mal nutri si

33
Malnutrisi Malnutrisi adalah suatu keadaan defisiensi, kelebihan atau ketidakseimbangan protein energi dan nutrien lain yang dapat menyebabkan gangguan fungsi pada tubuh. Secara umum malnutrisi terbagi atas dua bagian yaitu undernutrisi dan overnutrisi. Undernutrisi atau keadaan defisiensi terdiri dari marasmus, kwashiorkor, serta marasmic – kwashiorkor. Sedangkan overnutrisi atau kelebihan nutrisi lebih dikenal dengan obesitas. Epidemiologi Prevalensi balita yang mengalami gizi buruk di Indonesia masih tinggi. Data Susenas menunjukkan bahwa jumlah balita yang BB/U <-3SD Z-score WHO-NCHS sejak tahun 1989 meningkat dari 6,3% menjadi 7,2% tahun 1992 dan mencapai puncaknya 11,6 % pada tahun 1995. Upaya pemerintah antara lain melalui Pemberian Makanan Tambahan dalam Jaring Pengaman Sosial (JPS) dan peningkatan pelayanan gizi melalui pelatihan-pelatihan Tatalaksana Gizi Buruk kepada tenaga kesehatan, berhasil menurunkan angka gizi buruk menjadi 10,1 % pada tahun 1998; 8,1% tahun 1999 dan 6,3 % tahun 2001. Namun pada tahun 2002 terjadi peningkatan kembali menjadi 8% dan pada tahun 2003 menjadi 8,15 %. Masalah gizi pada anak balita di Indonesia telah mengalami perbaikan. Hal ini dapat dilihat antara lain dari

Upload: michael-prayogo

Post on 06-Feb-2016

215 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ikm

TRANSCRIPT

Page 1: Mal Nutri Si

Malnutrisi Malnutrisi adalah suatu keadaan defisiensi, kelebihan atau

ketidakseimbangan protein energi dan nutrien lain yang dapat menyebabkan

gangguan fungsi pada tubuh. Secara umum malnutrisi terbagi atas dua bagian

yaitu undernutrisi dan overnutrisi. Undernutrisi atau keadaan defisiensi terdiri dari

marasmus, kwashiorkor, serta marasmic – kwashiorkor. Sedangkan overnutrisi

atau kelebihan nutrisi lebih dikenal dengan obesitas.

Epidemiologi

Prevalensi balita yang mengalami gizi buruk di Indonesia masih tinggi.

Data Susenas menunjukkan bahwa jumlah balita yang BB/U <-3SD Z-score

WHO-NCHS sejak tahun 1989 meningkat dari 6,3% menjadi 7,2% tahun 1992

dan mencapai puncaknya 11,6 % pada tahun 1995. Upaya pemerintah antara lain

melalui Pemberian Makanan Tambahan dalam Jaring Pengaman Sosial (JPS) dan

peningkatan pelayanan gizi melalui pelatihan-pelatihan Tatalaksana Gizi Buruk

kepada tenaga kesehatan, berhasil menurunkan angka gizi buruk menjadi 10,1 %

pada tahun 1998; 8,1% tahun 1999 dan 6,3 % tahun 2001. Namun pada tahun

2002 terjadi peningkatan kembali menjadi 8% dan pada tahun 2003 menjadi 8,15

%. Masalah gizi pada anak balita di Indonesia telah mengalami perbaikan. Hal ini

dapat dilihat antara lain dari penurunan prevalensi gizi buruk pada anak balita dari

5,4% pada tahun 2007 menjadi 4,9% pada tahun 2010. Meskipun terjadi

penurunan, tetapi jumlah nominal anak gizi buruk masih relatif besar.

Di Indonesia prevalensi obesitas pada balita menurut SUSENAS

menununjukan peningkatan baik di perkotaan maupun pedesaan. Di perkotaan

pada tahun 1989 didapatkan 4,6% lelaki dan 5,6% perempuan. Pada tahun 1992

didapatkan 6,3% lelaki dan 8% untuk perempuan. Prevalensi obesitas tahun 1995

di 27 propinsi adalah 4,6%. Di DKI Jakarta, prevalensi obesitas meningkat dengan

bertambahnya umur. Pada umur 6 – 12 tahun ditemukan obesitas sekitar 4%, pada

anak remaja 12 – 18 tahun ditemukan 6,2 % dan pada umur 17 – 18 tahun 11,4%.

Kasus obesitas pada remaja lebih banyak ditemukan pada wanita (10,2%)

dibanding lelaki (3,1%)

Etiologi

Page 2: Mal Nutri Si

a. MarasmusSecara garis besar sebab-sebab marasmus ialah sebagai berikut:

- Pemasukan kalori yang tidak cukup. Marasmus terjadi akibat

masukan kalori yang sedikit, pemberian makanan yang tidak sesuai

dengan yang dianjurkan akibat dari ketidaktahuan orang tua si

anak.

- Kebiasaan makan yang tidak tepat. Seperti mereka yang

mempunyai hubungan orang tua – anak terganggu.

- Kelainan metabolik. Misalnya: renal asidosis, idiopathic

hypercalcemia, galactosemia, lactose intolerance.

- Malformasi kongenital. Misalnya: penyakit jantung bawaan,

penyakit Hirschprung, deformitas palatum, palatoschizis,

micrognathia, stenosis pilorus, hiatus hernia, hidrosefalus, cystic

fibrosis pankreas.

b. KwashiorkorPenyebab terjadinya kwashiorkor adalah inadekuatnya intake protein

yang berlangsung kronis. Faktor yang dapat menyebabkan

kwashiorkor antara lain.

1. Pola makan:

Meskipun intake makanan mengandung kalori yang cukup, tidak

semua makanan mengandung protein/ asam amino yang memadai.

Bayi yang masih menyusui umumnya mendapatkan protein dari ASI

yang diberikan ibunya, namun bagi yang tidak memperoleh ASI

protein dari sumber-sumber lain (susu, telur, keju, tahu dan lain-lain)

sangatlah dibutuhkan. Kurangnya pengetahuan ibu mengenai

keseimbangan nutrisi anak berperan penting terhadap terjadi

kwashiorkhor, terutama pada masa peralihan ASI ke makanan

pengganti ASI.

2. Faktor sosial

Hidup di negara dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi,

keadaan sosial dan politik tidak stabil  ataupun adanya pantangan

untuk menggunakan makanan tertentu dan sudah berlangsung turun-

turun dapat menjadi hal yang menyebabkan terjadinya kwashiorkor.

Page 3: Mal Nutri Si

3. Faktor ekonomi

Kemiskinan keluarga/ penghasilan yang rendah yang tidak dapat

memenuhi kebutuhan berakibat pada keseimbangan nutrisi anak

tidak terpenuhi, saat dimana ibunya pun tidak dapat mencukupi

kebutuhan proteinnya.

4. Faktor infeksi dan penyakit lain

Telah lama diketahui bahwa adanya interaksi sinergis antara MEP

dan infeksi. Infeksi derajat apapun dapat memperburuk keadaan gizi.

Dan sebaliknya MEP, walaupun dalam derajat ringan akan

menurunkan imunitas tubuh terhadap infeksi.

c. Marasmic – kwashiorkor

Penyebab marasmic – kwashiorkor dapat dibagi menjadi dua

penyebab yaitu malnutrisi primer dan malnutrisi sekunder.

Malnutrisi primer adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh

asupan protein maupun energi yang tidak adekuat. Malnutrisi

sekunder adalah malnutrisi yang terjadi karena kebutuhan yang

meningkat, menurunnya absorbsi dan/atau peningkatan kehilangan

protein maupun energi dari tubuh.

d. Obesitas

Penyebab obesitas belum diketahui secara pasti. Obesitas

adalah suatu penyakit multifaktorial yang diduga bahwa sebagian besar

obesitas disebabkan oleh karena interaksi antara faktor genetik dan

faktor lingkungan, antara lain aktifitas, gaya hidup, sosial ekonomi dan

nutrisional yaitu perilaku makan dan pemberian makanan padat terlalu

dini pada bayi.

PatofisiologiKekurangan energi protein (KEP) adalah manifestasi dari kurangnya

asupan  protein dan energi, dalam makanan sehari-hari yang tidak memenuhi

angka kecukupan gizi (AKG), dan biasanya juga diserta adanya kekurangan dari

beberapa nutrisi lainnya. Disebut malnutrisi primer bila kejadian KEP akibat

kekurangan asupan nutrisi, yang pada umumnya didasari oleh masalah sosial

ekonomi, pendidikan serta rendahnya pengetahuan dibidang gizi. Malnutrisi

sekunder bila kondisi masalah nutrisi seperti diatas disebabkan karena adanya

Page 4: Mal Nutri Si

penyakit utama, seperti kelainan bawaan, infeksi kronis ataupun kelainan

pencernaan dan metabolik, yang mengakibatkan kebutuhan nutrisi meningkat,

penyerapan nutrisi yang turun dan/meningkatnya kehilangan nutrisi.Makanan

yang tidak adekuat, akan menyebabkan mobilisasi berbagai cadangan makanan

untuk menghasilkan kalori demi penyelamatan hidup, dimulai dengan

pembakaran cadangan karbohidrat kemudian cadangan lemak serta protein dengan

melalui proses katabolik. Kalau terjadi stres katabolik (infeksi) maka kebutuhan

akan protein akan meningkat, sehingga dapat menyebabkan defisiensi protein

yang relatif, kalau kondisi ini terjadi pada saat status gizi masih diatas -3 SD (-

2SD--3SD), maka terjadilah kwashiorkor (malnutrisi akut/”decompensated

malnutrition”). Pada kondisi ini penting peranan radikal bebas dan anti oksidan.

Bila stres katabolik ini terjadi pada saat status gizi dibawah -3 SD, maka akan

terjadilah marasmik-kwashiorkor. Kalau kondisi kekurangan ini terus dapat

teradaptasi  sampai dibawah -3 SD maka akan terjadilah marasmik

(malnutrisikronik/compensated malnutrition).  Dengan demikian pada malnutrisi

dapat terjadi : gangguan pertumbuhan, atrofi otot, penurunan kadar albumin

serum, penurunan hemoglobin, penurunan sistem kekebalan tubuh, penurunan

berbagai sintesa enzim.

Sedangkan  Obesitas terjadi karena adanya  kelebihan energi yang

disimpan dalam bentuk jaringan lemak. Gangguan keseimbangan energi ini dapat

disebabkan oleh faktor eksogen (obesitas primer) sebagai akibat nutrisional (90%)

dan faktor endogen (obesitas sekunder) akibat adanya kelainan hormonal, sindrom

atau defek genetik (meliputi 10%). Pengaturan keseimbangan energi diperankan

oleh hipotalamus melalui 3 proses fisiologis,  yaitu : pengendalian rasa lapar dan

kenyang, mempengaruhi laju pengeluaran energi dan regulasi sekresi hormon.

Proses dalam pengaturan penyimpanan energi ini terjadi melalui sinyal-sinyal

eferen (yang berpusat di hipotalamus) setelah mendapatkan sinyal aferen dari

perifer (jaringan adipose,  usus dan jaringan otot). Sinyal-sinyal tersebut bersifat

anabolik (meningkatkan rasa lapar serta menurunkan pengeluaran energi) dan

dapat pula bersifat katabolik (anoreksia, meningkatkan pengeluaran energi) dan

dibagi menjadi 2 kategori, yaitu sinyal pendek dan sinyal panjang.  Sinyal pendek

mempengaruhi porsi makan dan waktu makan, serta berhubungan dengan faktor

Page 5: Mal Nutri Si

distensi lambung dan peptida gastrointestinal, yang diperankan oleh kolesistokinin

(CCK) sebagai stimulator dalam peningkatan rasa lapar. Sinyal panjang

diperankan oleh fat-derived hormon leptin dan insulin yang mengatur

penyimpanan dan keseimbangan  energi. Apabila asupan energi melebihi dari

yang dibutuhkan, maka jaringan adiposa meningkat disertai dengan peningkatan

kadar leptin dalam peredaran darah. Leptin kemudian merangsang anorexigenic

center di hipotalamus agar menurunkan produksi Neuro Peptide –Y (NPY),

sehingga terjadi penurunan nafsu makan. Demikian pula sebaliknya bila

kebutuhan energi lebih besar dari asupan energi, maka jaringan adiposa berkurang

dan terjadi rangsangan pada orexigenic center di hipotalamus yang menyebabkan

peningkatan nafsu makan. Pada sebagian besar penderita obesitas terjadi resistensi

leptin, sehingga tingginya kadar leptin tidak menyebabkan penurunan nafsu

makan.

Manifestasi Klinika. Marasmus

Pertumbuhan berkurang atau berhenti Terlihat sangat kurus Penampilan wajah seperti orangtua Perubahan mental Cengeng Kulit kering, dingin, mengendor, keriput Lemak subkutan menghilang hingga turgor kulit berkurang Otot atrofi sehingga kontur tulang terlihat jelas Vena superfisialis tampak jelas Ubun – ubun besar cekung tulang pipi dan dagu kelihatan menonjol mata tampak besar dan dalam Kadang terdapat bradikardi Tekanan darah lebih rendah dibandingkan anak sebaya

b. Kwashiorkor Perubahan mental sampai apatis Anemia Perubahan warna dan tekstur rambut, mudah dicabut / rontok Gangguan sistem gastrointestinal Pembesaran hati Perubahan kulit Atrofi otot Edema simetris pada kedua punggung kaki, dapat sampai seluruh tubuh.

Page 6: Mal Nutri Si

c. Marasmic KwashiorkorManifestasi klinis dari marasmic-kwashiorkor merupakan campuran gejala marasmus dan kwashiorkor

d. Obesitas wajah bulat dengan pipi tembem dan dagu rangkap leher relatif pendek dada membusung dengan payudara membesar perut membuncit dan striae abdomen pada anak laki-laki : Burried penis, gynaecomastia pubertas dini genu valgum (tungkai berbentuk X) dengan kedua pangkal paha bagian

dalam saling  menempel dan bergesekan yang dapat menyebabkan laserasi kulit

Diagnosis1. Kekurangan Energi Protein:

Diagnosis ditegakkan dengan berdasarkan tanda dan gejala klinis serta

pengukuran antropometri. Anak didiagnosis gizi buruk apabila:

- BB/TB < -3 SD atau , 70 % dari median (marasmus)

- Edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh (kwashiorkor:

BB/TB > - 3 SD atau marasmic kwashiorkor: BB/TB < -3SD).

Jika BB/TB tidak dapat diukur, gunakan tanda klinis berupa anak tampak

sangat kurus (visible severe wasting) dan tidak mempunyai jaringan

lemak bawah kulit terutama pada kedua bahu, lengan, pantat, paha,

tulang iga terlihat jelas, dengan atau tanpa adanya edema.

Anak – anak dengan BB/U <60% belum tentu gizi buruk, karena mungkin

anak tersebut pendek, sehingga tidak terlihat sangat kurus. Anak seperti

itu tidak membutuhkan perawatan di rumah sakit, kecuali jiak ditemukan

penyakit lain yang berat.

2. ObesitasDiagnosis ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, antropometri, dan penunjang bila perlu. Secara Antropologi anak dikatakan obesitas bila:a. Pengukuran berat badan (BB) dibandingkan berat badan ideal (BBI).

BBI adalah berat badan menurut tinggi badan ideal. Disebut obesitas

bila BB > 120% BB Ideal.

b. Indeks massa tubuh (IMT). Obesitas bila IMT  P > 95 kurva IMT

berdasarkan umur dan jenis kelamin dari CDC-WHO.

Page 7: Mal Nutri Si

c. Pengukuran lemak subkutan dengan mengukur skinfold thickness (tebal

lipatan kulit/TLK). Obesitas bila TLK Triceps  P > 85.

d. Pengukuran lemak secara laboratorik, misalnya densitometri,

hidrometri.

  

PenatalaksanaanTatalaksana umum malnutrisi energi protein:

Penilaian triase anak dengan gizi buruk dengan tatalaksana syok pada

anak dengan gizi buruk

Jika ditemukan ulkus kornea, beri vitamin A dan obat tetes mata

kloramfenikol/tetrasiklin dan atropin; tutup mata dengan kasa yang

telah dibasahi dengan larutan garam normal, dan balutlah. Jangan beri

obat mata yang mengandung steroid.

- Jika terdapat anemia berat, diperlukan penanganan segera.

- Penanganan umum meliputi 10 langkah dan terbagi dalam 3 fase yaitu:

fase stabilisasi, fase transisi, fase rehabilitasi dan fase tindak lanjut.

Gambar 1. 10 Langkah penanganan Malnutrisi Gizi Buruk

1. Mencegah dan mengatasi hipoglikemi

Page 8: Mal Nutri Si

Semua anak dengan gizi buruk berisiko hipoglikemia (kadar

gula darah < 3 mmol/L atau < 54 mg/dl) sehingga setiap anak gizi

buruk harus diberi makan atau larutan glukosa/gula pasir 10% segera

setelah masuk rumah sakit.

2. Mencegah dan mengatasi hipotermia

Bila suhu aksilar < 35.5° C, segera beri makan F-75 (jika perlu,

lakukan rehidrasi lebih dulu). Pastikan bahwa anak berpakaian

(termasuk kepalanya). Tutup dengan selimut hangat dan letakkan

pemanas (tidak mengarah langsung kepada anak) atau lampu di

dekatnya, atau letakkan anak langsung pada dada atau perut ibunya

(dari kulit ke kulit: metode kanguru). Bila menggunakan lampu listrik,

letakkan lampu pijar 60 W dengan jarak 60 cm dari tubuh anak. Beri

antibiotik sesuai pedoman.

Pemantauan

- Ukur suhu aksilar anak setiap 2 jam sampai suhu meningkat

menjadi 36.5° C atau lebih. Jika digunakan pemanas, ukur suhu

tiap setengah jam. Hentikan pemanasan bila suhu mencapai 36.5° C

- Pastikan bahwa anak selalu tertutup pakaian atau selimut, terutama

pada malam hari

- Periksa kadar gula darah bila ditemukan hipotermia

Pencegahan

- Letakkan tempat tidur di area yang hangat, di bagian bangsal yang

bebas angin dan pastikan anak selalu tertutup pakaian/selimut

- Ganti pakaian dan seprai yang basah, jaga agar anak dan tempat

tidur tetap kering

- Hindarkan anak dari suasana dingin (misalnya: sewaktu dan setelah

mandi, atau selama pemeriksaan medis)

- Biarkan anak tidur dengan dipeluk orang tuanya agar tetap hangat,

terutama di malam hari

- Beri makan F-75 atau modifikasinya setiap 2 jam, mulai sesegera

mungkin, sepanjang hari, siang dan malam.

3. Mencegah dan mengatasi dehidrasi

Page 9: Mal Nutri Si

Diagnosis

Cenderung terjadi diagnosis berlebihan dari dehidrasi dan

estimasi yang berlebihan mengenai derajat keparahannya pada anak

dengan gizi buruk. Hal ini disebabkan oleh sulitnya menentukan status

dehidrasi secara tepat pada anak dengan gizi buruk, hanya dengan

menggunakan gejala klinis saja. Anak gizi buruk dengan diare cair,

bila gejala dehidrasi tidak jelas, anggap dehidrasi ringan.

Tatalaksana

- Jangan gunakan infus untuk rehidrasi, kecuali pada kasus dehidrasi

berat dengan syok.

- Beri ReSoMal, secara oral atau melalui NGT, lakukan lebih lambat

disbanding jika melakukan rehidrasi pada anak dengan gizi baik.

- Beri 5 ml/kgBB setiap 30 menit untuk 2 jam pertama

- Setelah 2 jam, berikan ReSoMal 5–10 ml/kgBB/jam berselang-

seling dengan F-75 dengan jumlah yang sama, setiap jam selama

10 jam.

Jumlah yang pasti tergantung seberapa banyak anak mau, volume tinja

yang keluar dan apakah anak muntah.

- Selanjutnya berikan F-75 secara teratur setiap 2 jam

- Jika masih diare, beri ReSoMal setiap kali diare. Untuk usia < 1 th:

50-100ml setiap buang air besar, usia ≥ 1 th: 100-200 ml setiap

buang air besar.

4. Memperbaiki gangguan keseimbangan elektrolit

Pemantauan

Pantau kemajuan proses rehidrasi dan perbaikan keadaan klinis

setiap setengah jam selama 2 jam pertama, kemudian tiap jam sampai

10 jam berikutnya. Waspada terhadap gejala kelebihan cairan, yang

sangat berbahaya dan bisa mengakibatkan gagal jantung dan kematian.

Periksalah:

- frekuensi napas

- frekuensi nadi

- frekuensi miksi dan jumlah produksi urin

Page 10: Mal Nutri Si

- frekuensi buang air besar dan muntah

Selama proses rehidrasi, frekuensi napas dan nadi akan berkurang

dan mulai ada diuresis. Kembalinya air mata, mulut basah cekung mata

dan fontanel berkurang serta turgor kulit membaik merupakan tanda

membaiknya hidrasi, tetapi anak gizi buruk seringkali tidak

memperlihatkan tanda tersebut walaupun rehidrasi penuh telah terjadi,

sehingga sangat penting untuk memantau berat badan.

Jika ditemukan tanda kelebihan cairan (frekuensi napas meningkat

5x/menit dan frekuensi nadi 15x/menit), hentikan pemberian

cairan/ReSoMal segera dan lakukan penilaian ulang setelah 1 jam.

Pencegahan

Cara mencegah dehidrasi akibat diare yang berkelanjutan sama dengan

pada anak dengan gizi baik, kecuali penggunaan cairan ReSoMal

sebagai pengganti larutan oralit standar.

- Jika anak masih mendapat ASI, lanjutkan pemberian ASI

- Pemberian F-75 sesegera mungkin

- Beri ReSoMal sebanyak 50-100 ml setiap buang air besar cair.

Tatalaksana

- Untuk mengatasi gangguan elektrolit diberikan Kalium dan

Magnesium, yang sudah terkandung di dalam larutan Mineral-Mix

yang ditambahkan ke dalam F-75, F-100 atau ReSoMal

- Gunakan larutan ReSoMal untuk rehidrasi

- Siapkan makanan tanpa menambahkan garam (NaCl).

5. Mengobati infeksi

Pada gizi buruk, gejala infeksi yang biasa ditemukan seperti

demam, seringkali tidak ada, padahal infeksi ganda merupakan hal

yang sering terjadi. Oleh karena itu, anggaplah semua anak dengan gizi

buruk mengalami infeksi saat mereka datang ke rumah sakit dan segera

tangani dengan antibiotik. Hipoglikemia dan hipotermia merupakan

tanda infeksi berat.

Tatalaksana

Berikan pada semua anak dengan gizi buruk:

Page 11: Mal Nutri Si

- Antibiotik spektrum luas

- Vaksin campak jika anak berumur ≥ 6 bulan dan belum pernah

mendapatkannya, atau jika anak berumur > 9 bulan dan sudah

pernah diberi vaksin sebelum berumur 9 bulan.

- Tunda imunisasi jika anak syok.

Pilihan antibiotik spektrum luas

- Jika tidak ada komplikasi atau tidak ada infeksi nyata, beri

Kotrimoksazol per oral (25 mg SMZ + 5 mg TMP/kgBB setiap 12

jam selama 5 hari

- Jika ada komplikasi (hipoglikemia, hipotermia, atau anak terlihat

letargis atau tampak sakit berat), atau jelas ada infeksi, beri:

Ampisilin (50 mg/kgBB IM/IV setiap 6 jam selama 2 hari),

dilanjutkan dengan Amoksisilin oral (15 mg/kgBB setiap 8

jam selama 5 hari) ATAU, jika tidak tersedia amoksisilin,

beri Ampisilin per oral (50 mg/kgBB setiap 6 jam selama 5

hari) sehingga total selama 7 hari

DITAMBAH:

Gentamisin (7.5 mg/kgBB/hari IM/IV) setiap hari selama 7

hari.

- Jika diduga meningitis, lakukan pungsi lumbal untuk memastikan

dan obati dengan Kloramfenikol (25 mg/kg setiap 6 jam) selama 10

hari

- Jika ditemukan infeksi spesifik lainnya (seperti pneumonia,

tuberkulosis, malaria, disentri, infeksi kulit atau jaringan lunak),

beri antibiotik yang sesuai.

- Beri obat antimalaria bila pada apusan darah tepi ditemukan parasit

malaria.

- Walaupun tuberkulosis merupakan penyakit yang umum terdapat,

obat anti tuberkulosis hanya diberikan bila anak terbukti atau

sangat diduga menderita tuberkulosis.

Pemantauan

Page 12: Mal Nutri Si

Jika terdapat anoreksia setelah pemberian antibiotik di atas, lanjutkan

pengobatan sampai seluruhnya 10 hari penuh. Jika nafsu makan belum

membaik, lakukan penilaian ulang menyeluruh pada anak.

6. Memperbaiki kekurangan zat gizi mikro

Semua anak gizi buruk mengalami defisiensi vitamin dan mineral.

Meskipun sering ditemukan anemia, jangan beri zat besi pada fase

awal, tetapi tunggu sampai anak mempunyai nafsu makan yang baik

dan mulai bertambah berat adannya (biasanya pada minggu kedua,

mulai fase rehabilitasi), karena zat besi dapat memperparah infeksi.

Tatalaksana

Berikan setiap hari paling sedikit dalam 2 minggu:

- Multivitamin

- Asam folat (5 mg pada hari 1, dan selanjutnya 1 mg/hari)

- Seng (2 mg Zn elemental/kgBB/hari)

- Tembaga (0.3 mg Cu/kgBB/hari)

- Ferosulfat 3 mg/kgBB/hari setelah berat badan naik (mulai fase

rehabilitasi)

- Vitamin A: diberikan secara oral pada hari ke 1 (kecuali bila telah

diberikan sebelum dirujuk), dengan dosis seperti di bawah ini :

Umur dosis

<6 bulan

6 – 12 bulan

1 – 5 tahun

50 000 (1/2 kapsul biru)

100 000 (1 kapsul biru)

200 000 (1 kapsul merah)

Jika ada gejala defisiensi vitamin A, atau pernah sakit campak dalam 3

bulan terakhir, beri vitamin A dengan dosis sesuai umur pada hari ke 1,

2, dan 15.

7. Memberikan makanan untuk stabilisasi dan transisi

Pada fase awal, pemberian makan (formula) harus diberikan secara

hati-hati sebab keadaan fisiologis anak masih rapuh.

Page 13: Mal Nutri Si

Tatalaksana

Sifat utama yang menonjol dari pemberian makan awal adalah:

- Makanan dalam jumlah sedikit tetapi sering dan rendah

osmolaritas maupun rendah laktosa

- Berikan secara oral atau melalui NGT, hindari penggunaan

parenteral

- Energi: 100 kkal/kgBB/hari

- Protein: 1-1.5 g/kgBB/hari

- Cairan: 130 ml/kgBB/hari (bila ada edema berat beri 100

ml/kgBB/hari)

- Jika anak masih mendapat ASI, lanjutkan, tetapi pastikan bahwa

jumlah

- F-75 yang ditentukan harus dipenuhi seperti di bawah ini:

Hari

ke :

Frekuens

i

Volume/kgBB/pemberian Volume/kgBB/hari

1 – 2

3 – 5

6 dst

2 jam

3 jam

4 jam

11 ml

16 ml

22 ml

130 ml

130 ml

130 ml

Pada anak dengan nafsu makan baik dan tanpa edema, jadwal di atas

dapatdipercepat menjadi 2-3 hari. Jika jumlah petugas terbatas, beri

prioritas untuk pemberian makan setiap 2 jam hanya pada kasus yang

keadaan klinisnya paling berat, dan bila terpaksa upayakan paling tidak

tiap 3 jam pada fase permulaan. Libatkan dan ajari orang tua atau

penunggu pasien.

Pemberian makan sepanjang malam hari sangat penting agar anak

tidak terlalu lama tanpa pemberian makan (puasa dapat meningkatkan

risiko kematian). Apabila pemberian makanan per oral pada fase awal

tidak mencapai kebutuhan minimal (80 kkal/kgBB/hari), berikan

sisanya melalui NGT. Jangan melebihi 100 kkal/kgBB/hari pada fase

awal ini.

Page 14: Mal Nutri Si

Pada cuaca yang sangat panas dan anak berkeringat banyak maka anak

perlu mendapat ekstra air/cairan.

Pemantauan

Pantau dan catat setiap hari:

Jumlah makanan yang diberikan dan dihabiskan

Muntah

Frekuensi defekasi dan konsistensi feses

Berat badan.

8. Memberikan makanan untuk tumbuh kejar

Tanda yang menunjukkan bahwa anak telah mencapai fase ini adalah:

• Kembalinya nafsu makan

• Edema minimal atau hilang.

Tatalaksana

Lakukan transisi secara bertahap dari formula awal (F-75) ke formula

tumbuh-kejar (F-100) (fase transisi):

• Ganti F 75 dengan F 100. Beri F-100 sejumlah yang sama dengan

F-75 selama 2 hari berturutan.

• Selanjutnya naikkan jumlah F-100 sebanyak 10 ml setiap kali

pemberian sampai anak tidak mampu menghabiskan atau tersisa

sedikit. Biasanya hal ini terjadi ketika pemberian formula mencapai

200 ml/kgBB/hari.

• Dapat pula digunakan bubur atau makanan pendamping ASI yang

dimodifikasi sehingga kandungan energi dan proteinnya sebanding

dengan F-100.

• Setelah transisi bertahap, beri anak:

- pemberian makan yang sering dengan jumlah tidak terbatas

(sesuai kemampuan anak)

- energi: 150-220 kkal/kgBB/hari

- protein: 4-6 g/kgBB/hari.

Bila anak masih mendapat ASI, lanjutkan pemberian ASI tetapi

pastikan anak sudah mendapat F-100 sesuai kebutuhan karena ASI

Page 15: Mal Nutri Si

tidak mengandung cukup energi untuk menunjang tumbuh-kejar.

Makanan-terapeutik-siap-saji (ready to use therapeutic food = RUTF)

yang mengandung energi sebanyak 500 kkal/sachet 92g dapat

digunakan pada fase rehabilitasi.

Pemantauan

Hindari terjadinya gagal jantung.

Amati gejala dini gagal jantung (nadi cepat dan napas cepat). Jika nadi

maupun frekuensi napas meningkat (pernapasan naik 5x/menit dan

nadi naik 25x/menit), dan kenaikan ini menetap selama 2 kali

pemeriksaan dengan jarak 4 jam berturut-turut, maka hal ini

merupakan tanda bahaya (cari penyebabnya).

Lakukan segera:

- kurangi volume makanan menjadi 100 ml/kgBB/hari selama 24

jam

- kemudian, tingkatkan perlahan-lahan sebagai berikut:

- 115 ml/kgBB/hari selama 24 jam berikutnya

- 130 ml/kgBB/hari selama 48 jam berikutnya

- selanjutnya, tingkatkan setiap kali makan dengan 10 ml

sebagaimana dijelaskan sebelumnya.

- atasi penyebab

Penilaian kemajuan

Kemajuan terapi dinilai dari kecepatan kenaikan berat badan setelah

taha ptransisi dan mendapat F-100:

Timbang dan catat berat badan setiap pagi sebelum diberi

makan

Hitung dan catat kenaikan berat badan setiap 3 hari dalam

gram/kgBB/hari

Jika kenaikan berat badan:

- kurang (< 5 g/kgBB/hari), anak membutuhkan penilaian ulang

lengkap

- sedang (5-10 g/kgBB/hari), periksa apakah target asupan

terpenuhi, atau mungkin ada infeksi yang tidak terdeteksi.

Page 16: Mal Nutri Si

- baik (> 10 g/kgBB/hari).

9. Memberikan stimulasi untuk tumbuh kembang

- ungkapan kasih sayang

- lingkungan yang ceria

- terapi bermain terstruktur selama 15–30 menit per hari

- aktivitas fisik segera setelah anak cukup sehat

- keterlibatan ibu sesering mungkin (misalnya menghibur, memberi

makan, memandikan, bermain)

10. Mempersiapkan untuk tindak lanjut di rumah

Bila telah tercapai BB/TB > -2 SD (setara dengan >80%) dapat

dianggap anak telah sembuh. Anak mungkin masih mempunyai BB/U

rendah karena anak berperawakan pendek. Pola pemberian makan

yang baik dan stimulasi harus tetap dilanjutkan di rumah.

Berikan contoh kepada orang tua:

- Menu dan cara membuat makanan kaya energi dan padat gizi serta

frekuensi pemberian makan yang sering.

- Terapi bermain yang terstruktur

Sarankan:

- Melengkapi imunisasi dasar dan/atau ulangan

- Mengikuti program pemberian vitamin A (Februari dan Agustus)

Pemulangan sebelum sembuh total

Anak yang belum sembuh total mempunyai risiko tinggi untuk kambuh.

Waktu untuk pemulangan harus mempertimbangkan manfaat dan faktor

risiko. Faktor sosial juga harus dipertimbangkan. Anak membutuhkan

perawatan lanjutan melalui rawat jalan untuk menyelesaikan fase

rehabilitasi serta untuk mencegah kekambuhan.

Beberapa pertimbangan agar perawatan di rumah berhasil:

Anak seharusnya:

• telah menyelesaikan pengobatan antibiotik

• mempunyai nafsu makan baik

• menunjukkan kenaikan berat badan yang baik

Page 17: Mal Nutri Si

• edema sudah hilang atau setidaknya sudah berkurang.

Ibu atau pengasuh seharusnya:

• mempunyai waktu untuk mengasuh anak

• memperoleh pelatihan mengenai pemberian makan yang tepat (jenis,

jumlah dan frekuensi)

• mempunyai sumber daya untuk memberi makan anak. Jika tidak

mungkin, nasihati tentang dukungan yang tersedia.

Tindak lanjut bagi anak yang pulang sebelum sembuh

Jika anak dipulangkan lebih awal, buatlah rencana untuk tindak lanjut

sampai anak sembuh:

• Hubungi unit rawat jalan, pusat rehabilitasi gizi, klinik kesehatan local

untuk melakukan supervisi dan pendampingan.

• Anak harus ditimbang secara teratur setiap minggu. Jika ada kegagalan

kenaikan berat badan dalam waktu 2 minggu berturut-turut atau terjadi

penurunan berat badan, anak harus dirujuk kembali ke rumah sakit.

Tata laksana Obesitas:

Prinsipnya adalah mengurangi asupan energi serta meningkatkan

keluaran energi, dengan cara pengaturan diet, peningkatan aktifitas fisik,

dan mengubah/modifikasi pola hidup.

1. Menetapkan target penurunan berat badan

Untuk penurunan berat badan ditetapkan berdasarkan :

·  Usia anak : 2-7 tahun dan diatas 7 tahun

·  Derajat obesitas

·  Ada tidaknya penyakit penyerta/komplikasi.

Pada anak obesitas usia dibawah 7 tahun tanpa komplikasi,

dianjurkan cukup dengan mempertahankan berat badan. Pada anak

obesitas usia dibawah 7 tahun dengan komplikasi dan usia diatas 7

tahun (dengan/tanpa komplikasi) dianjurkan untuk menurunkan berat

badan (diet dan aktifitas fisik). Target penurunan berat badan  dengan

kecepatan   0,5-2 kg per bulan, sampai mencapai berat badan ideal.

 2. Pengaturan diet

Page 18: Mal Nutri Si

Prinsip pengaturan diet pada anak obesitas adalah diet seimbang

sesuai dengan angka kecukupan gizi (AKG), hal ini  karena anak masih

mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Intervensi diet harus

disesuaikan dengan usia anak, derajat obesitas dan ada tidaknya

penyakit penyerta. Pada obesitas tanpa penyakit penyerta, diberikan diet

seimbang rendah kalori dengan pengurangan asupan kalori sebesar

30%. Dapat pula memakai perhitungan kebutuhan kalori berdasarkan

berat badan sebagai berikut :

     BB ideal + (BB aktual-BB ideal) X 0,25

 

Dalam pengaturan diet ini perlu diperhatikan tentang :

· Menurunkan berat badan dengan tetap mempertahankan pertumbuhan

normal.

· Diet seimbang dengan komposisi karbohidrat 50-60%, lemak 20-30%

dengan lemak jenuh < 10% dan protein  15-20% energi total serta

kolesterol < 300 mg per hari.

· Diet tinggi serat, dianjurkan pada anak usia > 2 tahun dengan

penghitungan dosis menggunakan rumus : (umur dalam tahun + 5)

gram per hari.

  3. Pengaturan aktifitas fisik

Latihan fisik yang diberikan disesuaikan dengan tingkat

perkembangan motorik, kemampuan fisik dan umurnya. Aktifitas fisik

untuk anak usia 6-12 tahun lebih tepat yang menggunakan keterampilan

otot, seperti bersepeda, berenang, menari dan senam. Dianjurkan untuk

melakukan aktifitas fisik selama 20-30 menit per hari.

  4. Mengubah pola hidup/perilaku

Diperlukan peran serta orang tua sebagai komponen intervensi, dengan

cara :

· Pengawasan sendiri terhadap: berat badan, asupan makanan dan

aktifitas fisik serta mencatat perkembangannya.

Page 19: Mal Nutri Si

· Mengontrol rangsangan untuk makan. Orang tua diharapkan dapat

menyingkirkan rangsangan disekitar anak yang dapat memicu

keinginan untuk makan.

· Mengubah perilaku makan, dengan mengontrol porsi dan jenis

makanan yang dikonsumsi dan mengurangi makanan camilan.

· Memberikan penghargaan dan hukuman.

· Pengendalian diri, dengan menghindari makanan berkalori tinggi yang

pada umumnya lezat dan memilih makanan berkalori rendah.

  5. Peran serta orang tua, anggota keluarga, teman dan guru.

Orang tua menyediakan diet yang seimbang, rendah kalori dan

sesuai petunjuk ahli gizi. Anggota keluarga, guru dan teman ikut

berpartisipasi dalam program diet, mengubah perilaku makan dan aktifitas

yang mendukung program diet.

 6. Konseling problem psikososial, terutama untuk peningkatan rasa

percaya diri

  7. Terapi intensif

Terapi intensif diterapkan pada anak dengan obesitas berat dan

yang disertai komplikasi yang tidak memberikan respon pada terapi

konvensional, terdiri dari diet berkalori sangat rendah (very low calorie

diet), farmakoterapi dan terapi bedah.

        Indikasi terapi diet dengan kalori sangat rendah bila berat badan >

140% BB Ideal atau IMT P > 97, dengan asupan kalori hanya 600-800

kkal per hari dan protein hewani 1,5-2,5 gram/kg BB Ideal, dengan

suplementasi vitamin dan mineral serta minum > 1,5 L per hari. Terapi ini

hanya diberikan selama 12 hari dengan pengawasan dokter. 

        Farmakoterapi dikelompokkan menjadi 3, yaitu : mempengaruhi

asupan energi dengan menekan nafsu makan, contohnya sibutramin;

mempengaruhi penyimpanan energi dengan menghambat absorbsi zat-zat

gizi contohnya orlistat, leptin, octreotide dan metformin; meningkatkan

penggunaan energi. Farmakoterapi belum direkomendasikan untuk terapi

obesitas pada anak, karena efek jangka panjang yang masih belum jelas.

Page 20: Mal Nutri Si

        Terapi bedah di indikasikan bila berat badan > 200% BB Ideal.

Prinsip terapi ini adalah untuk mengurangi asupan makanan atau

memperlambat pengosongan lambung dengan cara gastric banding, dan

mengurangi absorbsi makanan dengan cara membuat gastric bypass dari

lambung ke bagian akhir usus halus. Sampai saat ini belum banyak

penelitian tentang manfaat dan bahaya terapi ini pada anak.

KomplikasiPada anak dengan gizi buruk dapat ditemukan penyakit penyerta antara lain :

Masalah pada mata Anemia berat Lesi kulit pada kwashiorkor Diare persisten (giardiasis dan kerusakan mukosa usus,

intoleransi laktosa, diare osmotik)Penyakit penyerta yang dapat terjadi pada obesitas adalah antara lain:

- Faktor Risiko Penyakit Kardiovaskuler

- Diabetes Mellitus tipe-2

- Obstruktive sleep apnea

- Gangguan ortopedik

- Pseudotumor serebri

PrognosisMalnutrisi yang hebat mempunyai angka kematian yang tinggi, kematian

sering disebabkan oleh karena infeksi, sering tidak dapat dibedakan antara

kematian karena infeksi atau karena malnutrisi sendiri. Prognosis tergantung dari

stadium saat pengobatan mulai dilaksanakan. Dalam beberapa hal walaupun

kelihatannya pengobatan adekuat, bila penyakitnya progesif kematian tidak dapat

dihindari, mungkin disebabkan perubahan yang irrever-sibel dari set-sel tubuh

akibat under nutrition maupun overnutrition.

Page 21: Mal Nutri Si
Page 22: Mal Nutri Si

DAFTAR PUSTAKA

1. Syam Fahrial. Malnutrisi. Dalam: Sudojo A, Bambang S, Alwi I,

Simbadibrata M, Setiadi S, Editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 1

Edisi V. Jakarta: Interna Publishing. 2009;355 – 65

2. Direktorat Gizi Masyarakat. Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) KLB – Gizi

Buruk. Jakarta: Depkes RI Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat. 2008; 1

3. World Health Organization. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit.

Jakarta: WHO Indonesia. 2009. 193 – 221

4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Bina

Kesehatan Masyarakat Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Petunjuk Teknis

Tatalaksana Anak Gizi Buruk Buku I. Jakarta: Departemen Kesehatan.2009.

5. Barnes Lewis, Curran John. Nutrisi. Dalam: Wahab S, editor. Nelson Ilmu

Kesehatan Anak jilid 1 Edisi 15. Jakarta: EGC. 2000;179 – 232

6. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak. Ilmu Kesehatan Anak jilid 1. Jakarta:

FKUI.2007; 360 – 69

7. Lailani D, Hakimi. Pertumbuhan Fisik Anak Obesitas. Dalam: Sari Pediatri

Volume 5. 2003; 99 – 102