kumis kucing

25
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tradisi mengkonsumsi tumbuhan obat atau rempah-rempah dalam bentuk ramuan jamu tradisional telah dikenal dan diakui secara luas oleh masyarakat, baik untuk maksud pemeliharaan kesehatan dan kebugaran jasmani, pencegahan penyakit (preventif), pengobatan (kuratif), maupun pemulihan kesehatan (rehabilitatif). Namun sayangnya tidak semua masyarakat menyukai ramuan jamu tradisional karena citarasa jamu yang diidentikkan dengan aroma tajam dan rasa pahit sehingga menurunkan nilai palatabilitas minuman tersebut. Akibatnya, tidak semua masyarakat mendapatkan khasiat kesehatan dari ramuan jamu tradisional. Indonesia memiliki kekayaan sumberdaya hayati terbesar kedua setelah Brazil dengan lebih dari 28.000 spesies tanaman. Meskipun demikian, baru sekitar 1.000 spesies tanaman yang terdaftar dalam Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) yang telah digunakan untuk memproduksi pangan fungsional, terutama untuk jamu. Sumber daya alam yang melimpah ini semestinya menjadi salah satu keunggulan komparatif bagi daya saing Indonesia, khususnya untuk mengembangkan produk pangan fungsional. Kumis kucing (Orthosiphon aristatus B1. Miq) merupakan salah satu jenis tanaman obat yang dapat dimanfaatkan sebagai minuman fungsional, karena di dalamnya banyak mengandung senyawa flavonoid lipofilik yang berfungsi sebagai antioksidan. Budidaya kumis kucing di kebun pembibitan tanaman meningkat secara pesat dengan persentase pertumbuhan mencapai sekitar 90- 95%, terutama ketika diketahui bahwa ekstrak daun kumis kucing dapat dimanfaatkan sebagai aktivator pembusukan sampah daun mahoni menjadi pupuk kompos yang dapat meningkatkan produktivitas hutan damar (Agathis loranthifolia). Kumis kucing juga banyak dibudidayakan dengan sistem tumpang sari dengan tanaman Formulasi Kapsul Daun Kumis Kucing | 1

Upload: birlabib

Post on 05-Jul-2015

3.394 views

Category:

Documents


21 download

TRANSCRIPT

Page 1: kumis kucing

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tradisi mengkonsumsi tumbuhan obat atau rempah-rempah dalam bentuk

ramuan jamu tradisional telah dikenal dan diakui secara luas oleh masyarakat, baik

untuk maksud pemeliharaan kesehatan dan kebugaran jasmani, pencegahan penyakit

(preventif), pengobatan (kuratif), maupun pemulihan kesehatan (rehabilitatif). Namun

sayangnya tidak semua masyarakat menyukai ramuan jamu tradisional karena citarasa

jamu yang diidentikkan dengan aroma tajam dan rasa pahit sehingga menurunkan nilai

palatabilitas minuman tersebut. Akibatnya, tidak semua masyarakat mendapatkan

khasiat kesehatan dari ramuan jamu tradisional.

Indonesia memiliki kekayaan sumberdaya hayati terbesar kedua setelah Brazil

dengan lebih dari 28.000 spesies tanaman. Meskipun demikian, baru sekitar 1.000

spesies tanaman yang terdaftar dalam Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM)

yang telah digunakan untuk memproduksi pangan fungsional, terutama untuk jamu.

Sumber daya alam yang melimpah ini semestinya menjadi salah satu keunggulan

komparatif bagi daya saing Indonesia, khususnya untuk mengembangkan produk

pangan fungsional.

Kumis kucing (Orthosiphon aristatus B1. Miq) merupakan salah satu jenis

tanaman obat yang dapat dimanfaatkan sebagai minuman fungsional, karena di

dalamnya banyak mengandung senyawa flavonoid lipofilik yang berfungsi sebagai

antioksidan. Budidaya kumis kucing di kebun pembibitan tanaman meningkat secara

pesat dengan persentase pertumbuhan mencapai sekitar 90-95%, terutama ketika

diketahui bahwa ekstrak daun kumis kucing dapat dimanfaatkan sebagai aktivator

pembusukan sampah daun mahoni menjadi pupuk kompos yang dapat meningkatkan

produktivitas hutan damar (Agathis loranthifolia). Kumis kucing juga banyak

dibudidayakan dengan sistem tumpang sari dengan tanaman palawija (misalnya jagung)

untuk memberi keseimbangan nutrien tanah sehingga dapat meningkatkan

produktivitas hutan damar.

Tanaman kumis kucing mengandung berbagai senyawa kimia, salah satunya

adalah flavonoid. Penelitian terhadap flavonoid dari beberapa tanamanmempunyai efek

farmakologis sebagai antiinflamasi. Flavonoid yang terdapat dalam simplisia daun kumis

kucing bisa disari menggunakan air maupun etanol 70% (Harbone, 1987). Penyarian

yang dilakukan dengan mengunakan pelarut air akan diperoleh zat yang bersifat

cenderung polar. Pelarut air mempunyai kelemahan yaitu menyebabkan reaksi

fermentatif sehigga mengakibatkan perusakan bahan aktif lebih cepat. Kelemahan

lainnya adalah menyebabkan pembengkakan sel sehingga bahan aktif akan terikat kuat

pada simplisia, larutan dalam air juga mudah dikontaminasi. Pelarut alkoholik

merupakan pilihan utama untuk semua jenis flavonoid. Pelarut etanol bisa digunakan

untuk menyari zat yang kepolaran relatif tinggi sampai relatif rendah, karena etanol

merupakan pelarut universal. Etanol mempunyai kelebihan dibanding air yaitu tidak

Formulasi Kapsul Daun Kumis Kucing | 1

Page 2: kumis kucing

menyebabkan pembengkaan sel, menghambat kerja enzym dan memperbaiki stabilitas

bahan obat telarut. Etanol 70% sangat efektif menghasilkan bahan aktif yang optimal,

bahan balas yang ikut tersari dalam cairan penyari hanya sedikit, sehingga zat aktif yang

tersari akan lebih banyak.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan umum :

1. Memanfaatkan sumber daya alam indonesia, khususnya tanaman yang memiliki

khasiat sebagai suatu produk unggulan yang bermanfaat

2. Memenuhi kebutuhan pengobatan masyarakat Indonesia dengan penggunan bahan

alami yang halal, efektif, dan aman.

3. Mensosialisasikan kepada masyarakat bahwa daun kumis kucing dapat digunakan

sebagai obat herbal yang bermanfaat.

Tujuan khusus :

1. Mengetahui cara mengekstraksi daun kumis kucing.

2. Mengetahui cara pembuatan dan formulasi granul daun kumis kucing sebagai pengisi

kapsul.

C. Manfaat Penelitian

1. Bagi pemerintah

Sebagai input bagi pengembangan dan pemanfaatan Sumber Daya Alam (SDA) yang

berdayaguna dalam bidang farmasi untuk kesehatan demi menjaga kearifan lokal

budaya Indonesia.

2. Bagi Masyarakat

Sebagai informasi dan alternatif bagi masyarakat untuk obat herbal yang halal,

efektif, dan aman.

3. Bagi Ilmu Pengetahuan

Sebagai sarana mengimplementasi ide dan menganalisis permasalahan, serta

memberi inspirasi dan motivasi untuk mengembangkan khasiat daun kumis kucing

pada khususnya dan tanaman kumis kucing pada umumnya menjadi produk yang

rasional dan berdasarkan kaidah-kaidah ilmiah.

D. Rumusan Masalah

Bagaimana cara pembuatan dan formulasi kapsul daun kumis kucing dan evaluasi

sediaan?

Formulasi Kapsul Daun Kumis Kucing | 2

Page 3: kumis kucing

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kumis Kucing

1. Sistematika tanaman kumis kucing (Orthosiphon stamineus Benth.).

Divisio : Spermatophyta

Sub divisio : Angiospermae

Classis : Dicotyledoneae

Sub Classis : Sympetalae

Ordo : Tubiflorae / Solanales

Famili : Labiatae

Genus : Orthosiphon

Species : Orthosiphon stamineus Benth (Van Steenis, 1947).

2. Nama Botani tanaman kumis kucing

Tanaman kumis kucing mempuyai nama botani Orthosiphon stamineus Benth., dan

mempunyai sinonim Orthosiphon aristatus Mig., Orthosiphon spicatus B.Bs,

Orthosiphon grandiflorus Bld. (Van Steenis, 1947).

3. Nama lain kumis kucing

Nama daerah tanaman kumis kucing di daerah antara lain, kumis kucing (Sunda),

remujung (Jawa), se saleyan (Madura) songot koceng (Madura) (Heyne, 1987).

4. Uraian tentang tanaman

Tanaman kumis kucing dapat dideskripsikan sebagai berikut. Herba berkayu naik

perlahan lahan, pada pangkal sering bercabang, berakar kuat, tinggi 0,4-1,5m batang

berambut, pendek bertangkai daun berbentuk baji diatas pangkal yang bertepi rata,

bergerigi kasar dapat berbunga 6 dan terkumpul menjadi tandan ujung. Daun

pelindung kecil. Tangkai bunga pendek, Kelopak berambut pendek panjang 5,5-

7,5mm, taju atau hampir sampai pangkal tabung berakhir dengan 2 rusuk, bulat telur

terbalik dan lebih lebar dari taju lainya, taju samping dengan ujung runcing ungu,

kedua mahkota berbibir 2, bawah lurus menjulang kedepan, kepala sari berwarna

ungu. Bakal buah gundul, kelopak buah kurang lebih panjangnya 1cm, buahnya keras

memanjang, berkerut halus (Van Steenis, 1947).

5. Daerah distribiusi, habitat dan budidaya

Formulasi Kapsul Daun Kumis Kucing | 3

Page 4: kumis kucing

Tanaman kumis kucing dapat ditemukan pada daerah yang teduh tidak telalu kering;

1-700m (Van Steenis, 1947) di Jawa dan pulau pulau lainya dari nusantara, tumbuh

menjulang sepanjang anak air dan selokan, karena daunya berkhasiat untuk

pengobatan, sering dibiarkan tumbuh di halaman (Heyne, 1987).

6. Kegunaan di masyarakat

Tanaman kumis kucing mempunyai banyak manfaatnya untuk pengobatan. Bagian

tanaman yang biasa digunakan adalah herba baik segar maupun yang telah

dikeringkan. Teh yang dibuat dari daun yang dikeringkan mempunyai reputasi yang

baik sebagai obat-obatan terhadap penyakit ginjal (Van Steenis, 1947). Kumis kucing

berkhasiat diuretik, di Jawa digunakan untuk pengobatan hipertensi dan diabetes,

tanaman ini juga sudah digunakan masyarakat untuk pengobatan pendarahan, ginjal,

batu empedu, gout dan rematik (Barnes, 1996).

7. Kandungan kimia

Daun kumis kucing mengandung beberapa senyawa kimia antara lain minyak atsiri

0,02-0,06%, terdiri dari 60 macam seskuiterpen dan senyawa fenolik (Sudarsono

dkk., 1996). Tanaman ini juga mengandung Benzokhromon, Orthokhromen A, methyl

riparikhromen A dan asetovanillochromen. Diterpen, isopimaran–type diterpen

(orthosiphones dan orthosiphol), primaran–type diterpen (neoorthosiphol dan

staminol A). Flavonoid, sinensetin, tetrametil sculaterin dan tetramethoksiflavon,

eupatorin, salvigenin, circimaritrin, piloin, rhamnazin, trimethilapigenin, dan

tetrametilluteonin, kadar flavonoid lipofilik pada daun kumis kucing ini antara 0,2-

0,3%, kadar flavonoid glikosida juga sekitar itu. Kandungan lain pada tanaman ini

antara lain asam kafeat dan turunannya (contoh asam rosmarat) inositol, fitosterol

(contoh -sitosterol) dan garam kalium (Barnes β et al., 1996).

8. Penelitian yang pernah dilakukan

Beberapa penelelitian yang telah dilakukan antara lain: kemampuan infusa daun

kumis kucing secara in-vitro untuk melarutkan kalsium batu ginjal pada konsentrasi

5%; 7,5% dan 10% (Cahyono, 1990). Uji toksisitas terhadap Arthemisia salina

dengan ekstrak kloroform daun kumis kucing menunjukkan gabungan fraksi 4-5

fraksi kloroform larut metanol merupakan fraksi yang paling toksik terhadap

Arthemisia salina. Senyawa yang terdapat dalam fraksi tersebut adalah senyawa

fenol, flavonoid, dan terpenoid (Utami, 2005). Isolasi dari gabungan fraksi 7 dan 8

ekstrak kloroform larut metanol daun kumis kucing diperoleh 1 isolat yang aktif

pada uji sitotoksisitas pada sel HeLa dan sel Raji. Senyawa yang terdapat dalam

fraksi tersebut adalah senyawa fenol, flavonoid, dan terpenoid (Thoyibah, 2006).

Penelitian Anindhita (2007) menunjukkan adanya daya antiinflamasi infusa herba

kumis kucing dengan konsentrasi 5%, 10%, 20% pada tikus putih jantan galur

Wistar.

B. Simplisia

1. Definisi dan macam simplisia

Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum

mengalami pengolahan apapun juga kecuali dinyatakan lain berupa bahan yang telah

Formulasi Kapsul Daun Kumis Kucing | 4

Page 5: kumis kucing

dikeringkan. Simplisia dikelompokkan menjadi 3 macam yaitu simplisia nabati,

hewani dan mineral. Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh,

bagian tanaman atau eksudat tanaman. Eksudat tanaman adalah isi yang spontan

keluar dari tanaman atau isi sel yang spontan dikeluarkan dari sel murni. Simplisia

hewani adalah zat-zat yang berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa

zat-zat kimia murni.Simplisia mineral adalah simplisia yang berasal dari bumi, baik

telah diolah atau belum, tidak berupa zat kimia murni (Anonim, 1985).

2. Pengeringan simplisia

Tujuan pengeringan ialah untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah

rusak,sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. Penurunan mutu atau

perusakan simplisia dapat dicegah dengan mengurangi kadar air dan menghentikan

reaksi enzimatik .

Cara Pengeringan simplisia dilakukan dengan menggunakan sinar matahari atau

menggunakan suatu alat pengering. Hal-hal yang perlu diperhatikan selama proses

pengeringan adalah suhu pengeringan, kelembaban udara aliran udara, waktu

pengeringan, dan luas permukaan bahan. Selama proses pengeringan bahan

simplisia, faktor – faktor tersebut harus diperhatikan sehingga diperoleh simplisia

kering yang tidak mudah mengalami kerusakan selama penyimpanan.

Cara pengeringan yang salah dapat mengakibatkan terjadinya “face hardening”, yakni

bagian luar bahan sudah kering, sedangkan bagian dalamnya masih basah. Hal ini

dapat disebabkan oleh irisan bahan simplisia yan terlalu tebal, suhu pengeringan

yang terlalu tinggi atau oleh suatu keadaan lain yang menyebabkan penguapan air

permukaan bahan jauh lebih cepat daripada difusi air dari dalam ke permukaan air

tersebut, sehingga permukaan bahan menjadi keras dan menghambat pengeringan

selanjutnya. “Face Hardening” dapat mengakibatkan kerusakan atau kebusukan di

bagian dalam bahan yang dikeringkan.

Suhu pengeringan tergantung kepada bahan simplisia dan cara pengeringannya.

Bahan simplisia dapat dikeringkan pada suhu 300 sampai 900 C, tetapi suhu yang

terbaik adalah tidak melebihi 600 C. Bahan simplisia yang mengandung senyawa aktif

dan tidak panas atau mudah menguap harus dikeringkan pada suhu serendah

mungkin, misalnya 300 sampai 450 C, atau dengan cara pengeringan vakum yaitu

dengan cara mengurangi tekanan udara di dalam ruang atau lemari pengeringan,

sehingga tekanan kira-kira 5 mm Hg. Berbagai cara pengeringan telah dikenal dan

digunakan orang. Pada dasarnya dikenal dua cara pengeringan, yaitu pengeringan

secara alamiah dan buatan.

a. Pengeringan alamiah

Tergantung dari senyawa aktif yang dikandung dalam bagian tanaman yang

dikeringkan, dapat dilakukan dua cara pengeringan:

1. Dengan panas sinar matahari langsung.

Pengeringan dengan sinar matahari merupakan cara tradisional. Namun,

pada umumnya hasil yang diperoleh bermutu baik. Cara ini dilakukan untuk

mengeringkan bagian tanaman yang relatif keras, seperti kayu, kulit kayu,

Formulasi Kapsul Daun Kumis Kucing | 5

Page 6: kumis kucing

biji, dan sebagainya, dan mengandung senyawa aktif yang relatif stabil.

Merupakan cara yang paling mudah dan biayanya relatif murah.

2. Dengan diangin - anginkan dan tidak dipanaskan dengan sinar matahari

langsung. Cara ini terutama digunakan untuk mengeringkan bagian tanaman

yang lunak seperti bunga, daun, dan sebagainya dan mengandung senyawa

aktif mudah menguap.

b. Pengeringan buatan

Prinsip pengeringan buatan adalah sebagai berikut: Udara dipanaskan oleh suatu

sumber panas seperti lampu, kompor, mesin diesel atau listrik, udara panas

dialirkan dengan kipas ke dalam ruangan atau lemari yang berisi bahan yang

akan dikeringkan yang telah disebarkan di atas rak-rak pengering. Dengan

prinsip ini dapat diciptakan suatu alat pengering,yang sederhana, praktis dan

murah, dengan hasil yang cukup baik.Dengan menggunakan pengeringan buatan

dapat diperoleh simplisia dengan mutu yang lebih baik karena pengeringan akan

lebih merata dan waktu pengeringan akan lebih cepat, tanpa dipengaruhi oleh

keadaan cuaca. Meskipun demikian, pengadaan alat / mesin pengering

membutuhkan biaya yang cukup besar sehingga biasanya hanya dipakai oleh

perusahaan jamu yang sudah cukup besar.

Alat yang Digunakan dalam Pengeringan untuk mengurangi kerugian – kerugian

yang ditimbulkan saat pengeringan , sekarang telah banyak digunakan alat-alat

pengering mekanis (buatan). Cara pengeringan dengan alat pengering ini disebut

pengeringan buatan atau pengeringan mekanis, sebagai bahan pemanas yang

lazim digunakan adalah udara panas yang kering (tidak mengandung uap air),

tetapi dapat pula digunakan uap panas yang dialirkan melalui pipa-pipa, dan

sebagainya. Bentuk alat pengering beraneka ragam disesuaikan dengan bahan

hasil pertanian yang akan dikeringkan.

Kelebihan pengeringan dengan alat pengering mekanis antara lain:

a. Waktu yang diperlukan untuk mengeringkan relatif lebih singkat.

b. Suhu dapat diatur, disesuaikan dengan bahan yang dikeringkan dan

hasil yang dikehendaki.

c. Tidak memerlukan tempat yang luas

d. Hasil yang diperoleh mempunyai mutu yang baik meskipun kadang-

kadang mutunya lebih rendah daripada pengeringan sinar matahari.

e. Tidak memerlukan banyak tenaga.

c. Perlakuan Terhadap Pengeringan Hasil Tanaman

Perlakuan pengeringan untuk menghindari atau mengurangi hasil tanaman dari

kerusakan, yang umum dilakukan ada dua macam cara, yaitu pengeringan dengan

sinar matahari dan pengeringan dengan udara panas, uap panas, dan sebagainya

yang lebih sering dinamakan pengeringan mekanis. Pengeringan dapat juga

dilakukan dengan cara bahan ditempatkan pada rak-rak yang dibuat khusus untuk

pengeringan. Ada pula yang pengeringannya dengan cara digantungkan, misalnya

tembakau dan jagung. Tetap harus dilakukan pengontrolan yang teratur agar batas

Formulasi Kapsul Daun Kumis Kucing | 6

Page 7: kumis kucing

kering yang dipersyaratkan tidak terlampaui, sebab bila terlampau kering dapat

menimbulkan kerusakan.

Dengan adanya keragaman dalam bentuk bahan baku simplisia maka ada perbedaan

cara mengeringkan pada masing-masing bahan tersebut. Ada bahan yang langsung

dikeringkan di bawah sinar matahari, dikeringkan dibawah naungan, dan ada pula

pengeringan lambat atau pemeraman terlebih dahulu setelah panen. Penggunaan

alat pengering buatan merupakan salah satu alternatif untuk mendapatkan bahan

olahan yang lebih baik karena terhindar dari kontaminasi debu, serangga, burung,

atau rodensia. Dari segi biaya, pengeringan matahari lebih menguntungkan, tetapi

dari segi kualitas penggunaan alat pengering buatan akan menghasilkan simplisia

yang lebih baik.

Berikut ini cara pengeringan beberapa bahan tanaman obat.

a. Bahan yang berasal dari daun (folium)

b. Bahan yang berasal dari kulit (cortex) dan akar (radix)

Kulit kayu dan akar dapat langsung di jemur dibawah sinar matahari setelah

dibersihkan dari kotoran yang melekat. Bila menggunakan alat pengering

buatan maka suhu perlu dijaga anatara 50 - 600 Celcius.

c. Bahan yang berasal dari buah (fructus) atau biji (semen)

Bahan yang berupa biji-bijian biasanya setelah panen dapat langsung dijemur

tanpa dikupas terlebih dahulu, seperti adas, ketumbar dan kapulaga.

d. Bahan yang berasal dari rimpang (rhizoma)

Bahan yang berasal dari rimpang seperti jahe, kencur, bengle, temulawak dan

kunyit harus diiris. Pengirisan rimpang dilakukan tanpa dikuliti terlebih

dahulu untuk memperkecil penguapan minyak atsiri yang terkandung di

dalamnya. Arah irisan dapat melintang atau membujur setelah dicuci bersih.

Ketebalan yang dianjurkan adalah 7 - 8 mm dan setelah dijemur atau kering

ketebalannya menjadi 5 - 6 mm. Pengirisan sebaiknya menggunakan pisau

tahan karat. Pada waktu penjemuran bahan jangan ditumpuk terlalu tinggi.

Ketebalan penumpukkan bahan waktu penjemuran maksimum antara 3 - 4

cm. Lantai tempat penjemuran sebaiknya dialasi dengantikar atau anyaman

dari bambu.

Pada waktu penjemuran, bahan harus sering dibolak-balik untuk menghindari

fermentasi yang menyebabkan bahan menjadi busuk. Bila cuaca tidak

menentu sebaiknya digunakan alat pengering buatan yang dirancang dengan

bantuan panas matahari atau panas buatan.Alat pengering hasil rekayasa

Balittro yang menggunakan tenaga surya menghasilkan kisaran suhu antara

36,3-45,60 celcius dan kelembaban nisbi 30-40 %.

e. Bahan yang berasal dari bunga (Flos)

Pemanenan terhadap bunga sebaiknya dilakukan pagi hari atau sore hari

untuk menghindari kehilangan senyawa-senyawa yang mudah menguap.

Setelah dipanen, bunga biasanya mudah menjadi kering. Untuk itu,

diusahakan bunga tidak dijemur langsung di bawah sinar matahari,

tetapidilayukan dibawah naunga. Apabila ruangan yang digunakan aerasi

Formulasi Kapsul Daun Kumis Kucing | 7

Page 8: kumis kucing

udarnya cukup baik maka dalam waktu dua hari bunga sudah cukup kering.

Untuk menghindari berubahnya warna bunga menjadi coklat maka selama

pelayuan sebaiknya bahan sering dibalik.

f. Bahan herba Sama dengan pengeringan daun.

g. Bahan batang (tuber)

Batang dibersihkan, dipotong-potong kemudian dijemur

h. Bahan umbi (bulbus)

Sama seperti rimpang atau digunakan dalam bentuk segar (sepert bawang

merah dan bawang putih).

C. Ekstraksi

Ekstraksi adalah penarikan zat pokok yang diinginkan dari bahan mentah dengan

menggunakan pelarut yang dipilih sehingga zat yang diinginkan akan larut. Pemilihan

sistem pelarut yang digunakan dalam ekstraksi harus berdasarkan kemampuannya

dalam melarutkan jumlah yang maksimal dari zat aktif dan seminimal mungkin bagi

unsur yang tidak diinginkan (Ansel, 1989). Ekstrak adalah sediaan berupa kering, kental

dan cair, dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok

di luar pengaruh cahaya matahari langsung (Anonim, 1979). Metode ekstraksi yang tepat

sangat tergantung pada tekstur dan kandungan air bahan-bahan yang akan diekstraksi.

Ekstraksi sendiri dilakukan dengan berbagai cara diantaranya dengan metode maserasi,

perkolasi dan sokletasi.

1. Metode maserasi

Metode ini dilakukan dengan cara merendam bahan-bahan tumbuhan yang telah

dihaluskan/digiling dalam pelarut terpilih, kemudian disimpan dalam jangka waktu

tertentu dalam ruang gelap.

2. Metode perkolasi

Metode ini biasanya digunakan dengan cara melewatkan pelarut tetes demi tetes

pada bahan-bahan tumbuhan yang akan diekstrak.

3. Metode sokletasi

Metode ini digunakan untuk mengekstrak komponen dari bahan-bahan tumbuh-

tumbuhan dengan menggunakan alat soklet (Anonim, 2007).

Fraksinasi merujuk pada pemisahan lebih halus yaitu memisahkan senyawa-senyawa

kimia dalam ekstrak kasar dengan menggunakan beberapa metode pemisahan. Fraksi-

fraksi yang telah didapatkan dari proses fraksinasi kemudian diuji aktivitasnya dan akan

dihasilkan satu atau lebih fraksi yang memberikan aktivitas biologi pada makhluk uji.

Fraksi-fraksi ini perlu dipisahkan lagi karena masih banyak terdapat senyawa kimia

yang lain (Anonim, 2007).

D. Mekanisme Evaporator

Formulasi Kapsul Daun Kumis Kucing | 8

Page 9: kumis kucing

Evaporator adalah sebuah alat yang berfungsi mengubah sebagian atau keseluruhan

sebuah pelarut dari sebuah larutan dari bentuk cair menjadi uap. Evaporator

mempunyai dua prinsip dasar, untuk menukar panas dan untuk memisahkan uap yang

terbentuk dari cairan. Evaporator umumnya terdiri dari tiga bagian, yaitu penukar

panas, bagian evaporasi (tempat di mana cairan mendidih lalu menguap), dan pemisah

untuk memisahkan uap dari cairan lalu dimasukkan ke dalam kondenser (untuk

diembunkan/kondensasi) atau ke peralatan lainnya. Hasil dari evaporator (produk yang

diinginkan) biasanya dapat berupa padatan atau larutan berkonsentrasi. Larutan yang

sudah dievaporasi bisa saja terdiri dari beberapa komponen volatil (mudah menguap).

Evaporator biasanya digunakan dalam industri kimia dan industri makanan. Pada

industri kimia, contohnya garam diperoleh dari air asin jenuh (merupakan contoh dari

proses pemurnian) dalam evaporator. Evaporator mengubah air menjadi uap,

menyisakan residu mineral di dalam evaporator. Uap dikondensasikan menjadi air yang

sudah dihilangkan garamnya. Pada sistem pendinginan, efek pendinginan diperoleh dari

penyerapan panas oleh cairan pendingin yang menguap dengan cepat (penguapan

membutuhkan energi panas). Evaporator juga digunakan untuk memproduksi air

minum, memisahkannya dari air laut atau zat kontaminasi lain.

Evaporator dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu:

1. Submerged combustion evaporator adalah evaporator yang dipanaskan oleh api

yang menyala di bawah permukaan cairan, dimana gas yang panas bergelembung

melewati cairan.

2. Direct fired evaporator adalah evaporator dengan pengapian langsung dimana api

dan pembakaran gas dipisahkan dari cairan mendidih lewat dinding besi atau

permukaan untuk memanaskan.

3. Steam heated evaporator adalah evaporator dengan pemanasan stem dimana uap

atau uap lain yang dapat dikondensasi adalah sumber panas dimana uap

terkondensasi di satu sisi dari permukaan pemanas dan panas ditranmisi lewat

dinding ke cairan yang mendidih.

Formulasi Kapsul Daun Kumis Kucing | 9

Page 10: kumis kucing

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Alat dan Bahan

1. Alat

a. Evaporator

b. Hot plate

c. Timbangan analitik

d. Beaker glass

e. Cawan penguap

f. Corong

g. Spatula

h. Pengaduk

i. Kapas

j. Kertas Saring

k. Kertas perkamen

2. Bahan

a. Daun Kumis Kucing

b. Avicel PH 101

c. Aquadest

d. Etanol 70%

e. Canakang kapsul 300 mg

B. Prosedur Kerja

1. Penyiapan Simplisia

a. Pemanenan simplisia

Memanen daun kumis kucing dari pohonnya.

b. Penyortiran basah

Memilih daun kumis kucing yang masih segar dan membuang daun kumis kucing

yang sudah tua dan agak layu

c. Pencucian

Mencuci daun kumis kucing yang sudah disortir dengan air bersih dan mengalir.

d. Perajangan

Merajang kasar semua bagian daun kumis kucing.

e. Pengeringan

Hasil rajangan ditempatkan pada nampan dan diberi jarak. Dijemur sampai

kadar air 10 % (selama satu minggu).

f. Penyortiran kering

Memilih daun kumis kucing yang sudah dikeringkan dan membuang jika

terdapat daun yang busuk.

g. Penggilingan

Menggiling tanaman yang telah disortir di dalam blender sampai halus, jika

memungkin hasil gilingan ini dapat melewati ayakan mesh 60.

Formulasi Kapsul Daun Kumis Kucing | 10

Page 11: kumis kucing

2. 50 gram simplisia yang sudah siap, diekstrak dengan etanol 70 % sebanyak 500 ml.

3. Mengaduk campuran etanol dan simplisia selama 2,5 jam tanpa henti.

4. Diamkan selama beberapa jam.

5. Lalu disaring beberapa kali sampai benar – benar tidak ada lagi simplisia yang ikut di

dalam filtrat.

6. Hasil filtrat di keringkan menggunakan evaporator sampai terbentuk ekstrak yang

kental.

7. Ekstrak yang kental dikeluarkan dari evaporator.

8. Lalu ditimbang 12 gr avicel PH 101 dan dicampurkan ke dalam ekstrak kental.

9. Keringkan campuran ekstrak kental dengan avicel dengan evaporator sampai

menjadi bubuk.

10. Ditimbang jumlah serbuk yang dihasilkan.

11. Setelah berat total serbuk diketahui, maka mencari jumlah ekstrak daun kumis

kucing dalam jumlah total serbuk yang diperoleh.

12. Lalu menghitung jumlah ekstrak daun kumis kucing dalam satu kapsul.

13. Dan tentukan dosis minum dalam sehari.

14. Masukkan serbuk daun kumis kucing ke dalam kapsul.

15. Lalu lakukan evaluasi terhadap sediaan kapsul.

C. Evaluasi Sediaan

1. Evaluasi Granul

Uji Sifat Alir (Aulton, 1988; Liebermann & Lachman, 1986)

Granul dimasukkan ke dalam corong uji waktu alir. Penutup corong dibuka sehingga

granul keluar dan ditampung pada bidang datar. Waktu alir granul dicatat dan sudut

diamnya dihitung dengan mengukur diameter dan tinggi tumpukan granul yang

keluar dari mulut corong. Waktu alir dipersyaratkan dengan sudut diam tidak lebih

dari 30o.

Uji Kompresibilitas (Aulton, 1988, FI IV 1995)

Timbang 100 g granul masukkan ke dalam gelas ukur dan dicatat volumenya,

kemudian granul dimampatkan sebanyak 500 kali ketukan dengan alat uji, catat

volume uji sebelum dimampatkan (Vo) dan volume setelah dimampatkan dengan

pengetukan 500 kali (V).

Perhitungan :

I = (V0 – V) / V0 x 100%

Keterangan : I = indeks kompresibilitas (%); V0 = volume granul sebelum

dimampatkan (mL); V = volume granul setelah dimampatkan (mL). Syarat : tidak

lebih dari 20%.

2. Evaluasi Kapsul

Uji Keragaman Bobot (FI IV,1995)

Pemeriksaan dilakukan terhadap 10 tablet yang diambil secara acak dari tiap

formula lalu ditimbang bobotnya satu per satu. Dihitung bobot rata-rata untuk satu

tablet. Dari hasil penetapan kadar yang diperoleh hitung jumlah bahan aktif dari

masing-masing tablet dengan anggapan terdistribusi secara homogen.

Formulasi Kapsul Daun Kumis Kucing | 11

Page 12: kumis kucing

Persyaratan keseragaman bobot atau keseragaman kandungan terletak antara 85,0

hingga 115,0 % dari yang tertera pada etiket, dan simpangan baku relatif kurang dari

atau sama dengan 6,0% (FI IV,1995).

Formulasi Kapsul Daun Kumis Kucing | 12

Page 13: kumis kucing

BAB IV

DATA DAN PEMBAHASAN

A. Data Penelitian

Granul Ekstrak Daun Kumis Kucing Kapsul Ekstrak Daun Kumis Kucing

1. Jumlah Kapsul dan Dosis

1 dosis daun kumis kucing adalah : 2,5 gram

Simplisia kumis kucing yang ditimbang adalah 50 gram, jadi dapat menghasilkan 20

dosis yang nantinya dikemas dalam kapsul.

12 gram avicel PH 101 + Ekstrak kental daun kumis kucing = 18 gram granul kering.

Maka, diperoleh obat sebanyak 60 kapsul. Sehingga untuk mencapai 1 dosis, harus

meminum 3 kapsul.

2. Data Evaluasi

1. Evaluasi Granul

Uji penampilan

Tablet diamati secara visual meliputi : warna ( homogenitas ), bentuk ( bundar,

permukaan rata/cembung ), cetakan ( garis patah, tanda, logo pabrik ) dll.

Dari uji penampilan didapatkan tablet yang memiliki :

warna : homogen, coklat

bentuk : granul,

Sudut Henti ( )αDiukur dengan menggunakan alat statif dan corong

h (tinggi) = 3 cm

D (diameter) = 10 cm

tg = h/D = 3/10 = 0,3α

(sudut henti)= 16,6° α → sangat baik (< 25°)

Laju Alir (gram/detik)

berat granul = 18 gram

Formulasi Kapsul Daun Kumis Kucing | 13

Page 14: kumis kucing

waktu = 3 detik

Laju alir = 18 / 3 = 6 gram/detik → baik : 4-10g/detik

Kompresibilitas

Do (tap density) = 33

Df (bulk density) = 29

Kompresibilitas = (33 – 29)/33 x 100 % = 12,12 % → Baik (syarat < 20 % )

2. Evaluasi Kapsul

Uji keseragaman bobot

No. Bobot (mg) Rata-rata Deviasi (%)

1 294

288,9 mg

101,97

2 288 99,65

3 296 102,74

4 286 98,88

5 292 101,20

6 286 98,88

7 286 98,88

8 287 99,27

9 286 98,88

10 288 99,65

Farmakope Indonesia III menyatakan, persyaratan uji keseragaman bobot :

Bobot rata-rata

(mg)

Deviasi maksimum ( %)

2 tablet 1 tablet

2 mg atau kurang 15 30

25 - 150 mg 10 20

151- 300 mg 7,5 15

>300 mg 5 10

Dari data di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa tablet yang dicetak memenuhi

syarat untuk uji keseragaman bobot (untuk tablet dengan bobot rata-rata 151 –

300 mg tidak 1 tablet dengan perbedaan bobot sebesar 15 %).

B. Pembahasan

Pada praktikum ini akan dibuat sediaan kapsul yang berisi serbuk daun kumis kucing.

Dimana telah diketahui bahwa daun kumis kucing atau yang dikenal dengan nama latin

yaitu Orthosiphon stamineus Benth , mempunyai khasiat sebagai diuretik yang berperan

mengobati penyakit ginjal, dan juga sebagai anti hipertensi dan pengobatan diabetes.

Menurut literatur dalam mengkonsumsi daun kumis kucing sebaikknya dalam bentuk

ekstrak karena dalam bentuk ini sudah memiliki takaran yang jelas, bebas zat toksik, dan

hanya zat-zat berkhasiat yang diambil, sehingga aman untuk dikonsumsi. Dalam

Formulasi Kapsul Daun Kumis Kucing | 14

Page 15: kumis kucing

pembuatan ekstark daun kumis kucing ini menggunakan etanol 70% yaitu senyawa

organik yang mempunyai gugus –OH. Pemakaian etanol 70% juga dikarenakan etanol

70% dapat mengambil ekstrak total yang dimiliki oleh daun kumis kucing bukan ekstrak

fraksinasi sehingga berbagai zat yang terkandung dalam daun kumis kucing masih tetap

ada dan tidak mengalami fraksinasi. Hal ini disebabkan oleh sifat tanaman herba yang

jika dicari satu demi satu khasiat yang terkandung di dalamnya maka tidak akan

menghasilkan khasiat utama yang diinginkan dan dapat menjadi lebih toksik karena

hilangnya komponen lain yang dapat menetralkan komponen yang lain, dalam tanaman

ini khasiatnya dapat hilang.

Pengolahan bahan tanaman yang berupa daun, seperti daun tempuyung, kumis kucing,

dan sambiloto, harus diperlakukan secara hati-hati untuk melindungi warna, aroma,

serta kandungan zat berkhasiat dan senyawa kimianya. Daun-daun segar mudah

mengalami kerusakan selama pengolahan. Bila penanganannya salah akan

mengakibatkan perubahan warna atau bahkan tercemar mikroba. Penanganan yang

benar tersebut harus sudah dimulai sejak masa pemanenan.

Untuk memperkecil kehilangan senyawa-senyawa yang mudah menguap sebaiknya

pemanenan daun dilakukan pada pagi atau sore hari. Selanjutnya daun dilayukan

dibawah naungan dan tidak dijemur langsung dibawah sinar matahari. Untuk mencegah

terjadinya fermentasi atau berjamur maka sebaiknya daun disimpan dalam keadaan

kering pada kondisi dingin. Untuk mempertahankan supaya daun tetap segar sebelu

dikeringkan maka penyimpanan harus dilakukan pada suhu rendah atau dibawah 100

Celcius.

Sebelum diekstrak dengan etanol 70%, dilakukan penyiapan sampel dengan berbagai

tahapan yaitu pemanenan, penyortiran (segar), pencucian, penirisan/pengeringan,

perajangan, pengeringan, penyortiran (kering), pengemasan dan penyimpanan. Tahap –

tahap ini harus dilakukan dengan benar karena untuk menghasilkan produk yang

berkualitas maka dari sejak proses penyiapan simplisianya harus benar. Tahap pertama

adalah tahap pemanenan, yaitu merupakan salah satu rangkaian tahapan dalam proses

budidaya tanaman obat. Waktu, cara pemanenan dan penanganan bahan setelah panen

merupakan periode kritis yang sangat menentukan kualitas dan kuantitas hasil tanaman.

Oleh karena itu waktu, cara panen dan penanganan tanaman yang tepat dan benar

merupakan faktor penentu kualitas dan kuantitas. Dalam memanen daun kumis kucing

ini, cara memanen dan waktu memanennya kurang tepat karena pada saat memanen

tidak menggunakan peralatan yang bersih sehingga banyak tanah yang terbawa, selain

itu waktu panen juga tidak tepat karena mengambil daun kumis kucing yang umurnya

tidak sama dan juga tempat pemanenan tidak pada daerah yang sama. Sehingga kualitas

hasil yang diperoleh tidak baik. Tahap kedua yaitu penyortiran segar dengan tujuan

untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing, bahan yang tua dengan

yang muda atau bahan yang ukurannya lebih besar atau lebih kecil. Proses ini berguna

untuk memisahkan bahan yang busuk atau bahan yang muda dan yang tua serta untuk

mengurangi jumlah pengotor yang ikut terbawa dalam bahan.

Tahap ketiga yaitu pencucian yang bertujuan untuk menghilangkan kotoran-kotoran dan

mengurangi mikroba-mikroba yang melekat pada bahan. Pencucian dilakukan segera

Formulasi Kapsul Daun Kumis Kucing | 15

Page 16: kumis kucing

setelah penyortiran basah karena dapat mempengaruhi mutu bahan. Pencucian

menggunakan air bersih karena penggunaan air kotor dpat menyebabkan jumlah

mikroba pada bahan tidak akan berkurang bahkan akan bertambah. Yang harus

diperhatikan adalah air yang digunakan, jika masih terlihat kotor ulangi

pencucian/pembilasan sekali atau dua kali lagi. Dan dilakukan dalam waktu yang

sesingkat mungkin untuk menghindari terlarut dan terbuangnya zat yang terkandung

dalam bahan. Tahap keempat yaitu pengeringan, pa tahap ini agar simplisia tidak cepat

membusuk pada saat proses selanjutnya. Tahap kelima yaitu perajangan atau

memotongan simplisia menjadi lebih kecil lagi atau lebih halus lagi. Perajangan ini

berguna untuk menambah luas permukaan dari simplisia sehingga mempermudah

pengambilan zat aktif pada saat ekstraksi berlangsung. Tahap kelima yaitu pengeringan,

yang merupakan suatu cara pengawetan atau pengolahan pada bahan dengan cara

mengurangi kadar air, sehingga proses pembusukan dapat terhambat. Dengan demikian

dapat dihasilkan simplisia terstandar, tidak mudah rusak dan tahan disimpan dalam

waktu yang lama. Dalam proses ini, kadar air dan reaksi-reaksi zat aktif dalam bahan

akan berkurang, sehingga suhu dan waktu pengeringan perlu diperhatikan. Pada

umumnya suhu pengeringan adalah antara 40 – 60 0C dan hasil yang baik dari proses

pengeringan adalah simplisia yang mengandung kadar air 10%. Tapi pada praktikum ini

suhu pengeringan hanya sebesar suhu kamar saja sehingga waktu pengeringan menjadi

lama. Waktu pengeringannya adalah 1 minggu yang termasuk waktu pengeringan yang

cukup lama dalam suatu penelitian, karena simplisia dapat mengalami pembusukan tapi

kerena bagian yang digunakan mencakup semua bagian daun kumis kucing. Kebersihan,

kelembaban udara, aliran udara dan tebal bahan (tidak saling menumpuk) adalah hal

yang perlu diperhatikan dalam proses pengeringan, karena pengeringan simplisia ini

berada di dalam ruangan yang mudah ditumbuhi jamur karena kelembapannya yang

sangat rendah. Pemelihan tempat pengeringan didalam ruangan ini dikarenakan pada

suhu terlalu tinggi dapat merusak komponen aktif, sehingga mutunya dapat menurun

terutama simplisia daun. Oleh karena itu pengeringan simplisia ini hanya dilakukan di

dalam ruang saja tidak di jemur di bawah sinar matahari atau di oven.

Tahap selanjutnya adalah penggilingan, pada praktikum ini penggilingan menggunakan

blender. Setelah tahapan ini selesai maka simplisia siap untuk diekstrak.

Ekstraksi yang digunakan adalah maserasi merupakan penyarian zat aktif yang

dilakukan dengan cara merendam serbuk daun kumis kucing dalam etanol 70% selama

tiga hari pada temperatur kamar terlindung dari cahaya, etanol 70% akan masuk ke

dalam sel melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi

antara larutan di dalam sel dengan di luar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan

terdesak keluar dan diganti oleh etanol 70% dengan konsentrasi rendah ( proses difusi ).

Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di

luar sel dan di dalam sel. Selama proses maserasi dilakukan pengadukan dan

penggantian cairan penyari setiap hari. Endapan yang diperoleh dipisahkan dan

filtratnya dipekatkan dalam evaporator.

Setelah filtrat dipekatkan di dalam evaporator, ditambahkan avicel sebanyak 12 gr.

Penambahan ini berguna untuk memadatkan hasil filtrasi sehingga mudah untuk

Formulasi Kapsul Daun Kumis Kucing | 16

Page 17: kumis kucing

dijadikan serbuk. Untuk proses pengeringannya sampai menjadi serbuk dilakukan di

atas water bath. Setelah jadi serbuk, berat serbuk tersebut ditimbang ternyata hasilnya

adalah 18 gr, sehingga berat filtrasi yang diperoleh adalah 6 gr. Setelah menjadi serbuk

proses berikutnya adalah pemasukan serbuk ke dalam kapsul. Kapsul yang ingin

digunakan adalah kapsul dengan isi 300 mg sehingga jumlah kapsul yang dapat dibuat

sekitar 60 kapsul. Oleh karena 1 dosis daun kumis kucing adalah : 2,5 gram. Simplisia

kumis kucing yang ditimbang adalah 50 gram, jadi dapat menghasilkan 20 dosis yang

nantinya dikemas dalam kapsul. 12 gram avicel PH 101 + Ekstrak kental daun kumis

kucing = 18 gram granul kering. Maka, diperoleh obat sebanyak 60 kapsul. Sehingga

untuk mencapai 1 dosis, harus meminum 3 kapsul.

Adapun untuk hasil evaluasi adalah sebagai berikut :

1. Sudut henti, diperoleh hasil (sudut henti)= 16,6° α → sangat baik (< 25°)

2. Laju alir = 18 / 3 = 6 gram/detik → baik : 4-10g/detik

3. Kompresibilitas = (33 – 29)/33 x 100 % = 12,12 % → Baik (syarat < 20 % )

4. Uji Keseragaman Bobot

Farmakope Indonesia III menyatakan, persyaratan uji keseragaman bobot :

Bobot rata-rata

(mg)

Deviasi maksimum ( %)

2 tablet 1 tablet

2 mg atau kurang 15 30

25 - 150 mg 10 20

151- 300 mg 7,5 15

>300 mg 5 10

Dari data di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa tablet yang dicetak memenuhi

syarat untuk uji keseragaman bobot (untuk tablet dengan bobot rata-rata 151 – 300

mg tidak 1 tablet dengan perbedaan bobot sebesar 15 %).

Formulasi Kapsul Daun Kumis Kucing | 17

Page 18: kumis kucing

BAB VI

KESIMPULAN

1. Daun kumis kucing mempunyai khasiat sebagai diuretik untuk penyakit ginjal.

2. Ekstraksi daun kumis kucing dilakukan dengan maserasi, kemudian ditambahkan

pelarut etanol 70%. Pemekatan dilakukan untuk meningkatkan konsentrasi aktif dalam

daun kumis kucing.

3. Pengisi yang digunakan adalah avicel PH 101 yang juga digunakan untuk membantu

pembuatan ekstrak kering.

4. Oleh karena 1 dosis daun kumis kucing adalah : 2,5 gram. Simplisia kumis kucing yang

ditimbang adalah 50 gram, jadi dapat menghasilkan 20 dosis yang nantinya dikemas

dalam kapsul. 12 gram avicel PH 101 + Ekstrak kental daun kumis kucing = 18 gram

granul kering. Maka, diperoleh obat sebanyak 60 kapsul. Sehingga untuk mencapai 1

dosis, harus meminum 3 kapsul.

5. Adapun untuk evaluasi sediaan, dari semua parameter yang diuji menunjukkan bahwa

kapsul ekstrak daun kumis kucing yang dibuat baik.

Formulasi Kapsul Daun Kumis Kucing | 18

Page 19: kumis kucing

DAFTAR PUSTAKA

Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia : Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Penerbit

ITB : Bandung.

Darise, dkk. 1997. Komponen Kimia dalam Praktek Phytochemistry.Makassar : Fakultas Farmasi.

Depkes RI. Farmakope Indonesia, ed.III-IV. Th 1979, 1995.

Depkes RI. Materia Medika Indonesia (MMI), I s/d VI Th. 1978-1995.

Ansel, Howard C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta : UI Press

Anief, moh. 1997. Ilmu meracik obat teori dan praktek. yogyakarta: UGM Press

Liebermann, H.A., and Lachman, L. 1986. The Theory and Practiceof Industrial Pharmacy. 3th ed..

Diterjemahkan oleh Suyatmi S. 1994. UI Press. Jakarta.

Liebermann, H.A., and Lachman, L. 1990. The Pharmaceutical Dosage Form Tablets. 2nd ed.

Marcel Decker Inc. New York.

Prayoga, Sigit. 2008. Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Daun Kumis Kucing (Orthosiphon

stamineus Benth.) pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar. FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Herold. 2007. Formulasi Minuman Fungsional Berbasis Kumis Kucing (Orthosiphon Aristatus Bl.

Miq) yang Didasarkan pada Optimasi Aktivitas Antioksidan, Mutu Citarasa dan Warna.

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Formulasi Kapsul Daun Kumis Kucing | 19