laporan field lab

68
PENGESAHAN LAPORAN FIELD LAB Pengamatan Pelaksanaan Program Imunisasi di Puskesmas Polokarto Kabupaten Sukoharjo Oleh: Kelompok 19 Telah disetujui dan disahkan untuk memenuhi persyaratan pengumpulan Laporan Field Lab Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta Tahun 2012 Hari : Selasa Tanggal/Bulan/Tahun : 1 Mei 2012 Bertempat di : Puskesmas Polokarto, Sukoharjo Polokarto, 17 April 2012 Mengetahui, 1

Upload: ida-ayu-sinthia-pradnyaswari

Post on 11-Aug-2015

237 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

laporan field lab

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Field Lab

PENGESAHAN

LAPORAN FIELD LAB

Pengamatan Pelaksanaan Program Imunisasi di Puskesmas

Polokarto Kabupaten Sukoharjo

Oleh:

Kelompok 19

Telah disetujui dan disahkan untuk memenuhi persyaratan pengumpulan

Laporan Field Lab

Fakultas Kedokteran

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Tahun 2012

Hari : Selasa

Tanggal/Bulan/Tahun : 1 Mei 2012

Bertempat di : Puskesmas Polokarto, Sukoharjo

Polokarto, 17 April 2012

Mengetahui,

Instruktur Lapangan Kepala Puskesmas Polokarto

Sri Hastuti dr. Sugeng Purnomo

NIP. NIP. 19671122 200112 1001

1

Page 2: Laporan Field Lab

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberi rahmat

kepada kita sehingga kita bisa melaksanakan Field Lab ini dengan sehat, selamat

dan lancar. Field Lab untuk penunjang kuliah blok Immunologi ini kami laksanakan

di Puskesmas Polokarto Kabupaten Sukoharjo. Laporan ini adalah salah satu bukti

bahwa kami telah selesai melaksanakan tugas yang diberikan oleh pihak Field Lab

Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Terima kasih kami ucapkan kepada :

1. Ayah dan Ibu tercinta yang selalu mendukung, mendoakan kami.

2. Kepala Puskesmas Polokarto Bapak dr. Sugeng Purnomo yang telah

memberikan izin kepada kami untuk melaksanakan tugas di Puskesmas

Polokarto.

3. Ibu Sri Hastuti selaku instruktur kelompok kami, yang telah membimbing kami

selama pelaksanaan Field Lab.

4. Seluruh jajaran karyawan Puskesmas Polokarto.

5. Asisten – asisten Field lab Universitas Sebelas Maret.

6. Serta pihak – pihak yang membantu kelancaran dalam pelaksanaan tugas ini.

Masih banyak kekurangan pada laporan ini sehingga kami sangat

menghargai semua saran dan kritik mengenai laporan ini. Mohon maaf apabila ada

hal – hal yang tidak berkenan. Sekian prakarta dari kami, semoga laporan ini dapat

bermanfaat.

Surakarta, 17 April 2012

Penulis,

Mahasiswa PD Kelompok 19

2011/2012

2

Page 3: Laporan Field Lab

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................... 1

HALAMAN PENGESAHAN...................................................................... 2

KATA PENGANTAR.................................................................................. 3

DAFTAR ISI................................................................................................. 4

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang......................................................................... 5

B. Tujuan Pembelajaran............................................................... 6

BAB II DASAR TEORI.............................................................................. 8

BAB III PELAKSANAAN KEGIATAN

A. Identifikasi Lokasi................................................................... 15

B. Sasaran.....................................................................................15

C. Pelaksanaan Kegiatan.............................................................. 15

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pelaksanaan Imunisasi................................................... 25

B. Pembahasan..............................................................................28

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan............................................................................. 32

B. Saran........................................................................................ 32

DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 33

LAMPIRAN................................................................................................. 34

3

Page 4: Laporan Field Lab

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Konsil Kedokteran Indonesia dalam buku Standar Kompetensi Dokter

Indonesia (Konsil Kedokteran Indonesia, 2006) menjelaskan bahwa salah satu

area kompetensi seorang dokter adalah ;”Mengidentifikasi, memberikan

alasan, menerapkan dan memantau kegiatan strategi pencegahan primer yang

tepat berkaitan dengan pasien, anggota keluarga, dan masyarakat.” Imunisasi

merupakan salah satu bentuk pencegahan primer.

Imunisasi diperkirakan dapat mencegah 2,5 juta kasus kematian anak per

tahun di seluruh dunia dapat dicegah dengan imunisasi( WHO, UNICEF, &

World Bank, 2009). Di Indonesia, imunisasi merupakan kebijakan nasional

melalui program imunisasi. Imunisasi masih sangat diperlukan untuk

melakukan Pengendalian Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi

(PD3I), seperti Tuberkulosis (TB), dipteri, pertusis (penyakit pernapasan),

campak, tetanus, polio, dan hepatitis B. Program imunisasi sangat penting agar

tercapai kekebalan masyarakat (population immunity). Program imunisasi di

Indonesia dimulai pada tahun 1956 dan pada tahun 1990, Indonesia telah

mencapai status Universal Child Immunization (UCI) . yang merupakan suatu

tahap dimana cakupan imunisasi di suatu tingkat administrasi telah mencapai

80% atau lebih. Saat ini Indonesia mesih memiliki tantangan mewujudkan 100%

UCI Desa/Kelurahan pada tahun 2014 (Pusat Komunikasi Publik, 2011).

Kasus polio sudah tidak lagi ditemukan di Indonesia sepanjang lima tahun

terakhir ini. Tetapi upaya eradikasi polio masih harus dilanjutkan untuk

mewujudkan Indonesia Bebas Polio, sebagai bagian dari upaya eradikasi

4

Page 5: Laporan Field Lab

polioregional dan global. Untuk kasus tetanus maternal dan neonatal telah

dinyatakan mencapai tahapelimonasi oleh Organisasi Kesehatan Dunia atau

WHO di sebagian wilayah Indonesia. Selain itu, langkah- langkah mewujudkan

reduksi dan eliminasi campak di Indonesia masih harus dilaksanakan.

Indonesia bersama seluruh anggota WHO di regional asia tenggara telah

menyapakati tahun 2012 sebagai tahun Intensifikasi Imuniasai Rutin atau

Intensification of Routine Immunization (IRI). Hal ini sejalan dengan gerakan

akselerasi imunisasi nasional atau GAIN UCI yang bertujuan meningkatkan

cakupan dan pemerataan pelayanan imunisasi sampai ke seluruh desa di

Indonesia.

B. Tujuan Pembelajaran

Setelah mengikuti pembelajaran, mahasiswa diharapkan mampu

melakukan imunisasi. Adapun learning outcome pembelajaran ini adalah

diharapkan mahasiswa:

1. Mampu menjelaskan tentang dasar-dasar imunisasi dan imunisasi dasar di

Indonesia.

2. Mampu melakukan menajemen program dan prosedur imunisasi dasar

bayi dan balita, anak sekolah, ibu hamil, dan calon pengantin wanita di

Puskesmas mulai perencanaan, cold chain vaksin, pelaksanaan (termasuk

penanganan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi/ KIPI), pelaporan, dan

evaluasi keberhasilan program imunisasi.

5

Page 6: Laporan Field Lab

BAB II

DASAR TEORI

A. Imunisasi di Indonesia

Pelayanan imunisasi dasar atau rutin dapat diperoleh di :

a. Pusat pelayanan yang dimiliki oleh pemerintah, seperti

puskesmas,posyandu,puskesmas pembantu,rumah sakit, atau rumah

bersalin

b. Pelayanan di luar gedung,namun diselenggarakan oleh pemerintah misalnya

pada saat diselenggarakan program Bulan Imunisasi Anak Sekolah, Pekan

Imunisasi Nasional, atau melalui kunjungan dari rumah ke rumah

c. Imunisasi rutin juga dapat dperoleh pada bidan praktik swasta, dokter

praktik swasta atau rumah sakit swasta.

Dasar hukum penyelenggaraan program imunisasi :

1. Undang-undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan

2. Undang-undang No. 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular

3. Undang-undang No.1 tahun 1962 tentang Karantina Laut

4. Undang-undang No.2 tahun 1962 tentang Karantina Udara

5. Kep.Menkes No.1611/Menkes/SK/XI/2005 tentang Pedoman

Penyelenggaraan Imunisasi

6. Kep.Menkes No.1626/Menkes/SK/XII/2005 tentang Pedoman Pemantauan

dan Penyelenggaraan Kejadian Ikutan Paska Imunisasi (KIPI)

Tujuan imunisasi di Indonesia

a. Tujuan umum

Turunnya angka kesakitan,kecacatan,dan kematian akibat Penyakit yang

Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I)

b. Tujuan khusus

1. Program imunisasi

2. Program Imunisasi Meningitis Meningokus

6

Page 7: Laporan Field Lab

Memberikan kekebalan tubuh terhadap penyakit Meningitis

meningokokus tertentu, sesuai dengan vaksin yang diberikan pada

calon jemaah haji.

3. Program Imunisasi Demam Kuning

Memberikan kekebalan efektif bagi semua orang yang melakukan

perjalanan berasal dari atau ke negara endemis demam kuning

sehingga dapat mencegah masuknya penyakit demam kuning di

Indonesia.

4. Program Imunisasi Rabies

Menurunkan angka kematian pada kasus gigitan hewan penular

rabies

Sasaran imunisasi di Indonesia dapat dijabarkan :

1. Program Imunisasi

a. Sasaran berdasarkan usia yang diimunisasi

1. Imunisasi rutin diberikan kepada bayi di bawah umur satu

tahun,wanita usia subur,yaitu wanita berusia 15 hingga 18 tahun

termasuk ibu hamil dan calon pengantin, vaksin diberikan pada

imunisasi rutin meliputi ,pada bayi : hepatitis B,BCG,Polio,DPT,dan

campak. Pada usia anak sekolah : DT, campak dan tetanus toksoid,

sedangkan pada wanita usia subur diberikan tetanus toksoid.

2. Imunisasi tambahan akan diberikan bila diperlukan. Imunisasi

tambahan diberikan kepada bayi dan anak. Imunisasi tambahan

sering dilakukan misalnya ketika terjadi suatu wabah penyakit

tertentu dalam wilayah dan waktu tertentu misalnya, pemberian

polio pada Pekan Imunisasi Nasional (PIN) dan pemberian imunisasi

campak pada anak sekolah.

b. Sasaran berdasarkan tingkat kekebalan yang ditimbulkan

1. Imunisasi dasar : bayi

2. Imunisasi lanjutan :

- Anak usia sekolah tingkat dasar

- Wanita usia subur

7

Page 8: Laporan Field Lab

c. Sasaran wilayah atau lokasi : seluruh desa atau kelurahan di wilayah

Indonesia.

1. Program Imunisasi Meningitis Meningokokus

Seluruh calon jemaah haji dan umroh,petugas Panitia Penyelenggaraan

Ibadah Haji (PPIH) di Arab Saudi, tim kesehatan haji Indonesia yang

menyertai jemaah (kloter) dan petugas kesehatan di embarkasi/debarkasi.

2. Program Imunisasi Demam Kuning

Semua orang yang melakukan perjalanan kecuali bayi dibawah 9 bulan dan

ibu hamil trimester pertama, berasal dari negara atau ke negara yang

dinyatakan endemis demam kuning (data negara endemis dikeluarkan oleh

WHO yang selalu di update).

3. Program Imunisasi Rabies

Sasaran vaksinasi ditujukan pada 100% kasus gigitan yang berindikasi

rabies,terutama pada lokasi tertular (selama 2 tahun terakhir pernah ada

kasus klinis,epidemiologis, dan laboratoris dan desa-desa sekitarnya dalam

radius 10 km).

Kebijakan dan strategi

1. Program Imunisasi

a. Kebijakan

Penyelenggaraan imunisasi dilaksanakan oleh pemerintah,swasta,

dan masyarakat,dengan mempertahankan prinsip keterpaduan

antara pihak terkait.

Mengupayakan pemerataan jangkauan pelayanan imunisasi baik

terhadap sasaran masyarakat maupun sasaran wilayah.

Mengupayakan kualitas pelayanan yang bermutu

Mengupayakan kesinambungan penyelenggaraan melalui

perencanaan program dan anggaran terpadu

Perhatian khusus diberikan pada wilayah rawan sosial,rawan

penyakit (KLB), dan daerah-daerah sulit secara geografis

b. Strategi

Memberikan akses (pelayanan) kepada masyarakat

8

Page 9: Laporan Field Lab

Membangun kemitraan dan jejaring kerja

Menjamin ketersediaan dan kecukupan vaksin,peralatan rantai

vaksin dan alat suntik

Menerapkan sistem Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) untuk

menentukan prioritas kegiatan serta tindakan perbaikan

Pelayanan imunisasi dilaksanakan oleh tenaga profesional/terlatih

Pelaksanaan imunisasi sesuai standart

Memanfaatkan perkembangan metoda dan teknologi yang lebih

efektif,berkualitas dan efisien.

Meningkatkan advokasi, fasilitas dan pembinaan

2. Program Imunisasi Meningitis Meningokokus

Sesuai International Health Regulation setiap calon jemaah haji harus sudah

diimunisasi meningitis meningokokus, dengan dibuktikan International

Certificate of Vaccination (ICV) yang berlaku maksimal 2 tahun. Kekebalan

terjadi 2 minggu setelah penyuntikan.

3. Program Imunisasi Demam Kuning

Sesuai International Health Regulation setiap orang yang masuk Indonesia

berasal atau melewati daerah diduga terjangkit demam kuning serta daerah

terjangkit harus sudah diimunisasi demam kuning, yang dibuktikan dengan

International Certificate of Vaccination (ICV) yang berlaku 10 tahun.

Kekebalan terjadi 10 hari setelah penyuntikan.

4. Program Imunisasi Rabies

Vaksin anti rabies (VAR) manusia diberikan pada seluruh kasus

gigitan hewan penular rabies (HPR) yang berindikasi, sehingga

memungkinkan kematian akibat rabies dapat dicegah.

Pemberdayaan puskesmas dalam penatalaksanaan kasus gigitan

yaitu cuci setiap luka gigitan dengan menggunakan sabun/detergen

selama 10-15 menit pada air mengalir, kemudian dibilas dengan

alkohol atau betadine.

9

Page 10: Laporan Field Lab

Di Indonesia, untuk pelayanan kesehatan pemerintah,vaksin yang termasuk dalam

program imunisasi dasar diberikan secara gratis. Vaksin yang termasuk program

imunisasi dasar adalah Hepatitis B, Diptheri, Pertusis, Tetanus, Polio, BCG, dan

Campak.

JADWAL IMUNISASI DI INDONESIA

Imunisasi wajib pada bayi

VAKSIN PEMBERIAN INTERVAL UMUR KETERANGAN

BCG 1x - 0-3 bulanMinimal,tidak ada

batasan maksimal

DPT 3x 4 mg (minimal) 2-11 bulan -

POLIO (OPV) 4x 4 mg (minimal) 0-11 bulanLengkapi sebelum

umur 1 tahun

CAMPAK 1x - 9-11 bulan -

HEPATITIS B 3x

1 dan 6 bulan

dari suntikan

pertama

0-11 bulan -

Bila bayi lahir di rumah

UMUR BAYI VAKSIN YANG DIBERIKAN

0 bulan /langsung setelah diberikan Hepatitis B-1

1 bulan BCG,Polio-1

2 bulan DPT-1,Hep B-2,Polio-2

3 bulan DPT-2,Hep B-3,Polio-3

4 bulan DPT-3,Polio-4

9 bulan Campak

10

Page 11: Laporan Field Lab

Bila bayi lahir di rumah sakit,pondok bersalin,bidan praktik atau tempat pelayanan

lain

UMUR BAYI VAKSIN YANG DIBERIKAN

0 bulan /langsung setelah diberikan Hepatitis B-1, BCG, Polio-1

2 bulan DPT-1,Hep B-2,Polio-2

3 bulan DPT-2,Hep B-3,Polio-3

4 bulan DPT-3,Polio-4

9 bulan Campak

Apabila tersedia vaksin kombinasi DPT dan Hepatitis B (vaksin DPT/HB),maka ada

perubahan jadwal imunisasi yaitu vaksin hepatitis B diberikan segera pada bayi lahir

dengan kemasan monovalent

UMUR BAYI VAKSIN YANG DIBERIKAN

0 bulan /langsung setelah diberikanHepatitis B-1 (dosis terpisah), BCG,

Polio-1

2 bulan DPT-1/Hep B-1,Polio-2

3 bulan DPT-2/Hep B-2,Polio-3

4 bulan DPT-3/Hep B-3,Polio-4

9 bulan Campak

IMUNISASI PADA ANAK SEKOLAH (SD)

Kelas Vaksin yang diberikan

1Difteri,Tetanus,Campak masing-masing

0,5 cc

2 Tetanus toksoid 0,5 cc

3 Tetanus toksoid 0,5 cc

IMUNISASI TETANUS TOKSOID (TT) PADA WANITA USIA SUBUR (WUS)

11

Page 12: Laporan Field Lab

Vaksin Tetanus Dosis Pemberian Masa Perlindungan

T-1 0,5 cc - -

T-2 0,5 ccEmpat minggu

setelah T-13 tahun

T-3 0,5 ccEnam bulan

setelah T-25 tahun

T-4 0,5 ccSatu tahun setelah

T-310 tahun

T-5 0,5 ccSatu tahun setelah

T-425 tahun

Pemberian Imunisasi dan Kemasan Vaksin

Vaksin dapat dikemas dalam bentuk tunggal maupun kombinasi. Contoh kemasan

tunggal : BCG, Polio, Hepatitis B, Hib, Campak. Contoh kemasan vaksin kombinasi :

DPT (Difteri,Pertusis,Tetanus), MMR(campak,gondong,campak jerman),

tetravaccine (kombinasi DPT dan polio suntik). Beberapa vaksin yang dikemas

tunggal dapat diberikan bersama-sama, aman dan potensinya memuaskan,

misalnya :

Vaksin BCG bersama cacar

Vaksin BCG bersama polio

Vaksin BCG bersama Hepatitis B

Vaksin DPT bersama BCG

Vaksin DPT bersama polio

Vaksin DPT bersama Hepatitis B

Vaksin DPT bersama polio dan campak

Vaksin DPT bersama MMR

Vaksin campak bersama polio,dll

1. Vaksin BCG

Vaksin BCG mengandung kuman BCG yang masih hidup namun telah

dilemahkan.

12

Page 13: Laporan Field Lab

Penyimpanan : lemari es suhu 2ο- 8ο C

Dosis : 0,05 ml

Kemasan : ampul dengan bahan pelarut 4 ml (nacl faali)

Masa kadaluwarsa : satu tahun setelah tanggal pengeluaran(dapat dilihat

pada tabel)

Reaksi imunisasi : biasanya tidak demam

Efek samping : jarang dijumpai,bisa terjadi pembengkakan kelenjar

getah bening setempat yang terbatas dan biasanya

sembuh dengan sendiri walaupun lambat.

Kontra indikasi : tidak ada larangan,kecuali pada anak yang

berpenyakit TBC atau uji mantoux positif dan adanya

penyakit kulit berat/menahun.

2. Vaksin DPT

Di Indonesia ada 3 kemasan : kemasan tunggal khusus tetanus,kombinasi DT

(difteri tetanus) dan kombinasi DPT. Vaksin difteri berasal dari toksin kuman

difteri yang telah dilemahkan(toksoid),biasanya diolah dan dikemas

bersama-sama dengan vaksin tetanus dalam bentuk vaksin DT,atau dengan

vaksin tetanus dan pertusis dalam bentuk vaksin DPT. Vaksin tetanus yang

digunakan untuk imunisasi aktif ialah toksoid tetanus yang telah dilemahkan

dan kemudian dimurnikan. Ada tiga kemasan tetanus yaitu

tunggal,kombinasi dengan diphteri dan kombinasi dengan diphteri dan

pertusis. Vaksin pertusis terbuat dari kuma Bordetella pertusis yang telah

dimatikan.

Penyimpanan : lemari es suhu 2ο- 8ο C

Dosis : 0,5 ml, tiga kali suntikan,interval minimal 4 minggu

Kemasan : vial 5 ml

Masa kadaluwarsa : dua tahun setelah tanggal pengeluaran(dapat dilihat

pada tabel)

Reaksi imunisasi : demam ringan,pembengkakan dan nyeri di tempat

suntikan selama 1-2 hari

13

Page 14: Laporan Field Lab

Efek samping : gejala-gejala yang bersifat sementara seperti

lemas,demam,kemerahan pada tempat suntikan.

Kadang-kadang terdapat efek samping yang lebih

berat, seperti demam tinggi atau kejang,yang biasanya

disebabkan unsur pertusisnya.

Kontra indikasi : anak yang sakit parah,anak yang menderita penyakit

kejang demam kompleks,anak yang diduga menderita

batuk rejan,anak yang menderita penyakit gangguan

kekebalan.

Sakit batuk,pilek,demam atau diare yang ringan bukan merupakan kontra

indikasi yang mutlak,disesuaikan dengan pertimbangan dokter.

3. Vaksin poliomielitis

Terdapat 2 jenis vaksin yang ada dalam peredaran,yang masing-masing

mengandung virus polio I,II,dan III. Yaitu (1)vaksin yang mengandung virus

polio yang sudah dimatikan (salk),biasa diberikan dengan cara injeksi, (2)

vaksin yang mengandung virus polio yang hidup tapi dilemahkan (sabin),cara

pemberian per oral dalam bentuk pil atau cairan (OPV) lebih banyak dipakai

di Indonesia.

Penyimpanan : OPV : freezer,suhu -20ο C

Dosis : 2 tetes mulut

Kemasan : vial disertai pipet tetes

Masa kadaluwarsa : OPV : dua tahun pada suhu -20ο C

Reaksi imunisasi : biasanya tidak ada, mungkin pada bayi ada berak-

berak ringan.

Efek samping : hampir tidak ada,bila ada berupa kelumpuhan

anggota gerak seperti polio sebenarnya.

Kontra indikasi : diare berat, sakit parah, gangguan kekebalan.

4. Vaksin campak

14

Page 15: Laporan Field Lab

Mengandung virus campak hidup yang telah dilemahkan. Kemasan berupa

kemasan kering tunggal,namun ada yang kemasan kering kombinasi dengan

vaksin gondong/mumps dan rubella (campak jerman) disebut MMR.

Penyimpanan : freezer suhu -20ο C

Dosis : setelah dilarutkan,diberikan 0,5 ml

Kemasan : vial berisi 10 dosis vaksin yang dibekukeringkan,

beserta pelarut 5 ml (aquadest).

Masa kadaluwarsa : dua tahun setelah tanggal pengeluaran (dapat dilihat

pada tabel)

Reaksi imunisasi : biasanya tidak terdapat reaksi. Mungkin terjadi

demam ringan dan sedikit bercak merah pada pipi di

bawah telinga pada hari 7-8 setelah penyuntikan,atau

pembengkakan pada tempat penyuntikan.

Efek samping : sangat jarang, mungkin dapat terjadi kejang ringan

dan tidak berbahaya pada hari 10-12 setalah

penyuntikan. Dapat terjadi radang otak 30 hari setelah

penyuntikan tapi angka kejadiannya sangat rendah.

Kontra indikasi : sakit parah,penderita TBC tanpa pengobatan,kurang

gizi dalam derajat berat,gangguan kekebalan,penyakit

keganasan. Dihindari pula pemberian pada ibu hamil.

5. Vaksin Hepatitis B

Imunisasi aktif dilakukan denga 3 kali suntikan dengan jarak waktu satu

bulan antara suntikan 1 dan 2,5 bulan antara suntikan 2 dan 3. Namun cara

pemberian imunisasi tersebut tergantung pabrik pembuat vaksin. Vaksin

hepatitis B dapat diberikan pada ibu hamil dengan aman dan tidak

membahayakan janin,bahkan akan membekali janin dengan kekebalan

sampai berumur beberapa bulan setelah lahir.

Dosis : 0,5 ml sebanyak 3 kali pemberian

Kemasan : HB PID

15

Page 16: Laporan Field Lab

Reaksi imunisasi : nyeri pada tempat suntikan,yang mungkin disertai

rasa panas atau pembengkakan. Akan menghilang

dalam 2 hari.

Efek samping : selama 10 tahun belum dilaporkan ada efek samping

yang berarti

Kontra indikasi : anak yang sakit berat

6. Vaksin DPT/HB (COMBO)

Mengandung DPT berupa toxoid difteri dan tetanus yang dimurnikan dan

pertusis yang inaktifasi serta vaksin hepatitis B yang merupakan subunit

vaksin virus yang mengandung hbsag murni dan bersifat non infectious.

Dosis : 0,5 ml sebanyak 3 kali pemberian

Kemasan : vial 5 ml

Efek samping : gejala yang bersifat sementara yang bersifat

sementara seperti lemas,demam,pembengkakan dan

kemerahan daerah suntikan. Kadang terjadi gejala

berat seperti demam tinggi,iritabilitas,meracau yang

terjadi 24 jam setelah imunisasi. Reaksi yang terjadi

bersifat ringan dan biasanya hilang dalam 2 hari.

Kontra indikasi : gejala keabnormalan otak pada bayi baru lahir atau

gejala serius keabnormalan saraf yang merupakan

kontraindikasi pertusis,hipersensitif terhadap

komponen vaksin,penderita infeksi berat yang disertai

kejang.

Bukan merupakan kontra indikasi imunisasi :

Alergi atau asma (kecuali alergi terhadapkomponen vaksin)

Sakit ringan seperti ISPA atau diare dengan demam <38,5ο

Riwayat keluarga tentang peristiwa membahayakan setelah

imunisasi

Dalam pengobatan antibiotik

Dugaan infeksi HIV atau positif HIV tanpa tanda dan gejala AIDS

16

Page 17: Laporan Field Lab

Anak diberi ASI

Sakit kronis seperti jantung kronis,paru-paru,ginjal atau liver

Kondisi saraf labil seperti kelumpuhan otak atau Down Sindrom

Prematur atau berat bayi lahir rendah

Pembedahan baru atau direncanakan dengan segera

Kurang gizi

Riwayat penyakit kuning pada kelahiran

Perencanaan Imunisasi

A. Menghitung Jumlah Sasaran

Berdasarkan angka jumlah penduduk, angka kelahiran dari hasil sensus

penduduk dari BPS

1. Menghitung jumlah sasaran bayi, ada 2 cara:

Berdasarkan angka presentase kelahiran bayi dari jumlah

penduduk masing-masing wilayah

Kecamatan : CBR Kabupaten x Jumlah Penduduk

Kecamatan : CBR Propinsi x Jumlah Penduduk (bila

kabupaten belum mempunyai CBR)

Desa : Pendataan sasaran per desa

Berdasarkan jumlah sasaran bayi tahun lalu

Jumlah bayi desa tahun lalu x Jumlah bayi kecamatan tahun

ini

Jumlah bayi kecamatan tahun lalu

2. Menghitung Jumlah sasaran ibu hamil

Sasaran ibu hamil : 1,1 x jumlah bayi

3. Menghitung jumlah sasaran anak sekolah tingkat dasar

Berdasarkan data dari Dinas Pendidikan setempat

4. Menghitung jumlah sasaran WUS (Wanita Usia Subur)

Jumlah sasaran WUS : 21,9 x jumlah penduduk

B. Menentukan Target Cakupan

17

Page 18: Laporan Field Lab

Menentukan berapa besar cakupan yang akan dicapai, dengan nilai

maksimal 100%.

C. Menghitung Indeks Pemakaian (IP) Vaksin

Merupakan rata-rata jumlah dosis yang diberikan untuk setiap ampul/vial

vaksin.

IP Vaksin : Jumlah suntikan (cakupan) tahun lalu

Jumlah vaksin yang terpakai tahun lalu

D. Menghitung Pemakaian Vaksin

Vaksin yang dibutuhkan : Jumlah sasaran x target (%)

IP vaksin

E. Menghitung Kebutuhan Alat Suntik dan Safety Box

Kebutuhan alat suntik = jumlah vaksin yang dibutuhkan

Alat suntik 0.05 ml untuk imunisasi BCG

Kebutuhan : sasaran x target cakupan BCG

Alat suntik 0.5 ml untuk imunisasi DPT, DT, TT, Campak, Hepatitis

Kebutuhan : sasaran x target cakupan DPT, DT, TT, Campak,

Hepatitis

Alat suntik 5 ml (oplos)

Untuk mengoplos vaksin campak dan BCG

Safety Box

Merupakan kotak tempat pembuangan limbah medis tajam, yang

mempunyai 2 ukuran:

5 liter menampung 100 alat suntik atau 300 uniject

0.25 liter menampung 10 uniject

F. Menghitung Kebutuhan Peralatan Rantai Vaksin

Tujuannya agar vaksin tetap terjaga potensinya

Tabel kebutuhan dan daya tahan rantai vaksin

No. Jenis Kebutuhan Daya Tahan

18

Page 19: Laporan Field Lab

1. Lemari Es 1 buah 10 tahun

2. Vaccine Carrier 3-5 buah 4 tahun

3.Thermos + 4 buah Cold

PackSejumlah tim lapangan 4 tahun

4. Cold Box 1 buah 5 tahun

5. Freeze tag/treeze watch Sejumlah tim lapangan 5 tahun

Pengelolaan peralatan vaksin dan rantai vaksin di puskesmas:

Peralatan rantai vaksin adalah seluruh peralatan yang digunakan dalam pengelolaan

vaksin sesuai dengan prosedur untuk menjaga vaksin pada suhu yang ditetapkan,

meliputi :

1. Lemari es

Setiap puskesmas mempunyai 1 lemari es sesuai standart program (buka

atas).

2. Vaccine carrier

Adalah alat untuk membawa vaksin dari kota ke puskesmas,dapat

mempertahankan suhu +2ο- +8ο C relatif lama. Vaccine carrier dilengkapi

dengan 4 buah cool pack @ 0.1 liter.

3. Kotak dingin (cool pack)

Adalah wadah plastik berbentuk segi empat yang diisi dengan air yang

kemudian didinginkan pada lemari es selama 24 jam.

4. Thermos

Digunakan untuk membawa vaksin ke tempat pelayanan imunisasi. Setiap

thermos dilengkapi cool pack minimal 4 buah @0.1 liter. Dapat

mempertahankan suhu kurang dari 10 jam, sehingga cocok digunakan untuk

daerah yang transportasinya lancar.

5. Cold box

Cold box di tingkat puskesmas digunakan apabila keadaan darurat seperti

listrik padam untuk waktu cukup lama.

6. Freeze tag/freeze watch

19

Page 20: Laporan Field Lab

Untuk memantau suhu dari kota ke puskesmas pada waktu membawa

vaksin serta dari puskesmas ke tempat pelayanan dalam upaya

meningkatkan kualitas rantai vaksin.

Penanganan vaksin di puskesmas

1. Penyimpanan vaksin

a. Semua vaksin disimpan pada suhu +2ο- +8ο C

b. Bagian bawah lemari es diletakkan cool pack sebagai penahan dingin dan

kestabilan suhu

c. Peletakkan dus vaksin berjarak minimal 1-2 cm

d. Vaksin yang sensitif terhadap panas (BCG,campak,polio) diletakkan

dekat evaporator

e. Vaksin yang sensitif terhadap dingin (DT,TT,DPT,HB) diletakkan jauh dari

evaporator

2. Penggunaan di tempat pelayanan imunisasi

a. Vaksin disimpan dalam thermos yang berisi cool pack

b. Diletakkan di meja yang tidak terkena matahari langsung

c. Dalam penggunaannya vaksin diletakkan di atas spon yang berada dalam

thermos

d. Dalam thermos tidak boleh ada air yang merendam vaksin

3. Penggunaan vaksin dari vial yang sudah dibuka

Sisa vaksin yang telah dibuka pada pelayanan dinamis tidak boleh digunakan

lagi. Pada pelayanan statis (di puskesmas) sisa vaksin dapat digunakan

dengan ketentuan :

Vaksin tidak melewati tanggal kadaluwarsa

Tetap disimpan pada suhu +2ο- +8ο C

Kemasan vaksin tidak pernah terendam air

20

Page 21: Laporan Field Lab

VVM masih bagus

Pada label ditulis tanggal vaksin pertama kali dibuka

Vaksin polio dapat digunakan hingga 2 minggu setelah dibuka

Vaksin DPT,DT,TT,HB dapat digunakan hingga 4 minggu

Vaksin campak hanya boleh digunakan tidak lebih dari 6 jam setelah

dilarutkan

Vaksin BCG hanya boleh digunakan tidak lebih dari 3 jam setelah

dilarutkan

Sebelum menggunakan vaksin,periksa kondisi vaksin dengan VVM

Kondisi vaksin dapat digunakan

warna segi empat bagian dalam

lebih terang dari warna gelap

sekelilingnya.

Kondisi vaksin harus segera digunakan

warna segi empat bagian dalam

sudah mulai gelap namun

masih terang dari warna gelap

sekelilingnya.

Kondisi vaksin tidak boleh digunakan

Warna segi empat bagian

dalam sama gelap/lebih gelap

dari warna gelap sekelilingnya.

Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)

Merupakan semua kejadian sakit dan kematian yang terjadi dalam masa 1

bulan setelah imunisasi.

Klasifikasi KIPI

Reaksi vaksin induksi vaksin, potensiasi vaksin, sifat dasar vaksin.

21

Page 22: Laporan Field Lab

Kesalahan program kesalahan dosis, salah lokasi dan cara

penyuntikan, alat yang tidak steril, kontaminasi vaksin dan alat

suntik, dan cara penyimpanan vaksin yang salah.

Kebetulan kejadian yang terjadi setelah imunisasi tapi tidak

disebabkan oleh vaksin. Indikator faktor kebetulan tersebut dengan

ditemukannya kejadian yang sama pada kelompok populasi

setempat tetapi tidak mendapatkan imunisasi.

Injection reaction disebabkan rasa takut dan gelisah atau sakit dari

tindakan penyuntikan, misal rasa sakit, bengkak, dan kemerahan di

tempat penyuntikan, takut, pusing, mual, dll.

Penyebab tidak diketahui penyebab yang tidak dapat ditetapkan.

Pelaporan KIPI

Hal-hal yang harus diperhatikan pada pelaporan

Identitas anak harus lengkap dan jelas

Jenis vaksin yang diberikan, dosis, nomor batch, dan siapa

yang memberikan.

Nama dokter yang bertanggung jawab.

Riwayat KIPI pada imunisasi terdahulu

Gejala klinis atau diagnosis (bila ada). Pengobatan yang

diberikan dan perjalanan penyakit (sembuh, dirawat, atau

meninggal). Hasil pemeriksaan laboratorium dan penyakit lain

(bila ada).

Waktu pemberian imunisasi (tanggal dan jam).

Saat timbulnya KIPI hingga diketahui, interval waktu antapa

imunisasi dengan terjadinya KIPI, dan lama gejala KIPI.

Apakah terdapat gejala sisa, setelah dirawat dan sembuh.

Cara menyelesaikan masalah KIPI.

Apakah ada tuntutan dari keluarga.

KIPI yang harus dilaporkan 24 jam pasca imunisasi

Reaksi anafilaktik

Anafilaktik

22

Page 23: Laporan Field Lab

Menangis dan menjerit yang tidak berhenti lebih dari 3 jam

(persistent incosolable screaming)

Hypotonic hyperresponsive episode

Toxic shock syndrome

KIPI yang harus dilaporkan 5 hari pasca imunisasi

Reaksi lokal hebat

Sepsis

Abses pada tempat suntikan

KIPI yang harus dilaporkan 30 hari pasca imunisasi

Ensefalopati

Kejang

Meningitis aseptik

Trombositopenia

Lumpuh layuh (accute flaccid paralysis)

Meninggal atau di rawat di Rumah Sakit

Reaksi lokal yang hebat

Abses di daerah suntikan

Neuritis Brakhial

Penanganan KIPI

Penyebab karena vaksin

Jenis Gejala Tindakan

Reaksi lokal

ringan

nyeri , eritema,

bengkak di

daerah suntikan

> 1 cm

timbul < 48 jam

pasca imunisasi

kompres hangat

jika mengganggu

dapat diberikan obat

parasetamol

Reaksi lokal

berat

eritema atau

indurasi > 8 cm

nyeri, bengkak,

kompres hangat

beri parasetamol

23

Page 24: Laporan Field Lab

dan manifestasi

sistemik

Reaksi

umum/sistemik

demam, lesu,

nyeri otot, nyeri

kepala, menggigil

berikan minuman

hangat dan selimut

berikan parasetamol

Kolaps/keadaan

seperti syok

anak tetap sadar

tapi tidak

bereaksi

terhadap

rangsangan

pada

pemeriksaan

frekuensi nadi

serta tekanan

darah, berada

dalam batas

normal

rangsang dengan

wewangian atau bau

bila tidak teratasi

dalam 30 menit,

segera rujuk

Syok anafilaktik terjadi

mendadak

udem dan

kemerahan

merata

urtikaria,

sembab kelopak

mata, sesak, dan

ada bunyi napas

takikardi

anak

pingsan/tidak

sadar

suntikan adrenalin

1:1.000 dosis 0,1-0,3

ml

subkutan/intramuskul

ar atau 0,01 ml/kg BB

x maks dosis 0,05

ml/kali

jika membaik,, beri

suntikan

deksametason 1

ampul im/iv

pasang infus Nacl

0,9%

rujuk ke RS

Penyebab karena faktor penerima atau pejamu

24

Page 25: Laporan Field Lab

Jenis Gejala Tindakan

Alergi Pembengkakan vivir

dan tenggorokan,

sesak napas, eritema,

papula, dan gatal

Tekanan darah turun

Deksamethason 1

ampul im/iv

Jika berlanjut, pasang

infus Nacl 0,9%

Faktor

psikologis

Ketakutan

Berteriak

Pingsan

Tenangkan

Beri minuman hangat

Saat pingsan beri

wewangian/alkohol,

lalu setelah sadar beri

minum teh manis

hangat

Penyebab karena tata laksana program

Jenis Gejala Tindakan

Abses dingin Bengkak, keras, nyeri

pada daerah suntikan

karena vaksin

disuntikkan kondisi

dingin

Kompres hangat

Beri parasetamol

Pembengkakan Bengkak di sekitar

suntikan

Karena penyuntikan

kurang dalam

Kompres hangat

Sepsis Bengkak di sekitar

suntikan

Demam jarum

suntik tidak steril

Gejala timbul 1

Kompres hangat

Beri parasetamol

Rujuk ke RS

25

Page 26: Laporan Field Lab

minggu setelah

disuntikkan

Tetanus Kejang dan dapat

disertai demam

Anak tetap sadar

Rujuk ke RS

Kelumpuhan/

kelemahan otot

Anggota gerak yang

disuntik tidak bisa

digerakkan karena

salah daerah

penyuntikan

Rujuk ke RS untuk

fisioterapi

Penyebab karena faktor kebetulan (koinsiden)

Jenis Gejala Tindakan

Faktor kebetulan Gejala penyakit

terjadi kebetulan

bersamaan dengan

waktu imunisasi

Gejala dapat berupa

salah satu gejala-

gejala KIPI

Tangani sesuai gejala

Cari informasi

disekitar apakah ada

kasus serupa pada

anak yang tidak di

imunisasi

Rujuk ke RS

PROSEDUR KERJA

1. Menghitung jumlah sasaran

Sasaran dihitung berdasarkan angka jumlah penduduk,angka kelahiran dari

hasil sensus penduduk dari BPS

1.1. Menghitung jumlah sasaran bayi

Ada dua cara yaitu :

a. Berdasarkan angka presentase kelahiran bayi dari jumlah penduduk

masing-masing wilayah

- Kecamatan : CBR kabupaten x jumlah penduduk

26

Page 27: Laporan Field Lab

Bila kabupaten belum mempunyai CBR maka,menggunakan rumus

dibawah ini

- Kecamatan : CBR propinsi x jumlah penduduk

- Desa : pendataan sasaran per desa

b. Berdasarkan besarnya jumlah sasaran bayi tahun lalu yang

diproyeksikan untuk tahun ini

Jumlah bayi desa tahun lalu x jumlah bayi kecamatan tahun ini

jumlah bayi kecamatan tahun lalu

1.2. Menghitung jumlah sasaran ibu hamil

Jumlahnya 10% lebih besar dari jumlah bayi

Sasaran ibu hamil : 1,1 x jumlah bayi

1.3. Menghitung jumlah sasaran anak sekolah tingkat dasar

1.4. Berdasarkan

Berdasarkan data dari Dinas Pendidikan setempat.

1.5. Menghitung jumlah sasaran Wanita Usia Subur/WUS

Jumlah sasaran WUS : 21,9 x jumlah penduduk

2. Menentukan target cakupan

Menetapkan berapa besar cakupan imunisasi yang akan dicapai pada tahun

yang direncanakan. Target cakupan maksimal 100%.

3. Menghitung indeks pemakaian vaksin

Indeks pemakaian vaksin adalah rata-rata jumlah dosis diberikan untuk

setiap ampul/vial vaksin.

IP vaksin : jumlah suntikan (cakupan) tahun lalu

Jumlah vaksin yang terpakai tahun lalu

4. Menghitung kebutuhan vaksin

Vaksin yang diperlukan (ampul/vial) :

Jumlah sasaran x target (%)

IP vaksin

Puskesmas mengirimkan rencana kebutuhan vaksin ke tingkat kota

kemudian ke propinsi,lalu ke pusat.

5. Perencanaan kebutuhan alat suntik & safety box

5.1 alat suntik 0,05 ml untuk imunisasi BCG

27

Page 28: Laporan Field Lab

Kebutuhan = sasaran x target cakupan BCG

5.2 alat suntik 0,5 ml untuk imunisasi

Kebutuhan = sasaran x target cakupan

5.3 alat suntik 5 ml (oplos)

Digunakan untuk mengoplos vaksin campak dan BCG

Kebutuhan alat suntik = jumlah vaksin yang dibutuhkan

5.4 Safety box

SB merupakan kotak tempat pembuangan limbah medis tajam

SB ada 2 ukuran :

a. SB 5 liter (menampung 100 alat suntik atau 300 uniject)

b. SB 0,25 liter (menampung 10 uniject)

Kebutuhan SB :

SB 51 = jumlah alat suntik BCG + DPT + TT + DT + HB + CAMPAK + UNTUK

OPLOS/100

6. Menghitung kebutuhan peralatan rantai vaksin

Peralatan rantai vaksin diperlukan agar vaksin tetap terjaga potensinya

No. Jenis Kebutuhan Daya tahan

1 Lemari es 1 buah 10 tahun

2 Vaccine carrier 3-5 buah 4 tahun

3Thermos + 4 buah

cold pack

Sejumlah tim

lapangan4 tahun

4 Cold box 1 buah 5 tahun

5Freeze tag/freeze

watch

Sejumlah tim

lapangan5 tahun

Pengelolaan peralatan vaksin dan rantai vaksin di puskesmas

1. Penyimpanan vaksin

a. Semua vaksin disimpan pada suhu +2ο- +8ο C

b. Bagian bawah lemari es diletakkan cool pack sebagai penahan dingin

dan kestabilan suhu

28

Page 29: Laporan Field Lab

c. Peletakan dus vaksin berjarak minimal 1-2 cm

d. Vaksin yang sensitive terhadap panas (BCG,Campak,Polio) diletakkan

dekat evaporator

e. Vaksin yang sensitive terhadap dingin (DT,TT,DPT,HB) diletakkan jauh

dari evaporator

2. Penggunaan di tempat pelayanan imunisasi

a. Vaksin disimpan dalam thermos yang berisi cool pack

b. Diletakkan di meja yang tidak terkena matahari langsung

c. Dalam penggunaannya vaksin diletakkan di atas spon yang berada

dalam thermos

d. Dalam thermos tidak boleh ada air yang merendam vaksin

7. Melakukan pemantauan kejadian ikutan pasca imunisasi

8. Menentukan klasifikasi KIPI

9. Melakukan pelaporan KIPI

Hal-hal yang harus diperhatikan pada pelaporan :

Identitas anak lengkap dan jelas

Jenis vaksin yang diberikan,dosis,nomor batch,siapa yang

memberikan. Vaksin sisa disimpan dan diperlakukan seperti vaksin

utuh (perhatikan cold chain)

Nama dokter yang bertanggung jawab

Riwayat KIPI pada imunisasi terdahulu

BAB III

PELAKSANAAN KEGIATAN

A. Indentifikasi Lokasi

29

Page 30: Laporan Field Lab

Kegiatan Field Lab ini dilakukan di Posyandu wilayah Puskesmas Polokarto.

Kegiatan ini dilakukan tiga kali kunjungan, yaitu hari pertama pada tanggal 10

April 2012 untuk melakukan persiapan dan mendapatkan pengajaran praktik

mengenai jenis-jenis vaksin dan mekanisme cold chain vaksin, hari kedua pada

tanggal 13 April 2012 untuk melakukan kunjungan ke posyandu dan melihat

proses pelaksanaan imunisasi, dan hari ketiga pada tanggal 1 Mei 2012 untuk

melakukan evaluasi kegiatan dan pengumpulan laporan.

B. Sasaran

Kegiatan Field Lab ini bertopik “Ketrampilan Imunisasi”. Kegiatan imunisasi

dilakukan pada bayi berusia 0-1 tahun untuk imunisasi dasar pada bayi.

C. Pelaksanaan Kegiatan

Kegiatan Field Lab hari pertama dilaksanakan di Puskesmas Polokarto

Kabupaten Sukoharjo pada hari Selasa, 10 April 2012 mulai pukul 08.00 hingga

pukul 11.00. Pada hari pertama kami mendapatkan pembekalan materi

mengenai imunisasi di Indonesia dan melakukan perkenalan dengan petugas

Pukesmas Polokarto yaitu ibu Sri Hartanti yang akan membimbing kami dalam

pelaksanaan imunisasi pada hari kedua di posyandu. Topik yang dipelajari

adalah “Ketrampilan Imunisasi”. Oleh karena itu, untuk ketrampilan imunisasi

diberikan bimbingan mengenai jenis- jenis dan kegunaan vaksin, peralatan

imunisasi ( termasuk jenis- jenis spuit yang digunakan), mekanisme cold chain

vaksin, jadwal pelaksanaan imunisasi, cara melakukan penyuntikan, dan

prosedur pelaksanaan imunisasi yang benar.

Pada hari kedua Field Lab tanggal 13 April 2012, kami melaksanakan

kegiatan di Puskesmas Polokarto. Kemudian, kami diberikan briefing untuk

kegiatan di lapangan dan bersiap berangkat ke Posyandu pada ada jam 08.00

hingga jam 12.00. Kami mendapat kesempatan untuk mengamati pelaksanaan

imunisasi pada bayi secara bergiliran. Masing- masing kami mendapatkan

kesempatan untuk melihat pelaksanaan imunisasi pada minimal tiga bayi.

1. Demonstrasi Pelaksanaan Imunisasi

Tehnik pelarutan vaksin

30

Page 31: Laporan Field Lab

1.1. Mencuci tangan sebelum melakukan kegiatan

1.2. Mengamati VVM dan masa kadaluarsa vaksin

1.3. Mengamati cara memotong ampul

Memegang ampul antara ibu jari dan jari tengah

Menggunakan telunjuk untuk menyangga ujung leher ampul

Membersihkan bagian luar ampul dengan kapas yang telah dibasahi air.

Hal ini untuk menghilangkan serbuk gelas dan mencegah serbuk jangan

sampai masuk ke dalam vaksin

Melilitkan sehelai plastik melingkar pada leher ampul dengan erat,hal ini

untuk mencegah masuknya udara secara mendadak ke dalam ampul

waktu dipatahkan,agar vaksin tidak berhamburan keluar

Mematahkan ampul vaksin pada lehernya dengan hati-hati

Kemudian mengeluarkan dari lilitan plastic

1.4. Melarutkan vaksin beku kering

Mengambil semprit 5 ml dan jarum oplos yang steril (semprit dan jarum

ini hanya untuk melarutkan ,bukan untuk suntikan)

Membuka ampul pelarut

Menyedotlah pelarut ke dalam semprit

Untuk vaksin BCG,sebelum ampul dibuka diketuk-ketuk agar semua

serbuk vaksin turun,sehingga vaksin tidak berkurang waktu mematahkan

leher ampul

Memasukkan jarum oplos telah berisi pelarut ke dalam ampul

Masukkan secara bertahap semua pelarut ke dalam vaksin

Tidak mengocok sewaktu mencampur vaksin dengan pelarutnya

Menghisap vaksin dan pelarut pelan-pelan ,suntikan kembali ke dalam

ampul atau vial beberapa kali sampai vaksin tercampur

Dengan demikian vaksin dan pelarut telah tercampur benar dan tidak

dikocok

Catatan : bila terjadi luka saat membuka ampul,buang ampul karena

kemungkinan kontaminasi

1.5. a. Mengamati cara menghisap isi ampul

31

Page 32: Laporan Field Lab

Menyediakan semprit dan jarum

Memasukkan jarum ke dalam ampul yang telah dibuka

Hati-hati dalam memiringkan ampul waktu mengambil cairan

terakhir dengan menggunakan jarum yang pendek

b.Mengamati cara menghisap isi vial

Menyiapkan semprit dan jarum yang steril

Menghisap udara ke dalam semprit sebanyak volume larutan yang akan

diisap

Membersihkan tutup karet dengan kapas basah

Menekanjarum ke dalam vial melalui karet penutup

Memasukkan udara ke dalam vial,untuk memudahkan vaksin keluar

karena udara menekan vaksin,kemudian hisaplah vaksin

1.6. Mengamati penanganan vaksin yang telah dilarutkan

Meletakkan vaksin di tempat teduh

Vaksin yang telah dilarutkan digunakan satu kali kegiatan

Sisa vaksin yang tidak terpakai dibuang

Catatan :

Pelarut tidak saling ditukar,tiap vaksin memiliki pelarut yang berbeda.

Pencampuran dengan pelarut yang salah akan membahayakan dan dapat

menyebabkan kematian

Menggunakan pelarut dari pabrik yang sama dengan vaksin

Suhu vaksin dan pelarut harus sama

Vaksin yang dilarutkan memiliki batas masa pakai, misal campak 6 jam, BCG

3 jam

Tidak mencampur vaksin dan pelarut sebelum ada sasaran

32

Page 33: Laporan Field Lab

1. Mempersiapkan sasaran

Mengatur posisi untuk sasaran anak:

Meminta ibu untuk duduk dan meletakkan anak di pangkuan.

Memastikan salah satu lengan ibu berada dibelakang punggung

anak, dan salah satu lengan anak melilit pinggang ibu.

Ibu dapat menyelipkan kaki anak diantara kedua pahanya agar tidak

menimbulkan gerakan yang membahayakan atau ibu bisa

memegang kaki anak.

Petugas kesehatan tidak bisa memegang anak karena perlu dua

tangan untuk memberikan suntikan

Selalu memberitahukan ibu jika anda akan memberikan suntikan

2. Pemberian vaksinasi BCG

2.1. Menyiapkan semprit BCG

Mengambil semprit BCG

Pasang jarum BCG dan pastikan jarum terpasang dengan baik dan

cukup kuat

2.2. Mengisi semprit

Isaplah vaksin BCG,dilebihkan sedikit dari dosis agar pada waktu

membuang gelembung udara,jumlah vaksin menjadi 1

dosis/tepat dosis

2.3. Mengeluarkan gelembung udara

Pegang semprit seperti posisi merokok,ketuklah semprit ke jari

dengan menghadap ke atas

Bila udara telah terkumpul di bagian atas, piston didorong

sampai gelembung udara dan sedikit vaksin keluar. Hal ini untuk

meyakinkan bahwa jarum penuh dengan vaksin. Apabila ada

udara dalam jarum kemungkinan akan menyuntikkan udara dan

dosis vaksin akan kurang dari seharusnya.

Yakinkan semprit tidak bocor,apabila bocor ganti dengan yang

lain

2.4. Mengamati cara pemberian vaksinasi

Pemberian vaksinasi BCG adalah secara intrakutan

33

Page 34: Laporan Field Lab

Tempat yang disuntik adalah sepertiga bagian lengan kanan atas

(pada lekukan atas insertion musculus deltoideus)

Bersihkan lengan dengan kapas yang dibasahi air bersih (jangan

menggunakan alkohol atau desinfektan karena akan merusak

vaksin BCG)

Memegang lengan kanan anak dengan tangan kiri sehingga

tangan penyuntik ada di bawah lengan anak, melingkarkan ibu

jari dan jari-jari ke lengan bayi dan kulit direnggangkan.

Memegang semprit dengan tangan kanan, lubang jarum

menghadap ke atas

Meletakkan semprit dan jarum hampir sejajar dengan lengan

Memasukkan ujung jarum ke dalam kulit, usahakan sedikit

mungkin melukai kulit. Mempertahankan jarum sejajar kulit,

sehingga hanya masuk ke kulit bagian luar, lubang jarum tetap

menghadap ke atas. Tidak menekan terlalu jauh dan jangan

mengarahkan ujung jarum terlalu menukik karena jarum akan

masuk ke bawah kulit, sehingga mengakibatkan suntikan menjadi

subkutan.

Meletakkan ibu jari kiri anda di atas ujung barel, memegang

pangkal barel antara jari telunjuk dan jari tengah dan

mendoronglah piston dengan ibu jari tangan kanan anda

Menyuntikkan 0,05 cc vaksin, pada suntikan intrakutan terasa

ada tahanan sehingga perlu menekan piston lebih keras daripada

subkutan, kemudian cabut jarumnya.

Bila cara menyuntik tepat, maka akan terlihat benjolan di kulit

yang bening dan pucat, pori-pori kulit terlihat jelas.

3. Memberikan vaksin DPT, TT, Hepatitis B

Pemberian vaksin adalah secara intramuskulair

Tempat yang paling baik adalah di bagian pertengahan paha

anterolateral atau bagian luar.

Mengsaplah sekitar kulit yang akan disuntik dengan kapas yang

dibasahi air

34

Page 35: Laporan Field Lab

Meletakkan ibu jari dan jari telunjuk pada sisi yang akan disuntik,

kemudian renggangkan kulit.

Menusuk jarum tegak lurus ke bawah (posisi 90) sampai masuk

ke dalam otot.

Menarik piston sedikit untuk meyakinkan bahwa jarum tidak

mengenai pembuluh darah.

Mendorong pangkal piston dengan ibu jari untuk memasukkan

vaksin, suntikkan vaksin pelan-pelan untuk mengurangi rasa

sakit. Kemudian cabut jarumnya.

4. Memberikan vaksin campak

Pemberian vakin campak adalah secara subkutan dalam

Tempat yang akan disuntik adalah sepertiga lengan bagian atas

atau pertengahan musculus deltoideus.

Mengusap sekitar kulit yang akan disuntik dengan kapas yang

dibasahi air.

Menjepit lengan yang akan disuntik dengan jari tangan kanan,

seperti mencubit menggunakan ibu jari dan telunjuk.

Memasukkan jarum ke dalam kulit yang dijepit dengan sudut

kira-kira 30-45 derajat posisi lengan, tidak menusukkan jarum

terlalu dalam, kedalaman kedalaman jarum tidak lebih dari 0,5

inchi. Kontrol jarumnya, menahan pangkal piston dengan jari

tangan sambil menekan jarum ke dalam.

Menarik piston sedikit, untuk meyakinkan tidak mengenai

pembuluh darah, bila mengenai pembuluh darah, pindah ke

tempat lain.

Menekan piston pelan-pelan dan suntikkan sebanyak 0,5 cc

Mencabut jarumnya, mengusap bekas suntikan dengan kapas

yang dibasahi air.

2. Melakukan pemantauan di lapangan

35

Page 36: Laporan Field Lab

Pada kegiatan ini imunisasi dilaksanakan di Posyandu Kenokorejo. Pada

pelaksanaan imunisasi jenis vaksin yang diberikan bermacam-macam sesuai

dengan usia dan kebutuhan masing-masing bayi.

Adapun data-data yang berhasil kami ambil sebagai berikut :

Daftar bayi dan balita yang mengikuti Imunisasi

di Posyandu Kenokorejo, Polokarto, Sukoharjo pada tanggal 13 April 2012

NO NAMA UMURNAMA ORANG

TUA

JENIS VAKSIN YANG

DIBERIKAN

1 Martrista 1 tahun Sularno Campak

2 Kherida 1 bulan Sumaryanto BCG, POLIO-1

3 Devita 3 bulan Gitosuwarno DPT-2, POLIO-3

4 Devina 3 bulan Gitosuwarno DPT-2, POLIO-3

5 Indri Ratna 1,5 bulan Riyono BCG, POLIO-1

6 Arga 9 bulan Suhadi Campak

7 Cinta 5 bulan Wadi DPT-3, POLIO-4

8 Mahesa 5 bulan Joko DPT-3, POLIO-4

9 Makruf 5 bulan Nortowiya DPT-3, POLIO-4

10 Vanesa 10 bulan Wiryo Campak

11 Putri 9 bulan Martono Campak

12 Rima 39 hari Widodo BCG, POLIO-1

13 Dian Putri 4 bulan Sumardi DPT-3, POLIO-4

14 Cinta 3 bulan Parwanto DPT-2, POLIO-3

15 Aura 6 bulan Parjo DPT-3

16 Naura 6 bulan Parjo DPT-3

17 Indah 1 bulan Sarti BCG, POLIO-1

18 Arifa 5 bulan Mariman DPT-3, Polio-4

19 Hasna 6 bulan Ranu DPT-3, POLIO-4

20 Bunga 3 bulan Darsina DPT-2

21 Ahmad 4 bulan Tomar DPT-2, POLIO-3

22 Aprilian 11 bulan Tugiman Campak

36

7

Page 37: Laporan Field Lab

23 Keysa 5 bulan Darso Pawiro DPT-3, POLIO-4

menghitung jumlah sasaran

DATA SASARAN IMUNISASI PADA BAYI

PUSKESMAS POLOKARTO TAHUN 2012

NO DESA JUMLAH SASARAN BAYI

1 Bulu 48

2 Rejosari 60

3 Polokarto 106

4 Mranggen 151

5 Godog 81

6 Wonorejo 19

7 Jatisobo 88

8 Kayuapak 62

9 Genengsari 74

10 Kenokorejo 69

11 Tepisari 47

12 Kemasan 62

13 Bakalan 62

14 Ngombakan 68

15 Karangwuni 50

16 Bugel 47

17 Pranan 51

Jumlah 1233

37

Page 38: Laporan Field Lab

38

Page 39: Laporan Field Lab

39

Page 40: Laporan Field Lab

Nb: Dalam tabel ini disajikan data yang telah dihitung oleh Puskesmas Polokarto.

Oleh karena itu data yang kami dapat dari puskesmas sudah dalam bentuk jadi.

Rumus Menghitung Jumlah Sasaran

Jumlah Bayi Puskesmas =

X Jumlah bayi kabupaten tahun ini

Jumlah Ibu Hamil = 1,1 X Jumlah bayi

Jumlah WUS ( 15-35 Tahun) = 21,9 % X Jumlah penduduk

a. Menentukan target cakupan

Menetapkan berapa besar cakupan imunisasi yang akan dicapai pada tahun yang

direncanakan. Target cakupan maksimal 100%. Puskesmas Polokarto menetapkan

target cakupannya adalah sekitar 97%.

b. Menghitung indeks pemakaian vaksin

Indeks pemakaian vaksin adalah rata-rata jumlah dosis diberikan untuk setiap

ampul/vial vaksin.

LAPORAN PERMINTAAN DAN PEMAKAIAN VAKSIN

PUSKESMAS POLOKARTO, SUKOHARJO

BULAN FEBRUARI 2012

Pemantauan

VaksinBCG DPT POLIO CAMPAK TT UNIJEK

Sisa Vaksin Bulan

Lalu16 61 94 0 0 81

Diterima Bulan

Ini60 100 105 35 45 0

40

9

Page 41: Laporan Field Lab

Jumlah 76 161 190 35 45 81

Dipakai Bulan Ini 34 82 79 26 29 41

Sisa Bulan Ini 42 79 120 9 16 40

Jumlah Imunisasi

Bulan Ini102 327 457 113 98 39

Ip Vaksin 3.0 4.0 5.8 4.3 3.4 1

Nb: Dalam tabel ini disajikan data yang telah dihitung oleh Puskesmas Polokarto.

Oleh karena itu data yang kami dapat dari puskesmas sudah dalam bentuk jadi.

c. Menghitung kebutuhan vaksin

Puskesmas mengirimkan rencana kebutuhan vaksin ke tingkat kota, kemudian

dari kota dikirim ke tingkat provinsi, lalu ke pusat.

d. Perencanaan kebutuhan alat suntik dan safety box

1) Alat suntik 0,05 ml untuk imunisasi BCG

Kebutuhan = sasaran x target cakupan BCG

2) Alat suntik 0,5 ml untuk imunisasi DPT, Campak, dan TT

Kebutuhan = sasaran x target cakupan

3) Alat suntik 5 ml untuk melarutkan vaksin

Kebutuhan alat suntik = jumlah vaksin sediaan kering yang dibutuhkan

4) Safety box (SB), yang digunakan untuk membuang limbah medis tajam

Kebutuhan = jumlah alat suntik seluruhnya / 100

* Pemantauan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi

a. Menentukan klasifikasi KIPI

b. Melakukan pelaporan KIPI

Identitas anak lengkap dan jelas

Jenis vaksin yang diberikan, dosis, nomor batch, siapa yang memberikan

Nama dokter yang bertanggung jawab

Riwayat KIPI imunisasi terdahulu

41

Page 42: Laporan Field Lab

1) Penanganan KIPI

1. Penyebab karena vaksin

Jenis Tindakan

Reaksi lokal

ringanKompres hangat, jika nyeri diberi parasetamol

Reaksi lokal berat Kompres hangat, parasetamol

Reaksi umum Minum air hangat, selimut, dan parasetamol

KolapsRangsang dengan bau, bila tidak teratasi dalam 30 menit,

rujuk

Syok anafilaktikSuntikan adrenalin, bila mulai membaik suntikkan kortiko

steroid, pasang infus NaCl 0,9 %, rujuk RS

2. Penyebab karena tata laksana program

Jenis Tindakan

Abses Kompres hangat, parasetamol

Pembengkakan Kompres hangat

Sepsis kompres hangat, parasetamol, dan rujuk RS

Tetanus Rujuk RS

Syok anafilaktik Rujuk RS

3. Penyebab karena faktor penerima/ pejamu

Jenis Tindakan

Alergi Kortikostreroid, jika berlanjut pasang infus NaCl 0,9 %

Faktor psikologis Tenangkan, beri minum air hangat, pingsan beri

wewangian, setelah sadar beri minum air teh hangat

4. Koinsiden (faktor kebetulan)

42

10

Page 43: Laporan Field Lab

Jenis Tindakan

Faktor kebetulan Tangani sesuai gejala, cari info apakah ada kejadian yang

sama, kirim RS

Dari data yang kami dapatkan dari pihak Puskesmas Polokarto, bahwa

selama pelaksanaan program imunisasi belum pernah terjadi kasus Kejadian Ikut

Pasca Imunisasi (KIPI) di puskesmas tersebut.

43

Page 44: Laporan Field Lab

BAB IV

PEMBAHASAN

Dalam kegiatan Field Lab di Puskesmas, setiap mahasiswa melakukan

observasi terhadap pelaksanaan imunisasi. Di Puskesmas Polokarto, program

imunisasi dilakukan secara rutin dan sudah ditentukan tanggal pelaksanaannya, hal

ini bertujuan untuk meningkatkan efektifitas vaksin. Pelaksanaan imunisasi

diadakan oleh Bidan di kecamatan Polokarto. Setiap ibu dan balita yang hendak

mendapatkan imunisasi diwajibkan membawa buku pemantauan ibu hamil dan

balita. Hal ini bertujuan agar bidan yang memeriksa dapat mengetahui dan

mengecek kembali imunisasi yang pernah diberikan sebelumnya. Tujuannya untuk

meminimalisasi kekeliruan pemberian imunisasi pada usia balita yang

bersangkutan.

Imunisasi dasar BCG diberikan pada bayi yang baru lahir atau maksimal pada

usia 1 bulan. Vaksin BCG merupakan salah satu vaksin yang memiliki bentuk sediaan

kering. Jadi, vaksin tersebut harus dilarutkan menggunakan diluent khusus BCG

menggunakan alat suntik oplos. Satu kemasan vial BCG dapat digunakan kira-kira

untuk 20 anak. Namun, pada praktek di lapangan, 1 sediaan BCG hanya dapat

dipakai untuk 7 anak, hal ini terjadi karena adanya vaksin yang terbuang ketika

membuang gelembung dari semprit atau terbuang saat mencocokkan dosis

pemberian. Vaksin BCG yang telah dilarutkan hanya bisa digunakan untuk satu kali

kegiatan dan bila bersisa harus dibuang karena vaksin BCG hanya boleh digunakan

tidak lebih dari 3 jam setelah dilarutkan.

Vaksin BCG diberikan secara intrakutan pada sepertiga bagian lengan kanan

atas. Jarum spuit dimasukkan ke dalam kulit dengan posisi sejajar lengan anak. Efek

nyata yang timbul adalah adanya indurasi yang berwarna pucat dan bening pada

bagian atas tempat penyuntikan. Hal ini masih berada dalam batas wajar dan akan

menghilang dalam waktu beberapa jam. Ketika membersihkan lengan yang akan

disuntik, dianjurkan untuk menggunakan air bersih karena penggunaan alkohol atau

desinfektan dapat merusak vaksin BCG.

Imunisasi dasar yang lain adalah imunisasi campak yang idealnya diberikan

pada bayi berusia 9 – 11 bulan. Sediaan vaksin campak juga berbentuk kemasan

44

Page 45: Laporan Field Lab

kering seperti BCG. Jadi, harus dilarutkan menggunakan diluent khusus vaksin

campak sebanyak 5 ml dan satu kemasan vial vaksin campak ini berisi 10 dosis

vaksinasi, namun pada prktek dilapangan, hanya dapat dipakai untuk ± 5 anak.

Vaksin campak diberikan secara subkutan pada sepertiga bagian lengan atas.

Namun, suntikan vaksin campak ini tidak menimbulkan indurasi seperti pada BCG.

Sementara itu, imunisasi dasar DPT pada balita biasanya digabung dengan

imunisasi Hepatitis B menggunakan vaksin DPT Combo. Vaksin campuran ini disebut

vaksin DPT-HB karna nama COMBO adalah nama merek, sehingga sekarang tidak

lagi disebut demikian. Vaksin DPT Combo ini diberikan sebanyak 3 kali dengan

interval waktu 1 bulan pada bayi berusia 2 – 9 bulan. Sediaan vaksin DPT Combo

adalah sediaan cair dengan satu kemasan vial 5 ml kira-kira untuk 8 – 10 suntikan

vaksin. Vaksin DPT Combo disuntikkan secara intramuskuler pada bagian

pertengahan paha anterolateral (paha bagian luar). Variasi tempat pemberian

suntikan ini dimaksudkan untuk membedakan suntikan vaksin satu dengan yang

lain. Vaksin ini diberikan untuk membentuk antibodi terhadap bakteri dipteri,

pertusis, dan tetanus, serta Hepatitis B. Namun, pada bayi baru lahir (0-7 hari)

diberikan vaksin Hb 0 yang menggunakan suatu suntikan khusus sekali pakai.

Imunisasi dasar yang terakhir adalah vaksin polio yang diberikan per oral

atau Oral Polio Vaccine (OPV). OPV harus diberikan sebanyak 4 kali sebelum bayi

berumur 1 tahun. Satu kemasan vial OPV yang dilengkapi pipet tetes berisi 1 ml

vaksin cair atau kurang lebih 20 tetes. Dosis OPV per anak adalah 2 tetes, jadi satu

vial OPV cukup untuk sekitar 10 anak, namun pada kenyataan di lapangan, 1 vial

OPV hanya dapat dipakai untuk 7 anak.

Vaksin diberikan pada umur-umur tertentu sebab saat janin dan neonatus

belum mempunyai kelenjar getah bening yang berkembang kecuali timus. Janin

dapat membentuk IgM pada gestasi 6 bulan. Kemudian kadar IgM meningkat secara

perlahan waktu lahir. Sedangkan IgG didapatkan dalam janin sekitar gestasi bulan

ke-2 berasal dari ibu yang ditransfer melalui plasenta, bersifat antitoksik, antivirus,

dan antibakterial. Kadar IgG meningkat dan mencapai puncaknya sekitar gestasi

bulan ke-4. Namun setelah lahir, kadar IgG menurun perlahan bila bayi mulai

membuat antibodinya sendiri. Di samping memberi perlindungan kepada bayi

terhadap infeksi atau toksin, antibodi Ibu dapat pula mengurangi respons terhadap

45

Page 46: Laporan Field Lab

antigen (vaksin). Oleh karena itu pemberian berbagai imunisasi dengan vaksin yang

berbeda-berbeda pula pada saat janin berusia tertentu.

Ketika akan menerima pemberian imunisasi, dianjurkan anak dalam keadaan

sehat, tidak demam, dan tidak ada keluhan apapun. Hal ini dilakukan untuk

menghindari kejadian ikutan yang tidak diharapkan. Karena, walaupun

demam/panas adalah reaksi normal imunisasi, orang tua balita pasti akan marah

atau tidak terima bila anaknya yang sedang tidak sehat malah jadi demam setelah

imunisasi. Jadi, untuk menghindari hal tersebut, si balita harus dalam keadaan

sehat. Setiap selesai memberi imunisasi, seorang petugas kesehatan perlu

memberikan edukasi kepada orang tua anak agar orang tua tidak khawatir saat

anaknya demam. Dan juga agar orang tua dapt langsung tanggap untuk membawa

anaknya ke dokter bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Orang tua juga perlu

diberi obat penurun panas sebagai persiapan apabila anaknya demam cukup tinggi

dan tidak segera turun dalam waktu 24 jam.

Hal yang sering terjadi di masyarakat adalah mengenai pemberian imunisasi

yang kurang sesuai dengan waktu pemberian vaksin yang tertera di KIA, hal ini bisa

disebabkan oleh ketidaktahuan masyarakat tentang pentingnya pemberian

imunisasi yang tepat waktu. Pada beberapa balita yang menjalani imunisasi di

kegiatan imunisasi rutin Puskesmas Polokarto ditemukan waktu pemberian

imunisasi yang tidak sesuai dengan waktu pemberian imunisasi yang tepat seperti

yang tercantum pada KIA. Sebenarnya hal ini tidak terlalu beresiko selama

pemberian imunisasi sesuai prosedur dan keadaan bayi sehat. Resiko dari hal ini

hanya berkisar mengenai menurunnya efektivitas vaksin yang diberikan berkaitan

dengan usia antibodi yang didapat bayi dari ibunya.

Pada imunisasi campak contohnya, pemberian vaksin campak yang terlalu

dini menurunkan efektivitas vaksin campak sebab antibodi pada bayi yang didapat

dari ibu masih kuat sehingga pemberian vaksin campak tidak akan memberikan efek

kekebalan yang sempurna sebab vaksin akan lebih dulu dihancurkan oleh antibodi

yang didapat dari ibu sebelum sel-sel imun bayi, seperti sel B dan sel T yang

seharusnya membentuk memori untuk respon kekebalan selanjutnya sempat

dirangsang oleh adanya antigen berupa vaksin yang masuk. Vaksin campak

46

Page 47: Laporan Field Lab

diberikan saat anak berusia 9 bulan, karena pada usia tersebut kekebalan bawaan

yang didapat dari ibu sudah berkurang.

Selain pemberian yang terlalu dini, keterlambatan pemberian imunisasi juga

berdampak buruk pada balita, yaitu terjangkitnya balita oleh penyakit yang

seharusnya dapat dicegah dengan pemberian imunisasi yang tepat waktu.

Hal lain yang terkadang menjadi permasalahan dalam masyarakat tentang

imunisasi seperti yang disampaikan oleh instruktur pada pertemuan hari pertama

adalah mengenai kehalalan vaksin imunisasi mengingat mayoritas masyarakat

indonesia adalah muslim. Berikut kriteria vaksin yang halal menurut MUI :

1. Memberikan asupan nutrisi atau zat gizi atau makanan tertentu yang

memaksimalkan pembangunan dan pemeliharaan sistem imun atau

kekebalan tubuh manusia.

2. Memberikan asupan nutrisi atau zat gizi atau makanan tertentu yang

meminimalkan dan menghilangkan zat yang bersifat menurunkan kerja

sistem imun atau kekebalan tubuh manusia.

3. Menjauhkan dan menghentikan asupan nutrisi yang bersifat menurunkan

pembangunan dan pemeliharaan sistem imun atau kekebalan tubuh

manusia.

4. Tidak memberikan vaksinasi yang mengandung Toksin/Racun bahan

berbahaya yang menjadi ancaman kesehatan manusia, diantaranya:

a. Kimiawi Sintetis

b. Logam Berat (Heavy Metal)

c. Hasil Metabolit parsial

d. Toksin Bakteri

e. Komponen dinding sel

5. Tidak memberikan vaksinasi dan obat-obatan yang mengandung bahan yang

haram secara syari’at.

a. Alkohol dan turunannya, yang bersifat seperti alkohol, yaitu yang

apabila dikonsumsi secara banyak akan memabukkan.

b. Tidak mengandung Darah, daging Babi, dan hewan yang ketika

disembelih tidak menyebutkan nama Allah.

47

Page 48: Laporan Field Lab

c. Tidak daging yang diharamkan menurut syari’at, contoh: Binatang Buas,

Bertaring, bangkai dll.

d. Tidak dikembangbiakkan di dalam darah hewan apapun, daging babi,

dan di dalam makhluk hidup yang diharamkan menurut syari’at.

Vaksin yang beredar di Indonesia dan digunakan untuk pelaksanaan

program imunisasi memenuhi kriteria yang disebutkan di atas sehingga diharapkan

tidak ada lagi kekhawatiran di masyarakat mengenai hal ini. Vaksin yang baru-baru

ini menjadi perdebatan adalah vaksin meningitis (untuk calon jemaat haji) namun

kehalalan vaksin tersebut juga tak perlu dikhawatirkan lagi sebab sudah dinyatakan

dalam fatwa MUI serta banyak pernyataan lain dari Lembaga maupun individu yang

berkompeten dalam hal ini bahwa vaksin meningitis adalah halal.

BAB V

PENUTUP

A .KESIMPULAN

1. Pemberian Imunisasi penting untuk dilakukan secara rutin, untuk

membentuk sistem imun tubuh yang kuat dan bisa melatih sistem imunnya

terhadap patogen tertentu.

2. Pelaksanaan Imunisasi yang baik, adalah pelaksanaan yang memperhatikan

pelaksanaan yang sesuai prosedur yang benar, menentukan jumlah sasaran,

menentukan target cakupan, menentukan indeks pemakaian vaksin,

menentukan kebutuhan vaksin, menentukan kebutuhan alat suntik dan

safety box, menentukan peralatan rantai vaksin dan menentukan kelayakan

vaksin, penyimpanan vaksin, hingga penanganan jika terjadi KIPI ( Kejadian

Ikutan Pasca Imunisasi).

B. SARAN

1. Perlunya peningkatan sosialisasi imunisasi kepada masyarakat untuk memperta-

hankan cakupan imunisasi yang tinggi dan merata di semua daerah.

2. Perlunya meningkatkan dan mempertahankan sistem pelaksanaan imunisasi yang

baik dan tepat agar nantinya bisa meningkatkan kualitas pelaksanaan imunisasi di

Indonesia dan menekan kasus KIPI.

48

Page 49: Laporan Field Lab

DAFTAR PUSTAKA

Dorland, W.A. Newman, alih bahasa, Hartanto, Huriawati. 2010. Kamus

Kedokteran Dorland Edisi 29. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

Guyton, Arthur C. dan John E. Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi

11. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC

Tim Field Lab FK UNS dan UPTD Puskesmas Sibela Surakarta. 2012. Manual

Field Lab: Program Imunisasi. Surakarta: Fakultas Keokteran UNS

Wahab, A.S., Julia, M., 2002. Sistem Imun, Imunisasi, dan Penyakit Imun.

Jakarta: Widya Medika

Markum, A.H. (1997). Imunisasi, ed.II. Jakarta, Balai Penerbit FKUI

49

14