lapres fix!! (2)

207

Click here to load reader

Upload: arief-wicaksono

Post on 09-Jul-2016

297 views

Category:

Documents


19 download

DESCRIPTION

gutt

TRANSCRIPT

Page 1: Lapres Fix!! (2)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam sebuah praktikum, praktikan diwajibkan mengenal dan memahami cara kerja

serta fungsi dan alat-alat di laboratorium. Selain untuk menghindari kecelakaan dan

bahaya, dengan memahami cara kerja dan fungsi dari masing-masing alat, praktikan

dapat melaksanakan praktikum dengan sempurna.

Dalam praktikum operasi teknik kimia 1, alat alat yang digunakan bukanlah sekedar alat-

alat sederhana yang digunakan pada praktikum kimia dasar maupun kimia analitik

seperti gelas ukur, labu ukur (labu takar), pipet ukur (pipet), erlenmeyer, corong kaca

dan lain-lain melainkan sebuah rangkaian alat yang dalam penggunaannya harus

memperhatikan prosedur dengan sangat baik.

Rangkaian alat tersebut membutuhkan perawatan yang lebih intensif dibandingkan

dengan alat-alat laboratorium lain bukan hanya seperti peralatan gelas yang harus dicuci

bersih terlebih dahulu sebelum digunakan, melainkan rangkaian alat tersebut harus

dikalibrasi dengan jangka waktu tertentu untuk menjaga agar hasil yang didapatkan

selalu teliti.

Komponen rangkaian alat tersebut juga harus dipastikan selalu bekerja dengan baik agar

ketika digunakan tidak terjadi kecelakaan saat praktikum berlangsung. Misalnya pada

saat praktikum mixing pemasangan kunci impeller jangan sampai salah karena akan

mengganggu jalannya praktikum ketika digunakan. Setelah selesai praktikum, semua

rangkaian alat tersebut kemudian harus dicuci dan dibersihkan kembali. Hal yang paling

penting yaitu semua peralatan listrik harus dicabut atau dilepaskan dari sumbernya.

1

Page 2: Lapres Fix!! (2)

Oleh karena itu, pengenalan alat laboratorium dilakukan agar praktikan lebih memahami

jenis-jenis rangkaian alat yang ada pada laboratorium serta mengetahui prinsip kerja

serta fungsinya masing-masing.

1.2 Tujuan

a. Mengetahui jenis-jenis rangkaian alat yang ada di laboratorium

b. Mengetahui fungsi rangkaian alat tersebut

c. Mengetahui prinsip utama masing-masing rangkaian alat

2

Page 3: Lapres Fix!! (2)

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pembahasan

2.1.1 Rangkaian Alat Perpindahan Panas

Gambar 2.1 Rangkaian alat Heat exchanger

aliran co-current

Keterangan:

a. Shell and tubeheat exchanger

b. Pompa

c. Tangki fluida dingin masukan

d. Tangki fluida panas masukan

e. Tangki penampungan fluida dingin keluaran

f. Tangki penampungan fluida panas keluaran

g. selang

3

Page 4: Lapres Fix!! (2)

Gambar 2.2 Rangkaian alat Heat exchanger

aliran counter-current

Keterangan:

a. Shell and tubeheat exchanger

b. Pompa

c. Tangki fluida dingin masukan

d. Tangki fluida panas masukan

e. Tangki penampungan fluida panas keluaran

f. Tangki penampungan fluida dingin keluaran

g. selang

Fungsi alat: Untuk melakukan praktikum yang bertujuan untuk melihat koefisien

perpindahan panas yang terjadi dan efisiensi alatnya

Prinsip kerja: Fluida panas dan fluida dingin dimasukan kedalam Heat Exchanger dan

akan saling bertukar panas dimana fluida yang dingin akan mengalami

kenaikan suhu dan fluida panas akan mengalami penurunan suhu.

4

Page 5: Lapres Fix!! (2)

Prosedur Penggunaan:

a. Disiapkan rangkaian alat

b. Disiapkan fluida panas dan fluida dingin

c. Ditentukan aliran yang diinginkan

d. Dinyalakan pompa agar fluida mengalir ke alat

e. Ditampung fluida yang keluar dari keluaran

f. Dihitung waktu yang dibutuhkan fluida mengalir sampai volume yang diinginkan

tercapai

g. Dihitung densitas dari kedua fluida tersebut.

h. Dimatikan pompa.

2.1.2 Rangkaian Alat HETP

Gambar 2.3 Rangkaian alat HETP

Keterangan:

a. Pemanas

b. Labu leher 3

c. Pengambil sampel

5

Page 6: Lapres Fix!! (2)

d. Termometer

e. Kolom distilasi

f. Bahan isian

g. Termometer

h. Statif klem

i. Kondensor

j. Refluks

Fungsi alat: Untuk melakukan praktikum yang bertujuan untuk mengetahui banyak plate

yang dibutuhkan untuk melakukan suatu proses distilasi.

Prinsip kerja: Pada proses distilasi, fase uap kontak dengan fase cair sehingga akan terjadi

transfer massa dari uap ke cair dan sebaliknya. Cairan dan uap mengandung

komponen yang sama tetapi dengan jumlah atau komposisi yang berbeda.

Komponen yang lebih volatil akan lebih banyak terdapat pada fase uap,

sedangkan komponen yang kurang volatil akan lebih banyak terdapat pada

fase cair.

Prosedur Penggunaan:

a. Dimasukan umpan kedalam labu leher tiga

b. Dipasang termometer pada bagian destilat dan residu

c. Dipasang pompa yang sudah disambungkan dengan selang kedalam ember yang

berisi air dan es batu

d. Dipasang kondensor yang terhubung dengan pompa dan dijepit pada klem di statif

e. Dinyalakan pemanas

f. Diamati sampai suhu konstan pada bagian residu dan destilat

g. Dicatat suhu yang telah konstan pada bagian residu dan destilat

6

Page 7: Lapres Fix!! (2)

2.1.3 Rangkaian Alat Aliran Fluida

Gambar 2.4 Rangkaian alat Aliran Fluida

Fungsi alat: Untuk melakukan praktikum yang bertujuan mengetahui penurunan

tekanan yang terjadi pada aliran dan jenis aliran yang terdapat pada alat.

Prinsip kerja: Fluida mengalir di dalam pipa atau saluran menurut dua cara

berlainan.Pada laju aliran rendah, penurunan tekanan di dalam fluida

bertambah secara langsung berdasarkan kecepatan fluida tersebut,

sedangan pada laju aliran tinggi maka pertambahan itu jauh lebih cepat,

yaitu kira-kira menurut kuadrat kecepatan.Perbedaan kedua jenis aliran ini

pertama kali dipelajari oleh Osborne Reynolds.

Prosedur Penggunaan:

a. Disiapkan rangkaian alat

b. Dinyalakan pompa

c. Ditentukan kecepatan pada flowmeter

d. Dilihat ketinggian aliran pada manometer yang tersedia pada rangkaian alat

7

Page 8: Lapres Fix!! (2)

2.1.4 Rangkaian Alat Dinamika Proses

Gambar 2.5 Rangkaian Alat Dinamika Proses

Keterangan:

a. Bak Tangki Penampungan

b. Pompa

c. Kran

d. Meteran

e. Tangki 2

f. Tangki 1

g. Reservoir

Fungsi alat: untuk melakukan praktikum yang bertujuan untuk melihat ketunakan pada

fluida cair dengan cara melihat profil ketinggiannya.

Prinsip kerja: Air masuk dari reservoir ke tangki satu, kemudian air dari reservoir mengalir

pada kecepatan sesuai dengan bukaan valve yang ditentukan, dan air keluar

dari tangki satu (pengosongan tangki 1) dengan kecepatan sesuai dengan

8

A

Page 9: Lapres Fix!! (2)

bukaan valve yangdiinginkan pula. Dinamika proses menunjukan adanya

kondisi tidak tunak pada proses teknik kimia yang diberi gangguan seperti

penambahan atau pengurangan fluida untuk mencapai keadaan tunak.

Semakin besar bukaan valve akan semakin cepat keadaan tunak tercapai.

Prosedur Pemakaian:

a. Disiapkan rangkaian alat

b. Diisi tangki 1 dengan air pada jumlah yang telah ditentukan

c. Dinyalakan pompa agar air dari tangki penampung air naik ke reservoir

d. Dibuka kran dengan bukaan tertentu sebagai pengganggu pada keadaan tunak

e. Di amati sampai ketinggian pada air tunak atau tidak ada perubahan ketinggian air

2.1.5 Rangkaian Alat Fluidisasi

Gambar 2.5 Rangkaian Alat Fluidisasi

Keterangan:

a. kolom fluidisasi (cair)

b. kolom fluidisasi (gas)

9

Page 10: Lapres Fix!! (2)

c. manometer

d. pompa

e. kompresor

f. bak penampungan fluida cair

Fungsi alat: Untuk melakukan praktikum yang bertujuan untuk mengetahui kecepatan

minimum pada fluida dan juga mengetahui fenomena-fenomena yang terjadi

pada fluidisasi

Prinsip kerja: Metoda pengontakan butiran-butiran padat dengan fluida baik cair maupun

gas. Dengan metoda ini diharapkan butiran-butiran padat memiliki sifat

seperti fluida dengan  viskositas tinggi. Sebagai ilustrasi, tinjau suatu kolom

berisi sejumlah partikel padat  berbentuk bola. Melalui unggun padatan ini

kemudian dialirkan gas dari bawah ke atas. Pada laju alir yang cukup

rendah, butiran padat akan tetap diam, karena gas hanya mengalir dari

bawah ke atas. Pada laju alir yang cukup rendah, butiran padat akan tetap

diam, karena gas hanya mengalir melalui ruang antar partikel tanpa

menyebabkan perubahan susunan partikel tersebut. Kalau laju alir kemudian

dinaikkan, akan sampai pada suatu keadaan di mana unggun padatan akan

tersuspensi di dalam aliran gas yang melaluinya. Pada keadaan ini masing-

masing butiran akan terpisahkan satu sama lain sehingga dapat bergerak

dengan lebih mudah. Pada kondisi butiran yang dapat bergerak ini, sifat

unggun akan menyerupai suatu cairan dengan viskositas tinggi, misalnya

adanya kecenderungan untuk mengalir, mempunyai sifat hidrostatik dan

sebagainya.

Prosedur Pemakaian:

a. Disiapkan rangkaian alat

b. Diisi kolom dengan fluida gas/cair

c. Ditentukan skala pada compressor

10

Page 11: Lapres Fix!! (2)

d. Diukur tinggi manometer pada saat keadaan ekspansi

e. Diukur pula dinggi lonjakan pada kolom menggunakan penggaris

f. Diamati fenomena yang terjadi.

11

Page 12: Lapres Fix!! (2)

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan percobaan yang dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa:

a. Alat yang terdapat pada Laboratorium Operasi Teknik Kimia adalah rangkaian alat

aliran fluida, rangkaian alat dinamika proses, rangkaian alat Heat Exchanger tipe shell

and tube, rangkaian alat fluidisasi, rangkaian alat HETP

b. Fungsi dari rangkaian fluida adalah untuk melakukan praktikum yang bertujuan

mengetahui penurunan tekanan yang terjadi pada aliran dan jenis aliran yang terdapat

pada alat, sedangkan pada rangkaian alat dinamika proses berfungsi untuk melakukan

praktikum yang bertujuan untuk melihat ketunakan pada fluida cair dengan cara melihat

profil ketinggiannya, fungsi rangkaian alat Heat Exchanger adalah untuk melakukan

praktikum yang bertujuan untuk melihat koefisien perpindahan panas yang terjadi dan

efisiensi alatnya, fungsi rangkaian alat fluidisasi adalah untuk melakukan praktikum

yang bertujuan untuk mengetahui kecepatan minimum pada fluida dan juga mengetahui

fenomena-fenomena yang terjadi pada fluidisasi, dan yang terakhir adalah rangkaian alat

HETP yang berfungsi untuk melakukan praktikum yang bertujuan untuk mengetahui

banyak plate yang dibutuhkan untuk melakukan suatu proses distilasi.

c. Prinsip kerja HETP adalah pada proses distilasi, fase uap kontak dengan fase cair

sehingga akan terjadi transfer massa dari uap ke cair dan sebaliknya. Cairan dan uap

mengandung komponen yang sama tetapi dengan jumlah atau komposisi yang berbeda.

Komponen yang lebih volatil akan lebih banyak terdapat pada fase uap, sedangkan

komponen yang kurang volatil akan lebih banyak terdapat pada fase cair. Kemudian

prinsip kerja Heat Exchanger adalah Fluida panas dan fluida dingin dimasukan kedalam

Heat Exchanger dan akan saling bertukar panas dimana fluida yang dingin akan

mengalami kenaikan suhu dan fluida panas akan mengalami penurunan suhu. Lalu

prinsip kerja dari fluidisasi adalah Metoda pengontakan butiran-butiran padat dengan

12

Page 13: Lapres Fix!! (2)

fluida baik cair maupun gas. Dengan metoda ini diharapkan butiran-butiran padat

memiliki sifat seperti fluida dengan  viskositas tinggi. Sebagai ilustrasi, tinjau suatu

kolom berisi sejumlah partikel padat  berbentuk bola. Melalui unggun padatan ini

kemudian dialirkan gas dari bawah ke atas. Pada laju alir yang cukup rendah, butiran

padat akan tetap diam, karena gas hanya mengalir dari bawah ke atas. Pada laju alir yang

cukup rendah, butiran padat akan tetap diam, karena gas hanya mengalir melalui ruang

antar partikel tanpa menyebabkan perubahan susunan partikel tersebut. Kalau laju alir

kemudian dinaikkan, akan sampai pada suatu keadaan di mana unggun padatan akan

tersuspensi di dalam aliran gas yang melaluinya. Pada keadaan ini masing-masing

butiran akan terpisahkan satu sama lain sehingga dapat bergerak dengan lebih mudah.

Pada kondisi butiran yang dapat bergerak ini, sifat unggun akan menyerupai suatu cairan

dengan viskositas tinggi, misalnya adanya kecenderungan untuk mengalir, mempunyai

sifat hidrostatik dan sebagainya. Kemudian prinsip kerja dari dinamika proses adalah air

masuk dari reservoir ke tangki satu, kemudian air dari reservoir mengalir pada kecepatan

sesuai dengan bukaan valve yang ditentukan, dan air keluar dari tangki satu

(pengosongan tangki 1) dengan kecepatan sesuai dengan bukaan valve yang diinginkan

pula. Dinamika proses menunjukan adanya kondisi tidak tunak pada proses teknik kimia

yang diberi gangguan seperti penambahan atau pengurangan fluida untuk mencapai

keadaan tunak. Semakin besar bukaan valve akan semakin cepat keadaan tunak tercapai.

Dan yang terakhir adalah prinsip kerja dari aliran fluida adalah Fluida mengalir di dalam

pipa atau saluran menurut dua cara berlainan.Pada laju aliran rendah, penurunan tekanan

di dalam fluida bertambah secara langsung berdasarkan kecepatan fluida tersebut,

sedangan pada laju aliran tinggimaka pertambahan itu jauh lebih cepat, yaitu kira-kira

menurut kuadrat kecepatan.Perbedaan kedua jenis aliran ini pertama kali dipelajari oleh

Osborne Reynolds.

13

Page 14: Lapres Fix!! (2)

3.2 Saran

Sebaiknya pada saat pengenalan alat laboratorium praktikan harus mendengarkan dengan

baik agar praktikan dapat menggunakan alat dengan baik dan menghindarkan diri dari

kecelakaan di laboratorium.

14

Page 15: Lapres Fix!! (2)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Heat transfer adalah ilmu yang mempelajari tentang kecepetan perpindahan panas dari

sumber panas (heat body) ke penerima panas (cold body). Manfaat ilmu ini adalah untuk

membantu merancang alat yang berhubungan dengan panas atau preheater, misalnya

cooler, condenser, reboiler dan evaporator.

Pada industri setelah alat preheater dirancang kemudian dibutuhkan parameter-parameter

seperti faktor kekotoran yang mengindikasikan layak ata tidak suat alat penukar panas

(Heat Exchanger) digunakan dan kapan alat tersebut perlu dibersihkan (cleaning).

Dengan diketahuinya masih layak atau tidak suatu alat perpindahan panas yang dapat

diketahui dari perhitungan suatu fluida panas masuk (Thi), suhu fluida panas keluar (Tho),

suhu fluida dingin masuk (thi), dan suhu fluida dingin keluar (tho) berdasarkan pengamatan

maka dengan perhitungan neraca panas dapat mendesain alat penukar panas (Heat

Exchanger).

Perpindahan panas adalah suatu proses yang dinamis , yaitu panas dipindahkan secara

spontan dari satu kondisi ke kondisi lain yang suhunya lebih rendah. Kecepatan

perpindahan panas ini akan bergantung pada perbedaan suhu antara kedua kondisi. Semakin

besar perbedaannya, maka semakin besar kecepatan pindah panasnya.

Dalam proses perpindahan energy tersebut tent ada kecepatan perpindahan panas yang

terjadi atau yang lebih dikenal dengan laju perpindahan panas. Perpindahan panas yang

lebih dikenal dengan laju perpindahan panas. Perpindahan energy kalor ini akan terus

15

Page 16: Lapres Fix!! (2)

berlangsung hingga kedua benda tersebut mencapai kesetimbangan temperatur. Pengaliran

kalor itu dapat berlangsung dengan 3 ragam mekanisme, yaitu konduksi , konveksi dan

radiasi.

Oleh karena itu, praktikum kali ini dilakukan agar praktikan dapat memahami fenomena

perpindahan panas secara konveksi dan konduksi, dapat menentukan koefisien perpindahan

panas keseluruhan dan dapat menentukan efisiensi dari alat penukar panas.

1.2 Tujuan

a. Menentukkan koefisien perpindahan panas pada aliran co-current dan counter current.

b. Menentukkan efisiensi perpindahan panas pada aliran co-current dan counter current.

c. Menentukkan debit aliran fluida panas dan fluida dingin pada percobaan co-current.

16

Page 17: Lapres Fix!! (2)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Perpindahan panas merupakan suatu fenomena perpindahan energi, peningkatan energi dan

menyebabkan molekul-molekul bergerak lebih cepat sehingga dengan diserapnya panas

energy kinetika molekul akan meningkat. Bila molekul yang bergerak dengan kecepatan

lebih rendah, maka panas yang dipindahkan, sehingga molekul yang cepat kehilangan

energi sedangkan molekul yang cepat kehilangan energi sedangkan molekul yang lambat

memperoleh tambahan energi (Wiratakusumah, 1992).

Proses perpindahan panas tersebut dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung.

Maksudnya adalah :

a. Pada ala penukar kalor yang langsung, fluida panas akan bercampur secara langsung

dengan flida dingin (tanpa adanya pemisahan) dalam suatu bejana atau ruangan tertentu.

Contohnya adalah clinker cooler dimana antara clinker yang panas dengan udara

pendingin berkontak langsung. Contoh yang lainnya adalah cooling tower untuk

mendinginkan air pendingin sentral atau PLTU, dimana antara air hangat yang

didinginkan oleh udara sekitar saling berkontak seperti layaknya air mancur.

b. Pada alat penukar kalor yang tidak langsung, fluida panas tidak berhubungan langsung

dengan fluida dingin. Jadi proses perpindahan panas itu mempunyai media perantara

seperti pipa, plat,ata peralatan jenis lainnya. Untuk meningkatkan efektivitas penukar

energi, biasanya bahan permukaan pemisah dipilih dari bahan-bahan yang memiliki

konduktivitas termal yang tinggi seperti tembaga dan aluminium. Contoh dari penukar

kalor seperti ini sering kita jumpai antara lain radiator mobil, evaporator AC.

(Hartono,2008).

17

Page 18: Lapres Fix!! (2)

Pertukaran panas secara tidak langsung terdapat dalam beberapa tipe dan penukar kalor

diantaranya tipe plat, Shall and Tube, Spiral dll. Pada kebanyakan kasus penukar kalor tipe

plat mempunyai efektivitas perpindahan panas yang lebih bagus (Hartono, 2008).

Perpindahan panas secara konduksi adalah perpindahan kalor dimana kalor mengalir dari

daerah yang bertemperatur tinggi ke daerah yang bertemperatur rendah dalam suatu

medium (padat, cair atau gas) atau antara medium-medium yang berlainan yang

bersinggungan secara langsung sehingga terjadi pertukaran energi dan momentum

(Holman,1994)

Laju perpindahan panas yang terjadi pada perpindahan panas konduksi adalah berbanding

dengan gradient suhu normal sesuai dengan persamaan berikut:

Persamaan Dasar Konduksi:

qk = -k.AdTdx …………………….…..……….. (2.1)

keterangan:

q : Laju Perpindahan Panas ( Kj/det, W)

k : Konduktivitas Termal (W/m oC)

A : Luas Penampang (m2)

dT : Perbedaan Temperatur (oC, OF)

dx : Perbedaan Jarak (m/det)

ΔT : Perubahan Suhu (oC, oF)

(Holman, 2002).

dT/dx = gradient temperatur kearah perpindahan kalor. Konstanta positif “k” disebut

konduktivitas atau kehantaran termal benda itu, sedangkan tanda minus disisipkan agar

memenuhi hukum kedua termodinamika, yaitu bahwa kalor mengalir ketempat yang lebih

rendah dalam skala temperature (Holman, 1994).

18

Page 19: Lapres Fix!! (2)

Hubungan dasar aliran panas melalui konduksi adalah perbandingan antara laju aliran panas

yang melintas permukaan tersebut berlaku pada setiap titik dalam suatu benda pada setiap

waktu yang dikenal dengan hukum fourier (Holman, 1994).

Dalam penerapan hukum Forier (persamaan 2.1) pada suatu dinding datar, jika persamaan

tersebut diintegrasikan maka akan didapatkan:

qk = -kAΔ x (T2-T1)………………..…………………(2.2)

(Holman, 1994).

Bila mana konduktivitas termal dianggap tetap. Tebal dinding adalah Δx, sedangkan T1 dan

T2 adalah temperatur muka dinding. Jika konduktivitas berubah menurut hubungan linear

dengan temperatur, seperti k = ko (1 + βT), maka persamaan aliran kalor menjadi:

qk = - KoAΔx (T2-T1 +

β2 (T2

2-T12))…………………………….(2.3)

(Holman, 1994).

Perpindahan panas secara konveksi, konveksi adalah perpindahan panas karena gerakan

atau aliran atau pencampuran dari bagian panas ke bagian yang dingin. Contohnya adalah

kehilangan panas dan radiator mobil, pendinginan dari secangkir kopi dll. Menurut cara

menggerakan alirannya, perpindahan panas konveksi diklasifikasikan menjadi dua, yakni

konveksi bebas (free convection) dan konveksi paksa (forced convection). Bila gerakan

fluida disebabkan karena adanya perbedaan kerapatan karena perbedaan suhu, maka

perpindahan panasnya disebut sebagai konveksi bebas (free/natural convection). Bila

gerakan fluida disebabkan oleh gaya pemaksa atau eksitasi dari luar, misalnya dengan

pompa atau kipas yang menggerakkan fluida sehingga fluida mengalir diatas permukaan,

maka perpindahan panasnya disebut sebagai konveksi paksa (forced convection) (Holman,

1994).

19

Page 20: Lapres Fix!! (2)

Gambar 2.2 Perpindahan Panas Konveksi

Proses pemanasan atau pendinginan fluida yang mengalir didalam saluran tertutup seperti

pada gambar 2.2 merupakan contoh proses perpindahan panas. Laju perpindahan panas

pada benda suhu tertentu dapat dihitung dengan persamaan

q = - hA (Tw-T∞)………………………………….(2.4)

Keterangan:

q = Laju perpindahan panas (Kj/det atau W)

h = Koefisien Perpindahan Panas Konveksi (W/m2.oC)

A = Laju Bidang Permukaan Perpindahan Panas (ft2, m2)

Tw = Temperatur dinding (oC, K)

T∞ = Temperatur sekeliling (oC, K)

(Holman, 1994)

Tanda minus (-) digunakan untuk memenuhi hukum II termodinamika, sedangkan panas

yang dipindahkan selalu mempunyai tanda positif (+) (Holman, 1994)

Persamaan (2.4) mendifinisikan tahanan panas terhadap konveksi. Koefisien pindah panas

permukaan h, bukanlah suatu sifat zat, akan tetapi menyatakn besarnya laju pindah panas

didaerah dekat pada permukaan itu (Holman, 1994).

Perpindahan konveksi paksa dalam kenyataannya sering dijumpai, karena dapat

meningkatkan efisiensi pemanasan maupun pendinginan satu fluida dengan fluida yang lain

(Holman, 2004).

20

Page 21: Lapres Fix!! (2)

Perpindahan panas radiasi adalah proses dimana panas mengalir dari benda yang bersuhu

tinggi ke benda yang bersuhu rendah bila benda-benda itu terpisah didalam ruang, bahkan

jika terdapat ruang hampa diantara benda-benda tersebut (Holman, 1994).

Gambar 2.4 Perpindahan Panas Radiasi

Energi radiasi dikeluarkan oleh benda karena temperatur, yang dipindahkan melalui ruang

antara, dalam bentuk gelombang elektromagnetik. Bila ernergi radiasi menimpa suatu

bahan, maka sebagian radiasi dipantulkan, sebagian diserap dan sebagian diteruskan seperti

gambar (2.3). Sedangkan besarnya energi:

Qpancaran = σ.A .T4……………………………….………(2.5)

Keterangan:

Qpancaran = Laju Perpindahan panas (W)

σ = Konstanta boltzman (5,669x10-8 W/m2. K4)

A = Luas permukaan benda (m2)

T = Suhu Absolut benda (oC)

(Holman, 1994)

Perpindahan panas dengan aliran searah (co-current atau parallel flow) yaitu apabila arah

aliran dari kedua fluida didalam penukar panas adalah sejajar. Artinya kedua fluida masuk

21

Page 22: Lapres Fix!! (2)

pada sisi yang satu dan keluar dari sisi yang lain mengalir dengan arah yang sama. Karakter

penukar panas jenis ini temperatur fluida yang memberikan energi akan selalu lebih tinggi

dibandingkan yang menerima energi sejak mulai memasuki penukar kalor hingga keluar

(Mikheyeu, 1986).

T1 = fluida panas masuk

T2 = fluida panas keluar

t1 = fluida dingin masuk

t2 = fluida dingin keluar

Gambar 2.5 Aliran Parallel Flow dan Profil Temperatur

q = m.Cp.(T1-T2)=m.Cp.(t1-t2)……………………………...........(2.6)

Keterangan:

q = Laju Perpindahan Panas (Watt)

m = Laju alir massa fluida (Kg/s)

Cp = Kapasitas kalor spesifik (j/kgoC)

T = Suhu fluida panas (oC)

t = Suhu fluida dingin (oC)

(Mikheyeu, 1986).

Dengan assumsi nilai kapasitas kalor spesifik (Cp) fluida dingin dan panas konstan, tidak

ada kehilangan panas ke lingkungan serta keadaan steady state, maka kalor yang

dipindahkan:

q = U.A.ΔTLMTD……………............................(2.7)

22

Page 23: Lapres Fix!! (2)

Keterangan:

U = koefisien perpindahan panas secara keseluruhan (W/m2.oC)

A = luas perpindahan panas (m2)

(Mikheyeu, 1986)

Dan juga mempunyai nilai ΔTLMTD sebagai berikut:

ΔTLMTD= Δt 2−Δt 1

ln( Δt 2Δt 1

) …………….....………………….(2.8)

Keterangan:

Δt2 = T2-t2

Δt1 = T1-t1

(Mikheyeu, 1986).

Pertukaran panas dengan aliran berlawanan arah (counter current/flow) yaitu bila kedua

fluida mengalir dengan arah yang saling berlawanan dan keluar pada sisi yang berlawanan.

Pada tipe ini masih mungkin terjadi bahwa temperatur fluida yang menerima panas

(temperatur fluida dingin) saat keluar penukar panas lebih tinggi dibandingkan temperatur

fluida yang memberikan kalor (temperatur fluida panas) saat meninggalkan penukar kalor

(Mikheyeu, 1986).

T1 = fluida panas masuk

23

Page 24: Lapres Fix!! (2)

T2 = fluida panas keluar

t1 = fluida dingin masuk

t2 = fluida dingin keluar

Gambar 2.6 Aliran Counter Flow dan Profit Temperatur

Dari gambar diatas, laju perpindahan panasnya dapat dinyatakan sebagai berikut :

q = m.Cph.(T2-T1)= m.Cpc.(t2-t1)………...............................(2.9)

Keterangan:

q = Laju perpindahan panas (Watt)

m = laju aliran massa fluida (Kg/s)

Cp = Kapasitas kalor spesifik (j/Kg.oC)

T = Suhu fluida panas (oC)

t = Suhu fluida dingin (oC)

(Mikheyeu, 1986).

Dan juga mempunyai nilai ΔTLMTD sebagai berikut:

ΔTLMTD = Δt 2−Δt 1

ln ( Δt 2Δt 1

) ………………………………….(2.10)

Keterangan:

Δt2 = T2-t2

Δt1 = T1-t1

(Mikheyeu, 1986).

Pertukaran panas dengan aliran silang (cross flow) artinya arah aliran kedua fluida saling

bersilang. Contoh yang sering kita lihat adalah radiator mobil dimana arah aliran air

pendingin mesin yang memberikan energinya ke udara saling bersilangan. Apabila ditinjau

dari efektivitas pertukaran energy, penukar kalor jenis ini berada diantara kedua jenis

diatas. Dalam kasus radiator mobil, udara melewati radiator dengan temperatur rata-rata

24

Page 25: Lapres Fix!! (2)

yang hampir sama dengan laju yang berbeda disetiap posisi yang berbeda untuk kemudian

bercampur lagi setelah meninggalkan radiator sehingga akan mempunyai akan mempunyai

temperature yang hampir seragam (Mikheyeu, 1986).

Dan juga mempunyai nilai ΔTLMTD sebagai berikut:

ΔTLMTD = Δt 2−Δt 1

ln ( Δt 2Δt 1

) ………………….………………(2.11)

Keterangan:

Δt2 = T2-t2

Δt1 = T1-t1

(Mikheyeu, 1986).

Heat Exchanger tipe Shell and Tube menjadi satu tipe yang paling mudah dikenal. Tipe ini

terdiri dari satu bundle dari tabung diapit oleh Shell. Tipe ini melibatkan tube sebagai

komponen utamanya. Salah satu fluida mengalir didalam tube, sedangkan fluida lainnya

mengalir diluar tube. Pipa-pipa tube didesain berada didalam sebuah ruang berbentuk

silinder yang disebut dengan shell, sedemikian rupa sehingga pipa-pipa tube tersebut

berada sejajar dengan sumbu shell.

Gambar 2.8 Heat Exchanger Shell (i) and Tube (i)(Geankoplis, 2003).

25

Page 26: Lapres Fix!! (2)

BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat-alat

a. Rangkaian alat Heat Exchanger

b. Pompa

c. Piknometer

d. Thermometer

e. Selang

f. Bak Penampungan fluida panas dan fluida dingin

g. Heater dan Termocouple

h. Neraca Analitik

i. Gelas Kimia 200 mL

j. Stopwatch

3.1.2 Bahan-bahan

a. Fluida Panas

b. Fluida Dingin

26

Page 27: Lapres Fix!! (2)

3.2 Rangkaian Alat

3.2.1 Rangkaian Alat Heat Exchanger Aliran Co-current

Keterangan:

a. Shell and Tube Heat Exchanger

b. Pompa

c. Tangki fluida dingin masukkan

d. Tangki fluida panas masukkan

e. Bak Penampungan fluida dingin keluaran

f. Bak Penampungan fluida panas keluaran

g. Selang

27

Page 28: Lapres Fix!! (2)

3.2.2 Rangkain Alat Heat Exchanger Aliran Counter Current

Keterangan:

a. Shell and Tube Heat Exchanger

b. Pompa

c. Tangki fluida panas masukkan

d. Tangki fluida dingin masukkan

e. Bak Penampungan fluida panas keluaran

f. Bak Penampungan fluida dingin keluaran

g. Selang

3.3 Prosedur Percobaan

a. Disiapkan air panas sebagai fluida panas dan air dingin sebagai fluida dingin.

b. Diukur suhu fluida panas dan fluida dingin menggunakan termometer.

c. Ditimbang piknometer kosong menggunakan neraca analitik.

d. Ditimbang piknometer yang telah diisi fluida panas dan kemudian fluida dingin

menggunakan neraca analitik.

28

Page 29: Lapres Fix!! (2)

e. Dialirkan selang dari tangki yang berisi fluida panas dan fluida dingin menuju alat

Heat Exchanger.

f. Diukur suhu keluaran pada fluida dingin dan fluida panas menggunakan termometer.

g. Diukur waktu pada keluaran fluida panas dan fluida dingin sampai volume mencapai

200 ml menggunakan stopwatch.

h. Ditimbang piknometer yang telah diisi fluida panas keluaran meenggunakan neraca

analitik.

i. Ditimbang piknometer yang telah diiisi fluida dingin keluaran menggunakan neraca

analitik.

j. Diulangi langkah yang sama dengan mengganti aliran menjadi aliran counter current.

29

Page 30: Lapres Fix!! (2)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Hasil Percobaan

Jenis HE : Shell (1) and Tube (2) Heat Exchanger

Diameter pipa luar (Shell) : 1,58 cm

Diameter pipa dalam (Shell) :

Panjang pipa : 80 cm

Jumlah tube (untuk Shell & Tube) : 34

Berat piknometer kosong : 23,5112 gram

4.1.1 Data Percobaan untuk Shell (1) dan Tube (2) Heat Exchanger Co-current

a. Berat fluida panas + pikno masukan = 48,2351 gram

b. Berat fluida panas + pikno keluaran = 48,3175 gram

c. Berat fluida dingin + pikno masukan = 48,3770 gram

d. Berat fluida dingin + pikno keluaran = 48,2750 gram

Fluida Panas Fluida Dingin

Laju Alir Suhu Masuk Suhu Keluar Laju Alir Suhu Masuk Suhu Keluar

3 s 67 49 6 s 15 33

4.1.2 Data Percobaan untuk Shell (1) dan Tube (2) Heat Exchanger Counter Current

a. Berat fluida panas + pikno masukan = 48,2515 gram

b. Berat fluida panas + pikno keluaran = 48,2600 gram

c. Berat fluida dingin + pikno masukan = 48,3725 gram

d. Berat fluida dingin + pikno keluaran = 48,3710 gram

30

Page 31: Lapres Fix!! (2)

Fluida Panas Fluida Dingin

Laju Alir Suhu Masuk Suhu Keluar Laju ALir Suhu Masuk Suhu Kelua

5,2 s 69 46 6,2 s 17 30

4.2 Perhitungan

4.2.1 Co-current

a. Menghitung Kalor

1. Fluida dingin

t1 = 15oC = 288 K

t2 = 33oC = 306 K

tavg= t 2−t 12 =

360 K+288 K2 = 297 K

Q = VT

= 200 ml

6 s

= 33,3333 ml/s

= 33,3333 x 10-6 m3/s

ρair masuk

ρair = m pikno+air masuk−m piknokosong

V pikno

= 48,3770 gram−27,5112gram25 ml

= 0,9946 gr/ml

= 994,632 kg/m3

ρair keluar

ρair = m pikno+air keluar−m piknokosong

V pikno

= 48,2750 gram−23,5112gram

25 ml

31

Page 32: Lapres Fix!! (2)

= 0,9905 gr/ml

= 990,552 kg/m3

ρair rata-rata

ρair = ρ air masuk+ρ air keluar

2

= 994,6320 kg/m 3+990,5520 kg /m32

= 992,592 kg /m3

Cp air pada saat tavg = 297 K

Temperatur (K) Cp (Kj/Kg.K)

293,15 4,185

298,15 4,182

(Geankoplis, Tabel A.2-5, hal:961)

Interpolasi

x− x1x2−x 1

= y− y1y 2− y 1

297−293,15298,15−293,15

= y−4,1854,182−4,185

y = 4,1826 Kj/kg.K

Cp air pada saat tavg = 297 K adalah 4,1826 KJ/kg.K

qdingin = m.Cp.Δt

= Q.ρ.Cp.Δt

= (33,3333 x 10-6 m3/s) . 992,592 kg/m3 . 4,1826 Kj/kg.K .(18 K)

= 2,4909 KJ/s

2. Fluida Panas

T1 = 67oC = 340 K

T2 = 49oC = 322 K

32

Page 33: Lapres Fix!! (2)

Tavg = T 1−T 2

2=640 K+322 K

2 = 331 K

Q = Vt

= 200 ml

3 s

= 66,6666 ml/s

= 66,6666 x 10-6 m3/s

ρair masuk

ρair = m pikno+air masuk−m piknokosong

V pikno

= 48,2351 gram−23,5112gram25 ml

= 988,9560 kg/m3

ρair keluar

ρair = m pikno+air keluar−m piknokosong

V pikno

= 48,3175 gram−23,5112gram

25 ml

= 992,2520 kg/m3

ρair rata-rata

ρair = ρ air masuk−ρ air keluar

2

= 988,956 kg /m3+992,252 kg /m32

= 990,6040 kg /m3

Cp air pada saat tavg = 331 KTemperatur (K) Cp (Kj/Kg.K)

323,15 4,183

333,15 4,187

33

Page 34: Lapres Fix!! (2)

(dari Geankoplis, Tabel A.2-5, hal:961)

Interpolasi

x− x1x2−x 1

= y− y1y 2− y 1

331−323,15333,15−323,15

= y−4,1834,187−4,183

y = 4,1861 Kj/kg.K

Cp air pada saat tavg = 331 K adalah 4,1861 KJ/kg.K

qdingin = m.Cp.Δt

= Q.ρ.Cp.Δt

= (66,6666 x 10-6 m3/s) . 990,604 kg/m3 . 4,1861 Kj/kg.K .(18 K)

= 4,9761 KJ/s

b. Menghitung Koefisien Perpindahan Panas Overall

Tabel data suhu pada percobaan Co-current

Fluida Panas Fluida Dingin Diff

67oC Temperatur Tinggi 15oC 52oC

49oC Temperatur Rendah 33oC 16oC

Δt1 = T1 – t1 = 67oC – 15oC = 52oC

Δt2 = T2 – t2 = 49oC – 33oC = 16oC

ΔTLMTD = Δt 2−Δt 1

ln ( Δt 2Δt 1

)

= 52 +ͦ C−16C

ln ( 52 C16 C

)

= 30,5432oC

34

Page 35: Lapres Fix!! (2)

UD = q

A .(ΔT LMTD)

= 2,49909 KJ /s

1,3494 m2 .30,5432C

= 0,0604 KJ/s. m2oC

c. Menghitung Efisiensi Perpindahan Panas

η =q dinginQ panas

x100 %

= 2,4904 KJ /s4,976 KJ /s

x100 %

= 50,0572 %

4.2.2 Counter Current

a. Menghitung Kalor

1. Fluida dingin

t1 = 17oC = 290 K

t2 = 30oC = 303 K

tavg= t 2−t 12 =

303 K+290 K2 = 296,5 K

Q = VT

= 200 ml6,2 s

= 32,2580 ml/s

= 32,2580 x 10-6 m3/s

ρair masuk

ρair = m pikno+air masuk−m piknokosong

V pikno

= 48,3725 gram−27,5112gram25 ml

35

Page 36: Lapres Fix!! (2)

= 0,994452 gr/ml

= 994,452 kg/m3

ρair keluar

ρair = m pikno+air keluar−m piknokosong

V pikno

= 48,3710 gram−23,5112gram

25 ml

= 0,994392 gr/ml

= 994,392 kg/m3

ρair rata-rata

ρair = ρ air masuk+ρ air keluar

2

= 994,452 kg/m3+994,392 kg/m 32

= 994,422 kg /m3

Cp air pada saat tavg = 296,5 K

Temperatur (K) Cp (Kj/Kg.K)

293,15 4,185

298,15 4,182

(Geankoplis, Tabel A.2-5, hal:961)

Interpolasi

x− x1x2−x 1

= y− y1y 2− y 1

296,5−293,15298,15−293,15

= y−4,1854,182−4,185

y = 4,1829 Kj/kg.K

Cp air pada saat tavg = 296,5 K adalah 4,1829 KJ/kg.K

qdingin = m.Cp.Δt

= Q.ρ.Cp.Δt

36

Page 37: Lapres Fix!! (2)

= (3,2258 x 10-5 m3/s) . 994,422 kg/m3 . 4,1829 Kj/kg.K .(13 K)

= 1,7443 KJ/s

2. Fluida Panas

T1 = 69oC = 342 K

T2 = 46oC = 319 K

Tavg = T 1−T 2

2=342 K+319 K

2 = 330,5 K

Q = Vt

= 200 ml5,2 s

= 38,4615 ml/s

= 3,8461 x 10-5 m3/s

ρair masuk

ρair = m pikno+air masuk−m piknokosong

V pikno

= 48,2515 gram−23,5112gram25 ml

= 989,612 kg/m3

ρair keluar

ρair = m pikno+air keluar−m piknokosong

V pikno

= 48,2600 gram−23,5112gram

25 ml

= 989,952 kg/m3

ρair rata-rata

37

Page 38: Lapres Fix!! (2)

ρair = ρ air masuk−ρ air keluar

2

= 989,612 kg/m3+989,952 kg/m 32

= 989,782 kg /m3

Cp air pada saat tavg = 330,5 K

Temperatur (K) Cp (Kj/Kg.K)

323,15 4,183

333,15 4,187

(dari Geankoplis, Tabel A.2-5, hal:961)

Interpolasi

x− x1x2−x 1

= y− y1y 2− y 1

330,5−323,15333,15−323,15

= y−4,1834,187−4,183

y = 4,18594 Kj/kg.K

Cp air pada saat tavg = 330,5 K adalah 4,18594 KJ/kg.K

qdingin = m.Cp.Δt

= Q.ρ.Cp.Δt

= (3,8461 x 10-5 m3/s) . 989,782 kg/m3 . 4,18594 Kj/kg.K .(13 K)

= 43,6650 KJ/s

b. Menghitung Koefisien Perpindahan Panas Overall

Tabel data suhu pada percobaan Counter Current

Fluida Panas Fluida Dingin Diff

69oC Temperatur Tinggi 30oC 39oC

38

Page 39: Lapres Fix!! (2)

46oC Temperatur Rendah 17oC 29oC

Δt1 = T1 – t1 = 69oC – 30oC = 39oC

Δt2 = T2 – t2 = 46oC – 17oC = 29oC

ΔTLMTD = Δt 2−Δt 1

ln ( Δt 2Δt 1

)

= 39C−29 C

ln( 39C29C

)

= 33,7535oC

UD = q

A .(ΔT LMTD)

= 1,7443 KJ /s

1,3494 m2 .33,7535C

= 0,0383 KJ/s. m2oC

c. Menghitung Efisiensi Perpindahan Panas

η =q dinginQ panas

x100 %

= 1,7443 KJ /s3,6650 KJ /s

x100 %

= 47,5934 %

4.3 Pembahasan

Faktor yang mempengaruhi Heat Exchanger adalah sebagai berikut:

a. Desain Heat Exchanger

39

Page 40: Lapres Fix!! (2)

Perpindahan panas yang harus sesuai dengan jenis desain Heat Exchanger tersebut

karena kapasitas pada desain jenis Heat Exchanger berbeda-beda sesuai dengan jenis

alirannya.

b. Laju alir massa fluida

Semakin besar laju alir massa fluida yang masuk maka semakin besar juga perpindahan

panas yang terjadi. Hal ini disebabkan perpindahan panas berbanding lurus dengan laju

alir massa fluida dengan dibuktikan oleh rumus q = Q.ρ.Cp.Δt.

c. Nilai konduktifitas bahan Heat Exchanger

Jika nilai konduktifitas bahan bernilai besar maka nilai perpindahan panas akan

semakin besar.

d. Kerapatan isolasi dan seal

Semakin rapat dari kerapatan isolasi dan seal tersebut maka semakin baik perpindahan

panasnya.

e. Perbedaan Suhu

Semakin besar perbedaan suhunya, maka semakin cepat perpindahan panasnya.

Didalam suatu shell and tube heat exchanger terdapat tiga tahap perpindahan panas, yaitu

konveksi yang terdapat di sisi shell, konduksi pada dinding tube dan konveksi lagi pada sisi

tube. Hal ini dikarenakan di sisi shell terdapat zat yang mengalir, yang dimana sesuai

pengertian konveksi, konveksi yaitu perpindahan panas oleh gerak dari zat yang mengalir.

Konduksi pada dinding tube karena sesuai dengan pengertian dari konduksi yaitu

perpindahan panas yang hanya terjadi didalam bahan, dan tube merupakan konduktor yang

baik untuk menghantarkan panas. Sedangkan konveksi pada sisi tube, sama halnya dengan

konveksi pada sisi shell, zat yang mengalir pada sisi-sisi tube tersebut.

40

Page 41: Lapres Fix!! (2)

Pada percobaan kali ini, Heat Exchanger yang digunakan adalah jenis shell (1) and tube

(2) heat exchanger yang memiliki diameter luar 1,58 cm, panjang pipa 80 cm, terdapat 34

buah tube. Kemudian pada saat menimbang piknometer kosong didapatkan hasil 33,5112

gram.

Kali ini pada saat menimbang piknometer + air panas masukan didapatkan berat yaitu

48,2351 gram dan air dingin sebesar 48,3770 gram. Diketahui dari massa tersebut, fluida

dingin memiliki berat yang lebih besar. Kemudian setelah itu, diukur suhu masuk fluida

panas dan dingin, didapatkan hasil yaitu pada fluida panas sebesar 67oC dan fluida dingin

15oC. kemudian dialirkan fluida tersebut dengan aliran yang dinamakn co-current (searah),

didapatkan kemudian waktu yang dibutuhkan fluida untuk memenuhi 200 ml, pada fluida

panas didapatkan waktu sebesar 3 detik dan pada fluida dingin yaitu 6 detik. Kemudian

diukur suhu keluar dari fluida dari fluida panas yaitu 49oC dan fluida dingin 33oC. suhu

pada fluida panas mengalami penurunan, dari 67oC menjadi 49oCdan sebaliknya pada fluida

dingin mengalami kenaikan dari 15oC kemudian 33oC. Hal ini dikarenakan prinsip dari HE

tersebut yaitu mengalami pertukaran panas, fluida panas akan mengalami pertukaran panas,

fluida panas akan mengalami penurunan suhu dan fluida dingin akan mengalami kenaikan

suhu. Kemudian ditimbang pikno + fluida panas keluaran didapatkan 48,3175 gram dan

fluida dingin 48,2750 gram. Beratnya mengalami kenaikan pada fluida panas, dan

mengalami penurunan pada fluida dingin seperti pada teori-teori, fluida dingin mempunyai

berat yang lebih besar dibandingkan fluida panas.

Kemudian setelah didapatkan suhu masuk dan keluar pada fluida dingin didapatkan Tavg

sebesar 331 K. kemudian Q (debit) sebesar 66,6666 x 10-6 m3/s. lalu ρair rata-rata sebesar

990,604 kg/m3. Lebih kecil dibandingkan ρrata-rata fluida dingin. Cp didapatkan 4,1861

KJ/kg.K dan Qpanas hasilnya sebesar 4,9761 KJ/s.

Kemudian menghitung koefisien panas overall pada aliran co-current didapatkan ΔTLMTD =

30,5432 oC, kemudian UD didapatkan 0,0604 KJ/s.m2.oC. Selanjutnya adalah menghitung

41

Page 42: Lapres Fix!! (2)

efisiensi perpindahan panas yaitu 50,0572 %, semakin besar nilai efisiensi maka semakin

bagus Heat Exchanger tersebut.

Pada aliran counter current, didapatkan berat pikno + fluida panas masukan sebesar

48,2515, dan fluida dingin 48,3725 gram. Setelah dialirkan didapatkan waktu sebesar pada

panas 5,2 s dan dingin sebesar 6,2 s. Lebih besar dibanding co-current. Kemudian diukur

suhu dari yang awalnya 69 oC menjadi 46 oC pada fluida panas dan 17 oC menjadi 30 oCpada fluida dingin. Kemudian ditimbang pikno + fluida panas keluar didapatkan 48,3725

gram dan dingin 48,3710 gram.

Langkah kemudian sama seperti Co-current, pada fluida dingin didapatkan Tavg = 296,5 K,

Q (debit) = 3,2258 x 10-5 m3/s. Lalu ρrata-rata 994,422 kg/m3. Dari ρ didapatkan Cp sebesar

4,1829 KJ/kg.K dan didapatkanlah qdingin sebesar 1,7443 KJ/s.

Pada fluida panas, Tavg = 330,5 K, Q (debit) = 3,8461 x 10-5 m3/s. ρrata-rata adalah 989,782

kg/m3 didapatkan Cp = 4,18594 KJ/kg.K dan qpanas hasilnya sebesar 3,6650 KJ/s.

Kemudian menghitung koefisiensi panas exchanger overall, didapatkan ΔTLMTD =

33,7535oC dan UD = 0,0383 KJ/s.m2.oC. Selanjutnya adalah menghitung efisien dari Heat

Exchanger tersebut, didapatkan 45,5934 %.

Suhu fluida panas akan mengalami penurunan dan suhu fluida dingin akan mengalami

kenaikan, hal ini disebabkan prinsip dari Heat Exchanger, dimana fluida dingin dan panas

dimasukkan kedalam Heat Exchanger dan akan mengalami kontak dan terjadilah

pertukaran panas, dimana fluida panas akan mengalami penurunan suhu dan fluida dingin

mengalami kenaikan suhu.

Dari hasil percobaan perbedaan antara counter current adalah yang paling pertama berbeda

yaitu pada saat fluida panas dan dingin ditukar arah masuknya ke Heat Exchanger. Waktu

yang didapatkan yang memiliki waktu paling cepat adalah co-current. Berat yang

42

Page 43: Lapres Fix!! (2)

ditimbang dengan pikno menggunakan neraca analitik adalah aliran counter current

memiliki berat yang lebih besar. Qdingin lebih besar adalah qdingin yang dimiliki counter

current, qpanas pun seperti itu, tetapi selisihnya lebih besar qpanas koefisien perpindahan panas

overall (UD) lebih besar dimiliki oleh Co-current. Dan esfisiensinya dari alat Heat

Exchanger jenis Shell (1) and Tube (2) ini adalah Co-current yang lebih besar, jadi dapat

disimpulkan Heat Exchanger jenis ini lebih baik menggunakan jenis aliran Co-current

(searah)

Faktor kesalahan pada praktikum kali ini adalah pada saat mengukur suhu dengan

termometer kurang teliti sehingga hasil yang dicatat kurang akurat dan menyebabkan

percobaan kurang akurat. Dan menghitung waktu menggunakan stopwatch kurang tepat

saat menekannya sehingga waktu yang didapat kurang akurat.

43

Page 44: Lapres Fix!! (2)

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan praktikum yang dilakukan dapat disimpulkan, bahwa:

a. Nilai koefisien perpindahan panas pada aliran co-current adalah sebesar 0,0604 KJ/s.m

2.oC sedangkan pada aliran counter current adalah sebesar 0,0383 KJ/s.m2.oC.

b. Nilai efisiensi perpindahan panas pada aliran co-current adalah sebesar 50,0572 %

sedangkan pada aliran counter current adalah sebesar 47,5943 %.

c. Debit aliran fluida pada aliran co-current adalah sebesar 33,3333 x 10-6 m3/s untuk

fluida dingin dan 66,6666 x 10-6 m3/s untuk fluida panas, sedangkan pada aliran

counter current adalah sebesar 3,2258 x 10-5 m3/s dan 3,8461 x 10-5 m3/s.

5.2 Saran

Sebaiknya pada praktikum selanjutnya bisa menggunakan jenis alat Heat Exchanger yang

lain seperti double-pipe Heat Exchanger, serta menggunakan jenis aliran fluida yang lain

seperti Cross Flow.

44

Page 45: Lapres Fix!! (2)

45

Page 46: Lapres Fix!! (2)

DAFTAR PUSTAKA

Geankoplis, C J, 2003, Transport Process and Separation Process Principles, 4th Edition,

Prentice Hall, New Jersey.

Hartono, Rudi, 2008, Penukar Panas, Penerbit Camelia, Banten.

J.P Holman, 1994, Heat Transfer, Mc Graw Hill Companies, New York.

Mikheyeu, M, 1985, Fundamentals Of Heat Transfer, John Willey and Sons Inc, New

York.

Wiratakusumah, Aman, 1992, Peralatan dan Unit Proses Industri Pangan, Depdikbud

Direktorat Jendral Pendidikan Tingkat Pusat antar Universitas Pangan dan Institut

Pertanian, Bogor.

46

Page 47: Lapres Fix!! (2)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam industri kimia, proses pemisahan berperan sangat penting. Salah satu proses yang

sering ditemui adalah proses distilasi yaitu proses pemisahan suatu campuran berdasarkan

beda titik didihnya. Untuk skala industri, proses distilasi dilakukan di dalam menara

distilasi.

Secara umum menara distilasi dibagi atas 2 jenis yaitu menara dengan bahan isisna dan

menara plate. Masing-masing jenis menara tersebut memiliki kelebihan dan kelemahan.

Menara bahan isian memberikan pressuredrop yang lebih kecil, biaya lebih murah, dan

dapat digunakan untuk bahan yang tidak tahan suhu tinggi. Akan tetapi, pembersihannya

sulit dilakukan. Sebaliknya pada menara plate, pembersihannya lebih mudah dilakukan dan

tidak terjadi by-passing dan channeling.

Salah satu cara perancangan menara bahan isian adalah dengan konsep HETP (Heigh

Ekuivalent Teoritic Plate). HETP adalah tinggi bahan yang akan memberikan perubahan

komposisi yang sama dengan perubahan komposisi yang diberikan oleh satu plate teoritis.

Nilai HETP dapat digunakan untuk menentukan efisiensi suatu menara bahan isian dan

untuk menentukan tinggi dan jenis bahan isian yang seharusnya digunakan agar

memberikan hasil yang maksimum. Metode ini dipilih karena mudah dalam

perhitungannya.

Dalam pengolahan minyak mentah menjadi minyak jadi berbagai macam langkah telah

dilakukan termasuk didalamnya adalah distilasi. Proses ini pada umumnya digunakan untuk

memisahkan minyak bumi dari zat-zat lain yang harus dipisahkan, namun ada pula distilasi

yang digunakan untuk mengolah air yang tercemar.

47

Page 48: Lapres Fix!! (2)

Oleh karena itu, praktikum HETP termasuk ke dalam modul Operasi Teknik Kimia

dilakukan agar praktikan dapat mengerti dan memahami tentang distilasi menggunakan

cara perancangan menara bahan isian. Selain untuk mengetahui dalam skala lab, praktikan

juga mampu mengaplikasikannya pada industry kelak.

1.2 Tujuan

a. Mengetahui persen pada umpan, residu dan destilat

b. Mengetahui fraksi mol pada umpan, residu dan destilat

c. Mengetahui hasil dari HETP secara teoritis dan grafis

d. Mengetahui jumlah tinggi teoritis minimum (Np) secara teoritis dan grafis

48

Page 49: Lapres Fix!! (2)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Untuk mengetahui tinggi bahan isian yang harus digunakan untuk menghasilkan produk

dengan komposisi sama dengan satu plate teoritis pada menara bertingkat digunakan istilah

HETP (Height of Packing Equivalent to a Theoretical Plate). HETP adalah tinggi bahan

isian yang akan memberikan perubahan komposisi yang sama dengan perubahan komposisi

yang diberikan oleh satu plate teoritis. Variabel yang mempengaruhi HETP antara lain: tipe

dan ukuran bahan isian, kecepatan aliran masing-masing fluida, konsentrasi fluida,

diameter menara, sifat fisis bahan difraksinasi (Treybal, 1981).

HETP dalam penggunaannya sering digunakan dalam perhitungan menara distilasi dengan

bahan isian. Distilasi adalah suatu cara pemisahan komponen-komponen dari suatu larutan

tegantung dari distribusi bahan-bahan antara fase cair dan fase gas dalam keadaan

seimbang. Secara umum ada dua macam menara distilasi, yaitu menara dengan bahan isian

(packed tower) dan menara plate (plate tower).berdasarkan kontruksinya, menara distilasi

digolongkan:

a. Menggunakan plate dengan bubblecup atau perforated

Bila umpan dari komponen-komponen yang berbeda jauh titik didihnya yang menguap

terlebih dahulu adalah yang titik didihnya rendah. Sedangkan umpan dengan beda titik

didih yang dekat maka hasil atas masih tercampur (belum murni)_. Untuk mendapatkan

alcohol murni, hasil atas sebagian distilasi kembali berulang-ulang sampai didapatkan

alkohol murni. Untuk mengurangi distilasi yang berulang maka dipakai plate. Disini

terjadi kontak antara aliran ke atas dan aliran ke bawah. Maka banyak zat yang

didistilasi melewati plate maka hasilnya makin murni.

b. Menggunakan packing dengan menara bahan isian seperti yang dipakai dalam percobaan

HETP.

(Brown, 1950).

49

Page 50: Lapres Fix!! (2)

Menara bahan isian yang terdiri atas sebuah silinder vertikal yang didalamnya terdapat

bahan isian tertentu. Bahan isian merupakan media untuk memperluas bidang kontak antara

fasa cair dan fasa gas agar transfer panas dan transfer massa dapat berjalan dengan baik.

Cairan mengalur melewati permukaan bahan isian dalam bentuk lapisan film tipis sehingga

luas bidang kontak antara fasa cair dan fasa gas makin besar. Cairan masuk dari bagian atas

menara, sedangkan gas masuk dari bagian bawah menara (Brown, 1950).

Jenis bahan isian antara lain:

a. Bahan isian tersusun secara teratur (regular packing), diantaranya double spiral ring,

wood grid.

b. Bahan isian yang tersusun secara acak (random packing), diantaranya raschig ring dan

ring packing

c. Pseudo plate coulumn, kontak fasa terjadi pada plate seperti misalnya hitted trays dan

triple trays.

(Treybal, 1986).

Sifat-sifat bahan yang harus dimiliki bahan isian adalah:

a. Perbandingan luas permukaan bidang basah (bidang kontak) bahan isian per satuan

volume bahan isian cukup besar.

b. Susunan bahan isian dalam kolom cukup memberikan rongga kosong, sehingga

memudahkan aliran fluida, sedangkan penurunan tekanan aliran tidak terlalu besar.

c. Permukaan bahan isian mudah menjadi basah.

d. Tahan terhadap suhu dan perubahannya, dan tidak mudah berkarat.

e. Cukup kuat, tidak mudah pecah.

50

Page 51: Lapres Fix!! (2)

(Treybal, 1986).

Didalam distilasi ada beberapa cara untuk menentukan jumlah plate teoritis sebagai plate

minimum, yaitu dengan cara:

a. Metode Mc Cabe Thile

Rumusnya didapat dari:

Ya¿αab . Xa

1 (αab−1 ) . Xa…(2.1 )

Rumus tersebut didapat dari:

αab= Ya / XaYb/ Xb

………………………………………………… ... ……………… ...…(2.2)

aXa

=αab( bXb )…………………………………………. ………………. …………. …(2.3)

Ya=αab( YbXb ) Xa …………………………… ...……………………. ……………. … (2.4 )

Ya=αab (1−Ya)

1−XaXa ……………………… ..……………… ………………….. …(2.5)

Syarat-syarat metode Mc Cabe Thile:

a. Apabila sistem campuran yang disuling menghasilkan diagram komposisi uap jenuh

dan cair jenuh adalah lurus dan sejajar atau garis operasi mendekati garis lurus atau

sejajar. Syarat ini jarang dijumpai bila besaran-besarannya dalam satuan massa atau

jika komposisi dalam suatu fraksi massa dan entalpi dalam Btu/Lbm, tetapi lebih

mendekati bila satuan dalam mol.

b. Jika persyaratan (a) dapat dipenuhi, maka Ln/Vm+1 pada seksi striping bernilai tetap.

Keadaan semacam ini dikenal sebagai “Constant Molal Ever Flow and Vaporation”.

51

Page 52: Lapres Fix!! (2)

c. Tekanan diseluruh menara dianggap tetap.

d. Panas pencampuran (ΔHs) dapat diabaikan.

e. Panas laten penguapan (λ) rata-rata tetap.

(Treybal, 1986).

Bila ditinjau dari seksi enrisching/rektifikasi:

Neraca bahan: Vn+1= ln+ D

Neraca komponen: Vn+1 .Vn+1= ln .Xn+DXd

Vn+1 .Yn+1=ln . Xn+DXd

Yn+1= LaVn+1

Xa+ DVn+1

Xd

L0 = L1 = Ln

V1 = V2 = Vn+1

Yn+1= LV

Xn+ DV

Xd …… .. …………………….(2.6)

V1 = Lo + D

V = L + D

Yn+1= LD

Xn+ DL+D

Xd ……………….….. ….(2.7)

Yn+1=

LDL

D+1

Xn+ XdL

D+1

Yn+1= RR+1

Xn+ XdR+1

…………………………………………………. …… ..(2.8)

Persamaan (2.6), (2.7), (2.8) disebut persamaan garis operasi atas (GOA) dengan:

Slope :LV

= LL+D

= RR+1

Intercept : D XdV

=D XdL+D

= XdR+1

52

Page 53: Lapres Fix!! (2)

Bila dilihat dari seksi striping :

Lm=Vm+1+B

Vm+1=Lm−B

Vm+1 . Ym+1=Lm. Xm−B . Xb

Ym+1= LmVm+1

Xm− BVm+1

Xb

Y= LV

Xm− BV

Xb ……………………………………. …………………… ...(2.9)

Persamaan (2.9) disebut persamaan garis operasi bawah (GOB) dengan:

Slope :LV

Intercept :−B . Xb

V

Pada refluks total dimana seluruh uap yang terembunkan dalam kondensor dikembalikan

kedalam kolom sebagai refluks maka tidak ada hasil distilat (D=0). Perbandingan refluks

(Lo/D) adalah tak terhingga.

b. Metode Fenske Underwood

αd=PaPb

(pada suhu puncak (td))

αw= PaPb

(pada suhu bawah (tw))

Dimana Pa = Tekanan uap murni komponen a

Pb = Tekanan uap murni komponen b

Untuk campuran ideal, metode ini didasarkan atas volalitas relatif αab antar komponen,

dengan terlebih dahulu menetapkan αd dan αw.

αab=Ya (1−Xa)Xa(1−Ya)

……………… …………………………… ..……………… ...(2.10)

53

Page 54: Lapres Fix!! (2)

Campuran ideal mematuhi hokum Roult dan volalitas relatifnya ialah tekanan uap

komponennya.

Pa = Pao.Xa ; Pa = tekanan uap parsial a

Pb = Pbo.Xb ; Pb = tekanan uap parsial b

Ya = Pa/Pt ; Pt = tekanan total

Yb = Pb/Pt

αab=

YaXaYbXb

=

PaXaPbXb

=

(Pa . Xa)Xa

(Pb . Xb)Xb

αab= PaPb

Untuk sistem biner YaYb dan

XaXb dapat diganti dengan:

Ya1−Ya dan

Xa1−Xa

Sehingga:

αab=

YaXaYbXb

= YaYb

. XaXb

αab= Ya1−Ya

. Xa1−Xa

Ya1−Ya

=αab Xa1−Xa

Untuk plate n+1

Yn+11−Yn+1

=αab Xn+11−Xn+1

Oleh karena itu, refluks total distilat (D)= 0 dan L = 1, Yn+1 = Xa, sehingga:

Xn1−Xn

=αab Xn+11−Xn+1

Pada puncak kolom, bila kondensor total Y1 = Xd

Xd1−Xd

=αab X 11−X 1

…………………………………………………………… ..(2.11)

Untuk n plate berurutan menghasilkan:

54

Page 55: Lapres Fix!! (2)

X 11−X 1

=αab X 21−X 2

…………………………………………………….……… ..(2.12)

Jika persamaan (2.11) dan (2.12) dikalikan satu sama lain dan suku-suku tengah saling

menghapuskan, maka:

Xd1−Xd

=(αab)n Xn1−Xn

Untuk sampai ke hasil bawah yang keluar dari kolom diperlukan N min plate ditambah

satu reboiler.

Xd1−Xd

=(αab)Nmin+1 Xb1−Xb

Untuk mendapatkan Nmin dengan logaritma menghasilkan:

Nmin=109( Xd

1−Xd. 1−Xb

Xb)

109. αab−1

(Treybal, 1986).

c. Metode Ponchon-Savorit

(dengan menggunakan diagram entalpi komposisi)

HETP penggunaanya sering untuk perhitungan menara distilasi dengan memakai bahan

isian. Dengan menggunakan metode diatas, jumlah plate minimum dapat diketahui,

maka harga HETP dapat dihitung:

HETP=tinggipackingba hanisianjumla h plateminimum

(Tyerbal, 1986).

Distilasi adalah cara pemisahan zat cair dari campurannya berdasarkan kemampuan zat

untuk menguap. Dimana zat cair dipanaskan dingga titik didihnya, serta mengalirkan uap

kedalam alat pendingin (kondensor) dan mengumpulkan hasil pengembunan sebagai zat

cair. Pada kondensor digunakan air yang mengalir sebagai pendingin. Air didalam

kondensor dialirkan dari bawah ke atas, hal ini bertujuan supaya air tersebut dapat mengisi

seluruh bagian dari kondensor sehingga akan dihasilkan proses pendinginan yang

sempurna. Saat suhu dipanaskan, cairan yang titik didihnya lebih rendah akan menguap

55

Page 56: Lapres Fix!! (2)

terlebih dahulu. Uap ini akan dialirkan dan kemudian didinginkan sehingga kembali

menjadi cairan yang ditampung pada wadah terpisah. Zat yang titik didihnya lebih tinggi

masih tertinggal pada wadah semula (Anonimus, 2003).

Prinsip dari distilasi adalah penguapan dan pengembunan kembali uapnya dari tekanan dan

suhu tertentu. Tujuan dari distilasi adalah pemurnian zat cair pada titik didihnya dan

memisahkan cairan dari zat padat. Uap yang keluar dari campuran disebut sebagai uap

bebas. Kondensat yang jatuh sebagai destilat dan bagian cair yang tidak menguap disebut

residu. Apabila yang diinginkan adalah bagian-bagian campurannya yang tidak teruapkan

dan bukan destilatnya maka prosesnya dinamakan pengentalan dengan evaporasi

(Anonimus, 2003).

Distilasi adalah sebuah aplikasi yang mengikuti prinsip-prinsip “Jika suatu zat dalam

larutan tidak sama-sama menguap, maka uap larutan akan mempunyai komponen yang

berbeda dengan larutan aslinya”. Jika salah satu zat menguap dan yang lain tidak,

pemisahan dapat terjadi sempurna. Tetapi jika kedua zat menguap tetapi tidak sama, maka

pemisahnya hanya akan terjadi sebagian, akan tetapi destilat atau produk akan menjadi

kaya pada suatu komponen dari pada larutan aslinya (Anonimus, 2003).

Distilasi dapat dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu:

a. Distilasi biasa

Umumnya dengan menaikan suhu. Tekanan uapnya diatas cairan atau tekanan atmosfer

(titik didih normal)

b. Distilasi Vakum

Cairan diuapkan pada tekanan rendah, jauh dibawah titik didih dan mudah terurai

c. Distilasi bertingkat (Distilasi terfraksi)

56

Page 57: Lapres Fix!! (2)

Yaitu proses yang komponen-komponennya secara bertingkat diuapkan dan

diembunkan. Penyulingan terfraksi berbeda dari distilasi biasa, karena ada kolom

fraksinasi dimana ada proses refluks

d. Distilasi azeotrop

Distilasi dengan menguapkan zat cair tanpa perubahan komposisi

(Anonimus, 2003).

Jadi adanya perbedaan komposisi antara fasa cair dan fasa uap dalam hal ini merupakan

syarat utama supaya pemisahan dengan distilasi dapat dilakukan. Kalau komposisi fasa uap

sama dengan komposisi fasa cair, maka pemisahan berjalan dengan jalan distilasi tidak

dapat dilakukan, distilasi sering digunakan dalam proses isolasi komponen, pemekatan

larutan, dan juga pemurnian komponen cairan (Anonimus, 2003).

Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan kali ini adalah:

a. Etanol (Alkohol)

Nama kimia : Etanol

Bentuk : Cair

Penampilan : Tak berwarna

Bau : Ringan

pH : Tidak tersedia

Tekanan Uap : 59.3 mmHg (20oC)

Kepadatan Uap : tidak tersedia

Viskositas : 1200 cP (20oC)

b. Aquadest

Nama kimia : Air

Runus kimia : H2O

Warna : Bening

Tekanan uap : 12 mbar (20oC)

57

Page 58: Lapres Fix!! (2)

Titik didih : 100oC

Kerapatan : -1.196 gram/cm3

Viskositas : 1.185 mPas (0oC)

pH : >1.3

(Hiskia,1993).

BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat-Alat

a. Rangkaian alat HETP

b. Terrmometer

c. Piknometer 25 ml

d. Gelas ukur 100 ml

e. Gelas kimia 500 ml

f. Gelas kimia 100 ml

g. Batang pengaduk

h. Selang

i. Ember

j. Pompa

k. Neraca analitik

l. Statiof dan klem

3.1.2 Bahan- Bahan

58

Page 59: Lapres Fix!! (2)

a. Aquadest

b. Etanol 95%

3.2 Rangkaian Alat

Keterangan:

a. Pemanas

b. Labu leher 3

c. Pengambil sampel

d. Termometer

e. Kolom distilasi

f. Bahan isian

59

Page 60: Lapres Fix!! (2)

3.3 Prosedur percobaan

Tahap 1

a. Disiapkan alat-alat

b. Ditimbang piknometer ksosong menggunakan neraca analitik

c. Ditimbang pikno kosong+aquadest dengan menggunakan neraca analitik

d. Diukur aquadest sebanyak 200 ml menggunakan gelas ukur

e. Dimasukan aquadest yang telah diukur kedalam gelas kimia 500 ml

f. Diukur etanol 200 ml menggunkana gelas ukur

g. Dicampurkan etanol ke dalam gelas kimia yang telah berisi aquadest

h. diaduk campuran menggunakan batang pengaduk

i. diambil umpan (aquadest dan etanol) lalu dimasukan ke piknometer 25 ml

j. ditimbang pikno+umoan dengan menggunakan neraca analitik

k. dicatat angka yang tertera pada neraca analitik

Tahap 2

a. Dimasukan umpan kedalam labu leher tiga

b. Dipasang termometer pada bagian destilat dan residu

c. Dipasang pompa yang sudah disambungkan dengan selang kedalam ember yang

berisi air dan es batu

d. Dipasang kondensor yang terhubung dengan pompa dan dijepit pada klem di statif

e. Dinyalakan pemanas

f. Diamati sampai suhu konstan pada bagian residu dan destilat

g. Dicatat suhu yang telah konstan pada bagian residu dan destilat

h. Diambil sebanyak 25 ml destilat menggunakan gelas kimia 100 ml dengan

membuka kran refluks, ditunggu sampai suhu kamar kemudian dimasukan kedalam

piknometer 25 ml

i. Ditimbang pikno+destilat menggunakan neraca analitik

60

Page 61: Lapres Fix!! (2)

j. Diambil sebanyak 25 ml residu menggunakan gelas kimia 100 ml dengan membuka

kran refluks, ditunggu sampai suhu kamar kemudian dimasukan kedalam

piknometer 25 ml

k. Ditimbang pikno+residu menggunakan neraca analitik

l. Dimatikan pemanas.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Hasil Percobaan

4.1.1 Tabel Hasil Pengamatan

Tabel 4.1 Data Hasil Percobaan

No Pengamatan Data Percobaan

1 Komposisi Larutan Umpan

Volume aquadest 200 ml

Volume etanol teknis 200 ml

Suhu Aquadest 28oC

2 Menentukan Densitas Umpan

Massa Piknometer kosong 23.5020 gram

Massa pikno+aquadest 48.3030 gram

Massa pikno+umpan 46.4470 gram

3 Menentukan Densitas Destilat

61

Page 62: Lapres Fix!! (2)

Massa pikno+destilat 48.5713 gram

Massa destilat 20.0693 gram

Suhu destilat 75oC

4 Menentukan Densitas Residu

Massa pikno+residu 46.9666 gram

Massa residu 23.4646 gram

Suhu residu 82oC

5 Tinggi Packing 115 cm

Jenis Packing Raschig Ring

4.2 perhitungan

4.2.1 Menghitung volume aquadest atau volume piknometer

X1 = 300 K

X2 = 302 K

X = 301 K

Y1 = 996.513 kg/m3

Y2 = 995.948 kg/m3

Y ?

(dari table 2-96, Perry)

X−X 1X 2−X 1

= Y −Y 1Y 2−Y 1

301−300302−300

= Y −996.531995.948−996.531

Y = 996.2305 kg/m3

ρ = 996.2305 kg/m3 x 10-3 gram/ml = 0.9962 gram/ml

m = 48.3030 gram – 23.5020 gram = 24.8010 gram

V=mρ= 24.8010 gram

0.9962 gram/ml=24.8956 ml

62

Page 63: Lapres Fix!! (2)

4.2.2 menghitung % umpan

m = 46.4470 gram – 23.5020 gram = 22.9450 gram

V = 24.8956 ml

ρ=mv

=22.9450 gram24.8956 ml

=0.9216 gram/ml

X = 28oC

X1 = 25oC

X2 = 30oC

Y1 = 0.92344

Y2 = 0.92128

Y ?

(dari table 2-11.2, Perry)

X−X 1X 2−X 1

= Y −Y 1Y 2−Y 1

28−2530−25

= Y−0.923440.92128−0.92344

Y = 0.9211

didapatkan ρ = 0.9211

X = ?

X1 = 42

X2 = 43

Y1 = 0.92344

Y2 = 0.92128

Y = 0.9221

(dari table 2-11.2, Perry)

X−X 1X 2−X 1

= Y −Y 1Y 2−Y 1

63

Page 64: Lapres Fix!! (2)

X−4243−42

= 0.9221−0.923440.92128−0.92344

X = 42.6203

Didapatkan %umpan = 42.6203 %

4.2.3 Menghitung Fraksi mol umpan (Xf)

Bm etanol = 46.07

Bm aquadest = 18

Xf =

%umpanBMetanol

(%umpanBMetanol )+( 1−% umpan

BMaquadest)=

0.426246.07

( 0.426246.07

)+(1−0.426218

)=0.23234

4.2.4 Menghitung % Residu

m = 23.4646 gram

V = 24.8956 ml

ρ=mv

=23.4646 gram24.8956 ml

=0.9425 gram /ml

X = 28oC

X1 = 25oC

X2 = 30oC

Y1 = 0.94370

Y2 = 0.94180

Y ?

(dari table 2-11.2, Perry)

X−X 1X 2−X 1

= Y −Y 1Y 2−Y 1

64

Page 65: Lapres Fix!! (2)

28−2530−25

= Y−0.943700.94180−0.94370

Y = 0.9425

didapatkan ρ = 0.9325

X = ?

X1 = 32

X2 = 33

Y1 = 0.94370

Y2 = 0.94180

Y = 0.9425

(dari table 2-11.2, Perry)

X−X 1X 2−X 1

= Y −Y 1Y 2−Y 1

X−3233−32

= 0.9425−0.943700.94180−0.94370

X = 32.6659

Didapatkan umpan = 32.6659 %

4.2.5 Menghitung Fraksi mol residu (Xw)

Bm etanol = 46.07

Bm aquadest = 18

Xw=

%residuBMetanol

(% residuBMetanol )+( 1−%residu

BMaquadest)=

0.326646.07

(0.326646.07

)+( 1−0.326618

)=0.1596

4.2.6 Menghitung % destilat

m = 20.0693 gram

65

Page 66: Lapres Fix!! (2)

V = 24.8956 ml

ρ=mv

=20.0693 gram24.8956 ml

=0.8061 gram /ml

X = 28oC

X1 = 25oC

X2 = 30oC

Y1 = 0.80655

Y2 = 0.80384

Y ?

(dari table 2-11.2, Perry)

X−X 1X 2−X 1

= Y −Y 1Y 2−Y 1

28−2530−25

= Y−0.806550.80384−0.80655

Y = 0.8049

didapatkan ρ = 0.8049

X = ?

X1 = 91

X2 = 92

Y1 = 0.80655

Y2 = 0.80384

Y = 0.8049

(dari table 2-11.2, Perry)

X−X 1X 2−X 1

= Y −Y 1Y 2−Y 1

X−9291−92

= 0.8049−0.806550.80384−0.80655

X = 91.1428

Didapatkan %umpan = 91.1428 %

66

Page 67: Lapres Fix!! (2)

4.2.7 Menghitung Fraksi mol destilat (Xd)

Bm etanol = 46.07

Bm aquadest = 18

Xd=

%destilatBMetanol

(%destilatBMetanol )+( 1−destilat

BMaquadest )=

0.911446.07

( 0.911446.07 )+(1−0.9114

18 )=0.8007

4.2.8 Mengitung Volalitas

Suhu residu = 82oC = 179.6oF

Didapatkan PoAW = 17

PoBW = 7

(appendix fig 543)

αw=( PAWo

PBWo )=17

7 =2.4285

Suhu destilat = 75oC = 167oF

Didapatkan PoAD = 14

PoBD = 5.9

(appendix fig 543)

αD=( PADo

PBDo )= 14

5.9=2.3728

αavr=(αD . αW )0.5=(2.3728 .2.4285)0.5=2.4005

67

Page 68: Lapres Fix!! (2)

4.2.9 menghitung NP plate

4.2.9.1 NP plate secara grafis

Np+1 = Jumlah plate

Np = Jumlah plate – 1 = 5 – 1 = 4

4.2.9.2 NP plate secara teoritis

Np=

log( Xd (1−Xw )(1−Xd ) Xw )logαavr =

log( 0.8007 (1−0.1596 )(1−0.8007 ) 0.1596 ¿

¿)log 2.4005

¿3.4854=4

4.2.10 Menghitung HETP

4.2.10.1 HETP secara Grafis

HETP=tinggibahanisianNpgrafis

=1154

=28.75

4.2.10.1 HETP secara Teoritis

HETP=tinggibahanisianNpTeoritis

=1154

=28.75

4.3 Grafik

68

Page 69: Lapres Fix!! (2)

4.4 Pembahasan

Pada praktikum kali ini, dicampurkan etanol 200 ml dan aquadest sebagai umpan dan

memiliki berat sebesar 22.9450 gram. Suhu yang dimiliki aquadest adalah sebesar 28oC.

Massa aquadest adalah 22.9450 gram. Kali ini terdapat residu yang meiliki massa 23.4646

gram dan suhu 82oC dan juga terdpat destilat yang memiliki masssa 20.0693 gram dan

suhu 75oC. Tinggi packing pada praktikum kali ini adalah 115 cm dan jenis yang digunakan

adalah Rascig Ring.

Kemudian didapatkan hasil dari volume piknometer atau volume aquadest adalah sebesar

24.8956 ml dengan membagi nilai massa aquadest dengan densitas aquadest yang didapat

dari interpolasi table 2-96. Kemudian mendapatkan nilai % umpan yaitu 42.6203% dengan

densitas umpan pada suhu 28oC yaitu sebesar 0.9221. sebelum itu dicari terlebih dahulu

densitas umpan yaitu didapatkan 0.9216 gr/ml.

69

Page 70: Lapres Fix!! (2)

Selanjutnya fraksi mol umpan didapatkan 0.2249 dengan data yang diketahui %umpan, BM

etanol dan BM aquadest.

Kemudian dilanjutkan dengan menghitung %residu didapatkan 32.6659% pada densitas

residu sebesar 0,9425. Kemudian fraksi mol residu (Xw) adalah sebesar 0.1596. selanjutnya

%destilat sebesar 91.1428% dengan densitas destilat sebesar 0.8049. lalu didapatkan fraksi

mol destilat (Xd) adalah sebesar 0.8007.

Selanjutnya volalitas didapatkan sebesar 2.4002 dengan diketahui data PoAD, Po

BD pada

appendix fig 543. Lalu menghitung Np teoritis, didapatkan angka 3.4854 dan pada grafik 4.

Tidak ada perbedaan yang signifikan. Kemudian angka HETP adalah 28.75.

Terjadi perbedaan suhu pada destilat dan residu. Hal ini disebabkan karena perbedaan tiotik

didih. Dimana destilat banyak mengandung etanol yang memiliki titik didih diantara 70-

80oC, dan didapatkan suhu pada destilat sebesar 75oC. dan dimana residu banyak

mengandung air/aquadest maka suhunya akan mendekati titik didih air yaitu 100oC,

dipercobaan kali ini didapatkan suhu sebesar 82oC.

Pengaruh bahan isian adalah yang menjadi media untuk memperluas bidang kontak fasa

uap dan cair sehingga transfer massa dan panas dapat berjalan dengan baik. Pada praktikum

kali ini kita menggunakan Random Packing yang memiliki area yang rendah dan pressure

drop yang tinggi, secara keseluruhan lebih murah.

Massa yang paling berat adalah aquadest dikarenakan aquadest memiliki titik didih 100oC

maka ia lebih lambat menguap, pada praktikum kali ini memiliki berat 24.8010 gram.

Kemudian yang kedua adalah residu, karena residu banyak mengandung aquadest yang

memiliki titik didih lebih tinggi dibandung etanol, pada praktikum kali ini memiliki berat

23.4646 gram. Yang ketiga adalah umpan, karena 200 ml aquadest dan 200 ml merupakan

etanol dicampurkan sebagai umpan dan memiliki berat 22.9450 gram. Dan yang terakhir

70

Page 71: Lapres Fix!! (2)

adalah destilat karena mengandung etanol yang memiliki titik didih yang lebih rendah

disbanding aquadest yaitu 70-80oC, pada percobaan kali ini hasilnya adalah 20.0693 gram.

Penyebab perbedaan persentase pada umpan, destilat dan residu adalah tergantung pada

kandungan etanol didalamnya, semakin tinggi kandungan etanol didalamnya maka semakin

tinggi persentase yang dimilikinya. Pada percobaan didapatkan urutan %destilat 91.1428,

%umpan 42.6203, %residu 32.6659.

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan percobaan yang dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa:

a. Hasil persen dari praktikum ini didapatkan persen umoan 0.4262, pada persen residu

0.3263 dan persen destilat 0.9160

b. Fraksi mol pada umpan (Xf) sebesar 0.2249, fraksi mol pada residu (Xw) sebesar

0.1591 dan fraksi mol pada destilat adalah 0.8099

c. Hasil yang didapatkan HETP secara grafis sebesar 32.8571 dan HETP secara teoritis

sebesar 32.3168

71

Page 72: Lapres Fix!! (2)

d. Hasil jumlah tinggi teoritis minimum (Np) secara teoritis sebesar 4 dan Np secara

grafis sebesar 4

5.2 Saran

Pada praktikum selanjutnya sebaiknya menggunakan asam asetat. Agar praktikan lebih

memahami dan mengetahui hasil dari destilat dan residu.

72

Page 73: Lapres Fix!! (2)

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, Hiskia, 1993, Kimia Larutan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung

Anonimus, 2003, Hasil Survey SCSI, PPM FE UNS, Surakarta

Brown, G.G, 1978, Unit Operation, 14th, John Willey and Sons, New York

Perry, R.H, 1999, Chemical Engineering Handbook, 7th ed, Mc Graw-Hill inc, New York

Treyball, R.E, 1986, Mass Transfer Operation 2nd ed, Mc Graw-Hill inc, New York

73

Page 74: Lapres Fix!! (2)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Fluida adalah zat yanng tidak dapat menahan perubahan bentuk (distorsi) secara permanen.

Bila kita mencoba mengubah bentuk suatu fluida, maka didalam fluida tersebut akan

terbentuk lapisan-lapisan dimana lapisan yang satu akan akan mengalir diatas lapisan yang

lain, sehingga tercapai bentuk yang baru. Selama perubahan bentuk tersebut terdapat

tegangan geser (shear stress), yang besarnya tergantung pada viskositas fluida dan laju alir

fluida relatif terhadap arah tertentu. Bila fluida telah mendappatkan bentuk akhirnya, semua

tegangan geser tersebut akan hilang sehingga fluida berada dalam keadaan setimbang.

Jika densitas hanya sedikit terpenngaruh oleh perubahan yang suhu dan tekanan yang relatif

besar, fluida tersebut bersifat incompresible. Tetapi jika densitasnya peka terhadap

peubahan variable temperatur dan tekanan, fluida tersebut digolongkan compresible. Zat

cair biasanya dianggap zat yang incompresible, sedangkan gas umumnya dikenal sebagai

zat yang compresible.

Perilaku zat cair yang mengalir sangat bergantung pada kenyataan apakah fluida itu berada

dibawah pengaruh bidang batas padat atau tidak. Di daerah yang pengaruh gesekan dinding

kecil, tegangan geser dapat diabaikan dan perilakunya mendekati fluida ideal, yaitu

incompresible. Dan mempunyai viskositas 0. Aliran fluida ideal yang demikian di sebut

aliran potensial. Pada aliran potensial berlaku prinsip-prinsip mekanika newton dan hukum

kekekalan massa.

74

Page 75: Lapres Fix!! (2)

Pada percobaan kali ini yang dilakukan adalah fluida tak mammpu mampat padda saluran

pipa tertutup. Ada tiga macam aliran fluida jika ditinjau dari bilangan Reynold-nya yaitu :

aliran laminar, aliran turbulen, dan aliran transisi.

Oleh karena itu, praktikum aliran fluida ini dilakukan agar praktikan fapat menentukan

jenis aliran fluida yang terjadi, kecepatan aliran, besarnya debit aliran, dan besarnya

pressure drop.

1.2 Tujuan

a. Menetukan jenis aliran fluida pada pipa lurus

b. Menentukan nilai bilangan Reynold pada percobaan pipa lurus dengan bukaan kran

900

c. Menentukan debit aliran pada bukaan 1350

d. Menentukan fanning factor pada bukaan kran 900

e. Menentukan pressure drop dititik 1 ke titik 3 pada kran bukaan 900

f. Menentukann head loss pada bukaan kran 900

75

Page 76: Lapres Fix!! (2)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Fluida adalah zat yang tidak dapat menahan perubahan bentuk secara permanen, perilaku

zat cair yang mengalir sangat bergantung pada kenyataan apakah fluida itu berada dibawah

pengaruh bidang batas padat atau tidak. Aliran dalam pipa telah banyak dijumpai dalam

kehidupan sehari-hari maupun dalam proses-proses industri (Mc Cabe, 1976).

Jenis aliran yang terjadi disaluran dalam menjadi masalah utama dinamika fluida. Ketika

cairan berrgerak melalui saluran tertutup di sebuah penampang, alirannya dapat diamati.

Kedua jenis aliran dapat dilihat dalam aliran terbuka mengalir atau sungai. Ketika

kecepatan aliran lambat, pada aliran lambat, pola aliran halus. Namun sebaliknya, ketika

kecepatan aliran cukup tinggi, sebuah derai stabil dapat diamati, dimana pusaran kecil

terlihat, bergerak kesegala arah (Geankoplis, 2003).

Jenis aliran pertama, bergerak pada kecepatan rendah, dimana lapisan cairan tampaknya

meluncur dengan sau sama lain tanpa pusaran atau pusaran yangterlihat, memiliki densitas

rendah dan kekentalan tinggi serta memiliki bilangan Reynold <2100, disebut aliran

laminar. Jenis keddua, pada kecepatan lebih tinggi, dimana pusaran terlihat memberikan

cairan yang bersifat fluktuatif, memiliki densitas tinggi dan kekentalan yang rendah serta

mempunyai bilangan Reynold >4000, disebut aliran turbulen (Geankoplis, 2003)

Keberadaan aliran laminar dan turbulen paling mudah divisualisasikan dengan percobaan

dari Reynold. Eksperimen ditunjukkan pada gambar 2.1. air dialirkan mengalir di steady

statemelalui pipa transparan dengan laju alir dikendalikan oleh katup diujung pipa. Pada

tingkat lebih rendah (gambar 1a) pola dye adalah reguler dan membentuk satu baris atau

streaming berupa benang. Pada jenis aliran yang dikenal dengan aliran turbulen, kecepatan

meningkat dan terjadi polaseperti pusaran-pusaran banyak (gambar 1b) (Geankoplis, 2003).

76

Page 77: Lapres Fix!! (2)

Antara 4000 dan 2000, angka diantara itu merupakan aliran transisi dimana jenis aliran itu

mugkin laminar dan mugkin turbulen, bergantung pada kondisi lubang masuk tabung dan

jaraknya dari lubang itu (Mc Cabe, 1999).

Didalam arus fluida tak mampu mampat yang dibawa pengaruh bidang batas padat,

terdapat empat macam efek yang sangat penting :

1. Gabungan antara medan gradien kecepatan dengan medan tegangan geser.

2. Terbentuknya keturbulenan

3. Terbentuknya dan berkembangnya lapisan atas.

4. Pemisahan lapisan batas kontaj dengan batas padat.

(Mc Cabe, 1975)

Aliran incompressible (aliran tak mampu mampat) merupakan aliran yang mempunyai

densitas yang konstan atau mendekati konstan. Fluida mengalir secara normal seperti pada

aliran incompressible, seperti gas dapat mengalami aliran yang incompressible

terkecualipada konteks hydraulic transients. Dan aliran compressible (aliran mampu

mampat) aliran yang perubahan tekanan densitasnya tidak berarti. Contoh allran tak

mampu mampat adalah air, minyak, dan emulsi. Sedangkan aliran mampu mampat

contohnya yaitu udara dan gas (Perry, 1997).

Flowmeter adalah alat untuk mengukur jumlah atau laju aliran dari suatu fluida yang

mengalir dalam pipa atau sambungan terbuka (Geankopils, 2003).

Banyak tipe dari flowmeter, diantaranya :

1. Turbin dan dayung-roda Meter (Turbne-and paddle-wheel meters).

Roda turbin ditempatkan didalam pipa, dan kecepatan putar tergantung pada laju aliran

cairan. Gas perumahan dan industri dan air meter sering dari jenis roda putar.

77

Page 78: Lapres Fix!! (2)

2. Gas Termal Aliran Massa (Thermal-gas mass flow meters).

Gas yang mengalir dalam sebuah tabung dibagi menjadi rasio konstan karena aliran

laminar menjadi aliran utama dan sebuah aliran tabung sensor.

3. Flowmeter Magnetik (Magnetic flow meters).

Medan magnet yang dihasilkan diseluruh cairan konduktif mengalir dalam pipa.

Dengan menggunakan hukum induktansi elektromagnetik, hukum Faraday, tegangan

induksi berbanding lurus dengan kecepatan aliran.

(Geankoplis, 2003).

Prinsip Bernoulli yang menyatakan bahwa jumlah energi pada suatu titik didalam suatu

aliran tertutup sama besarnya dengan jumlah energi dititik lain pada jalur aliran yang sama.

Prinsip inidiambil dari nama ilmuan Belanda / Swiss yang bernama Daniel Bernoulli.

P+ρg h+ 12

pv2=konstan.......................................................................................... (2.1)

Persamaan diatas berlaku untuk aliran takk termampatkan dengan asumsi aliran bersifat

tunak (steady state), tidak terdapat gesekan.

v2

2+δ+w=konstan................................ ……………………………………………(2.2)

Persamaan berlaku untuk aliran termampatkan (Steeler, 1985).

Asa Bernoulli menyatakan bahwa pada pipa mendatar, tekanan fluida paling besar adalah

pada bagian kelajuan alirnya paling kecil, sebaliknya, tekanan paling kecil adalah pada

bagian yang kelajuan alirnya paling besar (Steeter, 1985).

Aplikasi asas Bernoulli dalam keseharian adalah sebagai berikut :

1. Dua perahu bermotor berbenturan

2. Aliran air yang keluar dari keran

3. Lintasan melengkung baseball yang sedang berputar

4. Pancaran air pada selang yang ujungnya dipersempit

78

Page 79: Lapres Fix!! (2)

(Steeter, 1985).

Bentuk persamaan bernoulli :

Z+ ργ+ v2

2 g=C ..................................................................................................................(2.3)

(Steeter, 1985).

Manometer adalah alat yang dignakan secara luas pada audit negeri untuk mengukur

perbedaan tekanan didua titik berbeda atau berlawanan. Jenis manometer tertua adalah

manometer kolom cairan. Versi manometer bentuk pipa U yang di isi cairan setengahnya

(biasanya berisi air mengalir atau raksa) dimana pengukuran dilakukan pada satu sisi pipa,

sementara tekanan diterapkan pada tabung lainnya. Perbedaan ketinggia cairan

memperlihatkan tekanan yang diterapkan (Sunandar, 1999).

Ada beberapa macam manometer, sebagai berikut :

1. Manometer zat cair

Merupakan pipa kaca berbentuk U yang berisi raksa. Manometer ini dibedakan

menjadi dua, yaitu manometerraksa ujung terbuka yang digunakan untuk mengukur

tekanan udara diruang tertutup yang tekanannya rendah. Yang kedua yaitu manometer

raksa tertutup yang terbuat dari tabung kaca berbentuk U yang salah datu ujungnya

tertutup sehingga bagian bawah ujung yang tertutup ini berbentuk ruang hampa.

Dengan menghubungkan ujung yang lain pada ruang yang berisi gas, maka tekanan

gas, maka tekanan gas dalam ruang itu dapat diketahui.

2. Manometer logam

Manometer yang digunakan untuk mengukur tekanan gas yang sangat tinggi. Biasanya

yang besarnya sekitar 1 atm seperti mengukur gas dalam tangki uap. Gas dalam tabung

gas, dan dalam ban digunakan manometer logam atau manometer aneroid.

3. Manometer Mc Lead

Merupakan manometer untuk mengukur tekanan udara yang lebih kecl dari 1 mmHg.

Selisih tinggi raksa di pipa S dengan pipa E adalah ∆ h cmHg

79

Page 80: Lapres Fix!! (2)

(Sunandar, 1999).

BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat-alat

a. Rangkaian alat aliran fluida yang telah dirangkai

b. Pompa

c. Stopwatch

d. Piknometer 25ml

e. Termometer

f. Neraca analitik

g. Flowmeter

h. Manometer

i. Mistar gulung

3.1.2 Bahan-bahan

a. Air

80

Page 81: Lapres Fix!! (2)

3.2 Rangkaian Alat

3.3 Cara Kerja

3.3.1 Mengukur Debit

a. Dinyalakan pompa

b. Dibuka gate valve sebesar 900

c. Dihitung waktu menggunakan stopwatch bersamaan sambil dilihat flowmeter

sampai mencapai volume 0.01 m3

d. Dicatat waktu yang terera pada stopwatch

e. Diulangi langkah sebanyak 3 kali

f. Diganti gate valve dengan bukaan sebesar 1350

81

Page 82: Lapres Fix!! (2)

3.3.2 Mengukur ∆ P

a. Dinyalakan pompa

b. Dibuka gate valve sebesar 900

c. Diukur tinggi air masing-masing kaki pada manometerzat cair

d. Dicatat tinggi yang tertera pada mistar gulung

e. Diamati sebanyak 3 kali

f. Diganti gate valve dengan bukaan sebesar 1350

3.3.3 Mengukur Densitas

a. Ditimbang piknometer kosong menggunakan neraca analitik

b. Dicatat angka yang tertera pada neraca analitik

c. Diambil air pada kran menggunakan piknometer

d. Ditimbang piknometer yang telah di isi air

e. Dicatat angka yang tertera

f. Dikurangkan angka piknometer + air dengan angka piknometer kosong untuk

mendapatkan densitasnya

82

Page 83: Lapres Fix!! (2)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Hasil Percobaan

Suhu air kran : 280C

Densitas : 0.994 gr/ml

Viskositas : 0.836x10-3 kg/m.s

Berat air kran : 24.8512 gr

Berat piknometer : 23.4498 gr

Volume piknometer : 25 ml

Diameter luar pipa 1 : 27.2 mm

Diameter luar pipa 2 : 33.9 mm

Tebal pipa : 1.2 mm

Ketinggian pipa : 25 cm

4.1.1 Tabel Hasil Pengamatan

Tabel 4.1 Data Percobaan

No

Jumlah

Putaran

Sudut

Putaran Kran

Beda Tinggi Air Dalam Kaki Manometer

(∆ H ¿Angka

Flowmeter

Waktu Rata-

Rata

1 2 3 4

1 1 900

19.3 14.8 18 14.1 0.01 m3

88.27 Sec18 16 18 14.1 0.01 m3

19.5 14.4 16.8 1.8 0.01 m3

Rata-Rata 18.93 15.06 17.16 15.3 0.01 m3

22.9 11.2 19.8 18 0.01 m3

83

Page 84: Lapres Fix!! (2)

2 1 1350 59.23 Sec22 11.2 19 18 0.01 m3

22.7 10.6 19.4 18 0.01 m3

Rata-Rata 22.53 11 19.4 18 0.01 m3

4.2 Perhitungan

4.2.1 Perhitungan Viskosita (μ)

Dengan suhu 280 maka di dapatkan viskositas sebesar 0.836 x10−3 kgm . s (Tabel A 2-1

Geankoplis)

4.2.2 Perhitungan Densitas (ρ)

ρ=mv

=24.8512 gr25 ml

=0.994 grml

4.2.3 Perhitungan Diameter Dalam Pipa

4.2.3.1 Diameter Pipa Dalam Pada Pipa 1 (bawah)

D1=Diameter luar−2 (tebal )

¿27.2 mm−2(1.2mm)

¿24,8 mm

¿0.024 m

4.2.3.2 Diameter Pipa Dalam Pada Pipa 2 (atas)

D2=Diameter luar−2 ( tebal )

¿33.9 mm−2(1.2mm)

¿31.5 mm

¿0.031 m

84

Page 85: Lapres Fix!! (2)

4.2.4 Perhitungan Luas Penampang

4.2.4.1 Luas Penampang Pipa 1 (bawah)

A1=14

x π D12

¿ 14

x3.14 (0.024 m)2

¿4.521 x10−4 m2

4.2.4.2 Luas Penampang Pipa 2 (atas)

A2=14

x π D22

¿ 14

x3.14 (0.031 m)2

¿7.543 x10−4 m2

4.2.5 Perhitungan Debit

4.2.5.1 Debit Pada Aliran Bukaan Sudut 900

Q1=Volume

Wakturata−rata

¿ 0.01m3

88.275

¿1.132 x 10− 4 m3

s

4.2.5.2 Debit Pada Aliran Bukaan Sudut 1350

85

Page 86: Lapres Fix!! (2)

Q2=Volume

Wakturata−rata=0.01 m3

59.235=1.688 x10−4 m3

s

4.2.6 Perhitungan Kecepatan Aliran 900

4.2.6.1 Kecepatan Aliran Pada Pipa 1 (bawah)

V 1=Q1

A1=

1.132 x10−4 m3

s4.521 x10−4 m2 =0.250 m

s

4.2.6.2 Kecepatan Aliran Pada Pipa 1 (bawah)

V 2=Q1

A2

¿1.132 x10−4 m3

s7.543 x10−4 m2

¿0.150 ms

4.2.7 Pressure Drop Pada Bukaan Pipa Sudut 900

4.2.7.1 Pressure Drop Pada 900 Titik 1 ke Titik 2

∆ P1−2=P1−P2

¿ (18.93−15.06 ) mmH 2O

¿3.87 mmH 2 O x 9.81 Pa

¿37.964 Pa

86

Page 87: Lapres Fix!! (2)

4.2.7.2 Pressure Drop Pada 900 Titik 1 ke Titik 3

∆ P1−3=P1−P3

¿ (18.93−17.16 ) mmH 2O

¿1.77 mmH 2 O x 9.81 Pa

¿17.363 Pa

4.2.7.3 Pressure Drop Pada 900 Titik 1 ke Titik 4

∆ P1−4=P1−P4

¿ (18.93−15.3 )mmH 2O

¿3.63 mmH 2O x 9.81 Pa

¿35.610 Pa

4.2.8 Perhitungan Pressure Drop Secara Teoritis

4.2.8.1 Pressure Drop Dari Titik 1 ke Titik 2

N ℜ=ρ V 1 D1

μ

¿994 kg

m3 .0.250 ms

.0.024 m

0.836 x10−3 kgm. s

¿7133.971( AliranTurbulen)

εD1

= 4.6 x 10−5 m0.024 m

¿1.916 x10−3

¿0.00191

87

Page 88: Lapres Fix!! (2)

f =0.009 ( figure2.10−3 Geankoplis )

ϜϜ= 4 Ϝ∆ LV 1

2

D1 .2

= 4 (0.009)124 x10−2m .¿¿

=0.058 m2

s2

Σ F1−2= 0.058

4.2.8.2 Pressure Drop Dari Titik 1 ke Titik 3

Tee

h f= KfV 2

2

2=1x 0.1502

2=0.011 m2

s2

Fitting

h f= KfV 2

2

2=0.04 x 0.1502

2=4.5 x 10−4 m2

s2

Kran

h f= KfV 2

2

2=0.17 x 0.1502

2=1.912 x 10−3 m2

s2

Elbow

h f= KfV 2

2

2=0.75 x 0.1502

2=8.437 x10−3 m2

s2

hekspansi

hekspansi= ¿¿¿¿

88

Page 89: Lapres Fix!! (2)

∑ F1−3=∑ F1−2+hF Tⅇⅇ+hF Fitting+hF Kran+hF Elbow+hekspansi

¿0.058+0.011+4.5 x10−4+1.912 x10−3+8.437 x 10−3+0.01

¿0.089

4.2.8.3 Pressure Drop Dari Titik 1 ke Titik 4

N ℜ=ρ V 1 D1

μ

¿994 kg

m3 .0.150 ms

.0.031m

0.836 x 10−3 kgm. s

¿5528.827( AliranTurbulen)

εD1

= 4.6 x 10−5 m0.031m

¿1.483 x10−3

¿0.00148

f =0.008 ( figure2.10−3 Geankoplis )

ϜϜ= 4 Ϝ∆ LV 1

2

D1 .2

= 4 (0.008)124 x10−2m .¿¿

=0.014 m2

s2

Σ F1−4= ∑ F1−3+ϜϜ

= 0.089 + 0.014

= 0.1034

4.2.9 Persamaan Bernoulli

89

Page 90: Lapres Fix!! (2)

4.2.9.1 Persamaan Bernoulli Titik 1 ke Titik 2

P1−P2=[ ( z1−z2 ) g+v2

2

2α−

v12

2 α+Σ F1−2] ρ

= Σ F1−2 . ρ

= 0.058 m2

s2 .994 kgm3

=57.652 kgm . s2

4.2.9.2 Persamaan Bernoulli Titik 1 ke Titik 3

P1−P2=[ ( z1−z2 ) g+v2

2

2α−

v12

2 α+Σ F1−3] ρ

=[ (0.25−0 ) 9.8 ms2 +

(0.150 ms)

2

2(0.5)−

(0.250)2

2(0.5)+0.089] .994 kg

m3

= (2,45+0.049 ) .994

= 2484.006 kgm. s2

4.2.9.3 Persamaan Bernoulli Titik 1 ke Titik 4

P1−P2=[ ( z1−z2 ) g+v2

2

2α−

v12

2 α+Σ F1−4] ρ

=[ (0.25−0 ) 9.8 ms2 +

(0.150 ms)

2

2(0.5)−

(0.250)2

2(0.5)+0.1034] . 994 kg

m3

= (2,45+0.063 ) .994

90

Page 91: Lapres Fix!! (2)

= 2497.922 kgm . s2

4.2.10 Perhitungan Kecepatan Alira 1350

4.2.10.1 Kecepatan Aliran Pada Pipa 1 (bawah)

V 1=Q2

A1

¿1.688 x 10−4 m3

s4.521 x10−4 m2

¿0.373 ms

4.2.10.2 Kecepatan Aliran Pada Pipa 2 (atas)

V 2=Q2

A2

¿1.688 x 10−4 m3

s7.543 x10−4 m2

¿0.223 ms

91

Page 92: Lapres Fix!! (2)

4.2.11 Pressure Drop Pada Bukaan Pipa Sudut 1350

4.2.11.1 Pressure Drop Pada 1350 Titik 1 ke Titik 2

∆ P1−2=P1−P2

¿ (22.53−11) mmH 2O

¿11.53mmH 2 O x 9.81 Pa

¿113.109 Pa

4.2.11.2 Pressure Drop Pada 1350 Titik 1 ke Titik 3

∆ P1−3=P1−P3

¿ (22.53−19.4 ) mmH 2O

¿3.13 mmH 2O x 9.81 Pa

¿30.705 Pa

4.2.11.3 Pressure Drop Pada 1350 Titik 1 ke Titik 4

∆ P1−4=P1−P4

¿ (22.53−18 ) mmH 2O

¿4.53 mmH 2O x 9.81 Pa

¿44.4393 Pa

4.2.12 Perhitungan Pressure Drop Secara Teoritis

4.2.12.1 Pressure Drop Dari Titik 1 ke Titik 2

92

Page 93: Lapres Fix!! (2)

N ℜ=ρ V 1 D1

μ

¿994 kg

m3 .0.373 ms

.0.024 m

0.836 x10−3 kgm. s

¿10643.88( AliranTurbulen)

εD1

= 4.6 x 10−5 m0.024 m

¿1.916 x10−3

¿0.00191

f =0.009 ( figure2.10−3Geankoplis )

ϜϜ= 4 Ϝ∆ LV 1

2

D1 .2

= 4 (0.009)124 x10−2m .¿¿

=0.129 m2

s2

Σ F1−2= 0.129 m2

s2

4.2.12.2 Pressure Drop Dari Titik 1 ke Titik 3

Tee

h f= KfV 2

2

2=1x

(0.223 ms)

2

2=0.024 m2

s2

Fitting

h f= KfV 2

2

2=0.04 x

(0.223 ms)

2

2=9.945 x10−4 m2

s2

Kran

93

Page 94: Lapres Fix!! (2)

h f= KfV 2

2

2=0.17 x

(0.223 ms)

2

2=4.226 x10−3 m2

s2

Elbow

h f= KfV 2

2

2=0.75 x

(0.223 ms

)2

2=0.018 m2

s2

hekspansi

hekspansi= ¿¿¿¿

∑ F1−3=∑ F1−2+hF Tⅇⅇ+hF Fitting+hF Kran+hF Elbow+hekspansi

¿0.129+0.024+9.945 x10−4+4.226 x 10−3+0.018+0.01

¿0.198

4.2.12.3 Pressure Drop Dari Titik 1 ke Titik 4

N ℜ=ρ V 1 D1

μ

¿994 kg

m3 .0.223 ms

.0.031m

0.836 x 10−3 kgm. s

¿8219.52( AliranTurbulen)

εD1

= 4.6 x 10−5 m0.031m

¿1.483 x10−3

¿0.00148

f =0.0085 ( figure2.10−3Geankoplis )

94

Page 95: Lapres Fix!! (2)

ϜϜ= 4 Ϝ∆ LV 1

2

D1 .2

= 4 (0.0085)124 x10−2m .¿¿

=0.033 m2

s2

Σ F1−4= ∑ F1−3+ϜϜ

= 0.198 + 0.033

= 0.231

4.2.13 Persamaan Bernoulli

4.2.13.1 Persamaan Bernoulli Titik 1 ke Titik 2

P1−P2=[ ( z1−z2 ) g+v2

2

2α−

v12

2 α+Σ F1−2] ρ

= Σ F1−2 . ρ

= 0.129 m2

s2 .994 kgm3

=128.226 kgm. s2

4.2.13.2 Persamaan Bernoulli Titik 1 ke Titik 3

P1−P2=[ ( z1−z2 ) g+v2

2

2α−

v12

2 α+Σ F1−3] ρ

=[ (0.25−0 ) 9.8 ms2 +

(0.223 ms)

2

2(0.5)−

(0.373)2

2(0.5)+0.198 ] .994 kg

m3

= (2,45+0.1086 ) . 994

= 2543.2484 kgm. s2

95

Page 96: Lapres Fix!! (2)

4.2.13.3 Persamaan Bernoulli Titik 1 ke Titik 4

P1−P2=[ ( z1−z2 ) g+v2

2

2α−

v12

2 α+Σ F1−4] ρ

=[ (0.25−0 ) 9.8 ms2 +

(0.223 ms)

2

2(0.5)−

(0.272)2

2(0.5)+0.2331 ] . 994 kg

m3

= (2,45+0.1416 ) . 994

= 2576.0504 kgm. s2

4.3 Grafik

4.3.1 Grafik Pressure Drop Secara Eksperimental

4.3.1.1 Grafik Pressuer Drop Pada Bukaan 900

96

Page 97: Lapres Fix!! (2)

Gambar 4.1 Grafik Pressure Drop bukaan 90o

4.3.1.2 Grafik Pressuer Drop Pada Bukaan 1350

Gambar 4.2 Grafik Pressure drop bukaan 135o

4.3.2 Grafik Pressure Drop Secara Teoritis

4.3.2.1 Grafik Pressuer Drop Pada Bukaan 900

97

Page 98: Lapres Fix!! (2)

Gambar 4.3 Grafik Pressure Drop Secara Teoritis pada Bukaan 90o

4.3.2.2 Grafik Pressuer Drop Pada Bukaan 1350

Gambar 4.3 Grafik Pressure Drop Secara Teoritis pada Bukaan 135o

4.4 Pembahasan

Pada percobaan modul aliran fluida, dilakukan perbedaan 2 bukaan, bukaan pertama yaitu

900 dan 1350. Dari percobaan didapatkan suhu air kran 280C, berat air kran 24.8512 gr,

98

Page 99: Lapres Fix!! (2)

volume piknometer yang digunakan 25 ml. Diameter luar pipa 1 = 27.2 mm, pipa 2 = 33.9

mm. Tebal pipa 1.2 mm, dan ketinggian pipa 25 cm.

Pada putaran 900, didapatkan data rata-rata kaki manometer 1 = 18.93 mmH2O, manometer

2 = 15.06 mmH2O, manometer 3 = 17.16 mmH2O,dan manometer 4 = 15.3 mmH2O. Pada

putaran 1350, diperoleh masing-masing pada manometer 1 = 22.53 mmH2O, manometer 2 =

11 mmH2O, manometer 3 = 19.4 mmH2O, dan manometer 4 = 18 mmH2O. Waktu yang

diperlukan semakin singkat dikarenakan putaran kran dari 900 menjadi 1350.

Selanjutnya diperoleh viskositas 0.836 x10−3 dan densitas 0.994 grml . kemudian dihitung

pipa bagian dalam pipa 1 dan pipa 2 masing-masing 0.024 m dan 0.031 m. Dilanjutkan

perhitungan luas penampang dengan hasil A1=4.521 x 10− 4m2 dan A2=7.543 x 10−4 m2.

Semakin luas, luas penampangnya maka semakin besar diameter pipa tersebut. Dengan

diameter pipa yang besar mengakibatkan debit yang mengalir semakin banyak dengan

waktu yang semakin singkat. Q1=1.132 x10−4 m3

s dan Q2=1.688 x10−4 m3

s. Selanjutnya

adalah di dapatkan data kecepatan aliran V 1=0.250 ms dan V 2=0.150 m

s dengan semakin

besar luas penampang maka semakin lambat kecepatan aliran tersebut.

Kemudian menghitung pressure drop setiap titik, ∆ P1−2=37.964 Pa, ∆ P1−3=17.363 Pa,

∆ P1−4=35.610 Pa. Pressure drop mengalami turun naik dikarenakan kemungkinan

gesekan pada pipa atau faktor pengotor yang terdapat pada pipa. Pada putaran 1350

mengalami turun naik pula, kemungkinan terjadinya gesekan adalah sama.

Lalu, menghitung pressure drop teoritis menggunakan N ℜ, didapatkan N ℜ7133.971yamg

merupakan jenis alirannya adalh aliran turbulen. Kemudian dihitungsemua pipa, tee, fitting,

elbow, ekspansi, didapatkan 0.1034. sedangkan pada putaran 1350 didapatkan 0.231 dengan

99

Page 100: Lapres Fix!! (2)

N ℜ8219.52 yang merupakan aliran turbulen. Semakin besar N ℜ semakin besar nilai h f

yang dihasilkan.

Kemudian yang terakhir adalah persamaan Bernoulli, yang terterapadda gambar 4.1 – 4.2

yang merupakan grafik pressure drop secara eksperimental, dimana gambar 4.1 merupakan

bukaan 900, grafik k mengalami naik turun, ini di karenakan adanya gaya gesekan pada

pipa lurus. Sedangkan pada gambar 4.2 merupakan bukaan 1350, grafik mengalami naik

turun juga, namun tidak sesignifikan seperti bukaan 900.

Dan pada gambar 4.3 – 4.4 merupakan grafik pressure drop secara teoritis. Gambar 4.3

merupakan bukaan 900 dan gambar 4.4 merupakan bukaan 1350. Grafik mengalami

kenaikan yang sangat signifikan dari 1 – 2 ke 1 – 3, dikarenakan nilai h f pada kran, tee,

fitting, dan ekspansi yang mempengaruhi pressure drop.

Pada praktikum kali ini, digunakan 2 bukaan yaitu bukaan 900 dan 1350. Semakin besar

sudut bukaan valve yang digunakan, maka semakin sedikit waktu yang digunakan untuk

aliran mengalir.

BAB V

PENUTUP

100

Page 101: Lapres Fix!! (2)

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan percobaan yang dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa :

a. Jenis aliran fluida pada pipa lurus adalah airan turbulen.

b. Nilai bilangan Reynold pada percobaan pipa lurus dengan kran bukaan 900 adalah

7133,971.

c. Debit aliran pada bukaan kran 1350 adalah 1,688 x10−4 m3

s

d. Nilai fanning factorpada bukaan kran900adalah sebesar 0.009

e. Nilai pressure drop aliran dititik 1 ke titik 3 pada bukaan kran1350 adalah 30.705 Pa

f. Nilai head loss pada bukaan kran1350 adalah 0.014 m2

s2

5.2 Saran

Pada praktikum selanjutnya dapat menggunakan jenis valve yang lain

DAFTAR PUSTAKA

101

Page 102: Lapres Fix!! (2)

Geankoplis, John Chriestie, 2003, Transport Processes and Separation Processes

Principle, 4th edition, Pretice Hall Propessionsl Technical Refrence, New Jersey.

Mc Cabe, W.L.and Smith, J C, 1976, Unit Operations of Chemical Engineering, 3rd

edition, McGraw-Hill co., New York.

Perry, Robert, 1997, Perry’s Chemical Engineerings ‘Hand book, 7th edition, McGraw

Hill, New York.

Steeter, Victor L DKK, 1985, Fluid Mecanics, McGraw Hill, New York.

Sunandar, Herry, 1999, Jurnal Pengujian Pengaturan dan Penyeimbangan dalam Sistem

Pengkondisian Udara, Universitas Krisen Petra, Surabaya.

BAB I

PENDAHULUAN

102

Page 103: Lapres Fix!! (2)

1.1 Latar Belakang

Didalam suatu proses dalam teknik kimia ada beberapa faktor-faktor penting antara lain

wanktu dan suhu, karena merupakan faktor utama yang mempengaruhi suatu pengendalian

proses atau dinamika proses.

Pabrik kimia merupakan susunan atau rangkaian berbagai unit pengolahann yang

terintergrasi satu sama lain secara sistematik dan rasional. Tujuan pengoperasian pabrik

secara keseuruhan adalah mengubah (mengkonversi) bahan baku menjadi produk yang

lebih bernilai guna. Dalam pengoperasiannya pabrik akan selalu mengalami gangguan

(disturbance) dari lingkungan eksternal. Selama broperasi, pabrik harus terus

mempertimbangkan aspek keteknikan, keekonomisan, dan kondisi social agar tidak terlalu

signifikan terpengaruh oleh perubahan-perubahan eksternal tersebut.

Dinamika proses menunjukkan unjuk kerja proses yang profilnya selalu berubah terhadap

waktu. Dinamika proses selalu terjadi selama sistem proses belum mencapai kondisi tunak.

Keadaan tidak tunak terjadi karena adanya gangguan terhadap kondisi proses yang tunak.

Untuk mengetahui suatu nilai dinamika proses dalam teknik kimia digunakan prinsip reaksi

kimia, proses fisika dan matematika. Dengan menggunakan persamaan tersebut dapat

diperkirakan suatu kejadian pada suatu hasil (produk) dengan mengubah suhu, tekanan,

ukuran alat dan sebagainya. Penentuan dinamika proses dengan menggunakan metode

pengosongan tangki menggunakan metode pengaturan suhu digunakan sistem berorde satu

dan berorde dua.

Oleh karena itu, praktikum dilakukan agar praktikan lebih memahami tentang dinamika

proses keadaan tunak dan keadaan tidak tunak atau biasanya disebut steady state dan

unsteady state untuk sistem-sistem fisik sederhana, mengetahui laju alir keluaran pada

103

Page 104: Lapres Fix!! (2)

tangki dan mengetahui nilai laju alir volumetrik dan serta praktikum juga dapat mengetahui

penerapannya pada bidang industri.

1.2 Tujuan

a. Mengetahui laju alir keluaran pada tangki 1 dan tangki 2

b. Mengetahui luas penampang pada tangki 1 dan tangki 2

c. Mengetahui harga konstanta k dan n pada tangki 1 dengan bukaan 1 putaran.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

104

Page 105: Lapres Fix!! (2)

Dinamika proses adalah variasi unjuk kerja suatu proses dinamika dari waktu ke waktu

sebagai respon terhadap gangguan-gangguan dan perubahan-perubahan terhadap proses

atau sistem teknik kimia setelah diberi gangguan untuk mencapai keadaan tunak (Sater,

1980).

Kedimensian tangki air diuji coba dengan pengosongan tangki dan pemberian gangguan

pada tangki berisi air yang tenang dengan ketinggian tunak. Luas penampang tangki

dikalibrasi dengan mengalurkan grafik volume terhadap penurunan ketinggian air dalam

tangki (h). Volume tangki dihitung dengan persamaan :

V= π D2

4. h...……………………………………………………………………………..(2.1)

Dimana π D2

4 adalah luas penampang tangki. Dengan demikian A adalah gradient dari

grafik V-h. Jika diketahui luas penampang, maka laju alir volumetrik dari valve yang

digunakan (dengan bukaan tertentu) dapat diketahui (Sater, 1980).

Debit air pada masing-masing valve bergantung pada variasi bukaan valve. Makin besar

bukaan valve, makin besar pula debit airnya. Perhitungan debit air ini dilakukan untuk

memperkirakan bukaan valve yang sesuai dengan yang dibutuhkan saat percobaan simulasi

gangguan. Proses pengosongan tangki dimaksudkan untuk menentukan parameter laju

volumetrik keluaran ( k dan n). laju volumetrik keluaran tangki merupakan fungsi dari

ketinggian air dalam tangki. Dasar percobaan ini adalah persamaan Bernoulli.

P1

P+ 1

2V 1

2+g h1=P1

P+ 1

2V 2

2+g h2……………………….…………………………….(2.2)

Mulut tangki dan saluran keluaran terbuka pada tekanan atmosfer sehingga P1

P=

P2

P.

Persamaan tersebut menjadi

105

Page 106: Lapres Fix!! (2)

12 [V 2

2−V 12 ]=g [h1−h2 ] …………………………………………….………………… ..(2.3)

Selanjutnya digunakan asumsi V 12dapat diabaikan terhadap V 2

2karena dianggap luas

penampang tangki jauh lebih besar daripada saluran keluaran sehingga :

12 [V 2

2 ]=g [h1−h2 ]……………………………………….....................................(2.4)

Persamaan tersebut disederhanakan :

V 2=√2 g [h1−h2 ]……………………………………………………………...............(2.5)

V 2=√2 g ∆ h12………………………………………………………………………….(2.6)

V 2 adalah laju linear, sedangkan debit adalah A . V 2=A√2 g ∆ h12. Dari persamaan ini

diketahui bahwa debit adalah fungsi h,

Q=k .hn ………………………………………………………………..…....................(2.7)

Pada konsidi ini n = 0.5 (Sater,1980).

Pada proses pengosongan tangki ini, neraca massa dalam tangki adalah

Akumulasi = massa air masuk – massa air keluar ………………………...….................(2.8)

Pada proses pengosongan tangki massa masuk = 0, sehingga

Akumulasi = - massa air keluar ……………....................................................................(2.9)

dVdt

=−Qout…………………………………....................................................................(2.9)

A . d hdt

=−k .hn………………………………………….................................................(2.10)

d hdt

=−kA

. hn………………………………………………………................................(2.11)

Dari persamaan tersebut disimpulkan bahwa laju perubahan ketinggian air dalam tangki

bergantung pada ketinggian tangki setiap saat. Konstanta k dan n merupakan parameter

yang menunjukkan keidealan tangki (Fee,1994).

106

Page 107: Lapres Fix!! (2)

Data yang diperoleh adalah h dan t. nilai k dan n bisa dicari dengan linearisasi persamaan

neraca massa :

ln d hdt

=n . ln h−ln ( kA )…………………………………..............................................(2.12)

Dimana −ln ( kA ) adalah gradient garis (Sater,1980).

Cara lain yang lebih akurat adalah dengan metoda numerik dengan menggunakan bantuan

program computer (Fee,1994).

Simulasi gangguan pada tangki dilakukan dengan mengganggu sistem tangki yang sudah

tunak. Gangguan diberiakan dengan menambahkan air masuk secara tiba-tiba atau

mengurangi jumlah air yang sudah tunak dengan memperbesar bukaan valve keluaran. Jika

dilakukan gangguan penambahan air ke dalam tangki, neraca massa tangki akan menjadi :

Akumulasi = massa air masuk – massa air keluar …………….....................................(2.13)

A . d hdt

=(Q1+Q2 )−Qout…………………………………...........................................(2.14)

Dengan adanya tambahan air, maka debit keluaran akan berubah dan akhirnya mencapai

keadaan tunak yang kedua. Selama simulasi dicatat perubahan ketinggian terhadap waktu.

Umumnya keadaan tunak sulit dicapai, dibutuhkan waktu yang lebih lama dan tangki

dengan luas permukaan relatif besar untuk mencapai kondisi tunak yang sempurna. Waktu

untuk mencapai kondisi tunak dipengaruhi besar kecilnya debit pada tiap-tiap valve yang

mempengaruhi parameter k dan n (Sater,1980).

Kesalahan sering terjadi karena ketidak tepatan penentuan waktu saat terjadinya kondisi

tunak. Jika simulasi sudah berlangsung lama, perubahan ketinggian air pada setiap variasi

bukaan akan sangat lambat, walaupun mempunyai kecenderungan untuk berubah pada

jangka waktu yang lama (Sater,1980).

107

Page 108: Lapres Fix!! (2)

Keadaan tunak (steady state) adalah keadaan dimana suatu sistem berada dalam

kesetimbangan atau tidak berubah lagi seiring waktu, atau tunak, atau mantap

(McCabe,1976).

Ada banyak fenomena didunia ini yang bisa dianggap sebagai keadaan tunak. Contoh

sistem yang tunak (steady state) adalah potensial listrik pada daerah yang bebas muatan

(daerah tanpa muatan listrik), sistem dengan temperature yang tidak berubah seiring waktu

pada daerah yang bebas sumber panas, potensial kecepatan pada aliran tak mampu mampat

yang bebas pusaran dan bebas sumber kecepatan (McCabe, 1976).

Keadaan tidak tunak (unsteady state) adalah keadaan dimana suatu sistem berada tidak

dalam kesetimbangan atau akan berubah lagi seiring waktu, atau tidak, atau tidak mantap

(McCabe,1976).

Dalam suatu industri terutama yang bergerak dalam pengolahan liquid, tentu memiliki

sistem perpipaan yang berfungsi sebagai tempat mengalirnya liquid. Setiap rangkaian pipa

pastinya memiliki suatu alat yang digunakan untuk mengalirkan atau mengatur jumlah

aliran agar proses pengolahan dapat berjalan sesuai dengan yang ditentukan. Alat tersebut

disebut dengan valve atau sering juga disebut katup, contoh sederhananya yaitu kran air

yang hamper kita gunakan setiap hari. Valve atau katup adalah sebuah perangkat yang

terpasang pada sistem perpipaan, yang berfungsi untuk mengantur, mengontroll, dan

mengarahkan laju aliran fluida. Katup atau valve memiliki peran penting dalam suatu

industri seperti industri migas yang meliputi pengaliran ke dalam kolom destilasi dan

mengontrol pengapian pada furnance (Brown, 1950).

Valve dapat dioperasikan secara manual, baik dengan menggunakan pegangan tuas pedal

dan lain sebagainya. Selain dioperasikan secara otomatis dengan menggunakan prinsip

perubahan aliran, tekanan dan suhu. Perubahan tersebut akan mempengaruhi diafragma,

108

Page 109: Lapres Fix!! (2)

pegas ataupun piston sehingga secara otomatis akan menggerakkan katup dengan sistem

buka tutup (Brown,1950).

Terdapat berbagai macam jenis valve, beserta dengan kriteria penggunaannya masing-

masing. Berikut fungsi-fungsi utama valve :

a. Untuk menutup dan membuka aliran dengan syarat, ketika terbuka memiliki hambatan

aliran dan pressure loss yang minimum. Contohnya gate, ball, plug, dan butterfly

valve.

b. Untuk mengatur aliran, dengan cara menahan aliran dengan perubahan arah atau

menggunakan suatu hambatan bisa juga dengan kombinasi keduanya.

c. Untuk mencegah aliran balik (block flow), biasanya menggunakan checkvalve (lift

check atau swing check). Valve ini akan tetap terbuka dan akan tertutup apabila

terdapat aliran yang berlawanan arah.

d. Untuk mengatur tekanan, dalam beberapa aplikasi valve, tekanan yang masuk (line

pressure) harus dikurangi untuk mencapai tekanan yang digunakan. Biasanya

menggunakan pressure-packingvalve atau regulator.

e. Untuk pressure relief dengan menggunakan relief valve dan safety valve. Relief valve

digunakan untuk mengatasi bila adanya tekanan yang berlebihan yang dapat

mengganggu proses aliran bahkan kegagalan proses. Sedangkan safety valve

menggunakan per (spring loaded) valve ini akan membuka jika tekanan melebihi batas

yang sudah ditentukan

(McCabe,1976).

BAB III

109

Page 110: Lapres Fix!! (2)

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat – Alat

a. Rangkaian alat dinamika proses

b. Gelas ukur 1000 mL

c. Stopwatch

3.1.2 Bahan – Bahan

a. Air

3.2 Rangkaian Alat

Keterangan:

110

Page 111: Lapres Fix!! (2)

a. Bak Tangki Penampungan

b. Pompa

c. Kran

d. Meteran

e. Tangki 2

f. Tangki 1

g. Reservoir

3.3 Prosedur Percobaan

3.3.1 Penentuan Luas Penampang Tangki

a. Dikosongkan tangki 1, kemudian di isi dengan air menggunakan gelas ukur 1000 mL

b. Dicatat tinggi air pada tangki 1 pada setiap penambahan volume tangki sebanyak

1000 mL

c. Diulangi percobaan diatas sebanyak 10 kali

d. Dibuat kurva antara volume air terhadap ketinggian air dalam tangki untuk mencari

luas penampang tangki

e. Diulangi percobaan dengan tangki 2

3.3.2 Penentuan Laju Alir Keluaran Tangki

a. Dicatat ketinggian air pada tangki 1 saat t=0 dengan ketinggian 30 cm

b. Dibuka valve keluaran tangki 1 dengan bukaan 1 putaran

c. Dicatat waktu yang dibutuhkan pada setiap penurunan tangki 1 2 cm dengan

menggunakan stopwatch

d. Diisi kembali tangki 1 tersebut mencapai ketinggian yang sama yaitu 30 cm

e. Dibuka valve keluaran tangki 1 dengan bukaan 2 putaran

f. Dicatat waktu yang dibutuhkan pada setiap penurunan tangki 1 sebanyak 2 cm

menggunaka stopwatch

g. Diulangi percobaan diatas dengan tangki 2

111

Page 112: Lapres Fix!! (2)

3.3.3 Penentuan Nilai k dan n pada Tangki

a. Diisi tangki 1 mencapai ketinggian 20 cm

b. Dicatat tinggi air pada tangki 1 saat t=0

c. Dibuka valve keluaran tangki 1 dengan bukaan 1 putaran

d. Dicatat waktu yang dibutuhkan pada setiap penurunan tinggi air pada tangki

sebanyak 1 cm

3.3.4 Simulasi gangguan pada tangki

a. Ditentukan bukaan valveinput yaitu 1.5 putaran dan bukaan valve output yaitu 1

putaran

b. Dicatat tinggi air pada tangki saat t=0

c. Dibuka valve input dan keluaran tangki dengan bukaan yang telah ditentukan

d. Dicatat ketinggian air didalam tangki setiap 10 detik

e. Dilakukan percobaan ini secara kontinyu hingga mencapai keadaan tunak

f. Diberi gangguan pada tangki dengan kondisi tunak yaitu dengan putaran 1 hingga

ketinggian 28.4 cm

g. Dicatat ketinggian air dalam tangki setiap 10 detik

h. Dilakukan percobaan ini hingga mencapai keadaan tunak kembali

BAB IV

112

Page 113: Lapres Fix!! (2)

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Hasil Percobaan

4.1.1 Penentuan Luas Penampang Tangki 1

Table 4.1 Data Penentuan Luas Penampang Tangki 1No Volume (mL) h (cm)

1. 1000 3

2. 2000 5

3. 3000 7

4. 4000 9

5. 5000 11.1

6. 6000 13.2

7. 7000 15.3

8. 8000 17.4

9. 9000 19.5

10. 10000 21.5

4.1.2 Penentuan Luas Penampang Tangki 2

Table 4.2 Data Penentuan Luas Penampang Tangki 2No Volume (mL) h (cm)

1. 1000 3

2. 2000 5.1

3. 3000 7.2

4. 4000 9.2

5. 5000 11

6. 6000 13

7. 7000 15.2

8. 8000 17.2

9. 9000 19.2

10. 10000 21.2

113

Page 114: Lapres Fix!! (2)

4.1.3 Penentuan Laju Alir Keluaran Tangki 1 dan 2

Table 4.3 Data Penentuan Laju Alir Keluaran Tangki 1 dan 2

No

Tangki 1 Tangki 2

Bukaa Valve : 1

Putaran

Bukaa Valve : 2

Putaran

Bukaa Valve : 1

Putaran

Bukaa Valve : 2

Putaran

h (cm) t (s) h (cm) t (s) h (cm) t (s) h (cm) t (s)

1. 30 0 30 0 30 0 30 0

2. 28 15.43 28 4.5 28 14.5 28 6.6

3. 26 24.84 26 12.93 26 22.5 26 12.4

4. 24 38.47 24 17.46 24 31.1 24 18.8

5. 22 50.8 22 22.04 22 39.5 22 24.9

6. 20 64.03 20 26.52 20 48.2 20 31

7. 18 77.72 18 31.4 18 56.3 18 37.8

8. 16 92.35 16 36.3 16 65.8 16 45.1

9. 14 106.16 14 41.4 14 75.3 14 52

10. 12 121.52 12 46.93 12 86.2 12 59

11. 10 137.31 10 52.28 10 96.8 10 66.7

12. 8 153.31 8 57.63 8 107.8 8 74.2

13. 6 169.7 6 63.35 6 118.8 6 82.8

14. 4 191.08 4 69.61 4 127.6 4 91.1

15. 2 205.51 2 76.16 2 135.8 2 99.9

114

Page 115: Lapres Fix!! (2)

4.1.4 Penentuan Harga k dan n Tangki 1

Table 4.4 Data Penentuan Harga k dan n Tangki 1No Bukaan Valve : 1 Putaran

1. h (cm) t (s)

2. 20 0

3. 19 5.9

4. 18 12.5

5. 17 19

6. 16 26.2

7. 15 32.6

8. 14 39.6

9. 13 46.8

10. 12 53.8

11. 11 61.1

12. 10 69.2

13. 9 76.3

14. 8 83.8

15. 7 91.7

16. 6 99.7

17. 5 108.5

18. 4 116.6

19. 3 125

20. 2 133.4

115

Page 116: Lapres Fix!! (2)

4.1.5 Simulasi Gangguan pada Tangki Tunak 1 Tangki

Table 4.5 Data Simulasi Gangguan pada Tangki Tunak 1 Tangki

NoPada Keadaan Tunak Gangguan : bukaan valve 1 putaran

h (cm) t (s) h (cm) t (s)

1. 25 0 28.6 0

2. 22 10 28.4 10

3. 21.9 20 28.2 20

4. 21.8 30 28 30

5. 21.7 40 27.8 40

6. 21.7 50 27.5 50

7. 21.6 60 27.4 60

8. 21.5 70 27 70

9. 21.4 80 26.9 80

10. 21.3 90 26.8 90

11. 21.2 100 26.7 100

12. 21.1 110 26.7 110

13. 21 120 26.5 120

14. 21 130 26.2 130

15. 20.9 140 26.1 140

16. 20.9 150 26 150

17. 20.8 160 26 160

18. 20.7 170 25.8 170

19. 20.7 180 25.8 180

20. 20.6 190 25.7 190

21. 20.5 200 25.5 200

22. 20.4 210 25.3 210

23. 20.4 220 25.2 220

24. 20.3 230 25.2 230

25. 20.3 240 25.1 240

26. 20.2 250 25 250

27. 20.2 260 25 260

28. 20.2 270 24.9 270

29. 20.2 280 24.9 280

30. 20.2 290 24.8 290

31. 24.7 300

32. 24.7 310

116

Page 117: Lapres Fix!! (2)

33. 24.5 320

34. 24.5 330

35. 24.5 340

36. 24.5 350

37. 24.5 360

4.2 Grafik dan Perhitungan

4.2.1 Grafik dan Perhitungan Penentuan Luas Penampang Tangki 1 dan 2

0 5 10 15 20 250

2000

4000

6000

8000

10000

12000

f(x) = 483.825198637912 x − 402.66742338252R² = 0.99990541051835

t (Waktu)

V (V

olum

e)

Gambar 4.1 Kurva Penentuan Luas Penampang Tangki 1

117

Page 118: Lapres Fix!! (2)

0 5 10 15 20 250

2000

4000

6000

8000

10000

12000

f(x) = 496.148692405717 x − 518.283638881346R² = 0.999814789241823

t (Waktu)

V (V

olum

e)

Gambar 4.2 Kurva Penentuan Luas Penampang Tangki 2

Berdasarkan gambar 4.1 dan gambar 4.2 dapat disimpulkan bahwa luas permukaan tangki 1

adalah 483.83 cm2 dan luas permukaan tangki 2 adalah 496.15 cm2.

4.2.2 Grafik dan Perhitungan Penentuan Laju Alir Keluaran Tangki 1 dan 2

A=14

π D2, maka ¿√ Ax 4π

, r=D2

Untuk tangki 1, ¿√ 483.83 x 4227

=24.8149 , r=24.8149

2=12.4074 cm

Untuk tangki 2, ¿√ 496.15 x 4227

=25.1289 , r=25.1289

2=12.5644 cm

Tabel 4.6 Data Perhitungan Volume Tangki

No Tangki 1 Tangki 2

Bukaa Valve : 1

Putaran

Bukaa Valve : 2

Putaran

Bukaa Valve : 1

Putaran

Bukaa Valve : 2

Putaran

h t (s) v h t (s) v h t (s) v h t (s) v

118

Page 119: Lapres Fix!! (2)

(cm) (mL) (cm) (mL) (cm) (mL) (cm) (mL)

1. 30 0 15245.68 30 0 15245.68 30 0 14753.36 30 0 14753.36

2. 28 15.43 14229.31 28 4.5 14229.31 28 14.5 13769.81 28 6.6 13769.81

3. 26 24.84 13212.93 26 12.93 13212.93 26 22.5 12786.25 26 12.4 12786.25

4. 24 38.47 12196.55 24 17.46 12196.55 24 31.1 11802.69 24 18.8 11802.69

5. 22 50.8 11180.17 22 22.04 11180.17 22 39.5 10819.13 22 24.9 10819.13

6. 20 64.03 10163.79 20 26.52 10163.79 20 48.2 9835.577 20 31 9835.577

7. 18 77.72 9147.411 18 31.4 9147.411 18 56.3 8852.019 18 37.8 8852.019

8. 16 92.35 8131.032 16 36.3 8131.032 16 65.8 7868.461 16 45.1 7868.461

9. 14 106.16 7114.653 14 41.4 7114.653 14 75.3 6884.904 14 52 6884.904

10. 12 121.52 6098.274 12 46.93 6098.274 12 86.2 5901.346 12 59 5901.346

11. 10 137.31 5081.895 10 52.28 5081.895 10 96.8 4917.788 10 66.7 4917.788

12. 8 153.31 4065.516 8 57.63 4065.516 8 107.8 3934.231 8 74.2 3934.231

13. 6 169.7 3049.137 6 63.35 3049.137 6 118.8 2950.673 6 82.8 2950.673

14. 4 191.08 2032.758 4 69.61 2032.758 4 127.6 1967.115 4 91.1 1967.115

15. 2 205.51 1016.379 2 76.16 1016.379 2 135.8 983.5577 2 99.9 983.5577

Berdasarkan tabel 4.6. Maka kurva penentuan laju alir keluaran tangki 1 dan 2 dapat dilihat

dari gambar 4.3 dan gambar 4.4

0 50 100 150 200 2500

2000400060008000

1000012000140001600018000

f(x) = − 69.4467598909628 x + 14836.023916364R² = 0.995406574119073f(x) = − 192.128121983308 x + 15284.7718272598R² = 0.997878007879738

Bukaan valve 2 Putaran

Linear (Bukaan valve 2 Putaran)

Bukaan valve 1 Putaran

t (Waktu)

V (V

olum

e)

Gambar 4.3 Kurva Penentuan Laju Alir Keluaran Tangki 1

119

Page 120: Lapres Fix!! (2)

0 20 40 60 80 100 120 140 1600

2000

4000

6000

8000

10000

12000

14000

16000

f(x) = − 102.37853002294 x + 14872.5177166361R² = 0.997925836719755f(x) = − 138.910799475733 x + 14372.2648474538R² = 0.99644926691202 Bukaan valve 2

Putaran

Linear (Bukaan valve 2 Putaran)

Bukaan valve 1 Putaran

Linear (Bukaan valve 1 Putaran)

t (Waktu)

V (V

olum

e)

Gambar 4.4 Kurva Penentuan Laju Alir Keluaran Tangki 2

Berdasarkan gambar 4.3 dan gambar 4.4 dapat disimpulkan bahwa laju alir keluaran tangki

1 pada bukaan valve 1 putaran adalah 69.447 mL/s dan pada bukaan 2 putaran adalah

192.13 mL/s. Sedangkan pada keluaran tangki 2 pada bukaan valve 1 putaran adalah 102.38

mL/s dan pada bukaan 2 putaran adalah 138.91 mL/s.

4.2.3 Grafik dan Perhitungan Harga k dan n pada tangki 1

dhdt

=−kA

hn

ln dhdt

=n . ln h−ln( kA )

Berdasarkan data dari tabel 4.4 maka kurva t vs s untuk menentukan nilai dh/dt dapat

dilihat pada gambar 4.5

120

Page 121: Lapres Fix!! (2)

0 20 40 60 80 100 120 140 1600

2

4

6

8

10

12f(x) = NaN x^NaNR² = NaN

f(x) = 0R² = 0 t (s)

h (c

m)

Gambar 4.5 Kurva Penentuan Nilai dh/dt

Menghitung dh/dt, maka hitung A.-dt/dh, ln (-A.dh/dt) dan ln h. Hasilnya dapat dilihat pada

Tabel 4.7:

Tabel 4.7 Data Perhitungan Penentuan Nilai k dan n pada Tangki 1

NoBukaan valve : 1 Putaran

h (cm) t (s) dh/dt A.-dt/dh ln (-A.dh/dt) ln h

1. 20 0 -0.1742 88.531924 4.48336321 2.995732

2. 19 5.9 -0.17302 87.9322244 4.47656634 2.944439

3. 18 12.5 -0.1717 87.261374 4.468907914 2.890372

4. 17 19 -0.1704 86.600688 4.46130776 2.833213

5. 16 26.2 -0.16896 85.8688512 4.452821146 2.772589

6. 15 32.6 -0.16768 85.2183296 4.445216547 2.70805

7. 14 39.6 -0.16628 84.5068216 4.43683226 2.639057

8. 13 46.8 -0.16484 83.7749848 4.428134452 2.564949

9. 12 53.8 -0.16344 83.0634768 4.419605096 2.484907

121

Page 122: Lapres Fix!! (2)

10. 11 61.1 -0.16198 82.3214756 4.410632017 2.397895

11. 10 69.2 -0.16036 81.4981592 4.400580433 2.302585

12. 9 76.3 -0.15894 80.7764868 4.391685918 2.197225

13. 8 83.8 -0.15744 80.0141568 4.382203579 2.079442

14. 7 91.7 -0.15586 79.2111692 4.372117314 1.94591

15. 6 99.7 -0.15426 78.3980172 4.361798636 1.791759

16. 5 108.5 -0.1525 77.50355 4.350323742 1.609438

17. 4 116.6 -0.15088 76.6802336 4.339643965 1.386294

18. 3 125 -0.1492 75.826424 4.328446833 1.098612

19. 2 133.4 -0.14752 74.9726144 4.317122906 0.693147

20. 1 142.6 -0.14568 74.0374896 4.304571581 0

Dari data tabel 4.7 maka dapat dibuat kurva linearisasi untuk simulasi pengosongan tangki

1 pada bukaan valve 1 putaran seperti gambar 4.6 :

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.54.2

4.25

4.3

4.35

4.4

4.45

4.5

f(x) = 0.0650794289393794 x + 4.26383519534857R² = 0.907382045065646

Ln(h)

Ln(-A

.dh/

dt)

Gambar 4.6 Kurva Linearisasi Pengosongan Tangki 1

122

Page 123: Lapres Fix!! (2)

Dari gambar dapat diperoleh persamaan :

ln (−A dhdt )=0.0651 x ln h−4.2638

Jika dianalogikan dengan persamaan hasil penurunan neraca massa :

ln (−A dhdt )=n x ln h−ln k

Maka diperoleh nilai :

n = 0.0651

k = exp (4.2638) = 71.07957329

4.2.4 Grafik dan Perhitungan Simulasi Gangguan pada Tangki Tunak 1 Tangki

0 100 200 30020

20.521

21.522

22.523

23.524

24.525

25.5

t (Waktu)

h (K

eting

gian

)

Gambar 4.7 Kurva Simulasi Gangguan pada Tangki Tunak 1 Tangki

123

Page 124: Lapres Fix!! (2)

0 50 100 150 200 250 300 350 40022

23

24

25

26

27

28

29

t (Waktu)

h (K

eting

gian

()

Gambar 4.8 Kurva Gangguan pada Tangki Setelah diberi Gangguan

4.3 Pembahasan

Pertama-tama pada praktikum dinamika proses adalah menghitung luas penampang tangki

1 dan tangki 2 dengan mengambil data volume dan waktu pada masing-masing tangki. Dan

kemudian dibentuk kurva dan didapatkanlah hasil luas penampang pada tangki 1 adalah

483.83 cm2 dan tangki 2 adalah 496.15 cm2. Didapatkan hasil tangki 1 memiliki luas

penampang lebih kecil.

Kemudian didapatkan diameter pada masing-masing tangki dengan persamaan D=√ Ax 4π

,

didapatkan tangki 1 memiliki D = 24.8149 dan tangki 2 memiliki D = 25.1289. Dan r nya

dengan rumus r=D2 . Didapatkan hasil r pada tangki 1 adalah 12.4074 cm dan pada tangki 2

adalah 12.5644. Hasil D dan r yang lebih besar adalah tangki yang ke-2 karena luas

penampang lebih luas dari data hasil percobaan.

Selanjutnya adalah menghitung volume dengan rumus atau persamaan V=π r2 h. Dan

kemudian dengan kita memiliki volume, maka dapat mengetahui laju alir dengan membuat

kurva perbandingan volume dan waktu. Didapatkan pada tangki 1 dengan putaran 1 adalah

69.447 mL/s dan putaran 2 adalah 192.13 mL/s. Sedangkan pada tangki 2, putaran 1 adalah

124

Page 125: Lapres Fix!! (2)

102.38 dan putaran 2 adalah 138.91. Dapat disimpulkan bahwa semakin besar putaran valve

maka semakin besar laju alir yang diperoleh.

Lalu untuk mendapatkan data k dan n, awalnya membuat kurva dengan mengetahui waktu

dan ketinggian. Kemudian diketahui dh/dt untuk menghitung nilai A.-dt/dh, ln (-A.dh/dt)

dan ln h. Kemudian didapatkanlah nilai k = 71.07957329 dan n = 0.0651.

Dan selanjutnya adalah memberi gangguan pada tangki yang telah tunak dengan

menambahkan bukaan valve 1 putaran dengan mendadak. Karena kejadian tersebut profil

ketinggian air dalam tangki berubah dan didapatkan keadaan tunak kembali pada

ketinggian 24.5 di waktu pada saat 360 sekon.

Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam percobaan dinamika proses yaitu bukaan valve

yang mana semakin besar bukaan valve yang dilakukan maka semakin besar pula kecepatan

aliran saat keluar dari tangki, kemudian densitas fluida yang mana semakin besar densitas

maka pergerakan fluida pada tangki akan semakin lambat. Selanjutnya luas penampang,

semakin besar luas penampang semakin besar laju alir atau fluida yang keluar dari tangki.

Dinamika proses perlu dipelajari karena agar pada suatu proses industri tentu aka nada

gangguan-gangguan yang terjadi terutama untuk suatu industri yang bergerak atau yang

berhubungan dengan fluida. Maka dari itulah dinamika proses aka nada untuk membuat

keadaan operasi pada fluida menjadi tunak kembali, dengan arti lain gangguan yang semula

ada menjadi hilang dan normal kembali,

Dalam industri, proses dinamika proses yaitu terjadi pada kolom destilasi yang

memisahkan Formaldehid dari komponen lain yaitu dengan menjaga agar aliran destilat

produk tetap mengandung 95% Formaldehid meskipun komposisi umpan berubah-ubah

kemudian pada composition analyzer.

125

Page 126: Lapres Fix!! (2)

Nilai k dan n dihitung pada percobaan dinamika proses berfungsi untuk menentukan

parameter laju volumetrik keluaran pada tangki dimana laju alir volumetrik keluaran tangki

merupakan fungsi dari ketinggian air dalam tangki. Semakin besar k dan n, maka semakin

besar pula laju alir volumetrik pada keluaran tangki. Semakin besar lajunya, maka semakin

besar ketinggian air dalam tangki.

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan percobaan kali ini dapat disimpulkan bahwa :

a. Didapatkan nilai laju alir pada tangki 1 dengan putaran 1 adalah 69.447 mL/s dan pada

putaran 2 adalah 192.13 mL/s. Sedangkan pada tangki 1 dengan putaran 1 bernilai

102.38 mL/s dan dengan putaran 2 bernilai 138.91 mL/s. Jadi semakin besar putaran

yang diberikan maka semakin besar nilai laju alir.

b. Didapatkan nilai luas penampang pada tangki 1 bernilai 483.83 cm2 dan tangki 2

bernilai 496.15 cm2. Tangki 1 memiliki luas penampang lebih kecil dibandingkan

tangki 2. Nilai yang didapatkan dari kurva perbandingan volume dan waktu.

126

Page 127: Lapres Fix!! (2)

c. Didapatkan nilai k dan n yaitu k = 71.07957329 dan nilai n = 0.0651. Nilai ini

didapatkan dari kurva perbandingan ln h dan ln (-A.dh/dt). Didapatkan linearisasi y =

0.0651x + 4.2638. Nilai a merupakan nilai n, dan b dieksponen merupakan nilai k.

5.2 Saran

Pada praktikum selanjutnya dapat menggunakan bukaan valve yang bervariasi contohnya

menjadi 3 putaran, ¾ putaran agar praktikan lebih memahami pengaruh bukaan valve dan

lebih mengerti dinamika proses.

DAFTAR PUSTAKA

Brown, G.G, 1950, Unit Operation, John Wiley and Sons, New York

McCabe, WL and Smith, JC, 1975, Unit Operation of Chemical Engineering, 3rd ed,

McGraw Hill Co, New York

Sater, V.E, 1980, First Order, in AlchE, Series A : Process Control, vol 1, Analysis of

dynamic systems, American Institute, New York

127

Page 128: Lapres Fix!! (2)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Fluidisasi adalah suatu fenomena berubahnya sifat suatu padatnya (bed) dalam suatu

reaktor menjadi bersifat seperti fluida dikarenakan adanya aliran fluida ke dalamnya, baik

berupa cair maupun gas. Jika suatu aliran udara melewati partikel unggun yang ada dalam

tabung, maka aliran tersebut akan memberikan gaya seret (drag force) pada partikel dan

menimbulkan pressure drop sepanjang unggun. Pressure drop akan naik jika kecepatan

seperficial naik.

128

Page 129: Lapres Fix!! (2)

Kecepatan superficial adalah laju alir udara pada kolom yang kosong, sedangkan kecepatan

interstitial adalah kecepatan udara di antara partikel unggun. Pada kecepatakan superficial

rendah, unggun mula-mula diam. Jika kecepatan superficial dinaikan maka pada suatu saat

gaya seret fluida menyebabkan unggun mengembang dan menyebabkan tahanan terhadap

aliran udara mengecil, sampai pada akhirnya gaya seret tersebut cukup untuk mendukung

gaya berat partikel unggun. Hal ini menyebabkan unggun terfluidakan dan sistem solid

fluida menunjukkan sifat-sifat seperti fluida kecepatan superficial terendah yang

dibutuhkan agar terjadi fluidisasi disebut minimum fluidization velocity (Umf). Fluidisasi

berhubungan dengan banyak proses industri kimia, misalnya dalam proses katalisasi

maupun dalam proses pemurnian gas. Proses fluidisasi ini memiliki beberapa hal penting

yang harus diperhatikan, seperti jenis dan tipe fluidisasi, aplikasi dalam industri serta

spesifikasi dan cara kerja alatnya.

Aplikasi fluidisasi dalam proses industri sangat banyak. Hal ini dimulai pada tahun 1926

untuk Gasifier Winkler berskala besar lalu fluidized bed catalytic cracking (FFC) crude oil

menjadi bensin pada tahun 1942. Aplikasi tersebut semakin berkembang dan pada tahun

1990 dapat diklasifikasikan menjadi proses kimia katalitik (seperti FCC dan sintetik

Fischer-Trops), proses kimia non katalitik seperti thermal cracking dan gasifikasi batu

bara, dan proses fisik seperti pengeringan dan absorpsi. Selain itu, fluidisasi kontinu banyak

dimanfaatkan dalam pabrik pengolahan untuk memindahkan padatan dari satu tempat ke

tempat lainnya.

Oleh karena itu, pada praktikum kali ini dapat mengetahui proses fluidisasi, memahami

fenomena yang terjadi pada saat praktikum baik cair maupun gas, memahami kecepatan

minimum pada saat dikontakkan.

1.2 Tujuan

a. Mengetahui kecepatan minimum fluidisasi (Umf)

b. Mengetahui hubungan antara laju alir dengan ketinggian bed

129

Page 130: Lapres Fix!! (2)

c. Mengetahui fenomena yang terjadi pada saat cair dan gas

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Fluidisasi adalah metoda pengontakan butiran-butiran padat dengan fluida, baik cair

maupun gas.dengan metoda ini diharapkan butiran-butiran padat memilki sifat seperti

fluida dengan viskositas tinggi. Sebagai ilustrasi, tinjau suatu kolam berisi sejumlah

partikel padat berbentuk bola. Melalui unggun padatan ini kemudian dialirkan gas dari

bawah ke atas. Pada laju air yang cukup rendah, butiran padat akan tetap diam, karena gas

hanya mengalir ke atas dar bawah. Padda laju alir yang cukup rendah, butiran padat akan

tetap diam, karena gas hanya mengalir melalui ruang partikel menyebabkan perubahan

susunan partikel tersebut (Kunii, 1991).

130

Page 131: Lapres Fix!! (2)

Faktor-faktor yang mempengaruhi fluidisasi adalh sebagai berikut :

a. Laju alir dan jenis fluida

b. Ukuran partikel dan bentuk partikel

c. Jenis dan densitas partikel serta faktor interlak partikel

d. Porositas unggun

e. Distribusi aliran

f. Distribusi bentuk ukuran fluida

g. Diameter kolam

h. Tinggi unggun

(Kunii, 1991)

Faktor-faktor diatas merupakan variabel-variabel dalam proses fluidisasi yang akan

menentukan karateristik proses tersebut. Butiran padat yang akan difluidisasikan juga dapat

bervariasi seperti butiran batu bara, batu bata, pasir, dan sebagainya. Ukuran partikel juga

divariasikan dengan melakukan pengayakan dengan mesh tertentu. Densitas partikel dapat

juga divariasikan dengan mencampur partikel, baik yang nerneda jenis. Selain itu variasi

juga dapat dilakukan pada tinggi unggun(Kunii, 1991).

Berikut fenomena fluidisasi pada partikel unggun berdasarkan kecepatan superfisial udara

yang melewati partikel :

a. Fenomena Fixed Bed Fluidization

Fenomena ini terjadi jika laju alir fluida kurang dari laju alir minimum yang

dibutuhkan untuk proses awal fluidisasi sehingga partikel berada dalam keadaan

diam

131

Page 132: Lapres Fix!! (2)

Gambar 2.1

b. Fenomena Minimum Fluidization

Fenomena ini terjadi jika laju alir laju alir fluida mencapai laju alir minimum (Umf )

yang di butuhkan untuk proses fluidisasi. Partikel-partikel padat mulai terekspansi

pada keadaan ini. Jika kecepatan aliran fluida kurang dari kecepatan Umf maka

unggun akan dian (packed bed). Namun jika kecepatan aliran fluida dinaikkan

melebihi Umf , unggun tidak hanya terangkat, tetapi dapat saling berbenturan satu

sama lain dan akhirnya partikel akan mengalami perpindahan massa dan bertindak

sebagai fuida

Gambar 2.2

132

Page 133: Lapres Fix!! (2)

c. Fenomena Smooth Fluidization

Fenomena ini terjadi jika distribusi aliran dan kecepatan fluida merata serta densitas

dan distribusi partikel dalam unggun homogen. Akibatnya, ekspansi pada setiap

partikel padatan seragam

Gambar 2.3

d. Fenomena Bubbling Fluidization

Fenomena ini terjadi jika gelembung-gelembung yang terdapat didalam unggun

terbentuk akibat densitas dan distribusi partikelnya tidak homogen

Gambar 2.4

e. Fenomena Slugging Fuidization

133

Page 134: Lapres Fix!! (2)

Fenomena ini terjadi jika lebar gelembung yang terjadi dapat mencapai diameter

kolam yang terbentuk pada partikel padat. Hal ini yang dapat diamati dari keadaan

ini adalah adanya penorakan pada partikel padat sehingga partikel padat terlihat

seperti terangkat

Gambar 2.5

f. Fenomena Channeling Fluidization

Fenomena ini terjadi jika terbentuk saluran seperti tabung vertikal (channel)

didalam unggunt adi

Gambar 2.6

g. Fenomena Disperse Fluidization

134

Page 135: Lapres Fix!! (2)

Fenomena ini terjadi jika kecepatan alir fluida telah melebihi kecepatan maksimum

aliran fluida. Hal ini ditandai dengan adanya sebagian partikel akan terbawa aliran

fluida dan ekspansi mencapai nilai maksimum

Gambar 2.7

Yang dimaksud dengan kecepatan minimum fluidisasi (dengan notasi Umf ) adalah

kecepatan superfisial fluida innimum dimana fluidisasi mulai terjadi. Harganya diperoleh

dengan mengkombinasikan persamaan Ergun dengan persamaan neraca massa pada unggun

terfluidakan menjadi :

150 ( εmf ) dp . ρ g

εmf3 μ

U mf +1,75εmf

3 + dp . ρ gμ

Umf2=

dp3 ρ g ( ρ s−ρ g ) gμ2 …………………2.1

Untuk keadaan ekstrem yaitu :

a. Aliran laminer (Re < 200), kecepatan fluidisasi minimumnya :

Umf =dp2

150. ( ρs−ρg ) g

μ.

εmf3

1−εmf3 ……………………. ……….………… ..…2.2

b. Aliran laminer (Re < 200), kecepatan fluidisasi minimumnya :

Umf2= dp

1,75. ( ρs−ρg ) g

ρg.

ε mf3

1−εmf3 εmf

3 … …………………………………2.3

(Kunii, 1991)

135

Page 136: Lapres Fix!! (2)

Salah satu aspek yang akan ditinjau dalam percobaan ini adalah mengetahui

besarnyapenurunan tekanan (pressure drop) di dalam unggun padatan yang terfluidakan.

Hal tersebut mempunyai arti yang cukup penting karena selain erat sekali hubungannya

dengan besarnya energi yang diperlukan, juga bisa memberikan indikasi tentang kelakuan

unggun selama operasi berlangsung. Penentuan besarnya hilang tekan di dalam unggun

terfluidakan terutama dihitung berdasarkan rumus-rumus yang diturunkan untuk unggun

diam, terutama oleh Balke,Kozeny, Carman, ataupun peneliti-peneliti lainnya (Fee, 1994).

Manometer adalah alat pengukur tekanan udara didalam ruang tertutup. Ada beberapa

manometer sebagai berikut :

a. Manometer zat cair

Manometer zat cair biasanya merupakan pipa kaca berbentuk U yang berisi raksa.

Manometer jenis ini dibedakan menjadi manometer raksa yang terbuka dan manometer

raksa yang tertutup.

1. Manometer raksa ujung terbuka

Manometer raksa ujung terbuka digunakan untuk mengukur tekanan gas dalam

ruang tertutup bila tekanannya sekitar 1 atmosfer. Pada pipa U berisi raksa, pada

salah satu ujungnya dihubungkan dengan ruangan yang akan diukur tekanannya,

sedangkan ujung yang lain berhubungan dengan udara luar (atmosfer). Permukaan

raksa pada pipa terbuka lebih tinggi daripada permukaan raksa pada pipa yang

berhubungan dengan ruang tertutup. Misalkan selisih tinggi raksa adalah ∆ h, maka

tekanan ruang sebesar

P=+̄∆ h……………………………………….…….………………….…2.4

Jika tekanan dalam gas ruangan tertutup lebih rendah dari pada permukaan raksa

pada pipa yang berhubungan dengan ruang tertutup. Misalkan selisih tinggi raksa

adalah ∆ h, maka tekanan gas dalam ruangan sebesar

P= .̄ ∆ h……………………………………….………………………….…2.5

Keterangan :

Bar : tekanan udara luar

136

Page 137: Lapres Fix!! (2)

∆ h : tekanan gas dalam ruangan tertutup

2. Manometer raksa ujung tertutup

Manometer ini pada prinsipnya sama dengan manometer ujung terbuka, tetapi

digunakan untuk mengukur tekanan ruangan lebih dari 1 atmosfer. Sebelum

digunakan, tinggi permukaan raksa sama dengan tekanan didalam pipa tertutup 1

atmosfer. Jika selisih tinggi permukaan raksa kedua pipa adalah ∆ h cm, maka

tekanan ruang tersebut sebesar :

P2=( P1+∆ h ) cmHg……………………………… ………………………………2.6

Keterangan :

P1 : tekanan udara mula-mula dalam pipa

∆h : selisih tinggi permukaan raksa kedua pipa

P2 : besarnya tekanan udara yang diukur

b. Manometer logam

Manometer ini digunakan untuk mengukur tekanan gas yang sangat tinggi, misalnya

tekanan gas dalam ketel uap.

c. Manometer Mac Leod

Manometer ini digunakan untuk mengukur tekanan udara yang lebih kecil dari 1

mmHg. Cara kerja manometer jenis ini sama dengan manometer raksa tertutup. Jika

selisih tinggi raksa pipa S dengan pipa E adalah ∆ hcmHg, maka tekanan yang terukur

sebesar :

P= 110.000

x ∆ h cmHg

(Badger, 1960).

137

Page 138: Lapres Fix!! (2)

Biasanya jika kita menyatakn serbuk ini mempunyai ukuran partikel rata-rata 20 μm yang

telah diayak dengan ukuran mesh tertentu, maka pernyataan ini dimaksudkan untuk

menunjukkan bahwa serbuk tersebut terdiri dari partikel-partikel erbuk yang sesungguhnya

adalah sukar sekali, sebab baik bentuk maupun besarnya tidak sama (Badger, 1960).

Dalam dunia industri, fluidisasi diaplikasikan dalam berbagai hal. Diantaranya dalam

transportasi serbuk padatan (converyor untuk solid), pencampuran padatan halus,

perpindahan panas (seperti pendinginan untuk biji alumina panas), pelapisan plastik pada

permukaan logam, proses drying dan sizing pada pembakaran, proses pertumbuhan partikel

dan kondensasi bahan yang dapat mengalami sublimasi, adsorbsi (untuk pengeringan udara

dengan adsoerben), dan masih banyak lagi (Kunii, 1991).

BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan Baha

3.1.1 Alat

a. Rangkaian alat fluidisasi

138

Page 139: Lapres Fix!! (2)

b. Kompresor

c. Pompa

d. Bak penampung fluida cair

e. Piknometer

f. Termometer

g. Neraca analitik

h. Ayakan

i. Penggaris

j. Stopwatch

k. Jangka sorong

l. Sendok

m. Pipet tetes

n. Selang

o. Pinset

p. Kunci pas no 10

3.1.2 Bahan

a. Air kran

b. Aquadest

c. Raksa

d. Pasir (butiran padatan sebagai unggun)

3.2 Rangkaian alat

139

Page 140: Lapres Fix!! (2)

Keterangan :

a : kolom fluidisasi (cair)

b : kolom fluidisasi (gas)

c : manometer

d : pompa

f : kompresor

g : bak penampungan fluida cair

3.3 Prosedur Percobaan

3.3.1 Tahap Percobaan

3.3.1.1 Menentukan Densitas Padatan dan Cairan

3.3.1.1.1 Kalibrasi Piknometer dengan Aquadest

a. Ditimbang piknometer kosong dengan neraca analitik

b. Ditimbang piknometer+aquadest dengan neraca analitik

c. Diukur suhu aquadest menggunakan thermometer

140

Page 141: Lapres Fix!! (2)

3.3.1.1.2 Densitas Air Kran

a. Ditimbang piknometer kosong menggunakan neraca anallitik

b. Ditimbang piknometer+air kran menggunakan neraca analitik

3.3.1.1.3 Densitas Partikel

a. Ditimbang piknometer kosong menggunakan neraca analitik

b. Ditimbang pikometer+½ volume pikno diisi partikel 50 mesh

c. Ditimbang piknometer+½ volume pikno diisi partikel 50 mesh dan ditambah

aquadest sampai penuh

d. Diulangi langkah a-c dengan menggunakan partikel 30 mesh

3.3.1.2 Menentukan Viskositas Air Kran

a. Dihitung viskositas air kran dengan manometer

3.3.1.3 Menentukan Dimensi Kolom

a. Diukur kolom 1 (gas) dan kolom 2 (cair) menggunakan jangka sorong

3.3.1.4 Kalibrasi Flowmeter

a. Dinyalakan kompresor

b. Ditetukan skala 1 pada kompresor

c. Dinyalakan stopwatch pada saat manometer menunjukan skala 1

d. Dimatikan kompresor pada saat kompresor berbunyi

e. Diulangi langkah yang sama dengan skala 2-5

3.3.2 Tahap Operasi

3.3.2.1 Fluida Gas

a. Diisi kolom 1 (gas) denga

b. n partikel padat 30 mesh dengan ketinggian 2 cm

c. Ditentukan skala 1 pada kompresor

141

Page 142: Lapres Fix!! (2)

d. Diukur tinggi manometer pada saat operasi

e. Diukur tinggi lonjakan pada kolom menggunakan penggaris

f. Diamati fenomena yang terjadi

g. Diulangi langkah b-e dengan mengganti skala 2-5

h. Diulangi langkah a-f menggunakan partikel padatan 30 mesh dengan ketinggian

5 cm

3.3.2.2 Fluida Cair

a. Diisi kolom 2 (cair) dengan partikel 50 mesh dengan ketinggian 2 cm

b. Dinyalakan pompa

c. Diukur tinggi manometer pada saat ekspansi

d. Diukur tinggi lonjakan pada kolom menggunakan penggaris

e. Diamati fenomena yang terjadi

f. Diulangi langkah a-e dengan mengganti padata partikel 30 mesh dengan

ketinggian 1 cm

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

142

Page 143: Lapres Fix!! (2)

4.1 Data Hasil Percobaan

4.1.1 Diameter Partikel

Diameter partikel 50 Mesh : 0.297 mm

Diameter partikel 30 Mesh : 0.595 mm

4.1.2 Kalibrasi Volume Piknometer

Berat piknometer kosong : 23.5205 gram

Berat piknometer + aquadest : 48.2863 gram

Berat aquadest : 24.7658 gram

Suhu : 31°C

Volume piknometer : 24.8827 ml

4.1.3 Densitas Air Kran (Fluida Cair)

Berat piknometer kosong : 23.5205 gram

Berat piknometer + air kran : 48.2863 gram

Berat air kran : 24.7658 gram

4.1.4 Densitas Partikel Unggun 50 Mesh

Berat piknometer kosong : 23.5205 gram

Berat piknometer + ½ volume pasir : 41.9242 gram

Berat piknometer + ½ volume pasir + ½ volume aquadest : 59.6201 gram

4.1.5 Densitas Partikel Unggun 30 Mesh

143

Page 144: Lapres Fix!! (2)

Berat piknometer kosong : 23.5205 gram

Berat piknometer + ½ volume pasir : 40.4985 gram

Berat piknometer + ½ volume pasir + ½ volume aquadest : 58.6964 gram

4.1.6 Dimensi Kolom

Di Kolom 1 : 3.51 cm

Di Kolom 2 : 5.58 cm

4.1.7 Kalibrasi Flowmeter

Skala Flowrate (Δh) Waktu (t)

1 cm 15 s

2 cm 9.87 s

3 cm 8.71 s

4 cm 5.85 s

5 cm 4.39 s

4.1.8 Tahap Operasi ( Fluida Cair)

Fenomena

DP = 30 mesh DP = 50 mesh

FenomenaH unggun : 1 cm H unggun : 2 cm

Δh H lonjakan Δh H lonjakan

Disprese 2 7 2 4 Slugging

4.1.9 Tahap Operasi ( Fluida gas)

144

Page 145: Lapres Fix!! (2)

Fenomena

DP = 50 mesh DP = 30 mesh

FenomenaH unggun : 2 cm H unggun : 5 cm

Δh H lonjakan Δh H lonjakan

Smooth 0.5 9 1 16 Bubbling

Bubbling 0.5 10 1 19 Bubbling

Bubbling 0.5 12 1 22 Bubbling

1 20 Bubbling

1 25 Bubbling

4.2 Perhitungan

4.2.1 Tahap persiapan

4.2.1.1 Diameter Partikel

Diameter partikel 50 Mesh : 0.297 mm

Diameter partikel 30 Mesh : 0.595 mm

4.2.1.2 Kalibrasi Volume Piknometer

berat pikno kosong = 23.5205 gram

berat pikno + aq = 48.2863 gram

T aq=31℃

ρaq=0.9953 grcm3 =0.9953 gr /ml

V pikno=mρaq

= (berat pikno+aq )−(berat pikno kosong )ρaq

= 48.2863 gram−23.5205 gram

0.9953 gr /ml

= 24.8827 mL

145

Page 146: Lapres Fix!! (2)

4.2.1.3 Densitas air kran

ρ= mVpikno

¿(Berat pikno+air kran )−(Berat piknometer kosong)

Vpikno

¿(48.2863 gram)−(23.4205 gram)

24.8827 ml

¿0.9953 gr /ml

4.2.1.4 Densitas Gas

T g=25℃

ρg=1.1871 kgm3 =1.1871 x 10−3 gr /ml

4.2.1.4 Densitas Partikel Unggun

4.2.1.4.1 Densitas Partikel 50 mesh

Berat + ½ volume pikno = 41.9242 gram

Berat + ½ volume pikno + aq = 59.6201 gram

mpartikel=mpikno+partikel+mpikno kosong

= 41.9242 gram – 23.5205 gram

= 18.4037 gram

maq=mpikno+partikel+aq+m piknokosong

= 59.6201 gram – 23.5205 gram

= 17.6959 gram

146

Page 147: Lapres Fix!! (2)

V aq=maq

ρaq=17.6959

0.9953=17.7795 mL

V partikel=V pikno−V aq

= 24.8827 mL – 17.7795 mL

= 7.1032 mL

ρ partikel=mpartikel

V partikel=18.4037 gram

7.1032 mL=2.5909 gr /mL

4.2.1.4.2 Densitas Partikel 30 mesh

Berat + ½ volume pikno = 40.4985 gram

Berat + ½ volume pikno + aq = 58.6964 gram

mpartikel=mpikno+partikel+mpikno kosong

= 40.4985 gram – 23.5205 gram

= 16.9780 gram

maq=mpikno+partikel+aq+m piknokosong

= 58.6964 gram – 40.4985 gram

= 18.1979 gram

V aq=maq

ρaq=18.1979

0.9953=18.2838 mL

V partikel=V pikno−V aq

= 24.8827 mL mL – 18.2838mL

= 6.5989 mL

147

Page 148: Lapres Fix!! (2)

ρ partikel=mpartikel

V partikel=16.9780 gram

6.5989 mL=2.5728 gr /mL

4.2.1.5 Viskositas

Viskositas Cair (31℃¿

μ=0.7843 x 10−3kg/m.s = 0.7843 x10−2 gr/cm.s

Viskositas Gas (25℃¿

μ=1.8447 x 10−5kg/m.s = 1.8447 x10−5 gr/cm.s

4.2.1.6 Kalibrasi west test meter

V kompresor=6 L=6000 cm3

D kolom 1 (gas) = 3.51 cm

A kolom = 14

π D2

= 14

.3 .14(3.51 cm)2

= 9.6712 cm2

V 1=V kompresor

A . t = 6000 cm3

9.6712 cm2 x15 s=41.3599cm / s

V 2=V kompresor

A . t =

6000 cm3

9.6712 cm2 x9.87 s=62.8570 cm/ s

V 3=V kompresor

A . t = 6000 cm3

9.6712 cm2 x8.71 s=71.2283 cm /s

V 4=V kompresor

A .t = 6000 cm3

9.6712 cm2 x5.85 s=106.0510 cm /s

V 5=V kompresor

A . t = 6000 cm3

9.6712 cm2 x 4.39 s=141.3208 cm / s

148

Page 149: Lapres Fix!! (2)

4.2.2 Tahap Operasi

4.2.2.1 Perhitungan Kecepatan Minimum Fluidisasi (Fluida Gas)

Ukuran Partikel 30 mesh

a. Umf teoritis persamaan Ergun

Ukuran partikel 30 mesh = 0.595 mm. εmf = 0.4103

Menentukan Nre

N ℜ=¿

N ℜ=¿

= 1110.3508

N ℜ>1000=turbulen

Menentukan Umf dengan Persamaan Ergun

Umf 2=dp (ρp−ρg)g ε mf 3

1.75 ρg

¿(0.0595 cm)(2.5909 grcm3−1.1872 x10−3 gr /cm3)980 cm / s2 ¿¿

¿70.8576 cm /s

149

Page 150: Lapres Fix!! (2)

b.Umf teoritis dengan Persamaan Wen yu

Umf =¿¿

¿¿¿

¿288.9252 m /s

Ukuran Partikel 50 mesh

c. Umf Teoritis Persamaan Ergun

Ukuran partikel 50 mesh = 0.297 mm. εmf = 0.4251

Menentukan Nre

N ℜ=¿

N ℜ=¿

= 1121.6395

N ℜ>1000=turbulen

Menentukan Umf dengan Persamaan Ergun

Umf 2=dp (ρp− ρg)g ε mf 3

1.75 ρg

¿(0.0297 cm)(2.5909 grcm3 −1.1872 x10−3 gr /cm3)980 cm /s2 ¿¿

¿52.7948 cm /s

d.Umf teoritis dengan Persamaan Wen yu

Umf =¿¿

¿¿¿

¿71.9887 m /s

4.2.2.2 Perhitungan Kecepatan Minimum Fluidisasi (Fluida Cair)

150

Page 151: Lapres Fix!! (2)

Ukuran Partikel 30 mesh

e. Umf teoritis persamaan Ergun

Ukuran partikel 30 mesh = 0.595 mm. εmf = 0.4103

Menentukan Nre

N ℜ=¿

N ℜ=¿

= 11104.9516

N ℜ>1000=turbulen

Menentukan Umf dengan Persamaan Ergun

Umf 2=dp ( ρp−ρf ) g ε mf 3

1.75 ρ f

¿(0.0595 cm)(2.5728 grcm3−0.9953 gr /cm3)980 cm /s2 ¿¿

¿1.9098 cm /s

f. Umf teoritis dengan Persamaan Wen yu

Umf =¿¿

¿¿¿

¿0.4229 cm /s

Ukuran partikel 50 mesh

a. Menghitung Umf secara teoritis

Ukuran partikel 50 mesh = 0.297 mm. εmf = 0.4251

1. Umf teoritis persamaan Ergun

151

Page 152: Lapres Fix!! (2)

Menentukan Nre

N ℜ=¿

N ℜ=¿

= 1103.0404

N ℜ>1000=turbulen

Menentukan Umf dengan Persamaan Ergun

Umf 2=dp ( ρp−ρf ) g ε mf 3

1.75 ρ f

¿(0.0297 cm)(2.5909 grcm3 −0.9953 gr /cm3)980 cm /s2¿¿

¿1.4313 cm /s

2. Umf teoritis dengan Persamaan wen yu

Umf =¿¿

¿¿¿

¿0.1067 cm/ s

4.3 Grafik

152

Page 153: Lapres Fix!! (2)

0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.50

20

40

60

80

100

120

140

160

f(x) = 24.31158 x + 11.62866R² = 0.953518091363644

∆ℎ𝑣

v (c

m/s

)

Gambar 4.1 Grafik skala terhadap kecepatan

4.4 Pembahasan

Pada praktikum kali ini digunakan fluida cair dan gas dengan ayakan 30 mesh dan 50

mesh.jenis partikel pada 30 mesh adalah 0.595 mm untuk diameter partikelnya dan pada 50

mesh adalah 0.297 mm diameter partikelnya.

Kemudian mecari densitas air kran.pertama adalah Vpiknometer/Vaquadest.dengan data

yang diketahui adalah berar pikno kosong yaitu 23.5205 gram dan piknometer+aquadest

yaitu 24.7058 gram. Dan densitas aquadest pada suhu 31oC yaitu 0.9953 gr/mL.dengan

interpolasi dari data pada buku Geankoplis diperoleh Vpiknometer 24.8827 mL.densitas air

kran 0.9953 gr/mL dan densitas gas pasa suhu 25oC yaitu 1.1871x10-5 gr/mL.

Kemudian mencari densitas partikel yang diketahui massa partikel pada 50 mesh yaitu

18.4037 gram.dan massa partikel pada 30 mesh yaitu 16.9780 gram.massaaquadest pada 50

mesh yaitu 17.6959 gram.pada 30 mesh yaitu 18.1979 gram.lalu Vaquadest pada 50 mesh

yaitu 17.7795 mL dan pada 30 mesh yaitu 18.2838 mL. Vpartikel 50 mesh 7.103 mL dan

pada 30 mesh Vpartikel yaitu 6.5989 mL. Diperoleh densitas partikel pada 50 mesh yaitu

2.5909 gr/mL dan pada 30 mesh yaitu 2.5728 gr/mL.

153

Page 154: Lapres Fix!! (2)

Kemudian Viskositas (µ) fluida cair pada 31oC adalah 0.7843x10-3 kg/m.s = 0.7843x10-2

gr/cm.s. Dan pada fluida gas pada suhu 25oC adalah 1.8447x10-5 kg/m.s = 1.8447 gr/cm.s.

Lalu kalibrasi wet test pada kompresor volumenya adalah 6 L = 6000 cm3. Dikeahui

diameter kolom 1 (gas) adalah 3.51 cm. luas kolom (A) adalah 9.6712 cm2. Diperoleh V1

adalah 41.3599 cm/s. V2 adalah 62.8570 cm/s. V3 adalah 71.2283 cm/s. V4 adalah 106.0510

cm/s dan V5 adalah 141.3208 cm/s. Kecepatan mengalami kenaikan karena semakin besar

skalah (∆ h).maka semakin cepat waktu yang diperlukan untuk mencapai 6 L atau 6000 cm3

pada kompresor.

Kemudian dibuat grafik perbandingan skala (∆ h) dan waktu diperoleh y = 24.312x +

11.629.

Tahap selanjutnya adalah tahap operasi.diperoleh Umfdan data yang terendah dan kecepatan

minimum yaitu 41.3599 cm/s dari grafik.

Selanjutnya perhitungan Umf secara teoritis pada fluida cair yaitu diameter partikel 50 mesh

0.297 mm diperoleh ɛmf 0.4251 dan interpolasi Round Sand pada buku Geankoplis

selanjutya NRe menggunakan persamaan Wen yun 1103.0404.karena NRe< 1000.jadi

dinyatakan turbulen. Kemudian untuk mencari kecepatan minimum .digunakan 2

persamaan yaitu persamaan Ergun dan persamaan Wen yun. Umf (Ergun) sebesar 1.4313

cm/s dam Umf (Wen yun) sebesar 0.1067 cm/s. Kemudian pada 30 mesh diameter partikel

yaitu 0.595 mm. diperoleh ɛmf 0.4103 dan interpolasi Round Sand pada buku Geankoplis

selanjutya NRe menggunakan persamaan Wen yun 1104.9516 karena NRe< 1000.jadi

dinyatakan turbulen. Kemudian untuk mencari kecepatan minimum.digunakan 2 persamaan

yaitu persamaan Ergun dan persamaan Wen yun. Umf (Ergun) sebesar 1.9098 cm/s dam Umf

(Wen yun) sebesar 0.4229 cm/s.

Selanjutnya perhitungan Umf secara teoritis pada fluida gas yaitu diameter partikel 50 mesh

0.297 mm diperoleh ɛmf 0.4251 dan interpolasi Round Sand pada buku Geankoplis

154

Page 155: Lapres Fix!! (2)

selanjutya NRe menggunakan persamaan Wen yun 1121.6395.karena NRe< 1000.jadi

dinyatakan turbulen. Kemudian untuk mencari kecepatan minimum .digunakan 2

persamaan yaitu persamaan Ergun dan persamaan Wen yun. Umf (Ergun) sebesar 52.7948

cm/s dam Umf (Wen yun) sebesar 71.9887 cm/s. Kemudian pada 30 mesh diameter partikel

yaitu 0.595 mm. diperoleh ɛmf 0.4103 dan interpolasi Round Sand pada buku Geankoplis

selanjutya NRe menggunakan persamaan Wen yun 1110.3508 karena NRe< 1000.jadi

dinyatakan turbulen. Kemudian untuk mencari kecepatan minimum.digunakan 2 persamaan

yaitu persamaan Ergun dan persamaan Wen yun. Umf (Ergun) sebesar 70.8576 cm/s dam

Umf (Wen yun) sebesar 288.9252 cm/s.

Pada percobaan kali ini terdapat perbedaan yang jauh antara persamaan Wen yun dan

persamaan Ergun.dikarenakan ada faktor kesalahan yang terjadi pada praktikum. Kemudian

persamaan Ergun yang digunakan memakai data viskositas.sedangkan persamaan Wen yun

menggunakan data ɛmf. Jika data yang digunaka laminar maka data yag digunakan sama-

sama viskositas dan mempunyai data yang berdekatan antara Ergun da Wen yun.

Pada percobaan fluidisasi ini kecepatan minimum partikel 30 mesh lebih cepat dari partikel

50 mesh dikarenakan partikel 30 mesh memiliki kecepatan minimum yang lebih besar dari

50 mesh yang disebabkan oleh ukuran partikelnya lebih kecil.

Pada percobaan ini terdapat dua fluida yaitu gas da cair. Pada fluida gas dilakukan 2

percobaan.menggunakan 30 mesh dengan tinggi unggun yang berbeda 5 cm da 2 cm. Pada

tinggi unggun 5 cm terdapat 5 kali kalibrasi kolom.fenomenayang terjadi adalah bubbling

yaitu terbentuk gelembung-gelembung pada partikel dalam unggun akibat densitas dan

distribusi tidak homogen. Percobaan kedua pada fluida gas adalah 2 cm. terdapat 3 kali

kalibrasi.pertamasmooth karena kecepatan aliran fluida merata. Densitas dan distribusi

partikel dalam unggun akan homogen sebagai ekspansi seragam. Kemudian bubbling

karena terdapat gelembung pada partikel unggun akibat densitas dan distribusi tidak

homogen da yang terakhir terjadi fenomena bubbling juga terdapat sama seperti pada

percobaa kedua.

155

Page 156: Lapres Fix!! (2)

Selanjutnya pada flluida cair terdapat dua percobaan dengan 50 mesh dan 30 mesh pada

partikel.pada 50 mesh dengan ketinggian 2 cm terdapat fenomena dispersi karena

kecepatan aliran fluida mencapai kecepatan maksimum alira fluida.pada percobaan kedua

30 mesh dengan ketinggian lain terjadi fenomena slugging karena terdapat gelembung

besar diatas kolom pada partikel padatan.

Faktor kesalahan pada percobaan ini pada saat melihat waku ekspansi.hal ini dapat

mempengaruhi data yang diinput.penimbangan partikel.

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan praktikum yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa:

a. Kecepatan minimum (umf) memiliki 2 persamaan wen yu dan ergun pada 50 mesh

dan 30 mesh. Umf pada persamaan ergun pada 50 mesh yaitu 0.1159 cm/s dan 30

mesh yaitu 0.4035 cm/s. unmf pada persamaan Wen Yu adalah pada 50 mesh yaitu

0.1067 cm/s dan 30 mesh yaitu 0.4234.

b. Hubungan laju alir dengan ketinggian bed yaitu pada laju aliran atau kecepatan

superficial yang rendah, unggun tidak bergerak sehingga ketinggian unggun tidak

mengalami peubahan. Hal ini menandakan bahwa unggu belum mengalami

fluidisasi, tetapi ketika kecepatan dinaikkan sedikit demi sedikit. Maka pada

kecepatan tertentu unggun akan bergerak seperti fluida yang menandakan telah

terjadi fluidisasi

156

Page 157: Lapres Fix!! (2)

c. Pada fluida gas menggunkan 30 mesh dengan tinggi unggun 5 cm dan 2 cm. pada

tinggi unggun 5 cm terdapat 5 kali kalibrasi, fenomena yang terjadi adalah bubbling,

pada tinggi 2 cm yang terjadi adalah fenomena smooth dan bubbling kemudian yang

ketiga adalah bubbling. Pada fluida cair menggunakan 30 mesh dan 50 mesh padatan

partikel dengan ketinggian 1 cm dan 2 cm. Pada tinggi unggun 2 cm fenomena yang

terjadi adalah disperse dan pada 1 cm fenomena yang terjadi adalah slugging.

5.2 Saran

Pada praktikum selanjutnya pada kolom fluidisasi digunakan mistar gulung (meteran)

sehingga praktikan dapat melihat ketinggian pada saat dikompresor ataupun dipompakan

dengan jelas.

DAFTAR PUSTAKA

Badger, W.L, and Banchero, J.T, 1960, Introduction to Chemical Engineering, McGraw-

Hill Co, New York

Fee, C.J, 1994, A Simple but Effective Fluidized-Bed Experiment, Cheng. Educ

Kunii, D., and Levensipiel, o. 1991. Fluidization Engineering, Butter-Worth-Heinemann,

Boston.

157