makalah filsafat or soni

15
1 Tugas Makalah Filsafat Olahraga “Model Hermenautika dalam Riset Ilmu Keolahragaan” Dosen pengampu Dr.Made Pramono,M.Hum ILMU KEOLAHRAGAAN PENDIDIKAN KESEHATAN DAN REKREASI FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA SEMESTER GENAP 2016/2017

Upload: soni-eka-prasetia

Post on 12-Apr-2017

50 views

Category:

Education


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah filsafat or soni

1

Tugas Makalah Filsafat Olahraga

“Model Hermenautika dalam Riset Ilmu Keolahragaan”

Dosen pengampu

Dr.Made Pramono,M.Hum

ILMU KEOLAHRAGAAN

PENDIDIKAN KESEHATAN DAN REKREASI

FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

SEMESTER GENAP 2016/2017

Page 2: Makalah filsafat or soni

2

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayahNya.

Sholawat serta salam semoga tetap terlimpah pada junjungan kita Nabi Muhammad

SAW.

Pada kesempatan ini saya telah menyelesaikan makalah dengan judul “Model

hermeneutika dalam riset ilmu keolahragaan”. Dalam makalah ini akan saya sampaikan

hubungan antara pancasila dan sistem pendidikan secara meluas.

Kritik dan saran kami harapkan untuk perbaikan makalah saya selanjutnya semoga

makalah ini bermanfaat khususnya bagi penyusun dan khusunya bagi pembaca sekalian.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Surabaya, 27 Februari 2017

Penyusun

Page 3: Makalah filsafat or soni

3

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ...............................................................................................................1

Daftar Isi ........................................................................................................................2

Bab I: PENDAHULUAN

a. Latar Belakang ...........................................................................................4

b. Rumusan Masalah ......................................................................................5

Bab II: PEMBAHASAN

a. Pengertian hermineutika ........................................................................6

b. Tokoh yang berperan dalam model herminautika .................................8

Bab III: PENUTUP

Kesimpulan .....................................................................................................14

Daftar Pustaka ..............................................................................................................15

Page 4: Makalah filsafat or soni

4

ABSTRACT

The nature of science is always evolving and the association between the disciplines with

other disciplines. Hermeneutics is often grouped within the philosophy of language, although

he could also claim to be separate disciplines. Hermeneutics at least organized into three

entities is very important, namely (1) any signs, messages are often in the form of a text

message, (2) there must be a group of recipients who wonder or feel "foreign" to the

message. (3) the existence of intermediaries or messengers between the two sides. there are

six definitions of hermeneuitika modern which also marks the historical development of

hermeneutics itself, namely hermeneutics as a theory of exegesis of the Bible, hermeneutics

as a method of philological, hermeneutics as the science of understanding of linguistics,

hermeneutics as a foundation methodology geisteswissenschaften, hermeneutics as

phenomenology of Dasein and understanding of the existential, hermeneutic as system

interpretation.

Page 5: Makalah filsafat or soni

5

I. Pendahuluan

A.Latar belakang

Salah satu ciri khas filsafat dewasa ini adalah perhatiannya kepada bahasa. Tentu saja,

bahasa bukan merupakan tema baru dalam filsafat. Minat untuk masalah-masalah yang

menyangkut bahasa telihat sepanjang sejarah filsafat, sudah sejak permulaannya di Yunani.

Namun demikian, perhatian filosofis untuk bahasa itu belum pernah begitu umum, begitu luas

dan begitu mendalam seperti dalam abad ke-20. Dikatakan pula bahwa pada zaman ini bahasa

memainkan peranan yang dapat dibandingkan dengan being (ada) dalam filsafat klasik dulu.

Karena terdapat kemiripan tertentu, yaitu keduanya bersifat universal. Hanya saja being

adalah universal dari sudut objektif: “ada” meliputi segala sesuatu; apa saja merupakan being.

Sedangkan bahasa adalah universal dari sudut subjektif: bahasa meliputi segala sesuatu yang

dikatakan dan diungkapkan.; makna atau arti hanya timbul dalam hubungan dengan

bahasa. Bahasa adalah tema yang dominan dalam filsafat Eropa kontinental maupun filsafat

Inggris dan Amerika. Di mana-mana dapat kita saksikan the linguistic turn; di mana-mana

refleksi filosofis berbalik kepada bahasa. Dan tidak sedikit aliran mengambil bahasa sebagai

pokok pembicaraan yang hampir eksklusif, seperti misalnya hermeneutika, strukturalisme,

semiotika, dan filsafat analitis.

Teori tentang asal-usul bahasa telah lama menjadi obyek kajian para ahli, sejak dari

kalangan psikolog, antropolog, filsuf maupun teolog, sehingga lahirlah sub-sub ilmu dan

filsafat bahasa, di antaranya yaitu hermeneutika. Sifat ilmu pengetahuan adalah selalu

berkembang dan berkaitan antara satu disiplin ilmu dengan disiplin ilmu yang lain.

Hermeneutika sering dikelompokkan dalam wilayah filsafat bahasa, meskipun ia bisa juga

mengklaim sebagai disiplin ilmu tersendiri. Khususnya hermeneutika yang semula sangat

dekat kerjanya dengan Biblical Studies, dengan munculnya buku Truth and Method (1960)

oleh Hans-Geor Gadamer, maka hermeneutika mengembangkan mitra kerjanya pada semua

cabang ilmu. Gadamer mendasarkan klaimnya pada argumen bahwa semua disiplin ilmu,

termasuk ilmu alam, mesti terlibat dengan persoalan understanding yang muncul antara

hubungan subyek dan obyek.

Hermeneutika adalah kata yang sering didengar dalam bidang teologi, filsafat, bahkan

sastra. Hermeneutik Baru muncul sebagai sebuah gerakan dominan dalam teologi Protestan

Page 6: Makalah filsafat or soni

6

Eropa, yang menyatakan bahwa hermeneutika merupakan “titik fokus” dari isu-isu teologis

sekarang. Martin Heidegger tak henti-hentinya mendiskusikan karakter hermeneutis dari

pemikirannya. Filsafat itu sendiri, kata Heidegger, bersifat (atau harus bersifat)

“hermeneutis”.

B.Rumusan Masalah

1.Pengertian Hermeneutika?

2.Tokoh yang berperan penting dalam model hermeneutika?

Page 7: Makalah filsafat or soni

7

II.PEMBAHASAN

A. Pengertian Hermeneutik

Akar permulaan hermenēuein dan hermēnia bisa ditemukan dalam Organon, Peri

hermēneias karya Aristoteles, yang diterjemahkan dengan “On Interpretation” . Kata ini juga

ditemukan dalam Oedipus at Colunus karya Plato, juga beberapa karya lainnya dari penulis

awal yang terkenal seperti Xenophon, Plutarch, Euripides, Epicurus, Lucretius, dan Longinus.

Dalam Organon, Peri hermēneias dipaparkan kata-kata yang diucapkan adalah simbol

dari sebuah pengalaman mental, dan kata-kata yang ditulis adalah simbol dari kata-kata yang

diucapkan. Tulisan ini dipercaya menjadi titik tolak bagi dimulainya pembahasan

hermeneutika di era klasik.

Ada dua dimensi besar dalam hermeneutik yaitu hermeneutika intensionalisme dan

hermeneutika gadamerian. Intensioanalisme diawali sejak hermeneutika romantisis dengan

tokohnya Schleiermacher. Pokok pikiran Hermeneutika intensional ini adalah bahwa makna

adalah maksud atau instensi produsernya. Dengan kata lain, makna kata sesungguhnya telah

ada di balik kata itu sendiri. Makna telah menanti, dan tinggal ditemukan oleh penafsirnya,

dan itu adalah tugas pembaca untuk mencarinya.

Menurut hermeneutika intensionalisme, makna adalah niat atau kemauan yang

diwujudkan dalam suatu tindak atau produknya seperti teks misalnya, sehingga makna sudah

ada dan hanya akan keluar jika diinterpretasikan. Pengertian ini didasarkan pada arti

“makna” (meinen), yang menunjukkan arti bahwa makna suatu teks, tindak, hubungan, dan

seterusnya adalah sesuatu yang ada dalam pikiran produsen, yang kemudian dikeluarkan

melalui suatu tindak seperti memproduk teks. Dengan kata lain makna telah ada dan menanti

untuk dipahami. Makna hanya berasal dari aktifitas produsen teks, bukan dari aktifitas orang

lain, termasuk aktifitas interpretasi penafsir. Dengan kata lain, pembaca atau penafsir harus

memahami teks yang ia baca, dan pembaca atau penafsir dapat menangkap konsepsi

pengarang mengenai fakta situasinya, keyakinan, dan keinginannya, namun dengan catatan

penafsir harus menemukan alasan pelaku bersikap seperti yang diperlihatkan.

Page 8: Makalah filsafat or soni

8

Sedangkan hermeneutika gadamerian dengan tokohnya Hans-Georg Gadamer

memberikan defenisi berbeda tentang makna. Makna dalam hermeneutika gadamerian bukan

terletak pada instensi produsernya, melainkan pembacanya itu sendiri. Makna itu belum ada

ketika sebuah kata diucapkan atau ditulis, dan segera muncul ketika kata itu didengarkan atau

dibaca.

Konsep ini menemukan titik kulminasinya pada Gadamer yang menyatakan bahwa

sekali teks hadir di ruang publik, ia telah hidup dengan nafasnya sendiri. Hermeneutika tidak

lagi bertugas menyingkap makna objektif yang dikehendaki pengarangnya, tetapi adalah

untuk memproduksi makna yang seluruhnya memusat pada kondisi historisitas dan sosialitas

pembaca. Gagasan ini dengan sendirinya menyangkal origin. Dengan kata lain ia menolak

suatu realitas di balik fenomena, realitas sumber, realitas terakhir. Dengan demikian, untuk

memperoleh makna sebuah kata, kalimat atau teks tidak diperlukan lagi maksud original-nya.

Hermeneutika secara etimologis, berasal dari istilah Yunani dari kata kerja hermenēuein

yang berarti menafsirkan atau menginterpretasi, kata benda hermēnia diterjemahkan

penafsiran atau interpretasi. Kedua kata ini, diasosiasikan pada Dewa Hermes seorang utusan

yang mempunyai tugas menyampaikan pesan Jupiter kepada manusia. Hermes adalah simbol

seorang duta yang dibebani misi menyampaikan pesan sang dewa.

Dalam mediasi dan proses penyampaian pesan yang ditugaskan pada Hermes, dari kata

kerja hermenēuein ditarik tiga bentuk makna dasar dalam pengertian aslinya, yaitu to express

(mengungkapkan), to assert (menjelaskan), dan to say (menyatakan). Makna-makna tersebut

bisa diwakilkan dengan bentuk kata kerja Inggirs “to interpret”, yang membentuk makna

independen dan signifikan bagi interpretasi. Oleh karenanya, interpertasi mengacu ke 3 (tiga)

persoalan berbeda yaitu pengucapan lisan, penjelasan yang masuk akal, dan penerjemahan

dari bahasa lain.

Berhasil atau tidaknya misi tergantung cara bagaimana pesan itu disampaikan. Indikasi

keberhasilan, manusia yang awalnya tidak tahu, menjadi mengetahui makna pesan yang

disampaikan. Tugas menyampaikan pesan ini juga berarti harus mengalihbahasakan ucapan

para dewa ke dalam bahasa yang dapat ditangkap intelegensia manusia. Pengalihbahasaan

merupakan bentuk lain dari penafsiran. Dari sini kemudian pengertian kata hermeneutika

memiliki kaitan dengan sebuah penafsiran atau interpretasi.

Page 9: Makalah filsafat or soni

9

Kehadiran hermeneutika dipengaruhi oleh beberapa faktor, dalam analisis Werner, ada

tiga sebab yang paling mendominasi pengaruh terhadap pembentukan hermeneutika, dari

masa interpretasi bibel hingga saat ini. Ketiga yang dimaksud Werner terbut yaitu (1)

Masyarakat yang terpengaruh mitologi Yunani, (2) Masyarakat Yahudi dan Kristen yang

mengalami masalah dengan teks kitab “suci” agama mereka, dan (3) Masyarakat Eropa

zaman pencerahan (Enlightenment) yang berusaha lepas dari otoritas keagamaan dan

membawa hermeneutika keluar konteks keagamaan.

Richard E. Palmer (2005) menyimpulkan enam defenisi hermeneutika, keenam definisi

tersebut merupakan urutan fase sejarah yang menunjuk suatu peristiwa atau pendekatan

penting dalam persoalan interpretasi yang berkenaan dengan hermeneutika.

“Sejak awal kemunculannya, hermeneutika menunjuk pada ilmu interpretasi, khususnya

prinsip-prinsip eksegesis tekstual, tetapi bidang hermeneutika telah ditafsirkan (secara

kronologisnya) sebagai: (1) teori eksegesis Bibel, (2) metodologi filologi umum, (3) ilmu

pemahaman linguistic, (4) fondasi metodologis geisteswissenschaften, (5) fenomenologi

esistensi dan pemahaman eksistensial, dan (6) sitem interpretasi, baik recollektif maupun

iconoclastic, yang digunakan manusia untuk meraik makna di balik mitos dan simbol”

(Palmer 2005: 38)

Definisi yang disebut Palmer tersebut mewakili berbagai dimensi yang sering disoroti

dalam hermeneutika. Setiap definisi membawa nuansa yang berbeda, namun dapat

dipertanggungjawabkan dari setiap penafsiran terutama penafsiran teks, defenisi tersebut

dapat disebut pendekatan Bibel, filologis, saintifik, geisteswissenschaften, eksistensial, dan

kultural. Setiap defenisi merepresentasikan sudut pandang dari mana hermeneutika dilihat,

melahirkan pandangan-pandangan yang berbeda-beda namun memberi ruang bagi tindakan

interpretasi, khususnya teks.

B.Tokoh dibelakang Hermeneutika

Perubahan perspektif dan perkembangan hermeneutika tidak terlepas dari peran tokoh

besar di baliknya. Setiap tokoh membawa pengaruh dan corak yang berbeda dengan dengan

tokoh-tokoh sebelumnya. Sumaryono (1999) dan Palmer (2005) menyebutkan beberapa

tokoh tersebut.

a. Friedrich Ernst Daniel Schleiermacher (1768 -1834)

Page 10: Makalah filsafat or soni

10

Tokoh hermeneutika romantisis, memperluas pemahaman hermeneutika dari sekedar

kajian teologi (teks bible) menjadi metode memahami dalam pengertian filsafat.

Schleiermacher menyebutkan, dalam upaya memahami wacana ada unsur penafsir, teks,

maksud pengarang, konteks historis, dan konteks kultural.

F.D.E Schleiermacher ditempatkan sebagai tokoh Hermeneutik membedakan

hermeneutik dalam pengertian sebagai ilmu atau seni memahami dengan hermeneutik yang

mendefinisikan sebagai studi tentang memahami itu sendiri ( Richard E. Palmer, 1969 : 40 ).

Scleiermacher menulis sebagai berikut: Semenjak seni berbicara dan seni memahami

berhubungan satu sama lain, maka berbicara hanya merupakan sisi luar dari berpikir ,

Hermeneutik adalah bagian dari seni berfikir itu dan oleh karenanya bersifat filosofis (

Schleiermacher, 1977 : 97 ). Penerapan hermeneutik sangatlah luas yaitu dalam bidang

teologis, filosofis, sebab merupakan ” bagian dari seni berfikir “. Pertama- tama buah pikiran

kita mengerti, baru kemudian kita ucapkan. Inilah alasannya Schleiermacher menyatakan

bahwa bicara kita berkembang seiring dengan buah pikiran kita. Namun bila saat berfikir kita

merasa perlu untuk membuat persiapan dalam mencetuskan buah pikiran kita, maka pada saat

itulah disebut sebagai ” Transformasi berbicara yang internal dan orisinal dan karenanya

interpretasi menjadi penting”.

b. Wilhelm Dilthey (1833 -1911)

Hermeneutika metodis, ia beragumentasi bahwa proses pemahaman hermeneutika

bermula dari pengalaman, kemudian mengekspresikan nya. Pengalaman hidup manusia

merupakan sebuah neksus struktural yang mempertahankan masa lalu sebagai sebuah

kehadiran masa kini.

Dia melihat hermeneutika adalah inti disiplin yang dapat digunakan sebagai fondasi

bagi geisteswissenschaften Wilhelm Dilthey adalah seorang filosof, kritikus sastra, dan

sejarawan asal Jerman. Baginya hermeneutika adalah “tehnik memahami ekspresi tentang

kehidupan yang tersusun dalam bentuk tulisan”. Oleh karena itu ia menekankan pada

peristiwa dan karya-karya sejarah yang merupakan ekspresi dari pengalaman hidup di masa

lalu. Untuk memahami pengalaman tersebut intepreter harus memiliki kesamaan yang intens

dengan pengarang. Bentuk kesamaan dimaksud merujuk kepada sisi psikologis

Schleiermacher.

Page 11: Makalah filsafat or soni

11

Dilthey berusaha membumikan kritiknya ke dalam sebuah transformasi psikologis.

Namun karena psikologi bukan merupakan disiplin historis, usaha-usahanya ia hentikan, Ia

menolak asumsi Schleiermacher bahwa setiap kerja pengarang bersumber dari prinsip-prinsip

yang implisit dalam pikiran pengarang. Ia anggap asumsi ini anti-historis sebab tidak

mempertimbangkan pengaruh eksternal dalam perkembangan pikiran pengarang.

c. Edmund Husserl (1889 -1938)

Hermeneutika fenomenologis, ia beranggapan bahwa pemahaman teks harus dibiarkan

berdiri sendiri tanpa adanya prasangka dan perspektif dari dari penafsir. Oleh sebab itu,

menafsirkan sebuah teks berarti secara metodologis mengisolasikan teks dari semua hal yang

tidak ada hubungannya, termasuk bias-bias subjek penafsir dan membiarkannya

mengomunikasikan maknanya sendiri pada subjek.

d. Martin Heidegger (1889 -1976)

Hermeneutika dialektis, menjelaskan tentang pemahaman sebagai sesuatu yang muncul

dan sudah ada mendahului kognisi. Oleh sebab itu, pembacaan atau penafsiran selalu

merupakan pembacaan ulang atau penafsiran ulang.

Pemikiran Heidegger sangat kental dengan nuansa fenomenologis, meskipun akhirnya

Heidegger mengambil jalan menikung dari prinsip fenomenologi yang dibangun Husserl.

Fenomenologi Husserl lebih bersifat epistemologis karena menyangkut pengetahuan tentang

dunia, sementara fenomenologi Heidegger lebih sebagai ontologi karena menyangkut

kenyataan itu sendiri. Heidegger menekankan, bahwa fakta keberadaan merupakan persoalan

yang lebih fundamental ketimbang kesadaran dan pengetahuan manusia, sementara Husserl

cenderung memandang fakta keberadaan sebagai sebuah datum keberadaan.

e. Hans-Georg Gadamer (900-2002)

Hermeneutika dialogis, baginya pemahaman yang benar adalah pemahaman yang

mengarah pada tingkat ontologis, bukan metodologis. Kebenaran dapat dicapai bukan melalui

Page 12: Makalah filsafat or soni

12

metode, tetapi melalui dialektika dengan mengajukan banyak pertanyaan. Dengan demikian,

bahasa menjadi medium sangat penting bagi terjadinya dialog.

Gadamer merumuskan hermeneutika filosofisnya dengan bertolak pada empat kunci

heremeneutis (1) kesadaran terhadap “situasi hermeneutik”, (2) situasi hermeneutika ini

kemudian membentuk “pra-pemahaman” pada diri pembaca yang tentu mempengaruhi

pembaca dalam mendialogkan teks dengan konteks. Pembaca harus selalu merevisinya agar

pembacaannya terhindar dari kesalahan, (3) setelah itu pembaca harus menggabungkan antara

dua horizon, horizon pembaca dan horizon teks. Keduanya harus dikomunikasikan agar

ketegangan antara dua horizon yang mungkin berbeda bisa diatasi. Pembaca harus terbuka

pada horizon teks dan membiarkan teks memasuki horizon pembaca. Sebab, teks dengan

horizonnya pasti mempunyai sesuatu yang akan dikatakan pada pembaca. Interaksi antara dua

horizon inilah yang oleh Gadamer disebut “lingkaran hermeneutik”. (4) menerapkan “makna

yang berarti” dari teks, bukan makna objektif teks.

Filsafat hermeneutika Gadamer meniscayakan wujud kita berpijak pada asas

hermeneutis, dan hermeneutika berpijak pada asas eksistensial manusia. Ia menolak segala

bentuk kepastian dan meneruskan eksistensialisme Heidegger dengan titik tekan logika

dialektik antara aku (pembaca) dan teks/karya

f. Jurgen Habermas (1929)

Hermeneutika kritis, menyebutkan bahwa pemahaman didahului oleh kepentingan.

Yang menentukan horison pemahaman adalah kepentingan sosial yang melibatkan

kepentingan kekuasaan interpreter. Setiap bentuk penafsiran dipastikan ada bias dan unsur

kepentingan politik, ekonomi, sosial, suku, dan gender.

Di dalam teks tersimpan kepentingan pengguna teks. Karena itu, selain horizon

penafsir, teks harus ditempatkan dalam ranah yang harus dicurigai. Menurut Habermas, teks

bukanlah media netral, melainkan media dominasi. Karena itu, ia harus selalu dicurigai. Bagi

Habermas pemahaman didahului oleh kepentingan. Yang menentukan horizon pemahaman

adalah kepentingan sosial (social interest) yang melibatkan kepentingan kekuasaan (power

interest) sang interpereter

Page 13: Makalah filsafat or soni

13

g. Jean Paul Gustave Ricoeur (1913-2005)

Ia selalu menekankan betapa pentingnya memperhatikan simbol-simbol yang hidup di

masyarkaat. Ricoeur menjelaskan tentang simbol-simbol dengan menggunakan simbol

kejahatan dan juga menerangkan asal-usul dari kejahatan itu dengan menggunakan mitos-

mitos. Kenyataan selalu tidak akan pernah lepas dari simbol-simbol yang harus di tafsirkan.

Seperti halnya bahasa yang diterjemahkan dalam kata-kata, itu semua harus diterjemahkan

agar manusia menemukan makna sesungguhnya. “Setiap teks mempunyai 3 macam otonomi,

yaitu, intensi atau maksud pengarang, situasi cultural dan kondisi social pengadaan teks, serta

untuk siapa teks itu dimaksudkan” (Sumaryono, 1999,109)

Paul Richour mendefinisikan hermeneutika yang mengacu balik pada fokus eksegesis

tekstual sebagai elemen distingtif dan sentral dalam hermeneutika. Hermeneutika adalah

proses penguraian yang beranjak dari isi dan makna yang nampak ke arah makna terpendam

dan tersembunyi. Objek interpretasi, yaitu teks dalam pengertian yang luas, bisa berupa

simbol dalam mimpi atau bahkan mitos-mitos dari simbol dalam masyarakat atau sastra.

Hermeneutika harus terkait dengan teks simbolik yang memiliki multi makna (multiple

meaning); ia dapat membentuk kesatuan semantik yang memiliki makna permukaan yang

betul-betul koheren dan sekaligus mempunyai signifikansi lebih dalam. Hermeneutika adalah

sistem di mana signifikansi mendalam diketahui di bawah kandungan yang nampak. Konsep

yang utama dalam pandangan Ricoeur adalah bahwa begitu makna obyektif diekspresikan

dari niat subyektif sang pengarang, maka berbagai interpretasi yang dapat diterima menjadi

mungkin. Makna tidak diambil hanya menurut pandangan hidup (worldview) pengarang, tapi

juga menurut pengertian pandangan hidup pembacanya. Sederhananya, hermeneutika adalah

ilmu penafsiran teks atau teori tafsir.

h. Jürgen Habermas (1929)

Hermenutika dekonstruksionis, mengingatkan bahwa setiap upaya menemukan makna

selalu menyelipkan tuntutan bagi upaya membangun relasi sederhana antara petanda dan

penanda. Makna teks selalu mengalami perubahan tergantung konteks dan pembacanya.

Page 14: Makalah filsafat or soni

14

C. Kesimpulan

Hermeneutika setidaknya disusun dalam tiga kesatuan yang sangat penting, yaitu (1)

adanya tanda, pesan berita yang kerap berbentuk teks, (2) harus ada sekelompok penerima

yang bertanya-tanya atau merasa “asing” terhadap pesan itu. (3) adanya perantara atau kurir

antara kedua belah pihak.

Ada dua dimensi besar dalam hermeneutika yaitu hermeneutika intensionalisme dan

hermeneutika gadamerian. Kedua saling berbeda dalam meletakan posisi makna: di

“produksi” atau di “pemirsa”. Mediasi dan proses membawa pesan “agar dipahami” yang

diasosikan dengan Dewa Hermes terkandung di dalam tiga bentuk makna dasar dari

hermēneuien dan hermēneia dalam penggunaan aslinya. Tiga bentuk ini menggunakan

bentuk kata kerja dari hermēneuein, yaitu: to say, to explain, dan to translate atau to

interpret.

Page 15: Makalah filsafat or soni

15

DAFTAR PUSTAKA

Adian, Donny Gahral. 2002. Pilar-pilar Filsafat Kontemporer. Yogyakarta: Jalasutra.

Adian, Donny Gahral. 2005. Percik Pemikiran Kontemporer: Sebuah Pengantar

Komprehensif. Yogyakarta: Jalasutra.

Bleicher, Josef. 2003. Hermeneutika Kontemporer. Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru.

Delgaauw, Bernard. 2001. Filsafat Abad 20, terj. Soejono Soemargono. Yogyakarta:

Tiara Wacana.

Hadiwijono, Hasan. 1993. Sari Sejarah Filsafat Barat 2, Cet. Ke 9. Yogyakarta:

Kanisius

Jazim Hamidi. 2005. Hermeneutika Hukum. Yogyakarta: UII Press.

Muhadjir, Noeng. 1998. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Reka Sarasin.

Muslih, Moh.. 2005. Filsafat Ilmu: Kajian Atas Asumsi Dasar, Paradigma dan

Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan, Yogyakarta: Belukar.

Palmer, Richard E. 2005. Hermeneutika: Teori Baru Mengenai Interpretasi, Terj.

Masnur Heri Damanhuri Muhammad, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Poespoprodjo, W. 2004. Hermeneutika, Bandung: Pustaka Setia.

Raharjo, Mudjia. 2008. Dasar-dasar Hermeneutika antara Intersionalisme dan

Gadamerian, Jogjakarta: Ar-Ruzmedia.

Sutrisno, et.al.. 2005. Para Filusuf Penentu Gerak Zaman, Yogyakarta: Kanisius.

Sutrisno, Mudji. 2004. “Rumitnya Pencarian Diri Kultural” dalam Hermeneutika

Pascakolonial: Soal Identitas. Mudji Sutrisno dan Hendar Putranto (editor),

Yogyakarta: Yayasan Kanisius.

Supriyono, J. 2004. “Mencari Identitas Kultur Keindonesiaan,” dalam Hermeneutika

Pascakolonial: Soal Identitas. Mudji Sutrisno dan Hendar Putranto (ed.), Yogyakarta:

Yayasan Kanisius.