lapsus - ket

56
LAPORAN KASUS KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU Oleh : Bintang Warastuti 01107100 Tomy Nugroho 01107101 Nurrahma W. Fitriyani 0210710103 Taufiq Abdullah 02107101 Pembimbing 1

Upload: dokterdoktermufti

Post on 20-Jan-2016

175 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

laporan kasus

TRANSCRIPT

Page 1: Lapsus - KET

LAPORAN KASUS

KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU

Oleh :

Bintang Warastuti 01107100

Tomy Nugroho 01107101

Nurrahma W. Fitriyani 0210710103

Taufiq Abdullah 02107101

Pembimbing

dr. Yahya Irwanto, SpOG

KEPANITERAAN KLINIK MADYALABORATORIUM OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

1

Page 2: Lapsus - KET

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

2007BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kehamilan ektopik merupakan salah satu masalah kesehatan yang masih

sering dijumpai pada wanita usia produktif. Definisi kehamilan ektopik adalah

suatu kehamilan abnormal dimana implantasi hasil konsepsi terjadi di luar

endometrium korpus uteri (Sepilian, 2005; Mochtar, 2002). Nama lainnya adalah

ectopic pregnancy, ectopic gestation, dan eccecyesis. Hal ini merupakan salah

satu kelainan pada fisiologi reproduksi manusia.

Kehamilan ektopik masih menjadi penyebab terbanyak kematian ibu pada

trimester pertama, terutama pada kehamilan ektopik yang terganggu. Penyebab

kematian ibu pada trimester pertama lainnya antara lain adalah abortus inkomplit

dan abortus mola. Kehamilan ektopik mulai ditemukan pada abad ke 11, dan

hingga pertengahan abad ke 18, kasus ini berakibat fatal (Sepilian, 2005). Angka

kejadian kehamilan ektopik di negara-negara berkembang mencapai 100-175

kasus per 1.000.000 wanita berusia 15-44 tahun (Bouyer et al, 2003). Angka

kejadian kehamilan ektopik di Indonesia pada tahun 1990an berkisar antara 8 –

40 kasus per 1000 kehamilan. Di negara-negara maju prevalensinya berkisar

antara 3-4 kasus per 1000 kehamilan (Mochtar, 2002). Sedangkan di Amerika

prevalensi kehamilan ektopik pada tahun 1970an adalah 4,5 kasus per 1000

kehamilan dan meningkat menjadi 19,7 kasus per 1000 kehamilan pada tahun

1990an (Tenore, 2002). Dapat dilihat bahwa cenderung terjadi peningkatan

kejadian kehamilan ektopik dari tahun ke tahun. Hal ini mungkin banyak

disebabkan oleh banyaknya perubahan lingkungan yang dapat mempengaruhi

kesehatan ibu. Setelah satu kehamilan ektopik, resiko pasien untuk mengalami

kehamilan ektopik ulangan meningkat 7-13 kali lipat. Namun pasien masih

2

Page 3: Lapsus - KET

memiliki peluang untuk kehamilan yang normal sebesar 50-80%, dan 10-25%

peluang untuk terjadinya kehamilan ektopik (Sepilian, 2005).

Penyebab terjadinya kehamilan ektopik sampai saat ini belum diketahui

dengan pasti. Beberapa faktor yang dapat meningkatkan resiko terjadinya

kehamilan ektopik antara lain adalah pelvic inflammatory disease (PID), riwayat

kehamilan ektopik sebelumnya, endometriosis, penggunaan alat kontrasepsi

dalam rahim (IUD), riwayat operasi tuba, riwayat operasi pelvis, terapi infertilitas,

anomali uterotubal, riwayat penggunaan obat diethylstilbetrol, dan perokok.

Faktor resiko lainnya yang memilki asosisasi rendah antara lain partner seksual

multipel, coitus pertama pada usia muda, dan pencucian vagina (Tenore, 2002).

Kehamilan ektopik dapat berlanjut menjadi suatu keadaan yang

mengancam jiwa, terutama apabila terjadi kehamilan ektopik yang terganggu.

Angka kematian ibu akibat kehamilan ektopik yang terganggu mencapai 10-15%

dari seluruh kematian ibu (Tenore, 2002). Oleh karena itu, diperlukan diagnosis

dan penanganan sedini mungkin terhadap kehamilan ektopik. Pada makalah ini

akan dibahas suatu kasus kehamilan ektopik yang terjadi di Rumah Sakit dr.

Saiful Anwar Malang.

1.2 Rumusan Masalah

1. Permasalahan apa saja yang dapat muncul pada kehamilan ektopik?

2. Bagaimana cara mendiagnosis kehamilan ektopik?

3. Bagaimana penatalaksanaan kehamilan ektopik?

4. Bagaimana prognosis untuk kehamilan berikutnya?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui permasalahan apa saja yang dapat muncul pada kehamila

ektopik.

2. Untuk mengetahui cara mendiagnosis kehamilan ektopik.

3. Untuk mengetahui cara penatalaksanaan kehamilan ektopik.

4. Untuk mengetahui prognosis untuk kehamilan berikutnya.

3

Page 4: Lapsus - KET

1.4 Manfaat

1. Memberi informasi pada dokter muda tentang kehamilan ektopik sehingga

dapat mendiagnosis dan memberikan penanganan yang tepat.

4

Page 5: Lapsus - KET

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Kehamilan ektopik berasal dari bahasa Yunani ektopos yang berarti di luar

tempat, dan tertuju pada suatu kehamilan abnormal dimana implantasi hasil

konsepsi terjadi di luar endometrium korpus uteri (Sepilian, 2005; Mochtar,

2002). Nama lainnya adalah ectopic pregnancy, ectopic gestation, dan

eccecyesis. Ada beberapa istilah yang berhubungan dengan kehamilan ektopik,

antara lain :

- Kehamilan ekstrauterin :

Kehamilan dengan implantasi hasil konsepsi diluar uterus. Keadaan ini tidak

identik dengan kehamilan ektopik, contohnya adalah kehamilan pada pars

interstitialis tuba dan kanalis servikalis yang masih terdapat dalam rahim

namun sifatnya abnormal dan ektopik. Keduanya dimasukkan dalam

kehamilan ektopik.

- Kehamilan ektopik terganggu (KET) :

Kehamilan ektopik yang terganggu, dimana terjadi abortus atau pecahnya

lokasi implantasi yang dapat menimbulkan perdarahan dan berbahaya bagi

wanita yang mengalaminya.

- Kehamilan heterotropik :

Kehamilan intrauterine yang terjadi dalam waktu yang berdekatan dengan

kehamilan ektopik.

- Kehamilan ektopik kombinasi (combined ectopic pregnancy) :

Kehamilan intrauterine yang terjadi pada waktu bersamaan dengan

kehamilan ekstrauterin.

- Kehamilan ektopik rangkap (compound ectopic pregnancy):

5

Page 6: Lapsus - KET

Kehamilan intrauterine dengan kehamilan ekstrauterin yang lebih dulu terjadi,

tapi janin sudah mati yang menjadi litopedion, yaitu janin mati yang

mengalami kalsifikasi. (Mochtar, 2002)

2.2 Epidemiologi

Angka kejadian kehamilan ektopik di berbagai negara cukup bervariasi dan

cenderung terjadi peningkatan yang dramatis pada beberapa dekade terakhir. Di

Amerika prevalensi kehamilan ektopik pada tahun 1970an adalah 4,5 kasus per

1000 kehamilan dan meningkat menjadi 19,7 kasus per 1000 kehamilan pada

tahun 1990an (Tenore, 2002). Angka kejadian kehamilan ektopik di negara-

negara berkembang mencapai 100-175 kasus per 1.000.000 wanita berusia 15-

44 tahun (Bouyer et al, 2003). Di Indonesia, angka kejadian kehamilan ektopik

berkisar antara 8 – 40 kasus per 1000 kehamilan. Di negara-negara maju

prevalensinya berkisar antara 3-4 kasus per 1000 kehamilan (Mochtar, 2002).

Angka kematian akibat kehamilan ektopik yang terganggu menurun dari 35,5

kematian per 10.000 kasus pada 1970an manjadi 2,6 per 10.000 kasus pada

1992 (Sepilian, 2005). Walaupun begitu, kehamilan ektopik yang terganggu

adalah penyebab utama kematian ibu pada trimester pertama , yaitu 10-15% dari

seluruh kematian ibu (Tenore, 2002).

2.3 Etiologi

Penyebab kehamilan ektopik secara pasti seringkali tidak diketahui, namun

ada beberapa hal yang sudah diketahui. Beberapa faktor penyebab kehamilan

ektopik adalah:

- Faktor uterus

1. Tumor rahim yang menekan tuba.

2. Uterus hipoplastik.

- Faktor tuba

1. Penyempitan lumen tuba karena infeksi endosalping.

2. Tuba sempit, panjang dan berlekuk-lekuk.

6

Page 7: Lapsus - KET

3. Gangguan fungsi rambut getar (silia) tuba.

4. Operasi dan sterilisasi tuba yang tidak sempurna.

5. endometriosis tuba.

6. striktur tuba.

7. divertikel tuba dan kelainan kongenital lainnya.

8. perlekatan peritubal dan lekukan tuba.

9. tumor lain yang menekan tuba.

10. lumen kembar dan sempit.

- Faktor ovum

1. migrasi eksterna dari ovum.

2. perlekatan membrana granulosa.

3. rapid cell division.

4. migrasi internal ovum. (Mochtar, 2002)

Kelainan-kelainan anatomis alat kandungan yang dapat menyebabkan

kehamilan ektopik dapat terjadi karena faktor internal (anatomis kongenital) dan

faktor eksternal (infeksi, mekanis, gaya hidup). Beberapa faktor yang dapat

meningkatkan resiko terjadinya kehamilan ektopik antara lain adalah pelvic

inflammatory disease (PID) (18-25%), riwayat abortus provokatus (13-21,43%),

riwayat kehamilan ektopik sebelumnya (6,12%), endometriosis, penggunaan alat

kontrasepsi dalam rahim (IUD) (4,08 -5%), riwayat operasi tuba (18%), riwayat

operasi pelvis, terapi infertilitas (10-18%), anomali uterotubal, riwayat

penggunaan obat diethylstilbetrol, dan perokok (20-25%). Faktor resiko lainnya

yang memilki asosisasi rendah antara lain partner seksual multipel, hubungan

seksual pertama pada usia muda, dan pencucian vagina (Tenore, 2002; Vyas

dan Vidya, 2003; Bouyer et al, 2003).

Infeksi panggul atau pelvic inflammatory disease (PID) merupakan faktor

resiko utama terjadinya kehamilan ektopik. Organisme penyebab yang paling

sering ditemukan adalah Chlamidya trachomatis, dimana pasien dengan infeksi

Chlamidya sering tidak menunjukkan gejala apapun (asimptomatis). Namun

7

Page 8: Lapsus - KET

infeksi ini dapat juga menimbulkan gejala-gejala seperti cervicitis, salpingitis,

hingga radang panggul yang parah. Lebih dari 50% wanita yang terinfeksi tidak

merasakan apapun. Organisme lain yang dapat menyebabkan radang panggul

adalah Neisseria gonorrhoea, bakteri aerob dan anaerob lainnya. Riwayat

salpingitis meningkatkan resiko terjadinya kehamilan ektopik hingga 4 kali lipat.

Kerusakan tuba meningkat setelah beberapa episode infeksi (13% setelah 1

episode, 35% setelah 2 episode, 75% setelah 3 episode) (Sepilian, 2005).

Setelah satu kehamilan ektopik, resiko pasien tersebut untuk mengalami

kehamilan ektopik ulangan meningkat 7-13 kali lipat. Namun pasien masih

memiliki peluang untuk kehamilan yang normal sebesar 50-80%, dan 10-25%

peluang untuk terjadinya kehamilan ektopik (Sepilian, 2005).

Riwayat operasi tuba telah terbukti meningkatkan resiko terjadinya kehamilan

ektopik. Peningkatan resiko tergantung pada derajat kerusakan dan perubahan

anatomis pada tuba. Tindakan yang memiliki resiko tinggi untuk terjadi

kehamilan ektopik adalah salpingostomi, neosalpingostomi, fimbrioplasti,

reanastomosis tuba, dan lisis adhesi perituba atau periovarial (Sepilian, 2005).

Konsepsi yang terjadi setelah ligasi tuba juga meningkatkan resiko terjadinya

kehamilan ektopik, dimana 35-50% wanita dengan riwayat ligasi tuba mengalami

kehamilan ektopik. Kegagalan setelah kauterisasi tuba bipolar tampaknya

merupakan penyebab utama kehamilan ektopik, dibandingkan penggunaan

sutura, cincin, atau klip. Konsepsi terjadi karena adanya fistula setelah

kauterisasi yang menyebabkan sperma dapat melewati tuba. Kehamilan ektopik

setelah sterilisasi tuba umumnya terjadi setelah 2 tahun atau lebih. Pada tahun

pertama hanya 6% kegagalan sterilisasi yang berakibat kehamilan ektopik

(Sepilian, 2005).

Induksi ovulasi dengan terapi clomifen sitrat atau injeksi gonadotropin

dihubungkan dengan peningkatan resiko kehamilan ektopik sebesar 4 kali lipat.

Pada penelitian tentang terapi ini, faktor yang diduga menjadi penyebab adalah

adanya multipel ovum dan kadar hormon yang tinggi. Pada suatu penelitian

disebutkan bahwa pasien infertil dengan defek fase luteal lebih beresiko

mengalami kehamilan ektopik dibandingkan pasien infertil karena anovulasi.

8

Page 9: Lapsus - KET

Resiko kehamilan ektopik dan kehamilan heterotropik meningkat secara

dramatis pada pasien yang pernah menjalani assisted reproductive techniques,

seperti in vitro fertilization (IVF) atau gamete intrafallopian transfer (GIFT). Dari

3000 pasien yang menjalani teknik tersebut, 4,5% mengalami kehamilan ektopik

(Sepilian, 2005).

Penggunaan IUD yang mengandung copper atau progesteron juga diduga

meningkatkan angka kejadian kehamilan ektopik. Namun hanya penggunaan

IUD progesteron saja yang terbukti memiliki angka kejadian kehamilan ektopik

lebih tinggi. IUD copper terbukti tidak meningkatkan resiko terjadinya kehamilan

ektopik. Insiden kehamilan ektopik karena penggunaan IUD adalah 4% (Sepilian,

2005).

Resiko kehamilan ektopik meningkat pada wanita berusia 35-44 tahun

sebesar 3-4 kali lipat dibandingkan dengan wanita usia 15-24 tahun. Penjelasan

tentang hal ini adalah terjadinya penurunan aktivitas mioelektrik pada tuba

falopii, yang bertanggung jawab untuk motilitas tuba dan transpor ovum. Namun

angka kejadian kehamilan ektopik masih tinggi pada usia 21-30 tahun karena

masih merupakan usia produktif yang memungkinkan lebih banyak terjadinya

konsepsi (Vyas dan Vaidya, 2003; Sepilian, 2005).

Merokok meningkatkan resiko terjadinya kehamilan ektopik sebesar 1,6 – 3,5

kali lipat dibandingkan tidak merokok. Merokok memiliki efek independen dan

dose-related terhadap kehamilan ektopik. Merokok telah diketahui dapat

mempengaruhi fungsi silia pada nasofaring dan saluran nafas. Efek yang serupa

diperkirakan juga dapat terjadi pada silia dalam tuba falopii (Tenore, 2002). Efek

lain yang diduga dapat menyebabkan kehamilan ektopik adalah penundaan

ovulasi, perubahan motilitas tuba dan uterus, dan perubahan imunitas (Sepilian,

2005).

2.4 Patofisiologi

Kehamilan ektopik paling sering terjadi pada tuba falopii, terutama pada

pars ampullaris (80%). Selain itu, kehamilan ektopik juga dapat terjadi pada

isthmus tuba (12%), fimbriae (5%), dan pars kornual dan interstitial tuba (2%).

9

Page 10: Lapsus - KET

Kehamilan ektopik yang berada di luar tuba jarang ditemukan, namun pada

beberapa kasus terjadi kehamilan abdominal (1,4%), kehamilan pada ovarium

(0,2%), dan serviks (0,2%) (Sepilian, 2005; Smith, 2006).

Gambar 2.1 Letak kehamilam ektopik (a) pars ampullaris tuba, (b) pars isthmus tuba, (c) fimbriae, (d) pars interstitialis tuba, (e) abdominal, (f) ovarium, (g) serviks (Smith, 2006)

Pada kehamilan tuba, sebagian besar akan terganggu pada usia 6-10

minggu kehamilan karena tidak dan bukan tempat implantasi normal. Mukosa

tuba bukan medium yang baik untuk pertumbuhan blastokista karena

vaskularisasi kurang baik dan desidua tidak dapat tumbuh sempurna. Hasil

konsepsi pada tuba akan berlanjut menjadi :

1. Mati dan kemudian diresorbsi. Dalam hal ini kehamilan seringkali tidak

diketahui. Perdarahan yang timbul dari uterus setelah meninggalnya janin

dianggap sebagai haid yang terlambat datang.

2. Terjadi abortus tuba (65%), ibu mengalami keguguran dan hasil konsepsi

terlepas dari dinding tuba kemudian terjadi perdarahan, dapat sedikit ataupun

banyak. Hasil konsepsi dan perdarahan bisa keluar ke arah kavum uteri dan

dikeluarkan per vaginam, atau keluar ke arah abdominal sehingga

tertampung di belakang rahim (hematom retrouterina) sehingga dapat teraba

massa (pelvic mass). Perdarahan ini disebabkan karena trofoblas dan vili

khorialis menembus lapisan pseudokapsularis pada lumen tuba. Abortus

tuba biasanya terjadi pada kehamilan tuba pars ampullaris.

10

Page 11: Lapsus - KET

3. Terjadi ruptur tuba (35%), peristiwa ini sering terjadi pada kehamilan di

isthmus. Trofoblas dan vili khorialis menembus dinding muskularis dan

peritoneum pada dinding tuba sehingga menyebabkan ruptur tuba dan

perdarahan langsung ke rongga peritoneum. Bila robekan kecil maka hasil

konsepsi tetap tinggal dalam tuba, sedangkan dari robekan dapat timbul

perdarahan yang banyak. Bila robekan besar maka hasil konsespsi keluar

dan masuk rongga perut. Hasil konsepsi dapat :

- Mati dan berkumpul bersama darah di retrouterina.

- Bila janin agak besar dan mati, akan menjadi litopedion (kalsifikasi janin

mati) dalam rongga perut.

- Janin keluar dari tuba diselubungi kantong amnion dan plasenta yang

utuh, kemungkinan dapat tumbuh terus dalam rongga perut dan terjadi

kehamilan abdominal sekunder. Plasenta akan melebar mencari tempat

implantasi pada usus, ligamentum latum, dan organ-organ disekitarnya.

Janin dapat terus tumbuh, bahkan sampai aterm. (Mochtar, 2002; Pitkin,

2003)

Gambar 2.2 Perdarahan pada kehamilan ektopik (Smith, 2006)

11

Page 12: Lapsus - KET

Pada pars ampullaris dan fimbriae kehamilan dapat bertahan sampai usia 8-

12 minggu. Kehamilan pada pars isthmus tuba biasanya hanya bertahan sampai

usia 4-8 minggu, lalu dapat terjadi abortus atau ruptur karena pada bagian ini

dinding tuba lebih tipis. Sedangkan kehamilan pada pars interstitialis dapat

berlanjut sampai usia 16 minggu atau lebih, kadang sampai aterm karena

dinding pada bagian ini lebih tebal (Mochtar, 2002;Sepilian, 2005).

Uterus pada kehamilan ektopik, walaupun tidak terisi hasil konsepsi, juga

tetap membesar dan lembek dibawah pengaruh hormon serta terjadi

pembentukan desidua dalam uterus. Gangguan ringan dan tidak menghentikan

berlangsungnya kehamilan dapat menimbulkan perdarahan endometrium.

Kadang jika buah kehamilan mati, timbul perdarahan lebih banyak dengan

mengikutsertakan pengeluaran desidua utuh dalam bentuk cetakan dari kavum

uteri (Pitkin, 2003).

Perubahan yang dapat pula terjadi pada endometrium adalah reaksi “Arias-

Stella”. Pada reaksi ini terlihat bahwa pada tempat tertentu di endometrium

terdapat sel-sel kelenjar yang membesar dan hiperkromatik, mitosis, terjadi

vakuolisasi sitoplasma, dan batas antar sel menjadi kurang jelas. Perubahan ini

disebabkan oleh stimulasi hormon yang berlebihan dan ditemukan pada

endometrium yang berubah menjadi desidua (Pitkin, 2003).

2.5 Gambaran Klinik

Gambaran klinik kehamilan ektopik yang belum terganggu tidak khas, dan

penderita maupun dokternya biasanya tidak mengetahui adanya kelainan dalam

kehamilan sampai terjadinya abortus tuba atau ruptur tuba. Tanda dan gejala

kehamilan ektopik sangatlah bervariasi tergantung dari pecah tidaknya

kehamilan tersebut. Gejala awal yang harus diperhatikan antara lain: 1.) terdapat

tanda-tanda kehamilan -- seperti mual, muntah, tidak menstruasi, dan

sebagainya, 2) nyeri yang dapat dirasakan pada satu sisi atau kedua sisi perut

bagian atas, bawah, atau seluruh bagian perut, 3) terdapat bercak darah

(spotting) atau perdarahan yang biasanya berwarna hitam. Adanya gambaran

12

Page 13: Lapsus - KET

yang sama dengan kehamilan normal, maka harus diketahui lebih dahulu tanda-

tanda kehamilan. Tanda-tanda kehamilan dibagi menjadi

o tanda-tanda pasti, yaitu :

- mendengar bunyi jantung anak

- melihat, meraba, dan mendengar pergerakan anak oleh pemeriksa

- melihat rangka janin dedngan sinar RÖ Ö

o tanda-tanda mungkin, yaitu :

1. Pembesaran, perubahan bentuk dan konsistensi rahim

2. Perubahan pada cervix

3. Kontraksi Braxton Hicks

4. Balotemen

5. Meraba bagian anak

6. Pemeriksaan biologis

7. Pembesaran perut

8. Keluarnya kolostrum

9. Hiperpigmentasi kulit

10. Tanda Chadwick

11. Adanya amenorhea

12. Mual dan muntah

13. Ibu merasa pergerakan anak

14. Sering kencing

15. Perasaan dada berisi dan agak nyeri

Tanda 1-10 merupakan tanda obyektif yang diperoleh pemeriksa,

sedangkan tanda 11-15 merupakan tanda subyektif yang dirasakan

penderita. (Universitas Padjadjaran, 1993)

Pada Kehamilan ektopik terganggu, gejala yang lebih lanjut antara lain

penderita pucat, kesadaran menurun atau lemah, bahkan syok akibat kehilangan

banyak darah, nyeri perut yang disertai perut menegang.

13

Page 14: Lapsus - KET

Manifestasi klinis dari kehamilan ektopik terjadi rata-rata 7,2 minggu setelah

periode menstruasi normal yang terakhir, dengan kisaran 5 sampai 8 minggu,

tetapi dapat juga terjadi lebih lama bila kehamilan ektopik tersebut tidak berlokasi

di dalam tuba falopi. (Haratz et all, 2005)

Gejala dan tanda juga tergantung pada lamanya kehamilan ektopik

terganggu, abortus atau ruptur tuba, tuanya kehamilan, derajat perdarahan yang

terjadi, dan keadaan umum penderita sebelum hamil.

Tanda dan gejala klasik yang sering dijumpai pada kehamilan ektopik

adalah :

1) Nyeri dan rasa tidak nyaman, biasanya ringan. Hal ini merupakan

keluhan utama pada kehamilan ektopik terganggu. Pada ruptur tuba,

nyeri perut bagian bawah terjadi secara tiba-tiba dan intensitasnya

disertai dengan perdarahan yang menyebabkan penderita pingsan dan

masuk dalam kondisi syok. Mula-mula terdapat pada satu sisi; tetapi

setelah darah masuk ke dalam rongga perut, rasa nyeri menjalar ke

bagian tengah atau ke seluruh perut bawah. Korpus luteum pada

ovarium dalam kehamilan normal juga dapat memberikan gambaran

gejala yang sama.

2) Perdarahan pervaginam, merupakan tanda penting kedua pada

kehamilan ektopik terganggu, biasanya ringan. Kehamilan ektopik

biasanya kehamilan normal yang gagal dan terjadinya penurunan level

progesteron dari korpus luteum pada ovarium menyebabkan withdrawl

bleeding. Hal ini dapat sulit dibedakan dari permulaan aborsi atau

implantasi kehamilan awal normal. Perdarahan yang terjadi ini bisa per

vaginam dan juga internal, dan memiliki dua mekanisme patofisiologi

yang berbeda. Perdarahan luar disebabkan oleh level progesteron

yang menurun, sedangkan perdarahan dalam disebabkan oleh

perdarahan dari tuba yang terkena. Perdarahan dalam yang parah

juga dapat menyebabkan :

1. Kolaps dan kelelahan.

2. Denyut nadi cepat dan lemah (110 kali per menit atau lebih).

14

Page 15: Lapsus - KET

3. Hipotensi.

4. Hipovolemia.

5. Abdomen akut dan nyeri pelvis.

6. Distensi abdomen.

Distensi abdomen dengan shifting dullness merupakan petunjuk adanya

darah bebas.

7. Nyeri lepas.

8.Pucat. (Saraswati, 2005)

3) Riwayat Amenorhe, dimana lamanya amenorea tergantung pada

kehidupan janin, sehingga dapat bervariasi. Sebagian besar penderita

tidak mengalami amenorea karena kematian janin terjadi sebelum haid

berikutnya. (Rachimhadhi, 2002)

2.6 Diagnosis

Diagnosis kehamilan ektopik terganggu pada jenis mendadak tidak banyak

mengalami kesukaran, tetapi pada jenis menahun atau atipik biasanya sulit

sekali. Diagnosis yang sulit ini, membuat sebagian besar penderita mengalami

abortus tuba atau ruptur tuba sebelum keadaan menjadi jelas. Diagnosis tetap

dimulai dengan anamnesa yang cermat dan pemeriksaan fisik, yang lalu juga

dapat disertai pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium,

kuldosentesis, ultrasonografi, dan laparoskopi.

a. Anamnesa

Haid biasanya terlambat untuk beberapa waktu dan kadang-kadang terdapat

gejala subyektif kehamilan muda. Pasien mengeluhkan nyeri perut bagian

bawah, nyeri bahu dan tenesmus.

15

Page 16: Lapsus - KET

b. Pemeriksaan fisik

Pada jenis yang tidak mendadak, hanya didapatkan perut bagian bawah

yang sedikit mengembung dan nyeri tekan, sedangkan pada kehamilan

ektopik terganggu dimana sudah terjadi perdarahan, penderita tampak

kesakitan dan pucat, bahkan dapat dijumpai tanda-tanda syok. Pada

pemeriksaan ginekologi, saat pemeriksaan adneksa dengan vaginal touché,

ada nyeri bila porsio digerakkan (nyeri goyang porsio atau slinger pain).

Apabila uterus diraba, akan teraba massa di samping uterus yang tidak dapat

ditentukan batasnya dan uterus yang sedikit membesar.

c. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan haemoglobin dan jumlah sel darah merah berguna dalam

menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu, terutama bila ada

tanda-tanda perdarahan dalam rongga perut. Untuk membedakan kehamilan

ektopik dengan infeksi pelvik. Dapat diperhatikan jumlah lekosit. Pada infeksi

pelvik, biasanya jumlah lekosit melebihi 20000. Level β-HCG darah juga

digunakan dalam diagnosis kehamilan ektopik. Level β-HCG normalnya

meningkat selama kehamilan. Dimana saat ini dikatakan ambang batas level

β-HCG pada wanita hamil adalah 3000iu/ml Pola abnormal dari peningkatan

hormon ini dapat menjadi petunjuk kemungkinan kehamilan ektopik.

d. Pemeriksaan penunjang

- Kuldosentesis

Merupakan suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam cavun

Douglas ada darah.

16

Page 17: Lapsus - KET

- Ultrasonografi (USG)

Ultrasonografi transvaginal merupakan pemeriksaan yang paling berguna

dalam memvisualisasikan kehamilan ektopik. Dalam pemeriksaan ini, probe

USG dimasukkan melalui vagina, dan gambaran pelvis dapat dilihat pada

monitor. USG transvaginal dapat memperlihatkan gestational sac merupakan

kehamilan normal (dalam uterus) atau kehamilan ektopik, walau terkadang

penemuannya tidak meyakinkan. Karena dari yang biasanya memperlihatkan

gestational sac yang mengandung embrio yang dapat terlihat, terkadang

pemeriksaan ini hanya menampilkan sebuah masssa di area tuba Falopi

yang dapat mengindikasikan, tetapi belum tentu kehamilan ektopik. USG

tersebut juga dapat memperlihatkan tidak adanya kehamilan dalam uterus.

- Laparoskopi.

Pada beberapa kasus yang jarang, laparoskopi mungkin dibutuhkan untuk

konfirmasi diagnosis dari kehamilan ektopik. Selama laparoskopi, instrument

dimasukkan melalui incisi kecil pada dinding abomen untuk

memvisualisasikan struktur-struktur pada abdomen dan pelvis, sehingga

dapat memperlihatkan tempat dari kehamilan ektopik. (Saraswati, 2005)

2.7 Diagnosis banding

Diagnosis banding kehamilan ektopik yang tersering adalah abortus imminens.

Diagnosa banding lainnya adalah penyakit radang panggul akut & kronik, kista

ovarium (terpuntir atau ruptur) dan appendisitis akut. USG dapat membedakan

antara kehamilan ektopik, abortus imminens dan kista ovarium terpuntir.

(Saraswati, 2005)

17

Page 18: Lapsus - KET

2.8 Penanganan

Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan implantasi terjadi di luar rongga

uterus. Tuba Fallopii merupakan tempat tersering terjadinya implantasi kehamilan

ektopik (lebih 90%) (Haines, 2005)

Penanganan yang dapat dilakukan pada kehamilan ektopik ada beberapa

langkah, antara lain :

Dapat diberikan Methotrexate, dengan harapan bahwa tubuh akan

mengabsorbsi jaringan yang ada yang dapat menyelamatkan tuba falopi.

Akan tetapi hal ini tergantung pada perkembangan kehamilan tersebut

sendiri.

Jika tuba mulai mengalami tarikan ataupun robekan dan berdarah, semua

bagian dari tuba falopi harus diangkat. Perdarahan harus secepatnya

dihentikan dan dibutuhkan pembedahan yang bersifat emergency.

Laparoskopi dengan general anaestesi dapat juga dilakukan. Hal ini

dilakukan bersama ahli bedah dengan menggunakan laparoskopi untuk

mengangkat kehamilan ektopik tersebut, memperbaiki ataupun mengangkat

tuba falop. Jika kehamilan ektopik tidak dapat dihilangkan dengan prosedur

laparoskopi maka prosedur bedah yang lainnya dapat dilakukan seperti

dengan laparotomi.

Salpingektomi

Dalam pengangkatan tuba falopii, dianjurkan untuk membuat sayatan

berbentuk baji yang tentu saja tidak lebih dari sepertiga luar pars intertitialis tuba

(tindakan ini dinamakan reseksi kornu), untuk memperkecil kemungkinan terjadinya

kehamilan dalam puntung tuba (walaupun jarang dijumpai) tanpa melemahkan

miometrium di tempat eksisi tersebut. Harus dihindari reseksi yang terlampau luas

agar tidak mengenai kavum uteri, kalau tidak cacat yang ditimbulkan oleh reseksi

akan menimbulkan ruptura uteri pada kehamilan intra uteri berikutnya. Bahkan

dengan reseksi kornu sekalipun kehamilan intertitial selanjutnya tidak dapat dicegah

(Cunningham, 1995).

18

Page 19: Lapsus - KET

Ooforektomi ipsilateral

Pengangkatan ovarium di sebelahnya pada saat dilakukan salpingektomi.

Hal ini pernah dianjurkan sebagai prosedur yang dapat memperbaiki kesuburan

penderita maupun menurunkan angka terjadinya kehamilan ektopik selanjutnya.

Dengan demikian, ovulasi akan selalu terjadi dari ovarium yang paling dekat pada

tuba falopii yang masih tertinggal. Keadaan ini mempermudah pengambilan ovum

oleh tuba dan menghindari kemungkinan migrasi eksterna ovum serta kehamilan

ektopik yang biasa timbul akibat telur yang peri patetik tersebut. Pengangkatan

ovarium normal kelihatannya sulit untuk dibenarkan, sebagian dokter ahli kandungan

kalau mungkin akan membiarkan ovarium dan memperkecil kemungkinan terjadinya

disfungsi ovarium serta pembentukan kista, mempertahankan pasokan darahnya

dengan mengklem pembuluh darah dalam mesosalping sedekat mungkin dengan

tuba falopii (Cunningham, 1995)

Salpingostomi

Teknik ini digunakan untuk mengangkat kehamilan yang kecil dengan

dengan panjang yang biasanya kurang dari 2cm dan terletak dalam bagian sepertiga

distal tuba falopii. Suatu insisi linier sepanjang 2cm atau kurang dilakukan pada

batas antimesenterik di dekat kehamilan ektopik. Implantasi ektopik ini biasanya

akan menonjol keluar dari lubang insisi sehingga dapat dikeluarkan dengan hati-hati.

Tempat perdarahan dikendalikan dengan elektrokauter atau laser dan luka insisi

dibiarkan tanpa penjahitan sampai sembuh sendiri. Dalam penelitian dilaporkan

bahwa angka kehamilan pada pasien dengan salpingostomi lebih tinggi daripada

salpingektomi (Cunningham, 1995).

Salpingotomi

19

Page 20: Lapsus - KET

Suatu insisi longitudinal dilakukan pada batas anti mesenteric tuba falopii

langsung di daerah implantasi ektopik. Hasil konsepsi diangkat dengan forseps atau

diisap dengan hati-hati dan tuba yang terbuka lalu diirigasi dengan larutan ringer

laktat (jangan memakai larutan salin isotonic), sehingga tempat perdarahan dapat

dikenali dan dikendalikan. Penutupan luka yang paling dianjurkan dilakukan dengan

jahitan satu lapis memakai benang vicryl 7-0 (Cunningham, 1995).

Pembedahan Kehamilan Abdominal

Operasi untuk kehamilan abdominal dapat menimbulkan perdarahan masif.

Tanpa tranfusi darah yang intensif, harapan untuk tertolong bagi pasien tersebut

sangat kecil. Karena itu di dalam kamar operasi sedikitnya harus sudah tersedia

2.000 mL darah yang cocok dengan golongan darah pasien. Sebelum operasi,

dipasang dua set infus yang masing-masing dapat menyalurkan cairan infus dengan

volume besar dan kecepatan tinggi. Pada saat yang sama harus digunakan teknik

monitoring sirkulasi darah yang memadai (Cunningham, 1995).

Pembedahan masif yang sering terjadi selama pembedahan untuk mengatasi

kehamilan abdominal berhubungan dengan berkurangnya daya konstriksi pembuluh

darah yang hipertrofi dan terbuka setelah pemisahan plasenta. Sebagian dokter

menganjurkan agar pembedahan dihindari sebelum viabilitas janin tercapai. Namun

demikian akibatnya biasa berbahaya dan tidak dikehendaki karena selama

menunggu kadang-kadang secara spontan terjadi pemisahan parsial plasenta dan

perdarahan masif. Lebih lanjut, meskipun janin sudah meninggal selama beberapa

minggu, masih biasa terjadi perdarahan masif. Karena alasan inilah pembedahan

dilakukan segera begitu diagnosis kehamilan abdominal ditegakkan dan langkah-

langkah persiapan pembedahan sudah selesai dilaksanakan (Cunningham, 1995).

Penanganan Bukan Bedah

20

Page 21: Lapsus - KET

Karena sebagian kehamilan tuba akan mengalami abortus atau resorpsi

spontan tanpa menimbulkan masalah serius pada ibu, sebagian penulis

menganjurkan agar kehamilan awal yang dicurigai diobservasi aja dengan ketat

untuk memungkinkannya berakhir dengan aman, khususnya bila kadar khorionik

gonadotropin serum tampak meninggi. Bahkan pemberian metotrexat dianjurkan

untuk percepatan resorpsi. Cara pendekatan ini pada sebagian besar pasien hanya

sedikit bermanfaat, mengingat metotreksat merupakan preparat yang sangat toksik,

hasil pengukuran khorionik gonadotropin tidak selalu tepat dan kehamilan tuba yang

terus membesar dapat mengakibatkan kerusakan tuba yang parah sehingga tidak

tepat lagi bagi tindakan salpingotomi (Cunningham, 1995).

2.9 Prognosis

Diagnosa dan terapi dari kehamilan ektopik sangat menentukan prognosa

dari penyakit itu sendiri. Semakin cepat kehamilan ektopik itu terdiagnosa maka

semakin cepat pula dilakukan terapi, sehingga komplikasi yang ditimbulkan pun

akan semakin dibatasi (Haines, 2005).

Saat ini, dari hasil penelitian dikatakan bahwa biarpun seseorang telah

kehilangan salah satu tuba-nya, dia akan tetap dapat memiliki kehamilan senjutnya

yang normal dengan syarat bahwa tuba yang lainnya juga dalam kondisi yang

normal (Haines, 2005).

Oleh beberapa peneliti dikatakan, setelah penanganan kehamilan ektopik

terganggu maka untuk kehamilan selanjutnya diharuskan menunggu 3-6 bulan. Jika

oleh suatu sebab sehingga terjadi kerusakan tuba, yang menyebabkan tidak

mungkinnya terjadi konsepsi maka dapat dilakukan suatu metode fertilisasi in vitro

dimana embrio yang telah dikembangkan sebelumnya ditanamkan pada rahim ibu

(Haines, 2005).

21

Page 22: Lapsus - KET

BAB 3

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Umum

Nama : Ny. Sumarmi

Umur : 32 tahun

Agama : Islam

Suku : Jawa

Bangsa : Indonesia

Status : Menikah

Pekerjaan : Swasta

Pendidikan : 12 tahun

Alamat : Jln. Kemirahan Gg.II/16 Malang

Jarak rumah – RSSA : 7 km

No register : 106331849

MRS : 5-5-2007

Nama suami : Tn. Joko Sukamto

Umur : 34 tahun

Agama : Islam

Suku : Jawa

Bangsa : Indonesia

Pekerjaan : Buruh batu

Pendidikan : 9 tahun

Alamat : Jln. Kemirahan Gg.II/16 Malang

3.2 Anamnesis

Keluhan utama : Nyeri perut kiri bawah

Pasien mengeluh nyeri di perut kiri bagian bawah sejak satu hari sebelum

masuk RS. Nyeri timbul apabila perut kiri bagian bawah ditekan. Penderita juga

22

Page 23: Lapsus - KET

mengeluhkan keluar flek-flek dari jalan lahir sejak tanggal 4 April 2007 sampai

masuk rumah sakit tanggal 5 Mei 2007. Darah berwarna merah kecoklatan. Flek

darah awalnya jarang-jarang, kemudian menjadi sering. Ibu tidak mengamati

apakah darah yang keluar berbentuk gelembung, bergumpal-gumpal atau cair.

Selama keluar flek-flek, penderita tidak berobat kemana-mana karena mengaku

tidak punya biaya. Penderita juga merasa dirinya hamil sejak tanggal 4 April

2007 dan pergi ke Bidan. Dites kencing hasilnya positif. Penderita juga mengaku

keputihan sejak delapan bulan yang lalu.

3.3 Riwayat Pribadi/Sosial

Pasien adalah anak keempat dari lima bersaudara. Orang tuanya sebagai

petani. Setelah menikah, pasien tinggal bersama suaminya. Berdasarkan

pengakuannya, penghasilan mereka berdua cukup untuk memenuhi kebutuhan

sehari-hari. Dari pola makan, sehari makan 2x, tidak cukup baik dari segi

kuantitas maupun kualitas. Kebanyakan menunya nasi + sayur + tahu tempe.

Buah, susu, daging dan telur jarang terdapat pada menunya.

3.4 Status Obstetri

Lama menikah : 10 tahun

Banyak pernikahan : 1 kali

Paritas : P2002Ab100

Anak terakhir : 6 tahun

KB sekarang : -

3.5 Status Ginekologis

Menarche : 17 tahun

Siklus haid : teratur, 28 hari

Jumlah : sedang

Lama : 7 hari

Warna : merah segar

Nyeri saat haid : +

Fluor : + (sejak 8 bulan yang lalu, berbau)

23

Page 24: Lapsus - KET

Warna : putih kekuningan

HPHT : 07-02-2007

KB : Pengguna IUD Norplant, tapi dilepas sejak 6 bulan

yang lalu.

3.6 Pemeriksaan Fisik

Status generalis

Keadaan umum : lemah, compos mentis

Tekanan darah : 100/70 mmHg

Nadi : 120x/menit, reguler, pulsus defisit (-)

Respiratory rate : 24x/menit

Tax° : 36,2°C

Kepala : conjungtiva anemis +/+

Sclera ikterik -/-

Exophtalmus -/-

Leher : pembesaran kelj.getah bening leher (-)

pembesaran thyroid (-)

Thorax

Jantung : inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

palpasi : ictus cordis teraba di ICS V MCL sinistra

perkusi : RHM sternal line dextra

LHM ICS V MCL sinistra

auskultasi : S1 S2 tunggal, murmur (-)

Paru : inspeksi : pergerakan simetris

palpasi : stem fremitus dextra=sinistra

perkusi : s s

s s

s s

auskultasi : v v Rh - - Wh - -

v v - - - -

v v - - - -

24

Page 25: Lapsus - KET

Mamae : simetris, membesar +/+, areola mamae lebih hitam +/+

jar.parut -/-, retraksi puting -/-, massa -/-, nyeri -/-

Abdomen : Slightly distended, nyeri tekan perut kiri bawah, tanda cairan

bebas (+), meteorismus (-), bising usus ↓, BJA (-), Ballotemen

(-), TFU tidak teraba

Genetalia Eksterna : v/v flek (+), clot (-), fluksus (-), fluor (+)

Ekstremitas : anemis - - tremor - - akral hangat

- -

Pemeriksaan dalam

Inspekulo : flek (+), clot (-), fluksus (-), fluor (+), POMP tertutup, licin

VT : flek (+), clot (-), fluksus (-), fluor (+), POMP tertutup, licin

Cavum Uteri Ante Fleksi sedikit membesar, slinger pain (+)

Adneksa parametrium Dextra : massa (-), nyeri (-)

Sinistra : massa(+), 3X3 cm,

nyeri(+)

Tes hCG : (+)

3.7 Diagnosa Awal

Kehamilan ektopik terganggu

3.8 Diagnosa Banding

1. Abortus imminens

2. Penyakit Inflamasi Panggul

3.9 Planning Diagnosa.

1. Pemeriksaan laboratorium lengkap : DL, kimia darah lengkap, FH, UL.

2. USG Transvagina

3.10 Planning Terapi

25

Page 26: Lapsus - KET

1. MRS.

2. Laparotomi cito

3. Cek Hb pre dan post operasi

4. Konsul kardiologi

5. Pro transfusi PRC bila Hb ≤ 10 setelah operasi

3.11 KIE

1. Menjelaskan kondisi dan penyakit pasien pada pasien dan keluarga.

2. Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan dan kemungkinan

komplikasinya.

3. Melakukan informed consent dan inform choice.

4. Anjuran untuk mengkonsumsi makanan yang bergizi seimbang dan

proporsi cukup.

5. Menjelaskan jenis kontrasepsi yang terbaik untuk pasien ini dan lamanya

kontrasepsi serta waktu yang tepat untuk hamil lagi.

3.12 Hasil Pemeriksaan Penunjang

Hasil pemeriksaan laboratorium pre operasi tanggal 5 Mei 2007 pukul

12.30

Darah lengkap :

Leukosit :11.500/μl

Hemoglobin : 8,1 gr/dl

Hematokrit : 25,7%

Trombosit : 247.000/μl

Faal Hemostasis :

PPT : 14,0

APTT : 29,0 detik

Kimia darah :

26

Page 27: Lapsus - KET

GDA : 131 mg/dl

Ureum : 25,7 mg/dl

Kreatinin : 0,93 mg/dl

SGOT :11 U/L

SGPT : 13 U/L

Elektrolit :

Natrium : 137 mmol/L

Kalium : 4,23 mmol/L

Chlor : 103 mmol/L

Hasil USG :

Tidak tampak Gestational Sac intra uteri, uterus sedikit

membesar. Tampak gestational sac diliputi oleh massa di adnexa

kiri.

Hasil VVP : Lekosit (+)

Trichomonas vaginalis (+)

Bakteri batang gram – (+)

3.13 FOLLOW UP PASIEN POST OP

Tgl. S O A P

27

Page 28: Lapsus - KET

5/05

/’07

Nyeri perut

(+)

KU: baik,

CM

T 110/70, N

88x/’, RR 24x/’,

Tax 36,20C

Kepala: an

+/+, ict -/-

Tho.: dbN.

Abd.: Luka

bekas operasi

(+), TFU tak

teraba, GE: V/V

flek(+), fluk(-)

Ekstremitas

: an -/-, ict -/-, ed

-/-

Hasil Lab Post

Op:

Leuko: 8300/ul

Hb : 7,6 g/dL

PCV : 23,7 %

Trom.: 311.000/ul

Post Laparotomi

(Parsial

Salphingektomi

Sinistra) ec ruptur

kehamilan tuba

pars ampularis

(S)

Recovery

Room

Infus

RL:RD5% =2:2

Pro

transfusi PRC

bila Hb ≤ 8

gr/dl

Observasi

vital sign,

perdarahan,

balance cairan

dan produksi

urin

Injeksi :

-Ceftriaxon 2x1

-Toramin 3x1

-Kalnex 3x1

-Alinamin 3x1

-Ulsikur 3x1

-Extrace 1x1

KIE

6/5/

07

Flek-flek

dari jalan lahir

(+).

Nyeri perut

kiri bawah.

KU: baik,

CM

T 110/70, N

120x/’, RR 24x/’,

Tax 36,20C

Kepala: an

+/+, ict -/-

Tho.: dbN.

Post Laparotomi

(Parsial

Salphingektomi

Sinistra) ec ruptur

kehamilan tuba

pars ampularis

(S)

Pindah

ruang 9

Infus aff

Observasi

vital sign,

perdarahan,

balance cairan

dan produksi

28

Page 29: Lapsus - KET

Abd.: Luka

bekas operasi

(+), TFU tak

teraba, GE: V/V

flek(+), fluk(-)

Ekstremitas

: an -/-, ict -/-, ed

-/-

Hasil Lab.:

Leuko: 7600/ul

Hb : 9,2 g/dL

PCV : 28,7 %

Trom.: 437.000/ul

urin

Pasien

boleh minum

bila flatus (+)

KIE

7/05

/’07

Nyeri (+) KU: baik,

CM

T 110/70, N

120x/’, RR 24x/’,

Tax 36,20C

Kepala: an

-/-, ict -/-

Tho.: dbN.

Abd.: Luka

bekas operasi

baik, TFU tak

teraba, nyeri

tekan perut kiri

bawah (+).

GE: V/V

flek(-), fluk(-)

Post Laparotomi

(Parsial

Salphingektomi

Sinistra) ec ruptur

kehamilan tuba

pars ampularis (S

Diet TKTP

Observasi

vital sign,

perdarahan,

bekas operasi

Mobilisasi

aktif

KIE

29

Page 30: Lapsus - KET

Hasil Lab.:

Leuko: 7900/ul

Hb : 9,8 g/dL

PCV : 30,4 %

Trom.: 344.000/ul

8/05

/’07

Nyeri (-) KU: baik,

CM

T 110/70, N

120x/’, RR 24x/’,

Tax 36,20C

Kepala: an

-/-, ict -/-

Tho.: dbN.

Abd.: Luka

bekas operasi

baik, TFU tak

teraba, nyeri

tekan perut kiri

bawah (+).

GE: V/V

flek(-), fluk(-)

Hasil lab :

Leuko: 11.500/ul

Hb : 10,7 g/dL

PCV : 28,2 %

Trom.: 303.000/ul

Post Laparotomi

(Parsial

Salphingektomi

Sinistra) ec ruptur

kehamilan tuba

pars ampularis (S

Diet TKTP

Observasi

vital sign,

perdarahan,

bekas operasi

Mobilisasi

aktif

KIE

9/05

/’07

nyeri luka jahitan (-) KU: baik,

CM

T 110/70, N

Post Laparotomi

(Parsial

Salphingektomi

Boleh

pulang

Obat :

30

Page 31: Lapsus - KET

120x/’, RR 24x/’

Kepala: an

-/-, ict -/-

Tho.: dbN.

Abd.: flat,

supel, TFU dbN.

GE: V/V

flek(-), fluk(-)

Sinistra) ec ruptur

kehamilan tuba

pars ampularis

(S)

Amox 3x1 tab

As. Mef. 3x1 tab

Rob. 1x1 tab

KIE

HIKZ..... Laporan OP na PHIIIIT?????

Ooopppppiiiiiiikkkk....ditulis yah!

31

Page 32: Lapsus - KET

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Permasalahan

A. Permasalahan Medik

1. Kehamilan Ektopik

Penyebab pasti terjadinya kehamilan ektopik sampai saat ini masih

belum diketahui, namun diduga berkaitan dengan berbagai faktor

sebagaimana telah dijelaskan pada bab II. Diagnosis kehamilan ektopik

terganggu ditegakkan dengan adanya gejala dan tanda berupa trias KET,

yaitu adanya riwayat amenore selama 3 bulan, perdarahan per vaginam

selama ± 1 bulan, dan adanya rasa nyeri pada perut kiri bawah. Pada

pasien ini , dari anamnesa diketahui bahwa sebelumnya pasien merupakan

pengguna IUD selama ±5 tahun, dan dilepas sejak 6 bulan yang lalu. Telah

diketahui bahwa penggunaan IUD yang mengandung preparat progesteron

dapat meningkatkan resiko terjadinya kehamilan ektopik, dimana insiden

penggunaan kehamilan ektopik karena penggunaan IUD sebesar 4%.

Pada pasien ini juga didapatkan riwayat keputihan selama ±8 bulan,

dimana dari hasil pemeriksaan VVP didapatkan adanya infeksi oleh

Trichomonas vaginalis. Infeksi tersebut juga dapat meningkatkan resiko

terjadinya kehamilan ektopik pada pasien ini.

2. Infeksi Panggul atau Pelvic Inflamatory Disease (PID)

Riwayat keputihan dan hasil pemeriksaan VVP yang menunjukkan

adanya infeksi oleh Trichomonas vaginalis menunjukkan pasien tersebut

32

Page 33: Lapsus - KET

menderita infeksi panggul atau pelvic inflammatory disease (PID), dimana

hal ini diketahui merupakan faktor resiko utama terjadinya kehamilan

ektopik. Riwayat salpingitis meningkatkan resiko terjadinya kehamilan

ektopik hingga 4 kali lipat. Kerusakan tuba meningkat setelah beberapa

episode infeksi (13% setelah 1 episode, 35% setelah 2 episode, 75%

setelah 3 episode).

3. Anemia

Anemia pada pasien ini dapat terjadi akibat perdarahan kronis yang

ditunjukkan dengan adanya riwayat perdarahan selama ± 1 bulan. Selain

itu, anemia juga diakibatkan oleh perdarahan spontan karena ruptur pada

tuba. Tuba falopii bukan merupakan tempat implantasi normal sehingga

saat janin makin membesar, tempat implantasi tidak dapat mengikuti

perkembangan tubuh janin sehingga pada akhirnya akan terjadi ruptur

yang mengakibatkan pecahnya pembuluh darah setempat. Perdarahan

juga dapat terjadi karena adanya reaksi desidua.

Di bawah pengaruh hormon estrogen dan progesteron dari korpus luteum

gravidarum dan trofoblas, uterus menjadi besar dan lembek, dan

endometrium berubah menjadi desidua. Setelah janin mati, desidua uterus

akan mengalami degenerasi dan dikeluarkan melalui jalan lahir.

Faktor utama yang menyebabkan rupturnya dinding tuba adalah

penembusan vili khorialis ke dalam lapisan muskularis tuba dan berlanjut

ke peritoneum. Apabila pseudokapsularis ikut pecah, maka terjadi pula

perdarahan dalam lumen tuba. Perdarahan tersebut bisa keluar ke arah

kavum uteri dan dikeluarkan per vaginam, atau ke kavum abdomen

sehingga terakumulasi di kavum douglasi yang disebut hematom

retrouterina.

B. Permasalahan Non-medik

33

Page 34: Lapsus - KET

1. Usia Ibu >35 Tahun

Pasien pada kasus ini berumur 38 tahun, hal ini juga dapat

meningkatkan resiko terhadap terjadinya kehamilan ektopik, dimana

diketahui bahwa resiko kehamilan ektopik meningkat pada wanita berusia

35-44 tahun sebesar 3-4 kali lipat dibandingkan dengan wanita usia 15-24

tahun. Penjelasan tentang hal ini adalah terjadinya penurunan aktivitas

mioelektrik pada tuba falopii, yang bertanggung jawab untuk motilitas tuba

dan transpor ovum (Vyas dan Vaidya, 2003; Sepilian, 2005).

2. Gizi yang tidak mencukupi dan higiene sanitasi yang kurang

Dari anamnesa diketahui juga bahwa pasien berasal dari keluarga

yang tidak mampu, dimana pemenuhan gizi dengan konsumsi makanan

sehari-hari tidak cukup, dimana sehari hanya makan 2x, dan kebanyakan

menunya nasi + sayur + tahu tempe. Buah, susu, daging dan telur jarang

terdapat pada menunya. Pasien ini juga tinggal di lingkungan yang kumuh,

yang tidak memperhatikan pentingnya higiene dan sanitasi. Sehingga, gizi

yang tidak mencukupi dan higiene sanitasi yang kurang akan

menyebabkan kurangnya daya tahan tubuh, yang memudahkan terjadinya

penyakit atau infeksi.

4.2 Penegakan Diagnosis

Pada kasus Ny. S, diagnosis ditegakkan atas dasar :

1) Anamnesa

Dari anamnesa diperoleh :

o Pasien mengeluh nyeri di perut kiri bagian bawah sejak satu

hari sebelum masuk RS. Nyeri timbul apabila perut kiri bagian

bawah ditekan.

o Penderita juga mengeluhkan keluar flek-flek dari jalan lahir

sejak tanggal 4 April 2007 sampai masuk rumah sakit tanggal

5 Mei 2007. Darah berwarna merah kecoklatan. Flek darah

awalnya jarang-jarang, kemudian menjadi sering. Ibu tidak

34

Page 35: Lapsus - KET

mengamati apakah darah yang keluar berbentuk gelembung,

bergumpal-gumpal atau cair. Selama keluar flek-flek,

penderita tidak berobat kemana-mana karena mengaku tidak

punya biaya.

o Penderita merasa dirinya hamil, lalu pergi ke Bidan, dan

setelah dites kencing hasilnya positif. HPHT: 07-02-2007

o Penderita mengaku keputihan sejak delapan bulan yang lalu.

Keputihan berbau, berwarna putih kekuningan.

2) Pemeriksaan fisik

Dari pemeriksaan Abdomen didapatkan : Slightly distended, nyeri

tekan perut kiri bawah, meteorismus (-), tanda cairan bebas (+),

bising usus sedikit ↓, BJA (-), Ballotemen (-), TFU tidak teraba

Dari pemeriksaan dalam :

Inspekulo : flek (+),clot (-), fluksus (-), fluor (+), POMP tertutup, licin

VT : flek (+),clot (-), fluksus (-), fluor (+), POMP tertutup, licin

Cavum Uteri Ante Fleksi sedikit membesar, slinger pain (+)

Adneksa parametrium Dextra : teraba massa (-), nyeri (-)

Sinistra : teraba massa(+), nyeri(+)

Tes hCG : (+)

4.3 Penatalaksanaan

Pada pasien ini, penatalaksanaan yang dilakukan di RSSA adalah :

1. MRS.

2. Infus life line RL.

3. Perawatan kebersihan badan, vulvovagina dan pakaian pasien.

4. KIE pasien dan keluarga

5. USG Ginekologi.

6. Antibiotik.

7. Laparotomi sito

35

Page 36: Lapsus - KET

Adapun yang harus dimonitor pada pasien ini, yaitu:

Pre op : keluhan subyektif, vital sign, flek.

Post op :

a. cek DL serial tiap 6 jam.

b. cek kadar β hCG serum/urine serial :

Pemeriksaan kadar beta HCG dilakukan setiap minggu sampai

ditemukan kadarnya yang normal 3 minggu berturut-turut. Setelah itu

pemeriksaan dilanjutkan setiap bulan sampai ditemukan kadarnya mencapai

normal 6 bulan berturut-turut.

c. Pemeriksaan ginekologis untuk memantau adanya involusi

uterus, dilakukan tiap bulan sampai kadar β hCG negatif.

d. Pemeriksaan X-ray thorak untuk melihat metastase di paru-

paru, dilakukan tiap bulan sampai kadar β hCG negatif.

36

Page 37: Lapsus - KET

37

Page 38: Lapsus - KET

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Pada pasien Ny. Sumarmi ini ditemukan beberapa permasalahan.

Permasalahan medis berupa kehamilan ektopik terganggu (KET), infeksi

panggul (pelvic inflammatory disease), dan anemia karena perdarahan.

Permasalahan non medis berupa usia ibu lebih dari 35 tahun, kebutuhan gizi

yang tidak tercukupi, dan kurangnya higiene sanitasi.

Diagnosis KET pada pasien ini ditegakkan dengan adanya gejala dan

tanda berupa trias KET, yaitu adanya riwayat amenore selama 3 bulan,

perdarahan per vaginam selama ± 1 bulan, dan adanya rasa nyeri pada perut kiri

bawah. Pada kasus ini ditemukan faktor-faktor resiko berupa riwayat

penggunaan IUD, riwayat abortus, dan penyakit radang panggul berupa

Trichomoniasis.

Penatalaksanaan pada pasien ini adalah dengan dilakukan laparotomi sito

dan dilanjutkan dengan salpingektomi sinistra atas indikasi ruptur kehamilan tuba

pars ampularis dengan GA (general anasthesia). Pada saat pulang didapatkan

luka bekas operasi baik.

Prognosis pada pasien ini untuk terjadi kehamilan ektopik ulangan cukup

besar karena adanya faktor-faktor resiko seperti penyakit radang panggul,

riwayat penggunaan IUD, riwayat abortus, dan riwayat kehamilan ektopik.

Peluang untuk terjadinya kehamilan ektopik ulangan sebesar 10-25%.

5.2 Saran

38

Page 39: Lapsus - KET

Pada pasien ini disarankan untuk melakukan sterilisasi karena usia ibu

sudah lebih dari 35 tahun, memiliki 2 anak hidup, dan dengan riwayat kehamilan

ektopik. Sterilisasi ini dilakukan selain sebagai rencana KB, juga ditujukan

supaya tidak terjadi kehamilan ektopik ulangan. Selain itu ibu juga disarankan

untuk lebih menjaga kebersihan, khususnya pada organ genitalia untuk

menghindari penyakit radang panggul.

DAFTAR PUSTAKA

Bouyer JC, et al. 2003. Risk factors for ectopic pregnancy : A comprehensive

analysis based on a large case-control, population based study in France.

American Journal of Epidemiology vol. 157 no. 3. www.aje.com . diakses

pada 17 Mei 2007

Cunningham…..

Haines………

Haratz-Rubinstein N, Linden A. 2005. Ectopic Pregnancy.

http://en.wikipedia.org/wiki/ ectopic_pregnancy. Diakses tanggal 10 Mei 2007

Mochtar, R. 2002. Sinopsis Obstetri jilid 1 : Obstetri Fisiologi dan Obstetri Patologi.

Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta.

Pitkin J, et al. 2003. Obstetrics and Gynaecology, an Illustrated Text. Churcill-

Livingstone Publishing Company. Great Britain.

Rachimhadhi, 2002. Kehamilan Ektopik Terganggu dalam Ilmu Kebidanan. Yayasan

Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta

Saraswati, Shanti. 2005. Ektopik, ketika Kehamilan Terjadi di Luar Kandungan.

http://www.balipost.co.id/BaliPostcetak/2005/9/18/kel2.html,. Diakses tanggal

10 Mei 2007

Sepilian, V. 2005. Ectopic Pregnancy. www.emedicine.com. Diakses pada 13 Mei

2007.

Smith, MN. 2006. Ectopic Prgenancy. Medline plus Medical Encyclopedia.

www.medlineplus.com . diakses pada 17 Mei 2007

Tenore, JL. 2002. Ectopic Pregnancy. www.aafp.org . diakses pada 13 Mei 2007.

Universitas Padjadjaran, 1993.

39

Page 40: Lapsus - KET

Vyas PS, Vaidya PH. Epidemiology, diagnosis, and management of ectopic

pregnancy. www.bhj.com . diakses pada 17 Mei 2007.

40