laporan field lab
DESCRIPTION
laporan field labTRANSCRIPT
PENGESAHAN
LAPORAN FIELD LAB
Pengamatan Pelaksanaan Program Imunisasi di Puskesmas
Polokarto Kabupaten Sukoharjo
Oleh:
Kelompok 19
Telah disetujui dan disahkan untuk memenuhi persyaratan pengumpulan
Laporan Field Lab
Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Tahun 2012
Hari : Selasa
Tanggal/Bulan/Tahun : 1 Mei 2012
Bertempat di : Puskesmas Polokarto, Sukoharjo
Polokarto, 17 April 2012
Mengetahui,
Instruktur Lapangan Kepala Puskesmas Polokarto
Sri Hastuti dr. Sugeng Purnomo
NIP. NIP. 19671122 200112 1001
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberi rahmat
kepada kita sehingga kita bisa melaksanakan Field Lab ini dengan sehat, selamat
dan lancar. Field Lab untuk penunjang kuliah blok Immunologi ini kami laksanakan
di Puskesmas Polokarto Kabupaten Sukoharjo. Laporan ini adalah salah satu bukti
bahwa kami telah selesai melaksanakan tugas yang diberikan oleh pihak Field Lab
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Terima kasih kami ucapkan kepada :
1. Ayah dan Ibu tercinta yang selalu mendukung, mendoakan kami.
2. Kepala Puskesmas Polokarto Bapak dr. Sugeng Purnomo yang telah
memberikan izin kepada kami untuk melaksanakan tugas di Puskesmas
Polokarto.
3. Ibu Sri Hastuti selaku instruktur kelompok kami, yang telah membimbing kami
selama pelaksanaan Field Lab.
4. Seluruh jajaran karyawan Puskesmas Polokarto.
5. Asisten – asisten Field lab Universitas Sebelas Maret.
6. Serta pihak – pihak yang membantu kelancaran dalam pelaksanaan tugas ini.
Masih banyak kekurangan pada laporan ini sehingga kami sangat
menghargai semua saran dan kritik mengenai laporan ini. Mohon maaf apabila ada
hal – hal yang tidak berkenan. Sekian prakarta dari kami, semoga laporan ini dapat
bermanfaat.
Surakarta, 17 April 2012
Penulis,
Mahasiswa PD Kelompok 19
2011/2012
2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................... 1
HALAMAN PENGESAHAN...................................................................... 2
KATA PENGANTAR.................................................................................. 3
DAFTAR ISI................................................................................................. 4
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................... 5
B. Tujuan Pembelajaran............................................................... 6
BAB II DASAR TEORI.............................................................................. 8
BAB III PELAKSANAAN KEGIATAN
A. Identifikasi Lokasi................................................................... 15
B. Sasaran.....................................................................................15
C. Pelaksanaan Kegiatan.............................................................. 15
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pelaksanaan Imunisasi................................................... 25
B. Pembahasan..............................................................................28
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................. 32
B. Saran........................................................................................ 32
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 33
LAMPIRAN................................................................................................. 34
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Konsil Kedokteran Indonesia dalam buku Standar Kompetensi Dokter
Indonesia (Konsil Kedokteran Indonesia, 2006) menjelaskan bahwa salah satu
area kompetensi seorang dokter adalah ;”Mengidentifikasi, memberikan
alasan, menerapkan dan memantau kegiatan strategi pencegahan primer yang
tepat berkaitan dengan pasien, anggota keluarga, dan masyarakat.” Imunisasi
merupakan salah satu bentuk pencegahan primer.
Imunisasi diperkirakan dapat mencegah 2,5 juta kasus kematian anak per
tahun di seluruh dunia dapat dicegah dengan imunisasi( WHO, UNICEF, &
World Bank, 2009). Di Indonesia, imunisasi merupakan kebijakan nasional
melalui program imunisasi. Imunisasi masih sangat diperlukan untuk
melakukan Pengendalian Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi
(PD3I), seperti Tuberkulosis (TB), dipteri, pertusis (penyakit pernapasan),
campak, tetanus, polio, dan hepatitis B. Program imunisasi sangat penting agar
tercapai kekebalan masyarakat (population immunity). Program imunisasi di
Indonesia dimulai pada tahun 1956 dan pada tahun 1990, Indonesia telah
mencapai status Universal Child Immunization (UCI) . yang merupakan suatu
tahap dimana cakupan imunisasi di suatu tingkat administrasi telah mencapai
80% atau lebih. Saat ini Indonesia mesih memiliki tantangan mewujudkan 100%
UCI Desa/Kelurahan pada tahun 2014 (Pusat Komunikasi Publik, 2011).
Kasus polio sudah tidak lagi ditemukan di Indonesia sepanjang lima tahun
terakhir ini. Tetapi upaya eradikasi polio masih harus dilanjutkan untuk
mewujudkan Indonesia Bebas Polio, sebagai bagian dari upaya eradikasi
4
polioregional dan global. Untuk kasus tetanus maternal dan neonatal telah
dinyatakan mencapai tahapelimonasi oleh Organisasi Kesehatan Dunia atau
WHO di sebagian wilayah Indonesia. Selain itu, langkah- langkah mewujudkan
reduksi dan eliminasi campak di Indonesia masih harus dilaksanakan.
Indonesia bersama seluruh anggota WHO di regional asia tenggara telah
menyapakati tahun 2012 sebagai tahun Intensifikasi Imuniasai Rutin atau
Intensification of Routine Immunization (IRI). Hal ini sejalan dengan gerakan
akselerasi imunisasi nasional atau GAIN UCI yang bertujuan meningkatkan
cakupan dan pemerataan pelayanan imunisasi sampai ke seluruh desa di
Indonesia.
B. Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti pembelajaran, mahasiswa diharapkan mampu
melakukan imunisasi. Adapun learning outcome pembelajaran ini adalah
diharapkan mahasiswa:
1. Mampu menjelaskan tentang dasar-dasar imunisasi dan imunisasi dasar di
Indonesia.
2. Mampu melakukan menajemen program dan prosedur imunisasi dasar
bayi dan balita, anak sekolah, ibu hamil, dan calon pengantin wanita di
Puskesmas mulai perencanaan, cold chain vaksin, pelaksanaan (termasuk
penanganan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi/ KIPI), pelaporan, dan
evaluasi keberhasilan program imunisasi.
5
BAB II
DASAR TEORI
A. Imunisasi di Indonesia
Pelayanan imunisasi dasar atau rutin dapat diperoleh di :
a. Pusat pelayanan yang dimiliki oleh pemerintah, seperti
puskesmas,posyandu,puskesmas pembantu,rumah sakit, atau rumah
bersalin
b. Pelayanan di luar gedung,namun diselenggarakan oleh pemerintah misalnya
pada saat diselenggarakan program Bulan Imunisasi Anak Sekolah, Pekan
Imunisasi Nasional, atau melalui kunjungan dari rumah ke rumah
c. Imunisasi rutin juga dapat dperoleh pada bidan praktik swasta, dokter
praktik swasta atau rumah sakit swasta.
Dasar hukum penyelenggaraan program imunisasi :
1. Undang-undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
2. Undang-undang No. 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular
3. Undang-undang No.1 tahun 1962 tentang Karantina Laut
4. Undang-undang No.2 tahun 1962 tentang Karantina Udara
5. Kep.Menkes No.1611/Menkes/SK/XI/2005 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Imunisasi
6. Kep.Menkes No.1626/Menkes/SK/XII/2005 tentang Pedoman Pemantauan
dan Penyelenggaraan Kejadian Ikutan Paska Imunisasi (KIPI)
Tujuan imunisasi di Indonesia
a. Tujuan umum
Turunnya angka kesakitan,kecacatan,dan kematian akibat Penyakit yang
Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I)
b. Tujuan khusus
1. Program imunisasi
2. Program Imunisasi Meningitis Meningokus
6
Memberikan kekebalan tubuh terhadap penyakit Meningitis
meningokokus tertentu, sesuai dengan vaksin yang diberikan pada
calon jemaah haji.
3. Program Imunisasi Demam Kuning
Memberikan kekebalan efektif bagi semua orang yang melakukan
perjalanan berasal dari atau ke negara endemis demam kuning
sehingga dapat mencegah masuknya penyakit demam kuning di
Indonesia.
4. Program Imunisasi Rabies
Menurunkan angka kematian pada kasus gigitan hewan penular
rabies
Sasaran imunisasi di Indonesia dapat dijabarkan :
1. Program Imunisasi
a. Sasaran berdasarkan usia yang diimunisasi
1. Imunisasi rutin diberikan kepada bayi di bawah umur satu
tahun,wanita usia subur,yaitu wanita berusia 15 hingga 18 tahun
termasuk ibu hamil dan calon pengantin, vaksin diberikan pada
imunisasi rutin meliputi ,pada bayi : hepatitis B,BCG,Polio,DPT,dan
campak. Pada usia anak sekolah : DT, campak dan tetanus toksoid,
sedangkan pada wanita usia subur diberikan tetanus toksoid.
2. Imunisasi tambahan akan diberikan bila diperlukan. Imunisasi
tambahan diberikan kepada bayi dan anak. Imunisasi tambahan
sering dilakukan misalnya ketika terjadi suatu wabah penyakit
tertentu dalam wilayah dan waktu tertentu misalnya, pemberian
polio pada Pekan Imunisasi Nasional (PIN) dan pemberian imunisasi
campak pada anak sekolah.
b. Sasaran berdasarkan tingkat kekebalan yang ditimbulkan
1. Imunisasi dasar : bayi
2. Imunisasi lanjutan :
- Anak usia sekolah tingkat dasar
- Wanita usia subur
7
c. Sasaran wilayah atau lokasi : seluruh desa atau kelurahan di wilayah
Indonesia.
1. Program Imunisasi Meningitis Meningokokus
Seluruh calon jemaah haji dan umroh,petugas Panitia Penyelenggaraan
Ibadah Haji (PPIH) di Arab Saudi, tim kesehatan haji Indonesia yang
menyertai jemaah (kloter) dan petugas kesehatan di embarkasi/debarkasi.
2. Program Imunisasi Demam Kuning
Semua orang yang melakukan perjalanan kecuali bayi dibawah 9 bulan dan
ibu hamil trimester pertama, berasal dari negara atau ke negara yang
dinyatakan endemis demam kuning (data negara endemis dikeluarkan oleh
WHO yang selalu di update).
3. Program Imunisasi Rabies
Sasaran vaksinasi ditujukan pada 100% kasus gigitan yang berindikasi
rabies,terutama pada lokasi tertular (selama 2 tahun terakhir pernah ada
kasus klinis,epidemiologis, dan laboratoris dan desa-desa sekitarnya dalam
radius 10 km).
Kebijakan dan strategi
1. Program Imunisasi
a. Kebijakan
Penyelenggaraan imunisasi dilaksanakan oleh pemerintah,swasta,
dan masyarakat,dengan mempertahankan prinsip keterpaduan
antara pihak terkait.
Mengupayakan pemerataan jangkauan pelayanan imunisasi baik
terhadap sasaran masyarakat maupun sasaran wilayah.
Mengupayakan kualitas pelayanan yang bermutu
Mengupayakan kesinambungan penyelenggaraan melalui
perencanaan program dan anggaran terpadu
Perhatian khusus diberikan pada wilayah rawan sosial,rawan
penyakit (KLB), dan daerah-daerah sulit secara geografis
b. Strategi
Memberikan akses (pelayanan) kepada masyarakat
8
Membangun kemitraan dan jejaring kerja
Menjamin ketersediaan dan kecukupan vaksin,peralatan rantai
vaksin dan alat suntik
Menerapkan sistem Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) untuk
menentukan prioritas kegiatan serta tindakan perbaikan
Pelayanan imunisasi dilaksanakan oleh tenaga profesional/terlatih
Pelaksanaan imunisasi sesuai standart
Memanfaatkan perkembangan metoda dan teknologi yang lebih
efektif,berkualitas dan efisien.
Meningkatkan advokasi, fasilitas dan pembinaan
2. Program Imunisasi Meningitis Meningokokus
Sesuai International Health Regulation setiap calon jemaah haji harus sudah
diimunisasi meningitis meningokokus, dengan dibuktikan International
Certificate of Vaccination (ICV) yang berlaku maksimal 2 tahun. Kekebalan
terjadi 2 minggu setelah penyuntikan.
3. Program Imunisasi Demam Kuning
Sesuai International Health Regulation setiap orang yang masuk Indonesia
berasal atau melewati daerah diduga terjangkit demam kuning serta daerah
terjangkit harus sudah diimunisasi demam kuning, yang dibuktikan dengan
International Certificate of Vaccination (ICV) yang berlaku 10 tahun.
Kekebalan terjadi 10 hari setelah penyuntikan.
4. Program Imunisasi Rabies
Vaksin anti rabies (VAR) manusia diberikan pada seluruh kasus
gigitan hewan penular rabies (HPR) yang berindikasi, sehingga
memungkinkan kematian akibat rabies dapat dicegah.
Pemberdayaan puskesmas dalam penatalaksanaan kasus gigitan
yaitu cuci setiap luka gigitan dengan menggunakan sabun/detergen
selama 10-15 menit pada air mengalir, kemudian dibilas dengan
alkohol atau betadine.
9
Di Indonesia, untuk pelayanan kesehatan pemerintah,vaksin yang termasuk dalam
program imunisasi dasar diberikan secara gratis. Vaksin yang termasuk program
imunisasi dasar adalah Hepatitis B, Diptheri, Pertusis, Tetanus, Polio, BCG, dan
Campak.
JADWAL IMUNISASI DI INDONESIA
Imunisasi wajib pada bayi
VAKSIN PEMBERIAN INTERVAL UMUR KETERANGAN
BCG 1x - 0-3 bulanMinimal,tidak ada
batasan maksimal
DPT 3x 4 mg (minimal) 2-11 bulan -
POLIO (OPV) 4x 4 mg (minimal) 0-11 bulanLengkapi sebelum
umur 1 tahun
CAMPAK 1x - 9-11 bulan -
HEPATITIS B 3x
1 dan 6 bulan
dari suntikan
pertama
0-11 bulan -
Bila bayi lahir di rumah
UMUR BAYI VAKSIN YANG DIBERIKAN
0 bulan /langsung setelah diberikan Hepatitis B-1
1 bulan BCG,Polio-1
2 bulan DPT-1,Hep B-2,Polio-2
3 bulan DPT-2,Hep B-3,Polio-3
4 bulan DPT-3,Polio-4
9 bulan Campak
10
Bila bayi lahir di rumah sakit,pondok bersalin,bidan praktik atau tempat pelayanan
lain
UMUR BAYI VAKSIN YANG DIBERIKAN
0 bulan /langsung setelah diberikan Hepatitis B-1, BCG, Polio-1
2 bulan DPT-1,Hep B-2,Polio-2
3 bulan DPT-2,Hep B-3,Polio-3
4 bulan DPT-3,Polio-4
9 bulan Campak
Apabila tersedia vaksin kombinasi DPT dan Hepatitis B (vaksin DPT/HB),maka ada
perubahan jadwal imunisasi yaitu vaksin hepatitis B diberikan segera pada bayi lahir
dengan kemasan monovalent
UMUR BAYI VAKSIN YANG DIBERIKAN
0 bulan /langsung setelah diberikanHepatitis B-1 (dosis terpisah), BCG,
Polio-1
2 bulan DPT-1/Hep B-1,Polio-2
3 bulan DPT-2/Hep B-2,Polio-3
4 bulan DPT-3/Hep B-3,Polio-4
9 bulan Campak
IMUNISASI PADA ANAK SEKOLAH (SD)
Kelas Vaksin yang diberikan
1Difteri,Tetanus,Campak masing-masing
0,5 cc
2 Tetanus toksoid 0,5 cc
3 Tetanus toksoid 0,5 cc
IMUNISASI TETANUS TOKSOID (TT) PADA WANITA USIA SUBUR (WUS)
11
Vaksin Tetanus Dosis Pemberian Masa Perlindungan
T-1 0,5 cc - -
T-2 0,5 ccEmpat minggu
setelah T-13 tahun
T-3 0,5 ccEnam bulan
setelah T-25 tahun
T-4 0,5 ccSatu tahun setelah
T-310 tahun
T-5 0,5 ccSatu tahun setelah
T-425 tahun
Pemberian Imunisasi dan Kemasan Vaksin
Vaksin dapat dikemas dalam bentuk tunggal maupun kombinasi. Contoh kemasan
tunggal : BCG, Polio, Hepatitis B, Hib, Campak. Contoh kemasan vaksin kombinasi :
DPT (Difteri,Pertusis,Tetanus), MMR(campak,gondong,campak jerman),
tetravaccine (kombinasi DPT dan polio suntik). Beberapa vaksin yang dikemas
tunggal dapat diberikan bersama-sama, aman dan potensinya memuaskan,
misalnya :
Vaksin BCG bersama cacar
Vaksin BCG bersama polio
Vaksin BCG bersama Hepatitis B
Vaksin DPT bersama BCG
Vaksin DPT bersama polio
Vaksin DPT bersama Hepatitis B
Vaksin DPT bersama polio dan campak
Vaksin DPT bersama MMR
Vaksin campak bersama polio,dll
1. Vaksin BCG
Vaksin BCG mengandung kuman BCG yang masih hidup namun telah
dilemahkan.
12
Penyimpanan : lemari es suhu 2ο- 8ο C
Dosis : 0,05 ml
Kemasan : ampul dengan bahan pelarut 4 ml (nacl faali)
Masa kadaluwarsa : satu tahun setelah tanggal pengeluaran(dapat dilihat
pada tabel)
Reaksi imunisasi : biasanya tidak demam
Efek samping : jarang dijumpai,bisa terjadi pembengkakan kelenjar
getah bening setempat yang terbatas dan biasanya
sembuh dengan sendiri walaupun lambat.
Kontra indikasi : tidak ada larangan,kecuali pada anak yang
berpenyakit TBC atau uji mantoux positif dan adanya
penyakit kulit berat/menahun.
2. Vaksin DPT
Di Indonesia ada 3 kemasan : kemasan tunggal khusus tetanus,kombinasi DT
(difteri tetanus) dan kombinasi DPT. Vaksin difteri berasal dari toksin kuman
difteri yang telah dilemahkan(toksoid),biasanya diolah dan dikemas
bersama-sama dengan vaksin tetanus dalam bentuk vaksin DT,atau dengan
vaksin tetanus dan pertusis dalam bentuk vaksin DPT. Vaksin tetanus yang
digunakan untuk imunisasi aktif ialah toksoid tetanus yang telah dilemahkan
dan kemudian dimurnikan. Ada tiga kemasan tetanus yaitu
tunggal,kombinasi dengan diphteri dan kombinasi dengan diphteri dan
pertusis. Vaksin pertusis terbuat dari kuma Bordetella pertusis yang telah
dimatikan.
Penyimpanan : lemari es suhu 2ο- 8ο C
Dosis : 0,5 ml, tiga kali suntikan,interval minimal 4 minggu
Kemasan : vial 5 ml
Masa kadaluwarsa : dua tahun setelah tanggal pengeluaran(dapat dilihat
pada tabel)
Reaksi imunisasi : demam ringan,pembengkakan dan nyeri di tempat
suntikan selama 1-2 hari
13
Efek samping : gejala-gejala yang bersifat sementara seperti
lemas,demam,kemerahan pada tempat suntikan.
Kadang-kadang terdapat efek samping yang lebih
berat, seperti demam tinggi atau kejang,yang biasanya
disebabkan unsur pertusisnya.
Kontra indikasi : anak yang sakit parah,anak yang menderita penyakit
kejang demam kompleks,anak yang diduga menderita
batuk rejan,anak yang menderita penyakit gangguan
kekebalan.
Sakit batuk,pilek,demam atau diare yang ringan bukan merupakan kontra
indikasi yang mutlak,disesuaikan dengan pertimbangan dokter.
3. Vaksin poliomielitis
Terdapat 2 jenis vaksin yang ada dalam peredaran,yang masing-masing
mengandung virus polio I,II,dan III. Yaitu (1)vaksin yang mengandung virus
polio yang sudah dimatikan (salk),biasa diberikan dengan cara injeksi, (2)
vaksin yang mengandung virus polio yang hidup tapi dilemahkan (sabin),cara
pemberian per oral dalam bentuk pil atau cairan (OPV) lebih banyak dipakai
di Indonesia.
Penyimpanan : OPV : freezer,suhu -20ο C
Dosis : 2 tetes mulut
Kemasan : vial disertai pipet tetes
Masa kadaluwarsa : OPV : dua tahun pada suhu -20ο C
Reaksi imunisasi : biasanya tidak ada, mungkin pada bayi ada berak-
berak ringan.
Efek samping : hampir tidak ada,bila ada berupa kelumpuhan
anggota gerak seperti polio sebenarnya.
Kontra indikasi : diare berat, sakit parah, gangguan kekebalan.
4. Vaksin campak
14
Mengandung virus campak hidup yang telah dilemahkan. Kemasan berupa
kemasan kering tunggal,namun ada yang kemasan kering kombinasi dengan
vaksin gondong/mumps dan rubella (campak jerman) disebut MMR.
Penyimpanan : freezer suhu -20ο C
Dosis : setelah dilarutkan,diberikan 0,5 ml
Kemasan : vial berisi 10 dosis vaksin yang dibekukeringkan,
beserta pelarut 5 ml (aquadest).
Masa kadaluwarsa : dua tahun setelah tanggal pengeluaran (dapat dilihat
pada tabel)
Reaksi imunisasi : biasanya tidak terdapat reaksi. Mungkin terjadi
demam ringan dan sedikit bercak merah pada pipi di
bawah telinga pada hari 7-8 setelah penyuntikan,atau
pembengkakan pada tempat penyuntikan.
Efek samping : sangat jarang, mungkin dapat terjadi kejang ringan
dan tidak berbahaya pada hari 10-12 setalah
penyuntikan. Dapat terjadi radang otak 30 hari setelah
penyuntikan tapi angka kejadiannya sangat rendah.
Kontra indikasi : sakit parah,penderita TBC tanpa pengobatan,kurang
gizi dalam derajat berat,gangguan kekebalan,penyakit
keganasan. Dihindari pula pemberian pada ibu hamil.
5. Vaksin Hepatitis B
Imunisasi aktif dilakukan denga 3 kali suntikan dengan jarak waktu satu
bulan antara suntikan 1 dan 2,5 bulan antara suntikan 2 dan 3. Namun cara
pemberian imunisasi tersebut tergantung pabrik pembuat vaksin. Vaksin
hepatitis B dapat diberikan pada ibu hamil dengan aman dan tidak
membahayakan janin,bahkan akan membekali janin dengan kekebalan
sampai berumur beberapa bulan setelah lahir.
Dosis : 0,5 ml sebanyak 3 kali pemberian
Kemasan : HB PID
15
Reaksi imunisasi : nyeri pada tempat suntikan,yang mungkin disertai
rasa panas atau pembengkakan. Akan menghilang
dalam 2 hari.
Efek samping : selama 10 tahun belum dilaporkan ada efek samping
yang berarti
Kontra indikasi : anak yang sakit berat
6. Vaksin DPT/HB (COMBO)
Mengandung DPT berupa toxoid difteri dan tetanus yang dimurnikan dan
pertusis yang inaktifasi serta vaksin hepatitis B yang merupakan subunit
vaksin virus yang mengandung hbsag murni dan bersifat non infectious.
Dosis : 0,5 ml sebanyak 3 kali pemberian
Kemasan : vial 5 ml
Efek samping : gejala yang bersifat sementara yang bersifat
sementara seperti lemas,demam,pembengkakan dan
kemerahan daerah suntikan. Kadang terjadi gejala
berat seperti demam tinggi,iritabilitas,meracau yang
terjadi 24 jam setelah imunisasi. Reaksi yang terjadi
bersifat ringan dan biasanya hilang dalam 2 hari.
Kontra indikasi : gejala keabnormalan otak pada bayi baru lahir atau
gejala serius keabnormalan saraf yang merupakan
kontraindikasi pertusis,hipersensitif terhadap
komponen vaksin,penderita infeksi berat yang disertai
kejang.
Bukan merupakan kontra indikasi imunisasi :
Alergi atau asma (kecuali alergi terhadapkomponen vaksin)
Sakit ringan seperti ISPA atau diare dengan demam <38,5ο
Riwayat keluarga tentang peristiwa membahayakan setelah
imunisasi
Dalam pengobatan antibiotik
Dugaan infeksi HIV atau positif HIV tanpa tanda dan gejala AIDS
16
Anak diberi ASI
Sakit kronis seperti jantung kronis,paru-paru,ginjal atau liver
Kondisi saraf labil seperti kelumpuhan otak atau Down Sindrom
Prematur atau berat bayi lahir rendah
Pembedahan baru atau direncanakan dengan segera
Kurang gizi
Riwayat penyakit kuning pada kelahiran
Perencanaan Imunisasi
A. Menghitung Jumlah Sasaran
Berdasarkan angka jumlah penduduk, angka kelahiran dari hasil sensus
penduduk dari BPS
1. Menghitung jumlah sasaran bayi, ada 2 cara:
Berdasarkan angka presentase kelahiran bayi dari jumlah
penduduk masing-masing wilayah
Kecamatan : CBR Kabupaten x Jumlah Penduduk
Kecamatan : CBR Propinsi x Jumlah Penduduk (bila
kabupaten belum mempunyai CBR)
Desa : Pendataan sasaran per desa
Berdasarkan jumlah sasaran bayi tahun lalu
Jumlah bayi desa tahun lalu x Jumlah bayi kecamatan tahun
ini
Jumlah bayi kecamatan tahun lalu
2. Menghitung Jumlah sasaran ibu hamil
Sasaran ibu hamil : 1,1 x jumlah bayi
3. Menghitung jumlah sasaran anak sekolah tingkat dasar
Berdasarkan data dari Dinas Pendidikan setempat
4. Menghitung jumlah sasaran WUS (Wanita Usia Subur)
Jumlah sasaran WUS : 21,9 x jumlah penduduk
B. Menentukan Target Cakupan
17
Menentukan berapa besar cakupan yang akan dicapai, dengan nilai
maksimal 100%.
C. Menghitung Indeks Pemakaian (IP) Vaksin
Merupakan rata-rata jumlah dosis yang diberikan untuk setiap ampul/vial
vaksin.
IP Vaksin : Jumlah suntikan (cakupan) tahun lalu
Jumlah vaksin yang terpakai tahun lalu
D. Menghitung Pemakaian Vaksin
Vaksin yang dibutuhkan : Jumlah sasaran x target (%)
IP vaksin
E. Menghitung Kebutuhan Alat Suntik dan Safety Box
Kebutuhan alat suntik = jumlah vaksin yang dibutuhkan
Alat suntik 0.05 ml untuk imunisasi BCG
Kebutuhan : sasaran x target cakupan BCG
Alat suntik 0.5 ml untuk imunisasi DPT, DT, TT, Campak, Hepatitis
Kebutuhan : sasaran x target cakupan DPT, DT, TT, Campak,
Hepatitis
Alat suntik 5 ml (oplos)
Untuk mengoplos vaksin campak dan BCG
Safety Box
Merupakan kotak tempat pembuangan limbah medis tajam, yang
mempunyai 2 ukuran:
5 liter menampung 100 alat suntik atau 300 uniject
0.25 liter menampung 10 uniject
F. Menghitung Kebutuhan Peralatan Rantai Vaksin
Tujuannya agar vaksin tetap terjaga potensinya
Tabel kebutuhan dan daya tahan rantai vaksin
No. Jenis Kebutuhan Daya Tahan
18
1. Lemari Es 1 buah 10 tahun
2. Vaccine Carrier 3-5 buah 4 tahun
3.Thermos + 4 buah Cold
PackSejumlah tim lapangan 4 tahun
4. Cold Box 1 buah 5 tahun
5. Freeze tag/treeze watch Sejumlah tim lapangan 5 tahun
Pengelolaan peralatan vaksin dan rantai vaksin di puskesmas:
Peralatan rantai vaksin adalah seluruh peralatan yang digunakan dalam pengelolaan
vaksin sesuai dengan prosedur untuk menjaga vaksin pada suhu yang ditetapkan,
meliputi :
1. Lemari es
Setiap puskesmas mempunyai 1 lemari es sesuai standart program (buka
atas).
2. Vaccine carrier
Adalah alat untuk membawa vaksin dari kota ke puskesmas,dapat
mempertahankan suhu +2ο- +8ο C relatif lama. Vaccine carrier dilengkapi
dengan 4 buah cool pack @ 0.1 liter.
3. Kotak dingin (cool pack)
Adalah wadah plastik berbentuk segi empat yang diisi dengan air yang
kemudian didinginkan pada lemari es selama 24 jam.
4. Thermos
Digunakan untuk membawa vaksin ke tempat pelayanan imunisasi. Setiap
thermos dilengkapi cool pack minimal 4 buah @0.1 liter. Dapat
mempertahankan suhu kurang dari 10 jam, sehingga cocok digunakan untuk
daerah yang transportasinya lancar.
5. Cold box
Cold box di tingkat puskesmas digunakan apabila keadaan darurat seperti
listrik padam untuk waktu cukup lama.
6. Freeze tag/freeze watch
19
Untuk memantau suhu dari kota ke puskesmas pada waktu membawa
vaksin serta dari puskesmas ke tempat pelayanan dalam upaya
meningkatkan kualitas rantai vaksin.
Penanganan vaksin di puskesmas
1. Penyimpanan vaksin
a. Semua vaksin disimpan pada suhu +2ο- +8ο C
b. Bagian bawah lemari es diletakkan cool pack sebagai penahan dingin dan
kestabilan suhu
c. Peletakkan dus vaksin berjarak minimal 1-2 cm
d. Vaksin yang sensitif terhadap panas (BCG,campak,polio) diletakkan
dekat evaporator
e. Vaksin yang sensitif terhadap dingin (DT,TT,DPT,HB) diletakkan jauh dari
evaporator
2. Penggunaan di tempat pelayanan imunisasi
a. Vaksin disimpan dalam thermos yang berisi cool pack
b. Diletakkan di meja yang tidak terkena matahari langsung
c. Dalam penggunaannya vaksin diletakkan di atas spon yang berada dalam
thermos
d. Dalam thermos tidak boleh ada air yang merendam vaksin
3. Penggunaan vaksin dari vial yang sudah dibuka
Sisa vaksin yang telah dibuka pada pelayanan dinamis tidak boleh digunakan
lagi. Pada pelayanan statis (di puskesmas) sisa vaksin dapat digunakan
dengan ketentuan :
Vaksin tidak melewati tanggal kadaluwarsa
Tetap disimpan pada suhu +2ο- +8ο C
Kemasan vaksin tidak pernah terendam air
20
VVM masih bagus
Pada label ditulis tanggal vaksin pertama kali dibuka
Vaksin polio dapat digunakan hingga 2 minggu setelah dibuka
Vaksin DPT,DT,TT,HB dapat digunakan hingga 4 minggu
Vaksin campak hanya boleh digunakan tidak lebih dari 6 jam setelah
dilarutkan
Vaksin BCG hanya boleh digunakan tidak lebih dari 3 jam setelah
dilarutkan
Sebelum menggunakan vaksin,periksa kondisi vaksin dengan VVM
Kondisi vaksin dapat digunakan
warna segi empat bagian dalam
lebih terang dari warna gelap
sekelilingnya.
Kondisi vaksin harus segera digunakan
warna segi empat bagian dalam
sudah mulai gelap namun
masih terang dari warna gelap
sekelilingnya.
Kondisi vaksin tidak boleh digunakan
Warna segi empat bagian
dalam sama gelap/lebih gelap
dari warna gelap sekelilingnya.
Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)
Merupakan semua kejadian sakit dan kematian yang terjadi dalam masa 1
bulan setelah imunisasi.
Klasifikasi KIPI
Reaksi vaksin induksi vaksin, potensiasi vaksin, sifat dasar vaksin.
21
Kesalahan program kesalahan dosis, salah lokasi dan cara
penyuntikan, alat yang tidak steril, kontaminasi vaksin dan alat
suntik, dan cara penyimpanan vaksin yang salah.
Kebetulan kejadian yang terjadi setelah imunisasi tapi tidak
disebabkan oleh vaksin. Indikator faktor kebetulan tersebut dengan
ditemukannya kejadian yang sama pada kelompok populasi
setempat tetapi tidak mendapatkan imunisasi.
Injection reaction disebabkan rasa takut dan gelisah atau sakit dari
tindakan penyuntikan, misal rasa sakit, bengkak, dan kemerahan di
tempat penyuntikan, takut, pusing, mual, dll.
Penyebab tidak diketahui penyebab yang tidak dapat ditetapkan.
Pelaporan KIPI
Hal-hal yang harus diperhatikan pada pelaporan
Identitas anak harus lengkap dan jelas
Jenis vaksin yang diberikan, dosis, nomor batch, dan siapa
yang memberikan.
Nama dokter yang bertanggung jawab.
Riwayat KIPI pada imunisasi terdahulu
Gejala klinis atau diagnosis (bila ada). Pengobatan yang
diberikan dan perjalanan penyakit (sembuh, dirawat, atau
meninggal). Hasil pemeriksaan laboratorium dan penyakit lain
(bila ada).
Waktu pemberian imunisasi (tanggal dan jam).
Saat timbulnya KIPI hingga diketahui, interval waktu antapa
imunisasi dengan terjadinya KIPI, dan lama gejala KIPI.
Apakah terdapat gejala sisa, setelah dirawat dan sembuh.
Cara menyelesaikan masalah KIPI.
Apakah ada tuntutan dari keluarga.
KIPI yang harus dilaporkan 24 jam pasca imunisasi
Reaksi anafilaktik
Anafilaktik
22
Menangis dan menjerit yang tidak berhenti lebih dari 3 jam
(persistent incosolable screaming)
Hypotonic hyperresponsive episode
Toxic shock syndrome
KIPI yang harus dilaporkan 5 hari pasca imunisasi
Reaksi lokal hebat
Sepsis
Abses pada tempat suntikan
KIPI yang harus dilaporkan 30 hari pasca imunisasi
Ensefalopati
Kejang
Meningitis aseptik
Trombositopenia
Lumpuh layuh (accute flaccid paralysis)
Meninggal atau di rawat di Rumah Sakit
Reaksi lokal yang hebat
Abses di daerah suntikan
Neuritis Brakhial
Penanganan KIPI
Penyebab karena vaksin
Jenis Gejala Tindakan
Reaksi lokal
ringan
nyeri , eritema,
bengkak di
daerah suntikan
> 1 cm
timbul < 48 jam
pasca imunisasi
kompres hangat
jika mengganggu
dapat diberikan obat
parasetamol
Reaksi lokal
berat
eritema atau
indurasi > 8 cm
nyeri, bengkak,
kompres hangat
beri parasetamol
23
dan manifestasi
sistemik
Reaksi
umum/sistemik
demam, lesu,
nyeri otot, nyeri
kepala, menggigil
berikan minuman
hangat dan selimut
berikan parasetamol
Kolaps/keadaan
seperti syok
anak tetap sadar
tapi tidak
bereaksi
terhadap
rangsangan
pada
pemeriksaan
frekuensi nadi
serta tekanan
darah, berada
dalam batas
normal
rangsang dengan
wewangian atau bau
bila tidak teratasi
dalam 30 menit,
segera rujuk
Syok anafilaktik terjadi
mendadak
udem dan
kemerahan
merata
urtikaria,
sembab kelopak
mata, sesak, dan
ada bunyi napas
takikardi
anak
pingsan/tidak
sadar
suntikan adrenalin
1:1.000 dosis 0,1-0,3
ml
subkutan/intramuskul
ar atau 0,01 ml/kg BB
x maks dosis 0,05
ml/kali
jika membaik,, beri
suntikan
deksametason 1
ampul im/iv
pasang infus Nacl
0,9%
rujuk ke RS
Penyebab karena faktor penerima atau pejamu
24
Jenis Gejala Tindakan
Alergi Pembengkakan vivir
dan tenggorokan,
sesak napas, eritema,
papula, dan gatal
Tekanan darah turun
Deksamethason 1
ampul im/iv
Jika berlanjut, pasang
infus Nacl 0,9%
Faktor
psikologis
Ketakutan
Berteriak
Pingsan
Tenangkan
Beri minuman hangat
Saat pingsan beri
wewangian/alkohol,
lalu setelah sadar beri
minum teh manis
hangat
Penyebab karena tata laksana program
Jenis Gejala Tindakan
Abses dingin Bengkak, keras, nyeri
pada daerah suntikan
karena vaksin
disuntikkan kondisi
dingin
Kompres hangat
Beri parasetamol
Pembengkakan Bengkak di sekitar
suntikan
Karena penyuntikan
kurang dalam
Kompres hangat
Sepsis Bengkak di sekitar
suntikan
Demam jarum
suntik tidak steril
Gejala timbul 1
Kompres hangat
Beri parasetamol
Rujuk ke RS
25
minggu setelah
disuntikkan
Tetanus Kejang dan dapat
disertai demam
Anak tetap sadar
Rujuk ke RS
Kelumpuhan/
kelemahan otot
Anggota gerak yang
disuntik tidak bisa
digerakkan karena
salah daerah
penyuntikan
Rujuk ke RS untuk
fisioterapi
Penyebab karena faktor kebetulan (koinsiden)
Jenis Gejala Tindakan
Faktor kebetulan Gejala penyakit
terjadi kebetulan
bersamaan dengan
waktu imunisasi
Gejala dapat berupa
salah satu gejala-
gejala KIPI
Tangani sesuai gejala
Cari informasi
disekitar apakah ada
kasus serupa pada
anak yang tidak di
imunisasi
Rujuk ke RS
PROSEDUR KERJA
1. Menghitung jumlah sasaran
Sasaran dihitung berdasarkan angka jumlah penduduk,angka kelahiran dari
hasil sensus penduduk dari BPS
1.1. Menghitung jumlah sasaran bayi
Ada dua cara yaitu :
a. Berdasarkan angka presentase kelahiran bayi dari jumlah penduduk
masing-masing wilayah
- Kecamatan : CBR kabupaten x jumlah penduduk
26
Bila kabupaten belum mempunyai CBR maka,menggunakan rumus
dibawah ini
- Kecamatan : CBR propinsi x jumlah penduduk
- Desa : pendataan sasaran per desa
b. Berdasarkan besarnya jumlah sasaran bayi tahun lalu yang
diproyeksikan untuk tahun ini
Jumlah bayi desa tahun lalu x jumlah bayi kecamatan tahun ini
jumlah bayi kecamatan tahun lalu
1.2. Menghitung jumlah sasaran ibu hamil
Jumlahnya 10% lebih besar dari jumlah bayi
Sasaran ibu hamil : 1,1 x jumlah bayi
1.3. Menghitung jumlah sasaran anak sekolah tingkat dasar
1.4. Berdasarkan
Berdasarkan data dari Dinas Pendidikan setempat.
1.5. Menghitung jumlah sasaran Wanita Usia Subur/WUS
Jumlah sasaran WUS : 21,9 x jumlah penduduk
2. Menentukan target cakupan
Menetapkan berapa besar cakupan imunisasi yang akan dicapai pada tahun
yang direncanakan. Target cakupan maksimal 100%.
3. Menghitung indeks pemakaian vaksin
Indeks pemakaian vaksin adalah rata-rata jumlah dosis diberikan untuk
setiap ampul/vial vaksin.
IP vaksin : jumlah suntikan (cakupan) tahun lalu
Jumlah vaksin yang terpakai tahun lalu
4. Menghitung kebutuhan vaksin
Vaksin yang diperlukan (ampul/vial) :
Jumlah sasaran x target (%)
IP vaksin
Puskesmas mengirimkan rencana kebutuhan vaksin ke tingkat kota
kemudian ke propinsi,lalu ke pusat.
5. Perencanaan kebutuhan alat suntik & safety box
5.1 alat suntik 0,05 ml untuk imunisasi BCG
27
Kebutuhan = sasaran x target cakupan BCG
5.2 alat suntik 0,5 ml untuk imunisasi
Kebutuhan = sasaran x target cakupan
5.3 alat suntik 5 ml (oplos)
Digunakan untuk mengoplos vaksin campak dan BCG
Kebutuhan alat suntik = jumlah vaksin yang dibutuhkan
5.4 Safety box
SB merupakan kotak tempat pembuangan limbah medis tajam
SB ada 2 ukuran :
a. SB 5 liter (menampung 100 alat suntik atau 300 uniject)
b. SB 0,25 liter (menampung 10 uniject)
Kebutuhan SB :
SB 51 = jumlah alat suntik BCG + DPT + TT + DT + HB + CAMPAK + UNTUK
OPLOS/100
6. Menghitung kebutuhan peralatan rantai vaksin
Peralatan rantai vaksin diperlukan agar vaksin tetap terjaga potensinya
No. Jenis Kebutuhan Daya tahan
1 Lemari es 1 buah 10 tahun
2 Vaccine carrier 3-5 buah 4 tahun
3Thermos + 4 buah
cold pack
Sejumlah tim
lapangan4 tahun
4 Cold box 1 buah 5 tahun
5Freeze tag/freeze
watch
Sejumlah tim
lapangan5 tahun
Pengelolaan peralatan vaksin dan rantai vaksin di puskesmas
1. Penyimpanan vaksin
a. Semua vaksin disimpan pada suhu +2ο- +8ο C
b. Bagian bawah lemari es diletakkan cool pack sebagai penahan dingin
dan kestabilan suhu
28
c. Peletakan dus vaksin berjarak minimal 1-2 cm
d. Vaksin yang sensitive terhadap panas (BCG,Campak,Polio) diletakkan
dekat evaporator
e. Vaksin yang sensitive terhadap dingin (DT,TT,DPT,HB) diletakkan jauh
dari evaporator
2. Penggunaan di tempat pelayanan imunisasi
a. Vaksin disimpan dalam thermos yang berisi cool pack
b. Diletakkan di meja yang tidak terkena matahari langsung
c. Dalam penggunaannya vaksin diletakkan di atas spon yang berada
dalam thermos
d. Dalam thermos tidak boleh ada air yang merendam vaksin
7. Melakukan pemantauan kejadian ikutan pasca imunisasi
8. Menentukan klasifikasi KIPI
9. Melakukan pelaporan KIPI
Hal-hal yang harus diperhatikan pada pelaporan :
Identitas anak lengkap dan jelas
Jenis vaksin yang diberikan,dosis,nomor batch,siapa yang
memberikan. Vaksin sisa disimpan dan diperlakukan seperti vaksin
utuh (perhatikan cold chain)
Nama dokter yang bertanggung jawab
Riwayat KIPI pada imunisasi terdahulu
BAB III
PELAKSANAAN KEGIATAN
A. Indentifikasi Lokasi
29
Kegiatan Field Lab ini dilakukan di Posyandu wilayah Puskesmas Polokarto.
Kegiatan ini dilakukan tiga kali kunjungan, yaitu hari pertama pada tanggal 10
April 2012 untuk melakukan persiapan dan mendapatkan pengajaran praktik
mengenai jenis-jenis vaksin dan mekanisme cold chain vaksin, hari kedua pada
tanggal 13 April 2012 untuk melakukan kunjungan ke posyandu dan melihat
proses pelaksanaan imunisasi, dan hari ketiga pada tanggal 1 Mei 2012 untuk
melakukan evaluasi kegiatan dan pengumpulan laporan.
B. Sasaran
Kegiatan Field Lab ini bertopik “Ketrampilan Imunisasi”. Kegiatan imunisasi
dilakukan pada bayi berusia 0-1 tahun untuk imunisasi dasar pada bayi.
C. Pelaksanaan Kegiatan
Kegiatan Field Lab hari pertama dilaksanakan di Puskesmas Polokarto
Kabupaten Sukoharjo pada hari Selasa, 10 April 2012 mulai pukul 08.00 hingga
pukul 11.00. Pada hari pertama kami mendapatkan pembekalan materi
mengenai imunisasi di Indonesia dan melakukan perkenalan dengan petugas
Pukesmas Polokarto yaitu ibu Sri Hartanti yang akan membimbing kami dalam
pelaksanaan imunisasi pada hari kedua di posyandu. Topik yang dipelajari
adalah “Ketrampilan Imunisasi”. Oleh karena itu, untuk ketrampilan imunisasi
diberikan bimbingan mengenai jenis- jenis dan kegunaan vaksin, peralatan
imunisasi ( termasuk jenis- jenis spuit yang digunakan), mekanisme cold chain
vaksin, jadwal pelaksanaan imunisasi, cara melakukan penyuntikan, dan
prosedur pelaksanaan imunisasi yang benar.
Pada hari kedua Field Lab tanggal 13 April 2012, kami melaksanakan
kegiatan di Puskesmas Polokarto. Kemudian, kami diberikan briefing untuk
kegiatan di lapangan dan bersiap berangkat ke Posyandu pada ada jam 08.00
hingga jam 12.00. Kami mendapat kesempatan untuk mengamati pelaksanaan
imunisasi pada bayi secara bergiliran. Masing- masing kami mendapatkan
kesempatan untuk melihat pelaksanaan imunisasi pada minimal tiga bayi.
1. Demonstrasi Pelaksanaan Imunisasi
Tehnik pelarutan vaksin
30
1.1. Mencuci tangan sebelum melakukan kegiatan
1.2. Mengamati VVM dan masa kadaluarsa vaksin
1.3. Mengamati cara memotong ampul
Memegang ampul antara ibu jari dan jari tengah
Menggunakan telunjuk untuk menyangga ujung leher ampul
Membersihkan bagian luar ampul dengan kapas yang telah dibasahi air.
Hal ini untuk menghilangkan serbuk gelas dan mencegah serbuk jangan
sampai masuk ke dalam vaksin
Melilitkan sehelai plastik melingkar pada leher ampul dengan erat,hal ini
untuk mencegah masuknya udara secara mendadak ke dalam ampul
waktu dipatahkan,agar vaksin tidak berhamburan keluar
Mematahkan ampul vaksin pada lehernya dengan hati-hati
Kemudian mengeluarkan dari lilitan plastic
1.4. Melarutkan vaksin beku kering
Mengambil semprit 5 ml dan jarum oplos yang steril (semprit dan jarum
ini hanya untuk melarutkan ,bukan untuk suntikan)
Membuka ampul pelarut
Menyedotlah pelarut ke dalam semprit
Untuk vaksin BCG,sebelum ampul dibuka diketuk-ketuk agar semua
serbuk vaksin turun,sehingga vaksin tidak berkurang waktu mematahkan
leher ampul
Memasukkan jarum oplos telah berisi pelarut ke dalam ampul
Masukkan secara bertahap semua pelarut ke dalam vaksin
Tidak mengocok sewaktu mencampur vaksin dengan pelarutnya
Menghisap vaksin dan pelarut pelan-pelan ,suntikan kembali ke dalam
ampul atau vial beberapa kali sampai vaksin tercampur
Dengan demikian vaksin dan pelarut telah tercampur benar dan tidak
dikocok
Catatan : bila terjadi luka saat membuka ampul,buang ampul karena
kemungkinan kontaminasi
1.5. a. Mengamati cara menghisap isi ampul
31
Menyediakan semprit dan jarum
Memasukkan jarum ke dalam ampul yang telah dibuka
Hati-hati dalam memiringkan ampul waktu mengambil cairan
terakhir dengan menggunakan jarum yang pendek
b.Mengamati cara menghisap isi vial
Menyiapkan semprit dan jarum yang steril
Menghisap udara ke dalam semprit sebanyak volume larutan yang akan
diisap
Membersihkan tutup karet dengan kapas basah
Menekanjarum ke dalam vial melalui karet penutup
Memasukkan udara ke dalam vial,untuk memudahkan vaksin keluar
karena udara menekan vaksin,kemudian hisaplah vaksin
1.6. Mengamati penanganan vaksin yang telah dilarutkan
Meletakkan vaksin di tempat teduh
Vaksin yang telah dilarutkan digunakan satu kali kegiatan
Sisa vaksin yang tidak terpakai dibuang
Catatan :
Pelarut tidak saling ditukar,tiap vaksin memiliki pelarut yang berbeda.
Pencampuran dengan pelarut yang salah akan membahayakan dan dapat
menyebabkan kematian
Menggunakan pelarut dari pabrik yang sama dengan vaksin
Suhu vaksin dan pelarut harus sama
Vaksin yang dilarutkan memiliki batas masa pakai, misal campak 6 jam, BCG
3 jam
Tidak mencampur vaksin dan pelarut sebelum ada sasaran
32
1. Mempersiapkan sasaran
Mengatur posisi untuk sasaran anak:
Meminta ibu untuk duduk dan meletakkan anak di pangkuan.
Memastikan salah satu lengan ibu berada dibelakang punggung
anak, dan salah satu lengan anak melilit pinggang ibu.
Ibu dapat menyelipkan kaki anak diantara kedua pahanya agar tidak
menimbulkan gerakan yang membahayakan atau ibu bisa
memegang kaki anak.
Petugas kesehatan tidak bisa memegang anak karena perlu dua
tangan untuk memberikan suntikan
Selalu memberitahukan ibu jika anda akan memberikan suntikan
2. Pemberian vaksinasi BCG
2.1. Menyiapkan semprit BCG
Mengambil semprit BCG
Pasang jarum BCG dan pastikan jarum terpasang dengan baik dan
cukup kuat
2.2. Mengisi semprit
Isaplah vaksin BCG,dilebihkan sedikit dari dosis agar pada waktu
membuang gelembung udara,jumlah vaksin menjadi 1
dosis/tepat dosis
2.3. Mengeluarkan gelembung udara
Pegang semprit seperti posisi merokok,ketuklah semprit ke jari
dengan menghadap ke atas
Bila udara telah terkumpul di bagian atas, piston didorong
sampai gelembung udara dan sedikit vaksin keluar. Hal ini untuk
meyakinkan bahwa jarum penuh dengan vaksin. Apabila ada
udara dalam jarum kemungkinan akan menyuntikkan udara dan
dosis vaksin akan kurang dari seharusnya.
Yakinkan semprit tidak bocor,apabila bocor ganti dengan yang
lain
2.4. Mengamati cara pemberian vaksinasi
Pemberian vaksinasi BCG adalah secara intrakutan
33
Tempat yang disuntik adalah sepertiga bagian lengan kanan atas
(pada lekukan atas insertion musculus deltoideus)
Bersihkan lengan dengan kapas yang dibasahi air bersih (jangan
menggunakan alkohol atau desinfektan karena akan merusak
vaksin BCG)
Memegang lengan kanan anak dengan tangan kiri sehingga
tangan penyuntik ada di bawah lengan anak, melingkarkan ibu
jari dan jari-jari ke lengan bayi dan kulit direnggangkan.
Memegang semprit dengan tangan kanan, lubang jarum
menghadap ke atas
Meletakkan semprit dan jarum hampir sejajar dengan lengan
Memasukkan ujung jarum ke dalam kulit, usahakan sedikit
mungkin melukai kulit. Mempertahankan jarum sejajar kulit,
sehingga hanya masuk ke kulit bagian luar, lubang jarum tetap
menghadap ke atas. Tidak menekan terlalu jauh dan jangan
mengarahkan ujung jarum terlalu menukik karena jarum akan
masuk ke bawah kulit, sehingga mengakibatkan suntikan menjadi
subkutan.
Meletakkan ibu jari kiri anda di atas ujung barel, memegang
pangkal barel antara jari telunjuk dan jari tengah dan
mendoronglah piston dengan ibu jari tangan kanan anda
Menyuntikkan 0,05 cc vaksin, pada suntikan intrakutan terasa
ada tahanan sehingga perlu menekan piston lebih keras daripada
subkutan, kemudian cabut jarumnya.
Bila cara menyuntik tepat, maka akan terlihat benjolan di kulit
yang bening dan pucat, pori-pori kulit terlihat jelas.
3. Memberikan vaksin DPT, TT, Hepatitis B
Pemberian vaksin adalah secara intramuskulair
Tempat yang paling baik adalah di bagian pertengahan paha
anterolateral atau bagian luar.
Mengsaplah sekitar kulit yang akan disuntik dengan kapas yang
dibasahi air
34
Meletakkan ibu jari dan jari telunjuk pada sisi yang akan disuntik,
kemudian renggangkan kulit.
Menusuk jarum tegak lurus ke bawah (posisi 90) sampai masuk
ke dalam otot.
Menarik piston sedikit untuk meyakinkan bahwa jarum tidak
mengenai pembuluh darah.
Mendorong pangkal piston dengan ibu jari untuk memasukkan
vaksin, suntikkan vaksin pelan-pelan untuk mengurangi rasa
sakit. Kemudian cabut jarumnya.
4. Memberikan vaksin campak
Pemberian vakin campak adalah secara subkutan dalam
Tempat yang akan disuntik adalah sepertiga lengan bagian atas
atau pertengahan musculus deltoideus.
Mengusap sekitar kulit yang akan disuntik dengan kapas yang
dibasahi air.
Menjepit lengan yang akan disuntik dengan jari tangan kanan,
seperti mencubit menggunakan ibu jari dan telunjuk.
Memasukkan jarum ke dalam kulit yang dijepit dengan sudut
kira-kira 30-45 derajat posisi lengan, tidak menusukkan jarum
terlalu dalam, kedalaman kedalaman jarum tidak lebih dari 0,5
inchi. Kontrol jarumnya, menahan pangkal piston dengan jari
tangan sambil menekan jarum ke dalam.
Menarik piston sedikit, untuk meyakinkan tidak mengenai
pembuluh darah, bila mengenai pembuluh darah, pindah ke
tempat lain.
Menekan piston pelan-pelan dan suntikkan sebanyak 0,5 cc
Mencabut jarumnya, mengusap bekas suntikan dengan kapas
yang dibasahi air.
2. Melakukan pemantauan di lapangan
35
Pada kegiatan ini imunisasi dilaksanakan di Posyandu Kenokorejo. Pada
pelaksanaan imunisasi jenis vaksin yang diberikan bermacam-macam sesuai
dengan usia dan kebutuhan masing-masing bayi.
Adapun data-data yang berhasil kami ambil sebagai berikut :
Daftar bayi dan balita yang mengikuti Imunisasi
di Posyandu Kenokorejo, Polokarto, Sukoharjo pada tanggal 13 April 2012
NO NAMA UMURNAMA ORANG
TUA
JENIS VAKSIN YANG
DIBERIKAN
1 Martrista 1 tahun Sularno Campak
2 Kherida 1 bulan Sumaryanto BCG, POLIO-1
3 Devita 3 bulan Gitosuwarno DPT-2, POLIO-3
4 Devina 3 bulan Gitosuwarno DPT-2, POLIO-3
5 Indri Ratna 1,5 bulan Riyono BCG, POLIO-1
6 Arga 9 bulan Suhadi Campak
7 Cinta 5 bulan Wadi DPT-3, POLIO-4
8 Mahesa 5 bulan Joko DPT-3, POLIO-4
9 Makruf 5 bulan Nortowiya DPT-3, POLIO-4
10 Vanesa 10 bulan Wiryo Campak
11 Putri 9 bulan Martono Campak
12 Rima 39 hari Widodo BCG, POLIO-1
13 Dian Putri 4 bulan Sumardi DPT-3, POLIO-4
14 Cinta 3 bulan Parwanto DPT-2, POLIO-3
15 Aura 6 bulan Parjo DPT-3
16 Naura 6 bulan Parjo DPT-3
17 Indah 1 bulan Sarti BCG, POLIO-1
18 Arifa 5 bulan Mariman DPT-3, Polio-4
19 Hasna 6 bulan Ranu DPT-3, POLIO-4
20 Bunga 3 bulan Darsina DPT-2
21 Ahmad 4 bulan Tomar DPT-2, POLIO-3
22 Aprilian 11 bulan Tugiman Campak
36
7
23 Keysa 5 bulan Darso Pawiro DPT-3, POLIO-4
menghitung jumlah sasaran
DATA SASARAN IMUNISASI PADA BAYI
PUSKESMAS POLOKARTO TAHUN 2012
NO DESA JUMLAH SASARAN BAYI
1 Bulu 48
2 Rejosari 60
3 Polokarto 106
4 Mranggen 151
5 Godog 81
6 Wonorejo 19
7 Jatisobo 88
8 Kayuapak 62
9 Genengsari 74
10 Kenokorejo 69
11 Tepisari 47
12 Kemasan 62
13 Bakalan 62
14 Ngombakan 68
15 Karangwuni 50
16 Bugel 47
17 Pranan 51
Jumlah 1233
37
38
39
Nb: Dalam tabel ini disajikan data yang telah dihitung oleh Puskesmas Polokarto.
Oleh karena itu data yang kami dapat dari puskesmas sudah dalam bentuk jadi.
Rumus Menghitung Jumlah Sasaran
Jumlah Bayi Puskesmas =
X Jumlah bayi kabupaten tahun ini
Jumlah Ibu Hamil = 1,1 X Jumlah bayi
Jumlah WUS ( 15-35 Tahun) = 21,9 % X Jumlah penduduk
a. Menentukan target cakupan
Menetapkan berapa besar cakupan imunisasi yang akan dicapai pada tahun yang
direncanakan. Target cakupan maksimal 100%. Puskesmas Polokarto menetapkan
target cakupannya adalah sekitar 97%.
b. Menghitung indeks pemakaian vaksin
Indeks pemakaian vaksin adalah rata-rata jumlah dosis diberikan untuk setiap
ampul/vial vaksin.
LAPORAN PERMINTAAN DAN PEMAKAIAN VAKSIN
PUSKESMAS POLOKARTO, SUKOHARJO
BULAN FEBRUARI 2012
Pemantauan
VaksinBCG DPT POLIO CAMPAK TT UNIJEK
Sisa Vaksin Bulan
Lalu16 61 94 0 0 81
Diterima Bulan
Ini60 100 105 35 45 0
40
9
Jumlah 76 161 190 35 45 81
Dipakai Bulan Ini 34 82 79 26 29 41
Sisa Bulan Ini 42 79 120 9 16 40
Jumlah Imunisasi
Bulan Ini102 327 457 113 98 39
Ip Vaksin 3.0 4.0 5.8 4.3 3.4 1
Nb: Dalam tabel ini disajikan data yang telah dihitung oleh Puskesmas Polokarto.
Oleh karena itu data yang kami dapat dari puskesmas sudah dalam bentuk jadi.
c. Menghitung kebutuhan vaksin
Puskesmas mengirimkan rencana kebutuhan vaksin ke tingkat kota, kemudian
dari kota dikirim ke tingkat provinsi, lalu ke pusat.
d. Perencanaan kebutuhan alat suntik dan safety box
1) Alat suntik 0,05 ml untuk imunisasi BCG
Kebutuhan = sasaran x target cakupan BCG
2) Alat suntik 0,5 ml untuk imunisasi DPT, Campak, dan TT
Kebutuhan = sasaran x target cakupan
3) Alat suntik 5 ml untuk melarutkan vaksin
Kebutuhan alat suntik = jumlah vaksin sediaan kering yang dibutuhkan
4) Safety box (SB), yang digunakan untuk membuang limbah medis tajam
Kebutuhan = jumlah alat suntik seluruhnya / 100
* Pemantauan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi
a. Menentukan klasifikasi KIPI
b. Melakukan pelaporan KIPI
Identitas anak lengkap dan jelas
Jenis vaksin yang diberikan, dosis, nomor batch, siapa yang memberikan
Nama dokter yang bertanggung jawab
Riwayat KIPI imunisasi terdahulu
41
1) Penanganan KIPI
1. Penyebab karena vaksin
Jenis Tindakan
Reaksi lokal
ringanKompres hangat, jika nyeri diberi parasetamol
Reaksi lokal berat Kompres hangat, parasetamol
Reaksi umum Minum air hangat, selimut, dan parasetamol
KolapsRangsang dengan bau, bila tidak teratasi dalam 30 menit,
rujuk
Syok anafilaktikSuntikan adrenalin, bila mulai membaik suntikkan kortiko
steroid, pasang infus NaCl 0,9 %, rujuk RS
2. Penyebab karena tata laksana program
Jenis Tindakan
Abses Kompres hangat, parasetamol
Pembengkakan Kompres hangat
Sepsis kompres hangat, parasetamol, dan rujuk RS
Tetanus Rujuk RS
Syok anafilaktik Rujuk RS
3. Penyebab karena faktor penerima/ pejamu
Jenis Tindakan
Alergi Kortikostreroid, jika berlanjut pasang infus NaCl 0,9 %
Faktor psikologis Tenangkan, beri minum air hangat, pingsan beri
wewangian, setelah sadar beri minum air teh hangat
4. Koinsiden (faktor kebetulan)
42
10
Jenis Tindakan
Faktor kebetulan Tangani sesuai gejala, cari info apakah ada kejadian yang
sama, kirim RS
Dari data yang kami dapatkan dari pihak Puskesmas Polokarto, bahwa
selama pelaksanaan program imunisasi belum pernah terjadi kasus Kejadian Ikut
Pasca Imunisasi (KIPI) di puskesmas tersebut.
43
BAB IV
PEMBAHASAN
Dalam kegiatan Field Lab di Puskesmas, setiap mahasiswa melakukan
observasi terhadap pelaksanaan imunisasi. Di Puskesmas Polokarto, program
imunisasi dilakukan secara rutin dan sudah ditentukan tanggal pelaksanaannya, hal
ini bertujuan untuk meningkatkan efektifitas vaksin. Pelaksanaan imunisasi
diadakan oleh Bidan di kecamatan Polokarto. Setiap ibu dan balita yang hendak
mendapatkan imunisasi diwajibkan membawa buku pemantauan ibu hamil dan
balita. Hal ini bertujuan agar bidan yang memeriksa dapat mengetahui dan
mengecek kembali imunisasi yang pernah diberikan sebelumnya. Tujuannya untuk
meminimalisasi kekeliruan pemberian imunisasi pada usia balita yang
bersangkutan.
Imunisasi dasar BCG diberikan pada bayi yang baru lahir atau maksimal pada
usia 1 bulan. Vaksin BCG merupakan salah satu vaksin yang memiliki bentuk sediaan
kering. Jadi, vaksin tersebut harus dilarutkan menggunakan diluent khusus BCG
menggunakan alat suntik oplos. Satu kemasan vial BCG dapat digunakan kira-kira
untuk 20 anak. Namun, pada praktek di lapangan, 1 sediaan BCG hanya dapat
dipakai untuk 7 anak, hal ini terjadi karena adanya vaksin yang terbuang ketika
membuang gelembung dari semprit atau terbuang saat mencocokkan dosis
pemberian. Vaksin BCG yang telah dilarutkan hanya bisa digunakan untuk satu kali
kegiatan dan bila bersisa harus dibuang karena vaksin BCG hanya boleh digunakan
tidak lebih dari 3 jam setelah dilarutkan.
Vaksin BCG diberikan secara intrakutan pada sepertiga bagian lengan kanan
atas. Jarum spuit dimasukkan ke dalam kulit dengan posisi sejajar lengan anak. Efek
nyata yang timbul adalah adanya indurasi yang berwarna pucat dan bening pada
bagian atas tempat penyuntikan. Hal ini masih berada dalam batas wajar dan akan
menghilang dalam waktu beberapa jam. Ketika membersihkan lengan yang akan
disuntik, dianjurkan untuk menggunakan air bersih karena penggunaan alkohol atau
desinfektan dapat merusak vaksin BCG.
Imunisasi dasar yang lain adalah imunisasi campak yang idealnya diberikan
pada bayi berusia 9 – 11 bulan. Sediaan vaksin campak juga berbentuk kemasan
44
kering seperti BCG. Jadi, harus dilarutkan menggunakan diluent khusus vaksin
campak sebanyak 5 ml dan satu kemasan vial vaksin campak ini berisi 10 dosis
vaksinasi, namun pada prktek dilapangan, hanya dapat dipakai untuk ± 5 anak.
Vaksin campak diberikan secara subkutan pada sepertiga bagian lengan atas.
Namun, suntikan vaksin campak ini tidak menimbulkan indurasi seperti pada BCG.
Sementara itu, imunisasi dasar DPT pada balita biasanya digabung dengan
imunisasi Hepatitis B menggunakan vaksin DPT Combo. Vaksin campuran ini disebut
vaksin DPT-HB karna nama COMBO adalah nama merek, sehingga sekarang tidak
lagi disebut demikian. Vaksin DPT Combo ini diberikan sebanyak 3 kali dengan
interval waktu 1 bulan pada bayi berusia 2 – 9 bulan. Sediaan vaksin DPT Combo
adalah sediaan cair dengan satu kemasan vial 5 ml kira-kira untuk 8 – 10 suntikan
vaksin. Vaksin DPT Combo disuntikkan secara intramuskuler pada bagian
pertengahan paha anterolateral (paha bagian luar). Variasi tempat pemberian
suntikan ini dimaksudkan untuk membedakan suntikan vaksin satu dengan yang
lain. Vaksin ini diberikan untuk membentuk antibodi terhadap bakteri dipteri,
pertusis, dan tetanus, serta Hepatitis B. Namun, pada bayi baru lahir (0-7 hari)
diberikan vaksin Hb 0 yang menggunakan suatu suntikan khusus sekali pakai.
Imunisasi dasar yang terakhir adalah vaksin polio yang diberikan per oral
atau Oral Polio Vaccine (OPV). OPV harus diberikan sebanyak 4 kali sebelum bayi
berumur 1 tahun. Satu kemasan vial OPV yang dilengkapi pipet tetes berisi 1 ml
vaksin cair atau kurang lebih 20 tetes. Dosis OPV per anak adalah 2 tetes, jadi satu
vial OPV cukup untuk sekitar 10 anak, namun pada kenyataan di lapangan, 1 vial
OPV hanya dapat dipakai untuk 7 anak.
Vaksin diberikan pada umur-umur tertentu sebab saat janin dan neonatus
belum mempunyai kelenjar getah bening yang berkembang kecuali timus. Janin
dapat membentuk IgM pada gestasi 6 bulan. Kemudian kadar IgM meningkat secara
perlahan waktu lahir. Sedangkan IgG didapatkan dalam janin sekitar gestasi bulan
ke-2 berasal dari ibu yang ditransfer melalui plasenta, bersifat antitoksik, antivirus,
dan antibakterial. Kadar IgG meningkat dan mencapai puncaknya sekitar gestasi
bulan ke-4. Namun setelah lahir, kadar IgG menurun perlahan bila bayi mulai
membuat antibodinya sendiri. Di samping memberi perlindungan kepada bayi
terhadap infeksi atau toksin, antibodi Ibu dapat pula mengurangi respons terhadap
45
antigen (vaksin). Oleh karena itu pemberian berbagai imunisasi dengan vaksin yang
berbeda-berbeda pula pada saat janin berusia tertentu.
Ketika akan menerima pemberian imunisasi, dianjurkan anak dalam keadaan
sehat, tidak demam, dan tidak ada keluhan apapun. Hal ini dilakukan untuk
menghindari kejadian ikutan yang tidak diharapkan. Karena, walaupun
demam/panas adalah reaksi normal imunisasi, orang tua balita pasti akan marah
atau tidak terima bila anaknya yang sedang tidak sehat malah jadi demam setelah
imunisasi. Jadi, untuk menghindari hal tersebut, si balita harus dalam keadaan
sehat. Setiap selesai memberi imunisasi, seorang petugas kesehatan perlu
memberikan edukasi kepada orang tua anak agar orang tua tidak khawatir saat
anaknya demam. Dan juga agar orang tua dapt langsung tanggap untuk membawa
anaknya ke dokter bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Orang tua juga perlu
diberi obat penurun panas sebagai persiapan apabila anaknya demam cukup tinggi
dan tidak segera turun dalam waktu 24 jam.
Hal yang sering terjadi di masyarakat adalah mengenai pemberian imunisasi
yang kurang sesuai dengan waktu pemberian vaksin yang tertera di KIA, hal ini bisa
disebabkan oleh ketidaktahuan masyarakat tentang pentingnya pemberian
imunisasi yang tepat waktu. Pada beberapa balita yang menjalani imunisasi di
kegiatan imunisasi rutin Puskesmas Polokarto ditemukan waktu pemberian
imunisasi yang tidak sesuai dengan waktu pemberian imunisasi yang tepat seperti
yang tercantum pada KIA. Sebenarnya hal ini tidak terlalu beresiko selama
pemberian imunisasi sesuai prosedur dan keadaan bayi sehat. Resiko dari hal ini
hanya berkisar mengenai menurunnya efektivitas vaksin yang diberikan berkaitan
dengan usia antibodi yang didapat bayi dari ibunya.
Pada imunisasi campak contohnya, pemberian vaksin campak yang terlalu
dini menurunkan efektivitas vaksin campak sebab antibodi pada bayi yang didapat
dari ibu masih kuat sehingga pemberian vaksin campak tidak akan memberikan efek
kekebalan yang sempurna sebab vaksin akan lebih dulu dihancurkan oleh antibodi
yang didapat dari ibu sebelum sel-sel imun bayi, seperti sel B dan sel T yang
seharusnya membentuk memori untuk respon kekebalan selanjutnya sempat
dirangsang oleh adanya antigen berupa vaksin yang masuk. Vaksin campak
46
diberikan saat anak berusia 9 bulan, karena pada usia tersebut kekebalan bawaan
yang didapat dari ibu sudah berkurang.
Selain pemberian yang terlalu dini, keterlambatan pemberian imunisasi juga
berdampak buruk pada balita, yaitu terjangkitnya balita oleh penyakit yang
seharusnya dapat dicegah dengan pemberian imunisasi yang tepat waktu.
Hal lain yang terkadang menjadi permasalahan dalam masyarakat tentang
imunisasi seperti yang disampaikan oleh instruktur pada pertemuan hari pertama
adalah mengenai kehalalan vaksin imunisasi mengingat mayoritas masyarakat
indonesia adalah muslim. Berikut kriteria vaksin yang halal menurut MUI :
1. Memberikan asupan nutrisi atau zat gizi atau makanan tertentu yang
memaksimalkan pembangunan dan pemeliharaan sistem imun atau
kekebalan tubuh manusia.
2. Memberikan asupan nutrisi atau zat gizi atau makanan tertentu yang
meminimalkan dan menghilangkan zat yang bersifat menurunkan kerja
sistem imun atau kekebalan tubuh manusia.
3. Menjauhkan dan menghentikan asupan nutrisi yang bersifat menurunkan
pembangunan dan pemeliharaan sistem imun atau kekebalan tubuh
manusia.
4. Tidak memberikan vaksinasi yang mengandung Toksin/Racun bahan
berbahaya yang menjadi ancaman kesehatan manusia, diantaranya:
a. Kimiawi Sintetis
b. Logam Berat (Heavy Metal)
c. Hasil Metabolit parsial
d. Toksin Bakteri
e. Komponen dinding sel
5. Tidak memberikan vaksinasi dan obat-obatan yang mengandung bahan yang
haram secara syari’at.
a. Alkohol dan turunannya, yang bersifat seperti alkohol, yaitu yang
apabila dikonsumsi secara banyak akan memabukkan.
b. Tidak mengandung Darah, daging Babi, dan hewan yang ketika
disembelih tidak menyebutkan nama Allah.
47
c. Tidak daging yang diharamkan menurut syari’at, contoh: Binatang Buas,
Bertaring, bangkai dll.
d. Tidak dikembangbiakkan di dalam darah hewan apapun, daging babi,
dan di dalam makhluk hidup yang diharamkan menurut syari’at.
Vaksin yang beredar di Indonesia dan digunakan untuk pelaksanaan
program imunisasi memenuhi kriteria yang disebutkan di atas sehingga diharapkan
tidak ada lagi kekhawatiran di masyarakat mengenai hal ini. Vaksin yang baru-baru
ini menjadi perdebatan adalah vaksin meningitis (untuk calon jemaat haji) namun
kehalalan vaksin tersebut juga tak perlu dikhawatirkan lagi sebab sudah dinyatakan
dalam fatwa MUI serta banyak pernyataan lain dari Lembaga maupun individu yang
berkompeten dalam hal ini bahwa vaksin meningitis adalah halal.
BAB V
PENUTUP
A .KESIMPULAN
1. Pemberian Imunisasi penting untuk dilakukan secara rutin, untuk
membentuk sistem imun tubuh yang kuat dan bisa melatih sistem imunnya
terhadap patogen tertentu.
2. Pelaksanaan Imunisasi yang baik, adalah pelaksanaan yang memperhatikan
pelaksanaan yang sesuai prosedur yang benar, menentukan jumlah sasaran,
menentukan target cakupan, menentukan indeks pemakaian vaksin,
menentukan kebutuhan vaksin, menentukan kebutuhan alat suntik dan
safety box, menentukan peralatan rantai vaksin dan menentukan kelayakan
vaksin, penyimpanan vaksin, hingga penanganan jika terjadi KIPI ( Kejadian
Ikutan Pasca Imunisasi).
B. SARAN
1. Perlunya peningkatan sosialisasi imunisasi kepada masyarakat untuk memperta-
hankan cakupan imunisasi yang tinggi dan merata di semua daerah.
2. Perlunya meningkatkan dan mempertahankan sistem pelaksanaan imunisasi yang
baik dan tepat agar nantinya bisa meningkatkan kualitas pelaksanaan imunisasi di
Indonesia dan menekan kasus KIPI.
48
DAFTAR PUSTAKA
Dorland, W.A. Newman, alih bahasa, Hartanto, Huriawati. 2010. Kamus
Kedokteran Dorland Edisi 29. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Guyton, Arthur C. dan John E. Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi
11. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC
Tim Field Lab FK UNS dan UPTD Puskesmas Sibela Surakarta. 2012. Manual
Field Lab: Program Imunisasi. Surakarta: Fakultas Keokteran UNS
Wahab, A.S., Julia, M., 2002. Sistem Imun, Imunisasi, dan Penyakit Imun.
Jakarta: Widya Medika
Markum, A.H. (1997). Imunisasi, ed.II. Jakarta, Balai Penerbit FKUI
49
14