miftahul ulum.pdf

Upload: hendra-al-bimawi

Post on 13-Apr-2018

308 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

  • 7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf

    1/164

    ANALISIS KRITIS TERHADAP PANDANGAN TOKOH

    NU (NAHDLATUL ULAMA) DAN MUHAMMADIYAH

    TENTANG PENENTUAN AWAL BULAN QAMARIYAH

    DI JAWA TIMUR

    TESIS

    Diajukan sebagai Persyaratan untuk

    Memperoleh Gelar Magister Studi Islam.

    Oleh :

    MIFTAHUL ULUM

    NIM. 095112100

    PROGRAM MAGISTER ILMU FALAK

    PROGRAM PASCASARJANA

    INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

    SEMARANG

    2011

  • 7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf

    2/164

    ii

    Dr. H. Imam Yahya, MAg.

    Komplek Perumahan Pandana Merdeka Blok H, No. 2 Semarang

    NOTA PEMBIMBING

    Dengan ini menerangkan bahwa tesis Miftahul Ulum, NIM. 095112100 yang berjudul

    ANALISIS KRITIS TERHADAP PANDANGAN TOKOH NU (NAHDLATUL

    ULAMA) DAN MUHAMMADIYAH TENTANG PENENTUAN AWAL

    BULAN QAMARIYAH DI JAWA TIMUR telah memenuhi syarat untuk diujikan

    sebagai tesis pada konsentrasi Ilmu Falak, Program Pascasarjana IAIN Walisongo

    Semarang tahun akademik 2010/2011.

    Semarang, 13 Juni 2011

    Dr. H. Imam Yahya, MAg.

  • 7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf

    3/164

    iii

    PENGESAHAN

    Tesis berjudul : ANALISIS KRITIS TERHADAP PANDANGAN TOKOH

    NU (NAHDLATUL ULAMA) DAN MUHAMMADIYAH

    TENTANG PENENTUAN AWAL BULAN QAMARIYAH

    DI JAWA TIMUR.

    Ditulis oleh : MIFTAHUL ULUM

    NIM : 095112100

    Konsentrasi : Ilmu Falak

    Telah dapat diterima sebagai salah satu syarat

    memperoleh gelar Magister

    dalam Studi Islam

    Semarang, Juli 2011Direktur,

    Prof. Dr. H. Achmad Gunaryo, M.Soc.Sc.

    NIP. 150 247 012

  • 7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf

    4/164

    iv

    DEKLARASI

    DENGAN PENUH KEJUJURAN DAN TANGGUNGJAWAB, PENULIS MENYATAKAN

    BAHWA TESIS INI TIDAK BERISI MATERI YANG TELAH PERNAH DITULIS OLEH

    ORANG LAIN ATAU DITERBITKAN, KECUALI INFORMASI YANG TERDAPAT

    DALAM REFERENSI YANG DIJADIKAN BAHAN RUJUKAN DALAM PENELITIAN

    INI .

    Semarang, 10 Juni 2011

    Penulis,

    MIFTAHUL ULUM

    NIM: 095112100

  • 7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf

    5/164

    v

    Abstrak

    Penelitian ini bersifat deskriptif-komparatif yang berusaha menggambarkansecara komprehensif dan mendalam tentang analisis astronomi terhadap pandangantokoh NU (Nahdlatul Ulama) dan Muhammadiyah Jawa Timur yang berkaitandengan penentuan awal bulan Qamariyah, khususnya dalam menentukan awal bulanSyawal, dengan pendekatan astronomi.

    Sudah menjadi tradisi bahwa pada saat akan memasuki bulan suci Ramadhanumat muslim Indonesia seakan-akan kembali mempertikaikan mengenai kapandimulainya tanggal 1 Ramadhan yang merupakan awal dilaksanakannya puasa wajibbagi seluruh umat muslim. Setidaknya ada tiga waktu dimana kita umat muslimbiasanya sering bertikai yakni dalam penentuan 1 Ramadhan, 1 Syawal dan 10Dzulhijah, pada saat Idul Adha. Ada dua metode dalam menentukan awal bulanhijriyah, yaitu metode rukyat (pengamatan) dan hisab (perhitungan). Secara harfiah,rukyat berarti melihat. Arti yang paling umum adalah melihat dengan mata

    telanjang. Jadi, secara umum, rukyat dapat dikatakan sebagai pengamatan terhadaphilal sesuai dengan sunah Nabi. Sebaliknya, hisab berasal dari bahasa arab habasaartinya menghitung, mengira dan membilang. Dalam disiplin ilmu falak, kata hisabmemilki arti ilmu hitung posisi benda-benda langit.

    Penelitian ini berupaya untuk kembali mengingatkan umat muslim tentangpenentuan waktu awal dan akhir Ramadhan, khususnya tahun 2006-2007 yang manaNU (Nahdlatul Ulama) dan Muhammadiyah sebagai organisasi Islam terbesar diIndonesia menetapkan suatu kebijakan yang berbeda. Pada tahun tersebut terjadi

    perbedaan yang sangat signifikan diantara kedua ormas itu sehingga perlu dikajiuntuk ditarik benang merahnya dan dicari solusi untuk penyatuan / kesamaan dalam

    penentuan awal bulan yang dimaksud.

    Pada intinya, menurut NU bahwa kita diwajibkan berpuasa di bulanRamadhan dari awal sampai akhir bulan dengan penentuan awal puasa melaluimetode: Ruyah al-Hila>latau melalui melihat hilal (bulan) baik Ramadhan maupunSyawal. Jika ruyat bulan Ramadhan telah ditetapkan maka diwajibkan berpuasa.Jika ruyat bulan Syawal telah ditetapkan, maka wajib tidak berpuasa (berbuka).Menyempurnakan Syaban Menjadi 30 Hari, Masuknya bulan Ramadhan dapat puladitetapkan melalui penyempurnaan bulan Syaban menjadi 30 hari, sebagaimanakeluarnya bisa juga ditetapkan dengan menyempurnakan bulan Ramadhan menjadi30 hari. Hal ini dilakukan pada saat tidak bisa dilakukan ruyah al-hila>l, baik saatmasuk maupun keluarnya bulan Ramadhan.

    Sebaliknya, sejak tahun 1969, Muhammadiyah tidak lagi melakukan rukyatdan memilih menggunakan hisab wujud al-hila>l, hal ini karena rukyatul hilal ataumelihat hilal secara langsung adalah pekerjaan yang sangat sulit dan paradigmabahwa Islam merupakan agama yang tidak sempit, maka solusi hisab dapatdigunakan sebagai penentu awal bulan Hijriyah.

    Secara garis besar, pandangan tokoh-tokoh NU Jatim tentang penetapan awalbulan Qamariyah adalah dengan ruyah al-hila>l, sebaliknya para tokohMuhammadiyah Jatim membangun ontologi kriteria penentuan awal bulanQamariyah dengan ilmu hisab. Dalam mensikapi perbedaan kriteria antara NU danMuhammadiyah, sebagian tokoh NU Jawa Timur mensikapi dengan mengikuti

    pemerintah, sebagian yang lain mensikapi dengan mengikuti ikhbar PB NU.

    Keywords: Hisab, Rukyat, NU, dan Muhammadiyah.

  • 7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf

    6/164

    vi

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan Rahmat

    dan Hidayah-Nya kepada hamba-hambaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

    penelitian ini yang berjudul Analisis Kritis Terhadap Pandangan Tokoh NU

    (Nahdlatul Ulama) dan Muhammadiyah dalam Penentuan Awal Bulan Qamariyah di

    Jawa Timur.

    Shalawat serta salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada junjungan

    kita yaitu Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa manusia dari alam

    kejahilan menuju alam yang terang benderang yakni dengan adanya Islam dan iman.

    Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

    Magister Studi Islam pada Program Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri

    Walisongo Semarang. Kemudian dengan selesainya tesis ini, penulis menyadari

    bahwa ini semua terjadi berkat bantuan dari berbagai pihak, karena itu, penulis

    menyampaikan terima kasih yang tiada terhingga kepada yang terhormat:

    1. Prof. Dr. H. Ahmad Gunaryo, M.Soc.Sc., selaku Direktur Program

    Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri Walisongo.

    2.

    Prof. Dr. H. Muhibbin, MA, sekalu Rektor Institut Agama Islam Negeri

    Walisongo, dan penguji tesis ini.

    3. Prof. Dr. H. Abd. Djamil MA, selaku mantan Rektor Institut Agama Islam

    Negeri Walisongo.

    4.

    Prof. Dr. H. Suparman Syukur, MA, selaku Wakil Direktur I serta segenap

    Pimpinan Program Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri Walisongo.

  • 7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf

    7/164

    vii

    5. Para penguji proposal tesis ini: Prof. Dr. H. Suparman Syukur, MA, dan Drs.

    H. Abu Hapsin, MA, PhD.

    6.

    Dr. H. Imam Yahya, MAg, selaku pembimbing yang dengan penuh kesabaran

    dan keterbukaan memberikan bimbingan dan dorongan moril dalam

    menyelesaikan penelitian ini.

    7. Dr. H. Abu Rokhmad, MAg, selaku Ketua Program Studi Ilmu Falak

    Pascasarjana IAIN Walisongo.

    8.

    Dr. H. Ali Imran, MH, selalu Sekretaris Jurusan Program Studi Ilmu Falak

    Pascasarjana IAIN Walisongo.

    9. Dosen-dosen penulis yang telah memberikan ilmunya: Prof. Dr. H. Ahmad

    Gunaryo, M.Sos.Sc.; Dr. H. Rahardjo, M.Ed.; Dr. H. Zuhad, Dr. H. Imam

    Yahya, MA.; Drs. H. Ahmad Hakim, MA, PhD.; Prof. Dr. H. Thomas

    Djamaluddin.; Dr. H. Mukhyar Fanani, MA.; Dr. H. Ing. Khafid; KH. Noor

    Ahmad SS, Gus Syaiful Mujab, MSI.; Prof. Dr. H. Moh. Zuhri, MA.; Dr. KH.

    Slamet Hambali, MSI.; Dr. H. Ahmad Izzuddin, MAg.

    10.Bapak beserta Ibunda tercinta yang telah mendidik dan membesarkan penulis

    dengan segala jerih payahnya dan kesabarannya, hanya karena kasih dan

    sayangnyalah penulis dapat tumbuh seperti yang sekarang ini, mungkin hanya

    dengan penyelesaian tesis ini penulis dapat membuktikan segala kesungguhan

    dalam memenuhi keinginan Beliau.

    11.Prof. Dr. H. Ahmad Zahro, MA, yang telah memberikan dukungan moril dan

    motivasi dalam studi saya.

    12.

    Prof. Dr. H. Burhan Djamaluddin, MA, yang telah memberikan dukungan

    moril dan kesediaannya untuk dijadikan obyek penelitian.

  • 7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf

    8/164

    viii

    13.K.H. Miftahul Akhyar, Dr. H. Abd. Salam Nawawi, MAg, Prof. Dr. H.

    Ridlwan Nasir, MA, Prof. Dr. KH. Faisol Haq, MAg, Dr. H. Masruhan, MAg,

    Prof. Dr. H. Syafiq Mugni, MA, Prof. Dr. H. Ali Mufrodi, MA, Dr. Agus

    Purwanto, MSc, dan Drs. H. Mukarram, M. Hum; atas kesediaan waktu dan

    ilmunya ketika penulis meneliti.

    14.KH. Hasan Mutawakkil Alallah, SH, MM, selaku ketua PW NU Jatim dan H.

    Masyhudi Muchtar, MBA, Selaku Sekretaris PW NU Jatim serta segenap

    jajaran Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PW NU) Jawa Timur.

    15.

    Prof. Dr. H. Moh. Thohir Luth, MA, sekalu ketua PW Muhammadiyah, Drs.

    H. Moh. Najib, MSi, Sekretaris PW Muhammadiyah, Dr. H. Abd. Hasyim,

    MPd.I., Ir. Tamhid Masyhudi selaku Wakil Sekretaris PW Muhammadiyah

    serta segenap pengurus Pimpinan Wilayah (PW) Muhammadiyah Jawa Timur.

    16.

    Istriku dr. Anisa Nurul Azizah, anakku Dina Amalia Azzahra, Kakakku Drh.

    Syaiful Anam, MSc, dan Adikku Faizatul Muazzaroh beserta seluruh keluarga

    yang memberikan dorongan dan motifasi kepada penulis untuk menuntaskan

    penelitian ini.

    17.Para Pegawai Sekretariat Program Pascasarjana, Para Pegawai Perpustakaan,

    dan segenap Pegawai di IAIN Walisongo.

    18.

    Ny. Hj. Zairina Muafi, SIP, selaku mantan ketua STIT NAT Sampang.

    19.Bapak Drs. H. Hasyim Syarbani, MM, tak terasa telah dua tahun saya

    menumpang di rumah Bapak. Terima kasih Pak.

    20.Mbah KH. Hefni Sadjali yang sering menayakan sudah selesai belum!

    21.

    KH. Agus El-Busyairi selaku ketua Dewan Syuro PKB Kabupaten Sampang

    atas motivasi untuk selesainya tesis ini.

  • 7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf

    9/164

    ix

    22.Segenap jajaran Jemaah Tabligh Kota Semarang, dan segenap jajaran

    Jemaah Tabligh Kota Surabaya atas segala doa untuk selesainya tesis ini.

    23.

    KH. Mohamad Thoyyib Madani, Lc, MA, selaku Ketua STIT NAT Sampang.

    24.

    Prof. Dr. H. Zainuddin Maliki, MSi., selaku Rektor UNMUH Surabaya serta

    segenap Civitas Akademika UNMUH Surabaya.

    25.H. Imam Taufiq, MAg serta segenap dosen dan pegawai UBINSA.

    26.Teman-teman dosen serta segenap pegawai STIT NAT yang senasib dan

    seperjuangan yang juga ikut memberi motifasi dalam penyelesaian penelitian

    ini.

    27.Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Ilmu Falak angkatan 2009/2010 yang

    telah membantu banyak, berupa motivasi dan doa selama proses hingga

    penyelesaian penelitian. Semoga, Allah SWT meridhai budi baik yang Bapak

    dan Ibu berikan.

    28.

    Semua pihak yang telah membantu kelancaran dan penyelesaian penelitian ini

    yang mungkin penulis khilaf, padahal juga membantu dalam penyelesaian

    penelitian ini.

    Semoga segala bantuan dan dukungan tersebut senantiasa mendapat

    balasan yang setimpal dari Allah SWT. Amien..

    Akhirnya penulis berdoa semoga tesis ini akan banyak bermanfaat kepada

    penulis khususnya dan kepada pembaca umumnya.Amin Ya Robbal Aminn

    Semarang, 15 Juni 2011

    Penulis

    Miftahul Ulum

  • 7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf

    10/164

    x

    DAFTAR SINGKATAN

    NU : Nahdlatul Ulama

    PB NU : Pengurus Besar Nahdlatul Ulama

    PP Muhammadiyah : Pimpinan Pusat Muhammadiyah

    PW NU : Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama

    PW Muhammadiyah : Pimpinan Wilayah Muhammadiyah

    IAIN : Institut Agama Islam Negeri

    UNMUH : Universitas Muhammadiyah

    UBINSA : Unit Pengembangan Bahasa Walisongo

    STIT NAT : Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Nazhatut Thullab

    MUI : Majelis Ulama Indonesia

    RHI : Rukyatul Hilal Indonesia

    HPT : Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah

    BMG : Badan Meteorologi dan Geofisika

  • 7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf

    11/164

    xi

    PERSEMBAHAN

    Tesis ini kupersembahkan untuk:

    Ayah dan Ibu tercinta

    Ayah dan Ibu mertua tercinta

    Istriku tercinta

    Ananda tersayang

    Bapak dan Ibu Guru penuntun jalan pikiranku

    Orang-orang yang berdoa untuk kesuksesanku

  • 7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf

    12/164

    xii

    PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB LATIN

    Sesuai dengan SKB Menteri Agama RI, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan

    RI No. 158/1987 dan no. 0543 b/U/1987.Tertanggal 22 Januari 1988

    A. Konsonan Tunggal

    Huruf Arab Nama Huruf Latin Keterangan

    alif tidak dilambangkan tidak dilambangkanba> b be

    ta> t te

    s\a> s\ es (dengan titik di atas)

    ji>m j je

    h{a> h{ ha (dengan titik di bawah)

    Kha> kh ka dan ha

    da>l d de

    za>l z\ zet (dengan titik di atas)

    ra> r er

    Zai z zet

    si>n s es

    syi>n sy es dan ye

    s{a>d s} es (dengan titik di bawah) d{a>d d{ de (dengan titik di bawah)

    t{a> t{ te (dengan titik di bawah)

    z{a> z} zet (dengan titik di bawah)

    ain koma terbalik di atas

    gain g ge

  • 7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf

    13/164

    xiii

    fa> f ef

    qa>f q qi

    ka>f k ka

    la>m l el

    mi>m m em

    nu>n n en

    wa>wu w we

    h>a> h ha

    hamzah apostrof

    ya> y ye

    B. Konsonan Rangkap

    Konsonan rangkap, termasuk tanda syaddah, ditulis rangkap, contoh:

    nazzala

    C. Vokal Pendek

    Fathah (_)ditulis a, kasrah (_ ) ditulis i, dan dammah (_ ) ditulis u.

    D. Vokal Panjang

    Bunyi a panjang ditulisa>,i panjang ditulis i,masing-

    masing dengan tanda hubung ( >) di atasnya. Contohnya:

    1. Fathah + alif ditulis a>. ditulis fala>

    2. Kasroh + ya mati ditulis il.

    E. Vokal Rangkap

    1. Fath}ah dan ya mati ditulis ai, contoh:

    az-Zuhaili>

  • 7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf

    14/164

    xiv

    2. Fath}ah dan wa>wu mati ditulis au, contoh:

    ad-daulah

    F.TaTaTaTa Marbu>t}ahMarbu>t}ahMarbu>t}ahMarbu>t}ah

    di Akhir Kata

    1.

    Bila dimatikan ditulis ha. Kata ini tidak diperlakukan terhadap kata

    Arab yang sudah diserap menjadi bahasa Indonesia, seperti salat, zakat, dan

    sebagainya kecuali bila dikehendaki kata aslinya.

    2. Bila disambungkan dengan kata lain (frase), ditulis h. Contoh:

    ditulis bida>yah al-mujtahid.

    G. HamzahHamzahHamzahHamzah

    1. Bila terletak di awal kata, maka ditulis berdasarkan bunyi vokal yang

    mengiringinya. Seperti ditulis inna.

    2. Bila terletak di akhir kata, maka ditulis dengan lambang apostrof ( ~). Seperti

    ditulis Syai~un.

    3. Bila terletak di tengah kata setelah vokal hidup, maka ditulis sesuai dengan

    bunyi vokalnya. Seperti ditulis raba>~ib.

    4. Bila terletak ditengah kata dan dimatikan maka ditulis dengan lambang

    apostrof ( ~). Seperti ditulis ta~khuz|u>na.

    H. Kata sandang Alifdan Lam

    1. Bila diikuti huruf Qamariyah ditulis al.Contoh:

    ditulisal-Baqarah

  • 7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf

    15/164

    xv

    2. Bila diikuti huruf Syamsiyyah ditulis dengan menggandakan huruf

    Syamsiyyah yang mengikutinya, serta menghilangkan huruf l (el)-nya.

    Contoh:

    Penulisan

    menjadiAn-Nisa>

    I. Penulisan kata-kata dalam rangkaian kalimat

    Dapat ditulis menurut bunyi atau pengucapannya dan menurut penulisannya.

    Contoh:

    ditulis Z|awi al-fur>ud}

    ditulis Ahlu as-Sunnah.

  • 7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf

    16/164

    xvi

    MOTTO

    ) .... :(

    Katakanlah (Muhammad): bekerjalah (berusaha) kamu sekalian, niscaya Allah dan

    Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat kerja keras (hasil dan upaya) kamu

    sekalian.. (at-Taubah: 105)

  • 7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf

    17/164

    xvii

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL........................................................................................................ i

    NOTA PEMBIMBING. ii

    HALAMAN PENGESAHAN... iii

    HALAMAN DEKLARASI.. iv

    ABSTRAK v

    KATA PENGANTAR.. vi

    DAFTAR SINGKATAN.............................................................................................. x

    HALAMAN PERSEMBAHAN................................................................................. xi

    PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN...................................................... xii

    HALAMAN MOTTO.................................................................................................. xii

    PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN..................................................... xvi

    DAFTAR ISI..................................................................................................................... xvii

    BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1

    A.

    Latar Belakang Masalah ................................................................. 1

    B. Rumusan Masalah ........................................................................... 10

    C. Tujuan Penelitian ............................................................................ 11

    D.

    Tinjauan Pustaka ............................................................................. 11

    E.

    Metode Penelitian ........................................................................... 19F.

    Sistematika Penulisan ..................................................................... 24

    BAB II PANDANGAN FORMAL NU DAN MUHAMMADIYAH DALAM

    PENETAPAN AWAL BULAN QAMARIYAH......................................... 26

    A. Sekilas Tentang Sejarah NU.. 26

    B.

    Sekilas Tentang sejarah Muhammadiyah... 30

    C. Penetapan Awal Bulan Secara Umum....... 34

    D.

    Penetapan Awal Bulan Menurut NU............................................. 60

  • 7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf

    18/164

    xviii

    E. Penentuan Awal Bulan Menurut Muhammadiyah......................... 69

    F.

    Penentuan Awal Bulan Menurut MUI........................................... 76

    G.

    Penentuan Awal Bulan Menurut Pemerintah................................. 77

    BAB III PANDANGAN TOKOH NU DAN MUHAMMADIYAH DALAM

    MENETAPKAN AWAL BULAN QAMARIYAH..................................... 80

    A.

    KH. Miftahul Akhyar ...................................................................... 81

    B. Dr. H. Abd. Salam Nawawi, MAg. ................................................. 83

    C. Prof. Dr. H. M. Ridlwan Nasir ........................................................ 87

    D. Prof . Dr. H. Burhan Djamaluddin, MA......................................... 89

    E. Prof. Dr. KH. A. Faisol Haq, MAg................................................. 90

    F.

    Dr. H. Masruhan, MAg................................................................... 94

    G. Prof . Dr. H. Syafiq Mugni, MA. .................................................... 96

    H. Prof. Dr. H. Ali Mufrodi, MA. ........................................................ 97

    I. Dr. H. Agus Purwanto. ................................................................... 100

    J. Drs. H. Akh. Mukarram, M. Hum. ................................................. 105

    BAB IV ANALISISASTRONOMI............................................................... 112

    A.

    Gagasan-Gagasan Baru Tokoh NU dan Muhammadiyah ............... 112A.1. Gagasan-Gagasan Baru Tokoh NU ......................................... 114

    A.2. Gagasan-Gagasan Baru Tokoh Muhammadiyah .................... 115

    B. Analisis Kriteria Visibilitas Hila>lInternasional... 126

    BAB V PENUTUP.. 136

    A. Kesimpulan ..................................................................................... 136

    B. Saran-saran ...................................................................................... 137

    DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 141

    DAFTAR RIWAYAT HIDUP....................................................................... 152

    LAMPIRAN-LAMPIRAN............................................................................. 154

  • 7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf

    19/164

    1

    BAB IBAB IBAB IBAB I

    PENDAHULUAN

    A.A.A.A. LatarLatarLatarLatar Belakang MasalahBelakang MasalahBelakang MasalahBelakang Masalah

    Suatu persoalan penting yang sering berbeda dan menimbulkan polemik di

    masyarakat adalah penentuan awal bulan Qamariyah, khususnya awal bulan Puasa,

    Syawal, dan Dzulhijjah. Awal bulan Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah secara

    tradisional didasarkan pada hila>l1

    , yaitu deteksi bulan sabit oleh mata telanjang

    manusia tanpa memanfaatkan alat bantu optik. Demikian halnya bagi umat Islam di

    negara lain, awal puasa adalah penampakan bulan di negara mereka sendiri. Namun,

    negara-negara lain di dunia justru menggunakan perhitungan astronomi untuk

    menentukan waktu aktual dari bulan baru.

    Umat Islam di seluruh dunia, khususnya di Indonesia, sering sekali

    mengalami peristiwa yang membingungkan saat terjadi penentuan hari pertama

    sebuah bulan yang terkait dengan penentuan suatu prosesi ibadahnya. Sekali lagi

    disebutkan disini bahwa perbedaan ini terjadi manakala terkait dengan prosesi

    sebuah ibadah. Tiga peristiwa yang sering terjadi adalah :

    1Hila>latau Bulan Sabit yang dalam ilmu Astronomi dikenal dengan nama Crescentadalah bagianbulan yang tampak terang dari bumi sebagai cahaya matahari yang dipantulkan olehnya pada hariterjadinya ijtima sesaat setelah matahari terbenam. Hila>l ini dapat dipakai sebagai pertandapergantian bulan qamariyah. Apabila setelah matahari terbenam hila>l tampak maka malam itu dankeesokan harinya merupakan tanggal satu bulan berikutnya (Khozin, 2005: 30).

  • 7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf

    20/164

    2

    a. Pada saat menentukan akhir bulan syaban karena terkait dengan hari

    pertama bulan berikutnya (bulan puasa) saat dimana umat Islam harus mulaiberpuasa.

    b. Pada saat menentukan akhir bulan puasa (Ramadhan), karena hal ini sangat

    terkait erat dengan hari pertama bulan berikutnya (bulan Syawal) saat

    dimana prosesi ibadah Idul Fitri dilakukan;

    c. Pada saat menentukan awal bulan Dzulhijjah karena terkait dengan hari ke

    sepuluh bulan Dzulhijjah, saat dimana prosesi ibadah Idul Adha dilakukan.

    Sebetulnya, perbedaan yang sering muncul ini adalah akibat sikap kehati-

    hatian umat Islam, karena ada prosesi ibadah Islam yang bila dilakukan pada hari

    yang salah, maka hukumnya menjadi haram (berdosa bila dilakukan). Puasa di bulan

    Ramadhan adalah hukumnya fardhu ain(wajib bagi setiap individu muslim dan tidak

    dapat diwakilkan). Namun, ada ketentuan syariah (hukum Islam) yang mengatakan

    bahwa berpuasa pada tanggal 1 Syawal adalah haram hukumnya. Demikian juga

    dalam menentukan hari terakhir dalam bulan Dzulqaidah. Pada tanggal 9 bulan

    berikutnya (9 Dzulhijjah) umat Islam yang sedang melakukan ibadah haji akan

    melakukan puncak profesi ibadah mereka yaitu wukuf di padang Arafah. Bertepatan

    dengan itu, untuk menghormati saudara-saudaranya yang sedang melakukan prosesi

    wukuf, umat Islam di belahan bumi dunia lain yang tidak sedang menunaikan ibadah

    haji disunnahkan puasa Arafah pada hari tersebut. Selanjutnya pada tanggal 10

    Dzulhijjah adalah di mana umat Islam di seluruh dunia melaksanakan ibadah shalat

  • 7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf

    21/164

    3

    Iedul Adha, sedangkan pada 3 hari berikutnya yaitu pada tanggal 11, 12, dan 13

    Dzulhijah adalah hari tasyriq dimana berpuasa pada hari itu hukumnya haram.Berhubung adanya ketentuan-ketentuan yang terkait dengan prosesi ibadah

    itulah yang menyebabkan umat Islam sangat hati-hati terutama dalam menentukan

    akhir bulan Puasa (awal bulan Syawal) dan akhir bulan Dzulqaidah (awal

    Dzulhijjah). Sebaliknya, dalam menentukan awal Muharram (akhir Dzulhijjah

    misalnya), karena tidak ada ketentuan yang terkait erat dengan prosesi ibadah dalam

    bulan Muharram yang melibatkan sunnah yang jika dilakukan pada hari yang salah

    malah menjadi haram, maka praktis tidak pernah terjadi perselisihan pendapat.

    Tangal 10 Muharram memang disunnahkan berpuasa, namun bila meleset menjadi

    tangal 9 atau tangal 11 akibat melesetnya penentuan hari awal bulan Muharram, ini

    tidak akan menjadikan haram.

    Sudah saatnya umat Islam, khususnya di Indonesia, dapat lebih

    berkonsentrasi pada peningkatan teknik-teknik rukyat maupun hisa>b yang telah

    disepakati bersama kelak, daripada terus berkutat dengan mempertahankan salah

    satu metode yang tidak mustahil akan menimbulkan perpecahan umat, khususnya

    bila ada pihak ke tiga yang memicu perbedaan pendapat ini menjadi lebih tajam lagi.

    Lebih jauh lagi, sudah saatnya umat Islam, khususnya di Indonesia, lebih

    berkonsentrasi lagi pada pengembangan ilmu pengetahuan yang masih terbuka lebar

    untuk direbut seperti yang pernah dilakukan pada sekitar abad ke 8-15 Masehi di

    mana umat Islam banyak menjadi pionir-pionir ilmu pengetahuan modern.

  • 7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf

    22/164

    4

    Mazhab Hisa>b2 (perhitungan astronomi) dan mazhab Rukyat3 (pengamatan)

    secara umum adalah bagian tak terpisahkan dari astronomi modern. Hisa>b yangformulasinya diperoleh dari hasil rukyat jangka panjang digunakan dalam pembuatan

    almanak. Almanak astronomi merupakan salah satu produk evolusi pengetahuan

    manusia yang memungkinkannya setiap saat memperhatikan langit. Keteraturan di

    langit telah dirumuskan secara sistematik di dalamnya sehingga memudahkan orang

    dalam memperkirakan fenomena astronomis, terutama setelah ditemukannya

    teknologi alternatif penentuan waktu (jam) dan arah (kompas).4

    Perbedaan penentuan hari-hari besar Islam, khususnya Idul Fitri dan Idul

    Adha, selalu menimbulkan kebingungan di masyarakat. Untungnya sikap saling

    menghargai antar sesama ummat Islam dapat terwujud sampai saat ini. Namun,

    perbedaan tersebut tidak semestinya terus berlangsung, kalau ada upaya untuk

    mendapatkan titik temu di antara metode yang berbeda-beda.

    2Maz|hab H}isa>b berpendapat bahwa dalam menentukan awal bulan Qamariyah cukup dengan caramenghitung secara matematis dengan menggunakan metode perfitungan falak (astronomi), sehinggatidak diperlukan adanya pembuktian untuk melihat tanggal/hila>l tersebut. Maz|hab ini berpegangdengan semangat al-Qura>n Q.S. 55: 5 dan Q.S. 10: 5, yang kedua ayat tersebut bukan sekedarpernyataan deklaratif untuk memberikan informasi bahwa gerak Bulan dan Matahari dapat dihitung,akan tetapi ayat tersebut mengandung petunjuk imperatif agar memanfaatkan gerak benda-bendalangit itu untuk kepentingan penentuan bilangan tahun dan perhitungan waktu (Anwar, 2008: 10-1).3Maz|hab Rukyat berpendapat bahwa dengan didukung h}isa>b dan ilmu Astronomi untuk menghitungperedaran bulan (fase bulan), untuk menentukan awal bulan qamariyah masih diharuskan untuk bisamembuktikan dalam melihat hila>l. Maz|hab Rukyat menggunakan dalil dari perintah Rasulullah SAWkepada sahabatnya untuk berpuasa dan berhari raya setelah benar-benar melihat tanggal/h}ila>l yaituhadis| yang diriwayatkan oleh imam Bukha>riy Muslim. (S}ah}i>h} al-Bukha>ri> hadis| no. 1900 dan s}ah}i>h}Muslim hadis|no. 1080).4Almanak astronomi adalah tabel, buku, atau perangkat lunak komputer yang menyajikan informasi

    tentang waktu kejadian fenomena astronomis sepeti saat terbit/terbenamnya matahari dan bulan, fasae

    bulan, posisi matahari, bulan, dan planet-planet, gerhana atau okultasi benda-benda langit, serta waktu

    bintang (sidereal time). (T. Djamaluddin, 2003).

  • 7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf

    23/164

    5

    Problem tentang ketepatan atau kesesuaian penentuan awal bulan antara satu

    kalender dengan kalender lainnya tidak hanya terjadi disebabkan jarak wilayah atau

    negara yang berbeda tetapi bisa juga terjadi dalam satu wilayah sebagaimana yang

    terjadi di Indonesia. Sistem penentuan awal bulan Qamariah sebagai acuan

    pembuatan Kalender Hijriah sendiri, terdapat beberapa sistem yang dapat digunakan.

    Hal ini terbukti dengan terjadinya beberapa kasus perbedaan Idul Fitri dan awal

    Ramadan di Masyarakat.5

    Sebagian umat Islam berpendapat bahwa untuk menentukan awal bulan harus

    dengan benar-benar melakukan pengamatan hila>l secara langsung. Sebagian yang

    lain berpendapat bahwa penentuan awal bulan cukup dengan melakukan hisa>b

    (perhitungan matematis/astronomis), tanpa harus benar-benar mengamati hila>l.

    Keduanya mengklaim memiliki dasar yang kuat.

    Pada prinsipnya, dalam ilmu Falak cara atau metode yang dipakai oleh umatIslam dalam menentukan tanggal satu bulan Qamariyah adalah dengan menggunakan

    hisa>bdan rukyat. H}isa>b rukyat dalam istilah lain juga disebut falak. Penamaan ini

    berkaitan dengan objek kajian yakni falak (mada>r al-nuju>m) (al-Jailany, t.t,: 3-4).

    Ilmu Bumi dan Antariksa (Kosmografi), disebut astronomi, karena penentuan waktu

    tersebut berkaitan dengan peredaran benda-benda langit, walaupun dalam realitanya

    hanya sebagian kecil saja dari benda-benda langit yang menjadi objek perhitungan.

    5 Sebagai contoh; Menteri Agama menetapkan 1 Syawal 1413 jatuh pada hari Kamis, tanggal 25

    Maret 1993, sedangkan sebagian masyarakat sudah ada yang berbuka pada hari Rabu, bahkan Selasa

    23 Maret 1993. Kejadian ini terulang lagi pada tahun 1422 H bertepatan dengan hari Jumat 16

    November 2001 dan sebagian lagi bertepatan dengan hari Sabtu tanggal 17 November 2001.

  • 7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf

    24/164

    6

    Hisa>b rukyat itulah yang akhirnya memunculkan dua maz|hab besar dalam

    menentukan awal bulan qamariyah, yakni maz|hab h}isa>b dan yang kedua adalahmaz|hab rukyat.

    Paradigma hisa>b dan rukyat telah ada dalam perjalanan Islam dari sejak

    zaman Nabi Muhammad SAW hingga sekarang, dari zaman konsep geosentris

    hingga zaman heliosentris. Kedua paradigma itu ada kesamaan niat umat Islam

    dalam menggunakan hila>l sebagai penentu awal bulan Islam. Kedua tradisi itu

    berkeinginan mendapatkan hila>l yang presisi dan yang pasti. Kedua paradigma itu

    tidak ingin gegabah, hal itu mengandung keseriusan dan kesungguhan untuk

    mengetahui kehadiran hila>lawal bulan Islam untuk keperluan ibadah.

    Sejatinya, ada dua metode dalam penentuan awal bulan hijriah, yaitu metode

    rukyat (pengamatan, observasi) dan hisa>b (perhitungan). Secara harfiah, rukyah

    berarti melihat. Arti yang paling umum adalah melihat dengan mata kepala.

    Jadi, secara umum, rukyah dapat dikatakan sebagai pengamatan terhadap hila>l.

    Sesuai dengan sunah Nabi rukyah dilakukan dengan mata telanjang (Farid, 1996 :

    29). Metode rukyat yang dilakukan setiap tanggal 29 bulan hijriah yang sedang

    berjalan, mendasarkan masuknya tanggal 1 bulan berikutnya pada penampakan sabit

    bulan (hila>l) yang terlihat setelah konjungsi terjadi. Bila setelah terbenam Matahari

    pengamat mendapati sosok hila>l di ufuk barat, malam itu dianggap sudah masuk

    tanggal 1 bulan baru.

  • 7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf

    25/164

    7

    Metode rukyah dan hisa>bmerupakan sebab berkembangnya kriteria penentu

    awal bulan qamariyah yang beraneka ragam. Diantaranya:1. Rukyah al-Hila>l bi al-Fili, kelompok ini menyatakan bahwa awal bulan

    Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah dimulai sejak terlihatnya hila>l pada saat

    terbenam matahari tanggal 29. Kalau tidak terlihat maka jalan keluarnya

    adalah mengambil maksimum umur bulan 30 hari dan setelah itu mulaialah

    tanggal 1 bulan baru.

    2. Ijtima Qabla al-Ghurub, menyatakan bahwa awal bulan Ramadhan, Syawal

    dan Dzulhijjah dimulai apabila hila>l sudah ada pada saat terjadinya iijtima

    (konjungsi).

    3. Wujud al-Hila>l, menyatakan bahwa awal bulan Ramadhan, Syawal dan

    Dzulhijjah dimulai apabila saat terbenam matahari setelah terjadi ijtima

    (konjungsi) dan bulan (hila>l) pada saat itu belum terbenam masih ada di atas

    ufuk

    4. Imkan al-Rukyah, menyatakan bahwa awal bulan Ramadhan, Syawal dan

    Dzulhijjah dimulai apabila saat terbenam matahari setelah terjadi ijtima

    (konjungsi) hila>lsudah ada dan dalam kondisi normal hila>litu mungkin dapat

    dilihat (Oman, 2006 : 5).

    Pada kriteria wujud al-hila>l ini, langkah yang ditempuh Muhammadiyyah

    dalam hisa>bnya adalah:

    1. menghitung saat terjadinya ijtima''di suatu tempat atau beberapa tempat

  • 7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf

    26/164

    8

    2. menghitung saat terbenam matahari di tempat tertentu itu

    3.

    menghitung tinggi hila>lpada saat terbenam matahari di tempat teretentuitu.6

    Berdasarkan lembaran sejarah pemikiran hisa>b rukyah, ternyata embrio

    imkan al-rukyah sudah lama diperbincangkan di kalangan ulama fiqh, di antara yang

    memeloporinya adalah al-Qulyubi, Ibn Qasim al-Ubbadi, al-Syarwani dan al-Subkhi.

    Hanya saja kriteria imkan al-rukyah-nya belum ada kesepakatan. Sedangkan dalam

    kitab-kitab ilmu falak klasik sudah banyak yang dibahas (Izzuddin, 2007 : 153-154).

    Berikut ini kriteria yang disampaikan pengarang kitab-kitab falak klasik yang

    dinukil berdasarkan kesepakatan ahli astronomi mutaqaddiminsaat itu:

    Nama KitabNama KitabNama KitabNama Kitab PengarangPengarangPengarangPengarangimkan alimkan alimkan alimkan al----rukyahrukyahrukyahrukyah

    TinggiTinggiTinggiTinggi hila>lhila>lhila>lhila>l Umur bulanUmur bulanUmur bulanUmur bulan

    Sullam al-NayyirainMuhammad

    Manshur Al-Batawi80 atau minimal 60

    17 jam 20 menit

    atau minimal 12 jam

    Fath al-Rauf al-

    Mannan

    Abdul Jalil bin

    Abdul Hamid60atau minimal 30 15 jam 15 menit

    Al-Khulashah al-

    Wafiyyah

    Zubaer Muhammad

    al-Jaelany

    90atau 60atau

    minimal 2018 jam 30 menit

    6 Perhitungan ini mempertimbangkan ketinggian suatu tempat terhadap ufuk, sehingga ukuran yang

    dijadikan pembatas terbenam matahari adalah ufuk mar'i (Oman Fathurrohman, 2006 : 16).

  • 7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf

    27/164

    9

    Sebagai contoh pembahasan ini adalah gambaran perbedaan penentuan awal

    bulan antara NU, Muhammadiyah dan Pemerintah sebagaimana hasil penelusuranTim Rukyatul Hila>lIndonesia (RHI) dalam rentang waktu antara 1989 sampai 2009

    bahwa perbedaan hari raya yang sering terjadi belakangan ini lebih disebabkan oleh

    penggunaan kriteria yang tidak seragam. Baik para penganut hisa>bmaupun rukyat

    pada dasarnya mereka menggunakan kriteria penentuan awal bulan. Di kalangan

    ormas penganut hisa>b ada perbedaan: Muhammadiyah menggunakan kriteria

    wujudul hila>l (hila>lwujud di atas ufuk) dengan prinsip wilayatul hukmi (wujud di

    sebagian wilayah diberlakukan untuk seluruh wilayah hukum di seluruh Indonesia),

    sedangkan Persatuan Islam (Persis) menggunkan kriteria wujudul hila>l di seluruh

    Indonesia (sebelumnya menggunakan kriteria imkanur rukyat 2o). Di kalangan ormas

    penganut rukyat (terutama Nahdlatul Ulama, NU) kadang terjadi perbedaan ketika

    ada yang melaporkan hasil rukyat padahal ketinggian hila>lmasih di bawah kriteria

    imkanur rukyat yang mereka gunakan, yaitu ketinggian hila>l2 derajat.

    Potensi Perbedaan Awal Bulan Ramadhan, Syawal dan Dzulhijah Jika tetap

    belum disetujui kriteria yang sama dari ormas-ormas Islam di Indonesia:7

    TAHUNTAHUNTAHUNTAHUN

    DERAJAT TINGGIDERAJAT TINGGIDERAJAT TINGGIDERAJAT TINGGI HILA>LHILA>LHILA>LHILA>L

    RamadhanRamadhanRamadhanRamadhan SyawalSyawalSyawalSyawal DzulhijjahDzulhijjahDzulhijjahDzulhijjah

    7T. Djamaluddin, Astro Info dan Aplikasi Hisa>b Rukyat, Makalah dalam Seminar NasionalHisa>bdan Software yang diselenggarakan oleh Program Pasca Sarjana IAIN Walisongo semarang,hari Sabtu, 7 Nopember 2009 di Kampus IAIN Walisongo Semarang.

  • 7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf

    28/164

    10

    1430 H / 2009 -1 6 6

    1431 H / 2010 3 -2

    1,7

    (rawan perbedaan)

    1432 H / 2011 7,52,0

    (rawan perbedaan)7,1

    1433 H / 20122

    (rawan perbedaan)-4,3 -2,4

    1434 H / 20130,7

    (rawan perbedaan)4,2 3,6

    1435 H / 20140,8

    (rawan perbedaan)4,1

    0,8

    (rawan perbedaan)

    Olehkarena itu, peneliti ingin meneliti tentang bagaimanakah respon ulama

    NU dan Muhammadiyah Jawa Timur terkait dalam penentuan awal bulan

    Qamariyah. Terkait tentang NU lebih didahulukan dari Muhammadiyah, pada

    hakekatnya hal ini merupakan penghargaan terhadap para leluhur, dan pembimbing

    tesis ini merupakan tokoh NU tulen, sekalipun peneliti lebih bersifat netral.

    B. RumusanB. RumusanB. RumusanB. Rumusan MasalahMasalahMasalahMasalah

    Poin penting mengenai permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini

    adalah difokuskan pada pemikiran individu terhadap tokoh NU dan Muhammadiyah.

    Adapun masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

  • 7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf

    29/164

    11

    1. Bagaimana pandangan para tokoh NU dan Muhammadiyah Jawa

    Timur tentang kriteria awal bulan Qamariyah?2. Bagaimana sikap tokoh NU dan Muhammadiyah Jawa Timur terhadap

    perbedaan pemahaman tentang penentuan awal bulan Qamariyah dan

    bagaimana solusinya?

    C.C.C.C. TujuanTujuanTujuanTujuan PenelitianPenelitianPenelitianPenelitian

    Penelitian ini bertujuan adalah sebagai berikut :

    1. Untuk mengetahui pandangan para tokoh NU dan Muhammadiyah Jawa

    Timur tentang kriteria awal bulan Qamariyah

    2. Untuk menetahui sikap tokoh NU dan Muhammadiyah Jawa Timur terhadap

    perbedaan pemahaman tentang penentuan awal bulan Qamariyah serta solusi

    dari para tokoh NU dan Muhammadiyah Jawa Timur.

    D. Tinjauan PustakaD. Tinjauan PustakaD. Tinjauan PustakaD. Tinjauan Pustaka

    1. Kerangka Teori

    Secara umum, terdapat dua mazhab besar yang terus-menerus

    menimbulkan perbedaan pendapat dalam menentukan awal sebuah bulan. Yang

    pertama adalah cara rukyat yang secara harfiah selalu mengacu pada hadits

    nabi. Mazhab yang kedua adalah para ulama yang berpegang pada kenyataan

    bahwa cara-cara rukyat banyak mengalami kendala, padahal hila>l sebetulnya

  • 7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf

    30/164

    12

    telah dapat dihitung secara akurat dengan perhitungan-perhitungan astronomi.

    Cara ini disebut hisa>b(Mutoha, 2007 : 1).Secara harfiah, rukyat memang berarti melihat secara visual (melihat

    dengan mata kepala). Saat ini masih terdapat banyak ulama yang menganggap

    segala macam perhitungan untuk menentukan hila>l degan mengabaikan

    pengamatan secara visual adalah tidak memiliki dasar hukum, bahkan dianggap

    merekayasa (bidah). Ini misalnya, dijadikan suatu fatwa resmi di Mesir pada

    masa dinasti Fatimid, saat Jenderal Jauhar memerintah pada tahun 359 H atau

    969 M. Singkat kata, cara-cara perhitungan awal bulan ini selalu ditolak oleh

    para ulama pada saat itu karena dianggap bidah.

    Pada zaman Rasulullah, cara-cara perhitungan permulaan bulan

    berdasarkan perhitungan astronomi memang belum berkembang baik, sehingga

    cara melihat dengan mata secara visual adalah sarana dan metode yang paling

    mungkin dan paling mudah dilakukan sesuai dengan perkembangan teknologi

    dan ilmu pengetahuan saat itu. Namun, harus disadari bahwa kalimat: jika

    dimendungkan atas kamu, qadarkanlah (tetapkanlah atau hitunglah) bukan

    menjadi opsi hukum dengan hirarki yang lebih rendah daripada melihat secara

    visual karena seperti isyarat yang diberikan oleh Allah, ternyata Allah memicu

    umat manusia untuk selalu menggunakan kemampuan intelektualnya secara

    maksimal dalam memaknai semua ayat dan tanda kebesara Allah SWT.

  • 7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf

    31/164

    13

    Pada buku yang berjudul, Menjelajah Keluasaan Langit Menembus

    Kedalaman Al-Quran, terdapat penjelasan secara panjang lebar bahwa Allahmemang membuka seluas-luasnya pintu langit dan bumi agar manusia mampu

    menembusnya dengan pengetahuan, terbebas dari sekat primordial muslim

    maupun bukan (Thomas, 2005). Ini sesuai dengan firman Allah berikut:

    u|ytdg:$#M}$# u)FstG$#r&(#s?$s%r&Nuy9$#

    F{$# u(#$$s4s?)9s=0

    Artinya: Hai sekalian jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus(melintasi) penjuru langit dan bumi, Maka lintasilah, kamu tidak dapatmenembusnya kecuali dengan kekuatan. (QS. 55, Ar-Rahmaan: 33).

    Kebebasan inilah yang telah dimanfaatkan oleh orang barat (meskipun

    mereka tidak perlu sadar akan kesempatan Yang diberikan Allah) untuk

    membangun peradaban teknologinya yang semakin canggih sampai saat ini.

    Sementara itu, umat Islam yang kebanyakan selalu alergi pada ilmu

    pengetahuan dan teknologi, keadaannya terus semakin termarjinalisasi secara

    sosial, ekonomi, teknologi, dan peradaban.

    Sebelum ilmu teknologi berkembang maju, visibilitas hila>l ini menjadi

    sangat penting dalam menentukan awal sebuah bulan. Teknik melihat hila>l

    secara visual inilah yang dinamakan rukyat yang menginterpretasikan hadis

    Rasulullah dengan penyataan bahwa melihat itu harus secara visual. Padahal

  • 7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf

    32/164

    14

    banyak sekali problem yang menghambat penglihatan hila>l secara visual,

    diantaranya:

    a. Kondisi cuaca (mendung, tertutup awan, dsb.)

    b. Ketinggian hila>ldan Matahari

    c. Jarak antara Bulan dan Matahari (bila terlalu dekat, meskipun

    Matahari talah tenggelam, beras sinarnya masih menyilaukan

    sehingga hila>ltidak akan tampak);

    d. Kondisi atmosfir Bumi (asap akibat polusi, dsb);

    e. Kualitas alat (optik) untuk pengamatan;

    f. Kondisi psikologis pengamat (perukyat);

    g. Waktu dan biaya.

    Melalui kajian fikih yang sensitif terhadap realitas yang sedang

    bergerak, tidak hanya akan memperkaya khazanah Islam, namun juga akan

    melahirkan alternatif-alternatif pemecahan masalah dalam bidang hukum yang

    sesuai dengan tuntutan zaman.

    Analisis Fikih atau hukum Islam adalah sesuatu yang bersifat dinamis

    dan realistis. Artinya, fikih itu berangkat dari realitas kehidupan masyarakat

    dan tidak mengabaikan dinamika di dalamnya, karena fikih dibangun atas dasar

    realitas, bukan berangkat dari sebuah ruang hampa. Sementara itu, ijtihad>

    sebagai bagian tak terpisahkan dari fikih, merupakan suatu instrumen yang

  • 7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf

    33/164

    15

    digunakan untuk memecahkan berbagai persoalan yang berkembang di

    masyarakat. Fungsi ijtihad> sebagai mekanisme penyelesaian persoalankemasyarakatan (at-tas|i>r as-syari li al-wa>qi) juga harus seiring sejalan

    dengan perkembangan zaman dan tuntutan realitas kehidupan (Raysu>ni, 2000:

    64).

    Pada optika Abu Ali al-Hasan ibn al-Haythami, yang di Eropa dikenal

    dengan nama Alhazen, terkenal sebagai orang yang menentang pendapat

    bahwa, mata mengirim cahaya kebenda yang dilihat. Pada bidang matematika

    terkenal nama Muhammad Ibn Musa al-Khawarizmi, yang juga mahir dalam

    bidang astronomi. Al-Khawarizmi juga yang menciptakan ilmu aljabar. Kata

    aljabar berasal dari judul bukunya, al-Jabar wa al-Muqo>balah(Naufal, 1987:

    88). Pada bidang sejarah terkenal nama al-Masu>di yang juga ahli dalam ilmu

    geografi. Tokoh-tokoh terkenal dalam bidang filsafat, antara lain Ibn Sina, dan

    Ibn Rusyd. Al-Farabi banyak menulis buku tentang filsafat, logika jiwa

    kenegaraan, etika, dan interpretasi terhadap filsafat Aristoteles. Ibn Rusyd di

    Barat lebih dikenal dengan nama Averroes, banyak berpengaruh di Barat dalam

    bidang filsafat, sehingga disana terdapat aliran yang disebut dengan

    Averroisma. Dalam ilmu Agama, ulama fiqh yang terlahir pada masa daulah

    bani Abba>siyah adalah Ima>m Abu Ha>nifah karyanya adalah al- Fiqh al- Akbar,

    Ima>m Ma>liki dengan karyanya al-Muwat}t}a, Imafii>dengan karyanya al-

  • 7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf

    34/164

    16

    Umm dan Imam Ibn Hanbal, yang mana keempat ulama fiqh tersebut dikenal

    sampai sekarang sebagai pendiri empat maz|hab (Naufal, 1987: 89).2. Studi Kepustakaan

    Pembahasan mengenai penentuan awal bulan, pada hakekatnya sudah

    banyak dilakukan oleh para akademisi, baik dalam buku, tesis, desertasi,

    maupun dalam jurnal-jurnal ilmiah.

    Antara pembahasan tersebut adalah apa yang ditulis oleh Susiknan

    Azhari dalam disertasinya, dengan judul PENGGUNAAN SISTEM HISA>B

    DAN RUKYAT DI INDONESIA (Studi tentang Interaksi NU dan

    Muhamadiyah), tahun 2006. Hasil penelitiannya adalah secara umum,

    hubungan NU dan Muhammadiyah dalam menggunakan hisa>b dan rukyat,

    saat menentukan awal bulan qamariyah (awal bulan Ramadhan dan Syawal)

    memiliki model beragam, antara lain sebagai berikut:

    a. Paradigma pertama adalah konflik. Tak dapat disangkal, hubungan

    NU dan Muhammadiyah pernah diwarnai konflik yang dipicu oleh

    persoalan politik dan perbedaan cara pandang keagamaan (doktrin

    agama dan sumber hukum). Muhammadiyah berpandangan antara

    wahyu dan akal harus berjalan seirama dalam rangka menuju

    masyarakat madani. Pada sisi lain NU berpandangan dalam

    beragama harus melalui sanad yang jelas atau melalui pendekatan

    mazhab agar diperoleh kepastian hukum.

  • 7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf

    35/164

    17

    b. Adapun model kedua adalah independensi. Metode ini adalah

    untuk menghindari konflik antara hisa>b dan rukyat. Hal inidilakukan dengan pertimbangan pragmatis belaka bahwa lebih baik

    hisa>b dan rukyat dipisahkan dalam dua kawasan yang berbeda,

    khususnya dalam penetapan awal Ramadhan dan Syawal untuk

    menghindari konflik yang melelahkan antara NU dan

    Muhammadiyah.

    c. Metode ketiga adalah dialog. Bukti yang memperlihatkan

    perkembangan baru ini adalah terbentuknya Badan Hisa>b dan

    Rukyat. Metode dialog memotret hubungan yang lebih konstruktif

    antara NU dan Muhammadiyah, terutama persoalan hisa>b dan

    rukyat. Pada model ini masing-masing pihak saling mencoba

    memahami untuk mencari titik temu dengan memperhatikan aspek

    kesejajaran metode antara hisa>bdan rukyat.

    d. Metode keempat adalah integrasi. Pandangan integrasi ini

    merupakan konsekuensi logis dan sekaligus tuntutan alamiah dari

    pandangan dialog. Metode integrasi ini dapat dijadikan sebagai

    pilihan yang menjanjikan dan membawa harapan yang konstruktif

    bagi hubungan NU dan Muhammadiyah, namun perlu digaris

    bawahi bahwa metode integrasi sampai kini lebih pada tataran ide.

  • 7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf

    36/164

    18

    Selanjutnya dapat dinyatakan bahwa dari keempat model hubungan

    NU dan Muhammadiyah dalam menggunakan hisa>bdan rukyat di atas, dalamprakteknya model sangat terasa pada tahun 1992, 1993, dan 1994. Meskipun

    tidak terjadi percekcokan serius antara orang NU dan orang Muhammadiyah

    pada tahun itu, banyak orang merasa bahwa kesucian bulan Ramadhan sudah

    dicemari, dan kekhusukan yang diperlukan untuk bulan itu sudah dianggu.

    Mereka bertaya-tanya bagaimana kesatuan umat Islam sedunia bisa diganggu

    di tingkat RT dan RW di Indonesia. Bukankah bulan Ramadhan merupakan

    saat yang tepat untuk menunjukkan kepada dunia non-Islam bahwa dunia

    Islam berdiri bersama dan berdir tegak.

    Senada dengan Sriyatin yang berusaha meneliti tentang penetapan

    Muhammadiyah dan NU dalam menentukan awal bulan Qamariyah. Pada

    tesisnya, Sriyatin menyimpulkan bahwa metode yang dikembangkan

    Muhammadiyah memiliki kesamaan dengan metode yang dikembangkan

    pemerintah (hisa>b dan rukyat). Selanjutnya, metode yang dikembangkan

    NU sering berbeda dengan penetapan Muhammadiyah dan pemertah.

    Buku populer FIQH HISA>B RUKYAH DI INDONESIA yang

    ditulis oleh Ahmad Izzuddin adalah penting untuk dijadikan perhatian

    utama. Buku ini mengkaji sejarah penggunaan rukyat dalam NU dan hisa>b

    dalam Muhammadiyah. Ia menyimpulkan bahwa simbolisasi

    Muhammadiyah mazhab hisa>b dan NU mazhab rukyat hanya sekedar

  • 7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf

    37/164

    19

    generalisasi yang dasarnya tidak kuat dan tidak mendasar. Pada

    pandangannya bahwa antara hisa>b dan rukyat dapat dipertemukan, tapistudi ini mengesampingkan kajian tentang bagaimana hubungan NU dan

    Muhammadiyah dalam penggunaan hisa>b dan rukyat serta data-data yang

    ditampilkan lebih bersifat sekunder.

    Letak perbedaan kajian tesis ini dengan tulisan-tulisan yang

    sebelumnya adalah bahwa tesis ini lebih terfokus pada pembahasan

    mengenai bagaimana pandangan personal tokoh NU dan Muhammadiyah

    Jawa Timur dalam menetapkan awal bulan Qamariyah, khususnya, bulan

    Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah.

    E. Metode PenelitianE. Metode PenelitianE. Metode PenelitianE. Metode Penelitian

    Untuk memperoleh gambaran metode penelitian yang akan digunakan dalam

    pembahasan masalah, maka perlu diuraikan jenis penelitian, sumber data, teknik

    pengumpulan data, dan teknik analisa data.

    1. Jenis Penelitian

    Berdasarkan obyek penelitian, baik tempat maupun sumber data, maka jenis

    penelitian yang digunakan termasuk penelitian lapangan (field research) yang

    termasuk penelitian kualitatif deskriptif, karena sifat data yang dikumpulkan

    bercorak kualitatif, bukan kuantitatif yang menggunakan alat-alat pengukur (Robert,

    1982: 2) dan data yang dihasilkan juga berupa data deskriptif, yaitu beupa kata-kata

  • 7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf

    38/164

    20

    tertulis atau lisan dari sejumlah tokoh NU dan Muhammadiyah secara individu

    dalam penentuan awal bulan Qamariah.Dalam penelitian ini, peneliti merupakan instrument utama dalam

    pengumpulan data, sehingga dengan kemampuannya menyesuaikan diri dengan

    berbagai ragam realitas yang tidak dapat dikerjakan oleh intstrumen non-human,

    dapat menangkap makna dan memahami fenomena yang terjadi diantara para tokoh

    NU dan Muhammadiyah Jawa Timur.

    Penelitian ini dilakukan dalam situasi yang wajar atau dalam natural setting,

    tanpa dimanipulasi dan tanpa diatur dengan eksperimen atau tes. Sumber data dan

    data dalam penelitian ini diambil dalam situasi yang alami dengan

    mempertimbangkan konteks di mana fenomena tersebut terjadi. Obyek penelitian ini

    berlokasi di kantor PW NU (Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama) dan PP (Pimpinan

    Wilayah) Muhammadiyah Jawa Timur.

    Penelitian ini ditujukan untuk membentuk teori berdasarkan saling

    bergubungan antara data yang ditemukan dan berdasarkan temuan yang dihasilkan.

    Peneliti dapat menggunakannya sesuai dengan situasi dan kondisi.

    Jika dikaitkan dengan masalah yang diteliti, yaitu Pandangan tokoh NU dan

    Muhammadiyah Jawa Timur dalam penetapan awal bulan Qamariyah, maka

    penelitian ini hanya mendeskripsikan informasi apa adanya sesuai dengan variabel

    yang diteliti. Terdapat upaya mendeskripsikan, mencatat, menganalisa, dan

    menginterprestasikan masalah yang diteliti. (Mardalis, 1999: 26)

  • 7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf

    39/164

    21

    2. Sumber Data

    Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ini adalah wawancara peneliti

    terhadap tokoh penting di kalangan Muhammadiyah dan NU Jawa Timur, baik tokoh

    struktural maupun tokoh non-struktural, seperti: KH. Miftahul Akhyar, Rais Syuriah

    PW NU Jawa Timur, Dr. H. Abd. Salam Nawawi, M.Ag, ketua Lajnah Falakiyyah

    PW NU Jawa Timur, Prof. Dr. H. Ridlwan Nasir, MA, Wakil Rais Syuriah PW NU

    Jawa Timur, Prof. Dr. H. Burhan Djamaluddin, MA, tokoh non-struktural PW NU

    Jawa Timur, Prof. Dr. KH. Faisol Haq, M.Ag, tokoh non-strukturan PW NU Jawa

    Timur, Dr. H. Marsuhan, MAg, tokoh non-struktural PW NU Jawa Timur, Prof. Dr.

    H. Syafiq Mughni, MA, mantan ketua PW Muhammadiyah Jawa Timur, Prof. Dr. H.

    Ali Mufrodi, MA, mantan ketua Majlis Tajih dan Pengembangan Pemikiran Islam

    PW Jawa Timur, Dr. Agus Purwanto, MSc, anggota Majlis Tarjih dan

    Pengembangan Pemikiran Islam PW Muhammadiyah Jawa Timur, Drs. H. A.

    Mukarram, M.Hum, anggota Majlis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam PW

    Muhammadiyah Jawa Timur, dan para Pengurus Wilayah NU dan Muhammadiyah

    lainnya.

    a. Kata-kata

    Yang menjadi sumber data penelitian ini adalah para tokoh NU dan

    Muhammadiyah Jawa Timur. Kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati atau

    diwawancarai tadi dicatat melalui catatan tertulis atau melalui perekaman

    video/audio tapes. (Lexy, 2002: 112)

  • 7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf

    40/164

    22

    b. Sumber tertulis

    Sumber tertulis ini terdiri dari buku, majalah ilmiah, sumber dari arsip PWNU dan PW Muhammadiyah, dokumen resmi PW NU dan PW Muhammadiyah,

    seperti buku notulen rapat, laporan bahsul masail dan majlis tarjih terkait penetapan

    awal bulan qamariyah, usul-usul kebijakan, dan lain-lain.

    3. Teknik Pengumpulan Data

    Salah satu tahap penting dalam proses penelitian adalah kegiatan

    pengumpulan data. Peneliti harus benar-benar memahami berbagai hal yang

    berkaitan dengan pengumpulan data, terutama jenis penelitian yang sedang

    dijalankan. Dalam hal ini, penelitian tesis ini termasuk pada penelitian kualitatif.

    Penelitian kualitatif meletakkan data penelitian bukan sebagai alat pembuktian,

    akan tetapi sebagai modal dasar bagi pemahaman. Adapun teknik pengumpulan data

    yang diperlukan dalam penelitian ini adalah:

    a. Wawancara atau interview

    Wawancara adalah proses tanya jawab dalam penelitian yang berlangsung

    secara lisan dimana dua orang atau lebih bertatap muka mendengarkan secara

    langsung informasi-informasi atau keterangan-keterangan. (Abu, 1997: 83). Dengan

    demikian, kita bisa mendapatkan data primer dengan wawancara.

    Sedangkan jenis wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah

    wawancara berstruktur atau terpimpin. Wawancara ini menggunakan panduan

  • 7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf

    41/164

    23

    pokok-pokok masalah yang diteliti, sehingga pertanyaannya bisa sistematis dan

    mudah diolah serta pemecahan masalahnya juga lebih mudah.Pedoman interview ini berfungsi sebagai pengendali, jangan sampai proses

    wawancara kekhilangan arah. Sebelum wawancara dilakukan, peneliti membuat

    pokok-pokok pertanyaan terlebih dahulu sebagai panduan wawancara.

    b. Dokumentasi

    Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data yang diperoleh melaui

    dokumen-dokumen. Data-data yang dikumpulkan dalam teknik ini cenderung

    merupakan data sekunder. Dokumen yang diteliti dapat terdiri dari berbagai macam,

    seperti notulen rapat, hasil workshop atau seminar, buku, dan lain-lain.

    Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik ini untuk memperoleh

    data mengenai sejarah berdirinya NU dan Muhammadiyah, jumlah anggota

    organisasi tersebut, para pengurus serta dokumen-dokumen yang berhubungan

    dengan NU dan Muhammadiyah terkait dengan penetapan awal bulan Qamariyah.

    3. Teknik Analisa Data

    Analisa data merupakan rangkaian kegiatan penelaahan, pengelompokan,

    sistemisasi, pemafsiran, dan verifikasi data agar sebuah fenomena memiliki nilai

    sosial, akademis, dan ilmiah. Analisis data penelitian ini bersifat interaktif

    (berkelanjutan) dan dikembangkan sesuai program. Analisis data dilaksanakan mulai

    penetapan masalah, pengumpulan data, dan setelah data terkumpul. Dengan

    menetapkan masaah penelitian, peneliti sudah melakukan analisa data terhadap

  • 7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf

    42/164

    24

    permasalahan tersebut dalam berbagai perspektif teori dan metode yang digunakan.

    Dengan menganalisis data sambil mengumpukan data, peneliti dapat mengetahuikekurangan data yang harus dikumpulkan dan dapat mengetahui metode mana yang

    harus dipakai pada tahap berikutnya.

    FFFF. Sistematika Penulisan. Sistematika Penulisan. Sistematika Penulisan. Sistematika Penulisan

    Sistematika dalam penelitian ini dibagi ke dalam tujuh bab, yang terdiri dari

    satu bab pendahuluan, lima bab pembahasan materi, dan satu bab penutup dan

    kesimpulan. Adapun secara kronologis sistematika tersebut dapat dirinci sebagai

    berikut.

    Bab I: PENDAHULUAN. Bab ini dibagi menjadi enam bagian. Pertama:

    Latar Belakang Masalah, yang menjelaskan tentang alasan penelitian ini dilakukan.

    Kedua:Rumusan Masalah, yang disajikan dalam bentuk pertanyaan. Ketiga:Tujuan

    Penelitian, yang disajikan dalam bentuk pernyataan. Keempat: Studi Kepustakaan,

    yakni untuk mengetahui penelitian yang terdahulu dan ada relevansinya. Kelima:

    Metode Penelitian, yang dimaksudkan agar penelitian yang dilakukan dapat terarah

    sesuai permasalahan yang diteliti. Keenam: Sistematika Penulisan.

    Bab II: PANDANGAN FORMAL NU DAN MUHAMMADIYAH. Pada bab

    ini, untuk memberikan informasi sekilas mengenai NU dan Muhammadiyah

    khususnya dalam penentuan awal bulan; akan dilakukan pembahasan mengenai

  • 7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf

    43/164

    25

    penentuan hukum Islam dalam Al-Quran, penentuan hukum Islam dalam Al-Hadits,

    penentuan hukum Islam Bahsul Masail, penentuan hukum Islam Majlis Tarjih,penentuan hukum Islam MUI, penentuan hukum Islam Pemerintah dalam

    menetapkan awal bulan Qamariyah.

    Bab III: PANDANGAN TOKOH NU DAN MUHAMMADIYAH JAWA

    TIMUR. Dalam hal ini akan dibahas mengenai biografi singkat tokoh NU dan

    Muhammadiyah Jawa Timur serta pandangannya secara individu atas realitas sosial

    dalam menentukan awal bulan qamariyah, khususnya awal Ramadhan, Syawal, dan

    Dzulhijjah. Hal ini dilakukan dengan menyimak pemikiran tokoh NU dan

    Muhammadiyah Jawa Timur secara individu atas metodologi ijtihadi fikihnya.

    Bab IV: ANALISIS A STRONOMI. Sebagai khowa>sul khowa>s yang

    merupakan rangkaian inti dari pembahasan di dalam tesis ini, pada bab ini disajikan

    anasilis pandangan tokoh NU dan Muhammadiyah Jawa Timur dengan astronomi

    sebagai pisau analisisnya.

    Bab V: PENUTUP DAN KESIMPULAN Sebagai rangkaian terakhir dari

    pembahasan di dalam tesis ini, pada bab ini disajikan kesimpulan-kesimpulan dari

    seluruh pembahasan dalam tesis dan rekomendasi yang mungkin bisa dilakukan oleh

    para pengkaji lain dalam menyikapi persoalan dalam penentuan awal bulan

    qamariyah, khususnya bulan puasa dan syawal.

  • 7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf

    44/164

    26

    BAB IIBAB IIBAB IIBAB II

    PANDANGAN FORMAL NU DAN MUHAMADIYAH DALAM PENETAPANPANDANGAN FORMAL NU DAN MUHAMADIYAH DALAM PENETAPANPANDANGAN FORMAL NU DAN MUHAMADIYAH DALAM PENETAPANPANDANGAN FORMAL NU DAN MUHAMADIYAH DALAM PENETAPAN

    AWAL BULAN QAMARIYAHAWAL BULAN QAMARIYAHAWAL BULAN QAMARIYAHAWAL BULAN QAMARIYAH

    A.A.A.A. Sekilas Tentang Sejarah NUSekilas Tentang Sejarah NUSekilas Tentang Sejarah NUSekilas Tentang Sejarah NU

    NU merupakan suatu organisasi keagamaan terbesar di Indonesia yang

    mampu bertahan di beberapa periode kepemimpinan di Indonesia mulai masa

    liberalisme, orde lama dan orde baru, dan Reformasi. NU pernah tampil sebagai

    partai politik aktif (Aziz, 1997 : 241) dan perolehan suara NU pun tidak bisa di

    pandang sebelah mata. NU tampil sebagai pemenang kedua setelah partai nasionalis

    Indonesia pimpinan Soekarno. Pada masa orde baru presiden Soeharto membuat

    sebuah kebijakan yang memperkecil jumlah partai yang akan mengikuti pemilu. Dari

    Multipartai menjadi 3 partai yang akhirnya memaksa NU bergabung dengan PPP,

    kekecewaan demi kekecewaan dialami NU setelah bergabung dengan PPP. Hingga

    NU keluar dari partai politik dan kembali menjadi organisasi keagamaan yang

    dikenal dengan khittah.

    NU sendiri sebagai jamiyyah di>niyyah ijtimaiyyah (organisasi keagamaan

    dan kemasyarakatan), dengan kaitannya dengan tradisi ilmiah ini, tumbuh laksana

    pesantren besar yang segera menggelar bahth al-masa>il sejak kongres atau

    muktamar yang pertama, kemudian menjadikannya sebagai salah satu tradisi ilmiah

    yang penting. Dalam gelar perdana bahth al-masa>il di kota kelahirannya sendiri,

    Surabaya, pada tanggal 21 Oktober 1926 (13 Rabiul Awal 1345) itu, sebanyak 27

    masalah keagamaan aktual (masa>il diniyyah wa>qiiyyah) berhasil dibahas dan

    dipecahkan (Aziz, 1997 : 1). Semenjak itu dan seterusnya sampai sekarang, NU

    selalu memasukkan bathh al-masail sebagai salah satu agenda utama dalam

  • 7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf

    45/164

    27

    muktamar-muktamarnya.1 Hal yang sama juga dilakukan NU dalam pelaksanaan

    hajat-hajat permusyawaratannya yang lain seperti Konferensi Besar (KOMBES)2dan

    Musyawarah Nasional (MUNAS) Alim Ulama. Ketika berganti baju menjadi partai

    politik pun, bahth al-masa>ilpernah dilakukan NU dalam Rapat Dewan Partai (Aziz,

    1997 : 242-243).

    Kalangan pesantren yang pada waktu itu gigih melawan kolonialisme,

    merespon Kebangkitan Nasional tersebut dengan membentuk organisasi pergerakan,

    seperti Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Tanah Air) 1916. Kemudian tahun 1918

    (Zahro, 2004 : 46) didirikanTaswirul Afkar atau dikenal juga denganNahdlatul Fikri

    (Kebangkitan Pemikiran), sebagai wahana pendidikan sosial politik dan keagamaan

    kaum santri. Dari situ kemudian didirikan Nahdlatut Tujjar (Pergerakan Kaum

    Sudagar). Dengan adanya Nahdlatul Tujjar itu, maka Taswirul Afkar, selain tampil

    sebagi kelompok studi juga menjadi lembaga pendidikan yang berkembang sangat

    pesat dan memiliki cabang di beberapa kota (Zahro, 2004 : 77-78).

    Pada saat Raja Ibnu Saud hendak menerapkan asas tunggal yakni mazhab

    wahabi di Mekah, serta hendak menghancurkan semua peninggalan sejarah Islam

    maupun pra-Islam, yang selama ini banyak diziarahi karena dianggap bidah.

    Gagasan kaum wahabi tersebut mendapat sambutan hangat dari kaum modernis di

    Indonesia, baik kalangan Muhammadiyah di bawah pimpinan KH. Ahmad Dahlan,

    maupun PSII di bahwah pimpinan H.O.S. Tjokroaminoto. Sebaliknya, kalangan

    1Muktamar merupakan lembaga permusyawaratan tertingi yang diadakan secara periodik. Muktamardipimpin oleh Pengurus Besar, dihadiri oleh Pengurus Besar, Pengurus wilayah, dan Pengurus Cabang.Melalui Muktamar dibicarakan dan diputuskan masalah-masalah yang berkenaan dengan organisasi,agama, umat, dan masalah-masalah umum lainnya.2 KOMBES merupakan lembaga permusyawaratan tertinggi sesudah Muktamar yang diadakan atasundangan Pengurus Besar dan dihadiri oleh Pengurus Besar Pleno dan Pengurus Wilayah untukmembicarakan pelaksanaan keputusan Muktamar dan hal-hal lain yang menyangkut pelaksanaan

    program maupun kepentingan NU. KOMBES diadakan sekurang-kurangnya sekali di antara duaMuktamar dan sewaktu-waktu apabila dipandang perlu oleh Pengurus Besar atau apabila diminta olehseparuh jumlah Wilayah yang sah.

  • 7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf

    46/164

    28

    pesantren yang selama ini membela keberagaman, menolak pembatasan bermadzhab

    dan penghancuran warisan peradaban tersebut.

    Lebih spesifik, karena apresiasi NU terhadap khasanah lama di bidang fikih

    mengejawantah dalam bentuk afiliasi dengan mazhab syafii, maka yang terutama-

    digunakan rujukan dalam bahth masa>il NU dengan dengan sendirinya adalah

    literatur-literatur fikih klasik karya fuqaha yang berafiliasi dengan mazhab Syafii.

    Sejak Muktamar yang ke-1 pada tahun 1926, NU, melalui keputusan bahth al-masa>il

    perdananya, telah menggariskan sejumlah rambu yang mencerminkan spirit afiliasi

    dengan mazhab Syafii tersebut (Zahro, 2004 : 68) .

    Didorong oleh minatnya yang gigih untuk menciptakan kebebsan bermadzhab

    serta peduli terhadap pelestarian warisan peradaban, maka kalangan pesantren

    terpaksa membuat delegasi sendiri yang dinamai dengan Komite Hejaz, yang

    diketuai oleh KH. Wahab Hasbullah. Atas desakan kalangan pesantren yang

    terhimpun dalam Komite Hejaz, dan tantangan dari segala penjuru umat Islam di

    dunia, Raja Ibnu Saud mengurungkan niatnya. Hasilnya hingga saat ini di Mekah

    bebas dilaksanakan ibadah sesuai dengan madzhab mereka masing-masing. Itulah

    peran internasional kalangan pesantren pertama, yang berhasil memperjuangkan

    kebebasan bermadzhab dan berhasil menyelamatkan peninggalan sejarah serta

    peradaban yang sangat berharga (Sahal, 1994 : 26).

    Berangkat dari komite dan berbagai organisasi yang bersifat embrional dan ad

    hoc, maka setelah itu dirasa perlu untuk membentuk organisasi yang lebih mencakup

    dan lebih sistematis, untuk mengantisipasi perkembangan zaman. Maka setelah

    berkoordinasi dengan berbagai kiai, akhirnya muncul kesepakatan untuk membentuk

    organisasi yang bernama Nahdlatul Ulama(Kebangkitan Ulama) pada 16 Rajab 1344

  • 7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf

    47/164

    29

    H (13 Januari 1926). Organisasi ini dipimpin oleh KH. Hasyim Asyari sebagi Rais

    Akbar (Zahro, 2004 : 23).

    Untuk menegaskan prisip dasar orgasnisai ini, maka KH. Hasyim Asyari

    merumuskan Kitab At-Tibyan Fin Nahyi An-Muqothoatil Arham Wal Aqorib Wal

    Ikhwan //// Qanun Asasi (prinsip dasar), kemudian juga merumuskan kitab Itiqad

    Ahlussunnah Wal Jamaah. Kedua kitab tersebut kemudian diejawantahkan dalam

    Khittah NU, yang dijadikan dasar dan rujukan warga NU dalam berpikir dan

    bertindak dalam bidang sosial, keagamaan dan politik (Zahro, 2004 : 36).

    Nahdlatul Ulama (NU) menganut paham Ahlussunah Wal Jamaah, sebuah

    pola pikir yang mengambil jalan tengah antara ekstrim aqli(rasionalis) dengan kaum

    ekstrim naqli (skripturalis). Karena itu sumber pemikiran bagi NU tidak hanya Al-

    Quran, Sunnah, tetapi juga menggunakan kemampuan akal ditambah dengan realitas

    empirik. Cara berpikir semacam itu dirujuk dari pemikir terdahulu, seperti Abu

    Hasan Al-Asyari dan Abu Mansur Al-Maturidi dalam bidang teologi. Kemudian

    dalam bidang fikih mengikuti empat madzhab; Hanafi, Maliki, Syafii, dan Hanbali

    (Muzadi, 1994 : 58-59). Sementara dalam bidang tasawuf, mengembangkan metode

    Al-Ghazali dan Junaid Al-Baghdadi, yang mengintegrasikan antara tasawuf dengan

    syariat (Sahal, 1994 : 29).

    Gagasan kembali ke khittahpada tahun 1985, merupakan momentum penting

    untuk menafsirkan kembali ajaran Ahlussunnah Wal Jamaah, serta merumuskan

    kembali metode berpikir, baik dalam bidang fikih maupun sosial. Serta merumuskan

    kembali hubungan NU dengan negara. Gerakan tersebut berhasil membangkitkan

    kembali gairah pemikiran dan dinamika sosial dalam menegakkan ajaran Islam

    menurut paham Ahlussunnah Wal Jamaahdi tengah-tengah kehidupan masyarakat,

  • 7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf

    48/164

    30

    di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan membawa visi

    an misi sebagai berikut (Aziz, 1997: 364-367) :

    1.

    Di bidang agama, melaksanakan dakwah Islamiyah dan meningkatkan rasa

    persaudaraan yang berpijak pada semangat persatuan dalam perbedaan.

    2. Di bidang pendidikan, menyelenggarakan pendidikan yang sesuai dengan

    nilai-nilai Islam, untuk membentuk muslim yang bertakwa, berbudi luhur,

    berpengetahuan luas.

    3.

    Di bidang sosial-budaya, mengusahakan kesejahteraan rakyat serta

    kebudayaan yang sesuai dengan nilai ke-Islaman dan kemanusiaan.

    4. Di bidang ekonomi, mengusahakan pemerataan kesempatan untuk menikmati

    hasil pembangunan, dengan mengutamakan berkembangnya ekonomi rakyat.

    5. Mengembangkan usaha lain yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

    B. Sekilas Tentang Sejarah MuhammadiyahB. Sekilas Tentang Sejarah MuhammadiyahB. Sekilas Tentang Sejarah MuhammadiyahB. Sekilas Tentang Sejarah Muhammadiyah

    Muhammadiyah merupakan sebuah organisasi Islam yang besar di Indonesia.

    Nama organisasi ini diambil dari nama Nabi Muhammad SAW sehingga

    Muhammadiyah juga dapat dikenal sebagai orang-orang yang menjadi pengikut Nabi

    Muhammad. Tujuan utama Muhammadiyah adalah mengembalikan seluruh

    penyimpangan yang terjadi dalam proses dakwah. Penyimpangan ini sering

    menyebabkan ajaran Islam bercampur-baur dengan kebiasaan di daerah tertentu

    dengan alasan adaptasi.

    Tujuan utama Muhammadiyah adalah mengembalikan seluruh penyimpangan

    yang terjadi dalam proses dakwah (Majlis Tarjih, 2009 : 47). Penyimpangan ini

  • 7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf

    49/164

    31

    sering menyebabkan ajaran Islam bercampur-baur dengan kebiasaan di daerah

    tertentu dengan alasan adaptasi.

    Gerakan Muhammadiyah bercirikan semangat membangun tata sosial dan

    pendidikan masyarakat yang lebih maju dan terdidik (ini dibuktikan dengan jumlah

    lembaga pendidikan yang dimiliki Muhammadiyah yang berjumlah ribuan).

    Menampilkan ajaran Islam bukan sekadar agama yang bersifat pribadi dan statis,

    tetapi dinamis dan berkedudukan sebagai sistem kehidupan manusia dalam segala

    aspeknya. Akan tetapi, ia juga menampilkan kecenderungan untuk melakukan

    perbuatan yang ekstrem.

    Dalam pembentukannya, Muhammadiyah banyak merefleksikan kepada

    perintah-perintah Al-Quran, diantaranya surat Ali Imran ayat 104 yang berbunyi:

    Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,

    menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-

    orang yang beruntung. Ayat tersebut, menurut para tokoh Muhammadiyah,

    mengandung isyarat untuk bergeraknya umat dalam menjalankan dakwah Islam

    secara teorganisasi, umat yang bergerak, yang juga mengandung penegasan tentang

    hidup berorganisasi. Maka dalam butir ke-6 Muqaddimah Anggaran Dasar

    Muhammadiyah dinyatakan, melancarkan amal-usaha dan perjuangan dengan

    ketertiban organisasi, yang mengandung makna pentingnya organisasi sebagai alat

    gerakan yang niscaya. Sebagai dampak positif dari organisasi ini, kini telah banyak

    berdiri rumah sakit, panti asuhan, dan tempat pendidikan di seluruh Indonesia

    (Majlis Tarjih, 2009 : 52).

    Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan di Kampung Kauman

    Yogyakarta pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H/18 November 1912. Persyarikatan

    Muhammadiyah didirikan untuk mendukung usaha KH. Ahmad Dahlan untuk

  • 7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf

    50/164

    32

    memurnikan ajaran Islam yang dianggap banyak dipengaruhi hal-hal mistik.

    Kegiatan ini pada awalnya juga memiliki basis dakwah untuk wanita dan kaum muda

    berupa pengajian Sidratul Muntaha. Selain itu peran dalam pendidikan diwujudkan

    dalam pendirian sekolah dasar dan sekolah lanjutan, yang dikenal sebagai Hooge

    School Muhammadiyah dan selanjutnya berganti nama menjadi Kweek School

    Muhammadiyah (sekarang dikenal dengan Madrasah Muallimin khusus laki-laki,

    yang bertempat di Patangpuluhan kecamatan Wirobrajan dan Muallimaat

    Muhammadiyah khusus Perempuan, di Suronatan Yogyakarta).

    Pada masa kepemimpinan Ahmad Dahlan (1912-1923), pengaruh

    Muhammadiyah terbatas di karesidenan-karesidenan seperti: Yogyakarta, Surakarta,

    Pekalongan, dan Pekajangan, daerah Pekalongan sekarang. Selain Yogya, cabang-

    cabang Muhammadiyah berdiri di kota-kota tersebut pada tahun 1922. Pada tahun

    1925, Abdul Karim Amrullah membawa Muhammadiyah ke Sumatera Barat dengan

    membuka cabang di Sungai Batang, Agam. Dalam tempo yang relatif singkat, arus

    gelombang Muhammadiyah telah menyebar ke seluruh Sumatera Barat, dan dari

    daerah inilah kemudian Muhammadiyah bergerak ke seluruh Sumatera, Sulawesi,

    dan Kalimantan. Pada tahun 1938, Muhammadiyah telah tersebar keseluruh

    Indonesia (Majlis Tarjih, 2009 : 53).

    Secara formal, tujuan dari Gerakan Muhammadiyah yang membawa misi

    dakwah dan tajdid adalah terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.

    Masyarakat semacam ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: pertama, memiliki

    keseimbangan antara kehidupan lahiriyah dan batiniyah, individual dan sosial,

    duniawi dan ukhrowi dan seterusnya; kedua, mengamalkan nilai-nilai kebajikan,

    seperti keadilan, kejujuran, kedisiplinan dan seterusnya, ketiga, bersedia bekerjasama

  • 7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf

    51/164

    33

    dan berlomba-lomba dalam kebaikan; keempat, memiliki kesamaan karakter dengan

    masyarakat madani (civil society); kelima, berperan sebagai shuhada alannas;

    keenam, menjadi masyarakat yang serba unggul atau utama (khaira ummah);

    ketujuh, memiliki kepedulian tinggi terhadap kelangsungan ekologis dan martabat

    hidup manusia; kedelapan, menjauhkan diri dari pelilaku yang membawa kerusakan

    (alfasad).

    Desa Kauman, dari kampung kecil di Yogyakarta inilah, Muhammadiyah

    menyebar ke seluruh wilayah Indonesia dengan membawa al-Quran, Sunnah dan

    Ijtihad. Muhammadiyah, begitu orang kebanyakan menyebut, merupakan sebuah

    gerakan sosial-agama yang mampu membumikan makna Islam pada tataran kultural,

    rasional dan dinamis (Majlis Tarjih, 2009 : 55). Amal usaha nya telah banyak terlihat

    sebagai bukti adanya organisasi Muhammadiyah. Masjid, Rumah sakit, sekolah,

    perguruan tinggi, panti asuhan, panti jompo dan berbagai amal usaha yang lain

    merupakan ciri keberadaan Muhammadiyah yang bergerak dinamis tiada henti (Ali,

    1994 : 46).

    DaftarPimpinanMuhammadiyah Indonesia adalah sebagai berikut:

    KH Ahmad Dahlan (1912-1923)

    KH Ibrahim (1923-1932)

    KH Hisyam (1932 - 1936)

    KH Mas Mansur (1936 - 1942)

    Ki Bagoes Hadikoesoemo (1942 - 1953)

    Buya AR Sutan Mansur (1953 - 1959 )

    HM Yunus Anis (1959 - 1962)

    KH Ahmad Badawi (1962 - 1968)

    KH Faqih Usman/KH AR Fahruddin (1968 - 1971)

  • 7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf

    52/164

    34

    KH AR Fakhruddin (1971 - 1990)

    KHA Azhar Basyir (1990 - 1995)

    Amien Rais / Syafii Maarif (1995 - 2000)

    Syafii Maarif (2000 - 2005)

    Din Syamsuddin (2005 - Sekarang)

    CCCC.... Penetapan Awal Bulan QamariyahPenetapan Awal Bulan QamariyahPenetapan Awal Bulan QamariyahPenetapan Awal Bulan Qamariyah Secara Umum DalamSecara Umum DalamSecara Umum DalamSecara Umum Dalam alalalal----Quran DanQuran DanQuran DanQuran Dan AlAlAlAl----HHHHaditsaditsaditsadits

    Ada beberapa istilah penting yang berkaitan dengan penentuan awal bulan

    Qamariyah antara lain :

    1. Hila>l(

    ) = Awal Bulan

    Bulan yang mengitari Bumi memiliki fase tersendiri dalam setiap putarannya

    selama 29-30 hari/bulan. Setiap fase memiliki tanda/bentuk tersendiri, seperti bulan

    baru, bulan sabit, setengah purnama, 3/4 purnama, purnama, bulan tua, bulan mati.

    Hila>l termasuk suatu fase awal bulan yang dapat dilihat oleh seseorang, secara

    singkatnya hila>ladalah bulan sabit yang pertama (Wahbah, 1989 : 169). Pengertian

    secara lebih detilnya, hila>ladalah bulan sabit pertama yang dapat teramati/terlihat

    di ufuk barat beberapa saat setelah maghrib/matahari terbenam. Waktu hila>lmuncul

    dan terlihat berkisar antara 10-40 menit, setelah itu bulan terbenam.

    Pengertian hila>ltersebut dapat sama / mirip dengan pengertian hila>lmenurut

    sebagian pengguna/ahli hisa>b, entah definisinya ditambah atau tidak ditambah,

    misalnya ditambah kriteria telah terjadi ijtima, sehingga pengertian hila>l menjadi

    bulan sabit pertama yang dapat teramati/terlihat di ufuk barat beberapa saat setelah

    maghrib/matahari terbenam dan setelah terjadiijtima(Wahbah, 1989 : 596-599), dan

    bisa ditambah kriteria lain menurut metode hisa>byang dipakai.

  • 7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf

    53/164

    35

    Pengertian hila>ltersebut dapat juga berbeda menurut sebagian pengguna/ahli

    hisa>byang lain, misalnya pengguna hisa>b(Muhammadiyah) yang berpendapat hila>l

    adalah Penampakan bulan yang paling kecil yang menghadap bumi beberapa saat

    setelah ijtima. Terdapat beberapa perbedaan pendapat tentang waktu hila>lmuncul

    dan terlihat, ada yang berpendapat 15-20 menit, 10-40 menit, tidak lebih dari 30

    menit, 10-60 menit, dan lain-lain. 10-40 menit adalah pendapat yang dipilih penulis.

    Hila>l ini ada pada setiap bulan Qamariyah, jadi istilah hila>l tidak hanya

    dipakai ketika bulan Ramadhan, Syawwal, Dzulhijjah saja. Bila hila>l terlihat, maka

    sejak malam itulah awal bulan (tanggal 1) dari suatu bulan Qamariyah bermulai

    (Rahman, tt.: 109-110). (Contoh : jika hila>lterlihat pada saat setelah maghrib pada

    hari Kamis, maka malam Jum`at dan hari Jum`at adalah tanggal 1). Dan karena itulah

    awal hari dalam kalender Hijriyah dimulai dari saat maghrib atau sejak matahari

    terbenam, bukan dari jam 00.00 seperti dalam perhitungan kalender Masehi. Istilah

    seperti malam Ahad, malam Senin, malam Selasa dan seterusnya sudah familiar di

    masyarakat kita (walau sebagian orang menyebut Ahad malam, Senin malam, Selasa

    malam dan seterusnya), dan secara tidak langsung, sadar atau tidak sadar, itu

    merupakan penerapan hari pada kalender Hijriyah, walaupun masyarakat kita banyak

    yang belum terbiasa dengan penggunaaan kalender Hijriyah secara sepenuhnya.

    Secara umum hila>lmemang identik dengan bulan sabit yang merupakan satu

    dari beberapa fase bulan, tapi jika dibahas lebih detil maka ada beberapa perbedaan,

    hal ini dikarenakan bulan sabit yang terdiri dari dua jenis yaitu :

    a. Bulan sabit awal (waxing crescent).

    Fase bulan ini dapat dilihat pada beberapa malam awal di suatu bulan

    Qamariyah, tapi yang dimaksud sebagai hila>ldalam konteks penentuan awal bulan

    Qamariyah adalah seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, yaitu bulan sabit

  • 7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf

    54/164

    36

    pertama yang dapat teramati/terlihat di ufuk Barat beberapa saat setelah

    maghrib/matahari terbenam. Dari sisi bentuk, fase ini berbentuk seperti huruf C

    yang terbalik atau C yang diputar 180 derajat, sedangkan bulan sabit yang

    pertama yang dapat dilihat juga berbentuk sama seperti itu (walau terkadang terlihat

    seperti bentuk huruf C yang diputar 270 derajat yang juga miripmirip dengan huruf

    U) yang cahayanya masih sangat tipis dan belum terlalu terang (hanya sekitar 1%

    dari cahaya saat fase purnama), warnanya kuning keputihan atau kuning keemasan.

    Pada bulan sabit selanjutnya (yaitu mulai hari ke-2 suatu bulan Qamariyah)

    cahayanya akan semakin terang dan irtifa`-nya juga akan semakin naik/tinggi.

    b. Bulan sabit akhir (waning crescent).

    Fase ini disebut juga bulan tua, hila>lakhir, atau hila>l ats-tsani. Bulan sabit ini

    bukanlah hila>lyang dimaksud sebagai Hila>ldalam penentuan awal bulan Qamariyah.

    Dari sisi bentuk, bulan tua berbentuk seperti huruf C (walau terkadang terlihat

    seperti bentuk huruf C yang diputar 270 derajat yang juga mirip-mirip dengan

    huruf U).

    Sistem perhitungan bulan yang berdasarkan periode waktu Bulan

    mengelilingi Bumi, satu bulan = 29 atau 30 hari, satu tahun = 12 bulan. Nama bulan

    Qamariyah secara berurutan : Muharram, Shafar, Rabiul Awwal, Rabiuts Tsani,

    Jumadil Ula (Jumadil Awwal), Jumadil Ukhra (Jumadits Tsani), Rajab, Syaban,

    Ramadhan, Syawwal, Dzulqadah, dan Dzulhijjah. Ini adalah pendapat Jumhur

    fuqaha (ahli fiqh).

    Berbeda dengan bulan sabit awal, bulan tua ini sudah dapat teramati/terlihat

    di ufuk Timur sebelum shubuh / matahari terbit pada beberapa hari terakhir pada

    suatu bulan Qamariyah (Al-Nawawi, tt.: 271). Ketika matahari terbit dan langit

    semakin cerah, bulan tua perlahan-lahan memudar hingga akhirnya cahaya matahari

  • 7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf

    55/164

    37

    menghilangkan bulan tua dari pandangan manusia, meskipun sebenarnya hila>l tua

    masih ada di langit. Bulan tua terbenam beberapa jam atau beberapa saat sebelum

    matahari terbenam di ufuk barat, dan hal ini dapat mengecoh orang yang kurang

    paham tentang hila>l sehingga dapat mengira bulan tua yang terlihat di akhir bulan

    sebagai bulan sabit awal (hila>l).

    Sebagian orang berpendapat bahwa hila>litu harus dapat terlihat mata, jika itu

    tidak dapat dilihat maka itu bukan hila>lnamanya. Tapi sebagian yang lain (orang-

    orang yang menggunakan hisa>b dalam menentukan kalender Hijriyah) berpendapat

    dengan pendapat yang berbeda, yaitu hila>lterbagi menjadi 3 jenis :

    1. Hila>ltelah wujud (ada), tapi tidak mungkin dapat dilihat dengan mata

    2. Hila>ltelah wujud, dan dapat dilihat dengan mata

    3. Hila>ltelah wujud, dan ada kemungkinan dapat dilihat dengan mata

    Hila>ltelah wujud dipahami dengan beberapa pemahaman yang berbeda oleh

    ahli hisa>b, yaitu :

    1. Hila>ltelah wujud ketika terjadi ijtima

    Dari pemahaman ini metode hisa>bijtima muncul.

    2. Hila>ltelah wujud pada saat matahari terbenam

    Dari pemahaman ini metode hisa>bwujudul hila>lmuncul.

    3. Hila>lmungkin terlihat pada kondisi normal

    Dari pemahaman ini metode hisa>bimkanur ruyah muncul.

    2. Mathla ( ) = Tempat muncul/terbit benda angkasa (Al-Najdi, tt.: 104-105)

    Dalam konteks bulan Qamariyah atau dalam konteks penentuan hila>l yang

    dimaksud dengan mathla adalah tempat muncul/terbit bulan (hila>l) (Ibn Rushd, TT.:

    285-286) .

    3. Ruyah ( ) = Penglihatan

  • 7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf

    56/164

    38

    Dalam konteks bulan Qamariyah atau dalam konteks penentuan hila>l yang

    dimaksud dengan ruyah adalah ruyah hila>l yaitu melihat hila>l dengan cara

    melihatnya dengan mata langsung atau melalui alat bantu (kamera, teropong,

    teleskop, binokuler, theodolite, dan alat-alat lainnya). Ruyah dapat pula

    ditransliterasikan dengan kata ruyat. Dan kegiatan melihat hila>l ini dikenal juga

    dengan istilah ruyah hila>lbil fili.

    4. Ijtima ( () = Pertemuan (Konjungsi astronomis

    Yaitu bertemunya posisi bulan dan matahari dalam satu garis edar (bertemu

    pada bujur eliptik yang sama/ segarisnya bulan dan matahari) (Noor Ahmad, 1990:

    29). Pengertian dari sisi fase bulan : ijtima`adalah bulan baru, dan dapat disebut juga

    bulan mati. Disebut demikian karena pada saat ijtimabulan lalu telah berakhir dan

    bulan baru telah muncul / dimulai.

    Pada waktu tertentu, pada saat terjadi ijtima` ditandai dengan gerhana

    matahari, sehingga dapat dikatakan gerhana matahari (yang pada saat itu posisi

    bulan dan matahari bertemu pada bujur eliptik dan lintang eliptik yang sama) adalah

    ijtima yang dapat terlihat/teramati. Periode dari satu ijtima ke ijtima` berikutnya

    disebut sebagai periode sinodis bulan yang lamanya 29 hari 12 jam, 44 menit 2.8

    detik atau 29.53059 hari. Sehingga sangat beralasan secara ilmiah jika dalam satu

    bulan Qamariyah lama harinya adalah 29 atau 30 hari.

    5. Hisa>b(

    ) = Perhitungan

    Dalam konteks bulan/tahun/kalender Hijriyah yang dimaksud dengan hisa>b

    adalah suatu metode perhitungan untuk menentukan tanggalan (termasuk awal dan

    akhir bulan Qamariyah) kalender Hijriyah, entah secara perhitungan matematis

    maupun perhitungan secara ilmu falak/astronomi.

  • 7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf

    57/164

    39

    Perhitungan dalam penentuan hila>latau dalam pembuatan kalender Hijriyah

    dikenal juga dengan istilah hisa>btaqwim.

    6. Falak ( ) = Lintasan atau orbit (garis/tempat perjalanan/peredaran benda-benda

    langit)

    Walaupun pada definisi yang penulis sebutkan ruyah dapat dilakukan dengan

    mata langsung atau melalui alat bantu, pada faktanya, ada sebagian kaum Muslimin

    yang berpendapat bahwa ruyah tidak boleh memakai alat bantu, ruyah seharusnya

    dilakukan dengan mata telanjang, serta berpendapat bahwa memakai alat bantu

    dalam ruyah hila>lmerupakan takalluf(suatu perbuatan yang memberat-beratkan diri

    sendiri).

    Ilmu falak adalah ilmu yang mempelajari tempat peredaran benda-benda

    langit, termasuk menghitung posisi benda-benda langit tersebut, terutama posisi

    bulan dan matahari dilihat dari sisi pengamat di bumi. Ilmu falak yang lebih

    mengkhususkan untuk mengkaji/menghitung/menentukan hila>l, gerhana, waktu

    shalat, dan arah kiblat disebut sebagai ilmu falak syari atau ilmu falak ibadah.

    Terdapat perbedaaan antara ilmu falak dengan dengan astronomi, yaitu astronomi

    lebih umum dalam mempelajari tentang benda-benda langit, tidak hanya lintasannya

    saja (Abd. Salam, 2006 : 1).

    Persamaan ilmu falak untuk mengkaji/menghitung/menentukan hila>l/kalender

    Hijriyah, waktu shalat, dan gerhana adalah sama-sama mengkaji/menghitung posisi

    benda langit. Sedangkan perbedaannya adalah hila>l/kalender Hijriyah yang dihitung

    adalah posisi bulan; waktu shalat yang dihitung adalah posisi matahari; sedangkan

    gerhana yang dihitung adalah posisi bulan dan matahari.

    7. Irtifa ( ) = ketinggian

  • 7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf

    58/164

    40

    Dari sisi penentuan hila>lyang dimaksud irtifa adalah ketinggian hila>l(sudut

    elevasi hila>l) di atas ufuk (Abd. Salam, 2006 : 14).

    Ada beberapa cara dalam menentukan hila>l, berikut ini beberapa caranya :

    1. Ruyah

    Ruyah hila>l dilakukan pada hari ke 29 (yaitu pada sore harinya

    menjelang/setelah maghrib) suatu bulan Qamariyah.

    2. Ikmal ( (= penyempurnaan

    Jika hila>l tidak terlihat pada proses ruyah, maka bulan Qamariyah tersebut

    disempurnakan/digenapkan menjadi 30 hari (Abd. Salam, 2006 : 21). Cara ini dikenal

    juga dan dapat pula disebut dengan istilah istikmal (

    ).

    3. Hisa>b

    Ahli hisa>b membuat suatu metode perhitungan sehingga terbuatlah suatu

    jadwal/kalender Hijriyah dalam setiap bulan/tahunnya. Ruyah dan Ikmal merupakan

    istilah yang berhubungan, karena jika ruyah tidak dapat dilakukan maka ikmal 30

    hari akan dilakukan. Dengan alasan itu maka wajar saja jika seolah-olah hanya ada

    dua cara menentukan hila>l, yaitu ruyah dan hisa>b.

    Ruyah hila>l dilakukan pada hari ke 29 (yaitu pada sore harinya

    menjelang/setelah maghrib) suatu bulan Qamariyah (Al-Maluf, 1975 : 29). Jika hila>l

    tidak terlihat pada proses ruyah hila>l, maka bulan Qamariyah tersebut

    disempurnakan/digenapkan menjadi 30 hari. Pada zaman Rasulullah, orang-orang

    (para sha