mengapa hukum pidana disebut hukum sanksi

35
mengapa Hukum Pidana disebut hukum sanksi? jawab: Hukum pidana tidak mengadakan norma-norma baru dan tidak menimbulkan kewajiban-kewajiban yang dulunya belum ada. Hanya norma-norma yang sudah ada saja yang dipertegas, yaitu dengan mengadakan ancaman pidana dan pemidanaan. Hukum pidana memberikan sanksi yang bengis dan sangat memperkuat berlakunya norma-norma hukum yang telah ada. Tetapitidak mengadakan norma baru. Hukum pidana sesungguhnya adalah hukum sanksi. Jelaskan hubungan Hukum Pidana dengan Hukum Perdata dari sudut sanksi? jawab: Hukum PidanaPelanggaran terhadap norma hukum pidana pada umumnya segera disikapi oleh pengadilan setelah menerimaberkas polisi yang mengadakan penyelidikan dan penyidikan. Tindakan pidana (delik) yang sengaja disebut delik doloes,sedangkan tindak pidana yang tidak disengaja disebut delik coelpa Hukum PerdataPelanggaran tehadap norma hukum perdata baru dapat disikapi oleh pengadilan setelah ada pengaduan dari pihakyang merasa dirugikan. Di sini, ada pihak yang mengadu ( penggugat) dan pihak yang diadukan ( tergugat)

Upload: elwin-sya-reza

Post on 02-Aug-2015

246 views

Category:

Documents


68 download

TRANSCRIPT

Page 1: Mengapa Hukum Pidana Disebut Hukum Sanksi

mengapa Hukum Pidana disebut hukum sanksi?

jawab:

Hukum pidana tidak mengadakan norma-norma baru dan tidak menimbulkan kewajiban-kewajiban yang

dulunya belum ada. Hanya norma-norma yang sudah ada saja yang dipertegas, yaitu dengan

mengadakan ancaman pidana dan pemidanaan. Hukum pidana memberikan sanksi yang bengis dan

sangat memperkuat berlakunya norma-norma hukum yang telah ada. Tetapitidak mengadakan norma

baru. Hukum pidana sesungguhnya adalah hukum sanksi.

Jelaskan hubungan Hukum Pidana dengan Hukum Perdata dari sudut sanksi?

jawab:

Hukum PidanaPelanggaran terhadap norma hukum pidana pada umumnya segera disikapi oleh

pengadilan setelah menerimaberkas polisi yang mengadakan penyelidikan dan penyidikan. Tindakan

pidana (delik) yang sengaja disebut delik doloes,sedangkan tindak pidana yang tidak disengaja disebut

delik coelpa

Hukum PerdataPelanggaran tehadap norma hukum perdata baru dapat disikapi oleh pengadilan setelah

ada pengaduan dari pihakyang merasa dirugikan. Di sini, ada pihak yang mengadu (

penggugat)

dan pihak yang diadukan (

tergugat)

Page 2: Mengapa Hukum Pidana Disebut Hukum Sanksi

A. PENGERTIAN HUKUM PIDANA

Merumuskan hukum pidana ke dalam rangakaian kata untuk

dapat memberikan sebuah pengertian yang komprehensif tentang apa

yang dimaksud dengan hukum pidana adalah sangat sukar. Namun

setidaknya dengan merumuskan hukum pidana menjadi sebuah pengertian dapat membantu

memberikan gambaran/deskripsi awal tentang

hukum pidana. Banyak pengertian dari hukum pidana yang diberikan

oleh para ahli hukum pidana diantaranya adalah sebagai berikut:

W.L.G. Lemaire

Hukum pidana itu itu terdiri dari norma-norma yang berisi keharusankeharusan dan larangan-larangan

yang (oleh pembentuk undang-undang)

telah dikaitkan dengan suatu sanksi berupa hukuman, yakni suatu

penderitaan yang bersifat khusus. Dengan demikian dapat juga dikatakan,

bahwa hukum pidana itu merupakan suatu sistem norma-norma yang

menentukan terhadap tindakan-tindakan yang mana (hal melakukan

sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dimana terdapat suatu keharusan

untuk melakukan sesuatu) dan dalam keadaan-keadaan bagaimana hukum

itu dapat dijatuhkan, serta hukuman yang bagaimana yang dapat

dijatuhkan bagi tindakan-tindakan tersebut.

1

Simons

Menurut Simons hukum pidana itu dapat dibagi menjadi hukum pidana

dalam arti objek tif atau strafrecht in objectieve zin dan hukum pidana

Page 3: Mengapa Hukum Pidana Disebut Hukum Sanksi

dalam arti subjektif atau strafrecht in subjectieve zin.

Hukum pidana dalam arti objek tif adalah hukum pidana yang berlaku,

atau yang juga disebut sebagai hukum positif atau ius poenale.

2

Simons merumuskan hukum pidana dalam arti objek tif sebagai:

1

P.A.F. Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung:

Sinar Baru, 1984), h. 1-2.

2

Ibid, h. 3.Bab I. Hukum Pidana

2

1. Keseluruhan larangan dan perintah yang oleh negara diancam

dengan nestapa yaitu suatu pidana apabila tidak ditaati;

2. Keseluruhan peraturan yang menetapkan syarat-syarat untuk

penjatuhan pidana, dan;

3. Keseluruhan ketentuan yang memberikan dasar untuk penjatuhan dan penerapan pidana.

3

Hukum pidana dalam arti subjektif atau ius puniendi bisa diartikan secara

luas dan sempit, yaitu sebagai berikut:

4

1. Dalam arti luas:

Hak dari negara atau alat-alat perlengkapan negara untuk

mengenakan atau mengancam pidana terhadap perbuatan

tertentu;

2. Dalam arti sempit:

Hak untuk menuntut perkara-perkara pidana, menjatuhkan dan

melaksanakan pidana terhadap orang yang melakukan perbuatan

yang dilarang. Hak ini dilakukan oleh badan-badan peradilan.

Jadi ius puniendi adalah hak mengenakan pidana. Hukum pidana

dalam arti subjektif (ius puniendi) yang merupakan peraturan

yang mengatur hak negara dan alat perlengkapan negara untuk

Page 4: Mengapa Hukum Pidana Disebut Hukum Sanksi

mengancam, menjatuhkan dan melaksanakan hukuman terhadap

seseorang yang melanggar larangan dan perintah yang telah

diatur di dalam hukum pidana itu diperoleh negara dari peraturanperaturan yang telah ditentukan oleh

hukum pidana dalam arti objek

tif (ius poenale). Dengan kata lain ius puniendi harus berdasarkan

kepada ius poenale.

W.F.C. van Hattum

Hukum pidana adalah suatu keseluruhan dari asas-asas dan peraturanperaturan yang diikuti oleh negara

atau suatu masyarakat hukum umum

lainnya, dimana mereka itu sebagai pemelihara dari ketertiban hukum

umum telah melarang dilakukannya tindakan-tindakan yang bersifat

melanggar hukum dan telah mengaitkan pelanggaran terhadap peraturanperaturannya dengan suatu

penderitaan yang bersifat khusus berupa

hukuman.

5

Moeljatno

Hukum pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku

di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk:

3

Sudarto, Hukum Pidana I, (Semarang: Yayasan Sudarto, 1990), h. 9.

4

Ibid, h. 10.

5

P.A.F. Lamintang, Op.Cit., h. 2.Dasar-Dasar Hukum Pidana

3

1. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan,

yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa

pidana tertentu bagi barang siapa melanggar larangan tersebut;

2. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang

telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau

dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan;

Page 5: Mengapa Hukum Pidana Disebut Hukum Sanksi

3. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat

dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar

larangan tersebut.

6

Van Kan

Hukum pidana tidak mengadakan norma-norma baru dan tidak menimbulkan kewajiban-kewajiban yang

dulunya belum ada. Hanya norma-norma

yang sudah ada saja yang dipertegas, yaitu dengan mengadakan ancaman

pidana dan pemidanaan. Hukum pidana memberikan sanksi yang bengis dan

sangat memperkuat berlakunya norma-norma hukum yang telah ada. Tetapi

tidak mengadakan norma baru. Hukum pidana sesungguhnya adalah hukum

sanksi (het straf-recht is wezenlijk sanctie-recht).

7

Pompe

Hukum pidana adalah semua aturan-aturan hukum yang menentukan

terhadap perbuatan-perbuatan apa seharusnya dijatuhi pidana dan apakah

macamnya pidana itu.

8

Hazewinkel-Suringa

Hukum pidana adalah sejumlah peraturan hukum yang mengandung

larangan dan perintah atau keharusan yang terhadap pelanggarannya diancam dengan pidana (sanksi

hukum) bagi barang siapa yang membuatnya.

9

Adami Chazawi

Hukum pidana itu adalah bagian dari hukum publik yang memuat/berisi

ketentuan-ketentuan tentang:

1. Aturan umum hukum pidana dan (yang dikaitkan/berhubungan

dengan) larangan melakukan perbuatan-perbuatan (aktif/positif

maupun pasif/negatif) tertentu yang disertai dengan ancaman

sanksi berupa pidana (straf) bagi yang melanggar larangan itu;

2. Syarat-syarat tertentu (kapankah) yang harus dipenuhi/harus ada

bagi si pelanggar untuk dapat dijatuhkannya sanksi pidana yang

Page 6: Mengapa Hukum Pidana Disebut Hukum Sanksi

diancamkan pada larangan perbuatan yang dilanggarnya;

6

Moeljatno, Azas-azas Hukum Pidana, (1982), h. 1.

7

Ibid, h. 6.

8

Ibid, h. 5.

9

Andi Hamzah, Asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991),

h. 4.Bab I. Hukum Pidana

4

3. Tindakan dan upaya-upaya yang boleh atau harus dilakukan

negara melalui alat-alat perlengkapannya (misalnya Polisi, Jaksa,

Hakim), terhadap yang disangka dan didakwa sebagai pelanggar

hukum pidana dalam rangka usaha negara menentukan, menjatuhkan dan melaksanakan sanksi pidana

terhadap dirinya, serta

tindakan dan upaya-upaya yang boleh dan harus dilakukan oleh

tersangka/terdakwa pelanggar hukum tersebut dalam usaha melindungi dan mempertahankan hak-

haknya dari tindakan negara

dalam upaya negara menegakkan hukum pidana tersebut.

10

Menurut E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi,

11

bahwa hukum pidana

adat pun yang tidak dibuat oleh negara atau political authority masih

mendapat tempat dalam pengertian hukum pidana. Hukum adat tumbuh

dan berakar dalam kesadaran dan pergaulan hidup masyarakat. Kenyataan

masih berlakunya hukum adat di Indonesia sampai saat ini tidak dapat

dipungkiri, dengan demikian maka perumusan hukum pidana adalah

bagian dari hukum positif yang berlaku di suatu negara dengan memperhatikan waktu, tempat dan

bagian penduduk, yang memuat dasar-dasar

Page 7: Mengapa Hukum Pidana Disebut Hukum Sanksi

dan ketentuan-ketentuan mengenai tindakan larangan atau tindakan keharusan dan kepada

pelanggarnya diancam dengan pidana. Menentukan

pula bilamana dan dalam hal apa pelaku pelanggaran tersebut dipertanggungjawabkan, serta

ketentuan-ketentuan mengenai hak dan cara penyidikan, penuntutan, penjatuhan pidana dan

pelaksanaan pidana demi

tegaknya hukum yang bertitik berat kepada keadilan. Perumusan ini mencakup juga hukum (pidana)

adat, serta bertujuan mengadakan keseimbangan di antara pelbagai kepentingan atau keadilan.

Sejauhmana hukum (pidana) adat tercakup atau berperan mempengaruhi hukum pidana yang telah

diatur dalam perundang-undangan,

banyak tergantung kepada penghargaan nilai-nilai luhur yang merupakan

kesadaran hukum masyarakat (setempat), masih/tidaknya hukum adat

diakui oleh undang-undang negara, maupun kepada sejauh mana hukum

(pidana) adat masih dianggap sejalan atau ditolerir oleh falsafah Pancasila

dan undang-undang yang berlaku. Ketergantungan yang disebut terakhir

adalah merupakan pembatasan mutlak terhadap penerapan hukum

(pidana) adat. Dengan demikian sebenarnya asas legalitas masih tetap

dianut atau dipertahankan, hanya dalam beberapa hal ada pengecualian.

Dalam hal terdapat pertentangan antara hukum (pidana) adat dengan

undang-undang yang berlaku, maka hakim sebagai figur utama untuk

10

Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian 1, (Jakarta: PT.

RajaGrafindo Persada, 2002), h. 2.

11

E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia

dan Penerapannya, (Jakarta: Alumni AHM- PTHM, 1982), h. 15-16.Dasar-Dasar Hukum Pidana

5

menyelesaikan suatu pertikaian/perkara banyak memegang peranan.

Hakim dianggap mengenal hukum. Hakim wajib mencari dan menemukan hukum. Hakim mempunyai

kedudukan yang tinggi dalam masyarakat, karena itu hakim sebagai manusia yang arif dan bijaksana,

yang

bertanggung jawab kepada Tuhan, negara dan pribadi, tidak boleh menolak memberi keadilan.

Page 8: Mengapa Hukum Pidana Disebut Hukum Sanksi

12

Dari beberapa pendapat yang telah dikutip tersebut dapat diambil

gambaran tentang hukum pidana, bahwa hukum pidana setidaknya merupakan hukum yang mengatur

tentang:

1. Larangan untuk melakukan suatu perbuatan;

2. Syarat-syarat agar seseorang dapat dikenakan sanksi pidana;

3. Sanksi pidana apa yang dapat dijatuhkan kepada seseorang yang

melakukan suatu perbuatan yang dilarang (delik);

4. Cara mempertahankan/memberlakukan hukum pidana.

B. PEMBAGIAN HUKUM PIDANA

Hukum pidana dapat dibagi/dibedakan dari berbagai segi, antara

lain sebagai berikut:

1. Hukum pidana dalam arti objek tif dan hukum pidana dalam arti

subjektif.

13

2. Hukum pidana materiil dan hukum pidana formil

Menurut van Hattum:

a. Hukum pidana materiil yaitu semua ketentuan dan peraturan

yang menunjukkan tentang tindakan-tindakan yang mana

adalah merupakan tindakan-tindakan yang dapat dihukum,

siapakah orangnya yang dapat dipertanggungjawabkan terhadap tindakan-tindakan tersebut dan

hukuman yang bagaimana yang dapat dijatuhkan terhadap orang tersebut, disebut

juga dengan hukum pidana yang abstrak.

b. Hukum pidana formil memuat peraturan-peraturan yang

mengatur tentang bagaimana caranya hukum pidana yang

bersifat abstrak itu harus diberlakukan secara konkrit. Biasanya

orang menyebut jenis hukum pidana ini sebagai hukum acara

pidana.

14

3. Hukum pidana yang dikodifikasikan (gecodificeerd) dan hukum

pidana yang tidak dikodifikasikan (niet gecodificeerd)

Page 9: Mengapa Hukum Pidana Disebut Hukum Sanksi

12

Ibid., h. 16.

13

Lihat halaman 1.

14

P.A.F. Lamintang, Op.cit., h. 10.Bab I. Hukum Pidana

6

a. Hukum pidana yang dikodifikasikan misalnya adalah: Kitab

Undang-undang Hukum Pidana, Kitab Undang-undang

Hukum Pidana Militer, dan Kitab Undang-undang Hukum

Acara Pidana (KUHAP);

b. Hukum pidana yang tidak dikodifikasikan misalnya berbagai

ketentuan pidana yang tersebar di luar KUHP, seperti UU

Tindak Pidana Korupsi (UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20

Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 31

Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi),

UU (drt) No. 7 Tahun 1955 tentang Tindak Pidana Ekonomi,

UU (drt) No. 12 Tahun 1951 tentang Senjata Api dan Bahan

Peledak, UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, UU No.

8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Perdagangan Orang, dan

peraturan lainnya yang di dalamnya mengandung sanksi

berupa pidana.

4. Hukum pidana bagian umum (algemene deel) dan hukum pidana

bagian khusus (bijzonder deel)

a. Hukum pidana bagian umum ini memuat asas-asas umum

sebagaimana yang diatur di dalam Buku I KUHP yang mengatur tentang Ketentuan Umum;

b. Hukum pidana bagian khusus itu memuat/mengatur tentang

Kejahatan-kejahatan dan Pelanggaran-pelanggaran, baik yang

terkodifikasi maupun yang tidak terkodifikasi.

5. Hukum pidana umum (algemeen strafrecht) dan hukum pidana

Page 10: Mengapa Hukum Pidana Disebut Hukum Sanksi

khusus bijzonder strafrecht)

van Hattum dalam P.A.F. Lamintang menyebutkan bahwa hukum

pidana umum adalah hukum pidana yang dengan sengaja telah

dibentuk untuk diberlakukan bagi setiap orang (umum), sedangkan hukum pidana khusus adalah hukum

pidana yang dengan

sengaja telah dibentuk untuk diberlakukan bagi orang-orang tertentu saja misalnya bagi anggota

Angkatan Besenjata, ataupun

merupakan hukum pidana yang mengatur tindak pidana tertentu

saja misalnya tindak pidana fiskal.

15

6. Hukum pidana tertulis dan hukum pidana tidak tertulis

16

Hukum adat yang beraneka ragam di Indonesia masih diakui berlaku sepanjang tidak bertentangan

dengan Pancasila. Hukum adat

15

Ibid, h. 11.

16

E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi, Op.Cit., h. 17-19.Dasar-Dasar Hukum Pidana

7

pada umumnya tidak tertulis. Menurut Wirjono, tidak ada hukum

adat kebiasaan (gewoonterecht) dalam rangkaian hukum pidana.

Ini resminya menurut Pasal 1 KUHP, tetapi sekiranya di desadesa daerah pedalaman di Indonesia ada

sisa-sisa dari peraturan

kepidanaan yang berdasar atas kebiasaan dan yang secara konkrit,

mungkin sekali hal ini berpengaruh dalam menafsirkan pasal-pasal

dari KUHP.

Berpedoman pada Pasal 5 ayat 3 b Undang-undang No. 1 Drt

Tahun 1951, ternyata masih dibuka jalan untuk memberlakukan

delik adat, walaupun dalam arti yang terbatas. Contohnya adalah:

Putusan pengadilan Negeri Poso tanggal 10 Juni 1971, Nomor:

14/Pid/1971 tentang tindak pidana adat Persetubuhan di luar

Page 11: Mengapa Hukum Pidana Disebut Hukum Sanksi

kawin. Duduk perkara pada garis besarnya ialah, bahwa terdakwa

dalam tahun 1969-1970 di kampung Lawanga kecamatan Poso

kota secara berturut-turut telah melakukan persetubuhan di luar

kawin dengan E yang akhirnya menyebabkan E tersebut hamil

dan melahirkan anak. Tertuduh telah dinyatakan bersalah melakukan delik kesusilaan berdasarkan pasal

5 ayat 3 b Undangundang No. 1 Drt Tahun 1951 jo. Pasal 284 KUHP.

Dengan demikian sistim hukum pidana di Indonesia mengenal

adanya hukum pidana tertulis sebagai diamanatkan di dalam

Pasal 1 KUHP, akan tetapi dengan tidak mengesampingkan asas

legalitas dikenal juga hukum pidana tidak tertulis sebagai akibat

dari masih diakuinya hukum yang hidup di dalam masyarakat

yaitu yang berupa hukum adat.

7. Hukum pidana umum (algemeen strafrecht) dan hukum pidana

lokal (plaatselijk strafrecht)

Hukum pidana umum atau hukum pidana biasa ini juga disebut

sebagai hukum pidana nasional.

17

Hukum pidana umum adalah

hukum pidana yang dibentuk oleh Pemerintah Negara Pusat yang

berlaku bagi subjek hukum yang berada dan berbuat melanggar

larangan hukum pidana di seluruh wilayah hukum negara.

Sedangkan hukum pidana lokal adalah hukum pidana yang dibuat

oleh Pemerintah Daerah yang berlaku bagi subjek hukum yang

melakukan perbuatan yang dilarang oleh hukum pidana di dalam

wilayah hukum pemerintahan daerah tersebut. Hukum pidana

lokal dapat dijumpai di dalam Peraturan Daerah baik tingkat

Propinsi, Kabupaten maupun Pemerintahan Kota.

18

17

Ibid, h. 12.

18

Page 12: Mengapa Hukum Pidana Disebut Hukum Sanksi

Adami Chazawi, Op.Cit., h. 13.Bab I. Hukum Pidana

8

Penjatuhan hukuman seperti yang diancamkan terhadap setiap

pelanggar dalam peraturan daerah itu secara mutlak harus dilakukan oleh pengadilan. Dalam melakukan

penahanan, pemeriksaan

dan penyitaan pemerintah daerah berikut alat-alat kekuasaannya

terikat kepada ketentuan yang diatur di dalam UU No. 8 Tahun

1981 tentang Hukum Acara Pidana.

19

Selain itu atas dasar wilayah berlakunya hukum, hukum pidana

masih juga dapat dibedakan antara hukum pidana nasional dan

hukum pidana internasional (hukum pidana supranasional).

Hukum pidana internasional adalah hukum pidana yang dibuat,

diakui dan diberlakukan oleh banyak atau semua negara di dunia

yang didasarkan pada suatu konvensi internasional, berlaku dan

menjadi hukum bangsa-bangsa yang harus diakui dan diberlakukan oleh bangsa-bangsa di dunia, seperti:

a. Hukum pidana internasional yang bersumber pada Persetujuan London (8-8-1945) yang menjadi dasar

bagi Mahkamah

Militer Internasional di Neurenberg untuk mengadili penjahat-penjahat perang Jerman dalam perang

dunia kedua;

b. Konvensi Palang Merah 1949 yang berisi antara lain mengenai korban perang yang luka dan sakit di

darat dan di laut,

tawanan perang, penduduk sipil dalam peperangan.

20

C. SIFAT HUKUM PIDANA

Hukum pidana mempunyai dua unsur pokok yang berupa norma

dan sanksi, dengan fungsi sebagai ketentuan yang harus ditaati oleh setiap

orang di dalam pergaulan hidup bermasyarakat dan untuk menjamin ketertiban hukum, maka hubungan

hukum yang ada dititikberatkan kepada

kepentingan umum.

Pompe menyatakan bahwa yang dititikberatkan oleh hukum

Page 13: Mengapa Hukum Pidana Disebut Hukum Sanksi

pidana dalam pertumbuhannya pada waktu sekarang adalah kepentingan

umum, kepentingan masyarakat. Hubungan hukum yang ditimbulkan

oleh perbuatan orang dan menimbulkan pula dijatuhkannya pidana, di

situ bukanlah suatu hubungan koordinasi antara yang bersalah dengan

yang dirugikan, melainkan hubungan itu bersifat subordinasi dari yang

bersalah terhadap pemerintah, yang ditugaskan untuk memperhatikan

kepentingan rakyat.

21

19

P.A.F. Lamintang, Op.Cit., h. 12.

20

Adami Chazawi, Op.Cit., h. 14.

21

Bambang Poernomo, Asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta: Ghalia

Indonesia, 1985), h.37.Dasar-Dasar Hukum Pidana

9

Hazewinkel-Suringa tegas mengatakan bahwa hukum pidana itu

termasuk hukum publik.

22

Pemangku ius puniendi ialah negara sebagai

perwakilan masyarakat hukum. Adalah tugas hukum pidana untuk

memungkinkan manusia hidup bersama. Di situ terjadi hubungan antara

pelanggar hukum publik hukum pidana dalam hal dapatnya dipidana

(strafbaarheid) suatu perbuatan pada umumnya tetap ada walaupun

dilakukan dengan persetujuan orang yang menjadi tujuan perbuatan itu,

dan penuntutannya tidak tergantung kepada mereka yang dirugikan oleh

perbuatan yang dapat dipidana itu. Tetapi ini tidak berarti bahwa hukum

pidana tidak memperhatikan kepentingan orang pribadi. Orang pribadi itu

dapat menjadi pihak penuntut perdata dalam perkara pidana khususnya

dalam hal ganti kerugian.

Page 14: Mengapa Hukum Pidana Disebut Hukum Sanksi

23

Sifat hukum pidana sebagai hukum publik antara lain dapat diketahui berdasarkan:

1. Suatu tindak pidana itu tetap ada, walaupun tindakannya itu telah

mendapat persetujuan terlebih dahulu dari korbannya;

2. Penuntutan menurut hukum pidana itu tidak digantungkan kepada

keinginan dari orang yang telah dirugikan oleh suatu tindak

pidana yang telah dilakukan oleh orang lain.

24

3. Biaya penjatuhan pidana dipikul oleh negara sedangkan pidana

denda dan perampasan barang menjadi menjadi penghasilan

negara.

25

22

Hukum publik adalah hukum yang mengatur kepentingan publik

(masyarakat umum). Apabila diperinci sifat hukum publik dalam hubungannya

dengan hukum pidana, maka akan ditemukan ciri-ciri hukum publik yaitu:

1. Mengatur hubungan antara kepentingan negara atau masyarakat dengan orang perseorangan;

2. Kedudukan penguasa negara adalah lebih tinggi dari orang perseorangan. Dengan perkataan lain

orang perseorangan disubordinasikan

kepada penguasa;

3. Penuntutan seseorang (yang telah melakukan suatu tindakan yang terlarang) tidak tergantung kepada

perseorangan (yang dirugikan), melainkan pada umumnya negara/penguasa wajib menuntut seseorang

tersebut;

4. Hak subjektif penguasa ditimbulkan oleh peraturan-peraturan hukum

pidana objektif atau hukum pidana positif. Lihat E.Y. Kanter dan S.R.

Sianturi, Op.Cit., h. 23.

23

Andi Hamzah, Op.Cit., h. 8.

24

P.A.F. Lamintang, Op.Cit., h. 13.

25

Page 15: Mengapa Hukum Pidana Disebut Hukum Sanksi

Andi Hamzah, Op.Cit., h. 6.Bab I. Hukum Pidana

10

Menurut Wirjono Prodjodikoro, hukum pidana dapat dinyatakan

merupakan hukum publik. Hal ini didasarkan kepada hubungan hukum

yang diatur di dalam hukum pidana titik beratnya tidak berada pada

kepentingan individu, melainkan pada kepentingan-kepentingan umum.

Sifat ini dapat dilihat pada hukum pidana, yaitu dalam hal penerapan

hukum pidana pada hakekatnya tidak tergantung kepada kehendak seorang individu, yang in concreto

langsung dirugikan, melainkan diserahkan kepada pemerintah sebagai wakil dari kepentinan umum.

Misalnya

dalam hal terjadinya tindak pidana penipuan, penuntutan seorang penipu

tidak tergantung kepada kehendak orang yang ditipu, melainkan kewenangan instansi Kejaksaan sebagai

alat pemerintah. Hanya saja sebagai

kekecualian, ada beberapa tindak pidana yang hanya dapat diajukan ke

pengadilan atas pengaduan (klacht) dari orang yang diganggu kepentingannya, misalnya tindak pidana

penghinaan dan perzinahan.

26

Namun ada beberapa sarjana yang tidak sependapat bahwa

hukum pidana bersifat hukum publik, seperti Van Kan, Paul Scholten,

Logeman, Lemaire dan Utrecht. Para ahli ini berpendapat, bahwa hukum

pada pokoknya tidak mengadakan kaedah-kaidah (norma) baru, melainkan norma hukum pidana itu

telah ada sebelumnya pada bagian hukum

lainnya dan juga sudah ada sanksinya. Hanya pada suatu tingkatan tertentu, sanksi tersebut sudah tidak

seimbang lagi, sehingga dibutuhkan

sanksi yang lebih tegas dan lebih berat yang disebut sebagai sanksi

(hukuman) pidana. Alasan lainnya yang dikemukakan untuk memperkuat

pendapat mereka ialah, bahwa justru tidak selalu penguasa wajib menuntut suatu tindak pidana

tertentu karena dipersyaratkan harus ada "pengaduan" dari pihak yang dirugikan atau yang terkena

tindak pidana, hal ini

menunjukkan bahwa hukum pidana tidak bersifat hukum publik.

27

Page 16: Mengapa Hukum Pidana Disebut Hukum Sanksi

D. FUNGSI/TUJUAN HUKUM PIDANA

Tirtaamidjaya menyatakan maksud diadakannya hukum pidana

adalah untuk melindungi masyarakat.

28

Secara umum hukum pidana

berfungsi untuk mengatur kehidupan masyarakat agar dapat tercipta dan

terpeliharanya ketertiban umum. Manusia dalam usaha untuk memenuhi

kebutuhan dan kepentingan hidupannya yang berbeda-beda terkadang

mengalami pertentangan antara satu dengan yang lainnya, yang dapat

menimbulkan kerugian atau mengganggu kepentingan orang lain. Agar

tidak menimbulkan kerugian dan mengganggu kepentingan orang lain

26

Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia,

(Bandung: Eresco, 1969), h. 11.

27

E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi, Op.Cit., h. 25.

28

Bambang Poernomo, Op.Cit., h. 23.Dasar-Dasar Hukum Pidana

11

dalam usaha memenuhi kebutuhan hidupnya tersebut maka hukum

memberikan aturan-aturan yang membatasi perbuatan manusia, sehingga

ia tidak bisa berbuat sekehendak hatinya.

Berkenaan dengan tujuan hukum pidana (Strafrechtscholen)

dikenal dua aliran tujuan dibentuknya peraturan hukum pidana, yaitu:

1. Aliran klasik

Menurut aliran klasik (de klassieke school/de klassieke richting)

tujuan susunan hukum pidana itu untuk melindungi individu dari

kekuasaan penguasa (Negara). Peletak dasarnya adalah Markies

van Beccaria yang menulis tentang "Dei delitte edelle pene"

(1764). Di dalam tulisan itu menuntut agar hukum pidana harus

diatur dengan undang-undang yang harus tertulis. Pada zaman

Page 17: Mengapa Hukum Pidana Disebut Hukum Sanksi

sebelum pengaruh tulisan Beccaria itu, hukum pidana yang ada

sebagian besar tidak tertulis dan di samping itu kekuasaan Raja

Absolute dapat menyelenggarakan pengadilan yang sewenangwenang dengan menetapkan hukum

menurut perasaan dari hakim

sendiri. Penduduk tidak tahu pasti perbuatan mana yang dilarang

dan beratnya pidana yang diancamkan karena hukumnya tidak

tertulis. Proses pengadilan berjalan tidak baik, sampai terjadi

peristiwa yang menggemparkan rakyat seperti di Perancis dengan

kasus Jean Calas te Toulouse (1762) yang dituduh membunuh

anaknya sendiri bernama Mauriac Antoine Calas, karena anaknya

itu terdapat mati di rumah ayahnya. Di dalam pemeriksaan Calas

tetap tidak mengaku dan oleh hakim tetap dinyatakan bersalah

dan dijatuhi pidana mati dan pelaksanaannya dengan guillotine.

Masyarakat tidak puas, yang menganggap Jean Calas tidak bersalah membunuh anaknya, sehingga

Voltaire mengecam putusan

pengadilan itu, yang ternyata tuntutan untuk memeriksa kembali

perkara Calas itu dikabulkan. Hasil pemeriksaan ulang menyatakan Mauriac mati dengan bunuh diri.

Masyarakat menjadi gempar

karena putusan itu, dan selanjutnya pemuka-pemuka masyarakat

seperti J.J. Rousseau dan Montesquieu turut menuntut agar

kekuasaan Raja dan penguasa-penguasanya agar dibatasi oleh

hukum tertulis atau undang-undang. Semua peristiwa yang

diabadikan itu adalah usaha untuk melindungi individu guna

kepentingan hukum perseorangan.

29

Oleh karenanya mereka menghendaki agar diadakan suatu peraturan tertulis supaya setiap orang

mengetahui tindakan-tindakan

mana yang terlarang atau tidak, apa ancaman hukumannya dan lain

sebagainya. Dengan demikian diharapkan akan terjamin hak-hak

29

Bambang Poernomo, Op.Cit., h. 24.Bab I. Hukum Pidana

Page 18: Mengapa Hukum Pidana Disebut Hukum Sanksi

12

manusia dan kepentingan hukum perseorangan. Peraturan tertulis

itu akan menjadi pedoman bagi rakyat, akan melahirkan kepastian hukum serta dapat menghindarkan

masyarakat dari kesewenang-wenangan. Pengikut-pengikut ajaran ini menganggap

bahwa tujuan hukum pidana adalah untuk menjamin kepentingan

hukum individu.

30

Setiap perbuatan yang dilakukan oleh seseorang (individu) yang oleh undang-undang hukum pidana

dilarang dan diancam dengan pidana harus dijatuhkan pidana. Menurut aliran klasik, penjatuhan pidana

dikenakan tanpa memperhatikan keadaan pribadi pembuat pelanggaran hukum, mengenai

sebab-sebab yang mendorong dilakukan kejahatan (etiologi

kriminil) serta pidana yang bermanfaat, baik bagi orang yang melakukan kejahatan maupun bagi

masyarakat sendiri (politik

kriminil).

31

2. Aliran modern

Aliran modern (de moderne school/de moderne richting) mengajarkan tujuan susunan hukum pidana itu

untuk melindungi masyarakat terhadap kejahatan. Sejalan dengan tujuan tersebut, perkembangan

hukum pidana harus memperhatikan kejahatan serta keadaan penjahat.

32

Kriminologi yang objek penelitiannya antara lain

adalah tingkah laku orang perseorangan dan atau masyarakat adalah salah satu ilmu yang memperkaya

ilmu pengetahuan hukum

pidana. Pengaruh kriminologi sebagai bagian dari social science

menimbulkan suatu aliran baru yang menganggap bahwa tujuan

hukum pidana adalah untuk memberantas kejahatan agar terlindungi kepentingan hukum masyarakat.

33

Berikut ini disebutkan pula beberapa pendapat yang dikemukakan tentang fungsi/tujuan hukum pidana:

Menurut Sudarto fungsi hukum pidana itu dapat dibedakan sebagai

berikut:

34

1. Fungsi yang umum

Page 19: Mengapa Hukum Pidana Disebut Hukum Sanksi

Hukum pidana merupakan salah satu bagian dari hukum, oleh

karena itu fungsi hukum pidana juga sama dengan fungsi hukum

pada umumnya, yaitu untuk mengatur hidup kemasyarakatan atau

untuk menyelenggarakan tata dalam masyarakat;

30

E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi, Op.Cit., h. 56.

31

Bambang Poernomo, Op.Cit., h. 25.

32

Ibid.

33

E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi, Op.Cit., h. 56.

34

Sudarto, Op.Cit., h. 11-12.Dasar-Dasar Hukum Pidana

13

2. Fungsi yang khusus

Fungsi khusus bagi hukum pidana adalah untuk melindungi

kepentingan hukum terhadap perbuatan yang hendak memperkosanya (rechtsguterschutz) dengan

sanksi yang berupa pidana

yang sifatnya lebih tajam jika dibandingkan dengan sanksi yang

terdapat pada cabang hukum lainnya. Dalam sanksi pidana itu

terdapat suatu tragic (suatu yang menyedihkan) sehingga hukum

pidana dikatakan sebagai „mengiris dagingnya sendiri‟ atau sebagai „pedang bermata dua‟, yang

bermakna bahwa hukum pidana

bertujuan untuk melindungi kepentingan-kepentingan hukum

(misalnya: nyawa, harta benda, kemerdekaan, kehormatan), namun

jika terjadi pelanggaran terhadap larangan dan perintahnya justru

mengenakan perlukaan (menyakiti) kepentingan (benda) hukum si

pelanggar. Dapat dikatakan bahwa hukum pidana itu memberi

aturan-aturan untuk menaggulangi perbuatan jahat. Dalam hal ini

perlu diingat pula, bahwa sebagai alat social control fungsi hukum

Page 20: Mengapa Hukum Pidana Disebut Hukum Sanksi

pidana adalah subsidair,

35

artinya hukum pidana hendaknya baru

diadakan (dipergunakan) apabila usaha-usaha lain kurang

memadai.

Adami Chazawi menyebutkan bahwa, sebagai bagian dari hukum

publik hukum pidana berfungsi:

1. Melindungi kepentingan hukum dari perbuatan atau perbuatanperbuatan yang menyerang atau

memperkosa kepentingan hukum

tersebut

Kepentingan hukum yang wajib dilindungi itu ada tiga macam,

yaitu:

a. Kepentingan hukum perorangan (individuale belangen),

misalnya kepentingan hukum terhadap hak hidup (nyawa),

kepentingan hukum atas tubuh, kepentingan hukum akan

hak milik benda, kepentingan hukum terhadap harga diri

dan nama baik, kepentingan hukum terhadap rasa susila,

dan lain sebagainya;

35

Berkaitan dengan hal ini menurut Jan Remmelink, mengenai bagaimana cara pidana itu harus

dikenakan, pertama-tama nyata, bahwa sanksi yang

tajam pada asasnya hanya akan dijatuhkan, apabila mekanisme penegakan

hukum lainnya yang lebih ringan telah tidak berdaya guna atau sudah sebelumnya dipandang tidak

cocok, dan reaksi hukum pidana harus setimpal secara

layak atau proporsional dengan apa yang sesungguhnya diperbuat oleh pelaku

tindak pidana. Terhadap tindak pidana harus dimunculkan reaksi yang adil. Lihat

Jan Remmelink, Hukum Pidana, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003), h. 15.Bab I. Hukum Pidana

14

b. Kepentingan hukum masyarakat (sociale of maatschappelijke belangen), misalnya kepentingan hukum

terhadap

keamanan dan ketertiban umum, ketertiban berlalu-lintas di

Page 21: Mengapa Hukum Pidana Disebut Hukum Sanksi

jalan raya, dan lain sebagainya;

c. Kepentingan hukum negara (staatsbelangen), misalnya kepentingan hukum terhadap keamanan dan

keselamatan

negara, kepentingan hukum terhadap negara-negara sahabat, kepentingan hukum terhadap martabat

kepala negara

dan wakilnya, dan sebagainya.

36

2. Memberi dasar legitimasi bagi negara dalam rangka negara menjalankan fungsi perlindungan atas

berbagai kepentingan hukum

Dalam mempertahankan kepentingan hukum yang dilindungi,

dilakukan oleh negara dengan tindakan-tindakan yang sangat

tidak menyenangkan, tindakan yang justru melanggar kepentingan

hukum pribadi yang mendasar bagi pihak yang bersangkutan,

misalnya dengan dilakukan penangkapan, penahanan, pemeriksaan sampai kepada penjatuhan sanksi

pidana kepada pelakunya.

Kekuasaan yang sangat besar ini, yaitu kekuasaan yang berupa

hak untuk menjalankan pidana dengan menjatuhkan pidana yang

menyerang kepentingan hukum manusia atau warganya ini hanya

dimiliki oleh negara dan diatur di dalam hukum pidana itu sendiri

terutama di dalam hukum acara pidana, agar negara dapat menjalankan fungsi menegakkan dan

melindungi kepentingan hukum

yang dilindungi oleh hukum pidana dengan sebaik-baiknya.

37

3. Mengatur dan membatasi kekuasaan negara dalam rangka negara

melaksanakan fungsi perlindungan atas kepentingan hukum.

38

Kekuasaan negara yang sangat besar dalam rangka menegakkan

dan melindungi kepentingan hukum itu dapat membahayakan dan

menjadi bumerang bagi warganya, negara bisa bertindak sewenang-wenang jika tidak diatur dan

dibatasi sedemikian rupa,

sehingga pengaturan hak dan kewajiban negara mutlak diperlukan.

Menurut Jan Remmelink hukum pidana (seharusnya) ditujukan

Page 22: Mengapa Hukum Pidana Disebut Hukum Sanksi

untuk menegakkan tertib hukum, melindungi masyarakat hukum.

Manusia satu persatu di dalam masyarakat saling bergantung, kepentingan mereka dan relasi antar

mereka ditentukan dan dilindungi oleh

36

Adami Chazawi, Op.Cit., h. 16-17.

37

Ibid, h. 20.

38

Ibid, h. 21.Dasar-Dasar Hukum Pidana

15

norma-norma. Penjagaan tertib sosial ini untuk bagian terbesar sangat

tergantung pada paksaan. Jika norma-norma tidak diataati, akan muncul

sanksi, kadangkala yang berbentuk informal, misalnya perlakuan acuh tak

acuh dan kehilangan status atau penghargaan sosial. Namun jika menyangkut hal yang lebih penting,

sanksi (hukum), melalui tertib hukum

negara yang melengkapi penataan sosial, dihaluskan, diperkuat dan

dikenakan kepada pelanggar norma tersebut. Ini semua tidak dikatakan

dengan melupakan bahwa penjatuhan pidana dalam prakteknya masih

juga merupakan sarana kekuasaan negara yang tertajam yang dapat dikenakan kepada pelanggar.

Menjadi jelas bahwa dalam pemahaman di atas

hukum pidana bukan merupakan tujuan dalam dirinya sendiri, namun

memiliki fungsi pelayanan ataupun fungsi sosial.

39

Menurut Van Bemmelen, hukum pidana itu membentuk normanorma dan pengertian-pengertian yang

diarahkan kepada tujuannya

sendiri, yaitu menilai tingkah laku para pelaku yang dapat dipidana.

40

Van Bemmelen menyatakan, bahwa hukum pidana itu sama saja dengan

bagian lain dari hukum, karena seluruh bagian hukum menentukan

peraturan untuk menegakkan norma-norma yang diakui oleh hukum.

Akan tetapi dalam satu segi, hukum pidana menyimpang dari bagian

Page 23: Mengapa Hukum Pidana Disebut Hukum Sanksi

hukum lainnya, yaitu dalam hukum pidana dibicarakan soal penambahan

penderitaan dengan sengaja dalam bentuk pidana, walaupun juga pidana

itu mempunyai fungsi yang lain dari pada menambah penderitaan. Tujuan

utama semua bagian hukum adalah menjaga ketertiban, ketenangan,

kesejahteraan dan kedamaian dalam masyarakat, tanpa dengan sengaja

menimbulkan penderitaan.

41

Selanjutnya Van Bemmelen menyatakan, bahwa hukum pidana

itu merupakan ultimum remidium (obat terakhir). Sedapat mungkin dibatasi, artinya kalau bagian lain

dari hukum itu sudah tidak cukup untuk

menegakkan norma-norma yang diakui oleh hukum, barulah hukum

pidana diterapkan. Ia menunjuk pidato Menteri Kehakiman Belanda

Modderman yang antara lain menyatakan bahwa ancaman pidana itu

harus tetap merupakan suatu ultimum remidium. Setiap ancaman pidana

ada keberatannya, namun ini tidak berarti bahwa ancaman pidana akan

ditiadakan, tetapi selalu harus mempertimbangkan untung dan rugi

ancaman pidana itu, dan harus menjaga jangan sampai terjadi obat yang

diberikan lebih jahat daripada penyakit.

42

39

Jan Remmelink, Op.Cit., h. 14–15.

40

J.M. van Bemmelen, Hukum Pidana 1, (Bandung: Binacipta, 1979),

h. 55.

41

Andi Hamzah, Op.Cit., h. 9 -10.

42

Ibid., h. 10.Bab I. Hukum Pidana

16

E. SUMBER HUKUM PIDANA

Kebutuhan masyarakat atas hukum pidana semakin nyata dan

Page 24: Mengapa Hukum Pidana Disebut Hukum Sanksi

untuk keperluan itu, para ahli hukum pidana telah memikirkan agar

hukum pidana dapat “pasti” dan “adil” sehingga timbullah bentuk-bentuk

hukum pidana yang dirumuskan dalam undang-undang dan atau kitab

undang-undang (kodifikasi). Namun hal ini tidak berarti hukum pidana

yang ada di setiap negara di dunia, berbentuk undang-undang dan kodifikasi. Negara-negara yang

menganut sistem hukum Anglo-Saxon hampir

seluruhnya tidak mengenal hukum pidana dalam bentuk kodifikasi dan

hanya sebagian kecil negara-negara itu yang mempunyai kodifikasi

hukum pidana.

43

Sumber hukum merupakan asal atau tempat untuk mencari dan

menemukan hukum. Tempat untuk menemukan hukum, disebut dengan

sumber hukum dalam arti formil. Menurut Sudarto sumber hukum pidana

Indonesia adalah sebagai berikut:

44

1. Sumber utama hukum pidana Indonesia adalah hukum yang

tertulis

Induk peraturan hukum pidana positif adalah KUHP, yang nama

aslinya adalah Wetboek van Strafrecht voor nederlandsch indie

(W.v.S), sebuah Titah Raja (Koninklijk Besluit) tanggal 15

Oktober 1915 No. 33 dan mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari

1918. KUHP atau W.v.S.v.N.I. ini merupakan copie (turunan)

dari Wetboek van Strafrecht Negeri Belanda, yang selesai dibuat

tahun 1881 dan mulai berlaku pada tahun 1886 tidak seratus

persen sama, melainkan diadakan penyimpangan-penyimpangan

menurut kebutuhan dan keadaan tanah jajahan Hindia Belanda

dulu, akan tetapi asas-asas dan dasar filsafatnya tetap sama.

KUHP yang sekarang berlaku di Indonesia setelah Proklamasi

Kemerdekaan tanggal 17-8-1945 mendapat perubahan-perubahan

yang penting berdasarkan Undang-undang No. 1 Tahun 1942

(Undang-undang Pemerintah RI, Yogyakarta), Pasal 1 berbunyi:

“Dengan menyimpang seperlunya dari Peraturan Presiden RI

Page 25: Mengapa Hukum Pidana Disebut Hukum Sanksi

tertanggal 10 Oktober 1945 No. 2 menetapkan, bahwa peraturan

hukum pidana yang sekarang berlaku ialah peraturan-peraturan

hukum pidana yang ada pada tanggal 8 Maret 1942”.

Ini berarti bahwa teks resmi (yang sah) untuk KUHP kita adalah

Bahasa Belanda.

43

Bambang Poernomo, Op.Cit., h. 22.

44

Sudarto, Op.Cit., h. 15 -19.Dasar-Dasar Hukum Pidana

17

Sementara itu Pemerintah Hindia Belanda yang pada tahun 1945

kembali lagi ke Indonesia, setelah mengungsi selama zaman pendudukan Jepang (1942-1945) juga

mengadakan perubahan-perubahan terhadap W.v.S. v.N.I. (KUHP), misalnya dengan Staatblad 1945 No.

135 tentang ketentuan-ketentuan sementara yang

luar biasa mengenai hukum pidana Pasal 570.

Sudah tentu perubahan-perubahan yang dilakukan oleh kedua

pemerintahan yang saling bermusuhan itu tidak sama, sehingga

hal ini seolah-olah atau pada hakekatnya telah menimbulkan dua

buah KUHP yang masing-masing mempunyai ruang berlakunya

sendiri-sendiri. Jadi boleh dikatakan ada dualisme dalam KUHP

(peraturan hukum pidana). Guna melenyapkan keadaan yang

ganjil ini, maka dikeluarkan UU No. 73 Tahun 1958 (L.N. 1958

No. 127) yang antara lain menyatakan bahwa UU R.I. No. 1

Tahun 1946 itu berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia. Dengan

demikian perubahan-perubahan yang diadakan oleh Pemerintah

Belanda sesudah tanggal 8 Maret 1942 dianggap tidak ada.

KUHP itu merupakan kodifikasi dari hukum pidana dan berlaku

untuk semua golongan penduduk, dengan demikian di dalam

lapangan hukum pidana telah ada unifikasi. Sumber hukum

pidana yang tertulis lainnya adalah peraturan-peraturan pidana

yang diatur di luar KUHP, yaitu peraturan-peraturan pidana yang

Page 26: Mengapa Hukum Pidana Disebut Hukum Sanksi

tidak dikodifikasikan, yang tersebar dalam peraturan perundangundangan hukum pidana lainnya.

2. Hukum pidana adat

Di daerah-daerah tertentu dan untuk orang-orang tertentu hukum

pidana yang tidak tertulis juga dapat menjadi sumber hukum

pidana. Hukum adat yang masih hidup sebagai delik adat masih

dimungkinkan menjadi salah satu sumber hukum pidana, hal ini

didasarkan kepada Undang-undang Darurat No. 1 Tahun 1951

(L.N. 1951-9) Pasal 5 ayat 3 sub b. Dengan masih berlakunya

hukum pidana adat (meskipun untuk orang dan daerah tertentu

saja) maka sebenarnya dalam hukum pidana pun masih ada

dualisme. Namun harus disadari bahwa hukum pidana tertulis

tetap mempunyai peranan yang utama sebagai sumber hukum.

Hal ini sesuai dengan asas legalitas yang tercantum dalam Pasal 1

KUHP.

3. Memorie van Toelichting (Memori Penjelasan)

M.v.T. adalah penjelasan atas rencana undang-undang pidana,

yang diserahkan oleh Menteri Kehakiman Belanda bersama Bab I. Hukum Pidana

18

dengan Rencana Undang-undang itu kepada Parlemen Belanda.

RUU ini pada tahun 1881 disahkan menjadi UU dan pada tanggal

1 September 1886 mulai berlaku. M.v.T. masih disebut-sebut

dalam pembicaraan KUHP karena KUHP ini adalah sebutan lain

dari W.v.S. untuk Hindia Belanda. W.v.S. Hindia Belanda

(W.v.S.N.I.) ini yang mulai berlaku tanggal 1 Januari 1918 itu

adalah copy dari W.v.s. Belanda tahun 1886. Oleh karena itu

M.v.T. dari W.v.S. Belanda tahun 1886 dapat digunakan pula

untuk memperoleh penjelasan dari pasal-pasal yang tersebut di

dalam KUHP yang sekarang berlaku.

Dalam menetapkan sumber hukum atau dasar patut dipidananya

suatu perbuatan, Konsep KUHP Baru bertolak dari pendirian bahwa

sumber hukum yang utama adalah undang-undang (hukum tertulis). Jadi

bertolak dari asas legalitas dalam pengertian yang formal. Hal ini

Page 27: Mengapa Hukum Pidana Disebut Hukum Sanksi

ditegaskan dalam Pasal 1

45

ayat (1) Konsep. Namun berbeda dengan asas

legalitas yang dirumuskan di dalam KUHP (WvS) selama ini, Konsep

memperluas perumusannya secara materiil dengan menegaskan bahwa

ketentuan dalam Pasal 1 ayat (1) itu tidak mengurangi berlakunya

"hukum yang hidup" di dalam masyarakat. Dengan demikian, di

samping sumber hukum tertulis (UU) sebagai kriteria/patokan formal

yang utama, Konsep juga masih memberi tempat kepada sumber hukum

tidak tertulis yang hidup di dalam masyarakat sebagai dasar menetapkan

patut dipidananya suatu perbuatan. Berlakunya hukum yang hidup di

dalam masyarakat itu hanya untuk delik-delik yang tidak ada bandingnya

(persamaannya) atau tidak telah diatur di dalam undang-undang.

46

45

Pasal 1 Konsep KUHP Baru berbunyi:

(1) Tiada seorang pun dapat dipidana atau dikenakan tindakan, kecuali

perbuatan yang dilakukan telah ditetapkan sebagai tindak pidana dalam

peraturan perundang-undangan yang berlaku pada saat perbuatan itu

dilakukan.

(2) Dalam menetapkan adanya tindak pidana dilarang menggunakan analogi.

(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengurangi berlakunya hukum yang hidup

dalam masyarakat yang menentukan bahwa

seseorang patut dipidana walaupun perbuatan tersebut tidak diatur dalam

peraturan perundang-undangan.

(4) Berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat sebagaimana dimaksud

pada ayat (3) sepanjang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan/atau prinsip-prinsip hukum umum yang

diakui oleh masyarakat bangsa-bangsa.

46

Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana,

(Perkembagan Penyusunan Konsep KUHP Baru), (Jakarta: Kencana, 2008),

Page 28: Mengapa Hukum Pidana Disebut Hukum Sanksi

h. 73-74.Dasar-Dasar Hukum Pidana

19

Diakuinya tindak pidana atas dasar hukum yang hidup dalam

masyarakat atau yang sebelumnya dikenal sebagai tindak pidana adat

adalah untuk lebih memenuhi rasa keadilan yang hidup di dalam

masyarakat. Adalah suatu kenyataan bahwa di beberapa daerah di

tanah air, masih terdapat ketentuan-ketentuan hukum yang tidak tertulis, yang hidup dan diakui sebagai

hukum di daerah yang bersangkutan, yang menentukan bahwa pelanggaran atas hukum itu patut

dipidana. Dalam hal ini hakim dapat menetapkan sanksi yang berupa

“Pemenuhan Kewajiban Adat” setempat yang harus dilaksanakan oleh

pembuat tindak pidana. Hal ini berarti bahwa standar, nilai dan norma

yang hidup dalam masyarakat setempat masih tetap dilindungi untuk

lebih memenuhi rasa keadilan yang hidup di dalam masyarakat tertentu. Keadaan seperti ini tidak akan

menggoyahkan dan tetap menjamin pelaksanaan asas legalitas serta larangan analogi yang dianut di

dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

47

Dengan demikian dapatlah diketahui bahwa menurut Konsep

KUHP Baru sumber hukum pidana itu adalah sumber hukum tertulis

(undang-undang) dan sumber hukum tidak tertulis yang hidup di

masyarakat. Penjelasan Pasal 1 ayat (3) Konsep KUHP Baru menyebutkan, untuk memberikan dasar

hukum yang mantap mengenai berlakunya

hukum pidana adat, maka hal tersebut mendapat pengaturan secara tegas

dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ini. Ketentuan ini merupakan pengecualian dari asas bahwa

ketentuan pidana diatur dalam

peraturan perundang-undangan. Diakuinya tindak pidana adat tersebut

untuk lebih memenuhi rasa keadilan yang hidup di dalam masyarakat

tertentu.

Barda Nawawi Arief menyebutkan, bahwa embrio atau cikalbakal dari pokok pemikiran tetap diakuinya

eksistensi/berlakunya hukum

tidak tertulis yang hidup di dalam masyarakat sebagai salah satu sumber

hukum pidana itu sebenarnya sudah cukup lama dan tersebar di beberapa

produk legislatif, antara lain dapat dilihat sebagai berikut:

Page 29: Mengapa Hukum Pidana Disebut Hukum Sanksi

48

1. Pasal 5 ayat (3) sub b Undang-Undang No. 1 Drt. 1951

" ... bahwa suatu perbuatan yang menurut hukum yang hidup harus

dianggap perbuatan pidana, akan tetapi tiada bandingnya dalam Kitab

Hukum Pidana Sipil, maka dianggap diancam dengan hukuman yang

tidak lebih dari tiga bulan penjara dan/atau denda lima ratus rupiah,

yaitu sebagai hukuman pengganti bilamana hukuman adat yang

dijatuhkan tidak diikuti oleh pihak yang terhukum…..… Bahwa,

bilamana hukuman adat yang dijatuhkan itu menurut pikiran hakim

melampaui hukuman kurungan atau denda yang dimaksud di atas,

47

Penjelasan Buku I angka 3 Konsep KUHP Baru Tahun 2006/2007.

48

Barda Nawawi Arief, Op.Cit., h. 75.Bab I. Hukum Pidana

20

maka…..... terdakwa dapat dikenakan hukuman pengganti setinggi 10

tahun penjara, dengan pengertian bahwa hukuman adat yang….....

tidak selaras lagi dengan zaman senantiasa diganti seperti tersebut di

atas."

2. UU No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman

Pasal 16 ayat (1):

Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili, dan

memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum

tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan

mengadilinya;

Pasal 25 ayat (1):

Segala putusan pengadilan selain harus memuat alasan dan dasar

putusan tersebut, memuat pula pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan yang bersangkutan

atau sumber hukum tak tertulis

yang dijadikan dasar untuk mengadili;

Pasal. 28 ayat (1):

Page 30: Mengapa Hukum Pidana Disebut Hukum Sanksi

Hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum

dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.

Selanjutnya disebutkan, bahwa dengan bertolak dari kebijakan

perundang-undangan nasional seperti dikemukakan di atas (Undangundang No. 1 /Drt/ 1951 dan

Undang-undang Kekuasaan Kehakiman),

dapat dikatakan bahwa perluasan asas legalitas secara materiil di dalam

konsep sebenarnya bukanlah hal baru, tetapi hanya melanjutkan dan

mengimplementasikan kebijakan/ide yang sudah ada. Bahkan kebijakan/

ide perumusan asas legalitas secara material pernah pula dirumuskan

sebagai "kebijakan konstitusional" di dalam Pasal 14 ayat (2) UUDS'50

yang berbunyi: "Tiada seorang jua pun boleh dituntut untuk dihukum atau

dijatuhi hukuman, kecuali karena aturan hukum yang sudah ada dan

berlaku terhadapnya."

Dalam pasal tersebut digunakan istilah "aturan hukum" (RECHT)

yang tentunya lebih luas pengertiannya dari sekadar aturan "undangundang" (WET),karena dapat

berbentuk "hukum tertulis" maupun

"hukum tidak tertulis".

49