jurnal pondasi - sonny
TRANSCRIPT
1
PONDASI PRACETAK BAMBU KOMPOSIT
Benedictus Sonny Yoedono, Sri Murni Dewi, Agoes Soehardjono Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya Malang
Jl. MT. Haryono 167, Malang 65145, Indonesia E-mail : [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku deformasi pondasi telapak pracetak bambu
komposit dengan titik berat pada pelat dan balok rib pondasi yaitu lendutan akibat beban yang diberikan dan pola keretakan yang terjadi. Benda uji dalam penelitian ini terdiri dari 3 (tiga) variasi tipe pondasi pracetak bambu komposit yang dibedakan berdasarkan letak kolom (tengah, pinggir, dan sudut), dimana setiap tipe terdiri dari 3 (pengulangan) benda uji. Sehingga jumlah benda uji adalah 9 (sembilan) buah. Ukuran pelat pondasi yaitu 45 cm x 80 cm x 5 cm. Tulangan utama yang dipakai baik untuk pelat, balok rib dan kolom menggunakan bambu petung dimensi 1 cm x 1 cm. Pengujian dilakukan dengan memberikan beban pada kolom pondasi hingga kondisi elastis (tidak sampai runtuh). Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa (1) Beban rerata P (retak awal maksimum) yang mampu ditahan oleh pondasi pracetak bambu komposit adalah 3332 kg untuk pondasi tipe T-1, 3132 kg untuk tipe T-2, dan 936 kg untuk tipe T-3. Lendutan (Δ) rerata maksimum sampai tahap retak awal adalah 3,49 mm pada pondasi tipe T-1, 5,58 mm pada pondasi tipe T-2, dan 15,47 mm pada pondasi tipe T-3. Nilai beban (P retak awal) yang mampu ditahan oleh variasi pondasi tipe T-1 memiliki perbedaan yang cukup besar, hal ini menunjukkan kualitas pekerjaan yang kurang seragam, sedangkan untuk variasi pondasi tipe T-2 dan T-3 tidak jauh berbeda, hal ini menunjukkan kualitas pekerjaan yang cukup seragam. Perbandingan nilai beban P retak awal dan lendutan antara hasil pengujian laboratorium dan analisis teoritis menunjukkan perbedaan yang cukup besar. (2) Pada semua tipe pondasi pracetak bambu komposit (tipe T-1, T-2, dan T-3) memiliki pola retak yang sama, yaitu keretakan dimulai pada beton tarik (retak lentur) , namun pada pondasi tipe T-1 dan T-2 seiring bertambahnya beban, retak lentur yang terjadi menjadi semakin banyak dan menjalar menuju beton pada daerah tekan (retak geser). Kata kunci: bambu Petung, beton pracetak, pondasi telapak I. PENDAHULUAN
Dalam pembangunan rumah tinggal, terdapat beberapa permasalahan yang sering dihadapi beberapa di antaranya yaitu : (1) harga bahan bangunan yang relatif mahal dan selalu mengalami kenaikan dari waktu ke waktu, diperlukan adanya alternatif bahan yang murah, mudah didapatkan, namun memiliki kekuatan yang tinggi; (2) tingginya tingkat polusi sebagai akibat dari produksi, limbah, dan pemakaian bahan bangunan, perlu adanya alternatif bahan bangunan yang sangat minimal menimbulkan polusi; (3) proses pelaksanaan pembangungan yang relatif lama,
Permasalahan harga bangunan yang relatif mahal dan tingginya tingkat polusi pemakaian bahan bangunan dapat
diatasi salah satunya dengan penggunaan bahan alam yaitu bambu. Bambu adalah bahan alam (tumbuhan) yang memiliki keunggulan sifat yang hampir menyerupai baja tulangan dalam menyumbangkan kekuatan tarik pada beton bertulang. Alasan pemakaian bambu sebagai alternatif tulangan pada beton antara lain adalah : murah, mudah mendapatkannya, tidak menimbulkan polusi dan memiliki kekuatan tarik yang tinggi. Sedangkan, untuk mengatasi proses pelaksanaan pembangunan yang relatif lama, dipergunakan teknologi beton pracetak. Beton pracetak adalah beton yang dicetak di dalam suatu acuan, dibuat di pabrik, dan tidak dipasang pada bangunan sampai bagian ini mengeras sepenuhnya (Murdock, L.J, Brook, 1979). Teknologi beton pracetak semakin
2
banyak digunakan karena beberapa kelebihannya yaitu : relatif lebih ringan, percepatan waktu pelaksanaan pekerjaan, tidak tergantung cuaca, penggunaan tenaga kerja di lapangan yang relatif sedikit, kontrol kualitas lebih terjamin karena dibuat di pabrik, lebih tahan korosi dan kerusakan lainnya, tanpa menggunakan perancah, bekesting dapat dipergunakan berulang-ulang, dan lebih ekonomis karena banyak langkah-langkah yang dapat dikurangi pelaksanaannya.
Pondasi adalah termasuk struktur bagian bawah (substructure) dari suatu bangunan yang berhubungan langsung dengan tanah. Fungsi pondasi tersebut adalah untuk dengan aman meneruskan reaksi terpusat dari kolom dan atau dinding ataupun beban-beban lateral dari dinding penahan tanah, ke tanah, tanpa terjadinya penurunan-tak-sama (differential settlement) pada sistem strukturnya, juga tanpa terjadinya keruntuhan pada tanah (Nawy 2008). Sehingga pada penelitian ini diambil topik mengenai pondasi telapak pracetak bambu komposit, dengan variasi letak kolom pondasi yang berbeda (tengah, tepi, dan sudut). Penelitian ini ditujukan untuk bangunan rumah tinggal sederhana. Tujuan yang ingin dicapai penelitian ini adalah: 1) Ingin mengetahui hubungan antara
beban yang diberikan dan lendutan yang terjadi pada pondasi telapak pracetak bambu komposit
2) Ingin mengetahui pola retak yang terjadi akibat beban yang diberikan pada pondasi telapak pracetak bambu komposit
II. HUBUNGAN BEBAN,
DEFLEKSI, dan RETAK BETON Hubungan beban – defleksi pelat
yang diperkuat balok rib pada pondasi pracetak bambu komposit diasumsikan sama dengan beton bertulang biasa,
sehingga dapat diidealisasikan menjadi bentuk trilinier seperti yang diperlihatkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Hubungan Beban – Defleksi Pada Beton
Tahap Praretak : Daerah I Segmen praretak dari kurva beban-defleksi pada dasarnya berupa garis lurus yang memerlihatkan perilaku elastis penuh. Tegangan tarik maksimum pada balok dalam daerah ini lebih kecil daripada kekuatan tariknya akibat lentur, atau bisa dikatakan lebih kecil dari modulus of rupture (fr) beton (gambar 1). Kekakuan lentur EI dapat diestimasi menggunakan Modulus Young (Ec) beton dan momen inersia penampang beton bertulang tak retak. Perilaku beban-defleksi bergantung pada hubungan tegangan-regangan beton. Besarnya Ec dapat diestimasi dengan menggunakan rumus empiris :
24700 ' cE f c N mm= .............. (1) Tahap Paska retak : Daerah II Merupakan daerah paska retak (setelah retak) terkontrol yang masih dapat diterima. Pada daerah ini, hampir semua balok terletak pada kondisi beban layan. Pada balok bertumpuan sederhana, retak semakin lebar pada daerah lapangan, sedangkan pada tumpuan hanya terjadi retak minor yang tidak lebar. Tahap Paska serviceability : Daerah III Pada daerah ini tegangan pada tulangan tarik sudah mencapai leleh. Balok terus mengalami defleksi tanpa penambahan beban, dan retaknya semakin terbuka.
Defleksi , Δ
Beban
III II I
(Sumber : Nawy.1998)
Askmd I
kptr
3
IB p1
Asekemde
II
kopeteri1
2
3.
IVB
pe1.
Akekeh
moen
II
onenelase
1.
2.
.
VBa
en.
khkuhomn
I.
nnahet
V. ah
Bn
hiunanmg
BTK
nstght HNbtMbpmtsJpd
MhaBeBs3
irnn
mega
BTKtr
ggh
ilHNbatuMbapemtistJapeda
Manali
Beil
30
rnndncenan
BATUKerugadlm
HaNu
amul
Moamen
mentraneran
MEn
ahitietlin0
nydecun n t
AULekukandibmasugmlaormnemngrunsrbn
E
haiaton
yaerur
mte
MLkuksntb
misigr
mbanri
mbngmggukssba
n
ET
ananonnd
M
a r ramer
MLAuasiti buahl robungisbu
ggmpgiktseanb
T
n n n deM
anmarj
MBAati b
ukhp
ohugascu
gapui tuennba
O
i
erMP
ay
n aka
BUAN
tak
bakth mpeho
u ancou danunm
ur n
ndaj
OD
n
r P
akya
ksad
UNGankajtikmeno
n o dantnym
((
dinja
D
yni dra
kaant
sidin
U Gn
khjak
many db(apti y
me(g(2n
a
DO
ym
dea
a.
anngtoimn
SGA
hua aauy(
dabe1pb
yaenga20ng
s
O
yamenta
n g
otmny
SEA
usd
anupe1apet9abaai ndam00gase
OL
anmenga-
t
amuya
EAN
bsudin puli9pato99at ajk
dem0aneb
L
ngeliga-r
te
l uma r
EBNbausi duid
99at
on99djakeek
mb0
n ba
O
g ipanra
erjd
mru
BAN Bamsnd
daundi93t n 9)dia ekkab
0)
ag
OG
pun ataC
rjada
pm
up
ABmnydaaln eik3)
b) migtukuatamp
g
G
ut
a Ca
adappyp
AGBAmb
yaalalaem
ka)
dbem
guuluati
armpa
G
GI
ti
am
dipaa
yaptu
GAJbua am
amm
anm
dermeunlaati kr 2me
eai
G
I
di: krem
i atdanur
GAJ
u
mm mpn mig
rtuennaantake2)eln
Gam
P
dig
kuen
mp
kt
dangre
AIJA
sm
piS
meguunyaknganek).langtu
m
PE
gu
uanpu
ke
a g e
I A
sebbir
Suenunlaykagan k. akggul
mb
E
u
atcur
erm
.
P
seebbeberiurnynan
yeanant
ku
kugula
ba
N
un
t ara
rumbs
P
ebbaeters,rjyanangelinntaua
ukunan
ar
NE
na
anan
unmebee
PE
bagtorb, oatakgid
n sn dariata
kanang
2
E
ak
tnan
ntenetg
EN
agaonbaa
oktaka. disedaikan
anaga
2.
EL
ka
tea
tungto
ge
N
again agankuakan
ikebank n
n anan
D
LI
an
kf
uhgaoner
NG
gai b
gantauskan
kibany
n b
pnn
Di
IT
n
kaf’d
haakn a
G
ai t
beaiarsuan
i bag
n yaba
pen n
ia
T
anc
di
ank
GG
tueri raumn
bag
anaj
en
d
ag
TI
n
g
n kib
dd
G
ulrtma mb
se
aha
ngja
nb
di
gra(
IA
sgu
tbadadi
GA
blatuml
mobeb
hi
g a
nebaid
am(SAN
d
beb
un
teataeik
AN
baanulaao ab
hw
eliamda
mSuN
da
beb
na
ektkerki
N
ahnga
acain
daha
wa
itmal
m TumN
al
etbeak
kakaraiu
NT
haganan dahwag
a
tiambla
Temb
la
toeska
ananahut
T
anan
ngam
:anwaga
anbuam
egbe
am
onsaan
n n h ti
I
n n g, m n a
ai
n u
m
gaer
m
n ar n
anr :ng: MgaMan
Mon-or
Rris
4
Resc
2
4
5
6
egco
2
3
4.
.
6.
gano.
2.
.
n19
g99dm5BtTs
bmpadPmkptuuKPbdtututebHmdsdsb
an99dem56BtuTuse
bampaaddePamkepeul
unKhPebaditululel
beHamdire
di a
be
n 9)en
m3
60a
uluen
alem
addaenate
eselula
nthenaltulalalaebasenreb
anet
B) ngb0
aman
ulang
om
daalngthla
simuantuoneoulananahbesinek
ba
ngo
Ba
gbe
:mbnangk
okmua agahuakm
uangukosel
oklangngh eril
nykoagn
gaon
am
aeto: 9b
ngngka
k ub
ahanurku
mpangk rolitk, angg
ra
yimo
ganeatn t
mb
ano9u
gagan
ab
h n rrupunganstowti
nganan
ap
mm
aiegt ta
bu
n n0
u angan
ska
bakug ntrwiakginn
pap
mpmei ga
an
u
n (03
n.anng
bk
alo
baahkaula
n ruw ankoi
n bn b
da ppuenp
art
np
d
(k3
P
n g
bekaok7al
hmananu
uk
n ol
bb
dikeun
peratepa
da
pkg
P
etank
78lomn n unb
ktG
lo
baaja
koenulkndena erba
an
peg
Pe
b
ton, k 8%oka
ntbatuGd
omb
amajaaponnek
dang
bt
n B
er)
etu
ba
on
b%k an
btualur
Gadimbama
plinselan
asggd
batu
B
rbP
u
aj
ny
be%
dn
bauklor savila
m, ambs
ikstitn
sikgadiataul
aj
baPC
un
ja
. yet
dedp
ahk okse
vaakd
mbusekatrutia
n kanimasa
ja
anC
ng
a
yato
endp
hw
k edamkud
mbu ecasuan
kan
ms
an
a
ndC:P
g
aitonji
ngane
wd
dmu
dabud
casi
ukn
annti
ma
ng
diP
Ø
Htun ikgann
wadibe
mi ukanu daarikksn
n i
an
ga
inPa
Ø
Hu
bkaan
n nea igberh
kan
aprakasi
b
tnad
an
ngas
d
Ø
Ha
ba n K
elib
gueth(
ans
paa anbK
ba
tua dan
gasir
di
asm
e
tKit
bauntoa(2n sla
atmn baKahu
ul
anb
anr:
m
4
simrt
tuKutiaamnonan20
abadt me
anKhhwunanm
n bi
n :K
me
4
ilnmotud
ulusanman,na0pb
damem
nghawntnm
a
K
en
nyomuldiasun
mbak, a 0
pab almem
gar
watungma
pas
e
n
ymlaib
anumn buka
04adb
laen
mudurea ukgaatpa
bri
si
m
yameanbangm
u an
k
4)dabeahnuadiune
k antepe
d
bik
i
mm
a ennganga
ma
mn kh
a eth nga
na
n,eriendi
erki
m
n g ndana
m
hu
to
ggsk
an
ia
ngig
rail
m
bdn
dme
su
. e
on
gak
n.(bdte
algggu
at=
s
cl
binb(2deemsesu
eln b
anka
d
(2bdierl guun
t =
se
u
cule
bangba2enmebu
Hley
bantanda
20baiprl
unna
5
eb
u
ukenamgkaj0n
mibausn
Hemyahtik
n al
00ampalebnak
53
ba
un
kuntmbka
00giliagn
Hamanhwkdla
05mbakebbanak
p36
ag
ntu
utub
kaa. 03gaikgany
asme
nw
kadaam
5bkabiajaaka
pe6
ga
u
3
upurbuan
3)ankiaiya
ilenngwaananm
),buaiihjaanan
er :
ai
uk
3
p r u n
) n i i a
l n g a n n
m
, u i h a n n
r :
i
k
S
idps1
2
3
pbutb
Sp
indapese1.
2.
3.
pebauktuba
p
niarenep.
.
.
elamkuulal
pe
arinpe
lamualo
esJ
adi ger3((3((3((M
atmburaanok
G
sifJud3
gurt3 (T(g3 (T(g3 (T(gMt buan
ngk
G
fium
da3
ulti
(Tga
(Tga
(Tga
Mab
u n
gar
Ga
G
ikm
ala
ant(t-1am(t-2am(t-3amasbe
dn anrib
am
G
kamlah(n
tetig1)mtig2)mtig3)msietdtun b
mb
am
aslah (tingerlg)
mbg)
mbg)
mbintoaul1
b d
ba
m
siah
9ig
gali
gad
bga
bga
dbngonlala10d
ar
mb
i Bh 9 gaaniha) dea
a) da
a) deag-n aman0
de
r 3
ba
BB(
a)n ha
benar
bdear
ben
ar-mt
mng n
3a
ar
BeB(s)
atbngr 3b
enr 4bn
r 5mte
m gac
ng
a.
4
enBese
st pug3u
ng4u
ng5
maebdan
cmga
T
4a
ndenemv
sepauaaa
uagaa
uagaa
asbadun
man
Ta
a.
dndmvaebadahana,3ahana dahana dsinalua
n , n
am
T
ada
mbarbadh n 3h n dh n dnl a 1ptu
mp
Ta
a ua biriaanappbp
dapp
dang
5a peu
pa
am
ujU
ilaasny T
popob dpop
anpopoang b5 arcel
ula
ak
mp
jiUansiyaTonosdonpon onosn b
racmlaan
k
pa
i Ujn)i ak
Tandsidandos4ndsi5
bec
ahm atn
A
ak
i ) l
kabdsi
andsi4bdis5benm
h x
t ng
Ata
k A
db
lek bedai n dasi
b)dasi b)ndm
(xd
ga
as
A
dbuet
3el
ask6
asi )
ask
) da
(xx dian
s P
Ata
dauata3 l i
ko6)i k
i k
a d
x 1
ipn
P
as
alaah
ak
1t
ol)
tk
tko
udibd
peb
on
s P
amh
k (
.:telo
teko
teol
ujb
dac
erba
nd
Po
mh y
(t: elom
elolo
elo
i beancmrkam
da
on
m yktig
apm
apo
apom
tern m kum
as
nd
pyakog
pm
pm
pm
tei y
uamb
si
da
peanola
pad
pam
pa
ert
y)datbu
T
as
enngo
a
akdi
ak
akd
rdtu)
dat u
Tip
si
ng om
)
k t
k d
k di
diuld
and1
pe
T
nete
m )
tte
tdi
ts
irladen de1
e
Tip
elier
ipen
ipi
ipsu
i anenja
enc
1
pe
itrddk
peng
pet
peu
dngngarngcm
e 2
tiadidaka
e ga
e te
e d
dagagaragam
2
aniranal
ah
2ep
3du
arananakan
m x
n ri n li
1 h
2 pi
3 ut
ri n n k n x
m
1m
se
T
mm
en
Ta
cm
n
ab
K
G
cmm.
ng
be
KTTTTTTTTT
Ga
G
m . H
gk el
KOTTTTTTTTT
am
G
Huka
l
O-
T-T-T-T-T-T-T-T-
mb
am
uban
1
OD111222333
ba
m
d
bng
.
DABC
2A2B2CA
3B3C
ar
mb
da
bug
S
DEA B C A B C A B C
r 3
ba
an
und
Sp
E
3b
ar
n
ngdi
pe
b.
4
t
gaiik
es
. T
4b
tu
ank
si
Ta
b.
ula
n ka
if
am
T
an
aat
fik
m
Ta
n
and
ka
T
T
T
mp
am
ng
ntde
a
T
T
T
T
pa
mp
ga
taen
si
TI
IP
IP
IP
k
pa
an
arng
i
IP
P
P
P
I
ak
n
r ga
B
P
E
E
E
Iso
k I
s
tuan
Be
PE
E
E
E
om
Is
se
uln
en
E
1
2
3
m
so
en
lan k
nd
2
3
met
om
ng
anka
d
tr
me
gk
ngaw
a
ri
et
k
gaw
a U
P
ri
a
anwa
U
T
Po
i P
an
nat
Uj
K
T
S
on
Po
ng
n bt b
i P
K
TE
SU
nd
on
g
bb
POKO
EN
T
U
da
nd
b
ae
OO
N
TE
UD
si
da
ba
amn
OSOL
NG
EP
D
i T
as
aj
mbnd
SILO
GA
P
DU
Ti
si
ja
bdr
ISO
A
PI
U
ip
T
a
ura
SOM
AH
T
pe
Tip
Ø
u at
I M
H
T
1
pe
Ø
d
M
H
1
e 2
Ø
da
2
4
4
an
4
4
n
P
DVdPLa2mjpm
P
DVdePeLaw20mjikpam
e
DGVa
enenVw00
mekad
me
G
r
G arnn
VDwa
0enkader
Ga
rla
riag
neDal 0
naa a re
DG
am
ak
(ab
gaenDT
s0. amd
ep
G
mb
k
(Db
anntuT st
mdi
pr
G
1
ba
kuP
Dile
n ud
trH
mpib
re
Ga
ar
uaPaiae j
uadruHpibe
tes
am
r 7
anadal
uanid
ukHailkebit
se
mb
7aD
n dl
umn daktask
batiken
ba
a. D
Bda
GD
mj
astusi
kaank
nt
ar
TDia
Ba GD
mlajusa
ur il anni
k a
r
Taal
Bese
GaDifahumard
n i,
as
5a
amG
enetauifeh mrkded
p
ik
a.
mpGa
ndtiugfer
mlkaenda
peD–
ka
. T
paau
daiagred
laannar
erDG– an
Ta
akug
a apgeen
daahn
ngri
rilG
n
am
k ge
Up e) n
anh
pgai la
G
p
m
Ae P
Uti
tin
dp
an
akdt
p
mp
AtPo
Ujipd
ial
da
n p
kudatie
ak
D
tason
i pedaallean
adp
peu anitiri
k
DG
s nd
e anl etn
dapremd
nikil
A
G2
Pda
pn
akn a romde
n k la
At
(L
Poas
po
klh
ogmo
efL
ak
ta
LV
sii T
onLT
k lehagrodfoLV
ku
as
G
VD
isiT
nLVTry
etasradeorV
yu
P
Ga
DT
i TTip
ndVrayaasiamelrm
VDys
Po
am
T)
Tupe
daVDanankl
mlamDyastr
on
m
ume 1
asDnsngk
pm ban
maT
anru
nd
mb
m1
si Tsfg D
peban asT nguk
da
ba
D
mp
dT fob
Deman
si d
g kt
si
r
DG
pu
di
orb
DGmnts
di
tu
i T
6
G3
ua
ip(Lrm
beGmontutestip
ur
Ti
6.
3
an
paLmerb odu
ertrupa
dr
ip
Is
n d
asin
mabs
dS
seuasdy
pe
so
da
saneatbese
deSAeb
uksa
daya
3
om
an
aneatoederelaAb
ktuanapan
33
me
n
nga
ordartaan
APbuungpang
3
et
g r
r) a. a n P ut ur g at g
trii PPeennuul
G
lan
Ga
ts
t
ng
am
teseg
inse(Pte
ga
m
eret
ga
niedPer
an
D
mb
rdtt
am
i d),rj
n
DG
ba
detinm
da, a
G
P
G1
r
efng
mb
anl
ad
G
Po
1
7
fog
ba
angledi
am
n
7b
org ar
Vadgken.
m
d
. TD
rmur Vdakand
mb
as
TD
mup7
Vaalandu
ba
si
TaDia
map 7aarlan ut
ar
T
mal
as
a riah
vta
5
Ti
mpl G
si.bs
iah van
5b
ip
paGa
. besaab
van
b.
pe
akau
enambe
ari(
T
1
k Sug
Pnmel
pia(Δ
Ta
1
Sage
Pondmp
poabΔ)
am
ame P
odapab
obe),
mp
P
mPo
sia aibesiel,
pa
pon
isui ebisl s
ak
D
innd
siujdbasit
se
k I
G
ngda
i i
deas teer
Is
2
g Pas
dens
errta
so
(L
Posi
ddng
ika
om
LV
osT
diapgadkka
p
me
DT
sisTip
iapa
dakoatp
et
T)
sipe
al pan
alaolt o
ri
i Te 1
at n gamoa
ola
i P
Tu1
gd
gm
omada
Po
um
gda
m mda
on
DG
m
gadilam
m alre
nd
G3
mp
aulimp
laet
da
3
u
ugh
mbpe
ahta
as
an
gehabaenph ak
si
n
e at arnepo
bk
T
d
pr elonbey
Tip
da
p1
litndeby
pe
an
da
10tidaban
e 3
n
daad0 iaas
ban
3
5
anda
ansi
anng
5
n a
n i n g
6
V. HASIL DAN PEMBAHASAN Hubungan Beban dan Lendutan
Pengujian dilakukan pada saat benda uji berumur 28 hari. Pembebanan dilakukan dengan memberikan beban terpusat P pada kolom pondasi. Tahapan pembebanan dilakukan setiap 1 (satu) strip pembacaan proving ring kapasitas 10 Ton (1 strip = 54 kg). Selama pengujian dilakukan pencatatan nilai beban, deformasi/ lendutan, serta
pengamatan terhadap pola retak yang terjadi. Gambar hubungan beban dan lendutan benda uji dapat dilihat pada gambar 12a sampai dengan 14c dan tabel 2 sampai dengan tabel 4.
Gambar 8a. Tampak Atas Posisi Tumpuan dan Dial Gauge Pondasi Tipe 2
Gambar 8b. Tampak Samping Posisi Tumpuan dan Dial Gauge Pondasi Tipe 2
Gambar 9a. Tampak Atas Posisi Tumpuan dan Dial Gauge Pondasi Tipe 3
Gambar 9b. Tampak Samping Posisi Tumpuan dan Dial Gauge Pondasi Tipe 3
Gambar 10. Setting up pondasi
DG2
DG1DG3
(LVDT)
P
DG1
DG2 (LVDT)
DG3
DG4DG5
DG1 (LVDT)
DG2
KLEM
KLEM
DG1 (LVDT) DG2
KLEM
P
7
Gambar 12a. Hubungan Beban dan Lendutan Pondasi T-1A
Gambar 12b. Hubungan Beban dan Lendutan Pondasi T-1B
Gambar 13a. Hubungan Beban dan Lendutan Pondasi T-2A
Tabel 2. Rerata Hub. Beban dan Lendutan Pondasi Tipe 1
Gambar 12c. Hubungan Beban dan Lendutan Pondasi T-1C
Gambar 13b. Hubungan Beban dan Lendutan Pondasi T-2B
Gambar 13c. Hubungan Beban dan Lendutan Pondasi T-2C
Tabel 3. Rerata Hub. Beban dan Lendutan Pondasi Tipe 2
8
Dari hasil pengujian pondasi tipe 1 dapat dilihat bahwa beban maksimum retak awal (initial crack ) pada pengujian di laboratorium adalah 4002 kg untuk Tipe T-1A, 3240 kg untuk Tipe T-1B, dan 2754 kg untuk Tipe T-1C. Sehingga rerata beban maksimum retak awal adalah 3332 kg. Hasil pembacaan nilai lendutan rerata Tipe T-1A, T-1B, dan T-1C, masing-masing adalah 2.95 mm untuk DG 1, 3.49 mm untuk DG2, dan 2.58 mm untuk DG3 Dari hasil pengujian pondasi tipe 2 dapat dilihat bahwa beban maksimum retak awal (initial crack ) pada pengujian di laboratorium adalah 3294 kg untuk Tipe T-2A, 3024 kg untuk Tipe T-2B, dan 3078 kg untuk Tipe T-2C. Sehingga rerata beban maksimum retak awal adalah 3132 kg. Hasil pembacaan nilai lendutan rerata Tipe 2A, 2B, dan 2C, adalah 5.58 mm pada DG1, 4.49 mm
pada DG 2, 3.41 mm pada DG3, 4.24 mm pada DG4, dan 1.63 mm pada DG5. Dari hasil pengujian pondasi tipe 3 dapat dilihat bahwa beban P maksimum retak awal (initial crack) pada pengujian di laboratorium adalah 864 kg untuk Tipe T-3A, dan 972 kg untuk Tipe T-3B dan T-3C. Sehingga rerata beban maksimum retak awal adalah 936 kg. Hasil pembacaan nilai lendutan rerata Tipe T-3A, T-3B, dan T-3C, pada DG 1 lendutan rerata laboratorium adalah 15.47 mm dan 1.46 mm pada DG2 Perbandingan Hasil Analisis Teoritis dan Hasil Pengujian Laboratorium
Analisis teoritis dilakukan sebagai kontrol terhadap hasil penelitian di laboratorium. Dalam penelitian ini analisis teoritis menggunakan program bantu SAP 2000 ver. 10.01
Gambar 14a. Hubungan Beban dan Lendutan Pondasi T-3A
Gambar 14b. Hubungan Beban dan Lendutan Pondasi T-3B
Gambar 14c. Hubungan Beban dan Lendutan Pondasi T-3C
Tabel 4. Rerata Hub. Beban dan Lendutan Pondasi Tipe 3
9
Dari tabel 5 sampai dengan tabel 7 dapat dilihat bahwa perbedaan yang cukup besar pada hasil lendutan teoritis dan uji laboratorium. Hal ini disebabkan antara lain : masih adanya beberapa perbedaan kondisi benda uji laboratorium dan analitis teoritis. Walaupun di dalam analitis secara teoritis parameter-parameter, asumsi, dan konsep yang digunakan telah diusahakan semirip mungkin dengan uji laboratorium, kesulitan di dalam analitis teoritis antara
lain kondisi kekakuan benda uji dan tumpuan. Selain itu pembuatan benda uji yang kurang baik, kemungkinan kesalahan dalam pembacaan, dan pelaksanaan pengujian yang kurang sempurna juga diperkirakan menjadi penyebab perbedaan tersebut. Pola Retak Pengamatan pola retak dilakukan secara visual, digambar dan dicatat pada tingkat pembebanan tertentu.
Tabel 5. Perbandingan Hasil Teoritis dan Laboratorium Beban dan Lendutan Pondasi Tipe 1
Tabel 6. Perbandingan Hasil Teoritis dan Laboratorium Beban dan Lendutan Pondasi Tipe 2
Tabel 7. Perbandingan Hasil Teoritis dan Laboratorium Beban dan Lendutan Pondasi Tipe 3
Gambar 16. Tampak Bawah Pola Retak Pondasi Tipe 1A
Gambar 15. Tampak Atas Pola Retak Pondasi Tipe 1B
10
Dari gambar 15 sampai dengan 24 dapat dilihat bahwa pada semua pondasi
tipe T-1, T-2 dan T-3, pola retak yang terjadi didahului dengan retak lentur
Gambar 18. Tampak Bawah Pola Retak Pondasi Tipe 1C
Gambar 17. Tampak Bawah Pola Retak Pondasi Tipe 2A
Gambar 19a. Tampak Atas Pola Retak Pondasi Tipe 2B
Gambar 19b. Tampak Bawah Pola Retak Pondasi Tipe 2B
Gambar 22. Tampak Bawah Pola Retak Pondasi Tipe 2C
Gambar 21. Tampak Atas Pola Retak Pondasi Tipe 3A
Gambar 24. Tampak Atas Pola Retak Pondasi Tipe 3B
Gambar 23. Tampak Atas Pola Retak Pondasi Tipe 3C
Gambar 19. Tampak Atas Pola Retak Pondasi Tipe 2B
Gambar 20. Tampak Bawah Pola Retak Pondasi Tipe 2B
11
tepat di bawah kolom pondasi dimana beban P diberikan, namun untuk pondasi tipe T-2 dan T-3 setelah penambahan beban, retak semakin banyak dan menjalar menjadi retak pada daerah beton tekan (retak geser) Kesimpulan 1. Nilai beban (P retak awal) yang
mampu ditahan oleh variasi pondasi tipe T-1 memiliki perbedaan yang cukup besar, hal ini menunjukkan kualitas pekerjaan yang kurang seragam, sedangkan untuk variasi pondasi tipe T-2 dan T-3 memiliki nilai beban (P retak awal) yang tidak jauh berbeda, hal ini menunjukkan kualitas pekerjaan yang cukup seragam.Perbandingan nilai beban P retak awal dan lendutan antara hasil pengujian laboratorium dan analisis teoritis menggunakan SAP 2000 menunjukkan perbedaan yang signifikan
2. Pada semua tipe pondasi pracetak bambu komposit memiliki pola retak yang sama, yaitu keretakan terjadi dengan didahului retak pada beton tarik, seiring dengan bertambahnya beban, maka retak semakin banyak dan menjalar menuju daerah tekan (retak geser).
Saran 1. Perlu penelitian lanjutan mengenai
kapasitas dan perilaku pondasi pracetak bambu komposit sampai dengan beban runtuh
2. Perlu alternatif analisis teoritis tambahan, sebagai pembanding perhitungan analisis dengan SAP, sehingga hasil yang diperoleh dapat lebih meyakinkan.
3. Pada pengujian di laboratorium perlu memerhitungkan peralatan tambahan (dial gauge, LVDT, dsb) yang dapat
mengkoreksi pembacaan perilaku benda uji, sehingga hasil yang diperoleh semakin baik
4. Faktor-faktor yang memengaruhi hasil penelitian harus diperhatikan dengan baik, khususnya pada saat penelitian di laboratorium.
VI. UCAPAN TERIMAKASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Sri Murni Dewi, MS. dan Prof. Dr. Ir. Agoes Soehardjono, MD., MS. selaku Pembimbing Thesis dan semua pihak yang memberikan kontribusi terhadap pelaksanaan penelitian. DAFTAR PUSTAKA Ervianto, W.,I. 2006. Eksplorasi Teknologi
dalam Proyek Konstruksi: Beton Pracetak dan Bekisting. Andi Offset. Yogyakarta.
Ghavami, Khosrow. 2005. Bamboo as Reinforcement in Structural Concrete Elements. Cement and Concrete Composites Vol 27: 637-649. http:www.elsevier.com.\
Khare, L. 2005. Performance Evaluation of Bamboo Reinforced Concrete Beams. The University of Texas. Arlington.
Malikha, S. 2009. Variasi Kekuatan Bambu Petung Tanpa Nodia dalam Arah Radial. Skripsi. Universitas Negeri Malang.
Nawy, E.,G., & Suryoatmono, B. (Penerjemah). 1998. Beton Bertulang Suatu Pendekatan Dasar. PT. Refika Aditama. Bandung.
Panitia Teknik Standardisasi Bidang Konstruksi dan Bangunan. 2002. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung (SNI 03-2847-2002). Badan Standardisasi Nasional. Bandung.
Phaturahman, J.,F., & Kusuma, D.,A. 2003. Aplikasi Bambu Pilinan Sebagai Tulangan Balok Beton. Dimensi Teknik Sipil Volume 5 No. 1:39-44. http:puslit.petra.ac.id.
Dewobroto, Wiryanto, “Aplikasi Rekayasa Konstruksi dengan SAP 2000” Edisi Baru. Elex Media Komputindo. Kelompok Gramedia. Jakarta. 2007