kacang hijau lengkaps

79
STUDI KANDUNGAN ISOFLAVON PADA KACANG HIJAU (Vigna radiata L), TEMPE KACANG HIJAU, DAN BUBUR KACANG HIJAU Rochani Iswandari PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Upload: sklidick

Post on 16-Jan-2016

157 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

oke

TRANSCRIPT

STUDI KANDUNGAN ISOFLAVON PADA KACANG HIJAU

(Vigna radiata L), TEMPE KACANG HIJAU,

DAN BUBUR KACANG HIJAU

Rochani Iswandari

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2006

RINGKASAN ROCHANI ISWANDARI. Studi Kandungan Isoflavon pada Kacang Hijau (Vigna radiata L), Tempe Kacang Hijau, dan Bubur Kacang Hijau. (Dibawah bimbingan HIDAYAT SYARIEF dan EDDY SETYO MUDJAJANTO).

Tujuan umum penelitian ini adalah mengkaji kandungan isoflavon pada kacang hijau (Vigna radiata L) dan hasil olahannya yaitu tempe kacang hijau dan bubur kacang hijau. Tujuan khusus penelitian ini adalah mempelajari pembuatan tempe kacang hijau, menentukan jumlah konsentrasi ragi pada pembuatan tempe kacang hijau melalui uji organoleptik, menganalisis komponen aktif isoflavon pada kacang hijau segar, tempe kacang hijau, dan bubur kacang hijau serta mengetahui kandungan gizi pada kacang hijau segar, tempe kacang hijau, dan bubur kacang hijau meliputi kadar air, kadar abu, protein, lemak, dan total karbohidrat.

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian lanjutan. Penelitian pendahuluan meliputi (1) memilih sampel kacang hijau dan ragi tempe (2) mempelajari pembuatan tempe dari bahan baku kacang hijau. Pada tahap ini dilakukan trial and error untuk mempelajari cara pembuatan tempe kacang hijau.

Sampel kacang hijau adalah kacang hijau biji besar yang dibeli di swalayan Grand, di Bogor. Biji sampel berbentuk bulat silindris dengan ujung tumpul, berwarna hijau tua dengan panjang kurang lebih (0.5-0.8) cm dan mudah dikelupas kulitnya setelah direndam. Ragi yang digunakan adalah ragi tempe yang biasa dipakai oleh pengusaha tempe kedelai di desa Ciherang, Margajaya, Bogor Barat. Ragi berupa serbuk atau butiran-butiran kecil berwarna putih kecoklatan.

Penelitian lanjutan terdiri dari empat tahap yaitu (1) membuat tempe dengan metoda terpilih dari penelitian pendahuluan dan membuat bubur kacang hijau (2) melakukan uji organoleptik tempe kacang hijau mentah (3) menganalisis senyawa isoflavon pada kacang hijau segar, tempe kacang hijau, dan bubur kacang hijau dengan metode Kromatografi Cairan Kinerja Tinggi (HPLC) (4) menganalisis kandungan gizi pada kacang hijau segar, tempe kacang hijau, dan bubur kacang hijau meliputi kadar air & abu (metode oven biasa), kadar lemak (metode Soxhlet), kadar protein (metode semi Kjedahl), dan total karbohidrat (by difference).

Keseluruhan trial and error yang telah dilakukan menghasilkan metode/cara pembuatan tempe kacang hijau per 1 kg berat kacang hijau mentah terdiri dari pemilihan biji kacang hijau, perendaman air kondisi asam (pH ± 4-5) selama 24 jam, pengelupasan kulit dan pencucian dengan tangan, perendaman air mendidih selama 15 menit, pendinginan, pemberian ragi, pembungkusan, dan penyimpanan selama 48 jam pada suhu 27ºC-33ºC.

Uji organoleptik dilakukan terhadap tempe kacang hijau mentah. Uji ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh penambahan konsentrasi ragi terhadap penerimaan tempe kacang hijau mentah meliputi warna, aroma, tekstur, kepadatan, dan kekompakan. Hasil uji digunakan untuk menentukan standar formula jumlah konsentrasi ragi pada pembuatan tempe kacang hijau. Uji organoleptik dilakukan di Laboratorium Organoleptik, Program Studi GMSK, IPB dengan 30 panelis dan dua kali ulangan perlakuan. Penetapan jumlah konsentrasi

ragi pada tempe kacang hijau berdasarkan standar jumlah ragi yang digunakan pada pembuatan tempe kedelai yaitu 1 g ragi/1 kg berat kedelai matang. Hasil perhitungan jumlah ragi yang digunakan adalah 0.05%, 0.1%, 0.15%, dan 0.2%.

Hasil uji organoleptik diolah menggunakan SPSS versi 11.5 for windows. Data yang diperoleh diuji menggunakan Kruskal Wallis Test dan uji lanjut perbandingan berganda Tukey. Uji Kruskal Wallis digunakan untuk mengetahui pengaruh penambahan konsentrasi ragi terhadap warna, aroma, tekstur, kepadatan, dan kekompakan tempe kacang hijau mentah. Paired samples t-test digunakan untuk menentukan apakah kandungan senyawa isoflavon pada 100 g kacang hijau segar sebelum dan sesudah pengolahan (fermentasi dan perebusan) berbeda. Hasil uji lanjut perbandingan berganda Tukey diketahui bahwa penambahan konsentrasi ragi 0.05%, 0.1%, dan 0.2% tidak berbeda nyata pada α=0.05 terhadap warna tempe kacang hijau. Penambahan konsentrasi ragi 0.1%, 0.15%, dan 0.2% tidak berbeda nyata pada α=0.05 terhadap aroma. Penambahan konsentrasi 0.05%, 0.1%, 0.15%, dan 0.2% tidak berbeda nyata terhadap tekstur, kepadatan, dan kekompakan tempe kacang hijau mentah. Kelima parameter, konsentrasi 0.1%, 0.15%, dan 0.2% tidak berbeda nyata dalam arti konsentrasi tersebut menghasilkan tempe dengan kualitas yang baik, walaupun pada warna konsentrasi 0,1% tidak sebaik dengan konsentrasi 0.15%. Secara prinsip ekonomi dipilih konsentrasi ragi 0.1% untuk pembuatan tempe kacang hijau yang baik mengingat konsentrasi 0.1% mendominasi empat dari lima parameter.

Jumlah isoflavon pada kacang hijau segar adalah 70.74 mg per 100 g bahan terdiri dari daidzein 35.88 mg, genistein 21.81 mg, dan glisitein 13.05 mg. Jumlah isoflavon pada tempe kacang hijau adalah 59.00 mg per 100 g bahan yaitu daidzein 29.09 mg, genistein 18.16 mg, dan glisitein 11.76 mg. Bubur kacang hijau mengandung 14.44 mg isoflavon per 100 g bahan (daidzein 6.01 mg, genistein 5.91 mg, dan glisitein 2.52 mg).

Kandungan isoflavon tempe kacang hijau yang berasal dari 100 g kacang hijau segar adalah 71.59 mg/121.36 g tempe. Hasil uji Paired sample t-test menunjukkan bahwa kandungan isoflavon 100 g kacang hijau segar sebelum dan sesudah fermentasi (menjadi tempe) tidak berbeda nyata pada α=0.05. Hal ini berarti peningkatan kandungan isoflavon pada proses fermentasi tidak terlalu signifikan. Pengolahan perebusan pada kacang hijau menyebabkan kandungan isoflavon mengalami penurunan. Kandungan isoflavon bubur kacang hijau yang berasal dari 100 g kacang hijau segar adalah 48.67 mg/336.58 g bubur. Uji Paired samples t-test menunjukkan bahwa kandungan isoflavon 100 g kacang hijau segar sebelum dan sesudah perebusan (menjadi bubur) berbeda nyata pada α=0.05. Hal ini berarti pengolahan menggunakan suhu 98ºC dapat menurunkan kandungan isoflavon.

Analisis proksimat yang dilakukan menunjukkan hasil sebagai berikut : kadar air kacang hijau segar 12.10% (bb), tempe kacang hijau 64.32% (bb), dan bubur kacang hijau 81.92% (bb). Kadar abu kacang hijau segar, tempe kacang hijau, dan bubur kacang hijau masing-masing 3.5% (bk), 0.70% (bk) dan 3.10% (bk). Kandungan lemak kacang hijau segar 0.56% (bk), tempe kacang hijau 0.56% (bk), dan bubur kacang hijau 0.44% (bk). Kadar protein kacang hijau segar 24.78% (bk), tempe kacang hijau 41.92% (bk), dan bubur kacang hijau 23.62% (bk) dan total karbohidrat pada kacang hijau segar 70.98% (bk), tempe kacang hijau 56.81% (bk), dan bubur kacang hijau 72.84% (bk).

STUDI KANDUNGAN ISOFLAVON PADA KACANG HIJAU

(Vigna radiata L), TEMPE KACANG HIJAU,

DAN BUBUR KACANG HIJAU

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga,

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Oleh :

Rochani Iswandari

A54101075

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2006

ii

Judul : STUDI KANDUNGAN ISOFLAVON PADA KACANG

HIJAU (Vigna Radiata L), TEMPE KACANG HIJAU, DAN BUBUR KACANG HIJAU

Nama Mahasiswa : Rochani Iswandari Nomor Pokok : A54101075

Menyetujui :

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof. Dr. Ir. Hidayat Syarief, MS Ir. Eddy Setyo Mudjajanto NIP. 130 516 871 NIP. 131 760 849

Mengetahui :

Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr. NIP 130 422 692

Tanggal Lulus :

iii

PRAKATA

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini. Shalawat dan salam tidak lupa tercurah kepada Rasulullah Muhammad

SAW dan pengikutnya hingga akhir zaman.

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Hidayat

Syarief, MS dan Ir. Eddy Setyo Mudjajanto sebagai dosen Pembimbing Skripsi

yang telah meluangkan waktu, memberikan masukan berupa saran, kritik, dan

perbaikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Dr. Ir. Lilik Kustiyah,

MS sebagai dosen pemandu seminar; Feti, Muna, Wara, dan Tini Sabrina sebagai

pembahas seminar; serta Dr. Ir. Budi Setiawan, MS sebagai dosen penguji.

Terima kasih untuk Almarhum Bapak (Kamto Suharjo), Ibu tercinta

(Murjanah), Keluarga Bapak Ibu Marno, Mas Har, Mbak May, Mas Anto, Mbak

Ita, Mas Dono, Mbak Sul, Mas Abdi, Mbak Sri, Mas Koko, Mas Teguh dan istri

serta ponakan semua, Mas Akhmad, Bapak Ibu Gresik, Mbak Us, Isa, Khoiro dan

Hakam atas kasih sayang, perhatian, bimbingan, bantuan, doa dan dorongan

semangat untuk terus menuntut ilmu. Mas Luges atas ide penelitiannya. Mas

Budi, dek Rochmad, Ella, Dedet, Vidya, Dina, Ina, Cipta Usaha Mandiri Crew,

Indria, Nofa, Veejay, Wulan, Jihad, Endah, Nia, Ika, Ade, Wawan, Adi, Eka,

Ratnasari, Ria, Eva dan Yulia atas bantuan dan kerjasamanya. Temen-temen

GMSK angkatan 38, 39, 40, dan alih jenjang 40 atas kebersamaannya. Pak

Dadang, Pak Asep dan Ocha atas ilmunya. Temen-temen kost DC 9 BS, Adinda

Balio, Griya Mahasiswa, ASAD dan KKP Sukamakmur. Special to Almarhumah

Nova, Ibu Netti, Pak Bibit, Bu Dede, Pak Huri, Bu Ade, Bu Ana, Mbak Wati, Bu

Ito, Bu Tatik, Teh Yati, Bu Umi, Mas Rena, dan Pak Ugan. Pak Mashudi, Bu

Rizki, Pak Lalu, Mas Afdan dan Mas Yudi atas bimbingan selama di

Laboratorium. Pak Damuri sekeluarga sebagai pemilik pabrik tempe di Ciherang.

Akhirnya penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang

telah membantu. Semoga Allah membalas semua kebaikan yang telah diberikan.

Penulis berharap karya ini diridhoi Allah dan dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Januari 2006

Rochani Iswandari

iv

RIWAYAT HIDUP

Rochani Iswandari, lahir di Klaten, 14 Januari 1982 adalah mahasiswi

Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian,

Institut Pertanian Bogor. Penulis adalah anak ketujuh dari enam bersaudara dari

keluarga Bapak Alm. Kamto Suharjo dan Ibu Murjanah. Pendidikan SD ditempuh

dari tahun 1989 sampai 1994 di SDN Karang I Wedi Klaten. Tahun 1995

melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 2 Klaten hingga tahun 1998 dan

melanjutkan pendidikan di SMU Negeri 1 Klaten sampai tahun 2001. Penulis

diterima sebagai mahasiswi IPB pada tahun 2001 melalui jalur UMPTN (Ujian

Masuk Perguruan Tinggi Negeri). Selama menjadi mahasiswi penulis aktif di

berbagai organisasi kemahasiswaan yaitu BEM Faperta IPB, KSR IPB, Pramuka

IPB, Bina Desa HIMAGITA IPB dan HPMB. Penulis juga aktif dalam berbagai

kegiatan kepanitiaan yang ada di kampus IPB.

Penulis menjabat sebagai Manajer Pemasaran pada kelompok wirausaha

”Cipta Usaha Mandiri”. Penulis menjadi juara III bersama Dedet Handayani

dalam Lomba Karya Tulis Ilmiah Mahasiswa bidang Pendidikan tingkat IPB 2003

dengan judul ”Dongeng Sebagai Sarana Pemberdayaan Lansia Dalam Pendidikan

Karakter Anak”. Penulis menjadi duta IPB dalam Temu Bhakti KSR Se-Indonesia

II di UNILA, Lampung (2003) dan menjadi duta IPB dalam Raimuna Nasional di

Yogyakarta (2003). Penulis menjadi fasilitator Bina Keluarga Dhuafa dan Pustaka

Minat Mandiri kerjasama GMSK dan Yayasan Cahaya Keluarga (2003-2004).

Penulis dan empat rekan lainnya (Dedet, Dina, Ratu Ina, dan Vidya) mendapat

gelar Juara Poster Ilmiah Terbaik pada Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional

(PIMNAS) XVIII 2005 di Universitas Andalas, Padang dengan judul ”Sosialisasi

dan Pemasaran Kamaboko dalam Rangka Upaya Peningkatan Nilai Tambah

Produk Ikan Patin”. Penulis menjadi asisten muda tidak tetap pada Mata Kuliah

Higiene Pangan Nabati, Kewirausahaan, dan Manajemen Jasa Makanan dan Gizi

(2005). Penulis juga menjadi Konselor Usaha kerjasama P2SDM LPPM IPB,

Yayasan DAMANDIRI dan Yayasan INDRA (2005). Penulis menjadi asisten

peneliti pada Survei Perbaikan Gizi dan Kesehatan Masyarakat peserta Special

Program for Food Security (SPFS), FAO (2005).

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ................................................................................. vi

DAFTAR GAMBAR ............................................................................ vii

DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................... viii

PENDAHULUAN ................................................................................. 1 Latar Belakang ............................................................................ 1 Tujuan .......................................................................................... 3 Kegunaan...................................................................................... 3

TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 4 Isoflavon ...................................................................................... 4 Kacang Hijau ............................................................................... 7 Fermentasi ................................................................................... 10 Tempe .......................................................................................... 11 Bubur Kacang Hijau..................................................................... 14

BAHAN DAN METODE ..................................................................... 16 Tempat dan Waktu ...................................................................... 16 Bahan dan Alat ........................................................................... 16 Metode Penelitian ........................................................................ 16 a. Penelitian Pendahuluan ............................................................ 16 1. Pemilihan Sampel Kacang Hijau.......................................... 17 2. Trial and Error Proses Pembuatan Tempe Kacang Hijau .. 17 b. Penelitian Lanjutan .................................................................. 18 Rancangan Percobaan .................................................................. 19 Pengolahan dan Analisis Data ..................................................... 19

HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 20 Penelitian Pendahuluan ................................................................ 20 Metode Pembuatan Tempe Kacang Hijau .................................... 20 Penelitian Lanjutan ....................................................................... 26 Uji Organoleptik ........................................................................... 26 Kandungan Isoflavon ................................................................... 32 Kandungan Gizi ............................................................................ 37

KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 43 Kesimpulan ................................................................................. 43 Saran ........................................................................................... 44

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 45

LAMPIRAN .......................................................................................... 50

vi

DAFTAR TABEL

Halaman1. Komposisi zat gizi kacang hijau mentah dan rebus per 100 g

bahan ..................................................................................... 9

2. Komposisi zat gizi kacang hijau dan kedelai per 100 g bahan...........................................................................…..…..

9

3. Hasil uji Kruskal Wallis dan uji perbandingan berganda Tukey pada tempe kacang hijau mentah ................................

26

4. Kandungan isoflavon pada kacang hijau segar, tempe kacang hijau, dan bubur kacang hijau per 100 g bahan ……..

33

5. Kandungan isoflavon pada kacang hijau segar per 100 g bahan ...........................................................................….......

34

6. Kandungan isoflavon pada tempe kacang hijau per 100 g bahan ...........................................................................….......

34

7. Kandungan isoflavon pada bubur kacang hijau per 100 g bahan ...........................................................................….......

36

8. Hasil analisis proksimat kacang hijau segar, tempe kacang hijau, dan bubur kacang hijau (%bb) ...................…………...

37

9. Hasil analisis proksimat kacang hijau segar, tempe kacang hijau, dan bubur kacang hijau (%bk) .......................................

37

10. Formulir uji organoleptik ......................................................... 50

11 Skor penilaian tempe kacang hijau mentah .............................. 50

vii

DAFTAR GAMBAR

Halaman1. Struktur senyawa isoflavon ..................................................... 5

2. Proses pembuatan tempe kedelai ........................................... 15

3. Biji kacang hijau yang digunakan pada penelitian ................. 17

4. Ragi yang digunakan pada pembuatan tempe kacang hijau ... 17

5. Mesin penggiling dan pengelupas kedelai dan kacang hijau .. 21

6. Tempat penyimpanan tempe kedelai dan tempe kacang hijau 24

7. Metode pembuatan tempe kacang hijau modifikasi pembuatan tempe kedelai ........................................................

25

8. Rata-rata skor penerimaan warna tempe kacang hijau dengan beberapa penambahan konsentrasi ragi .................................

27

9. Rata-rata skor penerimaan aroma tempe kacang hijau dengan beberapa penambahan konsentrasi ragi ..................................

28

10. Rata-rata skor penerimaan tekstur tempe kacang hijau dengan beberapa penambahan konsentrasi ragi ......................

29

11. Rata-rata skor penerimaan kepadatan tempe kacang hijau dengan beberapa penambahan konsentrasi ragi ......................

30

12. Rata-rata skor penerimaan kekompakan tempe kacang hijau dengan beberapa penambahan konsentrasi ragi .......…...........

30

13. Tempe kacang hijau dengan berbagai konsentrasi ragi .......... 31

14. Tempe kacang hijau ................................................................ 31

15. Irisan tempe kacang hijau dengan berbagai konsentrasi ragi . 32

16. Kepadatan dan kekompakan tempe kacang hijau ................... 32

17. Alat HPLC (High Performance Liquid Chromatography) ..... 33

18 Metode pembuatan bubur kacang hijau .................................. 56

19. Bagan analisis senyawa isoflavon .......................................… 57

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman1. Formulir uji mutu organoleptik tempe kacang hijau mentah 50 2a. Rekapitulasi hasil data uji mutu organoleptik tempe kacang

hijau mentah ulangan 1 ........................................................... 51

2b. Rekapitulasi hasil data uji mutu organoleptik tempe kacang hijau mentah ulangan 2 ...........................................................

52

3. Hasil uji Kruskal Wallis pengaruh penambahan konsentrasi ragi terhadap warna tempe kacang hijau ................................

53

4. Hasil uji Kruskal Wallis pengaruh penambahan konsentrasi ragi terhadap aroma tempe kacang hijau ................................

53

5. Hasil uji Kruskal Wallis pengaruh penambahan konsentrasi ragi terhadap tekstur tempe kacang hijau ...............................

53

6. Hasil uji Kruskal Wallis pengaruh penambahan konsentrasi ragi terhadap kepadatan tempe kacang hijau .........................

54

7. Hasil uji Kruskal Wallis pengaruh penambahan konsentrasi ragi terhadap kekompakan tempe kacang hijau .....................

54

8. Hasil uji perbandingan berganda Tukey pengaruh penambahan konsentrasi ragi terhadap warna tempe kacang hijau ........................................................................................

55

9. Hasil uji perbandingan berganda Tukey pengaruh penambahan konsentrasi ragi terhadap aroma tempe kacang hijau ........................................................................................

55

10. Proses pembuatan bubur kacang hijau ................................... 56

11. Metoda analisis senyawa isoflavon ........................................ 57

12a. Peak standar kandungan isoflavon kacang hijau segar pada analisis HPLC ……………………………………………….

59

12b. Peak sampel ulangan 1 kandungan isoflavon kacang hijau segar pada analisis HPLC …………………………………...

59

12c. Peak sampel ulangan 2 kandungan isoflavon kacang hijau segar pada analisis HPLC …………………………………...

60

13a. Peak standar kandungan isoflavon tempe kacang hijau pada analisis HPLC ……………………………………………….

60

13b. Peak sampel ulangan 1 kandungan isoflavon tempe kacang hijau pada analisis HPLC …………………………………...

61

13c. Peak sampel ulangan 2 kandungan isoflavon tempe kacang hijau pada analisis HPLC …………………………………...

61

ix

14a. Peak standar kandungan isoflavon bubur kacang hijau pada analisis HPLC ……………………………………………….

62

14b. Peak sampel ulangan 1 kandungan isoflavon bubur kacang hijau pada analisis HPLC …………………………………...

62

14c. Peak sampel ulangan 2 kandungan isoflavon bubur kacang hijau pada analisis HPLC …………………………………..

63

15 Hasil Paired sample t-test kandungan isoflavon pada 100 g kacang hijau segar sebelum dan sesudah fermentasi (menjadi tempe) ......................................................................

63

16 Hasil Paired sample t-test kandungan isoflavon pada 100 g kacang hijau segar sebelum dan sesudah perebusan (menjadi bubur) .....................................................................................

63

17. Metode analisis zat gizi ....................................................... 64

18. Hasil analisis proksimat tempe kacang hijau dengan konsentrasi ragi 0.1% .............................................................

66

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Isoflavon adalah golongan senyawa isoflavonoid yaitu subkelas senyawa

flavonoid yang memiliki 15 atom C dan merupakan golongan senyawa fenol

alami terbesar (Suradikusumah, 1989). Distribusi isoflavon terbatas pada

tumbuhan kacang-kacangan (leguminosae) (Harbone, 1996). Pada tanaman

kacang-kacangan terdapat ratusan isoflavon (Dewick, 1994). Isoflavon tidak

terdapat pada mikroorganisme seperti bakteri, algae, jamur, dan lumut (Markham,

1988).

Isoflavon di alam ditemukan dalam bentuk glikosida berupa daidzin,

genistin, glisitin, acetyldaidzin, dan acetylgenistin. Selain bentuk glikosida

isoflavon juga ditemukan dalam bentuk aglikonnya yaitu daidzein, genistein, dan

glisitein (Wuryani, 1992). Perubahan senyawa isoflavon dalam bentuk glikosida

menjadi aglikon disebabkan adanya proses perendaman dan fermentasi terutama

pada pembuatan tempe. Hal ini karena adanya kemampuan kapang tempe

menghasilkan enzim β-glikosidase. Enzim ini berperan dalam mengubah senyawa

isoflavon dalam bentuk glikosida (genistin dan daidzin) menjadi senyawa

isoflavon dalam bentuk aglikonnya (genistein dan daidzein) (Koswara, 1995).

Pawiroharsono (1995), mengatakan pada proses perendaman dan fermentasi

terjadi pembebasan senyawa aglikon dengan pola yang identik. Namun,

pembebasan senyawa selama proses fermentasi tempe lebih besar bila

dibandingkan dengan proses perendaman.

Isoflavon dilaporkan memiliki khasiat farmakologi. Sifat fisiologis aktif

dari senyawa isoflavon antara lain antifungi, antioksidan, antihemolisis, dan

antikanker. Konsumsi isoflavon sejumlah 1.5-2.0 mg/kg/bb/hari berfungsi sebagai

antikanker pada tubuh (Wang & Murphy, 1994). Kemampuan antikanker dari

senyawa isoflavon, terutama genistein dan daidzein akhir-akhir ini telah banyak

dibuktikan pada beberapa penelitian di luar negeri. Studi epidemiologi di Jepang

menemukan bahwa konsumsi isoflavon bermanfaat mengurangi konsentrasi

kolesterol serum pada hiperkolesterolemia sehingga dapat menurunkan insiden

kanker payudara (Aldercreutsz, 1998 & Golberg, 1996). Coward, Barnes, Setchell

2

dan Barnes (1993) menyatakan bahwa isoflavon dan glikosida dapat menghambat

pertumbuhan sel kanker prostat pada pria. Penelitian lain menemukan bahwa

komponen biokimia ini bermanfaat potensial untuk mencegah penyakit jantung

(Anthony, Clarkson, & Williams, 1998), menghambat perkembangan

atherosklerosis sehingga dapat mencegah penyakit kardiovaskular (Golberg,

1996), meningkatkan densitas massa tulang sehingga mencegah osteoporosis

(Anderson & Carner, 1997), dan mereduksi sindrom pascamenopouse pada wanita

(Knight, Wall, & Eden, 1996).

Penelitian tentang kandungan isoflavon pada tumbuhan terutama kacang-

kacang masih sedikit dilakukan. Kandungan isoflavon pada kacang-kacangan

yang telah diteliti antara lain pada kacang kedelai (Glycine max), kacang koro

(Phaseolus lunatus), dan kacang panjang (Vigna angularis) (Harborne, 1996).

Pentingnya manfaat isoflavon bagi kesehatan manusia dan masih

sedikitnya penelitian tentang isoflavon mendorong peneliti untuk melakukan studi

kandungan isoflavon pada jenis kacang-kacangan lain, dalam hal ini adalah

kacang hijau (Vigna radiata L).

Ketersediaan kacang hijau melimpah di Indonesia. Kacang hijau

menduduki urutan ketiga dalam tanaman kacang-kacangan setelah kedelai dan

kacang tanah. Permintaan terhadap komoditi kacang hijau termasuk stabil, karena

penggunaannya kontinu setiap hari dan sepanjang tahun. Jenis olahan kacang

hijau antara lain kecambah kacang hijau, bubur kacang hijau, makanan bayi, kue

dan pangan tradisional, minuman kacang hijau, tahu, sun, tepung hunkue, dan

sayuran (Soeprapto & Sutarman, 1990).

Perhitungan jumlah senyawa isoflavon dalam bahan pangan diperlukan

untuk mengetahui potensi senyawa isoflavon sebagai antikanker sehingga selain

perlu dilakukan analisis secara kualitatif diperlukan juga analisis secara

kuantitatif. Penelitian ini akan menganalisis kandungan isoflavon baik jenis

maupun jumlahnya pada kacang hijau segar, dan kacang hijau hasil olahan yaitu

pengolahan dengan cara fermentasi (tempe kacang hijau) dan dengan

panas/perebusan (bubur kacang hijau).

Tempe adalah produk hasil fermentasi kacang-kacangan dengan

menggunakan kapang Rhizopus oligosporus dan Rhyzopus oryzae. Banyak jenis

3

kacang-kacangan yang dapat digunakan dalam penelitian untuk pembuatan

produk tempe, diantaranya kacang merah, kacang koro, kacang beras, kecipir,

lamtoro, dan biji-bijian lain (Matthews, 1989). Karakteristik yang dimiliki kacang

hijau tidak berbeda jauh dengan karakteristik kacang kedelai sehingga kacang

hijau berpotensi untuk diolah menjadi tempe.

Bubur kacang hijau adalah makanan yang paling banyak dikonsumsi dan

digemari karena selain enak rasanya juga mudah dalam pembuatannya.

Pengolahan bubur kacang hijau hanya memerlukan proses perendaman dan

pemasakan dengan panas (perebusan).

Tujuan

Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah mengkaji kandungan isoflavon pada

kacang hijau (Vigna radiata L) dan hasil olahannya yaitu tempe kacang hijau dan

bubur kacang hijau.

Tujuan Khusus

a. Mempelajari pembuatan tempe kacang hijau.

b. Menentukan jumlah konsentrasi ragi pada pembuatan tempe kacang

hijau melalui uji organoleptik.

c. Menganalisis komponen aktif isoflavon pada kacang hijau segar,

tempe kacang hijau dan bubur kacang hijau.

d. Mengetahui kandungan gizi pada kacang hijau segar, tempe kacang

hijau, dan bubur kacang hijau meliputi kadar air, kadar abu, protein,

lemak, dan total karbohidrat.

Kegunaan

Tempe kacang hijau dan bubur kacang hijau diharapkan dapat memenuhi

kebutuhan masyarakat akan gizi dan isoflavon. Hasil penelitian ini dapat dijadikan

acuan data primer tentang kandungan isoflavon pada kacang hijau baik dalam

bentuk segar maupun hasil pengolahan yaitu pengolahan secara fermentasi (tempe

kacang hijau) dan pengolahan dengan panas/perebusan (bubur kacang hijau).

TINJAUAN PUSTAKA

Isoflavon

Flavonoid merupakan kelompok fenol dengan sebuah cincin aromatik dan

satu atau lebih gugus hidroksil yang tersebar di alam. Senyawa fenol cenderung

larut dalam air karena paling sering dijumpai bergabung dengan gula (glikosida)

dan biasanya terdapat dalam rongga sel. Kurang lebih dua ribu jenis golongan

flavonoid tersebar di alam (Goldberg, 1996).

Flavonoid merupakan kelompok molekul organik yang tersebar di hampir

seluruh bagian tanaman. Hampir semua bagian tanaman yaitu daun, akar, kayu,

tepung sari, nektar, bunga, buah dan biji dapat mengandung flavonoid (Markham,

1988). Penyebaran jenis flavonoid terbesar terdapat pada angiospermae

(tumbuhan berbiji tertutup). Flavonoid mempunyai potensi sebagai antioksidan

(Goldberg, 1996).

Penyebaran flavonoid pada tumbuhan yang secara taksonomi berkaitan

mempunyai kecenderungan kuat menghasilkan flavonoid dengan jenis serupa.

Informasi yang berguna tentang jenis flavonoid yang ditemukan pada tumbuhan

yang sedang ditelaah dapat diperoleh dengan melihat pustaka mengenai telaah

flavonoid terdahulu dalam tumbuhan yang berkaitan, misalnya dari marga atau

suku yang sama (Markham, 1988).

Isoflavon adalah salah satu senyawa yang termasuk dalam golongan

isoflavonoid. Isoflavonoid mengandung 15 atom C yang menyusun konfigurasi

diphenylpropane skeleton sebagai struktur dasarnya termasuk sub-kelas flavonoid.

Penyebaran isoflavon terbatas di alam dan biasanya terdapat dalam kelompok

tanaman kacang-kacangan atau leguminosae dan tidak terdapat pada

mikroorganisme seperti bakteri, alga, jamur, dan lumut (Markham, 1988). Di

dunia tanaman, tidak diketahui secara pasti mengapa kacang-kacangan tertentu

mengandung isoflavon. Fungsi biologi isoflavon di dalam siklus hidup tanaman

juga tidak diketahui secara pasti (Dewick, 1994).

Isoflavon merupakan salah satu metabolit sekunder. Metabolit sekunder

adalah hasil metabolisme yang disintesis oleh beberapa mikroba tertentu yang

tidak merupakan kebutuhan pokok mikroba untuk hidup dan tumbuh. Namun,

5

metabolit sekunder dapat juga berfungsi sebagai nutrien darurat untuk bertahan

hidup (Judoamidjojo, Darwis, & Gumbira, 1992).

Isoflavon mempunyai struktur kimia hampir sama dengan estrogen.

Isoflavon sering disebut fitoestrogen atau estrogen nabati (Pakasi 2000). Struktur

kimia senyawa isoflavon terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Struktur senyawa isoflavon (Naim dkk, 1974)

Kaufman, Duke, Brielman, Boik, dan Okuhira (1997) melaporkan bahwa

bagian vegetatif tanaman yaitu biji, batang, daun, tunas, dan akar kacang-

kacangan mengandung genistein dan daidzein. Tanaman kacang-kacangan

tersebut termasuk varietas kacang panjang, kacang kapri, semanggi, kacang

kedelai, kacang hijau, dan buncis.

Isoflavon pada kedelai terdapat dalam empat bentuk, yaitu dalam bentuk

aglikon : daidzein, genistein, dan glisitein; bentuk glikosida : daidzin, genistin,

dan glisitin; bentuk asetilglikosida : 6-0-asetildaidzin, 6-0-asetilgenestin, dan 6-0-

asetilglisitin; dan bentuk malonilglikosida : 6-0-malonildaidzin, 6-0-

malonilgenestin, dan 6-0-malonilglisitin (Wang & Murphy, 1994). Gyorgy,

Murata, dan Ikehata (1964) telah mengisolasi dan mengidentifikasi senyawa

isoflavon spesifik pada tempe kedelai, yaitu faktor-2 (6,7,4’-trihidroksiisoflavon),

genistein (5,7,4 trihidroksiisoflavon), daidzein (7,4’ dihidroksiisoflavon), dan

glisitein.

6

Pawiroharsono (1995) menyatakan bahwa pada proses perendaman dan

fermentasi kedelai terjadi pembebasan senyawa aglikon dengan pola yang identik.

Namun, pembebasan senyawa selama proses fermentasi tempe lebih besar bila

dibandingkan dengan proses perendaman.

Senyawa isoflavon dalam bentuk glikosida (daidzin, genistin, dan glisitin)

terhidrolisis menjadi senyawa isoflavon dalam bentuk aglikon (daidzein,

genistein, dan glisitein) dan glukosa oleh enzim β-glikosidase. Hidrolisis mudah

terjadi karena asam. Keasaman (pH) 5 adalah pH yang optimum bagi enzim

β-glikosidase untuk beraktifitas.

Hidrolisis dapat terjadi selama perendaman pada pH lebih dari 3,5 atau

kurang dari 9. Menurut Ewan, Morr, dan Seo (1992), perendaman dalam air panas

sangat efektif untuk mengaktifkan enzim β-glikosidase sehingga terjadi hidrolisis.

Pada proses fermentasi hidrolisis disebabkan kemampuan kapang menghasilkan

enzim β-glikosidase yang berperan dalam mengubah isoflavon dalam bentuk

glikosida menjadi bentuk aglikonnya (Koswara, 1995).

Sifat fisiologis aktif dari senyawa isoflavon antara lain antifungi,

antioksidan, antihemolisis, dan antikanker. Pada tahun 1976, Naim dkk

melaporkan bahwa isoflavon dapat menghambat aksi lipoksigenase dan mencegah

hemolisis peroksidatif eritrosit domba (secara in vitro). Perbedaan aktivitas

antihemolitik dan antioksidan dari sejumlah isoflavon disebabkan oleh perbedaan

struktur pada masing-masing isoflavon tersebut.

Coward et al. (1993) menyatakan bahwa isoflavon dan glikosida dapat

menghambat pertumbuhan sel kanker payudara pada wanita dan sel kanker prostat

pada pria. Penelitian laboratorium menunjukkan, genistein menghambat

pertumbuhan sel-sel kanker prostat yang tergantung dan tidak tergantung pada

androgen (senyawa yang mempunyai khasiat seperti hormon laki-laki) di dalam

tabung reaksi. Genistein juga dapat menghambat potensi penjalaran/penyebaran

sel-sel kanker prostat yang lepas dari hambatan pertumbuhan sel. Genistein

menghambat aktivitas 5-alfa-reduktase, yakni enzim pengubah hormon laki-laki

testosteron menjadi dihidrotestosteron (bentuk androgen lebih aktif) yang

merangsang pertumbuhan jaringan prostat, pada sel-sel muda jaringan kulit alat

kelamin dan jaringan prostat yang membesar.

7

Wanita Asia yang makanannya rata-rata mengandung 60-100 mg

isoflavon, hanya sedikit mengalami keluhan menopause. Menopause terjadi akibat

adanya penurunan kadar estrogen pada wanita (Winarsi, 2004). Setchell dan

Aedin (1999) mengemukakan bahwa senyawa fitoestrogen dalam isoflavon dapat

berfungsi mengatasi masalah menopause seperti hot flushes (semburan panas dari

dada sampai wajah), mencegah penyakit kardiovaskuler, dan osteoporosis.

Isoflavon menstimulasi aktivitas osteoblastik (pembentukan sel-sel

tulang) melalui aktivitas reseptor-reseptor estrogen dan meningkatkan produksi

hormon pertumbuhan: insulin-like growth factor -1 (IGF-1) sehingga membantu

pembentukan tulang (Herman, 2001).

Kacang Hijau

Botani

Kacang hijau (Phaseolus radiatus L atau Vigna radiata L) atau biasa

disebut golden gram, green gram, mungo, dan mungbean termasuk famili

leguminosae dan sub famili phapilonaceae, genus phaseolus, dan spesies radiatus

(Marzuki, 1977). Kacang hijau merupakan salah satu tanaman yang berumur

pendek (± 60 hari). Tanaman ini mudah tumbuh hampir di seluruh tempat, baik

dataran rendah maupun dengan ketinggian 500 meter di atas permukaan laut

(Soeprapto & Sutarman, 1990).

Tanaman kacang hijau berbatang tegak dengan ketinggian sangat

bervariasi antara 30 sampai dengan 60 cm. Cabangnya menyamping pada batang

utama, berbentuk bulat dan berbulu, warna batang dan cabangnya hijau tetapi ada

juga yang ungu. Sifat-sifat tanaman kacang hijau antara lain lebih tahan

kekeringan, lebih sedikit hama dan penyakit yang menyerang, dapat dipanen pada

umur 55-60 hari, dapat ditanam pada tanah yang kurang subur, dan lebih kecil

resiko kegagalan panen secara totalnya (Soeprapto, 1993).

Buah/polong kacang hijau berbentuk bulat silindris atau pipih dengan

ujung runcing atau tumpul. Polong muda berwarna hijau tua atau hijau kelam dan

setelah tua, polong berwarna hitam atau coklat jerami dengan panjang 6-15 cm

dan tiap polong berisi 6-16 biji bulat agak memanjang. Polong umumnya lebih

kecil dibandingkan dengan kacang-kacangan lainnya (Kay, 1979). Warna biji

8

kebanyakan hijau kusam atau hijau mengkilap, beberapa ada yang berwarna

kuning, coklat, dan hitam (Soeprapto, 1993).

Biji kacang hijau secara umum terdiri dari tiga bagian yaitu kulit,

endosperma, dan lembaga. Kulit melindungi biji dari kekeringan, kerusakan fisik,

mekanik, serangan kapang dan serangga. Endosperma merupakan biji yang

mengandung cadangan makanan untuk pertumbuhan lembaga. Lembaga akan

membesar saat pertumbuhan biji tersebut (Soeprapto & Sutarman, 1990).

Prospek Komoditi Kacang Hijau di Indonesia

Permintaan terhadap komoditi kacang hijau termasuk stabil, karena

penggunaannya kontinu setiap hari dan sepanjang tahun. Di Indonesia

pemanfaatan kacang hijau masih terbatas yaitu sebagian besar digunakan untuk

sayuran, sedikit digunakan untuk bahan baku minuman dan makanan bayi.

Perdagangan kacang hijau dalam negeri hanya dikenal dua macam mutu yaitu

kacang hijau berbiji besar dan kacang hijau berbiji kecil. Kacang hijau biji besar

digunakan untuk bubur dan tepung sedangkan biji kecil digunakan untuk tauge.

Proses pengolahan kacang hijau relatif sederhana dan kacang hijau merupakan

bahan makanan yang bergizi tinggi sehingga konsumsi kacang hijau mudah

ditingkatkan (Sumarno, 1991).

Kandungan Gizi Kacang Hijau

Kacang hijau mempunyai manfaat yang sangat penting karena mempunyai

nilai gizi yang cukup baik. Karbohidrat merupakan bagian terbesar pada kacang

hijau yaitu 62,5% sehingga dapat digunakan sebagai sumber energi. Karbohidrat

tersusun atas pati, gula, dan serat kasar. Menurut Rahayu (1993), pati kacang hijau

terdiri dari 28,8% amilosa dan 71,2% amilopektin. Kacang hijau merupakan

sumber protein yaitu 22,2%, vitamin A 9 IU, vitamin B1 150-400 IU dan mineral

yang meliputi kalsium, belerang, mangan, dan besi. Tabel komposisi kimia

kacang hijau dalam 100 g bahan dapat dilihat pada Tabel 1. Komposisi kimia

kacang hijau bila dibandingkan dengan kacang kedelai dapat dilihat pada Tabel 2.

9

Tabel 1. Komposisi zat gizi kacang hijau mentah dan rebus per 100 g bahan Komponen Mentah Rebus

Energi (Kal) 323,0 109,0 Air (g) 15,50 71,30 Protein (g) 22,90 8,70 Lemak (g) 1,5 0,50 Karbohidrat (g) 56,80 18,30 Serat (g) 7,50 1,50 Abu (g) 3,30 1,20 Kalsium (mg) 223,00 95,00 Fosfor (mg) 319,00 149,00 Besi (mg) 7,50 1,50 Vitamin B1 (mg) 0,46 0,12 Vitamin C (mg) 10,00 3,00 Karoten Total (mkg) 223,00 120,00

Sumber : Slamet dan Tarwotjo, 1980.

Tabel 2. Komposisi zat gizi kacang hijau dan kedelai per 100 g bahan Komposisi Kacang Hijau Kacang Kedelai

Energi (Kal) 345,0 331,0 Protein (g) 22,2 34,9 Lemak (g) 1,2 18,1 Karbohidrat (g) 62,9 34,8 Kalsium (mg) 125,0 227,0 Fosfor (mg) 320,0 595,0 Besi (mg) 6,7 8,0 Vitamin A (SI) 20 14,0 Vitamin C (mg) 6,0 0 Vitamin B1 (mg) 0,64 1,07 Air (g) 10 7,5

Sumber : Direktorat Gizi Depkes RI, 1994.

Zat Antigizi pada Kacang Hijau

Zat antigizi pada kacang hijau antara lain tripsin inhibitor, hemaglutinin,

dan asam fitat (Matthews, 1989). Kerusakan zat antigizi terjadi melalui proses

pemanasan.

Tripsin inbibitor yang terdapat pada kacang hijau dapat dihilangkan atau

dihancurkan selama proses pengolahan dengan menggunakan panas sehingga nilai

gizi kacang hijau meningkat ketika dimasak. Proses ini akan menghancurkan asam

amino sulfur. Kerusakan antitripsin oleh panas tergantung pada suhu, lama

pemanasan, ukuran partikel, dan kadar air bahan yang dipanaskan (Astawan,

2004).

10

Kacang hijau mempunyai daya cerna protein yang tinggi yaitu 81. Daya

cerna dipengaruhi adanya inhibitor tripsin dan aktivasi enzim tripsin serta adanya

tanin atau polifenol (Nurdiani, 2003). Biji kacang hijau yang telah direbus atau

diolah dan kemudian dikonsumsi mempunyai daya cerna yang tinggi dan rendah

daya flatulensinya. Flatulensi disebabkan oleh oligosakarida seperti raffinosa,

stakiosa, dan ferbakosa. Perendaman kacang-kacangan dalam air, proses

perkecambahan, dan fermentasi mencegah timbulnya flatulensi (Astawan, 2004).

Zat antigizi lain yaitu hemaglutinin dan asam fitat. Hemaglutinin dapat

menggumpalkan sel darah merah dan bersifat toksik. Toksisitas hemaglutinin

dapat dihancurkan melalui proses pemanasan pada suhu 100ºC. Asam fitat dapat

membentuk kompleks dengan Fe atau unsur-unsur mineral, terutama Zn, Mg, dan

Ca menjadi bentuk yang tidak larut dan sulit diserap tubuh sehingga mengurangi

ketersediannya dalam tubuh karena menjadi sangat sulit dicerna. Proses

fermentasi dapat meningkatkan ketersediaan unsur besi bagi tubuh. Hal ini

penting untuk mencegah anemia gizi besi (Astawan, 2004). Proses perendaman

dalam air panas dan fermentasi dapat menurunkan kandungan asam fitat karena

terjadi hidrolisis asam fitat menjadi inositol dan asam fosfat oleh enzim fitase

yang diaktifkan selama perendaman dan fermentasi (Koswara, 1995).

Fermentasi

Fermentasi adalah proses kimiawi yang kompleks sebagai akibat

pertumbuhan maupun metabolisme mikroba yang merubah bahan-bahan mentah

yang murah bahkan tidak berharga menjadi produk-produk yang bernilai ekonomi

tinggi. Proses kimiawi yang terjadi disebabkan oleh enzim dan enzim yang

berperan dihasilkan oleh mikroorganisme atau telah ada dalam bahan pangan.

Fermentasi bahan makanan menyebabkan perubahan fisik dan kimia yang

menguntungkan seperti flavor, aroma, tekstur, daya cerna, dan daya simpan

(Rachman, 1989).

Fermentasi merupakan suatu proses oksidasi karbohidrat anaerob atau

anaerob sebagian (Desrosier, 1988) dan merupakan hasil kegiatan beberapa jenis

organisme diantara beribu-ribu jenis bakteri, khamir, dan kapang yang telah

11

dikenal. Jadi mikroba yang digunakan dalam proses fermentasi merupakan unsur

penentu terhadap berhasil atau tidaknya proses fermentasi bersangkutan.

Hasil fermentasi merupakan bagian penting dalam menu makanan

penduduk dunia. Fermentasi mengakibatkan hilangnya karbohidrat dari bahan

pangan, tetapi kerugian ini dapat tertutup oleh keuntungan yang diperoleh.

Protein, lemak, dan polisakarida dapat dihidrolisis sehingga bahan pangan hasil

fermentasi mempunyai daya cerna yang lebih tinggi. Fermentasi menyebabkan

perubahan flavor yang dipertimbangkan lebih disukai daripada bahan bakunya

(Buckle, Edwards, Fled & Wootton, 1987).

Sifat-sifat bahan pangan hasil fermentasi ditentukan oleh mutu dan sifat-

sifat asal bahan pangan, perubahan yang terjadi sebagai hasil fermentasi

mikroorganisme dan interaksi yang terjadi di antara kegiatan-kegiatan tersebut

dan zat-zat yang merupakan pembentuk bahan pangan tersebut. Fermentasi oleh

organisme yang dikehendaki memberi flavor, bentuk yang bagus, dan tekstur

bahan pangan yang difermentasi (Buckle et al., 1987).

Tempe

Tempe merupakan makanan asli Indonesia. Tempe sudah dikenal

masyarakat sejak berabad-abad silam. Tempe dinilai oleh para ahli bernilai gizi

tinggi. Penelitian oleh bangsa Indonesia maupun para pakar mancanegara seperti

Jepang, Eropa, dan Amerika banyak membuktikan keunggulan manfaat tempe.

Bahan dasar tempe adalah kedelai. Namun demikian, tempe dapat dibuat dengan

bahan dasar lain seperti jenis kacang-kacangan dan biji-bijian serta ampas

(Koswara, 1995).

Proses pembuatan tempe kedelai terdiri dari beberapa tahap antara lain

pembersihan bahan, perendaman, pengupasan, perebusan, pencampuran laru, dan

pembungkusan. Lama perendaman bervariasi, biasanya berkisar 8-12 jam, bahkan

ada yang sampai 2-3 hari. Pada saat perendaman, air yang diabsorbsi oleh kedelai

mendekati dua kali berat keringnya. Selama fermentasi asam oleh bakteri, pH

turun hingga 5.3-4.5. Hal ini memberikan kondisi yang baik untuk pertumbuhan

kapang tempe terutama Rhyzopus oligosporus dan dapat mencegah perkembangan

bakteri lain yang dapat membusukkan kedelai (Steinkraus, 1983).

12

Pemasakan atau perebusan bertujuan untuk melunakkan biji kedelai yang

keras, sehingga memudahkan miselium kapang melakukan penetrasi dan dapat

tumbuh pada kedelai. Lama perebusan biasanya berkisar 60 menit. Pengupasan

kulit ari dilakukan agar kapang dapat tumbuh sempurna pada kedelai. Pengupasan

dapat dilakukan secara basah dengan tangan setelah proses hidrasi (Steinkraus,

1983).

Pembuatan tempe menggunakan beberapa inokulum. Inokulum tempe

merupakan inokulum spora kapang dan memegang peranan penting karena dapat

mempengaruhi mutu tempe yang dihasilkan. Jenis kapang yang memegang

peranan utama dalam pembuatan tempe adalah Rhyzopus oryzae dan Rhyzopus

oligosporus. Kapang lain yang terdapat pada tempe adalah R. stolonifer dan R.

arrhizus (Koswara, 1995).

Miselium R. oryzae jauh lebih panjang daripada R. oligosporus sehingga

tempe yang dihasilkan kelihatan lebih padat daripada apabila R. oligosporus yang

digunakan. R. oligosporus memegang peranan terbesar pada peningkatan nilai gizi

protein. R. oligosporus mensintesis enzim protease lebih banyak selama

fermentasi, sedangkan R. oryzae mensintesis enzim amilase lebih banyak. Proses

fermentasi sebaiknya memakai keduanya dengan kadar R. oligosporus lebih

banyak (1 : 2). Interaksi antar kapang yang terdapat dalam inokulum masih

banyak yang belum diketahui, antara lain pengaruhnya terhadap pola metabolisme

dan mekanisme pembentukan senyawa yang khas untuk citarasa tempe (Rachman,

1989).

Perubahan kimiawi menguntungkan dialami saat bahan dasar diproses

menjadi tempe. Tempe memiliki kandungan gizi yang lebih tinggi dibanding

bahan bakunya. Tempe sangat mudah dicerna, sehingga baik untuk orang yang

terkena gangguan pencernaan. Kapang Rhyzopus sp yang dipakai pada pembuatan

tempe, mampu memproduksi enzim yang memecah senyawa organik kompleks

menjadi lebih sederhana, sehingga mudah diserap tubuh. Proses pembuatan tempe

juga akan menghambat bahkan menghentikan aktivitas zat antigizi. Hal ini

membuktikan bahwa tempe aman dan menyehatkan untuk dimakan (Koswara,

1995).

13

Pembungkusan tempe dapat dilakukan dengan kantong plastik. Bungkusan

tersebut diatur peletakannya di atas nyiru yang kering. Pembungkusan dalam

kantong plastik jangan sampai rapat agar bagian dalam substrat cukup

memperoleh udara. Kapang tempe membutuhkan banyak oksigen untuk

pertumbuhannya. Bahan yang telah dibungkus difermentasi pada suhu kamar

30-37°C di tempat yang agak gelap. Suhu ruangan sebaiknya dijaga jangan

sampai lebih dari 40°C. Suhu yang terlalu tinggi menyebabkan pertumbuhan

kapang tidak sempurna. Pemeraman merupakan bagian terpenting dari proses

fermentasi. Kondisi lingkungan akan menentukan spora kapang tumbuh normal

atau tidak.

Kondisi pemeraman yang sesuai menyebabkan miselium kapang tumbuh

dan mengeluarkan enzim protease, lipase, dan amilase ke lingkungan sekitarnya.

Enzim-enzim tersebut akan menguraikan protein, lemak, dan karbohidrat yang

terdapat dalam kepingan-kepingan bahan menjadi senyawa yang lebih sederhana

seperti asam amino, asam lemak, dan glukosa (Sarwono, 2002)

Pemeraman dilakukan selama semalam kemudian keesokan harinya plastik

di tusuk-tusuk dengan kawat agar udara segar dapat masuk ke dalam bahan tempe.

Bahan tersebut kemudian diperam kembali selama satu hari dua malam sehingga

terbentuk tempe segar yang diharapkan. Waktu fermentasi jika diperpanjang lagi

menyebabkan warna tempe akan menjadi hitam karena permukaannya dipenuhi

spora kapang.

Tempe yang sudah jadi, miseliumnya tumbuh mengelilingi setiap keping

biji bahan sehingga kepingan-kepingan itu menjadi satu kesatuan yang kompak.

Lebatnya miselium memberikan ujud seperti kapas pada tempe yang dihasilkan.

Kesatuan massa miselium yang kompak tersebut tidak rusak pada saat tempe

dipotong-potong. (Sarwono, 2002). Tempe segar yang bagus tampak padat dan

permukaannya rata diliputi jamur yang tebal dan bila dipegang terasa kenyal atau

agak keras serta warnanya putih bersih. Kepingan-kepingan bijinya rata, sama

besar, dan tampak rapat antara satu dengan yang lainnya.

Daya simpan tempe tidak lama hanya sekitar lima jam dan cepat

membusuk dalam suhu ruang karena jamur tempe masih hidup. Tempe siap

dikonsumsi setelah proses fermentasi selama tiga hari. Kesegaran tempe

14

berlangsung antara pukul 06.00-11.00 di tempat terbuka atau suhu ruangan. Lewat

waktu itu kondisi dan rasanya sudah mulai berubah. Rasa gurihnya menurun.

Penampilannya tampak lebih kering jika tempe dijual dalam keadaan terbuka

sehingga kurang menarik lagi bagi konsumen (Sarwono, 2002).

Tempe yang sudah mulai berubah warna (agak kehitaman) pertanda tempe

sudah terlalu matang. Tempe tersebut sebaiknya langsung dimasak atau disimpan

dalam ruang pendingin dengan suhu di bawah 5ºC, kecuali jika dijadikan tempe

busuk. Daya simpan dalam lemari pendingin bisa diperpanjang maksimum tiga

hari pada suhu yang rendah sekali atau bisa dibekukan, hanya saja pembekuan

akan menurunkan kualitas tekstur dan citarasa tempe. Bagan pembuatan tempe

kedelai dapat dilihat pada Gambar 2.

Bubur Kacang Hijau

Pengolahan kacang hijau yang biasa dilakukan masyarakat adalah dalam

bentuk bubur kacang hijau. Prinsip pembuatan bubur kacang hijau adalah

pemasakan menggunakan panas. Pada proses pemanasan ini, zat gizi yang sangat

berpengaruh adalah protein. Pengaruh pemanasan protein ada dua jenis yaitu

pengaruh positif dan negatif. Pengaruh positif yaitu meningkatkan daya guna

protein antara lain dengan menginaktifkan atau menurunkan aktifitas protein

inhibitor. Penurunan aktivitas tersebut jelas menyebabkan nilai biologis protein

meningkat. Proses pemanasan dengan derajat panas tertentu dapat memperbaiki

nilai protein legume dan hal itu merupakan pemanasan yang menguntungkan

(Nurasa, 1991).

Kacang-kacangan yang direndam dalam air terlebih dahulu selama

beberapa waktu dan pengukusan pada tekanan atmosfer dapat menghancurkan

antitripsinnya. Perebusan lebih efektif daripada pengukusan dalam

menghancurkan antitripsin (Muchtadi, 1989).

Penurunan daya emulsifier, daya stabilisator protein, daya pembentukan

buih, kelarutan, dan sebagainya merupakan pengaruh negatif dari proses

pemanasan selama proses pengolahan. Pengaruh negatif akibat pemanasan

terhadap protein antara lain ditunjukkan dengan nilai gizi, dekstruksi protein

sehingga menghilangkan fungsi dan sifat protein yang diharapkan.

15

Pembuatan Tempe Kedelai

Gambar 2. Proses pembuatan tempe kedelai (Koswara, 1995)

direbus 30 menit

dikelupas kulitnya

dicuci dan ditiriskan

dibungkus dengan plastik atau daun pisang berlubang

tempe kedelai

Kedelai bersih

direndam semalam (12 jam)

diinokulasi dengan ragi 1 g/1 kg kedelai matang

disimpan selama 40-48 jam pada suhu kamar

direbus 60 menit dengan air rendaman

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Pangan dan

Percobaan Makanan, Laboratorium Analisis Kimia Gizi dan Laboratorium

Organoleptik, Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga,

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian juga dilaksanakan di

Rumah Produksi Tempe Kedelai desa Ciherang, Margajaya, Bogor Barat serta di

Laboratorium Biokimia Enzimatik dan Uji Pasca Panen, Balai Penelitian Pasca

Panen, Departemen Pertanian, Cimanggu. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni

sampai Oktober 2005.

Bahan dan Alat

Bahan baku utama penelitian pendahuluan adalah kacang hijau biji besar.

Bahan baku lainnya adalah ragi tempe yang biasa dipakai oleh pengusaha tempe

kedelai di desa Ciherang, Bogor Barat. Bahan tambahan adalah daun pisang

sebagai pembungkus tempe kacang hijau. Bahan utama pada penelitian lanjutan

adalah tempe kacang hijau yang telah dihasilkan pada penelitian pendahuluan dan

bubur kacang hijau (bahan baku kacang hijau sama dengan bahan baku tempe)

yang diolah pada penelitian lanjutan. Bahan yang dipakai untuk analisis zat gizi

adalah aquades, methanol, n-heksana, chloroform, dan amoniak.

Alat yang digunakan adalah timbangan, kompor, panci, dandang, sendok,

dan nyiru untuk penelitian pendahuluan. Penelitian lanjutan menggunakan alat

untuk analisis gizi dan isoflavon antara lain HPLC, buret, erlenmeyer, soxhlet,

labu lemak, labu kjedahl, kertas saring hulls, dan alat bantu lainnya untuk uji

organoleptik (pisau, piring).

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan

penelitian lanjutan.

Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan meliputi (1) memilih sampel kacang hijau dan ragi

tempe (2) melakukan trial and error untuk mempelajari cara pembuatan tempe

kacang hijau. Tahap-tahap penelitian pendahuluan adalah sebagai berikut :

17

1. Pemilihan Sampel Kacang Hijau dan Ragi Tempe

Sampel Kacang Hijau. Sampel kacang hijau adalah kacang hijau biji

besar yang dibeli di swalayan Grand, di Bogor. Biji sampel berbentuk bulat

silindris dengan ujung tumpul, berwarna hijau tua dengan panjang kurang lebih

(0.5-0.8)cm dan mudah dikelupas kulitnya setelah direndam. Kacang hijau yang

telah dipilih kemudian dibersihkan dari kotoran atau biji-biji lain yang bercampur.

(0.5-0.8)cm

Gambar 3. Biji kacang hijau yang digunakan pada penelitian

Ragi Tempe. Ragi merupakan kumpulan spora/benih kapang tempe yang

penting dalam pembuatan tempe karena dapat mempengaruhi mutu tempe yang

dihasilkan (Koswara, 1995). Ragi yang digunakan adalah ragi tempe yang biasa

dipakai oleh pengusaha tempe kedelai di desa Ciherang, Margajaya, Bogor Barat.

Ragi tempe berupa serbuk atau butiran-butiran kecil berwarna putih kecoklatan.

Gambar 4. Ragi yang digunakan pada pembuatan tempe kacang hijau

2. Trial and Error Proses Pembuatan Tempe Kacang Hijau.

Cara pembuatan ini mengacu pada pembuatan tempe kedelai (Koswara,

1995). Cara pembuatan tempe kedelai dapat dilihat pada Gambar 2. Pembuatan

dimulai dari membersihkan kedelai dari kotoran yang tidak diinginkan kemudian

dicuci dengan air dan direbus selama 30 menit. Kedelai rebus dikupas kulitnya

dengan menginjak-nginjaknya dalam air, kemudian dicuci dan direndam dalam air

pada suhu kamar selama 24 jam. Kedelai direbus kembali selama 1 jam dengan air

18

perendamnya kemudian ditiriskan. Kedelai yang telah dingin diinokulasi dengan

ragi tempe (1 g untuk 1 kg kedelai matang) kemudian dibungkus dengan daun

pisang atau plastik berlubang dan disimpan pada suhu kamar selama 40-48 jam.

Trial and error yang dilakukan pada proses pembuatan tempe kacang hijau

dengan berat mentah 1 kg adalah pada proses perendaman, pelunakan kacang

hijau, pemberian ragi, pembungkusan dan penyimpanan.

Biji kacang hijau direndam menggunakan air biasa atau air suhu ruang

(pH ± 7) dan air bekas rendaman kedelai semalam (pH 4.1) selama 1 jam, 2 jam,

3 jam, 4 jam, 5 jam, 6 jam, dan 12 jam. Pelunakan kacang hijau dilakukan dengan

(1) perebusan pada suhu 98ºC selama 1 menit, 2 menit, 3 menit, 4 menit, 5 menit,

8 menit, dan 10 menit, (2) pengukusan pada air mendidih selama 15 menit,

20 menit, 25 menit, dan 30 menit, (3) perendaman dalam air mendidih selama

5 menit, 10 menit, 15 menit, 20 menit, 25 menit, dan 30 menit.

Penetapan jumlah ragi berdasarkan standar jumlah ragi yang digunakan

pada pembuatan tempe kedelai yaitu 1 g ragi/1 kg berat kedelai matang (Koswara,

1995). Hasil perhitungan jumlah ragi yang digunakan adalah 0.05%, 0.1%, 0.15%,

dan 0.2%. Hasil tempe dengan penambahan ragi yang berbeda-beda ini kemudian

diujikan kepada panelis untuk mendapatkan standar formula konsentrasi ragi yang

digunakan pada pembuatan tempe kacang hijau.

Pembungkusan dilakukan menggunakan plastik (PP) berlubang, daun

pisang berlubang, dan daun pisang tidak berlubang. Penyimpanan tempe kacang

hijau dilakukan di laboratorium dan di pabrik tempe.

Penelitian Lanjutan

Penelitian lanjutan terdiri dari empat tahap yaitu (1) membuat tempe

dengan metoda terpilih dari penelitian pendahuluan dan membuat bubur kacang

hijau dengan metode Lilian (2005) (Lampiran 10), (2) melakukan uji organoleptik

tempe kacang hijau mentah, (3) menganalisis senyawa isoflavon pada kacang

hijau segar, tempe kacang hijau dan bubur kacang hijau dengan metode

Kromatografi Cairan Kinerja Tinggi (HPLC) (Lampiran 11), (4) menganalisis

kandungan gizi pada kacang hijau segar, tempe kacang hijau dan bubur kacang

hijau meliputi kadar air & abu (metode oven biasa), kadar lemak (metode

19

Soxhlet), kadar protein (metode Semi Kjedahl), dan total karbohidrat

(by difference) (metode terlampir pada Lampiran 17).

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan pada uji organoleptik tempe kacang

hijau mentah adalah RAL (Rancangan Acak Lengkap) dengan dua kali ulangan

perlakuan. Perlakuan percobaan pada pembuatan tempe kacang hijau adalah

banyaknya jumlah ragi yang digunakan yaitu A1 (0.05%), A2 (0.1%), A3 (0.15%),

dan A4 (0.2%) (4 taraf perlakuan). Parameter yang diamati adalah warna, aroma,

tekstur, kepadatan, dan kekompakan. Model matematis sebagai berikut :

Yij = µ + τi + εij

Dengan :

Yij = pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

i = 1, 2, 3, 4

j = 1, 2

µ = nilai rata-rata umum

τI = pengaruh perlakuan ke-i

εij = galat percobaan perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

Pengolahan dan Analisis Data

Uji organoleptik bertujuan untuk menentukan standar formula konsentrasi

ragi yang digunakan pada pembuatan tempe kacang hijau yang selanjutnya akan

dianalisis kandungan isoflavon dan kandungan gizinya. Hasil uji organoleptik

diolah menggunakan SPSS versi 11.5 for windows. Data yang diperoleh diuji

menggunakan Kruskal Wallis Test dan uji lanjut perbandingan berganda Tukey.

Uji Kruskal Wallis digunakan untuk mengetahui pengaruh penambahan

konsentrasi ragi terhadap warna, aroma, tekstur, kepadatan, dan kekompakan

tempe kacang hijau mentah. Paired samples t-test digunakan untuk menentukan

apakah kandungan senyawa isoflavon pada kacang hijau segar sebelum

pengolahan (fermentasi dan perebusan) dengan sesudah pengolahan (menjadi

tempe dan bubur) berbeda.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian Pendahuluan

Metode Pembuatan Tempe Kacang Hijau

Tahap-tahap pembuatan tempe kacang hijau berbeda dengan pembuatan

tempe kedelai. Hasil trial and error pada proses pembuatan tempe kacang hijau

dengan berat mentah 1 kg adalah sebagai berikut :

Perendaman

Air Rendaman. Biji kacang hijau direndam menggunakan air biasa atau

air suhu ruang (pH ± 7). Hasil yang didapatkan ternyata tidak memuaskan. Biji

kacang hijau masih agak keras sehingga sulit untuk dikelupas kulitnya. Air

rendaman yang digunakan selanjutnya adalah air bekas rendaman kedelai selama

semalam (pH 4.1). Hasil yang didapatkan adalah biji kacang hijau lunak, sehingga

mudah dikelupas kulitnya. Nilai pH air rendaman kedelai 4.1 (asam) karena

adanya pertumbuhan bakteri asam laktat. Hal ini memberikan kondisi yang baik

untuk pertumbuhan kapang tempe terutama Rhyzopus oligosporus dan dapat

mencegah perkembangan bakteri lain yang dapat membusukkan kedelai

(Steinkraus, 1983). Hasil terbaik perendaman adalah biji kacang hijau direndam

dalam air bekas rendaman kedelai semalam. Alternatif lain yang dapat digunakan

adalah air kondisi asam dengan kisaran pH ± 4-5. Asam-asam yang dapat

digunakan misalnya asam cuka atau asam laktat.

Lama Perendaman. Perendaman dilakukan selama 1 jam, 2 jam, 3 jam,

4 jam, 5 jam, 6 jam, dan 12 jam. Tujuan perendaman adalah agar biji kacang hijau

menggembung dan kulit luarnya empuk (Sarwono, 2002). Semakin lama waktu

perendaman, biji kacang hijau semakin empuk dan kulit kacang hijau mudah

dikelupas. Hasil terbaik trial and error adalah 12 jam. Lama perendaman ini sama

dengan lama perendaman pada tempe kedelai.

Pengelupasan Kulit

Pembuatan tempe kedelai secara tradisional menggunakan kaki untuk

mengelupas kulit kedelai. Cara tersebut menimbulkan kesan tidak higienis.

Namun, akhir-akhir ini sudah banyak pengelupasan dilakukan secara modern

yaitu dengan menggunakan mesin atau alat pemecah dan penggiling kedelai.

Pengelupasan kulit kacang hijau pada penelitian ini menggunakan tangan.

21

Pengelupasan dengan mesin dapat dilakukan apabila kacang hijau dalam jumlah

besar. Mesin yang digunakan adalah mesin khusus penggiling dan pengelupas

kacang hijau atau bisa menggunakan mesin penggiling dan pengelupas kedelai.

Gambar 5. Mesin penggiling dan pengelupas kedelai dan kacang hijau

Pelunakan Kacang Hijau

Perebusan. Perebusan pada pembuatan tempe kedelai dilakukan selama

30 menit. Cara ini tidak dapat diterapkan pada biji kacang hijau karena kacang

hijau yang direbus selama 30 menit, bijinya hancur menjadi bubur. Trial and

error yang dilakukan adalah kacang hijau direbus pada suhu 98ºC selama 1 menit,

2 menit, 3 menit, 4 menit, 5 menit, 8 menit, dan 10 menit. Hasil perebusan terbaik

adalah 3 menit dengan kondisi biji kacang hijau empuk tidak lembek. Namun,

perlakuan perebusan ini berdampak pada hasil tempe yang kurang baik. Tempe

yang dihasilkan lebih cepat membusuk karena kadar air kacang hijau terlalu

tinggi. Menurut Sarwono (2002) dalam proses fermentasi, kapang membutuhkan

oksigen yang cukup untuk pertumbuhannya. Biji kedelai yang terlalu basah akan

menghambat penyebaran oksigen sehingga pertumbuhan miselium kapang sulit

berkembang.

Pengukusan. Alternatif lain untuk pelunakan biji kacang hijau adalah

dengan penetrasi panas atau uap melalui proses pengukusan. Trial and error yang

dilakukan adalah biji kacang hijau dikukus pada air mendidih selama 15 menit,

20 menit, 25 menit, dan 30 menit. Hasil terbaik pengukusan 20 menit karena biji

dalam keadaan empuk tidak lembek. Hasil tempe dengan metode pengukusan

22

sama dengan metode perebusan yaitu tempe kurang baik. Hal ini karena

rendahnya kadar air pada biji kacang hijau. Menurut Sarwono (2002) selain

oksigen, pertumbuhan kapang memerlukan suhu dan kelembaban yang cocok.

Bahan kedelai masak calon tempe harus cukup mengandung air. Apabila saat

menanaknya terlalu kering sehingga kelembaban kurang, mengakibatkan substrat

kedelai sukar ditembus dan dilapukkan oleh miselium kapang. Hal ini berlaku

juga pada biji kacang hijau.

Perendaman dengan air mendidih. Cara lain yang dilakukan pada trial

and error untuk melunakkan biji kacang hijau adalah dengan merendamnya pada

air mendidih. Perendaman dilakukan selama 5 menit, 10 menit, 15 menit,

20 menit, 25 menit, dan 30 menit. Hasil terbaik adalah 15 menit dengan kondisi

kadar air biji kacang hijau yang cukup sehingga kapang dapat tumbuh dengan

baik dan menghasilkan tempe yang baik. Perbedaan perlakuan perebusan dengan

perendaman air mendidih adalah pada saat perebusan suhu air konstan dan

cenderung naik karena pemanasan terus berlangsung. Suhu yang tinggi ini

menyebabkan penetrasi air terhadap kacang hijau dan absorbsi kacang hijau

terhadap air berlangsung cepat. Hal ini yang menyebabkan kadar air biji kacang

hijau tinggi walaupun telah ditiriskan. Pada perendaman air mendidih, suhu air

berangsur-angsur turun dari 98°C menjadi 50°C pada menit kelima belas.

Turunnya suhu menyebabkan penetrasi air terhadap kacang hijau berlangsung

lambat. Hal ini yang menyebabkan kacang hijau mempunyai kadar air yang

cukup.

Pendinginan

Pendinginan dilakukan pada nampan yang bersih agar terhindar dari

kontaminan mikroorganisme. Nampan yang digunakan adalah nyiru yang terbuat

dari bambu karena mempercepat proses pendinginan dan penyerapan kadar air.

Pemberian ragi

Formulasi tempe kacang hijau pada penelitian ini adalah banyaknya

jumlah ragi yang digunakan. Penetapan jumlah ragi berdasarkan standar jumlah

ragi yang digunakan pada pembuatan tempe kedelai yaitu 1 g ragi/1 kg berat

kedelai matang (Koswara, 1995).

23

Pembungkusan

Trial and error yang dilakukan adalah pembungkusan dengan plastik

berlubang, daun pisang berlubang, dan daun pisang tidak berlubang. Plastik yang

digunakan adalah plastik PP (Polypropylene) dengan alasan (1) plastik ini biasa

dipakai pada pembuatan tempe kedelai (2) penampilan fisik plastik PP lebih

transparan atau bening dibandingkan dengan plastik PE (Polyethylene)

(3) permeabilitas terhadap uap air hampir sama dengan PE, namun permeabilitas

PP terhadap gas oksigen lebih baik (4) plastik PP sama dengan PE yaitu aman dan

diperbolehkan kontak langsung dengan makanan karena tidak beracun (Sarwono

dan Saragih, 2003). Hasil tempe kacang hijau dengan pembungkus plastik kurang

memuaskan bila dibandingkan dengan pembungkus daun pisang, karena sesuai

dengan sifatnya plastik lebih bisa menahan panas (semi isolator). Panas yang

tertahan menyebabkan suhu fermentasi menjadi tinggi. Akibatnya miselium

kapang lebih cepat mati dan tempe lebih cepat membusuk, walaupun pada

awalnya dengan tingginya suhu dapat mempercepat pertumbuhan kapang.

Tempe kacang hijau dengan pembungkus daun pisang berlubang

hasilnya lebih baik daripada daun pisang tidak berlubang. Hal ini disebabkan

pertukaran udara pada daun pisang berlubang lebih baik sehingga suhu fermentasi

tidak terlalu tinggi dan sesuai dengan pertumbuhan kapang.

Penyimpanan

Di Laboratorium. Percobaan penyimpanan tempe di laboratorium

Pengolahan Pangan lantai 2, Program Studi GMSK, IPB menghasilkan hasil yang

kurang baik karena suhu kamar terlalu rendah (25°C) sehingga pertumbuhan

kapang lambat. Penyimpanan tempe pada suhu inkubator di Laboratorium

Analisis Kimia Gizi lantai 3, Program Studi GMSK, IPB cepat membusuk karena

suhu yang terlalu tinggi (38°C-40°C).

Di Pabrik Tempe. Penyimpanan yang dilakukan di tempat

penyimpanan tempe kedelai milik pabrik tempe kedelai desa Ciherang,

Margajaya, Bogor Barat menghasilkan tempe yang paling baik. Suhu

penyimpanan berkisar antara 27°C - 33°C. Penyimpanan ini dilakukan mengingat

suhu ruangan sudah sesuai dengan suhu fermentasi dan pertumbuhan kapang

tempe.

24

Gambar 6. Tempat penyimpanan tempe kedelai dan tempe kacang hijau

Keseluruhan trial and error yang telah dilakukan menghasilkan

metode/cara pembuatan tempe kacang hijau dengan berat mentah 1 kg seperti

pada Gambar 7 yaitu terdiri dari pemilihan biji kacang hijau, perendaman air

kondisi asam pH ± 4-5, pengelupasan kulit dan pencucian dengan tangan,

perendaman air mendidih selama 15 menit, pendinginan, pemberian ragi,

pembungkusan, dan penyimpanan selama 48 jam pada suhu 27ºC-33ºC.

25

Pembuatan Tempe Kacang Hijau

* Metode yang asli : direbus selama 30 menit

** Metode yang asli : direndam dalam air biasa pada suhu ruang selama 12 jam

kemudian direbus 60 menit dengan air perendamnya

Gambar 7. Metode pembuatan tempe kacang hijau (Vigna radiata L) modifikasi

pembuatan tempe kedelai (Koswara, 1995)

direndam dalam air kondisi asam (pH ± 4-5) selama 12jam*

dikelupas kulit arinya dan dicuci

direndam air mendidih selama 15 menit**

ditiriskan kemudian didinginkan di atas nampan bersih

diinokulasi dengan ragi

dibungkus dengan daun pisang berlubang

disimpan masing-masing dalam suhu ruang (27-33)ºC selama 48 jam

tempe kacang hijau

kacang hijau tanpa kulit (putih)

Kacang hijau segar

26

Penelitian Lanjutan

Uji Organoleptik

Uji organoleptik dilakukan terhadap tempe kacang hijau mentah untuk

mengetahui pengaruh penambahan konsentrasi ragi terhadap penerimaan tempe

meliputi warna, aroma, tekstur, kepadatan, dan kekompakan. Hasil uji digunakan

untuk menentukan standar formula jumlah konsentrasi ragi pada pembuatan tempe

kacang hijau. Uji dilakukan di Laboratorium Organoleptik, Program Studi Gizi

Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Bogor dengan 30 panelis dan dua kali ulangan perlakuan. Hasil uji diolah dengan

Kruskal Wallis Test dan uji lanjut perbandingan berganda Tukey.

Bahan baku tempe adalah 1 kg kacang hijau mentah. Bobot kacang hijau

menjadi ± 1250 g setelah mengalami perendaman dan pengupasan. Bobot ini

kemudian dibagi empat bagian masing-masing ± 312.5 g dan ditambahkan ragi

pada masing-masing bagian 0.05%, 0.1%, 0.15%, dan 0.2%. Bobot ± 321.5 g

kacang hijau kupas dan matang dihasilkan 15 bungkus kacang hijau sebelum

menjadi tempe dengan berat per bungkus ± 20.81 g. Tempe yang dihasilkan

memiliki berat per bungkus ± 20.29 g. Lima belas tempe ini diiris menjadi

2 bagian sehingga dihasilkan 30 irisan tempe yang kemudian diujikan kepada 30

panelis. Pada hari yang berbeda dibuat tempe dengan metode yang sama

kemudian diujikan lagi kepada 30 panelis. Hasil uji organoleptik dapat dilihat

pada Tabel 3 berikut ini :

Tabel 3. Hasil uji Kruskal Wallis dan uji perbandingan berganda Tukey pada tempe kacang hijau mentah

Hasil Parameter Kruskal Wallis Test pada α=0.05 Uji lanjut perbandingan berganda

Tukey Warna Penambahan konsentrasi 0.05%,

0.1%, 0.15% dan 0.2% berbeda nyata (Lampiran 3)

Konsentrasi 0.05% berbeda nyata dengan 0.15% (Lampiran 8)

Aroma Penambahan konsentrasi 0.05%, 0.1%, 0.15% dan 0.2% berbeda nyata (Lampiran 4)

Konsentrasi 0.05% berbeda nyata dengan 0.1%, 0.15% dan 0.2% (Lampiran 9)

Tekstur Penambahan konsentrasi ragi 0.05%, 0.1%, 0.15% dan 0.2% tidak berbeda nyata (Lampiran 5)

-

Kepadatan Penambahan konsentrasi ragi 0.05%, 0.1%, 0.15% dan 0.2% tidak berbeda nyata (Lampiran 6)

-

Kekompakan Penambahan konsentrasi ragi 0.05%, 0.1%, 0.15% dan 0.2% tidak berbeda nyata (Lampiran 7)

-

27

Warna. Tingkat kecerahan warna yang dinilai adalah sangat kusam,

kusam, agak kusam, agak putih (cerah), putih (cerah), dan sangat putih (cerah).

Skor warna pada uji organoleptik berkisar 3.67 – 4.2 (agak putih/agak cerah)

(Gambar 8). Berdasarkan Tabel 3 di atas dapat dijelaskan bahwa semakin banyak

jumlah ragi yang ditambahkan akan menghasilkan jumlah miselium kapang yang

semakin lebat sehingga warna tempe tampak semakin putih (cerah). Faktor-faktor

yang mempengaruhi diantaranya cuaca yang baik bagi pertumbuhan optimum

kapang dan ketersediaan energi yang cukup bagi kapang untuk dapat tumbuh

dengan baik. Pertumbuhan kapang yang baik akan menghasilkan warna putih pada

tempe. Menurut Sarwono (2002) lebatnya miselium kapang memberikan wujud

seperti kapas pada tempe yang dihasilkan. Hasil uji lanjut diketahui bahwa

penambahan konsentrasi ragi 0.05% tidak berbeda nyata dengan 0.2%. Hal ini

diduga pada konsentrasi 0.2% jumlah ragi melebihi batas optimum dari

ketersediaan energi yang ada sehingga menyebabkan beberapa miselium kapang

mati dan mempengaruhi kualitas warna tempe. Grafik penambahan konsentrasi

ragi terhadap warna tempe kacang hijau dapat dilihat sebagai berikut :

Gambar 8. Rata-rata skor penerimaan warna tempe kacang hijau dengan

beberapa penambahan konsentrasi ragi

Aroma. Aroma yang dinilai dari sangat tidak segar, tidak segar, agak tidak

segar, agak segar, segar, sampai segar sekali. Skor aroma pada uji organoleptik

adalah 2.90 – 3.55 (agak tidak segar sampai agak segar) (Gambar 9). Menurut

Anwar, Sulaeman dan Kustiyah (1999) proses fermentasi menyebabkan sejumlah

protein, lemak dan karbohidrat mengalami degradasi menjadi fraksi-fraksi yang

warna

3.673.99 4.2 4

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

0.05 0.1 0.15 0.2

konsentrasi

skor

28

lebih sederhana dan lebih mudah dicerna dari pada bahan asalnya. Protein akan

dihidrolisis oleh enzim protease menjadi peptida-peptida, pepton-pepton, asam-

asam amino dan amoniak, demikian pula lemak atau trigliserida oleh enzim lipase

diubah menjadi asam-asam lemak, alkohol atau ester. Beberapa komponen

tersebut bersama-sama dengan komponen-komponen volatile dapat membentuk

flavour yang khas. Hal ini berarti semakin banyak jumlah ragi yang ditambahkan

maka semakin banyak pula komponen kacang hijau yang mengalami degradasi.

Penambahan konsentrasi 0.1%, 0.15%, dan 0.2% tidak berbeda nyata terhadap

aroma. Hal ini diduga bahwa selang 0.1% sampai 0.2% masih memberikan tingkat

kesegaran yang sama terhadap aroma tempe kacang hijau, selebihnya dari

konsentrasi tersebut akan menimbulkan bau yang tidak sedap karena nutrien yang

tersedia pada tempe kacang hijau tidak sebanding dengan jumlah kapang yang

tumbuh. Hal ini juga menandakan bahwa konsentrasi 0.1% adalah konsentrasi

minimum yang dapat menimbulkan aroma yang khas pada tempe kacang hijau.

Grafik penambahan konsentrasi ragi terhadap aroma tempe kacang hijau dapat

dilihat sebagai berikut :

Gambar 9. Rata-rata skor penerimaan aroma tempe kacang hijau dengan beberapa penambahan konsentrasi ragi

Tekstur. Tekstur tempe kacang hijau yang dinilai pada uji organoleptik

adalah sangat lunak, lunak, agak lunak, agak keras/kenyal, keras, dan keras sekali.

Skor tekstur berkisar dari 4.15 – 4.37 (kenyal/agak keras) (Gambar 10). Menurut

Sarwono (2002) tempe yang sudah jadi, miseliumnya tumbuh mengelilingi setiap

keping biji sehingga kepingan-kepingan itu menjadi satu kesatuan yang kompak.

aroma

2.903.5 3.53 3.55

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

0.05 0.1 0.15 0.2

konsentrasi

skor

29

Hal ini berarti semakin banyak ragi yang ditambahkan, semakin kompak tekstur

tempe yang dihasilkan. Hasil uji pada Tabel 3 diduga disebabkan batas waktu

fermentasi pada masing-masing konsentrasi penambahan ragi pada tempe sama,

tepat dan sesuai dengan pertumbuhan kapang. Kapang akan dapat tumbuh dengan

baik bila berada pada suhu yang sesuai dengan disertai jumlah energi yang

memadai. Waktu fermentasi yang sama disertai dengan pertumbuhan kapang yang

baik, dihasilkan tekstur tempe yang sama-sama baik (kenyal/ agak keras).

Menurut Sarwono (2002) tempe yang baik apabila dipegang terasa kenyal atau

agak keras. Grafik penambahan konsentrasi ragi terhadap tekstur tempe kacang

hijau dapat dilihat sebagai berikut :

Gambar 10. Rata-rata skor penerimaan tekstur tempe kacang hijau dengan beberapa penambahan konsentrasi ragi

Kepadatan. Kepadatan tempe berhubungan dengan rapat tidaknya jarak

antar kepingan-kepingan kacang hijau. Tingkat kepadatan dimulai sangat tidak

padat, tidak padat, agak tidak padat, agak padat, padat, dan padat sekali. Skor

kepadatan pada uji organoleptik berkisar 4.39 – 4.69 (agak padat sampai padat)

(Gambar 11). Penilaian panelis terhadap kepadatan tempe kacang hijau sama

untuk semua konsentrasi ragi. Grafik penambahan konsentrasi ragi terhadap

kepadatan tempe kacang hijau dapat dilihat sebagai berikut :

tekstur

4.15 4.3 4.1 4.37

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

0.05 0.1 0.15 0.2

konsentrasi

skor

30

Gambar 11. Rata-rata skor penerimaan kepadatan tempe kacang hijau dengan beberapa penambahan konsentrasi ragi

Kekompakan. Kekompakan tempe yang dimaksud berhubungan dengan

rapat tidaknya miselia-miselia kapang yang tumbuh diantara kepingan-kepingan

kacang hijau.Tingkat kekompakan yang dinilai terdiri dari sangat tidak kompak,

tidak kompak, agak tidak kompak, agak kompak, kompak, dan kompak sekali.

Skor kekompakan pada uji organoleptik adalah 3.85 – 4.27 (agak kompak)

(Gambar 12). Konsentrasi antara 0.05% sampai 0.2% memberikan tingkat

kekompakan yang sama. Menurut Sarwono (2002) tempe yang sudah jadi,

miseliumnya tumbuh mengelilingi setiap keping biji sehingga kepingan-kepingan

itu menjadi satu kesatuan yang kompak. Grafik penambahan konsentrasi ragi

terhadap kekompakan tempe kacang hijau dapat dilihat sebagai berikut :

Gambar 12. Rata-rata skor penerimaan kekompakan tempe kacang hijau

dengan beberapa penambahan konsentrasi ragi

kepadatan

4.39 4.35 4.374.69

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

0.05 0.1 0.15 0.2

konsentrasi

skor

kekompakan

3.854.27 4.2 4.19

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

0.05 0.1 0.15 0.2

konsentrasi

skor

31

Hasil uji lanjut perbandingan berganda Tukey dari kelima parameter

yaitu warna, aroma, tekstur, kepadatan, dan kekompakan menunjukkan bahwa

pada tekstur, kepadatan, dan kekompakan hasil antara konsentrasi 0.05%, 0.1%,

0.15%, dan 0.2% tidak berbeda nyata. Hasil uji lanjut pada warna menunjukkan

konsentrasi 0.05% , 0.1%, dan 0.2% tidak berbeda nyata. Uji lanjut pada aroma

konsentrasi 0.1%, 0.15% dan 0.2% tidak berbeda nyata. Kelima parameter,

konsentrasi 0.1%, 0.15%, dan 0.2% tidak berbeda nyata dalam arti konsentrasi

tersebut menghasilkan tempe dengan kualitas yang baik, walaupun pada warna

konsentrasi 0,1% tidak sebaik dengan konsentrasi 0.15%. Secara prinsip ekonomi

dipilih konsentrasi ragi 0.1% untuk pembuatan tempe kacang hijau yang baik

mengingat konsentrasi 0.1% mendominasi empat dari lima parameter.

Gambar 13. Tempe kacang hijau dengan berbagai konsentrasi ragi

Gambar 14. Tempe kacang hijau

32

Gambar 15. Irisan tempe kacang hijau dengan berbagai konsentrasi ragi

Gambar 16. Kepadatan dan kekompakan tempe kacang hijau

Kandungan Isoflavon

Isoflavon adalah subkelas dari flavonoid, yakni kelompok besar

antioksidan polifenol yang banyak dijumpai secara alami terutama pada kacang-

kacangan (Afriansyah, 2000). Penelitian mengenai isoflavon pada kacang-

kacangan umumnya masih relatif sedikit, dan terbatas pada kacang kedelai.

Isoflavon ditemukan dalam bentuk glikosida berupa daidzin, genistin, glisitin,

acetyldaidzin, dan acetylgenistin. Selain bentuk glikosida isoflavon juga

ditemukan dalam bentuk aglikonnya yaitu daidzein, genistein, dan glisitein

(Wuryani, 1992).

Kacang hijau merupakan salah satu jenis kacang-kacangan yang banyak

dikonsumsi oleh masyarakat dan ketersediaannya melimpah di Indonesia.

Penelitian tentang kandungan isoflavon pada kacang hijau belum banyak

dilakukan. Pada penelitian ini dilakukan analisis kandungan isoflavon pada

kacang hijau segar dan produk hasil olahannya berupa tempe kacang hijau dan

bubur kacang hijau. Senyawa isoflavon pada kacang hijau yang diteliti adalah

dalam bentuk aglikon berupa daidzein, genistein, dan glisitein. Tempe dan bubur

kacang hijau adalah dua teknik pengolahan kacang hijau yang berbeda yaitu

dengan fermentasi dan suhu tinggi (perebusan). Kandungan isoflavon akan dapat

dilihat perbedaannya dari dua pengolahan ini.

33

Analisis isoflavon yang dilakukan menggunakan metode HPLC dengan

dua kali ulangan. Alat HPLC yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 17. Hasil

analisis kandungan total isoflavon pada kacang hijau, tempe kacang hijau, dan

bubur kacang hijau dapat dilihat pada Tabel 4. Jumlah kandungan ini disajikan

dalam berat basah dan berat kering per 100 g bahan.

Tabel 4. Kandungan total isoflavon pada kacang hijau segar, tempe kacang hijau dan bubur kacang hijau per 100 g bahan

Hasil No

Kandungan

Isoflavon mg/100 g (bb) Kadar air mg/100 g (bk)

1 Kacang Hijau Segar 62.18 12.10 70.74

2 Tempe Kacang Hijau 21.05 64.32 59.00

3 Bubur Kacang Hijau 2.61 81.92 14.44

Gambar 17. Alat HPLC (High Performance Liquid Chromatography)

Kacang Hijau Segar/Mentah. Jumlah isoflavon pada kacang hijau segar

adalah 70.74 mg/100 g (bk) terdiri dari daidzein 35.88 mg genistein 21.81 mg dan

glisitein 13.05 mg (Lampiran 12a, 12b, dan 12c). Beberapa penelitian melaporkan

bahwa kandungan isoflavon pada kacang-kacangan dipengaruhi oleh varietas,

waktu panen, dan lokasi (Wang & Murphy, 1994; Mazur et al., 1998; Hoeck

et al., 2000), waktu tanam (Aussenac et al., 1998), dan kondisi iklim (Tsukamoto

et al., 1995). Kondisi pertumbuhan, varietas, lokasi, dan waktu tanam

34

membedakan jumlah senyawa isoflavon (Harbone, 1996). Kandungan isoflavon

kacang hijau masih lebih rendah dibanding kandungan isoflavon kedelai yaitu

149.54 mg/100 g (bk) (Wuryani, 1992). Hasil analisis pada kacang hijau segar

dapat dilihat pada Tabel 5 berikut :

Tabel 5. Kandungan isoflavon pada kacang hijau segar Hasil

No Jenis Isoflavon mg/100 g (bb) Kadar air mg/100 g (bk)

1 Daidzein 31.54 12.10 35.88

2 Genistein 19.17 12.10 21.81

3 Glisitein 11.48 12.10 13.05

TOTAL 62.18 70.74

Tempe Kacang Hijau. Jumlah isoflavon pada tempe kacang hijau adalah

59.00 mg/100 g (bk) yaitu daidzein 29.09 mg genistein 18.16 mg, dan glisitein

11.76 mg (Lampiran 13a, 13b, dan 13c). Kandungan isoflavon tempe kacang hijau

lebih kecil dari tempe kedelai. Menurut penelitian Wuryani (1992) tempe kedelai

mengandung isoflavon 65.29-144.39 mg/ 100 g (bk). Perbedaan kandungan

isoflavon pada tempe dipengaruhi oleh jenis kapang yang digunakan pada proses

pembuatan tempe (Wuryani, 1992). Kandungan isoflavon pada tempe kacang

hijau dapat dilihat pada Tabel 6 berikut :

Tabel 6. Kandungan isoflavon pada tempe kacang hijau Hasil

No Jenis Isoflavon mg/100 g (bb) Kadar air mg/100 g (bk)

1 Daidzein 10.38 64.32 29.09

2 Genistein 6.48 64.32 18.16

3 Glisitein 4.19 64.32 11.76

TOTAL 21.05 59.00

Kacang hijau 100 g mengandung isoflavon 70.74 mg (bk). Rendemen

kacang hijau kupas dan matang terhadap kacang hijau segar adalah 125%, maka

100 g kacang hijau segar setelah direndam dan dikupas kulitnya menghasilkan

125 g kacang hijau kupas. Rendemen tempe terhadap kacang hijau kupas adalah

97.09%, sehingga jumlah tempe yang didapat dari 100 g kacang hijau segar

35

adalah 121.36 g. Kandungan isoflavon 100 g tempe adalah 21.05 mg. Kadar air

tempe adalah 64.32%. Jadi kandungan isoflavon pada tempe yang berasal dari

100 g kacang hijau adalah sebagi berikut :

= )(36.121/55.2505.21100

36.121 bbtempegmgmgx =

= )(36.121/61.71100)32.64100(

55.25 bktempegmgxmg=

Kandungan isoflavon meningkat setelah proses fermentasi yaitu dari

70.74 mg menjadi 71.61 mg. Menurut Gyorgy et al., (1964); Mukarami et al.,

(1984); Coward et al., (1993); Wang & Murphy, (1994); Kaufman et al., (1997);

dan Murphy et al., 1999) menyatakan bahwa fermentasi tempe meningkatkan

kandungan aglikon, daidzein, dan genistein melalui hidrolisis β-glukosidase.

Peningkatan kandungan isoflavon pada tempe kacang hijau relatif kecil.

Hasil uji Paired sample t-test menunjukkan bahwa kandungan isoflavon 100 g

kacang hijau segar sebelum dan sesudah fermentasi (menjadi tempe) tidak

berbeda nyata pada α=0.05 (Lampiran 15). Hal ini berarti peningkatan kandungan

isoflavon pada proses fermentasi tidak terlalu signifikan.

Menurut Yulianto (2003) isoflavon mempunyai fungsi sebagai

osteoprotektif yaitu dapat mencegah terjadinya osteoporosis atau pengeroposan

tulang. Pengeroposan masa tulang ini memiliki efek samping memicu munculnya

kanker payudara dan endometrium (rahim). Isoflavon menstimulasi aktivitas

osteoblastik (pembentukan sel-sel tulang) melalui aktivitas reseptor-reseptor

estrogen dan meningkatkan produksi hormon pertumbuhan: insulin-like growth

factor -1 (IGF-1) (Herman, 2001). Menurut Afriansyah (2000) jenis isoflavon

genistein dapat menghambat pertumbuhan sel-sel kanker prostat dan menghambat

potensi penyebaran sel-sel kanker prostat.

Penelitian Potter dalam Yulianto (2003) menunjukkan bahwa konsumsi

isoflavon pada wanita pascamenopause sebesar 90 mg/hari selama enam bulan

dapat meningkatkan densitas mineral tulang. Hal ini berarti konsumsi tempe

kacang hijau 200 g/hari selama enam bulan dapat menyumbang tubuh mencegah

penyakit osteoporosis.

36

Bubur Kacang Hijau. Pengolahan panas merupakan salah satu cara

paling penting untuk merubah bahan mentah menjadi makanan yang siap

dikonsumsi. Bubur kacang hijau adalah salah satu hasil dari teknik pengolahan

dengan panas/suhu tinggi. Bubur kacang hijau mengandung isoflavon 14.44

mg/100 g (bk) (daidzein 6.01 mg, genistein 5.91 mg, dan glisitein 2.52 mg)

(Lampiran 14a, 14b, dan 14c). Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 7 berikut :

Tabel 7. Kandungan isoflavon pada bubur kacang hijau Hasil

No Jenis Isoflavon mg/100 g (bb) Kadar air mg/100 g (bk)

1 Daidzein 1.09 81.92 6.01

2 Genistein 1.07 81.92 5.91

3 Glisitein 0.46 81.92 5.52

TOTAL 2.61 14.44

Kacang hijau 100 g mengandung isoflavon 70.74 mg (bk). Kacang hijau

100 g menghasilkan 336.58 g bubur kacang hijau. Kandungan isoflavon 100 g

bubur adalah 2.61 mg. Kadar air bubur adalah 81.92%. Jadi kandungan isoflavon

pada bubur yang berasal dari 100 g kacang hijau adalah sebagi berikut :

= )(58.336/78.861.2100

58.336 bbbuburgmgmgx =

= )(58.336/56.48100)92.81100(

78.8 bkbuburgmgxmg=

Pengolahan perebusan pada kacang hijau menyebabkan kandungan

isoflavon mengalami penurunan dari 70.74 mg menjadi 48.56 mg. Menurut

Kudou et al., (1991) perlakuan panas pada analisis kimia isoflavon mempengaruhi

struktur isoflavon. Hasil uji Paired samples t-test menunjukkan bahwa kandungan

isoflavon 100 g kacang hijau segar sebelum dan sesudah perebusan (menjadi

bubur) berbeda nyata pada α=0.05 (Lampiran 16). Hal ini berarti pengolahan

menggunakan suhu 98ºC dapat menurunkan kandungan isoflavon. Penurunan ini

juga terjadi pada proses pemanasan susu kedelai rendah lemak dan tahu rendah

lemak yang menurunkan total isoflavon 57% dan 88% (Coward et al., 1998).

Wang dan Murphy (1994) menyatakan bahwa senyawa isoflavon harus

dikonsumsi manusia sebesar 1.5-2.0 mg/kg berat badan per hari untuk dapat

37

bertindak sebagai anti kanker. Orang yang memiliki berat badan 50 kg misalnya,

membutuhkan isoflavon sebesar 75-100 mg/hari. Bubur kacang hijau 1 piring

(282 g URT) yang dikonsumsi tiap hari oleh orang tersebut dapat menyumbang

tubuh mencegah penyakit kanker sebesar (40-50)%.

Kandungan Gizi

Kandungan gizi yang diteliti antara lain kadar air, kadar abu, lemak,

protein, dan karbohidrat masing-masing pada kacang hijau segar, tempe kacang

hijau, dan bubur kacang hijau. Hasil analisis proksimat yang dilakukan adalah

sebagai berikut :

Tabel 8. Hasil analisis proksimat kacang hijau segar, tempe kacang hijau, dan bubur kacang hijau (%bb)

No Bahan Kadar air

(%)

Kadar abu

(%)

Lemak

(%)

Protein

(%)

Karbohidrat

(%)

1 Kacang hijau segar 12.10 3.08 0.49 21.78 62.39

2 Tempe kacang hijau 64.32 0.25 0.20 14.96 20.27

3 Bubur kacang hijau 81.92 0.56 0.08 4.27 13.17

Tabel 9. Hasil analisis proksimat kacang hijau segar, tempe kacang hijau, dan bubur kacang hijau (%bk)

No Bahan Kadar abu

(%)

Lemak

(%)

Protein

(%)

Karbohidrat

(%)

1 Kacang hijau segar 3.50 0.56 24.78 70.98

2 Tempe kacang hijau 0.70 0.56 41.92 56.81

3 Bubur kacang hijau 3.10 0.44 23.62 72.84

Kadar Air

Kandungan air dari suatu bahan pangan perlu diketahui untuk menentukan

persentase zat-zat gizi secara keseluruhan. Berat kering suatu bahan pangan akan

dapat diketahui jika kandungan air bahan pangan tersebut diketahui, sehingga

dapat diketahui kandungan zat gizi lain dalam berat basah atau berat kering yang

konstan nilainya. Kadar air merupakan salah satu parameter penting untuk

menentukan mutu suatu produk. Produk yang mempunyai kadar air lebih tinggi

38

akan lebih mudah mengalami kerusakan atau tidak tahan lama dibanding produk

dengan kadar air yang rendah.

Kacang Hijau Segar. Pada Tabel 8 dapat dilihat bahwa kadar air kacang

hijau segar 12.10%. Jumlah ini tidak berbeda jauh dari hasil penelitian Slamet dan

Tarwotjo (1980) yaitu 15.50%. Penelitian Afrian (2002) menghasilkan data kadar

air kacang hijau sebesar 4.64%. Menurut Kay (1979) kandungan air kacang hijau

segar adalah 6.6-11.6%. Rata-rata kandungan air kacang hijau dari berbagai

varietas adalah 9.7% (Matthews, 1989). Perbedaan hasil ini dapat disebabkan cara

pengemasan dan penyimpanan kacang hijau yang kurang baik. Kacang hijau

biasanya ditempatkan di dalam karung atau wadah terbuka. Kondisi ini

menyebabkan terjadinya proses penyerapan air sehingga kadar air kacang hijau

meningkat.

Tempe Kacang Hijau. Tempe kacang hijau mengandung air 64.32%.

Kadar air tempe kacang hijau lebih rendah dibanding dengan kadar air tempe

kedelai yaitu 69%. Kadar air tempe kacang hijau sama dengan jumlah kadar air

tempe koro benguk (64%) dan tempe lamtoro (64%) (Depkes RI, 1981 dalam

Sarwono, 2002). Kadar air ini yang menyebabkan tekstur tempe kacang hijau

agak keras/kenyal. Tekstur ini adalah tekstur tempe segar yang baik yaitu tampak

padat dan apabila dipegang kenyal atau agak keras (Sarwono, 2002)

Bubur Kacang Hijau. Kandungan air bubur kacang hijau pada Tabel 8

adalah 81.92%. Kandungan air bubur kacang hijau banyak dipengaruhi oleh

jumlah air yang digunakan pada saat perebusan, suhu perebusan, dan lama waktu

perebusan.

Kadar Abu

Kandungan abu dari suatu bahan pangan menunjukkan residu bahan

anorganik yang tersisa setelah bahan organik dalam makanan didestruksi. Kadar

abu tidak selalu equivalen dengan bahan mineral karena ada beberapa bahan

mineral hilang selama volatilisasi atau interaksi antar konstituen. Semakin besar

nilai kadar abu, maka semakin banyak kandungan bahan anorganik.

Kacang Hijau Segar. Hasil analisis pada Tabel 9 menunjukkan bahwa

kadar abu dari kacang hijau segar 3.50% (bk). Hasil ini sesuai dengan literatur

39

bahwa kadar abu kacang hijau berkisar antara 3.4-3.5% (Kay, 1979) dan rata-rata

kandungan abu pada kacang hijau adalah 3.3% (Matthews, 1989). Hasil penelitian

Slamet dan Tarwotjo (1980), kadar abu kacang hijau mentah adalah 3.90% (bk)

dan 4.17% (bk) pada penelitian Afrian (2002). Jumlah abu yang dihasilkan dari

proses pembakaran tergantung dari kadar garam dalam biji (Pomeranz & Meloan,

1994).

Tempe Kacang Hijau. Kadar abu pada tempe kacang hijau adalah 0.70%

(bk). Kadar abu dari bahan pangan menunjukkan gambaran kasar dari mineral

bahan pangan tersebut. Kadar abu tempe kacang hijau dipengaruhi adanya

pengelupasan kulit kacang hijau pada saat fermentasi. Perlakuan perendaman pada

kacang hijau menyebabkan pengelupasan kulit yang lebih baik sehingga kulit

yang merupakan bagian yang banyak mengandung mineral terkikis sempurna

(Triantarti, 1989). Menurut Pomeranz dan Meloan (1994), bagian putih pada

endosperma memiliki kandungan abu kurang dari 0.5% sedangkan kulit, lapisan

aleuron, dan germ merupakan bagian yang kaya akan mineral. Adanya

pengelupasan kulit kacang hijau pada pengolahan tempe menyebabkan kadar abu

tempe menurun drastis.

Bubur Kacang Hijau. Pada Tabel 9, kadar abu bubur kacang hijau adalah

3.10% (bk). Kandungan mineral air yang digunakan untuk perebusan bubur ikut

mempengaruhi kadar abu bubur kacang hijau.

Kadar Lemak

Analisis lemak yang dilakukan adalah analisis lemak kasar (crude fat).

Metode yang digunakan pada analisis lemak adalah metode Soxhlet. Keuntungan

dari metode ini adalah sangat sederhana, bersifat universal, dan mempunyai

ketepatan dan kedapatulangan yang baik. Kelemahannya adalah membutuhkan

waktu lama (ekstraksi 2-6 jam), menggunakan pelarut yang mudah terbakar dan

adanya zat lain yang ikut terekstrak sebagai lemak.

Kacang Hijau Segar. Berdasarkan Tabel 9, kadar lemak kacang hijau

segar adalah 0.56% (bk). Menurut Kay (1979), kacang hijau mengandung lemak

1.0-1.3% dan menurut Matthews (1989) adalah 1.4%. Sedangkan penelitian

Slamet dan Tarwotjo (1980) kadar lemak kacang hijau adalah 1.78% (bk).

40

Perbedaan hasil ini diduga adanya perbedaan jenis dan varietas kacang hijau yang

diteliti.

Tempe Kacang Hijau. Tempe kacang hijau yang dianalisis mengandung

lemak 0.56% (bk). Kandungan lemak tempe kacang hijau jauh lebih kecil

dibanding jenis tempe-tempe yang lain. Menurut data Depkes RI (1981) dalam

Sarwono (2002), pada 100 g bahan, tempe kedelai mengandung lemak 12.9 g

(bk), tempe bongkrek 12.7 g (bk), tempe koro benguk 3.6 g (bk), dan tempe

lamtoro 6.9 g (bk).

Bubur Kacang Hijau. Kadar lemak bubur kacang hijau 0.08% (bk).

Jumlah lemak yang kecil ini disebabkan bubur kacang hijau diolah tanpa

penambahan gula dan santan. Bubur ini hanya terbuat dari kacang hijau yang

direndam kemudian direbus. Kandungan lemak bahan baku bubur yaitu kacang

hijau segar juga rendah. Kadar lemak yang cukup rendah menguntungkan karena

produk semakin tahan lama atau tidak mudah tengik serta aman dikonsumsi bagi

mereka yang memiliki berat badan berlebih.

Kadar Protein

Protein merupakan unsur gizi yang penting, sehingga hampir dalam semua

produk pangan jumlahnya selalu disyaratkan. Fungsi protein di dalam

metabolisme tubuh adalah sebagai unsur pembangun tubuh.

Penetapan protein secara akurat sulit dilaksanakan karena (1) protein

membentuk grup yang sangat beragam dan luar biasa kompleks baik dalam

komposisi maupun sifat sehingga sulit untuk memisahkan, memurnikan, atau

mengekstrak (2) adanya sifat amfoter protein (3) adanya sensitifitas protein

terhadap elektrolit, panas, pH, dan pelarut.

Analisis protein dalam makanan umumnya lebih ditunjukkan pada kadar

total protein dan bukan pada kadar protein tertentu. Jumlah g protein dalam bahan

pangan dihitung dari hasil perkalian jumlah g nitrogen dengan 6,25. Angka ini

berdasar anggapan bahwa protein sederhana mengandung 16% nitrogen.

Penetapan ini disebut penetapan protein kasar (crude protein) atau total protein.

Penetapan ini menggunakan asumsi bahwa semua nitrogen yang dianalisis berasal

dari protein.

41

Metode yang digunakan adalah metode semi mikro Kjedahl karena dapat

digunakan untuk semua bahan pangan atau makanan. Dengan metode ini

dianalisis kadar total nitrogen dari bahan pangan kemudian dikalikan dengan

faktor konversi untuk mendapatkan proteinnya. Faktor konversi kacang hijau

adalah 6.25 (Muchtadi, 1988).

Kacang Hijau Segar. Hasil analisis menunjukkan kadar protein kacang

hijau segar 24.78% (bk). Penelitian Slamet dan Tarwotjo (1980) menghasilkan

27.10% (bk) protein pada kacang hijau. Jumlah ini sesuai dengan literatur bahwa

kacang hijau mengandung protein 19.7-24.2% (Kay, 1979). Secara umum, rata-

rata kandungan protein pada kacang hijau adalah 23.6% (Matthews, 1989).

Tempe Kacang Hijau. Jumlah protein tempe kacang hijau adalah 41.92%

(bk). Protein tempe kedelai sebesar 59% (bk) (Depkes RI, 1981 dalam Sarwono,

2002). Kandungan protein tempe kacang hijau lebih tinggi dibandingkan dengan

tempe bongkrek 16% (bk), tempe koro benguk 28.3% (bk), dan tempe lamtoro

30.6% (bk).

Peningkatan jumlah protein kacang hijau setelah diolah menjadi tempe

disebabkan adanya pengelupasan kulit kacang hijau. Menurut penelitian Hidayah

(2002), perlakuan pengelupasan kulit menyebabkan adanya kecenderungan

peningkatan kadar protein. Uji ANOVA (p<0.01) pada penelitian Hidayah (2002)

menunjukkan adanya pengaruh yang sangat nyata pada perlakuan pengelupasan

terhadap kadar protein. Meningkatnya kadar protein kacang hijau pada tempe

kacang hijau juga disebabkan oleh komponen khitin dari dinding sel kapang

tempe (Hadioetomo,1982) dan perbedaan kadar air dari kedua bahan. Menurut

Fardiaz (1989), komponen struktural dinding sel pada kapang terdiri dari khitin

(protein) dan selulosa atau glukan.

Proses fermentasi mempengaruhi kualitas protein pada bahan makanan.

Hal ini disebabkan karena kapang Rhyzopus oligosporus mensintesis enzim

protease lebih banyak yang memecah senyawa organik kompleks menjadi lebih

sederhana sehingga menyebabkan protein pada tempe lebih mudah dicerna dan

diserap tubuh.

Bubur Kacang Hijau. Kandungan protein bubur kacang hijau adalah

23.62% (bk). Protein dalam bahan biologis terdapat dalam bentuk ikatan fisis

42

yang renggang maupun ikatan kimiawi yang lebih erat dengan karbohidrat atau

lemak. Ikatan-ikatan ini menyebabkan terbentuknya senyawa-senyawa

glikoprotein dan lipoprotein. Pemanasan menyebabkan protein dalam bahan

makanan mengalami perubahan dan membentuk persenyawaan dengan bahan lain,

misalnya antara asam amino hasil perubahan protein dengan gula-gula reduksi

yang membentuk senyawa rasa dan aroma makanan. Pemanasan yang berlebihan

akan merusakkan protein apabila dipandang dari sudut gizinya (Sudarmadji,

Bambang & Suhardi, 2000).

Kadar Karbohidrat

Total karbohidrat merupakan parameter untuk mengukur kandungan

karbohidrat dalam bahan pangan. Semakin tinggi kadar karbohidrat suatu produk,

maka produk tersebut dapat digunakan sebagai bahan pangan sumber energi.

Kadar karbohidrat ditentukan dengan metode by difference. Hasil analisis adalah

sebagai berikut :

Kacang Hijau Segar. Pada Tabel 9, jumlah karbohidrat kacang hijau

adalah 70.98% (bk). Jumlah ini tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian Slamet

dan Tarwotjo (1980), yaitu 67.22% (bk). Menurut literatur, jumlah total

karbohidrat berkisar antara 60.3-67.5% (Kay, 1979) dan rata-rata adalah 61.6%

(Matthews, 1989).

Tempe Kacang Hijau. Pada Tabel 9, tempe kacang hijau mengandung

karbohidrat 56.81% (bk). Jumlah karbohidrat ini lebih tinggi dibanding tempe

kedelai 40.96% (bk) dan tempe lamtoro 56.7% (bk), tetapi masih lebih rendah

dibanding tempe bongkrek 66.5% (bk) dan tempe koro benguk 64.4% (bk)

(Depkes RI, 1981 dalam Sarwono, 2002). Kapang Rhyzopus oryzae pada ragi

tempe mensintesis enzim pemecah pati (α-amilase) yang digunakan untuk

memecah karbohidrat menjadi substrat yang lebih sederhana. Proses katabolisme

ini berlangsung secara aerobik dan menghasilkan energi sebesar 38 molekul ATP

untuk keperluan metabolisme dan pertumbuhan kapang tempe (Rachman, 1989).

Bubur Kacang Hijau. Berdasarkan Tabel 9 jumlah karbohidrat bubur

kacang hijau 72.84% (bk). Bubur kacang hijau dapat digunakan sebagai bahan

pangan sumber energi karena kandungan karbohidratnya tinggi.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Pembuatan tempe kacang hijau per 1 kg kacang hijau mentah terdiri dari

pemilihan biji kacang hijau, perendaman dengan air kondisi asam (pH ± 4-5)

selama 12 jam, pengelupasan kulit dan pencucian dengan tangan, perendaman air

mendidih selama 15 menit, pendinginan menggunakan nyiru yang bersih agar

terhindar dari kontaminan mikroorganisme, pemberian ragi 0.1%, pembungkusan

menggunakan daun pisang berlubang dan penyimpanan selama 48 jam.

Hasil uji lanjut perbandingan berganda Tukey dari kelima parameter yaitu

warna, aroma, tekstur, kepadatan, dan kekompakan menunjukkan bahwa pada

tekstur, kepadatan, dan kekompakan hasil antara konsentrasi 0.05%, 0.1%, 0.15%,

dan 0.2% tidak berbeda nyata. Hasil uji lanjut pada warna menunjukkan

konsentrasi 0.05% , 0.1%, dan 0.2% tidak berbeda nyata. Uji lanjut pada aroma

konsentrasi 0.1%, 0.15% dan 0.2% tidak berbeda nyata. Kelima parameter,

konsentrasi 0.1%, 0.15%, dan 0.2% tidak berbeda nyata dalam arti konsentrasi

tersebut menghasilkan tempe dengan kualitas yang baik, walaupun pada warna

konsentrasi 0,1% tidak sebaik dengan konsentrasi 0.15%. Secara prinsip ekonomi

dipilih konsentrasi ragi 0.1% untuk pembuatan tempe kacang hijau yang baik

mengingat konsentrasi 0.1% mendominasi empat dari lima parameter.

Analisis kandungan isoflavon dilakukan menggunakan metode HPLC

pada kacang hijau segar, tempe kacang hijau, dan bubur kacang hijau. Jenis

isoflavon yang dianalisis antara lain daidzein, genistein, dan glisitein. Jumlah

isoflavon pada kacang hijau segar adalah 70.74 mg per 100 g bahan terdiri dari

daidzein 35.88 mg, genistein 21.81 mg, dan glisitein 13.05 mg. Jumlah isoflavon

pada tempe kacang hijau adalah 59.00 mg per 100 g bahan yaitu daidzein 29.09

mg, genistein 18.16 mg, dan glisitein 11.76 mg. Bubur kacang hijau mengandung

14.44 mg isoflavon per 100 g bahan (daidzein 6.01 mg, genistein 5.91 mg, dan

glisitein 2.52 mg).

Kandungan gizi yang diteliti antara lain kadar air, kadar abu, lemak,

protein, dan karbohidrat. Dari analisis proksimat yang dilakukan didapatkan hasil

sebagai berikut : kadar air kacang hijau segar 12.10% (bb), tempe kacang hijau

44

64.32% (bb), dan bubur kacang hijau 81.92% (bb). Kadar abu kacang hijau segar,

tempe kacang hijau, dan bubur kacang hijau masing-masing 3.5% (bk), 0.70%

(bk) dan 3.10% (bk). Kandungan lemak kacang hijau segar 0.56% (bk), tempe

kacang hijau 0.56% (bk), dan bubur kacang hijau 0.44% (bk). Kadar protein

kacang hijau segar 24.78% (bk), tempe kacang hijau 41.92% (bk), dan bubur

kacang hijau 23.62% (bk) dan total karbohidrat pada kacang hijau segar 70.98%

(bk), tempe kacang hijau 56.81% (bk), dan bubur kacang hijau 72.84% (bk).

Saran

Perlu dilakukan sosialisasi tentang kandungan gizi dan isoflavon kacang

hijau, tempe kacang hijau, dan bubur kacang hijau pada masyarakat. Tempe

kacang hijau merupakan salah satu produk baru hasil modifikasi kacang hijau.

Banyak penelitian lanjutan yang dapat dilakukan pada tempe kacang hijau antara

lain uji daya terima panelis pada tempe kacang hijau matang dengan berbagai

perlakuan misalnya digoreng, direbus, dan dikukus; uji kandungan isoflavon pada

tempe kacang hijau goreng, rebus, dan kukus; dan daya simpan tempe kacang

hijau dibandingkan dengan tempe-tempe yang lain.

DAFTAR PUSTAKA

Afrian RN. 2002. Mempelajari Sifat Kimia, Mutu Gizi, Sifat Fisik dan Organoleptik Bubur Kacang Hijau Instan [Skripsi]. Bogor : Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Aldercreutz H. 1998. Epidemiology of phytoestrogens. Baillieres Clin. Endocrinol. Metab. 12:605-623.

Anderson JJB, Carner SC. 1997. The effect of phytoestrogens on bone. Nutr.Res.17 :1617-1632.

Anthony MS, Clarkson TB, Williams JK. 1998. Effects of soy isoflavones on atheroselerosis: potential mechanisms. Am J. Clin. Nutr. 68 (suppl): 1390S-1393S.

Anwar F, Sulaeman A, Kustiyah L. 1999. Penuntun Praktikum Pengolahan Pangan Nabati dan Hewani. Bogor : Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Arfiansyah N. 2000. Tempe Dapat Hambat Kanker Prostat. http://www.kompas.com [April 2000].

Astawan M. 2004. Sehat Bersama Aneka Serat Pangan Alami. Solo : Tiga Serangkai.

Aussenac T, Lacombe S, Dayde J. 1998. Quantification of isoflavones by capillary zone electrophoresis in soybean seeds : effects of variety and environment. Am. J. Clin. Nutr. 68(suppl):1480S-1485S.

Buckle KA, Edwards RA, Fled GH, Wootton M. 1987. Ilmu Pangan (Penerjemah, H. Purnomo & Adiono). Jakarta : UI Press.

Coward L, Barnes NC, Setchell KDR, Barnes S. 1993. Genistein, daidzein, and their β-glycoside conjugates : antitumor isoflavones in soybean food from American and Asian diets. J. Agric. Food Chem. 41 :1961

Coward L, Smith M, Kirk M, Barnes S. 1998. Chemical modification of isoflavones in soy foods during cooking and processing. Am. J. Nutr. 68(suppl):1486S-1491S.

Desrosier NW. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Jakarta : UI Press.

Dewick PM. 1994. Isoflavonoids. In The Flavonoids : Advances since 1986. Ed. JB Harborne, New York, NY : Chapman-Hall, pp.117-238.

Direktorat Gizi Departemen Kesehatan. 1994. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Jakarta : Bharata.

46

Ewan CV, Morr, Seo A. 1992. Isoflavones aglicones and volatile organic compound in soybean, effects of soaking treatment. J.Food Sci.57

Fardiaz S. 1989. Mikrobiologi Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Bogor : Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.

Franke AA, Custer LJ, Cerna CM, Narala K. (1995). Rapid HPLC analysis of dietary phytoestrogens from legumes and from human urine. Proc Soc Exp Biol Med 208, 18-26.

Goldberg I. 1996. Functional Foods : Designer foods, pharmafoods, nutraceuticals. London : Chapman & Hall, Inc.

Gyorgy P, Murata K, Ikehata H. 1964. Antioxidant isolated from fermented soybeans (tempeh). Nature, 203 (4947), 870-871.

Hadioetomo RS. 1982. Dasar-dasar Mikrobiologi Jilid I. Bagian Mikrobiologi, Departemen Botani. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Harborne JB. 1996. The Flavonoid : Advances in research since 1986. London : Chapman & Hall, Inc.

Herman S. 2001. Hypocholesterolemic and Atherosklerosis Effect of Legumes Versus Animal Protein : Review of Animal and Human Studies. Jakarta : Center for Research and Development of Nutrition and Food, NIHRD.

Hidayah N. 2002. Kajian Teknologi Pembuatan Tepung Kacang Hijau Instan dan Analisa Nilai Gizinya. [Skripsi]. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Hoeck JA, Fehr WR, Murphy PA, Welke GA. 2000. Influence of genotype and environment on isoflavones contents of soybean. Crop Sci. 40:48-51

Judoamidjojo M, Darwis AA, Gumbira. 1992. Teknologi Fermentasi. Jakarta : Rajawali Press.

Kaufman PB, Duke JA, Brielmann H, Boik J, Okuhira JE. 1997. A comprehensive survey of leguminous plants as sources of the isoflavones, genistein, and daidzein: implication of human nutrition and health. J. Alternatine Complementary Med. 3:7-22.

Kay DE. 1979. Food Legume. London : Tropical Product Institute.

Knight DC, Wall Pl, Eden JA. 1996. A review of phytoestrogens and their effects in relation to menopausal symtoms. Aust. J. Nutr. Diet. 53 :5-11

Koswara S. 1995. Teknologi Pengolahan Kedelai. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.

47

Kudou S, Fleury Y, Weiti D, Magnonato D, Uchida T, Kitamura K, Okubo K. 1991. Malonylisoflavone glycosides in soybean seeds. Agric. Biol. Chem. 55:2227-2233.

Lilian. 2005. Bubur Kacang Hijau. http://www.flickr.com [20 September 2005].

Markham KR. 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Bandung : Penerbit ITB.

Marzuki AR. 1977. Pengenalan Varietas Kacang Hijau. Bogor : LP3.

Matthews RH. 1989. Legumes : Chemistry, Technology, and Human Nutrition. New York and Basel : Marcel Dekker, Inc. 235.

Mazur WM, Duke JA, Wahala K, Rasku S, Adlercreutz H. 1998. Isoflavonoids and lignans in legumes: nutritional and health aspects in humans. J Nutr Biochem 9, 193-200.

Muchtadi TR. 1989. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Bogor : Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.

Muchtadi. 1988. Evaluasi Nilai Gizi Pangan. Bogor : Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.

Mukarami H, Asakawa T, Tero J, Matsushita S. 1984. Antioxidant stability of tempeh and liberation of isoflavones by fermentation. Agric. Biol. Chem. 48: 2971-2975.

Murphy PA, Song T, Buseman G, Baru K, Beecher GR, Trainer D, Holden J. 1999. Isoflavones in retail and institusional soy foods. J. Agric. Food Chem. 47:2697-2704.

Naim M, Gestetner B, Bondi A, Birk Y. 1976. Antioxidative and antihemolytic activities of soybean isoflavones. J. Agric. Food Chem. 24:1174-1177.

Naim M, Gestetner B, Zilkah S, Birk Y, Bondi A. 1974. Soybean isoflavone, characterization, determination, and antifungal activity. Journal of Agr. Food Chem, 22(5), 806-809.

Nurasa D. 1991. Beberapa Bentuk Perubahan Protein Akibat Penggunaan Panas. Makalah Khusus. Bogor : Fakultas Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

Nurdiani R. 2003. Pemanfaatan Tepung Tulang Ikan Patin (Pangasius sutchi) untuk Meningkatkan Kandungan Kalsium Susu Kacang Hijau [Skripsi]. Bogor : Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

48

Pawiroharsono S. 1995. Metabolisme Isoflavon dan Faktor 2 (6,7,4’ trihidroksiisoflavon) pada Proses Pembuatan Tempe. Makalah Simposium Nasional Pengembangan Tempe dalam Industri Pangan Modern, Yogyakarta, 15-16 April.

Pomeranz Y, Meloan CE. 1994. Food Analysis Theory and Practice (3rd ed). New York : Chapman & Hall.

Rachman A. 1989. Pengantar Teknologi Fermentasi. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Bogor : Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.

Rahayu EA. 1993. Pengembangan Produk Modifikasi Kacang Hijau [Skripsi]. Bogor : Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Sarwono B, Saragih YP. 2003. Membuat Aneka Tahu. Jakarta : Penebar Swadaya.

Sarwono B. 2002. Membuat Tempe dan Oncom. Jakarta : Penebar Swadaya.

Sethell KDR, Aedin C. 1999. Dietary Isoflavones: biological effects and relevance to human health. J. Nutr. 129:758S-767S.

Slamet DS, Tarwotjo. 1980. Komposisi Zat Gizi Makanan Indonesia. Di dalam Penelitian Gizi dan Makanan. Jilid 4. Badan Penelitian dan Pengembangan Depkes RI.

Soeprapto AS, Sutarman. 1990. Bertanam Kacang Hijau. Jakarta : Penebar Swadaya.

Soeprapto HS. 1993. Bertanam Kacang Hijau. Jakarta : Penebar Swadaya.

Steinkraus KH. 1983. Handbook of indigenous fermented food. New York : Marcel Dekker, Inc. 131-146.

Sudamadji S, Bambang H, Suhardi. 2000. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta : Liberty dan Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Universitas Gadjah Mada.

Sulaeman A, Anwar F, Rimbawan, Marliyati SA. 1995. Metode Analisis Komposisi Zat Gizi Makanan [Diktat Kuliah]. Bogor : Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Sumarno. 1991. Mengenal Kacang Hijau. Malang : Balittan.

Suradikusumah E. 1989. Kimia Tumbuhan. Bogor : Departemen Pndidikan dan Kebudayaan, Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor.

49

Triantarti. 1989. Pengaruh Perlakuan Pendahuluan untuk Memudahkan Pengupasan Kulit Kacang Gude (Cajanus cajan) terhadap Tepung yang Dihasilkan [Skripsi]. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Tsukamoto C, Shimada S, Igita K, Kudou S, Kokubun M, Okubo K, Kitamura K. 1995. Factors affecting isoflavones content in soybean seeds : changes in isoflavones, saponins, and compotition of fatty acids at different temperatures during seed development. 43:1184-1192.

Wang H, Murphy PA. 1994. Isoflavon composition of American and Japanese soybeans in lowa : effects of variety, crop year, and location. J. Agric. Food Chem. 42 :1674-1677.

Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Winarsi H. 2004. Respons Hormonal dan Imunitas Wanita Premenopause terhadap Minuman Fungsional Berbahan Dasar Susu Skim yang diSuplementasi dengan Isoflavon Kedelai dan Zn [Disertasi]. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Wuryani. 1992. A Study of Isoflavon in Soybean and Tempeh [Tesis]. Departement of Food Science and Technology, Faculty of Agriculture and Food. London : University of Reading.

Yulianto WA. 2003. Kedelai, Bahan Pangan Penyanyang. http://www.sinarharapan.co.id [3 Desember 2005].

50

Lampiran 1. Formulir uji mutu organoleptik tempe kacang hijau mentah

Uji Mutu Hedonik

Nama :

Jenis Kelamin :

Tanggal Pengujian :

Dihadapan Anda disajikan beberapa contoh produk tempe kacang hijau

mentah. Berikan penilaian Anda terhadap warna, aroma, tekstur, kepadatan, dan

kekompakan dari masing-masing produk tempe tersebut. Beri nomor sesuai skor

pada jawaban pilihan anda :

Tabel 10. Formulir uji organoleptik Kode Warna Tekstur Kepadatan Kekompakan Aroma

Tabel 11. Skor penilaian tempe kacang hijau mentah Skor Warna Tekstur Kepadatan Kekompakan Aroma

1 Sangat Kusam Sangat lunak

Sangat tidak padat Sangat tidak kompak

Sangat tidak segar

2 Kusam Lunak Tidak padat Tidak kompak Tidak segar 3 Agak kusam Agak lunak Agak tidak padat Agak tidak

kompak Agak tidak

segar 4 Agak Putih

(cerah) Agak keras

(kenyal) Agak padat Agak kompak Agak segar

5 Putih (cerah) Keras Padat Kompak Segar 6 Sangat putih

(sangat cerah) Keras sekali

Padat sekali Kompak sekali Segar sekali

• Kepadatan berhubungan dengan rapat tidaknya jarak antar kepingan-kepingan kacang hijau

• Kekompakan berhubungan dengan rapat tidaknya miselia-miselia kapang yang tumbuh diantara kepingan-kepingan kacang hijau

Saran ............................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................ Terima Kasih

Lampiran 2a. Rekapitulasi hasil data uji mutu organoleptik tempe kacang hijau mentah ulangan 1

Konsentrasi Ragi 0.05% Konsentrasi Ragi 0.1% Konsentrasi Ragi 0.15% Konsentrasi Ragi 0.2% Panelis A B C D E A B C D E A B C D E A B C D E

1 3 5 4 4 3 5 5 5 6 5 2 4 4 3 2 1 3 3 2 1

2 4 2 2 5 4 5 4 4 5 5 3 4 5 3 4 3 3 3 3 2

3 5 2 2 3 2 6 5 5 4 4 5 5 6 5 5 5 6 4 3 5

4 5 3 5 5 5 5 3 4 4 5 5 2 3 3 4 5 5 6 5 2

5 1 5 5 4 2 5 4 3 5 5 5 5 5 4 5 2 5 5 4 3

6 3 5 5 5 1 4 4 5 2 3 4 3 5 2 4 2 6 4 5 1

7 4 3 3 4 4 4 3 4 5 5 4 2 3 4 2 5 5 5 5 3

8 5 3 5 5 1 6 5 6 6 2 5 5 4 4 2 6 6 6 6 3

9 5 5 5 3 3 3 3 4 4 2 4 4 4 5 2 3 4 5 6 4

10 4 4 3 3 1 5 4 5 4 3 4 4 5 4 2 1 5 5 4 3

11 4 4 2 3 3 2 3 2 3 3 5 4 3 2 4 2 2 3 3 4

12 3 4 4 4 3 5 4 5 4 2 3 3 4 4 4 4 3 5 4 4

13 4 4 4 6 2 3 4 5 5 5 3 3 5 5 4 3 5 6 5 4

14 1 6 6 6 1 5 5 5 5 2 4 5 5 5 1 4 4 4 4 2

15 5 2 3 5 1 2 5 5 5 2 5 6 5 5 3 2 6 6 6 2

16 3 5 6 4 1 4 6 5 5 1 4 4 5 3 1 4 6 5 3 3

17 2 5 5 3 1 1 6 6 2 1 5 4 3 2 2 3 5 5 2 3

18 6 4 5 5 5 3 3 4 3 3 3 2 3 2 3 2 4 4 3 3

19 5 4 5 5 2 5 3 4 5 3 5 3 4 5 3 5 4 5 5 3

20 4 5 1 2 1 5 5 3 2 1 4 3 4 4 3 6 6 6 4 3

21 4 4 3 3 2 3 4 4 4 3 5 5 4 5 4 3 4 4 3 3

22 4 5 5 4 4 5 2 5 5 5 4 4 5 4 4 5 4 5 4 3

23 2 5 5 4 3 1 4 4 5 4 4 5 5 5 3 2 4 5 3 3

24 3 2 2 2 1 5 4 5 5 4 4 4 4 4 2 5 4 5 5 5

25 4 5 5 4 1 4 6 5 4 1 4 6 5 4 1 4 5 5 4 1

26 5 3 4 5 4 5 2 3 2 5 5 5 5 5 5 5 4 4 5 4

27 4 5 4 3 3 5 5 5 4 4 5 6 5 3 4 5 6 5 3 3

28 3 4 5 3 3 2 5 5 2 2 5 5 5 5 4 3 4 5 4 3

29 5 5 5 5 5 2 2 2 4 3 4 5 4 4 4 3 3 5 4 3

30 3 5 5 4 2 5 4 3 5 5 4 4 4 4 3 5 3 5 5 5

Parameter :

A : warna

B : tekstur

C : kepadatan

D : kekompakan

E : aroma

Lampiran 2b. Rekapitulasi hasil data uji mutu organoleptik tempe kacang hijau mentah ulangan 2

Konsentrasi Ragi 0.05% Konsentrasi Ragi 0.1% Konsentrasi Ragi 0.15% Konsentrasi Ragi 0.2% Panelis A B C D E A B C D E A B C D E A B C D E

1 6 4 4 3 5 3 5 4 3 4 5 5 4 3 4 4 6 3 2 2

2 3 4 3 3 3 4 4 4 4 4 4 5 5 5 4 5 4 5 5 4

3 2 4 5 3 3 4 4 5 4 5 4 3 5 5 5 5 4 5 5 5

4 4 5 5 5 4 5 4 4 5 3 5 5 5 5 5 4 6 6 4 5

5 6 3 2 3 5 5 5 5 5 5 5 5 6 6 4 4 4 3 4 3

6 5 4 6 5 4 5 4 4 5 4 5 4 4 5 6 5 4 4 5 4

7 3 4 5 5 2 4 5 5 3 4 5 5 5 4 5 3 5 5 3 3

8 4 3 5 5 4 5 3 5 5 4 4 3 4 4 4 4 3 5 5 4

9 3 5 5 3 2 2 5 4 4 3 3 5 4 4 3 5 4 3 5 5

10 3 5 5 4 3 4 4 5 5 5 3 4 5 4 5 5 4 5 5 5

11 2 3 5 3 4 3 6 5 5 5 4 6 5 6 2 5 5 6 4 4

12 3 4 5 2 4 4 2 2 6 5 4 4 3 4 5 4 5 6 2 2

13 3 3 4 3 4 3 5 3 4 4 5 3 3 5 4 4 3 4 3 4

14 4 5 6 4 2 5 5 5 5 2 5 5 5 5 4 6 5 5 2 5

15 3 5 5 2 2 4 4 4 3 2 4 2 4 4 2 4 2 4 4 5

16 4 4 5 3 3 4 5 5 3 4 4 4 5 4 4 5 5 5 5 4

17 3 5 5 5 4 4 5 5 5 4 4 5 5 5 5 3 5 5 4 4

18 2 5 4 5 4 3 5 4 5 5 4 4 5 5 5 5 6 6 5 5

19 3 4 4 3 2 3 4 4 4 4 5 3 5 4 2 4 3 4 5 3

20 3 5 5 4 2 4 6 5 5 1 3 6 5 5 2 4 6 5 5 2

21 5 3 6 3 5 3 5 5 3 2 4 3 3 4 3 4 2 4 5 4

22 2 4 4 4 3 3 3 4 4 3 3 3 3 4 3 5 4 3 4 3

23 3 4 3 3 3 4 5 3 4 3 5 4 5 4 5 4 4 4 4 4

24 4 5 6 3 4 4 4 3 5 5 4 3 3 5 5 5 3 3 5 3

25 4 4 4 2 3 5 5 5 5 4 5 4 5 5 4 5 4 5 5 5

26 3 3 4 3 4 4 5 4 4 3 5 5 3 2 3 5 4 5 4 5

27 5 5 5 5 1 3 6 5 4 1 4 2 3 4 4 3 4 5 6 5

28 4 5 5 5 4 5 5 5 5 5 5 5 5 6 5 5 5 5 5 5

29 4 5 5 4 2 5 4 5 5 5 3 3 4 4 3 4 4 5 4 5

30 4 4 5 5 5 5 4 5 5 4 3 4 5 5 4 4 5 5 5 5

Parameter :

A : warna

B : tekstur

C : kepadatan

D : kekompakan

E : aroma

53

Lampiran 3. Hasil analisis kruskal wallis pengaruh penambahan konsentrasi ragi terhadap warna tempe kacang hijau (Vigna radiata L)

konsentrasi N Mean Rank Warna 0.05% 60 100.72

0.1% 60 123.48 0.15% 60 133.09 0.2% 60 124.71 Total 240

Test Statistics(a,b) warna

Chi-Square 7.802 db 3

Signifikan. .050 a Kruskal Wallis Test b Grouping Variable: konsentrasi Lampiran 4. Hasil analisis kruskal wallis pengaruh penambahan konsentrasi ragi

terhadap aroma tempe kacang hijau (Vigna radiata L) konsentrasi N Mean Rank

Aroma 0.05% 60 96.13 0.1% 60 128.13 0.15% 60 129.03 0.2% 60 128.71 Total 240

Test Statistics(a,b) aroma

Chi-Square 10.380 df 3

Signifikan. .016 a Kruskal Wallis Test b Grouping Variable: konsentrasi Lampiran 5. Hasil analisis kruskal wallis pengaruh penambahan konsentrasi ragi

terhadap tekstur tempe kacang hijau (Vigna radiata L) konsentrasi N Mean Rank

Tekstur 0.05% 60 116.38 0.1% 60 125.40 0.15% 60 112.70 0.2% 60 127.52 Total 240

Test Statistics(a,b) tekstur

Chi-Square 2.046 db 3

Signifikan. .563 a Kruskal Wallis Test b Grouping Variable: konsentrasi

54

Lampiran 6. Hasil analisis kruskal wallis pengaruh penambahan konsentrasi ragi terhadap kepadatan tempe kacang hijau (Vigna radiata L)

konsentrasi N Mean Rank Kepadatan 0.05% 60 120.98

0.1% 60 112.96 0.15% 60 112.47 0.2% 60 135.60 Total 240

Test Statistics(a,b) kepadatan

Chi-Square 5.093 db 3

Signifikan. .165 a Kruskal Wallis Test b Grouping Variable: konsentrasi Lampiran 7. Hasil analisis kruskal wallis pengaruh penambahan konsentrasi ragi

terhadap kekompakan tempe kacang hijau (Vigna radiata L) konsentrasi N Mean Rank

kekompakan 0.05% 60 102.30 0.1% 60 130.58 0.15% 60 124.73 0.2% 60 124.38 Total 240

Test Statistics(a,b) kekompakan

Chi-Square 6.366 db 3

Signifikan. .095 a Kruskal Wallis Test b Grouping Variable: konsentrasi

55

Lampiran 8. Hasil uji perbandingan berganda Tukey pengaruh penambahan konsentrasi ragi terhadap warna tempe kacang hijau (Vigna radiata L)

Multiple Comparisons Tukey HSD

95% Confidence Interval

Dependent Variable

(I) konsentrasi

(J) konsentrasi

Mean Difference

(I-J)

Std. Error

Sig. Lower

Bound Upper Bound

0.05% 0.1% -.32 .199 .385 -.83 .20 0.15% -.53(*) .199 .039 -1.05 -.02 0.2% -.33 .199 .338 -.85 .180.1% 0.05% .32 .199 .385 -.20 .83 0.15% -.22 .199 .696 -.73 .30 0.2% -.02 .199 1.000 -.53 .500.15% 0.05% .53(*) .199 .039 .02 1.05 0.1% .22 .199 .696 -.30 .73 0.2% .20 .199 .746 -.31 .710.2% 0.05% .33 .199 .338 -.18 .85 0.1% .02 .199 1.000 -.50 .53

warna

0.15% -.20 .199 .746 -.71 .31* The mean difference is significant at the .05 level. Lampiran 9. Hasil uji perbandingan berganda Tukey pengaruh penambahan

konsentrasi ragi terhadap aroma tempe kacang hijau (Vigna radiata L)

Multiple Comparisons Tukey HSD

95% Confidence Interval

Dependent Variable

(I) konsentrasi

(J) konsentrasi

Mean Difference

(I-J)

Std. Error

Sig. Lower

Bound Upper Bound

0.05% 0.1% -.60(*) .229 .045 -1.19 -.01 0.15% -.65(*) .229 .025 -1.24 -.06 0.2% -.65(*) .229 .025 -1.24 -.060.1% 0.05% .60(*) .229 .045 .01 1.19 0.15% -.05 .229 .996 -.64 .54 0.2% -.05 .229 .996 -.64 .540.15% 0.05% .65(*) .229 .025 .06 1.24 0.1% .05 .229 .996 -.54 .64 0.2% .00 .229 1.000 -.59 .590.2% 0.05% .65(*) .229 .025 .06 1.24 0.1% .05 .229 .996 -.54 .64

aroma

0.15% .00 .229 1.000 -.59 .59* The mean difference is significant at the .05 level.

56

Lampiran 10. Proses Pembuatan Bubur Kacang Hijau

Tahapan proses pembuatan bubur kacang hijau adalah pemilihan kacang

hijau, perendaman, dan perebusan (Lilian, 2005). Kacang hijau yang digunakan

sama dengan biji kacang hijau pada pengolahan fermentasi (pembuatan tempe).

Perendaman dilakukan dengan menggunakan air biasa pH ± 7 selama 12 jam.

Perebusan dilakukan selama 20 menit untuk kacang hijau sebanyak 200 g pada

suhu 98°C karena pada periode ini biji kacang hijau telah pecah dan lunak serta

bubur mulai kental. Perbandingan kacang hijau dan air perebusan adalah 1 : 5

(Lilian, 2005). Bubur kacang hijau yang diolah adalah bubur kacang hijau tanpa

penambahan gula, jahe, santan, ketan hitam, susu maupun daun pandan. Hal ini

dilakukan untuk mengetahui pengaruh teknik pengolahan kacang hijau dengan

suhu tinggi (perebusan) terhadap kandungan isoflavon dan kandungan gizinya.

Gambar 18. Metode pembuatan bubur kacang hijau (Vigna radiata L) (Lilian,

2005)

Kacang hijau

direndam dalam air pada suhu ruang semalam (12 jam)

direbus 20 menit (air : kacang hijau = 5 : 1 )

bubur kacang hijau

57

Lampiran 11. Metode Analisis Senyawa Isoflavon

Analisis dilakukan pada kacang hijau segar, tempe kacang hijau dan bubur

kacang hijau. Metode analisis senyawa isoflavon yang digunakan adalah sebagai

berikut :

Gambar 19. Bagan analisis senyawa isoflavon

Ditimbang sampel ± 5 gram

dikeringkan dalam oven 40°C (± 1 jam)

diekstrak dengan methanol absolut (3 x 50 ml)

disimpan dalam suhu 0°C (semalam)

diuapkan dengan rotavapor pada suhu 70°C

ekstrak yang kering dilarutkan dalam 10 ml methanol absolut

disentrifuse pada kecepatan 4000rpm (20 menit)

diinjek (HPLC)

58

Kromatogafi Cairan Kinerja Tinggi (HPLC) digunakan untuk analisis

kuantitatif. HPLC yang digunakan berada pada kondisi sebagai berikut :

Volume sampel : 20µl

Kolom : Bondapak RP 18 (250 x 4 m, 5µm)

Eluen : Asam asetat 3% (pelarut A) dan Asetonitril (pelarut B)

Gadien : 20% B dalam (AB) sampai 60% (AB) selama 35 menit

Detektor : UV 261 nm

Kecepatan alir : 1 ml/menit

Suhu : 35ºC

Integator : C 2500 Merck/Hitachi

Hasil analisis senyawa isoflavon berupa grafik disertai dengan data RT

(Retention Time), dan luas area grafik. Perhitungan senyawa isoflavon yang

didapat adalah sebagai berikut :

)(

100)(1000

)()}1000/(tan[]{

gsampelbobot

xml

mlakhirvolumexmgdarsxndarstaarealuas

contoharealuas

Keterangan : [ ] standar = 1000 ppm

Volume akhir = 5 ml (kacang dan tempe), 1 ml (bubur)

Bobot sampel = 5 g (kacang), 14.01 g (tempe), 21.65 g (bubur)

RT (Retention Time) standar, senyawa daidzein berada pada kisaran 1.86,

genistein kisaran 2.92, dan glisitein kisaran 3.59. Penentuan jumlah senyawa

isoflavon pada grafik contoh berdasarkan pada RT (Retention Time) dan luas

grafik area standar.

59

Lampiran 12a. Peak standar kandungan isoflavon kacang hijau segar pada analisis HPLC

Lampiran 12b. Peak sampel ulangan 1 kandungan isoflavon kacang hijau segar

pada analisis HPLC

60

Lampiran 12c. Peak sampel ulangan 2 kandungan isoflavon kacang hijau segar pada analisis HPLC

Lampiran 13a. Peak standar kandungan isoflavon tempe kacang hijau segar pada

analisis HPLC

61

Lampiran 13b. Peak sampel ulangan 1 kandungan isoflavon tempe kacang hijau pada analisis HPLC

Lampiran 13c. Peak sampel ulangan 2 kandungan isoflavon tempe kacang hijau

pada analisis HPLC

62

Lampiran 14a. Peak standar kandungan isoflavon bubur kacang hijau pada analisis HPLC

Lampiran 14b. Peak sampel ulangan 1 kandungan isoflavon bubur kacang hijau

pada analisis HPLC

63

Lampiran 14c. Peak sampel ulangan 2 kandungan isoflavon bubur kacang hijau

pada analisis HPLC

Lampiran 15. Hasil paired sample test kandungan isoflavon pada 100g kacang

hijau segar sebelum dan sesudah fermentasi (menjadi tempe). Paired Samples Test

Paired Differences 95% Confidence Interval of the

Difference

Mean Std.

Deviation Std. Error

Mean Lower Upper t df Sig. (2-tailed)

Pair 1

ISOKCG – ISOTMP

-.8400 5.10531 3.61000 -46.7094 45.0294 -

.233 1 .854

Lampiran 16. Hasil paired sample test kandungan kandungan isoflavon pada 100g

kacang hijau segar sebelum dan sesudah perebusan (menjadi bubur).

Paired Samples Test

Paired Differences 95% Confidence Interval of the

Difference

Mean Std.

Deviation

Std. Error Mean Lower Upper t df

Sig. (2-tailed)

Pair 1

ISOKCG – ISOBBR

22.0750 9.43988 6.67500 -62.7389 106.8889 3.307 1 .047

64

Lampiran 17. Metode Analisis Zat Gizi

Analisis zat gizi yang dilakukan meliputi kadar air, abu, lemak, protein,

dan total karbohidrat. Analisis dilakukan pada kacang hijau segar, tempe kacang

hijau, dan bubur kacang hijau.

Kadar Air Metode Oven Biasa (Sulaeman et al., 1995). Cawan logam

atau porselen dikeringkan dalam oven pada suhu 100-105ºC sekitar 30 menit.

Cawan tersebut didinginkan dalam desikator sampai dingin (sekitar 30 menit),

kemudian ditimbang. Sampel sebanyak kira-kira 2 g dimasukkan ke dalam cawan

kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 100-105ºC sekitar 4-5 jam. Setelah

itu cawan didinginkan dalam desikator (sekitar 30 menit) lalu ditimbang.

Perhitungannya adalah sebagai berikut :

% kadar air (basis basah) = (B1-B2)/B x 100%

B = Berat contoh (g)

B1 = Berat (sampel + cawan) sebelum dikeringkan

B2 = Berat (sampel + cawan) setelah dikeringkan

Kadar Abu (Sulaeman, et al., 1995). Cawan porselen dipanaskan dalam

oven, lalu didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Sampel ditimbang

sebanyak 3-5 g dalam cawan, kemudian dibakar di atas api bunsen. Setelah tidak

berasap, lalu dimasukkan ke dalam tanur, dibakar sampai didapat abu putih keabu-

abuan (selama 5-6 jam, pada suhu 450-550ºC. Cawan diambil, lalu didinginkan

dalam desikator, setelah itu ditimbang.

Rumus penghitungan kadar abu sebagai berikut :

% Kadar Abu = %100)(

)( xgramSampelBerat

gramAbuBerat

Kadar Lemak dengan Metode Soxhlet (Sulaeman et al., 1995). Labu

lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105ºC selama 30 menit, lalu

didinginkan dalam desikator (15 menit), kemudian ditimbang (A). Sampel

ditimbang sebanyak 5 g (S) tepat langsung dalam saringan timbel. Pelarut lemak

dimasukkan ke dalam labu lemak secukupnya. Timbel dimasukkan ke dalam alat

ekstraksi soxhlet. Labu lemak dipanaskan dan dilakukan ekstraksi selama 3-4 jam.

Labu lemak diangkat dan dikeringkan dalam oven pada suhu 105ºC, lalu

65

didinginkan dalam desikator selama 20-30 menit, kemudian ditimbang (B).

Perhitungan untuk kadar lemak sebagai berikut :

% Kadar Lemak = [B-A]/S x 100%

Kadar Protein dengan Metode Mikro Kjedahl (Sulaeman et al., 1995).

Sampel ditimbang sebanyak 0,1 g sampai 0.6 g, kemudian dimasukkan ke dalam

labu kjedahl, lalu ditambahkan 1 g selenium mix dan H2SO4 pekat sebanyak

10 ml. Mula-mula dipanaskan dengan api kecil, kemudian dibesarkan sampai

terjadi larutan yang bewarna jernih kehijauan dan uap SO2 hilang. Kemudian

dipindahkan ke dalam labu destilasi dan ditambahkan 10 ml NaOH 10% atau

lebih, lalu disulingkan. Destilat ditampung dalam 20 ml larutan asam borat 3%.

Larutan asam borat dititrasi dengan HCL standar menggunakan metil merah

sebagi indikator.

Rumus perhitungan kadar protein :

% Protein = % total Nitrogen x Faktor konversi

% Total Nitrogen =

%10014)( xcontohbobotmg

xnpengencerafaktorxHCLNxcontohml

Total Karbohidrat Metode Proximate (Winarno, 1997). Total

karbohidrat dihitung dengan Carbohidrate by Difference, yaitu penentuan

karbohidrat dalam bahan makanan secara kasar, bukan melalui analisis tetapi

melalui perhitungan sebagai berikut :

% Karbohidrat = 100% - %(protein + lemak + abu + air)

Lampiran 18. Hasil analisis proksimat tempe kacang hijau dengan konsentrasi ragi 0.1%

Kadar Air Kadar Abu Kadar Lemak Kadar Protein Kadar Karbohidrat Bahan Ulangan Rata-rata Ulangan Rata-rata Ulangan Rata-rata Ulangan Rata-rata Ulangan Rata-rata

Kacang Hijau 12.283 3.045 0.505 22.125 62.042 11.906 12.095 3.119 3.082 0.465 0.490 21.781 21.781 62.729 62.386

Tempe Kacang Hijau 63.240 0.292 0.215 13.529 22.724 65.397

64.319 0.208

0.250 0.185

0.200 16.390

14.959 17.820

20.272

Bubur Kacang Hijau 81.157 0.584 0.081 4.595 13.583

82.689 81.923

0.544 0.564

0.077 0.079

3.942 4.268

12.748 13.165