makalah hellp

80
KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah penyusun panjatkan ke hadirat Allah S.W.T karena dengan rahmat-Nya jualah penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul HELLP Syndrome. Makalah ini ditulis sebagai salah satu tugas makalah sistem reproduksi STIKES Surabaya. Kritik dan saran terhadap makalah ini diharapkan dapat memberi masukan untuk perbaikan di kemudian hari. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dalam menambah khasanah pengetahuan di bidang keperawatan terutama dalam bidang reproduksi bagi para pembacanya. Surabaya, 01 April 2014 2

Upload: krismas-eka-saputra

Post on 26-Apr-2017

330 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Hellp

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penyusun panjatkan ke hadirat Allah S.W.T karena dengan

rahmat-Nya jualah penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul HELLP Syndrome.

Makalah ini ditulis sebagai salah satu tugas makalah sistem reproduksi STIKES

Surabaya.

Kritik dan saran terhadap makalah ini diharapkan dapat memberi masukan untuk

perbaikan di kemudian hari. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dalam menambah khasanah

pengetahuan di bidang keperawatan terutama dalam bidang reproduksi bagi para pembacanya.

Surabaya, 01 April 2014

2

Page 2: Makalah Hellp

DAFTAR ISI

Halaman Judul...............................................................................................................1

Kata pengantar............................................................................................................ 2

Daftar Isi...................................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................... 5

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................... 8

II.I Definisi ........................................................................................................... 8

II.II Insiden............................................................................................................ 9

II.III Faktor Resiko.................................................................................................. 9

II.IV Etiologi dan Patogenesis................................................................................. 13

II.V Klasifikasi....................................................................................................... 17

II.VI Manifestasi Klinis........................................................................................... 18

II.VII Diagnosis........................................................................................................ 19

II.VIII Diagnosis Banding......................................................................................... 21

II.IX Koagulopati dan HELLP syndrome............................................................... 21

II.X Komplikasi..................................................................................................... 22

II.XI Pencegahan..................................................................................................... 22

II.XII Penatalaksanaan.............................................................................................. 25

3

Page 3: Makalah Hellp

BAB III KESIMPULAN........................................................................................... 32

BAB IV LAPORAN KASUS.................................................................................... 33

IV.I Anamnesis ..................................................................................................... 33

IV.II Pemeriksaan Fisik.......................................................................................... 34

IV.III Pemeriksaan Laboratorium............................................................................. 35

IV.IV Parasitologi..................................................................................................... 37

IV.V Diagnosis Kerja.............................................................................................. 38

IV.VI Terapi............................................................................................................. 39

IV.VII Prognosis........................................................................................................ 39

IV.VIII Rekaman Tindakan........................................................................................ 39

IV.IX Permasalahan.................................................................................................. 49

IV.X Analisa Kasus................................................................................................ 50

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................. 57

4

Page 4: Makalah Hellp

BAB I

PENDAHULUAN

Beragam pendapat telah diutarakan dalam pemahaman preeklampsia secara mendasar

dan telah dilakukan pula berbagai peneltian untuk memperoleh penatalaksanaan yang dapat

dipakai sebagai dasar pengobatan untuk preeklampsia. Namun demikian, preeklampsia tetap

menjadi satu di antara banyak penyebab morbiditas dan mortalitas ibu dan janin di Indonesia,

sehingga masih menjadi kendala dalam penanganannya. Oleh karena itu diagnosis dini

preeklampsia yang merupakan tingkat pendahuluan eklampsia, serta penanganannya perlu

segera dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak. Perlu ditekankan bahwa

sindrom preeklampsia ringan dengan hipertensi, edema, dan proteinuri sering tidak diketahui

atau tidak diperhatikan; pemeriksaan antenatal yang teratur dan secara rutin mencari tanda

preeklampsia sangat penting dalam usaha pencegahan preeklampsia berat dan eklampsia, di

samping pengendalian terhadap faktor-faktor predisposisi yang lain.

Preeklampsia merupakan suatu gangguan kehamilan spesifik yang berkomplikasi sekitar

5% dari seluruh kehamilan dan merupakan penyakit glomerulus yang paling umum di dunia,

dimana penyebab awalnya masih tidak diketahui, namun perkembangan terbaru menjelaskan

mekanisme molekuler melatarbelakangi manifestasinya terutama perkembangan abnormal,

hipoksia plasenta, disfungsi endotel. Preeklampsia merupakan penyebab utama morbiditas dan

mortalitas di seluruh dunia. Pada ibu dapat berkomplikasi sebagai hemolysis, elevated liver

enzymes, dan thrombocytopenia (HELLP Syndrome), gagal ginjal, kejang, gangguan hati,

stroke, penyakit jantung hipertensi, dan kematian sedangkan pada fetus dapat mengakibatkan

persalinan preterm, hipoksia neurogenik, dan kematian.

5

Page 5: Makalah Hellp

Preeklampsia dikelompokkan menjadi preeklampsia berat dan ringan. Preeklampsia

ringan dipandang tidak memiliki resiko bagi ibu dan janin, tetapi tidaklah lepas dari

kemungkinan terjadinya berbagai masalah akibat dari preeklampsia itu sendiri. Preeklampsia

berat membawa resiko bagi ibu janin yang lebih besar yang membutuhkan penanganan

medicinal atau bahkan sampai pada pertimbangan untuk terminasi kehamilan.

Berbagai keadaan dapat membawa ibu atau janin menjadi keadaan yang lebih buruk dan

membahayakan keduanya. Bagi ibu sendiri dapat terjadi ablation retina, DIC, gagal ginjal,

pendarahan otak, edema paru atau gagal jantung. Sehingga dalam pengawasan menjadi hal

terpenting untuk diperhatikan benar terhadap keluhan dan gejala ynag mengarah kepada

keadaan di atas untuk mencegah komplikasi lebih buruk.

Hemolisis, kelainan tes fungsi hati dan jumlah trombosit yang rendah sudah sejak lama

dikenal sebagai komplikasi dari preeklampsi-eklampsi (Chesley 1978; Godlin 1982; Mc Kay

1972). Godlin menamakan sindrom ini EPH Gestosis tipe II, MacKennan dkk. menganggapnya

sebagai suatu misdiagnosis preeklampsi,sedangkan penulis lain menyebutkannya sebagai

bentuk awal preeklampsi berat, variasi unik dari preeklampsi.Pada 1982, Weinstein melaporkan

29 kasus preeklampsi berat, eklampsi dengan komplikasi trombositopeni, kelainan sediaan

apus darah tepi, dan kelainan tes fungsi hati. Ia menyatakan bahwa kumpulan tanda dan gejala

ini benar-benar terpisah dari preeklampsi berat dan membentuk satu istilah: Sindrom HELLP;H

untuk Hemolysis, EL untuk Elevated Liver Enzymes, dan LP untuk Low Platelet.

Sibai dkk. menunjukkan adanya perbedaan nyata dalam hal terminologi, insidens,

penyebab, diagnosis dan penatalaksanaan sindrom ini. Insidens dilaporkan sekitar 2-12%,

kisaran ini menggambarkan perbedaan kriteria diagnosis dan metode yang digunakan. Ada

perbedaan besar mengenai saat terjadi, tipe, dan derajat kelainan laboratorium yang digunakan

untuk mendiagnosis sindrom ini. Ada yang mendiagnosis jika pasien saat masuk sudah ada

6

Page 6: Makalah Hellp

kelainan, ada yang jika kelainannya timbul selama penanganan konservatif; yang lain jika

kelainannya muncul post partum. Bukti adanya hemolisis telah dilaporkan pada beberapa studi

dan definisi trombositopeni berkisar dari <75.000/mm sampai < 150.000/mm. Belum ada

konsensus mengenai peranan tes fungsi hati untuk mendiagnosis sindrom HELLP. Banyak

penulis mendukung agar nilai laktat dehidrogenase (LDH) dan bilirubin dimasukkan untuk

mendiagnosis sindrom ini.

7

Page 7: Makalah Hellp

BAB II

PEMBAHASAN

II.I DEFINISI

Preeklamsia adalah suatu sindroma yang spesifik pada kehamilan yang biasanya terjadi

sesudah umur kehamilan 20 minggu, pada wanita yang sebelumnya normotensi. Keadaan ini

ditandai oleh peningkatan tekanan darah yang disertai oleh proteinuria. Peningkatan tekanan

darah gestasional didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik > 140 mmHg atau diastolik > 90

mmHg pada wanita yang normotensi sebelum kehamilan 20 minggu. Pada keadaan tanpa

proteinuria, tetap dicurigai sebagai preeklamsia jika peningkatan tekanan darah disertai gejala :

sakit kepala, gangguan penglihatan, nyeri abdomen, atau hasil laboratorium yang tidak normal

terutama bila ada trombositopenia dan peningkatan tes fungsi hati. ( Cunningham, et al., 2002,

Noris M, et al., 2005). Preeklamsia berat ialah preeklamsia dengan salah satu atau lebih gejala

dibawah ini : ( Noris,et al.,2005)-Desakan darah : pasien dalam keadaan istirahat, desakan

sistolik > 160 mmHg dan desakan diastolik ≥ 110 mmHg.-Proteinuria : ≥ 3 gr/jumlah urin selama

24 jam atau dipstik : 3+-Peningkatan kadar enzim hati atau ikterus-Hemolisis  mikroangioptik

(peningkatan LDL)-Oliguria : produksi urin < 400 cc/24 jam-Trombositopenia : < 100.000/mm2-

Nyeri epigastrium dan nyeri kuadran atas kanan abdomen-Edema pulmonum-Gangguan otak

dan visus : perubahan kesadaran, nyeri kepala,skotoma dan pandangan kabur.

HELLP syndrome merupakan suatu kerusakan multisistem dengan tanda-tanda :

hemolisis, peningkatan enzim hati, dan trombositopenia yang diakibatkan disfungsi endotel

sistemik. Keadaan ini merupakan salah satu komplikasi dari preeklamsia dengan faktor risiko

partus preterm, hambatan pertumbuhan janin, serta partus perabdominam.

Pada penderita preeklampsia, Sindroma HELLP merupakan suatu gambaran adanya

Hemolisis (H), Peningkatan enzim hati (Elevated Liver Enzym-EL), dan trombositopeni (Low

8

Page 8: Makalah Hellp

Platelets-LP). Sindroma HELLP dapat timbul pada pertengahan kehamilan trimester dua

sampai beberapa hari setelah melahirkan.

II. II INSIDEN

Insidens sindroma hellp pada kehamilan berkisar antara 0,2-0,6 %, 4-12% pada

preeklampsia berat, dan menyebabkan mortalitas maternal yang cukup tinggi (24 %), serta

mortalitas perinatal antara 7,7%-60%. Sindroma HELLP dapat timbul pada pertengahan

kehamilan trimester dua sampai beberapa hari setelah melahirkan.

Sindrom HELLP terjadi pada ± 2-12% kehamilan. Sebagai perbandingan, preeklampsi

terjadi pada 5-7% kehamilan. Superimposed sindrom HELLP berkembang dari 4-12% wanita

preeklampsi atau eklampsi. Tanpa preeklampsi, diagnosis sindrom ini sering terlambat.

II.III FAKTOR RESIKO

Faktor risiko sindrom HELLP berbeda dengan preeklampsi. Pasien sindrom HELLP

secara bermakna lebih tua (rata-rata umur 25 tahun) dibandingkan pasien preeklampsi-

eklampsi tanpa sindrom HELLP (rata-rata umur 19 tahun). lnsiden sindrom ini juga lebih tinggi

pada populasi kulit putih dan multipara lain juga mempunyai observasi serupa.

Sindrom ini biasanya muncul pada trimester ke tiga, walaupun pada 11% pasien muncul

pada umur kehamilan <27 minggu; di masa antepartum pada sekitar 69% pasien dan di masa

postpartum pada sekitar 31%. Pada masa post partum, saat terjadinya khas, dalam waktu 48

jam pertama post partum.

Faktor risiko preeklamsia meliputi kondisi medis yang berpotensi menyebabkan kelainan

mikrovaskular, seperti diabetes melitus, hipertensi kronis dan kelainan vaskular serta jaringan

9

Page 9: Makalah Hellp

ikat, sindrom antibodi fosfolipid dan nefropati. Faktor risiko lain berhubungan dengan kehamilan

itu sendiri atau dapat spesifik terhadap ibu atau ayah dari janin (Sunaryo R, 2008).

Berbagai faktor risiko preeklamsia (American Family Physician, 2004) :

1) Faktor yang berhubungan dengan kehamilan

2) Faktor spesifik maternal

3) Faktor spesifik paternal

Faktor risiko preeklamsia yang berhubungan dengan kehamilan :

• Kelainan kromosom

• Mola hydatidosa

• Hydrops fetalis

• Kehamilan multifetus

• Inseminasi donor atau donor oosit

• Kelainan struktur kongenital

Faktor risiko preeklamsia yang khusus berhubungan dengan maternal :

• Insidens tinggi pada primigravida muda, meningkat pada primigravida tua. Primigravida

tua risiko lebih tinggi untuk pre-eklampsia berat.

• Ibu hamil berusia diatas 35 tahun atau diatas 40 tahun. Ibu hamil berusia diatas 35 tahun

dapat terjadi hipertensi laten.

• Ibu hamil usia remaja, yaitu usia dibawah 20 tahun. Ibu hamil berusia dibawah 25 tahun

insidens > 3 kali lipat.

10

Page 10: Makalah Hellp

• Ibu hamil dengan kehamilan kembar.

• Ibu hamil yang sebelum kehamilannya memiliki penyakit darah tinggi atau penyakit

ginjal.

• Riwayat preeklamsia pada keluarga, yaitu ibunya atau saudara perempuannya pernah

mengalami preeklamsia. Jika ada riwayat preeklamsia pada ibu/nenek penderita, factor risiko

meningkat sampai ± 25%.

• Preeklamsia pada kehamilan sebelumnya.

• Ras kulit hitam.

• Diet / gizi. Tidak ada hubungan bermakna antara menu / pola diet tertentu (WHO).

Penelitian lain : kekurangan kalsium berhubungan dengan angka kejadian yang tinggi.

Angka kejadian juga lebih tinggi pada ibu hamil yang obese / overweight.

• Iklim / musim. Di daerah tropis insidens lebih tinggi.

• Kebiasaan merokok. Insidens pada ibu perokok lebih rendah, namun merokok selama hamil

memiliki risiko kematian janin dan pertumbuhan janin terhambat yang jauh lebih tinggi.

• Aktifitas fisik selama hamil. Istirahat baring yang cukup selama hamil mengurangi

kemungkinan / insidens hipertensi dalam kehamilan.

• Hidrops fetalis : berhubungan, mencapai sekitar 50% kasus.

• Diabetes mellitus : angka kejadian yang ada kemungkinan patofisiologinya bukan

preeclampsia murni, melainkan disertai kelainan ginjal / vaskular primer akibat diabetesnya.

11

Page 11: Makalah Hellp

• Mola hidatidosa : diduga degenerasi trofoblas berlebihan berperan menyebabkan

preeklampsia.

Pada kasus mola, hipertensi dan proteinuria terjadi lebih dini / pada usia kehamilan muda, dan

ternyata hasil pemeriksaan patologi ginjal juga sesuai dengan pada pre-eklampsia.

• Nullipara.

• Kondisi medis khusus : diabetes gestational, diabetes tipe 1, obesitas, hipertensi

kronis,penyakit ginjal, trombofilia.

• Stress.

Faktor risiko preeklamsia yang khusus berhubungan dengan paternal :

• Primipatemitas

• Patner pria yang pernah menikahi wanita yang kemudian hamil dan mengalami preeklamsia

Tabel. Faktor resikoSindroma HELLP Preeklampsia

MultiparaUsia ibu > 25 tahunRas kulit putihRiwayat keluarga kehamilan yang jelek

NulliparaUsia ibu < 20 tahun atau > 40 tahunRiwayat keluarga preeklampsiAsuhan mental (ANC) yang minimalDiabetes MelitusHipertensi kronikKehamilan multiple

12

Page 12: Makalah Hellp

II.IV ETIOLOGI DAN PATOGENESIS

Sampai saat ini etiologinya yang pasti belum diketahui. Terdapat beberapa hipotesis

mengenai etiologi preeclampsia.

Pada saat ini ada 4 hipotesa patogenesis dari preeklampsia, sebagai berikut (Dekker GA., Sibai

BM., 1998 cit Roeshadi RH., 2006). :

1. Iskemia Plasenta.

Peningkatan deportasi sel tropoblast yang menyebabkan kegagalan invasi ke arteri spiralis dan

akan mengakibatkan iskemia pada plasenta.

2. Mal Adaptasi Imun.

Terjadinya mal adaptasi imun dapat menyebabkan dangkalnya invasi sel tropoblast pada arteri

spiralis, dan terjadinya disfungsi endotel di picu oleh pembentukkan sitokin, enzim proteolitik,

dan radikal bebas.

3. Genetik Inpreting.

Terjadinya preeklampsia dan eklampsia mungkin didasarkan pada gen resesif tunggal atau gen

dominan dengan penetrasi yang tidak sempurna. Penetrasi mungkin tergantung pada genotip

janin.

4. Perbandingan VLDL (Very Low Density Lipoprotein) dan TxPA (Toxicity Preventing Activity).

Sebagai kompensasi untuk peningkatan energi selama kehamilan, asam lemak non-esterifikasi

akan dimobilisasi. Pada wanita hamil dengan kadar albumin yang rendah, pengangkatan

kelebihan asam lemak non-esterifikasi dari jaringan lemak kedalam hepar akan menurunkan

aktifitas antitoksin albumin sampai pada titik dimana VLDL terekspresikan. Jika kadar VLDL

melebihi TxPA maka efek toksik dari VLDL akan muncul.

13

Page 13: Makalah Hellp

Dalam perjalanannya keempat faktor di atas tidak berdiri sendiri, tetapi saling berkaitan

dengan titik temunya pada invasi tropoblast dan terjadinya iskemia (Dekker GA., Sibai BM.,

1998 cit Roeshadi RH., 2006). Tahap pertama terjadinya hipoksia plasenta oleh karena

berkurangnya aliran darah dalam arteri spiralis. Hal ini terjadi karena kegagalan invasi sel

tropoblast pada dinding arteri spiralis pada awal dan trimester kedua kehamilan sehingga arteri

spiralis tidak dapat melebar dengan sempurna dengan akibat penurunan aliran darah dalam

ruang intervilus di plasenta sehingga terjadilah hipoksia plasenta.

Hipoksia plasenta yang berkelanjutan ini akan membebaskan zat-zat toksik seperti

sitokin, radikal bebas dalam bentuk lipid peroksidase dalam sirkulasi darah ibu, dan akan

menyebabkan terjadinya oxidative stress yaitu suatu keadaan, dimana radikal bebas jumlahnya

lebih dominan dibanding antioksidan. Oxidative stress pada tahap berikutnya bersama dengan

zat toksik yang beredar dapat merangsang terjadinya kerusakan pada sel endotel pembuluh

darah yang disebut sebagai disfungsi endotel, dimana dapat terjadi kerusakan pada seluruh

permukaan endotel pembuluh darah dan organ-organ penderita preeclampsia.

Peningkatan kadar lipid peroksidase juga akan mengaktifkan sistem koagulasi, sehingga

terjadi agregasi trombosit dan pembentukan trombus. Secara keseluruhan setelah terjadi

disfungsi endotel di dalam tubuh penderita preeklampsia, jika prosesnya berlanjut dapat terjadi

disfungsi endotel dan kegagalan organ seperti pada :

Ginjal : hiperuricemia, proteinuria dan gagal ginjal

Penyempitan pembuluh darah sistemik ditandai dengan hipertensi

Perubahan permeabilitas pembuluh darah ditandai dengan oedema paru dan oedema

menyeluruh

Pada darah dapat terjadi trombositopeni dan coagulopathi

Pada hepar dapat terjadi perdarahan dan gangguan fungsi hati

14

Page 14: Makalah Hellp

Pada susunan syaraf pusat dan mata dapat menyebabkan kejang, kebutaan, pelepasan

retina, dan perdarahan

Pada plasenta dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan janin, hipoksia janin, dan

solusio plasenta

Patogenesis sindrom HELLP sampai sekarang belum jelas. Yang ditemukan pada

penyakit multisistem ini adalah kelainan tonus vaskuler, vasospasme, dan kelainan koagulasi.

Sampai sekarang tidak ditemukan faktor pencetusnya. Sindrom ini kelihatannya merupakan

akhir dari kelainan yang menyebabkan kerusakan endotel mikrovaskuler dan aktivasi trombosit

intravaskuler; akibatnya terjadi vasospasme, aglutinasi dan agregasi trombosit dan selanjutnya

terjadi kerusakan endotel. Hemolisis yang didefinisikan sebagai anemi hemolitik mikroangiopati

merupakan tanda khas. Sel darah merah terfragmentasi saat melewati pembuluh darah kecil

yang endotelnya rusak dengan deposit fibrin. Pada sediaan hapusan darah tepi ditemukan

spherocytes, schistocytes, triangular cells dan burr cells. Peningkatan kadar enzim hati

diperkirakan sekunder akibat obstruksi aliran darah hati oleh deposit fibrin di sinusoid.

Obstruksi ini menyebabkan nekrosis periportal dan pada kasus yang berat dapat terjadi

perdarahan intrahepatik, hematom subkapsular atau ruptur hati. Nekrosis periportal dan

perdarahan merupakan gambaran histopatologik yang paling sering ditemukan.

Trombositopeni ditandai dengan peningkatan pemakaian dan/atau destruksi trombosit.

Banyak penulis tidak menganggap sindrom HELLP sebagai suatu variasi dari disseminated

intravascular coagulopathy (DIC), karena nilai parameter koagulasi seperti waktu prothrombin

(PT), waktu parsial thromboplastin (PTT), dan serum fibrinogen normal. Secara klinis sulit

mendiagnosis DIC kecuali menggunakan tes antitrombin III, fibrinopeptide-A, fibrin monomer, D-

Dimer, antiplasmin, plasminogen, prekallikrein, dan fibronectin. Namun tes ini memerlukan

15

Page 15: Makalah Hellp

waktu dan tidak digunakan secara rutin. Sibai dkk. mendefinisikan DIC dengan adanya

trombositopeni, kadar fibrinogen rendah (fibrinogen plasma < 300 mg/dl) dan fibrin split product

> 40 µg/ml. Semua pasien sindrom HELLP mungkin mempunyai kelainan dasar koagulopati

yang biasanya tidak terdeteksi.

Skema 1 : Garis Besar Patofisiologi pre eclampsia berdasar teori pre eclampsia.

II.V KLASIFIKASI

16

Kegagalan invasi trofoblast ke dalam A.SpiralisVasokonstriksi A.SpiralisIskemia PlasentaProduksi Radikal

bebas/OxidantDisfungsi EndotelProstasiklin

me↓Tromboxan

Me↑

Agregasi trombosit me↑

Pe↑an kepekaan vaskuler terhadap bahan vaso aktifVasokonstriksi lumen pembuluh darah

Aliran darah regional me↓

Ektravasasi plasma

Page 16: Makalah Hellp

Dua sistem klasifikasi digunakan pada sindrom HELLP. Klasifikasi pertama berdasarkan

jumlah kelainan yang ada. Dalam sistem ini, pasien diklasifikasikan sebagai sindrom HELLP

parsial (mempunyai satu atau dua kelainan) atau sindrom HELLP total (ketiga kelainan ada).

Wanita dengan ketiga kelainan lebih berisiko menderita komplikasi seperti DIC, dibandingkan

dengan wanita dengan sindrom HELLP parsial. Konsekuensinya pasien sindrom HELLP total

seharusnya dipertimbangkan untuk bersalin dalam 48 jam, sebaliknya yang parsial dapat

diterapi konservatif.

Klasifikasi kedua HELLP syndrome menurut klasifikasi Mississippi berdasar kadar

trombosit darah terdiri dari :

Klas 1 : Kadar trombosit : ≤ 50.000/ml

LDH ≥ 600 IU/l

AST dan/atau ALT ≥ 40 IU/l

Klas 2 : Kadar trombosit > 50.000 ≤ 100.000/ml

LDH ≥ 600 IU/l

AST dan/atau ALT ≥ 40 IU/l

Klas 3 : Kadar trombosit > 100.000 ≤ 150.000/ml

LDH ≥ 600 IU/l

AST dan/atau ALT ≥ 40 IU/l

Klasifikasi ini telah digunakan dalam memprediksi kecepatan pemulihan penyakit pada post

partum, keluaran maternal dan perinatal, dan perlu tidaknya plasmaferesis. Sindrom HELLP

kelas I berisiko morbiditas dan mortalitas ibu lebih tinggi dibandingkan pasien kelas II dan

kelas III.

II. VI MANIFESTASI KLINIS

17

Page 17: Makalah Hellp

Pasien sindrom HELLP dapat mempunyai gejala dan tanda yang sangat bervariasi, dari

yang bernilai diagnostik sampai semua gejala dan tanda pada pasien preeklampsi-eklampsi

yang tidak menderita sindrom HELLP.

Sibai (1990) menyatakan bahwa pasien biasanya muncul dengan keluhan nyeri

epigastrium atau nyeri perut kanan atas (90%), beberapa mengeluh mual dan muntah (50%),

yang lain bergejala seperti infeksi virus. Sebagian besar pasien (90%) mempunyai riwayat

malaise selama beberapa hari sebelum timbul tanda lain.

Dalam laporan Weinstein, mual dan/atau muntah dan nyeri epigastrium diperkirakan

akibat obstruksi aliran darah di sinusoid hati, yang dihambat oleh deposit fibrin intravaskuler.

Pasien sindrom HELLP biasanya menunjukkan peningkatan berat badan yang bermakna

dengan oedem menyeluruh. Hal yang penting adalah bahwa hipertensi berat (sistolik 160

mmHg, diastolik 110 mmHg) tidak selalu ditemukan. Walaupun 66% dari 112 pasien pada

penelitian Sibai dkk (1986) mempunyai tekanan darah diastolik 110 mmHg, 14,5% bertekanan

darah diastolik 90 mmHg.

Dalam laporan awal Weinstein (1952) atas 29 pasien, kurang dari setengah (13 pasien)

mempunyai tekanan darah saat masuk rumah sakit 160/110 mmHg. Jadi sindrom HELLP dapat

timbul dengan tanda dan gejala yang sangat bervariasi, yang tidak bernilai diagnosis, dan dapat

diikuti dengan kesalahan pemberian obat dan pembedahan seperti apendisitis, gastroenteritis,

glomerulonefritis, pielonefritis dan hepatitis virus.

Perlemakan hati akut (AFLP) jarang terjadi tapi potensial menjadi komplikasi yang fatal

pada kehamilan trimester ke tiga. Pada awalnya, perlemakan hati akut dalam kehamilan sukar

dibedakan dari sindrom HELLP. Pasien AFLP mempunyai gejala khas berupa : mual, muntah,

nyeri abdomen, dan ikterus. Sindrom HELLP dan AFLP keduanya ditandai dengan peningkatan

tes fungsi hati, tapi pada sindrom HELLP peningkatannya cenderung lebih besar. PT dan PTT

biasanva memanjang pada AFLP tapi normal pada sindrom HELLP. Pemeriksaan mikroskopik

hati merupakan tes diagnosis untuk menentukan AFLP. Panlobular microvesicular fatty change

18

Page 18: Makalah Hellp

(steatosis) difus derajat rendah merupakan gambaran patognomonik AFLP. Penanganan AFLP

meliputi pengakhiran kehamilan segera, atasi hiperglikemi atau koagulopati bila timbul.

II.VII DIAGNOSIS

Diagnosis Sindroma HELLP secara obyektif lebih berdasarkan hasil laboratorium,

sedangkan manifestasi klinis bersifat subyektif, kecuali jika keadaan sindroma HELLP semakin

berat. Berdasarkan hasil laboratorium dapat ditemukan anemia hemolisis, disfungsi hepar, dan

trombositopeni.

Sampai saat ini diagnosis Sindroma hellp lebih berdasarkan parameter  laboratorium,

dan parameter yang digunakan selama ini lebih mengarah pada keadaan  sindroma hellp lanjut,

dimana morbiditas dan mortalitas ibu mau pun janin cukup tinggi.

Sindrom HELLP ditandai:

1.   Hemolisis

Tanda hemolisis dapat dilihat dari ptekie, ekimosis, hematuria dan secara laboratorik adanya

Burr cells pada apusan darah tepi.

2.   Elevated liver enzymes

Dengan meningkatnya SGOT, SGPT (> 70 iu) dan LDH (> 600 iu) maka merupakan tanda

degenerasi hati akibat vasospasme luas. LDH > 1400 iu, merupakan tanda spesifik akan

kelainan klinik.

3.   Low platelets

19

Page 19: Makalah Hellp

Jumlah trombosit < 100.000/mm3 merupakan tanda koagulasi intravaskuler.

Tiga kelainan utama pada sindrorn HELLP berupa hemolisis, peningkatan kadar enzim

hati dan jumlah trombosit yang rendah. Banyak penulis mendukung nilai laktat dehidrogenase

(LDH) dan bilirubin agar diperhitungkan dalam mendiagnosis hemolisis. Derajat kelainan enzim

hati harus didefinisikan dalam nilai standar deviasi tertentu dan nilai normal di masing-masing

rumah sakit. Di University of Tennessee, Memphis, digunakan nilai potong > 3 SD.

Tabel. Kriteria diagnosis sindrom HELLP (University of Tennessee, Memphis) Hemolisis -kelainan hapusan darah tepi-total bilirubin >1,2 mg/dl-laktat dehidrogenase (LDH) > 600 U/LPeningkatan fungsi hati-serum aspartate aminotransferase (AST) > 70 U/L-laktat dehidrogenase (LDH) > 600 U/LJumlah trombosit yang rendah-hitung trombosit < 100.000/mm

II.VIII DIAGNOSIS BANDING

20

Page 20: Makalah Hellp

Pasien sindrom HELLP dapat menunjukkan tanda dan gejala yang sangat bervariasi,

yang tidak bernilai diagnostik pada preeklampsi berat. Akibatnya sering terjadi salah diagnosis,

diikuti dengan kesalahan pemberian obat dan pembedahan.

Diagnosis banding pasien sindrom HELLP meliputi:

- Perlemakan hati akut dalam kehamilan

- Apendistis

- Gastroenteritis

- Kolesistitis

- Batu ginjal

- Pielonefritis

- Ulkus peptikum

- Glomerulonefritis trombositopeni idiopatik

- Trombositipeni purpura tromboti

- Sindrom hemolitik uremia

- Ensefalopati dengan berbagai etiologi

- Sistemik lupus eritematosus (SLE)

II.IX KOAGULOPATI DAN HELLP SYNDROME

Pada preeklampsia, endotel injury menjadi manifestasi dari koagulopati derajat rendah

dengan peningkatan fibronektin, agregasi platelet, pemendekan kemampuan hidup platelet, dan

penekanan derajat antitrombin III. HELLP syndrome berkembang lebih dari 10% kehamilan

dengan preeklampsia berat, bukti keberadaannya memberi kesan bahwa fenomena hipertensi

berat pada kehamilan ini tidaklah sederhana. Konsentrasi plasma sel fibronektin menetap lebih

21

Page 21: Makalah Hellp

tinggi selama kehamilan pada ibu yang berkembang menjadi preeklampsia (Hladunewich M. et

al.,2007).

II.10 KOMPLIKASI

Angka kematian ibu dengan sindrom HELLP mencapai 1,1%; 1-25% berkomplikasi

serius seperti DIC, solusio plasenta, adult respiratory distress syndrome, kegagalan

hepatorenal, oedem paru, hematom subkapsular, dan rupture hati.

Angka kematian bayi berkisar 10-60%, disebabkan oleh solusio plasenta, hipoksi

intrauterin, dan prematur. Pengaruh sindrom HELLP pada janin berupa pertumbuhan janin

terhambat (IUGR) sebanyak 30% dan sindrom gangguan pernapasan (RDS).

II.XI PENCEGAHAN

Untuk dapat mencegah suatu penyakit harus diketahui etiologi, pathogenesis dan factor-

faktor resikonya. Mengingat etiologi pre eklampsia belum diketahui, maka metode untuk

memprediksi terjadinya pre-eclampsia juga masih rendah.

Beberapa metode dibawah ini dapat menggambarkan cara-cara pencegahan preeclampsia:

a. Istirahat tirah baring

Istirahat tirah baring pada wanita hamil tidak mencegah preeclampsia ringan. Namun

istirahat baring dapat mencegah pre eklampsia ringan menjadi pre eklampsia berat.

b. Diet rendah garam dan pemberian diuretik

22

Page 22: Makalah Hellp

Restriksi garam pada kehamilan tidak mencegah terjadinya pre eklampsia. Pemberian

diuretik juga tidak dapat mencegah terjadinya pre eklampsia, sekedar menghilangkan

edema dan penurunan tekanan darah.

c. Suplementasi Magnesium

Peranan magnesium dalam pencegahan terjadinya pre eklampsia masih kontroversi.

d. Defisiensi Zinc

Defisiensi zinc mempunyai hubungan dengan pathogenesis pre eklampsia. Hal ini terbukti

bahwa pada pre eklampsia kadar zinc dalam plasma, leukosit, dan plasenta menurun.

e. Suplementasi Minyak Ikan

Telah dilakukan penelitian pemberian minyak ikan pada wanita hamil yang secara teoritis

dapat memungkinkan terjadinya insidens pre eklampsia. Minyak ikan ini mengandung asam

lemak tidak jenuh yang berpengaruh terhadap metabolisme prostaglandin sehingga tidak

terbentuk thromboxane A2, tetapi terbentuk thromboxane A3 yang merupakan

vasokonstriktor lemah.

f. Suplementasi Kalsium

Pada pre eklampsia terjadi penurunan eskresi kalsium dalam urine. Namun terjadi hal yang

sebaliknya bila terjadi defisiensi kalsium maka resiko terjadinya pre eklampsia lebih besar.

g. Pemberian Aspirin Dosis Rendah

Beberapa peneliti telah melaporakan bahwa pemberian anti thrombotik berupa Aspirin dosis

rendah, dapat menurunkan insidens pre eklampsia dan pertumbuhan janin terlambat. Dosis

yang diberikan berkisar antara 50 mg – 150 mg/hari. Hasil penelitian dari beberapa center

menggambarkan hasil yang kontroversi. Hasil uji klinik ini membuktikan tidak ada perbedaan

23

Page 23: Makalah Hellp

bahwa antara pemberian aspirin dan pemberian placebo setelah terjadinya preeclampsia,

pertumbuhan janin terhambat dan penyulit ibu yang lain (misal: solusio plasenta).

h. Pemberian Antioksidant

Vitamin C, vitamin E, dan β carotine

Skema : Manfaat tirah baring posisi miring.

II.XII PENATALAKSANAAN

24

Tirah baring posisi miring

Hilangnya tekanan uterus pada aorta dan vena cava

Aliran darah balik ↑ → Cardiac Output ↑

Aliran darah utero plasenta ↑↑

Vasospasme ↓

Norepinephrine ↓

Reaktivitas vaskuler ↓

Aliran darah ginjal ↑

GFR ↑

Diuresis ↑

Pengeluaran garam ↑Perbaikan Janin

Page 24: Makalah Hellp

Prinsip penatalaksanaan untuk setiap kehamilan dengan penyulit pre eklampsia

penatalaksanaan pre eklampsia antara lain:

1. melindungi ibu dari efek peningkatan tekanan darah

2. mencegah progresifitas penyakit menjadi eklampsia

3. mengatasi atau menurunkan risiko janin (solusio plasenta, pertumbuhan janin

terhambat, hipoksia sampai kematian janin)

4. melahirkan janin dengan cara yang paling aman dan cepat sesegera mungkin setelah

matur, atau imatur jika diketahui bahwa risiko janin atau ibu akan lebih berat jika

persalinan ditunda lebih lama.

Sindroma HELLP merupakan salah satu keadaan preeklampsia  yang memburuk yang

dapat didiagnosis dengan parameter laboratorium,  sementara proses kerusakan endotel juga

terjadi diseluruh sistem tubuh, karenanya diperlukan suatu parameter yang lebih dini dimana

preeklampsia belum sampai menjadi perburukan, dan dapat ditatalaksana lebih awal yang akan

menurunkan terutama morbiditas dan mortalitas ibu, dan mendapatkan janin se-viable mungkin.

Pasien sindrom HELLP harus dirujuk ke pusat pelayanan kesehatan tersier dan pada

penanganan awal harus diterapi sama seperti pasien preeklampsi. Prioritas pertama adalah

menilai dan menstabilkan kondisi ibu, khususnya kelainan pembekuan darah.

Pada pemeriksaan darah tepi terdapat bukti-bukti hemolisis dengan adanya kerusakan

sel eritrosit, antara lain burr cells, helmet cells. Hemolisis ini mengakibatkan peningkatan kadar

bilirubin dan lactate dehydrogenase (LDH). Disfungsi hepar direfleksikan dari peningkatan

enzim hepar yaitu Aspartate transaminase (AST/GOT), Alanin Transaminase (ALT/GPT), dan

juga peningkatan LDH. Semakin lanjut proses kerusakan yang terjadi, terdapat gangguan

25

Page 25: Makalah Hellp

koagulasi dan hemostasis darah dengan ketidak normalan protrombin time, partial

tromboplastin time, fibrinogen, bila keadaan semakin parah dimana trombosit sampai dibawah

50.000 /ml biasanya akan didapatkan hasil-hasil degradasi fibrin dan aktivasi antitrombin III

yang mengarah terjadinya Disseminated Intravascular Coagulopathy (DIC). Insidens DIC pada

sindroma hellp 4-38%.

Tabel. Penatalaksanaan sindrom HELLP pada umur kehamilan < 35 minggu (stabilisasi kondisi ibu) (Akhiri persalinan pada pasien sindrorn HELLP dengan umur kehamilan 35 minggu). 1) Menilai dan menstabilkan kondisi ibu

a. Jika ada DIC, atasi koagulopatib. Profilaksis anti kejang dengan MgSOc. Terapi hipertensi beratd. Rujuk ke pusat ksehatan tersiere. Computerized tomography (CT scan) atau ultrasonografi (USG) abdomen bila diduga

hematoma subkapsular hati2) Evaluasi kesejahteraan janin

a. Non stress test/tes tanpa kontraksi (NST)b. Profil biofisikc. USG

3) Evaluasi kematangan paru janin jika umur kehamilan <35 minggua. Jika matur, segera akhiri kehamilanb. Jika immatur, beri kortikosteroid, lalu akhiri kehamilan

Pasien sindrom HELLP harus diterapi profilaksis MgSO untuk mencegah kejang, baik

dengan atau tanpa hipertensi. Bolus 4-6 g MgSO 20% sebagai dosis awal, diikuti dengan infus

2 g/jam. Pemberian infus ini harus dititrasi sesuai produksi urin dan diobservasi terhadap tanda

dan gejala keracunan MgSO. Jika terjadi keracunan, berikan 10-20 ml kalsium glukonat 10% iv.

Terapi anti hipertensi harus dimulai jika tekanan darah menetap > 160/110 mmHg di

samping penggunaan MgSO. Hal ini berguna menurunkan risiko perdarahan otak, solusio

plasenta dan kejang pada ibu. Tujuannya mempertahankan tekanan darah diastolik 90 - 100

mmHg. Anti hipertensi yang sering digunakan adalah hydralazine (Apresoline®) iv dalam dosis

kecil 2,5-5 mg (dosis awal 5 mg) tiap 15-20 menit sampai tekanan darah yang diinginkan

26

Page 26: Makalah Hellp

tercapai. Labetalol (Normodyne®) dan nifedipin juga digunakan dan memberikan hasil baik.

Karena efek potensiasi, harus hati-hati bila nifedipin dan MgSOdiberikan bersamaan. Diuretik

dapat mengganggu perfusi plasenta sehingga tidak dapat digunakan.

Langkah selanjutnya ialah mengevaluasi kesejahteraan bayi dengan menggunakan tes

tanpa tekanan, atau profil biofisik, biometri USG untuk menilai pertumbuhan janin terhambat.

Terakhir, harus diputuskan apakah perlu segera mengakhiri kehamilan. Amniosentesis dapat

dilakukan pada pasien tanpa risiko perdarahan. Beberapa penulis menganggap sindrom ini

merupakan indikasi untuk segera mengakhiri kehamilan dengan seksio sesarea, namun yang

lain merekomendasikan pendekatan lebih konservatif untuk memperpanjang kehamilan pada

kasus janin masih immatur. Perpanjangan kehamilan akan memperpendek masa perawatan

bayi di NICU (Neonatal Intensive Care Unit), menurunkan insiden nekrosis enterokolitis,

sindrom gangguan pernafasan. Beberapa bentuk terapi sindrom HELLP yang diuraikan dalam

literatur sebagian besar mirip dengan penanganan preeklampsi berat.

Jika sindrom ini timbul pada saat atau lebih dari umur kehamilan 35 minggu, atau jika

ada bukti bahwa paru janin sudah matur, atau janin dan ibu dalam kondisi berbahaya, maka

terapi definitif ialah mengakhiri kehamilan. Jika tanpa bukti laboratorium adanya DIC dan paru

janin belum matur, dapat diberikan 2 dosis steroid untuk akselerasi pematangan paru janin, dan

kehamilan diakhiri 48 jam kemudian. Namun kondisi ibu dan janin harus dipantau secara

kontinu selama periode ini. Goodlin meneliti bahwa terapi konservatif dengan istirahat dapat

meningkatkan volume plasma. Pasien tersebut juga menerima infus albumin 5 atau 25%; usaha

ekspansi volume plasma ini akan menguntungkan karena meningkatkan jumlah trombosit.

Thiagarajah meneliti bahwa peningkatan jumlah trombosit dan enzim hati juga bisa dicapai

dengan pemberian prednison atau betametason.

27

Page 27: Makalah Hellp

Clark dkk. melaporkan tiga kasus sindrom HELLP yang dapat dipulihkan dengan

istirahat mutlak dan penggunaan kortikosteroid. Kehamilan pun dapat diperpanjang sampai 10

hari, dan semua persalinan melahirkan anak hidup; pasien-pasien ini mempunyai jumlah

trombosit lebih dari 100.000/mm atau mempunyai enzim hati yang normal. Dua laporan terbaru

melaporkan bahwa penggunaan kortikosteroid saat antepartum dan postpartum menyebabkan

perbaikan hasil laboratorium dan produksi urin pada pasien sindrom HELLP.

Deksametason l0 mg/12 jam iv lebih baik dibandingkan dengan betametason 12 mg/24

jam im, karena deksametason tidak hanya mempercepat pematangan paru janin tapi juga

menstabilkan sindrom HELLP. Pasien yang diterapi dengan deksametason mengalami

penurunan aktifitas AST yang lebih cepat, penurunan tekanan arteri rata-rata (MAP) dan

peningkatan produksi urin yang cepat, sehingga pengobatan anti hipertensi dan terapi cairan

dapat dikurangi. Tanda vital dan produksi urine harus dipantau tiap 6-8 jam. Terapi

kortikosteroid dihentikan jika gejala nyeri kepala, mual, muntah, dan nyeri epigastrium hilang

dengan tekanan darah stabil <160/110 mmHg tanpa terapi anti hipertensi akut serta produksi

urine sudah stabil yaitu >50 ml/jam.

Sindrom ini bukan indikasi seksio sesarea, kecuali jika ada hal-hal yang mengganngu

kesehatan ibu dan janin. Pasien tanpa kontraindikasi obstetri harus diizinkan partus

pervaginam. Sebaliknya, pada semua pasien dengan umur kehamilan > 32 minggu persalinan

dapat dimulai dengan infus oksitosin seperti induksi, sedangkan untuk pasien < 32 minggu

serviks harus memenuhi syarat untuk induksi. Pada pasien dengan serviks belum matang dan

umur kehamilan < 32 minggu, seksio sesarea elektif merupakan cara terbaik.

Analgesia ibu selama persalinan dapat menggunakan dosis kecil meperidin iv (25-50

mg) intermiten. Anestesi lokal infiltrasi dapat digunakan untuk semua persalinan pervaginam.

Anestesi blok pudendal atau epidural merupakan kontraindikasi karena risiko perdarahan di

area ini. Anestesi umum merupakan metode terpilih pada seksio sesarea. Pasien dengan nyeri

28

Page 28: Makalah Hellp

bahu, syok, asites masif atau efusi pleura harus di USG atau CT scan hepar untuk evaluasi

adanya hematom subkapsular hati.

Ruptur hematom subkapsular hati merupakan komplikasi yang mengancam jiwa. Yang

paling sering adalah ruptur lobus kanan didahului oleh hematom parenkim. Kondisi ini biasanya

ditandai dengan nyeri epigastrium hebat yang berlangsung beberapa jam sebelum kolaps

sirkulasi. Pasien sering merasakan nyeri bahu, syok, atau asites yang masif, kesulitan bernafas

atau efusi pleura dan biasanya dengan janin yang sudah meninggal.

Ruptur hematom subkapsuler hati yang berakibat syok, memerlukan pembedahan

emergensi dan melibatkan multidisiplin. Resusitasi harus terdiri dari transfusi darah masif,

koreksi koagulasi dengan plasma segar beku (FFP) dan trombosit serta laparatomi segera.

Pilihan tindakan pada laparatomi meliputi : packing & draining, ligasi segmen yang mengalami

perdarahan, embolisasi arteri hepatika pada segmen hati yang terkena dan atau penjahitan

omentum atau penjahitan hati. Walaupun dengan penanganan tepat, kematian ibu dan bayi

lebih dari 50% terutama karena eksanguinisasi dan pembekuan. Risiko berikutnya adalah

sindrom gangguan pernafasan, udem paru, dan gagal ginjal akut pasca operasi.

Pembedahan direkomendasikan untuk perdarahan hati tanpa ruptur; namun

pengalaman akhir-akhir ini menunjukkan bahwa komplikasi ini dapat ditangani secara

konservatif pada pasien yang hemodinamiknya masih stabil. Penanganan harus meliputi :

pemantauan ketat keadaan hemodinamik dan koagulopati.

Diperlukan pemeriksaan serial USG atau CT scan terhadap hematoma subkapsuler,

penanganan segera bila terjadi ruptur atau keadaan ibu memburuk. Yang terpenting dalam

penanganan konservatif adalah menghindari trauma luar terhadap hati seperti : palpasi

abdomen, kejang atau muntah dan hati-hati dalam transportasi pasien. Peningkatan tekanan

29

Page 29: Makalah Hellp

intraabdominal yang tiba-tiba berpotensi menyebabkan ruptur hematom subkapsular. Pasien

harus ditangani di unit perawatan intensif (ICU) dengan pemantauan ketat terhadap semua

parameter hemodinamik dan cairan untuk mencegah udem paru dan atau kelainan respiratorik.

Transfusi trombosit diindikasikan baik sebelum maupun sesudah persalinan, jika hitung

trombosit < 20.000/mm. Namun tidak perlu diulang karena pemakaiannya terjadi dengan cepat

dan efeknya sementara. Setelah persalinan, pasien harus diawasi ketat di ICU paling sedikit 48

jam. Sebagian pasien akan membaik selama 48 jam postpartum; beberapa, khususnya yang

DIC, dapat terlambat membaik atau bahkan memburuk. Pasien demikian memerlukan

pemantauan lebih intensif untuk beberapa hari.

Sindrom HELLP dapat timbul pada masa postpartum. Sibai melaporkan dalam penelitian

304 pasien sindrom HELLP, 95 pasien (31%) hanya bermanifestasi saat postpartum. Pada

kelompok ini, saat terjadinya berkisar dari beberapa jam sampai 6 hari, sebagian besar dalam

48 jam postpartum. Selanjutnya 75 pasien (79%) menderita preeklampsi sebelum persalinan,

20 pasien (21%) tidak menderita preeklampsi baik antepartum maupun postpartum.

Penanganannya sama dengan pasien sindrom HELLP anteparturn, termasuk profilaksis

antikejang. Kontrol hipertensi harus lebih ketat.

30

Page 30: Makalah Hellp

Umur kehamilan umur kehamilan umur kehamilan

<32minggu 32-34 minggu >34 minggu

Pemberian kortikosteroid kortikosteroid

Observasi respon klinik penanganan konservatif terminasi

tidak

ya

konsul pasien untuk mendapatkan

kondisi pasien kondisi pasien pertolongan jika kehamilan dilanjutkan

menburuk stabil 2minggu/lebih untuk kematangan paru janin

terminasi pantau pasien di transfer pasien ke fasilitas pusat

fasilitas pusat pe- perawatan tersier yang mempunyai NICU

rawatan tersier

kondisi pasien kondisi pasien

memburuk baik

terminasi pantau pasien di fasilitas

perawatan tersier

Skema penanganan sindroma HELLP

31

Page 31: Makalah Hellp

BAB III

KESIMPULAN

1. Preeklampsia merupakan penyulit kehamilan yang ditandai dengan hipertensi, edema

dan proteinuria. Pada penderita preeklampsia, Sindroma HELLP merupakan suatu

gambaran adanya Hemolisis (H), Peningkatan enzim hati (Elevated Liver Enzym-EL),

dan trombositopeni (Low Platelets-LP). Sindroma HELLP dapat timbul pada

pertengahan kehamilan trimester dua sampai beberapa hari setelah melahirkan.

Keadaan ini merupakan salah satu komplikasi dari preeklamsia dengan faktor risiko

partus preterm, hambatan pertumbuhan janin, serta partus perabdominam.

2. Faktor resiko terjadinya pre eklampsia antara lain: Usia, Paritas, Ras atau golongan

etnik, faktor keturunan, faktor gen, diet atau gizi, iklim atau musim, tingkah laku,

sosioekonomi, dan hiperplasentosis.

3. Diagnosis Sindroma hellp lebih berdasarkan parameter  laboratorium, dan parameter

yang digunakan selama ini lebih mengarah pada keadaan  sindroma hellp lanjut, dimana

morbiditas dan mortalitas ibu mau pun janin cukup tinggi.

4. Prioritas pertama penangan sindrom adalah menilai dan menstabilkan kondisi ibu,

khususnya kelainan pembekuan darah. Pasien sindrom HELLP harus diterapi profilaksis

MgSO untuk mencegah kejang, baik dengan atau tanpa hipertensi. Langkah selanjutnya

ialah mengevaluasi kesejahteraan bayi dengan menggunakan tes tanpa tekanan, atau

profil biofisik, biometri USG untuk menilai pertumbuhan janin terhambat. Terakhir, harus

diputuskan apakah perlu segera mengakhiri kehamilan.

32

Page 32: Makalah Hellp

BAB IV

LAPORAN KASUS

IV.I ANAMNESIS

Nama Klien : Ny. D

Umur : 27 tahun

Kebangsaan : Jawa

Pendidikan : SMP

Pekerjaan : IRT

Alamat rumah : Jalan Braja Asri

MRS : 26 Mei 2009 pukul 19.30

Riwayat perkawinan :

Kawin 1 kali, lamanya 7 tahun

Riwayat reproduksi :

Menarke usia 13 tahun siklus 28 hari, teratur. Lamanya haid 6 hari

HPHT : 20 Oktober 2008

TP : 27 Juli 2009

Riwayat kehamilan/melahirkan :

1. Tahun 2003 / RS / Aterm / Spontan / Laki-laki / 3100 g/ sehat

33

Page 33: Makalah Hellp

2. Hamil ini

Riwayat penyakit dahulu :

Riwayat gizi / sosioekonomi : sedang

Keluhan Utama : Hamil muda dengan tekanan darah tinggi

Riwayat perjalanan penyakit :

Parturien dibawa ke RSAM dengan keluhan hamil muda dengan tekanan darah tinggi. Dua hari

SMRS paturien mengeluh mual-muntah, sakit perut dan pandangan mata kabur. Karena keluhan

tersebut parturien datang ke Rumah Bersalin Dokter Sp.OG untuk berkonsultasi. Saat itu

parturien dirawat karena kesadaran mulai menurun. Setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium,

parturien dirujuk ke RSAM. Saat di UGD RSAM, kesadaran pasien semakin menurun, parturien

gelisah dan sulit untuk berkomunikasi. TD saat di UGD 140 / 80 lalu parturien langsung di bawa

ke ruang VK untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut

IV.II PEMERIKSAAN FISIK

Status present

Keadaan umum : Lemah

Kesadaran : Delirium

Tekanan darah : 140 / 80

Nadi : 88 x / menit

Pernafasan : 20 x / menit

34

Page 34: Makalah Hellp

Suhu : 36,5 C

Keadaan khusus

Kepala : Bentuk normochepali, simetris

Mata : Konjungtiva ananemis, sklera ikterik

Leher : JVP tidak meningkat, pembesaran kelenjar tiroid tidak ada,

Kelenjar limfe tidak membesar

Thoraks : Jantung murmur tidak ada, gallop tidak ada

Paru-paru : sonor, vesikuler normal, ronki tidak ada, whezing tidak ada

Ekstremitas : Edema pretibia +/+, varises tidak ada, refleks fisiologis +/+, refleks patologis -/-

Status obstetri

PL : Tifut 3 jari atas pusat (22 cm), memanjang, puki, kepala. 4/5, His 1x / 10’ / 15 ” DJJ : (126

x/menit) TBJ : 1140 gram

VT : portio lunak, medial, pembukaan 1 cm, eff 25%, ketuban (+), kepala H I – HII

IV.III PEMERIKSAAN LABORATORIUM

26 Mei 2009 (saat di rumah bersalin)

Darah lengkap

Hemoglobin : 12,9 g/dl

Leukosit : 17.9000

Diff count : 0 / 0 / 18 / 74 / 8 / 0

35

Page 35: Makalah Hellp

Eritrosit : 4.240.000 juta / ul

Hematokrit : 38%

Trombosit : 244.000

Urin lengkap

Warna : kuning tua, keruh

pH : 5

protein : 100 mg / dl

glukosa : 0

bilirubin : 3 mg / dl

urobilinogen : normal

nitrit : -

keton : 0

darah : 0

berat jenis : 1.030

leukosit : 0

sedimen

- leukosit : 2

- eritrosit : 1

- silinder : -

- epitel : +

- kristal : -

36

Page 36: Makalah Hellp

Kimia darah

Fungsi hati

Bilirubin

Total : 14,08 mg / dl

Direk : 7,2 mg / dl

Indirek : 6,88 mg / dl

SGOT : 264 U / L

SGPT : 121 U / L

LDH : 744 μ/ L

Fungsi ginjal

Ureum : 30 mg / dl

Kreatinin : 1,9 mg / dl

IV.IV PARASITOLOGI

Malaria : tidak ditemukan

26 Mei 2009 (RSAM)

Darah lengkap

Hemoglobin : 12,3 g/dl

Leukosit : 21.200

Diff count : 0 / 0 / 1 / 75 / 18 / 6

37

Page 37: Makalah Hellp

Eritrosit : 4.240.000 juta / ul

Trombosit : 176.000

Masa perdarahn : 4 menit

Masa pembekuan : 12 menit

Kimia darah

GDS : 77 mg / dl

Bishop score

Dilatasi : 1

Pendataran : 0

Konsistensi : 2

Posisi : 1

Turunnya kepala : 1 + 5

Indeks gestosis

Edema : 2

Proteinuria : 1

TDS : 1

TDD : 0 + 4

IV.V DIAGNOSIS KERJA

G2 P1 A0 hamil 29-30 minggu dengan impending eklampsia + sindrom HELLP parsial belum

38

Page 38: Makalah Hellp

inpartu janin tunggal hidup presentasi kepala

IV.VI TERAPI

o Rencana partus pervaginam (kala II dipercepat dengan tindakan)

o Observasi TVI, His, DJJ

o Cateter menetap catat Intake – Output

o Injeksi 4 gr MgSO4 40% IV bolus pelan dilanjutkan dengan 6 gr MgSO4 40% dalam RL 500

cc gtt XXV / menit

o Dexamethason 2 x 10 mg IV

o Stabilisasi 3 – 6 jam

o Rencana induksi setelah stabilisasi

o Evaluasi sesuai satgas gestosis

o Cek DR, UR, KM, cross match

o Rencana konsul penyakit dalam, mata dan neurologi

IV.VII PROGNOSIS

Qua ad vitam : dubia ada malam

Qua ad fungtionam : dubia ada malam

Qua ad sanationam : dubia ada malam

IV.VIII REKAMAN TINDAKAN SAAT DI VK

27 Mei 2009 pukul 01.30

39

Page 39: Makalah Hellp

S : Hamil muda dengan darah tinggi

O :

Status Present

KU : lemah

Kesadaran : Delirium

TD : 140 / 80

Nadi : 88 x / menit

T : 36, 5

RR : 20 x / menit

Status obstetri

PL : Tifut 3 jari atas pusat (22 cm), memanjang, puki, kepala. 4/5, His 1x / 10’ / 15 ” ” DJJ : (-)

TBJ : 1140 gram

VT : portio lunak, medial, pembukaan 1 cm, eff 25%, ketuban (+), kepala H I – HII

A :

G2 P1 A0 hamil 29-30 minggu dengan impending eklampsia + sindrom HELLP parsial belum

inpartu janin tunggal mati presentasi kepala

P :

Rencana partus pervaginam (kala II dipercepat dengan tindakan)

Observasi TVI, His, DJJ

40

Page 40: Makalah Hellp

Cateter menetap catat Intake – Output

IVFD RL 500 cc + 6 gr MgSO4 40% dalam gtt XXV / menit

Dexamethason 2 x 10 mg IV

Induksi dengan drip oksitosin 5 IU definitif

Evaluasi sesuai satgas gestosis

27 Mei 2009 pukul 03.30

S : Penurunan kedaran

O :

Status Present

KU : lemah

Kesadaran : Somnolen

TD : 110 / 60

Nadi : 112 x / menit

T : 36, 2

RR : 26 x / menit

Status obstetri

PL : Tifut 3 jari atas pusat (22 cm), memanjang, puki, kepala. 4/5, His 2x / 10’ / 20 ” DJJ (-) TBJ

: 1140 gram

VT : portio lunak, medial, pembukaan 2 cm, eff 25%, ketuban (+), kepala H I – HII

A :

41

Page 41: Makalah Hellp

G2 P1 A0 hamil 29-30 minggu dengan impending eklampsia + sindrom HELLP parsial inpartu

janin tunggal mati presentasi kepala

P :

Observasi TVI, His, DJJ

Cateter menetap catat Intake – Output

IVFD RL 500 cc + 6 gr MgSO4 40% dalam gtt XXV / menit

Dexamethason 2 x 10 mg IV

Drip oksitosin 5 IU definitif diteruskan

Evaluasi sesuai satgas gestosis

27 Mei 2009 pukul 05.30

S : kesadaran semakin menurun

O :

Status Present

KU : TSB

Kesadaran : Somnolen

TD : 110 / 60

Nadi : 112 x / menit

T : 36, 2

RR : 28 x / menit

42

Page 42: Makalah Hellp

Status obstetri

PL : Tifut 3 jari atas pusat (22 cm), memanjang, puki, kepala. 4/5, His 2x / 10’ / 20 ” DJJ (-),

TBJ : 1140 gram

VT : portio lunak, medial, pembukaan 1 cm, eff 25%, ketuban (+), kepala H I – HII

A :

G2 P1 A0 hamil 29-30 minggu dengan impending eklampsia + sindrom HELLP parsial belum

inpartu janin tunggal mati presentasi kepala

P :

Observasi TVI, His, DJJ

Cateter menetap catat Intake – Output

IVFD RL 500 cc + 6 gr MgSO4 40% dalam gtt XXV / menit

Dexamethason 2 x 10 mg IV

Drip oksitosin 5 IU definitif diteruskan

Evaluasi sesuai satgas gestosis

27 Mei 2009 pukul 07.30

S : kesadaran semakin menurun

O :

Status Present

KU : TSB

Kesadaran : Somnolen

43

Page 43: Makalah Hellp

TD : 100 / 60

Nadi : 120 x / menit

T : 36, 2

RR : 28 x / menit

Status obstetri

PL : Tifut 3 jari atas pusat (22 cm), memanjang, puki, kepala. 4/5, His 1x / 10’ / 15 ” DJJ (-) TBJ

: 1140 gram

VT : portio lunak, medial, pembukaan 3 cm, eff 25%, ketuban (+), kepala H I – HII

A :

G2 P1 A0 hamil 29-30 minggu dengan impending eklampsia + sindrom HELLP parsial belum

inpartu janin tunggal mati presentasi kepala

P :

Observasi TVI, His, DJJ

Cateter menetap catat Intake – Output

IVFD RL 500 cc + 6 gr MgSO4 40% dalam gtt XXV / menit

Dexamethason 2 x 10 mg IV

Drip oksitosin 5 IU definitif diteruskan

Evaluasi sesuai satgas gestosis

27 Mei 2009 pukul 07.30

44

Page 44: Makalah Hellp

S : kesadaran semakin menurun

O :

Status Present

KU : lemah

Kesadaran : Somnolen

TD : 100 / 60

Nadi : 120 x / menit

T : 36, 2

RR : 28 x / menit

Status obstetri

PL : Tifut 3 jari atas pusat (22 cm), memanjang, puki, kepala. 4/5, His 1x / 10’ / 15 ” DJJ (-) TBJ

: 1140 gram

VT : portio lunak, medial, pembukaan 4 cm, eff 25%, ketuban (+), kepala H I – HII

A :

G2 P1 A0 hamil 29-30 minggu dengan impending eklampsia + sindrom HELLP parsial belum

inpartu janin tunggal mati presentasi kepala

P :

Observasi TVI, His, DJJ

Cateter menetap catat Intake – Output

45

Page 45: Makalah Hellp

IVFD RL 500 cc + 6 gr MgSO4 40% dalam gtt XXV / menit

Dexamethason 2 x 10 mg IV

Drip oksitosin 5 IU definitif diteruskan

Evaluasi sesuai satgas gestosis

27 Mei 2009 pukul 09.30

S : penurunan kesadaran

O :

Status Present

KU : TSB

Kesadaran : koma

TD : 80 / 50

Nadi : 126 x / menit

T : 36, 2

RR : 26 x / menit

Keadaan spesifik

Keluar cairan merah kehitaman dari mulut dan hidung

Status obstetri

PL : Tifut 3 jari atas pusat (22 cm), memanjang, puki, kepala. 4/5, His 1x / 10’ / 15 ” DJJ (-) TBJ

46

Page 46: Makalah Hellp

: 1140 gram

VT : portio lunak, medial, pembukaan 4 cm, eff 25%, ketuban (+), kepala H I – HII

A :

G2 P1 A0 hamil 29-30 minggu dengan impending eklampsia + sindrom HELLP parsial belum

inpartu janin tunggal mati presentasi kepala + suspek DIC

P :

Observasi TVI, His, DJJ

Cateter menetap catat Intake – Output

IVFD RL 500 cc + 6 gr MgSO4 40% dalam gtt XXV / menit

Dexamethason 2 x 10 mg IV

Drip oksitosin 5 IU definitif diteruskan

Evaluasi sesuai satgas gestosis

27 Mei 2009 pukul 10.25

S : penurunan kesadaran

O :

Status Present

KU : lemah

Kesadaran : koma

47

Page 47: Makalah Hellp

TD : 80 / 50

Nadi : 126 x / menit

T : 36, 2

RR : apnue

A :

G2 P1 A0 hamil 29-30 minggu dengan impending eklampsia + sindrom HELLP parsial belum

inpartu janin tunggal mati presentasi kepala+ suspek DIC

P :

Bagging O2 5 Liter / menit

RJP

Injeksi Sulfat atropin 1 ampul IV

27 Mei 2009 pukul 10.35

S : penurunan kesadaran

O :

Status Present

KU : lemah

Kesadaran : koma

TD : tidak terukur

48

Page 48: Makalah Hellp

Nadi : tidak teraba

T : 36, 2

RR : apnue

A :

G2 P1 A0 hamil 29-30 minggu dengan impending eklampsia + sindrom HELLP parsial belum

inpartu janin tunggal mati presentasi kepala +suspek DIC

P :

RJP

O2 5 liter

27 Mei 2009 pukul 10.40

Parturien meninggal dihadapan petugas dan keluarga

IV.IX PERMASALAHAN

Bagaimana mendiagnosa secara klinis impending eklampsia dengan sindrom HELLP parsial ?

Bagaimana penatalaksanaan impending eklampsia dengan sindrom HELLP parsial ?

Bagaimana proses dan mekanisme kematian pada pasien ini?

49

Page 49: Makalah Hellp

IV.X ANALISA KASUS

Bagaimana mendiagnosa secara klinis impending eklampsia dengan sindrom HELLP parsial ?

Parturien, Ny. D saat datang dari anamnesis didapatkan hamil muda dengan tekanan darah tinggi.

Selain itu pula 2 hari SMRS mengeluh mual-muntah, sakit perut dan pandangan mata kabur.

Pemeriksaan fisik didapatkan

Status Present

KU : lemah

Kesadaran : Delirium

TD : 140 / 80

Nadi : 88 x / menit

T : 36, 5

RR : 20 x / menit

Status obstetri

PL : Tifut 3 jari atas pusat (22 cm), memanjang, puki, kepala. 4/5, His 1x / 10’ / 15 ” TBJ : 1140

gram

VT : portio lunak, medial, pembukaan 1 cm, eff 25%, ketuban (+), kepala H I – HII

Pemeriksaan laboratorium didapatkan

Hemoglobin : 12,9 g/dl

Leukosit : 17.9000

50

Page 50: Makalah Hellp

Trombosit : 244.000

Protein urin : 100 mg / dl

Kimia darah

Fungsi hati

Bilirubin

Total : 14,08 mg / dl

Direk : 7,2 mg / dl

Indirek : 6,88 mg / dl

SGOT : 264 U / L

SGPT : 121 U / L

LDH : 744 μ/ L

Fungsi ginjal

Ureum : 30 mg / dl

Kreatinin : 1,9 mg / dl

Dari pemeriksaan diatas maka ditegakkan diagnosis G2 P1 A0 hamil 29-30 minggu dengan

impending eklampsia + partial HELLP Syndrome belum inpartu janin tunggal hidup presentasi

kepala

Preeklampsia berat (PEB) ialah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya

hipertensi > 160/110 mmHg disertai priotein urin dan edema pada kehamilan 20 minggu atau

lebih.

51

Page 51: Makalah Hellp

Kriteria diagnosis pada preeklampsia berat

Terdapat 1 atau lebih gejala :

1. Tekanan darah sistol > 160 mmHg, diastol > 110 mmHg

2. Proteinuria > 5 gram / 24 jam atau +4

3. Oligouria < 500 ml /24 jam dan kadar kreatini naik

4. Gangguan visual atau serebral

5. Nyeri epigastrium / kuadran kanan atas abdomen

6. Edema paru / sianosis

7. PJT

8. Ada sindom HELLP

Impending Eklampsia adalah Preeklampsia berat yang disertai oleh keluhan-keluhan

1. Pusing sekali di daerah frontal, kadang-kadang pada daerah oksipital, yang tidak hilang

dengan pengobatan

2. Nyeri pada epigastrium atau pada kuadran atas sebagai akibat kapsula hepatika glisoni

teregang karena perdarahan atau mungkin karena sebab sentral

3. Gangguan penglihatan karena spasme arteriol, iskemia, edema dan kadang-kadang ablasio

retina atau sebab sentral.

HELLP syndrome adalah bagian dari spektrum penyakit preeklampsi / eklampsia yang ditandai

dengan adanya kelainan laboratorium berupa hemolisis, meningkatnya enzim-enzim hati dan

penurunan jumlah trombosit. Insidensi pada PEB 2 – 12 % dan pada eklampsia 30-50%.

52

Page 52: Makalah Hellp

Gejala klinis yang timbal ialah nyeri epigastrium kuadran kanan atas karena adanya obstruksi

aliran darah di daerah sinusoid hati yang terbendung oleh timbunan fibrin intravaskuler. Jira

tekanan intrahepatik melampaui kemampuan regangan kapsula glisoni akan menyebabkan ruptur

hati. Selain itu pula dijumpai malaise, mual, muntah dan ikterus.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang timbul serta hasil laboratorium yang

mendukung antara lain :

1. SGOT > 79 μ/ L

2. Bilirubin > 1,2 mg / dL

3. LDH > 600 μ/ L

4. Trombosis < 100.000

5. Terdapat Burr cell atau akistosit pada darah tepi

Jackson / Missisipi menetapkan klsifikasi berdasarkan jumlah trombosis

Derajat I : < 50.000 /mm3

Derajat II : 50.000 – 100.000 /mm3

Derajat III : 100.000 – 150.000 /mm3

Kriteria menurut Tennessee

Sindrom HELLP komplit jika memenuhi seluruh kriteria

Sindrom HELLP parsial jika hanya memenuhi 1 atau 2 dari 3 kriteria

Komplikasi yang terjadi pada HELLP sindrom adalah

1. Kegagalan sirkulasi kardiopulmoner

53

Page 53: Makalah Hellp

2. Gangguan hematologik dan koagulasi

3. Perdarahan intraserebral / stroke

4. Ruptur hepar

5. Gagal ginjal

6. Kegagalan multipel organ

Bagaimana penatalaksanaan impending eklampsia dengan sindrom HELLP parsial ?

Penanganan pada PEB dan impending eklampsia sangat berbeda. Pada impending eklampsia

penangannya sama dengan eklampsia yakni harus segera terminasi kehamilan. Berikut

penatalaksanaan pada eklampsia :

1. Perbaiki KU ibu dan janin seoptimal mungkin

2. Mencegah kejang

a. Inisial : injeksi intravena 4 gram MgSO4 40%

b. Maintenence : Drip 6 gram MgSO4 40% dalam RL 500 cc XXV/menit

3. Stabilisasi selama 3 – 6 jam

4. Terminasi kehamilan

a. Belum inpartu

i. Syarat drip oksitosin tidak dipenuhi : seksio sesaria

ii. Pelvik skor > 5 dilakukan amniotomi dan tetes pitosin apabila 12 jam tidak masuk fase aktif :

seksio sesaria

b. Inpartu

i. Kala I fase laten dilakukan amniotomi dan tetes pitosin apabila 6 jam belum masuk fase aktif :

54

Page 54: Makalah Hellp

seksio sesaria

ii. Kala I fase aktif dilakukan amniotomi dan tetes pitosin apabila 6 jam pembukaan belum

lengkap : seksio sesaria

iii. Kala II depercepat dengan tindakan tergantung syarat

Penanganan sindrom HELLP dengan dexamethason

Antepartum, injeksi intravena 10 mg / 12 jam

o Saat trombosit < 100.000 / mL

o Saat trombosit 100.000 – 150.000 dan eklampsia, hipertensi berat, nyeri epigastrium

Postpartum, injeksi 10 intravena 10 mg / 12 jam selama 2 hari dilanjutkan dengan injeksi

intravena 5 mg / 12 jam selama 2 hari

Fungsi dexamethason

1. Merangsang pelepasan trombosit

2. Mengurangi adhesi trombosit oleh limpa dan RES

3. Memperbaiki kerusakan endotel

Bagaimana proses dan mekanisme kematian pada pasien ini?

Keadaan umum pasien dari pertrama datang sampai penanganan yang dilakukan semakin

menurun. Mulai dari tanda-tanda vitalnya sampai dengan terjadinya komplikasi yang

menyebabkan kematian.

55

Page 55: Makalah Hellp

Kesadaran pasien semakin menurun, hal ini merupakan salah satu komplikasi yang terjadi pada

otak. Perubahan metabolisme biokimia otak yang terjadi akibat dari komplikasi PEB akan

menyebabkan kerusakan sehingga menyebabkan penurunan kesadaran. Komplikasi pada otak

merupakan penyebab kematian utama pada penderita preeklampsia berat.

Selain itu pula pada pasien ini ditemukan darah kehitaman yang keluar dari mulut dan hidung.

Hal ini menunjukkan adanya perdarahan organ dalam yakni organ pencernaan. Komplikasi yang

terjadi pada pasien ini mungkin terjadinya Disemineted Intravascular coagulation (DIC). DIC

ialah aktivasi sistem koagulasi dan fibrinolisis secara berlebihan dan terjadi pada waktu yang

bersamaan sehingga mempergunakan faktor-faktor koagulasi yang berlebihan. Hal ini berakibat

perdarahan yang terjadi dalam organ dalam tidak dapat membentuk kaskade pembekuan darah

sehingga perdarahan yang terjadi akan terus berlangsung. Selain itu pula kadar trombosit yang

menurun akan memperparah beratnya kondisi perdarahan. Kondisi perdarahan memperburuk

kondisi hipoksia jaringan terutama otak yang akan menyebabkan kematian otak secara

ireversibel.

DIC juga bisa diakibatkan oleh janin mati dalam rahim. Hal tersebut terjadi karena sel-sel debris

yang terdapat tubu bayi masuk ke dalam aliran darah ibu dan mencetuskan serangkaian proses

terjadinya DIC.

56

Page 56: Makalah Hellp

DAFTAR PUSTAKA

1. C.P.J. Witsenburga, F.R. Rosendaal, J.M. Middeldorp, F.J.M. Van der Meer, S.A. Scherjona,*Department of Obstetrics, Leiden University Medical Center, K6-27, PO Box 9600 2300 RC Leiden, The Netherlands Department of Clinical Epidemiology, Leiden University Medical Center, Leiden, The Netherlands Haemostasis and Thrombosis Research Centre, Leiden University Medical Center, Leiden, The Netherlands Received 22 March 2004; received in revised form 15 September 2004; accepted 15 September 2004. Available online 12 October 2004.

2. Jesmin Ara Begum. Department of Gynaecology & Obstetrics, Kumudini Women’s Medical College & Hospital (KWMCH), Mirjapur 1940, Tangail, Bangladesh.

3. Ching-Ming Liu, Shuenn-Dyh Chang, Po-Jen Cheng and An-Shine Chao. Department of Obstetrics and Gynecology, Chang Gung Memorial Hospital, Chang Gung University College of Medicine,Taoyuan, Taiwan.

4. Gonca İmir Yenicesu, İclal Özdemir Kol, Cem Yenicesu, Ali Çetin. Departments of Obstetrics and Gynecology (Prof. A. Çetin, MD, Assist. Prof. A. G. İ. Yenicesu, MD) and Anesthesiology and Reanimation (Assist. Prof. İ. Özdemir Kol, MD), Cumhuriyet University School of Medicine, TR-58140 Sivas; Department of Family Medicine (Cem Yenicesu, MD, Specialist in Family Medicine), Cayiralan State Hospital, Yozgat.

5. Murat Kapana, Mehmet Siddik Evsen, Metehan Gumus, Akın Onder, Guven Tekbas. Manuscript accepted for publication April 16, 2010. Department of General Surgery, Dicle University Medical Faculty, Diyarbakır, Turkey. Department of Obstetric and Gynaecology, Dicle University Medical Faculty, Diyarbakır, Turkey. Department of Radiology, Dicle University Medical Faculty, Diyarbakır, Turkey. Corresponding author: Dicle University, Tip Fakultesi, Genel Cerrahi AD., 21280, Diyarbakır, Turkey. Email: [email protected].

6. Ziya BAYRAKTARO⁄LU, Fikret DEM‹RC‹, Ozcan BALAT, ‹rfan KUTLAR, Vahap OKAN,Gurol U⁄UR. Departments of Pediatrics and Transfusion Medicine, Gastroenterology, Obstetrics and Gynecology and Internal Medicine,Gaziantep University, School of Medicine, Gaziantep.

7. Jūratė Kondrackienė, Limas Kupčinskas. Department of Gastroenterology, Kaunas University of Medicine, Lithuania. Correspondence to J. Kondrackienė, Department of Gastroenterology, Kaunas University of Medicine, Eivenių 2,50009 Kaunas, Lithuania. E-mail: [email protected]

57

Page 57: Makalah Hellp

8. Lawrence A. Zeidman, MD; Aleksandar Videnovic, MD; Lawrence P. Bernstein, MD; Chimene A. Pellar, MD. Department of Neurology,Feinberg School of Medicine,Northwestern University,Chicago, Ill (Drs Zeidman,Videnovic, and Bernstein); and Departments of Neurology (Dr Bernstein) and Obstetrics-Gynecology (Dr Pellar), Evanston Northwestern Healthcare, Evanston, Ill.

9. John O. Nunes, Mary Ann Turner, Ann S. Fulcher. Department of Radiology, Virginia Commonwealth University/Medical College of VirginiaHospitals and Physicians, 1101 E Marshall St., Sanger Hall, Rm. 4-050, PO Box 980470, Richmond, VA 23298-0470. Address correspondence to A. S. Fulcher.

10. Denise HJ Delahaije, Sander MJ van Kuijk, Carmen D Dirksen, Simone JS Sep, Louis L Peeters,Marc E Spaanderman, Hein W Bruinse, Laura D de Wit-Zuurendonk, Joris AM van der Post, Johannes J Duvekot, Jim van Eyck, Mariëlle G van Pampus, Mark ABHM van der Hoeven, Luc J Smits.

11. Pre-eclampsie en het HELLP-syndroom – Engels Pre-eclampsia and HELLP-syndrome. www.isala.nl

12. Mehmet Armagan Osmanagaoglu, Selen Osmanagaoglu, Hülya Ulusoy, Hasan Bozkaya. Department of Obstetrics and Gynecology, and Department of Anesthesiology and Reanimation, Karadeniz Technical University, Trabzon, Turkey.

13. Dan Mihu, Nicolae Costin, Carmen Mihaela Mihu, Andrada Seicean, Rãzvan Ciortea. 1) Clinic of Obstetrics-Gynecology. 2) Department of Histology. 3) 3rd Medical Clinic, University of Medicine and Pharmacy, Cluj-Napoca.

14. Brigitte LEENERS, Werner RATH, Sabine KUSE, Claudia IRAWAN, Bruno IMTHURN and Peruka NEUMAIER-WAGNER. Department of Gynecology and Obstetrics, University Hospital Aachen, Pauwelsstr. 30, 52074 Aachen, Germany, Department of Gynecology and Obstetrics, University Hospital Z¨urich, Frauenklinikstr. 10, CH 8910 Z¨urich, Switzerland, and German pre-eclampsia self-help group (Arbeitsgemeinschaft Gestose-Frauen e.V.), Geldener Strasse 45, 47661 Issum, Germany.

15. Attila Molvarec; János Rigó Jr.; Tamás Bõze; Zoltán Derzsy; László Cervenak; Veronika Makó; Tímea Gombos; Miklós László Udvardy; Jolán Hársfalvi; Zoltán Prohászka. Department of Obstetrics and Gynecology, Semmelweis University, Budapest, Hungary; Research Group of Inflammation Biology and Immunogenomics, Hungarian Academy of Sciences, Budapest, Hungary; Department of Internal Medicine and Szentágothai Knowledge Center, Semmelweis University, Budapest, Hungary; Clinical Research Center, University of Debrecen, Debrecen, Hungary.

58

Page 58: Makalah Hellp

16. WANG Yong-qing, WANG Jing, YE Rong-hua and ZHAO Yang-yu. Department of Obstetrics and Gynecology, Peking University Third Hospital, Beijing 100191, China (Wang YQ, Wang J, Ye RH and Zhao YY).

17. C.A. Kirkpatrick. Service de Gynecologie-Obstetrique, Erasme, Brussels.

18. Yinon Gilboa MD, Ron Bardin MD, Dov Feldberg MD and Gill N. Bachar MD. Departments of Obstetrics and Gynecology and Radiology, Rabin Medical Center (Beilinson Campus), Petah Tiqwa, Israel Affiliated to Sackler Faculty of Medicine, Tel Aviv University, Ramat Aviv, Israel.

19. E. Gutiérrez-Cafranga, F. J. García-Molina, R. León-del-Pino, E.Montes-Posada, J. D. Franco-Osorio and F. J.Mateo-Vallejo. Service of General and Digestive Surgery. Hospital de Jerez.Cádiz, Spain.

20. Balint Nagy, Tibor Varkonyi, Attila Molvarec, Levente Lazar, Petronella Hupuczi, Nandor Gabor Than and Janos Rigo Jr. First Department of Obstetrics and Gynecology, Semmelweis University, Budapest, Hungary.

21. Woudstra DM, Chandra S, Hofmeyr GJ, Dowswell T. http://www.thecochranelibrary.com.

22. Andrea Luigi Tranquilli1, Alessandra Corradetti, Stefano Raffaele Giannubilo, Beatrice Landi, Francesca Orici and Monica Emanuelli. Institute for Maternal and Child Sciences and Institute for Biochemical Biotechnologies, Università Politecnica delle Marche, Ancona, Italy.

23. EMORY UNIVERSITY SCHOOL OF MEDICINE. Department of Human Genetics Division of Medical Genetics www.genetics.emory.edu

24. Grgic, O., Radakovic, B., Barišic, D. (2008) Hyperreactio luteinalis could be a risk factor for development of HELLP syndrome: case report. Fertility and Sterility, 90 (5). e13-e16. http://medlib.mef.hr/.

25. ARUP LABORATORIES | 500 Chipeta Way | Salt Lake City, Utah 84108-1221 | (800) 522-2787 | www.arupconsult.com | www.aruplab.com.

26. J. Eileen Hay, Mayo Clinic, 200 First Street SW, Rochester, MN 55905. E-mail: [email protected]; fax: 507-266-2810.

27. Marie-Therese Vinnars, Liliane C.D. Wijnaendts, Magnus Westgren, Annemieke C. Bolte, Nikos Papadogiannakis and Josefine Nasiell. http://hyper.ahajournals.org.

28. Hypertensive Emergencies. Baha M. Sibai.

59

Page 59: Makalah Hellp

29. Satpathy Hemant K, Satpathy Chabi, Donald Frey. Fellow, Division of MFM/OBGYN, Assistant Professor Chairman. Department of family medicine, CUMC, Omaha, NE, USA.

30. Ratcharat Khumsat MD, Thanyarat Wongwananurak MD, Dittakarn Boriboonhirunsarn MD, M.P.H., Ph.D. Department of Obstetrics and Gynecology, Faculty of Medicine Siriraj Hospital, Mahidol University, Bangkok 10700, Thailand.

31. Jun Hyeon Kim, M.D., Jang Su Park, M.D., Dong Jin Baek, M.D., Sang Il Lee, M.D., Ji Yeon Kim, M.D., Won Joo Choe, M.D., Kyung Tae Kim, M.D., and Jung Won Kim, M.D. Department of Anesthesiology and Pain Medicine, Ilsan Paik Hospital, College of Medicine, Inje University, Goyang, Korea.

32. Wg Cdr RM Sharma, Wg Cdr GS Sandhu, VSM. Reader (Department of Anaesthesiology & Critical Care), Reader (Department of Obstetrics & Gynaecology), AFMC, Pune-40.

33. Lt Col Y Singh, Col SPS Kochar, Col M Biswas, Lt Col KJ Singh. Associate Professor, Professor & Head, Professor (Department of Obstetrics & Gynaecology), Associate Professor (Department of Surgery), AFMC, Pune. [email protected].

34. Haram, K, Svendson E, and Abildgaard U. The HELLP Syndrome: Clinical Issues and Management. A review. BMC Pregnancy and Childbirth 2009, 9:8 doi:10.1186/1471-2393-9-8 and available at http://www.biomedcentral.com/1471-2393/9/8.

35. Vidaeff AC. Division of Maternal-Fetal Medicine, University of Texas Houston Medical School USA.

36. Bas B. van Rijn, Arie Franx, Eric A. P. Steegers, Christianne J. M. de Groot, Rogier M. Bertina, Gerard Pasterkamp, Hieronymus A. M. Voorbij, Hein W. Bruinse, Mark Roest. Division of Perinatology and Gynecology, University Medical Center Utrecht, Utrecht, The Netherlands, Laboratory for Clinical Chemistry and Hematology, University Medical Center Utrecht, Utrecht, The Netherlands, Department of Experimental Cardiology, University Medical Center Utrecht, Utrecht, The Netherlands, Department of Obstetrics and Gynecology, St Elisabeth Hospital Tilburg, Tilburg, The Netherlands, Division of Obstetrics and Prenatal Medicine, Erasmus Medical Center Rotterdam, Rotterdam, The Netherlands, Department of Obstetrics and Gynecology, Medical Center Haaglanden, The Hague, The Netherlands, Department of Hematology, Leiden University Medical Center, Leiden, The Netherlands.

37. SM Pokharel, SK Chattopadhyay, R Jaiswal and P Shakya. Department of Obstetrics and Gynaecology, College of medical sciences, Bharatpur, Chitwan, Nepal.

38. Dr D Le Thi Thuong, Departments of Internal Medicine, Groupe Hospitalier Pitie´-Salpeˆtrie`re, 47-83 Boulevard de l’Hoˆpital, 75651 Paris cedex 13, France; [email protected]

60

Page 60: Makalah Hellp

39. Hye Yeon Kim, Yong Seok Sohn, Jae Hak Lim, Euy Hyuk Kim, Ja Young Kwon, Yong Won Park, and Young Han Kim. Department of Obstetrics and Gynecology, 2Women's Life Science Institute, Yonsei University College of Medicine, Seoul, Korea.

40. Katelyn Saltarelli. Smith_June_2008.doc.

41. PB PAPDI. 2008. Panduan Pelayanan Medik. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta.

42. Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan. YBP Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.Supono. Ilmo. 1982. Ilmu Kebidanan. Penerbit departemen Obstetri dan Ginekologfi FK Unsri. Palembang.

61