lapres fix!! (2)
DESCRIPTION
guttTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam sebuah praktikum, praktikan diwajibkan mengenal dan memahami cara kerja
serta fungsi dan alat-alat di laboratorium. Selain untuk menghindari kecelakaan dan
bahaya, dengan memahami cara kerja dan fungsi dari masing-masing alat, praktikan
dapat melaksanakan praktikum dengan sempurna.
Dalam praktikum operasi teknik kimia 1, alat alat yang digunakan bukanlah sekedar alat-
alat sederhana yang digunakan pada praktikum kimia dasar maupun kimia analitik
seperti gelas ukur, labu ukur (labu takar), pipet ukur (pipet), erlenmeyer, corong kaca
dan lain-lain melainkan sebuah rangkaian alat yang dalam penggunaannya harus
memperhatikan prosedur dengan sangat baik.
Rangkaian alat tersebut membutuhkan perawatan yang lebih intensif dibandingkan
dengan alat-alat laboratorium lain bukan hanya seperti peralatan gelas yang harus dicuci
bersih terlebih dahulu sebelum digunakan, melainkan rangkaian alat tersebut harus
dikalibrasi dengan jangka waktu tertentu untuk menjaga agar hasil yang didapatkan
selalu teliti.
Komponen rangkaian alat tersebut juga harus dipastikan selalu bekerja dengan baik agar
ketika digunakan tidak terjadi kecelakaan saat praktikum berlangsung. Misalnya pada
saat praktikum mixing pemasangan kunci impeller jangan sampai salah karena akan
mengganggu jalannya praktikum ketika digunakan. Setelah selesai praktikum, semua
rangkaian alat tersebut kemudian harus dicuci dan dibersihkan kembali. Hal yang paling
penting yaitu semua peralatan listrik harus dicabut atau dilepaskan dari sumbernya.
1
Oleh karena itu, pengenalan alat laboratorium dilakukan agar praktikan lebih memahami
jenis-jenis rangkaian alat yang ada pada laboratorium serta mengetahui prinsip kerja
serta fungsinya masing-masing.
1.2 Tujuan
a. Mengetahui jenis-jenis rangkaian alat yang ada di laboratorium
b. Mengetahui fungsi rangkaian alat tersebut
c. Mengetahui prinsip utama masing-masing rangkaian alat
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pembahasan
2.1.1 Rangkaian Alat Perpindahan Panas
Gambar 2.1 Rangkaian alat Heat exchanger
aliran co-current
Keterangan:
a. Shell and tubeheat exchanger
b. Pompa
c. Tangki fluida dingin masukan
d. Tangki fluida panas masukan
e. Tangki penampungan fluida dingin keluaran
f. Tangki penampungan fluida panas keluaran
g. selang
3
Gambar 2.2 Rangkaian alat Heat exchanger
aliran counter-current
Keterangan:
a. Shell and tubeheat exchanger
b. Pompa
c. Tangki fluida dingin masukan
d. Tangki fluida panas masukan
e. Tangki penampungan fluida panas keluaran
f. Tangki penampungan fluida dingin keluaran
g. selang
Fungsi alat: Untuk melakukan praktikum yang bertujuan untuk melihat koefisien
perpindahan panas yang terjadi dan efisiensi alatnya
Prinsip kerja: Fluida panas dan fluida dingin dimasukan kedalam Heat Exchanger dan
akan saling bertukar panas dimana fluida yang dingin akan mengalami
kenaikan suhu dan fluida panas akan mengalami penurunan suhu.
4
Prosedur Penggunaan:
a. Disiapkan rangkaian alat
b. Disiapkan fluida panas dan fluida dingin
c. Ditentukan aliran yang diinginkan
d. Dinyalakan pompa agar fluida mengalir ke alat
e. Ditampung fluida yang keluar dari keluaran
f. Dihitung waktu yang dibutuhkan fluida mengalir sampai volume yang diinginkan
tercapai
g. Dihitung densitas dari kedua fluida tersebut.
h. Dimatikan pompa.
2.1.2 Rangkaian Alat HETP
Gambar 2.3 Rangkaian alat HETP
Keterangan:
a. Pemanas
b. Labu leher 3
c. Pengambil sampel
5
d. Termometer
e. Kolom distilasi
f. Bahan isian
g. Termometer
h. Statif klem
i. Kondensor
j. Refluks
Fungsi alat: Untuk melakukan praktikum yang bertujuan untuk mengetahui banyak plate
yang dibutuhkan untuk melakukan suatu proses distilasi.
Prinsip kerja: Pada proses distilasi, fase uap kontak dengan fase cair sehingga akan terjadi
transfer massa dari uap ke cair dan sebaliknya. Cairan dan uap mengandung
komponen yang sama tetapi dengan jumlah atau komposisi yang berbeda.
Komponen yang lebih volatil akan lebih banyak terdapat pada fase uap,
sedangkan komponen yang kurang volatil akan lebih banyak terdapat pada
fase cair.
Prosedur Penggunaan:
a. Dimasukan umpan kedalam labu leher tiga
b. Dipasang termometer pada bagian destilat dan residu
c. Dipasang pompa yang sudah disambungkan dengan selang kedalam ember yang
berisi air dan es batu
d. Dipasang kondensor yang terhubung dengan pompa dan dijepit pada klem di statif
e. Dinyalakan pemanas
f. Diamati sampai suhu konstan pada bagian residu dan destilat
g. Dicatat suhu yang telah konstan pada bagian residu dan destilat
6
2.1.3 Rangkaian Alat Aliran Fluida
Gambar 2.4 Rangkaian alat Aliran Fluida
Fungsi alat: Untuk melakukan praktikum yang bertujuan mengetahui penurunan
tekanan yang terjadi pada aliran dan jenis aliran yang terdapat pada alat.
Prinsip kerja: Fluida mengalir di dalam pipa atau saluran menurut dua cara
berlainan.Pada laju aliran rendah, penurunan tekanan di dalam fluida
bertambah secara langsung berdasarkan kecepatan fluida tersebut,
sedangan pada laju aliran tinggi maka pertambahan itu jauh lebih cepat,
yaitu kira-kira menurut kuadrat kecepatan.Perbedaan kedua jenis aliran ini
pertama kali dipelajari oleh Osborne Reynolds.
Prosedur Penggunaan:
a. Disiapkan rangkaian alat
b. Dinyalakan pompa
c. Ditentukan kecepatan pada flowmeter
d. Dilihat ketinggian aliran pada manometer yang tersedia pada rangkaian alat
7
2.1.4 Rangkaian Alat Dinamika Proses
Gambar 2.5 Rangkaian Alat Dinamika Proses
Keterangan:
a. Bak Tangki Penampungan
b. Pompa
c. Kran
d. Meteran
e. Tangki 2
f. Tangki 1
g. Reservoir
Fungsi alat: untuk melakukan praktikum yang bertujuan untuk melihat ketunakan pada
fluida cair dengan cara melihat profil ketinggiannya.
Prinsip kerja: Air masuk dari reservoir ke tangki satu, kemudian air dari reservoir mengalir
pada kecepatan sesuai dengan bukaan valve yang ditentukan, dan air keluar
dari tangki satu (pengosongan tangki 1) dengan kecepatan sesuai dengan
8
A
bukaan valve yangdiinginkan pula. Dinamika proses menunjukan adanya
kondisi tidak tunak pada proses teknik kimia yang diberi gangguan seperti
penambahan atau pengurangan fluida untuk mencapai keadaan tunak.
Semakin besar bukaan valve akan semakin cepat keadaan tunak tercapai.
Prosedur Pemakaian:
a. Disiapkan rangkaian alat
b. Diisi tangki 1 dengan air pada jumlah yang telah ditentukan
c. Dinyalakan pompa agar air dari tangki penampung air naik ke reservoir
d. Dibuka kran dengan bukaan tertentu sebagai pengganggu pada keadaan tunak
e. Di amati sampai ketinggian pada air tunak atau tidak ada perubahan ketinggian air
2.1.5 Rangkaian Alat Fluidisasi
Gambar 2.5 Rangkaian Alat Fluidisasi
Keterangan:
a. kolom fluidisasi (cair)
b. kolom fluidisasi (gas)
9
c. manometer
d. pompa
e. kompresor
f. bak penampungan fluida cair
Fungsi alat: Untuk melakukan praktikum yang bertujuan untuk mengetahui kecepatan
minimum pada fluida dan juga mengetahui fenomena-fenomena yang terjadi
pada fluidisasi
Prinsip kerja: Metoda pengontakan butiran-butiran padat dengan fluida baik cair maupun
gas. Dengan metoda ini diharapkan butiran-butiran padat memiliki sifat
seperti fluida dengan viskositas tinggi. Sebagai ilustrasi, tinjau suatu kolom
berisi sejumlah partikel padat berbentuk bola. Melalui unggun padatan ini
kemudian dialirkan gas dari bawah ke atas. Pada laju alir yang cukup
rendah, butiran padat akan tetap diam, karena gas hanya mengalir dari
bawah ke atas. Pada laju alir yang cukup rendah, butiran padat akan tetap
diam, karena gas hanya mengalir melalui ruang antar partikel tanpa
menyebabkan perubahan susunan partikel tersebut. Kalau laju alir kemudian
dinaikkan, akan sampai pada suatu keadaan di mana unggun padatan akan
tersuspensi di dalam aliran gas yang melaluinya. Pada keadaan ini masing-
masing butiran akan terpisahkan satu sama lain sehingga dapat bergerak
dengan lebih mudah. Pada kondisi butiran yang dapat bergerak ini, sifat
unggun akan menyerupai suatu cairan dengan viskositas tinggi, misalnya
adanya kecenderungan untuk mengalir, mempunyai sifat hidrostatik dan
sebagainya.
Prosedur Pemakaian:
a. Disiapkan rangkaian alat
b. Diisi kolom dengan fluida gas/cair
c. Ditentukan skala pada compressor
10
d. Diukur tinggi manometer pada saat keadaan ekspansi
e. Diukur pula dinggi lonjakan pada kolom menggunakan penggaris
f. Diamati fenomena yang terjadi.
11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa:
a. Alat yang terdapat pada Laboratorium Operasi Teknik Kimia adalah rangkaian alat
aliran fluida, rangkaian alat dinamika proses, rangkaian alat Heat Exchanger tipe shell
and tube, rangkaian alat fluidisasi, rangkaian alat HETP
b. Fungsi dari rangkaian fluida adalah untuk melakukan praktikum yang bertujuan
mengetahui penurunan tekanan yang terjadi pada aliran dan jenis aliran yang terdapat
pada alat, sedangkan pada rangkaian alat dinamika proses berfungsi untuk melakukan
praktikum yang bertujuan untuk melihat ketunakan pada fluida cair dengan cara melihat
profil ketinggiannya, fungsi rangkaian alat Heat Exchanger adalah untuk melakukan
praktikum yang bertujuan untuk melihat koefisien perpindahan panas yang terjadi dan
efisiensi alatnya, fungsi rangkaian alat fluidisasi adalah untuk melakukan praktikum
yang bertujuan untuk mengetahui kecepatan minimum pada fluida dan juga mengetahui
fenomena-fenomena yang terjadi pada fluidisasi, dan yang terakhir adalah rangkaian alat
HETP yang berfungsi untuk melakukan praktikum yang bertujuan untuk mengetahui
banyak plate yang dibutuhkan untuk melakukan suatu proses distilasi.
c. Prinsip kerja HETP adalah pada proses distilasi, fase uap kontak dengan fase cair
sehingga akan terjadi transfer massa dari uap ke cair dan sebaliknya. Cairan dan uap
mengandung komponen yang sama tetapi dengan jumlah atau komposisi yang berbeda.
Komponen yang lebih volatil akan lebih banyak terdapat pada fase uap, sedangkan
komponen yang kurang volatil akan lebih banyak terdapat pada fase cair. Kemudian
prinsip kerja Heat Exchanger adalah Fluida panas dan fluida dingin dimasukan kedalam
Heat Exchanger dan akan saling bertukar panas dimana fluida yang dingin akan
mengalami kenaikan suhu dan fluida panas akan mengalami penurunan suhu. Lalu
prinsip kerja dari fluidisasi adalah Metoda pengontakan butiran-butiran padat dengan
12
fluida baik cair maupun gas. Dengan metoda ini diharapkan butiran-butiran padat
memiliki sifat seperti fluida dengan viskositas tinggi. Sebagai ilustrasi, tinjau suatu
kolom berisi sejumlah partikel padat berbentuk bola. Melalui unggun padatan ini
kemudian dialirkan gas dari bawah ke atas. Pada laju alir yang cukup rendah, butiran
padat akan tetap diam, karena gas hanya mengalir dari bawah ke atas. Pada laju alir yang
cukup rendah, butiran padat akan tetap diam, karena gas hanya mengalir melalui ruang
antar partikel tanpa menyebabkan perubahan susunan partikel tersebut. Kalau laju alir
kemudian dinaikkan, akan sampai pada suatu keadaan di mana unggun padatan akan
tersuspensi di dalam aliran gas yang melaluinya. Pada keadaan ini masing-masing
butiran akan terpisahkan satu sama lain sehingga dapat bergerak dengan lebih mudah.
Pada kondisi butiran yang dapat bergerak ini, sifat unggun akan menyerupai suatu cairan
dengan viskositas tinggi, misalnya adanya kecenderungan untuk mengalir, mempunyai
sifat hidrostatik dan sebagainya. Kemudian prinsip kerja dari dinamika proses adalah air
masuk dari reservoir ke tangki satu, kemudian air dari reservoir mengalir pada kecepatan
sesuai dengan bukaan valve yang ditentukan, dan air keluar dari tangki satu
(pengosongan tangki 1) dengan kecepatan sesuai dengan bukaan valve yang diinginkan
pula. Dinamika proses menunjukan adanya kondisi tidak tunak pada proses teknik kimia
yang diberi gangguan seperti penambahan atau pengurangan fluida untuk mencapai
keadaan tunak. Semakin besar bukaan valve akan semakin cepat keadaan tunak tercapai.
Dan yang terakhir adalah prinsip kerja dari aliran fluida adalah Fluida mengalir di dalam
pipa atau saluran menurut dua cara berlainan.Pada laju aliran rendah, penurunan tekanan
di dalam fluida bertambah secara langsung berdasarkan kecepatan fluida tersebut,
sedangan pada laju aliran tinggimaka pertambahan itu jauh lebih cepat, yaitu kira-kira
menurut kuadrat kecepatan.Perbedaan kedua jenis aliran ini pertama kali dipelajari oleh
Osborne Reynolds.
13
3.2 Saran
Sebaiknya pada saat pengenalan alat laboratorium praktikan harus mendengarkan dengan
baik agar praktikan dapat menggunakan alat dengan baik dan menghindarkan diri dari
kecelakaan di laboratorium.
14
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Heat transfer adalah ilmu yang mempelajari tentang kecepetan perpindahan panas dari
sumber panas (heat body) ke penerima panas (cold body). Manfaat ilmu ini adalah untuk
membantu merancang alat yang berhubungan dengan panas atau preheater, misalnya
cooler, condenser, reboiler dan evaporator.
Pada industri setelah alat preheater dirancang kemudian dibutuhkan parameter-parameter
seperti faktor kekotoran yang mengindikasikan layak ata tidak suat alat penukar panas
(Heat Exchanger) digunakan dan kapan alat tersebut perlu dibersihkan (cleaning).
Dengan diketahuinya masih layak atau tidak suatu alat perpindahan panas yang dapat
diketahui dari perhitungan suatu fluida panas masuk (Thi), suhu fluida panas keluar (Tho),
suhu fluida dingin masuk (thi), dan suhu fluida dingin keluar (tho) berdasarkan pengamatan
maka dengan perhitungan neraca panas dapat mendesain alat penukar panas (Heat
Exchanger).
Perpindahan panas adalah suatu proses yang dinamis , yaitu panas dipindahkan secara
spontan dari satu kondisi ke kondisi lain yang suhunya lebih rendah. Kecepatan
perpindahan panas ini akan bergantung pada perbedaan suhu antara kedua kondisi. Semakin
besar perbedaannya, maka semakin besar kecepatan pindah panasnya.
Dalam proses perpindahan energy tersebut tent ada kecepatan perpindahan panas yang
terjadi atau yang lebih dikenal dengan laju perpindahan panas. Perpindahan panas yang
lebih dikenal dengan laju perpindahan panas. Perpindahan energy kalor ini akan terus
15
berlangsung hingga kedua benda tersebut mencapai kesetimbangan temperatur. Pengaliran
kalor itu dapat berlangsung dengan 3 ragam mekanisme, yaitu konduksi , konveksi dan
radiasi.
Oleh karena itu, praktikum kali ini dilakukan agar praktikan dapat memahami fenomena
perpindahan panas secara konveksi dan konduksi, dapat menentukan koefisien perpindahan
panas keseluruhan dan dapat menentukan efisiensi dari alat penukar panas.
1.2 Tujuan
a. Menentukkan koefisien perpindahan panas pada aliran co-current dan counter current.
b. Menentukkan efisiensi perpindahan panas pada aliran co-current dan counter current.
c. Menentukkan debit aliran fluida panas dan fluida dingin pada percobaan co-current.
16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Perpindahan panas merupakan suatu fenomena perpindahan energi, peningkatan energi dan
menyebabkan molekul-molekul bergerak lebih cepat sehingga dengan diserapnya panas
energy kinetika molekul akan meningkat. Bila molekul yang bergerak dengan kecepatan
lebih rendah, maka panas yang dipindahkan, sehingga molekul yang cepat kehilangan
energi sedangkan molekul yang cepat kehilangan energi sedangkan molekul yang lambat
memperoleh tambahan energi (Wiratakusumah, 1992).
Proses perpindahan panas tersebut dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung.
Maksudnya adalah :
a. Pada ala penukar kalor yang langsung, fluida panas akan bercampur secara langsung
dengan flida dingin (tanpa adanya pemisahan) dalam suatu bejana atau ruangan tertentu.
Contohnya adalah clinker cooler dimana antara clinker yang panas dengan udara
pendingin berkontak langsung. Contoh yang lainnya adalah cooling tower untuk
mendinginkan air pendingin sentral atau PLTU, dimana antara air hangat yang
didinginkan oleh udara sekitar saling berkontak seperti layaknya air mancur.
b. Pada alat penukar kalor yang tidak langsung, fluida panas tidak berhubungan langsung
dengan fluida dingin. Jadi proses perpindahan panas itu mempunyai media perantara
seperti pipa, plat,ata peralatan jenis lainnya. Untuk meningkatkan efektivitas penukar
energi, biasanya bahan permukaan pemisah dipilih dari bahan-bahan yang memiliki
konduktivitas termal yang tinggi seperti tembaga dan aluminium. Contoh dari penukar
kalor seperti ini sering kita jumpai antara lain radiator mobil, evaporator AC.
(Hartono,2008).
17
Pertukaran panas secara tidak langsung terdapat dalam beberapa tipe dan penukar kalor
diantaranya tipe plat, Shall and Tube, Spiral dll. Pada kebanyakan kasus penukar kalor tipe
plat mempunyai efektivitas perpindahan panas yang lebih bagus (Hartono, 2008).
Perpindahan panas secara konduksi adalah perpindahan kalor dimana kalor mengalir dari
daerah yang bertemperatur tinggi ke daerah yang bertemperatur rendah dalam suatu
medium (padat, cair atau gas) atau antara medium-medium yang berlainan yang
bersinggungan secara langsung sehingga terjadi pertukaran energi dan momentum
(Holman,1994)
Laju perpindahan panas yang terjadi pada perpindahan panas konduksi adalah berbanding
dengan gradient suhu normal sesuai dengan persamaan berikut:
Persamaan Dasar Konduksi:
qk = -k.AdTdx …………………….…..……….. (2.1)
keterangan:
q : Laju Perpindahan Panas ( Kj/det, W)
k : Konduktivitas Termal (W/m oC)
A : Luas Penampang (m2)
dT : Perbedaan Temperatur (oC, OF)
dx : Perbedaan Jarak (m/det)
ΔT : Perubahan Suhu (oC, oF)
(Holman, 2002).
dT/dx = gradient temperatur kearah perpindahan kalor. Konstanta positif “k” disebut
konduktivitas atau kehantaran termal benda itu, sedangkan tanda minus disisipkan agar
memenuhi hukum kedua termodinamika, yaitu bahwa kalor mengalir ketempat yang lebih
rendah dalam skala temperature (Holman, 1994).
18
Hubungan dasar aliran panas melalui konduksi adalah perbandingan antara laju aliran panas
yang melintas permukaan tersebut berlaku pada setiap titik dalam suatu benda pada setiap
waktu yang dikenal dengan hukum fourier (Holman, 1994).
Dalam penerapan hukum Forier (persamaan 2.1) pada suatu dinding datar, jika persamaan
tersebut diintegrasikan maka akan didapatkan:
qk = -kAΔ x (T2-T1)………………..…………………(2.2)
(Holman, 1994).
Bila mana konduktivitas termal dianggap tetap. Tebal dinding adalah Δx, sedangkan T1 dan
T2 adalah temperatur muka dinding. Jika konduktivitas berubah menurut hubungan linear
dengan temperatur, seperti k = ko (1 + βT), maka persamaan aliran kalor menjadi:
qk = - KoAΔx (T2-T1 +
β2 (T2
2-T12))…………………………….(2.3)
(Holman, 1994).
Perpindahan panas secara konveksi, konveksi adalah perpindahan panas karena gerakan
atau aliran atau pencampuran dari bagian panas ke bagian yang dingin. Contohnya adalah
kehilangan panas dan radiator mobil, pendinginan dari secangkir kopi dll. Menurut cara
menggerakan alirannya, perpindahan panas konveksi diklasifikasikan menjadi dua, yakni
konveksi bebas (free convection) dan konveksi paksa (forced convection). Bila gerakan
fluida disebabkan karena adanya perbedaan kerapatan karena perbedaan suhu, maka
perpindahan panasnya disebut sebagai konveksi bebas (free/natural convection). Bila
gerakan fluida disebabkan oleh gaya pemaksa atau eksitasi dari luar, misalnya dengan
pompa atau kipas yang menggerakkan fluida sehingga fluida mengalir diatas permukaan,
maka perpindahan panasnya disebut sebagai konveksi paksa (forced convection) (Holman,
1994).
19
Gambar 2.2 Perpindahan Panas Konveksi
Proses pemanasan atau pendinginan fluida yang mengalir didalam saluran tertutup seperti
pada gambar 2.2 merupakan contoh proses perpindahan panas. Laju perpindahan panas
pada benda suhu tertentu dapat dihitung dengan persamaan
q = - hA (Tw-T∞)………………………………….(2.4)
Keterangan:
q = Laju perpindahan panas (Kj/det atau W)
h = Koefisien Perpindahan Panas Konveksi (W/m2.oC)
A = Laju Bidang Permukaan Perpindahan Panas (ft2, m2)
Tw = Temperatur dinding (oC, K)
T∞ = Temperatur sekeliling (oC, K)
(Holman, 1994)
Tanda minus (-) digunakan untuk memenuhi hukum II termodinamika, sedangkan panas
yang dipindahkan selalu mempunyai tanda positif (+) (Holman, 1994)
Persamaan (2.4) mendifinisikan tahanan panas terhadap konveksi. Koefisien pindah panas
permukaan h, bukanlah suatu sifat zat, akan tetapi menyatakn besarnya laju pindah panas
didaerah dekat pada permukaan itu (Holman, 1994).
Perpindahan konveksi paksa dalam kenyataannya sering dijumpai, karena dapat
meningkatkan efisiensi pemanasan maupun pendinginan satu fluida dengan fluida yang lain
(Holman, 2004).
20
Perpindahan panas radiasi adalah proses dimana panas mengalir dari benda yang bersuhu
tinggi ke benda yang bersuhu rendah bila benda-benda itu terpisah didalam ruang, bahkan
jika terdapat ruang hampa diantara benda-benda tersebut (Holman, 1994).
Gambar 2.4 Perpindahan Panas Radiasi
Energi radiasi dikeluarkan oleh benda karena temperatur, yang dipindahkan melalui ruang
antara, dalam bentuk gelombang elektromagnetik. Bila ernergi radiasi menimpa suatu
bahan, maka sebagian radiasi dipantulkan, sebagian diserap dan sebagian diteruskan seperti
gambar (2.3). Sedangkan besarnya energi:
Qpancaran = σ.A .T4……………………………….………(2.5)
Keterangan:
Qpancaran = Laju Perpindahan panas (W)
σ = Konstanta boltzman (5,669x10-8 W/m2. K4)
A = Luas permukaan benda (m2)
T = Suhu Absolut benda (oC)
(Holman, 1994)
Perpindahan panas dengan aliran searah (co-current atau parallel flow) yaitu apabila arah
aliran dari kedua fluida didalam penukar panas adalah sejajar. Artinya kedua fluida masuk
21
pada sisi yang satu dan keluar dari sisi yang lain mengalir dengan arah yang sama. Karakter
penukar panas jenis ini temperatur fluida yang memberikan energi akan selalu lebih tinggi
dibandingkan yang menerima energi sejak mulai memasuki penukar kalor hingga keluar
(Mikheyeu, 1986).
T1 = fluida panas masuk
T2 = fluida panas keluar
t1 = fluida dingin masuk
t2 = fluida dingin keluar
Gambar 2.5 Aliran Parallel Flow dan Profil Temperatur
q = m.Cp.(T1-T2)=m.Cp.(t1-t2)……………………………...........(2.6)
Keterangan:
q = Laju Perpindahan Panas (Watt)
m = Laju alir massa fluida (Kg/s)
Cp = Kapasitas kalor spesifik (j/kgoC)
T = Suhu fluida panas (oC)
t = Suhu fluida dingin (oC)
(Mikheyeu, 1986).
Dengan assumsi nilai kapasitas kalor spesifik (Cp) fluida dingin dan panas konstan, tidak
ada kehilangan panas ke lingkungan serta keadaan steady state, maka kalor yang
dipindahkan:
q = U.A.ΔTLMTD……………............................(2.7)
22
Keterangan:
U = koefisien perpindahan panas secara keseluruhan (W/m2.oC)
A = luas perpindahan panas (m2)
(Mikheyeu, 1986)
Dan juga mempunyai nilai ΔTLMTD sebagai berikut:
ΔTLMTD= Δt 2−Δt 1
ln( Δt 2Δt 1
) …………….....………………….(2.8)
Keterangan:
Δt2 = T2-t2
Δt1 = T1-t1
(Mikheyeu, 1986).
Pertukaran panas dengan aliran berlawanan arah (counter current/flow) yaitu bila kedua
fluida mengalir dengan arah yang saling berlawanan dan keluar pada sisi yang berlawanan.
Pada tipe ini masih mungkin terjadi bahwa temperatur fluida yang menerima panas
(temperatur fluida dingin) saat keluar penukar panas lebih tinggi dibandingkan temperatur
fluida yang memberikan kalor (temperatur fluida panas) saat meninggalkan penukar kalor
(Mikheyeu, 1986).
T1 = fluida panas masuk
23
T2 = fluida panas keluar
t1 = fluida dingin masuk
t2 = fluida dingin keluar
Gambar 2.6 Aliran Counter Flow dan Profit Temperatur
Dari gambar diatas, laju perpindahan panasnya dapat dinyatakan sebagai berikut :
q = m.Cph.(T2-T1)= m.Cpc.(t2-t1)………...............................(2.9)
Keterangan:
q = Laju perpindahan panas (Watt)
m = laju aliran massa fluida (Kg/s)
Cp = Kapasitas kalor spesifik (j/Kg.oC)
T = Suhu fluida panas (oC)
t = Suhu fluida dingin (oC)
(Mikheyeu, 1986).
Dan juga mempunyai nilai ΔTLMTD sebagai berikut:
ΔTLMTD = Δt 2−Δt 1
ln ( Δt 2Δt 1
) ………………………………….(2.10)
Keterangan:
Δt2 = T2-t2
Δt1 = T1-t1
(Mikheyeu, 1986).
Pertukaran panas dengan aliran silang (cross flow) artinya arah aliran kedua fluida saling
bersilang. Contoh yang sering kita lihat adalah radiator mobil dimana arah aliran air
pendingin mesin yang memberikan energinya ke udara saling bersilangan. Apabila ditinjau
dari efektivitas pertukaran energy, penukar kalor jenis ini berada diantara kedua jenis
diatas. Dalam kasus radiator mobil, udara melewati radiator dengan temperatur rata-rata
24
yang hampir sama dengan laju yang berbeda disetiap posisi yang berbeda untuk kemudian
bercampur lagi setelah meninggalkan radiator sehingga akan mempunyai akan mempunyai
temperature yang hampir seragam (Mikheyeu, 1986).
Dan juga mempunyai nilai ΔTLMTD sebagai berikut:
ΔTLMTD = Δt 2−Δt 1
ln ( Δt 2Δt 1
) ………………….………………(2.11)
Keterangan:
Δt2 = T2-t2
Δt1 = T1-t1
(Mikheyeu, 1986).
Heat Exchanger tipe Shell and Tube menjadi satu tipe yang paling mudah dikenal. Tipe ini
terdiri dari satu bundle dari tabung diapit oleh Shell. Tipe ini melibatkan tube sebagai
komponen utamanya. Salah satu fluida mengalir didalam tube, sedangkan fluida lainnya
mengalir diluar tube. Pipa-pipa tube didesain berada didalam sebuah ruang berbentuk
silinder yang disebut dengan shell, sedemikian rupa sehingga pipa-pipa tube tersebut
berada sejajar dengan sumbu shell.
Gambar 2.8 Heat Exchanger Shell (i) and Tube (i)(Geankoplis, 2003).
25
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat-alat
a. Rangkaian alat Heat Exchanger
b. Pompa
c. Piknometer
d. Thermometer
e. Selang
f. Bak Penampungan fluida panas dan fluida dingin
g. Heater dan Termocouple
h. Neraca Analitik
i. Gelas Kimia 200 mL
j. Stopwatch
3.1.2 Bahan-bahan
a. Fluida Panas
b. Fluida Dingin
26
3.2 Rangkaian Alat
3.2.1 Rangkaian Alat Heat Exchanger Aliran Co-current
Keterangan:
a. Shell and Tube Heat Exchanger
b. Pompa
c. Tangki fluida dingin masukkan
d. Tangki fluida panas masukkan
e. Bak Penampungan fluida dingin keluaran
f. Bak Penampungan fluida panas keluaran
g. Selang
27
3.2.2 Rangkain Alat Heat Exchanger Aliran Counter Current
Keterangan:
a. Shell and Tube Heat Exchanger
b. Pompa
c. Tangki fluida panas masukkan
d. Tangki fluida dingin masukkan
e. Bak Penampungan fluida panas keluaran
f. Bak Penampungan fluida dingin keluaran
g. Selang
3.3 Prosedur Percobaan
a. Disiapkan air panas sebagai fluida panas dan air dingin sebagai fluida dingin.
b. Diukur suhu fluida panas dan fluida dingin menggunakan termometer.
c. Ditimbang piknometer kosong menggunakan neraca analitik.
d. Ditimbang piknometer yang telah diisi fluida panas dan kemudian fluida dingin
menggunakan neraca analitik.
28
e. Dialirkan selang dari tangki yang berisi fluida panas dan fluida dingin menuju alat
Heat Exchanger.
f. Diukur suhu keluaran pada fluida dingin dan fluida panas menggunakan termometer.
g. Diukur waktu pada keluaran fluida panas dan fluida dingin sampai volume mencapai
200 ml menggunakan stopwatch.
h. Ditimbang piknometer yang telah diisi fluida panas keluaran meenggunakan neraca
analitik.
i. Ditimbang piknometer yang telah diiisi fluida dingin keluaran menggunakan neraca
analitik.
j. Diulangi langkah yang sama dengan mengganti aliran menjadi aliran counter current.
29
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Hasil Percobaan
Jenis HE : Shell (1) and Tube (2) Heat Exchanger
Diameter pipa luar (Shell) : 1,58 cm
Diameter pipa dalam (Shell) :
Panjang pipa : 80 cm
Jumlah tube (untuk Shell & Tube) : 34
Berat piknometer kosong : 23,5112 gram
4.1.1 Data Percobaan untuk Shell (1) dan Tube (2) Heat Exchanger Co-current
a. Berat fluida panas + pikno masukan = 48,2351 gram
b. Berat fluida panas + pikno keluaran = 48,3175 gram
c. Berat fluida dingin + pikno masukan = 48,3770 gram
d. Berat fluida dingin + pikno keluaran = 48,2750 gram
Fluida Panas Fluida Dingin
Laju Alir Suhu Masuk Suhu Keluar Laju Alir Suhu Masuk Suhu Keluar
3 s 67 49 6 s 15 33
4.1.2 Data Percobaan untuk Shell (1) dan Tube (2) Heat Exchanger Counter Current
a. Berat fluida panas + pikno masukan = 48,2515 gram
b. Berat fluida panas + pikno keluaran = 48,2600 gram
c. Berat fluida dingin + pikno masukan = 48,3725 gram
d. Berat fluida dingin + pikno keluaran = 48,3710 gram
30
Fluida Panas Fluida Dingin
Laju Alir Suhu Masuk Suhu Keluar Laju ALir Suhu Masuk Suhu Kelua
5,2 s 69 46 6,2 s 17 30
4.2 Perhitungan
4.2.1 Co-current
a. Menghitung Kalor
1. Fluida dingin
t1 = 15oC = 288 K
t2 = 33oC = 306 K
tavg= t 2−t 12 =
360 K+288 K2 = 297 K
Q = VT
= 200 ml
6 s
= 33,3333 ml/s
= 33,3333 x 10-6 m3/s
ρair masuk
ρair = m pikno+air masuk−m piknokosong
V pikno
= 48,3770 gram−27,5112gram25 ml
= 0,9946 gr/ml
= 994,632 kg/m3
ρair keluar
ρair = m pikno+air keluar−m piknokosong
V pikno
= 48,2750 gram−23,5112gram
25 ml
31
= 0,9905 gr/ml
= 990,552 kg/m3
ρair rata-rata
ρair = ρ air masuk+ρ air keluar
2
= 994,6320 kg/m 3+990,5520 kg /m32
= 992,592 kg /m3
Cp air pada saat tavg = 297 K
Temperatur (K) Cp (Kj/Kg.K)
293,15 4,185
298,15 4,182
(Geankoplis, Tabel A.2-5, hal:961)
Interpolasi
x− x1x2−x 1
= y− y1y 2− y 1
297−293,15298,15−293,15
= y−4,1854,182−4,185
y = 4,1826 Kj/kg.K
Cp air pada saat tavg = 297 K adalah 4,1826 KJ/kg.K
qdingin = m.Cp.Δt
= Q.ρ.Cp.Δt
= (33,3333 x 10-6 m3/s) . 992,592 kg/m3 . 4,1826 Kj/kg.K .(18 K)
= 2,4909 KJ/s
2. Fluida Panas
T1 = 67oC = 340 K
T2 = 49oC = 322 K
32
Tavg = T 1−T 2
2=640 K+322 K
2 = 331 K
Q = Vt
= 200 ml
3 s
= 66,6666 ml/s
= 66,6666 x 10-6 m3/s
ρair masuk
ρair = m pikno+air masuk−m piknokosong
V pikno
= 48,2351 gram−23,5112gram25 ml
= 988,9560 kg/m3
ρair keluar
ρair = m pikno+air keluar−m piknokosong
V pikno
= 48,3175 gram−23,5112gram
25 ml
= 992,2520 kg/m3
ρair rata-rata
ρair = ρ air masuk−ρ air keluar
2
= 988,956 kg /m3+992,252 kg /m32
= 990,6040 kg /m3
Cp air pada saat tavg = 331 KTemperatur (K) Cp (Kj/Kg.K)
323,15 4,183
333,15 4,187
33
(dari Geankoplis, Tabel A.2-5, hal:961)
Interpolasi
x− x1x2−x 1
= y− y1y 2− y 1
331−323,15333,15−323,15
= y−4,1834,187−4,183
y = 4,1861 Kj/kg.K
Cp air pada saat tavg = 331 K adalah 4,1861 KJ/kg.K
qdingin = m.Cp.Δt
= Q.ρ.Cp.Δt
= (66,6666 x 10-6 m3/s) . 990,604 kg/m3 . 4,1861 Kj/kg.K .(18 K)
= 4,9761 KJ/s
b. Menghitung Koefisien Perpindahan Panas Overall
Tabel data suhu pada percobaan Co-current
Fluida Panas Fluida Dingin Diff
67oC Temperatur Tinggi 15oC 52oC
49oC Temperatur Rendah 33oC 16oC
Δt1 = T1 – t1 = 67oC – 15oC = 52oC
Δt2 = T2 – t2 = 49oC – 33oC = 16oC
ΔTLMTD = Δt 2−Δt 1
ln ( Δt 2Δt 1
)
= 52 +ͦ C−16C
ln ( 52 C16 C
)
= 30,5432oC
34
UD = q
A .(ΔT LMTD)
= 2,49909 KJ /s
1,3494 m2 .30,5432C
= 0,0604 KJ/s. m2oC
c. Menghitung Efisiensi Perpindahan Panas
η =q dinginQ panas
x100 %
= 2,4904 KJ /s4,976 KJ /s
x100 %
= 50,0572 %
4.2.2 Counter Current
a. Menghitung Kalor
1. Fluida dingin
t1 = 17oC = 290 K
t2 = 30oC = 303 K
tavg= t 2−t 12 =
303 K+290 K2 = 296,5 K
Q = VT
= 200 ml6,2 s
= 32,2580 ml/s
= 32,2580 x 10-6 m3/s
ρair masuk
ρair = m pikno+air masuk−m piknokosong
V pikno
= 48,3725 gram−27,5112gram25 ml
35
= 0,994452 gr/ml
= 994,452 kg/m3
ρair keluar
ρair = m pikno+air keluar−m piknokosong
V pikno
= 48,3710 gram−23,5112gram
25 ml
= 0,994392 gr/ml
= 994,392 kg/m3
ρair rata-rata
ρair = ρ air masuk+ρ air keluar
2
= 994,452 kg/m3+994,392 kg/m 32
= 994,422 kg /m3
Cp air pada saat tavg = 296,5 K
Temperatur (K) Cp (Kj/Kg.K)
293,15 4,185
298,15 4,182
(Geankoplis, Tabel A.2-5, hal:961)
Interpolasi
x− x1x2−x 1
= y− y1y 2− y 1
296,5−293,15298,15−293,15
= y−4,1854,182−4,185
y = 4,1829 Kj/kg.K
Cp air pada saat tavg = 296,5 K adalah 4,1829 KJ/kg.K
qdingin = m.Cp.Δt
= Q.ρ.Cp.Δt
36
= (3,2258 x 10-5 m3/s) . 994,422 kg/m3 . 4,1829 Kj/kg.K .(13 K)
= 1,7443 KJ/s
2. Fluida Panas
T1 = 69oC = 342 K
T2 = 46oC = 319 K
Tavg = T 1−T 2
2=342 K+319 K
2 = 330,5 K
Q = Vt
= 200 ml5,2 s
= 38,4615 ml/s
= 3,8461 x 10-5 m3/s
ρair masuk
ρair = m pikno+air masuk−m piknokosong
V pikno
= 48,2515 gram−23,5112gram25 ml
= 989,612 kg/m3
ρair keluar
ρair = m pikno+air keluar−m piknokosong
V pikno
= 48,2600 gram−23,5112gram
25 ml
= 989,952 kg/m3
ρair rata-rata
37
ρair = ρ air masuk−ρ air keluar
2
= 989,612 kg/m3+989,952 kg/m 32
= 989,782 kg /m3
Cp air pada saat tavg = 330,5 K
Temperatur (K) Cp (Kj/Kg.K)
323,15 4,183
333,15 4,187
(dari Geankoplis, Tabel A.2-5, hal:961)
Interpolasi
x− x1x2−x 1
= y− y1y 2− y 1
330,5−323,15333,15−323,15
= y−4,1834,187−4,183
y = 4,18594 Kj/kg.K
Cp air pada saat tavg = 330,5 K adalah 4,18594 KJ/kg.K
qdingin = m.Cp.Δt
= Q.ρ.Cp.Δt
= (3,8461 x 10-5 m3/s) . 989,782 kg/m3 . 4,18594 Kj/kg.K .(13 K)
= 43,6650 KJ/s
b. Menghitung Koefisien Perpindahan Panas Overall
Tabel data suhu pada percobaan Counter Current
Fluida Panas Fluida Dingin Diff
69oC Temperatur Tinggi 30oC 39oC
38
46oC Temperatur Rendah 17oC 29oC
Δt1 = T1 – t1 = 69oC – 30oC = 39oC
Δt2 = T2 – t2 = 46oC – 17oC = 29oC
ΔTLMTD = Δt 2−Δt 1
ln ( Δt 2Δt 1
)
= 39C−29 C
ln( 39C29C
)
= 33,7535oC
UD = q
A .(ΔT LMTD)
= 1,7443 KJ /s
1,3494 m2 .33,7535C
= 0,0383 KJ/s. m2oC
c. Menghitung Efisiensi Perpindahan Panas
η =q dinginQ panas
x100 %
= 1,7443 KJ /s3,6650 KJ /s
x100 %
= 47,5934 %
4.3 Pembahasan
Faktor yang mempengaruhi Heat Exchanger adalah sebagai berikut:
a. Desain Heat Exchanger
39
Perpindahan panas yang harus sesuai dengan jenis desain Heat Exchanger tersebut
karena kapasitas pada desain jenis Heat Exchanger berbeda-beda sesuai dengan jenis
alirannya.
b. Laju alir massa fluida
Semakin besar laju alir massa fluida yang masuk maka semakin besar juga perpindahan
panas yang terjadi. Hal ini disebabkan perpindahan panas berbanding lurus dengan laju
alir massa fluida dengan dibuktikan oleh rumus q = Q.ρ.Cp.Δt.
c. Nilai konduktifitas bahan Heat Exchanger
Jika nilai konduktifitas bahan bernilai besar maka nilai perpindahan panas akan
semakin besar.
d. Kerapatan isolasi dan seal
Semakin rapat dari kerapatan isolasi dan seal tersebut maka semakin baik perpindahan
panasnya.
e. Perbedaan Suhu
Semakin besar perbedaan suhunya, maka semakin cepat perpindahan panasnya.
Didalam suatu shell and tube heat exchanger terdapat tiga tahap perpindahan panas, yaitu
konveksi yang terdapat di sisi shell, konduksi pada dinding tube dan konveksi lagi pada sisi
tube. Hal ini dikarenakan di sisi shell terdapat zat yang mengalir, yang dimana sesuai
pengertian konveksi, konveksi yaitu perpindahan panas oleh gerak dari zat yang mengalir.
Konduksi pada dinding tube karena sesuai dengan pengertian dari konduksi yaitu
perpindahan panas yang hanya terjadi didalam bahan, dan tube merupakan konduktor yang
baik untuk menghantarkan panas. Sedangkan konveksi pada sisi tube, sama halnya dengan
konveksi pada sisi shell, zat yang mengalir pada sisi-sisi tube tersebut.
40
Pada percobaan kali ini, Heat Exchanger yang digunakan adalah jenis shell (1) and tube
(2) heat exchanger yang memiliki diameter luar 1,58 cm, panjang pipa 80 cm, terdapat 34
buah tube. Kemudian pada saat menimbang piknometer kosong didapatkan hasil 33,5112
gram.
Kali ini pada saat menimbang piknometer + air panas masukan didapatkan berat yaitu
48,2351 gram dan air dingin sebesar 48,3770 gram. Diketahui dari massa tersebut, fluida
dingin memiliki berat yang lebih besar. Kemudian setelah itu, diukur suhu masuk fluida
panas dan dingin, didapatkan hasil yaitu pada fluida panas sebesar 67oC dan fluida dingin
15oC. kemudian dialirkan fluida tersebut dengan aliran yang dinamakn co-current (searah),
didapatkan kemudian waktu yang dibutuhkan fluida untuk memenuhi 200 ml, pada fluida
panas didapatkan waktu sebesar 3 detik dan pada fluida dingin yaitu 6 detik. Kemudian
diukur suhu keluar dari fluida dari fluida panas yaitu 49oC dan fluida dingin 33oC. suhu
pada fluida panas mengalami penurunan, dari 67oC menjadi 49oCdan sebaliknya pada fluida
dingin mengalami kenaikan dari 15oC kemudian 33oC. Hal ini dikarenakan prinsip dari HE
tersebut yaitu mengalami pertukaran panas, fluida panas akan mengalami pertukaran panas,
fluida panas akan mengalami penurunan suhu dan fluida dingin akan mengalami kenaikan
suhu. Kemudian ditimbang pikno + fluida panas keluaran didapatkan 48,3175 gram dan
fluida dingin 48,2750 gram. Beratnya mengalami kenaikan pada fluida panas, dan
mengalami penurunan pada fluida dingin seperti pada teori-teori, fluida dingin mempunyai
berat yang lebih besar dibandingkan fluida panas.
Kemudian setelah didapatkan suhu masuk dan keluar pada fluida dingin didapatkan Tavg
sebesar 331 K. kemudian Q (debit) sebesar 66,6666 x 10-6 m3/s. lalu ρair rata-rata sebesar
990,604 kg/m3. Lebih kecil dibandingkan ρrata-rata fluida dingin. Cp didapatkan 4,1861
KJ/kg.K dan Qpanas hasilnya sebesar 4,9761 KJ/s.
Kemudian menghitung koefisien panas overall pada aliran co-current didapatkan ΔTLMTD =
30,5432 oC, kemudian UD didapatkan 0,0604 KJ/s.m2.oC. Selanjutnya adalah menghitung
41
efisiensi perpindahan panas yaitu 50,0572 %, semakin besar nilai efisiensi maka semakin
bagus Heat Exchanger tersebut.
Pada aliran counter current, didapatkan berat pikno + fluida panas masukan sebesar
48,2515, dan fluida dingin 48,3725 gram. Setelah dialirkan didapatkan waktu sebesar pada
panas 5,2 s dan dingin sebesar 6,2 s. Lebih besar dibanding co-current. Kemudian diukur
suhu dari yang awalnya 69 oC menjadi 46 oC pada fluida panas dan 17 oC menjadi 30 oCpada fluida dingin. Kemudian ditimbang pikno + fluida panas keluar didapatkan 48,3725
gram dan dingin 48,3710 gram.
Langkah kemudian sama seperti Co-current, pada fluida dingin didapatkan Tavg = 296,5 K,
Q (debit) = 3,2258 x 10-5 m3/s. Lalu ρrata-rata 994,422 kg/m3. Dari ρ didapatkan Cp sebesar
4,1829 KJ/kg.K dan didapatkanlah qdingin sebesar 1,7443 KJ/s.
Pada fluida panas, Tavg = 330,5 K, Q (debit) = 3,8461 x 10-5 m3/s. ρrata-rata adalah 989,782
kg/m3 didapatkan Cp = 4,18594 KJ/kg.K dan qpanas hasilnya sebesar 3,6650 KJ/s.
Kemudian menghitung koefisiensi panas exchanger overall, didapatkan ΔTLMTD =
33,7535oC dan UD = 0,0383 KJ/s.m2.oC. Selanjutnya adalah menghitung efisien dari Heat
Exchanger tersebut, didapatkan 45,5934 %.
Suhu fluida panas akan mengalami penurunan dan suhu fluida dingin akan mengalami
kenaikan, hal ini disebabkan prinsip dari Heat Exchanger, dimana fluida dingin dan panas
dimasukkan kedalam Heat Exchanger dan akan mengalami kontak dan terjadilah
pertukaran panas, dimana fluida panas akan mengalami penurunan suhu dan fluida dingin
mengalami kenaikan suhu.
Dari hasil percobaan perbedaan antara counter current adalah yang paling pertama berbeda
yaitu pada saat fluida panas dan dingin ditukar arah masuknya ke Heat Exchanger. Waktu
yang didapatkan yang memiliki waktu paling cepat adalah co-current. Berat yang
42
ditimbang dengan pikno menggunakan neraca analitik adalah aliran counter current
memiliki berat yang lebih besar. Qdingin lebih besar adalah qdingin yang dimiliki counter
current, qpanas pun seperti itu, tetapi selisihnya lebih besar qpanas koefisien perpindahan panas
overall (UD) lebih besar dimiliki oleh Co-current. Dan esfisiensinya dari alat Heat
Exchanger jenis Shell (1) and Tube (2) ini adalah Co-current yang lebih besar, jadi dapat
disimpulkan Heat Exchanger jenis ini lebih baik menggunakan jenis aliran Co-current
(searah)
Faktor kesalahan pada praktikum kali ini adalah pada saat mengukur suhu dengan
termometer kurang teliti sehingga hasil yang dicatat kurang akurat dan menyebabkan
percobaan kurang akurat. Dan menghitung waktu menggunakan stopwatch kurang tepat
saat menekannya sehingga waktu yang didapat kurang akurat.
43
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang dilakukan dapat disimpulkan, bahwa:
a. Nilai koefisien perpindahan panas pada aliran co-current adalah sebesar 0,0604 KJ/s.m
2.oC sedangkan pada aliran counter current adalah sebesar 0,0383 KJ/s.m2.oC.
b. Nilai efisiensi perpindahan panas pada aliran co-current adalah sebesar 50,0572 %
sedangkan pada aliran counter current adalah sebesar 47,5943 %.
c. Debit aliran fluida pada aliran co-current adalah sebesar 33,3333 x 10-6 m3/s untuk
fluida dingin dan 66,6666 x 10-6 m3/s untuk fluida panas, sedangkan pada aliran
counter current adalah sebesar 3,2258 x 10-5 m3/s dan 3,8461 x 10-5 m3/s.
5.2 Saran
Sebaiknya pada praktikum selanjutnya bisa menggunakan jenis alat Heat Exchanger yang
lain seperti double-pipe Heat Exchanger, serta menggunakan jenis aliran fluida yang lain
seperti Cross Flow.
44
45
DAFTAR PUSTAKA
Geankoplis, C J, 2003, Transport Process and Separation Process Principles, 4th Edition,
Prentice Hall, New Jersey.
Hartono, Rudi, 2008, Penukar Panas, Penerbit Camelia, Banten.
J.P Holman, 1994, Heat Transfer, Mc Graw Hill Companies, New York.
Mikheyeu, M, 1985, Fundamentals Of Heat Transfer, John Willey and Sons Inc, New
York.
Wiratakusumah, Aman, 1992, Peralatan dan Unit Proses Industri Pangan, Depdikbud
Direktorat Jendral Pendidikan Tingkat Pusat antar Universitas Pangan dan Institut
Pertanian, Bogor.
46
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam industri kimia, proses pemisahan berperan sangat penting. Salah satu proses yang
sering ditemui adalah proses distilasi yaitu proses pemisahan suatu campuran berdasarkan
beda titik didihnya. Untuk skala industri, proses distilasi dilakukan di dalam menara
distilasi.
Secara umum menara distilasi dibagi atas 2 jenis yaitu menara dengan bahan isisna dan
menara plate. Masing-masing jenis menara tersebut memiliki kelebihan dan kelemahan.
Menara bahan isian memberikan pressuredrop yang lebih kecil, biaya lebih murah, dan
dapat digunakan untuk bahan yang tidak tahan suhu tinggi. Akan tetapi, pembersihannya
sulit dilakukan. Sebaliknya pada menara plate, pembersihannya lebih mudah dilakukan dan
tidak terjadi by-passing dan channeling.
Salah satu cara perancangan menara bahan isian adalah dengan konsep HETP (Heigh
Ekuivalent Teoritic Plate). HETP adalah tinggi bahan yang akan memberikan perubahan
komposisi yang sama dengan perubahan komposisi yang diberikan oleh satu plate teoritis.
Nilai HETP dapat digunakan untuk menentukan efisiensi suatu menara bahan isian dan
untuk menentukan tinggi dan jenis bahan isian yang seharusnya digunakan agar
memberikan hasil yang maksimum. Metode ini dipilih karena mudah dalam
perhitungannya.
Dalam pengolahan minyak mentah menjadi minyak jadi berbagai macam langkah telah
dilakukan termasuk didalamnya adalah distilasi. Proses ini pada umumnya digunakan untuk
memisahkan minyak bumi dari zat-zat lain yang harus dipisahkan, namun ada pula distilasi
yang digunakan untuk mengolah air yang tercemar.
47
Oleh karena itu, praktikum HETP termasuk ke dalam modul Operasi Teknik Kimia
dilakukan agar praktikan dapat mengerti dan memahami tentang distilasi menggunakan
cara perancangan menara bahan isian. Selain untuk mengetahui dalam skala lab, praktikan
juga mampu mengaplikasikannya pada industry kelak.
1.2 Tujuan
a. Mengetahui persen pada umpan, residu dan destilat
b. Mengetahui fraksi mol pada umpan, residu dan destilat
c. Mengetahui hasil dari HETP secara teoritis dan grafis
d. Mengetahui jumlah tinggi teoritis minimum (Np) secara teoritis dan grafis
48
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Untuk mengetahui tinggi bahan isian yang harus digunakan untuk menghasilkan produk
dengan komposisi sama dengan satu plate teoritis pada menara bertingkat digunakan istilah
HETP (Height of Packing Equivalent to a Theoretical Plate). HETP adalah tinggi bahan
isian yang akan memberikan perubahan komposisi yang sama dengan perubahan komposisi
yang diberikan oleh satu plate teoritis. Variabel yang mempengaruhi HETP antara lain: tipe
dan ukuran bahan isian, kecepatan aliran masing-masing fluida, konsentrasi fluida,
diameter menara, sifat fisis bahan difraksinasi (Treybal, 1981).
HETP dalam penggunaannya sering digunakan dalam perhitungan menara distilasi dengan
bahan isian. Distilasi adalah suatu cara pemisahan komponen-komponen dari suatu larutan
tegantung dari distribusi bahan-bahan antara fase cair dan fase gas dalam keadaan
seimbang. Secara umum ada dua macam menara distilasi, yaitu menara dengan bahan isian
(packed tower) dan menara plate (plate tower).berdasarkan kontruksinya, menara distilasi
digolongkan:
a. Menggunakan plate dengan bubblecup atau perforated
Bila umpan dari komponen-komponen yang berbeda jauh titik didihnya yang menguap
terlebih dahulu adalah yang titik didihnya rendah. Sedangkan umpan dengan beda titik
didih yang dekat maka hasil atas masih tercampur (belum murni)_. Untuk mendapatkan
alcohol murni, hasil atas sebagian distilasi kembali berulang-ulang sampai didapatkan
alkohol murni. Untuk mengurangi distilasi yang berulang maka dipakai plate. Disini
terjadi kontak antara aliran ke atas dan aliran ke bawah. Maka banyak zat yang
didistilasi melewati plate maka hasilnya makin murni.
b. Menggunakan packing dengan menara bahan isian seperti yang dipakai dalam percobaan
HETP.
(Brown, 1950).
49
Menara bahan isian yang terdiri atas sebuah silinder vertikal yang didalamnya terdapat
bahan isian tertentu. Bahan isian merupakan media untuk memperluas bidang kontak antara
fasa cair dan fasa gas agar transfer panas dan transfer massa dapat berjalan dengan baik.
Cairan mengalur melewati permukaan bahan isian dalam bentuk lapisan film tipis sehingga
luas bidang kontak antara fasa cair dan fasa gas makin besar. Cairan masuk dari bagian atas
menara, sedangkan gas masuk dari bagian bawah menara (Brown, 1950).
Jenis bahan isian antara lain:
a. Bahan isian tersusun secara teratur (regular packing), diantaranya double spiral ring,
wood grid.
b. Bahan isian yang tersusun secara acak (random packing), diantaranya raschig ring dan
ring packing
c. Pseudo plate coulumn, kontak fasa terjadi pada plate seperti misalnya hitted trays dan
triple trays.
(Treybal, 1986).
Sifat-sifat bahan yang harus dimiliki bahan isian adalah:
a. Perbandingan luas permukaan bidang basah (bidang kontak) bahan isian per satuan
volume bahan isian cukup besar.
b. Susunan bahan isian dalam kolom cukup memberikan rongga kosong, sehingga
memudahkan aliran fluida, sedangkan penurunan tekanan aliran tidak terlalu besar.
c. Permukaan bahan isian mudah menjadi basah.
d. Tahan terhadap suhu dan perubahannya, dan tidak mudah berkarat.
e. Cukup kuat, tidak mudah pecah.
50
(Treybal, 1986).
Didalam distilasi ada beberapa cara untuk menentukan jumlah plate teoritis sebagai plate
minimum, yaitu dengan cara:
a. Metode Mc Cabe Thile
Rumusnya didapat dari:
Ya¿αab . Xa
1 (αab−1 ) . Xa…(2.1 )
Rumus tersebut didapat dari:
αab= Ya / XaYb/ Xb
………………………………………………… ... ……………… ...…(2.2)
aXa
=αab( bXb )…………………………………………. ………………. …………. …(2.3)
Ya=αab( YbXb ) Xa …………………………… ...……………………. ……………. … (2.4 )
Ya=αab (1−Ya)
1−XaXa ……………………… ..……………… ………………….. …(2.5)
Syarat-syarat metode Mc Cabe Thile:
a. Apabila sistem campuran yang disuling menghasilkan diagram komposisi uap jenuh
dan cair jenuh adalah lurus dan sejajar atau garis operasi mendekati garis lurus atau
sejajar. Syarat ini jarang dijumpai bila besaran-besarannya dalam satuan massa atau
jika komposisi dalam suatu fraksi massa dan entalpi dalam Btu/Lbm, tetapi lebih
mendekati bila satuan dalam mol.
b. Jika persyaratan (a) dapat dipenuhi, maka Ln/Vm+1 pada seksi striping bernilai tetap.
Keadaan semacam ini dikenal sebagai “Constant Molal Ever Flow and Vaporation”.
51
c. Tekanan diseluruh menara dianggap tetap.
d. Panas pencampuran (ΔHs) dapat diabaikan.
e. Panas laten penguapan (λ) rata-rata tetap.
(Treybal, 1986).
Bila ditinjau dari seksi enrisching/rektifikasi:
Neraca bahan: Vn+1= ln+ D
Neraca komponen: Vn+1 .Vn+1= ln .Xn+DXd
Vn+1 .Yn+1=ln . Xn+DXd
Yn+1= LaVn+1
Xa+ DVn+1
Xd
L0 = L1 = Ln
V1 = V2 = Vn+1
Yn+1= LV
Xn+ DV
Xd …… .. …………………….(2.6)
V1 = Lo + D
V = L + D
Yn+1= LD
Xn+ DL+D
Xd ……………….….. ….(2.7)
Yn+1=
LDL
D+1
Xn+ XdL
D+1
Yn+1= RR+1
Xn+ XdR+1
…………………………………………………. …… ..(2.8)
Persamaan (2.6), (2.7), (2.8) disebut persamaan garis operasi atas (GOA) dengan:
Slope :LV
= LL+D
= RR+1
Intercept : D XdV
=D XdL+D
= XdR+1
52
Bila dilihat dari seksi striping :
Lm=Vm+1+B
Vm+1=Lm−B
Vm+1 . Ym+1=Lm. Xm−B . Xb
Ym+1= LmVm+1
Xm− BVm+1
Xb
Y= LV
Xm− BV
Xb ……………………………………. …………………… ...(2.9)
Persamaan (2.9) disebut persamaan garis operasi bawah (GOB) dengan:
Slope :LV
Intercept :−B . Xb
V
Pada refluks total dimana seluruh uap yang terembunkan dalam kondensor dikembalikan
kedalam kolom sebagai refluks maka tidak ada hasil distilat (D=0). Perbandingan refluks
(Lo/D) adalah tak terhingga.
b. Metode Fenske Underwood
αd=PaPb
(pada suhu puncak (td))
αw= PaPb
(pada suhu bawah (tw))
Dimana Pa = Tekanan uap murni komponen a
Pb = Tekanan uap murni komponen b
Untuk campuran ideal, metode ini didasarkan atas volalitas relatif αab antar komponen,
dengan terlebih dahulu menetapkan αd dan αw.
αab=Ya (1−Xa)Xa(1−Ya)
……………… …………………………… ..……………… ...(2.10)
53
Campuran ideal mematuhi hokum Roult dan volalitas relatifnya ialah tekanan uap
komponennya.
Pa = Pao.Xa ; Pa = tekanan uap parsial a
Pb = Pbo.Xb ; Pb = tekanan uap parsial b
Ya = Pa/Pt ; Pt = tekanan total
Yb = Pb/Pt
αab=
YaXaYbXb
=
PaXaPbXb
=
(Pa . Xa)Xa
(Pb . Xb)Xb
αab= PaPb
Untuk sistem biner YaYb dan
XaXb dapat diganti dengan:
Ya1−Ya dan
Xa1−Xa
Sehingga:
αab=
YaXaYbXb
= YaYb
. XaXb
αab= Ya1−Ya
. Xa1−Xa
Ya1−Ya
=αab Xa1−Xa
Untuk plate n+1
Yn+11−Yn+1
=αab Xn+11−Xn+1
Oleh karena itu, refluks total distilat (D)= 0 dan L = 1, Yn+1 = Xa, sehingga:
Xn1−Xn
=αab Xn+11−Xn+1
Pada puncak kolom, bila kondensor total Y1 = Xd
Xd1−Xd
=αab X 11−X 1
…………………………………………………………… ..(2.11)
Untuk n plate berurutan menghasilkan:
54
X 11−X 1
=αab X 21−X 2
…………………………………………………….……… ..(2.12)
Jika persamaan (2.11) dan (2.12) dikalikan satu sama lain dan suku-suku tengah saling
menghapuskan, maka:
Xd1−Xd
=(αab)n Xn1−Xn
Untuk sampai ke hasil bawah yang keluar dari kolom diperlukan N min plate ditambah
satu reboiler.
Xd1−Xd
=(αab)Nmin+1 Xb1−Xb
Untuk mendapatkan Nmin dengan logaritma menghasilkan:
Nmin=109( Xd
1−Xd. 1−Xb
Xb)
109. αab−1
(Treybal, 1986).
c. Metode Ponchon-Savorit
(dengan menggunakan diagram entalpi komposisi)
HETP penggunaanya sering untuk perhitungan menara distilasi dengan memakai bahan
isian. Dengan menggunakan metode diatas, jumlah plate minimum dapat diketahui,
maka harga HETP dapat dihitung:
HETP=tinggipackingba hanisianjumla h plateminimum
(Tyerbal, 1986).
Distilasi adalah cara pemisahan zat cair dari campurannya berdasarkan kemampuan zat
untuk menguap. Dimana zat cair dipanaskan dingga titik didihnya, serta mengalirkan uap
kedalam alat pendingin (kondensor) dan mengumpulkan hasil pengembunan sebagai zat
cair. Pada kondensor digunakan air yang mengalir sebagai pendingin. Air didalam
kondensor dialirkan dari bawah ke atas, hal ini bertujuan supaya air tersebut dapat mengisi
seluruh bagian dari kondensor sehingga akan dihasilkan proses pendinginan yang
sempurna. Saat suhu dipanaskan, cairan yang titik didihnya lebih rendah akan menguap
55
terlebih dahulu. Uap ini akan dialirkan dan kemudian didinginkan sehingga kembali
menjadi cairan yang ditampung pada wadah terpisah. Zat yang titik didihnya lebih tinggi
masih tertinggal pada wadah semula (Anonimus, 2003).
Prinsip dari distilasi adalah penguapan dan pengembunan kembali uapnya dari tekanan dan
suhu tertentu. Tujuan dari distilasi adalah pemurnian zat cair pada titik didihnya dan
memisahkan cairan dari zat padat. Uap yang keluar dari campuran disebut sebagai uap
bebas. Kondensat yang jatuh sebagai destilat dan bagian cair yang tidak menguap disebut
residu. Apabila yang diinginkan adalah bagian-bagian campurannya yang tidak teruapkan
dan bukan destilatnya maka prosesnya dinamakan pengentalan dengan evaporasi
(Anonimus, 2003).
Distilasi adalah sebuah aplikasi yang mengikuti prinsip-prinsip “Jika suatu zat dalam
larutan tidak sama-sama menguap, maka uap larutan akan mempunyai komponen yang
berbeda dengan larutan aslinya”. Jika salah satu zat menguap dan yang lain tidak,
pemisahan dapat terjadi sempurna. Tetapi jika kedua zat menguap tetapi tidak sama, maka
pemisahnya hanya akan terjadi sebagian, akan tetapi destilat atau produk akan menjadi
kaya pada suatu komponen dari pada larutan aslinya (Anonimus, 2003).
Distilasi dapat dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu:
a. Distilasi biasa
Umumnya dengan menaikan suhu. Tekanan uapnya diatas cairan atau tekanan atmosfer
(titik didih normal)
b. Distilasi Vakum
Cairan diuapkan pada tekanan rendah, jauh dibawah titik didih dan mudah terurai
c. Distilasi bertingkat (Distilasi terfraksi)
56
Yaitu proses yang komponen-komponennya secara bertingkat diuapkan dan
diembunkan. Penyulingan terfraksi berbeda dari distilasi biasa, karena ada kolom
fraksinasi dimana ada proses refluks
d. Distilasi azeotrop
Distilasi dengan menguapkan zat cair tanpa perubahan komposisi
(Anonimus, 2003).
Jadi adanya perbedaan komposisi antara fasa cair dan fasa uap dalam hal ini merupakan
syarat utama supaya pemisahan dengan distilasi dapat dilakukan. Kalau komposisi fasa uap
sama dengan komposisi fasa cair, maka pemisahan berjalan dengan jalan distilasi tidak
dapat dilakukan, distilasi sering digunakan dalam proses isolasi komponen, pemekatan
larutan, dan juga pemurnian komponen cairan (Anonimus, 2003).
Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan kali ini adalah:
a. Etanol (Alkohol)
Nama kimia : Etanol
Bentuk : Cair
Penampilan : Tak berwarna
Bau : Ringan
pH : Tidak tersedia
Tekanan Uap : 59.3 mmHg (20oC)
Kepadatan Uap : tidak tersedia
Viskositas : 1200 cP (20oC)
b. Aquadest
Nama kimia : Air
Runus kimia : H2O
Warna : Bening
Tekanan uap : 12 mbar (20oC)
57
Titik didih : 100oC
Kerapatan : -1.196 gram/cm3
Viskositas : 1.185 mPas (0oC)
pH : >1.3
(Hiskia,1993).
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat-Alat
a. Rangkaian alat HETP
b. Terrmometer
c. Piknometer 25 ml
d. Gelas ukur 100 ml
e. Gelas kimia 500 ml
f. Gelas kimia 100 ml
g. Batang pengaduk
h. Selang
i. Ember
j. Pompa
k. Neraca analitik
l. Statiof dan klem
3.1.2 Bahan- Bahan
58
a. Aquadest
b. Etanol 95%
3.2 Rangkaian Alat
Keterangan:
a. Pemanas
b. Labu leher 3
c. Pengambil sampel
d. Termometer
e. Kolom distilasi
f. Bahan isian
59
3.3 Prosedur percobaan
Tahap 1
a. Disiapkan alat-alat
b. Ditimbang piknometer ksosong menggunakan neraca analitik
c. Ditimbang pikno kosong+aquadest dengan menggunakan neraca analitik
d. Diukur aquadest sebanyak 200 ml menggunakan gelas ukur
e. Dimasukan aquadest yang telah diukur kedalam gelas kimia 500 ml
f. Diukur etanol 200 ml menggunkana gelas ukur
g. Dicampurkan etanol ke dalam gelas kimia yang telah berisi aquadest
h. diaduk campuran menggunakan batang pengaduk
i. diambil umpan (aquadest dan etanol) lalu dimasukan ke piknometer 25 ml
j. ditimbang pikno+umoan dengan menggunakan neraca analitik
k. dicatat angka yang tertera pada neraca analitik
Tahap 2
a. Dimasukan umpan kedalam labu leher tiga
b. Dipasang termometer pada bagian destilat dan residu
c. Dipasang pompa yang sudah disambungkan dengan selang kedalam ember yang
berisi air dan es batu
d. Dipasang kondensor yang terhubung dengan pompa dan dijepit pada klem di statif
e. Dinyalakan pemanas
f. Diamati sampai suhu konstan pada bagian residu dan destilat
g. Dicatat suhu yang telah konstan pada bagian residu dan destilat
h. Diambil sebanyak 25 ml destilat menggunakan gelas kimia 100 ml dengan
membuka kran refluks, ditunggu sampai suhu kamar kemudian dimasukan kedalam
piknometer 25 ml
i. Ditimbang pikno+destilat menggunakan neraca analitik
60
j. Diambil sebanyak 25 ml residu menggunakan gelas kimia 100 ml dengan membuka
kran refluks, ditunggu sampai suhu kamar kemudian dimasukan kedalam
piknometer 25 ml
k. Ditimbang pikno+residu menggunakan neraca analitik
l. Dimatikan pemanas.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Hasil Percobaan
4.1.1 Tabel Hasil Pengamatan
Tabel 4.1 Data Hasil Percobaan
No Pengamatan Data Percobaan
1 Komposisi Larutan Umpan
Volume aquadest 200 ml
Volume etanol teknis 200 ml
Suhu Aquadest 28oC
2 Menentukan Densitas Umpan
Massa Piknometer kosong 23.5020 gram
Massa pikno+aquadest 48.3030 gram
Massa pikno+umpan 46.4470 gram
3 Menentukan Densitas Destilat
61
Massa pikno+destilat 48.5713 gram
Massa destilat 20.0693 gram
Suhu destilat 75oC
4 Menentukan Densitas Residu
Massa pikno+residu 46.9666 gram
Massa residu 23.4646 gram
Suhu residu 82oC
5 Tinggi Packing 115 cm
Jenis Packing Raschig Ring
4.2 perhitungan
4.2.1 Menghitung volume aquadest atau volume piknometer
X1 = 300 K
X2 = 302 K
X = 301 K
Y1 = 996.513 kg/m3
Y2 = 995.948 kg/m3
Y ?
(dari table 2-96, Perry)
X−X 1X 2−X 1
= Y −Y 1Y 2−Y 1
301−300302−300
= Y −996.531995.948−996.531
Y = 996.2305 kg/m3
ρ = 996.2305 kg/m3 x 10-3 gram/ml = 0.9962 gram/ml
m = 48.3030 gram – 23.5020 gram = 24.8010 gram
V=mρ= 24.8010 gram
0.9962 gram/ml=24.8956 ml
62
4.2.2 menghitung % umpan
m = 46.4470 gram – 23.5020 gram = 22.9450 gram
V = 24.8956 ml
ρ=mv
=22.9450 gram24.8956 ml
=0.9216 gram/ml
X = 28oC
X1 = 25oC
X2 = 30oC
Y1 = 0.92344
Y2 = 0.92128
Y ?
(dari table 2-11.2, Perry)
X−X 1X 2−X 1
= Y −Y 1Y 2−Y 1
28−2530−25
= Y−0.923440.92128−0.92344
Y = 0.9211
didapatkan ρ = 0.9211
X = ?
X1 = 42
X2 = 43
Y1 = 0.92344
Y2 = 0.92128
Y = 0.9221
(dari table 2-11.2, Perry)
X−X 1X 2−X 1
= Y −Y 1Y 2−Y 1
63
X−4243−42
= 0.9221−0.923440.92128−0.92344
X = 42.6203
Didapatkan %umpan = 42.6203 %
4.2.3 Menghitung Fraksi mol umpan (Xf)
Bm etanol = 46.07
Bm aquadest = 18
Xf =
%umpanBMetanol
(%umpanBMetanol )+( 1−% umpan
BMaquadest)=
0.426246.07
( 0.426246.07
)+(1−0.426218
)=0.23234
4.2.4 Menghitung % Residu
m = 23.4646 gram
V = 24.8956 ml
ρ=mv
=23.4646 gram24.8956 ml
=0.9425 gram /ml
X = 28oC
X1 = 25oC
X2 = 30oC
Y1 = 0.94370
Y2 = 0.94180
Y ?
(dari table 2-11.2, Perry)
X−X 1X 2−X 1
= Y −Y 1Y 2−Y 1
64
28−2530−25
= Y−0.943700.94180−0.94370
Y = 0.9425
didapatkan ρ = 0.9325
X = ?
X1 = 32
X2 = 33
Y1 = 0.94370
Y2 = 0.94180
Y = 0.9425
(dari table 2-11.2, Perry)
X−X 1X 2−X 1
= Y −Y 1Y 2−Y 1
X−3233−32
= 0.9425−0.943700.94180−0.94370
X = 32.6659
Didapatkan umpan = 32.6659 %
4.2.5 Menghitung Fraksi mol residu (Xw)
Bm etanol = 46.07
Bm aquadest = 18
Xw=
%residuBMetanol
(% residuBMetanol )+( 1−%residu
BMaquadest)=
0.326646.07
(0.326646.07
)+( 1−0.326618
)=0.1596
4.2.6 Menghitung % destilat
m = 20.0693 gram
65
V = 24.8956 ml
ρ=mv
=20.0693 gram24.8956 ml
=0.8061 gram /ml
X = 28oC
X1 = 25oC
X2 = 30oC
Y1 = 0.80655
Y2 = 0.80384
Y ?
(dari table 2-11.2, Perry)
X−X 1X 2−X 1
= Y −Y 1Y 2−Y 1
28−2530−25
= Y−0.806550.80384−0.80655
Y = 0.8049
didapatkan ρ = 0.8049
X = ?
X1 = 91
X2 = 92
Y1 = 0.80655
Y2 = 0.80384
Y = 0.8049
(dari table 2-11.2, Perry)
X−X 1X 2−X 1
= Y −Y 1Y 2−Y 1
X−9291−92
= 0.8049−0.806550.80384−0.80655
X = 91.1428
Didapatkan %umpan = 91.1428 %
66
4.2.7 Menghitung Fraksi mol destilat (Xd)
Bm etanol = 46.07
Bm aquadest = 18
Xd=
%destilatBMetanol
(%destilatBMetanol )+( 1−destilat
BMaquadest )=
0.911446.07
( 0.911446.07 )+(1−0.9114
18 )=0.8007
4.2.8 Mengitung Volalitas
Suhu residu = 82oC = 179.6oF
Didapatkan PoAW = 17
PoBW = 7
(appendix fig 543)
αw=( PAWo
PBWo )=17
7 =2.4285
Suhu destilat = 75oC = 167oF
Didapatkan PoAD = 14
PoBD = 5.9
(appendix fig 543)
αD=( PADo
PBDo )= 14
5.9=2.3728
αavr=(αD . αW )0.5=(2.3728 .2.4285)0.5=2.4005
67
4.2.9 menghitung NP plate
4.2.9.1 NP plate secara grafis
Np+1 = Jumlah plate
Np = Jumlah plate – 1 = 5 – 1 = 4
4.2.9.2 NP plate secara teoritis
Np=
log( Xd (1−Xw )(1−Xd ) Xw )logαavr =
log( 0.8007 (1−0.1596 )(1−0.8007 ) 0.1596 ¿
¿)log 2.4005
¿3.4854=4
4.2.10 Menghitung HETP
4.2.10.1 HETP secara Grafis
HETP=tinggibahanisianNpgrafis
=1154
=28.75
4.2.10.1 HETP secara Teoritis
HETP=tinggibahanisianNpTeoritis
=1154
=28.75
4.3 Grafik
68
4.4 Pembahasan
Pada praktikum kali ini, dicampurkan etanol 200 ml dan aquadest sebagai umpan dan
memiliki berat sebesar 22.9450 gram. Suhu yang dimiliki aquadest adalah sebesar 28oC.
Massa aquadest adalah 22.9450 gram. Kali ini terdapat residu yang meiliki massa 23.4646
gram dan suhu 82oC dan juga terdpat destilat yang memiliki masssa 20.0693 gram dan
suhu 75oC. Tinggi packing pada praktikum kali ini adalah 115 cm dan jenis yang digunakan
adalah Rascig Ring.
Kemudian didapatkan hasil dari volume piknometer atau volume aquadest adalah sebesar
24.8956 ml dengan membagi nilai massa aquadest dengan densitas aquadest yang didapat
dari interpolasi table 2-96. Kemudian mendapatkan nilai % umpan yaitu 42.6203% dengan
densitas umpan pada suhu 28oC yaitu sebesar 0.9221. sebelum itu dicari terlebih dahulu
densitas umpan yaitu didapatkan 0.9216 gr/ml.
69
Selanjutnya fraksi mol umpan didapatkan 0.2249 dengan data yang diketahui %umpan, BM
etanol dan BM aquadest.
Kemudian dilanjutkan dengan menghitung %residu didapatkan 32.6659% pada densitas
residu sebesar 0,9425. Kemudian fraksi mol residu (Xw) adalah sebesar 0.1596. selanjutnya
%destilat sebesar 91.1428% dengan densitas destilat sebesar 0.8049. lalu didapatkan fraksi
mol destilat (Xd) adalah sebesar 0.8007.
Selanjutnya volalitas didapatkan sebesar 2.4002 dengan diketahui data PoAD, Po
BD pada
appendix fig 543. Lalu menghitung Np teoritis, didapatkan angka 3.4854 dan pada grafik 4.
Tidak ada perbedaan yang signifikan. Kemudian angka HETP adalah 28.75.
Terjadi perbedaan suhu pada destilat dan residu. Hal ini disebabkan karena perbedaan tiotik
didih. Dimana destilat banyak mengandung etanol yang memiliki titik didih diantara 70-
80oC, dan didapatkan suhu pada destilat sebesar 75oC. dan dimana residu banyak
mengandung air/aquadest maka suhunya akan mendekati titik didih air yaitu 100oC,
dipercobaan kali ini didapatkan suhu sebesar 82oC.
Pengaruh bahan isian adalah yang menjadi media untuk memperluas bidang kontak fasa
uap dan cair sehingga transfer massa dan panas dapat berjalan dengan baik. Pada praktikum
kali ini kita menggunakan Random Packing yang memiliki area yang rendah dan pressure
drop yang tinggi, secara keseluruhan lebih murah.
Massa yang paling berat adalah aquadest dikarenakan aquadest memiliki titik didih 100oC
maka ia lebih lambat menguap, pada praktikum kali ini memiliki berat 24.8010 gram.
Kemudian yang kedua adalah residu, karena residu banyak mengandung aquadest yang
memiliki titik didih lebih tinggi dibandung etanol, pada praktikum kali ini memiliki berat
23.4646 gram. Yang ketiga adalah umpan, karena 200 ml aquadest dan 200 ml merupakan
etanol dicampurkan sebagai umpan dan memiliki berat 22.9450 gram. Dan yang terakhir
70
adalah destilat karena mengandung etanol yang memiliki titik didih yang lebih rendah
disbanding aquadest yaitu 70-80oC, pada percobaan kali ini hasilnya adalah 20.0693 gram.
Penyebab perbedaan persentase pada umpan, destilat dan residu adalah tergantung pada
kandungan etanol didalamnya, semakin tinggi kandungan etanol didalamnya maka semakin
tinggi persentase yang dimilikinya. Pada percobaan didapatkan urutan %destilat 91.1428,
%umpan 42.6203, %residu 32.6659.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa:
a. Hasil persen dari praktikum ini didapatkan persen umoan 0.4262, pada persen residu
0.3263 dan persen destilat 0.9160
b. Fraksi mol pada umpan (Xf) sebesar 0.2249, fraksi mol pada residu (Xw) sebesar
0.1591 dan fraksi mol pada destilat adalah 0.8099
c. Hasil yang didapatkan HETP secara grafis sebesar 32.8571 dan HETP secara teoritis
sebesar 32.3168
71
d. Hasil jumlah tinggi teoritis minimum (Np) secara teoritis sebesar 4 dan Np secara
grafis sebesar 4
5.2 Saran
Pada praktikum selanjutnya sebaiknya menggunakan asam asetat. Agar praktikan lebih
memahami dan mengetahui hasil dari destilat dan residu.
72
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, Hiskia, 1993, Kimia Larutan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung
Anonimus, 2003, Hasil Survey SCSI, PPM FE UNS, Surakarta
Brown, G.G, 1978, Unit Operation, 14th, John Willey and Sons, New York
Perry, R.H, 1999, Chemical Engineering Handbook, 7th ed, Mc Graw-Hill inc, New York
Treyball, R.E, 1986, Mass Transfer Operation 2nd ed, Mc Graw-Hill inc, New York
73
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Fluida adalah zat yanng tidak dapat menahan perubahan bentuk (distorsi) secara permanen.
Bila kita mencoba mengubah bentuk suatu fluida, maka didalam fluida tersebut akan
terbentuk lapisan-lapisan dimana lapisan yang satu akan akan mengalir diatas lapisan yang
lain, sehingga tercapai bentuk yang baru. Selama perubahan bentuk tersebut terdapat
tegangan geser (shear stress), yang besarnya tergantung pada viskositas fluida dan laju alir
fluida relatif terhadap arah tertentu. Bila fluida telah mendappatkan bentuk akhirnya, semua
tegangan geser tersebut akan hilang sehingga fluida berada dalam keadaan setimbang.
Jika densitas hanya sedikit terpenngaruh oleh perubahan yang suhu dan tekanan yang relatif
besar, fluida tersebut bersifat incompresible. Tetapi jika densitasnya peka terhadap
peubahan variable temperatur dan tekanan, fluida tersebut digolongkan compresible. Zat
cair biasanya dianggap zat yang incompresible, sedangkan gas umumnya dikenal sebagai
zat yang compresible.
Perilaku zat cair yang mengalir sangat bergantung pada kenyataan apakah fluida itu berada
dibawah pengaruh bidang batas padat atau tidak. Di daerah yang pengaruh gesekan dinding
kecil, tegangan geser dapat diabaikan dan perilakunya mendekati fluida ideal, yaitu
incompresible. Dan mempunyai viskositas 0. Aliran fluida ideal yang demikian di sebut
aliran potensial. Pada aliran potensial berlaku prinsip-prinsip mekanika newton dan hukum
kekekalan massa.
74
Pada percobaan kali ini yang dilakukan adalah fluida tak mammpu mampat padda saluran
pipa tertutup. Ada tiga macam aliran fluida jika ditinjau dari bilangan Reynold-nya yaitu :
aliran laminar, aliran turbulen, dan aliran transisi.
Oleh karena itu, praktikum aliran fluida ini dilakukan agar praktikan fapat menentukan
jenis aliran fluida yang terjadi, kecepatan aliran, besarnya debit aliran, dan besarnya
pressure drop.
1.2 Tujuan
a. Menetukan jenis aliran fluida pada pipa lurus
b. Menentukan nilai bilangan Reynold pada percobaan pipa lurus dengan bukaan kran
900
c. Menentukan debit aliran pada bukaan 1350
d. Menentukan fanning factor pada bukaan kran 900
e. Menentukan pressure drop dititik 1 ke titik 3 pada kran bukaan 900
f. Menentukann head loss pada bukaan kran 900
75
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Fluida adalah zat yang tidak dapat menahan perubahan bentuk secara permanen, perilaku
zat cair yang mengalir sangat bergantung pada kenyataan apakah fluida itu berada dibawah
pengaruh bidang batas padat atau tidak. Aliran dalam pipa telah banyak dijumpai dalam
kehidupan sehari-hari maupun dalam proses-proses industri (Mc Cabe, 1976).
Jenis aliran yang terjadi disaluran dalam menjadi masalah utama dinamika fluida. Ketika
cairan berrgerak melalui saluran tertutup di sebuah penampang, alirannya dapat diamati.
Kedua jenis aliran dapat dilihat dalam aliran terbuka mengalir atau sungai. Ketika
kecepatan aliran lambat, pada aliran lambat, pola aliran halus. Namun sebaliknya, ketika
kecepatan aliran cukup tinggi, sebuah derai stabil dapat diamati, dimana pusaran kecil
terlihat, bergerak kesegala arah (Geankoplis, 2003).
Jenis aliran pertama, bergerak pada kecepatan rendah, dimana lapisan cairan tampaknya
meluncur dengan sau sama lain tanpa pusaran atau pusaran yangterlihat, memiliki densitas
rendah dan kekentalan tinggi serta memiliki bilangan Reynold <2100, disebut aliran
laminar. Jenis keddua, pada kecepatan lebih tinggi, dimana pusaran terlihat memberikan
cairan yang bersifat fluktuatif, memiliki densitas tinggi dan kekentalan yang rendah serta
mempunyai bilangan Reynold >4000, disebut aliran turbulen (Geankoplis, 2003)
Keberadaan aliran laminar dan turbulen paling mudah divisualisasikan dengan percobaan
dari Reynold. Eksperimen ditunjukkan pada gambar 2.1. air dialirkan mengalir di steady
statemelalui pipa transparan dengan laju alir dikendalikan oleh katup diujung pipa. Pada
tingkat lebih rendah (gambar 1a) pola dye adalah reguler dan membentuk satu baris atau
streaming berupa benang. Pada jenis aliran yang dikenal dengan aliran turbulen, kecepatan
meningkat dan terjadi polaseperti pusaran-pusaran banyak (gambar 1b) (Geankoplis, 2003).
76
Antara 4000 dan 2000, angka diantara itu merupakan aliran transisi dimana jenis aliran itu
mugkin laminar dan mugkin turbulen, bergantung pada kondisi lubang masuk tabung dan
jaraknya dari lubang itu (Mc Cabe, 1999).
Didalam arus fluida tak mampu mampat yang dibawa pengaruh bidang batas padat,
terdapat empat macam efek yang sangat penting :
1. Gabungan antara medan gradien kecepatan dengan medan tegangan geser.
2. Terbentuknya keturbulenan
3. Terbentuknya dan berkembangnya lapisan atas.
4. Pemisahan lapisan batas kontaj dengan batas padat.
(Mc Cabe, 1975)
Aliran incompressible (aliran tak mampu mampat) merupakan aliran yang mempunyai
densitas yang konstan atau mendekati konstan. Fluida mengalir secara normal seperti pada
aliran incompressible, seperti gas dapat mengalami aliran yang incompressible
terkecualipada konteks hydraulic transients. Dan aliran compressible (aliran mampu
mampat) aliran yang perubahan tekanan densitasnya tidak berarti. Contoh allran tak
mampu mampat adalah air, minyak, dan emulsi. Sedangkan aliran mampu mampat
contohnya yaitu udara dan gas (Perry, 1997).
Flowmeter adalah alat untuk mengukur jumlah atau laju aliran dari suatu fluida yang
mengalir dalam pipa atau sambungan terbuka (Geankopils, 2003).
Banyak tipe dari flowmeter, diantaranya :
1. Turbin dan dayung-roda Meter (Turbne-and paddle-wheel meters).
Roda turbin ditempatkan didalam pipa, dan kecepatan putar tergantung pada laju aliran
cairan. Gas perumahan dan industri dan air meter sering dari jenis roda putar.
77
2. Gas Termal Aliran Massa (Thermal-gas mass flow meters).
Gas yang mengalir dalam sebuah tabung dibagi menjadi rasio konstan karena aliran
laminar menjadi aliran utama dan sebuah aliran tabung sensor.
3. Flowmeter Magnetik (Magnetic flow meters).
Medan magnet yang dihasilkan diseluruh cairan konduktif mengalir dalam pipa.
Dengan menggunakan hukum induktansi elektromagnetik, hukum Faraday, tegangan
induksi berbanding lurus dengan kecepatan aliran.
(Geankoplis, 2003).
Prinsip Bernoulli yang menyatakan bahwa jumlah energi pada suatu titik didalam suatu
aliran tertutup sama besarnya dengan jumlah energi dititik lain pada jalur aliran yang sama.
Prinsip inidiambil dari nama ilmuan Belanda / Swiss yang bernama Daniel Bernoulli.
P+ρg h+ 12
pv2=konstan.......................................................................................... (2.1)
Persamaan diatas berlaku untuk aliran takk termampatkan dengan asumsi aliran bersifat
tunak (steady state), tidak terdapat gesekan.
v2
2+δ+w=konstan................................ ……………………………………………(2.2)
Persamaan berlaku untuk aliran termampatkan (Steeler, 1985).
Asa Bernoulli menyatakan bahwa pada pipa mendatar, tekanan fluida paling besar adalah
pada bagian kelajuan alirnya paling kecil, sebaliknya, tekanan paling kecil adalah pada
bagian yang kelajuan alirnya paling besar (Steeter, 1985).
Aplikasi asas Bernoulli dalam keseharian adalah sebagai berikut :
1. Dua perahu bermotor berbenturan
2. Aliran air yang keluar dari keran
3. Lintasan melengkung baseball yang sedang berputar
4. Pancaran air pada selang yang ujungnya dipersempit
78
(Steeter, 1985).
Bentuk persamaan bernoulli :
Z+ ργ+ v2
2 g=C ..................................................................................................................(2.3)
(Steeter, 1985).
Manometer adalah alat yang dignakan secara luas pada audit negeri untuk mengukur
perbedaan tekanan didua titik berbeda atau berlawanan. Jenis manometer tertua adalah
manometer kolom cairan. Versi manometer bentuk pipa U yang di isi cairan setengahnya
(biasanya berisi air mengalir atau raksa) dimana pengukuran dilakukan pada satu sisi pipa,
sementara tekanan diterapkan pada tabung lainnya. Perbedaan ketinggia cairan
memperlihatkan tekanan yang diterapkan (Sunandar, 1999).
Ada beberapa macam manometer, sebagai berikut :
1. Manometer zat cair
Merupakan pipa kaca berbentuk U yang berisi raksa. Manometer ini dibedakan
menjadi dua, yaitu manometerraksa ujung terbuka yang digunakan untuk mengukur
tekanan udara diruang tertutup yang tekanannya rendah. Yang kedua yaitu manometer
raksa tertutup yang terbuat dari tabung kaca berbentuk U yang salah datu ujungnya
tertutup sehingga bagian bawah ujung yang tertutup ini berbentuk ruang hampa.
Dengan menghubungkan ujung yang lain pada ruang yang berisi gas, maka tekanan
gas, maka tekanan gas dalam ruang itu dapat diketahui.
2. Manometer logam
Manometer yang digunakan untuk mengukur tekanan gas yang sangat tinggi. Biasanya
yang besarnya sekitar 1 atm seperti mengukur gas dalam tangki uap. Gas dalam tabung
gas, dan dalam ban digunakan manometer logam atau manometer aneroid.
3. Manometer Mc Lead
Merupakan manometer untuk mengukur tekanan udara yang lebih kecl dari 1 mmHg.
Selisih tinggi raksa di pipa S dengan pipa E adalah ∆ h cmHg
79
(Sunandar, 1999).
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat-alat
a. Rangkaian alat aliran fluida yang telah dirangkai
b. Pompa
c. Stopwatch
d. Piknometer 25ml
e. Termometer
f. Neraca analitik
g. Flowmeter
h. Manometer
i. Mistar gulung
3.1.2 Bahan-bahan
a. Air
80
3.2 Rangkaian Alat
3.3 Cara Kerja
3.3.1 Mengukur Debit
a. Dinyalakan pompa
b. Dibuka gate valve sebesar 900
c. Dihitung waktu menggunakan stopwatch bersamaan sambil dilihat flowmeter
sampai mencapai volume 0.01 m3
d. Dicatat waktu yang terera pada stopwatch
e. Diulangi langkah sebanyak 3 kali
f. Diganti gate valve dengan bukaan sebesar 1350
81
3.3.2 Mengukur ∆ P
a. Dinyalakan pompa
b. Dibuka gate valve sebesar 900
c. Diukur tinggi air masing-masing kaki pada manometerzat cair
d. Dicatat tinggi yang tertera pada mistar gulung
e. Diamati sebanyak 3 kali
f. Diganti gate valve dengan bukaan sebesar 1350
3.3.3 Mengukur Densitas
a. Ditimbang piknometer kosong menggunakan neraca analitik
b. Dicatat angka yang tertera pada neraca analitik
c. Diambil air pada kran menggunakan piknometer
d. Ditimbang piknometer yang telah di isi air
e. Dicatat angka yang tertera
f. Dikurangkan angka piknometer + air dengan angka piknometer kosong untuk
mendapatkan densitasnya
82
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Hasil Percobaan
Suhu air kran : 280C
Densitas : 0.994 gr/ml
Viskositas : 0.836x10-3 kg/m.s
Berat air kran : 24.8512 gr
Berat piknometer : 23.4498 gr
Volume piknometer : 25 ml
Diameter luar pipa 1 : 27.2 mm
Diameter luar pipa 2 : 33.9 mm
Tebal pipa : 1.2 mm
Ketinggian pipa : 25 cm
4.1.1 Tabel Hasil Pengamatan
Tabel 4.1 Data Percobaan
No
Jumlah
Putaran
Sudut
Putaran Kran
Beda Tinggi Air Dalam Kaki Manometer
(∆ H ¿Angka
Flowmeter
Waktu Rata-
Rata
1 2 3 4
1 1 900
19.3 14.8 18 14.1 0.01 m3
88.27 Sec18 16 18 14.1 0.01 m3
19.5 14.4 16.8 1.8 0.01 m3
Rata-Rata 18.93 15.06 17.16 15.3 0.01 m3
22.9 11.2 19.8 18 0.01 m3
83
2 1 1350 59.23 Sec22 11.2 19 18 0.01 m3
22.7 10.6 19.4 18 0.01 m3
Rata-Rata 22.53 11 19.4 18 0.01 m3
4.2 Perhitungan
4.2.1 Perhitungan Viskosita (μ)
Dengan suhu 280 maka di dapatkan viskositas sebesar 0.836 x10−3 kgm . s (Tabel A 2-1
Geankoplis)
4.2.2 Perhitungan Densitas (ρ)
ρ=mv
=24.8512 gr25 ml
=0.994 grml
4.2.3 Perhitungan Diameter Dalam Pipa
4.2.3.1 Diameter Pipa Dalam Pada Pipa 1 (bawah)
D1=Diameter luar−2 (tebal )
¿27.2 mm−2(1.2mm)
¿24,8 mm
¿0.024 m
4.2.3.2 Diameter Pipa Dalam Pada Pipa 2 (atas)
D2=Diameter luar−2 ( tebal )
¿33.9 mm−2(1.2mm)
¿31.5 mm
¿0.031 m
84
4.2.4 Perhitungan Luas Penampang
4.2.4.1 Luas Penampang Pipa 1 (bawah)
A1=14
x π D12
¿ 14
x3.14 (0.024 m)2
¿4.521 x10−4 m2
4.2.4.2 Luas Penampang Pipa 2 (atas)
A2=14
x π D22
¿ 14
x3.14 (0.031 m)2
¿7.543 x10−4 m2
4.2.5 Perhitungan Debit
4.2.5.1 Debit Pada Aliran Bukaan Sudut 900
Q1=Volume
Wakturata−rata
¿ 0.01m3
88.275
¿1.132 x 10− 4 m3
s
4.2.5.2 Debit Pada Aliran Bukaan Sudut 1350
85
Q2=Volume
Wakturata−rata=0.01 m3
59.235=1.688 x10−4 m3
s
4.2.6 Perhitungan Kecepatan Aliran 900
4.2.6.1 Kecepatan Aliran Pada Pipa 1 (bawah)
V 1=Q1
A1=
1.132 x10−4 m3
s4.521 x10−4 m2 =0.250 m
s
4.2.6.2 Kecepatan Aliran Pada Pipa 1 (bawah)
V 2=Q1
A2
¿1.132 x10−4 m3
s7.543 x10−4 m2
¿0.150 ms
4.2.7 Pressure Drop Pada Bukaan Pipa Sudut 900
4.2.7.1 Pressure Drop Pada 900 Titik 1 ke Titik 2
∆ P1−2=P1−P2
¿ (18.93−15.06 ) mmH 2O
¿3.87 mmH 2 O x 9.81 Pa
¿37.964 Pa
86
4.2.7.2 Pressure Drop Pada 900 Titik 1 ke Titik 3
∆ P1−3=P1−P3
¿ (18.93−17.16 ) mmH 2O
¿1.77 mmH 2 O x 9.81 Pa
¿17.363 Pa
4.2.7.3 Pressure Drop Pada 900 Titik 1 ke Titik 4
∆ P1−4=P1−P4
¿ (18.93−15.3 )mmH 2O
¿3.63 mmH 2O x 9.81 Pa
¿35.610 Pa
4.2.8 Perhitungan Pressure Drop Secara Teoritis
4.2.8.1 Pressure Drop Dari Titik 1 ke Titik 2
N ℜ=ρ V 1 D1
μ
¿994 kg
m3 .0.250 ms
.0.024 m
0.836 x10−3 kgm. s
¿7133.971( AliranTurbulen)
εD1
= 4.6 x 10−5 m0.024 m
¿1.916 x10−3
¿0.00191
87
f =0.009 ( figure2.10−3 Geankoplis )
ϜϜ= 4 Ϝ∆ LV 1
2
D1 .2
= 4 (0.009)124 x10−2m .¿¿
=0.058 m2
s2
Σ F1−2= 0.058
4.2.8.2 Pressure Drop Dari Titik 1 ke Titik 3
Tee
h f= KfV 2
2
2=1x 0.1502
2=0.011 m2
s2
Fitting
h f= KfV 2
2
2=0.04 x 0.1502
2=4.5 x 10−4 m2
s2
Kran
h f= KfV 2
2
2=0.17 x 0.1502
2=1.912 x 10−3 m2
s2
Elbow
h f= KfV 2
2
2=0.75 x 0.1502
2=8.437 x10−3 m2
s2
hekspansi
hekspansi= ¿¿¿¿
88
∑ F1−3=∑ F1−2+hF Tⅇⅇ+hF Fitting+hF Kran+hF Elbow+hekspansi
¿0.058+0.011+4.5 x10−4+1.912 x10−3+8.437 x 10−3+0.01
¿0.089
4.2.8.3 Pressure Drop Dari Titik 1 ke Titik 4
N ℜ=ρ V 1 D1
μ
¿994 kg
m3 .0.150 ms
.0.031m
0.836 x 10−3 kgm. s
¿5528.827( AliranTurbulen)
εD1
= 4.6 x 10−5 m0.031m
¿1.483 x10−3
¿0.00148
f =0.008 ( figure2.10−3 Geankoplis )
ϜϜ= 4 Ϝ∆ LV 1
2
D1 .2
= 4 (0.008)124 x10−2m .¿¿
=0.014 m2
s2
Σ F1−4= ∑ F1−3+ϜϜ
= 0.089 + 0.014
= 0.1034
4.2.9 Persamaan Bernoulli
89
4.2.9.1 Persamaan Bernoulli Titik 1 ke Titik 2
P1−P2=[ ( z1−z2 ) g+v2
2
2α−
v12
2 α+Σ F1−2] ρ
= Σ F1−2 . ρ
= 0.058 m2
s2 .994 kgm3
=57.652 kgm . s2
4.2.9.2 Persamaan Bernoulli Titik 1 ke Titik 3
P1−P2=[ ( z1−z2 ) g+v2
2
2α−
v12
2 α+Σ F1−3] ρ
=[ (0.25−0 ) 9.8 ms2 +
(0.150 ms)
2
2(0.5)−
(0.250)2
2(0.5)+0.089] .994 kg
m3
= (2,45+0.049 ) .994
= 2484.006 kgm. s2
4.2.9.3 Persamaan Bernoulli Titik 1 ke Titik 4
P1−P2=[ ( z1−z2 ) g+v2
2
2α−
v12
2 α+Σ F1−4] ρ
=[ (0.25−0 ) 9.8 ms2 +
(0.150 ms)
2
2(0.5)−
(0.250)2
2(0.5)+0.1034] . 994 kg
m3
= (2,45+0.063 ) .994
90
= 2497.922 kgm . s2
4.2.10 Perhitungan Kecepatan Alira 1350
4.2.10.1 Kecepatan Aliran Pada Pipa 1 (bawah)
V 1=Q2
A1
¿1.688 x 10−4 m3
s4.521 x10−4 m2
¿0.373 ms
4.2.10.2 Kecepatan Aliran Pada Pipa 2 (atas)
V 2=Q2
A2
¿1.688 x 10−4 m3
s7.543 x10−4 m2
¿0.223 ms
91
4.2.11 Pressure Drop Pada Bukaan Pipa Sudut 1350
4.2.11.1 Pressure Drop Pada 1350 Titik 1 ke Titik 2
∆ P1−2=P1−P2
¿ (22.53−11) mmH 2O
¿11.53mmH 2 O x 9.81 Pa
¿113.109 Pa
4.2.11.2 Pressure Drop Pada 1350 Titik 1 ke Titik 3
∆ P1−3=P1−P3
¿ (22.53−19.4 ) mmH 2O
¿3.13 mmH 2O x 9.81 Pa
¿30.705 Pa
4.2.11.3 Pressure Drop Pada 1350 Titik 1 ke Titik 4
∆ P1−4=P1−P4
¿ (22.53−18 ) mmH 2O
¿4.53 mmH 2O x 9.81 Pa
¿44.4393 Pa
4.2.12 Perhitungan Pressure Drop Secara Teoritis
4.2.12.1 Pressure Drop Dari Titik 1 ke Titik 2
92
N ℜ=ρ V 1 D1
μ
¿994 kg
m3 .0.373 ms
.0.024 m
0.836 x10−3 kgm. s
¿10643.88( AliranTurbulen)
εD1
= 4.6 x 10−5 m0.024 m
¿1.916 x10−3
¿0.00191
f =0.009 ( figure2.10−3Geankoplis )
ϜϜ= 4 Ϝ∆ LV 1
2
D1 .2
= 4 (0.009)124 x10−2m .¿¿
=0.129 m2
s2
Σ F1−2= 0.129 m2
s2
4.2.12.2 Pressure Drop Dari Titik 1 ke Titik 3
Tee
h f= KfV 2
2
2=1x
(0.223 ms)
2
2=0.024 m2
s2
Fitting
h f= KfV 2
2
2=0.04 x
(0.223 ms)
2
2=9.945 x10−4 m2
s2
Kran
93
h f= KfV 2
2
2=0.17 x
(0.223 ms)
2
2=4.226 x10−3 m2
s2
Elbow
h f= KfV 2
2
2=0.75 x
(0.223 ms
)2
2=0.018 m2
s2
hekspansi
hekspansi= ¿¿¿¿
∑ F1−3=∑ F1−2+hF Tⅇⅇ+hF Fitting+hF Kran+hF Elbow+hekspansi
¿0.129+0.024+9.945 x10−4+4.226 x 10−3+0.018+0.01
¿0.198
4.2.12.3 Pressure Drop Dari Titik 1 ke Titik 4
N ℜ=ρ V 1 D1
μ
¿994 kg
m3 .0.223 ms
.0.031m
0.836 x 10−3 kgm. s
¿8219.52( AliranTurbulen)
εD1
= 4.6 x 10−5 m0.031m
¿1.483 x10−3
¿0.00148
f =0.0085 ( figure2.10−3Geankoplis )
94
ϜϜ= 4 Ϝ∆ LV 1
2
D1 .2
= 4 (0.0085)124 x10−2m .¿¿
=0.033 m2
s2
Σ F1−4= ∑ F1−3+ϜϜ
= 0.198 + 0.033
= 0.231
4.2.13 Persamaan Bernoulli
4.2.13.1 Persamaan Bernoulli Titik 1 ke Titik 2
P1−P2=[ ( z1−z2 ) g+v2
2
2α−
v12
2 α+Σ F1−2] ρ
= Σ F1−2 . ρ
= 0.129 m2
s2 .994 kgm3
=128.226 kgm. s2
4.2.13.2 Persamaan Bernoulli Titik 1 ke Titik 3
P1−P2=[ ( z1−z2 ) g+v2
2
2α−
v12
2 α+Σ F1−3] ρ
=[ (0.25−0 ) 9.8 ms2 +
(0.223 ms)
2
2(0.5)−
(0.373)2
2(0.5)+0.198 ] .994 kg
m3
= (2,45+0.1086 ) . 994
= 2543.2484 kgm. s2
95
4.2.13.3 Persamaan Bernoulli Titik 1 ke Titik 4
P1−P2=[ ( z1−z2 ) g+v2
2
2α−
v12
2 α+Σ F1−4] ρ
=[ (0.25−0 ) 9.8 ms2 +
(0.223 ms)
2
2(0.5)−
(0.272)2
2(0.5)+0.2331 ] . 994 kg
m3
= (2,45+0.1416 ) . 994
= 2576.0504 kgm. s2
4.3 Grafik
4.3.1 Grafik Pressure Drop Secara Eksperimental
4.3.1.1 Grafik Pressuer Drop Pada Bukaan 900
96
Gambar 4.1 Grafik Pressure Drop bukaan 90o
4.3.1.2 Grafik Pressuer Drop Pada Bukaan 1350
Gambar 4.2 Grafik Pressure drop bukaan 135o
4.3.2 Grafik Pressure Drop Secara Teoritis
4.3.2.1 Grafik Pressuer Drop Pada Bukaan 900
97
Gambar 4.3 Grafik Pressure Drop Secara Teoritis pada Bukaan 90o
4.3.2.2 Grafik Pressuer Drop Pada Bukaan 1350
Gambar 4.3 Grafik Pressure Drop Secara Teoritis pada Bukaan 135o
4.4 Pembahasan
Pada percobaan modul aliran fluida, dilakukan perbedaan 2 bukaan, bukaan pertama yaitu
900 dan 1350. Dari percobaan didapatkan suhu air kran 280C, berat air kran 24.8512 gr,
98
volume piknometer yang digunakan 25 ml. Diameter luar pipa 1 = 27.2 mm, pipa 2 = 33.9
mm. Tebal pipa 1.2 mm, dan ketinggian pipa 25 cm.
Pada putaran 900, didapatkan data rata-rata kaki manometer 1 = 18.93 mmH2O, manometer
2 = 15.06 mmH2O, manometer 3 = 17.16 mmH2O,dan manometer 4 = 15.3 mmH2O. Pada
putaran 1350, diperoleh masing-masing pada manometer 1 = 22.53 mmH2O, manometer 2 =
11 mmH2O, manometer 3 = 19.4 mmH2O, dan manometer 4 = 18 mmH2O. Waktu yang
diperlukan semakin singkat dikarenakan putaran kran dari 900 menjadi 1350.
Selanjutnya diperoleh viskositas 0.836 x10−3 dan densitas 0.994 grml . kemudian dihitung
pipa bagian dalam pipa 1 dan pipa 2 masing-masing 0.024 m dan 0.031 m. Dilanjutkan
perhitungan luas penampang dengan hasil A1=4.521 x 10− 4m2 dan A2=7.543 x 10−4 m2.
Semakin luas, luas penampangnya maka semakin besar diameter pipa tersebut. Dengan
diameter pipa yang besar mengakibatkan debit yang mengalir semakin banyak dengan
waktu yang semakin singkat. Q1=1.132 x10−4 m3
s dan Q2=1.688 x10−4 m3
s. Selanjutnya
adalah di dapatkan data kecepatan aliran V 1=0.250 ms dan V 2=0.150 m
s dengan semakin
besar luas penampang maka semakin lambat kecepatan aliran tersebut.
Kemudian menghitung pressure drop setiap titik, ∆ P1−2=37.964 Pa, ∆ P1−3=17.363 Pa,
∆ P1−4=35.610 Pa. Pressure drop mengalami turun naik dikarenakan kemungkinan
gesekan pada pipa atau faktor pengotor yang terdapat pada pipa. Pada putaran 1350
mengalami turun naik pula, kemungkinan terjadinya gesekan adalah sama.
Lalu, menghitung pressure drop teoritis menggunakan N ℜ, didapatkan N ℜ7133.971yamg
merupakan jenis alirannya adalh aliran turbulen. Kemudian dihitungsemua pipa, tee, fitting,
elbow, ekspansi, didapatkan 0.1034. sedangkan pada putaran 1350 didapatkan 0.231 dengan
99
N ℜ8219.52 yang merupakan aliran turbulen. Semakin besar N ℜ semakin besar nilai h f
yang dihasilkan.
Kemudian yang terakhir adalah persamaan Bernoulli, yang terterapadda gambar 4.1 – 4.2
yang merupakan grafik pressure drop secara eksperimental, dimana gambar 4.1 merupakan
bukaan 900, grafik k mengalami naik turun, ini di karenakan adanya gaya gesekan pada
pipa lurus. Sedangkan pada gambar 4.2 merupakan bukaan 1350, grafik mengalami naik
turun juga, namun tidak sesignifikan seperti bukaan 900.
Dan pada gambar 4.3 – 4.4 merupakan grafik pressure drop secara teoritis. Gambar 4.3
merupakan bukaan 900 dan gambar 4.4 merupakan bukaan 1350. Grafik mengalami
kenaikan yang sangat signifikan dari 1 – 2 ke 1 – 3, dikarenakan nilai h f pada kran, tee,
fitting, dan ekspansi yang mempengaruhi pressure drop.
Pada praktikum kali ini, digunakan 2 bukaan yaitu bukaan 900 dan 1350. Semakin besar
sudut bukaan valve yang digunakan, maka semakin sedikit waktu yang digunakan untuk
aliran mengalir.
BAB V
PENUTUP
100
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa :
a. Jenis aliran fluida pada pipa lurus adalah airan turbulen.
b. Nilai bilangan Reynold pada percobaan pipa lurus dengan kran bukaan 900 adalah
7133,971.
c. Debit aliran pada bukaan kran 1350 adalah 1,688 x10−4 m3
s
d. Nilai fanning factorpada bukaan kran900adalah sebesar 0.009
e. Nilai pressure drop aliran dititik 1 ke titik 3 pada bukaan kran1350 adalah 30.705 Pa
f. Nilai head loss pada bukaan kran1350 adalah 0.014 m2
s2
5.2 Saran
Pada praktikum selanjutnya dapat menggunakan jenis valve yang lain
DAFTAR PUSTAKA
101
Geankoplis, John Chriestie, 2003, Transport Processes and Separation Processes
Principle, 4th edition, Pretice Hall Propessionsl Technical Refrence, New Jersey.
Mc Cabe, W.L.and Smith, J C, 1976, Unit Operations of Chemical Engineering, 3rd
edition, McGraw-Hill co., New York.
Perry, Robert, 1997, Perry’s Chemical Engineerings ‘Hand book, 7th edition, McGraw
Hill, New York.
Steeter, Victor L DKK, 1985, Fluid Mecanics, McGraw Hill, New York.
Sunandar, Herry, 1999, Jurnal Pengujian Pengaturan dan Penyeimbangan dalam Sistem
Pengkondisian Udara, Universitas Krisen Petra, Surabaya.
BAB I
PENDAHULUAN
102
1.1 Latar Belakang
Didalam suatu proses dalam teknik kimia ada beberapa faktor-faktor penting antara lain
wanktu dan suhu, karena merupakan faktor utama yang mempengaruhi suatu pengendalian
proses atau dinamika proses.
Pabrik kimia merupakan susunan atau rangkaian berbagai unit pengolahann yang
terintergrasi satu sama lain secara sistematik dan rasional. Tujuan pengoperasian pabrik
secara keseuruhan adalah mengubah (mengkonversi) bahan baku menjadi produk yang
lebih bernilai guna. Dalam pengoperasiannya pabrik akan selalu mengalami gangguan
(disturbance) dari lingkungan eksternal. Selama broperasi, pabrik harus terus
mempertimbangkan aspek keteknikan, keekonomisan, dan kondisi social agar tidak terlalu
signifikan terpengaruh oleh perubahan-perubahan eksternal tersebut.
Dinamika proses menunjukkan unjuk kerja proses yang profilnya selalu berubah terhadap
waktu. Dinamika proses selalu terjadi selama sistem proses belum mencapai kondisi tunak.
Keadaan tidak tunak terjadi karena adanya gangguan terhadap kondisi proses yang tunak.
Untuk mengetahui suatu nilai dinamika proses dalam teknik kimia digunakan prinsip reaksi
kimia, proses fisika dan matematika. Dengan menggunakan persamaan tersebut dapat
diperkirakan suatu kejadian pada suatu hasil (produk) dengan mengubah suhu, tekanan,
ukuran alat dan sebagainya. Penentuan dinamika proses dengan menggunakan metode
pengosongan tangki menggunakan metode pengaturan suhu digunakan sistem berorde satu
dan berorde dua.
Oleh karena itu, praktikum dilakukan agar praktikan lebih memahami tentang dinamika
proses keadaan tunak dan keadaan tidak tunak atau biasanya disebut steady state dan
unsteady state untuk sistem-sistem fisik sederhana, mengetahui laju alir keluaran pada
103
tangki dan mengetahui nilai laju alir volumetrik dan serta praktikum juga dapat mengetahui
penerapannya pada bidang industri.
1.2 Tujuan
a. Mengetahui laju alir keluaran pada tangki 1 dan tangki 2
b. Mengetahui luas penampang pada tangki 1 dan tangki 2
c. Mengetahui harga konstanta k dan n pada tangki 1 dengan bukaan 1 putaran.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
104
Dinamika proses adalah variasi unjuk kerja suatu proses dinamika dari waktu ke waktu
sebagai respon terhadap gangguan-gangguan dan perubahan-perubahan terhadap proses
atau sistem teknik kimia setelah diberi gangguan untuk mencapai keadaan tunak (Sater,
1980).
Kedimensian tangki air diuji coba dengan pengosongan tangki dan pemberian gangguan
pada tangki berisi air yang tenang dengan ketinggian tunak. Luas penampang tangki
dikalibrasi dengan mengalurkan grafik volume terhadap penurunan ketinggian air dalam
tangki (h). Volume tangki dihitung dengan persamaan :
V= π D2
4. h...……………………………………………………………………………..(2.1)
Dimana π D2
4 adalah luas penampang tangki. Dengan demikian A adalah gradient dari
grafik V-h. Jika diketahui luas penampang, maka laju alir volumetrik dari valve yang
digunakan (dengan bukaan tertentu) dapat diketahui (Sater, 1980).
Debit air pada masing-masing valve bergantung pada variasi bukaan valve. Makin besar
bukaan valve, makin besar pula debit airnya. Perhitungan debit air ini dilakukan untuk
memperkirakan bukaan valve yang sesuai dengan yang dibutuhkan saat percobaan simulasi
gangguan. Proses pengosongan tangki dimaksudkan untuk menentukan parameter laju
volumetrik keluaran ( k dan n). laju volumetrik keluaran tangki merupakan fungsi dari
ketinggian air dalam tangki. Dasar percobaan ini adalah persamaan Bernoulli.
P1
P+ 1
2V 1
2+g h1=P1
P+ 1
2V 2
2+g h2……………………….…………………………….(2.2)
Mulut tangki dan saluran keluaran terbuka pada tekanan atmosfer sehingga P1
P=
P2
P.
Persamaan tersebut menjadi
105
12 [V 2
2−V 12 ]=g [h1−h2 ] …………………………………………….………………… ..(2.3)
Selanjutnya digunakan asumsi V 12dapat diabaikan terhadap V 2
2karena dianggap luas
penampang tangki jauh lebih besar daripada saluran keluaran sehingga :
12 [V 2
2 ]=g [h1−h2 ]……………………………………….....................................(2.4)
Persamaan tersebut disederhanakan :
V 2=√2 g [h1−h2 ]……………………………………………………………...............(2.5)
V 2=√2 g ∆ h12………………………………………………………………………….(2.6)
V 2 adalah laju linear, sedangkan debit adalah A . V 2=A√2 g ∆ h12. Dari persamaan ini
diketahui bahwa debit adalah fungsi h,
Q=k .hn ………………………………………………………………..…....................(2.7)
Pada konsidi ini n = 0.5 (Sater,1980).
Pada proses pengosongan tangki ini, neraca massa dalam tangki adalah
Akumulasi = massa air masuk – massa air keluar ………………………...….................(2.8)
Pada proses pengosongan tangki massa masuk = 0, sehingga
Akumulasi = - massa air keluar ……………....................................................................(2.9)
dVdt
=−Qout…………………………………....................................................................(2.9)
A . d hdt
=−k .hn………………………………………….................................................(2.10)
d hdt
=−kA
. hn………………………………………………………................................(2.11)
Dari persamaan tersebut disimpulkan bahwa laju perubahan ketinggian air dalam tangki
bergantung pada ketinggian tangki setiap saat. Konstanta k dan n merupakan parameter
yang menunjukkan keidealan tangki (Fee,1994).
106
Data yang diperoleh adalah h dan t. nilai k dan n bisa dicari dengan linearisasi persamaan
neraca massa :
ln d hdt
=n . ln h−ln ( kA )…………………………………..............................................(2.12)
Dimana −ln ( kA ) adalah gradient garis (Sater,1980).
Cara lain yang lebih akurat adalah dengan metoda numerik dengan menggunakan bantuan
program computer (Fee,1994).
Simulasi gangguan pada tangki dilakukan dengan mengganggu sistem tangki yang sudah
tunak. Gangguan diberiakan dengan menambahkan air masuk secara tiba-tiba atau
mengurangi jumlah air yang sudah tunak dengan memperbesar bukaan valve keluaran. Jika
dilakukan gangguan penambahan air ke dalam tangki, neraca massa tangki akan menjadi :
Akumulasi = massa air masuk – massa air keluar …………….....................................(2.13)
A . d hdt
=(Q1+Q2 )−Qout…………………………………...........................................(2.14)
Dengan adanya tambahan air, maka debit keluaran akan berubah dan akhirnya mencapai
keadaan tunak yang kedua. Selama simulasi dicatat perubahan ketinggian terhadap waktu.
Umumnya keadaan tunak sulit dicapai, dibutuhkan waktu yang lebih lama dan tangki
dengan luas permukaan relatif besar untuk mencapai kondisi tunak yang sempurna. Waktu
untuk mencapai kondisi tunak dipengaruhi besar kecilnya debit pada tiap-tiap valve yang
mempengaruhi parameter k dan n (Sater,1980).
Kesalahan sering terjadi karena ketidak tepatan penentuan waktu saat terjadinya kondisi
tunak. Jika simulasi sudah berlangsung lama, perubahan ketinggian air pada setiap variasi
bukaan akan sangat lambat, walaupun mempunyai kecenderungan untuk berubah pada
jangka waktu yang lama (Sater,1980).
107
Keadaan tunak (steady state) adalah keadaan dimana suatu sistem berada dalam
kesetimbangan atau tidak berubah lagi seiring waktu, atau tunak, atau mantap
(McCabe,1976).
Ada banyak fenomena didunia ini yang bisa dianggap sebagai keadaan tunak. Contoh
sistem yang tunak (steady state) adalah potensial listrik pada daerah yang bebas muatan
(daerah tanpa muatan listrik), sistem dengan temperature yang tidak berubah seiring waktu
pada daerah yang bebas sumber panas, potensial kecepatan pada aliran tak mampu mampat
yang bebas pusaran dan bebas sumber kecepatan (McCabe, 1976).
Keadaan tidak tunak (unsteady state) adalah keadaan dimana suatu sistem berada tidak
dalam kesetimbangan atau akan berubah lagi seiring waktu, atau tidak, atau tidak mantap
(McCabe,1976).
Dalam suatu industri terutama yang bergerak dalam pengolahan liquid, tentu memiliki
sistem perpipaan yang berfungsi sebagai tempat mengalirnya liquid. Setiap rangkaian pipa
pastinya memiliki suatu alat yang digunakan untuk mengalirkan atau mengatur jumlah
aliran agar proses pengolahan dapat berjalan sesuai dengan yang ditentukan. Alat tersebut
disebut dengan valve atau sering juga disebut katup, contoh sederhananya yaitu kran air
yang hamper kita gunakan setiap hari. Valve atau katup adalah sebuah perangkat yang
terpasang pada sistem perpipaan, yang berfungsi untuk mengantur, mengontroll, dan
mengarahkan laju aliran fluida. Katup atau valve memiliki peran penting dalam suatu
industri seperti industri migas yang meliputi pengaliran ke dalam kolom destilasi dan
mengontrol pengapian pada furnance (Brown, 1950).
Valve dapat dioperasikan secara manual, baik dengan menggunakan pegangan tuas pedal
dan lain sebagainya. Selain dioperasikan secara otomatis dengan menggunakan prinsip
perubahan aliran, tekanan dan suhu. Perubahan tersebut akan mempengaruhi diafragma,
108
pegas ataupun piston sehingga secara otomatis akan menggerakkan katup dengan sistem
buka tutup (Brown,1950).
Terdapat berbagai macam jenis valve, beserta dengan kriteria penggunaannya masing-
masing. Berikut fungsi-fungsi utama valve :
a. Untuk menutup dan membuka aliran dengan syarat, ketika terbuka memiliki hambatan
aliran dan pressure loss yang minimum. Contohnya gate, ball, plug, dan butterfly
valve.
b. Untuk mengatur aliran, dengan cara menahan aliran dengan perubahan arah atau
menggunakan suatu hambatan bisa juga dengan kombinasi keduanya.
c. Untuk mencegah aliran balik (block flow), biasanya menggunakan checkvalve (lift
check atau swing check). Valve ini akan tetap terbuka dan akan tertutup apabila
terdapat aliran yang berlawanan arah.
d. Untuk mengatur tekanan, dalam beberapa aplikasi valve, tekanan yang masuk (line
pressure) harus dikurangi untuk mencapai tekanan yang digunakan. Biasanya
menggunakan pressure-packingvalve atau regulator.
e. Untuk pressure relief dengan menggunakan relief valve dan safety valve. Relief valve
digunakan untuk mengatasi bila adanya tekanan yang berlebihan yang dapat
mengganggu proses aliran bahkan kegagalan proses. Sedangkan safety valve
menggunakan per (spring loaded) valve ini akan membuka jika tekanan melebihi batas
yang sudah ditentukan
(McCabe,1976).
BAB III
109
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat – Alat
a. Rangkaian alat dinamika proses
b. Gelas ukur 1000 mL
c. Stopwatch
3.1.2 Bahan – Bahan
a. Air
3.2 Rangkaian Alat
Keterangan:
110
a. Bak Tangki Penampungan
b. Pompa
c. Kran
d. Meteran
e. Tangki 2
f. Tangki 1
g. Reservoir
3.3 Prosedur Percobaan
3.3.1 Penentuan Luas Penampang Tangki
a. Dikosongkan tangki 1, kemudian di isi dengan air menggunakan gelas ukur 1000 mL
b. Dicatat tinggi air pada tangki 1 pada setiap penambahan volume tangki sebanyak
1000 mL
c. Diulangi percobaan diatas sebanyak 10 kali
d. Dibuat kurva antara volume air terhadap ketinggian air dalam tangki untuk mencari
luas penampang tangki
e. Diulangi percobaan dengan tangki 2
3.3.2 Penentuan Laju Alir Keluaran Tangki
a. Dicatat ketinggian air pada tangki 1 saat t=0 dengan ketinggian 30 cm
b. Dibuka valve keluaran tangki 1 dengan bukaan 1 putaran
c. Dicatat waktu yang dibutuhkan pada setiap penurunan tangki 1 2 cm dengan
menggunakan stopwatch
d. Diisi kembali tangki 1 tersebut mencapai ketinggian yang sama yaitu 30 cm
e. Dibuka valve keluaran tangki 1 dengan bukaan 2 putaran
f. Dicatat waktu yang dibutuhkan pada setiap penurunan tangki 1 sebanyak 2 cm
menggunaka stopwatch
g. Diulangi percobaan diatas dengan tangki 2
111
3.3.3 Penentuan Nilai k dan n pada Tangki
a. Diisi tangki 1 mencapai ketinggian 20 cm
b. Dicatat tinggi air pada tangki 1 saat t=0
c. Dibuka valve keluaran tangki 1 dengan bukaan 1 putaran
d. Dicatat waktu yang dibutuhkan pada setiap penurunan tinggi air pada tangki
sebanyak 1 cm
3.3.4 Simulasi gangguan pada tangki
a. Ditentukan bukaan valveinput yaitu 1.5 putaran dan bukaan valve output yaitu 1
putaran
b. Dicatat tinggi air pada tangki saat t=0
c. Dibuka valve input dan keluaran tangki dengan bukaan yang telah ditentukan
d. Dicatat ketinggian air didalam tangki setiap 10 detik
e. Dilakukan percobaan ini secara kontinyu hingga mencapai keadaan tunak
f. Diberi gangguan pada tangki dengan kondisi tunak yaitu dengan putaran 1 hingga
ketinggian 28.4 cm
g. Dicatat ketinggian air dalam tangki setiap 10 detik
h. Dilakukan percobaan ini hingga mencapai keadaan tunak kembali
BAB IV
112
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Hasil Percobaan
4.1.1 Penentuan Luas Penampang Tangki 1
Table 4.1 Data Penentuan Luas Penampang Tangki 1No Volume (mL) h (cm)
1. 1000 3
2. 2000 5
3. 3000 7
4. 4000 9
5. 5000 11.1
6. 6000 13.2
7. 7000 15.3
8. 8000 17.4
9. 9000 19.5
10. 10000 21.5
4.1.2 Penentuan Luas Penampang Tangki 2
Table 4.2 Data Penentuan Luas Penampang Tangki 2No Volume (mL) h (cm)
1. 1000 3
2. 2000 5.1
3. 3000 7.2
4. 4000 9.2
5. 5000 11
6. 6000 13
7. 7000 15.2
8. 8000 17.2
9. 9000 19.2
10. 10000 21.2
113
4.1.3 Penentuan Laju Alir Keluaran Tangki 1 dan 2
Table 4.3 Data Penentuan Laju Alir Keluaran Tangki 1 dan 2
No
Tangki 1 Tangki 2
Bukaa Valve : 1
Putaran
Bukaa Valve : 2
Putaran
Bukaa Valve : 1
Putaran
Bukaa Valve : 2
Putaran
h (cm) t (s) h (cm) t (s) h (cm) t (s) h (cm) t (s)
1. 30 0 30 0 30 0 30 0
2. 28 15.43 28 4.5 28 14.5 28 6.6
3. 26 24.84 26 12.93 26 22.5 26 12.4
4. 24 38.47 24 17.46 24 31.1 24 18.8
5. 22 50.8 22 22.04 22 39.5 22 24.9
6. 20 64.03 20 26.52 20 48.2 20 31
7. 18 77.72 18 31.4 18 56.3 18 37.8
8. 16 92.35 16 36.3 16 65.8 16 45.1
9. 14 106.16 14 41.4 14 75.3 14 52
10. 12 121.52 12 46.93 12 86.2 12 59
11. 10 137.31 10 52.28 10 96.8 10 66.7
12. 8 153.31 8 57.63 8 107.8 8 74.2
13. 6 169.7 6 63.35 6 118.8 6 82.8
14. 4 191.08 4 69.61 4 127.6 4 91.1
15. 2 205.51 2 76.16 2 135.8 2 99.9
114
4.1.4 Penentuan Harga k dan n Tangki 1
Table 4.4 Data Penentuan Harga k dan n Tangki 1No Bukaan Valve : 1 Putaran
1. h (cm) t (s)
2. 20 0
3. 19 5.9
4. 18 12.5
5. 17 19
6. 16 26.2
7. 15 32.6
8. 14 39.6
9. 13 46.8
10. 12 53.8
11. 11 61.1
12. 10 69.2
13. 9 76.3
14. 8 83.8
15. 7 91.7
16. 6 99.7
17. 5 108.5
18. 4 116.6
19. 3 125
20. 2 133.4
115
4.1.5 Simulasi Gangguan pada Tangki Tunak 1 Tangki
Table 4.5 Data Simulasi Gangguan pada Tangki Tunak 1 Tangki
NoPada Keadaan Tunak Gangguan : bukaan valve 1 putaran
h (cm) t (s) h (cm) t (s)
1. 25 0 28.6 0
2. 22 10 28.4 10
3. 21.9 20 28.2 20
4. 21.8 30 28 30
5. 21.7 40 27.8 40
6. 21.7 50 27.5 50
7. 21.6 60 27.4 60
8. 21.5 70 27 70
9. 21.4 80 26.9 80
10. 21.3 90 26.8 90
11. 21.2 100 26.7 100
12. 21.1 110 26.7 110
13. 21 120 26.5 120
14. 21 130 26.2 130
15. 20.9 140 26.1 140
16. 20.9 150 26 150
17. 20.8 160 26 160
18. 20.7 170 25.8 170
19. 20.7 180 25.8 180
20. 20.6 190 25.7 190
21. 20.5 200 25.5 200
22. 20.4 210 25.3 210
23. 20.4 220 25.2 220
24. 20.3 230 25.2 230
25. 20.3 240 25.1 240
26. 20.2 250 25 250
27. 20.2 260 25 260
28. 20.2 270 24.9 270
29. 20.2 280 24.9 280
30. 20.2 290 24.8 290
31. 24.7 300
32. 24.7 310
116
33. 24.5 320
34. 24.5 330
35. 24.5 340
36. 24.5 350
37. 24.5 360
4.2 Grafik dan Perhitungan
4.2.1 Grafik dan Perhitungan Penentuan Luas Penampang Tangki 1 dan 2
0 5 10 15 20 250
2000
4000
6000
8000
10000
12000
f(x) = 483.825198637912 x − 402.66742338252R² = 0.99990541051835
t (Waktu)
V (V
olum
e)
Gambar 4.1 Kurva Penentuan Luas Penampang Tangki 1
117
0 5 10 15 20 250
2000
4000
6000
8000
10000
12000
f(x) = 496.148692405717 x − 518.283638881346R² = 0.999814789241823
t (Waktu)
V (V
olum
e)
Gambar 4.2 Kurva Penentuan Luas Penampang Tangki 2
Berdasarkan gambar 4.1 dan gambar 4.2 dapat disimpulkan bahwa luas permukaan tangki 1
adalah 483.83 cm2 dan luas permukaan tangki 2 adalah 496.15 cm2.
4.2.2 Grafik dan Perhitungan Penentuan Laju Alir Keluaran Tangki 1 dan 2
A=14
π D2, maka ¿√ Ax 4π
, r=D2
Untuk tangki 1, ¿√ 483.83 x 4227
=24.8149 , r=24.8149
2=12.4074 cm
Untuk tangki 2, ¿√ 496.15 x 4227
=25.1289 , r=25.1289
2=12.5644 cm
Tabel 4.6 Data Perhitungan Volume Tangki
No Tangki 1 Tangki 2
Bukaa Valve : 1
Putaran
Bukaa Valve : 2
Putaran
Bukaa Valve : 1
Putaran
Bukaa Valve : 2
Putaran
h t (s) v h t (s) v h t (s) v h t (s) v
118
(cm) (mL) (cm) (mL) (cm) (mL) (cm) (mL)
1. 30 0 15245.68 30 0 15245.68 30 0 14753.36 30 0 14753.36
2. 28 15.43 14229.31 28 4.5 14229.31 28 14.5 13769.81 28 6.6 13769.81
3. 26 24.84 13212.93 26 12.93 13212.93 26 22.5 12786.25 26 12.4 12786.25
4. 24 38.47 12196.55 24 17.46 12196.55 24 31.1 11802.69 24 18.8 11802.69
5. 22 50.8 11180.17 22 22.04 11180.17 22 39.5 10819.13 22 24.9 10819.13
6. 20 64.03 10163.79 20 26.52 10163.79 20 48.2 9835.577 20 31 9835.577
7. 18 77.72 9147.411 18 31.4 9147.411 18 56.3 8852.019 18 37.8 8852.019
8. 16 92.35 8131.032 16 36.3 8131.032 16 65.8 7868.461 16 45.1 7868.461
9. 14 106.16 7114.653 14 41.4 7114.653 14 75.3 6884.904 14 52 6884.904
10. 12 121.52 6098.274 12 46.93 6098.274 12 86.2 5901.346 12 59 5901.346
11. 10 137.31 5081.895 10 52.28 5081.895 10 96.8 4917.788 10 66.7 4917.788
12. 8 153.31 4065.516 8 57.63 4065.516 8 107.8 3934.231 8 74.2 3934.231
13. 6 169.7 3049.137 6 63.35 3049.137 6 118.8 2950.673 6 82.8 2950.673
14. 4 191.08 2032.758 4 69.61 2032.758 4 127.6 1967.115 4 91.1 1967.115
15. 2 205.51 1016.379 2 76.16 1016.379 2 135.8 983.5577 2 99.9 983.5577
Berdasarkan tabel 4.6. Maka kurva penentuan laju alir keluaran tangki 1 dan 2 dapat dilihat
dari gambar 4.3 dan gambar 4.4
0 50 100 150 200 2500
2000400060008000
1000012000140001600018000
f(x) = − 69.4467598909628 x + 14836.023916364R² = 0.995406574119073f(x) = − 192.128121983308 x + 15284.7718272598R² = 0.997878007879738
Bukaan valve 2 Putaran
Linear (Bukaan valve 2 Putaran)
Bukaan valve 1 Putaran
t (Waktu)
V (V
olum
e)
Gambar 4.3 Kurva Penentuan Laju Alir Keluaran Tangki 1
119
0 20 40 60 80 100 120 140 1600
2000
4000
6000
8000
10000
12000
14000
16000
f(x) = − 102.37853002294 x + 14872.5177166361R² = 0.997925836719755f(x) = − 138.910799475733 x + 14372.2648474538R² = 0.99644926691202 Bukaan valve 2
Putaran
Linear (Bukaan valve 2 Putaran)
Bukaan valve 1 Putaran
Linear (Bukaan valve 1 Putaran)
t (Waktu)
V (V
olum
e)
Gambar 4.4 Kurva Penentuan Laju Alir Keluaran Tangki 2
Berdasarkan gambar 4.3 dan gambar 4.4 dapat disimpulkan bahwa laju alir keluaran tangki
1 pada bukaan valve 1 putaran adalah 69.447 mL/s dan pada bukaan 2 putaran adalah
192.13 mL/s. Sedangkan pada keluaran tangki 2 pada bukaan valve 1 putaran adalah 102.38
mL/s dan pada bukaan 2 putaran adalah 138.91 mL/s.
4.2.3 Grafik dan Perhitungan Harga k dan n pada tangki 1
dhdt
=−kA
hn
ln dhdt
=n . ln h−ln( kA )
Berdasarkan data dari tabel 4.4 maka kurva t vs s untuk menentukan nilai dh/dt dapat
dilihat pada gambar 4.5
120
0 20 40 60 80 100 120 140 1600
2
4
6
8
10
12f(x) = NaN x^NaNR² = NaN
f(x) = 0R² = 0 t (s)
h (c
m)
Gambar 4.5 Kurva Penentuan Nilai dh/dt
Menghitung dh/dt, maka hitung A.-dt/dh, ln (-A.dh/dt) dan ln h. Hasilnya dapat dilihat pada
Tabel 4.7:
Tabel 4.7 Data Perhitungan Penentuan Nilai k dan n pada Tangki 1
NoBukaan valve : 1 Putaran
h (cm) t (s) dh/dt A.-dt/dh ln (-A.dh/dt) ln h
1. 20 0 -0.1742 88.531924 4.48336321 2.995732
2. 19 5.9 -0.17302 87.9322244 4.47656634 2.944439
3. 18 12.5 -0.1717 87.261374 4.468907914 2.890372
4. 17 19 -0.1704 86.600688 4.46130776 2.833213
5. 16 26.2 -0.16896 85.8688512 4.452821146 2.772589
6. 15 32.6 -0.16768 85.2183296 4.445216547 2.70805
7. 14 39.6 -0.16628 84.5068216 4.43683226 2.639057
8. 13 46.8 -0.16484 83.7749848 4.428134452 2.564949
9. 12 53.8 -0.16344 83.0634768 4.419605096 2.484907
121
10. 11 61.1 -0.16198 82.3214756 4.410632017 2.397895
11. 10 69.2 -0.16036 81.4981592 4.400580433 2.302585
12. 9 76.3 -0.15894 80.7764868 4.391685918 2.197225
13. 8 83.8 -0.15744 80.0141568 4.382203579 2.079442
14. 7 91.7 -0.15586 79.2111692 4.372117314 1.94591
15. 6 99.7 -0.15426 78.3980172 4.361798636 1.791759
16. 5 108.5 -0.1525 77.50355 4.350323742 1.609438
17. 4 116.6 -0.15088 76.6802336 4.339643965 1.386294
18. 3 125 -0.1492 75.826424 4.328446833 1.098612
19. 2 133.4 -0.14752 74.9726144 4.317122906 0.693147
20. 1 142.6 -0.14568 74.0374896 4.304571581 0
Dari data tabel 4.7 maka dapat dibuat kurva linearisasi untuk simulasi pengosongan tangki
1 pada bukaan valve 1 putaran seperti gambar 4.6 :
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.54.2
4.25
4.3
4.35
4.4
4.45
4.5
f(x) = 0.0650794289393794 x + 4.26383519534857R² = 0.907382045065646
Ln(h)
Ln(-A
.dh/
dt)
Gambar 4.6 Kurva Linearisasi Pengosongan Tangki 1
122
Dari gambar dapat diperoleh persamaan :
ln (−A dhdt )=0.0651 x ln h−4.2638
Jika dianalogikan dengan persamaan hasil penurunan neraca massa :
ln (−A dhdt )=n x ln h−ln k
Maka diperoleh nilai :
n = 0.0651
k = exp (4.2638) = 71.07957329
4.2.4 Grafik dan Perhitungan Simulasi Gangguan pada Tangki Tunak 1 Tangki
0 100 200 30020
20.521
21.522
22.523
23.524
24.525
25.5
t (Waktu)
h (K
eting
gian
)
Gambar 4.7 Kurva Simulasi Gangguan pada Tangki Tunak 1 Tangki
123
0 50 100 150 200 250 300 350 40022
23
24
25
26
27
28
29
t (Waktu)
h (K
eting
gian
()
Gambar 4.8 Kurva Gangguan pada Tangki Setelah diberi Gangguan
4.3 Pembahasan
Pertama-tama pada praktikum dinamika proses adalah menghitung luas penampang tangki
1 dan tangki 2 dengan mengambil data volume dan waktu pada masing-masing tangki. Dan
kemudian dibentuk kurva dan didapatkanlah hasil luas penampang pada tangki 1 adalah
483.83 cm2 dan tangki 2 adalah 496.15 cm2. Didapatkan hasil tangki 1 memiliki luas
penampang lebih kecil.
Kemudian didapatkan diameter pada masing-masing tangki dengan persamaan D=√ Ax 4π
,
didapatkan tangki 1 memiliki D = 24.8149 dan tangki 2 memiliki D = 25.1289. Dan r nya
dengan rumus r=D2 . Didapatkan hasil r pada tangki 1 adalah 12.4074 cm dan pada tangki 2
adalah 12.5644. Hasil D dan r yang lebih besar adalah tangki yang ke-2 karena luas
penampang lebih luas dari data hasil percobaan.
Selanjutnya adalah menghitung volume dengan rumus atau persamaan V=π r2 h. Dan
kemudian dengan kita memiliki volume, maka dapat mengetahui laju alir dengan membuat
kurva perbandingan volume dan waktu. Didapatkan pada tangki 1 dengan putaran 1 adalah
69.447 mL/s dan putaran 2 adalah 192.13 mL/s. Sedangkan pada tangki 2, putaran 1 adalah
124
102.38 dan putaran 2 adalah 138.91. Dapat disimpulkan bahwa semakin besar putaran valve
maka semakin besar laju alir yang diperoleh.
Lalu untuk mendapatkan data k dan n, awalnya membuat kurva dengan mengetahui waktu
dan ketinggian. Kemudian diketahui dh/dt untuk menghitung nilai A.-dt/dh, ln (-A.dh/dt)
dan ln h. Kemudian didapatkanlah nilai k = 71.07957329 dan n = 0.0651.
Dan selanjutnya adalah memberi gangguan pada tangki yang telah tunak dengan
menambahkan bukaan valve 1 putaran dengan mendadak. Karena kejadian tersebut profil
ketinggian air dalam tangki berubah dan didapatkan keadaan tunak kembali pada
ketinggian 24.5 di waktu pada saat 360 sekon.
Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam percobaan dinamika proses yaitu bukaan valve
yang mana semakin besar bukaan valve yang dilakukan maka semakin besar pula kecepatan
aliran saat keluar dari tangki, kemudian densitas fluida yang mana semakin besar densitas
maka pergerakan fluida pada tangki akan semakin lambat. Selanjutnya luas penampang,
semakin besar luas penampang semakin besar laju alir atau fluida yang keluar dari tangki.
Dinamika proses perlu dipelajari karena agar pada suatu proses industri tentu aka nada
gangguan-gangguan yang terjadi terutama untuk suatu industri yang bergerak atau yang
berhubungan dengan fluida. Maka dari itulah dinamika proses aka nada untuk membuat
keadaan operasi pada fluida menjadi tunak kembali, dengan arti lain gangguan yang semula
ada menjadi hilang dan normal kembali,
Dalam industri, proses dinamika proses yaitu terjadi pada kolom destilasi yang
memisahkan Formaldehid dari komponen lain yaitu dengan menjaga agar aliran destilat
produk tetap mengandung 95% Formaldehid meskipun komposisi umpan berubah-ubah
kemudian pada composition analyzer.
125
Nilai k dan n dihitung pada percobaan dinamika proses berfungsi untuk menentukan
parameter laju volumetrik keluaran pada tangki dimana laju alir volumetrik keluaran tangki
merupakan fungsi dari ketinggian air dalam tangki. Semakin besar k dan n, maka semakin
besar pula laju alir volumetrik pada keluaran tangki. Semakin besar lajunya, maka semakin
besar ketinggian air dalam tangki.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan kali ini dapat disimpulkan bahwa :
a. Didapatkan nilai laju alir pada tangki 1 dengan putaran 1 adalah 69.447 mL/s dan pada
putaran 2 adalah 192.13 mL/s. Sedangkan pada tangki 1 dengan putaran 1 bernilai
102.38 mL/s dan dengan putaran 2 bernilai 138.91 mL/s. Jadi semakin besar putaran
yang diberikan maka semakin besar nilai laju alir.
b. Didapatkan nilai luas penampang pada tangki 1 bernilai 483.83 cm2 dan tangki 2
bernilai 496.15 cm2. Tangki 1 memiliki luas penampang lebih kecil dibandingkan
tangki 2. Nilai yang didapatkan dari kurva perbandingan volume dan waktu.
126
c. Didapatkan nilai k dan n yaitu k = 71.07957329 dan nilai n = 0.0651. Nilai ini
didapatkan dari kurva perbandingan ln h dan ln (-A.dh/dt). Didapatkan linearisasi y =
0.0651x + 4.2638. Nilai a merupakan nilai n, dan b dieksponen merupakan nilai k.
5.2 Saran
Pada praktikum selanjutnya dapat menggunakan bukaan valve yang bervariasi contohnya
menjadi 3 putaran, ¾ putaran agar praktikan lebih memahami pengaruh bukaan valve dan
lebih mengerti dinamika proses.
DAFTAR PUSTAKA
Brown, G.G, 1950, Unit Operation, John Wiley and Sons, New York
McCabe, WL and Smith, JC, 1975, Unit Operation of Chemical Engineering, 3rd ed,
McGraw Hill Co, New York
Sater, V.E, 1980, First Order, in AlchE, Series A : Process Control, vol 1, Analysis of
dynamic systems, American Institute, New York
127
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Fluidisasi adalah suatu fenomena berubahnya sifat suatu padatnya (bed) dalam suatu
reaktor menjadi bersifat seperti fluida dikarenakan adanya aliran fluida ke dalamnya, baik
berupa cair maupun gas. Jika suatu aliran udara melewati partikel unggun yang ada dalam
tabung, maka aliran tersebut akan memberikan gaya seret (drag force) pada partikel dan
menimbulkan pressure drop sepanjang unggun. Pressure drop akan naik jika kecepatan
seperficial naik.
128
Kecepatan superficial adalah laju alir udara pada kolom yang kosong, sedangkan kecepatan
interstitial adalah kecepatan udara di antara partikel unggun. Pada kecepatakan superficial
rendah, unggun mula-mula diam. Jika kecepatan superficial dinaikan maka pada suatu saat
gaya seret fluida menyebabkan unggun mengembang dan menyebabkan tahanan terhadap
aliran udara mengecil, sampai pada akhirnya gaya seret tersebut cukup untuk mendukung
gaya berat partikel unggun. Hal ini menyebabkan unggun terfluidakan dan sistem solid
fluida menunjukkan sifat-sifat seperti fluida kecepatan superficial terendah yang
dibutuhkan agar terjadi fluidisasi disebut minimum fluidization velocity (Umf). Fluidisasi
berhubungan dengan banyak proses industri kimia, misalnya dalam proses katalisasi
maupun dalam proses pemurnian gas. Proses fluidisasi ini memiliki beberapa hal penting
yang harus diperhatikan, seperti jenis dan tipe fluidisasi, aplikasi dalam industri serta
spesifikasi dan cara kerja alatnya.
Aplikasi fluidisasi dalam proses industri sangat banyak. Hal ini dimulai pada tahun 1926
untuk Gasifier Winkler berskala besar lalu fluidized bed catalytic cracking (FFC) crude oil
menjadi bensin pada tahun 1942. Aplikasi tersebut semakin berkembang dan pada tahun
1990 dapat diklasifikasikan menjadi proses kimia katalitik (seperti FCC dan sintetik
Fischer-Trops), proses kimia non katalitik seperti thermal cracking dan gasifikasi batu
bara, dan proses fisik seperti pengeringan dan absorpsi. Selain itu, fluidisasi kontinu banyak
dimanfaatkan dalam pabrik pengolahan untuk memindahkan padatan dari satu tempat ke
tempat lainnya.
Oleh karena itu, pada praktikum kali ini dapat mengetahui proses fluidisasi, memahami
fenomena yang terjadi pada saat praktikum baik cair maupun gas, memahami kecepatan
minimum pada saat dikontakkan.
1.2 Tujuan
a. Mengetahui kecepatan minimum fluidisasi (Umf)
b. Mengetahui hubungan antara laju alir dengan ketinggian bed
129
c. Mengetahui fenomena yang terjadi pada saat cair dan gas
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Fluidisasi adalah metoda pengontakan butiran-butiran padat dengan fluida, baik cair
maupun gas.dengan metoda ini diharapkan butiran-butiran padat memilki sifat seperti
fluida dengan viskositas tinggi. Sebagai ilustrasi, tinjau suatu kolam berisi sejumlah
partikel padat berbentuk bola. Melalui unggun padatan ini kemudian dialirkan gas dari
bawah ke atas. Pada laju air yang cukup rendah, butiran padat akan tetap diam, karena gas
hanya mengalir ke atas dar bawah. Padda laju alir yang cukup rendah, butiran padat akan
tetap diam, karena gas hanya mengalir melalui ruang partikel menyebabkan perubahan
susunan partikel tersebut (Kunii, 1991).
130
Faktor-faktor yang mempengaruhi fluidisasi adalh sebagai berikut :
a. Laju alir dan jenis fluida
b. Ukuran partikel dan bentuk partikel
c. Jenis dan densitas partikel serta faktor interlak partikel
d. Porositas unggun
e. Distribusi aliran
f. Distribusi bentuk ukuran fluida
g. Diameter kolam
h. Tinggi unggun
(Kunii, 1991)
Faktor-faktor diatas merupakan variabel-variabel dalam proses fluidisasi yang akan
menentukan karateristik proses tersebut. Butiran padat yang akan difluidisasikan juga dapat
bervariasi seperti butiran batu bara, batu bata, pasir, dan sebagainya. Ukuran partikel juga
divariasikan dengan melakukan pengayakan dengan mesh tertentu. Densitas partikel dapat
juga divariasikan dengan mencampur partikel, baik yang nerneda jenis. Selain itu variasi
juga dapat dilakukan pada tinggi unggun(Kunii, 1991).
Berikut fenomena fluidisasi pada partikel unggun berdasarkan kecepatan superfisial udara
yang melewati partikel :
a. Fenomena Fixed Bed Fluidization
Fenomena ini terjadi jika laju alir fluida kurang dari laju alir minimum yang
dibutuhkan untuk proses awal fluidisasi sehingga partikel berada dalam keadaan
diam
131
Gambar 2.1
b. Fenomena Minimum Fluidization
Fenomena ini terjadi jika laju alir laju alir fluida mencapai laju alir minimum (Umf )
yang di butuhkan untuk proses fluidisasi. Partikel-partikel padat mulai terekspansi
pada keadaan ini. Jika kecepatan aliran fluida kurang dari kecepatan Umf maka
unggun akan dian (packed bed). Namun jika kecepatan aliran fluida dinaikkan
melebihi Umf , unggun tidak hanya terangkat, tetapi dapat saling berbenturan satu
sama lain dan akhirnya partikel akan mengalami perpindahan massa dan bertindak
sebagai fuida
Gambar 2.2
132
c. Fenomena Smooth Fluidization
Fenomena ini terjadi jika distribusi aliran dan kecepatan fluida merata serta densitas
dan distribusi partikel dalam unggun homogen. Akibatnya, ekspansi pada setiap
partikel padatan seragam
Gambar 2.3
d. Fenomena Bubbling Fluidization
Fenomena ini terjadi jika gelembung-gelembung yang terdapat didalam unggun
terbentuk akibat densitas dan distribusi partikelnya tidak homogen
Gambar 2.4
e. Fenomena Slugging Fuidization
133
Fenomena ini terjadi jika lebar gelembung yang terjadi dapat mencapai diameter
kolam yang terbentuk pada partikel padat. Hal ini yang dapat diamati dari keadaan
ini adalah adanya penorakan pada partikel padat sehingga partikel padat terlihat
seperti terangkat
Gambar 2.5
f. Fenomena Channeling Fluidization
Fenomena ini terjadi jika terbentuk saluran seperti tabung vertikal (channel)
didalam unggunt adi
Gambar 2.6
g. Fenomena Disperse Fluidization
134
Fenomena ini terjadi jika kecepatan alir fluida telah melebihi kecepatan maksimum
aliran fluida. Hal ini ditandai dengan adanya sebagian partikel akan terbawa aliran
fluida dan ekspansi mencapai nilai maksimum
Gambar 2.7
Yang dimaksud dengan kecepatan minimum fluidisasi (dengan notasi Umf ) adalah
kecepatan superfisial fluida innimum dimana fluidisasi mulai terjadi. Harganya diperoleh
dengan mengkombinasikan persamaan Ergun dengan persamaan neraca massa pada unggun
terfluidakan menjadi :
150 ( εmf ) dp . ρ g
εmf3 μ
U mf +1,75εmf
3 + dp . ρ gμ
Umf2=
dp3 ρ g ( ρ s−ρ g ) gμ2 …………………2.1
Untuk keadaan ekstrem yaitu :
a. Aliran laminer (Re < 200), kecepatan fluidisasi minimumnya :
Umf =dp2
150. ( ρs−ρg ) g
μ.
εmf3
1−εmf3 ……………………. ……….………… ..…2.2
b. Aliran laminer (Re < 200), kecepatan fluidisasi minimumnya :
Umf2= dp
1,75. ( ρs−ρg ) g
ρg.
ε mf3
1−εmf3 εmf
3 … …………………………………2.3
(Kunii, 1991)
135
Salah satu aspek yang akan ditinjau dalam percobaan ini adalah mengetahui
besarnyapenurunan tekanan (pressure drop) di dalam unggun padatan yang terfluidakan.
Hal tersebut mempunyai arti yang cukup penting karena selain erat sekali hubungannya
dengan besarnya energi yang diperlukan, juga bisa memberikan indikasi tentang kelakuan
unggun selama operasi berlangsung. Penentuan besarnya hilang tekan di dalam unggun
terfluidakan terutama dihitung berdasarkan rumus-rumus yang diturunkan untuk unggun
diam, terutama oleh Balke,Kozeny, Carman, ataupun peneliti-peneliti lainnya (Fee, 1994).
Manometer adalah alat pengukur tekanan udara didalam ruang tertutup. Ada beberapa
manometer sebagai berikut :
a. Manometer zat cair
Manometer zat cair biasanya merupakan pipa kaca berbentuk U yang berisi raksa.
Manometer jenis ini dibedakan menjadi manometer raksa yang terbuka dan manometer
raksa yang tertutup.
1. Manometer raksa ujung terbuka
Manometer raksa ujung terbuka digunakan untuk mengukur tekanan gas dalam
ruang tertutup bila tekanannya sekitar 1 atmosfer. Pada pipa U berisi raksa, pada
salah satu ujungnya dihubungkan dengan ruangan yang akan diukur tekanannya,
sedangkan ujung yang lain berhubungan dengan udara luar (atmosfer). Permukaan
raksa pada pipa terbuka lebih tinggi daripada permukaan raksa pada pipa yang
berhubungan dengan ruang tertutup. Misalkan selisih tinggi raksa adalah ∆ h, maka
tekanan ruang sebesar
P=+̄∆ h……………………………………….…….………………….…2.4
Jika tekanan dalam gas ruangan tertutup lebih rendah dari pada permukaan raksa
pada pipa yang berhubungan dengan ruang tertutup. Misalkan selisih tinggi raksa
adalah ∆ h, maka tekanan gas dalam ruangan sebesar
P= .̄ ∆ h……………………………………….………………………….…2.5
Keterangan :
Bar : tekanan udara luar
136
∆ h : tekanan gas dalam ruangan tertutup
2. Manometer raksa ujung tertutup
Manometer ini pada prinsipnya sama dengan manometer ujung terbuka, tetapi
digunakan untuk mengukur tekanan ruangan lebih dari 1 atmosfer. Sebelum
digunakan, tinggi permukaan raksa sama dengan tekanan didalam pipa tertutup 1
atmosfer. Jika selisih tinggi permukaan raksa kedua pipa adalah ∆ h cm, maka
tekanan ruang tersebut sebesar :
P2=( P1+∆ h ) cmHg……………………………… ………………………………2.6
Keterangan :
P1 : tekanan udara mula-mula dalam pipa
∆h : selisih tinggi permukaan raksa kedua pipa
P2 : besarnya tekanan udara yang diukur
b. Manometer logam
Manometer ini digunakan untuk mengukur tekanan gas yang sangat tinggi, misalnya
tekanan gas dalam ketel uap.
c. Manometer Mac Leod
Manometer ini digunakan untuk mengukur tekanan udara yang lebih kecil dari 1
mmHg. Cara kerja manometer jenis ini sama dengan manometer raksa tertutup. Jika
selisih tinggi raksa pipa S dengan pipa E adalah ∆ hcmHg, maka tekanan yang terukur
sebesar :
P= 110.000
x ∆ h cmHg
(Badger, 1960).
137
Biasanya jika kita menyatakn serbuk ini mempunyai ukuran partikel rata-rata 20 μm yang
telah diayak dengan ukuran mesh tertentu, maka pernyataan ini dimaksudkan untuk
menunjukkan bahwa serbuk tersebut terdiri dari partikel-partikel erbuk yang sesungguhnya
adalah sukar sekali, sebab baik bentuk maupun besarnya tidak sama (Badger, 1960).
Dalam dunia industri, fluidisasi diaplikasikan dalam berbagai hal. Diantaranya dalam
transportasi serbuk padatan (converyor untuk solid), pencampuran padatan halus,
perpindahan panas (seperti pendinginan untuk biji alumina panas), pelapisan plastik pada
permukaan logam, proses drying dan sizing pada pembakaran, proses pertumbuhan partikel
dan kondensasi bahan yang dapat mengalami sublimasi, adsorbsi (untuk pengeringan udara
dengan adsoerben), dan masih banyak lagi (Kunii, 1991).
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Alat dan Baha
3.1.1 Alat
a. Rangkaian alat fluidisasi
138
b. Kompresor
c. Pompa
d. Bak penampung fluida cair
e. Piknometer
f. Termometer
g. Neraca analitik
h. Ayakan
i. Penggaris
j. Stopwatch
k. Jangka sorong
l. Sendok
m. Pipet tetes
n. Selang
o. Pinset
p. Kunci pas no 10
3.1.2 Bahan
a. Air kran
b. Aquadest
c. Raksa
d. Pasir (butiran padatan sebagai unggun)
3.2 Rangkaian alat
139
Keterangan :
a : kolom fluidisasi (cair)
b : kolom fluidisasi (gas)
c : manometer
d : pompa
f : kompresor
g : bak penampungan fluida cair
3.3 Prosedur Percobaan
3.3.1 Tahap Percobaan
3.3.1.1 Menentukan Densitas Padatan dan Cairan
3.3.1.1.1 Kalibrasi Piknometer dengan Aquadest
a. Ditimbang piknometer kosong dengan neraca analitik
b. Ditimbang piknometer+aquadest dengan neraca analitik
c. Diukur suhu aquadest menggunakan thermometer
140
3.3.1.1.2 Densitas Air Kran
a. Ditimbang piknometer kosong menggunakan neraca anallitik
b. Ditimbang piknometer+air kran menggunakan neraca analitik
3.3.1.1.3 Densitas Partikel
a. Ditimbang piknometer kosong menggunakan neraca analitik
b. Ditimbang pikometer+½ volume pikno diisi partikel 50 mesh
c. Ditimbang piknometer+½ volume pikno diisi partikel 50 mesh dan ditambah
aquadest sampai penuh
d. Diulangi langkah a-c dengan menggunakan partikel 30 mesh
3.3.1.2 Menentukan Viskositas Air Kran
a. Dihitung viskositas air kran dengan manometer
3.3.1.3 Menentukan Dimensi Kolom
a. Diukur kolom 1 (gas) dan kolom 2 (cair) menggunakan jangka sorong
3.3.1.4 Kalibrasi Flowmeter
a. Dinyalakan kompresor
b. Ditetukan skala 1 pada kompresor
c. Dinyalakan stopwatch pada saat manometer menunjukan skala 1
d. Dimatikan kompresor pada saat kompresor berbunyi
e. Diulangi langkah yang sama dengan skala 2-5
3.3.2 Tahap Operasi
3.3.2.1 Fluida Gas
a. Diisi kolom 1 (gas) denga
b. n partikel padat 30 mesh dengan ketinggian 2 cm
c. Ditentukan skala 1 pada kompresor
141
d. Diukur tinggi manometer pada saat operasi
e. Diukur tinggi lonjakan pada kolom menggunakan penggaris
f. Diamati fenomena yang terjadi
g. Diulangi langkah b-e dengan mengganti skala 2-5
h. Diulangi langkah a-f menggunakan partikel padatan 30 mesh dengan ketinggian
5 cm
3.3.2.2 Fluida Cair
a. Diisi kolom 2 (cair) dengan partikel 50 mesh dengan ketinggian 2 cm
b. Dinyalakan pompa
c. Diukur tinggi manometer pada saat ekspansi
d. Diukur tinggi lonjakan pada kolom menggunakan penggaris
e. Diamati fenomena yang terjadi
f. Diulangi langkah a-e dengan mengganti padata partikel 30 mesh dengan
ketinggian 1 cm
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
142
4.1 Data Hasil Percobaan
4.1.1 Diameter Partikel
Diameter partikel 50 Mesh : 0.297 mm
Diameter partikel 30 Mesh : 0.595 mm
4.1.2 Kalibrasi Volume Piknometer
Berat piknometer kosong : 23.5205 gram
Berat piknometer + aquadest : 48.2863 gram
Berat aquadest : 24.7658 gram
Suhu : 31°C
Volume piknometer : 24.8827 ml
4.1.3 Densitas Air Kran (Fluida Cair)
Berat piknometer kosong : 23.5205 gram
Berat piknometer + air kran : 48.2863 gram
Berat air kran : 24.7658 gram
4.1.4 Densitas Partikel Unggun 50 Mesh
Berat piknometer kosong : 23.5205 gram
Berat piknometer + ½ volume pasir : 41.9242 gram
Berat piknometer + ½ volume pasir + ½ volume aquadest : 59.6201 gram
4.1.5 Densitas Partikel Unggun 30 Mesh
143
Berat piknometer kosong : 23.5205 gram
Berat piknometer + ½ volume pasir : 40.4985 gram
Berat piknometer + ½ volume pasir + ½ volume aquadest : 58.6964 gram
4.1.6 Dimensi Kolom
Di Kolom 1 : 3.51 cm
Di Kolom 2 : 5.58 cm
4.1.7 Kalibrasi Flowmeter
Skala Flowrate (Δh) Waktu (t)
1 cm 15 s
2 cm 9.87 s
3 cm 8.71 s
4 cm 5.85 s
5 cm 4.39 s
4.1.8 Tahap Operasi ( Fluida Cair)
Fenomena
DP = 30 mesh DP = 50 mesh
FenomenaH unggun : 1 cm H unggun : 2 cm
Δh H lonjakan Δh H lonjakan
Disprese 2 7 2 4 Slugging
4.1.9 Tahap Operasi ( Fluida gas)
144
Fenomena
DP = 50 mesh DP = 30 mesh
FenomenaH unggun : 2 cm H unggun : 5 cm
Δh H lonjakan Δh H lonjakan
Smooth 0.5 9 1 16 Bubbling
Bubbling 0.5 10 1 19 Bubbling
Bubbling 0.5 12 1 22 Bubbling
1 20 Bubbling
1 25 Bubbling
4.2 Perhitungan
4.2.1 Tahap persiapan
4.2.1.1 Diameter Partikel
Diameter partikel 50 Mesh : 0.297 mm
Diameter partikel 30 Mesh : 0.595 mm
4.2.1.2 Kalibrasi Volume Piknometer
berat pikno kosong = 23.5205 gram
berat pikno + aq = 48.2863 gram
T aq=31℃
ρaq=0.9953 grcm3 =0.9953 gr /ml
V pikno=mρaq
= (berat pikno+aq )−(berat pikno kosong )ρaq
= 48.2863 gram−23.5205 gram
0.9953 gr /ml
= 24.8827 mL
145
4.2.1.3 Densitas air kran
ρ= mVpikno
¿(Berat pikno+air kran )−(Berat piknometer kosong)
Vpikno
¿(48.2863 gram)−(23.4205 gram)
24.8827 ml
¿0.9953 gr /ml
4.2.1.4 Densitas Gas
T g=25℃
ρg=1.1871 kgm3 =1.1871 x 10−3 gr /ml
4.2.1.4 Densitas Partikel Unggun
4.2.1.4.1 Densitas Partikel 50 mesh
Berat + ½ volume pikno = 41.9242 gram
Berat + ½ volume pikno + aq = 59.6201 gram
mpartikel=mpikno+partikel+mpikno kosong
= 41.9242 gram – 23.5205 gram
= 18.4037 gram
maq=mpikno+partikel+aq+m piknokosong
= 59.6201 gram – 23.5205 gram
= 17.6959 gram
146
V aq=maq
ρaq=17.6959
0.9953=17.7795 mL
V partikel=V pikno−V aq
= 24.8827 mL – 17.7795 mL
= 7.1032 mL
ρ partikel=mpartikel
V partikel=18.4037 gram
7.1032 mL=2.5909 gr /mL
4.2.1.4.2 Densitas Partikel 30 mesh
Berat + ½ volume pikno = 40.4985 gram
Berat + ½ volume pikno + aq = 58.6964 gram
mpartikel=mpikno+partikel+mpikno kosong
= 40.4985 gram – 23.5205 gram
= 16.9780 gram
maq=mpikno+partikel+aq+m piknokosong
= 58.6964 gram – 40.4985 gram
= 18.1979 gram
V aq=maq
ρaq=18.1979
0.9953=18.2838 mL
V partikel=V pikno−V aq
= 24.8827 mL mL – 18.2838mL
= 6.5989 mL
147
ρ partikel=mpartikel
V partikel=16.9780 gram
6.5989 mL=2.5728 gr /mL
4.2.1.5 Viskositas
Viskositas Cair (31℃¿
μ=0.7843 x 10−3kg/m.s = 0.7843 x10−2 gr/cm.s
Viskositas Gas (25℃¿
μ=1.8447 x 10−5kg/m.s = 1.8447 x10−5 gr/cm.s
4.2.1.6 Kalibrasi west test meter
V kompresor=6 L=6000 cm3
D kolom 1 (gas) = 3.51 cm
A kolom = 14
π D2
= 14
.3 .14(3.51 cm)2
= 9.6712 cm2
V 1=V kompresor
A . t = 6000 cm3
9.6712 cm2 x15 s=41.3599cm / s
V 2=V kompresor
A . t =
6000 cm3
9.6712 cm2 x9.87 s=62.8570 cm/ s
V 3=V kompresor
A . t = 6000 cm3
9.6712 cm2 x8.71 s=71.2283 cm /s
V 4=V kompresor
A .t = 6000 cm3
9.6712 cm2 x5.85 s=106.0510 cm /s
V 5=V kompresor
A . t = 6000 cm3
9.6712 cm2 x 4.39 s=141.3208 cm / s
148
4.2.2 Tahap Operasi
4.2.2.1 Perhitungan Kecepatan Minimum Fluidisasi (Fluida Gas)
Ukuran Partikel 30 mesh
a. Umf teoritis persamaan Ergun
Ukuran partikel 30 mesh = 0.595 mm. εmf = 0.4103
Menentukan Nre
N ℜ=¿
N ℜ=¿
= 1110.3508
N ℜ>1000=turbulen
Menentukan Umf dengan Persamaan Ergun
Umf 2=dp (ρp−ρg)g ε mf 3
1.75 ρg
¿(0.0595 cm)(2.5909 grcm3−1.1872 x10−3 gr /cm3)980 cm / s2 ¿¿
¿70.8576 cm /s
149
b.Umf teoritis dengan Persamaan Wen yu
Umf =¿¿
¿¿¿
¿288.9252 m /s
Ukuran Partikel 50 mesh
c. Umf Teoritis Persamaan Ergun
Ukuran partikel 50 mesh = 0.297 mm. εmf = 0.4251
Menentukan Nre
N ℜ=¿
N ℜ=¿
= 1121.6395
N ℜ>1000=turbulen
Menentukan Umf dengan Persamaan Ergun
Umf 2=dp (ρp− ρg)g ε mf 3
1.75 ρg
¿(0.0297 cm)(2.5909 grcm3 −1.1872 x10−3 gr /cm3)980 cm /s2 ¿¿
¿52.7948 cm /s
d.Umf teoritis dengan Persamaan Wen yu
Umf =¿¿
¿¿¿
¿71.9887 m /s
4.2.2.2 Perhitungan Kecepatan Minimum Fluidisasi (Fluida Cair)
150
Ukuran Partikel 30 mesh
e. Umf teoritis persamaan Ergun
Ukuran partikel 30 mesh = 0.595 mm. εmf = 0.4103
Menentukan Nre
N ℜ=¿
N ℜ=¿
= 11104.9516
N ℜ>1000=turbulen
Menentukan Umf dengan Persamaan Ergun
Umf 2=dp ( ρp−ρf ) g ε mf 3
1.75 ρ f
¿(0.0595 cm)(2.5728 grcm3−0.9953 gr /cm3)980 cm /s2 ¿¿
¿1.9098 cm /s
f. Umf teoritis dengan Persamaan Wen yu
Umf =¿¿
¿¿¿
¿0.4229 cm /s
Ukuran partikel 50 mesh
a. Menghitung Umf secara teoritis
Ukuran partikel 50 mesh = 0.297 mm. εmf = 0.4251
1. Umf teoritis persamaan Ergun
151
Menentukan Nre
N ℜ=¿
N ℜ=¿
= 1103.0404
N ℜ>1000=turbulen
Menentukan Umf dengan Persamaan Ergun
Umf 2=dp ( ρp−ρf ) g ε mf 3
1.75 ρ f
¿(0.0297 cm)(2.5909 grcm3 −0.9953 gr /cm3)980 cm /s2¿¿
¿1.4313 cm /s
2. Umf teoritis dengan Persamaan wen yu
Umf =¿¿
¿¿¿
¿0.1067 cm/ s
4.3 Grafik
152
0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.50
20
40
60
80
100
120
140
160
f(x) = 24.31158 x + 11.62866R² = 0.953518091363644
∆ℎ𝑣
v (c
m/s
)
Gambar 4.1 Grafik skala terhadap kecepatan
4.4 Pembahasan
Pada praktikum kali ini digunakan fluida cair dan gas dengan ayakan 30 mesh dan 50
mesh.jenis partikel pada 30 mesh adalah 0.595 mm untuk diameter partikelnya dan pada 50
mesh adalah 0.297 mm diameter partikelnya.
Kemudian mecari densitas air kran.pertama adalah Vpiknometer/Vaquadest.dengan data
yang diketahui adalah berar pikno kosong yaitu 23.5205 gram dan piknometer+aquadest
yaitu 24.7058 gram. Dan densitas aquadest pada suhu 31oC yaitu 0.9953 gr/mL.dengan
interpolasi dari data pada buku Geankoplis diperoleh Vpiknometer 24.8827 mL.densitas air
kran 0.9953 gr/mL dan densitas gas pasa suhu 25oC yaitu 1.1871x10-5 gr/mL.
Kemudian mencari densitas partikel yang diketahui massa partikel pada 50 mesh yaitu
18.4037 gram.dan massa partikel pada 30 mesh yaitu 16.9780 gram.massaaquadest pada 50
mesh yaitu 17.6959 gram.pada 30 mesh yaitu 18.1979 gram.lalu Vaquadest pada 50 mesh
yaitu 17.7795 mL dan pada 30 mesh yaitu 18.2838 mL. Vpartikel 50 mesh 7.103 mL dan
pada 30 mesh Vpartikel yaitu 6.5989 mL. Diperoleh densitas partikel pada 50 mesh yaitu
2.5909 gr/mL dan pada 30 mesh yaitu 2.5728 gr/mL.
153
Kemudian Viskositas (µ) fluida cair pada 31oC adalah 0.7843x10-3 kg/m.s = 0.7843x10-2
gr/cm.s. Dan pada fluida gas pada suhu 25oC adalah 1.8447x10-5 kg/m.s = 1.8447 gr/cm.s.
Lalu kalibrasi wet test pada kompresor volumenya adalah 6 L = 6000 cm3. Dikeahui
diameter kolom 1 (gas) adalah 3.51 cm. luas kolom (A) adalah 9.6712 cm2. Diperoleh V1
adalah 41.3599 cm/s. V2 adalah 62.8570 cm/s. V3 adalah 71.2283 cm/s. V4 adalah 106.0510
cm/s dan V5 adalah 141.3208 cm/s. Kecepatan mengalami kenaikan karena semakin besar
skalah (∆ h).maka semakin cepat waktu yang diperlukan untuk mencapai 6 L atau 6000 cm3
pada kompresor.
Kemudian dibuat grafik perbandingan skala (∆ h) dan waktu diperoleh y = 24.312x +
11.629.
Tahap selanjutnya adalah tahap operasi.diperoleh Umfdan data yang terendah dan kecepatan
minimum yaitu 41.3599 cm/s dari grafik.
Selanjutnya perhitungan Umf secara teoritis pada fluida cair yaitu diameter partikel 50 mesh
0.297 mm diperoleh ɛmf 0.4251 dan interpolasi Round Sand pada buku Geankoplis
selanjutya NRe menggunakan persamaan Wen yun 1103.0404.karena NRe< 1000.jadi
dinyatakan turbulen. Kemudian untuk mencari kecepatan minimum .digunakan 2
persamaan yaitu persamaan Ergun dan persamaan Wen yun. Umf (Ergun) sebesar 1.4313
cm/s dam Umf (Wen yun) sebesar 0.1067 cm/s. Kemudian pada 30 mesh diameter partikel
yaitu 0.595 mm. diperoleh ɛmf 0.4103 dan interpolasi Round Sand pada buku Geankoplis
selanjutya NRe menggunakan persamaan Wen yun 1104.9516 karena NRe< 1000.jadi
dinyatakan turbulen. Kemudian untuk mencari kecepatan minimum.digunakan 2 persamaan
yaitu persamaan Ergun dan persamaan Wen yun. Umf (Ergun) sebesar 1.9098 cm/s dam Umf
(Wen yun) sebesar 0.4229 cm/s.
Selanjutnya perhitungan Umf secara teoritis pada fluida gas yaitu diameter partikel 50 mesh
0.297 mm diperoleh ɛmf 0.4251 dan interpolasi Round Sand pada buku Geankoplis
154
selanjutya NRe menggunakan persamaan Wen yun 1121.6395.karena NRe< 1000.jadi
dinyatakan turbulen. Kemudian untuk mencari kecepatan minimum .digunakan 2
persamaan yaitu persamaan Ergun dan persamaan Wen yun. Umf (Ergun) sebesar 52.7948
cm/s dam Umf (Wen yun) sebesar 71.9887 cm/s. Kemudian pada 30 mesh diameter partikel
yaitu 0.595 mm. diperoleh ɛmf 0.4103 dan interpolasi Round Sand pada buku Geankoplis
selanjutya NRe menggunakan persamaan Wen yun 1110.3508 karena NRe< 1000.jadi
dinyatakan turbulen. Kemudian untuk mencari kecepatan minimum.digunakan 2 persamaan
yaitu persamaan Ergun dan persamaan Wen yun. Umf (Ergun) sebesar 70.8576 cm/s dam
Umf (Wen yun) sebesar 288.9252 cm/s.
Pada percobaan kali ini terdapat perbedaan yang jauh antara persamaan Wen yun dan
persamaan Ergun.dikarenakan ada faktor kesalahan yang terjadi pada praktikum. Kemudian
persamaan Ergun yang digunakan memakai data viskositas.sedangkan persamaan Wen yun
menggunakan data ɛmf. Jika data yang digunaka laminar maka data yag digunakan sama-
sama viskositas dan mempunyai data yang berdekatan antara Ergun da Wen yun.
Pada percobaan fluidisasi ini kecepatan minimum partikel 30 mesh lebih cepat dari partikel
50 mesh dikarenakan partikel 30 mesh memiliki kecepatan minimum yang lebih besar dari
50 mesh yang disebabkan oleh ukuran partikelnya lebih kecil.
Pada percobaan ini terdapat dua fluida yaitu gas da cair. Pada fluida gas dilakukan 2
percobaan.menggunakan 30 mesh dengan tinggi unggun yang berbeda 5 cm da 2 cm. Pada
tinggi unggun 5 cm terdapat 5 kali kalibrasi kolom.fenomenayang terjadi adalah bubbling
yaitu terbentuk gelembung-gelembung pada partikel dalam unggun akibat densitas dan
distribusi tidak homogen. Percobaan kedua pada fluida gas adalah 2 cm. terdapat 3 kali
kalibrasi.pertamasmooth karena kecepatan aliran fluida merata. Densitas dan distribusi
partikel dalam unggun akan homogen sebagai ekspansi seragam. Kemudian bubbling
karena terdapat gelembung pada partikel unggun akibat densitas dan distribusi tidak
homogen da yang terakhir terjadi fenomena bubbling juga terdapat sama seperti pada
percobaa kedua.
155
Selanjutnya pada flluida cair terdapat dua percobaan dengan 50 mesh dan 30 mesh pada
partikel.pada 50 mesh dengan ketinggian 2 cm terdapat fenomena dispersi karena
kecepatan aliran fluida mencapai kecepatan maksimum alira fluida.pada percobaan kedua
30 mesh dengan ketinggian lain terjadi fenomena slugging karena terdapat gelembung
besar diatas kolom pada partikel padatan.
Faktor kesalahan pada percobaan ini pada saat melihat waku ekspansi.hal ini dapat
mempengaruhi data yang diinput.penimbangan partikel.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
a. Kecepatan minimum (umf) memiliki 2 persamaan wen yu dan ergun pada 50 mesh
dan 30 mesh. Umf pada persamaan ergun pada 50 mesh yaitu 0.1159 cm/s dan 30
mesh yaitu 0.4035 cm/s. unmf pada persamaan Wen Yu adalah pada 50 mesh yaitu
0.1067 cm/s dan 30 mesh yaitu 0.4234.
b. Hubungan laju alir dengan ketinggian bed yaitu pada laju aliran atau kecepatan
superficial yang rendah, unggun tidak bergerak sehingga ketinggian unggun tidak
mengalami peubahan. Hal ini menandakan bahwa unggu belum mengalami
fluidisasi, tetapi ketika kecepatan dinaikkan sedikit demi sedikit. Maka pada
kecepatan tertentu unggun akan bergerak seperti fluida yang menandakan telah
terjadi fluidisasi
156
c. Pada fluida gas menggunkan 30 mesh dengan tinggi unggun 5 cm dan 2 cm. pada
tinggi unggun 5 cm terdapat 5 kali kalibrasi, fenomena yang terjadi adalah bubbling,
pada tinggi 2 cm yang terjadi adalah fenomena smooth dan bubbling kemudian yang
ketiga adalah bubbling. Pada fluida cair menggunakan 30 mesh dan 50 mesh padatan
partikel dengan ketinggian 1 cm dan 2 cm. Pada tinggi unggun 2 cm fenomena yang
terjadi adalah disperse dan pada 1 cm fenomena yang terjadi adalah slugging.
5.2 Saran
Pada praktikum selanjutnya pada kolom fluidisasi digunakan mistar gulung (meteran)
sehingga praktikan dapat melihat ketinggian pada saat dikompresor ataupun dipompakan
dengan jelas.
DAFTAR PUSTAKA
Badger, W.L, and Banchero, J.T, 1960, Introduction to Chemical Engineering, McGraw-
Hill Co, New York
Fee, C.J, 1994, A Simple but Effective Fluidized-Bed Experiment, Cheng. Educ
Kunii, D., and Levensipiel, o. 1991. Fluidization Engineering, Butter-Worth-Heinemann,
Boston.
157