landasan teori - eprints.ung.ac.ideprints.ung.ac.id/4738/5/2012-1-61201-931410230-bab2... ·...

30
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Isentif 2.1.1 Pengertian Insentif Insentif sebagai sarana motivasi yang mendorong para pegawai untuk bekerja dengan kemampuan yang optimal, yang dimaksudkan sebagai pendapatan ekstra di luar gaji atau upah yang telah ditentukan. Pemberian insentif dimaksudkan agar dapat memenuhi kebutuhan para pegawai dan keluarga mereka. Istilah sistem insentif pada umumnya digunakan untuk menggambarkan rencana-rencana pembayaran upah yang dikaitkan secara langsung atau tidak langsung dengan berbagai standar kinerja pegawai atau profitabilitas organisasi. Insentif dapat dirumuskan sebagai balas jasa yang memadai kepada pegawai yang prestasinya melebihi standar yang telah ditetapkan. Insentif merupakan suatu faktor pendorong bagi pegawai untuk bekerja lebih baik agar kinerja pegawai dapat meningkat. Untuk memperoleh pengertian yang lebih jelas tentang insentif, di bawah ini ada beberapa ahli manajemen mengemukakan pengertian mengenai insentif. Menurut Malayu S.P Hasibuan (2001:117), mengemukakan bahwa: “Insentif adalah tambahan balas jasa yang diberikan kepada karyawan tertentu yang prestasinya di atas prestasi standar. Insentif ini merupakan alat yang dipergunakan pendukung prinsip adil dalam pemberian kompensasi”. 7

Upload: lydiep

Post on 18-Mar-2019

241 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Isentif

2.1.1 Pengertian Insentif

Insentif sebagai sarana motivasi yang mendorong para pegawai untuk bekerja dengan

kemampuan yang optimal, yang dimaksudkan sebagai pendapatan ekstra di luar gaji atau upah

yang telah ditentukan. Pemberian insentif dimaksudkan agar dapat memenuhi kebutuhan para

pegawai dan keluarga mereka. Istilah sistem insentif pada umumnya digunakan untuk

menggambarkan rencana-rencana pembayaran upah yang dikaitkan secara langsung atau tidak

langsung dengan berbagai standar kinerja pegawai atau profitabilitas organisasi.

Insentif dapat dirumuskan sebagai balas jasa yang memadai kepada pegawai yang

prestasinya melebihi standar yang telah ditetapkan. Insentif merupakan suatu faktor pendorong

bagi pegawai untuk bekerja lebih baik agar kinerja pegawai dapat meningkat. Untuk memperoleh

pengertian yang lebih jelas tentang insentif, di bawah ini ada beberapa ahli manajemen

mengemukakan pengertian mengenai insentif.

Menurut Malayu S.P Hasibuan (2001:117), mengemukakan bahwa: “Insentif adalah

tambahan balas jasa yang diberikan kepada karyawan tertentu yang prestasinya di atas prestasi

standar. Insentif ini merupakan alat yang dipergunakan pendukung prinsip adil dalam pemberian

kompensasi”.

7

Sementara itu, Siagian (2010:268) juga menjelaskan bahwa “insentif diberikan guna

mendorong produktifitas kerja yang lebih tinggi bagi karyawannya”.

Jadi menurut pendapat-pendapat para ahli di atas dapat penulis simpulkan, bahwa insentif

adalah dorongan pada seseorang agar mau bekerja dengan baik dan agar dapat mencapai prestasi

kerja yang tinggi sehingga dapat membangkitkan gairah kerja dan motivasi seorang pegawai.

Di mana pada prinsipnya pemberian insentif menguntungkan kedua belah pihak.

Perusahaan mengharapkan adanya kekuatan atau semangat yang timbul dalam diri penerima

insentif yang mendorong mereka untuk bekerja dengan lebih baik dalam arti lebih produktif agar

tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan dapat terpenuhi sedangkan bagi pegawai sebagai salah

satu alat pemuas kebutuhannya.

2.1.2 Tujuan Pemberian Insentif

Tujuan pemberian insentif adalah untuk memenuhi kepentingan berbagai pihak, yaitu:

1. Bagi perusahaan:

a) Mempertahankan tenaga kerja yang terampil dan cakap agar loyalitasnya tinggi terhadap

perusahaan.

b) Mempertahankan dan meningkatkan moral kerja pegawai yang ditunjukkan akan

menurunnya tingkat perputaran tenaga kerja dan absensi.

c) Meningkatkan produktivitas perusahaan yang berarti hasil produksi bertambah untuk

setiap unit per satuan waktu dan penjualan yang meningkat.

2. Bagi pegawai:

a) Meningkatkan standar kehidupannya dengan diterimanya pembayaran di luar gaji pokok.

b) Meningkatkan semangat kerja pegawai sehingga mendorong mereka untuk berprestasi

lebih baik.

Setiap orang apabila ditawarkan suatu ganjaran yang memberikan hasil yang cukup

menguntungkan bagi mereka, maka ia akan termotivasi untuk memperolehnya. Alat motivasi

yang kuat itu adalah dengan memberikan ‘insentif”.

Pemberian insentif terutama insentif material dimaksudkan agar kebutuhan materi pegawai

terpenuhi, dengan terpenuhinya kebutuhan materi itu diharapkan pegawai dapat bekerja lebih

baik, cepat dan sesuai dengan standar perusahaan sehingga output yang dihasilkan dapat

meningkat daripada input dan akhirnya kinerja pegawai dapat meningkat.

Jadi pemberian insentif merupakan sarana motivasi yang dapat merangsang ataupun

mendorong pegawai agar dalam diri mereka timbul semangat yang lebih besar untuk berprestasi

bagi peningkatan kinerja.

2.1.3 Indikator-Indikator Pemberian Insentif

Beberapa cara perhitungan atau pertimbangan dasar penyusunan insentif sebagaimana

dikemukakan Robert Bacal (2005:30), adalah sebagai berikut:

1. Kinerja

Sistem insentif dengan cara ini langsung mengkaitkan besarnya insentif dengan pekerjaan

yang telah ditunjukkan oleh pegawai yang bersangkutan. Berarti besarnya insentif tergantung

pada banyak sedikitnya hasil yang dicapai dalam waktu kerja pegawai. Memang dapat dikatakan

bahwa dengan cara ini dapat mendorong pegawai yang kurang produktif menjadi lebih produktif

dalam pekerjaannya. Di samping itu juga sangat menguntungkan bagi pegawai yang dapat

bekerja cepat dan berkemampuan tinggi.

2. Lama Kerja

Besarnya insentif ditentukan atas dasar lamanya pegawai melaksanakan atau menyelesaikan

suatu pekerjaan. Cara perhitungannya dapat menggunakan per jam, per hari, per minggu ataupun

per bulan. Umumnya cara yang diterapkan apabila ada kesulitan dalam menerapkan cara

pemberian insentif berdasarkan kinerja.

3. Senioritas

Sistem insentif ini didasarkan pada masa kerja atau senioritas pegawai yang bersangkutan

dalam suatu organisasi. Dasar pemikirannya adalah pegawai senior, menunjukkan adanya

kesetiaan yang tinggi dari pegawai yang bersangkutan pada organisasi di mana mereka bekerja.

Semakin senior seorang pegawai semakin tinggi loyalitasnya pada organisasi, dan semakin

mantap dan tenangnya dalam organisasi. Kelemahan yang menonjol dari cara ini adalah belum

tentu mereka yang senior ini memiliki kemampuan yang tinggi atau menonjol, sehingga mungkin

sekali pegawai muda (junior) yang menonjol kemampuannya akan dipimpin oleh pegawai

senior, tetapi tidak menonjol kemampuannya. Mereka menjadi pimpinan bukan karena

kemampuannya tetapi karena masa kerjanya. Dalam situasi demikian dapat timbul di mana para

pegawai junior yang energik dan mampu tersebut keluar dari perusahaan/instansi.

4. Kebutuhan

Cara ini menunjukkan bahwa insentif pada pegawai didasarkan pada tingkat urgensi

kebutuhan hidup yang layak dari pegawai. Ini berarti insentif yang diberikan adalah wajar

apabila dapat dipergunakan untuk memenuhi sebagian kebutuhan pokok, tidak berlebihan namun

tidak berkekurangan. Hal seperti ini memungkinkan pegawai untuk dapat bertahan dalam

perusahaan/instansi.

5. Keadilan dan Kelayakan

a. Keadilan. Dalam sistem insentif bukanlah harus sama rata tanpa pandang bulu, tetapi

harus terkait pada adanya hubungan antara pengorbanan (input) dengan (output), makin

tinggi pengorbanan semakin tinggi insentif yang diharapkan, sehingga oleh karenanya

yang harus dinilai adalah pengorbanannya yang diperlukan oleh suatu jabatan. Input

dari suatu jabatan ditunjukkan oleh spesifikasi yang harus dipenuhi oleh orang yang

memangku jabatan tersebut. Oleh karena itu semakin tinggi pula output yang

diharapkan. Output ini ditunjukkan oleh insentif yang diterima para pegawai yang

bersangkutan, di mana di dalamnya terkandung rasa keadilan yang sangat diperhatikan

sekali oleh setiap pegawai penerima insentif tersebut.

b. Kelayakan. Disamping masalah keadilan dalam pemberian insentif tersebut perlu pula

diperhatikan masalah kelayakan. Layak pengertiannya membandingkan besarnya

insentif dengan perusahaan lain yang bergerak dalam bidang usaha sejenis. Apabila

insentif didalam perusahaan yang bersangkutan lebih rendah dibandingkan dengan

perusahaan lain, maka perusahaan/instansi akan mendapat kendala yakni berupa

menurunnya kinerja pegawai yang dapat diketahui dari berbagai bentuk akibat

ketidakpuasan pegawai mengenai insentif tersebut.

6. Evaluasi Jabatan

Evaluasi jabatan adalah suatu usaha untuk menentukan dan membandingkan nilai suatu

jabatan tertentu dengan nilai jabatan-jabatan lain dalam suatu organisasi. Ini berarti pula

penentuan nilai relatif atau harga dari suatu jabatan guna menyusun rangking dalam penentuan

insentif.

Siagian (2010: 265 – 267), mengungkapkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi sistem

pemberian insentif adalah Pertama; Tingkat upah dan gaji yang berlaku. Dari berbagai

survey, sistem pemberian upah termasuk insentif yang diterapkan oleh berbagai organisasi dalam

suatu wilayah tertentu, diketahui adalah tingkat upah dan gaji yang pada umumnya berlaku.

Akan tetapi hal ini tidak bisa diterapkan begitu saja oleh organisasi tertentu, hal ini dikaitkan

dengan faktor yang harus di pertimbangkan diantaranya ialah langka tidaknya tenaga kerja yang

memiliki pengetahuan dan keterampilan khusus dan sangat dibutuhkan oleh organisasi yang

bersangkutan.

Kedua; Tuntutan serikat pekerja. Serikat pekerja berperan dalam mengajukan tuntutan

tingkat upah dan gaji termasuk insentif yang lebih tinggi dari tingkat yang berlaku. Tuntutan

serikat pekerja ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, misalnya dalam usaha untuk

meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan para anggotanya, atau karena situasi yang

memungkinkan perubahan dalam struktur upah dan gaji.

Ketiga; Produktifitas. Agar mampu mencapai tujuan dan berbagai sasarannya, suatu

organisasi memerlukan tenaga kerja yang produktif. Hal ini menggambarkan bahwa kaitan yang

sangat erat antara tingkat upah ataupun pemberian insentif dengan tingkat produktivitas kerja.

Keempat; Kebijaksanaan organisasi mengenai upah dan gaji. Kebijaksanaan suatu organisasi

mengenai upah dan gaji karyawan tercermin dari jumlah pendapatan yang mereka peroleh.

Bukan hanya gaji pokok yang mereka peroleh, akan tetapi dari kebijaksanaan tersebut mencakup

tunjangan, bonus, dan insentif. Bahkan kebijaksanaan tentang kenaikan gaji berkala perlu

mendapat perhatian khusus dari pihak manajemen.

Kelima;Peraturan Perundang - undangan. Pemerintah berkepentingan dalam bidang

ketenagakerjaan, seperti tingkat upah minimum, upah lembur, jumlah jam kerja dan lain

sebagainya di atur dalam perundang-undangan.

Sama halnya dengan prestasi kerja, maka untuk insentif sendiri dalam penelitian ini calon

peneliti menggunakan indikator-indikator untuk menilai pemberian insentif sesuai dengan

pendapat dari Robert Bacal (2005 : 30) yang mengungkapkan bahwa terdapat beberapa indikator

dari pemberian insentif, akan tetapi calon peneliti hanya memilih lima indikator yang dapat

dijadikan alat ukur untuk penilaian insentif itu sendiri, yang meliputi:

1. Keadilan/kelayakan,

2. Lama kerja,

3. Kebutuhan,

4. Senioritas

5. Evaluasi jabatan.

2.2 Konsep Kompensasi

2.2.1 Pengertian Kompensasi

Pada dasarnya manusia bekerja juga ingin memeroleh uang untuk memenuhi kebutuhan

hidupnya. Untuk itulah seorang karyawan mulai menghargai kerja keras dan semakin

menunjukkan loyalitas terhadap perusahaan dan karena itulah perusahaan memberikan

penghargaan terhadap prestasi dan kinerja karyawan yaitu dengan jalan memberikan

kompensasi. Salah satu cara manajemen untuk meningkatkan prestasi kerja, memotivasi dan

meningkatkan kinerja para karyawan adalah melalui kompensasi (Mathis dan Jackson, 2000:12).

a. Kebijaksaan kompensasi merupakan kebijaksanaan yang penting dan strategis karena hal

ini langsung berhubungan dengan peningkatan semangat kerja, kinerja dan motivasi

karyawan dalam suatu perusahaan. Kompensasi adalah seluruh balas jasa baik berupa

uang, barang ataupun kenikmatan yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawan atas

kinerja yang disumbangkan kepada perusahaan. (Gorda, 2006:24).

b. Kompensasi adalah segala sesuatu yang diterima para karyawan sebagai balas jasa untuk

mereka (Handoko, 2001:86). Menurut Singodimedjo dalam tulisan Edy Sutrisno

(2009:55), kompensasi adalah semua balas jasa yang diterima seorang karyawan dari

perusahaannya sebagai akibat dari jasa atau tenaga yang telah diberikannya pada

perusahaan tersebut. Kompensasi menurut Lebih lanjut, Sutrisno (2009:56),

menambahkan bahwa kompensasi dihitung berdasarkan evaluasi pekerjaan, perhitungan

kompensasi berdasarkan evaluasi pekerjaan tersebut dimaksudkan untuk mendapatkan

pemberian kompensasi yang mendekati kelayakan (worth) dan keadilan (equity).

2.2.2 Tujuan Pemberian Kompensasi

Pemberian kompensasi memiliki tujuan tertentu. Menurut Handoko (2003:89) bahwa

pemberian kompensasi memiliki tujuan antara lain sebagai berikut:

a. Memperoleh personalia qualified

Kompensasi perlu ditetapkan cukup tinggi untuk menarik pelamar. Karena perusahaan

perusahaan bersaing dalam pasar tenaga kerja, tingkat pengupahan, harus sesuai dengan kondisi

penawaran dan permintaan tenaga kerja. Kadang-kadang tingkat gaji yang relative tinggi

diperlukan untuk menarik para pelamar yang sudah bekerja di berbagai perusahaan lain.

b. Mempertahankan karyawan yang ada sekarang

Bila tingkat kompensasi yang tidak kompetitif, niscaya banyak karyawan yang baik akan

keluar dari pekerjaannya. Untuk mencegah perputaran karyawan, pengupahan harus dijaga agar

tetap kompetitif dengan perusahaan-perusahaan lain.

c. Menjamin keadilan

Keadilan atau konsistensi internal dan eksternal sangat penting diperhatikan dalam

penentuan tingkat kompensasi. Agar tidak terjadi kecemburuan di antara para karyawan.

d. Menghargai perilaku yang diinginkan

Kompensasi hendaknya mendorong perilaku-perilaku yang diinginkan. Prestasi kerja yang

baik, pengalaman, kesetian, tanggung jawab yang baru.

Dengan program kompensasi atas prinsip adil dan layak serta eksternal konsistensi yang

kompentatif maka stabilitas karyawan lebih terjamin karena turn-over relatif kecil.

e. Disiplin

Dengan pemberian balas jasa yang cukup besar maka disiplin karyawan semakin baik.

Mereka akan menyadari serta mentaati peraturan-peraturan yang berlaku.

f. Pengaruh Serikat Buruh

Dengan program kompensasi yang baik pengaruh serikat buruh dapat dihindarkan dan

karyawan akan berkonsentrasi pada pekerjaannya.

g. Pengaruh Pemerintah

Jika program kompensasi sesuai dengan undang-undang perburuhan yang berlaku (seperti

batas upah minimum) maka intervensi pemerintah dapat dihindarkan.

2.2.3 Jenis-Jenis Kompensasi

Kompensasi terdiri dari beberapa jenis. Menurut Gorda, (2006:67) terlihat ada tiga wujud

kompensasi, yaitu : 1) kompensasi yang berbentuk uang seperti upah dan gaji, bonus, uang

lembur, tunjangan pangan yang dibayar dengan uang, dan sebagainya, 2) kompensasi yang

berwujud barang seperti tunjangan pangan yang dibayar dengan beras, tunjangan lauk-pauk yang

dibayar dengan lauk-pauk dan sebagainya, 3) kompensasi berwujud kenikmatan seperti

penghargaan (pengakuan pencapaian hasil kerja), promosi, perumahan dengan sewa murah,

transportasi dengan sewa murah, pelayanan kesehatan gratis, dan sebagainya,

Selanjutnya Panggabean (dalam Sutrisno, 2009:60), mengatakan bahwa kompensasi dapat

dibedakan menjadi dua, yaitu :

1. Kompensasi Langsung adalah kompensasi yang langsung dirasakan oleh penerimanya, yakni

berupa gaji, tunjangan, insentif merupakan hak karyawan dan kewajiban perusahaan untuk

membayarnya.

a. Gaji adalah balas jasa yang dibayar secara periodik kepada karyawan tetap serta

mempunyai jaminan yang pasti.

b. Tunjangan adalah kompensasi yang diberikan perusahaan kepada para karyawannya,

karena karyawannya tersebut dianggap telah ikut berpartisipasi dengan baik dalam

mencapai tujuan perusahaan.

c. Insentif adalah kompensasi yang diberikan kepada karyawan tertentu, karena

keberhasilan prestasinya di atas standar.

2. Kompensasi Tidak Langsung adalah kompensasi yang tidak dapat dirasakan secara langsung

oleh karyawan, yakni benefit dan services (tunjangan pelayanan). Benefit dan services

adalah kompensasi tambahan (financial atau non financial) yang diberikan berdasarkan

kebijaksanaan perusahaan terhadap semua karyawan dalam usaha meningkatkan

kesejahteraan mereka. Seperti tunjangan hari raya, uang pensiun, pakaian dinas, olah raga

dan darma wisata (family gathering).

Dari pendapat-pendapat tersebut diatas, dapat dinyatakan bahwa kompensasi merupakan

suatu penghargaan yang diberikan kepada pegawai sebagai bentuk imbalan atas jasa yang

diberikan pada perusahaan/ organisasi. Kompensasi juga tidak semata berbentuk uang tapi juga

dalam bentuk tunjangan dan penghargaan.

2.2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kompensasi

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pemberian kompensasi. Menurut Tohardi

(2002:12) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kompensasi antara lain sebagai berikut.

a. Kinerja, Pemberian kompensasi melihat besarnya kinerja yang disumbangkan oleh

karyawan kepada pihak perusahaan. Untuk itu, semakin tinggi tingkat output, maka akan

semakin besar pula kompensasi yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawan.

b. Kemampuan untuk membayar. Secara logis, ukuran pemberian kompensasi sangat

tergantung kepada kemampuan perusahaan dalam membayar gaji atau upah tenaga kerja.

hal tersebut bermakna, sangat mustahil bila perusahaan membayar kompensasi diatas

kemampuan yang ada.

c. Kesediaan untuk membayar. Walaupun perusahaan memiliki kemampuan membayar

kompensasi, tapi belum tentu perusahaan tersebut memilki kesediaan untuk membayar

kompensasi tersebut dengan layak dan adil.

d. Penawaran dan permintaan tenaga kerja. Penawaran dan permintaan tenaga kerja cukup

berpengaruh terhadap pemberian kompensasi. Jika permintaan tenaga kerja banyak

perusahaan, maka kompensasi akan cenderung tinggi, demikian sebaliknya bila penawaran

tenaga kerja ke perusahaan banyak (oversuplay) maka pembayaran kompensasi cendrung

rendah.

e. Organisasi karyawan. Organisasi karyawan yang ada dalam perusahaan seperti serikat

kerja akan turut mempengaruhi kebijakan besar atau kecilnya pemberian kompensasi.

f. Peraturan dan perundang-undangan. Adanya peraturan perundang-undangan yang ada

mempengaruhi kebijakan perusahaan dalam pemberian kompensasi, misalnya

diberlakukannya kebijakan pemberian Upah Minimum Regional (UMR).

2.3 Pengertian Kinerja Pegawai

Kinerja merupakan konsep yang bersifat universal yang merupakan efektivitas operasional

suatu organisasi, bagian organisasi dan bagian karyawannya berdasar standar dan kriteria yang

telah ditetapkan sebelumnya, karena organisasi pada dasarnya dijalankan oleh manusia, maka

kinerja sesungguhnya merupakan perilaku manusia dalam memainkan peran yang mereka

lakukan dalam suatu organisasi untuk memenuhi standar perilaku yang telah ditetapkan agar

membuahkan tindakan dan hasil yang diinginkan (Winardi, 1992:56).

Lebih lanjut Nawawi (2001:47) menyatakan bahwa kegiatan peningkatan kinerja

produktivitas dimulai dengan upaya menumbuhkan dorongan atau motivasi supaya sukses dalam

melaksanakan pekerjaan berdasarkan kesadaran personel yang bersangkutan. Bilamana motivasi

tersebut telah dimiliki oleh setiap personel diharapkan akan berkembang perasaan bertanggung

jawab terhadap pekerjaannya, yang akan menumbuhkan pula kesediaan ikut berpartisipasi dalam

mencapai tujuan organisasi kerjanya melalui pelaksanaan tugas-tugasnya secara maksimal.

Menurut Robbins (1996:218), menyatakan bahwa kinerja adalah sebagai fungsi dari

interaksi antara kemampuan (ability), motivasi (motivation) dan keinginan (obsetion).

Selanjutnya Robbins (1998: 21) memberikan arti kinerja adalah tingkat pencapaian tujuan.

Dalam konteks penelitian yang akan dilakukan, maka pengertian analisis kinerja merupakan

proses pengumpulan informasi tentang bagaimana tingkat kemampuan pencapaian hasil kerja

yang dilakukan oleh pegawai Kantor Dinas Pendidikan dan Olahraga Kota Gorontalo dalam

melaksanakan tugas-tugasnya.

Sementara itu kinerja menurut Prawirosentono (1999:2) bahwa kinerja merupakan hasil

kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai

dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka upaya mencapai tujuan

berkaitan kuat terhadap tujuantujuan strategik organisasi.

Berdasarkan pemaparan para Ahli diatas, dapat dijelaskan bahwa kinerja merupakan

suatu proses penuntasan pekerjaa yang dilakukan oleh pegawai yang dilakukan atas dasar tugas

yang diterimanya, motivasi yang diberikan, kemampuan pegawai, dan keinginan pegawai dam

melaksanakan tugasnya.

2.3.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Pegawai

Menurut Keban (2004:192) di Indonesia masih selalu dikaitkan dengan pelaksanaan

pekerjaan (sebagaimana yang tercantum dalam surat Edaran BKN Nomor 02/SE/1980, tertanggal

11 Pebruari 1980) yang lebih menekankan penilaian kinerja pada 7 unsur yaitu kesetiaan,

prestasi, ketaatan, tangungjawab, kejujuran, kerjasama dan prakarsa.

Menurut Swanson (dalam Keban, 2004:194) mengemukakan bahwa kinerja pegawai secara

individu dapat dilihat dari apakah misi dan tujuan pegawai sesuai dengan misi lembaga, apakah

pegawai menghadapi hambatan dalam bekerja dan mencapai hasil, apakah pegawai mempunyai

kemampuan mental, fisik, emosi dalam bekerja, dan apakah mereka memiliki motivasi yang

tinggi, pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman dalam bekerja.

Lebih lanjut Schuler dan Dowling (dalam Yazid, 2009:21), menjelaskan indikator

pengukuran diatas tergolong penilaian umum yang dapat digunakan kepada setiap pegawai

kecuali kemampuan melakukan supervisi. Manurut Dharma (2005: 101), menyatakan bahwa

indikator yang digunakan untuk melakukan pengukuran terhadap kinerja pegawai adalah (1)

pemahaman pengetahuan, (2) keahlian, (3) kepegawaian, (4) perilaku yang diperlukan untuk

melaksanakan suatu pekerjaan dengan baik.

2.3.2 Pengukuran Kinerja

Tidak semua kriteria pengukuran kinerja dipakai dalam penilaian kinerja karyawan, tentu

hal ini harus disesuaikan dengan jenis pekerjaan yang akan dinilai. Terdapat tiga variabel penting

yang harus dipertimbangkan dalam pengukuran kinerjanya yaitu pelaku (input), perilaku (proses)

dan hasil kerja (output) (Mahmudi,2005:73).

a. Kinerja berbasis pelaku, dimana lebih menekankan pada pegawai pelaksana kinerja,

Penilaian kineja difokuskan pada pelaku dengan atribut-atribut, karakteristik dan kualitas

personal yang dipandang sebagai faktor utama kinerja.

b. Kinerja berbasis perilaku, dimana pengukuran tidak semata-mata berfokus pada faktor

pegawai, namun berkonsentrasi pada perilaku yang dilakukan seseorang dalam melakukan

kerja.

c. Kinerja berbasis hasil kerja, difokuskan pada pengukuran hasil. Selain memfokuskan pada

hasil juga harus tetap memperhatikan faktor perilaku dan kualitas personal.

Mangkunegara (2006:39) menyatakan, kinerja dapat diukur dengan memprtimbangkan

beberapa faktor sebagai berikut.

a. Kualitas yaitu mutu pekerjaan sebagai output yang dihasilkan.

b. Kuantitas yaitu mencakup jumlah pekerjaan yang harus diselesaikan dalam kurun waktu

yang ditentukan.

c. Ketepatan waktu, menyangkut tentang kesesuian waktu yang telah direncanakan untuk

menyelesaikan suatu pekerjaan.

2.3.3 Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja menurut Gorda (2006:61) adalah:

a. Penilaian kinerja menyediakan berbagai informasi untuk keperluan pengambilan keputusan

tentang promosi, mutasi, demosi, pelatihan dan penetapan kebijaksanaan kompensasi.

b. Penilaian kinerja merupakan media antara pimpinan dan bawahan untuk bersama-sama

mengevaluasi bawahan yang berkaitan dengan pekerjaan.

Dengan mengetahui kelemahan dan kelebihan, hambatan dan dorongan atau berbagai

faktor sukses bagi kinerja seseorang atau institusi, maka terbukalah jalan menuju profesionalisme

yaitu memperbaiki kesalahan-kesalahan yang dilakukan selama itu. Penilaian kinerja memiliki

sejumlah tujuan dalam berorganisasi (Robbins, 2006:78) adalah sebagai berikut.

a. Penilaian dipergunakan untuk pengambilan keputusan personalia yang penting seperti dalam

hal promosi, transfer atau pemberhentian.

b. Penilaian memberikan penjelasan tentang pelatihan dan pengembangan yang dibutuhkan.

c. Penilaian kinerja dapat dipergunakan sebagai kriteria untuk program seleksi dan

pengembangan.

d. Penilaian kinerja untuk memenuhi tujuan umpan balik yang ada terhadap karyawan tentang

bagaimana organisasi/perusahaan memandang kinerja mereka.

e. Penilaian kinerja harus dilakukan secara sistematis dan konsisten ke arah obyektifitas yang

tinggi.

f. Penilaian kinerja digunakan sebagai dasar untuk menentukan penghargaan. Penilaian kinerja

adalah mengukur efektivitas pemanfaatan sumber daya manusia dalam organisasi.

g. Penilaian yang efektif harus mengidentifikasikan kinerja yang sesuai dengan standar,

mengukur kriteria-kriteria yang harus diukur dan selanjutnya memberi feedback kepada

pegawai.

2.3.4 Dimensi atau Indikator kinerja

Menurut Sudarmanto (2009:11) dimensi atau indikator kinerja merupakan aspek-aspek

yang menjadi tolok ukur dalam menilai kerja. Ukuran-ukuran dijadikan tolak ukur dalam menilai

kinerja, dimensi ataupun ukuran kinerja sangat diperlukan karena bermanfaat bagi banyak pihak.

Adapun survei atau literature mengenai dimensi atau indikator yang menjadi ukuran kinerja

sebagai berikut :

Jhon Miners (Sudarmanto, 2009:11) mengemukakan 4 dimensi yang dijadikan sebagai

tolak ukur dalam menilai kinerja, yaitu :

1. Kualitas, yaitu tingkat kesalahan, kerusakan, kecermatan.

2. Kuantitas, yaitu jumlah pekerjaan yang dihasilkan

3. Penggunaan waktu yang dalam bekerja, yaitu tingkat ketidak hadiran, keterlambatan,

waktu kerja efektif/jam kerja.

4. Kerja sama dengan orang lain dalam bekerja.

Dari keempat dimensi diatas maka dua hal terkait dengan aspek keluaran dan hasil

pekerjaan, yaitu : Kualitas hasil, Kuantitas pengeluaran, dan 2 hal yang terkait aspek prilaku

individu yaitu : Penggunaan waktu dalam bekerja ( tingkat kepatuhan terhadap jam bekerja,

disiplin ) dan kerja sama. Dari 4 dimensi kinerja tersebut cenderung mengukur kinerja pada

level individu.

2.4 TUNJANGAN KINERJA DAERAH

2.4.1 Pengertian dan Tujuan TKD

Tunjangan Kinerja Daerah (TKD) merupakan tambahan penghasilan atau imbalan atas

prestasi Pegawai Negeri Sipil di lingkungan pemerintah Provinsi Gorontalo. Pembagian

Tunjangan Kinerja Daerah bagi Pegawai Negeri Sipil di lingkungan pemerintah provinsi

Gorontalo diatur dalam peraturan pemerintahan No. 10 Tahun 2010 dalam PP No. 10 tahun 2010

yang dimaksud dengan Tunjangan Kinerja Daerah adalah : Tunjangan yang diberikan kepada

Pegawai Negeri Sipil di lingkungan pemerintah provinsi sebagai imbalan atas prestasi kerja dan

bertujuan untuk meningkatkan motivasi kerja pegawai.

Penerimaan Tunjangan Kinerja Daerah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan pemerintah

provinsi Gorontalo, Pegawai Negeri Sipil pindahan dari provinsi/kabupaten/kota lain dan calon

Pegawai Negeri Sipil diberikan Tunjangan Kinerja Daerah setelah bertugas minimal 1tahun,

kecuali Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan struktural.

2.4.2 Prosedur dan Pelaksanaan TKD

Dalam Peraturan gubernur menetapkan sebuah ketentuan bahwa TKD diberikan hanya

ditujukan kepada PNS dan CPNS (Pasal 3) dan dibayar setiap bulan (Pasal 17 ayat (1)) yang

dibebankan pada APBD (Pasal 16) dan dialokasikan melaui Dokumen Pelaksanaan Anggaran

(DPA) . Pemberian TKD dibayarkan melaui Bank yang diatur dengan peraturan sekretaris

Daerah (Pasal 18). Untuk operasional pembayaran TKD dilakukan pengawasan yang

dilakasanakan melalui pengawasan melekat dan pengawasan fungsional. Pengawasan melekat

dilakukan oleh masing-masing kepala SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) /UKPD (Unit

Kerja Perangkat Daerah) dan atasan langsung secara berjenjang, sedangkan pengawasan

fungsional dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Selain itu

SKPD/UKPD melakukan pengendalian terhadap pemberian TKD setiap bulan dan juga

bertanggung jawab terhadap kebenaran rekapitulasi kehadiran dan hasil penilaian kinerja

masing-masing PNS dan CPNS, serta harus disampaikan kepada kepala BKD (Badan

Kepegawean Daerah) paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya.

2.4.3 TKD di Pemerintah Provinsi Gorontalo

Pemerintah provinsi Gorontalo merupakan salah satu diantara provinsi yang berani

melaksanakan reformasi sistem penggajian pegawai daerah secara relatif radikal. Kebijakan itu

pertama-tama dilakukan dengan mengklasifikasikan honor-honor kegiatan dalam APBD yang

biasanya diterima oleh setiap aparat mulai dari tingkat Gubernur, Kepala Dinas hingga honorer.

Selanjutnya, pos-pos honor tersebut diubah menjadi skema Tunjangan Kinerja berdasarkan

besaran yang ditentukan dengan berbagai variabel. Untuk menentukan indikator kinerja dan

pengukurannya, studi literatur dan studi banding dilakukan oleh tim teknis Pemerintah Provinsi

Gorontalo. Salah satu dasar pemikiran dari TKD di Gorontalo adalah konsep Sistem Penggajian

Berbasis Kinerja (SPBK). Sementara itu kondisi keuangan daerah yang terdapat di dalam APBD

juga dipelajari untuk mengukur kemampuan daerah dalam melaksanakan tunjangan kinerja.

Inisiatif Gubernur dan jajaran Provinsi Gorontalo mengenai TKD selanjutnya dituangkan dalam

Peraturan Gubernur No.45 tahun 2005. Konsep tersebut pada awalnya ditanggapi skeptis dan

cukup banyak pihak yang sebenarnya menentang penghapusan honor-honor yang selama ini

selalu diterima oleh para pegawai dalam setiap kegiatan mereka. Sebagian anggota DPRD

bahkan juga meragukan bahwa penciptaan TKD itu akan efektif untuk memperbaiki kinerja

pelayanan publik. Namun demikian, konsep TKD terus dikonsultasikan dan dibahas secara

intensif dengan para perumus kebijakan daerah usntuk mendapatkan dukungan yang kuat.

Sebagian anggota DPRD Provinsi Gorontalo yang semula skeptis diam-diam justru menyetujui

dan mendukung pemberian TKD kepada aparat Pemerintah provinsi Gorontalo. Namun karena

dukungan legislatif itu tidak benar-benar bulat, produk kebijakan mengenai TKD selanjutnya

tetap berada pada domain eksekutif, misalnya dengan diterbitkannya Peraturan Gubernur No.8

tahun 2007. TKD di provinsi Gorontalo diberikan dalam rangka peningkatan kesejahteraan

pegawai berdasarkan prestasi kerja, tempat bertugas, kondisi kerja, dan kelangkaan profesi.

Besaran TKD setiap tahun dapat berubah menyesuaikan dengan DPA Provinsi. TKD dibayarkan

selambat-lambatnya tanggal 10 pada bulan berikutnya dari masa kinerja seorang pegawai dengan

dikenakan pajak penghasilan pasal 21 dari total tunjangan yang diterima.

Yang menarik dari pemerintahan di Gorontalo ialah keinginan yang kuat dari pimpinan dan

jajaran pemerintahan untuk terus mengaitkan TKD benar-benar dengan ukuran kinerja yang

objektif. Pada mulanya indikator yang dipakai hanya sekadar presensi atau kehadiran pegawai.

Namun setelah itu terus diupayakan agar TKD terkait dengan kinerja sesuai dengan tugas pokok

dan fungsi dari pejabat struktural, staf, maupun tenaga honorer dengan memperhitungkan peran

nyata mereka dalam melaksanakan tugas-tugas teknis.

Untuk menilai komponen kehadiran pegawai, juga ada banyak indikator yang masing-

masing memiliki bobot yang berlain-lainan sebagai penentu besarnya TKD. Sebagai contoh,

dalam hal kehadiran, ada kategori terlambat datang (TD), pulang cepat (PC), tidak hadir tanpa

ijin dan surat sakit (TH-1), tidak hadir karena sakit atau ijin lebih dari 4 kali (TH-2), tidak hadir

karena Diklat Teknis dan Struktural (TH-3), meninggalkan tugas selama jam kerja tanpa ijin

(MTJKTI), tidak mengikuti kegiatan kenegaraan/rapat/senam (TMKK), hingga ketidakhadiran

berterusan yang dikenai sanksi berdasarkan PP No.30/1980. Dengan demikian, setiap

kemungkinan ketidakhadiran diperlakukan secara berlain-lainan dan kesemuanya menentukan

bobot imbalan atau hukuman yang diterima oleh seorang pegawai.

Hasil yang diperoleh dari penerapan TKD di Provinsi Gorontalo cukup mengesankan.

Tingkat absensi atau kemangkiran pegawai dapat ditekan dan dalam banyak hal perubahan itu

juga memberi dampak positif bagi produktivitas pegawai. Tentu saja perubahan ini bukan hanya

karena faktor pemberian TKD bagi para pegawai di provinsi Gorontalo. Kenyataan bahwa

Provinsi Gorontalo merupakan daerah pemekaran yang cukup besar sedangkan jumlah

penduduknya relatif sedikit mungkin merupakan faktor penjelas dari perubahan yang terjadi.

Namun bahwa secara umum semangat pegawai menjadi lebih tinggi juga tidak bisa dinafikan.

Persoalan lain yang masih menghinggapi birokrasi publik di Provinsi Gorontalo adalah terkait

dengan pola perilaku terhadap kegiatan proyek. Meskipun TKD telah diberikan dan tingkat

presensi pegawai sudah dapat diperbaiki, pola perilaku berupa penggelembungan (mark-up) dana

proyek masih saja berlaku. Dari survei antara tahun 2004 hingga 2007 yang dilaksanakan oleh

gubernur sendiri untuk menyusun disertasinya, didapati bahwa 49,3% dari para pejabat

berpendapat bahwa penggelembungan dana proyek masih terjadi. Sementara itu, kebiasaan para

pegawai untuk menerima uang pelicin dari para warga pengguna jasa juga masih sulit dikikis.

Sebanyak 43,6% responden pejabat menyatakan bahwa untuk berbagai macam jenis urusan

dengan pemerintah daerah masih dibutuhkan uang pelicin. Inilah tantangan dalam upaya

penciptaan tata-pemerintahan yang baik (good governance) di provinsi Gorontalo.

2.4.4 Indikator penilaian Tunjangan Kinerja Daerah (TKD)

Tunjangan Kinerja Daerah (TKD) adalah tunjangan yang diberikan kepada PNS dan CPNS

dikaitkan dengan penilaian kehadiran dan kinerja, dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas

pelayanan kepada masyarakat, meningkatkan kesejahteraan dan tertib administrasi pengelolaan

keuangan daerah.

Indikator penilaian Tunjangan Kinerja Daerah yang diterapkan pada kantor Dinas

Kesehatan Provinsi Gorontalo sesuai dengan Peraturan Gubernur Provinsi Gorontalo No. 05

Tahun 2012, yaitu mencakup prestasi aksi dan prestasi hasil. Dimana prestasi aksi memiliki

bobot 40%, sedangkan prestasi hasil memiliki bobot 60%. Dalam penilaian prestasi aksi faktor

yang dinilai adalah:

1. kepatuhan jam kerja 15%,

Akumulasi kehadiran pegawai dalam melaksanakan tugas dan ketaatan jam kerja.

a. Tidak pernah tidak hadir, tidak pernah terlambat, atau tidak pernah pulang cepat

b. Secara komulatif 2-3 kali terlambat/pulang cepat

c. Secuara komulatif 4-5 kali terlambat/pulang cepat atau maksimal 2 hari izin atau

maksimal 4 hari sakit

d. Secara komulatif 6-7 kali terlambat atau pulang cepat atau lebih dari dua hari izin atau

maksimal 2 hari tidak hadir tanpa pemberitahuan atau 5 hari sakit

2. Ketaatan terhadap peraturan kepegawaian 10%,

Kesanggupan seorang pegawai Negeri sipil untuk menaati segala peraturan perundang-

undanganara dan peraturan kedinasan yang berlaku.

a. Mengikuti aktif seluruh kegiatan kenegaraan dan pemerintahan

b. Tidak mengikuti kegiatan kenegaraan dan pemerintahan maksimal 2 hari

c. Tidak mengikuti kegiatan kenegaraan dan pemerintahan maksimal 3 hari

d. Tidak mengikuti kegiatan kenegaraan dan pemerintahan maksimal 4 hari

e. Tidak mengikuti kegiatan kenegaraan dan pemerintahan lebih dari 4 hari

3. Tanggung jawab 10%,

Komitmen yang tinggi seoarang Pegawai Negeri sipil dalam menyeleseikan pekerjaan yang

diserahkan kepadanya dengan sebaik-baiknya dan tepat pada waktunya.

a. Selalu tepat waktu menjalankan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada PNS

dengan penuh pengabdian, kesabaran, dan tanggung jawab

b. Tidak tepat waktu melaksanakan tugas kedinasan maksamail 2 kali

c. Tidak tepat waktu melaksanakan tugas kedinasan maksamail 3 kali

d. Tidak tepat waktu melaksanakan tugas kedinasan maksamail 4 kali

e. Tidak tepat waktu melaksanakan tugas kedinasan lebih dari 4 kali

4. Kerja sama 5%.

Kemampuan menjalin hubungan kerja yang baik dalam unit kerjanya atau dengan unit kerja

yang lain atau dengan pihak yang lain diluar organisasi dalam melaksanakan tugas.

a. Sangat mampu menjalin dan membina hubunngan kerja

b. Mampu menjalin dan membina hubungan kerja

c. Cukup mampu menjalin dan membina hubungan kerja

d. Kurang mampu menjalin dan membina hubungan kerja

e. Tidak mampu menjalin dan membina hubungan kerja

Kemudian dalam penilaian prestasi hasil faktor yang dinilai adalah :

1. Produktivitas 15%,

Hasil yang dicapai sesuai target yang ditetapkan

a. Sangat produktif, volume hasil kerja yang dicapai melampaui target yang ditetapkan

b. Produktif, volume hasil kerja yang dicapai 91-100% dari target yang ditetapkan

c. Cukup produktif, volume hasil kerja yang dicapai 81-90% dari target yang ditetapkan

d. Kurang produktif, vrolume hasil kerja yang dicapai dibawah 61% dari target yang

ditetapkan

2. Efektivitas 5%,

Hasil yang dicapai dibandingkan dengan standar kualitas yang diinginkan

a. Efektifitas sangat tinggi yaitu kualitas yang diperoleh lebih baik

( sangat akurat,sangat cermat,sangat rapih)

(Efektifitas lebih dari 1 yaitu 100% benar)

b. Efektifitas tinggi yaitu kualitas yang diperoleh lebih baik (akurat, cermat,rapi)

(Efektifitas sama dengan 1 yaitu 90-99% benar)

c. Efektifitas cukup tinggi yaitu kualitas yang diperoleh kurang baik (cukup akurat,cukup

cermat,cukup rapih)

(Efektifitas 0.75-0.99 yaitu 80-89%)

d. Efektifitas rendah yaitu kualitas yang diperoleh kurang baik ( kurang akurat, kurang

cermat, kurang rapih)

(Efektifitas 0.50-0.74 yaitu 70-79% benar)

e. Efektifitas sangat rendah yaitu kualitas yang diperoleh tidak baik (tidak akurat,tidak

cermat,tidak rapih)

(Efektifitas <0.50 yaitu dibawah 70% benar).

3. Efisiensi 5%,

Hasil pekerjaan dibandingkan dengan sumber daya yang digunakan

a. Efesiensi sangat tinggi, tercapainya hasil pekerjaan dengan penggunaan sumber daya

yang lebih rendah dari standart

(Efesiansi lebih dari satu sumber daya yang digunakan kurang dari 100%)

b. Efesiansi tinggi, tercapainya hasil pekerjaan dengan penggunaan sumber daya sesuai

standar

(Efisiensi sama dengan 1 yaitu sumber daya yang digunakan 100%)

c. Efesiansi sedang, tercapainya hasil pekerjaan dengan pengunaan sumber daya yang

cukup tinggi dari standar

(Efesiansi 0.75-0.99 yaitu sumber daya yang digunakan lebih tinggi sampai 10% dari

satndar)

d. Efesiansi kurang, tercapainya hasil pekerjaan dengan penggunaan sumber daya lebih

tinggi dari standar

(Efesiansi 0.50-0.74 yaitu sumber daya yang digunakan lebih dari 100% sampai 20%

dari standar)

e. Efesiansi rendah , tercapainya hasil pekerjaan dengan penggunaan sumber daya tinggi

dari standar (Efesiansi < 0.50 yaitu sumber daya yang digunakan lebih dari 20% dari

standar)

4. Manfaat kinerja 15%,

Hasil pekerjaan memberikan manfaat bagi rekan kerja, unit kerja,masyarakat, dan

stakeholder lainnya sesuai dengan tugas dan fungsinya.

a. sangat baik hasil pekerjaan sangat bermanfaat bagi rekan kerja, unit kerja, masyarakat

dan stakeholder lainnya

b. baik yaitu hasil pekerjaan bermanfaat bagi rekan kerja, unit kerja, masyarakat, dan

stekholder lainnya

c. cukup baik yaitu hasil pekerjaancukup bermanfaat badgi rekan kerja , unit kerja,

masyarakat dan stekhoder lainnya

d. kurang baik yaitu hasil pekerjaan kurang bermanfaat bagi rekan kerja,unit kerja,

masyarakat dan stekhoder lainnya

e. tidak baik yaitu hasil pekerjaan tidak bermanfaat bagi unit kerja, masyarakat, dan

stakeholder lainnya

5. Kecepatan 10% .

Waktu penyelesaian pekerjaan

a. Lebih cepat menyelesaikan pekerjaan dari waktu yang ditetapkan

b. Tepat waktu dalam penyelesaian pekerjaan

c. Kadang tidak tepat waktu dari waktu yang ditetapkan dalam menyelesaikan pekerjaan

d. Selalu tidak tepat waktu dari waktu yang ditetapkan dalam menyelesaikan pekerjaan

e. Pekerjaan tidak selesai.

Table 1. PERHITUNGAN NILAI KINERJA PEGAWAI (NKP)

JENIS PRESTASI BOBOT SKOR NILAI

I. AKSI BOBOT (Bobot = 0,40)

1. Kepatuhan jam kerja 0.15 5 0.75

2. Ketaatan terhadap

paraturan pegawai 0.10 5 0.50

3. Tanggung jawab 0.10 5 0.50

4. Kerjasama 0.05 5 0.25

RTA-RATA A = Jumlah Nilai (Nilai = Skor x Bobot) 2.00

II. HASIL (Bobot=0,6)

1. Produktifitas 0.15 5 0.75

2. Efektifitas 0.10 5 0.50

3. Efesiensi 0.10 5 0.50

4. Manfaat kinerja 0.15 5 0.75

5. Kecepatan 0.10 5 0.50

RATA-RATA B Jumlah Nilai (Nilai Skor x Bobot) 3.00

NILAI KINERJA PEGAWAI (NK) 20 X (2.00 + 3.00) 100.00

Keterangan:

Skor = 5,4,3,2,1

Nilai = Skor x bobot pada masing-msaing jenis prestasi

Kriteria nilai kinerja Pegawai (NKP)

80.00-100.00 : SANGAT BAIK

70.00-79.99 : BAIK

60.00-69.00 : CUKUP

Kurang dari 60.00 : KURANG

2.5 Penelitian Terdahulu

Penelitian yang berhubungan dengan Tunjangan Kinerja Daerah dan Pengaruh Motivasi

Terhadap Kinerja sebenarnya sudah pernah dilakukan oleh peneliti terdahulu. Penulis mengambil

ide dari peneliti terdahulu tersebut. Oleh karena itu, pada subbab ini penulis mengemukakan

hasil penelitian yang relevan dari peneliti terdahulu, yaitu:

1. Achmad Fahruddin Ichsan (2009). Pengaruh Insentif Terhadap Prestasi Kerja (Studi Kasaus

pada Karyawan PT. Pos (persero) Malang). Pada PT. Pos Indonesia (Persero) Malang telah

melaksanakan program insentif dengan cukup baik. Sehingga dengan adanya penerapan

program insentif yang cukup baik tersebut memberikan dampak yang positif terhadap

prestasi kerja karyawan. Hal ini juga telah dibuktikan melalui analisis statistik bahwa

insentif materiil dan insentif non materiil secara bersama-sama dan secara parsial

mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap prestasi kerja karyawan.

2. Olpin Rabiasa (2010). Pengaruh Motivasi Terhadap Kinerja Pegawai (Studi Kasus pada

Kantor Camat Paguyaman Pantai Kabupaten Bualemo). Kesimpulan dari penelitian ini

bahwa bagaimana motivasi terhadap kinerja pegawai dan disiplin kerja pegawai, sedangkan

tujuan yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh motivasi kerja

terhadap kinerja pegawai. Adapun populasi dalam penelitian ini adalah 12orang. Dari hasil

penelitiannya menunjukan bahwa terdapat pengaruh antara variabel X (Motivasi) terhadap

variabel Y (Kinerja pegawai) , yakni sebesar 40,96 % . variasi yang terjadi pada peningkatan

kinerja pegawai dipengaruhi oleh motivasi, sedangkan sisinya sebesar 59,04 % di pengaruhi

oleh faktor lain, seperti fasilitas kantor yang mendukung kegiatan pelayanan.

2.6 Kerangka Berpikir

Penerapan pemberian Tunjangan Kinerja Daerah (TKD) merupakan hal yang dapat

memotivasi terselenggaranya proses kerja yang lebih baik. Adapun indikator yang

mempengaruhi pemberian Tunjangan Kinerja Daerah terhadap pegawai yaitu mencakup prestasi

aksi dan prestasi hasil. Dimana prestasi aksi memiliki bobot 40%, sedangkan prestasi hasil

memiliki bobot 60%.

Menurut Mangkunegara (2000: 67), kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas

yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung

jawab yang diberikan. Sehubungan dengan itu, adapun yang menjadi acuan dlam penelitian ini

yakni: jumlah pekerjaan, kecepatan penyelesaian dan kualitas hasil kerja.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Tunjangan Kinerja Daerah dapat

mempengaruhi dan berkaitan dengan kinerja pegawai. Pemberian TKD merupakan usaha untuk

memotivasi pegawai/karyawan untuk melakukan tugas dan tanggung jawabnya. Namun

pemberian TKD tersebut haruslah didasarkan atas penilaian pekerjaan dengan adil,

pegawai/karyawan memiliki kualitas atau kinerja yang kurang baik belum tentu memperoleh

TKD yang lebih. Dengan kata lain pemberian TKD itu sendiri diberikan berdasarkan atas proses

dan hasil kerja oleh masing-masing pegawai.

Adapun kerangka pemikiran dalam penyusunan skripsi ini dapat digambarkan dalam

model sebagai berikut :

Insentif

(Tunjangan Kinerja Daerah)

Variabel (X)

a. Keadilan

b. Lama Kerja

c. Kebutuhan

d. Senioritas

e. Evaluasi Jabatan

(Tohardi, 2002:12)

Kinerja Pegawai

Variabel (Y)

a. Kualitas

b. Kuantitas

c. Penggunaan waktu

dalam bekerja

d. Kerja sama dengan

orang lain dalam

bekerja.

(Jhon Miners

(Sudarmanto,

2009:11)

Gambar 1. Kerangka pikir

Keterangan:

Dengan mengamati kerangka pemikiran di atas maka dapat diambil gambaran bahwa

terdapat satu variabel independen (X) dan satu variabel dependen (Y) dimana variabel

independen (X) menunjukkan pengaruh pemberian Tunjangan Kinerja Daerah (TKD), sedangkan

variabel dependen (Y) menunjukkan Kinerja. Kedua variabel tersebut mempunyai hubungan

causal atau sebab akibat.

2.7 Hipotesis

Menurut Sugiyono (2011 : 51) Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan

masalah penelitian. Oleh karena itu rumusan masalah penelitian biasanya disusun dalam kalimat

pernyataan.

Adapun hipotesis yang diangkat dalam penelitian ini adalah diduga bahwa pemberian

Tunjangan Kinerja Daerah (TKD) berpengaruh secara positif terhadap peningkatan kinerja

pegawai pada kantor Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo.