karsinoma sinonasal fix.docx

38
BAB 1 PENDAHULUAN Tumor hidung dan sinus paranasal pada umumnya jarang ditemukan, baik yang jinak maupun yang ganas. Di Indonesia dan di luar negeri, kekerapan jenis yang ganas hanya sekitar 1 % dari keganasan seluruh tubuh atau 3% dari seluruh keganasan di kepala dan leher. Hidung dan sinus paranasal atau juga disebut sinonasal merupakan rongga yang dibatasi oleh tulang-tulang wajah yang merupakan daerah yang terlindung sehingga tumor yang timbul di daerah ini sulit diketahui secara dini. Asal tumor primer juga sulit ditentukan, apakah dari hidung atau sinus karena biasanya pasien berobat dalam keadaan penyakit telah lanjut dan tumor sudah memenuhi rongga hidung dan seluruh sinus. 1 Insiden tahunan tumor hidung di Amerika Serikat diperkirakan kurang dari 1 dalam 100.000 orang per tahun. Tumor ini terjadi paling umum pada orang kulit putih, dan kejadian pada laki-laki adalah dua kali lipat dari perempuan. Meskipun tumor dari rongga hidung dibagi antara jenis jinak dan ganas, tetapi kebanyakan tumor sinus paranasal yang ganas. Sekitar 55% dari tumor sinonasal berasal dari sinus maksila, 35% dari rongga hidung, 9% dari sinus ethmoid, dan sisanya dari frontal dan sinus sphenoid. Menurut histologi, Karsinoma sel skuamosa adalah yang paling umum 1

Upload: mutiara-balqis

Post on 14-Dec-2015

62 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: karsinoma Sinonasal fix.docx

BAB 1

PENDAHULUAN

Tumor hidung dan sinus paranasal pada umumnya jarang ditemukan, baik

yang jinak maupun yang ganas. Di Indonesia dan di luar negeri, kekerapan jenis yang ganas

hanya sekitar 1 % dari keganasan seluruh tubuh atau 3% dari seluruh keganasan di kepala dan

leher. Hidung dan sinus paranasal atau juga disebut sinonasal merupakan rongga yang

dibatasi oleh tulang-tulang wajah yang merupakan daerah yang terlindung sehingga tumor yang

timbul di daerah ini sulit diketahui secara dini. Asal tumor primer juga sulit ditentukan, apakah

dari hidung atau sinus karena biasanya pasien berobat dalam keadaan penyakit telah lanjut dan

tumor sudah memenuhi rongga hidung dan seluruh sinus.1

Insiden tahunan tumor hidung di Amerika Serikat diperkirakan kurang dari 1 dalam

100.000 orang per tahun. Tumor ini terjadi paling umum pada orang kulit putih, dan kejadian

pada laki-laki adalah dua kali lipat dari perempuan. Meskipun tumor dari rongga hidung dibagi

antara jenis jinak dan ganas, tetapi kebanyakan tumor sinus paranasal yang ganas. Sekitar 55%

dari tumor sinonasal berasal dari sinus maksila, 35% dari rongga hidung, 9% dari sinus ethmoid,

dan sisanya dari frontal dan sinus sphenoid. Menurut histologi, Karsinoma sel skuamosa adalah

yang paling umum (sekitar 70-80%) diikuti oleh karsinoma kistik adenoid dan adenokarsinoma

(sekitar 10%).2

Sementara itu,Insiden tertinggi keganasan sinonasal ditemukan di Jepang yaitu 2 – 3,6

per 100.000 penduduk pertahun. Di departemen THT FKUI RS Cipto Mangunkusumo,

keganasan ini ditemukan pada 10-15% dari seluruh tumor ganas THT. Laki-laki ditemukan lebih

banyak dengan rasio laki-laki dibanding wanita sebesar 2:1.1

Lokasi rongga hidung dan sinus paranasal sangat dekat dengan struktur vital. Keganasan

sinonasal dapat tumbuh dengan ukuran yang cukup dan terapi agresif mungkin diperlukan di

daerah dekat dasar tengkorak, orbita, saraf kranial, dan pembuluh darah vital.

Meskipun jarang, keganasan sinonasal merupakan masalah yang cukup penting. Masalah ini

diperburuk oleh fakta bahwa manifestasi awal (misalnya, epistaksis, obstruksi hidung)

menyerupai tanda-tanda dan gejala kondisi umum tetapi kurang serius. Oleh karena itu,

1

Page 2: karsinoma Sinonasal fix.docx

pasien dan dokter sering mengabaikan atau meminimalkan presentasi awal dari tumor dan

mengobati tahap awal keganasan sebagai gangguan sinonasal jinak. Anatomi rongga

hidung dan sinus paranasal menyebabkan tumor untuk timbul dalam stadium lanjut dan

mempersulit pengobatan mereka. Mereka berada berdekatan dengan struktur penting seperti

dasar tengkorak, orbit, saraf kranial, dan struktur vascular penting. 2

2

Page 3: karsinoma Sinonasal fix.docx

BAB II

TNJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI HIDUNG & SINUS PARANASALIS

2.1.1 HIDUNG

Hidung terdiri atas hidung luar dan cavum nasi. Cavum nasi dibagi oleh septum nasi

menjadi dua bagian, kanan dan kiri.3

Hidung Luar

Hidung luar mempunyai dua lubang berbentuk lonjong disebut nares, yang dipisahkan

satu dengan yang lain oleh septum nasi Pinggir lateral, ala nasi, berbentuk bulat dan dapat

digerakkan. Rangka hidung luar dibentuk oleh os nasale, processus frontalis maxillaris, dan pars

nasalis ossis frontalis. Di bawah, rangka hidung dibentuk oleh lempeng-lempeng tulang rawan

hialin.3

Kulit hidung luar mendapatkan darah dari cabang-cabang arteria ophthalmica dan arteria

maxillaris. Kulit ala nasi dan bagian bawah septum mendapatkan darah dari cabang-cabang

arteria facialis. Suplai Saraf Sensoris Hidung Luar melalui N.infratrochlearis dan rami nasales

externae nervus ophthalmicus (Nervus cranialis V) dan ramus infraorbitalis nervus maxillaris

(Nervus cranialis V) mengurus hidung luar. 3

Cavum Nasi

Cavum nasi terbentang dari nares di depan sampai ke apertura nasalis posterior atau

choanae di belakang, di mana hidung bermuara ke dalam nasopharynx. Vestibulum nasi adalah

area di dalam cavum nasi yang terletak tepat di belakang nares. Cavum nasi dibagi menjadi dua

bagiarn kiri dan kanan oleh septum nasi. Septum nasi dibentuk oleh cartilago septi nasi, lamina

verticalis osis ethmoidalis, dan vomer. 3

Setiap beiahan cavum nasi mempunyai dasar, atap, dinding lateral dan dinding medial

atau dinding septum.Dasar dibentuk oleh processus palatinus os maxilla dan lamina horizontalis

ossis palatini.Atap sempit dan dibentuk di sebelah anterior mulai dari bagian bawah batang

hidung oleh os nasale dan os frontale, di tengah oleh lamina cribrosa ossis ethmoidalis, terletak

di bawah fossa cranii anterior, dan di sebelah posterior oleh bagian miring ke bawah corpus ossis

3

Page 4: karsinoma Sinonasal fix.docx

sphenoidalis.Dinding lateral mempunyai tiga tonjolan tulang disebut concha nasalis superior,

media, dan inferior.Area di bawah setiap concha disebut meatus.3

Recessus sphenoethmoidalis adalah sebuah daerah kecii yang terletak di atas concha

nasalis superior. Di daerah ini terdapat muara sinus sphenoidalis.Meatus nasi superior terletak di

bawah concha nasalis superior. Di sini terdapat muara sinus ethmoidales posterior.Meatus nasi

media terletak di bawah concha nasalis media. Meatus ini mempunyai tonjolan bulat disebut

bulla ethmoidalis, yang dibentuk oleh sinus ethmoidales medii yang bermuara pada pinggir

atasnya. Sebuah celah melengkung, disebut hiatus semilunaris, terletak tepat di bawah bul1a .

Ujung anterior hiatus yang menuju ke dalam sebuah saluran berbentuk corong disebut

infundibulum,yang akan berhubungan dengan sinus frontalis. Sinus maxillaris bermuara ke

dalam meatus nasi melalui hiatus semilunaris.Meatus nasi inferior terletak di bawah concha

nasalis inferior dan merupakan tempat muara dari ujung bawah ductus nasolacrimalis, yang

dilindungi oleh sebuah lipatan membrana mucosa. 3

Dinding medial dibentuk oleh septum nasi. Bagian atas dibentuk oleh lamina verticalis

ossis ethmoidalis dan os vomer Bagian anterior dibentuk oleh cartilago septalis. Septum ini

jarang terletak pada bidang median, sehingga belahan cavum nasi yang satu lebih besar dari

belahan sisi lainnya.Vestibulum dilapisi oleh kulit vang telah mengalami modifikasi dan

mempunvai rambut yang kasar. Area di atas concha nasalis superior dilapisi membrana mucosa

olfactorius dan berisi ujung - ujung saraf sensitif reseptor penghidu.Bagian bawah cavum nasi

dilapisi oleh membrana mucosa respiratorius. Di daerah respiratorius terdapat sebuah anyaman

vena yang besar di dalam submucosa jaringan ikat. 3

Suplai Saraf Cavum Nasi yaitu Nervus olfactorius yang berasal dari membrana mucosa

olfactorius berjalan ke atas melalui lamina cribrosa os ethmoidale menuiu ke bulbus olfactorius

(Gambar 2-3). Saraf untuk sensasi umum merupakan cabang-cabang nervus ophthalmicus (N.Vl)

dan nervus maxillaris (N.V2) divisi nervus trigeminus. 3

Pendarahan cavum nasi berasal dari cabang-cabang arteria maxillaris, yang merupakan

salah satu cabang terminal arteria carotis externa. Cabang yang terpenting adalah arteria

4

Page 5: karsinoma Sinonasal fix.docx

sphenopalatina. Arteria sphenopalatina beranastomosis dengan ramus septalis arteria labialis

superior yang merupakan cabang dari arteria facialis di daerah vestibulum.Darah di dalam

anyaman vena submucosa dialirkan oleh vena-vena yang menyertai arteri.Pembuluh limfe

mengalirkan limfe dari vestibulum ke nodi submandibulares. Bagian lain cavum nasi dialirkan

limfenya menuju ke nodi cervicales profundi superiores. lahir terdapat dalam bentuk yang

rudimenter, setelah usla delapan tahun menjadi lumayan besar, dan pada masa remaja telah

berbentuk sempurna. 3

2.1.2. SINUS PARANASAL

Sinus paranasal adalah rongga-rongga di dalam tulang kepala yang terletak di sekitar

nasal dan mempunyai hubungan dengan kavum nasi melalui ostiumnya. Terdapat empat pasang

sinus paranasal, yaitu sinus frontalis, sfenoidalis, etmoidalis, dan maksilaris. Sinus

maksilaris dan etmoidalis mulai berkembang selama dalam masa kehamilan. Sinus maksilaris

berkembang secara cepat hingga usia tiga tahun dan kemudian mulai lagi saat usia tujuh tahun

hingga 18 tahun dan saat itu juga air-cell ethmoid tumbuh dari tiga atau empat sel menjadi 10-15

sel per sisi hingga mencapai usia 12 tahun.2,3

5

Gambar 1. Anatomi Hidung

Page 6: karsinoma Sinonasal fix.docx

Sinus maksilaris adalah sinus paranasal pertama yang mulai berkembang dalam janin

manusia. Sinus ini mulai berkembang pada dinding lateral nasal sekitar hari 65 kehamilan.

Sinus ini perlahan membesar tetapi tidak tampak pada foto polos sampai bayi berusia 4-5 bulan.

Pertumbuhan dari sinus ini bifasik dengan periode pertama di mulai pada usia tiga tahun dan

tahap kedua di mulai lagi pada usia tujuh hingga 12 tahun. Selama tahap kedua ini,

pneumatisasi meluas secara menyamping hingga dinding lateral mata dan bagian

inferior ke prosesus alveolaris bersamaan dengan pertumbuhan gigi permanen. Perluasan

lambat dari sinus maksilaris ini berlanjut hingga umur 18 tahun dengan kapasitasnya pada

orang dewasa rata-rata 14,75 ml. Sinus maksilaris mengalirkan sekret ke dalam meatus media.2,3

Sel etmoid mulai berkembang dalam bulan ketiga pada proses perkembangan janin.

Sinus etmoidalis anterior merupakan evaginasi dari dinding lateral nasal dan bercabang ke

samping dengan membentuk sinus etmoidalis posterior dan terbentuk pada bulan keempat

kehamilan. Saat dilahirkan sel ini diisi oleh cairan sehingga sukar untuk dilihat dengan rontgen.

Saat usia satu tahun sinus etmoidalis baru bisa dideteksi melalui foto polos dan setelah itu

membesar dengan cepat hingga usia 12 tahun. Sinus etmoidalis anterior dan posterior ini

dibatasi oleh lamina basalis. Jumlah sel berkisar 4-17 sel pada sisi masing-masing dengan total

volume rata-rata 14-15 ml. Sinus etmoidalis anterior mengalirkan sekret ke dalam meatus

media, sedangkan sinus etmoidalis posterior mengalirkan sekretnya ke dalam meatus

superior. Menurut Kennedy, diseksi sel-sel etmoid anterior dan posterior harus dilakukan

dengan hati-hati karena terdapat dua daerah rawan. Daerah pertama adalah daerah arteri

etmoid anterior yang merupakan cabang arteri oftalmika, terdapat di atap sinus etmoidalis dan

membentuk batas posterior resesus frontal. Arteri ini berada pada dinding koronal yang sama

dengan dinding anterior bula etmoid. Daerah yang kedua adalah variasi anatomi yang disebut

dengan sel onodi. Sel onodi adalah sel udara etmoid posterior yang berpneumatisasi

ke postero-lateral atau postero-superior terhadap dinding depan sinus sfenoidalis dan

melingkari nervus optikus dan dapat dikira sebagai sinus sfenoidalis.2,3

Sinus frontalis mulai berkembang sepanjang bulan keempat kehamilan,

merupakan satu perluasan ke arah atas dari sel etmoidal anterosuperior. Sinus frontalis

6

Page 7: karsinoma Sinonasal fix.docx

jarang tampak pada pemeriksaan foto polos sebelum umur lima atau enam tahun setelah itu

perlahan tumbuh, total volume 6-7 ml. Pneumatisasi sinus frontalis mengalami kegagalan

pengembangan pada salah satu sisi sekitar 4-15% populasi. Sinus frontalis mengalirkan

sekretnya ke dalam resesus frontalis.2,3

Sinus sfenoidalis mulai tumbuh sepanjang bulan keempat masa kehamilan yang

merupakan evaginasi mukosa dari bagian superoposterior kavum nasi. Sinus ini berupa suara

takikan kecil di dalam os sfenoid sampai umur tiga tahun ketika mulai pneumatisasi lebih

lanjut, Pertumbuhan cepat untuk mencapai tingkat sella tursika pada umur tujuh tahun dan

menjadi ukuran orang dewasa setelah umur 18 tahun, total volume 7,5 ml. Sinus sfenoidalis

mengalirkan sekretnya ke dalam meatus superior bersama dengan etmoid posterior.

Mukosa sinus terdiri dari ciliated pseudostratified, columnar epithelial cell, sel

Goblet, dan kelenjar submukosa menghasilkan suatu selaput lendir bersifat melindungi.

Selaput lendir mukosa ini akan menjerat bakteri dan bahan berbahaya yang dibawa oleh silia,

kemudian mengeluarkannya melalui ostium dan ke dalam nasal untuk dibuang.2,3

7

Page 8: karsinoma Sinonasal fix.docx

2.2 KARSINOMA SINONASAL

2.2.1 DEFINISI

Karsinoma sinonasal adalah penyakit di mana kanker ( tumor ganas ) sel ditemukan

dalam jaringan sinus paranasal dan jaringan sekitar hidung.5

2.2.2 EPIDEMIOLOGI

Keganasan sinonasal jarang terjadi. Mereka lebih umum di Asia dan Afrika daripada di

Amerika Serikat. Di bagian Asia, keganasan sinonasal adalah peringkat kedua yang paling

umum dan kanker leher karsinoma nasofaring belakang. Pria yang terkena 1,5 kali lebih sering

dibandingkan wanita, dan 80% dari tumor ini terjadi pada orang berusia 45-85 tahun.

Sekitar 60-70% dari keganasan sinonasal terjadi pada sinus maksilaris dan 20-30%

terjadi pada rongga hidung sendiri. Diperkirakan 10-15% terjadi pada sel-sel udara ethmoid

(sinus), dengan minoritas sisa neoplasma ditemukan di sinus frontal dan sphenoid.2

Kejadian tahunan tumor hidung di Amerika Serikat diperkirakan kurang dari 1 dalam

100.000 orang per tahun. Tumor ini paling sering terjadi dalam kulit putih, dan insiden pada

laki-laki adalah dua kali dari perempuan. Tumor epitel yang paling sering hadir dalam dekade

kelima dan keenam usia.4

2.2.3 ETIOLOGI

Eksposur kepada asap industri, debu kayu, penyulingan nikel, dan penyamakan kulit

semua telah terlibat dalam karsinogenesis berbagai jenis tumor ganas sinonasal. Eksposur

khusus, kayu debu dan penyamakan kulit baik berhubungan dengan peningkatan risiko

adenokarsinoma lain. Agen etiologi telah dilaporkan termasuk minyak mineral, dan

senyawa kromium kromium, minyak isopropil, cat pernis, solder dan las. 1,2

Paparan yang terjadi pada pekerja industri kayu, terutama debu kayu keras, merupakan

faktor resiko utama yang telah diketahui untuk tumor ganas sinonasal. Peningkatan resiko (5-50

kali) ini terjadi pada adenokarsinoma dan tumor ganas yang berasal dari sinus. Efek

paparan ini mulai timbul setelah 40 tahun atau lebih sejak pertama kali terpapar dan

menetap setelah penghentian paparan. Paparan terhadap thorotrast, agen kontras

radioaktif juga menjadi faktor resiko tambahan. 4

8

Page 9: karsinoma Sinonasal fix.docx

Tembakau dan penggunaan alkohol belum dibuktikan secara meyakinkan

sebagai factor penyebab dalam pengembangan tumor sinus paranasal. Namun, agen

virus, khususnya human papilloma virus (HPV), juga mungkin memainkan peran penyebab.3

2.2.4 PATOFISIOLOGI

Perubahan dari sel normal menjadi sel kanker dipengaruhi oleh multifaktor seperti yang

sudah dipaparkan diatas dan bersifat individual. Faktor resiko terjadinya tumor sinonasal semisal

bahan karsinogen seperti bahan kimia inhalan, debu industri, sinar ionisasi dan lainnya dapat

menimbulkan kerusakan ataupun mutasi pada gen yang mengatur pertumbuhan tubuh yaitu gen

proliferasi dan diferensiasi. Dalam proses diferensiasi ada dua kelompok gen yang memegang

peranan penting, yaitu gen yang memacu diferensiasi (proto-onkogen) dan yang menghambat

diferensiasi (anti-onkogen). Untuk terjadinya transformasi dari satu sel normal menjadi sel

kanker oleh karsinogen harus melalui beberapa fase yaitu fase inisiasi dan fase promosi serta

progresi. Pada fase inisiasi terjadi perubahan dalam bahan genetik sel yang memancing sel

menjadi ganas akibat suatu onkogen, sedangkan pada fase promosi sel yang telah mengalami

inisiasi akan berubah menjadi ganas akibat terjadinya kerusakan gen. Sel yang tidak melewati

tahap inisiasi tidak akan terpengaruh promosi sehingga tidak berubah menjadi sel kanker. Inisiasi

dan promosi dapat dilakukan oleh karsinogen yang sama atau diperlukan karsinogen yang

berbeda.6

Sejak terjadinya kontak dengan karsinogen hingga timbulnya sel kanker memerlukan

waktu induksi yang cukup lama yaitu sekitar 15-30 tahun. Pada fase induksi ini belum timbul

kanker namun telah terdapat perubahan pada sel seperti displasia. Fase selanjutnya adalah fase in

situ dimana pada fase ini kanker mulai timbul namun pertumbuhannya masih terbatas jaringan

tempat asalnya tumbuh dan belum menembus membran basalis. Fase in situ ini berlangsung

sekitar 5-10 tahun. Sel kanker yang bertumbuh ini nantinya akan menembus membrane basalis

dan masuk ke jaringan atau organ sekitarnya yang berdekatan atau disebut juga dengan fase

invasif yang berlangsung sekitar 1-5 tahun. Pada fase diseminasi (penyebaran) sel-sel kanker

menyebar ke organ lain seperti kelenjar limfe regional dan atau ke organ-organ jauh dalam kurun

waktu 1-5 tahun.6

Sel-sel kanker ini akan tumbuh terus tanpa batas sehingga menimbulkan kelainan dan

gangguan. Sel kanker ini akan mendesak (ekspansi) ke sel-sel normal sekitarnya, mengadakan

infiltrasi, invasi, serta metastasis bila tidak didiagnosis sejak dini dan di berikan terapi.6

9

Page 10: karsinoma Sinonasal fix.docx

2.2.5 KLASIFIKASI TUMOR

1. Tumor Jinak

Tumor jinak tersering adalah papiloma skuamosa. Secara makroskopis mirip

dengan polip, tetapi lebih vaskuler, padat dan tidak mengkilap. Ada 2 jenis papiloma, pertama

eksofitik atau fungiform dan yang kedua endofitik disebut papiloma inverted.

Papiloma inverted ini bersifat sangat invasive, dapat merusak jaringan sekitarnya. Tumor ini

sangat cenderung untuk residif dan dapat berubah menjadi ganas. Lebih sering dijumpai pada

anak laki-laki usia tua. Terapi adalah bedah radikal misalnya rinotomi lateral atau

maksilektomi media. 1

Tumor jinak angiofibroma nasofaring sering bermanifestasi sebagai massa yang mengisi

rongga hidung bahkan juga mengisi seluruh rongga sinus paranasal dan mendorong bola mata ke

anterior.1

2. Tumor Ganas

Tumor ganas yang tersering adalah karsinoma sel skuamosa (70%), disusul

oleh karsinoma yang berdeferensiasi dan tumor kelenjar. Sinus maksila adalah yang tersering

terkena (65-80%), disusul sinus etmoid (15-25%), hidung sendiri (24%), sedangkan sinus

sphenoid dan frontal jarang terkena.1

Metastasis ke kelenjar leher jarang terjadi (kurang dari 5%) karena rongga sinus sangat

miskin dengan system limfa kecuali bila tumor sudah menginfiltrasi jaringan lunak hidung dan

pipi yang kaya akan system limfatik.Metastasis jauh juga jarang ditemukan (kurang dari 10%)

dan organ yang sering terkena metastasis jauh adalah hati dan paru.1

3. Invasi Sekunder

a. Pituitary adenomas

b. Chordomas

c. Invasi sekunder lain (karsinoma nasofaring, meningioma, tumor odontogenik, neoplasma

skeleton kraniofasial jinak dan ganas, tumor orbita dan apparatus lakrimal).4

Klasifikasi histologi tumor ganas di daerah hidung dan sinus paranasal menurut WHO:

A. Karsinoma Sel Skuamosa

Karsinoma sel skuamosa merupakan neoplasma epitelial maligna yang berasal

10

Page 11: karsinoma Sinonasal fix.docx

dari epitelium mukosa kavum nasi atau sinus paranasal termasuk tipe keratinizing dan non

keratinizing.Karsinoma sel skuamosa sinonasal terutama ditemukan di dalam sinus

maksilaris (sekitar 60-70%), diikuti oleh kavum nasi (sekitar 10-15%) dan sinus

sfenoidalis dan frontalis (sekitar 1%).Simtom berupa rasa penuh atau hidung tersumbat,

epistaksis, rinorea, nyeri, parastesia, pembengkakan pada hidung, pipi atau palatum, luka yang

tidak kunjung sembuh atau ulkus, adanya massa pada kavum nasi, pada kasus lanjut dapat terjadi

proptosis, diplopia atau lakrimasi. Pemeriksaan radiologis, CT scan atau MRI didapatkan

perluasan lesi, invasi tulang dan perluasan pada struktur-struktur yang bersebelahan seperti

pada mata, pterygopalatine atau ruang infratemporal. Secara makroskopik, karsinoma

sel skuamosa kemungkinan berupa exophytic, fungating atau papiler. Biasanya rapuh,

berdarah, terutama berupa nekrotik, atau indurated, demarcated atau infiltratif. 2

B. Mikroskopik Keratinizing Squamous Cell Carcinoma

Secara histologi, tumor ini identik dengan karsinoma sel skuamosa dari lokasi mukosa

lain pada daerah kepala dan leher. Ditemukan diferensiasi skuamosa, di dalam bentuk keratin

ekstraseluler atau keratin intraseluler (sitoplasma merah muda, sel-sel diskeratotik)

dan/atau intercellular bridges. Tumor tersusun di dalam sarang-sarang, massa atau

sebagai kelompok kecil sel-sel atau sel-sel individual. Invasi ditemukan tidak beraturan.

Sering terlihat reaksi stromal desmoplastik. Karsinoma ini dinilai berupa diferensiansi baik,

sedang atau buruk . 2

C. Mikroskopik Non-Keratinizing (Cylindrical Cell, transitional) Carcinoma

Tumor ini merupakan tumor yang berbeda dari traktus sinonasal yang dikarakteristikkan

dengan pola plexiform atau ribbon-like growth pattern. Dapat menginvasi ke dalam

jaringan dibawahnya dengan batas yang jelas. Tumor ini dinilai dengan diferensiasi

sedang ataupun buruk. Diferensiasi buruk sulit dikenal sebagai skuamosa, dan harus

dibedakan dari olfactory neuroblastoma atau karsinoma neuroendokrin. 2

D. Undifferentiated Carcinoma

Undifferentiated carcinoma merupakan karsinoma yang jarang ditemukan,

sangat agresif dan histogenesisnya tidak pasti. Undifferentiated carcinoma berupa massa yang

11

Page 12: karsinoma Sinonasal fix.docx

cepat memperbesar sering melibatkan beberapa tempat (saluran sinonasal) dan

melampaui batas-batas anatomi dari saluran sinonasal. Gambaran mikroskopik berupa

proliferasi hiperselular dengan pola pertumbuhan yang bervariasi, termasuk trabekular, pola

seperti lembaran, pita, lobular, dan organoid. Sel-sel tumor berukuran sedang hingga besar dan

bentuk bulat hingga oval dan memiliki inti sel pleomorfik dan hiperkromatik, anak inti

menonjol, sitoplasma eosinofilik, rasio inti dan sitoplasma tinggi, aktivitas mitosis

meningkat dengan gambaran mitosis atipikal, nekrosis tumor dan apoptosis.

Pemeriksaan tambahan seperti imunohistokimia, mikroskop elektron dan biologi

molekuler seringkali diperlukan dalam diagnosis undifferentiated carcinoma dan dapat

membedakan keganasan ini dari neoplasma ganas lainnya. 2

E. Limfoma Maligna

Kebanyakan limfoma yang timbul di dalam kavum nasi berasal dari sel natural

killer (NK). Meskipun demikian, beberapa laporan kasus mengindikasikan bahwa

limfoma primer dapat juga berasal dari sel B dan T. Limfoma pada nasal jarang ditemukan

di western countries, umumnya dijumpai di negara-negara Asia .Dikarakteristikkan dengan

infiltrat limfomatosa difus yang meluas ke mukosa nasal dan sinus paranasal, dengan

pemisahan yang luas dan destruksi mukosa kelenjar sehingga memperlihatkan clear cell change.

Nekrosis koagulatif luas dan apoptotic bodies selalu ditemukan. Dinding pembuluh

darah sering ditemukan angiosentrik, angiodestruksi dan deposit fibrinoid. Sel-sel limfoma

ukurannya bervariasi mulai dari kecil, medium hingga berukuran besar. Sel-sel memiliki

sitoplasma pucat dan granul azurofilik pada sitoplasmanya yang dapat dilihat dengan

pewarnaan Giemsa. Beberapa kasus berhubungan dengan infiltrat inflamatori yang

mengandung limfosit kecil, histiosit, sel-sel plasma dan eosinofil. Terkadang hiperlasia

pseudoepiteliomatosa pada pelapis epitel skuamosa dapat ditemukan, menyerupai

karsinoma sel skuamosa berdiferensiasi baik. 2

F. Adenokarsinoma

Sinonasal adenokarsinoma dikenal sebagai tumor glandular maligna dan tidak

menunjukkan gambaran spesifik. Adenokarsinoma dijumpai 10 hingga 14% dari

keseluruhan tumor ganas nasal dan sinus paranasal. Secara klinis merupakan neoplasma agresif

12

Page 13: karsinoma Sinonasal fix.docx

lokal, sering ditemukan pada laki-laki dengan usia antara 40 hingga 70 tahun. Tumor ini

timbul di dalam kelenjar salivari minor dari traktus aerodigestivus bagian atas. Sering

ditemukan pada sinus maksilaris dan etmoid. Simtom primer berupa hidung tersumbat,

nyeri, massa pada wajah dengan deformasi dan/atau proptosis dan epistaksis, bergantung pada

lokasinya. Adenokarsinoma menunjukkan tiga pola pertumbuhan yaitu sessile, papilari dan

alveolar mucoid. Adenokarsinoma menyebar dengan menginvasi dan merusak jaringan lunak

dan tulang di sekitarnya dan jarang bermetastasis . Prognosis jelek dan biasanya penderita

meninggal dunia disebabkan penyebaran lokal tanpa adanya metastasis.2

G. Melanoma Maligna

Biasanya ditemukan pada usia 50 tahun. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara pria

dan wanita, dapat ditemukan pada kedua jenis kelamin. Secara makroskopik, massa

polipoid berwarna keabu-abuan atau hitam kebiru-biruan pada 45% kasus. Di dalam kavum

nasi, lokasi yang sering ditemukan melanoma maligna ini adalah daerah posterior septum nasal

diikuti dengan turbinate medial dan inferior. Tumor menyebar melalui aliran darah atau

limfatik. Metastasis nodul servikal dapat ditemukan pada pemeriksaan awal. 2

2.2.6 MANIFESTASI KLINIK

Gejala tergantung dari asal primer tumor serta arah dan perluasannya. Tumor di dalam

sinus maksila biasanya tanpa gejala. Gejala timbul setelah tumor besar, sehingga mendesak atau

menembus dinding tulang meluas ke rongga hidung, rongga mulut, pipi, orbita atau

intrakranial. 1

Tergantung dari perluasan tumor, gejala dapat dikategorikan sebagai berikut:

1. Gejala nasal. Gejala nasal berupa obstruksi hidung unilateral dan rinorea. Sekretnya

sering bercampur darah atau terjadi epistaksis. Tumor yang besar dapat mendesak

tulang hidung sehingga terjadi deformitas hidung. Khas pada tumor ganas ingusnya

berbau karena mengandung jaringan nekrotik. 1

2. Gejala orbital. Perluasan tumor kearah orbita menimbulkan gejala diplopia, protosis atau

penonjolan bola mata, oftalmoplegia, gangguan visus dan epifora. 1

3. Gejala oral. Perluasan tumor ke rongga mulut menyebabkan penonjolan atau ulkus di

13

Page 14: karsinoma Sinonasal fix.docx

palatum atau di prosesus alveolaris. Pasien megeluh gigi palsunya tidak pas lagi atau

gigi geligi goyah. Seringkali pasien datang ke dokter gigi karena nyeri di gigi, tetapi

tidak sembuh meskipun gigi yang sakit telah dicabut. 1

4. Gejala fasial. Perluasan tumor ke depan akan menyebabkan penonjolan pipi. Disertai

nyeri, anesthesia atau parestesia muka jika mengenai nervus trigeminus. 1

5. Gejala intrakranial. Perluasan tumor ke intrakranial menyebabkan sakit kepala

hebat, oftalmoplegia dan gangguan visus. Dapat disertai likuorea, yaitu cairan otak

yang keluar melalui hidung. Jika perluasan sampai ke fossa kranii media maka saraf otak

lainnya bisa terkena. Jika tumor meluas ke belakang, terjadi trismus akibat

terkenanya muskulus pterigoideus disertai anestesia dan parestesia daerah yang

dipersarafi nervus maksilaris dan mandibularis. 1

Saat pasien datang ke dokter, biasanya tumor sudah dalam fase lanjut. Hal ini

mungkin disebabkan karena diagnosis yang terlambat yang dikarenakan gejala dini nya

mirip dengan rinitis atau sinusitis sehingga sering kali diabaikan oleh pasien atau kurang

diperhatikan oleh dokter. 1

2.2.7 STAGING

Sistem TNM adalah suatu cara untuk melukiskan stadium kanker. Sistem TNM

didasarkan atas 3 kategori. Masing–masing kategori dibagi lagi menjadi subkategori untuk

melukiskan keadaan masing– masing pada T, N, dan M dengan memberi indeks angka dan

huruf, yaitu:

1. T = Tumor primer

a. Indeks angka : Tx, Tis, T0, T1, T2, T3, dan T4.

b. Indeks huruf : T1a, T1b, T1c, T2a, T2b, T3b, dst.

2. N = Nodus regional, metastase kelenjar limfe regional

a. Indeks angka : N0, N1, N2, dan N3.

b. Indeks huruf : N1a, N1b, N2a, N2b, dst.

3. M = Metastase jauh

Indeks angka saja : M0 dan M1.7

Tiap–tiap indeks angka dan huruf mempunyai arti sendiri–sendiri untuk tiap jenis

14

Page 15: karsinoma Sinonasal fix.docx

atau tipe kanker, jadi arti indeks untuk kanker mamma tidak sama dengan kulit, dsb.

Untuk satu jenis kanker tertentu tidak semua indeks harus dipakai. Rinciannya sebagai

berikut :

Penentuan stadium tumor ganas hidung dan sinus paranasal menurut American Joint Committee on Cancer (AJCC) 2010, yaitu:

Sinus Maksillaris Tx Tumor primer tidak dapat ditentukanT0 Tidak terdapat tumor primerTis Karsinoma in situ

T1Tumor terbatas pada mukosa sinus maksilaris tanpa erosi dan destruksi tulang.

T2Tumor menyebabkan erosi dan destruksi tulang hingga palatum dan atau meatus media tanpa melibatkan dinding posterior sinus maksilaris dan fossa pterigoid.

T3Tumor menginvasi dinding posterior tulang sinus maksilaris, jaringan subkutaneus, dinding dasar dan medial orbita, fossa pterigoid, sinus etmoidalis.

T4aTumor menginvasi bagian anterior orbita, kulit pipi, fossa pterigoid, fossa infratemporal, fossa kribriformis, sinus sfenoidalis atau frontal.

T4bTumor menginvasi salah satu dari apeks orbita, duramater, otak, fossa kranial medial, nervus kranialis selain dari divisi maksilaris nervus trigeminal V2, nasofaring atau klivus.

Kavum Nasi dan Ethmoidal

Tx Tumor primer tidak dapat ditentukanT0 Tidak terdapat tumor primerTis Karsinoma in situ

T1Tumor terbatas pada salah satu bagian dengan atau tanpa invasi tulang

T2Tumor berada di dua bagian dalam satu regio atau tumor meluas dan melibatkan daerah nasoetmoidal kompleks, dengan atau tanpa invasi tulang

T3Tumor menginvasi dinding medial atau dasar orbita, sinus maksilaris, palatum atau fossa kribriformis.

T4aTumor menginvasi salah satu dari bagian anterior orbita, kulit hidung atau pipi, meluas minimal ke fossa kranialis anterior, fossa pterigoid, sinus sfenoidalis atau frontal.

T4bTumor menginvasi salah satu dari apeks orbita, dura, otak, fossa kranial medial, nervus kranialis selain dari V2, nasofaring atau klivus.

Kelenjar Getah Bening Regional (N)

Nx Tidak dapat ditentukan pembesaran kelenjar

15

Page 16: karsinoma Sinonasal fix.docx

N0 Tidak ada pembesaran kelenjarN1 Pembesaran kelenjar ipsilateral ≤3 cm

N2Pembesaran satu kelenjar ipsilateral 3-6 cm, atau multipel kelenjar ipsilateral <6 cm atau metastasis bilateral atau kontralateral < 6 cm

N2a Metastasis satu kelenjar ipsilateral 3-6 cm N2b Metastasis multipel kelanjar ipsilateral, tidak lebih dari 6 cm

N2cMetastasis kelenjar bilateral atau kontralateral, tidak lebih dari 6 cm

N3 Metastasis kelenjar limfe lebih dari 6 cm

Metastasis Jauh (M)

Mx Metastasis jauh tidak dapat dinilaiM0 Tidak terdapat metastasis jauhM1 Terdapat metastasis jauh

Stadium Tumor Ganas dan Sinus Paranasal

0 Tis N0 M0I T1 N0 M0II T2 N0 M0III T3 N0 M0

T1 N1 M0T2 N1 M0T3 N1 M0

Iva T4a N0 M0T4a N1 M0T1 N2 M0T2 N2 M0T3 N2 M0T4a N2 M0

Ivb T4b Semua N M0Semua T N3 M0

Ivc Semua T Semua N M1

2.2.8 PEMERIKSAAN FISIK

Saat memeriksa pasien, pertama-tama perhatikan wajah pasien apakah terdapat asimetri

atau tidak. Selanjutnya periksa dengan seksama kavum nasi dan nasofaring melalui rinoskopi

anterior dan posterior. Permukaan yang licin merupakan pertanda tumor jinak

sedangkan permukaan yang berbenjol-benjol, rapuh dan mudah berdarah merupakan pertanda

tumor ganas. Jika dinding lateral kavum nasi terdorong ke medial berarti tumor berada di sinus

16

Page 17: karsinoma Sinonasal fix.docx

maksila. 1

Pemeriksaan nasoendoskopi dan sinuskopi dapat membantu menemukan tumor

pada stadium dini. Adanya pembesaran kelenjar leher juga perlu dicari meskipun tumor ini

jarang bermetastasis ke kelenjar leher. 1

2.2.9 PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Biopsi adalah pengangkatan sejumlah kecil jaringan untuk pemeriksaan dibawah

mikroskop. Apusan sampel di ambil untuk mengevaluasi sel, jaringan, dan organ untuk

mendiagnosa penyakit. Ini merupakan salah satu cara untuk mengkonfirmasi diagnosis

apakah tumor tersebut jinak atau ganas. Untuk yang ukuran kecil, tumor dapat diangkat

seluruhnya, sedangkan untuk ukuran besar maka tumor hanya diambil sebagian untuk

contoh pemeriksaan tumor yang sudah diangkat. Hasil pemeriksaan patologi anatomi

(PA) dengan cara seperti inilah yang dijadikan gold standart atau diagnosis pasti suatu

tumor. Bila hasilnya jinak, maka selesailah pengobatan tumor tersebut, namun bila ganas

atau kanker, maka ada tindakan pengobatan selanjutnya apakah berupa operasi kembali

atau diberikan kemoterapi atau radioterapi.6

2. Pemeriksaan endoskopi endoskopi menggunakan alat endoskop yaitu berupa pipa

fleksibel yang ramping dan memiliki penerangan pada ujungnya sehingga dapat

membantu untuk melihat area sinonasal yang tidak dapat terjangkau dan terevaluasi

dengan baik melalui pemeriksaan rhinoskopi. Pemeriksaan endoskopi dapat merupakan

pemeriksaan penunjang sekaligus dapat berfungsi sebagai media biopsi dan juga terapi

bedah pada tumor sinonasal yang jinak.6

3. Radiologic Imaging penting untuk menentukan staging. Plain film menunjukkan

destruksi tulang, meskipun demikian pada beberpa kasus dapat menunjukkan keadaan

normal. 1,2

4. Screening computed tomography (CT) scan lebih akurat daripada plain film untuk

menilai struktur tulang sinus paranasal dan lebih murah daripada plain film. Pasien

beresiko tinggi dengan riwayat terpapar karsinogen, nyeri persisten yang

berat, neuropati kranial, eksoftalmus, kemosis, penyakit sinonasal dan dengan

simtomp persisten setelah pengobatan medis yang adekuat seharusnya dilakukan

pemeriksaan dengan CT scan axial dan coronal dengan kontras atau magnetic

17

Page 18: karsinoma Sinonasal fix.docx

resonance imaging (MRI). CT scanning merupakan pemeriksaan superior untuk

menilai batas tulang traktus sinonasal dan dasar tulang tengkorak. Penggunaan

kontras dilakukan untuk menilai tumor, vaskularisasi dan hubungannya dengan arteri

karotid. 1,2

5. MRI dipergunakan untuk membedakan sekitar tumor dengan soft tissue,

membedakan sekresi di dalam nasal yang tersumbat dari space occupying lesion,

menunjukkan penyebaran perineural, membuktikan keunggulan imaging pada

sagital plane, dan tidak melibatkan paparan terhadap radiasi ionisasi. Coronal MRI

image terdepan untuk mengevaluai foramen rotundum, vidian canal, foramen ovale dan

optic canal. Sagital image berguna untuk menunjukkan replacement signal

berintensitas rendah yang normal dari Meckel cave signal berintensitas tinggi dari

lemak di dalam pterygopalatine fossa oleh signal tumor yang mirip dengan otak. 1,2

6. Positron emission tomography (PET) sering digunakan untuk keganasan kepala dan leher

untuk staging dan surveillance. Kombinasi PET/CT scan ditambah dengan

anatomic detail membantu perencanaan pembedahan dengan cara melihat luasnya

tumor. Meskipun PET ini banyak membantu dalam menilai keganasan kepala dan

leher tetapi sangat sedikit kegunaannya untuk menilai keganasan pada nasal dan sinus

paranasal. 1,2

7. Angiography dengan carotid-flow study digunakan untuk penderita yang akan

menjalani operasi dengan tumor yang telah mengelilingi arteri karotid. Tes balloon

exclusion digunakan dengan single-photon emission CT (SPECT), xenon CT scan atau

trnascranial Doppler, dianjurkan apabila diduga terjadi resiko infark otak

iskemik jika areteri karotid internal dikorbankan. Tes ini tidak dapat memprediksi

iskemik pada area marginal (watershed) atau fenomena embolik. 1,2

8. CT scan dada dan abdomen direkomendasikan untuk pasien dengan tumor yang

bermetastasis secara hematogen, seperti sarkoma, melanoma dan karsinoma kistik

adenoid. Penilaian metastasis penting jika reseksi luas dipertimbangkan untuk

dilakukan. Lumbar dan brain puncture serta spine imaging direkomendasikan jika

tumor telah menginvasi meningen atau otak. 1,2

2.2.10 DIAGNOSIS

Diagnosis pasti ditegakkan berdasarkan pemeriksaan histopatologi. Jika tumor tampak di

18

Page 19: karsinoma Sinonasal fix.docx

rongga hidung atau rongga mulut, maka biopsi mudah dan harus segera dilakukan. Biopsi tumor

sinus maksila, dapat dilakukan melalui tindakan sinoskopi atau melalui operasi Caldwel-Luc

yang insisinya melalui sulkus ginggivo-bukal. 1,

Jika dicurigai tumor vaskuler, misalnya angofibroma, jangan lakukan biopsi karena akan

sangat sulit menghentikan perdarahan yang terjadi. Diagnosis adalah dengan angiografi. 1

2.2.11 PENATALAKSANAAN

Pasien dengan kanker sinus paranasal biasanya dirawat oleh tim spesialis

menggunakan pendekatan holistik multidisiplin ilmu. Setiap pasien menerima

rencana pengobatan yang disesuaikan untuk memenuhi kebutuhannya. Pilihan

pengobatan utama untuk tumor sinus paranasal meliputi:

1. Pembedahan

Terapi bedah yang dilakukan biasanya adalah terapi kuratif dengan reseksi

bedah. Pengobatan terapi bedah ini umumnya berdasarkan staging dari masing-

masing tumor. Secara umum, terapi bedah dilakukan pada lesi jinak atau lesi dini

(T1-T2). Terkadang, pembedahan dengan margin/batas yang luas tidak dapat

dilakukan karena dekatnya lokasi tumor dengan struktur-struktur penting pada

daerah kepala, serta batas tumor yang tidak jelas. Radiasi post operatif sangat

dianjurkan untuk mengurangi insiden kekambuhan lokal. Pada beberapa kasus

eksisi paliatif ataupun debulking perlu dilakukan untuk mengurangi nyeri yang

hebat, ataupun untuk membebaskan dekompresi saraf optik dan rongga orbita,

serta untuk drainase sinus paranasalis yang mengalami obstruksi. Jenis reseksi

dan pendekatan bedah yang akan dilakukan bergantung pada ukuran tumor dan

letaknya/ekstensinya.4,7

Tumor yang berlokasi di kavum nasi dapat dilakukan berbagai pendekatan

bedah seperti reseksi endoskopi nasal, transnasal, sublabial, sinus paranasalis,

lateral rhinotomy atau kombinasi dari bedah endoskopi dan bedah terbuka (open

surgery). Tumor tahap lanjut mungkin membutuhkan tindakan eksenterasi orbita,

total ataupun parsial maksilektomi ataupun reseksi anterior cranial base, dan

kraniotomi. Maksilektomi kadang-kadang direkomendasikan untuk tatalaksana

kanker sinus paranasal, dan umumnya dapat menyelamatkan organ vital seperti

19

Page 20: karsinoma Sinonasal fix.docx

mata yang berada dekat dengan kanker sedangkan reseksi kraniofasial atau skull

base surgery sering direkomendasikan untuk keganasan pada sinus paranasal.

Terapi ini mengharuskan untuk membebaskan beberapa jaringan tambahan

disamping dilakukannya maksilektomi. 1,7,13

Kontraindikasi absolut untuk terapi pembedahan adalah pasien dengan

gangguan nutrsi, adanya metastasis jauh, invasi tumor ganas ke fascia

prevertebral, ke sinus kavernosus, dan keterlibatan arteri karotis pada pasien-

pasien dengan resiko tinggi, serta adanya invasi bilateral tumor ke nervus optik

dan chiasma optikum. Keuntungan dari pendekatan bedah endoskopik adalah

mencegah insisi pada daerah wajah, angka morbiditas rendah, dan lamanya

perawatan di rumah sakit lebih singkat.4,13

Reseksi luas dari tumor kavum nasi dan sinus paranasalis dapat

menyebabkan kecacatan/kerusakan bentuk wajah, gangguan berbicara dan kesulit

an menelan. Tujuan utama dari rehabilitasi post pembedahan adalah

penyembuhan luka, penyelamatan/preservasi dan rekonstruksi dari bentuk wajah,

restorasi pemisahan oronasal, hingga memfasilitasi kemampuan berbicara,

menelan, dan pemisahan kavum nasi dan kavum cranii.1,4,7

2. Radioterapi

Terapi radiasi juga disebut radioterapi kadang-kadang digunakan sendiri pada

stadium I dan II, atau dalam kombinasi dengan operasi dalam setiap tahap penyakit

sebagai adjuvant radioterapi (terapi radiasi yang diberikan setelah dilakukannya terapi

utama seperti pembedahan). Pada tahap awal kanker sinus paranasal, radioterapi

dianggap sebagai terapi lokal alternatif untuk operasi. Radioterapi melibatkan

penggunaan energi tinggi, penetrasi sinar untuk menghancurkan sel-sel kanker di

zona yang akan diobati. Terapi radiasi juga digunakan untuk terapi paliatif pada

pasien dengan kanker tingkat lanjut. Jenis terapi radiasi yang diberikan dapat berupa

teleterapi (radiasi eksternal) maupun brachyterapi (radiasi internal). 2

3. Kemoterapi

Kemoterapi biasanya diperuntukkan untuk terapi tumor stadium lanjut. Selain

terapi lokal, upaya terbaik untuk mengendalikan sel-sel kanker beredar dalam tubuh

adalah dengan menggunakan terapi sistemik (terapi yang mempengaruhi seluruh

20

Page 21: karsinoma Sinonasal fix.docx

tubuh) dalam bentuk suntikan atau obat oral. Bentuk pengobatan ini disebut

kemoterapi dan diberikan dalam siklus (setiap obat atau kombinasi obat-obatan

biasanya diberikan setiap tiga sampai empat minggu). Tujuan kemoterapi untuk terapi

tumor sinonasal adalah sebagai terapi tambahan (baik sebagai adjuvant maupun

neoadjuvant), kombinasi dengan radioterapi (concomitant), ataupun sebagai terapi

paliatif. Kemoterapi dapat mengurangi rasa nyeri akibat tumor, mengurangi obstruksi,

ataupun untuk debulking pada lesi-lesi masif eksternal. Pemberian kemoterapi dengan

radiasi diberikan pada pasien-pasien dengan resiko tinggi untuk rekurensi seperti

pasien dengan hasil PA margin tumor positif setelah dilakukan reseksi, penyebaran

perineural, ataupun penyebaran ekstrakapsular pada metastasis regional.4

2.2.12 PROGNOSIS

Tingkat ketahanan hidup bagi pasien dengan rata-rata kanker sinus maksilaris sekitar

40% selama 5 tahun. Tahap awal tumor memiliki angka kesembuhan hingga 80%.

Pasien dengan tumor dioperasi diobati dengan radiasi memiliki tingkat kelangsungan hidup

kurang dari 20%. Tingkat ketahanan hidup untuk tumor ethmoid telah sedikit meningkat karena

kemajuan di operasi tengkorak-basis. 5

2.2.13 KOMPLIKASI

Komplikasi mengobati keganasan sinus berhubungan dengan pembedahan dan

rekonstruksi. Komplikasi bedah termasuk perdarahan klinis signifikan, kebocoran LCS, infeksi,

anosmia, dysgeusia, dan kerusakan saraf kranial lainnya. 5

1. Perdarahan

Perdarahan dapat terjadi jika kontrol dari kapal besar yang terlupakan. Masalah ini dapat

terjadi jika arteri pada awalnya di vasospasme dan jika tidak ada perdarahan aktif dicatat sampai

setelah operasi. Arteri ethmoid dan sphenopalatina anterior dan posterior dapat dibakar,

dipotong, atau diikat untuk mencegah atau mengendalikan perdarahan. Jika diperlukan,

radiologi intervensi dapat diminta untuk membantu dengan intra-arteri melingkar untuk

mengontrol perdarahan. 5

2. Kebocoran CSF

Selama operasi, kebocoran LCS dapat terjadi dekat dasar tengkorak. Manajemen

yang tepat dimulai dengan identifikasi.Gejala mungkin termasuk Rhinorrhea jelas, rasa asin di

21

Page 22: karsinoma Sinonasal fix.docx

mulut, tanda halo, atau tanda reservoir. Setelah mencatat, identifikasi kebocoran dapat

dibuat endoskopi atau dengan injeksi intratekal dari fluorecin. Tes, seperti tes untuk tau atau beta

transferin, mungkin yang paling spesifik, tapi mungkin butuh beberapa hari untuk hasil

untuk diproses. Manajemen konservatif dengan istirahat dan menguras lumbal dapat digunakan

untuk 5 hari pertama di samping penempatan pada antibiotik. Jika resolusi tidak

terjadi, intervensi bedah harus digunakan, termasuk menambal dengan allograft kulit,

tulang turbinate, dan mukosa hidung. Flaps mukosa dapat dinaikkan dan digunakan

untuk menutup kebocoran dengan tulang atau tulang rawan interpositioned. Untuk kebocoran

besar, menguras tulang belakang mungkin diperlukan untuk memungkinkan cangkok dan teknik

penyegelan untuk memperkuat dan mengintegrasikan. 5

3. Epiphora

Epiphora adalah komplikasi umum dari operasi yang disebabkan oleh obstruksi pada

saluran keluar lacrimalis. Hal ini dapat terjadi karena kerusakan pada puncta lacrimalis, karung,

atau saluran.Perawatan harus diambil untuk marsupialize duktus lakrimal jika terkoyak atau

rusak dalam operasi untuk mencegah obstruksi.Tindak lanjut dacryocystorhinostomy

endoskopik atau terbuka mungkin diperlukan. 5

4. Diplopia

Diplopia adalah komplikasi yang dikenal dalam setiap operasi yang melibatkan kerucut

orbital. Perbaikan yang tepat dari lantai orbital adalah kunci untuk mencegah komplikasi ini,

tetapi dalam beberapa kasus itu tidak dapat dihindari bahkan dengan teliti

rekonstruksi. Dalam kasus diplopia, lensa prisma biasanya metode yang paling sederhana untuk

koreksi, sebagai koreksi bedah dengan oftalmologi dapat rumit oleh jaringan parut dari operasi

sebelumnya dan pengobatan radiasi. Konsultasi Oftalmologi adalah standar perawatan. 5

5. Rekonstruksi

Dalam kasus yang ideal, rekonstruksi mempertahankan bentuk dan fungsi.

Sebuah flap rektus bebas atau jaringan lain yang jauh mungkin diperlukan untuk melindungi

struktur vital, atau prostetik wajah dapat digunakan. Prostesis wajah dapat ditawarkan

untuk meningkatkan hasil kosmetik, tetapi pemeliharaan teliti dari prostesis oleh tim dan pasien

adalah keharusan. Pengrusakan wajah adalah salah satu keprihatinan pasien yang paling

penting dan dapat menyebabkan stres sosial dan psikologis yang cukup besar. 5

22

Page 23: karsinoma Sinonasal fix.docx

BAB III

KESIMPULAN

Karsinoma sinonasal adalah penyakit di mana kanker (tumoir ganas) sel ditemukan

dalam jaringan sinus paranasal dan jaringan sekitar hidung. Sekitar 60-70% dari keganasan

sinonasal terjadi pada sinus maksilaris dan 20-30% terjadi pada rongga hidung

sendiri. Diperkirakan 10-15% terjadi pada sel-sel udara ethmoid (sinus), dengan minoritas sisa

neoplasma ditemukan di sinus frontal dan sphenoid

Karsinoma sel skuamosa merupakan neoplasma epitelial maligna yang berasal

dari epitelium mukosa kavum nasi atau sinus paranasal termasuk tipe keratinizing dan non

keratinizing.Karsinoma sel skuamosa sinonasal terutama ditemukan di dalam sinus

maksilaris

Eksposur kepada asap industri, debu kayu, penyulingan nikel, dan penyamakan kulit

semua telah terlibat dalam karsinogenesis berbagai jenis tumor ganas sinonasal.

Diagnosis pasti ditegakkan berdasarkan pemeriksaan histopatologi. Jika tumor tampak di

rongga hidung atau rongga mulut, maka biopsi mudah dan harus segera dilakukan. Biopsi tumor

sinus maksila, dapat dilakukan melalui tindakan sinoskopi atau melalui operasi Caldwel-

Luc yang insisinya melalui sulkus ginggivo-bukal. Jika dicurigai tumor vaskuler, misalnya

angofibroma,Diagnosis adalah dengan angiografi

23

Page 24: karsinoma Sinonasal fix.docx

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

1. Arsyad efiaty dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan

Kepala & Leher.2007.Edisi 6. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

2. Klem C. Malignant Tumor of the Sinus.[online].2015 march 31[Cited 2015 july 27] .

Available From: URL: http://emedicine.medscape.com/article/847189-overview#a4

3. Snell RS. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem.2011.Hal 35-42.JakartaEGC

4. Carrau RL. Malignant Tumor of the Nasal Cavity,.[Online] [Cited 2015 july 27].

Available From: URL : http://emedicine.medscape.com/article/846995-

overview#showall

5. Slomski G..Paranasal Sinus Cancer. Gale Encyclopedia of Cancer. .2002 [Online].[Cited:

2015 july 27].Available From:URL: http://www.encyclopedia.com/doc/1G2-

3405200357.html

6. Agussalim, dr. Tumor Sinonasal. 2006. Universitas Sumatera Utara.[cited 2015 july 27].

Available From:URL : :http:// repository.usu.ac.id/bitstream/123456789

/24571/.../Chapter%20II.pdf

24

Page 25: karsinoma Sinonasal fix.docx

25