N H U K U M , . . . 2 4 1

3) Penegakan hukum secara konsisten terhadap pelanggaran peme-

nuhan regulasi secara administrasi berupa pencabutan sertifikat.

Terkait dengan hal tersebut, indikator yang sesuai untuk mengu-

kur tanggung jawab pemerintah adalah penegakan hukum. Ber-

dasarkan analisis di atas maka penulis menyimpulkan bahwa

tanggung jawab pemerintah sesuai dengan tujuan keselamatan

penerbangan.

Terdapat beberapa kajian yang berhubungan dengan keselamatan

penerbangan karena konsekuensi logis dari The Swiss Cheese Model

yang menyatakan bahwa kecelakaan pesawat tidak disebabkan oleh

satu kegagalan saja tetapi merupakan kombinasi dari beberapa kesa-

lahan secara beruntun. Kajian penulis senada dengan Wignjosoebroto

dan Zaini (2007) yang menyatakan beban kerja memiliki kaitan dengan

kecenderungan human factor yang bisa menyebabkan terjadinya ke-

celakaan. Penulis juga senada dengan Nrangwesti (2011) yang menyim-

pulkan tinjauan aspek yuridis normatif pada pilot pesawat udara

memegang peranan yang sangat penting dan menunjukkan pilot

pesawat udara harus menjamin keselamatan dan keamanan pener-

bangan serta mempunyai kewenangan untuk menindak tegas orang

yang diduga melakukan tindak pidana di dalam pesawat udara yang

sedang terbang. Dengan demikian, penegakan hukum mempunyai

hubungan yang signifikan dengan keselamatan penerbangan.

Pembahasan pada buku ini merupakan lanjutan dari penelitian

Alsowayigh (2014) yang meneliti pengaruh safety culture untuk pener-

bangan di Arab Saudi. Dalam pandangannya keselamatan penerbang-

an diukur dengan sikap pilot yang berakibat pelanggaran dan kesa-

lahan dari pilot. Hasil mengungkapkan bahwa safety culture memiliki

pengaruh langsung pada sikap pilot (pelanggaran) dan efek tidak

langsung pada perilaku pilot error. Selain itu, budaya keselamatan

memiliki efek yang kuat untuk meningkatkan komitmen pilot pada

maskapai. Pada buku ini, variabel yang digunakan untuk meneliti

keselamatan penerbangan adalah Airmanship dan implementasi ke-

Airmanship.indd 241 5/9/19 1:47 PM

Page 261: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

2 4 2 A I R M A N S H I P

bijakan publik sehingga secara makna dan hasil, buku ini senada de-

ngan pendapat Alsowayigh tetapi memiliki perbedaan dalam konsep

dan pendekatan teori.

Pruchniki dkk. (2010) yang memprediksi kelelahan pilot ditinjau

dari riwayat waktu tidur/bangun dan fase circadian juga menjadi per-

hatian penulis untuk dianalisis. Senada juga dengan Mustopo (2012)

yang menganalisis “fatigue”, sebab-sebab timbulnya fatigue, indikator

fatigue, dan pengaruhnya pada aspek psikologis yang berhubungan

dengan kegagalan performance. Penulis juga mendukung De Mello dkk.

(2008) yang melakukan kajian untuk menganalisis hari (shift) di mana

sering terjadi kecelakaan bagi pilot di Brazil. Hasil menunjukkan ada-

nya hubungan waktu terbang dengan kecelakaan. Kecelakaan terjadi

pada 35% penerbangan pagi sampai dengan siang hari, 32% sore hari,

26% malam hari dan 7% pagi hari antara pukul 00.00-06.00 waktu

setempat. Analisis penulis menyatakan bahwa waktu penerbangan

berkaitan dengan implementasi kebijakan publik.

Berbeda dengan Li dkk. (2009) yang melakukan kajian untuk me-

ngetahui hubungan antara faktor lokasi, kondisi cuaca dan usia pilot

terhadap terjadinya kecelakaan pesawat. Hasil menunjukkan usia pilot

dan total jam terbang tidak memliki pengaruh yang signifikan terha-

dap terjadinya kecelakaan pesawat udara. Sedangkan pada jam terbang

mempunyai hubungan yang signifikan dengan Airmanship yang seca-

ra logis berhubungan dengan implementasi kebijakan publik dan ke-

selamatan penerbangan.

Hubungan antara perilaku pilot berpengaruh signifikan secara

kuantitatif maupun kualitatif. Analisis Hubungan antara Airmanship

pilot dengan implementasi kebijakan publik yang menyatakan ada

pengaruh yang signifikan diperkuat dengan pendapat para pakar.

Hasil ini juga merupakan penguatan dan mendukung teori-teori sebe-

lumnya yang berkaitan dengan seluruh variabel yang dibahas pada

buku ini. Dari hasil tersebut, penulis menyimpulkan bahwa hubungan

antara teori tersebut terbukti secara kuantitatif maupun kualitatif.

Airmanship.indd 242 5/9/19 1:47 PM

Page 262: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

R E G U L A S I , S I S T E M P E N G AWA S A N , P E N E G A K A N H U K U M , . . . 2 4 3

C. FungSi pEngAwASAn inTErnAL

Dalam hal fungsi pengawasan, permasalahan terletak pada kurangnya

pengawasan internal dalam organisasi operator maupun regulator. Me-

nurut analisis penulis, hal tersebut terjadi karena banyak faktor. Jika

ditinjau dari pihak operator maka faktor tersebut yaitu: 1) Adanya konflik

internal sesama pilot; 2) Masalah biaya operasional maskapai yang belum

mewadahi; 3) Pihak manajemen yang orientasi bisnis; 4) Pengetahuan

dan pemahaman tentang kebijakan publik yang belum maksimal; dan 5)

Kurangnya penegakan hukum. Jika ditinjau dari pihak regulator maka

faktor penyebab kurang optimalnya fungsi internal kontrol yaitu: 1) Ada-

nya konflik internal antara oknum operator dengan regulator; 2) Kurang-

nya pemahaman tentang kebijakan publik; 3) Kurangnya pemahaman

tentang filosofi penerbangan; 4) Kesejahteraan dari oknum regulator

yang belum layak; 5) Anggaran untuk pengawasan belum optimal; 6)

Masalah politik yang dapat memengaruhi kebijakan publik. Berdasarkan

hasil dan analisis tersebut maka penulis menyimpulkan bahwa dibutuh-

kan fungsi eksternal kontrol yang independen untuk mengawasi pelak-

sanaan kegiatan penerbangan. Jika dianalisis secara teori implementasi

kebijakan publik yang dikemukakan oleh Easton yang menyatakan

bahwa sistem kebijakan publik ibarat sistem biologi yang saling terkait

anatara suatu organ dengan organ yang lain. Sehingga fungsi pengawas-

an eksternal ini bertugas untuk menjaga supaya sistem tersebut berjalan

seperti yang diharapkan. Fungsi eksternal tersebut merupakan badan

atau lembaga yang independen berada di bawah Presiden.

D. FungSi KonTroL EKSTErnAL

Terkait dengan fungsi kontrol eksternal, terdapat perdebatan menge-

nai perlu atau tidak diperlukannya fungsi kontrol eksternal. Berdasar-

kan hasil tersebut maka penulis menganalisis hasil diskusi dengan

memberikan konsep fungsi kontrol eksternal seperti dijelaskan pada

Gambar 9.1.

Airmanship.indd 243 5/9/19 1:47 PM

Page 263: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

2 4 4 A I R M A N S H I P

gambar 9.1. Konsep Fungsi Kontrol eksternal

Berdasarkan gambar 9.1. Konsep Fungsi Kontrol Eksternal dapat

dijelaskan fungsi kontrol yang dikonsepkan sebagai berikut:

a. Keselamatan penerbangan berdampak langsung terhadap publik,

operator, maupun regulator.

b. Operator memberikan jasa langsung ke publik.

c. Badan internal mengawasi operator dan regulator.

d. Badan internal memberikan saran dan revisi bilamana terjadi ke-

kurangan.

e. Regulator merevisi kebijakan publik jika ada yang masih belum

sempurna.

f. Operator melaksanakan langsung kebijakan publik.

g. Badan internal mengawasi, mengevaluasi dan merekomendasikan

implementasi kebijakan publik ke pihak operator

h. Badan kontrol eksternal mengawasi, mengevaluasi dan mereko-

mendasikan implementasi kebijakan publik ke pihak operator dan

regulator berdasarkan pengawasan di lapangan maupun mendapat

pengaduan dari publik.

i. Badan kontrol eksternal bertanggung jawab kepada Presiden.

Airmanship.indd 244 5/9/19 1:47 PM

Page 264: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

R E G U L A S I , S I S T E M P E N G AWA S A N , P E N E G A K A N H U K U M , . . . 2 4 5

Secara singkat, pembahasan pada buku ini tergambar pada grafik

di bawah ini.

gambar 9.2 Diagram Airmanship: Implementasi Kebijakan

Menuju Keselamatan Penerbangan

Analisis dan pembahasan Kualitatif

• Wawancara• FGD

Airmanship Pilot

Implementasi Kebijakan

Publik

Keselamatan Penerbangan

Variabel Independen

Perilaku

Kecerdasan Emosi

Efikasi Diri

Model Struktural

Analisis dan pembahasan Kuantitatif

• Validitas• Reabilitas• Indeks Kesesuaian

Setiap Variabel dianalisis dengan indikator yang digunakan berdasarkan teori dan penulisan buku sebelumnya.

Rekomendasi

• Fungsi Pengawasan Internal• Fungsi Pengawasan

Eksternal

Implikasi

• Implikasi Teoritis • Implikasi Praktis

Hubungan Teoritis Hubungan Teoritis Hubungan Teoritis

• Implikasi Teoritis• Implikasi Praktis

Pada diagram di atas terdapat beberapa variabel yang memiliki

korelasi positif antara perilaku, kecerdasan emosi, efikasi diri, airman-

ship, implementasi kebijakan publik, dan keselamatan penerbangan.

Untuk dapat mengetahui besaran korelasi antar variabel-variabel

tersebut, penulis telah melaksanakan analisis dengan menggunakan

Airmanship.indd 245 5/9/19 1:47 PM

Page 265: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

2 4 6 A I R M A N S H I P

model Structural Equation Model (SEM) yang telah dibahas pada bab-

bab sebelumnya secara terpisah. Pada bagian ini, penulis secara khu-

sus memetakan hubungan korelasi terhadap seluruh variabel tersebut

yang diperkuat dengan hasil analisis dari model SEM yang tergambar

pada diagram di bawah ini:

gambar 9.3 Hubungan Korelasi antara Airmanship dengan Perilaku,

Kecerdasan emosi, efikasi Diri, Implementasi Kebijakan Publik,

dan Keselamatan Penerbangan.

PERILAKU  

KEC.  EMOSI  

EFIKASI  DIRI  

AIRMANSHIP   IMPLEMENTASI  KEBIJAKAN  PUBLIK  

KESELAMATAN  PENERBANGAN  

0,41  

0,32  

0,24  

0,55   0,25  

Sumber:  Diolah  oleh  Penulis,  2017.  

Pada grafik di atas, penulis menemukan sebuah keterkaitan anta-

ra Airmanship dengan perilaku, kecerdasan emosi, efikasi diri, imple-

mentasi kebijakan publik, dan keselamatan penerbangan. Hubungan

korelasi antara airmanship dengan perilaku yang mencakup kebiasaan,

respons, stimulus, dan sikap pilot memiliki skor sebesar 0,41 yang

memiliki arti bahwa semakin baik perilaku seorang pilot maka jiwa

airmanshipnya akan meningkat. Hubungan korelasi antara airmanship

dengan kecerdasan emosi yang indikatornya terdiri dari pengelolaan

emosi, motivasi diri, kemampuan membina hubungan, dan kemam-

puan beradaptasi memiliki skor sebesar 0,32 sehingga jika kecerdasan

emosi seorang pilot meningkat maka dapat dipastikan airmanship

pilot mereka juga akan meningkat. Dalam hal efikasi diri yang diukur

Airmanship.indd 246 5/9/19 1:47 PM

Page 266: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

R E G U L A S I , S I S T E M P E N G AWA S A N , P E N E G A K A N H U K U M , . . . 2 4 7

dari pengalaman jam terbang, usaha dan persistensi tinggi, level ke-

mampuan, generalisasi, dan kekuatan bertahan, memiliki hubungan

korelasi dengan airmanship sebesar 0,24 sehingga efikasi diri memiliki

korelasi positif terhadap peningkatan airmanship pilot. Implementasi

kebijakan publik terhadap keselamatan penerbangan memiliki nilai

hubungan korelasi sebesar 0,25. Dalam hal ini, dapat diartikan bahwa

semua peraturan dari tingkatan konseptual sampai dengan teknis

apabila diimplementasikan dengan baik maka dapat meningkatkan

keselamatan penerbangan.

gambar 9.4 Hubungan Korelasi antara Airmanship

dengan Implementasi Kebijakan Publik

beradaptasi memiliki skor sebesar 0,32 sehingga jika kecerdasan emosi seorang pilot

meningkat maka dapat dipastikan airmanship pilot mereka juga akan meningkat. Dalam hal

efikasi diri yang diukur dari pengalaman jam terbang, usaha dan persistensi tinggi, level

kemampuan, generalisasi, dan kekuatan bertahan, memiliki hubungan korelasi dengan

airmanship sebesar 0,24 sehingga efikasi diri memiliki korelasi positif terhadap peningkatan

airmanship pilot. Implementasi kebijakan publik terhadap keselamatan penerbangan

memiliki nilai hubungan korelasi sebesar 0,25. Dalam hal ini, dapat diartikan bahwa semua

peraturan dari tingkatan konseptual sampai dengan teknis apabila diimplementasikan

dengan baik maka dapat meningkatkan keselamatan penerbangan.

ublik

Selain itu, penulis juga menemukan sebuah keterkaitan antara airmanship dengan

implementasi kebijakan publik yang dibuktikan dengan hasil analisis SEM dengan skor yang

signifikan sebesar 0,55. Skor ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara

airmanship dengan implementasi kebijakan publik. Dalam hal ini, grafik diagonal di atas

menunjukkan bahwa jika skor airmanship seseorang 55 maka skor implementasi kebijakan

publik berada pada nilai 100. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai airmanship

yang dimiliki oleh seorang pilot maka pilot tersebut semakin memahami kebijakan pada

level strategis maupun aturan teknis yang harus dikuasai. Dengan demikian, jika pilot

memiliki nilai airmanship yang tinggi, maka pilot tersebut dapat dipastikan memahami

Implementasi Kebijakan Publik

Airmanship

55

100

10040

22

182

Selain itu, penulis juga menemukan sebuah keterkaitan antara

airmanship dengan implementasi kebijakan publik yang dibuktikan

dengan hasil analisis SEM dengan skor yang signifikan sebesar 0,55.

Skor ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara

airmanship dengan implementasi kebijakan publik. Dalam hal ini,

grafik diagonal di atas menunjukkan bahwa jika skor airmanship se-

seorang 55 maka skor implementasi kebijakan publik berada pada

nilai 100. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai airmanship

Airmanship.indd 247 5/9/19 1:47 PM

Page 267: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

2 4 8 A I R M A N S H I P

yang dimiliki oleh seorang pilot maka pilot tersebut semakin mema-

hami kebijakan pada level strategis maupun aturan teknis yang harus

dikuasai. Dengan demikian, jika pilot memiliki nilai airmanship yang

tinggi, maka pilot tersebut dapat dipastikan memahami semua kebi-

jakan dan aturan dalam dunia penerbangan sehingga pilot tersebut

dapat terhindar dari kecelakaan penerbangan.

Dari penjelasan di atas, penulis menyimpulkan bahwa airmanship

merupakan jiwa, pedoman, atau norma yang harus dipahami, dilak-

sanakan, dan ditaati oleh seluruh pilot dan personel penerbangan.

Dalam hal ini, penulis merekomendasikan tentang perlunya perumus-

an standar airmanship yang dituangkan dalam kebijakan publik yang

dapat diartikan sebagai Blanked of Airmanship agar setiap personel

maupun operator memiliki pemahaman dan kesadaran yang sama

dalam melaksanakan operasi penerbangan. Dalam meningkatkan

efektivitas implementasi kebijakan yang terkait dengan keselamatan

penerbangan, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu:

a. Perusahaan penerbangan dan pihak-pihak lain yang terkait dengan

keselamatan penerbangan perlu melaksanakan pelatihan secara

terstruktur dan periodik guna meningkatkan profesionalisme

personel dalam hal manajemen keselamatan penerbangan.

b. Perlu dilakukan ‘pemaksaan’ dan pemberian sanksi tegas pada

seluruh individu yang terlibat dalam operasi penerbangan untuk

mengimplementasikan kebijakan yang terkait dengan keselamat-

an transportasi dalam rangka menghindari terjadinya kecelakaan

sebagaimana diatur dalam Pasal 11 UU No. 1 Tahun 2009 tentang

Penerbangan.

c. Perlu diberikan pemberdayaan pada masyarakat yang dirumuskan

dalam kebijakan pada tingkat Keputusan Menteri untuk menga-

wasi implementasi kebijakan yang terkait dengan keselamatan

penerbangan.

Airmanship.indd 248 5/9/19 1:47 PM

Page 268: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

DAFTAR PUSTAKA

Abdulkadir, M. 1998. Hukum Pengangkutan Niaga. Citra Aditya Bhakti.

Bandung.

Admosudidjo SP., 1990. Dasar-dasar Administrasi Negara. Ghalia Indo-

nesia.

Ali, Faried dan Baharuddin. 2014. Ilmu Administrasi Dalam Pendekatan

Hakikat Inti. PT Refika Aditama. Bandung.

Alsowayigh, M. 2014. Assessing Safety Culture Among Pilots in Saudi

airlines: A Quantitatif Study Approach. Florida: Department of In-

dustrial Engineering and Management System in the College of

Engineering and Computer Science at the University of Central

Florida Orlando.

Anderson, J. E. 1979. Public Policy Making. Holt, Rinehart and Winston.

New York.

Arikunto, S. 1993. Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktek). Rine-

ke Cipta. Jakarta.

, 2006. Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktik).EdRevisiVI,

Penerbit PT Rineka Cipta, Jakarta.

ASBCA. 2012. Aviation Safety Boeing Commercial Airplanes: Statistical

Summary of Commercial Jet Airplane Accident. Seattle. Washington.

Bandura. 1997. Self Efficacy: The Exercise of control. W. H. Freeman. New

York.

Airmanship.indd 249 5/9/19 1:47 PM

Page 269: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

2 5 0 A I R M A N S H I P

Baron, R.A. and Byrne, D.E. 1984. Social Psychology: Understanding Hu-

man Interaction, USA: Allyn and Bacon.

, 1997. Social Psychology, Boston: Allyn and Bacon.

Bateman, Thomas S. dan Snell, Scott A. 2004. Management: The New

Competitive Landscape. Sixth Edition. McGraw Hill. New York.

Bohlander, George., and Snell, Scott. 2010. Principles of Human Resour-

ce. Management. 15th ed. Mason. OH: South Western – Cengage

Learning

Bollen. 1989. Structural Equation with Latent Variabels. John Wiley and

Sons. New York.

Boomsma dan Hoogland. 2001. The Robustness of LISREL Modeling Re-

visited. Structural Equation Modeling: Present and Future, A festtsc-

hrift in Honor of Karl Joreskog. Chicago: Scientific Software Inter-

national.

Byars, Lloyd L., Rue, Leslie W. 2005. Human Resource Management.

Ninth Edition. McGraw Hill.New York.

Chandler, Ralph C., dan Jack, C., Plano. 1982. Public Administration

Dictionary. John Wiley and Sons. New York.

Cooper, Robert K. dan Sawaf, A. 2001. Executive EQ: Emotional Intelli-

gence in Leadership and Organizations. Terjemahan, PT Gramedia

Pustaka Utama. Jakarta.

Craig, P. A. 1992. Be a Better Pilot: Making The Right Decision. McGraw

Hill. Philadelphia.

, 2012. The Killing Zone, How and why Pilot Die. Second Edition. Mc

Graw Hill. Tennessee.

Danim. 2000. Ilmu-ilmu Perilaku. Bumi Aksara. Jakarta.

Daudelin et all. 2006. Focus Group Research and the Patient’s View.

Social Science and Medicine.

Davis, M. 2006. Test EQ Anda. Terjemahan. Mitra Media. Jakarta. Des-

sler, G. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi kesepuluh

Jilid 1. Indeks. Jakarta.

De Maria (2007). Understanding Airmanship, Aviation Channel.

Airmanship.indd 250 5/9/19 1:47 PM

Page 270: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

D a f t a r P u s t a k a 2 5 1

De Mello, M.T., Esteves, A.M., Pires, M.L.N., Santos, D.C., Bittencourt,

L.R.A, Silva, R.S., & Tufik, S. 2008. Relationship Between Brazilian

Airline Pilot Errors and Time of Day. Brazilian Journal of Medical and

Biological Research. Brazil.

Dunn, William N., 2003. Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: Gadjah

Mada University Press.

Easton D (1953). The Political System, New York: Knopf, hal.129.

Ebbage, Louise, dan Phil D. S. 2003. Airmanship Training For Modern

Aircrew. Bristol: BAE Systems.

Edward III, 1980. Implementation Public Policy. Washington DC: Cong-

resional Quarter Press.

Eulau dan Prewith, 1973. Canadian Journal of Political Science/Revue

canadienne de science politique, Volume 9, Issue 01, Heinz Eulau and

Kenneth Prewitt, “Labyrinths of Democracy: Adaptations, Linkages,

Representation, and Policies in Urban Politics”. Indianapolis: Bobbs-

Merrill Company, 1973, pg. 465)

Fayol H., 1930. Industrial and General Management.

Ferdinand A. 2002. Structural Equation Modelling Dalam Penelitian Ma-

najemen. Seri Pustaka Kunci. Semarang.

Fischer F., Miller G. J., dan Sidney M. S., 2007. Handbook of Public Poli-

cy Analysis Theory, Politics, and Methods, Rutgers University Newark,

New Jersey, U.S.A. Taylor & Francis Group, LLC, CRC Press is an

imprint of Taylor & Francis Group, an Informa business.

Fiyanzar, A. E., Nusraningrum, D., dan Arofat, O., 2016. Penerapan Safety

Management System Pada Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navi-

gasi Penerbangan Indonesia Jurnal Manajemen Transportasi Dan

Logistik, STMT Trisakti, Jakarta.

Fornell dan Lacker. 1981. Structural Equation Modelings with Unobser-

vable Variables and Measurements Error: Algeebra and Statistics.

Ghozali dan Fuad. 2005. Structural Equation Modeling: Teori, Konsep,

dan Aplikasi Dengan Program Lisrel 8.54. Semarang: Universitas

Diponegoro

Airmanship.indd 251 5/9/19 1:47 PM

Page 271: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

2 5 2 A I R M A N S H I P

Grindle, Merilee S., (ed), 1980. Politics and Apolicy Implementation in the

Third World, New Jersey: Princetown University Press.

Goleman, D. 2000. “Emotional intelligence: Issues in paradigm building.”

D. Goleman, & C. Cherniss (eds.), The Emotionally Intelligent Wor-

kplace.

Hawkins, F.H. 1993. Human Factors in Flight (2nd Edition). Hants Gower

Technical Press: UK.

Huang, R., 2002. On the Nature of Public Policy. Chinese Public Adminis-

tration Review, Volume 1, Number 3 of 4. Peking University: Beijing.

Islamy, M. I. 1998. Agenda kebijakan Administrasi Negara. Universitas

Brawijaya: Malang.

, 2004. Prinsip-prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara. Bumi

Aksara: Jakarta

Ivancevich, John M., Konopaske, R., Matteson, Michael T., 2005, Orga-

nization Behavior and Management, Seventh Edition. McGraw Hill:

Boston.

Jarvis et all, C. M. 2003. A critical Review of Construct Indicators and

Measurement Model Misspecification in Marketing and Consumer

Research. Journal of Consumer Research, Vol. 13 . 199-218.

John,D.Cox.2011.Emotional Intelligence and its Role in Collaboration.

Proceedings of ASBBS, ASBBS Annual Conference:LasVegas.Volume

18, Number 1, pp. 435

Kaluku E. W., Kairupan, B. H., Engkeng, S., 2014. Hubungan Antara

Motivasi Kerja Dan Kecerdasan Emosi Dengan Stres Kerja Perawat Di

Poliklinik Blu Rsup Prof. Dr. R. D. Kandou Kota Manado, Fakultas

Kesehatan Masyarakat, Universitas Sam Ratulangi, Manado.

Kern, T. 1997. Redifining Airmanship. McGraw Hill Professional: United

States.

, 2010. Foundations of Professional Airmanship and Flight Dicipline.

Convergent Performance. Colorado Springs: Colorado.

Kwick R., 1974. Measurement Of Malows Need Hirarchy, Journal of Orga-

nizational Behavior Human Performance.

Airmanship.indd 252 5/9/19 1:47 PM

Page 272: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

D a f t a r P u s t a k a 2 5 3

Labbaf H., Ansari E.M. dan Masaodi M. 2011. The Impact of the Emotio-

nal Intelligence on Dimensions of Learning Organization, The Case

of Isfahan university. Interdisciplinary Journal of Contemporary

ResearchinBusiness.Vol3,No5.

Lewis, W. C. dan Stuart C. G. 2005. The Ethics Challenge in Public Servi-

ce: A Problem-Solving Guide. Dalam Market Street, Jossey-Bass, San

Fransisco.

Li, G., Pressley, C.J., Qiang, Y. dan Rebok, G.W. 2009. Geographic Region,

Weather, Pilot Age, and Air Carrier Crashes: a case-control study.

Abstract Aviation Space and Environmental Medicine 80(4): 386- 90.

Loehlin, 1998. Latent Variable Models: An Introduction to Factor, Path,

and Structural Analysis. Lawrence Erlbaum Associates.

Luthans, F. 2006. Perilaku Organisasi.(AlihBahasaV.A.Yuwono,dkk).

Edisi Bahasa Indonesia. Penerbit Andi: Yogyakarta.

, 2011. Organization Behaviour, Published by McGraw-Hill/ Irwin, a

business unit of The McGraw-Hill Companies, Inc., 1221 Avenue of

the Americas, New York, NY, 10020. Twelfth Edition

Martono, K. 1995. Hukum Udara, Angkutan Udara Dan Hukum Angkasa,

Hukum Laut Internasional. Mandar Maju: Bandung.

, 2015. Pakar: UU Penerbangan Tak Berlaku Bagi Kecelakaan Air Asia

QZ8501, http://www.hukumonline.com/berita/ baca/lt54d4e-

a0528ba3/pakar--uu-penerbangan-tak-berlaku-bagi- kecelakaan-

airasia-qz8501

Maslow, A. H. 1984. Motivasi dan Kepribadian, Seri Manajemen No. 104

Cetakan Pertama PT. Pustaka Binaman Pressindo, (Maslow 1984)

Jakarta.

Mazmanian, Daniel H., dan Paul A. Sabatier, 1983. Implementation and

Public Policy. New York: HarperCollins.

Meter,DonaldVan,danCarlVanHorn,1975,“The Policy Implementati-

on Process: A Conceptual Framework dalam Administration and

Society 6, 1975, London: Sage.

Airmanship.indd 253 5/9/19 1:47 PM

Page 273: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

2 5 4 A I R M A N S H I P

Moenir, H. A. S. 1995. Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia. Bumi

Aksara: Jakarta.

Nawaz, S. dan Gilani, N. 2011. Relationship of Parental and Peer Attach-

ment bonds with career decision-making self efficacy among adoles-

cent and postadolescents. Journal of Behavioural Sciences, 21 (1),

33-47.

Nakamura, Robert. T dan Frank Smallwood, (1980). The Politics of Policy

Implementation, New York: St. Martin Press.

Notoatmodjo, S. 2012. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan, Edi-

si Revisi, Rineka Cipta, Jakarta,

Nugroho, R. 2014. Public Policy Teori Manajemen Dinamika Analisis

Konvergensi dan Kimia Kebijakan.PTElexMediaKomputindo.Gra-

media. Jakarta.

Nrangwesti, A. 2011. Aspek Yuridis Normatif Tentang Pilot Pesawat Uda-

ra. Jurnal Hukum FH.UNISBA XII (1): 14.

Pakan, W. 2008. Faktor Penyebab Kecelakaan Penerbangan di Indonesia

Tahun 2000-2006. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perhubung-

an Udara, Jakarta: Kementerian Perhubungan.

Pruchnicki, S.A., Wu, L.J. dan Belenky, G. 2010. An Exploration of The

Utility of Mathematical Modeling Predicting Fatigue from Sleep/ Wake

History and Circadian Phase Applied in Accident Analysis and Preven-

tion: The Crash of Comair Flight 5191, Accident Analysis and Preven-

tion (43) 1056-1061.

Reason, J. 1990. Human Error. Cambridge University Press: UK. Rebok,

G.W., Qiang, Y., Baker, S.P., dan Li, G. 2009. Pilot Age and

Error in Air Taxi Crashes. Abstract Aviation Space and Environmental

Medicine 80 (7): 647-51.

Robbins, S. P. 2003. Perilaku Organisasi. Terjemah Tim Indeks. PT Indeks

Gramedia. Jakarta

, 2007. Organizational Behavior, Twelfth Edition. Upper Saddle River.

Pearson Education. Inc. New Jersey.

Rohit, R. 2000. Design And Management of Service Processes. Addison

Wesley Pbl. Company. Massachusetts.

Airmanship.indd 254 5/9/19 1:47 PM

Page 274: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

D a f t a r P u s t a k a 2 5 5

Sandjojo, N. 2011. Metode Analisis Jalur (Path Analysis) dan Aplikasinya.

Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.

Santoso, S., 2007. Structural Equation Modelling: Konsep dan Aplikasi

dengan AMOS.PTElexMediaKomputindo.Jakarta.

Schwartz, R. and Gottman, J.M. 1976. Toward a Task Analysis of Asser-

tive Behavior Journal of Consulting and Clinical Psychology.Vol44

No 6.

Setiana, 2013. Dinamika Peneyesuaian Diri Pilot Asing di Maskapai Pe-

nerbangan Lokal. Universitas Pendidikan Indonesia.

Sinambela, L. P. 2010. Reformasi Pelayanan Publik. Jakarta. Bumi Aksa-

ra.

Sisilia Y., 2009. Implementasi Sistem Manajemen Keselamatan Sebagai

Standar Keselamatan Pelayanan Lalu Lintas, Bisnis & Birokrasi Jour-

nal, Vol 16, No.3. Universitas Indonesia, Jakarta.

Sitorus, M. 2007. Sosiologi. Cahaya Budi. Bandung.

Skinner, B. 2013. Ilmu Pengetahuan dan Perilaku Manusia. Pustaka Pel-

ajar. Yogyakarta.

Smith K. B., Dan Larimer C. B., 2009. The Public Policy Theory Primer.

Published by Westview Press, Central Avenue, Boulder, CO 80301.

Soenarko. 2000. Public Policy; Pengertian Pokok untuk Memahami dan

Analisa Kebijaksanaan Pemerintah. Airlangga University Press. Su-

rabaya.

Solimun. 2002. Structural Equation Modeling LISREL dan Amos. Fakultas

MIPA Universitas Brawijaya. Malang.

Stein, Steven J. and Book, H. E. 2004. Ledakan EQ. 15 Prinsip Dasar Ke-

cerdasan Emosi Meraih Sukses. PT Mizan Pustaka-Kaifa. Bandung.

Suartha, N., 2013. Pengaruh Kapasitas Rumah Tangga, Budaya dan Pem-

berdayaan Terhadap Sikap Serta Keberdayaan Rumah Tangga Miskin

di Kabupaten Karangasem, Bali, Universitas Udayana.

Subarsono, A.G. 2011. Analisis kebijakan Publik: Konsep. Teori dan Apli-

kasi. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Sudibyo, Dudi, dan Handoyo S. 2011. Aviapedia Ensiklopedia Umum

Penerbangan. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara.

Airmanship.indd 255 5/9/19 1:47 PM

Page 275: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

2 5 6 A I R M A N S H I P

Supranto, 1997. Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan. Jakarta: Ri-

neka Cipta.

Sukawaningtyas, M. 2007. Kelelahan Pilot dan Strategi Mengatasinya.

http://etd.repository.ugm.ac.id/index.php?mod=penelitian_deta-

il&sub=PenelitianDetail&act=view&typ=html&buku_id=35379.

Downloaded at July, 12, 2016.

Suryanato. 1997. Mencermati Penyebab Rontoknya Burung Besi. Dalam

Intisari, oleh Gramedia. Gramedia. Jakarta.

Tahir, A. 2015. Kebijakan Publik dan Transparansi Penyelenggaraan Pe-

merintah Daerah. Alfabeta. Bandung.

Taylor, F.W., 1911. The Principles of Scientific Management.

Tvaryanas, A.P., & MacPherson, G.D., (2009), Fatigue in Pilots of Remo-

tely Piloted Aircraft Before and After Shift Work Adjusment, Aviation,

Space, and Environmental Medicine, 80 (5).

Wahab, S. A. 1997. Analisis Kebijaksanaan: Dari Formulasi ke Implemen-

tasi Kebijakan Negara. Edisi Kedua. Bumi Aksara. Jakarta.

, 1999. Ekonomi Politik Pembangunan; Bisnis Indonesia Era Orde Baru

dan Di tengah Krisis Moneter. PT Danar Wijaya. Brawijaya University

Press.

Walpole dan Myres. 1995. Ilmu Peluang Untuk Insinyur dan Ilmuwan.

ITB. Bandung.

Wawan W., 2012. Analisis respons adaptasi jaringan otak pasca induksi

hipoksia hipobarik intermiten pada tikus: Kajian khusus pada eks-

presihypoxiinduciblefactor-1a,Disertasi,UniversitasIndonesia

Wiegmann, Douglas A., dan Scott A. S. 2000. The Human Factors Anal-

ysis and Classification System–HFACS.Technical Report, 1FAA Civil

Aeromedical Institute; University of Illinois , Washington, DC: Fe-

deral Aviation Administration, 15.

Wignjosoebroto, S. dan Zaini, P. 2007. Studi Aplikasi Ergonomi Kognitif

Untuk Beban Kerja Mental Pilot Dalam Pelaksanaan Prosedur Pengen-

dalian Pesawat Dengan Metode SWAT, [online].www.its.ac.id. Dow-

nloaded at July, 12, 2016.

Airmanship.indd 256 5/9/19 1:47 PM

Page 276: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

D a f t a r P u s t a k a 2 5 7

Winarno, B. 2002. Teori dan Proses Kebijakan Publik. Media Pressindo.

Yogyakarta.

Yadav, N. 2011. Emotional intelligence and its effects on job performance:

A comparative study on life insurance sales professionals. Internati-

onalJournalofMultidisciplinaryResearch,Vol.1Issue8,hal248-260.

Zazili, A., 2008. Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Pada Trans-

portasi Udara Niaga Berjadwal Nasional, Tesis, Universitas Dipone-

goro, Semarang.

Airmanship.indd 257 5/9/19 1:47 PM

Page 277: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

Airmanship.indd 258 5/9/19 1:47 PM

Page 278: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

TENTANG PENULIS

Dr. A. Adang Supriyadi, lahir di Surabaya,

Jawa Timur, 14 Mei 1962. Penulis merupakan

seorang perwira tinggi aktif TNI Angkatan

Udara dari Korps Penerbang. Penulis lulus

dari Akademi Angkatan Udara (AAU) tahun

1985, kemudian melanjutkan pendidikan

pengembangan umum, antara lain di Sekkau

angkatan ke-55 lulus tahun 1994, Seskoau

angkatan ke-35 lulus tahun 1998, Sesko TNI

angkatan ke-35 lulus tahun 2008, dan Lemhannas angkatan ke-46

lulus tahun 2011. Sementara itu, pada jalur pendidikan formal, penulis

telah berhasil menyelesaikan pendidikan sarjana, magister, dan pro-

gram doktoral di Universitas Brawijaya, Malang, dengan memfokuskan

disertasi tentang keselamatan penerbangan di Indonesia.

Penulis memiliki keahlian dalam bidang penerbangan yang meli-

puti Flight Safety, CASR (Civil Aviation Safety Regulation), Airmanship,

SIG (Sistem Informasi Geografis), Penginderaan Aktif dan Pasif, FIR

(Flight Information Region), KKOP (Kawasan Keselamatan Operasi

Penerbangan), Foto Udara, Airport Maintenance, dan ATS (Air Traffic

Service) Annexes 11. Dengan berbagai keahlian dan pengalamannya,

penulis dipercaya sebagai Dosen Tetap Fakultas Teknologi Pertahanan

Airmanship.indd 259 5/9/19 1:47 PM

Page 279: opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/assets/uploads/files/cd672-airmanship.pdfSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap

2 6 0 A I R M A N S H I P

di Universitas Pertahanan (Unhan) dan sebelumnya pernah menjadi

Dosen Instruktur Penerbang (Sekbang, SIP), di Seskoau, Universitas

Suryadarma, dan lain-lain.

Sebagai perwira tinggi TNI Angkatan Udara pada korps penerbang,

kariernya di TNI bermula sebagai Pa DP Lanud Adi (1985), Pa Pnb Skad-

ron Udara 31 (1986), Papok Instruktur Skd 2 Lanud Halim Perdanakusu-

ma (1996), Kadisops Skadud 2 Halim Perdanakusuma (1997), Kasiopslah

Disops Lanud Halim Perdanakusuma (1999), Komandan Skadud 2 Lanud

Halim Perdanakusuma (2000), Kapuskodal Koopsau I (2001), Kasubdis

Sislan Disbangopsau (2004), Kadisops Lanud Halim Perdanakusuma

(2004), Komandan Wing 1 Lanud Halim Perdana Kusuma (2005), Ko-

mandan Korsis Seskoau, Lembang (2007), Komandan Lanud Husein

Sastranegara (2010), Komandan Lanud Halim Perdanakusuma (2011),

Wakil Komandan Kodikau (2013), Kepala Dinas Survei dan Pemotretan

Udara Angkatan Udara (2015), Dosen tetap Universitas Pertahanan

(2017) kemudian sejak Maret 2018 menjabat sebagai Sekretaris Utama

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT RI).

Berbagai tanda kehormatan telah berhasil diperoleh penulis, an-

tara lain Satyalancana Kesetiaan VII Tahun, Satyalancana Kesetiaan

XVITahun,SatyalancanaKesetiaanXXIVTahun,BintangSwabhuwana

Paksa Naraya, Satyalancana GOM IX Raksaka Dharma (Papua), Satya-

lancanaSeroja,SatyalancanaDwidyasista,SatyalananaGOMVII(Aceh),

Satyalancana Rusia, Satyalancana Dharma Nusa.

Penulis juga pernah dikaryakan di PT Merpati Nusantara Airlines,

dengan mencatat jumlah jam terbang sebanyak 11.303 jam terbang

dengan pesawat AS- 202 Bravo, T-34 C, F-27ts, CN 235 100m, BJ737-200

VVIP,sertamempunyaipengalamanpenugasanantaralain,Anggota

Tim Kelaikan Kemenhan (Tes Pilot CN-235-100M/200M), Menerbangkan

pesawat AS-202-B, T-34-C, F-27 FOKKER, CN-235-100M/200M, BOING

737-200VIP.

Airmanship.indd 260 5/9/19 1:47 PM