kepentingan jerman dalam kerjasama weimar...
TRANSCRIPT
KEPENTINGAN JERMAN DALAM KERJASAMA
WEIMAR TRIANGLE TERKAIT ENERGI
TERBARUKAN PERIODE 2012-2015
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S. Sos)
Oleh:
Akbar Averroes Sabil
1112113000056
PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018
l\
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Skripsi yang be{udul:
KEPENTINGAN JERMAN DALAM KERJSAMA WEIMAR TRIANGLETERKAIT ENERGI TERBARUKAN PERIODE 2OI2.2OI5
1. Merupakan karya sah yang diajukan untuk memenuhi salah satupersyaratan memperoleh gelar Strata I di Universitas Islam Negeri (UfN)Syarif Hidayatullah J akarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas IslamNegeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemeudian hari terbukti jika karya saya ini bukan asli saya ataumerupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersediamenerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) SyarifHidayatullah Jakarta.
Jakarta26 Jantai20lS
t
il
L
r>
I
PERSETUJUAIi PEMBIMBING SKRIPSI
Dengan ini Pembimbing Skripsi me,nyatakan bahwa mahasiswa:
Nama
NIM
Program Studi
: Akbar Averroes Sabil
:1112113000056
: Hubungan lnternasional
Telah menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul:
KEPENTINGAN JERMAN DALA}T KER.'ASAMA WEIMAR TRIANGLETERKAIT ENERGI TERBARUKAI\I PERIODE 2OI2.2OIS
dan telah mernenuhi persyaratan untuk diuji.
Jakarta, 26 J anuari 2018
Mengetahui, Menyetujui,
PernbimbingI
,Z
1il
Hasibuan, MM
n
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
SKRIPSI
KEPENTINGAN JERMAN DALAM KERJASAMA WEIMAR TRTANGLE TERKAITENERGI TERBARUKAN PERIODE 2012-2015
oleh
Akbar Averroes Sabil
1112113000056
Telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu PolitikUniversitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 8Ju1i2018. Skripsi ini telahditerima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada ProgramStudi Ilmu Hubungan Internasional.
Sekretaris
Ahmad Fajri, MA
ii r,
Ahmad Fajri, MA Galuh Mustikawati, MHSPS
dinyatakan memenuhi syarat kelulusan pada tanggal 8 Juli 2018.Studi
Ahmad l Fajri, MA
IV
ushoffa, MHSPS
Penguji II,
Diteri
ABSTRAK
Skripsi ini akan membahas dan menganalisa kepentingan Jerman dalam
kerjasama energi Weimar Triangle. Dalam kerjasama ini menghendaki adanya
suatu penanganan energi bersama terkait energi terbarukan. Masalah energi
sendiri memiliki berbagai permasalahan, terutama dalam kebijakannya setiap
negara. Kesenjangan antara Jerman sebagai negara dengan penanganan energi
yang lebih maju daripada Perancis dan Polandia menjadi permasalahan dalam
kerjasama ini. Kondisi yang tidak siap dari kedua negara tersebut membuat
Jerman harus memikirkan langkahnya dalam kerjasama ini. Meskipun demikian,
kerjasama ini harus terus berjalan untuk sebuah kesuksesan terutama dalam
kerjasama energi. Dalam skripsi ini Green theory dan turunannya menjadi teori
yang digunakan untuk melihat aspek kepentingan lingkungan Jerman dalam
kerjasama ini. Konsep kepentingan nasional penunjang untuk menganalisa apa
saja kepentingan Jerman yang menjadi perhatian dalam kerjasama ini. Konsep
keamanan energi digunakan untuk menekankan aspek energi yang menjadi
kepentingan Jerman dalam kerjasama ini.
Hasil temuan dalam skripsi ini terkait kepentingan Jerman ada beberapa
hal yang berkaitan dengan kepentingan lingkungan yaitu berkaitan dengan
bagaimana lingkungan menjadi ide yang diusung Jerman dalam kerjasama ini.
Selain itu kepentingan ekonomi menjadi salah satu kepentingan yang mengiringi
kepentingan lingkungan dimana motif ekonomi dalam kerjasama tersebut ada
pada investasi dan pendanaaan terkat energi terbarukan. Dalam kepentingan
nasional Jerman juga berkaitan dengan kepentingan tata internasional yang mana
hal tersebut berkaitan dengan bagimana sistem eropa yang juga memiliki
penanganan terkait energi terbarukan. Sedangkan kepentingan keamanan energi
menjadi kepentingan Jerman yang membuat Jerman benar-benar tetap
bekerjasama dalam kerangka kerjasama Weimar Triangle. Keamanan energi ini
berkaitan dengan ketersediaan
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil‘alamiin, puji skyukur kehadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul ‘Kepentingan Jerman dalam Kerjasama Weimar Triangle
Terkait Energi Terbarukan.’ Sholawat dan salam tidak lupa penulis curahkan
kepada Nabi Muhammad saw beserta keluarganya, sahabatnya, serta para
pengikutnya hingga akhir zaman. Skripsi ini merupakan bentuk usaha, percepatan,
semangat, konsistensi, yang memiliki banyak makna. Tentunya, penulis mendapat
dukungan, motivasi, dan bantuan dari berbagai pihak sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan. Dengan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Orang tua tercinta Bapak Muchamad Zaenuri dan Ibu Eko Sayektningsih
serta adik Amira Zahra Yasmin dan Nisrina Delaila Khairunisa yang telah
mendoakan dan memberikan dukungan selalu bagi penulis.
2. Bapak Febri Dirgantara Hasibuan, MM. selaku Dosen Pembimbing penulis,
terimakasih atas waktu, arahan, nasihat, saran dan kritik positif, pemandu
percepatan, serta kesabarannya untuk membimbing penulis.
3. Dosen-dosen jurusan Hubungan Internasional HI UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Terimakasih atas ilmu dan pengalaman berharga yang diberikan
selama masa perkuliahan.
4. Teman-teman kuliah yang telah memberikan dukungan dan doanya terlebih
bagi Oktaviani Nur Asruni yang telah memberikan doa dan dukungan yang
lebih kepada penulis.
5. Teman-teman SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta yang telah memberikan
dukungan dan doanya.
6. Teman-teman KKN Allegro yang telah bekerjasama dengan baik sehingga
mendapatkan hasil yang memuaskan.
vii
Penulis berharap segala dukungan dan bantuan ini mendapatkan balasan
dari Allah SWT. Terakhir, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki
banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat
penulis harapkan untuk perbaikan di masa mendatang. Semoga skripsi ini dapat
bermanfaat dan menambah wawasan bagi setiap pembacanya, serta dapat
bermanfaat perkembangan studi Hubungan Internasional.
Jakarta, 31 Januari 2018
Akbar Averroes Sabil
ii
DAFTAR ISI
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ........................................................ ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ..................................................... iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI .................................................... iv
ABSTRAK ............................................................................................................ v
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi
DAFTAR ISI ......................................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xi
DAFTAR GRAFIK DAN DIAGRAM ............................................................... xii
DAFTAR SINGKATAN ...................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................ ......... 1
A. Pernyataan Masalah........................................................................ ........... 1
B. Pertanyaan Penelitian..................................................................... ............ 6
C. Tujuan Penelitian ....................................................................... ............... 7
D. Studi Pustaka............................................................................. ................. 7
E. Kerangka Teori........................................................................................... 8
E.1. Green Theory........................................................................... ........... 8
E.2. Konsep National Interest......................................................... ........... 13
E.3. Konsep Keamanan Energi...................................................... ............ 15
F. Metodologi Penelitian....................................................................... ........ 18
F.1. Lingkup Penelitian................................................................... ........... 18
F.2. Metode dan Sumber Data........................................................ ............ 18
G. Sistimatika Penulisan........................................................................ ......... 19
iii
BAB II PERKEMBANGAN ENERGI TERBARUKAN JERMAN
PERANCIS POLANDIA................................................................. .................... 20
A. Perkembangan Pengelolaan Energi Jerman................................. ........ 20
A.1. Kebijakan Jerman Terkait Energi Terbarukan................. .................. 20
A.2. Permasalahan Penanganan Energi Jerman ......................................... 25
B. Perkembangan Pengelolaan Energi Perancis ......................................... 25
B.1. Kebijakan Perancis Terkait Energi Terbarukan................. ................ 25
B.2. Permasalahan Penanganan Energi Perancis....................................... 26
C. Perkembangan Pengelolaan Energi Polandia............................... ........ 29
C.1. Kebijakan Energi Polandia Terkait Energi Terbarukan ..................... 29
C.2. Permasalahan Penanganan Energi Polandia ....................................... 31
BAB III KERJASAMA WEIMAR TRIANGLE........................ ...................... 34
A. Sejarah Kerjasama Weimar Triangle .................................................... 34
B. Tujuan Kerjasama Weimar Triangle Terkait Energi
Terbarukan ............................................................................................... 38
BAB IV ANALISIS KEPENTINGAN JERMAN DALAM
KERJASAMA WEIMAR TRIANGLE TERKAIT ENERGI
TERBARUKAN..................................................................................... .............. 48
A. Kepentingan Lingkungan..................... ................................................... 48
B. Kepentingan Ekonomi............................... .............................................. 53
C. Kepentingan Tata Internasional...... ....................................................... 56
D. Kepentingan Keamanan Energi....... ...................................................... 58
BAB V KESIMPULAN ....................................................................................... 63
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... xvi
iv
LAMPIRAN .......................................................................................................... xvii
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar II.A.1 : Fase Keluar Nuklir Jerman ............................................. 31
xii
DAFTAR GRAFIK DAN DIAGRAM
Grafik I.A.1 : Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Angin Eropa ............. 4
xiii
DAFTAR SINGKATAN
AS Amerika Serikat
CDU Christian Democratic Union
UE Uni Eropa
UNFCCC United Nations Framework Convention on Climate Change
LSM Lembaga Swadaya Masyarakat
PBB Perserikatan Bangsa Bangsa
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah
Energi merupakan salah satu kekuatan pendorong utama yang dibutuhkan
untuk pembangunan berkelanjutan.1 Penyediaan layanan energi, dari sisi
penawaran hingga transmisi / distribusi dan penggunaan, harus mencakup
manajemen, dan pengelolaan yang baik memerlukan alat. Perencanaan energi
adalah alat untuk mengelola sistem energi masyarakat melalui penilaian dan
penyeimbangan penawaran dan permintaan.2
Dalam beberapa tahun terakhir, implementasi kebijakan energi dan iklim
telah menjadi pusat kebijakan energi Uni Eropa, walaupun belum cukup
terkoordinasi dengan aspek penting lainnya seperti pasar bersama, daya saing
harga, keamanan dan diversifikasi persediaan. Dengan demikian, UE saat ini
sangat bergantung pada impor bahan bakar fosil, termasuk menanamkan impor
batubara, sehingga mendesak untuk merumuskan strategi energi komprehensif
yang mencakup aspek-aspek yang disebutkan di atas. 3
Salah satu konsekuensi terpenting dari paket energi iklim adalah
perkembangan yang dinamis dari sumber energi terbarukan, yang didukung oleh
subsidi tinggi. Namun, ini tidak harus diterjemahkan ke dalam mendukung
1 Fahrad D. Rad, Doctoral Disertation, “On Sustainability in Local Planning”, (Lund,: Lund
University, 2011), hal. I 2 Ibid., Fahrad D. Rad, Doctoral Disertation, “On Sustainability in Local Planning” 3 Agnieszka Łada dkk, “The Energi Union:
Views From France, Germany, Poland and The United Kingdom, Instytut Spraw Publicznych”,
Warszawa 2015 hal. 12
2
teknologi yang paling hemat biaya. Selain itu, biaya untuk membiayai investasi
dan subsidi baru telah menyebabkan kenaikan harga energi untuk konsumen. Oleh
karena itu, menekan kekurangan energi dan meningkatkan tagihan energi
memiliki tantangan lain.4
Hal yang terkait dengan arus dan pasokan energi tersebut menjadi hal yang
esensial sekaligus krusial mengingat lingkungan alam adalah konteks bahwa
setiap manusia bergantung pada keberadaannya.5 Sistem ekologi di bumi
memberikan sumber daya kehidupan baik makanan, energi, bahan baku, dan lain-
lain dan sistem daur ulang alami untuk menyerap bahan sisa.
Dimensi ekologis keberlanjutan berfokus pada proses biologi alami, dan
kesehatan dan fungsi ekosistem, serta produktivitas berkelanjutan dengan dampak
lingkungan minimal.6
Langkah untuk menuju integrasi Eropa diambil ketika beberapa negara di
Eropa Barat berkumpul untuk bekerja sama di pasar bahan baku yang digunakan
dalam industri berat.7 Pilar ini membentuk dasar untuk tahap selanjutnya. Saat ini,
kebijakan energi merupakan kebijakan yang berkaitan dengan integrasi area yang
mana area tersebut merupakan area yang signifikan.8 Namun, sulit untuk
4 Agnieszka Łada dkk, “The Energi Union:
Views From France, Germany, Poland and The United Kingdom, Instytut Spraw Publicznych”,
Warszawa 2015 hal. 13 5 Fahrad D. Rad, Doctoral Disertation, “On Sustainability in Local Planning”, (Lund,: Lund
University, 2011), hal. 5 6 Fahrad D. Rad, Doctoral Disertation, “On Sustainability in Local Planning”, (Lund,: Lund
University, 2011), hal. 35 7 Agnieszka Łada dkk, “The Energi Union:
Views From France, Germany, Poland and The United Kingdom”, Instytut Spraw Publicznych,
Warszawa 2015 hal. 14 8 Agnieszka Łada dkk, The Energi Union:
Views From France, Germany, Poland and The United Kingdom, Instytut Spraw Publicznych,
Warszawa 2015 hal. 15
3
menemukan visi terpadu - di antara 28 negara anggota Uni Eropa - untuk
pengembangan kebijakan energi masa depan. Proposal yang berurutan telah
dimodifikasi berkali-kali, dan strategi yang dikembangkan belum sepenuhnya
dilaksanakan.
Kepentingan nasional di daerah yang sensitif ini sangat dilindungi dan
diperdebatkan dengan hangat di negara-negara anggota. Selain itu, motif dan
arahan kebijakan negara-negara tertentu berbeda, dan pengembangan sumber
energi juga bervariasi. Konsep Serikat Energi pernah dipresentasikan pada musim
semi tahun 2014 oleh perdana menteri Polandia, Donald Tusk, dan disambut
dengan beragam tanggpan.9
Pengadopsian ide tersebut oleh Komisi Eropa yang baru sebagai salah satu
tema utama untuk tahun-tahun depan adalah indikasi bahwa proyek ini sekaligus
akan menjadi area penting, di mana akan terdapat banyak negosiasi.
Menurut mantan Presiden Parlemen Eropa, Jerzy Buzek, keputusan politik
yang unilateral dan tidak mempertimbangkan ketergantungan bersama pada
negara-negara tetangga, dan juga antar negara tidak saling berkonsultasi,
terkadang mengarahkan setiap negara pada investasi yang tidak perlu dan mahal
bagi Eropa dan dapat mengacaukan seluruh pasar energi Eropa.10 Hal ini menjadi
pertimbangan yang serius mengingat antar negara di Uni Eropa terutama Jerman,
9 Fahrad D. Rad, Doctoral Disertation, “On Sustainability in Local Planning”, (Lund,: Lund
University, 2011), hal 4 10 Rzeczypospolita, Czas na Europejską Wspólnotę Energetyczną, 22.5.2013 http://www.rp.pl/
artykul/1011974.html?p=2 dalam Agnieszka Łada dkk, The Energi Union:
Views From France, Germany, Poland and The United Kingdom, Instytut Spraw Publicznych,
Warszawa 2015
4
Perancis dan Polandia memiliki sejarah panjang terkait kerjasamanya di bidang
energi.
Skripsi ini akan membahas bagaimana Jerman, Perancis, dan Polandia
bekerjasama dalam mengatur dan mengelolai energi. Ada dua perspektif
kerjasama yang penting bagi Jerman dalam pengelolaan energi. Pertama,
perspektif Uni Eropa. Sebagai lembaga supranasional Uni Eropa telah menggagas
adanya kerjasama energi yang bertujuan untuk energi yang berkelanjutan.
Perspektif kedua adalah kerjasama blok Weimar Triangle. Meskipun kedua
perspektif ini berbeda namun keduanya merupakan perspektif yang selaras terkat
dengan nlai-nilai pengelolaan energi. Kedua perspektif ini berbeda pada tata cara
dan implementasinya. Perspektif ini yang akan diteliti lebih lanjut dalam BAB
berikutnya.
Pada skripsi ini mencoba lebih mengelaborasi pada kepentingan Jerman
yang terdapat dalam kerjasama Weimar Triangle. Kepentingan Jerman ini menjadi
signifikan dan menjadi obyek penelitian pada skripsi ini karena kepentingan
Jerman dapat menjadi pengatur arah kerjasama ini. Hal tersebut menjadi bagian
terpenting mengingat arah sebuah kerjasama haruslah menjadi arah yang
mutualisme. Sifat mutualisme ini harus dimiliki oleh kerjasama ini mengingat
kerjasama ini mengedepankan aspek energi bagi ketiga negara.
Artinya ada suatu kesepakatan bersama yang harus dicapai sehingga ketiga
negara mampu berjalan beriringan dan mampu mewujudkan visi misi bersama
dalam kerjasama tersebut.
5
Sebagai negara pusat industri Jerman memiliki peran yang lebih terhadap
kerjasama energi tersebut. Kerjasama energi ini akan membawa Jerman pada
tantangan yang lebih besar yaitu membuat industri menjadi maju tanpa
mengesampingkan aspek lingkungan. Jerman sendiri sudah mampu mengarahkan
hampir seluruh industrinya untuk menggunakan pengelolaan yang baik bagi
lingkungan. Terlebih dalam industri energi, Jerman menjadikan energi matahari
sebagai suplai listrik keseluruhan. Disini terasa dampak yang diberikan dengan
menggunakan energi matahari. Data menyebutkan bahwa biaya produksi seluruh
industri turun 10%.11 Artinya Jerman berhasil membuat perubahan tersebut untuk
mendukung pasar dan juga lingkungan.
Disini akan terlihat perbedaan dengan Polandia. Industri Polandia yang
masih menggantungkan pada batu bara dan nuklir sama sekali tidak mendukung
untuk pelestarian lingkungan. Bila dibandingkan memang Polandia lebih
tertinggal daripada Jerman, dan Polandia menggunakan pola pembangunan
industri seperti apa yang telah Jerman bangun pasca perang dingin. Gap tersebut
akan menjadi permasalahan tersendiri bagi kelangsungan kerjasama energi
Weimar Triangle ini.
Berbeda dengan Perancis, cenderung mengarah pada bentuk energi yang
memiliki masa yang lebih lama. Dalam hal ini Perancis melakukan kombinasi
antara tenaga air, udara, dan nuklir.12 Hampir sama seperti Polandia, Perancis
belum menggunakan energi yang sepenuhnya terbarukan akan tetapi sejauh ini
11 Sami Andoura, et. Al, dalam “ From The European Energi Comunity to The Energi Union A
Policy Proposal For The Short and Long Term”, Jaques Delors Institute, 34-36. 12 Sami Andoura, :Energi Cooperation under Aegis”,10.
6
Perancis berusaha mengurangi emisi karbon. Cara Perancis mengurangi emisi
karbon patut diapresiasi. Perancis berhasil menjadi negara dengan emisi karbon
terendah diantara negara-negara Weimar Triangle.13
Dari perbedaan latar belakang tersebut maka perlu adanya usaha dalam
menyatukan demi sebuah pengelolaan energi yang baik. Disini Jerman sebagai
negara dengan industri terbesar diantara negara-negara Weimar Triangle memiliki
peran besar dalam pengelolaan energi ini. Mengingat tujuan dari kerjasama energi
Weimar Triangle ini adalah kerjasama yang bertujuan untuk menciptakan suatu
kebijakan tunggal atas pengelolaan energi. Dengan harapan bahwa setelah
kerjasama Weimar Triangle sukses akan menjadi contoh dan diteruskan ke
jenjang yang lebih tinggi di tingkat Uni Eropa. Dari kedua perspektif kerjasama
tersebut, pola kerjasama yang ditawarkan Uni Eropa lebih holistik dan untuk
keberlangsungan energi Eropa secara menyeluruh. Namun dalam skripsi ini
penulis membatasi lingkup kerjasama pada kerjasama blok Weimar Triangle yang
terdiri dari Perancis, Jerman, dan Polandia.
B. Pertanyaan Penelitian
Adanya kerjasama tersebut dan permasalahan kepentingan yang ada pada
kerjasama tersebut maka pertanyaan penelitian yang akan dibahas adalah:
mengapa Jerman tetap berkomitmen dalam kerjasama Weimar Triangle
dengan Prancis dan Polandia terkait energi terbarukan? 13 Sami Andoura, :Energi Cooperation under Aegis”,9.
7
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
1. Mengetahui alasan dan kepentingan Jerman dalam kerjasama Weimar
Triangle terkait energi terbarukan
2. Mengetahui dampak kepentingan Jerman dalam kerjasama Weimar Triangle
terkait energi terbarukan.
Selain itu skripsi ini diharapkan akan menambah wawasan dan pandangan
terkait kerjasama ini yang nantinya juga dapat dimanfaatkan sebagai refrensi
untuk penelitian berikutnya.
D. Studi Pustaka
Sebelumnya penelitian yang dilakukan oleh Bartek Nowak dan kawan-
kawan yang berjudul Poland-Germany: Partnership for Europe menyebutkan
bahwa Jerman dan Polandia bisa jauh lebih untuk berkerjasama dan menjalin
hubungan untuk pertahanan. Menurut mereka dalam penelitian ini menekankan
Weimar Triangle sebagai sebuah alat untuk kerjasama dibidang ekonomi, politik,
dan keamanan. Ia menunjukkan hal tersebut dalam sub BAB yang berjudul
“europanisation of the security policy” dalam sub BAB tersebut dijelaskan bahwa
kerjasama Weimar Triangle dapat dijadikan sebuah alat yang efektif untuk sebuah
pertemuan kebijakan dan kerjasama keamanan. Adapun Bartek menambahkan
bahwa dalam penelitiannya keunggulan ekonomi Jerman terutama dalam
penanganan krisis akan menjadi salah satu hal penting dalam kerjasama Weimar
Triangle ini. Dalam hal energi menurut Bartek, energi menjadi isu minor dari
8
kerjasama ini. Ia cenderung menekankan bahwa kerjasama energi ini menjadi titik
konflik negara-negara Weimar Triangle, terutama bagi Jerman dan Polandia.
Berbeda dengan yang dilakukan oleh Sami Andoura yang berjudul
“Energi Cooperation under Aegis of the Weimar Triangle”, penelitiannya
menunjukkan ada ketidaksepahaman dalam konsep kebijakan energi. Dalam
penelitannya menekankan bahwa secara garis besar setiap negara memiliki
motivasi ekonomi dalam kebijakan energinya. Motifasi ekonomi tersebut menjadi
motivasi utama dalam kerjasama energi ini. Sehingga kerjasama yang terbangun
akan mengarah kepada efisiensi dan efektifitas ekonomi. Hal tersebut ditunjukkan
dalam bentuk kerjasama energinya, yang ditekankan adalah bagaimana kerjasama
energi ini menjadi kerjasama yang mampu memproduksi energi lintas batas
negara sehingga mampu mencakup seluruh kebutuhan pasar.
Beberapa literatur menyebutkan tentang kerjasama energi Weimar
Triangle ini sebagai sebuah kerjasama energi untuk ekonomi. Hubungannya
dalam hal energi adalah energi menjadi suatu media untuk dijadikan komoditas
ekonomi yang diperhitungkan. Meskipun begitu kerjasama ini tetap dalam payung
tujuan yang sama yaitu untuk keberlanjutan dan kelestarian lingkungan. Dalam
skripsi ini penulis mencoba menganalisis kepentingan Jerman dalam kerjasama
energi yang ada. Pada skripsi ini akan membahas lebih lanjut terkait kepentingan
Jerman yang secara khusus tidak dibahas dalam penelitian sebelumnya. Skripsi ini
juga akan memberikan titik berat pada peran Jerman yang lebih dalam kerjasama
ini.
9
E. Kerangka Teori
E.1. Green Theory
Pada penelitian ini penulis menggunakan Green Theory untuk menganalisa
terkait kepentingan lingkungan. Dimana terdapat Green Politic juga di dalamnya
yang memiliki sejarah panjang perdebatan. Perdebatan tersebut ada pada
bagaimana teori ini memandang suatu struktur permasalahan. Terdapat politik
hijau dan environmentalisme, bagi kaum environmentalisme suatu struktur
masyarakat baik struktur sosial, politik, ekonomi adalah suatu keadaan yang bisa
diterima, mereka memandang bahwa permasalahan lingkungan harus diselesaikan
dalam struktur tersebut. Bagi politik hijau struktur tersebut merupakan sumber
utama permasalahan lingkungan.14
Terlepas dari perdebatan tersebut penulis ingin menekankan pada beberapa
perspektif dasar mengenai politik hijau yang penting untuk kelanjutan penelitian
ini. Pertama, ekosentrisme yaitu pandangan bahwa suatu kasus dipandang sebagai
suatu bentuk kepentingan manusia dan kepentingan lingkungan.15 Artinya dalam
hal ini lingkungan menjadi hal yang cukup dipertimbangkan. Perspektif ini juga
menghendaki adanya desentralisasi kekuasaan oleh negara tetapi juga
mensentralisasi kekuasaan ke tingkat regional. Ini yang menjadi menarik di
14 Scot Burchill dan Andrew Linklater, “Theories of International Relations”, (Bandung: Nusa
Media 2009),337. 15 Burchill dan Linklater, “Theories of International Relations”, 339.
10
perspektif ini, dimana terdapat sentralisasi dan desentralisasi kekuasaan untuk
penanganan lingkungan.16
Hal tersebut berkaitan dengan salah satu semboyan politik hijau yaitu
think globally, act locally.17 Berangkat dari semboyan tersebut maka dapat
menemukan sebuah pisau analisa yang mengarah pada pola perilaku aktor dan ide
gagasan aktor yang terlibat dalam kasus ini.
Terdapat dua konsep dasar pada Green Theory yaitu, Thinking Green atau
environmentalism dan Green Thought. Menurut Thingking green seperti yang
disebutkan sebelumnya dunia menghadapi permasalahan lingkungan hidup yang
serius. Pemanasan global dan eksploitasi lingkungan menjadi perhatian serius bagi
penganut Thinking Green
Thinking green menghendaki bahwa masalah lingkungan yang ada dapat
dimasukan atau dipadukan dengan teori lainnya.18 Berbeda dengan Green Thought
yang cenderung lebih berfokus pada penyelesaian masalah lingkungan dan
memberikan gambaran mengenai penyelesaian yang ada.19 Green Thought dapat
dipadukan dengan Thinking Green di beberapa kasus, dikarenakan fokus Green
Thought pada pemecahan masalah lingkungan membuat Green Thought harus
memiliki kerangka pemikiran yang lebih luas agar mendapatkan solusi yang lebih
komprehensif.
16 Robyn Eckersley dalam karya Tim Dunne, Milja Kurki & Steve Smith (eds.), International
Relations Theories :Green Theory, (Oxford: Oxford University Press), 247. 17 Eckersley, “International Relations Theories :Green Theory”,345. 18 Eckersley, “International Relations Theories :Green Theory”,247. 19Eckersley, International Relations Theories: Green Theory, 249.
11
Krisis yang ada saat ini erat kaitannya dengan hubungan manusia dan
lingkungan.20 Hal tersebut menjadi dasar awal bagi Green Thought untuk
menjelaskan fenomena selanjutnya. Perubahan secara mendasar yaitu pada sistem
adalah hal yang dikehendaki oleh Green Thought.21 Sistem tersebut mencakup
hubungan secara horizontal maupun vertikal. Artinya secara horizontal Green
Thought menghendaki manusia secara sosial kemasyarakatan mengubah sistem
sosial yang merusak lingkungan menjadi lebih baik kepada lingkungan.
Sedangkan secara vertikal yaitu sistem ketatanegaraan dan para elite harus
menjadikan lingkungan sebagai poros utama kebijakan yang akan dirancang.
Untuk menganalisa kasus ini terdapat asumsi dasar yang penting untuk
diterapkan:
1. Penolakan/penambahan ulang terhadap pandangan-pandangan
antroposentris. Yaitu penolakan tentang cara pandang lingkungan dari
sudut pandang manusia. Artinya kebijakan yang diambil harus diambil
dari kebutuhan lingkungan dan mengesampingkan sekaligus
menyelaraskan kebutuhan manusia kepada lingkungan.
2. Suatu penolakan terhadap strategi-strategi pembangunan yang terlalu
mendorong pertumbuhan ekonomi hingga jauh di atas kualitas kehidupan;
3. Keyakinan bahwa campur tangan manusia dalam hukum alam saat ini
sedang mengancam keberlangsungan hidup umat manusia dan spesies
lainnya.
20Eckersley, International Relations Theories: Green Theory, 256. 21Eckersley, International Relations Theories: Green Theory, 265.
12
4. Sebuah desakan atas perlunya perubahan mendasar dalam struktur sosial,
ekonomi dan teknologi dalam sistem ideologi nilai.
5. Suatu pemisahan antara kebutuhan-kebutuhan vital dan non-vital.
6. Suatu etika yang berdasarkan teori tentang nilai yang peduli pada
lingkungan yang menempatkan nilai intrinsik dalam kehidupan non
manusia.
7. Sebuah komitmen aktif terhadap penerapan perubahan yang diperlukan
untuk mencapai masa depan yang hijau yang mencakup promosi gaya-
gaya alternatif, nilai-nilai dan suatu desentralisasi kekuasaan.22
Sesdangkan Green politics menurut Tim Harward pemikiran politik hijau
(green political theory) berdasarkan pada sebuah kenyataan bahwa manusia
merupakan bagian dari alam, sehingga secara politik terdapat suatu implikasi yang
saling berkaitan. Pandangannya terhadap manusia dengan lingkungan terletak
pada bentuk natural beings atau lebih dikenal dengan political animal, bukan
hanya sebagai makhluk sosial.23
Selain itu perlu untuk membedakan antara green politics dan
environmentalism. Mattew Person, beranggapan bahwa environmentalism
mencoba memperbaiki masalah lingkungan dengan struktur yang sudah ada.
Gerakan ini menerima kerangka kerja yang telah ada sebelumnya dalam realitas
22Andrew Linklater dalam Karya Scott Burchill, Teori-teori Hubungan Internasional; Theories of
International Relation, (Bandung: Nusamedia, 1996), 365.ge 23 Apriwan, “Teori Hijau: Alternatif dalam Perkembangan Hubungan Internasional” Multiversa
Journal of International Studies Vol.2. No.1, Februari 2011 [Journal online]; tersedia di
http://repository.unand.ac.id/17653/1/Vol.02_No.01_2011_(Apriwan).pdf ; internet; diunduh pada
23 Oktober 2015 : 41
13
politik, sosial, ekonomi serta struktur normatif yang sudah ada. Berbeda dengan
green politics yang menganggap bahwa struktur-struktur yang sudah ada tersebut
justru menjadi dasar dari kerusakan lingkungan. Sebab itu, politik hijau
berpendapat bahwa struktur ekonomi, sosial dan politik memerlukan perubahan
agar kerusakan lingkungan dapat teratasi.24
John Barry menjelaskan beberapa prinsip penting green politics yaitu25:
1. Sebuah teori distribusi (intergenerational) keadilan,
2. Sebuah komitmen terhadap proses demokratisasi, dan
3. Usaha untuk mencapai keberlangsungan ekologi.
Dari pemaparan definisi di atas, green politics atau politik hijau sejalan
dengan apa yang telah dibahas sebelumnya mengenai green thought yang
menuntut adanya perubahan secara fundamental dari sistem sosial, politik, dan
ekonomi.
Kerangka teori ini relevan dengan penelitian karena disini akan dianalisa
bagaimana Jerman sebagai salah satu aktor penting dalam kerjasama ini
mengupayakan keberhasilan kerjasama ini dalam perspektif politik hijau,
mengingat kerjasama energi ini adalah kerjasama yang bertujuan untuk
keberlanjutan lingkungan.
E.2. Konsep Kepentingan Nasional
Dalam perspektif ini juga menggunakan keunggulan komparatif yang
mana juga dihitung secara rasional. Artinya aktor negara akan menghitung cost
24 Mattew Person, Green Political dalam Scott Burchil & Andrew Linklater (ed), International
Relation Theory, (New York: St. Martin’s Press.Inc, 1996), 252. 25 Apriawan, “Teori Hijau”, 45.
14
and benefit atas kebijakan yang akan diambil.26 Dalam kerjasama ini kepentingan
nasional menjadi hal yang tidak bisa dipisahkan. Kerangka pemikiran ini relevan
untuk menganalisa bagaimana kepentingan Jerman terhadap kerjasama energi ini
sendiri.
Untuk memahami bagaimana hakikat kepentingan nasional, ada tiga poin
penting yang dijelaskan oleh Martin Griffiths dan Tery O’Callaghan tentang
konsep kepentingan nasional:27
1. Kepentingan Nasional memiliki tempat paling tinggi dan menjadi
agenda utama bagi negara untuk sebuah implementasi kebijakan.
2. Kondisi sistem internasional yang anarkis menjadikan kepentingan
nasional sebagai salah satu bagian acuan dasar untuk memahami
sistem anarkis yang sedang berjalan.
3. Prinsip yang melekat pada negara, seperti ideologi menjadi salah satu
bagian penting dalam konsep kepentingan nasional sebagai
karakteristik kepentingan suatu negara.
Sedangkan untuk menjelaskan bagian dari keseluruhan kepentingan
nasional, Donald E. Nuechterlin membagi kedalam empat bagian sebagai
berikut28:
26 Apriawan, “Teori Hijau”, 45. 27 Martin Griffiths dan Terry O'Callaghan. International Relations : The Key Concepts. London and New York: Routledge Press. 2008
28 Donald E. Nuechterlein. National Interest and Presidential Leadership: The Setting of
Priorities. Colorado: Westview Press. 1978
15
1. Kepentingan ekonomi, bagian yang cukup vital dari sebuah
kepentingan terutama dalam sebuah kerjasama adalah ekonomi.
Sebuah kepentingan nasional selalu memiliki unsur ekonomi yang
cukup kental, hal tersebut menjadikan eknomi menjadi salah satu
bagian penting untuk menjadi suatu motivasi negara dalam
membangun kepentingannya. Kepentingan ini memberikan
pendekatan yang lebih spesifik kepada hubungan antar negara tentang
investasi energi.
2. Kepentingan pertahanan, untuk keberlanjutan ekonomi yang stabil
dibutuhkan suatu pertahanan yang baik. Pengaruh-pengaruh aktor
internasional seperti negara menjadi bagian yang sangat
mempengaruhi pertahanan suatu negara, tidak jarang kepentingan ini
saling bergesekan satu sama lain sehingga membuat kepentingan
pertahanan menjadi krusial bagi suatu negara.
3. Kepentingan tata internasional, merupakan suatu kepentingan yang
menjadi tanggungjawab bersama antar negara untuk tetap menjaga
kepentingan bersama dalam suatu sistem yang telah dibangun dan
disepakati. Kepentingan internasional ini menjadi arah kepentingan
secara keseluruhan antar negara untuk menjalin sebuah kerjasama.
4. Kepentingan ideologi, karakter dan ideologi suatu negara
mempengaruhi kepentingan nasional terhadap negara lain.
Kepentingan ideologi menjadi suatu bagian yang menjadikan arah
suatu negara untuk mencapai kepentingan nasionalnya baik
16
kepentingan nasional dalam ekonomi maupun politik. Ideologi dalam
kasus ini berkaitan dengan bagaimana ide mengenai energi terbarukan
menjadi tujuan utama sebuah negara.
Untuk kepentingan pertahanan dalam skripsi ini tidak berpengaruh secara
signifikan, mengingat kerjasama yang terjalin merupakan kerjasama energi yang
berprinsip pada manajerial energi yang efisien dan berkelanjutan.
E.3. Konsep Keamanan Energi
Salah satu bagian terpenting dari penelitian ini adalah energi yang mana
dalam kerjasama Weimar Triangle menjadi perhatian kerjasama untuk ketiga
negara. Untuk menganalisa aspek energi, skripsi ini memakai konsep keamanan
energi. Konsep keamanan energi menurut Carlos Pascual sebagai acuan utama,
lalu diikuti dengan pengertian-pengertian dari ahli lain untuk memperkuat
kerangka konsep keamanan energi. Dalam buku Energi Security:Economics,
Politics, Strategies, and Implications, Carlos Pascual dan Jonathan Elkind sebagai
editor membagi tiga bagian untuk memahami konsep keamanan energi yaitu
Geopolitics, Understanding Energi Interdependence, dan Climate Change.
Geopolitik dalam keamanan energi terjadi akibat adanya kebutuhan setiap negara
akan energi yang harus dipenuhi dan dijaga. Dengan adanya kepentingan dari
setiap negara akan energi, maka strategi politik, diplomasi, teknologi dan
pengelolaan harus dipastikan dengan bijak.29
29 Carlos Pascual dan Evie Zambetakis. “The Geopolitics of Energi: From Security to Survival.”
dalam Carlos Pascual dan Jonathan Elkind., ed. Energi Security:Economics, Politics, Strategies,
and Implications (Washington: Brookings Institution Press, 2010), 31-33.
17
Jonathan Elkind mengungkapkan beberapa aspek dari keamanan energi,
yaitu: ketersediaan, keandalan, keterjangkauan, dan keberlanjutan lingkungan.
Hal-hal yang menjadi perhatian dalam ketersediaan adalah sokongan dana dari
negara produsen, kemampuan produsen, negara transit, dan konsumen untuk
menyepakati persyaratan perdagangan, solusi teknologi untuk produksi,
transportasi, konversi, penyimpanan, distribusi dan investasi, struktur hukum dan
peraturan yang layak dengan mempertimbangkan aspek lingkungan dan
persyaratan peraturan lainnya. Keandalan meliputi kekuatan sumber daya, nilai
diversifikasi energi, kapasitas cadangan energi yang memadai, perlindungan
jangka panjang dan pendek dari serangan teroris, cuaca ekstrim, dan gangguan
politik, adanya informasi yang memadai tentang fungsi dari pasar energi global.
Keterjangkauan meliputi rendahnya tingkat volatilitas, transparansi harga, dan
ekspektasi yang realistis untuk target jangka panjang. Keberlanjutan lingkungan
meliputi rendahnya emisi karbon, polusi, dan efek rumah kaca, meminimalisir
kerusakan lingkungan di tingkat lokal, regional dan global, perlindungan sistem
energi dari dampak perubahan iklim.30
Menurut Noel dan Findlater yang dikutip oleh Christian Winzer,31
keamanan energi berarti resiko gangguan pasokan energi berada pada tingkat yang
rendah. Menurut International Energi Agency yang dikutip dalam jurnal yang
sama oleh Christian Winzer, keamanan energi didefinisikan dalam ketersediaan
fisik cadangan energi untuk memenuhi permintaan pada harga yang diberikan.
30 Jonathan Elkind. “Energi Security: Call for a Broader Agenda.” dalam Carlos Pascual
dan Jonathan Elkind., ed. Energi Security:Economics, Politics, Strategies, and Implications. 31 Christian Winzer, Conceptualizing Energi Security (Cambridge: University of
Cambridge, 2011), 4-6.
18
Sedangkan menurut Department of Energi & Climate Change Inggris, Keamanan
energi mengacu kepada kemampuan sistem pasokan energi suatu negara untuk
memenuhi permintaan kontrak energi dalam hal gangguan pasokan energi.
Menurut Creti & Fabra dalam Supply Security and Short-run Capacity Markets
for Electricity yang dikutip oleh Christian Winzer, keamanan pasokan energi
dalam jangka pendek berarti kesiapan kapasitas untuk memenuhi beban
kebutuhan energi yang ada, dengan kata lain, kecukupan pasokan.
F. Metode Penelitian
F.1. Lingkup Penelitian
Pada penelitian ini lingkup yang diteliti meliputi bentuk kerjasama, proses
kerjasama dan kepentingan Jerman kepada kedua negara. Lingkup penelitian yang
coba dikembangkan penulis adalah pada kepentingan Jerman baik kepentingan
untuk dalam negeri maupun untuk kepentingan Jerman di luar negeri. Untuk
batasan penelitian, skripsi ini membatasi hanya pada kerjasama yang terjalin oleh
Jerman, Perancis, dan Polandia yang mana kepentingan Jerman menjadi acuan
utassssma dalam skripsi ini.
F.2. Metode dan Sumber Data
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode kualitatif. Sumber data
yang digunakan adalah data sekunder, terdiri dari buku dan jurnal mengenai
kerjasama energi ini. Relevansi metode kualitatif dengan penelitian ini adalah
bagaimana arsip-arsip tentang perkembangan ekonomi dan industri Jerman akan
berkaitan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan pola penanganan
19
lingkungan yang dilakukan Jerman. Dengan metode kualitatif dapat menunjukkan
apa saja yang dilakukan Jerman terkait kerjasama ini. Hal-hal yang dilakukan
Jerman dalam kerjasama ini nantinya dijadikan bahan analisa penulis untuk
menganalisa sejauh mana upaya-upaya Jerman dalam mensukseskan kerjasama
ini.
G. Sistimatika Penulisan
BAB I : Pendahuluan, akan membahas bagaimana latar belakang permasalahan
yang ada dalam kerjasama ini.
BAB II : Perkembangan energi terbarukan Jerman Perancis dan Polandia. Berisi
konsep menejerial dan arah kebijakan terkait energi masing-masing negara.
BAB III : Konsep dan Fungsi Kerjasama Energi Weimar Triangle. Akan
menjelaskan bagaimana konsep kerjasama dari ketiga negara anggota Weimar
Triangle dan konsep Weimar Triangle itu sendiri. Setelah itu akan mengetahui
posisi Jerrman dalam kerjasama ini.
BAB IV : Analisis Kepentingan Jerman Terhadap Kerjasama Energi Weimar
Triangle. Berisi analisis kepentingan Jerman yang berpengaruh terhadap
kerjasama energi ini.
BAB V : Penutup. Berisi Kesimpulan
20
BAB II
PERKEMBANGAN ENERGI TERBARUKAN JERMAN
PERANCIS DAN POLANDIA
A. Perkembangan Pengelolaan Energi Jerman
A.1. Kebijakan Jerman Terkait Energi Terbarukan
Pada dasarnya, biaya energi terbarukan akan terus menurun, sedangkan
biaya energi konvensional baik bahan bakar fosil dan nuklir akan terus
berfluktuasi secara signifikan. Biaya di Jerman terutama dari bahan bakar fosil,
mencapai tingkat rekor pada 2013.32
Menanggapi hal tersebut Jerman memiliki kebijkan transisi ke energi
terbarukan yang dinamakan "Energiewende”. Energiewnede diputuskan pada
tahun 2010. Berdasarkan keputusan sebelumnya pada tahun 2010, di tahun 2011
Energiewende memiliki tiga pilar yaitu fase-out nuklir, ekspansi yang cepat untuk
sumber energi terbarukan, dan pembangunan dalam efisiensi energi.33
Energiewende adalah fokus utama kebijakan terkait energi di Jerman.
Sebagai dampak arah kebijakan tersebut, keamanan energi hampir semata-mata
terkait dengan perkembangan domestik dan sektor listrik.34 Mengingat pernah
terjadi shutdown tiba-tiba dari delapan pembangkit listrik tenaga nuklir dan
32 Craig Morris dan Martin Pehnt , “Energi Transition: The German Energiewende”, ( Berlin:
Heinrich Boll Stiftung 2012), 5. 33 Jaroslaw Cwiek-Karpowicz, Aleksandra Gawlikowska-Fyk dan Kristen Westphal dalam
“German and Polish Energi Policyies: Is Cooperation Possible?”, Polski Instytut Spraw
Miedzynarodowych (PISM), Januari 2013 [Jurnal On-line]; Di unduh pada 15 Agustus 2016,2. 34 Tim Stuchtey, “ German Energi Security, Raw Material Supply and Shifting Geopolitical
Impact”, (Berlin : Brandenburg Institute for Society and Security 2015), 6
21
ekspansi yang cepat menuju energi listrik terbarukan hingga sebesar 25% menjadi
tujuan utama kebijakan ini. Sumber energi primer Jerman masih didominasi oleh
fosil bahan bakar minyak adalah 34%, batubara 24%, dan alami gas adalah 20%
(tahun 2011).35
Menurut lembaga riset ekonomi Jerman, Institut Jerman untuk Riset
Ekonomi (DIW), diperkirakan pada tahun 2012 biaya Energiewende akan
mencapai € 200 miliar euro, dan berlangsung selama sepuluh tahun, namun dari
kebijakai ini akan berimplikasi kepada penghematan sekitar € 10 per bulan per
rumah tangga.36 Pada 2015, Fraunhofer Institute IWES (Institute for Wind Energi
and Energi System Technology) juga menghitung biaya bersih dari Energiewende
hingga 2050 dan menemukan bahwa biaya akan jauh lebih berkurang dari
perkiraan biaya energi konservatif.37
Untuk perkembangan energi terbarukan sendiri, fokus utama yang paling
mendasar adalah pembangkit listrik. Hal ini menjadi penting karena listrik
merupakan elemen utama dalam menjalankan industri maupun rumah tangga.38
Dalam skripsi ini penulis hanya mengambil sektor industri dan rumah tangga,
dikarenakan konsumsi terberbesar listrik ada pada kedua sektor tersebut, dimana
35 Jaroslaw Cwiek-Karpowicz, Aleksandra Gawlikowska-Fyk dan Kristen Westphal dalam
“German and Polish Energi Policyies: Is Cooperation Possible?”, Polski Instytut Spraw
Miedzynarodowych (PISM), Januari 2013 [Jurnal On-line]; Di unduh pada 15 Agustus 2016,2. 36 Craig Morris dan Martin Pehnt , “Energi Transition: The German Energiewende”, ( Berlin:
Heinrich Boll Stiftung 2012), 5. 37 Ibid., Craig Morris dan Pehnt , “Energi Transition”,5 38 Arthouroz Zervos dan Christine Lins, Renewable Energi in Europe: Market, trends and
technologies,(London: Earthscan, 2010), hlm. 3
22
rumah tangga sebesar 24,8% dan industri sebesar 25,9%.39 Artinya sebesar kurang
lebih 50% konsumsi listrik berasal dari sektor tersebut. Selain itu pentingnya
sektor rumah tangga adalah trend yang terjadi di masyarakat Jerman yang
menunjukkan bahwa 92% mayarakat Jerman setuju untuk mendukung program
pemerintah untuk transisi ke energi yang terbarukan.40
Data menyebutkan bahwa pembangkit listrik dengan energi yang
terbarukan Jerman mencapai 29% pada tahun 2015.41 Dengan rincian sumber
daya pembangkit listrik 12% dari angin 7,9% dari biomasa 5,9 dari matahari 3,3%
dari air.42 Pada skripsi ini penulis berfokus pada pembangkit listrik tenaga angin
sebagai acuan perkembangan negara Jerman karena pembangkit listrik tenaga
angin menyumbang suplai energi listrik terbesar.
Menurut data Asosiasi Energi Angin Eropa atau European Wind Energi
Association (EWEA) pada tahun 2015 menunjukkan bahwa Jerman merupakan
negara dengan kapasitas listrik terbesar sebesar 45 Giga Watt (GW), pada tahun
yang sama terdapat 47% instalasi baru pembangkit listrik tenaga angin yang
dibangun. 43
39http://ec.europa.eu/eurostat/statisticsexplained/index.php/File:Final_energi_consumption,_EU-
28,_2014_(%25_of_total,_based_on_tonnes_of_oil_equivalent)_YB16.png diakses pada 22
November 2016 40 https://1-stromvergleich.com/strom-report/renewable-energi-germany/#wind-power-generation-
germany diakses pada 22 November 2016 41http://www.agenergiebilanzen.de/index.php?article_id=29&fileName=20170207_brd_stromerze
ugung1990-2016.pdf diakses pada 22 November 2016 42 Ibid., 43 http://www.ewea.org/fileadmin/files/library/publications/statistics/EWEA-Annual-Statistics-
2015.pdf diakses pada 22 November 2016
23
GRAFIK II.A.1 Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Angin Eropa
Sumber: European Energi Wind Associations, 2015
Dengan dibangunnya instalasi pembangkit baru pada tahun 2015 membuat
suplai energi listrik di Eropa menjadi bertambah, dimana 44% berasal dari tenaga
angin.44 Angka tersebut jauh dibanding dengan tengaga surya sebesar 29%, air
sebesar 0,8% dan biomasa sebesar 0,8%.45
Hal tersebut seolah membantah sebuah rangkaian target iklim dan energi
yang diadopsi oleh UE untuk tahun 2020 (Yang disebut strategi 20-20-20) dinilai
44 Annual Statistic, European Wind Energi Associations,
http://www.ewea.org/fileadmin/files/library/publications/statistics/EWEA-Annual-Statistics-
2015.pdf 45 Ibid., Annual Statistic, European Wind Energi Associations,
24
kritis pada beberapa kesempatan salah satu responden menyebutnya "omong
kosong". 46
GAMBAR II.A.1 Fase Keluar Nuklir Jerman
Sumber: European Energi Wind Associations, 2015
Pengurangan emisi CO2 harus menjadi tujuan utama Jerman. Sasaran
lainnya dijelaskan beberapa responden memiliki kepentingan sekunder. Tindakan
tersebut ditujukan untuk mereka lakukan hanya sejauh kontribusi mereka dengan
tujuan utama pengurangan emisi. Beberapa pakar berpendapat bahwa emisi CO2
harus menjadi satu-satunya target kuantitatif, pengikatan target membuat pasar
terlalu ditentukan, sehingga tidak efektif untuk meningkatkan probabilitas
terbaik.47
46 Agnieszka Łada dkk, The Energi Union:
Views From France, Germany, Poland and The United Kingdom, Instytut Spraw Publicznych,
Warszawa 2015 47 Annual Statistic, European Wind Energi Associations,
http://www.ewea.org/fileadmin/files/library/publications/statistics/EWEA-Annual-Statistics-
2015.pdf
25
A.2. Permasalahan Penanganan Energi Jerman
Permasalahan penanganan energi Jerman ada pada bagaimana proses
transisinya menuju energi terbarukan dapat terlaksana dengan baik. Permasalahan
yang dihadapi Jerman cenderung permasalahan eksternal yang mana hal tersebut
berkaitan dengan kerjasama energi ini. Jerman sudah mengalami fase tidak
menggunakan nuklir.48 Artinya ada gagasan yang diusung Jerman dan ini menjadi
permasalahan Jerman dalam hal penanganan energi.49
B. Perkembangan Pengelolaan Energi Perancis
B.1. Kebijakan Prancis Terkait Energi Terbarukan
Sementara Jerman memilih phase-out nuklir, Perancis memutuskan untuk
mempertahankan nuklir sebagai bagian dari sistem suplai energi.50 Pada bulan
Oktober 2014, Majelis Nasional akan melihat Transisi Energi sendiri menuju
aturan untuk mengurangi pangsa nuklirnya untuk 50% pada tahun 2025 sekaligus
meningkatkan pangsa energi terbarukan menjadi 32% pada tahun 2030 (energi
terbarukan terdiri 11,5 %).51
48 Marion Bitoune, “The German and French Energi Transitions: Have Two Changed European
Energi Policy?” Henrich Boll Stiftung (Washington D.C., Maret 2015) hlm. 6 49 J. Ćwiek-Karpowicz, “Poland’s Energi Security: between German Nuclear Phase-out and Energi
Dependency from Russia”, International Issues & Slovak Foreign Policy Affairs, vol. 21, 2012.
Hal. 1-2 50 Marion Bitoune, “The German and French Energi Transitions: Have Two Changed European
Energi Policy?” Henrich Boll Stiftung (Washington D.C., Maret 2015) hlm. 7 51 Annual Statistic dalam
http://www.ewea.org/fileadmin/files/library/publications/statistics/EWEA-Annual-Statistics-
2015.pdf
26
Langkah ini menegaskan langkah partai sosial ekologi Perancis dalam
pemilihan presiden Hollande selama kampanye presiden untuk memulai transisi
energi Perancis.52 Undang-undang juga menetapkan target untuk mengurangi
emisi CO2 sebesar 40% antara 1990 dan 2030 dan untuk mengurangi konsumsi
bahan bakar fosil sebesar 30% pada tahun 2030.53 Akhirnya, bertujuan untuk
memangkas permintaan energi Prancis di tahun 2050.54 Dengan standar hidup
yang sama, rumah tangga Perancis menggunakan hampir 25% lebih banyak listrik
daripada rumah tangga Jerman. Tentu saja, transisi energi Perancis lebih baru
daripada Jerman, tapi itu tidak muncul begitu saja. Pemerintah Prancis
meluncurkan debat nasional tentang kebijakan energi pada tahun 2012, dalam
upaya untuk merevisi sistem energi negara saat ini.
B.2. Permasalahan Penanganan Energi Perancis
Beberapa isu yang dibahas untuk merombak sistem energi terpusat
Perancis, termasuk struktur pemerintahan masa depan sistem tersebut, peran aspek
terbarukan dan biaya. Proses perdebatan nasional dipimpin oleh kelompok serikat
buruh, pengusaha, LSM, asosiasi konsumen, walikota, anggota parlemen dan
menteri pemerintah. masyarakat Prancis membahas masalah nuklir untuk pertama
kalinya, tenaga nuklir telah menjadi masalah namun tanpa debat publik atau
parlemen pada saat itu.
52 STATUTS ET RÈGLEMENT INTÉRIEUR DU PS statement dalam
http://www.parti-socialiste.fr/wp-content/uploads/2016/01/Statuts-et-reglement-2015-PS.pdf 53 http://www.euractiv.com/section/sustainable-dev/news/nuclear-remains-linchpin-of-french-
energi-transition/ 54 Energiewende Team, French energi transition law: return to sender? Artikel online dalam
https://energitransition.org/2015/03/french-energi-transition-law-delayed/
27
Pada akhir perdebatan nasional tentang transisi energi Prancis, pemangku
kepentingan sepakat pada tiga elemen untuk masa depan sistem energi Perancis:
pengurangan gas rumah kaca, energi terbarukan dan efisiensi energi yang lebih
besar.55
Beberapa faktor telah mendorong Perancis untuk berdebat transisi energi
sendiri, termasuk beberapa krisis dalam hal degradasi ekonomi, sosial dan
lingkungan di level nasional; melemahnya diplomasi Perancis dalam politik
internasional, dan biaya dari energi nuklir.
Ekonomi terbesar kedua di Eropa masih akan melalui krisis ekonomi yang
parah dengan sektor industri yang telah mengalami penurunan 50% dalam tingkat
pertumbuhan dalam dekade terakhir. Krisis ekonomi juga telah memicu krisis
sosial: tingkat pengangguran naik menjadi 10,4% pada kuartal ketiga 2014 dan
sesuai dengan tingkat tertinggi sejak 1998,9 Selain krisis ekonomi dan sosial,
polusi udara di Paris telah mencapai tingkat yang mengancam kesehatan selama
beberapa tahun terakhir, berukuran hingga 80% lebih tinggi daripada di London
dan Berlin pada 2014,10 dalam politik internasional, Perancis juga telah berjuang
untuk tetap relevan seperti yang ditunjukkan oleh Carnegie Europe.56
Akibatnya, peran Prancis di Eropa juga melemah, akhirnya datang
argumen ke dalam persamaan biaya energi nuklir. ekonomi yang tenaga nuklir
telah berubah dan perkiraan terbaru menunjukkan bahwa itu akan biaya Perancis
55 Energiewende Team, French energi transition law: return to sender? Artikel online dalam
https://energitransition.org/2015/03/french-energi-transition-law-delayed/ 56 What Next For Frenc And EU Energi Policy? Artikel online dalam
http://carnegieeurope.eu/publications/?fa=47705
28
sekitar 10 miliar euro untuk meng-upgrade ke standar keamanan baru setelah
Fukushima. biaya pemeliharaan diharapkan untuk meledak karena banyak dari
usia tanaman nuklir Perancis.
Transisi energi Perancis dengan demikian juga merupakan cara bagi
Perancis untuk mengurangi tagihan energi yang seebesar 70 miliar Euro.
Singkatnya, dapat disimpulkan bahwa Perancis memulai debat transisi energi
nasional karena dibutuhkan motor baru pertumbuhan nasional, listrik lebih murah,
dan pengakuan internasional yang lebih besar. Meskipun teks hukum transisi
energi diadopsi oleh Majelis Nasional (majelis rendah) Oktober lalu, pada bulan
Februari, ruang atas (Senat), sebagian besar konservatif, meneliti teks dari
kebijakan energi dan membuat perubahan yang signifikan untuk itu.57
Di sini, masalah nuklir telah menjadi titik utama diskusi. Meskipun senator
setuju mengurangi pangsa tenaga nuklir sebesar 50%, pada tahun 2025 sasaran
tanggal penyelesaian kini benar-benar menghilang dari teks hukum. senat telah
demikian melemah transisi energi Perancis dengan tidak menetapkan jadwal rinci
untuk pengurangan energi nuklir.58
57 http://www.lemonde.fr/planete/article/2015/02/19/transition-energetique-comment-le-senat-a-
change-la-loi_4580129_3244.html dalam Marion Bitoune, “The German and French Energi
Transitions: Have Two Changed European Energi Policy?” Henrich Boll Stiftung (Washington
D.C., Maret 2015) 58,http://www.lemonde.fr/planete/article/2015/02/19/transition-energetique-comment-le-senat-a-
change-la-loi_4580129_3244.html dalam Marion Bitoune, “The German and French Energi
Transitions: Have Two Changed European Energi Policy?” Henrich Boll Stiftung (Washington
D.C., Maret 2015)
29
Pada dasarnya bagi Perancis sendiri energi terbarukan dari angin
merupakan inovasi baru yang mana hal tersebut menjadi cara terbaru Perancis
untuk menuju konsep energi terbarukan.
C. Perkembangan Pengelolaan Energi Polandia
C.1. Kebijakan Polandia Terkait Energi Terbarukan
Polandia adalah salah satu produsen batubara terbesar di Uni Eropa, dan
hampir 90% dari listrik yang dihasilkan di negara berasal dari batubara.59 Karena
peran signifikan bahan bakar fosil dari sumber internal di energi campuran,
Polandia adalah salah satu Negara beberapa anggota Uni Eropa memiliki tingkat
ketergantungan energi yang rendah di Eropa.
Polandia dalam hal ini adalah sekitar 31%, jauh di bawah rata-rata Uni
Eropa (53%). Posisi dominan batubara dan lignit dalam energi Polandia sampai
batas tertentu bertentangan dengan strategi ambisius Uni Eropa untuk memerangi
perubahan iklim. Untuk Polandia, tantangan utama adalah sudah diajukan dengan
mengikat target untuk mengurangi emisi karbon dioksida dan meningkatkan porsi
energi terbarukan ada tahun 2020.
Sejauh ini, Polandia telah memenuhi semua batas yang ditetapkan oleh
Protokol Kyoto, tetapi terutama sebagai hasil dari transformasi ekonomi setelah
1989 dan penurunan peran industri berat. Namun, ada adalah klaim bahwa masa
59 German and Polish Energi Policyies: Is Cooperation Possible?”, Polski Instytut Spraw
Miedzynarodowych (PISM), Januari 2013 [Jurnal On-line]; Di unduh pada 15 Agustus 2016,2.
30
depan kebijakan iklim Uni Eropa, berfokus pada penurunan lebih lanjut dari emisi
CO2, akan terlalu besar membebani perekonomian Polandia.
Namun demikian, Polandia sudah di jalur untuk memenuhi target yang
mengikat. Pada tahun 2009, pemerintah mengadopsi strategi energi baru yang
membayangkan perubahan nyata selama dua dekade berikutnya. Pangsa energi
terbarukan sumber, minyak mentah, gas alam dan energi nuklir akan meningkat
dalam bauran energi Polandia, sedangkan signifikansi batubara keras dan lignit
akan decrease.60
Dalam hal ini, salah satu mungkin menganggap rencana Polandia sebagai
transisi, sebanding dalam hal perubahan dalam listrik untuk Jerman
Energiewende. Tetapi sektor listrik menghadapi banyak tantangan lainnya, di
antaranya kebutuhan investasi baru adalah yang paling mendesak.
Tidak seperti batubara, hidrokarbon lainnya diimpor. Mayoritas gas alam
dan minyak mentah dikonsumsi di Polandia berasal dari luar negeri. pasokan
minyak dan gas Rusia mencakup 90% dan 65% dari permintaan domestik,
masing-masing.61 Peran transit polandia untuk waktu yang lama dapat menerima
pasokan energi dari Rusia pada harga yang wajar sebagai dua dari rute utama
energi dari Rusia ke Jerman melalui wilayah Polandia.
60 Ministry of Economy of the Republic of Poland, Polityka energetyczna Polski do 2030 roku
[Poland’s Energi Policy to 2030], Warsaw, 2009, Annex 2. 61 German and Polish Energi Policyies: Is Cooperation Possible?”, Polski Instytut Spraw
Miedzynarodowych (PISM), Januari 2013 [Jurnal On-line]; Di unduh pada 15 Agustus 2016,2.
31
Keadaan ini berubah antara 2011 dan 2012 ketika pipa gas Nord Stream
diluncurkan, sebagai serta Sistem Baltik Pipeline dan terminal minyak mentah
Ust-Luga di Rusia. Pentingnya Polandia Peran transit untuk ekspor energi Rusia
berkurang, sebagai sejumlah besar bahan bakar fosil Rusia bisa sekarang akan
dikirim langsung ke Jerman dan negara-negara lain di Eropa Barat. Situasi baru
memiliki mulai mengurangi posisi tawar perusahaan energi Polandia dengan
partner Rusia mereka.62
Permasalahan kebijakan energi di Polandia cenderung berada
permasalahan internal negara yang tidak siap untuk melakukan transisi sedangkan
negara tetangganya, Jerman sudah berada pada posisi untuk lepas dari
penggunaan energi nuklir.63
Kondisi Polandia yang tidak siap ini disebabkan oleh elit politik yang
masih berpikir bahwa pembangkit listrik yang murah biayanya adalah batu bara
dan nuklir. Hal tersebut ditunjukkan dengan tindakan elit politik yang melakukan
investasi dibidang energi nuklir dan batu bara. Para elit politik masih
mengharapkan mendapatkan banyak keuntungan dari energi batu bara dan nuklir.
Dimana pada aspek batu bara digunakan untuk ekspor bahan baku dan nuklir
digunakan untuk pembangkit listrik negara.
C.2. Permasalahan Penanganan Kebijakan Energi Polandia
62 J. Ćwiek-Karpowicz, “Poland’s Energi Security: between German Nuclear Phase-out and Energi
Dependency from Russia”, International Issues & Slovak Foreign Policy Affairs, vol. 21, 2012.
Hal. 1-2 63 Remigiusz Rosicki, The Energi Policy Up To 2050, artikel online
https://www.academia.edu/10317817/The_Energi_Policy_of_Poland_up_to_2050_a_Critical_Ana
lysis?auto=download _Analysis.pdf
32
Ada dua tantangan jangka panjang utama untuk keamanan energi
Polandia. Pertama, tujuan Polandia adalah untuk diversifikasi pasokan energi
eksternal dan membatasi ketergantungan pada sumber-sumber Rusia.64 Polandia
juga harus mengatasi masalah penuaan aset dan kurangnya investasi yang
diperlukan dalam grid internal dan interconnectors, baik di sektor gas dan listrik.
Ini sangat diperlukan tidak hanya untuk meningkatkan keamanan negara pasokan
tetapi juga dalam menampung pembangkit listrik terbarukan dan integrasi dengan
tetangga-tetangganya. Dari sudut pandang kepentingan energi Polandia, sangat
penting untuk diversifikasi, liberalisasi dan mengintegrasikan dengan pasar energi
Uni Eropa.
Oleh karena itu, prioritasnya adalah penyelesaian tepat waktu dari terminal
LNG di Świnoujście pada pertengahan 2014, serta pembangunan lebih lanjut dari
gas dan listrik interconnectors, penyimpanan pembesaran kapasitas, dan
liberalisasi pasar gas domestik. Juga, membangun pasar energi yang kompetitif
untuk listrik dan gas adalah sangat penting karena akan bermanfaat bagi semua
konsumen dan akan mengurangi kemungkinan perusahaan dalam dan luar negeri
mendapatkan monopoli. prasyarat adalah untuk melaksanakan Uni Eropa Energi
Package.65
Ketiga Polandia juga memiliki kesempatan untuk meningkatkan keamanan
energi dan mengurangi ketergantungan pada pemasok eksternal oleh serius
64 Ministry of Economy of the Republic of Poland, Polityka energetyczna Polski do 2030 roku
[Poland’s Energi Policy to 2030], Warsaw, 2009, Annex 2. 65 A. Gawlikowska-Fyk, “Fragmented Energi Market in the EU,” PISM Bulletin, no. 118 (451), 11
December 2012, http://www.pism.pl/publications/bulletin/no-118-451.
33
mengeksplorasi ladang gas alam konvensional. Dibandingkan dengan negara-
negara Uni Eropa lainnya, sumber Polandia tampaknya cukup menjanjikan.
Menurut Badan Informasi Energi AS, cadangan shale gas Polandia
diperkirakan 5,3 triliun meter kubik. Namun, sebuah survei terbaru yang
dilakukan oleh Polandia Geological Institute menunjukkan perhitungan yang lebih
rendah.66
Perlu disebutkan bahwa perdebatan publik tentang shale gas, sejauh ini,
mengungkapkan setiap divisi serius dalam masyarakat atau antara partai-partai
politik. Ini mungkin karena tingginya biaya ketergantungan energi pada Rusia dan
kemauan yang kuat antara Polandia untuk membangun pasar gas kompetitif yang
menghilangkan monopoli praktek. Pengembangan produksi gas shale di Polandia
tentu akan mengubah pasar gas.
66 Ministry of Economy of the Republic of Poland, Polityka energetyczna Polski do 2030 roku
[Poland’s Energi Policy to 2030], Warsaw, 2009, Annex 2.
34
BAB III
KERJASAMA WEIMAR TRIANGLE
A. Sejarah Kerjasama Weimar Triangle
Kerjasama Weimar Triangle pertama kali terbentuk pada tahun 1991 di
kota Weimar atas inisisatif ketiga menteri luar negeri Hans-Dietrich Genscher,
Roland Dumas dan Krzysztof Skubiszewski
Pada dasarnya kerjasama blok Weimar ini memiliki bentuk kerjasama
yang luas, yaitu meliputi aspek sosial interegional, ekonomi, politik, dan
kebudayaan.67 Posisi kerjasama ini di Uni Eropa berada pada kerjasama yang
independen, artinya ketiga negara tersebut berusaha memberikan bentuk
kerjasama yang lebih efektif. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya pertemuan
rutin antar perdana menteri ketiga negara.
Berakar dari kegagalan traktat Lisbon memberikan dampak yang cukup
signifikan yaitu berupa terbentuknya kembali bentuk kerjasama yang lebih kecil,
pada traktat Lisbon bentuk kerjasama yang dibangun adalah kerjasama dalam hal
penanganan lingkungan. Akan tetapi perdana menteri dari Jerman, Prancis, dan
Polandia menghendaki kerjasama blok Weimar sebuah kerjasama yang lebih
67 Ministry of Foreign Affairs Republic of Polandia dalam “Wiemar Triangle”, Ministry of
Foreign Affairs Republic of Polandia , [Artikel On-line]; Tersedia di
http://www.msz.gov.pl/en/foreign_policy/europe/wweimar_triangle1/weimar_triangle; Internet;
diakses pada 24 april 2015 pukul 21.33.
35
dekat.68 Blok Weimar sendiri terdiri hanya tiga negara tersebut, artinya ketiga
negara mencoba membangun kerjasama tanpa adanya campur tangan Uni Eropa.69
Terdapat dua alasan mengapa kerjasama dibidang lingkunan ini perlu
dilakukan dalam kerangka kerjasama Weimar Triangle70:
1. Selama hampir 23 tahun, industri dan sektor swasta tidak memainkan peran
penting apapun dalam kerjasama antara Perancis, Jerman, dan Polandia.
2. Pada konfrensi di Krakow Joachim Bitterlich selaku perdana menteri dijadikan
sebagai break-up dari monopoli tradisional kebijakan Luar Negeri di kawasan
Weimar Triangle. 71
Menurut para menteri luar negeri saat itu, Hans-Dietrich Genscher, Roland
Dumas dan Krzysztof Skubiszewski skema kerjasama Weimar Triangle ini cukup
unik, ketiga Menteri Luar Negeri tersebut berfikir bahwa sejak reunifikasi Jerman
pada tanggal 3 Oktober 1990 perlu dibentuk suatu mekanisme informal yang
memungkinkan Perancis, Jerman dan Polandia untuk bekerjasama lebih jauh
untuk masa depan Eropa yang lebih baik mengingat ketiga negara merupakan
pilar Uni Eropa.72
68. Ibid., Ministry of Foreign Affairs Republic of Polandia, “Wiemar Triangle”. 69 Ibid., Ministry of Foreign Affairs Republic of Polandia, “Wiemar Triangle”. 70 Klaus-Heinrich Standke dalam “The Economic Weimar Triangle: Industrial Policy of The
Europan Union”, Conference of The Economic Weimar Triangle: Industrial Policy of the
European Union , Februari 2014 [Artikel On-line]; Tersedia di http://www.weimarer-
dreieck.eu/fileadmin/templates/multiflex3/PDF/aktuelles/20140206_-
_The_Weimar_Economic_Weimar_Triangle__Krakow_6_7_Feb_2014___KHS_address__Why_
Weimar___2_.pdf ; Internet; diunduh pada 25 Januari 2016. 71 Ibid., Standke, “The Economic Weimar Triangle: Industrial Policy of The Europan Union” 72 Ibid., Standke, “The Economic Weimar Triangle: Industrial Policy of The Europan Union”.
36
Hans-Dietrich Genscher menawarkan bentuk kerjasama tersebut untuk
pertama kali kepada Menteri Luar Negeri di Jerman. Pada saat itu menurutnya
Weimar di Thüringen, merupakan tempat yang memiliki dua wajah sejarah
Jerman. Di satu sisi, menjadi tempat Goethe, Schiller dan pahlawan lain dari
Jerman klasik, dan di sisi lain merupakan lokasi kamp konsentrasi Buchenwald di
mana 250.000 orang dari semua negara Eropa dipenjara, beberapa 56.000 di
antaranya telah meninggal.73
Pada 29 Agustus 1991 Menteri Genscher, Dumas dan Skubizewski
meluncurkan sebuah "deklarasi umum tentang masa depan Eropa" milik mereka.
"Masa depan Eropa" adalah fokus perhatian, dan bukan hanya "masa depan
Perancis, Jerman dan Polandia" saja.
Konsep Segitiga Weimar pada 1991 juga terinspirasi oleh perjanjian
Persahabatan Perancis-Jerman tahun 1963, lebih dikenal sebagai Perjanjian
Elysee. Hal tersebut mengkombinasikan dua orientasi utama74:
1. Diplomatik politik, termasuk aspek keamanan pertahanan.
2. Bagian dari masyarakat sipil, yaitu penciptaan jaringan kerjasama antara tiga
negara.
Para menteri menyerukan proyek kerjasama konkrit di bidang Ekonomi,
Lingkungan, Infrastruktur, Komunikasi, Energi, Budaya, Kerjasama regional,
pertukaran Pemuda, dan lain-lain.75
73 Ibid., Standke, “The Economic Weimar Triangle: Industrial Policy of The Europan Union”. 74 Ibid., Standke, “The Economic Weimar Triangle: Industrial Policy of The Europan Union”.
37
Singkatnya, konsep Weimar sangat ambisius dan idealis meliputi seluruh
isu kerjasama Eropa dengan fokus khusus pada Perancis, Jerman dan Polandia.
Dari dua poin tersebut dapat dijabarkan lebih lengkap sebagai berikut:
1. Menteri diplomatik
Terdapat 18 pertemuan Menteri Luar Negeri, 14 pertemuan para menteri
pertahanan, 8 KTT Weimar dihadiri oleh kepala presiden Perancis dan
Jerman oleh Kanselir Jerman. Berbeda dengan sejumlah pertemuan
trilateral pada tingkat menteri, itu adalah puncak Weimar ini, yang
memberi perhatian yang paling umum untuk kerjasama trilateral. Semua
Presiden Perancis dimulai dengan François Mitterand, Jacques Chirac,
Nicolas Sarkozy, semua Presiden Polandia termasuk Lech Walesa,
Aleksander Kwasiewski, Lech Kaczynki dan Bronislaw Komorowski serta
Jerman Kanselir Helmut Kohl, Gerhard Schröder dan Angela Merkel
memberi pengaruh politik melalui keterlibatan pribadi mereka untuk
Weimar Triangle. KTT Weimar terakhir terjadi atas undangan Presiden
Komorowski tepat tiga tahun yang lalu, pada 7 Februari 2012 di Warsawa.
2. Peran masyarakat sipil dengan segala aspeknya, sebuah target yang harus
dicapai bahwa harus ada proyek nyata yang dapat dilaporkan di sini. Hal
tersebut bertumpu pada keberhasilan bilateral Prancis-Jerman dalam
perjanjian Elysee yang bergantung tidak hanya pada pertemuan Kepala
Negara dan Menteri, tapi ke sejauh mana hubungan tersebut akan
75 Ibid., Standke, “The Economic Weimar Triangle: Industrial Policy of The Europan Union”.
38
membangun masyarakat sipil pada umumnya dan industri pada
khususnya.76
B. Tujuan Kerjasama Weimar Triangle Terkait Energi Terbarukan
Pada tanggal 28 Mei 2014, Komisi Eropa mengadopsi ''Strategi Keamanan
Energi Eropa" (European Energi Strategy Security). Strategi Keamanan Energi
Eropa memberikan sebuah pendekatan yang komprehensif dan holistik untuk
meningkatkan keamanan energi Uni Eropa, atas dasar delapan pilar sebagai
berikut77:
1. Tindakan langsung yang bertujuan meningkatkan kapasitas Uni Eropa
untuk mengatasi gangguan energi selama musim dingin 2014/2015;
2. Memperkuat mekanisme darurat / solidaritas ter masuk koordinasi
penilaian risiko dan rencana kontinjensi; dan melindungi infrastruktur
strategis;
3. Memoderatkan atau meringankan permintaan energi;
4. Membangun fungsi yang baik dan pasar internal yang terintegrasi;
5. Meningkatkan produksi energi di Uni Eropa;
6. Mengembangkan teknologi energi;
7. Diversifikasi pasokan eksternal dan infrastruktur terkait;
76 Ibid., Standke, “The Economic Weimar Triangle: Industrial Policy of The Europan Union”. 77 European Commision dalam “State of the Energi Union 2015”, European Commision Staff
Working Document , November 2015 [Jurnal On-Line]; Tersedia di
https://ec.europa.eu/energi/sites/ener/files/documents/3_EESS.pdf; Internet; diakses pada 2
Desember 2015
39
8. meningkatkan koordinasi kebijakan energi nasional dan membuat satu
suara dalam kebijakan eksternal.
Dari delapan pilar tersebut Uni Eropa memberi beberapa indikator untuk
menilai kemajuan strategi keamanan energi Eropa tersebut. Indikator-indikator
yang diusulkan memungkinkan untuk menilai kemajuan sebagai berikut:78
1. Keamanan energi: memantau ketergantungan relatif negara anggota
Uni Eropa untuk sumber tertentu energi dan / atau mitra dagang serta
keandalan keseluruhan sistem energi (yaitu kemampuan secara
keseluruhan untuk memasok energi tanpa gangguan).
2. Pasar energi internal: memantau kemajuan pengembangan pasar energi
internal Uni Eropa dalam hal persaingan, perdagangan lintas batas dan
pemberdayaan konsumen.
3. Efisiensi energi: memantau kemajuan dalam hal penghematan energi
dan perbaikan intensitas energi pada tingkat ekonomi makro dan
sektoral, termasuk untuk transportasi.
4. Dekarbonisasi: memantau kemajuan menuju pengurangan emisi gas
rumah kaca, energi terbarukan dan perkembangan intensitas gas rumah
kaca.
5. Penelitian, inovasi dan daya saing: pemantauan penelitian,
pengembangan dan aktivitas inovasi; pemantauan harga energi Uni
Eropa dan biaya perbedaan dengan mitra dagang utama.
78 European Commision dalam “State of the Energi Union 2015”, European Commision Staff
Working Document , November 2015 [Jurnal On-Line]; Tersedia di
https://ec.europa.eu/energi/sites/ener/files/documents/3_EESS.pdf; Internet; diakses pada 2
Desember 2015
40
Dari delapan pilar dan lima indikator tersebut, komisi Uni Eropa membuat
suatu strategi yang lebih matang yang disebut Energi Union. Dalam siaran
persnya komisi Uni Eropa menjelaskan mengenai Energi Union melalui beberapa
poin sebagai berikut:79
1. Solidaritas: mengurangi ketergantungan pada pemasok tunggal dan
sepenuhnya mengandalkan tetangga mereka, terutama ketika
dihadapkan dengan gangguan pasokan energi. Dengan transparansi
ketika negara Uni Eropa membuat penawaran untuk membeli energi
atau gas dari negara-negara di luar Uni Eropa;
2. Arus energi: bahwa aliran bebas energi lintas batas secara ketat
menegakkan aturan tersebut pada saat ini di berbagai bidang seperti
energi dan regulator yang mandiri dan mengambil tindakan hukum jika
diperlukan. Mendesain ulang pasar listrik, untuk lebih saling
berhubungan, lebih terbarukan, dan lebih responsif. Secara serius
merombak intervensi negara dalam pasar internal, dan pentahapan
keluar untuk pemberian subsidi yang membahayakan lingkungan.
3. Efisiensi energi terlebih dahulu: secara fundamental memikirkan
kembali efisiensi energi dan memperlakukannya sebagai sumber
energi dalam dirinya sendiri sehingga bisa bersaing atas dasar
persamaan dengan kapasitas pembangkit;
4. Transisi ke masyarakat rendah karbon: memastikan bahwa energi yang
diproduksi secara lokal, termasuk dari energi terbarukan, dapat diserap
79 European Commision dalam “Energi Union Fact Sheet”, European Commision Press Release
Database, Oktober 2015 [ Artikel On-line]; tersedia di http://europa.eu/rapid/press-
release_MEMO-15-4485_en.htm; Internet; diakses pada 2 Desember 2015.
41
dengan mudah dan efisien dalam rangka mempromosikan
kepemimpinan teknologi Uni Eropa, melalui pengembangan di
generasi berikutnya dari teknologi energi terbarukan dan menjadi
pemimpin dalam electromobility, sementara perusahaan-perusahaan
Eropa memperluas ekspor dan bersaing secara global.
Dalam traktat Lisbon tahun 2009, dijelaskan bahwa Uni Eropa berproses
menjadi organisasi yang lebih transparan dan demokratis.80 Semakin
demokratisnya Uni Eropa akan berpengaruh kepada aspek politik di tiap negara,
disini terjadi pengurangan intervensi dan meningkatnya partisipasi negara di Uni
Eropa.81 Hubungannya dengan energi dan lingkungan adalah bagaimana akhirnya
lingkungan atau energi mampu dikelola dengan maksimal di masing-masing
negara, dan peran negara dalam Uni Eropa semakin terbuka dalam pengelolaan
energi dan lingkungan. Namun yang terjadi adalah dari Traktat Lisbon tersebut
tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pengelolaan energi dan
lingkungan.
Traktat Lisbon yang tidak efektif tersebut mendorong munculnya
kerjasama dibidang energi oleh negara-negara Weimar Triangle.82 Weimar
Triangle sendiri merupakan bentuk blok kerjasama tiga negara yaitu Perancis,
Jerman, dan Polandia yang awalnya kerjasama Weimar Triangle ini bertujuan
untuk mempererat kerjasama dalam bidang politik, kebudayaan, dan kerjasama
80 European Commision dalam “Treaty of Lisbon”, European Commision Legal Notice, Januari
2014 [Artikel On-line], Tersedia di
http://ec.europa.eu/archives/lisbon_treaty/glance/index_en.htm; Internet; diakses pada 24 April
2015 pukul 21.32 81 European Commision dalam “Treaty of Lisbon”, European Commision Legal Notice 82 Sami Andoura dalam “Energi Cooperation under Aegis of the Weimar Triangle”, Genshagen,
2010: 8.
42
interregional.83 Pada kasus pengelolaan energi, negara-negara Weimar Triangle
juga membangun suatu bentuk kerjasama. Bentuk kerjasama ini menjadi
signifikan karena ketiga negara tersebut merupakan negara besar yang
berpengaruh di Uni Eropa.84 Dalam kerjasama ini memberikan peluang bagi
setiap negara untuk saling berkonsultasi, membangun dan memberikan solusi atas
permasalahan yang ada.85 Permasalahan yang timbul dalam pengelolaan energi
adalah negara-negara yang tergabung dalam Weimar Triangle memiliki konsep
dan kebijakan yang berbeda pada bidang energi.
Bagi Jerman energi merupakan hal yang harus terus dikembangkan untuk
mengarah pada energi yang baik bagi lingkungan.86 Tercantum dalam
kebijakannya yaitu Energiewende yang mengatakan bahwa Jerman akan
mengurangi energi nuklirnya dan mengganti dengan energi yang terbarukan
sebanyak 80%87. Hal tersebut sangat bertolak belakang dengan kebijakan Polandia
yang ingin membangun reaktor nuklir, dan meningkatkan produksi shale gas, dan
masih menjadikan batu bara sebagai energi utama.88 Begitu juga dengan Prancis
yang tetap menjadikan nuklir sebagai energi utama.89
Dari ketiga negara tersebut jelas sekali perbedaan mengenai pola
penanganan energi yang ada. Ketiga negara harus mampu mengintegrasikan
83 Ministry of Foreign Affairs Republic of Polandia dalam “Wiemar Triangle”, Ministry of
Foreign Affairs Republic of Polandia , [Artikel On-line]; Tersedia di
http://www.msz.gov.pl/en/foreign_policy/europe/wweimar_triangle1/weimar_triangle; Internet;
diakses pada 24 april 2015 pukul 21.33 84 Ministry of Foreign Affairs Republic of Polandia, “Wiemar Triangle”. 85 Ministry of Foreign Affairs Republic of Polandia, “Wiemar Triangle”. 86 Bartek Nowak, et al.,dalam “Poland-Germany: Partnership for Europe?”, Centrum Stosunków
Międzynarodowych, Warsawa, 2013: 48. 87 Nowak, “Poland-Germany: Partnership for Europe?”, 49. 88 Nowak, “Poland-Germany: Partnership for Europe?”, 49. 89 Sami Andoura, “Energi Cooperation under Aegis”,9.
43
kebijakan dan konsep pengelolaan energi yang ada. Melalui format Weimar
Triangle pengintegrasian pengelolaan energi dirasa akan lebih efektif,
dikarenakan terdapat lebih dari 2000 kemitraan Jerman-Prancis dan 650 kemitraan
Jerman-Polandia.90
Kerjasama ini memiliki tujuan besar sebagai bentuk kerja sama yang
memberikan ruang bagi ketiga negara untuk merancang kebijakan yang lebih
fundamental di Uni Eropa. Ketiga negara sebagai negara yang berperan kuat di
Uni Eropa akan mudah memberikan pengaruh yang fundamental di Uni Eropa.
Maka apa yang menjadi pembahasan di kerjasama ini akan menjadi penting di Uni
Eropa.91 Kerjasama energi ini memberikan tempat tersendiri bagi setiap negara.
Bagi Jerman, Perancis dan Polandia sendiri dapat menjadikan kerjasama ini
sebagai media untuk perannya di Uni Eropa.92 Terkait energi terbarukan maka
kerjasama ini akan membawa ketiga Negara untuk merumuskan suatu konsep
penanganan energi yang terbarukan dan lebih ramah lingkungan.
Terkait energi terbarukan pada 15 Juli tahun 2013 ketiga negara melalui
kementrian lingkungan hidup masing-masing negara menyatakan bahwa mereka
akan saling bekerjasama untuk membangun konsep lingkungan yang terbarukan.93
Dalam pertemuannya para menteri membahas beberapa poin sebagai berikut:94
90 Ministry of Foreign Affairs Republic of Polandia, “Wiemar Triangle”. 91 http://www.msz.gov.pl/en/foreign_policy/europe/wweimar_triangle1/ 92 Bartek Nowak, et al.,dalam “Poland-Germany: Partnership for Europe?”, Centrum Stosunków
Międzynarodowych, Warsawa, 2013: 48. 93Join Summit Weimar Triangle 2013 tersedia dalam
http://www.bmub.bund.de/fileadmin/Daten_BMU/Download_PDF/Klimaschutz/erklaerung_gruen
es_weimarer_dreieck_2013_en_bf.pdf diakses pada 20 November 2016 94 Ibid.,
44
1. Perjanjian global yang baru, pada tahun 2015. Hal ini terkait tentang
visi pengembangan energi yang akan dibangun kedepan. Untuk
konteks energi terbarukan, para menteri ketiga negara sepakat untuk
menekankan pentingnya transparansi dalam perancangan kebijakan
terkait lingkungan. Selain itu para menteri menekankan juga peran
serta dari semua pihak, dan keterlibatan semua aktor, dari masyarakat
sipil, termasuk bisnis, LSM lingkungan, perwakilan dari kota dan
otoritas daerah dan lain-lain.
2. Implementasi Kebijakan yang Ada
Para menteri menekankan pentingnya keberlanjutan kebijakan yang
sudah ada dan laporan perkembangan atas kebijakan yang sudah ada.
Hal ini berkaitan dengan implemetasi kebijakan penanganan
lingkungan dengan perkembangan penyesuaian dan mitigasi
lingkungan antar negara.
3. Climate Finance.
Climate Finance yang dimaksud disini adalah bagaimana
dijalankannya mekanisme finansial yang efektif untuk
keberlangsungan pembangunan lingkungan. Dalam hal ini para
menteri menekankan pentingya jaminan finansial untuk menjalankan
pembangunan lingkungan ini. Para menteri berkomitmen untuk
memberikan jaminan pendanaan untuk pembangunan lingkungan yang
berkelanjutan sebesar 100 miliar dollar AS per tahun, dimana sumber
45
pendanaan tersebut didapat dari berbagai sumber baik dari negara
maupun swasta.
Pertemuan tersebut berlanjut pada pertemuan kedua pada 26 Febuari tahun
2014. Pada pertemuan kedua ini para menteri membahas mengenai beberapa poin
sebagai berikut:95
1. Kebijakan Iklim Internasional
Hal ini berkaitan bagaimana Uni Eropa khususnya tiga negara tersebut
merespon konfrensi iklim PBB tahun lalu. Para menteri sepakat untuk
mendorong terlaksananya penurunan emisi karbon baik melalui
mekanisme pasar maupun mekanisme non pasar. Begitu juga mengenai
kesenjangan karbon antar negara, para menteri sepakat untuk saling
menjembatani untuk penurunan karbon.
2. Kebijakan Iklim Eropa
Uni Eropa telah mentargetkan penurunan emisi karbon sebesar 40% pada
tahun 2030. Hal tersebut ditanggapi secara positif oleh ketiga menteri.
Menurut mereka skema perdagangan emisi merupakan salah satu skema
penting dalam penanganan energi di Eropa. Namun para menteri juga
menekankan pentingnya upaya efisiensi dan inovasi dalam menangani
energi. Terkait kebijakan energi, para menteri menyadari bahwa ketika
kebijakan tersebut diterapkan akan memiliki dampak yang berbeda bagi
setiap negara. Untuk itu dalam pertemuan ini para menteri sepakat untuk
95Join Summit Weimar Triangle 2014 tersedia dalam
http://www.bmub.bund.de/fileadmin/Daten_BMU/Download_PDF/Klimaschutz/erklaerung_gruen
es_weimarer_dreieck_2014_en_bf.pdf diakses pada 20 November 2016
46
membahas lebih lanjut bagaimana kebijakan ini akan diimplementasikan
antar ketiga negara.
3. Pasca 2015
Para menteri sepakat mengenai rencana mereka setelah 2015 bahwa
pengembangan mengenai energi terbarukan harus berlandaskan pada
kapasitas ekologi, dimana para menteri akan memastikan proses tersebut
benar-benar akan mengarah tujuan-tujuan lingkungan dan sustainable
development.
Terkait keberlanjutan kerjasama ini, pada 10 Juli tahun 2014 kementrian luar
negeri bidang Eropa dari ketiga negara mengadakan Joint Statement of the
Weimar Triangle. pada Joint Statement tersebut menegaskan kembali komitmen
bersama ketiga negara untuk memperkuat kerjasama. Terdapat tiga poin penting
terkait kerjasama yang akan diperkuat, sebagai berikut:96
1. Memeperdalam integrasi eknomi dan moneter: sebagaimana yang sudah
dicapai dan berjalan di Eropa, ketiga menteri mengharapkan untuk dapat
lebih saling memperkuat dalam integrasi ekonomi dan moneter. Tujuannya
adalah agar dapat menambah investasi dan pertumbuhan ekonomi yang
lebih bersahabat. Hal tersebut terkait dengan kebijakan fiskal dan
kebijakan ekonomi yang lain agar dapat saling berkoordinasi satu sama
lain dengan meningkatkan transparansi. Sehingga pertumbuhan ekonomi
dapat terkontrol.
96Joint Statement Weimar Triangle dalam http://www.msz.gov.pl/resource/ae652e98-195a-41fb-
aa18-14c889d8b9ad:JCR diakses pada 23 November 2016
47
2. Memperkuat dimensi sosial Uni Eropa: hal ini terkait bagaimana
pembangunan sosial antar negara dimana ketiga menteri menghendaki
adanya integrasi dan koordinasi yang lebih intens untuk membangun
masyarakat.
3. Membangun persatuan energi (energi union): energi union ini bertujuan
untuk menciptakan suplay energi yang terjangkau, aman, dan
berkelanjutan. Energi union ini juga terkait dengan pasokan energi bagi
tiga negara, para menteri menghendaki adanya integrasi pasokan antar tiga
negara mengingat untuk meningkatkan efisiensi energi dibanding dengan
mengimpor dari luar ketiga negara tersebut.
Sebagaimana kerjasama ini dibangun untuk sebuah kepentingan
keberlanjutan lingkungan maka penulis menggunakan kaca mata Green Theory
untuk melihat kepentingan Jerman dalam kerjasama ini sebagai kepentingan
lingkungan. Hal ini ditunjukkan dengan adanya kebijakan Energiewende yang
mana kebijkan ini murni untuk transisi menuju penggunaan sumber daya energi
yang terbarukan.
Disatu sisi lain bahwa pemerintah Jerman ingin memaksakan kebijakan ini
untuk diterapkan ke masyarakat sebagai sebuah kebijakan yang mengacu pada
kepentingan negara, namun kebijakan ini juga didukung dengan trend masyarakat,
dalam hal ini rumah tangga di Jerman yang mendukung penuh pemerintah untuk
mengimplementasikan kebijakan tersebut. Pihak yang dirugikan dalam kerjasama
ini adalah pihak pengembang energi fosil dan nuklir. Artinya kebijakan ini adalah
kebijakan yang mengesampingkan pihak-pihak yang sebelumnya memilki nilai
48
transaksi yang besar dari energi fosil dan nuklir, dan lebih memilih
mengembangkan energi baru yang lebih ramah lingkungan.
Hal tersebut menunjukkan bahwa kepentingan lingkungan dan
kepentingan masyarakat Jerman secara umum berjalan searah dengan kebijakan
pemerintah Jerman. Pada kasus lain, gerkan anti nuklir di Jerman juga
menyuarakan pendapatnya terkait bahaya energi nuklir, bahaya energi nuklir itu
sendiri diungkapkan karena melihat bahaya nyata yang terjadi pada reaktor nuklir
di Fukushima Jepang. Meledaknya reaktor nuklir Fukushima membuat gerakan
anti nuklir ini sadar bahaya energi nuklir bagi keberlangsungan kehidupan
masyarakat. Hal tersebut juga disadari oleh kanselir Jerman, Angela Merkel.97
Dalam siarannya ia menyatakan bahwa ia mendukung penuh langkah
kementrian lingkungan Jerman untuk menggunakan energi yang ramah
lingkungan. Ia juga menambahkan bahwa ia akan turut serta membangun opini
terkait pengembangan dan investasi pada energi yang terbarukan.
Di tambah pada tahun 2011 meledaknya reaktor nuklir Fukushima,
Jepang, mendorong langkah berani lain dari pemimpin Jerman tersebut. Dia
memutuskan untuk mempercepat sekitar satu dekade, sampai 2022, penutupan 17
reaktor nuklir negara tersebut, yang pada saat itu menghasilkan sekitar seperlima
listrik Jerman.
Dengan komitmen untuk melakukan transisi ini ditambah dengan
penutupan 17 reaktor nuklir, maka jelas bahwa kepentingan Jerman secara internal
97 Merkel Commits to renewable energi dalam
https://www.bloomberg.com/news/videos/b/db5b2fbd-0f77-4d4d-a832-8c9f03f35b27
49
atau nasional mengarah untuk energi terbarukan. Dalam kerjasama energi Weimar
Triangle dengan komitmennya untuk memperluas pandangan tentang energi
terbarukan maka Jerman dengan kebijakan ini sudah memimpin terlebih dahulu
untuk pandangan energi terbarukan.98
Memimpinnya Jerman membuat Jerman akan dengan mudah mengarahkan
pandangan tentang apa dan bagaimana energi terbarukan diantara ketiga negara.
Artinya Jerman dengan langkahnya yang mendahului Prancis dan Polandia akan
memberikan pengaruh bahwa bentuk yang akan dibangun akan mengarah seperti
apa yang dibangun Jerman. Pada aspek lingkungan bentuk manajemen lingkungan
akan seperti apa yang telah Jerman bangun.
Energiewende atau transisi energi ini menjadi salah satu langkah yang
cukup gambling yang ditempuh oleh Merkel.99 Merkel mempertimbangkan untuk
jangka ketiga pada bulan September, lawan politik dan kelompok industri
menyerangnya untuk mengatasi perubahan tersebut, yang membantu mendorong
biaya listrik rumah tangga 21 persen dari 2008 hingga 2012.
Pada bulan Desember, pada pertemuan puncak untuk Uni Demokratik
Kristen (CDU) di Hanover, dia mengatakan bahwa upaya 550 miliar euro ($ 717
98 Ralf Dickel, The New German Energi Policy: What Role for Gas in a De-Carbonization Policy?,
Instytut Spraw Publicznych, Warszawa 2015 Hlm. 53 99 Merkel’s No-Nuke Stumble May Erode Re-Election Support
https://www.bloomberg.com/news/articles/2013-04-10/merkel-s-no-nuke-stumble-may-erode-re-
election-support-energi
50
miliar) adalah proyek paling ambisius, kompleks dan sulit di masa depan
Jerman.100
Secara politik internal Merkel menghadapi hambatan oleh partai yang pro
dengan industrial. Namun bagi merkel hal tersebut tidak menghalanginya untuk
tetap konsisten mempertahankan kebijakan tersebut. Bagi merkel biaya sebesar
550 miliar euro dapat menjadi bagian dari proyek jangka panjang pengembangan
energi terbarukan. Data dari lembaga riset ekonomi menyebutkan bahwa tahun
2012 biaya Energiewende sebesar 200 miliyar Dollar AS dan biaya tersebut
bertambah sebesar 550 milyar euro beberapa tahun kemudian, hal tersebut terlihat
seperti suatu hal yang tidak pasti bagi Merkel. Akan tetapi tujuan untuk
membentuk opini dan konsep baru manajerial energi menjadi agenda utama
Merkel.
Selain itu dalam pertimbangan kebijakan ini terkait cost atau biaya yang
akan digunakan untuk perkembangan managerial energi ini akan cenderung lebih
mahal. Data menyebutkan bahwa untuk fase out nuclear yang mana kebijakan
tersebut untuk menutup reaktor nuklir akan menyebabkan kerugian sebesar 240
juta euro per tahun hal tersebut akan menjadi tantangan tersendiri bagi Jerman
untuk menggantikan reaktor tersebut dan menggantikan pendapatan reaktor
tersebut dengan pembangkit listrik dengan energi yang terbarukan. 101
100 Merkel’s No-Nuke Stumble May Erode Re-Election Support
https://www.bloomberg.com/news/articles/2013-04-10/merkel-s-no-nuke-stumble-may-erode-re-
election-support-energi 101 Ralf Dickel, The New German Energi Policy: What Role for Gas in a De-Carbonization
Policy?, Instytut Spraw Publicznych, Warszawa 2015 Hlm. 53
51
Ini semakin menunjukkan komitmen serius kanselir Jerman angela merkel
untuk menjadikan Jerman sebagai starter energi terbarukan di Eropa. Ini menjadi
langkah awal yang berani bagi merkel sebagai pejabat negara yang menjadikan
lingkungan sebagai prioritas utama kebijakan. Berbeda dengan perdana menteri
Prancis dan staf-stafnya yang memiliki pandangan bahwa kerugian tersebut akan
menyebabkan ketidakstabilan dan kerugian tersebut sulit untuk digantikan. Sulit
digantikan dalam artian, selain karena sudah terlebiih dahulu didahului oleh
Jerman, bagi mereka ini menjadi masalah yang menyebabkan berbagai sektor
harus diganti sistemnya dan ditata ulang managerialnya.
Green Theory yang diungkapkan oleh Tim Harward dan Robyn Eckersly
dapat menjelaskan tentang kasus penangan energi yang ada pada ketiga negara,
dimana sistem yang sudah ada yaitu di Uni Eropa yang diitunjukkan oleh trektat
Lisbon tidak mampu berjalan secara efektif untuk penanganan lingkungan.
Untuk itu kerjasama Weimar Triangle hadir untuk menjadi salah satu
contoh implementasi penanganan lingkungan yang efektif dan efisien. Berkaitan
dengan apa yang dilakukan Jerman, yaitu berkaitan dengan kebijakan energi
terbarukannya maka dapat dijelaskan bahwa Jerman sebagai aktor politik yang
mana dalam Green politics aktor politik menjadi aktor sentral dalam penanganan
lingkungan menunjukkan bahwa Jerman menjadi negara yang menganggap bahwa
harus ada perubahan sistem penanganan energi.
Dalam hal ini berkaitan dengan apa yang diungkapkan Tim Harward
tentang green politics yang menganggap bahwa natural beings yang ada pada
52
Jerman menjadi suatu yang diperlukan untuk perubahan lingkungan yang lebih
baik. Secara politik ketiga negara akan dipengaruhi oleh kepentingan Jerman,
kerjasama ini akan membawa ketiga negara pada kepentingan Jerman yang
berkaitan dengan kebijakan energi terbarukan.
Hal tersebut dapat terlihat setelah 20 tahun kedepan jika Jerman tetap
menjalankan kebijakan ini dan dijalankan oleh Prancis dan Polandia maka Jerman
akan menguasai pasar energi terbarukan di Eropa. Kerjasama energi Weimar
Triangle akan membantu Jerman secara tidak langsung untuk membuat jaringan
dan sistem energi terbarukan di antara ketiga negara.
53
BAB IV
ANALISIS KEPENTINGAN JERMAN DALAM KERJASAMA
WEIMAR TRIANGLE TERKAIT ENERGI TERBARUKAN
A. Kepentingan Ekonomi
Secara ekonomi dalam kerjasama ini berkaitan dengan investasi
infrastruktur energi terbarukan. Investasi energi terbarukan ini secara keseluruhan
didominasi oleh pembangkit listrik tenaga angin. Bagi Jerman dalam kerjasama
ini akan menjadi peluang besar untuk pengembangan pembangkit listrik
tersebut.102
Dalam rencananya Merkel mengatakan bahwa sebesar 35% secara
keseluruhan produksi energi Jerman berasal dari matahari dan angin.103 Ini
menunjukkan ambisi serius yang datang langsung dari kanselir Jerman. Didukung
juga dengan adanya data yang mendukung kebijakan tersebut mempertegas bahwa
kebijakan ini pro lingkungan.
35% produksi energi ini dapat dikatakan bahwa seperempat dari listrik
Jerman akan menggunakan angin dan ini artinya kedepannya Jerman akan
menghemat sebesar 35% anggaran negara.
102 German Power-Price Swings Threaten Growth Engine: Energi Markets
https://www.bloomberg.com/news/articles/2013-10-16/german-power-price-swings-threaten-
growth-engine-energi-markets 103 German Power-Price Swings Threaten Growth Engine: Energi Markets
https://www.bloomberg.com/news/articles/2013-10-16/german-power-price-swings-threaten-
growth-engine-energi-markets
54
Anggaran untuk Energiewende sendiri adalah sebesar 200 miliyar euro ini
artinya akan ada biaya yang besar untuk investasi kebijakan transisi energi ini.
200 miliyar euro akan membawa Jerman kepada transisi energi yang panjang,
dalam hal ini ada kaitannya dengan pembangunan infrastruktur secara
keseluruhan. Untuk infrastruktur Jerman diuntungkan dengan kemajuan dan
kesiapannya untuk mengembangkan pembangkit listriknya.
Secara ekonomi nilai investasi energi terbarukan Jerman akan perkembang
secara pesat. Melihat Jerman sudah memimpin dalam pembangkit listrik tenaga
angin. Ditambah lagi adanya komitmen pembiayaan sebesar 100 miliyar dollar
untuk program transisi energi terbarukan yang digagas oleh ketiga kementerian
negara.
Selain itu posisi Jerman sebagai konsumen terbesar dalam aspek energi
terutama energi listrik menjadikan Jerman memiliki pengaruh yang cukup besar
terhadap konsumsi energi di Eropa.104 Terlebih bagi Perancis dan Polandia, kedua
negara tersebut akan terkena dampak secara signifikan karena secara otomatis
akan mengikuti arus konsumsi Jerman.
Berbeda dengan Polandia, pemerintah Polandia masih bersikeras untuk
mempertahankan kebijakannya terkait energi untuk menggunakan batu bara
sebagai sumber utama.105 Bahkan kebijakan tersebut akan bertahan untuk 30
104 Tim Stuchtey, “ German Energi Security, Raw Material Supply and Shifting Geopolitical
Impact”, (Berlin : Brandenburg Institute for Society and Security 2015), 3 105 Remigiusz Rosicki, The Energi Policy Up To 2050, artikel online
https://www.academia.edu/10317817/The_Energi_Policy_of_Poland_up_to_2050_a_Critical_Ana
lysis?auto=download _Analysis.pdf
55
tahun kedepan, ini menunjukan bahwa stagnansi yang ada merupakan strategi
yang menguntungkan bagi Polandia.106
Dari segi ekonomi terhadap Polandia kepentingan Jerman jelas terdapat
pada sektor investasi energi terbarukan yang akan diterapkan di Polandia.107
Meskipun belum akan terlaksana dalam waktu dekat dan bahkan Polandia sendiri
berada pada posisi kebijakan yang masih mengacu pada aspek ekonomi yang
sedang dibangun yaitu batubara dan nuklir. Meskipun tidak sepenuhnya dibangun,
artinya mau tidak mau Polandia akan mengikuti arus perkembangan energi yang
ada. Untuk mencapai apa yang dicita-citakan dalam kerjasama ini maka akan
terjadi pergeseran besar pada segi produksi energi Polandia. Dimana produksi ini
nantinya akan perlahan tergantikan dan pasti akan beralih sebagaimana Jerman
yang memimpin dalam perkembangan energi terbarukannya. Secara ekonomi
akan menguntungkan Jerman untuk pendapatan dalam aspek energi terbarukan.
Jerman sebagai konsumen batu bara terbesar di antara ketiga negara akan
memberikan masalah terhadap jumlah permintaan batu bara yang mana Polandia
sebagai produsen batu bara. Dengan adanya kerjasama ini, Jerman dapat meredam
gejolak ekonomi yang dihasilkan akibat kebijakannya. Artinya kesepakatan antar
tiga menteri memberikan peluang bagi Jerman untuk bergerak lebih leluasa untuk
mengembangkan energi terbarukannya.
106 Remigiusz Rosicki, The Energi Policy Up To 2050
https://www.academia.edu/10317817/The_Energi_Policy_of_Poland_up_to_2050_a_Critical_Ana
lysis?auto=download _Analysis.pdf 107 Tim Stuchtey, “ German Energi Security, Raw Material Supply and Shifting Geopolitical
Impact”, (Berlin : Brandenburg Institute for Society and Security 2015)
56
B. Kepentingan Tata Internasional
Kerjasama ini memiliki peran penting di Eropa, mengingat kerjasama ini
merupakan kerjasama trilateral yang mana ketiga negara merupakan negara
dengan pengaruh yang kuat di Eropa. Melalui kerjasama ini terkait tata
internasional maka akan mengacu pada tata internasional Uni Eropa. Tata
internasional Uni Eropa ini menjadi payung besar kerjasama ini. Dimana
hubungan antara Weimar Triangle dan Uni Eropa berada pada kolektifitas suara
Weimar Triangle yang berpengaruh kuat terhadap tatanan Uni Eropa.
Terkait energi terbarukan, kerjasama Weimar Triangle mengacu pada
acuan global terkait energi terbarukan. Ketiga Negara baik Jerman, Perancis,
maupun Polandia telah meratifikasi dan menjadi bagian dari UNFCCC (United
Nations Framework Convention on Climate Change). Tujuan besar UNFCCC
adalah untuk mewujudkan tata internasional yang menjunjung tinggi sustainable
development. Untuk mewujudkan hal tersebut maka langkah kongkrit yang
dilakukan oleh Negara-negara anggotanya, dalam kasus ini adalah Jerman, Prancis
dan Polandia, adalah mengurangi emisi karbon.
Hal ini akan menjadi kesempatan bagi Jerman sebagai Negara yang telah
lebih dulu memimpin dalam hal energi yang terbarukan. Memimpinnya Jerman
dalam hal energi terbarukan dan system internasional yang mendukung kebijkan
57
Jerman akan membuat Jerman mudah dalam mengatur atau mengarahkan trend
energi terbarukan.108
Hubungan kepentingan Jerman dan Tata Internasional dengan kerjasama
Weimar Triangle ada pada tujuan Jerman yang sejalan dengan tata kelola energi
akan membuat Jerman dengan mudah mengarahkan bentuk tata kelola energi
Negara-negara Weimar Triangle. Artinya peluang Jerman dalam mengelola energi
akan lebih mudah dengan sejalannya kepentingan Jerman dengan UNFCCC.
UNFCCC menghendaki adanya tata kelola yang bersih, artinya Negara
akan mendapatkan kredit dari UNFCCC jika target-target penurunan karbonnya
terpenuhi.109 Tata kelola yang bersih disini juga berkaitan dengan mekanisme
pelaksanaan dan pengelolaan energi.
Mekanisme disini artinya langkah-langkah atau rangkaian teknis yang
mendukung untuk terwujudnya tujuan UNFCCC akan menjadi pertimbangan yang
cukup signifikan bagi keberlangsungan pengelolaan energi. Dalam hal ini
berkaitan dengan teknis penurunan karbon yang juga berkaitan dengan
pembangunan sarana infrastruktur energi terbarukan.
Selain UNFCCC tata internasional ini juga berkaitan dengan payung besar
pengelolaan energi yang ada di Eropa. Sesuai yang tertera dalam traktat Lisbon,
108 Ralf Dickel, The New German Energi Policy: What Role for Gas in a De-Carbonization
Policy?, Instytut Spraw Publicznych, Warszawa 2015 Hlm. 5 109Clean Development Mechanism, dalam
http://unfccc.int/kyoto_protocol/mechanisms/clean_development_mechanism/items/2718.php
diakses pada 5 Januari 2017
58
maka Jerman dalam hal ini dengan kerjasama energi Weimar Triangle akan juga
mewujudkan apa yang dicita-ciatakan oleh Uni Eropa.
C. Kepentingan Keamanan Energi
Energi terbarukan mengurangi ketergantungan Jerman pada impor energi,
membuat Jerman kurang rentan terhadap harga bahan bakar fosil yang tidak dapat
diprediksi dan pengaruh politik dari luar negeri.
Keamanan energi mencerminkan ketersediaan energi yang terjangkau.
Permintaan energi meningkat di sejumlah negara berkembang - terutama yang
memiliki populasi besar, seperti China dan India dan mungkin melampaui
pasokan, yang pada akhirnya dapat menyebabkan kenaikan harga yang cukup
besar. Jerman sangat rentan di sini karena mengimpor begitu banyak energinya.110
Di Eropa barat, Jerman sejauh ini merupakan pengimpor gas terbesar dari
Rusia. Terlebih lagi, Jerman hanya memproduksi sekitar 15 persen gas alamnya
sendiri, mengimpor sekitar 40 persen dari Rusia.111
Pada musim dingin tahun 2011-2012, Rusia bahkan mengurangi impor ke
Jerman sebanyak 30 persen karena orang-orang Rusia menghabiskan begitu
banyak gas itu sendiri selama masa dingin yang panjang. Sementara Jerman
memiliki cadangan penyimpanan yang cukup untuk menutupi kebutuhannya
110 Marion Bitoune, “The German and French Energi Transitions: Have Two Changed European
Energi Policy?” Henrich Boll Stiftung (Washington D.C., Maret 2015) hlm. 8 111 Agnieszka Łada dkk, The Energi Union:
Views From France, Germany, Poland and The United Kingdom, Instytut Spraw Publicznych,
Warszawa 2015 hal. 24
59
tersebut, produksi gas dalam negeri akan membuat cadangan lebih dapat
diandalkan.112
Keterbaruan dan konservasi energi dapat mengurangi ketergantungan
negara-negara yang mengkonsumsi energi pada negara-negara yang menyediakan
sumber energi. Selama beberapa dekade terakhir, ketergantungan ini terus
meningkat. Bagaimanapun, perang atas sumber daya dan "kutukan minyak"
berhubungan langsung dengan masalah yang dihadapi oleh banyak daerah secara
politis.113
Energi terbarukan dapat terdiri dari banyak unit kecil yang terdistribusi,
namun dapat juga terdiri dari sejumlah kecil tanaman besar dan pusat. Dalam
kasus terakhir, pembangkit listrik bisa tenaga surya bisa di bangun di padang pasir
atau pembangkit listrik tenaga angin di garis pantai.114
Seperti contoh Proyek Desertec di Afrika, yang bertujuan untuk
membangun pembangkit tenaga surya besar dan peternakan angin di negara-
negara Mediterania (termasuk Afrika Utara) untuk menghasilkan listrik bagi
Eropa, merupakan salah satu contoh yang menunjukkan bahwa energi terbarukan
tidak perlu didistribusikan.
112 Marion Bitoune, “The German and French Energi Transitions: Have Two Changed European
Energi Policy?” Henrich Boll Stiftung (Washington D.C., Maret 2015) hlm. 6 113 Marion Bitoune, “The German and French Energi Transitions: Have Two Changed European
Energi Policy?” Henrich Boll Stiftung (Washington D.C., Maret 2015) hlm. 10 114 Agnieszka Łada dkk, The Energi Union:
Views From France, Germany, Poland and The United Kingdom, Instytut Spraw Publicznych,
Warszawa 2015 hal. 37
60
Pendukung Desertec mengatakan bahwa biaya listrik berskala besar akan
lebih rendah, pembangunan ekonomi akan ditingkatkan di negara-negara yang
relatif miskin, dan pembangkit listrik akan lebih dapat diandalkan karena situs
terbaik akan dipilih. Proyek ini dihentikan pada tahun 2014, setidaknya sebagai
usaha bersama untuk mengekspor listrik terbarukan ke Eropa. Namun Afrika utara
terus mengejar proyek energi terbarukan untuk konsumsi domestik. Masih harus
dilihat apakah daya terbarukan akan terus diekspor dari Afrika utara ke Eropa jika
ada gejolak politik.
Kepemilikan lokal atas energi terbarukan memberikan pengembalian
ekonomi yang besar untuk menanamkan investasi masyarakat. Efisiensi energi
dan energi terbarukan bersama memberi orang miskin cara untuk melakukan
lindung nilai terhadap fluktuasi harga bahan bakar fosil.
Ketika masyarakat terutama pada sektor bisnis berinvestasi dalam proyek
itu sendiri, pengembalian ekonomi jauh lebih besar daripada ketika perusahaan
besar di luar kota berinvestasi. Tapi sementara kepemilikan masyarakat tersebar
luas di Jerman, ia menghadapi hambatan yang luar biasa. Sejak tahun 2014,
pemerintah Jerman telah berfokus pada angin lepas pantai, yang sebagian besar
dimiliki oleh utilitas yang ada, bukan komunitas. Peralihan kebijakan ke
pelelangan di seluruh Jerman dan UE diharapkan dapat mencegah proyek
masyarakat lebih lanjut.
Kasus contoh ketika suatu perusahaan dapat mengimpor minyak untuk
digunakan sebagai operasional, dan uang itu merupakan biaya yang keluar, tetapi
61
jika perusahaan memasang tenaga panas matahari untuk menutupi sebagian
permintaan akan panas, makan akan mendapatkan energi tersebut secara gratis
dan bagian yang jauh lebih besar dari persediaan yang ada. Biaya energi akan
tetap berada di dalam negara perusahaan tersebut dan mungkin juga di dalam
komunitas negara yang bersangktan.
Ada sejumlah perkiraan untuk program khusus di Jerman. Misalnya,
banyak dana pemerintah untuk energi terbarukan disalurkan melalui bank
pembangunan Jerman.115 Pembangunannya diperkirakan menghasilkan tiga
sampai lima euro untuk pendapatan pajak untuk setiap euro uang pajak yang
diinvestasikan.116 Pembangunan ini tidak hanya membantu menurunkan impor
minyak pemanas dan gas alam, namun juga melindungi dan menciptakan banyak
pekerjaan di sektor konstruksi.
Kepentingan Jerman terkait keamanan energi ada pada bagaimana upaya
Jerman melalui kerjasama ini dapat membuat Jerman membangun infrastruktur
energi yang mana nantinya akan dapat membuat peningkatan kapasitas energi
Jerman dan akan menjamin pasokan energi Jerman. Selain itu dengan adanya
kerjasama ini akan memastikan stabilitas pembangunan dan pasokan energi yang
ada.
Stabilitas ini diperlukan mengingat terdapat kesenjangan diantara ketiga
Negara terkait pengelolaan energi masing-masing Negara. Kesenjangan ini akan
115 Ralf Dickel, The New German Energi Policy: What Role for Gas in a De-Carbonization
Policy?, Instytut Spraw Publicznych, Warszawa 2015 Hlm. 5 116 Bruttostromerzeugung in Deutschland ab 1990 nach Energieträgern
http://www.agenergiebilanzen.de/index.php?article_id=29&fileName=20170207_brd_stromerzeug
ung1990-2016.pdf
62
membuat setiap Negara berdiri pada konsepnya masing-masing. Untuk
penanganan energi terbarukan ini Jerman menggunakan kerjasama ini sebagai
sebuah sarana agar kestabilan pasokan dan arus energi terjaga.
Terkait dengan kerjasama Weimar Triangle terkait energi terbarukan maka
dengan adanya kerjasama ini pasokan energi untuk Jerman terkait energi
terbarukan tidak perlu dikhawatirkan. Ketika Polandia dan Perancis secara politis
mereka tidak siap untuk melakukan kerjasama maka dengan kerjasama ini Prancis
dan Polandia akan dapat melakukan kerjasama. Hal ini merupakan keuntungan
bagi Jerman mengingat Jerman akan dengan mudah menerapkan mekanisme
kerjasama terkait energi terbarukan. Tren akan mudah dibangun oleh Jerman
mengingat ketidaksiapan kedua negara dan kebutuhan untuk beralihnya kepada
energi terbarukan akan dengan mudah membuat Jerman memimpin dan
mengarahkan tren tersebut.
Hal yang menjadi titik ukur kenapa tren ini akan menjadi sangat mudah
karena kedua negara pada akhirnya akan membutuhkan energi terbarukan yang
hal tersebut sudah dimulai Jerman. Dimana nantinya tren akan dengan sendirinya
terwujud karena adanya kekuatan pembangunan infrastruktur energi terbarukan
oleh Jerman.
63
BAB V
KESIMPULAN
Kerjasama energi Weimar Triangle menjadi kerjasama yang dapat menjadi
kerjasama yang lebih esensial bagi ketiga negara untuk arah kebijakan yang lebih
baik. Terkait energi terbarukan Jerman sebagai negara dengan posisi negara yang
lebih dahulu dalam penanganan energi dapat menjadi pelopor dan penentu masa
depan energi Eropa khususnya Weimar Triangle. Untuk keberlanjutan kerjasama
ini akan membawa ketiga negara pada sebuah kepentingan yang jauh lebih
signifikan daripada hanya sekedar memberikan wadah bagi ketiga negara untuk
saling berdiskusi dan bertukar pikiran.
Untuk sebuah kerjasama trilateral seperti ini akan memberikan dampak
yang cukup signifikan bagi ketiga negara dan Eropa secara keseluruhan. Hal
tersebut ditunjukkan dengan dampak trend yang ditimbulkan oleh kerjasama ini
bagi ketiga negara. Untuk beberapa hal seperti penyesuaian dan implementasi dari
kerjasama ini, tantangan untuk menyatukan pola penanganan menjadi pokok
utama kerjasama ini. Meskipun begitu dalam ketiga negara kedepannya akan tetap
menjadi pemimpin dalam hal energi kedepannya.
Terkait kepentingan Jerman sendiri hal ini berkaitan dengan kepentingan
jangka panjang Jerman yang berkaitan dengan mekanisme penanganan energi
secara keseluruhan. Artinya ketiga negara dalam 10 tahun kedepan akan
menghadapi mekanisme yang didominasi oleh mekanisme
Jerman yang berkaitan dengan penanganan energi. Untuk kepentingan diluar
64
kepentingan energi Jerman, dapat dilihat bahwa ada potensi ekonomi yang cukup
besar di sektor energi terbarukan, kepentingan Jerman yang terlihat begitu
mencolok pada kepentingan ekonomi ini yang dapat menjadi kajian dalam jangka
waktu yang panjang. Artinya kepentingan Jerman yang sangat terlihat pada
bidang ekonomi ini akan menjadi agenda besar bagi Jerman dan khususnya
Perancis dan Polandia.
Dengan agenda besar ini akan menjadi perhatian serius bagi ketiga negara
tersebut. Untuk beberapa kasus seperti integrasi penanganan energi dan kaitannya
dengan kepentingan ekonomi, Jerman akan terbantu dengan kondisi tren yang ada.
Jerman akan dapat melindungi kepentingan ekonominya untuk tetap berada dalam
skema penanganan energi secara global yang mana hal tersebut dapat di kaitkan
dengan UNFCCC dan penanganan energi di Eropa secara keseluruhan.
1
Daftar Pustaka
Buku:
Łada, Agnieszka dkk, “The Energy Union:
Views From France, Germany, Poland and The United Kingdom, Instytut
Spraw Publicznych. Warszawa , 2015
Donald E. Nuechterlein. National Interest and Presidential Leadership: The
Setting of Priorities. Colorado: Westview Press. 1978
Pascual, Carlos dan Jonathan Elkind., ed. Energy Security:Economics, Politics,
Strategies, and Implications. Washington DC: Brookings Institution Press,
2010.
Winzer, Christian. Conceptualizing Energy Security. Cambridge: University of
Cambridge, 2011.
Morris, Craig dan Martin Pehnt. Energy Transition: The German Energiewende.
Berlin: Heinrich Boll Stiftung 2012
Burchill, Scot dan Andrew Linklater. Theories of International Relations.
Bandung: Nusa Media 2009
Eckersley, Robyn dalam Tim Dunne, Milja Kurki & Steve Smith (eds.).
International Relations Theories :Green Theory. Oxford: Oxford
University Press 2011
Apriwan, “Teori Hijau: Alternatif dalam Perkembangan Hubungan Internasional”
Multiversa Journal of International Studies Vol.2. No.1, 2011
Dickel, Ralf. The New German Energy Policy: What Role for Gas in a De-
Carbonization Policy?. Warszawa: Instytut Spraw Publicznych 2015
2
Desertasi:
D. Rad, Fahrad. Doctoral Disertation. On Sustainability in Local Planning. Lund,:
Lund University, 2011
Artikel dan Jurnal:
Rzeczypospolita, Czas na Europejską Wspólnotę Energetyczną, 22.5.2013 dalam
European Commision dalam “State of the Energy Union 2015”, European
Commision Staff Working Document , November 2015
Andoura, Sami . Energy Cooperation under Aegis of the Weimar Triangle.
Genshagen, 2010
Nowak, Bartek et al.,dalam “Poland-Germany: Partnership for Europe?”, Centrum
Stosunków Międzynarodowych, Warsawa, 2013: 48.
Cwiek-Karpowicz, Jaroslaw, Aleksandra Gawlikowska-Fyk dan Kristen Westphal
dalam “German and Polish Energy Policyies: Is Cooperation Possible?”,
Polski Instytut Spraw Miedzynarodowych (PISM), 2013
Stuchtey, Tim. German Energy Security, Raw Material Supply and Shifting
Geopolitical Impact. Berlin : Brandenburg Institute for Society and
Security 2015
Zervos, Arthouroz dan Christine Lins. Renewable Energy in Europe: Market,
trends and technologies, London: Earthscan, 2010
J. Ćwiek-Karpowicz, “Poland’s Energy Security: between German Nuclear Phase-
out and Energy Dependency from Russia”, International Issues & Slovak
Foreign Policy Affairs, vol. 21, 2012.
3
Bitoune, Marion. The German and French Energy Transitions: Have Two
Changed European Energy Policy?. Washington D.C.: Henrich Boll
Stiftung. Maret 2015
Rosicki, Remigiusz The Energy Policy Up To 2050, artikel online
https://www.academia.edu/10317817/The_Energy_Policy_of_Poland_up_
to_2050_a_Critical_Analysis?auto=download _Analysis.pdf
A. Gawlikowska, Fyk. Fragmented Energy Market in the EU. PISM Bulletin, no.
118 (451), 11 December 2012, dalam
http://www.pism.pl/publications/bulletin/no-118-451.
Standke, Klaus-Heinrich. “The Economic Weimar Triangle: Industrial Policy of
The Europan Union”, Conference of The Economic Weimar Triangle:
Industrial Policy of the European Union , Februari 2014 [Artikel On-line];
Tersedia di http://www.weimarer-
dreieck.eu/fileadmin/templates/multiflex3/PDF/aktuelles/20140206_-
_The_Weimar_Economic_Weimar_Triangle__Krakow_6_7_Feb_2014__
_KHS_address__Why_Weimar___2_.pdf ; Internet; diunduh pada 25
Januari 2016.
Sumber Elektronik :
European Commision dalam “Energy Union Fact Sheet”, European Commision
Press Release Database, Oktober 2015 [ Artikel On-line]; tersedia di
http://europa.eu/rapid/press-release_MEMO-15-4485_en.htm; Internet;
diakses pada 2 Desember 2015.
4
European Commision dalam “Treaty of Lisbon”, European Commision Legal
Notice, Januari 2014 [Artikel On-line], Tersedia di
http://ec.europa.eu/archives/lisbon_treaty/glance/index_en.htm; Internet;
diakses pada 24 April 2015 pukul 21.32
Ministry of Foreign Affairs Republic of Polandia dalam “Wiemar Triangle”,
Ministry of Foreign Affairs Republic of Polandia . Tersedia di
http://www.msz.gov.pl/en/foreign_policy/europe/wweimar_triangle1/wei
mar_triangle;http://ec.europa.eu/eurostat/statisticsexplained/index.php/File
:Final_energy_consumption,_EU28,_2014_(%25_of_total,_based_on_ton
nes_of_oil_equivalent)_YB16.png
Renewable Energy Germany
https://1-stromvergleich.com/strom-report/renewable-energy-germany/#wind-
power-generation-germany
Bruttostromerzeugung in Deutschland ab 1990 nach Energieträgern
http://www.agenergiebilanzen.de/index.php?article_id=29&fileName=20170207_
brd_stromerzeugung1990-2016.pdf
Annual Statistic, European Wind Energy Associations,
http://www.ewea.org/fileadmin/files/library/publications/statistics/EWEA-
Annual-Statistics-2015.pdf
STATUTS ET RÈGLEMENT INTÉRIEUR DU PS statement dalam
http://www.parti-socialiste.fr/wp-content/uploads/2016/01/Statuts-et-
reglement-2015-PS.pdf
Nuclear Remains Linchpin of French EnergyTransition
5
http://www.euractiv.com/section/sustainable-dev/news/nuclear-remains-linchpin-
of-french-energy-transition/
Energiewende Team, French energy transition law: return to sender?
https://energytransition.org/2015/03/french-energy-transition-law-delayed/
What Next For Frenc And EU Energy Policy? Artikel online dalam
http://carnegieeurope.eu/publications/?fa=47705
Transition Energetique Comment le senat
http://www.lemonde.fr/planete/article/2015/02/19/transition-energetique-
comment-le-senat-a-change-la-loi_4580129_3244.html
Ministry of Economy of the Republic of Poland, Polityka energetyczna Polski do
2030 roku [Poland’s Energy Policy to 2030], Warsaw, 2009, Annex 2.
Ministry of Foreign Affairs Republic of Polandia dalam “Wiemar Triangle”,
Ministry of Foreign Affairs Republic of Polandia , [Artikel On-line];
Tersedia di
http://www.msz.gov.pl/en/foreign_policy/europe/wweimar_triangle1/wei
mar_triangle; Internet; diakses pada 24 april 2015 pukul 21.33.
Ministry of Poland
http://www.msz.gov.pl/en/foreign_policy/europe/wweimar_triangle1/
Joint Statement Weimar Triangle 1
http://www.bmub.bund.de/fileadmin/Daten_BMU/Download_PDF/Klimas
chutz/erklaerung_gruenes_weimarer_dreieck_2013_en_bf.pdf
Joint Statement Weimar Triangle 2
6
http://www.msz.gov.pl/resource/ae652e98-195a-41fb-aa18-
14c889d8b9ad:JCR
Merkel Commits to renewable energy dalam
https://www.bloomberg.com/news/videos/b/db5b2fbd-0f77-4d4d-a832-
8c9f03f35b27
Merkel’s No-Nuke Stumble May Erode Re-Election Support
https://www.bloomberg.com/news/articles/2013-04-10/merkel-s-no-nuke-
stumble-may-erode-re-election-support-energy
German Power-Price Swings Threaten Growth Engine: Energy Markets
https://www.bloomberg.com/news/articles/2013-10-16/german-power-
price-swings-threaten-growth-engine-energy-markets