makalah cnf

43
KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan tugas kasus yang berjudul Karsinoma Nasofaring. Penulisan laporan kasus ini bertujuan memenuhi salah satu tugas kepaniteraan klinik ilmu penyakit telinga hidung tenggorokan kepala leher di RSUD BEKASI. Kami mengucapkan terima kasih kepada dr.Farida Nurhayati, Sp.THT-KL, M-Kes sebagai pembimbing yang mengarahkan penulisan kasus ini menjadi lebih baik. Kami menyadari penulisan kasus ini masih jauh dari sempurna, karena itu saran yang membangun dan penulisan ilmiah yang berikutnya meningkatkan pemahaman tentang NIHL. Kami berharap kasus ini dapat meningkatkan pemahaman tenaga medis dan mahasiswa kedokteran untuk lebih baik dalam aplikasi teori terhadap karsinoma nasofaring. Bekasi, 17 Juni 2014 Penulis 1

Upload: shafa-b-madhy

Post on 07-Feb-2016

93 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: MAKALAH CNF

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan

rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan tugas kasus yang berjudul Karsinoma Nasofaring.

Penulisan laporan kasus ini bertujuan memenuhi salah satu tugas kepaniteraan klinik ilmu

penyakit telinga hidung tenggorokan kepala leher di RSUD BEKASI.

Kami mengucapkan terima kasih kepada dr.Farida Nurhayati, Sp.THT-KL, M-Kes

sebagai pembimbing yang mengarahkan penulisan kasus ini menjadi lebih baik.

Kami menyadari penulisan kasus ini masih jauh dari sempurna, karena itu saran

yang membangun dan penulisan ilmiah yang berikutnya meningkatkan pemahaman

tentang NIHL.

Kami berharap kasus ini dapat meningkatkan pemahaman tenaga medis dan

mahasiswa kedokteran untuk lebih baik dalam aplikasi teori terhadap karsinoma

nasofaring.

Bekasi, 17 Juni 2014

Penulis

1

Page 2: MAKALAH CNF

LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa :

Nama : Adelita Yuli Hapsari 03010003

Galih Arif Setiawan 03010112

Radiant Savani 03010229

Judul Kasus : Karsinoma Nasofaring (KNF)

Telah menyelesaikan tugas kasus dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu

Penyakit Telinga Hidung Tenggorok - Kepala Leher Fakultas Kedokteran Universitas

Trisakti di RSUD Kota Bekasi periode 2 Juni – 5 Juli 2014.

Bekasi, 17 Juni 2014

Mengetahui,

Pembimbing

dr. Farida Nurhayati, SpTHT-KL, M-Kes

2

Page 3: MAKALAH CNF

3

Page 4: MAKALAH CNF

4

Page 5: MAKALAH CNF

BAB I

PENDAHULUAN

Tubuh terdiri dari jutaan bahkan triliunan sel-sel hidup. Sel-sel tubuh yang normal

membagi menjadi sel-sel yang baru dan mati secara teratur. Pada awal-awal kehidupan

seseorang, sel-sel normal membagi lebih cepat untuk proses pertumbuhan. Setelah orang

itu menjadi dewasa, sebagian besar sel hanya untuk menggantikan sel-sel yang rusak atau

mati. Kanker dimulai ketika sel-sel mulai tumbuh secara tidak terkendali. Ada banyak

jenis kanker yang dapat tumbuh di dalam tubuh manusia, salah satunya adalah kanker

nasofaring.1

Kanker nasofaring adalah kanker yang dimulai di nasofaring, bagian atas

tenggorokan di belakang hidung dan dekat pangkal tengkorak. Penyebab dari karsinoma

nasofaring adalah multifaktor yaitu genetik, faktor lingkungan/adat kebiasaan dan infeksi

virus Epstein-Barr (VEB).

Kanker nasofaring (KNF) atau Nasopharynx cancer (NPC) merupakan salah satu

jenis kanker dengan angka kejadian rendah, kurang dari 1 per 100 ribu penduduk pertahun

di dunia. Namun demikian, pada negara tertentu di kawasan Afrika dan Asia Tenggara

memiliki angka kejadian yang tergolong menengah sampai dengan tinggi. Salah satunya

Indonesia dengan angka kejadian 6,2 per 100 ribu penduduk pertahun. Di Indonesia

penyakit menyerang daerah leher kepala ini meliputi urutan keempat diantara kanker yang

lain. Sayangnya, deteksi dini terhadap gejala kanker nasofaring belum banyak

dikembangkan dan sebagian besar penderita datang dalam kondisi stadium lanjut sehingga

sulit ditangani.2

5

Page 6: MAKALAH CNF

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Nasofaring

Nasofaring adalah ruang trapezoid di belakang koana yang berhubungan dengan

orofaring dan terletak di superior palatum molle. Ukuran nasofaring pada orang dewasa

yaitu 4 cm tinggi, 4 cm lebar dan 3 cm pada dimensi anteroposterior. Dinding posteriornya

sekitar 8 cm dari aparatus piriformis sepanjang dasar hidung. Bagian atap dan dinding

posterior dibentuk oleh permukaan yang melandai dibatasi oleh basis sfenoid, basis

oksiput dan vertebra cervical I dan II. Dinding anterior nasofaring adalah daerah sempit

jaringan lunak yang merupakan batas koana posterior. Batas inferior nasofaring adalah

palatum molle. Batas dinding lateral merupakan fasia faringobasilar dan m. konstriktor

faring superior.

Gambar 2.1 Anatomi nasofaring17

6

Page 7: MAKALAH CNF

Gambar 2.2 Anatomi Nasofaring Tampak Belakang17

2.1.1 Fossa rosenmuller

Fossa russenmuller mempunyai hubungan anatomi dengan sekitarnya, sehingga

berperan dalam kejadian dan prognosis KNF. Tepat di atas apeks dari fossa russenmuller

terdapat foramen laserum, yang berisi arteri karotis interna dengan sebuah lempeng tipis

fibrokartilago. Lempeng ini mencegah penyebaran KNF ke sinus kavernosus melalui

karotis yang berjalan naik. Tepat di anterior fossa russenmuller, terdapat nervus mandibula

(V3) yang berjalan di dasar tengkorak melalui foramen ovale. Kira-kira 1.5 cm posterior

dari fossa russenmuller terdapat foramen jugulare, yang dilewati oleh saraf kranial IX-XI,

dengan kanalis hipoglosus yang terletak paling medial. Fossa russenmuller yang terletak di

apeks dari ruang parafaring ini merupakan tempat menyatunya beberapa fasia yang

membagi ruang ini menjadi 3 kompartemen, yaitu :

1. Kompartemen prestiloid, berisi a. maksilaris, n. lingualis dan n. alveolaris inferior;

2. Kompartemen poststiloid, yang berisi sarung karotis; dan

3. Kompartemen retrofaring, yang berisi kelenjar Rouviere.

7

Page 8: MAKALAH CNF

Kompartemen retrofaring ini berhubungan dengan kompartemen retrofaring

kontralateral, sehingga pada keganasan nasofaring mudah terjadi penyebaran menuju

kelenjar limfa leher kontralateral. Lokasi fossa russenmuller yang demikian itu dan dengan

sifat KNF yang invasif, menyebabkan mudahnya terjadi penyebaran KNF ke daerah

sekitarnya yang melibatkan banyak struktur penting sehingga timbul berbagai macam

gambaran klinis. Nasofaring yang dilapisi oleh mukosa dengan epitel kubus berlapis semu

bersilia pada daerah dekat koana dan daerah di sekitar atap, sedangkan pada daerah

posterior dan inferior nasofaring terdiri dari epitel skuamosa berlapis. Daerah dengan

epitel transisional terdapat pada daerah pertemuan antara atap nasofaring dan dinding

lateral. Lamina propria seringkali diinfiltrasi oleh jaringan limfoid, sedangkan lapisan

submukosa mengandung kelenjar serosa dan mukosa.3

2.2 Karsinoma nasofaring

Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang berasal dari sel epitel

permukaan nasofaring (Brennan, 2006). Tumor ini bermula dari dinding lateral nasofaring

(fosa russenmuller) dan dapat menyebar ke dalam atau keluar nasofaring menuju dinding

lateral, posterosuperior, dasar tengkorak, palatum, kavum nasi, dan orofaring serta

metastase ke kelenjar limfe leher.4

2.2.1 Etiologi

Penyebab dari karsinoma nasofaring adalah multifaktor yaitu genetik, faktor

lingkungan/adat kebiasaan dan infeksi virus Epstein-Barr (VEB).5

a. Faktor Genetik

Tingginya angka insiden KNF di daerah Cina Selatan, baik yang tinggal di Cina atau yang

sudah bermigrasi, dan angka insiden sedang pada populasi keturunan cina campuran,

diduga mempunyai hubungan genetik dalam terjadinya karsinoma nasofaring. Telah

dilaporkan bahwa Histocompatibility Locus Antigen (HLA) yaitu HLA-A2 (HLA-A*0207)

dan HLA-Bsin2 berhubungan dengan KNF pada orang Cina Selatan, tetapi jarang pada

orang kulit putih. Dan telah diidentifikasi bahwa terdapat kelainan pada beberapa

kromosom, yaitu kromosom 1, 2, 3, 4, 5, 6, 8, 9, 11, 13, 14, 15, 16, 17, 22, dan kromosom

X. Penelitian di bagian THT FKUI/RSCM tahun 1997 didapatkan fenotip antigen HLA

8

Page 9: MAKALAH CNF

kelas 1, HLA-A24 dan HLA-B63 untuk kemungkinan faktor penyebab bagi orang

Indonesia asli. Penelitian di Medan menemukan alel gen paling tinggi pada penderita KNF

suku Batak adalah alel gen HLA-DRB1*12 dan HLA-DQB*0301 dimana alel gen yang

potensial sebagai penyebab kerentanan timbulnya KNF pada suku Batak adalah alel gen

HLA-DRB1*08.6

b. Lingkungan/kebiasaan

Beberapa kebiasaan/makanan telah dilaporkan berhubungan dengan meningkatnya

resiko dari KNF. Mengkomsumsi ikan asin dan makanan yang diawetkan yang

mengandung volatile nitrosamin, merupakan faktor karsinogenik yang penting yang

berhubungan dengan KNF. Dan telah terbukti bahwa mengkonsumsi ikan asin sejak anak-

anak meningkatkan resiko KNF di Cina Selatan.5,7

c. Virus Epstein-Barr (VEB)

Virus Epstein-Barr merupakan karsinogen yang menjadi penyebab beberapa keganasan

pada manusia, termasuk KNF. Hubungan antara KNF dan VEB telah diteliti pada beberapa

studi seroepidemik dari berbagai negara. Mereka meneliti adanya DNA VEB persisten

dan/atau virus determined nuclear antigen (EBNA) pada sel-sel KNF. Henle dan Henle,

pertama sekali menerangkan bahwa serum antibodi IgA yaitu virus capsid antigen (VCA)

dan early antigen (EA) berhubungan signifikan dengan KNF (Ganguly, 2003; Lo et al.,

2004). Infeksi laten VEB telah diidentifikasi pada sel-sel kanker pada semua kasus KNF

pada daerah endemik. VEB genome juga telah dideteksi pada karsinoma yang invasif dan

pada lesi displasia (Lo et al., 2004). Protein virus laten (latent membrane protein 1 dan 2)

memiliki efek yang substansial pada ekspresi gen selular, menghasilkan pertumbuhan yang

sangat invasif serta pertumbuhan ganas dari karsinoma.

2.2.2 Klasifikasi

Sesuai dengan klasifikasi karsinoma nasofaring yang diusulkan WHO tahun 1978.

ada tiga jenis bentuk histologik :

1. Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi, terdapat jembatan interseluler dan keratin,

dapat dilihat dengan mikroskop cahaya.

2. Karsinoma nonkeratinisasi, pada pemeriksaan dengan mikroskop cahaya, terdapat

tanda difrensiasi, tetapi tidak ada difrensiasi skuamosa.

9

Page 10: MAKALAH CNF

3. Karsinoma tidak berdifrensiasi, sel mempunyai inti vesikuler, nucleolus yang

menonjol dan dinding sel tidak tegas; tumor tampak lebih berbentuk sinsitium

daripada bentuk susunan batubata.

2.2.3 Pembagian Stadium

T =  Tumor primer14

T0 = Tidak tampak tumor.

T1 = Tumor terbatas di nasofaring.

T2 = Tumor meluas ke jaringan lunak

T2a = perluasan tumor ke orofaring dan / atau rongga hidung tanpa perluasan ke

parafaring.

T2b = disertai perluasan ke parafaring

T3  = Tumor menginvasi struktur tulang dan/atau sinus paranasal 

T4 = Tumor dengan perluasan intrakranial dan/atau keterlibatan saraf kranial, fossa

infratemporal, hipofaring, orbita atau ruang mastikator.

Tx = Tumor tidak jelas besarnya karena pemeriksaan tidak lengkap.

N = Pembesaran kelenjar getah bening regional

Nx = Pembesaran kelenjar getah bening tidak dapat dinilai.

N0  = Tidak ada pembesaran

N1  = Metastasis kelenjar getah bening unilateral, dengan ukuran terbesar kurang

atau sama dengan 6 cm, diatas fossa supraklavikula.

N2  = Metastasis kelenjar getah bening bilateral dengan ukuran terbesar kuran dan

atau sama dengan 6 cm, diatas fossa supraklavikula

N3  = Metastasis kelenjar getah bening bilateral dengan ukuran lebih besar dari 6

cm, atau terletak didalam fossa supraklavikula.

M = Metastase jauh

Mx = Metastasis tidak dapat dinilai.

M0  = Tidak ada metastasis jauh

M1  = Terdapat metastasis jauh

10

Page 11: MAKALAH CNF

Stadium I :

T1 N0 M0

Stadium II :

T2 N0 M0

Stadium III :

T1/T2/T3 - N1 - M0 atau T3 - N0 - M0

Stadium IV :

T4 - N0/N1 - M0 atau T1/T2/T3/T4 -  N2/N3 - M0

atau T1/T2/T3/T4 - N0/N1/N2/N3 - M1

2.2.4 Epidemiologi

Angka insiden karsinoma nasofaring cukup tinggi tergantung dari letak

geografinya. Berdasarkan data IARC (International Agency for Research on Cancer) pada

tahun 2002 ditemukan sekitar 80.000 kasus baru KNF di seluruh dunia dan sekitar 50.000

kasus meninggal diantaranya adalah berasal dari Cina sekitar 40%. Umur rata-rata

penderita KNF yaitu 45-55 tahun, dengan 23.3 kasus/100.000 laki-laki dan 8.9

kasus/100.000 perempuan. Rasio laki-laki : perempuan yaitu 2-3 : 1. Di Indonesia

memberikan hasil yang beragam, dengan laki-laki lebih banyak menderita KNF daripada

perempuan seperti yang telah dilaporkan oleh Armiyanto (2003) 2,2:1; Lutan (2003) 2,3:1;

Henny (2004) 2,4:1; Masrin (2005) dan Harahap (2009) dengan 2,5:1. Kelompok umur

yang terbanyak terjadi adalah pada umur 41-50 tahun. Insiden tertinggi dilaporkan berasal

dari provinsi Guandong dan daerah Guangxi Cina Selatan yaitu mencapai lebih dari 50 per

100.000 orang/tahun. Etnis Cina yang bermigrasi ke luar negeri juga mempunyai angka

insiden yang tinggi, tetapi etnis Cina yang lahir di Amerika Utara, mempunyai angka

insiden yang rendah dibandingkan dengan yang lahir di Cina. Temuan ini mengindikasikan

bahwa faktor genetik, etnik, dan lingkungan memegang peranan penting terhadap

meningkatnya KNF. Insiden yang tinggi juga ditemukan pada penduduk Eskimo di Alaska,

Greenland dan Tunisia sebanyak 15-20 kasus per 100.000 orang per tahun. Angka insiden

sedang ditemukan pada daerah Afrika Utara dan Asia Tenggara (Vietnam, Indonesia,

11

Page 12: MAKALAH CNF

Thailand, Filipina) yaitu antara 3-8 per 100.000/tahun. Dan jarang terjadi pada negara

Eropa dan Amerika Utara. Di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 1998-2002

ditemukan 130 penderita KNF dari 1370 penderita baru onkologi kepala dan leher.

2.2.5. Patogenesis

Akhir-akhir ini ada beberapa faktor yang dianggap cenderung menimbulkan

karsinoma nasofaring walaupun tidak merupakan penyebabnya sendiri. Dugaan adanya

predisposisi genetik disokong oleh berbagai faktor antara lain tingginya angka kejadian

pada orang cina bagian selatan dan dalam pengamatan lebih lanjut angka kejadiannya tetap

lebih tinggi dibandingkan dengan orang kulit putih jika mereka bermigrasi ke daerah yang

predominan orang kulit putih, setidaknya pada generasi pertama. Jika generasi kedua

berinteraksi penuh dengan cara hidup barat (seperti di Hawaii atu California) resiko

terkena karsinoma nasofring menurun, meskipun tidak serendah pada orang kulit putih.

Juga bukti penguat diperoleh dengan pengamatan adanya hubungan langsung antra

karsinoma nasofaring dengan HLA-A2 dan kurang dari dua antigen pada lokus B.

Perubahan lingkungan yang besar turut berperan.

Faktor lingkungan akan didukung oleh pengamatan cara hidup orang cina bagian

selatan. Cara memasak tradisional sering dilakukan dalam ruangan tertutup dan dengan

menggunakan kayu bakar. Pembakaran ini, terutama jika tak sempurna menyebarkan

partikel-partikel besar (5-10 mikrometer) yang dapat tersangkut pada hidung dan

nasofaring dan kemudian tertelan. Jika pembersihan tidak sempurna karena ada penyakit-

penyakit hidung, maka penyakit ini akan menetap lebih lama di nasofaring dan dapat

merangsang tumbuhnya tumor. Beberapa laporan menyebutkan hubungan antara

karsinoma nasofaring dengan makan ikan asin dan rendahnya kadar vitamin C sewaktu

muda. Hal ini juga biasa dalam tradisi masakan cinia. Kekurangan vitamin A diduga

merubah nitrat menjadi zat karsinogen yaitu nitrosamin.

Banyak perhatian ditujukan kepada hubungan langsung antara karsinoma

nasofaring dengan ambang titer antibody virus Epstein-Barr (EBV). Serum pasien-pasien

orang asia dan afrika dengan karsinoma nasofaring primer maupun sekunder telah

dibuktikan mengandung antibody Ig G terhadap antigen kapsid virus (VCA) EB dan

seringkali pula terhadap antigen dini (EA); dan antibody Ig A terhadap VCA (VCA-IgA),

sering dengan titer yang tinggi. Hubungan ini juga terdapat pada pasien Amerika yang

mendapat karsinoma nasofaring aktif. Bentuk-bentuk anti-EBV ini berhubungan dengan

karsinoma nasofaring tak berdifrensiasi dan karsinoma nasofaring non-keratinisasi yang

12

Page 13: MAKALAH CNF

aktif (dengan mikroskop cahaya) tetapi biasanya tidak dengan tumor sel skuamosa atau

elemen limfoid dalam limfoepitelioma.

Nasofaring merupakan rongga dengan dinding kaku diatas, belakang dan lateral.

Ke depan berhubungan dengan rongga hidung melalui koana sehingga sumbatan hidung

merupakan gangguan yang sering timbul. Demikian juga penyebaran tumor ke lateral akan

menyumbat muara tuba Eustachius dan akan mengganggu pendengaran serta menimbulkan

cairan di telinga tengah. Kearah belakang dinding melengkung ke atas dan ke depan dan

terletak di bawah korpus os sphenoid dan bagian basilar dari os oksipital. Nekrosis akibat

penekanan mungkin timbul di tempat-tempat tersebut. Dibelakang atas torus tubarius

terdapat resesus faring atau fosa Rosenmuler dan tepat di ujung atas posteriornya terletak

foramen laserum. Tumor dapat menjalar kearah intracranial dalam dua arah, masing-

masing menimbulkan gejala neurologik yang khas. Perluasan langsung melalui foramen

laserum ke sinus kavernosus dan fosa kranii media menyebabkan gangguan saraf otak III,

IV, VI, dan kadang-kadang II. Sebaliknya penyebaran ke kelenjar faring lateral di dan

sekitar selubung karotis atau jugularis pada ruang retroparotis akan menyebabkan

kerusakan saraf otak ke IX, X, XI dan XII. Saraf otak ke VII dan VIII biasanya jarang

terkena.

2.2.6. Gejala dan Tanda

Gejala karsinoma nasofaring dapat dibagi dalam 4 kelompok, yaitu gejala

nasofaring sendiri, gejala telinga, gejala mata, dan syaraf, serta metastasis atau gejala di

leher.8

a. Gejala nasofaring dapat berupa epistaksis ringan atau sumbatan hidung, untuk itu

nasofaring harus diperiksa dengan cermat kalau perlu dengan nasofaringoskop, karena

seringa gejala belum ada sedangkan tumor sudah tumbuh atau tumor tidak tampak

karena masih terdapat dibawah mukosa (creeping tumor).

b. Gejala pada telinga merupakan gejala dini yang timbul karena tempat asal tumor

dekat muara tuba Eustachius (fosa Rosenmuller). Gangguan dapat berupa tinitus, rasa

tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri di telinga (otalgia). Tidak jarang pasien

dengan gangguan pendengaran ini baru kemudian disadari bahwa penyebabnya adalah

karsinoma nasofaring.

c. Gejala pada mata, karena nasofaring berhubungan dekat dengan rongga tengkorak

melalui beberapa lobang, maka gangguan beberapa lobang, dari beberapa saraf otak

13

Page 14: MAKALAH CNF

dapat terjadi sebagai gejala lanjut karsinoma ini. Penjalaran melalui foramen laserum

akan mengenai saraf otak ke II, IV, VI dan dapat pula ke V, sehingga tidak jarang

gejala diplopia yang membawa pasien lebih dahulu ke dokter mata. Neuralgia

trigeminal merupakan gejala yang sering ditemukan oleh ahli saraf jika belum terdapat

keluhan lain yang berarti.

d. Gejala Neurologis, proses karsinoma yang lanjut akan mengenai saraf otak ke IX, X,

XI dan XII, jika penjalaran melalui foramen jugulare, yaitu suatu tempat yang relatif

jauh dari nasofaring. Gangguan ini sering disebut dengan Jackson syndrome. Bila

sudah mengenai seluruh syaraf otak disebut sindrom unilateral.

Sakit kepala yang hebat juga merupakan gejala yang paling berat bagi penderita

KNF, biasanya merupakan stadium terminal dari KNF. Hal ini disebabkan tumor

mengerosi dasar tengkorak dan menekan struktur di sekitarnya bila sudah terjadi

demikian biasanya prognosisnya buruk.3

e. Gejala di leher, ditandai dengan pembesaran kelenjar limfe regional yang merupakan

penyebaran terdekat secara limfogen dari KNF dapat terjadi unilateral atau bilateral.

Kelenjar limfe retrofaringeal (Rouviere) merupakan tempat pertama penyebaran sel

tumor ke kelenjar, tetapi pembesaran kelenjar limfe ini tidak teraba dari luar. Ciri yang

khas penyebaran KNF ke kelenjar limfe leher yaitu terletak di bawah prosesus mastoid

(kelenjar limfe jugulodigastrik), di bawah angulus mandibula, di dalam otot

sternokleidomastoid, konsistensi keras, tidak terasa sakit, tidak mudah digerakkan

terutama bila sel tumor telah menembus kelenjar dan mengenai jaringan otot di

bawahnya.9,10 Lebih dari 40% dari seluruh kasus KNF, keluhan adanya tumor di leher

ini yang paling sering dijumpai dan yang mendorong penderita untuk datang berobat.

2.2.7. Diagnosis

a. Foto Rontgen

Pemeriksaan foto tengkorak potongan anteroposterior, lateral dan waters

menunjukan massa jaringan lunak di daerah nasofaring. Foto dasar tengkorak

memperlihatkan destruksi atau erosi tulang di daerah fossa serebri media.11

b. CT-Scan

c. Pemeriksaan darah tepi, fungsi hati, ginjal, dan lain-lain (kecurigaan metastasis)11

d. Pemeriksaan serologi

14

Page 15: MAKALAH CNF

Pemeriksaan IgA anti EA dan IgA anti VCA untuk infeksi virus E-B telah

menunjukkan kemajuan dalam mendeteksi karsinoma nasofaring. Tetapi pemeriksaan ini

hanya digunakan untuk menentukan prognosis pengobatan.

Diagnosis pasti ditegakkan dengan melakukan biopsi nasofaring. Biopsi dapat

dilakukan dengan dua cara yaitu dari hidung atau dari mulut. Biopsi dari hidung dilakukan

tanpa melihat jelas tumornya (blind biopsy). Cunam biopsi dimasukkan melalui rongga

hidung menelusuri konka media ke nasofaring kemudian cunam diarahkan ke lateral dan

dilakukan biopsi.

Biopsi melalui mulut dengan memakai bantuan kateter nelaton yang dimasukkan

melalui hidung dan ujung kateter yang berada didalam mulut ditarik keluar dan diklem

bersam-sama ujung kateter yang di hidung. Demikian juga dengan kateter dari hidung

disebelahnya, sehingga palatum mole tertarik keatas. Kemudian dengan kaca laring dilihat

daerah nasofaring. Biopsi dilakukan dengan melihat tumor melalui kaca tersebut atau

memakai nasofaringoskop yang dimasukkan melalui mulut, massa tumor akan terlihat

lebih jelas. Biopsi tumor nasofaring umumnya dilakuan dengan anestsi topical dengan

Xylocain10%.

Bila dengan cara ini masih belum didapatkan hasil yang memuaskan maka

dilakukan pengerokan dengan kuret daerah lateral nasofaring dalam narcosis.

2.2.8. Diagnosis Banding

a. Angiofibroma Nasofaring

b. Karsinoma adenoid kistik (silindroma)

c. Limfoepitelioma

d. Plasmasitoma

e. Kista Nasofaring

f. Tumor neurogenik

15

Page 16: MAKALAH CNF

2.2.9. Penatalaksanaan

a. Terapi

Radioterapi masih merupakan pengobatan utama dan ditekankan pada penggunaan

megavoltage dan pengaturan dengan computer. Pengobatan tambahan yang diberikan

dapat berupa diseksi leher, pemberian tetrasiklin, faktor transfer, interferon, kemoterapi,

seroterapi, vaksin dan anti virus.12

Semua pengobatan tambahan ini masih dalam pengembangan, sedangkan

kemoterapi masih tetap terbaik sebagai terapi adjuvant (tambahan). Bebagai macam

kombinasi dikembangkan, yang terbaik sampai saat ini adalah kombinasi dengan Cis-

platinum sebagai inti.

Pemberian adjuvant kemoterapi Cis-platinum, bleomycin dan 5-fluorouracil saat ini

sedang dikembangkan dengan hasil sementara yang cukup memuaskan. Demikian pula

telah dilakukan penelitian pemberian kemoterapi pra-radiasi dengan epirubicin dan cis-

platinum, meskipun ada efek samping yang cukup berat, tetapi memberikan harapan

kesembuhan yang lebih baik.

Kombinasi kemoterapi dengan mitomycin C dan 5-fluorouracil oral setiap hari

sebelum diberikan radiasi yang bersifat radiosensitizer memperlihatkan hasil yang

memberi harapan akan kesembuhan total pasien karsinoma nasofaring.

Pengobatan pembedahan diseksi leher radikal dilakukan terhadap benjolan di leher

yang tidak menghilang pada penyinaran (residu) atau timbul kembali setelah penyinaran

selesai, tetapi dengan syarat tumor induknya sudah hilang yang dibuktikan dengan

pemeriksaan radiologi dan serologi. Operasi tumor induk sisa (residu) atau kambuh

(residif) diindikasikan, tetapi sering timbul komplikasi yang berat akibat operasi.

Penatalaksanaan berdasarkan stadium :

Stadium I : radioterapi

Stadium II & III : kemoradiasi

Stadium IV dengan N<6cm : kemoradiasi

16

Page 17: MAKALAH CNF

Stadium IV dengan N>6cm : kemotarapi dosis penuh dilanjutkan dengan kemoradiasi.

b. Perawatan paliatif

Perhatian pertama harus diberikan pada pasien dengan pengobatan radiasi. Mulut

rasa kering disebakan oleh kerusakan kelenjar liur mayor maupun minor sewaktu

penyinaran. Tidak banyak yang dilakukan selain menasihatkan pasien untuk makan dengan

banyak kuah, membawa minuman kemanapun pergi dan mencoba memakan dan

mengunyah bahan yang rasa asam sehingga merangsang keluarnya air liur. Gangguan lain

adalah mukositis rongga mulut karena jamur, rasa kaku di daerah leher karena fibrosis

jaringan akibat penyinaran, sakit kepala, kehilangan nafsu makan dan kadang-kadang

muntah atau rasa mual.

Kesulitan yang timbul pada perawatan pasien pasca pengobatan lengkap dimana

tumor tetap ada (residu) akan kambuh kembali (residif). Dapat pula timbul metastasis jauh

pasca pengobatan seperti ke tulang, paru, hati, otak. Pada kedua keadaan tersebut diatas

tidak banyak tindakan medis yang dapat diberikan selain pengobatan simtomatis untuk

meningkatkan kualitas hidup pasien. Pasien akhirnya meninggal dalam keadaan umum

yang buruk, perdarahan dari hidung dan nasofaring yang tidak dapat dihentikan dan

terganggunya fungsi alat-alat vital akibat metastasis tumor.8

2.2.10 Komplikasi

Metastasis jauh ke tulang , hati, dan paru dengan gejala rasa nyeri pada tulang,

batuk-batuk, dan gangguan fungsi hati. 

2.2.11. Kesimpulan

Karsinoma nasofaring adalah tumor ganas yang tumbuh didaerah nasofaring

dengan predileksi di fosa Rossenmuller dan atap nasofaring. Karsinoma nasofaring

merupakan tumor ganas yang sering ditemukan pada pria berusia lebih dari 40 tahun.

Banyak terdapat pada bangsa Asia terutama orang Tionghoa. Biasanya mulai dari daerah

fosa Rossenmuler. Tumor ini tumbuh dari epitel yang meliputi jaringan limfoid. Tumor

primer dapat kecil, akan tetapi telah menimublkan metastasis pada kelenjar limfe regional,

biasanya pada leher. Sudah hampir dipastikan disebabkan oleh virus Epstein-Barr. Faktor

ras, letak geografis, jenis kelamin (laki-laki), faktor lingkungan (iritasi bahan kimia,

17

Page 18: MAKALAH CNF

kebiasaan memasak dengan bahan/ bumbu masakan tertentu, asap sejenis kayu tertentu,

dan faktor genetic juga mempengaruhi. 

18

Page 19: MAKALAH CNF

BAB III

LAPORAN KASUS

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT THT

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BEKASI

Nama Mahasiswa : Adelita Yuli Hapsari 03010003

Galih Arif Setiawan 03010112

Radian Savani 03010229

Dokter pembimbing: dr. Farida Nurhayati, SpTHT-KL

3.1 identitas

Nama : Nuryasin

Usia : 46 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : -

Alamat : -

Pekerjaan : -

Pendidikan : -

3.2 Anamnesis

3.2.1 Keluhan Utama : kuping kanan berdengung terus menerus, samar-samar sejak 3

bulan lalu.

Keluhan tambahan : Telinga terasa penuh kalau kecapean, hidung sebelah kanan

bengkak dan terasa mampet, sering mimisan. Tenggorokan terasa panas, sakit bila

mengunyah, sulit menelan, suara parau, batuk berdahak kental. Sering demam 3 bulan lalu

hilang timbul, penurunan nafsu makan, penurunan berat badan 6 kg selama 3 bulan

terakhir, sering pusing seperti ditusuk sampai pingsan, detak jantung terasa tidak beraturan

19

Page 20: MAKALAH CNF

dan pasien merasa adanya benjolan sejak 1 tahun lalu yang semakin membesar dileher

sebelah kiri dan 1bulan terakhir terasa benjolan di leher sebelah kanan tanpa rasa nyeri.

3.2.2. Riwayat penyakit dahulu

Riwayat magh, Hipertensi, diabetes melitus, alergi, asma disangkal, riwayat

penggunaan obat-obatan sebelumnya tidak ditanyakan

3.2.3. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat alergi (-), Diabetes melitus (-), Hipertensi (-)

3.3 Pemeriksaan Fisik

3.3.1 Keadaan Umum dan Tanda Vital

a. Keadaan umum : Tampak sakit ringan

b. kesadaran : Compos Mentis

c. tanda vital :

Tekanan darah: -Suhu : -Nadi : -RR : -

3.3.2 Status Generalisa. Kepala : Normosefali, deformitas (-), Facies adenoid (-), distribusi rambut

merata

b. Mata : -c. Leher : Pembesaran kelenjar getah bening +/+

d. Thorax

Paru : -Jantung : -

e. Abdomen : -

f. Ekstremitas: -

3.3.3 Status Lokalis (THT)

20

Page 21: MAKALAH CNF

a. Pemeriksaan Telinga

Kanan Kiri

Telinga luar

Daun telinga Normotia Normotia

Retroaurikuler

Hiperemis (-)Abses (-)Nyeri tekan (-)Fistel (-)

Hiperemis (-)Abses (-)Nyeri tekan (-)Fistel (-)

Liang telinga

Lapang + +

Hiperemis - -

Sekret - -

Serumen - -

Membrane timpani Refleks cahaya

Intak dengan retraksi (+) intak dengan retraksi (+)

Pemeriksaan Fungsi Pendengaran

Rinne Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Weber Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Swabach Tidak dilakukan Tidak dilakukan

b. Pemeriksaan hidung

Kanan Kiri

Pemeriksaan luar

Deformitas (-) (-)

Nyeri tekan

Dahi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Pipi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Krepitasi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Rhinoskopi Anterior

Cavum nasi Lapang Lapang

Konka inferior Eutrofi Eutrofi Konka media Tidak tampak Tidak tampak

21

Page 22: MAKALAH CNF

Konka superior Tidak tampak Tidak tampak

Mukosa tidak hiperemis Tidak hiperemis

Septum Deviasi (-) Deviasi (-)

Sekret (-) (-)

Rhinoskopi Posterior Tidak dilakukan Tidak dilakukan

c. Pemeriksaan Mulut dan Orofaring

Kanan Kiri

Gigi

Karies Tidak ada Tidak ada

Lidah

Warna Merah muda Merah muda

Bentuk Normoglossia Normoglossia

Deviasi Tidak ada Tidak ada

Tremor Tidak ada Tidak ada

Arcus faring + uvulaSimetris/tidak Tidak letak tengah, deviasi ke kanan

Warna Normal Normal

Bercak eksudat Tidak ada Tidak ada

Peritonsil

Warna Merah muda Merah muda

Edema Tidak ada Tidak ada

Abses Tidak ada Tidak ada

Tonsil

Ukuran T1 T1

Warna Tidak hiperemis Tidak hiperemis

Permukaan Rata Rata

Kripta Tidak melebar Tidak melebar

Detritus Tidak ada Tidak ada

22

Page 23: MAKALAH CNF

Dinding faring posterior

Warna Tidak hiperemis Tidak hiperemis

Warna jaringan granulasi

Tidak ada Tidak ada

Permukaan Licin Licin

3.4 ResumeDari hasil anamnesis didapatkan pasien laki-laki, usia 46 tahun datang dengan

keluhan utama kuping kanan berdengung terus menerus, samar-samar sejak 3 bulan lalu

dan keluhan lain seperti telinga terasa penuh kalau kecapean, hidung sebelah kanan

bengkak dan mampet, sering mimisan, tenggorokan terasa panas, sakit bila mengunyah,

sulit menelan, suara parau, batuk berdahak kental, sering demam sejak 3 bulan lalu,

penurunan nafsu makan, penurunan berat badan 6 kg selama 3 bulan terakhir, pusing

seperti ditusuk sampai pingsan, detak jantung terasa tidak beraturan dan pasien merasa

adanya benjolan yang semakin membesar namun tidak nyeri dileher sebelah kiri kemudian

1 bulan terakhir terasa benjolan dileher sebelah kanan.

Pada pemeriksaan fisik dan status lokalis, didapatkan kedua membran timpani

retraksi. dan tenggorokan didapatkan letak uvula tidak ditengah/deviasi ke kanan.

Sedangkan pada status lokalis daerah leher didapatkan 4 bejolan dileher sebelah kiri, 1

benjolan berukuran 3x4 cm di sepanjang supraservikal, tidak nyeri, padat/keras, tidak

dapat digerakkan, permukaan rata dan 3 benjolan di supraklavikula kiri sebesar kelereng

konsistensi kenyal, dapat di gerakan, tidak nyeri, permukaan rata. Selain itu juga terdapat

3 benjolan sebelah kanan multipel, dapat digerakkan, kenyal, pemukaan rata, tidak nyeri

terletak di supraklavikula kanan.

3.5 Diagnosis kerjaSuspek KNF

3.6 Diagnosis banding

Angiofibroma Nasofaring

3.7 Pemeriksaan lanjutan

23

Page 24: MAKALAH CNF

1. Darah rutin

2. Biopsi

3. CT-Scan fokus Ca Nasofaring

3.8 Rencana Pengobatan

Medikamentosa

1. Radioterapi 2. Kemoterapi

a. Cis-platinumb. Bleomicync. 5-fluorouracil

Non-medikamentosa

Pengobatan berdasarkan stadium :IV : N<6cm, kemoradiasi

3.9 Prognosis

Ad vitam : dubia ad malamAd sanationam : dubia ad malamAd functionam : dubia ad malam

BAB IV

PEMBAHASAN

24

Page 25: MAKALAH CNF

Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang berasal dari sel

epitel permukaan nasofaring (Brennan, 2006). Tumor ini bermula dari dinding

lateral nasofaring (fosa russenmuller) dan dapat menyebar ke dalam atau keluar

nasofaring menuju dinding lateral, posterosuperior, dasar tengkorak, palatum,

kavum nasi, dan orofaring serta metastase ke kelenjar limfe leher .

Faktor resiko KNF, yakni genetik, infeksi virus Epstein-Barr, lingkungan

(asap, bahan kimia yang terhirup), dan diet (ikan asin, makanan yang diawetkan).13

Faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi keadaan sel normal pada nasofaring.

Dalam keadaan normal, DNA sel yang rusak akan mengalami perbaikan melalui

beberapa mekanisme sehingga tidak timbul suatu masalah, namun pada KNF

karena adanya beberapa faktor resiko, perbaikan DNA tidak dapat berjalan dengan

baik sehingga timbul mutasi genetik pada sel somatik yang akan menyebabkan

penurunan proses apoptosis, inaktifasi gen supresor tumor dan aktifasi dari growth-

promoting oncogenes yang menyebabkan terjadi penurunan proses apoptosis dan

proliferasi sel menjadi abnormal yang nantinya akan membentuk suatu masa dan

akan berkembang menjadi suatu keganasan.8

Fossa rosenmuler merupakan lokasi yang cukup baik untuk timbulnya suatu

keganasan karena merupakan daerah transisional epitel. Massa yang terbentuk pada

nasofaring lambat laun akan semakin membesar sehingga dapat menekan jaringan

sekitarnya, seperti muara tuba eustachius, koana, palatum mole, basis cranii dan

jaringan sekitar lainnya sehingga menimbulkan suatu gejala pada pasien.

Pada kasus ini, setelah melakukan anamnesis pada pasien, pasien mengaku

sudah merasakan adanya benjolan dileher sebelah kiri sejak 1 tahun lalu, namun

pasien mengabaikan benjolan tersebut karena merasa tidak timbul nyeri atau gejala

apapun yang mengganggu aktifitas sehari-hari. Semakin hari benjolan tersebut

semakin membesar hingga pada 3 bulan lalu pasien merasa timbul berbagai

macam gejala, seperti sering demam, sering mimisan, kuping berdengung secara

terus menerus, penurunan pendengaran, batuk berdahak kental, suara parau, panas

ditenggorokan, sulit mengunyah dan menelan, penurunan nafsu makan dan berat

badan, pusing seperti ditusuk diseluruh kepala sampai tidak sadarkan diri, dan

merasa detak jantungnya tidak stabil. Gejala tersebut timbul jika pasien terlalu

lelah.

25

Page 26: MAKALAH CNF

Gejala – gejala yang timbul tergantung dari letak massa tumor tersebut.

Gejala pada pasien ini, yaitu :

1. Benjolan di leher

Benjolan yang timbul di leher sebelah kiri pasien (dibawah telinga)

semakin membesar, tidak nyeri dan semakin tidak dapat digerakan. Letak

benjolan merupakan gejala yang khas pada KNF yaitu 3-5 cm dibawah

telinga dan tidak nyeri. Benjolan ini merupakan pembesaran kelenjar limfe,

sebagai pertahanan pertama sebelum sel tumor ke bagian tubuh yang lebih

jauh. Selanjutnya sel-sel kanker dapat berkembang terus, menembus

kelenjar dan mengenai otot di bawahnya. Kelenjarnya menjadi lekat pada

otot dan sulit digerakan. Keadaan ini merupakan gejala yang lebih lanjut

lagi. Selain di leher sebelah kiri, terdapat benjolan multipel pada daerah

supra klavikula kanan sebesar kelereng, dapat digerakkan, kenyal, dan tidak

nyeri, keadaan ini merupakan penyebaran ke kelenjar limfe kontralateral

akibat KNF.3

2. Demam

Demam yang terjadi bisa disebabkan karena adanya proses infeksi baik

virus maupun bakteri yang melalui berbagai mekanisme pengaturan suhu di

otak sehingga menimbulkan demam.

3. Sering mimisan

Hal ini bisa terjadi karena KNF merupakan jaringan yang rapuh sehingga

jika timbul suatu iritasi ringan sekalipun akan mudah mengalami suatu

perdarahan.

4. Kuping berdengung terus menerus dan pendengaran menurun

Gejala ini bisa timbul karena oklusi tuba esutachius akibat massa KNF

sehingga terjadi gangguan pada aktivitas elektrik di area auditorius yang

menimbulkan perasaan adanya bunyi.14 Selain itu, oklusi tuba eustachius

juga dapat menganggu hantaran suara yang menyebabkan terjadinya

penurunan pendengaran.

5. Batuk berdahak kental

26

Page 27: MAKALAH CNF

Selain dari KNF, batuk berdahak ini dapat disebabkan karena adanya

infeksi saluran nafas atas yang memicu pembentukan mukus oleh sel goblet

sebagai mekanisme pertahanan.

6. Suara parau dan panas di tenggorokan

Suara parau memiliki banyak penyebab yang pada prinsipnya menimpa

laring dan sekitarnya mulai dari infeksi, gangguan neurologi sampai pada

kasus keganasan akibat metastasis dari KNF, sedangkan rasa panas

ditenggorokan merupakan gejala yang timbul karena adanya suatu

peradangan di sekitar faring bisa karena pengaruh dari peradangan KNF itu

sendiri, infeksi atau keduanya.

7. Sulit mengunyah dan menelan, penurunan nafsu makan dan berat

badan menurun.

Jika KNF telah mengalami metastasis dan mengenai m. Pterigoid maka

gerakan mandibula akan terganggu. Selain itu, dilihat dari batas lateral

nasofaring, yakni dibagian bawah adenoid (dekat fossa rosenmuler) terdapat

m. Constrictor pharyngeus superior yang berfungsi untuk menelan, sangat

mungkin untuk terjadinya penekanan oleh KNF sehingga refleks menelan

menjadi terganggu. Kesulitan menelan juga bisa disebabkan karena adanya

gangguan pada saraf IX. Dari dua mekanisme yang terganggu ini secara

tidak langsung mempengaruhi nafsu makan dan berat badan pasien.3

8. Sakit kepala hebat

Sakit kepala yang hebat sampai penurunan kesadaran merupakan gejala

yang paling berat bagi penderita KNF, biasanya merupakan stadium

terminal dari KNF. Hal ini disebabkan tumor mengerosi dasar tengkorak

dan menekan struktur di sekitarnya.3,15

9. Detak jantung tidak stabil

Pada peningkatan ukuran tumor atau metastasis memerlukan

kapilarisasi yang memadai dehingga sel tumor di suplai dengan oksigen

dan zat lainnya. Angiogenesis dirangsang melalui pelepasan mediator dan

dapat dihambat oleh penghambat angiogenesis (misalnya, angiostatin dan

endostatin). Jika ukuran tumor terlalu besar, diperlukan aliran darah

tambahan yang akan dapat meningkatkan curah jantung, dan hal tersebut

yang membuat kontraksi menjadi lebih besar dari biasanya sehingga

dirasakan detak jantung yang tidak stabil pada pasien.16 Selain itu, detak

27

Page 28: MAKALAH CNF

jantung yang tidak stabil disebabkan adanya faktor stres ataupun nyeri yang

mempengaruhi pelepasan hormon adrenalin berkaitan dengan peningkatan

detak jantung.

Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan :

I. TELINGA (AD/AS)

Liang telinga lapang, tidak ada serumen atau sekret, nyeri tekan tragus (-/-).

Hal ini terjadi karena pada pasien ini tidak adanya infeksi di telinga, baik

telinga luar maupun telinga dalam.

II. HIDUNG

Kedua cavum nasi lapang, tanpa sekret dengan konka eutrofi dan tidak livid.

KNF yang ada belum terlalu mempengaruhi fungsi hidung sehingga hidung

pasien masih dalam batas normal, hanya saja pada waktu tertentu (kelelahan)

timbul epistaksis yang terjadi karena adanya iritasi pada KNF.

III. TENGGOROKAN

Uvula deviasi ke kanan, arcus faring tidak simetris dan tidak hiperemis. Hal

ini terjadi karena adanya gangguan pada saraf XI yang menyebabkan

terjadinya hemiparese palatum mole sehingga arcus faring menjadi tidak

simetris. Hasil temuan tidak didapatkan faring yang hiperemis, hal tersebut

dimungkinkan karena pada saat pemeriksaan pasien tidak sedang dalam

keadaan infeksi.

Dari hasil temuan benjolan dapat disimpulkan stadium KNF dengan menggunakan

sistem TNM, yakni :

Stadium IV T1N3M0

T1 : Tumor terbatas pada satu lokalisasi saja (lateral/posterosuperior/atap dan lain-lain).

N3: Terdapat pembesaran, baik homolateral, kontralateral, maupun bilateral yang sudah

melekat pada jaringan sekitar.

M0 : Metastasis dekat.

BAB V

28

Page 29: MAKALAH CNF

KESIMPULAN

Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik pada pasien ini dapat ditegakkan diagnosis kerja

yaitu Karsinoma nasofaring stadium IV dengan diagnosis banding Angiofibroma Nasofaring.

Untuk menegakkan diagnosis pasti dianjurkan untuk melakukan biopsi dan CT-Scan fokus

Ca Nasofaring. Rencana terapi yang akan diberikkan adalah kemoradiasi dan terapi ajuvan.

DAFTAR PUSTAKA

29

Page 30: MAKALAH CNF

1. American Cancer Society. Cancer Facts & Figures 2013. Atlanta, Ga: American

Cancer Society; 2013.

2. Deteksi Dini kanker Nasofaring. Available at:http://www.ugm.ac.id/id/berita/8628-

deteksi.dini.kanker.nasofaring.dengan.cepat.mudah.dan.murah. accessed on June

16th 2014.

3. Witte MC, Neel HB. Nasopharyngeal cancer. In: Bailey Byron J., editor. Head &

Neck Surgery-Otolaryngology. Philadelphia, New York: Lippincott-Raven; 1998

4. Gustafson RO, Neel HB. Cancer of the Nasopharynx In: Myers EN, Suen JY .

Cancer of The Head dan Neck. 2nd ed. New York: Churchill Livingstone; 1989. p.

494-508.

5. Ganguly NK. Epidemiological and Etiological Factors Associated with

Nasopharyngeal Carcinoma. ICMR Bulletin 2003;(9):33.

6. Delfitri M. Asosiasi Antara Alel Gen HLA-DRB1 dan HLA-DQB1 dengan

Kerentanan Timbulnya Karsinoma Nasofaring Pada Suku Batak. Univ. Sumatra

Utara Medan, 2007. Disertasi

7. Lin HS. Malignant Nasopharyngeal Tumors. 2006, Available at

http://www.emedicine.com .

8. Roezin A., dan Syafril A., 1990. Karsinoma Nasofaring dalam Buku ajar ilmu

kesehatan telinga, hidung, tenggorok, kepala, leher. Ed 5th. Jakarta: FKUI.p.146-

159.

9. Soetjipto D. Karsinoma Nasofaring. Dalam: Tumor Telinga Hidung dan

Tenggorok,Diagnosis dan Penatalaksanaan. Jakarta 1989;FK-UI: 71-84.

10. Ahmad A. Diagnosis dan Tindakan Operatif pada Penatalaksanaan Karsinoma

Nasofaring, dalam Simposium Perkembangan Multimodalitas Penatalaksanaan

Kanker Nasofaring dan Pengobatan Suportif. FK-UI Jakarta, 2002. Hal. 1-13

11. Mansjoer, Arif., et al (eds), 1999. Kapita Selekta Kedokteran ed.III, jilid 1, FKUI,

Media Aesculapius, Jakarta

12. Asroel, Harry A. "Penatalaksanaan radioterapi pada karsinoma nasofaring." FK

Universitas Sumatera Utara Bag THT (2002).

13. Kanker Nasofaring. Available at: http://www.dharmais.co.id/index.php/kanker-

nasofaring.html accessed on June 14th 2014..

30

Page 31: MAKALAH CNF

14. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD.2014. Buku ajar ilmu

kesehatan telinga, hidung, tenggorok, kepala, leher: Tinitus, ed 7th. Jakarta:

FKUI.p.89.

15. Ahmad A. Diagnosis dan Tindakan Operatif pada Penatalaksanaan Karsinoma

Nasofaring, dalam Simposium Perkembangan Multimodalitas Penatalaksanaan

Kanker Nasofaring dan Pengobatan Suportif. FK-UI Jakarta, 2002. p.1-13.

16. Lang F. Teks Berwarna Patofisiologi : Akibat Tumor. Jakarta: EGC, 2006.

17. Pabst R, Putz R. Sobotta : Atlas Anatomi Manusia. Ed 22nd Jakarta: EGC.2007.

31