lapkas osteoporosis
DESCRIPTION
osteoporosisTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Tulang merupakan jaringan hidup yang terus bertumbuh. Tulang
mempunyai struktur, pertumbuhan dan fungsi yang unik. Untuk mempertahankan
kekuatannya, tulang terus menerus mengalami proses penghancuran dan
pembentukan kembali. Tulang yang sudah tua akan dirusak dan digantikan oleh
tulang yang baru dan kuat. Proses ini merupakan peremajaan tulang yang akan
mengalami kemunduran ketika usia semakin tua.
Kerapuhan tulang yang disebut sebagai penyakit osteoporosis merupakan
kelainan metabolik tulang yang ditandai dengan pengurangan massa tulang,
kemunduran mikroarsitektur tulang dan fragilitas tulang yang meningkat,
sehingga resiko terjadinya fraktur menjadi lebih besar.
Insiden osteoporosis lebih tinggi pada wanita dibandingkan laki – laki dan
merupakan problema pada wanita perimenopause dan pascamenopause. Pada
masa ini terjadi penurunan densitas masa tulang yang sangat cepat, dimana wanita
akan mengalami kehilangan kortex tulang 30-40 % dan 50 % trabekula sepanjang
umurnya dan laki-laki akan kehilangan 15-20 % kortex dan 25-30 % trabekula
Usia merupakan faktor penting menetukan densitas masa tulang dan
berhubungan erat dengan resiko fraktur akibat osteoporosis. Sampai usia 30 tahun,
densitas tulang akan meningkat, dan menurun secara kontinyu pada usia 50-60.
Osteoporosis merupakan penyakit yang asimptomatik dan hanya
memberikan gejala setelah terjadinya fraktur. Secara klinis osteoporosis
diidentifikasi melalui kejadian fraktur non/minimal traumatik yang terjadi pada
vertebra, hip, humerus proximal dan femur. Fraktur panggul mewakili
konsekuensi paling berbahaya dari osteoporosis karena memerlukan perawatan di
rumah sakit dan menyebabkan morbiditas dan mortalitas bermakna.
1
BAB II
OSTEOPOROSIS
II.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI TULANG
Tulang merupakan suatu struktur jaringan yang tersusun oleh sel dan
didominasi oleh matriks kolagen ekstraselular. Lapisan luar dari tulang disebut
korteks (substantia compacta), dan bagian dalam yang berongga disebut trabekula
tulang (substantia spongiosa), kedua lapisan ini dibungkus oleh periosteum.
Struktur tulang terdiri dari substansi organik (30 %) dan substansi mineral
yang paling banyak terdiri dari kristal hidroksiapatit (95 %) serta sejumlah
mineral lainnya (5 %) seperti Mg, Na, K, F, Cl, dan Pb. Substansi organik terdiri
dari sel tulang (2 %) seperti osteoblas, osteosit dan osteoklas dan matriks tulang
(98 %) terdiri kolagen tipe 1 (95 %) dan protein nonkolagen (5 %) seperti
osteokalsin, osteonektin, proteoglikan tulang, protein morfogenik tulang,
proteolipid tulang dan fosfoprotein tulang.
Tanpa adanya matriks tulang, proses mineralisasi tulang tidak mungkin
dapat berlangsung. Matriks tulang merupakan makromolekul yang sangat bersifat
anionik dan berperan penting dalam proses kalsifikasi dan fiksasi kristal
hidroksiapatit pada serabut kolagen. Matriks tulang tersusun sepanjang garis dan
beban mekanik sesuai dengan hukum Wolf, yaitu setiap perubahan fungsi tulang
akan diikuti oleh perubahan tertentu yang menetap pada arsitektur internal dan
penyesuaian eksternal sesuai dengan hukum matematika. Dengan kata lain,
hukum Wolf dapat diartikan sebagai “bentuk akan selalu mengikuti fungsi”.
Secara mikroskopis tulang memiliki susunan yg lamelar yaitu matrik
tulang tersusun berlapis-lapis. Tulang kompakta tersusun atas osteon (system
haversian). Sistem haversian merupakan suatu system yang memiliki kanal
vaskuler dan dikelilingi lamellar konsentris yang terdapat pada tulang kompak.
Pada lamella, terdapat lacuna yang berisi osteosit.
2
Gambar 1 : struktur mikroskopik tulang
Tulang secara periodik dan konstan memperbaharui diri melalui suatu
proses yang disebut remodeling. Remodeling tulang merupakan suatu proses aktif
dan dinamik yang mengandalkan pada keseimbangan yang benar antara
penyerapan tulang oleh osteoklas, yang dirangsang oleh parathyroid hormone, dan
deposisi tulang oleh osteoblas. Tulang dibentuk oleh sel yang bersifat osteogenik
yaitu Osteoblas, yang merupakan sel pembentuk tulang, dan berfungsi mensintesis
jaringan kolagen dan komponen organic matriks. Osteoblas dirangsang oleh
hormone pertumbuhan, dan pada perkembangan selanjutnya menjadi osteosit,
yang merupakan sel tulang dewasa.
3
Gambar 2 : Proses remodeling Tulang
Osteoblas dan osteoklas, keduanya sama-sama berasal dari sum-sum
tulang. Osteoblas berasal dari sel stroma, yang merupakan suatu jenis sel jaringan
ikat di sum-sum tulang, sementara osteoklas merupakan hasil diferensiasi dari
makrofag. Osteoblas menghasilkan 2 signal kimiawi yang mempengaruhi
aktivitas dan perkembangan osteoklas, yaitu RANK Ligand, dan Osteoprotegerin
(OPG). Selain itu, osteoblas juga menghasilkan M-CSF (Makrofag-Colony
stimulating factor).
RANK Ligand meningkatkan aktivitas osteoklas. RANK Ligand bersama
dengan M-CSF mengikat RANK (Receptors Activated NF – κB) yang terletak
dipermukaan makrofag, dan kemudian menginduksi diferensiasi makrofag
menjadi osteoklas dan mempertahankannya dengan cara menekan apoptosis
Osteopretegerin (OPG) memiliki efek yang berlawanan dengan RANK
Ligand, yaitu menekan aktivitas osteoklas. OPG bekerja dengan mengikat RANK
Ligand, sehingga tidak dapat berikatan dengan RANK reseptor. Hal tersebut
menyebabkan pembentukan matriks oleh osteoblas meningkat, sementara
penghancuran oleh osteoklas terhambat.
4
Gambar 3 : Fungsi
osteoblas dalam aktivitas
osteoklas
Tulang
menjalankan beberapa
fungsi tertentu di dalam
tubuh:
Memberika
n bentuk
pada tubuh
dan menopang tubuh.
Menyimpan dan melepaskan beberapa jenis mineral yang
dibutuhkan tubuh seperti kalsium, fosfat, magnesium, dan sodium
saat dibutuhkan oleh tubuh
Sum-sum tulang memproduksi dan menyimpan sel – sel darah
Melindungi organ-organ dalam tubuh dan Pergerakan tubuh
II.2 DEFINISI
Osteoporosis adalah kelainan yang menyebabkan penurunan massa
tulang yang termineralisasi secara normal akibat ketidakseimbangan antara
aktivitas osteoklas dan aktivitas osteoblas. Osteoporosis ditandai dengan nilai
5
bone mineral density (BMD) rendah dan degenerasi mikroarsitektur yang
meningkatkan fragilitas dan risiko fraktur.
Menurut WHO pada International Consensus Development
Conference, di Roma, Itali, 1992 Osteoporosis adalah penyakit dengan sifat-
sifat khas berupa massa tulang yang rendah, disertai perubahan
mikroarsitektur tulang, dan penurunan kualitas jaringan tulang, yang pada
akhirnya menimbulkan akibat meningkatnya kerapuhan tulang dengan risiko
terjadinya patah tulang (Suryati, 2006).
II.3 EPIDEMIOLOGI
Osteoporosis sejauh ini merupakan penyakit metabolisme tulang yang
terbanyak, dan diperkirakan mengenai lebih dari 200 juta orang didunia.
Diperkirakan 75 juta orang di eropa, United states, dan jepang mengidap
osteoporosis. Diperkirakan 1 dari 2 wanita dan 1 dari 5 pria berusia diatas 50
tahun pernah mengalami patah tulang akibat osteoporosis.
Osteoporosis lebih banyak diderita oleh wanita (female : male = 4:1).
Berdasarkan NOF (National Osteoporosis Foundation), dari sekitar 10 juta orang
amerika yang mengalami osteoporosis, 80% adalah wanita. Sementara pada pria,
prevalensi terjadinya osteoporosis sekunder lebih tinggi, yaitu 45%-60%
disebabkan oleh hipogonadisme, alkoholisme, kelebihan glukokortikoid.
II.4 ETIOLOGI dan FAKTOR RESIKO
Faktor Sosial
Perokok memiliki faktor resiko tinggi terjadinya osteoporosis. Nikotin yang
terkandung dalam rokok mempercepat penyerapan tulang. Selain itu, nikotin juga
menurunkan kadar dan aktivitas hormon estrogen, kalsium, dan vitamin D dalam
tubuh.
Sex
6
Wanita Postmenopause ,riwayat histerektomi dan oophorectomi memiliki
factor resiko tinggi osteoporosis. Hilangnya estrogen merupakan faktor terjadinya
penyakit secara dini. Penurunan kadar estrogen dalam tubuh menyebabkan
menurunnya produksi OPG dan pada akhirnya meningkatkan aktivitas osteoklas,
sehingga penghancuran tulang meningkat.
Laki laki dengan hypogonadisme sekunder. Pada Hypogonadism sekunder
akan didapatkan kadar androgen yang rendah . Diduga hormone ini mempunyai
fungsi yang sama degan estrogen pada tulang. Rendahnya hormone testosterone
juga dapat menyebabkan osteoporosis.
Medikasi
Misalnya obat-obatan seperti Glukortikoid, heparin, siklosporin dosis
tinggi, methotrexat dan medroxyprogesteron dapat menyebabkan peningkatan
resorpsi tulang.
Pengobatan steroid sistemik seperti pada penyakit paru obstrukif kronik
(PPOK), Lupus atau rheumatoid arthritis meningkatkan resiko terjadinya
osteoporosis. Steroid menyebabkan penekanan terhadap osteblas sehingga
meghambat pembentukan tulang baru.
Penyakit
Hyperthiroid meningkatkan aktivitas resorbsi tulang, sehingga dapat
menyebabkan osteoporosis jika tidak diobati. Pada hyperparathiroid,terjadi
peningkatan mobilisasi kalsium dari tulang ke plasma, sehingga terjadi
hiperkalsemi dan dapat terjadi juga osteoporosis.
Penyakit-penyakit pencernaan menyebabkan terganggunya penyerapan
nutrient-nutrien seperti vitamin D dan kalsium, sehingga memiliki resiko
terjadinya osteoporosis. Vitamin D berfungsi membantu penyerapan kalsium dan
fosfat dari saluran pencernaan, dimana dengan berkurangnya kadar vitamin D
dapat menyebabkan menurunnya absorbsi kalsium, yang pada akhirnya
meningkatkan aktivitas parathyroid hormone.
Pada penderita diabetes mellitus, kepadatan tulang berkurang secara merata.
Pada kaki terutama, perubahan mungkin cukup berat, sehingga dapat
menyebabkan fraktur insufisiensi disekitar pergelangan kaki atau metatarsal.
7
Pemakaian insulin dapat merangsang pengambilan asam amino ke sel tulang
sehingga meningkatkan pembentukkan kolagen tulang, akibatnya orang yang
kekurangan insulin atau resistensi insulin akan mudah terkena osteoporosis.
Kontrol gula yang buruk juga akan memperberat metabolisme vitamin D dan
osteoporosis.
Faktor resiko lainya :
Ras kaukasia
Umur 50 atau lebih tua
Menopause dini atau menarche yang terlambat
Amenorhea
Post menopause
Body mass index <19
Faktor Genetik, riwayat keluarga yang menderita osteoporosis
Sedentary lifestyle
Alkohol
II.5 KLASIFIKASI
Osteoporosis dapat terjadi secara lokal pada tulang tertentu, misalnya pada
disuse osteoporosis, atau bisa general yaitu mengenai seluruh tulang.
Osteoporosis general dapat bersifat primer, atau sekunder.
Osteoporosis primer :
Osteoporosis tipe I : merupakan postmenopause osteoporosis,
terjadi pada wanita usia 50 – 65 tahun, ditandai dengan penurunan
massa tulang yang berasal dari substantia spongiosa atau trabekula
tulang. Pada wanita postmenopause, kemampuan ovarium
memproduksi estrogen menurun. Estrogen berperan dalam proses
mineralisasi tulang dan menghambat resorbsi tulang serta
pembentukan osteoklas melalui produksi sitokin. Ketika kadar
hormon estrogen darah menurun, proses pengeroposan tulang dan
8
pembentukan mengalami ketidakseimbangan. Pengeroposan tulang
menjadi lebih dominan.
Osteoporosis tipe II (senile osteoporosis) : merupakan osteoporosis
yang terjadi pada orang usia lanjut, baik pria maupun wanita.
Terjadi pada orang tua diatas 70 tahun, ditandai dengan penurunan
masa tulang yang terkait dengan umur. Osteoporosis terjadi akibat
dari kekuragan kalsium berhubungan dengan makin bertambahnya
usia.
Osteoporosis tipe III (juvenile osteoporosis) : merupakan
osteoporosis idiopatik yang tidak diketahui penyebabnya. Penyakit
ini sering mengenai orang usia muda, pria maupun wanita, dengan
onset umur 8-14 tahun. Cirri khas utama dari penyakit ini adalah
rasa sakit pada tulang yang dating tiba-tiba, atau fraktur terkait
trauma.
Osteoporosis sekunder : osteoporosis sekunder terutama disebabkan oleh
penyakit-penyakit tulang erosive, obat-obatan yang toksik untuk tulang, maupun
gaya hidup yang tidak sehat.
Penyakit endokrin : tiroid, hiperparatiroid, hipogonadisme.
Penyakit saluran cerna yang menyebabkan absorbsi gizi kalsium,
fosfor, vitamin D terganggu.
Penyakit keganasan (kanker).
Konsumsi obat – obatan seperti kortikosteroid.
Gaya hidup yang tidak sehat, seperti merokok dan kurang gerak
9
Gambar 4 : klasifikasi Osteoporosis primer
II.6 PATOGENESIS
Osteoporosis terjadi karena 3 hal utama : ketidakseimbangan pembentukan
tulang oleh osteoblas, resobsi oleh osteoklas, dan pengaturan aktivasi osteoklas
oleh osteoblas.
Osteoporosis Primer
Setelah menopause maka resorpsi tulang akan meningkat, terutama pada
dekade awal setelah menopause, sehingga insidens fraktur, terutama fraktur
vertebra dan radius distal meningkat. Estrogen berperan menginduksi apoptosis
osteoklas secara tidak langsung melaluiproduksi sitokin seperti TGF-β. Pada
keadaan dimana kadar estrogen rendah, terjadi produksi berbagai sitokin oleh
bone marrow stromal cells dan sel – sel mononuklear, seperti sel T, IL – 1, IL – 6,
dan TNF – α yang berperan meningkatkan aktivitas osteoklas. Sel T juga
memiliki peran dalam ketidakseimbangan remodeling tulang ini, yaitu dengan
10
menginduksi apoptosis premature dan menghambat diferensiasi osteoblas, melalui
kerja sitokin IL-7.
Penurunan kadar estrogen akibat menopause akan meningkatkan aktivitas
RANK-RANK Ligand, dan menurunkan OPG, sehingga aktivitas osteoblas
menurun, dan aktivitas osteoklas meningkat.
Untuk mengatasi keseimbangan negatif kalsium akibat menopause, maka
kadar PTH akan meningkat pada wanita menopause, sehingga osteoporosis akan
semakin berat. Pada menopause, kadangkala didapatkan peningkatan kadar
kalsium serum, dan hal ini disebabkan oleh menurunnya volume plasma,
meningkatnya kadar albumin dan bikarbonat, sehingga meningkatkan kadar
kalsium yang terikat albumin dan juga kadar kalsium dalam bentuk garam
kompleks. Peningkatan bikarbonat pada menopause terjadi akibat penurunan
rangsang respirasi, sehingga terjadi relatif asidosis respiratorik.
Aktivitas fisik
Kekuatan mekanik menstimulasi remodeling tulang, sehingga penurunan
aktivitas fisik dapat menurunkan kepadatan tulang. Aktivitas fisik yang menurun
pada orang lanjut usia juga dapat menginduksi terjadinya senile osteoporosis.
Oleh karenanya weight training exercise sangat penting untuk meningkatkan
kepadatan tulang.
Penuaan
Pada kasus penuaan, penurunan massa tulang terjadi karena penurunan
progressive supply osteoblast yang dibutuhkan oleh tubuh. Setelah decade ke-3
dari kehidupan, resobsi tulang akan meningkat, dan menyebabkan osteoporosis.
Wanita selama masa hidupnya akan kehilangan 30-40% tulang korteks, dan 50%
tulang trabekula, sementara pria selama masa hidupnya akan kehilangan 15-20%
tulang kortikal, dan 25-30% tulang trabekular.
Defisiensi kalsium
Kalsium, vitamin D, dan PTH berperan dalam homeostasis tulang. Intake
kalsium yang tidak adekuat, atau hal-hal yang menyebabkan terganggunya
absorbs kalsium oleh system pencernaan dapat menyebabkan hiperparatiroid
11
sekunder. PTH akan disekresi untuk merespon kadar kalsium serum yang rendah.
PTH meningkatkan resorbsi kalsium dari tulang, menurunkan ekskresi kalsium
oleh ginjal, dan meningkatkan produksi 1,25-dihidroksivitamin D (1,25[OH]2 D) –
bentuk aktif vitamin D yang meningkatkan absorbsi kalsium dan fosfat.
Defisiensi Vitamin D
Defisiensi vitamin D dapat menyebabkan terjadinya hiperparatiroid
sekunder. Selain didapat dari makanan, Vitamin D dapat diproduksi sendiri oleh
tubuh melalui kulit. dengan precursor 7-dehidrokolesterol, pada paparan sinar
matahari. Vitamin D berfungsi meningkatkan absorbsi kalsium dan fosfat oleh
saluran pencernaan. Defisiensi vitamin D pada akhirnya menyebabkan kadar PTH
meningkat, dan meningkatkan resorbsi tulang.
Osteoporotic fracture
Fraktur dapat terjadi melalui 2 mekanisme : high energy trauma, dan low
energy trauma. Karakteristik dari fraktur yang terjadi akibat osteoporosis
merupakan fragility fracture, yaitu fraktur yang terjadi karena low energy trauma.
Pada osteoporosis, tulang yang sering mengalami fraktur adalah collum femur,
vertebra, dan radius distal.
II.7 GAMBARAN KLINIS
Osteoporosis dapat berjalan lambat selama beberapa dekade, hal ini
disebabkan karena osteoporosis belum menyebabkan gejala fraktur tulang. Tanda
klinis utama dari osteoporosis adalah fraktur pada vertebra, pergelangan tangan,
pinggul, humerus, dan tibia. Gejala yang paling lazim dari fraktur vertebra adalah
nyeri pada punggung dan deformitas pada tulang belakang, berupa kifosis anguler
yang dapat menekan medulla spinalis dan akhirnya menyebabkan paraparesis.
Nyeri terjadi akibat kolaps vertebra terutama pada daerah dorsal atau lumbal, dan
intensitasnya meningkat pada malam hari.
Diagnosa osteoporosis dapat dipikirkan bila didapatkan :
Patah tulang akibat trauma yang ringan.
Tubuh makin pendek, kifosis dorsal bertambah, nyeri tulang.
Gangguan otot (kaku dan lemah).
12
Secara kebetulan ditemukan gambaran radiologik yang khas.
II.8 DIAGNOSA
Diagnosis osteoporosis umumnya secara klinis sulit dinilai, karena rasa
nyeri baru akan terasa saat terjadinya patah tulang. Penderita osteoporosis
biasanya tidak sadar akan penyakitnya sebelum terjadinya patah tulang.
Anamnesa :
Tinggi badan yang semakin menurun.
Obat – obatan yang diminum.
Bagaimana keadaan haid selama masa reproduksi.
Apakah sering beraktivitas di luar rumah, sering mendapat paparan
matahari cukup.
Asupan kalsium
Merokok, minum alkohol.
Riwayat penyakit keluarga
Pemeriksaan Fisik :
Tinggi badan dan berat badan harus diukur pada setiap penderita
osteoporosis. Demikian juga gaya berjalan penderita osteoporosis, deformitas
tulang, nyeri spinal. Penderita dengan osteoporosis sering menunjukkan kifosis
dorsal atau gibbus dan penurunan tinggi badan.
Pemeriksaan Radiologi :
Gambaran radiologik yang khas pada osteoporosis adalah penipisan
korteks dan daerah trabekuler yag lebih lusen. Hal ini akan tampak pada tulang –
tulang vertebra yang
memberikan
gambaran picture
– frame vertebra.
13
Gambar 5 : picture – frame vertebra
Pemeriksaan Densitas Massa Tulang (Densitometri)
Indikasi utama penggunaan Bone Densitometry adalah :
Wanita berumur ≥65 tahun dan pria berumur ≥70 tahun
Pasien postmenopause dengan usia lebih rendah atau pria berusia 50-70
tahun dengan factor resiko terjadinya patah tulang
Wanita perimenopause yang memiliki factor resiko terjadinya osteoporosis
(berat badan rendah, medikasi)
Orang dewasa dengan fragility fracture
Orang dewasa dengan kondisi yang berkaitan dengan rendahnya massa
tulang (rheumatoid arthritis)
Orang dewasa yang menjalani pengobatan dengan obat-obatan yang dapat
menurunkan massa tulang (misalnya, glucocorticoid, prednisone ≥5mg
per hari)
Menilai respon pengobatan osteoporosis
Teknik pemeriksaan densitas massa tulang :
Single energy X-Ray Absorpsiometry
Quantitative Ultrasonography
Quantitative computed tomography
14
Dual Energy X-ray Absorptiometry (DEXA)
T-Score dan Z-Score:
Densitas massa tulang berhubungan dengan kekuatan tulang dan resiko fraktur
untuk menilai hasil pemeriksaan densitometri tulang, digunakan kriteria kelompok
kerja WHO (T-Score) yaitu :
Normal : densitas massa tulang di atas – 1 SD
Osteopenia : densitas massa tulang diantara – 1 SD dan - 2,5 SD
Osteoporosis : densitas massa tulang dibawah – 2,5 SD
Osteoporosis berat : densitas masa tulang dibawah -2.5 SD yang
disertai dengan fragility fracture
Gambar 6 : T-Score
Untuk setiap SD penurunan pada BMD, terjadi peningkatan resiko patah
tulang sebanyak 1.5-3 kali. Penggunaan diagnosis T-Score ini sebaiknya tidak
digunakan pada wanita premenopause, pria dengan usia dibawah 50 tahun, dan
anak-anak.
Z-Score Merupakan perbandingan antara densitas tulang seseorang dengan
nilai rata rata dari orang yang berumur dan berjenis kelamin sama. Nilai Z-Score (
dibawah – 2,0) merupakan pertanda bahwa seseorang mempunyai masa tulang
yang lebih sedikit daripada yang diharapkan pada orang yang berumur sama.
15
II.9 PENATALAKSANAAN
Empat tujuan utama dalam pengobatan osteoporosis meliputi :
Pencegahan fraktur,
Stabilisasi atau pencapaian peningkatan massa tulang,
Pengurangan gejala fraktur dan deformitas skeletal
Maksimalisasi fungsi fisik.
Terapi pada osteoporosis harus mempertimbangkan 2 hal, yaitu terapi
pencegahan yang pada umumnya bertujuan untuk menghambat hilangnya massa
tulang, dan terapi farmakologis, untuk meningkatkan massa tulang.
Terapi farmakologis meliputi hormon pengganti (estrogen dan progesteron
dosis rendah). Kalsitrol, kalsitonin, bifosfat, raloxifene, dan nutrisi seperti kalsium
serta senam beban. Pembedahan pada pasien osteoporosis dilakukan bila terjadi
fraktur, terutama bila terjadi fraktur panggul.
Pencegahan
Perawatan kesehatan skeletal dimulai sebelum lahir melalui nutrisi maternal
dan gaya hidup maternal yang baik. Perawatan ini dilakukan seumur hidup. Akibat
BMD pada dewasa yang dinyatakan oleh puncak massa tulang dan kecepatan
kehilangan tulang maka setiap usaha seharusnya ditujukan kepada maksimalisasi
puncak massa tulang dan minimalisasi kehilangan tulang di kemudian hari.
Asupan nutrisi yang baik, intake vitamin D dan kalsium adekuat
Nutrisi yang bagus dan diet seimbang dengan kalori adekuat sangat penting
untuk pertumbuhan normal. Asupan kalsium yang adekuat dipertimbangan sebagai
faktor gaya hidup yang paling penting untuk mencapai dan menjaga massa tulang
yang adekuat. Asupan yang dianjurkan pada usia produktif adalah 1000 mg
kalsium perhari, dan 1200 mg per hari untuk orang lanjut usia.
Vitamin D sangat penting untuk absorpsi kalsium di intestinal. Pada
sebagian besar wanita tua, 25-hidroksivitamin D serum menurun sehingga
16
diperlukan suplementasi. National Osteoporosis Foundation merekomendasikan
asupan vitamin D3 harian sebesar 800-1000 IU.
Paparan sinar matahari
Sinar matahari terutama UVB membantu tubuh menghasilkan vitamin D
yang dibutuhkan oleh tubuh dalam pembentukan massa tulang. Berjemur dibawah
sinar matahari selama 20-30 menit, 3x/minggu dinilai cukup. Waktu yang baik
adalah jika dilakukan pada pagi hari sebelum jam 9 dan sore hari sesudah jam 4.
Aktivitas fisik
Aktivitas fisik diperlukan untuk pembentukan dan menjaga massa tulang
sepanjang hidup. Latihan beban terbukti meningkatkan BMD dalam jumlah kecil,
akan tetapi tidak pada semua skeletal. Efek menguntungkan olahraga terhadap
osteogenik berasal dari olahraga yang melibatkan gaya beban tinggi. Regangan
biomekanis yang dihasilkan dari kontraksi otot selama olahraga dapat
meningkatkan massa tulang.
Gaya hidup sehat
Menghindari gaya hidup tidak sehat yang dapat menjadi factor resiko
terjadinya osteoporosis. Penderita osteoporosis harus menghindari alkohol, kafein,
dan merokok walaupun peran dari masing-masing faktor risiko tersebut sangat sulit
ditentukan. BMD pada perokok lebih rendah dibandingkan bukan perokok dan
seiring pertambahan usia peokok lebih sering mengalami abnormalitas vertebra
dibandingkan bukan perokok.
17
BAB III
KESIMPULAN
1. Osteoporosis merupakan penyakit dengan sifat khas berupa massa tulang
yang rendah, disertai perubahan mikroarsitektur tulang, dan penurunan
kualitas jaringan tulang, yang pada akhirnya menyebabkan kerapuhan
tulang dengan risiko terjadinya patah tulang.
2. Etiologi dan faktor resiko osteoporosis diantaranya :
Defisiensi estrogen
Defisiensi kalsium, vitamin D
Pengaruh obat yang mempengaruhi massa tulang (glukokortikoid,
heparin, dll)
Gaya hidup yang tidak sehat (merokok, alcohol)
Aktivitas fisik yang rendah
3. Osteoporosis terbagi menjadi primer dan sekunder. Osteoporosis primer
terdiri dari osteoporosis pascamenopause, osteoporosis senile, dan
juvenile osteoporosis. Osteoporosis sekunder biasanya disebabkan oleh
penyakit-penyakit tulang yang erosive.
4. Gejala klinis yang bisa dialami adalah nyeri tulang, yang biasanya
berhubungan dengan fraktur vertebra, dan deformitas berupa kifosis
anguler.
5. Terapi osteoporosis terdiri dari pencegahan dan tatalaksana farmakologis,
dengan tujuan terapi :
a. Pencegahan fraktur,
b. Stabilisasi atau pencapaian peningkatan massa tulang,
c. Pengurangan gejala fraktur dan deformitas skeletal
d. Maksimalisasi fungsi fisik.
6. Pencegahan osteoporosis meliputi :
Asupan nutrisi adekuat, intake kalsium dan vitamin D adekuat
Paparan sinar matahari
Aktivitas fisik dan Gaya hidup sehat
18
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Appley AG,Solomon L.: Appleys System of Orthopaedics and Fractures.
8th Ed. Oxford. Butterworh-Heinemann. 2001,.105-116
2. Rasjad Chairuddin, MD, Ph.D. Pengantar Ilmu bedah orthopedic. 3 rd ed.
Jakarta. Yarsif watampone. 2007,.185-188
3. Sherwood, Lauralee. Human physiology from cell to system. 7th ed.
Canada. Yolanda Cossio. 2010,.726-738
4. Robert B. Salter.. Generalized and disseminate Disorder of bone:
Textbook of Disorders and Injuries of the Musculoskeletal System. 3rd Ed.
Baltimore Lippincott Williams&Wilkins. 1999 ,. 183-193
5. WEBMD, 2011.Osteoporosis - Medication. Available
at:http://www.webmd.com/osteoporosis/tc/osteoporosis-medications17.
6. Kemp walter, burn dennis K, Brown Travis G. The Big Picture McGraw-
Hills. 2007
7. Kumar, Abbas, Fausto, Mitchelle. Robbins basic pathology. 8th ed.
8. http://emedicine.medscape.com/article/330598-workup#aw2aab6b5b3
19