nefritis lupus final

Upload: ivanho86

Post on 15-Oct-2015

142 views

Category:

Documents


23 download

DESCRIPTION

mengetahui lebih jauh tetang penyakit nefritis lupus

TRANSCRIPT

  • 1

    GAMBARAN KLINIS NEFRITIS LUPUS Meivina Ramadhani Pane

    Divisi Nefrologi dan Hipertensi Departemen Ilmu Penyakit Dalam

    Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

    PENDAHULUAN

    Nefritis lupus (NL) adalah komplikasi ginjal pada lupus eritematosus sistemik (LES).

    Lupus Eritematosus Sistemik (LES) atau lebih dikenal dengan nama Systemic Lupus

    Erithematosus (SLE) merupakan penyakit kronik inflamatif autoimun yang belum diketahui

    etiologinya dengan manifestasi klinis beragam serta berbagai perjalanan klinis dan

    prognosisnya. Penyakit ini ditandai oleh adanya periode remisi dan episode serangan akut

    dengan gambaran klinis yang beragam berkaitan dengan berbagai organ yang terlibat.1-5

    Keterlibatan ginjal cukup sering ditemukan, yang dibuktikan secara histopatologis pada

    kebanyakan pasien dengan LES dengan biopsi dan otopsi ginjal. Sebanyak 60% pasien

    dewasa akan mengalami komplikasi ginjal yang nyata, walaupun pada awal LES kelainan

    ginjal hanya didapatkan pada 25%-50% kasus.2 Gejala nefritis lupus secara umum adalah

    proteinuri, hipertensi, dan gangguan ginjal.3

    Mengevaluasi fungsi ginjal pada pasien pasien-pasien dengan LES untuk mendeteksi

    dini keterlibatan ginjal sangat penting, karena dengan deteksi dan pengobatan dini, akan

    meningkatkan secara signifikan fungsi ginjal.3 Peningkatan risiko NL dihubungkan dengan

    HLA-B8, HLA-DR2, HLA-DR8, HLA-DQW, defisiensi komplemen seperti C1q, C2v dan

    C4, serta produksi Tumour Necrosis Factor (TNF) yang rendah.1-4 Perjalanan klinis NL

    sangat bervariasi dan hasil pengobatan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain

    kecepatan menegakkan diagnosis, kelainan histopatologi yang didapat dari hasil biopsi ginjal,

    saat mulai pengobatan, dan jenis regimen yang dipakai.1,2,3 Prinsip utama terapi pada nefritis

    lupus adalah untuk menormalkan fungsi ginjal atau, paling tidak, mencegah perburukan

    fungsi ginjal.3

    Pada tulisan ini akan dibahas mengenai pemeriksaan klinis dan diagnosis nefritis lupus.

    READING ASSIGNMENT DIVISI NEFROLOGI HIPERTENSI

    Dibacakan tanggal: 13 Agustus 2011 Presentator: dr.Meivina Ramadhani P

  • 2

    EPIDEMIOLOGI

    Prevalensi LES di Amerika serikat adalah 1:2000 kasus pada populasi umum. Karena

    sulitnya mendiagnosis dan kemungkinan kasus LES tidak terdeteksi, para peneliti menduga

    prevalensinya kemungkinan 1 kasus per 500-1000 populasi umum.3 Prevalensi penyakit LES

    di Indonesia belum dapat dipastikan secara tepat, karena sistem pelaporan masih berupa

    laporan kasus dengan jumlah penderita terbatas. 4 Penyakit LES dapat ditemukan pada semua

    umur, tetapi paling sering pada usia 15 - 45 tahun dan 90% penderitanya adalah wanita.

    Rasio insidensi penyakit LES pada wanita dibandingkan dengan pria meningkat sesuai

    dengan pertambahan umur, dengan perbandingan 2:1 pada anak-anak dan 9:1 pada dewasa

    muda, namun pria dengan LES insidens terjadinya nefritis lupus lebih tinggi walaupun tidak

    berbeda bermakna dengan perempuan.2,6 Anak-anak dengan LES mempunyai resiko lebih

    besar terkena penyakit ginjal dibandingkan orang dewasa.3 Orang Asia dan kulit hitam lebih

    sering mengalami nefritis lupus dibandingkan dengan ras lainnya.1,2 ,4

    PATOGENESIS

    Patogenesis timbulnya LES diawali oleh adanya interaksi antara faktor predisposisi

    genetik (seperti HLA- haplotipe, antigen DRW2 dan DRW5, defisiensi C2-inborn, HLA-

    DR2 dan HLA-DR3) dengan faktor lingkungan, faktor hormon seks, dan faktor sistem

    neuroendokrin. Interaksi faktor-faktor ini akan mempengaruhi dan mengakibatkan terjadinya

    respon imun yang menimbulkan peningkatan auto-antibodi (DNA-antiDNA). Sebagian auto-

    antibodi akan membentuk komplek imun bersama nukleosom (DNA-histon), kromatin, C1q,

    laminin, Ro(SS-A), ubiquitin, dan ribosom; yang kemudian akan membentuk deposit

    (endapan) sehingga terjadi kerusakan jaringan. Pada sebagian kecil NL tidak ditemukan

    deposit komplek imun dengan sediaan imunofluoresen atau mikroskop elektron..1-4

    Gambaran klinik kerusakan glomerulus berhubungan dengan lokasi terbentuknya

    deposit kompleks imun. Deposit pada mesangium dan subendotel letaknya proksimal

    terhadap membran basalis glomerulus sehingga mempunyai akses dengan pembuluh darah.

    Deposit pada daerah ini akan mengaktifkan komplemen yang selanjutnya akan membentuk

    kemoatrakan C3a dan C5a, yang menyebabkan terjadinya influks sel netrofil dan

    mononuklear.1-4

  • 3

    Deposit pada mesangium dan subendotel secara histopatologis memberikan gambaran

    mesangial, proliferatif lokal, dan proliferatif difus, secara klinis memberikan gambaran

    sedimen urin yang aktif (ditemukan eritrosit, lekosit, slinder sel dan granular), proteinuri dan

    sering disertai penurunan fungsi ginjal.1-4

    Sedangkan deposit pada subepitel juga akan mengaktifkan komplemen, tapi tidak

    terjadi influks sel-sel inflamasi, karena kemoatraktan dipisahkan oleh membran basalis

    glomerulus dari sirkulasi. Sehingga jejas hanya terbatas pada sel-sel epitel glomerulus. Secara

    histopatologi memberikan gambaran nefropati membranosa, dan secara klinis hanya

    didapatkan proteinuri.1-4

    Tempat terbentuknya kompleks imun dihubungkan dengan karakteristik antigen dan

    antibodi:2

    o Kompleks imun yang besar atau antigen yang anionik, yang tidak dapat melewati sawar dinding kapiler glomerulus yang juga bersifat anionik, akan diendapkan dalam

    mesangium dan subendotel. Banyaknya deposit imun ini akan menentukan apakah

    pada pasien akan berkembang gejala penyakit yang ringan (deposit imun pada

    mesangium), atau terdapat gejala yang lebih berat (proliferatif fokal atau difus)

    o Hal lain yang menentukan tempat terbentuknya komplek imun dihubungkan dengan muatan antibodi dan daerah tempat berikatan dengan antigen. Antibodi dapat

    berikatan sehingga menimbulkan manifestasi histologis dan klinis yang berbeda.

    GEJALA KLINIS

    Seperti telah disebutkan sebelumnya, NL adalah komplikasi ginjal pada LES dan

    ditemukan pada 25-50% dari semua pasien LES. Diagnosis LES ditegakkan berdasarkan

    kriteria American Rheumatism Association yang telah dimodifikasi pada tahun 1997.

    Ditemukannya 4 dari 11 kriteria mempunyai sensitivitas dan spesifisitas sebesar 96% untuk

    LES, kriteria tersebut meliputi:1-6

  • 4

    Tabel 1. Kriteria ARA untuk diagnosis SLE4,6

  • 5

    Tanda- tanda gangguan ginjal dapat berupa

    Tabel 2. Gambaran Klinis Nefritis Lupus5,7

    Manifestasi klinis nefritis lupus sangat bervariasi. Keterlibatan ginjal sering

    didapatkan bersamaan atau tidak lama setelah onset LES, dan akan mengikuti periode remisi

    dan eksaserbasi sesuai LES-nya. Pada nefritis lupus klas I WHO didapatkan adanya

    proteinuri tanpa adanya kelainan pada sedimen urin . Pada NL klas II WHO didapatkan

    kelainan ginjal yang ringan. Biasanya hanya didapatkan anti-dsDNA yang positif dan kadar

    komplemen serum yang rendah. Sedimen urin tidak aktif, tanpa hipertensi, proteinuria 1

    gram/24 jam, dan kadar kreatinin serum serta laju filtrasi glomerulus (LFG) normal. Pada NL

    klas III WHO biasanya didapatkan sedimen urin yang aktif. Proteinuria lebih dari 1 gr/24

    jam, kira-kira 25%- 35% pasien dengan proteinuria >3 gr/24 jam. Peningkatan kreatinin

    serum didapatkan pada 25% pasien. Pada sebagian pasien juga didapatkan hipertensi. (Tabel

    3)1,7

    Pada nefritis lupus klas IV WHO ditemukan sedimen urin yang aktif pada seluruh

    pasien. Proteinuria >3gr/24 jam didapatkan pada 50% pasien, dan hipertensi ditemukan pada

    hampir semua pasien, dan penurunan fungsi ginjal sangat tipikal. Pada nefritis lupus klas V

    WHO secara klinis ditemukan sindroma nefrotik, sebagian dengan hematuria dan hipertensi,

  • 6

    akan tetapi fungsi ginjal masih normal. sedangkan pada nefritis lupus klas VI WHO dijumpai

    peurunan fungsi ginjal yang progresif lambat, dengan urin yang relatif normal (Tabel 3) 1,7

    Kelainan tubulointerstitial tidak jarang ditemukan pada nefritis lupus. Berat ringannya

    kelainan ini menentukan prognosa pasien. Bila kelainannya berat, pada prognosisnya lebih

    buruk. Secara skematis, hubungan antara gejala klinis dan kelainan histopatologi dapat dilihat

    pada tabel 3 berikut:

    Tabel 3. Hubungan gejala klinis dan kelainan histopatologis nefritis lupus5,7,10

    Gambaran klinis yang ringan dapat berubah bentuk menjadi berat dalam perjalanan

    penyakitnya. Beberapa prediktor yang dihubungkan dengan perburukan fungsi ginjal pada

    saat pasien diketahui menderita NL antara lain ras kulit hitam, hematokrit 2,4 mg/dl, kadar C3 8 eritrosit/LPB)

    dengan/atau penurunan fungsi ginjal sampai 30% sedangkan diagnosis pasti nefritis lupus

    ditegakkan dengan biopsi ginjal. Proteinuri umumnya diperiksa dengan cara mengukur

    jumlah secara kuantitatif dengan mengumpulkan urin selama 24 jam.1-5 Cara lain yang lebih

  • 7

    praktis dan sekarang mulai banyak dilakukan ialah dengan mengukur rasio protein dengan

    kreatinin pada sampel urin sewaktu (ekskresi kreatinin normal 1000 mg/24 jam/1,75m2;

    ekskresi protein normal 150-200 mg/24 jam/1,75 m2; rasio protein-kreatinin normal

  • 8

    Pemeriksaan serologis penting untuk menentukan diagnosis nefritis lupus karena

    menunjukkan adanya produksi auto-Ab yang abnormal tetapi kurang tepat untuk menentukan

    adanya kelainan ginjal, menilai prognosis maupun tindak lanjut selama terapi. 1,2,3

    HISTOPATOLOGI GINJAL

    Pemeriksaan histopatologi mengambarkan secara pasti kelainan ginjal. Klasifikasi

    WHO pada tahun 2003 membagi NL dalam 6 kelas. Skema ini berdasarkan hasil biopsi

    spesimen yang didapat dari mikroskop cahaya imunofluoresen dan mikroskop elektron.

    (Tabel 4) 1,5

    Tabel 4. Klasifikasi Nefritis Lupus (WHO,2003)1,3-5,9,10

  • 9

    Sedangkan International Society Nephrology/ Renal Pathology Society (ISN/RPS)

    membuat klasifikasi baru nefritis lupus. Klasifikasi baru ini terutama berdasarkan pada

    perubahan glomerulus serta kelas III dan IV lebih rinci perubahan morfologisnya. Dengan

    pemeriksaan imunofluoresen dapat ditemukan deposit imun pada semua kompartemen ginjal.

    Biasanya ditemukan lebih dari satu kelas imunoglobulin, terbanyak ditemukan deposit IgG

    dengan ko-deposit IgM dan IgA pada sebagian besar sediaan. Juga bisa diidentifikasi

    komplemen C3 dan C1q.5

    Tabel 5. Klasifikasi Lupus Nefritis (ISN/RPS, 2003)1-5

  • 10

    Gbr 1. Gambaran Histopatologi Nefritis Lupus Klas I-IV 5,9

  • 11

    Gbr 2. Gambaran Histopatologi Nefritis Lupus Klas IV-VI 5,9

  • 12

    KESIMPULAN

    Nefritis lupus (NL) adalah komplikasi ginjal pada lupus eritematosus sistemik (LES).

    Penyakit LES dapat ditemukan pada semua umur, tetapi paling sering pada usia 15 - 45 tahun

    dan 90% penderitanya adalah wanita. Keterlibatan ginjal cukup sering ditemukan yaitu

    sekitar 60% pada pasien dewasa, walaupun pada awal LES kelainan ginjal hanya didapatkan

    pada 25%-50% kasus. Manifestasi klinis nefritis lupus sangat bervariasi, bergantung pada

    lokasi terbentuknya deposit kompleks imun. Diagnosis klinis NL ditegakkan bila pada pasien

    LES (minimal terdapat 4 dari 11 kriteria ARA) didapatkan proteinuria 1 gr/24 jam

    dengan/atau hematuria (>8 eritrosit/LPB) dengan/atau penurunan fungsi ginjal sampai 30%

    sedangkan diagnosis pasti nefritis lupus ditegakkan dengan biopsi ginjal.

  • 13

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Bawazier LA, Dharmeizar, Markum MS. Nefritis Lupus. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.

    Ed 4. Jakarta. Pusat Penerbitan Dept. Ilmu Penyakit Dalam FK-UI. 2006. h.548-53.

    2. Dharmeizar. Diagnosis dan penatalaksanaan nefritis lupus. Naskah Lengkap PIT 2009.

    Jakarta. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FK-UI. 2009. Hal 302-12

    3. Lawrence H Brent,MD; Venchi Batuman,MD,FACP. Lupus Nephritis. Update Jun 2011.

    Available at http://www.emidicine.medscape.com

    4. Bevra Hannahs hahn. Systemic Lupus Erythematosus. Harrisons Principles Of Internal

    Medicine. Ed 16th. Vol II. McGraw-Hill Medical Publishing Division. 2005. P 1960-7.

    5. Hugh R. Brady, Yvonne M. OMeara, Barry M.Brener. Glomerular Disease. Harrisons

    Principles Of Internal Medicine. Ed 16th. Vol II. McGraw-Hill Medical Publishing

    Division. 2005. P1981-2

    6. Rachmat G.W, Riardi P, Sumartini D. Diagnosis dan penatalaksanaan lupus eritematosus

    sistemik. Bandung. 2007. Hal 2-4

    7. Dharmeizar. Diagnostik Nefritis Lupus. Dalam : Naskah Lengkap The 5th Jakarta

    Nephrology & Hypertension Course. Jakarta. 2005. h.33-6.

    8. Cameron JS. Lupus Nephritis. J Am Soc Nephrol. 1999; 10: 413-424

    9. Weeiningg JJ, Dagati VD, Schwartz MM, et al. The classification of glomerulonephritis

    in systemic lupus erythematosus revisited. Kidney Int. 2004; 65: 521-53

    10. Austin III HA, Boumpas DT, Waughan EM, Balow JE. Predicting renal outcomes in

    severe lupus nephritis: contributions of clinical and histology data. Kidney int. 1994; 45 :

    544-550