jumat, 26 november 2010 | media indonesia derita … filepam. luas tempat penampungan ... sistem...

1
R UMAH penam- pungan calon pe- nambang devisa itu terletak di permu- kiman padat Kramat Jati, Ja- karta Timur. Pagarnya menca- pai 4 meter. Pintu yang selalu terkunci dijaga beberapa sat- pam. Luas tempat penampungan sekitar 20 x 20 meter, mirip aula. Tidak ada tempat tidur. Calon TKI merebahkan diri di atas matras tipis ukuran 120 x 200 sentimeter. Satu matras diisi bertiga. Ruangan terasa lembap karena air hujan merem- bes dari tembok. Sore itu ada 50 calon TKI di sana. Di lain waktu bisa sampai ratusan. Untuk mandi harus antre berjam- jam ka- rena ha- n y a tersedia tiga bi- Satpam terus mengawasi agar tidak kabur. “Kami suka disiksa. Kesalahan sedikit saja langsung dijambak atau ditendang. Kalau sakit, harus mengobati sendiri,” lapor seorang calon TKI melalui se- carik kertas karena Media Indone- sia diawasi terus oleh delapan petugas. Sesudah magrib, para perem- puan yang diambil dari desa- desa itu dilarang keluar penam- pungan. Mereka wajib bangun pukul 05.00 WIB untuk melaku- kan kegiatan sebagaimana pem- bantu rumah tangga. Selama berbulan-bulan di sana, menurut calon TKI terse- but, tidak ada pendidikan meng- asah keterampilan di sana. Apa- lagi peralatan rumah tangga yang tersedia kurang memenuhi standar, bahkan kompor gasnya pun sudah tua. Dan yang tidak akan ditemui calon TKI di luar negeri adalah, penggunaan kom- por minyak tanah serta setrika yang sudah karatan. Sedikit berbeda ditemui Media Indonesia di Balai Latihan Kerja (BLK) Jalan Penganten Ali, Cira- cas, Jakarta Timur. Tempat pe- nampungan cukup luas sekitar 400 meter. Halaman juga luas, namun terkesan tertutup karena dibentengi dengan pagar se- tinggi 5 meter. Tidak ada jendela di depan, sedangkan jendela samping diberi terali seperti penjara. Dua satpam yang berjaga sa- ngat tidak bersahabat. Fasilitas di BLK Ciracas sedikit lebih lengkap ketimbang yang di Kra- mat Jati. Di tempat ini tersedia mesin jahit model lama yang masih menggunakan kaki, mesin cuci yang pinggirnya sudah karatan dan bersuara kencang. Entahlah, apakah TKI yang dikirim ke Arab Saudi nanti membutuhkan keterampilan menjahit di rumah majikannya. Wajib 200 jam Sosiolog Universitas Indonesia Ida Ruwaida Noor melihat im- plementasi aturan pelatihan wajib 200 jam belum terlaksana dengan baik. Menurutnya, BLK harus bisa menjawab bagaimana mengirim tenaga kerja yang profesional. Di sisi lain, dinas tenaga kerja dan transmigrasi (Disnakertrans) maupun pengerah jasa TKI (PJTKI) seharusnya bisa mem- buat pelatihan yang benar. Kalau Disnakertrans ikut menjamin kualitas, pelatihan oleh PJTKI pun pasti relatif bagus. Menurut hasil pemantauan Koordinator Peduli Buruh Mi- gran Lily Pujianti, sampai saat ini belum ada perbedaan BLK yang dikelola pemerintah maupun PJTKI. Sistem kedua lembaga juga belum berubah. “Itulah masalah kita. Calon TKI seharusnya mendapat pela- tihan bagaimana menyetrika dengan setrika listrik, menata seprei untuk hotel, mengurus anak. Tapi selama ini persiapan pengiriman buruh migran cen- derung asal-asalan. Akhirnya banyak yang mengalami keka- getan. Pelatihan bahasa juga kurang memadai,” lanjut Ida Ruwaida Noor. Di atas kertas, program BLK maupun PJTKI sangat bagus. Namun dalam praktiknya terli- hat buruh migran sebenarnya cenderung dijadikan industri sebagai sumber penghasilan. “Perekrutannya tidak selektif. Ada syarat minimal lulusan SMA, tapi kemampuan baca tu- lisnya terbatas namun tetap dikirim,” kritik Ida. Sekjen Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia Rusdi Basalamah mengakui pe- latihan 200 jam atau setara 21 hari itu tidak pernah berjalan seba- gaimana mestinya. “Ini karena tidak ada peng- awasan dari pemerintah. Peme- rintah kita tidak pernah ada ko- munikasi dengan stake holder negara penempatan. Misalnya saja apa standar yang dibutuh- kan negara tujuan, tata laksana rumah tangga yang diinginkan, budaya dan pemahaman seder- hana tentang hak dan kewa- jiban,” cetusnya. Berbeda dengan Filipina yang memiliki bilateral agreements. Buruh Filipina terlebih dahulu mengunjungi rumah calon maji- kannya untuk mengetahui kerja apa dia di sana. Kurangnya keterampilan membuat buruh migran Indone- sia sering menjadi sasaran ke- marahan majikan seperti yang dialami Sumiati dan Kikim Komalasari. Sumiati dirawat di Arab Saudi karena disiksa majikannya, bah- kan mulutnya sempat digunting oleh sang majikan. Sedangkan Kikim tewas di tangan sang majikan. Sebagian korban kebrutalan majikan itu kini masih menang- gung derita. Di antaranya ada yang dirawat di Ruang Eboni RS Polri, Kramat Jati. Kebanyakan mereka mengalami stres berat, luka psikis (trauma), korban pemerkosaan maupun penyik- saan. Ruang Eboni berbeda dengan tempat perawatan pada umum- nya. Ruangan tersebut terpisah dari bangunan utama RS Polri dan seperti ruang isolasi. Jika suasana perawatan terke- san seperti dalam tahanan, tam- paknya penyembuhan trauma pasien akan membutuhkan waktu lebih lama. (*/*/*/J-1) [email protected] B agaimana pendapat Ibu tentang Sumiati yang disiksa majikan dan Kikim Komala yang tewas di tangan majikan? Kejadian tersebut membuat kita semua shocked. Kenapa orang Indonesia kembali men- jadi korban untuk kasus yang sama. Dalam konteks sebagai negara pengirim, saya kira ke- jadian ini menunjukkan peme- rintah gagal melindungi TKI. Apakah mereka tidak dilin- dungi hukum? Saya kira ini bukti betapa proteksi hukum untuk pekerja rumah tangga merupakan kebu- tuhan mendasar. Pekerja rumah tangga (PRT) kita di Arab Saudi maupun Malaysia rentan karena tidak ada proteksi hukum. Jadi proteksi hukum untuk PRT di seluruh dunia merupakan kebu- tuhan mendasar. Mengapa Indonesia tidak memperjuangkan hak TKI? Sebenarnya ketika ILO ber- inisiatif membentuk gerak konvensi perlindungan PRT, negara-negara yang mempu- nyai kepentingan ternyata tidak mendukung, seperti Arab, Indonesia, Malaysia, dan Singa- pura. Inilah akar permasalahan. Tidak ada instrumen apa pun yang bisa melindungi sebagai payung hukum bagi PRT secara internasional. Lalu bagaimana selama ini mengatasi masalah TKI? Pola penyelesaian masih reak- si sesaat, bahkan reaktif betul. Mestinya saat kasus Nirmala Bonat mengejutkan dunia pada 2004, Indonesia bisa mem- bangun mekanisme hukum yang lebih permanen ke seluruh negara tujuan. Dengan demi- kian, ketika masalah terjadi, tinggal merespons masalah. Tetapi ternyata kisah Nirmala Bonat, Siti Hajar, Lim Koidah, dan kawan-kawan lain tidak juga menjadi daya dorong pe- merintah untuk menjadi meka- nisme permanen sebagai ban- tuan hukum. Akibatnya, Pak SBY capek sendiri membentuk tim setiap terjadi suatu kasus. Kalau sifat- nya extra ordinary, seharusnya Kepala Negara melakukan di- plomasi tingkat tinggi. Apa yang sudah dibuat pe- merintah? Selama ini pemerintah hanya mengekspor ke berbagai nega- ra. Negara mendapat devisa sekaligus menekan pengang- guran. Kalau menjual ke pu- blik, ya pidato, jumpa pers. 24 | JUMAT, 26 NOVEMBER 2010 | MEDIA INDONESIA Fokus DERITA TIADA AKH DERITA TIADA AKH PENAMBANG DEVISA NE PENAMBANG DEVISA NE Dengan alasan pemeriksaan kesehatan, perempuan calon TKI diminta menanggalkan busananya. Muhammad Fauzi Je A PA kabarmu, anakku? Sudah tiga tahun pertanyaan tersebut terucap dari bibir Kajan, namun hingga kini belum terjawab apakah si buah hati benar-benar sudah sukses di perantauan. Selama tiga tahun di negeri kaya minyak, berapa banyak sudah emas yang dia peroleh? Jika sukses di Dubai, mengapa sampai sekarang belum juga memberi kabar berita? Karena tidak ada kepastian informasi yang bisa dipegang, terkadang ayah tiga anak itu cemas kala membayangkan anaknya disiksa majikan dan masuk rumah sakit seperti yang dialami Sumiati, 23, asal Dompu, Nusa Tenggara Barat. Atau jangan-jangan seperti kisah tragis Kikim Komalasari, 35, asal Cianjur, Jawa Barat, yang tewas di tangan majikan. Mereka Butuh Proteksi H CEK KESEHATAN: Calon tenaga kerja Indo persyaratan menjadi TKI sebelum diberangka Pengantar NASIB TKI di luar negeri bak layang-layang putus. Sering tidak diketahui TKI yang dilepas menyangkut di mana, masih hidup atau sudah meninggal dunia. Apa sebenarnya yang salah? Direktur Migrant Care Anis Hidayah menyampaikan pendapatnya di bawah ini. lik kecil, itu pun bak mandinya sudah rusak dan jamban pecah- pecah. Ketika Media Indonesia berkun- jung ke sana Rabu (24/11) sore, para pencari kerja sedang makan malam dengan ikan asin dan sayur kangkung. Ada menu da- ging sekali seminggu. Seorang calon TKI mengisah- kan ketika hari pertama masuk ke sana, ia dan teman-te- mannya ditelanjangi. Petugas di sana beralasan untuk mengetahui apakah ada cacat tubuh atau tidak. Bila ada yang melakukan kesalahan, misalnya, me- mecahkan piring, maka jatah makan akan dikurangi seba- gai hukuman. Sesekali mereka diperbole- hkan keluar untuk membeli sesuatu ke warung milik Nur- wati yang lokasinya persis di depan tempat penampungan. FOKUS OLAHRAGA BACA BESOK! Tema: Aksi Pamer Dua Seteru Abadi

Upload: voquynh

Post on 17-Mar-2019

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

RU M A H p e n a m -pungan calon pe-nambang devisa itu terletak di permu-

kiman padat Kramat Jati, Ja-karta Timur. Pagarnya menca-pai 4 meter. Pintu yang selalu terkunci dijaga beberapa sat-pam.

Luas tempat penampungan sekitar 20 x 20 meter, mirip aula. Tidak ada tempat tidur. Calon TKI merebahkan diri di atas

matras tipis ukuran 120 x 200 sentimeter. Satu matras diisi bertiga.

Ruangan terasa lembap karena air hujan merem-bes dari tembok. Sore itu ada 50 calon TKI di sana. Di lain waktu bisa sampai ratusan. Untuk mandi

harus antre b e r j a m -

jam ka-rena ha-n y a tersedia tiga bi-

Satpam terus mengawasi agar tidak kabur.

“Kami suka disiksa. Kesalahan sedikit saja langsung dijambak atau ditendang. Kalau sakit, harus mengobati sendiri,” lapor seorang calon TKI melalui se-carik kertas karena Media Indone-sia diawasi terus oleh delapan petugas.

Sesudah magrib, para perem-puan yang diambil dari desa-desa itu dilarang keluar penam-pungan. Mereka wajib bangun pukul 05.00 WIB untuk melaku-kan kegiatan sebagaimana pem-bantu rumah tangga.

Selama berbulan-bulan di sana, menurut calon TKI terse-but, tidak ada pendidikan meng-asah keterampilan di sana. Apa-lagi peralatan rumah tangga yang tersedia kurang memenuhi standar, bahkan kompor gasnya pun sudah tua. Dan yang tidak akan ditemui calon TKI di luar negeri adalah, penggunaan kom-por minyak tanah serta setrika yang sudah karatan.

Sedikit berbeda ditemui Media Indonesia di Balai Latihan Kerja (BLK) Jalan Penganten Ali, Cira-cas, Jakarta Timur. Tempat pe-nampungan cukup luas sekitar 400 meter. Halaman juga luas, namun terkesan tertutup karena dibentengi dengan pagar se-tinggi 5 meter. Tidak ada jendela di depan, sedangkan jendela samping diberi terali seperti penjara.

Dua satpam yang berjaga sa-ngat tidak bersahabat. Fasilitas di BLK Ciracas sedikit lebih lengkap ketimbang yang di Kra-mat Jati. Di tempat ini tersedia mesin jahit model lama yang masih menggunakan kaki, mesin cuci yang pinggirnya sudah karatan dan bersuara kencang. Entahlah, apakah TKI yang dikirim ke Arab Saudi nanti membutuhkan keterampilan menjahit di rumah majikannya.

Wajib 200 jam Sosiolog Universitas Indonesia

Ida Ruwaida Noor melihat im-plementasi aturan pelatihan wajib 200 jam belum terlaksana dengan baik. Menurutnya, BLK harus bisa menjawab bagaimana mengirim tenaga kerja yang profesional.

Di sisi lain, dinas tenaga kerja dan transmigrasi (Disnakertrans) maupun pengerah jasa TKI (PJTKI) seharusnya bisa mem-buat pelatihan yang benar. Kalau Disnakertrans ikut menjamin kualitas, pelatihan oleh PJTKI pun pasti relatif bagus.

Menurut hasil pemantauan Koordinator Peduli Buruh Mi-gran Lily Pujianti, sampai saat ini belum ada perbedaan BLK yang dikelola pemerintah maupun PJTKI. Sistem kedua lembaga juga belum berubah.

“Itulah masalah kita. Calon TKI seharusnya mendapat pela-tihan bagaimana menyetrika dengan setrika listrik, menata seprei untuk hotel, mengurus anak. Tapi selama ini persiapan pengiriman buruh migran cen-derung asal-asalan. Akhirnya banyak yang mengalami keka-getan. Pelatihan bahasa juga kurang memadai,” lanjut Ida Ruwaida Noor.

Di atas kertas, program BLK maupun PJTKI sangat bagus. Namun dalam praktiknya terli-hat buruh migran sebenarnya cenderung dijadikan industri sebagai sumber penghasilan. “Perekrutannya tidak selektif. Ada syarat minimal lulusan SMA, tapi kemampuan baca tu-lisnya terbatas namun tetap dikirim,” kritik Ida.

Sekjen Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia Rusdi Basalamah mengakui pe-latihan 200 jam atau setara 21 hari itu tidak pernah berjalan seba-gaimana mestinya.

“Ini karena tidak ada peng-awasan dari pemerintah. Peme-rintah kita tidak pernah ada ko-munikasi dengan stake holder negara penempatan. Misalnya saja apa standar yang dibutuh-kan negara tujuan, tata laksana rumah tangga yang diinginkan, budaya dan pemahaman seder-hana tentang hak dan kewa-jiban,” cetusnya.

Berbeda dengan Filipina yang memiliki bilateral agreements. Buruh Filipina terlebih dahulu mengunjungi rumah calon maji-kannya untuk mengetahui kerja apa dia di sana.

Kurangnya keterampilan membuat buruh migran Indone-sia sering menjadi sasaran ke-marahan majikan seperti yang dialami Sumiati dan Kikim Komalasari.

Sumiati dirawat di Arab Saudi karena disiksa majikannya, bah-kan mulutnya sempat digunting oleh sang majikan. Sedangkan Kikim tewas di tangan sang majikan.

Sebagian korban kebrutalan majikan itu kini masih menang-gung derita. Di antaranya ada yang dirawat di Ruang Eboni RS Polri, Kramat Jati. Kebanyakan mereka mengalami stres berat, luka psikis (trauma), korban pemerkosaan maupun penyik-saan.

Ruang Eboni berbeda dengan tempat perawatan pada umum-nya. Ruangan tersebut terpisah dari bangunan utama RS Polri dan seperti ruang isolasi.

Jika suasana perawatan terke-san seperti dalam tahanan, tam-paknya penyembuhan trauma pasien akan membutuhkan waktu lebih lama. (*/*/*/J-1)

[email protected]

Bagaimana pendapat Ibu tentang Sumiati yang disiksa majikan dan

Kikim Komala yang tewas di tangan majikan?

Kejadian tersebut membuat kita semua shocked. Kenapa orang Indonesia kembali men-jadi korban untuk kasus yang sama. Dalam konteks sebagai negara pengirim, saya kira ke-jadian ini menunjukkan peme-rintah gagal melindungi TKI.

Apakah mereka tidak dilin-dungi hukum?

Saya kira ini bukti betapa proteksi hukum untuk pekerja rumah tangga merupakan kebu-

tuhan mendasar. Pekerja rumah tangga (PRT) kita di Arab Saudi maupun Malaysia rentan karena tidak ada proteksi hukum. Jadi proteksi hukum untuk PRT di seluruh dunia merupakan kebu-tuhan mendasar.

Mengapa Indonesia tidak memperjuangkan hak TKI?

Sebenarnya ketika ILO ber-inisiatif membentuk gerak konvensi perlindungan PRT, negara-negara yang mempu-nyai kepentingan ternyata tidak mendukung, seperti Arab, Indonesia, Malaysia, dan Singa-pura. Inilah akar permasalahan. Tidak ada instrumen apa pun

yang bisa melindungi sebagai payung hukum bagi PRT secara internasional.

Lalu bagaimana selama ini mengatasi masalah TKI?

Pola penyelesaian masih reak-si sesaat, bahkan reaktif betul. Mestinya saat kasus Nirmala Bonat mengejutkan dunia pada 2004, Indonesia bisa mem-bangun mekanisme hukum yang lebih permanen ke seluruh negara tujuan. Dengan demi-kian, ketika masalah terjadi, tinggal merespons masalah. Tetapi ternyata kisah Nirmala Bonat, Siti Hajar, Lim Koidah, dan kawan-kawan lain tidak

juga menjadi daya dorong pe-merintah untuk menjadi meka-nisme permanen sebagai ban-tuan hukum.

Akibatnya, Pak SBY capek sendiri membentuk tim setiap terjadi suatu kasus. Kalau sifat-nya extra ordinary, seharusnya Kepala Negara melakukan di-plomasi tingkat tinggi.

Apa yang sudah dibuat pe-merintah?

Selama ini pemerintah hanya mengekspor ke berbagai nega-ra. Negara mendapat devisa sekaligus menekan pengang-guran. Kalau menjual ke pu-blik, ya pidato, jumpa pers.

24 | JUMAT, 26 NOVEMBER 2010 | MEDIA INDONESIA Fokus

DERITA TIADA AKHIR DERITA TIADA AKHPENAMBANG DEVISA NEGARA PENAMBANG DEVISA NE

Dengan alasan pemeriksaan kesehatan, perempuan calon TKI diminta menanggalkan busananya.

Muhammad Fauzi

JeAPA kabarmu, anakku?

Sudah tiga tahun pertanyaan tersebut

terucap dari bibir Kajan, namun hingga kini belum terjawab apakah si buah hati benar-benar sudah sukses di perantauan.

Selama tiga tahun di negeri kaya minyak, berapa banyak sudah emas yang dia peroleh? Jika sukses di Dubai, mengapa sampai sekarang belum juga memberi kabar berita?

Karena tidak ada kepastian informasi yang bisa dipegang, terkadang ayah tiga anak itu cemas kala membayangkan anaknya disiksa majikan dan masuk rumah sakit seperti yang dialami Sumiati, 23, asal Dompu, Nusa Tenggara Barat. Atau jangan-jangan seperti kisah tragis Kikim Komalasari, 35, asal Cianjur, Jawa Barat, yang tewas di tangan majikan.

Mereka Butuh Proteksi H

CEK KESEHATAN: Calon tenaga kerja Indopersyaratan menjadi TKI sebelum diberangka

Pengantar NASIB TKI di luar negeri

bak layang-layang putus. Sering tidak diketahui TKI yang dilepas menyangkut

di mana, masih hidup atau sudah meninggal

dunia. Apa sebenarnya yang salah? Direktur

Migrant Care Anis Hidayah menyampaikan

pendapatnya di bawah ini.

lik kecil, itu pun bak mandinya sudah rusak dan jamban pecah-pecah.

Ketika Media Indonesia berkun-jung ke sana Rabu (24/11) sore, para pencari kerja sedang makan malam dengan ikan asin dan sayur kangkung. Ada menu da-ging sekali seminggu.

Seorang calon TKI mengisah-kan ketika hari pertama masuk

ke sana, ia dan teman-te-mannya ditelanjangi. Petugas di sana beralasan untuk mengetahui apakah ada cacat tubuh atau tidak. Bila ada yang melakukan kesalahan, misalnya, me-mecahkan piring, maka jatah makan akan dikurangi seba-gai hukuman.

Sesekali mereka diperbole-hkan keluar untuk membeli sesuatu ke warung milik Nur-wati yang lokasinya persis di depan tempat penampungan.

FOKUSOLAHRAGA

BACA BESOK!

Tema:

Aksi PamerDua Seteru Abadi