lapkas fira

38
LAPORAN KASUS ANESTESI PADA PASIEN DENGAN STRUMA NODOSA NON TOKSIK Oleh : Mahfira Ramadhania 2010730066 PEMBIMBING dr. M. F. Susanti, Sp. An KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESI RSUD CIANJUR PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA 2015

Upload: mahfiraramadhania

Post on 05-Dec-2015

26 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

kjkl

TRANSCRIPT

LAPORAN KASUS

ANESTESI PADA PASIEN DENGAN STRUMA NODOSA NON

TOKSIK

Oleh :

Mahfira Ramadhania 2010730066

PEMBIMBING

dr. M. F. Susanti, Sp. An

KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESI RSUD CIANJUR

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEDOKTERAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan

hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan refreshing dengan judul “Terapi Cairan

Dan Darah”. Refreshing ini diajukan sebagai persyaratan untuk mengikuti kepaniteraan klinik

pada ilmu anastesi di RSUD Cianjur.

Selain itu saya juga mengucapkan terima kasih kepada dr. M.F Susanti, Sp. An dan segenap

staff bagian anestesi RSUD BCianjur atas bimbingan dan pertolongannya selama menjalani

kepaniteraan klinik bagian anestesi dan dapat menyelasaikan penulisan dan pembahasan

refreshing ini.

Dalam penulisan ini, penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan,

penulis mohon maaf atas segala kesalahan, sehingga kritik dan saran dari pembaca yang

bersifat membangun sangat dibutuhkan untuk kesempurnaan penulisan berikutnya.

Cianjur, September 2015

Penulis

2

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................2

DAFTAR ISI..............................................................................................................................3

BAB I STATUS PASIEN..........................................................................................................3

A. Identitas/Biodata.............................................................................................................3

B. Anamnesis.......................................................................................................................3

C. Pemeriksaan Fisik...........................................................................................................4

D. Pemeriksaan Penunjang..................................................................................................5

E. Diagnosis.........................................................................................................................6

F. Operasi............................................................................................................................6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................................10

A. Pendahuluan..................................................................................................................10

B. Patologi Tiroid Dan Indikasi Pembedahan...................................................................10

C. Pertimbangan Anestesi..................................................................................................11

Penilaian Preoperatif.................................................................................................12

Manajemen Intraoperatif...........................................................................................15

Pertimbangan Post Operatif.......................................................................................20

BAB III KESIMPULAN..........................................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................23

3

BAB I

STATUS PASIEN

A. Identitas/Biodata

Nama : Ny. D

Usia : 46 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Leuwi Loa, Sukagalih, Cikalongkulon

No. RM : 686xxx

Masuk RS : 7 September 2015 (Poli Bedah)

Tanggal Operasi : 8 September 2015

Diagnosa pre-op : Struma nodosa non toksik bilateral

Jenis operasi : Subtotal Thyroidectomy

Operator : dr. Maya,Sp.B

Ahli anestesi : dr. Susanti M, Sp.An

B. Anamnesis

Autoanamnesis

Keluhan Utama : Rencana operasi pengangkatan tiroid

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang dengan keluhan leher membesar sejak ± 2 tahun yang lalu, namun 2

bulan ini terasa nyeri. Perbesaran leher ikut bergerak saat pasien menelan, tremor (-),

berkeringat banyak (-). Demam (-),napsu makan menurun, BAB dan BAK tidak ada

keluhan.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Tidak terdapat penyakit terdahulu sebelumnya. Riwayat asma (-), hipertensi (-), DM

(-), sakit jantung (-).

Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak terdapat anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama.

Riwayat Alergi : Alergi obat-obatan dan makanan disangkal

4

Riwayat Psikososial : Merokok disangkal, Minum alkohol disangkal,

Mengkonsumsi obat-obatan tertentu disangkal

C. Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang

Kesadaran : Komposmentis

Tanda- tanda Vital :

- TD : 140/90

- HR : 90 kali / menit

- RR : 20 kali / menit

- S : 36.5 °C

Antropometri :

- BB : 55 kg

- TB : 156 cm

Status Fisik : ASA III

STATUS GENERALIS

1. Kepala :

Bentuk : Normochepal

Rambut : Hitam, distribusi rata, tidak mudah dicabut

Mata : Konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-, eksoftalmus -/-

2. Leher : Pembesaran KGB -/-, pembesaran kelenjar tiroid +/+

3. Thorax

I : Simetris pada saat statis dan dinamis, retraksi Costa -/-, pernapasan

abdominotorakal, laserasi-/-

P : vocal fremitus kanan kiri sama, krepitasi(-), Ictus Cordis teraba

P : Sonor di kedua lapang paru

A : Vesikuler +/+, wheezing -, ronkhi -/-, BJ I dan II normal, tidak ada bunyi

tambahan

4. Abdomen : perut cembung

5. Ekstremitas : Ekstremitas atas : akral hangat +/+, RCT < 2dt / < 2dt

Ekstremitas bawah : akral hangat +/+, RCT < 2dt / < 2dt

5

D. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium tanggal 15 Agustus 2015 08.37 wib

Hematologi

Hematologi Rutin Hasil Nilai Rujukan SatuanHemoglobin 14.2 12-16 g/dLHematokrit 43.5 44-64 %Eritrosit 3.80 4.7-6.1 10^6 µLLeukosit 10.9 6-18 10^3/µLTrombosit 509 150-450 10^3/µLMCV 97.6 80-94 fLMCH 33.2 27-31 PgMCHC 34.0 33-37 %RDW-SD 58.5 37-54 fLPDW 10.8 9-14 fLMPV 9.2 8-12 fL

Differential Hasil Nilai Rujukan SatuanLYM % 29.5 26-36 %MXD % 9.9 0-11 %NEU % 60.6 40-70 %Absolut

LYM # 1.90 1.00-1.51 10^3/µLMXD # 0.60 0-1.2 10^3/µLNEU # 3.80 1.8-7.6 10^3/µL

Kimia Klinik

Fungsi HatiAST (SGOT) 27 <31 U/LALT (SGPT) 19 <32 U/L

Fungsi GinjalUreum 20.0 10-50 mg%Kreatinin 0.5 0.5-1.0 mg%ElektrolitNatrium (Na) 137.2 135-148 mEq/LKalium (K) 4.47 3.50-5.30 mEq/LCalcium ion 1.05 1.15-1.29 mmol/LImunoserologiHbsAg Non reactive Non reactive Index

6

E. Diagnosis

Diagnosis Pra-operasi : Struma Bilateral

Rencana Tindakan : Ishmolobectomy

F. Operasi

1. Keadaan Pra-Operasi

Wanita usia 46 tahun dengan diagnosis SNNT Bilateral. Pasien dijadwalkan

untuk dilakukan operasi Ishmolobectomy.

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Komposmentis

Tanda-tanda Vital Preoperatif

- TD : 140/90 mmHg

- HR: 90 kali / menit

- RR : 20 kali / menit

- S : 36.5 °C

- Saturasi O2: 98 %

- Status Fisik : ASA III

2. Keadaan Intraoperatif

Operasi dilaksanakan pada tanggal 8 September 2015 pukul 10.00 s/d 13.30

WIB.Penatalaksanaan anestesi pukul 10.00 WIB

Anestesi Umum :

Posisi : Supine

Anestesi dengan :

Induksi : Inhalasi

Maintenance : N2O : O2 = 4 : 2 dengan isofluran 1 vol%

Respirasi : Assist dan Spontan

Rencana Medikasi dan pelaksanaan pada kasus

- Fentanyl = ( Dosis 2,5-5 µg/kgBB)

Dosis Pemberian = 137.5 – 275 µg

Dosis yang diberikan = 50 µg

- Recuronium Bromide = ( Dosis 0.5 – 0.6 mg/kgBB)

7

Dosis Pemberian = 27,5 – 33 mg

Dosis yang diberikan = 25 mg

- Propofol = ( Dosis 2-2,5 mg/kgBB)

Dosis Pemberian = 110 – 137,5 mg

Dosis yang diberikan = 100 mg

Post operasi

- Antiinflamasi : Dexamethason 5 mg

- Anti nyeri : Ketorolac 30 mg

- Anti mual : Ondansetron 4 mg

- Reversal :

Atropin Sulfat 1 ampul

Neostigmin 1 ampul

Pemberian Cairan Perioperatif

Perhitungan cairan

- Kebutuhan maintenance/ rumatan : (BB= 55 kg)

10 kg pertama : 10 x 4 cc/kg/jam = 40 cc

10 kg kedua : 10 x 2 cc/kg/jam = 20 cc

35 kg sisanya : 35 x 1cc/kg/jam = 35 cc

Pasien puasa 3 jam preoperative : 3 x 100 cc/jam = 300 cc

- Koreksi cairan selama operasi (Trauma Sedang)

55 kg x 4 ml/jam = 220 cc / jam

Tanda-tanda vital Intraoperatif

Jam (WIB) Tek. Darah* Nadi (x/mn) RR (x/mn)

10.00 150/80 90 20

11.30 130/90 90 18

*Tidak dilakukan pengukuran

3. Keadaan Pasien Pasca Operasi

Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang

Tanda-tanda Vital

- Tekanan Darah : 154/60

- Nadi : 84 kali/menit

- Respirasi : 22 kali/menit

- Suhu : 36.4 °C

8

Aldrette Score

JamAldrette score

ScoreWK RR TD KS ACT

11.40

Merah

muda

(2)

Nafas

dangkal

dan

adekuat

(1)

Sama

dengan

nilai

awal +

20% (2)

Respon

terhadap

rangsanga

n (1)

Gerak 4

ext (2)8

11.50

Merah

muda

(2)

Nafas

dangkal

dan

adekuat

(2)

Sama

dengan

nilai

awal +

20% (2)

Respon

terhadap

rangsanga

n (2)

Gerak 4

ext (2)10

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pendahuluan

Pembedahan tiroid berkisar dari penghilangan sederhana dari sebuah nodul tiroid hingga

pembedahan yang sangat kompleks. Adanya gondok yang besar atau berlangsung lama dapat

menimbulkan keputusan manajemen kesulitan jalan napas sedangkan ketidakseimbangan

endokrin dapat menajadi manifestasi sistemik yang mendalam yang perlu dipertimbangkan

dan dikendalikan secara preoperatif.

B. Patologi Tiroid Dan Indikasi Pembedahan

Ada banyak indikasi untuk pembedahan tiroid, termasuk: keganasan tiroid, gondok yang

memproduksi gejala obstruktif dan / atau retrosternal; hipertiroidisme yang resisten terhadap

manajemen medis, kosmetik dan alasan kecemasan terkait. Pasien dengan hipotiroid biasanya

menunjukkan respon pada terapi tiroksin dan pembedahan jarang diindikasikan.

Hipertiroid

Hipertiroid dihasilkan dari kelebihan T3 dan T4 yang beredar. Sebagian besar kasus

disebabkan oleh penyakit tiroid intrinsik. Indikasi untuk pembedahan termasuk:

1. Grave's disease: Sebuah kondisi autoimun yang berhubungan dengan pembesaran difus

dan peningkatan vaskularisasi kelenjar yang disebabkan oleh antibodi IgG meniru

Thyroid Stimulating Hormone (TSH). Ini adalah satu-satunya penyebab hipertiroid yang

dikaitkan dengan tanda mata dan myxoedema pretibial. Hal ini dapat dikaitkan dengan

kondisi autoimun lainnya.

2. Tiroid mensekresi yang sering muncul sebagai nodul soliter.

10

3. Gondok Toxic Multinodular. Lebih sering terjadi pada perempuan; gondok yang

berkembang satu atau dua nodul dengan aktivitas hipersekresi.

4. Penyebab lainnya yang mungkin atau mungkin tidak berhubungan dengan gondok

meliputi: yodium eksogen, Amiodarone, tiroiditis post irradiasi. Pada kelompok ini,

manajemen medis telah terbukti tidak memuaskan dan radioiodine tidak cocok.

Hipotiroid

Mungkin berasal dari penyakit tiroid intrinsik atau kegagalan axis hypothalamo-hipofisis.

Yang berkaitan dengan gondok meliputi:

1. Tiroiditis Hashimoto. Merupakan penyebab paling umum dari hipotiroid dan meskipun

awalnya dapat menyebabkan pembesaran kelenjar yang nantinya akan mengarah ke

atrofi tiroid akibat kerusakan autoantibodi dari folikel.

2. Defisiensi iodine. Kurangnya yodium menyebabkan penurunan hormon tiroid, stimulasi

Thyroid Stimulating Hormone (TSH) dan hipertrofi kelenjar. Diet kekurangan yodium

dapat ditemukan di daerah pegunungan.

Keganasan

Paling sering muncul sebagai nodul tiroid dan biasanya pada hormon aktif yang minimal

(pasien euthyroid). Jenis yang paling umum adalah karsinoma papiler dan folikuler yang

timbul dari epitel yang memberikan prognosis yang baik jika hanya terbatas pada kelenjar.

Karsinoma meduler yang berasal dari sel-sel memproduksi kalsitonin yang berhubungan

dengan Multiple Endocrine Neoplasia II (MEN), yang dapat dikaitkan dengan

phaeochromocytoma dan hiperparatiroid primer. Limfoma menyebabkan pembengkakan

kelenjar yang tersebar dan membawa prognosis yang sangat buruk.

C. Pertimbangan Anestesi

Sangat penting untuk memastikan bahwa pasien secara klinis dan kimia adalah euthyroid

sebelum memulai operasi tiroid elektif. Meskipun kebanyakan kasus mungkin langsung

11

menghadapi dua kemungkinan tantangan situasi kondisi jalan napas yang dapat diduga dan

yang tak terduga harus diantisipasi.

Penilaian Preoperatif

Riwayat

Hal ini harus difokuskan pada penetapan jika pasien secara klinis euthyroid dan menilai

untuk jalan napas yang membahayakan. Gejala hiper dan hipotiroid dapat terjadi diam-diam

dan riwayat keluarga mungkin berguna.

Penting untuk menetapkan jenis patologi, posisi dan ukuran gondok untuk menilai

kompleksitas dan kemungkinan komplikasi potensial yang dapat terjadi. Sebuah gondok

besar yang telah lama muncul selama beberapa waktu mungkin terkait dengan tracheomalacia

pasca operasi. Gejala disfagia, sesak napas sesuai dengan posisi dengan kesulitan berbaring

datar, perubahan suara atau stridor dapat menjadi tanda bagi ahli anestesi akan adanya

kemungkinan kesulitan dengan jalan napas yang membahayakan saat induksi. Bukti penyakit

sistemik lainnya, bahaya kardiorespirasi dan gangguan endokrin atau kelainan autoimun

terkait juga harus dicari. Misalnya, kanker tiroid meduler yang terkait dengan

phaeochromocytoma.

Pemeriksaan

Pasien harus dinilai untuk tanda-tanda hipertiroid atau hipotiroid (Tabel 1).

Pemeriksaan dari gondok atau nodul harus dilakukan untuk menilai ukuran dan luasnya lesi.

Sebuah nodul keras yang terfiksasi menunjukkan keganasan dengan kemungkinan adanya

penarikan terhadap struktur di sekitarnya dan gerakan terbatas. Sebuah ketidakmampuan

untuk merasakan bagian bawah gondok yang dapat menunjukkan adanya penyebaran

retrosternal. Trakea harus diperiksa untuk memeriksa setiap penyimpangan atau

kompresi. Retrosternal atau gondok besar dapat menekan struktur sekitarnya dan dapat

menimbulkan tanda-tanda obstruksi vena cava superior (SVC), Sindrom Horner, efusi

12

perikardial atau pleura. Pemeriksaan saluran napas yang wajib rinci juga akan meliputi

penilaian fleksi dan ekstensi atlantoaxial, jarak thyromental, Mallampatti, tonjolan mandibula

dan jarak gigi seri.

Tabel 1. Manifestasi Klinis Hipotiroid / Hipertiroid

HIPERTIROID HIPOTIROIDUmum Turun berat badan, malaise,

kelemahan otot, intoleransi panas, cachexia, eritem pada telapak tangan, proximal muscle waiting, myxoedema pretibial (Grave disease).

Malaise, intoleransi dingin, myalgia, athralgia, kulit kering,bulu mata lepas, hipotermia, carpal tunnel syndrome, myotonia.

Sistem saraf pusat Iritabilitas, kecemasan, hiperkinesis, tremor.

Ingatan buruk, depresi, psikosis, penurunan mental, demensia, pergerakan lemah, ataksia, refleks melemah, ketulian.

Kardiovaskuler Palpitasi, angina, tidak bernapas, hipertensi, gagal jantung, takikardia, takiaritmia, atrial fibrilasi, vasodilatasi.

Hipertensi, bradikardia, gagal jantung, edema perikardial & efusi pleura, anemia, perifer dingin.

Gastrointestinal Nafsu makan meningkat, muntah, diare

Konstipasi, obesitas

Genitourinari Oligomenorrhea, hilang libido Menorragia, hilang libidoMata (Hanya untuk penyakit Grave)

Penglihatan buram / ganda, exoftalmos, kelopak mata yang menutup lambat, edema konjungtiva.

Investigasi

1. Tes darah rutin termasuk hitung darah lengkap, elektrolit, fungsi tiroid dan tingkat

kalsium terkoreksi. Sangat penting untuk memastikan pasien euthyroid sebelum operasi

untuk menghindari komplikasi dari badai tiroid atau koma myxoedema pada periode

perioperatif. Hitung darah lengkap sangat penting karena kemungkinan kehilangan darah

selama prosedur ditambah untuk mendeteksi efek samping hematologikal berat yang

merugikan dari obat antitiroid yang dikonsumsi bersamaan. (Tabel 2)

13

2. CXR mungkin berguna untuk menilai ukuran gondok dan mendeteksi adanya kompresi

trakea atau penyimpangan. Gambaran lateral dada juga dapat membantu untuk menilai

adanya ekstensi retrosternal dan diameter anteroposterior trakea.

3. Jika ada keluhan mengenai saluran napas yang membahayakan, CT scan dapat dilakukan

untuk menentukan luas dan lokasi penyempitan trakea atau mendeteksi adanya invasi

trakea.

4. Nasendoscopy sering dilakukan preoperasi oleh THT untuk memastikan fungsi pita

suara. Merupakan alat yang sangat berharga bagi ahli anestesi untuk menilai adanya

masukan dalam laring dan adanya penyimpangan dari anatomi normal.

5. Perputaran aliran volume pernafasan mungkin menunjukkan obstruksi saluran udara

bagian atas yang terfiksasi namun dilakukan secara rutin jarang berguna.

Tabel 2. Obat Anti-tiroid

OBAT DOSIS MEKANISME AKSI EFEK SAMPING

Carbimazole Awal :15-40mg setiap hariPemeliharaan: 5-15mg setiap hariLama kerja 6-8 minggu.

Prodrug cepat dikonversi menjadi methimazole.Mencegah sintesis T3 dan T4 dengan pemblokiran oksidasi iodida untuk yodium dan menghsmbat peroksidase tiroid

Ruam, arthralgia, pruritis, miopati. Penekanan sumsum tulang agranulositosis (0,1%)Persilangan plasenta: hipotiroidisme janin

Prophyltiouracil

Awal :200-400mg setiap hariPemeliharaan: 50-150mg setiap hariLama kerja 6-8 minggu.

Iodinasi Blok residu tirosin hadir dalam thyroglobulin. Menghambat konversi T4 - T3

Trombositopenia, anemia aplastik, agranulositosis hepatitis, nefritis, plasentaPersilangan: hipotiroidisme janin

Iodide/Iodine Larutan Lugol : Larutan yodium 5g dalam 10gKalium iodida: 

Dosis besar iodida menghambat produksi hormon. Mengurangi efek TSH.Ditandai penurunan vaskularisasi tiroid selama 10-14 har

Efek antitiroid berkurang dengan waktu. Reaksi hipersensitivitas. Persilangan

14

TDS 0.1-0.3ml i. plasenta: hipotiroidisme janin

Propanolol Oral : 40-80mg TDS (dosis lebih tinggi jika metabolisme meningkat)IV : 0,5mg dititrasi sampai muncul efek

Kontrol dampak krisis thyrotoxic simpatik. Blok perangkat konversi T4 ke T3.

Negatif inotropy & chronotropy. Bronkospasme Miskin sirkulasi perifer. Efek SSP

Optimisasi

Pembedahan pilihan harus ditunda sampai pasien euthyroid. Pada hari operasi, obat antitiroid

biasanya harus diberikan kecuali untuk Carbimazole karena meningkatkan vaskularisasi

kelenjar. Benzodiazepin dapat diberikan untuk anxiolysis tetapi harus dihindari jika ada

kekhawatiran gangguan napas. Antikolinergik dapat membantu untuk mengeringkan sekresi

jika teknik inhalasi atau fibreoptic direncanakan.

Pada pembedahan darurat, tidak mungkin untuk membuat pasien-pasien dengan penyakit

tiroid yang tidak terkontrol menjadi penyakit euthyroid. Dalam keadaan ini, pasien hipertiroid

harus memiliki kontrol langsung dari gejala dengan blokade beta (misalnya propanolol,

esmolol), hidrasi intravena dan pendinginan aktif jika perlu. Pasien hipotiroid yang parah

akan beresiko koma myxoedema perioperatif dan harus ditangani dengan intravena T3 dan

T4.

Manajemen Intraoperatif

Secara historis operasi tiroid dilakukan dengan anestesi lokal. Anestesi umum sekarang

merupakan teknik yang lebih baik tetapi teknik anestesi regional tapi masih memiliki tempat

baik sebagai teknik tunggal dengan atau tanpa sedasi atau bersama anestesi umum untuk

meningkatkan analgesia.

Anestesi Regional

Anestesi regional untuk pembedahan tiroid jarang digunakan di Inggris tetapi telah berhasil

digunakan sebagai teknik anestesi tunggal terutama di daerah dengan sumber daya terbatas.

15

Untuk mencapai hasil yang paling sukses pendekatan tim multidisiplin perlu bekerja dengan

pemilihan pasien yang tepat, edukasi pasien sangat baik dan modifikasi dari teknik bedah.

Teknik yang umum digunakan adalah bilateral blok pleksus superfisial servikal C2-C4

dilakukan di bawah pengawasan penuh dengan atau tanpa sedasi. Sedasi sadar dapat dicapai

melalui penambahan Midazolam atau Target Controlled Infusion (TCI) dari Propofol. Blok

pleksus servikal bilateral memiliki insidensi komplikasi yang lebih tinggi termasuk arteri

vertebralis dan injeksi subdural, dan terutama kelumpuhan saraf frenikus bilateral, yang

mungkin tidak dapat ditoleransi pada beberapa pasien.

Saraf menyuplai bagian anterolateral leher yang muncul dari batas posterior dari

sternocleidomastoid (SCM) sebagai rami anterior C2-C4, yang dibagi menjadi aurikularis

yang lebih besar, servikal melintang, oksipital yang berkuraang dan sarag supraclaviclar

(Gambar 1).

16

Gambar 1 : Blok Pleksus Servikal Superfisial

Untuk melakukan blok pleksus servikal superfisial, pasien harus diposisikan dengan kepala

diekstensikan ke sisi yang berlawanan, titik tengah batas posterior SCM divisualisasikan. 15-

20 mls anestesi lokal (misalnya lidokain dan / atau bupivakain dengan adrenalin) disuntikkan

di area dalam lapisan fasia pertama ke arah caudad dan cephalad sepanjang perbatasan

posterior SCM (Gambar 1). Untuk tiroidektomi, blok bilateral harus dilakukan. Sebuah blok

area garis tengah dapat dicapai dengan injeksi subkutan dari kartilago tiroid sampai pada

derajat suprasternal. Ini merupakan tambahan yang berguna untuk mencegah rasa sakit dari

retraktor bedah pada aspek medial leher.

Anestesi menghindari risiko anestesi umum, memungkinkan pemantauan suara intraoperatif

dan memberikan analgesia pasca operasi yang sangat baik. Teknik ini mungkin cocok untuk

pasien medis dikompromikan (termasuk tirotoksikosis rumit), atau yang dengan gejala

obstruktif sekunder untuk gondok besar untuk menghindari resiko anestesi umum. Namun,

teknik ini memiliki sejumlah komplikasi termasuk toksisitas pembiusan lokal, hematoma,

pneumotoraks, dan memerlukan kerja sama pasien sangat baik.

Anestesia General

Berbagai teknik dapat digunakan untuk anestesi umum. Dalam kebanyakan kasus, pasien

dapat diberikan induksi intravena dan intubasi dengan tabung yang diperkuat. Dianjurkan

untuk menunjukkan ventilasi manual sebelum memberikan relaksan otot non-depolarising.

Perawatan harus dilakukan untuk menghindari overinflating manset pengunci ET (atau

menggunakan manset manometer) untuk meminimalkan anestesi terkait spinal / bahaya

trakea. Di lembaga kami, kami menyemprot pita suara dengan lidokain sebelum intubasi,

yang dapat membantu

mengurangi batuk pada awalnya.

17

Jika ada keluhan mengenai patensi jalan napas atau anatomi terganggu alternatif pilihan harus

dipertimbangkan. Informasi lebih lanjut mengenai pengelolaan saluran udara yang sulit

diprediksi dan tidak diprediksi dapat ditemukan di situs web Difficult Airway Society.

1. Induksi inhalasi. Teknik ini termasuk pre oksigenasi yang baik dan induksi secara

bertahap dengan Sevoflurane. Peralatan tambahan untuk kesulitan jalan napas harus

segera tersedia jika jalan napas hilang selama induksi.

2. Jika ada kekhawatiran mengenai anatomi terdistorsi atau jalan napas mungkin hilang

sama sekali pada induksi, sebuah intubasi fibreoptic dapat digunakan. Teknik ini harus

dihindari pada pasien dengan gejala penyumbatan jalan napas ditandai sebagai obstruksi

lengkap yang dapat diprovokasi.

3. Jika salah satu pilihan tersebut tidak cocok, trakeostomi dengan anestesi lokal oleh

dokter bedah mungkin tepat.

4. Ventilasi melalui bronkoskopi kaku dapat digunakan jika upaya melewati tabung

endotrakeal gagal atau jika ada kompresi trakea subglotis.

5. Laryngeal Mask Airway (LMA) dapat digunakan untuk pembedahan tiroid tetapi harus

dihindari pada mereka dengan gangguan jalan napas atau anatomi terdistorsi.

Penggunaan dari LMA memiliki keuntungan yang memungkinkan penilaian pita suara

secara intraoperatif melalui lingkup fibreoptic dengan stimulasi dari saraf laring

berulang. Ini tidak memberikan jalan nafas yang pasti, dan bergantung pada kerjasama

yang erat antara ahli bedah dan ahli anestesi untuk menghindari perpindahan selama

operasi.

Intravena atau agen inhalasi dapat digunakan untuk maintenance selama anestesi. Relaksasi

otot yang baik adalah fungsi penting dan neuromuskuler harus dipantau. Infus remifentanil

umumnya digunakan karena mengurangi kebutuhan untuk relaksasi otot yang memungkinkan

untuk pengujian elektrofisiologi intraoperative saraf laring berulang dalam kasus-kasus yang

18

rumit. Hal ini juga dapat dititrasi terhadap tekanan darah untuk membantu dalam

memproduksi daerah berdarah selama pembedahan, namun diperbolehkan kembali ke

tekanan normal (supranormal) sebelum penutupan untuk memeriksa hemostasis. Ini juga

mungkin memerlukan penggunaan vasopresor seperti bolus fenilefrin.

Posisi

Untuk akses bedah yang optimal kepala diekstensikan penuh dan diistirahatkan pada sebuah

cincin empuk dengan karung pasir antara scapulae tersebut. Mata harus cukup nyaman dan

perhatian khusus diberikan kepada mereka dengan exoftalmos. Akses ke jalan napas akan

terbatas selama prosedur sehingga tabung endotrakeal harus ditempelkan dengan ketat.

Pengikatan leher harus dihindari. Kepala di naikkan (ekstensi) adalah lebih baik untuk

memungkinkan drainase vena walaupun harus diperhatikan untuk memastikan tekanan arteri

tidak terganggu. Lengan pasien diekstensikan pada sisi pasien, ekstensi panjang mengarah

pada tetesan merupakan hal yang berguna.

Gondok retrosternal biasanya dapat dihapus melalui rute servikal. Namun, beberapa

diantaranya mungkin memerlukan sebuah sternotomy.

Analgesia

Dokter bedah biasanya akan memasukkan anestesi lokal dan adrenalin secara subkutan

sebelum incisi yang memberikan beberapa efek analgesik ke periode pasca operasi.

Parasetamol reguler, antinflammatories non-steriodal (NSAIDs) ditambah opioid lemah

biasanya cukup untuk memastikan pasien merasa nyaman tetapi morfin mungkin

diperlukan. Blok pleksus servikal superfisial bilateral dapat secara signifikan mengurangi

rasa sakit dan morfin pada periode pasca operasi. Pemasukan antiemetik penting pada pasien

yang beresiko tinggi mual dan muntah pasca operasi. Kami menggunakan kombinasi

ondansetron dan / atau cyclizine dengan deksametason, yang juga dapat membantu

mengurangi edema jalan nafas pasca operasi.

19

Kemunculan

Pada akhir prosedur ahli bedah dapat meminta manuver Valsava untuk memeriksa

hemostasis. Jika ada kekhawatiran apapun tentang integritas saraf laring berulang, maka pita

suara divisualisasikan dengan baik laringoskop, atau lingkup fibreoptic melalui LMA (jika di

tempat atau ekstubasi pasca diletakkan secara dalam).

Blokade neuromuskuler harus sepenuhnya dibalik, pasien duduk dan tabung endotrakeal

manset mengempis untuk memastikan kebocoran sebelum ekstubasi. Di lembaga kami, kami

extubate pasien dengan sadar. Hal ini penting untuk meminimalkan manipulasi napas dan

gerakan kepala dan leher selama munculnya, untuk mencegah batuk dan tegang. Jika pita

suara telah disemprot dengan lidokain diintubasi, ini juga dapat membantu untuk mencapai

kemunculan yang halus. Alternatif teknik termasuk ekstubasi pada tingkat anestesi yang

dalam atau lidokain intravena (1.5mg/kg). Steroid (misalnya 8mg deksametason) dapat

membantu mengurangi edema jalan napas jika prosedur sudah lama atau sulit.

Pertimbangan Post Operatif

Perdarahan

Perdarahan pascaoperasi dapat menyebabkan kompresi dan obstruksi saluran napas yang

cepat. Tanda-tanda pembengkakan atau pembentukan hematoma yang mengorbankan jalan

napas pasien harus segera didekompresi dengan penghilangan klip bedah. Penghilang klip

harus disimpan di samping tempat tidur pasien. Jika ada waktu untuk kembali ke operasi,

reintubasi harus dilakukan lebih awal.

Edema Laryngeal

Ini merupakan penyebab umum dari obstruksi pernapasan pasca operasi. Hal ini dapat terjadi

sebagai akibat dari intubasi trakea traumatik atau pada mereka yang mengembangkan suatu

hematoma yang dapat menyebabkan obstruksi drainase vena. Hal ini biasanya dapat dikelola

dengan steroid dan oksigen yang dilembabkan.

20

Kelumpuhan Nervus Laryngeal Berulang

Trauma pada saraf laring yang berulang dapat disebabkan oleh iskemia, traksi, nervus yang

terperangkap atau melintang selama operasi dan dapat unilateral atau bilateral. Kelumpuhan

pita suara unilateral hadir dengan kesulitan pernapasan, suara serak atau kesulitan dalam

palsy fonasi sementara bilateral akan menghasilkan adduksi lengkap dari tali dan

stridor. RLN palsy bilateral membutuhkan reintubasi segera dan pasien selanjutnya mungkin

perlu trakeostomi.

Hipocalcemia

Trauma tidak disengaja ke kelenjar paratiroid dapat menyebabkan hipokalsemia sementara.

Hipokalsemia permanen jarang. Tanda-tanda hipokalsemia mungkin termasuk kebingungan,

berkedut dan tetany. Hal ini dapat diperoleh di trousseau's (kejang carpopedal dipicu oleh

inflasi manset) atau tanda Chvostek's (wajah berkedut pada perekatan kelenjar parotis).

Penggantian kalsium harus segera digantikan sebagai hipokalsemia dapat memicu

layngospasm, iritabilitas jantung, perpanjangan QT dan aritmia berikutnya.

Tracheomalacia

Kemungkinan tracheomalacia harus dipertimbangkan pada pasien yang telah didukung

kompresi trakea oleh gondok besar atau tumor. Sebuah manset tes kebocoran hanya sebelum

ekstubasi adalah meyakinkan tapi tetap harus tersedia untuk reintubation segera jika terjadi.

Badai Tiroid

Karakteristik oleh hiperpireksia, takikardia, kesadaran diubah dan hipotensi ini adalah

keadaan darurat medis. Meskipun kurang sering terlihat sekarang sebagai pasien diserahkan

euthyroid sebelum operasi masih dapat terjadi pada pasien dengan hipertiroidisme ketika

mereka mempertahankan respon stres seperti pembedahan atau infeksi. Manajemen

mendukung dengan pendinginan aktif, hidrasi, beta bloker dan obat-obatan antitiroid. 1 mg /

kg Dantrolene juga telah berhasil digunakan dalam pengobatan badai tiroid.

21

BAB III

KESIMPULAN

Pasien harus secara klinis dan kimia euthyroid sebelum operasi tiroid.

Komplikasi preoperatif saluran napas yang umum dan diharapkan atau tidak terduga

kesulitan jalan napas harus diantisipasi.

Komplikasi pascaoperasi dari pembentukan hematoma, kelumpuhan nervus laring

berulang, hipokalsemia dan tracheomalacia semua bisa menyebabkan gangguan napas

dan harus ditindaklanjuti dengan cepat.

Badai tiroid meskipun kurang umum daripada dulu, adalah sebuah keadaan medis.

22

DAFTAR PUSTAKA

1. Kumar P, Clark M. Clinical medicine 4th ed. W. B Saunders 1999. 932-941

2. Farling P.A. Thyroid disease. British Journal of Anaesthesia 2000; 85(1):15-28

3. Malhotra S, Sodhi V. Anaesthesia for thyroid and parathyroid surgery. Continuing

Education in Anaesthesia Critical Care and Pain 2007; 7(2): 55-58

4. Spanknebel K, Chabot JA, DiGeorgi M, Cheung K, Lee S, Allendorf J, LoGerfo P.

Thyroidectomy Using Local Anaesthesia: A Report of 1,025 Cases over 16 Years.

Journal of American College of Surgeons 2005;201(3): 375-385

5. Dieudonne N, Gomola A, Bonnichon P, Ozier Y. Prevention of Postoperative Pain After

Thyroid Surgery: A Double-Blind Randomised Study of Bilateral Superficial Cervical

Plexus Blocks. Anesth Analg 2001;92:1538-42

6. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Breathing System in Clinical Anesthesilogy 4th

ed. McGraw-Hill; 2007

7. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Ilmu dasar Anestesi in Petunjuk Praktis

Anestesiologi 2nd ed. Jakarta: FKUI; 2009, 3-8.

8. Roberts F, Kestin I. Respiratory Physiology in Update in Anesthesia 12th ed. 2000

9. Stock MC. Respiratory Function in Anesthesia in Barash PG, Cullen BF, Stelting RK,

editors. Clinical Anesthesia 5th ed. Philadelphia: Lippincott William & Wilkins; 2006, p.

791-811

23