makalah indeks pufa

13
BAB I PENDAHULUAN Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh yang ikut berperan dalam menentukan status kesehatan seseorang. Menjaga kesehatan gigi berarti turut berpartisipasi dalam peningkatan kualitas hidup dan produktifitas sumber daya manusia, namun kesehatan gigi dan mulut di Indonesia sampai saat ini masih memprihatinkan dengan masalah utama kesehatan gigi dan mulut adalah karies gigi dan penyakit periodontal. Karies gigi adalah suatu penyakit kronis yang merusak jaringan keras gigi disebabkan oleh produk asam hasil fermentasi bakteri terhadap karbohidrat. Karies gigi timbul jika terjadi interaksi dari empat faktor seperti adanya mikroorganisme, substrat, host (permukaan gigi dan saliva) dan waktu sebagai faktor tambaha. Proses karies ditandai dengan terjadinya demineralisasi pada jaringan keras gigi oleh bakteri organik yang bersifat asam, yaitu L. acidophilus dan S. mutans diikuti dengan kerusakan bahan organik, akibatnya terjadi invasi bakteri dan kematian pulpa serta penyebaran infeksinya ke jaringan periapeks sehingga dapat menyebabkan rasa ngilu dan nyeri.

Upload: ade-ayu

Post on 08-Jul-2016

445 views

Category:

Documents


122 download

DESCRIPTION

makalah indeks pufa

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh yang

ikut berperan dalam menentukan status kesehatan seseorang. Menjaga kesehatan

gigi berarti turut berpartisipasi dalam peningkatan kualitas hidup dan produktifitas

sumber daya manusia, namun kesehatan gigi dan mulut di Indonesia sampai saat

ini masih memprihatinkan dengan masalah utama kesehatan gigi dan mulut adalah

karies gigi dan penyakit periodontal.

Karies gigi adalah suatu penyakit kronis yang merusak jaringan keras gigi

disebabkan oleh produk asam hasil fermentasi bakteri terhadap karbohidrat.

Karies gigi timbul jika terjadi interaksi dari empat faktor seperti adanya

mikroorganisme, substrat, host (permukaan gigi dan saliva) dan waktu sebagai

faktor tambaha. Proses karies ditandai dengan terjadinya demineralisasi pada

jaringan keras gigi oleh bakteri organik yang bersifat asam, yaitu L. acidophilus

dan S. mutans diikuti dengan kerusakan bahan organik, akibatnya terjadi invasi

bakteri dan kematian pulpa serta penyebaran infeksinya ke jaringan periapeks

sehingga dapat menyebabkan rasa ngilu dan nyeri.

Di beberapa negara barat prevalensi karies gigi semakin berkurang dalam

waktu sekitar dua puluh lima tahun terakhir ini, tetapi di negara yang sedang

berkembang, termasuk Indonesia, penyakit ini masih menjadi masalah utama pada

orang dewasa dan terutama pada anak-anak. Menurut sebuah penelitian yang

dilakukan di Berisso Buenos Aires Argentina yang dipublikasi Januari 2010

menunjukkan, anak usia 6 tahun mempunyai prevalensi karies gigi sulung 67,9%

dan gigi permanen 16,3%. Penelitian lain di Peru yang dipublikasikan Juli 2009,

rerata DMF-T anak usia 12 tahun adalah 3,92 dengan prevalensi karies 83,8%.

Anak usia sekolah khususnya anak sekolah dasar merupakan satu kelompok yang

rentan terhadap penyakit gigi dan mulut karena umumnya anak-anak tersebut

masih mempunyai perilaku atau kebiasaan diri yang kurang menunjang terhadap

kesehatan gigi.

Indikator status kesehatan gigi untuk menilai karies dapat menggunakan

indeks dmft dan DMFT. Indeks pufa juga dapat menilai status karies karena

indeks ini digunakan untuk menilai karies yang sudah lanjut dan tidak dirawat.

Indeks dmft dan DMFT merupakan indeks yang digunakan untuk menilai

kerusakan gigi pada seseorang baik berupa gigi berlubang, dicabut dan ditumpat

karena karies. Indeks PUFA/pufa adalah indeks untuk menilai tingkat keparahan

penyakit gigi dan mulut akibat karies yang tidak ditangani dengan baik. Indeks ini

dinilai berdasarkan keterlibatan pulpa (P/p), adanya, ulserasi (U/u) karena sisa

akar, adanya fi stel (F/f) dan apakah sudah ada abses (A/a).

Selama 70 tahun terakhir, data tentang karies yang dikumpulkan

menggunakan indeks DMFT. Indeks ini memberikan informasi tentang karies,

penambalan dan pencabutan tetapi tidak menilai akibat klinis dari karies gigi yang

tidak dirawat. Karies dalam yang sudah mengenai pulpa tetap dimasukan ke

dalam kategori karies dentin dan kelainan pulpanya tidak dinilai sama sekali.

Pada tahun 2007, WHO World Health Assembly (WHA) mengakui

adanya beban yang sangat besar di seluruh dunia akibat penyakit gigi dan mulut

serta menekankan pentingnya meningkatkan upaya berdasarkan pengumpulan

data yang komprehensif (evidence based). Oleh karena itu diperlukan sistem

penilaian baru yang dapat menilai tingkat keparahan penyakit gigi dan mulut.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Indeks PUFA

Indeks PUFA/pufa diperkenalkan oleh Monse et al pada tahun 2010 untuk

melengkapi kelemahan dari indeks DMFT Klein tersebut. Indeks PUFA adalah

indeks yang digunakan untuk pengukuran karies yang tidak dirawat. Ada empat

kondisi oral akibat karies gigi yang tidak dirawat yang digunakan untuk

pengukuran indeks PUFA yaitu keterlibatan pulpa yang ditunjukkan dengan

pulpitis, ulserasi, fistula dan abses.

Pulpitis adalah proses radang pada jaringan pulpa gigi, yang pada

umumnya merupakan kelanjutan dari proses karies. Jaringan pulpa terletak di

dalam jaringan keras gigi sehingga bila mengalami proses radang, secara klinis

sulit untuk menentukan seberapa jauh proses radang tersebut terjadi. Atap pulpa

mempunyai persarafan terbanyak dibandingkan bagian lain pada pulpa. Jadi, saat

melewati pembuluh saraf yang banyak ini, bakteri akan menimbulkan peradangan

awal pulpitis. Berdasarkan diagnosis klinis, pulpitis dibagi menjadi dua yaitu

pulpitis reversible dan irreversibel.

Pulpitis reversibel yaitu inflamasi pulpa yang tidak parah. Jika

penyebabnya dihilangkan, inflamasi akan menghilang dan pulpa kembali normal.

Gejala Pulpitis reversibel simtomatik ditandai oleh rasa sakit yang tajam dan

hanya sebentar. Lebih sering diakibatkan oleh makanan dan minuman dingin dari

pada panas. Tidak timbul spontan dan tidak berlanjut bila penyebabnya di

hilangkan.

Pulpitis Irrevesible yaitu lanjutan dari pulpitis reversible. Pulpitis

irreversible merupakan inflamasi parah yang tidak bisa pulih walaupun

penyebabnya dihilangkan. Biasanya, gejala asimtomatik atau pasien hanya

mengeluhkan gejala yang ringan. Nyeri pulpitis irreversible ini dapat tajam,

tumpul, setempat, atau difus (menyebar) dan dapat berlangsung hanya beberapa

menit atau berjam-jam.

Gambar 2.1 Pulpitis

Ulserasi adalah ulserasi akibat trauma, dapat disebabkan kontak dengan

sisa mahkota gigi atau akar yang tajam akibat proses karies gigi. Ulserasi akibat

trauma sering terjadi pada daerah mukosa pipi dan bagian perifer lidah. Secara

klinis ulserasi biasanya menunjukkan permukaan sedikit cekung dan oval

bentuknya. Pada awalnya daerah eritematous di jumpai di bagian perifer, yang

perlahan-lahan warnanya menjadi lebih muda karena proses keratinisasi. Bagian

tengah ulkus biasanya berwarna kuning-kelabu. Setelah pengaruh traumatik

hilang, ulkus akan sembuh dalam waktu 2 minggu.

Gambar 2.2 Ulserasi

Fistula terjadi karena peradangan karies kronis dan pernanahan pada

daerah sekitar akar gigi (periapical abcess). Peradangan ini akan menyebabkan

kerusakan tulang dan jaringan penyangga gigi. Peradangan yang terlalu lama

menyebabkan pertahanan tubuh akan berusaha melawan, dan mengeluarkan

jaringan yang telah rusak dengan cara mengeluarkan nanah keluar tubuh melalui

permukaan yang terdekat, daerah yang terdekat adalah menembus tulang tipis dan

gusi yang menghadap ke pipi, melalui saluran yang disebut fistula. Jika saluran ini

tersumbat, maka akan terjadi pengumpulan nanah.

Gambar 2.3 Fistula

Abses merupakan rongga patologis yang berisi pus yang disebabkan

infeksi bakteri campuran. Bakteri yang berperan dalam proses pembentukan abses

yaitu Staphylococcus aureus dan Streptococcus mutans. Staphylococcus aureus

dalam proses ini memiliki enzim aktif yang disebut koagulase yang fungsinya

untuk mendeposisi fibrin, sedangkan Streptococcus mutans memiliki 3 enzim

utama yang berperan dalam penyebaran infeksi gigi, yaitu streptokinase,

streptodornase, dan hyaluronidase.

Gambar 2.4 Abses

2.1 Metode Pengukuran Indeks PUFA

Penilaian tingkat keparahan penyakit gigi dan mulut dengan indeks pufa

dilakukan dengan cara visual. Tidak diperlukan alat-alat khusus. Hanya kaca

mulut sehingga orang yang akan menilai dapat melihat lebih jelas. Tiap gigi diberi

satu skor, P atau U atau F atau A. Untuk memberikan hasil yang lebih signifikan,

penilaian dilakukan oleh 2-3 orang dan sebelumnya telah diberikan pelatihan

mengenai cara penilaian dan penjelasan mengenai kondisi gigi yang dapat

dimasukan dalam kategori P atau U atau F atau A.

Gambar 2.5 Contoh Lembar Pengisian Indeks PUFA/pufa

P/p adalah keterlibatan pulpa,dicatat jika terbukanya ruang pulpa dapat

terlihat atau jika struktur mahkota gigi telah rusak oleh proses karies dan hanya

akar atau fragmen akar yang tersisa. Probing tidak dilakukan untuk diagnosis

keterlibatan pulpa.

U/u adalah ulserasi karena trauma dari potongan tajam gigi,dicatat jika tepi

yang tajam dari dislokasi dengan keterlibatan pulpa atau fragmen akar

menyebabkan ulserasi traumatik dari jaringan lunak sekitarnya, misalnya lidah

atau mukosa bukal.

F/f adalah fistula yang ditandai jika pus keluar dari traktus sinus yang

berhubungan dengan gigi dengan keterlibatan pulpa.

A/a adalah abses yang ditandai ada pembengkakan disertai pus yang

berhubungan dengan keterlibatan pulpa.

Skor PUFA/pufa per orang, yaitu dijumlahkan dengan cara yang sama

seperti DMF-T/def-t dan mewakili jumlah gigi yang termasuk dalam kriteria

diagnosis PUFA/pufa. Huruf kapital untuk gigi permanen dan huruf kecil

digunakan untuk gigi sulung. Skor untuk gigi sulung dan permanen dicatat secara

terpisah. Jadi untuk seorang individu, rentang skor pufa dari 0-20 untuk gigi

sulung, dan skor PUFA 0-32 untuk gigi permanen. Prevalensi PUFA/pufa

dihitung sebagai persentase populasi dengan satu atau lebih skor PUFA/pufa.

Pengalaman PUFA/pufa untuk populasi dihitung dengan rerata sehingga mungkin

berupa nilai desimal.

Gambar 2.6 Contoh Penyajian Data Indeks PUFA/pufa

Data yang ditampilkan oleh indeks PUFA/pufa dapat memberikan

gambaran untuk perencanaan program kesehatan yang relevan, sebagai pelengkap

data DMF-T. Indeks PUFA/pufa terbukti adekuat mengukur akibat dari keparahan

kerusakan gigi dan dapat digunakan secara universal, bahkan pada kondisi

lapangan yang sederhana. Indeks ini mudah dan aman digunakan, hanya

membutuhkan sedikit waktu melakukan pemeriksaan dan tidak membutuhkan

peralatan tambahan apapun.

BAB III

KESIMPULAN

Indeks PUFA/pufa adalah indeks untuk menilai tingkat keparahan

penyakit gigi dan mulut akibat karies yang tidak terawat. Indeks ini dinilai

berdasarkan keterlibatan pulpa (P/p), adanya, ulserasi (U/u) karena sisa akar,

adanya fi stel (F/f) dan apakah sudah ada abses (A/a). Huruf kapital untuk gigi

permanen dan huruf kecil digunakan untuk gigi sulung. Skor untuk gigi sulung

dan permanen dicatat secara terpisah. Jadi untuk seorang individu, rentang skor

pufa dari 0-20 untuk gigi sulung, dan skor PUFA 0-32 untuk gigi permanen.

Indeks PUFA/pufa dapat digunakan sebagai pelengkap data DMF-T dan

memberikan gambaran untuk perencanaan program kesehatan yang relevan.

DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Kesehatan RI. 2012. Pedoman Usaha Kesehatan Gigi Sekolah

(UKGS).

Pratiwi, Rini dan Ririn Mutmainnah. 2013. Gambaran keparahan karies pada

anak usia 6, 9 dan 12 tahun di Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan

menggunakan indeks PUFA/pufa. Jurnal Dentofasial, Vol.12, No.2, Juni

2013:76-80. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin.

Yoanda, P. 2014. Skripsi Hubungan Karies yang Tidak Dirawat dengan Indeks

Massa Tubuh pada Murid Sekolah Dasar di Perumnas II Kecamatan Medan

Denai. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.