kelainan kongenital

61
KELAINAN KONGENITAL BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peristiwa kehamilan adalah salah satu peristiwa penting oleh setiap manusia yang telah terikat pernikahan. Tetapi adakalanya peristiwa itu mengalami permasalahan sehingga menjadi tidak normal misalnya dalam keadaan abnormal itu dapat mengakibatkan kelainan bawaan atau kelainan kongenital. Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi yang timbul sejak kehidupan hasiI konsepsi sel telur. Kelainan kongenital dapat merupakan sebab penting terjadinya abortus, lahir mati atau kematian segera setelah lahir. Untuk kejadian abnormal kehamilan pada regio kraniofasial umumnya terdiri atas kelainan kongenital jaringan lunak dan kelainan kongenital jaringan keras. Kelainan jaringan lunak meliputi cleft lip, makroglosia,mikroglosia,ankyloglossia,dll dan yang termasuk kelainan jaringan keras yaitu cleft palate/celah palatum, torus, agnasia, mikrognasia, makrognasia. Peristiwa ketidaknormalan yang terjadi pada regio kraniofasial diatas dapat digamabarkan dari sebuah skenario sebagai berikut: “ Anak usia 1tahun terdapat kelainan bawaan berupa celah pada bibir atas, cacat ini ditemukan sejak lahir. Oleh karena kelainan tersebut anak mengalami kesulitan untuk makan an minum karena sering tersedak, pada pemeriksaan juga terdapat celah palatum”

Upload: vionadestari

Post on 27-Oct-2015

855 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

bhn

TRANSCRIPT

Page 1: KELAINAN KONGENITAL

KELAINAN KONGENITAL

 BAB IPENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah

Peristiwa kehamilan adalah salah satu peristiwa penting oleh setiap manusia yang

telah terikat pernikahan. Tetapi adakalanya peristiwa itu mengalami permasalahan sehingga

menjadi tidak normal misalnya dalam keadaan abnormal itu dapat mengakibatkan kelainan

bawaan atau kelainan kongenital. Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam

pertumbuhan struktur bayi yang timbul sejak kehidupan hasiI konsepsi sel telur. Kelainan

kongenital dapat merupakan sebab penting terjadinya abortus, lahir mati atau kematian segera

setelah lahir.

Untuk kejadian abnormal kehamilan pada regio kraniofasial umumnya terdiri atas

kelainan kongenital jaringan lunak dan kelainan kongenital jaringan keras. Kelainan jaringan

lunak meliputi cleft lip, makroglosia,mikroglosia,ankyloglossia,dll dan yang termasuk

kelainan jaringan keras yaitu cleft palate/celah palatum, torus, agnasia, mikrognasia,

makrognasia.

Peristiwa ketidaknormalan yang terjadi pada regio kraniofasial diatas dapat

digamabarkan dari sebuah skenario sebagai berikut: “ Anak usia 1tahun terdapat kelainan

bawaan berupa celah pada bibir atas, cacat ini ditemukan sejak lahir. Oleh karena kelainan

tersebut anak mengalami kesulitan untuk makan an minum karena sering tersedak, pada

pemeriksaan juga terdapat celah palatum”

1.2  Rumusan Masalah

1.        Bagaimana perkembangan dan pertumbuhan embriologi kranifasial?

2.        Apa saja macam-macam kelainan kongenital?

a)    Kelainan kongenital jaringan lunak?

b)   Kelainan kongenital jaringan keras?

3.        Bagaimana cara pemeriksaan klinis dan penunjang ?

4.        Bagaimana cara perawatan cleft lip dan cleft palate ?

1.3    Tujuan Pembelajaran

1.    Mengetahui perkembangan dan pertumbuhan embriologi kranifasial.

2.        Mengetahui apa saja macam-macam kelainan kongenital.

Page 2: KELAINAN KONGENITAL

a.    Kelainan kongenital jaringan lunak.

b.    Kelainan kongenital jaringan keras.

3.        Mengetahui cara pemeriksaan klinis dan penunjang.

4.        Mengetahui cara perawatan cleft lip dan cleft palate.

Page 3: KELAINAN KONGENITAL

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1  Definisi Kelainan kongenital

            Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi yang

timbul sejak kehidupan hasiI konsepsi sel telur. Kelainan kongenital dapat merupakan sebab

penting terjadinya abortus, lahir mati atau kematian segera setelah lahir. Kematian bayi dalam

bulan-bulan pertama kehidupannya sering diakibatkan oleh kelainan kongenital yang cukup

berat, hal ini seakan-akan merupakan suatu seleksi alam terhadap kelangsungan hidup bayi

yang dilahirkan. Bayi yang dilahirkan dengan kelainan kongenital besar, umumnya akan

dilahirkan sebagai bayi berat lahir rendah bahkan sering pula sebagai bayi kecil untuk masa

kehamilannya. Bayi berat lahir rendah dengan kelainan kongenital berat, kira-kira 20%

meninggal dalam minggu pertama kehidupannya. 

2.2  Etiologi Kelainan Kongenital

Beberapa faktor etiologi yang diduga dapat mempengaruhi terjadinya kelainan

kongenital antara lain:

a)        Kelainan Genetik dan Khromosom.

Kelainan genetik pada ayah atau ibu kemungkinan besar akan berpengaruh atas kelainan

kongenital pada anaknya. Beberapa contoh kelainan kromosom autosomal trisomi 21 sebagai

sindroma Down (mongolism) kelainan pada kromosom kelamin sebagai sindroma Turner.

b)        Faktor mekanik

Tekanan mekanik pada janin selama kehidupan intrauterin dapat menyebabkan kelainan

hentuk organ tubuh hingga menimbulkan deformitas organ tersebut. Faktor predisposisi

dalam pertumbuhan organ itu sendiri akan mempermudah terjadinya deformitas suatu organ.

c)        Faktor infeksi.

Infeksi yang dapat menimbulkan kelainan kongenital ialah infeksi yang terjadi pada

periode organogenesis yakni dalam trimester pertama kehamilan. Infeksi pada trimesrer

pertama di samping dapat menimbulkan kelainan kongenital dapat pula meningkatkan

kemungkinan terjadinya abortus. Beberapa infeksi  pada trimester pertama yang dapat

menimbulkan kelainan kongenital antara lain ialah infeksi virus sitomegalovirus, infeksi

Page 4: KELAINAN KONGENITAL

toksoplasmosis, kelainan-kelainan kongenital yang mungkin dijumpai ialah adanya gangguan

pertumbuhan pada system saraf pusat seperti hidrosefalus, mikrosefalus, atau mikroftalmia.

d)       Faktor Obat

Beberapa jenis obat tertentu yang diminum wanita hamil pada trimester pertama

kehamilan diduga sangat erat hubungannya dengan terjadinya kelainan kongenital pada

bayinya. Salah satu jenis obat yang telah diketahui dagat menimbulkan kelainan kongenital

ialah thalidomide yang dapat mengakibatkan terjadinya fokomelia atau mikromelia.

e)        Faktor umur ibu

Telah diketahui bahwa mongoIisme lebih sering ditemukan pada bayi-bayi yang

dilahirkan oleh ibu yang mendekati masa menopause. Di bangsal bayi baru lahir Rumah Sakit

Dr Cipto Mangunkusumo pada tahun 1975-1979, secara klinis ditemukan angka kejadian

mongolisme 1,08 per 100 kelahiran hidup dan ditemukan resiko relatif sebesar 26,93 untuk

kelompok ibu berumur 35 tahun atau lebih; angka keadaan yang ditemukan ialah 1: 5500

untuk kelompok ibu berumur < 35 tahun, 1: 600 untuk kelompok ibu berumur 35-39 tahun,

1 : 75 untuk kelompok ibu berumur 40 - 44 tahun dan 1 : 15 untuk kelompok ibu berumur 45

tahun atau lebih.

f)         Faktor hormonal

Faktor hormonal diduga mempunyai hubungan pula dengan kejadian kelainan kongenital.

Bayi yang dilahirkan oleh ibu hipotiroidisme atau ibu penderita diabetes mellitus

kemungkinan untuk mengalami gangguan pertumbuhan lebih besar bila dibandingkan dengan

bayi yang normal.

g)        Faktor radiasi

Radiasi ada permulaan kehamiIan mungkin sekali akan dapat menimbulkan kelainan

kongenital pada janin. Adanya riwayat radiasi yang cukup besar pada orang tua

dikhawatirkan akan dapat mengakibatkan mutasi pada gene yang mungkin sekali dapat

menyebabkan kelainan kongenital pada bayi yang dilahirkannya.

h)        Faktor gizi

Pada manusia, pada penyelidikan-penyelidikan menunjukkan bahwa frekuensi kelainan

kongenital pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang kekurangan makanan lebih tinggi

bila dibandingkan dengan bayi-bayi yang lahir dari ibu yang baik gizinya.

i)          Faktor-faktor lain

Page 5: KELAINAN KONGENITAL

Banyak kelainan kongenital yang tidak diketahui penyebabnya. Faktor janinnya sendiri

dan faktor lingkungan hidup janin diduga dapat menjadi faktor penyebabnya. Masalah sosial,

hipoksia, hipotermia, atau hipertermia diduga dapat menjadi faktor penyebabnya. Seringkali

penyebab kelainan kongenitai tidak diketahui.

2.3  Pertumbuhan Dan Perkembangan Wajah

Palatum primer dan palatum sekunder terbentuk berdasarkan perkembangan

embriologi. Palatum primer atau premaksila merupakan daerah triangular pada bagian

anterior langitan keras, meluas secara anterior ke insisiv foramen sampai ke insisiv lateral

kanan dan kiri, termasuk bagian alveolar ridge gigi – gigi insisif maksila. Palatum sekunder

terdiri dari sisa – sisa bagian palatum keras dan semua palatum lunak.

Menurul Alberry, perkembangan wajah terjadi pada minggu keempat setelah

fertilisasi, dengan lima buah penonjolan atau swelling yang mengelilingi stomodeum.

Swelling ini disebut juga ‘facial processes’. Facial processes tersebut merupakan akumulasi

sel mesenkim yang berada dibawah permukaan epitel. Mesenkim ini merupakan

ektomesenkimal dan berkontribusi terhadap perkembangan struktur orofasial seperti saraf,

gigi, tulang, mukosa mulut. Swelling yang berada diatas stomodeum disebut frontonasal

processes dimana berkontribusi dalam perkembangan hidung dan bibir atas. Dibagian bawah

dal lateral stomodeum terdapat dua buah mandibular processes yang berkontribusi dalam

perkembangan rahang bawah dan bibir dan di atas mandibular processes terdapat maxillary

processes yang berkontribusi dalam perkembangan rahang atas dan bibir. Pada sisi inferior

frontonasal processes akan muncul nasal placodes. Proliferasi ektomesenkim pada tiap kedua

sisi placode akan menghasilkan pembentukan medial dan lateral nasal prosesus. Diantara

pasangan prosesus tersebut terdapat cekungan yaitu nasal pit yang merupakan primitive

nostril.

Celah pada palatum primer dapat terjadi karena kegagalan mesoderm untuk

berpenetrasi ke dalam grooves diantara maxillary processes dan median nasal processes

sehingga proses penggabungan antara kuduanya tidak terjadi. Sedangkan celah pada palatum

sekunder diakibatkan karena kegagalan palaite shelf untuk berfusi satu sama lain.

Berbagai hipotesis dikemukakan bagaimana bagaimana bisa menyebabkan kegagalan

proses penyatuan. Pada normal embrio, epitel diantara median dan prosesus lateral nasal

dipenetrasikan oleh mesenkim dan akan menghasilkan fusi diantara keduanya. Jika penetrasi

tidak terjadi maka epitel akan terpisah dan terbentuk celah.

2.4  Definisi Celah Bibir Dan Langitan

Page 6: KELAINAN KONGENITAL

Celah bibir dan langitan merupakan suatu bentuk kelainan sejak lahir atau cacat

bawaan pada wajah. Kelainan ini terjadi akibat kegagalan penyatuan tonjolan processus

facialis untuk bertumbuh dengan akurat dan saling bergabung satu sama lain, dimana

melibatkan penutupan selubung ektoderma yang berkontak dengannya.

Celah bibir merupakan bentuk abnormalitas dari bibir yang tidak terbentuk sempurna

akibat kegagalan proses penyatuan processus selama perkembangan embrio di dalam

kandungan. Tingkat pembentukan celah bibir dapat bervariasi, mulai dari yang ringan yaitu

brupa sedikit takikan (notching) pada bibir, sampai yang parah dimana celah atau pembukaan

yang muncul cukup besar yaitu dari bibir atas sampai ke hidung. Celah langitan terjadi ketika

palatum tidak menutup secara sempurna, meninggalkan pembukaan yang dapat meluas

sampai ke kavitas nasal. Celah bisa melibatkan sisi lain dari palatum, yaitu meluas ke bagian

palatum keras di anterior mulut sampai palatum lunak kearah tenggorokan. Seringkali terjadi

bersamaan antara celah bibir dan celah alveolar atau dapat tanpa kelainan lainnya. Pada

kelainan ini dapat terjadi gangguan pada proses menelan, bicara dan mudah terjadi infeksi

pada saluran pernafasan karena tidak adanya sekat antara rongga mulut dan rongga hidung.

Infeksi juga dapat berkembang ke daerah telinga. Prevalensi celah bibir dan langitan sekitar

45% dari keseluruhan kasus, celah bibir saja 25% dan celah langitan saja 35%. Celah bibir

dengan atau tanpa celah langitan lebih sering terjadi pada anak laki – laki sedangkan celah

langitan lebih sering terjadi pada anak perempuan. Perbandingan insiden celah bibir dengan

atau tanpa celah langitan antar anak laki- laki dan perempuan yaitu 2:1, sebaliknya

perbandingan insiden celah insiden celah langitan antara anak laki- laki dan perempuan

sekitar 1:2.

Celah palatum bilateral yang tidak diperbaiki dapat menyebabkan terjadinya protusi

maksila ke anterior pada bagian premaksila. Insiden terjadinya celah palatum yang

berhubungan dengan anomali ini lebih banyak pada ras negroid dibandingkan ras kulit putih.

Insiden terjadinya celah palatum tanpa celah bibir adalah 0,5 dari 1000 kelahiran.

Page 7: KELAINAN KONGENITAL

BAB III

PEMBAHASAN

3.1    Perkembangan Dan Pertumbuhan Embriologi Kranifasial

3.1.1  Embriogenesis

 Embriogenesis terdiri atas tiga tahap berbeda selama 280 hari pembuahan (10 hari

pada siklus menstruasi 28 hari). Hari pertama pasca-pembuahan, zygot berkembang dari satu

sel menjadi 16 selyang disebut morula. Sel ini sendiri tidak lebih besar daripada ovum

semula. Blastomer totipotensi awal ini dapat berkembang menjadi jaringan, tetapi nantinya

akan berdiferensiasi membentuk 100 sel blastosit yang terisi cairan, sebagai hasil dari

penyerapan cairan sel morula yang padat. Bagian luar sel membentuk tropoblast dan massa

sel dalam membentuk embrio. Selama periode ini, hasil pembuahan berjalan

Sepanjang saluran uterus, masuk ke uterus, serta tertanam dalam endometrium uterin,

pada hari ketujuh pasca pembuahan. Tropoblast berubah menjadi korion dengan

mengeluarkan vili. Penanaman korionik menghasilkan plasenta, organ perpindahan nutrisi

dan pembuangan produk sisa fetomaternal.

3.1.2 Neurolasi

 Cangkram benih embrionik primodial terdiri dari dua lapisan benih primer

ektodermal, yang membentuk dasar rongga amniotik dan endodermal, yang membentuk atap

kantung telur. Ini adalah garis batas awal padahari ke-14, dari kutub anterior cakram yang

mulanya oval; penebalan endodermal, bidang prakordal muncul pada bakal midsephalik.

Bidang prakordal mendahului perkembangan daerah orofasial, mengeluarkan lapisan

endodermal dari membran orofaringeal; peranan membran ini akan dibicarakan lebih lanjut

dalam hubungannya dengan perkembangan mulut. Lapisan benih primer ketiga, mesodermal,

muncul pada awal minggau ketiga, sebagai hasil proliferasi sel ektodermal dan diferensiasi

pada daerah kaudal cakram embrionik. Tonjolan yang terbentutk di cakram memiliki groove

kraniokaudal, yang disebut garis primitif. Dari garis primitif terbentuk jaringan yang

berproliferasi dengan cepat serta disebut mesensim, yang membentuk mesodermal

intraembrionik, yang bergerak ke segala arah antara ektodermal dan endodermal, kecuali

pada daerah membran orofaringeal di depan dan membrankloakal di belakang. Munculnya

mesodermal akan mengubah cakram bilaminar menjadi trilaminar. Sumbu garis tengah

terlihat dengan pembentukkan notokord dari proliferasi dan diferensiasi ujung kranial garis

primitif. Notokord berakhir di depan pada bidang prakordal pada bakal kelenjar pituitari.

Page 8: KELAINAN KONGENITAL

Notokord berfungsi sebagai sumbu rangka embrio, dan merangsang pembentukkan bidang

neural pada ektodermal di atasnya (ektodermal neural) dan mesodermal lateral merangsang

perkembangan epidermal (ektodermal kutaneus). Ketiga lapisan benih primer berfungsi atas

dasar diferensiasi jaringan dan organ serta berasal dari masing-masing lapisan.

Perkembangan ektodermal menjadi bagian kutaneus dan saraf dimulai pada    hari ke-

20, dengan terbukanya lipatan ektodermal bidang saraf sepanjang garis tengah, membentuk

lipatan neural; membentuk groove neural. Pada hari ke-22, lipatan neural bergabung pada

daerah somit ketiga sampai kelima, daerah bakal osipital. Penutupan awal meluas ke sephalik

dan kaudal, membentuk neural tube, yang terbenam di bawah lapisan superfisial dari

ektodermal kutaneus.

 Jaringan ektomesensimal ini disebut neural crest dari daerah asalnya, keluar dari crest

lipatan neural dimana pengaruh netralisasi dan epidermisasi terjadi. Sel-sel neural crest

membentuk jaringan terpisah yang dalam hubungannya dengan lapisan benih primer,

pluripotensial. Ektomesensim neural crest memiiliki daya pergerakkan yang besar, mengikuti

bidang pencungkilan alami antara mesodermal, ektodermal dan endodermal, serta mengarah

intramesodermal. Populasi ini tergeser baik melalui translokasi aktif yang berasal dari

pergeseran jaringan atau perpindahan sel aktif. Translokasi sel neural crest pada saat

mencapai titik akhir yang sudah ditentukan, mengalami sitodeferensiasi menjadi berbagai tipe

sel yang sebagian di antaranya membelah ketika bergerak, membentuk populasi yang lebih

besar pada titik akhir daripada awal. Sel-sel ini membentuk sumber utama dari komponen

jaringan ikat, termasuk tulang rawan, tulang, dan ligamen daerah wajah dan mulut, serta ikut

berperan membentuk daerah otot dan arteri.

Notochord

(terjadi induksi ektodermal, lalu terjadi poleferasi)

Page 9: KELAINAN KONGENITAL

neural plate

(berpoliferasi)

neural fold

neural groove

 

neural tube

Pada saat terbentuknya neural tube terjadi pembentikan krista yang  dikenaldengan

neural crest. Setelah neural crest terbentuk, neural crest meninggalkan neuroektoderm

ketempat-tempat tertentu. Setelah sampi ke tempat-tempat yang dituju neural crest

berdiiferensiasi menjadi sel otak,, pigmen, sel schwan, medula adrenal, dan mesensim.

Setelah itu mesenchim akan berdiferensiasi menjadi jaringan ikat sejati, jaringan tulang dan

jaringan gigi(Embriologi kraniofasial,1991:17-29).

3.1.3    Pertumbuhan dan perkembangan Kraniofasial:

3.1.3.1 Pembentukan kalvaria

 Mesensim yang membentuk vault neokranium, mula-mula tersusun sebagai

membran kapsular disekitar otak yang sedang terbentuk. Membran ini terdiri dari dua lapisan

yakni lapisan dalam (endomenik) yang merupakan tempat asal neural crest dan lapisan luar

(ektomenik) yang merupakan tempat asal mesodermal. Dari lapisan dalam (endomenik)

tersebut terbentuk dua lapisan yang menutupi otak yang disebut dengan piameter dan

arahnoid. Untuk lapisan luar (ektomenik) terjadi deferensiasi yang lalu menjadi bagian dalam

durameter yang juga menutupi otak.

 Pada bagian ektomenik ini terjadi peristiwa osteogenesis. Osteogenesis ektomenik

terjadi berupa pembentukan tulang intramembranosis diatas daerah otak yang nantinya

membentuk vault tengkorak atau yang disebut calvaria. Selain itu, lapisan luar ini juga

membentuk dasar kondrifikasi otak berupa kondrokranium yang nantinya berosifikasi

endokondral. Osifikasi tulang calvaria intramembranosis tergantung akan adanya otak. Ada

berbagai pusat osifikasi primer dan sekunder yang terbentuk dari lapisan luar untuk membuat

tulang individual. Lapisan luar (ektomenik) yang berasal dari mesodermal akan membentuk

sebagian besar tulang frontal, parietal, sphenoid, petrosal temporal dan occipital.

Page 10: KELAINAN KONGENITAL

 Pertumbuhan dari tulang calvaria ini sebenarnya merupakan kombinasi dari peristiwa

pertumbuhan suture, aposisi permukaan dan resorpsi, serta pergeseran kearah luar karena

perluasan otak. Pertumbuhan suture merupakan peristiwa dominant dalam perkembangan

tulang calvaria sampai tahun kehidupan ke 4. Dilanjutkan dengan aposisi permukaan yang

mengikuti menjadi semakin dominan. Untuk peristiwa remodeling dari peristiwa

pertumbuhan tulang calvaria mampu membuat bagian tulang yang melengkung menjadi datar

sebagai tempat daerah permukaan otak yang makin besar karena bertumbuh. Datarnya

lengkung dari tulang calvaria tersebut diperoleh dengan kombinasi erosi endokondral dan

deposisi ektokranial.

3.1.3.2 Pembentukan Suture

 Suture adalah salah satu variasi dari sendi tulang yang tidak bergerak

(sinartrosis),yang terbatas pada tengkorak. Letaknya ditentukan secara genetic, tetapi

pengaruh lingkungan juga menentukan bentuknya. Suture berperan penting pada

pertumbuhan tengkorak. Walaupun suture membentuk ikatan yang kuat antar tulang-tulang

yang berdekatan, suture juga memungkinkan adanya sedikit pergerakan dan karena itu, dapat

menyerap stress mekanis. Tulang tengkorak intramembranosis dipisahkan oleh daerah-daerah

jaringan ikat, ligament sutural atau membrane, yang terbentuk dari beberapa lapisan.

 Ligament sutural merupakan bagian dari membrane awal tempat osifikasinya tulang-

tulang. Tulang kalvaria terbentuk dalam ektomik dan suturenya terbentuk dari serat-serat

sejajar yang berhubungan dengan perikranium dan duramater. Sebaliknya tulang wajah

berosifikasi dalam mesensim yang relative tidak bersrtuktur dan serat-seratnya membentuk

sudut tangen terhadap tulang, tanpa adanya serat yang menghubungkan tulang-tulang yang

berdekatan, sampai ke dekat pertemuan sutural. Tulang rawan sekunder terbentuk dari

beberapa suture, terutama pada suture sagital dan midpalatal.

Suture dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1.    Suture serrate – tepi tulang seperti gergaji atau bergerigi. Contohnya, suture sagital dan

koronal, yang bersama dengan tulang parietal artikulasi dan frontal yang berbentuk cembung,

memungkinkan kranium menahan benturan yang cukup kuat.

2.    Suture dentikulat – tonjolan tulang artikulasi yang kecil dan seperti gigi, yang  melebar ke

arah ujung bebasnya. Penggabungan ini menghasilkan kunci yang lebih kuat daripada suture

serrate. Contohnya adalah suture lambdoid.

3.    Suture squamous atau bevel – salah satu tulang menumpuk pada tulang yang lain, seperti

pada suture squamous antra tulang parietal dan temporal. Tulang artikulasi tampak memiliki

Page 11: KELAINAN KONGENITAL

bevel resiprokal, satu di dalam, satu di luar. Permukaan bevel dapat bergerigi atau berlekuk-

lekuk.

4.    Suture bidang atau tumpul – permukaan tulang berujung datar biasanya diperkasar dan tidak

teratur. Contohnya adalah suture midpalatal.

Tipe penghunbung fibrosa yang lain pada tengkorak umumnya lebih khusus dan tidak

diklasifikasikan sebagai suture.

1.    Schindylesis – tipe artikulasi “tongue in groove’, dimana bidang tulang yang tipis masuk ke

celah tulang yang lain. Contohnya adalah artikulasi bidang tulang etmoid  yang tegak dengan

vomer.

2.    Gomphosis – tipe artikulasi pig in hole, dimana prosesus konikal dari salah satu tulang masuk

melalui bagian tulang lain seperti soket. Contohnya adalah artikulasi prosesus stiloid (prefusi)

dengan tulang petrosal temporal. Melalui pemanjangan, perlekatan gigi-gigi dengan alveolus

rahang atas dan bawah, juga disebut gomphosis. Suture koronal dan sagital, melalui

interdigitasi dari proyeksi tulang frontal dan parietal, membentuk beberapa struktur sendi

gomphosis untuk menahan tekanan mekanis yang mengenainya.

3.1.3.3 Pembentukan dasar cranial

 Daerah sentral dasar cranial terdiri dari bagian prekordral dan kordal yang saling

bertemu pada sudut di fosa hipofisial. Sudut bawah, terbentuk dari garis nasion ke sela,

kebasion pada bidang sagital. Yang mulanya sangat tumpul, kira-kira 150 derajat pada

embrio berumur 4 minggu (tahap prekartilage). Membengkok menjadi 130 derajat, pada

embrio 7-8 minggu. Akan menjadi lebih runcing pada umur 10 minggu (tahap pra ossifikasi),

seluruh bagian kepala naik karena perluasan leher, mengangkat wajah dari otak. Antara 10-12

minggu dasar kranial membentuk sudut yang melebar, antara 125 -130derajat dan

mempertahankan angulasi ini postnatal. Pendataran kranial mungkin karena pertumbuhan

otak yang cepat selama fetus(Embriologi kraniofasial,1991:101).

Antara minggu 10-40, bagian depan dasar cranial bertambah besar dan lebar tujuh kali

lipat, sedangkan bagian belakang tumbuh lima kali lipat. Pertumbuhan batang otak dan tubuh

tulang spenoid serta basisosipital, lambat, menghasilkan dasar yang stabil.

3.1.3.4 Pembentukan rangka wajah

Page 12: KELAINAN KONGENITAL

            Rangka dan jaringan ikat pada muka (kecuali kulit dan otak) berasal dari neural crest

di kranial Sel ini memberi pola pertumbuhan dan perkembangan pada muka. Pertumbuhan

fasial mulai sejak penuupan neuropore minggu ke 4 masa kehamilan migrasi, adhesi,

proliferasi sel-sel neural crest.

      Ada 3 pusat pertumbuhan fasial, yaitu :1

1.        Sentra prosensefalik

            Bertanggung jawab atas pertumbuhan dan perkembangan lobus frontal otak, tulang

frontal, dorsum nasal dan bagian tengah bibir atas, premaksiladan septum nasal (regiofronto-

nasal).1

2.        Rombensefalik

                   Membentuk bagian posterior kepala, lateral muka dan sepertiga muka bagian bawah

(regio latero-posterior). Ada bagian-bagian yang mengalami tumpang tindih (overlap) akibat

impuls-impuls pertumbuhan yang terjadi, disebut diacephalic borders.1

3.        Diasefalik

                   Diacephalic borders pertama yaitu sela tursika, orbitadan ala nasi, selanjutnya ke arah

filtrum; dan filtrum merupakan pertanda (landmark) satu-satunya dari diacephalic borders

yang bertahan seumur hidup. Diacephalic borders kedua adalah regio spino-kaudal dan leher.

Embryo berusia 2 minggu dengan sentra-sentra pertumbuhan :

a. sentra prosensefalik

b. sentradiasefalik

c. sentra rombensefalik1

Gangguan pada pusat-pusat pertumbuhan maupun rangkaian proses kompleks sel-sel

neural crest menyebabkan malformasi berupa aplasi, hipoplasi dengan atau tanpa displasi,

normoplasi dan hiperplasi dengan atau tanpa displasi. Perkembangan palatum berlangsung

pada minggu ke 4 – 12 kehamilan. Setelah penutupan neuropore (pada minggu ke-4), primary

palate membentuk premaksila

(sentra prosensefalik). Rangkaian prosesnya terdiri dari inisialisasi, proliferasi neural crest

dan pertumbuhan mesenkim membentuk prosesus frontonasal. Secondary palate (90% hard

palate dan 10% soft palate) dibentuk dari segmen lateral (sentra rombensefalik, pada minggu

ke-6), yang kemudian akan mengalami fusi dengan median plane (akhir minggu ke-7).1

3.1.3.5  pembentukan palatum

Page 13: KELAINAN KONGENITAL

Palatine shelves mulanya berkembang ke arah bawah, membentuk lidah. Bersamaan

dengan pertumbuhan mandibula, palatine shelves terproyeksi pada bidang horizontal;

mengalami fusi di medial dengan septum nasi (minggu ke 9-10); proses fusi ini membentuk

palatum bagian anterior sampai posterior. Kematian sel epitel (terprogram) di sisi median

memungkinkan proses penyatuan sel-sel mesenkhim pada saat mencapai garis tengah,

membentuk palatum secara utuh.

            Secara ringkas, rangkaian proses pembentukan secondary palate terdiri dari

pertumbuhan sel mesenkim  (proliferasi dan migrasi) dilanjutkan elevasi palatine shelves,

proses fusi yang terdiri dari kontak epitel, epithelial breakdown (programmed cell death)

dilanjutkan oleh penggantian sel-sel mesenkim di garis

median. Pembentukan bibir atas melalui rangkaian proses sebagaimana berikut. Sisi lateral

bibir atas, dibentuk oleh prominensi maksila kiri dan kanan; sisi medial (filtrum) dibentuk

oleh fusi premaksila dengan prominensi nasal. Ketiga prominensi ini kemudian mengalami

kontak membentuk seluruh bibir atas yang utuh. Gangguan yang terjadi pada rangkaian

proses sebagaimana diuraikan diatas akan menyebabkan adanya celah baik pada bibir

(jaringan lunak) maupun gnatum, palatum, nasal, frontal bahkan maksila dan orbita (rangka

tulang). Dan berdasarkan teori ini, dikatakan bahwa sumbing bibir dan langitan, merupakan

suatu bentuk malformasi (aplasi-hipoplasi) yang paling ringan dari facial cleft, yang

mencerminkan gangguan pertumbuhan pada sentra prosensefalik rombensefalik dan

diasefalik.

3.2  Macam-Macam Kelainan Kongenital

A)   Kelainan Kongenital Jaringan Lunak

1.        Makroglosia

Pembesaran lidah dapat merupakan kelainan perkembangan yang disebabkan oleh

hipertrofi otot lidah. Lidah yang besar akan mendorong gigi dan tapakan gigi akan terbentuk

pada tepi lateral lidah, seperti kerang.

Makroglosia dapat terlihat pada sindrom down dan pada kretinisme kongenital akibat

kekurangan hormon kelenjar tiroid pada si ibu. Makroglosia juga dapat merupakan kelainan

yang didapat, selain karena faktor perkembangan misalnya, karena kehilangan gigi geligi

rahang bawah dalam jumlah yang banyak. Pembesaran lidah dapat pula disebabkan oleh

tumor, radang dan perubahan hormonal (misalnya pada kretinisme dan akromegali).

Page 14: KELAINAN KONGENITAL

Bergantung pada derajat keparahan dan potensinya untuk menimbulkan problem

dalam rongga mulut, pembesaran lidah dapat dikurangi dengan tindakan bedah.

 

2.        Mikroglosia

Mikroglosia adalah lidah yang kecil. Kejadian ini sangat jarang ditemukan, dapat

ditemukan pada sindrom Pierre Robin yang merupakan kelainan herediter.

Pada hemiatrofi lidah, sebagian lidah mengecil. Penyebabnya dapat berupa cacat pada

saraf hipoglosus yang mempersarafi otot lidah. Tanpa rangsangan, otot lidah menjadi atrofi

dan tubuh lidah menjadi mengecil. Pada kasus ini, selain cacat pada lidah, juga menimbulkan

kerusakan ditempat lain.

 

3.        Ankiloglosia (tongue tie)

Ankiloglosia merupakan perlekatan sebagian atau seluruh lidah kedasar mulut.

Frenulum lingualis melekat terlalu jauh kedepan dan terlihat pada posisi bervariasi, yang

paling parah bila terletak pada ujung anterior lidah. Pergerakan lidah dapat terhambat dan

penderita tidak dapat menyentuh palatum keras dalam posisi mulut terbuka. Bicara dapat

terganggu. Kasus ringan tidak membutuhkan perawatan, sedangkan kasus berat berhasil

diobati dengan bedah untuk memperbaiki perlekatan frenulum.

Page 15: KELAINAN KONGENITAL

4.      Sumbing Lidah (cleft tongue)

Sumbing lidah terjadi akibat terganggunya perpaduan bagian kanan dan kiri lidah.

5.      Tiroid Lingual

Tiroid lingual tampak sebagai suatu penonjolan pada pangkal lidah sekitar foramen

caecum yang mengandung jaringan tiroid.

Patogenesis: kelenjar tiroid dibentuk pada pangkal lidah (foramen caecum). Pada minggu

ke 5, intrauterin akan turun kebawah di depan trakea dan berhenti di depan os hyoideum dan

os tiroid. Jika sebagian tidak turun, terjadi tiroid lingual. Secara normal, perjalanan

penurunan ini merupakan suatu saluran yang akhirnya menghilang karena atrof, tetapi

kadang-kadang sisa saluran tertinggal dan terbentuk kista (kista tiroglosus).

 

6.      Kista Tiroglosus

Mikroskopis: dinding kista mengandung sisa-sisa jaringan tiroid yang terdiri atas folikel

kelenjar tiroid yang mengandung koloid.

Kista ini perlu dibedakan dengan kista lain yang ditemukan juga pada leher, misalnya

kista brankiogenik yang letaknya tidak pada garis tengah, tetapi lebih ke samping. Pada

gambaran mikroskopis, kista brankiogenik tidak mengandung sisa-sisa kelenjar tiroid, tetapi

terdiri atas folikel jaringan limfoid yang padat serta dilapisi oleh epitel gepeng berlapis

sebagai lapisan dalam dinding kista.

7.      Median Romboid Glositis

Median romboid glositis merupakan kelainan kongenital akibat kelainan perkembangan

embrional. Kedua tuberkulum lateral lidah tidak bertemu di tengah lidah dan tidak menutup

bagian tengah yang disebut tuberkulum impar. Bagian tengah tampak sebagai suatu daerah

berbentuk belah ketupat berwarna kemerahan seperti terkena radang dengan permukaan licin

karena tidak berpapil.

Page 16: KELAINAN KONGENITAL

Mikroskopis:  ditemukan akantosis dengan fibrosis jaringan dibawahnya dan sebukan sel

radang akut sehingga secara histologis merupakan radang. Secara patogenetik, kelainan ini

termasuk golongan cacat kongenital.

 

8.      Lidah Geografik

Biasanya terjadi pada anak-anak. Tampak daerah kemerahan pada dorsum lidah. Tampak

daerah kemerahan pada dorsum lidah akibat deskuamasi papila filiformis dikelilingi daerah

sedikit menonjol dan berbatas tegas dengan tepi tidak teratur dan berwarna putih kekuningan.

Papila fungiformis tetap ada. Gambaran dapat berubah ubah sehingga dinamakan glositis

migratoris jinak. Lesi umumnya tidak sakit, tetapi kadang-kadang timbul rasa sakit, terutama

ketika memakan makanan asin dan pedas. Jarang sekali disertai dengan stomatitis areata

migrans pada sisi lain mukosa mulut yang umumnya pada mukosa labial atau bukal.

Gambaran mikroskopisnya sama dengan stomatitis areata migrans, yaitu tampak

perpanjangan rete peg dan ada infiltrasi sel neutrofil.

9.      Hairy Tongue

Tampak bagian tengah belakang lidah lebih merah dengan permukaan seperti berambut

karena hipertrofi papila filiformis.

Lidah dapat mempunyai bentuk dan pergerakan yang berbeda beda karena pengaruh

faktor genetik dan turunan. Lidah dapat berbentuk seperti gulungan atau berfisura dengan sisi

lateral menyentuh garis tengah. Beberapa penderita dapat mengontrol otot pada ujung lidah

untuk membuat bentuk daun daun semanggi, dinamakan lidah trefoil. Ada pula penderita

yang mempunyai genetik untuk mampu menggerakkan lidah kebelakang dan keluar dari

rongga mulut, dinamakan lidah menelan. Kesemua bentuk lidah yang dapat melakukan

Page 17: KELAINAN KONGENITAL

pergerakan ini bukan menunjukkan kelainan genetik bawaan maupun penyakit, tetapi

merupakan keadaan normal bagi mereka yang dapat melakukan pergerakan tersebut.

B)  Kelainan Kongenital Jaringan Keras

1.         Torus

     Torus merupakan pembengkakan pada rahang yang menonjol dari mukosa mulut yang

tidak berbahaya dan disebabkan oleh pembentukan tulang normal yang berlebihan, tampak

radiopak dan dapat terjadi di beberapa tempat dari tulang rahang.

     Pada garis tengah palatum keras, tampak sebagai massa tonjolan tunggal atau multipel

didaerah sutura palatal bagian tengah, berbentuk konveks, dapat pula berbentuk gepeng,

nodular atau lobular dan dinamakan torus palatinus.

     Mandibula umumnya merupakan massa putih bilateral di bagian lingual akar gigi

premolar dan dinamakan torus mandibularis. Bentuk bervariasi, dapat satu lobus atau

multipel, unilateral atau bilateral. Tumbuh langsung di atas garis milohioid, meluas dari

kaninus sampai molar pertama.

     Umumnya, torus menjadi jelas sesudah dewasa meskipun kadang-kadang pada anak-

anak sudah jelas. Pasien umumnya tek menyadari, hanya diketahui oleh dokter atau dokter

gigi, terutama dalam hubungannya dengan pembuatan desain geligi tiruan. Frekuensi

bervariasi dengan usia. Rasio wanita:pria adalah 2:1

     Torus dapat disebabkan oleh faktor genitik atau fungsi. Namun, peran faktor fungsi

tidak begitu kuat karena frekuensi kejadian pada wanita Eskimo kurang dibandingkan laki-

laki Eskimo meskipun fungsi rahang pada wanita Eskimo ini lebih besar mengingat wanita

Eskimo sering mengunyah sejenis tumbuhan.

     Gambaran mikroskopis tampak korteks tulang yang padat dan kompak, dengan daerah

sentral tulang lebih spongiosa dan kadang-kadang ditemukan lemak dalam sumsum tulang.

     Proyeksi tulang yang sama dapat terlihat pada permukaan labial atau bukal dari lingir

alveolar maksila atau mandibula dan dinamakan tulang eksostosis. Umumnya, kelainan ini

Page 18: KELAINAN KONGENITAL

tidak membutuhkan perawatan. Kalau mengganggu pemakaian gigi tiruan atau bicara, dapat

dilakukan pengambilan secara bedah.

2.      Agnasia

       Kesalahan pembentukan lengkung mandibula sering dihubungkan dengan anomali fusi

telinga luar pada daerah garis tengah yang normalnya ditempati oleh mandibula sehingga

telinga bertemu di garis tengah.

              Agenesis absolut mandibula masih diragukan apakah bisa terjadi. Pada keadaan ini, lidah

juga tidak terbentuk atau mengalami reduksi ukuran. Meskipun astomia (tidak terbentuknya

mulut) dapat terjadi, mikrostomia (mulut yang kecil) lebih sering terjadi. Kadang-kadang

tidak ada hubungan dengan faring, yang tersisa hanya membran buko faringeal. Agnasia

sering juga disebabkan oleh gangguan vaskularisasi.

 

3.      Mikrognasia

Istilah mikrognasia umumnya dipakai khusus untuk mandibula meskipun dapat pula

dipakai untuk menunjukkan pengecilan ukuran mandibula dan maksila. Dagu dapat sangat

retrusif atau absen sama sekali. Hidung dan bibir atas menjadi menonjol sehingga muka

seperti burung.

Keadaan ini dapat bersifat kongenital seperti yang ditemukan pada berbagai sindrom,

dapat pula terjadi sesudah lahir, misalnya akibat trauma, atau infeksi seperti atritis rematoid

juvenilis.

Mikrognasia disebabkan oleh kegagalan pusat pertumbuhan di kepala sendi. Penyebabnya

adalah kelainan perkembangan atau didapat. Cedera pada kepala sendi oleh trauma pada saat

lahir atau  infeksi pada telinga dapat menyerang pusat pertumbuhan kepala sendi.

Kemungkinan lain adalah trauma atau infeksi daerah kepala sendi yang umumnya unilateral

dan menyebabkan pengecilan ukuran rahang yang unilateral.

Page 19: KELAINAN KONGENITAL

Mikrognasia rahang atas ditemukan pada disostosis kraniofasial sindrom

akrosefalosindaktilia yang karakteristik ditemukan pada oksisefalik, sindaktilia tangan dan

kaki dan pada sindrom down.

Keadaan ini dapat dikoreksi dengan bedah. Bila perkembangan rahang tidak bagus, gigi

geligi menjadi berdesakan dan rahang gagal untuk menyesuaikan diri sehingga gigi tidak

dapat beroklusi dengan baik atau dalam posisi buruk untuk berfungsi atau mengganngu

estetik.

4.      Makrognasia

      Makrognasia adalah rahang yang besar. Jika terjadi pada rahang bawah, hal ini dapat

menyebabkan protrusi (kelas III Angle) dengan dagu menonjol.

Keadaan ini dapat bersifat kongenital dan dapat pula bersifat dapatan melalui penyakit

serta dapat dikoreksi dengan tindakan bedah. Pada akromegali, penderita mempunyai tumor

kelenjar hipofisis yang akan mendorong pertumbuhan terus menerus pada tempat tertentu,

misalnya jari dan tulang mandibula.

Beberapa kelainan menyerang rahang dan juga daerah lain, antara lain merupakan

sindrom seperti sindrom Pierre Robin. Pada sindrom ini, anak lahir dengan mikrognasia

rahang bawah yang berat, lidah menjulur keluar dan sumbing palatum. Cacat lain seperti

deformitas telinga dapat juga terjadi. Contoh lain adalah sindrom Treacher Collins.

Ada beberapa sindrom perkembangan yang menunjukkan mikrognasia rahang atas

sebagai bagian suatu sindrom, misalnya sindrom down atau sindrom Apert. Sindrom down

merupakan penyakit genetika yang paling sering ditemukan dengan ciri khas berupa rahang

atas yang kecil selain tanda lainnya. Pada penyakit Crouzon yang merupakan kraniofasial

sinostosis yang berkaitan dengan sindrom Apert, ditemukan rahang atas dan hidung yang

kecil sehingga menyebabkan muka melesak kedalam.

5.      cleft lip dan cleft palate

                      Bibir sumbing (cleft lip) adalah kelainan berupa celah pada bibir atas yang

Page 20: KELAINAN KONGENITAL

didapatkan seseorang sejak lahir. Bila celah berada pada bagian langit-langit rongga mulut

(palatum), maka kelainan ini disebut cleft palate. Pada cleft palate, celah akan

menghubungkan langit-langit rongga mulut dengan rongga hidung. Ada tiga jenis kelainan

cleft, yaitu:

• Cleft lip tanpa disertai cleft palate

• Cleft palate tanpa disertai cleft lip

• Cleft lip disertai dengan cleft palate

Gambar 1. Gambar

Macam-macam Cleft lip

Sekitar separuh dari semua kasus cleft melibatkan bibir atas dan langit-langit

sekaligus. Celah dapat hanya terjadi pada satu sisi (unilateral) atau pada kedua sisi (bilateral)

bibir. Cleft lip dan cleft palate terbentuk saat bayi masih dalam kandungan (Anonim, 2009).

Proses terbentuknya kelainan ini sudah dimulai sejak minggu-minggu awal kehamilan ibu.

Saat usia kehamilan ibu mencapai 6 minggu, bibir atas dan langit-langit rongga mulut bayi

dalam kandungan akan mulai terbentuk dari jaringan yang berada di kedua sisi dari lidah dan

akan bersatu di tengah-tengah. Bila jaringan-jaringan ini gagal bersatu, maka akan terbentuk

celah pada bibir atas atau langit-langit rongga mulut. Sebenarnya penyebab mengapa

jaringan-jaringan tersebut tidak menyatu dengan baik belum diketahui dengan pasti. Akan

tetapi faktor penyebab yang diperkirakan adalah kombinasi antara faktor genetik dan faktor

lingkungan seperti obat-obatan, penyakit atau infeksi yang diderita ibu saat mengandung,

konsumsi minuman beralkohol atau merokok saat masa kehamilan. Resiko terkena akan

semakin tinggi pada anak-anak yang memiliki saudara kandung atau orang tua yang juga

menderita kelainan ini, dan dapat diturunkan baik lewat ayah maupun ibu. Cleft lip dan cleft

palate juga dapat merupakan bagian dari sindroma penyakit tertentu. Kekurangan asam folat

juga dapat memicu terjadinya kelainan ini.

 ETIOLOGI CLEFT LIP (BIBIR SUMBING)

            Sebagian besar kasus cleft lip dan palatum congenital disebabkan oleh pewarisan

multi-faktor dan seringnya terjadi celah pada keluarga setelah beberapa generasi. Teratogen

tertentu terlibat dalam celah palatum. Di antaranya yang paling utama adalah virus rubella,

thalidomide, aminopterin, steroid, dan alcohol. Selain itu dapat juga disebakan oleh kebiasaan

Page 21: KELAINAN KONGENITAL

merokok saat trisemester pertama, dan juga mengkonsumsi obat-obat vasoactive saat

kehamilan (pseudoephedrine, aspirin, ibuprofen, amphetamine, cocaine, or ecstasy).

TANDA DAN GEJALA CLEFT LIP (BIBIR SUMBING)

            Tanda yang paling jelas adalah adanya celah pada bibir atas atau langit-langit rongga

mulut. Bayi dengan cleft lip dapat mengalami kesulitan saat menghisap ASI karena sulitnya

melakukan gerakan menghisap. Kesulitan ini dapat diatasi dengan penggunaan botol khusus

yang direkomendasikan oleh dokter gigi spesialis gigi anak dan dokter spesialis anak,

tentunya disesuaikan dengan tingkat keparahan kasus.

            Cleft palate juga dapat menyebabkan kesulitan dalam berbicara. Besarnya cleft bukan

indikator seberapa serius gangguan dalam berbicara, bahkan cleft yang kecil pun dapat

menyebabkan kesulitan dalam berbicara. Anak dapat memperbaiki kesulitannya dalam

berbicara setelah menjalani terapi bicara, walaupun kadang tindakan operasi tetap diperlukan

untuk memperbaiki fungsi langit-langit rongga mulut. Anak dengan cleft palate seringkali

memiliki suara hidung saat berbicara. Biasanya cleft palate dapat mempengaruhi

pertumbuhan rahang anak dan proses tumbuh kembang dari gigi-geliginya. Susunan gigi-

geligi dapat menjadi berjejal karena kurang berkembangnya rahang.

            Anak dengan cleft kadang memiliki gangguan dalam pendengaran. Hal ini disebabkan

oleh kemungkinan adanya infeksi yang mengenai tuba Eustachia (saluran yang

menghubungkan telinga dengan rongga mulut). Semua telinga anak normal memproduksi

cairan telinga yang kental dan lengket. Cairan ini dapat menumpuk di belakang gendang

telinga. Adanya cleft dapat meningkatkan kemungkinan terbentuknya cairan telinga ini,

sehingga menyebabkan gangguan atau bahkan kehilangan pendengaran sementara

Gejalanya berupa:

a.      pemisahan bibir

b.       pemisahan langit-langit

c.      pemisahan bibir dan langit-langit

d.     distorsi hidung

e.      infeksi telinga berulang

f.       berat badan tidak bertambah

g.      regurgitasi hidung ketika menyusu (air susu keluar dari lubang hidung)

Gambaran Klinis

            Gambaran klinis celah bibir menurut Klasifikasi Veau, dapat  bervariasi, dari pit atau

takik kecil pada tepi merah bibir sampai sumbing yang meluas ke dasar hidung.

Klas I : takik unilateral pada tepi merah bibir dan meluas sampai bibir.

Page 22: KELAINAN KONGENITAL

Klas II: bila takik pada merah bibir sudah meluas ke bibir, tetapi tidak mengenai dasar

hidung.

Klas III: sumbing unilateral pada merah bibir yang meluas melalui bibir ke dasar hidung.

Klas IV: setiap sumbing bilateral pada bibir yang menunjukkan takik tak sempurna atau

merupakan sumbing yang sempurna.

Gambaran Klinis Celah Palatum

Menurut sistem Veau, sumbing palatum dapat dibagi dalam 4 tipe klinis, yaitu :

Kelas I             :   Sumbing yang terbatas pada palatum lunak.

Kelas II: Cacat pada palatum keras dan lunak yang hanya terbatas pada palatum sekunder

tetapi tidak melampaui foramen insisivum.

Kelas III:  Sumbing pada palatum sekunder dapat komplet atau tidak komplet. Sumbing

palatum komplet meliputi palatum lunak dan keras sampai foramen insisivum. Sedangkan

sumbing yang tidak komplet meliputi palatum lunak dan palatum keras, tetapi tidak meluas

sampai foramen insisivum. Sumbing unilateral yang komplet dan meluas dari uvula sampai

foramen insisivum di garis tengah dan proc. Alveolaris unilateral yang juga termasuk kelas

III.

Kelas IV :  Sumbing bilateral komplet meliputi palatum lunak dan keras serta proc.

Alveolaris pada kedua sisi premaksila, meninggalkan daerah itu bebas dan sering kali

bergerak.

3.3 Pemeriksaan Fisik Dan Penunjang

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan oral rutin yang dilakukan untuk mendapatkan informasi yang berhubungan

dengan abnormalitas gigi, lengkung rahang, palatum lunak, palatum keras, dan lidah.

a)      Gigi hilang yang dapat mempengaruhi bunyi konsonan

b)     Lengkung alveolar sempit atau tidak

c)      Adanya fistula pada palatum lunak atau keras

d)     Malposisi memperberat keadaan si pasien sehingga menghasilkan bunyi berdesis seperti “s”

dan “z”.

Pemeriksaan penunjang

1.      Cephaloroentgenograhps

Merupakan x-ray kepala bagian lateral dan frontal. Digunakan untuk mempelajari

pertumbuhan fasial dan tengkorak, membantu melihat bentuk atas dan bawah rongga mulut,

Page 23: KELAINAN KONGENITAL

termasuk tengkorak dan ukuran dan bentuk bagian diatas palatum lunak yang mempengaruhi

ruang pernapasan dan membantu menentukan pembentukan spinal servikal dan ukuran serta

panjang palatum lunak.

2.      Multiview vidiofluroscopy

Merupakan gambaran x-ray maksila dan mandibula (dari depan, samping, dan bagian bawah

pada video tape). Ketiga hasil gambarnya digunakan untuk mengevaluasi fungsi

velofaringeal. Contoh: bicara, mengisap, dan mengunyah.

3.4  Mengetahui Perawatan Cleft Lip Dan Cleft Palate

Penanganan kecacatan pada celah bibir dan celah langit-langit tidaklah sederhana, melibatkan

berbagai unsur antara lain, ahli Bedah Plastik, ahli ortodonti, ahli THT untuk mencegah

menangani timbulnya otitis media dan kontrol pendengaran, dan anestesiologis. Speech

therapist untuk fungsi bicara. Setiap spesialisasi punya peran yang tidak tumpang-tindih tapi

saling saling melengkapi dalam menangani penderita CLP secara paripurna.

1.        Terapi Non-bedah

Palatoschisis merupakan suatu masalah pembedahan, sehingga tidak ada terapi medis

khusus untuk keadaan ini. Akan tetapi, komplikasi dari palatoschisis yakni permasalahan dari

intake makanan, obstruksi jalan nafas, dan otitis media membutuhkan penanganan medis

terlebih dahulu sebelum diperbaiki. Perawatan Umum Pada Cleft Palatum

Pada periode neonatal beberapa hal yang ditekankan dalam pengobatan pada bayi dengan

cleft palate yakni:

a.    Intake makanan

            Intake makanan pada anak-anak dengan cleft palate biasanya mengalami kesulitan

karena ketidakmampuan untuk menghisap, meskipun bayi tersebut dapat melakukan gerakan

menghisap. Kemampuan menelan seharusnya tidak berpengaruh, nutrisi yang adekuat

mungkin bisa diberikan bila susu dan makanan lunak jika lewat bagian posterior dari cavum

oris. pada bayi yang masih disusui, sebaiknya susu diberikan melalui alat lain/ dot khusus

yang tidak perlu dihisap oleh bayi, dimana ketika dibalik susu dapat memancar keluar sendiri

dengan jumlah yang optimal artinya tidak terlalu besar sehingga membuat pasien menjadi

tersedak atau terlalu kecil sehingga membuat asupan nutrisi menjadi tidak cukup.

            Untuk membantu keadaan ini biasanya pada saat bayi baru lahir di pasang selang

Nasogastric tube, adalah selang yang dimasukkan melalui hidung..berfungsi untuk

memasukkan susu langsung ke dalam lambung untuk memenuhi intake makanan.

Pemasangan Obturator yang terbuat dari bahan akrilik yg elastic untuk bayi brumur 1-

2 minggu, semacam gigi tiruan tapi lebih lunak, jadi pembuatannya khusus dan memerlukan

Page 24: KELAINAN KONGENITAL

pencetakan di mulut bayi. Beberapa ahli beranggarapan obturator menghambat pertumbuhan

wajah pasien, tapi beberapa menganggap justru mengarahkan. Pada center-center cleft seperti

Harapan Kita di Jakarta dan Cleft Centre di Bandung, dilakukan pembuatan obturator, karena

pasien rajin kontrol sehingga memungkinkan dilakukan penggerindaan oburator tiap satu atau

dua minggu sekali kontrol dan tiap beberapa bulan dilakukan pencetakan ulang, dibuatkan yg

baru sesuai dg pertumbuhan pasien. Obturator juga harus di bersihkan otherwise malah jd

sumber infeksi… jadi pendidikan serta kooperasi orang tua pasien sangat mutlak, dengan

berbagai pertimbangan tsb jadi dokter memutuskan perlu atau tidaknya tergantung situasi dan

kondisi. Membersihkan mulut setelah di beri susu dan off course menghindari infeksi dengan

memperkuat daya tahan tubuh. Obturator diberi tali untuk membantu agar mudah dilepaskan,

tapi ada pula jenis yg tidak perlu di beri tali,

Pemberian dot khusus dot khusus, dot ini bisa dibeli di apotik2 besar. Dot ini

bentuknya lebih panjang dan lubangnya lebih lebar daripada dot biasa; tujuannya dot yang

panjang menutupi lubang di langit2 mulut; susu bisa langsung masuk ke kerongkongan;

karena daya hisap bayi yang rendah, maka lubang dibuat sedikit lebih besar sehingga air susu

dapat mengalir ke dalam bagian belakang mulut dan mencegah regurgitasi ke hidung.

Cara menyusui nya untuk menghindari tersedak, dengan posisi sebagai berikut.

Setelah operasi baik bibir maupun langit2 biasanya tidak di sarankan untuk memakai dot,

disaranakan untuk memberikan susu pakai sendok, hal ini diperlukan untuk memberi waktu

penyembuhan luka jaringan post operasi

b.    Pemeliharaan jalan nafas

Pernafasan dapat menjadi masalah anak dengan cleft, terutama jika dagu dengan

retroposisi (dagu pendek, mikrognatik, rahang rendah (undershot jaw), fungsi muskulus

genioglossus hilang dan lidah jatuh kebelakang, sehingga menyebabkan obstruksi parsial atau

total saat inspirasi (The Pierre Robin Sindrom).

c.    Gangguan telinga tengah

Otitis media merupakan komplikasi yang biasa terjadi pada cleft palate dan sering terjadi

pada anak-anak yang tidak dioperasi, sehingga otitis supuratif rekuren sering menjadi

masalah. Komplikasi primer dari efusi telinga tengah yang menetap adalah hilangnya

pendengaran. Masalah ini harus mendapat perhatian yang serius sehingga komplikasi

hilangnya pendengaran tidak terjadi, terutama pada anak yang mempunyai resiko mengalami

gangguan bicara karena cleft palatum. Pengobatan yang paling utama adalah insisi untuk

ventilasi dari telinga tengah sehingga masalah gangguan bicara karena tuli konduktif dapat

dicegah.

Page 25: KELAINAN KONGENITAL

2.        Terapi bedah

Terapi pembedahan pada palatoschisis bukanlah merupakan suatu kasus emergensi,

dilakukan pada usia antara 12-18 bulan. Pada usia tersebut akan memberikan hasil fungsi

bicara yang optimal karena memberi kesempatan jaringan pasca operasi sampai matang pada

proses penyembuhan luka sehingga sebelum penderita mulai bicara dengan demikian soft

palate dapat berfungsi dengan baik.

Ada beberapa teknik dasar pembedahan yang bisa digunakan untuk memperbaiki celah

palatum, yaitu:

i)          Teknik von Langenbeck

Teknik ini pertama kali diperkenalkan oleh von Langenbeck yang merupakan teknik

operasi tertua yang masih digunakan sampai saat ini. Teknik ini menggunakan teknik flap

bipedikel mukoperiosteal pada palatum durum dan palatum molle. Untuk memperbaiki

kelainan yang ada, dasar flap ini disebelah anterior dan posterior diperluas ke medial untuk

menutup celah palatum.

ii)        Teknik V-Y push-back

Teknik V-Y push-back mencakup dua flap unipedikel dengan satu atau dua flap palatum

unipedikel dengan dasarnya disebelah anterior. Flap anterior dimajukan dan diputar ke medial

sedangkan flap posterior dipindahkan ke belakang dengan teknik V to Y akan menambah

panjang palatum yang diperbaiki.

iii)      Teknik double opposing Z-plasty

Teknik ini diperkenalkan oleh Furlow untuk memperpanjang palatum molle dan

membuat suatu fungsi dari m.levator.

iv)      Teknik Schweckendiek

Teknik ini diperkenalkan oleh Schweckendiek pada tahun 1950, pada teknik ini, palatum

molle ditutup (pada umur 4 bulan) dan di ikuti dengan penutupan palatum durum ketika si

anak mendekati usia 18 bulan.

v)        Teknik palatoplasty two-flap

Diperkenalkan oleh Bardach dan Salyer (1984). Teknik ini mencakup pembuatan dua

flap pedikel dengan dasarnya di posterior yang meluas sampai keseluruh bagian alveolar.

Flap ini kemudian diputar dan dimajukan ke medial untuk memperbaiki kelainan yang ada.

Speech terapi mulai diperlukan setelah operasi palatoplasty yakni pada usia 2-4 tahun

untuk melatih bicara benar dan miminimalkan timbulnya suara sengau karena setelah operasi

suara sengau masih dapat terjadi suara sengau karena anak sudah terbiasa melafalkan suara

Page 26: KELAINAN KONGENITAL

yang salah, sudah ada mekanisme kompensasi memposisikan lidah pada posisi yang salah.

Bila setelah palatoplasty dan speech terapi masih didapatkan suara sengau maka dilakukan

pharyngoplasty untuk memperkecil suara nasal (nasal escape) biasanya dilakukan pada usia

4-6 tahun. Pada usia anak 8-9 tahun ahli ortodonti memperbaiki lengkung alveolus sebagai

persiapan tindakan alveolar bone graft dan usia 9-10 tahun spesialis bedah plastic melakukan

operasi bone graft pada celah tulang alveolus seiring pertumbuhan gigi caninus.

Perawatan setelah dilakukan operasi, segera setelah sadar penderita diperbolehkan

minum dan makanan cair sampai tiga minggu dan selanjutnya dianjurkan makan makanan

biasa. Jaga hygiene oral bila anak sudah mengerti. Bila anak yang masih kecil, biasakan

setelah makan makanan cair dilanjutkan dengan minum air putih. Berikan antibiotik selama

tiga hari. Pada orangtua pasien juga bisa diberikan edukasi berupa, posisi tidur pasien

harusnya dimiringkan/tengkurap untuk mencegah aspirasi bila terjadi perdarahan, tidak boleh

makan/minum yang terlalu panas ataupun terlalu dingin yang akan menyebabkan vasodilatasi

dan tidak boleh menghisap /menyedot selama satu bulan post operasi untuk menghindari

jebolnya daerah post operasi.

Page 27: KELAINAN KONGENITAL

BAB 1V

KESIMPULAN

Kelainan tumbuh kembang dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan eksternal dan

internal tubuh manusia, mulai dari yang sederhana (misal, cacat pada mukosa mulut seperti

median romboit glositis) sampai yang komplek (misal, sumbing palatum dan sindrom

Treacher Collins). Keadaan patologis ini dapat dipengaruhi oleh faktor ekstrnsik, misalnya

lingkungan dan faktor instrinsik, yaitu gen. Cacat lahir daat berasal dari perubahan

lingkungan selama dalam kandungan, seperti keadaan toksik, hipoksia yang menyebabkan

terjadi palsi cerebral, dan cacat mental.

Sumbing bibir dan palatum merupakan kelainan kongenital yang sering kali

menyebabkan menurunnya fungsi bicara, pengunyahan, dan penenlanan yang sangat berat.

Sering kali terjadi peningkatan prevalensi gangguan yang berhubungan dengan malformasi

kongenital seperti ketidak mampuan bicara sekunder serta menurunnya fungsi pendengaran.

Berbeda dengan celah bibir, celah alatum atau palatoschisis merupakan suatu kelainan yang

sering terjadi bersamaan dengan celah bibir dan alveolar atau dapat tanpa kelainan lainnya.

Pada kelainan ini dapat terjadi gangguan pada proses penelanan, bicara, dan mudah terjadi

infeksi saluran pernafasan akibat tidak adanya pembatas antara rongga mulut dan rongga

hidung. Infeksi ini juga dapat berkembang ke telinga.

Faktor yang mempengaruhi kelainan congenital skeletal dentomaksilo facial :

A.                     Faktor lingkungan

1.                       Agen-agen infektif

a.       Virus rubella/campak jerman

Virus rubella dapat menyebabkan malformasi pada mata, telinga, bagian dalam, jantung dan

gigi

b.      Syphilis

c.       Herpes simplex virus     

2.                       Radiasi

Efek teratogenik radiasi pengion telah diketahui sejak bertahun-tahun lalu dan

diketahui benar bahwa mikrosefali, cacat tengkorak, celah palatum terjadi karena pengobatan

wanita hamil dengan sinar X atau radium dosis tinggi.  Sifat kelainannya tergantung pada

dosis radiasi dan tingkat perkembangan janin pada saat diberi penyinaran. 

3.                       Zat-zat kimia

Page 28: KELAINAN KONGENITAL

Obat-obatan yang dikonsumsi selama masa kehamilan diketahui bersifat teratogenik.

Contohnya, obat anti konvulsan (Ibuprofen dan diasepam) yang bisa mengakibatkan celah

palatum, obat analgesic yang mengakibatkan celah bibir.

4.                       Hormon

Contohnya, hormone hidrokortison yang diekskresi secara berlebih menyebabkan celah

bibir

5.                       Penyakit ibu

Gangguan metabolisme karbohidrat pada ibu yang menderita diabetes menyebabkan

insiden lahir kematian tinggi.  Janin yang terlalu besar dan malforasi konginetal.

6.                       Defisiensi nutrisi

Khususnya kekurangan vitamin telah terbukti bersifat terratogenik.

7.                       Hipoksia

B.                      Faktor kromosom dan genetik

Kelainan kromosom bisa merupakan kelainan jumlah atau kelainan susunan dan

merupakan penyebab penting malformasi kongenital. Salah satu  kelainan kromosom adalah

trisomi21 atau syndrome down. Syndrome down biasanya disebabkan oleh adanya satu kopi

ekstra kromsom21 atau trisomi21. Secara klinis, ciri-ciri anak penderita syndrome down

antara lain kelainan kranio facial, keterbelakangan pertumbuhan, wajah mendatar dan telinga

kecil. Pada 95% kasus, syndrome ini disebabkan oleh trisomi21 karena meiosis non

disjunction dan pada 75% diantaranya, nondisjunction terjadi pada saat pembentukan oosit .

GAMBARAN KLINIS

Gambaran klinis celah bibir menurut Klasifikasi Veau, dapat  bervariasi, dari pit atau

takik kecil pada tepi merah bibir sampai sumbing yang meluas ke dasar hidung.

Klas I : takik unilateral pada tepi merah bibir dan meluas sampai bibir.

Klas II: bila takik pada merah bibir sudah meluas ke bibir, tetapi tidak mengenai dasar hidung.

Klas III: sumbing unilateral pada merah bibir yang meluas melalui bibir ke dasar hidung.

Klas IV: setiap sumbing bilateral pada bibir yang menunjukkan takik tak sempurna atau merupakan

sumbing yang sempurna.

Gambaran Klinis Celah Palatum

Menurut sistem Veau, sumbing palatum dapat dibagi dalam 4 tipe klinis, yaitu :

-         Kelas I             :   Sumbing yang terbatas pada palatum lunak.

Page 29: KELAINAN KONGENITAL

-         Kelas II           : Cacat pada palatum keras dan lunak yang hanya terbatas pada palatum

sekunder tetapi tidak melampaui foramen insisivum.

-         Kelas III          :  Sumbing pada palatum sekunder dapat komplet atau tidak komplet.

Sumbing palatum komplet meliputi palatum lunak dan keras sampai foramen insisivum.

Sedangkan sumbing yang tidak komplet meliputi palatum lunak dan palatum keras, tetapi

tidak meluas sampai foramen insisivum. Sumbing unilateral yang komplet dan meluas dari

uvula sampai foramen insisivum di garis tengah dan proc. Alveolaris unilateral yang juga

termasuk kelas III.

-         Kelas IV          :  Sumbing bilateral komplet meliputi palatum lunak dan keras serta proc.

Alveolaris pada kedua sisi premaksila, meninggalkan daerah itu bebas dan sering kali

bergerak.

-         Biasanya anak dengan cleft lip and palate akan dirawat oleh tim dokter khusus yang

mencakup dokter gigi spesialis bedah mulut, dokter spesialis bedah plastik, ahli terapi bicara,

audiologist (ahli pendengaran), dokter spesialis anak, dokter gigi spesialis gigi anak, dokter

gigi spesialis orthodonsi, psikolog, dan ahli genetik. Perawatan dapat dilakukan sejak bayi

lahir. Waktu yang tepat untuk melakukan operasi sangat bervariasi, tergantung dari keadaan

kasus itu sendiri. Tapi biasanya operasi untuk menutup celah di bibir sudah dapat dilakukan

pada saat bayi berusia tiga bulan dan memiliki berat badan yang cukup. Sedangkan operasi

untuk menutup celah pada langit-langit rongga mulut dapat dilakukan pada usia kira-kira

enam bulan. Kedua operasi tersebut dilakukan dengan bius total.

-         Saat anak bertambah dewasa, operasi-operasi lain mungkin diperlukan untuk memperbaiki

penampilan dari bibir dan hidung serta fungsi dari langit-langit rongga mulut. Jika ada celah

pada gusi, biasanya dapat dilakukan bone graft (implant tulang). Untuk memperbaiki

kesulitan dalam berbicara, anak dapat menjalani terapi bicara dengan ahli terapi bicara.

Dokter gigi spesialis anak dan orthodontis dapat memberikan perawatan yang berkaitan

dengan perawatan gigi-geligi anak dan melakukan tindakan-tindakan pencegahan agar tidak

timbul kelainan-kelainan lain pada rongga mulut.

Page 30: KELAINAN KONGENITAL

3.2.1 Patogenesis Kelainan Kongenital Skeletal

Patogeneis celah bibir bibir dan palatum

Pertumbuhan dan perkembangan wajah serta rongga mulut merupakan suatu proses yang sangat kompleks. Bila terdapat gangguan pada waktu pertumbuhan dan perkembangan wajah serta mulut embrio, akan timbul kelainan bawaan (congenital). Kelainan bawaan adalah suatu kelainan pada struktur, fungsi maupun metabolisme tubuh yang ditemukan pada bayi ketika dia dilahirkan. Salah satunya adalah celah bibir dan langit-langit. Sumbing bibir merupakan kegagalan bersatunya jaringan selama perkembangan. Gangguan pola normal pertumbuhan muka dalam bentuk defisiensi prosesus muka merupakan penyebab kesalahan perkembangan bibir. Karena tidak menyatunya sebagian atau seluruh proc. maksila dengan proc nasalis medialis pada satu atau kedua sisi. Sebagian besar ahli embriologi percaya bahwa defisiensi jaringan terjadi pada semua deformitas sumbing sehingga stuktur anatomi normal tidak terbentuk. Periode perkembangan struktur anatomi bersifat  spesifik sehingga sumbing bibir dapat terjadi terpisah dari sumbing palatum, meskipun keduanya dapat terjadi bersama-sama dan bervariasi dallam derajat keparahannya bergantung pada luas sumbing yang dapat bervariasi mulai dari lingir alveolar (alveolar ridge) sampaii ke bagian akhir dari palatum lunak.

Sumbing bibir umumnya terjadi pada minggu ke 6 hingga 7 itu, sesuai dengan waktu perkembangan bibir normal dengan terjadiinya kegaggalan penetrasi dari sel mesodermal pada groove epitel di antara proc. nasalis medialis dan lateralis.

Kelainan Kongenital Skeletal adalah suatu kelainan pada struktur, fungsi maupun metabolisme tubuh yang ditemukan pada bayi ketika dia dilahirkan. Salah satunya adalah celah bibir dan langit-langit.

Kelainan wajah ini terjadi karena ada gangguan pada organogenesis antara minggu keempat sampai minggu kedelapan masa embrio. Gangguan pertumbuhan ini tidak saja menyulitkan penderita, tetapi juga menimbulkan kesulitan pada orangtua, terutama ibu. Tidak saja dalam hal pemberian makan, tetapi juga efek psikologis karena mempunyai anak yang “tidak sempurna”.Beberapa teori yang menggambarkan terjadinya celah bibir :

1. Teori Fusi

Disebut juga teori kalsik. Pada akhir minggu keenam dan awal minggu ketujuh masa kehamilan, processus maxillaries berkembang kea rah depan menuju garis median, mendekati processus nasomedialis dan kemudian bersatu. Bila terjadi kegagalan fusi antara processus maxillaries dengan processus nasomedialis maka celah bibir akan terjadi.

1. Teori Penyusupan Mesodermal

Disebut juga teori hambatan perkembangan. Mesoderm mengadakan penyusunan menyebrangi celah sehingga bibir atas berkembang normal. Bila terjadi kegagalan migrasi mesodermal menyebrangi celah bibir akan terbentuk.

1. Teori Mesodermal sebagai Kerangka Membran Brankhial

Page 31: KELAINAN KONGENITAL

Pada minggu kedua kehamilan, membran brankhial memrlukan jaringan mesodermal yang bermigrasi melalui puncak kepala dan kedua sisi ke arah muka. Bila mesodermal tidak ada maka dalam pertumbuhan embrio membran brankhial akan pecah sehingga akan terbentuk celah bibir.

D. Gabungan Teori Fusi dan Penyusupan Mesodermal

Patten, 1971, pertama kali menggabungkan kemungkinan terjadinya celah bibir, yaitu adanya fusi processus maxillaris dan penggabungan kedua processus nasomedialis yang kelak akan membentuk bibir bagian tengah.

3.2.2 Macam-macam Kelainan Kongenital Skeletal

Sumbing

Sumbing bibir dan palatum merupakan kelainan congenital yang sering kali menyebabkan menurunnya fungsi bicara, pngunyahan, dan penelanan yang sangat berat. Sering kali terjadi peningkatan prevalensi gangguan yang berhubungan dengan malformasi congenital seperti ketidakmampuan bicara sekunder serta menurunnya fungsi pendengaran.

Sumbing bibir dan palatum ditemukan pada hampir 50% kasus. Sumbing bibir saja merupakan 25% kasus, dapat terjadi pada 1 diantara 700-1000 kelahiran dengan predileksi ras yang bervariasi. Sumbing palatum saja lebih sedikit disbanding sumbing bibir, insidennya anatara 1 daiantara 1500-3000 kelahiran. Sumbing bibir dengan atau tanpa sumbing palatum lebih sering pada pria dan sumbing palatum saja lebih sering pada wanita.

Umumnya sumbing bibir dan palatum dibagi dalam empat kelompok besar

Sumbing bibir Sumbing palatum

Sumbing bibir dan palatum unilateral

Sumbing bibir dan palatum bilateral

Sumbing bibir dan mulut lainnya adalah:

Pit pada bibir Cekungan linear pada bibir

Sumbing palatum submukosa

Bifid uvula dan lidah

Sumbing muka yang meluas melalui hidung, bibir, dan rongga mulut

Deformitas sumbing dapat sangat bervariasi dari alur dalam kulit dan mukosa sampai meluas membelah tulang dan otot. Kombinasi sumbing bibir dan palatum merupakan deformitas sumbing yang paling sering terlihat .

Beberapa pendapat tentang klasifikasi celah :

Page 32: KELAINAN KONGENITAL

1. Berdasarkan organ yang terlibat

a. Celah di bibir (labioskizis)

b. Celah di gusi (gnatoskizis)

c. Celah di langit (palatoskizis)

d. Celah dapat terjadi lebih dari satu organ mis = terjadi di bibir dan langit-langit (labiopalatoskizis)

2. Berdasarkan lengkap/tidaknya celah terbentuk

Tingkat kelainan bibr sumbing bervariasi, mulai dari yang ringan hingga yang berat. Beberapa jenis bibir sumbing yang diketahui adalah :

a. Unilateral Incomplete. Jika celah sumbing terjadi hanya disalah satu sisi bibir dan tidak memanjang hingga ke hidung.

b. Unilateral Complete. Jika celah sumbing yang terjadi hanya disalah satu sisi bibir dan memanjang hingga ke hidung.

c. Bilateral Complete. Jika celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir dan memanjang hingga ke hidung.

Defek tabung sarafTerjadi pada awal kehamilan, yaitu pada saat terbentuknya bakal otak dan korda spinalis. Dalam keadaan normal, struktur tersebut melipat membentuk tabung pada hari ke 29 setelah pembuahan. Jika tabung tidak menutup secara sempurna, maka akan terjadi defek tabung saraf.Bayi yang memiliki kelainan ini banyak yang meninggal di dalam kandungan atau meninggal segera setelah lahir.2 macam defek tabung saraf yang paling sering ditemukan:- Spina bifida, terjadi jika kolumna spinalis tidak menutup secara sempurna di sekeliling korda spinalis.- Anensefalus, terjadi jika beberapa bagian otak tidak terbentuk.

-          Cerebral palsyBiasanya baru diketahui beberapa minggu atau beberapa bulan setelah bayi lahir, tergantung kepada beratnya kelainan.

-          Sindroma DownMerupakan sekumpulan kelainan yang terjadi pada anak-anak yang dilahirkan dengan kelebihan kromosom nomor 21 pada sel-selnya.Mereka mengalami keterbelakangan mental dan memiliki wajah dan gambaran fisik lainnya yang khas; kelainan ini sering disertai dengan kelainan jantung.

3.2.3 Pemeriksaan Kelainan Kongenital Skeletal

1. Tes darah

Page 33: KELAINAN KONGENITAL

Jenis pemeriksaan ini dianjurkan dokter setelah Anda dinyatakan positif hamil. Contoh darah akan diambil untuk diperiksa apakah terinfeksi virus tertentu atau resus antibodi. Contoh darah calon ibu juga digunakan untuk pemeriksaan hCG. Dunia kedokteran menemukan, kadar hCG yang tinggi pada darah ibu hamil berarti ia memiliki risiko yang tinggi memiliki bayi dengan sindroma Down.

2. Alfa Fetoprotein (AFP)Tes ini hanya pada ibu hamil dengan cara mengambil contoh darah untuk diperiksa. Tes dilaksanakan pada minggu ke-16 hingga 18 kehamilan. Kadar Maternal-serum alfa-fetoprotein (MSAFP) yang tinggi menunjukkan adanya cacat pada batang saraf seperti spina bifida (perubahan bentuk atau terbelahnya ujung batang saraf) atau anencephali (tidak terdapatnya semua atau sebagian batang otak). Kecuali itu, kadar MSAFP yang tinggi berisiko terhadap kelahiran prematur atau memiliki bayi dengan berat lahir rendah.

3. Sampel Chorion Villus (CVS)Tes ini jarang dilakukan oleh para dokter karena dikhawatirkan berisiko menyebabkan abortus spontan. Tes ini dilakukan untuk memeriksa kemungkinan kerusakan pada kromosom. Serta untuk mendiagnosa penyakit keturunan. Tes CVS ini mampu mendeteksi adanya kelainan pada janin seperti Tay-Sachs, anemia sel sikel, fibrosis berkista, thalasemia, dan sindroma Down.

4. Ultrasonografi (USG)Tes ini dilakukan untuk mendeteksi kelainan struktural pada janin, seperti; bibir sumbing atau anggota tubuh yang tidak berkembang. Sayangnya USG tidak bisa mendeteksi kecacatan yang disebabkan oleh faktor genetik. Biasanya USG dilakukan pada minggu ke-12 kehamilan. Pada pemeriksaan lebih lanjut USG digunakan untuk melihat posisi plasenta dan jumlah cairan amnion, sehingga bisa diketahui lebih jauh cacat yang diderita janin.Kelainan jantung, paru-paru, otak, kepala, tulang belakang, ginjal dan kandung kemih, sistem pencernaan, adalah hal-hal yang bisa diketahui lewat USG.

5. AmiosentesisPemeriksaan ini biasanya dianjurkan bila calon ibu berusia di atas 35 tahun. Karena hamil di usia ini memiliki risiko cukup tinggi. Terutama untuk menentukan apakah janin menderita sindroma Down atau tidak. Amniosentesis dilakukan dengan cara mengambil cairan amnion melalui dinding perut ibu. Cairan amnion yang mengandung sel-sel janin, bahan-bahan kimia, dan mikroorganisme, mampu memberikan informasi tentang susunan genetik, kondisi janin, serta tingkat kematangannya. Tes ini dilakukan pada minggu ke-16 dan 18 kehamilan. Sel-sel dari cairan amnion ini kemudian dibiakkan di laboratorium. Umumnya memerlukan waktu sekitar 24 sampai 35 hari untuk mengetahui dengan jelas dan tuntas hasil biakan tersebut.

6. Sampel darah janin atau cordosentesisSampel darah janin yang diambil dari tali pusar. Langkah ini diambil jika cacat yang disebabkan kromosom telah terdeteksi oleh pemeriksaan USG. Biasanya dilakukan setelah kehamilan memasuki usia 20 minggu. Tes ini bisa mendeteksi kelainan kromosom, kelainan metabolis, kelainan gen tunggal, infeksi seperti toksoplasmosis atau rubela, juga kelainan pada darah (rhesus), serta problem plasenta semisal kekurangan oksigen.

7. FetoskopiMeski keuntungan tes ini bisa menemukan kemungkinan mengobati atau memperbaiki kelainan yang terdapat pada janin. Namun tes ini jarang digunakan karena risiko tindakan

Page 34: KELAINAN KONGENITAL

fetoskopi cukup tinggi. Sekitar 3 persen sampai 5 persen kemungkinan kehilangan janin. Dilakukan dengan menggunakan alat mirip teleskop kecil, lengkap dengan lampu dan lensa-lensa.Dimasukkan melalui irisan kecil pada perut dan rahim ke dalam kantung amnion. Alat-alat ini mampu memotret janin. Tentu saja sebelumnya perut si ibu hamil diolesi antiseptik dan diberi anestesi lokal.

8. Biopsi kulit janinPemeriksaan ini jarang dilakukan di Indonesia. Biopsi kulit janin (FSB) dilakukan untuk mendeteksi kecacatan serius pada genetika kulit yang berasal dari keluarga, seperti epidermolysis bullosa lethalis (EBL). Kondisi ini menunjukkan lapisan kulit yang tidak merekat dengan pas satu sama lainnya sehingga menyebabkan panas yang sangat parah. Biasanya tes ini dilakukan setelah melewati usia kehamilan 15-22 minggu.

3.2.4 Maloklusi dan klasifikasi maloklusi

Maloklusi didefinisikan sebagai ketidakteraturan gigi-gigi di luar ambang normal.

Maloklusi dapat meliputi ketidakteraturan lokal dari gigi-gigi atau malrelasi rahang pada tiap ketiga bidang ruang sagital, vertikal, atau transversal.

(Huoston, 1989)

ETIOLOGI MALOKLUSI

Graber menentukan klasifikasi faktor-faktor etiologi maloklusi sebagai berikut ini:

1. Faktor umum : faktor yang tidak berpengaruh langsung pada gigi yang meliputi:

- Herediter

- Kelainan kongenital

- Lingkungan:

-          Prenatal

-          Postnatal

- Penyakit atau gangguan metabolisme

- Problema diet

- Kebiasaan jelek dan aberasi fungsional:

-          Abnormal sucking

-          Thumb and finger sucking

-          Tongue thrust and tongue sucking

Page 35: KELAINAN KONGENITAL

-          Lip and nail biting

-          Abnormal swallowing habits

-          Speech defects

-          Respiratory abnormalities

-          Tonsils and adenoids

-          Bruxism

- Posture

- Trauma dan kecelakaan

b. Faktor lokal : faktor yang berpengaruh langsung pada gigi, yang terdiri atas:

-          Anomali jumlah gigi:

- Gigi kelebihan

- Missing

-          Anomali ukuran gigi

-          Anomali bentuk gigi

-          Frenulum labial abnormal

-          Kehilangan prematur

-          Retensi

-          Erupsi gigi permanen terlambat

-          Pola erupsi gigi abnormal

-          Ankilosis

-          Karies gigi

-          Restorasi gigi yang tidak baik

MALOKLUSI

1. Maloklusi dapat dibagi menjadi 3 golongan yakni :2. Dental dysplasia

3. Skeleto dental dysplasia

Page 36: KELAINAN KONGENITAL

4. Skeletal dysplasia

1. Dental dysplasia

Adalah maloklusi yang disebabkan oleh relasi yang tidak harmonis dari gigi-gigi. Berbagai posisi gigi dapat terjadi dalam deretan lengkung gigi, seperti misalkan terjadinya : rotasi, labioversi, linguoversi, impaksi, gigi yang berjejal-jejal, ektopioc, dsb.dalam hal ini maka relasi dari tulang rahangnya masih normal dan fungsi dari otot-otot adalah baik.

1. Skeleto dental dysplasia

Dalam hal ini tidak adanya gigi-giginya yang maloklusi, tapi juga meliputi rahang. Dimana hubungan antara tulang maksila dan mandibula adalah tidak normal, atau dapat pula maksila atau mandibulanya atau kedua-duanya hubungannya dengan cranium adalah tidak normal. Maloklusi ini adalah sangat kompleks dan memerlukan perawatan yang khusus.

1. Skeletal dysplasia

Maloklusi ini disebabkan karena malrelasi antara maksila dan mandibula, atau karena malrelasi dari tulang rahang dan kraniumnya.kedudukan gigi-giginya ada kemungkinan normal. Maloklusi semacam ini sering menunjukkan bentuk muka yang maju ke depan (forward facial divergent) atau bentuk muka yang mundur ke belakang (backward facial divergent). Hal ini disebabkan karena perkembangan kurang atau lebih dari tulang rahang.

1. B. Secara lebih terperinci maloklusi dapat dibagi menjadi 4 golongan : 1. Malposisi dan malrelasi dari tiap-tiap gigi

2. Malrelasi dari lengkung gigi dan tulang rahang

3. Kurangnya perkembangan dari bentuk lengkung gigi

4. Malformasi dari tulang rahang

1. 1. Malposisi dan malrelasi gigi

Dalam keadaan ini terdapat kedududukan gigi yang abnormal, seperti : mesioversi, distoversi, labioversi, torsiversi, infraversi, supraversi, dan perversi.

1. 2. Malrelasi lengkung gigi dan tulang rahang

Hal ini merupakan relasi yang tidak baik antara lengkungan geligi atas dan lengkungan geligi bawah, dan hubungan yang tidak baik dari maxilla dan mandibula dalam dataran sagital atau relasi antero-posterior.

1. 3. Kurangnya perkembangan dari bentuk lengkung gigi

Kadang-kadang oleh karena adanya pertumbuhan dan perkembangan yang tidak baik, maka lengkungan gigi menjadi sempit, dan untuk mempelajari anomaly yang berhubungan dengan ini kita berpangkal pada raphe median line (median sagital plane of the face).

Page 37: KELAINAN KONGENITAL

Garis median ini pada muka orang ialah melalui : trichion, glabella, pertengahan garis inter pupil, ujung dari hidung, pertengahan dari bibir, pertengahan dari gnation dan pada model ialah melalui papilla isisivus, perpotongan rugea kedua kanan kiri, pertengahan fovea palatine kanan-kiri.

Bila lebih dekat dengan median line disebut contraction, = compression = introversion.

Bila menjauhi median line disebut distraction = extraversion.

1. 4. Malformasidari rahang dan gigi dan malposisi dari mandibula.

Maloklusi seperti ini adalah sering disebabkan karena adanya mandibula displacement baik kekiri maupun ke kanan. Bila mandibula displace kekiri maka teraba bahwa kondil sebelah kanan kedudukannya lebih kebawah dan kedepan serta ke medial (glides downward & medialto medial line, sedangkan yang sebelah kiri kondilnya hanya memutar. Terlihat dalam keadaan oklusi, maka terlihat gigi-gigi sebelah kanan gigi-gigi bawahnya lebih ke mesial adri pada normal an hubungan bucco-lingual sebelah kanan tetap tak berubah, yang berubah adalah hubungan antero-posteriornya. Sedangkan yang sebelah kiri akan berubah ke jurusan atau dalam jurusan bucco-lingual, sehingga menyebabkan cross-bite, gigi bawah lebih keluar.

1. C. Maloklusi dapat berkembang dalam 3 dimensi: 1. Sagital (antero-posterior) ialah ditinjau dari orbital plane ada atau tidak adanya

protraction-retraction. Misalkan maloklusi kelas II atau kelas III.

2. Transversal (medio-lateral) ialah ditinjau dari raphe median line. Ada atau tidaknya : contraction/distravtion.

3. Vertical ditinjau dari suatu garis yang menghubungkan tragus dan foramen infra orbitalis dan tegak lurus orbital plane serta sejajar dengan bidang horizontal. Garis ini disebut Frankfurt Horizontal Plane (F.P.H) tau sering pula disebut sebagai gaya Eye Ear Plane (E.E.P). perkataan Frankfurt berasal dari tempat dimana para sarjana anthtropology berkongres di Frankfurt.

Klasifikasi Angle

Klasifikasi maloklusi Angle berdasar pada hubungan rahang di bidang sagital. Kunci klasifikasi Angle adalah hubungan antara molar pertama permanen rahang atas dan rahang bawah. Molar pertama permanen digunakan sebagai kuncinya karena dianggap sebagai gigi yang paling stabil, jarang berubah kedudukannya, karena gigi ini tertanam dalam  tulang zygomaticus yang sangat kuat.

Pada oklusi normal, cusp mesiobukal M1 permanen atas beroklusi dengan groove bukal depan M1 permanen bawah.

Angle Klas 1

Maloklusi dimana terdapat hubungan antero-posterior rahang yang normal dilihat dari M1 permanen.

Angle Klas 2

Page 38: KELAINAN KONGENITAL

Rahang bawah sekurang-kurangnya setengah cusp lebih ke distal dari rahang atas, dilihat dari hubungan M1 tetap.

Klas 2 dibagi menjadi dua divisi:

Divisi 1 : insisivus atas proklimasi sehingga terdapat peningkatan overjet

Divisi 2: insisivus pertama atas retroklinasi. Insisivus kedua selalu proklinasi dan overbite dalam.

Angle Klas 3

Rahang bawah sekurang-kurangnya setengah cusp lebih ke mesial dari atas, dilihat dari hubungan M1.

Oleh Dr. martin Dewey, maka kelas Idibagi menjadi atas beberapa tipe maloklusi dari Angle yakni:

1. type I : Gigi-gigi insisiv berjejal-jejal dan gigi caninus sering terletak dilabial

2.type II   : Protusi atau labio versi dari insisiv atas

3.type III : Satu atau lebih dari satu gigi insisiv atas adalah lebih dari kea rah lingual terhadap gigi insisiv bawah. (cross bite gigi depan/ anterior crossbite)

4.type IV :Crossbite pada gigi-gigi molar atau premolar (posterior cross bite)

5.type V : Mesial drifting dari molar yang disebabkan karena tanggalnya gigi depannya

6.type VI : Spacing, openbite,dll

Kelas II maloklusi (Angel) dapat dibagi atas:

1. Divisi I : bilateral distal —- insisiv atas protusi

Subdivisi. Unilateral distal (hanya menggunakan satu sisi saja)

1. Divisi II : Bilateral dital —- insisiv atas retrusi / step bite

Subdivisi. Unilateral distal

Kelas III Angle (Mesioklusi). Dapat berupa : Bilateral atau Unilateral — subdivisi. Kelas III maloklusi dapat pula dibagi beberapa type yakni:

1. type 1 : hubungan incisornya adalah edge to edge2. type 2 : insisiv atas menumpang pada insisiv bawah, seperti hubungan yang normal

dan insisiv bawah agak berjejal-jejal

3. insisiv  atasnya adalah linguoversi —- cross bite dan hal ini merupakan progenik.

Page 39: KELAINAN KONGENITAL

KLASIFIKASI ANGLE

Angle mendeskripsikan tujuh malposisi untuk satu gigi:

Bukal atau labial Lingual

Mesial

Distal

Torso (berotasi)

Infra (erupsi tidak sampai garis oklusal)

Supra (erupsi melebihi garis oklusal)

Penggolongan malposisi gigi ini dapat digunakan unruk menggambarkan maloklusi dengan lebih lengkap.

(orthodontics: diagnosis and treatment)

3.2.5 Hubungan celah bibir dan celah palatum

Pertumbuhan dan perkembangan craniofasial dimulai pada trismeter pertama kehamilan. Pada minggu ke lima terjadi pertumbuhan yang cepat pada tonjolan nasal media. Secara simultan tonjolan maksila yang ada dilateral bergerak ke median. Pada minggu-minggu selanjutnya tonjolan maksila bertemu dengan tonjolan nasal medial dan menekan tonjolan nasal medial ke arah midline. Selanjutnya terjadi fusi  membentuk segmen intermaksilari yaitu bibir atas dan philtrum, rahang atas yang menyangga gigi anterior dan palatum primer. Jika terjadi kegagalan fusi  akan terjadi celah bibir. Pada minggu ke delapan palatum sekunder tumbuh vertikal sampai sejajar dengan lidah  lalu tumbuh horizontal dan keduanya berfusi dengan palatum primer. Jika terjadi kegagalan fusi pada pemebentukan palatum akan terjadi celah palatum. Jika ada celah bibir mungkin ada celah palatum tetapi kebanyakan kasus jika ada celah bibir juga akan terdapat celah palatum. Tetapi jika ada celah palatum belum tentu ada celah bibir karena pembentukan bibir lebih dulu daripada pembentukan palatum.

3.2.6 Hubungan Kelainan Kongenital Skeletal dengan Maloklusi

Hubungan Kelainan Kongenital Skletal dengan Maloklusi

1. Kelainan celah palatum primer

Kelainan yang ada bervariasi dari lekukan bibir sampai celah bibir menyeluruh dengan kelainan alveolar. Kelainan ortodonti dan gigi bersifat lokal serta tercermin pada maloklusi yang masih dalam ambang normal. Celah alveolar terdapat pada daerah gigi seri kedua sehingga kelainan gigi ini sering terlihat; gigi mungkin tidak tumbuh atau tumbuh tidak sempurna dan/atau malposisi; atau terdapat dikkotomi gigi seri kedua dengan satu gigi peg shaped kecil pada kedua sisi garis celah.

Page 40: KELAINAN KONGENITAL

1. Kelainan celah palatum sekunder

Celah palatum lunak saja menimbulkan gangguan skletal ringan tetapi dapat berhubungan dengan mikrognasia dan glosoptopis yang keduanya dapat menyebabkan maloklusi.

Bila palatum keras telah diperbaiki, rahang atas seringkali sempit sehingga gigi berjejal-jejal (crowding) dan terdapat gigitan terbalik (crossbite, uni atau bilateral)

1. Celah yang mengenai palatum primer dan sekunder

Kasus ini menunjukan problem yang besar; operasi, gigi, ortodonsi, dan bicara. Faktor yang menyebabkan maloklusi adalah kelainan maksila, bibir atas yang telah diperbaiki dan kelainan gigi pada daerah celah yang semuanya dapat menimbulkan maloklusi.

1. Cerebral Palsy

Paralysis atau kurang koordinasinya otot karena lesi intrakranial kelainan neuromuskular, yang dapat menyebabkan terjadinya maloklusi; misalnya lengkung geligi tidak normal atau colaps.

1. Torticollis

Berkaitan dengan kekuatan otot yang abnormal, dimana terjadi pemendekan otot cleidomastoid yang menyebabkan perubahan bentuk tulang cranium dan muka sehingga terjadi asimetri muka.

1. Cleidoeranial Dysotosis

Kelainan kongenital yang dapat menyebabkan maloklusi, dapat unilateral maupun bilateral, tidak terbentuk clavicula parsial atau keseluruhan karena keterlambatan penutupan sutura cranial, retrusi maksila, dan protrusi mandibula, gangguan erupsi gigi permanen dan gigi sulung yang tidak tanggal. Akar gigi permanen pendek dan tipis dan gigi kelebihan juga sering dijumpai.

1. Congenital Syphilis

Dapat menyebabkan bentuk gigi abnormal dan malposisi gigi.

BAB IV

KESIMPULAN

Kesimpulan yang dihasilkan yaitu :

1. Kelainan kongenital adalah kelainan yang ada pada bayi sejak ia dilahirkan.2. Etiologi dari kelainan kongenital adalah genetik dan non genetik (lingkungan, nutrisi,

trauma, obat-obatan, paparan radiasi, umur ibu hamil, infeksi pada ibu, aktivitas ibu terlalu berat selama hamil dan psikologis ibu selama hamil)

Page 41: KELAINAN KONGENITAL

3. Macam–macam kelainan kongenital pada kraniofasial gangguan wajah, perkembangan kista, gangguan lidah, gangguan rahang, dan gangguan gigi.

4. Patogenesis dari cleft lips dan cleft palate dapat dijelaskan dengan berbagai teori, namun pada dasarnya adalah terjadinya kegagalan pada penyatuan prosesus maksilaris dan prosesus nasalis medialis selama proses tumbuh kembang kraniofasial janin.

5. Kelainan kongenital dapat dideteksi dengan pemeriksaan fisik, laboratoris, dan radiologi.

DAFTAR PUSTAKA

Speber,G.H. 1991. Embriologi Kraniofasial. Hipokrates:Jakarta

Sudiono, Jantih.2008.Gangguan Tumbuh Kembang.EGC:Jakarta

www.klinikindonesia.com : Klinik Kesehatan, Kedokteran, Bisnis & Religius Online