kajian plant growth promoting rhizobacteria sebagai agens

6

Click here to load reader

Upload: lamthu

Post on 31-Dec-2016

215 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kajian Plant Growth Promoting Rhizobacteria sebagai Agens

Hayati, Desember 2005, hlm. 139-144 Vol. 12, No. 4ISSN 0854-8587

Kajian Plant Growth Promoting Rhizobacteria sebagai Agens ProteksiCucumber Mosaic Virus dan Chilli Veinal Mottle Virus pada Cabai

Evaluation of Plant Growth Promoting Rhizobacteria as aProtecting Agent Against Cucumber Mosaic Virus and

Chilli Veinal Mottle Virus on Chillipepper

MUHAMMAD TAUFIK1‡, SRI HENDRASTUTI HIDAYAT1*, GEDE SUASTIKA1,SIENTJE MANDANG SUMARAW1, SRIANI SUJIPRIHATI2

1Departemen Proteksi Tanaman, 2Departemen Agronomi dan Hortikultura, Faperta,

Institut Pertanian Bogor, Kampus Darmaga, Bogor 16680

Diterima 16 Maret 2005/Disetujui 20 Juli 2005

This study was conducted to evaluate the effectiveness of plant growth promoting rhizobacteria (PGPR) in protectingchillipepper plant from infection of cucumber mosaic virus (CMV) and chilli veinal mottle virus (ChiVMV). Seven isolatesof PGPR, i.e. BC1, BTP2H, BTP3G, BTP3O BTP1, BTP2D, and T1F were applied as seed treatment and soil drench. Plantsheight, number of branch, and fruits weight were measured every one and ten weeks after virus inoculation. Virus concen-tration in plants and disease incidence were confirmed by enzyme-linked immunosorbant assay (ELISA). Results showedthat inoculation with PGPR improved the seed germination. Eight days after sowing, the percentage of PGPR treated seedgermination reached 50-84%; whereas those of untreated seed reached only 18%. In general, PGPR treatment significantlyreduced (p < 0.05) the effect of virus infection on plant growth. Two PGPR isolates, i.e. BTP1 and BTP2H, maintained fruitweight of infected plants as good as those of healthy plants. Based on ELISA, PGPR was able to inhibit the disease incidence.The BTP3O and BTP2D isolates even protected the plant from ChiVMV infection. Concentration of salicylic acid andperoxidase were relatively higher on plants treated with PGPR than those without PGPR treatment. This gave an indicationthat PGPR may act as induction agents for systemic acquired resistance. Therefore, PGPR treatment is a promising strategyto control viral diseases on chillipepper.

___________________________________________________________________________

_________________‡Alamat kini: Program Studi Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan,

Faperta, Universitas Haluoleo, Kendari 93231∗∗∗∗∗Penulis untuk korespondensi, Tel. +62-251-629363,

Fax. +62-251-629362, E-mail: [email protected]

PENDAHULUAN

Tanaman cabai merah (Capsicum spp.) merupakan salahsatu komoditas andalan hortikultura di Indonesia. Menurutdata Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura (DJPTPH2002) luas panen cabai merupakan luas panen terbesar diantara tanaman sayuran lainnya yaitu berturut-turut 174 dan142 ribu ha untuk tahun 2000 dan 2001 (DJPTPH 2002).Tanaman tersebut ditanam di seluruh provinsi di Indonesiadan memiliki nilai ekonomis yang cukup baik sehinggamendapat prioritas untuk dikembangkan (DJPTPH 2002).

Produksi cabai di Indonesia masih sangat rendah apabiladibandingkan dengan potensi produksi yang dapat mencapai10 ton/ha (Suwandi et al. 1989). Selain faktor agronomisrendahnya produksi cabai juga diakibatkan oleh adanyagangguan hama dan penyakit (Duriat 1996). Suryaningsih etal. (1996) mencatat beberapa penyakit penting pada tanamancabai diantaranya adalah antraknosa, bercak daun cercospora,

bercak phytophthora, layu fusarium, layu bakteri, danpenyakit yang disebabkan oleh infeksi virus. Hasil laporanpenelitian menunjukkan bahwa virus utama yang menyerangtanaman cabai adalah cucumber mosaic virus (CMV) dan chilliveinal mottle virus (ChiVMV) (Sulyo et al. 1995). Infeksi CMVdapat menyebabkan kerugian hasil panen pada tujuh kultivarcabai dari 32 sampai 75% (Sulyo et al. 1984). Bahkan hasilpenelitian Sari et al. (1997) menunjukkan bahwa CMV dapatmenurunkan jumlah dan bobot buah tiap tanaman berturut-turut sebesar 81.4 dan 82.3%. Informasi mengenai kehilanganhasil akibat infeksi ChiVMV di Indonesia belum pernahdilaporkan.

Infeksi ChiVMV menunjukkan gejala bercak hijau,penebalan tulang daun, daun menjadi lebih kecil dan kadangdiikuti dengan malformasi daun (Siriwong et al. 1995). Gejalatanaman cabai merah yang terinfeksi CMV sangat bervariasidan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya kultivarcabai, strain virus, kondisi lingkungan, dan fase pertumbuhan.Kultivar cabai yang tahan hanya menunjukkan gejala mosaikyang sangat ringan atau tidak bergejala, sedangkan kultivarcabai rentan menunjukkan gejala mosaik yang berat sampaiterjadinya malformasi daun (Chiemsombat & Kittipakorn 1996).

Page 2: Kajian Plant Growth Promoting Rhizobacteria sebagai Agens

Sampai saat ini masih banyak petani di Indonesia yangtetap mengandalkan pengendalian penyakit tumbuhandengan pestisida kimia termasuk pengendalian penyakit yangdisebabkan oleh CMV dan ChiVMV. Mereka masih sangatbergantung pada penggunaan insektisida untuk menekanpopulasi serangga vektornya, bahkan dengan frekuensi dandosis penyemprotan yang melebihi anjuran. Tentunyatindakan ini dapat memberikan dampak negatif terhadaplingkungan, organisme bukan sasaran, terdapat residupestisida dan tidak efektif untuk mengurangi populasiserangga vektor (Gallitelli 1998).

Untuk meminimalisasi penggunaan insektisida, makadiperlukan alternatif pengendalian. Alternatif pengendalianyang diusulkan adalah perlakuan benih cabai dengan plantgrowth-promoting rhizobacteria (PGPR). Perlakuan PGPRpada benih cabai dan saat pindah tanam ke lapang secaraumum dapat meningkatkan tinggi tanaman, jumlah daun, danhasil tanaman (Cook et al. 2002).

Penggunaan PGPR sebagai agens hayati untukmengendalikan penyakit yang disebabkan oleh virustumbuhan masih sangat sedikit. Beberapa penelitianmenunjukkan potensi penggunaan PGPR untukmengendalikan berbagai jenis penyakit seperti CMV (Ryu etal. 2004), tomato mottle virus (Murphy et al. 2000), dantobacco necrotic virus (Maurhofer et al. 1994). Aplikasi PGPRdiharapkan dapat menginduksi ketahanan sistemik tanaman(Raupach et al. 1996; Van Loon et al. 1998). Ketahanan sistemikterinduksi dicirikan oleh akumulasi asam salisilat (SA) danpathogenesis-related protein (PR-protein), misalnyaperoksidase (Agrios 1997). Chivasa et al. (1997) melaporkanbahwa perlakuan asam salisilat dapat menghambat replikasigenom tobacco mosaic virus (TMV) di dalam daun tembakaurentan yang diinokulasi, sehingga hasilnya terjadi penundaangejala sistemik pada semua bagian tanaman.

Studi ini bertujuan mengetahui efektivitas beberapa isolatPGPR untuk menginduksi ketahanan sistemik tanaman cabaikultivar Tit Segitiga terhadap inokulasi CMV atau ChiVMV.Kultivar Tit Segitiga dipilih karena pada evaluasi ketahananyang telah dilakukan sebelumnya, kultivar ini dikelompokkankedalam kultivar yang rentan terhadap CMV dan ChiVMVnamun memiliki potensi produksi yang tinggi.

BAHAN DAN METODE

Koleksi dan Perbanyakan Isolat Virus dan PGPR. Sumberinokulum CMV (isolat Cipanas, Jawa Barat) dan ChiVMV(isolat Cikabayan, Jawa Barat) yang digunakan dalampenelitian ini merupakan koleksi Laboratorium VirologiTumbuhan Departemen Proteksi Tanaman, IPB. Sumberinokulum CMV diperbanyak pada Nicotiana tabacum(Samsun NN), dan ChiVMV diperbanyak pada cabai paprika.Isolat PGPR sebanyak tujuh isolat yaitu BC1, BTP2H, BTP3G,BTP3O BTP1, BTP2D, dan T1F diperoleh dari LaboratoriumBakteriologi, Departemen Proteksi Tanaman, IPB. Isolat PGPRtersebut terdiri atas satu isolat dari kelompok Pseudomonasdiminuta (T1F) dan sisanya adalah kelompok Bacillus spp.

Penyediaan PGPR dan Perlakuan Benih. PGPR untukperlakuan benih disiapkan dan diinkubasikan dalam media

Kings’B [Protease peptone 20 g, glycerol 10 g, kalium hidrogenfosfat (K

2 HPO

4 ) 1.5 g, magnesium sulfat (MgSO

4.7H

2O) 1.5 g,

agar-agar 15 g, dan aquades 1 liter] selama 24 jam pada suhu

kamar. Koloni yang terbentuk selanjutnya disuspensikandalam air steril. Untuk mendapatkan suspensi bakteri dengankerapatan populasi mencapai 1010 CFU/ml dilakukanpengukuran nilai absorban menggunakan spektrofotometerdengan panjang gelombang (λ) 660 nm. Nilai absorban sekitar1.057 mempunyai kerapatan sel bakteri sekitar 1010 CFU.Sebanyak 35 benih cabai Tit Segitiga yang akan digunakandirendam di dalam 8 ml suspensi PGPR (kerapatan sekitar1010

CFU/ml) selama kurang lebih 2 menit. Untuk kontrol digunakanair steril sebagai pengganti suspensi PGPR.

Penyemaian Benih. Benih cabai yang telah diberi perlakuanPGPR, selanjutnya ditanam pada baki plastik yang telah diisidengan media tanam steril (tanah + pupuk kandang + arangsekam dengan perbandingan 2:1:1). Sebelum benih ditutupidengan selapis media semai terlebih dahulu benih tersebutditetesi dengan suspensi PGPR (1010 CFU) sebanyak 50 μl.Pemeliharaan tanaman dilakukan di rumah kaca kedapserangga. Bibit cabai yang telah berumur 2 minggu setelahsemai segera dipindahkan ke polibag ukuran 30 x 30 cm.

Metode Inokulasi Virus Secara Mekanik. Daun tanamansumber inokulum CMV dan ChiVMV masing-masing digerusdalam mortar steril. Larutan penyangga fosfat 0.01 M (pH 7)ditambahkan dengan perbandingan 1 g daun terinfeksi virustiap 5 ml larutan penyangga fosfat (1:5 b/v). Sap ini segeradiinokulasikan ke tanaman uji. Setiap tanaman diinokulasi padadua helai daun termuda yang telah membuka penuh (30 harisetelah semai). Sebelum diinokulasi serbuk karborundumditaburkan pada bagian permukaan atas daun, kemudian sapdioleskan dengan kapas steril pada permukaan daun. Segerasetelah pengolesan sap, pembilasan dilakukan terhadap sisa-sisa sap yang masih melekat pada permukaan daun tanamanuji menggunakan air mengalir.

Rancangan Percobaan. Rancangan percobaan yangdigunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan empatmacam perlakuan, yaitu (i) tanaman cabai yang berasal daribenih tanpa diberi perlakuan PGPR dan tanpa diinokulasidengan CMV atau ChiVMV, (ii) tanaman cabai yang berasaldari benih yang diberi perlakuan PGPR dan tanpa diinokulasidengan CMV atau ChiVMV, (iii) tanaman cabai yang berasaldari benih yang diberi perlakuan PGPR dan diinokulasi denganCMV, (iv) tanaman cabai yang berasal dari benih yang diberiperlakuan PGPR dan diinokulasi ChiVMV, masing-masingdiulang sebanyak lima kali (setiap ulangan terdiri atas satutanaman). Tiga karakter pertumbuhan yang dievaluasi adalahtinggi tanaman [dimulai pada satu sampai empat minggusetelah inokulasi (MSI)], jumlah cabang (dimulai pada limasampai delapan MSI), dan penghitungan bobot buah(dilakukan saat panen yang berlangsung selama kurang lebih2 minggu), sehingga secara keseluruhan pengamatandilakukan selama 10 MSI. Selain itu juga diamati kejadianpenyakit berdasarkan enzyme-linked immunosorbent assay(DAS-ELISA) sesuai petunjuk dari Agdia (Elkhart, Indiana).Analisis ragam dilakukan dengan uji F dan jika di antaraperlakuan terdapat perbedaan dilanjutkan dengan DuncanMultiple Range Test (DMRT) pada α = 0.05 dengan bantuanSAS 6.12 (SAS Institute 1990).

140 TAUFIK ET AL. Hayati

Page 3: Kajian Plant Growth Promoting Rhizobacteria sebagai Agens

Analisis Asam Salisilat dan Peroksidase. Aktivitas asamsalisilat dan peroksidase adalah variabel pendukung yangmungkin berkaitan dengan ketahanan tanaman terhadap virus(Goodman et al. 1986). Analisis asam salisilat dan peroksidasedilaksanakan di Laboratorium Pascapanen, Balai BesarPenelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian,Cimanggu Bogor. Analisis HPLC untuk mengukur asamsalisilat dan aktivitas enzim peroksidase mengikuti prosedurAssociation of Official Analytical Chemists (AOAC Methods1995). Analisis HPLC dan peroksidase dilakukan sepuluh harisetelah inokulasi. Daun tanaman cabai yang diujidikelompokkan menjadi lima kelompok, yaitu (i) tanpa PGPRmaupun inokulasi (K0), (ii) tanpa PGPR tetapi diinokulasi CMV(K1), (iii) diberi PGPR dan tanpa inokulasi CMV atau ChiVMV(K2), (iv) perlakuan PGPR dan diinokulasi CMV (K2 + CMV),(v) perlakuan PGPR dan diinokulasi ChiVMV (K2 +ChiVMV).

HASIL

Karakteristik Pertumbuhan Tanaman. Pada delapan harisetelah semai persentase perkecambahan benih cabai yangdiberi perlakuan PGPR berkisar antara 50-84%, sedangkankeberhasilan berkecambah benih yang tidak direndam dalamsuspensi PGPR (K1) mencapai 18% (Tabel 1).

Infeksi CMV atau ChiVMV secara tunggal pada tanamancabai menyebabkan penghambatan terhadap pertambahan

tinggi tanaman cabai kultivar Tit Segitiga. Berdasarkanpengamatan pada benih Tit Segitiga yang tidak diberiperlakuan PGPR yang diikuti dengan inokulasi CMV atauChiVMV (K1) diketahui bahwa penghambatan tinggi sudahterjadi pada 1 MSI dan 4 MSI (Gambar 1 & 2). Perlakuan PGPRterbukti dapat mengurangi penghambatan tinggi tanamanakibat infeksi CMV dan ChiVMV. Tinggi semua tanaman cabaiyang berasal dari benih yang diberi perlakuan PGPR (BC1,BTP2H, BTP3G, BTP3O BTP1, BTP2D, dan T1F) lebih baikdibandingkan dengan tanaman cabai tanpa perlakuan PGPR(K1 dan KO). Perlakuan isolat PGPR yang berbeda memberikanpengaruh yang beragam pada tanaman cabai yang terinfeksiCMV atau ChiVMV. Penghambatan tinggi tanaman cabai padasatu minggu setelah inokulasi (1 MSI) CMV tidak berbedanyata (p < 0.05) pada tanaman cabai yang diberi perlakuanPGPR isolat BPT1, BPT2H, BC1, dan T1F, tetapi berbeda nyata(p < 0.05) pada tanaman cabai dengan perlakuan PGPR isolatBTP2D. Pengaruh isolat-isolat PGPR untuk mengurangipenghambatan tinggi tanaman cabai karena infeksi CMV tidakberbeda nyata pada 4 MSI. Pada saat 1 MSI dengan ChiVMVisolat-isolat BTP1 dan T1F memberi pengaruh yang sama (p <0.05) terhadap penghambatan tinggi tanaman cabai tetapiberbeda (p < 0.05) dengan BTP3O. Secara umum dapatdilaporkan bahwa pada 4 MSI pengaruh isolat PGPR terhadappenghambatan tinggi tanaman cabai karena infeksi ChiVMVtidak berbeda nyata dengan K0 tetapi berbeda sangat nyata(p < 0.05) dengan K1.

Tabel 1. Persentase benih cabai kultivar Tit Segitiga yang berkecambah setelah perlakuan PGPR

Persentase benih yang berkecambah*

5 HSS 8 HSS 14 HSSKode isolat Jenis isolat

BC1BTP2HBTP3GBTP3OBTP1BPT2DT1FTanpa PGPR (kontrol = K0)

Bacillus sp.B. subtilisB. stearothermopillusB. firmusB. cereusB. circulansPseudomosa diminutaAkuades

0/24 (0)5/25 (20)3/24 (12)7/24 (29)2/25 (8)0/19 (0)8/24 (33)0/50 (0)

12/24 (50)18/25 (72)18/24 (75)18/24 (75)17/25 (68)12/19 (63)21/24 (84) 9/50 (18)

24/24 (100)25/25 (100)24/24 (100)23/24 (95)25/25 (100)17/19 (89)24/24 (100)35/50 (70)

*Persentase benih yang berkecambah = jumlah benih berkecambah/jumlah benih yang disebar x 100%, HSS = hari setelah semai

BC1 BTP2H BTP3G BTP3O BTP1 BTP2D T1F K1 K0

25

20

15

10

5

0

Tin

ggi

tana

man

(cm

)

AA

AA A A A

B

A

ab ab a cb abc ab

u d

1 MSI 4 MSI

Isolat PGPR

Gambar 1. Rata-rata tinggi tanaman cabai Tit Segitiga (N=5) pada 1minggu setelah inokulasi (MSI) dan 4 MSI yang diberiperlakuan PGPR dan inokulasi CMV. K1: tanpa PGPRtetapi diinokulasi dengan CMV, K0: kontrol (tanpa PGPRdan tanpa inokulasi CMV). Perbedaan huruf menunjukkanbeda nyata berdasarkan DMRT pada taraf nyata 5%.

BC1 BTP2H BTP3G BTP3O BTP1 BTP2D T1F K1 K0

bcd ab ad abc cd abc

e e

B AA

AA A B

C

A

1 MSI 4 MSI25

20

15

10

5

0

Tin

ggi

tana

man

(cm

)

Isolat PGPR

Gambar 2. Rata-rata tinggi tanaman cabai Tit Segitiga (N=5) pada 1minggu setelah inokulasi (MSI) dan 4 MSI yang diberiperlakuan PGPR dan inokulasi ChiVMV. K1: tanpa PGPRtetapi diinokulasi dengan ChiVMV, K0: kontrol (tanpaPGPR dan tanpa inokulasi ChiVMV). Perbedaan hurufmenunjukkan beda nyata berdasarkan DMRT pada tarafnyata 5%.

Vol. 12, 2005 KAJIAN PGPR PADA CABAI 141

Page 4: Kajian Plant Growth Promoting Rhizobacteria sebagai Agens

Hasil analisis menggunakan DMRT (p < 0.05) menunjukkanbahwa infeksi CMV atau ChiVMV secara tunggal padatanaman cabai Tit Segitiga menyebabkan penghambatanterhadap pertumbuhan dan perkembangan cabang tanamancabai. Walaupun demikian isolat PGPR yang berbeda tidakmemberikan pengaruh berbeda terhadap penghambatanjumlah cabang kecuali isolat BC1 pada tanaman cabai yangdiinokulasi ChiVMV (Gambar 3). Perlakuan PGPR juga dapatmeningkatkan kemampuan tanaman cabai yang terinfeksiuntuk mempertahankan bobot buah sehingga setara dengantanaman sehat (Gambar 4).

Akumulasi Virus dan Kejadian Penyakit. Secara umumdiketahui bahwa konsentrasi ChiVMV relatif lebih tinggidibandingkan dengan CMV pada tanaman cabai Tit Segitigayang diinokulasi, sedangkan konsentrasi virus pada tanamancabai Tit Segitiga yang diberi perlakuan PGPR bervariasi tetapisangat berbeda dengan (K1) khususnya yang diinokulasidengan ChiVMV. Konsentrasi CMV yang tertinggi terdeteksipada tanaman cabai Tit Segitiga yang diinokulasi CMV setelahdiberi perlakuan PGPR (isolat BTP2H), sedangkan konsentrasiChiVMV yang tertinggi terdeteksi pada benih cabai TitSegitiga yang diinokulasi ChiVMV setelah diberi perlakuanPGPR (isolat BTP2D) (Tabel 2).

Tanaman cabai Tit Segitiga yang tidak diberi perlakuanPGPR sebelum diinokulasi ChiVMV (K1) menunjukkan gejala

kerdil, daun belang, dan malformasi daun. Tingginya akumulasiChiVMV dan beratnya gejala mengakibatkan tanaman tersebuttidak dapat berbuah.

Nilai absorban ELISA pada tanaman cabai Tit Segitigayang diinokulasi CMV atau ChiVMV setelah diberi perlakuanPGPR, terutama dengan isolat BTP3G dan BTP2H,menunjukkan tingginya konsentrasi virus tersebut di dalamtanaman cabai. Walaupun demikian respon pertumbuhanseperti tinggi tanaman, jumlah cabang tanaman dan bobotbuah tanaman cabai tersebut jauh lebih baik dibandingkandengan tanaman cabai yang berasal dari benih tanpa perlakuanPGPR. Hal tersebut membuktikan bahwa tanaman yang telahdiberi perlakuan PGPR mampu meningkatkan ketahanantanaman cabai, sehingga pertumbuhan generatif tanaman tidakterlalu terganggu.

Analisis Asam Salisilat dan Aktivitas EnzimPeroksidase. Perlakuan inokulasi virus (K1) atau perlakuanPGPR (K2) menyebabkan peningkatan konsentrasi asamsalisilat dan peroksidase pada tanaman cabai biladibandingkan dengan tanaman cabai tanpa PGPR dan tanpainokulasi virus (K0) (Tabel 3). Demikian pula tanaman cabaiyang diinokulasi dengan CMV atau ChiVMV setelah diberiperlakuan PGPR (K2 + CMV atau K2 + ChiVMV) mengalamipeningkatan konsentrasi asam salisilat dan peroksidase biladibandingkan dengan tanaman cabai yang diberi perlakuanPGPR tetapi tidak diinokulasi virus. Kedua sampel tanamancabai tersebut (K2 + CMV atau K2 + ChiVMV) lebih rendahkandungan asam salisilat dan peroksidasenya biladibandingkan sampel tanaman cabai K1.

BC1 BTP2H BTP3G BTP3O BTP1 BTP2D T1F K1 K0

ba

a a a aa

c

bA AA A A A A

A

B

60

50

40

30

20

10

0

CMV ChiVMV

Isolat PGPR

Jum

lah

caba

ng

Gambar 3. Pengaruh infeksi CMV dan ChiVMV terhadap jumlahcabang tanaman cabai Tit Segitiga (N=5) yang telah diberiperlakuan PGPR. K1: tanpa PGPR tetapi diinokulasidengan CMV atau ChiVMV. K0: kontrol (tanpa PGPR dantanpa inokulasi CMV atau ChiVMV). Perbedaan hurufmenunjukkan beda nyata berdasarkan DMRT pada tarafnyata 5%. Data ditransformasi dengan (√x + 0.5).

60

50

40

30

20

10

0 BC1 BTP2H BTP3G BTP3O BTP1 BTP2D T1F K1 K0

b

ab

bA

AA A

b

A

a

A

ab

A

ab

B

aA

c

Bob

ot b

uah

Isolat PGPR

Gambar 4. Pengaruh infeksi CMV dan ChiVMV terhadap bobot buahcabai Tit Segitiga (N=5) yang telah diberi perlakuan PGPR.K1: tanpa PGPR tetapi diinokulasi dengan CMV atauChiVMV. K0: kontrol (tanpa PGPR dan tanpa inokulasiCMV atau ChiVMV). Perbedaan huruf menunjukkan bedanyata berdasarkan DMRT pada taraf nyata 5%. Dataditransformasi dengan (√x + 0.5).

CMV ChiVMV

Tabel 2. Rata-rata nilai absorban ELISA dan kejadian penyakit padatanaman cabai kultivar Tit Segitiga

CMV ChiVMV

NAE KP (%) NAE KP (%)BC1BTP2HBTP3GBTP3OBTP1BTP2DT1FTanpa PGPR

0.2301.2260.9910.1170.3240.1220.2350.239

1/5 (20)3/5 (60)5/5 (100)0/5 (0)2/5 (40)0/5 (0)1/5 (20)5/5(100)

0.6170.5940.9920.2890.5951.0530.1482.472

1/5(20)1/5(20)3/5 (60)1/5(20)1/5 (20)3/5 (60)0/5 (0)5/5 (100)

Perlakuan Isolat PGPR

NAE: Nilai absorban ELISA, KP: Kejadian penyakit (Σ Tanamanterinfeksi/Σ Tanaman diamati x 100%)

Tabel 3. Konsentrasi asam salisilat dengan analisis HPLC dan aktivitasenzim peroksidase

Sampel Asam salisilat (ppm) Peroksidase (mg/g/jam)K0K1K2K2 + CMVK2 + ChiVMV

0.0118.40 8.7911.4211.96

02.461.102.092.01

K0: Kontrol sehat (tidak ada PGPR dan inokulasi virus), K2: PerlakuanPGPR dan tidak diinokulasi virus, K2 + CMV: Perlakuan PGPR daninokulasi dengan CMV, K2 + ChiVMV: Perlakuan PGPR dan inokulasidengan ChiVMV, K1: Tanpa perlakuan PGPR tapi inokulasi denganCMV

142 TAUFIK ET AL. Hayati

Page 5: Kajian Plant Growth Promoting Rhizobacteria sebagai Agens

PEMBAHASAN

Perkecambahan benih cabai yang direndam dalam larutanPGPR sebelum ditanam terbukti lebih tinggi dibandingkanbenih cabai tanpa perlakuan PGPR. Pengamatan visual jugamenunjukkan bahwa bibit cabai yang berasal dari benih yangdiberi perlakuan PGPR tersebut lebih tegar dibandingkandengan bibit yang berasal dari benih cabai tanpa perlakuanPGPR. Isolat T1F (P. diminuta) adalah isolat yang paling baikuntuk mempercepat perkecambahan benih cabai dibandingkanisolat lain yang berasal dari Bacillus spp. sampai pada delapanHSS.

Secara umum dapat dilaporkan bahwa perbedaan yangnyata antara benih cabai Tit Segitiga yang diberi perlakuanPGPR dengan benih cabai Tit Segitiga yang tidak diberiperlakuan PGPR menunjukkan bahwa aplikasi PGPR dapatmeningkatkan pertumbuhan tanaman. Hasil penelitian inisejalan dengan hasil penelitian Murphy et al. (2000) yangmenunjukkan bahwa perlakuan tanaman tomat denganRhizobacteria menghasilkan pertumbuhan yang lebih cepatdan lebih besar. Sebagian besar isolat PGPR yang digunakandapat mempertahankan potensi bobot buah tanaman cabaiTit Segitiga (Gambar 4). Meskipun terinfeksi oleh CMV danChiVMV, tanaman cabai Tit Segitiga dapat menghasilkan bobotbuah setara dengan tanaman sehat. Zehnder et al. (2001)melaporkan bahwa aplikasi PGPR bahkan dapat meningkatkanproduksi tomat walaupun tanaman tersebut terinfeksi olehCMV dan tomato mottle virus (ToMoV).

Peningkatan pertumbuhan tanaman cabai Tit Segitiga yangterinfeksi CMV atau ChiVMV dengan perlakuan PGPR mampumenginduksi ketahanan tanaman. Dengan demikian tanamancabai Tit Segitiga mampu mereduksi atau menekan kejadianpenyakit dan munculnya gejala. Isolat PGPR yang mampumenekan kejadian penyakit sampai 0% adalah isolat BTP3Odan BTP2D untuk infeksi CMV dan T1F untuk infeksiChiVMV (Tabel 2). Data tersebut memperlihatkan bahwa isolatPGPR yang digunakan mungkin dapat mencegah infeksi viruspada waktu dilakukan inokulasi virus secara mekanis,menghambat pergerakan virus dari sel yang telah berhasildiinfeksi ke bagian sel lainnya, atau menghalangi pergerakanvirus secara sistemik ke seluruh bagian tanaman cabai TitSegitiga, sehingga ketika dilakukan uji ELISA pada daun palingmuda dari tanaman cabai Tit Segitiga, keberadaan CMV atauChiVMV pada sampel daun cabai tersebut tidak dapatdibuktikan. Dengan demikian perlakuan PGPR adalah alternatifyang cukup baik untuk digunakan dalam perlindungan tanamankarena PGPR dapat diaplikasikan ke biji atau dicampurkan kedalam tanah untuk pembibitan atau saat pindah tanam. InfeksiCMV pada tanaman cabai Tit Segitiga yang diberi perlakuanPGPR isolat BTP3G dan BTP2H menyebabkan kejadianpenyakit berturut-turut 100 dan 60%. Gejala (infeksi virus)yang tampak pada tanaman cabai tersebut tidak berkorelasidengan penghambatan tinggi tanaman, jumlah cabang, danbobot buah (Gambar 1, 2 & 3). Studi ini telah membuktikanbahwa PGPR dapat menjadi alternatif pengendalian selainpestisida kimia yang mampu melindungi tanaman secarasistemik terhadap infeksi virus. Van Loon et al. (1998)menyimpulkan bahwa keuntungan utama penggunaan PGPR

adalah induksi ketahanan sistemik dapat dilakukan dalam satukali aplikasi, mekanisme ketahanan alami akan bekerja untukperiode yang lama meskipun populasi bakteri penginduksisemakin lama semakin menurun.

Hasil analisis asam salisilat dan peroksidase yangdilakukan pada penelitian ini menunjukkan bahwa konsentrasiasam salisilat cenderung lebih tinggi pada tanaman yang diberiperlakuan PGPR (Tabel 3). Hasil ini sesuai dengan hasilpenelitian Spletzer dan Enyedi (1999) bahwa tanaman tomatyang diberi agen penginduksi menunjukkan peningkatan asamsalisilat dibandingkan dengan tanaman tanpa agenpenginduksi. Asam salisilat diketahui merupakan salah satusinyal transduksi untuk mengaktivasi gen-gen pertahanantanaman melalui mekanisme ketahanan sistemik terinduksi.Mekanisme ketahanan ini efektif melawan berbagai macampatogen seperti bakteri, cendawan, dan virus (Ryals et al.1996). Jetiyanon et al. (1997) melaporkan peningkatan aktivitasperoksidase 1.5 kali dan 1.5-2 kali pada tujuh hari setelahinduksi dan 12-72 jam setelah inokulasi pada tanaman ketimun(Cucumis sativus L.) yang diinokulasi dengan Colletotrichumorbiculare. Hal tersebut sesuai dengan laporan Agrios (1997)yang menunjukkan bahwa tanaman yang mengalami cekamanfaktor abiotik dan biotik menampakkan respon peningkatanaktivitas peroksidase. Kondisi tanaman yang telah diberiperlakuan PGPR diduga memiliki sistem metabolisme yanglebih baik sehingga adanya inokulasi CMV atau ChiVMV tidakmenyebabkan tanaman berada dalam keadaan stres atautercekam. Sebaliknya, tanaman yang tidak diberi perlakuanPGPR menjadi sangat tercekam pada saat diinokulasi virussehingga tanaman meresponnya secara cepat denganmemobilisasi metabolit sekunder seperti asam salisilat untukmelawan infeksi virus. Oleh karena itu, perlakuan PGPR sangatmenjanjikan untuk diaplikasikan sebagai strategi alternatifuntuk mengendalikan serangan virus pada tanaman cabai.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Widodo, YoyoSulyo, dan Ujang Khairul yang telah menyediakan isolatRhizobacteria dan isolat CMV yang digunakan dalampenelitian ini. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitiankerjasama antara Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogordengan Asian Vegetable Research Development Center(AVRDC), Taiwan. Penulis mengucapkan terima kasih atasdukungan dananya.

DAFTAR PUSTAKA

Agrios GN. 1997. Plant Pathology. Ed ke-4. San Diego: Academic Pr.[AOAC] Association of Official Analytical Chemists. 1995. Salicylic

Acid. Washington: Benyamin Franklin Station.Chiemsombat P, Kittipakorn K. 1996. Determination of isolates of

CMV dan CVMV and screening of pepper cultivars for virusresistance. Di dalam: Proceeding of the AVNET-II Final WorkshopAVRDC, ADB and PCARRD. Laguna Filipina, 21-25 Feb 1995.hlm 413-419.

Chivasa S, Murphy AM, Naylor M, Carr JP. 1997. Salicylic acidinterferes with tobacco mosaic virus replication via a novelsalicylhydroxamic acid-sensitve mechanism. Plant Cell 9:547-557.

Vol. 12, 2005 KAJIAN PGPR PADA CABAI 143

Page 6: Kajian Plant Growth Promoting Rhizobacteria sebagai Agens

Cook RJ, Weller DM, Youssef EA, Vakoch D, Zhang H. 2002. Yieldresponses of direct-seeded wheat to rhizobacteria and fungicideseed treatment. Plant Diseases 86:780-784.

[DJPTPH] Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura. 2002. LuasPanen, Produktivitas dan Produk Tanaman Sayuran, Buah-Buahan dan Aneka Tanaman di Indonesia Tahun 2001 AngkaTetap. Jakarta: Direktorat Bina Program Tanaman Pangan danHortikultura Departemen Pertanian.

Duriat AS. 1996. Cabai merah: Komoditas prospektif dan andalan. Didalam: Duriat AS, Widjaja WH, Soetiarso TA, Prabaningrum L(ed). Teknologi Produksi Cabai Merah. Lembang, Bandung: BalaiPenelitian Tanaman Sayuran Pusat Penelitian dan PengembanganHortikultura, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. hlm1-3.

Gallitelli D. 1998. Present status of controlling cucumber mosaic virus.Di dalam: Hadidi A, Khetarpal RK, Koganezawa H (ed). PlantVirus Disease Control. Minnessota: APS Pr. hlm 507-523.

Goodman RN, Kiraly Z, Wood KR. 1986. The Biochemistry andPhysiology of Plant Diseases. Columbia: Univ of Missouri Pr.

Jetiyanon K, Tuzun S, Kloepper JW. 1997. Lignification, peroxidaseand superoxide dismutase as early plant defense reaction associatedwith PGPR-mediated induced systemic resistance. Di dalam: OgoshiA, Kobayashi K, Homma Y, Kodama F, Kondo N, Akino A (ed).Plant Growth - Promoting Rhizobacteria. Present Status and FutureProspect. Proceedings of the fourth International Workshop onPlant Growth Promoting Rhizobacteria. Japan - OECD JointWorkshop. Sapporo, 5-10 Okt 1997. hlm 265-268.

Maurhofer M, Hase C, Meuwly P, Metraux JP, Defago G. 1994.Induction of systemic resistance of tobacco to tobacco necrosisvirus by the root-colonizing Pseudomonas fluorescens strainCHAO: Infulence of the gac a gene and pyoverdine production.Phytopathology 84:139-146.

Murphy JF et al. 2000. Plant growth-promoting rhizobacterial mediatedprotection in tomato against tomato mottle virus. Plant Diseases84:779-784.

Raupach GS, Liu L, Murphy JF, Tuzun S, Kloepper JW. 1996. Inducedsystemic resistance in cucumber mosaic cucumovirus using plantgrowth-promoting rhizobacteria (PGPR). Plant Diseases 80:891-894.

Ryals J et al. 1996. Systemic acquired resistance. Plant Cell 8:1809-1819.

Ryu CM, Murphy JF, Mysore KS, Kloepper JW. 2004. Plant growth-promoting rhizobacteria systemically protect Arabidopsis thalianaagainst cucumber mosaic virus by a sallicylic acid and NPR1-independent and jasmonic acid-dependent signaling pathway. PlantJ 31:1-12.

Sari CIN, Suseno R, Sudarsono, Sinaga M. 1997. Reaksi sepuluh galurcabai terhadap infeksi isolat CMV dan PVY asal Indonesia. Didalam: Prosiding Kongres Nasional XIV dan Seminar IlmiahPerhimpunan Fitopatologi Indonesia; Palembang, 27-29 Okt1997. hlm 116-119.

[SAS Institute]. 1990. SAS User’s Guide version 6. Ed ke-4. Vol 2.Cary: SAS Institute.

Siriwong P, Kittipakorn K, Ikegami M. 1995. Characterization ofchilli vein-banding mottle virus isolated from pepper in Thailand.Plant Pathol 44:718-727.

Spletzer ME, Enyedi AJ. 1999. Salicylic acid induces resistance toAlternaria solani in hydroponical grown tomato. Phytopathology89:722-727.

Sulyo Y, Duriat AS, Gunaeni N, Korlina E. 1995. Determination ofCMV and CVMV strains in Indonesia. Di dalam: Proceeding of theAVNET II Midterm Workshop; Laguna, Filipina, 21-25 Feb 1995.hlm 132-137.

Sulyo Y, Hartono D, Sujatno D. 1984. Yield Loses of Some PepperCultivars Due to CMV Infection in Greenhouse. Lembang: BalaiPenelitian Hortikultura.

Suryaningsih, Sutarya R, Duriat AS. 1996. Penyakit tanaman cabaimerah dan pengendaliannya. Di dalam: Duriat AS, Widjaja WH,Soetiarso TA, Prabaningrum L (ed). Teknologi Produksi CabaiMerah. Lembang, Bandung: Balai Penelitian Tanaman SayuranPusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura, Badan Penelitiandan Pengembangan Pertanian. hlm 64-84.

Suwandi N, Nurtika, Sahat S. 1989. Bercocok Tanam Sayuran DataranRendah. Lembang: Balai Penelitian Hortikultura Lembang danProyek ATA 395.

van Loon LC, Bakker PAHM, Pieterse MJ. 1998. Systemic resistanceinduced by rhizobacteria. Ann Rev Phytopathol 36:453-483.

Zehnder GW, Murphy JF, Sikora EJ, Kloepper JW. 2001. Applicationof rhizobacteria for induced resistance. Eur J Plant Pathol 107:39-50.

144 TAUFIK ET AL. Hayati