makrosomia fetus ok postterm

27
MAKROSOMIA FETUS YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEHAMILAN LEWAT WAKTU DONEL PENDAHULUAN Istilah makrosomia sampai saat ini masih banyak perbedaan dalam hal definisi dan batasan. Belum ada kesepakatan secara umum mengenai istilah makrosomia ini, walaupun dikalangan para obstetricus ada kesepakatan bahwa bayi baru lahir dengan berat badan kurang dari 4000 gram tidak tergolong besar, namun kesepakatan ini belum sampai pada penentuan definisi makrosomia. Di dalam berbagai kepustakaan ada berbagai batasan mengenai berat bayi yang tergolong makrosomia, angkanya berkisar antara 4000 – 4500 gram. 1-3 Definisi lain mengenai makrosomia ini berdasarkan kriteria perbandingan berat badan terhadap usia kehamilan. Bayi dikatakan besar masa kehamilan (BMK) atau large for gestational age (LGA) bila berat badannya melebihi persentil ke 90 untuk usia kehamilannya. Nomenklatur ini mempunyai keuntungan karena lebih jelas bila dibandingkan dengan kriteria berdasarkan standar empiris. Contohnya janin dengan berat badan 3800 gram pada usia kehamilan 35 minggu tidak disebut makrosomia namun tergolong BMK. 1, 4 1

Upload: hanni-dayang-puspitasari

Post on 07-Feb-2016

138 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

makrosomia

TRANSCRIPT

Page 1: Makrosomia Fetus Ok Postterm

MAKROSOMIA FETUS YANG BERHUBUNGAN

DENGAN KEHAMILAN LEWAT WAKTU

DONEL

PENDAHULUAN

Istilah makrosomia sampai saat ini masih banyak perbedaan dalam hal definisi

dan batasan. Belum ada kesepakatan secara umum mengenai istilah makrosomia ini,

walaupun dikalangan para obstetricus ada kesepakatan bahwa bayi baru lahir dengan

berat badan kurang dari 4000 gram tidak tergolong besar, namun kesepakatan ini belum

sampai pada penentuan definisi makrosomia. Di dalam berbagai kepustakaan ada

berbagai batasan mengenai berat bayi yang tergolong makrosomia, angkanya berkisar

antara 4000 – 4500 gram. 1-3

Definisi lain mengenai makrosomia ini berdasarkan kriteria perbandingan berat

badan terhadap usia kehamilan. Bayi dikatakan besar masa kehamilan (BMK) atau

large for gestational age (LGA) bila berat badannya melebihi persentil ke 90 untuk usia

kehamilannya. Nomenklatur ini mempunyai keuntungan karena lebih jelas bila

dibandingkan dengan kriteria berdasarkan standar empiris. Contohnya janin dengan

berat badan 3800 gram pada usia kehamilan 35 minggu tidak disebut makrosomia

namun tergolong BMK. 1, 4

Janin dengan berat badan yang besar untuk usia kehamilannya atau makrosomia

mempunyai risiko yang tinggi untuk mengalami distosia bahu, asfiksia pada saat

persalinan, trauma persalinan, kematian janin dan non insulin dependent diabetes

mellitus. Selain itu janin yang besar juga memberikan risiko untuk ibunya. Insiden bayi

dengan berat badan lebih dari 4500 gram 10 kali lebih sering pada kelompok ibu hamil

diabetes dibanding dengan ibu hamil normal.5, 6

Insiden makrosomia bervariasi dalam populasi; umumnya berkisar 5-7% untuk

batasan berat badan lebih dari 4000 gram dan kurang dari 1% bila memakai batasan

berat badan lebih dari 4500 gram. Insidensi bayi dengan berat badan yang berlebihan ini

1

Page 2: Makrosomia Fetus Ok Postterm

cenderung meningkat dalam abad ke 20. Contohnya menurut William, insidensi bayi

lahir dengan berat badan lebih dari 5000 gram 1-2 per 10.000 kelahiran, sedangkan di

RS.Parkland dari tahun 1998 – 2002 adalah 15 per 10.000 kelahiran 1

Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan janin

Ukuran akhir besarnya bayi pada saat dilahirkan merupakan hasil

interaksi antara faktor genom janin dan lingkungan maternal. Peran faktor genetik

terhadap tumbuh kembang janin diperkirakan kurang lebih 30-60%. Walaupun faktor

genetik dalam regulasi pertumbuhan janin diturunkan oleh kedua orang tua, namun

genetik maternal lebih dominan dibanding genetik paternal (65%).7

Faktor genetik

Faktor genetik merupakan kontributor utama dalam mengontrol

pertumbuhan janin pada paruh pertama kehamilan, sedang faktor-faktor lain seperti :

nutrisi, hormonal, metabolik dan lingkungan lebih berpengaruh pada trimester terakhir.

Pada kasus kehamilan dengan diabetes, janin lebih rentan terhadap perubahan

pertumbuhan pada trimester ketiga.7

Sejumlah penelitian telah membuktikan bahwa genom maternal dan

paternal memegang peran penting dalam perkembangan dan pertumbuhan janin.

Contohnya, pada zigot ginogenetik (dua kopi genom maternal) terjadi ganaguan

perkembangan jaringan ekstraembrional, tetapi perkembangan embrio tetap

normal. Perkembanaan trofoblas diatur oleh genotipe paterna1. Pada percobaan

transfer inti zygot menunjukkan bahwa zygot androgenetik (dua kopi genom paternal)

mengalami perkembangan trofoblas yang ekstensif namun perkembangan jaringan

embrionalnya mengalami harnbatan. Mola hidatidosa merupakan akibat dari

pembentukan trofoblas yang berlebihan yang berasal dari komposisi genetik paternal.8

Beberapa gen telah berhasil dipetakan sebagai gen maternal dan

paternal. Insulin-like growth factor I (IGF-I) dan IGF-II merupakan dua produk protein

dari gen yang khusus mengatur perkembangan sel-sel trofoblas yang membentuk

2

Page 3: Makrosomia Fetus Ok Postterm

plasenta. Delesi pada gen IGF-I dan IGF II akan menyebabkan terjadinya restriksi

pertumbuhan janin.8

Faktor epigenetik

Faktor epigenetik atau lingkungan, termasuk lingkungan maternal secara umum

seperti, umur ibu, paritas, status gizi, penyakit dan kebiasaan ibu (merokok,

minum alkohol), maupun lingkungan maternal yang mempunyai hubungan langsung

dengan janin, seperti aliran darah uteroplasenter dan metabolisme fetal-maternal,

faktor mediator biokimiawi yang dilepaskan ke sirkulasi, misalnya faktor endokrin

atau yang disintesis lokal seperti parakrin, dan faktor plasenta memegang peranan penting

dalam regulasi pertumbuhan janin.7

Faktor-faktor non genetik yang berpengaruh terhadap pertumbuhan janin adalah :

a. Ukuran uterus

Pertumbuhan janin dapat dibatasi oleh ukuran uterus sehingga kapasitas untuk

menunjang pertumbuhan plasenta dan suplai nutrisi terbatas bagi janin terbatas.

Contohnya embrio dari keturunan yang kecil bila ditransplantasikan ke uterus yang besar

akan bertumbuh lebih besar dibandingkan bila embrio tersebut tetap di dalam rahim yang

kecil. Sebaliknya embrio dari keturunan yang besar yang ditransfer ke uterus yang kecil

akan bertumbuh lebih kecil dibandingkan bila dia berada dalam uterus yang besar. Jadi

jelas bahwa janin kecil dari orang tua yang kecil dan janin besar dari orang tua

yang besar bukan merupakan gambaran restriksi pertumbuhan atau pertumbuhan yang

berlebihan 8

b. Nutrisi ibu

Data epidemiologi menunjukkan bahwa pada kondisi kelaparan yang

berkepanjangan hanya membatasi pertumbuhan janin sekitar 10-25%. Asupan kalori dan

protein harus kurang dan 50% sebelum terjadi restriksi pertumbuhan. Hal yang sama juga

berlaku pada makrosomia yang umumnya terjadi pada kehamilan yang berkomplikasi

dengan diabetes melitus gestasional yang disertai dengan hiperglikemia,

3

Page 4: Makrosomia Fetus Ok Postterm

hipertriglyceridemia serta hiperinsulinemia pada janin yang kemudian menyebabkan

pertumbuhan jaringan lemak yang berlebihan. 8

c. Plasenta

Plasenta mengatur Iingkungan untuk pertumbuhan dan perkembangan janin

dengan cara menjadi mediator sistem maternal untuk mengenali dan mendukung

kehamilan. Sistem endokrin plasenta berperan dalam menyediakan suplai nutrien

yang adekuat untuk perkembangan janin, tempat untuk pengambilan nutrisi

dan pengeluaran limbah dan juga untuk pertahanan melawan patogen. Kegagalan

pertumbuhan plasenta berhubungan langsung dengan menurunnya pertumbuhan janin.

Jelas bahwa ukuran plasenta dan ukuran janin saling berhubungan, walaupun hubungan

fungsional antara janin dan plasenta juga penting untuk pertumbuhan dan perkembangan

janin.8

Faktor-faktor Risiko Makrosomia

Wanita yang melahirkan bayi makrosomia umumnya lebih gemuk, mempunyai

pertambahan berat badan yang berlebihan selama kehamilan atau dengan kehamilan

lewat waktu. Berdasarkan pengetahuan tentang faktor-faktor risiko, korelasi yang paling

kuat ditemukan pada ibu dengan diabetes melitus, obesitas dan kehamilan lewat waktu

dengan risiko makrosomia berkisar antara 5 – 15 persen. Bayi dengan berat badan 4250

gram yang dilahirkan oleh ibu penderita diabetes mempunyai risiko yang lebih tinggi

untuk mengalami distosia bahu dibandingkan dengan bayi dengan berat badan sama

yang dilahirkan oleh ibu non diabetes. Insiden diabetes maternal meningkat bila berat

badan bayi melebihi 4000 gram, namun perlu ditekankan bahwa insiden diabetes pada

ibu yang melahirkan bayi makrosomia tidak besar. Di RS.Parkland dari 13.805 bayi

yang lahir dengan berat badan lebih dari 4000 gram hanya 823 atau 6 persen yang lahir

dari ibu penderita diabetes.9

Faktor-faktor risiko untuk makrosomia antara lain :9

- Ibu yang diabetes

- Ibu yang gemuk

4

Page 5: Makrosomia Fetus Ok Postterm

- Multiparitas

- Umur ibu

- Kehamilan lewat waktu

- Orang tua dengan bentuk badan yang besar

- Ras dan etnik

- Janin laki-laki

- Riwayat makrosmia sebelumnya

Diagnosis

Sampai saai ini perkiraan yang akurat terhadap besar janin dalam uterus masih

sulit dilakukan, sehingga diagnosis makrosomia seringkali tidak dapat dibuat sampai

setelah persalinan. Ketidaktepatan perkiraan berat janin secara klinis dengan

pemeriksaan fisik sering dihubungkan dengan keadaan ibu seperti adanya obesitas.

Berbagai upaya telah dilakukan untuk memperbaiki ketepatan perkiraan berat janin

dengan analisis bermacam-macam ukuran yang diperoleh dengan ultrasonografi.

Sejumlah formula telah dibuat untuk memperkirakan berat janin menggunakan

pengukuran kepala, femur, dan abdomen secara ultrasonografik. Perkiraan yang dibuat

dengan penghitungan-penghitungan ini, meskipun cukup akurat untuk meramalkan berat

janin kecil dan preterm, terapi masih kurang akurat untuk meramalkan berat janin yang

sangat besar. Seperti yang terlihat pada grafik dibawah, seorang bayi yang diramalkan

berberat 4000 g pada kenyataannya dapat berberat badan jauh lebih besar atau lebih

kecil daripada yang diramalkan.2

Gambar 1 : Hubungan antara perkiraan berat janin dengan ultrasonograf dengan

. hasil yang sebenarnya ( dikutip dari Cunningham 2 )

5

Page 6: Makrosomia Fetus Ok Postterm

Hasil serupa juga dilaporkan oleh Jazayeri 1999. Rouse 1996, mengulas 13

penelitian sejak 1985 sampai 1995 yang melaporkan sensitivitas dan spesifisitas ramalan

ultrasonik pada janin makrosomik. Berbagai metode tersebut didapati hanya mempunyai

sensitivitas yang sedang (60 persen) untuk diagnosis akurat makrosomia, tetapi

spesifisitas yang lebih tinggi (90 persen) dalam menyingkirkan ukuran janin yang

berlebih. Sayangnya, belum ditemukan suatu rumus yang mampu menyajikan perkiraan

makrosomia janin dengan nilai prediktif yang cukup akurat dan bermanfaat untuk

menyusun strategi penatalaksanaan klinis. Dalam sebuah tinjauan komprehensif

tentang perkiraan berat janin dari pengukuran ultrasonik untuk mengidentifikasi

makrosomia, Sandmire (1993) berpendapat bahwa penggunaan data semacam itu untuk

pengambilan keputusan klinis mungkin lebih banyak menyebabkan bahaya daripada

manfaat. la menyarankan agar pelaporan dan penggunaan data sonografik secara klinis

untuk memperkirakan berat janin yang lebih besar harus ditangguhkan. Adashek dan

kawan-kawan 1996 menemukan bahwa para ibu yang menjalani pemeriksaan

ultrasonografi dalam 4 minggu gestasi terakhir mempunyai risiko seksio sesarea yang jauh

lebih tinggi jika perkiraan besar janin melebihi 4000 g. Mereka menyimpulkan bahwa

perkiraan berat janin dari pengukuran ultrasonografi tidak terlalu handal. Meski

demikian, pengukuran sonografik untuk menilai berat janin yang besar guna

membantu pengambilan keputusan penatalaksanaan klinis dapat dibenarkan pada

kondisi-kondisi tertentu. Penggunaan perkiraan ini secara rutin untuk menemukan

makrosomia tidak dianjurkan. Temuan-temuan dari beberapa penelitian menunjukkan

bahwa perkiraan berat janin dengan pemeriksaan fisik pada wanita hamil sama baiknya

atau bahkan lebih baik daripada perkiraan yang dibuat dari pengukuran janin secara

ultrasonografik.2

Makrosomia Pada Kehamilan Lewat Waktu ( Postterm )

Kehamilan lewat waktu merupakan masalah yang sering ditemukan dalam

praktek obstetri. Pada awalnya pandangan mengenai kehamilan lewat waktu ini belum

seragam. Terdapat perbedaan pandangan antara peneliti-peneliti Eropa dengan Amerika

Serikat yang memandang masalah ini dengan skeptis. Para peneliti Eropa meragukan

6

Page 7: Makrosomia Fetus Ok Postterm

laporan dari Clure-Brown yang menyatakan bahwa mortalitas janin akan meningkat dua

kali lipat pada pasien yang mencapai kehamilan 42 minggu dan juga meragukan apakah

mungkin kehamilan melewati 42 minggu. Keadaan ini kemudian diklarifikasi oleh

Clifford pada tahun 1952 yang membuat sistem klasifikasi untuk menentukan derajat

kesakitan bayi yang lahir postterm.10

Istilah postterm, memanjang, lewat tanggal, dan postmatur sering digunakan

dan disamakan untuk menyebutkan kehamilan yang sudah melampaui masa kehamilan

yang dianggap berada di atas batas normal. Ketidaktepatan penggunaan istilah itu,

ditambah dengan bervariasinya definisi tentang batas atas kehamilan normal, membuat

penelusuran literatur tentang kehamilan postterm menjadi membingungkan.

Postmatur seharusnya digunakan untuk mendeskripsikan janin dengan ciri-ciri klinis

nyata yang menunjukkan kehamilan yang memanjang patologis. Oleh karena itu,

kehamilan postterm atau memanjang adalah pernyataan yang lebih disukai untuk

kehamilan-kehamilan yang lewat waktu, dan "postmatur" dikhususkan untuk sebuah

sindrom klinis spesifik. Perlu diperhatikan, hanya sedikit bayi yang lahir dari

kehamilan memanjang ini yang postmatur. Definisi standar yang direkomendasikan

secara internasional untuk kehamilan memanjang, didukung oleh American College of

Obstetricians and Gynecologist (1997), adalah 42 minggu lengkap (294 hari) atau lebih

sejak hari pertama haid terakhir.2

Pada umumnya penulis menetapkan bahwa kehamilan post date adalah

kehamilan yang mencapai 42 minggu dari amenorea. Insiden morbiditas meningkat

setelah 40 minggu. Pada kehamilan 42 minggu mortalitas meningkat menjadi dua kali

lipat sehingga usia kehamilan ini dipakai sebagai cut off point. Diagnosis yang akurat

ditentukan oleh penentuan awal kehamilan yang tepat. Hampir 50 persen pasien

melahirkan pada sekitar tanggal perkiraan persalinannya, sedang sekitar 35-40%

melahirkan 2 minggu sesudahnya.11

Persalinan lewat waktu dapat menimbulkan komplikasi pada ibu dan bayi dan

berhubungan dengan peningkatan insiden infeksi postpartum, perdarahan karena atonia

uteri, komplikasi luka, hari perawatan yang lebih lama dan emboli paru. Eden

7

Page 8: Makrosomia Fetus Ok Postterm

melaporkan kejadian seksio sesaria meningkat dua kali lipat pada kehamilan lebih dari

42 minggu dibandingkan dengan kehamilan antara 38-40 minggu, sebagian disebabkan

karena disproporsi kepala panggul pada bayi yang besar (makrosomia) dan juga karena

kegagalan induksi pada serviks yang belum matang. Komplikasi lain yang dapat terjadi

pada ibu adalah trauma akibat persalinan pervaginam karena bayi makrosomia.

Komplikasi yang dapat timbul pada bayi berupa insufisiensi plasenta, trauma karena

makrosomia dan sindroma aspirasi mekonium. Sementara pertumbuhan janin dapat

terhenti pada postmaturitas, namun sejumlah janin dapat terus bertumbuh dan

melampaui berat 4000 gram khususnya pada janin laki-laki. Sechen dan kawan-kawan

2002, melaporkan 25-30 persen bayi pada kehamilan postterm lahir dengan berat badan

lebih dari 4000 gram, angka ini tiga kali lebih tinggi dibandingkan dengan bayi pada

kehamilan aterm. 11

Diagnosis makrosomia yang akurat sangat membantu untuk membuat rencana

persalinan, namun metode untuk penentuan pertumbuhan janin yang berlebihan

mempunyai keterbatasan karena sensitivitas dan nilai prediksi yang rendah. Berbagai

upaya telah dilakukan untuk meningkatkan akurasi diagnostik taksiran berat janin

dengan pemeriksaan ultrasonografi. Walaupun formula ini biasanya dapat membantu

pada janin dengan ukuran normal tetapi akurasinya akan berkurang pada ukuran janin

yang ekstrim. Penyulit lain untuk menaksir berat janin dengan metode palpasi perut ibu

pada janin yang dicurigai makrosomia timbul karena tingginya kejadian obesitas pada

ibu-ibu tersebut. Chervenak 2001, melaporkan pemeriksaan ultrasonografi mempunyai

sensitivitas 60,5 persen dan spesifisitas 90,7 persen untuk menaksir berat badan lahir

lebih dari 4000 gram. Metode lain untuk menentukan bayi yang suspek makrosomia

adalah pemeriksaan fetal pelvic index (FPI) yang ditemukan oleh Morgan dan Thurnan.

Metode ini membandingkan pengukuran kepala dan abdomen janin berdasarkan

pemeriksaan ultrasonografi dengan pemeriksaan rontgen pelvimetri untuk mengukur

inlet pelvis dan lingkaran panggul tengah. Pemeriksaan tersebut saat ini lebih mudah

dilakukan dengan CT scan menggunakan metode Colcher-Sussman.11

8

Page 9: Makrosomia Fetus Ok Postterm

Walaupun penurunan komplikasi merupakan tujuan penanganan makrosomia,

namun sejumlah peneliti melaporkan bahwa keputusan klinis yang hanya didasari oleh

estimasi berat janin berdasarkan hasil pemeriksaan ultrasonografi hanya akan

meningkatkan kejadian persalinan dengan seksio sesaria. Oleh karena itu pengukuran

biometeri dengan ultrasonografi harus selalu digunakan bersama dengan penilaian klinis

terhadap ukuran janin, keadaan panggul ibu dan pertimbangan yang seksama akan risiko

makrosomia terhadap ibu dan janin.2, 3

Perkiraan Umur Kehamilan Memakai Tanggal Menstruasi

Definisi kehamilan postterm sebagai kehamilan yang berlangsung

selama 42 minggu atau lebih sejak awal datangnya menstruasi menganggap

bahwa menstruasi terakhir diikuti dengan ovulasi 2 minggu kemudian.

Meskipun definisi ini mungkin benar untuk 10 persen kehamilan, beberapa

kehamilan mungkin sebenarnya bukan postterm tetapi lebih merupakan akibat kesalahan

penaksiran usia gestasi. Ada kemungkinan terdapat dua kategori kehamilan yang

mencapai 42 minggu lengkap:2

1. Yang benar-benar 42 minggu setelah konsepsi.

2. Yang kehamilannya belum terlalu lanjut karena bervariasinya waktu ovulasi.

Munster dan kawan-kawan 1992 melaporkan insiden tinggi variasi siklus

menstruasi yang besar pada wanita normal. Boyce 1976 meneliti 317 wanita Perancis

dengan profil suhu badan basal konsepsional dan menemukan bahwa 70 persen yang

hamil lengkap 42 minggu pasca menstruasi ternyata mempunyai gestasi yang kurang

lanjut berdasarkan hari ovulasi masing-masing. Reuss 1995 menemukan hasil serupa

ketika penetapan usia gestasi dini melalui ultrasonografi diteliti secara prospektif pada

764 wanita. Kehamilan postterm menurun dari 10 persen berdasarkan riwayat

menstruasi menjadi 3 persen kalau digunakan kriteria ultrasonografi. Jadi, sejumlah kecil

wanita mengalami ovulasi lebih cepat daripada yang diharapkan sehingga meningkatkan

kemungkinan bahwa kehamilan 40 minggu lengkap pascakonsepsi setara dengan 41

minggu amenore. Dengan demikian, kebanyakan kehamilan yang pasti 42 minggu

9

Page 10: Makrosomia Fetus Ok Postterm

lengkap setelah menstruasi terahir mungkin secara biologis tidak memanjang dan

beberapa kehamilan yang belum mencapai 42 minggu mungkin sebenarnya telah

postterm. Variasi-variasi siklus menstruasi ini kemungkinan menjelaskan, setidaknya

sebagian, mengapa sekitar 10 persen kehamilan manusia mencapai 42 minggu, namun

relatif sedikit janin yang terbukti mengalami postmaturitas. Karena tidak ada metode

untuk mengidentifikasi kehamilan yang benar-benar memanjang, semua kehamilan

yang ditetapkan sebagai 42 minggu lengkap harus ditangani seolah-olah memanjang

abnormal 2

Insidensi

Lebih kurang 7 persen dari 4 juta bayi yang lahir di Amerika Serikat pada

tahun 2001 diperkirakan lahir pada usia 42 minggu dan lebih, sedangkan kelahiran

preterm ( dibawah 36 minggu ) sebanyak 12 persen. Kehamilan postterm amat

bervariasi bergantung pada kriteria yang digunakan untuk diagnosis, dan frekuensi

yang dilaporkan berkisar dari 4 sampai 14 persen dengan rata-rata sekitar 10 persen

(Bakketeig and Bergsjo, 1991). Terdapat hasil-hasil yang kontradiktif berkenaan dengan

kemaknaan berbagai faktor demografik ibu seperti paritas, kelahiran postterm

sebelumnya, kelas sosioekonomi, dan umur. Terdapat satu gambaran yang menarik,

yaitu kecenderungan beberapa ibu untuk mengalami kelahiran postterm berulang yang

mengesankan bahwa beberapa kehamilan wanita Norwegia, insiden kelahiran postterm

berturutan meningkat dari 10 menjadi 27 persen kalau kelahiran pertama adalah

postterm dan menjadi 39 persen kalau sudah terjadi persalinan postterm berturut-turut

sebelumnya (Bakketeig and Bergsjo, 1991). Mogren 1999 melaporkan bahwa kehamilan

memanjang juga berulang lintas generasi pada wanita Swedia. Kalau ibu sudah

mengalami kehamilan memanjang ketika melahirkan anak perempuannya, risiko untuk

kehamilan memanjang pada kehamilan anak perempuannya tersebut meningkat dua

sampai tiga kali lipat.2

Pada penelitian lain di Swedia oleh Laursen dan kawan-kawan pada tahun 2004

menyimpulkan bahwa kehamilan posterm bukan karena faktor orang tua, tetapi karena

10

Page 11: Makrosomia Fetus Ok Postterm

faktor genetik. Faktor fetoplasenta yang diteliti sebagai predisposisi terjadinya kehamilan

lewat waktu ini adalah anencephal, hipoplasia kelenjar adrenal, dan defisiensi sulfatase

plasenta X-linked. Meskipun etiologi kehamilan yang lama tidak dipahami

sepenuhnya, keadaan klinis ini memberikan suatu gambaran yang umum, yaitu:

penurunan kadar estrogen yang pada kehamilan normal umumnya tinggi. Pada kasus

insufsiensi hipofise atau adrenal janin, hormon prekursor yaitu dehidroisoa

androsteron sulfat disekresikan dalam jumlah yang cukup bagi konversi

menjadi estradiol dan secara tidak langsung menjadi estriol di dalam plasenta.

Contoh klasik mengenai defisiensi prekursor estrogen adalah anensefalus (MacDonald

dan Siiteri, 1965). Defisiensi sulfatase plasenta diturunkan sebagai suatu ciri resesif

yang berhubungan dengan kromosom seks (Ryan, 1980). Dalam keadaan ini, hormon

prekursor dihasilkan oleh kelenjar adrenal janin, tetapi plasenta kekurangan enzim

untuk memecah sulfat dari dehidroandrosteron sulfat, yaitu tahap pendahuluan

enzimatik dalam proses perubahan androgen yang secara biologis lemah, menjadi

estradiol dan estriol 2

Penurunan konsentrasi estrogen yang menandai kasus kasus kehamilan lama

ini dianggap merupakan hal penting, karena kadar estrogen tidak cukup untuk

menstimulasi produksi dan penyimpanan glikofosfolipid di dalam membran janin.

Pada jumlah estrogen yang normal dan terus meningkat, dengan semakin

berlanjutnya kehamilan, membran janin khususnya menjadi kaya akan dua jenis

gliserofos folipid, fosfatidilinositol dan fosfatidiletanolamin yang keduanya

mengandung araklodinat. Janin memicu persalinan melalui mekanisme tertentu yang

masih belum dipahami dengan jelas, sehingga terjadi pemecahan arakidonat dari

kedua senyawa gliserofosfolipid ini. Dengan demikian arakidonat tersedia bagi

konversi menjadi prostaglandin E2 yang selanjutnya akan menstimulasi penipisan

serviks serta kontraksi ritmik uterus yang menjadi ciri khas persalinan normal. Per-

salinan normalnya dimulai dalam periode 4 minggu antara kehamilan 38 dan 42

minggu, dan tampak adanya variabilitas biologis yang lazim dalam proses..ini. Wanita

hamil yang pernah mengalami satu kali kehamilan yang lama akan menghadapi

11

Page 12: Makrosomia Fetus Ok Postterm

peningkatan risiko untuk terjadinya kembali keadaan yang sama pada kehamilan

berikutnya 2.

Efek Pada Janin

Janin postterm dapat terus bertambah beratnya di dalam uterus dan dengan

demikian menjadi bayi besar yang abnormal pada saat lahir, atau bertambah berat

postterm serta berukuran besar menurut usia gestasionalnya. Kenyataan babwa janin

postterm terus tumbuh merupakan indikasi tidak terganggunya fungsi plasenta dengan

implikasi bahwa janin seharusnya mampu menanggung semua beban persalinan normal

tanpa masalah. Akan tetapi, keadaan yang terjadi mungkin tidak demikian. Sebagai

contoh, pertumbuhan yang terus berlangsung dapat menimbulkan disproporsi

sefalopelvik dengan derajat yang mengkhawatirkan dan akibatnya persalinan

tidak dapat lagi berlangsung secara normal. Ditambah lagi dengan adanya

oligohidramnion sering terjadi pada kehamilan yang melampaui usia 42 minggu, dan

penurunan jumlah cairan amnion akan disertai dengan kompresi tali pusat yang

menimbulkan gawat janin, termasuk defekasi dan aspirasi.mekonium yang kental.2

Pada sisi lainnya, lingkungan intrauteri yang tidak menguntungkan janin,

sehingga pertumbuhan janin yang lebih lanjut akan terhenti dan janin menjadi

postterm serta mengalami retardasi pertumbuhan Pada saat lahir bisa terlihat bahwa

janin sebenamya sudah mengalami kehilangan berat yang cukup banyak,

khususnya akibat hilangnya lemak subkutan dan massa otot. Pada kenyataannya,

sebagian bayi yang sudah mengalami retardasi pertumbuhan dapat menjadi postterm,

dan proses patologis ini dapat semakin parah. Pada kasus yang ekstrim, ekstremitas

tampak panjang dan sangat kurus, terdapat deskuamasi epidermis yang parah, dan kuku

jari tangan serta amnion sering diwarnai dengan bercak-bercak mekonium.12

Mortalitas Perinatal

Dasar historik untuk konsep batas atas durasi kehamilan manusia adalah

pengamatan bahwa mortalitas perinatal meningkat setelah tanggal yang diharapkan

terlampaui. Hal ini paling jelas terlihat bila mortalitas perinatal dianalisis sejak saat

12

Page 13: Makrosomia Fetus Ok Postterm

sebelum intervensi-intervensi untuk kehamilan yang melampaui 42 minggu dilakukan

secara luas. Seperti yang diperlihatkan pada tabel 37-2, setelah mencapai titik nadir

pada minggu ke 39 sampai 40, mortalitas perinatal di Swedia meningkat ketika

kehamilan melampaui 41 minggu. Lucas 1965, membandingkan basil akhir perinatal

pada 6624 kehamilan postterm dengan hampir 60.000 kehamilan tunggal yang

dilahirkan antara usia gestasi 38 dan 41 minggu. Semua komponen mortalitas perinatal,

kematian antepartum, intrapartum, dan neonatal meningkat pada usia gestasi 42

minggu dan sesudahnya. Peningkatan yang paling signifikan terjadi pada intrapartum.

Penyebab utamanya adalah hipertensi gravidarum, partus lama dengan disproporsi

sefalopelvik, "anoksia yang tak diketahui sebabnya", dan malformasi.2

Gambar 2 : Kematian perinatal pada kehamilan postterm di Swedia

( dikutip dari Cunningham 2 )

Alexanders dan kawan-kawan pada tahun 2000 meneliti 56.317 ibu hamil dengan

anak tunggal yang melahirkan pada usia kehamilan 40 minggu dan lebih pada tahun

1998 di Amerika Serikat. Didapatkan bahwa 35 persen persalinan yang diinduksi pada

kehamilan yang mencapai usia kehamilan 42 minggu. Angka seksio sesarea dan distosia

bahu serta fetal distress juga meningkat bermakna pada kehamilan 42 minggu

dibandingkan dengan usia kehamilan dibawahnya. Banyak bayi yang dirawat di ruang

intensif pada kehamilan lewat waktu. Insidensi bayi dengan kejang dan mati meningkat

13

Page 14: Makrosomia Fetus Ok Postterm

2 kali lipat pada 42 minggu. Smith tahun 2001 mendapatkan bahwa bayi-bayi yang

dilahirkan pada 38 minggu memiliki resiko kematian perinatal yang paling rendah.2

Gambar 3 : Luaran kehamilan dengan usia kehamilan 40-42 minggu

( dikutip dari Cunningham 2 )

Penanganan Janin Makrosomia

a. Sebelum persalinan

Pendekatan yang rasional dalam penanganan makrosomia harus dilakukan untuk

mencegah komplikasi utama makrosomia yaitu : disproporsi janin panggul, distosia bahu

dan mencegah terjadinya intervensi yang tidak perlu yang dilakukan berdasarkan hasil

pemeriksaan ultrasonografi semata. Penilaian yang cermat terhadap faktor-faktor risiko

ibu harus dimulai sejak kunjungan pertama dan harus difokuskan pada berat badan lahir

bayi yang sebelumnya serta riwayat persalinan sebelumnya. Namun sayangnya sekitar

40% pasien yang melahirkan bayi makrosomia tidak menunjukkan faktor-faktor risiko

yang jelas selama kehamilan. Pemeriksaan tinggi fundus secara serial merupakan bagian

yang penting dari pemeriksaan prenatal. Bila ditemukan tinggi fundus yang abnormal

harus segera dilakukan evaluasi ultrasonografi untuk menentukan adanya makrosomia,

polihidramnion dan kehamilan kembar.11, 12

Ada yang menganjurkan untuk melakukan induksi persalinan “profilaksis” untuk

mencegah pertumbuhan janin yang berlebihan. Secara teoritis induksi ini dapat menekan

risiko seksio sesaria dan distosia bahu dengan mencegah pertumbuhan janin, namun

14

Page 15: Makrosomia Fetus Ok Postterm

Gonen 1999, melaporkan bahwa induksi persalinan tidak dapat menekan insiden seksio

sesaria atau distosia bahu. Hal yang sama dilaporkan oleh Leaphart 2001, bahkan

mereka melaporkan bahwa induksi dapat meningkatkan kejadian seksio sesaria yang

sebenarnya tidak diperlukan. Berdasarkan laporan American College of Obstetricians

and Gynecologists tidak ditemukan bukti yang mendukung untuk melakukan induksi

dini pada kehamilan dengan kecurigaan makrosomia. 2, 11

Rouse 1999, melaporkan bahwa bila dilakukan seksio sesaria pada semua

kehamilan makrosomia pada populasi non diabetes maka diperlukan 3695 seksio sesaria

dengan biaya sekitar 8,7 juta US dollar untuk mencegah satu kejadian brachial palsy

yang permanen akibat distosia bahu.11

Beberapa sikap yang harus dipertimbangkan pada persalinan dengan dugaan

makrosomia antara lain :11

- Hindari persalinan tindakan pervaginam bila kepala masih di panggul tengah

terutama pada kala II lama.

- Neonatologist dan anesthesiologist harus diberitahu sehingga mereka dapat

mempersiapkan diri untuk menghadapi kemungkinan komplikasi.

- Diperlukan kehadiran seseorang penolong persalinan yang berpengalaman dalam

penanganan persalinan dengan distosia bahu.

- Seksio sesaria perlu dipertimbangkan bila : taksiran berat janin lebih dari 4500

gram, atau ada riwayat kesulitan persalinan pervaginam dengan berat janin

yang sama atau lebih kecil.

b. Saat persalinan

Penanganan intrapartum pada bayi makrosomia memerlukan pengawasan yang

ketat, sebab kala satu dan kala dua yang memanjang berhubungan dengan kejadian

distosia bahu, fraktur tulang klavikula, dan trauma pleksus brachialis. Risiko distosia

bahu meningkat berturut-turut dari 3 % pada berat badan dibawah 4000 gram, 10,3 %

pada berat lahir 4000-4500 gram, dan 23,9 % dengan berat lahir diatas 4500 gram.

Terdapat hubungan yang jelas antara berat badan lahir dengan trauma pleksus

brachialis pada sebahagian besar kasus distosia bahu. Insidensi asfiksia dan brachial

15

Page 16: Makrosomia Fetus Ok Postterm

palsy lebih kurang 42 % pada bayi yang mengalami distosia bahu. Distosia bahu ini

berhubungan dengan meningkatnya angka kesakitan dan kematian perinatal.

Seharusnya distosia bahu ini dapat dihindari dengan mengamati lebih cermat

kehamilan yang berisiko terjadinya makrosomia. Suatu induksi persalinan yang

mengalami ketidakteraturan dan perlambatan kontraksi menandakan adanya risiko

distosia bahu. Untuk mengurangi angka kesakitan dan kematian bayi yang

disebabkan oleh distosia bahu, sebaiknya disiapkan langkah-langkah dan manuver

yang tepat pada saat persalinan. Waktu adalah hal yang utama berhubungan dengan

angka kesakitan dan kematian bayi. Tanda yang utama dari distosia bahu adalah

perlambatan penurunan kepala pada pintu bawah panggul. Keadaan ini terjadi jika

bahu yang yang berada di pintu bawah panggul dengan diameter anteroposterior yang

besar. Tarikan langsung pada kepala bayi tidak akan efektif, sehingga menyebabkan

fraktur klavikula. Karena secara normal janin melewati jalan lahir seperti gerakan

baut, rotasi bahu akan mengurangi diameter bahu atau rotasi kearah oblik. 4

Manuver-manuver yang dapat dilakukan pada distosia bahu 4 :

1. Mc.Robert manuver

2. Wood manuver

3. Rubin manuver

4. Melahirkan lengan belakang

5. Zavanelli manuver.

DAFTAR PUSTAKA

16

Page 17: Makrosomia Fetus Ok Postterm

1. Rahimian J, Varner M W. Disproportionate Fetal Growth. In.: Decherney AH, Nathan L, Goodwin T M, Laufer N, editors. Current Diagnosis and Treatment Obstetrics ang Gynecology. 10th ed. New York. Mc. Graw Hill. 2007. p. 288-310.

2. Cunningham FG, Leveno K J, Bloom S L, Hauth J C, Gilstrap III L C, Wenstrom K D. Fetal Growth Disorders In: Williams obstetrics. 22nd ed. USA. McGraw Hill, 2005. p. 893-910.

3. Lowery C L, Wendel P. Prolonged Pregnancy. In.: Reece E A, Hobbins J C editors. Clinical Obstetrics the Fetus and Mother 3rd ed. Massachusetts. Blackwell Publishing. 2007. p. 1189-97.

4. Winn H N. Fetal Macrosomia. In.:Winn H N, Hobbins J C editors. Clinical Maternal-Fetal Medicine. New York. The Parthenon Publishing. 2000. p. 729-33.

5. Zamorski M A, Biggs W S. Management of Suspected Fetal Macrosomia. Vol.63. No. 2/Januari15, 2001. Availiable from : www.aafp.org/aff

6. Stotland N E, Hopkins L M, Caughey A B. Gestational Weight Gain, Macrosomia, and Risk of Cesarean Birth in Nondiabetic nulliparas. In. American College of Obstetricians and gynecologists. Vol. 104. No. 4. Oktober 2004.

Landon M, Gabbe S. Diebetes in pregnancy. In: James D, Steer P, Weiner C, Gonik B, editors. High risk pregnancy management option. 2 nd ed. New York: W.B Saunders; 2000. p. 665 - 669.

7. Regnault T, Limesand S, Hay W. Factors influencing fetal growth. NeoReview 2003;3 No.6:e119-127.

8. Onyeije C, Divon M. Fetal growth disorders : diagnosis and management. In: Ransom S, Dombrowiski M, McNeeley S, Moghissi K, Munkarah A, editors. Practical strategies in obstetrics dan gynecology. 1 st ed. Philadelphia: WB Saunders; 2000. p. 326-35.

9. Catalano P. The diabetogenic state of maternal metabolism in pregnancy. NeoReview 2002;3 No.2:e165 - 170.

10. Freeman R, Lagrew D. Postdate pregnancy. In: Gabbe S, Niebyl J, Simpson J, editors. Obstetrics normal and problem pregnancies. 3 rd ed. New York: Churchill Livingstone; 2000. p. 887- 895.

11. Crowley P. Prolonged Pregnancy in. Chamberlain G, Steer P. editors. Turnbull’s Obsterics. New York. Churchill Livingstone. 2002. p. 521-32.

17