jurnal perspektif arsitektur vol. 7 no. 1 issn 1907-8536

81

Upload: yesserpriono

Post on 24-Nov-2015

205 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

  • JURNAL PERSPEKTIF ARSITEKTUR

    Volume 7 / No. 1, Juli 2012

    Yoga Restyanto, ST

    Penataan Kembali Kawasan Ruang Terbuka Bawah Jembatan Kahayan

    Menjadi Nyaman Sesuai Dengan Aturan

    Ir. Hibnu Mardhani, MT; Candra Gunawan, ST

    Penataan Kembali Kawasan Bersejarah Batu Banama

    Lola Cassiophea, ST., M.Eng

    Pasar Mingguan Di Lingkungan Permukiman

    Jalan Putri Junjung Buih Kota Palangka Raya

    Subrata Aditama, ST., MT; Eka Anggriani, ST

    Analisis Pengendalian Biaya dan Waktu Menggunakan Metode Konsep Earned Value

    (Studi Kasus Proyek Pembangunan Bundaran Seth Adjie)

    Adelgrit Trisia Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

    Dalam Pencegahan Kecelakaan Kerja.

    Yesser Priono, M.Sc Pengembangan Kawasan Ekowisata Bukit Tangkiling Berbasis Masyarakat

    Mochammad Ichsan, ST

    Sistem Penunjang Keputusan Dengan Metode AHP dalam Menentukan Penerima Surat Keterangan Miskin dari Kelurahan atau Kecamatan di Kota Palangka Raya

  • Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 7 / No.1, Juli 2012

    i ISSN 1907 - 8536

    JURNAL PERSPEKTIF ARSITEKTUR Volume 7 / No. 1, Juli 2012 Jurnal Perspektif Arsitektur merupakan media komunikasi keilmuan dan keprofesian bidang

    arsitektur. Majalah ini diterbitkan atas kerjasama Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas

    Palangka Raya (UNPAR) dengan Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Kalimantan Tengah. Jurnal ini

    terbit pada setiap bulan Juli dan Desember.

    R E D A K S I

    Penerbit Publisher

    : Jurusan Arsitektur UNPAR

    Pelindung Patron

    : Dekan Fakultas Teknik Universitas Palangka Raya Ketua Ikatan Arsitek Indonesia Pusat

    Penanggung Jawab Chairman

    : Ketua Jurusan Arsitektur Universitas Palangka Raya

    Pemimpin Redaksi Editor in Chif

    : Yesser Priono, ST., M.Sc

    Sekertaris Secretary

    : Giris Ngini, ST

    Redaksi Pelaksana Editorial Team

    : Theresia Susi, ST., MT Elis Sri Rahayu, ST., MT Wijanarka, ST., MT

    Dewan Redaksi Editorial Board

    : Dr. Indrawan Permana Kamis, ST., MA Ir. Syahrozi, MT Ir. Doddy Soedigdo, IAI Ir. Hibnu Mardani, MT., IAI

    Alamat Redaksi Editors Address

    : Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Palangka Raya Jl. H Timang Kampus Tunjung Nyaho Unpar Palangka Raya 73112 Telp / Fax (0536) 3226487 e-mail : [email protected]

  • Volume 7 / No.1, Juli 2012 Jurnal Perspektif Arsitektur

    ISSN 1907 - 8536 ii

    JURNAL PERSPEKTIF ARSITEKTUR Volume 7 / No. 1, Juli 2012

    Daftar Isi

    Redaksi i Daftar Isi ii Dari Redaksi iii Nama Penulis Judul Hal

    Yoga Restyanto, ST Penataan Kembali Kawasan Ruang Terbuka Bawah Jembatan Kahayan Menjadi Nyaman Sesuai Dengan Aturan

    1 14

    Ir. Hibnu Mardhani, MT Candra Gunawan, ST

    Penataan Kembali Kawasan Bersejarah Batu Banama

    15 24

    Lola Cassiophea, ST., M.Eng

    Pasar Mingguan Di Lingkungan Permukiman Jalan Putri Junjung Buih Kota Palangka Raya

    25 28

    Subrata Aditama, ST., MT Eka Anggriani, ST

    Analisis Pengendalian Biaya dan Waktu Menggunakan Metode Konsep Earned Value (Studi Kasus Proyek Pembangunan Bundaran Seth Adjie)

    29 38

    Adelgrit Trisia

    Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Dalam Pencegahan Kecelakaan Kerja.

    39 50

    Yesser Priono, M.Sc

    Pengembangan Kawasan Ekowisata Bukit Tangkiling Berbasis Masyarakat

    51 67

    Mochammad Ichsan, ST

    Sistem Penunjang Keputusan Dengan Metode AHP dalam Menentukan Penerima Surat Keterangan Miskin dari Kelurahan atau Kecamatan di Kota Palangka Raya

    68 75

  • Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 7 / No.1, Juli 2012

    iii ISSN 1907 - 8536

    JURNAL PERSPEKTIF ARSITEKTUR Volume 7 / No. 1, Juli 2012

    Dari Redaksi

    Tahun ajaran baru telah berjalan, terbitan kali ini agak tersendat dari target waktu terbit, namun begitu Jurnal Perspektif Arsitektur tetap harus kami terbitkan, walaupun banyak waktu terbuang namun pada edisi kali ini kami berusaha mengangkat beragam bahasan bagi pembaca.

    Pada terbitan kali ini kami menyajikan beberapa tulisan dan beberapa penulis yang berkaitan dengan ke arsitekturan dan kajiannya serta ilmu teknik sipil dan ilmu yang bersifat universal, diantaranya adalah : Penataan Kembali Kawasan Ruang Terbuka Bawah Jembatan Kahayan Menjadi Nyaman Sesuai Dengan Aturan oleh Yoga Restyanto; Penataan Kembali Kawasan Bersejarah Batu Banama oleh Ir. Hibnu Mardhani, MT dan Candra Gunawan, ST; Pasar Mingguan Di Lingkungan Permukiman Jalan Putri Junjung Buih Kota Palangka Raya oleh Lola Cassiophea, ST., M.Eng; Analisis Pengendalian Biaya dan Waktu Menggunakan Metode Konsep Earned Value (Studi Kasus Proyek Pembangunan Bundaran Seth Adjie)oleh Subrata Aditama, ST., MT dan Eka Anggriani, ST; Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Dalam Pencegahan Kecelakaan Kerja oleh Adelgrit Trisia; Pengembangan Kawasan Ekowisata Bukit Tangkiling Berbasis Masyarakat oleh Yesser Priono, M.Sc; dan Sistem Penunjang Keputusan Dengan Metode AHP dalam Menentukan Penerima Surat Keterangan Miskin dari Kelurahan atau Kecamatan di Kota Palangka Raya oleh Mochammad Ichsan, ST.

    Kami berharap apresiasi dari tulis ini dapat semakin beragam sehingga dapat menambah khasanah pengetahuan kita dalam bidang arsitektur yang semakin maju dan tergali. Akhir kata, kami berharap agar tulisan-tulisan ilmiah ini dapat menjadi kontribusi pemikiran bagi semua kalangan. Semoga isi dan makna tulisan dapat menambah keanekaragaman wawasan dan pengetahuan.

    REDAKSI

  • Volume 7 / No.1, Juli 2012 Jurnal Perspektif Arsitektur

    ISSN 1907 - 8536 1

    PENATAAN KEMBALI KAWASAN RUANG TERBUKA BAWAH JEMBATAN KAHAYAN MENJADI NYAMAN

    SESUAI DENGAN PERATURAN

    Yoga Restyanto, ST1

    Abstrak Ruang Terbuka Hijau di wilayah Kota Palangka Raya adalah meliputi Taman dan Jalur Hijau. Salah satu Taman yang dikenal oleh masyarakat Kota Palangka Raya adalah Kawsan Taman dibawah Jembatan Kahayan, dimana Kawasan tersebut setiap hari sangat ramai di kunjungi oleh masyarakat Kota Palangka Raya. Namun yang sangat di sayangkan adalah ketidak-nyamanan pengunjung yang berkunjung ke kawasan tersebut. Ketidak-nyamanan ini dapat di lihat dari ketidak-teraturan dari kawasan tersebut terhadap para pedagang kaki lima yang menempati kawasan tersebut. Selain itu kebersihan dari kawasan tersebut yang tidak terjaga dengan baik, hal ini dikarenakan kurangnya kesadaran dari para pedagang dan pengunjung kawasan tersebut serta kurangnya pengawasan dari Pemerintah Kota Palangka Raya. Pentaan kembali di perlukan untuk kawasan ini sehingga dari segi kenyamanan dan kesesuaian terhadap peraturan yang ada agar kawasan tersebut dapat dikatakan sebagai ruang terbuka. Kata Kunci : Penataan Kembali, Nyaman, Peraturan, Ruang Terbuka. PENDAHULUAN Latar Belakang Palangka Raya adalah ibukota Provinsi Kalimantan Tengah yang merupakan sebuah kota yang sedang berkembang. Secara fisik perkembangan suatu kota dapat dicirikan dari jumlah penduduknya yang bertambah dan semakin padat, bangunan semakin rapat dan wilayah terbangun terutama permukiman yang cenderung semakin luas, serta semakin lengkapnya fasilitas kota yang mendukung kegiatan sosial dan ekonomi ( Branch, 1996 ). Dampak yang timbul dari perkembangan suatu kota adalah kurangnya ruang terbuka bagi masyarakat didalam lingkungannya, yang berfungsi sebagai wadah interaksi sosial dan juga ruang terbuka hijau yang berfungsi ekologis. Maksud dan Tujuan Untuk menata dan mendapatkan kembali kawasan rang terbuka hijau yang nyaman khusunya untuk Kawasan Taman Bawah Jembatan Kahayan sehingga menjadi salah satu kawasan hijau kota yang nyaman untuk di kunjungi masyarakat kota.

    Permasalahan Bagaimana menata kembali ruang terbuka Kawasan Taman Bawah Jembatan Kahayan menjadi tempat yang nyaman sesuai peraturan yang berlaku.

    1 Staff Pengajar Jurusan Arsitektur Universitas Palangka Raya

  • Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 7 / No.1, Juli 2012

    2 ISSN 1907 - 8536

    Lingkup Pembahasan Penelitian ini membahas mengenai konsep penataan kawasan taman bawah Jembatan Kahayan berdasarkan aspek kenyamanan dan peraturan yang berlaku, serta menentkan area yang ditetapkan sebagai kawasan taman bawah Jembatan Kahayan TINJAUAN PUSTAKA Ruang Terbuka Hijau Ruang terbuka hijau adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik dalam bentuk area/kawasan mapun dalam bentuk area memanjang jalur dimana dalam penggunannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan ( Peraturan Menteri Dalam Negeri No.1 Tahun 2007 ). Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan yang selanjutnya disingkat RTHKP adalah bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekolgi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika. Berdasarkan ketentuan umum pasal 1 Peraturan Mendagri No.1 Tahun 2007 tentang RTHKP, yan di maksud dengan Ruang Terbuka adalah : - Ruang Terbuka pada dasarnya Tanpa Bangunan - Diisi oleh tumbuhan dan tanaman - Memiliki tanaman khas daerah - Tempat rekreasi aktif, seperti olahraga dan permainan lain yang banyak memerlukan

    pergerakan fisik - Tempat rekreasi pasif, bersifat tenang dan relaksasi untuk stimulasi mental dan emosional. - Sepadan sunai, guna memertahankaan kelestarian fungsi sungai Klasifikasi Ruang terbuka hijau ( Rustam Hakim;Arsitektur Lansekap, 2002 ) : - Ruang terbuka umum dan khusus - Ruang terbuka dan lingkungan hidup - Ruang terbuka ditinjau dari kegiatannya - Ruang terbuka ditinjau dari segi bentuk - Ruang terbuka ditinjau dari sifatnya. Fungsi Ruang Terbuka ( Rustam Hakim;Arsitektur Lansekap, 2002 ) : - Fungsi sosial

    Fungsi sosial dari ruang terbuka hijau antara lain : tempat bermain olehraga, komunikasi sosial, peralihan dan menunggu, untuk mendapatkan udara segar, sarana penghubung antara satu tempat dengan tempat yang lain dan pembatas massa bangunan.

    - Fungsi ekologis Fungsi ekologis dari ruang terbuka antara lain : penyegaran udara untuk memperbaiki iklim mikro, menyerap air hujan, pengendali bajir dan pengaturan tata air, memelihara ekosistem tertentu dan perlindungan plasma nuftah dan sebagai pelembut arsitektur bangunan

    Kawasan Terbuka Hijau Kota Palangka Raya Kawasan terbuka hijau kota yang di rencakan diwilayah kawasan Kota Palangka Raya meliputi taman dan jalur hijau dan berdsrkan Peraturan Daerah Kota Palngka Raya No. 14 Tahun 2003 tentang pengelolaan Ruang Terbuka Hijau. Rencana pemanfaatan kedua jenis kawasan terbuka hijau kota tersebut adalah sebagai berikut : - Mempertahankan keberadaan taman lingkungan/taman kota dan jalur hijau eksisting. - Meneyediakan jalur hijau pada ruas-ruas jalan baru yang direncanakan ketersediannya. Jalur

    hijau tersebut dapat berupa media jalan, pulau jalan, serta tumbuhan/pepohonan yang ditanam

  • Volume 7 / No.1, Juli 2012 Jurnal Perspektif Arsitektur

    ISSN 1907 - 8536 3

    di kiri kanan jalan. Perhitungan penyediaan jalur hijau ini tidak dapat dishitung berdasarakan standar tertentu, karena luasnya kan meyesuaikan dengan desain bentuk jaringan jalan.

    - Menyediakan taman kota yang dapat berfungsi juga sebagai lapangan olahraga skala pelayanan kecamatan di pusat Kawasan Kota Palangka Raya. Rencana kebutuhan taman kota ini ditentukan berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) No. SNI 03-6981-2004 Tahun 2004, yaitu untuk 30.000 Jiwa penduduk membutuhkan 1 unit taman kota dengan luas areal minimum 9.000 m2.

    - Menyediakan taman skala kecamatan pada sub pusat kecamatan, yaitu di Kelurahan Pahandut dan Kelurahan Palangka. Rencana kebutuhan taman skala kecamatan ini ditentukan berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) No. SNI 03-6981-2004, yaitu untuk 2.000 Jiwa penduduk membutuhkan 1 unit taman dengan skala kecamatan dengan luas areal minimum 1.000 m2.

    - Menyediakan taman lingkungan secara tersebar pada pusat-pusat lingkungan di setiap kelurahan, terutama di kawasan pemukiman baru yang direncanakan. Secara kuantitatif penyediaan taman lingkungan di Kawasan Kota Palangka Raya ditentukan berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) No. SNI 03-6981-2004, yaitu untuk 200 Jiwa penduduk membutuhkan 1 unit taman dengan luas areal minimum 200 m2.

    Kenyamanan Kenyamanan adalah segala sesatu yang memeperlihatkan penggunaan ruang secara harmonis, baik dari segi bentu, tekstur, wrna, aroma, bunyi, suara, cahaya dan lainnya. Hubungan yang harmonis dimaksud adalah keteraturan, dinamis dan keragaman yang sling mendukung tehadao penciptaan ruang bagi manusia. Sehinggga mempunyai nilai keseluruhan yang mengandung keindahan. ( J.O. Simond, landscape architecture, 1997 ). Kenyamanan dapat pula dikatakan sebagai kenikmatan atau kepuasan manusia dalam melaksanakan kegiatannya. ( Albert Rutlegde, Anatomy of park ). Faktor-faktor yang mempengaruhi kenyamanan antara lain : a. Sirkulasi

    - Sirkulasi Kendaraan - Sirkulasi Manusia

  • Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 7 / No.1, Juli 2012

    4 ISSN 1907 - 8536

    b. Iklim dan Kekuatan Alam - Radiasi sinar matahari - Angin - Bising - Aroma - Bentuk - Keamanan - Kebersihan

    TINJAUAN LOKASI Kawasan ini berada di sekitar jalan S. Parman yaitu tepatnya berada di bawah jembatan kahayan, dengan berorientasi kearah jalan S. Parman dan ke Sungai Kahayan dengan batas-batas :

    - Sebelah Barat : Berbatasan deng Pertamina - Sebelah Timur : Berbatasan dengan Perumahan penduduk dan Monument

    Peletakan Batu Pertama Pembangunan Kota Palangka Raya - Sebelah Selatan : Berbatasan dengan perumahan jalan S. Parman - Sebelah Utara : Berbatasan dengan Sungai Kahayan.

    Lokasi penelitian memeliki luas 800 m2 dengan panjang lokasi 100 meter dan lebar 80 meter, lokasi ini sudah terbangun dan sudah ada tetapi hanya berupa perkerasan yang berbentuk trap-trap bertingkat dan pada bagian depannya terdapat tempat berjualan dan tempat parkir.

  • Volume 7 / No.1, Juli 2012 Jurnal Perspektif Arsitektur

    ISSN 1907 - 8536 5

    1. Ciri ciri Alamiah Ciri alamiah dari daerah sekitar tamn bawah Jembatan Kahayan yaitu berda di daerah aliran Sungai Kahayan yang digunakan sebagai transportasi sungai bagi masyarakat Kalimantan, topografi bersifat campuran pasir dan tanah liat.

    2. Ciri ciri buatan Ciri buatan dari daerah jembatan kahayan adalah Jembatan Kahayan, pedagang kaki lima, tempat parkir.

  • Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 7 / No.1, Juli 2012

    6 ISSN 1907 - 8536

    3. Potensi Tapak Daerah sekitar Jembatan Kahayan sangat berpotensi dijadikan sebagai Kawasan Pusat Rekreasi dan Taman Kota yang dapat digunakan sebagai tempat aktivitas masyarakat untuk melepas kejenuhan dan berbagai macam kegiatan.

    4. Masalah Dalam Tapak Permasalahan yang terdapat dalam tapak : - Penataan warung-warung pedagang makanan dan kaki lima yang belum tertata - Area parkir yang masih kurang memadai baik daris segi luasan dan penataan - Kawasan yang tidak terurus baik dari segi kebersihan maupun pengelolaannya

    PEMBAHASAN Berdasarkan Ketentuan Umum Pasal 1 Peraturan Mendagri No. 1 Tahun 2007 tentng RTHKP, yang dimaksud dengan ruang terbuka adalah : - Ruang terbuka pada dasarnya Tanpa Bangunan - Diisi oleh tumbuhan dan tanaman ( vegetasi ) - Memiliki tanaman khas dearah

  • Volume 7 / No.1, Juli 2012 Jurnal Perspektif Arsitektur

    ISSN 1907 - 8536 7

    - Tempat rekreasi aktif, seperti olah raga dan permainan lain yang banyak memerlukan pergerakan fisik

    - Tempat rekreasi pasif, bersifat tenang dan relaksasi untuk stimulasi mental dan emosional - Sepadan sungai, guna mempertahankan kelestarian fungsi sungai - Memiliki pedestrian, area pejalan kaki Tanpa Bangunan Data : Sesuai peraturan yang ada ruang terbuka adalah ruang-ruang dalam kota yang bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan. Pada lokasi tapak memng tidak ada digunakannya bangunan massif hanya tend-tenda terpal sebagai tempat berjualan yang dapat dibongkar apabila selesai berjualan. Diisi oleh Tanaman ( Vegetasi ) Data : Tidak ada vegetasinya yang ditanam pada lokasi tapak yang ada. Hanya ada rrerumputan yang ditanam pada area setengah lingkaran tengah site. Memiliki Tanaman Khas Daerah Data : Tidak adanya vegetasi baik yang bersifat umum (banyak digunakan) ataupun yang khas daerah. Tempat Rekreasi Aktif Data : Tidak adanya unsure dari rekreasi aktif yaitu berupa lapangan olah raga atau permainan lainnya yang memerlukan pergerakan fisik. Luasan lokasi yang terbatas sehingga perlu pemilihan jenis olah raga atau permainan yang memungkinkan untuk dilakukan dalam site. Keadaan lokasi yang berkontur. Tempat Rekreasi Pasif Data : Dijadikan pengunjung sebagai tempat mengisi waktu senggang karena bentukan kawasan yang memang didesain untuk tempat duduk-duduk. Sebagai tempat duduk-duduk untuk tempat relaksasi dan ketenangan. Tidak adanya tempat olah raga atau jenis permainan lain yang memerlukan pergerakan fisik. Sepadan Sungai Data : Merupakan area yang berbatasan langsung dengan sungai. Dipengaruhi oleh keadaan air sungai baik pada musim kemarau atau penghujan. Bila musim penghujan keadaan air sampai pada persisi dipinggir perkerasan kawasan atau beberapa meter dari pinggir perkerasan dan pada musim kemarau keadaan air berada jauh beberapa meter dari kawasan tersebut sehingga tercipta daratan pada bagian depan site.

  • Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 7 / No.1, Juli 2012

    8 ISSN 1907 - 8536

    Memiliki Pedestrian atau Area Pejalan Kaki Data : Trotoar pejalan kaki hanya ada pada bagian depan kawasan. Tidak ada akses pedestrian yang masuk kedalam kawasan. Kenyamanan Analisa ini sangat erat hubungannya dengan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu menjadikan tempat tersebut Nyaman. Faktor-faktor yang mempengaruhi kenyamanan antara lain : 1. Sirkulasi

    - Sirkulasi Kendaraan - Sirkulasi manusia

    2. Iklim dan kekuatan alam - Radiasi sinar matahari - Angin - Curah Hujan

    3. Bising 4. Aroma (bau-bauan) 5. Bentuk 6. Keamanan 7. Kebersihan 8. Keindahan Sirkulasi Kendaraan Data : Arah masuk kedalam site melalui arah sebelah kanan yang langsung berhubungan dengan jalur utama sirkulasi kendaraan dalam kota. Arah keluar dalam site melalui arah sebelah kiri yang langsung berhubungan dengan jalur utama sirkulasi kendaraan dalam kota. Kedua jalur ini terpisah dengan jarak yang cukup jauh namun kadang-kadang ada dari pengunjung yang menggunakan jalur masuk sebagai jalur keluar sehingga terjadi bentrokkan antara pengunjung yang ingin masuk kedalam lokasi dan yang ingin keluar lokasi. Didalam site jalur sirkulasi hanya terjadi satu arah sejajar parkir tetapi kadand-kadang dapat terjadi seperti pada point diatas. Tempat parkir yang menjadi satu dengan tempat berjualan makanan namun tidak tertata sehingga sering terjadi penumpukan sirkulasi. Sirkulasi Manusia Data : Sirkulasi manusia didalm site terbagi menjadi dua yaitu : - Sirkulasi pengunjung, pengunjung masuk kedalam site melalui area parkir yang terkadang

    terjadi penumpukan pengunjung karena area ini menjadi satu dengan tempat penjualan makanan dan memasuki area sirkulasi site yang berupa perkerasan atau pedestrian dengan arah yang bebas.

    - Sirkulasi penjual makanan, sirkulasi ini terjadi tidak setiap saat dan hanya sesekali namun arah pergerakannya kesegala arah dalam site.

    - Tidak adanya jalur yang jelas antara jalur masuk dan keluar untuk pengunjung.

  • Volume 7 / No.1, Juli 2012 Jurnal Perspektif Arsitektur

    ISSN 1907 - 8536 9

    Iklim dan Kekuatan Alam Radiasi Sinar Matahari Data : Lokasi terletak di daerah tropis sehingga memiliki radiasi sinar matahari yang cukup terik Terik matahari terasa menyengat pada daerah yang tidak terdapat perlindungan atau peneduh Tidak adanya bangunan penenduh Angin Data : Angin yang berhembus didalam site terlalau deras dan kadang-kadang menyejukan Tidak ada tanaman pelindung untuk menghalangi aliran angin bila aliran angin tersebut dalam keadaan kering Curah hujan Data : Sesuai dengan keadaan alamnya sehingga memiliki cura hujan yang cukup banyak Tidak adanya tempat berteduh bila terjadi hujan yang lebat Tidak adanya saluran drainase yang baik Aroma ( bau-bauan ) Data : Aroma dan bau-bauan pada lokasi sering tidak sedap dikarenakan pengunjung dan pedagang membuang sampah sembarangan Tidak adanya tempat sampah yang berfungsi dengan baik di lokasi Tidak adanya peran serta dari pemerintah untuk menjaga kebersihan lokasi Bau-bauan juga disebabkan oleh drainase yang tidak baik Bentuk Data : Site hanya bentuk perkeransa atau pedestrian yang diolah mengikuti kontur site tetapi ada bentukan yang menyerupai amphiteater yang dibentuk dari susunan anak tangga yang berfungsi sebagai sirkulasi dan tempat duduk Dalam site tidak terdapat bangku atau tempat duduk yang berbentuk kursi ataupun lansekap furniture lainnya serta tidak danya tanaman sebagai peneduh Keamanan Data : Pada kawasan tida terdapat satuan keamanan yang berasal dari pihak yang berwenang sehingga kurang dirasa aman dan mengurangi kenyamanan dari kawasan tersebut Kebersihan Data : Sampah yang berserakan hampir disemua tempat didalam kawasan Tidak adanya tempat sampah Kurangnya perhatian dari pemerintah Kurang pengertian dari pengunjung dan pedagang tentang kebersihan

  • Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 7 / No.1, Juli 2012

    10 ISSN 1907 - 8536

    REKOMENDASI DAN KESIMPULAN Zonning Penzonningan kawasn dibagi menjadi beberapa yaitu : Area Parkir, Area Penerima, Area Pedagang dan Minuman, Area Rekreasi Aktif, Area Transisi, dan Area Rekreasi Pasif.

    Bentuk Bentukan site mengalami perubahan terlebih pada penambahan luasan lahan. Hal ini di karena pada bagain samping kanan dan kiri dibuat untuk pengelompokan dari aktifitas yang berbeda yaitu pada samping kiri site sebagai tepat lapangan bola volly sebagai pemenuhan dari rekreasi aktif dan pada samping kiri digunakan sebagai tempat berjualan pedagang makanan agar lebih tertata dengan baik.

    Keadaan Existing Keadaan Penataan ( zonning )

    Bagian yang ditambah

    sebagai area lapangan

    bola volley dan tempat

    pedagang

  • Volume 7 / No.1, Juli 2012 Jurnal Perspektif Arsitektur

    ISSN 1907 - 8536 11

    Sirkulasi Kendaraan Srikulasi kendaraan hanya terjadi pda bagian depan site yaitu dengan urutan masuk parkir keluar. Sirkulasi yang digunakan adalah linier dengan arah pencapaian yang mengarah langsung ke suatu tempat masuk.

    Sirkulasi Manusia Sirkulasi manusia yaitu arah sirkulasi pengunjung dari bagian depan site area penerima dan menyebar kesegala arah didalam site dengan pola Linier. Sirkulasi ini berupa kawasan itu sendiri karena pengunjung dapar bergerak bebas kesegala arah jika didalam site pada bagian area penerima terjadi pembagian antara sirkulasi yang masuk ke dalam site dan yang keluar site, hal ini berfungsi agar tidak adanya penumpukan dan bentrokan antara pengunjung yang ingin masuk dan yang ingin keluar site.

    Vegetasi Fungsi vegetasi dibagi dua macam yaitu sebagai penerima kedatangan pengunjung dan sebagai penambah estetika kawasan. Vegetasi sebagai penerima kedatangan pengunjung diletakan pada bagain depan site dengan mengikuti pola bentukan site sehingga berkesan mengarahkan dan pada bagian tengah yang berbentuk setengah lingkaran dibuatkan taman dengan pelengkap simbol dan air mancur.

  • Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 7 / No.1, Juli 2012

    12 ISSN 1907 - 8536

    Elemen Lansekap

    Elemen pelengkap lansekap disini adalah berupa elemen keras dan elemen lembut. Elemen ini menjadi kesatuan dalam desain yang berhubungan dengan bentuk dan vegetasi. Elemen keras berupa perkerasan, bahan statis seperti bangku taman dan lainnya dan elemen lembut berupa tanaman air. Perletakan disesuaikan dengan fungsi area yang ada pada kawasan itu seperti pada area rekreasi pasif yang membutuhkan ketenangan lebih banyak ditempatkan bangku-bangku taman dan tanaman.

  • Volume 7 / No.1, Juli 2012 Jurnal Perspektif Arsitektur

    ISSN 1907 - 8536 13

    Desain Keseluruhan

  • Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 7 / No.1, Juli 2012

    14 ISSN 1907 - 8536

    Dari berbagai parameter yang telah di analisa dan didapat suatu konsep penataan yang berdasarkan peraturan yang ada dan juga dari segi kenyamanan. Berikut adalah kesimpulan yang dismpaikan berdasarkan analisa dan parameter yang digunakan :

    Parameter yang digunakan sebagai bahan analisa

    Sebelum Penataan Sesudah Penataan

    Berdasarkan Parameter Kepmendagri Nomor 1 Tahun 2007

    a. Ruang terbuka pada dasarnya Tanpa Bangunan

    Sudah Terpenuhi Shelter

    b. Diisi oleh tumbuhan dan tanaman (vegetasi) Tidak ada vegetasi Vegetasi berupa

    tanaman hias

    c. Memiliki tanman khas daerah Tidak ada Ditanamai anggrek hitam

    d. Tempat rekreasi aktif, seperti olahraga dan permainan lain yang banyak memerlukan pergerakan fisik

    Tidak ada Lapangan olahraga bola

    volly

    e. Tempat rekreasi pasif, bersifat tenang dan relaksasi untuk stimulasi mental dan emosional

    Sudah, dari bentukan kawasan

    Penzoningan agar lebih optimal lagi serta elemen

    penunjangnya

    f. Sepadan seungai, guna mempertahankan kelestarian fungsi sungai

    Tidak ada Tongkat pembatasan

    area pada bagian depan kawasan

    g. Memiliki pedestrian, area pejalan kaki

    Ada, tapi hanya pada bagian depan kawasan

    Penambahan akses pedestrian kedalam site

    DAFTAR PUSTAKA Ching, DK. 1999. Arsitektur, Bentuk Ruang dan Susunannya, Jakarta : Erlangga

    Draf Laporan Akhir Review RDTRK Kota Palngka Raya Tahun 1999-2009

    Rustam Hakim. 2002. Arsitektur Lansekap Prinsip-unsur dan Aplikasi Desain. Jakarta : Bumi Aksara

    Undang-undang RI Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang

    Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruag Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan

    White Edward. 1987. Buku Sumber Konsep, Intermatra, Bandung

  • Volume 7 / No.1, Juli 2012 Jurnal Perspektif Arsitektur

    ISSN 1907 - 8536 15

    PENATAAN KEMBALI KAWASAN BERSEJARAH BATU BANAMA

    Ir. Hibnu Mardhani, MT1; Candra Gunawan, ST2

    Abstrak Membahas tentang Penataan Kembali Kawasan Bersejarah di tempat tertentu, tidak lepas dari sejarah, dan keberadaan situs-situs atau peninggalan. Pembangunan dewasa ini mengalami masalah penurunan kualitas bangunan kawasan bersejarah yang serius karena keterbatasan penataan dan fasilitas padahal kawasan bersejarah dapat mengangkat citra suatu daerah baik sisi Pariwisata, pembelajaran sejarah, tempat rekreasi alami, dan sebagainya. Ketidak perhatiannya terhadap situs/kawasan bersejarah, yang seharusnya dilestarikan, dijaga dan terus dikembangkan, dan dipublikasikan dapat menenggelamkan keberadaan situs, dan lambat laun keberadaan kawasan tersebut akan hilang bahkan tidak ditahui lagi sejarah awal keberadaannya. Sumber daya arkeologi atau benda cagar budaya beserta situsnya adalah sisa-sisa hasil budaya fisik peninggalan nenek moyang yang masih dapat dilihat di muka bumi sampai saat ini. Sumber daya arkeologi tersebut merupakan warisan budaya dan merupakan data yang sangat penting untuk rekonstruksi sejarah serta mengetahui proses perubahan masa lalu. Scovil, Gordon dan Anderson 1977:5) dan diketahui selama ini Kalimantan Tengah. Keberadaan kawasan bersejarah Batu Banama yang merupakan tempat yang disakralkan oleh penduduk setempat dan merupakan tempat makam leluhur. Tulisan ini mencoba untuk memberi masukan dalam penataan kawasan Bersejarah melalui penataan bangunan baik mengarah pada pembangunan yang rekreatif, penciptaan ruang, dan environment dan arah pengembangan kedepan merekomendasikan berbagai sasaran desain penataan pembangunan sebagai daya tarik kawasan. PENDAHULUAN Latar Belakang Tinggi batu yang bagian bawahnya lancip seperti limas kapal itu, kira-kira 2 x tinggi orang dewasa, dan panjangnya 10 meter. Dari jauh nyaris tak tampak karena ditumbuhi pepohonan dan semak-semak, lengkap dengan akar-akar gantungnya. Namun kalau didekati, bentuknya yang seperti kapal itu memang tampak menyolok. Mungkin dari situlah berkembang cerita rakyat dengan berbagai versi, ada yang mengatakan bahwa sebuah batu yang berbentuk seperti perahu, konon ceritanya batu ini adalah sebuah perahu yang berubah menjadi batu (basaluh) oleh yang Maha kuasa karena terjadinya sebuah pali (pantangan) ceritanya hampir mirip dengan legenda sangkuring. Dan versi lain hampir sama hanya namanya yang berbeda batu itu dulunya bahtera si Tangkiling ratusan atau ribuan tahun yang lalu, ketika desa itu masih terletak di pinggir laut. Dan memang, pasir putih yang merupakan fundasi kota Palangkaraya sekarang dan struktur geologis bagian selatan Kalimantan dulunya masih berujud laut ketika pedalaman Kal-Teng sudah berujud hutan.

    1 Staff Pengajar Jurusan Arsitektur Universitas Palangka Raya

    2 Staff Pengajar Tidak Tetap Jurusan Arsitektur Universitas Palangka Raya / Biro Konsultan

  • Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 7 / No.1, Juli 2012

    16 ISSN 1907 - 8536

    Keberadaannya menjadi suatu symbol tertentu yang mengepresikan karakteristik trans legenda budaya setempat. Berdasarkan Analisa rancangan Pelestarian Arkeologis yang di dalamnya juga memuat Analisis Nilai penting, Analisis SWOT, dan Analisis Pemanfaatannya, dapat disimpulkan bahwa sumberdaya arkeologi Kawasan Batu Banama memiliki potensi cukup tinggi untuk dikembangkan, dan selanjutnya dimanfaatkan bagi kepentingan pelestarian kawasan sendiri, maupun untuk tujuan pengembangan kebudayaan, pengembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan, serta pengembangan objek sebagai daya tarik wisata di kota Palangka Raya pada Khususnya dan Kalimantan Tengah pada umumnya. PENATAAN Penataan adalah kegiatan mengatur dan menata dalam suatu susunan yang sistematis dengan memperhatikan kegunaan, bentuk dan sifat. penataan kembali: kegiatan mengatur dan menata kembali yang dulunya kurang diperhatikan dan optimal menjadi jauh lebih baik. Baik dari sisi zoning/letak fungsi ruang, hingga pemanfaatannya. berbagai kegiatan kesenian tradisional diadakan dalam rangka - kebudayaan lama tujuan secara umum dalam tulisan ini yaitu mewujudkan kota Palangka Raya sebagai tujuan wisata dan mengangkat budaya setempat dengan keterpaduan sarana prasarana dan mendorong peran serta seluruh stakeholder dan pemerintah. Visi Penataan dan Pengembangan Kawasan Bersejarah Banama selain sebagai lokasi/daerah tujuan wisata, sebagai sumberdaya arkeologi dan warisan budaya masa lalu wajib dilestarikan. Di dalam pengertian Lestari dan Pelestarian memuat keseluruhan upaya mulai dari perlindungan, pengembangan, sampai pemanfaatan. Misi Penataan dan Pengembangan a. Mengkaji keberadaan baik sejarah, tipologi bangunan maupun perkembangan sekarang dan

    yang akan datang. b. Mengidentifikasi bangunan bersejarah melalui konservasi c. Melindungi bangunan baik secara fisik dan hukum d. Mengembangkan dan memanfaatkan untuk kepentingan jangka pendek, menengah sampai

    jangka panjang Tujuan Penataan dan Pengembangan a. Memberikan pengetahuan akan keberadaan suatu situs bersejarah di Kalimantan Tengah

    dengan menggali nilai sejarah melalui kawasan bersejarah. b. Mengembangkan Potensi, peran dan kapasitas Kawasan bersarajan Batu Banama sehingga

    mampu berperan secara optimal baik bagi pengembangan kebudayaan, pengembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan, serta pengembangan sebagai objek dan daya tarik wisata di Palangka Raya

    c. Meningkatkan fungsi kawasan sebagai salah satu titik simpul yang penting dalam menumbuhkan jaringan kegiatan pariwisata di Kalimantan Tengah

    Lingkup dan Target Penataan dan Pengembangan a. Fisik

    Kajian Jalan dan Pedestrian dalam Kawasan

    Penataan Fasilitas Pendukung

  • Volume 7 / No.1, Juli 2012 Jurnal Perspektif Arsitektur

    ISSN 1907 - 8536 17

    Fasilitas pendukungan berupa keberadaan infrastruktur yang memadai dan mendukung untuk tujuan kunjungan.

    b. Non Fisik

    Nilai historis dan arkeologi

    Pengembangan produk / atraksi

    Pengembangan basis data dan informasi

    Pengembangan pemasaraan dan pengembangan SDM

    Pengembangan Kelembagaan dan koordinasi Sedang target yang diharapkan; terciptanya produk kunjungan berupa kegiatan budaya, kegiatan bermuatan ilmu pengetahuan dan pendidikan, dan kegiatan berwisata.

    Permasalahan 1. Bagaimana Penataan/ dan Program yang diangkat untuk menarik wisatawan terhadap

    kawasan ini ? IDENTIFIKASI KAWASAN BERSEJARAH BATU BANAMA Sejarah Tinggi batu yang bagian bawahnya lancip seperti limas kapal itu, kira-kira 2 x tinggi orang dewasa, dan panjangnya 10 meter. Dari jauh nyaris tak tampak karena ditumbuhi pepohonan dan semak-semak, lengkap dengan akar-akar gantungnya. Namun kalau didekati, bentuknya yang seperti kapal itu memang tampak menyolok. Mungkin dari situlah berkembang cerita rakyat dengan berbagai versi, ada yang mengatakan bahwa sebuah batu yang berbentuk seperti perahu, konon ceritanya batu ini adalah sebuah perahu yang berubah menjadi batu (basaluh) oleh yang Maha kuasa karena terjadinya sebuah pali (pantangan) ceritanya hampir mirip dengan legenda sangkuring. Dan versi lain hampir sama hanya namanya yang berbeda batu itu dulunya bahtera si Tangkiling ratusan atau ribuan tahun yang lalu, ketika desa itu masih terletak di pinggir laut. Dan memang, pasir putih yang merupakan fundasi kota Palangkaraya sekarang dan struktur geologis bagian selatan Kalimantan dulunya masih berujud laut ketika pedalaman Kal-Teng sudah berujud hutan. Namun pada tulisan ini bukan asal usul yang diangkat tapi bagaimana kawasan bersejarah ini menjadi kawasan yang lebih optimal dan berdaya guna lebih banyak menarik wisatawan untuk berkunjung

    Pola Kehidupan Masyarakat Kehidupan masyarakat di kawasan ini bermata pencaharian sebagai petani, (karet, kerajian, pendulang batu). Letak Bangunan (Orientasi Bangunan) Keraton Lawang Agung Bukit Indra Kencana ini sangat strategis berada di atas bukit

  • Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 7 / No.1, Juli 2012

    18 ISSN 1907 - 8536

    A. Bentuk Site dan Fungsi Ruang Betukan site berupa linear ke bagian-bagian fungsi ruang.

    PROGRAM-PROGRAM PENATAAN Program-program pengembangan disusun berdasarkan kerangka pengembangan yang telah dirumuskan. Program-program ini nantinya merupakan agenda kegiatan kawasan Batu Banama dan lingkungannya. Diharapkan program-program ini mampu menjadi daya tarik kunjungan ke Kawasan Batu Banama. Program-program tersebut : 1. Program Penataan Jalan dan Pedestrian Lingkungan 2. Program Penataan Fasilitas 3. Program Pengembangan Wisata

    a. Program Pengembangan Fisik : Perlindungan bangunan secara Hukum dan Fisik, Infrastruktur pendukung produk kegiatan, serta penataan lingkungan alami

    b. Program pengembangan nonfisik : Pengembangan Produk/ Atraksi c. Program Pendukung Pengembangan: Pengembagnan basis data informasi, pemasaran,

    SDM, dan kelembagaan.

    Batu Banama

    Souvenir

    Rg. Tunggu/Taman

    Batu Banama

    Parkir Motor

    Parkir Roda 4

    Taman Pedestrian

  • Volume 7 / No.1, Juli 2012 Jurnal Perspektif Arsitektur

    ISSN 1907 - 8536 19

    Strategi Pengembangan a. Pengembangan Penataan Kawasan dengan melengkapi fasilitas berupa Gazebo santai tidak

    hanya terbatas di dalam lingkup pagar kompleks kawasan, melainkan perlu meluas ke areal di sekitar kawasan cagar sekitarnya dengan memperhatikan konsep Arsitektur Etnik setempat. Dimana fungsi sebagai tempat peristirahatan umum, tempat makan dan minum.

    Bentukan yang diangkat merupakan Desain Arsitektur Khas Kalimantan Tengah dengan menampilkan ukuran dan bergaya Modern - Tradisional. Bentukan panggung dengan empat tiang kaki bulat.

    b. Bahan Cetakan berisi agenda kegiatan, tiket bermakna khas, kendaraan, bahan bawaan, dan cinderamata umum

    c. Infrastruktur sebagai pendukung keberadaan kegiatan dalam kawasan, berupa : lampu taman, penerangan jalan, km/wc umum, bak sampah, dll.

    Tampak Depan Tampak Samping Tampak Perspektif

    GAZEBO

  • Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 7 / No.1, Juli 2012

    20 ISSN 1907 - 8536

    d. Pembenahan tempat parkir, tempat peristirahatan umum, saat menunggu keluarga untuk berkumpul. Taman disebelah Parkir Roda Empat yang ada sebagai ruang terbuka, sebagai ruang tunggu, ruang beraktifitas olah raga dan sebagainya. Dan sebagai ruang istirahat saat menunggu kelurga yang belum turun dari bukit.

    e. Taman Pedestrian dalam kawasan f. Menyediakan fasilitas (asesoris) sebagai bagian dari daya tarik

    Berupa Bangunan Kios penjual asesoris dan atau minuman dan makanan.

  • Volume 7 / No.1, Juli 2012 Jurnal Perspektif Arsitektur

    ISSN 1907 - 8536 21

    Dengan adanya fasiitas kios dappat menambah daya tarik wisatawan untuk datang ke kawasan ini.

    g. Agenda Kegiatan: Kegiatan Budaya, kegiatan bermuatan ilmu pengetahuan dan pendidikan, dan kegiatan wisata. Dapat berupa pementasan sanggar tari, kesenian, dan ajang kontes kesenian lainnya. Realisasinya dapat berupa ruang pementasan atau panggung.

    h. Pengembangan SDM : Tour agency, tour operator, tour guide, tourist information service, tourist services, dan public services

    i. Derajat kenyamanan sebagai bagian daya tarik kunjungan : Privasi pengunjung, menikmati keindahan dan suasana lingkungan, kenyamanan dan kegiatan

    j. Aturan sebagai kelengkapan informasi : Agenda tahunan, bulanan, mingguan, jenis dan jaringan atraksi, hak dan kebajiban pengunjung. (Dinas Kebudayaan 2004).

    ARAHAN PROGRAM PENGEMBANGAN A. Program Pengembangan Fisik

    No. Sub Program Lokasi & Objek Aktivitas Tujuan dan lain-lain

    1 Perlindungan Hukum bangunan

    Kompleks Keraton Kuning Bangunan Utama

    Usulan penetapan BCB dengan batas zonasinya (untuk bangunan), melalui pendaftaran dan pengusulan sesuai prosedur yang berlaku

    Bertujuan untuk menjamin perlindungan terhadap status dan eksistensi bangunan dari ancaman perubahan yang tidak sesuai UU yang berlaku, untuk kepentingan pelestarian

    2 Perlindungan Fisik Bangunan

    Kompleks Keraton Kuning

    Bangunan Utama

    Bangunan lainnya

    Melakukan kegiatan pemeliharaan, konservasi, dan pemugaran sesuai dengan kaidah-kaidah pelerstarian bangunan

    Melakukan kegiatan inventarisir benda-benda peninggalan

    Untuk menjaga kondisi keterawatan bangunan dari pengaruh lingkungan

    Perawatan bangunan dengan mengeawatkan dan penanggulangan kerusakan

    Mempertahankan keaslian dan kekuatan bangunan

  • Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 7 / No.1, Juli 2012

    22 ISSN 1907 - 8536

    3 Infrastuktur pendukung Kawasan kegiatan

    Kompleks Keraton Kuning

    Pembuatan, Perbaikaan dan pembenahan sarana prasaranan kegiatan kunjungan

    Pedestrian

    Tempat parkir

    Tempat istirahat

    Tempat makan dan minum

    Souvenir

    Sarana penerangan

    Sarana komunikasi

    Sarana penitipan barang

    Sarana memperoleh dan memberikan informasi

    4 Penataan Lingkungan Alami

    Kompleks Keraton Kuning

    Pembenahan dan penataan vegetasi sesuai karakter bangunan sebagai bangunan tropis

    Pemilihan vegetasi dan menatanya sesuai dengan konsep filosofi bangunan

    B. Program Pengembangan Non Fisik : Pengembangan Produk/ Atraksi

    No. Program Lokasi & Objek Kegiatan Aktivitas Lain-lain

    1 Pengembangan Kebudayaan

    a. Ruang Pementasan

    Pergelaran Seni Budaya terpilih

    Menampilkan Grup/ Kelompok Seni Terpilih Baik Yang Berkonsep Tradisonal Maupun Modern/Kontemporer Untuk Penampilan Secara Berkala, Meliputi :

    Pergelaran Seni Tari Dan Teater

    Pergelaran Seni Musik

    Pameran Seni Kerajinan, seni lukis, seni pahat, adat, dan tradisi

    Masuk dalam agenda kegiatan seni budaya (mingguan, bulanan, tahunan)

    Kegiatan budaya ini dapat dipadukan dengan kegiatan wisata

  • Volume 7 / No.1, Juli 2012 Jurnal Perspektif Arsitektur

    ISSN 1907 - 8536 23

    2 Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Pendidikan

    b. Batu Banama Persentasi Batu Banama dan lingkungannya 3berdasarkan sejarah dan hirarkinya

    Penayangan video/audiovisual tentang potensi, peran, & kapasitas Bukit Batu Banama beserta lingkungannya, baik makro maupun mikro

    Untuk kepentingan kegiatan wisata studi dan kegiatan pemasaran

    Kegiatan dalam program ini dapat dipadukan dengan kegiatan budaya dan kegiatan wisata

    C. Program Pendukung Pengembangan

    No. Program Sub Program Program Aksi

    1 Pengembangan basis data dan informasi

    Pengembangan Pendataan potensi Batu Banama dan lingkungannya

    Bertujuan untuk menjamin perlindungan terhadap status dan eksistensi bangunan dari ancaman perubahan yang tidak sesuai UU yang berlaku, untuk kepentingan pelestarian

    2 Perlindungan Fisik Bangunan

    Kompleks Batu Banama

    Batu banama

    Ruang Sajen

    Puri-puri

    Untuk menjaga kondisi keterawatan bangunan dari pengaruh lingkungan

    Perawatan bangunan dengan mengeawatkan dan penanggulangan kerusakan

    Mempertahankan keaslian dan kekuatan bangunan

    Menginentarisir dan mengupulkan kembali barang-barang peninggalan keraton yang ada maupun yang telah hilang

    3 Infrastuktur pendukung produk kegiatan

    Kompleks Batu Banama Pedestian

    Tempat parkir

    Tempat istirahat

    Tempat makan dan minum

    Souvenir

    Sarana penerangan

    Sarana komunikasi

    Sarana penitipan barang

    Sarana memperoleh dan memberikan informasi

  • Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 7 / No.1, Juli 2012

    24 ISSN 1907 - 8536

    4 Penataan Lingkungan Alami

    Kompleks Batu Banama Pemilihan vegetasi dan menatanya sesuai dengan konsep filosofi bangunan. Di sepanajang jalan menuju Batu Banama

    DAFTAR PUSTAKA Asdra, Lucia Rudwiartiini. Arya Ronald, Kekayaan dan Kelenturan Arsitektur, November 2008. Budiarjo, Eko. Kota Berkelanjutan. Alumni. Bandung. 1992 Hakim, Rustam. Unsur Perancangan dalam Arsitektur Landskap, Bumi Aksara. Jakarta, 1993 Hadi, Dwita dan Bakti Setiawan. Perancangan Kota Ekologi. Direktorat Jenderal Pendididkan

    Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta. 1999. Laurie, Micheael. Pengantar Kepada Arsitektur Petamanan. Intermatra. Bandung. 1990 Pranowo, M. Bambang. Dkk. Stereo Tipe, Etnis, Asimiliasi dan Interaksi Sosial. Pustaka Grafika.

    Jakarta. Pratiwo, Pemendang Pluralisme Sebuah Kota, Paper dipresentasikan pada Seminar Ikatan Arsitek

    Indonesia di Jawa Tengah, 1 Agustus 1998.

  • Volume 7 / No.1, Juli 2012 Jurnal Perspektif Arsitektur

    ISSN 1907 - 8536 25

    PASAR MINGGUAN DI LINGKUNGAN PERMUKIMAN JALAN PUTRI JUNJUNG BUIH KOTA PALANGKA RAYA

    Lola Cassiophea, ST., M.Eng1

    Abstrak

    Akhir pekan adalah waktu yang tepat untuk mengunjungi tempat hiburan dan perbelajaan. Akan tetapi tempat hiburan dan perbelanjaan di kota palangkaraya tidak begitu banyak yang bisa dikunjungi. Masyarakat kota palangkaraya lebih memilih untuk tinggal dirumah pada akhir pekan, kalaupun berpergian hanya yang berada di dekat rumah saja. Salah satu pasar di area pemukiman yang ramai dikunjungi adalah pasar mingguan di jalan putri junjung buih palangakaraya. Pasar ini hanya beraktivitas satu kali dalam satu minggu yaitu pada sabtu sore menjelang magrib.Tulisan ini bertujuan untuk melihat peran dan nilai-nilai yang terkandung pada pasar mingguan. Bahasan dilakukan dengan mengkaji pasar mingguan area pemukiman jalan Putri Junjung Buih Kota Palangkaraya. Dibalik tampilan wadah yang kurang menguntungkan, pasar mingguan menyimpan banyak nilai-nilai positif. Keterbukaan, kebersamaan, kesetaraan dan keperdulian menjadi ciri pasar tradisional yang penting dalam membangun lingkungan hidup yang nyaman dan manusiawi. Selain sebagai ajang transaksi penjual pembeli, pasar mingguan berperanan dalam menjalin interaksi dan komuniasi para pelakunya. Membangun toleransi dan fleksibel dalam pemakaian dan bentukan keruangannya. PENDAHULUAN Latar Belakang Pasar merupakan tempat pertemuan antara penjual dan pembeli dalam urusan transaksi. Pada pasar tradisional tawar menawar mencari kesesuaian menjadi warna dan ciri dari pasar. Namun dalam perkembangannya sejalan dengan meningkatnya kebutuhan dalam jumlah dan keragaman kegiatan pasar ini tidak lagi hanya periodik melainkan menerus setiap hari. Pada pasar tradisional kegiatan utama bukan pada transaksinya, melainkan pada interaksi sosialnya (Setioko, 2010, hal 104-115). Pasar menurut Wiryomartono sangat penting keberadaannya dalam pertumbuhan kota. Pasar merupakan bagian hilir dari perkembangan kota atau kota merupakan bagian hulu dari kota. Pasar merupakan awal dari berdirinya sebuah kota (1995, 13). Untuk itu semua pasar perlu moderat agar semua dapat berjalan dengan lancar. Pasar harus memudahkan dalam urusan dan aturan serta menganggap semuanya dalam posisi yang sama dan sederajat. Pasar dalam skala besar menjadi simpul dari kebudayaan karena semua orang dari bermacam bangsa, suku, kedudukan, pekerjaan datang pada satu tempat untuk bertemu dan berhubungan langsung tanpa banyak penghalang. Dimana kebudayaan yang dibawa satu orang dapat ditularkan ke orang lain tanpa pemaksaan dan menjadi bawaan lain selain mata dagangan. Pasar menjadi tempat dimana akulturasi berjalan saling mengisi. Pasar tradisional menurut Geertz bukan sekedar pranata ekonomi, namun terlebih lagi adalah menyangkut sosial budaya. Menyangkut seluruh kegiatan pengolahan dan penjajaan secara kecil-kecilan. Menurut geertz pasar tradisional mempunyai tiga karakteristik, yakni : arus barang dan jasa menurut pola tertentu; mekanisme ekonomi untuk mengatur dan memeliharanya; sistem sosial budaya dimana mekanisme tersebut tertanam (Geertz, 1977: 31). Bagi Geertz pasar pasar tradisional merupakan perwujudan sistem sosial dan budaya masyarakat . Di kota-kota besar pembangunan

    1 Dosen Jurusan Teknik Bangunan FKIP Universitas Palangka Raya

  • Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 7 / No.1, Juli 2012

    26 ISSN 1907 - 8536

    lingkungan permukiman banyak dilakukan untuk memenuhi tuntutan kebutuhan rumah tinggal. Sayang sekali pembangunan permukiman seringkali tidak diimbangi dengan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan fasilitas publik dan fasilitas sosialnya. Pasar sebagai salah satu fasilitas sosial sekaligus fasilitas publik jarang sekali dibangun pada skala lingkungan. Pada skala ini kegiatan perekonomian kemudian diserahkan pada masyarakat sendiri. Pasar lingkungan yang timbul kemudian lebih merupakan fenomena alami yang timbul karena kebutuhan masyarakat setempat dibanding fasilitas yang telah direncanakan dengan matang. Bahkan untuk tempat kegiatan inipun tidak tersedia, sehingga pasar seringkali menempati ruang-ruang marginal atau yang bukan peruntukannya. Namun keberadaan pasar lingkungan ini benar-benar dibutuhkan serta berperan dalam banyak aspek kehidupan bermasyarakat di lingkungan tersebut. Pentingnya keberadaan pasar dibalik kesederhanaan bentuk serta settingnya mengantar pada pertanyaan bagaimanakah bentuk dan kegiatan pasar di permukiaman dan bagaimana perannya dalam peri kehidupan masyarakat di lingkungan tersebut. Tulisan ini bertujuan untuk melihat bagaimana bentuk setting pasar lingkungan serta aktifitas yang terjadi pada wadahnya serta mencoba mengambil makna dari kegiatan dan setting yang diamati. Pengamatan dilakukan pada pasar lingkungan yang berada pada areal perumahan. Pasar Mingguan Di Jalan Putri Junjung Buih Palangkaraya Pasar mingguan di jalan putri junjung buih menempati perempatan di tengah areal permukiman tersebut. Yakni pada sebuah gang di jalan putri junjung buih. Para pedagang pasar memanfaatkan tepi jalan antara selokan dan badan jalan sebagai tempat usahanya. Pasar ini mulai beroperasi dari jam setengah enam sore sampai jam delapan malam. Pedagangnya sendiri baru datang kira-kira jam lima sore dan berakhir kira-kira jam sembilan malam ketika mereka membongkar lapak dan kemudian membersihkan tempat tersebut dari semua sampah sehingga kembali bersih seperti semula. Jumlah pedagang yang berjualan lebih kurang 30 orang. Jumlah ini tidak tetap setiap minggunya, namun mereka rupanya sudah mempunyai tempat yang tetap. Macam dagangan yang diperjual belikan juga sangat bervariasi. Beberapa pedagang yang cukup besar antara lain pedagang pakaian, pedagang macam-macam jajanan, pedagang aksesoris, pedagang buah serta pedagang lauk pauk dan sayuran, tempat jualan pedagang ini tidak terlalu besar serta mempunyai pelanggan yang cukup banyak. Pedagang yang lain adalah pedagang kaset, serta pedagang kelontong. Pedagang-pedagang tadi merupakan pedagang tetap yang hampir setiap hari menggelar dagangannya. Selain pedagang tetap tersebut juga terdapat pedagang yang datang hanya sekali-sekali seperti penjual mainan anak dengan sepeda, penjual leker, penjual bunga serta penjual perabot plastik yang menggunakan mobil bak terbuka. Tukang odong-odong dipinggir jalan di depan gang juga menjadi tempat yang selalu ramai. Penjual jasa ini menjadi jujugan anak-anak yang ikut belanja ibu atau pembantu rumah tangganya. Pedagang-pedagang ada yang berasal dari perumahan diarea pemukiman junjung buih sendiri seperti penjual masakan, penjual jajanan kering, dari warga kampung di sekitar perumahan seperti penjual sayuran, penjual buah, penjual gethuk atau dari tempat yang lebih jauh lagi seperti penjual kaset bajakan. Cara pedagang menggelar dagangan juga bermacam-macam. Ada yang menggelar dagangan langsung di atas alas terpal seperti pedagang sayuran. Dengan meja atau kotak dasaran seperti penjual masakan dan buah. Ada yang menggunakan sepeda seperti penjual mainan terdapat di tepi badan jalan terutama pada jalan gang dipinggir selokan atau pangaringan sehingga tidak mengganggu penghuni rumah yang ada di didalam gang. Kalaupun terpaksa ada di depan rumah, penjual harus seijin pemilik

  • Volume 7 / No.1, Juli 2012 Jurnal Perspektif Arsitektur

    ISSN 1907 - 8536 27

    rumah dan tidak menutup akses ke dalam rumah. Ada semacam toleransi antara pedagang dengan penghuni rumah yang ada di daerah tersebut. Pedagang tidak memakai tempat tersebut sepanjang malam, melainkan hanya sore sampai menjelang jam 8 malam saja. Tempat pun harus bersih seperti semula ketika pedagang selesai berjualan. Para penjual berasal dari beberapa tempat yang berbeda. Beberapa penjual masakan merupakan penghuni perumahan itu sendiri yang memanfaatkan pasar untuk berwiraswasta. Bahkan satu penjual masakan di jalan putri junjung buih memanfaatkan tempat di muka rumahnya sendiri untuk berjualan masakan, kebetulan rumahnya terletak tidak jauh dari perempatan tersebut. Penjual buah, penjual sayuran merupakan penghuni perkampungan di sekitar perumahan tersebut. Penjual bersepeda atau berkendaraan berasal dari tempat yang lebih jauh, mereka bukan penghuni tetap, melainkan berkeliling mencari pasar-pasar lingkungan yang ramai. BAHASAN Terdapat dua aspek yang menarik pada pasar mingguan yakni aspek fisik keruangan pasar yang terwujud sebagai wadah dari kegiatan yang ada serta nilai-nilai yang terkandung dibalik aktifitas yang terjadi. Ruang Pada Pasar Dari pola gelaran pasar tersebut bentuk setting jualan kemudian dapat dibagi menjadi tiga bagian, yakni: gelaran yang moveble yakni pada gelaran menggunakan kendaraan, baik sepeda, motor, maupun mobil. Pola movebel macam ini memungkinkan pedagang untuk setiap kali berpindah dengan mudah dari satu tempat ke tempat yang lain. Gelaran menetap bila bentuk gelaran mengharuskan pedagang untuk diam di satu tempat. Pola ini akan terdiri dari gelaran kecil, dimana barang yang digelar tidak perlu dibongkar dari wadahnya sehingga dapat dibawa maupun diletakkan dengan cepat, seperti bakulan, angkringan. Pedagang dengan gelaran kecil memungkinkan untuk berkeliling walaupun dengan jarak jangkau yang lebih terbatas. Gelaran luas akan memerlukan waktu untuk menata maupun pada saat mengepaknya. Pedagang gelaran luas cenderung menetap pada satu tempat dan membuat tempat yang relatif lebih permanen dibandingkan pedagang gelaran yang lain. Namun bagaimanapun setting dagangan menunjukkan bahwa tempat berjualan tersebut mudah untuk dibongkar pasang setiap harinya. Apa yang mengatur setting tersebut adalah kesepakatan serta tenggang rasa. Kesepakatan antara penjual, pembeli dan pemilik lahan atau masyaraka setempat. Tenggang rasa bahwa selain banyak keuntungan yang di dapatkan dengan adanya kegiatan pasar tersebut, juga terdapat resiko-resiko yang harus ditanggung bersama. Pasar Sebagai Media Kekerabatan Keberadaan pasar lingkungan tidak hanya berkaitan dengan aspek ekonomi masyarakat saja melainkan berkaitan pula dengan aspek sosial bahkan kebudayaan. Pasar lingkungan di jalan putri junjung buih menjadi tempat berkumpul dan bertemunya penghuni perumahan dengan masyarakat di sekitar lingkungan perumahan tersebut. Jarak pelayanan pasar lingkungan adalah sebatas jarak capai dari rumah penghuni tiap sore dengan berjalan kaki, sehingga tidak akan melebihi panjang 300 meter. Jarak yang lebih jauh mungkin ditempuh oleh penjual dari lingkungan sekitar serta yang lebih jauh lagi dari para penjual yang menggunakan kendaraan. Pasar lingkungan di jalan putri junjung buih menjadi tujuan belanja mingguan penghuni. Pasar sebagai tempat bertemunya penghuni perumahan dengan masyarakat di sekitarnya memberikan hubungan saling menguntungkan antara di permukiman tersebut. Pada pasar lingkungan ini kebutuhan-kebutuhan hidup masyarakat perumahan dapat terpenuhi tanpa harus pusat perbelanjaan.

  • Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 7 / No.1, Juli 2012

    28 ISSN 1907 - 8536

    Sementara bagi masyarakat perkampungan kebutuhan-kebutuhan masyarakat perumahan merupakan peluang usaha perdagangan maupun jasa yang dapat meningkatkan peri kehidupan mereka. Dengan adanya hubungan saling menguntungkan tersebut kesenjangan antara masyarakat perumahan dan perkampungan akan luruh dan menjadi satu ikatan sosial dan spasial yang kuat. Percampuran kebudayaan dalam skala kecil akan terjadi pada pasar tersebut. Penghuni perumahan sebagai masyarakat pendatang adalah masyarakat heterogen dengan asal suku, pekerjaan, pendidikan dan agama yang berbeda-beda berinteraksi dengan kehidupan agraris masyarakat pedesaan yang relatif homogen. Kepentingan ekonomi menjadi media untuk saling mengenal dan memahami kondisi masing-masing. Melalui perbincangan sambil lalu disela-sela serunya tawar menawar antara penjual dan pembeli, masyarakat perkampungan mengenal siapa pelanggannya, darimana berasal agama serta taraf perekonomiannya. Bahkan dialek bahasa asalpun bertukar dalam pergaulan tersebut. Kesetaraan dalam interaksi di pasar mendorong keterbukaan dan saling pengertian diantara warga perkampungan dengan warga perumahan. PENUTUP Pada pasar lingkungan aktifitas lebih penting dari wadah resmi pasar tersebut. Setting pasar lebih perperan daripada bentuknya. Mobilisasi dan fleksibilitas pasar cukup besar. Pasar terselenggara karena hubungan saling menguntungkan antara masyarakat perkampungan dan masyarakat perumahan. Interaksi di pasar mendorong percampuran kebudayaan kebudayaan yang dibawa pelaku (penjual dan pembeli) sehingga menimbulkan pemahaman dan saling pengertian. Pasar lingkungan memberikan peluang interaksi dalam kesetaraan dan keterbukaan, menghilangkan kesenjangan. DAFTAR PUSTAKA Geertz, Cliffort, 1977, Penjaja dan Raja, Gramedia, Jakarta. Koentjaraningrat, 1984, Kebudayaan Jawa, Balai Pustaka, Jakarta. Setioko, Bambang, 2010, Integrasi Ruang Perkotaan di Kelurahan Meteseh, PDTAP Undip,

    Semarang, Disertasi, tidak dipublikasikan. Wiryomartono, Bagoes, 1995, Seni Bangunan dan Seni Bina Kota di Indonesia, Gramedia,

    Jakarta. Sardjono, Agung Budi, 2011, Pasar di Lingkungan Pemukiman, modul vol 11. Universitas

    Diponegoro. Semarang.

  • Volume 7 / No.1, Juli 2012 Jurnal Perspektif Arsitektur

    ISSN 1907 - 8536 29

    ANALISIS PENGENDALIAN BIAYA DAN WAKTU MENGGUNAKAN METODE KONSEP EARNED VALUE

    (STUDI KASUS PROYEK PEMBANGUNAN BUNDARAN SETH ADJIE)

    Subrata Aditama K.A. Uda, ST., MT1; Eka Anggriani, ST2

    Abstrak Pelaksanaan kegiatan proyek konstruksi merupakan rangkaian mekanisme kegiatan yang kompleks. Oleh karena itu dilakukan analisis pengendalian tentang biaya dan waktu pelaksanaan berdasarkan kinerja proyek agar diketahui prakiraan biaya dan waktu kegiatan proyek yang sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan dalam dokumen kontrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prakiraan total biaya dan waktu dalam menyelesaikan proyek dengan menggunakan metode Konsep Earned Value. Suatu metode pengendalian pelaksanaan pekerjaan yang dapat mengungkapkan atau mendeteksi penyimpangan yang terjadi sedini mungkin. Ada tiga parameter dasar yang digunakan dalam metode ini yaitu ACWP/ Actual Cost of Work Performed (Biaya Aktual Pekerjaan), BCWP/ Budgeted Cost of Work Performed (Biaya Pengeluaran Pada saat Pelaporan), BCWS/ Budgeted Cost of Work Scheduled (Biaya Pengeluaran Menurut Perencanaan). Dengan menggunakan ketiga parameter yang diperoleh pada saat pelaporan tersebut, maka dapat diketahui prakiraan total biaya dan waktu penyelesaian proyek Berdasarkan hasil analisis menggunakan metode Konsep Earned Value dari setiap pelaporan dari bulan ke-1 hingga bulan ke-5 diperoleh bahwa prestasi pekerjaan proyek dapat dikatakan baik, hal ini terlihat dari nilai Varian Biaya (CV) dan Varian Jadwal (SV) yang selalu bernilai positif serta nilai Indeks Kinerja Biaya (CPI) dan Indeks Kinerja Jadwal (SPI) yang selalu bernilai satu atau lebih dari satu, parameter ini menunjukkan bahwa biaya aktual proyek lebih kecil dari anggaran dan waktu penyelesaian pekerjaan lebih cepat dari jadwal yang direncanakan. Kata Kunci : Pengendalian, Konsep Earned Value, ACWP, BCWP, BCWS, Kinerja Proyek. PENDAHULUAN Latar Belakang Perencanaan pengendalian biaya dan waktu merupakan bagian dari manajemen proyek konstruksi secara keseluruhan. Selain penilaian dari segi kualitas, prestasi suatu proyek dapat pula dinilai dari segi biaya dan waktu. Biaya yang telah dikeluarkan dan waktu yang digunakan dalam menyelesaikan suatu pekerjaan harus diukur terus-menerus penyimpangannya terhadap rencana. Pelaksanaan kegiatan proyek dalam hal ini proyek konstruksi merupakan rangkaian mekanisme kegiatan atau pekerjaan yang rumit dan saling tergantung satu sama lainnya. Selain itu, sifat pekerjaannya sangat terurai, terbagi-bagi, terpisah-pisah sesuai dengan karakteristik dan profesi pekerjaannya. Pada kenyataanya, tidak pernah dijumpai suatu proyek yang semua kegiatannya berjalan sesuai dengan perencanaan dasar (berupa anggaran, jadwal, penetapan standar mutu, organisasi pelaksana, pengisian personil, serta urutan langkah pelaksanaan pekerjaan), terutama

    1 Staff Pengajar Jurusan Teknik Sipil Universitas Palangka Raya

    2 Tenaga Sipil pada Biro Kontraktor

  • Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 7 / No.1, Juli 2012

    30 ISSN 1907 - 8536

    bagi proyek besar dan kompleks. Hal ini disebabkan antara lain pada waktu menyusun perencanaan sebagian besar didasarkan atas asumsi keadaan yang akan datang. Dalam kegiatan proyek diperlukan sistem pengendalian yang dilengkapi dengan metode yang dapat segera memberikan petunjuk atau mengungkapkan adanya penyimpangan. Mengidentifikasi penyimpangan berarti menganalisa data-data pelaporan pelaksanaan kegiatan pada waktu tertentu dan membandingkannya dengan yang telah direncanakan. Untuk itu diperlukan metode pengendalian yang tepat, agar dapat mengungkapkan penyimpangan sedini mungkin. Metode yang dimaksud misalnya Konsep Earned Value. Konsep Earned Value merupakan salah satu metode yang digunakan dalam pengelolaan proyek, khususnya pengendalian biaya dan waktu. Metode Konsep Earned Value ini dapat bermanfaat untuk meningkatkan efektifitas dalam pemantauan dan pengendalian kegiatan proyek. Oleh karena itu, maka topik yang diambil untuk penelitian tugas akhir ini yaitu mengenai analisis proyek pembangunan Bundaran Seth Adjie Kota Palangka Raya khususnya analisis biaya dan waktu dengan menggunakan Konsep Earned Value. Rumusan Permasalahan Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini yaitu : 1. Bagaimana hasil analisis biaya dan waktu dengan menggunakan metode Konsep Earned

    Value berdasarkan hasil kinerja kegiatan proyek? 2. Bagaimana prakiraan biaya dan waktu penyelesaian proyek dengan menggunakan metode

    Konsep Earned Value? Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah : 1. Mengetahui hasil analisis biaya dan waktu dengan menggunakan metode Konsep Earned

    Value. 2. Mengetahui prakiraan total biaya dan waktu dalam penyelesaian proyek. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Sebagai bahan masukan bagi pihak terkait sehingga diharapkan proyek dapat berjalan sesuai

    dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dalam dokumen kontrak, terutama mengenai anggaran dan waktu pelaksanaan proyek.

    2. Sebagai tambahan pengetahuan mengenai pengendalian biaya dan waktu khususnya dengan metode Konsep Earned Value.

    DASAR TEORI Konsep Earned Value atau konsep nilai hasil merupakan salah satu metode yang digunakan dalam pengelolaan proyek yang mengintegrasikan biaya dan waktu. Konsep ini menghitung besarnya biaya yang menurut anggaran sesuai dengan pekerjaan yang telah diselesaikan. Persamaan umumnya adalah : Nilai Hasil = (% Penyelesaian) x ( Anggaran)

  • Volume 7 / No.1, Juli 2012 Jurnal Perspektif Arsitektur

    ISSN 1907 - 8536 31

    Metode ini banyak digunakan selain karena dapat memantau dan mengendalikan biaya dan waktu juga mampu menunjukkan kinerja dari kegiatan yang dilaksanakan, metode ini juga dapat dikembangkan untuk membuat prakiraan atau proyeksi keadaan masa depan proyek. Prakiraan ini dibuat berdasarkan asumsi bahwa kecenderungan yang ada dan terungkap pada saat pelaporan terus berlangsung. Keterangan semacam ini, yaitu memberitahukan proyeksi masa depan hasil penyelenggaraan proyek, merupakan masukan yang sangat berguna bagi pengelola maupun pemilik proyek karena dengan demikian dapat disusun langkah-langkah yang perlu dihadapi. (Subrata,2005) Menurut Ervianto (2004), ada tiga parameter dasar yang menjadi acuan dalam menganalisa kinerja dari proyek berdasarkan konsep Earned Value adalah: a) BCWS ( Budgeted Cost For Work Schedule)

    BCWS merupakan anggaran biaya yang telah direncanakan berdasarkan jadwal pelaksanaan proyek. Untuk setiap periode yang diinginkan, anggaran biaya pada jadwal pekerjaan dihitung dengan menjumlahkan seluruh anggaran paket pekerjaan.

    b) BCWP (Budgeted Cost For Work Performance) BCWP atau Earned Value adalah anggaran biaya dari seluruh aktual pekerjaan yang sudah dilaksanakan sepanjang periode konstruksi. Biaya ini dapat dihitung pada masing-masing periode atau pada jumlah kumulatifnya.

    c) ACWP (Actual Cost For Work Performance) ACWP adalah biaya aktual yang dikeluarkan untuk penyelesaian pekerjaan pada periode waktu yang bersangkutan. Biaya aktual didapat dari laporan-laporan pada periode tertentu.

    Varian Biaya dan Varian Jadwal Varian biaya (cost variant) adalah penyimpangan antara biaya yang seharusnya dikeluarkan untuk pekerjaan yang telah dilaksanakan dengan biaya yang telah dikeluarkan. Bila varian biaya bernilai positif berarti proyek mengalami keuntungan disebut cost underrun, bernilai negatif berarti proyek mengalami kerugian disebut cost overrun, sedangkan nol menunjukkan pekerjaan terlaksana sesuai dengan biaya. (Siagian, 2005) Varian biaya dapat dihitung dengan menggunakan rumus dibawah ini : CV = BCWP - ACWP (Soeharto,1995) Varian jadwal (Scheduled Variant) adalah penyimpangan biaya yang seharusnya dikeluarkan untuk pekerjaan yang telah dilaksanakan dengan anggaran yang telah ditetapkan untuk menyelesaikan pekerjaan. Varian jadwal bernilai positif berarti pelaksanaan lebih cepat dari rencana, bernilai negatif berarti pelaksanaan mengalami keterlambatan, sedangkan nol menunjukkan pelaksanaan sesuai dengan jadwal yang ditentukan. (Siagian,2005) Varian jadwal dapat dihitung dengan menggunakan rumus dibawah ini : SV = BCWP BCWS (Soeharto,1995)

    Tabel Analisis Varian Terpadu

    Varian Jadwal SV = BCWP - BCWS

    Varian Biaya CV = BCWP ACWP

    Keterangan

    Positif Positif Pekerjaan terlaksana lebih cepat dari jadwal, dengan biaya pengeluaran lebih kecil dari anggaran

  • Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 7 / No.1, Juli 2012

    32 ISSN 1907 - 8536

    Nol Positif Pekerjaan terlaksana tepat sesuai jadwal, dengan biaya pengeluaran lebih kecil dari anggaran

    Positif Nol Pekerjaan terlaksana dengan biaya sesuai anggaran dan pelaksanaan pekerjaan lebih cepat dari jadwal

    Nol Nol Pekerjaan terlaksana tepat sesuai jadwal, dan biaya pengeluaran sesuai dengan anggaran

    Negatif Negatif Pekerjaan terlaksana terlambat dari jadwal, dengan biaya pengeluaran lebih besar dari anggaran

    Nol Negatif Pekerjaan terlaksana tepat sesuai jadwal, dengan biaya pengeluaran lebih besar dari anggaran

    Negatif Nol Pekerjaan terlaksana terlambat dari jadwal, dengan biaya pengeluaran sesuai dengan anggaran

    Positif Negatif Pekerjaan terlaksan lebih cepat dari jadwal, dengan biaya pengeluaran lebih besar dari anggaran

    (Sumber : Soeharto,1995) METODE PELAKSANAAN Pengumpulan Data Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah: 1. Data Sekunder

    Data sekunder adalah data penunjang yang diperoleh dari informasi yang telah dihimpun baik dari lokasi dilaksanakannya penelitian, maupun data arsip perusahaan yang menyangkut objek penelitian. Data yang diperoleh di lapangan adalah laporan keuangan proyek, rencana kerja berupa kurva S, laporan presentase penyelesaian fisik proyek pada setiap pelaporan.

    2. Studi Kepustakaan Studi pustaka memberikan referensi mengenai masalah yang akan dipecahkan sekaligus memberikan metode pemecahan masalah yang dijadikan objek. Referensi mengenai pengendalian biaya, dan waktu proyek, digunakan metode Konsep Earned Value sebagai metode penyelesaian masalah penelitian.

    Pengolahan Data dan Pembahasan Pengolahan data atau analisis dengan menggunakan metode Konsep Earned Value, sehingga dapat diketahui apakah waktu dan biaya pelaksanaan kegiatan selama pelaporan sesuai standar yang direncanakan. Kemudian hasil perhitungan tersebut akan dibahas dalam pembahasan. Analisis dan pembahasan pada penelian ini dijelaskan secara umum, sebagai berikut :

  • Volume 7 / No.1, Juli 2012 Jurnal Perspektif Arsitektur

    ISSN 1907 - 8536 33

    1. Analisis data antara lain prestasi yang direncanakan dengan prestasi realisasi selama bulan pelaporan, waktu rencana kegiatan, nilai kontrak serta biaya aktual tiap bulan pelaporan sebagai variabel yang perlu dipersiapkan sebelum dilakukan pembahasan.

    2. Berdasarkan nilai kontrak, prestasi rencana, dan prestasi realisasi kumulatif, dilakukan perhitungan nilai hasil (BCWP) pada tiap waktu pelaporan. Penelitian ini menggunakan data pelaporan dalam periode bulanan.

    3. Dari nilai anggaran yang direncanakan (BCWS) dan nilai biaya aktual (ACWP), serta nilai hasil (BCWP) maka didapat nilai varian biaya (CV) dan varian jadwal (SP) terpadu pada tiap bulan pelaporan

    4. Menentukan nilai indeks kinerja biaya (CPI) dan indeks kinerja jadwal (SPI) pada tiap waktu pelaporan.

    5. Berdasarkan nilai indeks kinerja biaya dan jadwal, serta analisis yang diperoleh pada saat pelaporan maka dapat dibuat prakiraan biaya dan jadwal penyelesaian proyek.

    6. Dilakukan tinjauan perkembangan proyek selama bulan pelaporan berdasarkan analisis yang dilakukan untuk kemudian dilakukan kontrol kondisi akhir proyek (pelaporan bulan ke-5).

    ANALISIS DAN PEMBAHASAN Analisis Konsep Earned Value ( Konsep Nilai Hasil ) Pada proyek pembangunan Bundaran Seth Adjie Kota Palangka Raya, nilai kontrak sebesar Rp. 442.750.000,00 dengan lama pekerjaan 150 hari kalender. Data pelaporan prestasi dan biaya disajikan dalam periode bulanan. Untuk melihat prestasi pekerjaan keseluruhan proyek diambil data selama 5 periode pelaporan. Data anggaran didapat dari jumlah persentase bobot pekerjaan yang harus dicapai dikalikan dengan rencana anggaran biaya proyek. Berdasarkan fakta kondisi di lapangan maka terjadi pekerjaan tambah kurang untuk kegiatan pekerjaan selanjutnya. Namun hal ini tidak berpengaruh terhadap total biaya dan waktu yang direncanakan. Sebagai contoh pekerjaan drainase galian tanah biasa yang mengalami kurang bobot dari 144 m3 menjadi 126,44 m3, serta kelebihannya dialihkan kepekerjaan tambahan, dapat dilihat pada lampiran laporan kemajuan bulan ketiga dan bulan selanjutnya. Perhitungan Nilai Hasil Kegiatan pekerjaan pada bulan ke-1 adalah pekerjaan pendahuluan yang terdiri dari pekerjaan pembersihan lahan, pembuatan bangsal, pembuatan papan nama proyek, serta pengukuran dan pasang bouwplank. Adapun total persentase prestasi kegiatan pekerjaan dapat dilihat pada tabel sebagai berikut : Penyelesaian Fisik Proyek saat Pelaporan Bulan 1

    Uraian Prestasi (%)

    Prestasi Rencana Kumulatif Bulan I Prestasi Realisasi Kumulatif Bulan I

    1,516 1,516

    (Sumber: Laporan Bulanan CV. Widya Wacana) Prestasi Rencana Kumulatif Bulan 1 = 1,516 BCWS = Nilai Kontrak x % Prestasi = Rp. 442.750.000,00 x 1,516 %

    = Rp. 6.712.090,00

  • Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 7 / No.1, Juli 2012

    34 ISSN 1907 - 8536

    Prestasi Realisasi Kumulatif Bulan1 = 1,516 BCWP = Nilai Kontrak x % Prestasi

    = Rp. 442.750.000,00 x 1,516 % = Rp. 6.712.090,00

    Dari hasil perhitungan nilai hasil atau BCWP sebesar Rp. 6.712.090,00 sama dengan nilai anggaran atau BCWS. Hal ini berarti bahwa pelaksanaan kegiatan bulan kesatu telah selesai dilaksanakan sesuai jadwal yang direncanakan. Untuk bulan selanjudnya dihitung dengan cara yang sama. Perhitungan Varians Biaya dan Jadwal Terpadu Varians biaya (CV) dan jadwal (SV) terpadu didapat dengan rumus:

    CV = BCWP ACWP SV = BCWP BCWS

    Perhitungan varians biaya dan jadwal terpadu bulan ke-1 dapat dilihat pada Tabel berikut : Nilai Hasil Pelaporan Bulan 1

    Data Nilai

    Anggaran (BCWS) Nilai Hasil (BCWP)

    Rp. 6.712.090,00 Rp. 6.712.090,00

    (Sumber: Hasil Perhitungan) Biaya pengeluaran ACWP = Rp. 6.208.300,00 (biaya actual) Varian Biaya (CV) = BCWP - ACWP = Rp. 6.712.090,00 - Rp. 6.208.300,00 = Rp. 503.790,00 Varian Jadwal (SV) = BCWP - BCWS = Rp. 6.712.090,00 - Rp. 6.712.090,00 = Rp. 0 Perhitungan varian biaya dan jadwal terpadu di atas menunjukkan bahwa pekerjaan terlaksana tepat sesuai jadwal, dengan biaya pengeluaran lebih kecil dari anggaran. Untuk bulan selanjudnya dihitung dengan cara yang sama. Perhitungan Indeks Kinerja Biaya dan Jadwal Untuk menghitung besarnya indeks kinerja biaya dan indeks kinerja jadwal, digunakan rumus :

    Indeks Kinerja Biaya (CPI) = ACWP

    BCWP

    Indeks Kinerja Jadwal (SPI) = BCWS

    BCWP

    Perhitungan indeks kinerja biaya dan jadwal bulan ke-1 dapat dilihat sebagai berikut :

    CPI = ACWP

    BCWP

  • Volume 7 / No.1, Juli 2012 Jurnal Perspektif Arsitektur

    ISSN 1907 - 8536 35

    = 00,300.208.6.Rp

    00,090.712.6.Rp

    = 1,081

    SPI = BCWS

    BCWP

    = 00,090.712.6.Rp

    00,090.712.6.Rp

    = 1 Perhitungan indeks kinerja biaya (CPI) dan indeks kinerja jadwal (SPI) di atas menunjukkan bahwa biaya pengeluaran lebih kecil dari anggaran dan pelaksanaan kegiatan proyek bulan ke-1 telah selesai dilaksanakan sesuai jadwal. Untuk bulan selanjudnya dihitung dengan cara yang sama. Proyeksi Biaya dan Jadwal Penyelesaian Berdasarkan hasil analisis indikator yang diperoleh pada saat pelaporan, maka dapat dibuat prakiraan biaya dan jadwal penyelesaian proyek dimana nantinya akan memberikan petunjuk tentang prakiraan total biaya sampai dengan akhir proyek (BEAC) dan petunjuk tentang prakiraan total waktu sampai dengan akhir proyek (SEAC). Aspek Biaya Bulan ke-1 Anggaran keseluruhan = Nilai Kontrak = Rp. 442.750.000,00 Anggaran untuk pekerjaan tersisa : = Nilai Kontrak BCWP = Rp. 442.750.000,00 Rp. 6.712.090,00 = Rp. 436.037.910,00 Prakiraan Biaya Pekerjaan Tersisa dihitung dengan rumus sebagai berikut :

    BETC = CPI

    BCWPKontrakNilai

    = 081,1

    006.712.090,.Rp00,000.750.442.Rp

    = Rp. 403.365.319,00

    Prakiraan Total Biaya sampai Akhir Proyek dihitung dengan rumus sebagai berikut : BEAC = BETC + ACWP BEAC = Rp. 403.365.319,-+Rp. 6.208.300,- BEAC = Rp. 409.573.619,00 Berdasarkan proyeksi biaya bulan ke-1 perhitungan prakiraan total biaya sampai akhir proyek diperoleh Rp. 409.573.619,- , hal ini berarti bahwa total biaya yang dikeluarkan lebih kecil dari anggaran (nilai kontrak).

  • Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 7 / No.1, Juli 2012

    36 ISSN 1907 - 8536

    2. Aspek Waktu Bulan ke-1 Waktu rencana = 150 hari Waktu Pelaporan = tgl. 26 s/d 30 April = 5 hari Waktu pekerjaan tersisa : = Rencana Waktu Pelaporan = 150 5 = 145 hari Prakiraan Waktu Pekerjaan Tersisa dihitung dengan rumus sebagai berikut :

    SETC = SPI

    PelaporanWaktuncanaRe =

    1

    hari5hari150

    = 145 hari Perkiraan Total Waktu sampai Akhir Proyek dihitung dengan rumus sebagai berikut : SEAC = SETC + Waktu Pelaporan = 145 hari + 5 hari = 150 hari Berdasarkan proyeksi jadwal bulan ke-1 perhitungan prakiraan total waktu sampai akhir proyek diperoleh 150 hari kalender, hal ini berarti bahwa total waktu yang digunakan untuk menyelesaikan proyek sama dengan jadwal (150 hari kalender). Tinjauan Perkembangan Proyek Selama Bulan Pelaporan

    Dalam Tabel berikut akan disajikan hasil perhitungan BCWP, BCWS dan ACWP selama pelaporan bulan 1, 2, 3, 4 dan 5 sehingga diperoleh nilai CV, SV, CPI, SPI, BEAC dan SEAC. Hasil Perhitungan Perkembangan Proyek Selama Bulan Pelaporan

    Keterangan Bulan ke-1 Bulan ke-2 Bulan ke-3 Bulan ke-4 Bulan 5

    BCWP (Rp) 6.712.090 192.799.915 339.571.540 378.716.640 442.750.000

    ACWP (Rp) 6.208.300 139.430.900 274.919.400 342.874.000 409.544.100

    BCWS (Rp) 6.712.090 183.134.683 308.264.688 364.489.510 366.787.383

    CV (Rp) 503.790 53.369.015 64.652.140 35.836.640 33.205.900

    SV (Rp) 0 9.665.232 31.306.852 14.221.130 75.962.617

    CPI 1,081 1,383 1,235 1,039 1,081

    SPI 1 1,053 1,102 1,039 1,207

    BEAC (Rp) 409.573.619 320.161.258 358.464.712 400.822.742 409.544.100

    SEAC (Rp) 150 145 143 149 149

    (Sumber : Hasil Perhitungan) Kondisi Proyek Berdasarkan Nilai CV dan SV

    Pelaporan Varians Biaya (CV)

    Varians Jadwal

    (SV) Keterangan

    Bulan ke-1 Positif Nol Pekerjaan terlaksana tepat sesuai jadwal, dengan biaya pengeluaran lebih kecil dari anggaran

    Bulan ke-2 Positif Positif Pekerjaan terlaksana lebih cepat dari jadwal, dengan biaya pengeluaran lebih kecil dari anggaran.

    Bulan ke-3 Positif Positif Pekerjaan terlaksana lebih cepat dari jadwal, dengan biaya pengeluaran lebih kecil dari anggaran.

  • Volume 7 / No.1, Juli 2012 Jurnal Perspektif Arsitektur

    ISSN 1907 - 8536 37

    Bulan ke-4 Positif Positif Pekerjaan terlaksana lebih cepat dari jadwal, dengan biaya pengeluaran lebih kecil dari anggaran.

    Bulan ke-5 Positif Positif Pekerjaan terlaksana lebih cepat dari jadwal, dengan biaya pengeluaran lebih kecil dari anggaran.

    (Sumber : Hasil Perhitungan) Hasil perhitungan menunjukkan bahwa pada bulan ke-1 indeks kinerja jadwal (SPI) = 1, artinya pelaksanaan kegiatan telah selesai dilaksanakan sesuai jadwal yang direncanakan dan indeks kinerja biaya (CPI) > 1, artinya bahwa pengeluaran lebih kecil dari anggaran (proyek mendapatkan keuntungan). Pada bulan ke-2 sampai bulan ke-5 indeks kinerja jadwal (SPI) dan indeks kinerja biaya (CPI) bernilai > 1, berarti bahwa pelaksanaan pekerjaan lebih cepat dari jadwal rencana dan pengeluaran lebih kecil dari anggaran (proyek mendapatkan keuntungan). KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis data pada proyek pembangunan Bundaran Seth Adjie Kota Palangka Raya, maka diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Berdasarkan hasil analisis kinerja kegiatan proyek untuk bulan ke-1 diperoleh nilai indeks

    kinerja biaya (CPI) > 1 dan indeks kinerja waktu (SPI) = 1, menunjukkan bahwa biaya pengeluaran lebih kecil dari anggaran dan waktu penyelesaian proyek lebih cepat dari jadwal yang direncanakan. Sedangkan untuk bulan ke-2 sampai bulan ke-4 nilai indeks kinerja biaya (CPI) > 1 dan indeks kinerja jadwal (SPI) > 1, menunjukkan bahwa biaya pengeluaran lebih kecil dari anggaran pelaksanaan proyek, serta jangka waktu penyelesaian proyek lebih cepat dari jadwal yang direncanakan.

    2. Hasil kontrol pelaksanaan proyek baik dalam hal biaya maupun waktu penyelesaian proyek sesuai dengan hasil analisis metode Konsep earned value pada pelaporan bulan ke-5 (akhir proyek) didapat prakiraan total waktu (SEAC) selama 149 hari kalender dan prakiraan total biaya (BEAC) sebesar Rp. 409.544.100,00. Sehingga dapat disimpulkan proyek mempunyai prestasi baik, pelaksanaan proyek selesai lebih cepat dari jadwal rencana dan biaya lebih kecil dari anggaran.

    SARAN 1. Pengawasan pada setiap pekerjaan produktivitas tenaga kerja perlu lebih ditingkatkan agar

    dapat dicapai hasil yang maksimal. 2. Dengan melakukan analisis Earned Value (nilai hasil) maka pihak pelaksana proyek dapat

    memprakirakan total biaya dan waktu penyelesaian proyek. Sehingga waktu dan biaya pelaksanaan kegiatan selama pelaporan sesuai dengan yang telah ditetapkan dalam dokumen kontrak.

  • Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 7 / No.1, Juli 2012

    38 ISSN 1907 - 8536

    DAFTAR PUSTAKA Ervianto, Wulfram (2004), Teori Aplikasi Manajemen Proyek Konstruksi, Penerbit ANDI,

    Yogyakarta

    Mujahid A., Yusri, (2004), Teori Akhir : Teknik Pengukuran Prestasi Kerja untuk Pengendalian Dengan Metode Varian dan Konsep Nilai Hasil pada Proyek Rehab Ruas Jalan Semaras Sekarambut Kabupaten Kotabaru, Fakultas Teknik Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru

    Siagian, S.J. (2005), Tugas Akhir : Analisa Pengendalian Biaya, Waktu dan Kinerja Pembangunan Gedung Kantor PT. Jamsostek Cabang Palangka Raya Dengan Menggunakan Metode Konsep Nilai Hasil(Earned Value Concept), Fakultas Teknik Universitas Palangka Raya

    Soeharto, Imam, (1992), Manajemen Proyek Industri (Persiapan, Pelaksanaan, Pengelolaan), Penerbit Erlangga, Jakarta

    Soeharto, Imam, (1995), Manajemen Proyek dari Konseptual Sampai Operasional Jilid 1, Penerbit Erlangga, Jakarta

    Subrata, T. (2005), Tugas Akhir : Pengendalian Biaya Pada Tahap Pelaksanaan Untuk Meningkatkan Kinerja Biaya Akhir Proyek (Studi Kasus Pembangunan MIN Model Pahandut Seluas 533 m2), Fakultas Teknik Universitas Palangka Raya

  • Volume 7 / No.1, Juli 2012 Jurnal Perspektif Arsitektur

    ISSN 1907 - 8536 39

    MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) DALAM PENCEGAHAN KECELAKAAN KERJA

    Adelgrit Trisia1

    Abstrak

    Umumnya di semua tempat kerja selalu terdapat sumber bahaya yang dapat mengancam keselamatan maupun kesehatan tenaga kerja. Hampir tak ada tempat kerja yang sama sekali bebas dari sumber bahaya. Potensi bahaya di tempat kerja dapat ditemukan mulai dari bahan baku, proses kerja, produk dan limbah (cair, padat dan gas) yang dihasilkan. Dengan adanya penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) sangat membantu dalam menangani permasalahan tersebut. Oleh karena itu keberadaan K3 berupaya untuk menjamin keselamatan dan kesehatan pekerja serta lingkungan hidup agar terwujud nuansa kerja yang aman, sehat dan selamat. Akan tetapi, semua itu tidak terlepas dari keikutsertaan atau partisipasi baik seluruh pekerja maupun pihak manajemen perusahaan. Kata Kunci : keselamatan dan kesehatan kerja (k3), konstruksi bangunan, pencegahan PENDAHULUAN Secara historis, keselamatan kerja telah banyak diperhatikan sejak zaman dahulu. Hammurabi, raja Babilonia pada tahun 2040 SM telah membuat dan memberlakukan suatu peraturan bangunan yang dikenal sebagai The Code of Hammurabi. Beberapa pasal dalam peraturan tersebut antara lain: (a) apabila seseorang membuat bangunan dan bangunan tersebut runtuh sehingga menimbulkan korbanjiwa maka pembuat bangunan tersebut harus dihukum mati dan (b) apabila bangunan yang dibuat runtuh dan menimbulkan kerusakan pada hak milik orang lain maka pembuat bangunan harus mengganti semua kerusakan yang ditimbulkannya.

    Sedangkan di Indonesia, keselamatan kerja sudah diadakan sejak zaman penjajahan Belanda, namun sasarannya lebih banyak ke hasil kerja dan alat-alat kerja dibanding memperhatikan pekerjanya. Program itu lebih dikenal dengan kerja paksa. Setelah merdeka, perhatian tentang keselamatan dan kesehatan serta kesejahteraan pekerja mulai banyak diperhatikan terbukti dari peraturan-peraturan dan undang-undang yang dihasilkan. Bersumber dari pasal 27 ayat 2 UUD 1945, terbit beberapa UU dan kemudian PP dan Keputusan Menteri, yang antara lain sebagai berikut. UU Kerja tahun 1951, UU Kecelakaan tahun 1951, PP tentang istirahat bagi pekerja tahun 1954, UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Per Menaker No. 01/1980 tentang K3 pada Konstruksi Bangunan, SKB Men PU dan Menaker No. 174/Men/1986 104/kpts/1986 tentang Keselamatan & Kesehatan Kerja pada Tempat Kegiatan Konstruksi, Keputusan MenPU No. 195/kpts/1989 tentang K3 pada tempat konstruksi di lingkungan PU, Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor : PER.05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja., Surat Edaran Menteri PU Nomor: 03/SE/M/2005 Perihal Penyelenggaraan Jasa Konstruksi untuk Instansi Pemerintah TA 2005. Dengan demikian mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi dalam mencegah terjadinya kecelakaan yang beraneka ragam bentuk maupun jenis kecelakaannya serta penyakit yang dapat ditimbulkan dari kondisi kerja. Sejalan dengan itu, perkembangan pembangunan yang dilaksanakan tersebut maka disusunlah UU No.14 tahun 1969 tentang pokok-pokok mengenai tenaga kerja yang selanjutnya mengalami perubahan menjadi UU No.13 Tahun 2003 tentang

    1 Staff Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Palangka Raya

  • Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 7 / No.1, Juli 2012

    40 ISSN 1907 - 8536

    ketenagakerjaan. Ketentuan tentang keselamatan dan kesehatan kerja tersebut diatur dalam pasal 86 UU No.13 Tahun 2003 :

    1. Setiap pekerja / buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas : a. keselamatan dan kesehatan kerja b. moral dan kesusilaan c. perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama

    2. Untuk melindungi keselamatan pekerja / buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja.

    3. Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

    Selain tentang K3 ternyata UU juga menjelaskan tentang pelaksanaan SMK3 yang berupa paksaan diatur dalam pasal 87 :

    1. setiap perusahaan wajib menerapkan system manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan.

    2. ketentuan mengenai penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah

    ISI Kecelakaan Kerja Dan Pencegahan Kecelakaan Di Tempat Kerja

    Jenis kecelakaan pada beberapa bidang industri3

    Manufaktur (termasuk elektronik, produksi metal dan lain-lain)

    1. terjepit, terlindas 2. teriris, terpotong 3. jatuh terpeleset 4. tindakan yg tidak benar 5. tertabrak 6. berkontak dengan bahan yang berbahaya 7. terjatuh, terguling 8. kejatuhan barang dari atas 9. terkena benturan keras 10. terkena barang yang runtuh, roboh

    Elektronik (manufaktur) 1. teriris, terpotong 2. terlindas, tertabrak 3. berkontak dengan bahan kimia 4. kebocoran gas 5. Menurunnya daya pendengaran,daya penglihatan

    Petrokimia (minyak dan produksi batu bara, produksi karet, produksi karet, produksi plastik)

    1. terjepit, terlindas 2. teriris, terpotong, tergores 3. jatuh terpelest 4. tindakan yang tidak benar 5. tertabrak 6. terkena benturan keras

    Konstruksi 1. jatuh terpeleset 2. kejatuhan barang dari atas 3. terinjak 4. terkena barang yang runtuh, roboh 5. berkontak dengan suhu panas, suhu dingin

  • Volume 7 / No.1, Juli 2012 Jurnal Perspektif Arsitektur

    ISSN 1907 - 8536 41

    6. terjatuh, terguling 7. terjepit, terlindas 8. tertabrak 9. tindakan yang tidak benar 10. terkena benturan keras

    Produksi alat transportasi bidang reparasi

    1. terjepit, terlindas 2. tertusuk, terpotong, tergores 3. terkena ledakan

    Tujuan keselamatan dan kesehatan kerja Melindungi kesehatan tenaga kerja, meningkatkan efisiensi kerja, mencegah terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit. Arah keselamatan dan kesehatan kerja 1. Mengantisipasi keberadaan faktor penyebab bahaya dan melakukan pencegahan

    sebelumnya. 2. Memahami jenis-jenis bahaya yang ada di tempat kerja 3. Mengevaluasi tingkat bahaya di tempat kerja 4. Mengendalikan terjadinya bahaya atau komplikasi. Faktor penyebab berbahaya yang sering ditemui 1. Bahaya jenis kimia: terhirup atau terjadinya kontak antara kulit dengan cairan metal, cairan

    non-metal, hidrokarbon dan abu, gas, uap steam, asap dan embun yang beracun. 2. Bahaya jenis fisika: lingkungan yang bertemperatur panas dingin, lingkungan yang beradiasi

    pengion dan non pengion, bising, vibrasi dan tekanan udara yang tidak normal. 3. Bahaya yang mengancam manusia dikarenakan jenis proyek: pencahayaan dan penerangan

    yang kurang, bahaya dari pengangkutan, dan bahaya yg ditimbulkan oleh peralatan. Cara pengendalian ancaman bahaya kesehatan kerja 1. Pengendalian teknik: mengganti prosedur kerja, menutup mengisolasi bahan berbahaya,

    menggunakan otomatisasi pekerjaan, menggunakan cara kerja basah dan ventilasi pergantian udara.

    2. Pengendalian administrasi: mengurangi waktu pajanan, menyusun peraturan keselamatan dan kesehatan, memakai alat pelindung, memasang tanda tanda peringatan, membuat daftar data bahan-bahan yang aman, melakukan pelatihan sistem penangganan darurat.

    3. Pemantauan kesehatan : melakukan pemeriksaan kesehatan. Penyebab Kecelakaan Kerja Menurut H. W. Heinrich, penyebab kecelakaan kerja yang sering ditemui adalah perilaku yang tidak aman sebesar 88%, kondisi lingkungan yang tidak aman sebesar 10%, atau kedua hal tersebut di atas terjadi secara bersamaan. Oleh karena itu, pelaksanaan diklat keselamatan dan kesehatan tenaga kerja dapat mencegah perilaku yang tidak aman dan memperbaiki kondisi lingkungan yang tidak aman. Tujuan pelatihan K3 Agar tenaga kerja memiliki pengetahuan dan kemampuan mencegah kecelakaan kerja, mengembangkan konsep dan kebiasaan pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja, memahami ancaman bahaya yang ada di tempat kerja dan menggunakan langkah pencegahan kecelakaan kerja

  • Jurnal Perspektif Arsitektur Volume 7 / No.1, Juli 2012

    42 ISSN 1907 - 8536

    Pencegahan kecelakaan kerja Untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja, sebelumnya harus dimulai dari pengenalan bahaya di tempat kerja, estimasi, tiga langkah pengendalian, dalam pengenalan bahaya perlu adanya konfirmasi keberadaan bahaya di tempat kerja, memutuskan pengaruh bahaya; dalam mengestimasi bahaya perlu diketahui adanya tenaga kerja di bawah ancaman bahaya pajanan atau kemungkinan pajanan, konfirmasi apakah kadar pajanan sesuai dengan peraturan, memahami pengendalian perlengkapan atau apakah l