makalah itp

43
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Purpura idiopatik atau trombositopenia imun (ITP) merupakan penyebab tersering trombositopenia pada anak-anak. ITP dapat dikategorikan sebagai akut (trombositopenia sembuh dalam waktu 6 bulan diagnosis) atau kronis (trombositopenia berlanjut melebihi 6 bulan). Walaupun ITP dapat terjadi pada semua usia, tetapi paling sering pada usia 2 hingga 6 tahun. Anak dengan ITP terlihat sehat, tetapi memiliki awalan lesi purpyra yang cepat. Temuan klinis berupa limfadenopati dan hepatosplenomegali seharusnya memperingatkan dokter pada diagnosis lain selain ITP. ITP jarang dikaitkan dengan episode perdarahan yang signifikan, tetapi epistaksis terjadi pada kurang lebih sepertiga pasien. Sebaiknya dipertimbangkan adanya penyebab trombositopenia yang lain, seperti lupus sistemik. Oleh karena itu, evaluasi sebaiknya meliputi pemeriksaan antibodi antinuklear (ANA). Sindrom Evan adalah anemia hemolitik autoimun yang disertai dengan trombositopenia (tes Coombs positif dengan peningkatan jumlah retikulosit) dan biasanya 1

Upload: kiky-effendy

Post on 04-Dec-2015

1.049 views

Category:

Documents


236 download

DESCRIPTION

huygytugyghyughyg

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Purpura idiopatik atau trombositopenia imun (ITP) merupakan penyebab

tersering trombositopenia pada anak-anak. ITP dapat dikategorikan sebagai

akut (trombositopenia sembuh dalam waktu 6 bulan diagnosis) atau kronis

(trombositopenia berlanjut melebihi 6 bulan). Walaupun ITP dapat terjadi

pada semua usia, tetapi paling sering pada usia 2 hingga 6 tahun.

Anak dengan ITP terlihat sehat, tetapi memiliki awalan lesi purpyra yang

cepat. Temuan klinis berupa limfadenopati dan hepatosplenomegali

seharusnya memperingatkan dokter pada diagnosis lain selain ITP. ITP jarang

dikaitkan dengan episode perdarahan yang signifikan, tetapi epistaksis terjadi

pada kurang lebih sepertiga pasien. Sebaiknya dipertimbangkan adanya

penyebab trombositopenia yang lain, seperti lupus sistemik. Oleh karena itu,

evaluasi sebaiknya meliputi pemeriksaan antibodi antinuklear (ANA).

Sindrom Evan adalah anemia hemolitik autoimun yang disertai dengan

trombositopenia (tes Coombs positif dengan peningkatan jumlah retikulosit)

dan biasanya memerlukan penanganan yang lebih intensif daripada ITP akut.

Aspirasi sumsum tulang rutin (AST) untuk mengevaluasi ITP akut masih

kontroversial. Jika dilakukan aspirasi sumsum tulang maka dapat dilihat

adanya peningkatan prekursor trombosit yang disebut megakariosit. AST

sebaiknya dilakukan pada setiap anak sebelum pemberian terapi streoid untuk

menghindari pengobatan parsial leukemia akut dengan gambaran yang tidak

lazim.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian ITP?

2. Bagaimana anatomi dan fisiologi trombosit?

3. Apa saja klasifikasi ITP?

4. Bagaimana etiologi ITP?

1

5. Bagaimana manifestasi klinis ITP?

6. Bagaimana patofisiologi dan WOC ITP?

7. Apa saja pemeriksaan diagnostik ITP?

8. Bagaimana penatalaksanaan klinis ITP?

9. Bagaimana penatalaksanaan terapi ITP?

10. Apa saja komplikasi dari ITP?

11. Bagaimana prognosis dan askep ITP?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui tentang ITP

2. Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi trombosit

3. Untuk mengetahui klasifikasi ITP

4. Untuk mengetahui etiologi ITP

5. Untuk mengetahui manifestasi klinis ITP

6. Untuk mengetahui patofisiologi dan WOC ITP

7. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik ITP

8. Untuk mengetahui penatalaksanaan klinis ITP

9. Untuk mengetahui penatalaksanaan terapi ITP

10. Untuk mengetahui komplikasi ITP

11. Untuk mengetahui prognosis dan askep ITP

D. Manfaat

Mahasiswa mampu memahami konsep teori tentang ITP, sehingga mampu

menyusun konsep asuahan keperawatan pada pasien ITP.

2

BAB 11

PEMBAHASAN

A. Definisi

ITP merupakan singkatan dari Idiopatik Trombositopenia Purpura.

Idiopatik artinya penyebabnya tidak diketahui. Trombositopenia artinya

berkurangnya jumlah trombosit dalam darah atau darah tidak mempunyai

platelet yang cukup. Purpura artinya perdarahan kecil yang ada di dalam kulit,

membran mukosa atau permukaan serosa (Dorland, 1998). Purpura berarti

seseorang memiliki luka memar yang banyak (berlebihan). Istilah ITP ini

juga merupakan singkatan dari Immune Thrombocytopenic Purpura. (Family

Doctor, 2006).

ITP adalah suatu penyakit perdarahan yang didapat sebagai akibat dari

penghancuran trombosit yang berlebihan (Suraatmaja, 2000).

ITP adalah suatu keadaan perdarahan yang disifatkan oleh timbulnya

petekia atau ekimosis di kulit ataupun pada selaput lendir dan adakalanya

terjadi pada berbagai jaringan dengan penurunan jumlah trombosit karena

sebab yang tidak diketahui. Kelainanan pada kulit tersebut tidak disertai

eritema, pembengkakkan atau peradangan. Kelainan ini dahulu dianggap

merupakan suatu golongan penyakit dan disebut dengan berbagai nama

misalnya morbus makulosus werlhofi, sindrom hemogenik, purpura

trombositolik. Disebut idiopatik ialah untuk membedakan dengan kelainan

yang dapat diketahui penyebabnya dan biasanya disertai dengan kelainan

hematologis lain seperti misalnya anemia, kelainan leukosit. Pada ITP

biasanya tidak disertai anemia atau kelainan lainnya kecuali bila banyak

darah yang hilang karena pendarahan. Perjalanan penyakit ITP dapat bersifat

akut dan kemudian akan hilang sendiri (self limited) atau menahun dengan

atau tanpa remisi dan kambuh.Pada penelitian selanjutnya diketahui bahwa

ITP merupakan suatu kelompok keadaan dengan gejala yang sama tetapi

berbeda patogenesisnya (FK UI, 1985).

Trombositopenia  adalah  suatu  kekurangan  trombosit,  yang merupakan

bagian dari pembekuan darah. ITP adalah jenis trombositopenia berat yang

3

dapat mengancam kehidupan dengan jumlah trombosit < 10.000 mm3  yang

ditandai dengan mudahnya timbul memar serta perdarahan subkutaneus yang

multiple. Biasanya penderita menampakkan bercak-bercak kecil berwarnan

ungu. Karena jumlah trombosit sangat rendah, maka pembentukan bekuan

tidak memadai dan konstriksi pembuluh yang terlukan tidak adekuat.

ITP adalah syndrome yang di dalamnya terdapat penurunan jumlah

trombosit yang bersirkulasi dalam keadaan sumsum normal. (ITP pada anak

tersering terjadi pada umur 2 – 6 tahun), lebih sering terjadi pada wanita.

(Kapita selekta kedokteran jilid 2). ITP adalah salah satu gangguan

perdarahan didapat yang paling umum terjadi.(Perawatan Pediatri Edisi 3).

Idiopatik trombositopenia purpura (ITP) merupakan suatu kelainan yang

berupa gangguan autoimun yang mengakibatkan trombositopenia oleh karena

adanya penghancuran trombosit secara dini dalam sistem retikuloendotel

akibat adanya autoantibody terhadap trombosit yang biasanya berasal dari

Immunoglobulin G. Adanya trombositopenia pada ITP ini akan megakibatkan

gangguan pada sistem hemostasis karena trombosit bersama dengan sistem

vaskular faktor koagulasi darah terlibat secara bersamaan dalam

mempertahankan hemostasis normal.

B. Anatomi Fisiologi

4

1. Sel darah merah (eritrosit).

Merupakan sel yang paling banyak dibandingkan dengan 2 sel

lainnya, dalam keadaan normal mencapai hampir separuh dari volume

darah.

Sel darah merah mengandung hemoglobin, yang memungkinkan sel

darah merah membawa oksigen dari paru-paru dan mengantarkannya ke

seluruh jaringan tubuh.

Oksigen dipakai untuk membentuk energi bagi sel-sel, dengan bahan

limbah berupa karbon dioksida, yang akan diangkut oleh sel darah merah

dari jaringan dan kembali ke paru-paru.

2. Sel darah putih (leukosit).

Jumlahnya lebih sedikit, dengan perbandingan sekitar 1 sel darah

putih untuk setiap 660 sel darah merah. Terdapat 5 jenis utama dari sel

darah putih yang bekerja sama untuk membangun mekanisme utama

tubuh dalam melawan infeksi, termasuk menghasilkan antibody.

Neutrofil, juga disebut granulosit karena berisi enzim yang

mengandung granul-granul, jumlahnya paling banyak. Neutrofil

membantu melindungi tubuh melawan infeksi bakteri dan jamur dan

mencerna benda asing sisa-sisa peradangan. Ada 2 jenis neutrofil, yaitu

neutrofil berbentuk pita (imatur, belum matang) dan neutrofil bersegmen

(matur, matang).

Limfosit memiliki 2 jenis utama, yaitu limfosit T (memberikan

perlindungan terhadap infeksi virus dan bisa menemukan dan merusak

beberapa sel kanker) dan limfosit B (membentuk sel-sel yang

menghasilkan antibodi atau sel plasma).

Monosit mencerna sel-sel yang mati atau yang rusak dan

memberikan perlawanan imunologis terhadap berbagai organisme

penyebab infeksi.

Eosinofil membunuh parasit, merusak sel-sel kanker dan berperan

dalam respon alergi.

Basofil juga berperan dalam respon alergi.

5

3. Trombosit

Jumlah normal trombosit pada tubuh manusia adalah 200.000-

400.000/Mel darah. Trombosit merupakan berbentuk bulat kecil atau

cakram oval dengan diameter 2-4µm. Trombosit dibentuk di sumsum

tulang dari megakariosit, sel yang sangat besar dalam susunan

hemopoietik dalam sumsum tulang yang memecah menjadi trombosit,

baik dalam sumsum tulang atau segera setelah memasuki kapiler darah,

khususnya ketika mencoba untuk memasuki kapiler paru. Paritikel

yang menyerupai sel, dengan ukuran lebih kecil daripada sel darah merah

atau sel darah putih. Sebagai bagian dari mekanisme perlindungan darah

untuk menghentikan perdarahan, trombosit berkumpul pada daerah yang

mengalami perdarahan dan mengalami pengaktifan. Setelah mengalami

pengaktifan, trombosit akan melekat satu sama lain dan menggumpal

untuk membentuk sumbatan yang membantu menutup pembuluh darah

dan menghentikan perdarahan.

Pada saat yang sama, trombosit melepaskan bahan yang membantu

mempermudah pembekuan. Sel darah merah cenderung untuk mengalir

dengan lancar dalam pembuluh darah, tetapi tidak demikian halnya

dengan sel darah putih. Banyak sel darah putih yang menempel pada

dinding pembuluh darah atau bahkan menembus dinding untuk masuk ke

jaringan yang lain.

Jika sel darah putih sampai ke daerah yang mengalami infeksi atau

masalah lainnya, mereka melepaskan bahan-bahan yang akan lebih

banyak menarik sel darah putih. Fungsi sel darah putih adalah seperti

tentara, menyebar di seluruh tubuh, tetapi siap untuk dikumpulkan dan

melawan berbagai organisme yang masuk ke dalam tubuh.

Di dalam sumsum tulang, semua sel darah berasal dari satu jenis sel

yang disebut sel stem. Jika sebuah sel stem membelah, yang pertama kali

terbentuk adalah sel darah merah yang belum matang (imatur), sel darah

putih atau sel yang membentuk trombosit (megakariosit). Kemudian jika

sel imatur membelah, akan menjadi matang dan pada akhirnya menjadi

6

sel darah merah, sel darah putih atau trombosit. Fungsinya adalah

mencegah ke bocoran darah spontan pada pembuluh darah kecil,

membantu proses pembekuan darah.

C. Etiologi

Penyebab dari ITP tidak diketahui secara pasti, mekanisme yang terjadi

melalui pembentukan antibodi yang menyerang sel trombosit, sehingga sel

trombosit mati. Penyakit ini diduga melibatkan reaksi autoimun, dimana

tubuh menghasilkan antibodi yang menyerang trombositnya sendiri. Dalam

kondisi normal, antibodi adalah respons tubuh yang sehat terhadap bakteri

atau virus yang masuk kedalam tubuh. Tetapi untuk penderita ITP,

antibodinya bahkan menyerang sel-sel keping darah tubuhnya sendiri..

Meskipun pembentukan trombosit sumsum tulang meningkat, persediaan

trombosit yang ada tetap tidak dapat memenuhi kebutuhan tubuh. Pada

sebagian besar kasus, diduga bahwa ITP disebabkan oleh sistem imun tubuh.

Secara normal sistem imun membuat antibodi untuk melawan benda

asing yang masuk ke dalam tubuh. Pada ITP, sistem imun melawan platelet

dalam tubuh sendiri. Alasan sistem imun menyerang platelet dalam tubuh

masih belum diketahui. ITP kemungkinan juga disebabkan oleh

hipersplenisme, infeksi virus (demam berdarah, morbili, varisela, dan

sebagainya), intoksikasi makanan atau obat (asetosal, PAS, fenilbutazon,

diamox, kina, sedormid) atau bahan kimia, pengaruh fisis (radiasi, panas),

kekurangan faktor pematangan (misalnya malnutrisi), DIC (misalnya pada

DSS ,leukemia, respiratory distress syndrome pada neonatus) dan terakhir

dikemukakan bahwa ITP ini terutama yang menahun merupakan penyakit

autoimun. Hal ini diketahui dengan ditemukannya zat anti terhadap trombosit

dalam darah penderita. Pada neonatus kadang ditemukan trombositopenia

neonatal yang disebabkan inkompatibilitas golongan darah trombosit antara

ibu dan bayi isoimunisasi (pengembangan antibodi yang spesifik diarahkan

pada sel darah merah dari individu lain, seperti bayi dalam rahim. Sering

terjadi ketika seorang wanita Rh-negatif mengandung bayi Rh-positif

7

atau diberikan darah Rh-positif). Prinsip patogenesisnya sama dengan

inkompabilitas rhesus atau ABO. Jenis antibody trombosit yang sering

ditemukan pada kasus yang mempunyai dasar imunologi ialah anti P1E1 dan

antI P1E2.

Berdasarkan etiologi, ITP dibagi menjadi 2 yaitu primer (idiopatik) dan

sekunder. Berdasarkan penyakit dibedakan tipe akut bila kejadiannya kurang

atau sama dengan 6 bulan (umumnya terjadi pada  anak-anak) dan kronik bila

lebih dari 6 bulan (umunnya terjadi pada orang dewasa). Selain itu, ITP juga

terjadi pada pengidap HIV. Sedangkan obat-obatan seperti heparin, minuman

keras, quinidine, sulfonamides juga dapat menyebabkan tombositopenia.

Biasanya tanda-tanda penyakit dan faktor-faktor yang berkaitan dengan

penyakit ini adalah seperti yang berikut : purpura, pendarahan haid darah

yang banyak dan tempo lama, pendarahan dalam lubang hidung, pendarahan

rahang gigi, immunisasi virus yang terkini, penyakit virus yang terkini dan

calar atau lebam.

ITP penyebab pasti belum diketahui (idiopatik) tetapi kemungkinan

akibat dari:

1. Hipersplenisme (pembesaran pada limpa)

2. Infeksi virus (demam berdarah, morbili, varisela, dan sebagainya)

3. Intoksikasi makanan (penyakit yang disebabkan karena tertelannya toksin

dalam makanan yang sebelumnya diproduksi oleh mikroba dalam

makanan)/ obat (asetosal, para amino salisilat (PAS), fenilbutazon,

diamox, kina, sedormid asetosal).

4. Bahan kimia

5. Pengaruh fisis (radiasi, panas)

6. Kekurangan faktor pematangan (malnutrisi adalah kekurangan gizi yang

diperlukan untuk pertumbuhan, perkembangan, dan kebutuhan energi

tubuh)

7. Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) adalah suatu keadaan

dimana bekuan-bekuan darah kecil tersebar di seluruh aliran darah,

8

menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah kecil dan berkurangnya

faktor pembekuan yang diperlukan untuk mengendalikan perdarahan

8. Autoimun adalah penyakit dimana sistem kekebalan tubuh seseorang

menyerang jaringan sehat orang tersebut sendiri.

D. Klasifikasi ITP

1. ITP Akut.

a. Awalnya dijumpai trombositopenia pada anak 2-6 tahun

b. Tidak ada predileksi jenis kelamin.

c. Riwayat infeksi virus 1-3 minggu sebelumnya.

d. Jumlah trombosit kembali normal dalam 6 bulan setelah diagnosis

(remisi spontan).

e. Tidak dijumpai kekambuhan berikutnya.

2. ITP Kronis

a. Terjadi pada wanita muda sampai pertengahan.

b. Jarang ada riwayat infeksi sebelumnya.

c. Gejala perdarahan bersifat menyusup, pada wanita biasanya berupa

menomethroragi.

d. Trombositopenia berlangsung lebih dari 6 bulan setelah diagnosis

(jarang terjadi remisi spontan).

e. Jumlah trombosit tetap di bawah normal selama penyakit.

3. Kambuhan

a. Mula-mula terjadi trombositopenia.

b. Relaps berulang.

c. Jumlah trombosit kembali normal diantara waktu kambuh.

Tabel Perbedaan ITP akut dengan ITP kronik

ITP akut ITP kronik

Awal penyakit 2-6 tahun 20-40 tahun

Rasio L:P 1:1 1:2-3

Trombosit <10.000/mL 30.000-100.000/mL

Lama penyakit 6 bulan Lebih 6 bulan

9

Perdarahan Berulang Beberapa hari/ minggu

E. Manifestasi Klinik

Lebih sering dijumpai pada anak dan dewasa muda. Pada anak yang

tersering ialah di antara umur 2-6 tahun. Lebih sering terjadi pada wanita

daripada laki –laki.

Dapat timbul mendadak, terutama pada anak, tetapi dapat pula hanya

berupa kebiruan, epistaksis (mimisan) selama jangka waktu yang berbeda-

beda. Tidak jarang terjadi gejala timbul setelah suatu peradangan atau infeksi

saluran nafas bagian atas akut.

Kelainan yang paling sering ditemukan ialah petekie (bintik merah

keungunan kecil dan bulat yang tidak menonjol akibat perdarahan intradermal

atau submukosa) dan kemudian ekimosis (bercak perdarahan yang kecil, lebih

lebar dari petekie, pada kulit atau selaput lendir, membentuk bercak biru atau

ungu yang rat, bulat atau irregular) yang dapat tersebar di seluruh tubuh.

Keadaan ini kadang dijumpai pada selaput lendir terutama hidung dan mulut

sehingga dapat terjadi epistaksis dan perdarahan gusi.

Pada ITP akut dan berat dapat timbul pula bula hemoragik (ada selaput

lendir yg bersih berisi darah yang berupa cairan). Gejala lainnya ialah dapat

perdarahan traktus genitrourinarius (menoragia (periode menstruasi di mana

terjadi pendarahan yang berat atau berkepanjangan/ abnormal), hematuria

(kencing darah)), traktus digestivus (hematemesis (muntah darah), melena

(keluarnya feses gelap dan pekat diwarnai oleh pigmen darah atau darah yang

berubah, berbau, dan agak cair)), pada mata konjungtivis (peradangan) dan

yang terberat namun agak jarang terjadi ialah perdarahan pada SSP

(perdarahan subdural adalah pengumpulan darah di ruangan antara bagian

dalam dan bagian luar selaput pembungkus otak). Pada pemeriksaan fisis

umumnya tidak banyak dijumpai kelainan kecuali adanya petekia dan

ekimosis. Mungkin pula ditemukan demam ringan bila terdapat perdarahan

berat atau perdarahan traktus gastrointestinalis. Renjatan/ shock (keadaan

kesehatan yang mengancam jiwa ditandai dengan ketidakmampuan tubuh

10

untuk menyediakan oksigen untuk mencukupi kebutuhan jaringan) dapat

terjadi bila kehilangan darah banyak.

Pada ITP menahun, umumnya hanya di temukan kebiruan atau

perdarahan abnormal lain dengan remisi spontan dan eksaserbasi. Remisi

yang terjadi umumnya tidaklah sempurna. Harus waspada terhadap

kemungkinan ITP menahun sebagai gejala stadium praleukemia.

F. Patofisiologi

Diatas telah di singgung bahwa trombosit dapat dihancurkan oleh

pembentukan antibodi yang diakibatkan oleh obat (seperti yang ditemukan

pada kinidin dan senyawa emas) atau oleh autoantibodi (antibodi yang

bekerja melawan jaringnnya sendiri). Antibodi tersebut menyerang trombosit

sehingga lama hidup trombosit diperpendek. Seperti kita ketahui bahwa

gangguan-gangguan autoimun yang bergantung pada antibodi manusia,

paling sering menyerang unsur-unsur darah, terutama trombosit dan sel darah

merah. Hal ini terkait dengan penyakit ITP, yang memiliki molekul-molekul

IgG reaktif dalam sirkulasi dengan trombosit hospes.

Meskipun terikat pada permukaan trombosit, antibodi ini tidak

menyebabkan lokalisasi protein komplemen atau lisis trombosit dalam

sirkulasi bebas. Namun, trombosit yang mengandung molekul-molekul IgG

lebih mudah dihilangkan dan dihancurkan oleh makrofag yang membawa

reseptor membran untuk IgG dalam limpa dan hati. Manifestasi utama dari

ITP dengan trombosit kurang dari 10.000/mm3 adalah tumbuhnya petekiae.

Petekiae ini dapat muncul karena adanya antibodi IgG yang ditemukan pada

membran trombosit yang akan mengakibatkan gangguan agresi trombosit dan

meningkatkan pembuangan serta penghancuran trombosit oleh sistem

makrofag. Agresi trombosit yang terganggu ini akan menyebabkan

penyumbatan kapiler-kapiler darah yang kecil. Pada proses ini dinding kapiler

dirusak sehingga timbul perdarahan dalam jaringan.

Bukti yang mendukung mekanisme trombositopenia ini disimpulkan

berdasarkan pemeriksaan pada penderita ITP dan orang-orang percobaan

11

yang menunjukkan kekurangan trombosit berat tetapi singkat, setelah

menerima serum ITP. Trombositopenia sementara, yang ditemukan pada bayi

yang dilahirkan oleh ibu dengan ITP, juga sesuai dengan kerusakan yang

disebabkan oleh IgG, karena masuknya antibodi melalui plasenta. ITP dapat

juga timbul setelah infeksi, khususnya pada masa kanak-kanak, tetapi sering

timbul tanpa peristiwa pendahuluan dan biasanya mereda setelah beberapa

hari atau beberapa minggu.

WOC

12

Faktor Predisposisi:

Hipersplenisme Infeksi virus Intoksikasi makanan Obat-obatan Bahan kimia

Reaksi autoimun Idiopatik

13

Faktor Predisposisi:

Hipersplenisme Infeksi virus Intoksikasi makanan Obat-obatan Bahan kimia

Terbentuk antibodi

MK: Resiko Cidera

Menyerang platelet dalam darah

Molekul Ig G reaktif dalam sirkulasi trombosit hospes

Platelet mengalami gangguan agresi

Jumlah platelet menurun

Melekat pada trombosit

Dihancurkan oleh makrofag dalam jaringan

Penghancuran dan pembuangan trombosit

Jumlah trombosit

ITP

Apabila terjadi trauma bisa menimbulkan perdarahan

14

Penurunan metabolism

anaerob

Penurunan transport O2 dan zat nutrisi lain

kejaringan

Suplai darah ke perifer

MK:Ketidakefektifan perkusi jaringan

perifer

MK: Intoleransi Aktivitas

Kelemahan

Menyumbat kapiler-kapiler

darah

Dinding kapiler rusak

Penumpukan darah intra

dermal

Menekan saraf nyeri

Merangsang SSP

Muncul sensasi nyeri

MK: Gangguan Rasa Nyaman

Nyeri

MK: Kerusakan Integritas Jaringan

Perdarahan intral dermal

Kapiler mukosa pecah

MK:Gangguan Citra Tubuh

Tumbuh bintik merah

Kapiler bawah kulit pecah

G. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan  adalah :

1. Pada pemeriksaan darah lengkap. Pada pemeriksaan ini ditemukan bahwa:

a. Jumlah trombosit menurun sampai kurang dari 20.000/mm3, dan

sering kurang dari 10.000/mm3.

b. Anemia biasanya normositk dan sesuai dengan jumlah darah yang

hilang. Bila telah berlangsung lama maka dapat berjenis mikrositik

hipokromik. Bila sebelumnya terdapat perdarahan yang cukup hebat,

dapat terjadi anemia mikrositik.

c. Leukosit biasanya normal tetapi bila terdapat perdarahan hebat dapat

terjadi leukositosis ringan sampai sedang dengan pergeseran ke kiri.

Pada keadaan yang lama dapat di temukan limfositosis relatif atau

bahkan leukopenia ringan dan eosinofilia terutama pada anak.

2. Pemeriksaan darah tepi.

Hematokrit normal atau sedikit berkurang

3. Aspirasi sumsum tulang

Sumsum tulang biasanya memberikan gambaran yang normal, tetapi

jumlah dapat pula bertambah, banyak dijumpai megakariosit muda berinti

metamegalialuariosit satu, sitoplasma lebar dan granulasi sedikit

(megakariosit yang mengandung trombosit) jarang di temukan, sehingga

terdapat maturation arrest (maturasi darah putih yang terhenti) pada

stadium megakariosit.

Hitung (perkiraan jumlah) trombosit dan evaluasi hapusan darah tepi

merupakan pemeriksaan laboratorium pertama yang terpenting. Karena

dengan cara ini dapat ditentukan dengan cepat adanya trombositopenia dan

kadang-kadang dapat ditentukan penyebabnya.

H. Penatalaksanaan Klinis

1. ITP akut

a. Tanpa pengobatan, karena dapat sembuh secara spontan.

b. Pada keaadaan yang berat dapat diberikan kortikosteroid prednison

(suatu obat golongan steroid yang bekerja menekan system imun

15

supaya tidak bereaksi secara berlebihan) peroral dengan atau tanpa

transfusi darah. Bila setelah 2 minggu tanpa pengobatan belum terlihat

tanda kenaikan trombosit, dapat dianjurkan pembelian kortikosteroid

karena biasanya perjalanan penyakit sudah menjurus kepada ITP

menahun

c. Pada trombositopenia yang di sebabkan oleh DIC , dapat diberikan

heparin intravena. Pada pemberian heparin ini sebaiknya selalu di

siapkan antidotumnya yaitu protamin sulfat.

d. Bila keadaan sangat gawat (perdarahan otak) hendaknya di berikan

transfusi suspensi trombosit.

2. ITP menahun

a. Kortikosteroid, diberikan selama 6 bulan.

b. Obat imunosupresif (missal 6-merkaptopurin, azatioprin,

siklofosfamid). Pemberian obat ini didasarkan atas adanya peranan

proses imunologis pada ITP menahun.

c. Splenektomi dianjurkan bila tidak diperoleh hasil dengan penambahan

obat imunosupresif selama 2-3 bulan. Kasus seperti ini di anggap telah

resisten terhadap prednison dan obat immunosupresif, sebagai akibat

produksi antibodi terhadap trombosit yang berlebihan oleh limpa.

Splenektomi seharusnya dikerjakan dalam waktu 1 tahun sejak

permulaan timbulnya penyakit, karena akan memberikan angka remisi

sebesar 60-80%. Spenektomi yang dilakukan terlambat hanya

memberikan angka remisi sebesar 50%.

1) Indikasi spenektomi:

Resisten setelah pemberian kombinasi kortikostiroid dan obat

imunosupresif selama 2-3 bulan. Remisi spontan tidak terjadi

dalam waktu 6 bulan pemberian kortikosteroid saja dengan

gambaran klinis sedang sampai berat. Penderita yang menunjukan

respons terhadap kortikosteroid namun memerlukan dosis yang

tinggi untuk mempertahankan keadaan klinis yang baik tanpa

adanya perdarahan.

16

2) Indikasi kontraplenektomi:

Sebaiknya splenektomi dilakukan setelah anak berumur lebih dari

2 tahun. Karena sebelum umur 2 tahun fungsi limpa terhadap

infeksi belum dapat di ambil alih oleh alat tubuh yang lain (hati,

kelenjar getah bening, timus). Hal ini hendaknya di perhatikan,

terutama di negeri yang sedang berkembang karena mortalitas dan

morbiditas akibat infeksi masih tinggi.

Dosis yang di pakai

Prednison: 2-5 mg/kgbb/hari peroral. Hati-hati terhadap akibat samping

karena pemberian yang lama (tuberkolosis, penambahan kalium dan

pengurangan natrium dalam diet, pemberian ACTH pada waktu tertentu).

Merkapptoppurin : 2,5-5 mg/kgbb-hari peroral.

Azatioprin(imuran) : 2-4 mg/kgbb/hari peroral.

Siklosofahmid (Endoxan) : 2 mg/kgbb/hari peroral.

Heparin : 1 mg/kgbb intravena, dilanjutkan dengan dosis 1mg/kgbb per

infus setiap 4 jam sampai tercapai masa pembekuan lebih dari 30 menit

(1mg ekuivalen dangan 100 U)

Protamin sulfat : dosis sama banyaknya dengan jumlah mg heparin yang

telah di berikan. Pemberian secara intravena.

Tranfusi darah : umumnya 10-15 mg/kgbb/hari. Dapat diberikan lebih

banyak perdarahan yang masif.

I. Penatalaksanaan Terapi

1. Terapi

a. Masih diperdebatkan karena hasil akhir pada kebanyakan pasien tetap

baik meskipun tidak diobati

b. Berdasarkan risiko ICH dan pembatasan aktivitas

c. Insidens ICH 0,2-1%

17

1) Risiko meningkat bila trombosit <20.000 dan tertinggi bila

<10.000

2) Faktor resiko: trauma kepala, obat antitrombosit

3) Kebanyakan ICH terjadi dalam waktu 4 minggu setelah gambaran

klinis muncul, biasanya dalam minggu pertama

d. Konsultasi ke bagian hematologi bila gambaran atipik

2. Pilihan Terapi

a. Observasi

1) Kebanyakan anak yang menderita ITP tipikal pulih sepenuhnya

dalam beberapa minggu tanpa terapi

2) Tidak ada bukti bahwa terapi mencegah ICH

3) Perlu ditindaklanjuti sebagai pasien rawat jalan

b. IVIG

1) Mempersingkat durasi trombositopenia berat (<20.000)

2) Memblokade ambilan trombosit bersalut antibodi oleh makrofag

dilimpa

3) Dosis 0,8-1 g/ kg, dosis kedua diberikan dalam 24 jam kemudian

bila trombosit <40.000-50.000

4) Reaksi simpang: nyeri kepala, demam, meningitis aseptik jarang

terjadi

c. Imunoglobulin Anti-D (Rhogam®)

1) Antibodi vs antigen D eritrosit

2) Efektif pada pasien Rh+

3) Dosis 50-75 mcg/ kg

4) Reksi simpang: nyeri kepala jarang terjadi, anemia hemolitik

5) Lebih diajurkan ketimbang IVIG bila Rh positif karena lebih

mudah diberikan dan lebih murah

6) Angka respons 70%, bertahan 3 minggu

d. Steroid Oral

1) Mungkin memerlukan steroid dosis tinggi: efek samping

signifikan

18

2) Masih diperdebatkan pemberiannya bagi pasien yang baru

didiagnosis tanpa disertai perdarahan berat

3) Konsultasi ke bagian hematologi sebelum memulai

steroid:mungkin memerlukan BMA

J. Komplikasi

Komplikasi yang mungkin terjadi, antara lain :

1. Perdarahan intrakranial (ICH)

2. Reaksi tranfusi

3. Kekambuhan

4. Perdarahan susunan saraf pusat (kurang dari 1% individu yang terkena)

5. Penurunan kesadaran

6. Splenomegali

K. Prognosis

1. Pada umumnya baik. Pada anak kadang terjadi remisi lengkap tanpa

pengobatan.

2. ± 90% penderita ITP mengalami remisi setelah mendapat pengobatan

selama 3 minggu-3 bulan dan tidak timbul lagi gejala.

3. 10% jadi ITP menahun dan < 1% meninggal.

4. Pada dewasa sering relaps dalam waktu 4-15 tahun.

5. Prognosa lebih buruk pada wanita hamil dan bila ada komplikasi, terutama

perdarahan otak yang dapat menyebabkan kematian.

19

BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Identitas: Umur, jenis kelamin, ras/ suku, pekerjaan

2. Riwayat Kesehatan

a. Keluhan Utama: Pada saat MRS dan pengkajian, klien mengeluh pada

kulit terlihat bercak perdarahan yang kecil, lebih lebar dari petekie.

b. Riwayat Penyakit Sekarang: Petekie terjadi spontan, ekimosis terjadi

pada daerah trauma minor, pendarahan rahang gigi, hidung, saluran

pernafasan, hematuria(seperti kencing darah), hematemesis, melena.

c. Riwayat Kesehatan masa lalu:

1) Prenatal dan post natal:

2) Penyakit yang pernah di derita:

3) Alergi:

4) Pengobatan :

5) Riwayat keluarga:

3. Pemeriksaan Fisik

a. Head to toe

1) Kepala

a) Kepala

Inspeksi: Bentuk kepala simetris

Palpasi: Tidak ada lesi, tidak ada benjolan, ada nyeri tekan

karena pasien merasakan sakit kepala.

b) Rambut

Inspeksi: Kondisi rambut bersih, tidak ada ketombe, warna

rambut hitam, rambut lurus tetapi rontok.

c) Mata

Inspeksi: Warna sklera putih, konjungtivis (peradangan),

pupil: Normal isokor,kedua bentuk pupilnya simetris, tidak

ada sekret pada mata, kelopak mata normal warna merah

20

muda, pergerakan mata klien normal, serta lapang pandang

normal.

Palpasi: Tidak adanya edema dan tidak ada benjolan disekitar

mata.

d) Hidung

Inspeksi: Tidak ada deformitas pada hidung, tidak ada cuping

hidung, tidak ada sekret, tidak ada polip atau benjolan

didalam hidung, fungsi penciuman baik, kedua lubang hidung

simetris dan terkadang terjadi pendarahan pada lubang

hidung (epitaksis).

e) Mulut

Inspeksi: Pendarahan rahang gigi, warna mukosa mulut

pucat, membran mukosa kering, tidak ada lesi, mukosa gusi

mengalami pendarahan, tidak terdapat benjolan pada lidah,

tidak ada karies pada gigi.

f) Telinga

Inpeksi: Kedua telinga simetris, tidak ada lesi pada telinga,

tidak ada serumen berlebih, tidak adanya edema, ketika

diperiksa dengan otoskop tidak adanya peradangan, dan tidak

terdapat cairan pada membran timpani.

Palpasi: tidak ada nyeri tekan pada aurikula dan membran

timpani normal.

Auskultasi: Tes rinne (+), tes wibber (-), tes bisik

2) Leher

Inspeksi: Bentuk simetris, warna kulit rata sama dengan tubuh,

tidak ada lesi, tidak ada pembesaran kelenjar limfe.

Palpasi: Tidak ada deformitas pada trakea, tidak ada benjolan

pada leher, tidak ada nyeri tekan dan tidak ada peradangan.

3) Dada

a) Paru

Inspeksi: Bentuk dada bidang, simetris antara kiri dan kanan,

pola napas pendek pada istirahat dan aktivitas, frekuensi

21

napas pasien reguler (tergantung literatur), pergerakan otot

bantu pernafasan normal.

b) Jantung

TD: peningkatan sistolik dengan diastolic stabil.

Inspeksi: denyutan jantung normal

Palpasi: Ictus cordis normal di IC ke 5

Auskultasi: Bunyi jantung normal, tidak ada pembesaran

jantung atau tidak ada kardiomegali.

Perkusi: redup

4) Abdomen

Inspeksi: warna kulit abdomen normal seperti warna kulit

disekitarnya, tidak ada distensi, tidak adanya bekas operasi, tidak

terdapat kolostomi.

Auskultasi: peristaltik usus normal 12x/ menit

Perkusi: timpani

Palpasi: adanya nyeri tekan, tidak ada hematomegali, tidak ada

pembesaran lien(ginjal)

5) Otot

Inspeksi: Kelemahan otot dan penurunan kekuatan

6) Integumen

Inspeksi: Terdapat petekie, ekimosis, timbul pula bula hemoragik

7) Persyarafan

a) Tingkat kesadaran: composmentis

b) GCS:

(1) Eye: Membuka secara spontan

(2) Verbal: Orientasi baik, nilai 5

(3) Motorik: Mengikuti perintah, nilai 6

c) Total GCS: Nilai 15

(1) Reflek: Normal

(2) Tidak ada riwayat kejang

(3) Koordinasi gerak normal

d) Uji saraf kranial

22

e) N VII: Tidak berfungsi dengan baik

b. ADL (Activitas Daily Living)

1) Pola Nutrisi Selama sakit klien mengalami hematemesis dan pola

makan pasien 3x/hari.

2) Pola Eliminasi

a) BAB: Tidak rutin dan lancar terkadang mengalami melena

b) BAK: Menurun atau jarang dan terkadang mengalami

hematuria.

3) Pola Istirahat Dan Tidur

Selama sakit klien mengalami gangguan pola tidur karena sering

terbangun dan sulut tidur.

4) Pola Aktivitas

Merasakan keletihan, kelemahan, malaise umum, sehingga saat

melakukan kegiatan sehari- hari terganggu.

B. Diagnosa Keperawatan

1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan

2. Resiko cidera tinggi perdarahan berhubungan dengan penurunan jumlah

trombosit

3. Gangguan citra tubuh

4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perdarahan dibawah kulit.

5. Gangguan rasa nyaman nyeri

6. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer

C. Intervensi

1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.

Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam

diharapkan pasien dapat meningkatkan partisipasi dalam aktivitas.

Kriteria hasil: Pasien dapat menunjukkan peningkatan toleransi aktivitas.

Intervensi Rasional

Kaji kemampuan pasien untuk

melakukan aktivitas normal, catat

Mempengaruhi pilihan intervensi.

23

laporan kelemahan, keletihan.

Awasi TD, nadi, pernafasan. Manifestasi kardiopulmonal dari

upaya jantung dan paru untuk

emmbawa jumlah oksigen ke jaringan.

Berikan lingkungan tenang.

:

Meningkatkan istirahat untuk

menurunkan kebutuhan oksigen tubuh.

Ubah posisi pasien dengan perlahan

dan pantau terhadap pusing.

Hipotensi postural/ hipoksin serebral

menyebabkan pusing, berdenyut dan

peningkatan resiko cedera.

2. Resiko cidera tinggi perdarahan berhubungan dengan penurunan jumlah

trombosit

Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam

diharapkan pasien dapat mengembalikan jumlah trombosit sesuai

dengan kebutuhan.

Kriteria hasil: Trombosit pasien dapat terpenuhi sesuai kebutuhan

Intervensi Rasional

Pasien diberikan sel darah merah,

darah lengkap perpaket, produk

darah sesuai indikasi

Meningkatkan jumlah sel darah

pembawa oksigen dan memperbaiki

defisiensi trombosit untuk

menurunkan resiko pendarahan

3. Gangguan citra tubuh

Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam

diharapkan pasien dapat merespon nonverbal tentang diri (fisik) dalam

tubuh

Kriteria hasil: Pasien dapat merespon dengan baik terhadap aktual pada

tubuh

Intervensi Rasional

Kaji secara nonverbal respon klien

terhadap tubuhnya

Meningkatkan perilaku perubahan

pada tubuh secara penampilan,

24

struktur, fungsi.

4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perdarahan dibawah

kulit.

Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1x24 jam diharapkan

pasien dapat mempertahankan integritas kulit

Kriteria hasil: Pasien dapat mempertahankan integritas kulit

Intervensi Rasional

Kaji integritas kulit, catat turgor,

warna, kehangatan kulit, eritema

dan ekskoriasi

Kondisi kulit dipengruhi oleh

sirkulasi nutrisi dan immobilisasi

jaringan dapat menjadi rapuh dan

cenderung untuk infeksi atau rusak

Ubah posisi secara periodik Meningkatkan sirkulasi kesemua area

kulit membatasi iskemia jaringan atau

mempengaruhi hipoksia seluler

5. Gangguan rasa nyaman nyeri

Tujuan: Setelah di lakukan asuhan keperawatan diharapkan pasien

merasa senang,lega,dan sempurna dalam

fisik,psikospritual,lingkungan,social.

Kriteria hasil: Pasien mampu mengontrol kecemasan, rasa nyeri, gejala,

dan ketakutan. Status lingkungan yang nyaman, kualitas tidur dan

istirahat yang adekuat, respon terhadap pengobatan, status kenyamanan

yang meningkat, serta dukungan sosial.

Intervensi Rasional

Pahami prespektif pasien terhadap

situasi stress,temani pasien untuk

memberikan keamanan dan

mengurangi ketakutan,identifikasi

tingkat kecemasan berikan juga obat

untuk mngurangi kecemasan

pasien,instruksikan pasien

Memahami kondisi pasien dengan

memberikan rasa nyaman,dan

mengidentifikasi tingkat kecemasan

dan memberikan obat dapat

mengurangi beban pada pasien serta

dorongan dari keluarga memberikan

motivasi terhadap pasien untuk

25

menggunakan teknik relaksasi,serta

dorong keluarga untuk menemani

pasien.

semangat hidup.

6. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer

Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1x24 jam diharapkan

pasien dapat meningkatkan sirkulasi darah ke perifer secara normal.

Kriteria hasil: Pasien dapat mendemostrasikan status sirkulasi darah ke

parifer dengan baik,mendemostrasikan kempuan kognitif, menunjukkan

fungsi sensori motori cranial yang utuh.

Intervensi Rasional

Monitori adanya daerah tertentu

yang yang peka,intruksikan

keluarga untuk mengobservasi kulit

jika ada isi atau laserasi,batasi

gerakan pada kepala,leher dan

punggung.

Dengan cara memonitori terhadap

daerah yang peka agar tidak terjadi

perubahan sensitifitas.

D. Implementasi Keperawatan

Pelaksanaan sesuai dengan ITP dengan intervensi yang sudah ditetapkan

(sesuai dengan literature).

E. Evaluasi Keperawatan

1. Menunjukkan peningkatan toleransi aktivitas.

2. Trombosit pasien dapat terpenuhi sesuai kebutuhan.

3. Pasien dapat merespon dengan baik terhadap aktual pada tubuh.

4. Pasien dapat mempertahankan integritas kulit

5. Pasien mampu mengontrol kecemasan, rasa nyeri, gejala, dan ketakutan.

6. Pasien dapat mendemostrasikan status sirkulasi darah ke parifer dengan

baik,mendemostrasikan kempuan kognitif, menunjukkan fungsi sensori

motori cranial yang utuh.

26

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Purpura idiopatik atau trombositopenia imun (ITP) merupakan penyebab

tersering trombositopenia pada anak-anak. ITP dapat dikategorikan sebagai

akut (trombositopenia sembuh dalam waktu 6 bulan diagnosis) atau kronis

(trombositopenia berlanjut melebihi 6 bulan). Walaupun ITP dapat terjadi

pada semua usia, tetapi paling sering pada usia 2 hingga 6 tahun.

ITP merupakan singkatan dari Idiopatik Trombositopenia Purpura.

Idiopatik artinya penyebabnya tidak diketahui. Trombositopenia artinya

berkurangnya jumlah trombosit dalam darah atau darah tidak mempunyai

platelet yang cukup. Purpura artinya perdarahan kecil yang ada di dalam kulit,

membran mukosa atau permukaan serosa (Dorland, 1998). Purpura berarti

seseorang memiliki luka memar yang banyak (berlebihan). Istilah ITP ini

juga merupakan singkatan dari Immune Thrombocytopenic Purpura.

B. Saran

Dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan ITP,

hendaknya tindakan yang dilakukan berdasarkan pengkajian secara utuh

sehingga dapat menentukan masalah klien dengan baik dan diharapkan dalam

membuat perencanaan hendaknya dapat mengembangkan teori-teori yang ada

dan mengacu pada keluahan klien, sehingga masalah klien dapat teratasi. Dan

kepada rekan mahasiaswa/ mahasiswi hendaknya melakukan proses

keperawatan dilakukan dengan baik, teliti, dan hati yang tulus.

27

DAFTAR PUSTAKA

Staf Pengajar FKUI. 1985. Ilmu Kesehatan Anak 1.Jakarta : FKUI

Staf Pengajar FKUI. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 2. FKUI:

Media Aesculapius

D o r l a n d , W . A N e w m a . 2 0 0 6 . Kamus Kedokteran Dorland , E d i s i  

2 9 . Jakarta: EGC

Guyton. 2003. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 9.Jakarta: EGC

Behrman. 2006. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Edisi 15.Jakarta: EGC

Huda Nurarif,Amin dan Hardhi Kusuma.2013.NANDA NIC-NOC Jilid 2.

Yogyakarta: Media Action

Lalani,Amida dan Suzan Schneeweiss,MD.2011.Kegawatdaruratan

Pediatri.Jakarta: EGC

Betz,Cecily Lynn dan Linda A. Sowden.2009.Keperawatan Pediatri Edisi

5.Jakarta: EGC

Tierney, Lawrence M. Jr.,MD , Stephen J.McPhee,MD,dkk.2003.Diagnosis

&Terapi Kedokteran Penyakit Dalam.Jakarta: Salemba Medika

Hinchliff, Sue.1999.Kamus Keperawatan Edisi 17.Jakarta: EGC

28