kajian pustaka pemahaman konsep -...
TRANSCRIPT
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pemahaman Konsep
Pemahaman konsep terdiri dari dua kata yaitu pemahaman dan konsep.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Pemahaman adalah sesuatu hal yang kita
pahami dan kita menegerti dengan benar. Suharsimi (2009) menyatakan bahwa
pemahaman (Comprehension) adalah bagaimana seseorang mempertahankan,
membedakan, menduga (estimates), menerangkan, memperluas, menyimpulkan,
menggeneralisasikan, memberikan contoh, menuliskan kembali, dan
memperkirakan. Menurut Hamalik (2011) pemahaman dapat diartikan sebagai
kemampuan melihat hubungan-hubungan antara berbagai faktor atau unsur dalam
situasi yang problematis. Jadi, pemahaman adalah suatu kemampuan yang
sistematis dalam memahami suatu materi yang telah dipelajari, menemukan bukti
dan contoh, serta mampu mengungkapkan kembali materi yang telah diterimanya.
Konsep menurut Trianto (2010) adalah materi pembelajaran dalam bentuk
definisi/batasan atau pengertian dari suatu objek, baik yang bersifat abstrak
maupun konkret. Sedangkan menurut Sagala (2010) konsep adalah buah
pemikiran seseorang atau sekelompok orang yang dinyatakan dalam definisi
sehingga melahirkan produk pengetahuan meliputi prinsip, hukum dan teori. Jadi,
konsep merupakan suatu ide atau gagasan seseorang yang berdasarkan
pengalaman terhadap suatu objek atau kejadian yang bersifat abstrak dan dapat
didefinisikan menggunakan bahasa sendiri.
10
Dari beberapa penjelasan di atas tentang pemahaman dan konsep dapat
disimpulkan bahwa pemahaman konsep adalah kemampuan seseorang untuk
dapat mendefinisikan, membedakan, memberi contoh, dan menghubungkan suatu
konsep dari apa yang diketahuinya dengan pengetahuan yang baru serta mampu
mengaplikasikan konsep tersebut. Pemahaman konsep merupakan dasar utama
dalam pembelajaran matematika, selain itu pemahaman konsep sangat diperlukan
siswa untuk mencapai hasil belajar yang baik. Menurut Herman (2005) bahwa
belajar matematika perlu mempelajari konsep-konsep, konsep-konsep inilah yang
akan melahirkan teorema atau rumus. Oleh karena itu, pembelajaran matematika
harus ditekankan pada pemahaman konsep.
Pemahaman konsep sangat penting ditanamakan pada siswa, karena
dengan kemampuan memahami konsep menjadi landasan siswa untuk berpikir
dan menyelesaikan masalah secara benar dan tepat. Effandi (2007) menyatakan
tahap pemahaman suatu konsep matematika yang abstrak akan dapat ditingkatkan
dengan mewujudkan konsep tersebut dalam amalan pengajaran. Siswa dikatakan
telah memahami konsep apabila ia telah mampu mengabstraksikan sifat yang
sama, yang merupakan ciri khas dari konsep yang telah dipelajari, dan mampu
mengaplikasikan konsep tersebut. Apabila siswa telah memiliki pemahaman yang
baik, maka siswa akan yakin dalam memberikan jawaban yang pasti atas masalah
yang telah diberikan oleh guru.
Pemahaman konsep merupakan kompetensi yang ditunjukkan siswa dalam
memahami konsep dan dalam melakukan prosedur (algoritma) secara luwes,
akurat, efisien dan tepat. Adapun indikator pemahaman konsep menurut
Depdiknas (Wardhani, 2010) adalah sebagai berikut : (1) menyatakan ulang
11
sebuah konsep, (2) mengklasifikasi objek-objek menurut sifat-sifat tertentu (sesuai
dengan konsepnya), (3) memberikan contoh dan non-contoh dari konsep, (4)
menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis, (5)
mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup dari konsep, (6) menggunakan
prosedur atau operasi tertentu, (7) mengaplikasikan konsep atau algoritma
pemecahan masalah.
Sedangkan indikator pemahaman konsep menurut Hadiq (2009) adalah
sebagai berikut: (1) Menyatakan ulang sebuah konsep, (2) mengklasifikasi objek-
ojek menurut sifat tertentu yang sesuai dengan konsepnya, (3) memberikan contoh
dan non contoh dari konsep, (4) memberikan konsep dalam berbagai bentuk
representasi matematis, (5) mengembangkan syarat perlu dan cukup suatu konsep,
(6) menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi tertentu, (7)
mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah.
Berdasarkan indikator pemahaman konsep yang telah dijabarkan di atas,
maka indikator yang akan digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1 Indikator Pemahaman Konsep
No Indikator Deskripsi 1 Menyatakan ulang sebuah konsep Kemampuan siswa dalam mengungkapkan kembali
apa yang telah dikomunikasikan. 2 Mengklasifikasi objek menurut
sifat tertentu sesuai dengan konsepnya
Kemampuan siswa mengelompokkan suatu objek dalam kategori tertentu berdasarkan sifat yang terdapat didalam konsep.
3 Memberikan contoh dan non contoh dari konsep
Kemampuan siswa dalam memberikan contoh dan bukan contoh dari konsep tertentu.
4 Menyajikan konsep dalam bentuk representasi matematika
Kemampuan siswa untuk menyatakan suatu objek dengan berbagai bentuk representasi yang telah dipahami.
5 Menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi tertentu
Kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu permasalahan dengan memilih dan menggunakan prosedur tertentu secara tepat.
6 Mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah
Kemampuan siswa dalam mengaplikasikan suatu konsep dalam pemecahaman masalah berdasarkan langkah-langkah yang benar.
12
2.2 Kemampuan Berpikir Kritis
Berpikir tidak pernah terlepas dari kegiatan manusia sehari-hari. Setiap
manusia telah dikaruniai potensi untuk berpikir. Berpikir merupakan salah satu
daya paling utama dan menjadi ciri khas yang membedakan manusia dari hewan.
Berpikir dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah menggunakan akal budi
untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu, menimbang-nimbang dalam
ingatan. Menurut Santrock (2011) berpikir adalah memanipulasi atau mengelola
dan mentransformasi dalam memori. Berpikir sering dilakukan untuk membentuk
konsep, bernalar dan bepikir secara kritis, membuat keputusan, berpikir kreatif,
dan memecahkan masalah. Jadi, berpikir adalah aktivitas mental untuk mengolah
suatu informasi, membuat keputusan, dan memperoleh ide untuk memecahkan
masalah.
Salah satu bentuk berpikir adalah berpikir tingkat tinggi yang terwujud
dalam berpikir kritis dan kreatif (Sari dan Putra, 2015). Jensen (2011) berpendapat
bahwa berpikir kritis berarti proses mental yang efektif dan handal, digunakan
dalam mengejar pengetahuan yang relevan dan benar tentang dunia. Sedangkan
menurut Edgen dan Kauchak, (2012) berpikir kritis adalah kemampuan dan
kecenderungan untuk membuat dan melakukan asesmen terhadap kesimpulan
yang didasarkan pada bukti. Fisher (2008) menyatakan berpikir kritis adalah
aktivitas terampil yang bisa dilakukan lebih baik atau sebaliknya dan pemikiran
kritis yang baik akan memenuhi beragam standar intelektual seperti kejelasan
relevansi dan lain sebagainya. Berpikir kritis menuntut interpretasi dan evaluasi
terhadap observasi, komunikasi dan sumber-sumber informasi lainnya. Wijaya
(2010) juga mengungkapkan gagasannya mengenai kemampuan berpikir kritis,
13
yaitu kegiatan menganalisis ide atau gagasan ke arah yang lebih spesifik,
membedakannya secara tajam, memilih, mengidentifikasi, mengkaji dan
mengembangkannya ke arah yang lebih sempurna.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli tersebut, dapat diambil kesimpulan
mengenai pengertian kemampuan berpikir kritis adalah kemampuan berpikir
secara reflektif untuk menyelesaikan masalah, membuat keputusan, belajar
konsep-konsep baru melalui kemampuan bernalar, yang berdasarkan suatu bukti
dan logika yang diyakini benar. Kemampuan berpikir kritis sangat diperlukan
siswa untuk menganalisis suatu permasalahan sampai pada tahap pencarian solusi
untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Kemampuan berpikir kritis siswa
pada khususnya berkenaan dengan kemampuan untuk menghubungkan persoalan
atau informasi yang diperolehnya melalui penyelidikan dan pengkajian secara
sistematis sehingga menghasilkan suatu ide atau solusi untuk memecahkan
persoalan tersebut (Haryati: 2014).
Keberhasilan dari sebuah tujuan pembelajaran yakni melatih kemampuan
berpikir kritis siswa dapat diukur dari beberapa indikator (Meylisia, dkk). Ennis
(2000) menyebutkan bahwa pemikir kritis idealnya mempunyai 12 kemampuan
berpikir kritis yang dikelompokkan menjadi 5 aspek kemampuan berpikir kritis,
antara lain: (1) memberikan penjelasan dasar, yang meliputi memfokuskan
pertanyaan, menganalisis pendapat, mengklasifikasi suatu penjelasan melalui
tanya-jawab. (2) menentukan dasar pengambilan keputusan, yang meliputi
mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya atau tidak serta mengamati
dan mempertimbangkan suatu laporan hasil observasi. (3) menarik kesimpulan,
yang meliputi mendeduksi atau menginduksi atau mempertimbangkan hasil
14
deduksi serta membuat dan menentukan pertimbangan nilai. (4) memberikan
penjelasan lanjut, yang meliputi mendefinisikan istilah dan mempertimbangkan
definisi tersebut serta mengidentifikasi asumsi. (5) memperkirakan dan
menggabungkan, yang meliputi mempertimbangkan alasan atau asumsi-asumsi
yang diragukan tanpa menyertakannya dalam anggapan pemikiran kita, serta
menggabungkan kemampuan dan karakter yang lain dalam penentuan keputusan.
Glaser (Fisher, 2008) menyatakan kemampuan berpikir kritis sebagai
berikut : (a) mengenal masalah, (b) menemukan cara yang dapat dipakai untuk
menangani masalah-masalah itu, (c) mengumpulkan dan menyusun informasi
yang diperlukan, (d) mengenal asumsi-asumsi dan nilai-nilai yang tidak
dinyatakan, (e) memahami dan menggunakan bahasa yang tepat, jelas, dan khas,
(f) menganalisis data, (g) menilai fakta dan mengevaluasi pernyataan-pernyataan,
(h) mengenal adanya hubungan yang logis antara masalah-masalah, (i) menarik
kesimpulan-kesimpulan dan kesamaan-kesamaan yang diperlukan, (j) menguji
kesamaan-kesamaan dan kesimpulan-kesimpulan yang seseorang ambil, (k)
menyusun kembali pola-pola keyakinan seseorang berdasarkan pengalaman yang
lebih luas; dan (l) membuat penilaian yang tepat tentang hal-hal dan kualitas-
kualitas tertentu dalam kehidupan sehari-hari.
Facion (Filsaime, 2008) mengungkapkan enam kecakapan berpikir kritis
utama yang terlibat di dalam proses berpikir kritis, yaitu: (1) interpretasi yaitu
memahami dan mengekspresikan makna dari berbagai macam pengalaman,
situasi, data, kejadian, prosedur atau kriteria. (2) analisis yaitu mengidentifikasi
hubungan-hubungan inferensial yang dimaksud dan aktual diantara pernyataan,
konsep, deskripsi atau bentuk representasi lainnya yang dimaksudkan untuk
15
mengekspresikan kepercayaan, penilaian, informasi atau opini-opini. (3) evaluasi
yaitu menaksir kredibilitas pernyataan atau representasi yang merupakan laporan
dari persepsi, pengalaman, atau opini seseorang, dan menaksir kekuatan logis dari
hubungan inferensial atau dimaksud diantara pernyataan, deskripsi, pertanyaan,
atau bentuk representasi lainnya. (4) inferensi yaitu mengidentifikasi dan
memperoleh unsur yang diperlukan untuk membuat kesimpulan yang masuk akal,
membuat dugaan dan hipotesis, mempertimbangkan informasi yang relevan dan
menyimpulkan konsekuensi dari data, pertanyaan atau bentuk representasi lainya.
Berdasarkan indikator kemampuan berpikir kritis yang telah dijabarkan di
atas, maka indikator yang akan digunakan pada penelitian ini meliputi (a)
menginterpretasi, (b) menganalisis, (c) mengevaluasi, (d) menginferensi.
Tabel 2.2 Indikator Kemampuan Berpikir Kritis Siswa
No Indikator Umum Indikator
1 Menginterpretasi Memahami masalah yang ditunjukkan dengan menulis diketahui maupun yang ditanyakan soal dengan tepat.
2 Menganalisis
Mengidentifikasi hubungan antara pernyataan, pertanyaan serta konsep yang telah diberikan dalam soal yang ditunjukkan dengan membuat model matematika serta memberi penjelasan dengan tepat dan benar.
3 Mengevaluasi Menggunakan strategi yang tepat dalam menyelesaikan soal, lengkap dan benar dalam melakukan perhitungan.
4 Menginferensi Mampu membuat kesimpulan dengan jelas dan tepat
2.3 Pembelajaran Matematika
Pembelajaran adalah suatu upaya yang dilakukan oleh guru untuk
menyampaikan ilmu pengetahuan, mengorganisir, dan menciptakan sistem
lingkungan dengan berbagai metode sehingga siswa dapat melakukan kegiatan
belajar secara efektif dan efisien serta dengan hasil yang optimal Sugihartono
(2007). Menurut Mulyana (2008), pembelajaran dapat diartikan sebagai setiap
16
upaya yang sistematis dan disengaja untuk menciptakan kondisi-kondisi agar
terjadi kegiatan belajar membelajarkan. Sedangkan menurut Komalasari (2013)
pembelajaran merupakan suatu sistem atau proses membelajarkan pembelajar
yang direncanakan, dilaksanakan dan dievaluasi secara sistematis agar pembelajar
dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran secara efektif dan efesien. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu proses sistematis yang terdapat
interaksi antara siswa dengan guru, siswa dengan siswa, siswa dengan sumber
belajar, sehingga mengarah kepada perubahan tingkah laku siswa sesuai dengan
tujuan pembelajaran yang akan dicapai.
Matematika merupakan ilmu yang selalu diidentikkan dengan segala
sesuatu yang yang bersifat abstrak, perhitungan, penalaran, menghafal rumus,
keaktifan berpikir dan pemahaman-pemahaman teorema yang digunakan sebagai
dasar mata pelajaran eksak lainnya (Fatimah, 2015). Sedangkan menurut Sri
(2014) matematika merupakan ilmu dasar yang mendasari perkembangan ilmu-
ilmu lain. Suhendri (2011) menyatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang
bilangan, bangun, hubungan-hubungan konsep dan logika dengan menggunakan
bahasa lambang atau symbol dalam menyelesikan masalah-masalah dalam
kehidupan sehari-hari. Jadi, dapat disimpulkan bahwa matematika adalah suatu
ilmu pengetahuan eksak yang berhubungan dengan segala sesuatu prosedur
operasional yang digunakan dalam menyelesaikan masalah mengenai bilangan.
Dari beberapa penjelasan di atas tentang pembelajaran dan matematika
dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika adalah proses interaksi antara
guru dan siswa yang melibatkan pengembangan pola berfikir dan mengolah logika
pada suatu lingkungan belajar yang sengaja diciptakan oleh guru dengan berbagai
17
metode agar program belajar matematika tumbuh dan berkembang secara optimal
dan siswa dapat melakukan kegiatan belajar secara efektif dan efisien.
2.4 Model Pembelajaran Jucama
Model pembelajaran, menurut Isjoni dan Arif (2008), merupakan strategi
yang digunakan guru untuk meningkatkan motivasi belajar, sikap belajar di
kalangan peserta didik, mampu berpikir kritis, memiliki keterampilan sosial, dan
pencapaian hasil pembelajaran yang lebih optimal. Model pembelajaran
merupakan suatu perspektif sedemikian sehingga guru bertanggung jawab selama
tahap perencanaan, implementasi, dan penilaian dalam pembelajaran (Tatag,
2008). Menurut Slavin (2010) model pembelajaran adalah suatu acuan kepada
suatu pendekatan pembelajaran termasuk tujuannya, sintaksnya, lingkungannya,
dan sistem pengelolaanya. Fungsi dari model pembelajaran adalah sebagai
pedoman bagi perancang pengajaran dan para guru dalam melaksanakan proses
pembelajaran.
Model pembelajaran pengajuan dan pemecahan masalah atau disingkat
Jucama merupakan suatu model pembelajaran matematika yang berorientasi pada
pengajuan dan pemecahan masalah matematika sebagai fokus pembelajarannya
dan menekankan belajar aktif secara mental dengan tujuan untuk meningkatkan
kemampuan berpikir kreatif (Siswono, 2008). Model jucama ini masih perlu
dikembangkan lebih lanjut agar tujuannya tidak hanya terfokus pada kemampuan
berpikir kreatif saja, namun juga dapat diterapkan untuk meningkatkan
kemampuan yang lainnya seperti kemampuan berpikir kritis (Karim, 2015).
18
Dalam penelitian ini, model pembelajaran jucama akan diterapkan untuk
meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.
Tujuan model pembelajaran jucama dibagi dalam dua bagian yaitu tujuan
instruksional dan tujuan pengiring (tidak langsung). Model pembelajaran jucama
mempunyai tujuan instruksional yang penting, yaitu meliputi: (1) meningkatkan
hasil belajar terutama dalam memecahkan masalah, yang berkaitan dengan
masalah yang dibahas. Hal tersebut sesuai dengan fokus pembelajaran
matemataika saat ini yang terdapat pada kurikulum yang menekankan pada
kemamapuan memecahkan masalah. (2) meningkatkan kemampuan siswa dalam
berpikir kreatif yang diindikasikan dengan kefasihan, fleksibilitas, maupun
kebaruan dalam memecahkan maupun mengajukan masalah matematika.
Sedangkan tujuan model pembelajaran jucama yang tidak langsung antara
lain: (1) mengaitkan konsep-konsep matematika yang sudah dipelajari dengan
konsep lain dan pengalaman siswa sehari-hari. (2) memusatkan perhatian dan
melakukan pengulangan terhadap materi yang sudah dipelajari atau dengan kata
lain mendorong untuk belajar mandiri. (3) melatih mengkomunikasikan ide secara
rasional atau bernalar, karena dituntut untuk menjawab masalah secara divergen
(Siswono,2008).
Dalam model jucama, pengajuan masalah matematika yaitu siswa diminta
untuk membuat atau mengajukan soal yang berdasarkan informasi yang telah
diberikan. Sedangkan pemecahan masalah yaitu suatu proses dimana siswa harus
menyelesaikan atau memecahkan masalah matematika yang langkahnya terdiri
dari memahami masalah, merencanakan penyelesaian masalah, melaksanakan
rencana penyelesaian dan memeriksa kembali jawaban (Karim, 2015).
19
Tabel 2.3 Sintaks Model Pembelajaran Jucama
No Fase Aktifitas/Kegiatan Pendidik 1.
2.
3.
4.
5.
Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa. Mengorientasikan siswa pada masalah dan mengorganisasikannya untuk belajar. Membimbing penyelesaian secara individu maupun kelompok. Menyajikan hasil penyelesaian pemecahan dan pengajuan masalah. Memeriksa pemahaman dan memberikan umpan balik sebagai evaluasi.
Menjelaskan tujuan, materi prasyarat, memotivasi peserta didik, dan mengaitkan materi pelajaran dengan konteks kehidupan sehari-hari. Memberikan masalah yang sesuai tingkat perkembangan anak untuk diselesaikan atau meminta siswa mengajukan masalah berdasar informasi ataupun masalah awal. Meminta siswa bekerja dalam kelompok atau individual dan mengarahkan siswa membantu dan berbagi dengan anggota kelompok atau teman lainnya. Pendidik membimbing dan mengarahkan belajar secara efektif dan efisien. Pendidik membantu siswa dalam merencanakan dan menetapkan suatu kelompok atau seorang siswa dalam menyajikan hasil tugasnya. Memeriksa kemampuan siswa dan memberikan umpan balik untuk menerapkan masalah yang dipelajari pada suatu materi lebih lanjut dan pada konteks nyata masalah sehari-hari.
(Siswono, 2008)
Seperti halnya dengan model pembelajaran lainnya, model pembelajaran
jucama juga memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihan model pembelajaran
jucama, yaitu sebagai berikut : (1) mengembangkan kemampuan siswa untuk
berpikir kritis melalui pemecahan masalah, (2) mengembangkan kemampuan
kognitif dan kreativitas siswa melalui pengajuan masalah, (3) meningkatkan
prestasi dan keaktifan siswa dalam pembelajaran melalui pengajuan dan
pemecahan masalah, (4) memotivasi siswa untuk belajar dan menyukai
matematika, (5) melatih siswa untuk mengkomunikasikan ide-ide pengajuan dan
pemecahan masalah. Sedangkan kelemahan model pembelejaran Jucama adalah
sebagai berikut : (1) pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model
jucama membutuhkan waktu yang lebih lama, (2) apabila siswa tidak mempunyai
minat tinggi, maka siswa akan kesulitan dalam mengajukan masalah (Siswono,
2008).
20
2.4.1 Keterkaitan Model Pembelajaran Jucama dengan Pemahaman
Konsep serta Kemampuan Berpikir Kritis
Salah satu tujuan pembelajaran matematika diantaranya yaitu agar siswa
memiliki kemampuan dalam memecahkan suatu masalah (Dian, 2014). Untuk
memecahkan masalah tersebut perlu adanya analisis kritis mengenai masalah yang
akan dipecahkan. Dalam, hal ini kemampuan berpikir kritis sangat diperlukan.
Sebagai salah satu solusi untuk mencapai tujuan pembelajaran matematika,
kemampuan berpikir kritis yang dimiliki siswa diharapkan dapat melatih siswa
dalam memecahkan masalah dengan memilih informasi yang relevan bagi
masalah yang dihadapi, mendeteksi kesalahan konsep, menentukan banyak
jawaban, menyimpulkan, serta mengidentifikasi kebenaran informasi baru
(Rohmatin, 2014).
Hal yang perlu diperhatikan dalam melatih kemampuan berpikir kritis
siswa terletak pada pemahaman konsep. Menurut Nurhadi (2004) langkah-langkah
dalam pemecahan masalah dapat melatih siswa untuk memahami konsep materi
dan berpikir kritis dalam menyelesaikan masalah. Jadi belajar matematika dapat
memecahkan masalah matematika dalam menyelesaikan masalah atau soal yang
pada akhirnya dapat melatih atau mengembangkan kemampuan untuk memahami
konsep dan kemampuan berpikir kritis siswa (Mathopani, 2009).
Untuk mencapai tujuan pembelajaran matematika perlu adanya model
pembelajaran yang cocok dan sesuai. Penerapan model pembelajaran jucama
diharapkan mampu melatih kemampuan siswa dalam memahami konsep serta
memecahkan masalah secara kritis. Model pembelajaran jucama menyediakan
peluang bagi siswa untuk dapat mengasah kreativitas siswa dalam memecahkan
21
suatu permasalahan yang berhubungan dengan konsep yang diajarkan (Widiartini,
2012).
Model pembelajaran jucama terdiri dari pengajuan dan pemecahan
masalah. Pengajuan masalah siswa dituntut untuk mengajukan atau membuat soal
yang sesuai dengan informasi yang terkait. Sedangkan pemecahan masalah dalam
hal ini siswa harus menyelesaikan suatu permasalahan dengan langkah-langkah
yang terdiri dari memahami masalah, merencanakan penyelesaian masalah,
melaksanakan rencana penyelesaian serta memeriksa kembali hasilnya. Latihan
merumuskan soal merupakan cara efektif untuk meningkatkan pemahaman
konsep matematika siswa juga meningkatkan kreativitas siswa dalam
memecahkan suatu masalah. Semakin sering siswa berlatih membuat soal
kemudian diselesaikan sendiri, maka tingkat pemahaman siswa diharapkan
meningkat sehingga siswa dapat menghasilkan prestasi belajar belajar matematika
yang lebih baik.
2.5 Hasil Penelitian yang Relevan
Beberapa hasil penelitian terdahulu yang relevan yang sesuai dengan
penelitian yang akan dilakukan antara lain. Penelitian yang dilakukan oleh Dian
Novita Rohmatin (2014) yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran
Pengajuan Dan Pemecahan Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir
Kritis Siswa” subjek yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah siswa kelas
VII E SMP Negeri 6 Sidoarjo yang terdiri dari 36 siswa. Tujuan penelitian ini
yaitu untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa setelah diterapkannya
pembelajaran berbasis pengajuan dan pemecahan masalah. Hasil dari
penelitiannya menunjukkan bahwa dari hasil pretest siswa cenderung cukup kritis,
22
sedangkan setelah diterapkannya pembelajaran dengan model pengajuan dan
pemecahan masalah siswa cenderung kritis dengan persentase peningkatan
sebesar 55,56%. Berdasarkan penelitian tersebut maka disarankan kepada guru
matematika agar menerapkan model pembelajaran pengajuan dan pemecahan
masalah agar siswa dapat terbiasa untuk memecahkan masalah dalam kehidupan
sehari-hari dan kemampuan berpikir kritisnya dapat terlatih.
Penelitian yang dilakukan oleh Normaya Karim (2015) yang berjudul
“Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dalam Pembelajaran Matematika Dengan
Menggunakan Model Jucama Di Sekolah Menengah Pertama” subjek yang
digunakan dalam penelitian tersebut adalah siswa kelas VII A SMP Negeri 13
Banjarmasin. Tujuan penelitiannya yaitu untuk mengetahui kemampuan berpikir
kritis siswa, mengetahui respon siswa terhadap penerapan model jucama dalam
pembelajaran matematika, dan mengetahui hubungan antara kemampuan berpikir
kritis dengan respon siswa terhadap model pembelajaran jucama. Hasil dari
penelitiannya adalah kemampuan berpikir kritis yang dicapai siswa secara
keseluruhan berada pada kategori tinggi, siswa memberikan respon setuju
terhadap pelaksanaan model jucama, dan terdapat hubungan yang sangat kuat
antara kemampuan berpikir kritis dengan respon siswa terhadap model jucama.
Persamaan dari kedua penelitian diatas adalah sama-sama meneliti tentang
kemampuan berpikir kritis siswa dengan menggunakan model pembelajaran
Jucama. Sedangkan perbedaan penelitian yang akan penulis lakukan yaitu selain
meneliti tentang kemampuan berpikir kritis siswa, penulis juga akan meneliti
tentang pemahaman konsep dasar matematika siswa dengan menggunakan model
pembelajaran jucama. Karena dengan meningkatkan pemahaman konsep juga
23
dapat memudahkan siswa dalam mempelajari matematika. Pemahaman konsep
merupakan langkah awal untuk memecahkan masalah matematika.
Model pembelajaran jucama dirancang agar siswa mampu
mengembangkan kreatifitas dalam mengajukan masalah, mengembangkan
kemampuan berpikir kritis siswa dalam pemecahaman masalah, melatih siswa
untuk mengkomunikasikan ide-ide dalam pengajuan dan pemecahan masalah,
sehingga mampu meningkatkan prestasi dan keaktifan siswa dalam proses
pembelajaran matematika.
2.6 Materi Relasi dan Fungsi
a. Relasi
Empat orang anak yaitu Ria, Rian, Reni, dan Revi memilih jenis musik
yang mereka sukai. Data yang diperoleh sebagai berikut :
Ria dan Rian memilih musik pop,
Ria, Rian dan Reni memilih musik dangdut,
Rian, Reni dan Revi memilih musik jazz.
Jika = {Ria, Rian, Reni, Revi} dan = {pop, dangdut, jazz}, maka
dapat dibentuk relasi (hubungan) antara anggota-anggota himpunan dan
anggota-anggota himpunan . Relasi tersebut ditunjukkan dengan lebih jelas
pada gambar berikut.
24
Gambar 2.1 Relasi “menyukai” Relasi yang tepat dari himpunan ke himpunan yang ditunjukkan
pada gambar 2.1 adalah relasi ”menyukai”.
Ria dipasangkan dengan pop dan dangdut, berarti Ria menyukai musik
pop dan dangdut. Rian dipasangkan dengan pop, dangdut, dan jazz, berarti
Rian menyukai musik pop, dangdut, dan jazz. Reni dipasangkan dengan
dangdut dan jazz, berarti Reni menyukai musk pop dan jazz. Revi hanya
dipasangkan dengan jazz berarti Revi hanya menyukai music jazz.
Perhatikan, pada relasi himpunan ke himpunan tersebut, masing-
masing anggota himpunan dapat dipasangkan dengan satu atau beberapa
anggota himpunan , bahkan dapat terjadi ada anggota himpunan yang
tidak memiliki pasangan dengan anggota himpunan .
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa :
b. Fungsi atau Pemetaan
Pada gambar 2.2 menunjukkan diagram
panah untuk relasi “anak dari” dari himpunan
anak:
= {Dina, Reza, Andri, Irma, Dedi}
ke himpunan Ibu: ={Bu Nia, Bu Wati, Bu
Nina, Bu Ida}.
Pada relasi dari himpunan ke
tersebut, diperoleh bahwa setiap anak pada
Gambar 2.2 Relasi “anak dari”
Relasi dari himpunan ke himpunan adalah suatu aturan yang
memasangkan anggota-anggota himpunan dengan anggota-anggota
himpunan .
25
himpunan mempunyai seorang Ibu pada
himpunan . Hal ini berarti:
Setiap anak pasti mempunyai seorang ibu
Tidak ada anak yang tidak mempunyai ibu
Dengan demikian, semua anggota himpunan pasti dipasangkan
dengan anggota himpunan
Setiap anak hanya mempunyai seorang ibu (kandung)
Tidak ada anak yang mempunyai beberapa orang ibu (kandung)
Dengan demikian, setiap anggota himpunan hanya dipasangkan
dengan satu anggota . Tidak ada anggota himpunan yang memiliki lebih
dari satu pasangan di . Dari tersebut, dapat disumpulkan bahwa:
c. Menyatakan Relasi
Suatu relasi dapat dinyatakan dengan tiga cara, yaitu diagram panah,
diagram Cartesius, dan himpunan pasangan berurutan. Untuk memahami hal
tersebut, perhatikan contoh berikut.
Fungsi adalah relasi khusus yang memasangkan setiap anggota
himpunan tepat satu di anggota . Pada fungsi terdapat domain yaitu
himpunan/daerah asal, kodomain yaitu himpunan/daerah kawan, dan
range yaitu himpunan/daerah hasil.
26
Pengambilan data mengenai pelajaran yang disukai pada empat siswa kelas
VIII diperoleh seperti pada tabel berikut.
Tabel 2.4 Data Pelajaran yang Disukai Nama Siswa Pelajaran Yang Disukai
Buyung IPS, Kesenian Doni Ketrampilan, Olahraga Vita IPA Putri Matematika, Bahasa Inggris
Tabel 2.4 di atas dapat dinyatakan dengan diagram panah, diagram
Cartesius, dan himpunan pasangan berurutan seperti di bawah ini.
Misalkan = {Buyung, Doni, Vita, Putri}, = {IPS, kesenian,
keterampilan, olahraga, matematika, IPA, bahasa Inggris}, dan “pelajaran
yang disukai” adalah relasi yang menghubungkan himpunan ke himpunan
.
a) Diagram panah
Gambar 2.3 menunjukkan relasi pelajaran yang disukai dari
himpunan ke himpunan . Arah panah menunjukkan anggota-anggota
himpunan yang berelasi dengan anggota-anggota tertentu pada
himpunan .
Gambar 2.3 Relasi “pelajaran yang disukai”
27
b) Diagram Cartesius
Pada diagram Cartesius, relasi antara anggota himpunan A dan B
dapat dinyatakan dengan cara berikut.
Anggota himpunan sebagai himpunan pertama ditempatkan pada
sumbu mendatar (horizontal).
Anggota himpunan sebagai himpunan kedua ditempatkan pada
sumbu tegak (vertikal).
Setiap pasangan anggota himpunan pertama yang berelasi dengan
anggota himpunan kedua dinyatakan dengan sebuah noktah (•).
Gambar 2.4 menunjukkan diagram Cartesius dari relasi pelajaran
yang disukai pada tabel 2.4
Gambar 2.4 Diagram Cartesius dari Relasi “pelajaran yang disukai”
c) Himpunan Pasangan Berurutan
Himpunan pasangan berurutan dari data pada tabel 1.1 adalah
sebagai berikut:
d. Notasi Fungsi
28
Jika fungsi f memetakan setap x anggota himpunan A ke y anggota
himpunan B, maka dapat ditulis sebagai berikut:
Bentuk dibaca: fungsi memetakan ke . Dalam hal ini
disebut bayangan (peta) dari oleh . Sedangkan adalah bayangan dari
oleh fungsi , sehingga diperoleh hubungan . Dengan demikian,
fungsi tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk berikut:
Perhatikan gambar dibawah ini!
Contoh:
Suatu fungsi linier memiliki nilai 5 pada waktu , dan memiliki
nilai 1 pada waktu . Tentukan rumus fungsinya!
Penyelelesaian:
Gambar 2.5 menunjukkan fungsi Karena bayangan dari oleh fungsi dapat dinyatakan dengan maka diperoleh hubungan Bentuk disebut bentuk rumus fungsi
NB:
Pada fungsi dengan dan bilangan real, maka:
Bayangangan oleh dapat dinyatakan dengan
Bentuk disebut bentuk rumus fungsi
Gambar 2.5 Fungsi
29
Diketahui : Fungsi adalah fungsi linier. Karena itu, fungsi bisa
dinyatakan dengan rumus , dan
Ditanya : Tentukan rumus fungsi…?
Jawab :
Dari persamaan (1) dan (2) diperoleh :
Dari 2a disubstitusikan ke salah satu persamaan, misalkan
persamaan (1)
Maka :
Dengan demikian, nilai dan
Jadi, rumus fungsinya adalah
e. Nilai Fungsi
Jika fungsi memetakan , maka fungsi dapat dinyatakan
dalam bentuk rumus fungsi yaitu Dengan menggunakan rumus
30
fungsi tersebut , diperoleh nilai-nilai fungsi untuk setiap nilai yang
diberikan. Caranya:
Contoh:
1. Diketahui fungsi : 3 1f x x . Tentukan:
a. Rumus fungsinya
b. Nilai fungsi untuk
c. Bayangan dari 5
Penyelesaian:
a. Rumus fungsi adalah
b. Nilai fungsi untuk
13
Jadi, nilai fungsi untuk 4x adalah
c. Bayangan dari 5 = (5)f
Jadi, bayangan dari 5 adalah 14.
f. Grafik Fungsi
Grafik fungsi yang dimaksud di sini adalah grafik dalam koordinat
Cartesius. Koordinat Cartesius terdiri dari unsur x (absis) dan y (ordinat).
Dengan mensubstitusikan (mengganti) nilai pada rumus fungsi
tersebut dengan bilangan yang ditentukan, sehingga diperoleh hasil fungsi
atau bayangan fungsi yaitu f(x).
31
Keterhubungan yang teratur dari semua pasangan berurutan pada fungsi di
kenal sebagai grafik fungsi.
Untuk memudahkan cara penulisan setiap anggota daerah asal fungsi dan
bayangannya sehingga hubungan antara nilai x dan bayangannya dapat
dikenali dengan mudah, dapat dilakukan dengan membuat tabel (daftar).
Contoh :
Lukislah grafik fungsi 12: xxf dengan domain Rxxx ,50
Penyelesaian : Tabel 2.5 Tabel Fungsi
Fungsi f
0 (0, 1)
1 (1, 3)
2 (2, 5)
3 (3, 7)
4 (4, 9)
5
(5, 11)
Dengan menggunakan pada tabel tersebut, maka grafik fungsi
12: xxf dapat digambar pada bidang koordinat Cartesius sebagai
berikut.
Gambar 2.6 Grafik Fungsi
32
Berdasarkan gambar di atas, tampak bahwa grafik fungsi
dengan titik-titik yang ada dihubungkan
hingga membentuk kurva/garis lurus. Jika domain dari suatu fungsi bukan
bilangan real, maka grafiknya berupa titik-titik (noktah) saja.