miftahul ulum.pdf
TRANSCRIPT
-
7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf
1/164
ANALISIS KRITIS TERHADAP PANDANGAN TOKOH
NU (NAHDLATUL ULAMA) DAN MUHAMMADIYAH
TENTANG PENENTUAN AWAL BULAN QAMARIYAH
DI JAWA TIMUR
TESIS
Diajukan sebagai Persyaratan untuk
Memperoleh Gelar Magister Studi Islam.
Oleh :
MIFTAHUL ULUM
NIM. 095112100
PROGRAM MAGISTER ILMU FALAK
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2011
-
7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf
2/164
ii
Dr. H. Imam Yahya, MAg.
Komplek Perumahan Pandana Merdeka Blok H, No. 2 Semarang
NOTA PEMBIMBING
Dengan ini menerangkan bahwa tesis Miftahul Ulum, NIM. 095112100 yang berjudul
ANALISIS KRITIS TERHADAP PANDANGAN TOKOH NU (NAHDLATUL
ULAMA) DAN MUHAMMADIYAH TENTANG PENENTUAN AWAL
BULAN QAMARIYAH DI JAWA TIMUR telah memenuhi syarat untuk diujikan
sebagai tesis pada konsentrasi Ilmu Falak, Program Pascasarjana IAIN Walisongo
Semarang tahun akademik 2010/2011.
Semarang, 13 Juni 2011
Dr. H. Imam Yahya, MAg.
-
7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf
3/164
iii
PENGESAHAN
Tesis berjudul : ANALISIS KRITIS TERHADAP PANDANGAN TOKOH
NU (NAHDLATUL ULAMA) DAN MUHAMMADIYAH
TENTANG PENENTUAN AWAL BULAN QAMARIYAH
DI JAWA TIMUR.
Ditulis oleh : MIFTAHUL ULUM
NIM : 095112100
Konsentrasi : Ilmu Falak
Telah dapat diterima sebagai salah satu syarat
memperoleh gelar Magister
dalam Studi Islam
Semarang, Juli 2011Direktur,
Prof. Dr. H. Achmad Gunaryo, M.Soc.Sc.
NIP. 150 247 012
-
7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf
4/164
iv
DEKLARASI
DENGAN PENUH KEJUJURAN DAN TANGGUNGJAWAB, PENULIS MENYATAKAN
BAHWA TESIS INI TIDAK BERISI MATERI YANG TELAH PERNAH DITULIS OLEH
ORANG LAIN ATAU DITERBITKAN, KECUALI INFORMASI YANG TERDAPAT
DALAM REFERENSI YANG DIJADIKAN BAHAN RUJUKAN DALAM PENELITIAN
INI .
Semarang, 10 Juni 2011
Penulis,
MIFTAHUL ULUM
NIM: 095112100
-
7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf
5/164
v
Abstrak
Penelitian ini bersifat deskriptif-komparatif yang berusaha menggambarkansecara komprehensif dan mendalam tentang analisis astronomi terhadap pandangantokoh NU (Nahdlatul Ulama) dan Muhammadiyah Jawa Timur yang berkaitandengan penentuan awal bulan Qamariyah, khususnya dalam menentukan awal bulanSyawal, dengan pendekatan astronomi.
Sudah menjadi tradisi bahwa pada saat akan memasuki bulan suci Ramadhanumat muslim Indonesia seakan-akan kembali mempertikaikan mengenai kapandimulainya tanggal 1 Ramadhan yang merupakan awal dilaksanakannya puasa wajibbagi seluruh umat muslim. Setidaknya ada tiga waktu dimana kita umat muslimbiasanya sering bertikai yakni dalam penentuan 1 Ramadhan, 1 Syawal dan 10Dzulhijah, pada saat Idul Adha. Ada dua metode dalam menentukan awal bulanhijriyah, yaitu metode rukyat (pengamatan) dan hisab (perhitungan). Secara harfiah,rukyat berarti melihat. Arti yang paling umum adalah melihat dengan mata
telanjang. Jadi, secara umum, rukyat dapat dikatakan sebagai pengamatan terhadaphilal sesuai dengan sunah Nabi. Sebaliknya, hisab berasal dari bahasa arab habasaartinya menghitung, mengira dan membilang. Dalam disiplin ilmu falak, kata hisabmemilki arti ilmu hitung posisi benda-benda langit.
Penelitian ini berupaya untuk kembali mengingatkan umat muslim tentangpenentuan waktu awal dan akhir Ramadhan, khususnya tahun 2006-2007 yang manaNU (Nahdlatul Ulama) dan Muhammadiyah sebagai organisasi Islam terbesar diIndonesia menetapkan suatu kebijakan yang berbeda. Pada tahun tersebut terjadi
perbedaan yang sangat signifikan diantara kedua ormas itu sehingga perlu dikajiuntuk ditarik benang merahnya dan dicari solusi untuk penyatuan / kesamaan dalam
penentuan awal bulan yang dimaksud.
Pada intinya, menurut NU bahwa kita diwajibkan berpuasa di bulanRamadhan dari awal sampai akhir bulan dengan penentuan awal puasa melaluimetode: Ruyah al-Hila>latau melalui melihat hilal (bulan) baik Ramadhan maupunSyawal. Jika ruyat bulan Ramadhan telah ditetapkan maka diwajibkan berpuasa.Jika ruyat bulan Syawal telah ditetapkan, maka wajib tidak berpuasa (berbuka).Menyempurnakan Syaban Menjadi 30 Hari, Masuknya bulan Ramadhan dapat puladitetapkan melalui penyempurnaan bulan Syaban menjadi 30 hari, sebagaimanakeluarnya bisa juga ditetapkan dengan menyempurnakan bulan Ramadhan menjadi30 hari. Hal ini dilakukan pada saat tidak bisa dilakukan ruyah al-hila>l, baik saatmasuk maupun keluarnya bulan Ramadhan.
Sebaliknya, sejak tahun 1969, Muhammadiyah tidak lagi melakukan rukyatdan memilih menggunakan hisab wujud al-hila>l, hal ini karena rukyatul hilal ataumelihat hilal secara langsung adalah pekerjaan yang sangat sulit dan paradigmabahwa Islam merupakan agama yang tidak sempit, maka solusi hisab dapatdigunakan sebagai penentu awal bulan Hijriyah.
Secara garis besar, pandangan tokoh-tokoh NU Jatim tentang penetapan awalbulan Qamariyah adalah dengan ruyah al-hila>l, sebaliknya para tokohMuhammadiyah Jatim membangun ontologi kriteria penentuan awal bulanQamariyah dengan ilmu hisab. Dalam mensikapi perbedaan kriteria antara NU danMuhammadiyah, sebagian tokoh NU Jawa Timur mensikapi dengan mengikuti
pemerintah, sebagian yang lain mensikapi dengan mengikuti ikhbar PB NU.
Keywords: Hisab, Rukyat, NU, dan Muhammadiyah.
-
7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf
6/164
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan Rahmat
dan Hidayah-Nya kepada hamba-hambaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian ini yang berjudul Analisis Kritis Terhadap Pandangan Tokoh NU
(Nahdlatul Ulama) dan Muhammadiyah dalam Penentuan Awal Bulan Qamariyah di
Jawa Timur.
Shalawat serta salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada junjungan
kita yaitu Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa manusia dari alam
kejahilan menuju alam yang terang benderang yakni dengan adanya Islam dan iman.
Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Studi Islam pada Program Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri
Walisongo Semarang. Kemudian dengan selesainya tesis ini, penulis menyadari
bahwa ini semua terjadi berkat bantuan dari berbagai pihak, karena itu, penulis
menyampaikan terima kasih yang tiada terhingga kepada yang terhormat:
1. Prof. Dr. H. Ahmad Gunaryo, M.Soc.Sc., selaku Direktur Program
Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri Walisongo.
2.
Prof. Dr. H. Muhibbin, MA, sekalu Rektor Institut Agama Islam Negeri
Walisongo, dan penguji tesis ini.
3. Prof. Dr. H. Abd. Djamil MA, selaku mantan Rektor Institut Agama Islam
Negeri Walisongo.
4.
Prof. Dr. H. Suparman Syukur, MA, selaku Wakil Direktur I serta segenap
Pimpinan Program Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri Walisongo.
-
7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf
7/164
vii
5. Para penguji proposal tesis ini: Prof. Dr. H. Suparman Syukur, MA, dan Drs.
H. Abu Hapsin, MA, PhD.
6.
Dr. H. Imam Yahya, MAg, selaku pembimbing yang dengan penuh kesabaran
dan keterbukaan memberikan bimbingan dan dorongan moril dalam
menyelesaikan penelitian ini.
7. Dr. H. Abu Rokhmad, MAg, selaku Ketua Program Studi Ilmu Falak
Pascasarjana IAIN Walisongo.
8.
Dr. H. Ali Imran, MH, selalu Sekretaris Jurusan Program Studi Ilmu Falak
Pascasarjana IAIN Walisongo.
9. Dosen-dosen penulis yang telah memberikan ilmunya: Prof. Dr. H. Ahmad
Gunaryo, M.Sos.Sc.; Dr. H. Rahardjo, M.Ed.; Dr. H. Zuhad, Dr. H. Imam
Yahya, MA.; Drs. H. Ahmad Hakim, MA, PhD.; Prof. Dr. H. Thomas
Djamaluddin.; Dr. H. Mukhyar Fanani, MA.; Dr. H. Ing. Khafid; KH. Noor
Ahmad SS, Gus Syaiful Mujab, MSI.; Prof. Dr. H. Moh. Zuhri, MA.; Dr. KH.
Slamet Hambali, MSI.; Dr. H. Ahmad Izzuddin, MAg.
10.Bapak beserta Ibunda tercinta yang telah mendidik dan membesarkan penulis
dengan segala jerih payahnya dan kesabarannya, hanya karena kasih dan
sayangnyalah penulis dapat tumbuh seperti yang sekarang ini, mungkin hanya
dengan penyelesaian tesis ini penulis dapat membuktikan segala kesungguhan
dalam memenuhi keinginan Beliau.
11.Prof. Dr. H. Ahmad Zahro, MA, yang telah memberikan dukungan moril dan
motivasi dalam studi saya.
12.
Prof. Dr. H. Burhan Djamaluddin, MA, yang telah memberikan dukungan
moril dan kesediaannya untuk dijadikan obyek penelitian.
-
7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf
8/164
viii
13.K.H. Miftahul Akhyar, Dr. H. Abd. Salam Nawawi, MAg, Prof. Dr. H.
Ridlwan Nasir, MA, Prof. Dr. KH. Faisol Haq, MAg, Dr. H. Masruhan, MAg,
Prof. Dr. H. Syafiq Mugni, MA, Prof. Dr. H. Ali Mufrodi, MA, Dr. Agus
Purwanto, MSc, dan Drs. H. Mukarram, M. Hum; atas kesediaan waktu dan
ilmunya ketika penulis meneliti.
14.KH. Hasan Mutawakkil Alallah, SH, MM, selaku ketua PW NU Jatim dan H.
Masyhudi Muchtar, MBA, Selaku Sekretaris PW NU Jatim serta segenap
jajaran Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PW NU) Jawa Timur.
15.
Prof. Dr. H. Moh. Thohir Luth, MA, sekalu ketua PW Muhammadiyah, Drs.
H. Moh. Najib, MSi, Sekretaris PW Muhammadiyah, Dr. H. Abd. Hasyim,
MPd.I., Ir. Tamhid Masyhudi selaku Wakil Sekretaris PW Muhammadiyah
serta segenap pengurus Pimpinan Wilayah (PW) Muhammadiyah Jawa Timur.
16.
Istriku dr. Anisa Nurul Azizah, anakku Dina Amalia Azzahra, Kakakku Drh.
Syaiful Anam, MSc, dan Adikku Faizatul Muazzaroh beserta seluruh keluarga
yang memberikan dorongan dan motifasi kepada penulis untuk menuntaskan
penelitian ini.
17.Para Pegawai Sekretariat Program Pascasarjana, Para Pegawai Perpustakaan,
dan segenap Pegawai di IAIN Walisongo.
18.
Ny. Hj. Zairina Muafi, SIP, selaku mantan ketua STIT NAT Sampang.
19.Bapak Drs. H. Hasyim Syarbani, MM, tak terasa telah dua tahun saya
menumpang di rumah Bapak. Terima kasih Pak.
20.Mbah KH. Hefni Sadjali yang sering menayakan sudah selesai belum!
21.
KH. Agus El-Busyairi selaku ketua Dewan Syuro PKB Kabupaten Sampang
atas motivasi untuk selesainya tesis ini.
-
7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf
9/164
ix
22.Segenap jajaran Jemaah Tabligh Kota Semarang, dan segenap jajaran
Jemaah Tabligh Kota Surabaya atas segala doa untuk selesainya tesis ini.
23.
KH. Mohamad Thoyyib Madani, Lc, MA, selaku Ketua STIT NAT Sampang.
24.
Prof. Dr. H. Zainuddin Maliki, MSi., selaku Rektor UNMUH Surabaya serta
segenap Civitas Akademika UNMUH Surabaya.
25.H. Imam Taufiq, MAg serta segenap dosen dan pegawai UBINSA.
26.Teman-teman dosen serta segenap pegawai STIT NAT yang senasib dan
seperjuangan yang juga ikut memberi motifasi dalam penyelesaian penelitian
ini.
27.Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Ilmu Falak angkatan 2009/2010 yang
telah membantu banyak, berupa motivasi dan doa selama proses hingga
penyelesaian penelitian. Semoga, Allah SWT meridhai budi baik yang Bapak
dan Ibu berikan.
28.
Semua pihak yang telah membantu kelancaran dan penyelesaian penelitian ini
yang mungkin penulis khilaf, padahal juga membantu dalam penyelesaian
penelitian ini.
Semoga segala bantuan dan dukungan tersebut senantiasa mendapat
balasan yang setimpal dari Allah SWT. Amien..
Akhirnya penulis berdoa semoga tesis ini akan banyak bermanfaat kepada
penulis khususnya dan kepada pembaca umumnya.Amin Ya Robbal Aminn
Semarang, 15 Juni 2011
Penulis
Miftahul Ulum
-
7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf
10/164
x
DAFTAR SINGKATAN
NU : Nahdlatul Ulama
PB NU : Pengurus Besar Nahdlatul Ulama
PP Muhammadiyah : Pimpinan Pusat Muhammadiyah
PW NU : Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama
PW Muhammadiyah : Pimpinan Wilayah Muhammadiyah
IAIN : Institut Agama Islam Negeri
UNMUH : Universitas Muhammadiyah
UBINSA : Unit Pengembangan Bahasa Walisongo
STIT NAT : Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Nazhatut Thullab
MUI : Majelis Ulama Indonesia
RHI : Rukyatul Hilal Indonesia
HPT : Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah
BMG : Badan Meteorologi dan Geofisika
-
7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf
11/164
xi
PERSEMBAHAN
Tesis ini kupersembahkan untuk:
Ayah dan Ibu tercinta
Ayah dan Ibu mertua tercinta
Istriku tercinta
Ananda tersayang
Bapak dan Ibu Guru penuntun jalan pikiranku
Orang-orang yang berdoa untuk kesuksesanku
-
7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf
12/164
xii
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB LATIN
Sesuai dengan SKB Menteri Agama RI, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
RI No. 158/1987 dan no. 0543 b/U/1987.Tertanggal 22 Januari 1988
A. Konsonan Tunggal
Huruf Arab Nama Huruf Latin Keterangan
alif tidak dilambangkan tidak dilambangkanba> b be
ta> t te
s\a> s\ es (dengan titik di atas)
ji>m j je
h{a> h{ ha (dengan titik di bawah)
Kha> kh ka dan ha
da>l d de
za>l z\ zet (dengan titik di atas)
ra> r er
Zai z zet
si>n s es
syi>n sy es dan ye
s{a>d s} es (dengan titik di bawah) d{a>d d{ de (dengan titik di bawah)
t{a> t{ te (dengan titik di bawah)
z{a> z} zet (dengan titik di bawah)
ain koma terbalik di atas
gain g ge
-
7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf
13/164
xiii
fa> f ef
qa>f q qi
ka>f k ka
la>m l el
mi>m m em
nu>n n en
wa>wu w we
h>a> h ha
hamzah apostrof
ya> y ye
B. Konsonan Rangkap
Konsonan rangkap, termasuk tanda syaddah, ditulis rangkap, contoh:
nazzala
C. Vokal Pendek
Fathah (_)ditulis a, kasrah (_ ) ditulis i, dan dammah (_ ) ditulis u.
D. Vokal Panjang
Bunyi a panjang ditulisa>,i panjang ditulis i,masing-
masing dengan tanda hubung ( >) di atasnya. Contohnya:
1. Fathah + alif ditulis a>. ditulis fala>
2. Kasroh + ya mati ditulis il.
E. Vokal Rangkap
1. Fath}ah dan ya mati ditulis ai, contoh:
az-Zuhaili>
-
7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf
14/164
xiv
2. Fath}ah dan wa>wu mati ditulis au, contoh:
ad-daulah
F.TaTaTaTa Marbu>t}ahMarbu>t}ahMarbu>t}ahMarbu>t}ah
di Akhir Kata
1.
Bila dimatikan ditulis ha. Kata ini tidak diperlakukan terhadap kata
Arab yang sudah diserap menjadi bahasa Indonesia, seperti salat, zakat, dan
sebagainya kecuali bila dikehendaki kata aslinya.
2. Bila disambungkan dengan kata lain (frase), ditulis h. Contoh:
ditulis bida>yah al-mujtahid.
G. HamzahHamzahHamzahHamzah
1. Bila terletak di awal kata, maka ditulis berdasarkan bunyi vokal yang
mengiringinya. Seperti ditulis inna.
2. Bila terletak di akhir kata, maka ditulis dengan lambang apostrof ( ~). Seperti
ditulis Syai~un.
3. Bila terletak di tengah kata setelah vokal hidup, maka ditulis sesuai dengan
bunyi vokalnya. Seperti ditulis raba>~ib.
4. Bila terletak ditengah kata dan dimatikan maka ditulis dengan lambang
apostrof ( ~). Seperti ditulis ta~khuz|u>na.
H. Kata sandang Alifdan Lam
1. Bila diikuti huruf Qamariyah ditulis al.Contoh:
ditulisal-Baqarah
-
7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf
15/164
xv
2. Bila diikuti huruf Syamsiyyah ditulis dengan menggandakan huruf
Syamsiyyah yang mengikutinya, serta menghilangkan huruf l (el)-nya.
Contoh:
Penulisan
menjadiAn-Nisa>
I. Penulisan kata-kata dalam rangkaian kalimat
Dapat ditulis menurut bunyi atau pengucapannya dan menurut penulisannya.
Contoh:
ditulis Z|awi al-fur>ud}
ditulis Ahlu as-Sunnah.
-
7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf
16/164
xvi
MOTTO
) .... :(
Katakanlah (Muhammad): bekerjalah (berusaha) kamu sekalian, niscaya Allah dan
Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat kerja keras (hasil dan upaya) kamu
sekalian.. (at-Taubah: 105)
-
7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf
17/164
xvii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................................ i
NOTA PEMBIMBING. ii
HALAMAN PENGESAHAN... iii
HALAMAN DEKLARASI.. iv
ABSTRAK v
KATA PENGANTAR.. vi
DAFTAR SINGKATAN.............................................................................................. x
HALAMAN PERSEMBAHAN................................................................................. xi
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN...................................................... xii
HALAMAN MOTTO.................................................................................................. xii
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN..................................................... xvi
DAFTAR ISI..................................................................................................................... xvii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
A.
Latar Belakang Masalah ................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................... 10
C. Tujuan Penelitian ............................................................................ 11
D.
Tinjauan Pustaka ............................................................................. 11
E.
Metode Penelitian ........................................................................... 19F.
Sistematika Penulisan ..................................................................... 24
BAB II PANDANGAN FORMAL NU DAN MUHAMMADIYAH DALAM
PENETAPAN AWAL BULAN QAMARIYAH......................................... 26
A. Sekilas Tentang Sejarah NU.. 26
B.
Sekilas Tentang sejarah Muhammadiyah... 30
C. Penetapan Awal Bulan Secara Umum....... 34
D.
Penetapan Awal Bulan Menurut NU............................................. 60
-
7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf
18/164
xviii
E. Penentuan Awal Bulan Menurut Muhammadiyah......................... 69
F.
Penentuan Awal Bulan Menurut MUI........................................... 76
G.
Penentuan Awal Bulan Menurut Pemerintah................................. 77
BAB III PANDANGAN TOKOH NU DAN MUHAMMADIYAH DALAM
MENETAPKAN AWAL BULAN QAMARIYAH..................................... 80
A.
KH. Miftahul Akhyar ...................................................................... 81
B. Dr. H. Abd. Salam Nawawi, MAg. ................................................. 83
C. Prof. Dr. H. M. Ridlwan Nasir ........................................................ 87
D. Prof . Dr. H. Burhan Djamaluddin, MA......................................... 89
E. Prof. Dr. KH. A. Faisol Haq, MAg................................................. 90
F.
Dr. H. Masruhan, MAg................................................................... 94
G. Prof . Dr. H. Syafiq Mugni, MA. .................................................... 96
H. Prof. Dr. H. Ali Mufrodi, MA. ........................................................ 97
I. Dr. H. Agus Purwanto. ................................................................... 100
J. Drs. H. Akh. Mukarram, M. Hum. ................................................. 105
BAB IV ANALISISASTRONOMI............................................................... 112
A.
Gagasan-Gagasan Baru Tokoh NU dan Muhammadiyah ............... 112A.1. Gagasan-Gagasan Baru Tokoh NU ......................................... 114
A.2. Gagasan-Gagasan Baru Tokoh Muhammadiyah .................... 115
B. Analisis Kriteria Visibilitas Hila>lInternasional... 126
BAB V PENUTUP.. 136
A. Kesimpulan ..................................................................................... 136
B. Saran-saran ...................................................................................... 137
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 141
DAFTAR RIWAYAT HIDUP....................................................................... 152
LAMPIRAN-LAMPIRAN............................................................................. 154
-
7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf
19/164
1
BAB IBAB IBAB IBAB I
PENDAHULUAN
A.A.A.A. LatarLatarLatarLatar Belakang MasalahBelakang MasalahBelakang MasalahBelakang Masalah
Suatu persoalan penting yang sering berbeda dan menimbulkan polemik di
masyarakat adalah penentuan awal bulan Qamariyah, khususnya awal bulan Puasa,
Syawal, dan Dzulhijjah. Awal bulan Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah secara
tradisional didasarkan pada hila>l1
, yaitu deteksi bulan sabit oleh mata telanjang
manusia tanpa memanfaatkan alat bantu optik. Demikian halnya bagi umat Islam di
negara lain, awal puasa adalah penampakan bulan di negara mereka sendiri. Namun,
negara-negara lain di dunia justru menggunakan perhitungan astronomi untuk
menentukan waktu aktual dari bulan baru.
Umat Islam di seluruh dunia, khususnya di Indonesia, sering sekali
mengalami peristiwa yang membingungkan saat terjadi penentuan hari pertama
sebuah bulan yang terkait dengan penentuan suatu prosesi ibadahnya. Sekali lagi
disebutkan disini bahwa perbedaan ini terjadi manakala terkait dengan prosesi
sebuah ibadah. Tiga peristiwa yang sering terjadi adalah :
1Hila>latau Bulan Sabit yang dalam ilmu Astronomi dikenal dengan nama Crescentadalah bagianbulan yang tampak terang dari bumi sebagai cahaya matahari yang dipantulkan olehnya pada hariterjadinya ijtima sesaat setelah matahari terbenam. Hila>l ini dapat dipakai sebagai pertandapergantian bulan qamariyah. Apabila setelah matahari terbenam hila>l tampak maka malam itu dankeesokan harinya merupakan tanggal satu bulan berikutnya (Khozin, 2005: 30).
-
7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf
20/164
2
a. Pada saat menentukan akhir bulan syaban karena terkait dengan hari
pertama bulan berikutnya (bulan puasa) saat dimana umat Islam harus mulaiberpuasa.
b. Pada saat menentukan akhir bulan puasa (Ramadhan), karena hal ini sangat
terkait erat dengan hari pertama bulan berikutnya (bulan Syawal) saat
dimana prosesi ibadah Idul Fitri dilakukan;
c. Pada saat menentukan awal bulan Dzulhijjah karena terkait dengan hari ke
sepuluh bulan Dzulhijjah, saat dimana prosesi ibadah Idul Adha dilakukan.
Sebetulnya, perbedaan yang sering muncul ini adalah akibat sikap kehati-
hatian umat Islam, karena ada prosesi ibadah Islam yang bila dilakukan pada hari
yang salah, maka hukumnya menjadi haram (berdosa bila dilakukan). Puasa di bulan
Ramadhan adalah hukumnya fardhu ain(wajib bagi setiap individu muslim dan tidak
dapat diwakilkan). Namun, ada ketentuan syariah (hukum Islam) yang mengatakan
bahwa berpuasa pada tanggal 1 Syawal adalah haram hukumnya. Demikian juga
dalam menentukan hari terakhir dalam bulan Dzulqaidah. Pada tanggal 9 bulan
berikutnya (9 Dzulhijjah) umat Islam yang sedang melakukan ibadah haji akan
melakukan puncak profesi ibadah mereka yaitu wukuf di padang Arafah. Bertepatan
dengan itu, untuk menghormati saudara-saudaranya yang sedang melakukan prosesi
wukuf, umat Islam di belahan bumi dunia lain yang tidak sedang menunaikan ibadah
haji disunnahkan puasa Arafah pada hari tersebut. Selanjutnya pada tanggal 10
Dzulhijjah adalah di mana umat Islam di seluruh dunia melaksanakan ibadah shalat
-
7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf
21/164
3
Iedul Adha, sedangkan pada 3 hari berikutnya yaitu pada tanggal 11, 12, dan 13
Dzulhijah adalah hari tasyriq dimana berpuasa pada hari itu hukumnya haram.Berhubung adanya ketentuan-ketentuan yang terkait dengan prosesi ibadah
itulah yang menyebabkan umat Islam sangat hati-hati terutama dalam menentukan
akhir bulan Puasa (awal bulan Syawal) dan akhir bulan Dzulqaidah (awal
Dzulhijjah). Sebaliknya, dalam menentukan awal Muharram (akhir Dzulhijjah
misalnya), karena tidak ada ketentuan yang terkait erat dengan prosesi ibadah dalam
bulan Muharram yang melibatkan sunnah yang jika dilakukan pada hari yang salah
malah menjadi haram, maka praktis tidak pernah terjadi perselisihan pendapat.
Tangal 10 Muharram memang disunnahkan berpuasa, namun bila meleset menjadi
tangal 9 atau tangal 11 akibat melesetnya penentuan hari awal bulan Muharram, ini
tidak akan menjadikan haram.
Sudah saatnya umat Islam, khususnya di Indonesia, dapat lebih
berkonsentrasi pada peningkatan teknik-teknik rukyat maupun hisa>b yang telah
disepakati bersama kelak, daripada terus berkutat dengan mempertahankan salah
satu metode yang tidak mustahil akan menimbulkan perpecahan umat, khususnya
bila ada pihak ke tiga yang memicu perbedaan pendapat ini menjadi lebih tajam lagi.
Lebih jauh lagi, sudah saatnya umat Islam, khususnya di Indonesia, lebih
berkonsentrasi lagi pada pengembangan ilmu pengetahuan yang masih terbuka lebar
untuk direbut seperti yang pernah dilakukan pada sekitar abad ke 8-15 Masehi di
mana umat Islam banyak menjadi pionir-pionir ilmu pengetahuan modern.
-
7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf
22/164
4
Mazhab Hisa>b2 (perhitungan astronomi) dan mazhab Rukyat3 (pengamatan)
secara umum adalah bagian tak terpisahkan dari astronomi modern. Hisa>b yangformulasinya diperoleh dari hasil rukyat jangka panjang digunakan dalam pembuatan
almanak. Almanak astronomi merupakan salah satu produk evolusi pengetahuan
manusia yang memungkinkannya setiap saat memperhatikan langit. Keteraturan di
langit telah dirumuskan secara sistematik di dalamnya sehingga memudahkan orang
dalam memperkirakan fenomena astronomis, terutama setelah ditemukannya
teknologi alternatif penentuan waktu (jam) dan arah (kompas).4
Perbedaan penentuan hari-hari besar Islam, khususnya Idul Fitri dan Idul
Adha, selalu menimbulkan kebingungan di masyarakat. Untungnya sikap saling
menghargai antar sesama ummat Islam dapat terwujud sampai saat ini. Namun,
perbedaan tersebut tidak semestinya terus berlangsung, kalau ada upaya untuk
mendapatkan titik temu di antara metode yang berbeda-beda.
2Maz|hab H}isa>b berpendapat bahwa dalam menentukan awal bulan Qamariyah cukup dengan caramenghitung secara matematis dengan menggunakan metode perfitungan falak (astronomi), sehinggatidak diperlukan adanya pembuktian untuk melihat tanggal/hila>l tersebut. Maz|hab ini berpegangdengan semangat al-Qura>n Q.S. 55: 5 dan Q.S. 10: 5, yang kedua ayat tersebut bukan sekedarpernyataan deklaratif untuk memberikan informasi bahwa gerak Bulan dan Matahari dapat dihitung,akan tetapi ayat tersebut mengandung petunjuk imperatif agar memanfaatkan gerak benda-bendalangit itu untuk kepentingan penentuan bilangan tahun dan perhitungan waktu (Anwar, 2008: 10-1).3Maz|hab Rukyat berpendapat bahwa dengan didukung h}isa>b dan ilmu Astronomi untuk menghitungperedaran bulan (fase bulan), untuk menentukan awal bulan qamariyah masih diharuskan untuk bisamembuktikan dalam melihat hila>l. Maz|hab Rukyat menggunakan dalil dari perintah Rasulullah SAWkepada sahabatnya untuk berpuasa dan berhari raya setelah benar-benar melihat tanggal/h}ila>l yaituhadis| yang diriwayatkan oleh imam Bukha>riy Muslim. (S}ah}i>h} al-Bukha>ri> hadis| no. 1900 dan s}ah}i>h}Muslim hadis|no. 1080).4Almanak astronomi adalah tabel, buku, atau perangkat lunak komputer yang menyajikan informasi
tentang waktu kejadian fenomena astronomis sepeti saat terbit/terbenamnya matahari dan bulan, fasae
bulan, posisi matahari, bulan, dan planet-planet, gerhana atau okultasi benda-benda langit, serta waktu
bintang (sidereal time). (T. Djamaluddin, 2003).
-
7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf
23/164
5
Problem tentang ketepatan atau kesesuaian penentuan awal bulan antara satu
kalender dengan kalender lainnya tidak hanya terjadi disebabkan jarak wilayah atau
negara yang berbeda tetapi bisa juga terjadi dalam satu wilayah sebagaimana yang
terjadi di Indonesia. Sistem penentuan awal bulan Qamariah sebagai acuan
pembuatan Kalender Hijriah sendiri, terdapat beberapa sistem yang dapat digunakan.
Hal ini terbukti dengan terjadinya beberapa kasus perbedaan Idul Fitri dan awal
Ramadan di Masyarakat.5
Sebagian umat Islam berpendapat bahwa untuk menentukan awal bulan harus
dengan benar-benar melakukan pengamatan hila>l secara langsung. Sebagian yang
lain berpendapat bahwa penentuan awal bulan cukup dengan melakukan hisa>b
(perhitungan matematis/astronomis), tanpa harus benar-benar mengamati hila>l.
Keduanya mengklaim memiliki dasar yang kuat.
Pada prinsipnya, dalam ilmu Falak cara atau metode yang dipakai oleh umatIslam dalam menentukan tanggal satu bulan Qamariyah adalah dengan menggunakan
hisa>bdan rukyat. H}isa>b rukyat dalam istilah lain juga disebut falak. Penamaan ini
berkaitan dengan objek kajian yakni falak (mada>r al-nuju>m) (al-Jailany, t.t,: 3-4).
Ilmu Bumi dan Antariksa (Kosmografi), disebut astronomi, karena penentuan waktu
tersebut berkaitan dengan peredaran benda-benda langit, walaupun dalam realitanya
hanya sebagian kecil saja dari benda-benda langit yang menjadi objek perhitungan.
5 Sebagai contoh; Menteri Agama menetapkan 1 Syawal 1413 jatuh pada hari Kamis, tanggal 25
Maret 1993, sedangkan sebagian masyarakat sudah ada yang berbuka pada hari Rabu, bahkan Selasa
23 Maret 1993. Kejadian ini terulang lagi pada tahun 1422 H bertepatan dengan hari Jumat 16
November 2001 dan sebagian lagi bertepatan dengan hari Sabtu tanggal 17 November 2001.
-
7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf
24/164
6
Hisa>b rukyat itulah yang akhirnya memunculkan dua maz|hab besar dalam
menentukan awal bulan qamariyah, yakni maz|hab h}isa>b dan yang kedua adalahmaz|hab rukyat.
Paradigma hisa>b dan rukyat telah ada dalam perjalanan Islam dari sejak
zaman Nabi Muhammad SAW hingga sekarang, dari zaman konsep geosentris
hingga zaman heliosentris. Kedua paradigma itu ada kesamaan niat umat Islam
dalam menggunakan hila>l sebagai penentu awal bulan Islam. Kedua tradisi itu
berkeinginan mendapatkan hila>l yang presisi dan yang pasti. Kedua paradigma itu
tidak ingin gegabah, hal itu mengandung keseriusan dan kesungguhan untuk
mengetahui kehadiran hila>lawal bulan Islam untuk keperluan ibadah.
Sejatinya, ada dua metode dalam penentuan awal bulan hijriah, yaitu metode
rukyat (pengamatan, observasi) dan hisa>b (perhitungan). Secara harfiah, rukyah
berarti melihat. Arti yang paling umum adalah melihat dengan mata kepala.
Jadi, secara umum, rukyah dapat dikatakan sebagai pengamatan terhadap hila>l.
Sesuai dengan sunah Nabi rukyah dilakukan dengan mata telanjang (Farid, 1996 :
29). Metode rukyat yang dilakukan setiap tanggal 29 bulan hijriah yang sedang
berjalan, mendasarkan masuknya tanggal 1 bulan berikutnya pada penampakan sabit
bulan (hila>l) yang terlihat setelah konjungsi terjadi. Bila setelah terbenam Matahari
pengamat mendapati sosok hila>l di ufuk barat, malam itu dianggap sudah masuk
tanggal 1 bulan baru.
-
7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf
25/164
7
Metode rukyah dan hisa>bmerupakan sebab berkembangnya kriteria penentu
awal bulan qamariyah yang beraneka ragam. Diantaranya:1. Rukyah al-Hila>l bi al-Fili, kelompok ini menyatakan bahwa awal bulan
Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah dimulai sejak terlihatnya hila>l pada saat
terbenam matahari tanggal 29. Kalau tidak terlihat maka jalan keluarnya
adalah mengambil maksimum umur bulan 30 hari dan setelah itu mulaialah
tanggal 1 bulan baru.
2. Ijtima Qabla al-Ghurub, menyatakan bahwa awal bulan Ramadhan, Syawal
dan Dzulhijjah dimulai apabila hila>l sudah ada pada saat terjadinya iijtima
(konjungsi).
3. Wujud al-Hila>l, menyatakan bahwa awal bulan Ramadhan, Syawal dan
Dzulhijjah dimulai apabila saat terbenam matahari setelah terjadi ijtima
(konjungsi) dan bulan (hila>l) pada saat itu belum terbenam masih ada di atas
ufuk
4. Imkan al-Rukyah, menyatakan bahwa awal bulan Ramadhan, Syawal dan
Dzulhijjah dimulai apabila saat terbenam matahari setelah terjadi ijtima
(konjungsi) hila>lsudah ada dan dalam kondisi normal hila>litu mungkin dapat
dilihat (Oman, 2006 : 5).
Pada kriteria wujud al-hila>l ini, langkah yang ditempuh Muhammadiyyah
dalam hisa>bnya adalah:
1. menghitung saat terjadinya ijtima''di suatu tempat atau beberapa tempat
-
7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf
26/164
8
2. menghitung saat terbenam matahari di tempat tertentu itu
3.
menghitung tinggi hila>lpada saat terbenam matahari di tempat teretentuitu.6
Berdasarkan lembaran sejarah pemikiran hisa>b rukyah, ternyata embrio
imkan al-rukyah sudah lama diperbincangkan di kalangan ulama fiqh, di antara yang
memeloporinya adalah al-Qulyubi, Ibn Qasim al-Ubbadi, al-Syarwani dan al-Subkhi.
Hanya saja kriteria imkan al-rukyah-nya belum ada kesepakatan. Sedangkan dalam
kitab-kitab ilmu falak klasik sudah banyak yang dibahas (Izzuddin, 2007 : 153-154).
Berikut ini kriteria yang disampaikan pengarang kitab-kitab falak klasik yang
dinukil berdasarkan kesepakatan ahli astronomi mutaqaddiminsaat itu:
Nama KitabNama KitabNama KitabNama Kitab PengarangPengarangPengarangPengarangimkan alimkan alimkan alimkan al----rukyahrukyahrukyahrukyah
TinggiTinggiTinggiTinggi hila>lhila>lhila>lhila>l Umur bulanUmur bulanUmur bulanUmur bulan
Sullam al-NayyirainMuhammad
Manshur Al-Batawi80 atau minimal 60
17 jam 20 menit
atau minimal 12 jam
Fath al-Rauf al-
Mannan
Abdul Jalil bin
Abdul Hamid60atau minimal 30 15 jam 15 menit
Al-Khulashah al-
Wafiyyah
Zubaer Muhammad
al-Jaelany
90atau 60atau
minimal 2018 jam 30 menit
6 Perhitungan ini mempertimbangkan ketinggian suatu tempat terhadap ufuk, sehingga ukuran yang
dijadikan pembatas terbenam matahari adalah ufuk mar'i (Oman Fathurrohman, 2006 : 16).
-
7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf
27/164
9
Sebagai contoh pembahasan ini adalah gambaran perbedaan penentuan awal
bulan antara NU, Muhammadiyah dan Pemerintah sebagaimana hasil penelusuranTim Rukyatul Hila>lIndonesia (RHI) dalam rentang waktu antara 1989 sampai 2009
bahwa perbedaan hari raya yang sering terjadi belakangan ini lebih disebabkan oleh
penggunaan kriteria yang tidak seragam. Baik para penganut hisa>bmaupun rukyat
pada dasarnya mereka menggunakan kriteria penentuan awal bulan. Di kalangan
ormas penganut hisa>b ada perbedaan: Muhammadiyah menggunakan kriteria
wujudul hila>l (hila>lwujud di atas ufuk) dengan prinsip wilayatul hukmi (wujud di
sebagian wilayah diberlakukan untuk seluruh wilayah hukum di seluruh Indonesia),
sedangkan Persatuan Islam (Persis) menggunkan kriteria wujudul hila>l di seluruh
Indonesia (sebelumnya menggunakan kriteria imkanur rukyat 2o). Di kalangan ormas
penganut rukyat (terutama Nahdlatul Ulama, NU) kadang terjadi perbedaan ketika
ada yang melaporkan hasil rukyat padahal ketinggian hila>lmasih di bawah kriteria
imkanur rukyat yang mereka gunakan, yaitu ketinggian hila>l2 derajat.
Potensi Perbedaan Awal Bulan Ramadhan, Syawal dan Dzulhijah Jika tetap
belum disetujui kriteria yang sama dari ormas-ormas Islam di Indonesia:7
TAHUNTAHUNTAHUNTAHUN
DERAJAT TINGGIDERAJAT TINGGIDERAJAT TINGGIDERAJAT TINGGI HILA>LHILA>LHILA>LHILA>L
RamadhanRamadhanRamadhanRamadhan SyawalSyawalSyawalSyawal DzulhijjahDzulhijjahDzulhijjahDzulhijjah
7T. Djamaluddin, Astro Info dan Aplikasi Hisa>b Rukyat, Makalah dalam Seminar NasionalHisa>bdan Software yang diselenggarakan oleh Program Pasca Sarjana IAIN Walisongo semarang,hari Sabtu, 7 Nopember 2009 di Kampus IAIN Walisongo Semarang.
-
7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf
28/164
10
1430 H / 2009 -1 6 6
1431 H / 2010 3 -2
1,7
(rawan perbedaan)
1432 H / 2011 7,52,0
(rawan perbedaan)7,1
1433 H / 20122
(rawan perbedaan)-4,3 -2,4
1434 H / 20130,7
(rawan perbedaan)4,2 3,6
1435 H / 20140,8
(rawan perbedaan)4,1
0,8
(rawan perbedaan)
Olehkarena itu, peneliti ingin meneliti tentang bagaimanakah respon ulama
NU dan Muhammadiyah Jawa Timur terkait dalam penentuan awal bulan
Qamariyah. Terkait tentang NU lebih didahulukan dari Muhammadiyah, pada
hakekatnya hal ini merupakan penghargaan terhadap para leluhur, dan pembimbing
tesis ini merupakan tokoh NU tulen, sekalipun peneliti lebih bersifat netral.
B. RumusanB. RumusanB. RumusanB. Rumusan MasalahMasalahMasalahMasalah
Poin penting mengenai permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini
adalah difokuskan pada pemikiran individu terhadap tokoh NU dan Muhammadiyah.
Adapun masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
-
7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf
29/164
11
1. Bagaimana pandangan para tokoh NU dan Muhammadiyah Jawa
Timur tentang kriteria awal bulan Qamariyah?2. Bagaimana sikap tokoh NU dan Muhammadiyah Jawa Timur terhadap
perbedaan pemahaman tentang penentuan awal bulan Qamariyah dan
bagaimana solusinya?
C.C.C.C. TujuanTujuanTujuanTujuan PenelitianPenelitianPenelitianPenelitian
Penelitian ini bertujuan adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pandangan para tokoh NU dan Muhammadiyah Jawa
Timur tentang kriteria awal bulan Qamariyah
2. Untuk menetahui sikap tokoh NU dan Muhammadiyah Jawa Timur terhadap
perbedaan pemahaman tentang penentuan awal bulan Qamariyah serta solusi
dari para tokoh NU dan Muhammadiyah Jawa Timur.
D. Tinjauan PustakaD. Tinjauan PustakaD. Tinjauan PustakaD. Tinjauan Pustaka
1. Kerangka Teori
Secara umum, terdapat dua mazhab besar yang terus-menerus
menimbulkan perbedaan pendapat dalam menentukan awal sebuah bulan. Yang
pertama adalah cara rukyat yang secara harfiah selalu mengacu pada hadits
nabi. Mazhab yang kedua adalah para ulama yang berpegang pada kenyataan
bahwa cara-cara rukyat banyak mengalami kendala, padahal hila>l sebetulnya
-
7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf
30/164
12
telah dapat dihitung secara akurat dengan perhitungan-perhitungan astronomi.
Cara ini disebut hisa>b(Mutoha, 2007 : 1).Secara harfiah, rukyat memang berarti melihat secara visual (melihat
dengan mata kepala). Saat ini masih terdapat banyak ulama yang menganggap
segala macam perhitungan untuk menentukan hila>l degan mengabaikan
pengamatan secara visual adalah tidak memiliki dasar hukum, bahkan dianggap
merekayasa (bidah). Ini misalnya, dijadikan suatu fatwa resmi di Mesir pada
masa dinasti Fatimid, saat Jenderal Jauhar memerintah pada tahun 359 H atau
969 M. Singkat kata, cara-cara perhitungan awal bulan ini selalu ditolak oleh
para ulama pada saat itu karena dianggap bidah.
Pada zaman Rasulullah, cara-cara perhitungan permulaan bulan
berdasarkan perhitungan astronomi memang belum berkembang baik, sehingga
cara melihat dengan mata secara visual adalah sarana dan metode yang paling
mungkin dan paling mudah dilakukan sesuai dengan perkembangan teknologi
dan ilmu pengetahuan saat itu. Namun, harus disadari bahwa kalimat: jika
dimendungkan atas kamu, qadarkanlah (tetapkanlah atau hitunglah) bukan
menjadi opsi hukum dengan hirarki yang lebih rendah daripada melihat secara
visual karena seperti isyarat yang diberikan oleh Allah, ternyata Allah memicu
umat manusia untuk selalu menggunakan kemampuan intelektualnya secara
maksimal dalam memaknai semua ayat dan tanda kebesara Allah SWT.
-
7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf
31/164
13
Pada buku yang berjudul, Menjelajah Keluasaan Langit Menembus
Kedalaman Al-Quran, terdapat penjelasan secara panjang lebar bahwa Allahmemang membuka seluas-luasnya pintu langit dan bumi agar manusia mampu
menembusnya dengan pengetahuan, terbebas dari sekat primordial muslim
maupun bukan (Thomas, 2005). Ini sesuai dengan firman Allah berikut:
u|ytdg:$#M}$# u)FstG$#r&(#s?$s%r&Nuy9$#
F{$# u(#$$s4s?)9s=0
Artinya: Hai sekalian jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus(melintasi) penjuru langit dan bumi, Maka lintasilah, kamu tidak dapatmenembusnya kecuali dengan kekuatan. (QS. 55, Ar-Rahmaan: 33).
Kebebasan inilah yang telah dimanfaatkan oleh orang barat (meskipun
mereka tidak perlu sadar akan kesempatan Yang diberikan Allah) untuk
membangun peradaban teknologinya yang semakin canggih sampai saat ini.
Sementara itu, umat Islam yang kebanyakan selalu alergi pada ilmu
pengetahuan dan teknologi, keadaannya terus semakin termarjinalisasi secara
sosial, ekonomi, teknologi, dan peradaban.
Sebelum ilmu teknologi berkembang maju, visibilitas hila>l ini menjadi
sangat penting dalam menentukan awal sebuah bulan. Teknik melihat hila>l
secara visual inilah yang dinamakan rukyat yang menginterpretasikan hadis
Rasulullah dengan penyataan bahwa melihat itu harus secara visual. Padahal
-
7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf
32/164
14
banyak sekali problem yang menghambat penglihatan hila>l secara visual,
diantaranya:
a. Kondisi cuaca (mendung, tertutup awan, dsb.)
b. Ketinggian hila>ldan Matahari
c. Jarak antara Bulan dan Matahari (bila terlalu dekat, meskipun
Matahari talah tenggelam, beras sinarnya masih menyilaukan
sehingga hila>ltidak akan tampak);
d. Kondisi atmosfir Bumi (asap akibat polusi, dsb);
e. Kualitas alat (optik) untuk pengamatan;
f. Kondisi psikologis pengamat (perukyat);
g. Waktu dan biaya.
Melalui kajian fikih yang sensitif terhadap realitas yang sedang
bergerak, tidak hanya akan memperkaya khazanah Islam, namun juga akan
melahirkan alternatif-alternatif pemecahan masalah dalam bidang hukum yang
sesuai dengan tuntutan zaman.
Analisis Fikih atau hukum Islam adalah sesuatu yang bersifat dinamis
dan realistis. Artinya, fikih itu berangkat dari realitas kehidupan masyarakat
dan tidak mengabaikan dinamika di dalamnya, karena fikih dibangun atas dasar
realitas, bukan berangkat dari sebuah ruang hampa. Sementara itu, ijtihad>
sebagai bagian tak terpisahkan dari fikih, merupakan suatu instrumen yang
-
7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf
33/164
15
digunakan untuk memecahkan berbagai persoalan yang berkembang di
masyarakat. Fungsi ijtihad> sebagai mekanisme penyelesaian persoalankemasyarakatan (at-tas|i>r as-syari li al-wa>qi) juga harus seiring sejalan
dengan perkembangan zaman dan tuntutan realitas kehidupan (Raysu>ni, 2000:
64).
Pada optika Abu Ali al-Hasan ibn al-Haythami, yang di Eropa dikenal
dengan nama Alhazen, terkenal sebagai orang yang menentang pendapat
bahwa, mata mengirim cahaya kebenda yang dilihat. Pada bidang matematika
terkenal nama Muhammad Ibn Musa al-Khawarizmi, yang juga mahir dalam
bidang astronomi. Al-Khawarizmi juga yang menciptakan ilmu aljabar. Kata
aljabar berasal dari judul bukunya, al-Jabar wa al-Muqo>balah(Naufal, 1987:
88). Pada bidang sejarah terkenal nama al-Masu>di yang juga ahli dalam ilmu
geografi. Tokoh-tokoh terkenal dalam bidang filsafat, antara lain Ibn Sina, dan
Ibn Rusyd. Al-Farabi banyak menulis buku tentang filsafat, logika jiwa
kenegaraan, etika, dan interpretasi terhadap filsafat Aristoteles. Ibn Rusyd di
Barat lebih dikenal dengan nama Averroes, banyak berpengaruh di Barat dalam
bidang filsafat, sehingga disana terdapat aliran yang disebut dengan
Averroisma. Dalam ilmu Agama, ulama fiqh yang terlahir pada masa daulah
bani Abba>siyah adalah Ima>m Abu Ha>nifah karyanya adalah al- Fiqh al- Akbar,
Ima>m Ma>liki dengan karyanya al-Muwat}t}a, Imafii>dengan karyanya al-
-
7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf
34/164
16
Umm dan Imam Ibn Hanbal, yang mana keempat ulama fiqh tersebut dikenal
sampai sekarang sebagai pendiri empat maz|hab (Naufal, 1987: 89).2. Studi Kepustakaan
Pembahasan mengenai penentuan awal bulan, pada hakekatnya sudah
banyak dilakukan oleh para akademisi, baik dalam buku, tesis, desertasi,
maupun dalam jurnal-jurnal ilmiah.
Antara pembahasan tersebut adalah apa yang ditulis oleh Susiknan
Azhari dalam disertasinya, dengan judul PENGGUNAAN SISTEM HISA>B
DAN RUKYAT DI INDONESIA (Studi tentang Interaksi NU dan
Muhamadiyah), tahun 2006. Hasil penelitiannya adalah secara umum,
hubungan NU dan Muhammadiyah dalam menggunakan hisa>b dan rukyat,
saat menentukan awal bulan qamariyah (awal bulan Ramadhan dan Syawal)
memiliki model beragam, antara lain sebagai berikut:
a. Paradigma pertama adalah konflik. Tak dapat disangkal, hubungan
NU dan Muhammadiyah pernah diwarnai konflik yang dipicu oleh
persoalan politik dan perbedaan cara pandang keagamaan (doktrin
agama dan sumber hukum). Muhammadiyah berpandangan antara
wahyu dan akal harus berjalan seirama dalam rangka menuju
masyarakat madani. Pada sisi lain NU berpandangan dalam
beragama harus melalui sanad yang jelas atau melalui pendekatan
mazhab agar diperoleh kepastian hukum.
-
7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf
35/164
17
b. Adapun model kedua adalah independensi. Metode ini adalah
untuk menghindari konflik antara hisa>b dan rukyat. Hal inidilakukan dengan pertimbangan pragmatis belaka bahwa lebih baik
hisa>b dan rukyat dipisahkan dalam dua kawasan yang berbeda,
khususnya dalam penetapan awal Ramadhan dan Syawal untuk
menghindari konflik yang melelahkan antara NU dan
Muhammadiyah.
c. Metode ketiga adalah dialog. Bukti yang memperlihatkan
perkembangan baru ini adalah terbentuknya Badan Hisa>b dan
Rukyat. Metode dialog memotret hubungan yang lebih konstruktif
antara NU dan Muhammadiyah, terutama persoalan hisa>b dan
rukyat. Pada model ini masing-masing pihak saling mencoba
memahami untuk mencari titik temu dengan memperhatikan aspek
kesejajaran metode antara hisa>bdan rukyat.
d. Metode keempat adalah integrasi. Pandangan integrasi ini
merupakan konsekuensi logis dan sekaligus tuntutan alamiah dari
pandangan dialog. Metode integrasi ini dapat dijadikan sebagai
pilihan yang menjanjikan dan membawa harapan yang konstruktif
bagi hubungan NU dan Muhammadiyah, namun perlu digaris
bawahi bahwa metode integrasi sampai kini lebih pada tataran ide.
-
7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf
36/164
18
Selanjutnya dapat dinyatakan bahwa dari keempat model hubungan
NU dan Muhammadiyah dalam menggunakan hisa>bdan rukyat di atas, dalamprakteknya model sangat terasa pada tahun 1992, 1993, dan 1994. Meskipun
tidak terjadi percekcokan serius antara orang NU dan orang Muhammadiyah
pada tahun itu, banyak orang merasa bahwa kesucian bulan Ramadhan sudah
dicemari, dan kekhusukan yang diperlukan untuk bulan itu sudah dianggu.
Mereka bertaya-tanya bagaimana kesatuan umat Islam sedunia bisa diganggu
di tingkat RT dan RW di Indonesia. Bukankah bulan Ramadhan merupakan
saat yang tepat untuk menunjukkan kepada dunia non-Islam bahwa dunia
Islam berdiri bersama dan berdir tegak.
Senada dengan Sriyatin yang berusaha meneliti tentang penetapan
Muhammadiyah dan NU dalam menentukan awal bulan Qamariyah. Pada
tesisnya, Sriyatin menyimpulkan bahwa metode yang dikembangkan
Muhammadiyah memiliki kesamaan dengan metode yang dikembangkan
pemerintah (hisa>b dan rukyat). Selanjutnya, metode yang dikembangkan
NU sering berbeda dengan penetapan Muhammadiyah dan pemertah.
Buku populer FIQH HISA>B RUKYAH DI INDONESIA yang
ditulis oleh Ahmad Izzuddin adalah penting untuk dijadikan perhatian
utama. Buku ini mengkaji sejarah penggunaan rukyat dalam NU dan hisa>b
dalam Muhammadiyah. Ia menyimpulkan bahwa simbolisasi
Muhammadiyah mazhab hisa>b dan NU mazhab rukyat hanya sekedar
-
7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf
37/164
19
generalisasi yang dasarnya tidak kuat dan tidak mendasar. Pada
pandangannya bahwa antara hisa>b dan rukyat dapat dipertemukan, tapistudi ini mengesampingkan kajian tentang bagaimana hubungan NU dan
Muhammadiyah dalam penggunaan hisa>b dan rukyat serta data-data yang
ditampilkan lebih bersifat sekunder.
Letak perbedaan kajian tesis ini dengan tulisan-tulisan yang
sebelumnya adalah bahwa tesis ini lebih terfokus pada pembahasan
mengenai bagaimana pandangan personal tokoh NU dan Muhammadiyah
Jawa Timur dalam menetapkan awal bulan Qamariyah, khususnya, bulan
Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah.
E. Metode PenelitianE. Metode PenelitianE. Metode PenelitianE. Metode Penelitian
Untuk memperoleh gambaran metode penelitian yang akan digunakan dalam
pembahasan masalah, maka perlu diuraikan jenis penelitian, sumber data, teknik
pengumpulan data, dan teknik analisa data.
1. Jenis Penelitian
Berdasarkan obyek penelitian, baik tempat maupun sumber data, maka jenis
penelitian yang digunakan termasuk penelitian lapangan (field research) yang
termasuk penelitian kualitatif deskriptif, karena sifat data yang dikumpulkan
bercorak kualitatif, bukan kuantitatif yang menggunakan alat-alat pengukur (Robert,
1982: 2) dan data yang dihasilkan juga berupa data deskriptif, yaitu beupa kata-kata
-
7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf
38/164
20
tertulis atau lisan dari sejumlah tokoh NU dan Muhammadiyah secara individu
dalam penentuan awal bulan Qamariah.Dalam penelitian ini, peneliti merupakan instrument utama dalam
pengumpulan data, sehingga dengan kemampuannya menyesuaikan diri dengan
berbagai ragam realitas yang tidak dapat dikerjakan oleh intstrumen non-human,
dapat menangkap makna dan memahami fenomena yang terjadi diantara para tokoh
NU dan Muhammadiyah Jawa Timur.
Penelitian ini dilakukan dalam situasi yang wajar atau dalam natural setting,
tanpa dimanipulasi dan tanpa diatur dengan eksperimen atau tes. Sumber data dan
data dalam penelitian ini diambil dalam situasi yang alami dengan
mempertimbangkan konteks di mana fenomena tersebut terjadi. Obyek penelitian ini
berlokasi di kantor PW NU (Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama) dan PP (Pimpinan
Wilayah) Muhammadiyah Jawa Timur.
Penelitian ini ditujukan untuk membentuk teori berdasarkan saling
bergubungan antara data yang ditemukan dan berdasarkan temuan yang dihasilkan.
Peneliti dapat menggunakannya sesuai dengan situasi dan kondisi.
Jika dikaitkan dengan masalah yang diteliti, yaitu Pandangan tokoh NU dan
Muhammadiyah Jawa Timur dalam penetapan awal bulan Qamariyah, maka
penelitian ini hanya mendeskripsikan informasi apa adanya sesuai dengan variabel
yang diteliti. Terdapat upaya mendeskripsikan, mencatat, menganalisa, dan
menginterprestasikan masalah yang diteliti. (Mardalis, 1999: 26)
-
7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf
39/164
21
2. Sumber Data
Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ini adalah wawancara peneliti
terhadap tokoh penting di kalangan Muhammadiyah dan NU Jawa Timur, baik tokoh
struktural maupun tokoh non-struktural, seperti: KH. Miftahul Akhyar, Rais Syuriah
PW NU Jawa Timur, Dr. H. Abd. Salam Nawawi, M.Ag, ketua Lajnah Falakiyyah
PW NU Jawa Timur, Prof. Dr. H. Ridlwan Nasir, MA, Wakil Rais Syuriah PW NU
Jawa Timur, Prof. Dr. H. Burhan Djamaluddin, MA, tokoh non-struktural PW NU
Jawa Timur, Prof. Dr. KH. Faisol Haq, M.Ag, tokoh non-strukturan PW NU Jawa
Timur, Dr. H. Marsuhan, MAg, tokoh non-struktural PW NU Jawa Timur, Prof. Dr.
H. Syafiq Mughni, MA, mantan ketua PW Muhammadiyah Jawa Timur, Prof. Dr. H.
Ali Mufrodi, MA, mantan ketua Majlis Tajih dan Pengembangan Pemikiran Islam
PW Jawa Timur, Dr. Agus Purwanto, MSc, anggota Majlis Tarjih dan
Pengembangan Pemikiran Islam PW Muhammadiyah Jawa Timur, Drs. H. A.
Mukarram, M.Hum, anggota Majlis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam PW
Muhammadiyah Jawa Timur, dan para Pengurus Wilayah NU dan Muhammadiyah
lainnya.
a. Kata-kata
Yang menjadi sumber data penelitian ini adalah para tokoh NU dan
Muhammadiyah Jawa Timur. Kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati atau
diwawancarai tadi dicatat melalui catatan tertulis atau melalui perekaman
video/audio tapes. (Lexy, 2002: 112)
-
7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf
40/164
22
b. Sumber tertulis
Sumber tertulis ini terdiri dari buku, majalah ilmiah, sumber dari arsip PWNU dan PW Muhammadiyah, dokumen resmi PW NU dan PW Muhammadiyah,
seperti buku notulen rapat, laporan bahsul masail dan majlis tarjih terkait penetapan
awal bulan qamariyah, usul-usul kebijakan, dan lain-lain.
3. Teknik Pengumpulan Data
Salah satu tahap penting dalam proses penelitian adalah kegiatan
pengumpulan data. Peneliti harus benar-benar memahami berbagai hal yang
berkaitan dengan pengumpulan data, terutama jenis penelitian yang sedang
dijalankan. Dalam hal ini, penelitian tesis ini termasuk pada penelitian kualitatif.
Penelitian kualitatif meletakkan data penelitian bukan sebagai alat pembuktian,
akan tetapi sebagai modal dasar bagi pemahaman. Adapun teknik pengumpulan data
yang diperlukan dalam penelitian ini adalah:
a. Wawancara atau interview
Wawancara adalah proses tanya jawab dalam penelitian yang berlangsung
secara lisan dimana dua orang atau lebih bertatap muka mendengarkan secara
langsung informasi-informasi atau keterangan-keterangan. (Abu, 1997: 83). Dengan
demikian, kita bisa mendapatkan data primer dengan wawancara.
Sedangkan jenis wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah
wawancara berstruktur atau terpimpin. Wawancara ini menggunakan panduan
-
7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf
41/164
23
pokok-pokok masalah yang diteliti, sehingga pertanyaannya bisa sistematis dan
mudah diolah serta pemecahan masalahnya juga lebih mudah.Pedoman interview ini berfungsi sebagai pengendali, jangan sampai proses
wawancara kekhilangan arah. Sebelum wawancara dilakukan, peneliti membuat
pokok-pokok pertanyaan terlebih dahulu sebagai panduan wawancara.
b. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data yang diperoleh melaui
dokumen-dokumen. Data-data yang dikumpulkan dalam teknik ini cenderung
merupakan data sekunder. Dokumen yang diteliti dapat terdiri dari berbagai macam,
seperti notulen rapat, hasil workshop atau seminar, buku, dan lain-lain.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik ini untuk memperoleh
data mengenai sejarah berdirinya NU dan Muhammadiyah, jumlah anggota
organisasi tersebut, para pengurus serta dokumen-dokumen yang berhubungan
dengan NU dan Muhammadiyah terkait dengan penetapan awal bulan Qamariyah.
3. Teknik Analisa Data
Analisa data merupakan rangkaian kegiatan penelaahan, pengelompokan,
sistemisasi, pemafsiran, dan verifikasi data agar sebuah fenomena memiliki nilai
sosial, akademis, dan ilmiah. Analisis data penelitian ini bersifat interaktif
(berkelanjutan) dan dikembangkan sesuai program. Analisis data dilaksanakan mulai
penetapan masalah, pengumpulan data, dan setelah data terkumpul. Dengan
menetapkan masaah penelitian, peneliti sudah melakukan analisa data terhadap
-
7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf
42/164
24
permasalahan tersebut dalam berbagai perspektif teori dan metode yang digunakan.
Dengan menganalisis data sambil mengumpukan data, peneliti dapat mengetahuikekurangan data yang harus dikumpulkan dan dapat mengetahui metode mana yang
harus dipakai pada tahap berikutnya.
FFFF. Sistematika Penulisan. Sistematika Penulisan. Sistematika Penulisan. Sistematika Penulisan
Sistematika dalam penelitian ini dibagi ke dalam tujuh bab, yang terdiri dari
satu bab pendahuluan, lima bab pembahasan materi, dan satu bab penutup dan
kesimpulan. Adapun secara kronologis sistematika tersebut dapat dirinci sebagai
berikut.
Bab I: PENDAHULUAN. Bab ini dibagi menjadi enam bagian. Pertama:
Latar Belakang Masalah, yang menjelaskan tentang alasan penelitian ini dilakukan.
Kedua:Rumusan Masalah, yang disajikan dalam bentuk pertanyaan. Ketiga:Tujuan
Penelitian, yang disajikan dalam bentuk pernyataan. Keempat: Studi Kepustakaan,
yakni untuk mengetahui penelitian yang terdahulu dan ada relevansinya. Kelima:
Metode Penelitian, yang dimaksudkan agar penelitian yang dilakukan dapat terarah
sesuai permasalahan yang diteliti. Keenam: Sistematika Penulisan.
Bab II: PANDANGAN FORMAL NU DAN MUHAMMADIYAH. Pada bab
ini, untuk memberikan informasi sekilas mengenai NU dan Muhammadiyah
khususnya dalam penentuan awal bulan; akan dilakukan pembahasan mengenai
-
7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf
43/164
25
penentuan hukum Islam dalam Al-Quran, penentuan hukum Islam dalam Al-Hadits,
penentuan hukum Islam Bahsul Masail, penentuan hukum Islam Majlis Tarjih,penentuan hukum Islam MUI, penentuan hukum Islam Pemerintah dalam
menetapkan awal bulan Qamariyah.
Bab III: PANDANGAN TOKOH NU DAN MUHAMMADIYAH JAWA
TIMUR. Dalam hal ini akan dibahas mengenai biografi singkat tokoh NU dan
Muhammadiyah Jawa Timur serta pandangannya secara individu atas realitas sosial
dalam menentukan awal bulan qamariyah, khususnya awal Ramadhan, Syawal, dan
Dzulhijjah. Hal ini dilakukan dengan menyimak pemikiran tokoh NU dan
Muhammadiyah Jawa Timur secara individu atas metodologi ijtihadi fikihnya.
Bab IV: ANALISIS A STRONOMI. Sebagai khowa>sul khowa>s yang
merupakan rangkaian inti dari pembahasan di dalam tesis ini, pada bab ini disajikan
anasilis pandangan tokoh NU dan Muhammadiyah Jawa Timur dengan astronomi
sebagai pisau analisisnya.
Bab V: PENUTUP DAN KESIMPULAN Sebagai rangkaian terakhir dari
pembahasan di dalam tesis ini, pada bab ini disajikan kesimpulan-kesimpulan dari
seluruh pembahasan dalam tesis dan rekomendasi yang mungkin bisa dilakukan oleh
para pengkaji lain dalam menyikapi persoalan dalam penentuan awal bulan
qamariyah, khususnya bulan puasa dan syawal.
-
7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf
44/164
26
BAB IIBAB IIBAB IIBAB II
PANDANGAN FORMAL NU DAN MUHAMADIYAH DALAM PENETAPANPANDANGAN FORMAL NU DAN MUHAMADIYAH DALAM PENETAPANPANDANGAN FORMAL NU DAN MUHAMADIYAH DALAM PENETAPANPANDANGAN FORMAL NU DAN MUHAMADIYAH DALAM PENETAPAN
AWAL BULAN QAMARIYAHAWAL BULAN QAMARIYAHAWAL BULAN QAMARIYAHAWAL BULAN QAMARIYAH
A.A.A.A. Sekilas Tentang Sejarah NUSekilas Tentang Sejarah NUSekilas Tentang Sejarah NUSekilas Tentang Sejarah NU
NU merupakan suatu organisasi keagamaan terbesar di Indonesia yang
mampu bertahan di beberapa periode kepemimpinan di Indonesia mulai masa
liberalisme, orde lama dan orde baru, dan Reformasi. NU pernah tampil sebagai
partai politik aktif (Aziz, 1997 : 241) dan perolehan suara NU pun tidak bisa di
pandang sebelah mata. NU tampil sebagai pemenang kedua setelah partai nasionalis
Indonesia pimpinan Soekarno. Pada masa orde baru presiden Soeharto membuat
sebuah kebijakan yang memperkecil jumlah partai yang akan mengikuti pemilu. Dari
Multipartai menjadi 3 partai yang akhirnya memaksa NU bergabung dengan PPP,
kekecewaan demi kekecewaan dialami NU setelah bergabung dengan PPP. Hingga
NU keluar dari partai politik dan kembali menjadi organisasi keagamaan yang
dikenal dengan khittah.
NU sendiri sebagai jamiyyah di>niyyah ijtimaiyyah (organisasi keagamaan
dan kemasyarakatan), dengan kaitannya dengan tradisi ilmiah ini, tumbuh laksana
pesantren besar yang segera menggelar bahth al-masa>il sejak kongres atau
muktamar yang pertama, kemudian menjadikannya sebagai salah satu tradisi ilmiah
yang penting. Dalam gelar perdana bahth al-masa>il di kota kelahirannya sendiri,
Surabaya, pada tanggal 21 Oktober 1926 (13 Rabiul Awal 1345) itu, sebanyak 27
masalah keagamaan aktual (masa>il diniyyah wa>qiiyyah) berhasil dibahas dan
dipecahkan (Aziz, 1997 : 1). Semenjak itu dan seterusnya sampai sekarang, NU
selalu memasukkan bathh al-masail sebagai salah satu agenda utama dalam
-
7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf
45/164
27
muktamar-muktamarnya.1 Hal yang sama juga dilakukan NU dalam pelaksanaan
hajat-hajat permusyawaratannya yang lain seperti Konferensi Besar (KOMBES)2dan
Musyawarah Nasional (MUNAS) Alim Ulama. Ketika berganti baju menjadi partai
politik pun, bahth al-masa>ilpernah dilakukan NU dalam Rapat Dewan Partai (Aziz,
1997 : 242-243).
Kalangan pesantren yang pada waktu itu gigih melawan kolonialisme,
merespon Kebangkitan Nasional tersebut dengan membentuk organisasi pergerakan,
seperti Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Tanah Air) 1916. Kemudian tahun 1918
(Zahro, 2004 : 46) didirikanTaswirul Afkar atau dikenal juga denganNahdlatul Fikri
(Kebangkitan Pemikiran), sebagai wahana pendidikan sosial politik dan keagamaan
kaum santri. Dari situ kemudian didirikan Nahdlatut Tujjar (Pergerakan Kaum
Sudagar). Dengan adanya Nahdlatul Tujjar itu, maka Taswirul Afkar, selain tampil
sebagi kelompok studi juga menjadi lembaga pendidikan yang berkembang sangat
pesat dan memiliki cabang di beberapa kota (Zahro, 2004 : 77-78).
Pada saat Raja Ibnu Saud hendak menerapkan asas tunggal yakni mazhab
wahabi di Mekah, serta hendak menghancurkan semua peninggalan sejarah Islam
maupun pra-Islam, yang selama ini banyak diziarahi karena dianggap bidah.
Gagasan kaum wahabi tersebut mendapat sambutan hangat dari kaum modernis di
Indonesia, baik kalangan Muhammadiyah di bawah pimpinan KH. Ahmad Dahlan,
maupun PSII di bahwah pimpinan H.O.S. Tjokroaminoto. Sebaliknya, kalangan
1Muktamar merupakan lembaga permusyawaratan tertingi yang diadakan secara periodik. Muktamardipimpin oleh Pengurus Besar, dihadiri oleh Pengurus Besar, Pengurus wilayah, dan Pengurus Cabang.Melalui Muktamar dibicarakan dan diputuskan masalah-masalah yang berkenaan dengan organisasi,agama, umat, dan masalah-masalah umum lainnya.2 KOMBES merupakan lembaga permusyawaratan tertinggi sesudah Muktamar yang diadakan atasundangan Pengurus Besar dan dihadiri oleh Pengurus Besar Pleno dan Pengurus Wilayah untukmembicarakan pelaksanaan keputusan Muktamar dan hal-hal lain yang menyangkut pelaksanaan
program maupun kepentingan NU. KOMBES diadakan sekurang-kurangnya sekali di antara duaMuktamar dan sewaktu-waktu apabila dipandang perlu oleh Pengurus Besar atau apabila diminta olehseparuh jumlah Wilayah yang sah.
-
7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf
46/164
28
pesantren yang selama ini membela keberagaman, menolak pembatasan bermadzhab
dan penghancuran warisan peradaban tersebut.
Lebih spesifik, karena apresiasi NU terhadap khasanah lama di bidang fikih
mengejawantah dalam bentuk afiliasi dengan mazhab syafii, maka yang terutama-
digunakan rujukan dalam bahth masa>il NU dengan dengan sendirinya adalah
literatur-literatur fikih klasik karya fuqaha yang berafiliasi dengan mazhab Syafii.
Sejak Muktamar yang ke-1 pada tahun 1926, NU, melalui keputusan bahth al-masa>il
perdananya, telah menggariskan sejumlah rambu yang mencerminkan spirit afiliasi
dengan mazhab Syafii tersebut (Zahro, 2004 : 68) .
Didorong oleh minatnya yang gigih untuk menciptakan kebebsan bermadzhab
serta peduli terhadap pelestarian warisan peradaban, maka kalangan pesantren
terpaksa membuat delegasi sendiri yang dinamai dengan Komite Hejaz, yang
diketuai oleh KH. Wahab Hasbullah. Atas desakan kalangan pesantren yang
terhimpun dalam Komite Hejaz, dan tantangan dari segala penjuru umat Islam di
dunia, Raja Ibnu Saud mengurungkan niatnya. Hasilnya hingga saat ini di Mekah
bebas dilaksanakan ibadah sesuai dengan madzhab mereka masing-masing. Itulah
peran internasional kalangan pesantren pertama, yang berhasil memperjuangkan
kebebasan bermadzhab dan berhasil menyelamatkan peninggalan sejarah serta
peradaban yang sangat berharga (Sahal, 1994 : 26).
Berangkat dari komite dan berbagai organisasi yang bersifat embrional dan ad
hoc, maka setelah itu dirasa perlu untuk membentuk organisasi yang lebih mencakup
dan lebih sistematis, untuk mengantisipasi perkembangan zaman. Maka setelah
berkoordinasi dengan berbagai kiai, akhirnya muncul kesepakatan untuk membentuk
organisasi yang bernama Nahdlatul Ulama(Kebangkitan Ulama) pada 16 Rajab 1344
-
7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf
47/164
29
H (13 Januari 1926). Organisasi ini dipimpin oleh KH. Hasyim Asyari sebagi Rais
Akbar (Zahro, 2004 : 23).
Untuk menegaskan prisip dasar orgasnisai ini, maka KH. Hasyim Asyari
merumuskan Kitab At-Tibyan Fin Nahyi An-Muqothoatil Arham Wal Aqorib Wal
Ikhwan //// Qanun Asasi (prinsip dasar), kemudian juga merumuskan kitab Itiqad
Ahlussunnah Wal Jamaah. Kedua kitab tersebut kemudian diejawantahkan dalam
Khittah NU, yang dijadikan dasar dan rujukan warga NU dalam berpikir dan
bertindak dalam bidang sosial, keagamaan dan politik (Zahro, 2004 : 36).
Nahdlatul Ulama (NU) menganut paham Ahlussunah Wal Jamaah, sebuah
pola pikir yang mengambil jalan tengah antara ekstrim aqli(rasionalis) dengan kaum
ekstrim naqli (skripturalis). Karena itu sumber pemikiran bagi NU tidak hanya Al-
Quran, Sunnah, tetapi juga menggunakan kemampuan akal ditambah dengan realitas
empirik. Cara berpikir semacam itu dirujuk dari pemikir terdahulu, seperti Abu
Hasan Al-Asyari dan Abu Mansur Al-Maturidi dalam bidang teologi. Kemudian
dalam bidang fikih mengikuti empat madzhab; Hanafi, Maliki, Syafii, dan Hanbali
(Muzadi, 1994 : 58-59). Sementara dalam bidang tasawuf, mengembangkan metode
Al-Ghazali dan Junaid Al-Baghdadi, yang mengintegrasikan antara tasawuf dengan
syariat (Sahal, 1994 : 29).
Gagasan kembali ke khittahpada tahun 1985, merupakan momentum penting
untuk menafsirkan kembali ajaran Ahlussunnah Wal Jamaah, serta merumuskan
kembali metode berpikir, baik dalam bidang fikih maupun sosial. Serta merumuskan
kembali hubungan NU dengan negara. Gerakan tersebut berhasil membangkitkan
kembali gairah pemikiran dan dinamika sosial dalam menegakkan ajaran Islam
menurut paham Ahlussunnah Wal Jamaahdi tengah-tengah kehidupan masyarakat,
-
7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf
48/164
30
di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan membawa visi
an misi sebagai berikut (Aziz, 1997: 364-367) :
1.
Di bidang agama, melaksanakan dakwah Islamiyah dan meningkatkan rasa
persaudaraan yang berpijak pada semangat persatuan dalam perbedaan.
2. Di bidang pendidikan, menyelenggarakan pendidikan yang sesuai dengan
nilai-nilai Islam, untuk membentuk muslim yang bertakwa, berbudi luhur,
berpengetahuan luas.
3.
Di bidang sosial-budaya, mengusahakan kesejahteraan rakyat serta
kebudayaan yang sesuai dengan nilai ke-Islaman dan kemanusiaan.
4. Di bidang ekonomi, mengusahakan pemerataan kesempatan untuk menikmati
hasil pembangunan, dengan mengutamakan berkembangnya ekonomi rakyat.
5. Mengembangkan usaha lain yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
B. Sekilas Tentang Sejarah MuhammadiyahB. Sekilas Tentang Sejarah MuhammadiyahB. Sekilas Tentang Sejarah MuhammadiyahB. Sekilas Tentang Sejarah Muhammadiyah
Muhammadiyah merupakan sebuah organisasi Islam yang besar di Indonesia.
Nama organisasi ini diambil dari nama Nabi Muhammad SAW sehingga
Muhammadiyah juga dapat dikenal sebagai orang-orang yang menjadi pengikut Nabi
Muhammad. Tujuan utama Muhammadiyah adalah mengembalikan seluruh
penyimpangan yang terjadi dalam proses dakwah. Penyimpangan ini sering
menyebabkan ajaran Islam bercampur-baur dengan kebiasaan di daerah tertentu
dengan alasan adaptasi.
Tujuan utama Muhammadiyah adalah mengembalikan seluruh penyimpangan
yang terjadi dalam proses dakwah (Majlis Tarjih, 2009 : 47). Penyimpangan ini
-
7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf
49/164
31
sering menyebabkan ajaran Islam bercampur-baur dengan kebiasaan di daerah
tertentu dengan alasan adaptasi.
Gerakan Muhammadiyah bercirikan semangat membangun tata sosial dan
pendidikan masyarakat yang lebih maju dan terdidik (ini dibuktikan dengan jumlah
lembaga pendidikan yang dimiliki Muhammadiyah yang berjumlah ribuan).
Menampilkan ajaran Islam bukan sekadar agama yang bersifat pribadi dan statis,
tetapi dinamis dan berkedudukan sebagai sistem kehidupan manusia dalam segala
aspeknya. Akan tetapi, ia juga menampilkan kecenderungan untuk melakukan
perbuatan yang ekstrem.
Dalam pembentukannya, Muhammadiyah banyak merefleksikan kepada
perintah-perintah Al-Quran, diantaranya surat Ali Imran ayat 104 yang berbunyi:
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-
orang yang beruntung. Ayat tersebut, menurut para tokoh Muhammadiyah,
mengandung isyarat untuk bergeraknya umat dalam menjalankan dakwah Islam
secara teorganisasi, umat yang bergerak, yang juga mengandung penegasan tentang
hidup berorganisasi. Maka dalam butir ke-6 Muqaddimah Anggaran Dasar
Muhammadiyah dinyatakan, melancarkan amal-usaha dan perjuangan dengan
ketertiban organisasi, yang mengandung makna pentingnya organisasi sebagai alat
gerakan yang niscaya. Sebagai dampak positif dari organisasi ini, kini telah banyak
berdiri rumah sakit, panti asuhan, dan tempat pendidikan di seluruh Indonesia
(Majlis Tarjih, 2009 : 52).
Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan di Kampung Kauman
Yogyakarta pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H/18 November 1912. Persyarikatan
Muhammadiyah didirikan untuk mendukung usaha KH. Ahmad Dahlan untuk
-
7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf
50/164
32
memurnikan ajaran Islam yang dianggap banyak dipengaruhi hal-hal mistik.
Kegiatan ini pada awalnya juga memiliki basis dakwah untuk wanita dan kaum muda
berupa pengajian Sidratul Muntaha. Selain itu peran dalam pendidikan diwujudkan
dalam pendirian sekolah dasar dan sekolah lanjutan, yang dikenal sebagai Hooge
School Muhammadiyah dan selanjutnya berganti nama menjadi Kweek School
Muhammadiyah (sekarang dikenal dengan Madrasah Muallimin khusus laki-laki,
yang bertempat di Patangpuluhan kecamatan Wirobrajan dan Muallimaat
Muhammadiyah khusus Perempuan, di Suronatan Yogyakarta).
Pada masa kepemimpinan Ahmad Dahlan (1912-1923), pengaruh
Muhammadiyah terbatas di karesidenan-karesidenan seperti: Yogyakarta, Surakarta,
Pekalongan, dan Pekajangan, daerah Pekalongan sekarang. Selain Yogya, cabang-
cabang Muhammadiyah berdiri di kota-kota tersebut pada tahun 1922. Pada tahun
1925, Abdul Karim Amrullah membawa Muhammadiyah ke Sumatera Barat dengan
membuka cabang di Sungai Batang, Agam. Dalam tempo yang relatif singkat, arus
gelombang Muhammadiyah telah menyebar ke seluruh Sumatera Barat, dan dari
daerah inilah kemudian Muhammadiyah bergerak ke seluruh Sumatera, Sulawesi,
dan Kalimantan. Pada tahun 1938, Muhammadiyah telah tersebar keseluruh
Indonesia (Majlis Tarjih, 2009 : 53).
Secara formal, tujuan dari Gerakan Muhammadiyah yang membawa misi
dakwah dan tajdid adalah terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Masyarakat semacam ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: pertama, memiliki
keseimbangan antara kehidupan lahiriyah dan batiniyah, individual dan sosial,
duniawi dan ukhrowi dan seterusnya; kedua, mengamalkan nilai-nilai kebajikan,
seperti keadilan, kejujuran, kedisiplinan dan seterusnya, ketiga, bersedia bekerjasama
-
7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf
51/164
33
dan berlomba-lomba dalam kebaikan; keempat, memiliki kesamaan karakter dengan
masyarakat madani (civil society); kelima, berperan sebagai shuhada alannas;
keenam, menjadi masyarakat yang serba unggul atau utama (khaira ummah);
ketujuh, memiliki kepedulian tinggi terhadap kelangsungan ekologis dan martabat
hidup manusia; kedelapan, menjauhkan diri dari pelilaku yang membawa kerusakan
(alfasad).
Desa Kauman, dari kampung kecil di Yogyakarta inilah, Muhammadiyah
menyebar ke seluruh wilayah Indonesia dengan membawa al-Quran, Sunnah dan
Ijtihad. Muhammadiyah, begitu orang kebanyakan menyebut, merupakan sebuah
gerakan sosial-agama yang mampu membumikan makna Islam pada tataran kultural,
rasional dan dinamis (Majlis Tarjih, 2009 : 55). Amal usaha nya telah banyak terlihat
sebagai bukti adanya organisasi Muhammadiyah. Masjid, Rumah sakit, sekolah,
perguruan tinggi, panti asuhan, panti jompo dan berbagai amal usaha yang lain
merupakan ciri keberadaan Muhammadiyah yang bergerak dinamis tiada henti (Ali,
1994 : 46).
DaftarPimpinanMuhammadiyah Indonesia adalah sebagai berikut:
KH Ahmad Dahlan (1912-1923)
KH Ibrahim (1923-1932)
KH Hisyam (1932 - 1936)
KH Mas Mansur (1936 - 1942)
Ki Bagoes Hadikoesoemo (1942 - 1953)
Buya AR Sutan Mansur (1953 - 1959 )
HM Yunus Anis (1959 - 1962)
KH Ahmad Badawi (1962 - 1968)
KH Faqih Usman/KH AR Fahruddin (1968 - 1971)
-
7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf
52/164
34
KH AR Fakhruddin (1971 - 1990)
KHA Azhar Basyir (1990 - 1995)
Amien Rais / Syafii Maarif (1995 - 2000)
Syafii Maarif (2000 - 2005)
Din Syamsuddin (2005 - Sekarang)
CCCC.... Penetapan Awal Bulan QamariyahPenetapan Awal Bulan QamariyahPenetapan Awal Bulan QamariyahPenetapan Awal Bulan Qamariyah Secara Umum DalamSecara Umum DalamSecara Umum DalamSecara Umum Dalam alalalal----Quran DanQuran DanQuran DanQuran Dan AlAlAlAl----HHHHaditsaditsaditsadits
Ada beberapa istilah penting yang berkaitan dengan penentuan awal bulan
Qamariyah antara lain :
1. Hila>l(
) = Awal Bulan
Bulan yang mengitari Bumi memiliki fase tersendiri dalam setiap putarannya
selama 29-30 hari/bulan. Setiap fase memiliki tanda/bentuk tersendiri, seperti bulan
baru, bulan sabit, setengah purnama, 3/4 purnama, purnama, bulan tua, bulan mati.
Hila>l termasuk suatu fase awal bulan yang dapat dilihat oleh seseorang, secara
singkatnya hila>ladalah bulan sabit yang pertama (Wahbah, 1989 : 169). Pengertian
secara lebih detilnya, hila>ladalah bulan sabit pertama yang dapat teramati/terlihat
di ufuk barat beberapa saat setelah maghrib/matahari terbenam. Waktu hila>lmuncul
dan terlihat berkisar antara 10-40 menit, setelah itu bulan terbenam.
Pengertian hila>ltersebut dapat sama / mirip dengan pengertian hila>lmenurut
sebagian pengguna/ahli hisa>b, entah definisinya ditambah atau tidak ditambah,
misalnya ditambah kriteria telah terjadi ijtima, sehingga pengertian hila>l menjadi
bulan sabit pertama yang dapat teramati/terlihat di ufuk barat beberapa saat setelah
maghrib/matahari terbenam dan setelah terjadiijtima(Wahbah, 1989 : 596-599), dan
bisa ditambah kriteria lain menurut metode hisa>byang dipakai.
-
7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf
53/164
35
Pengertian hila>ltersebut dapat juga berbeda menurut sebagian pengguna/ahli
hisa>byang lain, misalnya pengguna hisa>b(Muhammadiyah) yang berpendapat hila>l
adalah Penampakan bulan yang paling kecil yang menghadap bumi beberapa saat
setelah ijtima. Terdapat beberapa perbedaan pendapat tentang waktu hila>lmuncul
dan terlihat, ada yang berpendapat 15-20 menit, 10-40 menit, tidak lebih dari 30
menit, 10-60 menit, dan lain-lain. 10-40 menit adalah pendapat yang dipilih penulis.
Hila>l ini ada pada setiap bulan Qamariyah, jadi istilah hila>l tidak hanya
dipakai ketika bulan Ramadhan, Syawwal, Dzulhijjah saja. Bila hila>l terlihat, maka
sejak malam itulah awal bulan (tanggal 1) dari suatu bulan Qamariyah bermulai
(Rahman, tt.: 109-110). (Contoh : jika hila>lterlihat pada saat setelah maghrib pada
hari Kamis, maka malam Jum`at dan hari Jum`at adalah tanggal 1). Dan karena itulah
awal hari dalam kalender Hijriyah dimulai dari saat maghrib atau sejak matahari
terbenam, bukan dari jam 00.00 seperti dalam perhitungan kalender Masehi. Istilah
seperti malam Ahad, malam Senin, malam Selasa dan seterusnya sudah familiar di
masyarakat kita (walau sebagian orang menyebut Ahad malam, Senin malam, Selasa
malam dan seterusnya), dan secara tidak langsung, sadar atau tidak sadar, itu
merupakan penerapan hari pada kalender Hijriyah, walaupun masyarakat kita banyak
yang belum terbiasa dengan penggunaaan kalender Hijriyah secara sepenuhnya.
Secara umum hila>lmemang identik dengan bulan sabit yang merupakan satu
dari beberapa fase bulan, tapi jika dibahas lebih detil maka ada beberapa perbedaan,
hal ini dikarenakan bulan sabit yang terdiri dari dua jenis yaitu :
a. Bulan sabit awal (waxing crescent).
Fase bulan ini dapat dilihat pada beberapa malam awal di suatu bulan
Qamariyah, tapi yang dimaksud sebagai hila>ldalam konteks penentuan awal bulan
Qamariyah adalah seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, yaitu bulan sabit
-
7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf
54/164
36
pertama yang dapat teramati/terlihat di ufuk Barat beberapa saat setelah
maghrib/matahari terbenam. Dari sisi bentuk, fase ini berbentuk seperti huruf C
yang terbalik atau C yang diputar 180 derajat, sedangkan bulan sabit yang
pertama yang dapat dilihat juga berbentuk sama seperti itu (walau terkadang terlihat
seperti bentuk huruf C yang diputar 270 derajat yang juga miripmirip dengan huruf
U) yang cahayanya masih sangat tipis dan belum terlalu terang (hanya sekitar 1%
dari cahaya saat fase purnama), warnanya kuning keputihan atau kuning keemasan.
Pada bulan sabit selanjutnya (yaitu mulai hari ke-2 suatu bulan Qamariyah)
cahayanya akan semakin terang dan irtifa`-nya juga akan semakin naik/tinggi.
b. Bulan sabit akhir (waning crescent).
Fase ini disebut juga bulan tua, hila>lakhir, atau hila>l ats-tsani. Bulan sabit ini
bukanlah hila>lyang dimaksud sebagai Hila>ldalam penentuan awal bulan Qamariyah.
Dari sisi bentuk, bulan tua berbentuk seperti huruf C (walau terkadang terlihat
seperti bentuk huruf C yang diputar 270 derajat yang juga mirip-mirip dengan
huruf U).
Sistem perhitungan bulan yang berdasarkan periode waktu Bulan
mengelilingi Bumi, satu bulan = 29 atau 30 hari, satu tahun = 12 bulan. Nama bulan
Qamariyah secara berurutan : Muharram, Shafar, Rabiul Awwal, Rabiuts Tsani,
Jumadil Ula (Jumadil Awwal), Jumadil Ukhra (Jumadits Tsani), Rajab, Syaban,
Ramadhan, Syawwal, Dzulqadah, dan Dzulhijjah. Ini adalah pendapat Jumhur
fuqaha (ahli fiqh).
Berbeda dengan bulan sabit awal, bulan tua ini sudah dapat teramati/terlihat
di ufuk Timur sebelum shubuh / matahari terbit pada beberapa hari terakhir pada
suatu bulan Qamariyah (Al-Nawawi, tt.: 271). Ketika matahari terbit dan langit
semakin cerah, bulan tua perlahan-lahan memudar hingga akhirnya cahaya matahari
-
7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf
55/164
37
menghilangkan bulan tua dari pandangan manusia, meskipun sebenarnya hila>l tua
masih ada di langit. Bulan tua terbenam beberapa jam atau beberapa saat sebelum
matahari terbenam di ufuk barat, dan hal ini dapat mengecoh orang yang kurang
paham tentang hila>l sehingga dapat mengira bulan tua yang terlihat di akhir bulan
sebagai bulan sabit awal (hila>l).
Sebagian orang berpendapat bahwa hila>litu harus dapat terlihat mata, jika itu
tidak dapat dilihat maka itu bukan hila>lnamanya. Tapi sebagian yang lain (orang-
orang yang menggunakan hisa>b dalam menentukan kalender Hijriyah) berpendapat
dengan pendapat yang berbeda, yaitu hila>lterbagi menjadi 3 jenis :
1. Hila>ltelah wujud (ada), tapi tidak mungkin dapat dilihat dengan mata
2. Hila>ltelah wujud, dan dapat dilihat dengan mata
3. Hila>ltelah wujud, dan ada kemungkinan dapat dilihat dengan mata
Hila>ltelah wujud dipahami dengan beberapa pemahaman yang berbeda oleh
ahli hisa>b, yaitu :
1. Hila>ltelah wujud ketika terjadi ijtima
Dari pemahaman ini metode hisa>bijtima muncul.
2. Hila>ltelah wujud pada saat matahari terbenam
Dari pemahaman ini metode hisa>bwujudul hila>lmuncul.
3. Hila>lmungkin terlihat pada kondisi normal
Dari pemahaman ini metode hisa>bimkanur ruyah muncul.
2. Mathla ( ) = Tempat muncul/terbit benda angkasa (Al-Najdi, tt.: 104-105)
Dalam konteks bulan Qamariyah atau dalam konteks penentuan hila>l yang
dimaksud dengan mathla adalah tempat muncul/terbit bulan (hila>l) (Ibn Rushd, TT.:
285-286) .
3. Ruyah ( ) = Penglihatan
-
7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf
56/164
38
Dalam konteks bulan Qamariyah atau dalam konteks penentuan hila>l yang
dimaksud dengan ruyah adalah ruyah hila>l yaitu melihat hila>l dengan cara
melihatnya dengan mata langsung atau melalui alat bantu (kamera, teropong,
teleskop, binokuler, theodolite, dan alat-alat lainnya). Ruyah dapat pula
ditransliterasikan dengan kata ruyat. Dan kegiatan melihat hila>l ini dikenal juga
dengan istilah ruyah hila>lbil fili.
4. Ijtima ( () = Pertemuan (Konjungsi astronomis
Yaitu bertemunya posisi bulan dan matahari dalam satu garis edar (bertemu
pada bujur eliptik yang sama/ segarisnya bulan dan matahari) (Noor Ahmad, 1990:
29). Pengertian dari sisi fase bulan : ijtima`adalah bulan baru, dan dapat disebut juga
bulan mati. Disebut demikian karena pada saat ijtimabulan lalu telah berakhir dan
bulan baru telah muncul / dimulai.
Pada waktu tertentu, pada saat terjadi ijtima` ditandai dengan gerhana
matahari, sehingga dapat dikatakan gerhana matahari (yang pada saat itu posisi
bulan dan matahari bertemu pada bujur eliptik dan lintang eliptik yang sama) adalah
ijtima yang dapat terlihat/teramati. Periode dari satu ijtima ke ijtima` berikutnya
disebut sebagai periode sinodis bulan yang lamanya 29 hari 12 jam, 44 menit 2.8
detik atau 29.53059 hari. Sehingga sangat beralasan secara ilmiah jika dalam satu
bulan Qamariyah lama harinya adalah 29 atau 30 hari.
5. Hisa>b(
) = Perhitungan
Dalam konteks bulan/tahun/kalender Hijriyah yang dimaksud dengan hisa>b
adalah suatu metode perhitungan untuk menentukan tanggalan (termasuk awal dan
akhir bulan Qamariyah) kalender Hijriyah, entah secara perhitungan matematis
maupun perhitungan secara ilmu falak/astronomi.
-
7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf
57/164
39
Perhitungan dalam penentuan hila>latau dalam pembuatan kalender Hijriyah
dikenal juga dengan istilah hisa>btaqwim.
6. Falak ( ) = Lintasan atau orbit (garis/tempat perjalanan/peredaran benda-benda
langit)
Walaupun pada definisi yang penulis sebutkan ruyah dapat dilakukan dengan
mata langsung atau melalui alat bantu, pada faktanya, ada sebagian kaum Muslimin
yang berpendapat bahwa ruyah tidak boleh memakai alat bantu, ruyah seharusnya
dilakukan dengan mata telanjang, serta berpendapat bahwa memakai alat bantu
dalam ruyah hila>lmerupakan takalluf(suatu perbuatan yang memberat-beratkan diri
sendiri).
Ilmu falak adalah ilmu yang mempelajari tempat peredaran benda-benda
langit, termasuk menghitung posisi benda-benda langit tersebut, terutama posisi
bulan dan matahari dilihat dari sisi pengamat di bumi. Ilmu falak yang lebih
mengkhususkan untuk mengkaji/menghitung/menentukan hila>l, gerhana, waktu
shalat, dan arah kiblat disebut sebagai ilmu falak syari atau ilmu falak ibadah.
Terdapat perbedaaan antara ilmu falak dengan dengan astronomi, yaitu astronomi
lebih umum dalam mempelajari tentang benda-benda langit, tidak hanya lintasannya
saja (Abd. Salam, 2006 : 1).
Persamaan ilmu falak untuk mengkaji/menghitung/menentukan hila>l/kalender
Hijriyah, waktu shalat, dan gerhana adalah sama-sama mengkaji/menghitung posisi
benda langit. Sedangkan perbedaannya adalah hila>l/kalender Hijriyah yang dihitung
adalah posisi bulan; waktu shalat yang dihitung adalah posisi matahari; sedangkan
gerhana yang dihitung adalah posisi bulan dan matahari.
7. Irtifa ( ) = ketinggian
-
7/26/2019 MIFTAHUL ULUM.pdf
58/164
40
Dari sisi penentuan hila>lyang dimaksud irtifa adalah ketinggian hila>l(sudut
elevasi hila>l) di atas ufuk (Abd. Salam, 2006 : 14).
Ada beberapa cara dalam menentukan hila>l, berikut ini beberapa caranya :
1. Ruyah
Ruyah hila>l dilakukan pada hari ke 29 (yaitu pada sore harinya
menjelang/setelah maghrib) suatu bulan Qamariyah.
2. Ikmal ( (= penyempurnaan
Jika hila>l tidak terlihat pada proses ruyah, maka bulan Qamariyah tersebut
disempurnakan/digenapkan menjadi 30 hari (Abd. Salam, 2006 : 21). Cara ini dikenal
juga dan dapat pula disebut dengan istilah istikmal (
).
3. Hisa>b
Ahli hisa>b membuat suatu metode perhitungan sehingga terbuatlah suatu
jadwal/kalender Hijriyah dalam setiap bulan/tahunnya. Ruyah dan Ikmal merupakan
istilah yang berhubungan, karena jika ruyah tidak dapat dilakukan maka ikmal 30
hari akan dilakukan. Dengan alasan itu maka wajar saja jika seolah-olah hanya ada
dua cara menentukan hila>l, yaitu ruyah dan hisa>b.
Ruyah hila>l dilakukan pada hari ke 29 (yaitu pada sore harinya
menjelang/setelah maghrib) suatu bulan Qamariyah (Al-Maluf, 1975 : 29). Jika hila>l
tidak terlihat pada proses ruyah hila>l, maka bulan Qamariyah tersebut
disempurnakan/digenapkan menjadi 30 hari. Pada zaman Rasulullah, orang-orang
(para sha