narasi absurd sang pembenci khilafah - unhas.ac.id absurd sang pembenci...merupakan ajaran mulia...

26

Upload: vokhanh

Post on 01-May-2019

239 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Narasi Absurd Sang Pembenci Khilafah |1

Judul : NARASI ABSURD SANG PEMBENCI KHILAFAH

Tanggapan atas Tulisan “Khilafah Bukan Solusi” Nadirsyah Hosen

Penulis : Dr. Ahmad Sastra, MM

Desain & layout : Tim Follback Dakwah 2019

Narasi Absurd Sang Pembenci Khilafah |3

NARASI ABSURD SANG PEMBENCI KHILAFAH

Tanggapan atas Tulisan “Khilafah Bukan Solusi” Nadirsyah Hosen

stilah khilafah adalah sesuatu yang amazing akhir-akhir ini, terlebih pasca keputusan politik Rezim dengan menerbitkan perppu

ormas untuk membubarkan ormas HTI. Meski BHP HTI berhasil dicabut dan somasi ditolak MA, alih-alih opini khilafah berhenti dan mati. Sebaliknya, gelombang opini khilafah makin membesar tak terbendung. Perjuangan terus berlanjut sampai Islam tegak atau ajal menjemput.

Istilah khilafah yang sebelumnya tidak fasih diucapkan oleh umat Islam, bahkan kini sangat fasih diungkapkan oleh musuh-musuh

I

4| Ahmad Sastra

Islam dan para pendengki khilafah. Bahkan penulis sering berdebat di media sosial dengan aktivis liberal yang setiap hari memposting tulisan tentang khilafah, meskipun kontra. Mungkin kalau dibedah otaknya, isinya hanya khilafah saja ha ha ha. Tapi sayangnya hatinya dengki dan otaknya sempit, hasilnya ya kontra tapi argumennya absurd.

Sebenarnya saya sama sekali tidak ber-minat untuk menanggapi tulisan Prof. Nadir-syah Hosen, LLM, MA (Hons), Ph.D (selanjut-nya ditulis NH) selain karena memang tidak kenal, tulisannya juga cenderung emosional dan jauh dari analisa ilmiah. Tulisan yang tidak bergaya intelektual itu juga sangat miskin referensi, bahkan ada unsur gagal paham ten-tang khilafah.

Tulisan 12 paragraf itu oleh NH diberi judul ‘Khilafah Bukan Solusi’. Sepanjang tulisan itu, dia secara emosional mencaci sejarah penerapan khilafah dan menyimpulkan

Narasi Absurd Sang Pembenci Khilafah |5

bahwa khilafah bukan ajaran Islam dan juga bukan solusi. Namun sayangnya dia juga tidak pernah menyodorkan solusi atas persoalan yang dia angkat sendiri. Bahkan dia menutup mata dan seolah menggeneralisir tentang sejarah khilafah.

Namun sebagai bentuk kepedulian tentang perkembangan intelektual muslim di Indone-sia, maka tulisan ini dibuat sebagai respons atas narasi NH tentang khilafah. Jika dianggap terdapat perbedaan, anggap saja sebagai upaya menghidupkan tradisi intelektual. Sebab se-orang intelektual muslim tugasnya adalah memberikan pencerahan, bukan malah me-nambah kegelapan intelektual.

Terlebih jika seorang intelektual muslim dalam memandang ajaran Islam. Jangan seperti orang-orang liberal yang memuja ajaran Barat, tapi mencaci ajaran Islam, sementara dirinya masih mengaku sebagai muslim. Tidak sepan-tasnya seorang yang bergelar intelektual mus-

6| Ahmad Sastra

lim justru memuja sistem demokrasi liberal yang datang dari barat, sementara mencaci sistem Islam yang datang dari Al Qur’an dan As Sunnah.

Padahal jika menggunakan sanad ilmu, maka demokrasi bersanad kepada Plato, se-mentara khilafah bersanad kepada Rasulullah. Demokrasi bersumber dari pandangan hidup Barat yang sekuleristik. Sementara pijakan khilafah adalah nash syara’ yang bertebaran dalam Al Qur’an Al Hadist serta pendapat para Imam Mazhab dan ulama. Tidak mung-kin seorang NH yang bergelar profesor tidak mengetahui akan hal ini.

Dari 12 paragraf, lima paragraf berisi ten-tang sejarah kelam penerapan sistem khilafah di masa lalu. Nampaknya NH memang ingin sekali mengungkap sisi negatif khilafah dalam perspektif historis. Seolah NH ingin meyakin-kan kepada publik dan umat Islam, bahwa khilafah itu buruk, maka harus ditolak. Kesa-

Narasi Absurd Sang Pembenci Khilafah |7

lahan epistemologi NH adalah menjadikan sejarah sebagai sumber hukum. Padahal dalam ajaran Islam, sejarah adalah bagian dari obyek hukum.

Sebagai analogi, apakah jika dalam kehi-dupan sehari-hari ada seorang maling atau koruptor yang beragama Islam, lantas kita akan menyalahkan Islam. Peristiwa korupsi seorang muslim bukanlah sumber hukum, tapi perila-kunya itu sebagai obyek hukum. Muslim yang berperilaku menyimpang, maka disebut telah melakukan kemaksiatan yang akan mendapat sanksi dari Allah kelak di akherat. Islam justru merupakan ajaran mulia yang mengajarkan manusia agar berbuat baik dan menjauhi ke-burukan. Meskipun banyak muslim yang me-langgarnya.

Penting diketahui oleh NH, bahwa HTI sama dengan muslim lainnya, meyakini sumber hukum itu ada empat yakni Al Qur’an, As Sunnah, Ijma’ dan Qiyas. Sementara seja-

8| Ahmad Sastra

rah adalah fakta yang menjadi obyek hukum. Jika NH menulis,” Lha terus kenapa ente duluan ngutip sejarah masa lalu ?. Kalau sudah jelas sejarah tidak bisa jadi sumber hukum. Jawaban saya adalah : pantaskan pertanyaan ini dilontarkan oleh seorang yang bergelar pro-fesor?

Begitupun khilafah, adalah sistem kepe-mimpinan umum atas umat Islam sedunia yang merupakan representasi ajaran Islam. Perundang-undangan khilafah bersumber dari Al Qur’an dan Al Hadist, bukan seperti de-mokrasi yang merupakan representasi dari konsensus kepentingan penguasa. Demokrasi yang bersifat sekuleristik, berbeda dengan sis-tem khilafah yang berlandaskan wahyu. Khi-lafah dan demokrasi adalah dua sistem yang bertolak belakang 100 persen.

Saat NH menyebut istilah eks HTI lucu-lucu, karena dibilang memiliki keyakinan bah-wa apapun masalah bangsa, solusinya adalah

Narasi Absurd Sang Pembenci Khilafah |9

khilafah. Maka, sebenarnya NH lebih lucu lagi, karena apapun masalahnya, dia tidak punya solusi. Padahal sama dengan penerapan sistem sebuah negara seperti demokrasi maupun ko-munisme, maka tujuannya adalah menyelesai-kan seluruh persoalan rakyat. Dari sistem ideo-logi itulah lahir sistem aturan yang lebih rinci.

Bedanya dengan sistem aturan khilafah adalah bahwa ia bersumber dari wahyu Allah yang pasti benar, maka khilafah adalah kebe-naran itu sendiri. Sementara demokrasi dan komunisme, alih-alih memberikan solusi atas persoalan rakyat, kedua sistem ini justru yang kini menjadi sumber bencana peradaban ma-nusia. Prinsip kebebasan dan anti agama men-jadikan kedua ideologi transnasional secara genetik adalah destruktif. Sementara Islam dengan khilafahnya adalah konstruktif.

Maka, Islam dengan muslim adalah berbe-da. Islam sebagai konsepsi yang benar, semen-tara muslim adalah pelakunya yang bisa salah.

10| Ahmad Sastra

Maka khilafah dengan khalifah adalah berb-eda. Khilafah sebagai sistem politik Islam dan khalifah sebagai pemimpinnya yang bisa ber-buat salah. Maka, jika ada muslim bermaksiat jangan salahkan dan benci Islamnya, maka jika ada khalifah bermasalah, jangan salahkan dan tolak khilafahnya. Sebab setiap perbuatan ma-nusia akan dimintai pertanggungjawaban.

Karena itu menyamakan antara sistem khilafah, kerajaan, keemiran, republik atau berbangsa dan bernegara adalah argumen yang tidak berdasar. Menyamakan semua bentuk sistem bernegara adalah pendapat yang gega-bah, sebab faktanya memang berbeda dari sisi asas, metode dan tujuan.

Esensi khilafah itu ada tiga: Pertama, Khilafah adalah penerapan syariah Islam secara

kaffah (QS Al Baqarah :208). Kedua, khilafah adalah ukhuwah dan rahmat (QS al

Anbiya:107). Esensi ketiga Khilafah adalah

Narasi Absurd Sang Pembenci Khilafah |11

dakwah Islam rahmatan lil`alamin (QS Ali Imran :104). Nah, apakah demokrasi, republik atau kerajaan mengajarkan tentang penerapan syariah secara kaffah, dakwah menyebarkan Islam ke penjuru dunia dan mewujudkan per-satuan umat sedunia diatas landasan aqidah? Silahkan jawab pak Profesor Nadirsyah Hosen.

Argumen ceroboh juga dilontarkan saat NH di paragraf kesembilan yang menyatakan bahwa eks HTI menyembunyikan fakta kritis dan kebangkrutan yang dialami khilafah

zaman old. Padahal HTI mengungkap dengan dengan jelas dalam kitab dan kajiannya bahwa memang ada penerapan sistem khilafah yang tidak sempurna, namun bukan berarti sistem khilafah salah, tapi karena khalifah adalah manusia biasa yang sangat mungkin salam. Nampaknya NH kurang membaca referensi kitab-kitab yang dikaji HTI.

12| Ahmad Sastra

Bahwa HTI menyerang demokrasi me-mang benar adanya, kali ini NH benar tentang HTI. Pertanyaannya mangapa HTI menyerang demokrasi atau setidaknya mengkritisinya. Sebab demokrasi telah terbukti sistem rusak dari asasnya yang mendasarkan kehidupan kepada kebebasan. Akibatnya adalah penja-jahan negeri-negeri muslim melalui kapitalisasi ekonomi, munculnya berbagai aliran sesat dan budaya hedonis yang destruktif. HTI lantas menawarkan gagasan khilafah sebagai solusi. Jadi HTI itu hanya menyampaikan dakwah Islam tentang khilafah agar rakyat sedunia sadar dan memperjuangkannya.

Asal-usul kata khilâfah kembali pada ragam

bentukan kata dari kata kerja khalafa. Al-Khalil bin Ahmad (w. 170 H) mengungkapkan:

fulân[un] yakhlufu fulân[an] fî ‘iyâlihi bi khilâfat[in] hasanat[in]; yang menggambarkan estafeta kepemimpinan. Hal senada diung-kapkan oleh al-Qalqasyandi (w. 821 H). Salah

Narasi Absurd Sang Pembenci Khilafah |13

satu contohnya dalam QS al-A’raf [7]: 142. Al-Qalqasyandi menegaskan bahwa Khilafah seca-

ra ’urf lantas disebut untuk kepemimpinan

agung, memperkuat makna syar’i-nya yang menggambarkan kepemimpinan umum atas umat, menegakkan berbagai urusan dan kebu-tuhannya.

Namun, bukan sembarang kepemimpinan, melainkan kepemimpinan yang menjadi peng-ganti kenabian dalam memelihara urusan aga-ma ini, dan mengatur urusan dunia dengan-nya. Ini ditegaskan oleh Imam al-Mawardi (w. 450 H), Imam al-Haramain al-Juwaini (w. 478 H) dan para ulama lainnya.

Dengan kata lain, kepemimpinan dengan ruh Islam ini menjadi menjadi ciri khas mulia; berbeda dengan sistem sekuler yang mengun-dang malapetaka. Inilah yang diungkapkan Al-Qadhi Taqiyuddin an-Nabhani, beliau menje-

laskan makna syar’i khilafah yang digali dari

14| Ahmad Sastra

nas-nas syar’i, bahwa Khilafah adalah: kepemim-

pinan umum bagi seluruh kaum Muslim di dunia, untuk menegakkan hukum-hukum syariah Islam dan mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia (yakni mengemban dakwah dengan hujjah dan jihad).

Khilafah memang ajaran Islam, bukan ajaran plato, sebab terdapat nash yang menun-tut untuk memasuki ajaran Islam secara kaffah dan menerapkan seluruh hukum Islam dalam kehidupan masyarakat. Maka perintah ini tidak akan bisa diwujudkan kecuali melalui sebuah institusi negara, itulah khilafah, bukan demokrasi apalagi komunisme.

Eksistensi agama ini merupakan eksistensi kedaulatan hukum Allah. Ketika kondisi asal ini ternafikan, niscaya eksistensi agama ini juga ternafikan. Yang menjadi problem utama di muka bumi sekarang bagi agama ini adalah berdirinya para taghut yang selalu melakukan

Narasi Absurd Sang Pembenci Khilafah |15

perlawanan terhadap ketuhanan Allah dan merampas kekuasaanNya, kemudian dirinya diberikan otoritas untuk menetapkan peratur-an perundang-undangan untuk membenarkan dan melarang jiwa, harta dan anak. (Sayyid

Quthb, Tafsir fi Dhilal al Qur’an, Juz III hlm. 1216-1217)

Wahbah az-Zuhaili mengemukakan makna khilafah. Beliau menyebutkan, “Khilafah, Ima-mah Kubra dan Imaratul Mu’minin merupa-kan istilah-istilah yang sinonim dengan makna

yang sama.” (Az-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islâmi wa

Adillatuhu, 9/881). Khilafah adalah kepemim-pinan umum bagi kaum Muslim di dunia un-tuk melaksanakan hukum-hukum Islam dan mengemban dakwah ke seluruh alam. Seja-tinya antara syariah atau ajaran Islam secara

kâffah tidak bisa dilepaskan dengan Khilafah.

Ini juga yang disampaikan oleh Hujjatul Islam Imam al-Ghazali: “Agama adalah pondasi dan kekuasaan politik adalah penjaganya. Sesuatu

16| Ahmad Sastra

yang tidak ada pondasinya akan roboh. Sesua-tu yang tidak ada penjaganya akan terlantar.”

Dalam Kitab fikih yang terbilang seder-hana—namun sangat terkenal—dengan judul

Fiqih Islam karya Sulaiman Rasyid, dicantum bab tentang kewajiban menegakkan Khilafah. Bab tentang Khilafah juga pernah menjadi salah satu materi di buku-buku madrasah (MA/MTs) di Tanah Air. Terlepas dari berba-gai ragam sikap, namun seluruh imam mazhab bersepakat bahwa Khilafah atau imamah adalah bagian dari ajaran Islam, bahkan wajib untuk ditegakkan.

Imam asy-Syaukani menyatakan, “Mayo-ritas ulama berpendapat Imamah (Khilafah)

itu wajib. Menurut ‘Itrah (Ahlul Bait), mayoritas Muktazilah dan Asy’ariyah, Imamah (Khilafah) itu wajib menurut syariah (Asy-

Syaulani, Nayl al-Awthâr, VIII/265). Pendapat para ulama tedahulu di atas juga diamini oleh

Narasi Absurd Sang Pembenci Khilafah |17

para ulama muta’akhirin (Lihat, misalnya:

Syaikh Abu Zahrah, Târîkh al-Madzâhib al-

Islâmiyah, hlm. 88; Dr. Dhiyauddin ar-Rais, Al-

Islâm wa al-Khilâfah, hlm. 99; Abdul Qadir

Audah, Al-Islâm wa Awdha’unâ as-Siyâsiyah, hlm. 124; Syaikh Taqiyyuddin an-Nabhani,

Asy-Syakhshiyyah al-Islâmiyyah, II/15; Dr.

Mahmud al-Khalidi, Qawâ’id Nizhâm al-Hukm

fî al-Islâm, hlm. 248; dll).

Islam merupakan agama yang realistik, yang membuktikan bahwa larangan dan nasehat saja tidak cukup. Juga membuktikan, bahwa agama ini tidak akan tegak tanpa negara

dan kekuasaan. Agama Islam adalah manhaj atau sistem yang menjadi dasar kehidupan praktis manusia, bukan hanya perasaan emo-

sional (wijdani) yang tersemat dalam hati, tanpa

kekuasaan, perundang-undangan, manhaj yang

spesifik dan konstitusi yang jelas. (Tafsir fi

Dhilal al Qur’an, Juz I hlm. 601)

18| Ahmad Sastra

Usaha bijak dan pengorbanan yang cerdas, pertama kali harus diorientasikan untuk membangun masyarakat yang baik. Masyarakat yang baik adalah masyarakat yang dibangun

berdasarkan manhaj Allah. Ketika masyarakat telah mengalami kerusakan total, ketika jahili-yah telah merajalela, ketika masyarakat diba-ngun dengan selain manhaj Allah dan ketika bukan syariat Allah yang dijadikan asas kehi-dupan, maka usaha-usaha yang bersifat parsial tidak akan ada artinya. Ketika itu usaha harus dimulai dari asas dan tumbuh dari akar, dima-na seluruh energi dan jihad dikerahkan untuk mengukuhkan kekuasaan Allah di muka bumi. Jika kekuasaan ini telah tegak dan kuat, maka

amar ma’ruf dan nahi munkar akan tertanam

sampai ke akar-akarnya. (Perubahan Mendasar

Pemikiran Sayyid Qutub, 2001 : 20).

Lebih absurd lagi adalah saat NH menulis di paragraf terakhir yang menyebutkan secara emosional bahwa HTI berkoar-koar “khilafah

Narasi Absurd Sang Pembenci Khilafah |19

ajaran Islam”. Lantas NH mempertanyakan, mengapa HTI tidak bergabung saja dengan kelompok pengusung khilafah seperti ISIS. Disini NH tidak cermat, bahwa HT sejak awal munculnya ISIS justru langsung menentang, sebab apa yang dilakukan ISIS bukanlah ajaran Islam, maka jika ISIS mengkalim khilafah, bagi HTI itu khilafah palsu.

Sebab perjuangan HTI adalah dengan dakwah tanpa kekerasan sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah. HTI juga melaku-kan ‘perang pemikiran’ serta politik. Intinya, HTI adalah dakwah intelektual dan politik, tidak sama seperti ISIS yang mengangkat sen-jata. Bahkan terbukti di kemudian hari, bahwa ISIS disinyalir adalah proyek intelijen.

Jawaban saya ya seperti diatas, bahkan NH kalau saya tanya mengapa NU tidak bergabung saja dengan Muhammadiyah, toh sama-sama muslim. Apa jawaban NH atas pertanyaan saya. Kalau HTI jawabnya jelas, bahwa metode

20| Ahmad Sastra

ISIS menyimpang dari ajaran Islam. Mengapa NH begitu benci dan dengki kepada khilafah, padahal dirinya adalah seorang muslim.

Ketika sebagian kalangan muslim karena jeratan sekulerisme dan liberalisme meragukan khilafah, ternyata orang-orang Barat justru begitu yakin akan berdirinya khilafah dalam waktu dekat. Adalah Dewan Intelijen Nasional Amerika Serikat (National Inteligent Coun-cil/NIC) pada Desember 2004 merilis laporan

dalam bentuk dokumen yang berjudul Mapping

The Global Future. “A New Caliphate provides an

example of how a global movement fueled by radical religious identity politics could constitute a challenge to Western norms and values as the foundation of the global system” [Maping The Global Future: Report of the National Intelligence Council’s 2020 Project].

Dokumen ini berisikan prediksi atau ramalan tentang masa depan dunia tahun

Narasi Absurd Sang Pembenci Khilafah |21

2020. Dalam dokumen tersebut, NIC memper-kirakan bahwa ada empat hal yang akan terjadi

pada tahun 2020-an yakni: (1) Dovod World: Kebangkitan ekonomi Asia; Cina dan India bakal menjadi pemain penting ekonomi dan

politik dunia. (2) Pax Americana: Dunia tetap

dipimpin dan dikontrol oleh AS. (3) A New

Chaliphate: Kebangkitan kembali Khilafah Islam, yakni Pemerintahan Global Islam yang bakal mampu melawan dan menjadi tantangan

nilai-nilai Barat. (4) Cycle of Fear:

Sampai disini dulu ya tulisan tanggapan atas pemikiran NH yang absurb dan cende-rung emosional. Silahkan jawab lagi tulisan saya, tapi yang sedikit ilmiah ya. Jangan sampai sebagai kaum intelektual muslim terkesan ab-surb dan seolah begitu benci kepada khilafah ajaran Islam. Jika tak setuju khilafah, setidak-nya jangan menjadi penghalang dakwah Islam. Hilangkan rasa benci, sebab ia akan menjadi racun intelektual.[]

22| Ahmad Sastra