one, two, three

Upload: baitz-amr

Post on 06-Jul-2015

497 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANGKampus Sekaran Gunung Pati, Semarang 50229 Telp. (024) 8508007

PROPOSAL SKRIPSI Nama NIM Program Studi Jurusan Fakultas : Nur Baiti Amrin : 6101404073 : Pendidikan jasmaniKesehatan Dan Rekreasi, S1 : Jasmani Kesehatan Dan Rekreasi : Fakultas Ilmu Keolahragaan

I. JUDUL PENELITIAN MODEL PEMBELAJARAN ATLETIK DENGAN PENDEKATAN BERMAIN TERHADAP HASIL LOMPAT JAUH PADA SISWA KELAS V MI DARUL HIKMAH JATIMAKMUR KECAMATAN SONGGOM KABUPATEN BREBES TAHUN AJARAN 2010/2011. II. LATAR BELAKANG MASALAH Tujuan dari setiap proses pembelajaran adalah memperoleh prestasi yang optimal. Hasil dari proses pembelajaran merupakan hal penting yang akan dijadikan tolak ukur keberhasilan seorang siswa dalam belajar dan sejauh mana sistem pembelajaran yang diterapkan oleh seorang guru. Salah satu hal yang menentukan tingkat keberhasilan siswa adalah peran dari guru, karena fungsi seorang guru adalah merancang, mengelola, dan mengevaluasi pembelajaran.

1

2

Guru mempunyai tugas untuk mengalihkan seperangkat pengetahuan yang terorganisir sehingga pengetahuan itu bagian dari sikap siswa. Masalah yang seringkali dihadapi setiap guru adalah masih sering merasa kesulitan dalam menentukan model pembelajaran yang akan digunakan dalam kegiatan belajar mengajar. Seringkali guru mengalami kesulitan mengenai masalah yang berhubungan dengan cara bagaimana menarik perhatian siswa saat pembelajaran berlangsung, menarik minat siswa untuk mengikuti pembelajaran, sarana dan prasarana yang kurang memadai dan cara membantu siswa mengingat kembali akan pengetahuan dan ketrampilan yang telah dipelajari. Faktor-faktor seperti minat, motivasi, kemampuan siswa, dan sarana prasarana menjadi sesuatu yang sangat mempengaruhi pemilihan model pembelajaran. Masalah seperti diatas kerap menjadi masalah bagi guru penjas dalam melaksanakan pembelajaran penjasorkes di sekolah. Berbagai masalah mengenai minat, motivasi, kemampuan siswa, dan sarana prasarana sekolah kerap menjadi hambatan guru penjas dalam proses pembelajaran penjasorkes. Pendidikan jasmani merupakan proses belajar untuk bergerak, dan belajar melalui gerak. Sumbangan yang diberikan dari Pendidikan jasmani adalah memberikan perkembangan secara menyeluruh, karena yang dikembangkan bukan hanya aspek keterampilan gerak dan kebugaran jasmani (ranah jasmani dan psikomotorik), tetapi pengembangan ranah kognitif dan afektif juga

dikembangkan melalui Pendidikan jasmani. Tidak ada mata pelajaran lain yang tujuannya sedemikian majemuk dan selengkap Penjasorkes. Sayangnya tujuan

3

yang serba lengkap tidak sepenuhnya dapat tercapai karena pelaksanaan pembelajaran penjasorkes belum sesuai dengan harapan karena guru penjas kerap terbentur dengan permasalahan yang telah disebutkan diatas. Atletik merupakan salah satu mata pelajaran pendidikan jasmani yang wajib diberikan kepada para siswa mulai dari tingkat sekolah dasar sampai tingkat sekolah lanjutan tingkat atas, sesuai dengan surat keputusan (SK) Mendikbud No. 0143/U/87. Bahkan di beberapa perguruan tinggi, atletik ditawarkan sebagai salah satu Mata Kuliah Dasar Umum. Sedangkan bagi mahasiswa Fakultas Ilmu Olahraga merupakan mata kuliah wajib yang harus diambil. Tak terkecuali, di sekolah luar biasapun mata pelajaran atletik merupakan mata pelajaran yang wajib diberikan kepada para siswanya. Atletik merupakan suatu mata pelajaran wajib yang diberikan di sekolahsekolah karena atletik merupakan ibu dari sebagian besar cabang olahraga, dimana gerakan-gerakan yang ada dalam atletik seperti : jalan, lari, lompat, dan lempar dimiliki oleh sebagian besar cabang olahraga. Dengan diwajibkannya cabang olahraga atletik diberikan di sekolah-sekolah dalam mata pelajaran pendidikan jasmani, sudah selayaknya membawa angin segar untuk

meningkatkan minat dan motivasi siswa untuk mengikutinya. Namun kenyataannya di lapangan, masih banyak siswa yang belum meminati mata pelajaran atletik bahkan cenderung kurang menyukainya. Kebanyakan siswa lebih meminati atau menyukai cabang-cabang olahraga yang berbentuk permainan seperti sepakbola, bola basket atau cabang permainan lainnya.

4

Ini merupakan suatu tantangan bagi para guru penjas agar mata pelajaran atletik menjadi suatu mata pelajaran yang menyenangkan bagi siswanya. Karena disamping keterampilan yang ingin dicapai, justru tujuan utama dari pembelajaran pendidikan jasmani seperti, meningkatkan kesegaran jasmani, meningkatkan pengalaman dan pengayaan gerak-gerak dasar umum maupun kemampuan motorik siswa sebagai dasar-dasar gerak cabang olahraga lainnya. Banyak kendala dan hambatan agar mata pelajaran atletik dapat diminati dan disukai oleh siswa atau bahkan bisa berprestasi pada salah satu nomor lomba cabang olahraga atletik di tingkat pelajar. Salah satu kendala adalah kemampuan guru penjas dalam menyajikan Proses Belajar Mengajar (PBM) atletik yang lebih banyak menekankan pada penguasaan teknik dan berorientasi kepada hasil atau prestasi siswa pada setiap nomor atletik. Dengan demikian unsur bermain dan kesenangan siswa yang merupakan karakteristik anak-anak sekolah dasar menjadi kurang diperhatikan. Akibatnya siswa menjadi tertekan dan pada akhirnya minat siswa terhadap mata pelajaran atletik menjadi berkurang, bahkan siswa bisa tidak meminati sama sekali mata pelajaran atletik dan mungkin siswa akan menjadi malas dalam mengikuti mata pelajaran pendidikan jasmani. Guru perlu memahami karakteristik anak sekolah dasar yang memiliki kekhasan dalam bersikap yang diungkapkannya melalui bermain. Karakteristik inilah yang harus diangkat untuk menjembatani antara keinginan guru dan anak. Agar pesan tersampaikan, maka guru dapat menggunakan pendekatan pengajaran yang sesuai dengan perkembangan anak sekolah dasar. Dalam hal ini guru dapat

5

menggunakan

model

pembelajaran

dengan

pendekatan

bermain

dalam

mengajarkan mata pelajaran atletik agar siswa tidak merasa tertekan dan tidak merasa bosan dalam mengikuti mata pelajaran atetik. Lompat jauh merupakan salah satu nomor lompat dalam cabang olahraga atletik. Lompat jauh merupakan suatu bentuk gerakan melompat, melayang, dan mendarat sejauh-jauhnya. Menurut Yudha M. Saputra (2001: 47), Lompat jauh adalah keterampilan gerak berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya dengan satu kali tolakan ke depan sejauh mungkin. Belum maksimalnya cara atau model pembelajaran atletik di sekolah akan berdampak terhadap rendahnya hasil belajar siswa terhadap materi atletik khususnya nomor lompat jauh. Sebab mengajarkan lompat jauh pada siswa sekolah dasar dengan menekankan pada penguasaan teknik akan berakibat kurang efektifnya pembelajaran. Bukannya siswa dapat menguasai teknik lompat jauh tetapi siswa akan menjadi bosan pada materi pelajaran lompat jauh. Disini guru penjas harus bisa kreatif dalam memberikan materi pelajaran lompat jauh yang menyenangkan bagi siswanya yaitu dengan model pendekatan bermain agar siswa lebih mengerti dan memahami tentang lompat jauh dan dapat menguasai gerakan-gerakan teknik dasar lompat jauh tanpa menghilangkan gerakan asli dalam lompat jauh tetapi mencampurnya atau memodifikasinya dengan unsur bermain yang merupakan karakterikstik anak usia sekolah dasar. Berkaitan dengan lompat jauh, penelitian ini akan mengkaji dan meneliti tentang upaya meningkatkan hasil lompatan dalam lompat jauh. Dalam lompat

6

jauh ada beberapa tahapan yang perlu dikuasai oleh siswa untuk meningkatkan hasil lompatan yaitu: awalan, tumpuan, melayang, dan pendaratan. Untuk

meningkatkan hasil lompatan pada lompat jauh, guru penjas harus bisa kreatif dalam mengajarkan beberapa tahapan lompat jauh diatas dengan

memodifikasinya ke dalam bentuk permainan agar siswa mampu memahami, mengerti, dan menguasai teknik dasar tersebut dan mengaplikasikannya pada gerakan lompat jauh yang sesungguhnya. Ada berbagai macam bentuk permainan yang dapat digunakan dalam pembelajaran lompat jauh. Bentuk permainan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah lompat katak, melompati kardus, melompati ban-ban bekas, dan kompetisi atau lomba dengan menggabungkan tiga permainan diatas. Dengan bentuk-bentuk permainan tersebut diharapkan siswa dapat menguasai aspek-aspek dari manfaat bermain yaitu: perkembangan fisik, sosial, intelektual, emosi, dan perkembangan keterampilan. Selain menguasai aspek dari manfaat bermain siswa juga diharapkan dapat menguasai dan memahami gerak lompat jauh yang sebenarnya dan mengaplikasikannya. Yang teramat penting dari semuanya itu adalah faktor kegembiraan pada anak yang ditimbulkan dari kegiatan atletik, sehingga anak akan tetap tertarik dan mulai menyukai atletik. Dengan demikian guru penjas dapat mencoba mengubah atau mengembangkan pola pikir dalam proses belajar mengajar atletik: dari berorientasi prestasi berubah kepada orientasi atletik bernuansa

7

bermain, dari penggunaan alat-alat standar menjadi pemanfaatan alat-alat sederhana yang dimodifikasi.

III.RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka masalah dalam penelitian ini adalah: Apakah penerapan model pembelajaran dengan pendekatan bermain dapat meningkatkan hasil lompatan pada lompat jauh dalam pembelajaran atletik pada siswa kelas V MI Darul Hikmah Jatimakmur Kec. Songgom Kab. Brebes tahun ajaran 2010/2011?

IV.TUJUAN PENELITIAN Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan diatas maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: peningkatan hasil lompatan pada lompat jauh melalui model pembelajaran menggunakan model pendekatan bermain pada siswa kelas V MI Darul Hikmah Jatimakmur kecamatan Songgom Kabupaten Brebes tahun ajaran 2010/2011. V. MANFAAT PENELITIAN Masalah dalam penelitian ini penting untuk diteliti dengan harapan dapat memberi manfaat antara lain dapat: 1. Meningkatkan hasil lompatan pada lompat jauh, sehingga dapat mendukung hasil yang maksimal terhadap materi lompat jauh pada siswa yang dijadikan obyek penelitian.

8

2. Dijadikan sebagai masukan dan pedoman bagi guru Penjasorkes MI Darul Hikmah Jatimakmur tentang pentingnya metode bermain agar diperoleh hasil belajar yang maksimal. 3. Dijadikan sebagai pedoman untuk menentukan dan memilih pembelajaran yang lebih baik dan efektif untuk meningkatkan hasil belajar lompat jauh untuk siswanya.

VI. LANDASAN TEORI A. Pengertian Atletik Istilah atletik yang kita kenal dewasa ini berasal dari bahasa Yunani, yaitu athlon yang berarti berlomba atau bertanding. Istilah lain yang mengandung kata athlon adalah pentathlon. Istilah ini berasal dari dua kata, yaitu kata penta yang berarti lima, dan athlon yang berarti lomba. Jadi pentathlon berarti lima lomba atau pancalomba. Istilah lain yang menggunakan kata atletik adalah athletics (bahasa Inggris), athletiek (bahasa Belanda), athletique (bahasa Perancis), dan athletik (bahasa Jerman). Walaupun berbeda dalam kata yang digunakan namun semua itu mempunyai istilah yang sama namun artinya tidak sama dengan istilah atletik yang digunakan di Indonesia. Istilah atletik di Indonesia diartikan sebagai cabang olahraga yang memperlombakan nomor-nomor jalan, lari, lompat, dan lempar. Istilah lain yang mempunyai arti sama dengan istilah yang digunakan di Indonesia adalah Leichtathletik (Jerman), Athletismo (Sapanyol), Olahraga (Malaysia), dan Track and Field (USA). Atletik merupakan dasar untuk melakukan bentuk-bentuk gerakan yang terdapat didalam cabang olahraga lainnya. Dengan mengikuti kegiatan atletik, akan dapat diperoleh berbagai pengalaman yang sangat berguna dan bemanfaat bagi kehidupan, karena didalam melakukan kegiatan atletik akan dilatih kekuatan, kecepatan, kelentukan, kelincahan, ketepatan, daya tekan,

9

koordinasi gerak, keuletan, kedisiplinan dan percaya diri serta tanggung jawab (Aip Syarifuddin dan Muhadi, 1992/1993: 60). Secara ringkas nomor-nomor atletik yang diperlombakan dibagi ke dalam 4 kelompok, yaitu: 1. Nomor jalan, yang terdiri dari jarak: 5 km, 10 km, 20 km, dan 50 km. 2. Nomor lari, yang terdiri dari: Lari jarak pendek (Sprint): 100, 200, 400 meter. Lari jarak menengah (Middle distance): 800, 1500 meter. Lari jarak jauh (Long distance): 3000, 5000, 10.000 meter. Lari marathon: 42,195 km. Lari khusus: lari gawang 100 m, 110 m, dan 400 m dan lari halang rintang 3000 m. Lari estafet: 4 x 100 m, dan 4 x 400 m. 1. Nomor lompat: lompat jauh, jangkit, tinggi, dan lompat tinggi galah. 2. Nomor lempar: lempar lembing, cakram, martil, dan tolak peluru. A. Lompat Jauh Lompat jauh merupakan salah satu nomor lompat dari cabang olahraga atletik. Lompat jauh menurut Aip Syarifuddin (1992: 90) didefinisikan sebagai suatu bentuk gerakan melompat, mengangkat kaki keatas kedepan dalam upaya membawa titik berat badan selama mungkin di udara (melayang di udara) yang dilakukan dengan cepat dan dengan jalan melakukan tolakan pada satu kaki untuk mencapai jarak yang sejauh-jauhnya. Pendapat lain dikemukakan oleh M. Yudha Saputra (2001: 47) bahwa, lompat jauh adalah keterampilan gerak berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya dengan satu kali tolakan ke depan sejauh mungkin. Lompat jauh merupakan suatu gerakan melompat menggunakan tumpuan satu kaki untuk mencapai jarak sejauh-jauhnya. Sasaran dan tujuan lompat jauh adalah untuk mencapai jarak lompatan sejauh mungkin ke sebuah letak pendaratan atau bak lompat. Jarak lompatan diukur dari papan tolakan sampai

10

batas terdekat dari letak pendaratan yang dihasilkan oleh bagian tubuh. Menurut Engkos Kosasih (1985: 67) bahwa yang menjadi tujuan lompat jauh adalah mencapai jarak lompatan yang sejauh-jauhnya yang mempunyai empat unsur gerakan yaitu: awalan, tolakan, sikap badan di udara, sikap badan pada waktu jatuh atau mendarat. Dalam hal yang sama Yusuf Adisasmita (1992: 65) berpendapat bahwa keempat unsur ini merupakan satu kesatuan, yaitu urutan gerakan lompat yang tidak terputus. Dalam lompat jauh terdapat beberapa macam gaya yang umum dipergunakan oleh para pelompat, yaitu: gaya jongkok, gaya menggantung atau disebut juga gaya lenting, dan gaya jalan di udara. Perbedaan antara gaya lompatan yang satu dengan yang lainnya, ditandai oleh keadaan sikap badan si pelompat pada waktu melayang di udara (Aip Syarifuddin, 1992: 93). Jadi mengenai awalan / tolakan dan cara melakukan pendaratan dari ketiga gaya tersebut pada prinsipnya sama. Mencapai jarak lompatan yang sejauh-jauhnya dan dinyatakan sah berdasarkan peraturan yang berlaku adalah tujuan dari lompat jauh. Namun untuk mencapai prestasi lompat jauh secara maksimal banyak faktor yang mempengaruhinya. Tamsir Riyadi (1985: 95) menyatakan, Unsur-unsur yang berpengaruh terhadap kemampuan seseorang dalam melakukan lompat jauh meliputi daya ledak, kecepatan, kekuatan, kelincahan, kelentukan, koordinasi dan keseimbangan. Menurut Jonath U., Haag E. Dan Krempel R. (1987: 196) persyaratan yang harus dipenuhi pelompat jauh yaitu: Faktor kondisi fisik yaitu, kecepatan, tenaga loncat, kemudahan gerak khusus, ketangkasan dan rasa irama. Faktor teknik yang meliputi ancang-ancang, lepas tapak tahap melayang dan pendaratan. Berdasarkan dua pendapat di atas menunjukkan bahwa, untuk mencapai prestasi lompat jauh dipengaruhi oleh faktor kondisi fisik dan faktor teknik melompat. Ditinjau dari kondisi fisik, komponen fisik yang dapat mempengaruhi pencapaian prestasi lompat jauh antara lain daya ledak, kecepatan, kekuatan, kelincahan, kelentukan, koordinasi.

11

Sedangkan

ditinjau

dari

teknik

melompat meliputi awalan, tolakan, mencapai prestasi yang

melayang di udara dan pendaratan. Untuk

maksimal dalam lompat jauh, maka kedua faktor tersebut harus dimiliki oleh seorang pelompat melalui latihan secara sistematis dan kontinyu. Berdasarkan beberapa pendapat diatas menunjukkan bahwa, teknik lompat jauh terdiri dari empat tahapan yaitu awalan, tumpuan, melayang, dan mendarat. Keempat tahapan tersebut harus dikuasai dan harus dilakukan dengan harmonis dan tidak terputus-putus agar dapat mencapai prestasi yang optimal. Untuk lebih jelasnya keempat teknik lompat jauh dapat diuraikan secara singkat sebagai berikut: 1. Awalan Awalan merupakan tahapan pertama dalam lompat jauh. Tujuan awalan adalah untuk mendapatkan kecepatan maksimal pada saat akan melompat dan membawa pelompat pada posisi yang optimal untuk tolakan. Awalan yang benar merupakan prasyarat yang harus dipenuhi, untuk menghasilkan jarak lompatan yang sejauh-jauhnya. Awalan lompat jauh dilakukan dengan berlari secepat-cepatnya sebelum salah satu kaki menumpu pada balok tumpuan. Menurut Jes Jerver (2005: 34) bahwa, Maksud berlari sebelum melompat ini adalah untuk meningkatkan kecepatan horisontal secara maksimum tanpa menimbulkan hambatan sewaktu take off. Jarak awalan tidak perlu terlalu jauh, tetapi sebagaimana pelari mendapatkan kcepatan tertinggi sebelum salah satu kaki menolak. Jarak awalan tersebut antara 30-35 meter. Berkaitan dengan awalan lompat jauh Tamsir Riyadi (1985: 95) menyatakan: Jarak awalan tergantung dari masing-masing atlet. Bagi pelompat yang dalam jarak relatif pendek sudah mampu mencapai kecepatan maksimal (full speed) maka jarak awalan cukup dekat/pendek saja (sekitar 30-35 m atau kurang dari itu). Sedangkan bagi atlet lain dalam jarak relatif jauh baru mencapai kecepatan maksimal, maka jarak awalan harus lebih jauh lagi sekitar 40-45 meter atau lebih jauh

12

dari itu. Bagi pemula sudah barang tentu jarak awalan lebih pendek dari ancer-ancer tersebut. Jarak awalan lompat jauh tidak ada aturan khusus, namun lebih bersifat individual tergantung dari masing-masing pelompat. Hal terpenting dalam mengambil dalam mengambil jarak awalan yaitu pelompat dimungkinkan memperoleh kecepatan yang maksimal. Kecepatan awalan harus sudah dicapai tiga atau empat langkah sebelum balok tumpuan. Tiga atau empat langkah terakhir sebelum menumpu tersebut dimaksudkan untuk mengontrol saat menolak di balok tumpuan. 2. Tumpuan Tumpuan merupakan perubahan gerak datar ke gerak tegak atau ke atas yang dilakukan secara cepat. Tumpuan dilakukan dengan cara yaitu, sebelumnya pelompat terangkat ke atas sudah mempersiapkan diri untuk melakukan tolakan sekuat-kuatnya pada langkah terakhir, sehingga seluruh tubuh melayang di udara. Tolakan dilakukan dengan menolakkan salah satu kaki untuk menumpu tanpa langkah melebihi papan tumpu untuk mendapatkan tolakan ke depan atas yang besar. Jes Jerver (2005: 26) menyatakan, Maksud dari take off adalah merubah gerakan lari menjadi suatu lompatan, dengan melakukan lompatan tegak lurus, sambil mempertahankan kecepatan horisontal semaksimal mungkin. Lompatan dilakukan dengan mencondongkan badan ke depan membuat sudut lebih kurang 45 dan sambil mempertahankan kecepatan saat badan dalam posisi horisontal. Daya dorong ke depan dan ke atas dapat diperoleh secara maksimal dengan menggunakan kaki tumpu yang paling kuat. Ketepatan melakukan tumpuan akan menunjang keberhasilan lompatan. Kesalahan menumpu (melewati balok tumpuan), lompatan dinyatakan gagal atau diskualifikasi. Sedangkan jika penempatan kaki tumpu berada jauh sebelum balok tumpuan akan sangat merugikan terhadap pencapaian jarak lompatan. Menurut Tamsir Riyadi (1985: 96) teknik menumpu pada lompat jauh sebagai berikut:

13

a) Tolakan dilakukan dengan kaki yang terkuat. b) Sesaat akan bertumpu sikap badan agak condong ke belakang (jangan berlebihan) untuk membantu timbulnya lambungan yang lebih baik (sekitar 45). c) Bertumpu sebaiknya tepat pada papan tumpuan. d) Saat bertumpu kedua lengan ikut serta diayunkan ke depan atas. Pandangan ke depan atas (jangan melihat ke bawah). e) Pada kaki ayun (kanan) diangkat ke depan setinggi pinggul dalam posisi lutut ditekuk. Berikut ini disajikan ilustrasi gerakan menumpu untuk menolak sebagai berikut:

Gambar 1. Tumpuan dalam Lompat Jauh

3. Melayang Sikap dan gerakan badan di udara sangat erat kaitannya dengan kecepatan awalan dan kekuatan tolakan. Karena pada waktu lepas dari papan tolak, badan si pelompat dipengaruhi oleh suatu kekuatan yang disebut daya penarik bumi. Daya penarik bumi ini bertitik tangkap pada suatu titik yang disebut titik berat badan (T.B./center of gravity). Titik berat

14

badan ini letaknya kira-kira pada pinggang si pelompat sedikit di bawah pusar agak ke belakang. Salah satu usaha untuk mengatasi daya tarik bumi tersebut yaitu harus melakukan tolakan yang sekuat-kuatnya disertai dengan ayunan kaki dengan kedua tangan ke arah lompatan. Semakin cepat awalan dan semakin kuat tolakan yang dilakukan, maka akan semakin lebih lama dapat membawa titik berat badan melayang di udara. Dengan demikian akan dapat melompat lebih tinggi dan lebih jauh, karena kedua kecepatan itu akan mendapatkan perpaduan (resultante) yang menentukan lintasan gerak dari titik berat badan tersebut. Hal yang perlu diperhatikan pada saat melayang di udara yaitu menjaga keseimbangan tubuh, sehingga akan membantu pendaratan. Jonath et al. (1987: 200) menyatakan, Pada fase melayang bertujuan untuk menjaga keseimbangan dan mempersiapkan pendaratan. Berikut ini disajikan ilustrasi gerakan melayang di udara lompat jauh gaya jongkok sebagai berikut:

Gambar 2. Sikap Melayang di udara 4. Pendaratan Pendaratan merupakan tahap terakhir dari rangkaian gerakan lompat jauh. Pendaratan merupakan prestasi yang dicapai dalam lompat jauh. Mendarat dengan sikap dan gerakan yang efisien merupakan kunci pokok yang harus dipahami oleh pelompat. Mendarat dengan sikap badan hampir duduk dan kaki lurus ke depan merupakan pendaratan yang efisien. Pada waktu mulai menyentuh pasir, pelompat memegaskan lutut dan

15

menggeserkan pinggang ke depan, sehingga badan bagian atas menjadi agak tegak dan lengan mengayun ke depan. Menurut Soegito (1992: 41) teknik pendaratan sebagai berikut: Pada saat badan akan jatuh di pasir lakukan pendaratan sebagai berikut: a) Luruskan kedua kaki ke depan. b) Kedua kaki sejajar. c) Bungkukkan badan ke depan. d) Ayunkan kedua tangan ke depan. e) Berat badan dibawa ke depan. Pada saat jatuh di pasir atau mendarat : a) Usahakan jatuh pada ujung kaki sejajar. b) Segera lipat kedua lutut. c) Bawa dagu ke dada sambil mengayun kedua tangan ke bawah arah belakang. Berikut ini disajikan ilustrasi teknik gerakan mendarat lompat jauh gaya jongkok sebagai berikut:

Gambar 3. Teknik Pendaratan Lompat Jauh A. Karakteristik Anak Sekolah Dasar

16

Karakteristik fisik dan mental siswa SD berdasarkan pada tingkat usianya menurut Conny (1991) dibagi menjadi tiga kategori: 1) Siswa SD kelas I dan II, berusia antara 6-7 tahun, 2) anak SD kelas III dan IV, berusia antara 8-9 tahun dan 3) siswa SD kelas V dan VI, yang usianya antara 9-11 tahun. Pada siswa sekolah dasar yang berusia antara 6-9 tahun secara umum tidak ditemukan perbedaan perkembangan fisik maupun mental yang menonjol antara siswa perempuan dengan siswa laki-laki. Sedangkan pada usia 10-11 tahun antara anak lelaki dengan anak perempuan mulai menampakkan perbedaan perkembangan fisik maupun mental. Ada beberapa karakteristik anak di usia Sekolah Dasar yang perlu diketahui para guru, agar lebih mengetahui keadaan peserta didik khususnya ditingkat Sekolah Dasar. Anak usia SD ditandai oleh tiga dorongan ke luar yang besar yaitu (1) kepercayaan anak untuk keluar rumah dan masuk dalam kelompok sebaya (2) kepercayaan anak memasuki dunia permainan dan kegiatan yang memperlukan keterampilan fisik, dan (3) kepercayaan mental untuk memasuki dunia konsep, logika, dan ligika dan simbolis dan komunikasi orang dewasa. Masa usia sekolah dasar sebagai masa kanak-kanak akhir yang berlangsung dari usia enam tahun hingga kira-kira usia sebelas tahun atau dua belas tahun. Karakteristik utama siswa sekolah dasar adalah mereka menampilkan perbedaan-perbedaan individual dalam banyak segi dan bidang, di antaranya, perbedaan dalam intelegensi, kemampuan dalam kognitif dan bahasa, perkembangan kepribadian dan perkembangan fisik anak. Menurut Erikson perkembangan psikososial pada usia enam sampai pubertas, anak mulai memasuki dunia pengetahuan dan dunia kerja yang luas. Peristiwa penting pada tahap ini anak mulai masuk sekolah, mulai dihadapkan dengan tekhnologi masyarakat, di samping itu proses belajar mereka tidak hanya terjadi di sekolah. B. Model Pembelajaran Pendidikan Jasmani

17

Menurut Joyce dan Weil yang dikutip Suharno, Sukardi, Chotijah dan Suwalni S (1998: 25-26) bahwa, Model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (suatu rencana pembelajaran jangka panjang) merancang bahan-bahan pembelajaran dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain. Menurut Nurulwati yang dikutip Trianto (2007: 5) bahwa, Maksud dari model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi guru perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar. Pada dasarnya model pembelajaran pendidikan kesegaran jasmani menekankan pentingnya bentuk kegiatan berupa suatu perpaduan antara bentuk-bentuk aktivitas bebas (self testing activities) dan bentuk-bentuk permainan tim (team games) yang kesemuanya itu selalu dimulai dari yang paling sederhana (pedia) sampai ke tingkat yang lebih kompleks/sulit (ludus), baik horisontal (dalam kelompok itu sendiri), maupun vertikal (jenjang kelompok/kelas) dan materi aktivitasnya disusun dalam satu paket/kemasan. Dengan perencanaan yang baik maka program pendidikan jasmani akan menjadi lebih potensial dalam memberikan kontribusi dalam dunia pendidikan pada umumnya dan bagi kepentingan sekolah pada khususnya, terutama bagi kepentingan dan kebutuhan siswa. Model pembelajaran ini pada dasarnya lebih mengarah kepada usaha pengembangan budaya hidup sehat aktif kepada para siswa melalui aktivitas jasmani dengan mengabaikan hasil pelaksanaan tugas (prestasi). Disamping itu, model pendidikan kesegaran jasmani juga lebih menekankan partisipasi maksimal, kesenangan (enjoy), fun, dan mengembangkan daya kreasi. Oleh karena itu, karakteristik dan misi pendidikan jasmani sekolah termasuk sekolah dasar model pembelajaran yang digunakan harus mengandung unsur-unsur pendidikan rekreasi, pendidikan olahraga, pendidikan/pengalaman gerak, kesegaran jasmani dan sifatnya harus serial (sequental progresive), baik

18

vertikal (sesuai dengan jenjang kelas/usianya) maupun horisontal (sesuai dengan kondisi kelas yang heterogen). Selain beberapa model pembelajaran diatas, ada satu model pembelajaran pendidikan jasmani yang disampaikan Cholik Mutohir (1992: 39) dengan istilah pendekatan modifikasi olahraga. Modifikasi olahraga dimaksudkan untuk mengganti model pengajaran tradisional. Modifikasi dapat dilakukan pada alat, ukuran lapangan, aturan permainan dan sebagainya. Seorang guru dikatakan berhasil apabila ia dapat mencapai kepuasan profesional dan ia secara kreatif mampu menggunakan berbagai keterampilan mengajar serta berinteraksi secara efektif dengan lingkungan pembelajaran. Guru harus mampu memanfaatkan lingkungan yang ada secara optimal sehingga dapat menumbuhkan situasi dan kondisi dimana anak terangsang untuk senang belajar. C. Bermain Bermain merupakan salah satu karakteristik anak sekolah dasar. Bermain adalah suatu kegiatan yang menyenangkan. Kegiatan bermain sangat disukai oleh anak-anak. Bermain yang dilakukan secara tertata sangat bermanfaat untuk mendorong pertumbuhan dan perkembangan anak. Bermain merupakan pengalaman belajar yang sangat berharga untuk anak. Pengalaman itu bisa berupa jalinan hubungan sosial untuk mengungkapkan perasaannya dengan sesama temannya dan menyalurkan hasrat. Aip Syarifuddin (2004: 17) mengartikan bermain adalah bentuk kegiatan yang bermanfaat/produktif untuk menyenangkan diri. Bermain adalah aktifitas yang menyenangkan serius dan sukarela, di mana anak berada dalam dunia yang tidak nyata atau sesungguhnya. Siswa dan bermain merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Bermain bagi siswa merupakan kebutuhan hidup seperti halnya kebutuhan akan makan, minum, tidur, dan lain-lain. Melalui bermain anak dapat mengaktualisasikan diri dan mempersiapkan diri untuk menjadi

19

dewasa. Seperti halnya atletik adalah nuansa permainan menyediakan pengalaman gerak yang kaya yang membangkitkan motivasi pada siswa untuk berpartisipasi. Menurut Yudha M. Saputra (2001: 9-10) kegiatan atletik bernuansa permainan mengandung beberapa ciri sebagai berikut: 1. Siswa terlibat dalam tugas gerak yang bervariasi dengan irama tertentu. 2. Mengakibatkan kegemaran berlomba/bersaing secara sehat. 3. Menyalurkan hasrat siswa untuk mencoba menggunakan alatalat berlatih. 4. Tugas gerak yang mengandung resiko yang sepadan dengan kemampuan siswa dan menjadi tantangan. 5. Menguji ketangkasan untuk melaksanakan tugas-tugas gerak yang baru. Dengan mengetahui manfaat bermain, diharapkan guru dapat melahirkan ide mengenai cara mengemas kegiatan bermain untuk mengembangkan bermacam-macam aspek perkembangan anak. Menurut Yudha M. Saputra (2003: 7-9) aspek yang dapat dikembangkan dari bermain adalah: 1. Manfaat bermain untuk perkembangan fisik Apabila anak memperoleh kesempatan untuk melakukan kegiatan yang melibatkan banyak gerakan tubuh, maka si anak akan menjadi sehat dan bugar. Otot-otot tubuh akan tumbuh menjadi kuat. Anak dapat menyalurkan energi yang berlebihan melalui aktivitas bermain. Agar kegiatan bermain memberi sumbangan yang positif bagi perkembangan fisik anak, guru dapat merancang kegiatan bermain yang efektif bagi perkembangan fisik anak tanpa dibatasi aturan-aturan yang mengikat. 2. Manfaat bermain untuk perkembangan keterampilan Penguasaan keterampilan gerak dasar dapat dikembangkan melalui kegiatan bermain. Hal ini dapat kita amati, misalnya pada saat anak yang lari berkejar-kejaran untuk menangkap temannya. Pada awalnya ia belum terampil untuk berlari. Dengan bermain kejar-kejaran, maka anak kian

20

berminat untuk melakukannya, sehingga ia menjadi lebih terampil dalam berlari. 3. Manfaat bermain untuk perkembangan intelektual Rangsangan yang dibangkitkan oleh aktivitas jasmani seperti dalam atletik, efektif untuk menguatkan kelancaran sinyal-sinyal saraf. Melalui aktivitas jasmani dan bermain, anak dihadapkan dengan masalah dan kemampuan untuk membuat keputusan dengan cepat dan tepat. Aktivitas jasmani yang seimbang, memupuk kecerdasan anak. 4. Manfaat bermain untuk perkembangan sosial Biasanya, kegiatan bermain dilakukan oleh anak dengan teman sebayanya. Anak akan belajar berbagi hak milik, menggunakan mainan secara bergiliran, melakukan kegiatan bersama, memepertahankan hubungan yang sudah terbina, mencari cara pemecahan masalah yang dihadapi dengan teman mainnya. 5. Manfaat bermain untuk perkembangan emosi Bagi anak, bermain adalah suatu kebutuhan. Tidak ada anak yang tidak suka bermain. Melalui bermain, anak dapat mengungkapkan keinginannya dan juga menunda kesukaannya. Anak dilatih mengendalikan diri. Dari kegiatan bermain yang dilakukan bersama sekelompok teman, anak akan mempunyai penilaian terhadap dirinya, tentang kemampuan dan kelebihan yang dimilikinya. Penilaian disini penting untuk pembentukan konsep diri yang positif. A. Atletik Berorientasi Bermain Permainan atletik maksudnya adalah materi pelajaran atau program pembelajaran atletik yang disajikan dalam nuansa permainan. Permainan atletik tidak berarti menghilangkan unsur keseriusan, mengabaikan unsur disiplin, dan menghilamgkan substansi pokok-pokok materi atletik. Akan tetapi permainan atletik berisi seperangkat teknik dasar atletik berupa lari, lempar, dan lompat yang disajikan dalam bentuk permainan yang bervariasi,

21

memperkaya perbendaharaan gerak dan membangkitkan gairah dalam pelaksanaannya. Meskipun demikian, proses pembelajaran itu, meskipun berisi kegiatan eksplorasi tetapi tetap bertujuan hingga kemudian teknik dasar atletik itu dikuasai oleh para siswa. Suasana kegembiraan itu diperkuat oleh pemenuhan dorongan berkompetisi sesuai dengan tingkat perkembangan anak, baik yang menyangkut perkembangan kognitif, emosional, maupun perkembangan geraknya. Sudah selayaknya seorang guru yang baik memahami secara mendasar akan pentingnya penyajian pembelajaran atletik yang bernuansa pendidikan jasmani berupa permainan. Diantara berbagai sasaran belajar atletik yang terpenting adalah bagaimana agar atletik ini digemari sehingga memunculkan minat untuk melakukannya dengan perasaan riang dan menyenangkan. Dalam pembelajaran permainan atletik tidak dikenal adanya batasan usia. Pembelajaran permainan atletik bisa digunakan dari usia SD sampai dengan usia perguruan tinggi. Yang membedakan barangkali adalah jenis permainan, berat ringannya suatu permainan dilihat dari lamanya bermain, bobot permainan, serta kemampuan pemahaman anak untuk melakukannya, dan lain-lain. B. Model Pembelajaran Lompat Jauh Sebenarnya tidaklah susah untuk mendorong siswa sekolah dasar untuk melakukan aneka lompatan. Seringkali, sekedar dengan memakai tanda-tanda di tanah dan pola-pola garis-garis di lantai sudah cukup untuk merangsang anak untuk bergerak. Dengan tanda-tanda sederhana, sudah dapat diciptakan permainan loncat-loncatan di halaman sekolah, permainan lompat tali, dan sebagainya. Nomor lompat termasuk kedalam jenis permainan assiklis (Acyclic Motion). Nomor lompat dalam atletik bertujuan untuk melompat sejauh mungkin untuk memperoleh jarak horizontal maksimal (lompat jauh, jangkit),

22

dan melompat setinggi mungkin untuk memperoleh jarak vertikal maksimal (lompat tinggi) (Yoyo Bahagia, 2000: 42). Secara umum rangkaian gerak lompat jauh dibagi dalam empat tahap yaitu: awalan, tolakan, melayang, dan mendarat. Awalan dilakukan dengan berlari secepat mungkin dalam kecepatan yang terkontrol Maximum controllable speed, dilanjutkan dengan tolakan yang kuat dan tinggi, melayang dan mendarat yang sempurna. Dalam pembelajaran gerak dasar lompat dapat dilakukan dengan berbagai cara, dengan satu kaki, dua kaki, ke berbagai arah, dilakukan sendiri atau berpasangan, tanpa atau dengan menggunakan alat bantu, dan sebagainya. Berikut ini contoh berbagai bentuk gerak dasar lompat: 1. Lompat katak Lompat katak adalah gerakan melompat dengan kedua kaki sejajar pada saat mendarat. Gerakannya diawali dengan berdiri tegak, tangan berada dibelakang badan pada saat akan melakukan lompatan, kaki ditekuk sejajar saat melayang dengan mengayunkan kedua tangan kedepan, dan posisi badan setengah jongkok dengan kedua kaki sejajar pada saat mendarat. Gerakan lompat katak berguna untuk tolakan, melayang, dan pendaratan dalam lompat jauh. Aspek fisik yang dapat dikembangkan pada gerakan lompat katak ini adalah daya ledak otot tungkai, kekuatan, keseimbangan, koordinasi, ketepatan, dan kelentukan.

Gambar 4. Lompat katak 2. Lompat kardus

23

Semua rintangan atau penghalang menjelma menjadi daya tarik tersendiri bagi siswa sekolah dasar, mereka akan terangsang untuk mencoba melakukan lompatan. Melompati kardus-kardus yang disusun sebagai rintangan dapat menjadi daya tarik siswa untuk melakukan gerakan melompat. Gerakan ini diawali dengan berlari, melompati kardus dangan tumpuan satu kaki pada saat melompat, dan mendarat dengan kedua kaki sejajar dengan kedua tangan berada didepan pada saat mendarat. Gerakan melompati kardus ini bertujuan dalam langkah awalan, menolak, melayang, dan mendarat dalam lompat jauh. Aspek fisik yang dapat dikembangkan dalam lompat kardus ini adalah kecepatan, daya tahan, kelincahan, reaksi, kekuatan, daya ledak, keseimbangan, koordinasi, ketepatan, dan kelentukan.

Gambar 5. Melompat melewati kardus 3. Melompati ban Bentuk permainan selanjutnya adalah melompati ban. Siswa melompat dan mendarat dengan mencoba tepat masuk ke dalam sasaran setiap ban sepeda. Ban sepeda tersebut dapat diatur sedemikian rupa dengan berbagai macam variasi bentuk dan perintah. Instruksi untuk melompat dan mendarat dengan satu atau dua kaki, atau pada setiap ban diberi tanda ban A atau ban B untuk melakukan pendaratan, dapat mengembangkan tingkat intelektual siswa. Siswa dituntut untuk berfikir cepat untuk melakukan gerakan melompat pada ban A atau B, dan gerakan mendarat dengan satu atau dua kaki sesuai dengan instruksi dari guru.

24

Gambar 6. Melompat melewati ban 4. Melompat dengan gerak harmonis bersama-sama Melompat dengan gerak harmonis bersama-sama adalah melompat secara beregu dengan kedua kaki sejajar dan kedua tangan tiap siswa berada di pundak temannya yang berada didepannya. Gerakannya sama dengan gerakan lompat katak, perbedaannya dalam melakukan gerakan ini adalah dilakukan secara bersama-sama dengan regunya. Dalam melakukan gerakan ini siswa dituntut untuk bekerja sama dengan regunya untuk melakukan gerakan secara harmonis dan disiplin dalam bergerak.

Gambar 7. Melompat dengan gerak harmonis bersama-sama Selain beberapa bentuk permainan sederhana di atas, bentuk permainan tradisional seperti permainan gunungan juga dapat digunakan dengan memodifikasi menggabungkannya dengan bentuk permainan diatas. Bentuk permainannya adalah dengan kompetisi. Siswa dibagi menjadi dua kelompok dan saling berlomba untuk menjadi yang tercepat. Dengan permainan ini

25

siswa dapat dilatih untuk bersikap sportif dan mengendalikan diri yang merupakan manfaat bermain dari aspek perkembangan emosi. Didalam pelaksanaan pembelajaran atau latihan atletik perlu dikembangkan unsur kompetisi. Para ahli pendidikan jasmani telah menelusuri dan menyimpulkan bahwa pada dasarnya aktivitas fisik dalam konteks pendidikan jasmani kaya akan nilai-nilai kompetisi, sehingga diantara mereka telah sepakat bahwa pendidikan jasmani merupakan salah satu media yang paling ampuh untuk mengarahkan anak untuk menginternalisasi budaya bersaing yang menjiwai aneka kegiatan dalam kehidupan yang nyata selain berkompetisi didalam atletik itu sendiri. Dengan pendekatan-pendekatan bermain seperti di atas siswa diharapakan dapat meningkatkan hasil lompatan dalam pembelajaran lompat jauh. Karena dengan pendekatan bermain ini siswa akan mengikuti pelajaran penjas khususnya atletik nomor lompat jauh dengan senang dan gembira dan siswa akan lebih antusias untuk mencobanya. Dengan pendekatan bermain ini guru juga akan lebih mudah dalam menyajikan materi pelajaran lompat jauh. Materi pelajaran yang sulit akan menjadi lebih mudah dan disederhanakan tanpa harus takut kehilangan makna dari apa yang ia berikan. Siswa akan lebih banyak bergerak dalam berbagai situasi dan kondisi bermain. A. Hipotesis Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul (Suharsimi Arikunto, 1998: 67). Penolakan atau penerimaan suatu hipotesis sangat tergantung kepada hasil-hasil penyelidikan terhadap data-data yang terkumpul. Berdasarkan hasil analisis dari model pembelajaran dengan pendekatan bermain pada atletik nomor lompat jauh, maka dapat dikemukakan rumusan hipotesis peneliti sebagai berikut: Ada peningkatan hasil lompatan pada lompat jauh setelah menggunakan model pembelajaran dengan pendekatan

26

bermain pada siswa kelas V MI Darul Hikmah Jatimakmur Kecamatan Songgom Kabupaten Brebes tahun ajaran 2010/2011. I. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Dalam penelitian ini peneliti menggunakan jenis True Eksperimental dengan bentuk pretest-postest control group design, yaitu dengan pemberian materi menggunakan model pembelajaran dengan pendekatan bermain pada kelompok eksperimen dan model pembelajaran konvensional pada kelompok kontrol yang sebelumnya diberikan pre-test kemudian post-test pada kedua kelompok. Pemberian pre-test bertujuan untuk mengetahui perbedaan kemampuan awal kedua kelompok, sedangkan post-test bertujuan untuk mengukur/mengetahui tingkat keberhasilan penggunaan model pembelajaran dengan pendekatan bermain untuk meningkatkan hasil lompatan dalam lompat jauh tentang dengan membandingkan prestasi belajar antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Tabel 1 Desain penelitian Subyek Kelompok Kontrol Kelompok Eksperimen Y1 Y1 Pembelajaran konvensional Pembelajaran dengan pendekatan bermain Y2 Y2 Pre-Test Perlakuan Post-Test

B. Metode Pengumpulan Objek Penelitian 1. Populasi

27

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V Madrasah Ibtidaiyah Darul Hikmah Jatimakmur Songgom 2011 yang berjumlah 30 siswa. 2. Sampel Penentuan sample/ kelompok perlakuan dilakukan secara random selection. Peneliti mengambil 30 siswa yang dibagi menjadi dua yaitu 15 siswa kelompok kontrol dan 15 siswa kelompok eksperimen.

A. Variabel Penelitian Menurut Suharsimi Arikunto (2006), Variabel penelitian adalah obyek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian. Dalam penelitian ini akan dibandingkan dua Variabel, yaitu Variabel bebas dan Variabel terikat. 1. Model pembelajaran atletik dengan pendekatan bermain sebagai Variabel Bebas 2. Peningkatan hasil lompatan dalam lompat jauh pada siswa kelas V MI Darul Hikmah sebagai Variabel Terikat.

A. Metode Pengumpulan Data 1. Metode Tes

28

Dalam penelitian ini digunakan tes prestasi atau achievement tes yaitu tes yang digunakan untuk mengukur pencapaian seseorang setelah mempelajari sesuatu. Sehingga dalam hal ini yang diukur adalah hasil lompatan dalam lompat jauh. 2. Instrumen Pengamatan Pengamatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pengamatan sistematik. Aspek yang diamati adalah aspek yang dapat dikembangkan dari bermain dalam pembelajaran lompat jauh yaitu: perkembangan fisik, keterampilan, intelektual, sosial, dan emosi siswa.

A. Teknik Analisis Data 1. Uji Normalitas Uji normalitas adalah uji untuk mengetahui apakah data yang diperoleh terdistribusi normal atau tidak. Rumus uji normalitas dalam penelitian ini adalah : x2=i=1kOi-Ei2Ei Dengan: i=1k= Jumlah banyaknya kelas interval x2 Oi Ei = Parameter uji normalitas chi-kuadrat = Frekuensi yang diharapkan = Frekuensi observasi

29

Jika x2 dengan dk = (k-1) lebih kecil dari x2 tabel, maka data yang diperoleh sudah tersebar dalam distribusi normal (Sudjana,2005). 2. Uji Homogenitas Uji homogenitas digunakan untuk menguji apakah kedua kelompok mempunyai kemampuan dasar yang sama. Teknik uji kesamaan 2 varians data hasil tes dalam penelitian ini menggunakan rumus: F=Varians terbesarVarians terkecil Sudjana (2005) Hipotesis uji kesamaan 2 varians adalah sebagai berikut: Ho : 1 2 = 2 2 Ha : 1 2 2 2 (varians homogen) (varians tidak homogen)

Untuk = 5% dengan dk pembilang = n-1, dk penyebut = n-1 H o diterima apabila Fhitung < Ftabel yang berarti ada kesamaan varians diantara kedua kelompok eksperimen. 3. Analisis t-test a. Mencari mean sampel yang menggunakan pembelajaran konvensional dan pembelajaran dengan pendekatan bermain. Rumus mean: x= xin Keterangan: x = Mean sampel yang dicari

30

xi n

= Jumlah frekuensi tiap interval = Jumlah responden (Sudjana , 2005)

b. Mencari simpangan baku sampel yang menggunakan pembelajaran konvensional dan pembelajaran dengan pendekatan bermain. Rumus yang digunakan: s2=x1-x2n-1

Keterangan: s2 (xi-x)2 n 2005) c. Mencari simpangan baku gabungan Rumus simpangan baku gabungan: = Varians yang dicari dari suatu sampel = Jumlah kuadrat selisih dari x1-x, x2-x, . . . ,xn-x = Jumlah responden (Sudjana ,

s2= n1-1s12+ n2-1s2 2n1+n2-2 Keterangan: s2 n s12 = Simpangan baku/varians gabungan = Jumlah responden = Varians dari sebuah sampel (Sudjana ,2005)

d. Analisa t-test

31

Rumus analisa t-test: t= x1- x2s 1n1+1n2 Keterangan: t x1 x2 s n1 n2 = Harga t-test yang dicari = Mean dari sampel 1 = Mean dari sampel 2 = Simpangan baku gabungan = Jumlah responden sampel 1 = Jumlah responden sampel 2 (Sudjana ; 2002)

Pernyataan uji analisis uji t-test adalah hipotesis diterima jika thitung ttabel dengan derajat kebebasan (dk) = (n-1). e. Uji peningkatan prestasi xe- xcxc 100% Keterangan : xe xc = Mean dari kelompok eksperimen = Mean dari kelompok kontrol