laryngopharyngeal reflux

24
1 | Arif H. tripana, Laryngopharyngeal Reflux . 2012 KKS Ilmu Kesehatan THT-KL DR. RM. Djoeham - Binjai LARYNGOPHARYNGEAL REFLUX Arif Heru Tripana* Update on September 14, 2012 * Student of Medical Faculty of Abdurrab University Pekanbaru BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak akhir tahun 1960 an, penyakit refluks gastoesofangeal (gatroesophangeal reflux disease) diketahui memiliki hubungan dalam patogenesis penyakit ekstraesofagus, termasuk radang tenggorok atau refluks laringofaringeal (laryngopharyngeal reflux). Meskipun hubungan sebab-akibat telah diperkuat dengan bukti yang lebih baru, namun kita masih membutuhkan bukti-bukti yang ilmiah untuk menentukan penyebab, diagnosis dan pengobatannya. 1 Laryngopharyngeal reflux (LPR) pertama kali ditemukan oleh Kaufman pada tahun 1981. 2 Berbagai istilah seperti laryngopharyngeal reflux (LPR), gatroesophangeal reflux disease (GERD) supraesofangeal, GERD atipikal dan komplikasi GRED ekstraesofangeal telah digunakan untuk mengambarkan sekelompok gejala dan tanda. 3 Meskipun telah digunakan berbagai istilah, namun pada dasarnya refluks laringofaringeal merupakan dampak dari refluksnya asam lambung kedalam esofagus yang berdampak terhadap laring, faring dan paru. Meskipun gejala ini sebelumnya dianggap merupakan spektrum dari GERD, laryngopharyngeal reflux (LPR) sekarang sebagai sebuah entintas yang berbeda dan harus dikelola secara berbeda. 1 Refluks laringofaringeal dan refluks gastroesofangeal adalah sesuatu yang berbeda. LPR disebabkan oleh iritasi dan perubahan dari faring sedangkan GERD disebabkan oleh refluks ini lambung kedalam esofagus, yang menyebakan kerusakan jaringan atau esofagitis dan rasa terbakar. LPR tidak terjadi paska prandial. Pasien dengan LPR terjadinya refluks saat pasien sedang berdiri atau

Upload: heru-elfasiry

Post on 06-Aug-2015

799 views

Category:

Documents


12 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laryngopharyngeal Reflux

1 | A r i f H . t r i p a n a , L a r y n g o p h a r y n g e a l R e f l u x . 2 0 1 2

K K S I l m u K e s e h a t a n T H T - K L D R . R M . D j o e h a m - B i n j a i

LARYNGOPHARYNGEAL REFLUX

Arif Heru Tripana*

Update on September 14, 2012

* Student of Medical Faculty of Abdurrab University – Pekanbaru

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sejak akhir tahun 1960 an, penyakit refluks gastoesofangeal

(gatroesophangeal reflux disease) diketahui memiliki hubungan dalam

patogenesis penyakit ekstraesofagus, termasuk radang tenggorok atau refluks

laringofaringeal (laryngopharyngeal reflux). Meskipun hubungan sebab-akibat

telah diperkuat dengan bukti yang lebih baru, namun kita masih membutuhkan

bukti-bukti yang ilmiah untuk menentukan penyebab, diagnosis dan

pengobatannya.1

Laryngopharyngeal reflux (LPR) pertama kali ditemukan oleh Kaufman

pada tahun 1981.2 Berbagai istilah seperti laryngopharyngeal reflux (LPR),

gatroesophangeal reflux disease (GERD) supraesofangeal, GERD atipikal dan

komplikasi GRED ekstraesofangeal telah digunakan untuk mengambarkan

sekelompok gejala dan tanda.3 Meskipun telah digunakan berbagai istilah, namun

pada dasarnya refluks laringofaringeal merupakan dampak dari refluksnya asam

lambung kedalam esofagus yang berdampak terhadap laring, faring dan paru.

Meskipun gejala ini sebelumnya dianggap merupakan spektrum dari GERD,

laryngopharyngeal reflux (LPR) sekarang sebagai sebuah entintas yang berbeda

dan harus dikelola secara berbeda.1

Refluks laringofaringeal dan refluks gastroesofangeal adalah sesuatu yang

berbeda. LPR disebabkan oleh iritasi dan perubahan dari faring sedangkan GERD

disebabkan oleh refluks ini lambung kedalam esofagus, yang menyebakan

kerusakan jaringan atau esofagitis dan rasa terbakar. LPR tidak terjadi paska

prandial. Pasien dengan LPR terjadinya refluks saat pasien sedang berdiri atau

Page 2: Laryngopharyngeal Reflux

2 | A r i f H . t r i p a n a , L a r y n g o p h a r y n g e a l R e f l u x . 2 0 1 2

K K S I l m u K e s e h a t a n T H T - K L D R . R M . D j o e h a m - B i n j a i

saat beraktifitas, tidak ada hubungan dengan lamanya paparan asam lambung dan

tidak berhubungan dengan kelainan motilitas dari esofagus maupun gaster.

Akibatnya banyak pasien dengan LPR jumlah dan lamanya refluks esofagus

masih dalam kisaran normal. Meskipun kisaran refluks esofagus tidak

menyebabkan rasa terbakar dan esofagitis, hal ini berbeda dengan epitel pada

laring yang mudah rapuh, sehingga refluks esofagus yang ringan dapat

menyebabkan kerusakan pada epitel laring. Berbeda pada esofagus bagian distal,

pada saluran nafas tidak memiliki mekanisme pelindung antireflux clearance dan

lapisan mukosa pelindung asam.4,5

1.2. Epidemiologi

Insidens LPR mencapai sekitar 20% dari populasi orang dewasa di

Amerika Serikat. Berdasarkan data Audit Inggris (data tidak dipublikasikan), 4%

dari 500 juta dihabiskan untuk membeli obat proton pump inhibitors setiap

tahunnya oleh the National Health Service digunakan untuk pengobatan LPR.3

Page 3: Laryngopharyngeal Reflux

3 | A r i f H . t r i p a n a , L a r y n g o p h a r y n g e a l R e f l u x . 2 0 1 2

K K S I l m u K e s e h a t a n T H T - K L D R . R M . D j o e h a m - B i n j a i

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Laringofaringeal refluks adalah suatu keadaan dimana kembalinya isi

perut kedalam esofagus dan masuk kedalam tenggorokan (laring dan faring).4,6

Beberapa sinonim untuk LPR dari beberapa literature kedokteran: reflux

laryngitis, laryngeal reflux, gastropharyngeal reflux, pharyngoesophageal reflux,

supraesophageal reflux, extraesophageal reflux, atypical reflux. Dan yang paling

diterima dari berbagai sinonim terrsebut adalah extraesophageal reflux.3,4

2.2. Anatomifisiologi

Sistem pencernaan makanan pada manusia terdiri dari beberapa organ,

berturut-turut dimulai dari 1. Oral cavity, 2. Faring, 3. Esofagus, 4. Lambung, 5.

Usus Halus, 6. Usus Besar, 7. Rektum, 8. Anus.7

1. Anatomi

Penulis membatasi pembahasan anatomi hanya berkisar tentang mulut, faring dan

esofagus.

Mulut. Bibir dan pipi terutama disusun oleh sebagian besar otot orbikularis

oris yang dipersarafi oleh saraf fasialis. Ruangan di antara mukosa pipi

bagian dalam dan gigi adalah vestibulum oris. Palatum dibentuk oleh tulang

dari palatum durum di bagian depan dan sebagian besar dari otot palatum

mole di bagian belakang. Dasar mulut di antara lidah dan gigi terdapat

kelenjar sublingual dan bagian dari kelenjar submandibula. Muara duktus

sub mandibularis terletak di depan dari frenulum lidah.8

Lidah merupakan organ muskular yang aktif. Dua pertiga depan dapat

digerakkan, sedangkan pangkalnya terfiksasi. Korda timpani mempersarafi

cita rasa lidah duapertiga bagian depan dan n. glossofaringeus pada sepertiga

lidah bagian belakang.8

Faring. Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang bentuknya seperti

corong dimulai dari dasar tengkorak terus menyambung ke esofagus setinggi

vertebra servikal 6. Faring berhubungan dengan rongga hidung melalui

Page 4: Laryngopharyngeal Reflux

4 | A r i f H . t r i p a n a , L a r y n g o p h a r y n g e a l R e f l u x . 2 0 1 2

K K S I l m u K e s e h a t a n T H T - K L D R . R M . D j o e h a m - B i n j a i

koana dan berhubungan dengan rongga mulut melalui ismus orofaring,

sedangkan dengan laring berhubungan melalui aditus laring dan ke bawah

berhubungan dengan esofagus. Otot-otot faring tersusun dalam lapisan

memanjang (longitudinal) dan melingkar (sirkular).8

Otot-otot yang sirkuler terdiri dari m. konstriktor faring superior, media dan

inferior. Otot-otot ini berbentuk kipas dengan tiap bagian bawahnya

menutup sebagian otot bagian atasnya dari belakang. Di sebelah depan, otot-

otot ini bertemu satu sama lain dan di bagian belakang bertemu pada

jaringan ikat yang disebut rafe faring. Batas hipofaring di sebelah superior

adalah tepi atas epiglotis, batas anterior adalah laring, batas posterior ialah

vertebra servikal serta esofagus di bagian inferior. Pada pemeriksaan

laringoskopi struktur pertama yang tampak di bawah dasar lidah adalah

valekula. Bagian ini merupakan dua buah cekungan yang dibentuk oleh

ligamentum glossoepiglotika medial dan ligamentum glosoepiglotika lateral

pada tiap sisi. Di bawah valekula adalah permukaan laringeal dari epiglotis.

Epiglotis berfungsi melindungi glotis ketika menelan minuman atau bolus

makanan pada saat bolus tersebut menuju ke sinus piriformis dan ke

esofagus. Persarafan motorik dan sensorik daerah faring berasal dari pleksus

faringealis. Pleksus ini dibentuk oleh cabang faringeal dari n. vagus, cabang

dari n. glossofaringeus dan serabut simpatis. Dari pleksus faringealis keluar

cabang-cabang untuk otot – otot faring kecuali m. stilofaringeus yang

dipersarafi langsung oleh cabang n. glosofaringeus.8

Page 5: Laryngopharyngeal Reflux

5 | A r i f H . t r i p a n a , L a r y n g o p h a r y n g e a l R e f l u x . 2 0 1 2

K K S I l m u K e s e h a t a n T H T - K L D R . R M . D j o e h a m - B i n j a i

Gambar 01. Anatomi regio faring.9

Esofagus. Esofagus merupakan bagian saluran cerna yang menghubungkan

hipofaring dengan lambung. Bagian proksimalnya disebut introitus esofagus

yang terletak setinggi batas bawah kartilago krikoid atau setinggi vertebra

servikal 6. Di dalam perjalanannya dari daerah servikal, esofagus masuk ke

dalam rongga toraks. Di dalam rongga toraks , esofagus berada di

mediastinum superior antara trakea dan kolumna vertebra terus ke

mediastinum posterior di belakang atrium kiri dan menembus diafragma

setinggi vertebra torakal 10 dengan jarak kurang lebih 3 cm di depan

vertebra. Akhirnya esofagus ini sampai di rongga abdomen dan bersatu

dengan lambung di daerah kardia.8

Berdasarkan letaknya esofagus dibagi dalam bagian servikal, torakal dan

abdominal. Esofagus menyempit pada tiga tempat. Penyempitan pertama

yang bersifat sfingter terletak setinggi tulang rawan krikoid pada batas

antara esofagus dengan faring, yaitu tempat peralihan otot serat lintang

Page 6: Laryngopharyngeal Reflux

6 | A r i f H . t r i p a n a , L a r y n g o p h a r y n g e a l R e f l u x . 2 0 1 2

K K S I l m u K e s e h a t a n T H T - K L D R . R M . D j o e h a m - B i n j a i

menjadi otot polos. Penyempitan kedua terletak di rongga dada bagian

tengah, akibat tertekan lengkung aorta dan bronkus utama kiri. Penyempitan

ini tidak bersifat sfingter. Penyempitan terakhir terletak pada hiatus esofagus

diafragma yaitu tempat esofagus berakhir pada kardia lambung. Otot polos

pada bagian ini murni bersifat sfingter. Inervasi esofagus berasal dari dua

sumber utama, yaitu saraf parasimpatis nervus vagus dan saraf simpatis dari

serabut-serabut ganglia simpatis servikalis inferior, nervus torakal dan n.

splangnikus.8

Gambar 02. Anatomi esofagus dan sfingter esofagus.10

2. Fisiologi

Proses menelan merupakan proses yang kompleks. Setiap unsur yang

berperan dalam proses menelan harus bekerja secara terintigrasi dan

Page 7: Laryngopharyngeal Reflux

7 | A r i f H . t r i p a n a , L a r y n g o p h a r y n g e a l R e f l u x . 2 0 1 2

K K S I l m u K e s e h a t a n T H T - K L D R . R M . D j o e h a m - B i n j a i

berkesinambungan. Keberhasilan mekanisme menelan ini tergantung dari

beberapa faktor, yaitu:11

1. Ukuran bulus makanan

2. Diameter lumen esofagus

3. Kontraksi peristaltik esofagus

4. Fungsi sfingter esofagus bagian atas dan bagian bawah

5. Kerja otot-otot rongga mulut dan lidah

Integrasi fungsional yang sempurna akan terjadi bila system neuro-

muskular mulai dari susunan saraf pusat, batang otak, persarafan sensorik dinding

faring dan uvula, persarafan ekstrinsik esofagus serta persarafan intrinsik otot-otot

esofagus bekerja denggan baik, sehingga aktivitas motorik berjalan dengan lancar.

Kerusakan pada pusat menelan atau keruskan pada organ-organ menelan dapat

menyebabkan kegagalan aktivitas komponen orofaring, otot lurik esofagus dan

sfingter esofagus bagian atas maupun bagian bawah.11

2.3. Etiologi

Penyebab LPR adalah adanya refluks secara retrograde dari asam lambung

atau isinya (pepsin) ke supraesofagus dan menimbulkan cidera mukosa. Sehingga

terjadi kerusakan silia yang menibulkan pembentukan mucus, aktivitas mendehem

(throat clearing) dan batuk kronis yang berakibat iritasi dan inflamasi pada

faring.1

2.4. Patofisiologi

Patofisiologi tentang LPR masih menjadi kajian banyak para ilmuan.

Sampai saat ini dua hipotesis yang diterima dikalangan ilmuan untuk proses

terjadinya LPR. Hipotesis yang pertama yaitu asam lambung secara langsunng

menciderai laring dan jaringan sekitarnya. Hipotesis yang kedua menyatakan

bahwa asam lambung dalam esofagus distal merangsang reflex vagal yang

mengakibatkan bronkokonstriksi dan gerakan mendehem (throat clearing) dan

batuk kronis, yang pada akhirnnya menimbulkan lesi pada mukosa saluran nafas.

Page 8: Laryngopharyngeal Reflux

8 | A r i f H . t r i p a n a , L a r y n g o p h a r y n g e a l R e f l u x . 2 0 1 2

K K S I l m u K e s e h a t a n T H T - K L D R . R M . D j o e h a m - B i n j a i

Dua mekanisme ini dapat bertindak secara kombinasi unntuk menghasilkan

perubahan patologis yang terlihat pada refluks laringofaringeal (LPR).1

Gambar 03. Alogaritma patofisiologi LPR.1,12

2.5. Manifestasi Klinis

Pasien dengan LPR bisanya mempunyai gejala yang tidak spesifik seperti

globus sensation, kelelahan vocal, suara serak, batuk kronis, tenggorokan terasa

kering, sakit tenggorokan dan disfagia.4,13

Table 01. Key Symptoms of LPR.2

Cervical

dysphagia

Chronic cough

Dysphonia

Globus sensation

Hoarseness

Sore throat

Throat clearing

Upright reflux

(“daytime

reflux”)

Gejala tersebut bukan merupakan gejala yang harus ada pada LPR, namun

gejala lain yang biasanya menyertai adalah: eksaserbasi asma, otalgia, lender

tenggorakan berlehihan, halitosis (bauk mulut), sakit leher, odinofagia, postnasal

drip dan gangguan pada suara.2

Page 9: Laryngopharyngeal Reflux

9 | A r i f H . t r i p a n a , L a r y n g o p h a r y n g e a l R e f l u x . 2 0 1 2

K K S I l m u K e s e h a t a n T H T - K L D R . R M . D j o e h a m - B i n j a i

Tabel 02. Keadaan-keadaan Medis yang Berhubungan dengan LPR.2

Asthma

Bronchiectasis

Cervical

dysphagia

Chronic cough

Chronic

dysphonia

Chronic laryngitis

Dental caries

Granuloma

Laryngeal

carcinoma

Laryngeal

papilloma

Laryngomalacia

Laryngospasm

Laryngotracheal

stenosis

Obstructive sleep

apnea

Otitis media

Paradoxical

vocal-fold

motion

disorder

Recurrent

croup

Reinke’s

edema

Ulceration

Kelainan pada Laring

Pada penelitian terhadap binatang menunjukkan refluks isi

lambung yang berulang mengakibatkan peradangan pada laring posterior,

ulserasi kontak dan yang terakhir terbentuknya granuloma. Kelainan pada

laring yang dianggap umum terkait dengan refluks meliputi edema dan

eritema pada mukosa yang melapisi tulang rawan aritenoid, interaritenoid,

dan sering juga pada vocal folds (posterior laryngitis).5

Otitis Media

Otitis media merupakan penyakit yang sering menyebabkan

penurunan pendegaran pada anak-anak. Pada kasu LPR seseorang bisa saja

bermanifestasi otitis media, hal ini terjadi karena refluks isi lambung

sampai ke telingan tengah sehingga menjadi faktor resiko yang besar

untuk terjadinya otitis media. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan

oleh Recently, Tasker et al melaporkan bahwa terdapat kadar konsentrasi

yang tinggi dari pepsin/pepsinogen dalam 59 dari 65 sampel anak-anak

dengan OME.5

Page 10: Laryngopharyngeal Reflux

10 | A r i f H . t r i p a n a , L a r y n g o p h a r y n g e a l R e f l u x . 2 0 1 2

K K S I l m u K e s e h a t a n T H T - K L D R . R M . D j o e h a m - B i n j a i

Batuk Kronis

Proses patogenis batuk kronis orang-orang dengan GERD atau

LPR, terjadi kerena adanya mikroaspiration pada saluran pernapasan oleh

refluks isi lambunga sehingga mengaktifkan reflek batuk.5

Sinusitis Kronik

Banyak studi observasional yang menyatakan bahwa anak-anak

dan orang dewasa dengan kelainan refluks gastroesofangeal sering kali

disertai dengan penyakit sinusitis kronik. GERD dan LPR dapat

berkontribusi dalam proses pathogenesis sinusitis kronis dengan

menyebabakan sinonasal congestion, compromised sinus drainage

(gangguan pada drainase sinus) dan proses inflamasi.5

2.6. Diagnosis Laringofaringeal Refluk

2.6.1. Anamnesis1

1. Refluks larigofaringeal ditegakkan berdasarkan gejala klinis.

2. Gejala khas LPR, seperti tercantum di atas, dapat disebabkan oleh iritasi

kronis dari pita suara karena terlalu banyak digunakan, merokok, iritasi,

alkohol, infeksi dan alergi jadi penyebab-penyebab tersebut perlu

ditayakan untuk menyingkirkan diagnosis.

3. Dokter THT kebanyakan lebih bergantung kepada gejala, bukan atas

tanda-tanda laringoskopi, dalam mendiagnosis LPR.

Pada tahun 2002 Belafsky dkk membuat acuan dalam menentukan gejala

LPR dan derajat sebelum dan sesudah terapi. Indeks gejala refluks digambarkan

tabel di bawah ini:1

Page 11: Laryngopharyngeal Reflux

11 | A r i f H . t r i p a n a , L a r y n g o p h a r y n g e a l R e f l u x . 2 0 1 2

K K S I l m u K e s e h a t a n T H T - K L D R . R M . D j o e h a m - B i n j a i

Table 01. Indeks Gejala Refluks.1,4,12

2.6.2. Pemeriksaan Fisik/Endoskopi Laring

Pemeriksaan laringoskopi adalah prosedur utama untuk mendiagnosis

LPR. Sebagaimana dinyatakan di atas, tanda-tanda beberapa iritasi laring posterior

biasanya terlihat, dengan adanya edema dan eritema yang paling berguna untuk

diagnosis. Pemeriksaan laring dengan laringoskopi fleksibel lebih umum

digunakan karena ebih sensitive tetapi tidak kurang spesifik dari pada langoskopi

kaku dalam menentukan jaringan yang mengalami iritasi pada kasus curiga LPR.1

Visualisasi laring dan pita suara untuk tanda-tanda LPR memerlukan

pemeriksaan laringoskopi. Tanda-tanda yang paling berguna dari GERD yang

berhubungan dengan radang tenggorok atau LPR adalah eritema, edema, adanya

gambaran bar commissure posterior, cobblestoning, pseudosulcus vocalis, ulkus,

obliterasi ventricular, nodul, polip dan lain-lain.1,12

Pada tahun 2002 Belafsky dkk, mengembangkan skala refluks berdaarkan

temuan keparahan klinis. Berikut 8 item yang dinilai untuk membantu dalam

mendiagnosis LPR.1,12

Page 12: Laryngopharyngeal Reflux

12 | A r i f H . t r i p a n a , L a r y n g o p h a r y n g e a l R e f l u x . 2 0 1 2

K K S I l m u K e s e h a t a n T H T - K L D R . R M . D j o e h a m - B i n j a i

Tabel 02. Reflux Finding Score (RFS).4,12,14

Page 13: Laryngopharyngeal Reflux

13 | A r i f H . t r i p a n a , L a r y n g o p h a r y n g e a l R e f l u x . 2 0 1 2

K K S I l m u K e s e h a t a n T H T - K L D R . R M . D j o e h a m - B i n j a i

2.6.3. Gambaran Temuan Laringsokop pada LPR

Gambar 03. Tampakan laringoskopi pada pasien dengan LPR.13

Page 14: Laryngopharyngeal Reflux

14 | A r i f H . t r i p a n a , L a r y n g o p h a r y n g e a l R e f l u x . 2 0 1 2

K K S I l m u K e s e h a t a n T H T - K L D R . R M . D j o e h a m - B i n j a i

Gambar 04. A). Pseudosulkus vokalis bilateral (panah). Perhatikan edema

subglotis meluas melewati plika vokalis. Juga tampak adanya hipertopi

commissure posterior, edema plika vokalis, edema laring diffuse. B). True sulkus

vokalis dari lipatan vocal kanan (panah). Sulkus terbentuk dari zona midportion

dan terhenti prosesnya pada aritenoid.14

Pseudosulcus vocalis telah dilaporkan bahwa 90% kasus LPR didapatkan

gambaran tersebut. Dalam studi terpisah, pseudosulcul memiliki sensitivitas 70%

dan spesifisitas 77% pada pasien dengan LPR. Hal ini semakin mndukung bahwa

dengan adanya pseudosulcus vocalis dapat menandakan LPR.1

Page 15: Laryngopharyngeal Reflux

15 | A r i f H . t r i p a n a , L a r y n g o p h a r y n g e a l R e f l u x . 2 0 1 2

K K S I l m u K e s e h a t a n T H T - K L D R . R M . D j o e h a m - B i n j a i

Gambar 05. A). Ventrikel laring terbuka, perhatikan ventrikel band yang tajam.

B). Ventrikular olbliterasi, lipatan plika vokalis mengalami pembengkakan,

sehingga menutupi ventrikel. Juga tampak pada bagian posterior commissure

mengalami hipertropi ringan.14

2.6.4. Pemeriksaan Penunjang

A. Endoskopi Esofagus

Esophagogastroduodenoscopy (EGD) berguna untuk visualisasi langsung

dari saluran cerna bagian atas, bersama dengan biopsy dan merupakan standar

untuk pasien dengan esofagitis dan gastritis. Pada pasien dengan GERD mungkin

pemeriksaan ini bermakna dalam mencari iritasi mukosa esofagus dan untuk

menyingkirkan esofagitis Barret.12

B. Monitoring pH Faringoesofangeal Ambulatory 24 Jam

Pemantauan pH faringofaringeal ambulatory 24 jam pernah dianggap

sebagai standar krteria untuk mendignosis refluks. Penelitian telah menunjukkan

bahwa pemantauan pH distal proksimal dan hipofaringeal hanya sensitivitas 70%,

50% dan 40% dalam mendeteksi refluks.1

Page 16: Laryngopharyngeal Reflux

16 | A r i f H . t r i p a n a , L a r y n g o p h a r y n g e a l R e f l u x . 2 0 1 2

K K S I l m u K e s e h a t a n T H T - K L D R . R M . D j o e h a m - B i n j a i

Pemantauan pH esofagus, probe pH distal diletakkan 5 cm di atas lower

esophangeal spincter (LES) dan probe pH proksimal diletakkan 20 cm di atas

LES, tepat dibawah spingter esofagus bagian atas. Pemeriksaan pH ke tiga

ditempatkan dalam faring yang secara stimultan merekam perubahan yang

berhubungan dengan asam yang sampai ke faring. Pembacaan pH dicatat selama

24 jam saat pasien menunjukkan onset, makan terakhir, tidur dan saat kambuhnya

refluks. Informasi yang disediakan oleh tes ini meliputi frekuensi, durasi dan

lokasi kejaian refluks.1

Sebuah pemeriksaan esofagus dengan menggunakan kontras barium yang

dapat mendemonstrasikan kelainan pada esofagus seperti pada GERD (misalnya:

adanya hernia hiatus esofagus distal atau penyempitan atau striktur). Pemeriksaan

esofagografi dengan kontras barium memiliki sensitivitas hanya 33% dalam

mendiagnosis refluks.1

C. Pemeriksaan Histopatologi

Pemeriksaan histopatologi pada laringitis posterior ditandai oleh

hyperplasia dari sel epitel skuamosa dengan inflamsai kronik pada submukosa.

Perkembangan penyakit menjadi epitel menjadi atropi dan ulserasi dengan defosit

fibrin, jaringan granulasi dan fibrosis pada submukosa.1

2.7. Diagnosis Banding

Penulis memilih beberapa peyakit sebagai diagnosis banding untuk LPR

sesuai dengan kemiripan tanda dan gejala. Berikut penyakit-penyakit tersebut:1

Akut laryngitis

Functional voice disorder

Stenosis laring

Tumor ganas pada laring

Postcricoid area

Page 17: Laryngopharyngeal Reflux

17 | A r i f H . t r i p a n a , L a r y n g o p h a r y n g e a l R e f l u x . 2 0 1 2

K K S I l m u K e s e h a t a n T H T - K L D R . R M . D j o e h a m - B i n j a i

2.8. Penatalaksanaan

2.8.1. Penetalaksanaan Non-famakologi1

A. Diet

- Kurangi porsi makan.

- Makan harus 2-3 jam sebelum tidur.

- Hindari makanan yang merangsang aktivitas otot LES (lower spicter

esofagus) misalnya; gorengan atau lemak, coklat, alkohol, kopi, minuman

bersoda, buah jeruk atau jusnya, saus tomat, cuka dan lain sebagainya.

- Makan lebih lambat untuk mengurangi udara masuk bersama makanan ke

dalam saluran penernaan.

B. Aktivitas

- Menurunkan berat badan jika kelebihan berat badan.

- Tinggikan kepala saat tidur kira-kira 4-6 inci.

- Hindari pakaian ketat.

- Berhenti merokok.

C. Pembedahan

Tujuan terapi pembedahan adalah memperbaiki penahan/barier pada daerah

pertemuan esofagus dang aster sehingga dapat mencegah refluks seluruh isi gaster

kea rah esofagus. Keadaan ini dianjurkan pada pasien yang terus menerus harus

mendapat terapi obat atau dosis yang makin lama makin tinggi untuk menekan

asam lambung. Berikut model pembedahan pada GRED:1

Page 18: Laryngopharyngeal Reflux

18 | A r i f H . t r i p a n a , L a r y n g o p h a r y n g e a l R e f l u x . 2 0 1 2

K K S I l m u K e s e h a t a n T H T - K L D R . R M . D j o e h a m - B i n j a i

Gambar 06. Gambar model pembedahan pada GERD.15

2.8.2. Penatalaksanaan Farmakologi

A. Proton Pump Inhibitors

Menghambat sekresi asam lambung dengan cara menghambat enzim H+/K

+-

ATPase pada sel parietal gaster.1,12

Omeprazole

Opeprazole secara khusus menekan sekresi asam lambung dengan

menghambat secara poten pada system enzim H+/K

+-ATPase pada sel parietal

gaster. Omeprazole salah satu gologan PPIs yang paling sering diteliti dan

merupakan satu-satunya agen yang digunakan dalam uji klinis untuk

Page 19: Laryngopharyngeal Reflux

19 | A r i f H . t r i p a n a , L a r y n g o p h a r y n g e a l R e f l u x . 2 0 1 2

K K S I l m u K e s e h a t a n T H T - K L D R . R M . D j o e h a m - B i n j a i

mengevaluasi efekivitas PPIs pada gangguan supraesofangeal. Dosis

omemprazole yang lazim digunakan untuk pengobatan pada orang dewasa:1

1. GERD

- Pengobatan: 20 mg PO qDay for 4 weeks.

2. Esosif esofagus

- Pengobatan: 20 mg PO qDay for 4-8 weeks.

- Dosis pemeliharaan: 20 mg PO qDay up to 1 year.

Lansoprazole

Lansoprazole secara spesifik menekan sekresi asam lambung melalui

penghambatan enzim H+/K

+-ATPase pada permukaan sel parietal lambung.

Lansoprazole memblok langkah terakhir pada proses sekresi asam lambung. Dosis

lansoprazole yang lazim digunakan untuk pengobatan pada orang dewasa:1

1. Heartburn

- OTC product: 15 mg PO qDay for14 days; may repeat q4Months.

2. Esosif esofagus

- Pengobatan: 30 mg PO qDay for 8-16 weeks, OR 30 mg IV qDay for

7 days.

- Dosis pemeliharaan: 15 mg PO qDay.

Pantoprazole

Pantoprazole secara khusus menekan sekresi asam lambung dengan cara

menghambat enzim H+/K

+-ATPase pada permukaan sel parietal lambung.

Penggunaan secara IV hanya diperuntukan jangka pendek yaitu 7 – 10 hari.1

1. Erosif esofagus yang berkaitan dengan GERD

- Pengobatan: 40 mg PO qDay for 8-16 weeks atau 40 mg IV infusion

over 15 minutes qDay for 7-10 days.

- Dosis pemeliharaan: 40 mg PO qDay.

B. Promotility Agents

Metoclopramide merupakan antagonis dopamin, dan epektif terhadap

GERD. Obat ini bekerja dengan cara meningkatkan tekanan LES (lower

esophagus spincters), meningkatkan pengosogan lambug dan dapat meningkatkan

mekanisme pembersihan esofagus. Metoclopraminde adalah agen prokinitik yang

Page 20: Laryngopharyngeal Reflux

20 | A r i f H . t r i p a n a , L a r y n g o p h a r y n g e a l R e f l u x . 2 0 1 2

K K S I l m u K e s e h a t a n T H T - K L D R . R M . D j o e h a m - B i n j a i

saat ini terrsedia di pasaran, meskipun serotonis agonis baru sedang dievaluasi

oleh FDA (Food and Drug Administration). Sayangnya, hingga sepertiga pasien

mungkin mengalami efek samping dari obat ini. Berikut adalah dosis yang lazim

digunakan:12

1. Pengobatan GERD: 10 or 15 mg four times daily (30 minutes before

meals and at bedtime). Obat ini telah disetujui untuk terapi jangka

pendek.16

C. Gastrointestinal Agents

Obat golongan ini dapat melindungi gastrointestinal terhadap asam

lambung.1

Sucralfate

Sucralfate merupakan garam dari sukrosa, dan ditolerasi dengan baik oleh

pasien. Mengikat protein yang bermuatan positif dalam eksudat dan membentuk

zat yang kental yang melindungi lapisan GI dari paparan pepsin, asam lambung

dan garam empedu. Manfaat pada pengobatan ekstraesofangeal refluks (EER)

belum ada bukti yang dapat menjelaskan. Berikut adalah dosis yang lazim

digunakan:1,12

1. Ulkus doudenum aktif: 1 g PO QID x4-8 weeks

2. Ulkus duodenum, dosis pemeliharaan: 1 g PO BID

Page 21: Laryngopharyngeal Reflux

21 | A r i f H . t r i p a n a , L a r y n g o p h a r y n g e a l R e f l u x . 2 0 1 2

K K S I l m u K e s e h a t a n T H T - K L D R . R M . D j o e h a m - B i n j a i

2.8.3. Alogaritma Penatalaksaan pada GERD dengan Manifestasi LPR

Gambar 04. Alogaritma penatalaksanaan untuk GERD yang bermanifestasi pada

LPR.5,12

2.9. Prognosis

Angka keberhasilan terapi cukup tinggi bahkan sampai 90%, dengan catatan

terapi harus diikuti dengan modifikasi diet dan gaya hidup yang tepat. Dari salah

satu kepustakaan menyebutkan angka keberhasilan pada pasien dengan laryngitis

posterior berat sekitar 83% setelah diberikan terapi selama 6 minggu dengan

Omemprazole, dan sekitar 79% kasus mengalami kekambuhan setelah berhenti

berobat. Sedangkan prognosis keberhasilan dengan menggunakan Lansoprazole

selama 8 minggu memberikan angka keberhasilan 86%.17

Page 22: Laryngopharyngeal Reflux

22 | A r i f H . t r i p a n a , L a r y n g o p h a r y n g e a l R e f l u x . 2 0 1 2

K K S I l m u K e s e h a t a n T H T - K L D R . R M . D j o e h a m - B i n j a i

BAB III

PENUTUP

3.1. Simpulan

1. Laryngopharyngeal reflux (LPR) pertama kali ditemukan oleh Kaufman

pada tahun 1981.

2. Laringofaringeal refluks adalah suatu keadaan dimana kembalinya isi

perut kedalam esofagus dan masuk kedalam tenggorokan (laring dan

faring).

3. Beberapa sinonim untuk LPR dari beberapa literature kedokteran: reflux

laryngitis, laryngeal reflux, gastropharyngeal reflux, pharyngoesophageal

reflux, supraesophageal reflux, extraesophageal reflux, atypical reflux.

Dan yang paling diterima dari berbagai sinonim terrsebut adalah

extraesophageal reflux.

4. Penyebab LPR adalah adanya refluks secara retrograde dari asam lambung

atau isinya (pepsin) ke supraesofagus dan menimbulkan cidera mukosa.

5. Pasien dengan LPR bisanya mempunyai gejala yang tidak spesifik seperti

globus sensation, kelelahan vocal, suara serak, batuk kronis, tenggorokan

terasa kering, sakit tenggorokan dan disfagia.

6. Diadnosis LPR diteggakan berdasarkan berdasarkan anamnesis,

pemeriksan fisik dan penunjang.

7. Penatalaksanaan LPR yaitu diet, modifikasi gaya hidup yang tepat dan

pengobatan yang adekuat.

8. Angka keberhasilan terapi cukup tinggi bahkan sampai 90%, dengan

catatan terapi harus diikuti dengan modifikasi diet dan gaya hidup yang

tepat.

3.2. Saran

Dengan kerendahan hati penulis, penulis sadar bahwa dalam artikel ini

masih banyak terdapat kekurangan, oleh karena itu saran dan keritik yang bersifat

membangun dari pembaca, penulis harapkan demi kesempurnaan makalah-

makalah dimasa-masa yang akan datang.

Page 23: Laryngopharyngeal Reflux

23 | A r i f H . t r i p a n a , L a r y n g o p h a r y n g e a l R e f l u x . 2 0 1 2

K K S I l m u K e s e h a t a n T H T - K L D R . R M . D j o e h a m - B i n j a i

DAFTAR PUSTAKA

1. Amirlak B. Reflux Laryngitis. Medscape [article on the internet] 2012

[cited on 2012 July 25]. Available from: http://emedicine.medscape.com

/article/864864-overview#showall.

2. Pham V. Laryngopharyngeal Reflux With An Emphasis On Diagnostic

And Therapeutic Considerations. [article on the internet] 2009. [cited 2012

July 26]. Available from: www.utmb.edu/otoref/grnds/laryng-reflux-

090825/laryng-reflux-090825.doc

3. Rees LE, Pazmany L, Gutowska-Owsiak D, Inman CF, Phillips A, Stokes

CR, et al. The Mucosal Immune Response to Laryngopharyngeal Reflux.

American Journal Of Respiratory And Critical Care Medicine. [data base

on the internet] 2008. [cited on 2012 July 23]: Vol 177(1): 1187-1193.

Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/

4. Patigaroo SA, Hashmi SF, Hasan SA, Ajmal MR, Mehfooz N. Clinical

Manifestations and Role of Proton Pump Inhibitors in the Management of

Laryngopharyngeal Reflux. Indian J Otolaryngol Head Neck Surg [data

base on the internet] 2011. [cited on 24 July 2012]: 63(2):182–189.

Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/

5. Poelmans J, Tack J. Extraesophangeal Manifestations of Gastro-

oesophangeal Reflux. Gut [data base on the internet] 2005. [cited on 24

July 2012]: 54; 1492-1499. Available from:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/.

6. Laryngopharyngeal Reflux. UC Davis Health Sytem Dept. of

Otolaryngology [page on the internet] 2012. [cited 2012 July 25].

Available from: http://www.ucdvoice.org/lpr.html

7. Human physiology/the Gastrointestinal System. [books on the internet]

2012. [cited 2012 August 03]. Available from:

http://en.wikibooks.org/wiki/Human_Physiology/The_gastrointestinal_sys

tem.

8. Kartikawati H. disfagia. [page on the internet] 2008. [diunduh pada 30 Juli

2012]. Tersedia di: http://hennykartika.wordpress.com/2008/06/14/disfagi-

2/.

Page 24: Laryngopharyngeal Reflux

24 | A r i f H . t r i p a n a , L a r y n g o p h a r y n g e a l R e f l u x . 2 0 1 2

K K S I l m u K e s e h a t a n T H T - K L D R . R M . D j o e h a m - B i n j a i

9. Tank PW. Grant’s dissector. 13th ed. [Text Books of Anantomy];

Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. 2005. Page: 194

10. Sfingter esofagus . [image on the internet] 2012. [cited on 2012 July 27]

http://www.google.co.id/imgres?q=esophagus+sfingter&um=1&hl=id&bi

w=1304&bih=7

11. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu

Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. Edisi ke-6.

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2006. Jakarta: Gaya Baru.

Hal: 277.

12. Cummings CW, Flint PW, Haughe BH, Robbins KT, Thomas JR, et al.

Cummings Otolaryngology: Head & Neck Surgery, 4th ed. [text books of

otolaryngology] 2007. Philadelphia: Elsevier.

13. Barry DW, Vaezi MF. Laryngopharyngeal Reflux: More Questions than

Answers. Cleveland Clinicjournal Of Medicine [database on the internet]

2010. [cited 2012 July 23]. Available from:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/

14. Belafsky PC, Postma GN, Koufman JA. The Validity and Reliability of

the Reflux Finding Score (RFS). The Laryngoscope. [journal in the

internet] 2001. [cited on 01 August 2012]. Lippincott Williams & Wilkins,

Inc., Philadelphia. 111:1313–1317. Available from:

http://www.voiceinstituteofnewyork.com/wpcontent/uploads/2010/04/vali

dity-and-reliability-of-RFS.pd.

15. Patti MG. Gastroesophageal Reflux Disease Treatment & Management.

[article on the internet] 2012 [cited on 2012 July 25]. Available from:

http://emedicine.medscape.com/article/176595-treatment#showall.

16. Metoclopramide Dosage. [page on the internet] 2012. [cited on 03 Agustus

2012]. Available from: http://endocrine-system.emedtv.com/

metoclopramide/metoclopramide-dosage.html.

17. Novialdi. Laryngopharyngea Reflux. [article on the internet] 2010. [cited

on 03 August 2012]. Available from: http://repository.unand.

ac.id/17700/1/Laryngopharyngeal_reflux. pdf