laporan pbl 3 nss
DESCRIPTION
pblTRANSCRIPT
LAPORAN PBL 3
BLOK NEUROLOGY AND SPECIFIC SENSE SYSTEMS (NSS)
“Aduh Boyokku…”
Tutor : : dr. Agung Saprasetya D.L, MSc.PH
Disusun Oleh:
Kelompok 1
G1A009016 Bunga
G1A009020 Dera Fakhrunnisa
G1A009033 Bagus Sanjaya H.
G1A009037 Ayu Astrini P. S.
G1A009059 Karina Adzani Herma
G1A009073 Rahmi Laksita Rukmi
G1A009078 Amrina Ayu Floridiana
G1A009084 Titiyan Herbiyanto Nugroho
G1A009094 Suryo Adi Kusumo B.
K1A006112 Widhitiya S. P.
G1A008115 Andhita Chairunissa
KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATANJURUSAN KEDOKTERAN
PURWOKERTO
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. Skenario
Informasi 1
Aduh boyokku....
RPS
Tn. W berusia 52 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan nyeri di
pinggang. Keluhan dirasakan sejak ± 1 bulan yang lalu. Nyeri dirasakan
menjalar dari pinggang sampai kaki kanan. Nyeri ini dirasakan semakin lama
semakin berat sehingga mengganggu aktivitas pasien. Keluhan dirasakan
semakin memberat jika pasien membungkuk, mengangkat beban berat dan
bersin, keluhan sedikit berkurang jika pasien berbaring miring beristirahat.
Pasien juga mengeluh sering kesemutan pada kaki kanan, keluhan ini
dirasakan ± 1 bulan yang lalu bersamaan dengan timbulnya nyeri pada
pinggang. Kesemutan dirasakan hilang timbul.
Tn. W memiliki riwayat pekerjaan sebagai buruh bangunan.
Pekerjaan ini sudah dilakoninya sejak 10 tahun. Sebagai buruh bangunan Tn.
W sering mengangkat benda-benda berat pada saat bekerja.
BAB II
PEMBAHASAN
I. KLARIFIKASI ISTILAH
a. Kesemutan
Kesemutan (parestesi) adalah perasaan abnormal yang dapat
bermanifestasi sebagai rasa sakit seperti ditusuk-tusuk, mati rasa, atau
rasa terbakar, yang menunjukkan penyakit serabut saraf perifer (Burnside,
1995).
Parestesia ialah terasanya perasaan pada daerah permukaan tubuh tertentu
yang tidak dibangkitkan oleh perangsangan khusus dari dunia luar.
Tercakup dalam makna parestesia itu ialah perasaan dingin atau panas
setempat, kesemutan, rasa berat atau rasa dirambati sesuatu (Mardjono,
2009).
II. BATASAN MASALAH
a. Identitas
Nama : Tn. W
Umur : 52 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : -
Pekerjaan : -
b. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)
Keluhan utama : Nyeri
Onset : 1 bulan yang lalu
Lokasi : pinggang
Kuantitas : -
Kualitas : nyeri yang menjalar
Faktor memperberat : membungkuk, mengangkat beban berat, dan
bersin
Faktor memperingan : istirahat dan berbaring miring
Kronologi : sejak 1 bulan yang lalu pasien mengalami
keluhan nyeri di pinggang, nyeri tersebut
menjalar dari pinggang sampai kaki kanan.
Nyeri dirasakan semakin lama semakin
memberat sehingga mengganggu aktivitas.
Keluhan lain : kesemutan sejak 1 bulan yang lalu bersamaan
dengan nyeri pinggang. Kesemutan dirasakan
hilang timbul.
c. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)
Dapat ditanyakan riwayat DM, hipertensi, trauma, struk, penyakit jantung
dan sirkulasi darah, dan dapat ditanyakan apakah pernah mengalami
keluhan yang sama sebelumnya.
d. Riwayat Penyakit Keluarga (RPK)
Dapat ditanyakan riwayat penyakit keturunan seperti penyakit DM,
hipertensi, penyakit jantung atau tumor.
e. Riwayat Sosial, Ekonomi dan Lingkungan
Dapat ditanyakan pekerjaan pasien, pendapatan pasien, memiliki asuransi
kesehatan atau asuransi pekerjaan, lingkungan rumah dan lingkungan
sekitar rumah pasien.
III. ANALISIS MASALAH
1. Anatomi dan Fisiologi diskus intervertebralis dan nukleus pulposus
2. Anatomi dan fisiologi tulang vertebrae dan dermatome
3. Saraf Spinalis
4. Nyeri Pinggang
5. Faktor resiko dan pembagian nyeri pinggang
6. Penyebab nyeri pinggang
7. Sindrom radikuler
8. Sindrom Ischialgia dan radikulopati
9. Low back pain
10. Faktor yang memperingan nyeri pinggang
11. Faktor yang memperberat nyeri pinggang
IV. PENJELASAN MENGENAI ANALISIS MASALAH
1. Anatomi dan Fisiologi diskus intervertebralis dan nukleus pulposus
Garis besar struktur punggung bawah adalah sebagai berikut:
a. Kolumna vertebralis dengan jaringan ikatnya, termasuk diskus
intervertebralis dan nukleus pulposus
b. Jaringan saraf yang meliputi konus medularis, filum terminalis,
duramater, arakhnoidmater, radiks dengan saraf spinalnya
c. Pembuluh darah
d. Otot (musculi) (Harsono dan Soeharso, 2005)
Kolumna vertebralis terbentuk oleh unit-unit fungsional yang terdiri dari
segmen anterior dan segmen posterior.
a. Segmen anterior
Sebagian besar fungsi segmen ini adalah sebagai penyangga badan.
Segmen ini meliputi korpus vertebra dan diskus intervertebralis yang
diperkuat oleh ligamentum longituinale anterior dan ligamentum
longitudinale posterior. Ligamentum longitudinale posterior
membentang dari oksiput sampai sakrum. Pada daerah setinggi
vertebra lumbal kesatu, ligamentum ini menyempit sehingga di bagian
akhir tinggal sebagian atas. Hal ini mungkin untuk mempermudah
gerakan vertebra di daerah lumbal, tetapi hal ini juga menyebabkan
tidak terlindungnya daerah posterolateral diskus intervertebralis
sehingga diskus ini lebih mudah mendesak ke dalam kanalis spinalis,
yang dalam kenyataannya banyak dijumpai (Harsono dan Soeharso,
2005).
b. Segmen posterior
Segmen ini dibentuk oleh arkus, prosesus transversus, dan prosesus
spinosus. Satu sama lain dihubungkan dengan sepasang artikulasi dan
beberapa ligamentum serta otot. Gerakan tubuh yang terbanyak ialah
fleksi dan ekstensi, dan gerakan ini paling banyak dilakukan oleh
sendi L5-S1, yang dimungkinkan oleh bentuk artikulasinya yang tidak
datar tetapi membentuk sudut 30 derajat dengan garis datar. Titik
tumpu berat badan terletak kira-kira 2,5 cm di depan S2. Titik ini
penting karena setiap pemindahan titik tersebut akan memaksa tubuh
untuk mengadakan kompensasi dengan jalan mengubah sikap
(Harsono dan Soeharso, 2005).
c. Diskus intervertebralis
Diskus intervertebralis terdiri dari anulus fibrosus dan nukleus
pulposus. Anulus fibrosus terdiri dari beberapa anyaman serabut fibro-
elastik yang tersusun sedemikian rupa sehingga tahan untuk mengikuti
gerakan vertebra atau tubuh. Tepi atas dan tepi bawahnya melekat
pada korpus vertebra (Harsono dan Soeharso, 2005).
Di tengah-tengah anulus fibrosus, terdapat suatu bahan kental dari
mukopolisakarida yang banyak mengandung air. Mulai usia dekade
kedua, anulus dan nukleus tersebut mengalami perubahan. Serabut
fibroelastik mulai putus, yang sebagian diganti jaringan dan sebagian
lagi rusak. Hal ini berlangsung terus menerus sehingga terbentuk
rongga-rongga dalam anulus yang kemudian diisi bahan dari nukleus
pulposus. Nukleus pulposus juga mengalami perubahan, yaitu kadar
airnya berkurang. Dengan demikian, terjadui penyusutan nukleus dan
bertambahnya ruangan dalam anulus sehingga terjadi penurunan
intradiskus. Hai ini akan menyebabkan beberapa kelainan, misalnya
hernia nukleusus pulposus (HNP) (Harsono dan Soeharso, 2005).
Gambar 2.1 Collumna Vertebrae (Martini, 2005)
Gambar 2.2 Struktur Penyusun Collumna Vertebtrae (Martini, 2005)
Medulla Spinalis
Medulla spinalis secara kasar berbentuk silindris. Di superior, medulla spinalis
dimulai di foramen magnum dalam tengkorak, yaitu tempat medulla spinalis
bersambung dengan medulla oblongata, sedangkan di inferior pada orang
dewasa berakhir setinggi tepi bawah vertebra lumbalis I. Pada anak kecil,
medulla spinalis relatif lebih panjang dan biasanya berakhir ditepi atas
vertebra lumbalis III. Jadi, medulla spinalis menempati dua pertiga atas
canalis vertebralis pada columna vertebralis dan dibungkus oleh tiga
meninges, yaitu dura mater, arakhnoid mater, dan pia mater. Pelindung
lainnya adalah cairan serebrospinal yang mengelilingi medulla spinalis di
dalam ruang subarakhnoid (Snell, 2006).
Di daerah servikal di mana pleksus brachialis berasal, dan di daerah torakal
bawah dan lumbal di mana pleksus lumbosakral berasal, medulla spinalis
membesar secara fusiformis. Pembesaran ini disebut pembesaran servikal dan
pembesaran lumbal. Ke arah inferior, medulla spinalis mengecil membentuk
konus medularis. Dari apeks terdapat pemanjangan pia mater-filum terminale-
yang berjalan turun dan menempel pada permukaan posterior os coccygeus. Di
garis tengah pada bagian anterior medulla spinalis terdapat sebuah celah yang
dalam-fissura mediana anterior-dan pada permukaan posterior terdapat suatu
alur dangkal yang disebut sulcus mediana posterior (Snell, 2006).
Di sepanjang medulla spinalis melekat 31 pasang saraf spinal melalui radix
anterior (radix mototrik)dan radix posterior (radix sensorik). Masing-masing
radix dilekatkan pada medulla spinalis oleh fila radicularia yang membentang
di sepanjang segmen medulla spinalis yang sesuaai. Setiap radix posterior
memiliki sebuah ganglion radix posterior yang sel-selnya membentuk serabut
saraf tepi dan pusat (Snell, 2006).
Tabel 2.1 Perbandingan Struktur di Berbagai Regio Medulla Spinalis (Snell,
2006)
RegioBentu
kSubstansia
Alba
Substansia Grisea
Cornu Anterior
Cornu Posterior
Cornu Lateralis
Servikal Oval Terdapat fasciculus cuneatus dan gracilis
Kelompok medial sel saraf untuk otot-otot leher; kelompok sentral untuk nucleus acessorius (C1-5) dan nucleus phrenicus (C3-5); kelompok lateral untuk otot-otot ekstremitas superior
Terdapat substansia gelatinosa, dilanjutkan oleh Sp. N nervus cranialis V setinggi C2; ada nucleus proprius; nukleus dorsalis (columna Clark) tidak ada
Tidak ada
Torakal Bulat Terdapat fasciculus cuneatus (T1-6) dan gracilis
Kelompok medial sel saraf untuk otot-otot badan
Terdapat substansia gelatinosa; nucleus proprius;
Ada; membentuk serabut saraf simpatik preganglionik
nukleus dorsalis (columna Clark); dan nukleus aferen viseral
Lumbal Bulat sampai lonjong
Terdapat fasciculus cuneatus tidak ada dan terdapat fasciculus gracilis
Kelompok medial sel saraf untuk otot-otot ekstremitas inferior; kelompok sentral untuk nervus lumbosakralis
Terdapat substansia gelatinosa; nucleus proprius; nukleus dorsalis (columna Clark) pada L1-4; dan nukleus aferen viseral
Ada (L1-2(3)); membentuk serabut saraf simpatik preganglionik
Sakralis Bulat Sedikit; tidak ada fasciculus cuneatus dan gracilis
Kelompok medial sel saraf untuk otot-otot ekstremitas inferior dan perineum
Terdapat substansia gelatinosa dan nucleus proprius
Tidak ada; kelompok-kelompok sel saraf terdapat pada S2-4 untuk outflow parasimpatis
Gambar 2.3 Segmen Medulla Spinalis (Martini, 2005)
Gambar 2.4 Struktur Penyusun Medulla Spinalis (Martini, 2005)
Gambar 2.5 Inervasi dari Medulla Spinalis (Martini, 2005)
Dermatom adalah suatu area kulit yang dipersarafi oleh sebuah saraf spinal
dan merupakan satu segmen medulla spinalis. Di badan, dermatom
membentang mengelilingi tubuh dari bidang medianaanterior sampai
posterior. Dermatom yang bersebelahan saling tumpang tindih sehingga untuk
membuat suatu daerah anestesi total dibutuhkan kerusakan paling tidak tiga
saraf spinal yang berdekatan. Area yang kehilangan rasa taktil selalu lebih
besar daripada area yang kehilangan sensasi nyeri dan suhu. Alasan perbedaan
ini adalah derajat tumpang tindih serabut-serabut yang membawa sensasi nyeri
dan suhu jauh lebih luas daripada tumpang tindih serabut-serabut yang
membawa sensasi taktil (Snell, 2006).
Gambar 2.6 Dermatom Tubuh Manusia (Martini, 2005)
2. Anatomi dan fisiologi tulang vertebrae dan dermatome
Secara keseluruhan, ada 31 pasang nervus spinalis; masing-masing nervus
spinalis terbentuk oleh pertautan antara radiks anterior dan posterior di
dalam kanalis spinalis. Penomoran nervus spinalis berdasarkan korpus
vertebrae. Meskipun hanya terdapat tujuh vertebrae servikalis, ada
delapan pasang nervus spinalis, karena nervus spinalis teratas keluar atau
masuk ke kanalis spinalis tepat di atas vertebrae servikalis I. Dengan
demikian nervus servikalis pertama (C1), keluar dari kanalis spinalis di
antara os oksipitalis dan vertebrae servikalis I (atlas); saraf servikal
lainnya hingga C7 keluar di atas nomor vertebrae yang sesuai dan C8
keluar diantara vertebra servikalis VII dan vertebrae torakalis I. Pada
tingkat torakal, lumbal, skaral, masing-masing saraf spinalis masuk atau
keluar ke kanalis spinalis di bawah nomor vertebra yang sesuai. Dengan
demikian, pada bagian ini jumlah pasangan saraf spinalis sesuai dengan
vertebranya (12 torakal, 5 lumbal, 5 sakral) (Baehr and Frotscher, 2010).
Gambar 2.7
Suatu area kulit yang dipersarafi oleh sebuah saraf spinal dan merupakan
satu segmen medulla spinalis disebut dermatom. Di badan, dermatom
membentang mengelilingi tubuh dari bidang mediana anterior sampai
posterior. Dermatom yang bersebelahan saling tumpang tindih sehingga
untuk membuat suatu daerah anestesi total dibutuhkan kerusakan paling
tidak tiga saraf spinal yang berdekatan. Harus diperhatikan juga bahwa
area kehilangan rasa taktil selalu lebih besar daripada area yang
kehilangan sensasi nyeri dan suhu (Snell, 2006).
Gambar 2.8
3. Saraf Spinalis
Saraf spinalis melekat pada permukaan lateral medula spinalis
dengan perantaraan dua radiks, yaitu radiks posterior dan radiks anterior.
Kedua radiks keluar dari foramen intervertebralis dan bersatu membentuk
saraf spinalis. Secara umum, bagian dorsal saraf spinal mempersarafi otot
intrinsik punggung dan segmen-segmen tertentu dari kulit yang
melapisinya yang disebut dermatom. Bagian ventral mempersarafi otot-
otot dan kulit leher, dada, abdomen, dan ekstremitas bagian depan. Pada
saraf spinal terdapat pleksus yang terdiri dari pleksus servikalis, torakalis,
lumbalis, sakralis dan koksigealis. Pleksus servikalis terdiri dari C1-C4.
Pleksus brakialis mulai dari C4-T1 atau T2. Pleksus lumbalis mulai dari
T12-L4. Pleksus sakralis mulai dari L4-S4 dan pleksus koksigealis dari
S4 sampai saraf koksigealis (Price, et al, 2005).
4. Nyeri Pinggang
Nyeri di pinggang menjalar dari pinggang sampai kaki → beradiasi →
nyeri saraf perifer. Saraf tepi tungkai berasal dari pleksus lumbosakralis
yang dibentuk oleh saraf spinal L4-S2 → yang tersebar n. iskhiadikus
yang disusun oleh serabut sensorik. Nyeri di sepanjang tungkai yang
berasal dari daerah lumbosakral → iskhialgia atau siatika.
5. Faktor resiko dan pembagian nyeri pinggang
Faktor Resiko Nyeri Pinggang
Pada nyeri pinggang terdapat faktor risiko, termasuk diantaranya
pekerjaan dan kejiwaan; misalnya mengangkat barang di luar batas
kesanggupan atau pada posisi yang tidak baik. Nyeri pinggang mungkin
pula berkaitan dengan berbagai kondisi psikologis seperti neurosis,
histeria dan reaksi konversi. Depresi lebih jarang menyebabkan nyeri
pinggang akut, tetapi sering timbul sebagai komplikasi nyeri pinggang
kronik. Obesitas dan merokok juga merupakan faktor risiko nyeri
pinggang (Albar, 2000).
Klasifikasi Nyeri Pinggang
Nyeri pinggang diklasifikasikan menjadi sebagai berikut :
1. Berdasarkan sifat gangguan
a. Mekanik
1) Statik.
Pada jenis ini nyeri timbul karena membesarnya sudut
lumbosakral (hiperlordosis). Sudut lumbosakral (sudut
Ferguson) merupakan sudut yang terbentuk oleh pertemuan
bidang horizontal dan bidang yang melalui batas atas sakrum.
Bila sudut Ferguson membesar, terjadi kompresi dan inflamasi
pada faset (Nuartha, 1989).
2) Kinetik.
Nyeri timbul akibat beban yang abnormal atau beban yang
normal pada saat tubuh belum siap menerimanya, misalnya
beban yang terlalu berat, menerima dan membawa beban agak
jauh dari tubuh, membawa beban terlalu lama, menerima
beban secara tiba-tiba atau menangkap benda jatuh secara
tiba-tiba, ligamen dan sendi akan menderita, dan dapat terjadi
subluksasi (Nuartha, 1989).
b. Organik
1) Gangguan osteogenik dan diskogenik
Misalnya pada skoliosis, spondilosis, sinovitis artikuler, hernia
nukleus pulposus (HNP) (Nuartha, 1989).
2) Lesi intraspinal
Biasanya karena tumor (Nuartha, 1989).
3) Nyeri rujukan (referred pain).
Dapat ditimbulkan oleh semua proses di daerah abdomen,
pelvis, dan retroperitoneal (Nuartha, 1989).
4) Psikogenik
Nyeri histerikal depresi atau malingering (Nuartha, 1989).
2. Berdasarkan etiologi
a. Kongenital
Misalnya pada faset tropismus (asimetris), kelainan vertebra
sakralisasi, lumbalisasi, skoliosis, sindrom ligamen transforaminal
dan spina bifida (Nuartha, 1989).
b. Tumor
Dapat disebabkan oleh tumor jinak seperti osteoma, penyakit
paget, osteoblastoma, hemangioma, neurinoma, meningioma atau
tumor ganas, baik primer (mieloma multipel) maupun sekunder
(metastasis karsinoma payudara, prostat, paru, tiroid,ginjal dan
lain-lain) (Nuartha, 1989).
c. Trauma
Dapat berbentuk lumbar strain (akut atau kronik), fraktur (korpus
vertebra, prosesus transversus), subluksasi sendi faset (sindrom
faset), atau sondilolisis dan spondilolistesis (Nuartha, 1989).
6. Penyebab nyeri pinggang
Penyebab nyeri pinggang bisa dilihat dari :
a. Segi pekerjaan sehari-hari misalnya olahragawan, kuli panggul, dan
lain-lain.
b. Segi psikologis. Faktor psikologis ini berhubungan dengan kepuasaan
kerja, tugas yang monoton, dan stress.
c. Riwayat trauma, atau cedera baik pada saat berolahraga, jatuh,
terpleset, tersandung saat berjalan, kecelakaan kendaraan bermotor,
dan dampak benturan tumpul dari suatu benda.
d. Segi perilaku, orang yang merokok, dan kegemukkan atau obesitas
(Xaverius, 2011).
7. Sindrom radikuler
Sindrom radikuler masing-masing lumbal
a. L3 : nyeri dengan atau tanpa parestesia di dermatom L3, kelemahan
m.quadriceps femoris, refleks quadriceps, refleks quadriceps menurun atau
menghilang ( refleks patella atau knee-jerk reflex).
b. L4 : nyeri dengan quadriceps atau tanpa parestesia atau hipalgesia di
dermatom L4, kelemahan m.quadriceps femoris , hilangnya refleks
quadriceps.
c. L5 : nyeri dengan atau tanpa parestesia atau hipalgesia di dermatom L5,
kelemahan m.ekstensor halusis longus dan sering juga mengenai
m.ekstensor digitorum brevis, hilangnya refleks tibialis posterior.
d. S1 : nyeri dengan atau tanpa parestesia atau hipalgesia di dermatom S1,
kelemahan pada m.peroneus, m.gastroknemius, dan m. soleus, hilangnya
refleks gastroknemius ( refleks Achilles atau ankle jerk reflex) (Markam,
1992).
8. Sindrom Ischialgia dan radikulopati
1. Akibat neuritis nervus iskhiadikus primer
a. Berasal dari foramen infrapiriformis dengan tempat jebakan pada
daerah persendian sakroiliaka, sendi panggul atau tuber iskhii.
b. Tanpa dilalui LBP yang kronik atau subakut.
c. Nyeri tekan disepanjang n.iskhiadikus
2. Akibat entrapment neuritis
a. Berasal dari foramen infrapiriformis dengan tempat jebakan pada
daerah persendian sakroiliaka, sendi panggul atau tuber iskhii.
b. Tanpa dilalui LBP yang kronik atau subakut.
3. Akibat perwujudan radikulitis
a. Berasal dari vertebra lumbosakralis atau daerah paravertebral
lumbosakralis.
b. Disebabkan HNP atau tumor di sekitar radiks L4-S2.
c. Didahului LBP
9. Low back pain
Berdasarkan durasi, LBP di bagi menjadi 3 yaitu :
a. LBP akut (gejala kurang dari 6 minggu).
b. LBP subakut (gejala lebih dari 6 minggu dan kurang dari tiga bulan).
c. LBP kronik (gejala lebih dari 3 bulan) (Koes, 2006).
10. Faktor yang memperingan nyeri pinggang
Bila protuuusio terjadi di korpus vertebrae atau di canalis vertebralis tapi
pada garis tengah kolumna vertebralis, LBP yang hebat mereda setelah
istirahat dan dapat hilang setelah menggunakan analgetik.
11. Faktor yang memperberat nyeri pinggang
Batuk, bersin, dan mengejan akan menyebabkan kontraksi otot rangka.
Kontraksi ini akan menyebabkan tekanan intra abdominal serta tekanan
intra torakal akan meningkat yang berakibat terjadinya pendesakan pada
pembuluh darah seluruh tubuh. Pemindahan sejumlah darah dari perifer
ke jantung dan paru akan menyebabkan curah jantung meningkat 5-6 kali
sehingga tekanan arteri akan meningkat sebesar 20-60% (Widhiana,
2012).
Venous return yang terganggu ini menyebabkan resorbsi cairan
serebrospinal ke dalam aliran darah terhambat sehingga mengakibatkan
kenaikan tekanan CSS dengan cepat. Peningkatan tekanan CSS ini akan
diteruskan ke rongga leptomeningeal spinal. Oleh karena pada HNP
terjadi penonjolan annulus ke dalam kanalis spinalis yang menekan radiks
spinalis, maka batuk, bersin dan mengejan dapat memprovokasi
timbulnya nyeri radikuler (Widhiana, 2012).
DIAGNOSIS BANDING
1. Penyakit Kongenital : Spina bifida
2. Inflamasi/infeksi : Rheumatoid Arthritis, Spondilitis ankilosa
3. Gangguan sirkulasi : Anuerisma aorta abdominalis
4. Penyakit Degeneratif : Spondilosis,Hernia Nukleus Pulposus (HNP)
5. Neoplasma : Tumor Medula Spinalis
Intravertebra Ekstravertebra
Spondilosis Batu ginjal
HNP Apendiksitis
RA Aneurisma aorta abdominalis
Spondilitis ankilosa
Neoplasma
Spina bifida
Informasi 2
1. RPD
a. Riwayat penyakit yang sama sebelumnya disangkal
b. Riwayat penyakit DM disangkal
c. Riwayat penyakit jantung disangkal
d. Riwayat penyakit hipertensi disangkal
e. Riwayat trauma disangkal
2. RPK
a. Riwayat penyakit DM disangkal
b. Riwayat penyakit jantung disangkal
c. Riwayat hipertensi disangkal
Diagnosis banding yang dapat dieliminasi
Berdasarkan informasi kedua, diagnosis banding yang dapat dieliminasi adalah :
1. Aneurisma aorta abdominalis karena pada pasien tidak didapatkan riwayat
penyakit jantung dan penyakit hipertensi.
2. Spina bifida karena pasien telah berusia tua yaitu 52 tahun.
Informasi Yang Dibutuhkan Untuk Eliminasi Diagnosis Banding
1. Spondilitis ankilosa
Anamnesis
A. Manifestasi skeletal
1. Nyeri pinggang
Nyeri pinggang pada ankylosing spondilitis mempunyai cirri-ciri yang
khas yaitu :
a. Permulaan rasa tidak nyaman pada punggung dimulai sebelum umur
40 tahun
b. Permulaan timbulnya secara perlahan
c. Menetap paling sedikit selama 3 bulan
d. Disertai dengan kaku pada pagi harimembaik dengan latihan dan
olahraga
2. Nyeri dada
3. Nyeri tekan
Nyeri tekan dapat dijumpai apada daerah-daerah sambungan
costosternal, prosesus spinosus Krista iliaca, trochanter mayor, ischial
tuberosities.
4. Gangguan persendian, yang paling sering sendi extyraaxial lalu sendi
lutut (Pramudiyo, 2000).
B. Manifestasi Ekstra skeletal
Gejala kontitusional seperti : rasa lelah, berat badan menurun, dan sub
febril sering dijumapai.
Manifestasi ekstra skeletal lain adalah :
1. Mata
Uveitis anterior akut atau iridocyclitis merupakan manifestasi ekstra
skeletal yang sering di jumpai
2. Jantung
Manifestasinya : gangguan katup aorta, gangguan hantaran,
kardiomegali.
3. Paru- paru
Manifestasinya dapat berupa fibrosis baru lobus atas yang progresif dan
rata-rata terjadi pada orang yang telah menderita selama 20 tahun.
4. System saraf
Manifestasinya : sindrom equine, gejala-gejala inkontinensia urin et
alvi, impotensi, dan kadang-kadang reflek tendon achiles menghilang
5. Gangguan ginjal (Pramudiyo, 2000).
Pemeriksaan fisik
A. Sikap atau postur tubuh
Sikap tubuh yang normal akan hialang. Apabila vertebrae cervicalis yang
terkena, maka pergerakan leher akan terbatas serta menimbulkan rasa
nyeri.
B. Mobilitas tulang dada
Tes Schober atau modifikasinya, berguna untuk mendeteksi keterbatasan
gerak fleksi badan ke depan. Caranya : penderita diminta untuk berdiri
tegak, pada prosesus spinosis lumbal V diberi tanda (titik), kemudian 10
cm lurus di atasnya diberi tanda ke dua. Kemuadian penderita diminta
melakukan gerakan membungkuk (lutut tidak boleh di bungkukkan). Pada
orang normal jarak kedua titik tersebut tidak mencapai 15 cm, hal ini
menandkan bahwa mobilita tulang vertebra lumbal telah menurun
(pergerakan vertebra lumbal mulai terbatas). Di samping itu fleksi lateral
juga akan menurun dan gerak putar pada tulang belakang akan
menimbulkan rasa sakit.
C. Ekspansi dada
Pengukuran ekspansi daeda ini diukur dari inspirasi maksimal sesudah
melakukan ekspirai maksimal. Sebagai pedoman yang dipakai adalah :
ekspansi dada kurang dari 5 cm pada penderita muda disertai dengan nyeri
pinggang yang dimulai secara perlahan, harus dicurigai mengarah ke
adanya ankylosing spondilitis (Pramudiyo, 2000).
2. Neoplasma
Tumor medulla spinalis diklasifikasikan menjadi tiga jenis, berdasarkan
lokalisasinya:
1. Tumor ekstradural
Cenderung berkembang cepat, sering menyebabkan manifestasi klinis
kompresi medula spinalis yang berat dan progesif; paresis spastik terjadi
pada bagian tubuh yang dipersarafi oleh medula spinalis di bawah tingkat
lesi dan kemudian disfungsi miksi dan defekasi.
2. Tumor intradural ekstra medular
Paling sering timbul dari daerah sekitar radiks posterior. Awalnya tumor
ini menimbulkan nyeri radikular dan parestesia. Kemudian, ketika
semakin membesar, tumor ini menyebabkan peningkatan kompresi pada
radiks posterior dan medula spinlais, diawali dari kolumna posterior
kemudian trakus piramidalis di funikulus lateralis. Hasilnya dalah paresis
progesif pada ekstrimitas bawah dan parestesia di kedua tungkai.
Terdapat nyeri ketok vertebrae pada saat perkusi setinggi radik saraf
yang rusak dan yeri tersebut memberat secara nyata ketika batuk dan
bersin.
3. Tumor intradural intra medular
Gambaran klinis :
a. Jarang menimbulkan nyeri radikuler, tetapi menimbulkan nyeri
atipikal
b. Defisit sensorik terdisosiasi
c. Disfungsi miksi dan defekasi
d. Gangguan sensorik
e. Atrofi otot
f. Spastisitas jarang terjadi
3. Spondilosis
Pada anamnesis didapatkan gejala nyeri punggung bawah serta morning
stiffnes. Nyeri timbul segera setelah trauma dan dapat bersifat local maupun
radikuler atau menjalar. Adanya nyeri membuat pasien tidak mau bergerak
sehingga otot-otot paravertebrae menjadi spasme. Postur tubuh pasien
menjadi kifosis karena pasien merasa lebih nyaman jika lumbalnya dalam
posisi ekstensi. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keterbatasan lingkup
gerak sendi fleksi-ekstensi tetapi gerak lateral masih cukup baik.
Informasi 3
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Kuantitatif : GCS E4 M6 V5
Vital sign :
TD : 120/70 mmHg
Nadi : 80x/menit, regular
RR : 20x/menit
Suhu : 36,3°C
Status internus : dbn
Diagnosis banding yang dapat dieliminasi
Berdasarkan informasi ketiga, diagnosis banding yang dapat dieliminasi adalah :
1. Rheumatoid arthritis
2. Batu ginjal
3. Apendiksitis
Diagnosis banding yang masih dipertahankan
1. Spondilitis ankilosa
2. Spondilosis
3. HNP
4. Neoplasma
Informasi 4
Pemeriksaan Neurologis
Tanda rangsang meningeal (-)
Pemeriksaan Nervus Cranialis : dbn
Pemeriksaan sensibilitas : hiperestesi dermatom sakral 1 dekstra
Reflek fisiologis : + Normal
Reflex patologis : Tes Laseque + 35º / N
Fungsi vegetatif : dbn
V. SASARAN BELAJAR
1. Spondilitis Ankilosa, Gold Standarnya serta Penegakan Diagnosisnya
2. Spondilosis, Gold Standar dan Penegakan Diagnosisnya
3. Tumor Medula Spinalis dan Penegakan Diagnosisnya (Gold Standar)
4. Hernia Nukleus Pulposus
a. Definisi
b. Etiologi
c. Faktor resiko
d. Patogenesis
e. Patofisiologi
f. Penegakan dioagnosis (Anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang)
g. penatalaksaan
h. Komplikasi
i. Prognosis
VI. JAWABAN SASARAN BELAJAR
1. Spondilitis Ankilosa, Gold standardnya serta penegakkan diagnosisnyaa. Uji Laboratorik (Isbagio, 2001).
1) Peninggian laju endap darah ditemukan pada 75% kasus.2) Gambaran cairan sendi sama dengan gambaran pada
inflamasi.3) Anemia normositik-normositer ringan ditemukan pada 15%
pasien.4) HLA-B27 pada keadaan tertentu dapat digunakan sebagai
pembantu diagnosis.b. Radiologi (Isbagio, 2001).
Pada gambaran radiologi ditemukan :1) Gambaran radiografi sakmiliitis bilateral derajat 3 – 4.2) Gambaran radiografi sakroiliitis unilateral derajat 3 - 4 atau
sakroilitis bilateral derajat 2.
2. Spondilosis, gold standardnya beserta penegakkan diagnosisnya
Pemeriksaan laboratorium
tidak ada indikasi pemeriksaan laboratorium (Bruce, 2007).
a. Pemeriksaan radiologis
X-ray, CT scan, dan MRI digunakan hanya pada keadaan
dengan komplikasi. Pemeriksaan densitas tulang (misalnya dual-
energy absorptiometry scan [DEXA]) memastikan tidak ada
osteofit yang terdapat di daerah yang digunakan untuk
pengukuran densitas untuk pemeriksaan tulang belakang. Osteofit
menghasilkan gambaran massa tulang yang bertambah, sehingga
membuathasil uji densitas tulang tidak valid dan menutupi adanya
osteoporosis (Bruce, 2007).
b. Pemeriksaan lainnya
Elektromiografi (EMG) dan nerve conduction velocity (NCV)
hanya digunakan pada keadaan dengan komplikasi) (Bruce, 2007).
3. Tumor Medula Spinalis dan Penegakan Diagnosisnya (Gold Standar)
a. Radiologi
Modalitas utama dalam pemeriksaan radiologis untuk
mendiagnosis semua tipe tumor medula spinalis adalah MRI. Alat
ini dapat menunjukkan gambaran ruang dan kontras pada struktur
medula spinalis dimana gambaran ini tidak dapat dilihat dengan
pemeriksaan yang lain.
Tumor pada pembungkus saraf dapat menyebabkan
pembesaran foramen intervertebralis. Lesi intra medular yang
memanjang dapat menyebabkan erosi atau tampak berlekuk-lekuk
(scalloping) pada bagian posterior korpus vertebra serta pelebaran
jarak interpendikular.
Mielografi selalu digabungkan dengan pemeriksaan CT. tumor
intradural-ekstramedular memberikan gambaran filling defect
yang berbentuk bulat pada pemeriksaan myelogram. Lesi
intramedular menyebabkan pelebaran fokal pada bayangan
medula spinalis.
Gambar 2.9 gambaran MRI tumor medula spinalis
(intradural intramedular)
Gambar 2.10 gambaran MRI tumor intradural ekstramedular
b. CSS
Pada pasien dengan tumor spinal, pemeriksaan CSS dapat
bermanfaat untuk differensial diagnosis ataupun untuk memonitor
respon terapi. Apabila terjadi obstruksi dari aliran CSS sebagai
akibat dari ekspansi tumor, pasien dapat menderita hidrosefalus.
Punksi lumbal harus dipertimbangkan secara hati- hati pada
pasien tumor medula spinalis dengan sakit kepala (terjadi
peninggian tekasan intrakranial).
Pemeriksaan CSS meliputi pemeriksaan sel-sel malignan
(sitologi), protein dan glukosa. Konsentrasi protein yang tinggi
serta kadar glukosa dan sitologi yang normal didapatkan pada
tumor-tumor medula spinalis, walaupun apabila telah menyebar
ke selaput otak, kadar glukosa didapatkan rendah dan sitologi
yang menunjukkan malignansi. Adanya xanthocromic CSS
dengan tidak terdapatnya eritrosit merupakan karakteristik dari
tumor medula spinalis yang menyumbat ruang subarachnoid dan
menyebabkan CSS yang statis pada daerah kaudal tekal sac.
4. Hernia Nukleus Pulposus
a. Definisi
HNP (Hernia Nukleus Pulposus) yaitu keluarnya nukleus
pulposus dari discus melalui robekan annulus fibrosus hingga
keluar ke belakang/dorsal menekan medulla spinalis atau
mengarah ke dorsolateral menekan radix spinalis sehingga
menimbulkan gangguan.
b. Etiologi
Hernia nukleus pulposus dapat disebabkan oleh beberapa hal berikut :
1) Degenerasi diskus intervertebralis
2) Trauma minor pada pasien tua dengan degenerasi
3) Trauma berat atau terjatuh
4) Mengangkat atau menarik benda berat
c. Faktor resiko
1) Faktor Resiko yang tidak dapat dirubah yakni umur, jenis
kelamin, dan riwayat trauma sebelumnya
2) Faktor resiko yang dapat diubah diantaranya pekerjaan dan
aktivitas, olah raga tidak teratur, latihan berat dalam
jangka waktu yang lama, merokok, berat badan berlebih,
batuk lama dan berulang.
d. Patogenesis
Patogenesis HNP (Risbud, et al, 2010)
trauma, degeneratif
anulus fibrosus tergesek
cedera nukelus pulposus
nukleus pulposus merembes
membentuk tonjolan (protusio)
keluar dari diskus intervetrebalis
ke belakang lateral
mengencet canalis spinalis
menjepit radiks spinalis
e. Patofisiologi
Patofisiologi Kesemutan (Risbud, et al, 2010)
hernia nukleus pulposus
menjepit pembuluh darah dan radik spinalis
aliran darah ke radiks spinalis dan medula spinalis terganggu
hipoksia
kompensasi
metabolisme anaerob
terbentuk asam laktat
penumpukkan asam laktat
iritasi saraf spinalis
eksitasi terstimulasi
parestesi
berkurangnya aliran darah yang terus-menerus
hiperestesi
f. Penegakan diagnosis (Anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang)
1) Anamnesis
Ditanyakan mulai dari onsetnya pemyakit muncul kapan. RPD
dan RPK pasien juga diperlukan untuk menyingkirkan
diagnosis banding lainnya. Perlu digali factor-faktor resiko
yang dapat menyebabkan timbulnya HNP, seperti pekerjaan,
kebiasaan olahraga, angkat beban berat dan pola hidup yang
tidak sehat.
2) Pemeriksaan Fisik
a) Inspeksi
Gerakan aktif pasien harus dinilai, diperhatikan gerakan
mana yang membuat nyeri dan juga bentuk kolumna
vertebralis, berkurangnya lordosis serta adanya skoliosis.
Berkurang sampai hilangnya lordosis lumbal dapat
disebabkan oleh spasme otot paravertebral. Keterbatasan
gerak pada salah satu sisi atau arah. Fleksi kedepan secara
khas akan menyebabkan nyeri pada tungkai bila ada HNP,
karena adanya ketegangan pada saraf yang terinflamasi
diatas suatu diskus protusio sehingga meninggikan tekanan
pada saraf spinal tersebut dengan jalan meningkatkan
tekanan pada fragmen yang tertekan di sebelahnya
(jackhammer
effect). Lokasi dari HNP biasanya dapat ditentukan bila
pasien disuruh membungkuk ke depan ke lateral kanan dan
kiri.Fleksi ke depan, ke suatu sisi atau ke lateral yang
meyebabkan nyeri pada tungkai yang ipsilateral
menandakan adanya HNP pada sisi yang sama.
b) Palpasi
Adanya nyeri/tenderness pada kulit bisa menunjukkan
adanya kemungkinan suatu keadaan psikologis di
bawahnya. Kadang-kadang bisa ditentukan letak segmen
yang menyebabkan nyeri dengan menekan pada ruangan
intervertebralis atau dengan jalan menggerakkan ke kanan
ke kiri prosesus spinosus sambil melihat respons pasien.
Pada spondilolistesis yang berat dapat diraba adanya
ketidak- rataan (step-off) pada palpasi di tempat/level yang
terkena. Penekanan dengan jari jempol pada prosesus
spinalis dilakukan untuk mencari adanya fraktur pada
vertebra. Pemeriksaan fisik yang lain memfokuskan pada
kelainan neurologis. Harus dicari pula refleks patologis
seperti babinski, terutama bila ada hiperefleksia yang
menunjukkan adanya suatu gangguan UMN. Dari
pemeriksaan refleks ini dapat membedakan akan kelainan
yang berupa UMN atau LMN. Pemeriksaan sensorik
pemeriksaan sensorik akan sangat subjektif karena
membutuhkan perhatian dari penderita dan tak jarang
keliru, tapi tetap penting arti diagnostiknya dalam
membantu menentukan lokalisasi lesi HNP sesuai
dermatom yang terkena. Gangguan sensorik lebih
bermakna dalam menunjukkan informasi lokalisasi
dibanding motoris.
c) Tanda-tanda perangsangan meningeal :
Tanda Laseque menunjukkan adanya ketegangan pada
saraf spinal khususnya L5 atau S1.Secara klinis tanda
Laseque dilakukan dengan fleksi pada lutut terlebih
dahulu, lalu di panggul sampai 900 lalu dengan perlahan-
lahan dan graduil dilakukan ekstensi lutut dan gerakan ini
akan menghasilkan nyeri pada tungkai pasien terutama di
betis dan nyeri akan berkurang bila lutut dalam keadaan
fleksi. Terdapat modifikasi tes ini dengan mengangkat
tungkai dengan lutut dalam keadaan ekstensi (stright leg
rising). Modifikasi-modifikasi tanda laseque yang lain
semua dianggap positif bila menyebabkan suatu nyeri
radikuler. Cara laseque yang menimbulkan nyeri pada
tungkai kontra lateral merupakan tanda kemungkinan
herniasi diskus. Pada tanda laseque, makin kecil sudut
yang dibuat untuk menimbulkan nyeri makin besar
kemungkinan kompresi radiks sebagai penyebabnya.
Demikian juga dengan tanda laseque kontralateral. Tanda
Laseque adalah tanda pre-operatif yang terbaik untuk suatu
HNP, yang terlihat pada 96,8% dari 2157 pasien yang
secara operatif terbukti menderita HNP dan pada hernia
yang besar dan lengkap tanda ini malahan positif pada
96,8% pasien. Harus diketahui bahwa tanda Laseque
berhubungan dengan usia dan tidak begitu sering dijumpai
pada penderita yang tua dibandingkan dengan yang muda
(<30 tahun).
Tanda Laseque kontralateral(contralateral Laseque sign)
dilakukan dengan cara yang sama, namun bila tungkai
yang tidak nyeri diangkat akan menimbulkan suatu
respons yang positif pada tungkai kontralateral yang sakit
dan menunjukkan adanya suatu HNP.
Tes valsava pasien diminta mengejan/batuk dan dikatakan
tes positif bila timbul nyeri
3) Pemeriksaan Radiologi
a) Foto polos vertebre
Foto polos posisi AP dan lateral dari vertebra lumbal dan
panggul (sendi sakro-iliaka), Foto polos bertujuan untuk
melihat adanya penyempitan diskus, penyakit degeneratif,
kelainan bawaan dan vertebra yang tidak stabil.
Pada kasus disk bulging, radiografi polos memperlihatkan
gambaran tidak langsung dari degenerasi diskus seperti
kehilangan ketinggian diskus intervertebralis, vacuum
phenomen dalam bentuk gas di disk, dan osteofit endplate
Gambar 2.11 Gambaran vacuum phenomena
Dalam kebanyakan kasus hernia nucleus pulposus (HNP),
foto polos tulang belakang lumbosakral atau tulang
belakang leher tidak diperlukan. Foto polos tidak dapat
memperlihatkan herniasi, tetapi digunakan untuk
menyingkirkan kondisi lainnya misalnya, fraktur, kanker,
dan infeksi.
Gambar 2.12 Gambaran Rontgen Polos Lumbal
b) CT scanAdalah sarana diagnostik yang efektif bila vertebra dan level neurologis telah jelas dan kemungkinan karena kelainan tulang.
c) Mielografi berguna untuk melihat kelainan radiks spinal, terutama pada pasien yang sebelumnyadilakukan operasi vertebra atau dengan alat fiksasi metal
Gambar 2.13 Myelografi pada rontgen
d) MRI (akurasi 73-80%) Merupakan pemeriksaan non-invasif, dapat memberikan gambaran secara seksional pada lapisan melintang dan longitudinal. Biasanya sangat sensitif pada HNP dan akan menunjukkan berbagai prolaps. Namun para ahli bedah saraf dan ahli bedah ortopedi tetap memerlukan suatu EMG untuk menentukan diskus mana yang paling terkena. MRI sangat berguna bila: vertebra dan level neurologis belum jelas ,kecurigaan kelainan patologis pada medula spinal atau jaringan lunak suntuk menentukan kemungkinan herniasi diskus post operasi, kecurigaan karena infeksi atau neoplasma. Pada MRI, HNP muncul sebagai fokus, tonjolan asimetris bahan diskus melampaui batas-batas dari anulus. HNP sendiri biasanya hipointense. Selain itu, fragmen bebas dari diskus dengan mudah terdeteksi pada MRI.
Gambar 2.14 Potongan aksial T1 menunjukkan tonjolan dari diskus paracentral kiri dengan kompresi neuron S1
kiri.
Gambar 2.15 Radikulopati L5. Potongan Sagital T1-T2 menunjukkan ekstrusi diskus diekstrusi bermigrasi
cranially, penekanan akar saraf L5.
Gambar 2.16 Potongan sagital T1 dan T2 dan aksial dan T1-T2 rata menunjukkan perubahan degeneratif pada tingkat L1-2 dan L2-3, hipertrofi segi pada tingkat L4-5, dan herniasi diskus menyebabkan ekstrusi dan mengompresi saraf kiri L5.
Mengenai keterbatasan MRI, pada beberapa individu
dengan perangkat implan (misalnya, alat pacu jantung)
atau dengan logam dalam tubuh, mungkin tidak mampu
menjalani MRI karena disfungsi alat pacu jantung atau
elektroda memanas yang mungkin timbul dari MRI.
Dokter dapat mengintruksikan pemeriksaan yang lain.
g. Penatalaksaan
1) Konservatif bila tidak dijumpai defisit neurologik :
a) Tidur selama 1 – 2 jam diatas kasur yang keras
b) Exercise digunakan untuk mengurangi tekanan atau
kompresi saraf
c) Terapi obat-obatan : muscle relaxant, nonsteroid, anti
inflamasi drug dan analgetik.
d) Terapi panas dingin.
e) Imobilisasi atau brancing, dengan menggunakan
lumbosacral brace atau korset.
f) Terapi diet untuk mengurangi BB
g) Traksi lumbal
2) Pembedahan
Laminectomy hanya dilakukan pada penderita yang
mengalami nyeri menetap dan tidak dapat diatasi, terjadi
gejala pada kedua sisi tubuh dan adanya gangguan neurology
utama seperti inkontinensia usus dan kandung kemih serta foot
droop.
Laminectomy adalah suatu tindakan pembedahan atau
pengeluaran atau pemotongan lamina tulang belakang dan
biasanya dilakukan untuk memperbaiki luka pada spinal.
h. Prognosis
1) Sebagian besar pasien akan membaik dalam 6 minggu dengan
terapi konservatif
2) Sebagian kecil akan berkembang menjadi kronik meskipun
sudah diterapi.
3) Pada pasien yang dioperasi 90% akan membaik terutama nyeri
tungkai, kemungkinan terjadinya kekambuhan adalah 5%
Informasi 5
PEMERIKSAAN PENUNJANG
LABORATORIUM DARAH
Hb : 14 gr/dl
Leukosit : 7000/mm3
Trombosit : 220.000/mm3
GDS : 150 mg/dl
Kolesterol total : 197 mg/dl
HDL : 52 mg/dl
LDL : 175 mg/dl
Trigliserida : 150 mg/dl
Asam urat : 5,0 mg/dl
Foto polos vertebra lumbosacral AP lateral :
Listesis corpus vertebrae lumbal 4 terhadap vertebrae lumbal 5, terdapat
penyempitan diskus intervertebralis
Informasi 6
DIAGNOSIS
Diagnosis Klinis : Ischialgia dextra, parestesi ekstremitas inferior dextra
Diagnosis Topik : Radix nn. Lumbal 5
Diagnosis Etiologi : Suspect HNP
Informasi 7
TATALAKSANA
Farmakologi :
- Analgesik
- Antispasmodik (diazepam)
Non Farmakologi
- Tirah baring pada alas ranjang yang keras\
- Hindari membungkuk atau mengejan
- Hindari aktivitas yang memperberat nyeri
BAB III
KESIMPULAN
1. Hernia Nukleus Pulposus yaitu keluarnya nukleus pulposus dari discus melalui robekan annulus fibrosus hingga keluar ke belakang/dorsal menekan medulla spinalis atau mengarah ke dorsolateral menekan radix spinalis sehingga menimbulkan gangguan.
2. Gangguan ini berupa nyei pinggang yang sering dikeluhkan oleh orang awam.
3. Untuk mendiagnosis HNP butuh pemeriksaan radiologi. MRI merupakan
pilihan dari berbagai pemeriksaan radiologi karena memiliki spesitifitas dan
sensitivitas yang tinggi. Tapi dapat pula dilakukan foto rontgen dan
myelografi.
4. Tata laksana pasien ini terdiri dari konservatif menggunakan obat dan
infiltrative atau prosedur pembedahan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2008. How Are Brain and Spinal Cord Tumors in Adults Diagnosed?. http://www.cancer.org
Albar, Zuljasri. 2000. Sistematika Pendekatan Pada Nyeri Pinggang. Cermin Dunia Kedokteran. No.129. Hal. 14.
Baehr, M and Frotscher, M. 2010. Diagnosis Topik Neurologis DUUS edisi 4. Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran
Bruce M. 2007. Lumbar Spondylosis. Medsape available from http://emedicine.medscape.com/article/249036-overview. di akses pada 24 Maret 2012.
Burnside; Joha w. 1995. Adams Diagnosis Fisik. Edisi 16. Jakarta : EGC.
Harsono dan Soeharso. 2005. Nyeri Punggung Bawah: Kapita Selekta Neurologi. Edisi Kedua. Jogjakarta: Gadjah Mada University Press.
Koes BW; Tudler MWV; Thomas S. 2006. Diagnosis And Treatment Of Low Back Pain. BMJ : 332 : 1430-4
Mardjono, Mahar; Sidharta, Priguna. 2009. Patofisiologi Somestesia, dalam : Neurologi Klinis Dasar. Jakarta : Dian Rakyat.
Markam,S.1992.Penununtun Neurology. Edisi 2.Jakarta: Binarupa Alisan.
Martini, Frederic H. 2005. Fundamental of Anatomy and Physiology. 5th Edition. USA : Person Benjamin Cummings.
Mumenthaler and Mattle. Fundamental of Neurology. Thieme. 2006. Page 146-147.
Nuartha, AA. Bgs. Ngr. 1989. Beberapa Segi Klinik dan Penatalaksanaan Nyeri Pinggang Bawah. Cermin Dunia Kedokteran. No.54. Hal. 29-31.
Pramudiyo, Riardi. 2000. Gambaran Klinis dan Pengelolaan Ankylosing Spondylitis. Cermin Dunia Kedokteran No 129.
Risbud, Makarand V., Ernestina Schipani, Irving M. Shapiro. 2010. Hypoxic Regulation of Nucleus Pulosus Cell Survival. From Niche to Notch. The American Journal of Pathology, vol. 176 (4) : 1577-1583.
Snell, Richard S. 2006. Neuroanatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 5. Jakarta: EGC.
Widhiana, D. N. 2002. Sensitivitas dan Spesifisitas Tes Provokasi Batuk, Bersin, dan Mengejan Dalam Mendiagnosis Hernia Nukleus Pulposus Lumbal. Available from : eprints.undip.ac.id/12505/1/2002PPDS1899.pdf , Diakses pada 21 Maret 2012.
Xaverius, Frans; Lusianawaty Tana. 2011. Determinan Nyeri Pinggang pada Tenaga Paramedis. J Indon Med Assoc, vol. 61: 4.