lap ekologi acara 3

64
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik tak terpisahkan antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Ekosistem bisa dikatakan juga suatu tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling memengaruhi. Ekosistem merupakan penggabungan dari setiap unit biosistem yang melibatkan interaksi timbal balik antara organism dan lingkungan fisik sehingga aliran energi menuju kepada suatu struktur biotik tertentu dan terjadi suatu siklus materi antara organisme dan anorganisme. Matahari sebagai sumber dari semua energi yang ada. Kehadiran, kelimpahan dan penyebaran suatu spesies dalam ekosistem ditentukan oleh tingkat ketersediaan sumber daya serta kondisi faktor kimiawi dan fisis yang harus berada dalam kisaran yang dapat ditoleransi oleh spesies tersebut, inilah yang disebut dengan hukum toleransi. Komunitas adalah sebuah kelompok sosial dari beberapa organisme yang berbagi lingkungan, umumnya memiliki ketertarikan dan habitat yang sama. Dalam komunitas manusia , individu-individu di dalamnya dapat memiliki maksud, kepercayaan, sumber daya, preferensi, kebutuhan, risiko dan sejumlah kondisi

Upload: tyta-ajrina

Post on 01-Dec-2015

456 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan

timbal balik tak terpisahkan antara makhluk hidup dengan lingkungannya.

Ekosistem bisa dikatakan juga suatu tatanan kesatuan secara utuh dan

menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling

memengaruhi. Ekosistem merupakan penggabungan dari setiap

unit biosistem yang melibatkan interaksi timbal balik antara organism dan

lingkungan fisik sehingga aliran energi menuju kepada suatu

struktur biotik tertentu dan terjadi suatu siklus materi antara organisme

dan anorganisme. Matahari sebagai sumber dari semua energi yang ada.

Kehadiran, kelimpahan dan penyebaran suatu spesies dalam ekosistem

ditentukan oleh tingkat ketersediaan sumber daya serta kondisi faktor kimiawi

dan fisis yang harus berada dalam kisaran yang dapat ditoleransi oleh spesies

tersebut, inilah yang disebut dengan hukum toleransi.

Komunitas adalah sebuah kelompok sosial dari beberapa

organisme yang berbagi lingkungan, umumnya memiliki ketertarikan dan

habitat yang sama. Dalam komunitas manusia, individu-individu di dalamnya

dapat memiliki maksud, kepercayaan, sumber daya, preferensi, kebutuhan,

risiko dan sejumlah kondisi lain yang serupa. Populasi adalah kumpulan

individu sejenis yang berada pada wilayah tertentu dan pada waktu yang

tertentu pula. Lingkungan adalah suatu sistem kompleks yang yang berada di

luar individu yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan

organisme. Lingkungan tidak sam dengan habitat. Habitat adalah tempat di

mana organisme atau komunitas organisme hidup. Organisme terdapat di laut,

di padang pasir, di hutan dan lain sebagainya. Jadi habitat secara garis besar

dapat dibagi menjadi habitat darat dan habitat air. Setiap faktor yang

mempengaruhi terhadap kehidupan dari suatu organisme dalam proses

perkembangannya disebut faktor lingkungan. Tumbuhan dan juga hewan

dalam ekosistem membentuk bagian hidup atau komponen biotik, komponen

ini (jenis - jenisnya) akan bertoleransi terhadap kondisi lingkungann tertentu,

dalam hal ini tidak ada orbanisasi hidup berada dalam keadaan yang berdiri

sendiri, harus mempunyai kondisi – kondisi lingkungan yang menentukan

kehidupannya.

Polusi atau pencemaran lingkungan adalah masuknya atau

dimasukkannya makluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam

lngkungan atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau

oleh proses alam sehingga kualitas lingkungan turun sampai ke tingkat

tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat

berfingsi lagi. Pencemaran air adalah peristiwa masuknya zat, energi, unsur,

atau komponen lainnya kedalam air sehingga menyebabkan kualitas air

terganggu. Kualitas air yang terganggu ditandai dengan perubahan bau, rasa,

dan warna. Pencemaran tanah banyak diakibatkan oleh sampah-sampah

rumah tangga, pasar, industri, kegiatan pertanian, dan peternakan. Sampah

dapat dihancurkan oleh jasad-jasad renik menjadi mineral, gas, dan air,

sehingga terbentuklah humus. Sampah organik itu misalnya dedaunan,

jaringan hewan, kertas, dan kulit. Sampah-sampah tersebut tergolong sampah

yang mudah terurai. Sedangkan sampah anorganik seperti besi, alumunium,

kaca, dan bahan sintetik seperti plastik, sulit atau tidak dapat diuraikan.

Bahan pencemar itu akan tetap utuh hingga 300 tahun yang akan datang.

Bungkus plastik yang kita buang ke lingkungan akan tetap ada dan mungkin

akan ditemukan oleh anak cucu kita setelah ratusan tahun kemudian.

B. Tujuan

1. Untuk mengetahui ekosistem yang ada di bagian hulu Sungai Banjaran

2. Untuk mengetahui komunitas yang ada di bagian hulu Sungai Banjaran

3. Untuk mengetahui populasi yang ada di bagian hulu Sungai Banjaran

4. Untuk mengetahui faktor lingkungan yang ada di bagian hulu Sungai

Banjaran

5. Untuk mengetahui distribusi longitudinal organisme dan faktor

lingkungannya yang ada di bagian hulu Sungai Banjaran

6. Untuk mengetahui bioindikator residu polutan yang ada di bagian hulu

Sungai Banjaran

7. Untuk mengetahui perbandingan antara bagian hulu, tengah dan hilir.

II. MATERI DAN METODE

A. Materi

Alat yang digunakan pada saat praktikum yaitu, thermometer 2 buah

(udara dan air), patok 2 set (moluska dan bambu), botol kosong 1 buah untuk

kecepatan arus, tali raffia 3 utas (1 untuk kecepatan arus sepanjang 10 m, 2

untuk membuat kuadrat 0,5 x 0,5m), kantong plastik untuk sampel moluska,

bambu dan tanah, kertas pH dan solitester, penggaris, timbangan dan kamera.

Bahan yang digunakan pada saat praktikum yaitu, macam-macam

moluska dan macam-macam bambu.

B. Metode

Acara 1. Ekosistem

Ekosistem perairan dan daratan akan dideskripsikan dengan membuat pemodelan

interaksi antara faktor abiotik dan biotik, serta menguraikan komponen penyusun

pada ekosistem tersebut pada setiap lokasi pengamatan.

a. Pemodelan interaksi antara faktor abiotik dan biotik

Amatilah tipe pemanfaatan lahan dan aktivitas masyarakat didaerah sekitar

sungai. Tentukan tipe pemanfaatan lahan dan aktivitas masyarakat yang

dominan pada daerah tersebut.

Dalam pembuatan model interaksi factor abiotic dan biotik diperlukan data

tentang benda abiotik dan biotik yang dapat ditemukan di lokasi

pengamatan pada badan sungai dan daratan sekitar sungai. Amatilah benda

hidup dan mati yang ada serat catatlah pada tabel 2. Berdasarkan data pada

tabel 2 buatlah skema hubungan antara komponen abiotik dan biotik

mungkin terjadi di sungai dan sekitarnya. Gunakanlah garis penuh untuk

menggambarkan hubungan makan memakan, garis putus-putus

menggambarkan hubungan dalam bentuk simbiosis lainnya, parasite,

mutualisme, dll.

b. Komponen penyusun ekosistem

Berdasarkan data pada table 2, amatilah komponen biotiknya dan

tentukanlah peranan (fungsi ekologis) dari setiap organisme tersebut (table

3).

Acara 2. Komunitas

komunitas moluska pada ekosistem peraran dan bambu pada ekosistem daratan di

deskripsikan dengan menghitung jumlah spesies yang ada ( kekayaan spesies )

dan jumlah individu per spesies ( kelimpahan atau kepadatan ) serta menetukan

spesies yang dominan

a. Pengambilan sampel moluska

Sampel di ambil dengan metode kuadrat. Buatlah kuadrat berukuran

0,5x0,5 meter dengan menggunakan 4 patok dan tali. Pilihlah lokasi yang

menjadi habitat moluska dan letakkan kuadrat anda, kemudian kumpulkan

moluska yang ada di dalam kuadrat masukkan dalam kanton plastik.

Amatilah bentuk cangkannya, warna, arah lingkarannya, dan beri kode,

untuk kemudian diidentifikasikan dan di hitung di laboratorium.

b. Pengambilan sampel bambu sebagai tumbuhan tepian atau riparian

Sampel di ambil dengan menggunakan kuadrat. Buatlah kuadrat dengan

ukuran 10x10 meter menggunakan 4 patok dan tali. Pilihlah lokasi yang

menjadi habitat bambu, bentangkan kuadrat anda pada kawasan bambu

tersebut. Amati daun pelepah, warna buluh, buliran, perbungaan,

percabangan dan duri nya. Ambillah poto pada masing masing bagian

tersebut dan beberapa contoh pada bagian bambu untuk di identifikasikan

di laboratorium. Hitunglah jumlah batang bambu yang terdapat pada

kuadrat.

Acara 3: Populasi

Populasi moluska dan bamboo dapat dideskripsikan dengan membuat piramida

berdasarkan ukuran dan bobot dari spesies yang dominan.

Setiap individu dari spesies yang domonan pada lokasi anda (table 5) dilakukan

pengukuran panjang dan menimbangkan bobot untuk populasi moluska serta

tinggi dan diameter batang setinggi dada orang desa untuk populasi bamboo.

Pengukuran moluska dilakukan di laboratorium, namun pengukuran bambu

dilakukan di Laboratorium.

Buatlah empat paramida berdasarkan ukuran (panjang, bobot, tinggi dan diameter)

dari data diatas. Dengan menyusun jumlah yang terbanyak diletakkan padabagian

dasar piramida, disusul dengan jumlah terbanyak ke dua dan seterusnya.

Acara 4: Faktor Lingkungan

Gambarkan kondisi lingkungan dapat diperoleh dengan mengukur beberapa

parameter lingkungan seperti temperatur udara, air, kecepatan arus, tipe substrat

dan pH air pada ekossistem perairan. Atau temperatur udara dan pH tanah pada

ekosistem daratan. Ambilah sampel air sungai sebanyak 250 ml dan tanah

sebanyak 250 gram yang kemudian diukur pHnya di laboratorium.

Acara 5 : Distribusi longitudinal Organisme dan Faktor lingkungannya

Distributi longitudinal moluska atau bambu dan faktor lingkungan yang

mempengaruhinya dapat digambarkan dengan menggunakan data tambahan dari

dua kelompok lain yang bekerja pada lokasi yang lain tetapi pada sungai yang

sama. Usahakan untuk tidak menggunakan data dari lokasi yang berurutan.

Khusus untuk kelompok Sungai Kranji gunakanlah data dari ke empat lokasi.

Buatlah tabel kehadiran spesies yang anda temukan disungai. Berilah tanda +

untuk yang ditemukan dan – untuk yang tidak ada.

Acara 6: Bioindikator Residu Polutan

Lichen telah banyak digunakan sebagai bioindicator pencemaran So2. Organism

ini sangat sensitive terhadap gas yang ada di udara terutama sulfur. Perubahan

yang dapat terjadi pada lichen berupa jumlah spesies menurun, area yang dihuni

mengecil, warna menjadi memutih.

Amatilah komunitas lichen pada tumbuhan yang besar yang ada di lokasi dan

bandingkan dengan data dari kelompok lain pada daerah hulu, tengah dan hilir di

Daerah Aliran Sungai Banjaran.

Acara 7. Predasi

Memilih jurnal tentang predasi, lalu dibuat ringkasan predatornya.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel 1. tipe pemanfaatan lahan (Bagian Hulu)

Lokasi Tipe pemanfaatan lahan

(landuse)

Aktivitas

masyarakat

Hulu Kegiatan kerumahtanggaan Mandi

Mencuci

Perbandingan Tengah dan Hilir

Tabel 1. tipe pemanfaatan lahan (Bagian Tengah)

Lokasi Tipe pemanfaatan lahan (landuse) Aktivitas

masyarakat

Tengah Kegiatan kerumahtanggaan Mencuci

Penambangan pasir Penambangan pasir

Memancing

Membuang sampah

Mandi

Tabel 1. tipe pemanfaatan lahan (Bagian Hilir)

Lokasi Tipe pemanfaatan lahan

(landuse)

Aktivitas masyarakat

Hilir

Lahan budidaya pisang Mengambil rumput

Lahan budidaya alba Memancing

Lahan budidaya singkong

Lahan budidaya tanaman obat

Tabel 2. komponen abiotik dan biotic (Bagian Hulu)

No. Abiotik (benda mati) Biotik (benda hidup)

1. Matahari Anggang-anggang

2. Air Kadal

3. Batu Kepiting

4. Tanah Ikan

5. Kupu-kupu

6. Laba-laba

7. Burung

Pohon

Cacing

Lumut

Jamur

Capung

Semut

Nyamuk

Keong

Bamboo

Ulat bulu

Laron

Lalat

Kodok

Belalang

Perbandingan Tengah dan Hilir

Tabel 2. Komponen abiotik dan biotik (Tengah)

No. Abiotik (benda mati) Biotik (benda hidup)

1. Batu Moluska

2. Serasah Ikan

3. Air Entok

4. Pecahan genteng Ayam

5. Sampah Pohon bamboo

6. Tanah berpasir Pohon pisang

7. Tanah Cecak

8. Kaleng Cacing

9. Baju Nyamuk

10. Seng Belalang

11. Pipa paralon Lalat

12. Beling Kupu-kupu

13. Ember Burung pipit

14. Baterai Semut

15. Botol Burung dara

16. Pecahan keramik Tanaman air

17. Layangan Kucing

18. Pohon talas

19. Pohon kelapa

20. Pohon manga

21. Lumut

22. Anjing

23. Tumbuhan paku

Tabel 2. komponen abiotik dan biotic (Bagian Hilir)

No. Abiotik (benda mati) Biotik (benda hidup)

1. Batu Pisang

2. Pasir Rumput liar

3. Kayu Bambu

4. Air Kunyit-kunyitan

5. Sampah Pohon kelapa

6. Cahaya Pohon aren

7. Udara Pohon salak

8. Pohon alba

9. Putri malu (Mimosa pudica)

10. Paku-pakuan (Pteridophyta)

11. Semut

12. Ulet

13. Lalat

14. Kupu-kupu

15. Lebah

16. Keong

17. Siput

18. Kepiting

19. Burung

20. Cacing

21. Lumut

22. Jahe

23. Pohon dadap

24. Belalang

25. Ayam (Gallus gallus)

Entok

Belalang

Burung dara

Cecak

Burung pipit

Nyamuk

Moluska

Tanaman air Lalat

Ayam

Keong

Lumut

Burung

Cacing

Belalang

Rumput

Kupu-kupu

Sari bunga pisang

Cahaya

Kepiting

Batu

Perbandingan Tengah dan Hilir

Gambar 1. Model interaksi dalam ekosistem (Bagian Tengah)

Gambar 1. Model interaksi dalam ekosistem (Bagian Hilir)

Tabel 3. Komponen penyusun ekosistem (Bagian Hulu)

Komponen penyusun No

.

Organisme

Produser

1 Pohon

2 Lumut

3 Bambu

Makro-konsumer tingkat I

1 Kupu-kupu

2 Keong mas

3 Ikan kecil

4 Kepiting

Makro-konsumer tingkat II1 Ikan besar

2 Kadal

Dekomposer1 Jamur

2 Cacing

Perbandingan Tengah dan Hilir

Tabel 3. Komponen penyusun ekosistem (Bagian Tengah)

Komponen penyusun No

.

Organisme

Produser

1 Pohon bambu

2 Pohon mangga

3 Pohon talas

4 Pohon pisang

5 Pohon kelapa

6 Tanaman air

7 Lumut

8 Tumbuhan paku

Makro-konsumer tingkat I

1 Kupu-kupu

2 Moluska

3 Burung dara

4 Burung pipit

5 Belalang

Makro-konsumer tingkat II1 Anjing

2 Kucing

Dekomposer 1 Cacing

Tabel 3. Komponen penyusun ekosistem (Bagian Hilir)

Komponen penyusun No

.

Organisme

Produser

1 Pohon pisang

2 Pohon kelapa

3 Pohon bambu

4 Pohon aren

5 Pohon dadap

6 Putri malu

7 Rumput liar

8 Pohon salak

9 Paku-pakuan

10 Jahe

11 Kunyit-kunyitan

12 Pohon alba

Makro-konsumer tingkat I

1 Ulat

2 Semut

3 Siput

4 Keong

5 Belalang

Makro-konsumer tingkat II1 Ayam

2 Kepiting

Dekomposer1 Cacing

2 Lalat

Tabel 4a. Kekayaan spesies dan kelimpahan moluska (Bagian Hulu)

No Nama spesies Jumlah ( individu )1 Pleurucera parvum 9

2 Pachyhilus indiorum 73 Caspiohydrobia issykkulensis 34 Melamoides maculata 185 Fluminicola nutraliana 4

Tabel 4b. kekayaan spesies dan kepadatan bambu (Bagian Hulu)

No Nama spesies Jumlah ( individu )1 Gigantochloa atter 282 Dencrocalamus strictus  143 Bambosa 6

Perbandingan Tengah dan Hilir

Tabel 4a. kekayaan spesies dan kelimpahan moluska (Bagian Tengah)

No Nama spesies Jumlah ( individu )1 Galba truncatula 32 Anetome helena 143 Sulcospira sulcospira 14 Tarebia granifera 95 Melaneoides punctata 16 Sulcospira testudinaria 47 Melaneoides plicaria 2

Tabel 4b. kekayaan spesies dan kepadatan bambu (Bagian Tengah)

No Nama spesies Jumlah ( individu )1 Bambu Ampel 122 Bambu Gombong 63 Bambu Tali 4

Tabel 4a. Kekayaan spesies dan kelimpahan moluska (Bagian Hilir)

No Nama spesies Jumlah ( individu )1 Brotia insolata 22 Brotia costulata 83 Melanoides maculata 54 Melanoides granifera 6

Tabel 4b. Kekayaan spesies dan kepadatan bambu (Bagian Hilir)

No Nama spesies Jumlah ( individu )1 Bambu hijau ( A ) 25

2 Bambu kuning 23 Bamboo tua 17

Tabel 5 : populasi yang dominan (Bagian Hulu)

Lokasi Spesies yang dominanNama spesies moluska yang dominan : Melamoides maculata

Dengan kelimpahan : 18 individu/250 cm

Nama spesies Bambu yang dominan : Gigantochloa atter

Dengan kepadatan : 28 individu/100meter

Perbandingan Tengah dan Hilir

Tabel 5 : populasi yang dominan (Bagian Tengah)

Lokasi Spesies yang dominanNama spesies moluska yang dominan : Anetome helena

Dengan kelimpahan : 14 individu/250 cm

Nama spesies Bambu yang dominan : Ampel

Dengan kepadatan : 21 individu/100meter

Tabel 5 : Populasi yang dominan (Bagian Hilir)

Lokasi Spesies yang dominanHilir

Nama spesies moluska yang dominan : Brotia insolata Dengan kelimpahan 8 individu / 250 cm

Nama spesies Bambu yang dominan : Bambu hijau Dengan kepadatan 25 individu / 100 meter

Tabel 6. Ukuran Moluska dan Bambu (Bagian Hulu)

No individu Moluska BambuPanjang (cm) Bobot (cm) Tinggi (cm) Diameter

(cm)1 1,75 0,70 768 8,62 1,5 0,43 672 7,963 1,15 0,31 810 7,964 1,25 0,28 612 8,925 1,4 0,17 460 10,196 0,8 0,11 750 13.387 0,7 0,08 120 16,568 0,85 0,09 150 19,119 0,5 0,03 150 19,1110 2,5 5,30 812 8,2811 1,5 0,79 675 7,9612 2,5 5,48 580 7,6413 2,5 4,29 192 12,7414 3,3 0,58 644 9,5515 1,95 0,49 800 11,1516 1,75 0,41 600 15,9217 1,85 0,57 680 9,5518 1,65 0,35 750 14,0119 1,75 0,43 720 8,9220 1,78 0,36 550 9,5521 1,35 0,16 896 15,9222 1,1 0,17 960 13,3823 1,4 0,13 506 9,5524 1,5 0,05 840 8,2825 1 0,05 792 15,2926 1 0,05 1360 19,1127 0,9 0,03 450 19,7528 0,35 1,20 600 16,5629 2,25 0,16 950 7,3230 1,15 0,29 960 7,0131 1,8 0,38 336 6,0532 5 6,74 510 6,6933 4,2 5,70 625 7,0134 2,95 3,72 440 6,0535 4,05 5,45 775 6,3736 4,6 5,87 625 6,3737 4,05 5,25 144 5,0938 4,05 3,48 120 5,7339 3,05 2,22 675 5,7340 2,00 0,37 768 6,3741 1,7 0,49 420 5,73

9

8

6

4

1

24

10

8

6

42 950 6,3743 85 2,2344 138 3,5045 144 4,4646 125 1,9147 300 3,8248 616 5,41

Tabel 7. Struktur Populasi Bagian Hulu

- Bambu berdasarkan ukuran tinggi (cm)

1-100 = 1

101-200 = 9

201-300 = 1

301-400 = 1

401-500 = 4

501-600 = 6

601-700 = 9

701-800 = 8

801-900 = 4

901-1000 = 4

1000-2000 = 1

- Bambu berdasarkan ukuran diameternya (cm)

1-5,99 = 10

6-10,99 = 24

11-15,99 = 8

16-20,99 = 6

26 (0 – 0,5)

2 (0,6 – 1)

1

1

1

4 (5,1 – 5,5))

2 (5.6 – 6)

2 (6,6 – 7)

1,1 - 2

0 - 1

2,1 – 3

3,1 - 4

- Moluska berdasarkan ukuran bobot (gram)

0 – 0,5 2,6 – 3 5,1 – 5,5

0,6 – 1 3,1 – 3,5 5.6 – 6

1,1 – 1,5 3,6 – 4 6,1 – 6,5

1,6 – 2 4,1 – 4,5 6,6 - 7

2,1 – 2,5 4,6 – 5 7,1 – 7,5

7,6 – 8

- Moluska berdasarkan ukuran panjang (cm)0 – 1 = ada 8

1,1 – 2 = ada 22

2,1 – 3 = ada 5

3,1 – 4 = ada 4

4,1 – 5 = ada 3

Berdasarkan praktikum yang dilakukan di hulu, tengah dan hilir daerah

aliran Sungai Banjaran diperoleh data ukuran moluska, berikut perbandingan

tengah dan hilir.

- Data tengah

No individu Moluska BambuPanjang (cm) Bobot (cm) Tinggi (cm) Diameter

(cm)1 2,25 1,25 731 222 1,5 0,42 825 273 2,45 1,20 725 25,54 1,25 0,26 875 265 2 0,77 729 336 1,5 0,27 700 207 1,35 0,13 783 27,58 2,3 1,24 962 339 2,35 1,39 608 23,510 2,65 0,75 682 26,511 0,8 0,07 703 2412 1,1 0,19 480 22,513 2,85 0,38 576 24,514 1,75 2,26 196 2215 2,4 1,38 551 1816 1,85 1,52 480 21,517 0,65 0,95 570 2518 0,85 0,23 790,5 27,519 0,6 0,05 675 29,520 1,2 0,30 792 25,321 0,95 0,34 675 2722 1,4 0,10 995,5 22

- Data hilir

No individu Moluska BambuPanjang (cm) Bobot (cm) Tinggi (cm) Diameter

(cm)1 2,3 1,38 696 2,942 1,9 1,07 540 11,783 1,9 0,67 576 6,684 1,9 0,8 575 15,285 1,4 0,4 550 13,376 1,45 0,43 550 13,377 1,25 0,21 546 8,288 0,7 0,06 450 3,189 439 6,36

10 600 8,5911 624 9,5512 525 7,9613 528 7,00614 621 8,5915 696 8,9116 432 6,0517 864 7,00618 682 7,3219 651 7,6420 690 7,00621 672 8,2822 651 6,9223 580 6,0524 690 7,9625 1026 8,26

Tabel 8. Kondisi Lingkungan

No. Parameter Metode/Alat

1. Temperatur udara

Termometer air raksa digantungkan pada salah satu ranting pohon dekat sungai,

dibiarkan beberapa menit, diamati suhu yang tertera dan bila telah stabil dicatat.

2. Temperatur airTermometer air raksa dicelupkan ke perairan, dibiarkan beberapa menit, diamati suhu yang

tertera dan bila telah stabil dicatat.

3. Arus

Botol apung dan stopwatch. Botol plastik diisi dengan air ½ atau sekitar 250 ml,

lemparlah botol tersebut ke badan sungai tepat tegak lurus dengan posisi Anda berdiri, bertepatan dengan jatuhnya botol ke sungai mulai dihitung waktu tempuh sepanjang 10

meter.

4. Substrat dasar sungaiAmatilah dasar sungai (batu, pasir, lumpur) dan perkirakan jenis substrat yang dominan.

5. pH airKertas pH universal dicelupkan ke sampel air sungai dan biarkan sampai kering. Kemudian

dibandingkan dengan skala.

6. Tipe tanahSebutkan tipe tanah anda: lumpur, pasir,

tanah, seresah.

7. pH tanahSampel tanah dari lokasi diukur pHnya

dengan menggunakan soiltester.

Tabel 9. Distribusi longitudinal Moluska

Spesies Hulu Tengah Hilir Pleurocera parvum + - -Fluminicola nuttaliana + - -Melanoides maculata + - +Pachychilus indiorum + - -Caspiohydrobia pavlovskii + - -Galba truncaluta - + -Anentome helena - + -Tarebia granifera - + -Melanoides punctata - + -Sulcospira testudinaria - + -Melanoides plicaria - + -Brotia insolafa - - +Brotia cosculata - - +Melanoides granifera - - +

Tabel 10. Kondisi Perairan

Parameter Lingkungan Hulu Tengah HilirTemperatur udara 28 30 30

Temperatur air 24 27 27Arus 1,83 m/s 1 1,21

Substrat yang dominan Batu dan pasir Tanah pasirBatu kecil dan

pasirpH 7 7 6

Tabel 11. Distribusi longitudinal Bambu

Spesies Hulu Tengah Hilir Gigantochloa atter + - -Dendrocalamus strictus  + - -Bambusa bambos  + - -Bambu hijau - - +Bambu kuning - - +Bambu tua - - +

Tabel 12. Kondisi Daratan

Parameter Lingkungan Hulu Tengah HilirTemperatur udara 28 30 30

Tipe tanah Pasir Tanah

berpasirTanah serasah

pH 6 5 6,5

Tabel 13. Lichen Indikator Pencemaran Udara

Karakteristik

Lichen

Hulu Tengah Hilir

Berapa warna yang

ada

3 1 biru 2 putih kehijauan

Berapa luas area

yang ditutupi lichen

12,75 cm2 25,12 cm2 1751,5 cm2

Adakah kerusakan

yang terlihat

Ada Ada Ada

B. Pembahasan

Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan wilayah yang dikelilingi dan

dibatasi oleh topografi alami berupa punggung bukit atau pegunungan, dimana

presipitasi yang jatuh di atasnya mengalir melalui titik keluar tertentu (outlet)

yang akhirnya bermuara ke danau atau laut. Batas‐batas alami DAS dapat

dijadikan sebagai batas ekosistem alam, yang dimungkinkan bertumpang‐tindih

dengan ekosistem buatan, seperti wilayah administratif dan wilayah ekonomi.

Komponen‐komponen utama ekosistem DAS, terdiri dari: manusia, hewan,

vegetasi, tanah, iklim, dan air. Masing‐masing komponen tersebut memiliki

sifat yang khas dan keberadaannya tidak berdiri‐sendiri, namun berhubungan

dengan komponen lainnya membentuk kesatuan sistem ekologis (ekosistem).

Di dalam mempelajari DAS, biasanya DAS dibagi menjadi hulu,

tengah, dan hilir.

1. DAS bagian hulu sebagai daerah konservasi, berkerapatan drainase tinggi,

memiliki kemiringan topografi besar, dan bukan daerah banjir. Bagian hulu

DAS merupakan kawasan perlindungan, khususnya perlindungan tata air,

yang keberadaannya penting bagi bagian DAS lainnya.

2. Adapun DAS bagian hilir dicirikan sebagai daerah pemanfaatan, kerapatan

drainase rendah, kemiringan lahan kecil, dan sebagian diantaranya

merupakan daerah banjir.

3. Daerah aliran sungai tengah merupakan transisi diantara DAS hulu dan

DAS hilir. Masing‐masing bagian tersebut saling berkaitan. Contoh

keterkaitan antara bagian hulu dengan hilir diantaranya adalah :

(a). bagian hulu mengatur aliran air yang dimanfaatkan oleh penduduk di

bagian hilir,

(b). erosi yang terjadi di bagian hulu menyebabkan sedimentasi dan banjir

di hilir, dan

(c). bagian hilir umumnya menyediakan pasar bagi hasil pertanian dari

bagian hulu.

Di seluruh dunia terdapat 75 genus dan 1.500 spesies bambu. Di Indonesia

sendiri dikenal ada 10 genus bambu, antara lain: Arundinaria, Bambusa,

Dendrocalamus, Dinochloa, Gigantochloa, Melocanna, Nastus, Phyllostachys,

Schizostachyum, dan Thyrsostachys. Bambu tergolong keluarga Gramineae

(rumput-rumputan) disebut juga Hiant Grass (rumput raksasa), berumpun dan

terdiri dari sejumlah batang (buluh) yang tumbuh secara bertahap, dari mulai

rebung, batang muda dan sudah dewasa pada umur 3-4 tahun. Batang bambu

berbentuk silindris, berbuku-buku, beruas-ruas berongga, berdinding keras, pada

setiap buku terdapat mata tunas atau cabang (Otjo dan Atmadja, 2006). Salah satu

jenis bambu yang sudah banyak dikenal dan sering dimanfaatkan oleh masyarakat

adalah bambu tali atau bambu apus. Bambu ini termasuk dalam genus

Gigantochloa, Berikut ini urutan klasifikasi bambu tersebut.

Tanaman bambu yang sering kita kenal umumnya berbentuk rumpun.

Padahal dapat pula bambu tumbuh sebagai batang soliter atau perdu. Tanaman

bambu yang tumbuh subur di Indonesia merupakan tanaman bambu yang

simpodial, yaitu batang-batangnya cenderung mengumpul didalam rumpun karena

percabangan rhizomnya di dalam tanah cenderung mengumpul (Agus dkk. 2006).

Batang bambu yang lebih tua berada di tengah rumpun, sehingga kurang

menguntungkan dalam proses penebangannya. Arah pertumbuhan biasanya tegak,

kadang-kadang memanjat dan batangnya mengayu. Jika sudah tinggi, batang

bambu ujungnya agak menjuntai dan daun-daunya seakan melambai. Tanaman ini

dapat mencapai umur panjang dan biasanya mati tanpa berbunga (Berlin dan Estu,

1995).

Akar rimpangnya yang terdapat dibawah tanah membentuk sistem

percabangan, dimana dari ciri percabangan tersebut nantinya akan dapat

membedakan asal dari kelopok bambu tersebut. Bagian pangkal akar ripangnya

lebih sempit dari pada bagian ujungnya dan setiap ruas mempunyai kuncup dan

akar. Kuncup pada akar rimpang ini akan berkembang menjadi rebung yang

kemudian memanjat dan akhirnya menghasilkan buluh (Widjaja, 2001). Batang-

batang bambu muncul dari akar-akar rimpang yang menjalar dibawah lantai.

Batang-batang yang sudah tua keras dan umumnya berongga, Universitas

Sumatera Utaraberbetuk silinder memanjang dan terbagi dalam ruas-ruas. Tinggi

tanaman bambu sekitar 0,3 m sampai 30 m. Diameter batangnya 0,25-25 cm dan

ketebalan dindingnya sampai 25 mm. Pada bagian tanaman terdapat organ-organ

daun yang menyelimuti batang yang disebut dengan pelepah batang. Biasanya

pada batang yang sudah tua pelepah batangnya mudah gugur. Pada ujung pelepah

batang terdapat perpanjangan tambahan yang berbetuk segi tiga dan disebut

subang yang biasanya gugur lebih dulu (Widjaja, 2001).

Tunas atau batang-batang bambu muda yang baru muncul dari permukaan

dasar rumpun dan rhizome disebut rebung. Rebung tumbuh dari kuncup akar

rimpang didalam tanah atau dari pangkal buluh yang tua. Rebung dapat dibedakan

untuk membedakan jenis dari bambu karena menunjukkan ciri khas warna pada

ujungnya dan bulu-bulu yang terdapat pada pepepahnya. Bulu pelepah rebung

umumnya hitam, tetapi ada pula yang coklat atau putih misalnya bambu cangkreh

(Dinochloa scandens), sementara itu pada bambu betung (Dendrocalamus

asper)rebungnya tertutup oleh bulu coklat (Widjaja, 2001). Tipe Pertumbuhan,

tanaman bambu menpunyai dua tipe pertumbuhan rumpun, yaitu simpodial

(clump type) dan monopodial (running type). Pada tipe simpodial tunas baru

keluar dari ujung rimpang. Sistem percabangan rhizomnya di dalam tanah

cenderung mengumpul dan tumbuh membentuk rumpun. Bambu tipe simpodial

tersebar di daerah tropik, seperti yang terdapat di Indonesia dan Malaysia. Pada

bambu tipe monopodial tunas bambu keluar dari buku-buku rimpang dan tidak

membentuk rumpun. Batang dalam satu rumpun menyebar sehingga tampak

Universitas Sumatera Utaraseperti tegakan pohon yang terpisah-pisah. Jenis

bambu ini biasanya ditemukan di daerah subtropis seperti di Jepang, Cina dan

Korea (Berlin dan Estu, 1995).

Pelepah buluh merupakan hasil modifikasi daun yang menempel pada

setiap ruas, yang terdiri atas daun pelepah buluh, kuping pelepah buluh dan

ligulanya terdapat antara sambungan antara pelepah daun daun pelepah buluh.

Pelepah buluh sangat penting fungsinya yaitu buluh ketika masih muda. Ketika

buluh tumbuh dewasa dan tinggi, pada beberapa jenis bambu pelepahnya luruh,

tetapi pada jenis lain ada pula yang pelepahnya tetap menempel pada buluh

tersebut, seperti pada jenis bambu talang (Schizostachyum brachycladum)

(Widjaja, 2001). Helai daun bambu mempunyai tipe pertulangan yang sejajar

seperti rumput, dan setiap daun mempunyai tulang daun utama yang menonjol.

Daunnya biasanya lebar, tetapi ada juga yang kecil dan sempit seperti pada bambu

cendani (Bambusa multiplex) dan bambu siam (Thyrsostachys siamensis). Helai

daun dihubungkan dengan pelepah oleh tangkai daun yang mungkin panjang atau

pendek. Pelepah dilengkapi dengan kuping pelepah daun dan juga ligula. Kuping

pelepah daun umumnya besar tetapi ada juga yang kecil atau tidak tampak. Pada

beberapa jenis bambu, kuping pelepah daunnya mempunyai bulu kejur panjang,

tetapi ada juga yang gundul (Widjaja, 2001).

Penggunaan bambu untuk industri atau kerajinan dewasa ini semakin

meningkat. Dengan demikian kebutuhan akan bambu juga semakin banyak.

Pemenuhan kebutuhan tersebut tidak hanya dapat sepenuhnya bergantung pada

yang telah ada sekarang. Untuk itu tanaman bambu perlu dibudidayakan secara

intensif, yakni dengan cara mengebunkannya, agar dapat menjamin ketersediaan

bahan baku dan kontinuitas produksi. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam

membudidayakan bambu adalah syarat-syarat tumbuh, perbanyakan tanaman,

persiapan tanaman, cara penanaman, dan pemilihan tanaman (Berlin dan Estu,

1995).

Pertumbuhan setiap tanaman tidak terlepas dari pengaruh kondisi

lingkungannya. Dengan demikian perlu diperhatikan faktor-faktor yang bekaitan

dengan syarat tumbuh tanaman bambu. Faktor lingkungan terebut meliputi jenis

iklim dan jenis tanah. Lingkungan yang sesuai dengan tanaman bambu adalah

yang bersuhu sekitar 8,8-36 derajat C. Bambu dapat tumbuh pada tanah yang

bereaksi masam dengan pH 3,5, dan umumnya menghendaki tanah yang pH nya

5,0 sampai 6,5. Pada tanah yang subur tanaman bambu akan tumbuh dengan baik

karena kebutuhan makanan bagi tanaman tersebut akan terpenuhi (Berlin dan

Estu, 1995). Pembibitan dilakukan untuk memperbanyak tanaman. Perbanyakan

tanaman ini dapat dilakukan dengan cara generatif dan vegetatif. Perbanyakan

dengan generatif adalah dengan bijinya. Penanaman bambu bisa dilakuan di

kebun, tanah yang latar, tepi sungai atau di pakarangan. Sebelum dilakukan

penanaman sebaiknya dilakukan persiapan lahan seperti pembersihan areal dari

semak belukar, bebatuan dan kotoran lain. Penanaman bambu sebainya dilakukan

pada musim penghujan dan bibit yang digunakan sebaiknya dalam keadaan segar.

Pada saat menanam bibit hendaknya ditambahkan pupuk buatan yaitu Urea, TSP

dan KCl, dengan perbandingan 3 : 2 : 1 sebaiknya 600 Kg/ha. Pupuk diberikan

melingkari tanaman karena rumpun akan tumbuh di sekeliling tanaman induknya.

Setelah itu tanah disekitar bibit dipadatkan dan ditinggikan sekitar 5 – 10 cm

(Berlin dan Estu, 1995).

Tanaman bambu di Indonesia ditemukan mulai dari dataran rendah sampai

pegunungan. Pada umumnya ditemukan di tempat-tempat terbuka dan daerahnya

bebas dari genangan air. Tanaman bambu hidup merumpun, mempunyai ruas dan

buku. Pada setiap ruas tumbuh cabang-cabang yang berukuran jauh lebih kecil.

Pada ruas-ruas ini tumbuh akar-akar sehingga pada bambu dimungkinkan untuk

memperbanyak tanaman dari potongan-potongan ruasnya, disamping tunas-tunas

rumpunnya. Selain memiliki nilai ekonomi yang tinggi tanaman bambu juga dapat

sebagai salah satu kantong penyerap air, akar-akar pada bambu sangat baik dalam

hal menahan dan menjaga ketersediaan air dalam tanah (Soekartawi, 1995).

Pemanfaatan Tanaman Bambu, merupakan hasil hutan non kayu yang potensial

untuk dikembangkan menjadi sumber bahan baku industri. Di bidang kehutanan

tanaman bambu dapat meningkatkan kualitas hutan yang selama ini menjadi

bahan baku industri perkayuan nasional melalui substitusi atau keanekaragaman

bahan baku, mengingat potensi hutan kayu semakin langka sedangkan industri

sudah telanjur ada dengan kapasitas besar, maka tuntutan pemenuhan bahan baku

industri kehutanan menjadi agenda prioritas penyelamat aset kehutanan nasional

(Otjo dan Atmadja, 2006). Secara tradisional umumnya bambu dimanfaatkan

untuk berbagai keperluan seperti alat-alat rumah tangga, kerajinan tangan dan

bahan makanan. Sebagai bahan bangunan banyak dipakai didaerah pedesaan,

sedangkan di kota bambu merupakan bahan penting untuk rumah murah,

bangunan sementara dan untuk banguan bertingkat (Widjaja, 1994).

Bambu merupakan tanaman yang sangat bermanfaat bagi kehidupan

ekonomi masyarakat. Sampai saat ini bambu sudah dimanfaatkan sangat luas,

mulai dari penggunaan teknologi yang paling sederhana sampai pemanfaatan

teknologi tinggi pada skala industri. Pemanfaatan di masyarakat umumnya untuk

kebutuhan rumah tangga dan dengan teknologi sederhana, sedangkan untuk

industri biasanya ditujukan untuk orientasi ekspor. Pemanfaatan bambu yang

dilakukan dengan mengunakan teknologi paling sederhana hingga teknologi tinggi

diantaranya adalah: bambu lapis, bambu lamina, papan semen, arang bambu, pulp,

kerajinan dan handicraft, supit, furniture dan perkakas rumah tangga, komponen

bangunan dan rumah, sayuran dan bahan alat musik tradisional (Batubara, 2002).

Konsumen barang-barang kerajinan bambu tidak hanya di dalam negeri.

Masyarakat mancanegara juga meminatinya karena kenaturalan dan

kecantikannya. Hasil kerajinan bambu di Indonesia dapat dengan mudah kita

peroleh karena kerajinan bambu banyak sekali dijajakan dikaki lima atau pinggir

jalan, selain itu di pasar swalayan pun, kerajinan bambu dapat ditemukan. Aneka

produk Bambu Berkah misalnya, dapat dijumpai di Plaza Indonesia di jantung

kota Jakarta (Duryatmo, 2000). Akar tanaman bambu dapar berfungsi sebagai

penahan erosi guna mencegah bahaya kebanjiran. Akar bambu juga dapat

berperan dalam menanganai limbah beracun akibat keracunan merkuri. Bagian

tanaman ini menyaring air yang terkena limbah tersebut melalui serabut-serabut

akarnya (Berlin dan Estu, 1995). Secara geris besar pemanfaatan batang bambu

dapat diglongkan kedalam dua hal yaitu:

1. Berdasarkan bentuk bahan baku, yaitu

a. Bambu yang masih dalam keadaan bulat, umumnya digunakan untuk tiang

pada bangunan rumah sederhana.

b. Bambu yang sudah dibelah, umumnya digunakan untuk dinding rumah,

rangka atap (yang terbuat dari ijuk atau rumbia), simpit, kerajinan tangan

dan lain sebagainya.

c. Gabungan bambu bulat dan sudah dibelah serta serat bambu, umumnya

digunakan untuk aneka kerajinan tangan, misalnya keranjang, kursi, meja,

dan lain-lain.

2. Berdasarkan penggunaan akhir yaitu untuk konstruksi dan non konstruksi.

Daun bambu dapat digunakan sebagai alat pembungkus, misalnya

makanan kecil seperti uli dan wajik. Selain itu didalam pengobatan tradisional

daun bambu dapat dimanfaatkan untuk mengobati deman panas pada anak-anak.

Hal ini disebabkan karena daun bambu mengandung zat yang bersifat

mendinginkan (Berlin dan Estu, 1995). Rebung dapat di manfaatkan sebagai

bahan pangan yang tergolong kedalam jenis sayur-sayuran. Tidak semua jenis

bambu dapat dimanfaatkan rebungnya untuk bahan pangan, karena rasanya yang

pahit. Menurut beberapa pengusaha rebung bambu yang rebungnya enak dimakan

diantaranya adalah bambu betung (Berlin dan Estu, 1995).

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan di daerah Hulu, diperoleh 3

jenis bambu yaitu, Gigantochloa atter, Dendrocalamus strictus (Roxb) dan

Bambusa bambos (L) Voss.

Sinonim : Bambusa thouarsii Kunth

Perawakan : Rumpun bambu jawa tegak dan rapat.

Buluh : Buluh lurus dengan akar udara dari node, tinggi bisa mencapai 22

m, panjang bisa mencapai 50 cm, berdinding tipis, diameter 5-10 cm, tebal 8 mm.

Percabangan jauh diatas permukaan tanah, termasuk Un equal (percabangan tidak

sama) Daun, Pelepah Buluh & Rebung. Daun gundul, kuping plepah buluh kecil,

ligula rata tinggi kurang 2 mm dan gundul. Pelepah buluh : Tertutup bulu hitam,

mudah luruh, kuping pelepah buluh membulat dengan ujung melengkung keluar,

daun pelepah buluh berketuk balik dan menyegi tiga. Rebung : Rebung berwarna

hijau hingga keunguan tertutup bulu hitamSebaran : Dunia Asia Tenggara,

dikepulauan Sunda kecil tersebar di Pulau Lombok hingga Pulau

Manfaat : Bambu Jawa ini banyak digunakan untuk Mebel, Konstruksi,

Alat-alat musik , penenunan serta Kerajinan

- Bambu Jawa (Gigantochloa atter)

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

 Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil)

Sub Kelas : Commelinidae

Ordo : Poales

Famili : poaceae (suku rumput-rumputan)

Genus : Gigantochloa

Spesies : Gigantochloa atter (Hassk) Kurz ex Munro (Berlin dan Estu,

1995).

Dalam pengelompokannya, bambu termasuk kedalam salah satu jenis

rumput-rumputan. Menurut Sutarno (1996) bambu adalah tumbuhan yang

batangnya berbentuk buluh, beruas, berbuku-buku, berongga, mempunyai cabang;

berimpang dan mempunyai daun buluh yang menonjol. Klasifikasi bambu

Dendrocalamus strictus (Roxb) sebagai berikut :

- Bambu Batu Dendrocalamus strictus (Roxb)

Klasifikasi

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil)

Sub Kelas : Commelinidae

Ordo : Poales

Famili : Poaceae (suku rumput-rumputan)

Genus : Dendrocalamus

Spesies : Dendrocalamus strictus (Roxb)

- Bambu Duri Bambusa bambos (L) Voss

Sinonim Bambusa spinosa Bl.

Arendo bambos L

Bambusa arundinaceaI (Retz) Willd

Nama umum

Indonesia: Bambu duri, pring ori (Jawa)

Klasifikasi

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil)

Sub Kelas : Commelinidae

Ordo : Poales

Famili : poaceae (suku rumput-rumputan)

Genus : Bambusa

Spesies : Bambusa bambos (L) Voss

Berdasarkan praktikum kelompok kami (kelompok 3) bagian Hulu

diperoleh 5 jenis moluska yaitu Pleurocera parvum, Fluminicola nuttaliana,

Melanoides maculate, Pachychilus indiorum dan Caspiohydrobia pavlovskii.

Beberapa moluska lain juga ditemukan didaerah tengah dan hilir.

Menurut Keep (1887) klasifikasi Fluminicola nuttaliana adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Phylum : Mollusca

Class : Gastropoda

Order : Neotaenioglossa 

Family : Hydrobiidae

Genus : Fluminicola

Spesies : Fluminicola nuttaliana

Menurut Born (1780) klasifikasi Melanoides maculata adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Phylum : Mollusca

Class : Gastropoda

Order : Sorbeoconcha

Family : Thiaridae

Genus : Melanoides

Spesies : Melanoides maculata

Menurut Hershler (1996) klasifikasi Caspiohydrobia pavlovskii adalah sebagai

berikut:

Kingdom : Animalia

Phylum : Mollusca

Class : Gastropoda

Order : Littorinimorpha

Family : Hydrobiidae

Genus : Caspiohydrobia

Spesies : Caspiohydrobia pavlovskii

Menurut Lea (1862) klasifikasi Pleurocera parvum adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Phylum : Mollusca

Class : Gastropoda

Order : Sorbeoconcha

Family : Pleuroceridae

Genus : Pleurocera

Spesies : Pleurocera parvum

Menurut Fischer (1892) klasifikasi Pachychilus indiorum adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Phylum : Mollusca

Class : Gastropoda

Order : Cerithiodea

Family : Pachychilidae

Genus : Pachychilus

Spesies : Pachychilus indiorum

Menurut Muller (1774) klasifikasi Galba trubcatula adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Phylum : Mollusca

Class : Gastropoda

Family : Lymnaeidae

Genus : Galba

Spesies : Galba trubcatula

Menurut Muller (1774) klasifikasi Anentome helena adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Phylum : Mollusca

Class : Gastropoda

Family : Buccinidae

Genus : Anentome

Spesies : Anentome helena

Menurut Lamarck (1882) klasifikasi Tarebia granifera adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Phylum : Mollusca

Class : Gastropoda

Family : Thiaridae

Genus : Tarebia

Spesies : Tarebia granifera

Menurut Troschel (1858) klasifikasi Sulcospira testudinaria adalah sebagai

berikut:

Kingdom : Animalia

Phylum : Mollusca

Class : Gastropoda

Family : Pachychilidae

Genus : Sulcospira

Spesies : Sulcospira testudinaria

Menurut Born (1780) klasifikasi Melanoides plicaria adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Phylum : Mollusca

Class : Gastropoda

Family : Thiaridae

Genus : Melanoides

Spesies : Melanoides plicaria

Menurut Von Dem Busch (1842) klasifikasi Brotia insolafa adalah sebagai

berikut:

Kingdom : Animalia

Phylum : Mollusca

Class : Gastropoda

Order : Mesogastropoda

Family : Thiaridae

Genus : Brotia

Spesies : Brotia insolafa

Menurut Von Dem Busch (1842) klasifikasi Brotia costulata adalah sebagai

berikut:

Kingdom : Animalia

Phylum : Mollusca

Class : Gastropoda

Order : Mesogastropoda

Family : Thiaridae

Genus : Brotia

Spesies : Brotia costulata

Menurut Born (1780) klasifikasi Melanoides granifera adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Phylum : Mollusca

Class : Gastropoda

Family : Thiaridae

Genus : Melanoides

Spesies : Melanoides granifera

Galba truncatula mempunyai panjang badan 5-10 mm dan lebar badan

2,5-6 mm.Galba truncatula dapat menempati habitat air tawar baik sementara atau

permanen. Spesies ini umumnya ditemukan pada air sumur yang dangkal, rawa-

rawa, kolam, danau, sungai dan selokan air. Dalam badan air yang lebih besar,

dapat ditemukan di tepi antara air dan tanah, kadang-kadang di luar lapisan air di

atas lumpur. Galba truncatula bisa sangat berlimpah, dengan kepadatan yang

tinggi di lingkungan manusia. Galba truncatula adalah organisme amfibi dan

dapat bertahan periode kering yang panjang. Hal ini disebabkan oleh

kemampuannya yang tinggi dalam aestivate selama kondisi kekeringan. Hal ini

diketahui bahwa Galba truncatula bisa bertahan 6 minggu menjadi 4,5 bulan dari

periode kering dalam tahap aestivated lumpur. Spesies ini membutuhkan pH basa

(pH berkisar 7,0 hingga 9,6) (Muller, 1774).

Panjang maksimum Tarebia granifera adalah dari 18,5 mm.

Spesies ini memiliki ulir tubuh coklat pucat dan puncak menara gelap badan

berwarna coklat gelap untuk seluruhnya hampir hitam . Tarebia granifera terjadi

di sungai dan sungai di ketinggian 983 m tetapi bahwa sungai itu konsisten di atas

24 ° C menunjukkan suhu yang mungkin menjadi penentu penting dari distribusi.

Tarebia granifera akan mati pada suhu 7 ° C di akuarium, tetapi spesies ini tidak

hidup di suhu air di bawah 10 ° C di alam liar (Butler, 1980).

Fluminicola nuttaliana mempunyai panjang badan 7,0-11,2 mm; lebar 4,0-

4,5mm, tubuh berulir cembung, pinggiran bawah bergaris tengah, permukaan

dorsal rata. Radial struktur garis pertumbuhan kuat. Berwarna coklat atau

kemerahan. Ditemukan di anak sungai besar dan pada permukaan atas yang stabil,

batu batu dan singkapan batuan, di air yang relatif dangkal. Spesies membutuhkan

air dingin dengan kandungan oksigen yang tinggi, sehingga tidak ditemukan

belakang impoundments, atau di mana air hangat, lambat, nutrisi yang diperkaya

atau keruh. Melanoides maculata tersebar luas di seluruh wilayah Pasifik Indo-

Barat antara Indo-Melayu Nusantara dan Jepang (T. von Rintelen, 2010). Spesies

ini hidup dihabitat sungai yang dangkal. Caspiohydrobia pavlovskii mempunyai

panjang maksimal 18 -25 mm dan lebar 3-7 mm. Spesies ini dikenal dari sedimen

sungai dekat desa Lyaur, Dangarinsky daerah, di Tajikistan, namun itu hanya

dikenal dari cangkang kosong (M. Vinarski, 2010). Spesies ini juga dikenal dari

Laut Aral, hingga kedalaman 21 m pada berbagai subtrat.

Pachychilus indiorum siput air tawar dengan distribusi di seluruh dunia di

daerah tropis. Perwakilan ditemukan di Amerika Selatan dan Tengah, Afrika,

Madagaskar, Selatan dan Asia Tenggara dan tropis Australia. Spesies ini memiliki

operkulum yang konsentris dan multispiral. Melanoides plicaria merupakan

moluska yang biasa ditemukan pada perairan tergenang atau mengalir terutama

berdasar lumpur dan dapat dijumpai sampai pada tempat dengan ketinggian 1400

meter dari permukaan laut (Djajasasmita, 1999). Anentome helena adalah siput

kerucut kecil di Asia, yang tidak melebihi 1,5 sampai 2 cm panjangnya, hidup di

air tawar, dan shell tebal adalah livery dua-nada yang indah, cahaya kuning atau

krem dengan garis-garis hitam lebih atau kurang lebar. Semacam tabung,

menyedot, yang jelas ketika bergerak siput, yang berfungsi untuk menarik air dan

memasukkannya ke dalam rongga tubuh yang digunakan sebagai organ

penciuman, peringkat di antara spesies Neogastropoda. Sulcospira testudinaria

merupakan jenis keong air tawar yang umumnya hidup didaerah sungai atau

saluran irigasi sawah. Sulcospira testudinaria tersebar di wilayah Jawa Barat,

Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

Melanoides granifera Merupakan gastropoda (siput) air tawar. Cangkang

tumpul samapai konus memenjang, spire meninggi dan lebar pada whorl terakhir.

Warna kekuningan sampai hijau zaitun atau coklat, terdapat 1-3 uliran (belang)

spiral merah bata, satu belang dibawah sutura, satu di peripheral dan satu di

daerah umbilukus. Brotia cosculata merupakan spesies yang hidup di berbagai

perairan, baik yang tenang maupun yang berarus lambat atau deras,terutama

terdapat pada dasar yang berlumpur. Brotia insolita merupakan spesies yang

hidup melekat pada batu, berarus lambat dan tenang (Djajasasmita 1999).

Distribusi spesies bambu yang ditemukan daerah hulu, tengah dan hilir

berbeda-beda. Berdasarkan distribusi longitudinal bambu jenis Gigantochloa

atter, Dendrocalamus strictus, Bambusa bambos hanya terdapat di hulu, bambu

jenis Bambu hijau, Bambu kuning, Bambu tua hanya terdapat di hilir, di tengah

terdapat Bambu Ampel, Bambu Gombong dan Bambu Tali. Bambu tergolong

anggota rumput-rumputan yang menunjukkan perbedaan dari 4 kerabatnya.

Bambu mampu mencapai tinggi sampai derngan 30 meter, dilengkapi dengan

batang yang memiliki ruas-ruas, dengan daun yang rimbun, memiliki warna hijau,

hitam dan kuning. Karena keindahannya sering dimanfaatkan sebagai elemen hias

taman. Bambu banyak tumbuh di datarn yang beriklim tropis, termasuk di

Indonesia. Kegunaan bambu sebagai alat kebutuhan banyak ditemukan

diantaranya, meja, kursi, tusuk gigi, tirai, berbagai jenis wadah, topi dan

sebagainya ( Duryatmo, 2000 ).

Tanaman bambu dijumpai tumbuh mulai dari dataran rendah sampai

dataran tinggi 100 – 2200 m di atas permukaan laut. Walaupun demikian tidak

semua jenis bambu dapat tumbuh dengan baik pada semua ketinggian tempat,

namun pada tempat-tempat yang lembab atau pada tempat yang kondisi curah

hujannya tinggi dapat mencapai pertumbuhan terbaik, seperti ditepi Sungai,

ditebing-tebing yang curam. Tempat-tempat yang disenangi, umur tanaman 4

tahun perumpunan sudah dapat terjadi secara normal dimana jumlah rumpun

sudah dapat mecapai 30 batang dengan diameter rata-rata di atas 7 cm. Umumnya

tanaman bambu dapat tumbuh dengan baik dan tersebar dimana-mana, walaupun

dalam pertumbuhannya dapat dipengaruhi oleh keadaan iklim. Unsur-unsur iklim

meliputi sinar matahari, suhu, curah hujan dan kelembaban. Tempat yang disukai

tanaman bambu adalah lahan yang terbuka dimana sinar matahari dapat langsung

memasuki celah-celah rumpun sehingga proses fotosintesis dapat berjalan lancar,

selain itu juga dapat mencegah tumbuhnya cendawan yang akan mengganggu

kesuburan tanaman bambu dan dapat berakibat merubah warna bambu tersebut

menjadi kurang baik. Semakin basah type iklim makin banyak jenis bambu yang

dapat tumbuh. Ini disebabkan karena tanaman bambu termasuk tanaman yang

banyak membutuhkan air yaitu curah hujan minimal 1020 mm/tahun dan

kelembaban minimum 76%.Pen Penentuan zona dalam ekosistem terestrial

ditentukan oleh temperatur dan curah hujan.

Distribusi penyebaran gastropoda air tawar ini umumnya meliputi daerah

yang sangat luas, mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi yang

mempunyai ketinggian 2.000 m dpl (Pennak, 1978). Berdasarkan perbandingan

distribusi longitudinal moluska jenis Pleurocera parvum, Fluminicola nuttaliana,

Melanoides maculate, Pachychilus indiorum, Caspiohydrobia pavlovskii hanya

terdapat di hulu, moluska jenis Melanoides maculat, Brotia insolafa, Brotia

cosculata, Melanoides granifera hanya terdapat di hilir, moluska jenis Galba

truncaluta, Anentome Helena, Tarebia granifera, Melanoides punctata,

Sulcospira testudinaria, Melanoides plicaria hanya terdapat di tengah.

Gastropoda air tawar meliputi keluarga siput yang menempati hampir semua tipe

air tawar seperti kolam, sungai kecil, sungai besar hingga danau. Beberapa habitat

dapat dihuni oleh salah satu atau dua spesies saja, sedangkan lainnya dapat dihuni

oleh beberapa spesies (Pennak, 1978). Pola penyebaran gstropoda air tawar ini,

banyak ditentukan oleh toleransi dari jenis gastropoda tersebut terhadap

lingkungannya. Pleurocera parvum, Fluminicola nuttaliana, Melanoides

maculate, Pachychilus indiorum , Caspiohydrobia pavlovskii spesies jenis ini

hidup di hulu karena daerah hulu dicirikan oleh: daerah konservasi, mempunyai

kecepatan drainase lebih tinggi, merupakan daerah dengan kemiringan lereng

besar (> 15%), bukan merupakan daerah banjir, pengaturan pemakaian air

ditentukan oleh pola drainase.

Brotia insolafa , Brotia cosculata, Melanoides granifera Galba truncaluta,

Anentome helena, Tarebia granifera, Melanoides punctata, Sulcospira

testudinaria, Melanoides plicaria spesies jenis ini terdapat di hilir karena daerah

hilir DAS dicirikan oleh: daerah pemanfaatan, kerapatan drainase lebih kecil,

merupakan daerah dengan kemiringan lereng kecil sampai dengan sangat kecil (<

8%), pada beberapa tempat merupakan daerah banjir (genangan), pengaturan

pemakaian air ditentukan oleh  bangunan irigasi. Daerah hulu-hilir suatu DAS

memiliki keterkaitan biofisik, contohnya aktivitas perubahan tataguna lahan dan

atau pembuatan bangunan konservasi yang dilaksanakan di daerah hulu DAS

tidak hanya akan memberikan dampak di daerah dimana kegiatan itu berlangsung

(hulu DAS), tetapi juga akan menimbulkan dampak di daerah hilir dalam bentuk

perubahan fluktuasi debit dan transport sedimen serta material terlarut dalam

sistem aliran air lainnya. Galba truncaluta, Anentome helena, Tarebia granifera,

Melanoides punctata, Sulcospira testudinaria, Melanoides plicaria spesies jenis

ini hidup di hilir karena daerah aliran sungai bagian tengah merupakan daerah

transisi dari daerah hulu dan hilir .

Berdasarkan hasil praktikum yang dilakukan, diproleh perbandingan tipe

pemanfaatan lahan sungai bagian hulu, tengah, dan hilir yaitu: Bagian hulu

banyak dimanfaatkan untuk mandi dan mencuci. Bagian tengah sungai banyak

dimanfaatkan sebagai tempat kegiatan kerumahtanggaan dan penambangan pasir.

Bagian hilir sungai banyak dimanfaatkan sebagai tempat penanaman pisang, alba,

singkong, dan tanaman obat oleh masyrakat. Aktivitas masyarakat disekitar

sungai bagian tengah digunakan untuk mencuci, penambangan pasir, memancing,

membuang sampah, dan mandi. Aktivitas masyarakat yang membedakan antara

bagian hilir sungai dengan bagian yang lain adalah mengambil rumput.

Berdasarkan hasil praktikum yang dilakukan, diproleh perbandingan

komponen abiotik dan biotik sungai bagian hulu, tengah, dan hilir yaiyu:

Komponen abiotik pada bagian hulu terdapat juga pada bagian tengah dan hilir

sungai. Komponen abiotik pembeda pada bagian tengah sungai yaitu batu,

serasah, pecahan genteng, sampah, tanah berpasir, kaleng, baju, seng, pipa

paralon, beling, ember, baterai, botol, pecahan keramik dan layangan. Komponen

abiotik pembeda pada bagian hilir sungai yaitu pasir, kayu dan sampah.

Komponen biotik pada bagian hulu yang tidak ada dibagian tengah dan hilir

sungai yaitu anggang-anggang, kadal, kepiting, ikan, laba-laba, jamur, capung,

nyamuk, keong, ulet, laron, dan kodok. Komponen biotik pada bagian hilir yang

tidak ada dibagian hulu dan hilir sungai yaitu moluska, ikan, entok, ayam, cicak,

nyamuk, tanaman air, kucing, anjing, tumbuhan paku. Komponen biotik pada

bagian hilir yang tidak ada dibagian hulu dan tengah sungai yaitu rumput liar,

kunyit-kunyitan, putri malu, paku-pakuan, ulat, lebah, keong, siput, kepiting, jahe,

dan ayam.

Berdasarkan hasil praktikum yang dilakukan, diproleh perbandingan

komponen penyusun ekosistem sungai bagian hulu, tengah, dan hilir yaitu:

Komponen penyusun produser pada sungai bagian hulu adalah pohon, lumut dan

bambu. Komponen penyusun prosedur pada sungai bagian tengah sungai adalah

pohon bambu, pohon pisang, tanaman air, pohon talas, pohon kelapa, pohon

manga, lumut dan tumbuhan paku. Komponen penyusun produser pada bagian

hilir sungai adalah pohon pisang, pohon kelapa, putri malu, rumput liar, pohon

aren, paku-pakuan, bambu, pohon salak, jahe, kunyit-kunyitan, pohon alba dan

pohon alba. Makro-konsumer tingkat I pada bagian hulu adalah kupu-kupu, keong

mas, ikan kecil, dan kepiting; pada bagian tengah sungai adalah moluska, burung

dara, burung pipit, kupu-kupu, dan belalang; dan pada bagian hilir sungai adalah

ulat, semut, siput, keong, dan belalang. Makro-konsumer tingkat II pada bagian

hulu sungai adalah ikan besar dan kadal; pada bagian tengah sungai adalah anjing

dan kucing; dan pada bagian hilir sungai ayam dan kepiting. Komponen penyusun

dekomposer pada bagian hulu, tengah dan hilir sungai adalah cacing. Pembeda

pada bagian hulu adalah jamur.

Lichen dapat digunakan sebagai indicator pencemaran SO2. Lichen

didaerah tercemar jumlahnya sedikit dan berwarna putih dan area yang dihuni

mengecil. Pada daerah hulu belum tercemar dibandingkan dengan daerah hilir.

Pembeda Hulu Tengah Hilir

Jumlah lichen Banyak Sedang Sedikit

Luas area Lebar Sedang Sempit

Kemiringan Curam Agak landai landai

Arus Deras Agak deras Tenang

Volume air Sedikit Agak banyak Banyak

Kedalaman Dangkal Agak dangkal Dalam

Substrat Batu besar Kerikil Pasir dan lumpur

Acara VII: Predasi

Predator : Eurasia Sparrowhawks (Accipiter nisus)

Yang dimangsa : Redshanks/Trinil Kaki Merah (Tringa totanus)

Mekanisme predasi : Serangan Sparrowhawks terlihat pada 288 hari yang terpisah lebih dari 9 musim dingin (2.5 ± 0.3 serangan per hari terekam untuk setiap hari rekaman tercatat). Serangan didefinisikan sebagai penerbangan yang cepat diarahkan menuju kawanan atau seekor burung. ‘Pembunuhan’ didefinisikan ketika raptor menangkap trinil kaki merah. Untuk setiap serangan, ukuran kawanan dan jarak dari predetor disembunyikan dan ditutupi bila hal tersebut memungkinkan. Kawanan didefinisikan sebagai sekelompok burung yang paling dekat dengan sesama jaraknya <25 m dan kurang dari sepersepuluh dari jarak antara kelomok, dengan jarak antar kelompok selalu >25 m, dan bervariasi pada ukuran 1 sampai 200 burung. Penanda ditempatkan secara berkala di sekitar saltmarsh untuk memfasilitasi perkiraan jarak. Karena kawanan trinil kaki merah sedang dipelajari, ukuran kawanan dan jarak untuk menutupi dicatat sebelum serangan. Secara keseluruhan, terlihat serangan kejutan oleh 441 sparrowhawks (dimana sparrowhawks menyerang langsung dari persembunyiannya) dimana jarak untuk bersembunyi yang akurat dapat menangkap 71.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Tipe pemanfaatan lahan sungai bagian hulu, tengah, dan hilir yaitu:

Bagian hulu banyak dimanfaatkan untuk mandi dan mencuci. Bagian

tengah sungai banyak dimanfaatkan sebagai tempat kegiatan

kerumahtanggaan dan penambangan pasir. Bagian hilir sungai banyak

dimanfaatkan sebagai tempat penanaman pisang, alba, singkong, dan

tanaman obat oleh masyrakat. Komponen biotik pada bagian hulu yang

tidak ada dibagian tengah dan hilir sungai yaitu anggang-anggang,

kadal, kepiting, ikan, laba-laba, jamur, capung, nyamuk, keong, ulet,

laron, dan kodok. Komponen biotik pada bagian hilir yang tidak ada

dibagian hulu dan hilir sungai yaitu moluska, ikan, entok, ayam, cicak,

nyamuk, tanaman air, kucing, anjing, tumbuhan paku. Komponen

biotik pada bagian hilir yang tidak ada dibagian hulu dan tengah

sungai yaitu rumput liar, kunyit-kunyitan, putri malu, paku-pakuan,

ulat, lebah, keong, siput, kepiting, jahe, dan ayam.

2. Kekayaan spesies bambu di daerah Hulu, diperoleh 3 jenis bambu

yaitu, Gigantochloa atter, Dendrocalamus strictus (Roxb) dan

Bambusa bambos (L) Voss. Berdasarkan distribusi longitudinal bambu

jenis Gigantochloa atter, Dendrocalamus strictus, Bambusa

bambos hanya terdapat di hulu, bambu jenis Bambu hijau, Bambu

kuning, Bambu tua hanya terdapat di hilir, di tengah terdapat Bambu

Ampel, Bambu Gombong dan Bambu Tali.

3. Diperoleh 5 jenis moluska yaitu Pleurocera parvum, Fluminicola

nuttaliana, Melanoides maculate, Pachychilus indiorum dan

Caspiohydrobia pavlovskii. Berdasarkan perbandingan distribusi

longitudinal moluska jenis Pleurocera parvum, Fluminicola

nuttaliana, Melanoides maculate, Pachychilus indiorum,

Caspiohydrobia pavlovskii hanya terdapat di hulu, moluska jenis

Melanoides maculat, Brotia insolafa, Brotia cosculata, Melanoides

granifera hanya terdapat di hilir, moluska jenis Galba truncaluta,

Anentome Helena, Tarebia granifera, Melanoides punctata, Sulcospira

testudinaria, Melanoides plicaria hanya terdapat di tengah.

Pleurocera parvum, Fluminicola nuttaliana, Melanoides maculate,

Pachychilus indiorum , Caspiohydrobia pavlovskii. Brotia insolafa ,

Brotia cosculata, Melanoides granifera Galba truncaluta, Anentome

helena, Tarebia granifera, Melanoides punctata, Sulcospira

testudinaria, Melanoides plicaria spesies jenis ini terdapat di hilir.

4. Komunitas suatu organisme dipengaruhi oleh beberapa faktor,

diantaranya yaitu, arus, kemiringan, substrat, habitat, pH dan suhu.

B. Saran

Pada saat melakukan praktikum lapangan di bagian hulu, hilir dan

tengah seharusnya lebih banyak lagi mencari komunitas moluska dan

bambunya agar dapat hasil yang sesuai dengan pustaka.

DAFTAR PUSTAKA

Batubara, R. 2002. Pemanfaatan Bambu di Indonesia. Digitized by USU Digital Library.

Berlin, N. V. A., dan Estu, R. 1995. Jenis dan Prospek Bisnis Bambu. Penebar Swadaya. Jakarta.

Djajasasmita, M. 1999. Keong dan Kerang Sawah. Penerbit Puslitbang Biologi-LIPI.

Duryatmo, S. 2000. Wirausaha Kerajinan Bambu. Puspa Swara. Jakarta.

Fischer P. & Crosse H. (19 November 1892). "Mission scientifique au Mexique et dans l'Amérique Centrale". Recherches zoologiques, Partie 7, 2(13): 313.

Hawkes et al. 2001 diacu dalam Hamilton A dan Hamilton P 2005.

Hershler, R. 1998. A systematic review of the Hydrobiid snails (Gastropoda: Rissooidea) of the Great Basin, Western United States. Part I. Genus Pyrgulopsis. The Veliger 41 (1):1-132.

Hershler, R. 1999. A systematic review of the Hydrobiid snails (Gastropoda: Rissooidea) of the Great Basin, Western United States. Part II. Genera Colligyrus, Eremopyrgus, Fluminicola, Pristinicola, and Tryonia. The Veliger 42(4): 306:337.

Hershler, R., M. Mulvey, and H. Liu. 1999. Biogeography in the Death Valley region: Evidence From Springnails (Hydrobiidae: Tyronia). Zoological Journal of the Linnean Society 126: 335-354.

Hershler, R., and D. W. Sada. 2002. Biogeography of Great Basin Aquatic Snails of the Genus Pyrgulopsis. Pages 255-276 in R. Heshler, D. B. Madsen, and D. R. Curreu (eds.). Great Basin Aquatic Systems History. Smithsonian Contributions to the Earth Sciences, Number 33. 405pp.

Van Benthem Jutting, W. S. S. 1990. Systematics Studies on the Non-Marine Mollusca of the Indo-Australian Archipelago. Treubia Vol 23 Part 2. Zoologicum Museum: Amsterdam

Müller, O. F. 1774. Vermium terrestrium etfluviatilium, sen animalium infusoriorum, helminthicorum, et testaceorum, non marinorum, succincta historia, Vol. 2, Testacea. Havnie et Lipsiae. 214 pp.

Otjo dan Atmadja, 2006. Bambu, Tanaman Tradisional Yang Terlupakan. http://www.freelists.org/archives/ppi/09-2006/msg00010.html.

Pennak RW. 1989. Fresh-Water Invertebrates of the United States. Protozoa to Mollusca. Third Edition. John Wiley & Sons, Inc. New York.

Sutarno, haryadi, hadi., setyati, sri. 1996. Budidaya bambu guna meningkatkan produktivitas lahan. Bogor. Yayasan Prosea.

Widjaja EA. 2001. Identikit Jenis-Jenis Bambu di Jawa. Bogor: Puslitbang Biologi-LIPI.