makalah ards

31
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ARDS adalah keadaan darurat medis yang dipicu oleh berbagai proses akut yang berhubungan langsung ataupun tidak langsung dengan kerusakan paru. (Aryanto Suwondo, 2006). ARDS mengakibatkan terjadinya gangguan paru yang progresif dan tiba- tiba ditandai dengan sesak napas yang berat, hipoksemia dan infiltrat yang menyebar dikedua belah paru. ARDS ( juga disebut syok paru) akibat cedera paru dimana sebelumnya paru sehat, sindrom ini mempengaruhi kurang lebih 150.000 sampai 200.000 pasien tiap tahun, dengan laju mortalitas 65% untuk semua pasien yang mengalami ARDS. Faktor resiko menonjol adalah sepsis. Kondisi pencetus lain termasuk trauma mayor, KID, tranfusi darah, aspirasi tenggelam, inhalasi asap atau kimia, gangguan metabolik toksik, pankreatitis, eklamsia, dan kelebihan dosis obat. Perawatan akut secara khusus menangani perawatan kritis dengan intubasi dan ventilasi mekanik (Doenges 1999 hal 217). ARDS berkembang sebagai akibat kondisi atau kejadian berbahaya berupa trauma jaringan paru baik secara langsung maupun tidak langsung. ARDS terjadi sebagai akibat cedera atau trauma pada membran alveolar kapiler yang mengakibatkan kebocoran cairan kedalam ruang interstisiel alveolar dan perubahan dalam jaring- jaring kapiler, terdapat ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi 1

Upload: sang-playmaker

Post on 27-Jun-2015

5.348 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: makalah ARDS

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

ARDS adalah keadaan darurat medis yang dipicu oleh berbagai proses akut yang

berhubungan langsung ataupun tidak langsung dengan kerusakan paru. (Aryanto Suwondo,

2006). ARDS mengakibatkan terjadinya gangguan paru yang progresif dan tiba-tiba ditandai

dengan sesak napas yang berat, hipoksemia dan infiltrat yang menyebar dikedua belah paru.

ARDS ( juga disebut syok paru) akibat cedera paru dimana sebelumnya paru sehat,

sindrom ini mempengaruhi kurang lebih 150.000 sampai 200.000 pasien tiap tahun, dengan laju

mortalitas 65% untuk semua pasien yang mengalami ARDS. Faktor resiko menonjol adalah

sepsis. Kondisi pencetus lain termasuk trauma mayor, KID, tranfusi darah, aspirasi tenggelam,

inhalasi asap atau kimia, gangguan metabolik toksik, pankreatitis, eklamsia, dan kelebihan dosis

obat. Perawatan akut secara khusus menangani perawatan kritis dengan intubasi dan ventilasi

mekanik (Doenges 1999 hal 217).

ARDS berkembang sebagai akibat kondisi atau kejadian berbahaya berupa trauma

jaringan paru baik secara langsung maupun tidak langsung. ARDS terjadi sebagai akibat cedera

atau trauma pada membran alveolar kapiler yang mengakibatkan kebocoran cairan kedalam

ruang interstisiel alveolar dan perubahan dalam jaring-jaring kapiler, terdapat ketidakseimbangan

ventilasi dan perfusi yang jelas akibat akibat kerusakan pertukaran gas dan pengalihan ekstansif

darah dalam paru-paru. ARDS menyebabkan penurunan dalam pembentukan surfaktan, yang

mengarah pada kolaps alveolar. Komplians paru menjadi sangat menurun atau paru-paru menjadi

kaku akibatnya adalah penuruna karakteristik dalam kapasitas residual fungsional, hipoksia berat

dan hipokapnia ( Brunner & Suddart 616).

Oleh karena itu, penanganan ARDS sangat memerlukan tindakan khusus dari perawat

untuk mencegah memburuknya kondisi kesehatan klien. Hal tersebut dikarenakan klien yang

mengalami ARDS dalam kondisi gawat yang dapat mengancam jiwa klien.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan ARDS?

2. Apa penyebab dari ARDS?

1

Page 2: makalah ARDS

3. Bagaimana manifestasi klinis dari ARDS?

4. Bagaimana patofisiologi dari ARDS?

5. Apa pemeriksaan penunjang untuk ARDS?

6. Bagaimana komplikasi ARDS?

7. Bagaimana penatalaksanaan ARDS?

8. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan ARDS?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Menjelaskan tentang ARDS dan Asuhan Keperawatan pada klien dengan kasus ARDS.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Menjelaskan tentang ARDS.

2. Menjelaskan tentang penyebab dari ARDS.

3. Menjelaskan tentang manifestasi klinis dari ARDS.

4. Menjelaskan tentang patofisiologi dari ARDS.

5. Menjelaskan tentang pemeriksaan penunjang untuk ARDS.

6. Menjelaskan tentang komplikasi ARDS.

7. Menjelaskan tentang penatalaksanaan ARDS.

8. Menjelaskan tentang asuhan keperawatan pada klien dengan ARDS.

2

Page 3: makalah ARDS

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) merupakan kerusakan paru total akibat

berbagai etiologi. Keadaan ini dapat dipicu oleh berbagai hal, misalnya sepsis, pneumonia viral

atau bakterial, aspirasi isi lambung, trauma dada, syok yang berkepanjangan, terbakar, emboli

lemak, tenggelam, transfusi darah masif, bypass kardiopulmonal, keracunan O2, perdarahan

pankreatitis akut, inhalasi gas beracun, serta konsumsi obat-obatan tertentu. ADRS merupakan

keadaan darurat medis yang dipicu oleh berbagai proses akut yang berhubungan langsung

ataupun tidak langsung dengan kerusakan paru (Aryanto Suwondo, 2006)

ARDS atau Sindroma Distres Pernafasan Dewasa ( SDPD ) adalah kondisi kedaruratan

paru yang tiba-tiba dan bentuk kegagalan nafas berat, biasanya terjadi pada orang yang

sebelumnya sehat yang telah terpajan pada berbagai penyebab pulmonal atau non-pulmonal

( Hudak, 1997).

ARDS adalah Penyakit akut dan progressive dari kegagalan pernafasan disebabkan

terhambatnya proses difusi oksigen dari alveolar ke kapiler (a-c block) yang disebabkan oleh

karena terdapatnya edema yang terdiri dari cairan koloid protein baik interseluler maupun intra

alveolar. (Prof. Dr. H. Tabrani Rab, 2000)

2.2 Epidemiologi

ARDS (juga disebut syok paru) akibat cedera paru dimana sebelumnya paru sehat,

sindrom ini mempengaruhi kurang lebih 150.000 sampai 200.000 pasien tiap tahun, dengan laju

mortalitas 65% untuk semua pasien yang mengalami ARDS. Faktor resiko menonjol adalah

sepsis. Kondisi pencetus lain termasuk trauma mayor, KID, tranfusi darah, aspirasi tenggelam,

inhalasi asap atau kimia, gangguan metabolik toksik, pankreatitis, eklamsia, dan kelebihan dosis

obat. Perawatan akut secara khusus menangani perawatan kritis dengan intubasi dan ventilasi

mekanik (Doenges 1999 hal 217).

Penderita yang bereaksi baik terhadap pengobatan, biasanya akan sembuh total, dengan

atau tanpa kelainan paru-paru jangka panjang. Pada penderita yang menjalani terapi ventilator

3

Page 4: makalah ARDS

dalam waktu yang lama, cenderung akan terbentuk jaringan parut di paru-parunya. Jaringan parut

tertentu membaik beberapa bulan setelah ventilator dilepas.

http://medicastore.com/penyakit/106/Sindroma_Gawat_Pernafasan_Akut.html 09.42, 140909

2.3 Etiologi

ARDS berkembang sebagai akibat kondisi atau kejadian berbahaya berupa trauma

jaringan paru baik secara langsung maupun tidak langsung. Penyebabnya bisa penyakit apapun,

yang secara langsung ataupun tidak langsung melukai paru-paru:

1. Trauma langsung pada paru

a. Pneumoni virus,bakteri,fungal

b. Contusio paru

c. Aspirasi cairan lambung

d. Inhalasi asap berlebih

e. Inhalasi toksin

f. Menghisap O2 konsentrasi tinggi dalam waktu lama

2. Trauma tidak langsung

a. Sepsis

b. Shock, Luka bakar hebat, Tenggelam

c. DIC (Dissemineted Intravaskuler Coagulation)

d. Pankreatitis

e. Uremia

f. Overdosis Obat seperti heroin, metadon, propoksifen atau aspirin.

g. Idiophatic (tidak diketahui)

h. Bedah Cardiobaypass yang lama

i. Transfusi darah yang banyak

j. PIH (Pregnand Induced Hipertension)

k. Peningkatan TIK

l. Terapi radiasi

m. Trauma hebat, Cedera pada dada

Gejala biasanya muncul dalam waktu 24-48 jam setelah terjadinya penyakit atau cedera.

SGPA(sindrom gawat pernafasan akut) seringkali terjadi bersamaan dengan kegagalan organ

4

Page 5: makalah ARDS

lainnya, seperti hati atau ginjal. Salah satu faktor resiko dari SGPA adalah merokok sigaret.

Angka kejadian SGPA adalah sekitar 14 diantara 100.000 orang/tahun.

Menurut Hudak & Gallo (1997), gangguan yang dapat mencetuskan terjadinya ARDS adalah:

Sistemik : a. Syok karena beberapa penyebab

b. Sepsis gram negative

c. Hipotermia, Hipertermia

d. Takar lajak obat (Narkotik, Salisilat, Trisiklik, Paraquat,Metadone, Bleomisin)

e. Gangguan hematology (DIC, Transfusi massif, Bypass kardiopulmonal)

f. Eklampsia

g. Luka bakar

Pulmonal : a. Pneumonia (Viral, bakteri, jamur, penumosistik karinii)

b. Trauma (emboli lemak, kontusio paru)

c. Aspirasi ( cairan gaster, tenggelam, cairan hidrokarbon )

d. Pneumositis

Non-Pulmonal : a. Cedera kepala

b. Peningkatan TIK

c. Pascakardioversi

d. Pankreatitis

e. Uremia

2.4 Patofisiologi

ARDS terjadi sebagai akibat cedera atau trauma pada membran alveolar kapiler yang

mengakibatkan kebocoran cairan kedalam ruang interstisiel alveolar dan perubahan dalam jaring-

jaring kapiler, terdapat ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi yang jelas akibat kerusakan

pertukaran gas dan pengalihan ekstansif darah dalam paru-paru. ARDS menyebabkan penurunan

dalam pembentukan surfaktan, yang mengarah pada kolaps alveolar. Komplians paru menjadi

sangat menurun atau paru-paru menjadi kaku akibatnya adalah penurunan karakteristik dalam

kapasitas residual fungsional, hipoksia berat dan hipokapnia (Brunner & Suddart 616).

Ada 3 fase dalam patogenesis ARDS:

1. Fase Eksudatif

5

Page 6: makalah ARDS

Fase permulaan, dengan cedera pada endothelium dan epitelium, inflamasi, dan eksudasi

cairan. Terjadi 2-4 hari sejak serangan akut.

2. Fase Proliferatif

Terjadi setelah fase eksudatif, ditandai dengan influks dan proliferasi fibroblast, sel tipe

II, dan miofibroblast, menyebabkan penebalan dinding alveolus dan perubahan eksudat

perdarahan menjadi jaringan granulasi seluler/membran hialin. Fase proliferatif

merupakan fase menentukan yaitu cedera bisa mulai sembuh atau menjadi menetap, ada

resiko terjadi lung rupture (pneumothorax).

3. Fase Fibrotik/Recovery

Jika pasien bertahan sampai 3 minggu, paru akan mengalami remodeling dan fibrosis.

Fungsi paru berangsurangsur membaik dalam waktu 6 – 12 bulan, dan sangat bervariasi

antar individu, tergantung keparahan cederanya.

Perubahan patofisiologi berikut ini mengakibatkan sindrom klinis yang dikenal sebagai

ARDS (Philip etal, 1995):

a. Sebagai konsekuensi dari serangan pencetus, complement cascade menjadi aktif yang

selanjutnya meningkatkan permeabilitas dinding kapiler.

b. Cairan, lekosit, granular, eritrosit, makrofag, sel debris, dan protein bocor kedalam ruang

interstisiel antar kapiler dan alveoli dan pada akhirnya kedalam ruang alveolar.

c. Karena terdapat cairan dan debris dalam interstisium dan alveoli maka area permukaan untuk

pertukaran oksigen dan CO2 menurun sehingga mengakibatkan rendahnyan rasio ventilasi-

perfusi dan hipoksemia.

d. Terjadi hiperventilasi kompensasi dari alveoli fungsional, sehingga mengakibatkan

hipokapnea dan alkalosis resiratorik.

e. Sel-sel yang normalnya melaisi alveoli menjadi rusak dan diganti oleh sel-sel yang tidak

menghasilkan surfaktan ,dengan demikian meningkatkan tekanan pembukaan alveolar.

ARDS biasanya terjadi pada individu yang sudah pernah mengalami trauma fisik,

meskipun dapat juga terjadi pada individu yang terlihat sangat sehat segera sebelum awitan,

misalnya awitan mendadak seperti infeksi akut. Biasanya terdapat periode laten sekitar 18-24

jam dari waktu cedera paru sampai berkembang menjadi gejala. Durasi sindrom dapat dapat

beragam dari beberapa hari sampai beberapa minggu. Pasien yang tampak sehat akan pulih dari

6

Page 7: makalah ARDS

ARDS. Sedangkan secara mendadak relaps kedalam penyakit pulmonary akut akibat serangan

sekunder seperti pneumotorak atau infeksi berat (Yasmin Asih. Hal 125).

Sebenarnya sistim vaskuler paru sanggup menampung penambahan volume darah sampai 3 kali

normalnya, namun pada tekanan tertentu, cairan bocor keluar masuk ke jaringan interstisiel dan

terjadi edema paru.( Jan Tambayog 2000, hal 109).

2.5 Manifestasi Klinik

Ciri khas ARDS adalah hipoksemia yang tidak dapat diatasi selama bernapas spontan.

Frekuensi pernapasan sering kali meningkat secara bermakna dengan ventilasi menit tinggi.

Sianosis dapat atau tidak terjadi. Hal ini harus diingat bahwa sianosis adalah tanda dini dari

hipoksemia.

Gejala klinis utama pada kasus ARDS adalah:

a. Distres pernafasan akut: takipnea, dispnea , pernafasan menggunakan otot aksesoris

pernafasan dan sianosis sentral.

b. Batuk kering dan demam yang terjadi lebih dari beberapa jam sampai seharian.

c. Auskultasi paru: ronkhi basah, krekels halus di seluruh bidang paru, stridor, wheezing.

d. Perubahan sensorium yang berkisar dari kelam pikir dan agitasi sampai koma.

e. Auskultasi jantung: bunyi jantung normal tanpa murmur atau gallop

( YasminAsih Hal 128 ).

Sindroma gawat pernafasan akut terjadi dalam waktu 24-48 jam setelah kelainan

dasarnya. Mula-mula penderita akan merasakan sesak nafas, bisanya berupa pernafasan yang

cepat dan dangkal. Karena rendahnya kadar oksigen dalam darah, kulit terlihat pucat atau biru,

dan organ lain seperti jantung dan otak akan mengalami kelainan fungsi. Hilangnya oksigen

karena sindroma ini dapat menyebabkan komplikasi dari organ lain segera setelah sindroma

terjadi atau beberapa hari/minggu kemudian bila keadaan penderita tidak membaik.

Kehilangan oksigen yang berlangsung lama bisa menyebabkan komplikasi serius seperti

gagal ginjal. Tanpa pengobatan yang tepat, 90% kasus berakhir dengan kematian. Bila

pengobatan yang diberikan sesuai, 50% penderita akan selamat. Karena penderita kurang mampu

7

Page 8: makalah ARDS

melawan infeksi, mereka biasanya menderita pneumonia bakterial dalam perjalanan penyakitnya.

Gejala lainnya yang mungkin ditemukan:

a. Cemas, merasa ajalnya hampir tiba

b. Tekanan darah rendah atau syok (tekanan darah rendah disertai oleh kegagalan organ

lain)

c. Penderita seringkali tidak mampu mengeluhkan gejalanya karena tampak sangat sakit.

http://medicastore.com/penyakit/106/Sindroma_Gawat_Pernafasan_Akut.html 09.42, 140909

2.6. Diagnosa

Diagnosa dini sukar untuk ditegakkan baik dari pemeriksaan faal paru maupun dari

pemeriksaan radiologi. Setiap pasien dengan predileksi terdapatnya ARDS dapat dicurigai

ARDS bila didapatkan pemeriksaan radiologi infiltrat yang luas dimana tidak terdapat

pneumonia. Kadar FiO2 yang tinggi diperlukan untuk mempertahankan PO2. Kecurigaan

tergadap ARDS bils didapatkan sesak napas yang berat disertai dengan infiltrat yang luas pada

paru yang terjadi secara akut sementara tidak terdapat faktor-faktor yang menyebabkan

terjadinya dekompensasi kiri yang dapat menyebabkan edema jantung (cardiac edema).

• Pada pemeriksaan fisis pada edema jantung terdapat trias dekompensasi, yakni, bunyi

gallop, takikardi, dan ronkhi basal. Takikardi dan ronchi basal susah untuk dibedakan

antara ARDS dengan edema jantung, akan tetapi bunyi gallop tidak terdapat pada ARDS.

Demikian pula tanda bendungan berupa peninggian tekanan jugular tidak didapatkan

pada ARDS. Gambaran radiologi pada ARDS infiltrat di perifer sementara pada edema

jantung perihilar. Pada pemeriksaab laboratorium cairan edema kristaloid pada ARDS

koloid. Salah satu perbedaan antara edema jantung dan ARDS yang membawa dampak

pada pemberian oksigen dimana pada edema jantung terdapat korelasi antara FiO2 dan

PaO2 oleh karena shunt sedikit bertambah tapi pada ARDS tidak terdapat korelasi pada

FiO2 dan PaO2 oleh karena shunt yang jauh lebih banyak dari pada edema paru. Kriteria

yang digunakan untuk menyatakan ARDS bila terdapat difus infiltrat bilateral, refrakter

hipoksemia, berkurang statik komplain paru (lung compliance) dan bertambahnya shunt

(QS/QT). PaO2/FiO2 < 200 sedangkan PCWP <18mmHg in Swan-Ganz Catheter

8

Page 9: makalah ARDS

2.7 Penatalakasanaan

Tujuan terapi

a. Tidak ada terapi yang dapat menyembuhkan, umumnya bersifat suportif

b. Terapi berfokus untuk memelihara oksigenasi dan perfusi jaringan yang adekuat

c. Mencegah komplikasi nosokomial (kaitannya dengan infeksi)

Farmakologi

a. Inhalasi NO2 dan vasodilator lain

b. Kortikosteroid (masih kontroversial: no benefit, kecuali bagi yang inflamasi eosinofilik)

c. Ketoconazole: inhibitor poten untuk sintesis tromboksan dan menghambat biosintesis

leukotrienesmungkin bisa digunakan untuk mencegah ARDS

Non-farmakologi

a. Ventilasi mekanisdgn berbagai teknik pemberian, menggunakan ventilator, mengatur

PEEP (positive-end expiratory pressure)

b. Pembatasan cairan

c. Pemberian surfaktan tidak dianjurkan secara rutin

9

Page 10: makalah ARDS

2.9 WOC (terlampir)

10

Page 11: makalah ARDS

BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

1. Anamnesa

a. Keadaan Umum:

Takipnea, dispnea, sesak nafas, pernafasan menggunakan otot aksesoris pernafasan

dan sianosis sentral.

b. Riwayat Penyakit Sekarang:

Sesak nafas, bisanya berupa pernafasan yang cepat dan dangkal. Batuk kering dan

demam yang terjadi lebih dari beberapa jam sampai seharian. Kulit terlihat pucat atau

biru.

c. Riwayat Penyakit Dahulu

Sepsis, Shock (hemoragi, pankreatitis hemoragik), Luka bakar hebat, Tenggelam DIC

(Dissemineted Intravaskuler Coagulation), Pankreatitis, Uremia, Bedah Cardiobaypass

yang lama, PIH (Pregnand Induced Hipertension), Peningkatan TIK, Trauma hebat

(cedera kepala, cedera dada, rudapaksa paru), Radiasi, Fraktur majemuk (emboli

lemak berkaitan dengan fraktur tulang panjang seperti femur), Riwayat merokok.

d. Riwayat Penyakit Keluarga

e. Riwayat Alergi

2. Pemeriksaan Fisik

B1 (Breath) : sesak nafas, nafas cepat dan dangkal, batuk kering, ronkhi basah, krekels

halus di seluruh bidang paru, stridor, wheezing.

B2 (Blood) : pucat, sianosis (stadium lanjut), tekanan darah bisa normal atau

meningkat (terjadinya hipoksemia), hipotensi terjadi pada stadium lanjut

(shock), takikardi biasa terjadi, bunyi jantung normal tanpa murmur atau

gallop.

B3 (Brain) : kesadaran menurun (seperti bingung dan atau agitasi), tremor.

B4 (Bowel) : -

11

Page 12: makalah ARDS

B5 (Bladder) : -

B6 (Bone) : kemerahan pada kulit punggung setelah beberapa hari dirawat.

3. Pemeriksaan Diagnostik

LED : meningkat pada hampir semua kasus, jumlah eosinofilnya normal.

Tes fungsi paru : normal atau menunjukkan defek restriktik disertai gangguan pertukaran

udara.

BGA : hasil BGA menunjukkan adanya hipoksemia.

Biopsi Darah :

PaO2/FiO2 < 200 = ARDS

PaO2/FiO2 < 300=ALI

Foto thorak dan CT : terdapat infiltrasi jaringan parut lokasi terpusat pada region perihilir paru

yang biasanya multivokal. Pada tahap lanjut, interstisial bilatareral difus dan alveolar

infiltrate menjadi bukti dan dapat melibatkan semua lobus paru.Ukuran jantung normal,

berbeda dari edema paru kardogenik. Gas darah arteri seri membedakan gambaran

kemajuan hipoksemia, hipokapnea dapat terjadi pada tahap awal sehubungan dengan

hiperventilasi. Alkalosis respiratorik dapat terjadi pada tahap dini dan pada tahap lanjut

terjadi asidosis metabolik. Tes fungsi paru, Pengukuran pirau, dan kadar asam laktat

meningkat (Doenges1999 Hal 218 – 219 ).

Shunt Measurement (Qs/Qt) : tidak terdapat korelasi antara FiO2 dengan PaO2.

Alveolar-Arterial Gradient (A-a gradient)

Berguna dalam membedakan ekstrapulmoner dan paru penyebab resp. failure. kegagalan.

For any age, an Aa gradient > 20 mm of Hg is always abnormal. Untuk setiap usia,

seorang Aa gradien> 20 mm Hg selalu abnormal.

A-a O2 Gradient = [ (FiO2) * (Atmospheric Pressure - H2O Pressure) - (PaCO2/0.8) ] - PaO2 from

ABG

Normal Gradient Estimate = (Age/4) + 4

High gradients result from impaired diffusion or, more commonly, by ventilation-perfusion

inequality of the "shunting" variety. A normal A-a gradient is less than 10 torr. The age (years) /

4 + 4 is another conservative estimate of a normal gradient.

12

Page 13: makalah ARDS

The calculations above assume 100% humidity at sea level and a respiratory quotient of 0.8,

using the alveolar gas equation to determine PAO2:

PAO2 = ( FiO2 * (760 - 47)) - (PaCO2 / 0.8)

A-a gradient = PAO2 - PaO2

Lactic Acid Level

3.2 Diagnosa Keperawatan

1. Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan hilangnya fungsi jalan nafas,

peningkatan sekret pulmonal, peningkatan resistensi jalan nafas ditandai dengan:

dispneu, perubahan pola nafas, penggunaan otot pernafasan, batuk dengan atau tanpa

sputum, cyanosis.

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan alveolar hipoventilasi, penumpukan

cairan di permukaan alveoli, hilangnya surfaktan pada permukaan alveoli ditandai

dengan: takipneu, penggunaan otot-otot bantu pernafasan, cyanosis, perubahan ABGs,

dan A-a Gradient.

3. Kelebihan volome cairan di paru-paru berhubungan dengan edema pulmonal non Kardia.

4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran balik vena dan

penurunan curah jantung, edema, hipotensi.

5. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan pertukaran gas tidak adekuat, peningkatan

sekresi, penurunan kemampuan untuk oksigenasi dengan adekuat atau kelelahan.

6. Gangguan mobilisasi berhubungan dengan gangguan kesadaran, agitasi.

7. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring yang lama.

3.3 Intervensi dan Rasional

1. Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan hilangnya fungsi jalan nafas,

peningkatan sekret pulmonal, peningkatan resistensi jalan nafas ditandai dengan: dispneu,

perubahan pola nafas, penggunaan otot pernafasan, batuk dengan atau tanpa sputum,

cyanosis.

Tujuan :

- Pasien dapat mempertahankan jalan nafas dengan bunyi nafas yang jernih dan

13

Page 14: makalah ARDS

ronchi (-)

- Pasien bebas dari dispneu

- Mengeluarkan sekret tanpa kesulitan

- Memperlihatkan tingkah laku mempertahankan jalan nafas

Kriteria hasil :

Tidak mengalami aspirasi

Menunjukkan batuk yang efektif dan peningkatan pertukaran udara dalam paru-

paru

RR 17-22 x/ menit, nadi 80x/menit

Tidak adanya suara tambahan nafas : ronchi, wheezing, stridor

Pemeriksaan GDA menunjukkan PCO2 = 38-44 mmHg

Klien mengatakan bisa bernapas dengan lega

Tidak ditemukan pernapasan yang cepat dan dalam (kusmaul)

Intervensi Rasional

MANDIRI

- Pertahankan posisi tubuh/posisi kepala dan

gunakan jalan nafas tambahan bila perlu

- Catat perubahan dalam bernafas dan

pola nafasnya.

- Observasi dari penurunan pengembangan

dada dan peningkatan fremitus.

- Catat karakteristik dari suara nafas.

Pemeliharaan jalan nafas bagian nafas

dengan paten.

Penggunaan otot-otot interkostal atau

abdominal/leher dapat meningkatkan usaha

dalam bernafas.

Pengembangan dada dapat menjadi batas

dari akumulasi cairan dan adanya cairan

dapat meningkatkan fremitus.

Suara nafas terjadi karena adanya aliran

udara melewati batang tracheo branchial dan

14

Page 15: makalah ARDS

- Catat karakteristik dari batuk.

- Kaji kemampuan batuk, latihan nafas

dalam, perubahan posisi dan lakukan suction

bila ada indikasi.

- Peningkatan oral intake jika

memungkinkan.

KOLABORASI

- Berikan oksigen, cairan IV; tempatkan di

kamar humidifier sesuai indikasi.

- Berikan therapi aerosol, ultrasonik

nabulasasi.

- Berikan fisiotherapi dada misalnya:

postural drainase, perkusi dada/vibrasi jika

ada indikasi.

- Berikan bronchodilator misalnya:

aminofilin, albuteal dan mukolitik.

juga karena adanya cairan, mukus atau

sumbatan lain dari saluran nafas.

Karakteristik batuk dapat merubah

ketergantungan pada penyebab dan etiologi

dari jalan nafas. Adanya sputum dapat

dalam jumlah yang banyak, tebal dan

purulent.

Penimbunan sekret mengganggu ventilasi

dan predisposisi perkembangan atelektasis

dan infeksi paru.

Peningkatan cairan per oral dapat

mengencerkan sputum.

Mengeluarkan sekret dan meningkatkan

transport oksigen.

Dapat berfungsi sebagai bronchodilatasi dan

mengeluarkan secret.

Meningkatkan drainase sekret paru,

peningkatan efisiensi penggunaan otot-otot

pernafasan.

Diberikan untuk mengurangi

bronchospasme, menurunkan viskositas

sekret dan meningkatkan ventilasi.

15

Page 16: makalah ARDS

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan alveolar hipoventilasi, penumpukan

cairan di permukaan alveoli, hilangnya surfaktan pada permukaan alveoli ditandai

dengan: takipneu, penggunaan otot-otot bantu pernafasan, cyanosis, perubahan ABGs,

dan A-a Gradient.

Tujuan :

- Pasien dapat memperlihatkan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat dengan nilai ABGs

normal

- Bebas dari gejala distress pernafasan

Kriteria hasil :

Mempertahankan fungsi pernafasan yang adekuat dengan ditandai tidak adanya

dipsneu; frekuensi& GDA dalam batas normal.

Intervensi Rasional

MANDIRI

- Kaji status pernafasan, catat peningkatan

respirasi atau perubahan pola nafas.

- Catat ada tidaknya suara nafas dan adanya

bunyi nafas tambahan seperti crakles, dan

wheezing.

- Kaji adanya cyanosis.

Takipneu adalah mekanisme kompensasi

untuk hipoksemia dan peningkatan usaha

nafas.

Suara nafas mungkin tidak sama atau tidak

ada ditemukan. Crakles terjadi karena

peningkatan cairan di permukaan jaringan

yang disebabkan oleh peningkatan

permeabilitas membran alveoli – kapiler.

Wheezing terjadi karena bronchokontriksi

atau adanya mukus pada jalan nafas.

Selalu berarti bila diberikan oksigen

(desaturasi 5 gr dari Hb) sebelum cyanosis

muncul. Tanda cyanosis dapat dinilai pada

mulut, bibir yang indikasi adanya

16

Page 17: makalah ARDS

- Observasi adanya somnolen, confusion,

apatis, dan ketidakmampuan beristirahat.

-Berikan istirahat yang cukup dan nyaman.

KOLABORASI

-Berikan humidifier oksigen dengan masker

CPAP jika ada indikasi.

- Berikan pencegahan IPPB.

- Review X-ray dada.

-Berikan obat-obat jika ada indikasi seperti

steroids, antibiotik, bronchodilator dan

ekspektorant.

hipoksemia sistemik, cyanosis perifer seperti

pada kuku dan ekstremitas adalah

vasokontriksi.

Hipoksemia dapat menyebabkan iritabilitas

dari miokardium.

Menyimpan tenaga pasien, mengurangi

penggunaan oksigen.

Memaksimalkan pertukaran oksigen secara

terus menerus dengan tekanan yang sesuai.

Peningkatan ekspansi paru meningkatkan

oksigenasi.

Memperlihatkan kongesti paru yang

progresif.

Untuk mencegah ARDS.

3. Kelebihan volome cairan berhubungan dengan edema pulmonal non Kardia.

Tujuan: Pasien dapat menunjukkan keadaan volume cairan normal dengan tanda tekanan

darah, berat badan pada batas normal.

Kriteria hasil: Menunjukkan keseimbangan dan haluaran, tidak terjadi peningkatan berat

badan, tidak terjadi edema.

17

Page 18: makalah ARDS

Intervensi Rasional

MANDIRI

Memonitor vital sign, seperti tekanan darah,

heart rate, denyut nadi (jumlah dan volume)

Hitung intake output dan balance cairan.

Amati “insesible loss”

Timbang berat badan setiap hari

KOLABORASI

Pemberian Diuretik

Mengetahui keadaan umum pasien.

Memberikan informasi tentang status cairan.

Keseimbangan cairan negatif merupakan

indikasi terjadinya defisit cairan.

Perubahan yang drastis merupakan tanda

peningkatan total body water.

Mengeluarkan kelebihan cairan melalui

farmakoterapi.

18

Page 19: makalah ARDS

BAB 4

PENUTUP

4.1 SIMPULAN

ARDS adalah Penyakit akut dan progressive dari kegagalan pernafasan disebabkan

terhambatnya proses difusi oksigen dari alveolar ke kapiler (a-c block) yang disebabkan oleh

karena terdapatnya edema yang terdiri dari cairan koloid protein baik interseluler maupun

intra alveolar. Penyebabnya bisa penyakit apapun, yang secara langsung ataupun tidak

langsung melukai paru-paru seperti: Pneumoni virus, bakteri, fungal; contusio paru, aspirasi

cairan lambung, inhalasi asap berlebih, inhalasi toksin, menghisap O2 konsentrasi tinggi

dalam waktu lama, Sepsis, Shock, Luka bakar hebat, Tenggelam,dsb. Gejala biasanya

muncul dalam waktu 24-48 jam setelah terjadinya penyakit atau cedera. SGPA(sindrom

gawat pernafasan akut) seringkali terjadi bersamaan dengan kegagalan organ lainnya, seperti

hati atau ginjal.

4.2 SARAN

1. Menghindari faktor resiko yang dapat menyebabkan ARDS.

2. Apabila gejala ARDS mulai muncul sesegera mungkin bawalah ke rumah sakit terdekat

untuk mendapat pertolongan lebih lanjut agar tidak terjadi komplikasi pada hati dan

ginjal.

19

Page 20: makalah ARDS

DAFTAR PUSTAKA

Anynomous, 2007. Asuhan Keperawatan KLIEN dengan ARDS (Adult Respiratory Distress

Syndrome) Pre Acut/ Post Acut Care. http://rusari.com/askep_aspirasi_distress.html.

Tanggal 9 September 2009 pukul 17.43 WIB

Anynomous, 2007. Asuhan Keperawatan pada Pasien ARDS. http://keperawatan-

gun.blogspot.com/2007/07/asuhan-keperawatan-pada-klien-dg-25.html. Tanggal 16

September 2009 pukul 12.30 WIB

Anynomous, 2006. Sindrom Gawat Pernafasan Akut.

http://medicastore/penyakit_kategori/index/1.html. Tanggal 17 September 2009

pukul 13.30 WIB

Carpenito,Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan.EGC. Jakarta.

Doengoes, M.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan

Pendokumentasian Perawatan Pasien. EGC. Jakarta.

Farid, 2006. Adult Respiratory Distress Syndrome (ARDS) Penyakit Sejuta Etiologi.

http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=108. Tanggal 9

September 2009 pukul 18.00 WIB

Hudak, Gall0. 1997. Keperawatan Kritis. Pendekatan Holistik.Ed.VI. Vol.I. EGC. Jakarta.

Ikawati, Zulies. 2009. Respiratory Distress Syndrom: gangguan gagal nafas.

http://www.emea.europa.eu/pdfs/human/ewp/050497en.pdf. Tanggal 13 September

2009 pukul 16.00 WIB

Setyaningsih, Indah. 2008. Akut Respiratory Distres Sindrom.

http://indahnursing.blogspot.com/2008/12/akut-respiratori-distres-sindrom.html.

Tanggal 12 September 2009 pukul 16.34 WIB

Somantri, Irman. 2007. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem

Pernapasan. Salemba. Jakarta.

Rab, Tabrani. 2000. Agenda Gawat Darurat (Critical Care) jilid 2. Bandung: PT. Alumni

20