laporan monev 2014 -...

103
EVALUASI KEBIJAKAN PENYALURAN, PELAPORAN, DAN MONEV DAK DI DAERAH KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN L A P O R A N M O N E V 2 0 1 4 Laporan berikut merupakan laporan yang menyajikan hasil evaluasi kebijakan penyaluran, pelaporan, dan monev DAK di daerah.

Upload: trinhdung

Post on 18-Jun-2019

289 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

1

EVALUASI KEBIJAKAN PENYALURAN, PELAPORAN, DAN

MONEV DAK DI DAERAH

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIADIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN

L A P O R A N M O N E V

2014

Laporan berikut merupakan laporan yang menyajikan hasil evaluasi kebijakan penyaluran, pelaporan, dan

monev DAK di daerah.

EVALUASI KEBIJAKAN PENYALURAN, PELAPORAN, DAN

MONEV DAK DI DAERAH

L A P O R A N M O N E V

EVALUASI KEBIJAKAN PENYALURAN, PELAPORAN, DAN

MONEV DAK DI DAERAH

L A P O R A N M O N E V

ii Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah

iiiKata Pengantar

KATA PENGANTAR

Dalam pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia, transfer ke daerah

merupakan instrumen utama dalam mendukung penyelenggaraan pemerintahan

di daerah. Dalam satu dasawarsa lebih pelaksanaan desentralisasi fiskal, alokasi

transfer ke daerah mengalami kenaikan yang sangat siginifikan. Jika pada tahun

2001 ketika dimulainya pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia transfer

ke daerah baru mencapai sekitar Rp 81 triliun, maka pada tahun 2014 sudah

mencapai sekitar Rp 592 triliun. Mengacu pada prinsip money follows function,

kenaikan alokasi tersebut menunjukkan bahwa urusan yang diserahkan ke

daerah semakin besar dengan diskresi yang semakin besar pula, yang berarti

tantangan pembangunan akan banyak bergeser ke daerah. Dengan kata lain

bahwa pertumbuhan ekonomi akan dimulai dari daerah.

Untuk membantu pembangunan infrastruktur dasar di daerah, pemerintah

pusat sejak tahun 2003 menganggarkan Dana Alokasi Khusus (DAK), sebagai

bagian dari dana transfer ke daerah. DAK dialokasikan kepada daerah tertentu

dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus sesuai dengan

fungsi yang telah ditetapkan dalam APBN yang merupakan urusan daerah dan

sesuai dengan prioritas nasional. Kegiatan khusus dimaksud adalah kegiatan

dalam upaya pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar

masyarakat sehingga diharapkan tercipta pelayanan publik yang berkualitas

dan merata antardaerah.

Dengan perannya yang strategis tersebut, kinerja pelaksanaan kegiatan DAK

menjadi sangat penting. Untuk itu, pemerintah pusat aktif melakukan monitoring

dan evaluasi serta review terhadap efektifitas pelaksanaan DAK di daerah guna

memastikan kelancaran pelaksanaan kegiatan DAK di daerah. Kementerian

Keuangan sebagai pengelola keuangan negara berkepentingan atas pelaksanaan

monev guna meningkatkan kinerja DAK di daerah.

iv Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah

Rekomendasi dari hasil monev ini akan menjadi masukan bagi

penyempurnaan kebijakan yang berkenaan dengan DAK. Sehingga diharapkan

kinerja DAK di daerah dapat ditingkatkan pada masa yang akan datang dan

berdampak pada peningkatan kualitas pelayanan publik.

Akhirnya tidak lupa kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang

telah ikut serta berperan aktif dan memberikan kontribusi waktu, tenaga dan

pemikiran dalam menunjang pelaksanaan monev ini sampai dengan selesainya

penulisan. Kami sadar bahwa laporan monev ini memiliki banyak keterbatasan

baik itu dari sisi sampel maupun data-data yang tersedia. Oleh karena itu, kami

mengharapkan masukan maupun saran serta kritik yang mampu mempertajam

hasil laporan monev ini maupun kebijakan yang akan disusun ke depan.

Jakarta, Desember 2014

Direktur Evaluasi Pendaan dan

Informasi Keuangan Daerah,

Adijanto

vDaftar Isi

DAfTAR IsI

KATA PENGANTAR ..................................................................................iii

DAFTAR ISI ..............................................................................................v

DAFTAR GRAFIK .....................................................................................vii

DAFTAR TABEL ........................................................................................ix

RINGKASAN EKSEKUTIF ...........................................................................x

BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................ 11.1 Latar Belakang ........................................................................11.2 Tujuan .....................................................................................31.3 Ruang Lingkup ........................................................................31.4 Metodologi .............................................................................31.5 Sistematika Penulisan Laporan ................................................4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 52.1 Desentralisasi Fiskal ...................................................................52.2 Intergovernmental Transfer .......................................................7

2.2.1 Intergovernmental Transfer di Indonesia ...............................92.2.2 Dana Alokasi Khusus dan Kerangka Regulasinya ...................9

2.3. Tinjauan Konsep Result Based Management untuk Peningkatan Kinerja ....................................................................................13

BAB 3 GAMBARAN UMUM DAK ............................................................ 173.1 Arah dan Kebijakan Dana Alokasi Khusus ..............................21

3.1.1.Arah Kebijakan DAK Bidang Pendidikan ..............................223.1.2. Arah Kebijakan DAK Bidang Kesehatan ..............................233.1.3. Arah Kebijakan DAK Bidang Infrastruktur...........................25

3.2 Penyaluran Dana Alokasi Khusus ...........................................27

vi Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah

3.3 Pelaporan Dana Alokasi Khusus .............................................273.4 Monitoring dan Evaluasi Dana Alokasi Khusus .......................30

BAB 4 PEMBAHASAN ............................................................................ 364.1 Analisis Kebijakan Penyaluran DAK ........................................364.2 Analisis Kebijakan Dalam Pelaporan DAK ...............................554.3 Analisis Kebijakan Dalam Monitoring dan Evaluasi DAK .........69

BAB 5 SIMPULAN DAN REKOMENDASI ................................................. 735.1 Simpulan ...............................................................................735.2 Rekomendasi .........................................................................76

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 81

viiDaftar Grafik

DAfTAR GRAfIK

Grafik 2.1 RBM Siklus Hidup ......................................................................15

Grafik 3.1 Alokasi DAK Pendidikan .............................................................23

Grafik 3.2 Alokasi DAK Kesehatan ..............................................................24

Grafik 3.3 Alokasi DAK Infrastruktur ...........................................................26

Grafik 3.4. Alur Pelaporan DAK ...................................................................29

Grafik 4.1 Perspektif daerah terhadap Tahapan Penyaluran DAK Apakah

mempermudah daerah dalam menyerap DAK ............................37

Grafik 4.2 Perspektif daerah terhadap persyaratan penyaluran DAK saat ini

apakah menyulitkan daerah dalam melakukan

penyerapan DAK? ......................................................................37

Grafik 4.3 Perspektif Daerah Terhadap Alternative Pola Penyaluran DAK

Apakah Mempermudah Daerah Dalam Menyerap DAK ...............38

Grafik 4.4 Kinerja Penyaluran DAK Tahun 2010 - 2013................................42

Grafik 4.5 Penyaluran DAK Per Bulan Tahun 2013 .......................................44

Grafik 4.6 Pembatasan Waktu Penyaluran secara Tahapan ..........................48

Grafik 4.7 Pola Penyaluran secara Triwulan .................................................52

Grafik 4.8 Penyusunan Laporan DAK oleh SKPD ..........................................58

Grafik 4.9 Koordinator pelaporan DAK di Daerah .......................................58

Grafik 4.10 Perspektif Daerah Terhadap Bentuk Laporan DAK ........................58

Grafik 4.11 Perspektif Daerah Terhadap kendala penyusunan laporan DAK ....59

Grafik 4.12 Perspektif Daerah jika Laporan DAK dijadikan Syarat

Penyaluran DAK .................................................................... 59

Grafik 4.13 Perspektif Daerah atas Penggunaan Satu Aplikasi Untuk

Pelaporan ..................................................................................61

viii Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah

Grafik 4.14 Eksistensi TKP DAK di daerah ......................................................70

Grafik 4.15 Keterlibatan Provinsi dalam Monev DAK .....................................70

Grafik 4.16 Perspektif Daerah atas Pelaksanaan Monev Pusat apakah tumpang

tindih ........................................................................................71

Grafik 4.17 Perspektif Daerah atas adakah manfaat dari Monev yang dilakukan

Pusat ........................................................................................71

ixDaftar Tabel

DAfTAR TABEL

Tabel 3.1 Perkembangan Sektor DAK, 2008 – 2013 ...................................18

Tabel 3.2 Daftar Alokasi DAK Per Bidang ...................................................20

Tabel 4.1 Perkembangan Peraturan Penyaluran DAK ..................................42

Tabel 4.2. Realisasi Penyaluran DAK Tahap I Per 30 Juni dan 31 Juli .............45

Tabel 4.3 Data Penyaluran dan Penyerapan DAK TA 2010-2013 ................49

Tabel 4.4 Perspektif Daerah atas Alternatif Sanksi atas Ketidakdisiplinan

Penyampaian Laporan ...............................................................59

Tabel 4.5 Persentase Penyampaian Laporan Triwulanan Per Provinsi Tahun

2013 (data per 15 September 2014) ..........................................62

Tabel 4.6 Alur dan Waktu Pelaporan DAK .................................................67

x Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah

RINGKAsAN EKsEKUTIf

Sebagai salah satu sumber pendanaan kegiatan pemenuhan kebutuhan

sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat yang sejalan dengan

prioritas nasional, DAK memiliki peran yang sangat penting dan strategis. Hal

ini terindikasi dari besaran DAK yang selalu meningkat dan jumlah bidang

yang terus bertambah tiap tahun. Untuk itu, pemerintah pusat aktif melakukan

pemantauan terhadap efektifitas pelaksanaan DAK di daerah guna memastikan

kelancaran pelaksanaan kegiatan DAK di daerah. Berdasarkan hasil pantauan

tersebut, diperoleh simpulan yang relatif sama bahwa pelaksanaan DAK di

daerah masih menemui berbagai permasalahan baik yang dari sisi kebijakan

maupun teknis pelaksanaan.

Kementerian Keuangan berkepentingan untuk membenahi permasalahan

tersebut terutama yang berkenaan dengan pola penyaluran DAK ke daerah,

mekanisme pelaporan pemerintah daerah atas realisasi DAK, serta bentuk/desain

monev itu sendiri guna meningkatkan kinerja DAK di daerah. Dalam rangka

merumuskan solusi atas permasalahan yang berkenaan dengan pelaksanaan

DAK, Kementerian Keuangan dalam hal ini, Subdit Evaluasi Dana Desentralisasi

Dan Perekonomian Daerah, Direktorat EPIKD melaksanakan Monev dalam rangka

mengevaluasi kebijakan penyaluran, pelaporan, dan monev DAK di daerah.

Monev ini bertujuan untuk memonitor dan mengevaluasi kebijakan

(Penyaluran, Pelaporan dan Monev) DAK saat ini serta merumuskan rekomendasi

kebijakan agar yang memungkinkan peningkatan kinerja daerah. Monev ini

akan menggunakan metodologi kualitatif seperti focus group discussion baik

yang dilakukan di level pusat maupun di tingkat pemerintahan daerah, serta

kuesioner untuk mengumpulkan perspektif daerah terkait dengan kebijakan

pelaporan, penyaluran dan monev DAK saat ini. Adapun metode sampling

xiRingkasan Eksekutif

yang digunakan adalah metode purposive random sampling, atas dasar kinerja

penyaluran dan pelaporan DAK.

Hasil dari pelaksanaan FGD maupun analisis kuesioner menemukan

terlambatnya Juknis DAK Bidang Pendidikan menjadi hambatan bagi daerah

dalam percepatan penyerapan DAK. Disamping itu, mulai tahun 2015 terdapat

penggabungan beberapa bidang DAK menjadi DAK bidang transportasi yang

mempunyai potensi permasalahan dalam tahap awal pelaksanaannya. Untuk

mengatasinya, direkomendasikan dalam penetapan regulasi DAK, penyaluran

dilakukan per bidang khususnya untuk 3 (tiga) pelayanan dasar yaitu pendidikan,

kesehatan, dan bidang ke-PU-an (jalan, irigasi, air minum, dan sanitasi),

sedangkan lainnya dijadikan satu.

Selanjutnya, hasil pengolahan kuesioner menunjukkan sebagian besar

pemerintah daerah menganggap kebijakan penyaluran DAK saat ini, tahapan

penyaluran dan persyaratan penyaluran, sudah tepat. Walaupun dengan pola

penyaluran DAK saat ini terdapat tidak sedikit daerah yang lambat menyerap DAK,

hal ini akan disiasati dengan rekomendasi kebijakan batasan waktu pengajuan

penyaluran DAK untuk Tahap I dan Tahap III. Apabila daerah melewati batas

waktu pengajuan penyaluran Tahap I (Februari-Juni/Juli), daerah tidak dapat

mencairkan seluruh alokasi DAK untuk tahun bersangkutan. Sedangkan Tahap

III dapat dicairkan selambat-lambatnya 15 Desember atau sejumlah tertentu

dari hari kerja sebelum tahun bersangkutan berakhir.

Hal lain yang menjadi perhatian adalah tidak optimalnya kinerja pelaksanaan

DAK di daerah. Salah satu indikatornya adalah terjadinya SiLPA DAK yang cukup

signifikan setiap tahunnya. Menjawab permasalahan ini, diusulkan penyaluran

Tahap III sebesar kebutuhan yang diperlukan untuk menyelesaikan kegiatan

sampai dengan akhir tahun anggaran, dengan batas maksimal yang dapat

disalurkan adalah 25%.

Selain itu dalam rangka menjaga kualitas pelaksanaan DAK di daerah, peran

Sekretariat Bersama Pengendalian dan Pelaporan DAK serta K/L terkait lebih

dikuatkan mengevaluasi Laporan Pelaksanaan Kegiatan dan Penggunaan DAK

xii Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah

(laporan triwulanan). Selain itu, penyampaian DPA SKPD dijadikan sebagai

persyaratan penyaluran DAK untuk melihat seluruh output yang direncanakan

untuk dihasilkan pada suatu tahun anggaran. Laporan triwulanan diusulkan

disampaikan dengan menyesuaikan waktu permintaan pencairan DAK per tahap.

Adapun atas laporan triwulanan yang telah diterima, DJPK membuat check

list dan kemudian mengirimkan laporan yang diterima kepada Kementerian

Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas dan/atau Kemendagri dan/

atau kementerian teknis.

Penggunaan satu aplikasi pelaporan serta penyeragaman format pelaporan

untuk semua bidang DAK diusulkan oleh sebagian besar pemerintah daerah

untuk mempermudah dan mempercepat pelaporan, serta menyamakan alur dan

waktu pelaporan berbagai bidang DAK. Web-Based Monitoring System (WBRS)

yang dikembangkan oleh Kementerian Keuangan dan telah diuji coba dapat

dipilih sebagai aplikasi pelaporan DAK. WBRS dinilai cukup mampu menjadi

alat bantu yang tepat untuk meningkatkan efektivitas monitoring dan evaluasi

DAK, selain juga disarankan metodologi pemantauan fisik di lapangan untuk

mengecek keadaan sebenarnya di lapangan.

Masih terkait dengan monitoring dan evaluasi, responden daerah memandang

perlu peningkatan peran provinsi dalam pembinaan secara langsung atas

pelaksanaan kegiatan DAK. Pada tingkat pusat, umpan balik atas hasil

pelaksanaan monitoring dan evaluasi DAK perlu didiseminasi kepada daerah

karena dengan umpan balik tersebut diharapkan adanya perbaikan pelaksanaan

DAK di daerah.

Disamping rekomendasi kebijakan penyaluran untuk jangka pendek,

rekomendasi untuk jangka menengah/panjang turut dirumuskan dalam laporan

monev ini, meliputi rekomendasi penyaluran DAK dengan sistem pembayaran

pendahuluan (reimbursement system) atau output-based DAK, khususnya

untuk DAK bidang infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan, sebagaimana telah

diterapkan untuk mekanisme hibah pusat ke daerah. Penerapan reimbursement

system ini diutamakan bagi pemerintah daerah yang memiliki SiLPA tinggi

xiiiRingkasan Eksekutif

dan mempunyai kapasitas fiskal tinggi. Hal ini dimaksudkan sebagai bentuk

“disinsentif” atas pengelolaan APBD yang kurang baik yang ditandai dengan

tingginya SiLPA. Sedangkan untuk pemerintah daerah dengan kapasitas fiskal

yang rendah, mekanisme DAK seperti saat ini masih perlu diterapkan.

xiv Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah

1Pendahuluan

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangPelaksanaan desentralisasi fiskal yang efektif mulai dilaksanakan pada tahun

2001 menunjukkan semakin besarnya kewenangan daerah dalam memberikan

pelayanan publik kepada masyarakat. Pemerintah daerah dituntut untuk dapat

berkinerja baik dalam mengelola pelaksanaan kewenangan tersebut dengan baik.

Tantangan utama yang dihadapi oleh pemerintah daerah dalam melaksanakan

tugasnya tersebut adalah bagaimana memanfaatkan sumber-sumber pendanaan

yang tersedia untuk menghasilkan output/pelayanan publik yang optimal.

Salah satu sumber pendanaan yang digunakan oleh Pemerintah Daerah

untuk menghasilkan pelayanan publik adalah Dana Perimbangan. Sesuai dengan

Undang-undang (UU) No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Dana

Perimbangan dibagi dalam tiga kelompok yaitu Dana Alokasi Umum (DAU), Dana

Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Bagi Hasil (DBH). Selain Dana Perimbangan,

Pemerintah Pusat juga mengalokasikan Dana Otonomi Khusus (Otsus) dan Dana

Penyesuaian sebagai komponen Belanja Daerah dalam Anggaran Penerimaan

dan Belanja Negara (APBN).

Dalam pasal 39 UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dinyatakan bahwa DAK

dialokasikan kepada Pemerintah Daerah (Pemda) tertentu untuk mendanai

kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah. Sementara itu, dalam pasal

51 Peraturan Pemerintah (PP) No. 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan

disebutkan bahwa DAK dialokasikan kepada daerah tertentu untuk mendanai

2 Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah

kegiatan khusus yang merupakan bagian dari program yang menjadi prioritas

nasional dan menjadi urusan daerah.

DAU dan DBH diberikan kepada daerah dalam bentuk block grants dalam

artian daerah memiliki diskresi penuh dalam membelanjakan dua sumber

pendanaan tersebut. Berbeda dengan DAU dan DBH, DAK bersifat specific

grants yang berarti daerah tidak memiliki keleluasaan dalam memanfaatkan

DAK. Oleh karena itu, meskipun pagu DAK tidak lebih besar daripada DAU

dan DBH, namun DAK saat ini memiliki peranan yang sangat penting bagi

pemerintah pusat terutama untuk menjamin terselenggaranya program yang

menjadi prioritas nasional.

Namun, beberapa laporan menyebutkan bahwa masih banyak terdapat

permasalahan yang harus diselesaikan terkait dengan DAK ini. Permasalahan

tersebut tersebar dari aspek perencanaan/keuangan, aspek pelaksanaan

sampai dengan aspek kelembagaan DAK di daerah. Dalam aspek keuangan,

permasalahan utama adalah belum optimalnya kinerja DAK bagi daerah karena

ketidaksesuaian (mismatch) antara besaran alokasi dengan kebutuhan daerah.

Dalam aspek pelaksanaan, misalnya keterlambatan juknis dan adanya juknis

yang terlalu rigid menyulitkan daerah dalam mengelola DAK (DJPK, 2011).

Dalam aspek kelembagaan, terdapat permasalahan yang berkaitan dengan

belum mantap dan optimalnya koordinasi kelembagaan antara pusat dan daerah,

belum terbentuknya tim koordinasi di Pusat dan Provinsi, serta belum optimalnya

kinerja tim koordinasi di Kabupaten/Kota. Dalam aspek tata kepemerintahan yang

baik (good governance) terdapat permasalahan yang berkaitan dengan masih

rendahnya kinerja penerapan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi

dalam pengelolaan DAK. Penyediaan data dan informasi teknis yang diperlukan

dalam perhitungan alokasi DAK juga masih lemah (Bappenas, 2011).

Oleh karena itu, perlu adanya monitoring dan evaluasi yang mampu

memberikan sumbangsih terhadap perbaikan mekanisme DAK baik di tingkat

pusat maupun di daerah mengingat peran yang dibawa DAK begitu besar dalam

pencapaian pelayanan publik di daerah. Berdasarkan hal tersebut, Subdit

3Pendahuluan

Evaluasi Dana Desentralisasi Dan Perekonomian Daerah, Direktorat EPIKD

melaksanakan Monev dalam rangka mengevaluasi kebijakan penyaluran,

pelaporan, dan monev DAK di daerah.

1.2 TujuanSebagaimana latar belakang dan permasalahan yang telah disampaikan di

atas, maka monev ini bertujuan untuk:

1. Memonitor dan mengevaluasi kebijakan (Penyaluran, Pelaporan dan Monev)

DAK saat ini agar kinerja daerah dalam mengelola daerah meningkat.

2. Merumuskan rekomendasi kebijakan (Penyaluran, Pelaporan dan Monev)

DAK yang memungkinkan peningkatan kinerja daerah.

1.3 Ruang LingkupUntuk mencapai tujuan, monitoring dan evaluasi akan dibatasi pada tahap

penyaluran, pelaporan, dan monev. Selain itu pula, untuk menjaga relevansi

dari monev ini, maka aspek perencanaan dan penganggaran DAK tidak akan

dievaluasi. Ruang lingkup penelitian adalah pelaksanaan DAK tahun 2012-2013.

1.4 MetodologiMonev ini akan menggunakan metodologi kualitatif seperti focus group

discussion baik yang dilakukan di level pusat maupun di tingkat pemerintahan

daerah. Selain itu kuesioner juga akan digunakan untuk mengumpulkan

perspektif daerah terkait dengan kebijakan pelaporan dan penyaluran DAK

saat ini.

Selanjutnya terkait dengan sampling, pemilihan responden menggunakan

metode purposive random sampling, yaitu daerah yang dijadikan sample

didasarkan atas kinerja penyaluran dan pelaporan DAK. Sebanyak 114 daerah

telah mengisi kuesioner, dan sebanyak 10 daerah dijadikan tempat pelaksanaan

focus group discussion (FGD). Selain pemerintah daerah, FGD juga dilakukan

4 Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah

pada tataran pemerintah pusat dengan mengundang wakil dari Kementerian

Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, dan Bappenas.

1.5 Sistematika Penulisan LaporanAdapun susunan laporan studi ini adalah sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan

Menguraikan bagian latar belakang, tujuan, ruang lingkup, metodologi, dan

sistematika Penulisan Laporan

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab ini menjelaskan tentang konsep dasar dan teori dari adanya DAK,

peraturan perundang-undangan yang terkait, formulasi kebijakan DAK

selama ini, dan studi literatur sejenis dari studi-studi yang pernah dilakukan

sebelumnya.

Bab III Gambaran Umum Dana Alokasi Khusus dan Regulasinya

Menjelaskan tentang perkembangan DAK selama periode tahun 2003

sampai dengan 2011 untuk berbagai bidang.

Bab IV Pembahasan

Menguraikan tentang hasil dari pelaksanaan monitoring, evaluasi, dan

analisa dampak dari pelaksaan DAK selama ini, khususnya pada tahun

2010 dan tahun 2011.

Bab V Penutup

Berisikan tentang simpulan yang dapat diperoleh dan saran/rekomendasi

yang dapat diberikan dari pelaksanaan monev.

5Tinjauan Pustaka

BAB 2 TINJAUAN PUsTAKA

2.1 Desentralisasi FiskalMaddick (1983) mendefinisikan desentralisasi sebagai proses dekonsentrasi

dan devolusi atau penyerahan kekuasaan. Undang-undang (UU) No. 32

Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagai landasan hukum semangat

desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia menyebutkan bahwa desentralisasi

adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah

otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem

Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dekonsentrasi adalah pelimpahan

wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil

pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu.

Selanjutnya, diskusi tentang desentralisasi tidak bisa terlepas dari

pembicaraan terkait dengan hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan

pemerintahan daerah. Secara filosofi, pelaksanaan desentralisasi dimaksudkan

untuk lebih mendekatkan pemerintah kepada masyarakatnya. Pemerintah

daerah dianggap yang paling mengetahui kebutuhan dan karakteristik dari

masyarakatnya, sehingga penyediaan layanan publik akan lebih efektif dan

efisien jika disediakan langsung oleh pemerintah daerah. Oleh karena itu, untuk

membantu daerah dalam menyediakan layanan kepada publik, penyediaan

sumber-sumber pendanaan bagi daerah dalam menjalankan fungsinya menjadi

sangat penting. Tanpa ada skema pendanaan bagi daerah untuk menjalankan

fungsinya, pelimpahan kewenangan tersebut menjadi tidak berarti (Devas, 2008).

Sehubungan dengan hal tersebut, ada beberapa hal yang menjadi esensi

dari implementasi desentralisasi fiskal. Menurut Bahl (2001) yang pertama

6 Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah

harus dilakukan dalam pengimplementasian desentralisasi fiskal adalah adanya

penegasan kewenangan atau fungsi yang akan dijalankan oleh pemerintah

daerah. Hal ini sangat penting mengingat untuk merumuskan skema pendanaan

yang tepat, pembagian kewenangan antartingkatan pemerintahan harus jelas,

jika tidak maka implementasi desentralisasi fiskal tidak akan berjalan optimal.

Yang kedua adalah adanya pemberian kewenangan kepada daerah untuk

memungut pajak dalam rangka peningkatan pendapatan daerah. Untuk

membantu daerah dalam menyelenggarakan fungsinya, daerah harus diberikan

kewenangan untuk memungut pajak sendiri. Terkait dengan hal tersebut,

pemerintah pusat wajib untuk memberikan sebagian jenis pajak untuk dijadikan

pajak daerah, sekaligus memberikan transfer dana yang lain mengingat masing-

masing daerah memiliki potensi ekonomi yang berbeda, sekaligus untuk

menjawab masalah ketidakseimbangan fiskal vertikal maupun horizontal.

Yang ketiga adalah perlu dibangun sebuah mekanisme transfer

antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Menurut Shah (2004),

mekanisme transfer dana ini sangat penting untuk mengatasi permasalahan

ketidakseimbangan fiskal vertikal dan horizontal sebagaimana dijelaskan

sebelumnya. Transfer dana tersebut secara garis besar terbagi ke dalam dua

jenis yaitu unconditional/block grants dan conditional/specific grants.

Selanjutnya, untuk efektivitas pelaksanaan desentralisasi fiskal, daerah harus

diberikan kesempatan yang luas untuk mengakses modal. Hal ini sangat penting

karena daerah membutuhkan dana yang besar untuk dapat membangun sarana

infrastruktur dan sarana layanan publik lainnya (Devas, 2008). Oleh karena

itu, pemerintah harus menyediakan berbagai alternatif mekanisme pembiayaan

daerah untuk membantu daerah dalam mendapatkan modal pembangunan.

Beberapa alternatif pembiayaan yang dapat dilakukan antara lain penyediaan

mekanisme pinjaman daerah, obligasi daerah maupun metodologi pembiayaan

lainnya. Untuk menjalankan kebijakan tersebut perlu kehati-hatian untuk

mencegah terjadinya gagal bayar oleh pemerintah daerah.

7Tinjauan Pustaka

Yang terakhir, untuk menjamin berjalannya desentralisasi fiskal, mekanisme

monitoring dan evaluasi oleh pemerintah pusat harus terbangun dengan baik.

Penelitian yang dilakukan oleh Bahl (1999) menyebutkan bahwa banyak daerah

kurang mampu melaksanakan desentralisasi fiskal dengan baik karena tidak

adanya mekanisme kontrol dan evaluasi yang kuat dari pemerintah pusat.

2.2 Intergovernmental TransferPada sub-bab sebelumnya telah dipaparkan bahwa salah satu kunci dari

pelaksanaan desentralisasi fiskal adalah adanya pemberian kewenangan

kepada daerah dalam melakukan pemungutan pajak untuk meningkatkan

pendapatannya. Namun demikian hal tersebut tidaklah cukup, mengingat tidak

semua jenis pajak dapat dipungut oleh daerah. Oleh karena itu daerah masih

memerlukan jenis pendanaan lain yang berasal dari pusat untuk membantu

daerah dalam menjalankan pemerintahannya. Fakta di beberapa negara bahkan

menunjukkan dana yang ditransfer dari pemerintah pusat kepada pemerintah

daerah lebih besar daripada pendapatan yang bersumber dari pajak daerah. Di

Indonesia misalnya, data menunjukkan bahwa selama satu dekade pelaksanaan

otonomi daerah, pemda masih sangat bergantung dari pemerintah pusat,

meskipun kemampuannya dalam memungut pajak daerah juga mengalami

peningkatan.

Terkait dengan dana transfer ke daerah terdapat beberapa pandangan terkait

dengan jenis dana yang diberikan oleh pusat kepada daerah. Shah (2006)

misalnya, menyebutkan bahwa intergovernmental trasfer dibagi ke dalam

dua jenis besar yaitu: General Purpose Transfer (GPT) dan Specific Purpose

Transfers (SPT). Shah juga menyatakan bahwa penggunaan GPT diserahkan

sepenuhnya pada pemerintah daerah, sedangkan SPT harus mengikuti ketentuan

dari pemerintah pusat atau nasional. Kemudian Shah membagi GPT dalam

kelompok block transfers dan block grants. Block transfers bebas digunakan

dalam pengeluaran tertentu seperti pendidikan dalam wilayah nasional tetapi

setiap daerah penerima bebas menggunakan dalam kelompok pengeluaran

8 Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah

tadi. Selanjutnya block grants bebas digunakan oleh daerah penerima tetapi

terbatas dalam wilayahnya. Kelihatannya hal ini tidak terlalu menjadi masalah

sebab tiap daerah adalah memang wilayah tertentu yang menjadi penerima

transfer fiskal tersebut.

Sedikit berbeda dengan Shah, Sidik (2004) menyebutkan bahwa secara

garis besar dana transfer ke daerah dibagi ke dalam dua jenis besar yaitu: Block

Grants dan Specific Grants. Sidik menyatakan bahwa transfer yang tergolong

ke dalam Block Grants berarti dana tersebut bebas digunakan oleh daerah

atau daerah memiliki diskresi yang besar dalam mengelola dana transfer yang

diberikan oleh pemerintah pusat. Sedangkan Specific Grants berarti daerah

tidak memiliki keleluasaan dalam menggunakan dana tersebut, mengingat ada

ketentuan-ketentuan yang dibuat oleh pemerintah pusat dan harus dipenuhi

oleh daerah dalam penggunaan dana dimaksud.

Selanjutnya, dalam penelitian-penelitian terdahulu para ahli seperti Bahl

(2000) dan Bird & Smart (2002) mendeskripsikan beberapa tujuan dari adanya

intergovernmental transfer. Yang pertama adalah untuk mengatasi permasalahan

adanya ketidakseimbangan vertikal antara pemerintah pusat dan pemerintahan

daerah. Hal ini terjadi karena adanya pemberian kewenangan dan fungsi kepada

daerah yang menyebabkan pusat harus meningkatkan kapasitas daerah untuk

meningkatkan pendapatan daerahnya. Mengingat sumber penerimaan dari pajak

daerah tidak mampu mencukupi kebutuhan tersebut, maka pemerintah harus

memberikan transfer kepada daerah untuk mampu menutupi celah tersebut (Bahl,

2000). Yang kedua adalah untuk mengatasi permasalahan ketidakseimbangan

fiskal horizontal. Perbedaan kemampuan daerah dalam memungut pendapatan

daerah menyebabkan daerah memiliki kapasitas fiskal yang berbeda-beda. Untuk

memberikan kemampuan yang relatif sama kepada daerah dalam memberikan

pelayanan publik, pemerintah harus memberikan dana yang memungkinkan

daerah memenuhi kebutuhannya. Namun, hal ini tidak berarti bahwa daerah

harus diberikan sejumlah uang yang sama untuk memenuhi kebutuhannya

tersebut (Bird & Smart, 2002).

9Tinjauan Pustaka

2.2.1 Intergovernmental Transfer di Indonesia

Pelaksanaan desentralisasi di Indonesia ditandai dengan ditetapkannya

paket undang-undang yaitu UU Nomor 22 Tahun 1999 yang kemudian diubah

dengan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor

25 Tahun 1999 yang kemudian diubah dengan UU Nomor 33 Tahun 2004

tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan

Daerah. Penerapan paket peraturan tersebut menyebabkan terjadinya penyerahan

kewenangan pemerintahan diluar kewenangan pokok yaitu Agama, Fiskal

Nasional, Moneter, Pertahanan Keamanan, Hukum, dan Politik Luar Negeri. Oleh

karena itu, untuk membantu daerah dalam menjalankan roda pemerintahannya,

pemerintah pusat memberikan beberapa jenis pendanaan kepada daerah sesuai

dengan prinsip money follows functions.

Pada dasarnya jika dilihat dari jenis transfer dana yang diberikan oleh

pemerintah pusat kepada pemerintahan daerah di Indonesia, terdapat dua

jenis besar transfer tersebut. Yang pertama adalah dana-dana yang bersifat

block grant. Berdasarkan ketentuan dalam UU Nomor 33 Tahun 2004, dana

yang bersifat block grant tersebut adalah Dana Alokasi Umum dan Dana Bagi

Hasil. Selain dana yang bersifat block grants, daerah juga akan mendapatkan

dana yang bersifat conditional grants seperti Dana Alokasi Khusus dan Dana

Penyesuaian. Pemberian dana conditional grants ini dimaksudkan untuk

memastikan kegiatan yang bersifat prioritas nasional dan menjadi kewenangan

daerah dapat terlaksana dengan baik.

2.2.2 Dana Alokasi Khusus dan Kerangka Regulasinya

Pelaksanaan, pengelolaan, dan pemanfaatan dari DAK mengalami perubahan

yang dinamis dari waktu ke waktu, hingga periode tahun 2012-2013 (yang

menjadi periode analisis dalam kegiatan penyusunan evaluasi ini). Hal tersebut

terjadi terutama karena adanya perubahan dalam kerangka regulasi dan

kebijakan terkait dengan DAK itu sendiri, baik secara langsung maupun

tidak langsung. Oleh karena itu, rangkaian proses, siklus dan mekanisme

10 Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah

dari setiap aspek dalam pelaksanaan, pengelolaan, dan pemanfaatan dari

DAK juga mengalami perubahan, yang mencakup aspek kebijakan (policy

formulation), perencanaan (planning), penganggaran (budgeting), pelaksanaan

(implementation), pemantauan (monitoring), dan evaluasi (evaluation).

Secara umum, kerangka regulasi dan kebijakan DAK di Indonesia pada

Tahun 2013 adalah:

a. Regulasi Dasar:

• UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;

• UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara

Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah;

• PP No. 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan;

• Permendagri No. 20 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengelolaan

Keuangan Dana Alokasi Khusus Di Daerah;

b. Regulasi Sistem Perencanaan adalah:

• UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan

Nasional;

• PP No. 38 Tahun 2007 Pembagian Urusan Pemerintahan antara

Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah

Kabupaten/Kota;

• Permeneg PPN/Kepala Bappenas No. PER.008/M.PPN/11/07 Tahun

2007 tentang Pedoman Penyusunan RKP;

• PP No. 21 Tahun 2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan

Anggaran Kementerian Negara/Lembaga;

• PP No. 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan

Standar Pelayanan Minimal;

c. Regulasi Sistem Pengendalian dan Pemantauan adalah:

• PP No. 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan;

• PP No. 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban

Keuangan Daerah;

• PP No. 109 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan Daerah;

11Tinjauan Pustaka

• PP No. 110 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan DPRD;

• PP No. 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi

Pelaksanaan Rencana Pembangunan;

• PP No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah;

• PP No. 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi

Pelaksanaan Rencana Pembangunan;

• PP No. 06 Tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan

Pemerintah Daerah;

• Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan

Keuangan Daerah;

• Permendagri No. 59 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Permendagri

No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah;

• Kepmendagri No. 29 Tahun 2002 tentang Pedoman Pengurusan,

Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah serta Tata Cara

Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Pelaksanaan

Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah.

d. Regulasi Sistem Pelaporan adalah:

• PP No. 11 Tahun 2001 tentang Informasi Keuangan Daerah;

• PP No. 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan;

• PP No. 56 Tahun 2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah;

• PP No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah;

• PP No. 108 Tahun 2000 tentang Tatacara Pertanggungjawaban Kepala

Daerah;

• PP No. 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Kekayaan

Negara/ Daerah;

• PP No. 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi

Pemerintah;

• PP No. 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan

Daerah Kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban

12 Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah

Daerah Kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Informasi

Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Masyarakat;

• PP No. 6 Tahun 2008 tentang Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan

Daerah;

• PP No. 106 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban

Keuangan dalam Pelaksanaan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan;

• Permendagri No. 17 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Barang Milik

Daerah;

• Peraturan Menteri Keuangan No. 126 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan

dan Pertanggungjawaban Anggaran Transfer ke Daerah;

• Peraturan Menteri Keuangan No. 06 Tahun 2012 Tentang Pelaksanaan

dan Pertanggungjawaban Anggaran Transfer ke Daerah;

• Peraturan Menteri Keuangan No. 183 Tahun 2013 Tentang Pelaksanaan

dan Pertanggungjawaban Anggaran Transfer ke Daerah;

• Permendagri No. 20 Tahun 2009 Tentang Pedoman Pengelolaan

Keuangan DAK di Daerah;

• Kepmenkeu No. 141/KMK.07/2001 tentang Sistem Informasi Keuangan

Daerah.

e. Regulasi Sistem Pengawasan dan Pemeriksaan adalah:

• UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;

• UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;

• UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung

Jawab Keuangan Negara;

• UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan

Tanggungjawab Keuangan Negara;

• PP No. 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan

Penyelenggaraan Pemerintah Daerah;

• PMK No. 21/PMK07/2009 tentang Pelaksanaan Penyaluran dan

Pertanggungjawaban Anggaran Transfer ke Daerah;

13Tinjauan Pustaka

• Surat Edaran Bersama (SEB) Menteri Negara PPN/Kepala Bappenas

No. 0239/M.PPN/11/2008, Menteri Keuangan No. SE 1722/MK

07/2008, dan Menteri Dalam Negeri No. 900/3556/SJ tentang

“Petunjuk Pelaksanaan Pemantauan Teknis Pelaksanaan dan Evaluasi

Pemanfaatan DAK.

Sementara itu, terkait dengan pelaksanaan DAK Tahun 2011 sampai dengan

DAK Tahun 2013, terdapat aturan pendukung terkait dengan pelaksanaan DAK

untuk setiap tahun, yakni:

• Peraturan Menteri Keuangan No. 216/PMK.07/2010 Tentang Pedoman

Umum dan Alokasi Dana Alokasi Khusus TA 2011;

• PMK No. 209/PMK.07/2011 tentang Pedoman Umum dan Alokasi Dana

Alokasi Khusus Tahun Anggaran 2012;

• PMK No. 201/PMK.07/2012 Pedoman Umum dan Alokasi Dana Alokasi

Khusus Tahun Anggaran 2013.

Untuk penggunaan per bidangnya, Kementerian/Lembaga Teknis terkait juga

menerbitkan Petunjuk Teknis Penggunaan DAK untuk masing-masing bidang

dalam setiap tahun setelah keluarnya KMK atau PMK.

2.3. Tinjauan Konsep Result Based Management untuk Peningkatan Kinerja

Results-based management is a management strategy by which all actors on

the ground, contributing directly or indirectly to achieving a set of development

results, ensure that their processes, products and services contribute to the

achievement of desired results (outputs, outcomes and goals). RBM rests on

clearly defined accountability for results and requires monitoring and self-

assessment of progress towards results, including reporting on performance

(UNDP, 2010, p. 7).

Sesuai dengan definisi yang tercantum dalam The Handbook of Result Based

Management, dapat dijabarkan bahwa konsep RBM adalah merupakan sebuah

14 Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah

strategi manajemen di mana setiap pihak dalam manajemen secara langsung

maupun tidak langsung berkontribusi dalam pencapaian target, sekaligus

meyakinkan bahwa proses, produk dan aktivitas kegiatan dapat berkontribusi

dalam pencapaian atas hasil yang diinginkan. Oleh karena itu, konsep RBM

sangat menekankan pentingnya akuntabilitas, membutuhkan monitoring dan

penilaian yang berkelanjutan terhadap kemajuan atas pencapaian tujuan,

termasuk di dalamnya pelaporan atas kinerja.

Pengenalan manajemen berbasis kinerja muncul pertama kali karena dipicu

oleh dua (2) hal pokok yaitu keinginan untuk perbaikan terhadap manajemen dan

keinginan untuk memperbaiki kinerja pelaporan atau yang sering disebut dengan

akuntabilitas (OECD, 2001). Yang menjadi perhatian utama dari perbaikan

terhadap manajemen adalah menggunakan informasi kinerja untuk perbaikan

dalam proses pengambilan keputusan. Sebagai contoh penerapannya adalah

penggunaan konsep ini ke dalam mekanisme penganggaran atau yang sering

disebut dengan performance based budgeting. Di dalam konsep performance

based budgeting, pengalokasian anggaran tidak didasarkan pada aktifitas,

melainkan didasarkan pada hasil dari sebuah program (OECD, 2001).

Selanjutnya, di dalam tujuan yang kedua yaitu untuk akuntabilitas pelaporan,

penerapan konsep result based management ini lebih menekankan pada

transparansi pelaporan dari pencapaian target yang dituju. Jika transparansi

pelaporan digunakan sebagai bentuk tanggung jawab terhadap para stakeholders

maka RBM sering disebut dengan accountability-for-results, namun jika

transparansi dalam pelaporan digunakan sebagai alat managemen maka RBM

sering disebut dengan managing-for-results (OECD,2001).

Konsep RBM juga sering dilihat sebagai konsep dengan pendekatan siklus

hidup (life cycle approach) yang dimulai dari perencanaan sampai dengan proses

monitoring dan evaluasi sebagaimana terlihat pada Grafik 2.1 di bawah ini.

15Tinjauan Pustaka

Grafik 2.1 RBM Siklus Hidup

23

Gambar 2.1 RBM Siklus Hidup

Sumber: UNDP, Handbook of Planning, M&E for Development Result (2009)

Konsep pengukuran kinerja ini pertama kali dilakukan oleh Amerika Serikat di tahun

1960an melalui Nixon administration’s management. Pengukuran kinerja dilakukan pada

saat perencanaan, penyusunan program dan penganggaran. Romzek (1998)

menjelaskan bahwa pendekatan pengukuran yang dilakukan pada waktu itu adalah

melalui hierarchical accountability for inputs untuk hal-hal yang bersifat tugas rutin

seperti penganggaran dan melalui legal accountability for processes untuk monitoring

pelaksanaannya. Selanjutnya, pada akhir tahun 1970an yang diikuti dengan perubahan

sistem adminsitrasi publik di Amerika Serikat melalui Reagen Administration’s

Management, kewenangan pelayanan publik banyak yang didesentralisasikan kepada

negara bagian/ state. Salah satu program yang terkenal pada waktu itu adalah Job

Training Partnership Act (JTPA) Program. Menurut Barnow (2000,p. 119) program

Sumber: UNDP, Handbook of Planning, M&E for Development Result (2009)

Konsep pengukuran kinerja ini pertama kali dilakukan oleh Amerika Serikat di

tahun 1960an melalui Nixon administration’s management. Pengukuran kinerja

dilakukan pada saat perencanaan, penyusunan program dan penganggaran.

Romzek (1998) menjelaskan bahwa pendekatan pengukuran yang dilakukan

pada waktu itu adalah melalui hierarchical accountability for inputs untuk hal-hal

yang bersifat tugas rutin seperti penganggaran dan melalui legal accountability

for processes untuk monitoring pelaksanaannya. Selanjutnya, pada akhir tahun

1970an yang diikuti dengan perubahan sistem adminsitrasi publik di Amerika

Serikat melalui Reagen Administration’s Management, kewenangan pelayanan

publik banyak yang didesentralisasikan kepada negara bagian/ state. Salah satu

program yang terkenal pada waktu itu adalah Job Training Partnership Act (JTPA)

Program. Menurut Barnow (2000,p. 119) program JTPA ini merupakan pionir

dari penerapan performance measurement di era desentralisasi. Selanjutnya

16 Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah

Bamow (2000) dalam Heckman & Heinrich (2002) juga menyebutkan beberapa

perbedaan antara pengukuran kinerja pada JTPA dari metode sebelumnya, yaitu

(1) pengukuran kinerja terpusat pada kinerja outcome bukan pada kinerja input

maupun output, (2) pengukuran kinerja terhubung antarlevel pemerintahan, (3)

menyediakan insentif finansial bagi manajer program berdasarkan hasil evaluasi.

Namun demikian, di dalam implementasinya, sering penerapan RBM ini

tidak berjalan dengan semestinya. Beberapa studi di Amerika Serikat terdahulu

seperti yang dilakukan oleh General Accounting Office (1999), menyatakan

bahwa penerapan JPTA memiliki hambatan terutama adanya misi yang terbagi-

bagi (mission fragmentation). Selanjutnya, tantangan yang dihadapi adalah

identifikasi ukuran-ukuran kinerja yang ingin dicapai apakah tepat atau tidak.

Untuk itu Heckman dan Smith (dalam Heckman &, 2002) menyebutkan bahwa

untuk menentukan ukuran kinerja, sebaiknya dipilih berdasarkan hubungan

yang kuat dengan tujuan program/kegiatan.

Critical Success Factor dari RBM

Berbagai riset terdahulu tentang penerapan RBM dalam manajemen

menghasilkan beberapa kriteria agar konsep RBM ini dapat diimplementasikan

dengan baik. Baker (1992) memberikan beberapa kondisi agar RBM dapat

terimplementasi dengan baik. Yang pertama adalah ukuran kinerja harus sejalan

dengan tujuan yang telah ditetapkan. Riset lain yang dilakukan oleh Kravchuk

and Schack (1996) juga mendapatkan kesimpulan yang sama bahwa program

JTPA tidak akan mendapatkan hasil yang baik salah satunya jika ukuran kinerja

menyimpang dari tujuan yang telah ditetapkan.

Selanjutnya, syarat sukses yang kedua adalah sedapat mungkin

memperhitungkan kinerja aktual dengan tepat. Terkait dengan hal tersebut,

Murphy and Cleveland (1995) membuat studi bagaimana agar ukuran kinerja

dapat diukur dengan tepat. Melalui survei yang dilakukan pada sektor privat,

hal-hal yang mempengaruhi pengukuran kinerja antara lain adalah kompleksitas

organisasi dan koordinasi, serta kondisi ekonomi dan politik yang berjalan.

17Gambaran Umum DAK

BAB 3 GAMBARAN UMUM DAK

DAK adalah dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada

daerah tertentu untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang menjadi

kewenangan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. DAK merupakan

bantuan stimulan untuk membantu daerah dalam menyediakan sarana dan

prasarana dalam rangka mendorong percepatan pertumbuhan perekonomian

daerah.

DAK dialokasikan terutama untuk membantu membiayai kebutuhan sarana

dan prasarana pelayanan dasar masyarakat atau untuk mendorong percepatan

pembangunan daerah. Daerah penerima DAK diwajibkan menyediakan dana

pendamping yang dianggarkan dalam APBD sekurang-kurangnya 10% dari alokasi

DAK. Pengecualian Pengecualian diberikan kepada daerah dengan kemampuan

fiskal tertentu. Daerah penerima DAK diwajibkan pula mencantumkan alokasi

dan penggunaan DAK dalam APBD.

Dana Alokasi Khusus dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan

membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai

dengan prioritas nasional dalam rangka mendorong percepatan pembangunan

daerah dan pencapaian sasaran nasional. Alokasi DAK ke daerah ditentukan

berdasarkan kriteria-kriteria sebagai berikut: a) Kriteria Umum, yang ditetapkan

dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah, diprioritaskan

untuk daerah-daerah yang memiliki kemampuan fiskal rendah atau di bawah

rata-rata nasional; b) Kriteria Khusus, yang dirumuskan berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang mengatur kekhususan daerah; c) Kriteria Teknis,

disusun berdasarkan indikator-indikator teknis yang didukung data-data teknis

masing-masing bidang dan ditentukan oleh kementerian teknis.

18 Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah

Untuk tahun 2013, Dana Alokasi Khusus juga digunakan sebagai alat

affirmative policy bagi daerah tertinggal. Alokasi DAK 2013 sebesar Rp31,69

triliun dibagi menjadi dua bagian yaitu, DAK Reguler dan DAK Tambahan. DAK

regular dialokasikan sebesar Rp29,69 triliun yang terdiri dari Rp27,8 triliun

untuk sembilan belas bidang DAK, yaitu: (1) Pendidikan; (2) Kesehatan; (3)

Infrastruktur Jalan; (4) Infrastruktur Irigasi; (5) Infrastruktur Air Minum; (6)

Infrastruktur Sanitasi; (7) Prasarana Pemerintahan Daerah; (8) Kelautan dan

Perikanan; (9) Pertanian; (10) Lingkungan Hidup; (11) Keluarga Berencana; (12)

Kehutanan; (13) Sarana dan Prasarana Perdagangan; (14) Energi Perdesaan;

(15) Transportasi Perdesaan; (16) Sarana dan Prasarana Daerah Tertinggal;

(17) Sarana dan Prasarana Kawasan Perbatasan; (18) Perumahan dan

Permukiman; serta (19) Keselamatan Transportasi Darat, dan sebesar Rp1,88

triliun dialokasikan untuk 12 bidang DAK dalam rangka affirmative policy kepada

183 daerah yang termasuk kategori daerah tertinggal, yaitu: (1) Pendidikan

(SD); (2) Kesehatan (Pelayanan Kesehatan Dasar); (3) Infrastruktur Jalan; (4)

Infrastruktur Irigasi; (5) Infrastruktur Air Minum; (6) Infrastruktur Sanitasi; (7)

Kelautan dan Perikanan; (8) Pertanian; (9) Sarana dan Prasarana Perdagangan

(Pasar); (10) Energi Perdesaan; (11) Sarana dan Prasarana Daerah Tertinggal;

(12) Sarana dan Prasarana Kawasan Perbatasan.

Tabel 3.1 Perkembangan Sektor DAK, 2008 – 2013

No. 2008 2009 2010 2011 2012 2013

1. Pendidikan Pendidikan Pendidikan Pendidikan Pendidikan Pendidikan

2. Kesehatan Kesehatan Kesehatan Kesehatan Kesehatan Kesehatan

3. Prasarana Jalan

Prasarana Jalan

Prasarana Jalan

Prasarana Jalan

Prasarana Jalan

Prasarana Jalan

4. Prasarana Irigasi

Prasarana Irigasi

Prasarana Irigasi

Prasarana Irigasi

Prasarana Irigasi

Prasarana Irigasi

5. Prasarana Pemerintahan

Prasarana Pemerintahan

Prasarana Pemerintahan

Prasarana Pemerintahan

Prasarana Pemerintahan

Prasarana Pemerintahan

19Gambaran Umum DAK

No. 2008 2009 2010 2011 2012 2013

6. Kelautan dan Perikanan

Kelautan dan Perikanan

Kelautan dan Perikanan

Kelautan dan Perikanan

Kelautan dan Perikanan

Kelautan dan Perikanan

7. Prasarana Air Minum & Penyehatan Lingkungan

Prasarana Air Minum & Penyehatan Lingkungan

Prasarana Air Minum & Penyehatan Lingkungan

Prasarana Air Minum & Penyehatan Lingkungan

Prasarana Air Minum & Penyehatan Lingkungan

Prasarana Air Minum & Penyehatan Lingkungan

8. Pertanian Pertanian Pertanian Pertanian Pertanian Pertanian

9. Lingkungan Hidup

Lingkungan Hidup

Lingkungan Hidup

Lingkungan Hidup

Lingkungan Hidup

Lingkungan Hidup

10 Kependudukan Kependudukan Kependudukan Kependudukan Kependudukan Kependudukan

11 Kehutanan Kehutanan Kehutanan Kehutanan Kehutanan Kehutanan

12 Sarana Pedesaan

Sarana Pedesaan

Sarana Pedesaan

Sarana Pedesaan

Sarana Pedesaan

13 Perdagangan Perdagangan Perdagangan Perdagangan Perdagangan

14 Listrik Listrik Listrik

15 Sarana dan Prasarana Daerah Tertinggal

Sarana dan Prasarana Daerah Tertinggal

Sarana dan Prasarana Daerah Tertinggal

16 Transportasi Pedesaan

Transportasi Pedesaan

Transportasi Pedesaan

17 Sarana dan Prasarana Kawasan Perbatasan

Sarana dan Prasarana Kawasan Perbatasan

Sarana dan Prasarana Kawasan Perbatasan

18 Perumahan dan Pemukiman

Perumahan dan Pemukiman

Perumahan dan Pemukiman

19 Keselamatan dan Transportasi Darat

Keselamatan dan Transportasi Darat

Keselamatan dan Transportasi Darat

20 Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah

No. 2008 2009 2010 2011 2012 2013

20 Sarana dan Prasarana Perdesaan

Sarana dan Prasarana Perdesaan

Sumber: PMK tentang penetapan alokasi DAK, berbagai tahun

Selain itu, sebagaimana disebutkan di awal, bahwa di tahun 2013

dialokasikan juga DAK Tambahan sebesar Rp2,0 triliun yang dialokasikan

untuk 2 (dua) bidang DAK kepada 183 daerah yang termasuk kategori daerah

tertinggal, yaitu (1) Infrastruktur Pendidikan; (2) Infrastruktur Jalan.

Tabel 3.2 Daftar Alokasi DAK Per Bidang

28

Prasarana KawasanPerbatasan

Prasarana KawasanPerbatasan

Prasarana KawasanPerbatasan

18 Perumahan danPemukiman

Perumahan danPemukiman

Perumahan danPemukiman

19 Keselamatan danTransportasi Darat

Keselamatan danTransportasi Darat

Keselamatan danTransportasi Darat

20 Sarana danPrasaranaPerdesaan

Sarana danPrasarana Perdesaan

Sumber: PMK tentang penetapan alokasi DAK, berbagai tahun

Selain itu, sebagaimana disebutkan di awal, bahwa di tahun 2013 dialokasikan juga

DAK Tambahan sebesar Rp2,0 triliun yang dialokasikan untuk 2 (dua) bidang DAK

kepada 183 daerah yang termasuk kategori daerah tertinggal, yaitu (1) Infrastruktur

Pendidikan; (2) Infrastruktur Jalan.

Tabel 3.2 Daftar Alokasi DAK Per Bidang

2010 2011 2012 2013 2014

Dana Alokasi Khusus 21,133,382,500,000 25,232,800,000,000 26,115,948,000,000 31,697,143,000,000 33,000,000,000,000

1) Pendidikan 9,334,882,000,000 10,041,300,000,000 10,041,300,000,000 11,090,774,000,000 10,041,300,000,000

2) Kesehatan 2,829,760,000,000 3,000,800,000,000 3,005,931,000,000 3,101,545,000,000 3,129,900,000,000

3) Infrastruktur Jalan 2,810,207,000,000 3,900,000,000,000 4,012,761,000,000 5,373,518,000,000 6,105,760,000,000

4) Infrastruktur Irigasi 968,402,000,000 1,311,800,000,000 1,348,508,000,000 1,614,062,000,000 2,288,960,000,000

5) Infrastruktur Air

minum 357,231,500,000 419,600,000,000 502,494,000,000 609,911,000,000 885,320,000,000

6) Infrastruktur Sanitasi 357,231,500,000 419,600,000,000 463,651,000,000 569,456,000,000 829,260,000,000

7) Sarpras Pemerintahan

Daerah 386,253,000,000 400,000,000,000 444,504,000,000 481,279,000,000 499,740,000,000

8) Kelautan Perikanan 1,207,840,000,000 1,500,000,000,000 1,547,119,000,000 1,812,301,000,000 1,851,910,000,000

9) Pertanian 1,543,633,000,000 1,806,100,000,000 1,879,588,000,000 2,542,312,000,000 2,579,560,000,000

10) Lingkungan Hidup 351,610,000,000 400,000,000,000 479,730,000,000 530,548,000,000 548,100,000,000

11) Keluarga Berencana 329,010,000,000 368,100,000,000 392,257,000,000 442,869,000,000 462,910,000,000

12) Kehutanan 250,000,000,000 400,000,000,000 489,763,000,000 539,419,000,000 558,460,000,000

13) Sarpras Daerah

Tertinggal - 356,940,000,000 716,995,000,000 754,740,000,000

14) Perdagangan 107,322,500,000 300,000,000,000 345,132,000,000 694,700,000,000 730,990,000,000

15) Keselamatan

Transportasi Darat 100,000,000,000 131,617,000,000 221,006,000,000 235,940,000,000

16) Listrik/ Energi

Perdesaan 150,000,000,000 190,640,000,000 432,491,000,000 467,940,000,000

17) Perumahan dan

Kawasan Permukiman 150,000,000,000 191,243,000,000 205,041,000,000 234,800,000,000

18) Sarpras Kawasan

Perbatasan 100,000,000,000 121,385,000,000 458,142,000,000 493,070,000,000

19) Transportasi

Perdesaan 150,000,000,000 171,385,000,000 260,774,000,000 301,340,000,000

20) Sarana Prasarana

Perdesaan 300,000,000,000 315,500,000,000 - - -

Uraian

sumber: DJPK (2014) data diolah sumber: DJPK (2014) data diolah

21Gambaran Umum DAK

Dari tahun ke tahun pemerintah pusat berupaya mengalokasikan DAK

berdasarkan bidang yang menjadi prioritas nasional yang ditetapkan setiap

tahun dalam RKP. Perubahan prioritas nasional yang tercantum dalam RKP akan

tercermin dalam perubahan alokasi pemanfaatan DAK. Jika dilihat pada tabel

3.2 maka terlihat sejak tahun 2010 sampai dengan 2014 sektor pendidikan

selalu mendapatkan alokasi yang paling besar jika dibandingkan dengan bidang

yang lainnya. Kemudian alokasi terbesar berikutnya secara berturut-turut

untuk sektor infrastruktur dan sektor kesehatan. Hal ini sesuai dengan prioritas

nasional pemerintah yang tercantum dalam RKP yaitu diprioritaskan untuk

sektor pendidikan, infrastruktur dan kesehatan. Mengingat salah satu tujuan

DAK adalah untuk mengurangi kesenjangan pelayanan publik antardaerah,

semakin tidak layaknya kondisi infrastruktur pelayanan suatu daerah, maka

semakin besar pula DAK yang seharusnya diterima oleh daerah tersebut. Bagi

daerah yang telah memiliki kondisi infrastruktur pelayanan yang relatif baik,

daerah tersebut akan mendapatkan DAK dalam jumlah yang kecil.

3.1 Arah dan Kebijakan Dana Alokasi KhususSecara umum arah dan kebijakan DAK tahun 2013 ditujukan untuk : (1)

membantu daerah-daerah yang memiliki kemampuan keuangan relatif rendah

dalam membiayai pelayanan publik dalam rangka mendorong pencapaian

standar pelayanan minimal (SPM), melalui penyediaan sarana dan prasarana

fisik pelayanan dasar masyarakat, serta meningkatkan efektivitas belanja

daerah; (2) memantapkan perencanaan DAK dengan mendorong pendekatan

berbasis output/outcome, sesuai dengan RPJM; (3) meningkatkan koordinasi

penyusunan petunjuk teknis; (4) meningkatkan akurasi data-data teknis dan

menghindari duplikasi kegiatan antarbidang DAK; (5) memperhatikan daerah

tertinggal di masing-masing bidang DAK; (6) meningkatkan kinerja dan kualitas

pengelolaan DAK; (7) mendorong kementerian/lembaga untuk mengalihkan

dana dekonsentrasi/tugas pembantuan yang merupakan bagian dari anggaran

kementerian/lembaga yang masih digunakan untuk melaksanakan urusan daerah

secara bertahap ke DAK; (8) meningkatkan koordinasi pengelolaan DAK sehingga

22 Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah

dapat membantu sinkronisasi kegiatan DAK dengan kegiatan yang didanai dari

sumber pendanaan lainnya (APBN dan APBD); dan (9) menerapkan kebijakan

disinsentive kepada daerah yang tidak melaporkan pelaksanaan kegiatan DAK

melalui penggunaan kinerja pelaporan sebagai salah satu pertimbangan dalam

penyusunan kriteria teknis perhitungan alokasi DAK. Berikut ini disampaikan

secara detail arah kebijakan DAK untuk bidang pelayanan dasar, yaitu pendidikan,

kesehatan, dan infrastruktur.

3.1.1.Arah Kebijakan DAK Bidang Pendidikan

Untuk tahun 2013, DAK bidang pendidikan diarahkan untuk mendukung

penuntasan program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun yang

bermutu dan merata dalam rangka memenuhi SPM dan secara bertahap

memenuhi Standar Nasional Pendidikan. Selain itu, kegiatan DAK Pendidikan

2013 juga diarahkan untuk mendukung pelaksanaan pendidikan menengah

universal melalui penyediaan sarana prasarana pendidikan yang berkualitas

dan mencukupi. Kegiatan DAK Pendidikan tahun 2013 akan diprioritaskan

untuk melaksanakan rehabilitasi ruang kelas dan/atau ruang belajar rusak

sedang jenjang SD/SDLB dan SMP/SMPLB, rehabilitasi ruang belajar rusak

berat ringan jenjang SMA/SMK/SMLB, pembangunan Ruang Kelas Baru (RKB)

dan Ruang Belajar Lain (RBL) beserta perabotnya bagi jenjang SMP/SMPLB,

pembangunan ruang perpustakaan beserta perabotnya, penyediaan buku referensi

perpustakaan, pembangunan laboratorium bagi jenjang SMA/SMK/SMLB, dan

penyediaan peralatan pendidikan. Sekolah penerima DAK Bidang Pendidikan

tahun 2013 meliputi jenjang SD/SDLB, SMP/SMPLB, dan SMA/SMK/SMLB,

baik negeri maupun swasta.

Adapun lingkup kegiatan DAK bidang pendidikan untuk tahun 2013 adalah

sebagai berikut: (1) rehabilitasi ruang kelas rusak sedang jenjang SD/SDLB; (2)

rehabilitasi ruang belajar rusak sedang jenjang SMP/SMPLB; (3) pembangunan

ruang belajar jenjang SMP/SMPLB; (4) rehabilitasi ruang belajar rusak berat

jenjang SMA/SMK/SMLB; (5) pembangunan ruang kelas baru jenjang SMP/

SMPLB; (6) pembangunan perpustakaan jenjang SD/SDLB, SMP/SMPLB, dan

23Gambaran Umum DAK

SMA/SMK/SMLB; (7) pembangunan ruang Laboratorium jenjang SMA/SMK/

SMLB; (8) pengadaan peralatan pendidikan jenjang SD/SDLB, SMP/SMPLB,

dan SMA/SMK/SMLB; (9) pengadaan buku teks pelajaran/ referensi jenjang

SMP/SMPLB dan SMA/SMK/SMLB.

Grafik 3.1 Alokasi DAK Pendidikan

31

SMA/SMK/SMLB; (5) pembangunan ruang kelas baru jenjang SMP/SMPLB; (6)

pembangunan perpustakaan jenjang SD/SDLB, SMP/SMPLB, dan SMA/SMK/SMLB;

(7) pembangunan ruang Laboratorium jenjang SMA/SMK/SMLB; (8) pengadaan

peralatan pendidikan jenjang SD/SDLB, SMP/SMPLB, dan SMA/SMK/SMLB; (9)

pengadaan buku teks pelajaran/ referensi jenjang SMP/SMPLB dan SMA/SMK/SMLB.

Grafik 3.1 Alokasi DAK Pendidikan

Sumber: DJPK (2014) data diolah

3.1.2. Arah Kebijakan DAK Bidang Kesehatan

Untuk DAK Bidang Kesehatan, di tahun 2013 alokasi DAK digunakan untuk

meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan dalam rangka percepatan

pencapaian target MDGs yang difokuskan pada penurunan angka kematian ibu, bayi

dan anak, penanggulangan masalah gizi, serta pencegahan penyakit dan penyehatan

lingkungan terutama untuk pelayanan kesehatan penduduk miskin dan penduduk di

daerah tertinggal, terpencil, perbatasan dan kepulauan (DTPK) dan daerah bermasalah

kesehatan (DBK), dengan dukungan penyediaan jaminan persalinan dan jaminan

kesehatan di pelayanan kesehatan dasar dan rujukan, peningkatan sarana prasarana

pelayanan kesehatan dasar dan rujukan termasuk kelas III Rumah Sakit, penyediaan

dan pengelolaan obat, perbekalan kesehatan dan vaksin yang berkhasiat, aman,

Sumber: DJPK (2014) data diolah

3.1.2. Arah Kebijakan DAK Bidang Kesehatan

Untuk DAK Bidang Kesehatan, di tahun 2013 alokasi DAK digunakan untuk

meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan dalam rangka percepatan

pencapaian target MDGs yang difokuskan pada penurunan angka kematian

ibu, bayi dan anak, penanggulangan masalah gizi, serta pencegahan penyakit

dan penyehatan lingkungan terutama untuk pelayanan kesehatan penduduk

miskin dan penduduk di daerah tertinggal, terpencil, perbatasan dan kepulauan

(DTPK) dan daerah bermasalah kesehatan (DBK), dengan dukungan penyediaan

jaminan persalinan dan jaminan kesehatan di pelayanan kesehatan dasar dan

rujukan, peningkatan sarana prasarana pelayanan kesehatan dasar dan rujukan

termasuk kelas III Rumah Sakit, penyediaan dan pengelolaan obat, perbekalan

kesehatan dan vaksin yang berkhasiat, aman, bermutu dan bermanfaat dalam

24 Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah

rangka mempersiapkan pelaksanaan Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial

(BPJS) kesehatan 2014.

Ruang lingkup kegiatan meliputi: (1) pelayanan kesehatan dasar yakni

pemenuhan sarana, prasarana, dan peralatan bagi puskesmas dan jaringannya,

antara lain meliputi: (a) pembangunan puskesmas pembantu/puskesmas di

daerah tertinggal perbatasan dan kepulauan/puskesmas perawatan mampu

PONED/instalasi pengolahan limbah puskesmas/pembangunan poskesdes/

posbindu, (b) peningkatan puskesmas menjadi puskesmas perawatan di DTPK,

(c) rehabilitasi puskesmas/rumah dinas dokter/dokter gigi/paramedis (Kopel), (d)

penyediaan sarana dan prasarana penyehatan lingkungan/pengadaan UKBM

Kit; (2) pelayanan kesehatan rujukan yakni pemenuhan/pengadaan sarana,

prasarana dan peralatan bagi RSUD antara lain meliputi (a) pengadaan sarana

dan prasarana RS Siap PONEK, (b) penyediaan fasilitas tempat tidur kelas III

RS, (c) pembangunan IPL RS, (d) pemenuhan peralatan UTD RS/BDRS, (e)

pengadaan sarana dan prasarana ICU dan IGD; (3) pelayanan kefarmasian,

antara lain meliputi: (a) penyediaan obat dan perbekalan kesehatan, (b)

pembangunan baru, rehabilitasi, penyediaan sarana pendukung instalasi farmasi

kabupaten/kota, (c) pembangunan baru instalasi farmasi gugus kepulauan/

satelite dan sarana pendukungnya.

Grafik 3.2 Alokasi DAK Kesehatan

32

bermutu dan bermanfaat dalam rangka mempersiapkan pelaksanaan Badan

Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS) kesehatan 2014.

Ruang lingkup kegiatan meliputi: (1) pelayanan kesehatan dasar yakni pemenuhan

sarana, prasarana, dan peralatan bagi puskesmas dan jaringannya, antara lain meliputi:

(a) pembangunan puskesmas pembantu/puskesmas di daerah tertinggal perbatasan

dan kepulauan/puskesmas perawatan mampu PONED/instalasi pengolahan limbah

puskesmas/pembangunan poskesdes/posbindu, (b) peningkatan puskesmas menjadi

puskesmas perawatan di DTPK, (c) rehabilitasi puskesmas/rumah dinas dokter/dokter

gigi/paramedis (Kopel), (d) penyediaan sarana dan prasarana penyehatan

lingkungan/pengadaan UKBM Kit; (2) pelayanan kesehatan rujukan yakni

pemenuhan/pengadaan sarana, prasarana dan peralatan bagi RSUD antara lain

meliputi (a) pengadaan sarana dan prasarana RS Siap PONEK, (b) penyediaan fasilitas

tempat tidur kelas III RS, (c) pembangunan IPL RS, (d) pemenuhan peralatan UTD

RS/BDRS, (e) pengadaan sarana dan prasarana ICU dan IGD; (3) pelayanan

kefarmasian, antara lain meliputi: (a) penyediaan obat dan perbekalan kesehatan, (b)

pembangunan baru, rehabilitasi, penyediaan sarana pendukung instalasi farmasi

kabupaten/kota, (c) pembangunan baru instalasi farmasi gugus kepulauan/satelite dan

sarana pendukungnya.

Grafik 3.2 Alokasi DAK Kesehatan

Sumber: DJPK (2014) data diolahSumber: DJPK (2014) data diolah

25Gambaran Umum DAK

3.1.3. Arah Kebijakan DAK Bidang Infrastruktur

Untuk tahun 2013 ini DAK bidang infrastruktur dibagi ke dalam 4 bidang

khusus. Pertama adalah bidang infrastruktur jalan, dengan arah kebijakannya

ditujukan untuk mempertahankan dan meningkatkan kinerja pelayanan prasarana

jalan provinsi, kabupaten dan kota serta menunjang aksesibilitas keterhubungan

wilayah (domestic connectivity) dalam mendukung pengembangan koridor

ekonomi wilayah/kawasan. Adapun lingkup kegiatannya adalah untuk: (1)

pemeliharaan berkala jalan dan jembatan yang kewenangan pengaturannya

oleh pemerintah provinsi/kabupaten/kota; (2) peningkatan dan pembangunan

jalan yang kewenangan pengaturannya oleh pemerintah provinsi/kabupaten/kota;

(3) penggantian dan pembangunan jembatan yang kewenangan pengaturannya

oleh pemerintah provinsi/kabupaten/kota.

DAK bidang infrastruktur berikutnya adalah irigasi dengan arah kebijakan

untuk mempertahankan dan meningkatkan kinerja layanan jaringan irigasi/rawa

kewenangan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota dalam rangka mendukung

pemenuhan sasaran prioritas nasional di bidang ketahanan pangan khususnya

peningkatan produksi beras nasional menuju surplus beras 10 juta ton pada

tahun 2014. Dengan lingkup kegiatan yang akan diprioritaskan untuk kegiatan

rehabilitasi jaringan irigasi yang kewenangan pemerintah provinsi/kabupaten/kota

dengan tidak menutup kemungkinan dimanfaatkan untuk kegiatan peningkatan

jaringan irigasi. Untuk mengoptimalkan pemanfaatan DAK Irigasi, kegiatan

survey, investigasi, dan disain, serta operasi/pemeliharaan jaringan irigasi

menjadi tanggung jawab pemerintah daerah sebagai kegiatan komplementer.

Selanjutnya adalah DAK bidang infrastruktur air minum yang diarahkan untuk

meningkatkan cakupan pelayanan air dalam rangka percepatan pencapaian

target MDGs untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat dan memenuhi

standar pelayanan minimal (SPM) penyediaan air minum di kawasan perkotaan,

perdesaan, termasuk daerah tertinggal. Sementara itu, ruang lingkup kegiatannya

adalah: (1) perluasan dan peningkatan sambungan rumah (SR) perpipaan bagi

masyarakat berpenghasilan rendah perkotaan. Daerah yang menjadi sasaran

26 Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah

adalah kabupaten/kota yang memiliki idle capacity yang memadai untuk

dibangun SR perpipaan; (2) pemasangan master meter untuk masyarakat

berpenghasilan rendah perkotaan khususnya yang bermukim di kawasan

kumuh perkotaan. Daerah yang menjadi sasaran adalah kabupaten/kota yang

memiliki idle capacity yang memadai untuk dibangun SR perpipaan; dan (3)

pembangunan sistem penyediaan air minum (SPAM) perdesaan. Daerah yang

menjadi sasaran adalah desa-desa dengan sumber air baku yang relatif mudah.

Bidang terakhir adalah bidang sanitasi yang diarahkan untuk meningkatkan

cakupan dan kehandalan pelayanan sanitasi, terutama dalam pengelolaan air

limbah dan persampahan secara komunal/terdesentralisasi untuk meningkatkan

kualitas kesehatan masyarakat dan memenuhi standar pelayanan minimal

(SPM) penyediaan sanitasi di kawasan daerah rawan sanitasi, termasuk daerah

tertinggal. Ruang lingkup kegiatan bidang sanitasi adalah sebagai berikut: (1)

subbidang air limbah: pembangunan dan pengembangan prasarana dan sarana

air limbah komunal; dan (2) subbidang persampahan: pembangunan dan

pengembangan fasilitas pengelolaan sampah dengan pola 3R (reduce, reuse,

dan recycle) di tingkat komunal yang terhubung dengan sistem pengelolaan

sampah di tingkat kota.

Grafik 3.3 Alokasi DAK Infrastruktur

34

berpenghasilan rendah perkotaan. Daerah yang menjadi sasaran adalah

kabupaten/kota yang memiliki idle capacity yang memadai untuk dibangun SR

perpipaan; (2) pemasangan master meter untuk masyarakat berpenghasilan rendah

perkotaan khususnya yang bermukim di kawasan kumuh perkotaan. Daerah yang

menjadi sasaran adalah kabupaten/kota yang memiliki idle capacity yang memadai

untuk dibangun SR perpipaan; dan (3) pembangunan sistem penyediaan air minum

(SPAM) perdesaan. Daerah yang menjadi sasaran adalah desa-desa dengan sumber air

baku yang relatif mudah.

Bidang terakhir adalah bidang sanitasi yang diarahkan untuk meningkatkan cakupan

dan kehandalan pelayanan sanitasi, terutama dalam pengelolaan air limbah dan

persampahan secara komunal/terdesentralisasi untuk meningkatkan kualitas

kesehatan masyarakat dan memenuhi standar pelayanan minimal (SPM) penyediaan

sanitasi di kawasan daerah rawan sanitasi, termasuk daerah tertinggal. Ruang lingkup

kegiatan bidang sanitasi adalah sebagai berikut: (1) subbidang air limbah:

pembangunan dan pengembangan prasarana dan sarana air limbah komunal; dan (2)

subbidang persampahan: pembangunan dan pengembangan fasilitas pengelolaan

sampah dengan pola 3R (reduce, reuse, dan recycle) di tingkat komunal yang terhubung

dengan sistem pengelolaan sampah di tingkat kota.

Grafik 3.3 Alokasi DAK Infrastruktur

Sumber: DJPK (2014) data diolahSumber: DJPK (2014) data diolah

27Gambaran Umum DAK

3.2 Penyaluran Dana Alokasi KhususPola penyaluran DAK dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2014 telah

mengalami beberapa perubahan. Secara umum, terdapat dua pola penyaluran,

yaitu penyaluran melalui mekanisme belanja dan mekanisme transfer. Penyaluran

dengan mekanisme belanja digunakan sampai dengan tahun 2007, yaitu

penyaluran DAK dilakukan oleh Ditjen Perbendaharaan melalui KPPN setempat.

Kepala Daerah bertindak selaku KPA dari Bendaharawan Umum Negara (BUN)

membuat DIPA dan menyampaikannya kepada Kanwil Ditjen Perbendaharaan

untuk mendapatkan pengesahan. Selanjutnya, kepala daerah atau pejabat yang

ditunjuk menerbitkan SPM dan menyampaikannya kepada KPPN setempat

untuk penyaluran DAK setiap tahapnya.

Mulai tahun 2008, penyaluran DAK menggunakan mekanisme transfer

yaitu penyaluran DAK dilaksanakan langsung melalui Kuasa BUN dengan cara

memindahbukukan dari rekening kas umum negara ke rekening kas umum

daerah. Perubahan pola penyaluran ini seiring dengan perubahan nomenklatur

Belanja ke Daerah menjadi Transfer ke Daerah dalam struktur APBN 2008,

serta perpindahan pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran (PA/KPA)

dari pemerintah daerah menjadi Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal

Perimbangan Keuangan (DJPK). Saat ini, penyaluran DAK dilakukan secara

bertahap dengan persentase tertentu dari pagu DAK yang diterima oleh daerah

untuk masing-masing tahap. Untuk pencairan setiap tahap, terdapat beberapa

syarat seperti sisa dana DAK dari tahap sebelumnya maksimal 10% di kas daerah

dan penyampaian beberapa dokumen seperti laporan penyerapan penggunaan

DAK dari tahun/tahap sebelumnya. Pola penyaluran DAK akan dibahas lebih

detail pada bagian evaluasi peraturan penyaluran DAK di Bab IV.

3.3 Pelaporan Dana Alokasi KhususSesuai dengan Pasal 63 PP No. 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan,

pemerintah daerah diwajibkan menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan

dan penggunaan DAK setiap triwulan kepada Menteri Keuangan, Menteri Dalam

28 Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah

Negeri, dan kementerian teknis. Penyampaian laporan triwulanan tersebut paling

lambat empat belas hari setelah triwulan yang berkenaan berakhir. Pelampuan

batas waktu penyampaian laporan dikenakan sanksi berupa penundaan

penyaluran DAK. Berdasarkan laporan triwulanan yang diterima, menteri teknis

terkait menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan DAK setiap akhir tahun

anggaran kepada Menteri Keuangan, Menteri Perencanaan dan Pernbangunan

Nasional, dan Menteri Dalam Negeri.

Untuk melaksanakan amanat PP tersebut, diterbitkan Surat Edaran Bersama

(SEB) Menteri Negara PPN/Kepala BAPPENAS, Menteri Keuangan, dan Menteri

Dalam Negeri No. 0239/M.PPN/11/2008, SE No. 1722/MK 07/2008, dan No.

900/3556/SJ tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemantauan Teknis Pelaksanaan

dan Evaluasi Pemantauan Dana Alokasi Khusus (DAK)1. SEB DAK ini bertujuan

untuk meningkatkan koordinasi pemantauan dan evaluasi DAK ditingkat pusat,

namun kementerian teknis tetap dapat melakukan pemantauan dan evaluasi

terhadap pelaksanaan DAK di daerah sesuai dengan kewenangan dan fungsinya.

Dalam SEB DAK tersebut diatur bahwa setiap SKPD penerima DAK harus

menyampaikan laporan sebagai berikut:

a. Laporan triwulanan. Laporan ini setidaknya berisi tentang perencanaan

pemanfaatan DAK, kesesuaian DPA-SKPD dengan Juknis, perkembangan

pelaksanaan kegiatan, dan permasalahan yang timbul sesuai dengan format

yang telah disediakan. Laporan disampaikan selambat-lambatnya 14 (empat

belas) hari setelah triwulan yang bersangkutan berakhir.

b. Laporan penyerapan DAK. Laporan ini disampaikan kepada Menteri

Keuangan sebagai amanat peraturan menteri keuangan tentang pelaksanaan

dan pertanggungjawaban anggaran transfer ke daerah;

Dalam Laporan ini, Surat Edaran Bersama (SEB) Menteri Negara PPN/Kepala BAPPENAS,

Menteri Keuangan, dan Menteri Dalam Negeri No. 0239/M.PPN/11/2008, SE No. 1722/

MK 07/2008, dan No. 900/3556/SJ tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemantauan Teknis

Pelaksanaan dan Evaluasi Pemantauan Dana Alokasi Khusus (DAK) disingkat menjadi SEB

DAK.

29Gambaran Umum DAK

c. Laporan akhir. Laporan ini memuat laporan pelaksanaan akhir tahun yang

disusun sesuai dengan format yang telah disediakan. Disampaikan dua

bulan setelah tahun anggaran yang berkenaan berakhir.

Alur penyampaian laporan sesuai dengan SEB DAK adalah sebagai terlihat

pada grafik berikut.

Grafik 3.4. Alur Pelaporan DAK

37

c. Laporan akhir. Laporan ini memuat laporan pelaksanaan akhir tahun yang disusun

sesuai dengan format yang telah disediakan. Disampaikan dua bulan setelah tahun

anggaran yang berkenaan berakhir.

Alur penyampaian laporan sesuai dengan SEB DAK adalah sebagai terlihat pada

gambar berikut.

Gambar 3.4. Alur Pelaporan DAK

Sumber: Sekretariat Bersama Pengendalian dan Pelaporan DAK, Kementerian Dalam Negeri, 2013

Alur laporan akhir sama seperti alur laporan triwulan seperti terlihat pada Gambar 4.1.

Perbedaannya terletak pada penyampaian kompilasi laporan oleh Sekretaris Daerah

kepada menteri teknis. Penyampaian dilakukan paling lambat batas waktu dua bulan

setelah tahun anggaran berakhir. Selanjutnya, menteri teknis melakukan rekapitulasi

dan review terhadap laporan akhir dari daerah tersebut, dan dihasilnya disampaikan

kepada Menteri Keuangan, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala

Sumber: Sekretariat Bersama Pengendalian dan Pelaporan DAK, Kementerian Dalam

Negeri, 2013

Alur laporan akhir sama seperti alur laporan triwulan seperti terlihat pada

Grafik 4.1. Perbedaannya terletak pada penyampaian kompilasi laporan oleh

Sekretaris Daerah kepada menteri teknis. Penyampaian dilakukan paling lambat

batas waktu dua bulan setelah tahun anggaran berakhir. Selanjutnya, menteri

teknis melakukan rekapitulasi dan review terhadap laporan akhir dari daerah

tersebut, dan dihasilnya disampaikan kepada Menteri Keuangan, Menteri

Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, dan Menteri Dalam

30 Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah

Negeri. Batas waktu penyampaian laporan dari menteri teknis adalah maksimal

tiga bulan setelah tahun anggaran berakhir.

3.4 Monitoring dan Evaluasi Dana Alokasi KhususPP No. 55 Tahun 2005 mengatur bahwa Menteri Perencanaan Pembangunan

Nasional bersama-sama dengan menteri teknis melakukan pemantauan dan

evaluasi terhadap pemanfaatan dan teknis pelaksanaan kegiatan yang didanai

dari DAK. Disamping itu, Menteri Keuangan melakukan pemantauan dan evaluasi

pengelolaan keuangan DAK. Sebagaimana dengan mekanisme pelaporan DAK,

peraturan pelaksana dari amanat PP tersebut tertuang dalam SEB DAK.

Kementerian Negara PPN/BAPPENAS mengoordinasikan pelaksanaan

monitoring dan evaluasi di tingkat pusat dengan melibatkan Kementerian

Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, dan kementerian/lembaga teknis

terkait. Namun demikian, terdapat perbedaan fokus monitoring dan evaluasi

yang dilakukan oleh masing-masing kementerian/lembaga. Kementerian

PPN/BAPPENAS melakukan pemantauan teknis pelaksanaan dan evaluasi

pemanfaatan DAK dari aspek pencapaian sasaran prioritas nasional. Kementerian

Keuangan melakukan pemantauan teknis pelaksanaan dan evaluasi pemanfaatan

DAK dari aspek keuangan terutama yang terkait dengan penyaluran DAK dari

rekening kas umum negara ke rekening kas umum daerah dan penyerapan

anggaran dari rekening kas umum daerah. Sedangkan, Kementerian Dalam

Negeri melakukan pemantauan teknis pelaksanaan dan evaluasi pemanfaatan

DAK dari aspek pelaksanaan, administrasi keuangan, dan kepatuhan daerah

dalam pelaporan DAK. kementerian/lembaga teknis melakukan pemantauan

teknis pelaksanaan dan evaluasi pemanfaatan DAK dari aspek teknis.

Secara umum, sebagaimana diatur dalam SEB DAK, tugas seluruh

kementerian tersebut dalam rangka monitoring dan evaluasi DAK adalah

sebagai berikut:

1. melakukan pemantauan teknis pelaksanaan dan evaluasi pemanfaatan DAK;

31Gambaran Umum DAK

2. melakukan koordinasi dengan organisasi pelaksana provinsi dan kabupaten/

kota melalui forum koordinasi;

3. menyosialisasikan Petunjuk Pelaksanaan Pemantauan Teknis Pelaksanaan

dan Evaluasi Pemanfaatan DAK kepada provinsi dan kabupaten/kota;

4. mengoordinasikan dan mengonsolidasikan laporan pemantauan teknis

pelaksanaan dan evaluasi pemanfaatan DAK;

5. menyampaikan laporan hasil pemantauan teknis pelaksanaan dan evaluasi

pemanfaatan DAK dan rekomendasi kebijakan kepada menteri terkait; dan

6. organisasi pelaksana dapat menugaskan kepada aparat pengawas fungsional

untuk menindaklanjuti hasil pemantauan evaluasi.

SEB DAK membagi kegiatan monitoring dan evaluasi DAK menjadi dua

kelompok kegiatan, yaitu pemantauan teknis pelaksanaan DAK dan evaluasi

pemanfaatan DAK. Hal ini didasari oleh sifat dan tujuan kegiatan monitoring dan

evaluasi yang berbeda. Pemantauan teknis pelaksanaan DAK bertujuan untuk

memastikan pelaksanaan DAK di daerah tepat waktu dan tepat sasaran sesuai

dengan penetapan alokasi DAK dan petunjuk teknis masing-masing bidang

DAK dan mengidentifikasi permasalahan yang muncul dalam pelaksanaan

kegiatan dalam rangka perbaikan pelaksanaan DAK tahun berjalan. Sedangkan

evaluasi pemanfaatan DAK bertujuan untuk memastikan pelaksanaan DAK

bermanfaat bagi masyarakat di daerah sesuai dengan tujuan dan sasaran yang

telah ditetapkan dalam dokumen perencanaan pembangunan nasional dan

memberikan masukan untuk penyempurnaan kebijakan dan pengelolaan DAK

yang meliputi aspek perencanaan, pengalokasian, pelaksanaan, dan pemanfaatan

DAK ke depan.

Dalam kegiatan pemantauan teknis, aspek yang dipantau adalah kesesuaian

antara kegiatan DAK dengan usulan kegiatan yang ada dalam Rencana Kerja

Pemerintah Daerah (RKPD), kesesuaian pemanfaatan DAK dalam Dokumen

Pelaksana Anggaran-Satuan Kerja Perangkat Daerah (DPA-SKPD) dengan

petunjuk teknis dan pelaksanaan di lapangan, dan realisasi waktu pelaksanaan,

lokasi, dan sasaran pelaksanaan dengan perencanaan. Selain aspek teknis,

32 Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah

aspek keuangan juga dimonitor dengan melihat penyediaan dana pendamping,

realisasi penyerapan yang meliputi realisasi keuangan dari rekening kas umum

negara ke rekening kas umum daerah, dan realisasi pembayaran dari rekening

kas umum daerah kepada pihak ketiga.

Pemantauan teknis pelaksanaan DAK dilakukan dengan menelaah laporan

atas aspek-aspek yang disebutkan sebelumnya dan kunjungan lapangan.

Kunjungan lapangan dilakukan secara berkala atau sesuai kebutuhan untuk

mengetahui informasi yang lebih rinci berkaitan dengan perkembangan

pelaksanaan DAK di daerah. Hasil dari telaahan laporan dan kunjungan lapangan

tersebut, dibahas dalam forum koordinasi baik di tingkat pusat, provinsi, maupun

kabupaten/kota. Forum koordinasi dapat melibatkan pemangku kepentingan

apabila terdapat permasalahan yang bersifat khusus.

Disamping itu, kegiatan evaluasi pemanfaatan DAK melihat pencapaian

sasaran DAK berdasarkan masukan, proses, keluaran, dan hasil, pencapaian

manfaat (benefit) yang diperoleh dari pelaksanaan DAK, dan dampak (impact)

yang ditimbulkan dari pelaksanaan DAK. Sama seperti halnya dengan pemantauan

teknis, tahapan yang dilakukan dalam evaluasi terdiri dari telaahan laporan akhir

untuk menilai kesesuaian masukan, proses, dan keluaran, kegiatan evaluasi

yang dilakukan untuk mengetahui pencapaian keluaran, hasil, dan dampak dari

pelaksanaan DAK, dan pembahasan dalam forum koordinasi.

Pengaturan monitoring dan evaluasi pelaksanaan DAK di daerah juga diatur

dalam petunjuk teknis DAK masing-masing bidang. Sebagian K/L mengadopsi

tata cara monitoring dan evaluasi SEB DAK kedalam petunjuk teknis yang

disusunnya, namun terdapat sebagian yang mempunyai sistem monitoring

dan evaluasi sendiri. Berikut ini adalah tata cara monitoring dan evaluasi DAK

bidang kesehatan, pendidikan dan pekerjaan umum, yang disadur dari masing-

masing petunjuk teknis.

a. DAK Bidang Kesehatan

Tata cara monitoring dan evaluasi bidang kesehatan dilakukan melalui :

33Gambaran Umum DAK

a. Review atas laporan triwulan/laporan akhir yang disampaikan oleh Gubernur/

Bupati/ Walikota dan Dinas Kesehatan Provinsi setiap akhir triwulan sesuai

dengan format laporan,

b. Kunjungan lapangan atau studi evaluasi, dan

c. Forum koordinasi untuk menindaklanjuti hasil review laporan dan atau

kunjungan lapangan.

Monitoring dan evaluasi dilakukan oleh organisasi pelaksana dan/atau tim

koordinasi di tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota sesuai dengan petunjuk

teknis dalam SEB DAK. Mekanisme pelaporan yang merupakan salah satu tools

pelaksananaan monev yaitu Kepala Daerah menyampaikan laporan triwulan

yang memuat pelaksanaan kegiatan dan penggunaan DAK kepada Menteri

Kesehatan, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Keuangan.

Laporan dari kegiatan pemantauan teknis pelaksanaan DAK Bidang

Kesehatan terdiri:

a. Laporan triwulan yang memuat jenis kegiatan, lokasi kegiatan, realisasi

keuangan, realisasi fisik dan permasalahan dalam pelaksanaan DAK, yang

disampaikan selambat-lambatnya 14 hari setelah akhir triwulan (Maret, Juni,

September dan Desember). Laporan triwulan dapat dijadikan pertimbangan

dalam pengalokasian DAK tahun berikutnya sesuai peraturan perundang-

undangan.

b. Laporan penyerapan DAK disampaikan kepada Menteri Keuangan berdasarkan

Peraturan Menteri Keuangan tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban

Anggaran Trasfer Ke Daerah yang berlaku.

c. Laporan akhir merupakan laporan pelaksanaan akhir tahun, yang

disampaikan dua bulan setelah tahun anggaran berakhir.

b. DAK Bidang Pendidikan

Laporan pelaksanaan DAK Bidang Pendidikan dilakukan secara berjenjang,

mulai dari laporan tingkat sekolah, laporan tingkat kabupaten/kota, dan laporan

pusat. Panitia pembangunan sekolah membuat laporan kemajuan pekerjaan per

34 Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah

termin dan laporan akhir untuk disampaikan kepada kepala sekolah. Kepala

sekolah kemudian menyusun laporan kemajuan pekerjaan untuk disampaikan

kepada bupati/walikota melalui dinas pendidikan kabupaten/kota. Bupati/walikota

menyusun laporan per triwulan yang memuat laporan pelaksanaan kegiatan dan

penggunaan DAK bidang pendidikan dasar dan mengirimkan laporan tersebut

kepada Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan (termasuk laporan elektronik). Laporan tersebut dilakukan selambat-

lambatnya 14 (empat belas) hari setelah triwulan yang bersangkutan berakhir.

Adapun format yang digunakan adalah sebagaimana tercantum dalam SEB DAK.

Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan DAK bidang pendidikan dasar

dilakukan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dinas pendidikan

propinsi dan dinas pendidikan kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan yang

tercantum dalam SEB DAK. Sementara itu pengawasan fungsional/pemeriksaan

tentang pelaksanaan kegiatan dan administrasi keuangan program DAK bidang

pendidikan dasar dilaksanakan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan

dan Kebudayaan, dan inspektorat daerah.

c. DAK Bidang Infrastruktur

Pelaksanaan monitoring dari segi teknis oleh Kementerian Pekerjaan

Umum (KemenPU) dilakukan berjenjang, baik di pusat maupun daerah. Tim

pemantau kementerian terdiri atas tim koordinasi kementerian dan tim teknis

eselon I (terdapat di setiap direktorat jenderal dan dikoordinir oleh Direktorat

Bina Program). Di tingkat daerah terdapat tim pemantau provinsi yang terdiri

atas tim koordinasi provinsi dan balai/satuan kerja pusat yang ada di derah dari

masing-masing subbidang. Untuk pelaksanaan evaluasi pemanfaatan/kinerja

DAK bidang infrastruktur dilakukan oleh Setjen KemenPU melalui tim koordinasi

kementerian dengan dibantu oleh tim teknis eselon I.

Laporan triwulanan DAK bidang infrastruktur dilakukan oleh kepala SKPD

kabupaten/kota pada tiap-tiap akhir triwulan dengan materi pelaporan yang

meliputi data umum, data dasar, dan data pelaksanaan kegiatan. Laporan

35Gambaran Umum DAK

disampaikan kepada bupati/walikota melalui kepala bappeda kabupaten/kota

dengan tembusan kepada kepala SKPD provinsi dan balai/satuan kerja pusat.

Kepala SKPD provinsi kemudian menyusun laporan triwulanan dari seluruh

satkernya untuk disampaikan pada gubernur melalui kepala bappeda provinsi

dengan tembusan pada balai/satuan kerja pusat.

Balai/satuan kerja pusat menyusun laporan triwulanan dengan dasar

laporan yang disampaikan oleh SKPD provinsi dan SKPD kabupaten/kota

untuk disampaikan pada eselon I c.q eselon II terkait sesuai masing-masing

subbidang yang ditangani. Laporan dilakukan secara online melalui http://www.

emonitoring-PU.web.id.

36 Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah

BAB 4 PEMBAHAsAN

4.1 Analisis Kebijakan Penyaluran DAKSebagaimana disebutkan pada pendahuluan, metodologi analisis yang

digunakan adalah melalui tabulasi hasil kuesioner dan focus group discussion

di daerah dan di pusat. Berikut ini akan dipaparkan analisis tersebut yang

akan dimulai dari analisis terhadap kebijakan penyaluran DAK dimulai dengan

paparan hasil tabulasi atas kuesioner yang telah disampaikan oleh pemerintah

daerah, yang akan dilanjutkan dengan pemaparan hasil FGD.

Terkait dengan tabulasi hasil kuesioner, jumlah kuesioner yang dilakukan

tabulasi adalah sebanyak 114 (seratus empat belas) daerah. Kuesioner terbagi

atas tiga bagian yaitu persepsi daerah atas kebijakan penyaluran, pelaporan,

dan monev DAK. Oleh karena itu, berikut akan disampaikan persepsi daerah

atas kebijakan tersebut.

Di dalam bagian ini, persepsi daerah atas kebijakan penyaluran DAK saat

ini beserta persyaratannya akan digali apakah mempermudah daerah dalam

merealisasikan DAK atau sebaliknya. Sebagaimana diketahui bahwa berdasarkan

ketentuan dalam PMK tentang penatausahaan dan pertanggungjawaban

anggaran transfer ke daerah, sejak ditetapkannya PMK No.21/PMK.07/2009

sampai dengan PMK No.183/PMK.07/2013, DAK disalurkan secara tiga tahap,

yaitu Tahap I sebesar 30%, Tahap II sebesar 45%, dan Tahap III sebesar

25%. Terhadap regulasi tersebut, mayoritas responden yaitu sebanyak 82,5%

daerah menyatakan nyaman terhadap mekanisme penyaluran saat ini. Adapun

sebanyak 15,8% menyatakan bahwa mekanisme saat ini tidak mempermudah

penyerapan DAK di daerah. Demikian juga dengan persyaratan penyaluran

37Pembahasan

yang diatur di dalam regulasi saat ini, mayoritas daerah juga menyatakan tidak

sepakat jika dikatakan bahwa persyaratan penyaluran DAK saat ini menyulitkan

daerah dalam menyerap DAK. Sebanyak 69% responden tidak sepakat atas hal

tersebut, sedangkan 28% responden menyatakan bahwa penyaluran saat ini

mempersulit penyerapan DAK di daerah dan 3% tidak menjawab.

Grafik4.1Perspektifdaerahterhadap Grafik4.2Perspektifdaerahterhadap

Tahapan Penyaluran DAK Apakah persyaratan penyaluran DAK saat ini apakah

mempermudah daerah dalam menyerap menyulitkan daerah dalam melakukan

DAK penyerapan DAK?

45

28% responden menyatakan bahwa penyaluran saat ini mempersulit penyerapan DAK

di daerah dan 3% tidak menjawab.

Sumber: Data diolah Sumber: Data diolah

Selanjutnya, akan dilakukan pendalaman terhadap mekanisme penyaluran DAK.

Untuk itu, kuesioner akan menyajikan berbagai menu alternatif mekanisme penyaluran

seperti mekanisme pembiayaan pendahuluan (reimbursement), triwulanan, per bulan,

atau per bidang. Mekanisme pembiayaan pendahuluan yaitu DAK akan disalurkan

ketika daerah sudah melaksanakan kegiatan di tingkat penyelesaian sebagian atau

seluruhnya. Dengan demikian, dengan pola ini daerah harus mampu membiayai

terlebih dahulu kegiatan DAK-nya, untuk selanjutnya diajukan penggantian kepada

pusat. Pola triwulanan dan per bulan adalah DAK akan disalurkan secara triwulanan

maupun per bulan seperti penyaluran DAU kepada daerah. Sedangkan mekanisme

penyaluran per bidang, yaitu DAK akan disalurkan tidak secara gelondongan,

melainkan akan disalurkan per bidang DAK. Terhadap hal tersebut, mayoritas daerah

berpendapat bahwa pola penyaluran saat ini lebih dipilih oleh daerah sebagai pola

yang paling tepat dalam menyalurkan DAK. Sebagaimana terlihat pada grafik di

bawah ini pola penyaluran saat ini sepertinya masih diminati oleh sebagian besar

Grafik 4.1 Perspektif daerah terhadapTahapan Penyaluran DAK Apakah

mempermudah daerah dalam menyerapDAK

Grafik 4.2 Perspektif daerah terhadappersyaratan penyaluran DAK saat ini apakah

menyulitkan daerah dalam melakukanpenyerapan DAK?

Sumber: Data diolah Sumber: Data diolah

Selanjutnya, akan dilakukan pendalaman terhadap mekanisme penyaluran

DAK. Untuk itu, kuesioner akan menyajikan berbagai menu alternatif mekanisme

penyaluran seperti mekanisme pembiayaan pendahuluan (reimbursement),

triwulanan, per bulan, atau per bidang. Mekanisme pembiayaan pendahuluan

yaitu DAK akan disalurkan ketika daerah sudah melaksanakan kegiatan di

tingkat penyelesaian sebagian atau seluruhnya. Dengan demikian, dengan

pola ini daerah harus mampu membiayai terlebih dahulu kegiatan DAK-nya,

untuk selanjutnya diajukan penggantian kepada pusat. Pola triwulanan dan per

bulan adalah DAK akan disalurkan secara triwulanan maupun per bulan seperti

penyaluran DAU kepada daerah. Sedangkan mekanisme penyaluran per bidang,

yaitu DAK akan disalurkan tidak secara gelondongan, melainkan akan disalurkan

38 Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah

per bidang DAK. Terhadap hal tersebut, mayoritas daerah berpendapat bahwa

pola penyaluran saat ini lebih dipilih oleh daerah sebagai pola yang paling tepat

dalam menyalurkan DAK. Sebagaimana terlihat pada grafik di bawah ini pola

penyaluran saat ini sepertinya masih diminati oleh sebagian besar responden.

Alternatif lain seperti pola pembiayaan pendahuluan, triwulanan dan penyaluran

per bidang tidak mendapat respon positif dari daerah. Sebanyak 60% responden

tidak setuju dengan pola penyaluran tersebut. Demikian pula untuk pola

triwulanan, per bulan, dan per bidang, lebih dari 50% daerah juga berpendapat

sama. Lain halnya dengan pola saat ini, sebanyak 75% responden menyatakan

setuju apabila kebijakan ke depan menggunakan pola 3 tahap seperti saat ini.

Dari hasil tabulasi kuesioner di atas, dapat dikatakan bahwa mayoritas daerah

saat ini merasa nyaman dengan status quo kebijakan penyaluran DAK, walaupun

hal tersebut belum tentu membuat nyaman pemerintah pusat.

Grafik 4.3

Perspektif Daerah Terhadap Alternative Pola Penyaluran DAK Apakah

Mempermudah Daerah Dalam Menyerap DAK

46

responden. Alternatif lain seperti pola pembiayaan pendahuluan, triwulanan dan

penyaluran per bidang tidak mendapat respon positif dari daerah. Sebanyak 60%

responden tidak setuju dengan pola penyaluran tersebut. Demikian pula untuk pola

triwulanan, per bulan, dan per bidang, lebih dari 50% daerah juga berpendapat sama.

Lain halnya dengan pola saat ini, sebanyak 75% responden menyatakan setuju apabila

kebijakan ke depan menggunakan pola 3 tahap seperti saat ini. Dari hasil tabulasi

kuesioner di atas, dapat dikatakan bahwa mayoritas daerah saat ini merasa nyaman

dengan status quo kebijakan penyaluran DAK, walaupun hal tersebut belum tentu

membuat nyaman pemerintah pusat.

Sumber: Data diolah

Dari hasil focus group discussion yang dilakukan di 10 (sepuluh) daerah terdapat banyak

masukan dari daerah terkait dengan mekanisme penyaluran DAK yang dilakukan oleh

pemerintah pusat. Yang pertama adalah masukan terkait tahapan penyaluran DAK.

Beberapa hasil FGD di daerah memberikan masukan agar tahapan yang sekarang lebih

Grafik 4.1 Perspektif Daerah Terhadap Alternative Pola Penyaluran DAK ApakahMempermudah Daerah Dalam Menyerap DAK

Sumber: Data diolah

39Pembahasan

Dari hasil focus group discussion yang dilakukan di 10 (sepuluh) daerah

terdapat banyak masukan dari daerah terkait dengan mekanisme penyaluran DAK

yang dilakukan oleh pemerintah pusat. Yang pertama adalah masukan terkait

tahapan penyaluran DAK. Beberapa hasil FGD di daerah memberikan masukan

agar tahapan yang sekarang lebih disempurnakan lagi, misalnya diusulkan agar

proporsi dana yang disalurkan di tahap pertama lebih rendah daripada tahap

kedua dan ketiga. Secara spesifik, peserta FGD di Provinsi Bengkulu misalnya

mengusulkan agar persentase tahap I dan tahap III dibalik, sehingga menjadi

tahap I 25% dan tahap III menjadi 30%. Alasannya adalah ketika DAK disalurkan

untuk tahap I pada awal tahun, kegiatan DAK di daerah sebagian besar masih

kegiatan yang bersifat administratif, sehingga untuk mampu menyerap 90%

sesuai dengan persyaratan penyaluran tahap berikutnya membutuhkan waktu

yang agak lambat.

Selanjutnya, beberapa daerah juga memberikan masukan jika akan dilakukan

perubahan mekanisme penyaluran ada beberapa yang diusulkan oleh daerah.

Dari beberapa usulan daerah, yang paling sering diusulkan adalah penyaluran

DAK dilakukan secara per bidang. Menurut mereka, penyaluran per bidang bisa

dilakukan untuk mengatasi permasalahan keterlambatan penyaluran karena

keterlambatan juknis DAK, seperti DAK Pendidikan. Jika penyaluran dilakukan

per bidang, maka apabila terjadi permasalahan di bidang tertentu maka tidak

akan mempengaruhi kinerja bidang yang lain. Namun demikian, terdapat

pendapat yang berbeda dari Kota Tangerang yaitu penyaluran secara gelondongan

memberikan keleluasaan kepada daerah dalam mengatur penggunaan DAK

untuk bidang-bidang yang lebih siap melaksanakan kegiatannya.

Terkait dengan mekanisme pembiayaan pendahuluan, peserta FGD di daerah

sepakat memang mekanisme ini mampu mengatasi permasalahan adanya SILPA

DAK di daerah, namun demikian tidak semua daerah mampu menggunakan

mekanisme tersebut, mengingat adanya keterbatasan dana dalam APBD.

Pada FGD di tingkat pusat, diskusi dan pembahasan lebih difokuskan pada

pola penyaluran yang dapat meningkatkan kinerja pemerintah daerah. Terdapat

40 Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah

dua pola yang dibahas, yaitu penyaluran secara triwulanan dan secara tahapan.

Untuk dapat mendorong peningkatan kinerja pelaksanaan kegiatan DAK di

daerah, kedua pola penyaluran tersebut perlu didukung dengan penambahan

penyampaian laporan pelaksanaan kegiatan DAK secara triwulanan sebagai

persyaratan pencairan DAK. Pembahasan pada subbagian ini difokuskan pada

pola penyaluran, sedangkan penyampaian laporan pelaksanaan kegiatan DAK

secara triwulanan dibahas pada subbagian berikutnya.

Saat ini pola yang diterapkan adalah penyaluran secara tahapan yang

telah berlaku sejak perubahan dalam pengelolaan anggaran transfer ke daerah

yang dari semula disalurkan melalui KPPN kemudian dilakukan langsung

oleh DJPK ke rekening kas daerah. Pengaturan tentang penyaluran DAK yang

dijabarkan di dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang Pelaksanaan dan

Pertanggungjawaban Anggaran Transfer Ke Daerah telah mengalami perubahan

sebanyak lima kali. Diawali dengan penerbitan PMK No. 04/PMK.07/2008

sampai dengan terakhir PMK No. 183/PMK.07/2013. Dalam PMK tersebut,

penyaluran dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagaimana terlihat pada tabel

di bawah. Sejak diberlakukannya PMK No. 04/PMK.07/2008, pengaturan

penyaluran DAK dilakukan secara 3 (tiga) tahap, yaitu:

a. Tahap I sebesar 30%, diberikan setelah kepala daerah penerima DAK

melampirkan peraturan daerah mengenai ABPD tahun anggaran berjalan,

laporan penyerapan penggunaan DAK tahun anggaran sebelumnya, laporan

realisasi penyerapan DAK Tahap III tahun anggaran sebelumnya, dan Surat

Pernyataan Penyediaan Dana Pendamping (SP2D). DAK Tahap I dapat

dicairkan paling cepat bulan Februari;

b. Tahap II sebesar 45%, diberikan setelah kepala daerah penerima DAK

melampirkan laporan realisasi penyerapan DAK Tahap I;

c. Tahap III sebesar 25%, diberikan setelah kepala daerah penerima DAK

melampirkan laporan realisasi penyerapan DAK Tahap II;

Adapun pelaksanaan penyaluran secara bertahap tersebut tidak dapat

dilakukan sekaligus, melainkan menunggu laporan penyerapan DAK untuk

41Pembahasan

masing-masing tahap tersebut disampaikan, setelah penggunaan DAK telah

mencapai 90%. Jika pemerintah daerah telah menyerap DAK yang diterimanya

dari pencairan suatu tahap sebesar 90%, maka pencairan DAK tahap berikutnya

dapat diajukan kepada Kementerian Keuangan.

Selanjutnya, terkait dengan persyaratan penyalurannya, perubahan hanya

terjadi pada PMK No. 06/PMK.07/2012 yaitu penambahan dokumen yang

wajib disampaikan untuk penyaluran DAK Tahap I. Penambahan tersebut berupa

Laporan Realiasi Penyerapan DAK Tahap III tahun sebelumnya dan Rekapitulasi

SP2D untuk DAK Tahap III tahun sebelumnya. Hal ini mengindikasikan bahwa

Kementerian Keuangan ingin lebih memastikan bahwa DAK benar-benar

digunakan secara benar. Namun demikian, nampaknya hal tersebut belum

cukup untuk dapat mengukur tingkat keberhasilan/kinerja DAK di daerah karena

penambahan persyaratan tersebut juga masih terkait dengan kinerja penyerapan

keuangan saja. Walapun ditambahkan dengan SP2D untuk DAK, namun hal

tersebut hanya memberikan kepastian bahwa uang dari DAK tersebut benar-

benar telah ditarik oleh SKPD di daerah namun belum memperlihatkan hasil

dari DAK yang diserap tersebut. Tabel 4.1 menyajikan perkembangan peraturan

penyaluran DAK.

Dalam FGD tingkat pusat, didiskusikan kinerja penyaluran dan penyerapan

DAK di daerah. Kinerja penyaluran DAK Tahun 2010 - 2013, berdasarkan

data Kementerian Keuangan, dapat dikatakan hampir sempurna. DAK Tahap I

berhasil disalurkan 100% pada tahun 2011-2013 kecuali pada tahun 2010

yang mencapai 99,94%. Penyaluran DAK Tahap II pada periode yang sama

juga terealisasi diatas 99%, kecuali pada tahun 2013 yang terdapat penurunan

sedikit, yaitu menjadi 98,46%. Penurunan ini sejalan dengan hasil FGD di

daerah yang terdapat beberapa responden hanya mencairkan DAK Tahap I

karena kesulitan untuk melaksanakan DAK Bidang Pendidikan. Adapun untuk

DAK Tahap III, realisasi penyaluran tertinggi terjadi pada tahun 2012, yaitu

sebesar 97,85%, sedangkan 2013 merupakan terendah dan hanya mencapai

90,80%. Grafik di bawah ini menunjukkan kinerja penyaluran DAK selama

42 Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah

periode 2010 – 2013 dan juga jumlah daerah yang melakukan pencairan DAK

untuk masing-masing tahap.

Grafik 4.4 Kinerja Penyaluran DAK Tahun 2010 - 2013

50

Grafik 4.2 Kinerja Penyaluran DAK Tahun 2010 - 2013

2010 2011 2012 2013

I 99.94% 100.00% 100.00% 100.00%

II 99.50% 99.90% 99.71% 98.46%

III 95.08% 93.37% 97.85% 90.80%

TAHUNTAHAP

517

520

520

518

513

519

516

514

486

479

503

476

2010 2011 2012 2013

DaearhPenerima

TAHAP I II III

Sumber: Kementerian Keuangan.

Sumber: Kementerian Keuangan.

Tabel 4.1 Perkembangan Peraturan Penyaluran DAK

No. KeteranganSebelum

2008PMK 04/2008 PMK 21/2009 PMK 126/2010 PMK 06/2012 PMK 183/2013

1. Tahapan dan persentase

Mekanisme belanja melalui KPPN

I: 30% II: 30%III: 30%IV: 10%

I: 30%II: 45%III: 25%

I: 30%II: 45%III: 25%

I: 30%II: 45%III: 25%

I: 30%II: 45%III: 25%

2. Persyaratan

Tahap I setelah peraturan daerah mengenai APBD diterima oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan, paling cepat dilaksanakan pada bulan Februari

a) Perda tentang APDB tahun berjalan,

b) Laporan Penyerapan Penggunaan DAK tahun sebelumnya

c) surat pernyataan penyediaan dana pendamping

a) Perda tentang APDB tahun berjalan,

b) Laporan Penyerapan Penggunaan DAK tahun sebelumnya

c) surat pernyataan penyediaan dana pendamping

a) Perda tentang APDB tahun berjalan,

b) Laporan Penyerapan Penggunaan DAK tahun sebelumnya

c) Laporan Realiasi Penyerapan DAK Tahap III tahun sebelumnya

d)Rekapitulasi SP2D untuk DAK Tahap III tahun sebelumnya

a) Perda tentang APDB tahun berjalan,

b) Laporan Penyerapan Penggunaan DAK tahun sebelumnya

c) Laporan Realiasi Penyerapan DAK Tahap III tahun sebelumnya

d) Rekapitulasi SP2D untuk DAK Tahap III tahun sebelumnya

43Pembahasan

No. KeteranganSebelum

2008PMK 04/2008 PMK 21/2009 PMK 126/2010 PMK 06/2012 PMK 183/2013

e) Surat Pernyataan Dana Pendamping DAK tahun berjalan.

e) Surat Pernyataan Dana Pendamping DAK tahun berjalan.

Tahap II a) laporan penyerapan penggunaan DAK tahap I

b) Surat Pernyataan Tanggung Jawab

Laporan Penyerapan DAK Tahap I tahun berjalan

Laporan Penyerapan DAK Tahap I tahun berjalan

a) Laporan Realiasi Penyerapan DAK Tahap I tahun berjalan,

b) Rekapitulasi SP2D untuk DAK Tahap I tahun berjalan.

a) Laporan Realiasi Penyerapan DAK Tahap I tahun berjalan,

b) Rekapitulasi SP2D untuk DAK Tahap I tahun berjalan.

Tahap III a) laporan penyerapan penggunaan DAK tahap II

b) Surat Pernyataan Tanggung Jawab

Laporan Penyerapan DAK Tahap II tahun berjalan

Laporan Penyerapan DAK Tahap II tahun berjalan

a) Laporan Realiasi Penyerapan DAK Tahap II tahun berjalan

b) Rekapitulasi SP2D untuk DAK Tahap II tahun berjalan.

a) Laporan Realiasi Penyerapan DAK Tahap II tahun berjalan

b) Rekapitulasi SP2D untuk DAK Tahap II tahun berjalan.

Tahap IV a) laporan penyerapan penggunaan DAK tahap III

b) Surat Pernyataan Tanggung Jawab

Jika ditelisik kinerja penyaluran per tahap per bulan dengan data yang

dianalisis adalah data penyaluran DAK Tahun 2013 per tanggal SP2D, diperoleh

beberapa fakta yang coba dijelaskan berikut ini. Grafik 4.5 memperlihatkan

penyaluran DAK Tahun 2013 per tahap dan per bulan. Penyaluran DAK Tahap

I sebagian besar dilakukan antara bulan Februari sampai dengan Juni, namun

terdapat 11 daerah yang menerima penyaluran DAK Tahap II antara bulan Juli

sampai dengan Oktober. Terdapat satu daerah yang DAK Tahap I tersalur pada

44 Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah

bulan September dengan nilai sebesar Rp265 juta dan satu daerah pada bulan

Oktober dengan nilai sebesar Rp1,38 miliar.

Grafik 4.5 Penyaluran DAK Per Bulan Tahun 2013

53

Jika ditelisik kinerja penyaluran per tahap per bulan dengan data yang dianalisis adalah

data penyaluran DAK Tahun 2013 per tanggal SP2D, diperoleh beberapa fakta yang

coba dijelaskan berikut ini. Grafik 4.5 memperlihatkan penyaluran DAK Tahun 2013

per tahap dan per bulan. Penyaluran DAK Tahap I sebagian besar dilakukan antara

bulan Februari sampai dengan Juni, namun terdapat 11 daerah yang menerima

penyaluran DAK Tahap II antara bulan Juli sampai dengan Oktober. Terdapat satu

daerah yang DAK Tahap I tersalur pada bulan September dengan nilai sebesar Rp265

juta dan satu daerah pada bulan Oktober dengan nilai sebesar Rp1,38 miliar.

Grafik 4.3 Penyaluran DAK Per Bulan Tahun 2013

195

128104

59

218 1 1 1 0 0

0

50

100

150

200

250

2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Jumlah Daerah Rupiah Tersalur

Tahap I

3,220

2,381

1,893

890

337161 26 0 1 - -

-

500

1,000

1,500

2,000

2,500

3,000

3,500

2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

MiliarRupiah

Tahap II

0 0 0 1 319 27

99117

180

67

0

50

100

150

200

2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

0 0 0 26 85432 653

2,726

3,118

4,597

1,520

0

1,000

2,000

3,000

4,000

5,000

2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

MiliarRupiah

24 76

389235

1,119

2,796

2,103

-

500

1,000

1,500

2,000

2,500

3,000

M1 M2 M3 M4

9 10 11 12

MiliarRupiah

2 624 15

72

200

156

0

50

100

150

200

250

M1 M2 M3 M4

9 10 11 12

Tahap III

Sumber: Kementerian Keuangan, 2013. Data diolah.

Ketika daerah baru mencairkan DAK Tahap I pada paruh kedua dalam suatu tahun

anggaran, terdapat indikasi kuat bahwa kinerja DAK di daerah tersebut akan tidak

mencapai target yang diharapkan sehingga mempengaruhi capaian prioritas nasional.

Sumber: Kementerian Keuangan, 2013. Data diolah.

Ketika daerah baru mencairkan DAK Tahap I pada paruh kedua dalam

suatu tahun anggaran, terdapat indikasi kuat bahwa kinerja DAK di daerah

tersebut akan tidak mencapai target yang diharapkan sehingga mempengaruhi

capaian prioritas nasional. Indikasi tersebut berasal dari proses pengadaan

yang setidaknya membutuhkan waktu dua bulan, lalu diikuti dengan proses

pekerjaan, dan diakhiri dengan proses pertanggung jawaban. Hal ini terbukti

dari dua daerah yang melakukan pencairan Tahap I pada bulan September dan

Oktober tidak melakukan pencairan tahap berikutnya. Untuk itu, perlu kiranya

penetapan batas waktu DAK Tahap I dapat dicairkan dalam upaya mempercepat

45Pembahasan

pelaksanaan kegiatan DAK di daerah dan meningkatkan kemungkinan bahwa

kegiatan DAK tersebut selesai sebelum tahun anggaran berakhir.

Tabel 4.2. Realisasi Penyaluran DAK Tahap I Per 30 Juni dan 31 Juli

TAHUNPAGU (30%)

REALISASI % DAERAH SALUR BELUM %

Per 30 Juni

2014 9.900,00 8.799,06 88,88% 528 454 74 14,02%

2013 9.509,14 9.282,17 97,61% 518 507 11 2,12%

2012 7.834,78 7.382,37 94,23% 520 483 37 7,12%

2011 7.568,34 7.111,70 93,97% 520 483 37 7,12%

2010 6.340,01 6.240,12 98,42% 517 507 10 1,93%

Per 31 Juli

2014 9.900,00 9.542,89 96,39% 528 487 41 7,77%

2013 9.509,14 9.459,64 99,48% 518 515 3 0,58%

2012 7.834,78 7.794,88 99,49% 520 516 4 0,77%

2011 7.568,34 7.363,35 97,29% 520 503 17 3,27%

2010 6.340,01 6.287,36 99,17% 517 512 5 0,97%

Sejalan dengan Grafik 4.5, data dalam tabel di atas menunjukkan realisasi

penyaluran DAK Tahap I per 30 Juni dan per 31 Juli untuk lima tahun terakhir.

Terlihat bahwa untuk data penyaluran per 30 Juni penyaluran tertinggi terjadi

pada tahun 2010 dan 2013, sedangkan untuk penyaluran per 31 Juli,

pernyaluran tertinggi terjadi pada tahun 2010, 2012, dan 2013. Untuk Tahun

2014, realisasi penyaluran relatif menurun jika dibandingkan tahun sebelumnya.

Penurunan tersebut mungkin disebabkan oleh adanya kegiatan pemilihan umum

legislatif dan presiden yang menyebabkan pelaksanaan kegiatan APBD tertunda.

46 Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah

Berdasarkan dari pola penyaluran DAK Tahap I Tahun 2013, pembatasan

waktu dapat ditetapkan paling cepat dilakukan pada bulan Februari dan paling

lambat pada akhir bulan Juni atau Juli. Penetapan bulan Februari sebagai waktu

untuk penyaluran DAK Tahap I paling cepat didasarkan pada ketersediaan kas

di Rekening Umum Kas Negara (RKUN) yang biasanya masih terbatas pada

awal tahun. Adapun pembatasan waktu maksimal penyaluran DAK Tahap I

dimaksudkan untuk mendorong kegiatan DAK dilaksanakan sejak awal tahun

dan dapat selesai sebelum tahun anggaran berakhir. Jika melihat data dalam

tabel di atas khususnya data 2010-2013, maka pembatasan bulan Juli relatif

aman untuk diterapkan karena hanya tiga sampai lima daerah saja yang

belum mencairkan DAK Tahap I. Namun demikian, jika pemerintah pusat

ingin kegiatan DAK segera dilaksanakan, penetapan batas waktu yang lebih

awal dapat ditetapkan. Dengan batas waktu 30 Juni, potensi daerah yang

tidak dapat mencairkan DAK sama sekali akan lebih sedikit jika dibandingkan

dengan batas waktu 31 Mei.

Selain untuk mempercepat pelaksanaan kegiatan DAK di daerah, pembatasan

waktu tersebut juga ditujukan agar kementerian teknis lebih cepat dan siap

dalam menyusun petunjuk teknis (juknis) pelaksanaan DAK yang dibutuhkan

sehingga meminimumkan potensi keterlambatan penetapan atau revisi juknis

dimaksud. Penetapan juknis yang tepat waktu juga akan membantu daerah

dalam melaksanakan kegiatan DAK lebih awal mengingat isu keterlambatan

juknis sering kali dilontarkan pemerintah daerah dalam berbagai kesempatan.

Namun demikian, dengan pembatasan waktu ini, terdapat potensi daerah

yang tidak dapat mencairkan DAK dan melaksanakan kegiatan DAK. Jika hal ini

terjadi, pemerintah daerah yang bersangkutan akan mengajukan keberatan/protes

baik secara langsung kepada Kementerian Keuangan maupun dengan cara lain

seperti melalui anggota dewan yang berasal dari daerah tersebut. Kekurangan

lainnya dari pembatasan waktu penyaluran tersebut adalah tidak tercapainya

prioritas nasional pada daerah-daerah yang tidak dapat dilakukan penyaluran

47Pembahasan

DAK Tahap I. Untuk itu, perlu diupayakan dan dipastikan seluruh pemerintah

daerah memperoleh informasi mengenai pembatasan waktu ini sejak awal.

Untuk Tahap II, penyaluran tercepat dilakukan pada bulan Mei dan terakhir

pada tanggal 24 Desember (hari terakhir penyaluran DAK ke daerah). Terdapat

satu daerah yang paling cepat mendapatkan penyaluran DAK Tahap II yaitu pada

bulan Mei dengan nilai yang cukup besar yaitu sekitar Rp26 miliar. Penyaluran

DAK Tahap II terbesar terjadi antara bulan September dan November, yaitu

79,4% dari jumlah DAK II yang tersalur. Namun demikian, terdapat 67 daerah

dengan nilai DAK sebesar 11,6% dari total nilai penyaluran DAK Tahap II, yang

baru mencairkan Tahap II pada bulan Desember dan empat daerah diantaranya

mencairkan Tahap II setelah tanggal 20 Desember. Pencairan DAK Tahap II

pada akhir tahun ini dapat mengindikasikan kinerja DAK di daerah yang tidak

tercapai 100% dan potensi SiLPA yang semakin besar.

Sebagai tahap terakhir, permintaan penyaluran Tahap III dilakukan setelah

dana Tahap II tersisa 90% di kas daerah. Untuk tahun 2013, 92,7% penyaluran

DAK Tahap III dilakukan pada bulan Desember. Jika dilihat lebih mendalam lagi,

penyaluran Tahap III terkonsentrasi pada minggu ketiga dan minggu keempat

bulan Desember. Pada dua minggu terakhir dari tahun 2013 tersebut, tersalur

Rp4,9 triliun DAK Tahap III (72,7%) kepada 356 daerah penerima. Khusus

untuk minggu keempat (23 dan 24 Desember), nilai terkecil yang tersalurkan

adalah Rp385,4 juta dan nilai terbesar adalah Rp54,17 miliar.

Seperti halnya penyaluran DAK Tahap II pada akhir tahun, penyaluran DAK

Tahap III pada akhir tahun dengan jumlah yang cukup besar berpotensi tidak

terserap sepenuhnya sehingga menjadi SiLPA pada akhir tahun. Potensi tersebut

semakin besar terjadi bila terdapat daerah yang mencairkan DAK Tahap II dan

Tahap III dalam waktu yang relatif dekat jika dilihat dari perspektif prosedur

pengeluaran/pembayaran melalui kas daerah. Berdasarkan data yang dimiliki,

terdapat 24 daerah yang mencairkan DAK Tahap II dan Tahap III pada bulan

Desember. Dari ke-24 tersebut, jeda/interval hari terlama antara tanggal SP2D

DAK Tahap II dan Tahap III adalah empat belas hari dan yang terpendek adalah

48 Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah

empat hari. Khusus untuk jeda waktu yang pendek tersebut, akuntabilitas

pengelolaan DAK perlu mendapatkan perhatihan.

Terkait dengan besarnya pencairan DAK pada akhir tahun, pembatasan

waktu terakhir pencairan DAK Tahap III perlu ditetapkan. Selama ini, batas

waktu permintaan pencairan ditentukan pada akhir tahun menyesuaikan batas

waktu penerbitan SP2D oleh KPPN. Kedepan, untuk memberikan kepastian bagi

pemerintah daerah dan juga memberikan waktu yang cukup bagi pemerintah

daerah memproses pembayaran kepada rekanan pelaksana kegiatan DAK, batas

waktu yang diusulkan adalah selambat-lambatnya 15 Desember. Namun, jika

ingin memastikan dana Tahap III dapat terserap dan potensi SiLPA berkurang,

batas waktu yang lebih awal, seperti 1 Desember, dapat ditetapkan.

Kelebihan dari penetapan batas waktu ini selain dari yang telah disebutkan

sebelumnya, adalah berkurangnya beban kerja pegawai yang bertanggung jawab

dalam memproses permintaan pencairan DAK, baik di Ditjen Perimbangan

Keuangan maupun di Ditjen Perbendaharaan, yang semula menumpuk pada

akhir tahun bergeser pada awal atau pertengahan Desember. Namun, dengan

ada adanya pembatasan waktu tersebut, pemerintah daerah harus melakukan

upaya yang lebih keras dalam menyerap dana Tahap II agar batasan waktu

tersebut tidak terlewati. Jika batas waktu terlewati, maka pemerintah daerah

harus menggunakan sumber pendanaan lain untuk melunasi sisa pembayaran

kepada rekanan yang seharusnya menggunakan DAK Tahap III. Pendanaan lain

tersebut dapat dijadikan sebagai dana pendamping dan dilaporkan pada laporan

akhir pelaksanaan DAK tahun yang bersangkutan.

Grafik 4.6 Pembatasan Waktu Penyaluran secara Tahapan

58

Tahap III. Pendanaan lain tersebut dapat dijadikan sebagai dana pendamping dan

dilaporkan pada laporan akhir pelaksanaan DAK tahun yang bersangkutan.

Grafik 4.4 Pembatasan Waktu Penyaluran secara Tahapan

Batas Tahap IIIMasa Salur Tahap I

JAN PEB MAR APR MEI JUN JUL AGU SEP OKT NOV DES

Disamping itu, berdasarkan tingginya jumlah penyaluran DAK yang terealisasi pada

akhir tahun potensi terjadinya SiLPA di kas daerah adalah sangat tinggi. Berdasarkan

laporan penggunaan DAK yang diterima Kementerian Keuangan, selama empat tahun

terakhir, selalu terdapat SiLPA DAK pada akhir tahun sebagaimana terlihat pada tabel

di bawah ini. SiLPA tersebut sebagian besar disumbangkan dari bidang pendidikan

yang tidak terserap terutama karena adanya permasalahan juknis. Potensi SiLPA

sebenarnya dapat ditekan lagi jika penyaluran DAK Tahap III berdasarkan perkiraan

kebutuhan pengeluaran untuk membayar kegiatan DAK sampai akhir tahun sesuai

dengan daftar yang disampaikan oleh pemerintah daerah. Dengan demikian,

persentase penyaluran DAK Tahap III merupakan batas tertinggi untuk dana yang

dapat disalurkan pada tahap tersebut. Saat pemerintah daerah mengajukan pencairan

DAK Tahap III, permintaan tersebut harus dilampirkan surat pernyataan kepala daerah

yang berisi daftar kegiatan, biaya, dan sisa biaya yang harus dikeluarkan oleh

pemerintah daerah sampai akhir tahun. Kegiatan tersebut termasuk kegiatan yang

dilaksanakan melalui kontrak dan swakelola.

Tabel 4.3 Data Penyaluran dan Penyerapan DAK TA 2010-20131

Tahun AlokasiPenyaluran Penyerapan Sisa di

RKUD(Rp Miliar)

Rp Miliar % Rp Miliar %

2010 21,133.4 20,952.6 99.14% 15054.3 71.85% 5,898.2

2011 25,232.8 24,803.5 98.30% 17285.1 69.69% 7,518.4

2012 26,115.9 25,941.5 99.33% 22416.8 86.41% 3,524.7

2013 29,697.1 28,807.8 97.01% 22307.2 77.43% 6,500.6Sumber: Kementerian Keuangan, 2013. Data diolah.

1Data diperoleh dari laporan daerah penerima DAK (sebagai syarat untuk penyaluran tahap I tahun

berikutnya). Untuk penyerapan 2014 berdasarkan laporan yang telah diterima sampai dengan 30

Juni 2014.

Disamping itu, berdasarkan tingginya jumlah penyaluran DAK yang terealisasi

pada akhir tahun potensi terjadinya SiLPA di kas daerah adalah sangat tinggi.

Berdasarkan laporan penggunaan DAK yang diterima Kementerian Keuangan,

49Pembahasan

selama empat tahun terakhir, selalu terdapat SiLPA DAK pada akhir tahun

sebagaimana terlihat pada tabel di bawah ini. SiLPA tersebut sebagian besar

disumbangkan dari bidang pendidikan yang tidak terserap terutama karena

adanya permasalahan juknis. Potensi SiLPA sebenarnya dapat ditekan lagi

jika penyaluran DAK Tahap III berdasarkan perkiraan kebutuhan pengeluaran

untuk membayar kegiatan DAK sampai akhir tahun sesuai dengan daftar yang

disampaikan oleh pemerintah daerah. Dengan demikian, persentase penyaluran

DAK Tahap III merupakan batas tertinggi untuk dana yang dapat disalurkan

pada tahap tersebut. Saat pemerintah daerah mengajukan pencairan DAK Tahap

III, permintaan tersebut harus dilampirkan surat pernyataan kepala daerah

yang berisi daftar kegiatan, biaya, dan sisa biaya yang harus dikeluarkan oleh

pemerintah daerah sampai akhir tahun. Kegiatan tersebut termasuk kegiatan

yang dilaksanakan melalui kontrak dan swakelola.

Tabel 4.3 Data Penyaluran dan Penyerapan DAK TA 2010-20131

TahunAlokasi Penyaluran Penyerapan Sisa di RKUD

Rp Miliar % Rp Miliar % (Rp Miliar)

2010 21,133.4 20,952.6 99.14% 15054.3 71.85% 5,898.2

2011 25,232.8 24,803.5 98.30% 17285.1 69.69% 7,518.4

2012 26,115.9 25,941.5 99.33% 22416.8 86.41% 3,524.7

2013 29,697.1 28,807.8 97.01% 22307.2 77.43% 6,500.6

Sumber: Kementerian Keuangan, 2013. Data diolah.

1 Data diperoleh dari laporan daerah penerima DAK (sebagai syarat untuk

penyaluran tahap I tahun berikutnya). Untuk penyerapan 2014 berdasarkan laporan

yang telah diterima sampai dengan 30 Juni 2014.

50 Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah

Terkait dengan besaran persentase penyaluran DAK setiap tahapan, idealnya

besaran persentase Tahap I lebih besar dan Tahap III lebih kecil dari persentase

yang saat ini diterapkan. Persentase Tahap I lebih besar dimaksudkan untuk

membekali pemerintah daerah dengan kas yang cukup untuk melaksanakan

kegiatan DAK pada awal tahun. Namun demikian, persentase Tahap I yang

lebih besar dapat meningkatkan potensi terjadinya SiLPA di daerah jika suatu

kasus yang pernah terjadi pada tahun 2013 sebagaimana diilustrasikan berikut

ini. Suatu daerah mendapatkan alokasi DAK sebesar Rp27,7 miliar untuk dua

bidang, yaitu Rp26,8 miliar untuk bidang pendidikan dan Rp900 juta untuk

bidang keselamatan transportasi darat. Jika persentase Tahap I dinaikkan menjadi

45%, maka daerah tersebut akan mendapatkan DAK Tahap I sekitar Rp12,5

miliar. Karena permasalahan juknis bidang pendidikan yang terlalu detail, daerah

tersebut tidak melaksanakan kegiatan DAK bidang pendidikan dan hanya dapat

melaksanakan DAK bidang keselamatan transportasi darat. Dengan demikian,

terdapat dana sekitar Rp11,6 miliar menjadi idle di kas daerah dan tidak dapat

digunakan oleh pemerintah daerah sampai tahun berikutnya melalui mekanisme

optimalisasi sisa DAK.

Pembatasan waktu penyaluran DAK Tahap I sebagaimana diusulkan

sebelumnya yang bertujuan untuk meningkatkan awarness dari kementerian

teknis dapat menjadi salah satu solusi menjawab persoalan sebagaimana

ilustrasi tersebut. Disamping itu, perlu dibuka mekanisme yang memungkinkan

daerah menyampaikan pernyataan bahwa kegiatan suatu bidang tidak dapat

dilaksanakan pada daerah tersebut. Hal ini untuk mengakomodasi permintaan

banyak daerah yang tidak dapat melaksanakan kegiatan DAK, antara lain, karena

jenis output/kegiatan yang ditentukan dalam juknis DAK sudah terpenuhi/sulit

dilaksanakan. Terhadap alokasi DAK bidang dimaksud yang seharusnya diterima

daerah tersebut, diusulkan agar tidak disalurkan dan apabila terlanjur disalurkan,

diperhitungkan dengan penyaluran tahap berikutnya atau diperhitungkan dengan

jenis transfer lain.

51Pembahasan

Disamping itu, penyaluran Tahap I yang lebih besar membawa konsekuensi

penyediaan kas yang cukup di Rekening Kas Umum Negara. Hal ini agak sulit

dilakukan mengingat keterbatasan dana yang tersedia dan penerimaan negara

dari pajak masih sangat terbatas pada awal tahun. Untuk itu, perlu koordinasi

antara Ditjen Perimbangan Keuangan dan Ditjen Perbendaharaan membahas

mengenai tingkat kemampuan kas negara untuk periode Februari - Juni untuk

mentransfer DAK yang lebih besar.

Adapun penyaluran DAK Tahap III dengan persentase yang lebih kecil,

seperti 15% atau 20%, dapat dan perlu dilakukan. Saat ini, proporsi Tahap III

adalah 25% dari alokasi DAK per daerah. Persentase Tahap III yang lebih kecil

ini ditujukan untuk memperkecil terjadinya SiLPA pada akhir tahun. Dengan

semakin kecilnya persentase Tahap III (persentase Tahap I dan Tahap II semakin

besar), semakin banyak kegiatan DAK yang dapat dilaksanakan oleh daerah

sejak awal tahun. Namun demikian, persentase 25% dapat dipertahankan jika

terdapat batasan waktu penyaluran DAK Tahap III yang lebih awal dari kondisi

saat ini dan penyalurannya didasarkan atas proyeksi kebutuhan pengeluaran riil

terkait DAK sampai akhir tahun dari daerah. Pembatasan waktu yang dimaksud

disini adalah antara 30 sampai dengan 15 hari sebelum tahun anggaran

berakhir untuk memberikan waktu yang cukup bagi pemerintah daerah dalam

memproses pembayaran kepada rekanannya. Adapun dengan penyaluran

berdasarkan proyeksi kebutuhan pengeluaran riil daerah, persentase Tahap

III yang ditetapkan nanti bersifat batas maksimum penyaluran Tahap III yang

diperbolehkan. Diharapkan dengan adanya dua pembatasan tersebut, potensi

SiLPA DAK pada akhir tahun dapat semakin diperkecil.

Selain dengan pola penyaluran secara tahapan, dalam FGD tingkat pusat juga

sempat dibahas mengenai pola penyaluran secara triwulanan. Pola penyaluran

per triwulan ini mengikuti pola pelaporan pelaksanaan kegiatan DAK di daerah

sesuai dengan amanat PP No. 55 Tahun 2005, sebagaimana terlihat pada

grafik di bawah ini.

52 Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah

Grafik 4.7 Pola Penyaluran secara Triwulan

61

Grafik 4.5 Pola Penyaluran secara Triwulan

JAN PEB MAR APR MEI JUN JUL AGU SEP OKT NOV DES

Salur TW1 Salur TW3 Salur TW4Salur TW2

Laporan tw4t-114 Januari

Laporan tw1t14 April

Laporan tw2t14 Juli

Laporan tw3t14 Okt

Laporan Pelaksanaan DAK

Pasal 63 PP No. 55 Tahun 2005 menyebutkan bahwa laporan triwulan disampaikan oleh

daerah paling lambat empat belas hari setelah triwulan yang berkenaan berakhir.

Apabila daerah terlambat menyampaikan laporan tersebut, penyaluran DAK dapat

ditunda. Penyaluran DAK per triwulan sebaiknya dilakukan setelah batas waktu

tersebut. Kelebihan dari pola penyaluran secara triwulan ini adalah dapat

mengakomodasi pelaksanaan Pasal 63 tersebut. Namun demikian, pelaksanaan

penyaluran secara triwulanan yang mengikuti pola pelaporan DAK menjadi kurang

relevan ketika RUU HKPD disahkan. Dalam RUU tersebut, pelaporan DAK

dilaksanakan setiap enam bulan sekali, yaitu pada awal semester dua untuk laporan

pelaksanaan kegiatan selama semester 1 dan pada awal tahun berikutnya untuk

laporan akhir pelaksanaan kegiatan DAK.

Penyaluran secara triwulan ini sangat berbeda dengan pola penyaluran yang saat ini

dilakukan sejak enam tahun yang lalu sehingga dibutuhkan waktu untuk persiapan

agar pelaksanaannya dapat berjalan dengan lancar. Persiapan di tingkat pusat

diantaranya adalah disusunnya sistem dan prosedur yang baru terkait penyaluran

DAK per triwulan, rekomendasi penundaan penyaluran DAK dan rekomendasi

pencabutan sanksi oleh kementerian/lembaga teknis terkait, serta penundaan

penyaluran dan penyaluran pasca pencabutan sanksi oleh Kementerian Keuangan.

Instansi di tingkat pusat tidak hanya Kementerian Keuangan, melainkan juga

Kementerian Dalam Negeri, Kementerian PPN/Bappenas, dan seluruh K/L yang

terkait dengan 19 bidang DAK. Sosialisasi kepada seluruh SKPD terkait DAK di seluruh

daerah perlu dilakukan sehingga pelaksanaan penyaluran per triwulan dan terutama

Pasal 63 PP No. 55 Tahun 2005 menyebutkan bahwa laporan triwulan

disampaikan oleh daerah paling lambat empat belas hari setelah triwulan yang

berkenaan berakhir. Apabila daerah terlambat menyampaikan laporan tersebut,

penyaluran DAK dapat ditunda. Penyaluran DAK per triwulan sebaiknya dilakukan

setelah batas waktu tersebut. Kelebihan dari pola penyaluran secara triwulan ini

adalah dapat mengakomodasi pelaksanaan Pasal 63 tersebut. Namun demikian,

pelaksanaan penyaluran secara triwulanan yang mengikuti pola pelaporan DAK

menjadi kurang relevan ketika RUU HKPD disahkan. Dalam RUU tersebut,

pelaporan DAK dilaksanakan setiap enam bulan sekali, yaitu pada awal semester

dua untuk laporan pelaksanaan kegiatan selama semester 1 dan pada awal

tahun berikutnya untuk laporan akhir pelaksanaan kegiatan DAK.

Penyaluran secara triwulan ini sangat berbeda dengan pola penyaluran

yang saat ini dilakukan sejak enam tahun yang lalu sehingga dibutuhkan waktu

untuk persiapan agar pelaksanaannya dapat berjalan dengan lancar. Persiapan

di tingkat pusat diantaranya adalah disusunnya sistem dan prosedur yang baru

terkait penyaluran DAK per triwulan, rekomendasi penundaan penyaluran DAK

dan rekomendasi pencabutan sanksi oleh kementerian/lembaga teknis terkait,

serta penundaan penyaluran dan penyaluran pasca pencabutan sanksi oleh

Kementerian Keuangan. Instansi di tingkat pusat tidak hanya Kementerian

Keuangan, melainkan juga Kementerian Dalam Negeri, Kementerian PPN/

Bappenas, dan seluruh K/L yang terkait dengan 19 bidang DAK. Sosialisasi

kepada seluruh SKPD terkait DAK di seluruh daerah perlu dilakukan sehingga

pelaksanaan penyaluran per triwulan dan terutama pengenaan sanksi sudah

diketahui oleh seluruh pemerintah daerah. Disamping itu, pemerintah daerah

53Pembahasan

juga perlu diberikan waktu untuk memperbaiki sistem koordinasi pelaporan

DAK dijajarannya. Tanpa sistem koordinasi yang baik, dapat dipastikan banyak

daerah yang akan terkena sanksi penundaan penyaluran DAK.

Disamping alternatif penyaluran DAK secara triwulanan, dapat

dipertimbangkan pola penyaluran yang mengikuti mekanisme performance-

based transfer. Sebagaimana dijelaskan dalam Bab II tentang konsep Result-

Based Management (RBM), konsep tersebut sangat menekankan pentingnya

akuntabilitas, membutuhkan monitoring dan penilaian yang berkelanjutan

terhadap kemajuan atas pencapaian tujuan, termasuk di dalamnya pelaporan atas

kinerja. Konsep ini memerlukan ukuran kinerja yang pasti dan memperhitungkan

kinerja aktual dengan tepat. Untuk itu, jika penyaluran DAK menggunakan

mekanisme output-based transfer, maka pemerintah pusat akan dapat

mengarahkan dan mendapatkan secara pasti peruntukan DAK dalam mencapai

target-target tertentu yang menjadi prioritas nasional.

Output-based DAK ini sebenarnya sudah diujicobakan melalui Proyek

Pemerintah Daerah dan Desentralisasi (P2D2) sejak tahun 2011. Tujuan P2D2

(UIP P2D2, 2010) ini adalah untuk (i) peningkatan akuntabilitas dan pelaporan

DAK pada sektor infrastruktur, (ii) peningkatan pelaporan keuangan dan pelaporan

teknis serta verifikasi output DAK, dan (iii) peningkatan persentase output fisik

dari DAK sektor infrastruktur. Dalam P2D2 ini, pemerintah memberikan dana

insentif atas pelaksanaan kegiatan DAK yang dinilai memenuhi kriteria kelayakan.

Output-based DAK ini diujicobakan pada pemerintah provinsi/kabupaten/kota di

Provinsi Jambi, Kalimantan Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Barat, dan Maluku

utara, dengan fokus di bidang infrastruktur jalan, irigasi, dan air minum.

Dalam pelaksanaannya, P2D2 melibatkan Kementerian Keuangan sebagai

kementerian yang mengalokasikan dan menyalurkan DAK, Kementerian Pekerjaan

Umum sebagai kementerian yang membina dan mengeluarkan juknis DAK

infrastruktur, BPKP sebagai verifikator pelaksanaan kegiatan DAK di daerah,

pemerintah daerah sebagai pelaksana kegiatan DAK, dan beberapa kementerian/

lembaga lainnya yang terkait.

54 Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah

Dalam proyek ini, pemerintah daerah melaksanakan kegiatan DAK sesuai

petunjuk teknis yang dikeluarkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan

kemudian melaporkan pelaksanaannya kepada Kementerian Keuangan,

Kementerian PU, dan BPKP. Kemudian, BPKP memverifikasi secara sampling

pelaksanaan kegiatan DAK tersebut dengan menggunakan beberapa kriteria,

yaitu realisasi output fisik DAK yang ditandai dengan berita acara serah terima

pekerjaan, ketaatan proses pengadaan barang/jasa pada peraturan pengadaan

barang/jasa pemerintah, dan ketaatan pada petunjuk teknis tentang pengamanan

sosial dan lingkungan dalam melaksanakan kegiatan DAK. Jika output DAK

yang diverifikasi oleh BPKP dinyatakan memenuhi kriteria (layak), pemerintah

pusat memberikan dana insentif kepada pemerintah daerah sebesar 10% dari

total biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan output yang layak tersebut.

Disamping memastikan realisasi fisik output kegiatan DAK melalui kegiatan

verifikasi, P2D2 memperkenalkan juga sistem pelaporan yang menggunakan

satu aplikasi secara online, yaitu Web-Based Reporting System (WBRS). WBRS

menggabungkan laporan teknis kegiatan dan laporan keuangan yang selama ini

dilaporkan melalui mekanisme yang berbeda. Disamping itu, dengan WBRS,

pemerintah daerah diwajibkan mengunggah (upload) foto perkembangan

pelaksanaan kegiatan DAK, yaitu pada akan dimulai (0%), pertengahan

pelaksanaan (50%), dan telah selesai (100%). Foto-foto tersebut dilengkapi

dengan geo-tagging yang memungkinkan verifikasi atas lokasi pelaksanaan

kegiatan.

Selain diujicobakan pada P2D2, output-based transfer sebenarnya juga

telah digunakan untuk penyaluran dana hibah ke daerah. Dalam mekanisme

hibah ke daerah sebagaimana diatur dalam PMK 188/PMK.07/2012 tentang

Hibah dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah, pemerintah daerah

membiayai terlebih dahulu (prefinancing) pelaksanaan kegiatan yang ditetapkan.

Pergantian biaya tersebut (reimbursement) dilakukan secara bertahap sesuai

dengan capaian kinerja/output yang telah dihasilkan. Dengan begitu, diharapkan

55Pembahasan

kegiatan hibah dapat terlaksana sesuai dengan standar yang ditentukan sekaligus

meningkatkan rasa kepemilikan (sense of belonging) oleh Pemda.

Kedua mekanisme tadi (P2D2 dan hibah ke daerah) perlu menjadi contoh

pola penyaluran DAK ke depan. Penyaluran DAK dilakukan jika output yang

ditetapkan berhasil dihasilkan oleh pemerintah daerah. Besaran DAK yang

disalurkan adalah sesuai dengan biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah

daerah. Dengan demikian, mekanisme ini dapat memastikan bahwa daerah

melaksanakan kegiatan DAK dan menghasilkan output yang diinginkan, dan

sisa DAK pada akhir tahun di kas daerah dapat ditekan.

Namun, mekanisme baru dapat dilaksanakan dalam jangka menengah/

panjang karena memerlukan persiapan di segala aspek, terutama payung hukum.

Dalam revisi UU No. 33 Tahun 2004 belum diatur tentang pola penyaluran DAK

menggunakan mekanisme reimbursement/prefinancing. Penerapan mekanisme

ini juga memerlukan pertimbangan kapasitas fiskal daerah dan oleh karena itu

mekanisme ini diperuntukkan bagi pemerintah daerah yang memiliki SiLPA

tinggi dan mempunyai kapasitas fiskal tinggi. Hal ini dimaksudkan sebagai

bentuk “disinsentif” atas pengelolaan APBD yang kurang baik yang ditandai

dengan tingginya SiLPA. Adapun untuk pemerintah daerah dengan kapasitas

fiskal yang rendah, mekanisme DAK seperti saat ini masih perlu diterapkan

tetapi dengan kualitas sistem pelaporan yang ditingkatkan, seperti penerapan

WBRS secara penuh.

4.2 Analisis Kebijakan Dalam Pelaporan DAKDi dalam bagian ini, persepsi daerah atas kebijakan pelaporan DAK saat

ini akan digali apakah mempermudah daerah dalam merealisasikan DAK atau

sebaliknya. Sebagaimana diketahui sesuai dengan SEB DAK, SKPD penerima

DAK harus menyiapkan beberapa laporan sebagai alat bagi K/L dalam melakukan

monitoring, antara lain:

56 Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah

a. Laporan triwulanan, memuat perencanaan pemanfaatan DAK, kesesuaian

DPA-SKPD dengan Juknis, perkembangan pelaksanaan kegiatan, dan

permasalahan yang timbul sesuai dengan format yang telah disediakan;

b. Laporan penyerapan DAK, merupakan laporan yang disampaikan kepada

Menteri Keuangan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No 04/

PMK.07/2008 tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Anggaran

Transfer ke Daerah;

c. Laporan akhir, yang merupakan laporan pelaksanaan akhir tahun yang

disusun sesuai dengan format yang telah disediakan.

Seluruh laporan tersebut mempunyai peranan yang strategis dalam

meningkatkan kinerja pemerintah daerah melaksanakan kegiatan DAK dan

juga dalam meningkatkan kualitas kebijakan terkait DAK yang dikeluarkan

oleh pemerintah pusat. Terkait dengan kinerja pemerintah daerah, dengan

menyampaikan laporan secara rutin, pemerintah daerah akan mempersepsikan

bahwa pelaksanaan DAK selalu dimonitor oleh pemerintah pusat sehingga mereka

akan berusaha agar pelaksanaan seluruh kegiatan DAK dilaksanakan tepat waktu

dan sesuai dengan juknis yang ditetapkan. Disamping itu, umpan balik yang

diberikan oleh pemerintah pusat atas laporan yang diterima, dapat berdampak

pada penyelesaian masalah yang dihadapi oleh daerah dalam melaksanakan

kegiatan DAK. Disamping itu, dari sisi pemerintah pusat, informasi yang diperoleh

dalam laporan pelaksanaan DAK merupakan informasi yang sangat penting

dalam rangka evaluasi kebijakan DAK yang berlaku dan evaluasi mencapaian

prioritas nasional yang ingin dicapai dari DAK.

Lebih lanjut, laporan triwulanan dan laporan penyerapan DAK merupakan

instrumen bagi pemerintah pusat dalam memonitor pelaksanaan kegiatan DAK

di daerah. Setiap K/L yang terkait dapat melihat kegiatan DAK yang akan/sedang

dilakukan untuk masing-masing bidang di setiap daerah dan perkembangannya

dan kendala yang dihadapi. Sebagai tindak lanjut dari laporan tersebut,

pemerintah pusat memberikan umpan balik mengenai solusi untuk menangani

57Pembahasan

permasalahan/kendala yang terjadi sehingga kegiatan DAK dapat dilaksanakan

lebih baik sampai akhir tahun.

Sementara itu, laporan akhir merupakan sumber informasi awal bagi

pemerintah pusat mengevaluasi kebijakan dan pelaksanaan DAK tahun

sebelumnya. Dari laporan tersebut, setidaknya dapat diperoleh informasi

mengenai untuk output yang telah dihasilkan selama satu tahun dan kendala

yang dihadapi dalam menghasilkan output tersebut. Dengan demikian, laporan

triwulanan dan laporan akhir mempunyai arti penting untuk perbaikan kebijakan

dan pelaksanaan DAK ke depan.

Terhadap pengaturan pelaporan tersebut, dalam kuesioner ini dicoba

untuk menggali perspektif daerah terhadap mekanisme maupun substansi

dari pelaporan dimaksud. Yang pertama digali adalah terkait penyampaian

laporan-laporan selain dari laporan penyerapan DAK oleh SKPD. Dari hasil

tabulasi kuesioner, 78% responden menjawab SKPD di daerah menyampaikan

laporan DAK kepada pemerintah pusat, sedangkan 14% menjawab tidak dan

8% responden tidak menjawab. Adapun ketika ditanyakan instansi pemerintah

daerah yang mengoordinasi laporan dimaksud, sebanyak 30,6% menjawab

DPKAD dan dan 31,5% menjawab Bappeda.

58 Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah

Grafik 4.8 Penyusunan Grafik 4.9 Koordinator pelaporan

Laporan DAK oleh SKPD DAK di Daerah

66

Sementara itu, laporan akhir merupakan sumber informasi awal bagi pemerintah pusat

mengevaluasi kebijakan dan pelaksanaan DAK tahun sebelumnya. Dari laporan

tersebut, setidaknya dapat diperoleh informasi mengenai untuk output yang telah

dihasilkan selama satu tahun dan kendala yang dihadapi dalam menghasilkan output

tersebut. Dengan demikian, laporan triwulanan dan laporan akhir mempunyai arti

penting untuk perbaikan kebijakan dan pelaksanaan DAK ke depan.

Terhadap pengaturan pelaporan tersebut, dalam kuesioner ini dicoba untuk menggali

perspektif daerah terhadap mekanisme maupun substansi dari pelaporan dimaksud.

Yang pertama digali adalah terkait penyampaian laporan-laporan selain dari laporan

penyerapan DAK oleh SKPD. Dari hasil tabulasi kuesioner, 78% responden menjawab

SKPD di daerah menyampaikan laporan DAK kepada pemerintah pusat, sedangkan

14% menjawab tidak dan 8% responden tidak menjawab. Adapun ketika ditanyakan

instansi pemerintah daerah yang mengoordinasi laporan dimaksud, sebanyak 30,6%

menjawab DPKAD dan dan 31,5% menjawab Bappeda.

Sumber: Data diolah Sumber: Data diolah

Grafik 4.6 Penyusunan LaporanDAK oleh SKPD

Grafik 4.7 Koordinator pelaporan DAK diDaerah

Sumber: Data diolah Sumber: Data diolah

Selanjutnya, terkait dengan bentuk laporan DAK saat ini, mayoritas dari

responden setuju jika bentuk laporan seperti saat ini. Mayoritas responden

juga tidak setuju jika ada hal-hal baru yang akan menambah isi dari laporan

DAK saat ini.

Grafik 4.10 Perspektif Daerah Terhadap Bentuk Laporan DAK

67

Selanjutnya, terkait dengan bentuk laporan DAK saat ini, mayoritas dari

responden setuju jika bentuk laporan seperti saat ini. Mayoritas responden juga tidak

setuju jika ada hal-hal baru yang akan menambah isi dari laporan DAK saat ini.

Terkait dengan kendala dalam penyusunan laporan, mayoritas responden (53%)

menyatakan bahwa penyusunan laporan menghadapi kendala. Rata-rata mereka

berargumen bahwa SKPD terlambat dalam menyampaikan laporan kepada

Bappeda/DPPKAD. Sehubungan dengan hal tersebut, responden setuju jika pelaporan

ini juga dijadikan syarat dalam penyaluran DAK. Hal ini ditujukan agar SKPD lebih

tertib dalam menyampaikan laporan. Bahkan daerah setuju jika mereka dikenakan

sanksi atas ketidakpatuhan mereka dalam membuat dan menyampaikan laporan.

Namun, ketika daerah diberikan beberapa alternatif sanksi terkait ketidakpatuhan

tersebut, mayoritas tidak setuju jika sanksi dikaitkan dengan penundaan DAU/DBH.

Daerah lebih setuju jika sanksi yang akan dikenakan adalah penundaan sejumlah

persentase tertentu atas DAK dan sanksi administratif kepada kepala SKPD.

Grafik 4.8 Perspektif Daerah Terhadap Bentuk Laporan DAK

Sumber: Data diolah

Sumber: Data diolah

59Pembahasan

Terkait dengan kendala dalam penyusunan laporan, mayoritas responden

(53%) menyatakan bahwa penyusunan laporan menghadapi kendala. Rata-

rata mereka berargumen bahwa SKPD terlambat dalam menyampaikan laporan

kepada Bappeda/DPPKAD. Sehubungan dengan hal tersebut, responden setuju

jika pelaporan ini juga dijadikan syarat dalam penyaluran DAK. Hal ini ditujukan

agar SKPD lebih tertib dalam menyampaikan laporan. Bahkan daerah setuju

jika mereka dikenakan sanksi atas ketidakpatuhan mereka dalam membuat dan

menyampaikan laporan. Namun, ketika daerah diberikan beberapa alternatif

sanksi terkait ketidakpatuhan tersebut, mayoritas tidak setuju jika sanksi

dikaitkan dengan penundaan DAU/DBH. Daerah lebih setuju jika sanksi yang

akan dikenakan adalah penundaan sejumlah persentase tertentu atas DAK dan

sanksi administratif kepada kepala SKPD.

Grafik 4.11 Perspektif Daerah Grafik 4.12 Perspektif Daerah jika

Terhadap kendala penyusunan Laporan DAK dijadikan Syarat

laporan DAK Penyaluran DAK

68

Sumber: data diolah Sumber: data diolah

Tabel 4.4 Perspektif Daerah atas Alternatif Sanksi atas Ketidakdisiplinan PenyampaianLaporan

1 2 3 4 5 6 7 8

Sangat tidak setuju 22.5% 7.5% 24.2% 10.0% 26.7% 30.8% 17.5% 11.7%

Tidak Setuju 38.3% 27.5% 41.7% 28.3% 38.3% 39.2% 37.5% 22.5%

Tidak Tahu 5.0% 5.0% 8.3% 9.2% 6.7% 5.0% 14.2% 8.3%

Setuju 13.3% 40.0% 5.0% 30.8% 7.5% 5.0% 10.0% 29.2%

Sangat Setuju 5.0% 4.2% 1.7% 0.8% 1.7% 0.0% 1.7% 12.5%

Tidak Menjawab 15.8% 15.8% 19.2% 20.8% 19.2% 20.0% 19.2% 15.8%

Keterangan :1. Penundaan 100% penyaluran DAK tahap berikutnya2. Penundaan persentase tertentu atas penyaluran DAK untuk tahap berikutnya3. Alokasi yang belum tersalurkan dihapuskan4. Perhitungan sisa DAK tahun sebelumnya dengan alokasi DAK tahun

bersangkutan5. Penundaan DAU/DBH6. Pemotongan DAU/DBH7. Sanksi Administrasi kepada Kepala Daerah8. Sanksi Administrasi kepada Kepala SKPD

Selanjutnya, ketika disinggung terkait dengan penggunaan satu aplikasi

pelaporan, 90% responden daerah menyatakan setuju atas wacana dimaksud.

Grafik 4.10 Perspektif Daerah jikaLaporan DAK dijadikan Syarat

Penyaluran DAK

Grafik 4.9 Perspektif Daerah Terhadapkendala penyusunan laporan DAK

Sumber: Data diolah

Sumber: data diolah Sumber: data diolah

Tabel 4.4 Perspektif Daerah atas Alternatif Sanksi atas

Ketidakdisiplinan Penyampaian Laporan

1 2 3 4 5 6 7 8

Sangat tidak setuju 22.5% 7.5% 24.2% 10.0% 26.7% 30.8% 17.5% 11.7%

Tidak Setuju 38.3% 27.5% 41.7% 28.3% 38.3% 39.2% 37.5% 22.5%

60 Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah

1 2 3 4 5 6 7 8

Tidak Tahu 5.0% 5.0% 8.3% 9.2% 6.7% 5.0% 14.2% 8.3%

Setuju 13.3% 40.0% 5.0% 30.8% 7.5% 5.0% 10.0% 29.2%

Sangat Setuju 5.0% 4.2% 1.7% 0.8% 1.7% 0.0% 1.7% 12.5%

Tidak Menjawab 15.8% 15.8% 19.2% 20.8% 19.2% 20.0% 19.2% 15.8%

Sumber: Data diolah

Keterangan :

1. Penundaan 100% penyaluran DAK tahap berikutnya 2. Penundaan persentase tertentu atas penyaluran DAK untuk tahap berikutnya 3. Alokasi yang belum tersalurkan dihapuskan 4. Perhitungan sisa DAK tahun sebelumnya dengan alokasi DAK tahun

bersangkutan 5. Penundaan DAU/DBH6. Pemotongan DAU/DBH7. Sanksi Administrasi kepada Kepala Daerah8. Sanksi Administrasi kepada Kepala SKPD

Selanjutnya, ketika disinggung terkait dengan penggunaan satu aplikasi

pelaporan, 90% responden daerah menyatakan setuju atas wacana dimaksud.

61Pembahasan

Grafik 4.13 Perspektif Daerah atas

Penggunaan Satu Aplikasi Untuk Pelaporan

69

Grafik 4.11 Perspektif Daerah atas Penggunaan Satu Aplikasi Untuk Pelaporan

Pada FGD di tingkat pusat, dibahas mengenai kinerja pelaporan triwulanan DAK

khususnya pada tahun 2013. Berdasarkan data Sekretariat Bersama DAK, Kemendagri,

tingkat pelaporan DAK oleh pemerintah daerah mulai meningkat sejak dilaksanakan

kegiatan dekonsentrasi koordinasi pelaporan DAK. Untuk tahun 2013, dari 518 daerah

penerima DAK 417 diantaranya telah menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan

DAK triwulan I, 433 daerah menyampaikan laporan triwulan II, 413 daerah

menyampaikan laporan triwulan III, dan 341 daerah menyampaikan laporan triwulan

IV. Secara umum, 485 daerah telah menyampaikan setidaknya satu laporan triwulan.

Dilihat dari persentase, tingkat penyampaian laporan triwulan untuk masing-masing

triwulan telah mencapai rata-rata 79% kecuali untuk triwulan IV yang masih 65,8%.

Tabel di bawah ini memperlihatkan persentase penyampaian laporan triwulanan per

provinsi.

Sumber: Data diolah

Sumber: Data diolah

Pada FGD di tingkat pusat, dibahas mengenai kinerja pelaporan triwulanan

DAK khususnya pada tahun 2013. Berdasarkan data Sekretariat Bersama

DAK, Kemendagri, tingkat pelaporan DAK oleh pemerintah daerah mulai

meningkat sejak dilaksanakan kegiatan dekonsentrasi koordinasi pelaporan

DAK. Untuk tahun 2013, dari 518 daerah penerima DAK 417 diantaranya

telah menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan DAK triwulan I, 433

daerah menyampaikan laporan triwulan II, 413 daerah menyampaikan laporan

triwulan III, dan 341 daerah menyampaikan laporan triwulan IV. Secara umum,

485 daerah telah menyampaikan setidaknya satu laporan triwulan. Dilihat

dari persentase, tingkat penyampaian laporan triwulan untuk masing-masing

triwulan telah mencapai rata-rata 79% kecuali untuk triwulan IV yang masih

65,8%. Tabel di bawah ini memperlihatkan persentase penyampaian laporan

triwulanan per provinsi.

62 Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah

Tabel 4.5 Persentase Penyampaian Laporan Triwulanan

Per Provinsi Tahun 2013

(data per 15 September 2014)

70

Tabel 4.5 Persentase Penyampaian Laporan Triwulanan Per Provinsi Tahun 2013(data per 15 September 2014)

I II III IV

1 Aceh 95,83 100,00 100,00 25,00 100,00

2 Sumatera Utara 70,59 58,82 70,59 50,00 91,18

3 Sumatera Barat 70,00 100,00 100,00 100,00 100,00

4 Sumatera Selatan 75,00 93,75 62,50 56,25 100,00

5 Riau 100,00 100,00 100,00 8,33 100,00

6 Kepulauan Riau 87,50 100,00 100,00 100,00 100,00

7 Jambi 100,00 83,33 100,00 100,00 100,00

8 Bangka Belitung 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

9 Bengkulu 9,09 9,09 81,82 9,09 81,82

10 Lampung 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

11 Jawa Barat 85,19 - 74,07 88,89 96,30

12 Jawa Tengah 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

13 Banten 33,33 100,00 11,11 - 100,00

14 DI Yogyakarta 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

15 Jawa Timur 74,36 38,46 25,64 20,51 79,49

16 Bali 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

17 Kalimantan Barat 26,67 60,00 60,00 26,67 80,00

18 Kalimantan Tengah 100,00 100,00 92,86 100,00 100,00

19 Kalimantan Selatan 100,00 84,62 84,62 84,62 100,00

20 Kalimantan Timur 100,00 100,00 92,31 100,00 100,00

21 Sulawesi Utara 100,00 100,00 100,00 50,00 100,00

22 Sulawesi Tengah 75,00 83,33 33,33 100,00 100,00

23 Sulawesi Selatan 88,00 100,00 84,00 84,00 100,00

24 Sulawesi Barat 100,00 100,00 100,00 - 100,00

25 Sulawesi Tenggara 84,62 92,31 100,00 100,00 100,00

26 Gorontalo 85,71 100,00 100,00 100,00 100,00

27 Nusa Tenggara Barat 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

28 Nusa Tenggara Timur 100,00 100,00 90,91 54,55 100,00

29 Maluku 8,33 100,00 100,00 8,33 100,00

30 Maluku Utara 20,00 - 20,00 20,00 30,00

31 Papua 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

32 Papua Barat 16,67 - 8,33 8,33 25,00

80,50 78,57 79,73 65,83 93,63TOTAL

% DAERAH YG MELAPORKAN

LAPORAN TRIWULANNO DATA DAERAH

% DAERAH

YANG

MELAPORKAN

Sumber: Sekretariat Bersama Pengendalian dan Pelaporan DAK, Kementerian Dalam Negeri, 2013

Dari tabel tersebut, terlihat sampai dengan bulan September 2014, masih terdapat

beberapa daerah yang belum menyampaikan laporan triwulanan tahun 2013.

Pemerintah daerah yang kurang dalam taat dalam menyampaikan laporan adalah

pemerintah daerah-pemerintah daerah di Provinsi Maluku Utara dan Papua Barat.

Adapun pemerintah daerah yang menyampaikan seluruh laporan triwulanan adalah

daerah-daerah yang berada di Provinsi Bangka Belitung, Lampung, Jawa Tengah, DIY,

Bali, NTB, dan Papua.

Sumber: Sekretariat Bersama Pengendalian dan Pelaporan DAK, Kementerian Dalam

Negeri, 2013

Dari tabel tersebut, terlihat sampai dengan bulan September 2014, masih

terdapat beberapa daerah yang belum menyampaikan laporan triwulanan tahun

2013. Pemerintah daerah yang kurang dalam taat dalam menyampaikan laporan

adalah pemerintah daerah-pemerintah daerah di Provinsi Maluku Utara dan

Papua Barat. Adapun pemerintah daerah yang menyampaikan seluruh laporan

triwulanan adalah daerah-daerah yang berada di Provinsi Bangka Belitung,

Lampung, Jawa Tengah, DIY, Bali, NTB, dan Papua.

63Pembahasan

Namun demikian, tabel di atas hanya menunjukkan daerah - daerah yang

menyampaikan laporan triwulanan melalui tim koordinasi di tingkat provinsi.

Tabel tersebut belum mengukur kinerja pelaporan DAK yang sebenarnya yaitu

ketepatan waktu penyampaian dan kelengkapan laporan. Kinerja ketepatan

waktu diukur dari penyampaian laporan sebelum batas waktu yang ditetapkan.

Adapun kelengkapan laporan terkait dengan pengisian informasi sesuai dengan

format yang ditentukan.

Untuk ketepatan waktu, berdasarkan informasi dari Sekretariat Bersama SEB

DAK, hanya sekitar 41% pemerintah daerah yang melaporkan sesuai tenggat

waktu yang diberikan. Adanya 41% daerah yang melaporkan pelaksanaan DAK

per triwulan secara tepat waktu diperoleh setelah Sekretariat Bersama SEB

DAK melaksanakan kegiatan dekonsentrasi penguatan peran provinsi dalam

pengendalian, pelaporan dan evaluasi pemanfaatan program dana alokasi khusus

(DAK). Pada dasarnya, angka tersebut masih relatif rendah walaupun kewajiban

penyampaian laporan triwulanan merupakan amanat PP No. 55 Tahun 2005.

Sebenarnya pemerintah pusat mempunyai tools yang dapat meningkatkan

kepatuhan dan ketepatan waktu pemerintah daerah menyampaikan laporan

dimaksud. Pasal 63 PP No. 55 Tahun 2005 menyebutkan bahwa kepala daerah

menyampaikan laporan triwulan yang memuat (i) laporan pelaksanaan kegiatan

dan (ii) penggunaan DAK kepada Menteri Keuangan, menteri teknis, dan Menteri

Dalam Negeri. Laporan triwulanan disampaikan paling lambat 14 (empat

belas) hari setelah triwulan yang bersangkutan berakhir. Ketidakpatuhan atas

penyampaian laporan tersebut dapat dikenakan sanksi penundaan penyaluran

DAK. Selanjutnya, Pasal 65 mengamanatkan bahwa kententuan lebih lanjut

mengenai penetapan program dan kegiatan, penyaluran dan pelaporan diatur

dalam peraturan menteri keuangan.

Namun, sampai saat ini tidak ada peraturan pelaksana yang menjabarkan

lebih lanjut pelaksanaan pelaporan triwulan dan akhir serta penerapan sanksi

sehingga tidak semua daerah menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan

DAK secara tepat waktu. Peraturan pelaksana yang ada saat ini adalah PMK

64 Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah

183/PMK.07/2013 mengenai Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Anggaran

Transfer ke Daerah, yang hanya mengatur pelaporan dari sisi keuangan, yaitu

laporan realisasi penyerapan dari masing-masing tahap penyaluran dan laporan

penggunaan DAK dan tidak mengatur mengenai penundaan penyaluran DAK jika

daerah terlambat menyampaikan laporan triwulanan. Memang saat ini telah ada

SEB DAK yang mengatur tentang pelaksanaan pemantauan teknis pelaksanaan

dan evaluasi pemanfaatan DAK, termasuk didalamnya sistem pelaporan DAK.

SEB DAK tersebut ditandatangani oleh Menteri Perencanaan Pembangunan

Nasional/Kepala Bappenas, Menteri Keuangan, dan Menteri Dalam Negeri.

Tetapi didalam hirarki peraturan perundangan, SEB bukan merupakan produk

hukum sehingga tidak terdapat sanksi jika pemerintah daerah tidak menjalankan

SEB tersebut.

Berbagai upaya meningkatkan kepatuhan penyampaian laporan DAK telah

dilaksanakan. Misalnya, Kementerian Dalam Negeri melaksanakan kegiatan

dekonsentrasi penguatan peran provinsi dalam pengendalian, pelaporan dan

evaluasi pemanfaatan program dana alokasi khusus (DAK) dengan membentuk

Tim Koordinasi Pelaksanaan, Pemantauan, dan Evaluasi DAK di Tingkat

Provinsi (TKP2ED) atau disebut Tim Pokja Provinsi. Tim tersebut beranggotakan

wakil-wakil dari Bappeda, Biro Administrasi Pembangunan/sebutan lain,

satuan kerja pengelola keuangan daerah (SKPKD), dan SKPD yang berisi

perwakilan/pembina bidang-bidang DAK di Tingkat Provinsi. Tim Pokja Provinsi

memfasilitasi terbentuknya tim pokja di tingkat kabupaten/kota dengan komposisi

keanggotaan hampir sama. Tugas utama dari tim pokja tersebut adalah

melakukan koordinasi dengan organisasi pelaksana pusat dan daerah melalui

forum koordinasi, melakukan pemantauan dan evaluasi teknis pelaksanaan

DAK, dan mengoordinasikan dan mengonsolidasikan laporan pemantuan teknis

pelaksanaan DAK dari SKPD dan kemudian menyampaikan laporan tersebut

ke provinsi/pusat.

Upaya lainnya adalah melalui kebijakan untuk memasukan kinerja pelaporan

pelaksanaan kegiatan dan penggunaan DAK sebagai salah satu indikator teknis

65Pembahasan

dalam perhitungan alokasi DAK tahun 2014. Dampak dari mekanisme ini baru

dapat dirasakan setidaknya mulai tahun 2015. Namun demikian, upaya ini

belum dapat memastikan bahwa semua daerah akan menyampaikan laporan

dimaksud karena dengan metode pengalokasian DAK yang digunakan saat ini

memungkinkan daerah yang tidak melaporkan kegiatannya tetap mendapatkan

DAK.

Untuk meningkatkan kepatuhan dan ketepatan waktu penyampaian laporan

triwulanan, pemerintah pusat perlu melaksanakan penerapan sanksi penundaan

penyaluran DAK. Tetapi mengingat adanya perbedaan waktu penyampaian

laporan yang dilakukan setiap triwulan dan penyaluran DAK yang dilakukan

berdasarkan tahapan, penerapan sanksi menjadi sulit diimplementasikan.

Seperti yang dijelaskan pada subbab sebelumnya, penyaluran secara triwulanan

menjadi salah satu alternatif pola penyaluran DAK yang sesuai dengan pola

penyampaian laporan, tetapi perubahan penyaluran secara tahapan menjadi

triwulanan membutuhkan waktu yang cukup persiapan dan diseminasi baik

oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

Salah satu solusi yang mungkin diterapkan adalah memasukan laporan

pelaksanaan DAK sebagai salah satu syarat penyaluran DAK, dengan merevisi

PMK 183/PMK.07/2013. Revisi PMK juga memuat batasan tanggung jawab

Kementerian Keuangan, yaitu hanya membuat check list laporan yang diterima

dan meneruskan laporan teknis kepada K/L terkait sebagai bahan monitoring dan

evaluasi DAK. Penyaluran DAK tetap mengacu pada kelengkapan persyaratan

laporan yang diterima Kementerian Keuangan.

Terkait dengan adanya perbedaan pola waktu penyampaian laporan dengan

penyaluran, jumlah laporan yang dilampirkan sebagai dokumen pencairan DAK

tergantung waktu permintaan pencairan DAK. Sebagai contoh, jika daerah

menyampaikan permintaan pencairan Tahap I pada bulan Mei, maka laporan

yang disampaikan harus meliputi laporan triwulan 4 tahun sebelumnya dan

laporan triwulan 1 tahun berjalan. Dengan demikian, solusi ini memungkinkan

66 Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah

peningkatan penyampaian laporan DAK tetapi tidak memastikan laporan tepat

waktu disampaikan.

Ukuran kinerja pelaporan lainnya adalah kelengkapan informasi. Sampai

saat ini, masih banyak laporan yang disampaikan tidak lengkap-jika dilihat

kelengkapan data yang diisi sesuai format laporan SEB DAK. Sekretariat Bersama

SEB DAK belum mendalami seberapa banyak daerah yang belum mengisi secara

lengkap informasi yang diminta sesuai format SEB DAK. Namun demikian,

ketidaklengkapan tersebut mungkin disebabkan karena adanya kebingungan

daerah atas perbedaan format laporan antara format laporan SEB DAK dan

format laporan Juknis DAK. Dari 16 K/L pembina DAK di tingkat pusat, hanya

delapan K/L yang format laporannya sesuai dengan SEB DAK, diantaranya

adalah Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal, Kemenhub, Kemendagri,

Kementan, Kemendikbud, dan Kemenkes.

Perbedaan format laporan ini tentunya akan menambah beban kerja

SKPD dalam menyiapkan laporan triwulanan, terlebih jika pemerintah daerah

diharuskan menyampaikan laporan triwulanan empat belas hari setelah triwulan

yang berkenaan berakhir. Untuk mempermudah daerah dalam menyampaikan

laporan pelaksanaan kegiatan DAK, perlu adanya format standar yang dapat

dipakai oleh seluruh K/L pembina DAK. Beberapa data teknis yang dapat

dibutuhkan tetapi tidak dapat diakomodasi dalam format laporan standar tersebut

dapat dipisahkan dalam lampiran tersendiri.

Disamping perbedaan format, alur dan waktu pelaporan antara SEB DAK

dan Juknis DAK juga berbeda. Hanya enam dari enam belas K/L pembina DAK

yang alur dan waktu pelaporannya sesuai dengan SEB DAK. Alur pelaporan

yang sesuai adalah setiap SKPD kabupaten/kota/provinsi melaporkan kepada

sekretaris daerah untuk kemudian dikompilasi. Laporan kompilasi disampaikan

oleh kepala daerah kepada kementerian teknis, Kementerian Dalam Negeri, dan

Kementerian Keuangan, serta tembusan kepada dan gubernur. Alur pelaporan

sesuai SEB dapat dilihat pada Grafik 3.4. Tabel berikut ini menyajikan kesesuaian/

perbedaan alur dan waktu pelaporan DAK.

67Pembahasan

Tabel 4.6 Alur dan Waktu Pelaporan DAK

No Bidang Alur Pelaporan DAK Waktu Pelaporan DAK

1 Sarpras Daerah Tertinggal

Sesuai SEB Sesuai SEB

2 Keselamatan Transportasi Darat

Sesuai SEB Sesuai SEB

3 Transportasi Perdesaan Sesuai SEB Sesuai SEB

4 Pertanian SKPD Pertanian di Kab/Kota/Provinsi ke Kementerian c.q. Menkeu, Dirjen/Kepala Badan Lingkup Kementan

Sesuai SEB

5 Prasarana Pemerintahan Daerah (Praspem)

Sesuai SEB Sesuai SEB

6 Lingkungan Hidup Kepala Institusi Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten/Kota Kepala Instansi Lingkungan Hidup Provinsi KemenLH

Laporan Triwulan dan rekapnya paling lambat 2 – 3 minggu. Sedangkan Laporan akhir dan rekapnya paling lambat 4 – 6 minggu

7 Energi Perdesaan Sesuai SEB Sesuai SEB

8 Infrastruktur (Jalan, Irigasi, Air Minum, dan Sanitasi)

SKPD Bupati/Walikota/Gubernur Balai Satker Pusat Dirjen Terkait

Paling lambat 25 hari

9 Kehutanan SKPD ke Menhut Sesuai SEB

10 Perdagangan SKPD ke Menteri Perdagangan

Sesuai SEB

11 Kelautan dan Perikanan Sesuai SEB Paling lambat 5 hari

12 Perumahan dan Kawasan Permukiman

Sesuai SEB Sesuai SEB

13 Sarpras Perbatasan Bupati dan Gubernur Kepala BNPP

Setiap triwulan dan akhir tahun

68 Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah

No Bidang Alur Pelaporan DAK Waktu Pelaporan DAK

14 Pendidikan (Dasar dan Menengah)

PPS KepSek SKPD Kab/Kota Bupati/Walikota Pusat

Sesuai SEB

15 Kesehatan Sesuai SEB Sesuai SEB

16 KB Kepala SKPD di Kab/Kota ke Tim Pengendali DAK di Prov Pusat

Setiap triwulan dan akhir tahun

Sumber: Sekretariat Bersama Pengendalian dan Pelaporan DAK, Kementerian Dalam

Negeri, 2013

Seperti halnya dengan perbedaan format laporan, perbedaan alur dan waktu

pelaporan DAK juga akan membingungkan pemerintah daerah dalam melaporkan

kegiatan DAK. Jika mengikuti kedua alur dan waktu, waktu produktivitas setiap

SKPD akan banyak tersita untuk memenuhi kewajiban pelaporan saja. Oleh

karena itu, perlu adanya sinkronisasi antara alur dan waktu pelaporan yang

ditetapkan dalam SEB dengan juknis DAK. Disamping itu, untuk mempermudah

dan mempercepat pelaporan dari daerah, perlu digunakan satu aplikasi yang

memungkinkan penyampaian laporan secara elektronik. Seperti hasil FGD di

daerah, bahwa 90% respon setuju/sangat setuju jika pelaporan DAK dilakukan

melalui satu aplikasi. Saat ini, Kementerian Keuangan telah mengembangkan

Web-Based Reporting System (WBRS) yang telah diuji coba pada lima provinsi

percontohan untuk DAK infrastruktur (jalan, irigasi, dan air minum). WBRS

telah diperkenalkan kepada Sekretariat Bersama DAK dan diharapkan dapat

diterapkan secara menyeluruh baik untuk seluruh bidang dan seluruh daerah

dalam waktu tidak terlalu lama.

69Pembahasan

4.3 Analisis Kebijakan Dalam Monitoring dan Evaluasi DAK

Di dalam bagian ini, akan digali persepsi daerah atas kebijakan monitoring

dan evaluasi DAK dalam membantu daerah dalam melaksanakan DAK atau

sebaliknya. Sebagaimana dengan pelaporan, pemantauan dan evaluasi

DAK secara umum juga diatur dalam PP No. 55 Tahun 2005 tentang Dana

Perimbangan. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 64 PP tersebut, pemantauan

dan evaluasi terhadap pemanfaatan dan teknis pelaksanaan kegiatan yang

didanai dari DAK dilakukan secara bersama-sama antara Menneg PPN dan

Mendagri, sedangkan untuk pemantauan dan evaluasi pengelolaan keuangan

DAK dilakukan oleh Menkeu.

Selanjutnya berdasarkan SEB DAK, dalam monitoring pelaksanaan DAK

terdapat beberapa aspek yang akan dilihat, yaitu aspek teknis dan aspek

keuangan. Adapun ruang lingkup pemantauan dari aspek teknis adalah:

1. kesesuaian antara kegiatan DAK dengan usulan kegiatan yang ada dalam

Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD);

2. kesesuaian pemanfaatan DAK dalam Dokumen Pelaksana Anggaran–

Satuan Kerja Perangkat Daerah (DPA-SKPD) dengan petunjuk teknis dan

pelaksanaan di lapangan;

3. realisasi waktu pelaksanaan, lokasi, dan sasaran pelaksanaan dengan

perencanaan.

Sedangkan yang menjadi ruang lingkup pemantauan dari aspek keuangan

adalah:

1. penyediaan dana pendamping;

2. realisasi penyerapan yang meliputi realisasi keuangan dari rekening kas

umum negara ke rekening kas umum daerah;

3. realisasi pembayaran dari rekenening kas umum daerah Surat Perintah

Pencairan Dana (SP2D) kepada pihak ketiga.

70 Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah

Sehubungan dengan hal tersebut, di dalam bagian ini akan digali secara

mendalam terkait dengan perspektif daerah terhadap kebijakan monev yang

ada saat ini. Yang pertama digali adalah eksistensi tim koordinasi pemantauan

DAK di daerah dan keterlibatan provinsi dalam pelaksanaan monitoring dan

evaluasi. Seperti yang terlihat pada grafik 4.14 dan grafik 4.15, terlihat bahwa

60% responden manyatakan bahwa di daerah mereka terdapat tim koordinasi

pemantauan DAK, tetapi 31% dari responden menyampaikan hal sebaliknya.

Adapun untuk keterlibatan provinsi dalam monitoring DAK, sebanyak 58%

responden menyampaikan bahwa selama ini provinsi terlibat dalam monitoring

dan evaluasi DAK di tingkat kabupaten/kota dan terdapat 35% responden dengan

pendapat yang berlawanan.

Grafik 4.14 Eksistensi TKP Grafik 4.15 Keterlibatan Provinsi

DAK di daerah dalam Monev DAK

77

3. realisasi waktu pelaksanaan, lokasi, dan sasaran pelaksanaan dengan perencanaan.

Sedangkan yang menjadi ruang lingkup pemantauan dari aspek keuangan adalah:

1. penyediaan dana pendamping;

2. realisasi penyerapan yang meliputi realisasi keuangan dari rekening kas umum

negara ke rekening kas umum daerah;

3. realisasi pembayaran dari rekenening kas umum daerah Surat Perintah Pencairan

Dana (SP2D) kepada pihak ketiga.

Sehubungan dengan hal tersebut, di dalam bagian ini akan digali secara

mendalam terkait dengan perspektif daerah terhadap kebijakan monev yang ada saat

ini. Yang pertama digali adalah eksistensi tim koordinasi pemantauan DAK di daerah

dan keterlibatan provinsi dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi. Seperti yang

terlihat pada grafik 4.14 dan grafik 4.15, terlihat bahwa 60% responden manyatakan

bahwa di daerah mereka terdapat tim koordinasi pemantauan DAK, tetapi 31% dari

responden menyampaikan hal sebaliknya. Adapun untuk keterlibatan provinsi dalam

monitoring DAK, sebanyak 58% responden menyampaikan bahwa selama ini provinsi

terlibat dalam monitoring dan evaluasi DAK di tingkat kabupaten/kota dan terdapat

35% responden dengan pendapat yang berlawanan.

Sumber: data diolah Sumber: data diolah

Grafik 4.13 Keterlibatan Provinsi dalamMonev DAK

Grafik 4.12 Eksistensi TKP DAK didaerah

Sumber: data diolah Sumber: data diolah

Hasil FGD yang dilakukan di 10 daerah juga menyampaikan hal yang sama,

dari 10 daerah tersebut, sebagian besar menyatakan bahwa peranan provinsi

boleh dibilang kurang dalam melakukan monitoring dan evaluasi DAK, alasannya

adalah ketiadaan anggaran untuk pelaporan dan monev. Kalaupun monev ada

hanya sebatas untuk SKPD provinsi yang menerima DAK saja, belum monev

ke pelaksanaan DAK di daerah.

71Pembahasan

Terkait dengan pelaksanaan monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh

pemerintah pusat, ketika ditanyakan adanya tumpang tindih pelaksanaan monev,

ternyata mayoritas daerah responden menyatakan tidak, bahkan ketika ditanyakan

dalam FGD di daerah sampel, mayoritas peserta FGD mengusulkan agar monev

dilaksanakan secara rutin untuk membantu daerah dalam melaksanakan DAK

karena mereka berpandangan bahwa monev yang dilakukan oleh pemerintah

pusat sangat bermanfaat. Hal ini sesuai dengan hasil tabulasi kuesioner yang

menyebutkan bahwa lebih dari 70% responden mendapatkan manfaat dari

adanya monev yang dilakukan oleh pusat.

Grafik 4.16 Perspektif Daerah atas Grafik 4.17 Perspektif Daerah atas

Pelaksanaan Monev Pusat apakah adakah manfaat dari Monev yang

tumpang tindih dilakukan Pusat

78

Hasil FGD yang dilakukan di 10 daerah juga menyampaikan hal yang sama, dari

10 daerah tersebut, sebagian besar menyatakan bahwa peranan provinsi boleh dibilang

kurang dalam melakukan monitoring dan evaluasi DAK, alasannya adalah ketiadaan

anggaran untuk pelaporan dan monev. Kalaupun monev ada hanya sebatas untuk

SKPD provinsi yang menerima DAK saja, belum monev ke pelaksanaan DAK di

daerah.

Terkait dengan pelaksanaan monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh

pemerintah pusat, ketika ditanyakan adanya tumpang tindih pelaksanaan monev,

ternyata mayoritas daerah responden menyatakan tidak, bahkan ketika ditanyakan

dalam FGD di daerah sampel, mayoritas peserta FGD mengusulkan agar monev

dilaksanakan secara rutin untuk membantu daerah dalam melaksanakan DAK karena

mereka berpandangan bahwa monev yang dilakukan oleh pemerintah pusat sangat

bermanfaat. Hal ini sesuai dengan hasil tabulasi kuesioner yang menyebutkan bahwa

lebih dari 70% responden mendapatkan manfaat dari adanya monev yang dilakukan

oleh pusat.

Sumber: data diolah Sumber: data diolah

Dalam FGD di tingkat pusat, terungkap beberapa permasalahan yang

melatarbelakangi kekurangefektifan kegiatan monitoring dan evaluasi yang dilakukan

oleh instansi pemerintah pusat atas pelaksanaan kegiatan DAK selama ini. Beberapa

Grafik 4.14 Perspektif Daerah atasPelaksanaan Monev Pusat apakah tumpang

tindih

Grafik 4.7 Perspektif Daerah atas adakahmanfaat dari Monev yang dilakukan Pusat

Sumber: data diolah Sumber: data diolah

Dalam FGD di tingkat pusat, terungkap beberapa permasalahan yang

melatarbelakangi kekurangefektifan kegiatan monitoring dan evaluasi yang

dilakukan oleh instansi pemerintah pusat atas pelaksanaan kegiatan DAK

selama ini. Beberapa permasalahannya antara lain adalah adanya saling

silang (cross cutting) kewenangan monitoring dan evaluasi antara K/L, SOP

koordinasi monitoring dan evaluasi yang belum berlangsung secara efektif,

metodologi pengukuran yang belum disepakati, dan kesulitan memperoleh data

terkait hasil monitoring dan evaluasi DAK yang pernah dilakukan sebelumnya.

Disamping itu, dari sekian banyak kegiatan monitoring dan evaluasi DAK yang

72 Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah

telah dilakukan, umpan balik yang berikan kepada daerah guna memperbaiki

pelaksanaan DAK juga belum secara cepat diberikan sehingga mempengaruhi

pelaksanaan dan penyerapan DAK. Sebagai contoh adalah permasalahan juknis

DAK pendidikan yang berulang kali terjadi walaupun sudah banyak laporan hasil

kegiatan monitoring dan evaluasi yang mengangkat hal tersebut.

Para peserta FGD pusat sepakat akan perlunya peningkatan efektivitas

monitoring dan evaluasi DAK agar hasil monitoring dan evaluasi yang dilakukan

secara langsung menggambarkan manfaat yang sesungguhnya bagi perbaikan

kebijakan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Untuk meningkatkan

efektivitas monitoring dan evaluasi DAK, diperlukan metodologi monitoring dan

evaluasi yang tepat, baik yang terkait dengan pemantauan fisik di lapangan

maupun mekanisme penyampaian laporan periodik secara elektronik. Selain itu,

perlu pula disiapkan basis data pendahuluan (baseline data) yang menjadi tolok

ukur pengukuran keberhasilan pelaksanaan kegiatan DAK di daerah. Pelaporan

periodik melalui satu aplikasi yang dapat digunakan oleh seluruh pemangku

kepentingan DAK, seperti Web Based Reporting System (WBRS) sebagai tools

monitoring dan evaluasi DAK secara elektronik akan membantu pemerintah pusat

dalam mengatasi keterbatasan sumber daya manusia dan keuangan. Dengan

adanya instrumen pelaporan tersebut, monitoring dan evaluasi dapat dilakukan

secara populasi, tidak berdasarkan sampel seperti saat ini.

73Simpulan dan Rekomendasi

BAB 5 sIMPULAN DAN REKOMENDAsI

5.1 Simpulan1. Kebijakan penyaluran DAK saat ini, tahapan penyaluran dan persyaratan

penyaluran, sudah dianggap tepat dan tidak menyulitkan oleh sebagian

besar responden dari pemerintah daerah. Hal ini diperkuat dengan jawaban

responden yang menyatakan tidak setuju atas beberapa alternatif pola

penyaluran DAK seperti triwulanan, sistem pembayaran pendahuluan,

penyaluran per bidang, dan penyaluran per bulan.

2. Dengan pola penyaluran DAK saat ini, terdapat tidak sedikit daerah yang

baru mencairkan DAK Tahap I setelah pertengahan tahun. Untuk tahap II,

tersalur sebesar Rp1,5 triliun pada bulan Desember untuk 67 daerah dan

empat daerah diantaranya baru mendapatkan dana DAK Tahap II setelah

tanggal 20 Desember. Penyaluran Tahap III terkonsentrasi pada minggu

ketiga dan minggu keempat bulan Desember dengan nilai Rp4,9 triliun

untuk 356 daerah penerima.

3. Pencairan pada akhir tahun ini berdampak pada pelaksanaan kegiatan DAK

yang mendekati akhir tahun anggaran. Disamping itu, banyak pemerintah

daerah yang mencairkan DAK Tahap II dan Tahap III ketika hampir tutup

tahun anggaran sehingga menyebabkan terjadinya SiLPA DAK pada APBD

selama beberapa tahun terakhir. SiLPA DAK juga disebabkan oleh masalah

juknis DAK yang terlambat/direvisi pada pertengahan tahun/tidak dapat

dilaksanakan.

4. Walaupun kinerja penyaluran DAK hampir mencapai 100% tetapi hal ini

kurang berbanding lurus dengan kinerja pelaksanaan DAK di daerah. Salah

74 Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah

satu indikatornya adalah terjadinya SiLPA DAK yang cukup signifikan setiap

tahunnya. Pada tahun 2013, terdapat Rp6,5 triliun (22,5% dari DAK

tersalur) sisa DAK yang menjadi SiLPA. Sisa DAK yang besar menunjukkan

bahwa adanya kegiatan DAK yang tidak terlaksana.

5. Bidang DAK yang sering terjadi permasalahan adalah bidang pendidikan,

khususnya terkait dengan juknis DAK. Disamping itu, mulai tahun 2015

terdapat penggabungan beberapa bidang DAK menjadi DAK bidang

transportasi yang mempunyai potensi permasalahan dalam tahap awal

pelaksanaannya. Permasalahan pelaksanaan DAK pada bidang-bidang

dengan alokasi yang besar biasanya akan mempengaruhi pelaksanaan

bidang lain terkait dengan penyerapan yang maksimal dan penyaluran DAK

tahap berikutnya tidak dapat dilakukan.

6. Persentase penyaluran DAK tahap terakhir yang cukup besar juga

menyumbang peran terhadap terjadinya SiLPA pada akhir tahun. Peran

tersebut diperbesar jika penyaluran dilakukan pada dua minggu sebelum

tahun anggaran berakhir.

7. Pola penyaluran secara triwulanan dapat dijadikan sebagai alternatif pola

penyaluran secara tahapan. Dengan per triwulan, pola penyaluran dapat

diselaraskan dengan pola pelaporan pelaksanaan kegiatan dan penggunaan

DAK yang wajib disampaikan oleh pemerintah daerah selambat-lambatnya

empat belas hari setelah triwulan yang berkenaan berakhir.

8. Terkait dengan pelaporan, sebagian kecil responden pemerintah daerah

mengakui bahwa SKPD penerima DAK tidak menyampaikan laporan DAK

kepada pemerintah pusat. Disamping itu, SKPD yang bertugas mengoordinasi

dan mengompilasi laporan setiap SKPD penerima DAK untuk kemudian

disampaikan kepada pemerintah pusat beragam antardaerah. Banyak

pemerintah daerah yang menugaskan Bappeda atau DPKAD sebagai SKPD

yang melakukan koordinasi, kompilasi dan penyampaian laporan DAK kepada

pemerintah pusat. Namun terdapat 24% responden yang menyatakan

75Simpulan dan Rekomendasi

terdapat SKPD penerima DAK yang melaporkan langsung kepada pemerintah

pusat.

9. Perbedaan alur pelaporan tersebut diperkuat dengan hasil temuan Tim

Sekretariat Bersama yang menyatakan bahwa dari enam belas K/L pembina

DAK, hanya enam K/L yang memiliki alur pelaporan yang sama dengan SEB

DAK.

10. Terhadap format laporan, sebagian besar responden daerah setuju jika format

laporan saat ini perlu diseragamkan antarbidang dan disederhanakan. Hal

ini terkait dengan adanya delapan K/L pembina DAK yang memiliki format

laporan yang berbeda dengan format SEB. Perbedaan format laporan ini

menyebabkan pemerintah daerah harus menyiapkan laporan DAK yang

sama dalam dua format yang berbeda.

11. Kepatuhan pemerintah daerah dalam menyampaikan laporan triwulanan

secara tepat waktu masih relatif rendah. Hal ini dibuktikan bahwa sampai

dengan bulan September 2014, laporan triwulan I – IV tahun 2013 belum

sepenuhnya disampaikan (lihat Tabel 4.4). Kekurangpatuhan penyampaian

laporan tersebut karena belum diterapkannya sanksi penundaan penyaluran

DAK. Peraturan menteri keuangan yang ada saat ini baru mengatur pada

penyampaian laporan dari aspek keuangan.

12. Terkait dengan penerapan sanksi tersebut, sebagian responden daerah setuju

jika laporan kegiatan DAK dijadikan syarat sebagai penyaluran DAK untuk

mendorong SKPD penerima DAK menyampaikan laporan sesuai dengan

peraturan perundang-undangan. Atas ketidakpatuhan penyampaian laporan,

responden daerah lebih setuju jika sanksi diberikan berupa penundaan

atas penyaluran DAK atau sanksi administratif kepada SKPD yang tidak

menyampaikan laporan dimaksud.

13. Penggunaan satu aplikasi pelaporan untuk semua bidang DAK akan

mempermudah dan mempercepat pelaporan dari daerah serta menyamakan

alur dan waktu pelaporan berbagai bidang DAK.

76 Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah

14. Terkait dengan monitoring dan evaluasi DAK, responden daerah memandang

perlu peningkatan peran provinsi dalam melakukan kegiatan tersebut.

Pemerintah daerah kabupaten dan kota berharap mendapatkan pembinaan

secara langsung atas pelaksanaan kegiatan DAK dari provinsi.

15. Kegiatan monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh instansi pemerintah

pusat dirasakan kuran efektif karena berbagai permasalahan, seperti cross

cutting kewenangan monitoring dan evaluasi antara K/L, SOP koordinasi

monitoring dan evaluasi yang belum berlangsung secara efektif, metodologi

pengukuran yang belum disepakati, dan kesulitan memperoleh data terkait

hasil monitoring dan evaluasi DAK yang pernah dilakukan sebelumnya.

5.2 Rekomendasi

a. Kebijakan Penyaluran

Rekomendasi untuk kebijakan penyaluran dibedakan menjadi dua kelompok,

yaitu rekomendasi untuk diimplementasikan dalam jangka pendek dan jangka

menengah/panjang. Rekomendasi kebijakan penyaluran untuk jangka pendek

adalah dijabarkan berikut ini.

a. Perlunya perbaikan kebijakan penyaluran melalui revisi PMK 183/

PMK.07/2013. Kriteria perbaikan dalam kebijakan penyaluran DAK

setidaknya harus mempertimbangkan :

- memungkinkan penggunaan DAK lebih cepat;

- menjamin ketepatan waktu pelaksanaan kegiatan yang didanai oleh

DAK;

- mampu mengurangi terjadinya SiLPA DAK pada akhir tahun; dan

- menghasilkan laporan teknis pelaksanaan DAK, disamping laporan

keuangan penggunaan DAK.

b. Penyaluran secara tahapan tetap dipertahankan agar tidak terdapat

perubahan yang dramastis yang dapat menyebabkan penundaan pelaksanaan

kegiatan DAK di daerah pada tahun 2015 apabila perubahan kebijakan

hendak diimplementasikan pada tahun tersebut.

77Simpulan dan Rekomendasi

c. Besaran persentase penyaluran DAK setiap tahapan, disepakati tetap sama,

yaitu Tahap I 30%, Tahap II 45%, dan Tahap III sebesar % sesuai kebutuhan

yang diperlukan untuk menyelesaikan kegiatan sampai dengan akhir tahun

anggaran, dengan batas maksimal yang dapat disalurkan adalah 25%. Hal

ini dimaksudkan agar tidak terdapat sisa DAK di daerah. Namun demikian,

persentase Tahap III diusulkan untuk dapat diperkecil dengan memperbesar

persentase Tahap I atau Tahap II, guna meminimumkan potensi terjadinya

SiLPA DAK pada akhir tahun.

d. Khusus untuk penyaluran Tahap III, selain ditentukan dengan persentase

tertentu sebagaimana dijelaskan pada huruf c, guna lebih memperkecil

potensi terjadinya SiLPA DAK, penyaluran Tahap III dapat dilakukan

berdasarkan kebutuhan pengeluaran riil terkait DAK sampai akhir tahun

dari daerah. Dengan demikian, persentase Tahap III yang ditetapkan nanti

bersifat batas maksimum penyaluran Tahap III yang diperbolehkan.

e. Penyaluran dilakukan per bidang khususnya untuk 3 (tiga) pelayanan dasar

yaitu pendidikan, kesehatan, dan bidang ke-PU-an (jalan, irigais, air minum,

dan sanitasi), sedangkan lainnya dijadikan satu. Hal ini untuk mengatasi

permasalahan yang kerap kali muncul, khususnya terkait dengan juknis

DAK bidang Pendidikan yang mempengaruhi daerah dalam menyerap DAK

dan kinerja penyaluran DAK di pusat.

f. Batasan waktu pengajuan penyaluran DAK :

- Tahap I dapat dicairkan paling cepat bulan Februari (sama seperti

aturan saat ini) dan paling lambat pada akhir bulan Juni atau Juli.

Jika melewati batas waktu tersebut, daerah tidak dapat mencairkan

seluruh alokasi DAK untuk tahun bersangkutan. Hal ini dimaksudkan

agar (1) daerah lebih disiplin dan dapat melaksanakan kegiatan DAK

lebih cepat, sehingga penyelesaian pelaksanaan kegiatan tepat waktu,

dan (2) mendorong kementerian/lembaga teknis terkait agar disiplin

dalam penetapan/revisi juknis DAK tepat waktu;

78 Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah

- Tahap II tidak terdapat pembatasan waktu pencairan namun harus tetap

terdapat jeda waktu yang cukup dan wajar antara pencairan tahap 2

dengan tahap sebelum atau sesudahnya;

- Tahap III dapat dicairkan selambat-lambatnya 15 Desember atau

sejumlah tertentu dari hari kerja sebelum tahun bersangkutan berakhir.

g. Monitoring kinerja pelaksanaan DAK di daerah :

- DPA SKPD dan Laporan Pelaksanaan Kegiatan dan Penggunaan DAK

dijadikan sebagai persyaratan pencairan DAK agar kepatuhan daerah

dalam menyampaikan laporan tersebut dapat ditingkatkan. Hal ini

sejalan dengan PP No. 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan,

yang menyatakan bahwa kepatuhan daerah dalam penyampaian

laporan triwulanan dapat dijadikan pertimbangkan dalam penundaaan

penyaluran DAK, serta mengingat bahwa saat ini kepatuhan pelaporan

DAK dari daerah kepada masing-maisng K/L masih rendah. PP No. 55

Tahun 2005 juga mengamatkan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai

penyaluran dan pelaporan diatur dalam peraturan menteri keuangan.

- laporan triwulanan yang disampaikan disesuaikan dengan waktu

permintaan pencairan DAK per tahap. Jika daerah menyampaikan

permintaan pencairan Tahap I pada bulan Mei, maka laporan yang

disampaikan meliputi laporan triwulan 4 tahun sebelumnya dan laporan

triwulan 1 tahun berjalan.

- atas laporan triwulanan yang telah diterima, DJPK membuat check list

dan kemudian mengirimkan laporan yang diterima kepada Kemendagri

(Sekretariat Bersama Pengendalian dan Pelaporan DAK) dan/ atau

kementerian teknis. Hal ini untuk membatasi tanggung jawab DJPK

hanya pada evaluasi keuangan saja. Adapun evaluasi teknis tetap

menjadi tanggung jawab kementerian teknis terkait.

h. Perlu dibuka mekanisme yang memungkinkan daerah menyampaikan

pernyataan bahwa kegiatan suatu bidang tidak dapat dilaksanakan pada

daerah tersebut. Hal ini untuk mengakomodasi permintaan banyak daerah

yang tidak dapat melaksanakan kegiatan DAK, antara lain, karena jenis

79Simpulan dan Rekomendasi

output/kegiatan yang ditentukan dalam juknis DAK sudah terpenuhi/sulit

dilaksanakan. Terhadap alokasi DAK bidang dimaksud yang seharusnya

diterima daerah tersebut, diusulkan agar tidak disalurkan dan apabila

terlanjur disalurkan, diperhitungkan dengan penyaluran tahap berikutnya

atau diperhitungkan dengan jenis transfer lain.

Adapun rekomendasi kebijakan penyaluran untuk jangka menengah/panjang

adalah sebagai berikut:

a. perlu dicoba penyaluran DAK dengan sistem pembayaran pendahuluan

(reimbursement system) atau output-based DAK, khususnya untuk DAK

bidang infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan. Hal ini telah diterapkan

untuk mekanisme hibah pusat ke daerah.

b. Penerapan reimbursement system diutamakan bagi pemerintah daerah

yang memiliki SiLPA tinggi dan mempunyai kapasitas fiskal tinggi. Hal ini

dimaksudkan sebagai bentuk “disinsentif” atas pengelolaan APBD yang

kurang baik yang ditandai dengan tingginya SiLPA.

c. Untuk pemerintah daerah dengan kapasitas fiskal yang rendah, mekanisme

DAK seperti saat ini masih perlu diterapkan.

b. Kebijakan Pelaporani. Untuk mengatasi adanya perbedaan format laporan antara yang ditetapkan

dalam SEB DAK dan juknis DAK, perlu adanya format standar yang dapat

dipakai oleh seluruh K/L pembina DAK. Hal ini untuk mengurangi beban

kerja SKPD dalam menyusun laporan dan mempermudah daerah dalam

menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan DAK sehingga laporan dapat

disampaikan lebih tepat waktu. Beberapa data teknis yang dapat dibutuhkan

tetapi tidak dapat diakomodasi dalam format laporan standar tersebut dapat

dipisahkan dalam lampiran tersendiri.

ii. Guna mempermudah dan mempercepat pelaporan dari daerah, perlu

digunakan satu aplikasi yang memungkinkan penyampaian laporan secara

elektronik. Web-Based Monitoring System (WBRS) yang dikembangkan oleh

80 Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah

Kementerian Keuangan dan telah diuji coba dapat dipilih sebagai aplikasi

pelaporan DAK. Penggunaan aplikasi ini dapat mengatasi perbedaan alur,

waktu, dan format laporan yang saat ini terjadi.

c. Kebijakan Monitoring dan Evaluasi

perlunya peningkatan efektivitas monitoring dan evaluasi DAK agar hasil

monitoring dan evaluasi yang dilakukan secara langsung menggambarkan

manfaat yang sesungguhnya bagi perbaikan kebijakan pemerintah pusat dan

pemerintah daerah, antara lain melalui:

• metodologi monitoring dan evaluasi yang tepat, baik yang terkait dengan

pemantauan fisik di lapangan maupun mekanisme penyampaian laporan

periodik secara elektronik;

• basis data pendahuluan (baseline data) yang menjadi tolok ukur pengukuran

keberhasilan pelaksanaan kegiatan DAK di daerah.

81Daftar Pustaka

DAfTAR PUsTAKA

Bahl, Roy W., 1999. Bahl, Roy (1999): “Implementation rules for !scal

decentralization”, International Studies Program Working Paper 99–1,

Georgia State University, Atlanta, Georgia

______, 2000. Intergovernmental Transfers in Developing and Transition

Countries: Principles and Practice. The World Bank, Washington.

_____¬_, 2001. "Fiscal Decentralization, Revenue Assignment, And The Case

For The Property Tax In South Africa," International Center for Public Policy

Working Paper Series, at AYSPS, GSU, International Center for Public

Policy, Andrew Young School of Policy Studies, Georgia State University

paper0107, International Center for Public Policy, Andrew Young School

of Policy Studies, Georgia State University.

Baker, G. P. 1992. Incentive Contracts and Performance Measurement. Journal

of Political Economy, 100 (3), 598-614.

Barnow, Burt S., 2000. Exploring the Relationship between Performance

Management and Program Impact: A Case Study of the Job Training

Partnership Act, Journal of Policy Analysis and Management 19, no. 1

(2000): 118-141.

Bird, Richard M and Smart, Michael, 2002. Intergovernmental Fiscal Transfers:

International Lessons for Developing Countries. World Development Vol.

30, No. 6, PP. 899-912. Elsevier Science Ltd. Great Britain.

Devas, Nick, et al, 2008. Financing Local Government, Commonwealth

Secretariat Local Government Reform Series, London.

82 Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah

Heckman, James J. & Heinrich, Carolyn J. & Smith, Jeffrey A., 2002. "The

Performance of Performance Standards," IZA Discussion Papers 525,

Institute for the Study of Labor (IZA)

Kravchuk, Robert S., and Ronald W. Schack. 1996. Designing Effective

Performance Measurement Systems under the Government Performance

and Results Act of 1993. Public Administration Review 56, no. 4 (1996):

348-358

Maddick, H. 1983. Democracy, Decentralization and Development. Asia

Publishing House, London.

Murphy, K. R., & Cleveland, J. N. 1995. Understanding Performance Appraisal.

Social, Organizational, and Goal-Based Perspectives, Thousand Oaks,

CA: Sage.

OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development). 2001.

“Evaluation Feedback for Effective Learning and Accountability.” Paris:

OECD/ DAC.

Romzek, B., 1998. Where the buck stops: Accountability in reformed

organizations. In: P. Ingraham, J. R. Thompson & R. P. Sanders (Eds),

Transforming government: Lessons from the reinvention laboratiories.

San Francisco.

Shah, Anwar, 2004. "Fiscal decentralization in developing and transition

economies: progress, problems, and the promise," Policy Research

Working Paper Series 3282, The World Bank.

______, 2006: “A Practitioner’s Guide to Intergovernmental Fiscal Transfers”,

Policy Research Working Paper, the World Bank, October 2006 (Shah,

(A), October 2006)

83Daftar Pustaka

Sidik, Mahfud (2004) “Indonesia’s Imbalance Decentralization and Its Future

Direction for a Greater Taxing Power to Sub-National Governments” in

Heru Subiyantoro and Singgih Riphat (eds). Kebijakan Fiskal: Pemikiran,

Konsep, dan Implementasi (Fiscal Policy: Opinion, Concept, and

Implementation). Jakarta: Penerbit Buku Kompas

Sekretariat Bersama DAK, Kementerian Dalam Negeri. 2014. Laporan Akhir

Dana Aloksi Khusus 2013.

UNDP, 2009. Handbook of Planning, M&E for Development Result. New York.

______, 2010. Result Based Management Handbook: Strengthening RBM

Harmonization for Improved Development Results.

Indonesia, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

_______, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

_______, Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.

_______, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah.

_______, Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2004 tentang Dana

Perimbangan.

_______, Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2004 tentang Pengelolaan

Keuangan Daerah.

_______, Peraturan Menteri Keuangan No. 04/PMK07/2008 Tentang Pelaksanaan

dan Pertanggungjawaban Anggaran Transfer ke Daerah

_______, Peraturan Menteri Keuangan No. 21/PMK07/2009 Tentang Pelaksanaan

dan Pertanggungjawaban Anggaran Transfer ke Daerah.

_______, Peraturan Menteri Keuangan No. 126/PMK07/2010 Tentang

Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Anggaran Transfer ke Daerah.

84 Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah

_______, Peraturan Menteri Keuangan No. 06/PMK07/2012 Tentang Pelaksanaan

dan Pertanggungjawaban Anggaran Transfer ke Daerah.

_______, Peraturan Menteri Keuangan No. 188/PMK.07/2012 tentang Hibah

dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah.

_______, Peraturan Menteri Keuangan No. 201/PMK.07/2012 Pedoman Umum

dan Alokasi Dana Alokasi Khusus Tahun Anggaran 2013.

_______, Peraturan Menteri Keuangan No. 183/PMK07/2013 Tentang

Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Anggaran Transfer ke Daerah.

_______, Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan

Keuangan Daerah.

_______, Permendagri No. 59 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Permendagri

No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

_______, Permendagri No. 20 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengelolaan

Keuangan Dana Alokasi Khusus Di Daerah.

_______, Surat Edaran Bersama (SEB) Menteri Negara PPN/Kepala BAPPENAS,

Menteri Keuangan, dan Menteri Dalam Negeri No. 0239/M.PPN/11/2008,

SE No. 1722/MK 07/2008, dan No. 900/3556/SJ tentang Petunjuk

Pelaksanaan Pemantauan Teknis Pelaksanaan dan Evaluasi Pemantauan

Dana Alokasi Khusus (DAK).

_______, Pedoman Opersional dan Manual Proyek Pemerintah Daerah dan

Desentralisasi (P2D2). 2010.

85Daftar Pustaka

86 Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di DaerahK E M E N T E R I A N K E U A N G A N R E P U B L I K I N D O N E S I ADIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN

87Daftar PustakaK E M E N T E R I A N K E U A N G A N R E P U B L I K I N D O N E S I ADIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN