lap akhir prak karmat2 fadli

86
Laporan Akhir Praktikum Karakterisasi Material 2 Mohammad Fadli 0806331771 BAB I: Laporan Awal Metalografi dan HST A. Preparasi/Persiapan Sampel 1. Mounting 1.1 Tujuan Percobaan Percobaan bertujuan untuk menempatkan sampel pada suatu media, untuk memudahkan penanganan sampel yang berukuran kecil dan tidak beraturan tanpa merusak sampel. 1.2 Dasar Teori Spesimen yang berukuran kecil atau memiliki bentuk yang tidak beraturan akan sulit untuk ditangani khususnya ketika dilakukan pengamplasan dan pemolesan akhir. Sebagai contoh adalah spesimen yang berupa kawat, spesimen lembaran metal tipis, potongan yang tipis, dll. Untuk memudahkan penanganannya, maka spesimen-spesimen tersebut harus ditempatkan pada suatu media (media mounting). Secara umum syarat-syarat yang harus dimiliki bahan mounting adalah : Bersifat inert (tidak bereaksi dengan material maupun zat etsa) Sifat eksoterimis rendah Viskositas rendah Penyusutan linier rendah Sifat adhesi baik Memiliki kekerasan yang sama dengan sampel Page 1 of 86

Upload: mohammad-fadli

Post on 24-Dec-2014

5.867 views

Category:

Education


5 download

DESCRIPTION

 

TRANSCRIPT

Page 1: Lap akhir prak karmat2 fadli

Laporan Akhir Praktikum Karakterisasi Material 2 Mohammad Fadli 0806331771

BAB I: Laporan Awal Metalografi dan HST

A. Preparasi/Persiapan Sampel

1. Mounting

1.1 Tujuan Percobaan

Percobaan bertujuan untuk menempatkan sampel pada suatu media, untuk memudahkan

penanganan sampel yang berukuran kecil dan tidak beraturan tanpa merusak sampel.

1.2 Dasar Teori

Spesimen yang berukuran kecil atau memiliki bentuk yang tidak beraturan akan sulit untuk

ditangani khususnya ketika dilakukan pengamplasan dan pemolesan akhir. Sebagai contoh adalah

spesimen yang berupa kawat, spesimen lembaran metal tipis, potongan yang tipis, dll. Untuk

memudahkan penanganannya, maka spesimen-spesimen tersebut harus ditempatkan pada suatu

media (media mounting). Secara umum syarat-syarat yang harus dimiliki bahan mounting adalah :

Bersifat inert (tidak bereaksi dengan material maupun zat etsa)

Sifat eksoterimis rendah

Viskositas rendah

Penyusutan linier rendah

Sifat adhesi baik

Memiliki kekerasan yang sama dengan sampel

Flowabilitas baik, dapat menembus pori, celah dan bentuk ketidakteraturan yang terdapat

pada sampel

Khusus untuk etsa elektrolitik dan pengujian SEM, bahan mounting harus kondusif

Media mounting yang dipilih haruslah sesuai dengan material dan jenis reagen etsa yang

akan digunakan. Pada umumnya mounting menggunakan material plastik sintetik. Materialnya

dapat berupa resin (castable resin) yang dicampur dengan hardener, atau bakelit. Penggunaan

castable resin lebih mudah dan alat yang digunakan lebih sederhana dibandingkan bakelit, karena

tidak diperlukan aplikasi panas dan tekanan. Namun bahan castable resin ini tidak memiliki sifat

mekanis yang baik (lunak) sehingga kurang cocok untuk material-material yang keras. Teknik

Page 1 of 67

Page 2: Lap akhir prak karmat2 fadli

Laporan Akhir Praktikum Karakterisasi Material 2 Mohammad Fadli 0806331771

mounting yang paling baik adalah menggunakan thermosetting resin dengan menggunakan

material bakelit. Material ini berupa bubuk yang tersedia dengan warna yang beragam.

Thermosetting mounting membutuhkan alat khusus, karena dibutuhkan aplikasi tekanan (4200

lb/in2) dan panas (1490C) pada mold saat mounting.

Ketika melakukan proses mounting, umumnya sampel dipotong melintang untuk

mendapatkan struktur mikro dari material. Pemilihan resin juga sebaiknya disesuaikan dengan

material yang dimounting. Proses Mounting yang mengaplikasikan tekanan sering menimbulkan

berbagai permasalahan. Berikut permasalahan yang sering timbul dan solusi untuk mengatasinya :

1. Adanya Gelembung yang relative besar pada resin Acrylic

Penyebab: Tekanan Mounting tidak cukup

Solusi: Meningkatkan tekanan mounting atau menurunkan temperature

2. Permukaan yang halus pada cetakan

Penyebab : Mount tidak sempurna terpolimerisasi karena polimer tidak

kompatibel dengan mold release atau minyak di permukaan specimen

Solusi: Bersihkan specimen dan mesin mounting untuk menghilangkan

incompatible coating. Gunakan mold release yang lebih kompatibel.

3. Void / cracks

Penyebab: Tegangan internal yang tinggi akibat pendinginan yang sangat cepat

Solusi: Dinginkan mount lebih lambat dan lama

4. Bentuk tidak beraturan (haze) disekitar specimen (pada cetakan acrylic)

Penyebab: Spesimen mengandung uap, atau specimen mengandung tembaga atau

beberapa paduan yang menghambat polimerisasi.

Solusi: Gunakan desicator atau oven temperature rendah untuk mengeringkan

specimen. Lapisi specimen dengan pernis yang tepat sebelum mounting.

5. Cetakan Phenolic terlepas keluar akibat peningkatan jumlah alcohol

Page 2 of 67

Page 3: Lap akhir prak karmat2 fadli

Laporan Akhir Praktikum Karakterisasi Material 2 Mohammad Fadli 0806331771

Penyebab: Temperatur mounting tidak mencukupi

Solusi : Tingkatkan temperatur mounting atau periksa elemen pemanas.

6. Distorsi atau cracking pada specimen

Penyebab: Tekanan terlalu besar

Solusi: Kurangi tekanan mounting atau gunakan castable resin

1.3.1 Metodologi Penelitian

Bahan : Sampel representatif

Alat :

- Cetakan silinder

- Resin

- Hardener

1.3.2 Flowchart Proses

Castable mounting Compression mounting

Page 3 of 67

Siapkan permukaan SampelSiapkan cetakan

Letakan piston (hingga naik ke bagian atas silinder)

Tutupi silinder dengan isolasi

Letakan permukaan sampel

Letakan sampel pada dasar cetakan

Kurangi tekanan (hingga piston naik)

Page 4: Lap akhir prak karmat2 fadli

Laporan Akhir Praktikum Karakterisasi Material 2 Mohammad Fadli 0806331771

Page 4 of 67

Tuangkan bubuk bakelit kedalam silinder

Siapkan resin (1/3 bagian cetakan)

Tutup bagian atas silinder

Campur resin (15 tetes hardener)

Tambahkan tekanan

Aktifkan pemanasTuangkan ke dalam cetakan (hingga mengeras) ± 30

menit

Pertahankan tekanan

Keluarkan mounting dari cetakan

Stabilkan tekanan

Lepaskan pemanas & pasang blok pendingin

Turunkan tekanan hingga 1 atm

Keluarkan sampel

Page 5: Lap akhir prak karmat2 fadli

Laporan Akhir Praktikum Karakterisasi Material 2 Mohammad Fadli 0806331771

1.4 Daftar Pustaka

Modul Praktikum Karakterisasi Material 2. 2011. Lab. Metalografi dan HST, Departemen Teknik

Metalurgi dan Material FT UI

2. PENGAMPLASAN/GRINDING

2.1 Tujuan Percobaan

Untuk meratakan dan menghaluskan permukaan sampel dengan cara menggosokan sampel

pada kain abrasif/amplas.

2.2 Dasar Teori

Sampel yang baru saja dipotong, atau sampel yang telah terkorosi memiliki permukaan yang

kasar. Permukaan yang kasar ini harus diratakan agar pengamatan struktur mudah untuk

dilakukan. Pengamplasan dilakukan dengan menggunakan kertas amplas yang ukuran butir

abrasifnya dinyatakan dengan mesh. Urutan pengamplasan harus dilakukan dari nomor mesh yang

rendah (hingga 150 mesh) ke nomor mesh yang tinggi (180 hingga 600 mesh). Ukuran grit pertama

yang dipakai tergantung pada kekasaran permukaan dan kedalaman kerusakan yang ditimbulkan

oleh pemotongan. Lihat tabel berikut

Jenis alat potongUkuran kertas amplas (grit)

untuk pengamplasan pertama

Gergaji pita 60 – 120

Gergaji abrasif 120 – 240

Gergaji kawat / intan kecepatan

rendah

320 – 400

Hal yang harus diperhatikan pada saat pengamplasan adalah pemberian air. Air berfungsi

sebagai pemidah geram, memperkecil kerusakan akibat panas yang timbul yang dapat merubah

Page 5 of 67

Page 6: Lap akhir prak karmat2 fadli

Laporan Akhir Praktikum Karakterisasi Material 2 Mohammad Fadli 0806331771

struktur mikro sampel dan memperpanjang masa pemakaian kertas amplas. Hal lain yang harus

diperhatikan adalah ketika melakukan perubahan arah pengamplasan, maka arah yang baru

adalah 450 atau 900 terhadap arah sebelumnya.

Ada beberapa Abrasif yang umum digunakan dalam proses grinding metalografi,

diantaranya sebagai berikut :

Silicon Carbide (SiC)

Abrasif SiC diproduksi oleh reaksi temperatur tinggi antara silika dan karbon. Material ini

memiliki struktur kristal heksagonal-rhombohedral dan memiliki kekerasan hingga mendekati 2500

HV. Material ini merupakan abraif yang ideal untuk cutting dan grinding karena kekerasan dan

sangat mudah memproduksi bentuk ujung yang tajam. Untuk preparasi metalografi, SiC digunakan

di pisau abrasi bdan untuk melapis kertas ginding abrasif (amplas) dalam rentang bervariasi, dari

sangat kasar 60 grit hingga sangat halus 1200 grit

Alumina

Alumina merupakan material yang terbentuk secara alami (dari bauksit). Kekerasannya

dapat mencapai 2000 HV, atau ( dalam skala mohs). Abrasif Alumina terutama sering digunakan

sebagai tahapan akhir dalam pemolesan dikarenakan kekerasan dan ketangguhannya yang tinggi.

Tidak seperti Sic, Alumina terpecah lebih mudah kedalam ukuran submicron atau partikel colloidal

(Abrasif Halus).

Diamond

Merupakan material yang paling keras yang diketahi manusia. Kekerasannya sekitar 8000

HV dan 10 dalam skala Mohs. Memiliki struktur kristal kubik, dan tersedia dalam bentuk alami

maupun buatan. Meskipun diamong ideal untuk grinding kasar, namun harganya yang relatif

mahal membuat proses tersebut menjadi tidak lagi efisien.

Suatu proses grinding yang sukses ditentukan oleh parameter parameter sebagai berikut :

Tekanan Grinding

Page 6 of 67

Page 7: Lap akhir prak karmat2 fadli

Laporan Akhir Praktikum Karakterisasi Material 2 Mohammad Fadli 0806331771

Kecepatan relatif

Arah Grinding

2.3 Metodelogi Penelitian

2.3.1 Alat dan Bahan

Bahan :

o Sampel representatif yang telah dimounting

o Air

Alat :

o Kertas amplas ukuran grit 120 dan grit 200

o Mesin amplas

2.3.2 Flowchart Proses

Page 7 of 67

Buat bentuk lingkaran pada kertas amplas 120#

Pasang pada mesin amplas

Nyalakan dengan kecepatan rendah

Tuangkan air secara kontinu pada permukaan kertas

Page 8: Lap akhir prak karmat2 fadli

Laporan Akhir Praktikum Karakterisasi Material 2 Mohammad Fadli 0806331771

2.4 Daftar Pustaka

Modul Praktikum Karakterisasi Material 2. 2011. Lab. Metalografi dan HST, Departemen Teknik

Metalurgi dan Material FT UI.

3. POLES

3.1 Tujuan Percobaan

Pemolesan bertujuan untuk mendapatkan permukaan sampel yang halus dan mengkilat

seperti kaca tanpa gores.

Page 8 of 67

Letakkan sample pada permukaan amplas

Tambahkan kecepatan putaran sesuai kebutuhan

Ubah arah pengamplasan (45o atau 90o terhadap arah sebelumnya)

Ganti amplas dengan grit yang lebih tinggi

Sampel halus dan rata

Page 9: Lap akhir prak karmat2 fadli

Laporan Akhir Praktikum Karakterisasi Material 2 Mohammad Fadli 0806331771

3.2 Dasar Teori

Dalam pengamatan menggunakan mikroskop, permukaan sampel yang akan diamati harus

rata. Apabila permukaan sampel kasar atau bergelombang, maka pengamatan struktur mikro akan

sulit untuk dilakukan karena cahaya yang datang dari mikroskop dipantilkan secara acak oleh

permukaan sampel. Hal ini dapat dijelaskan pada gambar berikut:

Permukaan halus Permukaan kasar

Tahap pemolesan dimulai dengan pemolesan kasar terlebih dahulu kemudian dilanjutkan

dengan pemolesan halus. Ada 3 metode pemolesan antara lain yaitu sebagai berikut :

1) Pemolesan Elektrolit Kimia

Hubungan rapat arus & tegangan bervariasi untuk larutan elektrolit dan material yang

berbeda dimana untuk tegangan, terbentuk lapisan tipis pada permukaan, dan hampir tidak ada

arus yang lewat, maka terjadi proses etsa. Sedangkan pada tegangan tinggi terjadi proses

pemolesan.

2) Pemolesan Kimia Mekanis

Merupakan kombinasi antara etsa kimia dan pemolesan mekanis yang dilakukan serentak di

atas piringan halus. Partikel pemoles abrasif dicampur dengan larutan pengetsa yang umum

digunakan.

3) Pemolesan Elektro Mekanis (Metode Reinacher)

Merupakan kombinasi antara pemolesan elektrolit dan mekanis pada piring pemoles.

Metode ini sangat baik untuk logam mulia, tembaga, kuningan, dan perunggu.

Page 9 of 67

Page 10: Lap akhir prak karmat2 fadli

Laporan Akhir Praktikum Karakterisasi Material 2 Mohammad Fadli 0806331771

3.3 Metodelogi Penelitian

3.3.1 Alat dan Bahan

Bahan : sampel pengujian, kain poles, alumina

Alat : mesin poles

3.3.2 Flowchart Proses

Page 10 of 67

Pasang kain poles pada mesin poles

Tuangkan sedikit alumina pada kain poles

Nyalakan mesin dengan kecepatan sedang

Poles sampel (sampel diputar secara kontinyu & perlahan pd porosnya )

Poles halus sampai mengkilap

Tambahkan alumina jika perlu

Page 11: Lap akhir prak karmat2 fadli

Laporan Akhir Praktikum Karakterisasi Material 2 Mohammad Fadli 0806331771

3.4 Daftar Pustaka

Modul Praktikum Karakterisasi Material 2. 2011. Lab. Metalografi dan HST, Departemen Teknik

Metalurgi dan Material FT UI.

4. ETSA

4.1 Tujuan Percobaan

- Mengamati dan mengidentifikasi detil struktur logam dengan bantuan mikroskop optik

setelah terlebih dahulu dilakukan proses etsa pada sampel

- Mengetahui perbedaan antara etsa kimia dengan elektro etsa serta aplikasinya

- Dapat melakukan preparasi sampel metalografi secara baik dan benar

4.2 Dasar Teori

Etsa merupakan proses penyerangan atau pengikisan batas butir secara selektif dan

terkendali dengan pencelupan ke dalam larutan pengetsa baik menggunakan listrik maupun tidak

ke permukaan sampel sehingga detil struktur yang akan diamati akan terlihat dengan jelas dan

tajam. Untuk beberapa material, mikrostruktur baru muncul jika diberikan zat etsa. Sehingga perlu

pengetahuan yang tepat untuk memilih zat etsa yang tepat. Berikut ini adalah jenis-jenis etsa:

1. Etsa Kimia

Merupakan proses pengetsaan dengan menggunakan larutan kimia dimana zat etsa yang

digunakan ini memiliki karakteristik tersendiri sehingga pemilihannya disesuaikan dengan sampel

yang akan diamati. Contohnya antara lain :

a) Nitrid acid/acital: asam nitrit + 95% (khusus untuk baja karbon) yang bertujuan untuk

mendapatkan perlit, ferit, danferit dari martensit.

b) Picral: asam picric + alkohol (khusus untuk baja)yang bertujuan untuk mendapatkan perlit,

ferit, dan ferit dari martensit.

c) Ferric chloride: ferric chloride + HCL + air untuk melihat struktur pada SS, nikel austenitic,

dan paduan tembaga.

d) Hydroflouric acid: HF + air untuk mengamati struktur pada alumunium dan paduannya.

Page 11 of 67

Page 12: Lap akhir prak karmat2 fadli

Laporan Akhir Praktikum Karakterisasi Material 2 Mohammad Fadli 0806331771

Keterangan:

1. Hindari waktu etsa yang terlalu lama (umunya sekitar 4-30 detik)

2. Setelah di etsa, segera dicuci dengan air mengalir lalu dengan alkohol kemudian dikeringkan

dengan hair dryer.

2. Elektro Etsa

Merupakan proses etsa dengan menggunakan reaksi elektoetsa. Cara ini dilakukan dengan

pengaturan tegangan dan kuat arus listrik serta waktu pengetsaan. Etsa jenis ini biasanya khusus

untuk stainless steel karena dengan etsa kimia susah untuk medapatkan detil strukturnya. Skema

peralatan elektro etsa standar dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar diatas mrupakan rangkaian dasar alat elektro etsa yang umum digunakan dalam

skala percobaan laboratorium. Hubungan kuat arus dan tegangan dalam etsa dapat dijelaskan

pada gambar dimana kurva tersebut terbagi menjadi beberapa daerah karakteristik, antara lain,

yaitu:

Daerah A – B : daerah proses etsa, dimana ion logam sebagai anoda, larut dalam

larutan elektrolit.

Daerah B – C : daerah tidak stabil, karena permukaan logam merupakan gabungan dari

daerah pasif dan aktif yang disebabkan oleh perbedaan energi bebas antara butir dan batas

butir.

Daerah C – D : daerah poles, terjadi kestabilan, meskipun tegangan ditambahkan. Hal ini

disebabkan oleh stabilnya larutan. Meskipun pada daerah ini logam berubah menjadi logam

oksida, tetapi oleh larutan elektrolit logam itu dilarutkan kembali.

Page 12 of 67

(Grafik hubungan rapat arus dan

tegangan)

Page 13: Lap akhir prak karmat2 fadli

Laporan Akhir Praktikum Karakterisasi Material 2 Mohammad Fadli 0806331771

Daerah D – E : terjadi evolusi oksigen pada anoda, dimana gelembung gas melekat dan

menetap pada permukaan anoda untuk waktu yang lama, sehingga menyebabkan pitting.

Dengan penambahan tegangan, rapat arus melonjak tinggi tak terkendali.

4.3 Metodelogi Penelitian

4.3.1 Alat dan Bahan

Alat:

1. Blower

2. Cawan gelas dan pipet

3. Alat elektro-etsa (rectifier, amperemeter, penjepit sampel konduktif)

Bahan:

1. Zat etsa: FeCl3, Nital 2%, HF 0,5%, dan asam oksalat (H2C2O4) 15 g/100ml air.

2. Air, alkohol, dan tissue

4.3.2 Flowchart Proses

Page 13 of 67

Bersihkan sampel dengan air &alkohol

Celupkan pada zat etsa selama 5-10 detik

Bersihkan dengan alkohol

Keringkan dengan blower

Page 14: Lap akhir prak karmat2 fadli

Laporan Akhir Praktikum Karakterisasi Material 2 Mohammad Fadli 0806331771

4.4 Daftar Pustaka

Modul Praktikum Karakterisasi Material 2. 2011. Lab. Metalografi dan HST, Departemen Teknik

Metalurgi dan Material FT UI.

B. Pembuatana Foto dan Analisa Struktur Makro dan Mikro

5. PENGAMATAN STRUKTUR MIKRO

5.1 Tujuan Percobaan

- Mengetahui proses pengambilan foto mikrostruktur

- Menganalisa struktur mikro dan sifat-sifatnya

- Mengenali fasa-fasa dalam struktur mikro

5.2 Dasar Teori

Metalografi merupakan disiplin ilmu yang mempelajari karakteristik mikrostruktur suatu

logam dan paduannya serta hubungannya dengan sifat-sifat logam dan paduannya tersebut. Ada

beberapa metode yang dipakai yaitu: mikroskop (optik maupun elektron), difraksi (sinar x,

elektron dan neutron), analisis (X-ray flouresence, elektron mikroprobe) dan juga stereometric

metalografi. Pada praktikum metalografi ini digunakan metode mikroskop sehingga pemahaman

akan cara kerja mikroskop dapat diketahui, khususnya mikroskop optik.

Pengamatan metalografi dengan mikroskop umunya dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Metalografi makro, yaitu pengamatan struktur dengan perbesaran 10-100x.

2. Metalografi mikro, yaitu pengamatan struktur dengan perbesaran di atas 100x.

Berikut ini akan dijelaskan mikrostruktur beberapa logam:

- Mikrostruktur Baja Karbon

Page 14 of 67

Lap dengan tissue

Page 15: Lap akhir prak karmat2 fadli

Laporan Akhir Praktikum Karakterisasi Material 2 Mohammad Fadli 0806331771

Baja karbon, merupakan material ferrous dengan < 2.14% C. Terbagi atas 2 jenis, yaitu baja

hypoeutectoid (< 0.8%C) dan hypereutectoid (> 0.8%C). Pada kadar 0.8%C terbentuk fasa perlit

(cementit 6.67%C + ferit 0.02%C). Fasa dan kandungan karbon pada baja direpresentasikan dalam

diagram berikut :

Meskipun diagram fasa diatas pada dasarnya merupakan hasil pada kondisi kesetimbangan,

namun dapat pula diaplikasikan untuk memprediksikan sifat pada baja yang sedikit mengalami

proses pelunakan atau yang didinginkan pada pendinginan yang sangat lambat. Terlihat pada

diagram bahwasannya peningkatan temperatur pada baja akan menghasilkan fasa austenit yang

disebut juga dengan besi gamma yang memiliki struktur FCC. Jika pendinginan pada fasa ini

dilakukan dengan tidak kontinyu, maka dapat didaptkan fasa metastabil seperti martensit ataupun

bainit yang idak terlihat pada diagram normal.

- Mikrostrktur Besi Tuang

Besi tuang, yaitu material ferrous dengan kadar karbon 2.14% - 6.67% . Besi tuang komersial

2.5 – 4%C, karena kadar C yang terlalu tinggi membuat besi tuang rapuh. Secara metalografi besi

Page 15 of 67

Page 16: Lap akhir prak karmat2 fadli

Laporan Akhir Praktikum Karakterisasi Material 2 Mohammad Fadli 0806331771

tuang dibagi menjadi 4 tipe berdasarkan kadar karbon, impurities, paduan, serta proses perlakuan

panas, yaitu :

- Besi tuang putih: merupakan besi tuang dimana semua kadar karbonnya terpadu dalam

bentuk sementit

- Besi tuang melleable: dimana hampir semua karbonnya dalam bentuk partikel tak beraturan

yang dikenal dengan karbon temper. Besi tuang melleable diperoleh dengan memberikan

perlakuan panas pada besi tuang.

- Besi tuang kelabu: dimana semua atau hampir semua karbonnya dalam bentuk flake.

- Besi tuang nodular: dimana semua atau hampir semua karbonnya dalam bentuk spheroidal.

Bentuk spheroidal ini terjadi akibat adanya penambahan elemen paduan khusus yang

dikenal nodulizer.

- Mikrostruktur Baja karbon pada heat & surface treatment

Baja karbon pada heat & surface treatment, dimana dasarnya adalah transformasi fasa dan

dekomposisi austenite. Proses perlakuan panas antara lain annealing, spheroidisasi, normalisasi,

tempering & quenching. Dasarnya adalah diagram TTT dan CCT, dimana perlakuan panas ini akan

menyebabkan pembentukan fasa martensit dan bainite.

- Mikrostruktur Baja Perkakas

Baja perkakas, adalah baja dengan kualitas tinggi yang digunakan sebagai

perkakas.Tingginya kualitas baja perkakas diperoleh melalui penambahan paduan Cr, W, dan Mo,

dan perlakuan khusus. Umumnya mikrostrukturnya berupa matriks martensite dengan partikel

karbida, grafit dan presipitat.

- Mikrostruktur Paduan Aluminium

Aluminium alloys, terdiri atas kristal utama padatan aluminium (dendritik) ditambah produk

hasil reaksi dengan paduan. Elemen paduan yang tidak berada dalam keadaan padat biasanya

membentuk fasa campuran pada eutektik, kecuali silikon yang muncul sebagai produk utama.

Pada paduan aluminim silikon , eutektik terjadi pada sekitar 12% Si.

- Mikrustruktur Paduan Tembaga

Page 16 of 67

Page 17: Lap akhir prak karmat2 fadli

Laporan Akhir Praktikum Karakterisasi Material 2 Mohammad Fadli 0806331771

Copper alloys, umumnya dengan elemen dasar seng. Contohnya adalah kuningan (paduan

tembaga seng dengan timbal, timah dan aluminium). Pada diagram fasa Cu-Zn, kelarutan seng

dalam larutan padatan fasa α meningkat dari 3,25% pada temperatur 903 °C ke 39% pada

temperatur454 °C. Fasa α berbentuk FCC, sementara fasa β berbentuk BCC

- Mikrostruktur Material Hasil Lasan

Hasil proses pengelasan pada suatu material akan mempengaruhi struktur asli dari material

tersebut. Pada baja, akan terbentuk austenit hingga tingkat kedalaman tertentu. Semakin dekat

dengan daerah fusi, temperatur baja semakin tinggi, kecepatan pendinginan akan semaki tinggi.

Berikut gambar yang menjelaskan daerah daerah yang terbentuk setelah proses pengelasan :

Pada Logam las terbentuk beberapa area, diantaranya :

a. Area Fusi (Fusion Zone), daerah dimana logam filler yang cair bercampur dengan logam

induk yang dipanaskan sampai temperatur cair. Bentuknya butir columbar dan

widmanstatten, yaitu bentuk memanjang karena logam cair mendapat pendinginan yang

amat cepat, seperti struktur produk cor.

b. Daerah Pertumbuhan butir, dimana logam induk yang tidak mencair butirnya tumbuh

membesar karena pemanasan yang amat tinggi akibat proses pengelasan.

c. Daerah rekristalisasi/penghalusan butir, karena temperatur sedikit lebih rendah dari

daerah b, austenit mengalami rekristalisasi, pembentukan butir baru yang lebih halus,

pada pendinginan akan terjadi ferit dan perlit yang lebih halus.

Page 17 of 67

Page 18: Lap akhir prak karmat2 fadli

Laporan Akhir Praktikum Karakterisasi Material 2 Mohammad Fadli 0806331771

d. Daerah transisi, ketika proses welding sebagian fasa austenit masih menjadi ferit, jadi

waktu pendinginan, terdapat campuran ferit baru dan ferit yang ada sebelumnya. Daerah

b, c, dan e disebut daerah terpengaruh panas (HAZ)

e. Daerah tak terpengaruh panas, fasa logam induk yang tidak berubah fasa karena tidak

terkena panas pada pengelasan.

5.3 Metodelogi Penelitian

5.3.1 Alat dan Bahan

Identifikasi dan Foto Mikrostruktur

Bahan :

o Sampel representatif

o Lilin

Alat :

o Preparat

o Mikroskop optik kamera

Pengambilan Foto Mikro

Bahan :

o Sampel representatif

Alat :

o Preparat

o Mikroskop kamera

Perhitungan Besar Butir

Bahan :

Page 18 of 67

Page 19: Lap akhir prak karmat2 fadli

Laporan Akhir Praktikum Karakterisasi Material 2 Mohammad Fadli 0806331771

o Sampel representatif

Alat :

o Preparat

o Mikroskop optik kamera

5.3.2 Flowchart Proses

Identifikasi Pengambilan foto mikro

foto mikro dan makrostruktur

Penghitungan besar butir

Page 19 of 67

Letakan sampel pada preparat

Beri lilin pada bawah sampel

Ratakan peletakan sampel (dengan alat penekan)

Nyalakan lampu mikroskop

Tentukan perbesaran mikroskop (dari kecil ke besar) dan atur lensa

obyektif

Letakan sampel di bawah lensa obyektif

Tentukan fokus

Tentukan diafragma dan pencahayaan

Pengambilan foto

Tentukan metode yang dipilih

Page 20: Lap akhir prak karmat2 fadli

Laporan Akhir Praktikum Karakterisasi Material 2 Mohammad Fadli 0806331771

5.4 Daftar Pustaka

Modul Praktikum Karakterisasi Material 2. 2011. Lab. Metalografi dan HST, Departemen Teknik

Metalurgi dan Material FT UI.

6. PENGAMATAN STRUKTUR MAKRO

6.1 Tujuan Percobaan

Mengetahui bentuk – bentuk perpatahan pada sampel makro

6.2 Dasar Teori

Metalografi merupakan disiplin ilmu yang mempelajari karakteristik mikrostruktur suatu

logam dan paduannya serta hubungannya dengan sifat-sifat logam dan paduannya tersebut. Ada

beberapa metode yang dipakai yaitu: mikroskop (optik maupun elektron), difraksi (sinar x,

elektron dan neutron), analisis (X-ray flouresence, elektron mikroprobe) dan juga stereometric

Page 20 of 67

Atur focus dengan mengatur lensa

Amati dan gambar mikrostruktur

Gunakan perbesaran 100x

Siapkan tabel

Hitung besar butir

Ambil sample dari meja objektif dan matikan mikroskop

Catat hasil yang didapat

Page 21: Lap akhir prak karmat2 fadli

Laporan Akhir Praktikum Karakterisasi Material 2 Mohammad Fadli 0806331771

metalografi. Pada praktikum metalografi ini digunakan metode mikroskop sehingga pemahaman

akan cara kerja mikroskop dapat diketahui, khususnya mikroskop optik.

Pengamatan metalografi dengan mikroskop umunya dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Metalografi makro, yaitu pengamatan struktur dengan perbesaran 10-100x.

2. Metalografi mikro, yaitu pengamatan struktur dengan perbesaran di atas 100x.

Berikut ini akan dijelaskan pengamatan makrostruktur beberapa logam:

6.2.1 Mode Perpatahan Material

Sampel hasil pengujian tarik dapat menunjukkan beberapa tampilan perpatahan seperti

yang ditunjukkan pada gambar:

Perpatahan ulet memberikan karakteristik berserabut (fibrous) dan gelap (dull), sementara

perpatahan getas ditandai dengan permukaan patahan berbutir (granular) dan terang. Perpatahan

ulet umumnyalebih disukai karen bahan ulet umumnya lebih tangguh dan memberikan peringatan

lebih dahulu sebelum terjadinya kerusakan.

Pengamatan kedua tampilan perpatahan itu bisa diamati dengan mata telanjang ataupun

menggunakan SEM. Berikut ciri-ciri perpatahan ulet dan getas:

a. Perpatahan ulet

Page 21 of 67

Page 22: Lap akhir prak karmat2 fadli

Laporan Akhir Praktikum Karakterisasi Material 2 Mohammad Fadli 0806331771

1. Dapat terlihat jelas deformasi plastis yang terjadi

2. Karakteristik berserabut (fibrous) dan gelap (dull)

b. Perpatahan getas

1. Tidak ada atau sedikit sekali deformasi plastis yang terjadi pada material

2. Retak/perpatahan merambat sepanjang bidang-bidang kristalin membelah atom-atom

material (transgranular)

3. Pada material lunak denga butir kasa (coarse grain) maka dapat dilihat pola-pola yang

dinamakan chevrons or fan-like pattern yang berkembang keluar dan dareah awal

kegagalan.

4. Material amorphous (seperti gelas) memiliki permukaan patahan yang bercahaya dan

mulus.

6.3 Metodelogi Penelitian

6.3.1 Alat dan Bahan

Identifikasi dan Foto Mikrostruktur

Bahan :

o Sampel representatif

o Lilin

Alat :

o Preparat

o Mikroskop optik kamera

Pengambilan Foto Mikro

Bahan :

o Sampel representatif

Alat :

Page 22 of 67

Page 23: Lap akhir prak karmat2 fadli

Laporan Akhir Praktikum Karakterisasi Material 2 Mohammad Fadli 0806331771

o Preparat

o Mikroskop kamera

Perhitungan Besar Butir

Bahan :

o Sampel representatif

Alat :

o Preparat

o Mikroskop optik kamera

6.3.2 Flowchart Proses

Identifikasi Pengambilan foto mikro

foto mikro dan makrostruktur

Page 23 of 67

Letakan sampel pada preparat

Beri lilin pada bawah sampel

Ratakan peletakan sampel (dengan alat penekan)

Nyalakan lampu mikroskop

Letakan sampel di bawah lensa obyektif

Tentukan fokus

Tentukan diafragma dan pencahayaan

Pengambilan foto

Page 24: Lap akhir prak karmat2 fadli

Laporan Akhir Praktikum Karakterisasi Material 2 Mohammad Fadli 0806331771

Penghitungan besar butir

6.4 Daftar Pustaka

Modul Praktikum Karakterisasi Material 2. 2011. Lab. Metalografi dan HST, Departemen Teknik

Metalurgi dan Material FT UI.

C. Percobaan Jominy

7. PERCOBAAN JOMINY

7.1 Tujuan Percobaan

Page 24 of 67

Tentukan perbesaran mikroskop (dari kecil ke besar) dan atur lensa

obyektif

Atur focus dengan mengatur lensa

Amati dan gambar mikrostruktur

Tentukan metode yang dipilih

Gunakan perbesaran 100x

Siapkan tabel

Hitung besar butir

Ambil sample dari meja objektif dan matikan mikroskop

Catat hasil yang didapat

Page 25: Lap akhir prak karmat2 fadli

Laporan Akhir Praktikum Karakterisasi Material 2 Mohammad Fadli 0806331771

- Mendapatkan hubungan antara jarak permukaan pada pendinginan langsung dengan

sifat kemampukerasan bahan.

- Mendapatkan hubungan antara kecepatan pendinginan dengan fasa yang terbentuk

serta mendapatkan sifat kekerasan dari fasa tersebut.

-

7.2 Dasar Teori

Proses kombinasi pemanasan dan pendinginan yang bertujuan mengubah struktur mikro

dan sifat mekanis logam disebut perlakuan panas (heat treatment). Logam yang didinginkan

dengan kecepatan dan media pendingin berbeda memberikan perubahan struktur mikro yang

berbeda pula. Setiap struktur mikro yang terbentuk (martensit, bainit, ferit dan perlit) merupakan

hasil transformasi fasa austenit. Tiap fasa tersebut terbentuk pada kondisi pendinginan yang

berbeda-beda sebagaimana yang dapat dilihat pada diagram CCT dan TTT. Tiap fasa memiliki nilai

kekerasan yang berbeda-beda. Dengan pengujian Jominy (jominy test) dapat dibuktikan bahwa

laju pendinginan yang berbeda-beda akan menghasilkan kekerasan bahan yang berbeda. Pada

percobaan ini, sampel dipanaskan hingga suhu austenit, selanjutnya didinginkan secara merata,

lalu dihitung nilai kekerasannya. Nilai kekerasan berbanding lurus dengan jarak dari tempat

berakhirnya quenced. Makin lambat laju pendinginan logam, makin banyak matriks perlit yang

ditampilkan dan kekerasan makin turun. Sifat logam tersebut disebut Haredenability atau

kemampukerasan. Secara definisi, hardenability adalah Sifat yang menntukan kedalaman dan

distribusi kekerasan yang ditimbulkan pada proses quenching dari austenit. Sifat ini Ditentukan

oleh berbagai factor diantaranya:

Komposisi Kimia

Ukuran butir austenit

Struktur baja sebelum quenching

Metode Jominy menggunakan batang diameter 4 inch, metodenya adalah dengan

meletakkan standar sampel Jominy dengan bagian ujungnya didinginkan dengan air. Setelah

pendinginan, sampel di amplas rata pada satu sisi, dan diukur kekerasan sepanjang batang

sampel.Kemudian sampel dipotong untuk dianalisa struktur mikronya , dari struktur mikro

tersebut dapat dilihat hubungannya dengan kekerasan. Sehingga nanti didapat bahwasannya laju

pendinginan mempengaruhi sifat mekanisnya, dan dapat pula dibuat diagram CCT dengan

mengetahui jumlah struktur mikro dan kekerasannya.

Page 25 of 67

Page 26: Lap akhir prak karmat2 fadli

Laporan Akhir Praktikum Karakterisasi Material 2 Mohammad Fadli 0806331771

Berikut contoh diagram CCT yang dihasilkan oleh percobaan Jominy :

Hubungan antara kekerasan dengan jarak quench umumnya dijelaskan dengan kurva seperti

berikut :

Page 26 of 67

Page 27: Lap akhir prak karmat2 fadli

Laporan Akhir Praktikum Karakterisasi Material 2 Mohammad Fadli 0806331771

Makin lambat laju pendinginan logam, makin banyak matriks perlit yang ditampilkan dan

kekerasan makin turun. Penambahan kadar karbon atau paduan atau bertambah besarnya ukuran

butir akan menyebabkan grafik bergeser kekanan sehingga memudahkan pembentukan struktur

martensit. Pergeseran grafik kekanan juga menggambarkan sifat kemampukerasan bahan

tersebut. Untuk pendinginan lambat akan mendapatkan struktur:

- Bainit bawah; struktur seperti jarum mirip martensit

- Bainit atas; struktur seperti perlit dengan sifat lapisanyang lebih halus

- Perlit halus; struktur perlit yang halus dengan lapisan ferit dan sementit

- Perlit kasar; struktur sam dnegan perlit halus namun lamel lebih kasar dan kekerasan

lebih rendah.

7.3 Metodelogi Penelitian

7.3.1 Alat dan Bahan

- Batang baja sebagai benda uji (d = 2.5 cm, L = 10 cm)

- Oven Muffle temperatur max. 11000C

- Kran air dengan tekanan cukup

- Amplas

- Alat penguji kekerasan Brinell

- Mikroskop pengukur jejak

7.3.2 Flowchart Proses

Page 27 of 67

Siapkan benda uji

Page 28: Lap akhir prak karmat2 fadli

Laporan Akhir Praktikum Karakterisasi Material 2 Mohammad Fadli 0806331771

Page 28 of 67

Amplas salah satu sisi untuk penjejakan

Panaskan batang uji dari oven

Keluarkan dari oven

Letakan pada alat bangku Jominy

Semprot ujung bawah logam dengan air, biarkan sampai

dingin

Bersihkan bagian penjejakan

Lakukan penjejakan (15 titik berjarak sama)

Ukur besarnya diameter jejak

Hitung kekerasan dgn Brinnel

Preheating

(350o, 15 menit)

Austenisasi

(900o, 30 menit)

Page 29: Lap akhir prak karmat2 fadli

Laporan Akhir Praktikum Karakterisasi Material 2 Mohammad Fadli 0806331771

7.4 Daftar Pustaka

Modul Praktikum Karakterisasi Material 2. 2011. Lab. Metalografi dan HST, Departemen Teknik

Metalurgi dan Material FT UI.

Bab II Paper Praktikum

Pengaruh Perlakuan Panas Normalisasi Terhadap Sifat Mekanis dan

Struktur Mikro dari Baja Karbon Rendah

Normalisasi adalah proses perlakuan panas yang dilakukan pada suatu material logam untuk

memperhalus butiran kristal, sehingga mempengaruhi nilai kekerasan dan kekuatan. Dalam

beberapa hal juga dapat menaikkan machinabiliti yaitu kemampuan material untuk dapat dilakukan

proses permesinan. Pada normalisasi selain diperoleh butiran yang lebih halus juga struktur menjadi

lebih homogen. Normalisasi didapatkan dengan memanaskan baja setidaknya 55 C (100F) di atas

upper critical line dari digram fasa Fe-Fe3C, seperti yang ditunjukkan pada gambar 1, dimana di

atas A3 untuk hypoeutectoid - komposisinya kurang dari eutectoid (<<0,76%C) – dan di atas Acm

untuk hypereutectoid – komposisinya lebih dari eutectoid (>>0,76%C). Pada perlakuan normalisasi,

proses pemanasan dilakukan hingga menghasilkan fasa austenitic yang homogen sebelum dilakukan

pendinginan. Gambar 2 menampilkan perbandingan pada siklus temperatur dan waktu dari

normalizing dan full anneal.

Page 29 of 67

Page 30: Lap akhir prak karmat2 fadli

Laporan Akhir Praktikum Karakterisasi Material 2 Mohammad Fadli 0806331771

Normalisasi juga sering dipertimbangkan dalam mikrostruktur yang dihasilkan. Daerah

mikrostruktur yang terkandung 0.8%C adalah peralitic dan daerah mikrostruktur yang lebih rendah

dari itu adalah ferritic. Pada baja hypereutectoid, proeutectoid Fe3C pertama membentuk

Page 30 of 67

Page 31: Lap akhir prak karmat2 fadli

Laporan Akhir Praktikum Karakterisasi Material 2 Mohammad Fadli 0806331771

ssepanjang batas butir austenite. Transformasi ini berlanjut hingga kadar karbon dalam austenite

mencapai mendekati 0.8%C yang mana waktu terjadinya reksi eutectoid diindikasikan dengan

pembentukan pearlite.

Tujuan normalisasi beragam tergantung aplikasinya. Normalisasi bisa meningkatkan dan

menurunkan kekuatan pada produk baja, tergantung suhu dan mekanis produk baja tersebut

sebelumnya. Pada umumnya, alasan melakukan normalisasi adalah untuk mendapatkan butir yang

homogen, penghalusan butir, meningkatkan machibilitas dan menghilangkan tegangan sisa yang

akan mempengaruhi sifat mekanis material tersebut. Sebagai contoh, normalisasi dilakukan pada

produk coran untuk menghilangkan struktur dendrit sehingga menghasilkan mikrostruktur yang

seragam. Begitu pula pada wrought product, normalisasi bisa menghilangkan ketidakseragaman

butir selama pengerolan panas atau saat forging. Tabel berikut ini akan menampilkan pengaruh

perlakuan panas seperti full anneal, normalisasi, dan temper terhadap sifat mekanik beserta

alasannya dilakukan perlakuan panas tersebut.

Seperti yang sudah dijelaskan di atas, normalisasi akan mempengaruhi sifat mekanis dan

struktur mikro baja. Ada beberapa parameter penting yang mempengaruhi sifat mekanis dan

struktur mikro tersebut seperti temperatur austenisasi dan lama waktu tahannya. Makin tinggi

temperatur austenisasi dan makin lama waktu tahan, kekuatan baja makin menurun, namun

ketangguhannya akan meningkat. Keseragaman struktur mikro juga meningkat dengan perlakuan

panas normalisasi ini.

Page 31 of 67

Page 32: Lap akhir prak karmat2 fadli

Laporan Akhir Praktikum Karakterisasi Material 2 Mohammad Fadli 0806331771

Hal ini karena temperatur yang makin tinggi tersebut ditambah dengan energi sisa yang ada

pada logam, memberikan energi yang cukup untuk menghasilkan butir baru yang kecil dan

seragam. Butir yang kecil ini akan menyebakan logam menjadi tangguh, kekuatan meningkat,

kekerasan menurun, dan semakin ulet. Fenomena ini dijelaskan dengan persamaan Hall-Petch yang

menjelaskan hubungan ukuran butir dengan kekutan luluh.

Jika temperatur dinaikkan dan waktu tahan diperlama, proses pembentukan butir baru ini

akan semakin sempurna dan didapat butir yang homogen. Namun, apabila terlalu berlebih maka

terjadi pertumbuhan butir yang tak terkendali sehingga butir akan tumbuh menjadi besar sehingga

ketangguhannya menurun, kekerasannya meningkat, kekuatan menurun dan getas. Oleh karena itu

ada suhu dan waktu optimum dalam melakukan normalisasi.

Berikut ini contoh mikrostruktur baja SCMnCr2 yang dilakukan normalisasi pada 850 C selama 20

menit:

Sebelum Sesudah

Daftar Pustaka

ASM Metals Handbook Vol.4: Heat Treating

Calister, William.D . Materials Science and Engineering An introduction 7th Ed. 2007. Wiley: New York

Darmawan, Agung Setyo; Masyrukan dan Ariyandi, Riski. PROSES NORMALIZING DAN TEMPERING PADA SCMnCr2 UNTUK MEMENUHI STANDAR JIS G 5111. Jurnal Media Mesin Vol.8. 2007: Surakarta

Rochiem, Rochman; Purwaningsih, Hariyati dan Susanto, Edwin Setiawan. PENGARUH PROSES PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 310 S. ITS: Surabaya

Widyatmadji. Pengaruh Perlakuan Panas Normalisasi Terhadap Sifat Mekanik Dan Struktur Mikro Baja 1K3816AT Untuk Aplikasi Casing & Tubing Spesifikasi API 5CT K55. 2001. UI: Depok

Page 32 of 67

Page 33: Lap akhir prak karmat2 fadli

Laporan Akhir Praktikum Karakterisasi Material 2 Mohammad Fadli 0806331771

Bab III Pembahasan Praktikum

III. 1 Pengujian Metalografi

1.1 Hasil Mounting

Mounting bertujuan untuk mempermudah penanganan sampel pada proses selanjutnya.

Karena tujuannya hanya untuk mempermudah, maka sebelumnya ditentukan terlebih dahulu

apakah sampel harus dimounting atau tidak didasarkan pada bentuk dan ukuran sampel. Sampel

yang berukuran kecil dan tidak memungkinkan atau sulit untuk dipegang pada proses selanjutnya

(dalam hal ini pengamplasan, pemolesan, dan etsa), perlu dilakukan proses mounting terlebih

dahulu. Sebaliknya, sampel yang berukuran cukup besar yang memungkinkan untuk dipegang,

maka proses mounting tidak perlu dilakukan terhadap sampel.

Kondisi sampel individu yang didapatkan oleh praktikan telah dipotong dan dimounting

sebelumnya oleh asisten, sehingga praktikan menjadi lebih mudah dan cepat saat melakukan

rangkaian proses karena tidak perlu lagi melakukan mounting sampel, tetapi tinggal melanjutkan

proses selanjutnya yakni pengamplasan.

Pada praktikum ini, media mounting yang digunakan oleh praktikan adalah castable resin

dengan teknik mountingnya adalah castable mounting. Teknik castable mounting ini merupakan

teknik mounting yang lebih sederhana dibandingkan dengan teknik compression mounting yang

menggunakan media bakelit, karena pada teknik castable mounting ini tidak memerlukan aplikasi

panas dan tekanan. Selain itu peralatan dan bahan yang digunakan cukup simpel yaitu seperti

plastik bekas tempat rol film yang dipotong menjadi 2 bagian yang digunakan sebagai cetakan,

lakban yang digunakan untuk menutupi bagian bawah cetakan, castable resin, dan hardener.

Untuk melakukan teknik mounting ini hal yang pertama yang perlu dilakukan adalah sebagai

berikut.

Prosedur kerja mounting :

Menutupi bagian bawah cetakan dengan menggunakan lakban, setelah itu masukkan sampel

uji kedalam cetakan bagian bawah cetakan hingga sampel tersebut terlihat menempel dengan

lakban.

Membuat campuran antara castable resin dengan hardener ditempat lain (tempatnya juga

menggunakan plastik bekas tempat rol film yang masih utuh), perbandingan antara volume

Page 33 of 67

Page 34: Lap akhir prak karmat2 fadli

Laporan Akhir Praktikum Karakterisasi Material 2 Mohammad Fadli 0806331771

castable resin dengan hardener yaitu castable resin yang volumnya 1/3 bagian dari plastik

tempat rol film diteteskan sebanyak 15 tetes hardener, pencampuran dilakukan sambil diaduk

agar pencampuran antara castable resin dan hardener terjadi secara merata, tetapi

pengadukannya jangan terlalu cepat untuk menghindari terbentuknya gas hole pada

mounting.

Setelah dilakukan pencampuran, kemudian castable resin dimasukkan ke dalam cetakan yang

telah disiapkan, setelah dimasukkan ke dalam cetakan kemudian tunggu antara 25 - 30 menit.

Setelah mounting mengeras, melepas lakban dari cetakan lalu mengeluarkan mounting dari

cetakan.

Beberapa hal yang dapat mempengaruhi hasil mounting dengan proses castable mounting

adalah :

Pemasangan Cetakan

Pada pemasangan lakban serta cetakan harus benar-benar diperhatikan, diusahakan

serapat mungkin dan rapi.

Pengadukan

Pengadukan yang terlalu cepat saat pencampuran castable resin dan hardener dapat

menyebabkan timbulnya gelembung udara.

Hardener

Jumlah dari hardener yang digunakan akan sangat mempengaruhi hasil mounting yang

didapat. Semakin banyak hardener yang dimasukkan ke dalam resin maka semakin cepat

mounting mengering, namun juga akan memperkeruh mounting itu sendiri dan akan

menimbulkan asap. Untuk itu maka jumlah komposisi hardener yang tepat akan

menghasilkan warna mounting yang jelas dan tidak timbul asap sehingga tidak ada cacat

seperti gelembung gas dan retak. Pada hasil mounting praktikan dapat dilihat hasil

mounting yang tidak keruh, bagian atas permukaannya rata, tidak terdapat rongga udara

dan retak, hal ini menandakan hardener yang diberikan sudah sangat sesuai dengan

kebutuhannya.

Ketebalan Resin

Semakin tebal resin maka akan semakin lambat waktu pengeringannya, namun juga akan

mempermudah dalam pemegangan sample.

Page 34 of 67

Page 35: Lap akhir prak karmat2 fadli

Laporan Akhir Praktikum Karakterisasi Material 2 Mohammad Fadli 0806331771

Waktu Pengeringan

Waktu pengeringan sampel biasanya sekitar 30 menit. Jika waktu pengeringan

berlangsung lebih lama, hal ini mungkin disebabkan karena kurangnya hardener atau

akibat pengadukan yang tidak merata.

Sampel 618 quench udara

Dari kondisi sampel yang diterima oleh praktikan, hasil mounting sampel praktikan cukup baik.

Hanya saja permukaan mounting tidak rata karena pemasangan cetakan yang kurang baik. Lakban

yang menutupi cetakan kurang rapat dan rapi sehingga permukaan sampel agak miring. Disamping

itu permukaan sampel sudah sedikit terkorosi dan terdapat mikropitting.

Beberapa kendala yang mungkin terjadi saat kita melakukan proses castable mounting adalah

sebagai berikut :

Masalah yang timbul Penyebab Penyelesaian

Resin Panas

Retak radial Cuplikan terlalu besar Besarkan ukuran molding

dan kurangi ukuran

cuplikan

Pengkerutan Suhu terlalu tinggi Turunkan suhu

Retak melingkar Udara lembab terjebak di dalam

resin

Hilangkan uap air,

turunkan tekanan pada

fasa cair

Remuk Waktu pemadatan terlalu

singkat, tekanan tidak sesuai

Tambah waktu

pemadatan, sesuaikan

tekanan

Tidak terjadi

penggabungan

Kondisi tidak sesuai Evaluasi kondisi molding

Resin dingin

Page 35 of 67

Page 36: Lap akhir prak karmat2 fadli

Laporan Akhir Praktikum Karakterisasi Material 2 Mohammad Fadli 0806331771

Retak Waktu pemadatan tidak cocok,

suhu terlalu tinggi, komposisi

padatan dan pelarut tidak sesuai

Koreksi kekurangan

tersebut

1.2 Hasil Amplas

Proses yang berikutnya setelah dilakukan mounting yaitu grinding atau pengamplasan. Proses

pengamplasan ini dilakukan menggunakan mesin amplas otomatis, dalam artian mesin

pengamplasan tersebut telah berputar dengan kecepatan tertentu secara konstan sehingga yang

perlu kita lakukan adalah mengatur posisi sampel, meletakkan diatas permukaan dan memberikan

penekanan sesuai kebutuhan, tentunya juga perlu dilakukan penggantian kertas amplas untuk

mendapatkan hasil pengamplasan yang sesuai dengan yang dinginkan. Penggunaan mesin amplas

ini bertujuan untuk menghasilkan hasil amplas yang lebih baik dan homogen dibandingkan proses

pengamplasan manual. Proses pengamplasan dilakukan secara bertahap dan berurutan agar

didapatkan permukaan yang sangat halus karena di bawah mikroskop diperlukan permukaan yang

halus agar didapat hasil pengamatan yang baik yaitu permukaan sampel yang bebas dari goresan

sehingga tidak akan terjadi pemantulan acak cahaya pada saat pengamatan dengan mikroskop.

Perlu diperhatikan agar selama pengamplasan tekanan ke seluruh bagian sampel dijaga uniform

sehingga seluruh permukaan sampel mengalami pengamplasan yang merata agar tidak dihasilkan

bidang-bidang yang berlainan pada sampel.

Pada proses pengamplasan, dimulai dengan menempatkan kertas amplas pada mesin amplas

dan kemudian dijepit sesuai dengan ukuran mesin amplasnya. Pada saat pemasangan kertas

amplas ini juga harus diberi air pada permukaan mesin amplas agar nantinya kertas amplas yang

dipasang tidak bergelombang dan juga agar kertas amplas dapat melekat dengan baik. Jika

terbentuk gelombang pada mesin amplas, maka akan menghasilkan permukaan yang tidak rata

atau dua permukaan yang terhaluskan dan juga dapat menyebabkan kertas amplas robek. Selain

itu air berguna untuk pemindah geram, memperkecil gesekan agar sampel tidak rusak dan

memperpanjang pemakaian kertas amplas. Kemudian saat menjalankan mesin amplas, dimulai

dari kecepatan yang rendah ke kecepatan tinggi. Tujuannya agar sampel ketika diamplas, pada

kecepatan yang besar permukaannya akan semakin cepat halus dan rata. Terutama untuk sampel

dengan kekerasan yang tinggi akan dibutuhkan kecepatan pengamplasan tinggi pula agar sample

lebih mudah untuk dihaluskan.

Page 36 of 67

Page 37: Lap akhir prak karmat2 fadli

Laporan Akhir Praktikum Karakterisasi Material 2 Mohammad Fadli 0806331771

Dan proses pengamplasannya melalui lima tahap ukuran grit yang berbeda yakni 240, 400,

600, 800, 1200, dan 1500. Pada setiap ukuran gritnya, penampakan permukaan sampel

berangsur-angsur memiliki goresan yang semakin kecil.

Kemudian, untuk pengamplasan sampel HST, S50, diamplas dengan menggunakan kertas

amplas yang kasar,grit 240 kemudian dilanjutkan dengan kertas amplas yang lebih halus yaitu dari

yang bernomor mesh 400, 600, 800, 1200 dan 1500. Tidak semua permukaan sampel bersih dari

lapisan oksida. Masih ada beberapa bagian kecil yang sulit untuk dihilangkan karena permukaan

sampel yang tidak rata. Namun, masih banyak daerag yang bersih dari oksida untuk dilakukan uji

kekerasan dan pengamatan struktur mikro.

Sampel HST S50 setelah di amplas

Beberapa parameter yang mempengaruhi kerja pengampelasan:

Pemberian air pada saat pengampelasan

Air yang dituangkan seharusnya konstan dan tidak tidak terlalu banyak. Namun saat

praktikum, air yang dituang tidak konstan dan jumlahnya juga tidak sama.

Perubahan arah ampelas

Arah ampelas setiap melakukan pergantian grit kertas amplas harus disesuaikan. Diubah

45o atau 90o. Pada saat praktikum saya melakukan hal itu, sehingga permukaan yang

dihasilkan lumayan baik walaupun tidak 100% permukaannya baik.

Pengoperasian mesin ampelas

Mesin ampelas harus diatur konstan dan tidak terlalu kencang agar permukaan sampel

tidak cepat tergerus.

Pada saat ampelas beberapa sampel di atas 1 mesin ampelas terdapat beberapa sampel.

Dan sampel tersebut jenisnya berbeda. Untuk sampel yang jenis medium carbon steel

seharusnya jangn bersamaan dengan baja karena permukaan sampel medium carbon steel

akan rusak karena terkena bekas ampelas jenis baja.

Page 37 of 67

Page 38: Lap akhir prak karmat2 fadli

Laporan Akhir Praktikum Karakterisasi Material 2 Mohammad Fadli 0806331771

1.3 Hasil Poles

Pemolesan merupakan proses untuk memperhalus permukaan sampel hingga skala mikron

agar permukaan sampel yang dipoles dapat memantulkan cahaya dengan baik, sehingga pada saat

pengamatan mikrostruktur dapat terlihat lebih jelas. Pemolesan yang dilakukan oleh praktikan

merupakan pemolesan tipe mekanik. Kain poles yang digunakan praktikan ialah kain poles

beludru dan bahan polesnya adalah alumina yang berwarna putih yang telah dilarutkan dengan

air. Untuk sampel yang bertipe ferrous dan non ferrous harus dilakukan di mesin poles yang

berbeda. Hal ini ditujukan agar geram yang dihasilkan oleh sampel ferrous tidak akan merusak

permukaan halus dari sampel non-ferrous.

Mesin Poles Sampel non-Ferrous

Seperti halnya pada proses pengamplasan, proses pemolesan pun harus diberikan air.

Pemberian air saat pemolesan harus tetes demi tetes (tidak boleh terlalu banyak), pemberian air

ini sebenarnya hanya untuk meratakan alumina keseluruh bagian kain beludru, sekaligus

memudahkan praktikan dalam melakukan pemolesan karena jika tidak diberikan air maka

pemegangan terhadap sampel akan semakin sulit karena koefisien gesek kain beludru terhadap

sampel uji menjadi semakin besar. Tetapi jika pemberian air terlalu berlebih maka akan membuat

pemakaian alumina semakin tidak hemat karena akan banyak alumina yang larut oleh air dan

akhirnya terbuang. Berbeda dari proses pengamplasan, pada proses pemolesan sampel harus

digerakkan dan diputar-putar terus menerus pada porosnya untuk menghindari terbentuknya

cacat berupa ekor komet. Ekor komet adalah cacat berupa goresan melingkar pada pemukaan

sampel akibat pemolesan yang statis atau tidak bergerak.

Pada saat pemolesan yang diperhatikan adalah goresan-goresan yang masih ada pada

permukaan sampel hasil ampelas. Karena larutan alumina akan mengisi goresan-goresan tersebut

sehingga akan terjadi kesalahan pada foto mikro.

Page 38 of 67

Page 39: Lap akhir prak karmat2 fadli

Laporan Akhir Praktikum Karakterisasi Material 2 Mohammad Fadli 0806331771

Dari hasil pemolesan sampel praktikan 618 quench udara, terlihat sanagat mengkilap seperti

kaca dikarenakan baja 618 mengandung unsur Cr. Sedangkan sampel HST, setelah dilakukan

pemolesan masih terdapat gores kecil dan tidak begitu mengkilap seperti baja 618.

1.4 Hasil etsa

Proses etsa merupakan tahap akhir dari serangkain proses preparasi sampel dan dilakukan

setelah proses pemolesan. Proses etsa yang dilakukan adalah pengetsaan kimia, yaitu dengan jalan

mencelupkan spesimen ke dalam larutan pengetsa selama beberapa detik tergantung dari jenis

sampel yang akan diuji. Etsa sendiri bertujuan untuk mengikis batas butir dengan menggunakan

prinsip korosi yang terkontrol.

Proses etsa yang dilakukan diawali dengan membersihkan bagian permukaan sampel yang

telah dipoles dengan air lalu kemudian dikeringkan menggunakan blower. Setelah itu sampel

dicelupkan ke dalam kaca arloji yang berisi zat etsa yang akan digunakan dan ditahan sampai batas

waktu yang telah ditentukan sambil digoyang-goyang. Untuk sampel ferrous, pada saat

pengetsaan ditahan selama 5-10 detik. Setelah ditahan sampai waktu yang ditentukan tersebut

sampel segera diangkat dan dibersihkan dengan air lalu ditetesi alkohol. Setelah dibersihkan

dengan alkohol sampel segera dikeringkan dengan blower. Dan berikut ini adalah tabel sampel dan

jenis etsa,

Sampel Zat etsa Waktu

618 Nital 2 % 10 detik

S50( sampel HST) Nital 2 % 10 detik

Hal yang perlu diperhatikan dalam proses etsa adalah penentuan zat etsa yang sesuai untuk

setiap jenis material sampel. Jika penggunaan zat etsa yang tidak sesuai dapat menimbulkan cacat

terutama pada proses etsa kimia yang disebabkan oleh mekanisme pengikisan batas butir tidak

akan menghasilkan hasil etsa yang baik. Selain itu juga harus diperhatikan waktu pengetsaan

karena terkait dengan kecepatan penyerangan zat etsa. Pengetsaan yang terlalu cepat

mengakibatkan batas butir tidak terkikis dengan baik sehingga mikrostruktur tidak tampak dengan

Page 39 of 67

Page 40: Lap akhir prak karmat2 fadli

Laporan Akhir Praktikum Karakterisasi Material 2 Mohammad Fadli 0806331771

baik. Sedangkan jika terlalu lama maka zat etsa akan mengikis butir dari material dan

menyebabkan material menjadi hangus. Untuk mengatasi masalah pengetsaan yang kurang baik

dapat diperbaiki dengan mengulang kembali proses pemolesan hingga kembali didapatkan

permukaan sampel yang mengkilap kemudian dietsa kembali dengan zat etsa yang sama.

Sedangkan untuk proses etsa yang berlebihan atau sering disebut dengan istilah over-etching

dapat diatasi dengan mengamplas kembali sampel yang hangus kemudian dipoles dan dietsa.

Kemudian ketika dilakukan pengeringan dengan blower juga terdapat hal yang harus diperhatikan

yaitu posisi sampel yang harus tepat agar didapat pengeringan yang sempurna (semua permukaan

sampel kering).

Hasil pengetsaan yang baik jika dilihat dengan mata telanjang akan terlihat permukaan

sampel yang agak keburaman. Setelah dilakukan pengetsaan, maka selanjutnya melakukan

pengamatan mikro. Bagian yang diamati di bawah mikroskop optik adalah bagian permukaan yang

berwarna buram, yang menandakan bahwa daerah tersebut telah mengalami pengetsaan dengan

baik. Proses pengetsaan yang agak kurang lebih baik daripada pengetsaan yang berlebihan. Proses

pengetsaan yang agak kurang dapat diperbaiki dengan proses pemolesan kembali. Tetapi

pengetsaan yang berlebihan akan menghasilkan permukaan yang gosong dan struktur yang sukar

untuk diamati di bawah mikroskop optik, sehingga harus diamplas kembali untuk memperbaikinya.

Pada proses pengetsaan, sampel praktikan, 618, dietsa selama 5 detik tapi batas butirnya

belum terkikis dengan baik sehingga ketika diamati dengan mikroskop mikrostruktur 618 terlihat

dengan samar-samar. Oleh karena itu dilakukan etsa ulang dengan waktu 10 detik. Setelah dietsa

terlihat perbedaan dari sebelumnya. Permukaan sampel terdapat korosi. Berarti sampel sudah

teretsa dengan baik. Ketika diamati dengan mikroskop, mikrostruktur terlihat jelas. Sedangkan

sampel HST tidak mengalami masalah ketika proses pengetsaan.

1.5 Hasil Pengamatan Struktur Mikro

Foto Struktur Mikro AISI 618 Quench udara

Foto Literatur (Atlas of Time Temperature Diagrams for Irons &Steel, G.F Van der Voort)

Page 40 of 67

Foto sampel hasil praktikum

Material : AISI 618 (Quench udara)

Perbesaran : 500 x

Etsa: Nital 2 % selama 10 s

Fasa : Martensite, sedikit austenit sisa, dan sedikit ferrite

Foto Literatur

Material : Baja tipe Fe-Ni-Cr-Mo (AISI 618)

Perbesaran : 200 x

Etsa: Nital 2 %

Martensite

Ferrite

Austenite

Page 41: Lap akhir prak karmat2 fadli

Laporan Akhir Praktikum Karakterisasi Material 2 Mohammad Fadli 0806331771

Penjelasan Sampel

Sampel AISI 618 ketika sebelum dilakukan pengamatan dibawah struktur mikro pada awalnya

memunculkan pola berupa garis – garis memanjang yang merupakan pola mikro pitting yang

semakin parah akibat etsa. Disamping itu, terdapat daerah yang terkorosi akibat proses etsa. Bisa

dikatakan sampel sudah teretsa dengan baik. Setelah dilakukan pengamatan struktur mikro

terlihat sedikit lapisan menempel pada sampel yang menunjukkan bahwasannya sampel telah

terkontaminasi oleh lemak yang dapat saja berasal dari jari akibat tidak sengaja terpegang.

Kemudian terdapat pula kotoran – kotoran dipermukaan karena bekas tisu ketika pengelapan.

Namun hal ini tidak menjadi masalah karena pengamatan mikro hanya membutuhkan area yang

relative sempit, sehingga dapat dicari area yang masih bersih. Kemudian setelah didapatkan

tempat yang tepat dilakukan pengamatan struktur mikro, hasil pengamatan memperlihatka

struktur yang didominasi oleh struktur martensite yang relative halus dan tajam sehingga

praktikan menyimpulkan bahwa sampel tersebut didominasi fasa martensit dengan jenis lath, atau

bilah. Disamping itu, terdapat beberapa daerah kecil yang berwarna putih dan kecoklatan. Daerah

yang berwarna putih adalah ferrite sedangkan yang berwarna coklat adalah austenite sisa yang

belum bertransformasi menjadi martensite.

Menurut literature (ASM Vol 01) , baja AISI 618 merupakan baja dengan komposisi :

Unsur C Cr Fe Mn Mo Ni Si

Kadar (%) 0,37 2,00 94,73 1,40 0,20 1,00 0,30

Dengan sifat mekanik:

Page 41 of 67

Foto Literatur

Material : Baja tipe Fe-Ni-Cr-Mo (AISI 618)

Perbesaran : 200 x

Etsa: Nital 2 %

Page 42: Lap akhir prak karmat2 fadli

Laporan Akhir Praktikum Karakterisasi Material 2 Mohammad Fadli 0806331771

- UTS: 485 Mpa

- Yield Strength: 345 Mpa

- % Elongation: 19 in 200mm

Diagram Fasa Fe-Fe3C

Baja AISI 618 adalah paduan baja Cr-Ni-Mo yang melalui proses vacuum degassing. Baja

jenis ini dimanufaktur dengan kandungan sulfur (S) yang dikontrol secara ketat, yaitu pada kadar

maksimum 0,015%. Setelah praktikan mencocokan dengan diaram TTT dari tipe Fe-Ni-Cr-Mo yang

komposisinya mendekati komposisi AISI 618 dan disesuaikan dengan kurva pendinginan dengan

udara, maka benar didapat mikrostruktur martensit dengan sedikit austenit sisa dan ferrite.

Page 42 of 67

Page 43: Lap akhir prak karmat2 fadli

Laporan Akhir Praktikum Karakterisasi Material 2 Mohammad Fadli 0806331771

Gambar diagram TTT tipe Fe-Ni-Cr-Mo

Kurva pendinginan dengan media udara

Aplikasi

Aplikasi AISI 618 adalah sebagai baja tahan panas untuk aplikasi seperti pada komponen

mesin mobil atau heat exchanger dimana mikrostruktur martensite untuk meningkatkan kekuatan

agar tahan terhadap beban/tekanan saat aplikasinya. Namun dalam penggunaannya perlu di

tempering terlebih dahulu karena sifatnya yang sangat keras namun getas agar didapatkan sifat

yang kuat, keras dan cukup ulet.

Sampel HST

Foto Struktur Mikro S-50C / AISI 1050 Kelompok 16

Sampel : Baja S-50C / Baja AISI 1050

Etsa : Nital 2%

Page 43 of 67

Martensite

Austenite

Ferrite

Page 44: Lap akhir prak karmat2 fadli

Laporan Akhir Praktikum Karakterisasi Material 2 Mohammad Fadli 0806331771

Waktu etsa : 6 detik

Perbesaran : 500x

Keterangan : Austenisasi pada 9000C dengan media pendinginan minyak (oil)

Proses Heat Treatment di Oven (kiri) dan Proses Quenching di Media Minyak (kanan)

Foto Struktur Mikro S-50C / AISI 1050 Literatur

Sampel : Baja AISI 1050

Etsa : Nital 2%

Perbesaran : 500x

Keterangan : Media Pendinginan Minyak

Penjelasan Mengenai Sampel

1. Karakteristik

Baja S-50C merupakan salah satu baja karbon menengah karena memiliki kadar

karbon sekitar 0.48 – 0.55 wt% C. Karena kadar karbonnya yang kurang dari 0.8 wt% C,

maka baja karbon ini tergolong baja hypoeutectoid. Baja ini umumnya digunakan

setelah melalui proses hardening dan tempering. Dengan memvariasikan media quench

Page 44 of 67

Page 45: Lap akhir prak karmat2 fadli

Laporan Akhir Praktikum Karakterisasi Material 2 Mohammad Fadli 0806331771

dan temperatur temper-nya, maka akan dihasilkan sifat mekanik yang berbeda-beda

atau bervariasi.

Pada baja S-50C terdapat beberapa unsur paduan yang terkandung dalam

medium carbon steel seperti Mn, P, dan S. Kandungan mangan sebagai elemen paduan

yang terdapat pada medium carbon steel ini berfungsi untuk meningkatkan kekuatan,

sedangkan unsur P dan S merupakan impurities yang juga berfungsi untuk

meningkatkan kekuatan dari baja medium carbon steel ini.

2. Komposisi S-50C

C : 0.48-0.55

Mn : 0.60-0.90

P (max) : 0.04

S (max) : 0.05

3. Sifat Mekanis S-50C

Density : 7.7-8.03 (x 1000 kg/m3)

Poisson’s Ratio : 0.27-0.30

Modulus Elastis : 190-210 GPa

Tensile Strength : 636 Mpa

Yield strength : 365.4 MPa

Elongasi : 23.7%

Reduksi Area : 39.9%

Hardness : 187 HB

Impact Strength : 16.9 J

4. Diagram Fasa

Page 45 of 67

Page 46: Lap akhir prak karmat2 fadli

Laporan Akhir Praktikum Karakterisasi Material 2 Mohammad Fadli 0806331771

Berdasarkan pengamatan struktur mikro, pada foto sampel HST kelompok 16

terdapat fasa ferrite berwarna putih, austenite sisa berwarna coklat dan martensite

berwarna hijau.

Aplikasi Baja S-50C

Baja S-50C ini memiliki kekerasan tinggi, tahan aus, kekuatan tinggi, machinability

baik, dan tahan terhadap pemakaian yang lama. Aplikasi untuk material ini adalah alat

potong (pisau, pedang), gear, pembuatan injection plastic mould, general machine parts

dan plastic tool.

1.6. Hasil Pengamatan Struktur Makro

Foto Struktur Makro dan Perbandingan dengan Foto Literatur yang Bersesuaian

Foto Struktur Makro Sampel Uji Tarik

Page 46 of 67

Page 47: Lap akhir prak karmat2 fadli

Laporan Akhir Praktikum Karakterisasi Material 2 Mohammad Fadli 0806331771

Sampel : Kuningan (Cu-Zn)

Perlakuan : Uji Tarik

Perbesaran : 7x

Keterangan : Perpatahan Getas

Foto Struktur Makro Literatur

Page 47 of 67

Page 48: Lap akhir prak karmat2 fadli

Laporan Akhir Praktikum Karakterisasi Material 2 Mohammad Fadli 0806331771

Analisa Karakteristik Permukaan

Bila dilihat dari foto struktur makronya, sampel merupakan sampel uji tarik dengan

perpatahan getas. Hal ini ditunjukkan dengan adanya penampakan perpatahan granular

atau berbutir-butir yang tampak terang saat dilihat.

Penjelasan Mekanisme yang Dapat Menyebabkan Sifat dan Bentuk Penampakan pada

Sampel Makro

Jenis perpatahan sampel kuningan (Cu-Zn) yang kami dapat merupakan sampel uji

tarik yang menunjukkan adanya perpatahan getas di permukaannya. Hal ini dapat dilihat

pada foto makro bahwa adanya perpatahan granular atau kristalin pada sampel.

Contoh Bentuk Perpatahan Getas Hasil Uji Tarik

Ciri-ciri fenomena perpatahan getas adalah sebagai berikut:

Tidak ada atau sedikit sekali deformasi plastis yang terjadi

Retak atau perpatahan merambat sepanjang bidang kristalin membelah atom

material (transgranular)

Pada material lunak dengan butir kasar (coarse grain) dapat terlihat pola fan like

yang berkembang keluar dan daerah awal kegagalan

Pada material amorphous (glass), permukaan patahan bercahaya dan mulus

Analisa Bahan Material yang Digunakan Sebagai Sampel berdasarkan Sifat-Sifat yang

Terdapat Pada Sampel Makro

Dengan memperhatikan segala karakteristik yang muncul setelah melakukan

pengamatan terhadap permukaan patahan tersebut serta berdasarkan pengamatan fisik

dari sampel pengujian tersebut, dapat disimpulkan bahwa sampel tersebut adalah sampel

kuningan (Cu-Zn). Sampel tersebut dilakukan pengujian tarik dengan menggunakan Mesin

Page 48 of 67

Page 49: Lap akhir prak karmat2 fadli

Laporan Akhir Praktikum Karakterisasi Material 2 Mohammad Fadli 0806331771

Shimadzu di Laboratorium Pengujian Merusak. Hal ini juga diperkuat dengan

membandingkan kuningan yang diperiksa struktur makronya disini dengan kuningan yang

pernah dipakai saat Praktikum Uji Tarik (Praktikum Karakterisasi Material I).

Analisa Pemakaian Sampel dan Lingkungannya

Kuningan merupakan salah satu material yang banyak digunakan di masyarakat.

Material ini merupakan material serbaguna yang digunakan karena kekuatannya,

ketahanan korosinya, penampilannya dan kemudahannya untuk digunakan dan

disambung. Contoh aplikasi yang menggunakan kuningan antara lain:

Terali sebagai pengganti besi (Grillwork)

Perhiasan (Jewelry)

Lencana (Badge)

Pegangan Pintu (Door Handle), dan lain-lain.

III.2. Percobaan Jominy

2.1. Data Percobaan

Jenis Baja : AISI 1430

Temperatur Austenisasi : 850oC

Jenis Indentor : Hardened Steel Ball

Diameter Indentor : 3,15 mm

Beban Indentasi : 187,5 kg

Waktu Indentasi : 15 detik

Page 49 of 67

Page 50: Lap akhir prak karmat2 fadli

Laporan Akhir Praktikum Karakterisasi Material 2 Mohammad Fadli 0806331771

2.2. Tabel Hasil Penjejakan dan Nilai BHN

NoJarak dari end-

quench (mm)

Diameter Penjejakan (mm)BHN

Dx (mm) Dy (mm) Davg (mm)

1 6 0.545 0.558 0.552 768.92

2 12 0.943 0.964 0.954 256.55

3 18 1.009 0.974 0.992 236.78

4 24 1.015 0.978 0.997 234.36

5 30 1.019 1.018 1.019 223.84

6 36 1.071 1.024 1.048 211.28

7 42 1.073 1.070 1.072 201.64

8 48 1.089 1.083 1.086 196.31

9 54 1.119 1.136 1.128 181.47

10 60 1.133 1.156 1.145 175.96

11 66 1.156 1.160 1.158 171.88

12 72 1.159 1.160 1.160 171.27

13 78 1.159 1.158 1.159 171.58

14 84 1.158 1.174 1.166 169.44

15 90 1.174 1.180 1.177 166.17

Contoh perhitungan:

P = 3.15 mm, D = 187.5 kg

BHN= 2 P

(πD )(D−√D 2−d2)

BHN= 2×187.5

(π ×3.15 ) (3.15−√3.152−1.1772 ) =166.17 BHN

Page 50 of 67

Page 51: Lap akhir prak karmat2 fadli

Laporan Akhir Praktikum Karakterisasi Material 2 Mohammad Fadli 0806331771

2.3. Grafik Hardenability

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 1000

100200300400500600700800900

Grafik Hardenability

Jarak dari Sumber Air (mm)

Keke

rasa

n (B

HN)

2.4. Pembahasan Hasil

Analisa Penyebab Perbedaan Kekerasan Dihubungkan dengan Transformasi Fasa yang

Terjadi di Setiap Daerah atau Perbedaan Jarak dari Titik Quench

Percobaan jominy memanfaatkan perbedaan kecepatan pendinginan dari sampel.

Bagian yang paling dekat dengan air adalah yang paling cepat pendinginannya. Semakin

jauh dari air, semakin lama laju pendinginannya. Sesuai dengan diagram TTT, dari bagian

yang cepat pendinginannya sampai bagian terlama, mikrostrukturnya akan

bertransformasi membentuk full martensite; martensite, bainite; martensite, ferit, bainite;

full bainite; bainite ferit. Mikrostruktur tersebut berhubungan dengan kekerasan dimana

semakin banyak martensitenya, maka makin keras dan sebaliknya seperti pada grafik

berikut

Page 51 of 67

Page 52: Lap akhir prak karmat2 fadli

Laporan Akhir Praktikum Karakterisasi Material 2 Mohammad Fadli 0806331771

Kurva distribusi nilai kekerasan terhadap jarak dari Quench End

Prinsip Percobaan Jominy berkaitan dengn Temperatur dan Waktu Tahan yang

Dihubungkan dengan Kemampukerasan Material

Percobaan Jominy memanfaatkan prinsip kecepatan pembekuan dalam mengukur

kemampukerasan logam. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampukerasan adalah

komposisi, ukuran butir austenit dan mikrostruktur sebelum quenching. Jika kita kaikan

dengan waktu tahan dan temperatur, maka akan berkaitan dengan ukuran butir austenit

dan mikrostruktur sebelum quenching. Saat austenisasi jika temperatur besar, maka

terjadi pertumbuhan butir sehingga butir-butir austenit menjadi besar dan ketika di

quench martensite yang terbentuk menjadi lebih banyak. Itu artinya hardenability

meningkat. Begitu pula jika waktu tahan besar, difusi karbon ke austenit menjadi lebih

banyak sehingga didapatkan austenit yang sempurna. Jika dilakukan quenching, maka

martensite yang terbentuk juga sempurna sehingga hardenability meningkat.

Page 52 of 67

TEM

PERA

TUR

( °C)

18 Kekerasan

setelah kuens (Rockwell C)

18 42 56 63-65

60-62 57-58

a

e

d

c

b

f 7

50

850

950

Waktu tahan yang

benar

Page 53: Lap akhir prak karmat2 fadli

Laporan Akhir Praktikum Karakterisasi Material 2 Mohammad Fadli 0806331771

Kesesuaian Hasil Percobaan dengan Grafik Jominy dari Literatur, serta Variabel-Variabel

yang Berpengaruh pada Percobaan

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 1000

200400600800

1000

Grafik Hardenability

Jarak dari Sumber Air (mm)

Keke

rasa

n (B

HN)

Bila dibandingkan dengan kurva Jominy praktikan, secara umum sudah benar, yaitu

semakin jauh dari sumber air, kekerasan akan semakin menurun. Hal ini dikarenakan laju

pendinginan dekat sumber air berlangsung cepat sehingga pembentukan fasa

martensitenya semakin banyak dan memiliki kekuatan paling tinggi. Namun pada kurva

Jominy praktikan, apabila dilihat secara detail menghasilkan nilai-nilai kekerasan yang

fluktuatif. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh:

Pengamplasan yang kurang bersih, masih terdapat oksida-oksida pada

permukaan dimana nilai kekerasannya akan menjadi lebih besar. Karena saat

uji kekerasan yang terkena beban Brinnel adalah oksidanya bukan materialnya.

Pengukuran jejak pada measuring microscope yang kurang tepat. Hal ini karena

bentuk jejaknya tidak tepat seperti lingkaran mulus, sehingga penentuan ujung-

ujung lingkarannya hanya berdasarkan perkiraan yang menyebabkan nilai

kekerasannya menjadi kurang akurat.

Adanya coretan bekas spidol yang digunakan untuk menandai daerah

penjejakan yang menghalangi proses pengamatan pada measuring microscope.

Page 53 of 67

Page 54: Lap akhir prak karmat2 fadli

Laporan Akhir Praktikum Karakterisasi Material 2 Mohammad Fadli 0806331771

Alat Measuring Microscope

Pada saat penjejakan, waktu yang digunakan tidak tepat 15 detik untuk semua

posisi penjejakan (ada yang kelebihan, ada yang kekurangan).

Aplikasi Percobaan Jominy

Aplikasi dari percobaan Jominy bertujuan untuk mengetahui seberapa dalam

kekerasan yang dicapai sehingga diperoleh hubungan antara jarak permukaan pada

pendinginan langsung dengan sifat kemampukerasan bahan dan hubungan antara

kecepatan pendinginan dengan fasa yang terbentuk serta mendapatkan sifat kekerasan

dari fasa tersebut. Dasar grafik Jominy yaitu kurva CCT yang dapat menjelaskan

kemampukerasan bahan dari suatu pendinginan dengan media pendingin tertentu

sehingga dapat diketahui fasa apa saja yang terbentuk. Laju pendinginan juga berpengaruh

dalam kemampukerasan baja. Semakin cepat laju pendinginan maka semakin mudah

mendapatkan fasa martensit.

Jadi, percobaan Jominy ini dapat dijadikan sebagai dasar penentuan

kemampukerasan baja terhadap laju pendinginan dan media pendinginan yang berbeda.

Selain itu, dapat diketahui fasa-fasa apa saja yang terbentuk dan nilai kekerasan yang

diperoleh.

Page 54 of 67

Page 55: Lap akhir prak karmat2 fadli

Laporan Akhir Praktikum Karakterisasi Material 2 Mohammad Fadli 0806331771

Page 55 of 67

Page 56: Lap akhir prak karmat2 fadli

Laporan Akhir Praktikum Karakterisasi Material 2 Mohammad Fadli 0806331771

III.3. Pengujian HST

3.1. Data Percobaan

Kelompok 16

Jenis sampel : S-50C (AISI 1050)

Temperatur austenisasi : 900oC

Waktu tahan : 25 menit

Media quench : Oil

Waktu quench : -

Jenis indentor : Hardened Steel Ball

Diameter indentor : 3.15 mm

Beban indentasi : 187.5 kg

Waktu indentasi : 15 detik

Kelompok 15

Jenis sampel : S-50C (AISI 1050)

Temperatur austenisasi : 900oC

Waktu tahan : 10 menit

Media quench : Oil

Waktu quench : -

Jenis indentor : Hardened Steel Ball

Diameter indentor : 3,15 mm

Beban indentasi : 187,5 kg

Waktu indentasi : 15 detik

3.2. Tabel Hasil Pengujian Kekerasan

Kelompok 16

No. d1(mm) d2(mm) drata-rata(mm) BHN BHNrata-rata

1 0.965 0.976 0.971 247.33243.472 0.989 0.976 0.983 241.16

3 0.993 0.969 0.981 241.92

Page 56 of 67

Page 57: Lap akhir prak karmat2 fadli

Laporan Akhir Praktikum Karakterisasi Material 2 Mohammad Fadli 0806331771

Contoh perhitungan :

BHN= 2 P

(πD )(D−√D 2−d2)

BHN= 2×187.5

(π ×3.15 ) (3.15−√3.152−0.9832 ) = 241.16 BHN

Kelompok 15

No. d1(mm) d2(mm) drata-rata(mm) BHN BHNrata-rata

1 0.963 0.975 0.969 248.21

240.702 1.001 1.010 1.006 230.073 0.977 0.978 0.978 243.55

Contoh perhitungan :

BHN= 2 P

(πD )(D−√D 2−d2)

BHN= 2×187.5

(π ×3.15 ) (3.15−√3.152−1.0062 ) = 230.07 BHN

Perbandingan Foto Mikrostruktur Kelompok 16 dan 15

Kelompok 16

Kelompok 15

Page 57 of 67

Page 58: Lap akhir prak karmat2 fadli

Laporan Akhir Praktikum Karakterisasi Material 2 Mohammad Fadli 0806331771

3.3. Pembahasan Hasil

Penyebab Perbedaan Kekerasan

Nilai kekerasan yang diperoleh dari tiga daerah yang dilakukan penjejakan adalah

berbeda-beda. Terdapat daerah yang lebih lunak dan lebih keras. Hal ini dapat disebabkan

oleh:

Pengamplasan yang kurang bersih, masih terdapat oksida-oksida pada permukaan

dimana nilai kekerasannya akan menjadi lebih besar. Karena saat uji kekerasan yang

terkena beban brinnel adalah oksidanya bukan materialnya.

Pengukuran jejak pada measuring microscope yang kurang tepat. Hal ini karena bentuk

jejaknya tidak tepat seperti lingkaran mulus, sehingga penentuan ujung-ujung

lingkarannya hanya berdasarkan perkiraan yang menyebabkan nilai kekerasannya

menjadi kurang akurat.

Waktu indentasi yang tidak tepat sama, kadang suka terlebih atau kekurangan

beberapa detik.

Pada percobaan dilakukan perbandingan nilai kekerasan suatu material yang sama dan

media pendinginan yang juga sama (minyak / oil) antara Kelompok 16 dan Kelompok 15. Nilai

kekerasan yang dihasilkan pun tidak jauh berbeda antara Kelompok 16 (243.47 BHN) dan

Kelompok 15 (240.70 BHN). Nilai kekerasan yang diperoleh oleh Kelompok 16 sedikit lebih

besar dibandingkan nilai kekerasan Kelompok 15. Jika dilihat lebih detail lagi, terdapat

perbedaan variable antara praktikum yang dilakukan oleh Kelompok 16 dan Kelompok 15.

Variabelnya adalah waktu tahan yang dilakukan pada suhu austenisasi baja S-50C, yaitu 25

menit untuk Kelompok 16 dan 10 menit untuk Kelompok 15.

Waktu tahan diberikan dalam suatu proses perlakuan panas dengan tujuan

memberikan pada unsur-unsur suatu bahan untuk melakukan difusi. Dengan pemberian

waktu tahan diharapkan karbon dapat larut dalam austenit dan austenit menjadi lebih

homogen. Jadi waktu tahan yang lebih lama akan memberikan kekerasan yang tinggi.

Analisa Variabel-Variabel yang Berpengaruh pada Percobaan

Kecepatan Pendinginan

Media quenching akan sangat mempengaruhi tingkat kekerasan yang didapatkan.

Media quenching akan sangat berpengaruh terhadap kecepatan pendinginan terhadap

material tersebut, dimana kecepatan pendinginan akan mempengaruhi struktur apa

yang terbentuk pada material tersebut. Berikut adalah skema singkat perbandingan

media quenching terhadap waktu pendinginan.

Page 59: Lap akhir prak karmat2 fadli

Laporan Akhir Praktikum Karakterisasi Material 2 Mohammad Fadli 0806331771

Terlihat bahwa air memiliki waktu pendinginan yang paling singkat, yang berarti

bahwa air memiliki kecepatan pendinginan yang paling tinggi. Sedangkan minyak berada

di posisi berikutnya, yang berarti kecpatan pendinginan tidak secepat pendinginan

dengan air.

Kecepatan pendinginan mempengaruhi fasa yang akan terbentuk dan tingkat

kekerasan dari suatu material. Dapat dilihat dari diagram CCT di bawah, ditunjukkan

bahwa pendinginan dengan media air akan menghasilkan martensit lebih cepat karena

laju pendinginannya lebih cepat dibandingkan dengan media minyak ataupun udara. Hal

ini tidak terlalu terlihat untuk percobaan yang kelompok kami lakukan dengan kelompok

pembanding (Kelompok 15) karena sama-sama menggunakan media pendingin yang

sama, yaitu minyak / oil.

Diagram CCT (Continous Cooling Transformation)

Water

TimeTem

pera

ture

, C950

0Skema pendinginan berbagai media

OilFB2 bar over pressure quenching

Air

Page 60: Lap akhir prak karmat2 fadli

Laporan Akhir Praktikum Karakterisasi Material 2 Mohammad Fadli 0806331771

Temperatur Austenisasi

Temperatur austenisasi akan mempengaruhi pertumbuhan butir dari suatu

material. Jika temperatur austenitnya tinggi, maka akan didapatkan butir austenit yang

besar. Sedangkan bila temperatur austenitnya rendah maka akan didapatkan butir yang

kecil. Pengaruh temperatur austenit tidak hanya pada pertumbuhan butir tetapi juga

pada nilai kekerasan. Tingginya temperatur austenisasi akan menghasilkan kekerasan

yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan dengan tingginya temperatur autenisasi akan

membantu terlarutnya karbon dalam austenit yang akan bertransformasi menjadi

martensit karena kadar karbon yang terperangkap dalam struktur kristal lebih banyak.

Sedangkan dengan temperatur yang lebih rendah, tidak akan menghasilkan kekerasan

yang maksimum. Hal ini disebabkan kadar karbon yang terlarut belum banyak selain itu

kemungkinan dapat terjadi belum tercapainya daerah austenisasi. Sehingga masih

terdapat ferrit yang akan tetap berupa ferrit pada temperatur kamar.

Waktu Tahan Austenisasi

Waktu tahan diberikan dalam suatu proses perlakuan panas dengan tujuan

memberikan pada unsur-unsur suatu bahan untuk melakukan difusi. Dengan pemberian

waktu tahan diharapkan karbon dapat larut dalam austenit dan austenit menjadi lebih

homogen. Jadi waktu tahan yang lebih lama akan memberikan kekerasan yang tinggi.

Pengaruh Waktu Tahan & Temperatur terhadap Kekerasan Hasil Quench yang Diperoleh

Temperatur austenisasi Kelompok 16 dan 15 tidak berbeda dan sama-sama

berada pada daerah austenit, namun waktu tahan temperatur austenitnya lebih lama

pada kelompok 16 (25 menit). Bila dilihat pada grafik di atas, waktu tahan yang benar

untuk proses ini sekitar 56-63 menit. Sehingga dapat dikatakan bahwa perbedaan waktu

Page 61: Lap akhir prak karmat2 fadli

9000C

5400C

T(0C)

T0

T1

T2

t (menit)25 menit51 menit

Laporan Akhir Praktikum Karakterisasi Material 2 Mohammad Fadli 0806331771

tahan austenisasi yang dilakukan ini berakibata pada nilai kekerasan yang diperoleh dan

dibuktikan dengan percobaan ini dimana Kelompok 16 dengan waktu tahan lebih lama

(25 menit) memiliki nilai kekerasan yang lebih besar dibandingkan nilai kekerasan

Kelompok 15 yang hanya ditahan selama 10 menit di fasa austenite.

Pengaruh Temperatur dan Waktu Tahan Temper

Proses tempering merupakan suatu proses untuk melunakkan baja yang telah

dikeraskan dengan maksud mendapatkan sifat ketangguhan dengan mengorbankan sifat

kekerasannya. Hal ini dilakukan dengan cara memanaskan kembali material yang telah

didinginkan yang bertujuan agar karbon yang terperangkap dapat berdifusi. Banyaknya

karbon yang berdifusi tergantung pada temperatur tempernya dan waktu tahan temper.

Semakin tinggi temperaturnya dan semakin lama waktu tahan, maka semakin banyak karbon

yang berdifusi sehingga kekerasannya semakin rendah dan keuletan meningkat.

Diagram Perlakuan Panas Sampel HST S-50C Kelompok 16

Page 62: Lap akhir prak karmat2 fadli

Laporan Akhir Praktikum Karakterisasi Material 2 Mohammad Fadli 0806331771

BAB IV

TUGAS TAMBAHAN

1. Sebutkan jenis-jenis cacat saat preparasi sampel!

a. Cacat-cacat yang umumnya terjadi pada sampel castable mounting antara lain:

Cracking: retaknya media mounting, disebabkan oleh terlalu banyaknya hardener dan

temperatur yang terlalu tinggi.

Bubbles: terdapat gelembung gas pada media mounting, disebabkan karena pengadukan

yang terlalu kasar atau cepat saat pencampuran resin dan hardener, sehingga ada udara

yang terperangkap di dalam campuran tersebut. Pencegahannya adalah mengaduk secara

perlahan campuran resin dan hardener.

Discoloration: pengotoran, perubahan warna, dan perusakan warna, yang terjadi karena

rasio resin dan hardener tidak seimbang, dan hardener teroksidasi.

Soft mounts: media mounting terlalu lunak, perbandingan resin dan hardener tidak

seimbang, dan juga hardener terlalu sedikit.

Tacky tops: Permukaan mounting tidak rata, disebabkan oleh tidak ratanya permukaan

cetakan saat dituang atau karena perbandingan resin dan hardener yang kurang tepat. Cara

pencegahannya adalah dengan benar-benar meratakan permukaan isolasi yang akan

dituang resin dan memperhitungkan perbandingan resin dan hardener.

Unfused: retakan di sekeliling sampel, disebabkan oleh tegangan permukaan dan tekanan

yang berlebihan.

b. Cacat pada proses pemolesan:

Cacat Ekor Komet: cacat berupa goresan melingkar pada

pemukaan sampel. Hal ini dapat terjadi akibat

penumpukan alumina pada celah-celah mikro di sampel

ketika pemolesan dilakukan secara statik. Ketika

pemolesan dilakukan static, terdapat kemungkinan

adanya partikel-partikel alumina yang terperangkap di

dalam celah-celah mikro ,seperti goresan yang dapat saja

terbentuk pada saat pengamplasan, dan membentuk

suatu garis putih layaknya sebuah ekor komet. Apabila

menggunakan teknik poles satu arah, bubuk alumina akan

berkumpul dan tertahan pada satu bagian sampel. Dan lama kelamaan bubuk alumina akan

menimbulkan goresan pada sampel dan terbentuklah ekor komet. Untuk mengatasinya,

maka ketika proses pemolesan berlangsung, sampel harus terus menerus diputar.

Page 63: Lap akhir prak karmat2 fadli

Laporan Akhir Praktikum Karakterisasi Material 2 Mohammad Fadli 0806331771

c. Cacat pada proses etsa:

Cacat Hangus: cacat berupa hangusnya (gosong) permukaan sampel akibat terlalu lamanya

proses etsa berlangsung.

Cacat Micropitting: cacat berupa terbentuknya sumuran-sumuran kecil pada saat

pengamatan struktur mikro akibat pengetsaan terlalu lama.

2. Berikan gambar mikrostruktur yang memiliki pearlite band hasil dari pengerolan!

Gambar mikrostruktur baja paduan rendah yang menunjukkan adanya butir ferrite dan pita pearlite dengan

menggunakan etsa picral 4% dan nital 2% dan perbesaran 200x

3. Mengapa pearlite band harus dihilangkan?

Pearlite band atau juga sering disebut sebagai ferrite-pearlite band merupakan suatu

distribusi tidak homogen dari susunan ferrite dan pearlite sebagai filament atau pelat yang sejajar

dengan arah pengerjaannya (biasanya pengerolan). Pearlite band ini tidak diinginkan dalam

produk hasil pengerolan karena perbedaan distribusi ferrite dan pearlite tersebut dapat

mengakibatkan menurunnya sifat mekanis. Hal ini disebabkan karena sifat ferrite yang ulet

terpisah dengan sifat sementit yang getas sehingga ada perbedaan distribusi kekuatan pada

produk.

4. Berikan perbandingan mikrostruktur sebelum dan sesudah pengerolan yang memiliki pearlite

band!

Page 64: Lap akhir prak karmat2 fadli

Laporan Akhir Praktikum Karakterisasi Material 2 Mohammad Fadli 0806331771

Mikrostruktur Baja Paduan Rendah Sebelum Pengerolan (kiri) dan Sesudah Pengerolan (kanan)

5. Bagaimana cara mendapatkan foto HSLA dengan fasa austenite?

HSLA dimanufaktur melalui proses Thermo Mechanical Control, dimana ia dilakukan canai panas

dan langsung di anil normalisasi dan didinginkan agak cepat. Setelah didinginkan agak cepat

terdapat fasa asutenite yang belum bertransformasi. Oleh karena itu kita amati mirostruktur HSLA

setelah pendinginan untuk menlihat fasa austenit.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.I. Kesimpulan

Mounting

Mounting bertujuan untuk menempatkan sampel pada suatu media agar memudahkan

penanganan sampel yang berukuran kecil dan tidak beraturan.

Terdapat dua metode mounting yaitu castable mounting dan compression mounting.

Metode yang digunakan pada percobaan ini adalah castable mounting karena lebih mudah

dan alat yang digunakan lebih sederhana.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan proses mounting yaitu

perbandingan resin dan hardener, proses pengadukan, ketebalan resin dan pemasangan

perekat pada cetakan.

Terdapat beberapa cacat hasil mounting pada sampel, antara lain terdapat gelembung-

gelembung dan permukaan mounting tidak rata.

Page 65: Lap akhir prak karmat2 fadli

Laporan Akhir Praktikum Karakterisasi Material 2 Mohammad Fadli 0806331771

Pengamplasan

Pengamplasan bertujuan untuk meratakan dan menghaluskan permukaan sampel dengan

cara menngosokan sampel dangan kertas amplas.

Pengamplasan dilakukan dari grid yang rendah (kasar) ke grid yang tinggi (halus). Hal ini

untuk menghilangkan goresan-goresan yang terbentuk sebelumnya.

Setiap pergantian grid selalu diikuti dengan pergantian arah pengamplasan sebesar 45o atau

90o.

Pada saat pengamplasan harus dilakukan pemberian air secara kontinyu karena air

berfungsi untuk pemindah geram, memperkecil kerusakan akibat dan memperpanjang

masa pemakaian kertas amplas.

Pengamplasan sampel ferrous dan non ferrous yang dilakukan bersamaan harus

diperhatikan. Sampel ferrous diletakkan di bagian luar sedangkan sampel non ferrous

diletakkan di bagian agak dalam, hal ini agar geram hasil amplas ferrous tidak merusak

permukaan sampel non ferrous.

Terdapat cacat hasil amplas seperti cacat bidang.

Pemolesan

Pemolesan bertujuan untuk untuk mendapatkan permukaan sampel yang halus dan

mengkilap seperti kaca.

Pemolesan ada tiga macam, yaitu pemolesan kimia mekanis, pemolesan elektrolit kimia dan

pemolesan elektromekanis.

Pada saat pemolesan, sampel harus diputar-putar untuk menghindari cacat ekor komet.

Jenis zat poles yang digunakan pada percobaan ini adalah cairan alumina.

Hal yang perlu diperhatikan dalam pemolesan adalah tekanan poles, pemutaran sampel,

pemberian air dan zat poles.

Etsa

Etsa adalah suatu proses penyerangan atau pengikisan batas butir yang selektif dan

terkendali dengan pencelupan ke larutan pengetsa baik menggunakan listrik maupun tidak

ke permukaan sampel sehingga detil struktur yang akan diamati akan terlihat jelas dan

tajam.

Dua proses etsa yang dipakai ialah etsa kimia dan elektroetsa.

Pada etsa kimia, untuk melihat struktur baja menggunakan zat nital, Al dengan zat HF, dan

paduan tembaga dengan zat FeCl3.

Variabel etsa yang penting untuk proses etsa kimia adalah pemilihan zat etsa, waktu

pengetsaan, dan pemberian alkohol.

Page 66: Lap akhir prak karmat2 fadli

Laporan Akhir Praktikum Karakterisasi Material 2 Mohammad Fadli 0806331771

Pengamatan Struktur Mikro dan Makro

Tujuan dari pengamatan mikro adalah mengetahui pengambilan foto mikrostruktur,

menganalisa struktu mikro dan sifat-sifatnya, dan mengenali fasa-fasa yang terdapat dalam

struktur mikro.

Tujuan dari pengamatan struktur makro adalah mengetahui jenis perpatahan dari sampel.

Sebelum dilakukan pengamatan, sampel untuk pengamatan struktur mikro harus dilakukan

persiapan sampel dengan baik, agar hasilnya dapat dilihat dengan jelas dan tajam serta

dapat dibandingkan dengan literatur yang ada.

Sampel pengamatan struktur makro pada percobaan ini adalah sampel hasiil uji tarik

dengan jenis perpatahan getas.

Hal yang penting pada saat pengamatan struktur adalah pencahayaan, fokus, dan

perbesaran yang tepat agar dapat terlihat ada fasa, karbida, presipitat dan komponen apa

saja pada sampel pengamatan struktur mikro dan patahan apa yang terjadi pada sampel

pengamatan struktur makro.

Percobaan Jominy

Percobaan Jominy bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh material tersebut berfasa

martensit, memprediksi seberapa dalam kekerasan yang dicapai, membandingkan

kekerasan suatu material dengan standardnya.

Dengan kurva Jominy dapat diketahui hubungan antara kecepatan pendinginan dengan fasa

yang terbentuk serta mendapatkan sifat kekerasannya.

Semakin dekat dengan sumber air, maka sifat kekerasannya makin tinggi, karena laju

pendinginannya semakin cepat sehingga martensit lebih mudah terbentuk.

Nilai kekerasan untuk percobaan Jominy dilakukan dengan metode Brinell.

Semakin landai grafik kekerasan dan jarak end-quench, menunjukan bahwa

kemampukerasan material akan semakin baik.

Pengujian HST

Perlakuan panas merupakan proses kombinasi pemanasan dan pendinginan yang bertujuan

mengubah struktur mikro dan sifat mekanis logam.

Laju pendinginan suatu proses ditentukan oleh media pendinginnya, dapat berupa air,

minyak, udara, dan lain-lain.

Laju pendinginan yang berbeda akan menghasilkan fasa yang berbeda. Masing - masing fasa

tersebut terjadi dengan kondisi pendinginan yang berbeda-beda dimana untuk setiap

paduan bahan dapat dilihat pada diagram CCT dan TTT. Dan masing-masing fasa memiliki

nilai kekerasan yang berbeda.

Page 67: Lap akhir prak karmat2 fadli

Laporan Akhir Praktikum Karakterisasi Material 2 Mohammad Fadli 0806331771

Pada percobaan ini, dilakukan perlakuan panas dengan media pendinginnya minyak (oil).

V.2. Saran

Praktikan diberi kesempatan untuk melakukan proses mounting untuk lebih memahami

dan mengerti proses mounting itu tersebut.

Jumlah mesin amplas otomatis ditambah serta diadakan perbaikan terhadap sistem

saluran air di mesin tersebut agar memudahkan praktikan.

Praktikan diberikan kesempatan untuk belajar mengoperasikan atau mensetting

mikroskop agar gambar yang dihasilkan bagus.

Pengamatan struktur mikro dilakukan lebih lanjut dengan menggunakan SEM.

6. Daftar Pustaka

ASM Handbook Volume 1: Properties and Selection: Irons, Steels, and High-Performance Alloys

ASM Handbook Volume 3: Alloy Phase Diagrams

ASM Handbook Volume 4: Heat Treating

ASM Handbook Volume 9: Metallography and Microstructures

Ariati MS, Dr. Ir. Myrna. Bahan Kuliah (slide) Heat Treatment & Surface Engineering. 2010. Depok:

DTMM FT UI

Callister, William. Material Science and Engineering An Introduction Seventh Edition. 2007. New

York: Wiley

Lab Metalografi & HST. Modul Praktikum Karakterisasi Material 2. 2011. Depok: DTMM FT UI

Voort, G.F Van der. Atlas of Time Temperature Diagrams for Irons &Steel. 1991. ASM International