makalah gna pasca streptokokus
DESCRIPTION
NU TRISAKTITRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Glomerulonefritis adalah penyakit akibat respon imunologik dan hanya jenis tertentu saja
yang secara pasti diketahui etiologinya. Terminologi glumerulonefritis yang dipakai disini adalah
untuk menunjukan bahwa kelainan yang pertama dan utama terjadi pada glumerulus, bukan pada
struktur ginjal yang lain. Glumerulonefritis dibedakan anatara primer dan sekunder,
glumerulonefritis primer apabila penyakit dasar nya berasal dari ginjal sendiri salah satu nya
adalah sindroma nefritis akut dan contoh klasik dari sindroma nefritis akut adalah
glumerulonefritis akut pasca streptokok.
Glumeruloneftritis akut pasca streptokok (GNA) adalah penyakit yang menyerang
glumeruli dari kedua ginjal,sebagai suatu reaksi immunologi terhadap bakteri atau virus tertentu,
istilah glumerulonefritis akut tersendiri digunakan untuk menunjukan gambaran klinis untuk
menunjukan perubahan-perubahan struktur dan faal dari peradangan glomerulus pasca infeksi
streptokok.
Glumerulonefritis akut pasca streptokok menyerang anak pada usia 6-10 tahun dan
etiologi dari glomerulonefritis akut itu sendiri didahului infeksi streptokok-hemolitikus group A
tipe 12,4,1 Adapun gambaran klinis glumerunefritis akut (GNA) anatara lain hematuria,
hipertensi, oliguria, oedem,azotemia dan proteinuria dan ditandai oleh kenaikan titer ASO.
Sedangkan pada glumerulonefritis sekunder apabila kelainan ginjal terjadi akibat
penyakit sistemik lain seperti diabetes melitus,lupus eritematosus,sistemik (SLE), mieloma
multipel,amiloidosis.
1
BAB II
LAPORAN KASUS
Lembar 1
Seorang anak R, pria, 10 tahun, dibawa ke UGD dengan keluhan mata sembab dan
kencing berwarna seperti cucian daging sejak 2 hari.
Lembar 2
Orangtua mengatakan anaknya juga demam, kencing semakin berkurang, dan sembab
pada mata awalnya pagi hari namun berkurang pada siang hari. Selanjutnya sembab semakin
meluas sehingga ke perut dan kaki, terasa lelah dan nafsu makan menurun. Kepala pusing
disertai mual dan jantung terasa berdebar-debar.
Lembar 3
Anak semakin gelisah, napas bertambah cepat, dan kencing semakin berkurang.
Meskipun sudah diminumkan obat panas anak masih demam, sehingga orangtua merasa cemas
dan memutuskan untuk membawa anaknya ke rumah sakit.
Lembar 4
Sepuluh hari sebelumnya anak mengeluh nyeri menelan dan panas. Setelah perawatan 2
jam di rumah sakit anak kejang, bersifat umum, tonik klonik, selama 2 menit, dan pascakejang
anak sadar.
Pemeriksaan fisik: tenggorokan sedikit hiperemis, delirium, BB 30 kg, suhu 38˚C, frek. napas
30x/menit, frek. nadi 98x/menit, edema pretibia dan tensi 170/120 mmHg.
2
Lembar 5
Urin : Makroskopik : berwarna merah
Mikroskopik : protein ++
Eritrosit 30-40
Leukosit 5-8/mm3
Darah : Hb 9,6 g/dl Ureum 48
Leukosit 12.800/mm3 Kreatinin 0,77
Diff. 0/1/65/31/2/1 ASTO total 300 IU (<200)
Trombosit 224.000/mm3 C3 40 (83-177mg/dl)
LED 10 mm/jam Kolesterol total 190 mg/dl
Foto toraks : tampak kardiomegali dan sedikit edema paru.
3
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
Untuk menentukan diagnosis yang tepat pada pasien kasus ini, dilakukan hal-hal sebagai
berikut: identifikasi pasien; identifikasi keluhan utama; hipotesis; anamnesis lengkap;
pemeriksaan fisik; dan pemeriksaan penunjang.
Identifikasi Pasien
Identitas pasien adalah sebagai berikut:
- Nama : R
- Umur : 10 tahun
- Jenis kelamin : Pria
Keluhan Utama
Keluhan utama pada pasien ini adalah keluhan mata sembab dan kencing berwarna seperti cucian
daging sejak 2 hari.
Keluhan Tambahan
Demam, kencing semakin berkurang, sembab meluas ke perut dan kaki, terasa lelah dan nafsu
makan menurun, kepala pusing disertai mual dan jantung terasa berdebar-debar.
Anak semakin gelisah, napas bertambah cepat. Meskipun sudah diminumkan obat panas anak
masih demam.
4
Hipotesis
Dari beberapa keluhan yang dialami pasien, hipotesis kami :
1. Sindroma Nefritis Akut
Sindroma nefritis akut merupakan kumpulan gambaran klinis berupa edema, oliguria,
hipertensi disertai adanya kelainan urinalisis (proteinuria dan hematuria). Etiologi SNA
sangat banyak diantaranya Glomerulonefritis Akut Pasca Infeksi, Glomerulopati primer
(idiopatik), SLE, vaskulitis, nefritis herediter (sindroma Alport).
2. Trauma Saluran Kemih
Pada trauma urologi ditemukannya gejala-gejala hematuria, oligouria, oedema, demam,
bengkak dan memar + di daerah pinggang, distensi abdomen akibat retensi urin, mual dan
muntah.
Anamnesis
I. Riwayat penyakit sekarang
Bagaimana miksinya? Jumlah urin saat bak?
Apakah urinnya berbuih atau tidak ?
Apakah ada keluhan sesak, sakit kepala ?
Apakah pasien pernah mengalami trauma?
Adakah abdominal pain atau nyeri daerah pinggang ?
II. Riwayat penyakit dahulu
Sebelumnya mengalami sakit tenggorokan/ infeksi kulit?
III. Riwayat gizi
Bagaimana status gizi pada anak?
5
Pemeriksaan Fisik
Kejang tonik klonik, bersifat umum
Disebabkan oleh spasme pembuluh darah lokal karena hipertensi ensefalopati. Terdapat gejala berupa kejang-kejang, muntah, pusing, dan gangguan penglihatan. Atau dapat disebabkan karena hiperventilasi sehingga menyebabkan hipoksia serebri yang dapat mencetuskan kejang.
Tenggorokan sedikit hiperemis
Menandakan bahwa adanya tanda radang (infeksi Streptokokus) hal ini menyebabkan keluhan nyeri menelan pada pasien
Delirium Sindrom klinis akut dengan ciri penurunan taraf kesadaran, pada kasus ini dapat disebabkan karena kadar ureum yang meningkat dalam darah dan bersifat toksik bagi otak.
Suhu 38o C Febris, suhu meningkat karena masih terdapatnya reaksi tubuh terhadap infeksi streptokokus
N: 36,5 - 37,2o C
Frekuensi napas 30x/menit
Takipnoe, pada pasien terdapat hipoalbuminemia yang mengakibatkan edema paru. Sehingga masuknya oksigen terhambat dan dikompensasi dengan takipnoe.
N: 16-20x/menit
Frekuensi nadi 98x/menit Normal N: < 110x/menit
Edema pretibia Proteinuria menyebabkan hipoalbuminemia, sehingga terjadi ekstravasasi cairan ke jaringan intersisial
Tekanan darah 170/120 mmHg
Hipertensi stage 2 N: 120/80 mmHg
Pemeriksaan Penunjang
Hasil Pemeriksaan Urin
Makroskopis Berwarna kemerahan Hematuria, mengandung darah N: jernih
Mikroskopis Protein ++ Proteinuria
Eritrosit 30-40/mm3 Meningkat N: 0-1/mm3
Leukosit 5-8/mm3 Meningkat N: 0-5/mm3
Hasil Pemeriksaan Darah
Hb 9,6 g/dL Menurun, karena adanya hematuria N: 10-16 g/dL
Leukosit 12.800/mm3 Normal N: 5.000-15.000/mm3
Differential Count 0/1/65/31/2/1 Netrofil batang meningkat, Netrofil N: 0-1/1-3/2-6/50-
6
segmen menurun, limfosit menurun, monosit menurun
70/20-40/2-8
Trombosit 224.000/mm3 Normal N: 150.000-450.000/mm3
LED 10 mm/jam Normal N: < 10 mm/jam
Ureum 48 mg/dL Meningkat N: 20-40
Kreatinin 0,77 mg/dL Normal N: 0,5-1,5 mg/dL
ASTO total 300 IU Meningkat N: < 200 IU
C3 40 mg/dL Menurun N: 83-177 mg/dL
Kolesterol total 190 mg/dL Normal N: < 200 mg/dL
Foto toraks : tampak kardiomegali dan sedikit edema paru.
Pada pasien didapatkan adanya kardiomegali kemungkinan disebabkan karena adanya
hipertensi yang berkepanjangan pada pasien dan menyebabkan beban kontraksi jantung
meningkat. Sehingga seiring berjalannya waktu dapat terjadi pembesaran otot jantung.
Edema paru didapatkan pada pasien kemungkinan disebabkan karena hipoalbuminemia
pada pasien sehingga cairan terekstravasasi menuju jaringan paru dan menyebabkan edema paru.
Berdasarkan Pemeriksaan Fisik dan Penunjang terdapatnya gangguan-gangguan seperti:
Kejang klonik tonik, bersifat umum : disebabkan oleh spasme pembuluh darah lokal karena
hipertensi ensefalopati. Terdapat gejala berupa kejang-kejang, muntah, pusing, dan gangguan
penglihatan. Atau dapat disebabkan karena adanya hiperventilasi pada pasien yang
menyebabkan hipoksia cerebri dan mencetuskan kejang.
Tenggorokan sedikit hiperemis : Menandakan bahwa adanya tanda radang (infeksi
Streptokokus)
Delirium : Sindrom klinis akut dengan ciri penurunan taraf kesadaran, pada kasus ini dapat
disebabkan karena kadar ureum yang meningkat dalam darah dan bersifat toksik bagi otak.
Febris : Adanya infeksi, suhu meningkat karena masih terdapatnya reaksi tubuh terhadap
infeksi streptokokus
7
Oligouria : glomerulopati menyebabkan LFG menurun, menyebabkan sekresi aldosteron
meningkat. Sehingga terjadi peningkatan reabsorpsi air oleh Na, tetapi cairan yang diabsorpsi
mengalami ekstravasasi ke ekstrasel karena hipoalbuminemia. Hal ini menyebabkan oligouria
karena volume cairan banyak berada di daerah ekstrasel.
Proteinuria dan Hematuria : Terbentuk kompleks antigen-antibodi didalam darah dan
bersirkulasi kedalam glomerulus tempat kompleks tersebut secara mekanis terperangkap
dalam membran basalis. Selanjutnya kompleks akan terfiksasi mengakibatkan lesi dan
peradangan yang menarik leukosit polimorfonuklear (PMN) dan trombosit menuju tempat
lesi. Fagositosis dan pelepasan enzim lisosom juga merusak endothel dan membran basalis
glomerulus (IGBM). Hal itu mengakibatkan kebocoran kapiler gromelurus menyebabkan
protein dan sel darah merah dapat keluar ke dalam urine yang mengakibatkan proteinuria dan
hematuria.
Leukosuria : Pada sindrom nefritik akut pasca infeksi streptokokus tidak jarang dijumpai
kelainan urin yang menyerupai infeksi: leukosuria dan silinder lekosit walaupun tidak terbukti
secara bakteriologis menderita infeksi sekunder.
Edema pretibia : GNA ekskresi cairan tubuh berkurang ditambah adanya
hipoalbuminemia cairan tertumpuk di interstisiel oedema
Diff count : Netrofil segmen dan monosit menurun; karena adanya aktivasi C3 di glomerulus
akan memicu aktivasi netrofil dan monosit, sehingga kadarnya dapat menurun akibat aktivasi
tersebut.
Uremia : Laju filtrat glomerulus rendah ekskresi ureum rendah ureum dalam darah
meningkat
C3 ↓ : Kadar C3 dan C5 yang rendah menunjukkan bahwa aktivasi komplemen melalui jalur
alternatif. Deposisi IgG terjadi pada fase berikutnya yang diduga oleh karena Ab bebas
berikatan dengan komponen kapiler glomerulus, membran bassal atau terhadap Ag
Streptokokus yang terperangkap dalam glomerulus. Aktivasi C3 glomerulus memicu aktivasi
monosit dan netrofil.
ASTO ↑ : antisterptolisin O, suatu antibody yang timbul pada manusia setelah infeksi oleh
setiap sterptokokus yang menghasilkan sterptolisin O. antibody ini menghambat hemolisis
oleh sterptolisin O. Titer serum antisterptolisin O (ASO) yang melebihi 160-200 unit
8
dianggap abnormal dan menunjukkan adanya infeksi sterptokokus yang baru saja terjadi atau
adanya kadar antibodi yang tetap tinggi setelah serangan infeksi pada orang yang
hipersensitifitas.
Hipertensi : Karena berkurangnya laju filtrasi glomerulus, ginjal merangsang RAA sistem
yang sebenarnya bertujuan meningkatkan tekanan darah dengan menimbulkan vasokonstriksi
pembuluh darah. Namun karena adanya gangguan di glomerulus, laju filtrasi yang harusnya
ikut meningkat tidak berubah. Sehingga hasilnya hanya terjadi hipertensi pada pasien.
Takipnoe : Pada pasien terjadi edema paru yang menyebabkan sulitnya paru untuk
mengembang, dan pemasukan oksigen semakin sulit, sehingga menyebabkan tubuh mencoba
mengkompensasi dengan meningkatkan frekuensi pernafasan.
Diagnosis Kerja
GNA pasca streptokokus
9
Patofisiologi GNA pasca Streptokok
10
Penatalaksanaan
A. Manajemen umum.
Tujuan pengobatan adalah mengontrol edem, mengembalikan perfusi ginjal, menghindari
hipotensi postural dan mengobati infeksi lainnya.
1. Batasi intake protein (jika uremia) 60 g/hari, batasi natrium 500-1000 mg/hari, batasi
cairan yaitu 500 ditambah total urine 24 jam.
2. Berikan 2500-3500 kalori/hari, fase akut berikan makanan rendah protein (1 g/kg
BB/hari)
3. Bed rest atau tirah baring selama fase akut.
4. Hemodialisa, peritoneal dialisa atau hemofiltrasi
arteriovenous secara kontinyu.
B. Terapi obat-obatan.
1. Penisilin prokain 600.000 KI IM selama 10 hari untuk memberantas infeksi streptokokus
beta hemolitikus grup A.
2. Antihipertensi
3. Pemberian diuretik furosemid intravena (1
mg/kgBB/kali)
Komplikasi
Gagal Ginjal Akut
Gagal ginjal dapat terjadi akibat tersumbatnya glomerulus oleh kompleks antigen-antibodi
streprokokus yang terbawa oleh darah ke glomerulus. Jika hal tersebut terjadi dalam waktu
lama akan menyebabkan glomerulus pada ginjal rusak.
Ensefalopati hipertensi
Terdapat gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang. Ini
disebabkan spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak.
Miokarditis
11
Miokarditis dapat terjadi karena antibodi streptolisin titer O menyerang sel otot polos dari
jantung karena strukturnya mirip dengan kuman streptokokus.
Prognosis
Ad Vitam : Dubia ad bonam, Karena penyakit ini masih bisa sembuh secara spontan,
namun dari komplikasinya masih bisa menyebabkan kematian.
Ad Sanationam : Dubia ad bonam, karena pasca infeksi streptokokus yang telah diterapi
penisilin akan terdapat imunitas yang menetap, sehingga sangat kecil
kemungkinan untuk terjadinya infeksi berulang.
Ad Functionam : Dubia ad bonam, karena pada GNA ini terjadi masalah pada glomerulus
(proses filtrasi)
12
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
1. Anatomi dan Fisiologi Ginjal
Ginjal merupakan organ ganda yang terletak pada abdomen retroperitoneal antara
vertebra L1dan L4. Ginjal terdiri atas korteks dan medula, ginjal memiliki 8-12 lobus
yang berbentuk piramid, dengan dasar piramid berada di korteks dan puncaknya pada
medula bermuara di kaliks minor.
Fungsi ginjal secara keseluruhan dapat dibagi dalam 2 golongan yaitu : (1) fungsi
ekskresi, ekskresi sisa metabolisme protein, regulasi volume cairan tubuh, menjaga
keseimbangan asam-basa; (2) fungsi endokrin, partisipasi dalam eritropoesis, pengaturan
tekanan darah, keseimbangan kalsium dan fosfor.
2. Definisi
Glomerulonefritis akut merupakan keadaan timbulnya hematuria, proteinuria
secara mendadak, adanya sel darah merah pada urin, edema dan hipertensi dengan atau
tanpa oligouri. Glomerulo nefritis timbul setelah infeksi streptokokus.
Glomerulonefritis merupakan suatu istilah yang dipakai untuk menjelaskan
berbagai ragam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan inflamasi glomerulus
yang disebabkan oleh suatu mekanisme imunologis.
Glomerulonefritis adalah suatu terminologi umum yang menggambarkan adanya
inflamasi pada glomerulus, ditandai oleh proliferasi sel-sel glomerulus akibat proses
imunologik (Travis dan Glauser).
3. Epidemiologi
Insidensi GNA pada keadaan epidemi adalah 10% sebelumnya menderita
faringitis, 25% sebelumnya menderita impetigo. Pada suatu studi di Amerika Serikat
didapatkan penyebab GNA PS yang lebih dominan adalah faringitis.
13
GNA PS banyak terjadi pada negara-negara berkembang seperti Afrika, India
Barat, dan Timur Tengah, dipengaruhi oleh status nutrisi, penggunaan antibiotik
profilaksis, dan potensi dari Streptokokus.
Mortalitas pada penderita GNA pada anak sangat jarang (<1%). Tidak ada
predileksi rasial. Pada laki-laki dua kali lebih sering daripada pada wanita. GNA PS
sering terjadi pada anak usia 2-12 tahun. 5% terjadi pada usia kurang dari 5 tahun.
Studi epidemiologis menunjukkan bahwa tidak semua pasien yang terinfeksi
dengan strain nefritigenik akan menimbulkan glomerulonefritis. Hanya sekitar 5-10%
setelah faringitis dan 25% setelah impetigo.
4. Etiologi
Penyebab utama GNA PS adalah Streptokokus yang bersifat nefritogenik yaitu
Streptokokus grup A. Pada pyodermatitis : Streptokokus M tipe 47,49,55,2,60, dan 57.
Pada infeksi tenggorokan : Streptokokus M tipe 1,2,4,3, 25, 49 dan 12.
Bagian luar streptokokus grup A dibungkus oleh kapsul asam hyaluronat untuk
bertahan terhadap fagositosis dan sebagai alat untuk melekatkan diri pada asel epitel.
Selain itu pada permukaan kuman juga terdapat polimer karbohirat grup A,
mukopeptide, dan protein M. Protein M adalah suatu alpha-helical coiled-coil dimer
yang terlihat sebagai rambut-rambut pada permukaan kuman. Protein M menentukan
apakah strain kuman tersebut bersifat rematogenik atau nefritogenik.
14
5. Patologi
Glomerulonefritis akut pasca streptokokus adalah suatu glomerulonefritis
proliferatif. Pada pemeriksaan mikroskopik cahaya dapat terlihat tingkat keparahan dan
intensitas perubahan patologis yang bervariasi sesuai dengan tingkat keparahan penyakit.
Pada kasus ringan terutama pada pasien dengan penyakit subklinis, kelainan adalah
minimal biasanya terdiri dari proliferasi ringan sampai sedang sel mesangial dan matriks.
Pada kasus berat terjadi proliferasi sel mesangial, matriks dah sel endotel yang difus dan
disertai infiltrasi sel polimorfonuklear dan monosit, serta pembuntuan lumen kapiler.
Istilah glomerulonefritis proliferatif eksudatif endokapiler difus (diffuse
endocapillary exudative proliferative glomerulonephritis) sering digunakan untuk
menggambarkan kelainan morfologi penyakit ini. membran basal glomerulus pada
umumnya tampak normal, akan tetapi kadang-kadang dapat dijumpai adanya sembab
interstisial yang ringan sampai sedang dengan infiltrasi sel PMN, monosit dan kadang
eosinofil. Pada beberapa kasus berat kadang terlihat gambaran bulan sabit dengan
gambaran klinis dan histologis yang menyerupai glomerulonefritis kresentik progresif
cepat. Jarang dijumpai necotizing vasculities pembuluh darah ginjal.
Pada pemeriksaan mikroskop elektron terlihat deposit padat-elektron dalam
mesangium yang besar dan jelas yang dikenal dengan istilah humps, yang terletak pada
15
daerah subepitelial yang khas. Pada pemeriksaan mikroskop imunofluoresen terlihat
endapan IgG granular ireguler dan C3 mulai dari yang halus dan disepanjang dindng
kapiler. Pewarnaan fibrin kadang dijumpai dalam mesangium.
Lesi histologis yang abnormal tersebut akan menghilang dalam waktu bervariasi.
Deposit padat-elektron akan menghilang dalam waktu satu tahun. Infiltrasi PMN dan
proliferasi sel mesangial dan endotel akan menghilang dalam waktu 2 sampai 3 bulan
akan tetapi terkadang proliferasi mesangeal terutama ekspansi matriks mesangial dapat
menetap dalam beberapa tahun.
6. Patofisiologi
GNA PS timbul setelah infeksi tertentu, terutama strain tertentu yaitu grup A
streptokokus. Daerah infeksi biasanya saluran napas atas, termasuk telinga tengah, atau
kulit. Glomerulonefritis pascastreptokokus dapat terjadi setelah radang tenggorok dan
jarang dilaporkan bersamaan dengan demam rematik akut.1,2
GNA PS berawal apabila host rentan yang terpapar kuman Streptokokus grup A
strain nefritogenik bereaksi untuk membentuk antibodi terhadap antigen yang
menyerang. GNA PS merupakan kelainan kompleks imun, namun mekanisme interaksi
antara antigen dan antibodi tidak diketahui. Kompleks imun yang mengandung antigen
streptokokus ini mengendap pada glomerulus. Ukuran komplek streptokokus-
imunoglobulin adalah 15 nm (streptokokus 10 nm dan imunoglobulin 5 nm). Sedangkan
ukuran pore membrana basalis pada anak dan dewasa adalah 2-3 nm dan 4-4,5 nm. Oleh
karena itu GNA PS banyak terjadi pada anak-anak daripada dewasa.1,3
Kompleks antigen-antibodi terbentuk dalam aliran darah dan terkumpul dalam
glomerulus. Akibat hal ini akan terjadi inflamasi pada glomerulus dan akan
mengaktifkan sistem komplemen.
GNA PS adalah suatu penyakit imunologik akibat reaksi antigen-antbodi yang
terjadi dalam sirkulasi atau in situ dalam glomerulus. Proses inflamasi yang
mengakibatkan terjadinya jejas renal dipicu oleh :
16
a. Aktivitas plasminogen menjadi plasmin oleh streptokinase yang kemudian diikuti
oleh aktivasi kaskade komplemen.
b. Deposisi kompleks Ag-Ab yang telah terbentuk sebelumnya ke dalam glomerulus.
c. Ab antistreptokokus yang telah terbentuk sebelumnya berikatan dengan molekul
tiruan (molecule mimicy) dari protein renal yang menyerupai Ag Streptokokus
(jaringan glomerulus yang normal yang bersifat autoantigen bereaksi dengan Ab
dalam sirkulasi yang terbentuk sebelumnya untuk melawan Ag Streptokokus)
Sistem imun humoral dan kaskade komplemen akan aktif bekerja apabila terdapat
deposit subepitel C3 dan IgG dalam membran basal glomerulus. Kadar C3 dan C5 yang
rendah dan kadar komplemen jalur klasik (C1q, C2 dan C4) yang normal menunjukkan
bahwa aktivasi komplemen melalui jalur alternatif. Deposisi IgG terjadi pada fase
berikutnya yang diduga oleh karena Ab bebas berikatan dengan komponen kapiler
glomerulus, membran bassal atau terhadap Ag Streptokokus yang terperangkap dalam
glomerulus. Aktivasi C3 glomerulus memici aktivasi monosit dan netrofil. Infiltrat
inflamasi tersebut secara histologik terlihat sebagai glomerulonefritis eksudatif. Psoduksi
sitokin oleh sel inflamasi memperparah jejas glomerulus. Hiperselularitas mesangium
dipacu oleh proliferasi sel glomerulus akibat induks oleh mitogen lokal.
Gejala GNA PS biasanya berlangsung singkat. Dengan berkhirnya serangan Ag
Streptokokus, maka reaksi inflamasi akan mereda dan struktur glomerulus kembali
normal.
Semua bentuk GNA PS dimediasi oleh proses imunologis. Baik imunitas humoral
maupun imunitas seluler. Imunitas seluler GNA PS dimediasi oleh pembentukan
kompleks antigen-antibodi streptkokus yang bersifat nefritogenik dan imun kompleks
yang bersirkulasi. Proses terjadinya adalah stretokokus yang bersifat nefritogenik
memprodksi protein dengan antigen determinan khas. Antigen deteriminan ini memiliki
afinitas spesifik terhadap glomerulus normal.
Antigen ini kemudian akan berikatan pada glomerulus. Sekali berikatan antigen
ini akan mengaktifkan komplemen secara lansung melalui interaksi dengan properdin.
17
Komplemen yang telah teraktivasi ini akan menyebabkan timbul mediator inflamasi dan
kemudian timbul inflamasi.
Antigen nefritogenik lainnya adalah zymogen (nephritic strain-associated protein
NSAP) dan nephritis plasmin binding protein (NAP1r). NSAP ini ditemukan pada biosi
ginjal pasien dengan GNA PS dan tidak ditemukan pada bentuk lain GNA maupun
demam rematik. NAP1r juga ditemukan pada biopsi renal awal pasien GNA PS. Setelah
NAP1r ini berikatan dengan glomerulus dan menyebabkan pembentuk plasmin yang
diaktivasi oleh streptokinase yang kemudian beikatan dengan NAP1r. Akibat ikatan ini
membran basal glomerular menjadi rusak secara langsung. NAP1r juga akan
mengaktivasi komponen melalui jalur alternatif dan menyebabkan terkumpulnya sel
PMN dan makrofag dan terjadi inflamasi setempat.
Mekanisme lainnya adalah kompleks nonimun, yang pertama adalah
hipersensitifitas tipe lambat. Pertama, terjadi proliferasi pada endotel, hal ini akibat
infiltrasi leukosit PMN dan monosit dan makrofag merupakan sel efektornya. Infiltrasi
makrofag ini dimediasi oleh komplemen dan sel T helper.
Kedua, adanya protein stretokokus M dan eksotoksin pirogenik yang bersifat
superantigen. Hal ini menyebabkan aktivasi sel Tmasif dan pelepasan limfokin seperti
IL1 dan IL6.
Ketiga, IgG autologus akan bersifat antigenic dan menyebabkan pementukan
cryoglobulin. Cryoglobulin,factor rematik akan menjadi superantigen.
7. Klasifikasi
Klasifikasi Glomerulonefritis
1. Kongenital atau Herediter
Sindrom Alport
Sindrom nefrotik kongenital (tipe Finlandia)
Hematuria Familial
Sindrom nail patella
2. Didapat18
Primer/idiopatik
Glomeruosnefritis Proliferatif mesangial
Glomerulonefritis membranoproliferatif tipe I,II,III
Glomerulopati membranosa, nefropati IgA
Glomerulonefritis progresif cepat, glomerulonefritis proliferatif difus
Sekunder
a. Akibat Infeksi
Glomerulonefritis pasca streptokokus, hepatitis B, endokarditis bakterial subakut
Nefritis Pirau, Glomerulonefritis pasca pneumokokus, sifilis kongenital, malaria
Lepra, schistosomiasis, filariasis, AIDS
b. Berhubungan dengan penyakit multisistem
Purpura Henoch Schonlein, Lupus Eritematosus Sistemik, Sindrom hemolitik
uremik
Diabetes Melitus, Sindrom Goodpasture, Amiloidosis,
Penyakit kolagen vaskular
c. Obat
Penisilamin, Captopril
Trimetadion, Litium , Merkuri
d. Neoplasia
Leukemia, Limfoma, Karsinoma
e. Lain-lain
Nefropati refluks, penyakit sel sabit.
8. Manifestasi Klinis
Anamnesis
Adanya riwayat infeksi streptokokus sebelumnya seperti faringitis, tonsilitis, atau
pioderma.
19
Berikut merupakan beberapa keadaan yang didapatkan dari anamnese:
1. Periode laten
a. Terdapat periode laten antara infeksi streptokokus dengan onset pertama kali
muncul gejala.
b. Pada umumnya, periode laten selama 1-2 minggu setelah infeksi tenggorok dan
3-6 minggu setelah infeksi kulit
c. Onset gejala dan tanda yang timbul bersamaan dengan faringitis biasanya
merupakan imunoglobulin A (IgA) nefropati daripada GNA PS.
2. Urin berwarna gelap
a. Merupakan gejala klinis pertama yang timbul
b. Urin gelap disebabkan hemolisis eritrosit yang telah masuk ke membran basalis
glomerular dan telah masuk ke sistem tubular.
3. Edema periorbital
a. Onset munculnya sembab pada wajah atau mata tiba-tiba. Biasanya tampak jelas
saat psaat bangun tidur dan bila pasien aktif akan tampak pada sore hari.
b. Pada beberapa kasus edema generalisata dan kongesti sirkulasi seperti dispneu
dapat timbul.
c. Edema merupakan akibat dari tereksresinya garam dan air.
d. Tingkat keparahan edema berhubungan dengan tingkat kerusakan ginjal.
4. Gejala nonspesifik
a. Yaitu gejala secara umum penyakit seperti malaise, lemah, dan anoreksia,
muncul pada 50% pasien.
b. 15 % pasien akan mengeluhkan mual dan muntah.
c. Gejala lain demam, nyeri perut, sakit kepala.
Pemeriksaan Fisik
Adanya gross hematuri (urin yang berwarna seperti teh), dengan atau tanpa edema
(paling mudah terlihat edema periorbital atau mata tampak sembab), pada kasus yang
agak berat dapat timbul gangguan fungsi ginjal biasanya berupa retensi natrium dan urin.
Gejala lain yang muncul tidak spesifik. Bila disertai dengan hipertensi, dapat timbul
nyeri kepala. Demam tidak selalu ada. Pada kasus berat (GN destruktif) dapat timbul 20
proteinuria masif (sindrom nefrotik), edema anasarka atau asites, dan berbagai gangguan
fungsi ginjal yang berat.
1. Sindrom Nefritis Akut
a. Gejala yang timbul adalah edema, hematuria, dan hipertensi dengan atau tanpa
klinis GNA PS.
b. 95% kasus klinis memiliki 2 manifestasi, dan 40% memiliki semua manifestasi
akut nefritik sindrom
2. Edema
a. Edema tampak pada 80-90% kasus dan 60% menjadi keluhan saat ke dokter.
b. Terjadi penurunan aliran darah yang bermanifestasi sedikit eksresi natrium dan
urin menjadi terkonsentrasi. Adanya retensi natrium dan air ini menyebabkan
terjadinya edema.
3. Hipertensi
a. Hipertensi muncul dalam 60-80% kasus dan biasanya pada orang yang lebih
besar.
b. Pada 50% kasus, hipertensi bisa menjadi berat.
c. Jika ada hipertensi menetap, hal tersebut merupakan petunjuk progresifitas ke
arah lebih kronis atau bukan merupakan GNA PS.
d. Hipertensi disebabkan oleh retensi natrium dan air yang eksesif.
e. Meskipun terdapat retensi natrium, kadar natriuretic peptida dalam plasma
meningkat.
f. Aktivitas renin dalam plasma rendah.
g. Ensefalopati hipertensi ada pada 5-10% pasien,biasanya tanpa defisit neurologis.
4. Oliguria
a. Tampak pada 10-50% kasus, pada 15% output urin <200ml.
b. Oliguria mengindikasikan bentuk cresentic yang berat.
c. Biasanya transien, dengan diuresis 1-2 minggu.
5. Hematuria
a. Muncul secara umum pada semua pasien.
b. 30% gross hematuria.
6. Disfungsi ventrikel kiri21
a. Disfungsi ventrikel kiri dengan atau tanpa hipertensi atau efusi perikardium
dapat timbul pada kongestif akut dan fase konvalesen.
b. Pada kasus yang jarang, GNA PS dapat menunjukkan gejala perdarahan
pulmonal.
9. Pemeriksaan Penunjang
a) Laboratorium
Adanya infeksi streptokokus harus dicari dengan melakukan biakan
tenggorok dan kulit. Biakan mungkin negatif apabila telah diberikan antimikroba.
Beberapa uji serologis terhadap antigen streptokokus dapat dipakai untuk
membuktikan adanya infeksi streptokokus, antara lain antistreptozim, ASTO,
antihialuronidase, dan anti Dnase B. Skrining antistreptozim cukup bermanfaat
oleh karena mampu mengukur antibodi terhadap beberapa antigen streptokokus.
Titer anti streptolosin O meningkat pada 75-80% pasien dengan glomerulonefritis
akut pasca streptokokus dengan faringitis, meskipun beberapa strain streptokokus
tidak memproduksi streptolisin O. Bila semua uji dilakukan uji serologis
dilakukan, lebih daro 90% kasus menunjukkan adanya infeksi streptokokus.
Titer ASTO meningkat pada hanya 50% kasus glomerulonefritis akut
pascastreptokokus atau pascaimpetigo, tetapi antihialuronidase atau antibodi yang
lain terhadap antigen streptokokus biasanya positif. Pada awal penyakit titer
antibodi streptokokus belum meningkat, hingga sebaiknya uji titer dilakukan
secara seri. Kenaikan titer 2-3 kali lipat berarti adanya infeksi. Tetapi , meskipun
terdapat bukti adanya infeksi streptokokus, hal tersebut belum bdapat memastikan
bahwa glomerulonefritis tersebut benar-benar disebabka karena infeksi
streptokokus. Gejala klinis dan perjalanan penyakit pasien penting untuk
menentukan apakah biopsi ginjal memang diperlukan.
Titer antibodi streptokokus positif pada >95 % pasein faringitis, dan 80%
pada pasien dengan infeksi kulit. Antistreptolisin, antinicotinamid dinucleotidase
(anti-NAD), antihyaluronidase (Ahase) dan anti-DNAse B positif setelah
22
faringitis. Titer antibodi meningkat dalam 1 minggu puncaknya pada satu bulan
dan akan menurun setelah beberapa bulan.
Pada pemeriksaan serologi didapatkan penurunan komponen serum CH50
dan konsentrasi serum C3. Penurunan C3 terjadi ada >90% anak dengan GNA PS.
Pada pemeriksaan kadar komplemen, C3 akan kembali normal dalam 3 hari atau
paling lama 30 hari setelah onset
Peningkatan BUN dan kreatinin. Peningkatannya biasanya transien. Bila
peningkatan ini menetap beberapa minggu atau bulan menunjukkan pasien bukan
GNA PS sebenarnya. Pasien yang mengalami bentuk kresentik GN mengalami
perubahan cepat, dan penyembuhan tidak sempurna. Adanya hiperkalemia dan
asidosis metabolik menunjujjan adanya gangguan fungsi ginjal. Selain itu
didapatkan juga hierfosfatemi dan Ca serum yang menurun.
Pada urinalisis menggambarkan abnormalitas, hematuria dan proteinuria
muncul pada semua kasus. Pada sedimen urin terdapat eritrosit, leukosit, granular.
Terdapat gangguan fungsi ginjal sehingga urin menjadi lebih terkonsentrasi dan
asam. Ditemukan juga glukosuria. Eritrosit paling baik didapatkan pada urin pagi
hari, terdapat 60-85% pada anak yang dirawat di RS. Hematuria biasanya
menghilang dalam waktu 3-6 bulan dan mungkin dapat bertahan 18 bulan.
Hematuria mikroskopik dapat muncul meskipun klinis sudah membaik.
Proteinuria mencapai nilai +1 sampai +4, biasanya menghilang dalam 6 bulan.
Pasien dengan proteinuria dalam nephrotic-range dan proteinuria berat memiliki
prognosis buruk.
Pada pemeriksaan darah tepi gambaran anemia didapatkan,anemia
normositik normokrom.
b) Pemeriksaan Pencitraan
a. Foto toraks dapat menunjukkan Congestif Heart Failure.
b. USG ginjal biasanya menunjukkan ukuran ginjal yang normal.
c) Biopsi Ginjal
23
Biopsi ginjal diindikasikan bila terjadi perubahan fungsi ginjal yang menetap,
abnormal urin dalam 18 bulan, hipokomplemenemia yang menetap, dan terjadi
sindrom nefrotik.
Indikasi Relatif :
a. Tidak ada periode laten dianara infeksi streptokokus dan GNA
b. Anuria
c. Perubahan fungsi ginjal yang cepat
d. Kadar komplemen serum yang normal
e. Tidak ada peningkatan antibodi antistreptokokus
f. Terdapat manifestasi penyakit sistemik di ekstrarenal
g. GFR yang tidak mengalami perbaikan atau menetap dalam 2 minggu
h. Hipertensi yang menetap selama 2 minggu
Indikasi Absolut :
a. GFR yang tidak kembali normal dalam 4 minggu
b. Hipokomplemenemia menetap dalam 6 minggu
c. Hematuria mikroskopik menetap dalam 18 bulan
d. Proteinuria menetap dalam 6 bulan
10. Diagnosis
Diagnosis Glomerular nefritis akut ditegakkan berdasarkan adanya riwayat infeksi
Streptokokus β hemolitikus grup A sebelumnya (7-14 hari). Bila tidak didapatkan kultur
positif, dapat dikonfirmasi dengan peningkatan titer antistreptolisin O (ASTO) atau
peningkatan antibodi antistreptokokus lainnya.
11. Diagnosa Banding
Sindrom Nefrotik
Nefropati IgA
Nefritis lupus
Nefritis Henoch Schonlein
24
12. Penatalaksanaan
GNA-PS tipikal tidak memerlukan penatalaksanaan spesifik. Terapi antibiotik
yang sesuai merupakan indikasi bila infeksi tetap ada. Gangguan pada fungsi ginjal yang
mengakibatkan hipertensi memerlukan penanganan yang lebih spesifik, pengurangan
konsumsi natrium, pengobatan dengan diuretik atau obat antihipertensi. Pada kasus berat
yang telah terjadi kegagalan ginjal, dapat dilakukan hemodialisa atau peritoneal dialisa.
Kortikosteroid juga dapat diberikan untuk mengurangi perjalanan infeksi.
Terapi Medis :
Terapi simtomatis untuk mengontrol edema dan tekanan darah
1. Pada fase akut batasi garam dan air, jika hipertensi dapat diberikan diuretik. Loop
diuretik meningkatkan output urin.
2. Untuk hipertensi yang tidak dapat dikontrol dengan diuretik. Biasanya calsium
channel blocker. Pada hipertensi maligna pemberian nitroprusid atau parenteral agen.
3. Antibiotik golongan penisilin jika infeksi primer masih berlangsung.
4. Indikasi untuk dialisis pada hiperkalemia dan manifestasi klinis uremia.
5. Pembatasan aktivitas fisik diperlukan pada beberapa hari pertama sakit
6. Steroid, obat-obat imunosupresan dan plasmaferesis masih dalam perdebatan.
13. Prognosis
Hanya sedikit pasien dengan GNA yang memerlukan perawatan di rumah sakit.
Dan sebagian besar akan pulang dalam waktu 2-4 hari. Semakin ce[at tekanan darah
berada dalam nilai normal dan diuresis telah kembali, sebagian besar anak dapat dirawat
jalan.
Sebagian besar pasien akan sembuh, tetapi 5% di antaranya mengalami perjalanan
penyakit yang memburuk dengan cepat dengan pembentukan kresen pada epitel
glomerulus. Diuresis akan menjadi normal kembali pada hari ke 7-10 setelah awal
penyakit, dengan menghilangnya senbab dan secara bertahap tekanan darah menjadi
normal kembali. Fungsi ginjal membaik dalam 1 minggu dan menjadi normal dalam
25
waktu 3-4 minggu. Komplemen serum menjadi normal dalam waktu 6-8 minggu. Tetapi
kelainan sedimen urin akan tetap terlihat selam berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun
pada sebagian besar pasien.
Dalam suatu penelitian pada 36 pasien glomerulonefritis akut pasca streptokokus
yang terbukti dari biopsi,diikuti selam 9,5 tahun. Prognosis untuk menjadi sembuh
sempurna sangat baik. Hipertensi ditemukan pada 1 pasien dan 2 pasien mengalami
proteinuria ringan yang persisten. Sebaliknya prognosis glomerulonefritis akut pada
dewasa kurang baik.
Potter dkk. Menemukan kelainan sedimen urin yang menetap (proteinuria dan
hematuria) pada 3,5% dari 534 pasien yang diikuti selama 12-17 tahun di Trinidad.
Prevalensi hipertensi tidak berbeda dengan kontrol. Kesimpulannya adalah prognosis
jangka panjang glomerulonefritis akut pasca streptokokus baik. Beberapa penelitian lain
menunjukkan adanya perubahan histologis penyakit giinjal yang secara cepat terjadi pada
orang dewasa. Selama komplemen C3 belum pulih dan hematuria belum menghilang,
pasien hendaknya diikuti secara seksama karena masih ada kemungkinan terjadinya
pembentukan glomerulosklerosis kresentik ekstra-kapiler dan gagal ginjal kronik.
Monitoring pasien rawat jalan:
a. 0-6 minggu setelah onset : hipertensi telah terkontrol, edema sudah perbaikan, gros
meaturia semakin membaik, azotemia telah membaik.
b. 8-10 minggu setelah onset : azotemia telah hilang, anemia telah terkoreksi, Hipertensi
telah membaik, C3 dan C4 telah kembali ke nilai normal.
c. 3,6,9 bulan setelah onset : Hematuria dan proteinuria telah menghilang sedikit demi
sedikit, tekanan darah telah kembali normal.
d. 12 bulan setelah onset : proteinuria telah menghilang, hematuria mikroskopik telah
menghilang.
e. 2,5 dan 10 tahun setelah onset : urin telah normal, tekanan darah dan kada keratinin
serum telah normal.
26
BAB V
KESIMPULAN
Meninjau dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan lab pada pasien ini maka
kelompok kami menegakkan diagnosa bahwa pasien ini menderita Glomerulonephritis Akut
Pasca Streptokokus. Diagnosis kerja kami ini didukung dari gejala-gejala khas pada penyakit ini
diantaranya hipertensi yang pada pemeriksaan fisik kita dapatkan bahwa tekanan darah pasien ini
170/120, hematuria yang ditandai dengan ditemukannya urin yang berwarna merah seperti air
cucian daging, oedem yang ditemukan pada palpebranya dan kemudian menyebar ke bagian
bawah ekstremitasnya, oliguria yang ditandai dengan volume urin yang dikeluarkannnya sedikit,
Azotemia yang pada pemeriksaan labnya kita temukan kadar ureum dan kreatinin darahnya
meningkat, dan proteinuria yang pada pemeriksaan urinnya ditemukan protein ++. Dari diagnosis
kerja kita tersebut maka kita merancang ada beberapa penatalaksanaan, secara umum dan dengan
obat-obatan. Manajemen umum bertujuan untuk mengontrol edem, mengembalikan perfusi
ginjal, menghindari hipotensi postural dan mengobati infeksi lainnya dengan cara batasi intake
protein, bed rest atau tirah baring selama fase akut, hemodialisa, peritoneal dialisa atau
hemofiltrasi arteriovenous secara kontinyu, terapi obat-obatan seperti penisilin, antihipertensi,
diuretik. Adapun prognosis kita untuk kasus ini dari ad vitamnya, dubia ad bonam; ad
sanationamnya, dubia ad malam; ad fungsionamnya, dan untuk ad fungsionamnya dubia ad
bonam.
27
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
1. Geetha D.Poststreptococcal Glomerulonephritis.[Internet].Available from URL:
http://emedicine.medscape.com/article/240337-overview .Accessed on 22 April 2010.
2. Noer MS. 2002.Glomerulonefritis.Dalam: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP,Pardede
SO. Buku Ajar Nefrologi Anak.Edisi 2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.p 345-352
3. Noer MS.2006.Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus.Dalam: Kumpulan Makalah
Simposium dan Workshop Sehari: Kegawatan pada Penyakit Ginjal Anak.Makasar:UKK
Nefrologi IDAI.p56-67
4. Lum GM.2005.Glomerulonephritis.In:Hematuria&Glomerular
Disease.In:Kidney&Urinary tract.In:Hay WW,Levin MJ,etc.editors.Current Pediatric
Diagnosis and Treatment.New York:McGraw-Hill.p.713
5. Bhimmma R.Acute Poststreptococcal Glomerulonephritis.[Internet]Available from
URL:http://emedicine.medscape.om/article/980685-overview.Accessed on 2 3 April 2010 .
6. 6. Parmar MS.Acute Glomerulonefritis.[Internet].Available from
URL:http://emedicine.medscape.com/article/239278-overview.Accessed on 23 April
2010.
7. Noer MS,Soemyarso N.Hipertensi.Bagian Ilmu Kesehatan Anak UNAIR Surabaya.
[Internet].Diunduh dari URL:http://www.pediatrik.com/isi03.php?
page=html&hkategori=pdt&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=07110-hrji262.htm.
28