katarak juvenil

Upload: ana-rosida-safwan

Post on 09-Oct-2015

202 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

katarak juvenil

TRANSCRIPT

LAPORAN KASUSOD KATARAK JUVENIL

I. IDENTITAS PASIENNama:Tn. JUmur:35 TahunJenis Kelamin:Laki-lakiAgama: IslamSuku Bangsa:Mimika / IndonesiaPekerjaan:TentaraAlamat: MimikaNo. Reg.: 06752Tanggal Pemeriksaan: 11 Agustus 2014Tempat Pemeriksaan: Polikinik RS. Wahidin Sudirohusodo

II. ANAMNESISKeluhan utama: Penglihatan kabur pada mata KananAnamnesis terpimpin: Dialami sejak 2 bulan yang lalu yang dirasakan semakin lama semakin kabur. Pasien merasa mata seperti berasap, penglihatan dekat dan jauh tetap kabur dirasakan pasien, silau (+) pada saat melihat cahaya terang atau sinar matahari, nyeri pada mata dan sakit kepala tidak ada, mata merah tidak ada, gatal pada mata tidak ada, kotoran mata berlebih tidak ada, air mata berlebih tidak ada, rasa berpasir tidak ada, dan keluhan yang dirasakan ini telah mengganggu aktivitasnya.

Riwayat Penyakit TerdahuluRiwayat penyakit serupa (-), riwayat trauma disangkal, riwayat DM (-), riwayat HT (-).

Riwayat PengobatanRiwayat pemakaian obat-obatan seperti steroid tidak ada, dan obatan lainnya tidak ada. Pasien pernah berobat di dokter spesialis mata di Mimika didiagnosis katarak juvenil dan dirujuk ke WS untuk pengobatan lebih lanjut atas penyakitnya.Riwayat Penyakit KeluargaRiwayat penyakit yang sama dalam keluarga tidak adaIII. PEMERIKSAAN FISIKStatus GeneralisataKeadaan Umum: Sakit Sedang/Gizi Cukup/ComposmentisTanda Vital: Tekanan Darah: 110/60 mmHg Nadi: 88 x/menit Pernapasan: 22 x/menit Suhu: 36,5oC

PemeriksaanA. Inspeksi

Oculi DextraOculi SinistaPEMERIKSAANODOS

PalpebraEdema (-)Edema (-)

Apparatus LakrimalisLakrimasi (-)Lakrimasi (-)

SiliaSekret (-)Sekret (-)

KonjungtivaHiperemis (-)Hiperemis (-)

Mekanisme muscular

Normal ke segala arah :

Nyeri saat menggerakkan bola mata (-)Normal ke segala arah:

Nyeri saat menggerakkan bola mata (-)

KorneaJernihjernih

Bilik mata depanNormalNormal

IrisCoklat, kripte (+)Coklat, kripte (+)

PupilBulat, sentral, refleks cahaya (+)Bulat, sentral, refleks cahaya (+)

LensaKeruh Jernih

B. PalpasiODOS

Tensi ocularTnTn

Nyeri tekan(-)(-)

Massa tumor(-)(-)

Glandula pre-aurikulerTidak ada pembesaranTidak ada pembesaran

C. TonometriTIOD : 7/5,5 : 12,2mmHg ; TIOS : 7/5,5 : 12,2 mmHgD. Pemeriksaan Visus VOD : 6/60 tidak dapat dikoreksiVOS : 6/6 + +E. Penyinaran OblikPEMERIKSAANODOS

KonjungtivaHiperemis (-)Hiperemis (-)

KorneaJernihJernih

BMDNormalNormal

IrisCoklat, kripte (+)Coklat, kripte (+)

PupilBulat, sentral RC (+)Bulat, sentral, RC (+)

LensaKeruhJernih

F. Color SenseTidak dilakukan pemeriksaan

G. Light SenseTidak dilakukan pemeriksaan

H. Campus Visual Tidak dilakukan pemeriksaan

I. Slit LampSLOD : Konjungtiva hiperemis (-), kornea jernih, BMD normal, iris : coklat, kripte (+), pupil : bulat, sentral, RC (+), lensa keruh NO2 NC2 C3P4.SLOS : Konjungtiva hiperemis (-), kornea jernih, BMD normal, iris coklat, kripte (+), pupil : bulat, sentral RC (+), lensa jernih.

J. FunduskopiFOD : Refleks fundus (+) papil N. II batas tegas, CDR 0,3. A/V : 2/3, Makula Refleks fovea (+), Retina perifer kesan normal FOS : Refleks fundus (+), papil N. II batas tegas, CDR 0,3. A/V : 2/3, Makula Refleks fovea (+), Retina perifer kesan normal K. ResumeSeorang laki-laki berumur 35 tahun datang ke poliklinik RS WS dengan rujukan dari dokter spesialis mata di mimika dengan diagnosis katarak juvenil, keluhan penurunan visus pada mata kanan yang dialami sejak 2 bulan yang lalu yang dirasakan semakin lama semakin berat. Pasien merasa mata seperti berasap, fotofobia (+), penglihatan dekat dan jauh menurun dirasakan pasien, nyeri pada mata dan sakit kepala tidak ada, mata merah tidak ada, gatal pada mata tidak ada, kotoran mata berlebih tidak ada, air mata berlebih tidak ada, rasa berpasir tidak ada, keluhan yang dirasakan ini telah mengganggu aktivitasnya.Dari pemeriksaan fisik didapatkan pasien sakit sedang, gizi cukup, composmentis dengan tanda vital dalam batas normal. Dari pemeriksaan oftalmologi, pada pemeriksaan inspeksi didapatkan kekeruhan pada lensa oculi dextra, pada palpasi ODS dalam batas normal, pemeriksaan visus didapatkan VOD : 6/60 tidaka dapat dikoreksi, VOS : 6/6. Dari pemeriksaan slit lamp pada oculi dextra konjungtiva hiperemis (-), kornea jernih, BMD normal, iris : coklat, kripte (+), pupil : bulat, sentral, RC (+), lensa keruh NO2 NC2 C3P4. Pada oculi sinistra konjungtiva hiperemis (-), kornea jernih, BMD normal, iris coklat, kripte (+), pupil bulat, sentral RC (+), lensa jernih. Dari pemeriksaan oftalmoskopi didapatkan FOD : Refleks fundus (+)papil N. II batas tegas, CDR 0,3. A/V : 2/3, Makula Refleks fovea (+), Retina perifer kesan normal. FOS : Refleks fundus (+), papil N. II batas tegas, CDR 0,3. A/V : 2/3, Makula Refleks fovea (+), Retina perifer kesan normal.

L. Diagnosis KerjaOD Katarak Juvenil

M. Pemeriksaan PenunjangCek lab darah rutin dan kimia darahBiometri

N. PenatalaksanaanOD Ektraksi Katarak + Implantasi IOL

O. Prognosis1.Quo ad vitam: Bonam 2.Quo ad sanationem: Bonam 3.Quo ad visam: Bonam 4.Quo ad cosmeticum: Bonam

IV. DISKUSIDari anamnesis dilakukan pada seorang laki-laki 35 tahun didapatkan keluhan utama pada pasien berupa penurunan visus pada oculi dextra yang dialami sejak 2 bulan yang lalu, yang dirasakan semakin lama terasa semakin menurun, penglihatan seperti berasap, fotofobia (+) pada saat melihat cahaya terang atau sinar matahari. Gejala ini umumnya timbul pada mata katarak, dimana penurunan visus ini terjadi akibat kekruhan dari lensa pasien, fotofobia yang dialami pasien karena seluruh spektrum dari penurunan sensitivitas kontras terhadap cahaya terang lingkungan atau silau pada siang hari hingga silau ketika mendekat ke lampu pada malam hari.Hasil pemeriksaan pada kedua mata pasien terdapat tajam penglihatan visus oculi dextra 6/60 tidak dapat dikoreksi dan oculi sinistra 6/6. Hal ini mengindikasikan bahwa kelainan fungsi penglihatan pada mata kanan berupa mata kabur pada pasien bukan disebabkan kelainan refraksi, namun oleh penyebab organik. Dari pemeriksaan oftalmologi, pada pemeriksaan tonometri didapatkan TIODS 12,2 mmHg, ini menunjukkan bahwa tekanan intraokuler pasien dalam batas normal, pemeriksaan ini dilakukan untuk memastikan ada tidaknya penyulit seperti glaukoma. Pada pemeriksaan visus didapatkan VOD : 6/60, VOS : 6/6. Pada oculi dextra konjungtiva hiperemis (-), kornea jernih, BMD normal, iris : coklat, kripte (+), pupil : bulat, sentral, RC (+), lensa keruh NO2 NC2 C3P4. Pada oculi sinistra konjungtiva hiperemis (-), kornea jernih, BMD normal, iris coklat, kripte (+), lensa jernih. Dari pemeriksaan oftalmoskopi didapatkan FOD : Refleks fundus (+) papil N. II batas tegas, CDR 0,3. A/V : 2/3, Makula Refleks fovea (+), Retina perifer kesan normal. FOS : Refleks fundus (+), papil N. II batas tegas, CDR 0,3. A/V : 2/3, Makula Refleks fovea (+), Retina perifer kesan normal. Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan diagnosis pasien diatas mengarah pada katarak juvenil, ditinjau dari segi umur maupun dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan. Anjuran terapi bagi pasien ini adalah ekstraksi katarak dan IOL. Dan anjuran pemeriksaan biometri ini dilakukan untuk menentukan kekuatan dioptri lensa inta okular (IOL) yang sebaiknya dipasangkan pada pasien. Pemeriksaan laboratorium diperlukan sebelum dilakukan tindakan operasi dengan memeriksa darah rutin, fungsi ginjal, dan fungsi hati perlu dilakukan untuk mengetahui layak tidaknya seseorang dioperasi., Terdapat empat pilihan teknik pembedahan pada katarak yakni ICCE (Intracapsular Cataract Extraction), ECCE (Extra Capsular Cataract Extraction), SICS (Small Incision Cataract Surgery) dan Phaco Emulsification. Untuk mengkoreksi afakia maka dilakukan Implantasi Lensa Intra Okuler.

KATARAK

I. PENDAHULUANKatarak berasal dari bahasa Yunani (Katarrhakies), Inggris (Cataract), dan Latin (Cataracta) yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak ialah setiap kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan lensa) lensa, denaturasi protein lensa atau akibat kedua-duanya.1Katarak umumnya merupakan penyakit pada usia lanjut, namun dapat juga merupakan kelainan kongenital, atau penyulit penyakit mata lokal menahun. Bermacam-macam penyakit mata dapat mengakibatkan katarak seperti glaukoma, uveitis, dan retinitis pigmentosa. Selain itu, katarak dapat berhubungan dengan proses penyakit intraokular lainnya.1Berdasarkan usia penderitanya, katarak dapat diklasifikasikan menjadi katarak kongenital, katarak juvenile dan katarak Senil. Diantara ketiganya, katarak Senil merupakan jenis katarak yang paling sering terjadi.1Katarak hanya dapat diatasi melalui prosedur operasi. Akan tetapi jika gejala katarak tidak mengganggu, tindakan operasi tidak diperlukan.2

II. EPIDEMIOLOGIKatarak memiliki derajat kepadatan yang sangat bervariasi dan dapat disebabkan oleh berbagai hal, biasanya akibat proses degenatif. Pada penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat didapatkan prevalensi katarak sebesar 50% pada mereka yang berusia 65-75 tahun dan meningkat lagi sekitar 70% pada usia 75 tahun. Katarak kongenital, katarak traumatik dan katarak jenis jenis lain lebih jarang ditemukan.3,4 Di Indonesia sendiri, katarak merupakan penyebab utama kebutaan dimana prevalensi buta katarak 0,78% dari 1,5% menurut hasil survei. Walaupun katarak umumnya adalah penyakit usia lanjut, namun 16-20% buta katarak telah dialami oleh penduduk Indonesia pada usia 40-54 tahun yang menurut kriteria Biro Pusat Satatistik (BPS) termasuk dalam kelompok usia produktif. Berbeda dengan kebutaan lainnya, buta katarak merupakan kebutaan yang dapat direhabilitasi dengan tindakan bedah. Namun pelayanan bedah katarak di Indonesia belum tersedia secara merata yang mengakibatkan timbunan buta katarak mencapai 1,5 juta, terutama diderita oleh penduduk berpenghasilan rendah.5

III. ANATOMI DAN FISIOLOGI LENSA

Gambar 1: Bentuk dan posisi lensa. Lensa berbentuk bikonveks, berada pada fossa hyaloid, dan membagi mata menjadi segmen anterior dan posterior.(Dikutip dari kepustakaan 4)

Gambar 2: Anatomi Lensa(Dikutip dari kepustakaan 6)Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskuler, tak berwarna dan hampir transparan sempurna yang memiliki fungsi untuk mempertahankan kejernihan, refraksi cahaya, dan memberikan akomodasi. Lensa memiliki ukuran tebal sekitar 4 mm dan diameter 9 mm. Lensa tidak memiliki suplai darah atau inervasi setelah perkembangan janin dan hal ini bergantung pada humor aquous untuk memenuhi kebutuhan metaboliknya serta membuang sisa metabolismenya. Lensa terletak posterior dari iris dan anterior dari korpus vitreous. Posisinya dipertahankan oleh zonula zinni yang terdiri dari serat-serat yang kuat yang menyokong dan melekatkannya pada korpus siliar. Lensa terdiri dari kapsula, epithelium lensa, korteks dan nukleus. Kapsul lensa adalah membran semi permeabel yang menyebabkan air dan elektrolit dapat masuk. Nukleus lensa lebih tebal dari korteksnya. Semakin bertambahnya usia, laminar epitel supkapsuler terus diproduksi sehingga lensa semakin besar dan kehilangan elastisitasnya. Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina melalui kemampuan akomodasinya. Lewat kemampuan ini, kita mampu melihat benda yang jauh ataupun yang dekat. Namun seiring dengan bertambahnya usia, lensa dapat mengalami berbagai gangguan seperti kekeruhan, gangguan akomodasi, distorsi dan dislokasi.2,3,4,6Lensa terus bertumbuh seiring dengan bertambahnya usia. Saat lahir, ukurannya sekitar 6,3 mm pada bidang ekuator dan 3,5 mm anteroposterior serta memiliki berat sekitar 135 mg (0-9 tahun) 255 mg (40-80 tahun). Ketebalan relatif dari korteks meningkat seiring usia. Pada saat yang sama, kelengkungan lensa juga ikut bertambah, sehingga semakin tua usia lensa memiliki kekuatan refraksi yang semakin bertambah. Namun, indeks refraksi semakin menurun juga seiring usia, hal ini mungkin dikarenakan adanya partikel-partikel protein yang tidak larut. Maka lensa yang menua dapat menjadi lebih hiperopik atau miopik tergantung pada keseimbangan faktor-faktor yang berperan.4Lensa berfungsi untuk merefraksikan sinar, mempertahankan kejelasannya, serta untuk akomodasi. Lensa dapat merefraksikan sinar karena indeks refraksinya berbeda dari aquous dan vitreus yang ada disekelilingnya (normalnya sekitar 1,3 secara sentral dan 1,36 secara perifer). Pada posisi ketika lensa tidak berakomodasi, lensa memberikan kontribusi sebesar 10-20 Dioptri dari kira-kira 60 Dioptri dari kekuatan refraksi konvergen rata-rata mata manusia.3

Gambar 3. Bagianbagian lensa terdiri dari kapsul, epithelium lensa, korteks dan nukleus.(Dikutip dari kepustakaan 4) a. Kapsul Kapsul lensa memiliki sifat elastis, terdiri dari substansia lensa yang dapat mengkerut selama proses akomodasi. Lapis terluar dari kapsul lensa adalah lamella zonularis yang berperan dalam perlengketan serat-serat zonula. Kapsul lensa anterior lebih tebal dari kapsul posterior dan terus meningkat ketebalannya selama kehidupan. Bagian paling tebal dari kapsul lensa terdapat pada bagian anterior dan pre-ekuator posterior dan yang paling tipis pada daerah kutub posterior sentral yaitu sekitar 2-4 mm. Pinggir lateral lensa disebut ekuator, yaitu bagian yang dibentuk oleh gabungan kapsul anterior dan posterior yang merupakan insersi dari zonula.4b. Serat ZonulaSerat zonula lensa disokong oleh serat-serat zonular yang berasal dari lamina basalis dari epithelium non-pigmentosa pars plana dan pars plikata korpus siliar. Serat-serat zonula ini memasuki kapsul lensa pada region ekuatorial secara kontinue.Seiring usia, serat-serat zonula ekuatorial ini beregresi, meninggalkan lapis anterior dan posterior.4

c. Epitel lensaEpitel lensa terletak tepat di belakang kapsul anterior lensa. Terdiri dari sel-sel epithelial yang mengandung banyak organel sehingga sel-sel ini secara metabolik aktif dan dapat melakukan semua aktivitas sel normal termasuk biosintesis DNA, RNA, protein dan lipid sehingga dapat menghasilkan ATP untuk memenuhi kebutuhan energi dari lensa. Sel epitel akan mengalami perubahan morfologis ketika sel-sel epitelial memanjang membentuk sel serat lensa yang sering disertai dengan peningkatan masa protein dan pada waktu yang sama, sel-sel kehilangan organel-organelnya, termasuk inti sel, mitokondria dan ribosom. Hilangnya organel-organel ini dapat menguntungkan karena cahaya dapat melalui lensa tanpa tersebar atau terserap oleh organel-organel ini, tetapi dengan hilangnya organel maka fungsi metabolik pun akan hilang sedangkan serat lensa bergantung pada energi yang dihasilkan oleh proses glikolisis.4d. Korteks dan nukleusNukleus lensa lebih keras daripada korteksnya. Seiring dengan bertambahnya usia, serat-serat lamellar subepitel terus diproduksi sehingga lensa perlahan-lahan menjadi lebih besar dan kurang elastis. Nukleus dan korteks terbentuk dari lamellar konsentrik yang panjang. Garis-garis persambungan (suture line) yang terbentuk dari penyambungan tepi-tepi serat lamellar tampak seperti huruf Y dengan slitlamp. Huruf Y ini tampak tegak di anterior dan terbalik di posterior.4Transparansi lensa dipertahankan oleh keseimbangan air dan kation (Na, K).Kedua kation ini berasal dari humor aquous dan vitreus. Kadar kalium di bagian anterior lebih tinggi dibandingkan posterior sedangkan kadar natrium lebih tinggi di posterior. Ion K bergerak ke bagian posterior dan keluar ke humor vitreus, dan ion Na bergerak ke anterior untuk menggantikan ion K dan keluar melalui pompa aktif Na-K ATP-ase. Transpor aktif asam-asam amino mengambil tempat pada lensa dengan mekanisme tergantung pada gradient natrium yang dibawa oleh pompa natrium. Aspek fisiologis terpenting dari lensa adalah mekanisme yang mengatur keseimbangan air dan elektrolit lensa yang sangat penting untuk menjaga kejernihan lensa. Karena kejernihan lensa sangat tergantung pada komponen struktural dan makromolekular, gangguan dari hidrasi lensa dapat menyebabkan kekeruhan lensa. Telah ditemukan bahwa gangguan keseimbangan air dan elektrolit sering terjadi pada katarak kortikal, dimana kadar air meningkat secara bermakna.4Lensa manusia normal mengandung sekitar 65% air dan 33% protein dan perubahan ini terjadi sedikit demi sedikit dengan bertambahnya usia. Korteks lensa menjadi lebih terhidrasi dari pada nukleus lensa.Sekitar 5% volume lensa adalah air yang ditemukan diantara serat-serat lensa di ruang ekstraseluler. Konsentrasi natrium dalam lensa dipertahankan pada 20 mm dan konsentrasi kalium sekitar 120 mm.7Epithelium lensa sebagai tempat transpor aktif lensa bersifat dehidrasi dan memiliki kadar ion Kalium (K+) dan asam amino yang lebih tinggi dari humor aquous dan vitreus disekelilingnya. Sebaliknya, lensa mengandung kadar ion natrium (Na+), ion klorida (Cl-) dan air yang lebih sedikit dari lingkungan sekitarnya. Keseimbangan kation antara di dalam dan di luar lensa adalah hasil dari kemampuan permeabilitas membran sel-sel lensa dan aktivitas dari pompa (Na+, K+-ATPase) yang terdapat pada membran sel dari epithelium lensa dan setiap serat lensa. Fungsi pompa natrium bekerja dengan cara memompa ion natrium keluar dari dan menarik ion kalium ke dalam. Mekanisme ini bergantung dari pemecahan ATP dan diatur oleh enzim Na+, K+-ATPase. Keseimbangan ini mudah sekali terganggu oleh inhibitor spesifik ATPase. Inhibisi dari Na+, K+, ATPase akan menyebabkan hilangnya keseimbangan kation dan meningkatkan kadar air dalam lensa. Pada perkembangan katarak kortikal beberapa studi telah menunjukkan bahwa terjadi penurunan aktivitas Na+, K+-ATPase, sedangkan yang lainnya tidak menunjukkan perubahan apapun. Dari studi-studi lain telah diperkirakan bahwa permeabilitas membran sedikit meningkat seiring dengan perkembangan katarak.4

Gambar 4 : Transparansi Lensa(Dikutip dari kepustakaan 4)hydroxykynurine dan Chromophores, yang menyebabkan kekuningan. Cyanates dalam rokok menyebabkan carbamylation dan denaturasi protein. 4

IV. ETIOLOGISebagian besar katarak timbul pada usia tua sebagai akibat pajanan kumulatif terhadap pengaruh lingkungan dan pengaruh lainnya seperti merokok, radiasi UV, dan peningkatan kadar gula darah, kadang ini disebut sebagai katarak terkait usia. Sejumlah kecil berhubungan dengan penyakit mata atau penyakit sistemik spesifik dan memiliki mekanisme fisiokimiawi yang jelas. Penyebab sistemik antara lain : 8a. Diabetesb. Kelainan metabolik lain (termasuk galaktosemia, penyakit fabry, hipokalasemiac. Obat-obatan (rubela kongenital)d. Distrofi miotonike. Dermatitis atopikf. Sindrom sistemik (Down, Lowe)g. Kongenital, termasuk katarak turunanh. Radiasi sinar X

V. PATOGENESISLensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih(bening), transparan, berbentuk seperti kancing baju, mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus, di ferifer ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan posterior. Dengan bertambahnya usia, nukeus mengalami perubahan warna menjadi cokelat kekuningan. Di sekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior dan posterior nukleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang paling bermakna nampak seperti kristal salju pada jendela. 7Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi. Perubahan pada serabut halus multipel (zunula) yang memanjang dari badan silier ke daerah di luar lensa,misalnya,dapat menyebabkan penglihatan mengalami distorsi. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan menggangu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dan tidak ada pada pasien yang menderita katarak. Katarak biasanya terjadi bilateral, namun menpunyai kecepatan yang berbeda. Dapat disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistemis, seperti diabetes, namun sebenarnya merupakan proses penuaan yang normal. Kebanyakan katarak berkembang secara kronik dan matang ketika seseorang memasuki dekade ketujuh. Katarak dapat bersifat kongenital dan harus diidentifikasikan awal, karena bila tidak terdiagnosa dapat menyebabkan ambliopia dan kehilangan penglihatan permanen. Faktor yang paling sering menyebabkan terjadinya katarak meliputi sinar UV B, obat-obatan,alkohol,merokok,diabetes,dan asupan vitamin antioksi dan yang kurang dalam waktu yang lama. 7VI. KLASIFIKASIBerdasarkan usia, katarak dapat diklasifikasikan dalam :11. Katarak kongenital, katarak yang sudah terlihat pada usia di bawah 1 tahun 2. Katarak juvenil, katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun 3. Katarak senil, katarak setelah usia 50 tahun Pada katarak kongenital, kelainan utama terjadi di nukleus lensa atau nukleus embrional, bergantung pada waktu stimulus kataraktogenik. Katarak juvenil adalah katarak yang terdapat pada usia muda yang mulai terbentuk pada usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan. Katarak juvenil biasanya merupakan kelanjutan katarak kongenital. Katarak juvenil biasanya merupakan penyulit penyakit sistemik ataupun metabolik dan penyakit lainnya seperti katarak metabolik, katarak akibat kelainan otot pada distrofi miotonik, katarak traumatik, dan katarak komplikata. 1Katarak senil adalah kekeruhan lensa dengan nukleus yang mengeras akibat usia lanjut yang biasanya mulai terjadi pada usia lebih dari 50 tahun. Katarak senil secara klinik dibedakan dalam 4 stadium yaitu insipien, imatur, matur dan hipermatur. Katarak insipient merupakan stadium katarak yang paling awal dan belum menimbulkan gangguan visus. Pada katarak imatur, kekeruhan belum mengenai seluruh bagian lensa sedangkan pada katarak matur, kekeruhan telah mengenai seluruh bagian lensa. Sementara katarak hipermatur adalah katarak yang mengalami proses degenerasi lanjut, dapat menjadi keras atau lembek dan mencair. Selain itu, klasifikasi katarak senil berdasarkan lokasinya dalam tiga zona lensa dibagi menjadi tiga yaitu kapsul, korteks, dan nukleus.1,3Ada 3 tipe umum age-related cataract yaitu nuklear, kortikal, dan subkapsular posterior. Pada banyak pasien, lebih dari satu tipe bisa didapatkan.31. Katarak nuklearPada dekade keempat kehidupan, produksi serat tekanan pada lensa perifer menyebabkan pengerasan keseluruhan lensa, terutama inti (nukleus). Inti berubah warna menjadi coklat kekuningan (brunescent katarak nuklir). Perubahan warna ini bervariasi dari coklat kekuningan sehingga kehitaman pada seluruh lensa (black cataract). Oleh karena meningkatnya daya bias lensa, katarak nuklear menyebabkan myopia lentikuler dan menghasilkan dua titik fokal pada lensa serta menghasilkan diplopia monokuler. Perkembangan katarak nuklear sangat lambat. Oleh karena terjadinya myopia lentikuler, visus dekat (tanpa kacamata) tetap baik untuk jangka waktu yang lama.3

Gambar 4 : Katarak Nuklear(Dikutip dari kepustakaan 4)2. Katarak kortikalYaitu kekeruhan pada korteks lensa, ditandai oleh hidrasi lensa. Pada pemeriksaan slit lamp dapat terlihat vakuola, fisura, pemisahan lamela, dan bentuk kuneiform. Katarak kortical berkembang lebih cepat berbanding katarak nuklear. Ketajaman visual dapat meningkat untuk sementara selama perjalanan penyakit ini. Hal ini terjadi karena efek stenopeic, dimana cahaya yang melalui daerah yang jelas diantara dua radial opasitas. Derajat gangguan fungsi penglihatan bervariasi. Gejala yang biasanya muncul yaitu silau akibat sumber cahaya yang terang.3

Gambar 5 : Katarak kortikal(Dikutip dari kepustakaan 4)3. Katarak Subkapsular PosteriorYaitu terjadinya kekeruhan di bagian posterior dan biasanya terletak sentral.Katarak ini menyebabkan silau, pandangan kabur pada kondisi cahaya terang, serta penglihatan dekat menurun. Secara histologi, tipe ini berhubungan dengan migrasi sel-sel epitel lensa di bagian akuator ke permukaan dalam kapsul posterior.1 Bentuk khusus dari katarak kortikal ini dimulai pada sumbu visual. Dimulai dengan satu kelompok kecil kekeruhan pada granular, dan memperluas ke perifer membentuk seperti disc. Peningkatan opasitas ini melibatkan nukleus dan korteks. Perkembangannya sangat cepat dan memperberat ketajaman visual. Penglihatan jarak jauh memburuk secara signifikan berbanding penglihatan jarak dekat (bidang dekat-miosis). Penggunaan obat tetes untuk melebarkan pupil dapat meningkatkan ketajaman visual.3

Gambar 6 : Katarak Subkapsular posterior(Dikutip dari kepustakaan 4)Selain itu, sekarang lebih cenderung menggunakan Lens Opacities Classification System (LOCS) dimana lensa dinilai dari warna nuclear (NC) dan opasitas nuclear (NO), katarak kortikal, dan katarak subkapsular posterior (P). 9

Gambar 7.Lens Opacities Classification System (LOCS) III transparancies.(Dikutip dari Kepustakaan 9)Klasifikasi katarak berdasarkan maturitas dari katarak, tingkat kekeruhan atau perkembangan tidak cukup dalam epidemiologi katarak atau terapeutik studi.Sistem Klasifikasi Kekeruhan Lensa III (LOCS III) adalah sistem standar yang digunakan untuk grading dan perbandingan keparahan katarak dan type1-2. Itu berasal dari LOCS II classification 3, dan itu terdiri dari tiga set foto standar (Gambar). Klasifikasi ini mengevaluasi empat fitur: opalescence nuklear (NO) warna nuklear (NC), katarak kortikal (C), katarak posterior subcapsular (P). Nuclear opalesecence (NO) dan warna nuklir (NC) yang dinilai pada skala desimal 0,1 sampai 6,9, didasarkan pada seperangkat enam foto standar. Katarak kortikal (C) dan posterior subcapsular cataract (P) yang dinilai pada skala desimal dari 0,1 sampai 5,9, berdasarkan satu set lima foto standar masing-masing. Tidak seperti klasifikasi LOCS II, klasifikasi LOCS III mempersempit skala interval, memungkinkan perubahan kecil dalam keparahan katarak untuk diamati. Batas toleransi 95% untuk reproduktifitas dalam-kelas dan antara-kelas juga menyempit dalam klasifikasi LOCS III. 9

VII. GEJALA KLINISSeorang pasien dengan katarak biasanya datang dengan riwayat kemunduran secara progesif dan gangguan penglihatan. Penyimpangan penglihatan bervariasi, tergantung pada jenis dari katarak ketika pasien datang.7,8 Penglihatan kabur merupakan keluhan yang paling sering dikeluhkan pasien Silau. Keluhan ini termasuk seluruh spektrum dari penurunan sensitivitas kontras terhadap cahaya terang lingkungan atau silau pada siang hari hingga silau ketika mendekat ke lampu pada malam hari. Diplopia monocular. Kadang-kadang, perubahan nuclear yang terkonsentrasi pada bagian dalam lapisan lensa, menghasilkan area refraktil pada bagian tengah dari lensa, yang sering memberikan gambaran terbaik pada reflek merah dengan retinoskopi atau ophtalmoskopi langsung. Fenomena seperti ini menimbulkan diplopia monokular yang tidak dapat dikoreksi dengan kacamata, prisma, atau lensa kontak. Penglihatan warna berubah ( dengan objek terlihat kekuningan) Noda, berkabut pada lapangan pandang. Dapat mengubah kelainan refraksi.

VIII. DIAGNOSISGejala pada katarak berupa distorsi penglihatan dan penglihatan yang semakin kabur. Katarak terlihat hitam terhadap refleks fundus ketika mata diperiksa dengan oftalmoskopi direk. Pemeriksan slit lapm memungkinkan pemeriksaan katarak secara rinci dan identifikasi lokasi opasitas dengan tepat. Katarak terkait usia biasanya terletak didaerah nukleus, korteks, atau subkapsular. Katarak terinduksi steroid umumnya terletak di subkapsular posterior. Tampilan lain yang menandakan penyebab okular katarak dapat ditemukan, sebagai contoh deposisi pigmen pada lensa menunjukkan inflamasi sebelumnya atau kerusakan iris menandakan mata sebelumnya. 8

IX. TERAPIPenanganannya harus dilakukan pembedahan atau operasi. Tindakan bedah ini dilakukan bila telah ada indikasi bedah pada katarak, seperti katarak telah mengganggu pekerjaan sehari-hari 2,10Pemeriksaan yang biasanya dilakukan sebagai bagian dari tindakan preoperatif untuk menentukan kelayakan operasi, teknik operasi, pemasangan IOL, maupun untuk evaluasi postoperatif.4,7 Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan darah rutin, fungsi ginjal, dan fungsi hati perlu dilakukan untuk mengetahui layak tidaknya seseorang dioperasi. Pemeriksaan tonometri Dilakukan untuk memastikan ada tidaknya penyulit seperti glaukoma. Biometri Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan kekuatan dioptri lensa inta okular (IOL) yang sebaiknya dipasangkan pada pasien.Ada beberapa jenis operasi yang dapat dilakukan. ICCE ( Intra Capsular Cataract Extraction) sampai pertengahan 1980, dan ECCE (Ekstra Capsular Cataract Extraction) yang terdiri dari ECCE konvensional, SICS (Small Incision Cataract Surgery), fakoemulsifikasi (Phaco Emulsification).1,2,3,41. Intracapsular Cataract Extraction (ICCE) merupakan teknik pembedahan dengan cara mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul. Dapat dilakukan pada zonula zinni yang telah rapuh atau berdegenerasi dan mudah putus. Teknik ini telah jarang digunakan. Indikasi utama yaitu jika terjadi subluksasi atau dislokasi lensa. Kontraindikasi pada pasien berusia kurang dari 40 tahun yang masih mempunyai ligament hialoidea kapsular.3,4

Gambar 8: Teknik operasi ICCE + implantasi IOL pada bilik mata depan.A. Jahitan pada muskulus rektus superior; B. Flap konjungtiva; C. Membuat alur; D. Memotong bagian kornea-skleral; E. Iridektomi peripheral; F. Ekstraksi kriolens;G&H. insersi IOL Kelman multiflex pada bilik mata depan; I. Jahit kornea-skleral. (Dikutip dari kepustakaan 4)2. Ekstra Capsular Cataract Extraction (ECCE) Pengeluaran isi lensa (epithelium, korteks dan nukleus) melalui kapsul anterior yang dirobek (kapsulotomi anterior) dengan meninggalkan kapsul posterior. Lensa intraokuler kemudian diletakkan pada kapsul posterior. Pembedahan ini dapat dilakukan pada pasien dengan katarak imatur, kelainan endotel, keratoplasti, implantasi lensa intra okular posterior, implantasi sekunder lensa intra okular, kemungkinan bedah glaukoma, predisposisi prolaps vitreus, ablasi retina, dan sitoid makular edema. 3,4

Gambar 9: Teknik operasi ECCE + implantasi IOL pada bilik mata belakang.A. Kapsulotomi anterior dengan teknik Can-opener; B. Pengeluaran kapsul anterior; C. Memotong bagian kornea-skleral; D. Pengeluaran nukleus (metode pressure and counter-pressure); E. Aspirasi korteks; F. Insersi inferior haptic IOL pada bilik mata belakang; G. Insersi PCIOL superior haptic; H. Putar IOL; I. Jahit kornea-skleral. (Dikutip dari kepustakaan 4)3. Small Incision Cataract Surgery (SICS) adalah modifikasi dari ekstraksi katarak ekstrakapsular merupakan salah satu teknik pilihan yang dipakai dalam operasi katarak dengan penanaman lensa intraokuler. Teknik ini lebih menjanjikan dengan insisi konvensional karena penyembuhan luka yang lebih cepat, astigmatisme yang rendah, dan tajam penglihatan tanpa koreksi yang lebih baik.3,4

Gambar 10: Teknik operasi SICS.A. Jahit muskulus rectus superior; B. Flap konjungtiva dan buka sclera; C,D&E. Insisi sclera eksterna dan membuat insisi terowong; F. terowong sclerakornea dengan pisau berbentuk bulan sabit; G. Insisi kornea interna; H. Side port entry; I. CCC besar; J. Hydrodissection; K. Prolapsus nukleus pada bilik mata depan; L. Irigasi nukleus dengan wire vectis; M. Aspirasi korteks; N. Insersi inferior haptic IOL pada bilik mata depan; O. Insersi superior haptic PCIOL; P. Putar IOL; Q. Reposisi dan konjungtival flap. (Dikutip dari kepustakaan 4)4. Phaco Emulsification Fakoemulsifikasi merupakan bentuk ECCE yang terbaru dimana menggunakan getaran ultrasonik untuk menghancurkan nukleus sehingga material nukleus dan kortek dapat diaspirasi melalui insisi 3 mm. Fakoemulsifikasi merupakan teknik ekstraksi katarak terbaik yang pernah ada saat ini. Sebuah lensa Intra Okular dimasukkan pada kantong kapsular yang kosong. Teknik ini di tangan operator yang berpengalaman menghasilkan rehabilitasi tajam penglihatan yang lebih cepat, kurang menginduksi astigmatisme, memberikan prediksi refraksi pasca operasi yang lebih tepat, rehabilitasi yang lebih cepat dan tingkat komplikasi yang rendah. 3,4,10

Gambar 11: Teknik operasi fakoemulsifikasi.A.Membuat kurvalinier capsulirhexis; B. Lakukan hidrodis;C. Hidrodelineasi; D&E. Emulsifikasi nukleus menggunakan alat dan teknik conquer (menghancurkan 4 kuadran); F. Aspirasi korteks (Dikutip dari kepustakaan 4)

Gambar 12. Fakoemulsifikasi menggunakan getaran ultrasonik melalui insisi 2-3 mm. ( Dikutip dari kepustakaan 9)Tindakan Operasi Keuntungan Kerugian

ICCETidak perlu dikhawatirkan terjadinya kekeruhan kapsular, dapat dilakukan tanpa mikroskop operatif.Teknik ini masih dapat digunakan jika keutuhan zonular sangat terganggu sehingga lensa dapat dikeluarkan dengan sempurnaLamanya penyembuhan, lamanya rehabilitasi penglihatan, astigmatisme yang signifikan, inkarserasi iris, kebocoran luka post-operasi, inkarserasi vitreus serta edema kornea, kehilangan sel endotelial pada ekstraksi intrakapsular lebih besar dibandingkan ekstrakapsular. Teknik ini juga lebih sulit karena penempatan lensa intraokular tidak semudah apabila diletakkan pada kantung kapsular.

ECCEinsisi yang lebih kecil sehingga kemungkinan terjadinya trauma pada endotel kornea lebih kecil. Penempatan lensa intraokuler juga dapat dilakukan dengan lebih baik. Syarat untuk melakukan teknik ini adalah keutuhan zonularTergantung kemampuan operator, lamanya penyembuhan, lamanya rehabilitasi penglihatan, astigmatisme.

SICSPenyembuhan luka yang lebih cepat, astigmatisme yang rendah, dan tajam penglihatan tanpa koreksi yang lebih baik Tergantung kemampuan operator

Phaco EmulsificationLuka incisi tidak dijahit, menghasilkan rehabilitasi tajam penglihatan yang lebih cepat, kurang menginduksi astigmatisme, memberikan prediksi refraksi pasca operasi yang lebih tepat, dan tingkat komplikasi yang rendahTergantung kemampuan Operator, relatif mahal

Lensa Intraokuler Lensa intraokuler adalah lensa buatan yang ditanamkan ke dalam mata pasien untuk mengganti lensa mata yang rusak dan sebagai salah satu cara terbaik untuk rehabilitasi pasien katarak.4Sebelum ditemukannya Intra Ocular Lens (IOL), rehabilitasi pasien pasca operasi katarak dilakukan dengan pemasangan kacamata positif tebal maupun Contact lens (kontak lensa) sehingga seringkali timbul keluhan-keluhan dari pasien seperti bayangan yang dilihat lebih besar dan tinggi, penafsiran jarak atau kedalaman yang keliru, lapang pandang yang terbatas dan tidak ada kemungkinan menggunakan lensa binokuler bila mata lainnya fakik. 4IOL terdapat dalam berbagai ukuran dan variasi sehingga diperlukan pengukuran yang tepat untuk mendapatkan ketajaman penglihatan pasca operasi yang maksimal. Prediktabilitas dalam bedah katarak dapat diartikan sebagai presentase perkiraan target refraksi yang direncanakan dapat tercapai dan hal ini dipengaruhi oleh ketepatan biometri dan pemilihan formula lensa intraokuler yang sesuai untuk menentukan kekuatan (power) lensa intraokuler. Faktor-faktor biometri yang mempengaruhi prediktabilitas lensa intraokuler yang ditanam antara lain panjang bola mata (Axial Length), kurvatura kornea (nilai keratometri) dan posisi lensa intraokuler yang dihubungkan dengan kedalaman bilik mata depan pasca operasi. Prinsip alat pengukuran biometri yang umum digunakan untuk mendapatkan data biometri yaitu dengan ultrasonografi (USG) atau Partial Coherence Laser Interferometry (PCI).4

Gambar 13. Jenis-jenis IOL: A, Kelman multiflex (IOL bilik mata depan); B, Singh & Worsts iris claw; C, IOL bilik mata belakang Modified C-loop type) (Dikutip dari kepustakaan 4)Axial length adalah faktor yang paling penting dalam formula mengukur kekuatan IOL. Kekuatan kornea sentral merupakan faktor kedua yang penting dalam formula menghitung kekuatan IOL, dengan kesalahan 1,0 D akan menghasilkan kesalahan refraksi postoperasi sebanyak 1,0 D. Kekuatan kornea sentral dapat diukur dengan menggunakan keratometer atau topografi kornea yang dapat mengukur kekuatan kornea secara langsung.4Untuk mendapatkan IOL yang cocok dan sesuai dengan kebutuhan pasien diperlukan suatu pengukuran yang akurat dan ini merupakan tanggung jawab ahli bedah untuk mempertimbangkan kebutuhan pasien tentunya dengan melakukan beberapa pemeriksaan. Untuk formula yang akan digunakan tergantung kepada ahli bedah akan tetapi pengukuran biometri harus dilakukan seakurat mungkin. Jika pada hasil ditemukan suatu kecurigaan atau nilai diluar batas normal maka pengukuran harus diulang kembali.Selain itu pemeriksaan sebaiknya dilakukan pada kedua mata untuk memantau adanya perbedaan yang sangat besar antara kedua mata.4

X. KOMPLIKASI DARI OPERASI KATARAKSemua pasien harus diingatkan untuk kemungkinan resiko pembedahan sebelum diberikan persetujuan untuk operasi.101. Endophtalmitis infeksi. Infeksi yang merusak ini terjadi sangat jarang ( sekitar 1 dalam 1000 operasi) tapi dapat menyebabkan penurunan penglihatan berat yang permanen. Banyak kasus infeksi post operatif timbul dalam 2 minggu post operasi biasanya pasien datang dengan riwayat penurunan penglihatan dan mata merah yang sangat nyeri. Ini adalah kegawatdaruratan mata. Infeksi derajat rendah dengan pathogen seperti Propioniobacterium dapat menyebabkan pasien datang dalam beberapa minggu setelah operasi dengan uveitis refraktori. 2.Perdarahan suprakoroid. Perdarahan intraoperatif yang berat dapat menyebabkan penurunan penglihatan yang serius dan permanen.3. Perforasi okuli. jarum yang tajam digunakan untuk berbagai bentuk anestesi intraokuler, dan perforasi bola mata sangat kecil kemungkinannya. Bentuk modern dari anestesi okuler telah menggantikan banyak teknik jarum tajam.4. Ablasio retina. Ini adalah komplikasi post operatif yang serius dan jarang terjadi, tetapi lebih sering terjadi pada pasien miop setelah komplikasi intra operatif.5. Kesalahan refraktif setelah operatif. Banyak operasi bertujuan untuk membuat pasien menjadi emetrop atau sedikit miop, tetapi pada kasus yang jarang kesalahan biometrik dapat terjadi atau suatu lensa intraokuler dengan kekuatan yang salah digunakan.6. Ruptur kapsul posterior dan hilangnya cairan vitreus. Jika kapsul yang lembut rusak selama pembedahan atau ligament yang halus (Zonula) yang menahan lensa menjadi lemah, kemudian cairan vitreus akan prolaps ke bilik mata depan. Komplikasi ini berarti bahwa lensa intraokuler tidak dapat dimasukkan dalam pembedahan, pasien juga dalam resiko tinggi ablasio retina post operatif.7. Uveitis. Peradangan post operatif lebih sering terjadi dalam berbagai tipe mata. Sebagai contoh pada pasien dengan riwayat diabetes atau penyakit radang mata sebelumnya.8. Edema makular cystoids. Akumulasi cairan pada macula selama post operatif dapat menurunkan visus pada minggu-minggu pertama setelah operasi katarak berhasil dilakukan. Pada banyak kasus, ini dapat diobati dengan penanganan radang post operasi.9. Glaukoma. Peningkatan tekanan intraokuler secara persisten akan membutuhkan penanganan post operatif. 10.Kekeruhan kapsul posterior. Bekas luka dari bagian posterior dari kantung kapsul, dibelakang lensa intraokuler terjadi pada lebih dari 20% pasien. Laser kapsulotomi akan dibutuhkan. XI. PROGNOSIS

Dengan tehnik bedah yang mutakhir, komplikasi atau penyulit menjadi sangat jarang. Hasil pembedahan yang baik dapat mencapai 95%. Pada bedah katarak resiko ini kecil dan jarang terjadi. Keberhasilan tanpa komplikasi pada pembedahan dengan ECCE atau fakoemulsifikasi menjanjikan prognosis dalam penglihatan dapat meningkat hingga 2 garis pada pemeriksaan dengan menggunakan snellen chart. 7

DAFTAR PUSTAKA1. Ilyas S, Yulianti SR. Katarak. Editors. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-4 . Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2011. hal. 200-11.2. Galloway NR, Galloway PH, Browning AC, editors. Anatomy and Physiology of the Eye, Cataract. Editors. Common Eye Disease and Their management. 3rd Edition. London:. Springer; 2006. p. 81-90.3. Lang, Gerhard K. Opthalmology. A Short Textbook. Thieme Stuttgart: New York. 2000. p. 165-79.4. Khurana AK, editor. Cataract. In: Comprehensive Ophthalmology. 4th Edition. New Delhi: New Age International; 2007. p. 167-201.5. Pujiyanto, T. Faktor-Faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Katarak Senil. Tesis Magister. Semarang: Universitas Diponegoro; 2004. hal. 1-15.6. Lang, Gerhard K. Lens. Cataract. In: Ophthalmologi: A Pocket Text Book Atlas second Edition. Thieme Stutgent: germany 2006. p. 169-75.7. Khalilullah, Said Alvin. 2010. Patologi dan Penatalaksanaan pada Katarak Senil. Available from : URL: http:///patologi-pada-katarak.htm 8. Chylack L.T, Wolfe J.K, Singer D.M dkk. The Lens Opacities Classifications System III. Archives of Ophthalmology. Vol 111. Juni, 1993. p. 831-6.9. James B, Chew C, Bron A. Lensa dan Katarak. James B, Chew C, Bron A. Editors Lectures Notes Oftalmologi 9th editions. Jakarta : Penerbit Erlangga. 2006. Hal. 76-84.10. Khaw PT, Shah P, Elkington AR, editors. ABC of Eyes. 4th Edition. London: BMJ Books; 2004. p. 47-51.

15