lia stase jiwa

184
PROPOSAL PENYULUHAN PSIKOSIS DISUSUN OLEH LIA FAUZIAH ASEP STASE ILMU KESEHATAN JIWA RUMAH SAKIT JIWA ISLMA KLENDER 2013

Upload: firellylia

Post on 25-Dec-2015

82 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

kjv;dsljfafk

TRANSCRIPT

Page 1: Lia Stase Jiwa

PROPOSAL PENYULUHAN

PSIKOSIS

DISUSUN OLEH

LIA FAUZIAH

ASEP

STASE ILMU KESEHATAN JIWA

RUMAH SAKIT JIWA ISLMA KLENDER

2013

KATA PENGANTAR

Page 2: Lia Stase Jiwa

Dengan memanjatkan puji dan syukur atas kehadirat allahSWT yang telah memberikan

petunjukNya, akhirnya dengan ini kami menyelesaikan proposal penyuluhan tentang Skizofrenia

sesuai pada waktu yang telah ditentukan. Proposal penyuluhan yang telah kita susun ini

dikerjakan penulis, serta tambahan masukan dan bantuan dari rekan rekan dan dosen

pembimbing sehingga kami mendapat banyak inspirasi dan tambahan wawasan.

Tujuan disusunnya proposal penyuluhan ini adalah sebagai dasar kewajiban dari suatu

proses kegiatan yang kami lakukan yang kemudian diaplikasikan dalam bentuk praktiknya

sebagai proses pembelajaran secara kolaboratif dalam diskusi pleno, sehingga kami dapat

melihat, mengetahui, menerima dan menyerap materi dalam diskusi kelompok secara baik dan

sistematis.

Penyusunan proposan penyuluhan ini dimasukan sebagai syarat dalam mengikuti

kepaniteraan klinik stase Ilmu Kesehatan Jiwa di Rumah Sakit Jiwa Islam Klender.

Melalui laporan ini kami mengucapkan terimakasih kepada:

1. Direktur Rumah Sakit Jiwa Islam Klender, yang sudah memberi kesempatan

kepada kami untuk menjalankan dan mengikuti kepaniteraan klinik.

2. dr. Frendly Ahdimar sebagai pembimbing dalam menyelesaikan proposal

penyuluhan dan memberikan masukan dan arahan saat diskusi berlangsung.

3. Kepada seluruh tenaga medis dan nonmedis di Rumah Sakit Jiwa Islam

Klender yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu juga kepada rekan-rekan

satu kelompok

Jakarta, 10 Desember 2013

Penulis

SATUAN ACARA PENYULUHAN

SKIZOFRENIA

Page 3: Lia Stase Jiwa

I. IDENTITAS

Topik : PSIKOSIS

Sub Topik : Mengenali apa itu PSIKOSIS

Hari/Tanggal : Februari 2015

Waktu : Jam 09.00 – 10.00

Sasaran : Pasien dan keluarga pasien yang berkunjung ke poliklinik

Tempat : Ruang tunggu poliklinik

II. TUJUAN INTRUKSIONAL UMUM

Setelah dilakukan penyuluhan kesehatan tentang pentingnya mengetahui apa

itu PSIKOSIS diharapkan pasien dan keluarga pasien yang merupakan sasaran dari

penyuluhan ini memahami apa itu PSIKOSIS

III. TUJUAN INTRUKSIONAL KHUSUS

Setelah dilakukan penyuluhan selama 60 menit, diharapka peserta dapat:

1. Memahami tentang PSIKOSIS

2. Memahami pentingnya dan maksud dari pemeriksaan PSIKOSIS

IV. MATERI (terlampir)

V. MEDIA

1. Laptop

2. LCD

3. Microphone

4. Leaflet

VI. METODE

1. Ceramah

2. Diskusi

Page 4: Lia Stase Jiwa

3. Tanya jawab

KEGIATAN PENYULUHAN

No. Kegiatan Penyuluhan Audience Waktu

1. Pembukaan - Mengucapkan salam

- Memperkenalkan diri

- Menjawab salam

- Memperhatikan

5 menit

2. Isi - Pengertian PSIKOSIS

secara umum dan factor

yang mempengaruhi

- Klasifikasi PSIKOSIS

- PenyebabPSIKOSIS

- Penatalaksanaan

PSIKOSIS

- Menyampaikan

pengetahuan

- Mendengarkan dan

memperhatikan

penyampaian materi.

45 menit

3. Penutup - Menyimpulkan materi

- Memberikan kesempatan

kepada audience untuk

bertanya

- Menutup dan

mengucapkan salam

- Mendengarkan dan

memperhatikan

- Aktif mengajukan

pertanyaan

- Menjawab salam

10 menit

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………………………………………………………………., ( )

Page 5: Lia Stase Jiwa

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………….. ( )

BAB I. PENDAHULUAN ………………………………………………………………...... ( )

BAB II. PEMBAHASAN ………………………………………………………………...... ( )

II.1. PENGERTIAN PSIKOSIS………………………………………………... ( )

II.2. KLASIFIKASI PSIKOSIS …………………………………………………( )

II.3. PENATALAKSANAAN …………………………………………………………( )

BAB III. PENUTUP ……………………………………………………………………….. ( )

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………………. ( )

LAMPIRAN POWER POINT ……………………………………………………………….. ( )

LAMPIRAN LEAFLET ……………………………………………………………………….( )

Page 6: Lia Stase Jiwa

BAB I

PENDAHULUAN

Dalam sejarah perkembangan skizofrenia sebagai gangguan klinis, banyak tokoh

psikiatri dan neurologi yang berperan. Mula-mula Emil Kreaplin (18-1926) menyebutkan

gangguan dengan istilah dementia prekok yaitu suatu istilah yang menekankan proses

kognitif yang berbeda dan onset pada masa awal. Istilah skizofrenia itu sendiri

diperkenalkan oleh Eugen Bleuler (1857-1939), untuk menggambarkan munculnya

perpecahan antara pikiran, emmosi dan perilaku pada pasien yang mengalami gangguan

ini. Bleuler mengindentifikasi symptom dasar dari skizofrenia yang dikenal dengan 4A

antara lain : Asosiasi, Afek, Autisme dan Ambivalensi.

Skizofrenia merupakan gangguan psikotik yang paling sering, hampir 1% penduduk

dunia menderita psikotik selama hidup mereka di Amerika.Skizofrenia lebih sering

terjadi pada Negara industri terdapat lebih banyak populasi urban dan pada kelompok

sosial ekonomi rendah.

Walaupun insidennya hanya 1 per 1000 orang di Amerika Serikat, skizofrenia seringkali

ditemukan di gawat darurat karena beratnya gejala, ketidakmampuan untuk merawat diri,

hilangnya tilikan dan pemburukan sosial yang bertahap. Kedatangan diruang gawat

darurat atau tempat praktek disebabkan oleh halusinasi yamg menimbulkan ketegangan

yang mungkin dapat mengancam jiwa baik dirinya maupun orang lain, perilaku kacau,

inkoherensi, agitasi dan penelantaran.

Page 7: Lia Stase Jiwa

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA PSIKOSIS

II.1 DEFINISI

Psikosis secara sederhana dapat didefinisikan sebagai berikut : suatu gangguan jiwa dengan

kehilangan rasa kenyataan. Hal ini diketahui dengan terganggunya pada hidup perasaan (afek dan emosi),

proses berfikir, psikomotorik dan kemauan, sedemikian rupa sehingga semua ini tidak sesuai dengan

kenyataan lagi. Penderita tidak dapat “dimengerti” dan tidak dapat “dirasai” lagi oleh orang normal,

karena itu seorang awam pun dapat mengatakan bahwa orang itu “gila”, bila psikosa itu sudah jelas.

Penderita sendiri juga tidak memahami penyakitnya, ia tidak merasa sakit.

Menninger telah menyebutkan lima sindrom klasik yang menyertai sebagian besar pola psikotik,

yaitu:

1. Perasan sedih, bersalah dan tidak mampu yang mendalam

2. Keadaan terangang yang tidak menentu dan tidak terorganisasi, disertai pembicaraan dan motorik

berlebihan

3. Regresi ke autisme manerisme pembicaraan dan perilaku, isi pikiran yang berwaham, acuh tak

acuh terhadap harapan social

4. Preokupasi yang berwaham, disertai kecurigaan, kecenderungan membela diri atau rasa kebesaran

5. Keadaan bingung dan delirium dengan disorientasi dan halusinasi

Psikosis merupakan gangguan tilikan pribadi yang menyebabkan ketidakmampuan seseorang

menilai realita dengan fantasi dirinya. Psikosis adalah suatu kumpulan gejala atau sindrom yang

berhubungan gangguan psikiatri lainnya, tetapi gejala tersebut bukan merupakan gejala spesifik penyakit

tersebut, seperti yang tercantum dalam kriteria diagnostik DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual of

Mental Disorders) maupun ICD-10 (The International Statistical Classification of Diseases) atau

menggunakan kriteria diagnostik PPDGJ- III (Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa).

Arti psikosis sebenarnya masih bersifat sempit dan bias yang berarti waham dan halusinasi, selain itu juga

Page 8: Lia Stase Jiwa

ditemukan gejala lain termasuk di antaranya pembicaraan dan tingkah laku yang kacau, dan gangguan

daya nilai realitas yang berat. Oleh karena itu psikosis dapat pula diartikan sebagai suatu kumpulan

gejala/terdapatnya gangguan fungsi mental, respon perasaan, daya nilai realitas, komunikasi dan

hubungan antara individu dengan lingkungannya.

Setiap kelainan jiwa mayor dengan penyebab organic atau kejiwaan yang ditandai oleh gangguan

kepribadian dan kehilangan kontak dengan kenyataan sering timbul waham, halusinasi atau ilusi disebut

dengan psikosis (psychose).

Pasien yang mengalami psikosis mengalami kehilangan sense of reality-nya. Pasien sering kali

mengalami delusi dan halusinasi yang tidak dapat dibedakannya antara kenyataan atau tidak.

ETIOLOGI

Psikosis dapat disebabkan banyak hal atau multifaktorial, yaitu sebagai berikut:

* Alcohol and certain drugs

* Brain tumors

* Dementia (termasuk Alzheimer's disease)

* Epilepsy

* Manic depression (bipolar disorder)

* Psychotic depression

* Schizophrenia

* Stroke

Psikoanalisa Freud

Pada awalnya Sigmund Freud mengembangkan penatalaksanaan menggunakan teknik hipnosa

yang kemudian berkembang teknik lain yaitu Metode konsentrasi dan Metode asosiasi bebas. Metode

konsentrasi adalah pasien berbaring pada dipan dengan mata tertutup dan dilakukan penekanan pada dahi

pasien untuk meningkatkan konsentrasi. Kemudian Metode asosiasi bebas adalah metode tanpa

penekanan di dahi tapi tetap dengan berbaring dan mata tertutup. Dengan teknik konsentrasi tersebut

pasien akan mengeluarkan segala pikiran yang timbul pada alam bawah sadarnya. Hambatan pengeluaran

isi pasien biasanya karena pasien berusaha menghilangkan perasaan menyakitkan atau tidak

menyenangkan.

Teori naluri (instinct) dalam hal libido :

Fase oral

Page 9: Lia Stase Jiwa

Berlangsung sejak dari lahir hingga tahun kedua. Mendapatkan kepuasan melalui mulutnya yang

didorong oleh rasa lapar sehingga saat menelan sesuatu akan merasa nyaman dan merasa ketegangan

bila memuntahkan sesuatu. Pada masa ini ibu bertindak sebagai obyek cinta.

Fase anal sadistic

Dimulai pada umur 2 hingga 4 tahun. Pada fase ini terdapat kesenangan dalam mengeluarkan tinja

dan urine. Fase ini akan melibatkan ibu dalam hal mengendalikan pengeluaran tinja dan urine pada

waktu dan tempat tertentu. Obyek cinta pada fase ini adalah tinja itu sendiri dengan cara ambivalen.

Fase falik

Dimulai pada usia 2 sampai 4 tahun. Misalnya anak pria lebih dekat dengan ibunya dan menganggap

ayah sebagai saingannya. Tapi saat melihat persamaannya yang mirip dengan ayah maka dia akan

lebih dekat dengan si ayah.

Teori naluri lainnya :

Naluri ego adalah nafsu untuk mempertahankan dirinya sendiri

Naluri agresi bertujuan untuk menghancurkan dan berasal dari otot rangka

Naluri hidup dan mati adalah kecenderungan organism dalam melakukan reproduksi atau menjadi

benda yang tak bernyawa.

Prinsip yang mendasari teori Sigmund Freud :

Prinsip kesenangan: menghindari rasa nyeri dan menginginkan hal tersebut berlangsung seumur

hidup

Prinsip kenyataan: menggabungkan adanya prinsip kesenangan yang dikaitkan dengan realita. Hal ini

erat hubungannya dengan pematangan ego

Teori topografi :

Alam tak sadar mengandung beberapa afek yang ditekan yang biasanya tidak dapat diingat kembali.

Alam tak sadar lebih sering berhubungan dengan keinginan untuk mendapatkan kesenangan.

Alam pra sadar merupakan proses berpikir sekunder. Menjaga agar perasaan mencemaskan/ yang

bertentangan dengan kenyataan/ keluar dari alam sadar.

Alam sadar merupakan penarik perhatian dan bekerja sama dengan erat dengan alam pra sadar.

Struktur manusia dari kejiwaannya dibagi menjadi:

Page 10: Lia Stase Jiwa

Id adalah naluri dan instinct yang berada di bawah proses primer. Bekerja dengan menerima

kesenangan tanpa mempedulikan kenyataan. Misalnya pada waktu bayi tidak mempunyai

kemampuan untuk menghambat, mengawasi atau memodifikasi dorongan nalurinya.

Ego adalah suatu perasaan untuk menghindari rasa sakit dan nyeri dengan melawan atau mengatur

pelepasan dorongan naluriahnya sesuai dengan dunia luar. Hubungan dengan dunia luar ditandai

dengan sifat : rasa kenyataan (sense of reality), uji kenyataan (reality testing), dan penyesuaian atau

adaptasi. Kira-kira terbentuk saat berumur 1 tahun.

Superego merupakan sifat menolak atau menghalangi yang lebih kuat dari pada ego. Misalnya

pengajaran norma dan hokum yang berlaku pada anak olel orang tuanya. Walaupun orang tuanya

sudah meninggal maka pengajaran itu akan membekas terhadap tindakan sehari-hari si anak.

Teori psikoanalisa pada gangguan jiwa :

Nerosa timbul jika :

o Konflik dalam dirinya

o Dorongan seksual yang terlibat

o Dorongan yang kuat dari dalam diri akan mengalami represi yang kemudian bangkit lagi

o Adanya nerosa rudimenter yang berhubungan dengan trauma masa kecil terutama trauma

psikologis

Gangguan watak

Watak menonjol yang merugikan individu dan orang lain

Psikosa

Ditandai secara khas oleh ketidakmampuan individu dalam menunjukkan perhatian emosionalnya.

PSIKOSIS ORGANIK

Menurut PPDGJ III, klasifikasi gangguan mental organik adalah sebagai berikut :

l. Demensia pada penyakit Alzheimer

1.1 Demensia pada penyakit Alzheimer dengan onset dini.

1.2.Demensia pada penvakit Alzheimer dengan onset lambat.

Page 11: Lia Stase Jiwa

1.3.Demensia pada penyakit Alzheimer, tipe tak khas atau tipe campuran.

1.4. Demensia pada penyakit Alzheimer Yang tidak tergolongkan ( YTT).

2. Demensia Vaskular

2.1.Demensia Vaskular onset akut.

2.2. Demensia multi-infark

2.3 Demensia Vaskular subkortikal.

2.4. Demensia Vaskular campuran kortikal dan subkortikal

2.5. Demensia Vaskular lainnya

2.6.  Demensia Vaskular YTT

3. Demensia pada penyakit lain yang diklasifikasikan di tempat lain (YDK)

3.1. Demensia pada penyakit Pick.

3.2. Demensia pada penyakit Creutzfeldt – Jakob.

3. 3. Demensia pada penyakit huntington.

3.4. Demensia pada penyakit Parkinson.

3.5. Demensia pada penyakit human immunodeciency virus (HIV).

3.6. Demensia pada penyakit lain yang ditentukan (YDT) dan YDK

4. Demensia YTT.

Karakter kelima dapat digunakan untuk menentukan demensia pada 1-4 sebagai berikut :

1. Tanpa gejala tambahan.

2. Gejala lain, terutama waham.

3. Gejala lain, terutama halusinasi

4. Gejala lain, terutama depresi

5. Gejala campuran lain.

5. Sindrom amnestik organik bukan akibat alkohol dan zat psikoaktif lainnya

6. Delirium bukan akibat alkohol dan psikoaktif lain nya

6.1.   Delirium, tak bertumpang tindih dengan demensia

6.2.  Delirium, bertumpang tindih dengan demensia

6. 3.   Delirium lainya.

6.4    DeliriumYTT.

7. Gangguan mental lainnya akibat kerusakan dan disfungsi otak dan penyakit fisik.

7.1. Halusinosis organik.

7.2. Gangguan katatonik organik.

7.3. Gangguan waham organik (lir-skizofrenia)

Page 12: Lia Stase Jiwa

7.4. Gangguan suasana perasaan (mood, afektif) organik.

7.4.1. Gangguan manik organik.

7.4.2. Gangguan bipolar organik.

7.4.3. Gangguan depresif organik.

7.4.4. Gangguan afektif organik campuran.

7.5. Gangguan anxietas organik

7.6. Gangguan disosiatif organik.

7.7. Gangguan astenik organik.

7.8. Gangguan kopnitif ringan.

7.9. Gangguan mental akibat kerusakan dan disfungsi otak dan penyakit fisik lain YDT.

7.10. Gangguan mental akibat kerusakan dan disfungsi otak dan penyakit fisik YTT.

8. Gangguan keperibadian dan prilaku akibat penyakit, kerusakan dan fungsi otak

8.1.  Gangguan keperibadian organik

8.2.  Sindrom pasca-ensefalitis

8.3.  Sindrom pasca-kontusio

8.4. Gangguan kepribadian dan perilaku organik akibat penyakit, kerusakan dan disfungsi otak lainnya.

8.5. Gangguan kepribadian dan perilaku organik akibat penyakit, kerusakan dan disfungsi otak YTT.

9. Gangguan mental organik atau simtomatik YTT

Menurut Maramis, klasifikasi gangguan mental organik adalah sebagai berikut:

1. Demensia dan Delirium

2. Sindrom otak organik karena rudapaksa kepala.

3. Aterosklerosis otak

4. Demensia senilis

5. Demensia presenilis.

6. Demensia paralitika.

7. Sindrom otak organik karena epilepsi.

8. Sindrom otak organik karena defisiensi vitamin, gangguan metabolisme dan intoksikasi.

9. Sindrom otak organik karena tumor intra kranial.

Menurut DSM IV, klasifikasi gangguan mental organik sebagai berikut:

1. Delirium

1.1. Delirium karena kondisi medis umum.

1.2. Delirium akibat zat.

Page 13: Lia Stase Jiwa

1.3. Delirium yang tidak ditentukan (YTT)

2. Demensia.

2.1. Demensia tipe Alzheimer.

2.2. Demensia vaskular.

2.3. Demensia karena kondisi umum.

2.3.1. Demensia karena penyakit HIV.

2.3.2 Demensia karena penyakit trauma kepala.

2.3.3.Demensia karena penyakit Parkinson.

2.3.4 Demensia karena penyakit Huntington.

2.3.5 Demensia karena penyakit Pick

2.3.6.Demensia karena penyakit Creutzfeldt – Jakob

2.4. Demensia menetap akibat zat

2.5. Demensia karena penyebab multipeL

2.6. Demensia yang tidak ditentukan (YTT)

3. Gangguan amnestik

3.1.Gangguan amnestik karena kondisi medis umum.

3.2 Gangguan amnestik menetap akibat zat

3.3 Gangguan amnestik yang tidak ditentukan ( YTT )

4. Gangguan kognitif yang tidak ditentukan.

SINDROM OTAK ORGANIK

Psikosa dapat dibagi menjadi dua kelompok yang besar, yaitu psikosa yang berhubungn dengan

sindrom otak organic dan psikosa fungsional.

Sindrom otak organic (SOO) ialah gngguan jiwa yang psikotik atau nonpsikotik yang disebabkan

oleh gangguan fungsi jaringan otak. Gangguan ini dapat disebabkan oleh penyakit badaniah yang

terutama mengenai otak atau terutama diluar otak atau tengkorak.

Bila bagian otak yang terganggu itu luas, maka gangguan dasar mengenai fungsi mental sama

saja, tidak tergantung penyakit yang menyebabkan. Bila hanya bagian otak dengan fungsi tertentu saja

yang terganggu, maka lokalisasi inilah yang menentukan gejala dan sindrom, bukan penyakit yang

menyebabkan.

Dari gejala-gejala psikiatrik tidak dapat diketahui etiologi penyakit badaniah itu, tetapi perlu

dilakukan pemeriksaan intern dan neurologis yng teliti. Gejala-gejala psikiatrik lebih ditentukan oleh

Page 14: Lia Stase Jiwa

keadaan jiwa premorbidnya, mekanisme pembelaan psikologisnya, keadaan psikososialnya, sifat bantuan

dari kelurga, teman dan karyawan kesehatan, struktur social serta cirri-ciri kebudayaan lingkungannya.

DELIRIUM DAN DEMENSIA

Delirium menuju kepada sindrom otak organik karena gangguan fungsi atau metabolism otak

secara umum atau karena keracunan yang menghambat metabolism otak. Gejala utama adalah kesadaran

yang menurun. Gejala-gejala lain ialah : penderita tidak mampu mengenal orang dan berkomunikasi

dengan baik, ada bingung atau cemas, gelisah dan panic, ada pasien yang terutama berhalusinasi dan ada

yang hanya bicara komat-kamit dan inkoheren.

Delirium perlu didiagnosis bandingkan dengan skizofreni, demensia, hysteria dan isolasi

snesorik.

Delirium biasanya hilang bila penyakit badaniah yang menyebabkannya sudah sembuh, mungkin

sampai kira-kira 1 bulan sesudahnya. Jika disebabkan oleh proses yang langsung menyerang otak, bila

proses itu sembuh, maka gejala-gejalanya tergangtung pada besarnya kerusakan yang ditinggalkannya

gejala-gejala neurologis dan atau gangguan mental dengan gejala utama gangguan intelegensi.

Bila terdapat febris dan segera sesudah suhu badna menjadi normal terdapt gejala skizofrenia,

maka ungkin sekali diagnosis pada permulaan sebagai delirium atau sindrom otak organic keliru.

Skizofrenia yang sangat akut mungkin juga menimbulkan febris.

Prognosisnya tergantung pada dapat atau tidak dapat kembalinya penyakit yang menyebabkannya

dan kemampuan otak untuk menahan pengaruh penyakit itu.

Pengobatan etiologis harus dilakukan sedini mungkin dan disamping ini faal otak dibantu agar

tidak terjadi kerusakan otak yang menetap. Peredaran darah harus diperhatikan (nadi, jantung dan tekanan

darah), bila perlu diberi stimulansia. Pemberian cairan harus cukup, sebab tidak jarang terjadi dehidrasi.

Hati-hati dengan sedative dan narkotika (barbiturate, morfin), sebab kadang-kadang tidak menolong,

tetapi dapat menimbulkan efek paradoksal, yaitu penderita tidak menjadi tenang dan betambah gelisah.

Penderita harus dijaga terus, lebih-lebih bila ia sangat gelisah, sebab ia berbahaya untuk diri sendiri

ataupun orang lain.

Demensia ialah kemunduran fungsi mental umum, terutama intelegensia disebabkan oleh

kerusakan jaringan otak yang tidak dapat kembali lagi (irreversibel). Daerah otak yang terutama terkena

ialah lobus parietalis, temporalis dan frontalis. Prognosis biasanya jelek.

SINDROM OTAK ORGANIK AKIBAT RUDA PAKSA

Page 15: Lia Stase Jiwa

Trauma kapitis dapa merupakan factor pencetus bagi skizofrenia atau psikosa manic-depresif

pada orang yang mempunyai predisposisi untuk unu, atau dapat mengaktivsikan demensia paralitika.

Gangguan jiwa yang dapat timbul secara akut karena rudakpaksa kepala ialah: sindrom komosio,

koma traumatikum, delirium traumatikum dan sindrom korsakow. Gangguan jiwa yang menahun

mungkin primer karena trauma kapitis (perubahan kepribadian dan keadaan defek pascatrauma seperti

enselopatia traumatikum dan epilepsia traumtiku), mungkin juga sekunder (psikonerosa).

Komosia serebri (gegar otak) : untuk waktu yang pendek sekali terjadi kekacauan fungsi otak

sebab trauma kapitis, tetapi tidak terjadi kelainan histologist. Kesembuhan cepat dan sempurna. Karena

trauma negative gelombang positive diikuti oleh gelombang dengan tekana negatif yang biarpun hanya

berlangsung dalam waktu yang sanagt pendek sekali, sudah dapat menimbulkan lobang-lobang yang

sangat kecil dalam sel yang mengganggu fungsi otak dan membuat orang itu tidak sadar. Fase tidak sadar

itu mungkin berlangsung dari hanya beberapa detik sampai beberapa jam lamanya.

Diagnosis komosia serebri hanya dapat dibuat setelah pasien sembuh. Sindrom pascakomosio

dalam bentuk nerosa atau gangguan psikosomatis mungkin timbul secara sekunder karena ruda paksa

kepala.

Koma traumatikum : terjadi pada komosio yang hebat, pada kontusio atau laserasio serebri,

yaitu yang lama, dari beberapa jam sampai beberapa hari. Bila koma berlangsung lebih dari 24 jam

biasanya sudah merupakan suatu kontusio yang berat.

Sesuah koma mungkin terjadi stupor, mungkin juga penderita menjadi gelisah atau kesadarnnya

tetap tidak begitu tenang dan pelan-pelan baru menjadi baik atau ia masuk ke dalam delirium atau

sindrom korsakow.

Delirium traumatikum; permulaan delirium ini biasanya pada waktu penderita mulai sadar

kembali. Sebab mungkin karena komosio, kontusio, laserasio, perdarahan atau tekanan dalam tengkorak

yang meninggi sebab trauma.

Diasanya delirium traumatikum hanya ringan dengan gejala-gejala lekas terangsang, pencerapan

tidak jelas, tidak kenal orang, lekas lupa, tidak begitu mengerti percakapan dan keadaan. Bila keras, maka

pasien mungkin gelisah, marah-marah, agresif dan berhalusinasi. Delirium atau koma yang berlangsung

lebih dari satu minggu berarti ada kerusakan jaringan otak yang hebat.

Sindrom Korsakow: gejala-gejala utama ialah konfabulasi, disorientasi dan gangguan

pencerapan dan ingatan yang baru. Sering erdapat campuran dan pembagian yang tidak berbatas jelas.

Pengobatan SOO karena ruda paksa : istirahat ditempat tidur. Observasinya yang teliti. Dapat

diberi sedative bila perlu, tetapi hati-hati sebab mungkin menyelubngi gejala-gejala yang lain atau

mungkin juga timbul efek paradoxal. Narkotika merupakan kontraindikasi.

Page 16: Lia Stase Jiwa

Selama 24-48 jam pertama harus awas akan timbulnya komplikasi. Penderita diterangkan secara

sederhana tentang gangguannya, ia ditentramkan dengan kata-kata, diusahakan katarsis dan

“reassurance”, jangan memusatkan perhatiannya pada kepalanya, dan jangan sekali-kali menakuti

penderita, sebab nanti akan memperbesar kemungkinan timbulnya nerosis atau gangguan psikosomatis

dan lebih sukar diobati.

Lama tinggal di rumah sakit harus diupayakan menjadi sesingkat-sesingkatnya. Bila tidak

terdapat gangguan lain, sesudah 2-3 hari pendeita diperbolehkan duduk dan esok harinya disuruh

berjalan.

Perubahan kepribadian sesudah rudapaksa. Merupakan perubahan kepribadian primer akibat

kelainan histologist pada jaringan otak akibat trauma, tetapi factor psikologis pun masih memiliki

pengaruh.

Gejalanya antara lain sakit kepala, pusing, lekas lelah, mudah terangsang oleh suara keras,

insomnia, lekas lupa dan daya konsentrasi berkurang. Gejala menjadi lebih berat bila penderita lelah,

minum alcohol atau hawa panas.

Bila gangguan lebih berat, maka penderita menjadi sangat lekas marah, tidak memperdulikan

keluarganya, acuh tak acuh, egoistis, tidak tahu tanggung jawab, agresif, menarik diri dan malas.

Pengobatan yang paling baik adalah dengan menenangkan penderita pada hari-hari pertama

sesudah trauma. Hampir semua penderita dengan komosio serebri memerlukan psikoterapi suportif dan

sugestif.

Keadaan defek pascatrauma. Gejala utama ialah demensia. Penderita lekas lupa, penilaiannya

berkurang, rasa etik dan moralnya juga merosot. Keadaan ini sukar dibedakan dari psikosa yang

disebabkan oleh aterosklerosa otak yang disertai trauma kapitis. Prognosisnya tidak baik bila demensia

sudah menahun dan berat, namun denga berjalannya waktu, gejala-gejala mungkin menjadi berkurang.

Ensefalopatia traumatikum. Sering terjadi pada petinju akibat pukulan-pukulan pada kepala.

Pukulan-pukulan tersebut bisa mengakibatkan perdarahan-perdarahan kecil (petekia) yang kemudian

mengakibatkan nekrosa di dalam otak.

Gejala bisa berupa koordinasi pergerakan berkurang, kelihatan seperti mabuk, banyak penderita

menjadi efor dan bingung. Perhatian, ingatan dan konsentrasi berkurang. Mungkin timbul tremor,

propulsi (seperti ada yang mendorong ke depan) bila berjalan dan muka topeng seperti pada

Parkinsonisme. Gejala-gejala mungkin bertambah pada tahun pertama, kemudian menjadi stasioner.

Epilepsy traumatikum. Sering terjadi sesudah kontusio dan dislaserasio otak. Mungkin jenis

grand mal atau Jackson. EEG sangat membantu dalam menentukan lokalisasi kerusakannya.

Page 17: Lia Stase Jiwa

Gangguan jiwa menahun sekunder akibat trauma kepala (neurosis). Segala macam frustasi

dan konflik timbul akibat trauma tersebut sehingga mengakibatkan rasa cemas, terutama bila trauma

terjadi pada orang yang sedang kesukaran (sosioekonomi rendah), serta rasa tidak aman.

Neurosis tidak terjadi segera setelah trauma, tetapi beberapa waktu sesudahnya dan lamanya

berbeda-beda. Sering sesudah penderita sembuh dan akan kembali ke pekerjaanya, ia mulai mengeluh lagi

tentang kepalanya.

Gejalanya mirip sindrom pascakomosio. Sering keluhannya banyak, tidak jelas dan tidak tetap.

Tidak jarang pula gejala psikogenik bercampur dengan gejala organic.

Untuk mencegah neurosis terjadi, sangat penting adanya psikoterapi yang suportif dan sugestif

pada hari pertama.

ARTEROSKLEROSA OTAK

Dinding pembuluh darah pada sklerosa menjadi kaku dank eras, proses ini sebenarnya relative

tidak begitu menyukarkan peredaran darah. Yang menimbulkan kesukaran adalah proses aterosklerosa,

karena terjadi penyempitan dan obliterasi lobang pembuluh darah itu. Di dalam ateroma yang

menyebabkan peneyempitan ini terdapat lipid yang dapat dicat. Secara pelan-pelan sekali terjadi

pengurangan peredaran darah ke otak dan akibatnya ialah suatu hypoxia yang progresif, sehingga

metabolism sel-sel otak terganggu dan akibatnya timbul degenerasi dan kematian sel-sel.

Aterosklerosa dianggap sekarang bukan sebagai akibat langsung dari usia lanjut ,tetapi ada

hubungan yang tidak langsung dengan usia, yaitu dengan berlalunya waktu, maka proses ini pelan-pelan

bertambahluas dan progresif.

Daerah atrofi terdapat sekitar arteriol yang tertutup lobangnya. Mungkin terjadi perdarahan atau

emboli dengan infact, tetapi paling sering ialah trombosa

GEJALA

Tanda-tanda patologis anatomis mungkin sudah mulai pada orang dewasa muda, tetapi psikosa

sebab aterosklerosis otak(aterosklerosis cerebri) biasanya timbul antara umur 50-65 tahun. Penderita

mulai merasa lekas lelah, sakit kepala, pusing-pusing, tidak dapat berkonsentrasi lama. Pelan-pelan

kemampuan fisik dan mental berkurang secara progresif. Penderita tahu dan sadar bahwa ia mulai

berubah. Hal ini menambah penderitaannya( pada demensiasenilis penderita tidak tahu). Pada tiap orang

di atas 50 tahun yang berubah kepribadiannya kita harus ingat akan aterosklerosis otak bila demensia

paralitika sudah dapat disingkirkan, sesudahnya ia menjadi tambah mudah tersinggung dan lekas marah;

sifat tidak pemalu menjadi tambah tidak tahu malu dan menjadi acuh tak acuh.

Page 18: Lia Stase Jiwa

Sering terdapat emosi yang labil, mungkin agresif, suka bertengkar dan paranoid. Tidak jarang

terjadi kebingungan, sering pada malam hari, penderita menjadi gelisah, seperti delirium. Orang itu tidak

lagi memperdulikan dirinya dan keluarga.

Pada setiap orang diatas 50 tahun yang berubah kepribadiannya, kita harus ingat akan arteriosklerosa otak

bila demensia paralitika sudah dapat disingkirkan. Tidak jarang pada permulaan penyakit sifat dan

kecenderungan yang sebelumnya latent menjadi manifest atau menjadi lebih keras

Sering terdapat emosi yang labil, agresif, suka bertengkar dan paranoid. Tidak jarang terjadi

kebingungan, sering pada malam hari penderit menjadi gelisah, seperti delirium. Orang itu tidak lagi

memperdulikan diri nya dan keluarganya. Timbul waham kejaran dan waham hipokondrik. Seperti pada

demensiasenilis mungkin juga penilaiannya berkurang dan hambatan-hambatan terlepas, sehingga timbul

pelanggaran-pelanggaran sexual.

Gangguan neorogik menunjukkan gejala-gejala fokal: hemiparesa, afasia, dan sebagainya. Pupil

biasanya miosis atau tidak sama besar. Terdapat tremor yang kasar sehingga menyukarkan diwaktu

makan. Tidak jarang juga terdapat gejala-gejala aterosklerosa pada organ-organ lain. Ternyata tidak ada

hubungan yang erat antara aterosklerosa pada pemuluh darah di retina dan arteriol di otak.

Pada waktu infeksi yang enteng penderita dengan aterosklerosa otak mudah menimbulkan

episode-episode kebingungan, disorentasi kecemasan, paranoid, dan waham-waham lain.

PROGNOSA

Tidak baik, tetapi jalannya penyakit pada permulaan tidak jarang naik-turun. Pada banyak

penderita kematian dipercepat dengan adanya aterosklerosa umum dengan gangguan ginjal dan jantung.

DIAGNOSA

Sering harus dibedakan dari demensia senilis dan ini mungkin sukar sebab kedua penyakit ini

tidak jarang di dapati bersamaan. Aterosklerosa otak lebih sering pada kaum pria dan timbul pada usia

lebih muda daripada demensia senilis; kemunduran intelegensi lebih kurang pada aterosklerosa, jalannya

mungkin naik-turun serta terdapat gejala-gejala nerologik.

Harus dibedakan juga dari demensia paralitika, fase depresi dari psikosa manic-depresif dan dari

melankolia involusi.

PENGOBATAN

Hidup yang teratur dan sederhana, tidak banyak stress fisik dan mental; jangan minum alcohol.

Masih terdapat pertentangan tentang diet rendah kolesterol, kural lemak, dan sebagainya. Pada

kegelisahan dapat dibeikan khlorpromazin, tetapi hati-hati kemungkinan timbulhipotensi ortostatik yang

Page 19: Lia Stase Jiwa

dapat menyebabkan komplikasi kelumpuhan pada orang dengan aterosklerosa. Psikoterapi suportif perlu,

terutama pada penderita yang cemas dan dapat ditambah juga dengan transqulaizer atau antidepresan,

tetapi hati-hati. Barbiturate kadang-kadang memperberat kebingungan.

SINDROMA OTAK ORGANIK KARENA DEFISIENSI VITAMIN, GANGGUAN

METABOLISME DAN INTOXIKASI

DEFISIENSI VITAMIN

Lokalisasi patologik di otak akibat defisiensi vitamin menentukan gejala nerologik serta

melepaskan juga gejala gangguan jiwa. Cirri gangguan bergantung lokasi yang terkena yang ditentukan

jenis vitamin yang mengalami defisiensi.

SINDROMA WERNICKE

Timbul karena defisiensi thiamin, tetapi terdapat juga kekurangan niasin. Dalam tahun 1881

wernicke menggambarkan sindroma ini, sebagai berikut: oftalmoplegia, kehilangan ingatan, konfabulasi,

apatia, demensia yang progresif, ataxia, kesadaran menurun sampai dengan koma. Karena kekurangan

thiamin (vitamin B1, atau anerin), maka oxidasi asam piruvik tertganggu sehingga terkumpul dalam

darah. Sindroma wernicke terutama terjadi pada peminum alcohol yang menahun, tetapi mungkin juga

pada anemia pernisiosa, hiperemis gravidarum, karsinoma lambung dan pada tahanan perang. Sekarang

sindrom ini jarang terlihat lagi sebab sering dipakai vitamin-vitamin.

Kelainan patologik terutama terjadi di batang otak: corpora mammilaria serta daerah sekitar

aquaduktus, ventrikel III dan IV. Terjadi nekrosa, baik pada sel ganglion, maupun pada serat-seratnya.

Terdapat gangguan juga pada pembuluh darah kecil, sehingga terjadi perdarahan serta reaksi pada

microglia dan astrosit. Terdapat gejala pseudo-nerastenia seperti lemah, lesu, lekas lelah, emosi yang

labil, lekas tersinggung, suka lupa, apatia, depresi ringan dan rasa cemas. Gejala-gejala menghilang

dengan pemberian vitamin B1.

GANGGUAN JIWA PADA PELAGRA

Pellagra ialah karena kekurangan asam nikotinik, mungkin juga karena kekurangan triptofan, dan

biasanya terdapat kekurangan vitamin-vitamin yang lain, terutama vit C, riboflavin, dll. Terjadi

perubahan pada lobus frontalisd an hipokampus, sel-sel ganglion kehilangan substansi nissle dan

kemungkinan menghilang sama sekali.pada stadium permulaan gejala reversible. Gejala mental : sakit

kepala, lekas tersinggung, kesukaran berkonsentrasi, lekas lupa, gelisa, curiga. Gejala disusul dengan

yang lebih berat : gangguan ingatan, kebingungan, disorientasi, delirium berulang-ulang.

Page 20: Lia Stase Jiwa

Bila lekas diobati prognosisnya baik. Pengobatan dengan niasin atau niasinamid 300-600 mg

sehari. Bila gangguan itu berat, maka dapat diberi suntikan selama beberapa hari 1,2 – 1,5 gram sehari.

GANGGUAN METABOLISME

Gangguan jiwa yang berhubungan dengan metabolism, endokrin, defisiensi vitamin lebih bersifat

menahun, tetapi dapat juga akut. Mungkin timbul nerosa, tetapi mungkin juga psikosa. Penderita dapat

melihat ssebagai sudah cacatdan dapat bereaksi dengan rasa cemas, bermusuhan, rasa salah, serta menarik

diri dari pergaulan. Hal ini semua tergantung pada perasaan dan sikap orang itu terhadap badannya yang

telah mulai dirasakan lain karena gangguan metabolism itu. Taraf perkembangan individu sewaktu timbul

kelianan itu juga penting (masa puberitas, sudah menikah, dll).

Gangguan ini mungkin terjadi pada hipothiroidisme, hipertirodisme, hipoglikemia, diabetes

mellitus, sindroma cushing, sindroma adrenogenitalia, dsb.

INTOKSIKASI

Psikosa toxik dapat disebabkan karena pencernaan, penghirupan, atau kontak yang terus menerus

dengan bahan-bahan toxic. Gejala mental bukan bukan saja tergantung jenis racun itu, tetapi juga pada

kepribadian, pengalaman, umur, dan keadaan emosi penderita.

Bila sindroma itu akut dan jelas, maka terlihat seorang pasien yang gelisah, mudah disugesti,

bingung dalam kesadaran yang berkabut dengan banyak halusinasi penglihatan dan pikiran paranoid.

Pada intoxikasi yang menahun terdapat kemunduran intelektual dengan ganggua orientasi dan

ingatan.

Untuk diagnose perlu anamnesa yang dapat dipercaya, pemeriksaan psikiatrik, pemeriksaan

badaniah, dan pemeriksaan laboratorium.

Penderita dirawat di dalam kamar yang tenang dengan penerangan yang merata sehingga tidak

mudah ditimbulkan interpretasi yang salah tentang barang-barang. Diberi “reassurance” secara terus

menerus oleh orang yang sudah dikenal (sebaiknya orang itu jangan berganti-ganti). Makan dan minum

harus cukup. Janganlah dipakai fenobarbital atau paraldehid sebagai obat penenang.

Gejala-gejala psikiatrik dapat terjadi pada intoxikasi dengan bromide, barbiturate, amfetamin,

alkaloid beladona, halusinogen, thiosianat, kortikosteroid, karbon monoxide, benzin, air raksa, tiimah

hitam, dan sebagainya.

Page 21: Lia Stase Jiwa

PSIKOSA FUNGSIONAL

PSIKOSA AFEKTIF

Bila pada skizofrenia dapat dikatakan bahwa pokok gangguannya terletak pada proses berpikir,

maka pada psikosa afektif pokok gangguannya terdapat pada afek dan emosi (seperti namanya telah

menyatakan).

Bila pada skizofrenia sesudah tiap kali serangan pada umumnya tertinggal “cacat” dan sesudah

beberapa kali serangan biasanya akan timbul gejala-gejala deterorasi mental, maka pada psikosa afektif

sesudah serangan terjadi kesembuhan penuh, terutama pada psikosa manik-depresif.

Bila pada skizofrenia terdapat keretakaaan, perpecahan ataaau disharmoni pada jiwa yang nyata

pada proses berpikir, afek emosi, psikomotor dan kemauan yang tidak seimbang, maka pada psikosa

afektif tidak didapati disharmoni karena hal-hal ini menurun (pada depresi) atau meningkat (pada mania)

bersama-sama.

Di bawah ini akan dibicarakan dua jenis psikosa afektif, yaitu melankolia involusi dan psikosa

manik-depresif.

MELANKOLIA INVOLUSI

Psikosa ini di negara kita tidak begitu sering didapati seperti di negara dingin, umpamanya di

USA diantara semua pemasukan rumah sakit buat pertama kali melankolia involusi hanya dilebihi oleh

skizofrenia, demensia senilis dan aterosklerosis otak dan juga lebih banyak pada kaum wanita (2-3 kali).

Timbulnya psikosa ini pada wanita sering sesudah umur 45 tahun dan pada pria sesudah umur 55

tahun. Pada waktu tersebut fungsi kelenjar-kelenjar endokrin dan reproduktif sudah mulai sangat

berkurang. Terjadi perubahan yang besar pada badan dalam aktivitas metabolisme dan vegetatif.

Berapa besar pengaruh kelainan badaniah yang disebabkan oleh kemunduran fungsi endokrin

pada psikosa ini belum jelas, tetapi terdapat banyak hal yang menunjukkan bahwa pengaruh ini tidak

sepenting faktor psikologik yang diakibatkan oleh masa involusi. Periode ini penuh dengan stres

psikofisiologik. Bila individu itu sebelumnya sudah tidak mantap jiwanya, maka mudah timbul rasa

cemas, depresi dan paranoid.

Page 22: Lia Stase Jiwa

Kepribadian prepsikotik: biasanya penderita dahulu merupakan anak yang penakut, pemalu dan

kompulsif, sejak kecil ia mempunyai rasa tak aman. Sering juga sebelumnya ia seorang yang kaku,

kurang humor, sangat teliti dan suka membesarkan kesalahan sendiri. Terdapat banyak represi, terutama

rasa bermusuhan dan agresi.

Faktor yang mempengaruhi dan memudahkan timbulnya melankolia involusi ialah yang

erhubungan dengan usia lanjut dalam bidang sosial, psikollogik, dan ekonomik, justru pada waktu api

kehidupan sudah mulai padam, sehingga sering timbul rasa cemas.

Gejala-gejala

Beberapa minggu sampai beberapa bulan permulaan, penderita cenderung menjadi hipokondrik,

lekas marah, pesimis, ia mengeluh tentang insomnia dan mulai tidak suka bekerja serta sering menangis.

Ia ragu-ragu dan tidak dapat mengambil keputusan. Lapangan minatnya menyempit dan ia menarik diri

dari kehidupan sosial.

Bila penyakit sudah jelas, maka timbul depresi hebat, kecemasan, agitasi, hipokondriasis dan

waham dosa, waham penyakit dan rasa akan mati sampai dengan waham nihilistik. Sering keluar ucapan

yang menyatakan keputusasaannya. Waham hipokondrik sangat aneh; umpamanya ususnya terputar, ada

kuda di dalam perutnya, genitalianya sudah busuk, otaknya hampir kering, dan sebagainya. Halusinasi

adalah kurang, lebih banyak ilusi.

Motorik menjadi lambat, mimik kurang, menjadi kurus, kaki-tangan dingin, pernapasan dangkal

dan ada konstipasi. Kesadaran tidak menurun. Tidak jarang penderita melakukan percobaan bunuh diri

sebelum depresi menjadi dalam sekali, atau sesudahnya. Bila depresi sudah dalam sekali, maka penderita

seakan-akan tidak dapat berbuat apa-apa lagi.

Prognosa

Antara lain tergantung pada lamanya penyakit dan waktu pengobatan dimulai. Sebelum adanya

terapi elektrokonvulsi berlangsung lama sekali, 40% sembuh sendiri, tetapi rekonvalesensi berlangsung

lama sekali. Dengan terapi elektrokonvulsi 50% menjadi sembuh dengan cepat. Makin berat gejala-

gejalanya, makin jelek prognosanya. Dengan adanya obat-obat antidepresi, prognosanya menjadi lebih

baik lagi dan TEK diberi hanya bila betul-betul diperlukan, umpamanya bila sering terdapat pikiran-

pikiran bunuh diri.

Diagnosa

Harus dibedakan dari fase depresi psikosa manik-depresif. Bila sebelum waktu involusi sudah

terdapat periode depresi psikosa manik-depresif, maka bila dalam waktu involusi timbul depresi psikotik

lagi, maka hal ini dianggap sebagai serangan psikosa manik-depresif, biarpun ciri-ciri depresi sama. Akan

tetapi karena melankolia involusi mempunyai faktor fisiologik dan psikologik yang khas, maka tidak

Page 23: Lia Stase Jiwa

dianggap sebagai modifikasi dari fase depresi psikosa manik-depresif. Pada usia ini penyakit tersebut

perlu juga dibedakan dari aterosklerosa otak.

Pengobatan

Harus awal betul akan kemungkinan bunuh diri yang sering terjadi, sebab itu dipertimbangkan

untuk dirawat di rumah sakit. Sedini-dininya diberi antidepressant dan bila perlu ditambah dengan terapi

elektro-konvulsi yang sangat efektif untuk depresi ini, tetapi harus awas terhadap kontra-indikasinya

(umur tua bukan merupakan kontraindikasi). Psikoterapi suportif (penjaminan kembali atau

“reassurance”) penting dalam waktu rekonvalensi.

PSIKOSA MANIK DEPRESIF

Pada psikosis manic-depresif yang klasik terdapat keadaan mania disusul dengan depresi, atau

sebaliknya. Akan tetapi tidak jarang dilihat hanya satu jenis saja, yaitu mania atau depresi. Kadang-

kadang hanya timbul satu atau dua kali serangan saja seumur hidup orang itu. Interval antara dua fase

tidak tentu lamanya, kadang-kadang lama, tetapi kadang-kadang tidak ada sama sekali, artinya satu jenis

segera disusul oleh jenis yang lain. Segala macam kombinasi mungkin saja ada.

Etiologi

Mungkin ada faktor keturunan, karena 30% dari para saudara penderita dengan psikosa manic-

depresi juga menderita penyakit ini, sedangkan pada seluruh masyarakat diperkirakan 5% (di Amerika

Serikat; tetapi ada yang menduga 15%). Penyakit ini lebih sering dijumpai pada kaum wanita dengan

perbandingan 2 : 1. Juga lebih banyak terdapat pada golongan sosio-ekonomi yang lebih tinggi. Terdapat

lebih banyak di Negara-negara Eropa daripada di Indonesia, terutama di Negara-negara Skandinavia. Di

Amerika Serikat sejak permulaan abad ini psikosa manic-depresif tercatat berkurang.

Gejala-Gejala

Dengan jelas dapat dibedakan dua jenis psikosa manic-depresif: jenis mania dan jenis depresi.

a. Jenis mania

1) Gangguan emosi: penderita merasa senang dan optimistic. Terlalu besar kepercayaannya

pada diri sendiri. Setiap usaha atau pekerjaan dianggap enteng. Efori ini tidak sesuai

dengan kenyataan. Kadang-kadang disertai halusinasi dan waham kebesaran.

2) Aktivitas yang berlebih-lebihan: penderita sangat gelisah, tidak dapat duduk diam atau

tinggal di tempat tidurnya. Ia mungkin menghambur-hamburkan uang, berbelanja tidak

karuan terus berbicara atau menyanyi-nyanyi. Mungkin ia merobek-robek pakaiannya dan

menghias badannya dengan robekan-robekan itu. Sering dipakai kata-kata yang tidak sopan

dan kadang-kadang dilakukan pelamaran. Kegelisahan itu sedemikian rupa sehingga ia

Page 24: Lia Stase Jiwa

tidak makan,tidak dapat tidur betul dantidak merasa lelah; timbul bahaya dehidrasi dan

kolaps.

3) Gangguan proses berpikir: dalam keadaan mania arus pikiran menjadi cepat, terdapat

pikiran melayang dan asosiasi bunyi. Perhatian sangat terganggu, mudah tertarik pada hal-

hal lain. Halusinasi mungkin timbul, tetapi biasanya jarang. Lebih sering timbul ilusi.

Waham seringberupa waham kebesaran, dan tidak sistematis.

b. Jenis depresi

1) Gangguan emosi : tampak selalu lelah dan khawatir. Penderita merasa tidak mampu untuk

menyelesaikan atau untuk melakukan sesuatu. Segala masalah ditinjau secara pesimistik. Ia

merasa sangat rendah dirinya. Kadang-kadang rasa sedih itu begitu hebat sehingga ia putus

asa dan timbul bahaya bunuh diri. Keinginan untuk bunuh diri sering dilakukan dengan

sungguh-sungguh dan direncanakan betul-betul. Kadang-kadang ia membunuh keluarganya

lebih dahulu dengan maksud hendak membebaskan mereka dari penderitaan.

2) Penghambatan aktivitas : hal ini dapat dilihat dari roman muka dengan lipatan nasolabial

yang jelas , sudut mulut yang turun dan banyak lipatan di dahi dan di sudut mata. Gerakan-

gerakan berkurang dan menjadi sangat lambat, kadang-kadang terjadi stupor. Buat

pergaulan penderita tidak mempunyai perhatian. Ia menghindari kawan-kawannya. Surat-

surat sering tidak dijawab, bahkan kadang-kadang tidak dibuka sama sekali. Untuk

pekerjaan diperlukan waktu yang lebih banyak dan dirasakan berat sekali. Penderitaan

wanita sering tidak dapat menyelesaikan pekerjaan rumah tangga pada waktunya.

3) Gangguan proses berpikir : arus pikiran tidak lagi lancar seperti biasa. Kemampuan untuk

mengutarakan isi hati menjadi berkurang. Penderita tidak sanggup lagi mengambil

keputusan. Di samping gejala-gejala di atas, penderita dengan depresi itu merasa cemas dan

takut, misalnya takut menjadi gila. Waham bila ada biasanya berkisar antara perasaan salah

dan rasa rendah diri, contohnya tidak berhasil mencapai sesuatu, katanya oleh karena

kelalaiannya, kurang berusaha, dan sebagainya. Nasibnya ini ialah hasil dari dan hukuman

dosanya terdahulu. Halusinasi jarang timbul, lebih sering ilusi.

4) Keluhan fisik yang menyertai adalah rasa lelah, perasaan tertekan pada kepala dan dada,

kedua tungkai berat sekali, sukar tidur, nafsu makan menurun, obstipasi. Pada wanita haid

terganggu dan pada pria terjadi impotensi.

c. Jenis sirkular

Pada jenis ini terdapat episode mania dan depresi berganti-ganti, diselingi oleh suatu interval

yang normal. Menurut perjanjian, untuk memenuhi diagnose jenis ini, interval itu harus kurang dari

12 bulan. Bila lebih, maka didiagnosa sebagai jenis mania atau jenis depresi sendiri-sendiri.

Page 25: Lia Stase Jiwa

Prognosa dan Perjalanan Penyakit

Meskipun psikosa manik-depresif berjalan secara periodik, 25% dari para penderita hanya

mendapat satu kali serangan seumur hidup. Serangan ini biasanya berlangsung tidak lama, tetapi gejala-

gejalanya hebat, pada umumnya berupa suatu depresi dan sering timbul setelah suatu penyakit fisik atau

stress fisiologik.

Suatu serangan mania biasanya berlangsung kira-kira 6 bulan dan serangan depresi kira-kira 9

bulan bila tidak diobati dan penderita tidak meninggal sebelumnya. Pada umumnya bila serangan pertama

ialah mania, maka hal ini timbul antara umur 15-25 tahun, bila yang pertama berupa depresi, maka

biasanya antara 25-35 tahun. Makin muda orang itu mulai sakit, makin besar kemungkinan untuk

mendapatkan serangan lagi.

Prognosa juga tergantung pada jenis serangan. Dalam hal ini prognosa berarti kemungkinan

timbulnya lagi serangan yang lain. Bila penderita mendapat serangan mania, maka prognosis lebih jelek,

mungkin sekali ia akan mendapat serangan lagi. Terdapatnya gejala yang tak khas (atipik) seperti

hipokondriasis, depersonalisasi, gejala paranoid, juga menjelekkan prognosa.

Keadaan prepsikotik: bila penderita sebelum sakit suka bergaul, menunjukkan perhatian pada

orang lain, suka memaafkan kesalahan orang lain, maka prognosa lebih baik. Adanya gangguan peredaran

darah otak atau gejala fokal neurologic memberatkan prognosa.

Psikosa manic-depresif tidak menuju kemunduran mental (seperti halnya dengan skizofrenia bila

terjadi serangan berulang-ulang).

Diagnosa

Fase depresi psikosa manic-depresif perlu dibedakan dari reaksi depresi. Gangguan emosi pada

reaksi depresi biasanya timbul sebab stress karena konflik psikologik; penderita ini masih dapat

dipengaruhi dari luar, misalnya bila penderita bertemu dengan teman-temannya, maka depresi berkurang.

Tidak demikian halnya pada fase depresi psikosa manic-depresif, karena perubahan emosi dari dalam

(karena itu disebut juga depresi endogenik). Pada umumnya reaksi depresi tidak menunjukkan hambatan

pikiran dan aktifitas seperti pada depresi endogenik. Reaksi depresi dapat diobati dengan psikoterapi.

Pada depresi endogenik, psikoterapi tidak member hasil yang baik. Kepribadian sebelum sakit pada reaksi

depresi sering menunjukkan sifat yang belum matang, sedangkan pada psikosa manic-depresif dijumpai

kepribadian sikloid. Seorang dengan reaksi depresi mengeluh tentang kesukaran waktu baru mulai tidur,

pada depresi endogenik penderita tidak dapat tidur nyenyak dan cepat terbangun.

Psikosa manic-depresif perlu juga dibedakan dari skizofrenia. Pada skizofrenia sering terdapat

pikiran yang aneh yang tidak dapat diikuti. Pada mania langkah pikiran sangat cepat (pikiran melayang)

dan ada asosiasi bunyi. Emosi pada skizofrenia menjadi dangkal atau tidak sesuai dengan keadaan dan

terdapat disharmoni atau keretakan jiwa. Pada psikosa jenis ini selalu masih terdapat harmoni antara

Page 26: Lia Stase Jiwa

emosi, proses pikiran, dan perbuatan. Kepribadian premorbid pada skizofrenia biasanya schizoid, pada

psikosa manic-depresif biasanya sikloid. Sesudah serangan psikosa manic-depresif, individu itu kembali

menjadi seperti biasa, seperti keadaan sebelum sakit biarpun serangan sudah berulang-ulang; pada

skizofrenia sering terdapat cacat dan kemunduran mental sesudah beberapa kai serangan.

Pengobatan

a) Tiap penderita dengan psikosa manic-depresif yang agak berat sebaiknya dimasukkan ke rumah

sakit, karena bahaya bunuh diri pada depresi dan kemungkinan kehabisan tenaga atau kesukaran

keuangan pada mania.

b) Obat-obat : fenotiazin dan derivatnya dosisnya harus disesuaikan secara progresif. Dapat juga

dipakai karbonat litium. Terhadap depresi dapat diberi anti depresan. Penderita harus mendapat

cukup makanan dan minuman bila perlu diberikan melalui pipa.

c) Terapi elektrokonvulsi : sangat efektif pada penderita endogenik , perlu diberi bila sering timbul

pikiran ingin bunuh diri. Sesudah 3-4 kali diberikan elektrokonvulsi penderita sudah keluar dari

depresinya. Tetapi sebaiknya dilanjutkan 2-3 kali lagi. Disamping itu perlu diteruskan dengan

obat anti depresi. Pada pasien dengan mania pada permulaan dapat diberikan 3 kali seminggu

selama 2 minggu, bila tampak perbaikan maka dikurangi sampai 1-2 kali seminggu dan

dilanjutkan samapi 12-20 kali. Dengan adanya neroleptika, maka TEK tidak begitu sering dipakai

lagi dan jumlahnya dalam satu seri juga tidak usah begitu banyak seperti dahulu. Sesudah TEK

dihentikan, neroleptika yang diberi sejak permulaan pengobatan, harus diteruskan.

PSIKOSA PARANOID

Dalam kehidupan sehari-hari sifat curiga dimiliki oleh setiap orang. Hanya pada yang satu lebih

banyak daripada yang lain. Sifat ini adalah umum serta sudah ada sejak dahulu kala dan rupa-rupanya

mempunyai peranan dalam mempertahankan diri sendiri dan umat manusia. Dari sifat curiga yang

normal, yang masih dapat ditoleransi oleh masyarakat dan tidak mengganggu pergaulan sosial yang

lancar, melalui kepribadian paranoid ke parafrenia involusi hingga ke paranoia hanya ada perbedaan

gradual.

Ada anggapan bahwa tidak terdapat batas yang jelas antara kepribadian paranoid, paranoia, dan

parafrenia involusi. Perbedaan hanya gradual pada :

- Afek dan emosi, sampai dimanakah ada kesesuaian reaksinya terhadap perasaannya sendiri dan

lingkungannya

- Sampai dimanakah wahamnya itu sistematis

- Sampai dimanakah kebenaran evaluasinya terhadap kenyataan

Page 27: Lia Stase Jiwa

- Sampai dimanakah bahan subyektif mental disimbolisasi dan diproyeksikan menjadi pencerapan

yang luar biasa seperti halusinasi

- Dan akhirnya sampai dimanakah disintegrasi psikobiologik dan disorganisasi kepribadian

PARANOIA

Paranoia jarang sekali, jauh lebih jarang daripada parafrenia involusi. Gejala-gejala : seperti yang

telah dikatakan sebelumnya, tidak ada patokan yang jelas bilamana sifat-sifat yang terdapat pada

kepribadian paranoid sudah berkembang menjadi gejala-gejala psikotik. Ini tergantung pada penilaian

sipemeriksa dan masyarakat. Mungkin kriterium yang praktis ialah : sampai dimanakah realitas itu

diputar-balikkan dan sampai dimanakah penyesuaian diri sudah terganggu.

Paranoia biasanya menjadi manifest sesudah umur 30 tahun, dan lebih banyak pada kaum pria.

Gejala utama adalah, seperti telah dikatakan, sistem waham yang kaku, kukuh, dan sistematis. Tidak

jarang waham bersumber pada suatu kejadian atau hal yang nyata. Penderita dapat menyusun ceritanya

sedemikian rupa sehingga pada permulaan teman-temannya percaya.

Intelegensinya biasanya baik atau superior dan hal ini tetap tidak terganggu. Penilaiannya hanya

keliru bila berhubungannya dengan sistem wahamnya. Yang menguasai ialah waham kejaran dan waham

kebesaran, atau kedua-duanya bercampur aduk. Penderita mulai mencari arti yang tersembunyi dalam

perilaku dan ucapan orang. Dikiranya bahwa orang-orang menyindir dan bersikap tidak seperti biasa

terhadapnya. Kemudian orang mulai menyebarkan fitnahan terhadap dirinya, surat-suratnya dibaca

musuhnya, banyak orang yang hendak mensabotasi usahanya. Penderita mungkin menjadi susah dan

kadang-kadang melakukan percobaan bunuh diri.

Ada penderita yang terus-menerus mendakwa orang lain, pergi ke instansi resmi untuk mengeluh,

bila tidak berhasil ia naik banding. Yang lain lagi mempunyai waham kebesaran sesudah waham kejaran

yang lama. Ia sedang mengerjakan sesuatu yang sangat penting dan rahasia, ia mempunyai penemuan

yang revolusioner dan spektakuler, sehingga sering ia melalaikan pekerjaan sehari-harinya. Ada banyak

musuh yang hendak menghalanginya atau hendak mencuri hasil kerjanya itu. Ada yang berwaham bahwa

ia asal bangsawan. Kadang-kadang ada yang mengira bahwa wanita-wanita ternama jatuh cinta padanya.

Penderita paranoid dimasukkan ke rumah sakit antara lain sebab tentamen suiside atau homiside,

menulis surat kaleng kepada orang-orang berpangkat, melontarkan dakwaan-dakwaan atau sebab ia

merasa menjadi korban suatu komplotan. Banyak orang paranoid tidak menikah, bukan saja sebab sering

terdapat orientasi homosexual, tetapi juga karena rasa bermusuhan dan rasa curiga, maka ia tidak atau

sukar mendapat teman hidup. Bila mereka menikah juga, maka timbul saja segala macam kesukaran dan

akhirnya sering terjadi perceraian.

Page 28: Lia Stase Jiwa

PARAFRENIA INVOLUSI

Penderita ini mempunyai kepribadian prepsikotik dengan rasa tak aman, sangat kritis dan sering

melemparkan kesalahan kepada orang lain, rasa tak puas, iri hati dan tidak suka mengampuni. Sebelum

masa involusi ia belum pernah menderita skizofrenia paranoid. Jika sudah pernah, maka dianggap psikosa

kali ini merupakan serangan ulang dari skizofrenia paranoid

Gejala-gejalanya berpusat pada waham kejaran yang mungkin terorganisasi baik, tetapi tidak

begitu fantastik seperti pada skizofrenia. Banyak penderita memperlihatkan kekecewaan dan rasa

bermusuhan. Prognosa cukup baik, tetapi tidak begitu baik seperti pada melankolia involusi.

Diagnosa

Sering timbul pertanyaan apakah suatu sindrom paranoid merupakan paranoia, keperibadian

paranoid, parafrenia involusi atau skozofrenia paranoid? Perlu diingat bahwa semakin kuat sistematisasi

dan logika waham-waham itu dan makin kurang terganggunya hubungan dengan realitas, makin dekat

psikosa itu pada paranoia. Main banyak halusinasi dan makin ganjil dan aneh wahamnya, serta makin

jauh ia dari realitas dan makin terganggu organisasi keperibadiannya, makin dekat psikosa itu pada

skizofrenia paranoid.

Penderita skizofrenia paranoid tidak mempunyai dorongan yang kuat seperti penderita paranoid

untuk mencapai sesuatu.

Tidak jarang juga timbul kesukaran untuk menentukan apakah orang itu sudah menderita suatu

psikosa atau mempunyai kepribadian paranoid. Memang hal ini subjektif dan tergantung pada penilaian si

pemeriksa dan masyarakat. Tetapi pada umumnya bila reaksi yang berlebihan it uterus menerus dan tidak

dapat dikoreksi, bila ternyata logikanya kurang dan bila dorongan afektif dan kemauan sangat kurang dan

bertahan lama, maka keadaan ini sudah harus dianggap suatu psikosa.

Prognosis

Paranoia akan tetap demikian. Parafrenia involusi kadang-kadang menjadi baik, tetapi pada

jangka panjang prognosisnya jelek.

Pengobatan

Kecuali bila penderita terlalu terganggu, maka sebaiknya ia tinggal di dalam masyarakt di luar

rumah sakit.

Jangan mengejek, mengkritik atau terus menerus membantah penderita tentang waham-

wahamnya. Beri kesempatan kepada penderita untuk menyelidiki realitas lebih mendalam tanpa membuat

ia malu dan mengurangi rasa harga dirinya. Diperkuat kepuasanya dalam apa yang telah dicapai menurut

kenyataan.

Page 29: Lia Stase Jiwa

Efek tarapi elektrokonvulsi hanya terbatas. Neoleptika diberi untuk penderita yang agresif dan

gelisah. Obat ini juga mungkin dapat mengurangi waham (umpamanya trifuoperazin) atau dapat membuat

penderita acah tak acuh, tidak terpengaruh lagi oleh waham dan halusinasi.

FOLIE A DEUX

Karena gejala-gejalanya gangguan ini hampir selalu bersifat paranoid, maka ia dibicarakan di

sini. dalam tahun 1877 diberitahukan oleh Lasegue dan Falret semacam psikosa yang diinduksi atau

ditularkan, yang mereka beri nama “ folie a deux”. identifikasi merupakan mekanisme pembelaan yang

dipakai. satu dari dua orang yang biasanya sudah lama, bertahun-tahun, tinggal bersama-sama, menderita

gangguan jiwa dengan waham paranoid dan ini diinduksi kepada dan diterima oleh yang lain itu. Sering

psikosa rangkap itu terdapt pada suami isteri, dua orang saudara atau ibu dan anak.

Orang yang pertama menderita psikosa biasanya dominan dalam hubungan meraka. Yang

ketularan ialah orang yang pasif,suka menurut dan sugestif, sangat tergantung pada yang pertama dan

sangat terikat secara emosional.

Biasanya kedua-keduanya merupakan orang yang sukar menyesuaikan diri lapangan minat

mereka hanya terbatas, mempunyai latar belakang dan lingkungan umum yang sama dan mungkin

menghadapi keadaan yang sama juga. Gangguan ini lebih anyak terdapat pada wanita, mungkin sebab

mereka lebih banyak ditinggal di rumah, lingkungannya terbatas dan lebih pasif, suka menurut dan

sugestif.

Yang pertama menderita psikosa yang harus diobati seperti penderita dengan psikosa fungsional

(paranoid). Yang pasif biasanya sembuh sesudah beberapa minggu atau bulan mereka dipisahkan. Dapat

juga diberi obat untuk mempercepat kesembuhannya. Di samping itu dilakukan psikoterapi agar ia dapat

menerima pemisahan itu dan bahwa yang satu itu sedang menderita psikosa, serta ia sendiri dahulu juga

mengalami gangguan jiwa.

PSIKOSA REAKTIF

Psikosa reaktif ialah psikosa fungsional yang timbul karena suatu stress psikologik yang biasanya

datang dengan tiba-tiba dan dirasakan besar oleh penderita. Jadi berbeda dari psikosa fungsional yang lain

yang penyebabnya belum diketahui dengan pasti. Harus dipenuhi criteria psikosa, yaitu : rasa kenyataan

hilang dan fungsi sehari-hari sangat terganggu.

Perbedaan kebudayaan, adat-istiadat, sosio-ekonomi dan individual dapat memberi arti yang

berbeda-beda kepada berbagai hal dari lingkungan yang dapat menjadi faktor pencetus. Keadaan fisik

Page 30: Lia Stase Jiwa

juga dapat membuat individu itu lebih mudah terganggu karena stress, contohnya penyakit infeksi,

kekurangan gizi, pemakaian obat-obat tertentu.

Di dalam PPDGJ-1 terdapat 4 jenis psikosa reaktif yang akan dikemukakan di bawah ini.

1. Psikosa depresi reaktif : dapat disebut juga reaksi depresi psikotik. Gejala utama pada psikosa

ini adalah depresi, gejala-gejalanya menyerupai jenis depresi pada psikosa manik-depresif.

Biasanya timbul sesudah kehilangan yang berarti, kematian, perpisahan, atau suatu kekecewaan

lain yang besar.

2. Gaduh-gelisah reaktif : timbu karena tekanan emosional yang tidak dapat disalurkan melalui

cara yang lain sehingga terjadi dekompensasi mental, contohnya sesudah pertengkaran dalam

rumah tangga. Penderita gaduh dan gelisah, banyak bicara, ribut, marah-marah, mondar-mandir,

menyerupai keadaan mania.

3. Kebingungan reaktif : juga terjadi sesudah kejadian-kejadian yang menyebabkan tekanan

emosional yang hebat. Kadang-kadang didapati kesadaran yang berkabut dengan disorientasi.

Sukar diadakan komunikasi. Roman muka kelihatan bingung, ia tidak tahu mau berbuat apa.

Mungkin ia menjadi agresif. Termasuk diagnose ini juga adalah keadaan bingung sekonyong-

konyong pada seorang narapidana di penjara. Kebingungan reaktif perlu dibedakan dari keadaan

gaduh-gelisah lain, termasuk amok.

4. Reaksi paranoid akut : tiba-tiba timbul sikap paranoid yang hebat. Kadang-kadang hal ini

menjadi waham paranoid. Sering terjadi karena keadaan yang dirasakan sebagai ancaman,

contohnya setelah perselisihan di tempat kerja. Tidak jarang terjadi pada narapidana, transmigran,

imigran, dan sebagainya.

Prognosa psikosa reaktif ini biasanya baik. Sesudah peristiwa yang menimbulkan stress itu selesai,

biasanya psikosa menjadi reda. Penyesuaian diri dipercepat dengan bantuan psikoterapi suportif. Dapat

juga dibantu dengan obat-obat psikotropik (amitriptilin atau imipramin pada depresi, neuroleptika dengan

dosis efektif tinggi pada kebingungan atau gaduh-gelisah reaktif, trifluoperazin pada reaksi paranoid

akut).

SKIZOFRENIA

DEFINISI

Skizofrenia adalah suatu sindrom klinis dengan variasi psikopatologi, biasanya berat, berlangsung

lama dan ditandai oleh penyimpangan dari pikiran, persepsi serta emosi.

Page 31: Lia Stase Jiwa

Dari referensi lain menyebutkan skizofrenia berasal dari dua kata, yaitu “ Skizo“ yang artinya

retak atau pecah (split), dan “ frenia “ yang artinya jiwa. Dengan demikian seseorang yang menderita

skizofrenia adalah seseorang yang mengalami keretakan jiwa atau keretakan kepribadian

Skizofrenia merupakan bentuk psikosis fungsional paling berat, dan menimbulkan disorganisasi

personalitas paling besar. Dalam kasus berat, pasien tidak mempunyai kontak dengan realitas, sehingga

pemikiran dan perilakunya abnormal. Perjalanan penyakit ini secara bertahap akan menuju kearah

kronisitas, tetapi sekali-sekali bisa timbul serangan. Jarang terjadi pemulihan sempurna dengan spontan

dan jika tidak diobati biasanya berakhir dengan personalitas yang rusak —‘’cacat’’.

SEJARAH

Meski kasus Skizofrenia telah lama muncul, hal tersebut masih belum dinyatakan sebagai suatu

penyimpangan sebelum akhirnya pada tahun1896, Emil Kraeplin menyatakan bahwa psikosis terdiri dari

tiga tipe utama, Manic-Depressive Psychosis, Paranoia dan Dementia Praecox. Dementia Praecox

merupakan sindrom yang ditandai dengan terjadinya delusi, halusinasi, permasalahan atensi dan gerak

motorik yang aneh. Kraeplin percaya bahwa Dementia Praecox biasanya mulai terjadi pada masa remaja.

Pada tahun 1911, Eugen Bleuler menyatakan bahwa pada beberapa pasien, simptom-simptom

Skizofrenia tidak berkembang dengan baik sampai dengan pasien tersebut masuk masa dewasa. Ia juga

menyatakan bahwa banyak pasien yang tidak mengalami proses kemunduran mental seutuhnya. Beberapa

pasien kondisi mentalnya sama tiap tahunnya, ada yang terus membaik dan bahkan sembuh.

Bleuler lalu mengajukan pengertian baru bahwa Skizofrenia adalah pemikiran yang terpecah

(Split Mind). Pengertian yang diajukan Beluer ini tetap menimbulkan masalah. Beberapa orang

menganggap bahwa Split Mind adalah kepribadian ganda atau gangguan identitas disosiatif (Dissociatives

Identity Disorder). Apa yang sebenarnya Bleuer maksud dengan Split Mind adalah terpecahnya fungsi-

fungsi psikologis dalam satu kepribadian individu. Dalam pemikiran penderita Skizofrenia, proses emosi,

persepsi dan kognisi tidak berlangsung sebagai suatu kesatuan. Emosi mungkin terpecah dari persepsi dan

persepsi terpecah dari realitas.

TEORI

Endokrin: Dahulu dikira bahwa skizofrenia mungkin disebabkan oleh gangguan endokrin. Teori

ini dikemukakan karena skizofrenia sering timbul pada waktu pubertas, kehamilan atau

puerperium dan waktu klimakterium. Tetapi hal ini tidak dapat dibuktikan.

Metabolism: ada orang yang menyangka bahwa skizofrenia disebabkan oleh gangguan

metabolisme, karena penderita dengan skizofrenia tampak pucat dan tidak sehat. Ujung

extremitas agak sianotik, nafsu makan berkurang dan berat badan menurun. Pada penderita

Page 32: Lia Stase Jiwa

dengan stupor katatonik konsumsi zat asam menurun. Hipotesis ini tidak dibenarkan oleh banyak

sarjana. Belakangan ini teori metabolisme mendapat perhatian lagi karena penelitian dengan

memakai obat halusinogenik, seperti meskalin dan asm lisergik diethylamide (LSD-25). Obat-

obat ini dapat menimbulkan gejala-gejala yang mirip dengan gejala-gejala skizofrenia, tetapi

reversibel. Mungkin skizofrenia disebabkan oleh suatu inborn error of metabolisme, tetapi

hubungan terakhir belum ditemukan.

Teori-teori tersebut di atas ini dapat dimasukkan ke dalam kelompok teori somatogenik, yaitu

teori yang mencari penyebab skizofrenia dalam kelainan badaniah. Kelompok teori lain adalah teori

psikogenik, yaitu skizofrenia dianggap sebagai suatu gangguan fungsional dan penyebab utama adalah

konflik, stress psikologis dan hubungan antarmanusia yang mengecewakan. Dalam kelompok ini

termasuk:

Teori Adolf Meyer. Skizofrenia tidak disebabkan oleh suatu penyakit badaniah, kata Meyer

(1906), sebab dari dahulu hingga sekarang para sarjana tidak dapat menemukan kelainan

patologis-anatomis atau fisiologis yang khas pada susunan saraf. Sebaliknya Meyer mengakui

bahwa suatu konstitusi yang inferior atau suatu penyakit badaniah dapat mempengaruhi

timbulnya skizofrenia. Menurutnya skizofrenia merupakan suatu reaksi yang salah, suatu

maladaptasi. Oleh karena itu, timbul suatu disorganisasi kepribadian dan lam-kelamaan orang itu

menjauhkan diri dari kenyataan. Hipotesis Meyer ini kemudian memperoleh banyak penganut di

Amerika Serikat dan mereka memakai istilah reaksi “skizofrenik”.

Teori Sigmund Freud: juga termasuk teori psikogenik. Bila kita memakai formula Freud,maka

pada skizofrenia terdapat.

1. Kelemahan ego,yang dapat timbul karena penyebab psikogenik atau pun somatic

2. Superego dikesampingkan sehingga tidak bertenaga lagi,Id yang berkuasa dan terjadi suatu

regresi ke fase narsisme.

3. Kehilangan kapasitas untuk transferensi sehingga terapi psikoanalitik tidak mungkin.

Eugen Bleuler (1857-1938): Dalam tahun 1911 Bleuler menganjurkan supaya lebih baik dipakai

istilah “skizofrenia”, karena nama ini dengan tepat sekali menonjolkan gejala utama penyakit

ini,yaitu jiwa yang terpecah belah,adanya keretakan atau disharmoni antara proses berpikir,

perasaan dan perbuatan (schizos=pecah-belah atau bercabang, phren=jiwa). Bleuler

mengemukakan bahwa demensia dalam istilah demensia prekox tidak dapat disamakan dengan

dengan demensia pada gangguan otak organik atau gangguan intelegensi pada retardasi mental. Ia

berpendapat bahwa pada skizofrenia tidak terdapat demensia (awalan “de” berarti kurang atau

Page 33: Lia Stase Jiwa

tidak ada, mensia disini artinya kecerdasan), tetapi keinginan dan pikiran berlawanan,terdapat

suatu dishrmoni. Bleuler membagi gejala-gejala skizofrenia menjadi 2 kelompok:

1. Gejala-gejala primer

Gangguan proses piker

Gangguan emosi

Gangguan kemauan

Autism

2. Gejala-gejala sekunder

Waham

Halusinasi

Gejala katatonik atau gangguan psikomotor yang lain.

Bleuler menganggap bahwa gejala-gejala primer merupakan manifestasi penyakit badaniah (yang

belum diketahui apa sebenarnya,yang masih merupakan hipotesis). Sedangkan gejala-gejala sekunder

adalah manifestasi dari usaha penderita untuk menyesuaikan diri terhadap gangguan primer tadi. Jadi

gejala-gejala sekunder ini secara psikologis dapat dimengerti.

Kemudian muncul teori lain yang menganggap skizofrenia sebagai suatu sindrom yang dapat

disebabkan oleh bermacam-macam penyebab, antara lain keturunan, pendidikan yang

salah,maladaptasi,tekanan jiwa,penyakit badani seperti lues otak,atherosclerosis otak dan penyakit lain

yang belum diketahui.

Akhirnya timbul pendapat bahwa skizofrenia itu suatu gangguan psikosomatis,gejala-gejala pada

badan hanya sekunder karena gangguandasar yang psikogenik,atau merupakan manifestasi somatic dari

gangguan psikogenik. Tetapi pada skizofrenia justru kesukarannya adalah untuk menentukan yang mana

primer dan mana yang sekunder,mana yang merupakan penyebab dan yang mana yang hanya akibat saja.

Jadi kita melihat bahwa hingga sekarang etiologi skizofrenia belum jelas. Karena itu pernah pada

suatu konferensi dunia khusus tentang skizofrenia,dikatakan bahwa sebenarnya sangat memalukan kalau

hingga sekarang kita belum mengetahui sebab musabab suatu penyakit yang terdapat sejak dahulu kala

dan yang tersebar begitu luas diseluruh dunia serta yang khas bagi umat manusia (belum diketahui adanya

skizofrenia pada binatang). Kita juga belum sanggup mengerti dasarnya mengapa seseorang yang

sebelumnya hidup normal diantara orang-orang lain pada suatu waktu keluar dari rel atau jalan hidupnya

yang wajar lalus menderita skizofrenia. Angka kejadian ini diseluruh dunia diperkirakan 0,2-0,8%

setahun.

Sebagai ringkasan,hingga sekarang kita belum mengetahui dasar sebab-musabab skizofrenia.

Dapat diketahui bahwa faktor keturunan mempunyai pengaruh. Dapat diketahui bahwa faktor keturunan

Page 34: Lia Stase Jiwa

mempunyai pengaruh. Faktor yang mempercepat,yang menjadikannya manifes atau faktor pencetus

(precipitating factors) seperti penyakit badaniah atau stres psikologis,biasanya tidak menyebabkan

skizofrenia,walaupun pengaruhnya terhadap skizofrenia yang sudah ada tidak dapat disangkal.

Teori tentang etiologi skizofrenia yang saat ini banyak dianut adalah sebagai berikut:

Genetik: Dapat dipastikan bahwa ada faktor genetik yang turut menentukan timbulnya

skizofrenia. Hal ini telah dibuktikan dengan penelitian tentang keluarga-keluarga penderita

skizofrenia dan terutama anak-anak kembar satu telur. Angka kesakitan bagi saudara tiri adalah

0,9-1,8%,bagi saudara kandung 7-15%,bagi anak yang salah satu orang tua menderita skizofrenia

7-16%,bila kedua orang tua menderita skizofrenia 40-68%,bagi kembar dua telur (heterozigot) 2-

15%,bagi kembar satu telur (monozigot) 61-86%.

Tetapi pengaruh genetik tidak sederhana seperti hokum Mendel. Diperkirakan bahwa yang

diturunkan adalah potensi untuk mendapatkan skizofrenia (bukan penyakit itu sendiri) melalui

gen yang resesif. Potensi ini mungkin kuat,mungkin juga lemah,tetapi selanjutnya tergantung

pada lingkungan individu itu apakah akan terjadi manifestasi skizofrenia atau tidak(mirip hal

genetik pada diabetes mellitus)

Neurokimia: Hipotesis dopamine menyatakan bahwa skizofrenia disebabkan oleh hiperaktivitas

pada jaras dopamine mesolimbik. Hal ini didukung oleh temuan bahwa amfetamin,yang kerjanya

meningkatan pelepasan dopamine,dapat menginduksi psikosis yang mirip skizofrenia,dan obat

antipsikotik(terutama antipsikotik generasi pertama atau psikotik tipikal/klasik) bekerja dengan

mengeblok reseptor dopamine,terutama reseptor D2. Keterlibatan neurotransmitter lain seperti

serotonin,noradrenalin,GABA dan glutamate,serta neuropeptida lain masih terus diteliti oleh para

ahli.

Hipotesis perkembangan saraf (neurodevelopmental hypothesis). Studi autopsi dan studi

pencitraan otak memperlihatkan abnormalitas struktur dan morfologi otak penderita

skizofrenia,antara lain berupa berat otak yang rata-rata lebih kecil 6% daripada otak normal dan

ukuran anterior-posterior yang 4% lebih pendk,pembesaran ventrikel otak yang

nonspesifik,gangguan metabolism di daerah frontal dan temporal dan kelainan susunan selular

pada struktur saraf dibeberapa daerah kortex dan subkortex tanpa adanya tanda gliosis yang

menandakan kelainan tersebut terjadi pada saat perkembangan. Studi neuropsikologis

mengungkapkan deficit dibidang atensi,pemilihan konseptual,fungsi eksekutif dan memori pada

penderita skizofrenia.

Page 35: Lia Stase Jiwa

Semua bukti tersebut melahirkan hipotesis perkembangan saraf yang menyatakan bahwa

perubahan patologis gangguan ini terjadi pada awal kehidupan,mungkin sekali sangat berpengaruh

terhadap genetic,dan kemudian dimodifikasi oleh faktor maturasi dan lingkungan.

EPIDEMIOLOGI

Perkiraan resiko skizofrenia pada suatu waktu tertentu 0,5-1%. Sekitar 15 persen penderita yang

masuk rumah sakit jiwa merupakan pasien skizofrenia, dan sebagian besar pasien skizofrenia akan tinggal

di rumah sakit untuk waktu lama. Pria lebih sering daripada wanita dan kebanyakan dimulai sebelum usia

30 tahun.

Prevalensi skizofrenia di Amerika Serikat dilaporkan bervariasi terentang dari 1 sampai 1,5

persen dengan angka insidens 1 per 10.000 orang per tahun. Berdasarkan jenis kelamin prevalensi

skizofrenia adalah sama, perbedaannya terlihat dalam onset dan perjalanan penyakit. Onset untuk laki laki

15 sampai 25 tahun sedangkan wanita 25-35 tahun. Prognosisnya adalah lebih buruk pada laki laki

dibandingkan wanita.

Beberapa penelitian menemukan bahwa 80% semua pasien skizofrenia menderita penyakit fisik

dan 50% nya tidak terdiagnosis. Bunuh diri adalah penyebab umum kematian diantara penderita

skizofrenia, 50% penderita skizofrenia pernah mencoba bunuh diri 1 kali seumur hidupnya dan 10%

berhasil melakukannya. Faktor risiko bunuh diri adalah adanya gejala depresif, usia muda dan tingkat

fungsi premorbid yang tinggi.

Komorbiditas Skizofrenia dengan penyalahgunaan alkohol kira kina 30% sampai 50%, kanabis

15% sampal 25% dan kokain 5%-10%. Sebagian besar penelitian menghubungkan hal ini sebagai suatu

indikator prognosis yang buruk karena penyalahgunaan zat menurunkan efektivitas dan kepatuhan

pengobatan. Hal yang biasa kita temukan pada penderita skizofrenia adalah adiksi nikotin, dikatakan 3

kali populasi umum (75%-90% vs 25%-30%). Penderita skizofrenia yang merokok membutuhkan anti

psikotik dosis tinggi karena rokok meningkatkan kecepatan metabolisme obat tetapi juga menurunkan

parkinsonisme. Beberapa laporan mengatakan skizofrenia lebih banyak dijumpai pada orang orang yang

tidak menikah tetapi penelitian tidak dapat membuktikan bahwa menikah memberikan proteksi terhadap

Skizofrenia.

ETIOLOGI

Model diatesis-stress

Menurut teori ini skizofrenia timbul akibat faktor psikososial dan lingkungan. Model ini berpendapat

bahwa seseorang yang memiliki kerentanan (diatesis) jika dikenai stresor akan lebih mudah menjadi

skizofrenia.

Page 36: Lia Stase Jiwa

Genetika

Para ilmuwan sudah lama mengetahui bahwa skizofrenia diturunkan, 1% dari populasi umum tetapi 10%

pada masyarakat yang mempunyai hubungan derajat pertama seperti orang tua, kakak laki laki ataupun

perempuan dengan skizofrenia. Masyarakat yang mempunyai hubungan derajat ke dua seperti paman,

bibi, kakek/ nenek dan sepupu dikatakan lebih sering dibandingkan populasi umum. Kembar identik 40%

sampai 65% berpeluang menderita skizofrenia sedangkan kembar dizigotik 12%. Anak dan kedua orang

tua yang skizofrenia berpeluang 40%, satu orang tua 12%.

Faktor Biologi

Komplikasi kelahiran

Bayi laki laki yang mengalami komplikasi saat dilahirkan sering mengalami skizofrenia, hipoksia

perinatal akan meningkatkan kerentanan seseorang terhadap skizofrenia.

Infeksi

Perubahan anatomi pada susunan syaraf pusat akibat infeksi virus pernah dilaporkan pada orang orang

dengan skizofrenia. Penelitian mengatakan bahwa terpapar infeksi virus pada trimester kedua kehamilan

akan meningkatkan seseorang menjadi skizofrenia.

Hipotesis Dopamin

Dopamin merupakan neurotransmiter pertama yang berkontribusi terhadap gejala skizofrenia. Hampir

semua obat antipsikotik baik tipikal maupun antipikal menyekat reseptor dopamin D2, dengan

terhalangnya transmisi sinyal di sistem dopaminergik maka gejala psikotik diredakan.1° Berdasarkan

pengamatan diatas dikemukakan bahwa gejala gejala skizofrenia disebabkan oleh hiperaktivitas sistem

dopaminergik.

Hipotesis Serotonin

Gaddum, wooley dan show tahun 1954 mengobservasi efek lysergic acid diethylamide (LSD) yaitu suatu

zat yang bersifat campuran agonis/antagonis reseptor 5-HT. Temyata zatini menyebabkan keadaan

psikosis berat pada orang normal. Kemungkinan serotonin berperan pada skizofrenia kembali

mengemuka karena penetitian obat antipsikotik atipikal clozapine yang temyata mempunyai afinitas thd

reseptor serotonin 5-HT~ lebih tinggi dibandingkan reseptor dopamin D

Struktur Otak

Daerah otak yang mendapatkan banyak perhatian adalah sistem limbik dan ganglia basalis. Otak pada

pendenta skizofrenia terlihat sedikit berbeda dengan orang normal, ventrikel teilihat melebar, penurunan

massa abu abu dan beberapa area terjadi peningkatan maupun penurunan aktifitas metabolik.

Pemenksaaninikroskopis dan jaringan otak ditemukan sedikit perubahan dalam distnbusi sel otak yang

Page 37: Lia Stase Jiwa

timbul pada masa prenatal karena tidak ditemukannya sel glia, biasa timbul pada trauma otak setelah

lahir.

Penyebab skizofrenia tak diketahui dan merupakan suatu tantangan terbesar bagi pengobatan

kontemporer. Telah banyak diketahui banyak factor predisposisi dan pencetus.

Hereditas. Pentingnya factor genetika telah dibuktikan secara meyakinkan. Resiko bagi

masyarakat umum 1 %, orang tua 5%, saudara kandung 8%, dan anak 10%. Gambaran terakhir ini

menetap walaupun anak telah dipisahkan dari orang tua sejak lahir. Pada kembar monozigot 30-40%.

Lingkungan. Gambaran pada penderita kembar seperti di atas menunjukkan bahwa faktor

lingkunagn juga cukup berperan dalam menampilkan penyakit pada individu yang memiliki faktor

predsiposisi. Beberapa peneliti mengatakan bahwa skizofrenia bukan suatu penyakit, tetapi suatu respon

terhadap tekanan emosi yang tak dapat ditoleransi dalam keluarga dan masyarakat, tetapi pandangan

ekstrim demikian, meski sesuai dengan amsyarakat, kurang didukung oleh penelitian. Riset atas peristiwa

hidup memperlihatkan bahwa pasien skizofrenia mengalami peristiwa hidup itu dengan frekuensi tinggi

dalam 3 minggu sebelum kambuh.

Emosi yang diekspresikan (EE). Jika keluarga skizofrenia memperlihatkan emosi yang

diekspresikan (EE) secara berlebihan, misalnya pasien sering diomeli atau terlau banyak dikekang dengan

aturan-aturan yang berlebihan, maka kemungkiann kambuh lebih besar. Juga jika pasien tidak mendapat

neuroleptik. Angka kekambuhan di rumah dengan EE rendah dan pasien minum obat teratur, sebesar

12%; dengan EE rendah dan tanpa obat 42%; EE tinggi dan tanpa obat, angka kekambuhan 92%.

Kepribadian premorbid. Personalitas pasien sebelumnya sering ’’skizoid’’. Perilaku penarikan

diri dan soliter ini bisa menjelaskan banyak skizofrenia tunggal.

Fisik. Banyak pasien skizofrenia berbadan astenik dan dalam kasus yang telah didiagnosis pasti,

sirkulasi tepinya mungkin buruk, ekstremitas dingin dan amenore.

Biokimia. Psikosis LSD dan psikosis amfetamin mempunyai sejumlah kesamaan dan skizofrenia;

berbagai obat, terutama fenoziatin, efektif untuk mengobati skizofrenia. ”Petunjuk” ini telah membawa ke

banyak riset dan beberapa teori. Defisiensi serotonin – LSD menghambat reseptor serotonin.

Overaktivitas dopamin telah diusulkan, karena amfetamin meningkatkan pelepasan dopamin dan obat

untuk skizofrenia menghambat reseptor dopamin. Peningkatan sensitivitas reseptor postsinaptik menjadi

penjelasan yang lebih mungkin. Teori lain mencakup degenerasi neuron noradrenalin dan defisiensi

monoamin oksidase. Banyak cacat ringan metabolisme telah ditemukan. Dalam katakonia periodik

(keadaan yang jarang ditemukan) timbul retensi nitrogen.

Imunologi. Ada peranan antibodi otak dalam genesis skizofrenia.

Page 38: Lia Stase Jiwa

Kerusakan otak. Ada bukti dilatasi ventrikulus cerebri dan disorientasi usia pada skizofrenia

kronika membuat kemungkina ada penyebab organik. Infeksi virus lambat mungkin ada.

FAKTOR RESIKO

Faktor-faktor yang mungkin dapat mempengaruhi terjadinya skizofrenia, antara lain: sejarah

keluarga, tumbuh kembang di tengah-tengah kota, penyalahgunaan obat seperti amphetamine, stress yang

berlebihan, dan komplikasi kehamilan.

Skizofrenia adalah penyakit gangguan fungsi otak yang diakibatkan oleh ketidakseimbangan

neurotransmitter. Akibat dari penyakit skizofrenia adalah terganggunya kemampuan seseorang untuk

berpikir jernih, berinteraksi dengan orang lain dan berperan secara produktif di masyarakat. Di Indonesia

sendiri diperkirakan terdapat kurang lebih 2 juta orang yang mengalami skizofrenia, namun hanya sekitar

150 ribu pasien yang berkonsultasi ke dokter. Pada pria kebanyakan penyakit skizofrenia menunjukkan

gejalanya pada usia 16-25 tahun, sedangkan pada wanita pada usia 23-36 tahun.

PSIKOPATOLOGI

Terdapat beberapa pendekatan yang dominan dalam menganalisa penyebab Schizophrenia, yaitu

pendekatan biologis (meliputi faktor genetik dan faktor biokimia), pendekatan psikodinamik, pendekatan

teori belajar.

Pendekatan Biologis

Faktor Genetik

Seperti halnya psikosis lain, schizophrenia nampaknya cenderung berkembang lewat keluarga.

Penelitian terhadap munculnya schizophrenia dalam keluarga biasanya diadakan dengan mengamati

penderita schizophrenia yang ada di rumah sakit jiwa dan kemudian meneliti tentang perkembangan

kesehatannya serta mencari keterangan dari berbagai pihak untuk menentukan bagaimana schizophrenia

dan psikosis lainnya muncul di antara keluarga penderita. Dari penelitian yang dilakukan ditemukan

bahwa resiko timbulnya psikosis, termasuk schizophrenia, sekitar empat kali lebih besar pada hubungan

keluarga tingkat pertama (saudara kandung, orang tua, anak kandung) dibandingkan dengan masyarakat

pada umumnya.

Semakin dekat hubungan genetis antara penderita schizophrenia dan anggota keluarganya,

semakin besar kemungkinannya untuk terkena schizophrenia. Hal ini menunjukkan bahwa kecenderungan

terkena schizophrenia dapat ditularkan secara genetis. Keluarga penderita schizophrenia tidak hanya

terpengaruh secara genetis akan tetapi juga melalui pengalaman sehari-hari. Orang tua yang menderita

schizophrenia dapat sangat mengganggu perkembangan anaknya. Hal ini menimbulkan persoalan tentang

Page 39: Lia Stase Jiwa

mana yang lebih berpengaruh : genetis atau lingkungan.Untuk membedakan hal tersebut, para ahli

mengusahakan suatu penelitian terhadap anak kemabar. Kembar identik (monozygotic) adalah

sama/identik secara genetis, karena itu perbedaan antara anak kembar identik kiranya dapat dihubungkan

dengan perbedaan dalam lingkungan mereka. Jika mereka dibesarkan bersama, maka kembar identik

sama-sama mengalami, baik lingkungan yang sama maupun genetis yang sama.

Di pihak lain, kembar yang tidak identik meskipun lahir pada saat yang hampir bersamaan tetapi

secara genetis mereka sama halnya dengan dua orang saudara kandung. Jika kembar tidak identik

dibesarkan bersama, mereka akan sama mengalami lingkungan yang sama tetapi latar belakang

genetisnya hanya identik sebesar 50%. Dalam penelitian terhadap anak kembar secara umum, tingkat

kemungkinan terkena schizophrenia di antara anak kembar identik adalah sekitar dua atau empat kali

lebih tinggi daripada antara anak kembar yang tidak identik. Hal ini menunjukkan kuatnya pengaruh

faktor genetis. Akan tetapi, dalam suatu penelitian terhadap kembar identik lainnya ternyata menunjukkan

bahwa tidak satupunh dari anak yang kembarannya terkena schizophrenia yang juga menderita

schizophrenia. Dengan demikian, usaha untuk membedakan pengaruh genetis dan pengaruh lingkungan

masih kabur.

Hasil penelitian terhadap anak kembar belum dapat membedakan pengaruh genetis dan pengaruh

lingkungan karena anak kembar biasanya dibesarkan bersama. Oleh karena itu, apabila anak yang orang

tuanya menderita schizophrenia juga menderita schizophrenia maka ada tiga kemungkinan jawaban : ibu

atau ayah yang menderita schizophrenia mungkin menularkannya secara genetis, atau anak hidup dalam

lingkungan tertentu yang diciptakan oleh orang tua, atau anak itu menderita schizophrenia akibat dari

faktor genetik dan lingkungan yang menekan. Untuk membedakan akibat gen dan akibat lingkungan

tersebut, diusahakan bebagai penelitian terhadap sekelompok anak yang lahir dari ibu yang menderita

schizophrenia tetapi dipisahkan dari ibunya setelah dilahirkan sehingga tidak ada kontak dengan ibunya

Anak-anak tersebut kemudian diadopsi oleh keluarga lain. Ke;lompok lainnya terdiri dari anak-

anak yang lahir dari ibu yang normal dan juga diadopsi oleh keluarga lain. Dari kelompok anak-anak

yang lahir dari ibu yang terkena schizophreni, ternyata 5 orang menderita schizophrenia dan beberapa

lainnya menderita psikosis lainnya, sedangkan kelompok anak-anak yang lahir dari ibu yang normal,

tidak seorangpun yang terkena schizophrenia. Hal ini mendukung pendapat bahwa schizophrenia lebih

besar kemungkinannya ditularkan secara genetis. Hasil ini juga didukung oleh beberapa penelitian lain,

yaitu bahwa anak-anak dari orang tua schizophrenia mempunyai kemungkinan terkena schizophrenia dua

kali lipat dibandingkan dengan anak-anak dari orang tua yang normal, entah mereka dibesarkan oleh

orang tua angkat yang menderita schizophrenia maupun tidak. Singkatnya hubungan biologis atau genetis

dengan penderita schizophrenia nampaknya merupakan faktor yang paling menyolok untuk menimbulkan

schizophrenia.

Page 40: Lia Stase Jiwa

Beberapa penelitian tersebut menunjukkan pengaruh faktor genetis dalam menularkan

schizophrenia, namun tetap menjadi pertanyaan : bagaiman penularan genetis terjadi. Beberapa peneliti

mencoba hal itu dengan berbagai model antara lain :

a. Distinct Heterogenity Model.

Model ini menyatakan bahwa schizophrenia terdiri dari sejumlah psikosis, beberapa diantaranya

disebabkan oleh kerusakan gen yang dapat diikuti oleh gen-gen tertentu dan yang hanya disebabkan oleh

faktor lingkungan. Schizophrenia catatonic, misalnya, mungkin merupakan penyakit yang muncul secara

genetis yang akhirnya diikuti ketidaknormalan gen pada kromosom tertntu.

b. Monogenic Model.

Model ini menyatakan bahwa semua bentuk schizophrenia dapat disebabkan olehsuatu gen yang

cacat. Gen yang cacat ini akan menyebabkan schizophrenia pada orangyang menerima gen itu dari kedua

orang tuanya (monozygote), namunkemungkinannya kecil bila hanya dari satu orang tua (heterozygote).

c. Multifactorial-Polygenic Model.

Model ini menekankan pengaruh nilai ambang. Menurut model ini, schizophrenia disebabkan

oleh pengaruh berbagai gen, trauma biologis prenatal dan postnatal dan tekanan psikososial yang saling

berinteraksi. Aspek schizophrenia muncul bila faktor-faktor itu berinteraksi melebihi batas ambang

tertentu. Model-model lainnya mengkombinasikan ciri-ciri dari ketiga model tersebut. Schizophrenia,

misalnya, muncul sebagai akibat dari interaksi gen tunggal dan tekanan lingkungan. Model

Multifactorial-Polygenic nampaknya lebih banyak diterima.

Faktor Biokimia

Kraeplin telah mengidentifikasikan schizophrenia sebagai akibat dari adanya ketidakseimbangan

kimiawi karena tidak normalnya kelenjar kelamin. Sementara Carl Jung menyebutkan adanya unsur kimia

yang tidak diketahui, yang disebutnya "toxin x". Adanya indikasi pengaruh faktor genetis setidaknya

menunjukkan adanya pengaruh faktor biokimia karena faktor genetis terjadi melalui proses biologis dan

kimiawi tubuh. Para peneliti lain menemukan adanya substansi kimia yang tidak normal yang disebut

taraxein dalam serum darah.

Riset terakhir difokuskan pada dopamine, suatu neurotransmitter yang aktif di wilayah otak yang

terlihat dalam regulasi emosi atau sistem limbik. Hipotesis dopamine menyatakan bahwa schizophrenia

disebabkan oleh terlalu banyaknya penerimaan dopamine dalam otak. Kelebihan ini mungkin karena

produksi neurotransmitter atau gangguan regulasi mekanisme pengambilan kembali yang dengannya

dopamine kembali dan disimpan oleh vestikel neuron parasimpatik. Kemungkinan lain adalah adanya

oversensitif reseptor dopamine atau terlalu banyaknya respon dopamine. Penelitian terhadap pengaruh

dopamine dilakukan dengan menggunakan 3 macam obat bius, yaitu phenothiazine, L-Dopa, dan

Page 41: Lia Stase Jiwa

amphetamine. Phenothiazine merupakan obat anti psikosis yang dapat mengurangi tingkat kekacauan

pikiran, halusinasi, dan memperbaiki suasanan hati penderita schizophrenia. Terdapat bukti kuat bahwa

phenophiazine mengurangi aktifitas dopamine dalam otak dengan menghambat penerimaan dalam saraf

parasimpatik. L-Dopa biasa digunakan untuk pengobatan gejala-gejala penyakit parkinson. Tubuh akan

mengubah L-Dopa ini menjadi dopamine dan kadang-kadang menyebabkan gejala-gejala seperti

schizophrenia. Sementara amphetamine merupakan obat perangsang yang meningkatkan kemampuan

dopamine dalam otak. Pemberian amphetamine dalam dosis yang berlebihan ternyata menunjukkan

gejala-gejala seperti schizophrenia. Jika penderita schizophrenia diberi amphetamine, meski dalam dosis

rendah, ternyata gejala-gejala schizophrenianya semakin memburuk.

Dengan demikian, obat yang dapat menghambat penerimaan dopamine (seperti phenothiazine)

dapat mengurangi gejala-gejala schizophrenia, sementara obat lain yang meningkatkan kemampuan

dopamine (seperti amphetamine dan L-Dopa) dapat menyebabkan atau memperburuk gejala-gejala

schizophrenia. Hal ini memperlihatkan bahwa kelebihan dopamine dapat menyebabkan gejala-gejala

schizophrenia. Akan tetapi penemuan ini belum seluruhnya tepat. Pemberian phenothiazine terhadap

penderita schizophrenia memperlihatkan bahwa seperempat dari mereka memberi respon yang sangat

kecil atau tidak sama sekali, bahkan seperempatnya memberikan respon negatif. Sementara, sepertiga

penderita yang diberi amphetamine tidak mengalami gejala yang makin memburuk. Hal ini

memperlihatkan bahwa seharusnya ada penyebab lain selain dari kelebihan dopamine.

Perlu disadari bahwa schizophrenia merupakan sekelompok psikosis dengan efek yang

bermacam-macam. Teori dopamine perlu dicermati secara hati-hati karena mungkin terlalu sederhana

dalam mencari penjelasan dengan memusatkan persoalan hanya pada aktifitas dopamine semata tanpa

memperhitungkan interaksi fungsi otak dengan sistem biokimia secara menyeluruh. Penyumbatan

dopamine mungkin mempengaruhi gejala-gejala schizophrenia, tetapi tidak menjadi penyebab munculnya

penyakit tersebut. Perubahan aktifitas dopamine mungkin terjadi setelah munculnya psikosis dan bukan

sebelumnya.

Otak

Sekitar 20-35% penderita schizophrenia mengalami beberapa bentuk kerusakan otak (Sue, et al.,

1986). Penelitian dengan CAT (Computer Axial Tomography) dan MRI (Magnetic Resonance Imagins)

memperlihatkan bahwa sebagian penderita schizophrenia memiliki ventrikel serebral (yaitu ruangan yang

berisi cairan serebrospinal) yang jauh lebih besar dibanding dengan orang normal. Itu berarti jika

ventriker lebih besar dari normal, jaringan otak pasti lebih kecil dari normal. Pembesaran ventrikel berarti

terdapat proses memburuknya atau berhentinya pertumbuhan jaringan otak. Bebebrapa penelitian

memperlihatkan bahwa lobus frontalis, lobus temporalis, dan hipokampus yang lebih kecil pada penderita

schizophrenia (Atkinson, et al., 1992). Penelitian dengan PET (Positron Emission Topography, yaitu

Page 42: Lia Stase Jiwa

pengamatan terhadap metabolisme glukosa pada saat seseorang sedang mengerjakan tes psikologi, pada

penderita schizophrenia memperlihatkan tingkat metabolisme yang rendah pada lobus frontalis. Kelainan

syaraf ini dapat pula dijelaskan sebagai akibat dari infeksi yang disebabkan oleh virus yang masuk otak.

Infeksi ini dapat terjadi selama perkembangan janin. Akan tetapi, jika kerusakan otak terjadi pada masa

awal perkembangan seseorang, pertanyaan yang muncul adalah mengapa psikosis ini baru muncul pada

masa dewasa. Weinberger mengatakan bahwa luka pada otak saling mempengaruhi dengan proses

perkembangan otak yang normal. Lobus frontalis merupakan struktur otak yang terlambat matang,

khususnya pada usia dewasa. Dengan demikian, luka pada daerah tersebut belum berpengaruh pada masa

awal sampai lobus frontalis mulai berperan dalam perilaku.

Pendekatan Psikoanalisa

Menurut Freud kepribadian terdiri atas 3 (tiga( sistem atau aspek, yaitu : id, egoan super ego Id

merupakan unsur landasan dasar, dan paling penting dari ketiganya, karena merupakan sumber dari energi

psikis, yang berasal dari insting-insting biologis manusia. Insting-insting yang paling penting adalah

insting seksual dan insting agresi. Kedua insting tersebut yang banyak membimbing perilaku manusia.

Ego merupakan proses kepribadian yang logis dan mempunyai kegunaan yang mempermudah

transaksi/perbuatan manusia menguasai alam lingkungannya. Ego mencakup kemampuan merencanakan,

memecahkan masalah, dan menciptakan bermacam-macam teknik untuk menguasai dunia sekitarnya.

Selain itu, ego juga harus mampu mengendalikan impuls-impuls manusai, karena ekspresi hiperaktif dari

impuls-impuls seks dan dorongan-dorongan agresi bisam mencelakakan manusia dan sekelilingnya.

Dengan demikian, ego berfungsi mengintegrasikan impuls-impuls seks dan agresinya dengan dunia

luarnya.

Superego merupakan konsep yang melambangkan internalisasi dari nilai-nilai orang tua oleh diri

anak, yaitu berupa nilai-nilai yang ditanamkan dengan sangsi hukuman jika dilanggar dan mendapatkan

hadiah jika dipatuhinya. Pertimbangan antara id dan superego seringkali tidak seimbang dan

menimbulkan konflik. Apabila ego berfungsi dengan baik, maka situasi konflik tersebut akan dapat

dikendalikan dan diselesaikannya secara adekuat. Sementara jika ego lemah, maka situasi konflik tersebut

tidak akan dapat diselesaikannya, dan akan timbul banyak konflik internal atau bahkan konfli yang

sifatnya sangat hebat, yang diekspresikannya dalam bentuk tingkah laku yang abnormal. Jika superego-

nya dominan dan bersifat sangat moralistis, biasanya individu justru akan kurang mampu menanggapi

insting seksual dan agresinya, sehingga individu akan mengembangkan pola rasa bersalah, penuh dosa,

dan penyesalan yang kronis sifatnya, serta dibarengi dengan simptom kelelahan dan kebingungan.

Perkembangan kepribadian individu menurut Freud akan sangat ditentukan oleh perkembangan

psikoseksual dimasa kanak-kanaknya. Apabila anak terus-menerus mengalami frustasi, mendapatkan

Page 43: Lia Stase Jiwa

perlakuan kejam, dan tidak mendapatkan cinta kasih, atau sebaliknya terlalu dimanjakan secara berlebih-

lebihan, ia akan mengalami keberhentian dan kerugian dalam perkembangan kepribadiannya, yang

disebut dengan proses fiksasi. Anak akan mengembangkan bermacam-macam sikap yang immature atau

tidak matang dan tingkah laku yang abnormal. Pola kepribadian yang demikian tidak jarang terus

berlarut-larut dan dapat menjadi predisposisi terjadinya gangguan abnormalitas perilaku dimasa

berikutnya.

Pada schizophrenia, pola kepribadian immature yang berkaitan dengan impuls seksual dan agresi

merupakan predisposisi untuk menimbulkan gangguan tersebut. Berkembangnya gangguan schizophrenia

lebih lanjut biasanya diawali oleh apa yang disebut sebagai precipitating event atau peristiwa pencetus.

Dalam menghadapi peristiwa pencetus tersebut, melalui pola kepribadian yang immature, individu

mengembangkan defence mechanism yang berlebihan, dimana individu akan mengembangkan pola

penyelesaian masalah yang tidak berhubungan dengan realita yang ada, yang sampai akhirnya antar

aspek-aspek kepribadian terjadi disintegrasi atau terpecah. Kondisi tersebut, menyebabkan putusnya

hubungan antara individu dengan dunia nyata. Dalam hal ini terjadi beberapa defence mechanism yang

saling berbenturan secara bersamaan. Misalnya, pada mulanya individu menggunakan mekanisme

pertahanan rasionalisasi. Kemudian, rasionalisasi tersebut direpressnya.

Kemudian, individu mengungkapkan hal yang berlawanan dengan perasaan yang direpressnya

melalui reaksi formasi. Oleh karena itu, simptom delusi dan halusinasi yang dikembangkan oleh

schizophrenia merupakan defence terhadap defence yang lain (defence againts a defence).

Pendekatan Teori Belajar

Para ahli teori belajar, seperti Ullmann dan Krasner, menerangkan tingkah laku schizophrenia

sebagai hasil proses belajar lewat pengkondisian dan pengamatan. Seseorang belajar untuk

"menampakkan" tingkah laku schizophrenia bila tingkah laku demikian lebih memungkinkan untuk

diperkuat daripada tingkah laku yang normal. Teori ini menekankan nilai penguatan stimulasi sosial.

Schizophrenia mungkin muncul oleh karena lingkungan tidak memberi penguatan akibat pola keluarga

yang terganggu atau pengaruh lingkungan lainnya sehingga seseorang tidak pernah belajar merespon

stimulus sosial secara normal. Bersamaan dengan itu, mereka akan semakin menyesuaikan diri dengan

stimulus pribadi atau idiosinkratis. Selanjutnya, orang-orang akan melihat bahwa mereka sebagai orang

aneh sehingga mengalami penolakan sosial dan pengasingan yang akan semakin memperkuat tingkah

laku yang aneh. Perilaku aneh ini akan semakin bertahan karena tidak ada penguatan dari orang lain

berupa perhatian dan simpati.

Pandangan tersebut didukung oleh pengamatan dengan pengkondisian operan. Beberapa

penelitian memperlihatkan bahwa perilaku yang aneh dapat dibentuk melalui proses penguatan. Akan

Page 44: Lia Stase Jiwa

tetapi fakta ini belum dapat memperlihatkan ap-akah tingkatan perilaku yang aneh pada schizophrenia

dapat dijelaskan melalui penmgalaman belajar. Selain itu, fakta lain menunjukkan bahwa beberapa orang

yang hidup dalam lingkungan yang keras dan tertekan tetapi tidak menarik diri ke dalam dunia

khayalannya dan tidak bertingkah aneh. Beberapa penderita schizophrenia bahkan tumbuh dalam

lingkungan keluarga yang mendapat dukungan sosial. Teori belajar sosial menerangkan bahwa gejala-

gejala schizophrenia terjadi dalam lingkungan rumah sakit jiwa. Dalam lingkungan tersebut, penderita

belajar dengan mengamati perilaku pasien lain dan mengikutinya. Hal ini diperkuat lagi oleh petugas

yang memberi perhatian khusus pada penderita yang berperilaku aneh. Pandangan ini sesuai dengan

pengalaman di sekolah dimana guru memberi perhatian khusus justru pada anak yang nakal. Barangkali

beberapa perilaku schizophrenia dapat diterangkan dengan peniruan dan penguatan, akan tetapi banyak

orang menderita schizophrenia tanpa lebih dahulu bertemu dengan penderita lainnya. Selain itu,

kenyataannya justru gejal-gejala schizophrenialah yang menyebabkan seseorang dimasukkan ke rumah

sakit jiwa, dan bukannya akibat yang diperoleh di dalam rumah sakit jiwa.

PATOLOGI

Skizofrenia merupakan penyakit yang mempengaruhi otak. Pada otak terjadi proses penyampaian

pesan secara kimiawi (neurotransmitter) yang akan meneruskan pesan sekitar otak. Pada penderita

skizofrenia, produksi neurotransmitter-dopamin- berlebihan, sedangkan kadar dopamin tersebut berperan

penting pada perasaan senang dan pengalaman mood yang berbeda. Bila kadar dopamin tidak seimbang–

berlebihan atau kurang– penderita dapat mengalami gejala positif dan negatif seperti yang disebutkan di

atas.

Penyebab ketidakseimbangan dopamin ini masih belum diketahui atau dimengerti sepenuhnya.

Pada kenyataannya, awal terjadinya skizofrenia kemungkinan disebabkan oleh kombinasi faktor-faktor

tersebut.

Faktor-faktor yang mungkin dapat mempengaruhi terjadinya skizofrenia, antara lain: sejarah

keluarga, tumbuh kembang ditengah-tengah kota, penyalahgunaan obat seperti amphetamine, stres yang

berlebihan, dan komplikasi kehamilan.

GEJALA

Gejala dari penyakit skizofrenia sendiri dibagi menjadi beberapa gejala, yaitu :

1. Gejala positif , disebut positif karena perilaku dan pola pikir yang seharusnya tidak ada menjadi

ada dalam diri seseorang ketika berinteraksi dengan sekitar. Gejala ini meliputi waham dan

halusinasi umumnya berupa halusinasi penglihatan dan pendengaran.

Page 45: Lia Stase Jiwa

Delusi/waham, yaitu keyakinan yang tidak masuk akal. Contohnya berpikir bahwa dia selalu

diawasi lewat televisi, berkeyakinan bahwa dia orang terkenal, berkeyakinan bahwa radio

atau televisi memberi pesan-pesan tertentu, memiliki keyakinan agama yang berlebihan.

Halusinasi, yaitu mendengar, melihat, merasakan, mencium sesuatu yang sebenarnya tidak

ada. Sebagian penderita, mendengar suara/ bisikan bersifat menghibur atau tidak menakutkan.

Sedangkan yanng lainnya mungkin menganggap suara/bisikan tersebut bersifat negatif/ buruk

atau memberikan perintah tertentu.

Pikiran paranoid, yaitu kecurigaan yang berlebihan. Contohnya merasa ada seseorang yang

berkomplot melawan, mencoba mencelakai atau mengikuti, percaya ada makhluk asing yang

mengikuti dan yakin dirinya diculik/ dibawa ke planet lain.

2. Gejala negatif yang merupakan kebalikan dari gejala positif, dimana perilaku dan pola pikir yang

seharusnya ada menjadi hilang. Gejalanya berupa emosi yang datar, ketidakmampuan untuk

berinisiatif dan mengikuti jalannya kegiatan dan tidak punya ketertarikan dalam hidup.

Motivasi rendah (low motivation). Penderita akan kehilangan ketertarikan pada semua aspek

kehidupan. Energinya terkuras sehingga mengalami kesulitan melakukan hal-hal biasa

dilakukan, misalnya bangun tidur dan membersihkan rumah.

Menarik diri dari masyarakat (social withdrawal). Penderita akan kehilangan ketertarikan

untuk berteman, lebih suka menghabiskan waktu sendirian dan merasa terisolasi.

3. Gejala afektif juga sering menyertai penyakit skizofrenia meliputi perasaan tertekan, cemas,

kurang tidur, perasaan tidak berharga, pemikiran tentang kematian dan bunuh diri serta perasaan

bersalah.

4. Gejala kognitif , yaitu pola pikir yang tidak beraturan, sering terlihat sebagai kebingungan dalam

hal berpikir dan berbicara serta perilaku yang tidak masuk akal.

Mengalami problema dengan perhatian dan ingatan. Pikiran mudah kacau sehingga tidak bisa

mendengarka n musik/ menonton televisi lebih dari beberapa menit. sulit mengingat sesuatu,

seperti daftar belanjaan.

Tidak dapat berkosentrasi, sehingga sulit membaca, menonton televisi dari awal hingga

selesai, sulit mengingat/ mempelajari sesuatu yang baru.

Miskin perbendaharaan kata dan proses berpikir yang lambat. Misalnya saat mengatakan

sesuatu dan lupa apa yang telah diucapkan, perlu usaha keras untuk melakukannya.

5. Gejala agresif yaitu perilaku yang menunjukkan permusuhan dan gangguan dalam pengendalian

impuls.

Page 46: Lia Stase Jiwa

Skizofrenia adalah suatu gangguan psikosis fungsional berupa gangguan mental berulang yang

ditandai dengan gejala-gejala psikotik yang khas dan oleh kemunduran fungsi sosial, fungsi kerja, dan

perawatan diri. Skizofrenia Tipe I ditandai dengan menonjolnya gejala-gejala positif seperti halusinasi,

delusi, dan asosiasi longgar, sedangkan pada Skizofrenia Tipe II ditemukan gejala-gejala negative seperti

penarikan diri, apati, dan perawatan diri yang buruk.

Skizofrenia terjadi dengan frekuensi yang sangat mirip di seluruh dunia. Skizofrenia terjadi pada pria

dan wanita dengan frekuensi yang sama. Gejala-gejala awal biasanya terjadi pada masa remaja atau awal

dua puluhan. Pria sering mengalami awitan yang lebih awal daripada wanita.

Faktor resiko penyakit ini termasuk :

1. Riwayat skizofrenia dalam keluarga

2. Perilaku premorbid yang ditandai dengan kecurigaan, eksentrik, penarikan diri, dan/atau

impulsivitas.

3. Stress lingkungan

Page 47: Lia Stase Jiwa

4. Kelahiran pada musim dingin. Faktor ini hanya memiliki nilai prediktif yang sangat kecil.

5. Status sosial ekonomi yang rendah sekurang-kurangnya sebagian adalah karena dideritanya

gangguan ini

Tidak ada jalur etiologi tunggal yang telah diketahui

menjadi penyebab skizofrenia. Penyakit ini mungkin

mewakili sekelompok heterogen gangguan yang

mempunyai gejala-gejala serupa. Secara genetik,

sekurang-kurangnya beberapa individu penderita

skizofrenia mempunyai kerentanan genetic herediter.

Kemungkinan menderita gangguan ini meningkat

dengan adanya kedekatan genetic dengan, dan

beratnya penyakit, probandnya. Penelitian Computed

Tomography (CT) otak dan penelitian post mortem mengungkapkan perbedaan-perbedaan otak penderita

skizofrenia dari otak normal walau pun belum ditemukan pola yang konsisten. Penelitian aliran darah,

glukografi, dan Brain Electrical Activity Mapping (BEAM) mengungkapkan turunnya aktivitas lobus

frontal pada beberapa individu penderita skizofrenia. Status hiperdopaminergik yang khas untuk traktus

mesolimbik (area tegmentalis ventralis di otak tengah ke berbagai struktur limbic) menjadi penjelasan

patofisiologis yang paling luas diterima untuk skizofrenia.

Semua tanda dan gejala skizofrenia telah ditemukan pada orang-orang bukan penderita skizofrenia

akibat lesi system syaraf pusat atau akibat gangguan fisik lainnya. Gejala dan tanda psikotik tidak satu

pun khas pada semua penderita skizofrenia. Hal ini menyebabkan sulitnya menegakkan diagnosis pasti

untuk gangguan skizofrenia. Keputusan klinis diambil berdasarkan sebagian pada

1. Tanda dan gejala yang ada

2. Rriwayat psikiatri

3. Setelah menyingkirkan semua etiologi organic yang nyata seperti keracunan dan putus obat akut.

GEJALA (PPDGJ)

Menurut PPDGJ, schizophrenia pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental

pada karakteristik pikiran dan persepsi serta afek yang tidak wajar (inappropriate) atau tumpul (blunted).

Kesadaran yang jernih (clear consciouness) dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara,

walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang kemudian.

Page 48: Lia Stase Jiwa

Dalam melakukan diagnosa schizophrenia pada penderita, terdapat beberapa pedoman diagnostik

yang harus diikuti, yaitu pertama harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (biasanya 2

gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas).

a) Isi Pikiran

a) Thought Echo.

Isi pikiran dirinya sendiri yang berulang dan bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran

ulangan, walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda.

b) Thought Insertion atau Withdrawl.

Isi pikiran yang asing dari luar masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil

keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawl)

c) Thought Broadcasting.

Isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum mengetahuinya.

b) Delusi

a) Delusion of Control.

Waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu dari luar.

b) Deluasions of Influence.

Waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan tertentu dari luar.

c) Delusions of Passivity.

Waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar. "Tentang

dirinya" artinya secara jelas merujuk ke pergerakan tubuh/anggota gerak atau ke pikiran,

tindakan, atau penginderaan khusus).

d) Delusional Perception.

Pengalaman inderawi yang tak wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat

mistik atau mukjizat.

c) Halusinasi Auditorik.

a) Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku penderita.

b) Mendiskusikan perihal penderita di antara mereka sendiri (di antara berbagai suara yang

berbicara)

c) Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.

d) Waham yang menurut budaya dianggap tidak wajar

Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak wajar dan

sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan adama atau politik tertentu, kekuatan dan kemampuan

di atas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, berkomunikasi dengan makhluk asing dari

dunia lain).

Page 49: Lia Stase Jiwa

Kedua, dalam melakukan diagnosa schizophrenia pada penderita paling sedikit terdapat 2 (dua)

gejala di bawah ini yang harus selalu ada secara jelas.

a. Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila disertai baik oleh waham yang

mengembang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandunganafektif yang jelas, ataupun

disertai oleh ide-ide yang berlebihan (overvalued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi

setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus menerus.

b. Arus pikiran yan terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation), yang berakibat

inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan atau neologisme.

c. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi tubuh tertentu

(posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor.

d. Gejala-gejala "negatif", seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan respon emosional

yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan

sosial. Tetapi, harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau

medikasi neuroleptika.

Ketiga, adanya gejala-gejala khas tersebut di atas telah berlangsung selama kurun waktu satu

bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodromal.

Keempat, harus ada perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan (overall

quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi (personal behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat,

hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self absorbed attitude), dan

penarikan diri secara sosial.

GEJALA (DSM-IV-TR)

DSM-IV-TR telah mendaftar lima karakteristik gejala-gejala dari Skizofrenia, yaitu delusi,

halusinasi, pembicaraan yang kacau (disorganized speech), perilaku yang kacau (disorganized or

catatonic behaviour) dan gejala negatif. Gejala negatif merupakan penurunan atau bahkan hilangnya

fungsi-fungsi normal pada individu, seperti bahasa dan perilaku. Berikut ini adalah penjelasan mengenai

gangguan-gangguan yang dapat terjadi pada diri individu.

1. Gangguan Bahasa dan Pikiran

Berikut ini adalah gangguan-gangguan yang termasuk ke dalam gangguan bahasa dan

pikiran.

a. Delusi

Delusi merupakan suatu kepercayaan yang tidak berdasarkan pada realitas. Delusi

biasanya muncul pada keadaan psikologis tertentu, seperti mania, depresi, overdosis obat-

obatan dan paling banyak ditemukan pada kasus Skizofrenia. Banyak penderita Skizofrenia

Page 50: Lia Stase Jiwa

tidak menyadari bahwa individu lain mengetahui kepercayaan delusi mereka merupakan hal

yang tidak mungkin terjadi. Berikut ini adalah bentuk-bentuk delusi.

- Delusi Penyiksaan

Merupakan kepercayaan bahwa ia dimusuhi oleh suatu komplotan tertentu, dimata-matai,

diancam, serta dianiaya.

- Delusi Kontrol atau Pengaruh

Merupakan kepercayaan bahwa individu lain atau ada kekuatan lain yang mengontrol

pemikiran, perasaan dan tindakannya. Ia percaya bahwa ada alat tertentu yang

menghubungkan sinyal-sinyal tertentu ke dalam otaknya, sehingga individu lain mampu

mengendalikannya.

- Delusi Keterhubungan

Merupakan kepercayaan dimana ia berhubungan dengan sesuatu hal atau peristiwa

tertentu, padahal sebenarnya ia tidak ada hubungannya sama sekali dengan hal atau peristiwa

tersebut. Contohnya, penderita Skizofrenia mungkin berpikir bahwa kehidupan mereka

diceritakan di televisi atau berita.

- Delusi Kebesaran

Merupakan kepercayaan dimana ia merasa ia sangat terkenal dan ia adalah individu yang

sangat berkuasa. Delusi seperti ini dapat berkembang menjadi delusi identitas, dimana suatu

saat ia bisa saja mengatakan bahwa ia adalah Joan of Arc, Yesus dan lainnya.

- Delusi Rasa Bersalah dan Dosa

Merupakan kepercayaan bahwa ia telah melakukan suatu dosa yang tidak termaafkan dan

ia telah mencelakai seseorang. Contohnya, penderita Skizofrenia dapat mengatakan bahwa ia

telah membunuh anak-anaknya.

- Delusi Kesehatan (Hypochondriac)

Merupakan kepercayaan yang tidak berdasar bahwa ia menderita penyakit fisik yang

mengerikan.

- Delusi Nihilisme

Merupakan kepercayaan dimana ia dan semua orang di dunia telah lenyap. Pasiennya

dapat mengatakan bahwa ia adalah roh yang telah kembali dari kematian.

Pada akhirnya, beberapa penderita Skizofrenia mengeluhkan bahwa pemikiran mereka

telah dirusak dengan cara-cara tertentu. Beberapa delusi ada yang berhubungan dengan

Delusions of Control, diantaranya adalah sebagai berikut.

- Penyebarluasan Pikiran

Merupakan kepercayaan bahwa pemikiran seroang individu telah disebarluaskan pada

Page 51: Lia Stase Jiwa

seluruh dunia, sehingga individu lain dapat mengetahui pemikiran individu tersebut.

- Pemasukan Pikiran

Merupakan kepercayaan bahwa individu lain memasukkan pemikirannya ke dalam

pemikiran individu.

- Pemindahan Pikiran

Merupakan kepercayaan bahwa individu lain telah memindahkan pemikirannya.

Beberapa penderita Skizofrenia terkadang mengalami Blocking, yaitu ditengah-tengah

pada saat ia membicarakan sesuatu, ia kemudian tiba-tiba diam dan ia tidak ingat apa yang

sedang ia bicarakan.

b. Kehilangan Keterhubungan

Bleuler menyatakan bahwa Skizofrenia adalah tidak berhubungannya antara ide-ide yang

berbeda atau fungsi mental yang berbeda. Salah satu contoh perpecahan yang jelas adalah

pembicaraan yang melantur yang biasanya muncul pada penderita Skizofrenia yang masih

muda. Apa yang mereka ucapkan seringkali tidak menunjukkan adanya asosiasi di dalamnya.

Mereka berpindah dari satu topik ke topik lain, padahal topik tersebut jauh dari topik

sebenarnya yang ingin ia bicarakan.

c. Kemiskinan Isi

Sebagai akibat dari hilangnya asosiasi, bahasa yang dikemukakan penderita Skizofrenia

mungkin sangat sedikit. Meskipun individu menggunakan beberapa kata saat berbicara, yang

secara benar secara perbendaharaan kata, ia tidak menyampaikannya dengan luas. Berikut ini

adalah contoh surat yang menggambarkan kemiskinan isi pembicaraan (Poverty of Content).

Yang tersayang, Ibuku.

Saya sedang menulis di kertas. Pulpen yang saya gunakan dibuat dari pabrik “Perry & Co.”

Pabrik ini ada di Inggris. Saya menduganya. Di belakang nama Perry Co. kota London di

tuliskan; tapi bukan kotanya. Kota London ada di Inggris. Saya mengetahuinya dari hari

sekolah. Lalu, saya selalu menyukai Geografi. Guru Geografi saya yang terakhir adalah

Profesor August A. Ia seorang pria dengan mata hitam. Saya juga suka mata hitam. Ada juga

warna biru, mata abu-abu dan warna mata lainnya. Saya telah mendengar bahwa dikatakan

bahwa ular memiliki mata hijau. Semua orang memiliki mata. Ada beberapa juga yang buta.

Orang-orang buta ini dipimpin oleh anak laki-laki. Pasti sangat buruk tidak bisa melihat. Ada

orang-orang yang tidak bisa melihat dan tambahan tidak bisa mendengar. Saya tahu beberapa

yang mendengar terlalu banyak. Seseorang bisa mendengar terlalu banyak.

d. Neologisme

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, kerancuan bahasa yang digunakan oleh

Page 52: Lia Stase Jiwa

penderita Skizofrenia umumnya dianggap sebagai akibat dari pemikiran yang bingung.

Beberapa peneliti saat ini menyatakan bahwa keganjilan bahasa yang dikemukakan penderita

Skizofrenia mungkin bukan dikarenakan gangguan pikiran secara radikal, tetapi dikarenakan

ketidakmampuan untuk mendapatkan simbol verbal yang umum dan disetujui. Untuk itu, apa

yang dikatakan penderita Skizofrenia mungkin saja masuk akal, hanya saja mereka tidak tahu

bagaimana cara menyampakainnya.

Kata-kata yang digunakan mungkin jarang sekali digunakan dan bahkan tidak terdapat di

dalam kamus. Pemakaian kata-kata tersebut disebut neologisme (Neologisms). Neologisme

dibuat dengan cara menggabungkan beberapa kata atau bisa juga menyatakan kata-kata biasa

tetapi dengan cara yang berbeda.

e. Clanging (Gemerincing)/ Penggabungan Kata

Kejanggalan lain yang terkadang ditemukan dalam pembicaraan seorang penderita

Skizofrenia adalah Clanging. Clanging adalah penggabungan kata-kata yang tidak memiliki

hubungan satu sama lain dan diucapkan seperti menggunakan rima tertentu.

f. Campur Aduk Kata

Dalam beberapa kasus, bahasa penderita Skizofrenia menunjukkan proses penurunan

asosiasi secara keseluruhan. Hal tersebut pada akhirnya tidak memungkinkan pendengar untuk

mengikuti hubungan antara kata dan frase yang digunakan. Pola bahasa demikian disebut

Word Salad. Word Salad adalah penggabungan kata dan frase, tetapi gaya pernyataannya sama

sekali tidak berhubungan.

2. Gangguan Persepsi

Beberapa pasien Skizofrenia mengalami perubahan persepsi, termasuk ilusi visual,

gangguan pendengaran akut, tidak mampu memfokuskan perhatian, sulit mengenali indviidu lain

dan sulit memahami apa yang individu lain katakan. Berikut ini adalah gangguan-gangguan yang

termasuk ke dalam gangguan persepsi yang paling sering dibicarakan.

a. Gangguan Perhatian Selektif

Individu normal melakukan seleksi atensi tanpa memikirkan hal tersebut terlebih dahulu.

Mereka tidak sulit untuk memutuskan akan fokus pada rangsang apa. Untuk penderita Skizofrenia,

hal tersebut belum tentu dapat dilakukan. Para peneliti saat ini merasa bahwa penurunan seleksi

atensilah yang mendasari banyak simptom Skizofrenia. Karena sulit melakukan pemilihan

perhatian, penderita Skizofrenia kemudian membuat asosiasi yang aneh, berbicara melantur,

mengalami emosi yang tidak tepat dan bahkan melakukan pola perilaku yang aneh.

b. Halusinasi

Page 53: Lia Stase Jiwa

Gangguan persepsi pada penderita Skizofrenia diantaranya adalah mereka merasakan

sesuatu yang sebenarnya tidak ada. Dirasakannya stimulus eksternal yang tidak tepat disebut

halusinasi. Halusinasi auditori paling banyak muncul, yaitu sekitar 70 persen. Halusinasi auditori

adalah didengarnya satu atau dua suara yang saling berbicara. Halusinasi lain yang banyak muncul

adalah halusinasi visual.

Penderita Skizofrenia tidak hanya mengalami masalah persepsi saja, tetapi juga masalah

monitoring kenyataan (realitas), yang berhubungan dengan kesulitan mereka untuk melakukan

pemilihan perhatian. Ketidakmampuan mereka untuk mengetahui stimulus yang tidak relevan

mungkin menyulitkan mereka untuk membedakan suara yang ia kira ada dengan suara yang

memang benar-benar ada.

3. Gangguan Suasana Hati

Gangguan suasana hati tidak banyak muncul pada kasus Skizofrenia, tetapi lebih banyak

kasusnya pada gangguan suasana hati psikosis. Gangguan suasana hati melibatkan depresi yang

dalam atau Manic Elation (sangat bahagia) atau bergantian antara keduanya. Beberapa pasien

tidak hanya mengalami Manic Depressive tetapi juga menunjukkan simptom-simptom

Skizofrenia. Sindrom intermediate ini disebut gangguan Skizoafektif (Schizoaffective Disorder).

Rata-rata penderita Skizoafektif lebih baik daripada penderita Skizofrenia, tetapi lebih buruk

daripada penderita gangguan suasana hati.

Dalam Skizofrenia, gangguan suasana hati terdiri dari dua bentuk, yaitu pengaruh yang

tumpul atau datar dan pengaruh yang tidak tepat. Pengaruh yang tumpul adalah sedikitnya emosi

yang ditunjukkan. Sedangkan pengaruh yang datar adalah tidak adanya emosi yang ditunjukkan.

Pengaruh yang tidak tepat adalah tidak sesuainya ekspresi emosi dengan situasi yang terjadi.

Penurunan emosi biasanya diikuti dengan Anhedonia, yaitu penurunan rasa gembira.

Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa penderita Skizofrenia cenderung menunjukkan

gestur yang sama, ekspresi muka dan pandangan terhadap pendengar yang sama, tanpa

memperhatikan apakah emosinya mendeskripsikan rasa senang, sedih atau marah. Lebih jauh

lagi, pada semua situasi diatas, gestur, ekspresi muka, tatapan wajah penderita Skizofrenia

cenderung sama dengan mereka yang tidak menderita Skizofrenia ketika mereka menggambarkan

sesuatu yang bahagia. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa pasien-pasien memiliki kesulitan

dalam mengekspresikan dan merasakan emosi yang berbeda, tetapi mereka tidak sulit untuk

merasakan emosi itu sendiri.

4. Gangguan Perilaku Motorik

Page 54: Lia Stase Jiwa

Pengulangan sikap motorik tertentu, seperti menggosok-gosok kepala, meremas-remas

pakaian dan merobek-robek kertas, dalam situasi tertentu merupakan sikap abnormal. Tindakan

tanpa tujuan yang dilakukan berulang-ulang untuk jangka waktu yang lama disebut dengan

Stereotypy.

Pasien Skizofrenia terkadang menunjukkan tingginya aktivitas motorik, berlari-lari,

merusak perabotan dan aktivitas lain yang membutuhkan banyak energi. Selain daripada itu, pasien

Skizofrenia juga sering tidak melakukan apa-apa untuk waktu yang lama. Mereka bahkan sampai

pada kategori Catatonic Stupor, yaitu tidak melakukan apapun dan tidak bergerak untuk waktu

yang lama.

5. Penarikan Diri Sosial

Seperti yang kita ketahui, tanda-tanda Skizofrenia diantaranya adalah emosi yang tidak

stabil, kurangnya minat terhadap dunia luar. Dikarenakan asyik dengan pemikiran sendiri,

penderita Skizofrenia secara berangsur-angsur menarik dirinya untuk tidak terlibat dengan

lingkungannya. Mereka kemudian menarik dirinya dari keterlibatan dengan individu lain.

Salah satu studi yang dilakukan terhadap remaja pria berusia 18 – 20 tahun, yang

mengalami beberapa masalah sosial selama masa kecil hingga remaja, diprediksikan akan

menderita Skizofrenia. Masalah sosial tersebut diantaranya adalah memiliki dua orang teman atau

kurang, lebih memilih untuk bersosialisasi dalam kelompok kecil, lebih sensitif dari yang lain dan

tidak memiliki pacar.

Penarikan diri pasien Skizofrenia berhubungan dengan masaah atensi mereka sendiri.

Masalah mental yang sekiranya merupakan akibat dari kurangnya atensi, dapat membuat

komunikasi menjadi sulit dan sangat sedikit sekali komunikasi dilakukan. Menyadari bahwa pasien

Skizofrenia tidak mau dimengerti dan diketahui, hal tersebut mengakibatkan mereka diperlakukan

kasar. Untuk itu, pasien Skizofrenia lebih memilih untuk fokus pada apapun selain pada individu

lain.

GEJALA BERDASARKAN KONSEP TEORITIS

Coleman (1976) menjelaskan bahwa Schizophrenia adalah gangguan psikosa yang ditandai oleh

split/disorganisasi personality. mengalami disharmoni psikologis secara menyeluruh,

pendangkalan/kemiskinan emosi, proses berpikir yang memburuk. menghilangnya kesadaran sosial,

adanya delusi, halusinasi, sikap/perilaku yang aneh, dan emosinya inkoheren dimana bila terdapat

Page 55: Lia Stase Jiwa

kejadian yang menyenangkan bisa saja penderita malah menjadi bersedih hati, demikian pula sebaliknya.

Halusinasi adalah pengalaman indera dimana tidak terdapat stimulasi terhadap reseptor-reseptor. Delusi

adalah keyakinan yang tidak mempunyai bukti-bukti kebenaran atau bukti-bukti yang dapat diperlihatkan.

Dibandingkan dengan gangguan abnormalitas psikis lainnya, penderita schizophrenia relatif paling sedikit

yang sembuh maupun yang meninggal, sehingga "tumplek" di Rumah Sakit, dimana 50% pasien RSJ

adalah penderita Schizophrenia.

Gangguan kepribadian Schizophrenia ini bisa terjadi pada hampir setiap tingkat usia :

Modus pada : 30 - 35 tahun

10% pada : 20 tahun

65% pada : 20 - 40 tahun

25% pada : di atas 40 tahun

a) Emotional disorders.

Hilangnya aktivitas afek yang normal, dimana kehidupan afeknya sangat terganggu. Ciri utama

patologi emosinya adalah apatis, dimana reaksi emosinya datar, tidak wajar, menyulitkan orang normal

untuk melakukan kontak dengan pasien (seolah-olah diselubungi tembok) sehingga reaksi emosinya tidak

adekuat. Social feeling-nya menghilang, misalnya : bertahun-tahun di bangsal yang sama, bisa tidak

saling berbicara.

Reaksi emosinya sukar diprediksi, inkongruen, ambigous, tanpa sebab bisa menangis, berteriak-

teriak, terkekeh-kekeh, tertawa dibuat-buat, ambivalen (misalnya membunuh sambil tertawa terbahak-

bahak).

b) Delusions

Di sini subyek memiliki keyakinan yang tidak mempunyai bukti-bukti yang benar atau bukti-

bukti yang dapat diperlihatkan. Hal ini lebih dari seperti bentuk mimpi pada orang normal, lebih fantastis,

sukar dibayangkan anehnya. Semua ide dan rasa yakin yang dimiliki subyek menyalahi logika dan

bersifat fantastis, tetapi pada subyek tidak terdapat keinginan untuk menentangnya. Segala sesuatu

bagaikan dalam dunia mimpi, penuh khayal tetapi sangat diyakini subyek sebagai hal yang dialami dan

merupakan bagian dari diri subyek.

Beberapa bentuk delusi, antara lain :

a. Delusions of Reference, yaitu keyakinan subyek bahwa orang-orang membicarakannya,

menuding, memuat gambarnya dikoran, dan sebagainya.

Page 56: Lia Stase Jiwa

b. Delusions of Influence, yaitu keyakinan subyek bahwa "musuh"-nya dengan segala cara berusaha

mempengaruhinya, dengan teknik elektro yang kompleks, memasang elektroda dikepalanya, dan

sebagainya.

c. Delusions of Persecutions, yaitu keyakinan subyek bahwa ia dimusuhi, diancam komplotan,

diburu, ditekan, dan sebagainya.

d. Delusions of Sins and Guilt, yaitu keyakinan subyek akan dosa-dosanya yang tak terampuni, rasa

bersalahnya karena ia mencelakakan orang lain karena ia jahat, dan sebagainya.

e. Delusions of Grandeur, yaitu keyakinan subyek bahwa dirinya adalah orang yang serba hebat,

serba luar biasa, mahasuci, dan sebagainya.

f. Hyphocondriacal Delusions, yaitu keyakinan subyek bahwa dirinya mengalami penyakit yang

aneh, mengerikan, mematikan, dan sebagainya.

g. Nihilistic Delusions,yaitu keyakinan subyek bahwa dirinya merasa dihukum paksa, dimana

subyek merasa dirinya sudah mati beberapa tahun yang lalu dan jiwanya sudah menguap tetapi

badanya masih tersisa di dunia karena dihukum paksa.

c) Hallucinations

Gejala halusinasi ini sangat meninjol muncul sebagai simptom schizophrenia dibandingkan

dengan pada bentuk gangguan abnormalitas lainnya. Halusinasi merupakan persepsi atau pengalaman

indera dimana tidak terdapat stimulasi terhadap reseptor-reseptornya.

Macam-macam halusinasi :

a. Auditory Hallucination, yaitu subyek mendengar sesuatu dimana tidak terdapat stimulasi yang

obyektif terhadap indera dengarnya. Misalnya subyek merasa mendengar suara Tuhan, suara

ghoib, dan sebagainya.

b. Visual Hallucination, yaitu subyek mendengar sesuatu dimana tidak terdapat stimulasi yang

obyektif terhadap indera penglihatannya. Misalnya melihat nabi, melihat, bidadari, dan

sebagainya.

c. Olfactory Hallucination,yaitu subyek mencium sesuatu dimana tidak terdapat stimulasi yang

obyektif terhadap indera penciumannya. Misalnya mencium gas beracun, yang disemprotkan ke

kamarnya, dan sebagainya.

d. Gustatory Hallucination, yaitu subyek mengecap sesuatu dimana tidak terdapat stimulasi yang

obyektif terhadap indera pengecapnya. Misalnya, merasakan adanya racun pada makanan yang

dimakannya atau minuman yang diminumnya, dan sebagainya

Page 57: Lia Stase Jiwa

e. Tactual Hallucination, yaitu subyek merasakan adanya sesuatu yang menstimulasi indera

rabanya dimana tidak terdapat stimulasi yang obyektif. Misalnya, merasakan adanya ular yang

merayap pada kuduknya atau badannya, dan sebagainya.

d) Speech Disorder

Subyek yang mengalami gangguan schizophrenia mengalami gangguan bicara, bisa dalam bentuk

membisu, tidak komunikatif, dan sebagainya. Hal ini terjadi karena rendahnya minat untuk mengadakan

relasi sosial. Subyek tidak merasa perlu untuk berbicara, atau merasa diperintah untuk tidak bicara, atau

takut bau mulutnya mengganggu orang lain, dan sebagainya. Atau bahkan sebaliknya, subyek banyak

bicara tetapi kualitas bicaranya inkoherent, repetitik, meloncat-loncat, dan tidak relevan.

Ciri bicaranya adalah tidak dapat atau sukar dimengerti atau tidak berkaitan. Terjadi neologisme,

yaitu membentuk kata-kata baru dari kata-kata lama yang hanya subyek sendiri yang mengerti (pada

orang normal biasanya disebut akronim yang terbentuk melalui prinsip-prinsip tertentu).

e) Tulisannya "aneh"

Tulisan subyek biasanya diulang-ulang (stereotipe), ganjil, dimuluk-muluk, dan sebagainya.

Bahasa lisannya tidak berhubungan antara satu kata dengan kata lain, atau satu kalimat dengan kalimat

lain, tidak mengikuti aturan tata bahasa yang benar atau seenaknya saja. Kata-katanya banyak yang hilang

atau terpenggal begitu saja.

f) Thinking Disorders

Karena cara berpikirnya yang tidak terintegrasi dengan baik, kata-kata yang oleh orang normal

disupress, pada schizophrenia dilepas saja. Cara berpikirnya meloncat-loncat, tidak urut, tidak selesai,

sehingga sukar bagi orang normal untuk menyesuaikan cara berpikirnya dengan isi dan jalan pikiran

subyek, karena arahnya tidak jelas, tidak koheren, sukar diikuti, dan sebagainya. Pemikirannya tidak

memiliki sasaran yang jelas, tidak terorganisir, tidak utuh dalam proses dan cara berpikirnya.

Menurut Bleuer, terjadi daya asosiasi dalam proses berpikir yang melemah pada penderita

schizophren. Menurut Storch & White, pada penderita schizophrenia terjadi regresi dalam kemampuan

berpikir dan bahasa, sehingga menampilkan bentuk-bentuk primitif dalam perkembangan dan

pengendaliannya. Penderita schizophren berpikir dalam term kongkrit yang mempunyai arti subyektif.

Subyek tidak mampu mengkonstruksikan ide-ide yang abstrak.

Pada tes psikologis, hasil tesnya terlihat rendah pada abstract behaviour, concept formation, dan

generalizing ability. Bila hasil psikotesnya tersebut baik, maka penderita memiliki kecenderungan untuk

Page 58: Lia Stase Jiwa

sembuh, karena secara menyeuruh subyek mampu mencapai relasi kelompok dan mampu menghadapi

masalah-masalah abstrak.

g) Gangguan Intelegensi

Intelligence Quotient (IQ) berada pada sekitar average. Kemunduran intelegensi baru terlihat

setelah 1 - 2 tahun, yaitu di bawah rata-ratatingkat usia mentalnya (tetapi tidak sama pada setiap

penderita).

Tes vocabulary kurang begitu terganggu dibanding tesnya untuk learning, memory, motor ability,

dan abstract thinking. Tetapi, kerusakan intelegensi tidak permanen. Dengan meningkatnya perbaikan

psikis, intelegensi berangsur-angsur normal seperti semula.

h) Gangguan Psikis Lainnya

Hal yang menyolok adalah adanya deteriorasi dan disturbance emosi, dimana sangat disoriented,

yaitu ditandai oleh delusi. Daya ingatnya mengalami kemunduran pada fase awal. Hal itu lebih

disebabkan karena kurangnya perhatian, minat, dan terjadinya kesalahan/kekeliruan dalam proses

learning. Pada mulanya penderita masih bisa mengenal siapa dirinya, identitasnya, dan mengenal orang-

orang di sekitarnya. Akan semakin melemah seiring dengan semakin parahnya penyakit yang dideritanya.

Psikomotoriknya kadang-kadang terlihat terganggu, tetapi kadang-kadang tidak. Hal itu

tergantung pada tipe schizophren yang dideritanya. Insight melemah cukup menyolok, dimana penderita

tidak mampu menerima penilaian terhadap kenyataan-kenyataan dirinya. Penderita tidak bisa diajak

mengerti. Penderita tidak mampu mengendalikan aktifitasnyasesuai dengan norma lingkungan sosialnya.

i) Simptom-Simptom Fisik

Kesehatan tubuh yang dimiliki penderita sangat buruk. Hal ini disebabkan karena tidak terawat,

kurang gizi, tidur tidak teratur/terganggu, lemah secara fisik, kurus kering, dan suhu tubuh terganggu.

SIMTOMATOLOGI

Gejala yang timbul sangat bervariasi tergantung pada tahapan perjalan penyakitnya. Ada gejala

yang dapat ditemukan dalam kelainan lain, ada yang paling sering timbul pada skizofrenia gejala inilah

yang meupakan tanda utama diagnosis.

Kelainan Pikiran. Lebih mengarah pada bentuk ketimbang isi: kelainan pikiran formal.

Pikirannya berbelit-belit dan menyebar. Hubungan normal antara satu ide dengan ide lain terputus

Page 59: Lia Stase Jiwa

(pikiran ‘knight’s move’). Pasien mungkin mengalami blok pikiran mendadak (penghambatan pikiran ).

Pikiran konkret (tidak mampu berpikir abstrak) mungkin terlihat jika pasien diminta memberikan arti

umum suatu peribahasa yang sudah dikenal. Pikirannya terganggu oleh gangguan tema personal (autistic

atau dereistik) dan oleh ketidak-mampuan untuk memilih pikiran (pikiran ‘overinclusive’).

Kelainan emosi. Reaksi emosi dan afek yang tidak tepat atau tidak sesuai dengan keadaan atau

pikiran pasien. Lalu, timbul penumpulan dan apati. Tanda awalnya tak adanya ‘’rapport’’ yang ditemukan

di saat wawancara.

Kelainan kemauan. Ada kehilanagn mendadak, kelemahan dan tak ada dorongan, terlihat dari

kegagalan dalam pekerjaan rumah, pelajaran dan pekerjaan. Suatu saat dapat ditemukan kekerasan hati

yang berlebihan, negativisme atau suatu kepatuhan secara otomatis.

Katakonia. Kelainan gerakan mungkin timbul dalam bentuk kekauan, gerakan yang kurang

terkoordinasi serta gaya berjalan, menyeringai, sikap dan dalam kasus ekstrim, flesibilitas serea dan

ekopraksia.

Halusinasi. Dapat terjadi dalam banyak penyakit, tetapi pada skizofrenia halusinasi ditemukan

dalam keadaan kesadaran yang jernih. Biasanya merupakan halusinasi pendengaran, tetapi indera sensorik

lain mungkin terlibat.

Waham. Waham primer adalah waham yang berkembang penuh dari suatu persepsi normal,

munculnya mendadak dan sangat diyakini oleh penderita. Waham sekunder merupakan suatu keyakinan

yang salah dan munculn dari gejala lain misalnya: pasien mungkin ‘menerangkan’ dengan yakin bahwa

kelainan pemikirannya disebabkan karena ada suatu agen dari luar yang meletakkan pikiran itu atau

mengacaukan pikiran di kepalanya.

Gangguan ekspresi. Kelainan pikiran dan halusinasi sering dicerminkan dalam percakapan

(neologisme, word salad), tulisan tangan dibuat-buat, lukisan dan sajak yang aneh.

Penarikan diri. Sebagai akibat timbulnya gejala-gejala di atas, penarikan diri dari kontak social

normal dan aktivitas sering merupakan gejala dini.

Gejala psikotik ditandai oleh abnormalitas dalam bentuk isi dan pikiran,persepsi dan emosi serta perilaku.

Berikut ini beberapa gejala yang dapat diamati pada skizofrenia:

Penampilan dan perilaku umum

Tidak ada penampilan atau perilaku yang khas skizofrenia. Beberapa bahkan dapat

berpenampilan dan berperilaku “normal”. Mungkin mereka tampak berpreokupasi terhadap

kesehatan,penampilan badan,agama atau minatnya.

Page 60: Lia Stase Jiwa

Pasien dengan skizofrenia kronis cenderung menelantarkan penampilannya. Kerapian dan

hygiene pribadi juga terabaikan. Mereka juga cenderung menarik diri secara sosial.

Gangguan pembicaraan

Pada skizofrenia inti gangguan memang terdapat pada proses pikiran. Yang terganggu terutama

adalah asoisasi. Asoisasi longgar berarti tidak adanya hubungan antaride. Kalimat-kalimatnya tidak saling

berhubungan. Kadang-kadang satu idea belum selesai diutarakan,sudah dikemukakan idea lain. Atau

terdapat pemindahan maksudnya “tani” tetapi dikatakan “sawah”. Bentuk yang lebih parah adalah

inkoherensi.

Tidak jarang juga digunakan arti simbolik,seperti dikatakan “merah” bila dimaksudkan “berani”.

Atau terdapat asoisasi bunyi (clang association) oleh karena pikiran sering tidak mempunyai tujuan

tertentu,misalnya piring-miring,atau”…..dulu waktu hari, jah memang matahari, lalu saya lari….”. Semua

ini menyebabkan bahwa jalan pikiran pada skizofrenia sukar atau tidak dapat diikuti dan dimengerti.

Neologisme. Kadang-kadang pasien dengan skizofrenia membentuk kata baru untuk menyatakan

arti yang hanya dipahami oleh dirinya sendiri.

Mutisme. Sering tampak pada pasien skizofrenia katatonik

Kadang-kadng pikiran seakan-akan berhenti, tidak timbul idea lagi. Keadaan ini dinamakan

blocking, biasanya berlangsung beberapa detik saja,tetapi kadang-kadang sampai beberapa hari.

Gangguan perilaku

Salah satu gangguan aktivitas motorik pada skizofrenia adalah gejala katatonik yang dapat berupa

stupor atau gaduh gelisah(excitement). Pasien dengan stupor tidak bergerak,tidak berbicara,dan tidak

berespo meskipun ia sepenuhnya sadar. Sedangkan pasien dengan katatonik gaduh gelisah menunjukkan

aktivitas motorik yang tidak terkendali. Kedua keadaan ini kadang-kadang terjadi bergantian. Pada stupor

katatonik juga bias didapati fleksibilitas serea dan katalepsi. Gejala katalepsi adalah bila suatu posisi

badan dipertahankan untuk waktu yang lama. Fleksibilitas serea:bila anggota badan dibengkokkan terasa

suatu tahanan seperti pada lilin atau malam dan posisi itu dipertahankan agak lama.

Gangguan perilaku lain adalah stereotip dan manerisme. Berulang-ulang melakukan suatu

gerakan atau mengambil sikap badan tertentu disebut stereotipi,misalnya menarik-narik rambutnya,atau

tiap kali bila mau menyuap nasi mengetuk piring dulu beberapa kali. Keadaan ini dapat berlangsung

beberapa hari sampai beberapa tahun. Streotipi pembicaraan dinamakan verbigerasi,kata atau kalimat

diulang-ulangi. Hal ini sering juga terdapat pada gangguan otak organik. Manerisme adalah streotipi

tertentu pada skizofrenia yang dapat terlihat dalam bentuk grimas pada mukanya atau keanehan berjalan

dan gaya berjalan.

Page 61: Lia Stase Jiwa

Negativisme: menentang atau justru melakukan yang berlawanan dengan apa yang disuruh.

Otomatisme komando(command automatism) sebetulnya merupakan lawan dari negativisme semua

perintah dituruti secara otomatis,bagaimana ganjil pun. Termasuk dalam gangguan ini adalah

echolalia(penderita meniru kata-kata yang diucapkan orang lain) dan ekhopraxia (penderita meniru

perbuatan atau gerakan orang lain).

Gangguan afek

Kedangkalan respon emosi(emotional blunting),misalnya penderita menjadi acuh-tak acuh

terhadap hal-hal yang penting untuk dirinya sendiri seperti keadaan keluarganya dan masa depannya.

Perasaan halus sudah hilang, juga sering didapati anhedonia.

Parathimi: apa yang seharusnya menimbulkan rasa senang dan gembira,pada penderita timbul

rasa sedih atau marah.

Paramimi: penderita merasa senang dan grmbira,akan tetapi ia menangis. Parathimi dan paramimi

bersama-sama dinamakan incongruity of affect dalam bahasa inggris dan inadequaat dalam

bahasa Belanda.

Kadang-kadang emosi dan afek serta ekspresinya tidak mempunyai kesatuan,misalnya sesudah

membunuh anaknya penderita menangis berhari-hari,tetapi mulutnya seperti tertawa. Semua ini merupaka

gangguan afek dan emosi yang khas untuk skizofrenia. Gangguan afek dan emosi lain adalah:

Emosi yang berlebihan,sehingga kelihatan seperti dibuat-buat,seperti penderita sedang bersandiwara.

Yang penting juga pada skizofrenia adalah hilangnya kemampuan untuk mengadakan hubungan emosi

yang baik(emotional rapport). Karena itu sering kita tidak dapat merasakan perasaan penderita.

Karena terpecah belahnya kepribadian,maka dua hal yang berlawanan mungkin timbul bersama-sama

misalnya mencintai dan membenci satu orang yang sama,atau menangis dan tertawa tentang satu hal yang

sama. Ini dinamakan ambivalensi afektif.

Sensitivitas emosi. Penderita skizofrenia sering menunjukkan hipersensitivitas terhadap

penolakan,bahkan sebelum menderita sakit. Sering hal ini menimbulkan isolasi sosial untuk menghindari

penolakan.

Gangguan persepsi

Halusinasi. Pada skizofrenia,halusinasi timbul tanpa penurunan kesadaran dan hal ini merupakan

suatu gejala yang hampir tidak dijumpai pada keadaan lain. Paling sering pada skizofrenia adalah

halusinasi pendengaran(auditorik atau akustik) dalam bentuk suara manusia,bunyi barang-barang atau

siulan. Halusinasi penciuman(olfaktorik),halusinasi pengecapan(gustatorik) atau halusinasi rabaan(taktil)

jarang dijumpai. Misalnya penderita mencium kembang kemana pun ia pergi,atau ada orang yang

menyinarinya dengan alat rahasia,atau ia merasa ada racun didalam makanannya. Halusinasi

Page 62: Lia Stase Jiwa

penglihatan(optic) agak jarang pada skizofrenia,lebih sering pada psikosis akut yang berhubungan dengan

sindrom otak organic. Bila terdapat,maka biasanya pada stadium permulaan,misalnya penderita melihat

cahaya yang berwarna atau orang yang menakutkan.

Gangguan pikiran

Waham. Pada skizofrenia waham sering tidak logis sama sekali dan sangat bizar. Penderita tidak

menginsafi hal ini dan baginya merupakan fakta yang tidak dapat diubah oleh siapa pun. Sebaliknya ia

tidak mengubah sikapnya yang bertentangan,misalnya penderita berwaham bahwa ia raja,tetapi ia main-

main dengan air ludahnya dan mau disuruh melakukan pekerjaan kasar. Mayer-Gross membagi waham

dalam 2 kelompok, yaitu waham primer dan waham sekunder. Mungkin juga terdapat waham sistematis.

Ada juga tafsiran yang bersifat waham (delusional interpretations)

Waham primer timbul secara tidak logis sama sekali,tanpa penyebab apa-apa dari luar. Menurut

Mayer-Gross hal ini hampir patognomonik buat skizofrenia. Misalnya waham bahwa istrinya sedang

berbuat serong sebab ia melihat seekor cicak berjalan dan berhenti dua kali,atau seorang penderita

berkata”dunia akan kiamat” sebab ia melihat seekor anjing mengangkat kaki terhadap sebatang pohon

untuk kencing.

Waham sekunder biasanya logis kedengarannya:dapat diikuti dan merupakan cara bagi penderita

untuk menerangkan gejala-gejala skizofrenia lain. Waham dinamakan menurut isinya:waham kebesaran

atau expansif,waham nihilistic,waham kejaran,waham sindiran,waham dosa dan sebagainya.

Waham primer agak jarang terjadi dan lebih sulit ditentukan dengan pasti. Waham

kejaran(persecutory delusion)sering didapatkan tetapi tidak spesifik untuk skizofrenia. Waham referensi

dan waham kendali serta waham kendali serta waham pikiran sisipan atau pikiran siaran jarang terjadi

tetapi mempunyai arti diagnostk yang lebih besar untuk skizofrenia.

FASE SKIZOFRENIA

Seperti halnya gangguan lainnya, Skizofrenia terjadi berdasarkan fase-fase tertentu yang dapat

terus berkembang seiring dengan berjalannya waktu. Fase-fase tersebut telah terbagi menjadi tiga fase.

Berikut ini adalah ketiga fase tersebut.

1. Fase Prodromal

Pada beberapa kasus, serangan Skizofrenia terjadi secara tiba-tiba. Dalam beberapa hari,

individu yang dapat beradaptasi dengan baik dapat mengalami halusinasi psikotik. Dalam beberapa

kasus, individu mengalami penurunan fungsi-fungsi tertentu selama bertahun-tahun, sebelum

akhirnya simptom psikotik jelas muncul. Penurunan yang disebutkan diatas disebut dengan Fase

Prodormal.

Page 63: Lia Stase Jiwa

Selama fase ini, pasien yang baru menderita Skizofrenia umumnya menarik diri dan

terisolasi secara sosial. Mereka seringkali berhenti untuk memperhatikan penampilan kebersihan

diri mereka, lupa untuk mandi, lupa tidur dan lainnya. Prestasi di sekolah maupun di tempat kerja

mulai menurun, sering terlambat, kurang hati-hati dan tidak perhatian. Gangguan pemikiran dan

bahasapun mulai terjadi. Pada saat bersamaan, emosi yang diekspresikanpun menjadi kurang dan

tidak sesuai. Gangguan ini terus terjadi secara bertahap hingga individu melakukan sesuatu yang

aneh, seperti berpakaian tidak layak, memungut sampah, dan bahkan berbicara dengan sesuatu

yang tidak pasti. Pada saat ini terjadi, maka individu telah memasuki fase aktif.

2. Fase Aktif

Pasien mulai menunjukkan gejala-gejala psikotik, seperti delusi, halusinasi, pembicaraan

yang melantur, penarikan diri dan lainnya.

3. Fase Sisa

Sama dengan perilaku yang muncul pada fase prodromal. berterus terang atau kepura-

puraan biasanya muncul pada fase ini. Pembicaraan mereka masih melantur, kebersihan tidak

terjaga, berhalusinasi, delusi, memiliki ide yang rumit, mengaku bahwa ia mampu mengetahui

masa depan dan lainnya.saat fase ini berakhir, penderitanya dapat berfungsi secara normal

kembali, atau bahkan semakin memburuk dan menjadi psikotik.

KLASIFIKASI

Menurut PPDGJ-III schizophrenia terbagi menjadi

1. Skizofrenia paranoid, ditandaidengan adanya waham preokupasi (waham bahwa dia sedang

diserang, dilecahkan, ditipu, disiksa, atau dikonspirasikan terhadap) atau grandious (waham yang

ditandai dengan dibesar-besarkan terhadap betapa pentingnya, berpengetahuan, berpengaruh kuat

seseorang, atau berhubungandengan dewa atau orang penting).

Tipe pasiennya : tense (ketidakmampuan merasa relax terhadap rasa ansietas), curigaan, berhati-hati,

lambat mengemukakan pikiran atau emosi.

Epidemiologi : Merupakan jenis skizofrenia terbanyak di seluruh dunia. Usia 20-30 tahun. Pasien

umumnya telah memiliki idemitas dan posisi dalam suatu komunitas.

Faktor risiko : usia dewasa (20-30)

Manifestasi Klinis :

Adanya suara-suara halusinasi yang mengancam atau memberi perintah, atau halusinasi auditorik

tanpa bentuk verbal beruapa bunyi pluit (whistling), mendengung (humming), atau bunyi tawa

(laughing)

Page 64: Lia Stase Jiwa

Halusiansi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-lain perasaan tubuh;

halusisnai visyal mngkin ada tapi kurang menonjol.

Waham dikendalikan (delusion of control), dipengaruhi (delusion of influece), atau passivity

(delusion of passivity), keyakinan yang beraneka ragam, adalah yang paling khas.

Diffrential Diagnosis:

Skizoafective

Gangguan depresi (gejala psikotik tidak begitu jelas).

Komplikasi : Suicide, masalah social-lingkungan

2. Skizofrenia hebefrenik (skizofrenia disorganisasi)

Pasien harus memenuhi criteria umum skizfrenia.

Onset pada usia remaja atau dewasa muda (onset biasanya 15-25 tahun)

Premorbid personality biasanya ; pemalu dan senang menyendiri (solitary).

Gejala minimal 2-3 bulan dari :

- Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak diramalkan, serta mannerisme (perilaku

stereotype yang aneh), perilaku tanpa tujuan dan tanpa perasaan

- Afek dangkal (shallow) dan tak wajar (inapropiate), disertai cekikikan (giggling), perasaan

puas diri (self0satitisfied), senyum sendiri, sikap tinggi hati, tertawa menyeringai (grimace),

mannerisme, mengibuli secara bersenda gurau (pranks), keluhan hipokondriakal, ungkapan

kata yang diulang-ulang.

Afektif atau dorongan kehendak, pola pikiryang menonjol. Perilaku yang menonjol adalah tanpa

tujuan dan tanpa kehendak. Adanya preokupasi yang dangkal dan bersifat dibuat-buat terhadap

agama, filsafat, dan tema abstrak.

3. Skizofrenia katatonik : terdapat dominasi gangguan psychomotor.

Selain gejala schizophrenia lainnya harus ada gejala katatonik minimal selama 2 minggu dapat berupa

stuporous (penurunanan responsivitas, kurang memperhatikan lingkungan dan kelambanan) dan

excited (respon berlebihan terhadap rangsang). Gangguan perilaku dapat berupa posturing

(mempertahankan posisi tertentu), negativism (penentangan terhadap usulan auat perintah), rigidity

(kaku), flexibility (mempertahankan posisi yang dapat dibentuk dari luar), command-autism

(keparuhan otomatis terhadap perintah).

Terdapat beberapa jenis katatonia, yaitu:

Inhibitor atau Stuporous Catatonic , pasien memperlihatkan keadaan stupor yang komplit (kaku)

atau menunjukan penurunan aktivitas atau pergerakanyang spontan.

Page 65: Lia Stase Jiwa

Etiologi : Inhibisi total corteks cerebri.

Manifestasi Klinis : Mereka tampak bisu, negativism (penentangan terhadap ususlan atau perintah),

stereotypes (pengulangan tindakan atau kata-kata yang menetap dan tidak ada gunanya), echopraxia

(peniruan gerakan orang lain yang bersifat stereotipik), automatic obedience (kepatuhan otomatis).

Tatalaksana : Barbiturate iv.

Excited Catatonia, pasien menunjukan agitasi psychomotor.

Periodic Catatonia :Katanonia inhibitori yang diselingi kataonia jenis eksitasi. Sangat dipengaruhi

keseimbangan nitrogen tubuh.

Etiologi

Manifestasi Klinis: terus menerus berbicara dan teriak. Bicara nya inkoheren dan sikapnya lebih

dipengaruhi stimulus internal dari pada lingkungan

Tatalaksana : (sifat : urgent karena membahayakan lingkungan dan pasien pribadi serta kolaps akibat

eksitasi komplit) kontrol fisik dan medis.

Komplikasi : exhaustion (sangat lelah), malnutrisi, melukai diri sendiri, hyperpirexia

4. Undifferentiated Schizophrenia = Memenuhi criteria umum skizofrenia tetapi tidak dapat

diklasifikasikan sebagai skizofrenia paranoid, hebefrenik, katatonik, residua, atau post-skizofrenia.

Penegakan diagnosa:

Telah memenuhi criteria umum skizofrenia.

Tidak memenuhi criteria skizofrenia paranoid, hebefrenik, disorganisasi.

Tidak memenuhi criteria umum skizofrenia residual atau post-skizofrenia.

5. Depresi pasca-skizofrenia

Definisi : Suatu episode depresi yang terjadi setelah masa “aftermath of the schizophrenia illness.”

Manifestasi Klinis : Gejala yang terdapat pada fase residual tetapi diikitu dengan afek depresi.

Penegakan Diagnosis :

Pasien telah mengalami skizofrenia (memenuhi criteria umum skizofrenia) sedikitnya 12

bulan terakhir ini.

Beberapa gejala sizofrenia masih tetap ada (tetap tidak lagi mendominasi gambaran

klinisnya)

Gejala depressive menonjol dan menggangu memnuhi paling sedikit criteria untuk episode

depresif dan telah ada dalam kurun waktu paling sedikit 2 minggu.

Differential Diagnosis :

Skizofrenia residual (Tidak diikuti afek yang depresi)

Page 66: Lia Stase Jiwa

Efek samping pengobatan antipsikosis.

Skizoafektif disorder type depressive

Komplikasi : Suicide

6. Skizofrenia residual

Definisi : suatu jenis schizophrenia yang ditandai dengan satu atau lebih riwayat episode skizofrenia

dengan gejala psikotik yang menonjol, hilangnya gejala-gejala tersebut belakangan ini, tetapi dengan

terus adanya gejala-gejala skizofrenia seperti tak kesesuaian afek atau afek tumpul, penarikan diri

social, perilaku eksentrik, pemikiran tak masuk akal, atau melonggarnya asosiasi.

Penegakan Diagnosis:

Prominen gejala negatif, seperti : perlambatan psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang

menumpul, sikap pasif dan ketiadaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isis

pembicaraan, komunikasi non-verbal yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak mata,

modulasi suara, dan posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja social yang buruk.

Sedikitnya daa riwayat satu episode psikotik yang jelas sdi mas lampau yang mememnuhi

criteria untuk diagnosis skizofrenia.

Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan frekuensi gejala

yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat berkurang (minimal) dan telah timbul ,

sindrom negaratif dari skizofrenia.

Tidak terdapat dementia atau penyakit/gangguan otak organic lain, depresi kronik atau

institusinalisasi yang dapat menjelaskan disabilitas negatif tersebut.

7. Skizofrenia simpleks (simple deteriorative disorder).

Definisi : suatu bentuk skizofrenia yang ditandai dengan hilangnya semangat secara perlahan dan tak

kentara penarikan diri social, serta apati emosional, tetapi tanpa tampilan psikotik yang menonjol.

Seing dianggap sebagai gangguan kepribadian (schizotypical personality disorder)

Gejala : Pasien menarik diri dari lingkunag, hipoalbulia, sering berjalan-jalan sendiri. Di tahap awal

keluhannya adalah keluhan somatic, lemas, cemas, neurosis, psikosoamtic, malas.

Penegakan Diagnosis:

Gejala negatif (perlambatan psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif

dan ketiadaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isis pembicaraan, komunikasi non-

verbal yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara, dan posisi tubuh,

perawatan diri dan kinerja social yang buruk)tanpa didahului riwayat halusinasi, waham, atau

menifestasi psikotik lainnya.

Page 67: Lia Stase Jiwa

Disertai perubahan-perubahan perilaku pribadi yang bermakna, bermanifestasi sebagai

kehilangan minat yang mencolok, tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan hidup, dan penarikan diri

secara social.

Differential Diagnosis: Gangguan kepribadian skizoid (Skizoid disingkirkan karena onset nya yang

timbul sebelum usia pubertas sementara skizofrenia simplek onset nya setelah pubertas).

8. Skizofrenia lainnya yang tak tergolongkan (YTT)

KLASIFIKASI (DSM-IV-TR)

1. Skizofrenia yang tidak teratur (Disorganized Schizophrenia)

Perilaku motorik penderita Skizofrenia kategori ini biasanya sangat aneh. Mereka juga

biasanya mengalami halusinasi dan delusi, bingung dan menarik diri juga tenggelam dalam

pemikirannya sendiri. Kategori ini biasanya terjadi pada mereka yang masih muda. Berikut ini

adalah tiga gejala yang merupakan karakteristik dari skizofrenia yang tidak teratur.

a. Pembicaraan yang membingungkan: pasien melakukan Neologisme, kata yang berima dan

campur aduk kata.

b. Gangguan suasana hati: berpura-pura, bersikap bodoh dan bermuka masam.

c. Perilaku yang membingungkan: pasien tidak mau mandi, tidak mau berpakaian dan lainnya.

2. Katatonik Skizofrenia (Catatonic Schizophrenia)

Ciri khusus pada catatonic schizophrenia adalah adanya gangguan pada tingkah laku gerak.

Bentuk-bentuk gangguannya antara lain:

a. Diam Seluruhnya

Biasanya disertai dengan mutisme (kebisuan), penghentian bicara dan pasien dapat

mempertahankan kondisi ini selama berminggu-minggu. Posisi tubuh pasien dapat diubah dan

dibentuk oleh orang lain dan mempertahankannya dalam waktu yang lama. Banyak pasien

katatonik berganti-ganti antara periode diam dan periode aktivitas motorik yang berlebihan, yang

dapat mencakup perilaku kekerasan. Saat terlalu bersemangat, pasien dapat menyakiti dirinya

sendiri maupun orang lain. Pada saat stupor, pasien harus dicegah dari kelaparan.

b. Kekakuan

Pasien menolak usaha orang lain untuk menggerakkan tungkainya. Pasien mengetahui

dengan jelas apa yang sedang terjadi di sekitarnya. Pasien juga dapat menunjukkan echolalia

(meniru perkataan orang lain) dan echopraxia (meniru gerakan orang lain).

c. Negativisme

Page 68: Lia Stase Jiwa

Pasien tidak hanya menolak apa yang diperintahkan oleh orang lain tetapi juga

melakukan apa yang sebaliknya dari yang diperintahkan.

3. Paranoid Skizofrenia (Paranoid Schizophrenia)

Karakteristik paranoid skizofrenia ini adalah delusi dan/ atau halusinasi, sering juga

dihubungkan dengan penyiksaan dan waham kebesaran. Pada sejumlah kasus dapat disertai dengan

halusinasi, terutama halusinasi pendengaran.

Pasien paranoid skizofrenia dianggap lebih “normal” daripada pasien skizofrenia lainnya.

Hasil penelitian para ahli menunjukkan bahwa pasien paranoid skizofrenia:

a. Menunjukkan hasil tes kognitif yang baik/ normal (Strauss, 1993).

b. Memiliki persepsi superior terhadap pernyataan emosi (Davis & Gibson, 2000).

c. Memiliki catatan penyesuaian premorbid yang lebih baik, memiliki kemungkinan untuk

menikah, serangan belakangan dan menunjukkan hasil jangka panjang yang lebih baik

daripada pasien skizofrenia lainnya (Fenton & McGlashan, 1991; Kendler, McGuire,

Gruenberg, et al., 1994; Sanislow & Carson, 2001).

PROSES TERJADINYA WAHAM

Waham adalah anggapan tentang orang yang hypersensitif, dan mekanisme ego spesifik, reaksi

formasi dan penyangkalan. Klien dengan waham, menggunakan mekanisme pertahanan reaksi formasi,

penyangkalan dan proyeksi. Pada reaksi formasi, digunakan sebagai pertahanan melawan agresi,

kebutuhan, ketergantungan dan perasaan cinta. Kebutuhan akan ketergantungan ditransformasikan

menjadi kemandirian yang kokoh. Penyangkalan, digunakan untuk menghindari kesadaran akan

kenyataan yang menyakitkan. Proyeksi digunakan untuk melindungi diri dari mengenal impuls yang tidak

dapat diterima didalam dirinya sendiri. Hypersensitifitas dan perasaan inferioritas, telah dihipotesiskan

menyebabkan reaksi formasi dan proyeksi, waham kebesaran dan superioritas. Waham juga dapat muncul

dari hasil pengembangan pikiran rahasia yang menggunakan fantasi sebagai cara untuk meningkatkan

harga diri mereka yang terluka. Waham kebesaran merupakan regresi perasaan maha kuasa dari anak-

anak, dimana perasaan akan kekuatan yang tidak dapat disangkal dan dihilangkan (Kaplan dan Sadock,

1997).

Cameron, dalam Kaplan dan Sadock, (1997) menggambarkan 7 situasi yang memungkinkan

perkembangan waham, yaitu : peningkatan harapan, untuk mendapat terapi sadistik, situasi yang

meningkatkan ketidakpercayaan dan kecurigaan, isolasi sosial, situasi yang meningkatkan kecemburuan,

situasi yang memungkinkan menurunnya harga diri (harga diri rendah), situasi yang menyebabkan

Page 69: Lia Stase Jiwa

seseorang melihat kecacatan dirinya pada orang lain, situasi yang meningkatkan kemungkinan untuk

perenungan tentang arti dan motivasi terhadap sesuatu.

GEJALA WAHAM

Jenis skizofrenia paranoid mempunyai gejala yang khas yaitu waham primer, disertai dengan

waham-waham sekunder dan halusinasi (Maramis, 1998). Menurut Kaplan dan Sadock (1997), kondisi

klien yang mengalami waham adalah:

Status mental

1. Pada pemeriksaan status mental, menunjukan hasil yang sangat normal, kecuali bila ada sistem

waham abnormal yang jelas.

2. Mood klien konsisten dengan isi wahamnya.

3. Pada waham curiga, didapatkan perilaku pencuriga.

4. Pada waham kebesaran, ditemukan pembicaraan tentang peningkatan identitas diri, mempunyai

hubungan khusus dengan orang yang terkenal.

5. Adapun sistem wahamnya, pemeriksa kemungkinan merasakan adanya kualitas depresi ringan.

6. Klien dengan waham, tidak memiliki halusinasi yang menonjol/ menetap, kecuali pada klien

dengan waham raba atau cium. Pada beberapa klien kemungkinan ditemukan halusinasi dengar.

Sensori dan Kognisi

1. Pada waham, tidak ditemukan kelainan dalam orientasi, kecuali yang memiliki waham spesifik

tentang waktu, tempat dan situasi.

2. Daya ingat dan proses kognitif klien adalah intak (utuh).

3. Klien waham hampir selalu memiliki insight (daya titik diri) yang jelek.

4. Klien dapat dipercaya informasinya, kecuali jika membahayakan dirinya. Keputusan terbaik bagi

pemeriksa dalam menentukan kondisi klien adalah dengan menilai perilaku masa lalu, masa

sekarang dan yang direncanakan.

TIPE WAHAM

Menurut kaplan dan sadock (1997), tipe-tipe waham antara lain:

1. Tipe Eritomatik: klien dicintai mati-matian oleh orang lain, biasanya orang yang sangat

terkenal, seperti artis, pejabat, atau atasanya. Klien biasanya hidup terisolasi, menarik diri, hidup

sendirian dan bekerja dalam pekerjaan yang sederhana.

2. Tipe kebesaran (magalomania): yaitu keyakinan bahwa seseorang memiliki bakat, kemampuan,

wawasan yang luar biasa, tetapi tidak dapat diketahui.

Page 70: Lia Stase Jiwa

3. Waham cemburu, yaitu misalnya cemburu terhadap pasanganya. Tipe ini jarang ditemukan

(0,2%) dari pasien psikiatrik. Onset sering mendadak, dan hilang setelah perpisahan/ kematian

pasangan. Tipe ini menyebapkan penyiksaan hebat dan fisik yang bermakna terhadap pasangan,

dan kemungkinan dapat membunuh pasangan, oleh karena delusinya.

4. Waham kejar : keyakinan merasa dirinya dikejar-kejar, diikuti oleh orang lain. Tipe ini paling

sering ditemukan pada gangguan jiwa. Dapat berbentuk sederhana, ataupun terperinci, dan

biasanya berupa tema yang berhubungan difitnah secara kejam, diusik, dihalang-halangi,

diracuni, atau dihalangi dalam mengejar tujuan jangka panjang.

5. Waham tipe somatik atau psikosis hipokondrial monosimptomatik. Perbedaan dengan

hipokondrial adalah pada derajat keyakinan yang dimiliki klien. Menetapnya waham somatik

yang tidak kacau tanpa adanya gejala psikotik lainya menyatakan gangguan delosional/ waham

tipe somatik.

DIMENSI SKIZOFRENIA

Proses-Reaktif (Premorbid Baik-Buruk) → dilihat dari cara munculnya

Premorbid adalah seberapa baik pasien dapat berfungsi sebelum serangan fase aktif. Pada kasus

dimana serangan terjadi secara bertahap, dinamakan “Skizofrenia Proses”. Sedangkan apabila serangan

terjadi secara tiba-tiba dan dipicu oleh kejadian traumatik disebut “Skizofrenia Reaktif”. Dimensi ini

dicetuskan oleh Kraepelin dan Eugen Bleuler. Mereka percaya bahwa serangan psikosis merupakan

petunjuk bagi penyebab psikosis itu sendiri.

a. Psikosis Biogenik: Sebagai hasil dari keabnormalan proses fisiologis, kiranya memiliki

serangan yang bertahap.

b. Psikosis Psikogenik: Sebagai reaksi dari pengalaman traumatik, yang muncul secara tiba-tiba.

Skizofrenia proses, atau yang juga disebut premorbid buruk, biasanya melibatkan sejarah yang

panjang mengenai ketidaksesuaian sosial, seksual dan penyesuaian pekerjaan. Penderitanya biasanya

tidak memiliki kelompok teman bermain di sekolah, tidak memiliki kekasih saat remaja, tidak

meneruskan pendidikan setelah sekolah menengah atas, tidak pernah memiliki pekerjaan yang tetap lebih

dari dua tahun dan tidak pernah menikah (Sanislow & Carson, 2001). Oleh karena itu tidak ada kejadian

pemicu, misalnya perceraian atau perubahan jabatan pekerjaan, yang secara langsung mendahului fase

aktif. Namun, sejarah-sejarah tersebut biasanya menyebabkan kemunduran bertahap dari pemikiran,

minat, emosi dan aktivitas hingga orang tersebut menjadi begitu menarik diri dan akhirnya membutuhkan

perawatan.

Sebaliknya, sejarah penderita skizofrenia reaktif, atau premorbid baik, biasanya normal. Pasien

membaur dengan baik di sekolah maupun di rumah, memiliki teman, kekasih dan secara umumnya dalam

Page 71: Lia Stase Jiwa

kondisi baik. Gejala skizofrenia biasanya muncul setelah adanya kejadian pemicu dan terjadi secara tiba-

tiba dan spektakuler (begitu hebatnya), sering diikuti dengan delusi dan halusinasi. Beberapa pasien juga

cenderung menunjukkan panik yang ekstrim dan kebingungan.

Individu yang menderita skizofrenia dengan premorbid buruk cenderung membutuhkan

perawatan lebih lama dan, apabila dibutuhkan, perawatan kembali, daripada pasien yang menderita

skizofrenia dengan premorbid baik (Robinson, Woerner, Alvir, et al., 1999).

Gejala Positif-Negatif

Gejala positif dicirikan oleh hadirnya sesuatu yang seharusnya tidak ada, seperti halusinasi,

delusi, perilaku yang aneh atau kacau dan inkoherensi (kelainan pemikiran). Pasien dengan gejala positif

mengerjakan lebih buruk pada tes yang membutuhkan pemrosesan rangsang suara, khususnya bahasa

(Buchanan, Strauss, Breier, et al, 1997).

Gejala negatif dicirikan oleh ketidakhadiran sesuatu yang seharusnya ada, seperti kemampuan

bicara, afeksi, simpati, perhatian (Bellack, Gearon & Blanchard, 2000). Pasien dengan gejala negatif

memiliki kemungkinan penyesuaian premorbid yang buruk. Mereka cenderung untuk memiliki serangan

lebih awal (Castle & Murray, 1993) dan prognosis yang lebih buruk (Tek, Kirkpatrick & Buchanan,

2001). Bahkan, pasien dengan gejala negatif ini paling memiliki kemungkinan untuk tidak dapat

disembuhkan. Pasien dengan gejala negatif melakukan lebih buruk pada tes yang melibatkan pemrosesan

rangsang penglihatan (Buchanan, Strauss, Breier, et al, 1997).

Penemuan ini telah menuntun spekulasi lebih lanjut bahwa kemungkinan terdapat dua tipe

biologis berbeda dari skizofrenia. Beberapa peneliti (Crow, 1989; Lenzenweger, Dworkin & Wethington,

1989) membedakan dua tipe skizofrenia. Skizofrenia Tipe I dicirikan dengan gejala positif dan cenderung

merespon pengobatan. Skizofrenia Tipe II dicirikan dengan gejala negatif (dihubungkan dengan

keabnormalan struktur otak yang lebih besar) (Sanfilpo, Lafargue, Rusenek, et al., 2000) dan tidak

merespon dengan baik terhadap pengobatan antipsikotik tertentu (Earnst & Kring, 1997).

Seringkali, karakteristik Tipe I tertentu akan muncul sebaliknya pada pasien Tipe II. Beberapa

pasien skizofrenia menunjukkan gejala positif dan negatif pada saat yang bersamaan. Pasien lain

menunjukkan gejala negatif kemudian mengembangkan gejala positif, atau sebaliknya.

Para ahli kemudian menyimpulkan terdapat kemungkinan dimensi yang lain, yaitu dimensi

keberaturan-tak beraturan, dimana pasien tidak selalu dikategorikan secara ketat pada Tipe I atau Tipe II

(Toomey, Kremen, Simpson, et al., 1997, Loftus, DeLisi & Crow, 1998). Satu pendekatan untuk

memecahkan masalah ketidak-konsisten-an perbedaan gejala positif-negatif telah membedakan antara

gejala defisit (gejala negatif primer dan bertahan melewati fase prodromal, aktif dan residu) serta gejala

non-defisit, gejala negatif sementara (efek samping dari depresi atau pengobatan) (Kirkpatrick, Buchanan,

Page 72: Lia Stase Jiwa

Ross, et al., 2001).

Paranoid-Nonparanoid

Pada dimensi ini, kriteria pengklasifikasiannya adalah kehadiran (paranoid) dan ketidakhadiran

(non-paranoid) dari delusi atau penganiayaan dan/ atau waham kebesaran.

Sejumlah penelitian menemukan bahwa dimensi non-paranoid ini berhubungan dengan dimensi

proses-reaktif (Fenton & McGlashan, 1991). Skizofrenia paranoid memiliki kecenderungan untuk

memiliki penyesuaian premorbid yang lebih baik, serangan lebih akhir dan hasil yang lebih baik. Dimensi

ini juga mirip skizofrenia reaktif, dimana penderita lebih intelektual.

Gangguan Delusi

Pada skizofrenia paranoid, sistem delusi hanyalah satu bagian dari kelompok abnormalitas yang

dapat berfungsi secara independen dari bagian lain. Pada delusi, sistem delusi adalah pokok abnormalitas.

Bahkan, pada beberapa kasus, sistem delusi adalah satu-satunya abnormalitas, pada aspek lain, orang

tersebut terlihat cukup normal.

Pasien lain dapat menunjukkan gangguan suasaba hati, tetapi hanya sebagai konsekuensi dari

sistem delusi (contoh: pasien akan marah besar terhadap orang asing hanya apabila mereka mencurigai

orang asing tersebut memata-matainya atau menggoda pasangannya, dsb). Dapat dikatakan, apabila tidak

ada delusi maka tidak akan ada abnormalitas. Berikut ini adalah lima kategori delusi berdasarkan DSM-

IV-TR.

1. Tipe klasik dan yang paling umum adalah tipe penganiayaan, melibatkan kepercayaan bahwa

seseorang diancam atau dianiaya oleh orang lain.

2. Tipe “kebesaran”, penderitanya percaya bahwa ia diberkahi oleh kekuatan atau pengetahuan

yang luar biasa.

3. Tipe pencemburu, ciri delusinya adalah bahwa rekan seksualnya berselingkuh.

4. Tipe erotis, penderitanya percaya bahwa seseorang dengan status tinggi (misal presiden) jatuh

cinta padanya.

5. Tipe ketubuhan, melibatkan keyakinan yang salah bahwa seseorang menderita keabnormalan

fisik atau mengidap suatu penyakit.

TAHAP HALUSINASI

Menurut Townsend (1998) tahap dari halusinasi antara lain :

Comforting (secara umum halusinasi bersifat menyenangkan)

Page 73: Lia Stase Jiwa

Karakteristik : orang yang berhalusinasi mengalami keadaan emosi seperti ansietas, kesepian,

merasa bersalah, dan takut serta mencoba untuk memusatkan pada penenangan pikiran untuk mengurangi

ansietas; individu mengetahui bahwa pikiran yang dialaminya tersebut dapat dikendalikan jika

ansietasnya dapat diatasi (nonpsikotik).

Perilaku pasien yang teramati : menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan

bibirnya tanpa menimbulkan suara,gerakan mata yang cepat, respon verbal yang lamban, diam dan

dipenuhi oleh sesuatu yang mengasyikkan.

Condemning (secara umum halusinasi menjijikan)

Karakteristik : pengalaman sensori bersifat menjijikan dan menakutkan, orang yang berhalusinasi

mulai merasa kehilangan kendali dan berusaha untuk menjauhkan dirinya dari sumber yang

dipersepsikan, individu mungkin merasa malu karena pengalaman sensorinya dan menarik diri dari orang

lain (nonpsikotik).

Perilaku pasien yang teramati : peningkatan saraf otonom yang menunjukan ansietas misalnya

peningkatan nadi, pernapasan dan tekanan darah, penyempitan kemampuan konsentrasi, dipenuhi dengan

pengalaman sensori dan mungkin kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realitas.

Controling (pengalaman sensori menjadi penguasa)

Karakteristik : orang yang berhalusinasi menyerah untuk melawan pengalaman halusinasinya dan

membiarkan halusinasi menguasai dirinya, isi halusinasi dapat berupa permohonan, individu mungkin

mengalami kesepian jika pengalaman sensori tersebut berakhir (psikotik).

Perilaku pasien yang teramati : lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh

halusinasinya daripada menolaknya, kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain,rentang perhatian

hanya beberapa menit atau detik, gejala fisik dan ansietas berat seperti berkeringat, tremor,

ketidakmampuan mengikuti petunjuk.

Conquering (secara umum halusinasi menjadi lebih rumit dan saling terkait dengan jumlah pasien

yang masuk adalah delusi).

Karakteristik : pengalaman sensori mungkin menakutkan jika individu tidak mengikuti perintah,

halusinasi bisa berlangsung dalam beberapa jam atau hari apabila tidak ada intervensi terapeutik

(psikotik).

Perilaku pasien yang teramati : perilaku menyerang atau teror seperti panik, sangat potensial

melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain, kegiatan fisik merefleksikan isi halusinasi seperti

amuk, agitasi, menarik diri, atau kataton, tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang.

Page 74: Lia Stase Jiwa

DIAGNOSIS

Penemuan negative penting untuk diagnosis. Gejala mania atau depresi tidak ada dan tidak pernah

ada sebelumnya. Riwayat penyalahgunaan alcohol atau obat, yang mungkin akan menimbulkan gejala

yang mirip harus juga disingkirkan. Kesadaran harus jernih, ingatan dan orientasi utuh. Jika tidak ada

waham atau halusinasi, maka harus ada kelainan pikiran yang jelas. Epilepsi harus disingkirkan.

Lalu skizofrenia baru dapat didiagnosis secara pasti, jika beberapa gejala utama dari Schneider

dapat ditimbulkan. Gejala tersebut terdiri dari penyisipan pikiran, penarikan pikiran serta penyiaran

pikiran; perasaan pasivitas (yaitu pengalaman sensasi, emosi atau bahkan gerakan uang disebabkaan atau

dikendalikan oleh sesuatu di luar); terdengar suara yang membicarakan pasien pada orang ketiga, suara

yang terus-menerus mengomentari pikiran atau perilaku pasien, suara yang menyuarakan pikiran pasien

sendiri, dan yang terakhir waham primer.

Dalam kasus dini, diagnosis meragukan. Hal ini terjadi, bila gejala positif seperti waham dan

halusinasi tidak ada dan permulaan penyakit terjadi secara diam-diam dan hanya ada gejala negative

(penarikan diri, penumpulan emosi, kehilangan kemauan). Riwayat keluarga dan kepribadian premorbid

merupakan fakta yang menyokong, tetapi seringkali untuk memastikan diagnosis perjalanan penyakit

harus terus diamati.

Kesulitan untuk memastikan diagnosis pada tahap dini telah merangsang banyak peneliti untuk

menggunakan wawancara terstruktur dan analisis computer.

Kriteria Feighner

1. Keduanya harus ada:

a. Penyakitnya menahun telah bergejala selama 6 bulan

b. Tidak ada penyakit afektif

2. Paling kurang harus ada satu dari:

a. Waham atau halusinasi tanpa kebinguanagn atau disoroentasi

b. Kelainan pikiran

3. Harus ada tiga untuk ’’diagnosis pasti’’; atau dua untuk ’’diagnosis kemungkinan’’,

a. Bujangan

b. Kepribadian premorbid atau riwayat pekerjaan buruk

c. Riwayat keluarga positif

d. Tanpa alkoholisme atau penyalahguanaan obat dalam tahun terkhir

e. Terjadinya sebelum 40 tahun

Page 75: Lia Stase Jiwa

Menurut Bleurer diagnosis skizofrenia sudah boleh dibuat bila terdapat gangguan-gangguan

primer dan disharmoni (keretakan, perpecahan atau ketidakseimbangan) pada unsur-unsur kepribadian

(proses berpikir, afek/emosi, kemauan dan psikomotor), diperkuat dengan adanya gejala-gejala sekunder.

Schneider (1939) menyusun 11 gejala ranking pertama (first rank symptoms) dan berpendapat

bahwa diagnosis skizofrenia sudah boleh dibuat bila terdapat satu gejala dari kelompok A dan satu gejala

dari kelompok B, dengan syarat bahwa kesadaran penderita tidak menurun. Gejala-gejala ranking pertama

menurut Schneider ialah:

A. Halusinasi pendengaran

1. Pikirannya dapat didengar sendiri

2. Suara-suara yang sedang bertengkar

3. Suara-suara yang mengomentari perilaku penderita

B. Gangguan batas ego

4. Tubuh dan gerakan-gerakan penderita dipengaruhi oleh suatu kekuatan dari luar

5. Pikirannya diambil atau disedot keluar

6. Pikirannya dipengaruh oleh orang lain atau pikirannya itu dimasukkan ke dalamnya oleh

orang lain

7. Pikirannya diketahui orang lain atau pikirannya disiarkan keluar secara umum

8. Perasaannya dibuat oleh orang lain

9. Kemuannya atau tindakannya dipengaruhi oleh orang lain

10. Dorongannya dikuasai orang lain

11. Persepsi yang dipengaruhi oleh waham

Kusumanto Setyonegoro (1967) membuat diagnosis skizofrenia dengan memperhatikan gejala-

gejala pada tiga buah koordinat,yaitu:

Koordinat pertama (intinya organobiologis),yaitu: autism,gangguan afek dan emosi, gagguan asoisasi

(proses berpikir), ambivalensi (gangguan kemauan), gangguan aktivitas (abulia atau kemauan yang

menurun) dan gangguan konsenterasi.

Koordinat kedua (intinya psikologis),yaitu:gangguan pada cara berpikir yang tidak sesuai dengan

perkembangan kepribadian, dengan memperhatikan perkembangan ego, sistematis motivasi dan

psikodinamika dalam interaksi dengan lingkungan.

Koordinat ketiga (intinya sosial),yaitu gangguan pada kehidupan sosial penderita yang

diperhatikan secara fenomenologis. Skizofrenia simplex kadang-kadang perlu dibedakan dari gangguan

kepribadian,dan jenis hebefrenik dari retardasi mental. Skizofrenia paranoid tidak jarang sukar dibedakan

dari reaksi paranoid akut dan kadang-kadang dari kepribadian paranoid dan obsesi yang berat. Episode

Page 76: Lia Stase Jiwa

skizofrenia akut dan jenis gaduh-gelisah katatonik hampir serupa dengan gaduh-gelisa reaktif (psikosis

reaktif).

Dengan pemeriksaan yang teliti dapat ditemukan gejala-gejala primer skizofrenia yang tidak

terdapat pada yang bukan skizofrenia.

Kriteria diagnosis skizofrenia menurut PPDGJ-III atau ICD-10

Persyaratan normal untuk diagnosis skizofrenia adalah: dari gejala-gejala dibawah ini harus ada paling

sedikit satu gejala yang sangat jelas(dan biasanya dua gejala atau lebih apabila gejala-gejala itu kurang

jelas) dari salah satu kelompok (a) sampai (d), atau paling sedikit dua dari kelompok (e) sampai (h) yang

harus ada secara jelas pada sebagian besar waktu selama satu bulan atau lebih.

a) Thought echo, thought insertion atau thought withdrawal,dan thought broadcasting.

b) Waham dikendalikan (delusion of control),waham dipengaruhi (delusion of influence), atau

waham pasivitas (delusion of passivity) yang jelas merujuk pada gerakan tubuh atau gerakan

extremitas, atau pikiran, perbuatan atau perasaan (sensasi) khusus;delusional perception

c) Suara halusinasi yang berkomentar secara terus-menerus terhadap perilaku pasien, atau

mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri, atau jenis suara halusinasi lain yang

berasal dari salah satu bagian tubuh

d) Waham-waham menetap jenis lain yang menurut budayanya dianggap tidak wajar serta sama

sekali mustahil, seperti misalnya megenai identitas keagamaan atau politik, atau kekuatan dan

kemampuan “manusia super” (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi

dengan makhluk asing dari dunia lain)

e) Halusinasi yang menetap dalam setiap modalitas,apabila disertai baik oleh waham yang

mengembang/melayang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas,

atau pun ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari

selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus menerus

f) Arus pikiran yang terputus atau yang mengalami sisipan (interpolasi) yang berakibat inkoherensi

atau pembicaraan yang tidak relevan atau neologisme.

g) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), sikap tubuh tertentu (posturing),

atau fleksibilitas serea (waxy flexibility), negativisme, mutisme dan stupor

h) Gejala-gejala negative seperti bersikap masa bodoh (apatis), pembicaraan yang terhenti, dan

respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya mengakibatkan penarikan diri dari

pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial, tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak

disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptik

Page 77: Lia Stase Jiwa

i) Suatu perbuatan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan dari beberapa aspek

perilaku perorangan, bermanifestasi sebagai hilangnya minat, tidak bertujuan, sikap malas, sikap

berdiam diri (self-absorbed attitude) dan penarikan diri secara sosial.

Apabila didapati kondisi yang memenuhi kriteria gejala di atas tetapi baru dialami kurang dari

satu bulan, maka harus dibuat diagnosis Gangguan Psikotik Lir-Skizofrenia Akut (F23.2). Apabila gejala-

gejala berlanjut lebih dari satu bulan dapat dilakukan klasifikasi ulang.

Dahulu bila diagnosis dibuat skizofrenia telah dibuat, maka ini berarti bahwa sudah tidak ada

harapan lagi bagi orang yang bersangkutan,bahwa kepribadiannya selalu akan menuju kemunduran

mental (deteriorasi mental). Dan bila seorang dengan skizofrenia kemudian menjadi sembuh, maka

diagnosisnya harus diragukan.

Sekarang dengan pengobatan modern, ternyata bila penderita itu datang berobat dalam tahun

pertama setelah serangan pertama, maka kira-kira sepertiga dari mereka akan sembuh sama sekali (full

remission atau recovery). Sepertiga yang lain dapat dikembalikan ke masyarakat walaupun masih didapati

cacat sedikit dan mereka masih harus sering diperiksa dan diobati selanjutnya (social recovery). Yang

sisanya biasanya mempunyai prognosis yang jelek, mereka tidak dapat berfungsi di dalam masyarakat

dan menuju kemunduran mental,sehingga mungkin menjadi penghuni tetap di rumah sakit jiwa.

Dengan intervensi dini yang komprehensif, yang antara lain meliputi pemberian antipsikotik

secara optimal, terapi kognitif perilaku, pelibatan keluarga, perawatan di masyarakat dan manajemen

kasus yang baik, angka kesembuhan skizofrenia dapat ditingkatkan.

Untuk menetapkan prognosis kita harus mempertimbangkan semua faktor di bawah ini:

1. Kepribadian prepsikotik:bila skizoid dan hubungan antarmanusia memang kurang memuaskan,

maka prognosis lebih jelek

2. Bila skizofrenia timbul secara akut, maka prognosis lebih baik daripada bila penyakit itu mulai

secara perlahan-lahan.

3. Jenis: prognosis jenis katatonik yang paling baik dari semua jenis. Sering penderita dengan

skizofrenia katatonik sembuh dan kembali ke kepribadian prepsikotik. Kemudian menyusul

prognosis jenis paranoid. Banyak dari penderita ini dapat dikembalikan ke masyarakat.

Skizofrenia hebefrenik dan skizofrenia simplex mempunyai prognosis yang sama jelek. Biasanya

penderita dengan jenis skizofrenia ini menuju kea rah kemunduran mental.

1. Umur. Makin muda umur permulaannya,makin jelas prognosis

2. Pengobatan: makin lekas diberi pengobatan, makin baik prognosisnya

3. Dikatakan bahwa bila terdapat faktor pencetus, seperti penyakit badaniah atau stres psikologis,

maka prognosisnya lebih baik

Page 78: Lia Stase Jiwa

4. Faktor keturunan:prognosis menjadi lebih berat bila didalam keluarga terdapat seorang atau lebih

yang juga menderita skizofrenia.

DIAGNOSIS BANDING

Skizofrenia harus dibedakan dari:

1. Kesuliatan psikologik pada adolesen normal. Bila sangat sulit pada murid pemalu, sensitif, dan

sangat cerdas.

2. Skizofrenia simtomatik. Dalam beberapa keadaan, terutama psikosis yang berhubungan dengan

epilepsy lobus temporalis dan adiksi amfetamin, gejala mungkin tidak bisa dibedakan dari

skizofrenia.

3. Psikosis afektif. Beberapa depresi atau mania tidak spesifik mungkin menimbulkan kesulitan

dignosis. Bila ada keraguan dan gejala afektif menonjol, maka istilah psikosis-afektif kadang-

kadang digunakan.

4. Psikosis paranoid yang ditimbulkan oleh alkholisme atau gejala awal suatu demensia organik

mungkin meniru skizofrenia.

MODALITAS TERAPI

Terapi Biologis

Penggunaan Obat Antipsikosis

Obat-obatan antipsikosis yang dapat meredakan gejala-gejala schizophrenia adalah

chlorpromazine (thorazine) dan fluphenazine decanoate (prolixin). Kedua obat tersebut termasuk

kelompok obat phenothiazines, reserpine (serpasil), dan haloperidol (haldol). Obat ini disebut obet

penenang utama. Obat tersebut dapat menimbulkan rasa kantuk dan kelesuan, tetapi tidak mengakibatkan

tidur yang lelap, sekalipun dalam dosis yang sangat tinggi (orang tersebut dapat dengan mudah

terbangun). Obat ini tampaknya mengakibatkan sikap acuh pada stimulus. luar. Obat ini cukup tepat bagi

penderita schizophrenia yang tampaknya tidak dapat menyaring stimulus yang tidak relevan).

Bukti menunjukkan bahwa obat antipsikotik ini bekerja pada bagian batang otak, yaitu sistem

retikulernya, yang selalu mengendalikan masukan berita dari alat indera pada cortex cerebral. Obat-

obatan ini tampaknyamengurangi masukan sensorik pada sistem retikuler, sehingga informasi tidak

mencapai cortex cerebral. Obat antipsikotik telah terbukti efektif untuk meredakan gejala schizophrenia,

memperpendek jangka waktu pasien di rumah sakit, dan mencegah kambuhnya penyakit. Namun, obat-

obatan tersebut bukan untuk penyembuhan menyeluruh. Kebanyakan pasien harus melanjutkannya

dengan perbaikan dosis pengobatan agar dapat berfungsi di luar rumah sakit.

Di samping itu, efek penggunaan obat-obatan antipsikotik tersebut memiliki dampak sampingan

yang kurang menyenangkan, yaitu mulut kering, pendangan mengabur, sulit berkonsentrasi, sehingga

Page 79: Lia Stase Jiwa

banyak orang menghentikan pengobatan mereka. Selain itu juga terdapat dampak sampingan yang lebih

serius dalam beberapa hal, misalnya tekanan darah rendah dan gangguan otot yang menyebabkann

gerakan mulut dan dagu yang tidak disengaja.

Selain itu, dalam 2-3 tahun terakhir ini, obat-obat psikotropik anti schizophrenic bermunculan

dan mulai digunakan di Indonesia. Obat-obat ini seperti clozapine, risperidone, olanzepine, iloperidol,

diyakini mampu memberikan kualitas kesembuhan yang lebih baik, terutama bagi yang sudah

resistendengan obat-obat lama. Obat-obat generasi kedua ini bisa menetralisir gejala-gejala akut

schizophrenia seperti tingkah laku kacau, gaduh gelisah, waham, halusinasi pendengaran, inkoherensi,

maupun menghilangkan gejala-gejala negatif (kronik) seperti autistik (pikiran penuh fantasi dan tak

terarah0, perasaan tumpul, dan gangguan dorongan kehendak. Namun, obat-obat anti schizophrenia ini

memiliki harga yang cukup tinggi. Sementara, penderita schizophrenia di Indonesia kebanyakan berasal

dari golongan sosial ekonomi rendah dan biasanya menggunakan obat-obatan klasik (generik).

Terapi Elektrokonvulsif

Terapi Elektrokonvulsif disingkat ECT juga dikenal sebagai terapi elektroshock. ECT telah

menjadi pokok perdebatan dan keprihatinan masyarakat karena beberapa alasan. Di masa lalu ECT ini

digunakan di berbagai rumah sakit jiwa pada berbagai gangguan jiwa, termasuk schizophrenia. Namun

terapi ini tidak membuahkan hasil yang bermanfaat. Sebelum prosedur ECT yang lebih manusiawi

dikembangkan, ECT merupakan pengalaman yang sangat menakutkan pasien. Pasien seringkali tidak

bangun lagi setelah aliran listrik dialirkan ke tubuhnya dan mengakibatkan ketidaksadaran sementara,

serta seringkali menderita kerancuan pikiran dan hilangnya ingatan setelah itu. Adakalanya, intensitas

kekejangan otot yang menyertai serangan otak mengakibatkan berbagai cacat fisik.

Namun, sekarang ECT sudah tidak begitu menyakitkan. Pasien diberi obat bius ringan dan

kemudian disuntik dengan penenang otot. Aliran listrik yang sangat lemahdialirkan ke otak melalui kedua

pelipisatau pada pelipis yang mengandung belahan otak yang tidak dominan. Hanya aliran ringan yang

dibutuhkan untuk menghasilkan serangan otak yang diberikan, karena serangan itu sendiri yang bersifat

terapis, bukan aliran listriknya. Penenang otot mencegah terjadinya kekejangan otot tubuh dan

kemungkinan luka. Pasien bangun beberapa menit dan tidak ingat apa-apa tentang pengobatan yang

dilakukan. Kerancuan pikiran dan hilang ingatan tidak terjadi, terutama bila aliran listrik hanya diberikan

kepada belahan otak yang tidak dominan (nondominan hemisphere). Empat sampai enam kali pengobatan

semacam ini biasanyadilakukan dalam jangka waktu 2 minggu. Akan tetapi, ECT ini tidak cukup berhasil

untuk penyembuhan schizophrenia, namun lebih efektif untuk penyembuhan penderita depresi tertentu.

Pembedahan bagian otak

Pada tahun 1935, Moniz memperkenalkan prefrontal lobotomy, yaitu preoses pembedahan pada

lobus frontalis penderita schizophrenia. Menurut Moniz, cara ini cukup berhasil dalam proses

Page 80: Lia Stase Jiwa

penyembuhan yang dilakukannya, khususnya pada penderita yang berperilaku kasar. Akan tetapi, pada

tahin 1950 -an cara ini ditinggalkan karena menyebabkan penderita kehilangan kemampuan kognitifnya,

otak tumpul, tidak bergairah, bahkan meninggal.

Psikoterapi

Gejala-gejala gangguan schizophrenia yang kronik telah membuat situasi pengobatan di dalam

maupun di luar Rumah Sakit Jiwa (RSJ) menjadi monoton dan menjemukan. Para psikiater dan petugas

kesehatan terkondisi untuk menangani schizophrenia dengan obat saja selain terapi kejang listrik (ECT).

Psikoterapi suportif, terapi kelompok, maupun terapi perilaku hampir tidak pernah dilakukan, karena

dianggap tidak akan banyak manfaatnya. Wawancara tatap muka yang rutin dengan pasien jarang

dilakukan. Psikoterapi adalah perawatan dan penyembuhan gangguan jiwa dengan cara psikologis.

beberapa pakar psikoterapi beranggapan bahwa perubahan perilaku tergantung pada pemahaman individu

atas motif dan konflik yang tidak disadari.

Terapi Psikoanalisa.

Terapi Psikoanalisa adalah metode terapi berdasarkan konsep Freud. Tujuan psikoanalisis adalah

menyadarkan individu akan konflik yang tidak disadarinya dan mekanisme pertahanan yang

digunakannya untuk mengendalikan kecemasannya . Hal yang paling penting pada terapi ini adalah untuk

mengatasi hal-hal yang direpress oleh penderita. Metode terapi ini dilakukan pada saat penderita

schizophrenia sedang tidak "kambuh". Macam terapi psikoanalisa yang dapat dilakukan, adalah Asosiasi

Bebas. Pada teknik terapi ini, penderita didorong untuk membebaskan pikiran dan perasaan dan

mengucapkan apa saja yang ada dalam pikirannya tanpa penyuntingan atau Penyensoran. Pada teknik ini,

penderita disupport untuk bisa berada dalam kondisi relaks baik fisik maupun mental dengan cara tidur di

sofa. Ketika penderita dinyatakan sudah berada dalam keadaan relaks, maka pasien harus

mengungkapkan hal yang dipikirkan pada saat itu secara verbal. Pada saat penderita tidur di sofa dan

disuruh menyebutkan segala macam pikiran dan perasaan yang ada di benaknya dan penderita mengalami

blocking, maka hal itu merupakan manifestasi dari keadaan over-repressi. Hal yang direpress biasanya

berupa dorongan vital seperti sexual dan agresi. Repressi terhadap dorongan agresi menyangkut figur

otorotas yang selalu diwakili oleh father dan mother figure. Repressi anger dan hostile merupakan salah

satu bentuk intrapsikis yang biasa menyebabkan blocking pada individu. Akibat dari blocking tersebut,

maka integrasi kepribadian menjadi tidak baik, karena ada tekanan ego yang sangat besar.

Menurut Freud, apabila terjadi blocking dalam proses asosiasi bebas, maka penderita akan

melakukan analisa. Hasil dari analisanya dapat menimbulkan insight pada penderita. Analisa pada waktu

terjadi blocking bertujuan agar penderita mampu menempatkan konfliknya lebih proporsional, sehingga

penderita mengalami suatu proses penurunan ketegangan dan penderita lebih toleran terhadap konflik

Page 81: Lia Stase Jiwa

yang dialaminya. Seperti yang telah diungkapkan terdahulu bahwa penderita diberi kesempatan untuk

dapat mengungkapkan segala traumatic events dan keinginan-keinginan yang direpressnya. Waktu ini

disebut dengan moment chatarsis. Disini penderita diberi kesempatan untuk mengeluarkan uneg-uneg

yang ia rasakan , sehingga terjadi redusir terhadap pelibatan emosi dalam menyelesaikan masalah yang

dialaminya. Dalam teknik asosiasi bebas ini, juga terdapat proses transference, yaitu suatu keadaan

dimana pasien menempatkan therapist sebagai figur substitusi dari figur yang sebenarnya menimbulkan

masalah bagi penderita. Terdapat 2 macam transference, yaitu (1) transference positif, yaitu apabila

therapist menggantikan figur yang disukai oleh penderita, (2) transference negatif, yaitu therapist

menggantikan figur yang dibenci oleh penderita.

Terapi Perilaku (Behavioristik)

Pada dasarnya, terapi perilaku menekankan prinsip pengkondisian klasik dan operan, karena

terapi ini berkaitan dengan perilaku nyata. Para terpist mencoba menentukan stimulus yang mengawali

respon malasuai dan kondisi lingkungan yang menguatkan atau mempertahankan perilaku itu. Akhir-

akhir ini, pakar terapi perilaku melihat adanya pengaruh variabel kognitif pada perilaku (misalnya,

pemikiran individu tentang situasi menimbulkan kecemasan tentang akibat dari tindakan tertentu) dan

telah mencakupkan upaya untuk mengubah variabel semacam itu dengan prosedur yang khusus ditujukan

pada perilaku tersebut. Pada kongres psikiatri di Malaysia beberapa bulan lalu tahun 2000 ini, cognitif -

behavior therapy untuk pasien schizophrenia ditampilkan pakar psikiatri dari Amerika maupun dari

Malaysia sendiri. Ternyata, terdapat hasil yang cukup baik, terutama untuk kasus-kasus baru, dengan

menggunakan cognitif - behavior therapy tersebut. Rupanya ada gelombang besar optimisme akan

kesembuhan schizophrenia di dunia dengan terapi yang lebih komprehensif ini.

Selain itu, secara umum terapi ini juga bermaksud secara langsung membentuk dan

mengembangkan perilaku penderita schizophrenia yang lebih sesuai, sebagai persiapan penderita untuk

kembali berperan dalam masyarakat. Paul dan Lentz menggunakan dua bentuk program psikososial

untuk meningkatkan fungsi kemandirian.

Social Learning Program

Social learning program menolong penderita schizophrenia untuk mempelajari perilaku-perilaku

yang sesuai. Program ini menggunakan token economy, yakni suatu cara untuk menguatkan perilaku

dengan memberikan tanda tertentu (token) bila penderita berhasil melakukan suatu perilaku tertentu.

Tanda tersebut dapat ditukar dengan hadiah (reward), seperti makanan atau hak-hak tertentu Program

lainnya adalah millieu program atau therapeutic community. Dalam program ini, penderita dibagi dalam

kelompok-kelompok kecil yang mempunyai tanggung jawab untuk tugas-tugas tertentu. Mereka

dianjurkan meluangkan waktu untuk bersama-sama dan saling membantu dalam penyesuaian perilaku

serta membicarakan masalah-masalah bersama dengan pendamping. Terapi ini berusaha memasukkan

Page 82: Lia Stase Jiwa

penderita schizophrenia dalam proses perkembangan untuk mempersiapkan mereka dalam peran sosial

yang bertanggung jawab dengan melibatkan seluruh penderitan dan staf pembimbing.

Dalam penelitian, social learning program mempunyai hasil yang lebih baik dibandingkan

dengan perawatan dalam rumah sakit jiwa dan millieu program. Persoalan yang muncul dalam terapi ini

adalah identifikasi tentang unsur-unsur mana yang efektif. Tidak jelas apakah penguatan dengan tanda

(token) ataukan faktor-faktor lain yang menyebabkan perubahan perilaku; dan apakah program penguatan

dengan tanda tersebut membantu perubahan perilaku hanya selama tanda diberikan atau hanya dalam

lingkungan perawatan.

Social Skills Training.

Terapi ini melatih penderita mengenai ketrampilan atau keahlian sosial, seperti kemampuan

percakapan, yang dapat membantu dalam beradaptasi dengan masyarakat. Social Skills Training

menggunakan latihan bermainsandiwara. Para penderita diberi tugas untuk bermain peran dalam situasi-

situasi tertentu agar mereka dapat menerapkannya dalam situasi yang sebenarnya. Bentuk terapi seperti

ini sering digunakan dalam panti-panti

rehabilitasin psikososial untuk membantu penderita agar bisa kembali berperan dalam masyarakat.

Mereka dibantu dan didukung untuk melaksanakan tugas-tugas harian seperti memasak, berbelanja,

ataupun utnuk berkomunikasi, bersahabat, dan sebagainya.

Meskipun terapi ini cukup berhasil, namun tetap ada persoalan bagaimana mempertahankan

perilaku bila suatu program telah selesai, dan bagaimana dengan situasi situasi yang tidak diajarkan

secara langsung.

Terapi Humanistik

Terapi Kelompok.

Banyak masalah emosional menyangkut kesulitan seseorang dalam berhubungan Dengan orang

lain, yang dapat menyebabkan seseorang berusaha menghindari relasinya dengan orang lain, mengisolasi

diri, sehingga menyebabkan pola penyelesaian masalah yang dilakukannya tidak tepat dan tidak sesuai

dengan dunia empiris. Dalam menagani kasus tersebut, terapi kelompok akan sangat bermanfaat bagi

proses penyembuhan klien, khususnya klien schizophrenia. Terapi kelompok ini termasuk salah satu jenis

terapi humanistik. Pada terapi ini, beberapa klien berkumpul dan saling berkomunikasi dan terapist

berperan sebagai fasilitator dan sebagai pemberi arah di dalamnya. Di antara peserta terapi tersebut saling

memberikan feedback tentang pikiran dan perasaan yang dialami oleh mereka. Klien dihadapkan pada

setting sosial yang mengajaknya untuk berkomunikasi, sehingga terapi ini dapat memperkaya pengalaman

mereka dalam kemampuan berkomunikasi. Di rumah sakit jiwa, terapi ini sering dilakukan. Melalui terapi

Page 83: Lia Stase Jiwa

kelompok ini iklim interpersonal relationship yang konkrit akan tercipta, sehingga klien selalu diajak

untuk berpikir secara realistis dan menilai pikiran dan perasaannya yang tidak realistis.

Terapi Keluarga.

Terapi keluarga ini merupakan suatu bentuk khusus dari terapi kelompok. Kelomoknya terdiri

atas suami istri atau orang tua serta anaknya yang bertemu denga satu atau dua terapist. Terapi ini

digunakan untuk penderita yang telah keluar dari rumah sakit jiwa dan tinggal bersama keluarganya.

Ungkapan-ungkapan emosi dalam keluarga yang bisa mengakibatkan penyakit penderita kambuh kembali

diusahakan kembali. Keluarga diberi informasi tentang cara-cara untuk mengekspresikan perasaan-

perasaan, baik yang positif maupun yang negatif secara konstruktif dan jelas, dan untuk memecahkan

setiap persoalan secara bersama-sama. Keluarga diberi pengetahuan tentang keadaan penderita dan cara-

cara untuk menghadapinya. Keluarga juga diberi penjelasan tentang cara untuk mendampingi, mengajari,

dan melatih penderita dengan sikap penuh penghargaan. Perlakuan-perlakuan dan pengungkapan emosi

anggota keluarga diatu dan disusun sedemikian rupa serta dievaluasi.

Dari beberapa penelitian, seperti yang dilakukan oleh Fallon ternyata campur tangan keluarga

sangan membantu dalam proses penyembuhan, atau sekurang-kurangnya mencegah kambuhnya penyakit

penderita, dibandingkan dengan terapi-terapi secara individual.

PENATALAKSANAAN

Penanganan pasien skizofrenia dibagi secara garis besar menjadi:

1. Terapi somatik: terdiri dari obat anti psikotik

2. Terapi psikososial

3. Perawatan rumah sakit (Hospitalize)

Walaupun medikasi antipsikotik adalah inti dari pengobatan skizofrenia, penelitian telah

menemukan bahwa intervensi psikososial dapat memperkuat perbaikan klinis. Modalitas psikososial

harus diintegrasikan secara cermat ke dalam regimen obat dan harus mendukung regimen tersebut.

Sebagian besar pasien skizofrenia mendapatkan manfaat dari pemakaian kombinasi pengobatan

antipsikotik dan psikososial.

Farmakoterapi

Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati Skizofrenia disebut antipsikotik.

Antipsikotikbekerja mengontrol halusinasi, delusi dan perubahan pola fikir yang terjadi pada Skizofrenia.

Pasien mungkin dapat mencoba beberapa jenis antipsikotik sebelum mendapatkan obat atau kombinasi

obat antipsikotik yang benar-benar cocok bagi pasien. Antipsikotik pertama diperkenalkan 50 tahun yang

lalu dan merupakan terapi obat-obatan pertama yang efekitif untuk mngobati Skizofrenia. Terdapat 3

Page 84: Lia Stase Jiwa

kategori obat antipsikotik yang dikenal saat ini, yaitu antipsikotik konvensional, newer atypical

antipsycotics, dan Clozaril (Clozapine).

Antipsikotik Konvensional. Obat antipsikotik yang paling lama penggunannya disebut

antipsikotik konvensional. Walaupun sangat efektif, antipsikotik konvensional sering menimbulkan efek

samping yang serius. Contoh obat antipsikotik konvensional antara lain:

1. Haldol (haloperidol) 5. Stelazine ( trifluoperazine)

2. Mellaril (thioridazine) 6. Thorazine ( chlorpromazine)

3. Navane (thiothixene) 7. Trilafon (perphenazine)

4. Prolixin (fluphenazine)

Akibat berbagai efek samping yang dapat ditimbulkan oleh antipsikotik konvensional, banyak

ahli lebih merekomendasikan penggunaan newer atypical antipsycotic. Ada 2 pengecualian (harus dengan

antipsikotok konvensional). Pertama, pada pasien yang sudah mengalami perbaikan (kemajuan) yang

pesat menggunakan antipsikotik konvensional tanpa efek samping yang berarti. Biasanya para ahli

merekomendasikan untuk meneruskan pemakaian antipskotik konvensional. Kedua, bila pasien

mengalami kesulitan minum pil secara reguler. Prolixin dan Haldol dapat diberikan dalam jangka waktu

yang lama (long acting) dengan interval 2-4 minggu (disebut juga depot formulations). Dengan depot

formulation, obat dapat disimpan terlebih dahulu di dalam tubuh lalu dilepaskan secara perlahan-lahan.

Sistem depot formulation ini tidak dapat digunakan pada newer atypic antipsycotic.

Newer Atypcal Antipsycotic. Obat-obat yang tergolong kelompok ini disebut atipikal karena

prinsip kerjanya berbda, serta sedikit menimbulkan efek samping bila dibandingkan dengan antipsikotik

konvensional. Beberapa contoh newer atypical antipsycotic yang tersedia, antara lain :

· Risperdal (risperidone)

· Seroquel (quetiapine)

· Zyprexa (olanzopine)

Para ahli banyak merekomendasikan obat-obat ini untuk menangani pasien-pasien dengan Skizofrenia.

Clozaril. Clozaril mulai diperkenalkan tahun 1990, merupakan antipsikotik atipikal yang

pertama. Clozaril dapat membantu ± 25-50% pasien yang tidak merespon (berhasil) dengan antipsikotik

konvensional. Sangat disayangkan, Clozaril memiliki efek samping yang jarang tapi sangat serius dimana

pada kasus-kasus yang jarang (1%), Clozaril dapat menurunkan jumlah sel darah putih yang berguna

untuk melawan infeksi. Ini artinya, pasien yang mendapat Clozaril harus memeriksakan kadar sel darah

putihnya secara reguler. Para ahli merekomendaskan penggunaa Clozaril bila paling sedikit 2 dari obat

antipsikotik yang lebih aman tidak berhasil.

Pemilihan Obat untuk Episode (Serangan) Pertama. Newer atypical antipsycoic merupakn

terapi pilihan untuk penderita Skizofrenia episode pertama karena efek samping yang ditimbulkan

Page 85: Lia Stase Jiwa

minimal dan resiko untuk terkena tardive dyskinesia lebih rendah. Biasanya obat antipsikotik

membutuhkan waktu beberapa saat untuk mulai bekerja. Sebelum diputuskan pemberian salah satu obat

gagal dan diganti dengan obat lain, para ahli biasanya akan mencoba memberikan obat selama 6 minggu

(2 kali lebih lama pada Clozaril).

Pemilihan Obat untuk keadaan relaps (kambuh). Biasanya timbul bila pendrita berhenti

minum obat, untuk itu, sangat penting untuk mengetahui alasan mengapa penderita berhenti minum obat.

Terkadang penderita berhenti minum obat karena efek samping yang ditimbulkan oleh obat tersebut.

Apabila hal ini terjadi, dokter dapat menurunkan dosis menambah obat untuk efek sampingnya, atau

mengganti dengan obat lain yang efek sampingnya lebih rendah.

Apabila penderita berhenti minum obat karena alasan lain, dokter dapat mengganti obat oral

dengan injeksi yang bersifat long acting, diberikan tiap 2- 4 minggu. Pemberian obat dengan injeksi lebih

simpel dalam penerapannya.

Terkadang pasien dapat kambuh walaupun sudah mengkonsumsi obat sesuai anjuran. Hal ini

merupakan alasan yang tepat untuk menggantinya dengan obat obatan yang lain, misalnya antipsikotik

konvensonal dapat diganti dengan newer atipycal antipsycotic atau newer atipycal antipsycotic diganti

dengan antipsikotik atipikal lainnya. Clozapine dapat menjadi cadangan yang dapat bekerja bila terapi

dengan obat-obatan diatas gagal.

Pengobatan Selama fase Penyembuhan. Sangat penting bagi pasien untuk tetap mendapat

pengobatan walaupun setelah sembuh. Penelitian terbaru menunjukkan 4 dari 5 pasien yang behenti

minum obat setelah episode petama Skizofrenia dapat kambuh. Para ahli merekomendasikan pasien-

pasien Skizofrenia episode pertama tetap mendapat obat antipskotik selama 12-24 bulan sebelum

mencoba menurunkan dosisnya. Pasien yang mendertia Skizofrenia lebih dari satu episode, atau balum

sembuh total pada episode pertama membutuhkan pengobatan yang lebih lama. Perlu diingat, bahwa

penghentian pengobatan merupakan penyebab tersering kekambuhan dan makin beratnya penyakit.

Efek Samping Obat-obat Antipsikotik. Karena penderita Skizofrenia memakan obat dalam

jangka waktu yang lama, sangat penting untuk menghindari dan mengatur efek samping yang timbul.

Mungkin masalah terbesar dan tersering bagi penderita yang menggunakan antipsikotik konvensional

gangguan (kekakuan) pergerakan otot-otot yang disebut juga Efek samping Ekstra Piramidal (EEP).

Dalam hal ini pergerakan menjadi lebih lambat dan kaku, sehingga agar tidak kaku penderita harus

bergerak (berjalan) setiap waktu, dan akhirnya mereka tidak dapat beristirahat. Efek samping lain yang

dapat timbul adalah tremor pada tangan dan kaki. Kadang-kadang dokter dapat memberikan obat

antikolinergik (biasanya benztropine) bersamaan dengan obat antipsikotik untuk mencegah atau

mengobati efek samping ini.

Page 86: Lia Stase Jiwa

Efek samping lain yang dapat timbul adalah tardive dyskinesia dimana terjadi pergerakan mulut

yang tidak dapat dikontrol, protruding tongue, dan facial grimace. Kemungkinan terjadinya efek samping

ini dapat dikurangi dengan menggunakan dosis efektif terendah dari obat antipsikotik. Apabila penderita

yang menggunakan antipsikotik konvensional mengalami tardive dyskinesia, dokter biasanya akan

mengganti antipsikotik konvensional dengan antipsikotik atipikal.

Obat-obat untuk Skizofrenia juga dapat menyebabkan gangguan fungsi seksual, sehingga banyak

penderita yang menghentikan sendiri pemakaian obat-obatan tersebut. Untuk mengatasinya biasanya

dokter akan menggunakan dosis efektif terendah atau mengganti dengan newer atypical antipsycotic yang

efek sampingnya lebih sedikit.

Peningkatan berat badan juga sering terjadi pada penderita Sikzofrenia yang memakan obat. Hal

ini sering terjadi pada penderita yang menggunakan antipsikotik atipikal. Diet dan olah raga dapat

membantu mengatasi masalah ini.

Efek samping lain yang jarang terjadi adalah neuroleptic malignant syndrome, dimana timbul

derajat kaku dan termor yang sangat berat yang juga dapat menimbulkan komplikasi berupa demam

penyakit-penyakit lain. Gejala-gejala ini membutuhkan penanganan yang segera.

Tatalaksana pengobatan skizofrenia paranoid mengacu pada penatalaksanaan skizofrenia secara

umum menurut Townsend (1998), Kaplan dan Sadock (1998) antara lain:

1)    Anti Psikotik

Obat antipsikotik merupakan obat terpilih yang mengatasi gangguan waham. Pada kondisi gawat

darurat, klien yang teragitasi parah, harus diberikan obat antipsikotik secara intramuskular.

Sedangkan jika klien gagal berespon dengan obat pada dosis yang cukup dalam waktu 6 minggu,

anti psikotik dari kelas lain harus diberikan. Penyebab kegagalan pengobatan yang paling sering

adalah ketidakpatuhan klien minum obat. Kondisi ini harus diperhitungkan oleh dokter dan

perawat. Sedangkan terapi yang berhasil dapat ditandai adanya suatu penyesuaian sosial, dan

bukan hilangnya waham pada klien.

Chlorpromazine. Untuk mengatasi psikosa, premidikasi dalam anestesi, dan mengurangi gejala

emesis. Untuk gangguan jiwa, dosis awal : 3×25 mg, kemudian dapat ditingkatkan supaya

optimal, dengan dosis tertinggi: 1000 mg/hari secara oral.

Trifluoperazine. Untuk terapi gangguan jiwa organik, dan gangguan psikotik menarik diri. Dosis

awal : 3×1 mg, dan bertahap dinaikkan sampai 50 mg/hari.

Haloperidol. Untuk keadaan ansietas, ketegangan, psikosomatik, psikosis,dan mania. Dosis awal:

3×0,5mg sampai 3 mg.

2)    Anti parkinson

Page 87: Lia Stase Jiwa

Triheksipenydil (Artane). Untuk semua bentuk parkinsonisme, dan untuk menghilangkan reaksi

ekstrapiramidal akibat obat. Dosis yang digunakan : 1-15 mg/hari

Difehidamin. Dosis yang diberikan : 10- 400 mg/hari

3)    Anti Depresan

Amitriptylin. Untuk gejala depresi, depresi oleh karena ansietas, dan keluhan somatik. Dosis : 75-

300 mg/hari.

Imipramin. Untuk depresi dengan hambatan psikomotorik, dan depresi neurotik. Dosis awal : 25

mg/hari, dosis pemeliharaan : 50-75 mg/hari.

4)    Anti Ansietas

Anti ansietas digunakan untuk mengotrol ansietas, kelainan somatroform, kelainan disosiatif,

kelainan kejang, dan untuk meringankan sementara gejala-gejala insomnia dan ansietas. Obat-

obat yang termasuk anti ansietas antara lain:

Fenobarbital : 16-320 mg/hari

Meprobamat : 200-2400 mg/hari

Klordiazepoksida : 15-100 mg/hari

Terapi Psikososial

Terapi perilaku. Teknik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan ketrampilan sosial

untuk meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan memenuhi diri sendiri, latihan praktis, dan

komunikasi interpersonal. Perilaku adaptif adalah didorong dengan pujian atau hadiah yang dapat ditebus

untuk hal-hal yang diharapkan, seperti hak istimewa dan pas jalan di rumah sakit. Dengan demikian,

frekuensi perilaku maladaptif atau menyimpang seperti berbicara lantang, berbicara sendirian di

masyarakat, dan postur tubuh aneh dapat diturunkan.

Terapi berorintasi-keluarga. Terapi ini sangat berguna karena pasien skizofrenia seringkali

dipulangkan dalam keadaan remisi parsial, keluraga dimana pasien skizofrenia kembali seringkali

mendapatkan manfaat dari terapi keluarga yang singkat namun intensif (setiap hari). Setelah periode

pemulangan segera, topik penting yang dibahas didalam terapi keluarga adalah proses pemulihan,

khususnya lama dan kecepatannya. Seringkali, anggota keluarga, didalam cara yang jelas mendorong

sanak saudaranya yang terkena skizofrenia untuk melakukan aktivitas teratur terlalu cepat. Rencana yang

terlalu optimistik tersebut berasal dari ketidaktahuan tentang sifat skizofreniadan dari penyangkalan

tentang keparahan penyakitnya.

Ahli terapi harus membantu keluarga dan pasien mengerti skizofrenia tanpa menjadi terlalu

mengecilkan hati. Sejumlah penelitian telah menemukan bahwa terapi keluarga adalah efektifdalam

Page 88: Lia Stase Jiwa

menurunkan relaps. Didalam penelitian terkontrol, penurunan angka relaps adalah dramatik. Angka relaps

tahunan tanpa terapi keluarga sebesar 25-50 % dan 5 - 10 % dengan terapi keluarga.

Terapi kelompok. Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana,

masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok mungkin terorientasi secara perilaku,

terorientasi secara psikodinamika atau tilikan, atau suportif. Terapi kelompok efektif dalam menurunkan

isolasi sosial, meningkatkan rasa persatuan, dan meningkatkan tes realitas bagi pasien skizofrenia.

Kelompok yang memimpin dengan cara suportif, bukannya dalam cara interpretatif, tampaknya paling

membantu bagi pasien skizofrenia.

Psikoterapi individual. Penelitian yang paling baik tentang efek psikoterapi individual dalam

pengobatan skizofrenia telah memberikan data bahwa terapi alah membantu dan menambah efek terapi

farmakologis. Suatu konsep penting di dalam psikoterapi bagi pasien skizofrenia adalah perkembangan

suatu hubungan terapetik yang dialami pasien sebagai aman. Pengalaman tersebut dipengaruhi oleh dapat

dipercayanya ahli terapi, jarak emosional antara ahli terapi dan pasien, dan keikhlasan ahli terapi seperti

yang diinterpretasikan oleh pasien.

Hubungan antara dokter dan pasien adalah berbeda dari yang ditemukan di dalam pengobatan

pasien non-psikotik. Menegakkan hubungan seringkali sulit dilakukan; pasien skizofrenia seringkali

kesepian dan menolak terhadap keakraban dan kepercayaan dan kemungkinan sikap curiga, cemas,

bermusuhan, atau teregresi jika seseorang mendekati. Pengamatan yang cermat dari jauh dan rahasia,

perintah sederhana, kesabaran, ketulusan hati, dan kepekaan terhadap kaidah sosial adalah lebih disukai

daripada informalitas yang prematur dan penggunaan nama pertama yang merendahkan diri. Kehangatan

atau profesi persahabatan yang berlebihan adalah tidak tepat dan kemungkinan dirasakan sebagai usaha

untuk suapan, manipulasi, atau eksploitasi.

Perawatan di Rumah Sakit (Hospitalization)

Indikasi utama perawatan rumah sakit adalah untuk tujuan diagnostik, menstabilkan medikasi,

keamanan pasien karena gagasan bunuh diri atau membunuh, prilaku yang sangat kacau termasuk

ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar. Tujuan utama perawatan dirumah sakit yang harus

ditegakkan adalah ikatan efektif antara pasien dan sistem pendukung masyarakat. Rehabilitasi dan

penyesuaian yang dilakukan pada perawatan rumahsakit harus direncanakan. Dokter harus juga

mengajarkan pasien dan pengasuh serta keluarga pasien tentang skizofrenia.

Perawatan di rumah sakit menurunkan stres pada pasien dan membantu mereka menyusun

aktivitas harian mereka. Lamanya perawatan rumah sakit tergantung dari keparahan penyakit pasien dan

tersedianya fasilitas pengobatan rawat jalan. Rencana pengobatan di rumah sakit harus memiliki orientasi

praktis ke arah masalah kehidupan, perawatan diri, kualitas hidup, pekerjaan, dan hubungan sosial.

Page 89: Lia Stase Jiwa

Perawatan di rumah sakit harus diarahkan untuk mengikat pasien dengan fasilitas perawatan termasuk

keluarga pasien. Pusat perawatan dan kunjungan keluarga pasien kadang membantu pasien dalam

memperbaiki kualitas hidup.Selain anti psikosis, terapi psikososial ada juga terapi lainnya yang dilakukan

di rumah sakit yaitu Elektro Konvulsif Terapi (ECT). Terapi ini diperkenalkan oleh Ugo cerleti(1887-

1963). Mekanisme penyembuhan penderita dengan terapi ini belum diketahui secara pasti. Alat yang

digunakan adalah alat yang mengeluarkan aliran listrik sinusoid sehingga penderita menerim aliran listrik

yang terputus putus. Tegangan yang digunakan 100-150 Volt dan waktu yang digunakan 2-3 detik.

Pada pelaksanaan Terapi ini dibutuhkan persiapan sebagai berikut:

Pemeriksaan jantung, paru, dan tulang punggung.

Penderita harus puasa

Kandung kemih dan rektum perlu dikosongkan

Gigi palsu , dan benda benda metal perlu dilepaskan.

Penderita berbaring telentang lurus di atas permukaan yang datar dan agak keras.

Bagian kepala yang akan dipasang elektroda ( antara os prontal dan os temporalis) dibersihkan.

Diantara kedua rahang di beri bahan lunak dan di suruh agar pasien menggigitnya.

Frekuensi dilakukannya terapi ini tergantung dari keadaan penderita dapat diberi:

2-4 hari berturut - turut 1-2 kali sehari

2-3 kali seminggu pada keadaan yang lebih ringan

Maintenance tiap 2-4 minggu

Dahulu sebelum jaman psikotropik dilakukan 12-20 kali tetapi sekarang tidak dianut lagi.

----Indikasi pemberian terapi ini adalah pasien skizofrenia katatonik dan bagi pasien karena alasan

tertentu karena tidak dapat menggunakan antipsikotik atau tidak adanya perbaikan setelah

pemberian antipsikotik.

----Kontra indikasi Elektro konvulsiv terapi adalah Dekompensasio kordis, aneurisma aorta, penyakit

tulang dengan bahaya fraktur tetapi dengan pemberian obat pelemas otot pada pasien dengan keadaan

diatas boleh dilakukan. Kontra indikasi mutlak adalah tumor otak.

----Sebagai komplikasi terapi ini dapat terjadi luksasio pada rahang, fraktur pada vertebra, Robekan otot-

otot, dapat juga terjadi apnue, amnesia dan terjadi degenerasi sel-sel otak.

Terapi elektro-konvulsi (TEK)

Seperti juga terapi konvulsi yang lain , cara kerja elektrokonvulsi belum diketahui dengan jelas.

Dapat dikatakan bahwa terapi konvulsi dapat memperpendek serangan skhizoprenia dan mempermudah

kontak dengan penderita. Akan tetapi terapi ini tidak dapat mencegah serangan yang akan datang.

Page 90: Lia Stase Jiwa

Bila dibandingkan dengan terapi koma insulin, maka dengan TEK lebih sering terjadi serangan

ulang. Akan tetapi TEK lebih mudah diberikan, dapat dilakukan secara ambulant, bahaya lebih sedikit,

lebih murah dan tidak memerlukan biaya tenaga yang khusus seperti pada terapi koma insulin.

TEK baik hasilnya pada jenis katatonik terutama stupor. Terhadap schizoprenia simplek efeknya

mengecewakan, bila gejalanya hanya ringan lantas diberi TEK, kadang-kadang gejala menjadi lebih berat.

PERJALANAN PENYAKIT DAN PROGNOSIS

Skizofrenia tidak fatal, kecuali jika bunuh diri. Kecenderungan umum ke arah disintegrasi

personalitas, tetapi proses ini mungkin terhenti pada satu titik, meninggalkan suatu cacat personalitas

yang mungkin tidak menarik perhatian atau nyata. Angka remisi tanap pengobatan sekitar 20%, tetapi

dengan pengobatan, sekitar dua pertiga penderita dapat mengalami suatu penyembuhan sosial. Di masa

lampau, dua per tiga pasien Skizofrenia hasus menghabiskan waktunya di rumah sakit, saat ini hanya satu

dari sepuluh bahkan lebih sedikit kasus yang memerlukan perawatan rumah sakit permanen.

Faktor prognosis yang menguntungkan mencakup tidak adanya riwayat keluarga bagi penyakit

ini, personalitas normal serta latar belakang keluarga dan catatan keluarga stabil. Gambaran penyakit

yang mengarah ke prognosis yang baik berupa onset akut, pencetusnya yang nyata, retensi respon emosi

yang normal, adanya gejala katatonik, retensi doronagn dan inisiatif. Terapi awal memberi hasil yang

baik.

Relaps sering timbul setelah adanya peningkatan ’’peristiwa hidup” dalam tiga minggu terakhir

dan terjadi lebih sering bila pasien menjadi sasaran permusuhan dan konflik keluarga. Jika diberi obat

pemeliharaan mungkin relaps berkurang 3 kali, tetapi meski diberi fenoziatin dosis pemeliharaan, angka

relaps 50% dalam 2 tahun.

Untuk menetapkan prognosis kita harus mempertimbangkan semua faktor di bawah ini:

1) kepribadian prepsikotik: bila skhizoid dan ada hubungan antarmanusia memang kurang

memuaskan, maka prognosis lebih jelek

2) Bila skhizoprenia timbul secara akut, maka prognosislebih baik daripada bila penyakit itu mulai

secara pelan-pelan

3) Jenis : prognosis jenis katatonik yang paling baik dari semua jenis. Sering penderita dengan

skhizoprenia katatonik sembuh dan kembali ke keperibadian prepsikotik. Kemudian menyusul

prognosis jenis paranoid. Banyak dari penderita ini dapat dikembalikan ke masyarakat.

4) Umur : makin muda umur permulaanya, makin jelek prognosisnya.

5) Pengobatan : makin lekas diberi pengobatan, makin baik prognosis.

6) Dikatakannya bahwa bila terdapat faktor pencetus, seperti penyakit badaniah atau stres

psikologis, maka prognosis lebih baik.

Page 91: Lia Stase Jiwa

7) Faktor keturunan: prognosis menjadi lebih berat bila di didalam keelurga terdapat seorang atau

lebih yang menderita skhizoprenia.

Jadi prognosis skhizoprenia tidak begitu buruk seperti yang diduga orang sampai dengan pertengahan

abad ke -20. Terlebih dengan obat antipsikotik, lebih banyak penderita dapat dirawat diluar rumahsakit

jiwa. Dan memang seharusnya demikian. Sedapat-dapatnya pasien harus tinggal di lingkingan sendiri,

harus tetap melakukan hubungan dengan keluarganya untuk memudahkan proses rehabilitasi.

Dalam hal ini dokter umumdapat memegang peranan penting meningat kurangnya ahli kedokteran jiwa

di negara kita. Dokter umum, lebih-lebih dengan berkembangnya konsep doker keluarga,lebih mengenal

penderita dengan lingkungannya, keluarga, rumah dan pekerjaannya, sehingga ia lebih dapat menolong

penderita hidup terus secara wajar dengan segala suka dan dukanya, seperti juga dengan pasien fisik

kronis lain.

Prognosis Baik Prognosis Buruk

Late onset

Presipitasi Jelas

Akut

Riwayat premorbid personality baik

Ada gejala gangguan afektif

Menikah

Riwayat gangguan afektif pada keluarga

Gejala positif

Young onset

Tanpa riwayat presipitasi yang jelas

Perlahan

Riwayat premorbid personality tidak baik

Autism, withdrawn

Single, bercerai, janda

Riayat schizophrenia pada keluarga

Gejala negatif

Gejala neurologis

Riwayat trauma perinatal

PERMASALAHAN DALAM STUDI SKIZOFRENIA

Permasalah-permasalahan dalam studi Skizofrenia secara garis besar terdiri dari:

a. Kebanyakan pasien skizofrenia yang digunakan untuk tujuan penelitian sedang dalam perawatan

dan mengonsumsi obat-obatan antipsikotik. Konsekuensinya, perbedaan menarik yang muncul

antara subjek tersebut dengan yang tidak dirawat, tidak dikontrol secara medis, tidak dapat

berfungsi sebagai penderita sizofrenia, tetapi pada masa pengobatan atau kepadatan yang

berlebihan, diet yang buruk, kondisi sulit tidur, kurang olahraga dan kurangnya privasi yang

menjadi kondisi rutin perawatan (Blanchard & Neale, 1992). Masalah ini biasanya muncul saat

meneliti subjek pada jeda psikotik pertamanya, sebelum mereka menerima pengobatan

antipsikotik atau perawatan panjang.

Page 92: Lia Stase Jiwa

b. Apakah penarikan diri secara sosial merupakan patologi primer atau pasien skizofrenia menarik

diri hanya karena ketidakmampuan berpikir mereka mempersulit untuk berkomunikasi dengan

orang lain?

c. Apakah delusi merupakan gejala primer atau hanya sebagai cara pasien skizofrenia dalam

menjelaskan kekacauan dalam pikirannya?

d. Masalah lainnya adalah adanya perbedaan defisit. Penderita skizofrenia mengalami kesulitan

dengan beragam tugas, namun tidak berarti bahwa orang yang mengalami kesulitan dalam suatu

tugas dikatakan mengidap skizofrenia.

SKIZOFRENIA: TEORI DAN TERAPI

Gangguan skizofrenia disebabkan oleh beberapa penyebab, salah satunya faktor genetik,

mempunyai peran dalam berkembangnya skizofrenia. Peneliti menyatakan bahwa skizofrenia diakibatkan

oleh kombinasi diatesis warisan genetik atau predisposisi dan tekanan lingkungan, serta faktor lainnya.

1. Perspektif Ilmu Syaraf

A. Studi Genetik

a. Studi Keluarga

Penelitian ini menyimpulkan bahwa semakin dekat relasi seseorang dengan penderita skizofrenia,

maka semakin besar kemungkinan orang tersebut mengembangkan skizofrenia. Namun kemiripan

psikologis pada anggota keluarga dapat disebabkan oleh lingkungan yang ditinggali bersama daripada

penurunan gen.

b. Studi Individu Kembar

Rata-rata persentase kemungkinan pengidap skizofrenia pada kembar MZ (berasal dari satu telur)

mendekati 46%, sedangkan pada kembar DZ (berasal dari dua telur) sebanyak 14% (Gottesman, 1996).

Dalam sebuah studi kasus (Gottesman & Bertelesen, 1989) resiko terkena skizofrenia dan

kecenderungan gangguan skizofrenia pada keturunan individu kembar penderita skizofrenia sebesar

16,8%; pada keturunan individu kembar normal sebesar 17,4%. Dengan menggunakan penelitian atau

metode yang sama para peneliti menemukan bahwa keturunan dari kembar DZ penderita skizofrenia

beresiko 17,4%; keturunan dengan kembar normal beresiko sebesar 2,1%.

c. Studi Adopsi

Subjek yang digunakan dalam studi adopsi ini adalah anak-anak yang diadopsi dari orang tua

kandungnya saat bayi dan memiliki sumbangan genetik dari satu keluarga dan sejarah lingkungan dari

keluarga lain.

- Heston (1966) menemukan bahwa skizofrenia hanya ditemukan pada anak-anak yang dilahirkan

dari ibu penderita skizofrenia, dengan persentase 16,6%. Sedangkan anak-anak yang dilahirkan

Page 93: Lia Stase Jiwa

dari ibu normal dan tidak diadopsi berpotensi skizofrenia dengan persentase 13%.

- David Rosenthal dkk (Rosenthal, Wender, Kety, et al., 1968) mengidentifikasi orangtua

kandung dari 5500 anak adopsi (orang tua indeks) yang pernah dirawat di Rumah Sakit Jiwa

dengan diagnosis skizofrenia atau psikosis afektif. 76 anak adopsi dari orangtua tersebut (anak

indeks) kemudian dicocokkan dengan kelompok anak adopsi (anak kontrol) yang orangtua

kandungnya normal. Penelitian menunjukkan bahwa 19% anak indeks dan 10% anak kontrol

pasti atau kemungkinan mengidap skizofrenia (Gottesman & Shields, 1982).

- Peneliti yang sama (Kety, 1988; Kety, Rosenthal, Wender, et al., 1968, 1975) melakukan

penelitian lain dengan desain berbeda, namun menggunakan kelompok anak kontrol yang sama.

Sebanyak 33 anak adopsi (dari 5500 subjek penelitian sebelumnya) diidentifikasi memiliki

sejarah kejiwaan skizofrenia. Kemudian 463 orangtua kandung, orangtua adopsi, saudara

kandung dan saudara seayah atau seibu diwawancara apakah mereka pernah mengidap

skizofrenia.

Dari penelitian-penelitian di atas dihasilkan kesimpulan bahwa terdapat komponen genetik yang

menyebabkan skizofrenia.

d. Mode Transisi

Banyak peneliti menduga bahwa skizofrenia tidak hanya disebabkan oleh satu penyimpangan

tetapi tingkatan-tingkatan penyimpangan yang dikelompokkan pada satu kategori (Kendler & Walsh,

1995).

Pandangan lain menyebutkan bahwa skizofrenia bukan hanya sebagai hasil dari banyak gen tetapi

dari kombinasi dengan faktor lingkungan.

Kemungkinan ketiga adalah bahwa adanya mutasi genetik yang menimbulkan skizofrenia. Laki-

laki berperan besar dalam terjadinya mutasi gen baru. Hal ini dikarenakan sel sperma membelah diri

secara konstan selama individu tersebut hidup, memberikan kemungkinan yang berulang-ulang untuk

terjadinya mutasi. Berdasarkan fakta tersebut, Malaspina dkk memperkirakan bahwa semakin tua usia

ayah saat konsepsi terjadi mempengaruhi pertambahan tingkat skizofrenia yang diderita keturunannya

(Malaspina, Harlap, Fennig, et al., 2001).

e. Studi Genetik Resiko Tinggi

Pada awal ’60-an Mednick dan Schulsinger melakukan penelitian dengan proyek longitudinal

(Mednick, 1970) dengan cara memilih 200 anak yang dilahirkan dari ibu penderita skizofrenia dan secara

genetik rentan terkena skizofrenia. Dari hasil penelitian sebelumnya, peneliti dapat berasumsi bahwa

jumlah anak-anak skizofrenia pada kelompok resiko tinggi akan lebih banyak dibandingkan anak-anak

resiko rendah (anak-anak yang tidak dilahirkan dari ibu skizofrenia).

Mednick (1971) menyebutkan keuntungan dari penelitian ini adalah:

Page 94: Lia Stase Jiwa

- Anak-anak belum “dikacaukan” oleh efek kehidupan schizophrenia seperti perawatan dan obat-

obatan.

- Mengeliminasi bias dari pengujian dan diagnosis.

- Informasi didapat pada saat ini (sedang berlangsung), peneliti tidak harus bergantung dari hasil

penelitian siapa pun.

- Terdapat dua kelompok kontrol untuk anak-anak yang menjadi sakit: subjek resiko tinggi yang

tetap sehat dan subjek dengan resiko rendah.

Tahun 1989, subjek rata-rata telah berusia 42 tahun dan melewati periode resiko utama dari

serangan skizofrenia. Pada kelompok resiko tinggi, 16% telah mengembangkan skizofrenia dan 26,5%

mengembangkan suatu. Pada kelompok resiko rendah, hanya 2% yang mengembangkan skizofrenia dan

6% yang mengembangkan gangguan yang berhubungan dengan skizofrenia (Parnas, Cannon, Jacobsen, et

al., 1993).

Para peneliti menyebutkan faktor-faktor yang membedakan anak-anak resiko tinggi yang

mengembangkan skizofrenia dari anak-anak resiko tinggi dan resiko rendah yang tetap normal:

- Kehidupan di rumah.

- Pemisahan dini dan perawatan.

- Masalah di sekolah dan perilaku kriminal.

- Masalah pada perhatian.

- Komplikasi masa persalinan.

Sejumlah peneliti telah menemukan sejarah dari masalah pada perhatian pada anak-anak

resiko tinggi yang akhirnya mengembangkan skizofrenia (Hollister, Mednick, Brenna, et al.,

1994).

- Anak-anak resiko tinggi juga menunjukkan IQ yang lebih rendah dan kemampuan belajar

dan mengingat lebih parah daripada anak-anak resiko rendah (Byrne, Hodges, Grant, et al.,

1991).

- Menunjukkan koordinasi motorik yang lemah dan ekspresi wajah negatif (Walker, Grimes,

Davis, et al., 1993).

- Ibu-ibu mereka mengembangkan skizofrenia pada usia lebih awal, dirawat selama tahun-

tahun awal kanak-kanak, memiliki hubungan yang tidak stabil dengan pria (Olin & Mednick,

1996).

- Trauma pra kelahiran atau masa persalinan

Kesimpulannya, penemuan ini membuktikan bahwa:

- Mendukung peranan pewarisan genetik.

Page 95: Lia Stase Jiwa

- Lemahnya perhatian merupakan gejala primer dari schizophrenia.

- Mengungkap jenis-jenis stres yang memungkinkan perubahan schizophrenic diathesis

menjadi schizophrenia.

f. Studi Perilaku Resiko Tinggi

Penelitian ini menggunakan subjek berdasarkan sifat perilaku yang sekiranya dapat dihubungkan

dengan penyimpangan. Loren & Jean Chapman dkk telah menggunakan desain perilaku resiko tinggi ini

untuk menyaring sejumlah besar mahasiswa yang memiliki kecenderungan abnormalitas perseptual dan

pemikiran “ajaib” (Allen, Chapman, Chapman, et al., 1987; Chapman &Chapman, 1985). Teknik

penyaringan ini dilakukan melalui tes yang disebut Per-Mag Scale, di mana partisipan diperintahkan

untuk menjawab “benar” atau “salah” terhadap pernyataan seperti “Kadang-kadang saya memiliki

perasaan bahwa saya adalah kesatuan dari objek di dekat saya” dan “Gerakan tangan yang dilakukan oleh

orang asing terlihat mempengaruhi saya suatu waktu”. Abnormalitas perseptual dan pemikiran “ajaib”

diduga memiliki dasar genetik (Grove, Lebow, Clementz, et al., 1991) dan seringkali muncul pada awal

sejarah orang-orang yang didiagnosa skizofrenia. Tujuan Chapman adalah untuk mengetahui apakah

keterkaitan ini memegang kemungkinan di masa mendatang dan juga pada awal masa dan metodenya

adalah untuk melacak proses kejiwaan orang-orang dengan nilai Per-Mag Scale tinggi.

Satu masalah besar dari Per-Mag Scale adalah orang-orang yang disaring memiliki resiko bukan

hanya skizofrenia tetapi juga jenis psikosis lain. Dibandingkan dengan orang-orang Per-Mag rendah,

orang-orang dengan Per-Mag tinggi lebih menunjukkan hausinasi, delusi, penarikan diri sosial,

penyimpangan pemikiran, penyimpangan komunikasi dan masalah-masalah perhatian dan bias persepsi

(Coleman, Levy, Lenzenweger, et al., 1996; Lenzenweger, 2001; Luh & Gooding, 1999).

g. Studi Penggambaran Otak

CT dan MRI menunjukkan bahwa pada skizofrenia kronis, ukuran otaknya lebih kecil daripada

orang normal (Ward, Friedman, Wise, et al., 1996). Dan ukuran otak yang lebih kecil juga ditemukan

pada penderita skizofrenia pasangan kembar MZ yang tidak seimbang, diduga bahwa terdapat kontribusi

genetik pada pertumbuhan otak yang lebih kecil ini (Baare, vsn Oel, Hulshoff Pol, et al., 2001). CT dan

MRI juga menunjukkan bahwa bilik otak (rongga yang berisi cairan otak) pada penderita skizofrenia

kronis cenderung membesar (Brennan & Walker, 2001), yang mengindikasikan kerusakan kognitif,

respon yang buruk terhadap perawatan pengobatan, penyesuaian premorbid yang lemah dan beberapa

gejala negatif lainnya (Schultz, Nopoulos & Andreasen, 2001) misalnya komplikasi persalinan seperti

jumlah oksigen terlalu sedikit (Cannon, van Erp, Rosso, et al., 2002). Bukti-bukti tersebut lebih banyak

terdapat pada pria dengan skizofrenia daripada wanita penderita skizofrenia (Flaum, Arndt & Andreasen,

1990).

Hasil dari penelitian ini menunjukkan abnormalitas pada tiga sistem spesifik: korteks depan ,

Page 96: Lia Stase Jiwa

struktur limbik lobus temporal dan basal ganglia atau otak kecil (Cannon, 1998; Hulshoff Pol, Schnack,

Mandl et al., 2000; Gur, Turetsky, Cowell, et al., 2000). Dan abnormalitas ini juga ditemukan pada

kerabat pasien skizofrenia, mengindikasikan adanya dasar genetik (Lowrie, Whalley, Abukmeil, et al.,

2001).

Beberapa studi PET menemukan bahwa saat pasien skizofrenia diberikan tes metabolisme

sementara mereka mengerjakan tugas kognitif yang membutuhkan perhatian selektif dan kemampuan

memecahkan masalah lainnya dari lobus depan, kebanyakan dari mereka menunjukkan rendahnya

aktivitas otak pada bagian tersebut (Carter, Mintun, Nichols, et al., 1997; Artiges, Martinot, Verdys, et al.,

2000). Korteks depan mereka juga terlihat memiliki sinaps yang lebih sedikit, membuat transmisi syaraf

semakin sulit (Glantz & Lewis, 1997; McGlashan & Hoffman, 2000). Ciri-ciri tersebut merupakan ciri

dari pasien dengan gejala negatif.

Pada pasien dengan gejala positif, seringkali menunjukkan abnormalitas pada lobus depan atau

struktur limbik (Marsh, Harris, Lim, et al., 1997) dan keabnormalan lobus depan ini terdapat pada pasien

skizofrenia episode awal (McCarley, Salisbury, Hirayasu, et al., 2002). Bahkan, studi MRI

memperlihatkan bahwa halusinasi pendengaran dihubungkan dengan aktivasi lobus temporal, thalamus

dan hippocampus (Shergill, Brammer, Williams, et al., 2000).

Pasien gejala positif dan negatif keduanya menunjukkan keabnormalan pada basal ganglia

(Siegel, Buchsbaum, Bunney, et al., 1993). Beberapa pasien menunjukkan abnormalitas pada ketiga

sistem otak. Hal ini menjelaskan mengapa banyak pasien memiliki gejala positif dan negatif bersamaan

(Andreasen, 1999; Pierri, Volk, Auh, et al., 2001; Kubicki, Westin, Maier, et al., 2002).

B. Cedera Otak sebelum Masa Kelahiran

Pada studi MRI dan postmortem, kebanyakan pasien skizofrenia tidak menunjukkan bagian otak

asimetris yang normal, terutama di bagian otak yang mengatur bahasa dan asosiasi (Barta, Pearlson, Brill,

et al., 1997; Sommer, Aleman, Ramsey, et al., 2001). Mereka juga kebanyakan bertangan kidal, indikator

lain dari pengurangan percabangan otak. Hal ini menggambarkan bahwa otak mereka mengalami trauma

selama trimester kedua.

Beberapa penelitian menemukan bahwa individu yang berada dalam kandungan saat ibunya

terkena stres, seperti serangan militer, bencana alam atau kematian suaminya, memiliki kemungkinan

yang signifikan untuk mengembangkan skizofrenia saat dewasa daripada apabila individu tersebut telah

lahir saat ibunya mengalami stres (Kinney, 2001).

Ada beberapa gambaran lain mengenai kerusakan otak pada awal pra-kelahiran. Kerusakan

jaringan otak janin memicu otak untuk merespon perbaikan jaringan, yang disebut gliosis, tapi respon ini

muncul hanya pada trimester ketiga, tidak sebelumnya. Saat otak menunjukkan abnormalitas strukturnya

Page 97: Lia Stase Jiwa

tanpa adanya gliosis maka perubahan-perubahan tertentu akan terjadi sebelum trimester ketiga. Dan hal

tersebut adalah hasil pemeriksaan postmortem yang ditunjukkan pada pasien skizofrenia: perubahan

struktur tanpa gliosis (Brennan & Walker, 2001). Minor Physical Anomalies (MPAs) dari kepala dan

wajah (seperti bentuk telinga yang asimetris) juga dimulai selama perkembangan janin dan diduga

sebagai pertanda tidak langsung untuk perkembangan otak yang baik. MPAs muncul pada rata-rata yang

tinggi individu skizofrenia (Brennan & Walker, 2001; McGrath, El-Saadi, Grim, et al., 2002) dan

mengindikasikan bahwa individu tersebut mengalami cedera sebelum masa kelahiran.

Studi postmortem lainnya menitikberatkan pada trimester kedua. Selama periode tersebut, syaraf

pada otak yang sedang berkembang pindah dari dinding bilik ke struktur sementara yang akhirnya

membentuk daerah perhubungan korteks otak. Daerah tersebut bertanggung jawab dala kemampuan

membuat hubungan antar hal yang tepat, suatu fungsi yang rusak secara radikal pada skizofrenia.

Pemeriksaan postmortem pada otak pasien skizofrenia menunjukkan kerusakan perpindahan syaraf,

kerusakan ini muncul hanya pada trimester kedua (Akbarian, Kim, Potkin, et al., 1996; McClure &

Weinberger, 2001).

Studi anak kembar juga menemukan tanda-tanda adanya masalah selama trimester kedua.

Kembar MZ memiliki sidik jari yang hampir sama, dengan sedikit variasi. Pada kembar MZ yang

bertentangan untuk skizofrenia, perbedaan sidik jari akan lebih besar daripada pada kembar MZ normal

(Davis & Bracha, 1996). Kembar tersebut, berbeda secara abnormal satu sama lain dalam dua cara: sidik

jari dan fungsi mental. Sidik jari dikembangkan pada trimester kedua, jadi apabila kedua abnormalitas

disebabkan karena gangguan pra-kelahiran yang sama, gangguan tersebut terjadi pada trimester kedua.

C. Penelitian Biokimia: Hipotesis Dopamin

Teori bahwa Skizofrenia berhubungan dengan aktivitas berlebihan neurotransmitter dopamin,

didasarkan pada pengetahuan bahwa obat-obatan yang efektif untuk menangani Skizofrenia dapat

menurunkan aktivitas dopamin. Para peneliti juga mencatat bahwa obat-obat antipsikotik, selain dapat

mengurangi beberapa simptom Skizofrenia, obat tersebut juga dapat menimbulkan efek samping yang

mirip dengan simptom-simptom penyakit Parkinson.

Hal lain yang tidak secara langsung mendukung teori dopamin dalam Skizofrenia adalah

diketahuinya literatur mengenai psikosis amfetamin. Amfetamin dapat menyebabkan suatu kondisi yang

sangat mirip dengan Paranoid Skizofrenia. Efek amfetamin yang menimbulkan psikosis merupakan akibat

peningkatan dopamin.

D. Kemoterapi (Chemotherapy)

Sesuai dengan indikasinya, obat-obat antipsikotik (neuroleptics) digunakan untuk mengurangi

Page 98: Lia Stase Jiwa

simptom-simptom psikosis, seperti kebingungan, penarikan diri, halusinasi, delusi dan lainnya. Obat

antipsikotik yang paling banyak digunakan adalah phenothiazines yang didalamnya termasuk stelazine,

prolixin, mellaril dan thorazine (chlorpromazine). Pada umumnya, obat antipsikotik cukup efektif untuk

mengurangi simptom-simptom skizofrenik. Pada saat bersamaan, obat-obatan tersebut telah

mempengaruhi penelitian mengenai Skizofrenia. Peneliti biokimia ingin mengetahui bagaimana cara kerja

phenothiazines, dimana hal tersebut pada akhirnya mendorong lahirnya hipotesis dopamin.

Penelitian terbaru menunjukkan bahwa obat antipsikotik non phenothiazines telah menuju

perbaikan hipotesis tersebut. Obat-obat baru ini bekerja lebih baik daripada phenothiazines untuk Tipe II,

pasien simptom negatif dan mereka yang memiliki kelainan otak. Dengan kata lain, phenothiazines baik

untuk simptom-simptom positif, seperti halusinasi dan delusi. Tetapi, phenothiazines kurang baik untuk

mengurangi simptom negatif. Hal tersebut kemudian mendorong lahirnya hipotsis baru, yaitu simptom

positif merupakan simptom sekunder dan simptom negatif merupakan simptom primer. Hipotesis tersebut

juga menyatakan bahwa Skizofrenia Distorsi Realitas merupakan konsekuensi dari permasalahan proses

informasi yang disebabkan oleh kelainan perkembangan otak.

2. Perspektif Kognitif

Beberapa peneliti mengemukakan bahwa masalah atensi merupakan gangguan utama pada

Skizofrenia. Untuk itu, dapat dikatakan simptom utama dari Skizofrenia adalah disfungsi atensi. Namun

saat ini, atensi merupakan bidang kajian ilmuwan kognitif dan mereka tidak menyatakan bahwa atensi

merupakan akar penyebab Skizofrenia. Menurut mereka, Skizofrenia disebabkan oleh faktor biologis.

Mereka menyatakan bahwa fungsi psikologis, yaitu atensi, sering melemah dikarenakan kelainan

biologis. Adanya masalah pada atensi pada akhirnya akan menimbulkan Skizofrenia.

A. Atensi Berlebihan (Overattention)

Pasien dengan atensi berlebih tidak dapat fokus pada satu stimulus, tetapi ia terus menerima

banyak stimulus lain dan fokus terhadap semua stimulus tersebut. Fenomena ini berhubungan dengan

Skizofrenia Tipe I, yaitu Skizofrenia simptom positif. Berdasarkan pada teori kognitif, simptom positif

Tipe I, seperti halusinasi, delusi dan pembicaraan yang inkohere, merupakan akibat dari atensi yang

berlebihan. Alasan mengapa pasien-pasien tersebut kebingungan dan tidak terorganisir adalah karena

proses informasi dalam diri pasien terlalu berat dan sistem saraf mereka selalu bekerja untuk dapat

memproses sekian banyaknya stimulus yang diterima.

B. Kekurangan Atensi (Underattention)

Individu dengan Skizofrenia Tipe II menunjukkan atensi yang sangat kurang terhadap stimulus

eksternal. Ia cenderung menunjukkan rendahnya gelombang otak dalam pemberian respon terhadap

Page 99: Lia Stase Jiwa

stimulus yang ia terima. Untuk itu, ia kesulitan untuk dapat fokus pada stimulus yang ia terima, meskipun

itu hanya satu stimulus saja.

C. Terapi Kognitif (Cognitive Therapy)

Terapi kognitif untuk pasien Skizofrenia memiliki dua pendekatan. Pendekatan pertama ditujukan

untuk mengetahui proses pemikiran pasien Skizofrenia, lalu yang kedua ditujukan untuk mengetahui isi

dari pemikiran itu sendiri.

Pendekatan proses disebut juga rehabilitasi kognitif (Cognitive Rehabilitation). Pendekatan ini

menggunakan teknik terapi rehabilitasi yang sama dengan yang digunakan untuk individu yang

mengalami kerusakan otak. Inti dari pendekatan ini adalah untuk memberikan tugas kepada pasien agar ia

dapat menunjukkan kemampuan kognitifnya, seperti memori, atensi dan persepsi sosial. Selain itu,

pendekatan ini juga berupaya untuk membangun kemampuan-kemampuan kognitif diatas melalui teknik

pemberian instruksi, pelatihan dan bahkan diberlakukannya sistem reward.

Pendekatan lainnya ditujukan langsung untuk dapat mengatasi halusinasi dan delusi. Pada

dasarnya, pendekatan ini menggunakan teknik yang sama dengan terapi kognitif untuk pasien

nonpsikotik. Para terapis menuntun pasien untuk mempertanyakan apa yang ada di pikirannya.

3. Perspektif Interpersonal

Stressor lingkungan secara biologis dapat meningkatkan Skizofrenia. Salah satu stressor

lingkungan tersebut adalah permasalahan yang ada pada keluarga. Menurut para ahli teori interpersonal,

tekanan psikologis dalam keluarga dapat menjadi faktor terjadinya Skizofrenia.

A. Ekspresi Emosi (Expressed Emotion)

Pada umumnya, anak yang menderita Skizofrenia mengalami suasana bermusuhan dalam

keluarganya. Untuk itu, peneliti saat ini lebih fokus pada karakteristik anggota keluarga, terutama

karakteristik ibu. Peneliti kini lebih tertarik akan apa yang dikatakan anggota keluarga mengenai anggota

keluarga lainnya. Dalam beberapa studi, keluarga yang dirawat karena Skizofrenia telah menunjukkan

ekspresi emosi. Dalam studi tersebut, dinyatakan bahwa tingkat ekspresi emosi ditentukan oleh dua

faktor, yaitu tingkat kritisme dan tingkat keterlibatan emosional berlebih.

B. Ketidaknormalan Komunikasi (Communication Deviance)

Beberapa ahli menyatakan bahwa inti dari gangguan interpersonal terletak pada komunikasi

antara orang tua dan anak. Salah satu teori klasik pada tahun 1950-an mengajukan bahwa Skizofrenia

mungkin merupakan hasil dari komunikasi double-bind (doubel-bind communication). Situasi komunikasi

tersebut bisa terjadi ketika orang tua memberikan pesan yang berlainan dengan apa yang anaknya

Page 100: Lia Stase Jiwa

sampaikan. Berikut ini contoh komunikasi tersebut.

Anak : (Mengeluh) Tidak ada seorangpun yang mau mendengarkanku. Semua orang berusaha

diam terhadapku.

Ibu : Tidak ada yang ingin membunuhmu.

Ayah : Jika kamu ingin bergaul dengan orang-orang pintar (intelek), kamu harus ingat bahwa

diam adalah kata benda dan bukan kata kerja.

Dari contoh diatas, dapat diketahui bahwa orang tuanya menyatakan sesuatu yang tidak

berhubungan dengan apa yang dikatakan si anak.

C. Terapi Untuk Keluarga (Treatment for Families)

Penemuan Expressed Emotion (EE) dan Communication Deviance (CD), telah mendorong

dikembangkannya terapi untuk keluarga individu yang menderita Skizofrenia. Dalam suatu studi, peneliti

menghabiskan waktu berminggu-minggu bersama 18 keluarga penderita Skizofrenia. Ia mempelajari

kesulitan yang dialami anggota keluarga untuk menghadapi pasiennya dan anggota keluarga lain.

Kemudian, keluarga tersebut secara bertahap diajari metode untuk menyelesaikan masalah, mulai dari

merencanakan menu makan malam sampai dengan bagaimana cara mengatasi masalah utama dalam

keluarga tersebut. Setelah sembilan bulan, hanya seorang pasien yang dinyatakan kambuh kembali.

4. Behavioural Perspective

Berikut ini adalah teori-teori Skizofrenia berdasarkan perspektif behavioural.

a. Learned Nonresponsiveness

Ullmann dan Krasner, mengemukakan suatu contoh, yaitu individu yang menderita Skizofrenia

yang disebabkan oleh kehidupan keluarga yang terganggu atau kemalangan sosial lainnya, ia tidak belajar

untuk merespon rangsangan yang seharusnya ia respon. Contoh tersebut menunjukkan bahwa Skizofrenia

masih berhubungan dengan faktor lingkungan. Ia berhenti memperhatikan stimulus yang datang dan

mulai mengambil isyarat perilakunya dari individu lain, yaitu stimulus yang ia pilih.

b. Relearning Normal Behaviour

Apapun faktor yang menyebabkan terjadinya Skizofrenia, mungkin pengaturan kesehatan mental

individulah yang mendorong beberapa perilaku yang memperkuat “kegilaan” dalam diri individu dan

bukan memperkuat respon adaptif. Apabila hal tersebut memang terjadi, maka pembalikan pola

penguatan tersebut harus dilakukan menuju peningkatan.

Terapi behavioural saat ini tetap sejalan dengan prinsip Operant Conditioning. Terapi tersebut

mencoba untuk mengubah perilaku dengan mengganti konsekuensi dari setiap perilaku yang muncul. Para

peneliti telah berhasil menggunakan penguat yang sederhana seperti buah-buahan, coklat dan majalah.

Page 101: Lia Stase Jiwa

c. The Token Economy

Beberapa rumah sakit telah memperluas konsep operant conditioning dengan program token

ekonomi. Dalam program tersebut, pasien diberikan token, poin atau penguat lainnya agar ia dapat

mencapai perilaku yang ditargetkan. Pasien kemudian dapat menukar token yang ia miliki dengan snack,

kopi, pakaian baru ataupun perlakuan khusus pada dirinya. Program ini terbukti berguna untuk menolong

pasien agar ia cepat keluar dari rumah sakit.

d. Pelatihan Keterampilan Sosial (Social Skills Training)

Social Skills Training berfokus pada bagaimana membantu pasien untuk dapat mempelajari

keahlian tertentu yang dapat memungkinkan mereka untuk dapat hidup di dunia luar. Hasil studi yang

membandingkan antara Pelatihan Keterampilan Sosial dengan Terapi Jabatan (Occupational Therapy),

menunjukkan bahwa pasien dengan program Pelatihan Keterampilan Sosial bekerja dengan model

Problem Solving dalam melakukan bagaimana cara untuk menerima, untuk memulai proses dan

memberikan komunikasi interpersonal. Sedangkan pasien dengan Terapi Jabatan (Occupational Therapy)

membutuhkan banyak waktu untuk dapat menjalankan hal-hal tersebut di atas.

5. Perspektif Sosiokultural

Terapi yang dilakukan untuk mengobati Skizofrenia merupakan terapi jangka panjang. Program

yang ada dalam terapi tersebut haruslah program yang dapat membantu dan mendukung pasien dalam

komunitas sosial. Salah satu studi dengan program tersebut dilakukan di Madison, Wisconsin. Dalam

studi tersebut, pasien tidak dirawat oleh psikiater di rumah sakit, tetapi dengan perawatan tertentu, ia

diberikan terapi di lingkungan masyarakat. Apabila pasien tidak memungkinkan untuk tinggal di rumah,

maka psikiater membantunya untuk dapat menemukan tempat tinggal yang dapat ia terima dalam

masyarakat. Pasien juga diminta untuk mencari pekerjaan apabila mereka memang tidak memiliki

pekerjaan. Selama 14 bulan, psikiater tetap berhubungan dengan pasien, menelepon, memberi saran dan

membantu pasien menemukan jalannya di masyarakat. Setelah selama 14 bulan dan terus mengikuti

terapi selama 1½ tahun, pasien tersebut menunjukkan adaptasi yang lebih baik daripada pasien yang

dirawat di rumah sakit. Tetapi setelah dua tahun, manfaat dari terapi masyarakat ini berkurang. Untuk itu,

dalam terapi masyarakat, psikiater harus tetap menjaga hubungan dengan pasien meskipun krisis yang

dialami pasien telah terlewati.

Program tersebut memunculkan pendekatan baru, yaitu Assertive Community Treatment (ACT).

Pada program ACT, pasien yang dilepaskan dihubungi terus menerus dan mereka dapat mendukung jasa

para profesional yang ada di masyarakat. Analisis dalam penelitian terbaru menunjukkan bahwa program

ACT dapat mengurangi simptom-simptom, meningkatkan fungsi sosial dan memfasilitasi kehidupan

mandiri

Page 102: Lia Stase Jiwa

Terapi lain yang dikembangkan adalah Terapi Personal (Personal Therapy). Terapi Personal

merupakan terapi perorangan yang di rancang untuk mencocokkan keadaan emosional khusus dari pasien

Skizofrenia. Terapi ini berfokus pada kontrol emosi. Tujuannya adalah untuk mencegah meningkatnya

emosi untuk berbuat yang tidak baik. Pengkontrolan emosi ini dilakukan secara bertahap. Awalnya,

pasien diajari “internal coping” yang merupakan strategi untuk dapat mengetahui tanda-tanda timbulnya

stress pada diri pasien. Mereka lalu diajarkan bagaimana menghadapi stress tersebut

6. Unitary Theories: Diathesis and Stress

Mirsky dan Duncan mengemukakan lima faktor utama yang berhubungan dengan Skizofrenia.

a. Perasaan canggung dan berbeda dari yang lain.

b. Naiknya ketergantungan pada orang tua.

c. Nilai akademik yang tidak baik dan kemampuan untuk mengatasi yang lemah.

d. Interaksi dengan keluarga yang penuh tekanan.

e. Ketidaknormalan komunikasi dalam keluarga, yang membuat individu merasa terisolasi.

f. Seringnya dirawat oleh orang tua atau anggota keluarga lainnya.

Beberapa hasil studi menunjukkan bahwa perilaku buruk yang dilakukan pasien Skizofrenia

cenderung didahului oleh peristiwa yang menekan dalam hidupnya. Untuk penderita psikosis,

mereka menunjukkan reaksi emosional yang berlebih pada kejadian biasa dalam kehidupan.

Model Diatesis-Stress telah membuat peneliti mempertanyakan apa yang terjadi pada individu yang

memiliki kemungkinan menderita Skizofrenia karena faktor keturunan, tetapi ia justru tidak

menderita Skizofrenia. Hal ini menunjukkan bahwa belum ada satupun faktor penyebab pasti yang

dapat menyebabkan individu menderita Skizofrenia. Rumitnya pencarian faktor penyebab utama

terjadinya Skizofrenia dapat mendorong para peneliti selanjutnya untuk terus mencari jawaban

yang pasti.

ANTIPSIKOSIS

Bermanfaat pada terapi psikosis akut maupun kronik, suatu gangguan jiwa yang berat. Ciri

terpenting obat antipsikosis ialah : (1) berefek antipsikosis, yaitu berguna mengatasi agresivitas,

hiperaktivitas dan labilitas emosional pada pasien psikosis; (2) dosis besar tidak menyebabkan koma yang

dalam ataupun anestesia; (3) dapat menimbulkan gejala ekstrapiramidal yang reversibel atau ireversibel;

(4) tidak ada kecenderungan untuk menimbulkan ketergantungan fisik dan psikis.

Page 103: Lia Stase Jiwa

Kebanyakan antipsikosis golongan tipikal mempunyai afinitas tinggi dalam menghambat reseptor

dopamin 2, hal inilah yang diperkirakan menyebabkan reaksi ekstrapiramidal yang kuat. Obat golongan

atipikal pada umumnya mempunyai afinitas yang lemah terhadap dopamin 2, selain itu juga memiliki

afinitas terhadap reseptor dopamin 4, serotonin, histamin, reseptor muskarinik dan reseptor alfa

adrenergik. Golongan antipsikosis tipikal umumnya hanya berespons untuk gejala positif.

ANTIPSIKOSIS TOPIKAL : KLORPROMAZIN DAN DERIVAT FENOTIAZIN

Prototip kelompok ini adalah klorpromazin (CPZ). Sampai sekarang obat ini masih tetap

digunakan sebagai antipsikosis, karena ketersediannya dan harganya yang murah.

Farmakodinamik

Efek farmakologik terjadi karena antipsikosis menghambat reseptor diantaranya dopamin,

reseptor serotonin 5HT2 dengan afinitas yang berbeda. Klorpromazin misalnya selain memiliki afinitas

terhadap reseptor dopamin, juga memiliki afinitas yang tinggi terhadap reseptor α-adrenergik, sedangkan

risperidon memiliki afinitas yang tinggi terhadap reseptor serotonin 5HT2.

Susunan Saraf Pusat

CPZ menimbulkan efek sedasi yang disertai sikap acuh tak acuh terhadap rangsamg dari

lingkungan. Klorpromazin berefek antipsikosis terlepas dari efek sedasinya. CPZ tidak dapat mencegah

timbulnya konvulsi akibat rangsang listrik maupun rangsang oleh obat. Semua derivat fenotiazin

mempengaruhi ganglia basal, sehingga menimbulkan gejala parkinsonisme. CPZ dapat mengurangi atau

mencegah muntah yang disebabkan oleh rangsangan pada chemoreceptor trigger zone. Fenotiazin

terutama yang. potensinya rendah menurunkan ambang bangkitan sehingga penggunaannya pada pasien

epilepsi harus sangat hati-hati. Derivat piperazin dapat digunakan secara aman pada pasien epilepsi bila

dosis diberikan bertahap dan bersama antikonvulsan.

Neurologik

Pada dosis berlebihan, semua derivat fenotiazin dapat menyebabkan gejala ekstrapiramidal serupa

dengan yang terlihat pada parkinsonisme. Dikenal 6 gejala sindrom neurologik yang karakteristik obat

ini : distonia akut, akatisia, parkinsonisme dan sindrom neuroleptic malignat, tremor perioral(jarang) dan

diskinesia tardif

Otot Rangka

CPZ dapat menimbulkan relaksasi otot rangka yang berada dalam keadaan spastik.

Efek Endokrin

Page 104: Lia Stase Jiwa

CPZ dan beberapa antipsikosis lama lainnya mempunyai efek samping terhadap sistem

reproduksi. Pada wanita dapat terjadi amenorea, galaktorea, dan peningkatan libido, sedangkan pada pria

dilaporkan adanya penurunan libido dan ginekomastia.

Kardiovaskular

Hipotensi ortostatik, dan peningkatan denyut nadi saat istirahat biasanya sering terjadi dengan

derivat fenotiazin. Tekanan arteri rata-rata, resistensi perifer, curah jantung menurun dan frekuensi denyut

jantung meningkat.

Farmakokinetik

Kebanyakan antipsikosis diabsorbsi sempurna, sebagian diantaranya mengalami metabolismd

lintas pertama.

Efek Samping

Batas keamanan CPZ cukup lebar, sehingga obat ini cukup aman. Gejala idiosinkrasi mungkin timbul

berupa ikterus, dermatitis dan leukopenia. Reaksi ini disertai eosinofilia dalam darah perifer.

ANTIPSIKOSIS TIPIKAL LAINNYA

HALOPERIDOL

Haloperidol berguna untuk menenangkan keadaan mania pasien psikosis yang karena hal tertentu

tidak dapat diberi fenotiazin.

Farmakodinamik

Struktur haloperidol berbeda dengan fenotiazin, tetapi butirofenon memperlihatkan banyak sifat

fenotiazin. Pada orang normal, efek haloperidol mirip fenotiazin piperazin.

Susunan Saraf Pusat

Haloperidol menenangkan dan menyebabkan tidur pada orang yang mengalami eksitasi.

Sistem Saraf Otonom

Efek haloperidol terhadap sistem saraf otonom lebih kecil daripada efek antipsikotik lain;

walaupun demikian haloperidol dapat menyebabkan pandangan kabur.

Sistem Kardiovaskular dan Respirasi

Haloperidol menyebabkan hipotensi, tetapi tidak sesering dan sehebat akibat CPZ.

Farmakokinetik

Haloperidol cepat diserap dalam saluran cerna. Kadar puncaknya dalam plasma tercapai dalam 2-

6 jam sejak menelan obat, menetap sampai 72 jam dan masih dapat ditemukan dalam plasma sampai

berminggu-minggu.

Efek Samping dan Intoksikasi

Page 105: Lia Stase Jiwa

Haloperidol menimbulkan reaksi ekstrapiramidal dengan insidens yang tinggi, terutama pada

pasien muda. Dapat terjadi depresi akibat reversi keadaan mania atau sebagai efek samping sebenarnya.

Haloperidol sebaiknya tidak diberikan pada wanita hamil sampai terdapat bukti bahwa obat ini tidak

menimbulkan efek teratogenik.

Indikasi

Indikasi utama haloperidol ialah untuk psikosis. Selain itu juga merupakan obat pilihan untuk mengobati

sindrom Gilles de la Tourette.

ANTIPSIKOSIS ATIPIKAL

DIBENZODIAZEPIN

KLOZAPIN

Merupakan antipsikosis atipikal pertama dengan potensi lemah. Disebut atipikal karena obat ini

hampir tidak memiliki efek ekstrapiramidal dan kadar prolaktin serum pada manusia tidak ditingkatkan.

Klozapin efektif untuk mengontrol gejala-gejala psikosis dan skizofernia baik yang positif (iritabilitas)

maupun yang negatif.

Klozapin efektif untuk mengontrol gejala-gejala psikosis dan skizofrenia baik yang positif

maupun negatif. Efek yang bermanfaat terlihat dalam waktu 2 minggu, diikuti perbaikan secara bertahap

pada minggu-minggu berikutnya. Obat ini berguna untuk pengobatan pasien yang refrakter terhadap obat

standar.

Efek Samping dan Intoksikasi

Agranulositosis merupakan efek samping utama yang ditimbulkan pada pengobatan dengan

klozapin. Gejala ini timbul paling sering 6-18 minggu setelah pemberian obat. Pengobatan dengan obat

ini tidak boleh lebih dari 6 minggu kecuali bila terlihat adanya perbaikan. Efek samping lain yang dapat

terjadi antara lain hipertemia, takikardia, sedasi, pusing kepala, hipersalivasi.

Farmakokinetik

Klozapin diabsorbsi secara cepat dan sempurna pada pemberian per oral; kadar puncak plasma

tercapai pada kira-kira 1,6 jam setelah pemberian obat. Obat ini dimetabolisme hampir sempurna sebelum

disekresi lewat urin dan tinja.

RISPERIDON

Farmakodinamik

Risperidon yang merupakan derivat dari benzisoksazol mempunyai afinitas yang tinggi terhadap

reseptor serotonin, dan aktivitas menengah terhadap reseptor dopamin, alfa 1 dan alfa 2 adrenergik dan

reseptor histamin

Page 106: Lia Stase Jiwa

Farmakokinetik

Bioavailabilitas oral sekitar 70%, volume distribusi 1-2 L/kg. Risperidon dan metabolitnya

dieliminasi lewat urin dan sebagian kecil lewat feses.

Indikasi

Indikasi risperidon adalah untuk terapi skizofrenia baik untuk gejala negatif maupun positif. Di

samping itu diindikasikan pula untuk gangguan bipolar, depresi dengan ciri psikosis dan Tourette

syndrome.

Efek Samping

Secara umum risperidon dapat ditoleransi dengan baik. Efek samping yang dilaporkan adalah

insomnia, agitasi, ansietas, somnolen, mual, muntah, peningkatan berat badan, hiperprolaktinemia dan

reaksi ekrtra piramidal terutama tardiv diskinesia.

OLANZAPIN

Fardmakodinamik

Olanzapin merupakan derivat tienobenzodiazepin, struktur kimianya mirip dengan klozapin.

Farmakokinetik

Olanzapin diabsorbsi dengan baik setelah pemberian oral, dengan kadar plasma tercapai setelah

4-6 jam pemberian, metabolisme di hepar, dan disekresi lewat urine.

Indikasi. Indikasi utama adalah mengatasi gejala negatif maupun positif skizofrenia dan sebagai

antimania. Obat ini juga menunjukkan efektivitas pada pasien depresi dengan gejala psikotik.

Efek Samping

Meskipun strukturnya mirip dengan klozapin, olanzapin tidak menyebabkan agranulositosis

seperti klozapin.

QUETIAPIN

Farmakodinamik

Obat ini memiliki afinitas terhadap reseptor dopamin, serotonin, dan bersifat agonis parsial terhadap

reseptor serotonin 5HT1A.

Farmakokinetik

Absorbsinya cepat setelah pemberian oral, kadar plasma maksimal tercapai setelah 1-2 jam

pemberian.

Page 107: Lia Stase Jiwa

Indikasi

Quetiapin diindikasikan untuk skizofrenia dengan gejala positif maupun negatif.

Efek Samping

Efek samping yang umum adalah sakit kepala, somnolen, dan dizziness.

INDIKASI ANTIPSIKOSIS

Antipsikosis sangat bermanfaat mengatari keadaan gaduh gelisah. Efektivitas obat ini samgat

membantu orang-orang yang memelihara pasien psikosis. Indikasi lainnya adalah Tourette's syndrome

dan untuk mengontrol gangguan perilaku pada pasien demensia Alzheimer.

Kebanyakan antipsikosis lama, kecuali tioridazin memiliki efek antiemetik.

WAHAM

DEFINISI

Waham adalah suatu keyakinan kokoh yang salah dan tidak sesuai dengan fakta dan keyakinan

tersebut mungkin “aneh” (misal, mata saya adalah komputer yang dapat mengontrol dunia) atau bisa pula

“tidak aneh” hanya sangat tidak mungkin, misal, “FBI mengikuti saya”) dan tetap dipertahankan

meskipun telah diperlihatkan bukti-bukti yang jelas untuk mengoreksinya. waham sering ditemui pada

gangguan jiwa berat dan beberapa bentuk waham yang spesifik sering ditemukan pada skizofrenia.

semakin akut psikosis semakin sering ditemui waham disorganisasi dan waham tidak sistematis. Adapun

macam – macam waham yaitu :Waham bingung yang aneh

waham kejar, terutama bentuk tidak sistematis

Waham kebesaran

Waham mempengaruhi, pasien yakin bahwa mereka dapat mengontrol suatu presitiwa melalui

telepati.

Waham rujukan, pasien meyakini ada arti di balik peristiwa – peristiwa dan meyakini perbuatan

orang lain seolah – seolah secara khusus diarahkan pada mereka.

Waham penyiaran pikiran, keyakinan bahwa orang lain dapat mendengar pikiran mereka

Waham penyisipan pikiran, keyakinan bahwa pikiran orang lain dimasukkan dalam benak pasien.

GANGGUAN WAHAM

Page 108: Lia Stase Jiwa

Pasien ini tidak memperlihatkan gangguan pikiran dan mood yang perfasif seperti yang

ditemukan pada kondisi psikotik lain. tidak ada afek datar atau afek tidak serasi, halusinasi yang

menonjol, atau waham aneh yang nyata. pasien memiliki satu atau beberapa waham, sering berupa

waham kejar, dan ketidaksetiaan dan dapat juga berbentuk waham kebesaran, somatik, atau eretomania

yang:

• Biasanya spesial (misal, melibatkan orang, kelompok, tempat, atau waktu tertentu, atau aktivitas

tertentu)

• Biasanya terorganisasi dengan baik (misal, “orang jahat ini” mengumpulkan alasan – alasan

tentang sesuatu yang sedang dikerjakannya yang dapat dijelaskannya secara rinci).

• Biasanya waham kebesaran (misal, sekelompok yang berkuasa tertarik hanya kepadanya)

• Wahamnya tidak cukup aneh untuk mengesankan skizofrenia.

Pasien – pasien ini (cenderung berusia 40 -an) mungkin tidak dapat dikenali sampai sistem

waham mereka disadari oleh keluarga atau teman – temannya. Diagnosis mungkin sulit karena pasien

sangat tidak percaya pada pemeriksa dan tidak mencari pengobatan secara sukarela. mereka sering sangat

sensitif, argumentatif. meskipun ia dapat melakukan pekerjaan dengan baik dan dalam hal – hal di luar

waham mereka, ia cenderung mengalami isolasi sosial baik karena keinginan mereka sendiria tau akibat

ketidakramahan mereka (misal, pasangannya sering mengabaikan mereka). Apabila terdapat disfungsi

pekerjaan dan sosial, biasanya hal ini merupakan respon langsung terhadap waham mereka.

Kondisi ini sering tampak membentuk kesinambungan klinis dengan kondisi seperti kepribadian

paranoid, skizofrenia paranoid, penggambaran mengenai batas – batas setiap sindrom menunggu

penelitian lebih lanjut. Singkirkan gangguan afektif, ide – ide paranoid dan cemburu sering terdapat pada

depresi. paranoid sering terdapat pada orang tua dan pada orang yang menyalahgunakan zat stimulan.

reaksi paranoid akut sering ditemui pada pasien dengan delirium ringan dan pasien yang harus berada

ditempat tidur karena sakit (dan sensorisnya terganggu).

Etiologi tidak diketahui. tidak ada faktor genetik atau biologik yang telah diidentifikasi.

insidennya lebih tinggi pada kelompok pengungsi, kelompok minoritas, dan orang dengan gangguan

pendengaran. ada kecenderungan hubunhan di dalam keluarganya yang ditandai dengan kekacauan, tidak

berperasaan, dingin. Saat ini, kebermaknaan keadaan keluarga seperti ini sebagai etiologi belum pasti.

mekanisme pertahanan spesifik yang digunakan oleh pasien biasanya penyangkalan, proyeksi, dan

regresi.

RENTANG RESPON WAHAM

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Page 109: Lia Stase Jiwa

Pikiran logis Distorsi pikiran Gangguan pikiran

/waham

Persepsi akurat

Emosi konsisten

dg pengalaman

Perilaku sesuai

Berhubungan sosial

KATEGORI WAHAM

Waham sistematis: konsisten, berdasarkan pemikiran mungkin terjadi walaupun hanya secara

teoritis.

Waham nonsistematis: tidak konsisten, yang secara logis dan teoritis tidak mungkin

FAKTOR PREDISPOSISI

Genetis; diturunkan

Neurobiologis; adanya gangguan pada kosteks pre frontal dan kosteks limbik

Neurotransmiter; abnormalitas pada dopamin, serotonin, dan glutamat

Virus: paparan virus influenza pd trimester III

Psikologis: ibu pencemas, terlalu melindungi, ayah tdk peduli

FAKTOR PRESIPITASI

Proses pengolahan informasi yang berlebihan

Mekanisme penghantaran listrik yang abnormal

Adanya gejala pemicu

PERILAKU WAHAM

Waham agama: percaya bahwa seseorang menjadi kesayangan supranatural atau alat supranatural

Waham somatik: percaya adanya gangguan pada bagian tubuh

Waham kebesaran: percaya memiliki kehebatan atau kekuatan luar biasa

Waham curiga: kecurigaan yang berlebihan atau irasional dan tidak percaya dg orang lain

Siar pikir: percaya bahwa pikirannya disiarkan ke dunia luar

Sisip pikir: percaya ada pikiran orang lain yang masuk dalam pikirannya

Kontrol pikir: merasa perilakunya dikendalikan oleh pikiran orang lain

Ilusi

Reaksi emosi berlebihan /kurang

Perilaku aneh/tdk biasa

Sulit berespon emosi

Perilaku kacau

Isolasi sosial

Page 110: Lia Stase Jiwa

PERSEPSI DAN HALUSINASI

DEFINISI

Persepsi didefinisikan sebagai suatu proses diterimanya rangsang sampai rangsang itu disadari

dan dimengerti oleh penginderaan atau sensasi: proses penerimaan rangsang (Stuart, 2007). Persepsi

merupakan tanggapan indera terhadap rangsangan yang datang dari luar, dimana rangsangan tersebut

dapat berupa rangsangan penglihatan, penciuman, pendengaran, pengecapan dan perabaan. Interpretasi

(tafsir) terhadap rangsangan yang datang dari luar itu dapat mengalami gangguan sehingga terjadilah

salah tafsir (missinterpretation). Salah tafsir tersebut terjadi antara lain karena adanya keadaan afek yang

luar biasa, seperti marah, takut, excited (tercengang), sedih dan nafsu yang memuncak sehingga terjadi

gangguan atau perubahan persepsi (Triwahono, 2004).

Perubahan persepsi adalah ketidakmampuan manusia dalam membedakan antara rangsang yang

timbul dari sumber internal seperti pikiran, perasaan, sensasi somatik dengan impuls dan stimulus

eksternal. Dengan maksud bahwa manusia masih mempunyai kemampuan dalam membandingkan dan

mengenal mana yang merupakan respon dari luar dirinya. Manusia yang mempunyai ego yang sehat dapat

membedakan antara fantasi dan kenyataaan. Mereka dalam menggunakan proses pikir yang logis,

membedakan dengan pengalaman dan dapat memvalidasikan serta mengevaluasinya secara akurat

(Nasution, 2003).

Perubahan persepsi sensori ditandai oleh adanya halusinasi. Beberapa pengertian mengenai halusinasi di

bawah ini dikemukakan oleh beberapa ahli: Halusinasi adalah pengalaman panca indera tanpa adanya

rangsangan (stimulus) misalnya penderita mendengar suara-suara, bisikan di telinganya padahal tidak ada

sumber dari suara bisikan itu (Hawari, 2001). Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan

melibatkan panca indera (Isaacs, 2002). Halusinasi adalah gangguan penyerapan atau persepsi panca

indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat terjadi pada sistem penginderaan dimana terjadi

pada saat kesadaran individu itu penuh dan baik. Maksudnya rangsangan tersebut terjadi pada saat klien

dapat menerima rangsangan dari luar dan dari dalam diri individu. Dengan kata lain klien berespon

terhadap rangsangan yang tidak nyata, yang hanya dirasakan oleh klien dan tidak dapat dibuktikan

(Nasution, 2003). Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien

mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada

rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus

eksteren: persepsi palsu (Maramis, 2005). Halusinasi adalah sensasi panca indera tanpa adanya

rangsangan. Klien merasa melihat, mendengar, membau, ada rasa raba dan rasa kecap meskipun tidak ada

sesuatu rangsang yang tertuju pada kelima indera tersebut (Izzudin, 2005).

Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah (Stuart, 2007).

Page 111: Lia Stase Jiwa

Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara manusia, hewan atau mesin, barang, kejadian alamiah

dan musik dalam keadaan sadar tanpa adanya rangsang apapun (Maramis, 2005). Halusinasi pendengaran

adalah mendengar suara atau bunyi yang berkisar dari suara sederhana sampai suara yang berbicara

mengenai klien sehingga klien berespon terhadap suara atau bunyi tersebut (Stuart, 2007).

Dari beberapa pengertian yang dikemukan oleh para ahli mengenai halusinasi di atas, maka

peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa halusinasi adalah persepsi klien melalui panca indera

terhadap lingkungan tanpa ada stimulus atau rangsangan yang nyata. Sedangkan halusinasi pendengaran

adalah kondisi dimana pasien mendengar suara, terutamanya suara–suara orang yang sedang

membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.

ETIOLOGI

Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:

Faktor Predisposisi

1). Biologis

Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon neurobiologis yang

maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut:

a) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas dalam

perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan

perilaku psikotik.

b) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan dan masalah-

masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.

c) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya atropi yang

signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan

pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum).

Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).

2). Psikologis

Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi psikologis

klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah

penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.

3). Sosial Budaya

Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti: kemiskinan, konflik

sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.

Faktor Presipitasi

Page 112: Lia Stase Jiwa

Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya hubungan yang

bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu

terhadap stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006).

Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:

1) Biologis

Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta

abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan

untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.

2) Stress lingkungan

Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan untuk

menentukan terjadinya gangguan perilaku.

3) Sumber koping

Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.

GEJALA

Menurut Hamid (2000), perilaku klien yang terkait dengan halusinasi adalah sebagai berikut:

Bicara sendiri.

Senyum sendiri.

Ketawa sendiri.

Menggerakkan bibir tanpa suara.

Pergerakan mata yang cepat

Respon verbal yang lambat

Menarik diri dari orang lain.

Berusaha untuk menghindari orang lain.

Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata.

Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah.

Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik.

Berkonsentrasi dengan pengalaman sensori.

Sulit berhubungan dengan orang lain.

Ekspresi muka tegang.

Mudah tersinggung, jengkel dan marah.

Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat.

Tampak tremor dan berkeringat.

Perilaku panik.

Page 113: Lia Stase Jiwa

Agitasi dan kataton.

Curiga dan bermusuhan.

Bertindak merusak diri, orang lain dan lingkungan.

Ketakutan.

Tidak dapat mengurus diri.

Biasa terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang.

Menurut Stuart dan Sundeen (1998) yang dikutip oleh Nasution (2003), seseorang yang mengalami

halusinasi biasanya memperlihatkan gejala-gejala yang khas yaitu:

Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai.

Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara.

Gerakan mata abnormal.

Respon verbal yang lambat.

Diam

Bertindak seolah-olah dipenuhi sesuatu yang mengasyikkan.

Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukkan ansietas misalnya peningkatan nadi,

pernafasan dan tekanan darah.

Penyempitan kemampuan konsenstrasi.

Dipenuhi dengan pengalaman sensori.

Mungkin kehilangan kemampuan untuk membedakan antara halusinasi dengan realitas.

Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh halusinasinya daripada menolaknya.

Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain.

Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik.

Berkeringat banyak.

Tremor.

Ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk.

Perilaku menyerang teror seperti panik.

Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain.

Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti amuk dan agitasi.

Menarik diri atau katatonik.

Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang kompleks.

Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang.

JENIS-JENIS HALUSINASI

Pendengaran

Page 114: Lia Stase Jiwa

Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara berbentuk kebisingan yang

kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap

antara dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana klien mendengar perkataan

bahwa klien disuruh untuk melakukan sesuatu kadang dapat membahayakan.

Penglihatan

Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris, gambar kartun, bayangan yang

rumit atau kompleks. Bayangan bias yang menyenangkan atau menakutkan seperti melihat monster.

Penghidu

Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses umumnya bau-bauan yang tidak

menyenangkan. Halusinasi penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang, atau dimensia.

Pengecapan

Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.

Perabaan

Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa tersetrum listrik yang

datang dari tanah, benda mati atau orang lain.

Cenestetik

Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernaan makan atau

pembentukan urine.

Kinistetik

Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

FASE HALUSINASI

Tahapan terjadinya halusinasi terdiri dari 4 fase menurut Stuart dan Laraia (2001) dan setiap fase

memiliki karakteristik yang berbeda, yaitu:

Fase I : Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa bersalah dan takut

serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk meredakan ansietas. Di sini klien

tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan mata yang cepat,

diam dan asyik sendiri.

Fase II : Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai lepas kendali dan

mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan. Disini terjadi

peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital (denyut

jantung, pernapasan dan tekanan darah), asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan

untuk membedakan halusinasi dengan realita.

Page 115: Lia Stase Jiwa

Fase III : Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada

halusinasi tersebut. Di sini klien sukar berhubungan dengan orang lain, berkeringat, tremor, tidak mampu

mematuhi perintah dari orang lain dan berada dalam kondisi yang sangat menegangkan terutama jika

akan berhubungan dengan orang lain.

Fase IV : Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah halusinasi. Di

sini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu berespon terhadap perintah yang

kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari 1 orang. Kondisi klien sangat membahayakan.

Rentang respon halusinasi

Menurut Stuart dan Laraia (2001), halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu

yang berada dalam rentang respon neurobiologi. Rentang respon tersebut digambarkan pada gambar 2 di

bawah ini.

Rentang respon neurobiologi dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Pikiran logis: yaitu ide yang berjalan secara logis dan koheren.

2. Persepsi akurat: yaitu proses diterimanya rangsang melalui panca indra yang didahului oleh

perhatian (attention) sehingga individu sadar tentang sesuatu yang ada di dalam maupun di luar

dirinya.

3. Emosi konsisten: yaitu manifestasi perasaan yang konsisten atau afek keluar disertai banyak

komponen fisiologik dan biasanya berlangsung tidak lama.

4. Perilaku sesuai: perilaku individu berupa tindakan nyata dalam penyelesaian masalah masih dapat

diterima oleh norma-norma social dan budaya umum yang berlaku.

5. Hubungan social harmonis: yaitu hubungan yang dinamis menyangkut hubungan antar individu

dan individu, individu dan kelompok dalam bentuk kerjasama.

6. Proses pikir kadang terganggu (ilusi): yaitu menifestasi dari persepsi impuls eksternal melalui alat

panca indra yang memproduksi gambaran sensorik pada area tertentu di otak kemudian

diinterpretasi sesuai dengan kejadian yang telah dialami sebelumnya.

7. Emosi berlebihan atau kurang: yaitu menifestasi perasaan atau afek keluar berlebihan atau

kurang.

8. Perilaku tidak sesuai atau biasa: yaitu perilaku individu berupa tindakan nyata dalam

penyelesaian masalahnya tidak diterima oleh norma – norma social atau budaya umum yang

berlaku.

9. Perilaku aneh atau tidak biasa: perilaku individu berupa tindakan nyata dalam menyelesaikan

masalahnya tidak diterima oleh norma-norma sosial atau budaya umum yang berlaku.

Page 116: Lia Stase Jiwa

10. Menarik diri: yaitu percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari

hubungan dengan orang lain.

11. Isolasi sosial: menghindari dan dihindari oleh lingkungan sosial dalam berinteraksi.

AGRESIFITAS

Agresifitas adalah istilah umum yang dikaitkan dengan adanya perasaan-perasaan marah atau

permusuhan atau tindakan melukai orang lain baik dengan tindakan kekerasan secara fisik, verbal,

maupun menggunaka ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang mengancam atau merendahkan.

Komponen Agresifitas

Buss & Perry (1992) mengelompokan agresi kedalam 4 faktor. Keempat faktor agresifitas ini

mewakili komponen prilaku manusia, yaitu komponen motorik, afektif, dan kognitif.

a. Agresi fisik yaitu kecenderungan menyakiti atau melukai orang lain secara fisik, meliputi:

menyerang, memukul, menakut-nakuti, merusak, berkelahi. Agresi ini merupakan perwakilan

dari komponen prilaku motorik (konatif).

b. Agresi verbal yaitu kecenderungan menyakiti atau melukai orang lain secara verbal atau lisan

(dengan menggunakan kata-kata), meliputi: mengejek, menghina, membentak, mengucapkan

kata-kata kasar. Agresi ini juga merupakan perwakilan dari komponen prilaku motorik

(konatif).

c. Kemarahan merupakan komponen emosional atau afektif dari tingkah laku agresi, meliputi:

mudah kesal, mudah tersinggung, dan tidak mampu mengontrol perasaan marah

d. Permusuhan merupakan komponen kognitif tingkah laku agresi, meliputi perasaan curiga dan

benci pada orang lain.

Penyebab Agresifitas

Berbagai faktor dapat menjadi penyebab agresifitas, baik faktor eksternal maupun internal. Diantara

faktor internal tersebut adalah faktor biologis. Faktor-faktor biologis yang mempengaruhi perilaku agresi

(Davidoff, 1991) tersebut adalah:

a. Gen, merupakan factor yang tampaknya berpengaruh pada pembentukan system neural otak yang

mengatur perilaku agresi. Dari penelitian yang dilakukan terhadap binatang, mulai dari yang sulit

sampai yang paling mudah dipancing amarahnya, factor keturunan tampaknya membuat hewan jantan

yang berasal dari berbagai jenis lebih mudah marah dibandingkan betinanya.

b. Sistem otak, yang tidak terlibat dalam agresi ternyata dapat memperkuat atau memperlambat sirkuit

neural yang mengendalikan agresi. Pada hewan secara sederhana, marah dapat dihambat atau

ditingkatkan dengan merangsang system limbic (daerah yang menimbulkan kenikmatan pada

manusia) sehingga muncul hubungan timbal balik antara kenikmatan dan kekejaman. Prescott (dalam

Page 117: Lia Stase Jiwa

Davidoff, 1991) menyatakan bahwa orang yang berorientasi pada kenikmatan akan sedikit melakukan

agresi sedangkan orang yang pernah mengalami kesenangan, kegembiraan, atau santai cenderung

untuk melakukan kekejaman atau penghancuran. Prescott yakin bahwa keinginan yang kuat untuk

menghancurkan disebabkan oleh ketidakmampuan untuk menikmati sesuatu hal yang disebabkan

cidera otak karena kurangnya rangsangan sewaktu bayi.

c. Kimia darah. Kimia darah (khususnya hormon seks yang sebagian ditemukan pada factor keturunan)

juga dapat mempengaruhi perilaku agresi. Dalam suatu eksperimen, seorang ilmuan menyuntikkan

hormone testoteron pada tikus dan beberapa hewan lain (testoteron merupakan hormone androgen

utama yang memberikan cirri kelamin jantan) maka tikus-tikus tersebut berkelahi semakin sering dan

semakin kuat. Sewaktu testoteron dikurangi, hewan tersebut menjadi lembut. Kenyataan

menunjukkan bahwa anak banteng jantan yang sudah dikebiri akan menjadi jinak. Sedangkan pada

wanita yang sedang mengalami masa haid kadar hormone kewanitaan yaitu estrogen dan

progesterone menurun jumlahnya akibatnya banyak wanita melaporkan bahwa perasaan mereka

mudah tersinggung tegang dan bermusuhan. Selain itu banyak wanita yang lebih bertidak agresi pada

saat berlangsungnya siklus haid.

Adapun factor eksternal penyebab agresifitas adalah lingkungan. Factor-faktor lingkungan tersebut

meliputi:

a. Kemiskinan

Bila seorang anak dibesarkan dalam lingkungan kemiskinan, maka perilaku agresi mereka secara

alami mengalami penguatan (byod make mc candles dalam Davidoff, 1991). Hal ini dapat dilihat dan

dialami dalam kehidupan sehari-hari apalagi di kota-kota besar, di perempatan jalan, dalam anrian

lampu merah (traffic light) dimana biasanya pengendara didatangi pengamen cilik atau pengemis

yang jumlahnya lebih satu orang dan berdatangan silih berganti. Bila salah satu dari mereka diberi

uang maka bersiap-siaplah menerima serbuan anak lain untuk meminta juga bagiannya, dan akan

timbul resiko mereka mencaci maki dan bahkan ada yang berani memukul kendaraan jika tidak diberi

uang, terlebih bila mereka tahu jumlah uang yang diberikan pada temannya cukup besar. Bahkan

kadang tidak segan menyerang temannya yang telah diberi uang. Terjadinya perkelahian

dipemukiman kumuh, misalnya ada pemabuk yang memukuli isterinya karena tidak diberi uang untuk

membeli minuman, maka pada saat yang bersamaan anak-anak dengan mudah dapat melihat model

agresi secara langsung (modeling). Model agresi ini sering kali diadopsi anak-anak sebagai model

pertahanan diri dan mempertahankan hidup. Dalam situasi-situasi yang kritis bagi pertahanan

hidupnya dengan ditambah daya nalar yang belum berkembang optimal, anak-anak sering kali dengan

gampang bertindak agresi, misalnya dengan memukul, berteriak, mendorong dan sebagainya. Hal ini

sangat menyedihkan karena amat banyak anak-anak usia TK yang terjaring dalam perilaku agresifitas

Page 118: Lia Stase Jiwa

karena kemiskinan, dan jika kemiskinan ini semakin berlarut-larut maka ini berarti potensi

meledaknya tingkat agresi semakin tinggi dan kesulitan mengatasinya pun akan lebih kompleks.

b. Anonimitas

Daerah perkotaan yang masuk dalam kategori kota-kota besar, menyajikan berbagai suara, cahaya,

dan bermacam-macam informasi yang besarnya sangat luar biasa. Orang secara otomatis cenderung

berusaha untuk beradaptasi dengan melakukan penyesuaian diri terhadap rangsangan yang berlebihan

tersebut. Terlalu banyak rangsangan indera dan kognitif membuat dunia menjadi sangat impersonal,

artinya antara satu orang dengan orang lain tidak lagi saling mengenal dan mengetahui secara baik.

Lebih jauh lagi, setiap individu cenderung menjadi anonym (tidak mempunyai identitas diri). Bila

seseorang merasa anonym ia cenderung berperilaku sendiri-sendiri, karena ia merasa tidak lagi terikat

dengan norma-norma masyarakat dan kurang bersimpati pada orang lain.

c. Suhu udara yang panas.

Bila diperhatikan dengan seksama tawuran yang banyak terjadi sering kali terjadi pada siang hari

diterik panas matahari, tetapi bila musim hujan tidak ada peristiwa tersebut, begitu juga dengan aksi-

aksi demonstrasi yang berujung pada bentrokan dengan petugas keamanan yang biasa terjadi pada

cuaca yang terik dan panas. Tetapi bila hari diguyur hujan, aksi tersebut juga menjadi sepi. Hal ini

sesuai dengan pandangan bahwa suhu suatu lingkungan yang tinggi memiliki dampak terhadap

tingkah laku sosial berupa peningkatan agresifitas.

d. Meniru (Modelling)

Secara spesifik selain factor internal dan eksternal diatas, masih ada factor lain yang justru tingkat

pemicunya dalam beberapa penelitian dianggap sangat tinggi yaitu adanya peran belajar model

kekerasan memalui suguhan dan fasilitas media komunikasi dan informasi yang berkembang dengan

begitu pesat. Tidak dapat dipungkiri bahwa pada saat ini anak-anak dan remaja banyak belajar

menyaksikan adegan kekerasan melalui televise dan permainan yang bertema kekerasan. Acara-acara

yang menampilkan adegan kekerasan hampir setiap saat dapat ditemui dalam tontonan yang disajikan

televise mulai dari fillm kartun, sinetron sampai film laga. Walaupun pembawa acara berulang kali

mengingatkan penonton untuk tidak mencontoh apa yang mereka saksikan, namun diyakini bahwa

tontonan tersebtu akan berpengaruh bagi perkembangan jiwa penontonnya. Di Indonesia kekerasan

yang disaksikan di televisi tidak hanya terjadi pada film saja. Kekerasan dapat juga disaksikan setiap

hari dalam siaran berita, dari stasiun TV swasta maupun TVRI. Berita-berita criminal memberikan

dampak buruk bagi perkembangan psikologis anak maupun remaja. Berkowitz juga mengatakan

bahwa kekerasan yang realistic atau nyata akan menghasilkan agresi di kemudian hari, apalagi bila

adegan tersebut ditampilkan secara jelas dan hidup sehingga menarik perhatian penuh dari

penontonnya. Pendapat ini esuai dengan yang diutarakan Davidoff (1991) yang mengatakan bahwa

Page 119: Lia Stase Jiwa

menyaksikan perkelahian dan pembunuhan meskipun sedikit pasti akan menimbulkan rangsangan dan

memungkinkan untuk meniru model kekerasan tersebut. Model pahlawan di film-film seringkali

mendapat imbalan setelah mereka melakukan tindaka kekerasan. Hal ini sudah barang tentu membuat

penonton akan semakin mendapat penguatan bahwa hal tersebut merupakan hal yang menyenangkan

dan dapat dijadikan sebagai suatu system nilai bagi dirinya. Dengan menyaksikan adegan kekerasan

tersebut terjadi proses belajar peran model kekerasan dan hal ini menjadi sangat efektif untuk

terciiptanya perilaku agresif. Kondisi semacam ini lebih diperparah lagi dengan jam tanyang yang

tidak ada aturan dan batasannya seta pengklasifikasian usia layak tonton. Sementara tidak dapat

dipungkiri bahwa yang menjadi penonton setia acara-acara tersebut adalah anak usia TK yang dalam

perkembangannya amat rentan untuk meniru. Dalam suatu penelitian Aletha Stein (Davidoff, 1991)

dikemukakan bahwa anak-anak yang memiliki kadar agresi diatas normal akan lebih cenderung

berlaku agresif, mereka akan bertindak keras terhadap sesame anak lain setelah menyaksikan adegan

kekerasan dan meningkatkan agresi dalam kehidupan sehari-hari, dan ada kemungkinan efek ini

sifatnya meningkat dan menetap. Selain model dari yagdisaksikan di televise, belajar model juga

dapat berlangsung secara langsung dalam kehidupan sehari-hari. Bila seorang yang sering

menyaksikan tawuran di jalan, mereka secara langsung menyaksikan kebanggaan orang yang

melakukan agresi secara langsung. Atau dalam kehidupan bila terbiasa di lingkungan rumah

menyaksikan peritiwa perkelahian antar orang tua, ayah dan ibu yang sering cekcok dan peristiwa

yang sejenisnya, semua itu dapat memperkuat perilaku agresi yang ternyata sangat efektif bagi

dirinya. Model kekerasan juga seringkali detampilkan dalam bentuk mainan yang dijual di toko-toko.

Seringkali orang tua tidak terlalu perduli dengan mainan apa yang diminta anak yang penting anaknya

senang dan tidak menangis lagi. Sebenarnya permainan-permainan sangat efektif dalam memperkuat

perilaku agresif anak dimasa-masa akan datang. Permainan-permainan yang mengandung unsure

kekerasan yang dapat ditemui di pasaran seperti, pistol-pistolan, pedang, model mainan perang-

perangan; bahkan ada mainan yang dengan model goiletine (alat penggal kepala sebagai hukuman

mati di Perancis zaman dulu). Mainan kekerasan ini dapat mempengaruhi anak karena memberikan

informasi bahwa kekerasan (agresi) adalah sesuatu yangmenyenangkan. Permainan lain yang sangat

efektif juga dalam memicu agresi adalah permainan dalam video game atau play station yang juga

banyak menyajikan bentuk-bentuk kekerasan sebagai suatu permainan yang mengasyikkan.