konsentrasi logam berat pb, cd, cu, zn dan pola

94
KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA SEBARANNYA DI MUARA BANJIR KANAL BARAT, SEMARANG LILIK MASLUKAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006

Upload: vandat

Post on 11-Dec-2016

239 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA SEBARANNYA

DI MUARA BANJIR KANAL BARAT, SEMARANG

LILIK MASLUKAH

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2006

Page 2: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Konsentrasi Logam

Berat Pb, Cd, Cu, Zn dan Pola Sebarannya di Muara Banjir Kanal Barat,

Semarang adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan

belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber

informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Ju li 2006

Lilik Maslukah

NIM C651030011

Page 3: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

ABSTRAK

LILIK MASLUKAH. Konsentrasi Logam Berat Pb, Cd, Cu, Zn dan Pola Sebarannya di Muara Banjir Kanal Barat, Semarang. Dibimbing oleh TRI PRARTONO dan I WAYAN NURJAYA.

Estuari merupakan daerah pertemuan air tawar dan air laut, yang mempunyai sifat fisik dan kimia berbeda. Tingkat percampuran air tawar dan air laut ini sangat dipengaruhi oleh keadaan pasut dan debit sungai. Logam berat yang masuk ke estuari akan mengalami proses pengenceran; adsorpsi oleh partikel yang diikuti proses flokulasi; desorbsi; dan proses pengendapan. Proses adsorpsi terjadi karena kereaktifan logam terhadap bahan organik terlarut dan oleh adanya ikatan permukaan pada partikel. Bahan organik terlarut tersebut terikat oleh partikel. Dengan bertambahnya nilai salinitas, kekuatan tarik menarik antar partikel semakin kuat dan terbentuk agregat yang lebih besar (floc). Pada saat arus lemah, agregat ini akan mengendap di dasar. Adanya proses adsorpsi di estuari mengakibatkan logam terlarut mengalami proses removal dan menambah konsentrasi logam dalam sedimen.

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi logam terlarut, logam dalam seston dan logam dalam sedimen di sepanjang muara sungai; menentukan pola sebaran logam terlarut ditinjau dari nilai sebaran salinitas serta hubungan antara TSS dengan konsentrasi logam terlarut. Analisis pola sebaran logam berat terlarut dengan nilai salinitas menggunakan “mixing graph”.

Hasil analisa laboratorium menunjukkan bahwa logam terlarut Pb berkisar antara 1.10-3 – 4.10-3 ppm, Cd tidak terdeteksi atau konsentrasinya < 0,001 ppm, Cu berkisar antara 1.10-3 – 4.10-3 ppm, dan Zn berkisar antara 2.10-3 – 1.10-3 ppm; logam Pb dalam sedimen berkisar antara 4,14 –13,93 ppm, logam Cd berkisar antara 0,006 – 0,117 ppm, logam Cu berkisar antara 30,54 –55,09 ppm dan logam Zn berkisar antara 94,11 – 183,39 ppm; logam dalam seston untuk Pb berkisar antara 10,56 – 30,56 ppm, Cd berkisar antara 4,21 – 20,62 ppm, Cu berkisar antara 13,33 – 97,83 ppm, dan Zn berkisar antara 48,33 – 226,27 ppm.

Hasil analisis menunjukkan bahwa logam Pb terlarut mengalami kenaikan dengan bertambahnya nilai salinitas , sedangkan Cu dan Zn mengalami penurunan dengan bertambahnya nilai salinitas. Logam Pb, Cu dan Zn terlarut di Estuari Banjir Kanal Barat, mengalami removal pada salinitas antara 5 – 15 0/00. Padatan tersuspensi mempengaruhi konsentrasi logam Pb, Cu, dan Zn terlarut dalam perairan.

Page 4: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2006 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam

bentuk apapun baik cetak, fotocopi, mikrofilm dan sebagainya

Page 5: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA SEBARANNYA

DI MUARA BANJIR KANAL BARAT, SEMARANG

OLEH

LILIK MASLUKAH

Tesis Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar

Magister Sains pada Program Studi Ilmu Kelautan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2006

Page 6: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

Judul Tesis : Konsentrasi Logam Berat Pb, Cd, Cu, Zn dan Pola

Sebarannya di Muara Banjir Kanal Barat, Semarang

Nama : Lilik Maslukah

NRP : C65 103 0011

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Tri Prartono, M.Sc Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, M.Sc

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Ilmu Kelautan Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Djisman Manurung, M.Sc Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

Tanggal Ujian : 22 Juni 2006 Tanggal Lulus :

Page 7: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

PRAKATA

Alhamdulillah, segala puji dan syukur senantiasa buat Allah SWT atas

segala limpahan karunia, rahmat dan hidayahnya-Nya sehingga tesis ini dapat

diselesaikan. Tesis yang berjudul “Konsentrasi Logam Pb, Cd, Cu, Zn dan

Pola Sebarannya di Muara Banjir Kanal Barat, Semarang“ ini merupakan

karya kecil yang kehadirannya diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi

ilmu pengetahuan.

Pada kesempatan kali ini, terimakasih dan penghargaan setinggi-tingginya

ingin penulis sampaikan kepada mereka yang telah berperan serta:

1. Bapak Dr. Ir. Tri Prartono, M.Sc dan Bapak Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, M.Sc

selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan banyak waktu dan dengan

sabar memberikan bimbingan, arahan serta saran selama penyusunan tesis.

Bapak Dr. Ir. Harpasis S. Sanusi, M.Sc, selaku dosen penguji luar komisi atas

saran dan masukannya.

2. Orang-orang terkasih dalam hidup ini: Suamiku, Nasiruddin dan Anakku

(Zuba dan Rafif), trimakasih untuk kehangatan cinta, dukungan, pengorbanan

dan doa tiada henti. Keluarga di Pati (Bapak, Ibu, dan adik ).

3. Bapak Razak, Ibu Endang, mba Teri, serta mas Budi, yang telah membantu

penulis selama di lapangan dan analisa di Lab oratorium P3O-LIPI, Jakarta.

4. Rekan-rekan IKL (Bahar, Wieke, Era, kak Rosa, Nana, mas Karyo, dan rekan

lainnya), terimakasih atas persahabatan dan kerjasamanya selama ini.

Tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, karenanya kritik dan saran sangat

diharapkan demi kesempurnaan di masa datang. Semoga tesis ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2006

Lilik Maslukah

Page 8: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pati pada tanggal 9 September 1975 dari Ayahanda

Fakih dan Ibunda Mualamah. Penulis merupakan putri pertama dari tiga

bersaudara.

Pendidikan dasar diselesaikan di SD Negeri 01 Purwokerto pada tahun

1987, dilanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri 01 Tayu Kabupaten Pati

dan menyelesaikannya pada tahun 1991. Sekolah lanjutan tingkat atas

diselesaikan di Sekolah Menengah Atas Negeri, Kabupaten Pati pada tahun 1993.

Pada tahun yang sama melalui jalur PSSB, penulis diterima di Program Studi Ilmu

Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro,

Semarang dan lulus tahun 1998. Tahun 1999, penulis diterima sebagai staf

pengajar di Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Bulan

September 2003, penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Pascasarjana Institut

Pertanian Bogor Program Studi Ilmu Kelautan dengan biaya dari BPPS.

Page 9: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL...................................................................................... DAFTAR GAMBAR.................................................................................. DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................. PENDAHULUAN Latar Belakang .................................................................................. Perumusan Masalah........................................................................... Tujuan dan Manfaat Penelitian.......................................................... TINJAUAN PUSTAKA Hidrodinamika Perairan Estuari......................................................... Sedimen Estuari................................................................................. Logam Berat di Estuari......................................................................

Tingkah Laku Logam Pb, Cd, Cu dan Zn .......................................... Material Padatan Tersuspensi di Estuari............................................ Proses-proses yang Terjadi di Estuari................................................ Nasib Logam Berat setelah Memasuki Perairan................................ Kualitas Perairan Estuari.................................................................... Salinitas.................................................................................... Derajat Keasaman.................................................................... Oksigen Terlarut...................................................................... Bahan Organik......................................................................... METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian............................................................. Alat dan Bahan Penelitian.................................................................. Teknik Pengumpulan Data................................................................ Analisis Data.................................................................................... HASIL DAN PEMBAHASAN Konsentras i Logam Pb, Cd, Cu dan Zn Terlarut............................... Konsentrasi Logam Pb, Cd, Cu dan Zn dalam Sedimen................... Konsentrasi Logam Pb, Cd, Cu dan Zn dalam Seston...................... Pola Sebaran Logam Pb, Cd, Cu dan Zn dalam Seston dan Sedimen Kapasitas Adsorpsi Logam Pb, Cd, Cu dan Zn................................. Kondisi Pasang Surut......................................................................... Tipe Estuari. ....................................................................................... Kedalaman ......................................................................................... Kecepatan dan Arah Arus...................................................................

ix x xi

1 2 4

6 9

10 11 14 14 16 16 16 16 18 18

19 19 20 28

29 33 35 38 41 41 43 46 47

Page 10: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

Halaman

Kualitas Air................................................................................................. Total Padatan Tersuspensi....................................................... Oksigen Terlarut ..................................................................... Bahan Organik Total ............................................................. Derajat Keasaman ................................................................. Kualitas Sedimen............................................................................... Fraksi Sedimen ...................................................................... Bahan Organik Sedimen......................................................... Laju Sedimentasi .............................................................................. Debit Sungai....................................................................................... Keadaan Cuaca Bulan September...................................................... Konsentrasi Logam Berat yang Masuk Ke Laut................................

Pembahasan ....................................................................................... Pola Sebaran Logam Pb Terlarut terhadap Salinitas dan TSS .......... Pola Sebaran Logam Cu Terlarut terhadap Salinitas dan TSS .......... Pola Sebaran Logam Zn Terlarut terhadap Salinitas dan TSS ..........

KESIMPULAN Simpulan............................................................................................ Saran.................................................................................................. DAFTAR PUSTAKA................................................................................. LAMPIRAN

48 48 49 50 50 51 51 53 54 55 55 55 56 57 60 63

65 65

66

Page 11: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Kecepatan endap beberapa tipe sedimen.................................................

2. Kadar normal dan kadar maksimum logam berat dalam air laut.............

3. Alat dan bahan penelitian........................................................................

4. Parameter-parameter yang diukur dalam penelitian................................

5. Posisi geografis stasiun penelitian...........................................................

6. Nilai kapasitas adsorpsi logam Pb, Cd, Cu dan Zn..............................

7. Nilai persentase tekstur sedimen dan jenis sedimen............................

8. Laju sedimentasi.....................................................................................

9. Nilai debit sungai Banjir Kanal Barat tahun 1997 – 2001.....................

10

10

19

21

22

41

52

54

55

Page 12: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.

13.

14.

15.

16.

17.

18.

19.

20.

21.

22.

23.

24.

25.

26.

27.

Perumusan masalah.................................................................................

Karakter salinitas tiap profil kedalaman.................................................

Tingkah laku elemen terlarut di estuari..................................................

Pola sebaran Cu terlarut dengan salinitas dan penampang melintang

salinitas di estuari...................................................................................

Box model estuari..................................................................................

Proses yang dialamai bahan cemaran di lingkungan laut......................

Lokasi pengambilan sampel..................................................................

Garis -garis pengukuran kedalaman dan kecepatan arus........................

Jenis tekstur sedimen berdasarkan segitiga tekstur……………………

Konsentrasi logam Pb terlarut pada pengambilan I dan II……….……

Konsentrasi logam Cu terlarut pada pengambilan I dan II…………....

Konsentrasi logam Zn terlarut pada pengambilan I dan II…………….

Konsentrasi logam Pb, Cd, Cu, dan Zn dalam sedimen………………..

Konsentrasi logam Pb dalam seston pada pengambilan I dan II……...

Konsentrasi logam Cd dalam seston pada pengambilan I dan II….…..

Konsentrasi logam Cu dalam seston pada pengambilan I dan II……..

Konsentrasi logam Zn dalam seston pada pengambilan I dan II……...

Pola sebaran logam Pb dalam seston dan sedimen…………………….

Pola sebaran logam Cd dalam seston dan sedimen…………………….

Pola sebaran logam Cu dalam seston dan sedimen…………………….

Pola sebaran logam Zn dalam seston dan sedimen…………………….

Kondisi pasang surut di Perairan Semarang Bulan September………..

Kondisi pasang surut saat pengukuran salinitas dan pengambilan

sampel I………………………………………………………………..

Kondisi pasang surut pengambilan II….....................…………………

Sebaran salinitas menegak saat pasang………………………….…….

Sebaran salinitas menegak saat surut………………………….………

Sebaran menegak salinitas saat pasang dan surut………………..……

4

8

12

13

15

17

23

25

27

29

30

32

33

35

36

37

37

38

39

40

40

38

42

43

43

44

45

Page 13: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

28.

29.

30.

31.

32.

33.

34.

35.

36.

37.

38.

39.

40.

41.

42.

Estuari tercampur sebagian……………………………………………

Hasil pengukuran kedalaman di lokasi pengambilan sampel………….

Kecepatan dan arah arus pada pengambilan I dan II………………….

Nilai TSS di lapisan permukaan pengambilan I dan II……….……….

Nilai konsentrasi oksigen terlarut pengambilan I dan II………..…….

Sebaran nilai bahan organik total (TOM)..............................................

Nilai pH di setiap stasiun pengambilan I dan II……..……..………….

Sebaran rata-rata fraksi sedimen……………………...………..………

Nilai bahan organik sedimen ….…………….…………………………

Pola hubungan antara Pb terlarut dengan salinitas .................... ...........

Pola hubungan antara logam Pb dengan TSS.........................................

Pola hubungan antara Cu terlarut dengan salinitas.................................

Pola hubungan antara logam Cu dengan TSS ........................................

Pola hubungan antara Zn terlarut dengan salinitas ……..………..……

Pola hubungan antara Zn terlarut dengan TSS ……………...…………

46

46

47

48

49

50

51

52

53

58

59

61

62

63

64

Page 14: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8. 9.

Rekapitulasi hasil analisis kualitas air di Perairan Banjir Kanal Barat, Semarang..................................................................................

Kualitas sedimen.................................................................................

Debit Sungai Banjir Kanal Barat Bulan September 2005..................

Perhitungan konsentrasi logam berat Pb, Cd, Cu dan Zn yang masuk ke laut…………………………………………………….………….

Hubungan antara bahan organik total dalam sedimen dengan kandungan logam berat dalam sedimen..............................................

Analisa logam berat terlarut dalam air Laut, dalam seston dan dalam sedimen……………………………..……………………………….

Analisa oksigen terlarut…………..………………………………….

Analisa material organik dalam sedimen dan analisa kandungan

bahan organik total ……..…………………………….……………

Nilai salinitas pada saat pasang dan surut............................................

69

70

71

73

74

76

78

79

80

Page 15: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Logam berat terdapat di seluruh lapisan alam, namun dalam konsentrasi

yang sangat rendah. Dalam air laut konsentrasinya berkisar antara 10-5 – 10-3 ppm.

Pada tingkat kadar yang rendah ini, beberapa logam berat umumnya dibutuhkan

oleh organisme hidup untuk pertumbuhan dan perkembangan hidupnya. Namun

sebaliknya bila kadarnya meningkat, logam berat berubah sifat menjadi racun

(Philips 1980). Peningkatan kadar logam berat dalam air laut terjadi karena

masuknya limbah yang mengandung logam berat ke lingkungan laut. Limbah

yang banyak mengandung logam berat biasanya berasal dari kegiatan industri,

pertambangan, pemukiman dan pertanian. Pada umumnya sebelum ke laut limbah

tersebut masuk ke estuari melalui aliran air sungai.

Estuari dicirikan dengan daerah yang mempunyai kekeruhan cukup tinggi.

Kekeruhan yang terjadi di daerah estuari dipengaruhi oleh masukan massa air

sungai dan adanya resuspensi sedimen. Kekeruhan itu juga disebabkan oleh

adanya percampuran air tawar dan air laut di dalam estuari, yang menyebabkan

bertambahnya nilai salinitas, sehingga kekuatan ionik semakin bertambah

(Chester 1990). Bertambahnya kekuatan ionik menyebabkan gaya tarik menarik

antar partikel menjadi lebih kuat dan mengakibatkan terkumpulnya suatu materi

yang sering disebut dengan floc (gumpalan). Apabila resultante gaya tarik

menarik besar maka ukuran floc ini akan semakin besar. Selain itu, partikel-

partikel yang ada di estuari mempunyai kemampuan mengadsorpsi logam berat,

sehingga kadar logam terlarut di kolom air menjadi berkurang, kemudian logam

ini diendapkan dalam sedimen. Estuari bertindak sebagai filter bahan-bahan

kimia, termasuk logam berat yang terbawa oleh aliran sungai. Filter ini bekerja

terutama melalui perubahan dari fase terlarut menjadi fase partikel. Pengaruh filter

dapat bervariasi dari satu estuari ke estuari lainnya.

Sungai Banjir Kanal Barat merupakan salah satu sungai besar yang

mengalir di daerah Semarang. Di daerah hulu sungai ini terdapat beberapa

industri, antara lain industri pelapisan logam dan industri textil. Aliran air sungai

Page 16: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

2

ini juga melewati daerah pertanian serta kawasan perumahan penduduk yang

cukup padat. Melalui aliran sungai ini, berbagai bahan terangkut, termasuk logam

berat dan terbawa ke estuari yang pada akhirnya ke laut.

Beberapa peneliti yang pernah melakukan kajian mengenai pola sebaran

logam berat di estuari, antara lain (1) Boyle et al. (1985), diacu dalam Chester

(1993) mengenai pola sebaran konsentrasi cadmium (Cd) di Estuari Amazon dan

Changjiang, dimana konsentrasi cadmium terlarut mengalami desorpsi pada

salinitas rendah (2) Windom et al. (1983), diacu dalam chester (1993) di Sungai

Savannah (USA), dimana konsentrasi tembaga terlarut di muara lebih rendah

daripada di sungai dan laut (3) Apte and Day (1998), diacu dalam Marine

Pollution Bulletin (1998) di Selat Torres dan Teluk Papua, dimana konsentrasi Cu

terlarut mengalami variabilitas pada salinitas < 27 0/00.

Perbedaan waktu dan lokasi penelitian diperkirakan akan memberikan

pengaruh yang berbeda terhadap karakteristik dan perubahan konsentrasi dari

logam Pb, Cd, Cu dan Zn. Informasi mengenai karakteristik dan pola sebaran

logam berat terlarut di estuari di Indonesia masih sangat terbatas, khususnya di

Muara Sungai Banjir Kanal Barat, Semarang. Oleh karena itu diperlukan adanya

suatu penelitian terkait dengan hal tersebut diatas.

Perumusan Masalah

Sungai sebagai sumber utama logam baik dalam bentuk partikel maupun

terlarut. Logam berat yang dibawa oleh air sungai masuk ke laut melalui estuari.

Konsentrasi logam berat terlarut akan mengalami perubahan selama berada di

estuari. Perubahan konsentrasi logam terlarut ini di pengaruhi oleh berbagai

proses yang ada di estuari seperti proses pengenceran, flokulasi, adsorpsi dan

desorpsi oleh partikel.

Proses adsorpsi antar partikel tersuspensi dalam kolom air terjadi karena

adanya muatan listrik pada permukaan partikel tersebut (Sanusi 2006). Butir

lanau, lempung dan kolloid asam humus yang tersuspensi dan terangkut

memasuki wilayah estuari melalui aliran sungai mempunyai kecenderungan

bermuatan listrik negatif (Libes 1992; Wibisono 2005; Sanusi 2006; dan Brown et

al. 1989). Dengan peningkatan salinitas, interaksi dengan kation bebas di perairan

Page 17: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

3

menyebabkan adanya penetralan dan mengurangi muatan negatif. Perubahan

muatan ini juga dipengaruhi oleh adanya pelapisan (coating) partikel tersuspensi

oleh bahan organic terlarut (DOM). Fenomena perubahan muatan listrik partikel

tersuspensi tersebut menyebabkan gaya attraktive molekular (gaya van der walls)

mendominasinya. Peningkatan gaya ini menyebabkan kekuatan tarik menarik

antar partikel menjadi lebih kuat, sehingga saat partikel bertabrakan akan

membentuk flokulasi yang kemudian disusul terjadinya pengendapan partikel

karena gaya gravitasi.

Adanya proses adsorpsi oleh partikel, yang kemudian diikuti proses

flokulasi maka konsentrasi logam terlarut ini akan mengalami pengurangan dan

sebaliknya apabila terjadi proses desorpsi atau pelarutan kembali oleh partikel

maka konsentrasi logam berat terlarut ini akan mengalami penambahan.

Untuk melihat proses ini dapat diketahui dengan melihat pola sebaran

logam berat terlarut ditinjau dari sebaran nilai salinitas dan hubungan antara total

padatan tersuspensi (TSS) dengan konsentrasi logam terlarut sehingga perlu data

konsentrasi logam berat terlarut, pengukuran logam berat dalam padatan yang

tersuspensi (seston), logam dalam sedimen, salinitas dan TSS disepanjang estuari.

Pengukuran salinitas pada saat pasang dan surut akan menentukan tipe estuari

lokasi penelitian, yang sangat dipengaruhi oleh hidrodinamika perairan seperti

debit sungai dan pasang surut, dan keduanya menimbulkan adanya arus. Selain itu

diperlukan data penunjang lainnya seperti bahan organik dalam air dan sedimen,

pH serta oksigen terlarut. Perumusan masalah secara singkat disajikan pada

Gambar 1.

Page 18: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

4

Gambar 1. Perumusan masalah

Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk menentukan konsentrasi logam berat Pb, Cd, Cu, dan Zn terlarut,

tersuspensi, dan dalam sedimen di Estuari Banjir Kanal Barat, Semarang

2. Untuk menentukan distribusi dan pola sebaran konsentrasi logam berat Pb,

Cd, Cu, dan Zn terlarut ditinjau dari sebaran salinitas.

3. Untuk menentukan pola hubungan antara TSS dengan konsentrasi logam

berat dalam seston.

INPUT Logam berat

Sungai

PROSES

Estuari: * Hidrodinamika

perairan * Adsorpsi, dan

desorpsi * Pengendapan

OUT PUT

Perubahan Konsentrasi

Air - Kandungan logam berat terlarut - Kandungan logam berat tersuspensi - Total padatan tersuspensi - Total organik matter - Salinitas - pH - Oksigen terlarut

Sedimen - Kandungan logam berat - Bahan organik - Fraksi sedimen - Laju sedimentasi

Penelitian

- Arus - Debit sungai - Pasut

Page 19: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

5

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai

tingkah laku logam Pb, Cd, Cu, dan Zn di estuari, khususnya di Banjir Kanal

Barat, Semarang, sehingga bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan bagi PEMDA

setempat dalam hal pengelolaan dan pengembangan sumberdaya pesisir dan laut

lebih lanjut.

Page 20: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

TINJAUAN PUSTAKA

Hidrodinamika Perairan Estuari

Estuari adalah perairan semi tertutup yang memiliki hubungan bebas dengan

laut, tempat dimana air asin dari laut dan air tawar dari sungai bertemu (Cameron and

Pritchard 1963, diacu dalam Dyer 1973). Pertemuan serta percampuran air tawar dan

air laut mengakibatkan adanya gradien salinitas di sepanjang badan estuari mulai dari

sepenuhnya air laut (33-37 ppt) di bagian mulut sampai dengan sepenuhnya air tawar

pada bagian hulu. Percampuran akan terjadi bila kedua massa air tersebut

bersentuhan, air tawar akan terapung di atas air laut karena densitas air tawar lebih

ringan dibandingkan densitas air laut (Dyer 1973; Nybakken 1992; Duxbury and

Duxbury 1993). Densitas air laut dipengaruhi oleh salinitas dan suhu akan tetapi di

estuari, peranan salinitas dalam proses percampuran lebih dominan dibandingkan

suhu karena dua alasan yaitu kisaran salinitas yang lebih lebar dibandingkan kisaran

suhu serta kedalaman yang relatif dangkal sehingga umumnya mixing di estuari

dipengaruhi oleh perbedaan salinitas dibandingkan perbedaan suhu (Dyer 1973).

Elliot dan James (1984) mengemukakan bahwa di perairan estuari terdapat

tiga gaya hidrolik yang mempengaruhi tingkat percampuran dan pola sirkulasi air,

yaitu :

1. Adanya aliran dua arah sebagai hasil interaksi antara aliran air tawar dan

pergerakan pasang surut air laut.

2. Perbedaan densitas antara air yang masuk ke estuari dengan air yang keluar ke

estuari secara periodik.

3. Adanya gaya coriolis, menyebabkan terjadinya perubahan bentuk muara sungai

yang cenderung melebar dan perubahan pola sirkulasi air.

Dari ketiga gaya tersebut maka pola sirkulasi dan tingkat percampuran antara air

tawar dan air laut akan membentuk stratifikasi salinitas yang berbeda-beda

sepanjang estuari.

Terjadinya percampuran antara air tawar dan air laut menyebabkan adanya

distribusi salinitas yang dalam hal ini tergantung atas berbagai faktor, antara lain :

Page 21: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

7

1. Pasang surut air laut. Pasang surut merupakan suatu gaya eksternal utama

yang membangkitkan pergerakan massa air (arus) serta perilaku perubahan

tinggi muka air secara periodik pada daerah estuari. Ketika pasang surut

terjadi, seluruh massa air di estuari bergerak ke belakang (hulu) dan ke laut,

dalam periode tertentu (Dyer 1979). Adanya arus pasut menyebabkan

terjadinya gesekan antara massa air dengan dasar estuari yang menghasilkan

pergolakan. Pergolakan ini memiliki kecenderungan untuk mencampur kolom

air dengan lebih efektif.

2. Perubahan debit air sungai. Menurut Nybakken (1988) secara musiman debit

air sungai akan berubah antara maksimal dan minimal. Perubahan debit air

sungai tersebut menjadi penentu derajat percampuran antara air laut dan air

tawar.

3. Arus dan gelombang. Arus air pada perairan estuari berasal dari arus air

sungai akibat perbedaan topografi dan arus air laut yang di pengaruhi oleh

pasang surut, angin dan gelombang.

Stomel (1951), diacu dalam Pickard dan Emery (1970) mengklasifikasikan

sirkulasi air dan pola stratifikasi di estuari ke dalam 4 tipe (Gambar 2) yaitu :

A. Estuari yang tercampur secara vertikal atau sempurna (vertically mixed

estuary, Gambar 2A), biasanya dangkal dan airnya bercampur secara vertikal

sehingga massa airnya menjadi homogen dari permukaan sampai ke dasar

sepanjang estuari. Salinitas meningkat dengan jarak sepanjang estuaria dari

hulu sampai ke mulut atau hilir. Pada tipe estuari tercampur sempurna, energi

pasut lebih besar daripada debit sungai dan mengakibatkan suatu proses

pengadukan dan percampuran yang sangat efektif. Airnya bercampur secara

vertikal (Chester 1990; Brown et al. 1989).

B. Estuari stratifikasi sebagian (partially stratified estuary, Gambar 2B). Terjadi

pada suatu wilayah yang mempunyai debit sungai lebih kecil atau setara

dengan energi pasut (Rilley and Skirrow 1975; Brown et al. 1989; Chester

1990). Energi pasang akan menstimulir terjadinya pengadukan dan

percampuran kedua massa air sungai dan laut di estuari. Tipe estuari

tercampur sebagian mempunyai sifat antara lain : salinitas meningkat dari

kepala sampai ke mulut pada semua kedalaman, massa air masing-masing

Page 22: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

8

berada pada 2 lapisan, dimana lapisan atas salinitasnya sedikit lebih rendah

dibandingkan yang lebih dalam, tidak terbentuk gradien densitas (Duxbury

and Duxbury 1993). Pada tipe ini ada jaringan yang menuju ke laut atau

outlet mengalir di lapisan atas dan jaringan masuk mengalir di lapisan yang

lebih dalam.

Gambar 2 Karakter salinitas tiap profil kedalaman (bawah) dan penampang

melintang salinitas (atas) di estuari (Tomczak 1998)

C. Estuaria stratifikasi tinggi (highly stratified estuary, Gambar 2C), lapisan atas

salinitas meningkat dari dekat nol pada sungai sampai mendekati laut diluar

mulut perairan yang lebih dalam. Pada estuari ini ada haloclin diantara

perairan atas dan bawah khususnya dibagian kepala estuari.

D. Estuari baji garam (salt wedge, Gambar 2D), air bersalinitas tinggi menyusup

dari laut seperti baji dibawah air sungai. Estuari baji garam mempunyai

penampakan yang hampir sama dengan estuari stratifikasi sedang dan tinggi.

Ada gradien horisontal dari salinitas di dasar seperti pada partially stratified

estuary dan sebuah gradien salinitas vertikal yang tegas seperti pada high

stratified estuary. Tipe estuari baji garam umumnya terjadi di wilayah yang

mempunyai aliran air sungai lebih dominan daripada energi pasut, sehingga

sirkulasi massa air didominasi oleh energi massa air yang masuk dari sungai

A B

C D

Page 23: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

9

dan mengakibatkan terbentuknya gradien densitas nyata pada batas

pertemuan massa air sungai dan massa air laut yang disebut baji garam.

Adanya gradien densitas menyebabkan proses pengadukan dan percampuran

kurang efektif (Brown et al. 1989).

Sedimen Estuari

Karena estuari merupakan tempat bertemunya arus air sungai yang mengalir

ke laut dengan arus pasang surut air laut yang keluar masuk ke sungai, maka aktivitas

ini menyebabkan pengaruh yang kuat terhadap terjadinya sedimentasi, baik yang

berasal dari sungai maupun dari laut atau sedimen yang tercuci dari daratan di

sekitarnya.

Pengendapan sedimen atau sedimentasi ditentukan oleh beberapa faktor,

diantaranya adalah kecepatan arus sungai, kondisi dasar sungai, turbulensi dan

diameter sedimen itu sendiri (Posma 1976, diacu dalam Supriharyono 2000).

Sedimen dengan diameter 104 µm akan tererosi oleh arus dengan kecepatan 150

cm/det, dan terbawa arus pada kecepatan antara 90-150 cm/det, selanjutnya

mengendap pada kecepatan < 90 cm/det. Hal yang sama untuk sedimen yang halus,

dengan diameter 102 µm, sedimen ini tererosi pada kecepatan arus > 30 cm/det, dan

terdeposisi pada kecepatan < 15 cm/det.

Konsekuensi dari hal ini, bahwa daerah estuari yang arus sungainya dan arus

pasutnya sangat kuat, maka seluruh ukuran partikel-partikel sedimen kemungkinan

akan tererosi dan terbawa arus (MCLusky 1981, diacu dalam Supriharyono 2000).

Begitu agak melemah, sedimen yang berukuran besar seperti pasir, akan mengendap

dulu, sedangkan sedimen yang berukuran halus, seperti silt dan Clay, masih terbawa

arus. Partikel-partikel ini akan mengendap ketika arus sudah cukup lemah, yaitu di

daerah tengah estuaria, dimana arus sungai dan laut bertemu.

Laju sedimentasi atau kecepatan endapan sedimen tergantung pada ukuran

partikel. Kebanyakan sedimen yang terbawa ke daerah estuari berada dalam bentuk

suspensi dan berukuran kecil. Partikel-partikel tersebut umumnya berdiameter < 2

µm, dan merupakan komposisi dari clay mineral, yaitu illite, kaolinite, dan

montmorilonite, yang dibawa oleh air sungai. Semakin kecil diameter sedimen

semakin sulit mengendap. King (1976) mendapatkan bahwa pasir dan pasir kasar

Page 24: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

10

mengendap secara cepat di perairan. Sedimen-sedimen ini dapat mengendap dalam

satu siklus pasang. Sedangkan sedimen-sedimen dalam yang lebih kecil, seperti silt

dan clay, kecepatan endapannya sangat lambat, tidak dapat mengendap dalam satu

siklus pasang. Lebih lanjut kecepatan endapan beberapa tipe sedimen disajikan pada

Tabel 1.

Tabel 1 Kecepatan endap beberapa tipe sedimen

Tipe sedimen Diameter (µm) Kecepatan endap (cm/det)

Pasir halus Pasir sangat halus Silt Clay

250 – 125 125 – 62 31,2 – 3,9 1.95 – 0.12

1.2037 0.3484 0.0870 – 0.0014 3.47 x 10-4 – 1.16 x 10-6

Sumber : King (1976)

Logam Berat di Estuari

Dalam perairan logam berat ditemukan dalam bentuk :

a. Terlarut, yaitu ion logam berat dan logam yang berbentuk kompleks dengan

senyawa organik dan anorganik.

b. Tidak terlarut, terdiri dari partikel dan senyawa kompleks metal yang

teradsorpsi pada zat tersuspensi (Razak 1980).

Daya larut logam berat dapat menjadi lebih tinggi atau lebih rendah

tergantung pada kondisi lingkungan perairan. Pada daerah yang kekurangan oksigen

misalnya akibat kontaminasi bahan organik, daya larut logam berat akan menjadi

lebih rendah dan mudah mengendap. Logam berat seperti Zn, Cu, Cd, Pb, Hg, dan

Ag akan sulit terlarut dalam kondisi perairan yang anoksik (Ramlal 1987).

Mengendapnya logam berat bersama-sama dengan padatan tersuspensi akan

mempengaruhi kualitas sedimen di dasar perairan serta perairan di sekitarnya. Kadar

normal dan maksimum logam berat dalam air laut ditampilkan pada Tabel 2.

Tabel 2 Kadar normal dan kadar maksimum logam berat dalam air laut

Kadar (ppm) Jenis Logam Berat

Normal* Maksimum** Cd 0.00011 0.01

Cu 0.002 0.05 Pb 0.00003 0.05 Zn 0.002 0.1

Keterangan : * : Waldichuk (1974) ** : Environmental Protection Agency (1976)

Page 25: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

11

Parameter kimia dan fisika yang turut mempengaruhi kandungan logam berat

dalam perairan adalah arus, suhu, salinitas, padatan tersuspensi total, dan derajat

keasaman (pH). Pada umumnya faktor oseanografi yang paling berperan dalam

penyebaran bahan cemaran adalah arus, pasang surut, gelombang dan keadaan

bathimetri. Arus di perairan estuari dipengaruhi oleh lingkungan yang khas seperti

pengaruh masukan air sungai, pasang surut, gelombang laut, angin di permukaan laut

serta pergerakan dan pencampuran massa air.

Perilaku logam berat di perairan sangat dipengaruhi oleh interaksi antara fase

larutan dan padatan, khususnya perairan itu sendiri dan sedimen. Konsentrasi logam

terlarut secara cepat hilang dari larutan pada saat berhubungan dengan permukaan

materi partikulat melalui beberapa fenomena ikatan permukaan yang berbeda (ikatan

koloid, adsorpsi, dan presipitasi). Pembentukan partikulat logam berat menyebabkan

dekomposisi dan penambahan konsentrasinya di dalam sedimen (proses

sedimentasi).

Setelah proses pengendapan atau sedimentasi, unsur-unsur logam berat

tersebut akan mengalami proses diagenesis, melibatkan peningkatan bobot molekul

dan hilangnya gugus fungsi. Sebagai akibatnya terbentuknya cadangan logam berat

pada sedimen perairan yang relatif stabil dan kurang reaktif. Namun demikian

karena adanya berbagai proses fisika, kimia, dan biologi di estuari, komponen

tersebut dapat kembali ke kolom air.

Tingkah Laku Logam Berat Pb, Cd, Cu dan Zn di Estuari

Logam berat di perairan khusunya di estuari memiliki sifat konservatif dan

non konservatif (Chester 1990). Sifat konservatif menunjukkan kestabilan

konsentrasi suatu komponen. Konsentrasinya tidak dipengaruhi proses - proses kimia

dan biologi.

Teknik yang paling umum yang digunakan untuk melihat ke-konservatif-an

suatu elemen terlarut dengan menggunakan mixing graph atau diagram mixing.

Dengan diagram ini, konsentrasi setiap komponen terlarut dari setiap sampel dapat

diplotkan dengan beberapa elemen yang konservatif. Nilai salinitas di estuari bersifat

konservatif, karena keberadaannya tidak dipengaruhi oleh proses kimia dan biologi.

Jika distribusi logam terlarut di estuari lebih banyak dikontrol oleh proses fisika

Page 26: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

12

(proses percampuran antara air sungai dan laut), konsentrasi akan linier terhadap

salinitas. Arah kemiringan (slope) akan ditentukan oleh kelimpahan relatif logam

dalam air sungai dan air laut (Libes 1992). Slope yang berupa garis lurus ini sering

disebut theoritical dilution line (TDL). Apabila sumber elemen logam terlarut relatif

melimpah di sungai (air tawar, salinitas 00/00) daripada di air laut maka bentuk TDL

ini menurun sepanjang gradien salinitas (Gambar 3 ii ) dan sebaliknya apabila logam

terlarut relatif melimpah di air laut daripada air tawar, maka TDL ini akan naik

sepanjang gradien salinitas (Gambar 3 i).

Jika logam terlarut bersifat non konservatif, logam ini akan mengalami

removal atau addition oleh adanya proses-proses kimia di estuari. Logam mengalami

removal apabila konsentrasinya berada di bawah TDL dan kebalikannya mengalami

addition, apabila konsentrasinya berada di atas TDL (Gambar 3).

Gambar 3. Tingkah laku elemen terlarut di Estuari (Chester 1990)

Ket :

(i) Komponen dimana konsentrasi air laut > air tawar

(ii) Komponen dimana konsentrasi ait Tawar > air laut

Pada umumnya logam berat (trace metal) di estuari mempunyai sifat non

konservatif, konsentrasinya di estuari mengalami perubahan. Tetapi hal ini tidak

berlaku universal di semua estuari, yang dalam hal ini tergantung dari tipe estuari.

Danielsson et al. (1983), diacu dalam Chester (1990) menyatakan bahwa proses

removal logam Pb, Cd, Cu dan Zn terlarut tidak bekerja efektif di Estuari Gota

(Sweden), dimana tipe estuarinya baji garam (Salt Wedge), yang relatif tidak

Page 27: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

13

terpolusi. Sementara beberapa peneliti yang lain menemukan adanya sifat non

konservatif terhadap logam tersebut di estuari yang berbeda (tidak disebutkan tipe

estuari), antara lain : (1) Duinker dan Notling (1978), diacu dalam Chester (1990) di

Estuari Rhine, yang relatif kecil tetapi terpolusi berat, logam Cu, Zn dan Cd, proses

removal terjadi seperti pada estuari yang kebanyakan tidak terpolusi (2) Boyle et al.

(1992), diacu dalam Chester (1990) di Estuari Amazon, yang mempunyai bahan

organik rendah dan partikel tinggi, Cu bersifat tidak reaktif, sementara Cd

mengalami desorpsi pada salinitas rendah (3) Edmond et al. (1985), diacu dalam

Chester (1990), di Estuari Changjiang, Cu bersifat konservatif dan Cd mengalami

desorpsi pada salinitas rendah (4) Windom et al. (1983), diacu dalam Chester (1990)

di Savannah dan Ogeechee (USA), Cu bersifat non konservatif dengan proses

addition pada salinitas < 5 0/00 dan > 20 0/00, serta bersifat removal pada salinitas

intermediet (5 – 20 0/00). Melalui hasil eksperimennya disimpulkan bahwa adanya

penambahan Cu pada salinitas < 5 0/00 disebabkan karena adanya pelepasan dari

material tersuspensi yang dibawa oleh air sungai dan adanya penambahan pada

salinitas > 20 0/00 sebagai hasil dari resuspensi sedimen (5) Li et al. (1984), diacu

dalam Chester (1990) melalui eksperimennya menemukan bahwa Cd dan Zn akan

terdesorpsi dari material tersuspensi yang berasal dari sungai di sistim estuari.

Gambar 4 memperlihatkan pola sebaran Cu terlarut dengan salinitas.

Gambar 4 Pola sebaran logam Cu terlarut dengan salinitas (Chester 1990)

Page 28: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

14

Material Padatan Tersuspensi (TSS) di Estuari

Sumber material padatan tersuspensi di estuari berasal dari

1. Sungai

Material ini berasal dari pelarutan batuan (seperti quartz, clay mineral),

bahan-bahan organik di daratan (contoh sisa-sisa tanaman, material humic)

dan berbagai macam polutan (sewage).

2. Atmosfer

Bahan pencemar di udara yang melayang sebagai debu

3. Laut

Berasal dari komponen biogenous yang berasal dari organisme laut (skeletal

debris/tulang, material organik) dan komponen an organik (berasal dari

sedimen maupun yang terbentuk dalam kolom air laut itu sendiri).

4. Estuari itu sendiri

Material ini merupakan hasil dari proses-proses yang terjadi di estuari antara

lain : Flocculation, presipitasi, dan adanya proses produksi biologi yang

menghasilkan material organik

Penggumpalan (Flocculation) terjadi di estuarine karena adanya percampuran

air yang mempunyai salinitas berbeda. Adanya perbedaan salinitas ini menyebabkan

bertambahnya kekuatan ikatan ionic (ionic strength). Flocculation ini dipengaruhi

oleh komponen organik maupun an organik, termasuk didalamnya karena adanya

clay mineral tersuspensi yang di bawa oleh air sungai, spesies koloidal dari besi (Fe)

dan material organik terlarut seperti material humic.

Distribusi dari material partikulat di estuari dipengaruhi oleh proses-proses

fisika seperti pola sirkulasi air, adanya gravitasi yang menyebabkan penenggelaman

sehingga membentuk deposit sedimen serta adanya resuspensi.

Proses-proses yang terjadi di estuari

Material padatan tersuspensi dan terlarut di estuari akan saling berinteraksi,

dimana interaksi ini akan menghasilkan suatu perubahan yaitu adanya penambahan

(addition) atau pengurangan (removal) komponen terlarut di estuari. Perubahan ini

diakibatkan adanya proses-proses yang terjadi di estuari, antara lain :

Page 29: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

15

1. Flocculation, adsorpsion, presipitation, dan pengambilan secara biologi. Hal

ini menyebabkan pengurangan (removal) komponen dari fase terlarut dan

membentuk fase partikulate.

2. Desorption dari permukaan partikel dan terpisahnya material organik. Hal ini

akan menghasilkan penambahan komponen terlarut.

3. Adanya reaksi kompleksasi dan chelation dengan ligan an organik dan

organik. Hal ini akan menstabilkan fase terlarut.

Interaksi antara material terlarut ⇔ partikulat dipengaruhi oleh sejumlah

komponen termasuk pH dan klorinitas. Dari hasil eksperimen di laboratorium

Salomons (1980), diacu dalam Chester (1980) menyatakan bahwa

1. Adsorpsi kedua logam ini akan bertambah dengan bertambahnya pH (7-8,5)

2. Adsorpsi dari Cd dan Zn sedikit berkurang dengan bertambahnya chlorinitas.

Hal ini diduga karena adanya kompetisi dengan ion Cl untuk membentuk

ikatan kompleks.

3. Adsorpsi kedua elemen bertambah dengan bertambahnya turbiditas

(tingginya konsentrasi material tersuspensi)

Hubungan antara elemen terlarut dan partikulat dalam estuari dapat

digambarkan dalam suatu box model seperti Gambar 5 berikut ini.

Gambar 5 Box Model Estuari (Chester 1990)

Keterangan :

P ↔ d = mengindikasikan adanya hubungan antara partikulat dan terlarut yang berhubungan dengan faktor fisika, kimia, dan biologi.

kd = X/C dengan X : konsentrasi perubahan elemen partikulat C : konsentrasi elemen terlarut

↑↓ = Mengindikasikan 2 perubahan komponen antara air dan sedimen

Page 30: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

16

Nasib Bahan Pencemar (Logam Berat) setelah Memasuki Perairan

Menurut Metcalf dan Edy (1978) tingkat pencemaran yang masuk ke dalam

perairan sungai, danau, estuari dan laut adalah berbeda, karena kondisi

hidrodinamika yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut berkaitan dengan model

percampuran atau mixing dan penyebaran atau dispersi suatu bahan, yang

berhubungan dengan kadar pencemar dan laju penguraian.

Romimohtarto (1991), diacu dalam Anna (1999) menyebutkan bahwa setelah

memasuki perairan, sifat dan kondisi bahan pencemar sangat ditentukan oleh

beberapa faktor atau jalur dengan kemungkinan perjalanan adalah :

1. Terencerkan dan tersebarkan oleh adukan atau turbulensi dan arus laut.

2. Pemekatan melalui proses biologi dengan cara di serap oleh ikan plankton

nabati atau oleh ganggang laut bentik. Biota ini pada gilirannya dimakan

oleh pemangsanya, dan seterusnya. Pemekatan dapat juga terjadi melalui

proses fisik dan kimiawi dengan cara di adsorpsi, di endapkan dan

pertukaran ion, kemudian bahan pencemar itu baru akan mengendap di

dasar perairan. Bahan pencemar dapat masuk dan tinggal di dasar perairan

akibat proses sedimentasi dan penggumpalan (flocculation)

3. Terbawa langsung oleh arus dan biota (ikan) yang beruaya.

Untuk lebih jelasnya mengenai nasib bahan pencemar di lingkungan laut dapat di

lihat pada Gambar 6.

Kualitas Perairan Estuari

1. Salinitas

Salinitas di estuari sangat dipengaruhi oleh musim, topografi estuari, pasang

surut dan debit air sungai. Fluktusi salinitas di estuari terjadi karena daerah tersebut

merupakan tempat pertemuan antara massa air tawar yang berasal dari sungai dengan

massa air laut serta diiringi dengan pengadukan massa air.

2. Derajat Keasaman atau pH

Derajat keasaman atau pH adalah nilai yang menunjukkan aktivitas ion

hidrogen dalam air yang di gunakan untuk mengukur apakah suatu larutan bersifat

asam dan basa. Nilai pH berkisar antara 1 – 14 dimana nilai pH 7 adalah netral yang

merupakan batas tengah antara asam dan basa makin tinggi pH suatu larutan makin

Page 31: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

17

besar sifat basanya dan sebaliknya semakin kecil pH semakin kuat asam suatu

larutan.

Derajat keasaman ini dalam sistem perairan, merupakan suatu peubah yang

sangat penting. Ia juga memepengaruhi konsentrasi logam berat diperairan. Pada

perairan estuaria kandungan logam berat lebih tinggi dibandingkan pada perairan

lainnya, hal ini disebabkan oleh kelarutan logam berat lebih tinggi pada pH rendah

(Chester 1990).

Gambar 6 Proses yang dialami bahan cemaran di lingkungan laut (Mandelli 1976,

diacu dalam Hutagalung 1991)

Zat Pencemar

Diencerkan dan Disebarkan

Masuk ke Ekosistem Laut

Dibawa oleh

Adukan Turbulensi

Arus laut Biota yang Beruaya

Arus Laut

Dipekatkan oleh

Proses Biologis Proses Fisis dan Kimiawi

Absorbsi oleh Ikan

Absorbsi oleh Plankton Nabati

Absorpsi oleh Rumput Laut dan Tumbuhan Lainnya

Adsorpsi Pertukaran Ion

Pengendapan

Avertebrata Plankton Hewani Pengendapan di Dasar

Ikan

Page 32: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

18

3. Oksigen Terlarut (DO)

Kelarutan logam berat sangat dipengaruhi oleh kandungan oksigen terlarut.

Pada daerah dengan kandungan oksigen yang rendah daya larutnya lebih rendah

sehingga mudah mengendap. Logam berat seperti Zn, Cu, Cd, Pb, Hg, dan Ag akan

sulit terlarut dalam kondisi perairan yang anoksik (Ramlal 1987).

4. Bahan Organik

Selain faktor-faktor yang mempengaruhi daya larut logam berat diatas,

kandungan logam berat pada suatu perairan juga dipengaruhi oleh faktor lainnya

seperti bahan organik. Bahan organik akan mempengaruhi proses adsorpsi, absorpsi

dan desorpsi logam berat

Page 33: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan Bulan September – Oktober 2005, yang dibagi

dalam 2 tahap yaitu : tahap pengambilan sampel di lapangan dan analisis sampel

di laboratorium. Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 2 kali yaitu pada

tanggal 8 dan 22 September 2005. Lokasi penelitian terletak di lokasi sekitar

Muara Sungai Banjir Kanal Barat, Semarang dengan letak lintang 110 23’ 23.5” -

110 23’ 56” BT dan 06 56’ 30” – 06 58’ 7.5’’ LS. Analisis logam berat dilakukan

di Laboratorium Pusat Penelitian Oseanografi-Lembaga Ilmu Pengetahuan

Indonesia (P2O-LIPI), Jakarta dan analisis parameter lainnya seperti total padatan

tersuspensi (TSS), tekstur sedimen dan bahan organik dilakukan di Laboratorium

Kelautan, UNDIP, Jepara.

Alat dan Bahan Penelitian

Alat dan bahan penelitian ini meliputi : peralatan lapangan dan peralatan

laboratorium seperti terlihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Alat dan bahan penelitian No Alat dan Bahan Kegunaan Unit A Peralatan Lapangan 1. Bola duga Mengukur kecepatan arus m/det 2. Kompas Menentukan arah arus - 3. GPS Garmin 410 Mengetahui posisi stasiun derajat

4. Roll meter Mengukur jarak m 5. Kapal Transportasi - 6. Sedimen Trap t:29 cm

Diameter: 8,97 cm Mengukur laju sedimentasi gr/minggu

7. Tongkat berskala Mengukur kedalaman cm 8. Van Dorn Water

Sampler Mengambil sampel air -

9. Botol polyetilen Tempat sampel air dan sedimen - 10. Stopwatch merk Citizen Mengukur waktu detik 11. Buret Titrasi oksigen terlarut - 12. Refraktometer Mengukur salinitas 0/00 13. pH meter Mengukur pH air - 14. Grab Sampler Mengambil Sedimen - 15. Kantong plastik Tempat sedimen -

Page 34: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

20

Tabel 3 (lanjutan) No Alat dan bahan Kegunaan Unit 16. Botol BOD Tempat sampel air untuk

oksigen terlarut -

17. Kotak pendingin Tempat sampel air dan sedimen

-

B Bahan di lapangan 1. Aquades Mencuci alat - 2. MnCl2, NAOH/KI, H2SO4,

Na2S2O3

Titrasi Oksigen -

C Peralatan laboratorium 1. Pompa hisap Memisahkan zat padat

tersuspensi dalam sampel air -

2. Timbangan analitik Menimbang sedimen gr 3. Sieve shaker (2; 0.8; 0.4;

0,15; 0,063 mm) Mengayak sedimen -

4. Gelas Ukur Mengukur sampel air ml 5. Pipet 20 ml Proses pemipetan ml 6. Corong Pisah Memisahkan sampel dengan

pelarut -

7. AAS, Varian Spectra AA Mengukur logam berat ppm 8. Beaker glass Tempat sampel ml D Bahan di laboratorium 1. HNO3 Pengawet sampel air - 2. KmnO4 Titrasi material organik - 3. HNO3, APDC, MIBK Pereaksi logam berat di air - 4. Aquabides, HF, HNO3 Pereaksi Logam berat dalam

sedimen dan seston -

Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data

sekunder. Data primer meliputi lima parameter utama yang meliputi fisika

sedimen, kimia sedimen, kimia air, fisika air dan hidrodinamika perairan seperti

terlihat pada Tabel 4. Data sekunder meliputi data pasang surut yang diterbitkan

oleh DISHIDROS, TNI AL dan peta lokasi penelitian yang diperoleh dari

BAKOSURTANAL, sedangkan data primer merupakan data yang didapatkan

langsung dari lapangan maupun setelah dianalisa di laboratorium.

Page 35: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

21

Tabel 4 Parameter-parameter yang diukur dalam penelitian

No Parameter yang diukur Satuan Alat Keterangan Fisika Sedimen 1. Tekstur/fraksi sedimen (%) Saringan

bertingkat Laboratorium

Kimia Sedimen 1. Bahan Organik Total % Pengabuan, Oven Laboratorium 2. Logam Pb, Cd, Cu dan Zn mg/kg AAS Laboratorium Kimia Air 1. Logam berat Pb, Cd, Cu

dan Zn terlarut dan tersuspensi

ppm AAS Laboratorium

2. pH pH meter In situ 3. Salinitas 0/00 Refraktometer In situ 4. Oksigen terlarut mg/l Titrasi, Winkler In situ 5. Total Organik Matter mg/l Titrasi Laboratorium Fisika Air 1. Total Padatan Tersuspensi

(TSS) mg/l Gravimetri Laboratorium

Hidrodinamika Perairan 1. Pasang surut m Data sekunder 2. Kedalaman air m Tongkat berskala In situ 3. Arus m/det Current drouge In situ 4 Laju Sedimentasi gr/m3/min

ggu Paralon In situ

5 Debit sungai m3/dt Tongkat berskala, Current drouge, tali berskala

In situ

1. Penentuan Stasiun Penelitian

Lokasi penelitian di bagi menjadi tujuh (7) stasiun penelitian, yang

mewakili tiga wilayah yaitu wilayah sungai, muara dan laut. Penentuan stasiun ini

didasarkan pada perbedaan tingkat salinitas secara horizontal (air sungai, air

muara dan air laut). Hal ini sangat diperlukan untuk membedakan kondisi kimia

air pada masing-masing jenis perairan tersebut dan untuk menunjukkan perubahan

konsentrasi logam berat pada tingkat salinitas yang berbeda. Oleh karena itu

posisi pengambilan contoh air berada di sungai (stasiun 1), muara (stasiun 2, 3,

dan 4) dan laut (5, 6, dan 7). Posisi lokasi stasiun pengamatan ditunjukkan seperti

pada Gambar 7 dan posisi geografis stasiun disajikan pada Tabel 5.

Page 36: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

22

Tabel 5 Posisi geografis stasiun penelitian

Stasiun Lintang Selatan Bujur Timur 1 2 3 4 5 6 7

06 57’ 36’’ 06 57’ 6.1’’ 06 57’ 0.7’’ 06 56’ 51’’ 06 56’ 46’’ 06 56’ 46” 06 56’ 30”

110 23’ 24” 110 23’ 46” 110 23’ 44” 110 23’ 41.3” 110 23’ 25.6” 110 23’ 43” 110 23’ 23.5”

2. Pengambilan Sampel Air

Data parameter yang diambil melalui pengukuran langsung dan tidak

langsung. Pengukuran secara langsung meliputi parameter kedalaman, salinitas,

pH dan oksigen terlarut. Sedangkan pengukuran tidak langsung dengan cara

mengambil contoh air. Pengambilan contoh air digunakan untuk penentuan

parameter total padatan tersuspensi (TSS), analisa bahan organik dan analisa

logam berat. Contoh air diambil dengan Van Dorn Water sampler yang

mempunyai kapasitas 2 liter, yang diambil dari permukaan. Kemudian contoh air

disimpan dalam botol polyethylen dan disimpan dalam kotak es (ice box) untuk

dianalisis lebih lanjut di laboratorium. Sebelum digunakan water sampler dan

botol polyethylene telah dibersihkan dengan cara direndam dalam HCL 2 N

selama 24 jam dan dibilas dengan air suling bebas ion 3 kali.

Di laboratorium, air untuk analisa logam berat kemudian disaring dengan

menggunakan kertas saring Nucleopore, dengan ukuran pori 0,45 µm, yang telah

direndam dalam HCl 6N selama seminggu dan dibilas dengan aquadest. Setelah

di saring air contoh diawetkan dengan menambahkan HNO 3 (pH<2) (Hutagalung

et al. 1997). Kertas saring yang telah digunakan dikeringkan dalam oven,

kemudian di gunakan untuk menghitung total padatan tersuspensi dan kandungan

logam berat dalam seston. Pengukuran logam berat menggunakan AAS (Atomic

Absorption Spectrofotometry), yang mempunyai ketelitian 0,001 dan batas deteksi

minimal 0,001 ppm. Dalam pengukuran dengan AAS ini, masing-masing

dilakukan ulangan sebanyak 3 kali.

Page 37: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

23

Gambar 7 Lokasi pengambilan sampel

Page 38: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

24

3. Pengukuran Arus

Pengukuran arus dilakukan dengan metode lagrangian . Bola duga

dipasang dengan tali sepanjang 5 m kemudian dilepaskan dan dicatat waktu yang

digunakan untuk memanjangkan tali tersebut, dilakukan perulangan sampai 3 kali.

Kecepatan arus ditentukan dengan membagi jarak tempuh dengan waktu. Arah

arus ditentukan dengan kompas.

4. Kedalaman

Pengukuran kedalaman dilakukan dengan menggunakan tongkat berskala,

pengukuran dilakukan pada tiap -tiap stasiun.

5. Pengambilan Contoh Sedimen

Pengambilan contoh sedimen dilakukan dengan menggunakan grab

sampler. Ketebalan sedimen yang diambil ± 10 cm dari permukaan. Sampel

diambil sebanyak 2 kali dan diambil dari bagian tengah dari grab, untuk

menghindari adanya kontaminasi alat. Dari 2 kali pengambilan sampel di’mix’

jadi satu, d imasukkan dalam botol polyetilen dan simpan dalam ice box.

Untuk pengukuran tekstur sedimen dasar diambil sebanyak kira-kira 500

gr dari setiap stasiun, dan disimpan dalam kantong plastik hitam. Analisis

dilakukan dengan menggunakan metode mekanis menggunakan saringan

bertingkat, kemudian dihitung fraksinya berdasarkan ukuran butiran sedimen.

6. Pengukuran Salinitas

Pengukuran salinitas dilakukan secara vertikal (menegak) di setiap stasiun

dengan interval setiap 30 cm (0, 30, 60 dan 90). Hal ini sangat diperlukan dalam

penentuan tipe estuari. Tipe estuari perlu diketahui sebagai langkah awal

mengetahui bagaimana proses percampuran atau mixing di daerah tersebut.

Duxbury and Duxbury (1993) menyatakan bahwa untuk mengetahui tipe estuari,

dapat dilakukan dengan menganalisis sebaran vertikal salinitas, dimana

pengukurannya dilakukan di semua stasiun pada lapisan kedalaman yang berbeda

dan dilakukan pada waktu pasang dan waktu surut.

Page 39: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

25

7. Pengukuran Debit Sungai

Pengukuran debit sungai dilakukan dengan mengukur kecepatan aliran dan

luas penampang melintang (Sosrodarsono dan Takeda 1993). Perhitungan debit

sungai dilakukan di stasiun 1. Perhitungannya adalah sebagai berikut :

Qd = Fd x Vd

Fd = 2 X b x 4

2 edc ++

Keterangan :

Qd : debit sungai

Fd : Luas penampang melintang antara garis pengukuran dalamnya air c dan e

Vd : Kecepatan aliran rata-rata pada garis pengaliran d

b : Lebar sungai dan

c.d.e : dalamya air pada setiap pengukuran

Garis – garis pengukuran kedalaman dilakukan menurut metoda yang

dilakukan Sosrodarsono dan Takeda (1993). Penampang melintang sungai di bagi

dalam empat penampang dan setiap penampang dilakukan pengukuran 3

kedalaman, seperti yang terlihat pada Gambar 8. Pengukuran arus dilakukan pada

kedalaman kedua (d).

Pengukuran debit sungai dalam penelitian ini dihitung dari penampang

melintang badan sungai pada stasiun 1. Pengukuran dilakukan sebanyak 2 kali

(tanggal 8 dan 22 September 2005 pada kondisi pasang menuju surut).

Gambar 8 Garis-garis pengukuran kedalaman dan kecepatan arus

(Sosrodarsono dan Takeda 1993).

Page 40: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

26

8. Pengukuran Laju Sedimentasi

Pengukuran laju sedimentasi dengan menggunakan sedimen trap

berbentuk silinder, modifikasi dari pipa pralon dengan diameter 9 cm dan tinggi

29 cm (aspek rasio 3,38). Bagian bawah pralon ditutup dengan semen yang

sekaligus berfungsi sebagai pemberat. White (1990) menyatakan bahwa silinder

dengan perbandingan tinggi dan diameter > 3 merupakan kolektor yang efisien

pada kecepatan arus 0,2 m/det ik. Pemasangan sedimen trap selama 1 minggu.

Hasilnya ditampung dalam kantong plastik, diendapkan selama satu malam

kemudian setelah mengendap air di bagian atas diambil menggunakan pipet

sedangkan bagian bawah ditampung pada kertas aluminium foil dan langkah

selanjutnya dikeringkan dengan menggunakan oven sampai pada suhu konstan

105 0C selama 10 jam setelah itu dilakukan penimbangan. Pengukuran laju

sedimentasi ini hanya dilakukan di stasiun 2, 3 dan 4. Perhitungan laju

sedimentasi menggunakan rumus menurut Supriharyono (1988) sebagai berikut :

gr/luas pralon/minggu = A – B / luas / minggu

Keterangan :

A : Berat aluminium foil + sedimen setelah pemanasan 105 0C dalam gram

B : Berat awal aluminium foil setelah pemanasan 105 0C dalam gram

9. Analisa Ukuran Butir Sedimen (Buchanan, 1984)

Analisa ukuran butir dilakukan dengan sistim ayak dan metode pemipetan,

melalui tahapan sebagai berikut :

• Sampel diambil 25 mg kemudian disaring dengan ukuran 0,063

sampai terbagi 2 yang satu dibaskom dan satunya lagi di ayakan.

• Masukkan sampel yang tidak lolos dalam oven pada temperatur

105 0C, ayak sampel dengan ukuran 2; 0,8; 0.4; 0,15 dan 0,063 mm

dan catat berat masing-masing ukuran.

• Ambil sampel yang lolos pada ukuran ayakan terkahir dan

dicampur dengan sampel pertama. Masukkan dalam gelas ukur

volume 1 liter kemudian dikocok.

Page 41: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

27

• Dilakukan pemipetan pada jangka waktu tertentu, teteskan pada

aluminium foil yang telah ditimbang beratnya, kemudian

masukkan oven pada suhu 100 0C sampai kering. Simpan dalam

desikator selama 10 menit kemudian ditimbang.

• Untuk menentukan fraksi silt, pemipetan dilakukan pada 1 menit

pertama dan setelah 30 menit. Sedangkan fraksi clay dapat

dilakukan setelah 2 jam pengendapan.

• Pemipetan dilakukan pada jarak 20 cm dari permukaan air.

• Hasil pemipetan dikonversikan ke dalam liter sehingga didapatkan

berat dalam gram.

Sampel yang didapatkan dianalisis dan ditentukan jenisnya (pasir,

debu dan liat) kemudian dihitung persentasenya. Data jenis sedimen

dan persentasenya diproyeksikan dalam segitiga tekstur (Gambar 9)

Gambar 9. Jenis tekstur sediment berdasarkan segitiga tekstur (Brower

and Zar 1977)

Page 42: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

28

10. Perhitungan Kapasitas Adsorpsi Logam Berat Pb, Cd, Cu dan Zn

Untuk menghitung kapasitas adsorpsi, digunakan rumus sebagai berikut :

Logam teradsopsi partikel Kapasitas adsorp si = ______________________________________ X 100 %

Logam terlarut + logam teradsopsi partikel

Analisis Data

Untuk mengetahui sebaran menegak salinitas dilakukan dengan cara

interpolasi, menggunakan program surver 8.0 dan untuk melihat kecenderungan

pola hubungan antara logam berat terlarut terhadap salinitas dengan menggunakan

’mixing graph’, dimana nilai konsentrasi elemen terlarut (sebagai sumbu y)

diplotkan terhadap nilai yang bersifat konservatif, yang dalam penelitian ini

menggunakan nilai salinitas (sebagai sumbu x). Untuk mendapatkan nilai

theoritical dillution line (TDL) dengan cara menarik suatu garis dari nilai

konsentrasi yang berada pada salinitas rendah (0 0/00) ke nilai konsentrasi pada

salinitas paling tinggi (32 0/00). Mixing graph ini digunakan untuk melihat ke-

konservatif-an suatu elemen terlarut (Chester 1990).

Page 43: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

HASIL DAN PEMBAHASAN

Konsentrasi Logam Pb, Cd, Cu dan Zn Terlarut

Logam Pb Terlarut

Timbal (Pb) adalah salah satu jenis logam berat yang mempunyai

penyebaran yang cukup luas terutama akibat aktivitas manusia sehingga logam ini

merupakan salah satu logam berat yang banyak mencemari air laut. Kandungan

logam Pb terlarut selama penelitian disajikan pada Gambar 10.

00.5

11.5

22.5

33.5

44.5

1 2 3 4 5 6 7

Stasiun

Ko

nse

ntr

asi L

og

am P

b

Ter

laru

t (1

0-3 p

pm

)

I II

Gambar 10 Konsentrasi logam Pb terlarut pada pengambilan I dan II

Gambar 10 menunjukkan nilai konsentrasi logam Pb terlarut yang terukur

di lokasi penelitian berkisar antara 1.10-3 – 4.10-3 ppm pada pengambilan I,

dengan nilai tertinggi di stasiun 4, 5, 6, dan 7 (4.10-3 ppm ) dan terendah di stasiun

1 dan 2 (1. 10-3 ppm). Untuk pengambilan II, nilai konsentrasi logam Pb terlarut

yang terukur berkisar antara 1.10-3 – 2.10-3 ppm, dengan nilai tertinggi di stasiun

5, 6, dan 7 (2.10-3 ppm).

Pada pengambilan I dan II, konsentrasi Pb di stasiun dekat laut (stasiun 4

sampai 7) mengalami kenaikan yang cukup tinggi. Hal ini mengindikasikan

bahwa sumber dari logam Pb di lokasi penelitian berasal dari laut. Pada

pengambilan I, konsentrasi Pb lebih tinggi daripada pengambilan II. Hal ini

disebabkan pada pengambilan I, kondisi perairan dalam keadaan pasang, sehingga

Page 44: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

30

logam Pb yang terukur sedikit lebih tinggi daripada pada pengambilan II. Pada

pengambilan II, perairan dalam kondisi surut.

Secara umum kandungan logam berat Pb terlarut di lokasi penelitian telah

melampui kisaran alami, yaitu 0,01 - 0,035 ppb (Laws 1993), tetapi masih di

bawah kisaran maksimum (0,05 ppm) yang dikeluarkan oleh EPA (1976).

Logam Cd Terlarut

Konsentrasi logam Cd terlarut selama penelitian tidak dapat terdeteksi

(konsentrasinya <1 ppb). Hal ini berkaitan dengan sumber Cd di lokasi penelitian

yang sangat kecil sehingga konsentrasinya tidak dapat terdeteksi. Menurut

Miettinen (1977), diacu dalam Sanusi (1983) pada umumnya perairan

mengandung kadar Cd lebih kurang 1 ppb.

Logam Cu Terlarut

Menurut Bryan (1976) Cu yang terdapat dalam perairan berasal dari

buangan limbah (dumping), sungai, dan jaringan pipa serta polusi udara.

Kandungan logam Cu terlarut di lokasi pengambilan sampel disajikan pada

Gambar 11.

00.5

11.5

22.5

33.5

44.5

1 2 3 4 5 6 7

Stasiun

Ko

nse

ntr

asi L

og

am C

u

Terl

arut

(10

-3pp

m)

I II

Gambar 11 Konsentrasi logam Cu terlarut pada pengambilan I dan II

Gambar 11 menunjukkan konsentrasi logam Cu terlarut yang terukur di

lokasi pengambilan sampel berkisar antara 1.10-3 – 2.10-3 ppm pada pengambilan

I, dengan nilai tertinggi di stasiun 1 (2.10-3 ppm), kemudian mengalami

penurunan dengan nilai yang sama di semua stasiun. Pada pengambilan II,

Page 45: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

31

konsentrasi logam Cu terlarut yang terukur berkisar antara 2.10-3 – 4.10-3 ppm,

dengan nilai tertinggi di stasiun 1 (4.10 -3 ppm) dan menjadi menurun di semua

stasiun (2.10-3 ppm), kecuali stasiun 5 (3.10-3 ppm) yang mengalami penambahan.

Tingginya nila i konsentrasi Cu di stasiun 1 ini berkaitan dengan sumbernya yang

berasal dari sungai, sebelum mereka mengalami pengenceran lebih lanjut di

daerah estuari. Clark (1986) menyatakan bahwa sumber alami utama Cu berasal

dari erosi berbagai batuan mineral yang umumnya terjadi di sungai, kemudian

karena adanya faktor pengenceran oleh air laut, nilai ini menurun.

Sedangkan tingginya konsentrasi Cu terlarut di stasiun 5 pada

pengambilan II, disebabkan adanya pengadukan dasar akibat arus yang cukup

tinggi, yang men imbulkan gesekan dengan dasar perairan. Kedalaman perairan di

stasiun ini, yang relatif cukup dangkal yaitu 0,65 m (Gambar 29) sangat

menunjang proses gesekan dasar tersebut. Kemudian adanya proses desorpsi oleh

partikel menambah konsentrasi terlarut Cu di stasiun tersebut.

Secara keseluruan nilai konsentrasi Cu terlarut pada pengambilan II, lebih

tinggi daripada pengambilan I. Hal ini disebabkan kondisi pengambilan sampel air

yang berbeda kondisinya. Pada pengambilan II, kondisi perairan dalam keadaan

surut (Gambar 24), sehingga massa air sungai yang mengalir ke estuari lebih

dominan dan logam Cu yang terukur sedikit lebih tinggi. Sedangkan pada

pengambilan I, dimana perairan dalam kondisi pasang (meskipun pasang kecil),

menyebabkan pengenceran massa air di estuari oleh air laut, sehingga logam Cu

yang terukur sedikit lebih rendah. Selain faktor pasang dan surut, adanya hujan

lebat di lokasi penelitian, pada pengambilan II, menyebabkan air sungai sebagai

sumber dari elemen kimia ini lebih banyak membawa material, termasuk logam

Cu terlarut dari daerah daratan dan logam Cu terlarut yang terukur pada

pengambilan II sedikit lebih tinggi. Curah hujan ini menyebabkan debit air sungai

sedikit mengalami kenaikan (lihat Lampiran 3 dan Cuaca Bulan September 2005).

Konsentrasi Cu dalam perairan yang terukur selama penelitian di Sungai

Banjir Kanal Barat masih berada dalam kisaran maksimum dari konsentrasi yang

ditentukan oleh EPA (1976) yaitu sebesar 23 ppb atau 23.10-3 ppm.

Page 46: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

32

Logam Zn Terlarut

Seng paling melimpah di alam sebagai batuan sulfida Sphalerite, ZnS.

Sumber utama Zn berasal dari aktivitas manusia yaitu buangan limbah dan polusi

udara yang mengandung Zn, sedangkan sumber alami Zn adalah erosi batuan

yang mengandung Zn di sungai (Bryan 1976). Kandungan logam Zn terlarut

selama penelitian disajikan pada Gambar 12.

0

2

4

6

8

10

12

1 2 3 4 5 6 7

Stasiun

Ko

nse

ntr

asi L

og

am Z

n

Terl

arut

(10

-3 p

pm

)

I II

Gambar 12 Konsentrasi logam Zn terlarut pada pengambilan I dan II

Gambar 12 menunjukkan nilai konsentrasi logam Zn terlarut yang terukur

di lokasi penelitian berkisar antara 2.10-3 –10.10-3 ppm pada pengambilan I,

dengan nilai tertinggi di stasiun 1 (10.10-3 ppm) dan terendah di stasiun 7 (2.10-3

ppm). Dari stasiun 1 sampai 7, penurunan konsentrasinya secara perlahan-lahan.

Sedangkan pada pengambilan II, nilai konsentrasi logam Zn terlarut yang terukur

berkisar antara 3.10-3 – 9.10-3 ppm dengan nilai tertinggi di stasiun 1 (9. 10-3

ppm) dan terendah di stasiun 5 dan 7 (3. 10 -3 ppm).

Penurunan nilai konsentrasi ini disebabkan adanya faktor pengenceran dari

air laut. Tingginya konsentrasi Zn di stasiun 1 berkaitan dengan sumbernya yang

berasal dari sungai, sebelum mereka mengalami pengenceran lebih lanjut di

daerah estuari. Pada pengambilan II terjadi penambahan konsentrasi di stasiun 5.

Adanya penambahan nilai ini berhubungan dengan adanya pengadukan sedimen

yang disebabkan adanya arus yang bergesekan dengan dasar perairan, dimana

Page 47: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

33

pada pengambilan II, di stasiun ini kedalamannya relatif lebih dangkal yaitu 0,65

m (Gambar 29).

Secara umum konsentrasi Zn yang terukur selama penelitian di Sungai

Banjir Kanal Barat, masih di bawah kriteria kualitas air yang keluarkan oleh EPA

(1976) yaitu sebesar 170 ppb atau 170.10 -3 ppm.

Konsentrasi Logam Pb, Cd, Cu, dan Zn dalam Sedimen

Kandungan logam Pb, Cd, Cu, dan Zn dalam sedimen disajikan pada

Gambar 13. Gambar 13 menunjukkan bahwa konsentrasi logam dalam sedimen

berkisar antara 0,006 – 183,39 ppm. Untuk logam Pb berkisar antara 4,14 – 13,93

ppm, logam Cd berkisar 0,006 – 0,117 ppm, logam Cu berkisar antara 30,54 –

55,09 ppm dan logam Zn berkisar antara 94,11 – 183,39 ppm.

020406080

100120140160180200

1 2 3 4 5 6 7

Stasiun

Ko

nse

ntr

asi L

og

am d

alam

S

edim

en (

pp

m)

Pb

Cu

Zn

(a)

0

0.02

0.04

0.06

0.08

0.1

0.12

0.14

1 2 3 4 5 6 7

Stasiun

Ko

nse

ntr

asi L

og

am C

d d

alam

S

edim

en (

pp

m)

(b)

Gambar 13 Konsentrasi logam dalam sedimen (a) Pb, Cu dan Zn (b) Cd

Page 48: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

34

Logam Zn mempunyai konsentrasi paling tinggi diantara lainnya.

Kemudian secara berurutan diikuti logam Cu, Pb dan Cd. Distribusi logam Zn

secara umum menurun dengan bertambahnya stasiun. Sedangkan Pb dan Cu

distribusinya berubah naik turun. Secara umum adanya perbedaan konsentrasi

antar stasiun ini disebabkan oleh berbagai proses baik fisika, biologi maupun

kimia. Akan tetapi mungkin yang sangat berpengaruh adalah proses fisika baik

adanya proses pengadukan maupun pengendapan, yang sangat dipengaruhi oleh

kondisi lingkungan seperti arus. Arus ini akan mempengaruhi proses laju

pengendapan atau sedimentasi dan mempengaruhi ukuran butir sedimen yang

terendapkan.

Pada stasiun 4, semua logam konsentrasinya lebih kecil dibandingkan pada

stasiun lainnya. Hal ini berkaitan dengan kandungan bahan organik total dalam

sedimen, dimana pada stasiun ini juga memiliki konsentrasi rendah (Gambar 36).

Rendahnya kandungan bahan organik total ini juga berhubungan dengan tekstur

sedimen yang di dominasi oleh fraksi pasir (Gambar 35).

Hubungan antara bahan organik total dalam sedimen dengan logam berat

dapat dilihat pada Lampiran 6. Logam Pb, Cd dan Cu mempunyai korelasi positif

dengan TOM, sedangkan Zn berkorelasi negatif. Hal ini berarti bahwa logam Pb,

Cd dan Cu keberadaanya di sedimen sangat dipengaruhi oleh bahan organik,

sedangkan Zn, hanya sebagian kecil saja bahan organik mempengaruhi

keberadaannya.

Pengamatan kandungan logam berat dalam sedimen juga pernah dilakukan

oleh Sunoko dkk. (1993) di Perairan Banjir Kanal Timur, Semarang bulan

Agustus 1993 dimana diperoleh rata-rata kandungan Pb berkisar antara 1,019 ±

0,137 ppm, logam Cd antara 1,212 ± 0,154 ppm, logam Cu antara 66,093 ± 8,652

ppm dan logam Zn antara 75,662 ± 9,652 ppm. Dibandingkan dengan penelitian

tesebut, ternyata Pb dan Zn yang terukur di daerah penelitian lebih tinggi

sedangkan logam Cd dan Cu lebih rendah konsentrasinya. Hal ini di sebabkan

karena di sekitar sungai Banjir Kanal Timur lebih banyak terdapat berbagai

industri, antara lain industri kimia, farmasi, tekstil dan plastik ( BAPPEDA Jawa

Tengah 1987, diacu dalam Sunoko dkk. 1993).

Page 49: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

35

Konsentrasi Logam Pb, Cd, Cu dan Zn dalam Seston

Logam Pb dalam Seston

Konsentrasi logam Pb dalam seston disajikan pada Gambar 14. Pada

pengambilan I, konsentrasi logam Pb berkisar antara 13,587 – 30,556 ppm dan

pada pengambilan II berkisar antara 10,556 – 20, 879 ppm.

0

5

10

15

20

25

30

35

1 2 3 4 5 6 7

Stasiun

Ko

nse

ntr

asi L

og

am P

b

dal

am S

esto

n (

pp

m)

I II

Gambar 14 Konsentrasi logam Pb dalam seston pada pengambilan I dan II

Gambar 14 menunjukkan bahwa pada pengambilan I, konsentrasi logam

Pb dalam seston lebih tinggi daripada pengambilan II. Hal ini disebabkan oleh

adanya kondisi pengambilan sampel yang berbeda. Pada pengambilan I, perairan

dalam kondisi pasang (Gambar 23) dan sumber Pb dilokasi penelitian berasal dari

laut, sehingga pada pengambilan I, Pb yang terukur sedikit lebih tinggi daripada

pengambilan II.

Logam Cd dalam Seston

Konsentrasi logam Cd selama penelitian disajikan pada Gambar 15. Pada

pengambilan I konsentrasinya berkisar antara 4,21 – 9,615 ppm dan pada

pengambilan II berkisar antara 12,541 – 20,617 ppm. Konsentrasi Cd dalam

seston sangat kecil dibanding dengan logam yang lainnya. Hal ini dapat dijadikan

sebagai petunjuk bahwa sumber Cd di lokasi penelitian memang sangat kecil,

sehingga kandungan dalam air juga kecil <1 ppb. Begitu juga kandungan logam

Cd dalam sedimen yang cukup kecil (Gambar 13 b).

Page 50: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

36

0

5

10

15

20

25

1 2 3 4 5 6 7

Stasiun

Ko

nse

ntr

asi L

og

am C

d

dal

am S

esto

n (

pp

m)

I II

Gambar 15 Konsentrasi logam Cd dalam seston pada pengambilan I dan II

Secara umum konsentrasi logam Cd dalam seston saat pengambilan II

lebih tinggi dibandingkan pada pengambilan I. Pada saat pengambilan II di lokasi

penelitian telah turun hujan lebat, yang menyebabkan air sungai sebagai sumber

dari elemen kimia ini lebih banyak membawa material, termasuk logam Cd dalam

seston dari daerah daratan. Hal ini mengindikasikan bahwa sumber Cu yang

masuk ke Muara Sungai Banjir Kanal Barat sebagian besar berasal dari daratan

yang kemudian dibawa oleh air sungai. Keadaan ini dapat dilihat dengan

meningkatnya debit sungai (Lampiran III), Cuaca Bulan September dan

meningkatnya material tersuspensi (Gambar 31).

Kondisi pasang dan surut juga mempengaruhi besar kecilnya konsentrasi

Cd yang terukur dilokasi penelitian. Pada pengambilan I, perairan dalam kondisi

pasang (Gambar 23), menyebabkan massa air sungai yang masuk ke estuari lebih

sedikit dan terencerkan oleh air laut, sehingga Cd dalam seston yang terukur pada

pengambilan I sedikit lebih kecil. Sebaliknya pada pengambilan II, kondisi

perairan surut, massa air lebih sungai lebih banyak masuk ke estuari sehingga Cd

yang terukur sedikit lebih tinggi.

Logam Cu dalam Seston

Konsentrasi logam Cu dalam seston disajikan pada Gambar 16. Pada

pengambilan I konsentrasi berkisar antara 13,33 – 44,258 ppm dan pada

pengambilan II berkisar antara 37,14 – 97,826 ppm

Page 51: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

37

0

20

40

60

80

100

120

1 2 3 4 5 6 7

Stasiun

Ko

nse

ntr

as L

og

am C

u d

alam

S

esto

n (

pp

m)

I II

Gambar 16 Konsentrasi logam Cu dalam seston pada pengambilan I dan II

Pada pengambilan II konsentrasi logam Cu dalam seston jauh lebih tinggi

daripada pengambilan I. Hal ini mengindikasikan bahwa sumber Cu yang masuk

ke muara Sungai Banjir Kanal Barat sebagian besar berasal dari daratan yang

kemudian dibawa oleh air sungai.

Logam Zn dalam Seston

Konsentrasi logam Zn dalam seston di lokasi pengambilan sampel

disajikan pada Gambar 17. Konsentrasi logam Zn dalam seston pada pengambilan

I berkisar antara 48,33 – 193,28 ppm dan pada pengambilan II berkisar antara

81,43 – 226,27 ppm.

0

50

100

150

200

250

1 2 3 4 5 6 7

Stasiun

Ko

nse

ntr

asi L

og

am Z

n d

alam

S

esto

n (

pp

m)

I II

Gambar 17 Konsentrasi logam Zn dalam seston pada pengambilan I dan II

Page 52: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

38

Pola Sebaran Logam Pb, Cd, Cu dan Zn dalam Seston dan Sedimen.

Pola Sebaran Logam Pb dalam Seston dan Sedimen

Pola sebaran logam Pb dalam seston dan sedimen disajikan pada Gambar

18.

Seston dan Sedimen

05

101520253035

1 2 3 4 5 6 7

Stasiun

Ko

nse

ntr

asi L

og

am P

b

(pp

m)

Seston I Sedimen Seston II

Gambar 18 Pola sebaran logam Pb dalam seston dan sedimen

Gambar 18 menunjukkan bahwa baik pada pengambilan I maupun II

konsentrasi logam Pb dalam seston lebih tinggi daripada dalam sedimen. Pada

stasiun yang sering mengalami pergolakan akibat tingginya arus, seperti stasiun 4

dan 5, mempunyai konsentrasi logam dalam seston yang lebih tinggi. Selain itu

ukuran sedimen yang terendapkan juga berukuran lebih besar (Gambar 35). Di

daerah -daerah yang sering bergolak, sedimen tersuspensi yang berukuran lebih

kecil tidak sempat mengendap sehingga logam yang terendapkan di stasiun ini

juga cukup rendah. Sedimen yang lebih kecil lebih banyak mengadsorpsi logam

berat (Supriharyono, 2000)

Pola sebaran Logam Cd dalam seston dan sedimen

Pola sebaran logam Cd dalam seston dan sedimen disajikan pada Gambar

19. Gambar 19 menunjukkan bahwa konsentrasi logam Cd dalam seston lebih

tinggi daripada dalam sedimen. Karena konsentrasinya yang selalu lebih besar

dalam kolom air mengakibatkan logam Cd yang terendapkan dalam sedimen

sangat kecil (<1 ppm).

Page 53: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

39

Seston dan Sedimen

0123456789

10111213141516171819202122

1 2 3 4 5 6 7

Stasiun

Ko

nse

ntr

asi L

og

am C

d

(pp

m)

Seston I Seston II Sedimen

Gambar 19 Pola sebaran logam Cd dalam seston dan sedimen

Pola Sebaran Logam Cu dalam Seston dan Sedimen

Pola sebaran logam Cu dalam seston dan sedimen disajikan pada Gambar

20. Gambar 20 menunjukkan bahwa konsentrasi logam Cu dalam seston pada

pengambilan II jauh lebih tinggi daripada dalam sedimen. Pada pengambilan II, di

stasiun 2, 3 dan 7 konsentrasi logam Cu dalam seston lebih rendah daripada dalam

sedimen dan stasiun 4, 5 dan 6 mempunyai konsentrasi yang hampir sama. Di

stasiun 2 dan 3, penurunan konsentrasi ini mengindikasikan bahwa daerah ini

merupakan daerah dimana sering terjadi flokulasi sedimen dan apabila proses ini

berlanjut (gaya tarik lebih besar) floc yang terbentuk akan semakin besar dan pada

saat arus tenang terjadi pengendapan. Proses ini sangat berhubungan dengan

bahan organik. Laju pengendapan atau sedimentasi stasiun 2 dan 3 dapat dilihat

pada Tabel 8. Adanya pengendapan di stasiun ini menyebabkan logam yang

terukur dalam sedimen juga tinggi, dimana kehadirannya erat hubungannya

dengan kehadiran bahan organik dalam sedimen(Gambar 36).

Page 54: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

40

Seston dan Sedimen

0102030405060708090

100110

1 2 3 4 5 6 7

Stasiun

Konse

ntr

asi L

ogam

Cu

(ppm

)

Seston I Seston II Sedimen

Gambar 20 Pola sebaran logam Cu dalam seston dan sedimen

Tingginya konsentrasi logam Cu dalam seston pada pengambilan II lebih

banyak berkaitan dengan adanya masukan dari sungai yang lebih tinggi akibat

adanya hujan yang turun pada malam harinya (Cuaca Bulan September dan

lampiran 3). Air sungai lebih banyak membawa material tersuspensi yang dalam

hal ini mengandung logam Cu.

Fohl, et al (1998) menyatakan bahwa konsentrasi logam Cd, Cu, dan Zn di

material tersuspensi lebih tinggi atau lebih rendah daripada di sedimen disebabkan

karena peranannya dalam siklus biologi, proses adsorpsi, pelarutan kembali

selama pengendapan dan adanya perubahan antara sedimen – air melalui proses

difusi atau secara biologi.

Pola sebaran Logam Zn dalam seston dan sedimen

Pola sebaran Zn dalam seston dan sedimen disajikan pada Gambar 21

Seston dan Sedimen

0

50

100

150

200

250

1 2 3 4 5 6 7

Stasiun

Ko

nse

ntr

asi L

og

am Z

n

(pp

m)

Seston I Seston II Sedimen

Gambar 21 Pola sebaran logam Zn dalam seston dan sedimen

Page 55: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

41

Gambar 21 menunjukkan bahwa pada pengambilan II konsentrasi logam

Zn sedikit lebih tinggi daripada dalam sedimen dan pada pengambilan I ada

beberapa yang konsentrasinya lebih kecil daripada sedimen yaitu stasiun 1, 2, 3, 5

dan 7 dan ada yang lebih tinggi yaitu di stasiun 4 dan 5. Tingginya konsentrasi

Zn dalam seston di stasiun 4 dan 6 ini berkaitan dengan pengadukan sedimen oleh

adanya arus yang bergesekan dengan dasar perairan yang dalam hal ini lokasi

tersebut juga mempunyai kedalaman yang relatif lebih dangkal. Adanya

pengadukan dasar perairan mengakibatkan terlepasnya sedimen yang dalam hal

ini mengandung logam Zn ke kolom perairan dan menambah konsentrasi logam

Zn dalam seston.

Kapasitas Adsorpsi Logam Pb, Cd, Cu, dan Zn

Nilai kapasitas adsorpsi logam Pb, Cd, Cu dan Zn disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Nilai kapasitas adsorpsi logam Pb, Cd, Cu dan Zn

Jenis logam Pb Cd Cu Zn

Nilai Kapasitas Adsorpsi (%)

99.71 99.66 99.90 99.91

Tabel 6 memperlihatkan bahwa logam Pb, Cd, Cu, dan Zn mempunyai

kapasitas adsorpsi yang cukup tinggi (>90%). Namun demikian nilai diatas belum

dapat menggambarkan nilai kapasitas adsorpsi yang sebenarnya, di wilayah

estuari. Diduga logam yang ditemukan di estuari ini, memang keberadaannya

lebih banyak dalam fase partikel, bukan karena adanya proses adsorpsi oleh

partikel.

Kondisi Pasang Surut

Berdasarkan data Dinas Hidrooseanografi (DISHIDROS) menunjukkan

bahwa tipe pasut Perairan Semarang didominasi oleh tipe semidiurnal, yaitu

terdapat 2 periode pasang tinggi dan dua periode pasang rendah setiap hari (satu

hari terjadi dua kali pasang dan 2 kali terjadi surut). Gambar 22 menyajikan

kondisi pasang surut daerah penelitian (Bulan September 2005).

Page 56: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

42

0153045607590

105120

1 73 145 217 289 361 433 505 577 649

Jam

Tin

ggi M

uka

Air

(cm

)

Gambar 22 Kondisi pasang surut di Perairan Semarang Bulan September

(DISHIDROS, 2005)

Keterangan :

: Kondisi pasut pada pengambilan 8 September 2005

: Kondisi pasut pada pengambilan 22 September 2005

Pengambilan sampel untuk parameter salinitas (tipe estuari) dilakukan

pada saat pasang dan surut (Gambar 23). Kemudian untuk pengambilan parameter

yang lain dilakukan pada saat surut (Gambar 24).

0

15

3 0

4 5

6 0

7 5

9 0

1 0 5

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 2 0 21 2 2 2 3 2 4

Jam

Tig

gi M

uka

Air

(cm

)

Gambar 23 Kondisi pasang surut saat pengukuran salinitas dan pengambilan

sampel I (8 September 2005)

Keterangan :

: Pengukuran salinitas pada saat Pasang

: Pengukuran salinitas pada saat Surut

: Pengambilan sampel I

Page 57: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

43

0

15

30

45

60

75

90

105

120

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24

Jam

Tig

gi M

uka

Air

(cm

)

Gambar 24 Kondisi pasang surut pengambilan II (22 September 2005)

Keterangan :

: Pengambilan sampel II

Tipe Estuaria

Perairan estuari pada umumnya dipengaruhi oleh pasang surut, dimana

pengaruh pasang akan meningkatkan salinitas akibat masuknya air laut ke dalam

estuari tersebut. Pada saat surut salinitas akan menjadi rendah karena pengaruh air

tawar akan lebih dominan. Untuk mengetahui tipe estuari ini dapat dilakukan

dengan melihat sebaran salinitas di estuari tersebut. Hasil pengukuran sebaran

salinitas pada empat lapisan kedalaman di setiap stasiun pada saat pasang dan

pada saat surut disajikan pada Gambar 25 dan 26.

0

20

40

60

80

100

0 10 20 30 40

Salinitas (0/00)

Ked

alam

an (c

m)

St.1St.2

St.3

St.4St.5

St.6St.7

Gambar 25 Sebaran salinitas menegak saat pasang

Page 58: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

44

Surut

0

20

40

60

80

100

0 10 20 30 40

Salinitas (ppt)

Ked

alam

an (

cm)

St.1

St.2

St.3

St.4

St.5

St.6

St.7

Gambar 26 Sebaran salinitas menegak saat surut

Berdasarkan pendekatan nilai salinitas pada saat pasang dan surut, maka

daerah penelitian dapat kelompokan menjadi 3 wilayah. Wilayah pertama adalah

wilayah, baik dalam kondisi pasang maupun surut, lapisan permukaan tidak

dipengaruhi oleh masukan air laut sehingga nilai salinitas mendekati 0 0/00 yaitu

pada stasiun 1, wilayah kedua adalah wilayah yang dipengaruhi oleh air sungai

maupun air laut, sehingga salinitas di daerah ini berfluktuasi, yaitu pada stasiun

2,3,4,5, dan 6. Untuk wilayah tiga terdapat pada stasiun 7, dimana pada wilayah

ini tidak dipengaruhi oleh air sungai.

Adanya pengaruh aliran air tawar dari sungai dan air laut di sepanjang

badan sungai menyebabkan adanya stratifikasi salinitas di berbagai kedalaman

baik pada waktu pasang maupun surut. Lapisan permukaan cenderung memiliki

salinitas lebih rendah dibandingkan dengan lapisan tengah, dan lapisan tengah ini

juga lebih rendah dengan salinitas dasar perairan. Stratifikasi salinitas ini juga

terjadi secara horizontal dimana stasiun yang berada jauh dari muara mempunyai

salinitas lebih tinggi daripada stasiun yang berada di muara (Gambar 27).

Page 59: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

45

(a)

(b)

Gambar 27 Sebaran menegak salinitas (a) pasang dan (b) surut

Pola penyebaran salinitas seperti ini menunjukkan bahwa muara Banjir

Kanal Barat tergolong pada estuari tercampur sebagian (Partially Mixed Estuary).

Duxbury and Duxbury (1993) mengemukakan bahwa karakteristik estuari

tercampur sebagian adalah adanya variasi salinitas secara vertikal dan horizontal,

stratifikasi densitas sedang, air laut digerakkan menuju sungai dengan arus dari

laut yang cukup kuat pada kedalaman percampuran horizontal, terdapat stratifikasi

densitas yang kuat dekat permukaan ketika air tawar masuk dalam jumlah banyak

serta terjadi pertukaran yang baik antara air tawar dan air laut (Gambar 28).

Page 60: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

46

Gambar 28 Estuari tercampur sebagian (Pinet 2000)

Kedalaman

Hasil pengukuran kedalaman di lokasi penelitian hampir tidak

menunjukkan adanya perbedaan dengan nilai kisaran antara 0,65 – 3 m. Hal ini

disebabkan ketinggian muka laut yang hampir sama saat pengambilan sampel.

Adanya sedikit perbedaan pada stasiun 1 disebabkan karena adanya debit air yang

sedikit lebih tinggi pada pengambilan II, dimana lokasi penelitian telah turun

hujan yang cukup lebat. Perbedaan nilai kedalaman antar stasiun disebabkan

karena adanya proses sedimentasi di beberapa stasiun. Di stasiun 4, laju

sedimentasi cukup tinggi, sehingga kedalamannya relatif cukup dangkal.. Untuk

selengkapnya nilai kedalaman dari semua stasiun dapat dilihat pada Gambar 29.

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

1 2 3 4 5 6 7

Stasiun

Ked

alam

an (m

)

I II

Gambar 29 Hasil pengukuran kedalaman di lokasi pengambilan sampel

Page 61: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

47

Kecepatan dan Arah Arus

Dari hasil penelitian didapatkan nilai rerata kecepatan arus antara 0,058 –

0,150 m/det dengan arah yang bervariasi. Nilai kecepatan dan arah arus pada

setiap stasiun selama penelitian disajikan pada Gambar 30.

Gambar 30 Kecepatan dan arah arus pada pengambilan I dan II

Keterangan : : Pengambilan saat pasang

: Pengambilan saat surut

: Nilai kecepatan arus berkisar antara 0,05 m/det

Page 62: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

48

Nilai kecepatan arus di daerah penelitian sangat dipengaruhi oleh debit

air dan keadaan pasang surut. Pada pengambilan II, di stasiun 1, 2 dan 3

mempunyai kecepatan arus yang sedikit lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena

debit air pada pengambilan sampel II ini sedikit lebih tinggi akibat adanya hujan

yang turun pada malam harinya (Lampiran 3).

Kualitas Air

Total Padatan Tersuspensi (TSS)

Padatan tersuspensi adalah partikel-partikel yang melayang di dalam air

yang terdiri dari komponen hidup (phytoplankton, jamur, bakteri) dan komponen

mati (detritus, partikel-partikel baik organik maupun organik).

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai TSS berkisar antara 19,7 –

79 mg/l pada pengambilan I dan 38,9 – 95,8 mg/l pada pengambilan II. Pada

pengambilan I, nilai terendah terdapat pada stasiun 1 (19,7 mg/l) dan tertinggi

pada stasiun 6 (79 mg/l). Selanjutnya pada pengambilan II, nilai terendah terdapat

pada stasiun 7 (38,9 mg/l) dan tertinggi di stasiun 6 (95,8 mg/l). Data

selengkapnya tersaji pada Gambar 31.

0

20

40

60

80

100

120

1 2 3 4 5 6 7

Stasiun

TS

S (

mg

/l)

I II

Gambar 31 Nilai TSS di lapisan permukaan pada pengambilan I dan II

Gambar 31 memperlihatkan bahwa nilai TSS bervariasi dari hilir menuju

muara. Nilai TSS pada pengambilan II, lebih tinggi daripada pengambilan I. Hal

ini disebabkan pada pengambilan II, dilokasi penelitian telah turun hujan lebat

Page 63: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

49

pada malam harinya, sehingga air sungai lebih banyak membawa material

tersuspensi (lihat cuaca Bulan September 2005, Lampiran 3 tentang debit air

sungai). Kondisi pasang dan surut ikut menentukan nilai TSS. Pada pengambilan

I, kondisi perairan dalam keadaan pasang (Gambar 23) dan menyebabkan massa

air sungai yang masuk ke estuari diencerkan oleh air laut, sehingga konsentrasi

TSS yang terukur lebih kecil. Sedangkan pada saat surut, massa air sungai lebih

dominan dan menyebabkan nilai TSS lebih tnggi.

Penambahan nilai TSS di stasiun 5 disebabkan adanya pelepasan sedimen

di dasar, oleh adanya arus yang bergesekan dengan dasar perairan. Faktor

kedalaman ikut mempengaruhi proses resuspensi. Di stasiun 5 kedalamannya

relatif lebih dangkal (Gambar 29)

Oksigen Terlarut

Nilai konsentrasi oksigen terlarut (DO) disajikan pada Gambar 32.

0

1

2

3

4

5

6

1 2 3 4 5 6 7

Stasiun

Oks

igen

Ter

laru

t (m

g/l)

I II

Gambar 32 Nilai konsentrasi oksigen terlarut pada pengambilan I dan II

Gambar 32 menunjukkan bahwa kisaran nilai konsentrasi oksig en sedikit

berfluktuasi dengan kisaran nilai antara 5,14 – 5,57 mg/l pada pengambilan I dan

pengambilan II berkisar antara 4,22 – 4,42 mg/l. Nilai oksigen terlarut pada

pengambilan I, lebih tinggi daripada pengambilan II. Hal ini menggambarkan

bahwa daerah penelitian, kandungan oksigennya berfluktuasi oleh adanya

perubahan waktu.

Page 64: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

50

Bahan Organik Total (TOM)

Bahan organik total menggambarkan kandungan bahan organik total suatu

perairan yang terdiri dari bahan organik terlarut, tersuspensi, dan koloid (Goldman

dan Horne 1983). Kandungan bahan organik dalam air dapat disamakan dengan

berbagai parameter diantaranya adalah BOD5 (Biochemical Oxygen Demand ),

COD (Chemical Oxygen Demand ) maupun TOM (Total Organik Matter). TOM

dan COD diukur dengan oksidator kimia KMNO4 dan K2Cr2O7 , dimana dengan

parameter ini lebih menggambarkan kandungan sesungguhnya, tetapi tidak

menunjukkan dinamika ekosistem perairan. Sebaran nilai TOM selama penelitian

disajikan pada Gambar 33.

05

10

1520

2530

35

40

1 2 3 4 5 6 7

Stasiun

Bah

an O

rgan

ik T

ota

l (m

g/l)

I II

Gambar 33 Sebaran nilai bahan organik total (T OM) pada pengambilan I dan II

Gambar 33 menunjukkan sebaran nilai TOM pada pengambilan I berkisar

antara 10,54 – 35,41 mg/l, dengan nilai tertinggi di stasiun 6 dan terendah di

stasiun 7. Pada pengambilan II, berkisar antara 15,14 – 50,61 mg/l dengan nilai

tertinggi terdapat di stasiun 4 dan terendah di stasiun 7. Tingginya nilai TOM di

stasiun 2, 3, 4, 5 dan 6 berkaitan dengan nilai TSS yang cukup tinggi pula di

stasiun tersebut (Gambar 31).

Derajat Keasaman atau pH

Derajat keasaman atau pH adalah nilai yang menunjukkan aktivitas ion

hidrogen dalam air yang di gunakan untuk mengukur apakah suatu larutan bersifat

asam dan basa. Nilai pH berkisar antara 1 – 14 dimana nilai pH 7 adalah netral

Page 65: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

51

yang merupakan batas tengah antara asam dan basa makin tinggi pH suatu larutan

makin besar sifat basanya dan sebaliknya semakin kecil pH semakin kuat asam

suatu larutan. Nilai pengukuran pH selama penelitian di sajikan pada Gambar 34.

6.46.66.8

77.27.47.67.8

88.2

1 2 3 4 5 6 7

Stasiun

pH

I II

Gambar 34 Nilai pH di setiap stasiun pada pengambilan I dan II

Nilai pH semakin meningkat dengan bertambahnya stasiun dengan kisaran

nilai antara 7,01 – 7,94 dengan nilai tertinggi di stasiun 7 dan terendah di stasiun

1. Hal ini di sebabkan karena posisi stasiun 7 yang berada di laut (cukup jauh dari

muara) dan stasiun 1 yang berada di sungai sehingga pH cenderung netral atau

sedikit asam. Secara alami pH untuk air laut berkisar antara 7,5 – 8. Selain itu

tampak bahwa nilai pada pengambilan I cenderung lebih tinggi daripada

pengambilan II. Hal ini di sebabkan kondisi perairan pada pengambilan I dalam

keadaan pasang, meskipun pasang kecil dan pada pengambilan II, kondisi perairan

dalam keadaan surut, sehingga tidak ada faktor pengenceran air laut dan

menyebabkan pH sedikit lebih rendah.

Kualitas Sedimen

Fraksi Sedimen

Tekstur substrat terdiri atas campuran pasir, lumpur dan liat. Tidak ada

substrat yang terdiri atas satu fraksi saja, sehingga semua tipe substrat terdiri atas

ketiga fraksi tersebut. Tekstur atau tipe sedimen dapat ditentukan dengan

mengukur komposisi dari fraksi-fraksi pembentuknya, yaitu kandungan lumpur

Page 66: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

52

(debu), pasir dan liat. Sebaran nilai fraksi sedimen pada setiap stasiun penelitian

disajikan pada Tabel 7 dan Gambar 35.

Tabel 7 Nilai persentase tekstur sedimen dan jenis sedimen

Stasiun Fraksi Sedimen Jenis Sedimen

Sand Silt Clay 1 2 3 4 5 6 7

83.04 1.04 0.92 76.88 65.32 10.84 6.24

16 98 98 22 34 88 88

0.96 0.96 1.08 1.12 0.68 1.16 5.76

Loamy sand Silt Silt Loamy sand Sandy loam Silt Silt

Tabel 7 menunjukkan jenis sedimen di Perairan Banjir Kanal Barat adalah

sand (pasir), silt (lumpur), loamy sand (pasir berlempung) dan sandy loam

(lempung berpasir). Stasiun 1 di dominasi fraksi pasir (83,04 %). Sedangkan

stasiun 2 dan 3, fraksi silt yang mendominasi. Kondisi seperti ini di sebabkan

karena letak posisi stasiun 1 yang jauh di hulu sungai dan material yang cukup

besar terendapkan di stasiun ini. Partikel yang berukuran lebih besar akan lebih

cepat mengendap di dasar perairan sedangkan partikel yang lebih kecil akan

terbawa jauh ke arah lautan sebelum akhirnya mengendap (Triadmodjo 1999)

0

20

40

60

80

100

120

1 2 3 4 5 6 7

Stasiun

Fra

ksi S

edim

en (

%)

Pasir

Silt

Clay

Gambar 35 Sebaran rata-rata fraksi sedimen

Untuk stasiun 2 dan 3, posisinya agak terlindung dari pergerakan

gelombang dan ombak dan merupakan daerah pertemuan antara air tawar dan air

Page 67: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

53

laut yang dapat menyebabkan kondisi arus lemah. Adanya arus yang lemah ini

memberi kesempatan partikel-partikel yang lebih halus mengendap. Untuk stasiun

4 dan 5, fraksi pasir cukup mendominasi. Hal ini disebabkan pada stasiun ini ada

pengaruh gelombang yang tentunya daerah ini mempunyai arus yang cukup besar.

Daerah yang mempunyai arus besar, maka material yang berukuran yang lebih

besar (pasir) yang dapat mengendap di daerah ini.

Bahan Organik Sedimen

Kandungan bahan organik erat kaitannya dengan jenis sedimen. Jenis

sedimen perairan yang berbeda akan mempunyai kandungan bahan organik yang

berbeda pula. Semakin halus sedimen, kemampuan dalam mengakumulasi bahan

organik semakin besar. Kandungan bahan organik pada umumnya akan tinggi

pada sedimen Lumpur. Bahan organik ini berkaitan erat dengan unsur hara. Bahan

organik tinggi, berarti unsur hara tinggi juga. Wood (1987) mengatakan bahwa

sedimen berpasir umumnya miskin zat hara dan begitu sebaliknya substrat yang

lebih halus kaya akan unsur hara. Bahan organik yang terukur saat penelitian

disajikan pada Gambar 36.

0

10

20

30

40

50

60

70

80

1 2 3 4 5 6 7

Stasiun

Bah

an O

rgan

ik d

alam

Sed

imen

(%

)

Gambar 36 Nilai bahan organik sedimen

Kisaran nilai bahan organik yang terukur selama penelitian antara 29,01 -

72,56 % dengan nilai terendah di stasiun 1 dan tertinggi di stasiun 2. Nilai ini

sangat berkaitan dengan jenis sedimen. Sedimen yang berjenis lumpur (atau yang

Page 68: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

54

berukuran lebih halus) mempunyai kandungan bahan organik yang tinggi pula.

Hal ini dapat dilihat pada stasiun 2 dan 3.

Laju Sedimentasi

Pengukuran laju sedimentasi di Muara Banjir Kanal Barat dalam

penelitian hanya dilakukan di tiga stasiun yaitu stasiun 2 dan 3 dan 4. Dari hasil

pengukuran didapatkan nilai yang bervariasi. Laju sedimentasi tertinggi terdapat

di stasiun 4 dengan rerata 75,258 kg/m2/minggu dan terendah di stasiun 2 dengan

nilai rerata 2,164 kg/m2/minggu. Data selengkapnya disajikan dalam Tabel 8.

Tabel 8 Laju sedimentasi Muara Banjir Kanal Barat

Laju Sedimentasi (kg/m 2/minggu) Minggu

Stasiun

I II

Rerata

2 3 4

2.179 54.279 75.258

2.149 60.218 79.569

2.16 57.25 77.57

Dari ketiga stasiun tersebut memperlihatkan bahwa laju sedimentasi

stasiun dekat laut (stasiun 4) lebih tinggi daripada stasiun yang lain. Padahal bila

dilihat kecepatan arusnya (Lampiran 1), memiliki kecepatan arus yang cukup

tinggi. Pada daerah yang mempunyai kecepatan arus tinggi, maka sedimen yang

terendapkan di daerah tersebut memiliki fraksi sedimen yang cukup kasar.

Fenomena ini terjadi di stasiun 4, yang mempunyai fraksi sedimen cukup kasar

(loamy sand/pasir berlempung). Pada stasiun 4, selain dipengaruhi oleh adanya

sedimen dari sungai, juga dipengaruhi oleh adanya sedimen dari laut. Hal ini

dapat dilihat dari fraksi sedimen, dimana di stasiun 4 ini, fraksi pasir cukup

mendominasi (Gambar 35). Dari hasil perhitungan yang dilakukan oleh siwi

(2002) mengenai perimbangan antara debit sedimen total dengan laju sedimentasi,

bahwa Sedimen yang mengendap di Muara Sungai Banjir Kanal Barat sangat

dipengaruhi oleh transpor sedimen sepanjang pantai dan pasokan sedimen Sungai

Banjir Kanal Barat.

Page 69: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

55

Debit Sungai

Dari hasil perhitungan debit sungai yang dilakukan pada tanggal 6 dan 19

September 2005, didapat rerata debit sungai Banjir Kanal Barat, sebesar 13,62

m3/det. Perhitungan selengkapnya disajikan pada Lampiran 3.

Pada Tabel 9 disajikan debit Sungai Banjir Kanal Barat (th 1997 – 2001)

hasil perhitungan Dinas Pengairan PU Jawa Tengah.

Tabel 9 Nilai debit sungai Banjir Kanal Barat tahun 1997 – 2001

No Bulan Debit (m3/det) 1997 1998 1999 2000 2001

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Januari Febuari Maret April Mei Juni Juli

Agustus September Oktober

November Desember

16.87 10.07 11.39 17.20 12.79 6.34

- - -

1.95 31.23 16.95

5.89 8.83 12.69 7.53 5.94 7.53 6.65 7.75 15.51 8.05 3.99 4.41

6.91 13.22 10.67 10.28 4.73 19.24 10.24 3.53 12.44 8.65 6.45 14.26

9.73 14.67 17.38 12.50 13.02 10.19 5.49 3.55 3.11 4.06

12.10 6.19

8.94 12.03 8.98

17.36 17.43 16.20 4.20 2.93

16.76 9.65 8.50 5.70

Rerata 10.40 8.06 10.05 7.30 10.67 Sumber : Dinas Pengairan PU Jawa Tengah

Keadaan Cuaca Bulan September

Berdasarkan pantauan data cuaca yang terjadi di Pelabuhan Tanjung Emas

Semarang pada Bulan September 2005, umumnya cerah hingga berawan dengan

jumlah hari hujan sebanyak 8 hari, dimana hujan ini turun pada malam hari.

Jumlah curah hujan terbesar selama 24 jam, sebesar 20,9 mm, hasil pengukuran

tanggal 22 September 2005.

Arah angin bertiup dari arah timur, dengan kecepatan antara 3 – 10 knots.

Tinggi gelombang laut antara 0,3 – 0,8 m. Suhu permukaan laut rata-rata 30,40C

(BMG 2005).

Konsentrasi Logam berat yang masuk ke Muara Bulan September 2005

Besarnya logam berat yang masuk ke muara dihitung berdasarkan debit

sungai dan konsentrasi rata-rata logam berat yang didapatkan didalam sungai pada

2 kali pengambilan.

Page 70: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

56

Dari hasil perhitungan didapat nilai konsentrasi logam berat yang masuk

ke muara untuk logam Pb sebesar 0,021 gr/det, logam Cd sebesar 0,012 gr/det,

logam Cu sebesar 0,096 gr/det dan logam Zn sebesar 0,268 gr/det. Perhitungan

lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 4.

Pembahasan

Estuari merupakan tempat bertemunya air tawar dari sungai dan air asin

yang berasal dari laut. Air tawar yang berasal dari sungai mempunyai densitas

lebih kecil daripada air laut, sehingga air tawar akan mengambang diatas air laut.

Karakter atau sifat dari estuari tidak bersifat uniform, dimana perbedaan ini

terutama disebabkan oleh adanya variasi pasut dan masukan air sungai, yang

kemudian mempengaruhi proses percampuran. Pada estuari tercampur sebagian,

adanya arus pasang surut menyebabkan gesekan dan menimbulkan pergolakan,

kemudian menyebabkan percampuran yang lebih efektif dalam kolom air. Air laut

akan tercampur keatas dan air tawar akan tercampur ke bawah.

Proses percampuran massa air sungai dan massa air laut di estuari secara

umum akan memberikan pengaruh terhadap perubahan konsentrasi logam berat

terlarut. Hal ini disebabkan adanya proses pengenceran, flokulasi yang disertai

adanya proses adsorpsi dan desorpsi. Adanya proses pengenceran menyebabkan

konsentrasi logam berat berubah jadi naik atau menurun di sepanjang daerah

estuari, tergantung dari sumber utama logam yang bersangkutan. Apabila sumber

utama berasal dari sungai, adanya proses pengenceran oleh air laut menyebabkan

konsentrasi logam akan menurun sepanjang perubahan nilai salinitas dan

sebaliknya apabila sumber utama berasal dari laut, konsentrasi logam berat

menjadi naik dengan bertambahnya nilai salinitas (Chester 1990).

Menurunya konsentrasi logam berat terlarut di estuari juga disebabkan

karena adanya proses adsorpsi logam berat yang diikuti oleh adanya proses

flokulasi. Proses adsorpsi adalah proses dimana atom, partikel atau molekul suatu

zat terikat pada permukaan zat padat karena adanya gaya tarik menarik dari atom

atau molekul pada lapisan bagian luar atau permukaan zat padat (Tan, 1982).

Proses adsorpsi antar partikel tersuspensi dalam kolom air terjadi karena adanya

muatan listrik pada permukaan partikel. Flokulasi terjadi akibat adanya gaya tarik

Page 71: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

57

menarik antara elemen -elemen yang berasal dari sungai dan laut yang berbeda

muatannya (Chester 1990). Butir lanau, lempung dan kolloid asam humus yang

tersuspensi dan terangkut memasuki wilayah estuari melalui aliran sungai

mempunyai kecenderungan bermuatan listrik negatif. Dengan peningkatan

salinitas, kekuatan tarik menarik antar partikel menjadi lebih kuat, sehingga saat

partikel bertabrakan akan membentuk gumpalan (floc). Terbentuknya gumpalan

ini memungkinkan terjadinya pengendapan di dasar perairan estuari. Logam yang

terdapat dalam kolom air lebih cepat diendapkan pada kondisi salinitas antara 0 –

18 0/00 (Chester 1990).

Penurunan konsentrasi logam berat di estuari sebelum logam tersebut

dibawa ke laut, menjadikan estuari berperan sebagai filter bahan-bahan kimia

yang bawa oleh air sungai. Filter ini bekerja terutama melalui perubahan dari fase

terlarut menjadi fase partikel. Sistim filter estuari bekerja secara selektif terhadap

masing-masing individu. Apabila keberadaan elemen (logam) selama di estuari

hanya dipengaruhi oleh proses fisik atau proses percampuran, elemen ini akan

mengalami pengenceran, sehingga di perairan logam ini bersifat konservatif.

Sedangkan adanya reaksi kimia seperti adanya perubahan dari fase terlarut

menjadi partikel atau sebaliknya mengakibatkan penambahan atau pengurangan

konsentrasi logam berat sehingga di perairan logam tersebut bersifat non

konservatif.

Untuk melihat proses ini dapat dilakukan dengan pendekatan “mixing

graph” dimana konsentrasi logam terlarut diplotkan dengan nilai yang sifatnya

conservatif, yang dalam hal ini adalah salinitas (Chester 1990).

Pembahasan ini menekankan kepada pola kecenderungan logam berat

terlarut terkait dengan perubahan salinitas dan TSS sebagai indikator adanya

perubahan komposisi ion dan materi di perairan. Selain itu juga dimaksudkan

untuk menunjukkan apakah terdapat kemiripan pola sebaran logam berat terlarut

Pb, Cu dan Zn terlarut di estuari Banjir Kanal Barat dengan pola sebaran logam

Pb, Cu dan Zn terlarut pada wilayah lainnya.

Pola Sebaran Logam Pb Terlarut terhadap Salinitas dan TSS

Pola kecenderungan sebaran Pb terlarut menurut salinitas di Sungai Banjir

Kanal Barat disajikan pada Gambar 37. Gambar 37 menunjukkan bahwa

Page 72: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

58

pengambilan I dan II, logam Pb terlarut mempunyai pola yang hampir sama yaitu

konsentrasinya lebih tinggi di air laut daripada air tawar (Gambar 3). Hal ini

mengindikasikan bahwa sumber Pb terlarut di lokasi penelitian berasal dari laut.

Pola logam Pb terlarut ini sama dengan pola dari parameter pH, dimana untuk air

laut nilai pH > air tawar. Begitu juga untuk oksigen terlarut (DO).

00.5

11.5

22.5

33.5

44.5

0 5 10 15 20 25 30 35

Salinitas (0/00)

Ko

nse

ntr

asi L

og

am P

b

Terl

arut

(10

-3p

pm

)

(a)

0

0.5

1

1.5

2

2.5

0 5 10 15 20 25 30 35

Salinitas (0/00)

Ko

nse

ntr

asi L

og

am P

b

Terl

arut

(10

-3p

pm

)

(b)

Gambar 37 Pola Hubungan antara Pb terlaru t dengan salinitas pada pengambilan

I (a) dan II (b)

Gambar 37 memperlihatkan bahwa logam Pb terlarut mengalami removal

pada pada salinitas ± 5 - 15 0/00 dan pada salinitas > 20 0/00 mengalami addition.

Boyle et al. (1982), diacu dalam Chester (1990) di Sungai Amazon, menemukan

bahwa elemen mengalami penurunan secara tajam pada daerah awal terjadinya

mixing (salinitas sampai mencapai 15 0/00). Tingginya alkalinitas menyebabkan

proses flocculation atau adsorpsi elemen dari fase terlarut.Hal ini berarti bahwa

Page 73: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

59

logam Pb di lokasi penelitian bersifat non konservatif. Chester (1990) menyatakan

bahwa logam seperti Pb, Zn, Cu, Cd dan Ni, umumnya memiliki sifat non

konservatif selama berada di estuari. Hasil penelitian Danielsson et al. (1983),

diacu dalam Chester (1990), bahwa logam Pb di estuari Gota (Sweden), dengan

tipe estuari baji garam (salt wedge), tidak menunjukkan adanya proses removal.

Adanya proses removal maupun addition ini berkaitan dengan proses

adsorpsi dan desorpsi. Adanya proses adsorpsi, yang kemudian diikuti proses

flokulasi dan pengendapan menyebabkan adanya penambahan konsentrasi dalam

sedimen. Tingginya konsentrasi sedimen ini dapat dilihat pada stasiun 2 dan 3

(Gambar 13), dimana stasiun ini memang memiliki salinitas yang selalu rendah

baik saat pasang maupun surut (Gambar 25 dan 26). Sedangkan adanya proses

desorpsi, umumnya terjadi karena adanya resuspensi yang kemudian diikuti

proses desorpsi dari partikel dan menambah konsentrasi logam dalam fase

terlarut.

Pola hubungan antara Pb terlarut dengan TSS dapat dilihat melalui pola

hubungan antara TSS dengan rasio konsentrasi logam terlarut terhadap

konsentrasi logam dalam seston (Gambar 38).

R2 = 0.0334

R2 = 0.18180

0.05

0.1

0.15

0.2

0.25

0.3

0.35

- 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00

TSS (mg/l)

Ras

io P

b T

erla

rut t

erh

adap

Pb

d

alam

ses

ton

Pengambilan I Pengambilan II

Gambar 38 Pola hubungan antara logam Pb dengan TSS

Gambar 38 memperlihatkan bahwa kenaikan nilai TSS menyebabkan

turunnya nilai konsentrasi logam Pb terlarut, meskipun pengaruh TSS ini sangat

kecil. Konsentrasi Pb terlarut mengalami proses adsorpsi o leh TSS. Adanya

proses desorpsi pada salinitas > 20 0/00 disebabkan karena kandungan Pb dalam

Page 74: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

60

seston, yang ditemukan di stasiun 4 – 6 cukup tinggi (Gambar 18), dan

diasumsikan partikel ini mengalami proses desorpsi, dan menambah logam Pb

dalam fase terlarut.

Dilihat dari pola hubungan antara logam terlarut dengan salinitas (Gambar

37), ada suatu proses yang lebih menarik untuk logam Pb terlarut. Pada range

salinitas ± 15 – 25 0/00, logam Pb terlarut cenderung memperlihatkan adanya

perubahan yang cukup tajam dan pada range salinitas tertentu memperlihatkan

nilai yang konstan. Perubahan konsentrasi yang tajam ini diduga berhubungan

dengan perubahan spesiasi logam Pb. Turner et al (1980) menyatakan bahwa pada

perairan tawar, spesiasi logam Pb yang paling dominan adalah dalam bentuk

kation bebas (Pb2+) atau berpasangan dengan ion karbonat (CO3) dan pada air laut,

lebih dominan dalam bentuk berpasangan dengan ion klorida (Cl-). Spesiasi logam

ikut berperan dalam menentukan proses kimiawi yang terjadi di estuari, seperti

proses flokulasi dan adsorpsi ke dalam partikel dan pengendapan. Chester (1990)

menyatakan bahwa tingkah laku elemen -elemen di estuari dapat juga tergantung

dari spesiasi logam yang bersangkutan.

Pola Sebaran Cu Terlarut terhadap Salinitas dan TSS

Pola sebaran Cu terlarut dengan salinitas disajikan pada Gambar 39.

Gambar 39 menunjukkan bahwa pola hubungan antara Cu terlarut dan salinitas

pada pengambilan I dan II mempunyai pola yang sama, melimpah relatif lebih

banyak di air tawar (Gambar 3), sehingga konsentrasinya semakin menurun ke

arah laut. Hal ini mengindikasikan bahwa logam Cu bersumber dari sungai

kemudian selama di estuari terencerkan oleh adanya air laut. Selain itu juga ada

proses adsorpsi yang diikuti dengan proses flokulasi dan desorpsi.

Page 75: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

61

0

0.5

1

1.5

2

2.5

0 5 10 15 20 25 30 35

Salinitas (0/00)

Ko

nse

ntr

asi L

og

am C

u

Ter

laru

t (1

0-3

pp

m)

(a)

00.5

11.5

22.5

33.5

44.5

0 5 10 15 20 25 30 35

Salinitas (0/00)

Kon

sent

rasi

Log

am C

u Te

rlar

ut (

10-3

pp

m)

(b)

Gambar 39 Pola hubungan antara Cu terlarut dengan salinitas pada pengambilan

(a) I dan (b) II

Pada pengambilan I, logam Cu terlarut mengalami proses removal dan

pada pengambilan II, selain proses removal, logam Cu terlarut mengalami

addition pada nilai salinitas >20 0/00. Perubahan nilai konsentrasi di estuari ini

berhubungan dengan proses adsorpsi oleh partikel, yang kemudian terjadi

pengendapan materi serta adanya proses desorpsi oleh partikel. Hal ini sesuai

dengan hasil penelitian Windom et al. (1983), diacu dalam Chester (1990) di

Estuari Savannah dan Ogeeche (USA), dimana logam Cu bersifat non konservatif

dengan adanya proses addition di salinitas > 20 0/00 dan pada salinitas menengah

(5 – 20 0/00) mengalami removal (Gambar 4). Dalam eksperimen selanjutnya

disimpulkan bahwa adanya penambahan Cu pada salinitas > 20 0/00 disebabkan

adanya pelepasan dari material tersuspensi sebagai hasil resuspensi sedimen.

Page 76: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

62

Adanya proses adsorpsi oleh partikel, yang kemudian terjadi pengendapan

materi menyebabkan konsentrasi logam dalam sedimen tinggi, yang pada

penelitian ini dapat dilihat pada stasiun 2 dan 3 (Gambar 13). Proses removal di

perairan sangat dipengaruhi oleh nilai padatan tersuspensi, sehingga diasumsikan

bahwa peningkatan TSS akan diikuti dengan penurunan konsentrasi Cu terlarut.

Untuk melihat proses adsorpsi dapat dilihat melalui hubungan antara rasio

konsentrasi Cu terlarut terhadap konsentrasi Cu dalam seston dengan nilai TSS

(Gambar 41). Gambar 41 menunjukkan bahwa peningkatan nilai TSS menurunkan

nilai konsentrasi logam Cu terlarut.

R2 = 0.327 R2 = 0.238

00.010.020.030.040.050.060.070.08

- 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00

TSS (mg/l)

Ras

io C

u T

erla

rut t

erh

adap

C

u d

alam

ses

ton

Pengambilan I Pengambilan II

Gambar 40 Pola hubungan antara logam Cu dengan TSS

Adanya proses desorpsi pada pengambilan II disebabkan karena pada

pengambilan II ini, logam dalam seston yang ditemukan pada stasiun 4 dan 5 yang

mempunyai nilai salinitas ± 20 0/00, konsentrasi Cu dalam seston cukup tinggi,

sehingga diasumsikan partikel yang mengandung logam Cu ini mengalami

desorpsi (Gambar 20).

Gambar 39 juga memperlihatkan adanya perubahan secara tajam

konsentrasi terlarut, yaitu pada range salinitas 0 – 5 0/00 dan kemudian nilai

tersebut cenderung konstan. Perubahan ini berkaitan dengan perubahan spesiasi

logam Cu. Pada salinitas 0 0/00, spesiasi logam Cu lebih dominan dalam bentuk

pasangan dengan elemen humic dan pada salinitas >5 0/00, logam Cu lebih banyak

berikatan dengan ion OH dalam bentuk (Cu(OH)2) (Chester 1990). Spesiasi logam

ikut berperan dalam menentukan proses kimiawi yang terjadi di estuari, seperti

proses flokulasi dan adsorpsi ke dalam partikel dan pengendapan.

Page 77: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

63

Pola Sebaran Zn Terlarut terhadap Salinitas dan TSS

Pola sebaran Zn dengan salinitas disajikan pada Gambar 41. Gambar 41

menunjukkan bahwa pola sebaran logam Zn terlarut pada pengambilan I dan II

relatif melimpah di air tawar dan konsentrasinya menjadi menurun dengan

bertambahnya nilai salinitas. Pola ini sama dengan yang dialami oleh logam Cu

terlarut.

0

2

4

6

8

10

12

0 5 10 15 20 25 30 35

Salinitas (0/00)

Ko

nse

ntr

asi L

og

am Z

n

Ter

laru

t (1

0-3

pp

m)

(a)

0.0

2.0

4.0

6.0

8.0

10.0

0 5 10 15 20 25 30 35

Salinitas (0/00)

Konse

ntr

asi L

ogam

Zn

Ter

laru

t (1

0-3

ppm

)

(b)

Gambar 41 Pola hubungan antara Zn terlarut dengan salinitas pada

pengambilan I (a) dan II (b)

Pada pengambilan I, logam Zn terlarut lebih mengalami proses addition.

Pada pengambilan II, mengalami removal pada salinitas 5 – 15 0/00. dan addition

pada salinitas > 20 0/00. Boyle et al. (1982), diacu dalam Chester (1990) di Sungai

Amazon, menemukan bahwa elemen mengalami penurunan secara tajam pada

daerah awal terjadinya mixing (salinitas sampai mencapai 15 0/00). Tingginya

alkalinitas menyebabkan proses flocculation atau adsorpsi elemen dari fase

terlarut. Adanya proses addition pada pengambilan I, terjadi pada salinitas >20 0/00

dan dari hasil analisa logam Zn dalam seston pada salinitas ini, yang pada

Page 78: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

64

penelitian ini terdapat di stasiun 4, ternyata logam Zn dalam seston ditemukan

sangat tinggi konsentrasinya dan diasumsikan dengan tingginya konsentrasi dalam

seston, logam Zn tersebut mengalami proses desorpsi (Gambar 21).

Pengaruh TSS terhadap logam Zn terlarut dapat dilihat melalui hubungan

antara rasio logam Zn terlarut terhadap logam Zn dalam seston dengan TSS

(Gambar 42). Gambar 42 menunjukkan bahwa peningkatan nilai TSS

mengakibatkan penurunan rasio logam berat Zn terlarut terhadap logam dalam

seston. TSS mempengaruhi proses adsorpsi logam berat terlarut.

R2 = 0.5195

R2 = 0.1206

0

0.01

0.02

0.03

0.04

0.05

0.06

- 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00

TSS (mg/l)

Ras

io Z

n T

erla

rut t

erh

adap

d

alam

ses

ton

Pengambilan I Pengambilan II

Gambar 42 Pola hubungan antara Zn terlarut dan TSS

Gambar 41 juga memperlihatkan adanya perubahan konsentrasi logam Zn

terlarut yang cukup tajam, sepert i pada logam Cu, yaitu pada range salinitas 0 –

10 0/00. Perubahan ini diduga berhubungan dengan perubahan spesiasi dari logam

Zn. Turner et al. (1980) menyatakan bahwa logam Zn pada perairan tawar,

spesiasi yang dominan adalah berikatan dengan OH dan pada air laut, lebih

banyak dalam bentuk kation bebas.

Page 79: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

65

KESIMPULAN

Simpulan

1. Dari hasil analisa logam berat didapatkan bahwa konsentrasi logam berat

dalam sedimen ditemukan paling tinggi dibandingkan dalam air (logam

terlarut dan logam dalam seston). Logam Zn menempati urutan pertama

dan secara berurutan diikuti oleh logam Cu, Pb dan Cd.

2. Dilihat dari pola sebaran logam terlarut terhadap nilai salinitas, logam Pb

mengalami kenaikan dengan bertambahnya nilai salinitas, sedangkan

logam Cu dan Zn mengalami penurunan dengan bertambahnya nilai

salinitas.

3. TSS sedikit mempengaruhi konsentrasi logam berat terlarut dan proses

removal terjadi pada salinitas antara 5 – 15 0/00.

Saran

Penelitian ini hanya dilakukan dalam waktu yang terbatas (Bulan

September dan hanya dua kali dalam pengambilan sampel) sehingga belum bisa

menggambarkan tingkah laku logam secara menyeluruh berkaitan dengan kondisi

pengambilan sampel yang berbeda. Perlu dilakukan penelitian sepanjang tahun

(time series) baik pada saat pasang maupun surut sehingga semua kondisi yang

sebenarnya terwakili dengan metode analisa yang lebih sensitif (mampu membaca

konsentrasi yang lebih kecil (ppb). Selain itu perlu penambahan parameter

pendukung yang mempengaruhi keberadaan logam berat di perairan seperti nilai

redox, kelimpahan fitoplankton, kandungan bahan organik terlarut dan termasuk

mempelajari spesiasi kimia masing-masing logam.

Page 80: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

DAFTAR PUSTAKA

Anna S. 1999. Analisis beban pencemaran dan kapasitas asimilasi Teluk Jakarta. (tesis). Bogor. Program Pascasarjana, Intitut Pertanian Bogor.

Apte SC, Day GM. 1998. Dissolved metal concentration in the Torres Strait and

Gulf of Papua. In Marine Pollution Bulletin . Vol 36, No.4 : 298 – 304 BMG (Badan Meteorologi dan Geofisika). 2005. Evaluasi Cuaca Bulan

September 2005 dan Prospek Cuaca Bulan Oktober 2005 Pelabuhan Tanjung Emas Semarang. Semarang.

Brower JE, Zar JH. 1977. Field and Laboratory Methods for General Ecology.

Dubuque : Wm.c. Brown Publishers. Brown J et al. 1989. Waves,Tides, and Shallower Water Processes. Pergamon

Press Bryan GW 1976. Heavy metals contamination in The Sea. In Johnston (Ed):

Marine Pollution. New York. Chester R. 1990. Marine Geochemistry. London : Unwin Hyman Ltd Clark RB. 1986. Marine Pollution . London : Clarendon Press. Dinas PU Pengairan. 2002. Project Completion Report, West Semarang Irigation

Project Office. PU Pengairan Jawa Tengah DISHIDROS (Dinas Hidro Oceanografi). 2005. Daftar Pasang Surut. Jakarta Duxbury AB, Duxbury AC. 1993. Fundamental of Oceanography. Dubuque

Iowa: Wm.C Brown Publishers Dyer KR. 1979. Estuaries : A Physical Introduction. London: John Willey&Sons. Elliot DJ, James A. 1984. An Introduction to Water Quality Modelling.

Department of Civil Engineering. UK: University Upon Tyne. EPA (Environmental Protecy Agency). 1976. Water quality criteria.

http//:www.epa.gov/ost. Golman CR, Horne AJ. 1983. Lim nology. Tokyo : McGraw Hill International

Book Company. Hutagalung HP. 1991. Pencemaran Laut oleh Logam Berat. Dalam Status

Pencemaran Laut di Indonesia dan Teknik Pemantauannya.

Page 81: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

67

Hutagalung HP, Setiapermana D, Riyono SH. 1997. Metode Analisis Air Laut,

Sedimen dan Biota. Buku 2. Jakarta : Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

King CM. 1976. Introduction to Marine Geology dan Geomorphology. Arnold,

London. Laws EA. 1993. Aquatic Pollution : An Introductory Text. New York : John

Wiley and Sons, Inc. Libes SM. 1992. An Introduction to Marine Biogeochemestry. Toronto: John

Wiley & Sons Inc. Metcalf and Eddy Inc. 1991. Wastewater Engineering: Collection, Treatment,

Disposal. New Delhi: McGraw Hill Inc. Nybakken JW. 1992. Biologi Laut. Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta: PT.

Gramedia. Philips JDH. 1980. Proposal for monitoring studies on the contamination of the

east seas by trace metal and organochlorine. South China Sea Fisheries Development and Coordinating Programe. FAO-UNEP, Manila.

Pickard G L, Emery WJ. 1970. Descriptive Physical Oceanography. New York :

Pergamon Press. Pinet PR. 2000. Invitation to Oceanography. Second Edition. Massachussetts:

Jones and Bartlett Publisher. Ramlal PS 1987. Mercury Methylation Dimethylation Studies at Southern India

Lake. Canada : Minister of supply and serveces. Razak H. 1980. Pengaruh logam berat terhadap lingkungan. Pewarta Oseana : 2.

Jakarta : LON- LIPI.

Riley JP, Skirrow G. 1975. Chemical Oceanography. London : Academic Press.

Sanusi HS. 1985. Akumulasi logam berat Hg dan Cd pada tubuh ikan bandeng (Chanos chanos forskal). (desertasi). Program Pascasarjana, Intitut Pertanian Bogor.

Sanusi HS. 2006. Kimia Laut : Proses Fisik Kimia dan Interaksinya dengan Lingkungan. Bogor: Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Page 82: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

68

Siwi WER. 2002. Dinamika sedimentasi di tinjau dari pengaruh debit sungai dan kondisi oseanografi fisika di perairan Muara Sungai Ban jir Kanal Barat Kota Semarang Jawa Tengah. (skripsi). Jurusan Ilmu Kelautan, UNDIP, Semarang.

Sosrodarsono S, Takeda K. 1993. Hidrologi untuk Pengairan. Jakarta : PT.

Pradnya Paramita.

Sunoko HR, Sumantri I, Budiono. 1993. Kadar logam berat di perairan Muara Banjirkanal Timur, Kodya Semarang. In Makalah Penunjang Seminar Pemantauan Pencemaran Laut. Jakarta : P3O – LIPI.

Supriharyono 2000. Pelestarian dan Pengelolaan Sumberdaya Alam di Wilayah Pesisir Tropis. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama

Tan KH. 1982. Kimia Tanah. Jakarta : Pradnya Paramita

Tomczak M.1998. Estuaries. www.es.flinderedu.au

Triadmodjo B. 1999. Teknik Pantai. Yogyakarta : Beta Offset.

Waldichuk M. 1974. Some Biological Concern in Metals Pollution . In F. J. Vernberg and W. B. Vernberg (ed.) . London : Academic Press Inc.

White J. 1990. The Use Sediment Traps in High Energi Environment. in Hailwood and Kidd Ed.: Marine Geological Surveying and Sampling. London : Kluwer Academic Publisher.

Wibisono MS. 2005. Pengantar Ilmu Kelautan . Jakarta : Grasindo Wood MS. 1987. Subtidal Ecology. Australia : Edward Arnoldy Limited.

Page 83: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

69

Lampiran 1 Rekapitulasi hasil analisis kualitas air di Perairan Banjir Kanal Barat, Semarang.

Parameter Waktu Stasiun

Pengambilan 1 2 3 4 5 6 7 Salinitas Permukaan Pengambilan I 0 10 14 26 28 28 30(0/00) Pengambilan II 0 5 10 15 20 28 30pH Pengambilan I 7,01 7,34 7,51 7,74 7,81 7,85 7,94 Pengambilan II 7,01 7,21 7,45 7,65 7,75 7,71 7,90Kecepatan Arus Pengambilan I 0,138 0,071 0,058 0,077 0,083 0,069 0,063(m/det) Pengambilan II 0,150 0,078 0,061 0,077 0,100 0,074 0,069Kedalaman Pengambilan I 1,05 1,95 1,55 0,9 0,75 1 3(m) Pengambilan II 1,15 1,9 1,55 0,9 0,70 1 3DO Pengambilan I 5,16 5,14 5,20 5,40 5,41 5,30 5,57(mg/l) Pengambilan II 4,20 4,25 4,25 4,35 4,22 4,25 4,42

TSS Pengambilan I 19,71 30,96 43,69 42,00 79,00 34,83 20,00 Pengambilan II 81,5 63,4 65,2 84,2 95,8 75,3 38,9TOM Pengambilan I 35,41 25,20 25,15 25,10 12,60 15,25 10,54 Pengambilan II 37,50 35,80 29,28 30,61 37,50 16,96 15,14Logam Terlarut Pb Pengambilan I 1 1 2 4 4 4 4 Pengambilan II 1 1 1 1 2 2 2Cd Pengambilan I <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 Pengambilan II <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 Cu Pengambilan I 2 1 1 1 1 1 1 Pengambilan II 4 2 2 2 3 2 2Zn Pengambilan I 10 7 6 5 3 3 2 Pengambilan II 9 6 5 5 5 3 3Logam dalam Seston Pb Pengambilan I 14,038 15,463 24,258 29,762 30,556 24,785 13,587 Pengambilan II 10,556 13,587 18,791 17,789 20,879 19,65 14,485Cd Pengambilan I 9,615 5,500 4,250 5,952 5,361 4,785 4,210 Pengambilan II 20,617 15,717 13,485 14,842 15,632 12,541 12,650Cu Pengambilan I 44,12 18,37 17,05 37,698 42,02 44,258 13,33 Pengambilan II 94,94 94,09 80,913 90,45 97,826 85,05 37,14

Zn Pengambilan I 175123,15

4 117,05 169,444 193,28 105,263 48,33 Pengambilan II 226,27 159,78 171,162 172,785 178,478 172,68 81,43

Page 84: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

70

Lampiran 2 Kualitas sedimen

Parameter Stasiun 1 2 3 4 5 6 7 Logam di sedimen (mg/kg) Pb 4,14 13,91 13,93 8,32 8,55 11,26 12,47 Cd 0,006 0,103 0,117 0,013 0,025 0,064 0,065 Cu 30,54 54,59 55,09 35,40 42,98 47,30 46,11 Zn 183,39 138,15 138,38 94,11 124,92 122,62 104,57 Bahan Organik Total (%)

29,01 72,56 61,74 34,44 60,96 56,42 41,45

Page 85: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

71

Lampiran 3 Debit Sungai Banjir Kanal Barat Bulan September 2005

Perhitungan debit Sungai Banjirkanal Barat (Sosrodarsono dan Takeda 1987) Minggu II (8 September 2005)

Rumus Qd = Fd x Vd

Fd = 2 X b x 4

2 edc ++

Penampang I

Dimana b = 10, c = 0, d = 1.90, e = 1.67 sehingga didapat nilai Fd = 27.5 m2

Vd = 0.25 m/det

Qd = 27.35 m2 x 0.25 m/det = 6.84 m3/det

Penampang II

Dimana b = 10, c = 1.90, d =1.67, e =1.92 sehingga didapat nilai Fd = 35.8 m2

Vd = 0.32 m/det

Qd2 = 35.8 m2 x 0.32 m/det =11.456 m3/det

Penampang III

Dimana b = 10, c = 1.67, d =1.92, e =1.85 sehingga didapat nilai Fd = 36.8 m2

Vd = 0.35 m/det

Qd3 = 36.8 m2 x 0.35 m/det = 1.64 m3/det

Penampang IV

Dimana b = 10, c = 1.92, d =1.85, e =0 sehingga didapat nilai Fd = 28.1 m2

Vd = 0.28 m/det

Qd4 = 36.8 m2 x 0.28 m/det = 7.868 m3/det

Q total Minggu II = 3.3 + 6.5 + 6.03 + 3.69 = 12.88 m3/det

Page 86: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

72

Lanjutan

Minggu IV (22 September 2005)

Penampang I

Dimana b = 10, c = 0, d =2,0, e = 2,20 sehingga didapat nilai Fd = 21 m2

Vd = 0.08 m/det

Qd1 = 21 m2 x 0,18 m/det = 3,78 m3/det

Penampang II

Dimana b = 10, c = 2,0, d =2,20, e =2,4 sehingga didapat nilai Fd = 33 m2

Vd = 0.18 m/det

Qd2 = 35.8 m2 x 0.32 m/det = 6.27 m3/det

Penampang III

Dimana b = 10, c = 2,20, d =2.40, e =2,35 sehingga didapat nilai Fd = 34,75 m2

Vd = 0.15 m/det

Qd3 = 36.8 m2 x 0.35 m/det = 6,95 m3/det

Penampang IV

Dimana b = 10, c = 2,40 d =2,35, e =0 sehingga didapat nilai Fd = 23,75 m2

Vd = 0.09 m/det

Qd4 = 36.8 m2 x 0.35 m/det = 4,28 m3/det

Q total Minggu IV = 3.78 + 6.27 + 6.95 + 4.28

= 14.97 m3/det

Debit Sungai Bulan September = Q total Minggu II + Q total Minggu IV

2

= 13.62 m3/det

= 13.62 x 103 dm3/det

Page 87: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

73

Lampiran 4 Perhitungan konsentrasi logam berat Pb, Cd, Cu dan Zn yang masuk

ke laut

Besarnya logam berat yang masuk ke laut dihitung berdasarkan debit sungai dan

konsentrasi logam berat yang di dapatkan di dalam sungai dengan persamaan

berikut :

BP = Q x Ci

Keterangan :

BP : Beban pencemar logam (kg/det)

Q : debit sungai (m3/det)

Ci : konsentrasi logam ke-i (gr/l)

Dimana nilai konsentrasi logam berat Pb, Cd, Cu dan Zn yang di pakai dalam

perhitungan Pb (1,55. 10-6 gr/l), Cd (0,9. 10-6 gr/l), Cu (7,05.10-6 gr/l) dan Zn

(19,65. 10-6 gr/l).Sedangkan debit sungai (Q) sebesar 13,62 m3/det.

Logam Pb = 13.62 x 103 dm3/det x 1,55 x 10-6 gr/l

= 0,021 gr/det

Logam Cd = 13.62 x 103 dm3/det x 0,9 x 10-6 gr/l

= 0,012 gr/det

Logam Cu = 13.62 x 103 dm3/det x 7,05 x 10-6 gr/l

= 0,096 gr/det

Logam Zn = 13.62 x 103 dm3/det x 19,65 x 10-6 gr/

= 0,268 gr/det

Page 88: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

74

Lampiran 5 Hubungan antara bahan organik total dalam sedimen dengan

kandungan logam berat dalam sedimen

Logam Pb

y = 0,2074x - 0,1982R2 = 0,8735

0

2

4

6

8

10

12

14

16

0 20 40 60 80

Bahan Organik (%)

Pb

dal

am S

edim

en (

pp

m)

Logam Cd

y = 0,0025x - 0,0715R2 = 0,8597

0

0,020,04

0,06

0,08

0,10,12

0,14

0 20 40 60 80

Bahan Organik (%)

Cd

dal

am S

edim

en (

pp

m)

Logam Cu

y = 0,5393x + 17,1R2 = 0,8984

0

10

20

30

40

50

60

0 20 40 60 80

Bahan Organik (%)

Cu

dal

am S

edim

en (

pp

m)

Page 89: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

75

Lanjutan Logam Zn

y = -0,3062x + 145,05R2 = 0,0292

0

50

100

150

200

0 20 40 60 80

Bahan Organik (%)

Zn

dal

am S

edim

en (

pp

m)

Page 90: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

76

Lampiran 6 Analisa logam berat terlarut dalam air laut, dalam seston dan dalam

sedimen (Hutagalung, 1997)

Penentuan Pb Cd, Cu dan Zn terlarut dalam air laut :

1. Diambil sampel air laut sebanyak 250 ml (contoh air laut telah di saring

dengan kertas saring (ukuran pori 0,45 µm))

2. pH contoh disesuaikan menjadi ± 3

3. Sampel ditambahkan larutan APDC (2%) sebanyak 5 ml, lalu dikocok

selama 10 menit.

4. Kemudian di tambah 10 ml MIBK

5. Sampel dikocok lagi dan dibiarkan sampai terbentuk 2 fase

6. Fase an organik (lapisan bawah) di buang dan diambil fasa organiknya

(lapisan atas)

7. Fasa organik ini di tambahkan HNO3 sebanyak 1 ml dan dikocok kembali

8. Kemudian di tambah 9 ml aquabidest dan dikocok

9. Sampel dibiarkan sampai terbentuk dua fasa.

10. Diambil fasa an organiknya (lapisan bawah) dan siap diukur dengan AAS

Analisis logam berat dalam sedimen

1. Sampel sedimen dimasukkan dalam beker teflon atau plastik.

2. Dikeringkan dalam oven pad a suhu 1050C selama 24 jam.

3. Didinginkan dalam desikator.

4. Diambil 10 – 20 gr, dimasukkan ke dalam tabung sentrifuse dan ditambah

500 ml air suling bebas ion dan diaduk. Disentrifuse selama 30 menit

dengan kecepatan 2000 rpm.

5. Fase air dibuang dan dikeringkan kembali dalam oven dengan suhu 1050C

selama 24 jam.

6. Diambil 1 gr dan dimasukkan dalam teflon Bomb.

7. Ditambah aqua regia sebanyak 5 ml dan secara perlahan -lahan ditambah 6

ml HF.

8. Dipanaskan pada suhu 130 0C sampai semua sedimen larut dan larutan

hampir kering.

9. Didinginkan pada suhu ruang.

Page 91: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

77

Lanjutan

10. Ditambahkan 1 ml HNO3 pekat dan diaduk pelan-pelan dan ditambah 9 ml

air suling bebas ion.

11. Diukur dengan AAS menggunakan nyala udara asetilen.

Kadar logam berat dalam sedimen dihitung dengan persamaan :

Kadar, ppm (mg/kg) = c

axb

Keterangan :

a = Kadar hasil pengukuran dengan AAS

b = Volume akhir larutan contoh (10 ml)

c = Berat contoh sedimen (1 gr)

Analisis logam berat dalam seston

1. Contoh seston (bersama kertas saring) dikeringkan dalam oven pada suhu

1050C selama 24 jam.

2. Didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang beratnya

3. Dimasukkan dalam “teflon bomb” dengan menggunakan pinset teflon

4. Ditambah aqua regia sebanyak 1 ml dan secara perlahan -lahan ditambah 1

ml HF.

5. Dipanaskan melalui penangas air pada suhu 90 – 1000C dan didinginkan

6. Larutan contoh dimasukkan dalam labu ukur polietilen (25 ml) yang telah

berisi campuran 5 ml asam borat dan 5 ml air suling bebas ion. Air

pembilas digabung dengan larutan contoh.

7. Diencerkan sampai batas tera dengan air suling bebas ion.

8. Diukur dengan AAS menggunakan nyala udara asetilen.

Kadar logam berat dalam seston dihitung dengan persamaan :

Kadar, ppm (µg/g) = dc

axb−

Keterangan :

a = Kadar hasil pengukuran dengan AAS

b = Volume akhir larutan contoh (25 ml)

c = Berat kertas saring dengan seston (gr)

d = Berat kertas saring tanpa seston (gr)

Page 92: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

78

Lampiran 7 Analisa oksigen terlarut (titrasi Winkler)

1. Isi penuh botol BOD ukuran 100 ml dengan air contoh

2. Tambahkan 1 ml MnCL2 dan tutuplah botol BOD dan ratakan campuran

dengan membalikkan botol berulang-ulang

3. Tambahkan 1 ml Naoh?KI, kemudian tutuplah botol dan ratakan campuran

dengan membalikkan botol berulang-ulang.

4. Tambahakan 1 ml H2SO4 dan ratakan campuran dengan membalikkan

botol berulang-ulang setelah botol ditutup

5. Ambil 50 ml air dari botol dan tuangkan dalam erlemeyer ukuran 100 ml

6. Titrasi dengan Na2S2O3 sampai terjadi perubahan warna kuning menjadi

kuning pucat , lalu tambahkan satu tetes amilum dan teruskan titrasi

sampai terjadi perubahan warna biru menjadi tidak berwRN (catat volume

total Na2S2O3 sebelum dan sesudah titrasi)

7. Hitung konsentrasi oksigen dengan rumus :

Kadar O2 (mg/l) = vxVxNx 10008

Dimana :

V= volume Na2S2O3 (ml);

N= konsentrasi Na2S2O3 (0.025N)

v = volume sampel yang dititrasi

Page 93: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

79

Lampiran 8 Analisa material organik dalam sedimen (metode pengabuan) dan analisa kandungan bahan organik total (TOM), metoda titrasi

Material organik dalam sedimen

Sampel sedimen sebanyak 10 gram di anginkan dengan cawan arloji

selama 24 jam setelah itu dipanaskan selama ± 1 hari sampai suhu 800 C untuk

mengetahui kadar air. Emudian dipanaskan lagi pada suhu 600 0C di dalam tanur

sampai mencapai berat konstan dan diperoleh kadar bahan organik.

Analisa kandungan bahan organik total (TOM), metoda titrasi

1. Diambil contoh air sebanyak 50 ml dan dimasukkan dalam erlemeyer.

2. Ditambah 9,5 ml KMNO 4 dan 10 ml H2SO4

3. Dopanaskan sampai suhu 70 –80 0C, dan ditambah Natrium Oksalat 0,01

dengan pelan-pelan sampai tak berwarna

4. Dititrasi dengan KMNO4 0,01 sampai terjadi perubahan warna (merah

jambu) dan dicatat volume titran yang dipakai (X ml)

5. Diambil 50 ml aquades dan dilakukan prosedur 1 – 6 dan catat titran yang

dipakai (Y ml).

6. Kandungan TOM dihitung dengan persamaan :

TOM (mg/l) = rmlcontohai

xxxYX 100001.06.31)_(

Dimana : 31,6 = seperlima dari BM KMNO4 karena tiap mol KMNO 4

melepaskan oksigen dalam reaksi ini

0,01 = Normalitas KMNO4

Page 94: KONSENTRASI LOGAM BERAT Pb, Cd, Cu, Zn dan POLA

80

Lampiran 9. Nilai salinitas pada saat pasang dan surut.

Nilai salinitas (0/00) pada kedalaman 0, 30, 60 dan 90 cm pada saat pasang

Kedalaman Stasiun 0 cm 30 cm 60 cm 90 cm St.1 0 2 5 10 St.2 10 17 25 30 St.3 14 26 30 30 St.4 26 30 30 St.5 28 30 30 St.6 28 30 30 30 St.7 31 31 31 31

Nilai salinitas (0/00) pada kedalaman 0, 30, 60 dan 90 cm pada saat surut

Kedalaman Stasiun 0 cm 30 cm 60 cm 90 cm St.1 0 0 0 0 St.2 5 5 15 20 St.3 10 10 20 25 St.4 15 20 25 St.5 20 25 30 St.6 28 30 30 30 St.7 31 31 31 31