ndc annaputrika 12700003_d1

38
FERMENTASI SUBSTRAT CAIR FERMENTASI NATA DE COCO LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI FERMENTASI Disusun oleh: Nama : Anna Putrika Gunawan Nim : 12.70.0003 Kelompok D1

Upload: james-gomez

Post on 11-Sep-2015

259 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

pembuatan nata de coco dengan menggunakan air kelapa dilakukan oleh kloter d yang terdiri dari 5 kelompok. pembuatan nata de coco ini dengan menggunakan bantuan baktero Acetobac

TRANSCRIPT

FERMENTASI SUBSTRAT CAIRFERMENTASI NATA DE COCO

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI FERMENTASI

Disusun oleh:Nama : Anna Putrika GunawanNim : 12.70.0003Kelompok D1

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIANUNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG

20158

2

1. HASIL PENGAMATAN

Tabel 1. Hasil Pengamatan Lapisan Nata de cocoKelTinggi MediaAwal (cm)Tinggi Ketebalan Nata (cm)% Lapisan Nata

07140714

D1200,50,702535

D21,200,50,6041,6750

D31,300,40,5030,7738,46

D4100,40,504050

D52,500,60,602424

Pada Tabel 1, dapat dilihat data hasil percobaan fermetasi nata de coco kelompok D1-D5. Ketebalan nata dan persen lapisan nata diukur pada hari ke-0, ke-7 dan ke-14 oleh masing masing kelompok. Data hasil pengamatan tiap kelompok pada hari ke-0 untuk ketebalan nata dan persen lapisan nata adalah 0, nata belum terbentuk. Kelompok D1 hasil pengamatan pada hari ke-7 dan ke-14 untuk tinggi ketebalan nata adalah 0,5 cm dan 0,7 cm. Persen lapisan nata 25 % dan 35 %. Kelompok D2 hasil pengamatan pada hari ke-7 dan ke-14 untuk tinggi ketebalan nata adalah 0,5 cm dan 0,6 cm. Persen lapisan nata 41,67 % dan 50 %. Kelompok D3 hasil pengamatan pada hari ke-7 dan ke-14 untuk tinggi ketebalan nata adalah 0,4 cm dan 0,5 cm. Persen lapisan nata 30,37 % dan 38,46 %. Kelompok D4 hasil pengamatan pada hari ke-7 dan ke-14 untuk tinggi ketebalan nata adalah 0,4 cm dan 0,5 cm. Persen lapisan nata 40 % dan 50 %. Kelompok D5 hasil pengamatan pada hari ke-7 dan ke-14 untuk tinggi ketebalan nata adalah 0,6 cm dan 0,6 cm. Persen lapisan nata 24 % dan 24 %.

Tabel 2. Hasil Pengamatan Uji Sensoris Nata de cocoKelompok Aroma Warna Tekstur

D1++++

D2++++++

D3+++++++

D4+++++

D5++++

Keterangan : Aroma Warna Tekstur++++: sangat asam++++: kuning++++: tidak kenyal+++: asam+++: putih bening+++: agak kenyal++: agak asam++: putih agak bening++: kenyal+: tidak asam+: putih+: sangat kenyal

Pada Tabel 2, dapat dilihat data hasil pengamatan dari uji sesoris nata de coco kelompok D1-D5. Kelompok D1 nata yang dihasilkan memiliki aroma asam, warna kuning, dan tekstur tidak kenyal. Kelompok D2 nata yang dihasilkan memiliki aroma asam, warna kuning, dan tekstur kenyal. Kelompok D3 nata yang dihasilkan memiliki aroma agak asam, warna putih bening, dan tekstur agak kenyal. Kelompok D4 nata yang dihasilkan memiliki aroma sangat asam, warna kuning, dan tekstur kenyal. Kelompok D5 nata yang dihasilkan memiliki aroma asam, warna kuning, dan tekstur tidak kenyal.

3

2. PEMBAHASAN

Pada praktikum ini dilakukan fermentasi nata de coco menggunakan substrat cair. Praktikum pembuatan nata de coco ini memiliki tujuan antara lain praktikan dapat memahami prinsip pembuatan nata de coco, dapat memanfaatkan limbah air kelapa sebagai bahan pokok pembuatan nata de coco serta dapat menjelaskan proses fermentasi yang terjadi pada pembuatan nata de coco. Percobaan ini dilakukan oleh 5 kelompok yaitu kelompok D1-D5. Adapun bahan yang digunakan antara lain air kelapa, gula pasir, asam asetat glasial 95%, ammonium sulfat dan starter nata de coco. Menurut pendapat yang dikemukakan oleh Widayati et al. (2002), air kelapa memiliki kandungan gula, protein, asam-asam amino, berbagai macam vitamin serta mineral. Selain itu, air kelapa juga memiliki potensi yang baik untuk dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar dalam fermentasi asam-asam organik. Air kelapa memiliki beberapa kelebihan antara lain memiliki harga yang relatif murah, mempunyai kadar kontaminasi yang lebih kecil sebab termasuk produk alami dan bukan merupakan sisa suatu proses produksi, dan produk samping minimum. Bahan utama yang digunakan dalam membuat nata de coco adalah air kelapa dengan kandungan gula (1,7-2,6%), protein (0,07-0,55%) dan kaya akan potassium (kalium) (Hariyadi, 2002). Nata umumnya dikonsumsi sebagai makanan ringan.

Limbah air kelapa apabila tidak dimanfaatkan maka akan dapat mencemari lingkungan. Hal ini disebabkan oleh perubahan menjadi asam yang berlangsung secara cepat dan berubah baunya menjadi menyengat. Air yang memiliki sifat asam apabila dibuang ke lingkungan akan menyebabkan tanah menjadi rusak dan menghambat pertumbuhan tanaman. Air kelapa memiliki kandungan kimia yang sangat beragam antara lain bergantung dari jenis atau varietasnya, umur buah, daerah tumbuh, keadaan tanah, dan intensitas cahaya matahari. Komposisi air kelapa muda adalah gula sebanyak 4,4 persen, natrium 42 mg/100 g, kalium 290 mg/100 g, kalsium 44 mg/100 g, magnesium 10 mg/100 g, besi 106 mg/ 100 g, dan tembaga 26 mg/ 100 g. Selain glukosa dan elektrolit, air kelapa muda juga memiliki kandungan vitamin dan protein yang sangat dibutuhkan oleh tubuh. Komposisi kimia air kelapa adalah; specific grafity 1,02, bahan padat 4,71 persen, gula 2,56 persen, abu 0,46 persen, minyak 0,74 persen, protein 0,55 persen, dan senyawa khlorida 0,17 persen. Kandungan glukosa, elektrolit, vitamin, dan protein menyebabkan air kelapa bukan saja mempunyai peranan sebagai pengganti air tetapi juga sebagai sumber energi dan untuk mempercepat fase pemulihan. Selain itu, Air kelapa dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan sirup, kecap, campuran minuman tuak, pupuk anggrek, minuman isotonik dan nata de coco (Wrasiati et al, 2013) Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan dalam jurnal yang berjudul Mineral Consumption by Acetobacter xylinum on Cultivation Medium on Cococut Water oleh Almeida et al (2013) yang mengatakan bahwa produksi optimum dari bakteri selulosa strain Acetobacter memerlukan media sebagai sumber yang kaya akan sejumlah karbohidrat, protein, vitamin, dan garam anorganik.

Nata de coco adalah salah satu makanan penutup yang berasal dari Filipina yang disajikan dalam bentuk kotak yang memiliki ukuran yaitu 1 cm x 1 cm (Halib et al., 2012). Ochaikul et al (2006) juga menambahkan bahwa selulosa bakteri (nata) yang dihasilkan olehAcetobacter xylinum adalah salah satu makanan tradisional masyarakat Filipina, Indonesia, Jepang, dan Taiwan. Nata de coco, adalah salah satu jenis makanan yang rendah kalori sehingga sangat baik dikonsumsi untuk tujuan diet. Selain itu, makanan tersebut juga kaya akan serat yang dibutuhkan oleh tubuh untuk menjaga kesehatan seperti meningkatkan pencernaan dan dapat mencegah terjadinya penyakit kanker usus besar (Santosa dkk., 2012). Nata de coco juga dapat dikatakan sebagai hasil dari fermentasi air kelapa oleh bakteri Acetobacter xylinum (Rahman, 1992). Acetobacter xylinum dapat digunakan sebagai media karena mempunyai karakteristik yang berbeda denganbakteri asam asetat lainnya, yaitu dapat melakukan proses sintesisa dan menghasilkan fibril selulosa yang keluar dari pori membran selnya. Bakteri ini akan mengubah gula pada air kelapa menjadi selulosa (Rahman, 1992), yang selanjutnya diakumulasi secara ekstraseluler dalam bentuk folikel selama proses fermentasi berlangsung (Rahayu et al., 1993). Dari penjelasan ini dapat ditarik kesimpulan yaitu, nata de coco adalah senyawa selulosa (dietary fiber) (Pambayun, 2002).

Nata merupakan selulosa hasil proses sintesis gula yang dilakakukan oleh bakteri Acetobacter xylinum dan memiliki bentuk agar, warna yang puti tekstur kenyal, kandungan air yang berkisar 98 % (Rahman, 1992) serta memiliki permukaan yang halus dan lembut (Jagannath et al., 2008). Pada awalnya mekanisme untuk pembentukan nata yaitu dari glukosa (substrat pertumbuhan bakteri), akan digunakan sebagian oleh bakteri untuk aktivitas metabolisme dan sebagian lagi diuraikan menjadi suatu polisakarida yang dikenal dengan nama extracelluler selulose yang memiliki bentuk gel. Polisakarida inilah yang dinamakan dengan nata. Menurut jurnal yang berjudul Study on the Production of Bacterial Cellulose from Acetobacter xylinum using Agro-Wasteoleh Lestari et al (2014) Acetobacter xylinum adalah jenis bakteri yang menghasilkan selulosa dengan sifat fisik yang menguntungkan. A. xylinum diidentifikasi sebagai bakteri gram negatif dengan batang pendek, yang dapat mengoksidasi glukosa menjadi glukonat dan asam asam organik secara bersamaan.

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam membuat nata, antara lain:a. Peralatan yang digunakan harus steril.b. Suhu harus stabil, yaitu sekitar 30Cc. pH harus optimal, yaitu sekitar 4,3-4,5. Pengontrolan pH dapat dilakukan dengan menambahkan asam asetat glacial yang kemudian dilakukan pengukuran pH.d. Sisa media nata yang telah dipanen dapat digunakan kembali sebagai starter untuk membuat nata.(Hayati, 2003).

Menurut pendapat yang dikemukakan oleh Pambayun (2002), fase pertumbuhan yang dialami oleh bakteri adalah sebagai berikut:a. Fase adaptasi. Bakteri akan beradaptasi ketika ditambahkan pada media. Oleh karenaitu, bakteri tidak langsung tumbuh, namun perlu melakukan penyesuaian diri terlebih dulu. Pada umumnya waktu yang diperlukan bakteri untuk melakukan fase adaptasi ini adalah 24 jam setelah dilakukan inokulasi. b. Fase pertumbuhan awal. Pada fase ini bakteri mulai melakukan pembelahan diri dengan kecepatan rendah.

c. Fase pertumbuhan eksponensial. Pada fase ini, umumnya bakteri akan mengeluarkan banyak enzim ekstraseluler polimerasi untuk menyusun polimer glukosa menjadi selulosa dengan waktu yang berkisar antara 1 hingga 5 hari.d. Fase pertumbuhan lambat.Pada fase ini, Pertumbuhan bakteri akan melambat yang diakibatkan oleh beberapa hal seperti nutrisi yang mulai berkurang, umur sel sudah tua, atau karena keberadaan metabolit yang bersifat toksik. Pada fase ini, jumlah sel yang tumbuh masih lebih banyak dari sel yang mati. e. Fase perumbuhan tetap.Pada fase ini, jumlah sel yang tumbuh menjadi sama dengan jumlah sel yang mati.f. Fase menuju kematian bakteri mulai mati pada fase ini.g. Fase kematian.Pada fase ini, bakteri akan mengalami kematian sehingga tidak dapat digunakan lagi sebagai digunakan sebagai bibit fermentasi nata. Hal ini ditunjukkan dengan tumbuhnya jamur pada nata, dan fase ini terjadi pada hari ke-15.

Prosedur pembuatan nata de coco menurut teori yang dikemukakan oleh Rahman (1992) adalah sebagai berikut:1.Kultur starter. Di dalam labu erlenmeyer 250 ml dicampurkan dengan air kelapa sebanyak 50 ml dan sukrosa sebanyak 2,5 gram, kemudian larutan tersebut diaduk hingga semuanya larut. Setelah itu kemudian dilakukan penambahan asam glasial sampai mencapai pH 4-5. Diinokulasi dengan kultur murni Acetobacter xylinum.2.Prosedur pembuatan. Ke dalam 200 ml air kelapa di dalam gelas piala 500 ml, ditambahkan 10 gram sukrosa. Setelah itu, kemudian dilakukan pemanasan hingga semua sukrosa yang ada larut, disaring, kemudian dilakukan pemanasan kembali. Kemudian ditambahkan asam asetat glasial hingga pH 4. Setelah dingin, ke dalam larutan ditambahkan 10 ml kultur starter, diaduk sampai tercampur rata, lalu dituangkan ke dalam wadah bermulut besar, tutup dan biarkan pada suhu kamar selama 15 menit.3.Lapisan putih yang terbentuk direndam dan dicuci dengan air beberapa kali, lalu direbus untuk membuang asamnya. Kemudian dipotong-potong dan direndam dalam air.4.Beberapa sifat fisik nata de coco yang berkenaan dengan kualitasnya ialah tingkat keputihan, tekstur, bau, dan rasa.

Sedangkan menurut teori yang dikemukakan oleh Palungkun (1996) proses pembuatan nata adalah sebagai berikut:-Substrat atau bahan disiapkan-Ditambahkan gula.dan cuka hingga keasaman larutan hingga mencapai pH 4,3-4,5-Larutan kemudian diinokulasikan dengan menggunakan cairan bibit atau starter lalu diperam selama 7-10 hari. Selama pemeraman, wadah harus tertutup rapat dengan plastik atau koran.-Setelah proses pemeraman, larutan tersebut akan menggumpal membentuk nata yang siap dipanen-Agar dapat dikonsumsi, nata dipotong, direndam, direbus untuk menghilangkan asamnya-Agar terasa manis dan daya simpannya lama, nata direndam dalam larutan gula Pada praktikum fermentasi kali ini, pembuatan nata de coco yang pertama kali dilakukan adalah pembuatan media cair yang akan digunakan sebagai substrat. Hal yang pertama dilakukan yaitu air kelapa yang akan digunakan disaring untuk memisahkan kotoran. Penyaringan ini mempunyai tujuan yaitu untuk menghilangkan kotoran seperti ampas kelapa yang masih terikut. (Pambayun, 2002). Bagan 1. Air kelapa yang digunakan & proses penyaringan Setelah itu, ditambahkan dengan gula pasir sebanyak 10% dan diaduk sampai larut. Menurut pendapat yang dikemukakan oleh Awang (1991) apabila substrat sebanyak 100 ml, maka konsentrasi optimum gula yang ditambahkan yaitu 10 gram atau 10% dari substrat. Dalam hal ini berarti, tahap pembuatan media yang dilakukan oleh praktikan dalam praktikum sudah sesuai dengan teori yang ada. Selain itu penambahan gula mempunyai tujuan adalah sebagai sumber karbon organik yang dibutuhkan dalam pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum untuk menghasilkan tenunan selulosa. Sunarso (1982) juga menambahkan bahwa konsentrasi optimun gula yang digunakan untuk 100 ml substrat adalah 10 gram karena apabila jumlah gula yang ditambahkan kurang maupun belebih akan mengakibatkan Acetobacter xylinum yang ada di dalam nata tidak mampu memanfaatkannya secara optimal. Selain itu penambahan gula dalam pembuatan nata juga mempunyai tujuan untuk menghasilkan tekstur, penampakan, dan flavor yang ideal. Selain itu, gula juga dapat digunakan sebagai pengawet (Hayati, 2003).

Bagan 2. Penambahan gula pasirRahman (1992) juga menambahkan bahwa bakteri Acetobacter xylinum akan mengubah gula menjadi selulosa. Selain gula pasir (sukrosa), sumber karbon lain yang dapat digunakan antara lain glukosa, fruktosa, laktosa, manosa, dan maltosa (Pambayun, 2002). Selanjutnya ditambahkan ammonium sulfat sebanyak 0,5% kemudian diaduk. Tujuan dari penambahan ammonium sulfat adalah sebagai sumber nitrogen anorganik bagi pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum (Pambayun, 2002). Selain ammonium sulfat, sumber nitrogen yang digunakan dapat berupa protein maupun ekstrak yeast yang merupakan nitrogen organik atau ammonium fosfat (ZA) maupun urea yang merupakan nitrogen anorganik. Sumber nitrogen yang banyak digunakan yaitu ammonium fosfat (ZA) sebab dapat menghambat pertumbuhan Acetobacter acesi yang merupakan pesaing bakteri Acetobacter xylinum (Pambayun, 2002).

Kemudian ditambahkan dengan asam cuka glasial sampai pH 4-5. Penambahan asam cuka glacial memiliki fungsi yaitu untuk membuat pH media dengan pH 4-5. Berdasarkan jurnal yang berjudul The effect of pH, sucrose and ammonium sulphate concentrations on the production of bacterial cellulose (Nata-de-coco) by Acetobacter xylinum (Jagannath et al, 2008) pada umumnya untuk memproduksi nata yang optimal, digunakan konsentrasi sukrosa 10 %, ammonium sulfat 0,5 %, dan pH terbaik adalah pH 4. Media yang telah ditambahkan beberapa larutan selanjutnya, dipanaskan hingga gula larut dan disaring lagi dengan kain saring.

Bagan 3. Penambahan asam cuka glasial dan amonium sulfat

Bagan 4. Pengukuran pH

Proses fermentasi dalam pembuatan nata de coco menggunakan toples plastik yang sudah bersih sebagai wadahnya. Sebanyak 200 ml media steril dimasukkan kedalam toples plastik dan ditutup rapat dengan menggunakan kertas coklat. Selanjutnya, ditambahkan biang nata biasa disebut starter sebanyak 10% dari media ke dalam masingmasing wadah plastik secara aseptis dan gojog perlahan hingga seluruh starter bercampur homogen dan di tutup kembali dengan menggunakan kertas coklat. Menurut teori yang dikemukakan oleh Pato & Dwiloka (1994) jumlah starter yang ditambahkan dalam pembuatan nata de coco yaitu sekitar 4% hingga 10%. Penambahan starter lebih baik dilakukan secara aseptis untuk mencegah terjadinya kontaminasi. Setelah bercampur homogen, toples plastik ditutup kembali dengan kertas coklat. Dapat dilihat pada gambar dibawah ini nata telah selesai ditambah starter dan ditempatkan dalam toples plastik yang bening. Bagan 5. media dimasukkan ke dalam wadah

Bagan 6. Pemberian starter

Toples plastik yang berisi media kemudian diinkubasi pada suhu ruang selama 2 minggu. Selama proses inkubasi jangan goyang toples plastik yang berisi media, agar lapisan yang terbentuk tidak terpisah pisah. Menurut teori yang dikemukakan oleh Pambayun (2002) Bakteri Acetobacter xylinum adalah jenis bakteri aerob yang membutuhkan oksigen. Oksigen yang masuk dalam substrat tidak boleh bersentuhan langsung dengan permukaan nata dan tidak boleh terlalu kencang sehingga tidak mengganggu proses terbentuknya lapisan nata. Pada umumnya, bakteri Acetobacter xylinum akan tumbuh pada suhu ruang. Suhu di atas atau dibawah 28C dapat menyebabkan pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum terhambat, sedangkan suhu 40C dapat membunuh bakteri Acetobacter xylinum. Oleh karena itu, air kelapa kemudian dilakukan ditutup dengan menggunakan kertas coklat yang memiliki ventilasi yang cukup baik. Selain itu, penutupan dengan kertas coklat memiliki tujuan yaitu untuk melindungi nata dari kontaminasi lingkungan sekitar.

Bagan 7. inkubasi dengan kertas coklat

Dilihat penelitian yang dilakukan oleh Sherif (2014) dalam jurnalnya yang berjudul Bacterial Cellulose Production and its Industrial Applications, salah satu alasan memilih bakteris selulosa terutama bergantung dari produktivitasnya. Pilihan desain fermentor sangat kritis dikarenakan harus menahan agitasi mekanik kuat dari A. xylinum berkembang pesat dan juga mencegah fibril selulosa dari gangguan mekanik. Salah satu kendala utama yang dihadapi dalam industri adalah adaptasi A. xylinum yang menghasilkan produk sampingan metabolisme yang berbahaya sehingga dibutuhkan penanganan khusus.

Fermentasi nata de coco yang sedang berlangsung diamati mulai dari terbentuknya lapisan di permukaan cairan hingga ketebalan lapisan. Hal ini disebabkan dalam proses fermentasi akan dihasilkan gas CO2 yang mempunyai kecenderungan untuk melekat pada selulosa dan menyebabkan jaringan tersebut terangkat ke atas. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Palungkun (1992).

Ketebalan lapisan nata de coco yang terbentuk diamati pada hari ke-7 dan ke-14 dan dihitung persentase kenaikan ketebalan. Persentase lapisan nata dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

Persentase Lapisan Nata =

Bagan 8. Pengukuran ketebalan nata

Setelah nata jadi kemudian nata dicuci dengan air mengalir dan dimasak dengan menggunakan air gula. Menurut pendapat yang dikemukakan oleh Awang (1991) penambahan gula bertujuan sebagai substrat pertumbuhan Acetobacter xylinum sehingga menghasilkan selulosa yang kita sebut sebagai nata de coco. Nata yang telah dimasak dengan air gula kemudian dilakukan uji sensori terhadap aroma, tekstur, serta warna dari nata yang telah dimasak.

Pencucian dengan menggunakan air mengalir mempunyai tujuan yaitu untuk menghilangkan asam. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Wahyudi (2003) yang mengatakan bahwa potongan nata direndam / dibersihkan dengan air mengalir untuk menghambarkan rasa nata. Selain itu, Rahman (1992) juga menambahkan bahwa untuk dapat menghilangkan rasa asam tidak hanya dengan merendam dan mencuci nata beberapa kali namun juga perlu dilakukan proses perebusan. Hal yang dilakukan ini sudah sesuai dengan teori.

Bagan 9. Proses perebusan nata

Bagan 10. Uji Sensori

Dapat dilihat data hasil percobaan fermetasi nata de coco kelompok D1-D5. Ketebalan nata dan persen lapisan nata diukur pada hari ke-0, ke-7 dan ke-14 oleh masing masing kelompok. Data hasil pengamatan tiap kelompok pada hari ke-0 untuk ketebalan nata dan persen lapisan nata adalah 0, nata belum terbentuk. Kelompok D1 hasil pengamatan pada hari ke-7 dan ke-14 untuk tinggi ketebalan nata adalah 0,5 cm dan 0,7 cm. Persen lapisan nata 25 % dan 35 %. Kelompok D2 hasil pengamatan pada hari ke-7 dan ke-14 untuk tinggi ketebalan nata adalah 0,5 cm dan 0,6 cm. Persen lapisan nata 41,67 % dan 50 %. Kelompok D3 hasil pengamatan pada hari ke-7 dan ke-14 untuk tinggi ketebalan nata adalah 0,4 cm dan 0,5 cm. Persen lapisan nata 30,37 % dan 38,46 %. Kelompok D4 hasil pengamatan pada hari ke-7 dan ke-14 untuk tinggi ketebalan nata adalah 0,4 cm dan 0,5 cm. Persen lapisan nata 40 % dan 50 %. Kelompok D5 hasil pengamatan pada hari ke-7 dan ke-14 untuk tinggi ketebalan nata adalah 0,6 cm dan 0,6 cm. Persen lapisan nata 24 % dan 24 %. Nata de coco air kelapa memiliki ketebalan 0,8-1,5 cm dengan waktu fermentasi 6-7 hari. Hal ini disebabkan oleh penggunaan sumber karbon dan sumber nitrogen yang digunakan oleh masing-masing jenis media nata de coco. Pada nata de coco dengan bahan baku air kelapa menggunakan gula sebagai sumber karbon dan ZA sebagai sumber nitrogen, sehingga proses fermentasi akan berjalan lebih cepat dan akan membentuk ketebalan nata lebih cepat yaitu berkisar antara 6-7 hari. Selain itu, nata de coco yang dihasilkan dari bahan baku air kelapa tidak memiliki kadar lemak yang tinggi sehingga proses fermentasi secara aerob dapat berjalan dengan lebih lancar (Misgiyarta, 2007). Seumahu et al (2005) juga menambahkan bahwa nata yang bagus adalah nata yang mempunyai ketebalan yang berkisar antara 1,5-2 cm, lapisan selulosa yang terbentuk homogen dan mempunyai transparansi yang tinggi. Hasil yang didapat ini kurang sesuai. Kesalahan yang terjadi ini mungkin dapat terjadi ketika proses penambahan gula pasir atau gula pasir belum tercampur rata, karena menurut teori yang dikemukakan oleh Pambayun (2002) penambahan sukrosa yang terlalu sedikit akan mengakibatkan bibit nata menjadi tidak tumbuh normal dan nata yang terbentuk tidak dapat dihasilkan secara maksimal.

Ketebalan yang berbeda-beda antara satu kelompok ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti waktu dan suhu fermentasi (Rahayu et al., 1993), tingkat keaseptisan (Tranggono & Sutardi, 1990), serta fluktuasi populasi inokulum selama proses fermentasi (Seumahu et al., 2005), adanya goncangan yang berlebihan terhadap Nata selama proses inkubasi.

Dari data juga dapat dilihat bahwa dengan menggunakan wadah yang berbeda menghasilkan ketebalan yang sama. Hal ini dapat dikarenakan nata yang terbentuk di permukaan cairan akan turun ke bawah apabila terjadi gangguan selama fermentasi, dan dalam hal ini adalah goncangan sehingga nata yang terukur oleh praktikan pada bagian permukaan menjadi berkurang (Rahayu et al, 1993). Tingkat keaseptisan yang berbeda. Semakin aseptis proses yang dilakukan, maka Nata De Coco yang dihasilkan akan lebih optimum karena aktivitas dari bakteri Acetobacter xylinum pun lebih optimum. Menurut pendapat yang dikemukakan Tranggono & Sutardi (1990), kehadiran mikrobia perusak dapat mengurangi konsentrasi glukosa sehingga Nata yang dihasilkan akan menjadi kurang maksimal atau bahkan dapat mengalami kegagalan.

Hampir semua kelompok terjadi peningkatan persen lapisan nata kecuali kelompok D5 dimana pada hari ke-7 persen nata yang dihasilkan lebih kecil dibandingkan pada hari ke-14. Tidak adanya peningkatan ketebalan nata disebabkan karena adanya keterbatasan sukrosa dan pengaruh dari oksigen. Menurut pendapat yang dikemukakan oleh Pambayun (2002) Bakteri Acetobacter xylinum termasuk bakteri aerob yang butuh oksigen. Oksigen yang masuk dalam substrat tidak boleh bersentuhan langsung dengan permukaan nata dan tidak boleh terlalu kencang sehingga tidak mengganggu proses terbentuknya lapisan nata. Pada umumnya, bakteri Acetobacter xylinum ini akan tumbuh secara optimal pada suhu ruang 28C, perubahan suhu juga dapat mempengaruhi kerja bakteri Acetobacter xylinum yang berakibat pada lapisan nata yang terbentuk jadi terganggu.selain itu, akibat adanya aktivitas bakteri Acetobacter xylinum yang menjadi optimum apabila kehadiran mikroba perusak dapat dihindari karena mikroba perusak dapat mengurangi konsentrasi glukosa dan mengakibatkan nata yang dihasilkan menjadi kurang maksimal atau bahkan tidak dapat terbentuk (Tranggono & Sutardi, 1990).

Dapat dilihat data hasil pengamatan dari uji sesoris nata de coco kelompok D1-D5. Kelompok D1 nata yang dihasilkan memiliki aroma asam, warna kuning, dan tekstur tidak kenyal. Kelompok D2 nata yang dihasilkan memiliki aroma asam, warna kuning, dan tekstur kenyal. Kelompok D3 nata yang dihasilkan memiliki aroma agak asam, warna putih bening, dan tekstur agak kenyal. Kelompok D4 nata yang dihasilkan memiliki aroma sangat asam, warna kuning, dan tekstur kenyal. Kelompok D5 nata yang dihasilkan memiliki aroma asam, warna kuning, dan tekstur tidak kenyal. Berdasarkan jurnal yang dikemukakan oleh Halib et al (2012) berjudul Physicochemical Properties and Characterization of Nata de Coco from Local Food Industries as as Source of Cellulose adanya aroma asam berasal dari hasil oksidasi gula oleh bakteri Acetobacter xylinum menjadi asam asetat. Bakteri Acetobacter xylinum juga dapat mengoksidasi berbagai jenis alkohol menjadi asam asetat. Aroma yang berbeda disebabkan oleh proses pencucian yang berbeda. Pencucian yang kurang bersih akan menyebabkan aroma asam masih tertinggal pada nata.

Menurut teori yang dikemukakan oleh Rahman (1992),mengatakan bahwa nata de coco mempunyai warna putih transparan. Palungkun (1996) mengatakan bahwa mikroorganisme Acetobacter xylinum ini akan membentuk gel pada permukaan larutan yang memiliki kandungan gula. Aktivitas dari Acetobacter xylinum ditunjukkan dengan terbentuknya lapisan yang berwarna putih, yang lama kelamaan akan semakin melebar dan memadat (Rahman, 1992). Sedangkan menurut teori yang dikemukakan oleh Tranggono & Sutardi (1990) mikrobia perusak dapat menyebabkan kebusukan yang ditandai dari hasil nata de coco yang dihasilkan yaitu mempunyai warna kuning keruh dan kuning kecoklatan.

Kekenyalan nata dipengaruhi oleh banyaknya serat yang terbentuk atau persentasi selulosa yang dibentuk oleh bakteri selama proses fermentasi (Herman,1979). Kesalahan ini dapat terjadi karena kesalahan dalam pengukuran. Timbulnya endapan yang banyak serta warna kuning keruh menunjukkan adanya perombakan substrat oleh bakteri meskipun dalam jumlah yang terbatas, dimana dalam proses ini akan terjadi perubahan glukosa menjadi alkohol dan gas CO2 yang ditunjukkan dengan adanya buih pada medium.

Menurut pendapat yang dikemukakan oleh Herman (1979), kekenyalan nata ini dipengaruhi oleh banyak sedikitnya serat (selulosa). Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi proses fermentasi yaitu pH dan suhu penginkubasian yang kurang sesuai untuk pertumbuhan bakteri. Seperti dikatakan bahwa asam yang ditambahkan untuk membuat nata ini harus tepat sehingga dengan pH yang optimum dapat membuat bakteri bekerja dengan baik. Suhu penyimpanan juga harus diperhatikan yaitu 28C, karena dengan suhu yang terlalu ekstrim akan membunuh sebagian bakteri yang telah dibiakkan sehingga menghambat proses fermentasi. Apabila suhu yang terlalu rendah dapat menyebabkan nata yang dihasilkan terlalu lunak atau tidak terbentuk lapisan sama sekali. Untuk mendapatkan nata dengan ketebalan yang optimum dan baik maka lama fermentasi berkisar 10-14 hari sedangkan suhu yang sesuai untuk pembuatan nata adalah 28-320C (Rahayu et al., 1993) sesuai yang dilakukan pada praktikum.

Menurut teori yang dikatakan dalam jurnal yang berjudul Evaluation of Physical and Mechanical Properties Composite of Nata de coco Fibers/Resin Filled SiO2, and Al2O3 (Saputra et al, 2010) nata de coco adalah hasil dari proses fermentasi air kelapa dengan menggunakan bakteri Acetobacter xylinum. Serat yang terdapat dalam nata de coco adalah selulosa. Penggunaan selulosa banyak dimanfaatkan untuk berbagai keperluan lain seperti untuk kulit buatan, bahan pencampuran kertas, film karbon elektro-konduktif dan lain-lain Bahan serat yang kuat dari selulosa dapat dihasilkan dengan ditambahkan perlakuan khusus yaitu dengan menambahkan bahan lain seperti nanopartikel SiO2, Al2O3 dan dapat dikombinasikan dengan macam macam jenis resin, sehingga material komposit serat mempunyai sifat baru yang lebih kuat dibandingkan dengan beberapa paduan logam.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan metabolisme mikroorganisme, yang umum digunakan sebagai kontrol dalam fermentasi makanan antara lain tingkat keasaman, tingkat alkohol, penggunaan starter, temperatur/suhu, tingkat oksigen dan sejumlah garam. Sedangkan beberapa faktor yang mempengaruhi pembuatan nata adalah pH, suhu dan kandungan gula dalam substrat. pH dalam pembuatan nata adalah 4, sedangkan pH untuk mediumnya adalah 4-5. Apabila fermentasi pada substrat berhasil, maka akan terbentuk lapisan putih yang mengambang di permukaan substrat (Rahman, 1992). Secara umum nata yang tidak terbentuk ini karena bermacam-macam faktor seperti pada waktu melakukan inokulasi bakteri, umur kelapa, gula, temperatur, tingkat keasaman, sumber nitrogen, pH awal medium, lama dan suhu fermentasi serta aktivitas dari bakteri Nata (Pato & Dwiloted, 1994).

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam fermentasi pembuatan nata meliputi pensterilan semua alat yang digunakan, Suhu pada saat pemeraman diusahakan stabil kurang lebih 300C, pengukuran pH ketika melakukan penambahan asetat glasial (hal ini dikarenakan pH yang paling disenangi oleh bakteri adalah berkisar antara 4,3-4,5), sisa media nata yang sudah dipanen apabila akan digunakan lagi sebagai starter untuk membuat nata selanjutnya dengan menggunakan proses yang sama (Hayati, 2003).

Syarat Mutu Nata de Coco dalam Kemasan:

Badan Standarisasi Nasional (SNI 01-4317-1996).

14

3. KESIMPULAN

Nata de coco adalah produk hasil fermentasi oleh bakteri Acetobacter xylinum dengan menggunakan air kelapa dan gula sebagai substrat cair. Bakteri Acetobacter memerlukan media sebagai sumber yang kaya akan sejumlah karbohidrat, protein, vitamin, dan garam anorganik. Nata merupakan selulosa hasil sintesis gula oleh bakteri Acetobacter xylinum memiliki bentuk agar, warna putih dan kandungan air yang berkisar 98 %. Penyaringan mempunyai fungsi yaitu apabila terdapat ampas kelapa atau kotoran yang terdapat dalam air kelapa dapat dipisahkan Konsentrasi optimum penambahan gula yaitu 10%. Penambahan gula memiliki tujuan sebagai substrat pertumbuhan Acetobacter xylinum sehingga menghasilkan selulosa yang kita sebut sebagai nata de coco. Pada produksi nata yang optimal digunakan konesentrasi sukrosa 10 %, ammonium sulfat 0,5 %, dan pH terbaik yaitu pH 4. Penambahan ammonium sulfat memiliki fungsi yaitu untuk menyediakan sumber nitrogen anorganik bagi pertumbuhan bakteri Acetobakter xylinum. Penambahan asam acetat glacial mempunyai fungsi yaitu untuk membuat pH media dengan pH 4-5. Pemanasan air kelapa memiliki fungsi yaitu untuk membunuh mikroorganisme yang tidak diinginkan Penambahan starter yang digunakan untuk membuat nata adalah sekitar 4-10%. Penambahan starter lebih baik dilakukan secara aseptis untuk mencegah terjadinya kontaminasi. Bakteri Acetobacter xylinum termasuk bakteri aerob yang butuh oksigen. Oksigen yang masuk dalam substrat tidak boleh bersentuhan langsung dengan permukaan nata karena dapat mengganggu proses terbentuknya lapisan nata. Penurunan ketebalan nata disebabkan karena adanya keterbatasan sukrosa dan pengaruh dari oksigen. Suhu di atas atau dibawah 28C menyebabkan pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum terhambat dan suhu 40C dapat membunuh bakteri Acetobacter xylinum Tujuan dari pencucian pada nata ini adalah untuk menghilangkan rasa dan bau asam. Faktor-faktor yang mempengaruhi nata adalah pH, temperatur, sumber karbon, sumber nitrogen dan adanya mikroba pengganggu. Tinggi nata yang dihasilkan tiap kelompok berbeda dan tidak seragamnya ukuran toples yang digunakan sebagai wadah untuk proses fermentasi mempengaruhi ketebalan nata. Aroma yang timbul pada nata de coco dihasilkan dari proses oksidasi gula menjadi asam asetat yang dilakukan oleh Acetobacter xylinum. Serat yang terdapat dalam nata de coco merupakan selulosa yang dihasilkan selama proses fermentasi. Kekenyalan nata dipengaruhi oleh banyaknya serat yang terbentuk atau persentasi selulosa yang dibentuk oleh bakteri A. xylinum selama proses fermentasi Nata yang terkontaminasi mikrobia perusak dapat menyebabkan kebusukan yang ditandai dengan warna kuning keruh dan kuning kecoklatan pada nata yang terbentuk.

Semarang, 4 Juli 2015Praktikan, Asisten Dosen, Nies Mayangsari Wulan Apriliana

Anna Putrika Gunawan

12.70.012412

4. DAFTAR PUSTAKA

Almeida et al. (2013). Minerals consumption by Acetobacter xylinum on cultivation medium on coconut water. Brazilian Journal of Microbiology. Vol 44(1) : 197-206

Awang, S. A. (1991). Kelapa Kajian Sosial Ekonomi. Aditya Media. Jakarta.

Halib, N., Mohd Cairul Iqbal Mohd Amin. (2012). Physicochemical Properties and Characterization of Nata de Coco from Local Food Industries as as Source of Cellulose. Sains Malaysiana 41(2)(2012): 205-211.

Hariyadi, P. (2002). Air Kelapa Muda sebagai Minuman Isotonik Alami. http://www.kompas.com/kompas-cetak/0207/11/iptek/airk28.htm.Diakses tanggal 24 Juni 2015.

Hayati, M. (2003). Membuat Nata de Coco. Adi Cita Karya Nusa. Yogyakarta.

Herman, A.H. (1979). Pengolahan Air Kelapa. Buletin Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia 4(1) Halaman 9 17.

Jagannath,A., Kalaiselvan,A., Manjunatha,S.S., Raju,P.S., Bawa.A.S .(2008). The effect of pH, sucrose and ammonium sulphate concentrations on the production of bacterial cellulose (Nata-de-coco) by Acetobacter xylinum. World J Microbiol Biotechnol (2008) 24:25932599.

Lestari,P., Elfrida,N., Suryani,A., Suryadi, Y. (2014). Study on the Production of Bacterial Cellulose from Acetobacter xylinum using Agro-Waste . Jordan Journal of Biological Sciences. Volume 7, Number 1, Pages 75 80.

Misgiyarta, 2007, Teknologi Pembuatan Nata de Coco, Pelatihan Teknologi Pengolahan Kelapa Terpadu Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor.

Ochaikul, Duangjai., Karuna Chotirittikrai, Jiraporn Chantra, And Sinith Wutigornsombatkul. 2006. Studies on Fermentation of Monascus PurpureusTistr 3090 With Bacterial Cellulose FromAcetobacter Xylinum Tistr 967. Kmitl Sci. Tech. J. Vol. 6 No. 1 Jan. - Jun. 2006

Palungkun, R. (1992). Aneka Produk Olahan Kelapa. PT. Penebar Swadaya. Jakarta.

Palungkun, R. (1996). Aneka Produk Olahan Kelapa. Penebar Swadaya. Jakarta.

Pambayun, R. (2002). Teknologi Pengolahan Nata de Coco. Kanisius. Yogyakarta.

Pato, U. & Dwiloka, B. (1994). Proses & Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Nata de Coco. Sains Teks I (4) : 70-77.

Rahayu, E. S.; R. Indriati; T. Utami; E. Harmayanti & M. N. Cahyanto. (1993). Bahan Pangan Hasil Fermentasi. UGM. Yogyakarta.

Rahman, A . (1992). Teknologi Fermentasi. Arcan. Jakarta.

Santosa Budi; Kgs. Ahmadi; Domingus Taeque. (2012).. Dextrin Concentration and Carboxy Methyl Cellulosa (CMC) in Making of Fiber-Rich Instant Baverage from Nata de coco. IEESE International Journal of Science and Technology (IJSTE), Vol. 1 No. 1, Mar 2012,6-11. Malang.

Saputra, A,H. & Darmansyah. (2010). Evaluation of Physical and Mechanical Properties Composite of Nata de coco Fibers/Resin Filled SiO2, and Al2O3. The 1st International Seminar on Fundamental and Application ISFAChE of Chemical Engineering.

Seumahu, Cecilia. A; Antonius Suwanto & Maggy T. Suhartono. (2005). Dinamika Populasi Acetobacter Selama Proses Fermentasi Nata de Coco. Jurnal Mikrobiologi Indonesia, September 2005, hlm. 75-78. ISSN 0853-358X. Vol. 10, No. 2.

Sherif M.K. (2014). Bacterial Cellulose Production and its Industrial Applications. Keshk, J Bioproces Biotechniq 2014, 4:2.

Sunarso. (1982). Pengaruh Keasaman Media Fermentasi Terhadap Ketebalan Pelikel pada Pembuatan Nata de Coco. Skripsi. UGM. Yogyakarta.

Tranggono & Sutardi. (1990). Biokimia & Teknologi Pasca Panen. PAU Pangan & Gizi UGM. Yogyakarta.

Wahyudi. (2003). Memproduksi Nata.http://pustaka.ictsleman.net/pertanian/agro_industri_pangan/3_memproduksi_nata _decoco.pdf

Widayati, Eny; Sutarno; dan Setyaningsih, Ratna. (2002). Seleksi Isolat Bakteri untuk Fermentasi Asam Laktat dari Air Kelapa Varietas Rubescent (Cocos nucifera L. var. rubescent). Biosmart Volume 4 Nomor 2 Halaman 32-35.

Wrasiati et al. (2013). Pemanfaatn Limbah Air Kelapa Menjadi Produk Coco Cider : Kajian Penambahan Gula dan Waktu Fermentasi. Jurnal Bumi Lestari, Volume 13 No. 1, Februari 2013, hlm. 106-114

5. LAMPIRAN

5.1. Perhitungan

Rumus

Kelompok D1Hari ke 0

Hari ke 7

Hari ke 14

Kelompok D2Hari ke 0

Hari ke 7

Hari ke 14

Kelompok D3Hari ke 0

Hari ke 7

Hari ke 14

Kelompok D4Hari ke 0

Hari ke 7

Hari ke 14

Kelompok D5Hari ke 0

Hari ke 7

Hari ke 14

5.2. Report Viper

5.3. Laporan Sementara

5.4. Jurnal