modul kuliah tpp

91
1 PENDAHULUAN Tujuan Instruksional Umum (TIU) Setelah mengikuti mata kuliah ini mahasiswa dapat menjelaskan dan membedakan teknik-teknik pengolahan berbagai bahan pakan ternak dan pada akhirnya menentukan strategi untuk mempertahankan mutu serta meningkatkan nilai nutrisi bahan pakan. Tujuan Instruksional Khusus (TIK) Setelah mengikuti kuliah pendahuluan mahasiswa dapat menjelaskan pengertian dan membedakan teknik-teknik teknologi pengolahan berbagai pakan, manajemen pengolahan dan pengawetan pakan minimal 90% benar. Uraian: 1.1. Pengertian dan Tujuan Pengolahan Pakan Pengolahan pakan merupakan suatu kegiatan untuk mengubah pakan tunggal atau campuran menjadi bahan pakan baru atau pakan olahan. Bahan pakan baru yang dihasilkan dari proses pengolahan diharapkan mengalami peningkatan kualitas. Proses pengolahan pakan ini mempunyai beberapa tujuan, diantaranya adalah : 1.1.1. Untuk meningkatkan kualitas bahan rip’06/tpp/phkA3 1

Upload: van-jnr

Post on 05-Aug-2015

60 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Modul Kuliah TPP

1 PENDAHULUAN

Tujuan Instruksional Umum (TIU) Setelah mengikuti mata kuliah ini mahasiswa dapat menjelaskan dan membedakan teknik-teknik pengolahan berbagai bahan pakan ternak dan pada akhirnya menentukan strategi untuk mempertahankan mutu serta meningkatkan nilai nutrisi bahan pakan.

Tujuan Instruksional Khusus (TIK) Setelah mengikuti kuliah pendahuluan mahasiswa dapat menjelaskan pengertian dan membedakan teknik-teknik teknologi pengolahan berbagai pakan, manajemen pengolahan dan pengawetan pakan minimal 90% benar.

Uraian:

1.1. Pengertian dan Tujuan Pengolahan Pakan

Pengolahan pakan merupakan suatu kegiatan untuk mengubah pakan tunggal

atau campuran menjadi bahan pakan baru atau pakan olahan. Bahan pakan baru yang

dihasilkan dari proses pengolahan diharapkan mengalami peningkatan kualitas.

Proses pengolahan pakan ini mempunyai beberapa tujuan, diantaranya adalah :

1.1.1. Untuk meningkatkan kualitas bahan

Bahan pakan yang kualitasnya rendah (kandungan serat kasarnya tinggi dan

kandungan protein kasarnya rendah) dapat ditingkatkan kualitasnya melalui

pengolahan baik secara mekanik, fisik, biologi, kimia maupun gabungan berbagai

cara pengolahan

1.1.2. Memudahkan penyimpanan

Pengolahan pada bahan pakan dapat menjadikan suatu bahan pakan lebih

kecil ukurannya dan lebih homogen sehingga memudahkan dalam penyimpanan.

1.1.3. Pengawetan

Pengolahan dapat digunakan untuk tujuan pengawetan sehingga dapat

mempertahankan kualitas dari bahan pakan

rip’06/tpp/phkA3 1

Page 2: Modul Kuliah TPP

1.1.4. Untuk meningkatkan palatabilitas

Palatabilitas pakan dapat ditingkatkan melalui proses pengolahan pakan yang

sesuai dengan jenis, umur dan fase hidup ternak

1.1.5. Untuk meningkatkan efisiensi pakan

Peningkatan kualitas pakan melalui proses pengolahan akan meningkatkan

produktivitas ternak yang mencerminkan peningkatan efisiensi pakan.

1.1.6. Untuk memudahkan handling dan mixing pada pembuatan pakan jadi.

Pembuatan pakan jadi meliputi tahapan persiapan bahan pakan, penimbangan

bahan pakan, penggilingan bahan pakan, pencampuran dan pengemasan pakan jadi.

Pengaturan tahapan proses pengolahan pakan tersebut akan menghasilkan kualitas

pakan jadi yang meningkat.

1.2. Cara Pengolahan pakan

Pemilihan terhadap cara pengolahan yang tepat terhadap bahan pakan perlu

dilakukan sehingga pengolahan yang dilakukan akan benar-benar bermanfaat

meningkatkan kualitas nutrisinya. Secara umum, pengolahan pakan dapat dilakukan

melalui 5 macam cara :

1.2.1. Pengolahan mekanik

1.2.2. Pengolahan fisik

1.2.3. Pengolahan kimia

1.2.4. Pengolahan Biologi

1.2.5. Gabungan dari keempat cara diatas

1.2.1. Pengolahan Mekanik

Pengolahan mekanik merupakan suatu upaya untuk mengubah sifat pakan

melalui proses mekanik. Pengolahan mekanik mencakup :

Dehulling

Dehulling adalah proses pengolahan untuk melepaskan atau memecahkan

kulit luar biji-bijian, kacang-kacangan atau buah-buahan. Bahan pakan yang telah

mengalami proses dehulling akan terpisah antara kulit dengan bijinya. Kulit yang

rip’06/tpp/phkA3 2

Page 3: Modul Kuliah TPP

dihasilkan dari proses dehulling ini merupakan limbah pertanian yang berpotensi

sebagai bahan pakan, hanya saja kualitasnya yang rendah memerlukan cara

pengolahan lebih lanjut untuk dapat dipergunakan sebagai bahan pakan.

Grinding

Grinding adalah pengolahan pakan dengan cara memperkecil partikel-partikel

bahan sehingga dapat meningkatkan luas permukaan bahan. Ukuran partikel yang

diperoleh sesuai dengan ukuran saringan yang dipakai pada mesin grinder. Tipe

mesin grinder yang biasa dipakai adalah : diskmikll, hammermill dan rollermill.

Perbedaan ketiga tipe mesin yang digunakan terletak pada bentuk dan cara

penghancuran bahan. Diskmill mempunyai alat penghancur berupa lempengan yang

dapat menggerus dan mengoyak bahan pakan sehingga hancur. Hammer mill

berbentuk palu yang memukul bahan pakan sehingga hancur sedangkan rollermill

berbentuk silinder yang menekan bahan pakan.

Rolling

Rolling adalah proses menekan bahan ke dalam pencetak berbentuk silinder.

Proses pengolahan pakan dengan cara rolling tanpa penambahan uap air disebut dry

rolling. Proses pengolahan pakan dengan cara rolling dan diberi uap air selama 1 – 8

menit disebut steam rolling. Fungsi dari cara pengolahan ini adalah untuk

memperlunak bahan dan meningkatkan palatabilitas

Chopping

Chopping adalah proses pengolahan bahan pakan (biasanya hijauan untuk

ternak ruminansia) dengan cara pencacahan atau pemotongan dengan panjang antara

2 – 5 cm. Fungsi dari Chopping adalah memperkecil ukuran bahan dan menghindari

sifat memilih dari ternak.

1.2.2. Pengolahan Fisik

Pengolahan fisik merupakan upaya mengubah sifat pakan melalui proses atau

perlakuan perubahan temperatur sehingga pakan pada akhir proses akan mengalami

penurunan kandungan air. Besarnya temperatur dan lama proses pengolahan harus

diperhatikan untuk mencegah hal-hal sebagai berikut :

- Terjadinya kerusakan asam amino esensial (terutama Lysin dan Methionin)

rip’06/tpp/phkA3 3

Page 4: Modul Kuliah TPP

- Perubahan sifat kimia dan fisik pati menjadi bentuk seperti gelatin

- Merusak vitamin yang thermolabil (Vitamin B dan C)

- Merusak ikatan lemak tak jenuh

Keuntungan pengolahan fisik ini adalah :

- memperpanjang masa simpan bahan pakan

- menginaktifkan beberapa zat antinutrisi (contoh : antitrypsin dalam kedelai

mentah dan HCN dalam ubikayu)

Tipe pengolahan fisik ada 2, yaitu : alami dan buatan (artificial)

Tipe pengolahan alami dengan menggunakan kekuatan alam yaitu panas

matahari dan angin (Sun drying). Keuntungan tipe pengolahan ini adalah proses

pengeringan dengan biaya murah dan memperoleh sinar ultraviolet yang dapat

membantu mengurangi pertumbuhan mikrobia yang merugikan (pada proses yang

sesuai). Intensitas panas matahari yang optimal kurang lebih 40C sampai 50C pada

pukul 09.00 sampai dengan 15.00 (kondisi terik). Kelemahan tipe pengolahan ini

adalah proses tergantung cuaca, perlu banyak tenaga, tempat yang luas dan waktu

yang lama.

Tipe pengolahan buatan dengan bantuan mesin pengering (oven, pengering

terowongan (tunnel), pengering berputar dan lainnya). Kelebihan tipe pengolahan ini

adalah hemat tempat, waktu dan tenaga. Kelemahan yang perlu diperhatikan dalam

tipe pengolahan ini adalah :

- Hilangnya zat-zat yang sifatnya volatile

- Terjadinya perubahan sifat fisik dan kimia bahan

- Kemungkinan hilangnya vitamin yang thermolabil

1.2.3. Pengolahan Kimia

Pengolahan kimia merupakan upaya mengubah sifat pakan melalui

penambahan bahan kimia. Pengolahan kimia dapat dilakukan dengan penambahan

alkali, dan penambahan asam.

Penambahan alkali

Perlakuan alkali menyebabkan suasana basa dengan pH > 7,0 dengan

menggunakan bahan kimia alkali seperti NaOH, KOH, Ca(OH)2, ammonia anhydrous

rip’06/tpp/phkA3 4

Page 5: Modul Kuliah TPP

(gas atau cairan), urea, garam ammonium ataupun bahan lain (manure ayam, feses,

urine, abu gosok). Perlakuan alkali diperlukan pada bahan pakan limbah pertanian

dengan kandungan serat kasar yang tinggi selain adanya ikatan -1,4 glycosida juga

terjadi lignifikasi dari bagian selulosa yang menyebabkan sukar dicerna.

Terdapat 2 cara perlakuan kimia dengan alkali, yaitu :

- Cara basah (cara perendaman)

- Cara kering (cara penyemprotan)

Pengolahan dengan penambahan alkali mampu meningkatkan koefisien cerna,

disebabkan :

- Larutnya sebagian silikat dan lignin

- Bengkaknya jaringan akibat lepasnya sebagian ikatan hydrogen diantara

molekul selulosa

- Terhidrolisisnya ikatan ester pada gugus asam uronat diantara selulosa dan

hemiselulosa yang memudahkan penetrasi enzim pencernaan

Pengolahan alkali dapat juga dilakukan dengan penambahan amonia yang digunakan

sebagai fungisidal dan bakterisida sehingga dapat berfungsi sebagai pengawet.

Amonia dapat berikatan dengan gugus asetat dari bahan pakan (jerami) menjadi

garam ammonium asetat dan dapat menjadi sumber nitrogen bagi mikrobia rumen.

Keuntungan dari proses amoniasi :

- Menambah kandungan protein kasar (ekivalen 3 – 10%) dalam bentuk

nitrogen bukan protein (NPN)

- Meningkatkan jumlah zat makanan tercerna (TDN = Total Digestible

Nutrient sebesar 3 – 23 %)

- Meningkatkan konsumsi pakan 20 – 27%

- Mencegah tumbuhnya jamur

- Tidak ada residu mineral pada produk amoniasi

Penambahan asam

Perlakuan asam menyebabkan suasana basa dengan pH < 5,0 dengan

menggunakan bahan kimia asam (asam kuat, asam organic dll). Keuntungan

perlakuan asam, yaitu :

rip’06/tpp/phkA3 5

Page 6: Modul Kuliah TPP

- Meningkatkan kualitas bahan pakan yang rendah kualitasnya, mampu

merenggangkan/ memecah ikatan serat kasar dan protein kasar yang sulit

dicerna

- Meningkatkan konsumsi pakan konsentrat berkualitas rendah (meningkat dari

10% menjadi 50%)

- Meningkatkan potensi kecernaan dinding sel pakan konsentrat sumber energi

Kelemahan perlakuan asam adalah :

- Bahan kimia yang digunakan bersifat korosif, kadang –kadang bersifat toksik

dan adanya residu mineral

- Produk yang dihasilkan bersifat asam sehingga perlu diangin-anginkan

sebelum diberikan ke ternak

1.2.4. Pengolahan Biologi

Pengolahan bahan pakan secara biologi dilakukan dengan enzim melalui

bantuan mikrobia yang sesuai yang disebut proses fermentasi. Umumnya mikrobia

yang digunakan adalah mikrobia selulolitik (untuk mendegradasi serat kasar),

mikrobia yang dapat mendegradasi keratin (protein sulit dicerna), atau mikrobia yang

mampu mengeliminasi zat antinutrisi (tannin, mimosin dan lainnya). Kelebihan

perlakuan secara biologis ini adalah waktu singkat dan efisien, tidak tergantung cuaca

tetapi perlu kondisi yang optimum bagi pertumbuhan mikrobia (suhu, kelembaban,

pH dan lainnya).

Pengolahan secara biologi juga dapat dilakukan dengan penambahan preparat

enzim langsung. Penambahan enzim secara langsung biasanya dilakukan dengan

menggunakan enzim kasar (Crude enzim) sehingga waktu yang dibutuhkan singkat

dan efisien tetapi preparat enzim yang digunakan mahal.

1.2.5. Pengolahan secara gabungan

Pengolahan gabungan adalah pengolahan yang dilakukan dengan

menggabungkan beberapa cara pengolahan (mekanik, fisik, kimia dan biologi).

Pengolahan gabungan ini dilakukan pada bahan pakan yang kualitasnya sangat

rendah dan atau bahan yang kandungan zat antinutrisinya tinggi. Contoh : Perlakuan

awal penggilingan pada bahan pakan akan memperluas permukaan bahan yang

rip’06/tpp/phkA3 6

Page 7: Modul Kuliah TPP

kemudian jika dilakukan pengolahan secara biologi (fermentasi) akan sangat

memudahkan penetrasi enzim mikrobia.

Rangkuman:

Tujuan pengolahan pakan:

1. Pengawetan pakan

2. Penyesuaian ukuran dengan kebutuhan

3. Mengatur kadar air bahan

4. Menjadikan limbah lebih kompak

5. Meningkatkan palatabilitas

6. Meningkatkan/menstabilkan nilai nutrisi

7. Mengurangi bau, jamur, salmonella

8. Suplementasi dan proteksi nutrisi

Strategi pengolahan pakan:

1. Pengolahan mekanik

2. Pengolahan fisik

3. Pengolahan kimia

4. Pengolahan biologi

5. Gabungan dari keempat cara di atas

Tugas:

1. Buatlah penjelasan tentang perbedaan pengolahan dan pengawetan. Apa

manfaat, fungsi dan tujuan kedua jenis proses tersebut?

2. Berikan contoh teknologi untuk masing-masing strategi pengolahan pada

pakan hijauan maupun bijian.

Referensi:

Pfost, H.B. 1964. Feed Production Handbook. Feed Production School Inc. Kansas City

McEllhiary,R.R. 1994 Feed Manufacturing Technology IV. Am. Feed Industry Assoc.

rip’06/tpp/phkA3 7

Page 8: Modul Kuliah TPP

Inc. Arlington

rip’06/tpp/phkA3 8

Page 9: Modul Kuliah TPP

2 STRATEGI PENGOLAHAN BIJIAN

Tujuan Instruksional Umum (TIU) Setelah mengikuti mata kuliah ini mahasiswa dapat menjelaskan dan membedakan teknik-teknik pengolahan berbagai bahan pakan ternak dan pada akhirnya menentukan strategi untuk mempertahankan mutu serta meningkatkan nilai nutrisi bahan pakan.

Tujuan Instruksional Khusus (TIK) Setelah mengikuti kuliah dengan sub pokok bahasan strategi pengolahan bijian, mahasiswa dapat menjelaskan dan membedakan teknik-teknik pengolahan pakan bijian dan konsentrat secara runut mulai dari penggilingan sampai dengan pengemasan minimal 90% benar.

Uraian:

Pengelolaan pakan merupakan upaya aplikasi teknologi dan strategi sejak

penerimaan bahan pakan hingga ke penyimpanan dan distribusinya. Strategi

diupayakan agar dapat mengantisipasi sifat fisik dan sifat kimia bahan/pakan serta

mempertahankan kualitasnya agar tetap sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan

(pengolahan, penyebaran dan penggunaan).

Prinsip pengelolaan adalah

menjaga kebersihan dan kemurnian bahan,

menekan kerusakan akibat proses eksternal (hama & lingkungan)dan internal

(kimia),

menekan pertumbuhan dan kontaminasi organisme, serta

pengaturan ketepatan waktu proses penyimpanan dan siklus produksi.

2.1. Penerimaan (pengadaan bahan pakan)

Bagian penerimaan dimulai dari area lalu lintas kendaraan/mobil atau truk

ditempatkan; terletak di luar area pembongkaran. Tahap ini meliputi menerima,

rip’06/tpp/phkA3 9

Page 10: Modul Kuliah TPP

mengeringkan, membersihkan, menyimpan, dan mengelola bahan pakan / material

sampai dengan tahap berikutnya. Pengelolaan pada tahap ini ditujukan untuk semua

bahan baku / material yang termasuk jugapenerimaan/pengadaan kantong kosong dan

persediaan lain. Proses diakhiri diakhiri sampai pada saat material ditempatkan;

ditempatkan sementara dimanapun baik di (dalam) bak/peti [gudang/penyimpanan]

atau di (dalam) gudang penerima, termasuk juga pekerjaan mengelola dan atau

mengkondisikan semua material sesuai keperluan.

Di dalam penanganan bahan pakan, terkait langkah-langkah pengangkutan &

distribusi serta pengepakan, dan penyimpanan. Faktor yang berpengaruh terhadap

keberhasilan manajemen pakan adalah:

(a) Densitas dan kadar air

(b) Kapabilitas operator dan fasilitas pendukung

(c) Pilihan metode/cara

(d) Diskripsi layanan

Dalam pengelolaan pakan, kategori bahan menjadi pertimbangan utama dalam

penetapan teknologi dan strategi pengelolaannya. Untuk kemudian dilanjutkan

sebagai dasar dalam perencanaan dan penjadwalan. Perencanaan dan penjadwalan

hendaknya mempertimbangkan aspek berikut:

Banyaknya macam bahan yang akan digunakan,

Tipe dan karakteristik bahan,

Sirkulasi (penerimaan-penggunaan),

Sistem transportasi dan jumlah setiap pengiriman,

Proses tambahan/pendahuluan,

Antisipasi terhadap pemanfaatan bahan, dan

Efisiensi dan pembiayaan

Penanganan bahan/pakan secara ideal dapat dilakukan dengan mengikuti model

manajemen dasar, yaitu: mulai dari mengapa, kemudian apa, dimana dan kapan,

selanjutnya bagaimana dan siapa (Ilustrasi 1). Mengapa penting atau tidak penting

untuk melakukan sesuatu, misalnya pengadaan bahan pakan, perawatan mesin,

formulasi ransum dll, merupakan langkah awal proses pengelolaan bahan pakan. Jika

rip’06/tpp/phkA3 10

Page 11: Modul Kuliah TPP

memang hal tersebut dipandang penting, kemudian apa yang akan dilakukan

merupakan langkah berikut yang harus diatur strateginya, apakah melakukan survey

untuk pengadaan material, atau langsung memesan / membeli. Tahap ini harus

mempertimbangkan tentang aspek karakteristik bahan, jumlah dan tipe dari material.

Material menyangkut faktor tipe material seperti padat, cair, gas; karakteristik seperti

bentuk, demensi, suhu, dll; serta jumlah minimum/maksimum, bulanan/tahunan, dll.

TPK/Pengemasan & Pergudangan

3

Model Penanganan

Mengapa ApaPenting

Tak penting

KapanDimana Bagaimana Siapa

MetodeMaterial Gerak

. Tipe. Karakteristik

. Jumlah

. Sumber

. Logistik. Karakteristik

. Tipe

. Unit penanganan. Peralatan

. Man Power

Areal, ketinggian, ukuran pintuKapasitas lantai, elevator, pergudangan,

dll

Kendalafisik

Ilustrasi 1. Model manajemen dasar penanganan bahan pakan

rip’06/tpp/phkA3 11

Page 12: Modul Kuliah TPP

Gerak/pergerakan material adalah aspek kapan dan dimana. Dalam hal ini faktor yang

harus diperhatikan adalah:

sumber, menyangkut scope (daerah, tempat, dll) dan route (datar, melingkar,

dll);

logistik, seperti di dalam/luar pabrik, load/unload level, load/unload method,

karakteristik pergerakan, seperti jarak, frekuensi, kecepatan, urutan; serta

tipe pergerakan, seperti transporting, conveying, elevating, transfering

Pemahaman atas material dan pergerakan serta pertimbangan atas bagaimana dan

siapa merupakan dasar penetapan metode penanganan. Dalam hal ini faktor yang

harus diperhitungkan adalah:

unit penanganan yang meliputi jumlah, berat, kontainer, load support, dll;

peralatan yang meliputi kapasitas, karakteristik, tipe, fungsi, biaya;

man power yang meliputi cost/time, number/time serta time/movement

Model pengananan juga harus mempertimbangkan kendala fisik seperti area,

ketinggian, ukuran pintu, kapasitas/kemampuan lantai, elevator, pergudangan, dll.

2.2. Pengolahan Material

Proses pengolahan material dimulai dengan pengelolaan material yang

disimpan di (dalam) bak / peti [gudang /penyimpanan]. Termasuk di dalamnya

pengurangan ukuran material, pengepresan kering (crimping) dan pembuatan

kepingan-kepingan kecil kering (flaking). Pengelolaan juga meliputi semua tahapan

bergeraknya material ke dan dari peralatan prosesing yang berakhir sebagai bahan

setengah jadi yang ditempatkan / disimpan di dalam bak/peti (bin) siap untuk dikemas

atau juga didistribusikan langsung kepada konsumen.

2.3. Pencampuran

Bagian ini dimulai dengan pengelolaan material yang akan digunakan pada

berbagai proporsi ransum dan pencampurannya di dalam bak/peti atau di dalam

gudang. Proses pergerakan semua material yang digunakan di dalam pencampuran

juga termasuk aspek yang dikelola. Semua proses penimbangan juga termasuk di

rip’06/tpp/phkA3 12

Page 13: Modul Kuliah TPP

dalam tahap ini seperti halnya fungsi pencampuran yang mencakup penambahan

cairan. Tahap ini diakhiri ketika pakan yang dicampur ditempatkan dalam partai besar

ke dalam bak/peti yang besar (bins), bak/peti pengemas (sacking bins), atau bak/peti

penyimpan (holding bins) untuk melanjutkan proses berikutnya..

2.4. Pembuatan Pellet

Tahap ini meliputi pembuatan pellet (pelleting), pengepresan (extrusion), dan

pencetakan (blocking). Produksi dimulai dengan mencampur pakan dari dalam

bak/peti penyimpanan yang terletak di atas mesin pembuatan pellet (pellet mills),

mesin pengepres/penekan (extruders), atau mesin pencetak (blockers) dan semua

aktivitas yang berhubungan dengan operasional sistem tersebut serta pergerakan

pakan ke tempat pencurahan bahan jadi (bulk load out) atau bak/peti pengemas

(sacking bins).

Pelet merupakan bentuk bahan pakan yang dipadatkan sedemikian rupa dari

bahan konsentrat atau hijauan dengan tujuan untuk mengurangi sifat keambaan pakan

(Parker, 1988). Patrick dan Schaible (1979) menjelaskan keuntungan pakan bentuk

pelet adalah meningkatkan konsumsi dan efisiensi pakan, meningkatkan kadar energi

metabolis pakan, membunuh bakteri patogen, menurunkan jumlah pakan yang

tercecer, memperpanjang lama penyimpanan, menjamin keseimbangan zat-zat nutrisi

pakan dan mencegah oksidasi vitamin. Stevent (1981) menjelaskan lebih lanjut

keuntungan pakan bentuk pelet adalah 1) meningkatkan densitas pakan sehingga

mengurangi keambaan, mengurangi tempat penyimpanan, menekan biaya

transportasi, memudahkan penanganan dan penyajian pakan; 2) densitas yang tinggi

akan meningkatkan konsumsi pakan dan mengurangi pakan yang tercecer; 3)

mencegah “de-mixing” yaitu peruraian kembali komponen penyusun pelet sehingga

konsumsi pakan sesuai dengan kebutuhan standar.

Ada dua cara yang dapat ditempuh dalam pembuatan pakan berbentuk pelet,

yaitu secara manual dan atau dengan menggunakan mesin (feedmill). Pembuatan

pakan secara manual dilakukan dengan menggunakan alat-alat yang sederhana. Alat

rip’06/tpp/phkA3 13

Page 14: Modul Kuliah TPP

yang dipergunakan adalah sekop (paddle) atau drum yang dirancang dengan

mengunakan prinsip kerja mixer.

Cara yang kedua dengan menggunakan mesin. Mesin pembuat pakan ini

terdiri atas mesin-mesin penggiling (hammermill), mesin penimbang (weigher),

mesin pemusing (cyclone), mesin pengangkat/pemindah bahan (auger, elevator),

mesin penghembus (blower), mesin pencampur (mixer), dan mesin pembuat pelet.

Untuk pembuatan pelet menggunakan alat blower, boiler, mash bin, cooler, die, screw

conveyor, mixer, vibrator dan transporter.

2.4.1. Proses Pengolahan Pelet

Proses pengolahan pelet terdiri dari 3 tahap, yaitu pengolahan pendahuluan,

pembuatan pelet dan perlakuan akhir.

Pengolahan Pendahuluan

Proses pendahuluan ditujukan untuk pemecahan dan pemisahan bahan-bahan

pencemar atau kotoran dari bahan yang akan digunakan. Setelah seluruh bahan baku

disiapkan, tahap selanjutnya adalah menggiling bahan baku tersebut. Tujuannya

adalah untuk mendapatkan ukuran partikel yang seragam--berbentuk tepung (mash).

Peralatan yang digunakan adalah mesin penggiling atau penghalus yang bisa

digerakkan motor listrik atau motor bakar yang bahan bakarnya bisa berupa bensin

atau solar. Alat ini dikenal dengan nama disk mill dan hammer mill.

Bahan baku berupa jagung kuning, dedak, bungkil kedelai dan bungkil kelapa

digiling halus. Sementara itu, tepung ikan tidak perlu digiling lagi karena bahan baku

ini sudah dalam bentuk tepung. Lain halnya jika menggunakan ikan lokal yang sudah

dikeringkan, tetapi belum digiling menjadi tepung. Dengan membuat bahan baku

menjadi partikel yang lebih kecil, laju oksidasi kemungkinan bisa berlangsung lebih

cepat. Untuk itu diperlukan cara untuk menekan laju oksidasi, yakni dengan

menambahkan antioksidan ke dalam bahan tepung tersebut, baik saat penggilingan

maupun setelah menjadi tepung.

Seluruh bahan yang telah digiling, ditimbang dengan menggunakan

timbangan duduk. Pastikan berat setiap bahan sesuai dengan keperluannya.

Selanjutnya, bahan – bahan tersebut dicampurkan. Pencampuran bisa menggunakan

rip’06/tpp/phkA3 14

Page 15: Modul Kuliah TPP

berbagai macam mesin pengaduk (mixer), tipe vertikal, tipe horisontal, drum mixer

dan mixer yang biasa digunakan untuk mengaduk beton atau beton molen.

Pencampuran bahan – bahan baku pakan bisa juga digunakan secara manual dengan

menggunakan cangkul atau sekop dan beralaskan papan.

Untuk bahan baku dengan jumlah sedikit, terlebih dahulu dilakukan pre-

mixing atau pencampuran awal. Bahan yang dicampur pada tahap awal meliputi

vitamin, mineral, kalsium karbonat, asam amino kristal, pemacu pertumbuhan,

koksidiostat dan antioksidan. Penimbangan bahan – bahan ini harus dilakukan dengan

timbangan yang mempunyai tingkat ketelitian tinggi.

Setidaknya diperlukan waktu 15 menit untuk mencampur bahan pakan dengan

menggunakan mesin pencampur jenis beton molen supaya diperoleh campuran yang

merata. Apabila digunakan mixer horisontal, diperlukan waktu pencampuran lebih

singkat.

Tahap akhir pencampuran adalah menambahkan bahan baku cairan, yaitu

minyak kelapa dengan menggunakan sprayer atau penyemprot sambil terus dilakukan

pengadukan. Jika dalam formula pakan diperlukan bahan baku cair, sebaiknya alat

yang digunakan berupa beton molen. Beton molen ini umumnya mempunyai dua

kapasitas volume. Ini berbeda halnya dengan mixer jenis lain yang mempunyai

kapasitas beragam, hingga 1.000 kg campuran pakan setiap kali pengadukan.

2.4.2. Pembuatan Pelet

Pembuatan pelet terdiri dari proses pencetakan, pendinginan dan pengeringan.

Perlakuan akhir terdiri dari proses sortasi, pengepakan dan pergudangan

(Tjokroadikoesoemo, 1986). Menurut Parker (1988), proses penting dalam

pembuatan pelet adalah pencampuran (mixing), pengaliran uap (conditioning),

pencetakan (extruding) dan pendinginan (cooling).

Proses Pencetakan

Proses kondisioning adalah proses pemanasan dengan uap air pada bahan

yang ditujukan untuk gelatinisasi agar terjadi perekatan antar partikel bahan penyusun

sehingga penampakan pelet menjadi kompak, durasinya mantap, tekstur dan

kekerasannya bagus (Parker, 1988). Proses kondisioning ditujukan untuk gelatinisasi

rip’06/tpp/phkA3 15

Page 16: Modul Kuliah TPP

dan melunakkan bahan agar mempermudah pencetakan. Disamping itu juga

bertujuan untuk membuat :

Pakan menjadi steril, terbebas dari kuman atau bibit penyakit.

Menjadikan pati dari bahan baku yang ada sebagai perekat.

Pakan menjadi lebih lunak sehingga ternak mudah mencernanya.

Menciptakan aroma pakan yang lebih merangsang nafsu makan ternak.

Kondisioning dilakukan dengan bantuan steam boiler yang uapnya diarahkan

ke dalam campuran pakan. Apabila penguapan dilakukan dengan mixer jenis beton

molen, proses penguapan dilakukan sambil mengaduk campuran pakan tersebut.

Penguapan tidak boleh dilakukan di atas suhu yang diizinkan, yaitu sekitar 80°C.

Pengukusan dengan suhu terlalu tinggi dalam waktu yang lama akan merusak atau

setidaknya mengurangi kandungan beberapa nutrisi dalam pakan, khususnya vitamin

dan asam amino. Dalam proses pembuatan pakan ayam ras pedaging, penguapan

tidak mutlak diperlukan.

Walker (1984) menjelaskan bahwa selama proses kondisioning terjadi

penurunan kandungan bahan kering sampai 20% akibat peningkatan kadar air bahan

dan menguapnya sebagian bahan organik. Proses kondisioning akan optimal bila

kadar air bahan berkisar 15 – 18% (Parker, 1988). Winarno (1986) menjelaskan lebih

lanjut bahwa kadar air yang lebih dari 20% akan menurunkan kekentalan larutan gel

hasil gelatinisasi.

Efek lain dari proses kondisioning yaitu menguapnya asam lemak rantai

pendek, denaturasi protein, kerusakan vitamin bahkan terjadinya reaksi “Maillard”

(Haris dan Kramas, 1986). Reaksi ‘Maillard’ yaitu polimerisasi gula pereduksi

dengan asam amino primer membentuk senyawa melanoidin berwarna coklat, proses

ini terjadi akibat adanya pemanasan (Muller, 1988). Warna coklat pada bahan ini

menurut Muller (1988) menurunkan mutu penampakan warna pelet. Nikersond dan

Louis (1978) menambahkan bahwa pemanasan dapat menyebabkan dehidrasi pada

gula. Gula yang terdehidrasi membentuk polimer sesama gula yang diikuti oleh

gugus amina membentuk senyawa coklat.

rip’06/tpp/phkA3 16

Page 17: Modul Kuliah TPP

Gelatinasi merupakan sumber perekat alami pada proses “peleting” (Parker,

1988). Pencetakan merupakan tahap pemadatan bentuk melalui alat extruder.

Dinyatakan dalam Dharmala Group (1986) bahwa temperatur bahan sebelum masuk

ke dalam mesin pencetak sekitar 80°C dengan kelembaban 12–15%.

Sistem kerja mesin pencetak sederhana adalah dengan mendorong bahan

campuran pakan di dalam sebuah tabung besi atau baja dengan menggunakan ulir

(screw) menuju cetakan (die) berupa pelat berbentuk lingkaran dengan lubang –

lubang berdiameter 2 – 3 mm, sehingga pakan akan keluar dari cetakan tersebut

dalam bentuk pelet. Kelemahan sistem ini adalah diperlukannya tambahan air

sebanyak 10 – 20% ke dalam campuran pakan, sehingga diperlukan pengeringan

setelah proses pencetakan tersebut. Penambahan air dimaksudkan untuk membuat

campuran atau adonan pakan menjadi lunak, sehingga bisa keluar melalui cetakan.

Jika dipaksakan tanpa menambahkan air ke dalam campuran, mesin akan macet. Di

samping itu, pelet yang keluar dari mesin pencetak biasanya kurang padat.

Berbeda dengan mesin sederhana, system kerja mesin yang biasa digunakan di

industri pakan adalah dengan cara menekan atau menggiling bahan baku pakan

dengan menggunakan roda baja (roller) pada cetakan (die). Pelet yang keluar dari

cetakan tersebut kepadatannya sangat baik.

Selama proses kondisioning terjadi peningkatan suhu dan kadar air dalam

bahan sehingga perlu dilakukan pendinginan dan pengeringan (Walker, 1984). Proses

pendinginan (cooling) merupakan proses penurunan temperatur pelet dengan

menggunakan aliran udara sehingga pelet menjadi lebih kering dan keras. Proses ini

meliputi pendinginan butiran-butiran pelet yang sudah terbentuk, agar kuat dan tidak

mudah pecah. Pengeringan dan pendinginan dilakukan pada tahap ini untuk

menghindarkan pelet itu dari serangan jamur selama penyimpanan

Pengeringan pada intinya adalah mengeluarkan kandungan air di dalam pakan

menjadi kurang dari 14%, sesuai dengan syarat mutu pakan ternak pada umumnya.

Proses pengeringan perlu dilakukan apabila pencetakan dilakukan dengan mesin

sederhana. Jika pencetakan dilakukan dengan mesin pelet sistem kering, cukup

rip’06/tpp/phkA3 17

Page 18: Modul Kuliah TPP

dikering anginkan saja hingga uap panasnya hilang, sehingga pelet menjadi kering

dan tidak mudah berubah kembali ke bentuk tepung.

Proses pengeringan bisa dilakukan dengan penjemuran di bawah terik sinar

matahari atau menggunakan mesin. Keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan.

Penjemuran secara alami tentu sangat tergantung kepada cuaca, higienitas atau

kebersihan pakan harus dijaga dengan baik, jangan sampai tercemar debu atau

kotoran dan gangguan hewan atau unggas yang dikhawatirkan akan membawa

penyakit. Jika alat yang digunakan mesin pengering, tentu akan memerlukan biaya

investasi dan biaya operasional yang cukup tinggi.

2.4.3. Perlakuan Akhir

Penentuan ukuran pelet disesuaikan dengan jenis ternak. Dinyatakan dalam

Pasifik (1981) bahwa diameter pelet untuk sapi perah dan sapi pedaging adalah 1,9

cm (0,75 inci), untuk anak babi 1,5 cm (0,59 inci) dan babi masa pertumbuhan 1,6 cm

(0,62 inci), untuk ayam pedaging periode starter dan finisher 1,2 cm (0,48 inci). Garis

tengah pelet untuk pakan dengan konsentrasi protein tinggi adalah 1,7 cm (0,67 inci)

dan 0,97 cm (0,38 inci) untuk pakan yang mengandung urea.

2.5. Pengemasan

Produksi dimulai dari pakan jadi yang ditempatkan di dalam bak/peti

pengemas yang biasanya diletakkan di atas mesin pengemas. Penimbangan

(weighing), penjahitan (sewing), penumpukan di atas pallet (palletizing) dan

pergerakan kemasan pakan ke tempat penyimpanan termasuk di dalam tahap ini.

Setiap bahan memiliki karakteristik yang didasarkan atas sifat fisik, kimia dan

biologis. Dari sifat-sifat tersebut, mekanisme kerusakan bahan dapat diketahui,

seperti: serangan makroorganisme (kutu, dll), kontaminasi mikroorganisme (bakteri,

yeast, dll), reaksi kimia (misalnya, enzim), perubahan fisik (pengerutan, dll).

Pengemasan dan penyimpanan diperlukan untuk memenuhi berbagai tujuan, antara

lain: untuk menghambat /mencegah penurunan kualitas/nilai gizi, memberikan

proteksi/melindungi produk dari kontaminasi lingkungan, memberikan aspek estetika

selama proses perlakuan (handling) dan distribusi. Berbagai cara penanganan yang

rip’06/tpp/phkA3 18

Page 19: Modul Kuliah TPP

dilakukan untuk mengatasi kerusakan tersebut, akan menentukan teknik dan macam

bahan pengemas. Hal ini dimaksudkan agar supaya fungsi dan tujuan dari

pengemasan dapat tercapai.

Syarat bahan pengemas:

a) Transparans dan ada penampakan permukaan,

b) Pengendalian terhadap transfer atau penetrasi air,

c) Pengendalian terhadap transfer gas,

d) Daya tahan terhadap variasi suhu yang luas,

e) Tidak mengandung senyawa beracun,

f) Proteksi terhadap kerusakan fisik (keremukan, dll), dan

g) Harga rendah

Macam bahan pengemas :

Kertas (zak, karton), bahan selulosa (karung, dll), logam (aluminium, stainless steel,

pelat timah, dll), gelas, keramik, karet, plastik, dll. Masing-masing bahan pengemas

memiliki kelebihan dan kekurangan, berkaitan dengan fleksibiltas, reaksi dengan

bahan yang dikemas, ketahanan terhadap lingkungan, dll. Derivat bahan plastik ,

seperti polyethylene, polypropilene, polyvinylchloride, polystirene, polyamide,

polycarbonate, dll merupakan bahan pengemas populer saat ini karena hampir dapat

memenuhi segala persyaratan untuk bahan pengemas.

Pengemasan dalam industri pakan merupakan proses lanjutan dari pengolahan

bahan. Pengemasan produk dimaksudkan untuk meningkatkan fleksibilitas

penanganan produk baik dalam distribusi, penyimpanan maupun penggunaan.

Tahapan penting yang perlu diperhatikan dalam pengemasan adalah pengisian,

penimbangan, penutupan kemasan, kemudian pengecekan kemasan, pelabelan, untuk

dilanjutkan ke penyimpanan dan distribusi.

Beberapa hal yang perlu dijadikan bahan pertimbangan dalam strategi penentuan

konstruksi kemasan:

Konstruksi bahan pengemas hendaknya memberikan kemudahan selama

proses pengemasan. Kemasan dari bahan kayu, kertas, derivat plastik dan atau

rip’06/tpp/phkA3 19

Page 20: Modul Kuliah TPP

kombinasinya merupakan bahan yang popular untuk pengemas produk pakan

ternak. Pemakaian bahan tsb disesuaikan dengan bentuk dan macam produk

yang akan dikemas. Berbagai bentuk kantung yang ada memiliki spesifikasi

kegunaan dan kemudahan misal: valve bags untuk powder/tepung halus,

SOM mudah dalam pengisian dan penutupan, DFB (double fould bag) -

mudah pengisian, rapat, kuat.

Konstruksi pengemas harus mendukung dan menjamin kelancaran proses

pengisian kemasan, yang diukur dari akurasi volume dan atau berat,

sedikitnya material yang tercecer, banyaknya kantung/menit. Akurasi isi

dilakukan dengan pengukuran volume (m3/bag) atau penimbangan (kg/bag)

yang diukur secara gross weight atau nett weight.

Konstruksi juga harus memberikan kemudahan dalam proses penutupan

kantong/kemasan baik berupa jahitan dan atau pengeleman, serta menjamin

kerapatan kemasan. Kegalan proses penutupan (jahitan tidak sempurna/tidak

tepat) biasanya menjadi penyebab bocor/pecahnya kemasan.

Konstruksi hendaknya bisa mempermudah pengecekan untuk menjamin

ketepatan isi dan kemasan.

Konstruksi kemasan hendaknya mempermudah pelabelan. Label kemasan

harus menunjukkan merk dagang, isi, informasi & petunjuk bagi pengguna,

serta jaminan mutu.

Pada proses pengemasan, tugas dan fungsi operator sangat bervariasi

tergantung pada sistem dan peralatan yang digunakan. Secara umum tugas dan fungsi

operator adalah mengoperasikan berbagai katub pengisi dan sistem conveyor; meng-

adjust fungsi alat, memilih dan menyediakan kemasan; men-setting kode untuk

kemasan; mencatat berbagai informasi dalam pengemasan; inspeksi visual dari

kontaminan; identifikasi kemasan dengan label, tags, dll; mengecek dan meng-adjust

alau ukur dan kemasan; mengambil sample untuk kontrol kualitas; menjaga

kebersihan peralatan dan lokasi pengemasan.

Penjadwalan operasi perlu dilakukan untuk menjamin: ketepatan jumlah dan

waktu; dasar informasi untuk operator, sebagai catatan apa, kapan oleh siapa produk

rip’06/tpp/phkA3 20

Page 21: Modul Kuliah TPP

tsb dikemas; serta sebagai informasi aktual akan jumlah produk yang terkemas.

Quality control dalam proses pengemasan adalah tugas operator. Fungsi quality

control pada pengemasan adalah:

produk dikemas dari tanki/silo yang benar;

kantong dan label/tag yang digunakan benar;

produk bebas dari kontaminasi;

pengambilan sample untuk QC sesuai dengan syarat dan prosedur yang

berlaku;

berat kemasan ada dalam batas toleransi;

jahitan atau lem benar-benar menutup kemasan;

kemasan dalam dan luar bersih;

kode pada kemasan benar dan terlihat jelas pada setiap kemasan;

seleksi/pemeriksaan ulang dilakukan secara cermat; serta

laporan kegiatan operator ditulis secara cermat.

Berbeda dengan sistem pengangkutan dan distribusi, produk tak terkemas biasanya

diakhiri dengan penyimpanan dalam tanki-tanki penyimpan atau bin, sedangkan

untuk produk terkemas penyimpanan dilakukan di gudang. Pada produk kemasan,

proses pengemasan biasanya dilakukan secara berurutan dalam sistem aliran bahan

pada sistem ban berjalan. Produk akhir yang telah terkemas, ditata pada palet untuk

dipindah tempatkan. Penggunaan palet/alas akan memudahkan proses distribusi

(bongkar-muat), penghitungan (jumlah/palet), menghindari kerusakan fisik kemasan

(robek, benturan, dll), mempermudah penumpukan dalam gudang, mempermudah

proses pengawasan, meningkatkan efisiensi sistem pergudangan dan mengurangi

tenaga kerja.

2.6. Pergudangan dan Pemuatan

Tahap ini melibatkan pergerakan semua produk jadi dari gudang atau

tangki/tank curah dan pemuatan ke dalam truk untuk pengiriman. Gudang merupakan

tempat terakhir sebelum produk dimanfaatkan. Bentuk fisik, peralatan serta sistem

bongkar muat & penyimpanan merupakan aspek penting dalam pergudangan.

rip’06/tpp/phkA3 21

Page 22: Modul Kuliah TPP

Managemen penyimpanan merupakan aspek terkait dengan gudang, fasilitas dan

sumber daya manusia yang akan menentukan keberhasilan mempertahankan kualitas

produk yang disimpan sesuai dengan tujuan dan fungsi penyimpanan. Bentuk fisik

gudang yang meliputi konstruksi dinding, lantai, dan atap sangat berpengaruh dalam

pengelolaan produk pada saat penyimpanan. Konstruksi gudang secara umum harus

dapat melindungi produk dari kerusakan akibat proses eksternal (lingkungan dan

makro/mikrobiologis), memberikan kemudahan dalam proses bongkar-muat, serta

menjamin kelancaran proses lainnya. Beberapa hal yang perlu diperhatikan:

Dinding gudang hendaknya rapat, kuat, cukup ventilasi dan mudah

pemeliharaannya,

Atap gudang hendaknya dapat melindungi material dari panas dan hujan,

bentuk atap hendaknya menjamin kelancaran sirkulasi udara,

Lantai gudang hendaknya rapat, padat dan kuat sehingga dapat mempermudah

sistem pengaliran/pengaturan material; mempermudah pergerakan

alat/peralatan dalam gudang; mencegah berkembangnya

makroorganisme(tikus, dll), mudah dibersihkan,

Layout dari gudang hendaknya dibuat dengan mempertimbangkan sistem

transportasi dan pergerakan dalam gudang,

Lebar dan letak pintu hendaknya disesuaikan dengan sistem transportasi

utama yang dipergunakan (railway, truck). Penempatan dan design yang tepat

akan menjamin utilitas alat dan ruang secara efektif dan efisien.

Fasilitas dalam gudang yang meliputi alat dan peralatan hendaknya menjamin

kelancaran pergerakan, pengamanan, penyimpanan material. Rak, Pallet, lift-

truk merupakan alat pokok dalam gudang.

Sistem penyimpanan apakah all in all out, first in first out, sistem pencatatan

dan pengawasan hendaknya terdiskripsi dengan baik untuk menjamin

kemanfaatan aktifitas penyimpanan.

Managemen penyimpanan: adalah upaya untuk merencanakan, mengatur dan

mengevaluasi komponen yang ada (gudang, fasilitas dan sistem) yang disesuaikan

rip’06/tpp/phkA3 22

Page 23: Modul Kuliah TPP

dengan kemampuan sumber daya manusia yang tersedia, sehingga diperoleh hasil

yang maksimal.

Pengelolaan personel (karyawan/tamu)

1. Seluruh karyawan feedmill harus terlatih.

2. Selain karyawan tidak diijinkan memasuki areal feedmill.

3. Tamu / pengunjung harus disediakan pakaian penutup, sepatu boot, topi pengaman

yang disanitasi.

4. Petugas yang bekerja di areal penerimaan bahan baku tidak diperbolehkan

memasuki areal barang jadi dan sebaliknya untuk mencegah pencemaran silang.

Rangkuman:

Teknologi pengolahan dan pengelolaan pakan bijian secara runut dibagi dalam

enam tahapan yang dimulai dari penerimaan bahan, proses pengolahan bahan baku,

pencampuran, proses peleting hingga pengemasan dan penyimpanannya. Proses

pengolahan umumnya meliputi proses pengolahan secara fisik mekanik (grinding,

mixing, peleting, shaking).

Tugas:

1. Diskusikan secara kelompok faktor apa saja yang mempengaruhi kualitas

pelet, bagaimana cara meningkatkan kualitasnya, bagaimana standar

penilaian kualitas pelet terhadap durability dan hardness ?

2. Diskusikan secara kelompok apa fungsi binder pada pembuatan pelet.

Bagaimana proses/reaksi kimia yang terjadi?

3. Apa yang dimaksud dengan gelatinisasi?

(Rumuskan hasil diskusi menjadi suatu makalah)

Referensi :

Pfost, H.B. 1964. Feed Production Handbook. Feed Production School Inc. Kansas city

McEllhiary,R.R. 1994 Feed Manufacturing Technology IV. Am.Feed Industry Assoc. Inc. Arlington

rip’06/tpp/phkA3 23

Page 24: Modul Kuliah TPP

Harding,H.A.1978. Manajemen Produksi (Seri Manajenen No.35). Penerbit Balai Aksasra. Jakarta.

Romindo Primavetcom. RPAN Seminar (A New Concept in Poultry Feed Technology). Romindo Primavetcom Co. Jakarta. Unpublished.

Pujaningsih,R.I. 2006. Pengelolaan Pakan Bijian. Cetakan 1. Penerbit Alif Press. Semarang.

rip’06/tpp/phkA3 24

Page 25: Modul Kuliah TPP

3 STRATEGI PENGOLAHAN HIJAUAN

Tujuan Instruksional Umum (TIU) Setelah mengikuti mata kuliah ini mahasiswa dapat menjelaskan dan membedakan teknik-teknik pengolahan berbagai bahan pakan ternak dan pada akhirnya menentukan strategi untuk mempertahankan mutu serta meningkatkan nilai nutrisi bahan pakan.

Tujuan Instruksional Khusus (TIK) Setelah mengikuti kuliah sub pokok bahasan strategi pengolahan hijauan, mahasiswa dapat menjelaskan tentang teknologi pengolahan dan pengawetan hijauan pakan secara pengeringan, biologis, fermentasi, pembuatan silase dan pembuatan wafer minimal 90% benar.

Uraian:

3.1. Pengawetan Segar Hijauan Pakan

3.1.1. Pengertian Awetan Segar Hijauan Pakan

Di negara-negara tropis yang mempunyai 2 musim, persediaan hijauan

mempunyai fluktuasi yang berbeda. Musim penghujan merupakan musim yang

banyak akan hijauan pakan dan bahkan sering berlebih, sedangkan pada musim

kemarau merupakan musim paceklik, dimana hijauan yang ada mempunyai kualitas

yang rendah.

Di negara-negara subtropis yang mempunyai 4 musim, banyak dibuat hijauan

awetan kering yang disebut “hay” atau “hooi” untuk menghadapi musim salju,

dimana pada musim tersebut hijauan segar tidak akan didapatkan. Di negara tropis

hijauan awetan kering kurang populer, karena hijauan pakan boleh dikatakan memang

tersedia sepanjang tahun. Namun kenyataannya pada musim kemarau, lebih-lebih

kemarau panjang, hijauan pakan sulit didapatkan dan kalaupun ada hijauan tersebut

mempunyai kualitas yang sangat rendah. Alternatif untuk mengatasi kekurangan

rip’06/tpp/phkA3 25

Page 26: Modul Kuliah TPP

hijauan pakan, dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain adalah sebagai

berikut :

- Membeli hijauan pakan dari daerah lain

- Mengurangi jumlah ternak yang dipelihara pada saat kekurangan hijauan

pakan

- Mengawetkan hijauan yang berlebih untuk digunakan pada saat kekurangan

hijauan pakan

- Menanam lebih dari 1 jenis hijauan pakan untuk meratakan puncak-puncak

produksi

- Menjaga kesuburan tanah semaksimal mungkin

Disamping itu untuk menghindari kelangkaan pakan, perlu diupayakan cara-

cara pengadaan hijauan dengan kualitas yang baik untuk penyediaannya sepanjang

tahun. Cara – cara ini dapat dilakukan melalui sistim pengawetan dan pengolahan.

Sistim pengawetan dapat dilakukan melalui pembuatan silase (awetan hijauan segar)

dan hay (awetan hijauan kering), sedangkan pengolahan dapat dilakukan dengan

pengolahan secara fisik (pencacahan, penggilingan atau pemanasan), secara kimia

(perlakuan alkali dan amoniasi) dan secara biologi yang umumnya dilakukan

fermentasi menggunakan jasa mikrobia selulolitik.

Silase adalah hasil awetan segar hijauan pakan setelah mengalami proses ensilase

yang berlangsung dalam suasana asam dan anaerob, hijauan pakan disimpan

dalam keadaan segar (KA = 60 -70%) di dalam suatu tempat yang disebut silo.

Prinsip pembuatan silase adalah mempercepat terjadinya suasana asam dengan cara

menyimpan hijauan segar (kadar air = 60-70 %) dalam kondisi anaerob. Adapun

tujuan pembuatan silase ini adalah untuk :

- Persediaan pakan yang dpt digunakan pada saat kekurangan hijauan pakan

- Menampung kelebihan produksi hijauan pakan

- Memanfaatkan hijauan pakan pada saat pertumbuhan terbaik yang belum

dimanfaatkan secara langsung

rip’06/tpp/phkA3 26

Page 27: Modul Kuliah TPP

- Mendayagunakan limbah pertanian (AGRICULTURAL WASTE PRODUCT)

maupun hasil ikutan pertanian (AGRICULTURAL BY- PRODUCT)

Beberapa persyaratan hijauan makanan ternak yang baik digunakan untuk

bahan silase adalah sebagai berikut :

- Mengandung cukup substrat yang fermentabel dalam bentuk WSC (water

soluble carbohydrates= karbohidrat terlarut). Glukosa dan fruktosa (WSC)

pada rumput-rumputan, dengan konsentrasi 10 - 30 g/kg BK. Disakarida

berupa sukrosa terdapat sekitar 20 - 80 g/kg BK.

- Buffering capasity rendah (kemampuan mempertahankan pH rendah).

“Buffering Capacity” bahan pakan leguminosa lebih tinggi dibanding

rumput, sehingga dalam pembuatan silase perlu diperhatikan.

- Kandungan bahan kering (BK) pada keadaan segar di atas 200 g/kg (>20 %)

- Penambahan bahan karbohidariat mudah dicerna (5-10 %), seperti bekatul,

tetes atau onggok dapat dilakukan untuk mempercepat terjadinya suasana

asam.

Prinsip Dasar Pembuatan Silase

Silase merupakan hasil awetan segar hijauan makanan ternak setelah

mengalami proses fermentasi yang disebut “ensilase” dan berlangsung dalam

kondisi anaerob. Hijauan makanan ternak disimpan dalam keadaan segar (KA = 60 -

70%) di dalam suatu tempat yang disebut “silo”.

Prinsip pembuatan silase adalah mempercepat terjadinya kondisi anaerob dan

suasana asam dengan proses “ensilase”. Dalam proses ensilase akan dihasilkan asam

laktat yang kemudian akan membuat kondisi hijauan makanan ternak di dalam silo

menjadi bersifat asam dan menjadi awet, karena semua mikrobia termasuk mikrobia

pembusuk akan mati. Proses ensilase akan berakhir setelah suasana menjadi asam

(pH kurang dari 4,2).

3.1.2. Metode Pembuatan Silase

Silase dapat dibuat dengan beberapa metode :

rip’06/tpp/phkA3 27

Page 28: Modul Kuliah TPP

3.1.2.1. Metode Panas (Belanda)

Rumput yang sudah dipotong-potong ditumpuk di dalam silo, diusahakan selapis

demi selapis, diratakan dan dipadatkan, proses penumpukan dan pemadatan lebih

kurang 7 hari. Sebagai penutup digunakan lapisan tanah setebal 50 – 6-0 cm. Bila

rumput mulai melayu, maka lubang akan mengempis dan masuk ke dalam lubang. Di

sekeliling lubang sebaiknya dibuat parit agar air tidak masuk ke lubang. Untuk

menjaga kualitas silase, dapat dilakukan dengan pemadatan yang sempurna, drainase

yang baik dan penghindaran dari air yang masuk ke luabang, penutupan lubang harus

lebih tinggi dari tanah sekitarnya. Pembukaan silase metode ini dilakukan minimal

setelah 4 bulan. Lubang silo bisa berbentuk silindris atau kotak dengan ukuran 2 – 4

meter, dan dalam 2 m.

3.1.2.2. Metode Dingin (asam)

Pada metode ini diperlukan silo yang berdinding tembok atau kayu, hijauan harus

secepat mungkin dimasukkan dalam silo. Pengisisan dan pemadatan maksimal 1–3

hari . Pemadatan harus dilakukan benar-benar sempurna, lapisan demi lapisan.

Setelah semua bahan masuk, silo harus ditutup rapat dan bila perlu diberi pemberat.

Prinsip metode dingin ini adalah, dengan diselesaikannya pemasukan bahan dalam

waktu singkat dan pemadatan yang sempurnya, maka dalam proses ensilasenya tidak

terjadi panas dan tetap dingin. Jika hijauan yang dibuat silase kurang mengandung

bahan karbohidrat, bisa ditambah bahan karbohidrat dengan tujuan untuk

mempercepat terbentuknya suasana asam. Suasana asam terbentuk akibat fermentasi

dari karbohidrat. Untuk mempercepat suasana asam juga bisa dilakuakn dengan

penambahan bahan-bahan kimia seperti : asam fosfat, natrium bisulfat, campuran HCl

encer dll. Banyaknya bahan tambahan (tetes, tepung jagung) yang ditambahkan

dalam pembuatan silase sekitar 2 – 4 % dari bahan silase (rumput dan atau legum).

Untuk legum bahan aditif bisa lebih banyak 1 – 2 % dibanding rumput. Untuk aditif

dedak halus atau bekatul, bisa sampai 10 % dari bahan silase.

3.1.2.3. Metode Finlandia

Pada metode ini juga dibutuhkan silo yang baik. Hijauan harus secepatnya

dimasukkan dan dipadatkan ke dalam silo. Tiap lapisan dibasahi dengan HCl BJ 1,17

rip’06/tpp/phkA3 28

Page 29: Modul Kuliah TPP

(33,5%). Banyaknya HCl yang ditambahkan harus dapat menciptakan suasana asam

dengan pH antara 3,5 - 4. Pemakaian HCl sebanyak 1 liter/ 100 kg bahan seilase.

Sebelum disiramkan pada rumput harus diencerkan dengan air sebanyak 6 kali. Bila

silo berukuran garis tengah 6 meter, maka selapis timbunan dibutuhkan 300 kg

rumput yang harus disiram 18 liter HCl yang telah diencerkan. Bila penimbunan

tidak dapat selesai sehari, maka timbunan harus ditutup rapat-rapat (dengan karung

goni atau plastik). Bila timbunan rumput sudah cukup (berlapis-lapis) kemudian

ditutup dengan tanah setebal 60 cm dan diberi beban. Setelah masak, silase akan

mengempis sampai setengahnya. Karena itu penimbunan hendaknya setinggi 2 kali

tinggi silo. Silase yang dibuat dengan cara ini akan bermutu tinggi dan berbau sedap,

sehingga disukai ternak. Untuk sapi dapat diberikan 20 – 30 kg silase. Sebaiknya

ditambah hooi atau jerami.

3.1.2.4. Silo (Tempat Pembuatan Silase)

Silo berasal dari bahasa Yunani “Siro” yang berarti tempat untuk menyimpan

biji-bijian. Silo yang dimaksud disini adalah merupakan tempat atau wadah untuk

membuat silase. Bahan dari silo bervariasi, bisa dari plastik, drum, bus beton, kayu

dan atau semen permanen. Pembuatan silo dapat dilakukan secara permanen, semi

permanen atau tidak permanen, hal ini tergantung situasi dan kondisi serta kebutuhan.

Menurut letak dan bentuknya, silo dibedakan menjadi beberapa bentuk :

Stack atau Penc Silo

Silo atau tempat silase ini berbentuk bulat atau persegi dan terbuat dari bahan yang

tidak permanen, hijauan ditimbun diatas tanah

Tower Silo

Silo model tower terletak di atas tanah, berbentuk menara, bisa bulat atau persegi,

terbuat dari kayu atau beton dan hijauan ditimbun di dalamnya.

Pit / Trench Silo

Silo ini berbentuk silinder dan berada di dalam tanah (permukaan sejajar dengan

permukaan tanah), bahan hijuan disimpan di dalam lubang di tanah

Clamp Silo

rip’06/tpp/phkA3 29

Page 30: Modul Kuliah TPP

Silo ini merupakan bentuk gabungan antara stack dan pit silo, sehingga letaknya

sebagian di dalam tanah dan sebagian muncul di atas tanah. Sebagian besar silase

berada di atas tanah .

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan silase :

- Lama pekerjaan tidak boleh lebih dari 3 hari

- Bahan silase harus ditumpuk rapi/ dipadatkan

- Setelah proses ensilase selesai, pH harus dipertahankan kurang dari 4,2 (pH

lebih dari 4,8 akan terjadi pembusukan dan peragian)

- Suhu optimum untuk bakteri asam laktat 25 - 35oC

3.1.2.5. Peralatan yang Digunakan untuk Membuat Silase

Beberapa peralatan yang digunakan dalam pembuatan silase ini adalah

sebagai berikut:

- Tempat silase (silo), bisa terbuat dari plastik ukuran besar atau bis beton

diameter 80 – 100 cm dsb.

- Alat pemotong, berupa pisau besar atau choper

- Timbangan

- Lak ban/ isolasi besar dan tali rafia/ tali karet (dari ban dalam bekas)

Adapun bahan-bahan yang dapat digunakan dalam pembuatan silase adalah :

- Hijauan pakan yang dapat dibuat silase adalah berupa rumput, legume dan

hijauan jagung

- Bahan pengawet/ tambahan/ pelengkap dapat berupa bekatul, onggok dan

tetes

Prosedur pembuatan silase :

- Hijauan / rumput (yang sudah dilayukan dengan kadar air + 65 %) dipotong-

potong (5 -10 cm),

- Hijauan atau rumput ditimbang dan dicampur dengan 5 % bahan pelengkap

(bekatul/ tetes atau onggok) sampai homogen

- Dimasukkan dalam tempat (silo) dan dipadatkan dan kemudian ditutup rapat,

disimpan/ diperam dengan aman (tidak kena air dan jauh dari serangga)

rip’06/tpp/phkA3 30

Page 31: Modul Kuliah TPP

Tahap pembuatan silase :

- Tahap pengisian

o hijauan pakan dipotong-potong dilayukan

o Bahan/hijauan pakan dicampur dengan bahan pengawet / tambahan /

pelengkap

o Masukkan ke dalam silo dipadatkan

- Tahap penutupan

Bahan dalam pembuatan silase :

Bahan dasar/pokok

Rumput potong

Rumput lapangan

Leguminosa

Campuran rumput dan leguminosa

Limbah pertanian

Bahan tambahan/pelengkap

Penambahan asam mineral untuk menimbulkan millieu asam (larutan Cl,

asam propionat, asam semut, dll)

Penambahan asam organik (gula tebu, molasse)

Penambahan asam laktat

Penambahan ubi-ubian (kentang, ketela pohon, dll)

Untuk membuat silase, harus diupayakan terbentuknya keadaan hampa udara

(anaerob) dan suasana asam.

Keadaan hampa udara, dapat dilakukan dengan :

Tempat yang tertutup rapat

Penimbunan hijauan pakan yang dipadatkan

Pemadatan yang baik memperkecil kantong udara dan hijauan pakan

sebaiknya dipotong-2. Silo yang tidak rapat menyebabkan tumbuhnya

jamur.

rip’06/tpp/phkA3 31

Page 32: Modul Kuliah TPP

Suasana asam pH diupayakan turun menjadi 4. Penurunan pH dpt dilakukan secara

langsung atau tidak langsung.

Langsung, dengan penambahan bahan kimia (Na-bisulfat, sulfur dioksida,

asam klorida)

Tidak langsung, dengan penambahan bahan sumber karbohidrat : tetes

(3%), dedak halus (5%), menir (3,5%), onggok (3%)

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan silase :

- pH harus dipertahankan kurang dari 4,2 (pH lebih dari 4,8 ensilase gagal &

terjadi peragian)

- Suhu optimum untuk bakteri asam laktat 25 - 35oC

- Lama pekerjaan tidak boleh lebih dari 3 hari

- Bahan silase harus ditumpuk rapi/dipadatkan

Penilaian hasil pembuatan silase secara organoleptis berdasarkan skor

terhadap warna,bau, tekstur, ada/tidaknya jamur dan penggumpalan, serta pH dapat

dilihat dalam Tabel Skor di atas.

Ciri-ciri silase yang baik :

- Rasa dan bau asam

- Warna hijau seperti daun direbus

- Tekstur hijauan seperti bahan asal

- Tidak berjamur, berlendir atau menggumpal

- Secara kimiawi : banyak mengandung asam laktat, N amonia rendah (<10%),

tidak mengandung asam butirat

- pH rendah (4,2 - 4,8)

Secara organoleptis, silase dapat dievaluasi berdasarkan skor terhadap bau,

warna, tekstur, ada/tidaknya jamur dan penggumpalan. Adapun cara pembuatan skor

dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Kriteria Karakteristik Skor

rip’06/tpp/phkA3 32

Page 33: Modul Kuliah TPP

Bau dan rasa sangat busuk & merangsang

sedang

asam

1 - 3

4 - 6

7 - 9

Tekstur lembek

sedang

seperti hijauan segar

1 - 3

4 - 6

7 - 9

Warna tanpa warna hijauan

hijau kecoklatan

hijau seperti daun direbus

1 - 3

4 - 6

7 - 9

Jamur banyak

sedikit

tidak ada

1 - 3

4 - 6

7 - 9

Penggumpalan Menyeluruh

tengah

tepi

1 - 3

4 - 6

7 - 9

3.2. AMONIASI (Perlakuan dengan Alkali)

3.2.1. Pengertian Amoniasi

Amoniasi adalah salah satu bentuk perlakuan kimiawi (menggunakan urea)

yang telah banyak dilakukan untuk meningkatkan nilai gizi dan kecernaan limbah

berserat tinggi. Amoniasi merupakan salah satu perlakuan kimia yang bersifat alkalis

dan dapat melarutkan hemiselulosa, lignin dan silika, saponifikasi asam uronat dan

ester asam asetat menetralisasi asam nitrat bebas serta dapat mengurangi kandungan

lignin dinding sel. Turunnya kristalinitas selulosa akan mernudahkan penetrasi enzim

selulosa mikrobia rumen (Van Soest, 1982).

Urea adalah bahan padat yang berbentuk kristal bersifat alkali yang dibuat

secara sintesis dengan menggabungkan gas amonia dan C02. Gas amoniak tidak

mudah menyala dan tidak merusak metal. Di udara bebas, NH3 akan terikat oleh

H2O lalu membentuk NH4OH. Urea bila ditambah air dan bila terdapat

rip’06/tpp/phkA3 33

Page 34: Modul Kuliah TPP

mikroorganisme yang mengeluarkan enzim urease, maka akan diuraikan menjadi

amonia dankarbondioksida. Amonia yang terbentuk sebagian akan terfiksasi dalam

jaringan bahan yang diamoniasi sehingga meningkatkan kadar protein kasar.

Amonia yang dihasilkan pada proses amoniasi menyebabkan perubahan

komposisi dan struktur dinding sel yang berperan untuk membebaskan ikatan antara

lignin dengan selulosa dan hemiselulosa. Reaksi kimia yang terjadi (dengan

memotong jembatan hidrogen) rnenyebabkan mengembangnya jaringan dan

meningkatkan fleksibilitas dinding sel hingga memudahkan penetrasi (penerobosan)

oleh enzim selulase yang dihasilkan oleh mikroorganisme.

Tingkat pemberian amonia yang optimal untuk amoniasi adalah 3 - 5 %

(setara dengan urea 5,3 - 8,8%) dari bahan kering. Pemberian amonia kurang dari 3%

tidak berpengaruh pada kecernaan, jadi hanya berfungsi sebagai bahan pengawet.

Pemberian amonia lebih dari 5% akan terbuang karena bahan tidak mampu

menyerap amonia. Amoniasi dengan urea dapat meningkatkan daya cerna setelah

dilakukan penyimpanan selarna 21 hari.

Amonia yang digunakan dapat berupa gas, larutan atau amonia yang berasal

darl pemecahan urea. Urea dengan rumus molekul CO(NH2)2 adalah sumber

nitrogen yang murah, bersifat higroskopis, berbentuk kristal padat dan mudah larut

dalam air. Urea digunakan sebagai sumber amonia karena bersifat alkali dan tidak

menimbulkan pencemaran lingkungan karena mudah hilang menguap dan dapat

difiksasi oleh tanaman dan mikrobia. Proses amoniasi suatu bahan dipengaruhl oleh

beberapa faktor antara lain yaitu dosis amonia, temperatur lingkungan, lama

penyimpanan, kadar air dari bahan yang diamoniasikan serta macam dan kualitas

bahan yang dipakai.

Pada temperatur diatas 300C proses amoniasi membutuhkan waktu sekitar 3

minggu sedangkan pada temperatur yang lebih rendah membutuhkan waktu 4-6

minggu. Temperatur yang paling baik yaitu 600C. Semakin tinggi temperatur maka

proses amoniasi akan berjalan semakin cepat. Kadar air yang optimal untuk proses

amoniasi adalah 30-50%.

rip’06/tpp/phkA3 34

Page 35: Modul Kuliah TPP

Prinsip Dasar

Amoniasi merupakan salah satu perlakuan kimiawi dengan menggunakan urea

yang bersifat alkalis yang dapat melarutkan hemiselulosa. Perlakuan alkali dapat

mendelignifikasi dengan cara memutuskan ikatan ester antara lignin dengan selulosa

dan hemiselulosa serta pembengkakan selulosa, sehingga menurunkan

kristalinitasnya. Daya kerja alkali terhadap bahan berserat pada prinsipnya adalah :

- Memutuskan sebagian ikatan antara selulosa dan hemiseslulosa dengan lignin

dan silika

- “Esterifikasi” gugus asetil dengan membentuk asam uronat

- Merombak struktur dinding sel, melalui pengembangan jaringan serat, yang

pada gilirannya akan memudahkan penetrasi (perombakan) molekul oleh

enzim selulase mikroorganisme.

3.2.2. Beberapa Metode Pengolahan Dengan Amoniak

Sesuai dengan perkernbangannya seJak tahun 1972 pengolahan jerami dengan

amoniak mempunyai beberapa metode yang telah dikembangkan oleh para peneliti.

Metode Air Amoniak

Teknik ini ditemukan pertarna kali oleh Waiss pada tahun1972 di Amerika

Serikat kemudian diperbaiki oleh Hart pada tahun 1975. Metode ini adalah untuk

mengolah jerami dalam bentuk “bal persegi panjang” dengan kepadatan sedang.

Untuk mengolah jerami padi metode ini, prinsipnya adalah sebagai berikut :

Campuran anoniak dan air dalam bentuk larutan (NH40H) disemprotkan di atas

tumpukan jerami yang disimpan di atas.lembaran plastik. Dosis amoniak yang

digunakan adalah 4 sampai 7 % dari berat kering jerami. Air yang dipergunakan

ad.alah 30 % dari berat kering jerami. Larutan amoniak yang digunakan adalah 34

sampai 37 % dari berat kering jerami padi. Setelah selesai penyiraman tumpukan

ditutup dengan lembaran plastik dan kedua lembaran ini di pertautkan hingga jerami

tersebut tertutup rapat dan kedap udara.

Pemerarman jerami dibiarkan berlangsung selarna kurang lebih 30 hari pada

temperatur udara luar. Setelah 30 hari jerami sudah matang, tutup plastik dibuka dan

rip’06/tpp/phkA3 35

Page 36: Modul Kuliah TPP

dibiarkan diudara terbuka selama paling sedikit 2 hari agar amoniak yang tidak

terserap oleh jerami dapat lepas ke udara bebas. Setelah di angin-anginkan selama 2

hari dimana bau anioniak me adi ke coklat-coklat sudah hilang jerami telah berubah

warna dan sudah dapat diberikan kepada ternak..

Metode Norwegia

Metode ini adalah juga untuk mengolah jerami atau rumput dalam bentuk bal

empat persegi panjang yang dipak dengan kepadatan sedang. Teknik ini diternukan

pertama kali pada tahun 1978 oleh Sundstol. Untuk mengolah jerami metode ini,

prinsipnya adalah sebagai berikut :

Suatu campuran amoniak cair dan gas diInjeksikan ke dalarn tumpukan bal jerami

yang telah ditutup (dibungkus) dengan lembaran plastik polyethylene yang kedap

udara. Injeksi ini dilakukan melalui pipa metal yang berlubang-lubang yang

ditempatkan kira-kira dibagian 3 perempat dari atas tumpukan bal jerarni. Amoniak

cair akan menjadi gas seluruhnya dan merasuk keseluruh bagian jerami yang

terkurung dalam, tutup lembaran plastik. Dengan adanya panas yang dhasilkan oleh

perubahan fisik amoniak dari cair menjadi gas maka amoniak akan diserap oleh

bagian lembab jerami masuk ke dalam pori-pori jerami (berfiksasi). Dosis amoniak

yang dipergunakan bervariasi antara 3 – 4 % dari berat kering jerami.

Team peneliti dari Cemagref, Montoldre bersama tim peneliti dari INRA, Theix,

Perancis, telah memperbaiki metode ini dengan maksud agar lebih praktis, cepat

dalam injeksi dan menghindarkan adanya bagian-bagian jerami yang gosong akibat

terlalu banyak terkena amoniak. Teknik yang digunakan tidak lagi menggunakan

pipa-pipa metalik yang diselipkan dalam tumpukan jerami, tapi dengan menggunakan

ember atau bak penampung amoniak cair yang diletakkan di bagian bawah tumpukan

jerami. Amoniak cair dalam bak penampungan tersebut sedikit demi sedikit menjadi

gas dan berfiksasi ke dalam jerami.

Setelah injeksi, tumpukan jerami harus tetap tertutup dalam plastik dan

benar-benar kedap udara agar tidak ada gas amoniak yang keluar. Lama proses

"pernerarnan" ini adalah 4 sampai 8 minggu tergantung pada keadaan temperatur

udara dimana proses ini dilakukan. Di negara-negara yang iklimnya lebih panas lama

rip’06/tpp/phkA3 36

Page 37: Modul Kuliah TPP

pemeraman dapat dipersingkat. Setelah batas waktu terlewati, tutup plastik dapat

dibuka dan tumpukan jerami dibiarkan terbuka paling sedikit 2 hari agar amoniak

yang tidak terserap oleh jerami (ekses) dapat lepas ke udara bebas. Jerarni padi yang

telah diolah dengan cara ini berwarna kuning tua sampai coklat dan strukturnya

empuk dan renyah dan sudah dapat diberikan kepada ternak.

Metode Pelepasan Amoniak

Teknik lainnya ialah dengan metode pelepasan amoniak yang berasal dari

urea atas dasar pengaruh panas dan tekanan yang ditemukan oleh Bergner pada tahun

1974 di Jerman, atau melalui proses "urease" yang ditemukan oleh Van der Merwe

pada tahun 1976 di Afrika selatan. Khususnya untuk jerami padi clan pengolahan

dengan menggabungkan kedua prinsip tersebut di atas yaitu proses urcape clan panas

yang dapat melepas gas amoniak dari urea. Teknik ini pertama kali ditemukan oleh

Dolberg pada tahun 1981 di Bangladesh. Prinsipnya sebagai berikut :

Dibuat suatu lubang (silo) dalam tanah yang di dasarnya dihamparkan lembaran

plastik. Di atas lembaran plastik tersebut ditebarkan jerami sampai penuh, kalau

perlu dipadatkan dengan diinjak-injak agar dapat menampung lebih banyak jerami

didalamnya. Urea sebanyak 5 kg, dilarutkan dalarn air sebanyak kurang lebih 50

liter untuk tiap 100 gram jerami, lalu larutan tersebut disirarnkan secara merata ke

atas tumpukan jerami. Setelah selesai penyiraman larutan urea, bagian atas

tumpukan jerami di tutup dengan lembaran plastik lalu ditimbun dengan tanah

dengan ketebalan kurang lebih 30 cm. Pemeraman jerami dalarn lubang ini

dibiarkan selama kira-kira 1 bulan lalu dibuka d an.kemudian dapat diberikan

kepada ternak. Bila sulit membuat, lubang, karena khawatir terendam terutama di

daerah rendah, proses ini dapat juga dilakukan di atas tanah. Jerami diberi alas

plastik lalu ditumpuk sampai ketinggian tertentu. Urea dilarutkan dalarn air dengan

perbandingan 50 gram urea 1 liter air untuk 1 kg. jerami. Larutan urea ini

disiramkan perlahan-lahan di atas tumpukan jerami sampai merata. Setelah selesai

penyiraman, tumpukan jerami tersebut dibungkus dengan lembaran-lembaran plastik

dan diikat dengan tali sekelilingnya. Setelah 3 minggu bungkusan plastik sudah

dapat dibuka, bilamana jerami sudah kecoklat-coklatan dan berbau amoniak

rip’06/tpp/phkA3 37

Page 38: Modul Kuliah TPP

menyengat, berarti jerami sudah matang. Sama halnya dengan rne tode terdahulu,

setelah diangin-anginkan selama 2, baru diberikan pada ternak.

Metode Kontainer Kedap Udara

Teknik ini mula-mula ditemukan oleh Cordesse pada tahun 1981 (Peneliti dari

Ecole Nationale Superieure Agronomique, Montpellier) bekerja sama dengan team

peneliti dari INRA, Theix, Perancis. Teknik ini merupakan suatu hasil

penyempurnaan dari teknik-teknik terdahulu terutama memanfaatkan panas yang ber-

asal dari reaksi gas amoniak. Panas ini hilang begitu sajapada metode atau teknik

terdahulu hingga waktu'untuk proses amoniasi yang diperlukan cukup lama 4 sampai

8 minggu. Metode ini disatu pihak menggunakan sebuah kontainer yang kokoh kedap

udara dan isothermis, dilain pihak menggunakan sistem injeksi gas amoniak melalui

temperatur udara.

Kontainer kedap udara yang digunakan adalah kontainer bekas peti pendingin

yang berisolasi baik (cold storage mobil) yang biasa digunakan untuk mengangkut

makanan dingin antar kota. Pintu belakang dapat dibuka seluruhnya untuk

memudahkan memasukkan jerami dalarn bentuk bal. Sisi-sisi belakang terbuka

tersebut dilapisi dengan bahan film poliester untuk pelapis kedap udara yang tahan

terhadap gas amoniak. Pintunya diganti dengan pintu kayu yang juga dilapisi dengan

bahan film poliester, agar lebih menjamin tidak adanya gas yang keluar pintu penutup

ini dari sisi terbuka tersebut dilapisi lagi dengan karet yang cukup supel. Kontainer

ini dilengkapi dengan sebuah keran untuk menginjeksi gas kedalamnya melalui

tekanan. Amoniak cair yang dibutuhkan untuk pengolahan disimpan dalarn sebuah

tangki tahan tekanan tinggi. Tangki ini juga dilengkapi keran khusus yang

mempunyai alat pengontrol. Dengan panas atmosfer, amoniak cair dialirkan melalui

sebuah selaiig yang cukup panjang kira-kira 10 meter. Karena panas yang berasal dari

temperatur luar sewaktu amoniak cair mengalir ke dalarn kontainer. Dengan demikian

maka amoniak yang masuk ke, dalarn kontainer sudah berupa gas clan reaksinya

menghasilkan panas. Jadi tidak perlu adanya bak penampungan didalam kontainer.

Dengan teknik ini lama proses amoniasi dapat dipersingkat menjadi 6 sampai

13 hari saja, dibandingkan 4 sampai 8 minggu dengan teknik terdahulu. Bila dosis

rip’06/tpp/phkA3 38

Page 39: Modul Kuliah TPP

amoniak yang digunakan 3 % waktu yang diperlukan untuk proses amoniasi adalah

13 hari, tapi bila dosis amoniak 5 % dari berat jerami maka waktu yang dip rlukan

cukup 6 hari saja. Waktu ini masih dapat dipersingkat lagi menjadi hanya 24 jam bila

di dalarn kontainer tersebut temperatur dapat ditingkatkan sampai 100o C.

Dewasa ini banyak kontainer kedap udara model lain yang di konstruksi dan

disesuaikan, untuk menarnpung segala bentuk dan ukuran jerami yang akan diolah

misalnya kontainer yang dibuat oleh Flemstoffe-Mad-Amby A/s buatan Denmark dan

Straw Feed Services Ltd. buatan Inggris.

3.2.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Efektifitas Pengolahan

Dosis Amoniak

Yang dimaksud dengan dosis amoniak adalah berat nitrogen yang

dipergunakan dibandingkan dengan berat kering jerami. Dosis optimal adalah antara

3 - 5 % NH 3 dari berat kering jerami. Kurang dari 3 % tidak ada pengaruhnya

terhadap daya cerna matipun peningkatan kandungan protein kasar, tapi amoniak ini

hanya akan berfungsi sebagai bahan pengawet saja. Bila lebih dari 5 %juga amoniak

akan terbuang karena tidak mampu lagi diserap olch jerami clan akan lepas ke udara

bebas. Kerugiannya hanya pemborosan amoniak yang berarti kerugian ekonomis saja.

Temperatur

Semakin tinggi temperatur alcan semakin singkat proses amoniasi ini bedalan.

Yang paling baik adalah antara 20 sampai 100 derajat celcius. Pada temperatur

rendah di bawah 0 oC proses amoniasi berjalan sangat lambat.

Tekanan

Tekanan ini tidak dapat berdiri sendiri biasanya kornbinasi dengan

temperatur. Tekanan dan temperatur tinggi misalnya 16,2 kg/cm2 dengan temperatur

213'C alcan mencapai kandungan protein kasar clan daya cerna tertinggi dalarn waktu

hanya 4 menit.

Lama pengolahan

Yang dimaksud dengan lama pengolahan ialah waktu yang diperlukan untuk

proses amoniasi berlangsung. Waktu ini bervariasi pula sejalan dengan temperatur

rip’06/tpp/phkA3 39

Page 40: Modul Kuliah TPP

yang berkisar 1 sampai 8 minggu, tergantung metode yang dipergunakan. Yang

tersingkat adalah bila menggunakan kontainer kedap udara dengan pemanasan sampai

100 oC.

Kelembaban Jerami

Kelembaban ideal untuk mencapai kandungan protein kasar dan daya cerna

optimal adalah antara 30 sampai 50 %. Kurang dari 30 % dan lebih dari 50 % proses

amoniasi kurang sempurna.

Jenis dan kualitas Jerami

Tiap jenis jerami rnisalnya jerami padi, jerami gandum sorghum, jagung dan

lain-lain mempunyai sifat fiksasi berbeda-beda bila diolah dengan amoniak. Untuk

peningkatan kandungan protein kasar misalnya :untuk alfalfa jenis-jenis legume yang

sudah tinggi kadar protein kasarnya tidak dianjurkan untuk diolah dengan amoniak,

karena pengariuhnya kecil sekali. Untuk jenis hijauan kering berkadar protein tinggi

dianjurkan menggunakan dosis rendah (1 - 2 %) hanya untuk pengawet saja.

Peralatan yang Digunakan

Beberapa perlatan yang digunakan dalam pelaksanaan praktikum proses

amoniasi ini adalah sebagai berikut :

- Tempat bahan yang akan diamoniasi, terbuat dari plastik atau stoples, dsb.

- Alat pemotong, berupa pisau besar atau choper

- Timbangan

- Gelas ukur

- Lak ban/ isolasi besar dan tali rafia

- Kertas label dan spidol

Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah :

- Hijauan pakan berserat yang akan dibuat amoniasi, berupa jerami padi

- Urea

- Air

Prosedur pembuatan jerami amoniasi :

- Hijauan berserat/ jerami dipotong-potong (5 -10 cm),

- Hijauan kasar atau jerami yang telah diketahui BK nya ditimbang

rip’06/tpp/phkA3 40

Page 41: Modul Kuliah TPP

- Menentukan urea yang akan digunakan untuk amoniasi jerami, dosis sebesar 6

% x gram bahan kering jerami

- Urea dilarutkan air (yang telah diperhitungkan untuk membuat kadar air

jerami nantinya menjadi 50 %) secara homogen (sampai terlarut)

Sebagai Patokan :

- Mencampur larutan urea dengan jerami yang telah ditimbang, mis: 200 g.

- Dimasukkan dalam tempat amoniasi (plastik/ stoples) dan dipadatkan,

kemudian ditutup rapat, disimpan/ diperam dengan aman (tidak kena air dan

jauh dari serangga) selama 3 minggu.

Cara menghitung Kadar air agar sesuai yg dibutuhkan :

a dapat dihitung; a merupakan jumlah air yang ditambahkan (dalam ml)

Jumlah air yang ditambahkan ini dicampur dengan urea yang akan ditambahkan dalam proses amoniasi.

3.3. FERMENTASI (Pengolahan Secara Biologi)

Prinsip Dasar

Fermentasi merupakan salah satu perlakuan biologi dengan menggunakan jasa

mikrobia selulolitik yang dapat mendegradasi bahan pakan berserat/selulosa.

Perlakuan biologi dengan fermentasi dapat menurunkan serat dengan cara

memutuskan ikatan lignoselulosa antara lignin dengan selulosa dan hemiselulosa

melalui enzim-enzim selulase yang diproduksi oleh mikrobia selulolitik, sehingga

dapat meningkatkan kecernaannya.

Wibowo (1990) menyatakan bahwa fermentasi diartikan sebagai pembentukan

energi melalui senyawa organik, sedangkan aplikasinya ke dalam industri, fermentasi

rip’06/tpp/phkA3 41

87 gram urea + 1 liter air + 1 kg jerami (dng kadar air 30 %)

(% KA hijauan x gram hijauan) + a% Kadar Air yg Dibutuhkan = -------------------------------------- x 100% (40%) Gram Hijauan + a

Page 42: Modul Kuliah TPP

diartikan sebagai proses untuk mengubah bahan dasar menjadi suatu produk oleh

massa sel mikroorganisme. Menurut Winarno et al. (1984), fermentasi dalam

aplikasinya di dunia industri dapat diartikan sebagai suatu proses untuk mengubah

bahan dasar menjadi suatu produk oleh sel-sel mikrobia dan fermentasi dapat

mengakibatkan perubahan sifat substrat.

Prinsip dalam fermentasi adalah pengaturan kondisi pertumbuhan

mikroorganisme secara optimal sehingga dicapai keadaan yang menghasilkan laju

pertumbuhan spesifik optimum. Fermentasi dapat terjadi karena adanya aktivitas

mikroorganisme penyebab fermentasi pada substrat organik yang sesuai (Winarno et

al, 1984) dan terjadinya fermentasi ini dapat menyebabkan perubahan sifat bahan

sebagai akibat pemecahan kandungan bahan tersebut. Fermentasi merupakan teknik

pengolahan yang relatif mudah, murah dan tidak menimbulkan pencemaran

lingkungan. Proses Fermentasi mempunyai tujuan untuk menghasilkan suatu produk

(bahan pakan) yg mempunyai kandungan nutrisi, tekstur, biological availability yg

lebih baik, disamping itu juga sekaligus dapat menurunkan zat anti nutrisinya (jika

ada).

Proses fermentasi jika ditinjau dari jenis mediumnya dibagi menjadi 3

macam :

1. F. Medium Padat :

Medium tdk larut, tapi cukup lembab utk keperluan m.b. (KA 12 – 60 %)

2. F. Medium Semi Padat

Medium tdk larut, kelembaban cukup (KA = 65 – 80 %)

3. F. Medium Cair

Medium cair substrat larut dan atau tak larut (KA > 80 %)

Sedangkan berdasarkan proses kerjanya, fermentasi dibagi menjadi 3 macam :

Batch Fermentation, yaitu proses fermentasi yang dilakukan dalam sebuah tempat

(wadah), satu kali proses fermentasi langsung panen (tidak terjadi penambahan

nutrient dan starter/ inokulum)

rip’06/tpp/phkA3 42

Page 43: Modul Kuliah TPP

Fed Batch Fermentation, yaitu proses fermentasi yang dilakukan dalam sebuah

tempat (wadah), satu kali proses fermentasi dan pemanenan sekali, tetapi dalam

prosesnya (pemeraman) terjadi penambahan nutrient dan starter/ inokulum dalam

medium

Continuous Fermentation, yaitu proses fermentasi yang dilakukan dalam sebuah

tempat (wadah), proses fermentasi terjadi secara terus menerus dan terjadi

penambahan nutrient dan inokulum dalam prosesnya, serta pemanenan dapat

dilakukan berkali-kali

Menurut Soetrisnanto (1988), faktor-faktor yang mempengaruhi fermentasi

adalah sebagai berikut : 1) Suhu, 2) Oksigen (kondisi aerob/ anaerob), 3) Kandungan

air medium/substrat, 4) Jml dan macam Inokulum (starter m.o), 5) PH medium

(awal fermentasi), 6) Kandungan nutrisi medium, 7) Jenis substrat. Substrat

merupakan salah satu faktor yang cukup penting dalam proses fermentasi dan

menentukan efisien tidaknya proses fermentasi itu dilakukan. Beberapa faktor yg

mempengaruhi pemilihan substrat adalah sebagai berikut :

1. Tersedia dan mudah didapat

Tersedia sepanjang tahun; jangan dari bahan yang musiman/ tersedia terbatas

Dapat disimpan dalam beberapa bulan, mutu dan komposisinya relatif tetap

2. Sifat fermentasi

Substrat harus dapat difermentasi

Mis: Produksi PST Trichoderma viridae dpt tumbuh baik pd substrat

Selulosa (jerami padi); tetapi tidak dapat tumbuh baik pada bungkil kelapa

Menurut Priscote dan Dum (1959) yang disitasi oleh Suhadijono dan

Syamsiah (1988), mikroorganisme yang digunakan dalam industri diharapkan

mempunyai ciri-ciri antara lain mampu tumbuh cepat dalam substrat organik dan

mudah dibiakkan dalam jumlah besar; pada kondisi tertentu bersifat konstan, dapat

menghasilkan enzim yang diperlukan secara cepat dan segera melakukan perubahan

kimia terhadap substrat tertentu yang inginkan; mampu melakukan

transformasi-transformasi dan tahan bekerja pada kondisi sekeliling yang sedikit

mengalami perubahan.

rip’06/tpp/phkA3 43

Page 44: Modul Kuliah TPP

Perubahan Kimia & Fisika selama FERMENTASI

Kapang AspergIllus niger merupakan salah satu jenis kapang yang

menghasilkan enzim-enzim ekstraseluler antara lain adalah amilase, selulase dan

amiloglukosidase. Enzim-enzim yang dikeluarkan oleh Aspergillus niger berfungsi

untuk memecah zat pati yang berada di dalam media. Kapang ini merupakan kapang

yang dapat tumbuh dengan cepat, tidak membahayakan karena tidak menghasilkan

mikotoksin dan penanganannya lebih mudah serta bersifat aerobik sehingga

membutuhkan oksigen dalam jumlah yang cukup (Raper dan Fennell, 1977).

rip’06/tpp/phkA3 44

Aktif dari fase Lag Atau dengan perkembangan Spora

Protein dlm tbh mikrobia mengalami Aktivasi (enzim-2 mulai aktif)

Memanfaatkan gula sederhana dari substrat (utk Pertumbuhan)

Mensintesa Ensim-2 utama

Memecah komponen yg lebih komplek

Pati (KH) – Lemak - Protein

Terjadi perubahan persentase pada kandungan zat hasil fermentasi akibat penurunan KH/

minyak/ lemak(BK total material hasil

fermentasi turun)

Peningkatan Protein yang nyata hanya terjadi bila ada Fixasi N dari Udara

Page 45: Modul Kuliah TPP

Penggunaan A. niger dalam biokonversi produk-produk pertanian telah lama banyak

dilakukan, salah satunya dalam bidang peternakan adalah fermentasi onggok dengan

A . niger dapat meningkatkan protein kasar sebesar 18 – 25 % (Kompiang, 1993).

Perubahan kimia dan fisika selama proses fermentasi dapat dilihat pada ilustrasi di

atas.

Peralatan yang Digunakan

Beberapa peralatan yang digunakan dalam pelaksanaan praktikum proses

fermentasi ini adalah sebagai berikut :

Tempat bahan yang akan difermentasi, berupa baki atau nampan.

Cawan petri, ose, lampu bunsen dan termometer

Autoclaf untuk sterilisasi medium

Timbangan

Gelas ukur dan ember plastik

Kertas label dan spidol

Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah :

Bahan pakan yang akan di fermentasi, berupa kulit kopi, kulit ari jagung

(tumpi) dan atau onggok

Starter/ inokulum Aspergilus niger

Nasi dan atau PDA (potato dextro agar) (untuk perbanyakan A. Niger)

Air

Prosedur pembuatan bahan pakan fermentasi :

Memperbanyak starter, dengan menanam (mengkulturkan) starter pada Nasi

atau PDA yang telah disterilkan lebih dahulu. Metode perbanyakan starter adalah

sebagai berikut :

Ambil stok kultur (dalam tabung agar miring yang berisi kultur mikrobia), kemudian

juga ambil cawan petri yang telah berisi PDA yang siap akan ditanami. Pegang

kedua-duanya dengan tangan kiri dan taruh 5 – 10 cm kedua mulut tabung diatas

lampu bunsen (untuk menghindari kontaminan). Tangan kanan kemudian memegang

ose (kawat dengan ujung yang melingkar kecil, fungsinya untuk memindah

mikrobia), mula-mula bakar ujung ose tersebut sampai memerah, kemudian sebelum

rip’06/tpp/phkA3 45

Page 46: Modul Kuliah TPP

mengambil mikrobia pada stok kultur, dinginkan dulu ose tersebut (bisa dengan cara

menempelkan pada agar di stok kultur). Cara memindah : mula-2 buka tutup tabung

stok kultur dan medium APDA yang akan ditanami, kedua mulut tabung tetap di atas

api bunsen, kemudian bakar kawat ose, setelah memerah dinginkan pada agar di

tabung tersebut (kedua mulut tabung tetap di atas bunsen); Setelah dingin, gores

mikrobia yang ada di tabung stok kultur dengan ose dan pindahkan dengan goresan

zig zag pada medium agar di cawan petri PDA baru, kemudian langsung ditutup lagi.

Kemudian diinkubasi pada suhu kamar sekitar 3 – 7 hari, setelah terlihat tumbuh

banyak, kemudian simpan pada refrigerator (suhu 5 – 10 0C). Tempat pengkulturan

bisa juga dilakukan dalam baki kecil dan ditutup dengan plastik “Cling”. Setelah

medium tertutup dengan A. niger (+ 5 hari), maka A. niger bersama mediumnya di

keringkan pada suhu 40 0 C. Setelah kering kemudian di gerus dengan Mortel dan

disimpan sebagai stok starter.

Proses fermentasi dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :

Siapkan kultur mikrobia yang sesuai, misalkan : mikrobia selulolitik (Aspergilus

niger). Siapkan substrat yang akan diberi kultur (misalnya : onggok, kulit kopi, tumpi

atau dedak, dsb. ), bila perlu di sterilisasi dulu denagn autoklaf atau minimal dikukus

selama 30 – 60 menit, untuk menghindari kontaminan. Atur kadar air substrat sekitar

60 – 70 %, agar proses fermentasi berjalan optimal, pH disusuaikan habitat mikrobia/

starter, untuk A. niger, pH dibuat sedikit asam (4,5 – 5) (karena A. niger menyukai

sedikit asam). Inokulasi substrat dengan starter mikrobia dengan persetase sebesar

2,5 - 5 % (berat/ berat % BK bahan). Cara inokulasi dilakukan dengan menabur

starter yang telah dilarutkan dengan aquadest steril pada medium produksi/ substrat

yang telah di taruh dalam baki/ nampan, dengan persentase tersebut di atas,

kemudian untuk mengurangi kontaminan, nampan ditutup plastik “Cling”, kalau perlu

plastik dilubangi kecil-kecil. Kemudian disimpan (diinkubasi) selama 7 – 14 hari

pada tempat yang cukup bersih. Termometer disisipkan dalam nampan untuk

mengetahui perubahan suhu selama fermentasi.

3.4. Pembentukan Wafer (wafering)

rip’06/tpp/phkA3 46

Page 47: Modul Kuliah TPP

Wafer atau cube merupakan pengembangan dari bentuk pengepakan hay.

Wafer mempunyai kelebihan seperti halnya bentuk pakan pellet tanpa mempunyai

kelemahan terhadap penekanan produksi lemak susu. Apabila untuk membuat pellet

perlu dilakukan penggilingan terhadap bahan pakan, hay dipotong-potong terlebih

dahulu dengan panjang sekitar 1,5 inchi sebelum dibentuk menjadi wafer. Oleh

karenanya, panjang serat biasana tetap mencukupi untuk mempertahankan uji lemak

secara normal meskipun terdapat beberapa laporan yang menyatakan bahwa produksi

lemak susu sedikit tertekan apabila ternak mengkonsumsi wafer sebagai pakan kasar

tunggal.

Wafer yang tersedia secara komersial mempunyai ukuran potongan melintang

sebesar 1,25 x 1,25 inchi dengan ketebalan sekitar 2 - 3 inchi. Wafer mempunyai

kepadatan sebesar 25 lb per feet persegi. Kepadatan tersebut dua kali lebih besar

dibandingkan hay yang dibentuk menjadi bale dengan berat sebesar 100 lb. Oleh

karena itu, apabila dibandingkan dengan hay yang dibentuk menjadi bale, maka

penyimpanan wafer membutuhkan tempat yang lebih kecil dan berat yang dapat

diangkut per unit volume menjadi lebih besar saat diangkut. Selain itu, kekompakan

dan kecilnya ukuran wafer menyebabkan penanganan terhadap bahan pakan yang

bersifat amba (bulk handling) dengan peralatan mekanik mampu menurunkan

kebutuhan tenaga kerja untuk pengapalan, penyimpanan dan pemberian pakan.

Dengan kualitas yang sama, konsumsi BK wafer alfalfa pada sapi laktasi rata-

rata 20% lebih besar dibandingkan konsumsi hay yang dibentuk menjadi bale.

Peningkatan produksi susu, berkurangnya limbah, rendahnya biaya transportasi dan

menurunnya kebutuhan tempat untuk penyimpanan memberikan kontribusi yang

besar terhadap popularitas hay. Wafer pucuk tebu dibuat dengan proses pengeringan

cepat (fast drying) untuk menurunkan kadar air hingga 10%. Pada proses ini, reduksi

ukuran partikel tidak sebesar pada proses pelleting; sehingga pemberian pakan ini

untuk sapi perah tidak memiliki efek negatif pada produksi lemak susu (Minson,

1962).

Peralatan untuk membuat wafer yang tersedia secara komersial membutuhkan

hay yang berada di lapang dengan kandungan air sebesar 10% saat dibuat menjadi

rip’06/tpp/phkA3 47

Page 48: Modul Kuliah TPP

wafer. Saat hay masuk ke dalam mesin, air ditambahkan sehingga KA menjadi

sebesar 14 - 15% sebelum dilakukan pemotongan dan pengepresan menjadi wafer.

Air membantu dalam proses pengikatan saat dilakukan pengepresan. Wafer dibiarkan

mengering dan mendingin selama semalam pada lantai semen dan ditumpuk setinggi

3 feet sebelum dilakukan penyimpanan untuk meminimisasi pemanasan yang

berlanjut dan menghindari terjadinya kebakaran spontan. Hay kering mudah dibuat

pada daerah semiarid, tetapi sangat sulit dibuat pada daerah yang sering terjadi hujan

dan mempunyai kelembaban tinggi.

3.5. Pembuatan Hay

Hay adalah tanaman hijauan pakan ternak, berupa

rumput-rumputan/leguminosa yang disimpan dalam bentuk kering berkadar air: 20-

30%. Pembuatan Hay bertujuan untuk menyeragamkan waktu panen agar tidak

mengganggu pertumbuhan pada periode berikutnya, sebab tanaman yang seragam

akan memilik daya cerna yang lebih tinggi. Tujuan khusus pembuatan Hay adalah

agar tanaman hijauan (pada waktu panen yang berlebihan) dapat disimpan untuk

jangka waktu tertentu sehingga dapat mengatasi kesulitan dalam mendapatkan pakan

hijauan pada musim kemarau.

Ada 2 metode pembuatan Hay yang dapat diterapkan yaitu:

3.5.1. Metode Hamparan

Merupakan metode sederhana, dilakukan dengan cara menghamparkan

hijauan yang sudah dipotong di lapangan terbuka di bawah sinar matahari. Setiap hari

hamparan di balik-balik hingga kering. Hay yang dibuat dengan cara ini biasanya

memiliki kadar air: 20 - 30% (tanda: warna kecoklat-coklatan).

3.5.2. Metode Pod

Dilakukan dengan menggunakan semacam rak sebagai tempat menyimpan

hijauan yang telah dijemur selama 1 - 3 hari (kadar air ± 50%). Hijauan yang akan

diolah harus dipanen saat menjelang berbunga (berkadar protein tinggi, serat kasar

dan kandungan air optimal), sehingga hay yang diperoleh tidak berjamur (tidak

berwarna “gosong”) yang akan menyebabkan turunnya palatabilitas dan kualitas.

rip’06/tpp/phkA3 48

Page 49: Modul Kuliah TPP

Rangkuman:

Prinsip pembuatan silase adalah mempercepat terjadinya kondisi anaerob dan

suasana asam dengan proses “ensilase”. Dalam proses ensilase akan dihasilkan asam

laktat yang kemudian akan membuat kondisi hijauan makanan ternak di dalam silo

menjadi bersifat asam dan menjadi awet, karena semua mikrobia termasuk mikrobia

pembusuk akan mati. Proses ensilase akan berakhir setelah suasana menjadi asam

(pH kurang dari 4,2).

Amoniasi merupakan salah satu perlakuan kimiawi dengan menggunakan urea

yang bersifat alkalis yang dapat melarutkan hemiselulosa. Perlakuan alkali dapat

mendelignifikasi dengan cara memutuskan ikatan ester antara lignin dengan selulosa

dan hemiselulosa serta pembengkakan selulosa, sehingga menurunkan

kristalinitasnya. Daya kerja alkali terhadap bahan berserat pada prinsipnya adalah :

- Memutuskan sebagian ikatan antara selulosa dan hemiseslulosa dengan lignin

dan silika

- “Esterifikasi” gugus asetil dengan membentuk asam uronat

- Merombak struktur dinding sel, melalui pengembangan jaringan serat, yang

pada gilirannya akan memudahkan penetrasi (perombakan) molekul oleh

enzim selulase mikroorganisme.

Prinsip dalam fermentasi adalah pengaturan kondisi pertumbuhan

mikroorganisme secara optimal sehingga dicapai keadaan yang menghasilkan laju

pertumbuhan spesifik optimum. Fermentasi dapat terjadi karena adanya aktivitas

mikroorganisme penyebab fermentasi pada substrat organik yang sesuai dan

terjadinya fermentasi ini dapat menyebabkan perubahan sifat bahan sebagai akibat

pemecahan kandungan bahan tersebut.

Tugas:1. Diskusikan dengan kelompok metode penilaian kualitas hay.

2. Apa yang dimaksud dengan metode basah dan metode kering pada proses

amoniasi?

rip’06/tpp/phkA3 49

Page 50: Modul Kuliah TPP

3. Bagaimanakah kriteria hijauan yang layak untuk difermentasi sebagai

pakan ternak?

Referensi:

McEllhiary,R.R. 1994 Feed Manufacturing Technology IV. Am.Feed Industry Assoc. Inc. Arlington

Harding,H.A.1978. Manajemen Produksi (Seri Manajenen No.35). Penerbit Balai Aksasra. Jakarta.

rip’06/tpp/phkA3 50

Page 51: Modul Kuliah TPP

4 STRATEGI PENGOLAHAN LIMBAH

Tujuan Instruksional Umum (TIU) Setelah mengikuti mata kuliah ini mahasiswa dapat menjelaskan dan membedakan teknik-teknik pengolahan berbagai bahan pakan ternak dan pada akhirnya menentukan strategi untuk mempertahankan mutu serta meningkatkan nilai nutrisi bahan pakan.

Tujuan Instruksional Khusus (TIK) Setelah mengikuti kuliah mahasiswa dapat menjelaskan tentang prospek dan perkembangan teknologi pengolahan limbah pertanian dan industri untuk bahan pakan ternak minimal 80% benar.

Uraian:

Agribisnis merupakan konsepsi sistem yang utuh, terintegrasi, dan bersifat

mega sektor, terdiri atas subsistem agribsinis hulu, subsistem usaha tani (on farm),

subsistem agribisnis hilir, dan subsistem jasa-jasa penunjang. Ruang lingkup kegiatan

pembangunan pengolahan dan pemasaran hasil pertanian adalah pembangunan sistem

dan usaha-usaha di bidang pengolahan hasil pertanian yang meliputi kegiatan-

kegiatan penanganan pasca panen dan pengolahan produk yang menghasilkan produk

segar, produk olahan utama, produk ikutan, dan produk limbah, serta pembangunan

pemasarannya, baik pasar domestik maupun pasar internasional.

Data Departemen Perindustrian dan perdagangan memperlihatkan bahwa pada

tahun 1999 terdapat 2.075 unit usaha agro industri skala menengah dan besar, yang

menyerap tenaga kerja sekitar 950.000 orang, dengan nilai produksi sebesar Rp. 41

trilyun dan nilai ekspor US $ 3 milyar. Agroindustri yang menonjol adalah minyak

sawit, minyak kelapa, kalengan ikan, produk kakao, margarin, confectionary,

kalengan buah-buahan, MSG, pakan ternak, dan rokok. Selama masa krisis 1998 dan

1999 nilai produksinya mengalami kenaikan sebesar 5,66%, nilai ekspor naik

rip’06/tpp/phkA3 51

Page 52: Modul Kuliah TPP

13,67%, dan jumlah tenaga kerja naik 2,11%. Selama masa itu, kelompok industri

yang berkembang adalah pengolahan berbasis kelapa sawit, ubi kayu, dan ikan; dan

yang bertahan antara lain adalah industri pengolahan tepung terigu, susu, dan rokok.

Berbeda dari produk non-pertanian, produk pertanian memiliki karakteristik

khusus yaitu mudah rusak (perishable), beragam kualitas dan kuantitas (variability),

dan bulky dengan resiko fluktuasi harga yang cukup tinggi. Untuk meningkatkan

daya saing dan nilai tambah produk-produk pertanian diperlukan pengembangan

pengolahan dan industri hilirnya. Selama ini peran agroindustri dalam perindustrian

nasional cukup besar; pangsa nilai tambahnya dalam industri non-migas sebesar

80,70 %, kesempatan kerja 74,90%, dan efek pengganda nilai tambah sebesar 3,23.

Fakta ini menunjukkan bahwa agroindustri yang bergerak di sektor makanan,

perikanan, peternakan, dan perkebunan merupakan sektor komplemen yang dapat

dikembangkan untuk mendorong pertumbuhan sektor pertanian dan perdesaan. Sektor

agroindustri ini merupakan pilar strategis pembangunan sektor pertanian (Badan

Litbang Deptan, Desember 2000).

Pembangunan berbagai industri sebagai sarana dalam pembangunan ekonomi

suatu negara, juga menimbulkan akibat samping yang tidak diinginkan terhadap

lingkungan karena dapat merusak keseimbangan sumber daya alam, kelestarian dan

daya dukung lingkungan. Awalnya, strategi pengolahan lingkungan mengacu pada

pendekatan kapasitas daya dukung (carrying capacity approach). Konsep daya

dukung ini kenyataannya sukar untuk diterapkan karena kendala yang timbul dan

seringkali harus dilakukan upaya perbaikan kondisi lingkungan yang kemudian

tercemar dan rusak, sehingga memerlukan biaya tinggi.

Konsep strategi pengolahan lingkungan akhirnya berubah menjadi upaya

pemecahan masalah pencemaran dengan cara mengolah limbah yang terbentuk (end

of pipe treatment) dengan harapan kualitas lingkungan hidup bisa lebih ditingkatkan.

Cara ini kurang efektif karena membutuhkan lahan yang lebih luas, waktu dan biaya

yang lebih mahal dibandingkan dengan pengendalian limbah secara preventif mulai

dari awal proses produksi. Walaupun demikian masalah pencemaran dan kerusakan

lingkungan masih terus berlangsung, sehingga saat ini strategi pengolahan lingkungan

rip’06/tpp/phkA3 52

Page 53: Modul Kuliah TPP

berubah menjadi upaya preventif atau pencegahan dan dikembangkan menjadi prinsip

produksi bersih (cleaner production) sebagai suatu stategi preventif yang operasional

dan terpadu.

Upaya untuk meningkatkan produktivitas ternak seringkali dihadapkan pada

kendala pemenuhan kebutuhan pakan yang belum memenuhi baik secara kuantitas

maupun kualitasnya. Penyediaan pakan yang murah dan berkualitas serta

berkesinambungan merupakan suatu tantangan yang cukup serius bagi para peternak,

baik ruminansia maupun non ruminansia. Oleh karena itu, perkembangan dan

keberhasilan suatu usaha peternakan sangat ditentukan oleh adanya penyediaan pakan

secara kontinyu sepanjang tahun dengan kualitas dan kuantitas yang memadai.

Kendala yang sering timbul dalam penyediaan pakan ternak di daerah beriklim tropis

termasuk Indonesia adalah pakan yang berkualitas tinggi dengan harga yang murah.

Salah satu alternatif solusi untuk memenuhi harga yang murah adalah

penggunaan bahan-bahan pakan inkonvensional yang biasanya merupakan limbah-

limbah tanaman pertanian dan perkebunan, misalnya : jerami padi, jerami jagung,

pucuk tebu dan lain sebagainya. Disamping itu limbah pengolahan biji-bijian dan

pangan, misalnya : dedak padi, kulit cacao, dedak jagung, polard, wheat brand, tumpi

(kulit ari jagung), bulu ayam, darah (khususnya di Sumatra barat), onggok dan

sebagainya. Namun demikian, kendala penggunaan bahan pakan inkonvensional pada

umumnya adalah kandungan nutrisi yang rendah. Oleh karena itu, untuk lebih

mendayagunakannya, terutama untuk peningkatan kandungan protein dan penurunan

kadar serat kasarnya, perlu dilakukan suatu perlakuan atau pengolahan untuk

meningkatkan kualitasnya.

Upaya peningkatan kecernaan dan kualitas bahan pakan berserat telah banyak

dilakukan antara lain dengan perlakuan fisik, kimiawi, biologi serta pengolahan

gabungan antara kimiawi dan biologi. Pengolahan secara fisik dan kimiawi akhir-

akhir ini dirasa semakin tidak menguntungkan, karena selain tidak ekonomis juga

akan menimbulkan pencemaran tanah dan lingkungan. Oleh karena itu pengolahan

bahan pakan berserat secara biologi dengan memanfaatkan jasa mikrobia selulolitik

akhir-akhir ini dirasa paling tepat. Namun demikian setiap cara pengolahan dan atau

rip’06/tpp/phkA3 53

Page 54: Modul Kuliah TPP

perlakuan terhadap suatu bahan pakan seyogyanya dilakukan suatu percobaan atau

penelitian, sehingga pengolahan yang dilakukan benar-benar bermanfaat dan nyata

akan meningkatkan kecernaan dan kualitas nutrisinya.

Pengetahuan tentang bahan-bahan pakan dan pakan yang telah siap

dikonsumsi oleh ternak, masih terpaku pada pengadaan dan proses, namun belum

lebih jauh pada mutu dari kandungan nutrisinya. Teknologi pakan ternak (ruminansia)

meliputi kegiatan pengolahan bahan pakan, yang bertujuan untuk meningkatkan

kualitas nutrisi pakan, meningkatkan daya cerna hewan ternak, dan dapat

memperpanjang daya simpan bahan pakan tanpa harus mengurangi mutun secara

berarti. Dilain pihak pengembangan teknologi pakan dari hijauan atau limbah

pertanian secara aktif telah memberikan sumbangan nyata terhadap penurunan

potensi limbah pertanian yang terbuang.

Pengolahan bahan pakan secara fisik, seperti halnya pada perlakuan

pencacahan – pemotongan hijauan sebelum diberikan pada ternak akan membantu

memudahkan ternak untuk menkonsumsi dan mencerna. Sedangkan perlakuan

kimiawi, umumnya ditujukan terbatas pada upaya penambahan aditif atau vitamin

atau upaya lain seperti pemecahan dinding sel hijauan yang umumnya mengandung

khitin, selulosa dan hemiselulosa sehingga hijauan sulit dicerna dan atau diproses

oleh mikroba di dalam rumen (usus ternak), penambahan proses kimiawi ini sangat

sedikit diterapkan di perternak kecil, karena adanya biaya tambahan yang tidak

sedikit.

Pemanfaatan limbah pertanian seperti jerami padi sebagai pakan bukan hal

baru bagi petani peternak. Namun disadari, limbah pertanian tersebut sebagai pakan

tambahan tak akan mencukupi kebutuhan pokok hidup ternak jenis ruminansia. Yakni

jenis ternak herbivora yang mempunyai keunikan dan keistimewaan mengonsumsi

hijauan pakan dalam jumlah besar sebagai sumber gizi dan energi utama dibanding

dengan ternak nonruminansia (monogastrik).

Jenis ternak ruminansia besar, misalnya sapi dan kerbau. Sedang yang

termasuk ruminansia kecil, kambing dan domba. Tak disangkal pemanfaatan limbah

pertanian untuk pakan akan terus meningkat. Nilai pakan limbah pertanian sangat

rip’06/tpp/phkA3 54

Page 55: Modul Kuliah TPP

tergantung pada macam limbah, varietas tanaman, pemupukan, saat dan cara panen.

Faktor pembatas tingkat pemanfaatan limbah pertanian untuk ternak umumnya

kegunaan bahan, kualitas yang rendah dan kurang disukai ternak.

Atas dasar pertimbangan itu, perlu ditemukan upaya meningkatkan

pendayagunaan limbah pertanian untuk pakan ruminansia. Tujuannya memperoleh

sumber pakan alternatif yang murah, berasal dari sumber inkonvensional yang mudah

diperoleh, aman dipakai, dan menumbuhkan kreativitas petani peternak sendiri untuk

mengerjakannya.

Jerami padi sangat potensial dihasilkan oleh petani. Dari inventarisasi limbah

pertanian Jawa dan Bali diperoleh hasil produksi limbah pertanian rata-rata 28,7 juta

ton/tahun, dan 67,2% berupa jerami padi. Khususnya di musim kemarau, jerami dapat

didayagunakan untuk mengatasi fluktuasi persediaan pakan. Peranan jerami padi

merupakan salah satu sumber pakan hijauan amat penting. Kondisi ini terlihat nyata

terutama pada daerah-daerah rawan kekeringan seperti di Kabupaten Grobogan,

Blora, Rembang, Wonogiri dan lain-lain.

Lazimnya, jerami padi yang digunakan untuk pakan dikeringkan secara alami

(natural drying). Memang proses pengeringan ini memiliki keuntungan. Pertama tak

begitu banyak memerlukan biaya. Kedua, kadar vitamin D dalam hijauan yang

dihasilkan relatif tinggi. Ketiga, pelaksanaannya lebih mudah, yakni hanya dengan

menggunakan sinar matahari.

4.1. Kualitas Jerami

Jerami sudah tak asing lagi bagi petani peternak di Indonesia. Hal ini karena

ketersediaannya cukup melimpah terutama pada saat panen raya padi tiba. Jerami

tersebut dimanfaatkan sebagai campuran atau makanan ternak jika persediaan hijauan

segar sudah tak mencukupi kebutuhan konsumsi ternak. Kendala keterbatasan jerami

sebagai pakan adalah minimnya kandungan nutrisi dari limbah pertanian tersebut.

Berdasarkan realita yang ada, jerami umumnya mengandung energi netto yang rendah

per satuan berat. Kadar seratnya tinggi, yaitu dalam keadaan kering mengandung

serat kasar lebih dari 10%. Sehingga nilai hayati jerami padi sangat rendah. Daya

rip’06/tpp/phkA3 55

Page 56: Modul Kuliah TPP

cernanya sekitar 40%, jumlah konsumsinya di bawah 2% bobot badan ternak, dan

kadar proteinnya 3-5%.

Rendahnya tingkat kecernaan jerami padi, karena ikatan yang terjadi pada

jerami padi (selulose dan hemiselulose) ini sulit dipecah oleh mikroba rumen.

Sehingga, jerami yang dikonsumsi ini pun sulit dicerna dan banyak yang tak

dimanfaatkan oleh pencernaan ruminansia. Dengan melihat komposisi zat nutrisi

jerami yang tergolong marginal itu, maka untuk mencapai hasil optimal dalam

penggemukan ternak ruminansia perlu juga ditambahkan dengan pemberian makanan

penguat (konsentrat).

4.2. Amoniasi Jerami

Sesungguhnya, perbaikan nilai gizi bisa dilakukan melalui pengolahan limbah

pertanian secara fisik, kimia, maupun mikrobiologi. Salah satu di antaranya, untuk

meningkatkan mutu jerami padi dengan melakukan inovasi teknologi berupa

amoniasi jerami. Prinsipnya, memberikan perlakuan khusus kepada jerami dengan

metode pengolahan menggunakan amoniak (NH3).

Fungsi amoniak di sini untuk menghancurkan ikatan lignin, selulosa dan silika

yang merupakan faktor penghambat utama daya cerna jerami. Disamping itu, juga

berperan memuaikan serat selulosa, memudahkan penetrasi enzim selulosa dan

mengangkat kandungan protein kasar melalui peresapan nitrogen. Harapannya,

dengan adanya jerami amoniasi, petani peternak dapat meningkatkan pemanfaatan

jerami hasil limbah pertanian sebagai pakan ternak untuk menunjang tingkat

produktivitas ternak.

Sumber amoniak potensial yang bisa dipergunakan adalah NH3 dalam bentuk

gas dan cair, NH3OH dalam bentuk larutan, dan urea dalam bentuk padat. Dari ketiga

sumber amoniak tersebut, urea mudah diperoleh dan relatif murah harganya.

Teknologi pakan ternak (ruminansia) meliputi kegiatan pengolahan bahan

pakan, yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas nutrisi pakan, meningkatkan daya

cerna hewan ternak, dan dapat memperpanjang daya simpan bahan pakan tanpa harus

mengurangi mutun secara berarti. Dilain pihak pengembangan teknologi pakan dari

rip’06/tpp/phkA3 56

Page 57: Modul Kuliah TPP

hijauan atau limbah pertanian secara aktif telah memberikan sumbangan nyata

terhadap penurunan potensi limbah pertanian yang terbuang.

4.3. Hidrolisis Jerami (Menggunakan asam kuat dan basa kuat)

Prinsip Dasar

Hidrolisis jerami menggunakan asam kuat dan basa kuat dilakukan dengan

tujuan peningkatan kualitas jerami dengan perlakuan kimia menggunakan asam kuat

dan basa kuat. Penggunaan asam kuat dan basa kuat akan menyebabkan senyawa

kompleks bahan pakan yang sulit dicerna terhidrolisis menjadi komponen yang lebih

sederhana.

Pengolahan jerami dengan asam kuat

Pengolahan jerami dengan asam kuat merupakan pengolahan dengan

menggunakan bahan kimia alkali, seperti : HCl, H2SO4, HNO3. Pengolahan alkali

dengan asam kuat menyebabkan kenaikan kecernaan disebabkan :

Larutnya sebagian silika dan lignin

Bengkaknya jaringan serat akibat lepasnya sebagian ikatan Hidrogen diantara

molekul glukosa

Terhidrolisanya ikatan ester pada gugus asam uronat diantara selulosa dan

hemiselulosa yang memudahkan enzim pencernaan yang dihasilkan mikrobia

rumen dapat menembus dan mencerna dinding sel.

Kelemahan penggunaan asam kuat untuk pengolahan jerami :

- Tidak ekonomis

- Residu asam kuat bersifat toksik

- Perlu upaya menetralkan pH sebelum diberikan pada ternak

Cara pengolahan :

1. Bahan diperkecil ukurannya

2. Pengukuran kadar air bahan dan mengusakan kadar air bahan menjadi 50 %

3. Asam kuat (2 – 10 % BK bahan) dilarutkan dalam air dan dicampur dengan

bahan selama 3 – 10 menit dalam suatu wadah yang tertutup

4. Kerusakan bahan dapat terjadi setelah 24 – 48 jam dibuka.

rip’06/tpp/phkA3 57

Page 58: Modul Kuliah TPP

Pengolahan jerami dengan basa kuat

Pengolahan jerami dengan basa kuat merupakan pengolahan dengan

menggunakan bahan kimia alkali, seperti : NaOH, KOH. Pengolahan alkali dengan

basa kuat menyebabkan kenaikan kecernaan disebabkan :

- Larutnya sebagian silika dan lignin

- Bengkaknya jaringan serat akibat lepasnya sebagian ikata Hidrogen diantara

molekul glukosa

- Terhidrolisanya ikatan ester pada gugus asam uronat diantara selulosa dan

hemiselulosa yang memudahkan enzim pencernaan yang dihasilkan mikrobia

rumen dapat menembus dan mencerna dinding sel.

Kelemahan penggunaan basa kuat untuk pengolahan jerami :

- Tidak ekonomis

- Residu basa kuat menyebabkan gangguan dalam metabolisme mineral

- Perlu upaya menetralkan pH sebelum diberikan pada ternak

Cara pengolahan :

1. Bahan diperkecil ukurannya

2. Pengukuran kadar air bahan dan mengusakan kadar air bahan menjadi 50 %

3. Basa kuat (2 – 10 % BK bahan) dilarutkan dalam air dan dicampur dengan

bahan selama 3 – 10 menit dalam suatu wadah yang tertutup

4. Kerusakan bahan dapat terjadi setelah 24 – 48 jam dibuka

Rangkuman:

Pemanfaatan limbah pertanian seperti jerami padi sebagai pakan bukan hal

baru bagi petani peternak. Namun disadari, limbah pertanian tersebut sebagai pakan

tambahan tak akan mencukupi kebutuhan pokok hidup ternak jenis ruminansia. Yakni

jenis ternak herbivora yang mempunyai keunikan dan keistimewaan mengonsumsi

hijauan pakan dalam jumlah besar sebagai sumber gizi dan energi utama dibanding

dengan ternak nonruminansia (monogastrik).

rip’06/tpp/phkA3 58

Page 59: Modul Kuliah TPP

Upaya peningkatan kecernaan dan kualitas bahan pakan berserat telah banyak

dilakukan antara lain dengan perlakuan fisik, kimiawi, biologi serta pengolahan

gabungan antara kimiawi dan biologi. Pengolahan secara fisik dan kimiawi akhir-

akhir ini dirasa semakin tidak menguntungkan, karena selain tidak ekonomis juga

akan menimbulkan pencemaran tanah dan lingkungan. Oleh karena itu pengolahan

bahan pakan berserat secara biologi dengan memanfaatkan jasa mikrobia selulolitik

akhir-akhir ini dirasa paling tepat. Namun demikian setiap cara pengolahan dan atau

perlakuan terhadap suatu bahan pakan seyogyanya dilakukan suatu percobaan atau

penelitian, sehingga pengolahan yang dilakukan benar-benar bermanfaat dan nyata

akan meningkatkan kecernaan dan kualitas nutrisinya.

Tugas:

1. Apakah yang dimaksudkan dengan limbah. Apa yang dimaksudkan dengan limbah pertanian. Berikan 5 contoh limbah pertanian!

2. Jelaskan apa yang dimaksudkan dengan pengolahan limbah. Berikan 3 contoh cara pengolahan limbah pertanian/industri.

3. Apa perbedaan fermilus dengan sijebol?

4. Permasalahan apa saja yang terdapat pada limbah pertanian/industri? Bagaimana solusi pemecahan masalahnya secara prinsip?

Referensi:

Nurtjahya, E., Rumetor, SD., Salamena, JF., Hernawan, E., Darwati, S., dan Soenarno, SM. 2003. Pemanfaatan Limbah Ternak Ruminansia untuk Mengurangi Pencemaran Lingkungan. Makalah Pengantar Falsafah Sains. Program Pasca Sarjana / S3. Institut Pertanian Bogor

Yuwono, SD. 2002. Penerapan life cycle assessment pada pemanfaatan limbah pertanian menjadi furfural. Jurnal IPTEKS.

rip’06/tpp/phkA3 59